DIPLOMASI DIGITAL UK TERHADAP MESIR MELALUI MEDIA SOSIAL TWITTER DALAM BIDANG PENDIDIKAN PADA 2014-2018

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

Siti Amaliah Hasan 11161130000023

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2021 i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa: Nama : Siti Amaliah Hasan NIM : 11161130000023 Program Studi : Ilmu Hubungan Internasional telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul: DIPLOMASI DIGITAL UK TERHADAP MESIR MELALUI MEDIA SOSIAL TWITTER DALAM BIDANG PENDIDIKAN PADA 2014-2018 dan telah memenuhi syarat untuk diuji.

Jakarta, 18 Januari 2021

Mengetahui, Menyetujui, Ketua Program Studi Pembimbing

M. Adian Firnas, M.Si Irfan R. Hutagalung, LL.M

iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

SKRIPSI DIPLOMASI DIGITAL UK TERHADAP MESIR MELALUI MEDIA SOSIAL TWITTER DALAM BIDANG PENDIDIKAN PADA 2014-2018

Oleh Siti Amaliah Hasan 11161130000023 telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 1 Februari 2021. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Hubungan Internasional.

Ketua, Sekretaris,

M. Adian Firnas, M.Si Irfan R. Hutagalung, LL.M.

Penguji I, Penguji II,

Ahmad Alfajri, MA Febri Dirgantara H, MM.

Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 1 Februari 2021. Ketua Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP UIN Jakarta,

M. Adian Firnas, M.Si

iv

ABSTRAK

Skripsi ini membahas upaya diplomasi digital (UK) terhadap publik Mesir melalui media sosial twitter terkait bidang pendidikan periode 2014-2018. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana upaya diplomasi yang dilakukan oleh UK terhadap publik Mesir melalui media sosial twitter. Kemunculan media sosial di kalangan kedubes dan dubes menjadi sebuah trend terutama pasca revolusi yang terjadi pada 2011 di beberapa negara di Afrika Timur Tengah (ATT). Penggunaan teknologi komunikasi dan informasi digital dalam diplomasi UK telah berlangsung sejak 1995. Walaupun demikian, penggunaan media sosial dalam diplomasi UK merupakan praktik diplomasi digital paling baru yang digunakan oleh pemerintah UK. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, dengan teknik pengumpulan data studi literatur melalui buku, jurnal, dokumen pemerintah, tweet dari akun @UKInEgypt dan @JohnCassonUK serta sumber terkait lainnya. Kemudian, skripsi ini menggunakan konsep Diplomasi Publik dan Diplomasi Digital. Berdasarkan kerangka konseptual tersebut, alasan UK melakukan diplomasi terhadap publik Mesir melalui twitter adalah untuk menciptakan ruang dialog (listening dan advocacy) dan mencapai tujuan utama diplomasi publik UK. Untuk mewujudkan alasan tersebut, UK melakukan dua upaya yaitu melakukan digital agenda setting dan digital conversation- generating.

Kata Kunci: Diplomasi Publik, Diplomasi Digital, UK, Mesir, Media Sosial Twitter.

v

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Diplomasi Digital UK Terhadap Mesir Melalui Media Sosial Twitter Dalam Bidang Pendidikan Pada 2014-2018.” Penulis menyadari telah mendapatkan banyak sekali dukungan moril dan materiil dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Maka dari itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Keluarga penulis yang telah mendukung penulis baik dalam dukungan moril dan materil sehingga dapat bertahan hingga menyelesaikan Skripsi ini. Untuk Bapak, Umi dan A Ubay terima kasih banyak, terutama atas doa-doa dan dukungan moral yang senantiasa diberikan kepada penulis. 2. Bapak Adian Firnas, selaku Ketua Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Irfan Hutagalung, selaku Dosen Pembimbing yang selalu memberikan arahan serta bimbingan agar skripsi ini dapat selesai. Terima kasih banyak atas segala arahan dan bimbingannya. 4. Segenap jajaran dosen dan staf Program Studi Ilmu HI UIN Jakarta serta FISIP UIN Jakarta yang telah memberikan segudang ilmu serta wawasan baru kepada penulis, terima kasih atas segala ilmu yang telah diberikan selama masa perkuliahan. 5. Teman-teman “Citanduy”: Syifa Ruhani, Riza Syafitri, Siska Fajar, Fitriani, Nurlely, Maulidia Bibi, dan Dhiza Faula, terima kasih telah menemani penulis selama masa perkuliahan dan mendengarkan keluh kesah penulis serta memberikan semangat dalam proses penyusunan Skripsi ini. 6. Indri, Akel, Nofi dan Nada yang selalu meluangkan waktunya untuk menghibur penulis dengan segala obrolan dan ucapan semangat yang tiada habisnya dan selalu menanyakan keberlanjutan skripsi ini. 7. Kubil, Fitri dan Sarah Asemeleh yang selalu memberikan semangat dan tawa di sela-sela penulisan skripsi ini. 8. Segenap teman seperjuangan satu kelas HI A yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis berharap semua bentuk dukungan dan kebaikan yang telah diberikan akan mendapatkan balasan kebaikan dari Allah SWT. Penulis

vi menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu kritik dan saran yang bersifat membangun, dengan senang hati penulis harapkan. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat dalam menambah khasanah keilmuan pembaca dan memberikan kontribusi dalam kajian Ilmu Hubungan Internasional.

Jakarta, 18 Januari 2021

Siti Amaliah Hasan

vii

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ...... iii PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ...... iv ABSTRAK ...... v KATA PENGANTAR ...... vi DAFTAR ISI ...... viii DAFTAR TABEL ...... x DAFTAR GAMBAR ...... xi DAFTAR SINGKATAN ...... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Pernyataan Masalah ...... 1 B. Pertanyaan Penelitian ...... 7 C. Tujuan dan Manfaat ...... 7 D. Tinjauan Pustaka ...... 8 E. Kerangka Konseptual ...... 11 F. Metode Penelitian...... 16 G. Sistematika Penelitian ...... 18

BAB II HUBUNGAN BILATERAL UK-MESIR A. Perkembangan Hubungan Bilateral UK dan Mesir ...... 20 1. Hubungan Bilateral UK-Mesir Sebelum dan Saat Revolusi 25 Januari . 20 2. Hubungan Bilateral UK-Mesir Setelah Revolusi 25 Januari ...... 26 B. Dinamika Hubungan Bilateral UK dan Mesir dalam Bidang Pendidikan . 31

BAB III PEMANFAATAN TEKNOLOGI DIGITAL DAN MEDIA SOSIAL DALAM PRAKTIK DIPLOMASI UK A. Diplomasi Publik UK ...... 40 1. Praktik Diplomasi Publik UK Melalui British Council ...... 42 2. Praktik Diplomasi Publik UK Melalui BBC World Service ...... 46

viii

B. Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi Digital serta Media Sosial dalam Praktik Diplomasi UK ...... 48 1. Penggunaan Situs Web oleh Foreign Commonwealth Office (FCO) ..... 51 2. Pengembangan Blog FCO Untuk Para Diplomat ...... 54 3. Sosial Media dan Diplomasi ...... 57

BAB IV UPAYA DIPLOMASI DIGITAL UK MELALUI TWITTER TERKAIT BIDANG PENDIDIKAN DI MESIR A. Alasan UK melakukan Diplomasi Digital terhadap Mesir melalui Twitter 67 1. Untuk Membangun Sarana Listening dan Advocacy ...... 67 2. Sebagai Sarana Untuk Mencapai Tujuan Diplomasi Publik UK di Mesir 76 B. Upaya Diplomasi Digital UK terhadap Mesir melalui Twitter Terkait Bidang Pendidikan ...... 82 1. Diplomasi Digital Melalui Pembentukkan Agenda di Twitter Mengenai Pendidikan (Agenda-Setting) ...... 82 2. Diplomasi Digital Melalui Conversation-Generating ...... 91 C. Respon Publik Mesir Terhadap Unggahan Akun @UKInEgypt dan @JohnCassonUK ...... 100 D. Tantangan UK dalam melakukan Diplomasi Digital terhadap Mesir melalui Twitter ...... 105

BAB IV PENUTUP ...... 109 A. Kesimpulan ...... 109 B. Saran ...... 111

DAFTAR PUSTAKA ...... 109

ix

DAFTAR TABEL

Tabel I.1. Diplomasi Publik Lama dan Diplomasi Publik Baru……………. 13 Tabel II.1. Uni Eropa Bilateral and Investment Treaties (BITs) dengan Mesir………………………………………………………………………... 21 Tabel IV.1. Jumlah Pengguna Internet di Mesir 2010-2019………………... 69 Tabel IV.2. Kategori Isu yang Dibahas dalam Akun @UKInEgypt dan @JohnCassonUK di Twitter………………………………………………... 86

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar III.1. Tampilan Situs Web Resmi FCO Tahun 2009………………. 53 Gambar III.2. Tampilan Situs Web Resmi Pemerintah UK dan FCO Tahun 2014…………………………………………………………………………. 53 Gambar III.3. Digital Diplomacy Ranking by Diplomacy Live…………….. 61 Gambar IV.1. Tweets Akun @UKInEgypt di Tahun Pertama……………... 73 Gambar IV.2. Tweet Pertama Akun @JohnCassonUK…………………….. 75 Gambar IV.3. Tweet John Casson Terhadap Publik Mesir…………………. 85 Gambar IV.4. Chevening 30th Anniversary Ceremony……………………... 95 Gambar IV.5. Tweet Akun @JohnCassonUK melakukan Interaksi dengan Publik……………………………………………………………………….. 96 Gambar IV.6. Tweets Terkait Pendidikan dalam Bahasa Inggris dan Arab... 97 Gambar IV.7. Tweet Akun @UKInEgypt Terkait Beasiswa Pendidikan di Mesir……………………………………………………………………….., 99 Gambar IV.8. Contoh Respon Publik Mesir Terhadap Cuitan Akun @UKInEgypt Terkait Beasiswa Pendidikan………………………………... 102 Gambar IV.9. Balasan Publik Terhadap Upaya Jajak Pendapat yang Dilakukan oleh Akun @JohnCassonUK……………………………………. 104

xi

DAFTAR SINGKATAN

ATT Afrika Timur Tengah BBCWS British Broadcasting Corporation World Service BC British Council BITS Bilateral and Investment Treaties DARING Dalam Jaringan (Online) DUBES Duta Besar FCO Foreign Commonwealth Office HMG Her/His Majesty Goverment KEDUBES Kedutaan Besar KEMENLU Kementerian Luar Negeri KTT Konferensi Tingkat Tinggi LURING Luar Jaringan (Offline) PDSB Public Diplomacy Strategy Board SNS Social Networking Sites TIK Teknologi Informasi dan Komunikasi UK United Kingdom UNESCO The United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization

xii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah

Skripsi ini membahas dan menganalisis upaya diplomasi digital United

Kingdom (UK) melalui media sosial twitter dalam bidang pendidikan di Mesir pada 2014-2018. Penelitian ini akan fokus pada alasan, upaya dan tantangan yang dihadapi oleh UK dalam melakukan diplomasi digital di Mesir melalui media sosial twitter. Pasca revolusi 2011 di Mesir, penggunaan media sosial baik dari kalangan masyarakat Mesir ataupun dari kedutaan-kedutaan luar negeri yang ada di Mesir mengalami peningkatan yang cukup signifikan.

Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) saat ini telah memberikan pengaruh terhadap cara orang di seluruh dunia dalam berkomunikasi, melakukan pertukaran informasi dan mengadakan agenda perubahan politik, sosial serta ekonomi.1 Internet dan media sosial merupakan bagian dari siklus perkembangan TIK. Adanya teknologi berupa jaringan internet dan media sosial diidentifikasi mampu menjangkau lebih banyak aktor untuk ikut terlibat dalam proses politik dan diplomatik.2 Individu dan kelompok masyarakat serta perusahaan sekarang merupakan bagian dari diplomasi.3 Jaringan internet dan media sosial telah menjadi sarana komunikasi antara kementerian luar negeri dan

1 Olubukola S. Adesina, “Foreign Policy in an Era of Digital Diplomacy,” Cogent Social Sciences Journal Vol. 3 No. 1 (2017) 2 Nicholas Westcott, Digital Diplomacy: The Impact of the Internet on International Relations, (London: Oxford Internet Institute Research Report, 2008) 3 Clifton Martin dan Laura Jagla, Integrating Diplomacy and Social Media, (Washington DC: The Aspen Institute, 2013)

1 diplomatnya serta memfasilitasi komunikasi antara kementerian luar negeri atau kedutaan dengan penduduk lokal.4

Menurut Adesina, media sosial juga dijadikan sebagai jembatan penghubung aktivis Arab Spring dalam berbagi informasi dan dalam beberapa kasus, membantu mengatur pengumpulan massa untuk aksi demonstrasi.5 Selama periode revolusi Mesir di Lapangan Tahrir, massa—yang sebagian besar adalah pemuda—terorganisir melalui Facebook dan platform media sosial lainnya untuk melakukan protes terhadap pemerintah terkait permasalahan yang terjadi di Mesir.

Aksi ini dianggap sebagai salah satu political movement yang cukup kuat di

Arab.6 Salah satu aktivis Mesir mengatakan bahwa kelompok masyarakat yang melakukan protes di Tahrir Square menggunakan Facebook untuk menjadwalkan kegiatan tersebut, kemudian berkoordinasi melalui Twitter dan menggunakan

Youtube untuk memberitahu dunia bahwa telah ada pemberontakan besar-besaran di Mesir.7

Fenomena penggunaan media sosial dalam kasus Arab Spring dianggap menjadi salah satu pemicu munculnya trend penggunaan media sosial oleh kedutaan besar di regional Afrika dan Timur Tengah (ATT).8 Pengguna internet dan media sosial yang diperkirakan memrepresentasikan sekitar 30% dari total

4Corneliu Bjola dan Marcus Holmes ed., Digital Diplomacy Theory and Practice (New York: Routledge, 2015) 5Olubukola S. Adesina, “Foreign Policy in an Era of Digital Diplomacy,” (2017) 6 Clifton Martin dan Laura Jagla, Integrating Diplomacy and Social Media, (2013) 7 Pippa Russo, “Digital Diplomacy in the Middle East and North Africa,” Blog Resmi FCO UK, diakses pada 18 November 2019, https://blogs.fco.gov.uk/pipparusso/2013/02/28/digital- diplomacy-in-the-middle-east-and-north-africa/ 8Ilan Manor, “What is Digital Diplomacy and How is it Practiced Around The World? A Brief Introduction,” dalam The 2016 Annual Review of Diplomatist Magazine No. 36 (2016)

2 populasi di regional ATT telah mengubah strategi negara dalam berdiplomasi.

Dari diplomasi publik konvensional menjadi bertambah luas dengan cara digital.9

Ada beberapa akun kedutaan di Mesir yang teregistrasi di Twitter pasca revolusi yang terjadi pada Januari 2011, yaitu: Kedutaan UK pada Agustus 2012,

Kedutaan India pada Agustus 2012, Kedutaan Swedia pada Februari 2013,

Kedutaan Kanada pada 2013 dan masih banyak lagi kedutaan-kedutaan lainnya.

Para diplomat dan kedutaan menggunakan internet serta media sosial untuk mempertahankan ikatan atau hubungan dengan kelompok diaspora yang tersebar di negara-negara lain atau juga untuk mencari informasi real time (terjadi pada saat itu juga) yang disebar luaskan melalui media sosial.10 Selain itu, penggunaan media sosial oleh diplomat dan kedutaan juga bertujuan untuk memberikan informasi yang memadai kepada publik, membantah informasi yang salah dan mengkonfirmasi informasi yang benar. Diplomat juga dapat menggunakan media sosial sebagai salah satu alat untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan aktor negara maupun aktor non-negara seperti kelompok masyarakat atau publik luar negeri.11

Saat ini sebagian besar Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Kedutaan

Besar (Kedubes) dan para diplomat di seluruh dunia mulai menggunakan Social

Networking Sites (SNS) atau media sosial seperti Twitter dan Facebook dalam

9 Islam Muhammad, “Localisation of Digital Public Diplomacy Messaging: An Effective Practice, Amplifying the Impact of Soft Power (Examples from the Middle East)”, Working Paper, (April, 2016) 10 Ilan Manor, The Digitalization of Public Diplomacy, 2019, p. 32 11 Sejung Park, Dahoon Chung, Han Woo Park, “Analytical Framework for Evaluating Digital Diplomacy Using Network Analysis and Topic Modeling: Comparing South Korea and Japan,” dalam Information Processing and Management Journal, Vol. 56, No. 4 (Juli 2019) p. 1468

3 mempraktikkan diplomasi digital. Pada 2017, The UK Foreign and

Commonwealth Office (FCO) atau Kemenlu UK menjadi entitas negara yang memiliki jaringan diplomasi digital terbesar di media sosial Twitter. Hal itu dikarenakan ada sekitar 237 akun yang secara resmi terafiliasi dengan FCO untuk para diplomat, kedutaan di berbagai negara dan berbagai akun misi luar negeri

UK.12 Tak hanya itu, beberapa diplomat UK, seperti John Casson

(@JohnCassonUK); Richard Moore (@UKPolDirRichard); John Benjamin

(@JonBenjamin19) masuk ke dalam daftar peringkat 10 teratas duta besar dengan interaksi (likes, reply dan retweeted) media sosial Twitter terbesar pada 2017.13

FCO UK mewajibkan penggunaan teknologi dalam proses diplomasinya.

Hal ini dilakukan dengan beberapa cara seperti menganjurkan keterlibatan secara personal oleh duta besar mereka di Twitter dan setiap elemen atau bagian dari

FCO diharuskan mengerti penggunaan teknologi digital.14 Kemudian untuk menciptakan sistem diplomasi digital yang terstruktur, FCO UK membuat sebuah dokumen strategi yang disebut The Foreign and Commonwealth OfficeDigital

Diplomacy Strategy sebagai kerangka kerja dalam badan FCO.15 Dalam dokumen tersebut dipaparkan bahwa FCO sangat berusaha untuk menciptakan jaringan yang jauh lebih terbuka dan efektif.

12Olubukola S. Adesina, “Foreign Policy in an Era of Digital Diplomacy,” (2017) 13 Hugh Elliot, “Digital Diplomacy: Are We are the Champions?”, Blog Resmi FCO UK, diakses pada 17 November 2019, https://blogs.fco.gov.uk/guestpost/2017/03/30/digital- diplomacy-are-we-the-champions/ 14 Olubukola S. Adesina, “Foreign Policy in an Era of Digital Diplomacy,” (2017) 15 “Social Media Use,” FCO About, FCO Website, diakses pada 17 November 2019, https://www.gov.uk/government/organisations/foreign-commonwealth-office/about/social- media-use

4

“We want to see digital embedded in every element of foreign policy work, leading to a more effective, more open Foreign and Commonwealth Office that can take full advantage of the networked world.”16

Kedubes UK di Mesir dan Duta Besar (Dubes) UK untuk Mesir periode

2014-2018 berusaha mengimplementasikan kerangka kerja tersebut dengan menciptakan jaringan komunikasi yang jauh lebih efektif, luas dan terbuka.

Melalui media sosial, Kedubes dan Dubes UK berusaha untuk melakukan pendekatan terhadap publik Mesir. Hal itu disampaikan John Casson, duta besar

UK untuk Mesir periode 2014-2018, dalam sebuah video yang diunggah oleh

Kedubes UK di Mesir.17

Trend penggunaan media sosial oleh gerakan masyarakat Mesir, terutama di kalangan pemuda saat revolusi 2011 meningkat cukup signifikan. Fenomena tersebut membuat UK berusaha memanfaatkan peluang dalam dunia digital melalui serangkaian upaya diplomasi untuk mempromosikan kebijakan di bidang pendidikan dan identitas UK di Mesir serta membangun kepercayaan rakyat Mesir kepada negara UK.

Akun Kedubes UK dengan nama pengguna @UKInEgypt yang dibuat sejak tahun 2012 secara aktif menyebarkan informasi real time kepada publik terkait kebijakan-kebijakan dan kerjasama UK-Mesir. Tak hanya itu, Dubes UK untuk Mesir yaitu John Casson juga menggunakan Twitter personalnya untuk melakukan interaksi dan komunikasi dengan publik Mesir. John Casson secara

16 FCO, The Foreign and Commonwealth Office Digital Strategy, (London: FCO, 2014) 17 ”John Casson, New British Ambassador to Egypt: The UK’s Priority is to See Egypt Succeed,” Youtube Kedubes UK di Mesir, 23 Agustus, 2014, https://www.youtube.com/watch?v=dWKOegjeVio

5 aktif menggunakan Twitter untuk berbagi informasi terkait kegiatan dan kebijakan

UK terhadap Mesir serta berkomunikasi dengan publik Mesir terkait berbagai isu.

Manor dan Segev (2015) menyatakan bahwa diplomasi digital ini harus berlangsung dalam dua tingkatan, yaitu: tingkat Kementerian Luar Negeri

(Kemenlu) dan tingkat Kedubes di berbagai negara. Hal ini bertujuan untuk mempermudah komunikasi dan pembentukkan citra sebuah negara di mata masyarakat lokal.18 Tak hanya itu, upaya maksimalisasi diplomasi digital membutuhkan diplomat yang sangat paham tentang dunia dalam jaringan (daring) dan memerlukan strategi yang dirancang dengan baik. Jika dilakukan tanpa strategi yang baik, diplomasi digital tersebut justru berisiko terhadap kebijakan luar negeri mereka atau bahkan hubungan antar aktor internasional.19

Berdasarkan pemaparan di atas, maka skripsi ini akan membahas mengenai bagaimana upaya diplomasi digital UK melalui media sosial Twitter dalam bidang pendidikan pada 2014 hingga 2018. Upaya diplomasi digital yang dilakukan oleh Kedubes dan Dubes UK terhadap publik Mesir pada 2014-2018 merupakan perihal yang penting untuk dibahas. Penelitian ini menjadi penting untuk dibahas dikarenakan penelitian terkait diplomasi digital dengan studi kasus negara atau lembaga lainnya sudah cukup banyak, tetapi literatur yang secara khusus membahas diplomasi UK masih terlalu sedikit.

18 Olubukola S. Adesina, “Foreign Policy in an Era of Digital Diplomacy,” (2017) 19 Corneliu Bjola, “Diplomacy in the Digital Age,” Research Paper Real Instituto El Cano, (11 Okt 2018) [dokumen on-line] tersedia di realinstitutoelcano.org/wps/wcm/connect/7b7f3ec3-859d-4a36-bd13-7f86ff84fbd8/ARI113- 2018-Bjola-Diplomacy-Digital-Age.pdf?MOD=AJPERES&CACHEID=7b7f3ec3-859d-4a36-bd13- 7f86ff84fbd8

6

B. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan pernyataan masalah yang telah dipaparkan di atas terkait diplomasi digital UK dan fenomena media sosial di Mesir, maka pertanyaan penelitian yang diajukan adalah Bagaimana Upaya Diplomasi Digital UK terhadap Mesir Melalui Media Sosial Twitter dalam Bidang Pendidikan pada

2014-2018?

C. Tujuan dan Manfaat

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan:

a. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan bagaimana hubungan

UK dan Mesir; praktik diplomasi publik UK dan penggunaan

media sosial sebagai alat diplomasi digital UK.

b. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis bagaimana upaya

diplomasi digital melalui media sosial Twitter terkait bidang

pendidikan.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

a. Memperkaya kajian Ilmu Hubungan Internasional, terutama

dalam bidang Media dan Komunikasi Internasional; Diplomasi

Publik; serta Diplomasi Digital.

b. Memberikan kontribusi literatur bagi para pengambil keputusan

dalam lingkup birokrasi atau dapat digunakan oleh peneliti lain

sebagai referensi.

7

D. Tinjauan Pustaka

Terdapat beberapa literatur ilmiah yang dijadikan sebagai tinjauan pustaka dalam penelitian ini. Untuk menyesuaikan dengan topik penelitian, tinjauan pustaka yang digunakan merupakan studi terkait upaya diplomasi dan kebijakan luar negeri di era digital.

Teknologi telah mengalami perkembangan pesat dan mempengaruhi segala bidang kehidupan manusia. Olabukola Adesina dalam artikel jurnalnya yang berjudul Foreign Policy in the Era of Digital Diplomacy,20 menyatakan bahwa penggunaan teknologi, terutama internet telah memperluas cara diplomasi sebuah negara. Dengan internet seorang diplomat memiliki kesempatan untuk melakukan komunikasi dengan warga negara asing yang tidak mampu dijangkau melalui diplomasi tradisional. Keberadaan teknologi ini juga mempermudah dalam penyebaran informasi dan komunikasi dari pemerintah ke pemerintah atau dari pemerintah ke publik.

Adesina memberikan gambaran umum tentang pengaruh teknologi terhadap praktik diplomasi di berbagai negara, sementara skripsi ini akan memaparkan bagaimana upaya diplomasi digital UK terhadap Mesir melalui media sosial sosial twitter. Topik dan pembahasan dalam skripsi ini jauh lebih spesifik serta lingkupnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan artikel tersebut dikarenakan hanya akan fokus pada satu studi kasus negara.

20 Olubukola S. Adesina, “Foreign Policy in an Era of Digital Diplomacy,” (2017)

8

Literatur selanjutnya adalah artikel jurnal yang ditulis oleh Natalia

Grincheva dengan judul Digital Diplomacy Rhetoric: International Policy

Frame Transformations in Diplomatic Discourses (The Case Study of the UK

Digital Diplomacy).21 Dalam artikel tersebut dijelaskan mengenai pemanfaatan teknologi digital oleh UK dalam rangka memperkenalkan budaya UK ke dunia internasional dengan menggunakan kerangka kerja yang dibuat dan dipakai oleh

The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization

(UNESCO). Serupa dengan argumen Adesina, Grincheva juga berargumen bahwa perkembangan teknologi telah memperluas cara sebuah negara melakukan diplomasi dan memperluas jangkauan target diplomasi.

Grincheva membahas bagaimana upaya diplomasi yang dijalankan oleh

British Council—salah satu institusi budaya dan pendidikan yang dimiliki UK— melalui situs web resmi mereka. Kemudian dalam artikel tersebut disebutkan bahwa diplomasi digital yang dijalankan oleh British Council belum sampai pada tahap komunikasi dua arah dengan publik. Hal itu dikarenakan banyak program daring di dalam website British Council tidak dirancang fitur yang dapat digunakan oleh publik untuk terlibat dalam dialog.

Perbedaan yang terdapat antara artikel yang ditulis oleh Grincheva dengan penelitian ini adalah fokus penelitian. Dalam artikel karya Grincheva, aktor utama dalam diplomasi digital UK adalah British Council yang menggunakan situs web resmi sebagai media diplomasi UK. Sedangkan dalam penelitian ini aktor utama

21 Natalia Grincheva, “Digital Diplomacy Rhetoric: International Policy Frame Transformations in Diplomatic Discourses (The Case Study of the UK Digital Diplomacy)” European Journal of Cultural Management and Policy, Vol. 2 No. 2 (2012)

9 dalam diplomasi digital UK adalah Kedubes dan Dubes UK untuk Mesir periode

2014-2018 yang memanfaatkan media sosial Twitter sebagai alat untuk melakukan diplomasi.

Literatur selanjutnya adalah artikel jurnal yang ditulis oleh Constance

Duncombe yang berjudul Twitter and Transformative Diplomacy: Social Media and Iran-US Relations.22 Artikel ini menjelaskan bagaimana Twitter menjadi salah satu komponen yang cukup penting bagi sebuah negara dalam melakukan diplomasi terhadap negara lainnya. Duncombe berargumen bahwa melalui media sosial kepercayaan sebuah negara terhadap negara lainnya dapat terbentuk, ketika hal tersebut sulit atau tidak dapat dilakukan melalui diplomasi konvensional.

Duncombe menyatakan ketika interaksi diplomasi secara langsung sangat terbatas, Twitter dapat dijadikan salah satu media atau alat yang digunakan oleh negara untuk berdialog. Dalam artikelnya Duncombe menjadikan hubungan antara Iran dan Amerika Serikat (AS) sebagai studi kasus terkait penggunaan

Twitter sebagai media penghubung kedua negara tersebut. Pada saat itu Iran dan

AS tidak memiliki hubungan diplomatik. Melalui artikel ini Duncombe memaparkan bahwa beberapa pernyataan petinggi Iran dan AS di Twitter memberikan rasa saling percaya kedua belah pihak, hingga memicu dialog di ranah digital dan membantu proses dialog antara Iran dan AS dalam negosiasi

Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) nuklir Iran.

22 Constance Duncombe, “Twitter and Transformative Diplomacy: Social Media and Iran- US Relations,” International Affairs, Vol. 93 No. 3 (2017), h. 545-562

10

Artikel yang ditulis oleh Duncombe berusaha menjelaskan peran media sosial Twitter dalam hubungan dua negara yang sedang berkonflik. Twitter sangat membantu dalam proses penyampaian informasi dan komunikasi. Adapun perbedaan antara artikel karya Duncombe dengan penelitian ini adalah fokus penelitian. Duncombe membahas mengenai peran media sosial Twitter dalam hubungan Iran dan AS, terutama ketika proses negosiasi JCPOA nuklir Iran.

Sedangkan penelitian ini menjelaskan bagaimana UK memanfaatkan media sosial sebagai media diplomasi UK terhadap publik Mesir terkait bidang pendidikan.

E. Kerangka Konseptual

Skripsi ini bertujuan untuk menganalisa bagaimana upaya UK dalam melakukan diplomasi digital terhadap Mesir melalui media sosial Twitter pada

2014-2018. Maka dari itu, skripsi ini menggunakan konsep diplomasi publik dan konsep diplomasi digital yang sering dirujuk untuk melihat gejala atau bagaimana sebuah diplomasi di era digital berlangsung.

1. Diplomasi Publik

Mengutip dari Pamment, diplomasi publik merupakan proses komunikasi yang dilakukan oleh pemerintah terhadap publik asing.23 Tuch (1990) berargumen bahwa diplomasi ini dijadikan sebagai sebuah upaya negara untuk memberikan pemahaman kepada publik asing akan gagasan dan cita-cita bangsanya, lembaga

23 Ilan Manor, The Digitalization of Public Diplomacy, 2019, p.10-11

11 dan budayanya, serta tujuan dan kebijakan nasional yang dibuat oleh pemerintah tersebut.24

Mengacu pada Nicholas Cull, ada enam pendekatan dalam melakukan

Diplomasi Publik yaitu:25

a. Listening, seorang diplomat berusaha untuk mengumpulkan dan

menyusun data berdasarkan keadaan dan opini publik luar negeri.

Kemudian menggunakan data itu untuk mengarahkan kebijakannya

atau pendekatan diplomasi publiknya.

b. Advocacy, seorang diplomat melakukan komunikasi internasional

secara aktif untuk mempromosikan kebijakan negaranya kepada

publik.

c. Cultural Diplomacy, diplomat berusaha membuat budaya yang

dimiliki negaranya dikenal di luar negeri atau memfasilitasi

penyebaran budaya. Dilakukan dengan cara ikut serta dan

mengadakan festival, pameran, kemudian acara olahraga

internasional, membuat dan memelihara pusat kebudayaan, serta

mengajari bahasa dan mengadakan konser musik.

d. Exchange Diplomacy, negara mengirimkan warga negaranya ke

luar negeri dan menerima warga negara luar negeri kenegaranya

dalam periode waktu tertentu untuk melanjutkan studi atau

melakukan akulturasi budaya.

24 Eytan Gilboa, “Searching for a Theory of Public Diplomacy,” dalam The ANNALS of the American Academy of Political and Social Science, Vol. 616 No. 1 (Maret 2008) 25 Nicholas J. Cull, Public Diplomacy: Lesson From the Past, (Los Angeles: Figueroa Press, 2009)

12

e. International Broadcasting (), seorang diplomat

menggunakan teknologi seperti radio, televisi atau bahkan internet

untuk mempererat hubungan dengan publik negara lain.

f. Psychological Warfare (PW). Dalam konteks informasi

internasional, perang psikologis dapat didefinisikan sebagai

penggunaan komunikasi oleh seorang diplomat untuk mencapai

tujuan di masa perang, biasanya melalui komunikasi dengan publik

di negara musuh.

Selain memaparkan pendekatan diplomasi publik, Nicholas Cull juga membedakan antara istilah Diplomasi Publik Lama yang berkembang di masa perang dingin dan Diplomasi Publik Baru yang baru muncul pasca perang dingin.

Berikut ini merupakan perbedaan antara Diplomasi Publik Lama dan Diplomasi

Publik Baru.

TABEL 1.1. Diplomasi Publik Lama dan Diplomasi Publik Baru Dominant Old Public Diplomacy New Public Diplomacy Characteristics

Identity of State State and non-state international actor

Satelite Shortwave radio Internet Tech. environment Print news paper Real-time news Land-line telephones Mobile Telephones

Clear line between domestic and Blurring of domestic and Media environment international news sphere international news sphere

Outgrowth of political advocacy Outgrowth of corporate branding Source of approach & propaganda theory & network theory

13

International image Soft power Terminology Prestige Nation brand

Top down, actor to foreign Structure of role Horizontal, facilitated by actor peoples

Nature of role Targeted messaging Relationship-building

The management of The management of the Overall aim international environment international environment

Sumber: Nicholas J. Cull, 2009, Public Diplomacy: Lessons from the Past.

Menurut Fisher (2010), media sosial telah membuat proses diplomasi publik bertransformasi dengan cara membentuk sebuah ruang publik transnasional yang mana pemerintah mampu berkomunikasi dengan aktor non-state yang sebelumnya tidak dapat dijangkau. Diplomasi publik baru berfokus pada konektivitas dan interaksi, dialog dan kolaborasi, dengan mengubah paradigma yang awalnya berusaha untuk mengontrol hubungan internasional, menjadi membangun koneksi yang kuat dengan para aktor serta meningkatkan peran aktor non-states.26

2. Diplomasi Digital

Telah banyak ahli yang memberikan istilah untuk merumuskan konsep pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam melakukan diplomasi, diantaranya adalah Diplomasi Publik 2.0 (Hallams, 2010); Virtual

Diplomacy atau Net Policy (Wehrenfennig, 2012); Diplomasi Digital

(Bjola&Holmes, 2015); Twitter Diplomacy (Sobel, Riffe& Hester, 2019);

Twiplomacy (Sandre, 2012). Beberapa negara juga memiliki istilah atau sebutan

26Ruixue Jia &Weidong Li, “Public Diplomacy Networks: ’s Public Diplomacy Communication Practices in Twitter during Two Sessions,” dalamJournal Public Relations Review, Vol. 46 No. 1 (Maret, 2020)

14 yang berbeda terhadap jenis diplomasi ini. Amerika Serikat (AS) menyebutnya sebagai 21st Century Statecraft, UK dan menyebutnya sebagai Digital

Diplomacy, sementara Kanada menyebut ini sebagai Open Policy.27 Untuk mempermudah pembaca dan memfokuskan pembahasan, skripsi ini akan menggunakan istilah Diplomasi Digital.

Foreign Commonwealth Office (FCO) UK mendefinisikan diplomasi digital sebagai diplomasi konvensional melalui medium yang berbeda. Melalui internet UK dapat mendengar, menyebarkan, melibatkan dan mengevaluasi dengan cara baru yang jauh lebih menarik dan terjangkau.28 Holmes mendefinisikan diplomasi digital sebagai salah satu strategi dalam mengatur perubahan politik internasional melalui perangkat digital dan kolaborasi secara virtual.29

Diplomasi digital tidak bisa menggantikan diplomasi konvensional, tetapi jika dilakukan dengan keterampilan, diplomasi digital dapat digunakan untuk memperkuat diplomasi konvensional dengan cara yang jauh lebih terjangkau.30

Menurut Corneliu Bjola, untuk mencapai efektivitas penggunaan internet dan media sosial dalam melakukan diplomasi terdapat tiga dimensi utama, yaitu:

27Ilan Manor, The Digitalization of Public Diplomacy (Swiss: Palgrave Macmillan, 2019) 28 The United Kingdom’s Foreign and Commonwealth Office. 2010. What is digital diplomacy? 15 November. diakses pada 31 April 2020 http://webarchive.nationalarchives.gov.uk/20101115120414/https://digitaldiplomacy- secure.fco.gov.uk/en/about/digital-diplomacy/. 29Corneliu Bjola dan Marcus Holmes ed., Digital Diplomacy Theory and Practice (New York: Routledge, 2015) 30Olubukola S. Adesina, “Foreign Policy in an Era of Digital Diplomacy,” Cogent Social Sciences Journal Vol. 3 No. 1 (2017)

15

Digital Agenda-Setting, Digital Presence-Expansion, dan Digital Conversation-

Generating.31

Media sosial menciptakan sebuah tempat penyebaran informasi yang dapat membentuk forum diskusi untuk masyarakat luas. Agenda-Setting merupakan tahap awal ketika diplomat berupaya untuk menentukan agenda apa yang perlu dibahas di dalam kanal media sosial dengan cara menyebarkan informasi real time. Kemudian, Digital Presence-Expansion merupakan sebuah keadaan di mana para diplomat menggunakan media sosial untuk mempromosikan kegiatan negaranya dan sejauh mana jangkauan digital yang mereka capai. Lebih jauh lagi,

Digital Conversation Generating merupakan sebuah keadaan ketika para diplomat telah memiliki kemampuan untuk melakukan interaksi dan komunikasi dengan publik di media sosial. Di tahap terakhir ini biasanya komunikasi akan berlangsung dua arah.32

F. Metode Penelitian

Skripsi ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan metode yang digunakan untuk mengeksplorasi dan memahami permasalahan sosial yang meliputi individu dan kelompok.33 Menurut Denzin &

Lincoln (1994) penelitian kualitatif merupakan penelitian dengan tujuan untuk menafsirkan suatu fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan melibatkan

31Corneliu Bjola dan Marcus Holmes ed., Digital Diplomacy Theory and Practice (New York: Routledge, 2015) 32Sapta Dwi kardana, Anggia Valerisha, Slyvia Yazid, dll., Implementasi Diplomasi Digital Indonesia: Studi Kasus Pekerja Migran Indonesia di Luar Negeri, (Laporan Penelitian, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Katolik Parahyangan, 2018) 33 John W. Creswell, Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mix Methods Approaches, (London, Sage Publication Inc., 2014)

16 berbagai pendekatan,34 tetapi pendekatan tersebut bukan pendekatan numerik.35

Tujuan penulis menggunakan metode penelitian kualitatif adalah untuk memahami objek penelitian secara mendalam sebelum melakukan analisis terhadap objek tersebut.

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode studi pustaka. Studi pustaka merupakan teknik pengumpulan data dengan cara menelaah berbagai literatur seperti buku; artikel jurnal; catatan-catatan; dan laporan-laporan yang memiliki keterkaitan dengan permasalahan yang diteliti.36

Penelitian ini akan menggunakan sumber data sekunder, berupa pernyataan resmi dan dokumen-dokumen resmi pemerintah UK yang dapat diakses melalui situs web FCO, akun Twitter @UKInEgypt serta @JohnCassonUK, buku-buku, artikel jurnal, karya ilmiah serta sumber-sumber internet yang memiliki pembahasan serupa dengan penelitian ini.

Setelah melakukan pengumpulan data, penulis melakukan penyaringan dan pengelompokan terhadap data-data tersebut untuk memisahkan data yang relevan dan tidak relevan dengan fokus penelitian. Kemudian penulis melakukan interpretasi terhadap data yang telah terkumpul. Selanjutnya akan dilakukan analisis terhadap data. Data tersebut akan dikaitkan dengan permasalahan dan teori yang dipakai dalam penelitian ini sehingga dapat memperoleh rumusan yang konkrit dan integratif.

34 Albi Anggito dan Johan Setiawan, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Sukabumi, CV Jejak, 2018) 35 Gary King, Designing Social Inquiry: Scientific Inference in Qualitative Research, (New Jersey, Princeton University Press, 1994) 36 Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Bogor, Ghalia Indonesia, 2013)

17

G. Sistematika Penelitian

Skripsi ini terdiri dari lima bab yang mana dengan rincian sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini terdiri dari enam subbab pendahuluan yaitu: pernyataan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka pemikiran, metode penelitian, dan sistematika penelitian. Melalui Bab I penulis bertujuan untuk membuat pembaca mampu memahami permasalahan penelitian secara singkat, mengetahui maksud dan tujuan, serta metode yang akan digunakan dalam penelitian.

BAB II DINAMIKA HUBUNGAN BILATERAL UK DAN MESIR.

Dalam Bab dua penulis memaparkan sejarah dan dinamika hubungan bilateral

UK-Mesir dari berbagai aspek, termasuk pendidikan. Melalui bab ini penulis akan memberikan gambaran umum mengenai bagaimana hubungan yang terjalin antara

UK dan Mesir, sebelum dan sesudah terjadinya revolusi pada tahun 2011.

Kemudian penulis juga akan memaparkan bagaimana hubungan bilateral antara

Mesir dan UK dalam bidang pendidikan.

BAB III PEMANFAATAN TEKNOLOGI DIGITAL DAN MEDIA

SOSIAL DALAM PRAKTIK DIPLOMASI UK. Penulis membagi bab ini menjadi dua pembahasan. Subbab pertama membahas tentang praktik diplomasi publik UK melalui dua lembaga utama, yaitu: BBC dan British Coucil. Pada subbab kedua dibahas tentang pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi digital serta media sosial dalam praktik diplomasi UK di abad 21.

18

BAB IV PROSES DIPLOMASI DIGITAL UK TERHADAP MESIR

MELALUI TWITTER DALAM BIDANG PENDIDIKAN PADA 2014-2018.

Dalam bab ini akan diuraikan dan dianalisis bagaimana upaya UK dalam proses diplomasi digital terhadap masyarakat Mesir pada 2014 hingga 2018. Selain itu, dalam bab ini akan dijabarkan terkait alasan apa yang mendasari UK melakukan diplomasi digital di Mesir dan tantangan seperti apa yang dihadapi oleh UK pada tahun-tahun selanjutnya.

BAB V PENUTUP. Bab ini berisi kesimpulan dari keseluruhan hasil penelitian sekaligus memuat jawaban dari pertanyaan penelitian. Selain kesimpulan, bab ini juga berisi saran sebagai hasil pengamatan penelitian dan dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya.

19

BAB II

HUBUNGAN BILATERAL UK-MESIR

Dalam bab II ini akan dibahas mengenai perkembangan dan dinamika hubungan bilateral antara UK dan Mesir. Bab ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu: pembahasan mengenai perkembangan hubungan bilateral yang terjalin antara UK dengan Mesir secara umum dan dinamika hubungan bilateral UK-

Mesir di bidang pendidikan. Data dan fakta yang dipaparkan dalam bab ini akan menjadi gambaran umum atau dasar untuk melihat sejauh mana hubungan bilateral yang terjalin antara kedua negara tersebut. Hal ini sejalan dengan tujuan dari penelitian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya yaitu untuk mengetahui bagaimana hubungan bilateral yang terjalin antara UK dan Mesir.

A. Perkembangan Hubungan Bilateral UK dan Mesir

Dalam bagian ini dijelaskan mengenai perkembangan hubungan bilateral yang terjalin antara UK dengan Mesir sebelum dan sesudah terjadinya revolusi pada 25 Januari 2011 di Lapangan Tahrir, Mesir. Revolusi 25 Januari 2011 merupakan waktu yang tepat untuk melihat bagaimana pola hubungan yang terjadi antara UK dan Mesir pada periode Arab Spring.

1. Hubungan Bilateral UK-Mesir Sebelum dan Saat Revolusi 25 Januari

Sebelum terjadi demonstrasi pada 25 Januari 2011, Mesir menjadi negara yang cukup menarik di regional Afrika Timur Tengah (ATT) bagi para investor asing untuk melakukan investasi. Hal ini dikarenakan mesir memiliki pertumbuhan ekonomi yang dinamis, posisi geografis yang strategis, potensi

20 wisata, cadangan energi yang besar, dan cakupan pasar domestik yang luas.37

Penyebab lain dari ketertarikan investor asing untuk melakukan investasi di Mesir disebabkan oleh sikap keterbukaan Mesir terhadap perusahaan-perusahaan asing untuk mulai melakukan investasi di Mesir. Sikap keterbukaan itu bermula sejak dikeluarkannya Kebijakan Infitah atau Open Door Policy yang dikeluarkan oleh

Anwar Sadat pada 1971.38

Negara-negara Eropa—termasuk UK, berusaha menciptakan kondisi yang mampu menguntungkan kerja sama ekonomi dengan Mesir, khususnya untuk investasi warga negara dan perusahaan masing-masing negara. Hal ini kemudian ditindaklanjuti dengan penandatanganan dan pemberlakuan perjanjian kerjasama perdagangan dan investasi antara beberapa negara anggota Uni Eropa dengan

Mesir secara bilateral sebagaimana yang tercantum dalam tabel II.A.1.

Tabel II.1. Uni Eropa Bilateral and Investment Treaties (BITs) dengan Mesir

PARTNER STATUS DATE OF ENTRY INTO SIGNATURE FORCE PERANCIS Berlaku 22/12/1976 1/10/1975 JERMAN Telah Berakhir 05/07/1974 22/7/1978 Berlaku 16/6/2005 22/11/2009 ITALIA Berlaku 02/03/1989 01/05/1995 SPANYOL Berlaku 03/11/1992 26/4/1994 UK Berlaku 11/06/1975 24/02/1976 Sumber: United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), World Investment Report 2015.39

37 Montserrat Casanovas i Olivares, “Culture in External Relations and Cooperation between Europe and Egypt,” Doctoral Thesis Univesitat de Barcelona, (Mei, 2017) h. 120 38 Afaf Lutfi Marsot, A History of Egypt: From the Arab Counquest to the Present, (New York: Cambridge University, 2007) h. 135 39UNCTAD, “(Report) World Investment Report 2015” diakses dari https://unctad.org/en/PublicationsLibrary/wir2015_en.pdf pada 13 Agustus 2020

21

Di tahun 2003, investasi UK di Mesir mencapai €18 miliar di berbagai sektor publik. Kemudian ditambah dengan investasi dari 20 perusahaan swasta

UK melalui CDC Group Investment yang beroperasi di Mesir dengan jumlah melebihi €20 miliar. Hingga tahun 2019, 20 perusahaan tersebut secara aktif dan kolektif telah mempekerjakan lebih dari 9.000 orang di Mesir.40 Mesir juga menjadi negara ketiga terbesar dalam hubungan perdagangan UK di wilayah

Afrika. Tak hanya itu, hubungan Mesir dan UK di bidang pariwisata juga cukup kuat. Pada 2009, tercatat 1,35 juta warga negara UK berkunjung ke Mesir.41

Selain kerja sama dalam bidang perdagangan dan investasi, UK dan Mesir juga melakukan perjanjian pada 1992 terkait kerja sama dalam bidang budaya, lingkungan dan pendidikan42 serta menciptakan memorandum kerjasama terkait pendidikan tingkat tinggi (setara universitas) pada 1998.43

Pasca peristiwa 9/11 hingga akhir masa jabatan Tony Blair sebagai

Perdana Menteri UK pada tahun 2007, kebijakan luar negeri UK didominasi oleh upaya perang melawan teror di wilayah Timur Tengah.44 Untuk menjaga kestabilan regional dan mengatasi permasalahan terorisme dan radikalisme di

ATT, Mesir ikut melakukan koordinasi dengan Amerika Serikat (AS) dan UK.45

40 CDC Group Investment, “What’s the Role of Development Finance in Egypt?” CDC Website, [Berita on-line] tersedia di https://www.cdcgroup.com/en/news- insight/insight/articles/development-finance-egypt/ 41 Monserrat, “Culture in External Relations,” 42 Monserrat, “Culture in External Relations,” 43 The British University Egypt, “The British University in Egypt: History,” sejarah BUE, tersedia di https://www.bue.edu.eg/history/ 44 Rosemary Hollis, “Britain and the Middle East from 9/11 to 2011,” The Arab Spring Implications for British Policy (London: Conservative Middle East Council, 2011) 45 Ahmed Adel Hassan, “European Union Foreign Policy Towards Egypt during the Arab Spring of 2011,” Doctoral Thesis American University in Cairo, (Fall, 2015).

22

Walaupun demikian, hubungan antara pemerintah UK dan Mesir pada era kepemimpinan Hosni Mubarak jauh lebih fokus pada kerja sama multilateral yang dijalin melalui Uni Eropa (UE) dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dibandingkan hubungan bilateral UK dan Mesir secara langsung.

Mesir telah menjadi salah satu sekutu terpenting UE dan salah satu penerima manfaat terbesar dari program kemitraan Euro-Mediterania, dengan alokasi €1 miliar selama periode 2007-2013, di mana 60 persennya disalurkan untuk mendukung Pemerintah Mesir. Saat revolusi dimulai pada 2011, the EU

Court of Auditors menuntut hasil yang jauh lebih nyata terkait bantuan yang telah dikeluarkan untuk mempromosikan nilai-nilai Eropa tentang kebebasan dan Hak

Asasi Manusia (HAM). Kemudian sejumlah kecil bantuan dana tersebut disalurkan ke organisasi masyarakat di Mesir sebagai bentuk promosi nilai-nilai bangsa Eropa terkait Demokrasi dan HAM, sekaligus sebagai bentuk dukungan negara-negara Eropa terkait upaya reformasi yang terjadi di Mesir.46

Pada 25 Januari 2011, di Lapangan Tahrir Mesir, ribuan orang berkumpul untuk melakukan demonstrasi terhadap pemerintahan Husni Mubarak yang telah berkuasa selama tiga dekade. Masyarakat Mesir melakukan protes untuk melawan kemiskinan, pengangguran, penindasan politik dan tindakan korupsi yang dilakukan oleh pemerintah.47 Kemudian, protes tersebut terus berlanjut ke beberapa kota. Ratusan pengunjuk rasa ditangkap karena terjadi kericuhan di

46 Noha Mellor, “Who Represents the Revolutionaries? Examples from the Egyptian Revolution 2011,” dalam jurnal Mediterranean Politics, Vol. 19, No.1 (2014) 47 Yolande Knell, “Egypt's revolution: 18 days in Tahrir Square,” BBC News, 25 January 2012 [berita on-line] tersedia di https://www.bbc.com/news/world-middle-east-16716089

23 berbagai tempat, tetapi pengunjuk rasa mengatakan bahwa mereka tidak akan menyerah sampai Husni Mubarak turun dari jabatannya sebagai presiden Mesir.48

Ketika demonstrasi 25 Januari telah terjadi di Mesir, Kanselir Jerman

Angela Merkel; Perdana Menteri UK, David Cameron dan Presiden Perancis,

Nicolas Sarkozy secara serentak merilis pernyataan bersama pada 29 Januari 2011 terkait permasalahan yang terjadi di Mesir.49 Dalam pernyataan tersebut mereka mengungkapkan keprihatinannya mengenai tindak kekerasan yang terjadi di Mesir selama proses demonstrasi berlangsung. Ketiga negara itu mengusulkan kepada

Husni Mubarak untuk segera melakukan reformasi politik, ekonomi dan sosial serta berusaha mencegah penggunaan kekerasan terhadap para demonstran. Tak hanya itu, ketiga negara itu juga mendukung gerakan rakyat Mesir, dengan alasan bahwa publik Mesir memiliki pendapat yang sah dan merupakan tugas Presiden

Mubarak untuk memastikan keadilan dan kebebasan guna mendorong transformasi politik di Mesir.50

UK memberikan dukungan secara penuh terhadap gerakan masyarakat yang bertujuan untuk melakukan transisi demokrasi di Tunisia, Mesir dan

Suriah.51 Dalam pidatonya di London pada 22 Agustus 2011, Wakil Perdana

Menteri UK, Nick Clegg, berbicara tentang pandangan UK terhadap peristiwa

Arab Spring:

48 Al Jazeera, “Timeline: Egypt's revolution,” Al Jazeera News, 14 Februari 2011 [Berita on-line] tersedia di https://www.aljazeera.com/news/middleeast/2011/01/201112515334871490.html 49 Ahmed Adel Hassan, “European Union Foreign Policy,” h. 86-87 50 Gov. UK, “Joint UK-France-Germany statement on Egypt,” dalam website resmi pemerintah UK, tersedia di https://www.gov.uk/government/news/joint-uk-france-germany- statement-on-egypt 51 Eugene Rogan, “Regional Overview,” The Arab Spring Implications for British Policy (London: Conservative Middle East Council, 2011)

24

“The UK stands shoulder to shoulder with the millions of citizens across the Arab world, who are looking to open up their societies, looking for a better life.”52

Pada 28 Januari 2011, Perdana Menteri UK David Cameron menghubungi

Mubarak melalui telepon untuk untuk menyampaikan bagaimana pandangan UK terkait permasalahan yang terjadi di Mesir. Kemudian di tanggal 30 Januari 2011

Menteri Luar Negeri UK yaitu William Hague juga menelepon Wakil Presiden

Mesir serta Menteri Luar Negeri Mesir untuk membicarakan pembahasan yang sama, yaitu mengenai pandangan dan saran UK terkait pengadaan reformasi demokratis secara keseluruhan di Mesir.53

Tak hanya itu, UK juga berusaha berkontribusi untuk mendukung transisi politik di Mesir dan Tunisia melalui Program Arab Partnership yang mulai digagas sejak 2010. Arab Partnership merupakan program yang digagas oleh pemerintah UK sebagai respon terkait permasalahan Arab Spring dan permasalahan sosial dan ekonomi yang terjadi di regional ATT. Untuk mewujudkan program ini, UK bekerja sama dengan berbagai mitra di berbagai sektor di antaranya adalah parlemen; partai politik; lembaga keuangan internasional; penentu kebijakan; media; sektor swasta dan organisasi masyarakat sipil—termasuk asosiasi perempuan dan pemuda. Program ini dilakukan melalui keterlibatan diplomatik, kemitraan internasional dan pemberian bantuan praktis ke

52 Amnesty International, Submission to the House of Commons Submission to the House of Commons Foreign Affairs Committee: British Foreign Policy and The Arab Spring [dokumen on- line] https://www.amnesty.org.uk/files/september_2011_- _british_foreign_policy_and_the_arab_spring.pdf 53 Parlemen UK, “British Foreign Policy and the Arab Spring: the Transition to Democracy,” Parlement Publication & Record Session 2010-12 [dokumen resmi on-line] tersedia di https://publications.parliament.uk/pa/cm201012/cmselect/cmfaff/writev/arab/as07.htm

25 berbagai mitra. Melalui program ini juga UK secara langsung mendukung reformasi politik dan ekonomi jangka panjang di kawasan ATT.54

2. Hubungan Bilateral UK-Mesir Setelah Revolusi 25 Januari

Setelah 18 hari berlangsungnya demonstrasi di Kairo dan beberapa kota lain di Mesir, wakil presiden Mesir yaitu Omar Suleiman, mengumumkan bahwa

Presiden Husni Mubarak secara resmi mundur dan menyerahkan pemerintahan kepada militer.55 Kekuasaan yang diserahkan kepada pihak militer bersifat sementara. Juru bicara dari pihak militer mengatakan bahwa angkatan bersenjata akan mengumumkan langkah-langkah lebih lanjut dan melakukan pengaturan menuju perubahan demokratis yang diinginkan oleh publik Mesir.56

Turunnya Mubarak dari kursi kekuasaan membuka peluang bagi UK untuk membina hubungan yang lebih dekat dengan Mesir dan pemimpin barunya.

Pemimpin UK secara cepat menjalin kontak dengan petinggi-petinggi di Mesir.

Dua hari pasca Presiden Mubarak lengser, yaitu pada 13 Februari 2011, William

Hague menghubungi Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Mesir. Kemudian pada tanggal 15 Februari, David Cameron juga menghubungi Jenderal Husein

Tantawi yang menjabat sebagai pemimpin tertinggi angkatan bersenjata Mesir.

54 Foreign Commonwealth Office, Leading the UK Government’s Strategic Response to the Arab Spring: Arab Partnership Booklet [dokumen resmi on-line] diakses dari https://assets.publishing.service.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_data /file/88486/Arab-Partnership-booklet.pdf 55 BBC, “Egypt crisis: President Hosni Mubarak resigns as leader,” BBC News, 12 Februari 2011 [berita on-line] tersedia di https://www.bbc.com/news/world-middle-east-12433045 56Chris McGreal, “Hosni Mubarak resigns – and Egypt celebrates a new dawn,” The Guardian News, 11 Februari 2011, [berita on-line] tersedia di https://www.theguardian.com/world/2011/feb/11/hosni-mubarak-resigns-egypt-cairo

26

Dalam laporan yang dibuat oleh FCO, perbincangan tersebut diisi dengan diskusi seputar pelaksanaan transisi demokrasi di Mesir.57

Kemudian, di tanggal 21 Februari 2011, David Cameron datang ke Mesir untuk menemui Jenderal Tantawi secara langsung. David Cameron menjadi pemimpin dunia pertama yang mengunjungi Mesir sejak Mubarak digulingkan dari kekuasaan dalam revolusi 25 Januari 2011.58 Tak hanya bertemu dengan

Jenderal Tantawi, kunjungan David Cameron ke Mesir juga bertujuan untuk menemui Perdana Menteri Ahmed Shafiq; Menteri Luar Negeri Aboul Gheit dan beberapa aktivis demonstrasi yang ikut serta dalam revolusi di Lapangan Tahrir.59

Mohammad Mursi kemudian diumumkan sebagai pemenang dalam pemilihan presiden dan mulai menjabat pada tanggal 12 Juni 2012. Dalam upaya membangun hubungan dengan pemimpin baru Mesir, David Cameron mengirimkan ucapan selamat kepada Presiden Mursi atas kemenangannya dan sangat menyetujui visi Mursi untuk membentuk pemerintahan Mesir yang lebih inklusif dan representatif.60 Pasca terpilihnya Mursi sebagai presiden, Mursi berusaha untuk membangun kembali dominasi Mesir di regional ATT. Pada triwulan pertama Mursi menjabat, kebijakan luar negeri Mesir tidak menunjukkan bahwa Mesir akan memperat hubungan baik yang sudah terjalin dengan negara-

57 Parlemen UK, “British foreign policy and the "Arab Spring" - Foreign Affairs Committee Contents,” Parlement Publication & Record, [dokumen resmi on-line] tersedia di https://publications.parliament.uk/pa/cm201213/cmselect/cmfaff/80/8009.htm 58 Nicholas Watt, “David Cameron arrives in Egypt to meet military rulers,” The Guardian News, 21 Februari 2011, [berita on-line] tersedia di https://www.theguardian.com/politics/2011/feb/21/david-cameron-visits-egypt 59 Parlemen UK, “British foreign policy and the "Arab Spring" - Foreign Affairs Committee Contents,” Parlement Publication & Record,” 60 FCO, “(Report) British Foreign Policy and the Arab Spring: Second Report of Session 2012-2013,” UK Gov, 3 Juli 2012

27 negara barat, baik dalam bentuk agenda kebijakan luar negeri ataupun dalam kunjungan kenegaraan. Tujuan kunjungan kenegaraan yang dituju oleh Mursi untuk kali pertama bukanlah Amerika Serikat atau negara-negara Eropa, melainkan ke Ethiopia, Arab Saudi, Tiongkok dan Iran. Pada Konferensi Tingkat

Tinggi (KTT) Uni Afrika di Addis Ababa, Mursi menegaskan bahwa Afrika sangatlah penting bagi Cairo.61 Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan prioritas dalam kebijakan luar negeri UK dan Mesir pada era kepemimpinan

Mursi.

Mursi dan para penasihatnya mulai mempertimbangkan untuk membuat kebijakan luar negeri yang memiliki tujuan pembangunan perekonomian jangka panjang dengan cara memperat hubungan luar negeri Mesir dengan Amerika

Serikat dan negara-negara Eropa. Hal ini dikarenakan lebih dari 50% ekspor

Mesir dikirim ke Eropa dan Amerika Serikat dan lebih dari 2/3 investasi asing yang masuk ke Mesir berasal dari Eropa dan Amerika Serikat pada 2011.62

Menurut Agen Pendapatan dan Bea Cukai Kerajaan UK, selama satu dekade terakhir UK telah menjalin hubungan perdagangan yang jauh lebih kuat dengan

Mesir. Mesir adalah tujuan utama ekspor UK dengan nilai rata-rata mencapai

£761.743.704 dan mengalami kenaikan hingga mencapai puncak tertinggi di tahun 2010 dengan nilai £ 1.134.696.883. Namun, sejak permulaan Arab Spring di

61Jannis Grimm and Stephan Roll, “Egyptian Foreign Policy under Mohamed Morsi,” Stiftung Wissenschaft und Politik German Institute for International and Security Affairs, [artikel on-line] (2012) https://www.swp- berlin.org/fileadmin/contents/products/comments/2012C35_gmm_rll.pdf 62 Jannis Grimm and Stephan Roll, “Egyptian Foreign Policy,”

28

Mesir, nilai ekspor UK ke Mesir menjadi mengalami penurunan hingga di tahun

2012 nilai rata-rata ekspor UK menjadi bernilai £ 920.606.649.63

Namun, rencana Mursi harus batal karena pada 3 Juli 2013 terjadi kudeta militer yang berhasil menggulingkan Mursi dari kursi kepresidenan. Kudeta tersebut membuat pihak militer kembali berkuasa secara penuh di Mesir.64

Beberapa ahli beranggapan bahwa kudeta Mursi merupakan aksi yang melanggar nilai-nilai demokratis. Namun, sebagian lain menganggap bahwa hal tersebut harus dilakukan karena pemerintahan Mursi masih bersifat otoriter, cenderung memihak kepada satu kelompok dan telah banyak masyarakat yang mendukung

Mursi untuk turun dari jabatannya sebagai presiden.65

Pasca kudeta Mursi di tahun 2013, Mesir kembali dikuasai oleh pihak militer. Pada Juni 2014, Abdul Fattah Al Sisi, mantan panglima angkatan bersenjata, terpilih sebagai Presiden Mesir dengan memenangkan 96 persen suara dalam pemilihan tanpa oposisi. Militer kemudian mengkonsolidasikan kontrolnya atas hampir semua aspek aparatur negara di Mesir.66

63 Philip Leech dan Jamie Gaskarth, “British Foreign Policy and the Arab Spring,” Diplomacy & Statecraft, Vol. 26(1), 2015. 64 Marina Ottaway, “Al-Sisi’s Egypt: The State Triumphant” dalam buku The Return of Egypt: Internal Challenges and Regional Game, (Milan: The Italian Institute for International Political Studies, 2015) diakses dari https://www.ispionline.it/it/EBook/THE.RETURN.OF.EGYPT.pdf 65 Ahmed Elsayed, “Egypt’s Praetorian Guards: To what extent did General Abdel Fattah al-Sisi’s discourse undermine Egypt’s first democratically elected president?,” Disertasi University of East Anglia, September 2014 [artikel on-line] https://www.researchgate.net/publication/272795037_Egypt's_Praetorian_Guards_To_what_ex tent_did_General_Abdel_Fattah_al- Sisi's_discourse_undermine_Egypt's_first_democratically_elected_president#pfa 66 Ahmed Elsayed, “Egypt’s Praetorian Guards,” 2014

29

UK tetap berusaha menjalin hubungan baik dengan pemerintah Mesir.

Keinginan UK untuk menjadi lebih dekat dengan rezim Al Sisi tercermin dalam sikap UK terhadap Ikhwanul Muslimin (IM) atau Muslim Brotherhood (MB).

Setelah Mesir mendeklarasikan IM sebagai organisasi teroris pada awal 2014 dan memberi tuduhan bahwa gerakan IM bertanggung jawab atas serangan Februari

2014 terhadap bus pariwisata di Sinai, UK segera setuju untuk memulai penyelidikan segala aktivitas kelompok IM di UK.67 Cameron juga mengundang

Al-Sisi ke London untuk berdiskusi terkait permasalahan teroris dan ekstrimis di kedua negara. Pada bulan November 2015, Al-Sisi datang ke London untuk menemui Cameron dan dalam pertemuan tersebut kedua pemimpin memastikan bahwa mereka akan meningkatkan kerja sama di segala bidang serta memastikan bahwa kepentingan nasional negara masing-masing tetap terlindungi.68

Pada saat pertemuan Al Sisi dengan David Cameron, kedua pemimpin tersebut melakukan konferensi pers bersama untuk menyampaikan bagaimana kunjungan tersebut menjadi bagian dari rangkaian proses menuju hubungan bilateral yang menjadi jauh lebih kuat dan positif untuk tahun-tahun berikutnya.

Sebagaimana yang terlihat dalam pernyataan Al Sisi di konferensi tersebut:

“My visit to the UK clearly reflects the strong relations between the two countries and peoples… we look to the ties of friendship and co‑operation between our two countries with appreciation and trust. And we trust that the future will bring what is better for all of us… I look forward to the outcome of

67 Hélène Michou, “(report) EU-Egypt Bilateral Relations: What Scope for Human Rights Advocacy?” Euromed Rights, Juni 2016 tersedia di https://euromedrights.org/wp- content/uploads/2016/10/EuroMed-Rights-EU-Egypt-report-external-EN.pdf 68 Ahmed Adel Hassan, “European Union Foreign Policy,”

30 our talks, and I’m quite confident that it will bring about all of the concord and agreement that we have in our views during our talks.” 69

Kemudian pada tanggal 20 Januari 2020 di acara UK-Africa Investment

Summit, UK dan Mesir membuat Joint Statement on Economic Cooperation.70

Dalam dokumen tersebut dinyatakan bahwa UK akan memberikan bantuan teknis dan peningkatan kapasitas yang diperlukan sebagai kunci utama pembangunan sektor swasta dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif. UK dan Mesir juga akan berusaha memperkuat kerja sama dalam bidang pendidikan dan kesehatan, memperdalam hubungan finansial dan meningkatkan perdagangan serta investasi.71

B. Dinamika Hubungan Bilateral UK dan Mesir dalam Bidang

Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu bidang yang dianggap penting oleh rezim Mubarak. Dia berulang kali mendeklarasikan bahwa pemerintah Mesir berusaha melakukan reformasi di bidang pendidikan dan mengurangi tingkat buta huruf di Mesir. Mubarak menganggap bahwa pendidikan mampu meningkatkan

69 “(speech) Joint press conference: David Cameron and President Sisi,” UK Government Website, 5 November 2015 tersedia di https://www.gov.uk/government/speeches/joint-press- conference-david-cameron-and-president-sisi 70 “Egypt, UK launch economic partnership serving Egypt Vision 2030,” Egypt Government Website, 21 Januari 2020, tersedia di https://www.sis.gov.eg/Story/143468/Egypt%2C-UK-launch-economic-partnership-serving- Egypt-Vision-2030?lang=en-us 71 Department for International Development (DFID), “UK-Egypt Joint Statement on Economic Cooperation,” [dokumen resmi on-line] tersedia di https://assets.publishing.service.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_data /file/859337/UK-Egypt_Joint_Statement_on_Economic_Cooperation.pdf

31 stabilitas sosial dan politik negara Mesir.72 Pentingnya pendidikan bagi Mubarak tercermin dalam kutipan pidato berikut:

“We have to be honest with ourselves, that the crisis in our educational system is reflected on the school, the teacher, the student and the curriculum... Education is the major pillar for our national security on a broad scale… It is our way to world competition in markets.”73

Pada awal periode Mubarak menjadi presiden, tepatnya pada 1983,

Foreign Commonwealth Office (FCO) mulai membuka program beasiswa

Chevening untuk 40 negara terpilih, salah satu di antaranya adalah Mesir.

Chevening merupakan program beasiswa yang dirancang oleh UK bagi masyarakat negara-negara berkembang atau negara mitra UK untuk mendapatkan gelar magister dengan mengikuti perkuliahan selama satu tahun di universitas mana pun di UK. Melalui program ini UK menawarkan kesempatan bagi para pelajar untuk mengembangkan keterampilan profesional dan akademis mereka; menambah jaringan yang jauh lebih luas; mendapatkan pengetahuan dan pengalaman terkait budaya Inggris dan membangun hubungan positif dengan

UK.74 Program Beasiswa Chevening UK menawarkan 50 kuota beasiswa yang

72 Julian Swain, “The overseas in-service egyptian teacher education programme: distal and proximal reflections on policy and change,” dalam Journal of In-Service Education, Vol. 29 No. 1 (2003) 73 Nadine Mourad Sika, Educational Reform in Egyptian Primary Schools Since the 1990s: a Study of the Political Values and Behaviour of Sixth Grade Students, (New York: Edwin Mellen Press, 2010) 74 “Chevening Impact History,” dalam Situs Web Chevening, diakses pada 13 Juli 2020 dari https://assets.publishing.service.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_data /file/747812/Chevening_Impact_Report.pdf

32 didanai penuh per tahun untuk studi pascasarjana professional muda Mesir di UK.

Hingga tahun 2019, ada lebih dari 1.300 alumni Chevening di Mesir.75

Selain mengirim para pelajar atau professional untuk mendapatkan gelar magister di UK, pemerintahan Mubarak juga berinisiatif untuk memberikan pelatihan kepada guru-guru di sekolah dasar hingga sekolah menengah atas.

Program pelatihan tersebut dilakukan dengan mengirim guru-guru terpilih ke luar negeri selama 3 bulan untuk mempelajari keterampilan dan cara pengajaran baru dengan harapan pembelajaran tersebut dapat dipraktikan di ruang kelas saat mereka kembali ke Mesir. Para guru tersebut dikirim ke negara UK, Amerika

Serikat, Perancis, Irlandia dan Jepang.76

Tak hanya melalui pelatihan dan beasiswa, kerja sama antara pemerintah

Mesir dan UK juga dilakukan dengan pembentukan cabang universitas UK di

Mesir. Pembentukan cabang universitas ini muncul pasca dibuat Memorandum

Kerja Sama 1998 antara UK dan Pemerintah Mesir. Pada 2005, dibangun British

University-Egypt (BUE) di Kairo sebagai bentuk implementasi memorandum

75 Gov. Egypt, “Egypt, UK launch economic partnership serving Egypt Vision 2030,” Egypt Government Website, 21 Januari 2020, tersedia di https://www.sis.gov.eg/Story/143468/Egypt%2C-UK-launch-economic-partnership-serving- Egypt-Vision-2030?lang=en-us 76 Julian Swain, “The overseas in-service egyptian teacher education programme: distal and proximal reflections on policy and change,” dalam Journal of In-Service Education, Vol. 29 No. 1 (2003)

33 kerja sama tersebut.77 Universitas BUE menerapkan program pembelajaran dan pemberian gelar yang sama seperti kampus utama mereka di UK.78

Kerja sama terkait pendidikan juga dilakukan oleh institusi Al Azhar dan

British Council. Kemitraan dua institusi ini berlangsung sejak 2007, dimulai atas permintaan Imam Besar Al-Azhar untuk mendukung Universitas Al Azhar dalam mendirikan pusat pelatihan bahasa Inggris bagi para mahasiswa.79 Hingga saat ini, kerja sama antara dua institusi semakin berkembang. Program-program yang dilaksanakan oleh kedua institusi memiliki tujuan untuk menciptakan pendidikan bahasa Inggris yang berkualitas di lingkungan universitas, membangun kapasitas

Al-Azhar dalam pengembangan keterampilan guru sekolah dasar dan menengah di yayasan Al-Azhar, menyediakan program beasiswa magister dan doktor untuk guru dan siswa Al-Azhar.80

Pada era kepemimpinan Mubarak, pendidikan memang sering disebut sebagai prioritas utama negara. Namun realitanya dalam anggaran negara Mesir ternyata bidang pendidikan tidak pernah benar-benar menjadi prioritas. Sejak

1995, anggaran negara dalam pembiayaan pendidikan mengalami penurunan.

Bahkan pengeluaran pemerintah dalam pembiayaan sekolah-sekolah negeri menjadi jauh lebih sedikit daripada pengeluaran sekolah-sekolah swasta yang

77 BUE, “The British University in Egypt: Our History,” diakses pada 13 Juli 2020 dari https://www.bue.edu.eg/history/ 78 Ramage Y. Mohammed, “An Introduction to Modern Egypt: A Fast-growing Country with Mounting Socioeconomic Problems,” dalam Education in Egypt [artikel on-line] (21 Februari 2019) diakses dari https://wenr.wes.org/2019/02/education-in-egypt-2 79 “Our Work in Education,” dalam Website British Council Mesir, diakses pada 25 Agustus 2020 tersedia di https://www.britishcouncil.org.eg/en/programmes/education 80 “Al-Azhar University - boosting English language education,” dalam Website British Council Mesir diakses pada 25 Agustus 2020 di https://www.britishcouncil.org.eg/en/programmes/education/al-azhar-university

34 dibiayai oleh investor atau masyarakat Mesir.81 Hal tersebut menimbulkan permasalahan dan tantangan di bidang pendidikan yang harus dihadapi oleh pemimpin Mesir selanjutnya.

Tantangan yang dihadapi sistem pendidikan Mesir pasca pemerintahan

Mubarak sangat banyak dan bersifat mendesak. Mulai dari ketidaksesuaian antara kurikulum pendidikan atau apa yang diajarkan di sekolah dan universitas dengan keterampilan yang dibutuhkan dalam lapangan kerja; tenaga pengajar yang diberi upah rendah; kelebihan kapasitas dalam sekolah-sekolah negeri; maraknya program bimbingan belajar berbayar yang menjadi beban bagi masyarakat dengan kelas ekonomi menengah ke bawah; banyaknya korupsi baik dalam lingkup birokrasi pemerintahan hingga sekolah dan kurangnya perhatian pemerintah terhadap sekolah vokasi atau kejuruan.82

Pasca runtuhnya kekuasaan Mubarak di tahun 2011, Mesir dipimpin oleh

Mursi di tahun berikutnya. Namun, kebijakan Mursi mengenai pendidikan dan hubungan bilateral antara UK dan Mesir di bidang pendidikan belum dapat dianalisis karena Mursi hanya menjabat kurang lebih selama satu tahun.

Hubungan bilateral UK dan Mesir dalam bidang pendidikan semakin intens ketika Al-Sisi menjabat sebagai presiden. Pada tahun 2014, UK memberikan bantuan dana untuk penelitian senilai £20 juta melalui Newton-

81 Alexander Abuaita, “Schooling Mubarak’s Egypt: Facts, Fictions and the Right to Education in an Age of Privatization,” dalam Bachelor’s Thesis Brow University (2018). 82Louisa Loveluck, “(Report) Education in Egypt: Key Challenges,” dalam Background Paper Chatham House (Maret 2012) tersedia di https://www.chathamhouse.org/sites/default/files/public/Research/Middle%20East/0312egypte du_background.pdf

35

Moshrafa Fund. Bantuan tersebut diharapkan mampu mencukupi kebutuhan dana untuk membiayai berbagai beasiswa dan penelitian di dalam negeri Mesir.83 Pada

November 2015, ditandatangani Memorandum tentang penelitian, inovasi dan pendidikan oleh UK dan Mesir. Memorandum ini mencakup upaya reformasi dalam pendidikan tinggi, pendidikan dan pelatihan teknis dan kejuruan, pendidikan kedokteran, warisan budaya dan pelatihan kepemimpinan.84

Jeffrey Donaldson anggota parlemen yang menjadi perwakilan UK dalam bidang perdagangan dan investasi di Mesir mengatakan bahwa Mesir dan UK telah menjalin hubungan yang cukup kuat dalam bidang pendidikan. Walaupun demikian, kedua negara akan terus berusaha melakukan kerja sama demi menyelesaikan permasalahan dalam bidang pendidikan yang terjadi di Mesir.

Donaldson mengatakan bahwa:

“The UK and Egypt are already close education partners. Last month, British and Egyptian universities signed ten partnership to boost collaborative work and research. Our governments are working together closely on education reform. And through scholarship, examinations and language teaching, the UK is giving many young Egyptian opportunities to make the most of their future.”85

Pada Januari 2018, UK dan Mesir kembali membuat Memorandum terkait pendirian kampus cabang internasional UK di Mesir untuk mewujudkan prioritas nasional Mesir dalam mengembangkan program, penelitian dan inovasi di sektor

83British Embassy in Cairo, “UK-Egyptian partnership in education has enormous potential,” dalam Website Pemerintah UK, (9 Februari 2016) tersedia di https://www.gov.uk/government/news/uk-egyptian-partnership-in-education-has-enormous- potential 84 Joana Westphal, (Report) Egypt: New International Branch Campuses Law an Information Note for UK Universities, (Desember 2018) 85 British Embassy in Cairo, “UK-Egyptian partnership in education has enormous potential,” 2016

36 pendidikan. Selanjutnya, di tanggal 2 Agustus, disahkan Undang-Undang Nomor

162 Tahun 2018 oleh pemerintah Mesir yang mengijinkan pendirian dan penyelenggaraan kampus cabang universitas bertaraf internasional di Mesir.

Menteri Pendidikan Mesir mengumumkan niatnya untuk kembali membuka delapan universitas cabang internasional dari UK, Kanada, Perancis, Hungaria,

Swedia, dan AS pada tahun 2020.86

Pemerintah Mesir berharap dengan penambahan kampus cabang negara asing dapat meningkatkan daya saing global sistem pendidikan dan pelajar Mesir, memperluas kapasitas, serta meningkatkan kinerja perguruan tinggi dalam negeri.

Selain itu, pemerintah Mesir juga mengharapkan kampus cabang ini akan mendukung lebih banyak kolaborasi dalam penelitian dan dapat mendorong mobilitas siswa supaya memiliki lebih banyak ruang untuk berkembang.87

Namun, kedekatan UK dengan pemerintahan Al-Sisi justru mendapat kritik dari publik Mesir dan UK. Dalam sebuah surat terbuka yang diterbitkan di

Guardian, lebih dari 200 akademisi di UK pada tahun 2018 menuduh institusi UK berkolusi dalam menutupi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilakukan oleh pemerintah Al Sisi.88 Walaupun demikian, pemerintah UK dan

Mesir tetap melanjutkan dan mempererat hubungan bilateral dengan membuat

Joint Statement on Economic Cooperation pada tahun 2020. Dalam dokumen

Joint Statement tersebut disampaikan sejauh mana hubungan yang terjalin antara

86 David A. Kirby & Hala H. El Hadidi, University technology transfer efciency in a factor driven economy: the need for a coherent policy 87 Ramage Y. Mohammed, “An Introduction to Modern Egypt: A Fast-growing Country with Mounting Socioeconomic Problems,” dalam Education in Egypt [artikel on-line] (21 Februari 2019) diakses dari https://wenr.wes.org/2019/02/education-in-egypt-2 88 Ramage Y. Mohammed, “An Introduction to Modern Egypt,” (2019)

37

UK dan Mesir dan bagaimana kelanjutan hubungan kedua negara selama 10 tahun ke depan. Dalam dokumen tersebut juga disebutkan bahwa UK akan membantu

Mesir dalam mengatasi masalah pengangguran dengan cara meingkatkan kualitas dan keragaman pendidikan tingkat tinggi di Mesir.89

Geoffrey Adams, duta besar UK di Kairo pada 2020 mengatakan bahwa pendidikan adalah landasan hubungan antara UK dan Mesir. Sejak pertemuan

Presiden Abdel Fattah El-Sisi dengan Perdana Menteri UK pada Januari 2020, pendidikan dipastikan menjadi prioritas utama bagi kedua negara di masa depan.

Pemerintah UK melakukan kerja sama dengan Kementerian Pendidikan Mesir dalam rencana reformasi nasional pendidikan. Tak hanya itu, UK juga berusaha menjangkau siswa di daerah terpencil di Mesir melalui British Council.90

Hubungan bilateral UK dan Mesir dipengaruhi oleh pemerintah yang berkuasa. Seiring berjalannya waktu dan bergantinya pemimpin Mesir, hubungan pemerintah UK dan pemerintah Mesir mengalami perkembangan ke arah yang lebih baik. Hal ini juga memicu kemajuan hubungan kerja sama dalam bidang pendidikan secara signifikan, mulai dari pengadaan beasiswa dan pelatihan untuk para siswa serta guru, hingga pendirian universitas swasta berstandar internasional, dan pemberian dana untuk pengembangan ekonomi serta pendidikan di Mesir. Namun, pemerintah dan institusi UK yang melakukan kerja

89Gov. Egypt, “Egypt, UK launch economic partnership serving Egypt Vision 2030,” Egypt Government Website, 21 Januari 2020, tersedia di https://www.sis.gov.eg/Story/143468/Egypt%2C-UK-launch-economic-partnership-serving- Egypt-Vision-2030?lang=en-us 90AhramOnline, “British Council’s ‘Schools Now’ conference kicks off in Egypt for the first time,” dalam Ahram News Online, 4 Maret 2020, [berita on-line] terdapat di http://english.ahram.org.eg/NewsContent/1/64/364687/Egypt/Politics-/British- Council%E2%80%99s-%E2%80%98Schools-Now%E2%80%99-conference-kicks-o.aspx

38 sama dengan pemerintah Mesir justru dikritik oleh publik karena dianggap mengabaikan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Al-Sisi dan militer yang berkuasa di Mesir.

39

BAB III

PEMANFAATAN TEKNOLOGI DIGITAL DAN MEDIA SOSIAL DALAM PRAKTIK DIPLOMASI UK

Pada bab dua telah dijelaskan mengenai hubungan bilateral yang terjalin antara UK dan Mesir baik hubungan kerja sama secara umum maupun dalam hubungan kerja sama di bidang pendidikan. Selanjutnya, pada bab tiga akan dibahas mengenai diplomasi publik UK dan pemanfaatan teknologi dalam proses diplomasi tersebut. Bab ini akan dibagi menjadi dua bagian utama, yaitu: diplomasi publik UK dan penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi

(TIK) digital serta media sosial dalam praktik diplomasi UK.

Bab ini bertujuan untuk mengetahui alasan UK melakukan diplomasi publik dan upaya diplomasi publik UK melalui instansi British Council (BC) dan

British Broadcasting Corporation World Service (BBCWS). Tak hanya itu, bab tiga juga bertujuan untuk mengetahui bagaimana pemanfaatan teknologi dan media sosial dalam praktik diplomasi UK.

A. Diplomasi Publik UK

Pada saat ini negara bukan lagi satu-satunya aktor dalam proses diplomasi.

Ada peluang yang semakin besar dan adanya peran publik dalam proses diplomasi. Selama satu dekade terakhir opini publik asing dianggap semakin penting dalam membentuk dan mempengaruhi proses serta hasil dalam politik dan

40 hubungan internasional.91 Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, proses diplomasi berkembang menjadi jauh lebih luas, mencakup interaksi dari pemerintah ke masyarakat atau bahkan dari masyarakat di satu negara dengan masyarakat di negara lain.92

Lord Carter, salah satu anggota parlemen House of Lord UK, mendefinisikan diplomasi publik sebagai sebuah aktivitas yang bertujuan untuk menginformasikan dan melibatkan individu serta organisasi di luar negeri, untuk meningkatkan pemahaman tentang UK dan meningkatkan pengaruh UK di luar negeri.93 Public Diplomacy Strategy Board (PDSB) atau Dewan Strategi

Diplomasi Publik UK yang dibentuk pada 2002 mengartikan diplomasi publik menjadi jauh lebih spesifik, yaitu:

“Public diplomacy is work which aims at influencing in a positive way, including through the creation of relationships and partnerships, the perceptions of individuals and organizations overseas about the UK and their engagement with the UK, in support of HMG’s (Her or His Majesty Government) overseas objectives.”94

Secara umum, UK memiliki dua tujuan utama dalam melakukan diplomasi publik. Pertama, diplomasi publik UK digunakan untuk advokasi dalam rangka pengenalan identitas negara dan kebijakan negara UK dengan cara yang benar-

91 Jiang Wang, “Managing National Reputation and International Relations in the Global Era: Public Diplomacy Revisited,” dalam Public Relations Review Vol. 32 No. 2 (2005) 92 Jian Wang, “Managing National Reputation and International Relations,” 2005 h. 93 93 Eleanor J. Brown, W. John Morgan, dan Simon McGrath, “Education, Citizenship and New Public Diplomacy in the UK: What is Their Relationship?” dalam Citizenship, Social and Economic Education Journal vol. 8 no. 2 (2001) 94 James Pamment, “What Became of the New Public Diplomacy? Recent Developments in British, US and Swedish Public Diplomacy Policy and Evaluation Methods,” dalam The Hague Journal of Diplomacy Vol. 7 No. 3 (2012)

41 benar meyakinkan dan menarik bagi khalayak internasional. Kedua adalah untuk membangun kepercayaan baik dengan pemerintah atau publik di suatu negara.95

Foreign Commonwealth Office (FCO) atau Kementerian Luar Negeri UK telah menjadi lembaga utama untuk operasi diplomasi publik UK sejak tahun

1995. FCO adalah departemen pemerintah yang bertanggung jawab atas koordinasi dengan instansi diplomasi publik UK lainnya dalam melakukan promosi luar negeri, yaitu British Council (BC) dan BBC World Service

(BBCWS).96 Untuk membantu pemerintah UK menjalankan diplomasi publik, BC dan BBC World Service mendapatkan bantuan dana dari pemerintah UK melalui anggaran tahunan yang dibuat dalam badan FCO.

1. Praktik Diplomasi Publik UK Melalui British Council

British Council pertama kali didirikan di UK pada tahun 1934 dan kantor luar negeri British Council pertama kali dibuka di Kairo pada tahun 1938.97

Organisasi ini pada awalnya "British Committee for Relations with Other

Countries.” Kemudian pada Januari 1935, atas pertimbangan pemerintah UK, kata

“Committee” diganti menjadi “Council” dan pada tahun 1936 nama organisasi tersebut dipersingkat menjadi “British Council.”98

95 Mark Leonard & Andrew Small, British Public Diplomacy in the ‘Age of Schisms’ (London: The Foreign Policy Centre, 2005) 96 Milica Raskovic, “British Public Diplomacy as a Means for Establishing Supremacy- Peaceful Aspect,” dalam Tesis Magister University of Belgrade (September 2017) 97 “Our History,” dalam website resmi British Council tersedia di https://www.britishcouncil.org/about-us/history 98 “Records of the British Council,” dalam website resmi The National Archives UK, tersedia di https://discovery.nationalarchives.gov.uk/details/r/C40

42

Pada dasarnya, British Council memiliki tujuan untuk membangun hubungan yang baik antara UK dengan negara-negara lain. British Council juga bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan terbuka, serta meningkatkan keterampilan bagi pemuda di negara-negara berkembang.99 Tak hanya itu, British Council juga mengakui bahwa organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan yang lebih luas terkait negara UK dan budayanya di negara asing melalui program kesenian, budaya dan pendidikan yang dilaksanakan oleh British Council.100

Dalam praktiknya, kegiatan di organisasi British Council adalah sebagai berikut: publikasi berbagai materi budaya, penyempurnaan proses pembelajaran bahasa Inggris, perbaikan kondisi pendidikan di daerah-daerah yang tidak stabil, penyelenggaraan temu seniman berbakat di seluruh dunia dan memfasilitasi proses pertukaran pelajar antar negara.101 Terdapat beberapa program yang dilaksanakan oleh British Council di wilayah Afrika dan Timur Tengah (ATT), di antaranya: English for the Future, program ini mendukung pengembangan kebijakan nasional UK untuk pengajaran bahasa Inggris di luar negeri; Skills for

Employability, program yang membantu masyarakat negara tujuan dengan meningkatkan keterampilan kerja terkait langsung dengan kebutuhan industri dan bisnis; dan Global Changemakers, program pengembangan dan pelatihan

99 Milica Raskovic, “British Public Diplomacy,” 2017. 100The National Archives, “Records of the British Council,” tersedia di https://discovery.nationalarchives.gov.uk/details/r/C40 101 Milia Raskovic, “British Public Diplomacy,” 2017.

43 keterampilan serta kepemimpinan untuk pemuda yang berminat menjadi aktivis sosial atau wirausahawan.102

Dalam rangka menjalankan berbagai programnya, British Council bekerja sama dengan institusi dan organisasi lain yang juga aktif di negara tujuan. Untuk meningkatkan keterampilan berbahasa, terutama Bahasa Inggris, British Council di Mesir bekerja sama dengan Universitas Al-Azhar untuk menyediakan English

Language Centre di dalam kampus dan membuat program pelatihan guru supaya mampu memberikan pelatihan bahasa Inggris berkualitas tinggi kepada siswa mereka.103 British Council juga melakukan kerja sama dengan jurnalis dan media

Mesir dalam mempromosikan nilai-nilai HAM dan demokrasi di saat revolusi

2011 terjadi. Hal itu dilakukan dengan cara memperkuat jaringan media di Mesir dan membuat situs berita Aswat Masriya yang diklaim independen, berimbang, akurat serta akan memiliki peran kunci dalam mempromosikan demokrasi yang stabil.104

Secara global, British Council telah menjadi mitra bagi 1.900 sekolah swasta, memberikan pelatihan kepada 40.000 guru di 34 negara dan mempengaruhi kehidupan sekitar satu juta siswa. Di Mesir, British Council telah bekerja sama dan mendukung berbagai program di lebih dari 140 sekolah swasta dan lebih dari 130.000 siswa di 13 provinsi, melalui pelaksanaan kompetisi ilmiah

102 House of Commons, “(Report) British foreign policy and the Arab Spring,” dalam Second Report of Session 2011-12, (19 Juli 2012) 103 “Our Partnership Stories,” dalam Situs Web British Council di Mesir, tersedia di https://www.britishcouncil.org.eg/en/partnerships/stories 104 “Thomson Reuters Foundation: strengthening the media,” dalam Situs Web British Council di Mesir, tersedia di https://www.britishcouncil.org.eg/en/partnerships/stories/thomson- reuters-foundation

44 seperti "Science Stars", pengadaan alat pendidikan modern seperti "Code Club", dan memberikan pengajaran sesuai dengan kualifikasi di UK.105

British Council memiliki peran yang cukup penting dalam merepresentasikan UK, bukan dalam memperkenalkan kebijakan pemerintah UK kepada negara lain tetapi lebih berperan dalam memperkenalkan nilai-nilai atau identitas UK yang tidak berkaitan dengan pemerintahan.106 UK menyadari perlunya memperkenalkan negara mereka dan kebijakan mereka dengan cara yang jauh lebih efektif kepada publik luar negeri. Mempromosikan nilai-nilai seperti demokrasi, Hak Asasi Manusia (HAM), good governance, menjadi bagian penting dari kebijakan luar negeri yang dapat digunakan untuk memproyeksikan citra negara mereka di luar negeri.107

Selain memberikan benefit bagi negara tujuan, Lord Carter berasumsi bahwa keberadaan dan program-program yang dijalankan oleh British Council memberikan kontribusi yang cukup besar juga untuk UK. Pertama, program yang dijalankan oleh British Council dianggap memiliki peran dalam menarik mahasiswa asing untuk belajar di universitas dan institusi pendidikan lainnya di

UK. Kedua, pengeluaran sebesar £25 juta setiap tahunnya untuk bidang kesenian dan budaya dalam berbagai program British Council diyakini berguna bagi hubungan UK dengan negara terkait. Melalui bidang kesenian dan budaya ini,

105 Ahram Online, “British Council’s ‘Schools Now’ conference kicks off in Egypt for the first time,” dalam Ahram Online (4 Maret 2020) tersedia di http://english.ahram.org.eg/NewsContent/1/64/364687/Egypt/Politics-/British- Council%E2%80%99s-%E2%80%98Schools-Now%E2%80%99-conference-kicks-o.aspx 106 Mark Leonard & Andrew Small, British Public Diplomacy, 2005. 107 Rhianon Vickers, ” The New Public Diplomacy: Britain and Canada Compared,” dalam the British Journal of Politics & International Relations, Vol. 6 No. 2 (May 2004)

45

British Council juga dianggap membantu dalam promosi industri pariwisata

UK.108

2. Praktik Diplomasi Publik UK Melalui BBC World Service

UK menggunakan beberapa strategi untuk menjalankan diplomasi publik.

Salah satu strategi tersebut adalah melalui media penyiaran internasional, yaitu

BBC World Service. BBC mendapatkan dana bantuan dari FCO untuk biaya operasional mereka, tetapi personil BBC menyatakan bahwa BBC World Service tetap sebuah media yang independen dan kredibilitasnya sangat tinggi. Ketika lembaga penyiaran Tiongkok—China Global Network seringkali diasosiasikan sebagai media propaganda, BBC World Service justru memberikan prestise tersendiri untuk UK melalui sifat independen dan kredibilitas jurnalistik yang dimiliki oleh institusi tersebut.109

Tak hanya itu, BBC secara jelas dinyatakan sebagai lembaga penyiaran yang mengutamakan kepentingan publik UK dibanding kepentingan pemerintah

UK. Hal itu tercantum dalam BBC Royal Charter pasal 3, yang mana menyatakan bahwa BBC “exist to serve the public interest” dan pasal 4 yang menyatakan bahwa ada enam tujuan umum BBC yang sebagian di antaranya adalah menyokong masyarakat sipil dan mempromosikan negara UK ke masyarakat

108 House of Commons, “(Report): Public Diplomacy - Third Report of Session 2005–06,” dalam Publication UK Parliament (29 Maret 2006) tersedia di https://publications.parliament.uk/pa/cm200506/cmselect/cmfaff/903/903.pdf 109 Abdullahi Tasiu Abubakar, “British Public Diplomacy: A Case Study of the BBC Hausa Service,” dalam Britain’s International Broadcasting, (2014)

46 internasional serta memperkenalkan dunia internasional kepada masyarakat

UK.110

Sifat independen dan kredibilitas BBC di mata masyarakat internasional dianggap dapat mempengaruhi citra baik negara UK di seluruh dunia. BBC dianggap sebagai sebuah lembaga penyiaran yang dibiayai oleh pemerintah, tetapi memiliki sifat yang independen dan memiliki reputasi bagus serta tingkat kredibilitas yang tinggi.111 BBC menjadi cukup penting dalam proses diplomasi publik UK dan pembangunan citra negara UK di luar negeri. Sebagian nilai dalam demokrasi liberal, yaitu: kebebasan berpikir, berpendapat dan pers dianggap sangat kuat di UK berkat reputasi dan kredibilitas yang dimiliki oleh BBC.112

Dalam melakukan penyiaran, BBC menggunakan televisi, radio dan internet. Hingga tahun 2017, BBC telah memiliki 9 saluran TV nasional—dengan tambahan BBC Three, saluran televisi pertama yang berbasis daring pada 2016— dan program regional, 10 stasiun radio nasional, 40 stasiun radio lokal dan situs web yang semakin berkembang. Operasi penyiarannya sangat luas dikarenakan tidak hanya disiarkan dalam bahasa inggris, melainkan disiarkan dengan lebih dari

40 bahasa berbeda lainnya di berbagai negara. BBC menyatakan bahwa misi

110 Rajesh Mirchandani dan Abdullahi Tasiu Abubakar, Britain’s International Broadcasting, (LA: Figueroa, 2014) 111 Abdullahi Tasiu Abubakar, “British Public Diplomacy: A Case Study of the BBC Hausa Service, (2014) 112 Rajesh Mirchandani dan Abdullahi Tasiu Abubakar, Britain’s International Broadcasting, (2014)

47 utama penyiaran mereka adalah: “to enrich people’s lives with programmes and services that inform, educate and entertain.”113

Regional ATT menjadi salah satu wilayah yang cukup penting bagi UK dalam memperluas jaringan penyiaran BBC. Pada 11 Maret 2008, untuk pertama kali BBC World Service meluncurkan BBC Arabic TV, sebuah saluran televisi berbahasa arab yang mendapatkan hak siaran selama 12 jam. Kemudian di tahun

2009, saluran televisi tersebut menjadi memiliki hak siaran selama 24 jam penuh.114 Alih-alih menghadirkan saluran tv yang berdiri sendiri, BBC Arabic TV justru mengembangkan program penyiaran untuk dinikmati masyarakat luas melalui dua media lain, yaitu: radio dan internet. Pengadaan layanan penyiaran multiplatform bertujuan untuk menggapai jauh lebih banyak pembaca, penonton dan pendengar di regional ATT.115

B. Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi Digital serta

Media Sosial dalam Praktik Diplomasi UK

Pada sub-bab pertama telah dibahas mengenai upaya diplomasi publik UK melalui dua lembaga utama mereka, yaitu British Council dan BBC World

Service. Berdasarkan dari data yang telah disajikan dalam sub bab pertama, kedua lembaga tersebut bersifat independen atau tidak terikat secara langsung dalam

113 Milica Raskovic, “British Public Diplomacy,” 2017. 114 Annabelle Sreberny, “BBC Broadcasting in the Middle East: the Evolution of Public Diplomacy,” dalam buku Media Evolution on the Eve of Arab Spring (NY: Palgrave Macmillan, 2014) 115 BBC, “(Report) BBC Trust: BBC Arabic TV,” dalam BBC Arabic TV Opinion Leader Research Report, (2009) tersedia di http://downloads.bbc.co.uk/bbctrust/assets/files/pdf/review_report_research/ara2008_09/arab ic_tv_research.pdf

48 mempromosikan kebijakan pemerintah UK. Dalam proses diplomasinya, kedua lembaga tersebut menggunakan media dan strategi yang berbeda. Untuk mengetahui lebih lanjut lagi terkait diplomasi UK, dalam sub bab ini akan dijelaskan mengenai upaya penggunaan media digital dalam praktik diplomasi

UK.

Kemajuan TIK mengubah segala bidang kehidupan manusia dan negara, salah satunya adalah dalam melakukan diplomasi. Berbagai negara telah melakukan digitisasi dan digitalisasi untuk memanfaatkan teknologi terkini dalam praktik diplomasi.116 Digitisasi merupakan proses di mana institusi atau negara melakukan pengubahan data-data berbentuk dokumen tulisan, foto dan suara dari bentuk analog menjadi data digital yang dapat diolah otomatis dengan sistem komputer.117 Contohnya adalah pengarsipan berbagai dokumen resmi yang dilakukan oleh pemerintah UK melalui situs web The National Archives UK.118

Sedangkan, proses digitalisasi diartikan sebagai peningkatan yang signifikan dalam penggunaan teknologi digital atau komputer oleh organisasi, industri bisnis dan negara di berbagai aktivitas sosial mereka.119 Brennen dan

116 Natalia Grincheva, “Digital Diplomacy Rhetoric: International Policy Frame Transformations in Diplomatic Discourses (The Case Study of the UK Digital Diplomacy)” European Journal of Cultural Management and Policy, Vol. 2 No. 2 (2012), [artikel on-line] tersedia di https://www.encatc.org/media/2697-journal_vol_2_issue_2_20121330.pdf 117 Dobrica Savic, From Digitization, through Digitalization, to Digital Transformation, Vol. 43, (Januari 2019) [artikel on-line] tersedia di https://www.researchgate.net/publication/332111919_From_Digitization_through_Digitalization _to_Digital_Transformation 118 The National Archives UK, dapat diakses di https://www.nationalarchives.gov.uk/ 119 J. Scott Brennen dan Daniel Kreiss, “Digitalization,” dalam The International Encyclopedia of Communication Theory and Philosophy (23 Oktober 2016) https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1002/9781118766804.wbiect111

49

Kreiss mendefinisikan digitalisasi sebagai proses pengubahan media interaksi dan komunikasi dalam masyarakat, bisnis serta negara. Pada awalnya interaksi dan komunikasi dilakukan dengan menggunakan teknologi analog seperti telepon dan surat, kemudian berganti menjadi penggunaan teknologi digital seperti ponsel pintar, pesan teks melalui aplikasi, surel hingga media sosial.120

Para diplomat perlu belajar lebih jauh dan lebih baik lagi untuk mengembangkan keterampilan dalam praktik diplomasi dan komunikasi melalui platform-platform digital terkini seperti situs web, blog dan media sosial.121

Penggunaan teknologi digital oleh para diplomat dalam melakukan aktivitas diplomasi, termasuk juga layanan konsuler, kemudian dikenal sebagai Diplomasi

Digital.122 Menurut Tom Fletcher, salah satu mantan duta besar UK, diplomasi digital telah hadir sejak 4 Februari 1994 ketika Perdana Menteri Swedia Carl Bildt mengirimkan surat elektronik (surel) diplomatik pertama kepada Presiden AS Bill

Clinton berisi ucapan selamat terkait permasalahan penyelesaian masalah embargo Vietnam.123

120 Jason Bloomberg, “Digitization, Digitalization, And Digital Transformation: Confuse Them At Your Peril,” dalam Forbes Magazine Website [berita on-line] tersedia di https://www.forbes.com/sites/jasonbloomberg/2018/04/29/digitization-digitalization-and- digital-transformation-confuse-them-at-your-peril/#47cbbeec2f2c 121 Jay Wang, “Public Diplomacy and Our Digital Future,” dalam [report] The Soft Power 30: A Global Ranking of Soft Power, (Portland: USC Center of Public Diplomacy, 2019) 122 Ilan Manor, “The Digitalization of Diplomacy: Toward Clarification of a Fractured Terminology,” dalam DigDiploROx Working Paper No. 2, (Januari 2018) [artikel on-line] tersedia di https://www.qeh.ox.ac.uk/sites/www.odid.ox.ac.uk/files/DigDiploROxWP2.pdf 123 Andre Barrinha dan Thomas Renard, “Cyber-diplomacy: the making of an international society in the digital age,” dalam Global Affairs Journal Vol. 3 No.4-5, (28 Desember 2017) [artikel on-line] tersedia di https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/23340460.2017.1414924#aHR0cHM6Ly93d3cud GFuZGZvbmxpbmUuY29tL2RvaS9wZGYvMTAuMTA4MC8yMzM0MDQ2MC4yMDE3LjE0MTQ5MjQ /bmVlZEFjY2Vzcz10cnVlQEBAMA==

50

UK adalah salah satu dari beberapa negara di dunia yang menganggap kebijakan dan praktik diplomasi digital perlu diberlakukan secara serius.124 Tom

Fletcher menyatakan bahwa ranah “digital” harus menjadi pusat atau perhatian utama UK dalam praktik diplomasi dan kebijakan luar negeri UK.125 Pembahasan terkait pemanfaatan TIK dalam aktivitas diplomasi UK akan dijelaskan lebih lanjut dalam poin-poin di bawah ini.

1. Penggunaan Situs Web oleh Foreign Commonwealth Office (FCO)

Situs web saat ini menjadi media paling mendasar yang digunakan kementerian luar negeri, kedutaan besar bahkan organisasi internasional dalam praktik diplomasi digitalnya. Situs web kementerian luar negeri berfungsi untuk membangun eksistensi dalam dunia digital, mempromosikan kebijakan luar negeri sebuah negara serta membantah pemberitaan tidak benar mengenai sebuah negara.126

Untuk menciptakan eksistensi pemerintah UK dalam dunia digital, FCO membuat situs web pertama kali pada tahun 1995. Sejak awal pembuatan web tersebut, FCO percaya bahwa konten yang disebarkan dalam situs web FCO seperti: buletin harian FCO, kompilasi teks lengkap mulai dari siaran pers, pengarahan dan aktivitas menteri luar negeri yang dirilis setiap pukul 12 siang

124 Natalia Grincheva, “Digital Diplomacy Rhetoric: International Policy Frame Transformations in Diplomatic Discourse (The case study of the UK digital diplomacy),” dalam ENCATC Journal of Cultural Management and Policy, [artikel on-line] tersedia di https://www.encatc.org/media/2697-journal_vol_2_issue_2_20121330.pdf 125 James Pamment, “Diplomacy and Digitization: A Profession Adapting to New Networks of Power,” dalam Revista Mexicana de Política Exterior No. 113, [artikel on-line] tersedia di https://revistadigital.sre.gob.mx/images/stories/numeros/n113/pammenti.pdf 126 R. P. Barston, “Cyber Diplomacy,” dalam buku Modern Diplomacy, (New York: Routledge, 2014)

51 sangat efektif untuk membantu mempercepat pelayanan informasi kepada publik domestik ataupun luar negeri.127 FCO mengungkapkan bahwa kehadiran mereka di dunia digital semata-mata untuk memberikan penegasan terkait posisi UK dalam berbagai isu internasional, untuk menyangkal persepsi negatif masyarakat internasional terhadap UK dan menyampaikan kebijakan-kebijakan pemerintah kepada masyarakat domestik UK dan dunia internasional.128

FCO telah memaparkan bagaimana pentingnya eksistensi mereka dalam dunia digital untuk berkomunikasi dan melakukan diplomasi. Hal itu dapat dilihat dalam pernyataan berikut:

“If we don’t take up the digital debate, we lose our argument by default. Many of our partners, particularly those outside government, have an established digital presence, engaged audiences and expertise in achieving goals online. If we don’t work with them, we’re missing a huge opportunity. Our shift from one-way web publishing into active digital diplomacy reflects the changing way we all use the web—as a multi-way social medium as well as a source of information. We lose credibility and cannot claim to be an open organization if we don’t take part,”129 FCO juga menyatakan telah menghemat biaya operasional ketika melakukan proses pelayanan dan penyebaran informasi melalui situs web. Tak hanya itu, FCO juga menganggap bahwa mereka telah sukses menjangkau lebih

127 James Pamment, British Public Diplomacy & Soft Power: Diplomatic Influence and Digital Distruption, (London: Palgrave Macmillan, 2016) 128 House of Lords (HL), “(Report): UK Foreign Policy in a Shifting World Order,” dalam Select Committee on International Relations 5th Report of Session 2017-2019, dapat diakses di https://publications.parliament.uk/pa/ld201719/ldselect/ldintrel/250/250.pdf 129 Neil Collins, “Digital Diplomacy: Succes at Your Fingertips” dalam Place Branding and Public Diplomacy 15, (2019)

52 banyak orang dengan anggaran yang lebih terjangkau melalui proses pelayanan yang menjadi lebih cepat dan lebih mudah daripada sebelumnya.130

Gambar III.1. Tampilan Situs Web Resmi FCO tahun 2009

Gambar III.2. Tampilan Situs Web Resmi Pemerintah UK dan FCO

tahun 2014

Situs web yang dikelola oleh FCO UK beberapa kali mengalami perubahan. Pada 2009, FCO memiliki situs web tersendiri yang terpisah dari situs utama pemerintah UK. Situs FCO UK berisi tentang berita-berita regional dan

130 Jim Murphy MP, “Engagement,” dalam Engagement: Public Diplomacy in a Globalised World (London: Foreign Commonwealth Office, 2008) tersedia di https://webarchive.nationalarchives.gov.uk/20100409062630/http://www.fco.gov.uk/resources/ en/pdf/pd-engagement-jul-08

53 internasional, informasi konsuler dan diplomatik, serta pernyataan resmi pemerintah UK terhadap isu internasional. Sementara itu, situs web utama pemerintah UK membahas terkait permasalahan domestik.131 Kemudian pada

Maret 2013, pemerintah UK melakukan penggabungan untuk keseluruhan kementerian—termasuk, FCO ke dalam satu situs utama yaitu www.gov.uk.

Segala informasi terkait kerja sama internasional UK dan negara lain, pelayanan konsuler, pernyataan resmi, kebijakan luar negeri dan informasi dari 247 kedutaan besar terdapat dalam situs tersebut. Penggabungan ini bertujuan untuk memudahkan pelayanan pemerintah dan memaksimalkan penyebaran informasi melalui media digital.132

2. Pengembangan Blog FCO Untuk Para Diplomat

Pada September 2007, FCO meluncurkan platform digital berupa blog yang berisikan kisah para diplomat UK ketika melakukan tugas di luar negeri.

Pada awalnya, FCO hanya menugaskan 6 orang diplomat sebagai penulis dalam blog tersebut. Tujuan utama FCO membangun blog tersebut adalah untuk menciptakan sebuah platform digital dengan pembahasan yang jauh lebih personal dan menarik, mampu menjangkau audiens baru di berbagai negara dan dapat digunakan untuk mengundang serta menanggapi komentar dari khalayak internasional.133 Blog dapat menjadi sarana untuk para penulisnya menjadi jauh

131 The National Archives, UK Government Web Archive, [dokumen on-line] tersedia di https://webarchive.nationalarchives.gov.uk/20091103010703/http://www.fco.gov.uk/en/ 132 Alison Daniels, “Moving to GOV.UK,” dalam FCO Blogs tersedia di https://blogs.fco.gov.uk/alisondaniels/2012/12/11/moving-to-gov-uk/ 133 Stephen Hale, “Why Would a Diplomat Blog – History,” dalam situs resmi National Archives UK (10 November 2008) tersedia di

54 lebih aktif dan interaktif dengan audiens mereka.134 Melalui fitur komentar yang disediakan dalam blog ini, pemerintah UK berupaya menawarkan kemungkinan pemerintah untuk mendengarkan pendapat publik domestik ataupun publik asing.135

Dua tahun pasca peluncuran blog untuk para diplomat, FCO terus berusaha mengembangkan dan melakukan inovasi dalam blog dan media sosial mereka. FCO mempercayai para diplomat sepenuhnya. Mereka menyatakan tidak akan campur tangan dalam segala tulisan para diplomat dan FCO juga mempercayai bahwa keberadaan tulisan-tulisan di dalam blog sangat berguna untuk praktik komunikasi dan diplomasi UK.136

Namun kenyataannya, pada 2010, UK tetap melakukan penghapusan terhadap unggahan blog yang ditulis oleh Duta Besar UK untuk Lebanon, karena tulisan tersebut dianggap tidak mencerminkan kebijakan luar negeri UK pada saat itu.137 Dalam tulisannya, Frances Guy memuji Mohammed Hussein Fadlallah sebagai orang baik yang dihormati. Padahal Fadlallah dianggap sebagai seorang

https://webarchive.nationalarchives.gov.uk/20110108023921/http://blogs.fco.gov.uk/roller/hale /entry/why_would_a_diplomat_blog1 134 Viona Rasicha, “The Benefits and Risks of Digital Diplomacy,” dalam SEEU Review Vol. 13 No. 1 (2018) [artikel on-line] tersedia di https://www.researchgate.net/publication/330572468_The_Benefits_and_Risks_of_Digital_Dipl omacy 135 Matilda Andersson, Marie Gillespie dan Hugh Mackay, “Mapping Digital Diasporas @BBC World Service: Users and Uses of the Persian and Arabic Websites,” dalam Middle East Journal of Culture and Communication Vol. 3, (2010) 136 Stephen Hale, “Foreign Office blogs: a short history of UK government digital engagement,” dalam Blog Digital Health and Social Care UK (29 November 2011) [sumber on- line] tersedia di https://digitalhealth.blog.gov.uk/2011/11/29/foreign-office-blogs/ 137 Ian Black, “Hague censors Foreign Office blog praising dead Hezbollah mentor,” dalam The Guardian News (9 Juli 2010) [berita on-line] tersedia di https://www.theguardian.com/world/2010/jul/09/foreign-office-blog-lebanon-hezbollah- fadlallah#history-link-box

55 tokoh di Lebanon yang memiliki keterkaitan dengan kelompok Hizbullah.138

Pasca diunggahnya tulisan tersebut di dalam blog FCO, juru bicara Israel memberikan pendapat bahwa Fadlallah tidak layak untuk dipuji. Menanggapi hal tersebut dan berusaha mencegah rusaknya hubungan diplomatik, UK menghapus unggahan serta menyatakan bahwa apa yang ditulis oleh Frances merupakan pendapat pribadi dirinya dan bukan atas nama negara UK.139

Menurut Manor dan Segev, salah satu kontribusi utama teknologi digital dalam diplomasi adalah negara dapat menyesuaikan kebijakan negara dan pesan nation-branding mereka dengan karakteristik audiens lokal di berbagai negara.140

Dalam praktiknya, Mark Kent, duta besar UK di Vietnam pada 2010 membuat tulisan di dalam blog FCO dengan menyertakan bahasa Vietnam untuk memudahkan orang-orang lokal menemukan konten tersebut.141 Jika merujuk pada pernyataan Manor dan Segev, tindakan yang dilakukan oleh Mark Kent merupakan proses penyesuaian pesan yang ingin disampaikan dengan cara melakukan lokalisasi konten menjadi bahasa Vietnam. The Globalization and

Localization Association (GALA) mendefinisikan lokalisasi sebagai proses mengadaptasi produk atau konten ke lokal atau pasar tertentu, supaya lebih mudah

138 CNN Wire Staff, “Britain pulls Hezbollah blog post by its ambassador to Lebanon,” dalam CNN World News (9 Juli 2010) [berita on-line] tersedia di http://edition.cnn.com/2010/WORLD/europe/07/09/britain.cleric.controversy/index.html 139 BBC, “UK envoy's praise for Lebanon cleric draws Israel anger,” dalam BBC News Middle East (9 Juli 2010) [berita on-line] tersedia di https://www.bbc.com/news/10572025 140 Neil Collins, “Digital Diplomacy,” 2019 141Mark Kent, “A Former Ambassador Write,” dalam FCO Website tersedia di https://webarchive.nationalarchives.gov.uk/20110107154502/https://blogs.fco.gov.uk/roller/ke nt/

56 diterima oleh audiens yang dituju.142 Lokalisasi dapat dilakukan dengan menerjemahkan dan mengadaptasi teks bahasa.143

Hingga saat ini lebih dari 50 diplomat secara regular menulis di dalam blog FCO dan para narablog tersebut juga masuk ke dalam daftar narablog terkenal di seluruh dunia.144 Tak hanya melalui blog, FCO juga memperkenalkan komunikasi melalui digital secara personal antar pejabat FCO melalui surat elektronik (surel). Para diplomat junior dapat mengirim surel kepada staf yang jauh lebih senior tanpa perlu melakukan pertemuan secara langsung dan sistem surel ini mempermudah proses sirkulasi informasi serta pembuatan keputusan secara cepat dalam FCO.145

3. Sosial Media dan Diplomasi

Pada tahun-tahun berikutnya, media sosial mulai hadir dan mengalami perkembangan serta kemajuan dalam dunia digital. Media sosial merupakan sekelompok aplikasi berbasis internet yang memungkinkan adanya pembuatan dan pertukaran User Generated Content (UGC) atau konten yang dibuat oleh

142 Islam Muhammad, Localisation of Digital Public Diplomacy Messaging: An Effective Practice, Amplifying the Impact of Soft Power (Examples from the Middle East), (April 2016) [artikel on-line] tersedia di https://www.researchgate.net/publication/301282755_Localisation_of_Digital_Public_Diplomac y_Messaging_An_Effective_Practice_Amplifying_the_Impact_of_Soft_Power_Examples_from_th e_Middle_East 143 Dimitra Anastasiou dan Reinhard Schäler. “Translating Vital Information: Localisation, Internationalisation , and Globalisation,” dalam Journal Synthesis (2010). 144 Stephen Hale, “Foreign Office blogs: a short history of UK government digital engagement,” (2011) 145 James Pamment, “Diplomacy and Digitization: A Profession Adapting to New Networks of Power,” (2018)

57 setiap pengguna media sosial.146 Melalui media sosial ini hadir peluang besar untuk memperluas jaringan komunikasi dan kolaborasi ke banyak orang di seluruh dunia dengan tidak terbatas.147

Media sosial telah menjadi alat diplomasi yang dianggap penting di abad

21 karena melalui media sosial setiap orang dari berbagai lapisan masyarakat dapat melakukan komunikasi tanpa adanya batasan. Ada berbagai media sosial yang digunakan oleh aktor-aktor internasional, tetapi yang paling populer adalah:

Twitter, Facebook, Instagram, Youtube, Periscope dan Snapchat.148 Saat ini para pemimpin dunia dan diplomat mulai menggunakan media sosial, khususnya

Twitter, untuk berbicara dan terlibat langsung dengan audiens yang berada di luar negara mereka. 149

FCO menganggap bahwa komunikasi secara digital melalui media sosial merupakan salah satu aspek inti dan sangat dibutuhkan dalam melakukan diplomasi di masa sekarang.150 FCO UK mewajibkan penggunaan teknologi dalam proses diplomasinya. Hal ini dilakukan dengan beberapa cara seperti menganjurkan keterlibatan secara personal oleh duta besar mereka di Twitter dan setiap elemen atau bagian dari FCO diharuskan mengerti penggunaan teknologi

146 Andreas M. Kaplan dan Michael Haenlein, “Users of the World, Unite! The Challenges and Opportunities of Social Media,” dalam Business Horizons Vol. 53 No. 1, (2010) 147 Juyan Zhang dan Shahira Fahmy, “Live Tweeting at Work: The Use of Social Media in Public Diplomacy,” dalam buku International Public Relations and Public Diplomacy, (NY: Peter Lang Publishing, 2015) 148 Viona Rashica, “The Benefits and Risks of Digital Diplomacy,” 2018 149 Olubukola S. Adesina, “Foreign Policy in an Era of Digital Diplomacy,” Cogent Social Sciences Journal Vol. 3 No. 1 (2017) 150 House of Commons (HoC), “(Report): Delivering Global Britain: FCO Skills Fourteenth Report of Sessions 2017-2019,” dalam Publication Parliament UK tersedia di https://publications.parliament.uk/pa/cm201719/cmselect/cmfaff/1254/1254.pdf

58 komunikasi digital.151 Penggunaan media sosial juga dianggap dapat mempermudah FCO untuk menganalisis siapa yang perlu diajak berkomunikasi, apa yang perlu dikomunikasikan, mengetahui cara terbaik untuk berkomunikasi dengan publik dan mempermudah proses penyebaran informasi kepada publik.152

Tak hanya dimanfaatkan oleh pejabat negara, media sosial juga digunakan oleh masyarakat untuk menggerakkan massa dalam revolusi di beberapa negara di

Timur Tengah. Ketika revolusi 25 Januari 2011 berlangsung, media sosial memiliki peran yang cukup signifikan untuk mengkoordinir massa, dan menjembatani komunikasi antara Mesir dan dunia internasional. Penyebaran informasi mengenai demonstrasi yang terjadi di Mesir juga ditujukan untuk mendapatkan dukungan internasional.153

Facebook dan Twitter dijadikan sebagai media untuk menunjukkan apa yang sebenarnya terjadi di dalam Mesir. Kemudian Youtube dijadikan sebagai tempat untuk melawan pemerintah yang mencoba memblokade Twitter dan

Facebook. 154 Media sosial, terutama Twitter juga dimanfaatkan oleh jurnalis- jurnalis professional dalam menyiarkan berita-berita terbaru secara real time mengenai aksi tersebut. Lembaga berita global seperti BBC, CNN, NPR, Al

Jazeera dan The Guardian mengkurasi tweets yang berasal dari para demonstran

151 Olubukola S. Adesina, “Foreign Policy in an Era of Digital Diplomacy,” (2017) 152 FCO, E-Diplomacy: the FCO E-Business Strategy, (London: FCO, 2001) 153 Tamara Kharroub and Ozen Bas, “Social media and protests: An examination of Twitter images of the 2011 Egyptian revolution,” dalam Jurnal New Media and Society Vol. 18 No. 9 (2016) 154 Serajul I. Bhuiyan, “Social Media and Its Social Media and Its Effectiveness in the Political Reform Movement in Egypt,” dalam Middle Media Educator Vol. 1 No.1 (2011)

59 kemudian memilih tweets yang paling kredibel dan relevan untuk dimunculkan ke profil utama mereka.155

Pasca fenomena penggunaan media sosial oleh para aktivis Arab Spring di tahun 2011, media sosial mulai dianggap sebagai alat yang penting oleh negara untuk memperoleh informasi dan melakukan komunikasi.156 Kemudian muncul istilah “Twitter Diplomacy” atau “Twiplomacy” dikarenakan banyaknya penggunaan media sosial, khususnya Twitter, oleh pemimpin negara dan para diplomat.157 UK menanggapi fenomena penggunaan internet dan media sosial dalam revolusi di regional ATT dengan serius. Saat terjadinya revolusi mulai bermunculan akun-akun kedutaan UK di wilayah ATT. Tak hanya itu, setiap unggahan pemerintah UK dibuat dengan bahasa inggris dan bahasa arab, baik di situs web utama ataupun melalui media sosial seperti Facebook dan Twitter.158

Dalam melakukan aktivitas digitalnya, UK memiliki divisi khusus yang dikenal sebagai Digital Diplomacy Division yang berada di bawah naungan

FCO.159 Pada 2011, UK telah menjadi negara yang memiliki jaringan digital luas di seluruh dunia karena memiliki situs web yang dapat diakses oleh masyarakat internasional berisi informasi dan kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah UK;

155 Adrienne Russell, “Extra-National Information Flows, Social Media, and the 2011 Egyptian Uprising,” 156 Corneliu Bjola dan Marcus Holmes ed., Digital Diplomacy Theory and Practice (New York: Routledge, 2015) 157 Andreas Sandre, Twitter for Diplomats, (Jenewa: Diplo Foundation, 2013) 158 “British foreign policy and the ‘Arab Spring’: the transition to democracy,” dalam UK Parliament Publications tersedia di https://publications.parliament.uk/pa/cm201012/cmselect/cmfaff/writev/arab/as07.htm 159 Sapta Dwikardana, “Transformasi Strategi Diplomasi di Era Digital: Identifikasi Postur Diplomasi Digital di Indonesia,” dalam Laporan Penelitian Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Katolik Parahyangan, (2018)

60 memiliki lebih dari 120 akun Twitter; lebih dari 120 akun Facebook dan beberapa akun digital di situs lokal atau regional seperti Sina Weibo di Tiongkok. Dalam laporan FCO 2012-2013 disebutkan bahwa lebih dari 10 juta orang telah mengunjungi situs web resmi UK dan lebih dari 100.000 orang mengikuti Menteri

Luar Negeri UK di Twitter.160

Gambar III.3. Digital Diplomacy Ranking by Diplomacy Live

Berdasarkan data dari penelitian dalam jaringan (daring) Diplomacy Live, pada 2016 UK telah menjadi negara terbaik dari total 210 negara dalam penggunaan teknologi digital untuk mendukung praktik diplomasi. Peringkat ini dinilai dari lima kriteria utama yang merupakan karakteristik paling penting dalam

160 FCO, The Foreign and Commonwealth Office Digital Strategy, (London: FCO, 2014)

61 diplomasi digital, yaitu: Presence, Customization, Up-to-dateness, Engagement dan Strategy.161

UK terus melakukan ekspansi terhadap eksistensinya di dunia digital, terutama media sosial. Hingga di tahun 2017, FCO dinobatkan sebagai sebuah entitas negara yang memiliki jaringan digital terbesar di media sosial Twitter.

Penobatan tersebut dikarenakan adanya sekitar 237 akun yang secara resmi terafiliasi dengan FCO yang dipakai oleh diplomat, kedutaan di berbagai negara dan berbagai akun misi luar negeri UK.162 Tak hanya itu, beberapa diplomat UK, seperti John Casson (@JohnCassonUK); Richard Moore (@UKPolDirRichard);

John Benjamin (@JonBenjamin19) masuk ke dalam daftar peringkat 10 teratas duta besar dengan interaksi (likes, reply dan retweeted) media sosial Twitter terbesar pada 2017.163

FCO melihat telah banyak lembaga-lembaga diplomatik negara lain yang juga mulai beralih ke digital dan menggunakan media sosial, tetapi sebagian dari mereka justru menjadi terlalu banyak berbagi informasi ke khalayak luas. Mereka melakukan pembaruan informasi setiap jam tentang apa yang dilakukan oleh sang diplomat atau melakukan retweets terhadap setiap pernyataan yang dikeluarkan oleh pemerintah. FCO berusaha untuk belajar dari hal tersebut. Menurut FCO, cara tersebut justru menghancurkan strategi dalam menggunakan media sosial;

161 Secretaria de Relaciones Exteriores, “Mexico in the Top Ten of The World’s Digital Diplomacy Ranking,” dalam Situs Web Kementerian Luar Negeri Meksiko [berita on-line] tersedia di https://embamex.sre.gob.mx/reinounido/index.php/en/9-prensa/2016/983-mexico-in-the- top-ten-of-the-world-s-digital-diplomacy-ranking-2 162 Olubukola S. Adesina, “Foreign Policy in an Era of Digital Diplomacy,” (2017) 163 Hugh Elliot, “Digital Diplomacy: Are We are the Champions?”, Blog Resmi FCO UK, diakses pada 17 November 2019, https://blogs.fco.gov.uk/guestpost/2017/03/30/digital- diplomacy-are-we-the-champions/

62 mengekspos kelemahan negara sendiri kepada khalayak internasional; dan akan sangat sulit mendapatkan perhatian karena publik digital terlalu bosan dengan pola komunikasi yang monoton.164

Kemudian untuk menciptakan sistem diplomasi digital yang terstruktur,

FCO berinisiatif untuk membuat sebuah dokumen strategi yang disebut The

Foreign and Commonwealth Office Digital Diplomacy Strategy sebagai kerangka kerja dalam implementasi diplomasi digital di setiap lapisan pemerintahan UK.165

FCO juga membuat sebuah dokumen pedoman penggunaan media sosial baik untuk kepentingan institusi atau personal bagi para diplomat dan staff FCO.166

Lebih jauh lagi, pada tahun 2017 FCO mengharuskan setiap jajaran pemerintahan terutama para diplomat senior untuk meningkatkan keterampilan dalam melakukan diplomasi digital dengan cara mempelajari dunia digital dan media sosial.167

Berdasarkan pemaparan di atas, eksistensi dalam dunia digital sangatlah penting bagi individu ataupun negara. Proses digitalisasi dan penggunaan media sosial sebagai sarana komunikasi baik dalam lingkup domestik ataupun internasional menjadi sangat dibutuhkan dan diperhitungkan untuk mencapai

164 FCO, (Report): FCO Future, (Maret, 2016) tersedia di https://assets.publishing.service.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_data /file/521916/Future_FCO_Report.pdf 165 “Social Media Use,” FCO About, FCO Website, diakses pada 17 November 2019, https://www.gov.uk/government/organisations/foreign-commonwealth-office/about/social- media-use 166 FCO, “Context : Why Social Media Matters,” tersedia di https://assets.publishing.service.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_data /file/466987/FCO_Social_Media_Policy.pdf 167 House of Commons, “Delivering Global Britain,” dalam Fourteenth Report of Session 2017-19, (28 November 2018)

63 tujuan masing-masing pihak. Pemerintah UK melihat bahwa eksistensi mereka dalam dunia digital mampu membantu mereka dalam meningkatkan kredibilitas negara dan memperkenalkan identitas serta kebijakan UK melalui platform yang disediakan dan konten yang disebarkan.

Dalam bab selanjutnya akan dijabarkan jawaban dari pertanyaan penelitian dan akan dianalisis lebih jauh alasan UK melakukan diplomasi digital terutama melalui media sosial Twitter di Mesir. Tak hanya itu, dalam bab selanjutnya juga akan memuat pembahasan terkait berbagai upaya UK dalam melakukan diplomasi digital di media sosial Twitter pada 2014-2018.

64

BAB IV

UPAYA DIPLOMASI DIGITAL UK MELALUI TWITTER TERKAIT BIDANG PENDIDIKAN DI MESIR

Pada bab sebelumnya, telah dipaparkan perkembangan diplomasi publik

UK dan bagaimana upaya serta strategi diplomasi publik UK melalui dua instansi utamanya, yaitu: British Council dan BBC World Service di wilayah Afrika dan

Timur Tengah (ATT). Selain itu, di bab tiga juga telah dipaparkan fakta dan data terkait penggunaan teknologi dalam diplomasi UK dan keseriusan UK dalam menerapkan teknologi digital di bidang komunikasi dan diplomasi.

Dalam bab empat akan dianalisis upaya diplomasi digital UK di Mesir melalui media sosial Twitter pada 2014-2018 terkait bidang pendidikan.

Pembahasan dalam bab ini akan dikaitkan dengan dua konsep yang telah dipilih, yaitu: Diplomasi Publik dan Diplomasi Digital. Bab ini akan dibagi menjadi dua bagian utama yang mana pada bagian pertama akan dibahas mengenai alasan UK melakukan diplomasi digital terhadap publik Mesir melalui media sosial Twitter.

Kemudian pada bagian kedua akan dipaparkan apa saja dan bagaimana upaya diplomasi digital UK melalui Twitter di Mesir.

Twitter menjadi salah satu platform paling populer yang digunakan oleh negara untuk melakukan diplomasi digital.168 Twitter dibuat pada tahun 2006 dan merupakan media sosial berbentuk situs web microblogging. Microblogging

168 Stephen D. Collins, Jef R. DeWitt dan Rebecca K. LeFebvre, “Hashtag diplomacy: twitter as a tool for engaging in public diplomacy and promoting US foreign policy,” Place Branding and Public Diplomacy, (2019)

65 merupakan sebuah media Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang memiliki konten dan tampilan yang jauh lebih ringkas dan sederhana dibandingkan blog. Umumnya, konten dalam microblogging terdiri dari pesan- pesan singkat dan ringkas yang digunakan oleh orang-orang untuk berbagi berita, menyebarkan aktivitas atau kegiatan, dan melakukan percakapan.169 Para pengguna Twitter berkomunikasi melalui “Tweet” atau cuitan yang mereka tulis dan sebarkan yang memiliki batasan maksimal 140 karakter huruf. Dalam cuitan dapat ditambahkan juga foto, video atau tautan lain.170

Setelah revolusi di Mesir berakhir pada Februari 2011, media sosial dianggap sebagai arena baru politik. Semua partai politik yang muncul, pemerintah Mesir, dan badan militer mulai berpartisipasi aktif dalam forum daring, terlibat dengan publik dalam diskusi mengenai permasalahan negara.171

Tak hanya itu, muncul istilah “Diplomasi Twitter” atau “Twiplomacy” yang mana diartikan sebagai penggunaan Twitter oleh kepala negara, pemimpin organisasi dan diplomat untuk melakukan aktivitas diplomatik dan diplomasi publik. Aktor- aktor diplomasi ini mulai serius memikirkan dan mendesain ulang strategi terbaik untuk menjalankan diplomasi melalui media sosial Twitter.172 UK yang sedari tahun 1995 sudah terjun dan menerapkan diplomasi digital juga ikut serta dalam

169 Akshay Java, Xiaodan Song, dll., “Why we Twitter: Understanding microblogging usage and communities,” dalam Proceeding Pape of the 9th WebKDD and 1st SNA-KDD 2007, Workshop on Web Mining and Social Network Analysis, diakses di https://www.researchgate.net/publication/325946876_Microblogs 170 Madeline Storck, “The Role of Social Media in Political Mobilisation: a Case Study of the January 2011 Egyptian Uprising,” dalam Thesis Magister University of St Andrews, Scotland, (Desember 2011) 171 Freedom House, Freedom on the Net: Egypt, (2012) [dokumen on-line] tersedia di https://freedomhouse.org/sites/default/files/Egypt%202012.pdf 172 Nur Uysala dan Jared Schroederb, “Turkey’s Twitter public diplomacy: Towards a “new” cult of personality,” dalam Public Relations Review Vol. 45 No. 4, (Desember 2019)

66 trend penggunaan sosial media Twitter sebagai alat diplomasi publik di wilayah

Mesir.173

Dengan demikian, bab empat ini akan menjadi jawaban dari pertanyaan penelitian yang telah dipaparkan. Dalam bab ini akan dijabarkan dan dianalisis alasan UK melakukan diplomasi digital di Mesir melalui Twitter dan bagaimana upaya diplomasi digital tersebut. Pembahasan di bab ini akan difokuskan pada analisis profil dan konten akun twitter @UKInEgypt dan @JohnCassonUK— sebagai aktor utama dari diplomasi UK di Mesir pada 2014-2018 dengan menggunakan konsep diplomasi publik dan konsep diplomasi digital.

A. Alasan UK melakukan Diplomasi Digital terhadap Mesir melalui

Twitter

Seperti yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya, telah ditemukan beberapa akun Twitter kedutaan di Mesir yang terdaftar pasca revolusi pada tahun

2011, salah satu di antaranya adalah akun @UKInEgypt. Pada subbab ini akan dijabarkan dan dianalisis alasan UK membuat serta mengelola akun media sosial

Twitter Kedutaan Besar UK di Mesir dan Duta Besar UK untuk Mesir periode

2014-2018.

1. Untuk Membangun Sarana Listening dan Advocacy

Sejak 2010, terjadi peningkatan yang cukup signifikan dalam jumlah pengguna internet dan media sosial di Mesir dari tahun ke tahun. Berdasarkan dari laporan We Are Social dan Hootsuite yang berjudul Digital in 2018, jumlah

173 Olubukola S. Adesina, “Foreign Policy in an Era of Digital Diplomacy,” (2017)

67 pengguna internet di Mesir pada tahun 2018 telah mencapai 49 juta orang dengan tingkat penetrasi internet mencapai 50%. Persentase tersebut bernilai lebih besar dibanding penetrasi internet di Afrika secara keseluruhan yang hanya mencapai

39,5%.174

Penetrasi internet adalah persentase pengguna internet dari total populasi keseluruhan suatu negara atau wilayah.175 Berdasarkan data yang didapatkan dari

World Bank, total populasi penduduk Mesir sejak 2010 hingga 2019 terus mengalami peningkatan yang signifikan.176 Kemudian, merujuk pada data hasil penelitian Internet Live Stats,177 Statistica,178 dan Hootsuite179 dinyatakan bahwa sejak 2010 pengguna internet di Mesir terus mengalami pertumbuhan.

Pertumbuhan internet tersebut berbanding lurus dengan penetrasi internet di

Mesir. Hingga tahun 2018 pengguna internet di Mesir mencapai 49 juta orang dan penetrasi internet mencapai 50%. Namun, di tahun 2019 penetrasi internet di

Mesir mengalami penurunan dikarenakan pada tahun tersebut peningkatan

174 Lolwa Reda, “Analysis: What are Egyptians using the internet for?,” dalam Egypt Today (30 Mei 2018) [berita on-line] tersedia di https://www.egypttoday.com/Article/3/50919/Analysis-What-are-Egyptians-using-the-internet- for 175 Daniele Archibugi dan Alberto Coco, “"A New Indicator of Technological Capabilities for Developed and Developing Countries (ArCo)," Center for International Studies on Economic Growth in World Development,” dalam SSRN Electronic Journal Vol. 32 No. 4, (2004) [artikel on- line] tersedia di https://www.researchgate.net/publication/4793701_A_New_Indicator_of_Technological_Capabi lities_for_Developed_and_Developing_Countries_ArCo 176 “Population, Total – Egypt, Arab Republic,” dalam The World Bank Data, [data on- line] dapat diakses di https://data.worldbank.org/indicator/SP.POP.TOTL?end=2019&locations=EG&start=2012 177 “Egypt Internet Users,” dalam Internet Live Stats Data, [data on-line] dapat diakses di https://www.internetlivestats.com/internet-users/egypt/ 178 “Internet Users Statistic for Africa,” dalam Internet World Stats, [data on-line] dapat diakses di https://www.internetworldstats.com/stats1.htm 179 “Digital in Egypt,” dala Data Reportal Website, [dokumen on-line] tersedia di https://datareportal.com/digital-in-egypt

68 populasi jauh lebih besar dari pada peningkatan jumlah pengguna internet.

Tingkat pengguna internet, penetrasi internet dan total populasi keseluruhan penduduk Mesir dapat dilihat dalam tabel IV.1.

TABEL IV.1. Jumlah Pengguna Internet di Mesir 2010-2019

YEAR INTERNET USER INTERNET PENETRATION TOTAL POPULATION

2019 49,231,493 48,1% 102,352,376

2018 49,211,798 50% 98,423,595

2017 35,719,478 37% 96,442,593

2016 30,835,256 33% 93,383,574

2015 29,844,708 32,6% 91,508,084

2014 28,396,755 31,7% 89,579,670

2013 25,758,489 29,4% 87,613,909

2012 22,614,478 26,4% 85,660,902

2011 21,449,634 25,6% 83,787,634

2010 17,720,855 21,6% 82,040,994

Dengan kemunculan media sosial dan peningkatan pesat dalam penetrasi internet, pemerintah di berbagai negara mulai memperhatikan dan melibatkan diri

69 dalam dunia digital terutama media sosial.180 Adanya peningkatan yang cukup tinggi dalam penetrasi internet dan media sosial di Mesir serta penggunaan media sosial sebagai katalisator dalam revolusi Januari 2011,181 membuat FCO juga mulai menyadari bahwa internet dan media sosial di Mesir merupakan hal yang cukup digemari dan penting untuk publik Mesir.182

Sejak 2009 Direktorat Komunikasi Kemenlu UK mulai mencanangkan perluasan media diplomasi digital yang mereka gunakan dalam rangka ‘listen, publish and engage’ di wilayah ATT. Pada akhir 2010 hingga 2012, mulai bermunculan akun Facebook dan Twitter kedubes UK di wilayah ATT, termasuk

Mesir. Pada awalnya, berita mengenai kebijakan luar negeri UK dan aktivitas duta besar UK disalurkan melalui situs blog resmi UK atau melalui kanal-kanal media domestik di regional ATT. Kemudian di bulan November 2010, secara serentak keseluruhan pemberitaan terkait UK mulai diunggah melalui media sosial resmi

UK yang terdaftar di dalam Facebook dan Twitter.183 Pada 21 Agustus 2012, akun

@UKInEgypt mengunggah cuitan pertama yang berisi arahan untuk mengikuti akun mereka di Facebook.184

180 Roland Paris, “The Digital Diplomacy Revolution: Why is Canada Lagging Behind?” dalam Policy Paper CDFAI Senior Fellow (Juni 2013) [dokumen on-line] tersedia di https://d3n8a8pro7vhmx.cloudfront.net/cdfai/pages/390/attachments/original/1414311266/Th e_Digital_Diplomacy_Revolution.pdf?1414311266 181 Killian Clarke dan Korhan Kocak, “Launching Revolution: Social Media and the Egyptian Uprising’s First Movers,” dalam British Journal of Political Science vol. 50, (2020) 182 House of Commons, “British foreign policy and the ‘Arab Spring’: the transition to democracy,” dalam UK Parliament Publications, diakses di https://publications.parliament.uk/pa/cm201012/cmselect/cmfaff/writev/arab/as07.htm 183 House of Commons, “(Report) British Foreign Policy and the Arab Spring,” (19 Juli 2012) 184 Kedubes UK, “Follow Us on Facebook,” dalam UK In Egypt Twitter Post (21 Agustus 2012, 2.53 PM) [on-line] https://twitter.com/UKinEgypt/status/237819717925105664

70

Dalam konsep diplomasi publik menurut Nichollas Cull, ada 6 pendekatan utama dalam diplomasi publik, yaitu: 1) Listening; 2) Advocacy; 3) Cultural

Diplomacy; 4) Exchange Diplomacy; 5) International Broadcasting; 6)

Psychological Warfare.185 Namun, dalam subbab ini analisis akan difokuskan pada pendekatan Listening dan Advocacy.

Nichollas Cull menjelaskan bahwa listening merupakan upaya dari aktor internasional dalam mengelola hubungan internasional dengan cara mengumpulkan dan menyusun data mengenai publik luar negeri dan opini mereka terkait suatu isu. Kemudian dengan data tersebut aktor diplomasi dapat mengarahkan kebijakannya.186 Macnamara (2016) berpendapat bahwa aktor diplomasi publik perlu menciptakan ruang di mana masyarakat dapat berinteraksi secara leluasa dengan organisasi pemerintahan.187 Kementerian Luar Negeri

(Kemenlu) berbagai negara, termasuk UK mulai menggunakan media sosial sebagai media “listening” atau mendengarkan dalam rangka menciptakan eksistensi digital mereka. Proses mendengarkan dilakukan dengan cara membentuk sebuah tim digital yang bertugas memantau dan menganalisis percakapan publik digital baik regional atau global serta menyiapkan laporan terkait hasil pantauan tersebut.188

185 Nicholas J. Cull, Public Diplomacy: Lesson From the Past, (Los Angeles: Figueroa Press, 2009) 186 Nicholas J. Cull, “Public Diplomacy: Taxonomies and Histories,” dalam The ANNALS of the American Academy of Political and Social Science Vol. 616, No. 31, (2008) 187 Jim Macnamara, “Organizational Listening: Addressing a Major Gap in Public Relations Theory and Practice,” dalam Journal of Public Relations Research Vol. 28 No. 3-4, (September 2016). 188 Ilan Manor, The Digitalization of Public Diplomacy, (Cham: Palgrave MacMillan, 2019)

71

John Casson sebagai duta besar UK di Mesir pada 2014-2018 juga mengungkapkan bahwa pendekatan listening dijadikan sebagai salah satu instrumen penting dalam tugasnya sebagai seorang diplomat. Ia mengatakan:

“As ambassador it’s so important that I am not just talking but listening, and I really very keen to hear the voice of all Egyptians. So, I would say tell us about your vision for Egypt and Egypt’s future and tell us how Britain can be a partner and support Egypt in that future.”189

Menurut Sorensen, listening dapat diartikan sebagai usaha aktor diplomasi untuk mendengarkan atau setidaknya “terlihat mendengarkan” suara publik atau berita apa yang sedang terjadi dan menjadi perbincangan masyarakat.190 Lebih jauh lagi, listening dimanfaatkan oleh para aktor diplomasi publik demi meraih popularitas dan meningkatkan kredibilitas mereka di mata publik. Dengan mendengarkan secara aktif diyakini akan timbul sikap dan harapan yang positif dari masyarakat karena mereka merasa didengarkan dan pada akhirnya timbul rasa percaya masyarakat terhadap aktor tersebut.191

Walaupun salah satu alasan UK dalam melakukan diplomasi digital melalui media sosial seperti Twitter adalah untuk menciptakan ruang dengar publik, hal tersebut tidak dapat terwujud di tahun pertama pembuatan akun. Hal ini dapat dilihat dari semua konten yang disebarkan oleh UK di tahun 2012 hanya berupa pemberitahuan informasi terkait kebijakan yang diambil UK, pendaftaran beasiswa Chevening dan tautan menuju akun Facebook FCO dan Kedutaan Besar

189 UK In Egypt, ”John Casson, New British Ambassador to Egypt: The UK’s Priority is to See Egypt Succeed,” Youtube, 23 Agustus, 2014, [on-line] tersedia dihttps://www.youtube.com/watch?v=dWKOegjeVio 190 Luigi Dimartino, “Conceptualising Public Diplomacy Listening on Social Media,” Place Branding and Public Diplomacy Vol. 16, (29 Juli 2019). 191 Luigi Dimartino, “Conceptualising Public Diplomacy Listening on Social Media,” Place Branding and Public Diplomacy Vol. 16, (29 Juli 2019).

72

UK. Pada saat itu belum ada interaksi balasan dari para pengikut akun atau audiens dan belum terlihat keterlibatan UK dalam suatu isu yang menjadi perbincangan masyarakat luas. Terkait cuitan yang disebarkan oleh UK di tahun

2012 dapat dilihat pada gambar IV.1.192

Gambar IV.1. Tweets Akun @UKInEgypt di Tahun Pertama

Pada tahun-tahun selanjutnya UK berupaya membangun strategi dan aksi yang lebih serius dalam menggunakan media sosial sebagai alat diplomasi.193 UK mengharuskan setiap staff FCO untuk menggunakan internet dan media sosial sebagai alat untuk melakukan listening. Listening yang dimaksud adalah mengikuti atau mengadakan diskusi forum daring; mengikuti berita-berita terkini

192Kedubes UK, “Tweets Akun UKInEgypt pada Tahun Pertama,” dalam UKInEgypt Twitter Post, [on-line] tersedia di https://twitter.com/search?q=(from%3AUKInEgypt)%20until%3A2012-08-30%20since%3A2012- 08-01&src=typed_query&f=live 193 Olubukola S. Adesina, “Foreign Policy in an Era of Digital Diplomacy,” Cogent Social Sciences Journal Vol. 3 No. 1 (2017)

73 di wilayah tugas mereka; atau bahkan membangun jaringan komunikasi dengan publik.194

Sebagai perwujudan dari kebijakan FCO tersebut, John Casson yang ditunjuk sebagai Duta Besar UK untuk Mesir di tahun 2014, membuat akun

Twitter kali pertama pada 2014 dan mengunggah cuitan pertama pada 22 Agustus

2014 yang dapat dilihat pada gambar IV.2. Dalam cuitan tersebut John Casson menegaskan bahwa ada 44,5 juta pengguna internet di Mesir dan ia ingin ikutserta dalam perbincangan daring di antara 44,5 juta pengguna internet tersebut termasuk pengguna Twitter di Mesir. 195

Gambar IV.2. Tweet Pertama John Casson

Pembuatan akun oleh John Casson di awal periode ia menjabat sebagai

Duta Besar UK di Mesir periode 2014-2018 dan cuitan pertama yang disebarkan olehnya menegaskan bahwa alasan ia hadir di Twitter adalah untuk ikut serta

194“Social Media Use,” FCO About, FCO Website, diakses pada 17 November 2019, https://www.gov.uk/government/organisations/foreign-commonwealth-office/about/social- media-use 195 John Casson, “44,5 M Users in Egypt,” dalam JohnCassonUK Twitter Post, (22 Agustus 2014, 12.16 PM) [on-line] tersedia di https://twitter.com/JohnCassonUK/status/502685616854028288

74 dalam perbicangan publik digital, terutama publik atau warga negara Mesir. Hal ini sejalan dengan definisi listening yang dikatakan oleh Sorensen, John Casson berusaha untuk memanfaatkan teknologi digital terutama Twitter sebagai alat untuk melakukan pendekatan “listening” terhadap publik luar negeri atau setidaknya “terlihat mendengarkan” suara publik atau perbincangan publik Mesir.

Selain melakukan listening, UK juga menjadikan Twitter sebagai alat untuk melakukan advocacy kebijakan mereka. Para diplomat di FCO juga memiliki peran untuk mendukung kepentingan nasional UK dengan cara melakukan komunikasi, advokasi kebijakan dan menjalin hubungan erat dengan audiens yang ditargetkan, termasuk tokoh-tokoh penting, masyarakat sipil, organisasi masyarakat dan media.196 Menurut Nichollas Cull, advokasi dalam diplomasi publik dapat diartikan sebagai kegiatan komunikasi internasional untuk mempromosikan kebijakan, gagasan atau kepentingan umum aktor diplomasi kepada publik asing.197

Proses advokasi ini menjadi lebih mudah dengan adanya internet dan media sosial. Kemudahan akses media sosial dan rendahnya biaya operasional dibandingkan dengan menggunakan metode lain menjadikannya alat yang menarik bagi banyak kedutaan untuk melakukan komunikasi.198 Kemudahan dalam media sosial pun dimanfaatkan oleh Kedutaan Besar UK di Mesir untuk mempromosikan kebijakan-kebijakan, pandangan dan gagasan UK terkait

196 James Pamment, British Public Diplomacy & Soft Power: Diplomatic Influence and Digital Distruption, (London: Palgrave Macmillan, 2016) 197 Nichollas J. Cull, Public Diplomacy: Lessons from the Past, (LA: Figueroa Press, 2009) 198 Olubukola S. Adesina, “Foreign Policy in an Era of Digital Diplomacy,” Cogent Social Sciences Journal Vol. 3 No. 1 (2017)

75 berbagai isu, seperti yang berkaitan dengan hubungan UK dan Mesir ataupun permasalahan dunia internasional. Hal ini dapat dilihat dari gambar IV.1. dan paparan di atas. Pada awal tahun kemunculan akun @UKInEgypt, UK memang belum secara maksimal memanfaatkan media sosial untuk melakukan pendekatan terhadap publik. Namun, staff kedutaan UK terus berusaha untuk memanfaatkan akun UKInEgypt sebagai alat untuk melakukan advokasi dan promosi kebijakan- kebijakan negara mereka terutama yang berkaitan dengan Mesir.

Menciptakan ruang listening bagi publik Mesir dan ruang advokasi serta promosi segala kebijakan UK bukan merupakan satu-satunya alasan UK melakukan diplomasi melalui Twitter. Eksistensi UK dalam media sosial Twitter juga ditujukan untuk mencapai tujuan utama diplomasi publik UK secara umum.

Maka dari itu, pada subbab selanjutnya akan dibahas mengenai penggunaan media sosial oleh UK sebagai sarana mencapai tujuan diplomasi publik di wilayah ATT, terutama Mesir. Pembahasan mengenai tujuan diplomasi ini dibahas dalam subbab yang berbeda dikarenakan, FCO UK memiliki tujuan diplomasi yang cukup spesifik terutama untuk wilayah ATT. Maka dari itu, diperlukan subbab khusus terkait pembahasan ini.

2. Sebagai Sarana Untuk Mencapai Tujuan Diplomasi Publik UK di Mesir

Lord Malloch-Brown menyatakan bahwa ketika perwakilan UK melakukan kunjungan ke Mesir pasca revolusi di tahun 2011, ditemukan fakta bahwa publik Mesir merasa skeptis terhadap niat dan kepentingan UK di kawasan mereka. Adapula persepsi buruk dari publik Mesir tentang negara UK yang

76 diyakini ingin kembali memperbanyak aset di Mesir dan melakukan penjajahan modern. Untuk mengkonter skeptisisme publik Mesir dan persepsi buruk mereka, maka FCO berusaha untuk mendedikasikan lebih banyak sumber daya dalam upaya diplomasi publiknya di Mesir.199

Mengutip dari Pamment, diplomasi publik merupakan proses komunikasi yang dilakukan oleh pemerintah suatu negara terhadap publik asing.200 Tuch

(1990) berargumen bahwa diplomasi ini dijadikan sebagai sebuah upaya negara untuk memberikan pemahaman kepada publik asing akan gagasan dan cita-cita bangsanya, lembaga dan budayanya, serta tujuan dan kebijakan nasional yang dibuat oleh pemerintah tersebut.201 Menurut Jiang Wang, di zaman modern ini, opini publik asing dianggap semakin penting dalam hubungan internasional yang muncul dan mempengaruhi proses dan hasil politik internasional.202

Kemudian Nichollas Cull menyatakan bahwa diplomasi publik mengalami evolusi dari era perang (diplomasi publik) ke era digital atau sekarang (diplomasi publik baru). Ia menyebutkan bahwa: 1) aktor internasional non-negara seperti kelompok masyarakat sipil, NGO, dan individu menjadi semakin berpengaruh dalam proses pengambilan keputusan bahkan keadaan politik internasional; 2) alat yang digunakan untuk berkomunikasi oleh aktor internasional, baik aktor negara

199 House of Commons, “British foreign policy and the ‘Arab Spring’: the transition to democracy,” dalam UK Parliament Publications, diakses di https://publications.parliament.uk/pa/cm201012/cmselect/cmfaff/writev/arab/as07.htm 200 Eytan Gilboa, “Searching for a Theory of Public Diplomacy,” dalam The ANNALS of the American Academy of Political and Social Science, Vol. 616 No. 1 (Maret 2008) p.2 doi:10.1177/0002716207312142 201 Nicholas J. Cull, Public Diplomacy: Lesson From the Past, (Los Angeles: Figueroa Press, 2009) 202 Jiang Wang, “Managing National Reputation and International Relations in the Global Era: Public Diplomacy Revisited,” dalam Public Relations Review, Vol. 32 No. 2, (2005).

77 ataupun non-negara juga mengalami peralihan menjadi teknologi terbaru yang bersifat real-time dan global; 3) penggunaan teknologi ini mengaburkan batas- batas antara ranah berita domestik dan internasional; 4) diplomasi publik baru digunakan untuk membangun citra negara dengan cara menciptakan network atau jaringan komunikasi yang lebih kuat dengan publik luar negeri; 5) terminologi soft power dan branding lebih sering dipakai oleh aktor aktor internasional sebagai bentuk pencapaian atau citra negara di tatanan internasional; 6) diplomasi publik baru membuka peluang komunikasi antar aktor non-negara.203

Berdasarkan data dan fakta yang telah dipaparkan dalam bab dua, hubungan antara pemerintah UK dan Mesir mengalami kemajuan ke arah yang lebih baik sejak runtuhnya pemerintahan Mubarak. Walaupun demikian, tertulis dalam laporan FCO di tahun 2011, bahwa opini publik mulai menjadi perhatian pemerintah Mesir semenjak revolusi Januari 2011 yang berhasil menumbangkan kekuasaan Mubarak. Maka dari itu, UK pun harus berusaha untuk menangkal persepsi buruk publik Mesir terhadap citra negara UK untuk menjaga hubungan baik antara UK dan Mesir.204 Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Jiang

Wang dan Nichollas Cull, citra negara dan opini publik asing menjadi lebih dipertimbangkan oleh para pengambil keputusan dan pembuat kebijakan.

Permasalahan tumbangnya Mubarak pasca gerakan revolusi Januari 2011 oleh warga sipil, juga tidak lagi menjadi isu domestik Mesir melainkan isu internasional yang perlu dipertimbangkan oleh UK dalam mengambil kebijakan.

203 Nicholas J. Cull, Public Diplomacy: Lesson From the Past, (Los Angeles: Figueroa Press, 2009) 204 UK Parliament, “British foreign policy and the ‘Arab Spring’: the transition to democracy,” dalam UK Parliament Publications, diakses di https://publications.parliament.uk/pa/cm201012/cmselect/cmfaff/writev/arab/as07.htm

78

Lebih lanjut lagi, diplomasi publik UK memiliki peran untuk mempromosikan kepentingan dan pengaruh UK dengan cara membangun pemahaman publik luar negeri terkait kebijakan yang diambil oleh UK.205

Kemudian, UK merumuskan tujuan dari diplomasi publik UK di wilayah ATT dalam sebuah laporan yang ditulis oleh FCO pasca terjadinya gerakan revolusi di

ATT. Tujuan diplomasi publik ini kemudian menjadi pedoman kedubes dan dubes

UK dalam menjalankan berbagai upaya diplomasinya. Adapun tujuan diplomasi tersebut adalah sebagai berikut:206

1. To increase awareness, understanding and positive recognition of UK policies in the region; 2. To be seen as a partner of choice for business, education, sport and government relations; 3. To improve trust and positive perception of UK.

Walaupun bentuk konvensional dari diplomasi publik masih mendominasi baik di area domestik atau luar negeri, hal ini tidak menutup kemungkinan adanya peningkatan dalam jumlah penggunaan teknologi oleh pemerintah sebagai sebuah alat baru untuk komunikasi, mengumpulkan informasi dan mempromosikan nilai- nilai baik di dalam atau di luar negeri.207 Penggunaan teknologi terbaru yang bersifat real-time dan global dalam praktik diplomasi publik juga telah disebutkan

205 Milica Raskovic, “British Public Diplomacy as a Means for Establishing Supremacy- Peaceful Aspect,” dalam Tesis Magister University of Belgrade (September 2017) 206 UK Parliament, “British foreign policy and the ‘Arab Spring’: the transition to democracy,” dalam UK Parliament Publications, diakses di https://publications.parliament.uk/pa/cm201012/cmselect/cmfaff/writev/arab/as07.htm 207 Samantha Bradshaw, “Digital diplomacy - #notdiplomacy,” dalam Centre for International Governance Innovation Article, (7 April 2015) [on-line] tersedia di https://www.cigionline.org/articles/digital-diplomacy-notdiplomacy

79 oleh Nichollas Cull.208 Diplomasi publik melalui teknologi digital dirancang untuk memberikan informasi yang memadai kepada publik, membantah informasi yang salah dan mengkonfirmasi informasi melalui sumber resmi.209

Diplomasi publik baru berfokus pada konektivitas dan interaksi, dialog dan kolaborasi, dengan mengubah paradigma yang awalnya berusaha untuk mengontrol hubungan internasional, menjadi membangun koneksi yang kuat dengan para aktor serta meningkatkan peran aktor non-states.210 Tom Fletcher, salah satu mantan diplomat UK menyatakan bahwa Twitter memiliki potensi yang luar biasa sebagai alat untuk melakukan diplomasi, terutama dalam membantu hubungan elit pemerintah suatu negara dengan publik luar negeri.211 Selaras dengan pernyataan Tom Fletcher, John Casson meyakini bahwa diplomasi yang dilakukan melalui media sosial seperti Twitter mampu menjangkau orang-orang yang tidak dapat dijangkau melalui diplomasi konvensional. 212

Platform media sosial seperti Twitter semakin diperhatikan (secara hati- hati) oleh para diplomat di seluruh dunia sebagai media yang cukup

208 Nicholas J. Cull, Public Diplomacy: Lesson From the Past, (Los Angeles: Figueroa Press, 2009) 209 Sejung Park, Dahoon Chung dan Han Woo Park, “Analytical framework for evaluating digital diplomacy using network analysis and topic modeling: Comparing South Korea and Japan,” dalam Information Processing and Management Vol. 56 No. 4, (Juli 2019) 210 Ruixue Jia &Weidong Li, “Public Diplomacy Networks: China’s Public Diplomacy Communication Practices in Twitter during Two Sessions,” dalamJournal Public Relations Review, Vol. 46 No. 1 (Maret, 2020) 211 Stephen D. Collins, Jef R. DeWitt dan Rebecca K. LeFebvre, “Hashtag diplomacy: twitter as a tool for engaging in public diplomacy and promoting US foreign policy,” Place Branding and Public Diplomacy, (2019) 212 FCO, “John Casson: Digital Diplomacy,” Youtube, 2 November 2018, https://www.youtube.com/watch?v=wD0FdpMK70Q&t=43s

80 menjanjikan.213 Selain memiliki jangkauan yang luas, diplomasi yang dilakukan melalui internet dan media sosial bersifat jauh lebih kekinian, interaktif dan iteratif.214 Ada banyak media sosial yang menyediakan fitur untuk para penggunanya menyebarkan dan melihat konten-konten yang dinamis serta interaktif, seperti penggunaan video, foto dan tautan lainnya.215 Media sosial juga dijadikan sebagai salah satu saluran utama untuk menjangkau anak-anak muda, yang mana pada saat ini menjadi target utama dalam diplomasi publik berbagai negara.216

Teknologi dan media sosial dapat menjadi peluang sekaligus tantangan bagi para aktor diplomasi. Dengan adanya kemajuan teknologi dan berkembangnya media sosial sebagai sarana komunikasi, opini publik menjadi jauh lebih mudah tersebar dan menjadi jauh lebih kuat.217 Maka dari itu, diplomat perlu dilatih dalam penggunaan internet dan media sosial serta menerapkan upaya dan strategi yang mumpuni dalam diplomasi digital untuk menghindari resiko- resiko yang ada.218

213 Stephen D. Collins, Jef R. DeWitt dan Rebecca K. LeFebvre, “Hashtag diplomacy: twitter as a tool for engaging in public diplomacy and promoting US foreign policy,” (2019) 214 Gregory Payne, Efe Sevin, dan Sara Bruya, “Grassroots 2.0: Public Diplomacy in the Digital Age,” dalam Communica Publica Vol. 6 No. 10, (2011) [artikel on-line] tersedia di https://journals.openedition.org/cp/422 215 Olubukola S. Adesina, “Foreign Policy in an Era of Digital Diplomacy,” Cogent Social Sciences Journal Vol. 3 No. 1 (2017) 216 Olubukola S. Adesina, “Foreign Policy in an Era of Digital Diplomacy,” Cogent Social Sciences Journal Vol. 3 No. 1 (2017) 217 Clifton Martin dan Laura Jagla, Integrating Diplomacy and Social Media, (California: The Aspen Institute, 2013) 218 Emily T. Metzgar, “Is It the Medium or the Message? Social Media, American Public Diplomacy & Iran,” dalam Global Media Journal Vol. 11 No. 21 (2012), [artikel on-line] tersedia di https://www.researchgate.net/publication/280883185_Is_It_the_Medium_or_the_Message_Soc ial_Media_American_Public_Diplomacy_Iran

81

B. Upaya Diplomasi Digital UK terhadap Mesir melalui Twitter Terkait

Bidang Pendidikan

Upaya diplomasi digital yang dilakukan oleh pemerintah UK di Mesir melalui Twitter dalam sub-bab ini akan dianalisis dengan menggunakan kerangka metodologis dan konseptual yang diusung oleh Corneliu Bjola dan Jiang terkait diplomasi digital. Menurut Corneliu Bjola dan Jiang dalam melihat melihat upaya dan efektivitas diplomasi digital ada tiga dimensi utama yang perlu diperhatikan, yaitu: Digital Agenda-Setting, Digital Presence-Expansion dan Digital

Conversation-Generating. Pembahasan dalam subbab ini akan berfokus pada diplomasi digital melalui Digital Agenda-Setting dan Digital Conversation-

Generating. Dimensi Digital-Presence Expansion tidak akan dibahas dikarenakan pembahasan terkait dimensi Digital Presence Expansion perlu menggunakan metode dan data penelitian kuantitatif.

1. Diplomasi Digital Melalui Pembentukkan Agenda di Twitter Mengenai

Pendidikan (Agenda-Setting)

Dimensi utama untuk melihat bagaimana upaya diplomasi digital yang dijalankan oleh sebuah negara adalah dengan melihat bagaimana proses digital agenda setting negara tersebut. Menurut Corneliu Bjola dan Jiang, digital agenda setting adalah upaya diplomat dalam melakukan diplomasi dengan cara mengatur diskusi isu tertentu yang akan dibahas dengan target diplomasi mereka melalui

82 teknologi digital.219 Digital agenda setting dalam ranah studi politik dapat juga diartikan sebagai upaya diplomat dalam mengatur isu apa yang perlu mereka bahas dengan publik dalam ranah sosial, sekaligus juga untuk melakukan framing terhadap sebuah isu atau masalah dan mempengaruhi cara publik menafsirkan kebijakan luar negeri negara mereka.220 Menurut Neill Collins, digital agenda setting merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh perwakilan atau kedutaan sebuah negara di negara lain untuk menginformasikan dan mempengaruhi publik terkait citra negara mereka.221

Lembaga dan aktor diplomatik membuat konten dalam media untuk mencapai tujuan diplomasi publik yang telah ditentukan. Tujuan diplomatik tersebut pada akhirnya menentukan publik seperti apa yang paling tepat menjadi sasaran diplomatik sebuah negara. Ketika sudah menentukan publik mana yang dapat dijadikan sasaran diplomasi, maka upaya terakhir adalah menentukan media apa yang dapat digunakan untuk menjangkau publik tersebut dan pendekatan seperti apa yang perlu dijalankan.222

Seperti yang tercantum dalam dokumen yang dipublikasikan oleh

Parlemen UK, UK memiliki 3 tujuan utama diplomatik di wilayah ATT. Pertama,

219 Corneliu Bjola dan Lu Jiang, “Social media and public diplomacy: a comparative analysis of the digital diplomatic strategies of the EU, US and Japan in China,” dalam buku Digital Diplomacy: Theory and Practice, (NY: Routledge, 2015) 220 Ilan Manor dan Elad Segev, “Social Media Mobility: Leveraging Twitter Networks in Online Diplomacy,” dalam Global Policy Vol. 11 No. 2, (2020) [artikel on-line] tersedia di https://www.researchgate.net/publication/340689981_Social_Media_Mobility_Leveraging_Twitt er_Networks_in_Online_Diplomacy 221 Neil Collins, “Digital Diplomacy: Succes at Your Fingertips” dalam Place Branding and Public Diplomacy 15, (2019) 222 Corneliu Bjola dan Ilan Manor, “Public Diplomacy in the Digital Age,” dalam The Hague Journal of Diplomacy Vol. 14 No. 1, (2016) [artikel on-line] tersedia di https://www.researchgate.net/publication/332636062_Public_Diplomacy_in_the_Digital_Age

83 untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman yang positif dari publik mengenai kebijakan-kebijakan UK di wilayah tersebut. Kedua, UK ingin dilihat sebagai sebuah negara yang cocok untuk dijadikan partner dalam bidang bisnis, edukasi, olahraga dan hubungan dengan pemerintahnya. Ketiga, untuk meningkatkan kepercayaan dan persepsi yang positif terkait negara UK.223

Dengan menggunakan kanal media daring seperti Twitter, UK berusaha mewujudkan tujuan diplomasi publik yang telah dirancang dalam rangka menciptakan citra positif UK di mata publik Mesir.

Permasalahan utama Mesir pasca runtuhnya Mubarak adalah buruknya segala pelayanan di bidang pendidikan.224 Melalui diplomasi konvensional, UK berusaha untuk membantu mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut. UK menawarkan kerja sama antar pemerintah dan antar kampus. Hal ini kemudian diwujudkan dalam penandatangan Memorandum of Understanding (MoU) antara pemerintah UK dengan kepala universitas al-Azhar.225 Selain melalui diplomasi konvensional, pemerintah UK berusaha membantu pemuda-pemuda Mesir melalui akun @UKInEgypt dan @JohnCassonUK mendapatkan informasi yang tepat dan

223 UK Parliament, “British foreign policy and the ‘Arab Spring’: the transition to democracy,” dalam UK Parliament Publications, diakses di https://publications.parliament.uk/pa/cm201012/cmselect/cmfaff/writev/arab/as07.htm 224 Louisa Loveluck, “(Report) Education in Egypt: Key Challenges,” dalam Background Paper Chatham House (Maret 2012) tersedia di https://www.chathamhouse.org/sites/default/files/public/Research/Middle%20East/0312egypte du_background.pdf 225 “UK invests in Egypt’s future generation with new education agreements,” dalam Egypt Today News, (20 Nov 2018), [berita on-line] tersedia di https://www.egypttoday.com/Article/1/60756/UK-invests-in-Egypt%E2%80%99s-future- generation-with-new-education-agreements

84 akurat terkait pendidikan dan beasiswa yang diberikan pemerintah UK kepada pemuda Mesir.226

Akun @UKInEgypt bergabung di Twitter pada Agustus 2012 dan konten yang sering disebarkan pada tahun pertamanya adalah informasi terkait beasiswa

Chevening dan pernyataan pemerintah UK mengenai suatu isu yang disadur dari situs web resmi UK. Sedangkan untuk akun @JohnCassonUK bergabung di

Twitter pada Agustus 2014 yang mana bertepatan dengan tahun pertama pengukuhan dirinya sebagai duta besar untuk Mesir. Sejak awal kemunculannya di Twiter, John Casson telah menegaskan bahwa melalui akun Twitter tersebut ia berusaha berkomunikasi dengan masyarakat Mesir dan berusaha mengajak masyarakat Mesir untuk memberikan saran terkait isu apa saja yang perlu dibahas dalam platform tersebut.

Gambar IV.3. Tweet John Casson terhadap Publik Mesir

226 “Apply now to study in the #UK. #Chevening scholarship applications are now open,” dalam UK In Egypt Tweet Post, (3 Agustus 2015) [on-line] tersedia di https://twitter.com/UKinEgypt/status/628161945737277441

85

Dalam gambar IV.3. John Casson mengajak publik Mesir untuk ikut berbagi pandangan terkait isu-isu yang menjadi permasalahan utama Mesir dalam rangka membantu UK menentukan isu mana yang paling penting dan dapat dijadikan prioritas dalam kebijakan luar negeri UK terhadap Mesir.227 Melalui cuitan tersebut, John Casson mencoba melakukan pendekatan listening terhadap publik Mesir dalam rangka mendapatkan informasi terkait permasalahan utama di

Mesir. Kemudian, jika dikaitkan dengan pernyataan Corneliu Bjola dan Jiang,

John Casson berusaha mengatur diskusi melalui akun personalnya terkait isu apa yang sebaiknya dibahas untuk membangun hubungan yang baik antara UK dan

Mesir. Tak hanya itu, melalui cuitan tersebut John Casson juga berupaya membentuk citra negara UK sebagai negara yang dapat dipercaya dalam menyokong Mesir menuju kesuksesan.

Selanjutnya dalam tabel IV.2. dan tabel IV.3. telah dikumpulkan, dikategorisasikan dan dianalisis data-data dari akun twitter @UKInEgypt dan

@JohnCassonUK selama kurun waktu 4 tahun (Agustus 2014-2018). Data ini dikumpulkan dengan menggunakan fitur Search Advanced Twitter. Pengumpulan data ini bertujuan untuk memahami bagaimana upaya dan strategi UK dalam proses digital agenda-setting mereka di Twitter. Jumlah cuitan dalam akun

@UKInEgypt dalam kurun waktu tersebut adalah 2129 dan total cuitan dalam akun @JohnCassonUK adalah 1905.

227 John Casson, “Here’s My Video in English,” dalam JohnCassonUK Tweet Posts, (23 Agustus 2014, 3.39 PM) [on-line] tersedia di https://twitter.com/JohnCassonUK/status/503099153069903872

86

Tabel IV.2. Kategori isu yang dibahas dalam akun @UKInEgypt dan @JohnCassonUK di Twitter Kategori Isu yang dibahas Konten unggahan dalam unggahan Hak Asasi Manusia Postingan/unggahan Tweet @UKInEgypt pada 3 (HAM) yang berhubungan November 2017: “Joint dengan penegakkan statement: Britain, Canada, HAM; upaya Germany, Italy and the penegakkan HAM Netherlands express their untuk wanita dan para deep concern over the disabilitas di Mesir; continued detention of serta segala lawyer Ibrahim Metwally kegiatan/acara yang http://bit.ly/2itHK14” berkaitan dengan isu HAM. Ekonomi Postingan/unggahan Tweet @UKInEgypt pada yang berhubungan 26 September 2017: dengan investasi dan “Egypt's prosperity is perdagangan; kerjasama prosperity for all of us, and dalam bidang ekonomi we are keen to work with dan turisme; Egypt over the next year acara/kegiatan yang and beyond to ensure that berkaitan dengan investment and reform lead perekonomian. to sustainable economic growth.” Strategi dan Postingan/unggahan Tweet @UKInEgypt pada 6 Keamanan yang berhubungan Oktober 2017: dengan keamanan di “Ambassador Mesir ataupun regional @FCOJohnCasson: "We ATT; kerjasama dalam face the same threat of bidang keamanan dan terrorism in the UK as in militer; statement Egypt ... we can and will terkait serangan overcome it"” terorisme di ATT ataupun di UK; dan kerjasama dalam memberantas terorisme di Mesir dan UK. Akademik/Edukasi Postingan/unggahan Tweet @JohnCassonUK yang berhubungan pada 29 Januari 2015: “We

87

dengan prestasi must provide young people akademik cendikiawan with education, skills and Mesir; program opportunities, and those pertukaran mahasiswa; things are the best promosi beasiswa foundation for a future.” Chevening dan Newton Mushrafa Fund; penandatanganan perjanjian kerja sama antara Mesir-UK terkait pendidikan; kegiatan/acara yang berhubungan dengan pendidikan. Sosial dan Budaya Postingan/unggahan Tweet @UKInEgypt pada yang berhubungan 27 Februari 2018: “Naguib dengan promosi budaya Sawiris: "People in the UK UK; kegiatan-kegiatan are the most forgiving berkaitan dengan sosial people in the world and dan budaya di lembaga they make you feel at British Council; home." @NaguibSawiris” acara/kegiatan lainnya yang bekerja sama dengan organisasi yang berkaitan dengan sosial dan budaya di Mesir. Domestik UK Postingan/unggahan Tweet @UKInEgypt pada yang berhubungan 24 Mei 2018: “Prince dengan keadaan politik Charles invites domestik UK; representatives from the pemilihan umum UK- Al Azhar PhD parlemen UK; dan Scholarships Programme to kegiatan/acara yang his 70th Birthday dilaksanakan oleh Celebration at Buckingham pemerintah UK di Palace: dalam wilayah negara http://ow.ly/zpE230k9QfD” mereka. Umum Postingan/unggahan Tweet @UKInEgypt pada yang berhubungan 25 November 2017: dengan pelayanan “Foreign Secretary Boris konsuler seperti Johnson strongly

88

kepengurusan visa dan condemns attack on a pemberian bantuan mosque in Egypt’s kepada diaspora UK; #NorthSinai and offers his ucapan selamat untuk condolences to the people hari-hari besar; ucapan of #Egypt belasungkawa terhadap http://bit.ly/2jjL3si” berbagai peristiwa terorisme yang menyebabkan kematian individu atau kelompok dan ucapan belasungkawa atas kematian pejabat negara.

Tabel 4.3. Persentase kategori isu dalam tweets @UKInEgypt dan @JohnCassonUK Akun twitter yang terafiliasi dengan FCO UK Kategori @UKInEgypt @JohnCassonUK Hak Asasi Manusia 5,7% 6,5% (HAM) Ekonomi 16,5% 20,8% Strategi dan Keamanan 12,1% 7,5% Akademik/Edukasi 21,4% 15,1% Sosial dan Budaya 13,3% 15,6% Politik Domestik 6,7% 3,2% Umum 24,3% 31,3%

Untuk menganalisis upaya sebuah institusi dalam membentuk agenda digital, bisa dilakukan dengan mengidentifikasikan isu apa saja yang disebarkan dan dipilih sebagai sorotan utama dalam akun media sosial mereka.228 Dalam

228 Ilan Manor, The Digitalization of Public Diplomacy, (Cham: Palgrave MacMillan, 2019)

89 tabel IV.2. ditemukan ada beberapa isu yang secara signifikan sering dibahas dalam akun @UKInEgypt dan @JohnCassonUK pada periode 2014-2018, yaitu: topik terkait Hak Asasi Manusia (HAM) dan demokrasi; perdagangan dan investasi; strategi dan keamanan baik di masing-masing negara ataupun dalam wilayah regional; sosial dan budaya; politik dan domestik UK serta topik terkait permasalahan umum seperti menjawab pertanyaan publik terkait layanan konsuler dan pernyataan ucapan selamat hari-hari besar serta belasungkawa.

Menurut Bjola dan Jiang, jika isu tersebut memiliki nilai persentase lebih dari 10% berdasarkan total tweets atau konten keseluruhan, maka isu tersebut bisa dikatakan sebagai isu yang diutamakan oleh institusi yang bersangkutan.229

Jika mengacu pada pernyataan Bjola dan Jiang serta melihat tabel IV.3. maka ada lima topik atau isu utama yang menjadi prioritas dalam akun @UKInEgypt, yaitu: sebesar 24,3% adalah isu general atau umum; 21,4% adalah isu pendidikan;

16,5% merupakan isu ekonomi; 13,3% adalah isu sosial dan budaya; dan 12,1% merupakan isu strategi keamanan. Sedangkan dalam akun @JohnCassonUK isu yang menjadi prioritas adalah isu general sebesar 31,3%; yang kedua sebesar

20,8% adalah isu terkait ekonomi; di posisi ketiga sebesar 15,6% adalah isu sosial budaya; dan di peringkat keempat sebesar 15,1% adalah isu terkait pendidikan.

Berdasarkan data pada tabel IV.3. dapat dilihat bahwa pendidikan merupakan salah satu isu yang menjadi prioritas utama akun @UKInEgypt dan

@JohnCassonUK, tetapi terdapat perbedaan persentase dalam konten yang

229 Corneliu Bjola dan Lu Jiang, “Social media and public diplomacy: a comparative analysis of the digital diplomatic strategies of the EU, US and Japan in China,” dalam buku Digital Diplomacy: Theory and Practice, (NY: Routledge, 2015)

90 disebarkan terkait isu pendidikan ini. Isu pendidikan dalam akun @UKInEgypt memiliki persentase yang jauh lebih besar dibandingkan dalam akun

@JohnCassonUK. Walaupun demikian, akun @UKInEgypt dan

@JohnCassonUK secara rutin menyebarkan informasi terkait beasiswa yang disediakan pemerintah UK untuk pemuda Mesir seperti Chevening dan Newton-

Mushrafa Fund.

John Casson melalui salah satu tweet di tahun 2015, menegaskan bahwa

UK akan membantu para pemuda Mesir untuk meningkatkan pengetahuan dan keahlian mereka dengan cara meningkatkan kualitas pendidikan di Mesir melalui investasi dalam bidang pendidikan.230 Pada akhir masa jabatannya sebagai duta besar, John Casson juga menyatakan bahwa pendidikan merupakan salah satu isu paling fundamental di Mesir. Ia juga menyatakan bahwa sebagian besar pemuda

Mesir ingin mendapatkan akses untuk masuk ke dalam lingkungan pendidikan berkualitas dunia dan UK bersedia untuk menyediakan hal tersebut dengan cara melakukan program kerja sama dengan pemerintah Mesir serta menggunakan media sosial twitter sebagai sarana penyebaran informasi terkait pendidikan.231

2. Diplomasi Digital Melalui Conversation-Generating

Pada saat ini, teknologi digital sangat mempengaruhi proses komunikasi.

Media sosial semakin mempermudah proses komunikasi terutama yang bersifat

230 John Casson, “What is Britain Doing to Help Young Egyptian?” dalam John Casson Tweet Posts (29 Januari 2015, 9.57 PM) [on-line] tersedia di https://twitter.com/JohnCassonUK/status/560813953107120128 231 John Casson, “John Casson: Digital Diplomacy,” dalam FCO Youtube Post, (1 Nov 2018), [video on-line] tersedia di https://www.youtube.com/watch?v=wD0FdpMK70Q&list=WL&index=11

91 dua arah.232 Setelah melakukan digital agenda-setting, aktor diplomasi perlu melakukan Conversation-Generating. Menurut Bjola dan Jiang, Conversation-

Generating merupakan upaya diplomat untuk melibatkan publik dalam berbagai diskusi isu yang telah diagendakan.233 Sebagian besar tujuan diplomasi publik adalah untuk menciptakan jembatan komunikasi dua arah antara masyarakat dan pemerintah. Komunikasi dua arah ini tidak hanya berupa transfer pesan dari pengirim ke audiens tetapi juga diperlukan proses mendengarkan dan memantau reaksi atau non-reaksi dari audiens.234 Komunikasi dua arah ini juga memungkinkan para diplomat untuk menyesuaikan kembali fokus agenda mereka, mengoreksi kesalahan informasi serta memperkuat hubungan dengan audiens.235

Menurut Alexis Wichowski, untuk menggunakan media sosial dengan baik setiap diplomat seharusnya tidak hanya menggunggah konten press release.

Para diplomat ini harus lebih terlibat dan terikat dengan para audiens dengan cara mengunggah konten yang bersifat menarik.236 Kemudian Tom Fletcher, salah satu duta besar UK mengatakan bahwa diplomasi digital melalui Twitter akan menjadi efektif jika konten dan profil yang ditampilkan mampu bersifat otentik, memiliki

232 Efe Sevin dan Diana Ingenhoff, “Public Diplomacy on Social Media: Analyzing Networks and Content,” dalam International Journal of Communication Vol. 12, (2018), [artikel on-line] tersedia di https://ijoc.org/index.php/ijoc/article/view/8726 233 Corneliu Bjola dan Lu Jiang, “Social media and public diplomacy: a comparative analysis of the digital diplomatic strategies of the EU, US and Japan in China,” dalam buku Digital Diplomacy: Theory and Practice, (NY: Routledge, 2015) 234 Gregory Payne, Efe Sevin, dan Sara Bruya, “Grassroots 2.0: Public Diplomacy in the Digital Age,” dalam Communica Publica Vol. 6 No. 10, (2011) [artikel on-line] tersedia di https://journals.openedition.org/cp/422 235 Corneliu Bjola dan Lu Jiang, “Social media and public diplomacy: a comparative analysis of the digital diplomatic strategies of the EU, US and Japan in China,” dalam buku Digital Diplomacy: Theory and Practice, (NY: Routledge, 2015) 236 Alexis Wichowski, “‘Secrecy is For Losers’: Why Diplomats Should Embrace Openness to Protect National Security,” dalam buku Digital Diplomacy: Theory and Practice, (NY: Routledge, 2015)

92 keterikatan dan keterlibatan yang tinggi dengan para audiens, dan mempunyai tujuan yang jelas. Fletcher juga menegaskan bahwa sebagian besar pengguna media sosial menyukai konten yang lebih personal, maka dari itu para diplomat harus bisa berinteraksi selayaknya bagian dari publik itu sendiri.237

Dalam sebuah video yang diunggah oleh kedutaan besar UK di Mesir,

John Casson menyatakan:

“…Here on twitter we start with that egyptian are passionate about, what egyptian are talking about and then we work to connect that to what we want to say and allow us to build an audience and then get to say the tough things with a lot more trust,”238

Untuk dapat melakukan Conversation-Generating di media sosial secara menyeluruh, aktor diplomasi perlu menciptakan strategi yang efektif. Kedutaan besar (Kedubes) UK di Mesir dan John Casson melalui Twitter berusaha menciptakan konten-konten yang secara personal disukai publik Mesir untuk mempermudah proses dialog terutama yang terkait dengan isu-isu yang berat.

Dengan demikian, keterlibatan publik dalam berbagai diskusi atau dialog terkait suatu isu dapat menjadi lebih tinggi. Selain itu, melalui proses dialog di Twitter,

Kedubes UK dan John Casson ingin mewujudkan tujuan diplomasi publik UK dengan menciptakan rasa saling percaya dan menghilangkan sikap skeptisisme masyarakat Mesir terhadap negara UK.

237Roland Paris, “The Digital Diplomacy Revolution: Why is Canada Lagging Behind?” dalam Policy Paper CDFAI Senior Fellow (Juni 2013) [dokumen on-line] tersedia di https://d3n8a8pro7vhmx.cloudfront.net/cdfai/pages/390/attachments/original/1414311266/Th e_Digital_Diplomacy_Revolution.pdf?1414311266 238 John Casson, “John Casson: Digital Diplomacy,” dalam FCO Youtube Post, (1 Nov 2018), [video on-line] tersedia di https://www.youtube.com/watch?v=wD0FdpMK70Q&list=WL&index=11

93

Menurut Neill Collins, untuk menciptakan Conversation-Generating dalam menjalankan diplomasi digital yang jauh lebih efektif antara pemerintah dan publik asing, diplomat juga perlu melakukan pendekatan sense of belonging dan self presentation.239 Sense of belonging didefinisikan sebagai sebuah perasaan yang mana seorang individu merasa dilibatkan, diterima dan didukung oleh orang lain dalam berbagai situasi sosial.240 Kemudian Self Presentation adalah usaha atau upaya untuk menyampaikan suatu informasi tentang diri sendiri atau citra diri kepada orang lain.241 Dalam hal ini Neill Collins juga menegaskan bahwa kedutaan besar dan diplomatnya berperan penting dalam membentuk sense of belonging publik dan self presentation negara mereka sendiri dalam rangka membangun kepercayaan publik dan menciptakan situasi untuk dialog yang lebih efektif.242

Untuk mendapatkan penerimaan sosial dalam komunitas lokal, halaman media sosial kedutaan secara aktif meliput acara-acara yang mereka adakan secara offline, serta melakukan beragam aktivitas online untuk menarik lebih banyak orang.243 Dalam hal ini Kedubes UK melakukannya dengan cara mengunggah konten terkait kegiatan-kegiatan pendidikan yang diadakan oleh kedutaan yang

239 Neil Collins, “Digital Diplomacy: Succes at Your Fingertips” dalam Place Branding and Public Diplomacy 15, (2019) 240 Henri Pesonen, “Sense of belonging for students with intensive special education needsAn exploration of students’ belonging and teachers’ role in implementing support,” dalam UK Research Report 380, (2016) [artikel on-line] tersedia di https://core.ac.uk/download/pdf/33739659.pdf 241 Roy F. Baumeister dan Debra G. Hutton, “Self-Presentation Theory: Self-Construction and Audience Pleasing,” dalam buku Theories of Group Behaviour, (1987), [artikel on-line] tersedia di https://link.springer.com/chapter/10.1007%2F978-1-4612-4634-3_4 242 Neil Collins, “Digital Diplomacy: Succes at Your Fingertips” dalam Place Branding and Public Diplomacy 15, (2019) 243 Neil Collins, “Digital Diplomacy: Succes at Your Fingertips” dalam Place Branding and Public Diplomacy 15, (2019)

94 melibatkan pemuda-pemuda Mesir (gambar IV.4). Sementara itu, akun John

Casson memiliki konten yang jauh lebih personal, ia kerap kali mengajak publik

Mesir untuk menanyakan apa saja yang ingin publik ketahui tentang beasiswa yang ditawarkan oleh UK serta menjawab pertanyaan publik terkait permasalahan pendidikan (gambar IV.5).

Gambar IV.4. Chevening 30th Anniversary Ceremony244

Gambar IV.5. Tweets John CassonMelakukan Interaksi dengan Publik245

244 “Chevening 30th anniversary ceremony,” dalam UK In Egypt Twitter Post (4 September 2014, 9.45AM) [on-line] tersedia di https://twitter.com/UKinEgypt/status/507228925169512448 245 John Casson, “Some Unis Have Other Scholarship Too,” dalam John Casson Twitter Post, (27 Februari 2017, 7.39AM) [on-line] tersedia di https://twitter.com/JohnCassonUK/status/571001291943620610

95

Tak hanya itu, untuk menciptakan sense of belonging publik asing sekaligus mempermudah penyampaian pesan diplomasi, sebagian besar negara mulai menggunakan bahasa lokal dalam konten media sosial mereka. Penggunaan bahasa Arab dalam sebagian besar akun kedutaan di wilayah ATT diasumsikan akan mempermudah proses komunikasi dan meningkatkan keterlibatan orang- orang yang tidak pandai berbahasa inggris dalam forum dialog atau diskusi terhadap suatu isu.246 Kedubes UK di Mesir dan John Casson juga menggunakan bahasa setempat untuk melakukan promosi terkait pendidikan dan beasiswa. Akun

Kedubes UK dan John Casson selalu menggunggah konten dalam dua bahasa, yaitu Bahasa Inggris dan Bahasa Arab. Respon yang didapatkan secara signifikan sangat berbeda. Tweet dalam bahasa Arab mendapatkan lebih banyak respon dari publik Mesir, mulai dari reply, retweet, dan likes dibandingkan dengan tweet berbahasa Inggris (gambar IV.6).

246 Ilan Manor, The Digitalization of Public Diplomacy, (Cham: Palgrave MacMillan, 2019)

96

Gambar IV.6. Tweets Terkait Pendidikan dalam Bahasa Inggris dan Arab247

Setelah melakukan pendekatan Sense of Belonging, guna menciptakan dialog atau diskusi yang efektif dalam media sosial diperlukan juga pendekatan

Self Presentation yang baik. Self Presentation ini dimaksudkan untuk membangun

247 John Casson, “In the last six months 6 Egyptian students scored top of the world in UK's Edexcel & Cambridge exams,” dalam John Casson Tweet Post, (17 Desember 2016, 8.30AM) [on-line] tersedia di https://twitter.com/JohnCassonUK/status/809835764464963584

97 rasa percaya dan membentuk identitas serta citra sebuah negara yang ingin ditampilkan di depan publik asing.248 Self Presentation dapat berupa upaya promosi pendidikan dan pariwisata, budaya dan bahasa, nilai dan tradisi, hari libur nasional dan fakta sejarah negara yang bersangkutan.249

Seperti yang tercantum dalam dokumen yang dipublikasikan oleh

Parlemen UK, UK memiliki 3 tujuan utama diplomasi publik di wilayah ATT.

Pertama, untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman yang positif dari publik mengenai kebijakan-kebijakan UK di wilayah tersebut. Kedua, UK ingin dilihat sebagai sebuah negara yang cocok untuk dijadikan partner dalam bidang bisnis, edukasi, olahraga dan hubungan dengan pemerintahnya. Ketiga, untuk meningkatkan kepercayaan dan persepsi yang positif terkait negara UK.250

Berkaitan dengan tujuan diplomasi publik tersebut, Kedubes UK di Mesir dan

John Casson berupaya mewujudkannya melalui pendekatan Self Presentation UK dalam bidang pendidikan di berbagai media sosial termasuk Twitter.

248 Ben D. Mor, “The rhetoric of public diplomacy and propaganda wars: A view from self‐presentation theory,” European Journal of Political Research Vol. 46 No. 5, [artikel on-line] tersedia di https://www.researchgate.net/publication/227876377_The_rhetoric_of_public_diplomacy_and_ propaganda_wars_A_view_from_self-presentation_theory 249 Neil Collins, “Digital Diplomacy: Succes at Your Fingertips” dalam Place Branding and Public Diplomacy 15, (2019) 250 UK Parliament, “British foreign policy and the ‘Arab Spring’: the transition to democracy,” dalam UK Parliament Publications, diakses di https://publications.parliament.uk/pa/cm201012/cmselect/cmfaff/writev/arab/as07.htm

98

Gambar IV.7. Tweets Kedubes UK Terkait Beasiswa Pendidikan di Mesir251

Self Presentation dalam tweet di gambar IV.7 berupa citra negara UK yang telah memberikan kesempatan bagi pemuda Mesir untuk mendapatkan beasiswa dalam melakukan riset melalui Newton-Moshrafa Fund. Newton-Moshrafa Fund merupakan salah satu program kerjasama antara pemerintah UK dan pemerintah

Mesir yang berada di bawah naungan British Council.252 Dalam bab dua telah dipaparkan data bahwa melalui program tersebut UK telah memberikan dana kepada Mesir senilai £20 juta. Bantuan tersebut diharapkan mampu mencukupi kebutuhan dana untuk membiayai berbagai beasiswa dan penelitian di dalam negeri Mesir.253 Tak hanya itu, dalam tweet tersebut juga dicantumkan

#HewarUKEgypt yang mana secara terminologi dapat diartikan sebagai dialog antara UK dan Mesir. Melalui hastags tersebut, akun Kedubes UK berusaha

251 “Over 100 #Egyptian scholars have been awarded,” dalam UK In Egypt Tweet Posts (31 Mei 2015, 11.39 AM) [on-line] tersedia di https://twitter.com/UKinEgypt/status/605050941264564226 252 British Council, Newton Mushrafa Fund, [on-line] tersedia di https://www.britishcouncil.org.eg/en/programmes/education/newton-mosharafa-fund 253 British Embassy in Cairo, “UK-Egyptian partnership in education has enormous potential,” dalam Website Pemerintah UK, (9 Februari 2016) tersedia di https://www.gov.uk/government/news/uk-egyptian-partnership-in-education-has-enormous- potential

99 melakukan komunikasi secara langsung kepada publik Mesir terkait isu-isu yang menarik atau disukai oleh publik Mesir salah satunya adalah pendidikan.254

Diplomasi digital melalui upaya Conversation Generating masih terus berlanjut hingga di tahun terakhir John Casson menjabat sebagai Duta Besar UK di Mesir. Pada tahun 2018, John Casson mengadakan sesi tanya jawab melalui akun Twitter-nya terkait isu apapun. Publik mengirimkan pertanyaan melalui tweet, kemudian John Casson menggunakan video untuk menyebarkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang telah masuk ke dalam Twitter-nya. Selanjutnya, akun UKInEgypt bertugas untuk me-retweet video jawaban tersebut ke akun profil mereka.

C. Respon Publik Mesir Terhadap Unggahan Akun @UKInEgypt dan

@JohnCassonUK

Seperti yang telah disebutkan dalam subbab sebelumnya, UK menggunakan Twitter sebagai alat untuk mencapai tujuan diplomasi publik mereka di wilayah ATT. Beberapa upaya telah dilakukan untuk membangun ruang komunikasi dengan masyarakat Mesir dan menciptakan citra positif UK di mata publik Mesir. Lebih lanjut lagi, akan dilihat bagaimana respon masyarakat

Mesir terhadap cuitan terkait pendidikan yang diunggah oleh akun @UKInEgypt dan @JohnCassonUK pada periode 2014-2018.

254Al Arabiya Staff, “Egyptian tweeps engage in online dialogue with British ambassador,” dalam Al Arabiya News Website, (17 September 2014) [berita on-line] tersedia di https://english.alarabiya.net/en/media/digital/2014/09/17/Egyptian-tweeps-engage-in-online- dialogue-with-British-ambassador-

100

Cuitan UK terkait pendidikan dalam akun @UKInEgypt dan

@JohnCassonUK menciptakan respon dan sikap yang variatif dari publik Mesir di

Twitter. Respon atau komentar publik terhadap cuitan UK secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga kelompok. Dalam kelompok pertama, publik menyatakan terima kasih dan mempertanyakan informasi lanjutan kepada kedubes dan John

Casson terkait pendidikan. Kelompok kedua mengungkapkan harapan terkait kerja sama bilateral antara UK dan Mesir di bidang pendidikan. Sedangkan untuk kelompok ketiga, justru membahas isu lain yang dianggap lebih penting untuk dibahas atau dijadikan prioritas oleh UK.

Untuk kelompok pertama sebagian besar responnya adalah terkait kelengkapan informasi dari informasi yang disebarkan melalui akun

@UKInEgypt dan @JohnCassonUK. Dalam gambar IV.8. dapat dilihat cuitan dari salah satu pengikut akun @UKInEgypt menanggapi informasi terkait kerja sama antara UK dan Mesir dalam beasiswa pendidikan. Kemudian, cuitan tersebut ditanggapi oleh @JohnCassonUK yang mana dilakukan sebagai bentuk upaya digital conversation-generating yang telah dijelaskan dalam subbab sebelumnya.

101

Gambar IV.8. Contoh Respon Publik Mesir Terhadap Cuitan Akun @UKInEgypt Terkait Beasiswa Pendidikan255

Pada akhir masa jabatannya sebagai duta besar, John Casson mengungkapkan bahwa berdasarkan interaksinya dan upaya diplomasi digital yang ia lakukan dengan masyarakat Mesir melalui Twitter, edukasi menjadi salah satu isu penting bagi publik Mesir. Hal itu dilihat dari keingintahuan dan respon masyarakat Mesir terkait segala informasi yang disebarkan melalui twitter dan facebook mengenai beasiswa yang diberikan oleh UK untuk publik Mesir. Respon dari publik tersebut membuat UK mempertimbangkan untuk memperbanyak kerja

255 Nehal Hassan, “Where and when will those scholarship be announced?” dalam Nehal Hassan Tweet Posts (17 Desember 2014, 11:37 PM) [sumber on-line] tersedia di https://twitter.com/Nehal_am/status/545256491000037376

102 sama dalam bidang pendidikan, baik melalui government-to-government; business-to-business; dan university-to-university.256

Walaupun demikian, dalam periode waktu 2014 hingga 2018 UK tetap tidak dapat menghindari sentimen negatif publik. Teknologi dan media sosial dapat menjadi peluang sekaligus tantangan bagi para aktor diplomasi. Dengan adanya kemajuan teknologi dan berkembangnya media sosial sebagai sarana komunikasi, opini publik menjadi jauh lebih mudah tersebar dan sulit dilawan.257

Pada 6 Maret 2016 John Casson berupaya untuk melibatkan publik di twitter dalam merumuskan topik apa saja yang perlu dibahas dalam pertemuan antara pemerintah UK dan Mesir. John Casson memanfaatkan fitur polling di twitter untuk melakukan jajak pendapat dengan publik. John Casson menyediakan empat isu prioritas yang akan dijadikan pembahasan dalam pertemuan secara langsung. Namun, sebagian besar balasan tersebut justru mengecam pihak UK karena dianggap terus memberikan dukungan terhadap pemerintahan militer

Mesir yang diktator dan tidak memasukkan Hak Asasi Manusia (HAM) sebagai salah satu isu prioritas dalam jajak pendapat tersebut. Salah satu contoh balasan publik terhadap jajak pendapat tersebut dapat dilihat dari gambar IV.9

256 John Casson, “John Casson: Digital Diplomacy,” dalam FCO Youtube Post, (1 Nov 2018), [video on-line] tersedia di https://www.youtube.com/watch?v=wD0FdpMK70Q&list=WL&index=11 257 Clifton Martin dan Laura Jagla, Integrating Diplomacy and Social Media, (California: The Aspen Institute, 2013)

103

Gambar IV.9. Balasan Publik Terhadap Upaya Jajak Pendapat yang Dilakukan oleh Akun @JohnCassonUK258

Sebagian besar balasan juga mengaitkan tentang isu kebebasan pers. Salah satunya adalah kasus Shawkan, seorang fotografer jurnalis yang diduga ditahan selama hampir tiga tahun tanpa adanya proses pengadilan dan mengalami penyiksaan di dalam penjara. Melalui balasan-balasan tersebut publik Mesir berusaha memberikan informasi kepada UK terkait isu yang jauh lebih penting bagi publik Mesir pada saat itu.259 Namun, UK gagal merespon atau melakukan klarifikasi terhadap komentar yang diunggah oleh publik secara lebih lanjut.

258 Nora Shalaby, “Britain should stop supporting sisi’s military dictatorship,” dalam Nora Shalaby Tweet Post (6 Maret 2016, 09:34 PM) [sumber on-line] tersedia di https://twitter.com/norashalaby/status/706488072813350913 259 Stephanie Kirchgaessner, “What about human rights? UK ambassador to Egypt criticised over agenda for MPs' visit,” 7 Maret 2016, [berita on-line] dapat di akses di situs web Guardian: https://www.theguardian.com/world/2016/mar/07/uk-ambassador-to-egypt- criticised-over-agenda-for-mps-visit

104

Melalui berbagai respon yang diunggah oleh publik Mesir, secara garis besar publik Mesir menyadari bahwa akun @UKInEgypt dan @JohnCassonUK dapat dijadikan sebuah ruang diskusi secara umum. Publik berusaha memberi pertanyaan dan pernyataan terkait berbagai informasi dalam cuitan yang diunggah oleh akun @UKInEgypt dan @JohnCassonUK. Namun, UK gagal dalam merespon keseluruhan balasan dari publik. Gagalnya UK dalam merespon keseluruhan balasan publik, menandakan bahwa upaya conversation-generating yang dilakukan oleh akun @UKInEgypt dan @JohnCassonUK belum berjalan secara maksimal.

D. Tantangan UK dalam melakukan Diplomasi Digital terhadap Mesir

melalui Twitter

Keberadaan teknologi digital tidak hanya memberikan peluang bagi para diplomat, tetapi juga memberikan tantangan kepada mereka.260 Walaupun penggunaan media sosial di kalangan Kedubes dan Dubes untuk diplomasi digital telah menjadi sebuah trend, beberapa diplomat masih merasa asing, tidak aman dan tidak nyaman dalam menggunakan media sosial dan melakukan pertukaran informasi dalam ruang publik. Maka dari itu, ada sebagian diplomat yang memilih untuk tetap fokus dalam dunia luring.261

Menurut Ilan Manor, dalam penerapan diplomasi digital ada dua tipe diplomat, yaitu tipe Digital Natives dan Digital Immigrant. Kelompok diplomat

260 Ilan Manor dan Elad Segev, “Social Media Mobility: Leveraging Twitter Networks in Online Diplomacy,” dalam Global Policy Vol. 11 No. 2, (2020) [artikel on-line] tersedia di https://www.researchgate.net/publication/340689981_Social_Media_Mobility_Leveraging_Twitt er_Networks_in_Online_Diplomacy 261 Stephen Collins, 2019.

105 yang disebut Digital Natives sudah sangat terbiasa dengan penggunaan serta pembaharuan teknologi dan biasanya merupakan golongan muda yang visioner.

Mereka dapat membawa narasi dan membangun pesan-pesan melalui konten yang lebih interaktif di media sosial. Sedangkan untuk kelompok Digital Immigrant adalah sebaliknya. Mereka masih perlu belajar lebih jauh terkait penggunaan teknologi digital dan media sosial dalam rangka mencapai tujuan diplomasi mereka.262

Jika merujuk kepada pernyataan Ilan Manor, John Casson masuk ke dalam kelompok diplomat Digital Natives. Sejak awal kemunculannya di Twitter, ia telah berupaya membentuk agenda dan narasi apa yang perlu ia bawakan dalam platforms tersebut dan dia telah paham dengan cara seperti apa ia dapat menarik perhatian publik untuk ikut berdialog dengan dirinya. Selain itu, John Casson juga mampu menggunakan fitur-fitur yang menarik dan interaktif, seperti: menggunakan video, foto atau tautan lainnya disertai dengan caption berbahasa

Arab yang seringkali diselingi dengan humor. Keberhasilan John Casson dan Staff

Kedubes UK di tahun 2014-2018 dalam menjalankan diplomasi digital di Twitter pun menjadi tantangan untuk Staff Kedubes UK selanjutnya.

Tantangan selanjutnya yang dihadapi oleh diplomat UK adalah disinformasi digital yang sulit dibendung dan cenderung tidak stabil. Berita-berita palsu semakin sulit dilawan, terutama yang berkaitan dengan citra positif negara

262 Ilan Manor, The Digitalization of Public Diplomacy, (Cham: Palgrave MacMillan, 2019)

106

UK.263 Dalam dunia digital, keterikatan dan kepercayaan publik terhadap aktor diplomasi dapat mengalami mobilitas yang cepat. Keterikatan dan kepercayaan publik tersebut dapat meningkat ataupun mengalami penurunan.264 Penggunaan media sosial di kalangan diplomat bisa juha menjadi sebuah bumerang jika tidak dilakukan dengan hati-hati, yang pada akhirnya menimbulkan ketidakpercayaan dan ketidakpahaman publik terhadap suatu isu atau kebijakan.265 Maka dari itu diperlukan keahlian mumpuni dari para diplomat. Dalam memaksimalkan proses komunikasi dan diplomasi melalui media sosial seperti Twitter, UK membutuhkan pasukan diplomat yang mampu menggunakan alat digital baru dengan cara yang otentik, menarik, dan terarah.266

Berdasarkan pemaparan di atas, eksistensi digital UK di Mesir sangatlah penting, terutama pasca terjadinya revolusi pada 2011 dan meningkatnya trend penggunaan media sosial di kalangan kedutaan. Keberadaan Kedubes dan Dubes

UK di Twitter dimaksudkan untuk mencapai tujuan diplomasi publik guna membangun citra positif negara UK di wilayah Mesir dan ATT. UK juga ingin menjadikan Twitter sebagai alat untuk mencari dan menyebarkan informasi terkait kebijakan mereka melalui dua pendekatan diplomasi publik, yaitu: listening dan advokasi.

263 Constance Duncombe, “Feeling digital diplomacy: Soft power, emotion, and the future of public diplomacy,” dalam Soft Power 30: A Global Ranking of Soft Power, (Portland: USC Centre on Public Diplomacy, 2019) 264 Ilan Manor dan Elad Segev, “Social Media Mobility: Leveraging Twitter Networks in Online Diplomacy,” dalam Global Policy Vol. 11 No. 2, (2020) [artikel on-line] tersedia di https://www.researchgate.net/publication/340689981_Social_Media_Mobility_Leveraging_Twitt er_Networks_in_Online_Diplomacy 265 Radhika Chabbra, “Twitter Diplomacy: A Brief Analysis,” dalam ORF Issue Brief No. 335, (Januari 2020) 266 FCO, “FCO Future” dalam FCO Corporate Report (9 Mei 2016).

107

Untuk mencapai tujuan diplomasi publiknya dan memaksimalkan penggunaan media sosial mereka, UK menerapkan berbagai strategi dan upaya diplomasi digital. Menurut Bjola dan Jiang, efektifitas dalam diplomasi digital dapat dilihat dari upaya Digital Agenda-Setting dan Digital Conversation-

Generating dari para aktor diplomasi. Dua hal itu telah dilakukan oleh kedubes

UK dan John Casson. Dalam memaksimalkan upaya Digital Agenda-Setting,

Kedubes UK dan John Casson berusaha membawa isu-isu tertentu dalam laman akun Twitter mereka. Berdasarkan hasil penelitian yang didapat, ada lima isu utama yang menjadi prioritas akun UKInEgypt dan JohnCassonUK dan salah satunya adalah terkait pendidikan.

Selain itu, Kedubes UK dan John Casson juga mengikutsertakan masyarakat Mesir dalam menentukan isu apa saja yang perlu dibahas di kanal media resmi UK. Hal ini kemudian berlanjut ke upaya Digital Conversation-

Generating. Dalam memaksimalkan upaya Digital Conversation-Generating UK menerapkan beberapa pendekatan, di antaranya adalah: Sense of Belonging dan

Self Presentation. Melalui pendekatan Sense of Belonging, UK berusaha mengikutsertakan berbagai kalangan publik Mesir dalam diskusi isu-isu berat melalui penyebaran konten-konten yang mampu atau mudah dimengerti.

Kemudian, digunakan juga pendekatan Self Presentation untuk mempresentasikan citra negara UK sesuai dengan tujuan-tujuan utama diplomasi publik UK.

108

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Keberadaan pemerintah UK di wilayah Mesir pasca revolusi 2011 memicu munculnya sikap sketisisme rakyat Mesir terhadap tujuan UK di wilayah mereka.

Untuk menangkal persepsi buruk terhadap citra negara UK di Mesir dan ATT,

FCO berusaha untuk mendedikasikan lebih banyak sumber daya dan media dalam upaya diplomasi publiknya di Mesir.267 Salah satunya adalah melakukan pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi dalam diplomasi publik yang diaplikasikan melalui media sosial Twitter di akun @UKInEgypt dan

@JohnCassonUK.

Berdasarkan hasil dari pengumpulan dan analisis data penelitian dapat disimpulkan bahwa keputusan UK untuk menggunakan media sosial Twitter sebagai alat untuk melakukan diplomasi publik di Mesir tidak hanya sekadar untuk mengikuti trend penggunaan media sosial di kalangan pemerintah. Namun, hal ini juga ditujukan untuk menciptakan sebuah ruang dialog (listening dan advocacy) bagi publik Mesir dengan pemerintah UK guna menyebarkan pemahaman yang sama terkait kebijakan-kebijakan UK di wilayah tersebut.

Penggunaan media sosial ini juga ditujukan untuk mencapai tujuan diplomasi publik UK, yaitu mengkonter skeptisisme masyarakat Mesir terkait negara UK

267 House of Commons, “British foreign policy and the ‘Arab Spring’: the transition to democracy,” dalam UK Parliament Publications, diakses di https://publications.parliament.uk/pa/cm201012/cmselect/cmfaff/writev/arab/as07.htm

109 dan membangun citra UK sebagai sebuah negara yang pantas untuk dijadikan mitra dalam berbagai bidang, termasuk bisnis dan pendidikan.

UK berusaha memaksimalkan diplomasi dan penggunaan media sosial

Twitter mereka melalui dua dimensi utama diplomasi digital yaitu: Digital

Agenda-Setting dan Digital Conversation-Generating. Akun @UKInEgypt dan

@JohnCassonUK menerapkan upaya digital agenda setting melalui pembahasan lima isu utama dalam profil mereka masing-masing. Pendidikan menjadi salah satu isu yang sering dibahas dalam masing-masing profil dan ditekankan menjadi sesuatu yang cukup penting bagi masyarakat Mesir, serta dijadikan isu prioritas pemerintah UK di Mesir.

Selain upaya Digital Agenda-Setting, pemerintah UK juga berusaha untuk melakukan komunikasi dan membentuk koneksi yang jauh lebih erat dengan publik Mesir melalui upaya Digital Conversation-Generating. Dalam memaksimalkan upaya tersebut UK menggunakan strategi pembentukan sense of belonging dalam komunitas masyarakat Mesir dan menciptakan self presentation yang baik bagi negara UK. Pembentukan sense of belonging kemudian dilakukan dengan cara membuat konten-konten menggunakan bahasa lokal yang dikaitkan dengan isu pendidikan. Selanjutnya UK juga menciptakan self presentation yang baik melalui konten-konten terkait dukungan UK untuk masyarakat Mesir dalam bidang pendidikan.

Walaupun berbagai upaya telah dilakukan oleh Kedubes dan Dubes UK periode 2014-2018 untuk mencapai tujuan diplomasi publik UK di wilayah Mesir,

110 tantangan yang dihadapi dalam melakukan diplomasi digital tetap tidak dapat dihindari. Dilihat dari respon publik terhadap unggahan @UKInEgypt dan

@JohnCassonUK masyarakat Mesir telah memahami bahwa kedua akun tersebut dapat dijadikan media komunikasi antara pemerintah UK dan publik Mesir.

Namun, ternyata masih ada sentimen negatif publik Mesir terhadap kebijakan yang diambil dan kerja sama yang dilakukan oleh pemerintah UK dengan pemerintah Mesir.

Keberlanjutan dari proses diplomasi digital tergantung dengan upaya yang dilakukan oleh Kedubes atau Dubes yang bertugas selanjutnya. Tak hanya itu, dunia digital memiliki mobilitas informasi yang cepat. Citra negara UK yang dibentuk pada periode 2014-2018 belum dapat dipastikan akan tetap terjaga di tahun-tahun berikutnya. Maka dari itu, aktor diplomasi selanjutnya masih perlu belajar dan melakukan adaptasi lagi mengenai strategi yang lebih efektif dalam menjalankan diplomasi digital di wilayah Mesir.

B. Saran

Penelitian ini membahas mengenai alasan, upaya dan tantangan UK dalam melakukan diplomasi digital terhadap publik Mesir melalui media sosial Twitter.

Teknologi digital dari tahun ke tahun selalu mengalami perkembangan. Penelitian selanjutnya diharapkan akan menjadi jauh lebih eksploratif dan variatif dalam membahas topik penelitian terkait efektivitas atau implikasi diplomasi publik, komunikasi internasional dan diplomasi digital dalam hubungan internasional.

Penggunaan teknologi digital dalam berdiplomasi tidak hanya dilakukan oleh

111 negara UK, melainkan masih banyak negara lain yang sedang berupaya mengimplementasikan dan mengembangkan diplomasi digital. Maka dari itu, kajian terkait diplomasi digital masih sangat luas dan relevan di waktu sekarang.

Penelitian ini hanya menggunakan data-data berbahasa Inggris dikarenakan keterbatasan penulis dalam berbahasa Arab. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengeksplor lebih banyak data, baik yang berbahasa Inggris ataupun berbahasa lokal negara yang diteliti. Tak hanya itu, penelitian selanjutnya diharapkan mampu mendapatkan data dari aktor utama atau melakukan wawancara dengan para ahli.

112

DAFTAR PUSTAKA

BUKU Anggito, Albi, and Johan Setiawan. Metodologi Penelitian Kualitatif. Sukabumi: CV Jejak, 2018. Barston, R. P. Cyber Diplomacy. Dalam buku Modern Diplomacy. New York: Routledge, 2014. Baumeister, Roy F. dan Hutton, Debra G. “Self-Presentation Theory: Self- Construction and Audience Pleasing.” dalam buku Theories of Group Behaviour. 1987. [artikel on-line] tersedia di https://link.springer.com/chapter/10.1007%2F978-1-4612-4634-3_4 Bjola, Corneliu, and Marcus Holmes, Digital Diplomacy Theory and Practice. New York: Routledge, 2015. Bjola, C. dan Jiang, L. “Social media and public diplomacy: a comparative analysis of the digital diplomatic strategies of the EU, US and Japan in China,” dalam buku Digital Diplomacy: Theory and Practice. NY: Routledge, 2015. Cresweell, John W. Research Design: Qualitative Quantitative & Mixed Methods. Washington DC: SAGE Publications Inc., 2013. Cull, Nicholas J. Public Diplomacy: Lesson From the Past. Los Angeles: Figueroa Press, 2009. Duncombe, C. “Feeling digital diplomacy: Soft power, emotion, and the future of public diplomacy.” dalam Soft Power 30: A Global Ranking of Soft Power. Portland: USC Centre on Public Diplomacy, 2019. Feiler, G. Investing Russia. Economic Relations between Egypt and The Gulf Oil States, 1967-2000: Petro Wealth and Patters of Influence. Brighton: Sussex Academic Press, 2003. Hollis, R. Britain in the Middle East from 9/11 to 2011. In The Arab Spring Implication for British Policy. London: Conservative Middle East Council, 2011. Leonard, M., & Small, A. British Public Diplomacy in the 'Age of Schisms'. London: The Foreign Policy Centre, 2005. Manor, Ilan. The Digitalization of Public Diplomacy. Cham, Swiss: Palgrave Macmillan, 2019. Marsot, A. L. A History of Egypt: From the Arab Conquest to the Present. New York: Cambridge University, 2017. Martin, Clifton, dan Laura Jagla. Integrating Diplomacy and Social Media. London: The Aspen Institute, 2008. McCombs, M. dan Reynolds, A. “News Influence on Our Pictures of the World.” dalam buku LEA's Communication Series. Media Effects: Advances in Theory and Research. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers, 2002. Mirchandani, R., & Abubakar, A. T. Britain's International Broadcasting. Los Angeles: Figueroa, 2014.

cxiii

Murphy MP, J. Engagement. In Engagement: Public Diplomacy in a Globalised World. London: Foreign Commonwealth Office, 2008. Ottaway, M. Al Sisi's Egypt: The State Triumphant. In The Return of Egypt: International Challenges and Regional Game. Milan: The Italian Institute for International Political Studies, 2015. [buku on-line] tersedia di https://www.ispionline.it/it/EBook/THE.RETURN.OF.EGYPT.pdf Pamment, J. British Public Diplomacy & Soft Power: Diplomatic Influence and Digital Distrupsion. London: Palgrave Macmillan, 2016. Rogan, E. Regional Overview. In The Arab Spring Implications for British Policy. London: Conservative Middle East Council, 2011. Sandre, Andreas. Digital Conversation on Innovation in Foreign Policy. London: Rowman & Littlefield, 2015. Sandre, Andreas. Twitter for Diplomats. Jenewa: Diplo Foundation, 2013. Sika, N. M. Educational Reform in Egyptian Primary Schools Since the 1990s: a Study of the Political Values and Behaviour of Sixth Grade Students. New York: Eden Mellen Press, 2010. Sreberny, A. BBC Broadcasting in the Middle East: the Evolution of Public Diplomacy. In Media Evolution on the Eve of Arab Spring. New York: Palgrave Macmillan, 2014. Westcott, Nicholas. Digital Diplomacy: The Impact of the Internet on International Relations. London: Oxford Internet Institute Research Report, 2008. Wichowski, A. “‘Secrecy is For Losers’: Why Diplomats Should Embrace Openness to Protect National Security.” dalam buku Digital Diplomacy: Theory and Practice. NY: Routledge, 2015. Zhang, J. Live Tweeting at Work: The Use of Social Media in Public Diplomacy. In International Public Relations and Public Diplomacy. New York: Peter Lang Publishing, 2015.

ARTIKEL JURNAL DAN PAPER

Adesina, Olabukola S. "Foreign Policy in an Era of Digital Diplomacy." Cogent Social Sciences Journal. (2017). Anastasiou, D., & Schaler, Reinhard. “Translating Vital Information: Localisation, Internationalisation, and Globalisation.” Journal Synthesis. (2010). [artikel on-line] tersedia di https://www.researchgate.net/publication/301282755_Localisation_of_Dig ital_Public_ Andersson, M., Gillespie, M., & Mackay, H. “Mapping Digital Diasporas @BBC World Service: Users and Uses of the Persian and Arabic Websites.” Middle East Journal of Culture and Communication, 3. (2010). Archibugi, D. dan Coco, A. “"A New Indicator of Technological Capabilities for Developed and Developing Countries (ArCo)." Center for International Studies on Economic Growth in World Development.” dalam SSRN Electronic Journal Vol. 32 No. 4, 2004. [artikel on-line] tersedia di

cxiv

https://www.researchgate.net/publication/4793701_A_New_Indicator_of_ Technological_Capabilities_for_Developed_and_Developing_Countries_ ArCo Barrinha, Andre. “Cyber-Diplomacy: The Making of an International Society in the Digital Age.” Global Affairs Journal, Vol. 3 No. 4-5. (2017) [artikel on-line] tersedia di https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/23340460.2017.1414924#a HR0cHM6Ly93d3cudGFuZGZvbmxpbmUuY29tL2RvaS9wZGYvMTAu MTA4MC8yMzM0MDQ2MC4yMDE3LjE0MTQ5MjQ/bmVlZEFjY2Vz cz10cnVlQEBAMA== Bhuiyan, S. (2011). “Social Media and Its Social Media and Its Effectiveness in the Political Reform Movement in Egypt.” Middle Media Educator, Vol. 1 No. 1. (2011) Bjola, C. dan Manor, I. “Public Diplomacy in the Digital Age.” dalam The Hague Journal of Diplomacy Vol. 14 No. 1. (2016) [artikel on-line] tersedia di https://www.researchgate.net/publication/332636062_Public_Diplomacy_i n_the_Digital_Age Brown, E. J., Morgan, W., & McGrath, S. “Education, Citizenship and New Public Diplomacy in the UK: What is Their Relationship?” Citizenship, Social and Economic Education Journal, Vol. 8 No. 2. (2011) Chabbra, R. “Twitter Diplomacy: A Brief Analysis,” dalam ORF Issue Brief No. 335, (Januari 2020) Clarke, K., & Kocak, K. “Launching Revolution: Social Media and the Egyptian Uprising’s First Movers.” British Journal of Political Science, Vol. 50. (2020) Collins, N. “Digital Diplomacy: Succes at Your Fingertips.” Place Branding and Public Diplomacy, 15. (2019) Collins, S.D., Jef R. DeWitt dan Rebecca K. LeFebvre, “Hashtag diplomacy: twitter as a tool for engaging in public diplomacy and promoting US foreign policy,” Place Branding and Public Diplomacy Vol. 15, (2019) Dimartino, L. “Conceptualising Public Diplomacy Listening on Social Media.” Place Branding and Public Diplomacy Vol. 16, (29 Juli 2019). Dwikardana, Sapta, Anggia Valerisha, and Sylvia Yazid. "Implementasi Diplomasi Digital Indonesia: Studi Kasus Pekerja Migran Indonesia di Luar Negeri." Laporan Penelitan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Katolik Parahyangan. (2018). Emira, M. Higher Education in Egypt Since World War II: Development and Challenges. Italian Journal of Sociology of Education, Vol. 6 No. 2. (2014). Gilboa, Eytan. "Searching for a Theory of Public Diplomacy." The ANNALS of the American Academy of Political and Social Science 616, no. 1 (Maret 2008). Grim, J., & Roll, S. Egyptian Foreign Policy under Mohammed Morsi. Stiftung Wissenschaft und Politik German Institute for International and Security Affairs. (2012)

cxv

Grincheva, Natalia. “Digital Diplomacy Rhetoric: International Policy Frame Transformations in Diplomatic Discourse (The case study of the UK digital diplomacy).” ENCATC Journal of Cultural Management and Policy. (2012). [artikel on-line] tersedia di https://www.encatc.org/media/2697-journal_vol_2_issue_2_20121330.pdf Java A., Song, dll. “Why we Twitter: Understanding microblogging usage and communities.” dalam Proceeding Pape of the 9th WebKDD and 1st SNA- KDD 2007, Workshop on Web Mining and Social Network Analysis. diakses di https://www.researchgate.net/publication/325946876_Microblogs Jia, Ruixue, and Weidong Li. "Public Diplomacy Networks: China's Public Diplomacy Communication Practices in Twitter during Two Sessions." Journal Public Relations Review 46, no. 1. (Maret 2020). Kampf, Ronit, Ilan Manor, and Elad Segev. "Digital DIplomacy 2.0? A Cross- national Comparison of Public Engagement in Facebook and Twitter." Hague Journal of Diplomacy 10, no. 4. (2015). Kaplan, A., & Haenlein, M. “Users of the World, Unite! The Challenges and Opportunities of Social Media.” Business Horizons, Vol. 53 No. 1. (2010). Kharroub, T., & Bas, O. “Social media and protests: An examination of Twitter images of the 2011 Egyptian revolution.” New Media and Society, Vol. 18 No. 9. (2016). Khondker, H. “Role of the New Media in the Arab Spring.” Globalizations, Vol. 8 No. 5. (2011). Kirby, D., & El Hadidi, H. University Technology Transfer Eficiency in a Factor Driven Economy: The Need for a Coherent Policy in Egypt. The Journal of Technology Transfer, 44. (2019). Leech, P., & Gaskarth, J. British Foreign Policy and the Arab Spring. Diplomacy & Statecraft, Vol. 26 No. 1. (2015). Loveluck, L.“(Report) Education in Egypt: Key Challenges,” dalam Background Paper Chatham House (Maret 2012) [dokumen on-line] tersedia di https://www.chathamhouse.org/sites/default/files/public/Research/Middle %20East/0312egyptedu_background.pdf Macnamara, Jim. “Organizational Listening: Addressing a Major Gap in Public Relations Theory and Practice.” dalam Journal of Public Relations Research Vol. 28 No. 3-4. (September 2016). Manor, Ilan. "What is Digital Diplomacy and How is it Practiced Around The World? A Brief Introduction." The 2016 Annual Review of Diplomatist Magazine No. 36. (2016). Manor, I. dan Segev, E. “Social Media Mobility: Leveraging Twitter Networks in Online Diplomacy,” dalam Global Policy Vol. 11 No. 2, (2020) [artikel on-line] tersedia di https://www.researchgate.net/publication/340689981_Social_Media_Mobi lity_Leveraging_Twitter_Networks_in_Online_Diplomacy Mellor, N. “Who Represent the Revolutionaries? Examples from the Egyptian Revolution 2011.” Mediterranean Politics, Vol. 19 No. 1. (2014).

cxvi

Metzgar, E. T. “Is It the Medium or the Message? Social Media, American Public Diplomacy & Iran,” dalam Global Media Journal Vol. 11 No. 21 (2012), [artikel on-line] tersedia di https://www.researchgate.net/publication/280883185_Is_It_the_Medium_ or_the_Message_Social_Media_American_Public_Diplomacy_Iran Mor, B. D. “The rhetoric of public diplomacy and propaganda wars: A view from self‐presentation theory.” European Journal of Political Research Vol. 46 No. 5. 2007. [artikel on-line] tersedia di https://www.researchgate.net/publication/227876377_The_rhetoric_of_pu blic_diplomacy_and_propaganda_wars_A_view_from_self- presentation_theory Muhammad, Islam. "Localisation of Digital Public Diplomacy Messaging: An Effective Practice Amplifying the Impact of Soft Power (Examples from the Middle East)." Working Paper. (2016). [artikel on-line] tersedia di https://www.researchgate.net/publication/301282755_Localisation_of_Dig ital_Public_ Pamment, J. “What Became of the New Public Diplomacy? Recent Developments in British, US and Swedish Public Diplomacy Policy and Evaluation Methods.” The Hague Journal of Diplomacy, Vol. 7 No. 3. (2012). Pamment, J. “Diplomacy and Digitization: A Profession Adapting to New Networks of Power.” Revista Mexicana de Política Exterior, No. 113. (2018). [artikel on-line] tersedia di https://revistadigital.sre.gob.mx/images/stories/numeros/n113/pammenti.p df Park, Sejung, Dahoon Chung, and Han Woo Park. "Analytical Framework for Evaluating Digital Diplomacy Using Network Analysis and Topic Modelling: Comparing South Korea and Japan." Information Processing and Management Journal 56, no. 4. (Juli 2019). Paris, R. “The Digital Diplomacy Revolution: Why is Canada Lagging Behind?” dalam Policy Paper CDFAI Senior Fellow. (Juni 2013) [dokumen on-line] tersedia di https://d3n8a8pro7vhmx.cloudfront.net/cdfai/pages/390/attachments/origin al/1414311266/The_Digital_Diplomacy_Revolution.pdf?1414311266 Payne, G., Sevin, E., dan Bruya, S. “Grassroots 2.0: Public Diplomacy in the Digital Age,” dalam Communica Publica Vol. 6 No. 10, (2011) [artikel on- line] tersedia di https://journals.openedition.org/cp/422 Pesonen, H. “Sense of belonging for students with intensive special education needsAn exploration of students’ belonging and teachers’ role in implementing support,” dalam UK Research Report 380, (2016) [artikel on-line] tersedia di https://core.ac.uk/download/pdf/33739659.pdf Rashica, V. “The Benefits and Risks of Digital Diplomacy.” SEEU Review, Vol. 13 No. 1. (2018). [artikel on-line] tersedia di https://www.researchgate.net/publication/330572468_The_Benefits_and_ Risks_of_Digital_Diplomacy

cxvii

Russell, A. “Extra-National Information Flows, Social Media, and the 2011 Egyptian Uprising.” International Journal of Communication, Vol. 5. (2011). Sevin, E. dan Ingenhoff, D. “Public Diplomacy on Social Media: Analyzing Networks and Content.” dalam International Journal of Communication Vol. 12, (2018). [artikel on-line] tersedia di https://ijoc.org/index.php/ijoc/article/view/8726 Swain, J., Monk, M., & Ghrist, M. The Overseas In-Service Egyptian Teacher Education Programme: Distal and Proximal Reflections on Policy and Change. Journal of In-Service Education, Vol. 29 No. 1. (16 Februari 2003). Uysala, N. dan J. Schroederb. “Turkey’s Twitter public diplomacy: Towards a “new” cult of personality.” dalam Public Relations Review Vol. 45 No. 4. (Desember 2019) Vaughan, J. R. “A Certain Idea of Britain: British Cultural Diplomacy in the Middle East, 1945-1957.” Contemporary British History, Vol. 19 No. 2. (2005). Vickers, R. “The New Public Diplomacy: Britain and Canada Compared.” the British Journal of Politics & International Relations, Vol. 6 No. 2. (2004). Wang, J. “Managing National Reputation and International Relations in the Global Era: Public Diplomacy Revisited.” Public Relations Review, Vol. 32 No. 2. (2005). Xiaoqi, D. “Political Change and the Middle Class in Egypt.” Journal of Middle Eastern and Islamic Studies (in Asia), Vol. 6 No. 2. (2012).

DOKUMEN PEMERINTAH DAN LAPORAN

Alison, D. [blog] Moving to GOV.UK. FCO Blogs. (2012). [artikel on-line] tersedia di https://blogs.fco.gov.uk/alisondaniels/2012/12/11/moving-to- gov-uk/ Amnesty International. Submission to the House of Commons Submission to the House of Commons Foreign Affairs Committee: British Foreign Policy and The Arab Spring. (2011) [dokumen on-line] tersedia di Amnesty Internasional: https://www.amnesty.org.uk/files/september_2011_- _british_foreign_policy_and_the_arab_spring.pd BBC. BBC Arabic TV Opinion Leader Research Report. BBC. (2009). [dokumen on-line] tersedia di http://downloads.bbc.co.uk/bbctrust/assets/files/pdf/review_report_researc h/ara2008_09/arabic_tv_research.pdf BritishCouncil. (n.d.). Records of the British Council. [dokumen on-line] tersedia di situs The National Archives UK: https://discovery.nationalarchives.gov.uk/details/r/C40 DFID. UK-Egypt Joint Statement on Economic Cooperation,. [dokumen on-line] tersedia di Situs Web UK Government: https://assets.publishing.service.gov.uk/government/uploads/system/uploa

cxviii

ds/attachment_data/file/859337/UK- Egypt_Joint_Statement_on_Economic_Cooperation.pdf Egypt, UK launch economic partnership serving Egypt Vision 2030. (2020, Januari 21). tersedia di Situs Web Egypt Government: https://www.sis.gov.eg/Story/143468/Egypt%2C-UK-launch-economic- partnership-serving-Egypt-Vision-2030?lang=en-us Elliot, H. [blog] Digital Diplomacy: Are We are the Champions. (2019). [artikel on-line] tersedia di Blog Resmi FCO: https://blogs.fco.gov.uk/guestpost/2017/03/30/digital-diplomacy-are-we- the-champions/ FCO. British Foreign Policy and the Arab Spring: Second Report of Session 2012-2013. (2012, Juli 3). FCO. Context : Why Social Media Matters. London: FCO. [dokumen on-line] tersedia di: https://assets.publishing.service.gov.uk/government/uploads/system/uploa ds/attachment_data/file/466987/FCO_Social_Media_Policy.pdf FCO. E-Diplomacy: the FCO E-Business Strategy. London: FCO. (2001). FCO. FCO Future. London: FCO. (2016). [dokumen on-line] tersedia di: https://assets.publishing.service.gov.uk/government/uploads/system/uploa ds/attachment_data/file/521916/Future_FCO_Report.pdf FCO. Leading the UK Government’s Strategic Response to the Arab Spring: Arab Partnership Booklet. [dokumen on-line] tersedia di. Situs Web UK: https://assets.publishing.service.gov.uk/government/uploads/system/uploa ds/attachment_data/file/88486/Arab-Partnership-booklet.pdf FCO. Social Media Use. [sumber da-ring] tersedia di situs web FCO: https://www.gov.uk/government/organisations/foreign-commonwealth- office/about/social-media-use FCO. The Foreign and Commonwealth Office Digital Strategy. London: FCO. (2014). FCO Future. London: FCO. (2016). [dokumen on-line] tersedia di: https://assets.publishing.service.gov.uk/government/uploads/system/uploa ds/attachment_data/file/521916/Future_FCO_Report.pdf Freedom House, Freedom on the Net: Egypt, (2012) [dokumen on-line] tersedia di https://freedomhouse.org/sites/default/files/Egypt%202012.pdf Hale, S. [blog] Why Would a Diplomat Blog – History. (2008). [artikel on-line] tersedia di: https://webarchive.nationalarchives.gov.uk/20110108023921/http://blogs.f co.gov.uk/roller/hale/entry/why_would_a_diplomat_blog1 Hale, S. [blog] Foreign Office blogs: a short history of UK government digital engagement. Blog Digital Health and Social Care UK. (2011). [artikel on- line] tersedia di: https://digitalhealth.blog.gov.uk/2011/11/29/foreign- office-blogs/ HoC. Delivering Global Britain: FCO Skills Fourteenth Report of Sessions 2017- 2019. London: UK Parliament. (2019). [dokumen on-line] tersedia di: https://publications.parliament.uk/pa/cm201719/cmselect/cmfaff/1254/125 4.pdf

cxix

HoC. Public Diplomacy - Third Report of Session 2005–06. London: UK Parliament. (2006). [dokumen on-line] tersedia di: doi:https://publications.parliament.uk/pa/cm200506/cmselect/cmfaff/903/9 03.pdf HoL. UK Foreign Policy in a Shifting World Order: Select Committee on International Relations 5th Report of Session 2017-2019. London: UK Parliament. (2019). [dokumen on-line] tersedia di: https://publications.parliament.uk/pa/ld201719/ldselect/ldintrel/250/250.pd f Kent, M. A Former Ambassador Write. [dokumen on-line] tersedia situs web National Archives UK: https://webarchive.nationalarchives.gov.uk/20110107154502/https://blogs. fco.gov.uk/roller/kent/ Loveluck, L. Education in Egypt: Key Challenges. London: Chatham House, (2012). Manor, I. The Digitalization of Diplomacy: Toward Clarification of a Fractured Terminology. DigDiploROx Working Paper No. 2. (2019). [dokumen on- line] tersedia di: https://www.qeh.ox.ac.uk/sites/www.odid.ox.ac.uk/files/DigDiploROxWP 2.pdf Michou, H. EU-Egypt Bilateral Relations: What Scope for Human Rights Advocacy? Euromed Rights. (2016). [dokumen on-line] tersedia di: https://euromedrights.org/wp-content/uploads/2016/10/EuroMed-Rights- EU-Egypt-report-external-EN.pdf Mohamed , R. Y., & Trines, S. An Introduction to Modern Egypt: A Fast-growing Country with Mounting Socioeconomic Problems. Education in Egypt. (2019, Februari 21). [dokumen on-line] tersedia di: https://wenr.wes.org/2019/02/education-in-egypt-2 UKParlement. British Foreign Policy and the Arab Spring: the Transition to Democracy. [dokumen on-line] tersedia di Parlement Publication & Record Session 2010-12: https://publications.parliament.uk/pa/cm201012/cmselect/cmfaff/writev/ar ab/as07.htm UKParlement. British foreign policy and the "Arab Spring" - Foreign Affairs Committee Contents. [dokumen on-line] tersedia di Parlement Publication & Record: https://publications.parliament.uk/pa/cm201213/cmselect/cmfaff/80/8009. htm UNCTAD. (2015). World Investment Report 2015. United Nations Conference on Trade and Development. [dokumen on-line] tersedia di: https://unctad.org/en/PublicationsLibrary/wir2015_en.pdf pada 13 Agustus 2020 Wang, J. Report: Public Diplomacy and Our Digital Future. The Soft Power 30: A Global Ranking of Soft Power. Portland: USC Center of Public Diplomacy. (2019).

cxx

SKRIPSI, TESIS DAN DISERTASI

Abuaita, A. Schooling Mubarak’s Egypt: Facts, Fictions, and the Right to Education in an Age of Privatization. Bachelor’s Thesis Brow University. (2018). Danielson, R. Nasser and Pan-Arabism: explaining Egypt’s rise in power. Master’s Thesis Monterey California. (2007). [dokumen on-line] tersedia di: http://www.nps.edu/Academics/Centers/CCC/research/StudentTheses/dani elson07.pdf Elsayed, A. Egypt’s Praetorian Guards: To what extent did General Abdel Fattah al-Sisi’s discourse undermine Egypt’s first democratically elected president? Disertasi University of East Anglia. (2014, September). [dokumen on-line] tersedia di: https://www.researchgate.net/publication/272795037_Egypt's_Praetorian_ Guards_To_what_extent_did_General_Abdel_Fattah_al- Sisi's_discourse_undermine_Egypt's_first_democratically_elected_preside nt#pfa Hassan, A. A. European Union Foreign Policy Towards Egypt during the Arab Spring of 2011. (2015, Fall). Doctoral Thesis American University in Cairo. Olivares, M. C. Culture in External Relations and Cooperation between Europe and Egypt,. Doctoral Thesis Univesitat de Barcelona. (2017, Mei). Raskovic, M. “British Public Diplomacy as a Means for Establishing Supremacy- Peaceful Aspect.” dalam Tesis Magister University of Belgrade (September 2017) Storck, M. “The Role of Social Media in Political Mobilisation: a Case Study of the January 2011 Egyptian Uprising,” dalam Tesis Magister University of St Andrews, Scotland, (Desember 2011)

SUMBER DARING LAINNYA “Digital in Egypt,” dala Data Reportal Website, [dokumen on-line] tersedia di https://datareportal.com/digital-in-egypt “Egypt Internet Users,” dalam Internet Live Stats Data, [data on-line] dapat diakses di https://www.internetlivestats.com/internet-users/egypt/ “Internet Users Statistic for Africa,” dalam Internet World Stats, [data on-line] dapat diakses di https://www.internetworldstats.com/stats1.htm “Population, Total – Egypt, Arab Republic,” dalam The World Bank Data, [data on-line] dapat diakses di https://data.worldbank.org/indicator/SP.POP.TOTL?end=2019&locations= EG&start=2012 Al Ahram. British Council’s ‘Schools Now’ conference kicks off in Egypt for the first time. (2020, Maret 4). Retrieved from Ahram Online: http://english.ahram.org.eg/NewsContent/1/64/364687/Egypt/Politics-

cxxi

/British-Council%E2%80%99s-%E2%80%98Schools-Now%E2%80%99- conference-kicks-o.aspx Al Arabiya Staff, “Egyptian tweeps engage in online dialogue with British ambassador,” dalam Al Arabiya News Website, (17 September 2014) [berita on-line] tersedia di https://english.alarabiya.net/en/media/digital/2014/09/17/Egyptian-tweeps- engage-in-online-dialogue-with-British-ambassador- AlJazeera. Timeline: Egypt's revolution. 14 Februari 2011. [berita on-line] tersedia di situs web Al Jazeera News: https://www.aljazeera.com/news/middleeast/2011/01/20111251533487149 0.html BBC. Egypt crisis: President Hosni Mubarak resigns as leader. 12 Februari 2011. [berita on-line] tersedia di situs web BBC News: https://www.bbc.com/news/world-middle-east-12433045 BBC. President Hosni Mubarak resigns as leader. 13 Juli 2020. [berita da-ring] tersedia di situs web BBC News: https://www.bbc.com/news/world- middle-east-12433045 BC. Al-Azhar University - boosting English language education. [sumber da- ring] tersedia di situs web British Council: https://www.britishcouncil.org.eg/en/programmes/education/al-azhar- university; diunduh pada 25 Agustus 2020. BC. Our History. [sumber da-ring] tersedia di situs web British Council: https://www.britishcouncil.org/about-us/history; diunduh pada 15 September 2020. BC. Our Partnership Stories. [sumber da-ring] tersedia di situs web British Council Mesir: https://www.britishcouncil.org.eg/en/partnerships/stories; diunduh pada 15 September 2020. BC. Our work in education. [sumber da-ring] tersedia di situs web British Council Mesir: https://www.britishcouncil.org.eg/en/programmes/education; diunduh pada 15 September 2020. BC. Thomson Reuters Foundation: strengthening the media. [sumber da-ring] tersedia di situs web British Council Mesir: https://www.britishcouncil.org.eg/en/partnerships/stories/thomson-reuters- foundation; diunduh pada 15 September 2020. Bradshaw, S. “Digital diplomacy - #notdiplomacy,” dalam Centre for International Governance Innovation Article, (7 April 2015) [on-line] tersedia di https://www.cigionline.org/articles/digital-diplomacy- notdiplomacy Brennen, J., & Kreiss, D. (2016, Oktober 23). Digitalization. Retrieved from The International Encyclopedia of Communication Theory and Philosophy: https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1002/9781118766804.wbiect11 1 British Embassy. UK-Egyptian in Education has Enormous Potential. 9 Februari 2016. Retrieved Agustus 25, 2020, from https://www.gov.uk/government/news/uk-egyptian-partnership-in- education-has-enormous-potential

cxxii

British Council, Newton Mushrafa Fund, [on-line] tersedia di https://www.britishcouncil.org.eg/en/programmes/education/newton- mosharafa-fund BUE. (n.d.). The British University in Egypt: History. [sumber da-ring] tersedia di situs web The British University Egypt: https://www.bue.edu.eg/history/ Casson, J. “44,5 M Users in Egypt,” dalam JohnCassonUK Twitter Post, (22 Agustus 2014, 12.16 PM) [on-line] tersedia di https://twitter.com/JohnCassonUK/status/502685616854028288 Casson, J. “John Casson: Digital Diplomacy,” dalam FCO Youtube Post, (1 Nov 2018), [video on-line] tersedia di https://www.youtube.com/watch?v=wD0FdpMK70Q&list=WL&index=1 1 Casson, J. “Here’s My Video in English,” dalam JohnCassonUK Tweet Posts, (23 Agustus 2014, 3.39 PM) [on-line] tersedia di https://twitter.com/JohnCassonUK/status/503099153069903872 Casson, J. “In the last six months 6 Egyptian students scored top of the world in UK's Edexcel & Cambridge exams,” dalam John Casson Tweet Post, (17 Desember 2016, 8.30AM) [on-line] tersedia di https://twitter.com/JohnCassonUK/status/809835764464963584 Casson, J. “Some Unis Have Other Scholarship Too,” dalam John Casson Twitter Post, (27 Februari 2017, 7.39AM) [on-line] tersedia di https://twitter.com/JohnCassonUK/status/571001291943620610 Casson, J. “What is Britain Doing to Help Young Egyptian?” dalam John Casson Tweet Posts (29 Januari 2015, 9.57 PM) [on-line] tersedia di https://twitter.com/JohnCassonUK/status/560813953107120128 CDC. (n.d.). What’s the Role of Development Finance in Egypt? Retrieved from CDC Group Investment: https://www.cdcgroup.com/en/news- insight/insight/articles/development-finance-egypt/ Chevening. (n.d.). Chevening Impact History. Retrieved from Chevening: https://assets.publishing.service.gov.uk/government/uploads/system/uploa ds/attachment_data/file/747812/Chevening_Impact_Report.pdf Egypt Today’s Staff, “UK invests in Egypt’s future generation with new education agreements,” dalam Egypt Today News, (20 Nov 2018), [berita on-line] tersedia di https://www.egypttoday.com/Article/1/60756/UK- invests-in-Egypt%E2%80%99s-future-generation-with-new-education- agreements Kedubes UK, “Apply now to study in the #UK. #Chevening scholarship applications are now open,” dalam UK In Egypt Tweet Post, (3 Agustus 2015) [on-line] tersedia di https://twitter.com/UKinEgypt/status/628161945737277441 Kedubes UK, “Chevening 30th anniversary ceremony,” dalam UK In Egypt Twitter Post (4 September 2014, 9.45AM) [on-line] tersedia di https://twitter.com/UKinEgypt/status/507228925169512448 Kedubes UK, “Follow Us on Facebook,” dalam UK In Egypt Twitter Post (21 Agustus 2012, 2.53 PM) [on-line] https://twitter.com/UKinEgypt/status/237819717925105664

cxxiii

Kedubes UK, ”John Casson, New British Ambassador to Egypt: The UK’s Priority is to See Egypt Succeed,” Youtube, 23 Agustus, 2014, [on-line] tersedia dihttps://www.youtube.com/watch?v=dWKOegjeVio Kedubes UK, “Tweets Akun UKInEgypt pada Tahun Pertama,” dalam UKInEgypt Twitter Post, [on-line] tersedia di https://twitter.com/search?q=(from%3AUKInEgypt)%20until%3A2012- 08-30%20since%3A2012-08-01&src=typed_query&f=live Kedubes UK, “Over 100 #Egyptian scholars have been awarded,” dalam UK In Egypt Tweet Posts (31 Mei 2015, 11.39 AM) [on-line] tersedia di https://twitter.com/UKinEgypt/status/605050941264564226 Knell, Y. (2012, Januari 25). Egypt's revolution: 18 days in Tahrir Square. Retrieved from BBC News: https://www.bbc.com/news/world-middle- east-16716089 Lexico. Main Meaning of Digitalization. (n.d.). Retrieved from Lexico: https://www.lexico.com/definition/digitalization McGreal, C. (2011, Februari 11). Hosni Mubarak resigns – and Egypt celebrates a new dawn. Retrieved from The Guardian News: https://www.theguardian.com/world/2011/feb/11/hosni-mubarak-resigns- egypt-cairo Elliot, Hugh. "Digital Diplomacy: Are We are the Champions?" FCO UK Blog. Maret 30, 2017. https://blogs.fco.gov.uk/guestpost/2017/03/30/digital- diplomacy-are-we-the-champions/ (accessed November 17, 2019). Reda, Lolwa. “Analysis: What are Egyptians using the internet for?” dalam Egypt Today (30 Mei 2018) [berita on-line] tersedia di https://www.egypttoday.com/Article/3/50919/Analysis-What-are- Egyptians-using-the-internet-for Russo, Pippa. "Digital Diplomacy in the Middle East and North Africa." FCO UK Blog. Februari 28, 2013. https://blogs.fco.gov.uk/pipparusso/2013/02/28/digital-diplomacy-in-the- middle-east-and-north-africa/ (accessed November 18, 2019). Streeter, J. (2020, Juli 13). 80 Years British Council in Egypt. Retrieved from British Council: https://www.britishcouncil.org.eg/en/80Years Twiplomacy. "Twiplomacy Study 2018." Twiplomacy Website. Juli 10, 2018. https://twiplomacy.com/blog/twiplomacy-study-2018/ (accessed November 17, 2019). UK, FCO. John Casson: Digital Diplomacy. Youtube Video. November 2, 2018. —. "Social Media Use." FCO Website. n.d. https://www.gov.uk/government/organisations/foreign-commonwealth- office/about/social-media-use (accessed November 2019, 17). UK, FCO. What is Digital Diplomacy? November 15, 2010. UKInEgypt. John Casson, New British Ambassador to Egypt: The UK's Priority is to See Egypt Suceed. Youtube Video. Agustus 23, 2014. FCO. Joint press conference: David Cameron and President Sisi. Retrieved from Gov UK. (2015, November 5).: https://www.gov.uk/government/speeches/joint-press-conference-david- cameron-and-president-sisi

cxxiv

UKGov. Joint UK-France-Germany statement on Egypt,”. 2015. Retrieved from Gov UK.: https://www.gov.uk/government/news/joint-uk-france-germany- statement-on-egypt Watt, N. (2011, Februari 21). David Cameron arrives in Egypt to meet military rulers. Retrieved from The Guardian News: https://www.theguardian.com/politics/2011/feb/21/david-cameron-visits- egypt

cxxv