TRANSFORMASI KESENIAN ONDEL-ONDEL BETAWI

(Studi Kasus Kampung Betawi, Jagakarsa, Jakarta Selatan)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

Rizal Putranto 11151110000054

Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta 2020 PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Skripsi yang berjudul:

TRANSFORMASI KESENIAN ONDEL-ONDEL BETAWI (Studi Kasus Kampung Betawi, Jagakarsa, Jakarta Selatan)

1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi saah satu

persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya

asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya

bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 20 Juli 2020

Rizal Putranto

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:

Nama : Rizal Putranto

NIM : 11151110000054

Program Studi : Sosiologi

Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:

TRANSFORMASI KESENIAN ONDEL-ONDEL BETAWI (Studi Kasus Kampung Betawi, Jagakarsa, Jakarta Selatan) Dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.

Jakarta, 20 Juli 2020

Mengetahui, Menyetujui, Ketua Program Studi Pembimbing

Dr, Cucu Nurhayati, M. Si. Prof. Dr. H. Yusron Razak, MA. NIP: 197609182003122003 NIP: 195910101983031003

iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

SKRIPSI

TRANSFORMASI KESENIAN ONDEL-ONDEL BETAWI (Studi Kasus Kampung Betawi, Jagakarsa, Jakarta Selatan)

Oleh Rizal Putranto 11151110000054

Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 27 Juli 2020 Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Sosiologi.

Ketua, Sekertaris,

Dr. Cucu Nurhayati, M. Si. Dr. Joharatul Jamilah, M. Si. NIP: 197609182003122003 NIP: 196808161997032002

Penguji I, Penguji II,

Kasyfiyullah Saifudin Asrori, M. Si NIP: NIP: 197701192009121001

Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 27 Juli 2020 Ketua Program Studi Sosiologi Fisip UIN Jakarta

Dr. Cucu Nurhayati, M. Si. NIP: 197609182003122003

iv

ABSTRAK

Tradisi Budaya Etnis Betawi sangatlah beragam, baik dalam tradisi keseniannya, upacara, kuliner, sastra dan lain-lain. Salah hasil kebudayaan Betawi adalah kesenian Onde-ondel. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan transformasi yang terjadi didalam kesenian Ondel-ondel Betawi. Penelitian ini menggunakan metode peneitian kualitatif. Kemudian metode pengambilan data menggunakan purpousive sampling dan data yang diperoleh melalui interview, observasi dan dokumentasi. Teori yang digunakan adalah teori proses sosial Gillin dan Gillin. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa kesenian Ondel-ondel dahulunya merupakan suatu kesenian yang sakral. Pasalnya bahwa Ondel-ondel memiiki serangkaian makna-makna yang mendalam juga memiliki bentuk dan fungsi didalamnya. Hal ini dikarenakan Onde-ondel dahulu dibuat dengan maksud untuk menghindarkan dari hal-hal negatif, dan sebagai wujud personifikasi dari roh leuhur. Namun fakta dilapangan ditemukan bahwa kesenian Onde-ondel sudah tidak mengandung kesakralan dikarenakan terjadinya gap dari para pelaku kesenian sekarang yang tidak mengetahui akan sejarah dari Ondel-ondel. Kesenian ini sekarang banyak digunakan untuk acara pernikahan, sunatan, ngamen dan dijual. Faktor perubahan lainnya adalah karena faktor ekonomi, pendidikan dan lainnya. Kata Kunci : sakral, simbol, transformasi

v

KATA PENGANTAR

Bismillahirramanirrahim, Maha Karim dan Rahim Allah SWT yang senantiasa melimpahkan keindahan kasih, kemudahan dan keberkahan, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan sebaik-baiknya meskipun terdapat kekurangan. Shalawat beserta salam semoga senantiasa terlimpah curah kepada Rasulullah SAW, teladan umat sepanjang masa yang telah menebar ketulusan dan memberi petunjuk kepada umatnya menuju kebahagiaan, keselamatan, keberkahan, dan kemuliaan di dunia dan surga-Nya serta menuntun umatnya menuju peradaban Islam yang mulia.

Penulisan skripsi ini tidak akan rampung tanpa adanya tangan-tangan yang tulus memberikan bantuan, kepadanya penulis mengucapkan terimakasih dan rasa hormat yang terdalam atas tulusnya kepeduliaan dan pemberian berbagai bentuk bantuan berupa sapaan moril, dorongan semangat, dukungan finansial, kritik, saran, serta sumbangan pemikiran dalam penulisan skripsi ini. Oleh sebab itu, penulis dengan segala hormat mengucapkan terimakasih kepada:

1. Allah SWT, dimana penulis masih diberikan kesempatan untuk

menyelesaikan skripsi ini.

2. Keluarga Penulis, kedua orang tua penulis, (alm) Ibu Sri, Bapak Kundori,

Ibu Ari serta Kakak dan Adik yang selalu memberikan dukungan dalam

segala hal dan senantiasa mendo’akan sehinggan penulis dapat

menyelesaikan penelitian ini.

vi

3. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., MA. Selaku Rektor

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Dr. Ali Munhanif, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta melalui peran strukturalnya.

5. Ibu Dr. Cucu Nurhayati, M.Si., selaku Ketua Program Studi Sosiologi FISIP

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Ibu Dr. Joharotul Jamilah, M.Si.

selaku Sekretaris Program Studi Sosiologi FISIP UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta melalui peran strukturalnya.

6. Bapak Prof. Dr. H. Yusron Razak, M.A., selaku dosen pembimbing skripsi

penulis. Terima kasih karena beliau sangat sabar dalam membimbing,

memotivasi dan memberi arahan terbaik bagi penulis dalam proses

penyusunan sehingga skripsi ini dapat rampung dengan baik.

7. Segenap Dosen Sosiologi FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

telahbanyak memberikan pengetahuan dan diskusi baik di kelas maupun

di luar kelas selama penulis kuliah, serta dalam proses penyelesaian skripsi

ini.

8. Seluruh dosen dan karyawan akademik Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah

memberikan ilmu kepada penulis selama menempuh pendidikan sebagai

mahasiswi.

9. Segenap Staf Bidang Akademik dan Bidang Administrasi FISIP UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah membantu segala urusan penulis terkait

dengan kepengurusan administrasi.

vii

10. Para informan yang aktif sebagai pegiat kesenian Ondel-ondel Betawi

serta masyarakat Betawi yang telah bersedia meluangkan waktu untuk

berbagi informasi terkait apa yang dibutuhkan penulis dalam penulisan

skripsi ini.

11. Sahabat seperjuangang penulis, Afriza, Basit, Luthfi, Widy, Andes, Irfan,

Imam, Ica, Diana, yang senantiasa bertukar pikiran, berbagi canda,

pengalaman dan pengetahuan bagi penulis.

12. Teman-teman seperjuangan Sosiologi 2015 UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih

atas segala diskusi, kerja sama, dan cerita suka serta duka yang sudah

penulis lewati bersama kalian selama perkuliahan. Semangat dan semoga

sukses untuk kita semua.

13. Teman-teman SIMAHARAJA yang sudah memberikan semangat dan

motivasinya.

Jakarta, 20 Juli 2020

Rizal Putranto

viii

DAFTAR ISI

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME...... ii PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI...... iii PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI...... iv ABSTRAK...... v KATA PENGANTAR...... vi DAFTAR ISI...... viii DAFTAR TABEL...... ix DAFTAR GAMBAR...... x

BAB I PENDAHULUAN...... 10 A. Pernyataan Masalah...... 10 B. Batasan dan Pertanyaan Penelitian...... 12 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian...... 13 D. Tinjauan Pustaka...... 14 E. Kerangka Teoritis...... 24 F. Metode penelitian...... 30 G. Sistematika Penulisan...... 34

BAB II KONDISI KESENIAN ONDEL-ONDEL...... 36 A. Kesenian Ondel-Ondel Betawi...... 36 B. Kondisi Kesenian Ondel-Ondel Betawi...... 39

BAB III ONDEL-ONDEL DALAM PERUBAHAN SOSIAL...... 48 A. Proses Transformasi...... 48 B. Bentuk Transformasi...... 59

BAB IV PENUTUP...... 75 A. Kesimpulan...... 75 B. Saran...... 76

DAFTAR PUSTAKA...... 77

LAMPIRAN...... 81

ix

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah

Skripsi ini membahas tentang trasformasi kesenian ondel-ondel

Betawi. Ondel-ondel merupakan salah satu kesenian khas dari suku Betawi yang berbentuk sepasang boneka, laki-laki dan perempuan yang berbentuk raksaksa. Tinggi ondel-ondel biasanya memiliki rentang 2,5 sampai 3 meter.

Ondel-ondel memiliki wajah yang seram untuk laki-laki dan wajah yang lembut untuk perempuan. Dalam pementasannya, ondel-ondel dimainkan dengan diiringi oleh grup grup musik dengan menggunakan lagu dan alat musik khas Betawi.

Pada awalnya, Ondel-ondel ini diciptakan sebagai media untuk penolak bala suku Betawi. Kesakralan yang terdapat pada kesenian tersebut merupakan bentuk personifikasi dari roh leluhur suku Betawi guna untuk menjaga dari hal-hal metafisika seperti pengusiran dari roh-roh jahat.

Biasanya, kesenian ini ada pada acara pesta rakyat.

Akan tetapi, sekarang itu semua sudah berbeda. Ondel-ondel tidak lagi dilihat sebagai sesuatu yang sakral, melainkan profan. Ada yang dipakai untuk mengamen, berjualan dan lain-lain. Artinya bahwa telah terjadi perubahan pada kesenian ondel-ondel Betawi ini. Perubahan tersebut disebabkan oleh kondisi sosial. Menurut Gillin dan Gillin, perubahan sosial

10 itu merupakan variasi dari cara-cara hidup yang diterima, baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuan- penemuan baru dalam masyarakat (Samuel Koenig, 1957:279).

Seiring perkembangan zaman, perubahan tidak bisa dihindarkan.

Terjadinya suatu perubahan itu ada penyebabnya, seperti pada literatur yang berjudul “Pergeseran Makna dalam Kesenian Ndolalak dan Implikasinya terhadap Kehidupan Sosial Keagamaan Masyarakat di Purworejo” yang di tulis oleh Mahsun bahwa adanya perubahan tersebut disebabkan oleh ekonomi, dinamika sosial, keagamaan, intervensi pemerintah, musik modern dan sumber daya manusia. Sama halnya pada ondel-ondel Betawi yang sudah mengalami transformasi dari yang dulu sakral menjadi hal yang profan.

Menurut Lissandhi, fungsi awal ondel-ondel adalah untuk penolak bala, menangkal kesialan dan juga mengusir roh jahat yang dianggap mengganggu ketenangan masyarakat (Lissandhi, 2012). Namun berdasarkan data dilapangan, masyoritas fungsi ondel-ondel sekarang berubah menjadi alat mata pencarian seperti dengan menjual berbagai macam ondel-ondel, baik yang besar maupun seukuran cindera mata, bahkan digunakan untuk mengamen dan lain-lain. Hal ini lah yang akan penulis coba jelaskan tentang transformasi apa saja yang ada di dalam kesenian ondel-ondel Betawi.

11

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sintia Paramita yang berjudul “Pergeseran Makna Budaya Ondel-Ondel pada Masyarakt Betawi

Modern” dikatakan bahwa memang ondel-ondel kini telah mengalami pergeseran makna, yang kemudian pergeseran tersebut dikarenakan arus modernisasi. Adanya penelitian yang dilakukan oleh penulis ini adalah untuk melengkapi dari penelitian sebelumnya dan menjelaskan trasnformasi apa saja yang ada pada kesenian ondel-ondel.

Berdasarkan hal itu perlu dikaji bagaimana kesenian ondel-ondel yang sakral bagi suku Betawi mengalami proses transformasi didalamnya seperti sekarang ini. Oleh karena itu, penelitian ini menjadi perlu untuk diteliti, penting untuk peneliti membuktikan ada atau tidaknya transformasi kesenian Ondel-ondel. Agar nantinya hasil penelitian ini bisa berguna bagi khalayak umum. Berdasarkan apa yang telah dijelaskan pada peryataan diatas, maka peneliti memilih judul penelitian ini dengan menggunakan judul “Transformasi Kesenian Ondel-Ondel Betawi (Studi Kasus

Kampung Betawi Jagakarsa, Jakarta Selatan)”.

B. Batasan dan Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan berbagai permasalahan di atas peneliti perlu membatasi permasalahan yang ada, dalam hal ini peneliti memfokuskan pada transformasi yang ada pada kesenian ondel-ondel di kampung Betawi Setu

Babakan, Jagakarsa, Jaakarta selatan.

Berdasarkan batasan permasalah tersebut, ada beberapa acuan pertanyaan dalam penelitian ini, yaitu:

12

1. Sejauh mana proses sosial berpengaruh pada transformasi kesenian

ondel-ondel di kampung Betawi ?

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Dengan melihat pernyataan masalah dan pertanyaan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui sejauh mana proses sosial berpengaruh pada

transformasi kesenian ondel-ondel Betawi.

2. Manfaat Penelitian

Sedangkan manfaat penelitiannya adalah sebagai berikut :

a. Manfaat Teoritis

1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi

tentang transformasi Ondel-ondel pada masyarakat Betawi bagi

peneliti-peneliti yang ingin mengetahui tentang Ondel-Ondel.

2. Penelitian ini diharapkan menjadi sumber literatur bagi

penelitian berikutnya.

b. Manfaat Praktis

1. Sebagai masukan untuk pemerintah mengenai budaya

tradisional yang mulai tergerus zaman.

2. Memberikan informasi kepada masyarakat terkait

perkembangan kesenian Ondel-ondel terkini.

13

D. Tinjauan Pustaka

Untuk membantu penggarapan penelitian ini dalam pengerjaan prosesnya, peneliti menggunakan kajian pustaka yang relevan yang sudah dilakukan oleh peneliti sebelumnya.

Literature pertama yang berjudul “Pergeseran Makna dalam

Kesenian Ndolalak dan Implikasinya terhadap Kehidupan Sosial

Keagamaan Masyarakat di Purworejo” yang ditulis oleh Mahsun, jurnal

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Walisongo Semarang. Peneitian ini menggunakan metode pengumpulan data secara interview dan dokumentasi.

Kemudian, metode analisisnya menggunakan induktif yang memakai dua pendekatan, sosiologis dan antropologis. Teori yang digunakan dalam peneitian ini adalah teori dialektika Peter L Berger. Penelitian ini membahas tentang kesenian tari Ndolalak yang memiliki pesan-pesan didalam lagunya yang saat ini sudah mengalami perubahan. Hasil penelitian ini yang mempengaruhi perubahan makna kesenian tari Ndolalak adalah ada dua faktor, yang pertama karena ekonomi, dinamika sosial, keagamaan, intervensi pemerintah, musik modern. Sedangkan faktor intrinsiknya adalah faktor SDM, lirik lagu dan gerakan.

Literature yang kedua berjudul “Perubahan Makna Pertunjukan

Jaran Kepang pada Masyarakat Jawa di Kelurahan Tanjung Sari, Medan” yang ditulis oleh Heristina Dewi, hasil penelitian tersebut adalah bahwa

Jaran Kepang adalah salah satu seni yang ada didalam masyarakat Jawa di

Medan. Kemudian penelitian ini memakai metode kualitatif. Jaran Kepang

14 ini berasal dari pertunjukan yang memiliki makna religi yang juga dipercaya dapat menjauhkan dari gangguan makhluk halus dan juga dipercaya seni ini dapat menghubungkan pada roh nenek moyang. Perubahan yang terjadi pada kesenian tersebut dikarenakan faktor ilmu pengetahuan dan akal nalar yang sudah maju atau logis. Hal ini terbukti pada masyarakat tersebut yang menjadikan kesenian ini hanya sebagai media hiburan saja pada acara kawinan, sunatan, dan lain-lain. Masyarakat Tanjungsari juga memiliki persepsi tersendiri tentang makhluk halus, dimana dahulu ketika ada anak sunatan kesenian ini dapat terhindar dari makhluk halus, namun sekarang ini mereka hanya percaya kepada Allah dan dokter. Kemudian faktor lain ialah adanya modernisasi dimana teknologi sudah menggeser ketradisionalan seperti tergantinya kesenian ini dengan band atau musik organ tunggal.

Literature yang ketiga berjudul “Transformasi Makna Tradisi

Undhuh-Undhuh Pada Era Globalisasi di Mojowarno, Jombang” yang ditulis oleh Nurhayati dan M. Turhan Yani, Jurnal Universitas Negri

Surabaya. Penelitian ini berupaya untuk menjelaskan dan menggambarkan tentang transformasi pemaknaan tradisi Undhuh-Undhuh di Desa

Mojowarno. Penelitian ini merupakan penelitian tentang studi kasus dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengambilan data pada penelitian ini menggunakan teknik observasi dan wawancara. Kemudian informan dalam penelitian ini diambil menggunakan teknik snowball sampling. Kemudian hasil dalam penelitian ini menunjukkan adanya

15 perubahan makna pada tradisi Undhuh-Undhuh. Dahulu, tradisi ini digunakan untuk meminjamkan padi kepada yang membutuhkan, akan tetapi sekarang digunakan sebagai rasa ungkapan syukur, membantu perekonomian warga, meningkatkan kebersamaan, dan meningkatkan rasa toleransi. Adanya perubahan ini tak terlepas dari pengaruh globalisasi, dimana teknologi sudah berkembang jauh dan juga masuknya budaya- budaya dari luar.

Literature keempat yang berjudul “Pergeseran Makna Budaya

Ondel-Ondel Pada Masyarakat Betawi Modern” yang ditulis oleh Sinta

Paramita. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan studi kasus. Dalam penelitian ini tidak dijelaskan menggunakan teori apa atau hanya sedikit menyinggung globalisasi. Hasil penelitian ini adalah bahwaOndel-ondel telah mengalami pergeseran dari berbagai aspek. Ondel-ondel saat ini sudah dijadikan media hiburan saja bagi masyarakat Jakarta dan sekitarnya. Kesenian ini juga menjadi mata pencaharian bagi para remaja maupun dewasa untuk mengisi waktu luang juga agar terhindar dari hal negatif.

Literature kelima yang berjudul “Pergeseran Makna Merti Dusun :

Studi atas ritual warga dusun Celengan, Tuntang, Semarang” yang di tulis oleh M. Aly Haedar mengatakan bahwa Merti Dusun adalah ritual yang sudah ada jauh sebelum agama Islam kedalam kehidupan warga dusun

Celengan. Kemudian pada waktu Islam datang ke pulau Jawa, ritual ini pun mengalami akulturasi dengan budaya Islam. Ritual yang dahulu digunakan

16 untuk menolak bala dan meminta berkah kepada sang pencipta, dengan cara memberi sesajen pada tempat tertentu dan serta meminta izin pada para danyang yang menguasai tempat tertentu, kini mulai mengalai pergeseran makna. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa pergeseran makna baik secara individual maupun komunal. Kemudian ada perubahan, dari penyebutan danyang menjadi para wali. Ada juga yang mengaggapnya tidak sesuai dengan ajaran agama dan ada pula yang memaknainya sekedar sebagai kewajiban sosial.

Literature keenam yang berjudul “Transformasi Makna

Cirebon : Dalam Perspektif Politik Negara dan Simbol ” yang disusun oleh Darto Wahidin dan Sarmini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menggambarkan bentuk perubahan makna dari batik

Cirebon dalam perspektif politik negara dan simbol identitas, juga untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi transformasi makna batik

Cirebon ini. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dan fenomenologi. Data diambil dengan menggunakan teknik observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa batik cirebon adalahsebagai simbol politik dari dulu hingga sekarang, sedangkan dari simbol identitas dahulu batik digunakan sebagai pakaian berdimensi, sekarang digunakan bebas. Dilihat dari kedua perspektif tersebut yang akan membentuk transformasi gambar, transformasi warna, dan transformasi kegunaan. Transformasi makna batik

Cirebon dipengaruhi oleh faktor-faktor dominan yakni faktor fisik, faktor

17 ekonomi, dan faktor budaya. Dalam konteks teori interaksionisme simbolik dari Herbert Blumer aktor akan memilih, memeriksa, berpikir, dan mentransformasikan makna berdasarkan situasi tindakannya.

Literature ketujuh yang berjudul “Desakralisasi Tradisi

Keagamaan : Studi Tentang Perubahan Makna Simbolik Istigosah Di Jawa

Timur” yang ditulis oleh Rubaidi. Penelitian ini menggunakan pendekatan interpretatif-simbolik yang kemudian memberi gambaran terhadap perubahan-perubahan makna dari ritual ini dan berujung pada perubahan sistem kognitif dan sistem nilai pada kebudayaan kelompok Islam tradisionalis. Perubahan tersebut secara garis besar terjadinya desakralisasi terhadap tradisi-tradisi keagamaan warga NU. Sedangkan perubahan derivatif dari makna desakralisasi terhadap tradisi keagamaan dimaksud dapat dirangkum dalam tiga aspek, yaitu beralihnya istighosah dari yang bersifat sakral menjadi sekefar estetis dan profan, kemudian menjadi nuansa yang politis, yang terakhir pudarnya relasi patron-client kyai-santri.

Literature kedelapan yang berjudul “Potret Pergeseran Makna

Budaya Ma’Nene Di Kecamatan Baruppu Kabupaten Toraja Utara

Provinsi Sulawesi Selatan” yang ditulis oleh Yusri dan Mardianto

Barumbun, Program Studi Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Negeri

Makassar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pergeseran makna yang terjadi pada budaya Ma’nene di masyarakat Baruppu. Penelitian ini menggunakan metode penelitiankualitatif dengan menggunakan pendekatan etnografi. Data dipilih secara purpousive dan bersifat snowball

18 sampling. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpuan data berupa observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil peneitian ini adalah bahwa pergeseran makna yang terjadi dalam ritual ini dikarenakan pola pikir masyarakat yang menganggap bahwa penyelenggaraan upacara ini hanya sekedar meneruskan budaya leluhur tanpa melihat kemurnian awal upacara adat ini. Hal ini terihat dari pengurangan simbol-simbol yang terdapat dalam ritual Ma’nene. Kemudian faktor rasionalitas, ekonomi, dan budaya instan menjadi penyebab pergeseran tersebut.

Pada paparan sebelumnya sudah diperlihatkan berbagai macam penelitian sebelumnya. Pada penelitian ini, penulis akan mencoba meneliti tentang transformasi kesenian ondel-ondel Betawi dengan menggunakan studi kasus kampung Betawi yang ada di wilayah Jagakarsa, Jakarta Selatan.

Persamaan yang terdapat pada penelitian sebelumnya dengan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan metode penelitian kualitatif. Kemudian persamaan selanjutnya adalah teknik pengumpulan data berupa wawancara dan observasi, juga disertai dengan tambahan dokumentasi yang semuanya sama dengan penelitian ini.

Kemudian, perbedaan penelitian ini dengan literature di atas adalah pada metodelogi yang berupa etnografi dan deskriptif, sedangkan penelitian ini menggunakan metodelogi deskriptif. Alasan peneliti menuliskan perbedaan adalah metodelogi yang digunakan membutuhkan waktu yang cenderung lama, karena metodelogi tersebut membutuhkan pembauran hidup dengan lingkungan pada topik penelitian.

19

Perbedaan lainnya terletak pada teori yang digunakan oleh masing- masing literatur diatas dengan penelitian ini. Penelitian ini menggunakan teori proses sosial Gillin dan Gillin untuk menjadikan alat analisis.

Sedangkan perbedaan yang lain adalah dari subjek, waktu dan tempat yabg digunakan. Dengan contoh penelitian yang berjudul “Pergeseran Makna dalam Kesenian Ndolalak dan Implikasinya terhadap Kehidupan Sosial

Keagamaan Masyarakat Purworejo” subjek dari penelitian tersebut adalah masyarakat Purworejo dan wilayah penelitian tersebut juga berada di wilayah Purworejo. Sedangkan penelitian yang akan peneliti lakukan ini subjeknya adalah para pegiat kesenian ondel-ondel Betawi, dari mulai pengrajin, sanggar, budayawan Betawi serta pengamen ondel-ondel, sedangkan wilayahnya berada di Kampung Betawi, Jakarta Selatan.

Dari sekian banyak penelitian yang bertemakan tentang kebudayaan khususnya Betawi, sangat sedikit ditemukan, bahkan jarang sekali yang membahas tentang ondel-ondel, seperti ada yang meneliti tentang ondel- ondel Betawi yang berjudul “Pergeseran Makna Kesenian Ondel-Ondel

Betawi” yang ditulis oleh Sintia Paramita, akan tetapi didalam penelitiannya penulis lihat masih banyak ketidak jelasan serta teori dan metodologi yang kurang jelas dicantumkan. Maka dari itu, penelitian ini diharapkan dapat mengisi tambahan kajian budaya khususnya Betawi dan juga ondel-ondel.

Tabel 1.1

Daftar Literature

20

No Nama Karya Ilmiah Persamaan Perbedaan

Mahsun Pergeseran Metodologi Studi 1. Makna dalam Kualitatif, Etnografi

Kesenian Teknik

Ndolalak dan Pengumpula

Implikasinya n data

terhadap (wawancara,

Kehidupan observasi

Sosial dan

dokumentasi

)

Heristina Dewi Perubahan Metodologi Studi 2. Makna Kualitatif, Fenomenolog

Pertunjukan Teknik i

Jaran Kepang Pengumpula

pada Masyarakat n data

Jawa di (wawancara,

Kelurahan observasi

Tanjunga Sari, dan

Medan dokumentasi

)

21

Nurhayati, dkk Transformasi Metodologi Studi 3. Makna Tradisi Kualitatif, Etnografi

Undhuh-Undhuh Teknik

pada Era Pengumpula

Globalisasi di n data

Mojowarno, (wawancara,

Jombang observasi

dan

dokumentasi

)

Sinta Paramita Pergeseran Metodologi Analisis 4. Makna Budaya Kualitatif, Teori,

Ondel-Ondel Teknik wilayah studi

pada Masyarakat Pengumpula kasus

Betawi Modern n data

(wawancara,

observasi

dan

dokumentasi

)

M. Aly Haedar Pergeseran Metodologi Studi 5. Makna Merti Kualitatif, Etnografi,

Dusun : Studi Teknik Wilayah

22

atas Ritual Pengumpula Studi Kasus,

Warga Dusun n data Analisis

Celengan, (wawancara, Teori

Tuntang, observasi

Semarang dan

dokumentasi

)

Rubaidi Desakralisasi Metodologi Studi 6. Tradisi Kualitatif, Etnografi,

Keagamaan : Teknik Wilayah

Studi Tentang Pengumpula Studi Kasus,

Perubahan n data Analisis

Makna Simbolik (wawancara, Teori

Istighosah di observasi

Jawa Timur dan

dokumentasi

)

Yusri dan Potret Metodologi Studi 7. Mardianto Pergeseran Kualitatif, Etnografi,

Makna Budaya Teknik Wilayah

Ma’Nene di Pengumpula Studi Kasus,

Kecamatan n data

Baruppu, (wawancara,

23

Kabupaten observasi Analisis

Toraja Utara dan Teori

Provinsi dokumentasi

Sulawesi Selatan )

Wahidin dan Transformasi Metodologi Studi 8. Sarmini Makna Batik Kualitatif, Fenomenolog

Cirebon : Dalam Teknik i, Wilayah

Perspektif Politik Pengumpula Studi Kasus,

Negara dan n data Analisis

Simbol Identitas (wawancara, Teori

observasi

dan

dokumentasi

)

E. Kerangka Teoritis dan Kerangka Berfikir

Untuk membahas dan menganalisis penelitian ini, maka penulis akan menggunakan teori proses sosial Gillin dan Gillin.

1. Teori Proses Sosial Gillin dan Gillin

Proses sosial merupakan cara-cara berhubungan yang dilihat jika individu atau kelompok sosial saling bertemu dan menentukan sistem serta bentuk-bentuk hubungan tersebut atau apa yang akan terjadi apabila ada perubahan yang menyebabkan goyahnya pola-pola kehidupan yang telah

24 ada. Proses sosial dapat diartikan sebagai pengaruh timbal balik antara berbagai segi kehidupan bersama atau di dalam kehidupan sosial, misalnya saling memengaruhi antara sosial dan politik, politik dan ekonomi, ekonomi dan hukum, dan begitu seterusnya.

Bentuk umum dari proses sosial adalah interaksi sosial (dapat juga disebut sebagai proses sosial) karena interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dan kelompok manusia. Interaksi sosial antara kelompok-kelompok manusia terjadi antara kelompok tersebut sebagai suatu kesatuan dan biasanya tidak menyangkut pribadi anggota- anggotanya.

A. Bentuk-Bentuk Proses Sosial

Menurut Gillin dan Gillin, proses sosial secara garis besar dibagi

dalam dua bentuk, yaitu: (1) proses sosial asosiatif, dan (2) proses

sosial disosiatif. Adapun proses sosial yang asosiatif dibagi ke dalam

tiga macam, yaitu: (1) kerja sama (co-operation), (2) akomodasi

(accomodation), dan (3) asimilasi (asimilation), sedangkan proses

sosial yang disosiatif juga dibagi lagi ke dalam tiga bentuk, yaitu:

(1) persaingan (competition), (2) kontravensi (contravension), dan

(3) pertentangan atau pertikaian (conflict).

1. Proses Sosial Asosiatif

25

Proses sosial yang asosiatif adalah proses sosial di dalam realitas sosial anggota-anggota masyarakatnya dalam keadaan harmoni yang mengarah pada pola-pola kerja sama. Harmoni sosial ini menciptakan kondisi sosial yang teratur atau disebut social order. Di dalam realitas sosial terdapat seperangkat tata aturan yang mengatur perilaku peran anggotanya. Jika anggota masyarakat dalam keadaan mematuhi tata aturan ini, maka pola- pola harmoni sosial yang mengarah pada kerja sama antar anggota-anggota masyarakat akan tercipta. Selanjutnya harmoni sosial ini akan menghasilkan integrasi sosial, yaitu pola sosial di mana para anggota masyarakatnya dalam keadaan bersatu padu menjalin kerja sama.

Didalam proses sosial asosiatif, dibedakan menjadi beberapa bagian, diantaranya adalah: a. Kerja Sama (Co-operation)

Kerja sama dapat dijumpai hampir dalam setiap kehidupan sosial mulai dari anak-anak hingga kehidupan keluarga, kelompok kekerabatan hingga ke dalam komunitas sosial. Kerja sama bisa terjadi karena didorong oleh kesamaan tujuan atau manfaat yang akan diperoleh dalam kelompok tersebut. Kerja sama timbul jika orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian

26 terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan ini melalui kerja sama.

Sementara itu, bentuk kerja sama dibedakan menjadi tiga macam, yaitu; (1) Bargaining process (proses tawar-menawar),

(2) Co-optation (cooptasi), dan (3) Coalition (koalisi). b. Akomodasi (Accomodation)

Akomodasi merupakan upaya untuk mencapai penyelesaian dari suatu pertikaian atau konflik oleh pihak-pihak yang bertikai yang mengarah pada kondisi atau keadaan selesainya suatu konflik atau pertikaian tersebut. Kemudian, bentuk-bentuk akomodasi yaitu; (1) koersif, (2) kompromi, (3) arbitrasi, (4) mediasi, (5) konsiliasi, (6) toleransi, (7) Stelmate, dan (8) ajudikasi c. Asimilasi (Asimilation)

Asimilasi merupakan proses sosial yang ditandai oleh adanya upaya-upaya mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang perorangan atau antar kelompok sosial yang diikuti pula usaha-usaha untuk mencapai kesatuan tindakan, sikap, dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan bersama.

2. Proses Sosial Disosiatif

Proses sosial disosiatif adalah keadaan realitas sosial dalam keadaan disharmoni sebagai akibat adanya pertentangan

27 antar-anggota masyarakat. Proses sosial yang disosiatif ini dipicu oleh adanya ketidaktertiban sosial. Keadaan ini memunculkan disintegrasi sosial akibat dari pertentangan antar anggota masyarakat tersebut. Proses-proses sosial yang disosiatif di antaranya yaitu: a. Persaingan (Competition)

Persaingan merupakan proses sosial di mana orang perorangan atau kelompok mausia yang terlibat dalam proses tersebut saling berebut untuk mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada masa tertentu menjadi pusat perhatian publik dengan cara menarik perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada, tanpa menggunakan ancaman atau kekerasan. Tipe-tiper persaingan ini meliputi antar pribadi dan antar kelompok, yang nantinya akan menimbulkan persaingan di berbagai bidang. b. Kontravensi (Contravension)

Kontravensi merupakan proses sosial yang berada di antara persaingan dengan pertentangan atau pertikaian yang ditandai oleh gejala-gejala adanya ketidakpastian tentang diri seseorang atau rencana dan perasaan tidak suka yang disembunyikan, kebencian atau keragu-raguan terhadap kepribadian seseorang. Dalam pengertian lain, kontravensi merupakan sikap mental yang tersembunyi terhadap orang lain

28

atau terhadap unsur-unsur kebudayaan tertentu yang berubah

menjadi kebencian, akan tetapi tidak sampai pada pertentangan

atau pertikaian.

c. Pertentangan atau pertikaian (Conflict)

Konflik merupakan proses sosial di mana masing-masing

pihak yang berinteraksi berusaha untuk saling menghancurkan,

menyingkirkan, mengalahkan karena berbagai alasan seperti

rasa benci atau rasa permusuhan. Adapun permasalahan

utamanya adalah adanya suatu perbedaan.

2. Kerangka Berfikir

Didalam setiap penelitian tentu harus ada yang namanya kerangka

berfikir sebagai pijakan, dasar, alur, atau sebagai pedoman dalam

menentukan arah suatu penelitian. Hal ini diperlukan agar penelitian

tetap fokus dan berjalan sesuai alur kajian yang akan diteliti.

Bagan 1 : Skema Kerangka Berfikir

Proses Sosial

Asosiatif Disosiatif

Ondel-ondel

29

F. Metode Penelitian

1. Jenis Peneitian

Jenis Penelitian dalam skripsi ini adalah dengan

menggunakan jenis penelitian kualitatif. Pengumpulan data

dilakukan dengan cara field research yaitu kegiatan penelitian di

lapangan. Bogdan dan Taylor (dalam, moleong 1997:3)

mendefinisikan “metodologi kualitatif” sebagai prosedur penelitian

yang menghasilkan data desktiptif berupa kata-kata tertulis atau

lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.

Dalam penelitian skripsi ini dilakukan di kampung Betawi,

Jagakarsa, Jakarta Selatan yang kemudian nantinya akan diperoleh

data deskriptif baik yang berupa dokumen ataupun penjelasan

secara lisan mengenai transformasi kesenian ondel-ondel.

2. Sumber Data

Karena penelitian ini adalah jenis penelitian field research

(penelitian lapangan) maka dalam pengumpulan data, penulis

membagi sumber data menjadi dua bagia :

a. Sumber data primer yang mencakup segala elemen yang

menyangkut suku Betawi.

30

b. Sumber data sekunder yang mencakup referensi ataupun

penelitian yang berhubungan dengan kesenian ondel-

ondel dan transformasi makna.

3. Teknik Pengumpulan Data

Data-data yang diambil dari penelitian ini dikumpulkan dengan teknik sebagai berikut :

Pengamatan (observation) kemampuan dari peneliti bagainmana melihat subjek penelitian, dalam pengamatan peneliti mendapatkan subjek dari yang diamati (Moeleng, 2010:175)

Teknik yang penulis gunakan dalam pengumpulan data agar memperoleh hasil yang valid adalah : a. Observasi

Yaitu tata cara menghimpun data atau keterangan yang dilakukan dengan pengamatan atau pencatatan sistematis terhadap gejala-gejala yang dijadikan pengamatan (Anas Sudjono, 1986:36). b. Wawancara

Selain observasi, penulis melaukan wawancara. Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang mencakup cara yang digunakan seseorang untuk tujuan suatu tugas tertentu mencoba mendapatkan keterangan lisan dari seorang informan degnan percakapan berhadapan muka (Koentjaraningrat, 1989:32).

31

Wawancara ini dirancang dalam bentuk pertanyaan terbuka yang kemudian dilakukan dengan cara wawancara secara mendalam yang bertujuan untuk mendapatkan informasi secara luas untuk kepentingan penelitian ini. Pertanyaan-pertanyaan dimulai dari umum, kemudian masuk kepada hal-hal yang berhubungan dengan pokok bahasan (Burhan Bungin, 2009:108).

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara setidaknya sebanyak 6 informan yang sudah ditentukan. Alasan memilih informan tersebut adalah karena penulis berasumsi mereka mempunyai pengetahuan yang jelas tentang kesenian ondel-ondel atau tentang kebetawian, mereka berlatar belakang sebagai budayawan, seniman, LKB (Lembaga Kebudayaan Betawi), pengrajin, dan pegiat ondel-ondel keliling, berikut data informan yang akan diwawancarai :

Tabel 1.2

Daftar Informan

No Nama Informan Status Informan

1. Bang Andi Yahya Saputra Budayawan LKB

2. Bang Jazuri (Jacx) Budayawan LKB/Pemilik Sanggar

3. Bang Jahir Seniman/LKB/Pemilik Sanggar

32

4. Bang Bolink Pengrajin Ondel-ondel

5. Bang Edi Bangkok Pengrajin Ondel-ondel

6. Pak Mul Ondel-ondel keliling

4. Analisis dan Interpretasi Data

Analisis merupakan kegiatan: (1) pengurutan data sesuai dengan rentang permasalahan atau urutan pemahaman yang ingin diperoleh; (2) pengorganisasian data dalam formasi, kategori, ataupun unit perian tertentu sesuai dengan antisipasi peneliti; (3) interpretasi peneliti berkenaan dengan signifikansi butir- butirataupun satuan data sejalan dengan pemahaman yang ingin diperoleh; (4) penilaian atas butir ataupun satuan data sehingga membuahkan kesimpulan: baik atau buruk, tepat atau tidak tepat, signifikan atau tidak signifikan (Maryaeni 2005:74)

Analisis dara menurut Patton (1980:268), adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Bogdan dan Taylor (1975:79) mendefinisikan analisis data sebagai proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis

(ide) seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan hipotesis (ide) itu.

5. Lokasi Penelitian

33

Lokasi penelitian tidak berfokus pada satu titik wilayah,

peneliti mengambil data dari berbagai lokasi di wilayah Betawi,

yaitu tersebar di wilayah Jakarta dan Tangerang Selatan. Alasan

penulis memilih lokasi yang tersebar ini adalah karena jika

membahas tentang Ondel-ondel itu cakupannya luas, tidak bisa di

fokuskan pada satu wilayah tertentu. Hal ini juga dikarenakan data

yang ada dilapangan sedikit dan juga agar semakin banyak data yang

diambil secara tersebar juga peneliti berharap data yang diperoleh

dapat menjawab pertanyaan yang ada.

G. Sistematika Penelitian

Dalam penelitian ini akan disajikan dalam empat bab, masing- masing bab akan memaparkan informasi sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan : Pernyataan masalah, pertanyaan penelitian, tinjauan pustaka, tujuan dan manfaat penelitian, kajian teori, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Kondisi Kesenian Ondel-ondel : Halaman ini berisi tentang kondisi kesenian ondel-ondel baik dahulu dengan yang terkini.

Bab III Perubahan Sosial Kesenian Ondel-Ondel dalam Masyarakat

Betawi : Halaman ini berisi tentang analisis transformasi kesenian ondel- ondel.

34

Bab IV Penutup : Halaman ini secara khusus berisi tentang kesimpulan dan saran terhadap pokok-pokok permasalahan.

Daftar Pustaka : Halaman ini berisikan pustaka yang diacu dalam penulisan skripsi.

35

BAB II

KONDISI KESENIAN ONDEL-ONDEL BETAWI

A. Kesenian Ondel-ondel Betawi

Dalam kebudayaan Betawi, terdapat maskot yang dikenal masyarakat yaitu Ondel-ondel. Ondel-Ondel adalah boneka raksaksa yang memiliki tinggi

2.5 meter dan terdapat dua tipe yaitu laki-laki dan perempuan (Rosyadi, 2006).

Ondel laki-laki memiliki wajah merah dan berkumis sementara Ondel perempuan memiliki warna muka putih atau kuning. Sebagian besar anak-anak

Betawi yang mengetahui secara visual bentuk Ondel-ondel, akan tetapi tidak memahami lebih detil lagi tentang ondel-ondel. Sebagai generasi penerus, harusnya mengetahui informasi tentang kesenian ciri khas daerah yaitu Ondel- ondel (Joni dan Amanda, 2013:21).

Teater Betawi adalah suatu pertunjukan yang didalamnya menampikan lakon atau cerita dan mempunyai empat jenis teater; teater tutur, teater tanpa tutur, teater peran, danteater . Teater tanpa tutur adalah jenis teater yang dimainkan secara tanpa bicara, seperti hanya meragakan gerak tubuh dengan diikuti iringan lagu dan musik. Di Betawi, teater tanpa tutur ada dua, yaitu onde- ondel dan gemblokan. Onde-ondel adalah suatu wujud yang dijadikan personifikasi dari leluhur nenek moyang. Dengan ini,dapat dianggap menjadi pembawa lakon atau cerita, walaupun hanya sebagai alat peraga yang tidak bertutur atau berbicara (Suriyadarma, 2018).

36

Pertunjukan Ondel-ondel sudah ada sejak sebelum tersebarnya agama

Islam di pulau Jawa ini. Pada awalnya, masyarakat Betawi menyebutnya sebagai Barongan, yang berasal dari kata barengan atau juga bareng-bareng.

Sebutan tersebut berasal dari ajakan dalam bahasa Betawi “nyok kita ngarak bareng-bareng”. Namun pada waktu seniman Betawi Benyamin Sueb (alm) menyanyikan Ondel-ondel, Barongan pun lebih sering disebut sebagai Ondel- ondel. Bagaimanapun Benyamin tidak bermaksud untuk mengubah sebutan dari boneka Betawi tersebut. Namun sesaat seteah laguyang diciptakannya laris dipasaran, Barongan tergeser dengan sebutan Ondel-ondel (Suriyadarma,

2018).

Pada era 40-an Ondel-ondel berperan sebagai leluhur atau nenek moyang yang senantiasa menjaga anak cucunya atau penduduk suatu desa dan personifikasi leluhur sebagai pelindung. Pola pemikiran masyarakat dulu yang masih percaya terhadap hal-hal yang berbau mistis membuat boneka Ondel- ondel dijadikan media perantara untuk para roh-roh nenek moyang. Hal ini dapat dilihat dari bentuk dan ukuran boneka Ondel-Ondel yang memiliki mimik wajah seram dan bercaling serta berambut gondrong dan berantakan dengan ukuran boneka yang lebih besar dari ukuran boneka Ondel-ondel sekarang

(Suriyadarma, 2018).

Boneka Ondel-ondel kini lebih terlihat ramah tanpa menggunakan caling serta penampilannya yang semakin rapih seperti manusia pada umumnya. Boneka Ondel-ondel dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian kepala dan bagian badan. Dibagian kepala ada mahkota yang berhiaskan

37 beranekaragam flora maupun fauna seperti naga, burung, bunga dan lain-lain.

Selain itu juga ada kembang kelapa di kepala yang berbentuk seperti kumpulan sekumpulan daun kelapa yang artinya ibarat kota Jakarta yang dahulu bernama

Sunda Kelapa,karena pada waktu itu merupakan perkebunan Kelapa

(Suriyadarma, 2018).

Pada wajahnya umunya berwarna merah pada Ondel-ondel laki-laki dan berwarna putih pada Ondel-ondel perempuan. Warna merah ini melambangkan kekuatan, kekuasaan, keberanian dan ego yang keras, sedangkan pada yang perempuan melambangkan kesucian, keramahan, kelembutan dan keanggunan

(Suriyadarma, 2018).

Pada sbagian badan, boneka Ondel-ondel memakai pakaian yang disebut sebagai kebaya encim, sedangkan yang laki-laki, pakaian yang digunakan adalah sadaria atau ujung serong. Kemudian pada pada bagian bawah boneka menggunakan sarung yang disebut sarung jamblang. Pada acara resmi, biasanya boneka laki-laki dibagian bahunya diseempangkan sarung cukin yang memiliki motif kotak-kotak, sedangkan pada yang wanita memakai selendang yang bermotif flora dan fauna (Suriyadarma, 2018).

Pada era 40-an, Ondel-ondel digunakan sebagai pengusir roh jahat dan sebagai penolak bala oleh sebagian warga Betawi. Ondel-ondel juga menjadi wadah atau wujud dari leluhur nenek moyang yang dipercaya menjaga masyarakat. Namun kini telah bergeser seiring dengan kemajuan pemikiran masyarakat Betawi (Suriyadarma, 2018).

38

Membuat Ondel-ondel besar yang berukuran setinggi 2,5 meter dengan diameter sekitar 80 centimeter membutuhkan waktu tersendiri. Untuk membuatnya menggunakan bahan baku berupa bambu yang dibentuk sebagai rangka boneka. Secara teknis pembuatan Ondel-ondel terbagi menjadi dua komponen, yaitu rangka dan topeng. Untuk membuat rangka bahan yang dibutuhkan hanyalah bambu dan ijuk. Sedangkan untuk topeng dahulu bahan yang digunakan yaitu kayu yang harus diukir, namun saat ini topeng Ondel- ondel lebih banyak dibuat dari bahan fiber glass. Selanjutnya si pengrajin melakoni empat tahap dasar yakni membuat kerangka bulat untuk bagian bawah, pinggang serta leher termasuk rangka bagian bahu. Kemudian kerangka

Ondel-ondel ditegakkan dengan bambu, setelah itu bagian bahu Ondel-ondel akan dilumuri dengan semen sekaligus ditempeli kertas, tujuannya untuk mendapatkan kesan bahu yang mirip anatomi manusia (Suriyadarma, 2018).

B. Kondisi Kesenian Ondel-ondel Betawi

Ondel-ondel adalah salah satu kesenian khas etnis Betawi. Sejarah

pertama kali ditemukannya ondel-ondel ini memang masih belum jelas

waktunya. Pendapat mengenai sejarah lahirnya Ondel-ondel ini memang

masih simpang siur baik dari kalangan Betawi itu sendiri dan para peneliti.

Berdasarkan informasi yang saya terima, ondel-ondel ini memang sudah

lama ada pada masa sebelum merdeka atau pada masa penjajahan

kolonial Belanda. Seperti yang dituturkan oleh salah satu informan :

“ini ada dia orang rajin si Olivier Johanes Raap, dia mengumpulkan kartu pos masa kolonial dan disini ada gambar ondel-ondel. jadi tahun 20an itu namanya udah ondel-ondel. jadi dikatakan ondel-

39

ondel itu sebagai boneka raksasa penangkal wabah penyakit. jadi dia mendapatkan kartu pos bergambar ondel-ondel pada tahun 1920” (Bang Yahya LKB)

Tidak hanya itu, pernyataan diatas bukan satu-satunya yang menyebutkan bahwa Ondel-ondel sudah ada pada masa penjajahan, bahkan lebih jauh menurut salah satu informan menegaskan bahwa ondel-ondel ini sudah ada sejak abad ke-16.

“Begitu juga dengan ondel-ondel, ondel-ondel tuh sejak abad 16 udah ada, kalo ga salah Scott Merrillees atau siapa itu sudah menemukan di Batavia ini khususnya di daerah Jawa ini ada iringan masyarakat ngiringin boneka besar, pake alat tabuhan dapur, ada yang dari dandang, panci kan gitu, Big Puppet lah istilahnya, boneka besar” (Bang Jacx atau Zajuri LKB).

Menurut pendapat tersebut dijelaskan bahwa jaman dulu sudah ditemukan sepasang boneka raksasa yang diarak oleh mayarakat Jawa khususnya Batavia yang ditemukan oleh Scott Merriellees, terlebih lagi ada satu peneliti Belanda yang bernama Olivier Johanes Raap pada tahun 1920- an di Batavia telah mengabadikan foto Ondel-ondel dalam bentuk kartu pos dan dimuat dalam bukunya yang berjudul “Soeka Doeka di Djawa Tempo

Doeloe”, beliau memberikan julukan “poppen om geesten te verjagen” yang artinya boneka pengusir roh.

Gambar 1.2

Kartu Pos Zaman Belanda Tahun 1920-an

40

(Sumber : Soeka Doeka di Djawa Tempo Doeloe hal 121)

Arti dari Ondel-ondel ini juga banyak yang berasumsi dan belum memiliki arti yang pasti. Akan tetapi, berdasarkan data yang saya temukan bahwa mengapa boneka ini dinamakan Ondel-ondel itu adalah karena

Ondel-ondel berasal dari kata “gondel-gondel” yang berarti gerakan tangan yang bergerak kemana-mana atau yang berasal dari gerakan yang fleksibel pada saat Ondel-ondel dimainkan. Seperti yang dikatakan oleh salah satu informan seperti berikut :

“belum ada yang meneliti kenapa namanya berubah jadi ondel- ondel, nah saya berasumsi nama itu karena itu dia didalam atraksi- atraksinya didalem ekspresi pertujukannya itu melakukan gerakan yang fleksibel, jadi ondel-ondel itu artinya gerakan yang fleksibel, yang gerakan itu diterjemahkan oleh kaum sufi, kalo orang sono tuh ada tari sufi, jadi itu gerakan yang memang konsentrasinya pada dirinya untuk yang maha agung, kalo tari sufi kan kepada allah swt yang muter-muter itu, nah jadi gerakan ondel-ondel itu artinya gerakan yang fleksibel”

Pada awalnya, kesenian ini bukanlah bernama ondel-ondel, yakni bernama “Barongan”. Penamaan “Barongan” juga masih belum tahu pasti

41 kenapa, tapi berdasarkan informasi yang saya terima penyebutan tersebut didapat dari cara memainkan ondel-ondel karena membutuhkan banyak orang atau dari kata “berbarengan”, seperti yang dikatakan oleh informan berikut :

“..jadi kalo kita nyebut barongan yang terkait dengan ondel-ondel itu berbeda dengan kalo kita menyebut barong yang di , itu beda yah, barongan barongsai, karena barung disini arti harfiahnya itu bahasa betawi arkaias, bahasa betawi klasik barung itu berarti rombongan” (Bang Yahya LKB)

Walaupun memang dalam penyebutan boneka tersebut sekarang sudah menjadi “ondel-ondel”, akan tetapi masih banyak orang Betawi asli yang menyebut boneka tersebut dengan penyebutan “Barongan”. Seperti salah satu informan yang saya temui di kawasan sekitaran Pasar Gaplok

Jakarta Pusat, dia mengatakan sebagai berikut :

“:..barongan semua, kalo orang-orang dulu ga ada yang nyebutnya ondel-ondel, masih betawi-betawi dulu nyebutnya barongan. baru berubah pas benyamin S nyanyi baru, kalo orang-orang dulu sih tetep sampe sekarang tuh orang bekasi ape tetep masih barongan, orang-orang sini yang kuno-kuno gitu yang betawi-betawi dari dulu masih manggil barongan ampe sekarang, gitu..” (Bang Jahir LKB)

Tujuan awal masyarakat Betawi dalam membuat boneka ondel- ondel ini adalah untuk menjadi penolak bala, wabah penyakit dan sebagai bentuk rasa syukur kepada yang maha kuasa. Seperti yang dituturkan oleh informan berikut :

“..nih yang saya tau aja ya, dulu kalo kate babeh saya, dulu itu bukan onde-ondel, disebut barongan, ada suatu kampung kena bala, itu kena penyakit cacar. jadi dulu dia ditabuhkan bukan dengan gendang gong, pake tampah, pake panci keliling kampung, supaya bala itu

42

pegi dan suatu kampung itu babeh saya bikin lah barongan, dia bikin dari gendang gong” (Bang Jahir LKB) Pangkasnya, lanjut : “..jadi permainan/kesenian ekspresi kesenian yang bentuknya seperti boneka itu dan dimainkan secara bersama-sama untuk tujuan-tujuan melawan energi negatif yang mungkin sengaja dateng, yang mungkin sengaja secara alamiah kayak gagal panen itu kan kaya misalnya wabah-wabah gagal panen itu wereng, tikus, burung, keong racun ape segala macem itu juga sebagai penangkal itu, juga menangkal wabah penyakit, yang paling mengerikan jaman dulu itu kan yang menular yang sangat cepet itu apa namanya menularnya kaya sakit mata, cacar air, mencret nah itu penyakit-penyakit yang sangat cepet, maka buru-buru ketua-ketua kampung itu panggil perkumpulan barongan untuk melakukan ritus atau upacara mengusir wabah penyakit, mengusir toh jahat, mengusir energi negatif dari yang sedang berkembang mereka upacara ngukup dengan macem-macem persembahan dengan macem-macem bacaan, jadi dia sebelum islam namanya barongan, dan biasanya memang menjadi media utama dalam upacara sedekah bumi atau sedekah panen, jadi kalo abis panen itu ada upacara panen, dipanggilah pimpinan ondel-ondel untuk melakukan upacara ngukup. upacara ngukup itu upacara segayeng, segala macem tujuannya...”(Bang Yahya LKB) Dari pemaparan tersebut, dijelaskan bahwa pada waktu itu ondel- ondel digunakan sebagai sesuatu yang sakral. Hal ini dikarenakan ondel- ondel bukan hanya sebatas boneka besar biasa yang diciptakan tanpa makna, melainkan boneka yang dipercaya memiliki kekuatan tersendiri dan mempunyai makna yang dalam. Hal ini dijelaskan oleh salah satu informan yang dituturkan sebagai berikut :

“..manusia betawi masa lalu melihat ini kita harus ada satu kekuatan yang harus ada pada kita untuk melawan segala keburukan yang ada. apa ? maka mereka melihat sesuatu yang besar raksasa itu jahat mahluk besar maka kita harus menciptakan sesuatu yang besar yang memiliki kekuatan didalamnya untuk melawan itu semua. maka didalam angan-angan dia sesuatu yang besar itu makhluk rakasasa, yang harus mempunyai kekuatan untuk menahan kejahatan, jadi ide ini kemudian dinyatakan dalam ekspresi sesuatu yang besar yaitu

43

boneka yang besar, boneka yang besar laki-perempu paling ga 3 meter tingginya, karena bayangan angkara murka itu seram menyeramkan, maka mukanya juga harus diekspresikan dengan muka yang serem untuk yang laki-laki mukanya besar mukanya serem merah atau item tapi umumnya merah dengan mata melotot pake caling kumis jigrag kumis baplang rambut jigrak”(Bang Yahya LKB) Jadi, yang laki-laki berwajah merah, bertaring dan seram ini melambangkan ketegasan dan kegarangan, sedangkan yang perempuan berwajah putih dan senyum ini melambangkan sesosok yang suci dan bersih. Hal ini juga yang menjadi alasan mengapa ondel-ondel tersebut diciptakan secara berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan.

“..jadi boneka ini dibikin sepasang laki perempuan, yang laki wajahnya menyeramkan yang perempuan wajahnya melembutkan jadi itu simbol berpasang-pasangan, laki-perempu, siang-malam, jahat-tidak jahat, maha kuasa dan tidak maha kuasa, jadi simbol ekuilibrium simbol keseimbangan” Hal ini dikarenakan masyarakat Betawi dahulu memaknai simbol

Ondel-ondel sebagai suatu wujud dari keseimbangan alam yang dimanifestasikan dalam bentuk laki-laki dan bentuk perempuan, itulah sebabnya Ondel-ondel diciptakan secara berpasang-pasangan. Seperti yang dijelaskan oleh informan sebagai berikut ini :

“dia jadi adanya makna keseluruhan,karena kan udah satu kesatuan ga bisa dipisah-pisah, jadi rambutnya begini, calingnya begini, mukanya begini, ga ada. itu satu kesatuan yang utuh yang maknanya secara simbolis adalah keseimbangan alam semesta, dia berpasang- pasangan, ketertiban yang dia pelihara”(Bang Yahya LKB). Pada awalnya, dalam pembuatan ondel-ondel ini tidak boleh sembarangan. Seseorang yang membuat ondel-ondel ini harus melakukan ritual atau upacara sebelum membuat ondel-ondel. Tidak hanya itu, dalam

44 proses pemilihan bahan baku juga tidak boleh sembarangan, harus dengan klasifikasi yang sudah ditentukan. Seperti yang dituturkan oleh informan sebagai berikut :

“iya pengrajin ya engga sembarangan, kan itu harus ada upacara- upacaranya, pilih kayunya itu kan harus dipilih, ga pake kayu sembarangan.....dulu kan mereka mau bikin itu dikumpulin semua, bambunya dikumpulin, ijuknya dikumpulin, mereka bikin upacara” (Bang Yahya LKB). Selanjutnya, salah satu pengrajin juga menjelaskan sebagai berikut : “..dan pembuatannya juga ga sembarangan kalo dulu, dari bambu, bikin topengnya ada puasanya dulu, karena tujuannya itu emang untuk menolak bala, kan kadang ada pesta panen tuh betawi dulu, jadi abis pesta panen agar acaranya berjalan lancar nah pake itu, makannya bikinnya duu ya seperti itu ada puasannya dan orang- orang tertentu doang yang bisa bikin” (Bang Bolink) “..bambunya itu ga bisa bambu sembarangan asal tebang jadiin rangka, bambu itu harus, satu tegak lurus, tuanya cukup, sebab kalo bambu itu roboh, itu panasnya kurang, kedua tidak lagi tumbuh rebung, kenapa karena kondisi bambu itu sedang lemah, sehingga mudah dimakan hama, jadi betul-betul yang tegak lurus, itu ada caranya juga seperti itu, tapi sekarangkan ga mungkin gitu” (Bang Jacx). Seperti yang dijelaskan bahwa untuk pembuatan Ondel-ondel ini tidak sembarangan, harus memperhatikan kualitas dari bahan-bahan yang akan digunakan untuk membuat boneka tersebut. Seperti harus memilih bambu yang tegak lurus dan tuasnya cukup yang bertujuan untuk membuat rangka yang kuat. Selanjutnya harus memperhatikan kondisi bambu yang tidak tumbuh rebung, karena ketika ada rebung yang tumbuh kondisi bambu tersebut sedang lemah sehingga mudah dimakan hama. Selain itu juga dikatakan bahwa untuk pengrajin pembuat Ondel-ondel harus melakukan

45 ritual seperti puasa, agar niat membuat boneka selaras dengan tujuan pembuatan.

Bagi mereka yang menjadi orang yang menggerakkan ondel-ondel pun juga tidak boleh sembarangan. Mereka harus memiliki fisik dan hati yang kuat. Fisik ini ditujukan agar si pembawa ondel-ondel kuat dalam mengarak ondel-ondel. Disini kuat dalam artian membawa ondel-ondel yang tidak enteng dengan jarak keliling yang jauh. Seperti yang dijelaskan oleh informan sebagai berikut :

“..dulu itu semua yang membawa itu juga diupacarain, tukang bawa nih, jadi ga kaya sekarang yang sembarangan aja, kalo dulu memang khusus, fisiknya harus kuat, karena dia kan harus keliling kampung” (Bang Yahya LKB) Untuk mengiringi ondel-ondel pada waktu itu masih menggunakan tabuhan dari alat dapur yang dipukul-pukul, seperti panci, dandang dan lainnya. Seperti yang dikatakan oleh informan sebagai berikut :

“..kalo ga salah James Scott atau siapa itu sudah menemukan di Batavia ini khususnya di daerah Jawa ini ada iringan masyarakat ngiringin boneka besar, pake alat tabuhan dapur, ada yang dari dandang, panci kan gitu..” (Bang Jacx) Lanjut dijelaskan mengapa memakai tabuhan dapur ialah karena pada waktu itu masyarakat Betawi memakai barang seadanya, belum memilih atau menjadikan alat musik sebagai opsi dalam pengiringan Ondel- ondel seperti sekarang ini. Seperti yang dijelaskan oleh informan berikut :

“kalo yang dulu obrot-obrotan, obrot-obrotan itu seadanya gitu, dulu tangannya ga bisa dimainin, keplek gitu aja, selendangnya juga seadanya” (Bang Jahir LKB)

46

Hingga kini perkembangan kesenian Ondel-ondel sudah tidak lagi menjadi hal yang sakral melainkan sudah tergesernya pemahaman masyarakat tentang Ondel-ondel. Ondel-ondel kini sedang berada pada titik komersil, dimana Ondel-ondel dilihat sebagai suatu barang yang mempunyai nilai jual.

47

BAB III

ONDEL-ONDEL DALAM PERUBAHAN SOSIAL SOSIAL

MASYARAKAT BETAWI

Dalam bab ini akan dibahas tentang temuan data yang penulis dapatkan dilapangan dengan melalui wawancara dan observasi secara langsung. Analisa ini tentang transformasi apa saja yang telah dialami oleh ondel-ondel dengan studi kasus pegiat ondel-ondel yang ada di wilayah kampung Betawi, Jagakarsa, Jakarta

Selatan. Untuk memudahkan pembaca dalam memahami pembahasan bab ini, penulis membagi kedalam dua sub bab. Diantaranya adalah proses transformasi ondel-ondel, dan respon para tokoh serta masyarakat Betawi terhadap transformasi yang terjadi pada ondel-ondel.

A. Proses Transformasi

Sebelum menganalisis lebih jauh, penulis memberi definisi terlebih dahulu tentang transformasi. Handayani (2011) menyebutkan transformasi sebagai perubahan bentuk, rupa, sifat dan sebagainya. Perubahan yang dimaksud merujuk pada sosio-kultural. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia transformasi adalah perubahan, berubah keadaan yang sebelumnya menjadi baru sama sekali. Jadi dapat disimpulkan bahwa transformasi adalah suatu keadaan perubahan dari suatu keadaan awal menuju keadaan yang baru atau terjadinya pembaruan terhadap sesuatu baik fisik dan non fisik.

48

Untuk menganalisis proses transformasi kesenian ondel-ondel, peneliti menggunakan teori proses sosial Gillin dan Gillin. Dalam teorinya, Gillin dan Gillin mengatakan bahwa didalam kehidupan sosial ada yang namanya proses sosial.

Proses sosial dapat diartikan sebagai pengaruh timbal balik antara berbagai segi kehidupan bersama atau di dalam kehidupan sosial. Hal ini berkaitan dengan transformasi kesenian ondel-ondel yang dikarenakan adanya timbal balik yang dipengaruhi oleh berbagai segi kehidupan sosial.

Menurut Gillin dan Gillin, proses sosial secara garis besar dibagi dalam dua bentuk, yaitu: (1) proses sosial asosiatif, dan (2) proses sosial disosiatif. Adapun proses sosial yang asosiatif dibagi ke dalam tiga macam, yaitu: (1) kerja sama (co- operation), (2) akomodasi (accomodation), dan (3) asimilasi (asimilation), sedangkan proses sosial yang disosiatif juga dibagi lagi ke dalam tiga bentuk, yaitu:

(1) persaingan (competition), (2) kontravensi (contravension), dan (3) pertentangan atau pertikaian (conflict).

1. Proses Sosial Asosiatif

Proses sosial yang asosiatif adalah proses sosial di dalam realitas

sosial anggota-anggota masyarakatnya dalam keadaan harmoni yang

mengarah pada pola-pola kerja sama. Harmoni sosial ini menciptakan

kondisi sosial yang teratur atau disebut social order. Dalam hal ini,

terjadinya transformasi kesenian ondel-ondel juga dikarenakan adanya

49 proses sosial asosiatif, dimana didalam prakteknya dilapangan ditemukannya bentuk-bentuk kerja sama, akomodasi dan asimilasi. a. Kerja Sama

Kemudian para pengrajin dalam pembuatan ondel-ondel pun juga mempunyai beberapa kesepakatan dengan pihak luar, diantaranya dengan pemerintah melalui program kerjasama yang dilakukan diantara pengrajin ondel-ondel dengan pemerintah. Kerja sama ini dilakukan dengan cara setiap tahunnya para pengrajin mendapat kesempatan untuk membuat ondel-ondel guna menjadi pajangan untuk kantor-kantor pemerintah khususnya DKI Jakarta serta kelurahan-kelurahan maupun sekolah. Seperti yang dijelaskan oleh narasumber berikut ini :

“dijual iya, dulu kan masih program pemerintah, jadi setiap setaun sekali tuh yang gede ditaro sekolah di kelurahan-kelurahan. sekarang karena ada banyak temen kita yang bikin juga ada temen kita juga yang kebagian, makannya sekarang udah mulai, karena kan udah diituin sama gubernur sertiap kantor tuh ada ondel-ondel, jadi temen kita yang lain tuh kebagian” (Bang Bolink).

Lanjut dijelaskan :

“sekarang udah ada program yang tadi saya bilang itu di tiap kantor udah harus ada ondel-ondel dipajang di setiap kantornya, jadi temen- temen pengrajin yang lainnya pun bisa berkreasi lagi membuat ondel-ondel sesuai permintaan kantor-kantor gitu, alhamdulillah sih pemerintah buat program seperti itu, jadi temen-temen kita juga alhamdulillah rejekinya ada lagi, nah sekarang kan event-event pemerintah sudah banyak, jadi ada bazar dimana-mana sering ikut, karena acara-acara betawi sekarang udah banyak” (Bang Bolink).

Kemudian juga selain mendapat jatah kerja sama untuk membuat ondel-ondel sebagai pajangan, khususnya pemerintah Jakarta juga mengadakan kerja sama dengan pengrajin yang berupa untuk mengisi

50

kegiatan pembelajaran dan pelatihan ekstra kesenian pembuatan kerajian

ondel-ondel yang terbuat dari bahan-bahan seadanya seperti dari botol

bekas, kock bekas, kain bekas dan lain-lain yang ada di Unit Pelayanan

Terpadu Kampung Betawi Setu Babakan Seperti yang dikatakan oleh

narsumber berikut ini :

“iya ada, ada bazarnya di setu. kan saya kan udah masuk binaan setu babakan, jadi sabtu minggu itu di setu. nah di setu itu ada 15 kelompok macem-macem, nah kalo pengrajinnya saya yang ondel- ondel, ada yang dodol bir plethhok” (Bang Bolink).

Kemudian juga bersama Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB) juga mengajak para seniman kesenian Betawi yang ingin mendapat pentas dengan mengadakan bazar rutin juga acara gebyar budaya Betawi yang dilakukan di wilayah-wilayah di Jakarta. Seperti yang dijelaskan oleh narasumber berikut :

“ada bazar, ada gebyar budaya betawi, kalo sebelum taun baru kemarin tuh LKB bikin gebyar budaya betawi 5 wilayah, ada pasar malem, kita main disitu, kita ramein, bakal orang kampung tamu- tamu ape supaya biar kumpul orang” (Bang Jahir LKB)

Selain itu, kerja sama yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan cara mengisi acara-acara atau perhelatan kepemerintahan seperti menjadikan kesenian ondel-ondel sebagai kesenian pembuka dikala ada tamu negara yang datang serta menjadikan ondel-ondel sebagai pajangan.

Lanjut dijelaskan oleh narasumber :

“paling acara-acara di gedung pemerintahan, biasanya gitu. misal ada tamu-tamu dari luar nah sama ondel-ondel diarak gitu, sekarang

51

sih kantor-kantor udah pada punya ondel-ondel masing-masing biasanya” (Bang Bolink). b. Akomodasi Akomodasi merupakan upaya untuk mencapai penyelesaian dari suatu pertikaian atau konflik oleh pihak-pihak yang bertikai yang mengarah pada kondisi atau keadaan selesainya suatu konflik atau pertikaian tersebut.

Dalam temuan dilapangan memang ditemukannya pertentangan dari berbagai macam pihak, dimana penulis melihat beberapa pihak, seperti pemerintah, Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB), dan kelompok ondel- ondel jalanan.

Dimana pertentangan ini bermula dari munculnya kelompok ondel- ondel jalanan yang dinilai merugikan kebudayaan Betawi. Dikarenakan ondel-ondel sebagai produk peninggalan leluhur Betawi yang syarat akan makna dan tujuan kini digunakan sebagai alat ngamen dengan cara yang seperti tidak mempunyai etika dan sopan santun. Kemudian pihak LKB dengan pemerintah tengah mencoba untuk menertibkan dan memberikan sosialisasi kepada para kelompok ondel-ondel jalanan ini. Seperti yang dijelaskan oleh narasumber berikut :

“jadi kita pernah ada usaha buat nertibkan sama pemerintah DKI, disitu perwakilan dari LKB sama dinas yang turun buat nyamperin yang empunya lapak sewa ondel-ondel yang termasuk gede di kampung Betawi senen” (Bang Yahya LKB) Lanjut dijelaskan oleh narasumber lain : “waktu kita ke pak mul itu dia bilangnya saya kalo ga begini ga bisa makan bang, susah, kalo kita idup bakal berut kita ga bisa bilang apa-apa, ya kita sama-sama seniman lah, ga bisa kita dagel gitu aja” (Bang Jahir LKB)

52

Dari penjelasan tersebut bisa dijelaskan bahwa adanya pertentangan antar pihak mengenai ondel-ondel ini sudah mengalami yang namanya bentuk akmodasi yaitu konversi (convertion) dan toleransi. Dimana dengan adanya bentuk akomdasi tersebut berbagai macam pihak yang terlibat sudah mencapai kesepakatan. Dalam hal ini kelompok pengamen ondel-ondel jalanan tidak bisa sekedar ditertibkan oleh yang berwenang dikarenakan mereka mencari nafkah untuk keluarganya melalui cara mengamen dengan ondel-ondel. Kemudian terkait dengan pertentangan ini, pencarain nafkah dengan cara mengamen ini dijelaskan oleh pak mul sebagai tukang sewa ondel-ondel, sebagai berikut :

“mereka kan karena udah berkeluarga ga mau menunggu sifatnya. nah sekarang gini, kalo dia nunggu anak bininya kan belum makan, kite balik lagi jangan ngeliat kite, liat mereka lah, daripada mereka dipaksain menunggu jatuhnya jadi maling. maap ye kalo saya bilang, orang kalo urusan perut bisa ngebunuh orang” (Pak Mul) Lanjut dia menjelaskan : “sering kali saya bilang sama orang pemerintahan, kalo orang masalah perut itu bisa gelap mata bang beda, cuman selagi pemerintah mengupayakan, biarlah lepas mereka biar berjalan dulu, nanti setelah udah ada chanel ada lubangnya silakan, nanti kan mereka ga nganggur, jangankan mereka nganggur seminggu sebulan, sehari aja nganggur dirumah itu teriak bang, bukan dia yang teriak, anak istrinya teriak” (Pak Mul). Jadi, dari penjelasan diatas terkait titik temu akomodasi ini adalah

dengan selagi pemerintah mencari jalan dan upaya solusi terkait pengamen

ondel-ondel ini, mereka juga membiarkan ondel-ondel keliling ini

beroperasi mencari nafkah di jalanan. Walaupun sampai sekarang

53

pemerintah belum juga berupaya dalam mewujudkan solusi yang berbentuk

nyata.

c. Asimilasi

Asimilasi merupakan proses sosial yang ditandai oleh adanya upaya- upaya mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang perorangan atau antar kelompok sosial yang diikuti pula usaha-usaha untuk mencapai kesatuan tindakan, sikap, dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan bersama.

Dalam hal transformasi kesenian ondel-ondel Betawi memang dipengaruhi dari berbagai macam aspek kehidupan, salah satunya etnis.

Adanya transformasi kesenian ondel-ondel ini adalah karena banyaknya warga pendatang diluar etnis Betawi yang datang dan kemudian melakukan pernikahan dengan etnis Betawi dan juga dalam hal ondel-ondel jalanan ini mereka juga banyak dilakukan oleh etnis-etnis pendatang seperti, Batak,

Jawa, Sunda dan lain-lain, yang kemudian dalam hal ini lama-lama memudarkan kesenian asli ondel-ondel Betawi. Seperti yang dijelaskan oleh narasumber berikut ini :

“Kebanyakan sih dari Bogor, Jawa, kalo betawi asli jarang mau ngamen. Kaya ane paling bikin-bikin aje, anak ane kalo lagi ngga ada kerjaan ya baru jalan. Kalo ada kerjaan ngga jalan biasanya” (Pak Mul) Dari penjelasan diatas ketika ditanya mengenai etnis mana yang menjadi ondel-ondel jalanan adalah justru kebanyakan dari luar etnis Betawi itu sendiri. Disini etnis Betawi berperan kebanyakan sebagai seniman atau

54

pengrajin ondel-ondel, jarang ada yang ngamen dari etnis Betawi. Juga

dijelaskan oleh salah satu pengrajin seperti berikut :

“itu ada orang batak, jawa maap ya, jadi bukan orang betawi yang ngamen itu” (Bang Jahir LKB) Jadi dapat di jelaskan bahwa adanya transformasi ini disebabkan

karena adanya ketidak pahaman terhadap kesenian dan sejarah asli ondel-

ondel Betawi, ditambah dengan adanya campur tangan etnis lain yang

memang mimin bahkan tidak tahu akan informasi yang terkandung dalam

ondel-ondel membuat kesenian ini semakin mengalami pengaburan

informasi yang terkandung didalamnya.

2. Proses Sosial Disosiatif

Proses sosial disosiatif adalah keadaan realitas sosial dalam keadaan disharmoni sebagai akibat adanya pertentangan antar-anggota masyarakat.

Proses sosial yang disosiatif ini dipicu oleh adanya ketidaktertiban sosial.

Keadaan ini memunculkan disintegrasi sosial akibat dari pertentangan antar anggota masyarakat tersebut.

a. Persaingan

Persaingan merupakan proses sosial di mana orang perorangan atau

kelompok mausia yang terlibat dalam proses tersebut saling berebut untuk

mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada masa

tertentu menjadi pusat perhatian publik dengan cara menarik perhatian

55 publik atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada, tanpa menggunakan ancaman atau kekerasan.

Dalam hal transformasi kesenian ondel-ondel ini persaingan memang terjadi, dimana persaingan ini terjadi karena budaya. Banyaknya budaya asing yang masuk melatar belakangi persaingan yang ada. Yang kemudian karena adanya persaingan tersebut para pegiat ondel-ondel

Betawi berupaya dengan melakukan berbagai macam cara untuk dapat melestarikan budayanya. Seperti yang dijelaskan oleh narasumber berikut ini :

“ya kita ini keliling juga buat ngelestariin biar ondel-ondel ini tetep ada gitu loh, biar orang-orang pada tau kalo kita masih ada, sekarang orang pada ngebanggain budaya laen timbang budaya sendiri” (Pak Mul) Salah satu caranya dengan memodifikasi atau merubah penampilan dari ondel-ondel itu sendiri. Contohnya dengan membuat tampilan ondel- ondel agar tidak terlihat seram, membuat dengan variasi warna yang lebih beragam, serta mengubah alat musik dengan menggunakan tape recorder agar terlihat simpel serta dapat memutar lagu sesuai perkembangan zaman.

Kemudian juga maraknya ondel-ondel jalanan ini juga upaya untuk melestarikan budaya, mereka ingin mengingatkan dan menunjukkan kepada masyarakat bahwa kesenian ondel-ondel itu masih ada. Seperti yang dijelaskan pada wawancara berikut :

“saya juga sempet ribut, disamping yang islam dengan yang tradisi, ribut juga dengan pemerintah tentang muka ondel-ondel. yang asli itukan memang begitu menyeramkan, karena dia harus melawan

56

keseraman dari orang-orang atau kejahatan yang dateng, maka mukanya harus garang. nah akhirnya ini kan ondel-ondel harus lebih manis lah, jadi muka dicakepin, caling udah ga ada, jadi cuma make kumis, uah ga melotot” (Bang Yahya LKB) Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa adanya persaingan pendapat baik dari segi sosial, budaya, pemerintahan dan agama yang kemudian berdampak kepada adanya transformasi kesenian ondel-ondel ini. b. Kontravensi

Kontravensi merupakan sikap mental yang tersembunyi terhadap orang lain atau terhadap unsur-unsur kebudayaan tertentu yang berubah menjadi kebencian, akan tetapi tidak sampai pada pertentangan. Terkait dengan transformasi kesenian ondel-ondel ini, kontravensi juga ditemukan dilapangan. Dimana banyak dari masyarakat Betawi khususnya para seniman dan LKB yang tidak suka akan kehadiran kelompok ondel-ondel jalan ini. Pasalnya, mereka dinilai merendahkan kesenian ondel-ondel yang dibuat oleh leluhur etnis Betawi dengan makna dan nilai yang ada didalamnya. Seperti yang dijelaskan oleh narasumber berikut ini :

“wah itu ondel-ondel ya dari betawi ya, iya itu wah bagus-bagus, tapi loh kok ondel-ondel begitu ya jelek amat, jadi lebih banyak mudorotnya dari pada manfaatnya, orang-orang bilang ini upaya pelestarian, ah omong kosong orang kita udah melakukan pelestarian dari dulu kok, kita kan berjuang memajukan ondel-ondel agar diterima sebagai warisan budaya tak benda di nasional kan udah kita lakukan” (Bang Yahya LKB) Lanjutnya dijelaskan oleh narasumber lain seperti berikut ini : “saya kalo ketemu yang keliling begituan, saya setop, saya beli ondel-ondelnya, saya sering banget beli itu ondel-ondelnya, saya kan juga orang dinas, sekalian saya bawa ke dinas buat di sosialisasi, eh tapi bsk dia malah balik lagi” (Bang Jacx LKB).

57

Dari penjelasan diatas dapat kita ketahui bahwa adanya ketidak setujuan terhadap kelompok kesenian ondel-ondel jalanan dimana dari berbagai macam pihak telah mengecam perbuatan seperti ini. Peneliti juga sempat menemukan salah satu penjaga di kampung Betawi yang mengusir kelompok ondel-ondel jalanan agar menjauhi wilayah kampung Betawi tersebut. c. Pertikaian

Konflik merupakan proses sosial di mana masing-masing pihak yang berinteraksi berusaha untuk saling menghancurkan, menyingkirkan, mengalahkan karena berbagai alasan seperti rasa benci atau rasa permusuhan. Adapun permasalahan utamanya adalah adanya suatu perbedaan.

Dalam kasus transformasi kesenian ondel-ondel ini, terdapat fakta yang menarik tentang para kelompok ondel-ondel jalanan ini, dimana dalam mengarak ondel-ondel tersebut harus diwilayah kekuasaan masing-masing.

Disini juga terdapat pertikaian antar kelompok ondel-ondel dalam merebutkan wilayahnya yaitu dengan saling mengadu ondel-ondelnya satu sama lain dengan cara menabrakkan kepala ondel-ondel tersebut, dimana yang jadi pemenangnya ialah ondel-ondel yang mampu bertahan dan tidak mengalami kerusakan dibagian kepalanya.

“ni kalo ondel-ondel keliling juga kaga sembarangan, pada main wilayah-wilayahan, kalo mau negerebutin wilayah ni, mereka tarung

58

dah tuh, saling ngadu ondel-ondelnya, kalo kepalanya yang ancur dia yang kalah” (Pak Mul). B. Bentuk Transformasi Ondel-ondel

Setiap kehidupan masyarakat manusia senantiasa mengalami suatu perubahan- perubahan pada kehidupan masyarakat. Hal ini terjadi dikarenakan pada hakikatnya setiap manusia pasti memiliki tujuan dan kepentingan yang berbeda-beda.

Menurut hasil lapangan yang didapat penulis, perubahan kesenian ondel-ondel ini terjadi akibat bertambahnya jumlah penduduk pendatang dari luar kota yang mengakibatkan masyarakat Betawi ini lambat laun tergusur pindah ke beberapa tempat lainnya. Seperti yang dikatakan salah satu informan berikut :

“kenapa sekarang sudah jarang, menurut saya itu karena banyaknya migrasi yang dilakukan orang-orang dari daera-daerah ke Jakarta, makannye warga Betawi semua pada minggir dah, yang ada di Jakarta udah gedung-gedung doang”

Dari pernyataan tersebut dijelaskan bahwa banyaknya penduduk yang datang ke daerah Jakarta menjadi salah satu faktor yang paling berpengaruh. Hal ini dikarenakan dengan banyaknya pendatang yang migrasi ke Jakarta membuat para penduduk Betawi asli tersingkir ke lain daerah. Pertambahan penduduk akibatnya migrasi ini sangat berdampak kepada struktur perkotaan. Pasalnya, penduduk yang migrasi ke Jakarta ini pastinya memerlukan lahan untuk tempat tinggalnya, hasilnya banyak terjadi pembangunan. Hal ini juga tidak lepas dari penduduk Betawi sebagai tuan tanah yang menjual tanahnya akibat dari pengaruh zaman. Hal ini juga diperkuat oleh penjelasan dari salah satu informan sebagai berikut :

59

“ya ruang-ruang untuk ekspresi mereka semakin ga ada, itu kan sudah gejala umum dari tahun 90-an, ketika kesenian-kesenian lain lebih masif menyerbu gang-gang, perubahan struktur perkotaan juga berubah, dulu kita kan setiap kampung masih ada halaman yang luas, kesenian-kesenian besar itu mentas kan dihalaman yang luas, ga mungkin di gang-gang begini, maka itu struktur kontor perkotaaan itu berubah, kemudian faktor praktis, jadi karena halaman depannya sempit” (Bang Yahya LKB)

Seperti yang telah dijelaskan berikut, bahwa pentas itu juga memerlukan halaman yang luas. Pada saat itu juga kesenian ondel-ondel diguanakan sebagai simbol wujud rasa syukur kepada yang maha kuasa atas diberikannya rezeki, dimana digunakan pada saat hari panen raya. Sedangkan pada saat ini Jakarta sudah jarang ada lahan dan sesak akan perumahan yang sudah jarang bahkan tidak ditemukannya lahan pertanian.

Bertambahnya penduduk ini juga menyebabkan beberapa masalah selain maslah sosial seperti adanya masalah ekonomi. Hal ini juga dampak dari bertambahnya penduduk yang datang dari luar kemudian peenduduk tersebut tidak diimbangi dengan adanya jumlah serapan tenaga kerja oleh suatu daerah tersebut, yang mana ini akan berdampak kepada banyaknya kemiskinan, pengangguran, kriminalitas dan lain-lain. Hal ini yang menyebabkan masyarakat yang tidak mempunyai pekerjaan itu menjadi pengamen, sama halnya dengan konteks Ondel- ondel ngamen ini. Seperti yang dikatakan oleh narsum sebagai berikut :

“Kenapa sekarang anak kecil sampe ngamen, orang tua malah ada yang merasa bangga kalo anaknya cacat, itu adalah modal, dijadiin modal iya kan. karena itu tergantung mindset pola pikirnya, mereka mau berubah apa tidak, kan gitu, sama juga itu kek ondel-ondel sekarang” (Bang Jacx LKB)

60

Seperti yang dijelaskan tersebut bahwa alasan untuk mengamen ialah karena ekonomi. Penjelasan tersebut juga menyatakan bahwa anak cacat saja bisa dijadikan modal, sama halnya dengan Ondel-ondel yang dijadikan modal untuk wadah komersial, baik ngamen maupun dijual.

Kemudian adanya penemuan-penemuan baru juga menjadi salah satu faktor berubahnya kesenian Ondel-ondel Betawi ini. Para pemain kesenian Ondel-ondel sekarang telah berinovasi baik berupa ide, gagasan dan alat sehingga kesenian

Ondel-ondel mengalami beberapa modifikasi. Hal ini kemudian ada orang-orang yang memunculkan ide Ondel-ondel sebagai objek komersil yang bisa dijual dan tentunya juga berupa berinovasi melalui adanya alat-alat baru yang melekat pada

Ondel-ondel. Hal ini kemudian yang menjadikan Ondel-ondel Betawi sebagai alat mencari nafkah dengan mengamen dan berjualan ragam Ondel-ondel. Dengan adanya tape dorong yang simpel kemudian memudahkan pengamen untuk menggantikan alat-alat musik tradisional pengiring Ondel-ondel yang kemudian berdampak pada kemudahannya dalam mengiringi ondel-ondel dengan sedikit orang dan tidak ribet mempersiapkan alat.

“nanti kan mereka ga nganggur, jangankan mereka nganggur seminggu sebulan, sehari aja nganggur dirumah itu teriak bang, bukan dia yang teriak, anak istrinya teriak. okelah ada bantuan KJP dari pemerintah, kan bukan harian. yang dibutuhkan sama kita rakyat miskin terutama itu harian. kalo buat bulanan mingguan mah dia masih bisa usaha kesono kesini deh, harian. kita mau ngeliat anak-anak kita nangis ngeliat temennya jajan, ga mungkin kan” (Pak Mul)

Seperti yang dijelaskan Pak Mul salah seorang yang menyewakan Ondel-ondel untuk ngamen diatas dapat disimpulkan bahwa Ondel-ondel ini disewakan kepada

61 pengamen atas dasar ekonomi, artinya bahwa gagasan atau ide Ondel-ondel sebagai sesuatu yang sakral berubah menjadi sesuatu yang mempunyai nilai jual.

Kemudian pendidikan mengajarkan kepada individu aneka macam kemampuan. Pendidikan memberikan nilai-nilai tertentu bagi manusia, terutama dalam membuka fikirannya serta menerima hal-hal baru dan juga bagaimana cara berfikir secara obyektif, yang mana akan memberikan kemampuan untuk menilai apakah kebudayaan masyarakatnya akan dapat dipenuhi kebutuhan-kebutuhan zaman atau tidak (Soerjono Seokanto, 2009:363)

Dalam kasus diatas, yang terkait dengan faktor perubahan makna kesenian

Ondel-ondel Betawi yaitu melalui pendidikan formal, yang mana dalam pendidikan formal ini masyarakat dapat mendapatkan pengetahuan tentang hal-hal umum serta dapat mengetahui batasan-batasan tentang mana yang baik dan yang buruk. Seperti yang dikatakan oleh salah satu narsum berikut ini :

“dengan banyaknya sanggar, kaya di LKB, Cuma kan ga bisa sembarangan orang juga orang masuk. Kita punya lembaga kebudayaan betawi, kita punya setu babakan untuk dia berkreasi dan belajar, cuman yang mereka butuhkan makan bukan belajar, orang sekolah aja ditinggal kan gitu, sebenarnya ini. terus terang aja semuanya ini diawali dari salahnya pendidikan kita, semakin sekarang kan pendidikan moral semakin ilang, dikala moral udah ga ada susah lah orang, hancurlah hidup, sementara kalo kita berbicara betawi filosofinya tentang moral dan akhlak”

Seperti yang dijelaskan diatas, dapat disimpulkan bahwa adanya perubahan makna kesenian Ondel-ondel Betawi ini adalah karena faktor dari pendidikan. Hal ini dikarenakan pendidikan saat ini sangat berorientasi pada pelajaran universal atau pelajaran umum secara praktis. Dia juga menjelaskan bahwa pelajaran moral yang

62 diajarkan disekolah-sekolahan sudah tidak ada. Sedangkan ketika kita berbicara tentang Betawi filosofinya kental akan moral dan akhlak. Termasuk dengan kesenian Ondel-ondel yang mana leluhur dahulu membuat kesenian ini bukan hanya sekedar membuat boneka, melainkan dengan penuh nilai dan makna.

Tidak dipungkiri lagi bahwa manusia adalah mahluk sosial, dimana didalam prosesnya manusia ini selalu berinteraksi dan dihadapkan dengan hal-hal baru seperti adanya kontak dengan budaya asing. Adanya interaksi antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya akan menyebabkan saling berpengaruh. Di samping itu, pengaruh dapat berlangsung pula melalui komunikasi satu arah, yakni komunikasi dengan media-media massa. Hal ini yang kemudian mempengaruhi jalannya proses kehidupan sosial dan memunculkan dampak baru akibat adanya proses kontak dengan kebudayaan asing.

Dalam konteks pembahasan ini, kesenian Ondel-ondel Betawi yang mengalami perubahan juga sangat dipengaruhi dengan budaya lain. Kesakralan pudar karena adanya proses masuknya nila-nilai asing yang merubah cara pandangan masyarakat terhadap kesenian Ondel-ondel. Masuknya budaya asing juga sudah menjadi kelaziman di zaman modern ini. Hal ini sudah seperti perlombaan antar budaya, barang siapa yang tidak bisa mempertahankan dia yang kalah. Seperti yang dikatakan oleh narsum sebagai berikut :

“lama-lama mungkin tinggal kenangan aja, kan banyak budaya-budaya kita yang hilang, karya-karya anak bangsa kita yang hilang, karena kita sendiri ga peduli sama diri kita sendiri ama buaya kita sendiri, kita lebih seneng makan di mekdi dari pada makan di warteg yang emang itu budaya kita, gua main alat betawi alat musik gong segala macem ga keren, mendingan main produk luar,

63

gua lebih bangga main gitar daripada gua main kosidah atau ketimpring, abis lah” (Bang Jacx LKB)

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa budaya yang berasal dari luar lebih digemari dari pada budaya sendiri. Hal ini dapat diartikan bahwa dengan masuknya budaya-budaya luar juga kemudian budaya asli lambat laun semakin ditinggalkan, yang mana pada akhirnya kebudayaan lokal semakin hilang.

Kemudian juga ada dampak dari sisa masa penjajahan. Hampir tidak ada dampak positif dari perang atau penjajahan, melainkan peristiwa ini malah banyak membawa dampak buruk. Hal buruk ini seperti adanya korban baik korban jiwa maupun non jiwa, seperti sumber daya yang ada di suatu wilayah tersebut.

Kemudian dampak dari peperangan inilah yang menjadi salah satu faktor perubahan makna kesenian Ondel-ondel Betawi. Hal ini mengakibatkan adanya sumber daya pengetahuan yang dirampas dari Indonesia pada waktu penjajahan kolonial Belanda dahulu. Seperti yang dijelaskan oleh salah satu narsum seperti berikut :

“kenapa literatur sejarah tentang Indonesia ini susah dicari, karena ini adalah dampak dari penjajahan bangsa kolonial pada waktu itu, ga heran kalo kebanyakan peninggalan atau ga catetan-catetan tentang Indonesia banyakan di Belanda. Ini juga terkait dari adanya upaya pembodohan kepada pribumi yang dilakukan pada waktu itu” (Bang Jahir LKB) Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa peperangan ini membawa dampak yang sangat besar terhadap perkembangan di suatu wilayah. Dampak dari peperangan tersebut adalah suatu dampak yang negatif. Hal ini yang dilakukan oleh pemerintahan kolonial pada waktu itu terhadap penduduk pribumi, dimana pada waktu itu pemerintah kolonial meraup sumber daya-sumber daya yang ada di

Indonesia, termasuk sumber daya akan pengetahuan tentang Indonesia. Pada waktu

64 itu mereka meneliti dan mengarsipkan apa-apa yang ada di Indonesia, termasuk ditemukannya Ondel-ondel yang sedang yang sedang daiarak oleh masyarakat oleh

Johanes Raap. Bahkan dijelaskan oleh Ir Soekarno dalam bukunya Dibawah

Bendera Revolusi dikatakan 2/3 peninggalan bangsa Indonesia ada di Belanda.

Sehingga dengan adanya dampak tersebut mengakibatkan tidak adanya sumber informasi ketika kita ingin mengetahui tentang sejarah, atau informasi-informasi yang kita inginkan. Perubahan makna kesenian Ondel-ondel ini juga muncul akibat dari adanya gap atau ketidak tahuan masyarakat sekarang tentang sejarah kesenian

Ondel-ondel.

Seperti yang ditegaskan oleh salah satu narsum berikut ini :

“Cuma pemahaman kitanya yang berubah, semua jenis kesenian tradisional itu mengalami pemunduran pemahaman, jadi ada gap.jadi gap itu ada 2, gap secara fisik misalnya kamu ga pernah tau kalo diceritain musik sampyung, wah apaan nih sampyung ya, nah itu gap secara fisik, gap secara pengetahuan, wah kamu ga pernah membaca literatur tentang apa itu sampyung, jadi wah boroo-boro tau, ga tau. nah jadi gap itu semakin hari semakin banyak pengikutnya ya akhirnya dengan sendirinya dianggap dia tidak memiliki makna mistis lagi ditengah masyarakatnya, padahal dia tetep, hanya pemahamannya yang berubah” (Bang Yahya LKB)

1. Bentuk Transformasi Kesenian Ondel-ondel

Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas tentang faktor-faktor

penyebab berubahnya kesenian Ondel-ondel Betawi, berikut adalah bentuk

perubahan yang terjadi didalam kesenian tersebut dari awal penggunaan

Ondel-ondel sampai sekarang berdasarkan data yang peneliti dapat.

Tabel 1

65

Tabel 1.3 : Data Perubahan Ondel-ondel Betawi

No Kesenian Dahulu Sekarang Ondel- Ondel

1 Waktu Ketika ada Tak mengenal waktu, Pelaksanaan wabah, penyakit 17-an, HUT Jakarta, / Acara menular, dan Pentas Seni, hajat panen raya rakyat (sunatan, nikah dll)

2 Fungsi Menolak bala, Nyari dana, Ngamen, mengusir hal- hiburan, kerajinan dan hal negatif, dijual wujud rasa syukur

3 Pelaku Sesepuh, tokoh Siapapun, seniman dan masyarakat pengamen kampung

4 Tempat Di sekitar Di jalanan, Mall, tempat kejadian dekorasi, tempat perkara di hajatan kampung masing-masing

(Sumber : Data Lapangan Peneliti)

66

5 Pengiring Masyarakat Kelompok kesenian sekitar tempat dan siapapun kejadian

6 Alat Tabuhan dapur Tehyan, gong, pengiring ketimpring, kenong, kempul, kecrek, rebana

Berdasarkan tabel data yang telah peneliti dapat dilapangan yang sudah saya muat dalam tabel diatas dapat dikatakan bahwa ondel-ondel secara keseluruhan telah mengalami perubahan. Dari fungsinya ondel-ondel dahulu adalah sebagai penolak bala, penolak hal-hal negatif, dan sebagai wujud rasa syukur atas rezeki yang diberikan untuk yang maha kuasa, sedangkan pada zaman sekarang ini Ondel-ondel berfungsi sebagai sesuatu barang komersil atau hiburan. Kemudian untuk pelaksanaan atau pada acara apa Ondel-ondel digunakan dahulu pada saat adanya wabah penyakit menular seperti cacar, penyakit mata, adanya bala atau hal-hal negatif, lalu pada saat panen raya, sedangkan pada zaman sekarang ini Ondel-ondel digunakan pada saat acara ulang tahun Jakarta, pentas seni, juga hajatan

(nikahan, sunatan dan lain).

67

Gambar 1.3

Pengiring Ondel-ondel serta alat musiknya (Sumber: indonesiakaya.com)

Hal ini juga berkaitan dengan tempat digunakannya Ondel-ondel betawi, dimana berdasarkan fungsinya bahwa dahulu Ondel-ondel dilaksanakan di sekitar tempat kejadian perkara atau di kampung-kampung, sawah dan macam-macam, sedangkan dari fungsinya Ondel-ondel sekarang digunakan atau dimainkan di Mall, di jalanan, tempat hajatan, dan menjadi barang dagangan, barang sewaan, barang untuk mengamen, dekorasi dan lain-lain. Ondel-ondel sudah diciptakan dengan berbagai macam rupa, ada yang mini terbuat dari botol bekas, kok bekas dan macam-macam kerajinan.

Kemudian untuk pelaku yang memainkan Ondel-ondel ini dahulu adalah sesepuh atau tokoh yang mengerti tentang Ondel-ondel dalam artian bukan orang biasa, sedangkan sekarang yang memainkan ondel-ondel itu adalah seniman atau siapapun bisa memainkan. Sedangkan pengiring

Ondel-ondel ini dahulu adalah masyarakat sekitar kejadian, begitu juga dengan sekarang yang diiringi oleh kelompok kesenian ataupun siapapun.

68

Lalu untuk alat pengiringnya dahulu adalah dengan menggunakan alat-alat tabuhan dapur atau seadanya, namun sekarang diiringi dengan alat musik seperti tehyan, gong, kempul, kecrek, kemong dan bahkan semakin kesini menggunakan tape recorder.

Berdasarkan data yang telah peneliti dapat di lapangan juga bahwa secara karakteristik bentuk dan bahan pembuatan Ondel-ondel Betawi juga sudah mengalami beberapa perubahan dari karakteristik Ondel-ondel yang dahulu ke karakteristik yang sekarang yang sekarang.

Tabel 1.4

No Bentuk Dahulu Sekarang 1 Wajah/Kedok Kayu cempaka Fiber, bubur kertas 2 Rambut Ijuk, daun Ijuk, daun beringin pisang, kembang kertas 3 Kerangka Bambu Bambu/Besi

4 Pakaian Kain seadanya Kain satin, batik

5 Warna wajah Merah dan Warna-warni Putih

6 Tinggi 3 Meter 1,5 – 2,5 meter (tergantung permintaan)

Perbedaan bentuk karakteristik Ondel-ondel Betawi dahulu dan sekarang

(Sumber : Data Lapangan Peneliti)

69

Gambar 1.4

Bagian Atas atau Kepala Sekarang (Sumber: Data Pribadi)

Gambar 1.5

Ondel-ondel tahun 1920 (Sumber: kumparan.com)

Kalau kita berbicara mengenai karakteristik dan bentuk itu berarti merujuk pada apa-apa yang melekat pada Ondel-ondel Betawi, termasuk bahan pembuatan dan bentuk tubuh. Dalam kesenian Ondel-ondel Betawi ini pada awalnya, wajah ondel-ondel atau biasa yang disebut sebagai kedok dahulu berbahan kayu cempaka, maupun kayu-kayu lain yang harum dan sekarang kebanyakan sudah berbahan karbon fiber. Kalau dahulu sewaktu

70 masih berbahan kayu itu pembuatannya dengan cara di ukir, akan tapi sekarang sudah melalui hasil cetak. Seperti yang dijelaskan oleh salah satu narsum berikut ini :

“yang umum dipake itu kalo sekarang-sekarang ini pake kayu nangka, tapi kayu nangka kan berat, tapi kalo dulu yang mereka pilih itu kayu ini cempaka, kayu cempaka itu enteng dan kuat, ga seperti kayu lain kadang baunya kurang enak, kalo itu emang gampang diseset, gampang dibentuk, ga keras, tp kalo kayu nangka berat, atau kayu-kayu lain yang barang kali, sekarang kan kaya jazuri itu kan dia udah pake fiber glass”

Gambar 1.6

Motif Ondel-ondel Sekarang (Sumber: Data Pribadi)

Untuk rambut Ondel-ondel dari yang dahulu dengan yang awal juga pada umumnya sama. Mereka sama-sama menggunakan bahan dasar ijuk, kemudian dicampur dengan dedaunan, kalau dahulu menggunakan daun pohon beringin, tapi kalau sekarang menggunakan daun pisang. Lalu ditambahkan dekorasi kembang kertas dengan berbagai macam warna.

Sedangkan mahkota yang ada di kepalanya itu beragam motifnya, sesuai

71 keinginan pengrajin dan permintaan konsumen, tujuannya hanya untuk memperindah. Sedangkan untuk mata dan hidung masih sama yang dahulu dengan yang sekarang, yang membedakan adalah kalau telinga yang dahulu lebih besar ketimbang yang sekarang, lalu dari mulut dahulu itu bertaring sedangkan yang sekarang kebanyakan sudah tidak bertaring dan senyum.

Seperti yang dijelaskan oleh narsum berikut ini :

“itu kek rangka, nah terus pake dauin pisang, baru ijuk dah. udah rapih baru kita pake pala” (Pak Mul)

Lanjut Ketika ditanya mengenai mahkota :

“sebenernya sih itu mahkota cuma hiasan, supaya pemanis atas kedok aja” (Bang Jahir LKB)

Kemudian, untuk kerangka Ondel-ondel itu sendiri dari dahulu sampai yang sekarang masih sama mengguanakan bambu, akan tetapi karena saat ini Ondel-ondel terkadang digunakan sebagai dekorasi maka membutuhkan kerangka yang kuat, untuk dekorasi terkadang kerangkanya menggunakan besi, ini bertujuan agar kuat dan dapat tahan dalam jangka waktu yang lama. Untuk pakaiannya sendiri yang digunakan juga berbeda, kalau dahulu kain seadanya, kalau sekarang menggunakan kain jenis satin polos berwarna cerah seperti biru, kuning, merah, pink, dan lain-lain dengan berselendang kain satin bahkan ada yang batik. Kemudian dari tinggi Ondel- ondel dahulu sekitar dua setengah sampai tiga meter, kalau sekarang sekitar satu setengah sampai dua setengah meter dan terkadang tergantung permintaan konsumen. Seperti yang dijelaskan oleh narsum berikut ini :

72

“Itu pake bambu tali... kalo bahannye itu kita pake, apa sih istri saya sering belanja, kain satin” (Pak Mul) “orang ondel-ondel itu bikinnye dari bongsang tape, tape ada keranjangnya tuh bulet begitu, cuman dipakein daun-daunan ama kedok, jadi. kalo sekarang kan engga, pake bambu, ada pundak ada pinggang, bajunya juga kan sekarang bagus, kalo dulu kan pake kain apa aja dipake jaman dulu” (Bang Jahir LKB) “saya itu tingginya 2 meter, kalo sama kembang kelapanya itu 50 senti kembang kelapanya” (bang Jahir LKB)

Gambar 1.7

Kerangka Ondel-ondel (Sumber: Data Pribadi)

Gambar 1.8

73

Kerajianan Ondel-ondel (Sumber: Data Pribadi)

74

BAB V

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Kesenian Ondel-ondel merupakan kesenian khas Betawi yang

berbentuk sepasang boneka, laki dan perempuan serta mempunyai tinggi

sekitar 2,5 meter yang pada awalnya diciptakan sebagai penolak bala,

pengusir penyakit menular, penolak wabah dan upacara panen raya. Namun,

berdasarkan data yang diperoleh dilapangan dapat disimpulkan bahwa

kesenian Ondel-ondel Betawi ini telah mengalami perubahan, baik

perubahan dari segi makna, bentuk, dan penggunaanya. Hal ini pun yang

berlaku di wilayah kampung Betawi Jagakarsa, Jakarta Selatan.

Pada awalnya masyarakat melihat Ondel-ondel Betawi ini sebagai

sesuatu yang sakral yang mempunyai nilai magis. Hal ini karena Ondel-

ondel Betawi mempunyai makna sebagai suatu keseimbangan alam yang

dapat menetralisir hal-hal negatif, akan tetapi sekarang masyarakat menilai

Ondel-ondel ini sebagai suatu boneka yang mempunyai nilai jual komersil.

Transformasi ini dikarenakan oleh beberapa faktor, yaitu bertambahnya

penduduk, kebutuhan ekonomi, adanya inovasi, proses pendidikan, dampak

penjajahan, dan karena adanya kontak dengan budaya asing yang dimana

faktor tersebut menggerus keaslian kesenian Ondel-ondel Betawi. Alhasil

Ondel-ondel sekarang sudah dijadikan sebagai barang yang bisa dijual

75

dengan berbagai macam variasi dan bentuk serta digunakan juga sebagai

alat untuk ngamen keliling.

B. Saran

Dengan adanya penelitian ini, peneliti dapat memberikan saran

sebagai berikut :

1. Bagi pemerintah, diharapkan untuk memperhatikan lagi budaya-

budaya Nusantara, khususnya terhadap kesenian Ondel-ondel

Betawi ini dan segera untuk melakukan upaya nyata pelestarian

Ondel-ondel Betawi ini, karena budaya ini adalah wajah bagi

Nusantara terutama untuk Betawi dan juga diharapkan untuk

memikirkan masa depan budaya ini karena tantangan didepan

semakin banyak dan kompleks.

2. Bagi masyarakat, diharapkan untuk tetap menjaga dan

melestarikan budaya sendiri ini dengan cara mulai mencintai

budaya sendiri, mengedepankan produk buatan dalam negri,

bangga dengan produk dalam negri dan harus mulai sadar untuk

menjaga warisan nenek moyang yang kaya akan nila-nilai.

76

DAFTAR PUSTAKA

Aryono, Suryono. 1985 Kamus Antropologi. Jakarta, Persindo.

Blummer, Herbert, (1969 ), Symbolic interactionism. New Jersey: Harper And Row.

Burton, Graeme. Pengantar untuk Memahami Media dan Budaya Populer. Yogyakarta: Jalasutra, 2008.

Dewi, Heristina. Perubahan Makna Pertunjukan Jaran Kepang pada Masyarakat Jawa di Kelurahan Tanjung Sari, Medan. Jurnal Fakultas Sastra USU No 23, 2007.

Haedar, Aly. Pergeseran Makna Merti Dusun : Studi atas Ritual Warga Dusun Celengan, Tuntang, Semarang. Jurnal Pemikiran Islam dan Filsafat. 2016.

Herdiansyah, Haris. 2015. Wawancara, Observasi Dan Fokus Group Sebagai Instrumen Penggalian Data Kualitatif. Depok: PT. Raja Grafindo Persada.

Jonathan, Sarwono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta :Graha Ilmu.

J.R, Raco, 2010. Metode Penelitian Kualitatif Jenis Karakteristik dan Keunggulannya, Jakarta: Grasindo.

Koentjaraningrat. 1986. Pengantar Antropologi Sosial dan Budaya. Jakarta:

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Terbuka.

Koentjaraningrat. 1997. Metode Penelitian Masyarakat. Gramedia. Jakarta.

Laksmi. 2017. Teori Interaksi Simbolik Dalam Kajian Ilmu Perpustakaan Dan Informasi. Pustabiblia: Journal of Library and Information Science.

Mahsun. Pergeseran Makna dalam Kesenian Tari Ndolalak dan Implikasinya terhadap Kehidupan Sosial Keagamaan di Purworejo. Jurnal Fakultas Syariah dan Hukum UIN Walisongo Semarang.

77

Mawarni, Iga. Pertunjukan Seni Sandur (Studi Tentang Perubahan Tradisi Pertunjukan Seni Sandur Sebagai Bagian Dari Ritual Setelah Panen di Kabupaten Tuban). Jurnal Universitas Brawijaya. 2014.

Moleong, Lexy J. 2005. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Nottingham, Elizabeth. 1997. Agama dan Masyarakat. Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada.

Nurhyati, dkk. Transformasi Makna Tradisi Undhuh-Undhuh Pada Era Globalisasi di Mojowarno, Jombang. Jurnal Universitas Negeri Surabaya.

Paramita, sinta ( 2018 ). Pergeseran Makna Ondel – Ondel Pada Masyarakat Betawi Modern, Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia, Volume 1, Nomor 1 .

Poewadarminta. W.J.S. 2002 , Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: PN Balai Pustaka.

Rubaidi. Desakralisasi Tradisi Keagamaan : Studi Tentang Perubahan Makna Simbolik Istighosah di Jawa Timur. Jurnal UII. 2009.

Saidi, Ridwan. 2001. Profil Orang Betawi, Asal Muasal, Kebudayaan dan Adat Istiadatnya. Jakarta : PT. Gumara Kata.

Saputra, Andi Yahya (2009). Profile Seni Budaya Betawi. Jakarta : Dinas Pariwisata & Kebudayaan Prov . DKI Jakarta.

Shahab, Yasmine Zaki. Identitas dan Otoritas: Rekonstruksi Tradisi Betawi. Jakarta : Laboratorium Antropologi FISIP UI.

Soekanto, Soerjono. ( 1993 ). Kamus Sosiologi . Jakarta: Raja Grafiindo Persada.

Soekanto, Soerjono. (2001 ). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafiindo Persada.

Soeprapto, Riyadi. 2002. Interaksi Simbolik, Perspektif Sosiologi Modern. Yogyakarta: Averpes Press dan Pustaka Pelajar.

78

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Suparlan, Parsudi. (2004). Hubungan Antar Sukubangsa. Jakarta: penerbit KIK Press. Wahidin, Darto. Transformasi Makna Batik Cirebon : Dalam Perspektif Politik Negara dan Simbol Identitas. Jurnal UNESA. 2016.

Yusri, dkk. Potret Pergeseran Makna Budaya Ma’Nene Di Kecamatan Baroppu Kabupaten Toraja Utara Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Universitas Negeri Makassar. 2013.

79

80

LAMPIRAN

TRANSKRIP WAWANCARA

Hari/Tanggal : Selasa, 17 Desember 2019

Tempat : Kediaman Narsum (Setu Babakan)

Waktu : 12.00 – 14.00 Narasumber : Bang Bolink (Pengrajin Ondel-Ondel)

P : faktor mereka keliling apa tuh bang kira-kira ?

N : yaaa itu ekonomi, karena dapet duit

P : apa sekalian melestarikan gitu bang ?

N : wah engga, dapet duit. mereka juga begitu pakaianya, seadannya.

P : menurut abang nih emang dulu gimana sejarah ondel-ondel

N : sebenernya udah jauh beda sih sama sekarang, kalo ondel-ondel dulu kan bentuknya ga seperti ini dia, lebih serem mukanya, dia seperti ogok-ogok bercaling serem mukanya, ya peruntukannya juga itu untuk penolak bala kalo lagi ada acara dan pembuatannya juga ga sembarangan kalo dulu, dari bambu, bikin topengnya ada puasanya dulu, karena tujuannya itu emang untuk menolak bala, kan kadang ada pesta panen tuh betawi dulu, jadi abis pesta panen agar acaranya berjalan lancar nah pake itu, makannya bikinnya duu ya seperti itu ada puasannya dan orang-orang tertentu doang yang bisa bikin

P : yang buat ondel-ondel itu dari kalangan apa itu bang ?

81

N : kaya orang tua dulu aja sih, tokoh masyarakat, sepuh situ yang bisa bikin. nyari bambunya apalagi

P : kalau bahan-bahan pembuatan ondel-ondel dulu kaya gimana sama yang sekarang gimana ?

N : dulu kalo badannya dari bambu, Cuma ya mukanya itu emang lebih serem, dari kayu. mukannya dipahat pake kayu sekarang.

P : kalo yang sekarang ?

N : kalo ini udah fiber, karenakan sudah masal jadi bikin cetakan aja jadi cepet prosesnya. kalo lalu dulu ada ritualnya, ada puasanya dulu karena ribet bikinnya, dulukan becaling semua ondel-ondel sekarang sebagian sudah diilangin karena fungsinya untuk memperkenalkan budaya betawi, kalo dulu kan takut anak-anak semua, ga ada yang berani, iya serem. dulu kita ada, kaya gambarnya ni ada di balik kulit (sambil menunjukan kulit wayang bergambar ondel-ondel yang bertaring), ada taringnya dulu semuanya, punya kita dulu juga kek gitu. sekarang udah dihapus. dulu ini ada taringnya (sambil menunjukkan kepala ondel-ondel), yang cewe sama ada taringnya, sekarang udah dirubah, cetakannya udah dirubah semua ga ada taringnya. karena fungsinya itu ya nyesuain. makannya kek ogoh-ogoh itu kan dia mukannya serem.

P : nah kalo dari bentuknya nih, itu ada maknanya sendiri ga sih bang ?

N : engga paling warnanya aja, kalo warna mera ibaratkan gagah berani.

P : terus kalo yang cewe ?

N : lambang kesucian wanita wanita suci deh, wanita bersih suci.

P : kalo rambutnya bang ?

N : bebas rambutnya sih kalo ijuk. kalo dulu pake kembang kelapa asli pokoknya serema ada yang kering-kering.

P : berarti yang membedakan dari muka doang, kalo dulu serem sekarang biasa ?

82

N : iya, kalo pakaian cenderung cerah, kalo sekarang lebih cerah. kalo dulu tabuhannya pake panci kalo orang dulu. ada marawis, biasanya ketimpring gitu, kalo untuk proses hajatan biasanya begitu. kalo yang saya tau sih yang nemuin itu sebenernya orang luar, kapan ditemuinnya itu ga tau, pertama kali ada itu ga tau. namanya lupa sih, orang luar tuh ngeliat masyarakat betawi tabuhan pake panci itu ada ondel-ondelnya. tapi tahun pertama kali ditemuinnya ga tau, berarti kan sebelum itu udah ada sebenernya.

P : jadi kapan mulai ada ondel-ondel ga tau ya bang ?

N : iya.

P : kalo menurut abang nih, ondel-ondel apa sih bang artinya ?

N : boneka yang besar khas betawi

P : apa ada faktor lain ga bang selain ekonomi ?

N : engga sih ekonomi aja, mereka ga bisa berkreasi sih, kalo ditempat kita kanbikin ondel-ondel yang kecil-kecil, kalo mereka kan ga bikin. mereka ga ada jalan untuk kesananya, kalo kita kan kenapa sih bikin yang kecil-kecil gini, biar orang luar tuh dari luar jakarta biar bisa bawa onde-ondel dari jakarta. dulu kita ga ada yang kecil- kecil gini, adanya yang gede semua.

P : iya kalo yang gede ribet kalo dibawa jadi oleh-oleh gimana..

N : iya makannya kita buat yang kecil yang kecil. nah mereka itu berpatokan sama itu yang gede-gede terus, udah gitu ntar mereka ga ada, dari pemerintah juga belum itu maksudnya ga ada chanel untuk kesininya.

P : jadi apa nih bang perang pemerintah terhadap kesenian ondel-ondel ?

N : kalo sekarang tuh udah lumayan, karena temen saya tuh udah banyak yang bikin ondel-ondel. kalo dulu mah masih jarang, sekarang udah banyak.

P : yang kecil-kecil gini bang ?

83

N : he eh yang kecil-kecil gini udah banyak..

P : kalo yang gede ?

N : kalo yang gede apalagi banyak sekarang. itu makanya pengamen-pengamen pada beli.

P : kalo disini tuh dibuat apa sih bang ondel-ondel ?

N : kalo yang gede gini buat disewa aja.

P : dijual ?

N : dijual iya, dulu kan masih program pemerintah, jadi setiap setaun sekali tuh yang gede ditaro sekolah di kelurahan-kelurahan. sekarang karena ada banyak temen kita yang bikin juga ada temen kita juga yang kebagian, makannya sekarang udah mulai, karena kan udah diituin sama gubernur sertiap kantor tuh ada ondel- ondel, jadi temen kita yang lain tuh kebagian.

P : biasanya buat apa nih bang kalo sekarang-sekarang ondel-ondel dipake ?

N : hanya untuk hajatan sih dipajang, paling untuk ngarak, ngarak penganten biasanya gitu aja, atau dipajang dikantor.

P : nah kalo sanggar Argawana ini udah dari kapan ?

N : kalo ini udah dari tahun 95 dah. saya yang keberapa ya, ada lagi soalnya yang sebelum-sebelumnya.

P : sanggar memang khusus buat ondel-ondel ?

N : iya, tapi dulu prosesnya ada banyak sebenernya. ada baju, ada percetakannya dulu..

P : kalo abang udah dari tahun berapa nih, udah berapa lama llah kira-kira jadi pengrajin ini?

N : ada 10 tahun lebih saya udah

84

P : udah lumayan itu dah lama loh bang..

N : kalo masih sekalah dulu masih ikut-ikut aja sih. sebelumnya ini kan masih di rumah pak jacx ya dulu, belum lama disini, karena dia lagi direnovasi dulu rumahnya.

P : terus, ondel-ondel ini berapa meter sih bang biasa normal tingginya ?

N : normalnya kalo yang gede itu biasanya 2 sampe 2,5 meter sih, kalo yang kecil- kecil ini tergantung pengrajinnya aja sih. tapi kalo yang gede rata-rata sih sekitar 2 meter sampe 2,5 meter kalo yang gede-gede.

P : ini berarti ntar dijual dimana inibang ?

N : kita kebanyakan di setu, saya kan sabtu minggu di setu.

P : suplai ?

N : iya ada, ada bazarnya di setu. kan saya kan udah masuk binaan setu babakan, jadi sabtu minggu itu di setu. nah di setu itu ada 15 kelompok macem-macem, nah kalo pengrajinnya saya yang ondel-ondel, ada yang dodol bir plethhok.

P : kemarin ada tuh di setu toko ASNR, bang asriel, mau tanya-tanyain tapi kayaknya orangnya tertutup.

N : kalo di setu sih kebanyakan ngambil dari orang, jadi dia ga bikin sendiri, banyakan ngambil dari orang yang pengrajin lain, makannya dia ga bikin, kebanyakan gitu disitu tuh.

P : ngedrop ya

N : iya, taun baru biasanya nanti ada acara lagi

P : di setu lagi ?

N : he eh setu lagi

P : pentas betawi gitu ya ?

85

N : iya. baru kemarin itu acara silat betawi, minggu kemarin

P : berarti ini yang bang, dari ondel-ondel jaman dulu udah berubah maknanya ya bang, menurut abang gmna ?

N : iya sudah berubah karena fungsinya itu, setau saya sih itu, untuk memperkenalkan budaya betawi ke masyarakat, kebanyakan soalnya pada takut emang, ondel-ondelnya itu karena dari wajahnya emang serem, dari perubahan itu agak dirubah mukannya. tapi maknanya tetep, Cuma perubahan dari mukannya aja sih.

P : tadi dipake buat apa aja bang ondel-ondel ?

N : biasanya untuk arak-arakan pengantin kalo mau pernikahan biasanya kan gitu, pengantin prianya sebelum dateng ketempat wanitanya diarak dari depan, setelah itu dipajang ondel-ondelnya.

P : acara yang lain ?

N : paling acara-acara di gedung pemerintahan, biasanya gitu. misal ada tamu-tamu dari luar nah sama ondel-ondel diarak gitu, sekarang sih kantor-kantor udah pada punya ondel-ondel masing-masing biasanya.

P : nah terus nih bang dari peran pemerintah apa aja yang udah dilakuin untuk melestarikan budaya betawi khususnya ondel-ondel ?

N : sekarang udah ada program yang tadi saya bilang itu di tiap kantor udah harus ada ondel-ondel dipajang di setiap kantornya, jadi temen-temen pengrajin yang lainnya pun bisa berkreasi lagi membuat ondel-ondel sesuai permintaan kantor- kantor gitu, alhamdulillah sih pemerintah buat program seperti itu, jadi temen- temen kita juga alhamdulillah rejekinya ada lagi, nah sekarang kan event-event pemerintah sudah banyak, jadi ada bazar dimana-mana sering ikut, karena acara- acara betawi sekarang udah banyak.

P : udah pasti setahun sekali gitu ya ada dari permintaan pemerintah ?

86

N : iya, kalo acara event-event itu sering sih taun ini juga, apalagi sih di setu babakan juga ngisi, tempat lain juga banyak kok ada event tahunan

P : jadi itu sekaligus melestarikan budaya ?

N : iya, ga ada yang merasa disaingin, kita sama-sama kok, tujuan kita untuk ngelestariin aja kok, insyaallah rejeki mah ga ketuker.

P : ini kan jaman makin kesini takutnya tergeruskan.

N : makannya temen-temen tu mulai kreatif sekarang, bikin ondel-ondel tu sekarang udah bagus dah ondel-ondelnya, dibikin sekreatif mungkin sama temen-temen yang lain juga.

P : sama macem-macem variasinya ya ?

N : iya banyak variasinya macem-macem sekarang.

P : pertanyaan intinya ada empat sih bang, dari mulai kapan ondel-ondel, dipake buat apa aj , anah terus, faktor-faktor kenapa ini bisa berubah dari yang dulu ke sekarnag, nah terus satu lagi ada ga sih berarti perubahanmakna dari dulu sampe yang sekarang.

N : kalo perubahan maknanya sih engga ga berubah tetep seperti dulu, yang berubah hanya itu aja sih bentuk, tujuan kita melestarikan itu, kalo makna-makna yang lainnya sih ga berubah tetep sama, dan cara pembuatannya aja sih kalo dulu ada ritualnya sih sekarang udah engga, karena udah masal siapapun bisa bikin.

P : udah jadi komersialisasi ya..

N : iya sekarang.

P : dulu juga orang-orang tertentu doang

N : iya yang bisa bikin

P : iya emang sih kalo dicari di internet kapan ondel-ondel dibuat, ga ada yang tau..

87

N : saya lupa namanya siapa, bang jacx punya bukunya. adanya itu kapa ga tau. dulu orang kita kan salahnya itu ga nulis, jadi orang luar, jadi buku itu tuh ada masyarakat betawi tuh lagi ngarak, bukan ngarak apa ya kalo dulu namanya, bawa- bawa boneka besar pake tabuhan pake barang-barang dapur dulu mah kan, pake panci. makannya itu ketauannya pas itu dipukul itu. gara-gara dia ngeliat itu kan jadi ketauan dia ngeliat itu.

P : dulu namanya bukan ondel-ondel berarti ?

N : dulu barongan

P : terus berubah pas ?

N : saya kurang tahu kalo berubah jadi ondel-ondelnya.

P : saya juga dulu takut sama ondel-ondel, ngumpet dibelakang pintu. dulu udah dibuat ngamen sih pas kecil tahun 2000-an, tapi ga sebanyak sekarang sembrono banget.

N : iya makannya sekarang anak-anak pada duh

P : pendapat abang gimana tuh terima ga sih bang ?

N : engga, temen-temen yang lain juga

P : alasannya ?

N : itu seperti minta-minta gitu, ini kan maskotnya orang betawi, kenpa dibikin seperti itu, kek ngamen jatohnya.

P : padahal ini ikonnya betawi dan sakral dulu ini..

N : iya.. ditanya ya faktor mereka ya faktor ekonomi itu aja

P : ga ngelestariin ?

N : engga itu mah hahaha, kalo tempat-tempat wisata mungkin bisa, kek kerjasama, mungkin

88

P : itu saya ketemu babeh siapa ya namanya lupa di setu babakan, katanya kalo ada saya berentiin

N : ya gabakal terima temen-temen yang lain juga sama

P : ada komunitasnya ya bang berarti ?

N : iya ada, nah itu pada masuk-masuk dah tuh anak-anak kecil aduh, di depok banyak itu, dia di kontrakan bang biasanya, pada punya kontrakan di rumah sendiri.

P : itu yang ngamen ?

N : he em..

P : kalo di setu sini mana lagi pengrajin di setu bang ?

N : kalo di sini, kalo yang bener-bener pengrajin, di kebagusan udah ga ada, dia tuh yg bikin pake kayu. sekarang udah ga ada, ga ada yang nerusin, orangnya udah meninggal anak-anaknya ga ada yang nerusin, sekarang udah ga tau kemana itu dia, udah lama banget. kalo disini siapa lagi ya ga ada.

P : satu-satunya berarti kalo di setu ya ?

N : kalo disini iya, kalo di daerah-daerah lain tuh ada temen saya lagi

P : lagian dulu kan kayu ya bang, butuh keahlian khusus buat mahat..

N : iya emang itu, dipahat dari kayu

P : kalo yang ngamen-ngamen ada link nya ga bang ?

N : saya ada n telpon orangnya, sono orang depok. di grupnya juga ada saya liat- liat.

P : di depok juga ada pengrajinnya ?

N : saya ga tau pengrajinnya, saya ga tau dia beli dimana

P : udah jarang pengrajin yang bener-bener ?

89

N : ya udah jarang, di setu juga kebanyakan gitu ngambil dari orang lain.

N : saya biasanya juga ngajar, bikin yang kecil. yang dari shutle kok, ngajar disana kalo ada kunjungan sekolah-sekolah.

P : ini berati dari kapan bang buat yang kecil-kecil gini ?

N : ini dari tahun 2000-an

P : berapaan bang kalo ondel-ondel yang gede dijual ?

N : biasanya kisaran 5 juta, itu kalo yang dari bambu, kalo 6 juta itu dari yang besi.

P : berarti selain dilestarikan di dalem juga sering keluar ya ?

N : iya..

P : kalo pesenan-pesenan yang paling jauh dari mana ?

N : dari luar banyak, kebanyakan belanda tuh dulu. dia kalo ga salah ada musiumnya deh. ada pengrajin betawi disono banyak. yang piala dunia di jerman itu saya ga tau buat apa di beli. tapi ga tau buat apa. itu orangnya langsung kesini ketemu bang jacx sih, udah lama itu. dari bambu dia mesennya.

N : kebanyakan sih pemerintah yang bawa, karena bang jacx ada linknya

N : kalo ulang tahun jakarta kan disewa sampe sebulan, jadi sebelum ulang tahun jakarta itu sebulan udah disewa, makannya banyak dulu kita nganter.

P : pas ulang tahun itu pasti sibuk ya bang ?

N : iya, pas dari sebelum ulang tahun itu dah, yang kecil-kecil yang gede.

P : jadi pemerintah udah ngebantu banget ya bang ?

N : iya alhamdulillah sih

P : nah biasanya diiringin musiknya sama apa sih bang ?

90

N : marawis kalo engga ketimpring, atau ga sekalaian palang pintu kan juga ada musiknya.

P : tanjidor ?

N : bisa juga tanjidor

P : suka dukanya apa nih bang menggeluti dunia ondel-ondel ?

N : kebanyakan sukanya sih, soalnya bisa kemana aja, kalo dukanya itu sih nyari generasi berikutnya yang susah.

N : dulu kan saya sempet kerja diluar setaun, soalnya dulu yang sebelum saya udah pada kerja semua diluar, udah ga sempet, terus saya yang megang ini.

P : apa yang ngebuat abang lebih milih ini ?

N : karena saya suka, saya orang betawi, kebetulan sodara saya punya ini, kenapa saya engga lestariinbudaya betawi, panggilan hatilah. alhamdulillah rejeki mah ada aja. ya kalo saya mau nyari yang gede mah diluar kan.

P : ada lagi ga bang pesan-pesan buat pemerintah buat ondel-ondel ini ?

N : kalo di ondel-ondel sih itu aja sih lebih diketatin lagi masalah yang temen-temen ngamen. Kita sih ga nyalahin mereka, cuman lebih dirangkul lagi lah temen-temen kita itu, dikasih solusi, biar mereka ga gitu lagi.

P : terus kalo pesan-pesan buat masyarakat Indonesia apa nih ?

N : khususnya buat masyarakat betawi ya jangan pernah bosen jangan pernah malu buat melestarikan kesenian betawi, jangan sampe anak cucu kita ngeliat dibuku aja nanti.

P : kalo yang gede itu pembuatannya berapa lama dari awal ampe akhir ?

N : seminggu. sepasang itu

91

92

TRANSKRIP WAWANCARA

Hari/Tanggal : Rabu, 15 Januari 2020

Tempat : Kediaman Narsum (Tangsel)

Waktu : 11.00 – 12.30 Narasumber : Bang Edi Bangkok (Pengrajin Ondel-Ondel)

P : perkenalan dulu bang, namanya siapa bang ?

N : nama saya edy, kalo dipanggil edy bangkok lah

P : umur bang ?

N : usia 46

P : nah ini menjadi pengrajin ondel-ondel ni memang pekerjaan sehari-hari atau gmna bang ?

N : engga, kalo saya sih serabutan ya. kalo buat pengrajin sih kalo ada pesanan, kalo ada kegiatan semacem 17an, kegiata-kegiatan yang ada masyarakat lah

P : nah jadi kan saya pengen tanya nih bang tentang ondel-ondel nih bang, judulnya sih transformasi makna kesenian ondel-ondel, kenapa karena yang saya tau ondel- ondel ini sakral fungsinya untuk penolak bala, nah akhir-akhir ini kan yang ngarak kelilin tuh istilah kata ngamen lah, kek jadi miris bang.

N : iya sih sebetulnya emang iya, kalo diliat dari ini sih kurang etis juga, itu kan kesenian khusus betawi, jadi yang berbentuk sakral itu, dia kan orang-orang luar aja yang maenan kek gitu, karena dia ga ngerti, karena yang diiniin sama dia kan duplikatnya aja, kaya macem di ancol di monas kan banyak. tapi kaya yang bener-

93 bener sakral itu beda, yang betul-betul di kramatin. kalo yang buat sakral paling setahun sekali.

P : setahun sekali ini maksudnya gimana ya bang ?

N : kalo ada acara-acara sakral aja, kaya beduk kesenian rakyat

P : beduk apa ya bang ?

N : beduk itu pesta rakyat, dulu kan sering diadakannya di ciater, kalo sekarang kan yang gitu-gitu hampir punah. makannya saya tuh ngeliat dari kekosongan itu ah lebih baik saya buat ah, biar bangkit lagi kesenian di betawi, walaupun ga semirip bentuk aslinya.

P : abang jadi pengrajin gini udah berapa lama ?

N : saya hampir 2 tahun.

P : emang gimana sih bang, ondel-ondel yang dulu nih secara bentuknya dah, yang dulu sama yang sekarang bedanya apa ?

N : beda, bedanya bentuk sih sama, body sama, Cuma rupa apa namanya tuh aromanya beda, daya tariknya lah agak beda, kalo sekarang kita liat ga ada serem- seremnya.

P : dari bentuk wajahnya ?

N : iya beda wajahnya, walopun bentuk sama, rupa sama gitu kan, kek macem saya nih punya topeng, muka saya gini topeng saya gini, tapi dia liat aslinya kan lebih serem. auranya beda. karena yang gitu-gitu kan ga bisa dimainin, mau dimainin juga orangnya juga kesurupan.

P : dan cara orang dulu ngemainin ?

N : ritual, diarak keliling kampung.

P : ngaraknya ini ondel-ondelnya doang ?

94

N : sepasang sama , kalo sekarang kan pake tape, kek speaker, kalo dulu gamelan. itu kalo yang bawa pun kalo ada gamelan ga cape, kalo ada musik itu ga cape, itulah daya tariknya disitu. dulu kalo emg dia ga kuat ya ga kuat, kalo hatinya jahat ya ga kuat.

P : dulu sebelum ngarak kudu ritual dulu baik yang ondel-ondel sama musik ?

N : iya, seminggu sebelum itu udah diambil dari penyimpanannya, itu kan disimpen ditempat khusus, ga sembarangan ditaro ditempel didinding didepan rumah.

P : nah itu tempat khususnya dimana ? kek memang ada rumah atau gmna ?

N : dulu kan ada istilahnya kramat kyai buyut lah orang betawi bilang, kalo itu kan ada naungannya kan, kan ada kuncennya juga, juru kunci, kalo sekarang kan ya abis pake udah, taro depan rumah juga udah.

P : kalo tingginya nih ya kalo yang dulu smaa yang sekarang berapa sih ?

N : ya sama sih, kalo buatan saya sama, tingginya hampir 2 meter setengah sama kepala

P : nah kalo dari bahan nih, ondel-ondel yang dulu sama yang sekarang apa bahannya ?

N : kalo topengnya terbuat dari kayu jaman dulu

P : kayunya kayu apa itu bang

N : wah saya juga kurang tau dari apa jenisnya.

P : kalosekarang ?

N : kalo sekarang sih bisa dari sterofoam, bisa dari fiber, kalo sekarang kan kebanyakan fiber tuh

P : kalo abang makennya apa ?

95

N : kalo saya makenya juga fiber, tapi masih termasuk garang juga lah, kalo yang dipinggir jalan kan lucu yang dipinggir-pinggir jalan. kalo saya masih dibuat serem, soalnya biar nampak aslinya lagi

P : kalo rambutnya gimana tuh bang dulu pake apaan ?

N : rambutnya ijuk, dulu ijuk campur sama daun pohon beringin

P : ada maknanya juga ga sih ?

N : ga tau juga dah, mungkin maknanya karena keramatan itu kan identik dengan pohon beringin.

P : kalo sekarang ?

N : kalo sekarang kan make bunga kertas

P : itu yang cewe dulu juga serem bang ?

N : kalo cewe mah ga serem, Cuma cowonya aja serem. karena dia serem itu ya mukannya merah, mungkin dari mata juga yang buat serem, yang penting kita buat wajah yang serem aja kan udah masuk.

P : kalo rangkanya itu terbuat dari apa bang ?

N : bambu

P : kalo yang dulu ?

N : semua sama

P : kalo yang dulu ada ritual dulu ga bahan-bahan dikumpulin ?

N : kalo pembuatan engga, biasa aja. terus kalo ritual itu setelah jadi. kalo saya ya juga sama setelah jadi ya selametan juga soalnya ya ngeri juga. kita sih bukannya musyrik apa ya, ngerinya ya bala itu. selametan dulu lah minta ijin sama Allah, ngerinya kan orang masuk tepar lagi, bahaya.

P : itu bajunya apa bang ?

96

N : bajunya biasa, kain bahan

P : motifnya apa ada artinya ?

N : kalo motif biasa sih, kalo betawi kan merah kalo engga hitam, kalo sekarang kan yang penting gaya ngejreng. kalo dulu engga, cowonya pake merah, cewenya pake kuning, kebanyakan sih gitu

P : kalo selendang itu apa bang ?

N : kalo selendang sih kain, kain ibu-ibu lha kebaya gitu

P : berarti emgang masih tuh aturannya kalo ngarak harus diiringin sama pemusik ? kalo pemusiknya apa aja sih bang ?

N : iya harus, kalo pemusik dulu kan gamelan, kalo sekarangkan bisa lagu benyamin S, itu ya disamping ngiring ondel-ondel itu ada daya tariknya juga musiknya, jadi itu yang didalem ga bisa cape, tapi setelah musik mati, dia cape, beda. makannya musiknya ga pernah pelan tuh kenceng terus. kalo yang pake alat musik itu yang masih sakralnya ada.

N : ya itu lah yang disalah artikan ya buat ngamen, boleh, Cuma ya jangan sehari hari, kalo dulu kan paling dibuat sumbangan agustusan, bencana, pesta rakyat, nah buat pengumpulan dana, sama ya ngamen juga tapi kan pengumpulan dana, beda sama yang ngamen, kan untuk pribadi.

P : duitnya buat apa ya bang ?

N : ya paling buat pribadi sih, kalo kita kan paling buat 17-an, buat pesta rakyat, buat hari-hari tertentu, jadi rasa seremnya masih ada, kalo tiap hari mana ada rasa seremnya, biasa aja.

P : saya juga itu dulu udah lama sekitar tahun 2000 apa, ada ondel-ondel tuh udah ngumpet aja, padahal masih jauh

N : saya juga sama dulu kecil, waktu ada ondel-ondel itu baur dengener kemongnya aja udah gemeter, eh udah tuanya malah bikin ondel-ondel

97

P : lah yang abang dulu kecil masih yang serem ?

N : iya yang serem yang sakral, itu kan setaun sekali keluarnya, acara-acara pesta rakyat, ya kan menanti orang-orang. kalo sekarang sih setiap hari, udah malem juga orang mau tidur ganggu aja

P : nah kalo ondel-ondel ni umumnya digunain buat apa sih selain pesta rakyat ?

N : buat acara juga ya kalo mau, itu pun ga dibunyiin, Cuma ditaro aja, kalo dulu ada yang nerima hajat ondel-ondel. jaman sekarang paling ditaro dirumahnya. kalo dulu kan dibuat kawinan bisa kek penerima tamu.

P : selain kawinan apa bang ?

N : ga ada lagi

P : kalo adat betawi acara sunatan dipake ga sih bang ?

N : ada, tergantung permintaan itu sih.

N : dulu ada lima kalo ga salah personilnya, gendang, kecrek, terompet, apa lagi tuh, pokoknya lima lah dulu

P : jadi, menurut abang ada ga sih perubahan maknanya, atau memang fungsinya yang udah berubah atau bentuknya juga berubah ?

N : kalo bentuk sekarang udah moderen, kalo sekarang bentuk berubah drastis, kalo sekarang kan ngikutin jaman, jadi dia ga ngambil yang kuno-kuno., yang penting ondel-ondel. fungsinya udah berubah, udah ga ngatur lah. masalahnya pejuang- pejuang ondel-ondelnya ga pernah turun.

P : itu ga pernah turun gara-gara apa nih bang ?

N : gara-gara wafat ya kan, ga ada penerus, ga ada anak didiknya, sekarang yang bangkit itu anak-anak yang ga pernah tau sejarah ondel-ondel sama sekali.

P : jadi bisa dikatakan kalo makna ondel-ondelnya tetep, Cuma yang muncul yang ngamen itu karena mereka ga tau

98

N : iya mereka taunya ondel-ondel bagus ni buat itu kan, ya paling gitu dia, mau buat alesan apa lagi.

P : mau melestarikan budaya ?

N : ga mungkin kay agitu, kalo melestarikan budaya, mereka buat, dipamerin atau apa. ga dibuat ngamen atau apa.

P : kalo yang ngamen gitu abang setuju ga sih bang ?

N : kalo memang dia kebutuhan ekonomi sih ondel-ondel ga jadi masalah sih. kitanya juga belum tentu bisa nyamperin nih kuncennya, misalkan mau wawancara difoto atau apa, itu ga bisa sembarangan, kalo bukan minta ijin sama yang empunya nya

P : kalo sejarah mulai kapan ondel-ondel ada ?

N : wah itu udah dari jaman jebot ada, jaman perang aja udah ada.

P : kenapa sih bang harus sepasang ?

N : kenapa harus sepasang ya kan semua manusia kan harus berpasangan, ya kalo engga kan bencong, itu yang sekarang keliling kan mana enak diliat sendiri gitu kan, beda diliat.

P : kadang ondel-ondelnya sendiri bawa tapenya

N : ya itu yang lucu hahaha

P : saya juga itu pernah liat ondel-ondel cewe pake kerudung

N : dia ga ngerti aslinya juga, saya yakin dia ga ngerti aslinya juga.

N : kemarin saya sakit, saya keluarin itu aja yang bawa itu dia bilang, lu bawa bos lu, itu yang bawa itu ditannyain, karena saya kan yang buat, dipikir dia bos saya. aduh ini sampe gini amat nih serem juga

P : pertama kali tuh bang ?

99

N : iya haha, ga bohong

P : kira-kira kenapa ya bang ?

N : iya memang ada rohnya, makannya ga boleh sembarangan kan, kalo kita mau bikin yan gbentuk aslinya ya seperti itu, orang mau disimpin disini aja pada ga mau, ni saya simpen dirumah ga boleh sama istri saya, waduh giman aini, akhirnya saya kan taro dirumah rt aja bodo amat hahaha

P : nanti sakit bang rt nya

N : engga kan kepalanya dipisahin, dia itu menyatu karena ada kepala

P : oh gitu, jadi kalo abis dipake dilepas gitu ya bang

N : iya diepas. kalo Cuma bodynya aja yang ditaro situ juga ga masalah haha, walaupun itu terbuat dari sterofoam, atau fiber, tapi kalo udah menyerupai kalo udah mirip, tetep itu ada penghuninya, yan gpenting nyatu, kalo misah mah..

P : itu semenjak sakit ga pernah dimimpiin ?

N : kalo saya engga, tapi yang bawanya entu yang tau, saya aja sampe kaget kan, kemari bawa jamuan lah, om saya ditegur nih, sama si barong, emang kenapa ?, ada dua orang kesurupan.

P : nah kalo dulu nih orang-orang yang ritual pemuka agama apa sesepuh ?

N : sesepuh. kalo pemuka agama dia ga nganjuruin.

P : abang jual berapa itu bang sepasang ?

N : kalo saya itu 6 jutaan

P : berapa lama itu sepasang ?

N : sebulan lah

P : abang buat sendiri itu ?

100

N : iya, paling kalo ada yang mau bantu ngiket-ngiket doang. saya bentuk sendiri, buat sendiri, musibahnya itu dateng sendiri.

P : apa sih alasan abang buat ondel-ondel ?

N : saya ngeliatnya itu udah hampir punah, ga ada lah yang melestarikan, sekalinya ada itu pun buat hiburan. kalo yang di jakarta itu ada sanggarnya, kalo disini ga ada.

P : jadi emang karena hati ya bang ? panggilan ?

N : iya hati, itu pun permintaan dari temen-temen, kalo saya kan selalu siap.

TRANSKRIP WAWANCARA

101

Hari/Tanggal : Rabu, 22 Januari 2020

Tempat : Kediaman Narsum (Cempaka Putih)

Waktu : 13.00 - 14.30 WIB Narasumber : Bang Jahir (Pengrajin Ondel-Ondel dan LKB)

P : jadi gini bang, saya ngambil judul transformasi makna kesenian ondel-ondel. latar belakangnya karena setau saya ondel-ondel kan sakral, nah kenapa sekarang malah banyak dibuat ngarak/ngamen gitu. abang berarti udah 3 generasi ya ?

N : 3 generasi saya dari bapak saya almarhum, abang saya ada juga di Hj Ten tuh Jakarta Timur, nah terus saya. saya ndiriin dari tahun 97, pas saya putus kerja, saya belajar-belajar-belajar saya dalemin deh niat gitu.

P : jadi langsung mulai ke ondel-ondel gitu bang fokus ?

N : iya, karena dulu kan memang dari sekolah udah sering ngikutin abang saya jadi saya tau. pas kesini-kesini pas putus kerja, nah coba-coba saya majuin lagi kesenian betawi, nah alhamdulilah dah tuh saya ikut Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB) saya langsung masuk situ, sama bang Rudy saya kenal, bang Yahya, ya sampe sekarang saya berkecimpung disitu, kalo ada acara dia tinggal nelpon aja.

P : berarti orang tua dulu juga seniman ?

N : seniman. orang tua malah dulu seniman lenong, dari lenong dia. kalo abang fokus palang pintu, kalo saya ada juga palang pintunya juga.

P : itu disanggar ini bang ?

N : iya itu saya disini ni. kan waktu itu temen-temen tuh, bang coba bang begerak dipalang pintu ya maksudnya bakal selingan-selingan, akhirnya sekarang ada palang pintu juga.

102

P : nah sanggar abang ini ada berapa orang ?

N : saya paling dikit acara 12 orang, tergantung acaranya, dia mau pake onde- ondelnya berapa, biasanya ada yang sepasang plus musik, ada yang 2 pasang, kan kalo pemerintah sekarang mainnya 3 pasang itu orangnya lebih banyak, kalo sepasang doang saya 12 orang, dan saya kalo main sepasang ga pake orang lain, turun-turun, anak saya sodara saya sini aja lingkungan-lingkungan masih sodara semua.

P : berarti dalam satu grup itu ada apa aja tuh bang ?

N : kalo 1 grup ondel-ondel plus musiknya, ada gendang 2, tehyan, gong, kenong, kempul, kecrek, 7 itu.

P : nah yang sepasang yang didalem 2 ?

N : dua, 2 barongan itu orangnya ber 4, ga bisa ber 2, kan berat gantian dia, ya paling kuat 25 menit ganti.

P : selain itu udah ga ada ?

N : ga ada lagi.

P : biasanya kalo kata bang yahya itu selain itu ada yang silat, sambil silat

N : kita itu kalo main dikampung, penganten sunat, itu kita ada atraksinya juga.

P : selain ngarak itu ?

N : selain ngarak, itu kita abis keliling kampung nih, bocah kita bawa pake kuda tuh, keliling kampung, udah abis pas pulang kita atraksi silat, itu sebabak dua babak lah atraktsi silat

P : udah dari tahun 97 itu lama juga

N : lama juga pas saya putus kerja, kerja di ekspor-impor

P : itu karena apa bang baliknya kok ke kesenian ?

103

N : karena saya kan udh ga kerja, terus ikut abang saya, dikeseninan nah saya mau mencoba, dulu kan ondel-ondel ga banyak kaya sekarang, dulu ondel-ondel keitung siapa yang punya, abang saya, hutan panjang, sama di kranji, Cuma itu doang, dan saya mau memajukan lagi disini, pusat, coba saya bisa ga tuh, ternyata saya bisa, sampe ke dinas kebudayaan kan bergaul sono sini dah pokoknya, saya bikin proposal ngajuin apa ngajuin apa gitu kan, alhamdulillah. dapet link, dapet alat juga dari BI saya penghargaan, karena saya juga dari LKB kan, saya juga sering dapet bantuan dari LKB.

P : nah kalo dari produksinya ondel-ondel ni produksi sendiri ?

N : saya produksi sendiri

P : dan itu juga dari dulu ilmunya turun-temurun itu ya ?

N : iya Cuma kita, kalo dulu topengnya kayu, berat, kalo dulu lebih serem, modelnya begitu semua, betaring, kalo sekarang udah cantik, ga serem sekarang karena kita mainnya di mall, di gedung-gendung, bukan di kampung lagi, main dikampung sih cuman ga begitu inilah sekarang kita udah dari dinas kebudayaan dia nelpon, kan nyambutnya tamu, kalo kita pakenya serem kan dia juga takut haha

P : berarti sejarah ondel-ondel itu gimana sih bang sebernya ?

N : nih yang saya tau aja ya, dulu kalo kate babeh saya, dulu itu bukan onde-ondel, disebut barongan, ada suatu kampung kena bala, itu kena penyakit cacar. jadi dulu dia ditabuhkan bukan dengan gendang gong, pake tampah, pake panci keliling kampung, supaya bala itu pegi dan suatu kampung itu babeh saya bikin lah barongan, dia bikin dari gendang gong, dulu mainnya 17an bakal arak-arakan betawi, kan tuh 17an dikampung bikin arak-arakan tuh, itulah dari situ, barongan makin maju, ngarak pengantin sunat, dan dinamakan ondel-ondel itu karena almarhum Benyamin, nyok kita ngarak ondel-ondel itu, dulu bukan ondel-ondel, kalo orang dulu nyebutnya barongan.

P : kalo jaman dulu itu juga sepasang bang ?

104

N : iya sepasang, dan dulu juga dia kalo mau ngarak make sugu, disajenin, pake menyan, kalo saya udah ga pake kesitu tuh, saya ngeri ga bisa bawanya kalo dulu babeh saya abang saya masih tuh kalo ngarak kampung tuh dia pake sajen, bakul, isinye nih isinye, bakul, beras, kembang 7 rupa, kue 7 rupa, limun, ama lisong, ama sirih, ama disispin duit, seribu kek.

P : setiap sesajenan yang tadi itu ada maksud tertentu ga bang ?

N : saya rasa itu ada, karena dulu kan kalo ngarak dikampung kan sering kesurupan, kalo ga make itu kan kesurupan, makannya saya ga ngambil, ga saya ikutin, karena saya takut ga bisa bawanya, takut ga bisa ini, jadi saya plos aja, saya mendirikan ondel-ondel ini dengan jalan yang lurus aja gitu.

P : kalo babeh abang itu kira-kira tahun berapa itu bang ?

N : waduh tahun berapa, abang saya aja udah mau 70 berapa. orang ondel-ondel itu bikinnye dari bongsang tape, tape ada keranjangnya tuh bulet begitu, cuman dipakein daun-daunan ama kedok, jadi. kalo sekarang kan engga, pake bambu, ada pundak ada pinggang, bajunya juga kan sekarang bagus, kalo dulu kan pake kain apa aja dipake jaman dulu.

P : udh lama banget berarti ya bang, berarti sebelum kemerdekaan babeh abang ya ?

N : iya emang sebelum kemerdekaan, dulu sih jaman-jamannya lenong, lenong kapuk itu ya babeh saya. nah itu ndiriin ondel-ondel itu karena ada wabah penyakit kampung.

P : kalo dulu nih bang, bentuknya sama bahan-bahan pembuatannya apa aja sih bang ?

N : kalo yang dulu sih buatnya dari bongsang tape, ga ada modelnya, modelnya Cuma diri begitu aja, sama dipikin pala itu, sama kedoknya juga serem lah pake kayu, sama kain biasa aja.

P : kayunya diukir dulu bang ?

105

N : iya.

P : nah orang-orang dulu sebelum ngebuat itu pake ritual juga ga ?

N : kalo kata orang dulu sih, dia pake dupa dulu, sajen dulu supaya tertarika apa tuh saya ga tau, bahannya dikumpulin dulu tuh, baru dipikin tuh.

P : kalo rambutnya dari apa tuh bang ?

N : kalo rambut sih tetep, kalo dulu cuman dari daun-daunan pisang, pohon apa aja. kalo sekarang kan dari ijuk, jadi keliatan rambutnya.

P : itu dulu ngeri banget ya bang ?

N : wah dulu serem, orang dulu ngeliat ondel-ondel ga berani, pada takut, kalo sekarang engga, apalagi sekarang udah banyak yang ngamen, udah ga ada ininye, ah biasa, gitu.

P : berarti bisa dibiilang, babehnya abang, terkenal bgt jaman dulu sebagai penemu lah/pembesar

N : ya memang yang buat itu babeh saya, samayang ndiriin.

P : siapa nama babehnya abang ?

N : bang Fadhul.

P : abis itu turun ke abang ?

N : turun, abis itu ke bang Yasin, terus turun ke saya. kalo saya 7 bersaudara.

P : wah udah lama banget ya bang ?

N : iya saya aja udah dari 97 ndupak di kesenian ondel-ondel ya alhamdulillah ada aja rejeki yang pinting kita ikhtiar, ya ada aja acara, sekarang sistemnya enak, ada ig kan.

P : kalo sekarang ondel-ondel gimana tuh bang ?

106

N : oh sekarang ondel-ondel cantik, kalo sekarang bahannya udeh semeter 35 ribu, atas bawah itu bajunya 8 meter, kainnya 3 meter, modalnya cukup mahal sekarang, modelnya kita jelek sejarang ga dipake, makanya dah kita bikin cantik, sekarang pake satin yang bagus yang nyala gitu, karena kita kalo begitu-begitu aja ketinggalan sama kesenian yang lain-lain, cuman memang sekarang saya ngeluhnya ada ondel-ondel ngamen.

P : berarti abang ga setuju tuh ?

N : wah ga setuju lah, saya kalo wawancara di tipi saya kegeblok, saya pernah di wawancara di TVRI, itu kenapa ondel-ondel ngamen ga di usir, saya udah sarankan ada pulnya, kalo abang mau, ke pasar gaplok, pak Mul namanya,jadi dia memang khusus sewain ondel-ondel, itu saya paranin sama orang pemda juga karenan kan dia ga setuju juga, karena ondel-ondel kan itu maskot betawi, kenapa jadi kelilling- keliling, yang sadisnya lagi itu sekarang dia ga pake musik, ngicrik, itu jadi pengemis, itu banyak yang ga setuju, waktu kita ke pak mul itu dia bilangnya saya kalo ga begini ga bisa makan bang, susah, kalo kita idup bakal berut kita ga bisa bilang apa-apa, ya kita sama-sama seniman lah, ga bisa kita dagel gitu aja, tapi saya udah bilang ke LKB, mustinya jangan seniman-seniman kek saya yang begal dia, mustinya dari walikota, ke camat, camat ke kelurahan, yang ngerazia satpol pp, dibersihkan cuman dia dikasih tempat acara, apa diragunan ap adiancol dia kan dapet pemasukan, solusinya begitu, dikasih tempat acara.

P : itu udah pernah abang rembukin ?

N : itu udah saya omongin, tapi sampe sekarang realisasinya belum ada. tapi disini nih udah jarang. tapi yang lebih sadis lagi dia sekarang udah ke daerah-daerah.

P : berarti bukan asli betawi lagi yang main ya ?

N : nah itu, karena di pak mul itu disewain, sehari 75 ribu satu ondel-ondel, ada yang 35 ribu, tergantung jelek-bagusnya, jadi itu ada orang batak, jawa maap ya, jadi bukan orang betawi yang ngamen itu.

P : Pak Mul ini betawi ?

107

N : Pak Mul betawi asli

P : berarti dia emang khusus untuk ngamen ya ?

N : iya sewa-sewa ngamen dia. makannye kalo yang jelas-jelas asal-usulnya ngamen ke dia. kalo kita kan ga ngamen, susah emang.

P : udah tua apa masih muda ?

N : udah tua lah lebih dari saya, panggilanya Papi Mul sama anak-anaknya, itu ondel-ondelnya bederet di kali, dipasar gaplok, pinggir rel kereta itu ondel-ondel punya die banyak.

P : saya kan juga pernah tanya sama onde-ondel yang ngamen itu, dari mana bang, dari senen dia jawab, jauh amat ke serpong tangerang.

N : iya senen itu Pak Mul, di tangerang, di bogor, di ciputat, sekarang dia udah naik mobil, dia berhari-hari baru pulang.

P : kadang sedih ya bang kalo liat masih bocah-bocah

N : wah lebih sakit lagi perempuan, perempuannya itu konyol, kadang make pakean yang minim, saya omelin kadang-kadang, kalo disini ni saya bilangin biar pake musik full, jangan ngicrik dan pakaian rapih, jangan sembrono, jaga nama betawi. sekarang pinter, kadang-kadang dia beli, terus ngamen. banyak begitu sekarang. sedih.

P : jadi itu saya kira sehari

N : engga, kalo deket-deket gitu ya sehari, kalo jauh-jauh kadang dia nginep, tidur di emperan.

P : berarti maknanya ondel-ondel masih tetep ya bang ?

N : masih tetep, cuman ya ada ruginya juga, kalo ngarak penganten sunan, makannya kalo dia make saya kan lebih murah, dianggap ngamen ama dia.

108

P : itu dampak secara ga langsung masyarakat yang pengen nyewa ondel-ondel ya ?

N : iya. tapi kalo yang tau seni orang-orang betawi ya engga, ke saya pasti

P : itu kalo ondel-ondel dibuat acara apa aja bang ?

N : kalo sekarang kita ada dinas kebudayaan bakal nyambut tamu, apalagi ulang tahun Jakarta ya, kita majang-majang di hotel, gubernur atau apa tamu-tamu negara.

P : itu kalo majang-majang begitu dia beli apa sewa ?

N : sewa, ya kita anter pagi malem kita jemput.

P : kalo sewa berapa tuh bang ?

N : kalo sewa sehari 1 juta

P : kalo beli ?

N : bisa paling tingga 7 juta, paling murah 6 setengah, tergantung transport kirimnya gitu

P : kalo di acara masyarakat selain pernikahan apa lagi itu ?

N : ada bazar, ada gebyar budaya betawi, kalo sebelum taun baru kemarin tuh LKB bikin gebyar budaya betawi 5 wilayah, ada pasar malem, kita main disitu, kita ramein, bakal orang kampung tamu-tamu ape supaya biar kumpul orang.

P : berarti kalo di setu sering ya bang ?

N : kalo saya sering, kalo disetu 2 bulan sekali lah.

P : nah kalo dari bentuknya nih bang, itu warnanya merah, kalo yang cewe putih, bajunya gimana, rambutnya gimana, ada artinya ga sih ?

N : oh ada, kalo dari baju, dulu sih item laki, jadi gagah, mukanya merah tapi serem, serem tapi ga galak, merah itu artinya wibawa, kalo cewe dia pake baju kembang- kembang cantik, mukenye putih itu dia diliatin berseri, bercahaya.

109

P : terus kalo selendang ?

N : oh selendang bebas, dia pake ankin bebas, kita mau kombinasiin.

P : nah kalo yang wanra item tadi itu taun berapa ya bang ?

N : itu waktu saya belom diriin ondel-ondel, waktu masih abang saya itu, bajunya emang ite, item terus, pake selendang, dibikin kek gesper gitu warna ijo sama kain sarung, keliatan gagah kek pendekar, cuman dia boneka.

P : kalo yang cewe ?

N : yang cewe biasa aja itu kembang-kembang, kebaya.

P : nah kalo yang jaman dulu yang masih sakral gimana tuh bang ?

N : kalo yang dulu obrot-obrotan, obrot-obrotan itu seadanya gitu, dulu tangannya ga bisa dimainin, keplek gitu aja, selendangnya juga seadanya.

P : berarti itu emg udh lama banget dari sebelum islam ya bang ondel-ondel ?

N : kayaknya begitu, kalo dulu ya pake sajen itu. kalo sekarang agama udah tau ya.

P : babehnya abang dulu masih pake ?

N : kalo dulu babeh masih, kalo dulu jaman babeh abang saya, itu kalo abis pulang ngarak dari kampung apa dimane itu dikasih aer, pake nampan di gelas 2, didepannya taro, baru diambil besok pagi. itu musti kalo dulu.

P : itu biar apa sih ?

N : saya juga ga tau, kalo kata orang tua dulu mungkin aus kali ya, begitu.

P : air putih itu bang ?

N : air putih, kalo sajen macem-macem. kalo jaman babe malem jum’at masih nyuguh. orang dulu iya kan ilmunya juga wuah tinggi-tinggi.

P : jadi selepas itu udah ga pake ? tapi apa masih pake selametan gaya islam gitu ?

110

N : kalo abang saya itu masih pake, kek bulan muharam, tapi dia masih selametan, maulid, sampe sekarang saya juga kalo ada rezeki sih, kita maulid kita undang anak yatim, kita bagiin supaya biar berkah, kalo sekarang sih kita modelnya gitu. kalo dulu kan kaga, sesajen.

P : nah kalo muka itu yang sekarang make apa bang ?

N : fiber, makannya mukanya lain-lain. kalo dulu, mukanya bentuknya begitu semua, serem. kalo sekarang kan macem-macem, mahkotanya juga lain-lain ada naga.

P : itu ada artinya ga bang ?

N : sebenernya sih itu Cuma hiasan, supaya pemanis atas kedok aja.

P : kalo yang lama itu masih pake kayu ya bang ?

N : itu udah kayu

P : itu pake kayu apa sih bang ?

N : itu kayu nangka

P : kalo kayu yang lain ga bisa ?

N : bisa cuman kalo kayu nangka kan itu kuat ga dimakan sesek ga dimakan rayap, kalo kayu kapuk kan dimakan rayap, jadi cepet lapuk

P : sama wangi katanya ya bang ?

N : iya

P : katanya kalo misalkan ngiring tanpa musik itu kaga kuat bang ?

N : iya itulah, kalo jaman dulu kan make sajen. kalo ngarak kan mesti satu set, kalo die ga pake musik kan ga kuat gitu. emang udah tradisinya begitu. kalo jaman sekarang kan ga make musik, makenya rebana atau hadroh juga bisa. kalo orang

111 dulu ga mau, harus satu set, karena ondel-ondel kalo udah denger ada gong udah galak aja keliatannya

P : gimana sih bang ada jogetnya ondel-ondel tuh gayanya ?

N : sebenernya jogetnya bebas, karena dia kekuatannya disini aja, iya kaerena dia di pundak. ondel-ondel bentuknya bulet begitu ditengah dikasih bambu, terus goyang aja bebas.

P : kalo lagunya itu ondel-ondel ade anaknye, anaknye apa sih bang ?

N : oh anaknya yang kecil, ada. ondel-ondel mini kecil yang semeter, yang masukin ada anak kecil.

P : barongan apasih bang artinya ?

N : kalo barongan itu dia kaya kalo di bali kan barong serem, kalo di betawi tuh barongan bakal hiasan aja. sebenernya sih saya rasa ada artinya

P : kalo babeh abang nyebutnya juga barongan ?

N : barongan semua, kalo orang-orang dulu ga ada yang nyebutnya ondel-ondel, masih betawi-betawi dulu nyebutnya barongan. baru berubah pas benyamin S nyanyi baru, kalo orang-orang dulu sih tetep sampe sekarang tuh orang bekasi ape tetep masih barongan, orang-orang sini yang kuno-kuno gitu yang betawi-betawi dulu masih manggil barongan ampe sekarang, gitu.

P : harapan abang kedepannya gimana sih bang buat ondel-ondel ?

N : harapan ane sih yah supaya yang ngamen dimusnahkan dulu supaya jalannya enak dah nih, kita budaya kita ga ancur sama orang-orang ga bertanggung jawab, main asal aja. kalo kita kan maunya jalannya yang lurus aja, pemda apa ape, apalagi saya LKB, kalo saya bawa ondel-ondel jelek kan saya malu, kalo saya sih maunya kedepannya sih yang ngamen-ngamen dimusnakan dulu, kasih tempat. ngamen boleh, cuman dikasih tempat, di ragunankan rame tuh sabtu minggu, boleh lu main disini, taman mini, gapapa sebenernye, cuman lu mesti rapih, pake celana batik,

112 pake sadaria, pake koko, jadi kan keliatannya rapih. tapi ada juga orang kemayoran yang ngamen tuh dia rapih, pake seragam, karena dia tau sejarahnya, rapih-rapih dia, saya liat pake seragam. saya bilang yang ngancurin itu lah bukan orang-orang betawi, maap jawa.

P : berarti orang-orang yang ngamen itu dia bisa dibilang kaga taulah ya sejarahnya ?

N : ya kaga tau dia, cuman nyewa udeh, yang pentik kan dia duit.

P : saya yakin kalo tau sejarah dia ga bakal mau, walaupun duit juga.

N : ya ga mau, pak mulnya ini juga kalo ga kebentur biaya juga.

P : kalo abang betawi murni ya bang ?

N : murni, babeh hj tent, nyokap orang sini, ya saya bini juga alhamdulillah betawi.

P : kalo rambutnya ada artinya ga sih bang ?

N : kalo rambutnya sih sebenernya bakal pemanis aja warna warni kan.

P : paling jauh kemana bang kiriman ondel-ondel ?

N : saya paling jauh ke bandung, ini rencananya mau ke semarang, orang kawinan, betawi. dia betawi tebet dapet orang sana.

P : kalo ke luar negri pernah ?

N : kalo luar negri belom, paling batam, bali pernah. kalo saya paling jauh paling ke batam, bali, lombok, itu juga kita disana bikin gebyar budaya, betawi arak- arakan disana, jadi ada berapa banyak suku, budaya, betawi, jawa, betawi ondel- ondel, jawa ponorogo, kek parade. kalo disinikan tiap ulang tahun jakarta di monas tuh pasti ada.

P : kalo yang kecil itu sepasang berapa bang ?

N : ini jualin 150 sepasang

113

P : pengerjaan berapa lama tuh ?

N : pengerjaannya sebnernya ga lama, paling 2 hari, cuman kadang-kadang nyetak kedoknya, kalo panas cepet jadi, kalo ujan mulu ya namanya cetak fiber, dijemur lama.

P : kalo yang gede berapa lama bang ?

N : kalo yang gede kita sepasang bisa seminggu, paling cepet 5 hari.

P : abang ngerjain sendiri ?

N : engga saya ama temen kadang-kadang.

P : kalo cetnya itu make apa bang ?

N : kalo kita make cet kuda terbang, yang kaleng.

P : kalo pake cet lain ga bisa ?

N : bisa, bebas aja

P : kalo ondel-ondel ini dulu emang udah dibuat ngamen katanya bang ?

N : sebenernya dulu juga ngamen cuman ga sebanyak sekarang, dulu ngamen juga duitnya dikumpulin terus dibagi-bagiin bakal orang miskin, nenek-nenek jompo dah, orang-orang ga punya, disedekahin, kalo sekarang kan lain bakal pribadi. kaya abang nih nyewa berdua, yang berape, 30, ya deptnye setoran 30, dapetnya 200 itu udah kenikmatan amat.

P : berapa kira-kira sehari ya bang dapetnya ?

N : kalo yang saya denger dapetnya itu emagn lumayan gede, hampir 200-300 gitu sehari.

P : tapi masih ada ga sih bang ondel-ondel misalkan ada penyakit cacar nih, ngarak ondel-ondel ?

114

N : ya kalo ane alamin sih kalo sekarang-sekarang udah kaga ade, kalo lagi jaman- jaman abang ane yang megang masih ade. bukannya ngilangin tradisi ya, paling sekarang kalo sakit cacar dia cari tiker pandan dibakarin asepnya deh, kalo ga kedokter deh.

P : kalo secara keseluruhan ini sanggar anggotanya berapa bang ?

N : saya kurang lebih 15 orang lah, udah segala macem.

P : kalo seragam-seragamnya itu sendiri ada artinya ga sih bang ?

N : engga, sebenernya pemanis aja biar rapih

P : umur anggotanya rata-rata berapa bang ?

N : ya paling kecil ada SMP kelas 2 kelas 3, SMA

P : ondel-ondel ini tingginya berapa bang yang gede ini ?

N : saya itu tingginya 2 meter, kalo sama kembang kelapanya itu 50 senti kembang kelapanya.

P : belajar dari abang berarti ya ?

N : iya saya belajar dari abang saya.

P : ohh gitu bang

TRANSKRIP WAWANCARA

Hari/Tanggal : Sabtu, 18 Januari 2020

Tempat : Kediaman Narsum (Setu Babakan )

Waktu : 20.00 – 01.00 WIB Narasumber : Bang Jacx (Budayawan LKB)

115

P : biasa bang tugas skripsi

N : kuliah dimana ?

P : Kuliah di UIN Syarief sini

N : jurusan apa ?

P : Sosiologi

N : oh Sosiologi, pak Siradjuddin masih disitu ?

P : masih, abang alumni situ bang ?

N : dulu saya belajar kaligrafi sama beliau di LK

P : masih disitu dia ?

N : dulu taun 90 berapa ya

P : wih udah lama yaa

N : udah lama banget, udah 30 tahun yah sekarang.

P : iya bang, beliau itu dosen idaman mahasiswa bang.

N : iya, jadi gimana nih ?

P : jadi pengen liat aja transformasi makna kesenian ondel-ondel, pengen tau ondel- ondel lebih dalem lah. latar belakangnya karena dulu ondel-ondel sakral kan, nah terus liat akhir-akhir ini banyak ondel-ondel yang keliling ngamen gitu, jadi kaya kok bisa kaya gini, jadi kek ga etis gitu bang.

N : jadi gini, kalo kita bicara ondel-ondel kita bicara sejarah dulu ya kan, entah siapa yang namain ondel-ondel emang kita ga jelas, karena emang referensi yang ada khususnya tentang Jakarta Betawi gitu sangat minim, jangankan Jakarta, secara nasional aja referensi catetan-catetan sejarah kita sangat minim, malah mungkin

116 lebih banyak dibelanda dibanding di Indonesia sendiri, terus yang kedua emang dasar orang-orang kita ini males nulis, males mengarsipkan, sehingga yaudah begitu aja. Sehingga banyak hal-hal bersejarah, hal-hal yang harus dikenang oleh generasi muda ilang begitu aja, sejarahnya ga ada, catetan-catetan tertulis ga ada, hanya dari turun-temurun ingat-ingatan sejauh mana sih daya ingat kita, nah itulah akhirnya yang memudarkan sejarah itu sendiri, selain itu juga sejarah kita kan banyak kepentingan politis, nah ini yang mempengaruhi sejarah kita bisa seperti itu, pengetahuan generasi muda turun-temurun karena bukan sejarah aslinya kan banyak yang terbongkar sekarang. Begitu juga dengan ondel-ondel, ondel-ondel tuh sejak abad 17 udah ada, kalo ga salah James Scott atau siapa itu sudah menemukan di Batavia ini khususnya di daerah Jawa ini ada iringan masyarakat ngiringin boneka besar, pake alat tabuhan dapur, ada yang dari dandang, panci kan gitu, Big Puppet lah istilahnya boneka besar, ondel-ondel dulunya itu masih sakral karena kebetulan mungkin bangsa kita khususnya Batavia ini masih banyak animisme dan dinamisme, dan nenek moyang kita emang apapun disakralin kan gitu, sehingga ada yang jadi penolak bala, dayang desa ya untuk melindungi desa, kampung, kan daerah pertanian nih, abis panen diadakan itu, dan memang secara fisik ga jauh beda dengan barong sai, ya ada merah ada putih, pengiring musiknya dulu nih seperti itu, dengan jurus-jurus silatnya. emang kalo kita bicara Betawi istilahnya itu internasional, karena apa kalo kita liat dari kultur bahasa orang Betawi itu semuanya ada, bahasa cina, bahasa inggris, bahasa arab apalagi, sehingga ada guyonan orang inggris itu belajar ama orang betawi, buktinya apa itu “name”, orang inggriskan nulis nama names, orang betawi kan pake ‘E’, jadi memang kalo dari bahasa aja banyak campuran dari mana-mana, kalo ane ente udah biasa emang. kalo kita berbicara ondel-ondel, awalnya memang sebagai penolak bala atau penjaga kampung, sebagai rasa syukur kepada sang pencipta ya abis panen diadakan arak- arakan, ya itu wujud rasa syukur menghormati sang pencipta, ya dulu ondel-ondel ga kaya sekarang, topeknya itu kodoknya itu terbuat dari pohon kayu yang berbunga, yang wangi, kenapa yang wangi, karena kan dia itu mainnya didalem ruangan sangat terbatas pengap, kalau itu ga harum, kan dulu ga kenal parfum. selain dia bisa silat, kuda-kuda segala macem juga topeng itu harum. terus yang

117 kedua topengnya ada merah ada putih, ini melambangkan kalo yang laki itu merah gagah berani segala macem tegas, yang putih itu kesucian wanita, nah itu dilapangan seperti itu, nah itu awal ondel-ondel seperti itu. untuk rangkanya itu dari bambu, itu juga ga sembarangan, kalo kite bicara adatnya atau aslinya, bambunya itu ga bisa bambu sembarangan asal tebang jadiin rangka, bambu itu harus, satu tegak lurus, tuanya cukup, sebab kalo bambu itu roboh, itu panasnya kurang, kedua tidak lagi tumbuh rebung, kenapa karena kondisi bambu itu sedang lemah, sehingga mudah dimakan hama, jadi betul-betul yang tegak lurus, itu ada caranya juga seperti itu, tapi sekarangkan ga mungkin gitu. perkembangan jaman, terus perkembangan pergaulan, terus pola pikir segala macem itulah merubah, ga mungkin lagi jaman sekarang di abad 19-20 orang itu pake ondel-ondel segala macem, sehingga ondel- ondel berubahlah sebagai alat penghibur sebgai seni tradisional segala macem, artinya kalo seni ini ondel-ondel masuk ke teater tanpa tutur, artinya dia tidak pernah bicara akhirnya dengan gerakan sama dengan pantomim kan gitu, jadi alat hiburan. karena kalo kita bicara budaya, itu kan hasil olah pikir manusia yang dilakukan yang disepakati jadilah, nah dikala manusia ini berubah pikiran berubah juga budayanya, kan gitu ya, karena budaya sangat berpengaruh sama pola pikir manusia itu sendiri, kemari sesuai perkembangan jaman ga mungkin lagi orang dan sangat minim penggemar yaudahlah jadi dekorasi, jadilah icon betawi sesuai pergub 11 tahun 2018, salah satunya adalah ondel-ondel sebagai icon Jakarta. Kalau kita berbicara betawi cukup luas, mauk, tangerang, bojong, cilebut itu masuk betawi, dikala kita masuk Jakarta nah ada bates wilayahnya tuh, Depok, sebelah sana Bekasi, sebelah sana Tangsel, sebelah sono udah lautan utara, lebih luas lagi kalo bicara betawi itu Bekasi itu masuk betawi. selanjutnya, ondel-ondel adalah sebuah hasil karya nenek moyang kita yang seharusnya kita jaga kita kembangkan secara positif, karena itu peninggalan nenek moyang, kita tidak berbicara secara sakralnya lagi seharusnya, sekarang karena manusia udah beda lagi pola pikirnya, sudah punya kepercayaan. seharusnya ondel-ondel ini kan semakin lestari semakin maju, cuman kan kalo kita modernin juga kan ga laku lagi tuh. dan memang banyak para seniman dan budayawan yang memperhatikan seperti itu, tapi disatu sisi kenapa sih sekarang jadi ngiring-ngiringin di jalan, jadi kaya ngamen, ini kita kembali bahwa

118 tidak semua pelaku itu seniman, itu hanya nyari makan, kita melihatnya dari berbagai sisi, kalo kita lihatnya dari sisi budaya, sangat prihatin kita, ini warisan nenek moyang yang harusnya kita kembangkan kita kemas sehingga punya nilai jual lebih, nilai ekonomi tinggi sebagai daya tarik wisata, kalo memang kita bisa mengemasnya, karena apapun itu bukan bagus jeleknya sebuah barang, tapi bagaimana mengemasnya, mendesain supaya irang lebih tertarik, nah ini sebuah tantangan bagi pemerintah maupun budayawan, maukah ondel-ondel ini dijadikan daya tarik wisata baik wisma luar negri maupun dalam negri, nah jika itu terabaikan, tidak sampai sejauh itu perencanaan segala macem, ondel-ondel ini disatu sisi ngasilin uang banyak orang tertarik kok sama ondel-ondel gua ngamen jadi, nah kebutuhan perut. Bisa dicegah ? ga bisa, disatu sisi hak setiap orang mencari makan. Jadi ga boleh kita ngelarang. Ada aturan di DKI ada ‘tibum’ tentang mengganggu ketertiban umum, sering kita lakukan penertiban disini tetapi tetap besoknya muncul lagi, karena apa, solusinya setelah kita tangkep mau kita apain ini anak- anak kecil bocah, apa mau kita bina atau mau apain, kalo kita bina nih, orang Indonesia setelah dibina itu nyari temen terus begitu lagi, akhirnya semakin banyak, malah rasa malu ga ada, wah enak lu ditangkep malah dikasih makan, akhirnya yang lain ngikut lagi. Cuma yang jelas kesadaran di kita sangat minim, kesadaran diri, kesadaran akan masyarakat kita, tentang lingkungan rasa sosialnya sangat rendah sudah, ego semakin tingg, rasa persahabatan, rasa seta kawan itu semakin berkurang. Banyak yang benci, ah parah kok ondel-ondel dibuat ngamen malu- maluin aja, betul pandangannya, tapi dia punya gak solusi, idealnya kan gini, lu jangan ngamen bahaya bagi dirilu sendiri terus mengganggu ketertiban umum, nah dia bilang saya butuh makan pak, ada ga daripada saya nyolong saya ngamen begini, kalo bapak suka ya silakan kalo bapak engga ya pegih, mau diapain, bener juga kan mereka. setelah ke masyarakat kan itu malu-maluin macet segala macem, dia ga mikir itu, oke macet lumah enak naik mobil punya duit, yang macet itu kan yang punya mobil, tapi pernahkan yang punya mobil ini memperhatikan mereka, membina mereka, ngasih makan atau apa, andai kata setiap orang kaya umpamanya 3 orang aja dijadiin anak asuh,mungkin ga ada tuh yang ngamen. Saya kalo secara pribadi ga setuju, sehingga saya punya misi mengembangkan ondel-ondel sebagai

119 daya tarik wisata, apa salah satunya, saya bikin dari yang mini, kan berbagai ukuran, daya tarik, itu kan lebih mudah nyarinya, ga capek, tapi orang tetep kenal ondel- ondel, ondel-ondel dari kok bekas berapa duit sih. kita ga bisa serta merta membenarkan dan menyalahkan, tergantung dari kita memandangnya. Pernah beberapa orang saya setop saya beli ondel-ondelnya, udeh lu ga usah ngamen ni gua kasih modal, tapi beberapa semakin banyak lah abis juga dong. Akhirnya saya ngelatih buat ondel-ondel dari aqua bekas, bahwa ondel-ondel ga hanya itu, ini kan mudah dibawa sebagai souvenir segala macem kan gitu, itu salah satu kepedulian kita ya tentang budaya betawi karena memang saya konsisten dengan budaya betawi. nah balik lagi, kalo saya secara pribadi ga setuju, satu karena menggangu ketertiban umum, kedua kayaknya merendahkan salah satu warisan budaya nenek moyang kita, tapi apa mau dikata, kondisi bagnsa kita seperti ini, ya kecuali kaya negara lain nganggur aja digaji, dikitakan engga. jadi kenapa sih itu pada ngamen, satu wadah untuk mereka juga belom ada, pemerintah hanya memfasilitasi dan itu hanya sebgaian kecil dan mereka males, biasanya anak kecil kalo udah kenal duit susah dan biasanya mereka terorganisir, dan itu bukan masyarakat sini, itu dari mana-mana.

P : kalo dari pemerintah apa ni bang fasilitasnya ?

N : dengan banyaknya sanggar, kaya di LKB, Cuma kan ga bisa sembarangan orang juga orang masuk. Kita punya lembaga kebudayaan betawi, kita punya setu babakan untuk dia berkreasi dan belajar, cuman yang mereka butuhkan makan bukan belajar, orang sekolah aja ditinggal kan gitu, sebenarnya ini. terus terang aja semuanya ini diawali dari salahnya pendidikan kita, semakin sekarang kan pendidikan moral semakin ilang, dikala moral udah ga ada susah lah orang, hancurlah hidup, sementara kalo kita berbicara betawi filosofinya tentang moral dan akhlak. Kalo bicara budaya, budaya itu kan dari hati, dari otak terus diolah, semua hasil karya budaya nenek moyang itu mengandung filosofi dan pelajaran hidup, walaupun masih animisme dan dinamisme tetapi pola hidup tentang cinta ama Allah ada, ke sang pencipta ada, keluhuran budi, sekarang itu ilang. Kenapa sekarang anak kecil sampe ngamen, orang tua malah ada yang merasa bangga kalo anaknya cacat, itu

120 adalah modal, dijadiin modal iya kan. karena itu tergantung mindset pola pikirnya, merek amau berubah apa tidak, kan gitu. Bagaimana pun pemerintah giat merencanakan sesuatu dikala mindset masyarakatnya belum berubah, ga akan berhasil, sebagus apapun apapun sebuah rencana jika dihaitnya diotaknya tidak berfikir untuk berubah dan maju, susah. Itu pendapat saya.

P : iya juga sih ya bang. Kalo sanggar ini udah berapa lama ya bang ?

N : saya dari tahun 95, dari saya SMA. saya SMA, saya seneng dengan seni, jadi yaudah, apa aja saya pelajarin, ternyata saya harus fokus pada satu bidang.

P : berarti gitu itu ada yang kordinir ya bang ?

N : ya umumnya begitu, mana ada sih anak kecil nyari sendiri, dia bisa nganuin ondel-ondel, buktinya ada mobil yang bawa. eksploitasi bahasa kerjanya, anak bisa jadi duit, anaknya cacat jadi duit, dia ngemis enak santai, timbang begini aja dapet duit, nah dikala itu dapet, wah itu enak gitu aja dapet duit, lah ngikutlah semua orang. Ondel-ondel ngamen, pertama nih mungkin hanya beberapa, sepasang jalan ada musik orang banyak ngasih duit, akhirnya tumbuh, tumbuh jadi banyak susah lagi. Kita sering banget lho nangkepin, kita tangkep taro di kecamatan, tetep aja besok dia dia lagi dia lagi, kita kasih makan kita arahkan udah, besok yang ditangkep dia lagi. Karena ginikita Indonesia tidak pernah bersatu, katanya doang persatuan Indonesia, tapi pada realnya pada nyatanya itu engga juga, buktinya apa itu di partai, kalo emang pada pengen bersatu membangun Indonesia ngapain sih ribet-ribet, udah sepakat tek jadi satu, ga usah banyak partai, banyak partai malah bingungin masyarakat, biaya banyak, coba kalo sedikit.

N : lama-lama mungkin tinggal kenangan aja, kan banyak budaya-budaya kita yang hilang, karya-karya anak bangsa kita yang hilang, karena kita sendiri ga peduli sama diri kita sendiri ama buaya kita sendiri, kita lebih seneng makan di mekdi dari pada makan di warteg yang emang itu budaya kita, gua main alat betawi alat musik gong segala macem ga keren, mendingan main produk luar, gua lebih bangga main gitar daripada gua main kosidah atau ketimpring, abis lah.

121

P : jadi itu bisa dikatakan karena ada faktor luar ya ?

N : oh kalo faktor luar udah pasti, tapi kalo kita cinta akan budaya sendiri, cinta akan produk sendiri, ga peduli dari mana pun akan tertangkis, Cuma permasalahannya pendidikan kita tidak mengajarkan itu, karena manusia itu terbentuk pola pikir tingkah laku segala macem tergantung pendidikan awal. Yang lebih parah lagi sekarang anak tidak mau disusuin lagi, secara agama kan 2 tahun, ini engga pake susu sapi, nah kan susu itu sari pati, masuk ketubuh, maka sedikit banyak pengaruh sapinya akan terus ada.

P : sebenernya ondel-ondel ini dibuat ngarak dari taun berapa sih ?

N : kalo ngaraknya udah dari dulu, itu sebagai hiburan. Itu masuk ke seni tanpa tutur, dimainkan oleh orang-orang ahli bela diri, ahli-ahli seni, ahli musik, jadi dia berprilaku berbuatnya karena cintanya, bukan kebutuhan materi, kan gitu. Bedanya seniman dengan pencari duit ya itu, kalo seniman berkerja dengan hati, kalo mereka bekerja dengan otak, bagaimana caranya gua dapet duit, itu bedanya seniman dengan yang bukan, seni digunakan sebagai alat mencari duit, jadi murah harganya, kalo seorang seniman ga mau. Kalo di adibayar murah iya-iya aja dibayar 2 ribu ngamen, seorang seniman ondel-ondel engga, orang sekali pentas 5 juta kok.

\

122

TRANSKRIP WAWANCARA

Hari/Tanggal : Sabtu, 28 Desember 2019

Tempat : Kediaman Narsum (Cilandak)

Waktu : 13.00 – 15.00 Narasumber : Bang Yahya (Budayawan LKB)

P : jadi di LKB udah berapa lama bang ?

N : ohh udah ada 30 tahun

123

P : pengurus ada 60 orang, ketua, wakil ketua aja ada 5, sekertaris ada 3, kepala- kepala anggota juga banyak.

N : jadi gini bang, saya pengen tau tentang transformasi makna kesenian ondel- ondel.

P : jadi itu terkait dengan konsep manusia betawi masa lalu yang sebetulnya bisa diringkas itu maksudnya konsep mikro kosmos dan makro kosmos betawi, manusia betawi masa lalu melihat ini kita harus ada satu kekuatan yang harus ada pada kita untuk melawan segala keburukan yang ada. apa ? maka, untuk melawan kejahatan raksasa angkara murka kebatilan wabah keserakahan itu harus ada dengan (ini jangan ngomong islam ya, ini sebelum islam) maka mereka melihat sesuatu yang besar raksasa itu jahat mahluk besar maka kita harus menciptakan sesuatu yang besar yang memiliki kekuatan didalamnya untuk melawan itu semua. maka didalam angan-angan dia sesuatu yang besar itu makhluk rakasasa, yang harus mempunyai kekuatan untuk menahan kejahatan, jadi ide ini kemudian dinyatakan dalam ekspresi sesuatu yang besar yaitu boneka yang besar, boneka yang besar laki- perempu paling ga 3 meter tingginya, karena bayangan angkara murka itu seram menyeramkan, maka mukanya juga harus diekspresikan dengan muka yang serem untuk yang laki-laki mukanya besar mukanya serem merah atau item tapi umumnya merah dengan mata melotot pake caling kumis jigrag kumis baplang rambut jigrak, jadi ini maka menjadilah dia boneka dan boneka itu harus diinisiasi oleh mereka maka mereka berkumpul membuat itu dan dinamakanlah itu barungan, jadi kalo kita nyebut barongan yang terkait dengan ondel-ondel itu berbeda dengan kalo kita menyebut barong yang di bali itu beda yah, barongan barongsai karena barung disini arti harfiahnya itu bahasa betawi arkaias, bahasa betawi klasik barung itu rombongan, jadi boneka ini dibikin sepasang laki perem[uan, yang laki wajahnya menyeramkan yang perempuan wajahnya melembutkan jadi itu simbol berpasang- pasangan, laki-perempu, siang-malam, jahat-tidak jahat, maha kuasa dan tidak maha kuasa, jadi simbol ekuilibrium simbol keseimbangan. dia dimainkan secara bersama-sama diruang terbuka, oleh karena itu namanya barungan, barungan itu bersama-sama atau berkelompok, jadi permainan/kesenian ekspresi kesenian yang

124 bentuknya seperti boneka itu dan dimainkan secara bersama-sama untuk tujuan- tujuan melawan energi negatif yang mungkin sengaja dateng, yang mungkin sengaja secara alamiah kayak gagal panen itu kan kaya misalnya wabah-wabah gagal panen itu wereng, tikus, burung, keong racun ape segala macem itu juga sebagai penangkal itu, juga menangkal wabah penyakit, yang paling mengerikan jaman dulu itu kan yang menular yang sangat cepet itu apa namanya menularnya kaya sakit mata, cacar air, mencret nah itu penyakit-penyakit yang sangat cepet, maka buru-buru ketua-ketua kampung itu panggil perkumpulan barongan untuk melakukan ritus atau upacara mengusir wabah penyakit, mengusir toh jahat, mengusir energi negatif dari yang sedang berkembang, mereka upacara ngukup dengan macem-macem persembahan dengan macem-macem bacaan, jadi dia sebelum islam namanya barongan, dan biasanya memang menjadi media utama dalam upacara sedekah bumi atau sedekah panen, jadi kalo abis panen itu ada upacara panen, dipanggilah pimpinan ondel-ondel untuk melakukan upacara ngukup. upacara ngukup itu upacara segayeng, segala macem tujuannya.

P : jadi memang dulu itu sebelum islam ?

N : udah, sebelum islam. islam kan paling abad 12an 13an nyampe sini secara masif

P : berarti sudah lama dong

N : oh ya iya, dia kan dipake, sedekah bumi itu atau baritan itu kan persembahan kaum tani kepada , dewi sri iku kan yang jaman hindu, jadi dia dipake keliling kampung untuk mengirim persembahan-persembahan, kalo upacara sedekah bumi atau baritan itu kan mereka potong 4 kebo jaman dulu, mereka tanem di 4 penjuru kampung, jadi sebelah hilir, sebelah kulon, sebelah udik, sebelah wetan ditanem tuh kepala kebo sebagai persembahan dewi sri dan juga persembahan kepada penunggu-penunggu atau tetua-tetua kampung yang mereka yakini secara mistis, secara itu lah secara metafisis, jadi diyakini disini ada leluhur kita yang menjaga kita dari macem-macem ini, karena itu mereka tanem kepala kerbo, disamping seluruh hasil panenan itu dijadikan sebagai sajenan, baik yang mentah maupun yang mateng disajiin, buah-buahan ada, bekakak ayam ada, nasi kuning

125 ada, kembang-kembang 7 rupa ada, kue apem ada, lontong ada, kue jongkong ada, kue apa namanya macem-macem kue ada, manisan ada, macem-macem sayur ada, semur macem-macem semur ada, terus susu, lisong, ya pokoknya macem-macem lah yang tumbuh disekitar kampung itu dan membawa kemakmuran bagi kampung itu dipake sebagai sajen kepada persembahan dewi sri, itu kan paspor, maka disamping sesuatu yang besar, manusia betawi itu juga melihat ada sesuatu juga yang besar yang seharusnya bisa menjaga kita, yaitu bentuk gunung, nah itu tadi ada kaitannya juga ondel-ondel sepasang menjaga ketertiban lingkungan hidup, karena di lingkungan itu ada sumber-sumber kehidupan yang harus dijaga, ya aer harus dijaga, ya tumbuh-tumbuhan, ya gunung harus dijaga, ya segala macem harus dijaga jadi ekuilibrium keseimbangan, jadi dia udah bukan jaman islam adanya jadi sebelum islam udah ada namanya barungan, barulah kemudian bernama ondel- ondel ya masuk abad 19 lah, akhir abad 19 akhir abad 20 baru dikenal sebutan ondel-ondel,

P : perubahan namanya itu dikarenakan apa bang ?

N : ya ga tau, ga ada yang, belum ada yang meneliti kenapa namanya berubah jadi ondel-ondel, nah saya berasumsi nama itu karena itu dia didalam atraksi-atraksinya didalem ekspresi pertujukannya itu melakukan gerakan yang fleksibel, jadi ondel- ondel itu artinya gerakan yang fleksibel, yang gerakan itu diterjemahkan oleh kaum sufi, kalo orang sono tuh ada tari sufi, jadi itu gerakan yang memang konsentrasinya pada dirinya untuk yang maha agung, kalo tari sufi kan kepada allah swt yang muter-muter itu, nah jadi gerakan ondel-ondel itu artinya gerakan yang fleksibel. begitu juga kalo dari ‘o’ itu onde-onde, itu kan kue yang kenyal, ondel-ondel itu artinya adalah gerak yang fleksibel atau gerakan yang lentur ini yang membuat dia trans, ngukup itu jadi tahlilan ada menyan, berdupaan, ada kopi pahit, kopi manis, telor, lisong, segala macem, kue-kue, itu mereka baca mantra, jadi ini pemain ondel- ondel, itu tabuhannya, ini segala macem, ini dibacain itu (sambil membaca mantra) kira-kira begitu bacaannya, itu kan belum islam, nah sekarang ngukup pun ada cuman memakai medium-medium islam, jadi pakai rabbana atina fiddunnya

126 hasanah, selamatan fiddin fiddunya wal akhiroh, jadi baca-baca gitu sekarang karena udah masuk islam

P : kalo dulu mantra gitu ya

N : iya mantra jampe

P : terus kalo yang pengiringnya itu pake apa dia alatnya ?

N : ya kan alat musik ondel-ondel yang kita kenal sekarang, ada gendang, ada tehyan, dulu bukan tehyan, suling, kaya musik di gamelan ajeng, gamelan ajeng itu ngiringin wayang kulit betawi, terus suling jarang ada yang bisa diganti dengan tehyan, ada kemong satu kemong dua, dipukul bunyi dong dong, itu kemong, gendang, tehyan, kecrek, itu ama sulin, nah itu adalah musik iringan ondel-ondel, dia lebih kecil dari bentuk iirngan topeng, iringan topeng lebih kecil dari gamelan ajeng, jadi gamelan komplit itu yang dulu mengiringi pertunjukan wayang kulit betawi, maupun topeng betawi, dulu masih komplit tuh gamelan ajeng namanya, terus semakin kesini alatnya semakin bekurang, nah lebih kecil lagi, alatnya menjadi alat musik iringan ondel-ondel, namanya musik iringan ondel-ondel.

P : berarti kalo dari pengiring dulu dengan sekarang bisa dikatakan sama gitu ?

N : sama

P : kalo kata bang bolink nih, dulu maininya make digetok-getok pake wajan

N : yah itu kan karena ga ada alat musiknya, kaya dikampung ini nih, mereka ga punya apa-apa, jadi ama dia diiringin make rebana, hadroh, jadi itu saking ga adanya, tapi itu, tidak dianjurkan memakai itu, yang menjadi pakem ada yaitu, iringan musik ondel-ondel.

P : terus kudu orang tertentu ?

N : dulu itu semua yang membawa itu juga diupacarain, tukang bawa nih, jadi ga kaya sekarang yang sembarangan aja, kalo dulu memang khusus, fisiknya harus kuat, karena dia kan harus keliling kampung, dulu kan kita kampung sini itu sampe

127 kepada jl h nawi, itu kan satu kampung. apalagi kalo ada yang kena cacar, cacar itu cepet banget lah, cacar itu ditakutin kenapa, khususnya untuk anak-anak perawan, kalo dia kena cacar kan mukanya jadi pada bopeng, itu yang mereka takutin, cukan Cuma perempuan aja laki juga diserang dan salah menanganinya maka dipanggilah si bopeng, kan malu.

P : berarti pengrajinnya juga ga sembarangan ya dulu ?

N : ya pengrajin ya engga, kan itu harus ada upacara-upacaranya, pilih kayunya itu kan harus dipilih, ga pake kayu sembarangan, yang umum dipake itu kalo sekarang- sekarang ini pake kayu nangka, tapi kayu nangka kan berat, tapi kalo dulu yang mereka pilih itu kayu ini cempaka, kayu cempaka itu enteng dan kuat, ga seperti kayu lain kadang baunya kurang enak, kalo itu emang gampang diseset, gampang dibentuk, ga keras, tp kalo kayu nangka berat, atau kayu-kayu lain yang barang kali, sekarang kan kaya jazuri itu kan dia udah pake viber glass, jadi udah ga punya nilai magis lagi, dulu kan mereka mau bikin itu dikumpulin semua, bambunya dikumpulin, ijuknya dikumpulin, mereka bikin upacara.

P : nah terus ni ondel-ondel yang jaman sekarang, berarti kan islam udah masuk, dipakenya pada acara apa aja ?

N : ya kalo pemanfaatan itu tetep, ga berubah, dari jaman dulu sampe sekarang, fungsi itu ga berubah, yang berubah itu pemahaman pemakenya, kamu anak jaman sekarang ga tau apa fungsinya itu, yang penting sekarang, panggil buat rame-rame pajang depan rumah, itu udah. tetapi dikampung, kaya dikampung kranggan, dikampung pondok rangon, pada acara sedekah bumi itu mereka masih dipake dan fungsinya masih seperti itu, masih diyakini, sekarang kan ruang pemanfaatan itu yang berbeda dan pemahaman, jadi gap kamu terhadap ondel-onde, pemahana kamu terhadap ondel-ondel berbeda dengan pemahaman saya terhadap ondel-ondel, kamu ga tau fungsi-fungsi simbolisnya apa, saya tau, maka itu saya menghormatinya sebagai sesuatu yang memiliki makna kearifan didalam masyarakat betawi, kalo kamu ga tau ya buat -joget aja buat cari duit, ngamen segala amcem, yang ga karu-karuan anak perawan keliatan tetenya pergi ngamen,

128 ondel-ondelnya satu, kan dia simbol, sepasang, kalo dia satu sia sengkle, kalo satu bukan ondel-ondel namanya, ondel-ondel itu sepasang, karena dia simbol ekuilibrium, simbol keseimbangan.

N : ini ada dia orang rajin si oliver johanes raf, dai mengumpulkan kartu pos masa kolonial dan disini ada gambar ondel-ondel jadi tahun 20an itu namanya udah ondel-ondel. jadi dikatakan ondel-ondel itu sebagai boneka raksasa penangkal wabah penyakit. jadi dia mendapatkan kartu pos bergambar ondel-ondel pada tahun 1920.

P : seru juga ya berarti ondel-ondel ga sesimpel itu, kompleks juga ya

N : ya iyalah, semua kesenian tradisional pada disirnya memiliki makna-makna tersendiri di masyarakatnya. hanya kan pemahaman masyarakat yang berubah. bahkan pemerintah kolonial pun mempercayai makna ondel-ondel waktu pembangunan museum bank Indonesia yang, itu museum dulunya kan javase bank, bank jawa yang didirikan oleh pemerintah kolonial pada masa hindia belanda, dan dia untuk peletakkan batu pertama mereka tanem kepala kebo, dan sebelum ditanem kepala kebo itu diiringi dengan ondel-ondel.

P : berarti dari dulu sampe sekarang masih sama ya maknanya ?

N :ya dia tetep, dia fungsinyanya masih tetep sama, hanya kemudian pemahaman masyarakatnya terhadap keseniannya itu yang berubah, karena pemahamannya itu yang berobah maka dia mudah dipermainkan oleh orang-orang yang ga tau, maka ada orang-orang, oknum-oknum yang memanfaatkan untuk tujuan mencari keuntungan dari memanfaatkan ondel-ondel, dia dipakai menjadi alat ngamen. tetapi ngamen pun, sejak jaman kolonial itu sudah ada, tetapi orang-orang yang ngamen seniman-seniman yang ngamen, bukan hanya tanjidor ondel-ondel, bahkan kesenian-kesenian besar pun ya mereka ngamen, ya topeng, ya lenong, ya wayang kulit, sudah dibikinkan tempat tertentu oleh pemerintah kolonial untuk ngamen, jadi pemerintah kolonial itu memberikan ruang-ruang untuk ngamen pada kesenian, jadi pemerintah kota batavia memberikan izin kepada mereka untuk ngamen, dengan aturan-atura, misalnya harus taat kepada waktu, harus taat kepada pake, yang paling

129 penting lagi itu mereka harus membayar blasting (pajek) kalo mereka melanggar itu semua maka dendanya justru jauh lebih besar ketimbang mereka harus bayar blasting. jadi semua kesenian, untuk mempertahankan dirinya, mempunyai cara tersendiri salah satunya dengan ngamen dan ondel-ondel dari dulu sudah ngamen. jadi pada waktu itu boleh mengamen asal tidak menggangu rush and order, kalo jaman sekarang tibum ketertiban umum, kalo itu kamu langgar kamu akan didenda, jadi disiapin tempat ngamen itu, atau ada lokalisir, jadi dulu pasar baru, kemudian pasar baru, menteng, itu dia boleh ngamen, terutama pada bulan-bulan menjelang tahun baru, atau taun baru cina, keliling kampung, juga dihari-hari biasa pemerintah biasanya dipinggir pasar, dipinggir setasiun, dipinggir tempat-tempat peristirahatan, orang ngaso gitu ya, misalkan dimanggarai, mereka boleh ngamen, nah itu mereka harus seuai pakem, harus taat pada waktu, pakem itu terutama seragam, ga boleh mengurangi unsur-unsur ondel-ondelnya, jadi sepasang, pake musik, harus sesuai waktu, jadi pada saat- saat tertentu itu, jam 12 kurang dikit, itu ga boleh, mau asahar udah ga boleh, mau maghrib ga boleh, apa lagi deket tempat- tempat yang dikeramatkan itu ga boleh, dalam buku bu mona itu. jadi kalo yang sekarang itu adalah upaya dari oknum tertentu untuk memanfaatkan ondel-ondel untuk mencari keuntungan pribadi, misalnya kamu orang dari mana-mana nih, kebetulan memang bukan orang betawi, mungkin dia nyewa onde-ondelnya awalnya dari orang betawi, nah mereka melihat peluang nih, dibisnisin, nah itulah orang-orang yang ga tau proses kreatif awal munculnya ondel-ondel. jadi itu dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk mencari keuntungan tanpa menghiraukan kearifan lokalnya. iya sekarang kan pake anting-anting, kadang cewe tetenya keliatan, kek tato, satu biji, kadang-kadang ibunya yang dorong anaknya apa lakinya yang make ondel-ondel, ampe jam 12 malem kadang saya liat. kadang- kadang sekarang udah ga make musik gambang lagi, musiknya macem-macem suka-suka dia, ya itu seharusnya yang dilakukan penertiban.

P : jadi menurut abang gimana tuh, apa sebuah pelestarian budaya ?

N : engga ga ada.. upaya pelestarian budaya bukan seperti itu, bahwa ada dampak positif mungkin iya, tapi dampak positif itu ya sangat negatif, wah itu ondel-ondel

130 ya dari betawi ya, iya itu wah bagus-bagus, tapi loh kok ondel-ondel begitu ya jelek amat, jadi lebih banyak mudorotnya dari pada manfaatnya, orang-orang bilang ini upaya pelestarian, ah omong kosong orang kita udah melakukan pelestarian dari dulu kok, kita kan berjuang memajukan ondel-ondel agar diterima sebagai warisan budaya tak benda di nasional kan udah kita lakukan, jadi kita LKB, asosiasi tarit lisan dan dinas kebudayaan memajukan usulan ondel-ondel, karena mengingat di taun itu keadaannya seperti itu, maka kita ajuin dia jadi warisan budaya tak benda dari betawi, dan sudah ditetapkan menjadi warisan tak benda oleh kementrian pendidikan dan kebudayaan.

N : misalnya, ada dua kategori yg ngamen bener-bener cari duit itu yang kamu temuin didepan, ada yang ngamen yang dampaknya bagus positif, yaitu yang masih ngamen make 2 ondel-ondel dengan iringan musik hidup, itu yang masih cukup bagus dan mereka sopan, karena mereka anak-anak muda bermain tehyan menurut saya itu bukan sesuatu yang gampang, karena musik tradisional selagi selendro seperti itu buat gesekan kan beda dengan musik modern, jadi mereka tetep make musik itu, make seragam yang betul, make tetep pake sepasang laki-perempu, kemaren saya masih temuin itu di kawasan jakarta timur ya. itu memang kita mengusulkan kepada pemerintah supaya dihari-hari tertentu itu ngamen dipinggir jalan, di sudirman sampai ke thamrin itu kan banyak space-space untuk para pejalan kaki itu yang luas, jadi mereka main aja disitu jadi ga usah keliling.

N : kadang kalo yang anak muda-muda itu kita perhatiin dia buat beli roko, minuman yang engga-engga, jadi yang ngamen-ngamen itu ga ada yang bener- bener, ya ada tapi dampak mudorot yang negatif lebih banyak

P : oiya jadi yang sekarang udah ga pake ritual-ritual lagi ya bang ?

N : ya kalo dikampung-kampung masih, sekarang kalo mau ngarakin buat sunat ya masih make. ditambah lagi kan kaum urban terlalu tinggi, sementara mereka harus survive, apapun yang mereka bisa kerjain. itu kan dampak ketidak tersedian serapan pekerjaan buat mereka, disamping temen-temen dari kampung kan skillnya apa nekat aja udah.

131

P : jadi kalo buat ngamennya pastinya udah dari kapan bang ?

N : ya dari jaman belanda udah ada.

P : jadi kalo ditanya apa ada perubahan makna ?

N : ga ada, maknanya tetep begitu, Cuma pemahaman kitanya yang berubah, semua jenis kesenian tradisional itu mengalami pemunduran pemahaman, jadi ada gap.jadi gap itu ada 2, gap secara fisik misalnya kamu ga pernah tau kalo diceritain musik sampyung, wah apaan nih sampyung ya, nah itu gap secara fisik, gap secara pengetahuan, wah kamu ga pernah membaca literatur tentang apa itu sampyung, jadi wah boroo-boro tau, ga tau. nah jadi gap itu semakin hari semakin banyak pengikutnya ya akhirnya dengan sendirinya dianggap dia tidak memiliki makna mistis lagi ditengah masyarakatnya, padahal dia tetep, hanya pemahamannya yang berubah.

P : Jadi kemunduran pemahaman ini faktornya apa ni bang selain kekurangan kita untuk mencari tau ?

N : ya ruang-ruang untuk ekspresi mereka semakin ga ada, itu kan sudah gejala umumdari tahun 90-an, ketika kesenian-kesenian lain lebih masif menyerbu gang- gang, perubahan struktur perkotaan juga berubah, dulu kita kan setiap kampung masih ada halaman yang luas, kesenian-kesenian besar itu mentas kan dihalaman yang luas, ga mungkin di gang-gang begini, maka itu struktur kontor perkotaaan itu berubah, kemudian faktor praktis, jadi karena halaman depannya sempit, jadi dia angguran ambil OT satu orang sama yang tetenya keliatan aja juga udah mantep ditonton banyak orang. sama dana, jadi kalo nanggep kesenian-kesenian yang besar lenong misalkan itu kan pemainnya aja udah 30, krunya ditambah lagi, setiap pemain biasanya bawa keluarga, itu kan harus dikasih makan, dikasih tempat, dikasih macem-macem, nah itu untuk ngelayani itu aja udah persoalan sendiri untuk orang-orang jaman sekarang. apalagi sekarang kan pesta-pesta kan cuman 2 jam, sewa-sewa digedong-gedong cuma 2 jam, dikampung juga, kita kondangan jam 5 udah ga ada udah tutup meja dia. kalo dulu kan mangkatnya beda, tanggepannya

132 beda, pada malam hari H nya juga beda, keseniannya juga beda, itu kan emang sengaja, namanya juga pesta, semakin banyak orang tau semakin mantap.

P : kalo budaya luar yang masuk ke dalem gimana bang ?

N : ya itu sih udah niscaya ya, udah dengan sendirinya itu. ya itu makannya harus ada kebijakan politis. misalnya pemerintah menetapkan dan mewajibkan pewarisan secara ilmiah, yaitu dengan cara pembelajaran di lembaga-lembaga pendidikan, sekarang pelajaran muatan lokal ada tapi ga wajib, masa muatan lokal disamain dengan , jadi anak-anak lebih milih ekskul fotografi, judo ketimbang silat dan musik gambang kromong.

N : jadi gitulah kira-kira, jadi fungsi dan perannya tidak berubah tapi sekarang yang berubah itu adalah pemahaman masyarakat terhadap kesenian itu. kalo misalnya para pejabat di DIKI paham bahwa ondel-ondel itu ponalak, penangkal dan pembersih lingkungan, maka dia malu melakukan korupsi.

P : jadi ada maknanya sendiri ya bang tiap-tiap rambutnya warnanya ?

N : dia jadi adanya makna keseluruhan,karena kan udah satu kesatuan ga bisa dipisah-pisah, jadi rambutnya begini, calingnya begini, mukanya begini, ga ada. itu satu kesatuan yang utuh yang maknanya secara simbolis adalah keseimbangan alam semesta, dia berpasang-pasangan, ketertiban yang dia pelihara. tahun-tahun 80-an itu kan juga rame, banyak kelompok yang sangat islam itu menolak ondel-ondel, karena dianggap sebagai simbol setan kok dipake. nah kemudian udah ada kompromi pemahaman yang islam dan yang tradisi, di pergub 229 tentang ikon, disitu ada ondel-ondel nah disitu ada pemaknaannya.

P : kalo buat pengiringnya berapa orang bang ?

N : yaa kalo buat musiknya 5 orang ya, 2 orang yang bawa, 1 orang pimpinan, yah 7 orang lah. bahkan jaman dulu itu sebetulnya untuk lebih menghidupkan suasananya, itu kan ada jeda buat istirahat, mereka silat diiringi sama musiknya. bahkan disamping ngarak itu tetep tukang silat maen, sepanjang jalan.

133

N : saya juga sempet ribut, disamping yang islam dengan yang tradisi, ribut juga dengan pemerintah tentang muka ondel-ondel. yang asli itukan memang begitu menyeramkan, karena dia harus melawan keseraman dari orang-orang atau kejahatan yang dateng, maka mukanya harus garang. nah akhirnya ini kan ondel- ondel harus lebih manis lah, jadi muka dicakepin, caling udah ga ada, jadi cuma make kumis, uah ga melotot.

P : jadi perubahan itu dimulai tahun ?

N : iya tahun-tahun 90-an lah. jadi sekarang masih ada yang buat model dulu ada juga yang buat cakep.

134

TRANSKRIP WAWANCARA

Hari/Tanggal : Rabu, 22 Januari 2020

Tempat : Kediaman Narsum (Kp Ondel-Ondel)

Waktu : 15.00-14.00 Narasumber : Pak Mul (Pengrajin dan Penyewa Ondel-Ondel Keliling)

P : Ini semua (ondel-ondel) punya abang?

N : Kaga, ada beberapa

P : Katanya disini pengrajin ondel-ondel yang terbesar ya bang?

N : Kaga, biasa aje. Bukan paling gede, tapi paling lama kite.

P : Memangnya sudah berapa tahun?

N : 11 tahun dari tahun 2009.

P : Oh.. udah lumayan lama. Umur abang berapa sekarang?

135

N : Umur ane 52 tahun. Ngediriin mah baru pas umur 40an, 41 tahun. Tadinya ane bukan usaha ondel-ondel, ae jualan. Cuma karena kita kan orang betawi, dapat suntikan dari anak jadi orang punya bisaan.

P : Kalo sepasang ondel-ondel bkinya berapa lama bang?

N : Sepasang, udah komplit ya seminggu.

P : Abang sendiri atau banyak orang?

N : Anak yang bikin, kalo ane ya paling nyetak-nyetak dong begitu.

P : Nanti tinggal diterusin ya bang?

N : ide ini ya dari dia semua. Die kan udah punya anak danistri. Awallnya dia gawe, terus die maen. Dulu kan dia pemain ondel-ondel nah sekarang jadi buat.

P : Ini buat disewain sama dijual bang?

N : Disewa juga, dijual juga. Ini aja kan orang beli.

P : Oh beli?

N : Iya beli, pesenan orang.

P : Beli satu doing dia?

N : Kemarin sih dia beli sepasang buat di sekolahan-sekolahan. Nah ini buat orang maen. Buat ngamen bisa, ada yang buat dipajang. Tapi kalo orang kebanyakan kan buat manjang buat di kantor-kantor.

P : Kalo sewa berapa bang yang ngamen?

N : Oh sewaan cuman 70rb sehari. Udah kompplit die tinggal bawa badan.

P : Kalo itu peralatannya juga?

N : Iya pemainnya die, anak ane pemaiin musik, nah akhirnya keanl ama ane juga dari die. Die dlu pernah nglanggut sono sini, ngelanglang. Die dulu pemain tehyan,

136 pembuat tehyan. Adi kalo lagi jalan alat musik full. Motornya die. Jadi kalo buat pengalaman barongan mah ane itungannya kalah ama die. Bisa bikin, nyetak, kalo music ane mah kalah ame die. Bisaan die kemane-mane. Kalo buat dimusik Barongan ya.

P : Kalo pas ngarak nih bajunya seragam atau ngga?

N : Kalo ngarak sih g tapi panggilan iya seragam. Kalo buat panggilan kan berarti kita khusus, dari baju pemain sama barongannya sama . misalnya baronga ijo ya pemaen ijo.

P : Terus kalo nyewa-nyewa begitu dari mana aja biasanya bang?

N : Banyak dari mana aje.

P : Bukan betawi asli?

N : Kebanyakan sih dari Bogor, Jawa, kalo betawi asli jarang mau ngamen. Kaya ane paling bikin-bikin aje, anak ane kalo lagi ngga ada kerjaan ya baru jalan. Kalo ada kerjaan ngga jalan biasanya. Kaya bang Jahir aja gitu. Kalo dibilang yang paling gede mah kaga. Ane sekarang buat pesenan dulu. Kalo dulu mah iye, paling gede, paling banyaksekarang mah kaga. Jadi sekrang orang beli kita kasih akirnya punya modal jadi sekarang tiap pintu rata-rata orang punya. Orang bisa dibilang usaha baku sih, asal perawatannya bagus, awet, modal murah. Alat musik elektrik ini aja modal 2,5 juta, itu sudah rapih tinggal jalan. Nnti sambatan 4-5 orang. Kalo pake alat musik full itu mahal modalnya 10 juta. Tapi itu bahan baku, sebulan bisa balik modal, dua bulan udah lebih. 2,5 juta sebulan kebalikan. Setoran 70 ribu kali 30hari kebalikan kan punya kite.

P : Kalo buatnya nih, sepasang dihargai berapa kalo beli?

N : Kalo kite ngejual 3,5 juta itu sepasang besar ye.

P : Kalo yang ngamen-ngamen gitu, ngarak-ngarak gitu apa dari kampong sini semua kebanyakkan bang?

137

N : Yang ngamen ngga cuma dari sini, dari mane aje. Ada dari kemayoran, anak kampung tinggi, macem-macem nih anak sini juga termasuk. Banyak ngamen di serpong, atau kampung pulo.

P : Lha kalo jalannya pakai apa ke sananya? Trasportasinya

N : Dari sini kalo pas awal kita nyediaan. Kalo kata orang betawinya mah tinggal bawa badan doang semua disediain sini.

N : Toko mulai berkembang produksi mulai banyak itu sekitar tahun 2017 an itu udah mulai rame.

P : Itu yang ngarak?

N : Ngga kalo ngarak mah udah dari tahun 2010 udah mulai, Cuma baru satu dua jadi orang ngliatnyaamasih asing. Orang-orang waahhh, ibu-ibu pun masih antusias. Tapi kalo seragan barongan udah lumprah. Liat barongan udah ngga asing lagi karena dah hari-hari ketemu.

P : Dulu aja saya takut bang sama ondel-ondel.

N : Kalo jaman saya orang liat ondel-ondel itu asing. Belum tentu setahun sekali. Sayapun disunatin pake ondel-ondel karena dulu bapak saya pembuat ondel-ondel, pembuat barongan, bikin topengnya juga.

P : Tahun berapa itu bang?

N : Itu tahun 1972.

P : Emang aslinya ondel-ondel itu gimana?

N : Aslinya barongan, Cuma terbuat dari pengki, ditutup pake kain, kertas semen, dibentuknya pake kertas Koran. Hidungnya tuh dibentuknya pakai kertas Koran campur sagu.

P : Kata butuh ritual dulu ya bang?

N : Iya kalo dulu. Waktu jaman 70-an sampai 80-an masih pakai ritual.

138

P : Abang sempet ngrasain ya bang?

N : Bukan ngrasain lagi karena memang pas kecil disunatinnya pake ondel-ondel. jadi kebudayaan tuh kalo bisa jangan sampai hilang.

P : Kalo sehari ada berapa yang nyewa bang?

N : Tergantung yang kita punya, ada 11.

P : Itu sepasang?

N : Kalo jalan kan satuan ngga sepasang. kite kalo turutin orderan banyak. Tapi kita tahan-tahan. Masalahnya kalo diturutin anginan-anginan. Rugi sih kaga karena ini bahan baku, istilahnya bukan bahan cepet basi. Kwatirnya kan kalo di rumah terbengkalai.

P : Hari ini ada berapa yang nyewa bang?

N : Yang nyewa ini hari 9.

P : Jadi naronya di sini semua?

N : Disini aja tuh.. ngapain ke kampung-kampung orang.

P : biasanya itu satu ondel-ondel yang nyewa jalan berapa orang bang ?

N : tergantung, macem-macem. ada yang 1 ondel cuman 1, ada yang 1 ondel 3 sampe 4 orang, itu sekeluarge.

P : banyak ye dimana-mana ondel-ondel

N :iye ini kampung ondel-ondel, cuman disini yang deket cuman saya saya orang, karena kita temen selevel mainnye, itu kalo ketemu di festival.

P : udah akrab lah ya ?

N : ya dia juga ama kite juga gitu, kalo ga ada yang negor kita lupa ya wal ye, ayah ama bang jahir kalo ga ada yang nepok juga lupa ye wal, udah pada tua, dulu emang

139 iye kalo ada acara festival emang suka ngumpul ya wal ye, si jahir juga yang ngurus soalnye udeh ponakannye, anak-anaknye, ya sama, masalahnya kite udah capek.

P : udah bukan wayahnya juga ya ?

N : bukan wayahnya juga, jadi gini kita pengen ngawasin aja dari belakang. paling kite ngawasin aje.

P : kalo dari pemerintah ada ga sih bang upaya-upaya buat melestarikan begini ?

N : upaya buat melestarikan ada, tapi kapan dilaksanainnya kita belom tau. kita mah pengen-pengen aja, sering kali pemerintah kemari nawarim bantuan, tapi kapan. mengenai pengamen-pengamen dilaranglah, saya bilang, silakan-silakan aja, pengamen di setop, Cuma cari jalan solusinya mau dikemanain mereka.

P : terus dari pemerintah ngomong ape ?

N : iya ini diusahakan dulu. diusahakannya kapan, mereka kan karena udah berkeluarga ga mau menunggu sifatnya. nah sekarang gini, kalo dia nunggu anak bininya kan belum makan, kite balik lagi jangan ngeliat kite, liat mereka lah, daripada mereka dipaksain menunggu jatuhnya jadi maling. maap ye kalo saya bilang, orang kalo urusan perut bisa ngebunuh orang, sering kali saya bilang sama orang pemerintahan, kalo orang masalah perut itu bisa gelap mata bang beda, cuman selagi pemerintah mengupayakan, biarlah lepas mereka biar berjalan dulu, nanti setelah udah ada chanel ada lubangnya silakan, nanti kan mereka ga nganggur, jangankan mereka nganggur seminggu sebulan, sehari aja nganggur dirumah itu teriak bang, bukan dia yang teriak, anak istrinya teriak. okelah ada bantuan KJP dari pemerintah, kan bukan harian. yang dibutuhkan sama kita rakyat miskin terutama itu harian. kalo buat bulanan mingguan mah dia masih bisa usaha kesono kesini deh, harian. kita mau ngeliat anak-anak kita nangis ngeliat temennya jajan, ga mungkin kan.

P : dari pada nganggur kan kasian juga ya bang ?

140

N : orang-orang kan bilang, modal kaya kita orang ini kasarnye dia itu bersyukur, bersyukurnya apa, karena saecara tidak langsung kita mengurangi pengangguran, mengurangi juga premanisme, tadinya orang mau berbuat arogan berbuat naif berbuat macem-macem, sekarang terhindar, aturan mereka tiap malem tauran nyari sensasi, mereka pulang nanti capekkan langsung tidur, aturan mah buat narkoba kan jadi terhindar, kan walaupun itu kan dari keringet alhamdulillah capek tidurkan, dikit mak, bangun pagi-pagi seger mana mak duitnya, mak pegang segini nih saya jajanin segini.

P : pemerintah juga komen-komen tapi solusinya mana ya bang

N : nah kan saya bilang, dia bisa bicara, dari tahun ke tahun ke pemerintah sering bicara, sampe dirapat pun saya-saya orang kan bamus, saya kan badan musyawarah betawi, bang jahir juga sama dengan kita, dari dulu bang, dari jaman pokoknya dari pengamen ondel-ondel masuk 2016 ya mulai banyak pengamen-pengamen, itu udah ada tembusan ke pemerintah, gimane kita nyari solusinya buat mereka- mereka, sebabnya apa, kita mau kemanakan ni orang kalo penganggura, yang lulus sekolah, yang putus kerja dijalan, karena negara kita ini seolah-olah kaya ga punya negara bang, kenapa, kita ini serba kerja kontrak bang, ga kaya orde baru, jaman pak Harto kita kerja udah lama, ga mungkin orang bisa mecat kita, karena apa, saya ngalamin, saya dipecat dia harus bisangeluarin pesangon, tapi sekarang kontrak, habis kontrak wasalam, makin lama umur makin tua, anda umur 19 taun sampe umur 30 taun masih dipake, diatas umur itu ganti yang muda, yang enak siape, orang asing.

P : iya sih bang betul. kalo abang dulu pendidikan terakhir apa ?

N : saya SMA terakhir. sekarang mah titel ga jamin ama kerjaan. yang penting itu skil, orang dimane aja idup yg penting punya skil, perut kenyang. kek saya nie, duit yang nyari saya, bukan saya yang nyari duit, ada orang yang mau beli berani bayarin saya buat, kalo kaga ada duitnya ya saya ga buat, gitu. saya pernah dulu ngajarin yang dari Russia disini, seminggu, saya sehari dibayar sejuta ama dia, ampe istri saya dikasih uang makan ama dia, serius.

141

P : itu kalo jual kedoknya doangberapa bang ?

N : kedoknya doang 350 ribu. udeh ente boleh no beli yang kecil agak murahan, ada 200 satu, ukuran pas muke kite bakal tari latar.

P : kaga bang haha. nah ini kalo cetnya make apa bang ?

N : pilox.

P : kalo ngecet bebas-bebas aja apa gimana bang ?

N : kalo muka itu rata-rata make pilox, tapi kalo yang lainnya make cet kuda terbang. karena basenya kalo kuda terbang kalo kita ga campur banyak canel, satu lama kering, dua lembab, jadi ga ada sinarnya. sebenernya sih kalo buat bagus kuda terbang.

P : bambunya ?

N : itu bambu tali

P : kalo bahan bajunya ?

N : kalo bahannye itu kita pake, apa sih istri saya sering belanja, satin.

P : kalo jait sendiri ?

N : engga, jait ke loundry, tukang jait.

P : berarti itu kaya rangka terus dimasukin ijuk ya bang ?

N : itu kek rangka, nah terus pake dauin pisang, baru ijuk dah. udah rapih baru kita pake pala.

P : nah kalo yang cewe ininye make apa ?

N : bola. kan bola ada tiga macem, bola anak-anak, ada yang bola gede, ada yang bola tanggung, kita pake bola yang gede.

P : ada harapan lagi ga bang kedepannya ?

142

N : kedepannye kite, bagaimana kite mengembangkan kebudayaan kite biar ga ampe mati. soalnya kan kita denger-denger DKI ini bukan ibu kota negara lagi. nah nanti kan kita bukan ibu kota lagi, namanya jaya raya. yang namanya orang udah pindah rumah, udah pindah ibu kota, tiap pelatihan penuh kan ga kemari, pasti ke ibu kota negara, yang namanya tamu-tamu elit kan jatohnya ke dia.

P : kalo tantangannya bang ?

N : kalo tantangannya provinsi DKI kita ini lebih berat bang, DKI ini udah bukan kek provinsi-provinsi lain yang bisa di gali, DKI ni ga bisa digali bang, kita ini ga punya ladang apa-apa. punya ape, tambang minyak ga ada, ibarat kata udah kek ladang tandus yang udah ga bisa kita gali, yang banyak malah kantor, hotel, gedung, wisma, ape yang bisa kita gali, ga ada, ujung-ujungnya bakal jadi kota mati.

P : berarti sehari ini ga nentu ya bang yang jalan ?

N : kalo yang jalan mah kite ga bisa pasti, karena kan kita itungannya buruh lepas, bukan karyawan.

P : rata-rata berapa yang yewa sehari ?

N : yang nyewa itu kebanyakan orang dari bogor, perantau, kek sunda, jawa. saya kasih tau kan saya bilang, kalo ondel-ondel ga boleh ngamen mau di kemanakan penganggura.

P : susah juga ya kalo ngandelin pemerintah ga kelar-kelar.

N : iye makannye kalo dari pemerintah mah kalo kata orang betawi hanya isapan jempol belaka, ngisep yang ga keluar airnya ntu.

P : nah kalo dari mukanya warna merah ama putih itu ada artinya ga sih bang ?

N : memang mitosnya gitu bang orang betawi, laki merah perempuan putih. merah artinya itu gagah, karena betawi kan orangnya kasar, kalo putih itu kan dulu nenek moyang kita orang cina, putih.

P : udah kaga diritualin lagi ya bang ?

143

N : kaga.

P : nih kalo dari rangka nih berapa ?

N : tergantung ada yang 1,50 ada yang 1,60

P : kalo dari kecelananya berapa tuh ?

N : kalo dari sini ke sini 75 senti, tergantung deh, ada yang 75 ada yang semeter. kan permintaan beda-beda.

144