<<

Jurnal Sejarah Citra Lekha, Vol. 1, No. 2, 2016, hlm. 81-92 BOVEN DIGOEL DALAM PANGGUNG SEJARAH : DARI PERGERAKAN NASIONAL HINGGA OTONOMI KHUSUS

Susanto T. Handoko

Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Cendrawasih Jayapura

Alamat korespondensi: [email protected]

Diterima/ Received: 12 Juli 2016; Disetujui/ Accepted: 1 Agustus 2016

Abstract

This study focuses on the role Boven Digoel for the Indonesian nation in the struggle for independence. The research method is a method of history to the stage of research, searches historical sources, source criticism, interpretation, and writing of history. Boven Digoel selected as a place of exile of the movement because of factors: the more intense the radical movement (communists) in Indonesia period 1925-1927 which manifests itself in a variety of labor strikes and revolts; Holland is a minor colonial power compared with the Spanish, Portuguese, French and English - that is to say, only the (Indonesia) which has a strategic significance for the survival of colonialism; Boven Digoel very far away from the center of government in Batavia covered by dense woods, filled with swamps and deserted-silent with various wild animals, ferociously malaria mosquitoes, and the original is still cannibals; Boven Digoel as the 'Land of Hope' or the future of the movement who did not return origin region. With discarded in Boven Digoel of the movement 'disconnected' at all with the people, so that they can not spread the ideas and the ideas of nationalism. Boven Digoel instrumental in the Stage History of Modern Indonesia, in particular, the national movement. Now in the Era of Reform and Special Autonomy for Papua, the existence of historical sites in Boven Digoel must be managed properly to the benefit of education and tourism development. Keywords: Boven Digoel, National Movement, Papua Special Autonomy

Abstrak Kajian ini fokus pada peranan Boven Digoel bagi bangsa Indonesia dalam perjuangan mencapai kemerdekaan. Metode penelitian adalah metode sejarah dengan tahap penelitian: penelusuran sumber sejarah, kritik sumber, interpretasi, dan penulisan sejarah. Boven Digoel dipilih sebagai tempat pengasingan kaum pergerakan karena faktor: makin intensifnya gerakan radikal (komunis) di Indonesia periode 1925-1927 yang termanifestasi dalam berbagai pemogokan buruh dan pemberontakan; Negeri Belanda merupakan kekuatan kolonial yang minor dibandingkan dengan Spanyol, Portugis, Perancis, dan Inggris - artinya, hanya wilayah Hindia Belanda (Indonesia) yang memiliki arti strategis bagi keberlangsungan kolonialisme.Jarak Boven Digoel sangat jauh dari pusat pemerintahan di Batavia yang diselimuti oleh hutan belukar lebat, penuh dengan rawa-rawa dan sunyi- senyap dengan beraneka ragam binatang buas, ganasnya nyamuk malaria, dan suku asli yang masih kanibal; Boven Digoel sebagai ‘Tanah Harapan’ atau masa depan bagi kaum pergerakan yang tidak kembali ke daerah asalnya. Dengan di-Digoel-kan kaum pergerakan ‘terputus’ sama sekali dengan rakyatnya, sehingga mereka tidak bisa menyebarkan gagasan dan ide-ide kebangsaan atau nasionalisme. Boven Digoel berperan penting dalam Panggung Sejarah Indonesia Moderen, khususnya masa pergerakan nasional. Kini di Era Reformasi dan Otonomi Khusus Papua, eksistensi situs sejarah di Boven Digoel harus segera dikelola dengan baik untuk kepentingan pembangunan pendidikan dan pariwisata. Keywords: Boven Digoel, pergerakan nasional, otonomi khusus Papua.

81 Susanto T. Handoko (Boven dalam Panggung Sejarah Indonesia)

PENDAHULUAN tersebut tidak bertahan lama, karena kondisi alam yang sangat ganas. Dalam lintasan Sejarah Indonesia Modern ada Periode 1927 hingga 1942 para suatu tempat yang telah terlupakan dalam interniran diasingkan di tempat yang sama, memori kolektif bangsa Indonesia yaitu Boven yaitu di Kamp Konsentrasi Boven Digoel Digoel. Daerah Boven Digoel letaknya di hulu (Shiraishi, 2001: 1-2). Oleh karena itu, sejak Sungai Digoel, Papua bagian Selatan. Wilayah akhir tahun 1926, pascapemberontakan ini pada awalnya diselimuti oleh hutan belukar Pemberontakan Komunis Indonesia (PKI) di lebat, penuh dengan rawa-rawa dan sunyi- Banten, dan pemberontakan PKI di Sumatera senyap dengan beraneka ragam binatang buas. Barat 1927, hingga 1940-an, ribuan aktivis Oleh karena itu, Pemerintah Kolonial Belanda pergerakan telah dikirim ke Kamp Konsentrasi merasa cocok untuk mendirikan kamp di Boven Digoel. Di antara mereka adalah para konsentrasi (sering disebut sebagai tempat aktivis dan tokoh dari PKI, Partai Republik pembuangan/pengasingan) bagi para tahanan Indonesia (PARI), Partai Nasional Indonesia politik di wilayah ini. Selanjutnya, Boven Digoel (PNI), Partai Indonesia (PARTINDO), dibangun sebagai suatu tempat pembuangan Perhimpunan Muslim Indonesia (PERMI), dengan Surat Keputusan Pemerintah Hindia Partai Sarikat Islam Indonesia (PSII), dan Belanda tanggal 10 Desember 1926 beberapa lainnya. (Mangunadikusumo, 1977: 73). Pada waktu itu Selain tokoh-tokoh partai politik tingkat Pemerintah Kolonial Hindia Belanda dipimpin nasional, pada perkembangan berikutnya oleh Gubernur Jenderal A.C.D. de Graeff. khususnya setelah Indonesia merdeka, dan Wilayah Boven Digoel masa kolonial Tanah Papua masih berada di bawah kekuasaan telah dihuni oleh penduduk asli atau lokal kolonial Belanda, Kamp Konsentrasi Boven dengan cara hidupnya yang masih sangat Digoel tetap difungsikan sebagai tempat sederhana atau tradisional dan dapat dikatakan buangan bagi elite-elite Papua yang menentang belum mengenal peradaban. Sistem kekuasaan penjajah Belanda. Di antara mereka pengayauan dan kanibalisme masih adalah para aktivis dan tokoh dari berbagai mendominasi tatanan kehidupan penduduk organisasi pergerakan pendukung Proklamasi setempat. Penduduk asli atau lokal tersebut Indonesia yang tumbuh dan berkembang di terdiri dari beberapa suku antara lain: suku Tanah Papua antara 1946 hingga 1963. Muyu, suku Mandobo, suku Auyu Darat, suku Di Era Reformasi Indonesia (Otonomi Auyu Kali, dan suku Kombay-Koroway (suku Daerah dan Otonomi Khusus Papua), Boven Auyu Gunung) yang hidup secara terpisah Digoel terbentuk berdasar Undang-Undang (Handoko dkk., 2008: 2 ). Nomor 26 Tahun 2002 sebagai kabupaten baru. Kurun waktu 1914-1922 terutama di Bersamaan dengan undang-undang tersebut daerah pesisir Sungai Digoel telah terjadi juga dibentuk Kabupaten Mappi dan praktik-praktik perburuan liar terhadap burung Kabupaten Asmat, ketiganya merupakan Cenderawasih yang dilakukan oleh orang Cina pemekaran dari Kabupaten Merauke (Kompas, atau sering disebut sebagai tukang-tukang 29 Mei 2012). Sejak terbentuknya Kabupaten pasang (Prisma No. 7, 1988: 48). Oleh karena Boven Digoel secara definitif membuat geliat itu, Pemerintah Kolonial Hindia Belanda pembangunan di berbagai sektor kehidupan membuka pos keamanan Asiki. Pos tersebut berkembang secara signifikan, khususnya dibangun untuk menjaga dan mengatasi suku- infrastruktur jalan yang menghubungkan Kota suku pengayau dan kanibalis serta pengawasan Merauke dengan Tanah Merah, sarana dan terhadap praktik-praktik perburuan liar oleh prasarana publik dan lainnya. orang-orang tukang pasang. Akan tetapi, pos Kota Tanah Merah (kini ibukota Kabupaten Boven Digoel) dahulu merupakan

80 Jurnal Sejarah Citra Lekha, Vol. 1, No. 2, 2016, hlm. 81-92 pusat kota Onderaafdeling Boven Digoel, yang Kabupaten Boven Digoel yang oleh orang Belanda disebut sebagai Deportatie dimekarkan pada 12 April 2003 itu memiliki Kamp Boven Digoel. Karena di Tanah Merah luas wilayah 27.108 km2 dengan jumlah dijadikan kamp konsentrasi tokoh-tokoh penduduk sebanyak 39.549 jiwa yang terdiri pejuang pergerakan Indonesia oleh Pemerintah dari laki-laki 20.218 jiwa dan perempuan Kolonial Hindia Belanda. Daerah Boven Digoel 19.331 jiwa. Jumlah penduduk tersebut terletak di hulu Sungai Digoel yang  450 km menyebar di 6 distrik dan 88 kampung (Suara dari pantai Selatan Papua. Onderaafdeling Perempuan Papua, 7-12 Agustus 2006: 13). Boven Digoel ketika itu dimasukkan ke dalam Sebagai ibukota kabupaten baru, kini di Tanah wilayah Gubernuran Maluku. Jarak dari muara Merah penduduknya sudah heterogen. Di luar sungai ke Tanah Merah sama dengan jarak dari tiga suku besar Papua, yaitu Mandobo, Muyu, Batavia (Jakarta) ke Semarang atau dari dan Auyu, terselip suku-suku asli Papua yang Amsterdam ke Paris dan terletak di tengah datang dari luar Digoel dan pendatang dari hutan belantara yang tidak bersahabat pulau lain (Yuniarti dan Verdiansyah, 2007: (Shiraishi, 2001: 17). 118). Boven Digoel dengan pusat kotanya di Kajian ini hendak melihat kedudukan Tanah Merah mulai dikenal sejak diadakan wilayah Boven Digoel khususnya peranan penelitian geologi pada 1900 dan 1913, dan Kamp Konsentrasi Boven Digoel bagi bangsa hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa Indonesia terutama dalam usaha perjuangan wilayah yang meliputi 10 ribu hektar itu mencapai kemerdekaan. Oleh karena itu, dinyatakan cocok untuk pertanian, karena permasalahan dalam penelitian ini dapat iklimnya sehat dan cukup banyak persediaan air dirumuskan sebagai berikut: (1) Apa yang serta curah hujannya normal (Prisma No. 7, melatarbelakangi Pemerintah Kolonial Hindia 1988: 15). Belanda menjadikan Boven Digoel sebagai salah Kajian ini mengambil periode dari awal satu Kamp Konsentrasi Politik di Nusantara?; terbentuknya Onderaafdeling Boven Digoel (2) Bagaimana eksistensi wilayah Boven Digoel hingga terbentuknya dan perkembangan dalam Lintasan Sejarah Indonesia?; (3) Kabupaten Boven Digoel di era Reformasi Bagaimana eksistensi dan prospek situs-situs (Otonomi Daerah dan Otonomi Khusus sejarah di Boven Digoel di Era Otonomi Papua). Onderaafdeling Boven Digoel dibentuk Khusus? dengan Surat Keputusan Pemerintah Kolonial Bertolak dari uraian di atas, maka kajian Hindia Belanda tanggal 10 Desember 1926 ini bertujuan mendeskripsikan keberadaan berkenaan dengan rencana pembuangan dan atau peranan yang dimainkan oleh Boven pengasingan kaum pergerakan bangsa Digoel dalam lintasan Sejarah Indonesia Indonesia yang dianggap berbahaya. Sebelum kaitannya dengan Pergerakan Nasional terbentuknya Kabupaten Boven Digoel hingga Indonesia dan pembangunan bangsa saat ini, 2000, Tanah Merah sebagai pusat ibukota khususnya pembangunan di Boven Digoel dan Kecamatan Mandobo, yang merupakan salah Papua. Oleh karena keberadaan situs sejarah di satu kecamatan dalam wilayah administratif Boven Digoel menandakan ada keterkaitan Kabupaten Merauke. Akan tetapi, dengan antara Boven Digoel dengan masa kolonial, berlakunya Undang-Undang Republik maka situs sejarah di Boven Digoel saat ini Indonesia Nomor 26 Tahun 2003 tentang tentunya memiliki nilai historis dan dapat program pemekaran wilayah kabupaten, dan dimanfaatkan bagi pembangunan di Boven Boven Digoel merupakan salah satu wilayah Digoel khususnya bidang pendidikan sejarah yang dimekarkan, maka kini Tanah Merah dan pariwisata. menjadi ibukota atau pusat pemerintahan Kabupaten Boven Digoel.

81 Susanto T. Handoko (Boven Digul dalam Panggung Sejarah Indonesia)

METODE fakta. Dalam kondisi ketika terdapat fakta yang kontradiktif, maka dilakukan seleksi atas derajat Artikel ini didasarkan pada penelitian Boven keterpercayaan sumber, dengan memilih Digoel Dalam Sejarah Indonesia: Inventarisasi sumber primer yang dapat dijadikan sumber dan Dokumentasi Eks Penjaran Boven Digoel data yang representatif sehingga diperoleh fakta (Handoko dkk, 2008) dan Frans Kaisiepo sejarah yang dapat dipertanggungjawabkan Pahlawan Nasional Asal Papua (Handoko, orisinalitasnya. 2011). Dalam dua penelitian tersebut Fakta sejarah yang dihasilkan dari proses digunakan metode sejarah untuk proses kritik sumber sejarah bersifat tunggal. Untuk pengumpulan data hingga pelaporan hasilnya. mengaitkan antarsumber dilakukan proses Dalam metode sejarah dikenal tahap-tahap penafsiran atau interpretasi dan penjelasan penelitian, yaitu: penelusuran sumber sejarah hubungan antarfakta (ekplanasi). Interpretasi (historiografi), kritik sumber (verifikasi), meliputi interpretasi verbal, interpretasi teknis, interpretasi dan eksplanasi, dan penulisan interpretasi logis, interpretasi psikologis, dan sejarah (historiografi) (Garraghan, 1957: 33; interpretasi faktual. Penulisan sebagai tahap Gottcshalk, 1986: 13; Renier, 1997: 113-118; akhir dari penelitian memperhatikan aspek Suhartono, 2010: 29-56). kronologis, dan penyajiannya berdasar tema- Heuristik merupakan langkah awal dari tema penting dari setiap perkembangan objek penelitian ini yang berisikan kegiatan penelitian. Aspek-aspek nonindividu menjadi penelusuran sumber sejarah. Pengumpulan data narasi penting dalam kajian ini dalam bingkai dilakukan dengan metode penggunaan bahan waktu, sehingga digunakan analisis prosesual dokumen. Penelitian dokumentasi dilakukan di dan struktural (Kartodirdjo, 1992; sejumlah perpustakaan di Jayapura, Boven Kuntowijoyo, 2003; Wasino, 2016: 64). Digoel, dan Biak. Sumber sejarah yang diteliti meliputi: majalah sezaman, manuskrip, catatan KAMP KONSENTRASI BOVEN DIGOEL pribadi, piagam, foto, dan akta. Peneliti juga MASA PERGERAKAN NASIONAL melakukan studi lapangan untuk menemukan berbagai monumen peninggalan dan melakukan Pendirian Kamp Konsentrasi Boven Digoel wawancara dengan tokoh pejuang atau ahli waris tokoh serta anggota masyarakat lain yang Setelah pemberontakan komunis di Banten mengetahui berbagai kejadian pada masa itu. 1926 dan di Sumatera Barat 1927, rezim Konsekuensi logis di dalam metode Kolonial Hindia Belanda membangun sebuah sejarah, setelah penulis berhasil mengumpulkan Kamp Konsentrasi di Boven Digoel Papua. data yang diperlukan adalah melakukan kritik Seperti dijelaskan oleh Pemerintah Kolonial sumber, baik secara eksternal maupun internal. Hindia Belanda, pembuangan bukanlah sanksi Kritik eksternal digunakan untuk menilai yang dijatuhkan melalui proses hukum (penal otentisitas sumber, sedangkan kritik internal sanction), melainkan tindakan administratif, digunakan untuk menilai kredibilitas sumber. ditetapkan oleh kewenangan istimewa gubernur Sumber dokumen yang dikeluarkan pemerintah jenderal (exorbitant rechten), yang bisa seperti: piagam dan akta pada umumnya dapat menentukan para interni hidup di tempat dipercaya; dan sumber lain seperti majalah tertentu (Shiraishi, 2001: 1). sejaman, manuskrip, catatan pribadi tokoh perlu Sebetulnya pengasingan (dalam hal ini dicermati dengan seksama. Pada tahap ini pembuangan keluar) sudah lazim dikenal dan penulis melakukan proses verifikasi bahan telah berlangsung lama di negara jajahan Hindia dokumen (kolasi), yaitu membandingkan Belanda. Di abad ke-20 misalnya, Surontiko antara beberapa dokumen, sehingga terlihat Samin, orang Jawa Tengah dibuang ke adanya kesesuaian maupun kontradiksi antar Sumatera Barat pada 1907. Pada 1920 Cipto

82 Jurnal Sejarah Citra Lekha, Vol. 1, No. 2, 2016, hlm. 81-92 Mangunkusumo dikenai larangan menetap di Mengenai ide munculnya Boven Digoel wilayah penduduk berbahasa Jawa di Jawa dipilih sebagai tempat pembuangan massal Tengah dan Jawa Timur, dan selanjutnya dapat diuraikan disini. Paling tidak ada dua hal dibuang ke Banda Neira 1927. Tokoh lain yang perlu diperhatikan. Pertama, idenya sudah seperti Semaun, Tan Malaka, Darsono, Haji ada sebelum pemberontakan supaya ada tempat Misbach, Ali Archam, dan masih banyak khusus didirikan sebagai tempat buangan. lainnya, ditolak menetap di Hindia Belanda atau Karena orang-orang komunis waktu itu, mereka diwajibkan menetap di beberapa tempat kerjanya keluar dan masuk penjara. Jadi ide itu berbeda di bagian timur kepulauan antara 1919 sudah ada sejak tahun 1925, dan ide itu hingga 1926. (Shiraishi, 2001: 1-2). Baru pada dijalankan begitu pemberontakan terjadi. 1927 hingga 1943 para interniran diasingkan di Kedua, Belanda adalah kekuatan kolonial yang tempat yang sama yaitu Kamp Konsentrasi minor. Bukan yang nomor satu, tetapi ketiga Boven Digoel. setelah Inggris dan Perancis. Koloni satu- Pendirian kamp konsentrasi massal satunya yang mereka punya dan berarti adalah diputuskan pada sebuah pertemuan luar biasa Hindia Belanda. Lain dari Inggris, punya banyak Dewan Hindia Belanda (Raad van koloni, jadi punya banyak pilihan untuk Nederlandsch-Indie) yang diadakan pada 18 membuang/mengasingkan tokoh-tokoh November 1926, kurang dari satu minggu sejak pergerakan atau pemberontakan. Menurut pemberontakan komunis yang berawal di Jawa pertimbangan pemerintah kolonial lebih baik Barat pada 12 November (Shiraishi, 2001: 3-4). mendirikan satu tempat di Hindia Belanda yang Pada saat itu pertanyaan yang dikemukakan mampu menampung ribuan kaum buangan. Hal oleh Gubernur Jenderal de Graeff adalah: lain bisa ditambahkan, bahwa Gubernur ”Bilakah sejumlah tindakan harus diambil untuk Jenderal de Graeff waktu itu masih percaya memerangi meningkatnya gerakan komunis dengan kemungkinan untuk membangun Papua yang berlangsung satu minggu terakhir dan sebagai wilayah yang baru. Karena waktu itu untuk mencegah (pengulangan mereka) di Papua memang belum dibangun sama sekali. masa datang sebisa mungkin. Jika ya, tindakan- Jadi de Graeff percaya akan ada kesempatan tindakan seperti apa?” untuk mendirikan suatu wilayah yang baru, Dewan Hindia Belanda (Raad van yang makmur dan tenteram untuk orang-orang Nederlandsch-Indie) akhirnya mendukung komunis, dan sekaligus juga akan menjadi salah usulan de Graeff dan memutuskan bahwa satu wilayah yang baik untuk Hindia Belanda. pengasingan harus dimulai pada mereka yang Sebetulnya ada begitu banyak pulau ditangkap di Jawa Barat. Sementara itu, lain di Hindia Belanda, dan pada waktu itu pengasingan bagi mereka yang ditahan di begitu banyak daerah yang belum dibuka untuk berbagai tempat akan mengikuti secepatnya wilayah baru. Mengapa justru Digoel yang setelah kantor jaksa umum, hoofdparket, dipilih. Yang penting diperhatikan adalah menerima informasi yang diperlukan bagi tempat pembuangan harus terisolasi 100%. tindakan tersebut. Selanjutnya, diputuskan pula Dan orang yang diutus mencari tempat bahwa prosedur dan formalitas yang harus pembuangan yang baru itu adalah Gubernur dipenuhi bagi pengasingan direvisi dan Propinsi Maluku. Karena Papua juga termasuk disederhanakan untuk pemberlakuannya. bagian Propinsi Maluku, maka dia mengusulkan Alasaan-alasan yang diberikan dalam rancangan Boven Digoel yang paling baik. Atas usulan dari keputusan pengasingan harus jelas dan dibatasi, Gubernur Maluku itu Dewan Hindia lalu intinya bahwa orang yang bakal diasingkan menentukan Boven Digoel sebagai tempat adalah anggota PKI, partai yang bermaksud pembuangan. Barangkali ada tempat-tempat menggulingkan dan membentuk pemerintah yang lain. Akan tetapi, menurut Gubernur baru dengan jalan radikal. Maluku, Boven Digoel itu ideal sebagai tempat buangan karena 100% terisolasi. Jaraknya dari 83 Susanto T. Handoko (Boven Digul dalam Panggung Sejarah Indonesia) muara Sungai Digoel itu 455 km ke hulu, ke penguasa Digoel. Pihak pemegang wewenang pedalaman. Itu sama dengan jarak Jakarta ke atau administratur mencatat bahwa penduduk Semarang, atau dari Amsterdam ke Paris. kamp berjumlah sekitar 920 jiwa, terdiri dari Kondisi saat itu semuanya hutan lebat, rawa- 538 interni dan 382 anggota keluarga. rawa yang banyak nyamuk malaria, dan di Selanjutnya, pada Februari 1928, angka ini sungainya banyak buaya. Terlebih saat itu mencapai 1.139 jiwa, terdiri dari 666 interni dan banyak penduduk aslinya yang masih head 473 anggota keluarga. Ketika W.P. Hillen, hunter, atau masih kanibal, masih suka makan anggota Dewan Hindia Belanda mengunjungi orang. Digoel pada bulan April 1930, penghuni kamp berada di titik puncak, dengan 2.000 jiwa, Kedatangan Rombongan Interni Pertama termasuk 1.308 interni (Shiraishi, 2001: 10).

Pada 10 Desember 1926, wilayah Sungai Digoel Kamp Konsentrasi Tanah Merah dipisahkan dari subdivisi (Onderafdeeling) dari Papua bagian selatan melalui dekrit pemerintah Tanah Merah terdiri dari tiga wilayah yang dan dijadikan sebuah pemerintahan subdivisi berbeda yang dipisahkan oleh sungai-sungai Boven Digoel dengan Tanah Merah sebagai kecil, yaitu: (1) wilayah administratif pusat pemerintahannya (Mededeelingen der (bestuursterrein di mana para pejabat sipil Regeering omtrent Enkele Onderwerpen van tinggal; (2) wilayah militer; (3) kamp Algemeen Belang, Mei 1928). Tidak lama konsentrasi (pembuangan) di mana para interni setelah itu, Kapten L. Th. Becking, pimpinan ditempatkan. kesatuan yang menghancurkan pemberontakan November di Banten, dikirim ke Digoel dengan Wilayah Administratif pasukannya yang kebanyakan berasal dari Kantor utama administrasi kampung Ambon dan tawanan pekerja (convict worker) berada di Kampung B. Pemerintahan kampung untuk membangun kamp tepat pada waktunya ini dipimpin oleh Gondoyuwono, kemudian bagi kedatangan rombongan pertama para Budisucitro. Kampung ini memiliki satuan interni yang dijadwalkan tiba pada 27 Maret polisi sendiri yang bernama ROB (Rust en Orde 1927. Bewaarders), yang berarti Penjaga Ketertiban Kapten Becking dengan orang-orangnya dan Tatanan. ROB bekerja sama dengan dan tawanan pekerja tiba di Tanah Merah pada pemerintah lokal dan satuan polisi pemerintah Januari 1927. Selama dua bulan mereka lokal. Tahun-tahun pertama satuan polisi ini membangun barak, gudang, rumah sakit, stasiun dipimpin oleh Suprapto dari Salatiga. radio, kantor pos, dan tempat mandi besar Di sebelah toko Tan Tjo berderet rumah- (badvlo) di aliran sungai bagi tentara dan rumah kediaman bagi pejabat-pejabat urusan tawanan. Rombongan pertama interni dan pribumi, dibangun pertama kali pada 1927 keluarganya tiba Maret 1927. Ada 50 interni, untuk wedana (kepala distrik) dari Sunda, Suria termasuk seorang Cina, dan 30 keluarga. Atmadja, dan asisten wedana dari Semuanya berpakaian rapi, dengan kostum Minangkabau, Bitek. Lebih jauh lagi di tropis berwarna-warni, bersepatu dan kaos kaki sepanjang jalan berbatu itu terletak kantor bersih, topi, koper, dan sebuah payung yang administrasi, di mana beberapa interni bekerja dikempit di bawah lengan (Salim, 1973: 78-84) bersama dengan kepala pemerintahan lokal, dua Penduduk Digoel terus bertambah stabil pejabat (commiezen), sejumlah kecil juru tulis mulai saat itu. Ketika pengawas M.A. Monsju Ambon, wedana, dan asisten wedana. Kasus- tiba, bersama dengan rombongan ketujuh kasus kriminal disidangkan di bangunan ini interni di Tanah Merah pada 30 Oktober 1927 dengan kepala administratif sebagai hakim. untuk menggantikan Kapten Becking sebagai Kasus-kasus yang ada kebanyakan tentang

84 Jurnal Sejarah Citra Lekha, Vol. 1, No. 2, 2016, hlm. 81-92 pelanggaran-pelangggaran ringan, termasuk dibuat menjadi semi-permanen oleh urusan wanita, dan kadang-kadang tindak pemerintah. kekerasan. Di gedung ini terdapat sebuah Kamp militer mula-mula hanya terdiri ruangan khusus yang tertutup, Arsip Digoel, dari lima rumah. Namun perkembangan tempat catatan para interni yang terus selanjutnya menjadi tujuh peleton infantri, membengkak oleh informasi yang datang terus- setiap peleton terdiri 16 hingga 20 personel di menerus dari para mata-mata dan informan bawah komando seorang tentara Eropa atau yang melaporkan tingkah laku interni, pribumi berpangkat sersan. Misi mereka semuanya diklasifikasikan secara sistematis, menjaga keamanan dan tatanan di Tanah rapi, dan tersimpan baik (Shiraishi, 2001: 22). Merah, melakukan tugas penjagaan secara Di sebelah utara gedung administrasi periodik di Tanah Tinggi, dan melakukan berdiri sebuah gereja Protestan di tengah patroli ke seluruh wilayah Digoel. Seperti di padang rumput. Di depan gereja, tepat dimana tempat lain di Hindia Belanda, keluarga para jalan berbatu berbelok ke arah timur, terdapat tentara juga tinggal di kamp, di barak-barak rumah satu-satunya dokter di Digoel yang terpisah. Oleh karena itu, tampak sebuah berdekatan dengan rumah-rumah pejabat sipil dunia kecil mereka di dalam kamp militer, dan perwira polisi. Lebih jauh lagi ke arah terpisah dari seluruh kehidupan Digoel. pedalaman terhampar sebuah ladang rumput, sebelumnya ada ladang buatan dari penebangan Kamp Konsentrasi (Pembuangan) hutan yang dimaksudkan untuk menanam padi Pada mulanya para interni hidup terpisah, atas perintah asisten wedana dalam rangka terkotak-kotak menurut etnis. Di ujung utara menjadikan Digoel ”memenuhi kebutuhan kamp, di tepi sungai, adalah Kampung Ujung sendiri”. Proyek penanaman padi ini gagal. Sumatera, yang penghuninya mayoritas etnis Sawah-sawah buatan dibiarkan kosong selama Minangkabau. Etnis Aceh dan Lampung bertahun-tahun, tetapi beberapa tahun terakhir menetap terpisah. Orang-orang dari Jawa: etnis para interni menanam sayur-sayuran dan Madura, Jawa, dan Sunda – berkumpul di tanaman lain di sana, yang menjadikan Digoel pemukiman sendiri. Orang Banten, sebagian berswasembada sayuran (Shiraishi, 2001: 22). besar mereka yang turut dalam pemberontakan 1926 di Banten, membentuk sebuah kelompok Wilayah Militer terpisah. Konflik sering terjadi antara orang Di kamp militer terdapat barak-barak Jawa dan Sumatera. Orang Sumatera militer, kantor komandan garnisun, bangsal menganggap hal yang bodoh menyaksikan orang sakit, gudang amunisi, stasiun radio, seorang pejabat interni Jawa ketika bepergian kantin, penjara, dapur umum, asrama wanita, selalu diikuti seorang interni yang dan lapangan kecil untuk olah raga. Fasilitsa- memayunginya. Mereka juga mengejek seni fasilitas asli kamp ini dibangun secara tergesa- Jawa, tembang, tandak, wayang, dan ketoprak, gesa pada 1927, terdiri dari kayu dan alang- sebagai seni feodal. Bagaimanapun, karena alang. Pada 1934, Gubernur Jenderal de Jonge waktu dan semakin banyak interni generasi awal memutusakan untuk mengubah kamp menjadi dipulangkan, perbedaan etnis menjadi kurang semi-permanen, di luar fakta bahwa ia dengan berperan dalam pola huni. panik memotong anggaran belanja pemerintah Para interni banyak membuat asosiasi: di berbagai sektor dan tempat untuk klub opera Orient, grup musik dan opera menyesuaikan dengan krisis keuangan yang Liberty, teater Sunda Kebinangkitan Pasundan, diakibatkan oleh depresi ekonomi. Meskipun grup kethoprak dan wayang orang Jawa, Langen keputusannya mempertahankan Digoel tak Oedo Matojo, dan grup keroncong. Klub paling diketahui para interni, mereka bisa merasakan penting, yang bertahan hidup hingga hari dari renovasi kamp militer untuk bisa terakhir Digoel, adalah Asosiasi Seni dan Olah memahami bahwa kamp pembuangan telah Raga Digoel (Kunst en Sportvereeniging Digoel). 85 Susanto T. Handoko (Boven Digul dalam Panggung Sejarah Indonesia)

Asosiasi ini didirikan pada 1928 di bawah keangkerannya, seorang pejabat Belanda pimpinan Winanta. Masuk dalam asosiasi ini menulis: ”orang-orang yang berumur 27 tahun, adalah grup jazz Abdul Xarim dan Konser sesudah 10 tahun diinternir, berubah dan patah Digoel. semangat, dan badannya kelihatan tua. Yang Di ujung utara jalan utama, berbatasan sama sekali rusak adalah mereka yang usianya dengan hutan, terdapat sisa-sisa Kampung mendekati 50 tahun.” (Manangsang, 2007: Ujung Sumatera yang lama terbengkelai tepat di 331; Mrazek, 1994: 141). tepi sungai, dan di sebelahnya, tanah makam Keganjilan ini tidak hanya psikologis, yang terawat baik hingga hari penutupan kamp. tetapi sangat terlembaga. Kehidupan yang Mereka yang meninggal di Tanah Tinggi, terstruktur di Tanah Merah terdiri atas empat termasuk Marco dan Aliarcham, juga kategori utama, yaitu de werkwillinger, de dimakamkan di sini. Sebagian besar mereka eigenwerkzoekenden, de steuntrekkers, de meninggal karena penyakit malaria. naturalisten (Shiraishi, 2001: 30-33). Di dekat pemakaman jalan dan jika kita berbelok ke timur, maka di sepanjang wilayah De Werkwillinger ini ada sisa-sisa Kampung D, E, F, dan G, yang De Werkwillinger adalah mereka yang sebelum akhir 1930-an telah terkubur semak- mau bekerja sama dengan pemerintah. Para semak dan kembali dikuasai alam. Pemukiman interni yang masuk kategori ini bekerja pada ini ditinggalkan penghuninya satu per satu sejak beragam pekerjaan: sebagai kepala kampung awal 1930-an ketika para interni mendapatkan dan juru tulis pada kantor pemerintah, perawat pembebasan bertahap dan penduduk kamp di rumah sakit, pekerja dinas pengendali pembuangan menyusut dari angka tertinggi malaria, juru tulis dan kuli di gudang pelabuhan, 2.100 pada 1929 menjadi kurang dari 1.000 pekerja teknik di pusat tenaga listrik dan kantor pada pertengahan 1930-an. Penduduk kamp telepon, polisi, guru, dan pekerja kasar di sawah- pembuangan di akhir 1939 seluruhnya ada 580 sawah. Seluruh kategori pekerjaan ini digaji oleh orang, terdiri dari 355 pria, 66 wanita, dan 159 pemerintah. Mereka yang mendapatkan gaji anak-anak (Shiraishi, 2001: 29). terendah adalah pekerja di sawah, gaji mereka f. 40 sen sehari, sekitar f. 10.50 sebulan untuk Empat Kategori Kehidupan Struktural di pekerjaan yang dimulai pukul 07.30 pagi hingga Tanah Merah pukul 13.00 siang. Sementara itu, juru tulis dan pekerja teknik mendapatkan bayaran lebih baik, Kehidupan di Digoel tidak mudah, tetapi gaji bulanan mereka berkisar f. 18.75 hingga f. kehidupan seperti apa adanya, kehidupan sosial 30. Gaji tertinggi didapat juru tulis pada kantor dan keluarga dengan kebahagiaan-kebahagiaan pemerintah yang mendapatkan f. 90 sebulan. sederhana dan kekacauan-kekacauan kecil. Kategori ini merupakan mayoritas di Digoel, dengan istana kecil Oranye Park, Tanah Merah dan mereka sangat berharap garnisun militer, dan pemukiman penduduk dibebaskan dari Digoel. Semakin baik mereka asli, tampak seperti kota kecil lain di Hindia bertingkah laku dan koopertif dengan Belanda, bahkan seperti Buitenzorg kecil. Akan pemerintah, mereka memiliki kesempatan besar tetapi, kehidupan di Digoel adalah kehidupan untuk pulang. Menurut laporan Hillen 1930 ganjil. Kehidupan yang ”normalitas ganjil” jumlah mereka adalah 490 orang. Pasca inilah, meminjam ungkapan Rudolf Mrazek, kunjungan Hillen, mereka yang berjasa yang bisa diidentifikasi sebagai ciri utama menormalkan kehidupan Tanah Merah, di Digoel (Mrazek, 1994: 141). antaranya Gondojuwono, Suprodjo, dan Digoel ada;ah sebuah nama yang Suprapto dibebaskan di awal tahun 1931. legendaris dan angker dalam lintasan sejarah Budisucitro yang memohon ampun kepada perjuangan bangsa Indonesia. Mengenai pemerintah ketika berada di Tanah Tinggi,

86 Jurnal Sejarah Citra Lekha, Vol. 1, No. 2, 2016, hlm. 81-92 dikembalikan ke Tanah Merah dan disediakan pemerintah, mereka mengurus menggantikan Gondojuwono sebagai kepala seluruh kebutuhannya sendiri. Berdasar laporan kampung dan beberapa tahun kemudian dia Hillen 1930 jumlah penghuni di Tanah Tinggi dipulangkan. 115 orang terdiri dari 70 interni dan 45 anggota keluarga. De Eigenwerkzoekenden Pada waktu Hillen berkunjung ke Tanah De Eigenwerkzoekenden atau pekerja Tinggi, ia sempat berdialog dengan Nayoan, mandiri. Mereka yang paling kecil kemungkinan seorang bekas ketua Serikat Kereta Api, VSTP, untuk dibebaskan dari Digoel. Para interni ini dan anggota PKI sejak masa ISDV. Akhirnya terdiri dari nelayan, petani sayur-mayur, pemilik Nayoan hilang di hutan pada 1942 dalam toko kelontong dan warung, tukang pangkas percobaan keempat dan terakhir untuk rambut, pembuat roti, tukang jahit, pembuat melarikan diri. Tidak dapat dibantah bahwa sepatu, fotografer, guru kursus swasta. Mereka alam merupakan penguasa yang utama di Tanah menerima jatah makan, 18 kg beras per bulan, Tinggi dan menjadi satu-satunya penentu. hingga mereka mampu menghidupi diri sendiri. Pada pertengahan 1930-an, para interni Menurut laporan Hillen tahun 1930 jumlah yang tinggal di Tanah Tinggi terbagi ke dalam kategori ini adalah 350 orang. tiga “klik”. Pertama, kelompok yang terus melihat Aliarcham sebagai pemimpin mereka, De Steuntrekkers sebuah teladan yang harus diikuti tentang De steuntrekkers adalah mereka yang seorang komunis yang seharusnya, jauh setelah invalid atau penerima bantuan. Para interni ini kematiannya pada 1931. Kedua, kelompok yang adalah orang dengan penyakit kronis seperti dipimpin oleh Sarjono, Ngadiman, dan malaria dan TBC, penderita gangguan jiwa atau Winanta, yang membangun kader komunis mereka yang gila karena isolasi yang lama. mereka sendiri di dunia hutan rimba ini. Ketiga, Jumlah kategori ini sesuai laporan Hillen tahun kelompok yang dipimpin oleh tiga kader PKI 1930 adalah 40 orang. yang kembali dari Moskow: Waworuntu, Daniel Kamu, dan Clementi Wantuk. Mereka sangat De Naturalisten bangga dengan pelatihan yang didapatnya di De Naturalisten atau kaum naturalis, Moskow dan bersikeras bahwa semua buku adalah mereka yang menolak bekerja untuk tentang komunis, selain yang diterbitkan di pemerintah. Akan tetapi, mereka tetap Rusia adalah palsu. mendapat jatah makan gratis dari pemerintah Pada 1935 tiga kelompok ini bertemu, dalam bentuk in natura {barang}. Pemerintah dan setelah berdiskusi panjang, mereka atau penguasa lokal memandang mereka menyepakati ”Konvensi Anti Pen-Digoel-an”, sebagai kaum ekstremis yang tidak dikehendaki yang intinya bersepakat untuk tidak menyerah. sehingga mereka selalu menjadi target utama Akan tetapi, Sarjono mengakhiri sikap kerasnya yang selalu diawasi gerak-geriknya. Sesuai pada 1937, dan berargumentasi bahwa ”tujuan laporan Hillen pada 1930 jumlah kaum membenarkan cara” sehingga ia dan naturalis adalah 225 orang. kelompoknya meminta dipindahkan ke Tanah Merah. Selanjutnya kelompok Moskow Kamp Konsentrasi Tanah Tinggi mengikuti langkah ini tidak lama kemudian. Kamp Konsentrasi Tanah Tinggi khusus Mereka pengkut Sejati Aliarcham hanya tinggal diperuntukkan bagi interni yang masuk kategori dengan jumlah seluruhnya 25 orang dan onverzoenlijken, yaitu mereka yang keras kepala, mampu bertahan hingga penutupan kamp pada nekad, berkemauan baja, berprinsip, dan tidak 1943, waktu itu mereka dievakuasi ke Australia mau menyerah. Mereka menahan harapan (Shiraishi, 2001: 39). untuk pulang dan bertahan dalam kehidupan yang buruk. Kecuali jatah makanan rutin yang 87 Susanto T. Handoko (Boven Digul dalam Panggung Sejarah Indonesia)

PENUTUPAN KAMP KONSENTRASI dan kamp konsentrasi benar-benar ditutup BOVEN DIGOEL tahun 1943.

Pada waktu Tjarda van Starkenborgh CITRA KAMP KONSENTRASI BOVEN Statchouwer menggantikan de Jonge sebagai DIGOEL ERA OTONOMI KHUSUS gubernur jenderal pada 1936, dan khususnya PAPUA sejak Welter menjadi menteri urusan koloni pada 1937, Digoel yang untuk beberapa tahun Citra Kamp Konsentrasi Boven Digoel terlupakan kembali menjadi isu besar di Den Haag dan Buitenzorg. Akan tetapi, yang lebih Dalam perkembangannya Kamp Konsentrasi penting lagi karena situasi internasional Boven Digoel dikenal sebagai tempat berubah dengan cepat, ditambah Nazi berkuasa pembuangan komunis.Citra ini tidaklah benar di Jerman dan invansi militer Jepang ke Cina sepenuhnya. Ada kekaburan batasan tentang dimulai. Selanjutnya, Welter mengirim nota siapa yang dikatakan sebagai komunis. Juga kepada Petrus Blumberger untuk merancang dalam masa penahanan massal tanpa prosedur surat kepada gubernur jenderal, untuk pengadilan, amat besar kemungkinan terjadi mendukung keputusannya membebaskan 20 kesalahan dalam penangkapan, ataupun interni dari Digoel sebagai langkah lebih lanjut penangkapan yang didasarkan pada motif-motif menuju penutupan kamp konsentrasi kecuali nonpolitis (misalnya balas dendam penguasa bagi para onverzoenlijken. setempat). Pemerintah Hindia Belanda sendiri Welter mengusulkan agar metode belakangan mengakui kemungkinan terjadinya pembuangan di Digoel diganti lebih tradisional kekeliruan-kekeliruan yang dilakukan aparat- dalam waktu dekat. Caranya, para interni nya. dibuang secara terpisah di banyak tempat Dalam perkembangannya kemudian, sehingga mereka tidak lagi berharap dapat Boven Digoel digunakan sebagai salah satu membangun pengaruh politik karena perbedaan tempat pembuangan kekuatan anti kolonial bahasa dengan penduduk asli. Bahkan kamp dalam artian luas. Sejak 1932, banyak tokoh konsentrasi di Digoel harus dihapuskan dengan Partai Republik Indonesia (PARI), Partai perkecualian bagi mereka yang masuk kategori Nasional Indonesia (PNI), Partai Indonesia keras kepala. (PARTINDO), Perhimpunan Muslim Akan tetapi, keputusan untuk Indonesia (PERMI), Partai Sarikat Islam mempertahankan Digoel diambil pada Indonesia (PSII), dan beberapa lainnya dibuang pertemuan Dewan Hindia Belanda bulan ke Boven Digoel. Hatta dan Sjahrir adalah dua Desember 1938. Selanjutnya, pada bulan Juli contoh yang paling dikenal. Adik H. Agus Salim, tahun 1938, 118 interni dibebaskan, sehingga I.F.M. Salim, wartawan yang terkenal cukup mengurangi populasi interni di Digoel menjadi vokal juga ditempatkan/dibuang ke Boven 345 termasuk 42 interni di Tanah Tinggi. Digoel. Akhirnya, Digoel ditutup tahun 1943, Selain tokoh-tokoh partai politik tingkat karena pemerintah Hindia Belanda di nasional, pada perkembangan berikutnya pengsingan di Melbourne (Australia) menjadi khususnya setelah Indonesia merdeka, dan sangat ketakutan tentang kemungkinan para Tanah Papua masih berada di bawah kekuasaan interni dibebaskan oleh Jepang. Oleh karena itu, kolonial Belanda, Kamp Konsentrasi Boven pemerintah Hindia Belanda di pengasingan Digoel tetap difungsikan sebagai tempat memutuskan untuk menghapuskan sama sekali buangan bagi elite-elite Papua yang menentang dan mengungsikan semua interni ke Australia. kekuasaan penjajah Belanda. Diantara mereka Evakuasi dilakukan oleh Ch. O. Van der Plas adalah para aktivis dan tokoh dari berbagai organisasi pergerakan pendukung Proklamasi

88 Jurnal Sejarah Citra Lekha, Vol. 1, No. 2, 2016, hlm. 81-92 Indonesia yang tumbuh dan berkembang di dan Volksraad di Hindia Belanda. Tanah Papua antara 1946 hingga 1963. Pertimbangan-pertimbangan itu menum- Menurut Adurrachman Surjomihardjo buhkan kesadaran tentang segi-segi yang adil bahwa dasar hukum dari pembuangan ke Digoel maupun kesewenang-wenangan dalam pelak- tanpa proses pengadilan itu adalah hak luar sanaan politik kolonial. biasa yang dimiliki Gubernur Jenderal Hindia Lebih lanjut Abdurrachman Belanda. Akan tetapi, didasari oleh pembukaan Surjomihardjo mengatakan bahwa ada sejumlah wilayah baru dengan alasan ekonomis (Prisma hal yang menyebabkan Digoel dalam penulisan No. 7, 1988: 19). Jadi, jauh sebelum sejarah nasional agak terpencil (Prisma No. 7, pemberontakan terjadi, pemerintah Hindia 1988: 20-21). Pertama, para penulis sejarah Belanda sudah melihat perlunya membuka Hindia Belanda sendiri, yang karya-karyanya daerah-daerah baru di luar Jawa yang dapat kemudian dijadikan acuan, umumnya tidak dijadikan sumber ekonomi. Oleh karena itu, menempatkan gerakan radikal 1926 sebagai Digoel berdasar penelitian geologi, diduga bagian dari pergerakan nasional. Petrus memiliki kekayaan alam yang dibutuhkan. Blumberger, penulis pertama sejarah Boven Digoel direncanakan untuk menjadi pergerakan nasional, melihat pemberontakan konsentrasi pemukiman yang dibutuhkan untuk 1926 itu sebagai bagian dari gerakan komunis proses pembangunan daerah baru tersebut. internasional. Sejak awal sejarahnya, sebenarnya ada Para penulis bukan sejarawan, kurang sikap mendua di kalangan Pemerintah Kerajaan dapat membedakan dengan tegas ruang dan Belanda dalam melihat Kamp Konsentrasi waktu pemberontakan 1926/1927 itu dengan Boven Digoel. Di satu pihak cara itu diakui pemberontakan PKI 1948. Ia menjadi sebagai cara yang efektif. Akan tetapi, di pihak demikian, pertama-tama karena penggalian lain ada kesadaran akan unsur ketidakadilan sumber-sumbernya secara tuntas belum dalam cara penanganan para tahanan politik dikerjakan. Kedua, lebih karena kadar politik seperti itu. Persoalan tersebut pada mulanya yang muncul dari situasi konflik di masa awal terangkat setelah adanya seri artikel tentang Republik Indonesia, yang bobotnya makin Digoel pada awal September 1928 di surat bertambah sehubungan dengan pemberontakan kabar Nieuwe Rotterdamsche Courant, yang G 30S/PKI, September 1965. Masih banyak ditulis oleh wartawan terkemuka media orang yang terlibat dalam situasi konflik itu tersebut, Dr. M. van Blankenstein (Prisma No. yang masih hidup dan berperan dalam 7, 1988: 19). Secara rinci wartawan itu masyarakat dewasa ini. menuliskan perjalanannya ke Boven Digoel dan Dalam panggung sejarah nasional mengisahkan pertemuannya dengan banyak Indonesia pun keberadaan Kamp Konsentrasi tawanan yang menyampaikan kesan dan Boven Digoel sedikit sekali dibicarakan. Oleh pandangannya mengenai ketidakadilan (karena karena itu, banyak peserta didik (siswa) di mereka ditahan tidak berdasar keputusan tingkat pendidikan dasar dan menengah, pengadilan). Dalam seri tulisan itu memang maupun mahasiswa di tingkat pendidikan tidak akan ditemukan rekaman langsung tinggi, banyak yang tidak tahu akan keberadaan terhadap pemerintah Belanda. Namun ia telah Digoel. Padahal tahun-tahun pascarevolusi membuka mata para pembaca Belanda akan 1927 hingga 1942 bisa dipahami dalam konteks adanya kamp konsentrasi. keberadaan Digoel. Menurut Takashi Shiraishi, Mengingat bahwa pada awal abad ke-20 bahwa untuk menormalkan kehidupan di telah dikenal adanya arah etis dalam politik Hindia Belanda pada tahun-tahun ini, maka kolonial, maka adanya kamp konsentrasi itu pemerintah kolonial membutuhkan dunia hantu dapat dianggap sebagai satu kegagalan ethische Digoel (Shiraishi, 2001: 43). Digoel dan kamp politiek. Ini menimbulkan pertimbangan- konsentrasi berfungsi untuk menjaga dan pertimbangan politik dalam parlemen Belanda merefleksikan kondisi normal, bahwa Digoel 89 Susanto T. Handoko (Boven Digul dalam Panggung Sejarah Indonesia) secara definitif menjadi pemisah garis batas PKI 1926 di Jawa Barat dan 1927 di Sumatera antara normal dan abnormal, kooperasi dan Barat. Meski awalnya identik dengan non-kooperasi (garis keras), karenanya pembuangan kaum komunis, Belanda akhirnya memisahkan tatanan kolonial yang rasional dan juga menjadikan tempat ini sebagai penduduk yang berada di ambang kegilaan. Dan pembuangan tokoh nasionalis, khususnya keseluruhan ini mencerminkan rezim yang mereka yang menganut prinsip nonkooperatif melembagakan dan meminggirkan Digoel. seperti Bung Hatta dan Sutan Syahrir. Normalitas menjadi tergantung pada sebuah Saat ini kondisi eks Kamp Konsentrasi aparatus pengamanan yang kompleks yang Boven Digoel telah mengalami banyak sekali menandai dan memecah kawasan, subjek, dan perubahan dari kondisi asli. Eks Kamp tanda-tanda kolonial. Konsentrasi Boven Digoel berada di sekitar Menciptakan tatanan dan rezim di Digoel pemukiman penduduk dan sebagian area sangatlah mudah, dengan cara diisolasi, dan menjadi kantor Polres Kabupaten Boven tidak perlu ada catatan sejarah. Sejumlah kecil Digoel. Oleh karena itu, kondisi fisik bangunan tawanannya masing-masing diidentifikasi secara tentunya mengalami beberapa renovasi untuk lengkap: nama dan nama samarannya, nomor disesuaikan dengan kebutuhan saat ini. Hal ini pengenal, tempat dan tanggal kelahiran, status tentunya akan mengurangi nilai historis pernikahan, pendidikan, latar belakang bangunan Eks Kamp Konsentrasi Boven pekerjaan, karir politik, tanda tangan, fotografi, Digoel. dan informasi lain yang berada dalam satu Pada 2012, Dinas Kebudayaan dan berkas. Semua berkas berada dalam satu Pariwisata Kabupaten Boven Digoel memiliki ruangan. Sebaliknya, menciptakan tatanan program kunjungan ke Belanda untuk rezim baru di Hindia Belanda jauh lebih rumit, memperkenalkan situs sejarah tempat karena rezim ini berada dalam kerajaan pengasingan para tokoh pejuang/perintis kepulauan yang luas, mempunyai jutaan kemerdekaan Indonesia (Kompas, 29 Mei penduduk (pada 1930), dengan sejarah, 2012). Usaha memperkenalkan situs sejarah kebudayaan, dan bahasa yang berbeda-beda. tersebut kepada publik luar negeri (Belanda) Perangkat kenegaraannya berkembang perlu mendapat apresiasi, tetapi yang tidak membentang di berbagai daerah selama kalah penting adalah kepedulian pemda untuk berabad-abad. Namun demikian, suatu tatanan merawat, menjaga, dan melestarikan situs dari rezim baru, yang benar-benar seragam dibentuk kerusakan adalah langkah yang tidak bisa pada 1930-an dengan penjara dan kamp-kamp ditawar lagi. Bilamana kompleks situs tertata tawanan, kekuatan polisi modern yang relatif dan terawat dengan baik dapat dijadikan sebagai kecil (34.000 kekuatan pada 1930), dan media pembelajaran siswa dari PAUD/TK sejumlah kecil angkatan bersenjata kolonial hingga perguruan tinggi dan untuk (37.000 kekuatan pada 1930) (Indisch Verslag dikembangkan sebagai destinasi wisata sejarah 1931: 14, 405-406). yang dapat mengangkat pamor Boven Digoel baik lingkup lokal, nasional, dan global KAMP KONSENTRASI BOVEN DIGOEL (Handoko, dkk., 2008: 51). ERA OTONOMI KHUSUS PAPUA Menurut hemat penulis, pemerintah pusat melalui kementerian terkait sudah Kamp pengasingan Boven Digoel seluas 27,8 selayaknya turun tangan atau lebih intens lagi kilometer persegi, yang mana lahan seluas 1.000 menangani situs sejarah eks Kamp Konsentrasi meter persegi untuk kamp militer, kompleks Boven Digoel. Oleh karena keberadaan eks pemerintahan, penjara, dan barak-barak hunian Kamp Konsentrasi Boven Digoel pada masa (Kompas, 30 Mei 2012). Penghuni awal kamp silam (kolonial) gaungnya tersebar ke penjuru ini tahanan politik yang terlibat pemberontakan Nusantara dan Eropa. Apalagi saat ini (sejak

90 Jurnal Sejarah Citra Lekha, Vol. 1, No. 2, 2016, hlm. 81-92 tahun 2012) Monumen Bung Hatta sudah kolonial agar kaum pergerakan ‘terputus’ sama berdiri kokoh di depan situs sejarah tersebut sekali dengan rakyatnya, sehingga mereka tidak yang menandakan eksistensinya sejak masa bisa menyebarkan gagasan dan ide-ide pergerakan nasional. kebangsaan atau nasionalisme. Boven Digoel memiliki hubungan yang SIMPULAN erat atau berperan penting dalam lintasan Sejarah Indonesia, khususnya masa pergerakan Penunjukan Boven Digoel sebagai tempat nasional. Kini di Era Reformasi Indonesia dan pengasingan kaum pergerakan karena beberapa Otonomi Khusus Papua, eksistensi situs-situs faktor baik secara langsung maupun tidak sejarah di wilayah Boven Digoel selayaknya langsung, antara lain: Pertama, makin mendapat apresiasi dari para pemangku intensifnya gerakan radikal (komunis) di kepentingan baik di Tanah Papua maupun di Indonesia periode 1925-1927 yang tingkat pusat. Situs sejarah Boven Digoel harus termanifestasi dalam berbagai pemogokan segera dikelola dengan baik untuk kepentingan buruh dan pemberontakan. Aktivitas ini pembangunan pendidikan dan pariwisata. merupakan ancaman yang harus dihentikan Keberadaan situs sejarah Boven Digoel dapat oleh pemerintah kolonial untuk menjaga rust en dimanfaatkan para guru IPS (sejarah) sebagai order. Kedua, Negeri Belanda merupakan materi muatan lokal sejarah. Akan tetapi, hal ini kekuatan kolonial yang minor atau kecil, belum sepenuhnya dimanfaatkan para guru di bilamana dibandingkan dengan Spanyol, Papua. Pada masa yang akan datang situs Portugis, Perancis, dan Inggris. Artinya, hanya sejarah Boven Digoel ke depan harus wilayah Hindia Belanda (Indonesia) yang dikembangkan sebagai tempat wisata sejarah memiliki arti strategis bagi keberlangsungan baik bagi para siswa/mahasiswa maupun para kolonialisme. Oleh karena itu, lebih strategis wisatawan baik lokal, nasional, maupun asing. jika mendirikan tempat pengasingan bagi kaum Bilamana aspek pariwisata dikelola dengan baik pergerakan tetap di wilayah Hindia Belanda maka akan berdampak pada perkembangan daripada di luar negeri (Belanda). Dipilihlah dunia pariwisata di Boven Digoel makin tempat (Boven Digoel) yang jaraknya sangat popular yang menjadi salah satu destinasi para jauh dari pusat pemerintahan di Batavia. wisatawan. Pada gilirannya perekonomian Ketiga, Daerah Boven Digoel letaknya di hulu rakyat dapat diberdayakan mulai dari kerajinan Sungai Digoel, Papua bagian Selatan. Wilayah tangan, kesenian (budaya), rumah makan, ini pada awalnya (saat itu) diselimuti oleh penginapan (hotel), dan lainnya . hutan belukar lebat, penuh dengan rawa-rawa dan sunyi-senyap dengan beraneka ragam REFERENSI binatang buas, ganasnya nyamuk malaria, dan suku asli yang masih kanibal. Oleh karena itu, Garraghan, Gilbert J. (1957). A Guide to Pemerintah Kolonial Belanda merasa cocok Historical Method. East Fordham Road & untuk mendirikan kamp konsentrasi atau New York: Fordham UP. tempat pembuangan/ pengasingan bagi para Gottschalk, Louis (1986). Mengerti Sejarah. tahanan politik di wilayah ini. Kaum pergerakan (Terjemahan Nugroho Notosusanto), yang dibuang ke Boven Digoel sangat susah Jakarta: UI Press. untuk melarikan diri dari wilayah ini. Keempat, Handoko, Susanto T, dkk., (2008). Boven Boven Digoel direncakan kelak di kemudian Digoel Dalam Sejarah Indonesia: hari sebagai ‘Tanah Harapan’ atau masa depan Inventarisasi dan Dokumentasi Eks bagi kaum pergerakan. Artinya, kaum Penjaran Boven Digoel. Jayapura: Dinas pergerakan tidak kembali ke daerah asalnya Kebudayaan Provinsi Papua. tetapi tetap di Boven Digoel menghabisnya hari tuanya. Hal ini dimaksudkan oleh pemerintah 91 Susanto T. Handoko (Boven Digul dalam Panggung Sejarah Indonesia)

Kartodirdjo, Sartono (1992). Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia. Kuntowijoyo (2003). Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Tiara Wacana. Manangsang, John (2007). Papua Sebuah Fakta dan Tragedi Anak Bangsa. Pergumulan: Etika, Moral, Hukum, Sosial, Budaya, Kedokteran, SDM dan Kemanusiaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Mangunadikusumo, Sunaryo, dkk. (1977). Citra Dan Perjuangan Perintis Kemerdekaan Seri Perjuangan Ex Digul. Jakarta: Depsos. Mrazek, Rudolf (1994). Sjahrir: Politics and Exile in Indonesia. Cornell Southeast Asia Program. ------(1996). Sjahrir: Politik dan Pengasingan di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Renier, G.J. (1997). Metode dan Manfaat Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Salim, I.F.M. Chalid (1977). Lima Belas Tahun Digul: Kamp Konsentrasi di Nieuw Guinea Tempat Persemaian Kemerdekaan Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang. Suhartono (2010). Teori & Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Graha Ilmu. Shiraishi, Takashi (2001). Hantu Digoel: Politik Pengamanan Politik Zaman Kolonial. Yogjakarta: LKiS. Wasino (2016). Nasionalisasi Perusahaan- Perusahaan Asing Menuju Ekonomi Berdikari. Jurnal Paramita. Vol. 26, No.1, Tahun 2016. Yuniarti, Fandri dan Chris Verdiansyah (ed.) (2007). Laporan Jurnalistik Kompas: Ekspedisi Tanah Papua. Jakarta: Buku Kompas. Kompas, 29 Mei 2012, “Jejak Nasionalisme Boven Digoel (5)”. Kompas, 30 Mei 2012, “Jejak Nasionalisme Boven Digoel (6)”. Prisma,No.7,1988. Suara Perempuan Papua, 7-12 Agustus 2006.

92