SITUS MEGALITHIK TAMAN PURBAKALA DESA PUGUNG RAHARJO KECAMATAN SEKAMPUNG UDIK KABUPATEN LAMPUNG TIMUR (Dalam Pandangan Masyarakat Setempat)
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
SITUS MEGALITHIK TAMAN PURBAKALA DESA PUGUNG RAHARJO KECAMATAN SEKAMPUNG UDIK KABUPATEN LAMPUNG TIMUR (Dalam Pandangan Masyarakat Setempat) Tiwi Susanti, Ali Imron, Yustina Sri Ekwandari FKIP Unila Jalan. Prof.Dr. Soemantri Brojonegoro No.1 Bandar Lampung 35145 Telepon (0721) 704 947, faximile (0721) 704 624 e-mail: [email protected] Hp. 087798769791 This research aims to obtain an explanation of assumptions from the society in Pugung Raharjo village towards Megalithic Sites of Pugung Raharjo Archaeological Park in Sekampung Udik district, East Lampung. This research applied descriptive method with several data collection techniques, such as: questionnaire, interview, observation, and literary review, while the data analysis was qualitative data. From the research conducted on 100 respondents of Pugung Raharjo villagers, it can be concluded that the assumptions of respondents towards Megalithic Sites of Pugung Raharjo Archaeological Park which functions as tourist attraction, historial learning site, as well as a sacred spot is as follows respectively 33.6% of respondents just known it 39.6% of respondents have conceived and the rest 26.9% of respondents have appreciated it. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan asumsi masyarakat Desa Pugung Raharjo terhadap Situs Megalithik Taman Purbakala Pugung Raharjo, Kecamatan Sekampung Udik Kabupaten Lampung Timur. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, dengan teknik pengumpulan data melalui: teknik angket, teknik wawancara, teknik observasi dan teknik kepustakaan, sedangkan analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif. Penelitian yang telah dilakukan pada 100 responden di Desa Pugung Raharjo ini dapat diperoleh hasil bahwa asumsi masyarakat pada pemanfaatan Situs Megalithik Taman Purbakala Pugung Raharjo sebagai tempat wisata, pembelajaran sejarah dan sakral adalah sebanyak 33,6% responden mengetahui, sebanyak 39,6% responden mengerti dan sebanyak 26,9% responden memahami. Kata kunci : asumsi, masyarakat, situs megalithik PENDAHULUAN di Desa Pugung Raharjo, Kecamatan Indonesia memiliki ragam budaya dan Sekampung Udik, Kabupaten Lampung Timur, nilai tradisi yang tinggi, hal tersebut dapat Provinsi Lampung (kurang lebih 52 km dilihat dari berbagai macam peninggalan yang sebelah Timur Bandar Lampung). Menurut ditemukan dari berbagai provinsi di Indonesia. Sidi Gazalba, yang dimaksud dengan situs atau Sebagai bagian dari Indonesia, Lampung tak taman purbakala adalah, “Lokasi warisan masa kalah dengan provinsi-provinsi lainnya yang lalu yang bersifat visual. Warisan tersebut memiliki ragam budaya dan tradisi, seperti meliputi bangunan dan monumen yang salah satunya yaitu Taman Purbakala Pugung tersimpan dalam tanah dan merupakan hasil Raharjo yang terdapat di Kecamatan kebudayaan bangsa pada masa lalu” (Sidi Sekampung Udik Kabupaten Lampung Timur Gazalba, 1981; 16), sedangkan menurut Junus di Desa Pugung Raharjo. Satrio Atmojo (1999;117) situs adalah Taman Purbakala Pugung Raharjo sebidang tanah di permukaan bumi yang merupakan situs kepurbakalaan yang terletak mengandung atau diduga mengandung peninggalan purbakala. Taman Purbakala masyarakat setempat, sebab setelah ratusan Pugung Raharjo terletak di daerah datar tahun, daerah ini tidak di huni manusia, berketinggian 80 meter dan dikelilingi oleh sehingga menjadi kawasan hutan belantara tanggul bekas peninggalan perang zaman dengan berbagai pohon besar yang tumbuh liar dahulu. Situs arkeologi seluas ±30 hektar ini memberi kesan seram. Baru setelah pada tahun merupakan peninggalan zaman Megalitik, 1954 didatangkan transmigrasi lokal dari Klasik dan Islam. Dengan demikian Taman daerah Sekampung, Batanghari dan Metro Purbakala Pugung Raharjo tidak hanya pada waktu itu berjumlah 78 KK, transmigrasi merupakan warisan peninggalan dari zaman tersebut dari para mantan pejuang 1945 yang Megalithik tetapi juga zaman Klasik dan tergabung dalam BRN (Biro Rekonstruksi Islam. Nasional), sesampainya di hutan Pugung para Kebudayaan Megalitik ialah suatu warga transmigrasi membuka hutan untuk kebudayaan yang banyak menghasilkan buah tempat pemukiman dan ladang pertanian, karya dari batu-batu besar. Batu-batu ini dimulai dari pinggir jalan menuju ke sebelah biasanya tidak dikerjakan halus-halus hanya Timur dan Barat. diratakan secara kasar saja untuk mendapat Pada saat membuka hutan itulah bentuk yang diperlukan (Soekmono, 1991: diketemukan susunan batu-batu besar, 72). Para sarjana berpendapat, bahwa mula- gundukan tanah yang berbentuk bujur sangkar mula timbulnya Megalithik adalah sejak dan sebuah arca batu. zaman Neolithik yaitu pada zaman Batu Muda, Di sini juga terdapat sumber mata air yang berkembang pesat pada zaman Batu yang sangat jernih keluar dari mata air di sela- Logam. Menurut Robert Von Heine Geldren, sela pepohonan, menurut masyarakat setempat pembawa kebudayaan megalitik ke Indonesia di kolam inilah ada air yang mempunyai adalah bangsa Ras Austronesia kira-kira pada kekuatan magis yang dapat menyembuhkan tahun 2500-1500 SM. Beliau bahkan membagi segala macam penyakit dan berkhasiat bisa kebudayaan Megalithik ini menjadi dua, yaitu awet muda. Sampai saat ini kolam ini Megalithik Tua dan Megalithik Muda. dimanfaat airnya bagi warga untuk upacara Megalithik Tua yaitu: menhir, punden ritual dan dianggap suci karena air bersih dari berundak, tahta batu dan sebagainya. kolam ini tidak pernah kering meskipun Megalithik Muda yaitu: sarkopagus, patung- musim kemarau sekalipun. patung primitif, dan sebagainya. Tapi para Adanya bukti-bukti peninggalan sejarah sarjana lain berpendapat pula, bahwa kedua dan kepurbakalaan yang terdapat diberbagai unsur tadi akhirnya bersatu padu sehingga sulit daerah seperti Riau, Sumatera Selatan, untuk mendeteksi mana yang tua mana pula Bengkulu dan Jambi, maka jelaslah dari segi yang muda (Endjat D.J. dan Hermansyah, sejarah dan kebudayaan bermanfaat bagi 1989:18-19). Tradisi Megalitik merupakan kepariwisataan nasional maupun internasional. jenis kebudayaan zaman Prasejarah, di mana Peninggalan sejarah dan purbakala sebagai manusia pada zaman itu belum mengenal warisan budaya dapat berfungsi sebagai : tulisan. Ciri-ciri alat kehidupan saat itu, masih 1. Bukti-bukti sejarah dan budaya terbuat dari bebatuan besar, antara lain seperti 2. Sumber-sumber sejarah dan budaya batu tegak (menhir), meja batu (dolmen) 3. Objek ilmu pengetahuan sejarah dan kuburan batu dan keranda batu. Tradisi Klasik budaya berlangsung setelah manusia mendapat 4. Cermin sejarah dan budaya pengaruh kebudayaan Agama Hindu dan 5. Media untuk pendidikan dan Budha pada abad ke enam sampai abad ke penyumbangan nilai-nilai budaya lima belas Masehi. Sedangkan zaman Islam 6. Media pendidikan budaya bangsa adalah ketika kebudayaan Hindu-Budha sepanjang masa dipengaruhi oleh kebudayaan Islam yang 7. Media untuk memupuk kepribadian dibawa oleh bangsa Gujarat dan Arab. bangsa di bidang kebudayaan dan Awal mulanya, kompleks Taman ketahanan nasional Purbakala Pugung Raharjo merupakan daerah 8. Objek wisata budaya yang dianggap sangat angker oleh sebagian (Endjat Dj, 1998: 61-62). Dari beberapa point di atas maka fungsi merupakan sesuatu yang tidak perlu peninggalan sejarah dan purbakala sebagai dipersoalkan atau dibuktikan lagi warisan-warisan budaya dipandang perlu kebenarannya, sekurang-kurangnya bagi masalah yang akan diteliti pada masa itu. untuk diselamatkan, dipelihara dan dibina. Hal Asumsi-asumsi dirumuskan sebagai sesuai dengan Undang-Undang RI No. 5. landasan bagi hipotesis laporan atau penelitian Tahun 1992 mengenai pemanfaatan Benda (Riduan, 2010:9). Secara umum, asumsi Cagar Budaya termasuk Taman Purbakala didefinisikan sebagai hasil abstraksi pemikiran Pugung Raharjo pasal 19 ayat 1,2 dan 3, yaitu: yang oleh peneliti dianggap benar dan 1. Benda Cagar Budaya tertentu dapat dijadikan sebagai pijakan untuk mengkaji satu dimanfaatkan untuk kepentingan atau beberapa gejala (Sudarwan Danim, 2000: Agama, Sosial, Pariwisata, Pendidikan, 113). Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan. 2. Pemanfaatan sebagaimana dimaksud METODE PENELITIAN dalam ayat (1) tidak dapat dilakukan Metode penelitian sangat dibutuhkan cara atau apabila: untuk mengukur keberhasilan dalam suatu a. Bertentangan dengan upaya penelitian. Menurut Maryaeni (2005: 58) perlindungan Benda Cagar Budaya Metode adalah cara yang ditempuh oleh sebagaiman dimakasud pasal 15 peneliti dalam menentukan pemahaman ayat (2) sejalan dengan fokus dan tujuan yang b. Semata-mata untuk mencari ditetapkan. keuntungan pribadi atau golongan. Metode dalam penelitian ini adalah 3. Ketentuan tentang Benda Cagar metode Deskriptif. Metode deskriptif adalah Budaya yang dapat dimanfaatkan untuk metode yang digunakan untuk memecahkan kepentingan sebagaimana yang masalah yang sedang dihadapi pada situasi dimaksud dalam ayat (1) dan cara sekarang yang dilakukan dengan menempuh pemanfaatannya ditetapkan dengan langkah-langkah pengumpulkan, klasifikasi peraturan pemerintah (Undang-Undang dan analisis pengolahan data untuk membuat Republik Indonesia No. 5. 1992:6). gambaran sesuatu (Mohammad Ali, Sebagai bangsa yang pernah mengalami 1983:120). proses-proses sejarah dan budaya, maka Menurut Hadari Nawawi metode bangsa Indonesia sudah tentu dapat merasa deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur bangga memiliki peninggalan sejarah dan pemecahan masalah yang diselidiki dengan purbakala yang berupa benda-benda, menggambarkan/melukiskan keadaan bangunan-bangunan dari periode ke periode. subjek/objek penelitian (seseorang, lembaga, Apabila dapat dilestarikan pasti menjadi