KAJIAN ARSITEKTURAL TIONGHOA PADA RUMAH DAN

RUMAH

SKRIPSI

OLEH

NATASHA SHAFIRA JIEMY

150406103

!

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2019 KAJIAN ARSITEKTURAL TIONGHOA PADA RUMAH TJONG A FIE DAN

RUMAH CHEONG FATT TZE

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh :

NATASHA SHAFIRA JIEMY

150406103

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2019

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas berkah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan penelitian ini dengan judul “Kajian Arsitektural Tionghoa pada Rumah Tjong A Fie dan Rumah

Cheong Fatt Tze”. Penelitian ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menempuh Sarjana Teknik Program Studi Arsitektur di Universitas Sumatera

Utara. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari sempurna karena menyadari segala keterbatasan yang ada. Penulis berusaha untuk menghasilkan penelitian ini dengan sebaik- baiknya agar berguna bagi banyak pihak. Oleh karena itu, penulis sangat membutuhkan dukungan dan bantuan pikiran dengan bentuk kritik dan saran yang membangun.

Penelitian ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak yang telah memberikan dorongan semangat dan doa kepada penulis sehingga pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih bagi semua pihak yang telah memberikan semangat dan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skrispi ini, terutama kepada:

1. Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis.

i

2. Kedua orang tua, ayahanda M. Indra Jiemy dan Ibunda Shelviana Asyanti

Manthey serta kepada saudara kandung saya Rayhan Aulia Jiemy yang selalu

memberikan doa, dukungan dan kasih sayang kepada penulis.

3. Bapak Ir. Novrial M. Eng selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan

waktu, tenaga dan pikirannya dalam memberikan bimbingan saran, petunjuk,

pengetahuan dan pengarahan selama penyusunan penelitian ini.

4. Ibu Isnen Fitri S.T., M. Eng, Bapak Dr. Imam Faisal Pane S.T., IPM, selaku

Dosen Penguji Studi Perencanaan Lingkungan Binaan II yang telah

memberikan saran dan masukan untuk penelitian ini.

5. Ibu Dr.Ir. Dwira Nirfalini Aulia M.Sc. selaku Ketua Departemen Arsitektur

dan Ibu Beny o. Y. Marpaung, S.T., M.T., PhD., IPM selaku Sekretaris

Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak dan Ibu Staf pengajar dan seluruh pegawai Departemen Teknik

Arsitektur Fakultas Teknik Arsitektur Universitas Sumatera Utara.

7. Kim Namjoon, Kim Seokjin, Min Yoongi, Jung Hoseok, Park Jimin, Kim

Taehyung dan Jeon Jungkook yang telah memberikan semangat dan

memotivasi penulis.

8. Teman-teman satu bimbingan tugas akhir, Pratiwi Ningtyas dan Fahmi Ilmi

Roihan.

9. Ciwiciwi, Amanda Yasmine, Nabila Meka, Nabila Fairuz, Ririn Asfrita, Fazra

Risky, Dinda Shahab yang telah memberikan doa, dukungan kepada penulis.

ii

10. Sahabat-sahabat saya, Juviana Tantri, Devi Kosasih, Valentina Sinaga,

Elisabeth Nainggolan, kak Renia Sinaga yang telah memberikan waktu,

tenaga dan dukungan kepada penulis.

11. Seluruh sahabat dan kerabat yang tidak dapat saya tuliskan satu per satu atas

dukungannya yang sangat baik.

Dengan selesainya tugas skripsi ini, penulis berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat baik pada penulis pada khususnya maupun bagi semua pihak pada umumnya.

Medan, Juli 2019

Natasha Shafira Jiemy

iii

ABSTRAK

Arsitektur Tionghoa yang terdapat di Asia Tenggara memiliki karakteristik khas yang berasal dari arsitektur China Selatan. Rumah Tjong A Fie dan Rumah Cheong Fatt Tze merupakan bangunan bersejarah yang memiliki nilai sejarah dan budaya khas bergaya arsitektur Tionghoa yang dinilai memiliki beberapa persamaan dalam bentuk arsitektural dan filosofis dengan bangunan yang terdapat di Cina Selatan. Penelitian ini mendeskripsikan tentang karakteristik arsitektur Tionghoa yang ada di Rumah Tjong A Fie dan Rumah Cheong Fatt Tze. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui identitas dan karakteristik arsitektural Tionghoa kedua bangunan tersebut dengan melihat aspek fisik dan aspek non fisik.

Penelitian dilakukan dengan tahap pengumpulan data dengan mengamati dan mencatat kemudian mendeskripsikan hasil penelitian tersebut menggunakan pendekatan deskriptif. Data-data mengenai sejarah bangunan, riwayat fisik bangunan serta gambar arsitektur bangunan dahulu dan saat ini dikumpulkan sebagai pertimbangan dalam mengambil data. Hasil dari penelitian mengidentifikasi tentang karakteristik arsitektur Tionghoa pada Rumah Tjong A Fie dan Rumah Cheong Fatt Tze yang terbentuk ciri khas bangunan yang terdapat di Cina bagian selatan.

Kata kunci: Rumah Tjong A Fie, Rumah Cheong Fatt Tze, Arsitektur Cina Selatan

iv

ABSTRACT

Chinese architecture found in has distinctive characteristics originating from South Chinese architecture. The Tjong A Fie House and Cheong Fatt Tze House are historical buildings that have unique historical and cultural values in the style of Chinese architecture which are considered to have some similarities in architectural and philosophical forms with buildings found in South China. This study describes the characteristics of Chinese architecture in the Tjong A Fie House and Cheong Fatt Tze House. This study aims to determine the identity and architectural characteristics of the two buildings by looking at the physical and non-physical aspects.

The research was conducted with the data collection stage by observing and recording and then describing the results of the study using a descriptive approach. Data on the history of the building, the physical history of the building and the architectural drawings of the building in the past and currently collected as a consideration in taking data. The results of the study identified the characteristics of Chinese architecture at the Tjong A Fie House and Cheong Fatt Tze House which formed the characteristic of buildings found in southern China.

Keywords: Tjong A Fie House, Cheong Fatt Tze House, South China Architecture

v

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………i ABSTRAK …………………………………………………………..………….iv DAFTAR ISI ……………………………………….…………………………..vii

DAFTAR TABEL ……………………………………………….……..…….…..x DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………………xi

BAB I PENDAHULUAN…………..…………………………………...1 1.1. Latar Belakang.……………………………….………….…..1 1.2. Permasalahan Penelitian.……………………….…………....4 1.3. Tujuan Penelitian.………………….…………………….…..4

1.4. Manfaat Penelitian ………………….………………….……4 1.5. Batasan Penelitian………………….……….…………….....5 1.6. Kerangka Berfikir………………….………………………...6 1.7. Sistematika Penelitian……………….…………….……..….8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………….…………10

2.1. Sejarah Perkembangan Arsitektur Cina ………….………...10 2.2. Sejarah Rumah Tjong A Fie………………..…..…………..15 2.3. Sejarah Rumah Cheong Fatt Tze…………………………...18 2.4. Aspek Fisik Arsitektur Tionghoa…………………………...20 2.4.1. Ruang Halaman Terbuka (Courtyard)….….………...21 2.4.2. Bentuk Atap yang Khas………….….……….……... 23 2.4.3. Elemen Struktural Terbuka……..…………….……...29 2.4.4. Penggunaan Warna yang Khas……..………………..31 2.5. Aspek Non Fisik Arsitektur Tionghoa…………….………..33

2.5.1. Feng Shui………….………………………………... 34

vi

2.5.2. Konfusianisme (Kong Hu Chu)……..………..……..37

BAB III METODOLOGI PENELITIAN.………….…………..………39 3.1. Jenis Penelitian………………………….………..………...39 3.2. Objek Penelitian………………….………………..……….40 3.3. Metode Pengumpulan Data………………………..……….42 3.3.1. Studi Literatur……….………………………..……..42 3.3.2. Observasi…………………………………….……....43 3.3.3. Wawancara………………………………..………....43 3.4. Sumber Data…………………………………….….……....45 3.4.1. Sumber Data Primer………………………..……...... 45 3.4.2. Sumber Data Sekunder…………………….….……..47 3.6. Metoda Analisa Data………………………….…….……...48

BAB IV DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN………………..………..50 4.1. Deskripsi Rumah Tjong A Fie…………………..………….50

4.2. Deskripsi Rumah Cheong Fatt Tze.………………..……….53

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………..56 5.1. Karakteristik Arsitektur Tionghoa dari Cina Selatan……....56 5.1.1. Aspek Fisik………………………………..………....57 5.1.2. Aspek Non Fisik……………………..……………....65 5.2. Rumah Tjong A Fie…………………………..………….....68 5.2.1. Aspek Fisik………………………………..…………68 5.2.2. Aspek Non Fisik…………………………..…………77 5.3. Rumah Cheong Fatt Tze…………………………..……...... 81 5.3.1. Aspek Fisik………………………………..………....81

5.3.2. Aspek Non Fisik …………………………..………...91

vii

5.4. Analisis Arsitektural Rumah Tjong A Fie dan Rumah Cheong Fatt Tze………………………………..………....95

5.4.1. Analisis Aspek Fisik ……………………..………...96 5.4.2. Analisis Aspek Non Fisik…………………..………99

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN……………………..………103 6.1. Kesimpulan……………………………………..……….103 6.2. Saran……………………………………….……………109

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………..….…..……109

viii

DAFTAR TABEL No Judul Hal Tabel 2.1. Variasi penekanan pada bentuk atap……………………………….24 Tabel 2.2. Tipe gunungan pada atap Tionghoa………………………………..26 Tabel 2.3. Tipe bubungan pada atap Tionghoa………………………………..27 Tabel 2.4. Tipe dinding samping atap pelana Tionghoa………………………27 Tabel 5.1. Analisis kesesuaian aspek fisik berdasarkan karakteristik bangunan di Cina Selatan…………………………………………………….98 Tabel 5.2. Analisis kesesuaian aspek non fisik berdasarkan karakteristik bangunan di Cina Selatan……………..…………………………101

ix

DAFTAR GAMBAR No Judul Hal Gambar 1.1. Kerangka Berfikir……………………………………..….……….7 Gambar 2.1. Etnis Hakka Tionghoa yang berada di Malaya Britania (Singapura)………………………………………………………12 Gambar 2.2. Peta penjelajahan China di dunia pada abad ke-15……………...13 Gambar 2.3. Suasana Pecinan abad ke-19 di wilayah , ……..14

Gambar 2.4. Tokoh Tjong A Fie ……….………………………………..…….16

Gambar 2.5. Rumah Tjong A Fie tahun 1921 ….…………………….………..17 Gambar 2.6. Tokoh Cheong Fatt Tze….………………………………..……..18

Gambar 2.7. Rumah Cheong Fatt Tze tahun 1980 ………….….……………..19 Gambar 2.8. Courtyard san heyuan………………….……….……………….22

Gambar 2.9. Courtyard si heyuan …….………………….…….….…….……23

Gambar 2.10. Susunan dou-gong ……………………………….…………….29

Gambar 2.11. Dou-gong pada atap bangunan Cina Selatan …….…….………31 Gambar 2.12. Unsur warna dalam kebudayaan Cina………………………….33

Gambar 2.13. Unsur feng shui …………………………………………..…….35 Gambar 2.14. Siklus feng shui………………..……………………………….36 Gambar 2.15. Tokoh Konfusius……………………..…………….…………..38

Gambar 3.1. Peta posisi Rumah Tjong A Fie ……….………………….……..41

Gambar 3.2. Peta posisi Rumah Cheong Fatt Tze ..………………….……….41

Gambar 4.1. Peta lokasi Kawasan Rumah Tjong A Fie ……..……………….50

Gambar 4.2. Peta Kawasan Kesawan, Medan, Indonesia …..………..……….51 Gambar 4.3. Transportasi umum menuju lokasi Rumah Tjong A Fie.………..52 Gambar 4.4. Peta lokasi Kawasan Rumah Cheong Fatt Tze….……..………..53

Gambar 4.5. Peta Kawasan Georgetown, , …………..……..54

x

Gambar 4.6. Transportasi umum menuju lokasi Rumah Cheong Fatt

Tze ………………………………………………….…….……..55 Gambar 5.1. Courtyard tipe si heyuan Desa Tua Lijia, Kota Tua Zekou, Shanxi, China…………………………………….……..……....58 Gambar 5.2. Layout si heyuan………………………………………………...60 Gambar 5.3. Bentuk atap tipe ngang shan Desa Tua Lijia, Kota Tua Zekou, Shanxi, China……………………….…………..……..………...61 Gambar 5.4. Tipe dinding samping atap pelana umum di Cina Selatan………62 Gambar 5.5. Struktur dou-gong dengan sistem braket tipe fukien di Desa Tua Lijia, Kota Tua Zekou, Shanxi, China….…………………..63 Gambar 5.6. Penggunaan warna merah dan kuning dominan pada bangunan

Cina ..……..……………………………………………………..65 Gambar 5.7. Penerapan feng shui pada bangunan………..………..………….66 Gambar 5.8. Penerapan Konfusianisme pada courtyard rumah tradisional Cina ………………………..……………………………………67 Gambar 5.9. Ruang halaman terbuka Rumah Tjong A Fie….……..………….69 Gambar 5.10. Patung singa Rumah Tjong A Fie……………………………...69 Gambar 5.11. Layout ruang halaman terbuka Rumah Tjong A Fie..………….70 Gambar 5.12. Tipe atap ngang shan pada Rumah Tjong A Fie.………..……..71 Gambar 5.13. Atap pelana dengan dinding ampig dan genteng berglasir pada Rumah Tjong A Fie.…………………………………………... 72 Gambar 5.14. Gunungan atap dan bubungan atap Rumah Tjong A Fie………72 Gambar 5.15. Struktur dou-gong pada Rumah Tjong A Fie…….…….………73

Gambar 5.16. Sistem braket tipe fukien pada Rumah Tjong A Fie ….………..74 Gambar 5.17. Ornamen bunga peony dan bunga lotus pada braket Rumah Tjong A Fie.…………………………………………………….74 Gambar 5.18. Warna kuning pada dinding Rumah Tjong A Fie………………75 Gambar 5.19. Warna hijau pada bukaan dan tiang Rumah Tjong A Fie………76 Gambar 5.20. Warna merah pada atap gerbang utama Rumah Tjong A Fie…..76

xi

Gambar 5.21. Orientasi arah Rumah Tjong A Fie …………………………… 77 Gambar 5.22. Tanaman di halaman depan Rumah Tjong A Fie………………78 Gambar 5.23. Pintu utama Rumah Tjong A Fie……………………………….78

Gambar 5.24. Unsur Pa Kua pada Rumah Tjong A Fie ………………………79

Gambar 5.25. Penerapan ilmu Konfusianisme Tjong A Fie .………………….80

Gambar 5.26. Ruang halaman terbuka Rumah Cheong Fatt Tze ……………. 82 Gambar 5.27. Layout ruang halaman terbuka Rumah Cheong Fatt Tze………83 Gambar 5.28. Pintu gerbang utama Rumah Cheong Fatt Tze…………………84 Gambar 5.29. Tipe atap ngang shan pada Rumah Cheong Fatt Tze…………..85 Gambar 5.30. Atap berbentuk ekor walet (yanwei) pada Rumah Cheong Fatt Tze……………………………………….……………….. 86 Gambar 5.31. Gunungan atap dan bubungan atap Rumah Cheong Fatt Tze….87 Gambar 5.32. Kolom pada selasar Rumah Cheong Fatt Tze………………….88 Gambar 5.33. Sistem braket tipe fukien pada Rumah Cheong Fatt Tze

sebagai hiasan ………………………………………………….89 Gambar 5.34. Warna biru pada dinding dan warna hijau pada kolom Rumah Cheong Fatt Tze…….…………………………………90 Gambar 5.35. Warna hijau pada atap gerbang utama Rumah Cheong Fatt Tze……………………………………………………………..90 Gambar 5.36. Orientasi arah Rumah Cheong Fatt Tze……………….……….91 Gambar 5.37. Tanaman di halaman Rumah Cheong Fatt Tze sebagai penghalang energi negatif…..………………………………….92 Gambar 5.38. Unsur Pa Kua pada Rumah Cheong Fatt Tze…..……………...93 Gambar 5.39. Air laut memberikan energi (chi) pada Rumah Cheong Fatt Tze……………………………………………..….……….94

xii BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Arsitektur Tionghoa merupakan komponen yang sangat penting dalam sejarah arsitektur dunia yang diketahui telah mempertahankan konsistensinya terhadap prinsip-prinsip arsitektur Tionghoa selama ratusan tahun. Perkembangan arsitektur Tionghoa di Asia Tenggara diawali dengan datangnya masyarakat

Tiongkok yang membangun permukiman pada abad ke-5 dengan material yang tidak bertahan lama. Umumnya, jenis bangunan arsitektur Tionghoa yang tersebar ke Asia Tenggara adalah tempat ibadah/klenteng, rumah toko/ruko dan rumah tinggal.

Bangunan Tionghoa kuno yang terdapat di Asia Tenggara sebagian besar memiliki karakteristik yang khas dari kebudayaan dan arsitektur Cina Selatan.

Arsitektur Tionghoa bergaya tradisional ini dapat ditemukan di wilayah Nusantara

(Indonesia) dan Malaya Britania (Malaysia dan Singapura). Bangunan-bangunan yang terdapat di Indonesia, Malaysia dan Singapura diketahui memiliki bentuk fisik dan kesamaan ciri yang ada pada bangunan di Cina Selatan terutama pada jenis bangunan rumah tinggal. Beberapa bangunan rumah tinggal bergaya arsitektur Tionghoa tersebut diantaranya adalah (1) Rumah Tjong A Fie dan

Benteng Heritage yang berada di Indonesia; (2) Rumah Cheong Fatt Tze, Rumah

!1 Peranakan Pinang dan Rumah Baba Nyonya yang berada di Malaysia; dan (3)

Rumah Baba di Singapura.

Munculnya bangunan-bangunan bergaya arsitektur Tionghoa di sejumlah kota di wilayah Nusantara (Indonesia) dan Malaya Britania (Malaysia dan

Singapura) memberikan dampak pada perubahan dalam berbagai aspek kehidupan terutama pada bagian bangunan dan tatanan kota. Kota-kota bersejarah yang memiliki bangunan bergaya Tionghoa kuno umumnya disebut sebagai kota ganda atau duality dimana kota tersebut memiliki dua tipe bangunan bersejarah yaitu bangunan yang berasal dari budaya lokal dan bangunan yang berasal dari budaya pendatang. Hal ini menjadikan karakteristik bangunan pada kawasan perkotaan menjadi beragam karena dapat dijumpai bentuk bangunan lokal yang bergaya kebaratan dan juga bangunan lokal yang bergaya oriental.

Rumah Tjong A Fie dan Rumah Cheong Fatt Tze merupakan bangunan bersejarah yang memiliki nilai sejarah dan budaya yang tinggi dengan arsitektur bergaya Tionghoa kuno. Kedua bangunan ini dinilai memiliki beberapa persamaan dalam bentuk arsitektural dan filosofis. Selain itu, Tjong A Fie dan Cheong Fatt

Tze diketahui memiliki hubungan kekerabatan. Bangunan Tjong A Fie berdiri pada tahun 1900 yang berada di kawasan Kesawan tepatnya di Jalan Ahmad Yani,

Medan, Indonesia. Pada saat peringatan ulang tahun Tjong A Fie yang ke 150 pada tanggal 18 Juni 2009, bangunan Tjong A Fie diresmikan sebagai objek

!2 wisata yang dibuka untuk umum sebagai tempat wisata budaya dan sejarah.

Kediaman Tjong A Fie ini kemudian dikenal dengan sebutan dengan nama Tjong

A Fie Memorial Institute atau . Sedangkan, Rumah Cheong

Fatt Tze berdiri pada tahun 1904 yang berada di Leith Street, George Town,

Penang, Malaysia. Pada tahun 2000, rumah Cheong Fatt Tze dianugerahi penghargaan dari UNESCO Heritage Conservation sebagai proyek restorasi terbaik. Rumah Cheong Fatt Tze dikenal juga dengan nama The Blue House

Mansion yang dibuka untuk umum sebagai tempat wisata budaya dan penginapan.

Kajian arsitektural merupakan salah satu upaya dalam menentukan dan memahami nilai-nilai arsitektur yang penting untuk ditelaah dan berguna untuk menyelamatkan identitas karakteristik bangunan tradisional Tionghoa yang masih ada sampai saat ini serta dapat menjadi tolak ukur pengetahuan tentang karakteristik budaya dan arsitektur tradisional Tionghoa yang terdapat di Asia

Tenggara. Nilai-nilai yang terkandung dalam ciri khas arsitektural Tionghoa menjadi dasar acuan penelitian terhadap pemahaman karya arsitektur bangunan bersejarah peninggalan Cina Selatan dalam memperlihatkan dan mempertahankan karakteristik arsitekturalnya. Dalam penelitian ini, kajian bangunan peninggalan

Tionghoa bertujuan untuk menjadikan warisan budaya suatu daerah bersejarah dapat dimanfaatkan sebagai inspirasi perencanaan arsitektur pada masa kini dan masa mendatang dengan memahami ciri khas arsitektur Tionghoa yang ada.

!3 1.2. Permasalahan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang disebutkan di atas, maka permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini, yaitu :

• Apa saja karakteristik arsitektur Tionghoa dari Cina Selatan?

• Apa saja persamaan dan perbedaan karakteristik arsitektural Tionghoa yang

terdapat pada Rumah Tjong A Fie dan Rumah Cheong Fatt Tze bedasarkan

karakteristik dari Cina Selatan?

1.3. Tujuan Penelitian

Terkait permasalahan penelitian yang telah diuraikan, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

• Mengidentifikasi karakteristik arsitektur Tionghoa dari Cina Selatan.

• Mengetahui persamaan dan perbedaan karakteristik arsitektural Tionghoa yang

terdapat pada Rumah Tjong A Fie dan Rumah Cheong Fatt Tze bedasarkan

karakteristik dari Cina Selatan.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada seluruh kalangan masyarakat baik secara teoritis maupun secara praktis. Dalam hal ini, manfaat teoritis dari hasil penelitian ini yaitu dapat memberikan pengetahuan dan informasi kepada masyarakat luas dalam memahami dan mengetahui karakteristik arsitektur Tionghoa dari Cina Selatan terutama yang

!4 terdapat di bangunan Rumah Tjong A Fie dan Rumah Cheong Fatt Tze serta menjadi sumber referensi bagi peneliti lainnya dalam memahami kajian arsitektural.

Sedangkan manfaat praktis dari hasil penelitian ini yaitu dapat menjadi bahan pertimbangan dalam suatu desain. Manfaat praktis ini juga menawarkan kontribusi yang tepat dalam mendorong masyarakat untuk memahami pentingnya suatu budaya sehingga nilai budaya dan sejarah arsitektur Tionghoa yang terdapat di tiap daerah dapat menjadi daya tarik dan edukasi bagi masyarakat lokal dan wisatawan mengenai sejarah arsitektur dan sejarah kebudayaan Tionghoa.

1.5. Batasan Penelitian

Aspek fisik dan aspek non fisik berdasarkan arsitektur dan kebudayaan

Cina Selatan digunakan sebagai pendekatan dengan metode yang berfokus pada lingkup kajian karakteristik arsitektur bangunan bergaya Tionghoa untuk diobservasi. Data diperoleh melalui studi literatur, observasi dan wawancara oleh penghuni/pengelola bangunan mengenai kajian penelitian.

!5 1.6. Kerangka Berfikir

Kerangka berfikir merupakan proses berfikir peneliti yang disusun secara bertahap dari awal yaitu latar belakang hingga akhir penelitian yaitu kesimpulan.

Kerangka berfikir penelitian ini digambarkan dalam sebuah diagram. Berikut ini skema proses penelitian studi kajian arsitektural Tionghoa pada Rumah Tjong A

Fie dan Rumah Cheong Fatt Tze.

!6 LATAR BELAKANG Arsitektur Tionghoa tradisional di wilayah Nusantara (Indonesia) dan Malaya Britania (Malaysia dan Singapura) diketahui memiliki bentuk fisik dan kesamaan ciri yang ada pada bangunan di Cina Selatan terutama pada jenis bangunan rumah tinggal.

PERUMUSAN MASALAH • Apa saja karakteristik arsitektur Tionghoa dari Cina Selatan? • Apa saja persamaan dan perbedaan karakteristik arsitektural Tionghoa yang terdapat pada Rumah Tjong A Fie dan Rumah Cheong Fatt Tze bedasarkan karakteristik bangunan dari Cina Selatan?

TUJUAN PENELITIAN • Mengidentifikasi karakteristik arsitektur Tionghoa dari Cina Selatan. • Mengetahui persamaan dan perbedaan karakteristik arsitektural Tionghoa yang terdapat pada Rumah Tjong A Fie dan Rumah Cheong Fatt Tze bedasarkan karakteristik bangunan dari Cina Selatan.

MANFAAT PENELITIAN Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan informasi kepada masyarakat luas dalam memahami dan mengetahui karakteristik arsitektur Tionghoa terutama yang terdapat di bangunan Rumah Tjong A Fie dan Rumah Cheong Fatt Tze serta menjadi sumber referensi bagi peneliti lainnya dalam memahami kajian arsitektural.

TINJAUAN PUSTAKA

METODE PENELITIAN

OBJEK PENELITIAN

ANALISA DATA

KESIMPULAN

Gambar 1.1. Kerangka Berfikir

!7 1.7. Sistematika Penelitian Dalam memahami lebih lanjut isi dari laporan penelitian ini, maka materi yang terdapat pada penelitian disusun menjadi beberapa sub bab dengan penjelasan sistematika sebagai berikut.

BAB I : PENDAHULUAN Pada bab ini diuraikan mengenai perbandingan dari karakteristik arsitektur Tionghoa yang terdapat pada Rumah Tjong A Fie dan Rumah Cheong Fatt Tze sesuai dengan karakteristik bangunan yang terdapat di Cina Selatan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan mengenai sejarah Rumah Tjong A Fie dan Rumah Cheong Fatt Tze serta aspek fisik dan non fisik yang menjadi acuan dalam penentuan dari karakteristik khas arsitektur Cina Selatan.

BAB III : METODOLOGI Pada bab ini diuraikan mengenai uraian langkah-langkah metodologi penelitian yang digunakan, jenis penelitian, objek penelitian, metode dalam mengumpulkan data, sumber data, narasumber (informan), serta metode analisa data yang terkait dalam kajian penelitian.

BAB IV : DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN Pada bab ini diuraikan mengenai deskripsi lokasi dan orientasi pada Rumah Tjong A Fie dan Rumah Cheong Fatt Tze serta penjelasan mengenai detail yang ada disekitar bangunan.

!8 BAB V : HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini diuraikan mengenai pembahasan terkait penelitian dan menjelaskan hasil dari penelitian Kajian Arsitektural Tionghoa pada Rumah Tjong A Fie dan Rumah Cheong Fatt Tze.

BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini ditarik kesimpulan dan saran yang didapat berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

!9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kajian arsitektural Tionghoa pada Rumah Tjong A Fie dan Rumah Cheong

Fatt Tze diteliti dengan pendekatan yang dapat memahami objek melalui ciri-ciri dari arsitektur Tionghoa yang terkandung didalamnya. Melalui studi ini akan dibahas bangunan Tionghoa bergaya Tionghoa kuno yang menjadi objek arsitektur yang dikaji berdasarkan aspek arsitektural. Tinjauan penelitian ini menjabarkan tentang sejarah perkembangan arsitektur Cina, sejarah Rumah Tjong

A Fie, sejarah Rumah Cheong Fatt Tze, serta aspek fisik dan non fisik arsitektur

Tionghoa secara umum.

2.1. Sejarah Perkembangan Arsitektur Cina

Arsitektur Tionghoa atau arsitektur Cina merupakan ciri arsitektur yang menandakan identitas dari hasil filosofi dan budaya masyarakat Tionghoa.

Arsitektur Tionghoa memiliki ciri khas yaitu penekanan pada artikulasi dan simetri bilateral yang berarti keseimbangan. Ciri keseimbangan ini terlihat pada pola kegiatan masyarakat Tionghoa yang membentuk kesatuan kegiatan dan kepentingan bersama. Pola tersebut menjadi gambaran dari kelompok etnis

Tionghoa.

!10 Arsitektur Tionghoa muncul di Asia Tenggara pada saat masyarakat

Tionghoa bermigrasi untuk berdagang dan menjadi pekerja buruh pada abad ke-5 yang membentuk kelompok dalam satu lingkungan dengan bangunan yang menggunakan material yang tidak bertahan lama disebabkan pada saat itu etnis

Tionghoa tidak diizinkan untuk memiliki tanah tempat tinggal dan berpindah- pindah sehingga bentuk bangunan pada waktu itu sudah tidak diterapkan. Pada saat itu, etnis Tionghoa yang bermigrmsi umumnya berasal dari Cina bagian

Selatan (Suryadinata, 2005:1).

Arsitektur Tionghoa yang masuk ke Asia Tenggara merupakan arsitektur yang berasal dari Cina Selatan (, Hakka dan ). Ciri dari budaya yang berasal dari Cina Selatan adalah tradisi kerakyatan karena masyarakat di daerah tersebut sebagian besar berprofesi sebagai buruh, petani, nelayan dan pedagang. Hal inilah yang menjadikan arsitektur yang dibawa etnis Cina Selatan merujuk pada budaya dan tradisi kerakyatan (Hadinoto, 2008:1). Etnis Cina

Selatan juga membawa kebudayaan dan kepercayaan mereka yang umumnya menganut kepercayaan Konfusianisme dan menerapkan pedoman feng shui sehingga memberi dampak terhadap permukiman dan bangunan mereka.

Di pulau Jawa daerah pesisir Utara, perkembangan arsitektur Tionghoa terjadi pada abad ke-13 dan abad ke-14 awal (Handinoto, 2008:2). Pada masa itu, etnis Cina Selatan bermigrasi sebagai usaha menyelamatkan diri dari masa

!11 pemerintahan Kaisar Ching dan memulai kegiatan perdagangan di Pulau Jawa

(Carey, 1985:6). Kemudian pada abad ke-15, masyarakat dari negara Tiongkok bermigrasi dan menetap di tiga wilayah yaitu Nusantara (Indonesia),

Semenanjung Malaya (Malaysia Barat) dan Pulau Ujong (Singapura) dengan membentuk kelompok dan menetap disatu kawasan permukiman yang disebut dengan kawasan Pecinan (chinatown).

Gambar 2.1. Etnis Hakka Tionghoa yang berada di Malaya Britania (Singapura)

Sumber : Dede Nana, 2018

Perjalanan laksamana Zheng He (Cheng Ho) bersama pendampingnya yang bernama Ma Huan pada abad ke-15 menjadi dasar permulaan munculnya kegiatan perniagaan di Asia Tenggara. Hingga pada akhir abad ke-15, kaisar Cina meminta lawatan resmi penguasa Jawa ke Cina untuk diakhiri. Hubungan

!12 perdagangan antara Cina di wilayah Nusantara dan Malaya Britania diteruskan oleh para pedagang yang berasal dari daerah pelabuhan Fujian dan Guangdong.

Dalam hal ini, diperkirakan terdapat seribu keluarga etnis Tionghoa Selatan yang menetap di wilayah Nusantara (Handinoto dan Samuel, 2011).

Gambar 2.2. Peta penjelajahan China di dunia pada abad ke-15

Sumber : Rosie Blau, 2015

Masyarakat Tionghoa yang berkumpul dalam satu lingkungan tersebut membentuk satu kawasan yang disebut dengan Pecinan atau Kampung Cina yang tersebar hampir seluruh kota berfungsi sebagai pusat perdagangan dan hunian bagi masyarakat Tionghoa. Awalnya bangunan yang ada di kawasan pecinan kental dengan budaya arsitektur Cina, tetapi pada akhir abad ke-19 hingga abad ke-20 perubahan yang sangat signifikan terlihat dengan masuknya kebudayaan Eropa sehingga terjadi akulturasi budaya lokal dan Eropa.

!13 Gambar 2.3. Suasana Pecinan abad ke-19 di wilayah Jakarta, Indonesia

Sumber : Asep Kambali, 2015

Arsitektur Tionghoa yang dibawa masyarakat Tiongkok tersebut telah mengalami adaptasi terhadap iklim dan budaya yang ada di wilayah Nusantara dan Malaya Britania dengan akulturasi budaya hasil perpaduan dari gaya arsitektur Eropa, Cina dan Melayu. Akulturasi dari budaya dan arsitektur Cina

Selatan dengan budaya lokal melahirkan gaya arsitektur yang disebut dengan arsitektur Cina Peranakan dan juga etnis keturunan Tionghoa yang tinggal di daerah Nusantara dan Malaya Britania disebut dengan Tionghoa Peranakan.

!14 Bangunan Tionghoa yang berkembang dari abad ke-15 hingga abad ke-19 dapat ditemukan di kawasan Pecinan di wilayah Nusantara dan Malaya Britania dengan menerapkan akulturasi arsitektur yang berasal dari gabungan arsitektur

Cina Selatan dan lokal. Pada saat itu, pemerintah kolonial Belanda membuat

Undang-Undang Wijkenstelsel. Undang-Undang Wijkenstelsel berisi tentang batasan aktivitas dan permukiman bagi etnis Tionghoa, sehingga etnis Tionghoa saat itu membentuk permukiman di satu wilayah dan beradaptasi dengan keadaan lokal. Hal ini menjadikan bangunan etnis Tionghoa yang berkembang didaerah

Nusantara dan Malaya Britania pada abad ke-15 hingga abad ke-19 tersebut diketahui memiliki ciri tertentu yang diaptasi dari bangunan tradisional Cina

Selatan.

2.2. Sejarah Rumah Tjong A Fie

Tjong A Fie adalah seorang saudagar kaya dari keturunan etnis Tionghoa yang bernama asli Tjong Fung Nam atau yang dikenal dengan nama Tjong A Fie yang lahir pada tahun 1860 di Sungkow, Meixian, Guangdong, Cina Selatan.

Tjong A Fie menjadi salah satu tokoh yang berpengaruh dalam sejarah perkembangan budaya Peranakan Tionghoa di Indonesia. Tjong A Fie menjadi seseorang yang berperan dalam membantu pembangunan beberapa bangunan di

Medan seperti gereja, masjid dan stasiun kereta api.

!15 Pada tahun 1894, Tjong A Fie membangun sebuah rumah mewah yang terletak di pusat kota Medan. Rumah tersebut dinamai sesuai dengan nama pemilik awal rumahnya yaitu Tjong A Fie yang dikenal sebagai pengusaha dan pedagang Hakka yang memiliki banyak tanah perkebunan sukses yang dermawan di Kota Medan.

Gambar 2.4. Tokoh Tjong A Fie Sumber : Dokumentasi Pribadi

Rumah Tjong A Fie adalah rumah dengan dua lantai yang berdiri pada tahun 1900, berada di Jalan Ahmad Yani di Kesawan, Medan, Sumatera Utara,

Indonesia. Arsitektur rumah Tjong A Fie merupakan hasil akulturasi dari gaya arsitektur Tionghoa, Eropa, Melayu dan Art Deco. Konsep arsitektur Rumah

!16 Tjong A Fie menerapkan bentukan tradisional Tionghoa pada organisasi ruangnya berdasarkan filosofi tradisional Tionghoa yang direfleksikan pada elemen-elemen arsitektur.

Rumah Tjong A Fie menjadi salah satu bangunan yang dinilai sebagai salah satu bangunan terbesar dan hunian yang sangat mewah di Indonesia pada saat itu bedasarkan Laporan Badan Warisan Sumatera dengan nilai-nilai historis, budaya, dan pengetahuan yang dimilikinya serta menjadi salah satu bangunan yang dilindungi sebagai artefak warisan sejarah Kota Medan. Bangunan dengan arsitektur gabungan lokal dan Tionghoa (Peranakan) ini juga ditetapkan sebagai warisan cagar budaya yang telah ditetapkan Pemerintah kota Medan dalam

Undang-Undang Cagar Budaya No. 11 Tahun 2010 dan Perda kota Medan No. 2

Tahun 2012.

Gambar 2.5. Rumah Tjong A Fie tahun 1921 Sumber : Dokumentasi Pribadi

!17 2.3. Sejarah Rumah Cheong Fatt Tze

Cheong Fatt Tze adalah seorang tokoh politisi dan pengusaha Tiongkok yang bernama asli Tjong Tjen Hsoen atau dikenal dengan nama Cheong Fatt Tze yang lahir pada tahun 1840 di Dabu, Guangdong, Cina Selatan. Cheong Fatt Tze menjadi tokoh Tionghoa yang berpengaruh tidak hanya di Malaysia namun juga dunia. Ia memiliki julukan “Rockefeller of The East” dan “Last Mandarin and

First Capitallist of China” karena mempunyai usaha yang banyak di berbagai bidang diantaranya bidang perbankan, bidang industri tekstil, kaca dan baja serta bidang pelayaran.

Gambar 2.6. Tokoh Cheong Fatt Tze Sumber : Xue Yanan, 2014

!18 Pada tahun 1896, Cheong Fatt Tze membangun sebuah rumah megah yang terletak di Penang, Malaysia. Rumah tersebut diberi nama The Blue Mansion atau

Cheong Fatt Tze Mansion sesuai dengan nama pemilik pertamanya yaitu Cheong

Fatt Tze. Rumah ini merupakan bangunan bergaya arsitektur Tionghoa peranakan hasil perpaduan budaya lokal dan budaya Tionghoa dengan unsur Art Noveau pada sisi bukaannya.

Gambar 2.7. Rumah Cheong Fatt Tze tahun 1980 Sumber : Aquamatix28, 2016

Rumah Cheong Fatt Tze adalah bangunan dengan dua lantai yang berdiri pada tahun 1904 yang berada di Leith Street, George Town, Penang, Malaysia.

Rumah ini memiliki keunikan yang kontras terlihat pada keseluruhan dinding bangunan berwarna biru dan suasana budaya Tionghoa yang masih terasa kental dengan menerapkan gaya arsitektur Cina Selatan dan prinsip-prinsip feng shui.

!19 Bangunan ini dibeli dari keturunan Cheong Fatt Tze oleh sekelompok pecinta cagar budaya lokal Penang dan telah mengalami restorasi pada tahun

1989. Pada tahun 2000, Rumah Cheong Fatt Tze telah ditetapkan UNESCO sebagai situs warisan dunia dan mendapatkan penghargaan sebagai “The Most

Excellent Project” di kawasan Asia Pasifik.

Menurut sejarah, Cheong Fatt Tze merupakan paman dari Tjong A Fie dan pernah terlihat dalam satu proyek pembangunan stasiun kereta api di Medan. Hal ini juga terlihat dari arsitektur rumah Cheong Fatt Tze dan Rumah Tjong A Fie yang terlihat serupa.

2.4. Aspek Fisik Arsitektur Tionghoa

Arsitektur Cina Selatan terbentuk dengan beberapa ciri khas dasar yang diklasifikasikan berdasarkan aspek fisik dan non fisik secara umum. Menurut

David G. Khol (1984:22) dalam buku “Chinese Architecture in The Straits

Settlements and Western Malaya”, mengatakan bahwa aspek fisik arsitektur

Tionghoa yang masuk ke Asia Tenggara memiliki beberapa ciri khas diantaranya yaitu ruang halaman terbuka (courtyard), penekanan pada bentuk atap yang khas, elemen-elemen struktural yang terbuka dan penggunaan warna yang khas.

!20 2.4.1. Ruang Halaman Terbuka (Courtyard)

Ruang halaman terbuka atau dikenal dengan courtyard adalah ruangan terbuka yang terdapat didalam bangunan Cina yang bersifat privasi. Umumnya, ruangan terbuka ini digunakan sebagai tempat berkumpul keluarga serta terdapat taman atau kebun didalamnya. Ruang halaman terbuka ini dapat berada diruang tengah bangunan maupun dibelakang bangunan.

Dalam arsitektur Tionghoa terdapat dua tipe courtyard yaitu tipe si heyuan dan tipe san heyuan. Rumah tradisional yang terdapat di negara Cina terutama bagian Utara umumnya memiliki courtyard dengan tipe san heyuan. Di Indonesia dan Malaysia, bangunan arsitektur Tionghoa yang memiliki ruang halaman terbuka telah mengalami beberapa perubahan akibat dari akulturasi budaya.

Courtyard yang ada di rumah Tionghoa Peranakan berukuran lebih sempit dibandingkan dengan courtyard yang terdapat di bangunan-bangunan Tionghoa yang terdapat di negara Cina, fungsinya pun berubah yakni sebagai ventilasi atau penerangan pada siang hari. Selain itu, bangunan Tionghoa di Indonesia yang tidak memiliki courtyard menjadikan teras bagian depan yang luas sebagai pengganti ruangan terbuka.

!21 Pada tipe san heyuan terdapat tiga bangunan dengan layout membentuk huruf U dengan salah satu bangunan yang terletak diseberang pagar sebagai bangunan utama. Ruang halaman yang berada dibagian tengah sangat luas dengan taman/kebun di dalamnya berfungsi sebagai ruang berkumpul serta tempat bersosialisasi sehari-hari. Tipe san heyuan memiliki lebih dari satu courtyard dengan ciri layout yang simetris tanpa adanya orientasi utara-selatan dan dinding penutup.

a. Tipe Courtyard San Heyuan; b. Layout Courtyard San Heyuan

Gambar 2.8. Courtyard san heyuan Sumber : Dokumentasi Pribadi

Pada tipe si heyuan bagian depan bangunan terdapat teras dengan halaman tambahan dan courtyard yang berada di tengah bangunan. Penerapan ruangan dengan halaman terbuka (courtyard) yang ada pada bangunan Tionghoa

!22 Peranakan mengikuti gaya arsitektur Cina Selatan yaitu ruang halaman terbuka yang sempit di bagian tengah bangunan disesuaikan dengan luas bangunan yang tidak terlalu besar. Tipe si heyuan memiliki ciri layout yang simetris dengan mengikuti orientasi utara-selatan dan dinding penutup.

a. Tipe Courtyard Si Heyuan; b. Layout Courtyard Si Heyuan

Gambar 2.9. Courtyard si heyuan Sumber : Dokumentasi Pribadi

2.4.2. Bentuk Atap yang Khas

Atap merupakan salah satu elemen arsitektur yang penting dan menjadi ciri khas pada suatu bangunan. Bangunan Tionghoa mempunyai bentuk atap yang khas yang biasanya disebut dengan istilah chu che (atap melengkung) dengan skala banding 1:2 (tinggi:lebar) pada bangunan kecil dan 2:3 (tinggi:lebar) pada

!23 bangunan besar. Atap pada bangunan Tionghoa terdiri dari empat macam diantaranya yaitu wu tien atau atap pelana di luar dinding (overhanging gable roof), tsuan tsien atau atap perisai yang bersudut (half-pitched roof), ngang shan atau atap pelana sejajar dinding (flush gable roof) dan hsuan shan atau atap gabungan pelana dengan perisai (gable and hip roofs).

Umumnya, bentuk atap khas bangunan Tionghoa yang ada di Indonesia,

Malaysia dan Singapura mempunyai ciri bentuk atap pelana yang bagian ujungnya berbentuk melengkung ke atas. Atap pelana yang melengkung ke atas ini berasal dari Cina Selatan dan disebut dengan ngang shan.

Tabel 2.1. Variasi Penekanan pada Bentuk Atap

JENIS ATAP GAMBAR ATAP

Model atap hsuan shan merupakan atap gabungan antara pelana dan perisai atau atau pelana yang menggunakan 5 hingga 8 tiang kayu (gable roof supported by wooden truss). ! Model atap hsuan shan jarang dipakai bangunan di wilayah Nusantara dan Malaya Britania. Model atap ngang shan merupakan atap pelana yang sejajar dengan dinding sebagai penopang rangka atap (flush gable roof).

Model atap ngang shan sangat banyak dipakai ! bangunan di wilayah Nusantara dan Malaya Britania dan merupakan jenis atap yang berasal dari Cina Selatan.

!24 JENIS ATAP GAMBAR ATAP

Model atap tsuan tsien merupakan atap perisai yang berbentuk piramida (half-pitched roof).

Model atap tsuan tsien jarang dipakai bangunan di ! wilayah Nusantara dan Malaya Britania.

Model atap wu tien merupakan atap pelana yang berbentuk jurai atau atau yang melewati tembok (overhanging gable roof). ! Model atap wu tien jarang dipakai bangunan di wilayah Nusantara dan Malaya Britania.

Sumber : Handinoto, 2008

Atap pelana melengkung dengan ornamen berbentuk ekor walet diartikan sebagai kemakmuran biasanya digunakan oleh kalangan pejabat, sedangkan atap pelana kuda digunakan oleh kalangan rakyat biasa. Atap pelana yang melengkung ini tidak hanya berfungsi sebagai estetika melainkan untuk memperlambat jatuhnya air hujan ke tanah atau halaman sehingga tanah dibawahnya tidak rusak.

Bagian atap yang melengkung tersebut disebabkan oleh struktur kayu yang bagian ujung atapnya dilengkungkan dengan cara ditonjolkan.

!25 Tabel 2.2. Tipe gunungan pada atap Tionghoa

Tipe Gununga n Atap ! ! ! ! ! Tipe emas Tipe air Tipe kayu Tipe api Tipe tanah

Sumber : Sudarwani, 2012

Menurut Sudarwani (2012:25) bentuk atap yang khas juga terlihat pada gunungan (bagian kerucut atas atap) yang biasanya berdiri dibagian atas atap dengan ornamen yang berbentuk lukisan timbul atau ukiran yang berwujud dewa dan tokoh pahlawan. Terdapat banyak ornamen gunungan seperti gunungan dengan motif geometris dan bunga, ornamen matou qiang atau dinding kepala kuda yang merupakan ukiran pada gunungan yang bertingkat.

Ciri khas lainnya terdapat pada bubungan atap yaitu bagian ujung atap yang melengkung. Khol (1984:28) menjelaskan tentang bubungan atap pada bangunan Tionghoa terbagi atas lima tipe diantaranya adalah tipe geometris

(geometric), tipe awan bergulung (rolling wave), tipe ujung meliuk (curling end), tipe awan berombak (curling wave) dan tipe ujung lancip (end of straw). Pada bagian tepi bubungan diberi bentukan dan juga lukisan dengan keramik motif pada ujung lengkungan yang disebut dengan wenshou. (G. Lin, 1964 dalam

Sudarwani, 2012:25).

!26 Tabel 2.3. Tipe bubungan pada atap Tionghoa

Tipe ! ! Bubunga ! ! Tipe awan Tipe ujung n Atap ! Tipe ujung lancip (end Tipe geometri Tipe awan berombak meliuk (curling wave) of straw) (geometric) bergulung (curling end) (rolling wave)

Sumber : Sudarwani, 2012

Bangunan Cina Selatan dengan atap ngang shan diartikan sebagai atap pelana yang ditopang dinding kokoh di ujungnya memiliki delapan ciri bentuk dinding samping atap pelana. Pada bangunan Cina Selatan, dua tipe dinding samping atap pelana yang umum adalah bentuk telinga panci/motif v terbalik dan tipe kucing merayap.

Tabel 2.4. Tipe dinding samping atap pelana Tionghoa

TIPE DINDING SAMPING ATAP GAMBAR ATAP PELANA

Tangga (stepped gable wall)

!

Busur (bow shape)

!

!27 TIPE DINDING SAMPING ATAP GAMBAR ATAP PELANA

Lurus (straight) !

Lima puncak surga (five peaks adoring heaven)

!

Kucing merayap (crawling cat)

!

Kucing merayap (crawling cat) !

Telinga panci (ear pan)

!

Ombak (wave)

!

Sumber : Khol, 1984:33

!28 2.4.3. Elemen Struktural Terbuka

Elemen-elemen struktural pada bangunan Tionghoa biasanya terekspos sebagai penanda ciri khas arsitektur Tiongoa. Karakteristik yang menonjol pada struktur arsitektur Tionghoa terdapat pada kerangka struktural yang fungsional dengan perancangan yang logis. Dalam arsitektur Tionghoa, dinding berfungsi sebagai pembatas ruangan sehingga struktur bangunan menggunakan balok dan kolom material kayu. Penerapan elemen struktural terbuka pada bangunan

Tionghoa terletak pada penggunaan kayu sebagai bagian dari struktur bangunan yang dijadikan sebagai penopang atap agar tidak memberikan beban pada dinding.

Elemen struktural yang berperan penting dalam arsitektur Tionghoa adalah dou-gong yang terdiri dari kata dou (blok tangan) yang berperan sebagai balok panjang yang menahan beban dari purlin (balok gording yang menopang rangka kayu di antara bubungan atap) dan gong (lengan) yang berperan sebagai braket melengkung yang tersusun berjajar.

b a c

a) Ang (kantilever); b) Dou (lengan); c) Gong (braket melengkung)

Gambar 2.10. Susunan dou-gong

!29 Konstruksi dou-gong atau bracket set system merupakan braket yang saling mengunci (interlocking bracket) dengan menerapkan penggunaan kayu yang berperan sebagai kerangka penopang atap kantilever, kuda-kuda kayu tersebut menopang balok-balok pada rangka atap dan tiang penyangga. Selain itu, dou-gong berfungsi untuk menyalurkan beban balok horizontal yang terbentang ke kolom vertikal. Struktur kayu dibiarkan terbuka sehingga memperlihatkan rangka atap dengan detail yang indah.

Sistem braket yang digunakan pada konstruksi dou-gong ini terbagi atas dua tipe, yaitu tipe sung dan tipe fukien. Tipe sung merupakan jenis sistem braket yang rumit dengan lengan kantilever (gong) yang tersusun membentuk bentukan piramida terbalik yang menopang pada alas (dou). Sedangkan, tipe fukien merupakan jenis sistem braket sederhana dengan satu lengan kantilever yang menopang beban balok yang terbentang ke kolom.

Pembatasan hirarkis pada masyarakat feodal menjadikan penerapan struktur dou-gong hanya dapat diterapkan bagi bangunan-bangunan besar seperti istana dan kuil. Lapisan braket juga ditentukan jumlahnya sesuai dengan nilai bangunan tersebut.

!30 Gambar 2.11. Dou-gong pada atap bangunan Cina Selatan

2.4.4. Penggunaan Warna yang Khas

Penggunaan warna pada arsitektur Tionghoa mengandung makna simbolik yang sangat penting karena setiap warna tertentu melambangkan hal tertentu pula.

Hal ini berkaitan dengan kepercayaan-kepercayaan religi yang berhubungan dengan orientasi baik dan buruk. Prinsip dasar komposisi warna adalah harmonisasi yang mendukung keindahan arsitekturnya.

!31 Umumnya warna yang digunakan adalah warna dasar dan diaplikasikan berdasarkan tempat atau objeknya. Warna yang banyak digunakan adalah warna merah dan kuning keemasan, namun terdapat beberapa warna lain yang juga digunakan dan memiliki arti masing-masing, diantaranya sebagai berikut.

• Warna merah merupakan simbol dari unsur api (Huo) yang melambangkan

kemakmuran atau keberuntungan, kebenaran dan kebahagiaan. Selain itu, warna

merah juga berhubungan dengan arah Selatan yang memberikan arti sesuatu

yang positif. Warna ini biasanya digunakan untuk warna kolom dan fasad

bangunan.

• Warna kuning merupakan simbol dari unsur tanah (Tu) yang melambangkan

kebahagiaan, kekuatan, kekuasaan dan kemuliaan.

• Warna hijau merupakan simbol dari unsur kayu (Mu) yang melambangkan

keabadian, kesejahteraan, kesehatan, dan keharmonisan. Selain itu, warna hijau

juga berhubungan dengan arah Timur yang memberikan arti kedamaian. Warna

ini biasanya digunakan untuk warna balok, siku penyangga dan atap.

• Warna putih merupakan simbol dari unsur logam (Chin) yang melambangkan

kesucian dan kedukaan (kematian). Selain itu, warna putih juga berhubungan

dengan arah Barat yang memberikan arti penderitaan/duka cita. Warna ini

biasanya digunakan untuk warna luar bangunan seperti teras.

• Warna hitam merupakan simbol dari unsur air (Shui) yang melambangkan

kematian. Selain itu, warna hitam juga berhubungan dengan arah Utara yang

memberikan arti kerusakan.

!32 • Warna biru merupakan warna yang berkaitan dengan dewa. Selain itu, warna

biru juga memiliki hubungan arah yang sama dengan warna hijau yaitu arah

Timur yang berarti kedamaian. Warna ini biasanya digunakan untuk warna teras

dan balok.

Gambar 2.12. Unsur warna dalam kebudayaan Cina

2.5. Aspek Non Fisik Arsitektur Tionghoa

Arsitektur Tionghoa merupakan arsitektur yang menganut kepercayaan terhadap kosmologi dan filosofis Cina yaitu feng shui (geomansi) dan Taoisme.

Ajaran Taoisme merupakan filosofi Cina yang sudah ada sejak abad ke-3 SM yang berisi tentang tiga konsep dasar yaitu hubungan antar alam dan manusia, siklus transformasi kehidupan alam semesta dan penyembahan terhadap nenek moyang.

!33 Arsitektur Tionghoa lahir dari pemahaman dalam kepercayaan dan ajaran- ajaran yang ada di Cina. Dampak dari ajaran dan kepercayaan tersebut berpengaruh terhadap aspek non fisik arsitektur pada bangunan Tionghoa seperti munculnya kepercayaan terhadap bangunan yang berdasar pada feng shui dan

Konfusianisme (Konghucu).

2.5.1. Feng Shui

Feng shui atau hong shui merupakan ilmu yang mempelajari keselarasan hidup antara manusia dan alam lingkungannya. Filosofi Tiongkok berkaitan erat dengan kepercayaan terhadap feng shui yang melahirkan bangunan yang berdasar pada arah mata angin dan fungsi ruang-ruang yang mengikuti arah mata angin berdasarkan sifatnya.

Ajaran feng shui telah dikembangkan sejak abad ke-16 sampai abad ke-2 sebelum Masehi sebagai ilmu yang berisi tentang pemahaman astrologi, topografi dan geometri yang berasal dari Cina. Awalnya, ilmu ini digunakan sebagai penentuan lokasi Istana Kekaisaran agar dapat selaras dengan pergerakan langit pada zaman dulu.

Menurut Too (1993:7), feng shui adalah ilmu pengetahuan yang menggunakan suatu unsur spiritual dan naluri sebagai suatu seni. Praktik penerapan feng shui didasarkan oleh intuisi pikiran dan kualitas kepribadian

!34 manusia itu sendiri. Yin dan yang menjadi suatu prinsip dualisme dalam tradisi dan kepercayaan Tionghoa.

Gambar 2.13. Unsur feng shui

Istilah feng shui terdiri dari dua kata yaitu feng (angin) dan shui (air).

Dalam kaidah filosofis, ilmu feng shui juga dimanfaatkan sebagai peningkatan energi positif dan pengurangan energi negatif yang didasari oleh pola yin yang yang berarti keseimbangan. Yin dan yang menjadi lambang keselarasan dengan prinsip positif dan negatif yang menguasai kehidupan alam semesta (Too,

1993:10).

!35 Keseimbangan antara hubungan manusia dengan alam berdasarkan ilmu feng shui dalam arsitektur Tionghoa dicapai dengan penentuan orientasi arah bangunan tempat tinggal yang baik dan juga penataan ruang yang baik. Layout bangunan berbentuk persegi dan persegi panjang dinilai paling baik karena dianggap memberikan keseimbangan terhadap energi (Chi) yang diterima dari sembilan arah (Pa Kua) yang sama besar didalam ruangan dimana unsur kehidupan menjadi tolak ukur di setiap ruang (Too, 1995).

Gambar 2.14. Siklus feng shui

Pada penerapan ilmu arsitektur, feng shui dimanfaatkan oleh etnis

Tionghoa sebagai penentu dalam arah dan orientasi kota, rumah, dan bangunan lainnya agar memperoleh energi dari alam (api, air, tanah, angin) dan energi celestial (matahari, langit) berdasarkan aspek geografis dan lansekapnya.

!36 2.5.2. Konfusianisme (Kong Hu Chu)

Konfusianisme dikenal juga sebagai ajaran Kong Hu Chu berasal dari seorang tokoh yang bernama Konfusius yang dikenal sebagai Ji Kauw (bahasa

Hokkian) atau Ru Jiao (bahasa Hua Yu) memiliki arti agama bagi kaum terpelajar.

Konfusius adalah seorang filsuf dan seorang ahli sastrawan yang lahir pada tahun

551-479 SM yang berasal dari daerah kawasan Chou, kota Shan-tung, Cina

(Hidajat, 1972:30 dalam Nandita Erisca, 2008).

Konfusianisme diartikan sebagai humanisme yang merupakan ilmu yang mempelajari tentang hubungan antara manusia di langit (arwah manusia) dengan manusia di bumi dengan cara tingkah laku manusia yang seharusnya dilakukan.

Menurut Konfusius, manusia merupakan pemberian langit dan bagian dari unsur alam semesta. Ajaran Kong Hu Cu atau konfusianisme memandang manusia sebagai suatu struktur yang berkaitan dengan keharmonisan manusia dengan bangunan.

Dalam penerapan arsitektur Tionghoa, ilmu Konfusius muncul dalam penggunaan courtyard sebagai ruang privasi terbuka dengan upaya memasukkan energi alam ke dalam bangunan. Courtyard yang ada didalam bangunan biasanya diletakkan ditengah bangunan dan ruang-ruang yang ada disekelilingnya dibentuk simetris agar energi yang masuk dapat terserap secara merata ditiap ruangan.

!37 Prinsip Konfusius yang diterapakan dalam arsitektur Tionghoa yaitu apabila manusia dekat dengan tanah atau bumi maka akan lebih mudah dalam memperoleh kesejahteraan hidup. Dalam hal ini, dengan adanya courtyard dan bangunan yang berlantai satu maka akan terjamin kesehatan penghuni.

Gambar 2.15. Tokoh Konfusius

!38 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Metode penyajian pada penelitian ini menggunakan metode kualitatif- deskriptif. Dalam hal ini deskriptif dinyatakan sebagai hasil catatan lapangan, rekaman dan traskripsi yang tertulis. Pendekatan kualitatif digunakan sebagai pemahaman tentang aspek-aspek yang mengandung suatu ciri dalam desain pada bangunan tersebut.

Penelitian ini merupakan studi yang bersifat observasi, dokumentasi dan eksplorasi. Penelitian ini dimaksudkan untuk memahami hasil kajian arsitektur pada bangunan bersejarah Rumah Tjong A Fie dan Rumah Cheong Fatt Tze.

Motivasi utama pada penelitian ini adalah sebagai upaya memahami dan mempertahankan unsur arsitektural Tionghoa Tionghoa pada Rumah Tjong A Fie dan Rumah Cheong Fatt Tze sebagai bangunan bersejarah Tionghoa.

Dalam studi ini, peneliti melakukan pengumpulan data dengan mengamati dan mencatat kemudian mendeskripsikan hasil penelitian tersebut menggunakan pendekatan deskriptif. Studi ini mendeskripsikan tentang kajian arsitektural bangunan bersejarah berdasarkan pemahaman arsitektur Tionghoa dengan berfokus pada aspek fisik dan non fisik arsitektur Cina agar dapat mengetahui

!39 karakteristik arsitektural Tionghoa yang ada pada Rumah Tjong A Fie dan Rumah

Cheong Fatt Tze, untuk itu metodologi kualitatif digunakan dalam penelitian ini meliputi pengamatan, dokumentasi, telaah dokumen dan menghasilkan data deskriptif.

Kegiatan penelitian ini dilakukan dengan mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan latar belakang arsitektur Tionghoa mengenai sejarah dan budaya bangunan melalui studi literatur, observasi, dan dokumentasi dilapangan.

3.2. Objek Penelitian

Objek pada penelitian ini adalah dua bangunan bergaya arsitektur

Tionghoa, yaitu Rumah Tjong A Fie yang berada di Indonesia dan Rumah Cheong

Fatt Tze yang berada di Malaysia. Posisi Rumah Tjong A Fie berada di Barat Laut

Jl. Jend. Ahmad Yani, Kesawan, Medan, Sumatera Utara, Indonesia, sedangkan posisi Rumah Cheong Fatt Tze berada di Leith Street, George Town, Penang,

Malaysia.

!40 Gambar 3.1. Peta posisi Rumah Tjong A Fie dari Google Earth Sumber : Dokumentasi Pribadi

Gambar 3.2. Peta posisi Rumah Cheong Fatt Tze dari Google Earth Sumber : Dokumentasi Pribadi

!41 3.3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data bertujuan untuk memperoleh data menggunakan sumber data yang didapatkan melalui lisan dan tertulis. Pada penelitan ini, peneliti menggunakan metoda pengumpulan data yang disesuaikan dengan metoda penelitian, metode yang akan digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini yaitu studi literatur, observasi dan wawancara.

Dalam hal ini, peneliti mengumpulkan data langsung mengenai studi literatur, observasi dan wawancara pada bangunan Rumah Tjong A Fie dan

Rumah Cheong Fatt Tze. Data-data dari sejarah bangunan, riwayat fisik bangunan serta gambar arsitektur bangunan dahulu dan saat ini dikumpulkan dengan mempertimbangkan metode pengumpulan data.

3.3.1. Studi Literatur

Studi literatur menjadi dasar acuan dalam pengumpulan data sekunder.

Kegiatan studi literatur yang dilakukan dalam pengumpulan data yaitu mengumpulkan data dengan menelaah teori-teori mengenai objek penelitian melalui buku dan jurnal, mencari sumber informasi melalui media elektornik

(internet) agar menambah pengetahuan mengenai penelitian ini. Menelaah dokumen dan sejarah dengan melihat data atau bukti sejarah yang berkaitan dengan objek penelitian.

!42 3.3.2. Observasi

Observasi merupakan metode pengumpulan data yang diperoleh melalui pengamatan terhadap objek penelitian. Terdapat dua cara dalam melakukan observasi yaitu observasi langsung dan observasi tidak langsung. Observasi langsung dilakukan dengan cara mengamati secara langsung objek penelitian, sedangkan observasi tidak langsung dilakukan dengan cara mengamati objek yang terdapat dari hasil rekaman berupa buku atau catatan.

Dalam penelitian ini, studi banding dilakukan secara langsung menuju lokasi penelitian dan bangunan sekitarnya sebagai acuan dasar dalam memahami kondisi dan permasalahan yang ada pada saat ini. Mengambil data fisik dan kondisi terkini bangunan dengan cara dokumentasi dilapangan.

3.3.3. Wawancara

Wawancara merupakan interaksi lisan yang dilakukan antara dua orang atau lebih untuk membahas suatu informasi tertentu agar tercapainya suatu tujuan tertentu pula. Dalam hal ini, peneliti melakukan wawancara dengan individu yang akan menjadi informan yaitu pengelola/penghuni Rumah Tjong A Fie untuk mengetahui mengenai sejarah dan data fisik bangunan. Selain itu, peneliti mengumpulkan informasi tentang nilai-nilai yang terkait dengan arsitektural bangunan melalui wawancara kepada pengelola/penghuni Rumah Tjong A Fie.

!43 Wawancara dapat terbagi menjadi dua tipe, diantaranya sebagai berikut.

A. Wawancara Terstruktur

Wawancara ini berisi pertanyaan tersusun yang akan diajukan kepada narasumber terkait permasalahan penelitian. Alat-alat yang diperlukan telah disediakan seperti perekam suara dan kamera. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara terstruktur dengan menyiapkan beberapa pertanyaan mengenai topik kajian pada Rumah Tjong A Fie dan Rumah Cheong Fatt Tze, yaitu :

1. Bagaimana latar belakang sejarah Tjong A Fie di kota Medan?

2. Bagaimana latar belakang sejarah Cheong Fatt Tze di kota Penang?

3. Apa saja elemen-elemen arsitektur pada Rumah Tjong A Fie dan Rumah

Cheong Fatt Tze yang dapat diteliti?

4. Apakah sudah pernah ada penelitian mengenai kajian arsitektural Rumah

Tjong A Fie dan Rumah Cheong Fatt Tze?

5. Apakah gaya arsitektur Rumah Tjong A Fie dan Rumah Cheong Fatt Tze

didasari oleh gaya bangunan dari Cina Selatan?

6. Apakah terdapat keterkaitan hubungan Rumah Tjong A Fie dengan Rumah

Cheong Fatt Tze?

7. Apakah terdapat perubahan baik dari material maupun bentuk pada

Rumah Cheong Fatt Tze setelah dilakukan restorasi?

8. Apakah terdapat makna simbolik pada warna dominan di Rumah Tjong A

Fie dan Rumah Cheong Fatt Tze berdasarkan kepercayaan Tionghoa?

!44 B. Wawancara Tidak Terstruktur

Wawancara ini berisi pertanyaan yang tidak tersusun yang dilakukan secara spontan. Dalam penelitian ini, peneliti mengajukan beberapa pertanyaan secara langsung dan tidak berdasar pada pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh narasumber yang memberikan keterangan secara spontan diluar wawancara yang telah dituliskan namun dapat menjadi tambahan informasi terkait kajian penelitian.

3.4. Sumber Data

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang merupakan sumber data utama (data primer) yang didapatkan dari sumber langsung melalui verbal atau tindakan wawancara. Data lainnya didapatkan melalui dokumen dan studi literatur (data sekunder). Dalam hal ini, peneliti mengumpulkan data primer dan data sekunder pada bangunan Rumah Tjong A Fie dan bangunan Rumah Cheong

Fatt Tze.

3.4.1. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah sumber data utama yang diperoleh dari berbagai sumber yang memberitahu informasi secara langsung atau memberikan data langsung dari tangan pertama (Anwar, 1998:89). Sumber data primer dalam penelitian ini adalah penghuni atau pengelola Rumah Tjong A Fie dan Rumah

!45 Cheong Fatt Tze melalui tindakan wawancara dan data fisik yang terdapat pada bangunan tersebut melalui pengamatan langsung.

Narasumber (informan) adalah individu atau pelaku yang memahami dan menguasai tentang objek penelitian. Penelitian ini membahas mengenai Kajian

Arsitektur tradisional Tionghoa pada Rumah Tjong A Fie dan Rumah Cheong Fatt

Tze dimana kajian ini dimaksudkan untuk mengetahui keterkaitan karakteristik arsitektur Tionghoa yang terdapat pada kedua bangunan tersebut. Dalam penentuan informan akan digunakan metode Purpose Sample yaitu menentukan suatu individu dapat menjadi informan berdasarkan persyaratan dan tujuan tertentu.

Berikut ini syarat-syarat suatu individu sebagai informan diantaranya :

• Memiliki pemikiran secara luas mengenai suatu peristiwa yang berhubungan

dengan penelitian.

• Memiliki pengetahuan mengenai tokoh dan sejarah yang berkaitan dengan topik

penelitian yaitu Tjong A Fie dan Cheong Fatt Tze

• Memiliki data yang valid dan bersedia memberikan informasi yang tepat dan

lengkap.

Dalam penelitian ini, pada Rumah Tjong A Fie peneliti melakukan wawancara kepada dua orang yaitu penghuni yang merupakan istri dari salah satu

!46 cucu Tjong A Fie dan pemandu tur Rumah Tjong A Fie. Penghuni Rumah Tjong A

Fie menjadi narasumber yang berperan dalam memberikan izin untuk dapat mengamati secara langsung objek penelitian dan memberikan informasi mengenai sejarah Rumah Tjong A Fie. Sedangkan, staf atau pemandu tur dalam Rumah

Tjong A Fie menjadi narasumber yang berperan dalam memberikan penjelasan mengenai kebudayaan Tionghoa secara umum dan kebudayaan Tionghoa yang diterapkan terhadap bangunan Tjong A Fie sendiri.

Pada Rumah Cheong Fatt Tze, peneliti melakukan wawancara kepada pihak pemandu tur Rumah Cheong Fatt Tze. Staf atau pemandu tur dalam Rumah

Cheong Fatt Tze menjadi narasumber yang berperan dalam memberikan penjelasan mengenai kebudayaan Tionghoa secara umum dan kebudayaan

Tionghoa yang diterapkan terhadap bangunan Cheong Fatt Tze sendiri dan memberikan arahan mengenai sejarah bangunan Rumah Cheong Fatt Tze dan data-data yang ada.

3.4.2. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber data yang diperoleh dari sumber- sumber yang berhubungan dengan permasalahan penelitian dan dapat menambah informasi dari sumber data primer (Anwar, 1998:89). Data ini mengacu kepada kumpulan informasi yang didapatkan berdasarkan data yang telah ada. Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah dokumentasi dilapangan yang

!47 didapatkan melalui foto dan studi kepustakaan yang didapatkan melalui buku, skripsi dan jurnal yang terkait dengan pembahasan dalam permasalahan penelitian.

3.5. Metoda Analisa Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang menjadi dasar peneliti dalam menginterpretasi data dan kesimpulan yang didapatkan secara verbal. Penelitian kualitatif ini menggunakan metode analisa data secara deduktif yaitu dengan menganalisis teori-teori yang berkaitan dengan objek penelitian, kemudian membandingkan teori-teori tersebut pada objek penelitian agar dapat ditarik kesimpulan.

Jenis penelitian ini merupakan gabungan dari deskripsi, analisis dan perbandingan dimana peneliti mengumpulkan data dan melakukan deskripsi terhadap permasalahan penelitian kemudian menganalisis permasalahan mengenai karakteristik arsitektur Tionghoa yang ada pada Rumah Tjong A Fie dan Rumah

Cheong Fatt Tze.

Berikut ini tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu :

1. Data-data yang telah dikumpulkan dan dibutuhkan dianalisa. Dalam tahap ini,

data studi pustaka yang telah dikumpulkan dianalisa dengan hasil observasi

dan dokumentasi di lapangan untuk mendapatkan data fisik mengenai evaluasi

!48 teori dan metode dalam mengetahui karakteristik arsitektur tradisional

Tionghoa yang ada pada Rumah Tjong A Fie dan Rumah Cheong Fatt Tze.

2. Deskripsi dan analisis data. Dalam tahap ini, dilakukan kajian mengenai

karakteristik kebudayaan Tionghoa yang ada pada bangunan bergaya

Tionghoa tradisional dari Cina Selatan, yaitu Rumah Tjong A Fie dan Rumah

Cheong Fatt Tze, kemudian mendeskripsikan karakteristik kebudayaan

Tionghoa yang ada pada kedua objek penelitian tersebut.

3. Melakukan pembahasan. Dalam tahap ini, dilakukan identifikasi mengenai

karakteristik arsitektur Tionghoa yang terdapat di Cina Selatan, kemudian

mendeskripsikan karakteristik tersebut.

4. Melakukan perbandingan. Dalam tahap ini, dilakukan perbandingan

karakteristik arsitektur Tionghoa yang terdapat pada Rumah Tjong A Fie dan

Rumah Cheong Fatt Tze.

5. Deskripsi hasil. Dalam tahap ini, hasil penelitian di evaluasi dan

dideskripsikan agar dapat menentukan kesimpulan dan saran.

6. Kesimpulan dan saran.

!49 BAB IV

DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

Objek penelitian adalah bangunan peninggalan kolonial bergaya arsitektur

Tionghoa Rumah Tjong A Fie yang terdapat di Indonesia dan Rumah Cheong Fatt

Tze yang terdapat di Malaysia. Kedua bangunan tersebut menjadi pilihan objek untuk mengkaji persamaan dan perbedaan karakteristik pada masing-masing bangun karena memiliki karakteristik yang terdapat pada bangunan di Cina

Selatan.

4.1. Deskripsi Rumah Tjong A Fie

Rumah Tjong A Fie merupakan rumah bergaya Arsitektur Tionghoa

Peranakan dengan akulturasi budaya Eropa dan Melayu serta Art Deco. Bangunan ini terletak di kawasan pusat kota Medan yaitu di Barat Laut Jl. Jend. Ahmad

Yani, Kesawan, Medan, Sumatera Utara, Indonesia.

Gambar 4.1. Peta lokasi Kawasan Rumah Tjong A Fie dari Google Maps, 2019

!50 Posisi Rumah Tjong A Fie berada di kawasan Kesawan yang merupakan kawasan tua kota Medan yang memiliki banyak bangunan peninggalan kolonial

Belanda sehingga Rumah Tjong A Fie juga berdekatan dengan beberapa bangunan bersejarah peninggalan kolonial Belanda seperti Restoran Tip Top, Gedung Dinas

Pariwisata, Gedung BKS PPS, Gedung Harian Analisa, Gedung Bank Mandiri dan lainnya.

1. Gedung Bank Mandiri; 2. Gedung Harian Analisa; 3. Gedung Dinas Pariwisata; 4. Gedung Palang Merah Indonesia; 5. Restoran Tip Top; 6. Gedung BKS PPS

Gambar 4.2. Peta Kawasan Kesawan, Medan, Indonesia Sumber : Dokumentasi Pribadi

!51 Rumah Tjong A Fie didirikan pada tahun 1894 dan selesai dibangun pada tahun 1900. Dalam perkembangan zaman hingga saat ini Rumah Tjong A Fie masih bertahan dengan bentukan dan material asli, meskipun terdapat sedikit perubahan pada beberapa material yang rusak akibat usia bangunan yang telah bertahan selama 120 tahun. Perubahan material tersebut masih menggunakan material asli sehingga tetap mempertahankan keaslian bentuk pada bangunan.

Terdapat 35 ruangan di dalam bangunan dengan luas lahan sebesar 6000 meter persegi dan luas bangunan sebesar 4000 meter persegi. Pada tanggal 18 Juni

2009, rumah dengan luas tanah sebesar 6000 meter persegi tersebut dibuka untuk umum sebagai tempat wisata bersejarah kota Medan dengan nama Tjong A Fie

Memorial Institute.

Untuk mencapai ke Rumah Tjong A Fie dapat menggunakan beberapa pilihan yaitu kendaraan pribadi maupun angkutan umum. Untuk angkutan umum, tersedia angkot, taksi, becak dan angkutan jasa online yang mengantar langsung ke Rumah Tjong A Fie.

a. b. c. d.

e.

a)Beca dayung; b) Taksi; c) Beca motor; d) Angkot; e) Angkutan Jasa Online (gojek, grab)

Gambar 4.3. Transportasi Umum Menuju Lokasi Rumah Tjong A Fie

!52 4.2. Deskripsi Rumah Cheong Fatt Tze

Rumah Cheong Fatt Tze merupakan rumah bergaya arsitektur Tionghoa

Peranakan yang berakulturasi dengan budaya lokal Melayu serta bergaya Art

Noveau. Bangunan dengan nuansa kebudayaan Cina Selatan ini terletak di 14

Leith Street, 10200 George Town, Penang, Malaysia.

Gambar 4.4. Peta lokasi Kawasan Rumah Cheong Fatt Tze dari Google Maps, 2019

Penang merupakan kota tua yang memiliki banyak bangunan bersejarah peninggalan kolonial, salah satunya adalah Rumah Cheong Fatt Tze atau yang dikenal dengan nama Cheong Fatt Tze Mansion atau Blue House Mansion.

Rumah ini didirikan pada tahun 1896 dan selesai dibangun pada tahun 1904.

Posisi Rumah Cheong Fatt Tze terletak di kawasan Georgetown yang dikenal sebagai kawasan tua yang mempunyai banyak peninggalan beberapa bangunan bersejarah diantaranya adalah Penang State Museum and Art Gallery, Georgetown

UNESCO Historic Site, Thean Hou Temple, dan lainnya.

!53 1. Then Hou Temple; 2. Georgetown UNESCO Historic Site; 3. Penang State Museum and Art Gallery

Gambar 4.5. Peta Kawasan Georgetown, Penang, Malaysia Sumber : Dokumentasi Pribadi

!54 Bangunan dengan dinding berwarna biru ini menjadi salah satu rumah mewah yang terdapat di Penang dengan luas lahan sebesar 5200 meter persegi yang memiliki 38 ruangan dan 5 courtyard, 7 tangga dan 220 jendela didalam bangunannya. Saat ini, rumah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia UNESCO ini dibuka untuk umum sebagai tempat penginapan dan tujuan wisata bersejarah kota Penang.

Untuk mencapai ke Rumah Cheong Fatt Tze dapat menggunakan beberapa pilihan yaitu kendaraan pribadi maupun angkutan umum. Untuk angkutan umum, becak, bus kota, taksi dan angkutan jasa online (e-hailing grab) yang mengantar langsung ke Rumah Cheong Fatt Tze.

a. b. c.

d. e.

a) Beca; b) Bus kota; c) Bus travel; d) Taksi; e) Angkutan Jasa Online (e-hailing grab)

Gambar 4.6. Transportasi umum menuju lokasi Rumah Cheong Fatt Tze

!55 BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Karakteristik Arsitektur Tionghoa dari Cina Selatan

Arsitektur traditional Tionghoa yang masuk ke wilayah Nusantara dan

Malaya Britania merupakan arsitektur yang dibawa oleh etnis Tionghoa dari Cina

Selatan. Awalnya arsitektur Tionghoa dari Cina Selatan berkembang secara signifikan pada abad ke-15 hingga abad ke-19 melalui para pekerja buruh dan pedagang dari Tiongkok yang menetap di wilayah Nusantara dan Malaya Britania dan membentuk suatu permukiman disekitar kawasan.

Bangunan Tionghoa kuno yang masuk ke Asia Tenggara pada abad ke-15 hingga abad ke-19 diidentifikasikan oleh David G. Khol (1984:22) dalam bukunya yang berjudul “Chinese Architecture In The Straits Settlements and

Western Malaya: Temples Kongsis and Houses, Heineman Asia, ”, menyebutkan arsitektur Tionghoa yang masuk ke Asia Tenggara merupakan arsitektur Cina Selatan yang memiliki empat karakteristik yaitu ruang halaman terbuka (courtyard), bentuk atap yang khas, elemen struktural terbuka dan penggunaan warna yang khas. Selain itu, etnis Tionghoa memiliki kepercayaan dan ajaran yang diterapkan ke dalam arsitektur Tionghoa kuno diantaranya adalah feng shui dan Konfusianisme.

!56 Oleh sebab itu pada penelitian ini, karateristik arsitektur Tionghoa yang terdapat di Cina Selatan ditandai dengan dua aspek yaitu: (1) Aspek Fisik (ruang halaman terbuka/courtyard, bentuk atap yang khas, elemen struktural terbuka dan penggunaan warna yang khas); dan (2) Aspek Non Fisik (feng shui dan

Konfusianisme).

5.1.1. Aspek Fisik a. Ruang Halaman Terbuka (Courtyard)

Ruang halaman terbuka atau yang disebut dengan courtyard adalah halaman yang terdapat di dalam rumah traditional Cina. Menurut Laozi dalam kitab Taoisme, ruang halaman terbuka tersebut menjadi sarana untuk mencapai keseimbangan antara makhluk hidup dan alam disebut dengan wu dan you dalam kepercayaan etnis Tionghoa (Li, 2002 dalam Yi, Lu, Bozovic Stamenovic dan

Ruzica, 2004). Ruang halaman terbuka selain berfungsi sebagai tempat berinteraksi sosial dan berkumpul keluarga ataupun tamu juga berfungsi sebagai masuknya cahaya alami pada siang hari atau sebagai ventilasi penghawaan alami dan sebagai pembatas wilayah ruangan.

Ruang halaman terbuka dalam arsitektur tradisional Tionghoa dikelompokkan menjadi dua tipe yaitu tipe san heyuan dan tipe si heyuan. Pada bangunan traditional Cina Selatan, tipe courtyard yang digunakan adalah tipe si heyuan. Hal ini diketahui bahwa tipe ini merupakan tipe courtyard dengan

!57 halaman yang cenderung sempit dan menjadi tempat pencahayaan alami pada siang hari dan juga ventilasi. Ruangan ini bersifat privasi dan sebagai tempat berkumpul keluarga.

Gambar 5.1. Courtyard tipe si heyuan Desa Tua Lijia, Kota Tua Zekou,

Shanxi, China

Sumber : Dhannum, 2013

!58 Pada awalnya, bangunan dengan tipe si heyuan dirancang untuk menampung satu keluarga besar dan hanya bertingkat satu, yang diyakini bahwa manusia dekat dengan bumi akan bermanfaat bagi kesehatan dan keseimbangan alam. Namun, bangunan si heyuan yang berada di Cina Selatan memiliki bangunan bertingkat dua atau lebih karena faktor tanah yang sering basah dan lembab (Knapp, 2005a). Courtyard tipe si heyuan memiliki empat ciri khas dasar yaitu bangunan bersifat tertutup/dikelilingi oleh dinding, bertumpu pada poros tengah layout, denah berbentuk simetris dan struktur hierarkis (Knapp, 2000).

Tipe courtyard si heyuan terdiri atas tiga bangunan yang lebih kecil dari tipe san heyuan dengan tambahan halaman didepan bangunan dan pintu pagar utama di sisi kiri (damen) dengan skala tergantung pada status pemilik rumah.

Umumnya, pemilik bangunan si heyuan yang kaya memiliki gerbang utama yang besar dengan rangkaian ornamen pintu bermaterial kayu dan terdapat dua patung singa di sisi kanan dan kiri pintu. Konsep layout berbentuk simetris dengan orientasi arah antar ruang menghadap utara-selatan. Dalam hal ini, bangunan utama berada di poros utara-selatan dan bangunan pendukung berada di poros barat-timur. Bangunan kecil memiliki courtyard si heyuan dapat berisi satu hingga tiga halaman sempit, sementara bangunan besar dapat berisi tiga hingga lima halaman dengan taman didalamnya. Layout bangunan Tionghoa biasanya memiliki elevasi dengan anak tangga berjumlah ganjil yang diyakini sebagai keberuntungan.

!59 Bangunan utama si heyuan umumnya menghadap ke arah Selatan

(zhengfang) yang diperuntukkan bagi tuan rumah/kepala keluarga dan bangunan sisi Timur (xixiangfang) diperuntukkan bagi putra sulung yang dianggap sebagai posisi yang lebih unggul dibanding sisi Barat (dongxiangfang) menurut feng shui yang diperuntukkan bagi putri yang belum menikah. Sedangkan, bangunan yang menghadap ke Utara diperuntukkan bagi pelayan dan juga seorang putri perawan tua, seorang putri yang bercerai atau seorang menantu perempuan yang janda yang tidak pernah melahirkan seorang putra. Hal ini disebabkan arah Selatan mendapatkan pencahayaan yang baik dan arah Utara mendapatkan pencahayaan yang buruk.

Gambar 5.2. Layout si heyuan Sumber : Apple Eden, 2010

!60 b. Bentuk Atap yang Khas

Bentuk atap rumah traditional Tionghoa memiliki ciri khas dimana ujung atapnya berbentuk melengkung sehingga mudah untuk dikenali. Bentuk atap melengkung tersebut dimaksudkan sebagai estetika dan memperlambat aliran air hujan agar tidak langsung jatuh ke tanah (Kohl, 1984:2). Terdapat beberapa tipe atap pada bangunan Cina yaitu hsuan shan, ngang shan, tsuan tien, dan wu tien.

Pada bangunan bergaya arsitektur Cina yang masuk ke wilayah Indonesia dan

Malaysia, tipe atap yang dibawa oleh etnis Cina Selatan adalah tipe ngang shan.

Gambar 5.3. Bentuk atap tipe ngang shan Desa Tua Lijia, Kota

Tua Zekou, Shanxi, China

Sumber : Dhannum, 2013

!61 Pada bangunan Cina Selatan, umumnya atap berbentuk cekung dan landai.

Terdapat dua tipe dinding samping atap pelana yang umum dijumpai yaitu bentuk telinga panci/motif v terbalik dan tipe kucing merayap.

a) Telinga panci (ear pan); b) kucing merayap (crawling cat)

Gambar 5.4. Tipe dinding samping atap pelana umum

di Cina Selatan

c. Elemen Struktural Terbuka

Rumah traditional Tionghoa diketahui menampilkan struktur yang dapat dilihat secara langsung. Struktur tersebut berupa konstruksi kayu yang terdiri dari susunan balok kecil yang menjadi penyangga atap. Struktur penyangga atap terbagi atas blok kayu penyangga (dou) yang menahan lengan kantilever melengkung (gong) yang disusun secara bertahap ke arah atas. Konstruksi atap dengan struktur ini disebut dengan dou-gong.

!62 Dalam penerapannya, dou-gong berfungsi sebagai penahan beban balok horizontal yang berada diantara kolom vertikal dan diketahui dapat bertahan terhadap gempa bumi. Terdapat dua tipe braket pada struktur dou-gong yaitu tipe sung dan tipe fukien. Umumnya, bangunan-bangunan yang terdapat di Cina

Selatan menerapkan struktur dou-gong dengan tipe braket fukien yang merupakan sistem braket sederhana dengan satu lengan kantilever yang ditancapkan langsung pada kolom (Gambar 2.12).

Sistem braket tipe fukien biasanya memiliki ornamen yang sederhana atau bahkan tidak ada sama sekali. Lengan kantilever (gong) yang terdiri dari satu lapis ditancapkan langsung pada alas kolom (dou) berpenampang segi empat dan menopang gording serta disusun searah dengan teritisan.

a

Gambar 5.5. Struktur dou-gong dengan sistem braket tipe fukien di Desa Tua

Lijia, Kota Tua Zekou, Shanxi, China

Sumber : Dhannum, 2013

!63 d. Penggunaan Warna yang Khas

Warna dalam arsitektur Tionghoa menjadi aspek penting dimana warna dipercaya memiliki mana simbolik. Umumnya, warna yang diterapkan merupakan warna primer seperti warna biru, kuning, merah, putih dan hitam. Hal ini disebabkan warna-warna tersebut berkaitan dengan unsur alam seperti tanah, air, api, kayu dan logam (Gambar 2.12). Setiap warna melambangkan unsur tertentu, seperti warna biru gelap/putih/hitam melambangkan duka cita atau kematian, warna kuning melambangkan kemuliaan dan warna merah melambangkan kebahagiaan.

Dalam arsitektur Tionghoa, warna merah umumnya digunakan pada kolom, dinding, dan ornamen-ornamen bangunan. Warna kuning digunakan pada dinding dan ornamen hias pada bangunan kelenteng. Warna biru digunakan pada bagian atap dan dinding. Warna hijau digunakan pada ornamen, balok dan braket.

Dalam penerapannya, warna yang sering digunakan pada bangunan Cina baik tempat ibadah, rumah tinggal dan istana adalah warna merah dan kuning keemasan. Pada bagian eksterior bangunan Tionghoa, biasanya warna merah dan kuning keemasan dapat terlihat pada atap, dinding luar, pintu, jendela dan patung- patung diluar bangunan. Sedangkan, pada bagian interior bangunan Tionghoa, biasanya warna merah dan kuning keemasan dapat terlihat pada motif/ukiran, plafon dan lantai ruangan. Pada bagian atap, material atap dianggap baik apabila diberi warna terang seperti warna merah, kuning, hijau dan biru.

!64 a

b

a) Kota Terlarang Beijing, China; b) Menara Huang He, Wuhan, China

Gambar 5.6. Penggunaan warna merah dan kuning dominan pada bangunan Cina

5.1.2. Aspek Non Fisik a. Feng Shui

Masyarakat Cina menggunakan ilmu feng shui sebagai acuan dalam menentukan arah serta orientasi suatu bangunan maupun wilayah daerah dengan tujuan memperoleh energi baik dari alam di bumi seperti air, tanah, api dan angin serta energi celestial seperti langit dan matahari (Salem dalam Hamdil Khaliesh,

!65 2014:91). Filosofi utama feng shui adalah yin dan yang yang berarti positif dan negatif. Yin dan yang menganggap segala hal yang terdapat di dunia dan alam semesta terbagi atas dua unsur yang saling bertentangan namun tetap hidup berdampingan selamanya. Dalam hal ini, penerapan feng shui dipercaya menjadi keseimbangan kehidupan.

Dalam perwujudannya, bangunan-bangunan Cina selalu diselaraskan dengan alam dan nilai kehidupan masyarakat yang muncul secara fisik dalam orientasi bangunan dan keselarasan antara makhluk hidup dan alam yang terlihat pada elevasi permukaan depan bangunan lebih tinggi dari permukaan belakang bangunan dan bangunan berdekatan dengan unsur alam (air, bukit/gunung, lembah/laut), serta secara non fisik dalam bentuk tata cara adat istiadat dan proses ritual kegamaan.

Gambar 5.7. Penerapan feng shui pada bangunan

!66 b. Konfusianisme

Konfusianisme merupakan salah satu kepercayaan yang banyak dianut oleh etnis Tionghoa dan ajarannya juga diterapkan dalam penentuan sustu bangunan yang ideal. Prinsip Konfusianisme mengarahkan manusia atau makhluk hidup harus dekat dengan elemen tanah agar mendapatkan kesejahteraan dan kemakmuran hidup. Dalam hal ini, penerapan prinsip Konfusianisme terlihat dengan adanya courtyard pada bangunan Tionghoa yang berfungsi sebagai masuknya energi (chi) dari alam ke dalam bangunan.

Energi alam berupa elemen kayu

Energi alam berupa elemen tanah

Gambar 5.8. Penerapan Konfusianisme pada courtyard rumah tradisional Cina Sumber : Donia , 2017

!67 5.2. Rumah Tjong A Fie

Rumah Tjong A Fie merupakan rumah seorang pengusaha Tionghoa yang bernama Tjong A Fie. Rumah tersebut telah berganti fungsi sebagai museum dan juga menjadi tempat wisata bersejarah kota Medan, Indonesia. Bangunan ini menjadi bangunan bergaya Tionghoa Peranakan yang merupakan hasil dari perpaduan budaya lokal dan budaya Tionghoa dengan ciri arsitektur yang mengikuti gaya arsitektur Cina Selatan.

5.2.1. Aspek Fisik a. Ruang Halaman Terbuka (Courtyard)

Arsitektur traditional Tionghoa memiliki karakteristik bentuk denah dan potongan yang orthogonal dengan struktur yang simetris. Rumah-rumah di Cina umumnya terdiri dari tempat tinggal utama yang diapit di kedua sisinya oleh dinding dan kamar-kamar yang lebih kecil untuk membentuk halaman tertutup.

Agar terciptanya keseimbangan terhadap alam ditunjukkan dengan adanya ruang halaman terbuka (courtyard) didalam bangunan. Rumah Tjong A Fie memiliki ruang halaman terbuka (courtyard) yaitu pada bagian tengah bangunan.

Ruang halaman terbuka (courtyard) pada Rumah Tjong A Fie mengikuti tipe si heyuan dimana ruang halamannya tidak terlalu luas dan bersifat privasi sebagai ruang netral yang berada ditengah-tengah bangunan sehingga tata layout bangunan berbentuk persegi panjang yang simetris dengan struktur hierarkis.

!68 Selain itu, ruang halaman terbuka ini berfungsi sebagai masuknya cahaya alami sebagai penerangan pada siang hari dan sirkulasi udara.

a) Courtyard bagian tengah; b) Courtyard bagian belakang

Gambar 5.9. Ruang halaman terbuka Rumah Tjong A Fie Sumber : Dokumentasi Pribadi

Layout orientasi antar ruang dari jalan menghadap ke arah barat daya dengan kemiringan sumbu aksis layout dan bangunan ±65° searah jarum jam dan pintu gerbang utama yang besar dengan rangkaian ornamen pintu bermaterial kayu dan terdapat dua patung singa di sisi kanan dan kiri pintu.

Gambar 5.10. Patung singa Rumah Tjong A Fie Sumber : Dokumentasi Pribadi

!69 Gambar 5.11. Layout ruang halaman terbuka Rumah Tjong A Fie Sumber : Observasi Peneliti terhadap Lokasi Penelitian

!70 b. Bentuk Atap yang Khas

Atap merupakan elemen arsitektur yang menjadi ciri khas yang kuat sebagai penanda gaya arsitektur suatu bangunan. Jenis atap ngang shan diketahui merupakan jenis atap yang berasal dari Cina Selatan. Rumah Tjong A Fie memiliki jenis atap ngang shan yang merupakan atap pelana yang sejajar dengan dinding sebagai penopang rangka atap.

Gambar 5.12. Tipe atap ngang shan pada Rumah Tjong A Fie Sumber : Dokumentasi Pribadi

Terbentuknya atap pelana yang melengkung pada bagian ujungnya (ngang shan) disebabkan oleh pembentukan atap yang menggunakan struktur kayu yang ditekan, dimana lengkungan atap dan kuda-kuda atap pelana ditopang oleh susunan tiang yang terhubung langsung dengan kuda-kuda atap. Atap pelana tersebut menyatu dengan dinding ampig pada sisi Barat Laut dan Tenggara. Ciri lainnya terlihat pada bentuk atap yang landai dan bidang yang cekung dengan material genteng tanah liat yang diberi glasir/warna.

!71 Gambar 5.13. Atap pelana dengan dinding ampig dan genteng berglasir pada Rumah Tjong A Fie Sumber : Dokumentasi Pribadi

Struktur atap yang terdapat pada bangunan Tjong A Fie menggunakan bentukan gunungan (bagian kerucut atas atap). Tipe gunungan atap rumah (Tabel

2.2) tersebut adalah tipe kayu dengan ornamen timbul yang berwujud dewa, serta bubungan atap (Tabel 2.3) yang geometris.

a b

a) Gunungan atap tipe kayu; b) Bubungan atap geometris

Gambar 5.14. Gunungan atap dan bubungan atap Rumah Tjong A Fie Sumber : Dokumentasi Pribadi

!72 c. Elemen Struktural Terbuka

Masyarakat Tionghoa dikenal ahli dalam berbagai macam keterampilan kerajinan benda termasuk dalam keahlian dibidang kontruksi menggunakan material kayu. Penggunaan konstruksi kayu dalam arsitektur Tionghoa merupakan ciri khas yang penting dalam struktur bangunan Cina. Rumah Tjong A Fie menerapkan elemen struktural terbuka pada bangunannya yang terlihat pada penggunaan kayu sebagai bagian dari struktur bangunan yang dijadikan sebagai penopang atap agar tidak memberikan beban pada dinding.

Penggunaan struktur rangka kayu pada rumah ini terlihat pada struktur atap dengan sistem braket dimana balok yang berbentuk persegi panjang (dou) berfungsi sebagai penopang susunan lengan kantilever (gong) yang berada di atasnya. Dalam hal ini, seluruh beban atap disalurkan pada balok dan kolom sehingga dinding bangunan hanya berfungsi sebagai pembatas ruang sesuai dengan prinsip arsitektur Tionghoa.

Gambar 5.15. Struktur dou-gong pada Rumah Tjong A Fie Sumber : Dokumentasi Pribadi

!73 Pada Rumah Tjong A Fie, sistem braket yang digunakan adalah tipe fukien yang menjadi sistem braket sederhana dengan hanya satu lengan kantilever yang menyangga gording dan dipasang langsung pada kolom sehingga tersusun satu arah yang mengarah ke tritisan.

Gambar 5.16. Sistem braket tipe fukien pada Rumah Tjong A Fie Sumber : Dokumentasi Pribadi

Pada braket gerbang utama dan teras diberi warna abu-abu dengan ornamen bunga peony yang melambangkan kemakmuran yang terdapat pada bagian kolom dan balok horisontal antar kolom. Tiang-tiang penyangga tersebut berbentuk persegi dengan material yang berasal dari batu. Sementara pada bagian dalam bangunan, braket diberi warna hijau dengan ornamen bunga peony dan bunga lotus yang melambangkan kesucian. Tiang-tiang penyangga tersebut berbentuk persegi dengan material yang berasal dari kayu.

Gambar 5.17. Ornamen bunga peony dan bunga lotus pada braket Rumah Tjong A Fie Sumber : Dokumentasi Pribadi

!74 d. Penggunaan Warna yang Khas

Kebudayaan Tionghoa sangat kental akan penggunaan warna yang mengandung makna simbolik didalamnya. Rumah Tjong A Fie menggunakan dominasi warna kuning dan hijau pada dinding dan tiang yang menjadi ciri khas warna yang terdapat pada bangunan Melayu. Disamping itu, warna yang terdapat di Rumah Tjong A Fie memiliki makna simbolik dalam arsitektur Tionghoa.

Warna kuning pada dinding melambangkan unsur tanah (Tu) yang mempunyai arti kekuatan dan kekuasaan, hal ini menggambarkan sosok Tjong A

Fie yang pada saat itu merupakan seorang tokoh yang berpengaruh dan memiliki kekuatan serta kekuasaan di kota Medan.

Gambar 5.18. Warna kuning pada dinding Rumah Tjong A Fie Sumber : Dokumentasi Pribadi

Selain itu, warna hijau pada kolom melambangkan unsur kayu (Mu) yang mempunyai arti panjang umur dan keabadian, dipercaya bahwa pengaruh dan sosok Tjong A Fie akan dikenang dan dikenal sepanjang masa.

!75 Gambar 5.19. Warna hijau pada bukaan dan tiang Rumah Tjong A Fie Sumber : Dokumentasi Pribadi

Penggunaan warna yang khas lainnya, terlihat pada material atap gerbang utama yang diberi warna merah yang diyakini memiliki arti keberuntungan yang dilambangkan dengan unsur api (Huo).

Gambar 5.20. Warna merah pada atap gerbang utama Rumah Tjong A Fie Sumber : Dokumentasi Pribadi

!76 5.2.2. Aspek Non Fisik a. Feng Shui

Feng shui dalam arsitektur Tionghoa merupakan salah satu metode dalam menentukan orientasi arah suatu bangunan maupun kota agar dapat seimbang dengan alam dan dapat menerima elemen energi (chi) dari alam yaitu air, api, tanah, angin dan api serta mendapatkan elemen celestial yaitu matahari dan langit.

Rumah Tjong A Fie menggunakan ilmu feng shui dalam menentukan orientasi arah dan letak bangunannya.

Gambar 5.21. Orientasi arah Rumah Tjong A Fie

Dalam hal ini, penerapan feng shui dapat dilihat pada posisi Rumah Tjong

A Fie yang menghadap ke arah Barat Daya yang diketahui memiliki arti kebijaksanaan, pengetahuan dan spiritual. Selain itu, penerapan feng shui pada

!77 rumah ini juga diterapkan dalam perletakkan tanaman yang ada pada halaman depan rumah yang menjadi unsur energi (chi) pada lokasi tersebut, dimana tanaman berfungsi sebagai pelindung rumah dari pengaruh energi negatif (sha chi) diluar rumah.

Gambar 5.22. Tanaman di halaman depan Rumah Tjong A Fie

Pintu utama bangunan berhadapan langsung dengan pintu pagar yang menghadap ke jalan berorientasi terhadap energi (chi). Selain itu, pintu utama rumah mempunyai bukaan ke arah dalam rumah yang menjadi salah satu unsur baik dalam ilmu feng shui.

Gambar 5.23. Pintu utama Rumah Tjong A Fie

!78 Tata layout Rumah Tjong A Fie berbentuk persegi panjang merupakan bentuk yang baik menurut ilmu feng shui, karena melambangkan bentuk utuh yang tidak menghilangkan bentuk sudut sehingga memberikan keseimbangan yang dapat menerima energi (chi) dari sembilan arah (Pa Kua) sama besar.

Kekayaan Popularitas Pernikahan

Keluarga Kesehatan Anak-anak

Pengetahuan Karir Royal

Gambar 5.24. Unsur Pa Kua pada Rumah Tjong A Fie Sumber : Dokumentasi Pribadi

!79 b. Konfusianisme

Konfusianisme adalah ilmu yang mempelajari tentang filosofi Tionghoa yang bertumpu pada pola pikir manusia terutama masyarakat Cina. Tokoh Tjong

A Fie yang dikenal sebagai sosok dermawan dan berjiwa sosial yang tinggi terhadap masyarakat dan lingkungan disekitarnya merupakan sifat baik yang diajarkan dalam ilmu Konfusianisme. Sifatnya yang dermawan tersebut membuatnya memperoleh kesejahtraan dalam hidup dan kedamaian di dalam rumahnya. Bukti kebaikannya dapat ditemukan dalam surat wasiat di beranda rumah yang Tjong A Fie tulis mengenai bantuan santunan dan sedekah bagi orang yang membutuhkan tanpa memandang golongan atau derajat orang tersebut yang menjadi dasar terbentuknya yayasan Tjong A Fie Memorial Institute.

a) Surat pemberian dana untuk Tropen Museum oleh Tjong A Fie; b) Surat wasiat Tjong A Fie

Gambar 5.25. Penerapan ilmu Konfusianisme Tjong A Fie Sumber : Dokumentasi Pribadi

!80 Selain itu, prinsip Konfusius dalam arsitektur Tionghoa dapat terlihat dengan adanya courtyard (Gambar 5.9) yang berada ditengah layout Rumah

Tjong A Fie. Courtyard tersebut menjadi sarana masuknya energi (chi) dari alam menuju sisi dalam bangunan secara merata. Hal ini sesuai dengan ajaran

Konfusius yaitu mengajarkan apabila manusia dekat dengan tanah atau bumi maka akan lebih mudah dalam memperoleh kesejahteraan hidup.

5.3. Rumah Cheong Fatt Tze

Rumah Cheong Fatt Tze merupakan rumah seorang politikus dan pengusaha Tionghoa yang bernama Cheong Fatt Tze. Rumah tersebut telah berganti fungsi sebagai museum dan juga menjadi tempat wisata bersejarah kota

Penang, Malaysia. Bangunan ini menjadi bangunan bergaya Tionghoa Peranakan yang merupakan hasil dari perpaduan budaya lokal dan budaya Tionghoa dengan ciri arsitektur yang mengikuti gaya arsitektur Cina Selatan.

5.3.1. Aspek Fisik a. Ruang Halaman Terbuka (Courtyard)

Penerapan ruang halaman terbuka (courtyard) didalam bangunan tersebut diketahui berhubungan dengan kepercayaan masyarakat Tionghoa terhadap keseimbangan alam. Rumah Cheong Fatt Tze memiliki ruang halaman terbuka

(courtyard) yang sama dengan arsitektur Cina Selatan, yaitu tipe si heyuan dimana terdapat ruang halaman terbuka (courtyard) ber-layout persegi yang

!81 sempit ditengah-tengah bangunan dan juga yang sempit memanjang di bagian belakang bangunan.

a) Courtyard bagian tengah; b) Courtyard bagian belakang

Gambar 5.26. Ruang halaman terbuka Rumah Cheong Fatt Tze Summer : Dokumentasi Pribadi

!82 Ruang halaman terbuka pada Rumah Cheong Fatt Tze menjadi ruang yang bersifat privasi dan sebagai ruang netral yang terhubung antara sisi-sisi ruangan sehingga tata layout bangunan berbentuk persegi panjang yang simetris dengan struktur hierarkis. Ruang halaman terbuka pada rumah Cheong Fatt Tze selain berfungsi sebagai masuknya cahaya alami untuk penerangan pada siang hari dan sirkulasi udara, juga menjadi sarana sosial dan berinteraksi dengan keluarga.

Ruang Halaman Terbuka

Gambar 5.27. Layout ruang halaman terbuka Rumah Cheong Fatt Tze Sumber : Dokumentasi Pribadi

!83 Layout orientasi antar ruang dari arah jalan raya menghadap ke arah tenggara-barat laut dengan kemiringan sumbu aksis layout dan bangunan 0°.

Letak pintu gerbang utama (damen) di sisi kiri layout. Elevasi ketinggian permukaan lantai bangunan utama berjarak ± 16 cm dari level ketinggian permukaan lantai halaman.

Gambar 5.28. Pintu gerbang utama Rumah Cheong Fatt Tze Sumber : Wahida, 2013

b. Bentuk Atap yang Khas

Bangunan arsitektur Tionghoa Peranakan diketahui menggunakan bentuk atap pelana yang melengkung pada bagian ujungnya yang disebut sebagai ngang shan. Rumah Cheong Fatt Tze memiliki jenis atap yang serupa dengan Rumah

Tjong A Fie yaitu atap ngang shan yang berarti atap pelana sejajar dinding (flush gable roof). Hal ini dikarenakan bentuk atap pada kedua bangunan tersebut mengikuti bentukan atap bangunan dari Cina Selatan.

!84 Gambar 5.29. Tipe atap ngang shan pada Rumah Cheong Fatt Tze Sumber : Dokumentasi Pribadi

Atap pada Rumah Cheong Fatt Tze merupakan atap pelana yang sejajar dinding bangunan dimana bentuk atapnya melengkung dibagian ujung yang disebabkan oleh tekanan pada struktur kayu atap. Atap pelana tersebut berbentuk cekung dan landai serta menyatu dengan dinding ampig dibagian ujung atap yang sejajar dengan dinding bangunan. Atap bangunan ini bermaterial genteng tanah liat yang diberi warna hijau pada atap gerbang utama dan warna coklat pada atap bangunan. Selain itu, ornamen berbentuk yanwei atau ekor walet terdapat pada

!85 atap gerbang utama yang menjadi penanda suatu rumah yang dimiliki oleh kalangan pejabat Tionghoa.

Gambar 5.30. Atap berbentuk ekor walet (yanwei) pada

Rumah Cheong Fatt Tze

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Tipe gunungan atap (Tabel 2.2) pada Rumah Cheong Fatt Tze adalah tipe gable v terbalik atau tipe tanah dengan ornamen berukiran naga dan sekelompok hewan lainnya, serta bubungan atap (Tabel 2.3) berbentuk geometris.

!86 a b

a) Gunungan atap tipe tanah; b) Bubungan atap tipe geometris

Gambar 5.31. Gunungan atap dan bubungan atap Rumah Cheong Fatt Tze Summer : Dokumentasi Pribadi

c. Elemen Struktural Terbuka

Karakteristik yang menonjol pada struktur arsitektur Tionghoa terdapat pada kerangka struktural penyangga atap (dou-gong) yang fungsional dengan membiarkan bagian-bagian struktur elemen terekspos. Rumah Cheong Fatt Tze menerapkan elemen struktural terbuka hanya sebagai hiasan bangunan. Dalam hal ini, dapat diamati pada bagian kolom selasar bangunan terlihat menggunakan material kayu sebagai bagian dari struktur bangunan yang dijadikan sebagai

!87 penopang atap agar tidak memberikan beban pada dinding (struktur dou-gong) namun penggunaannya hanya sebagai hiasan.

Gambar 5.32. Kolom pada selasar Rumah Cheong Fatt Tze Sumber : Dokumentasi Pribadi

Meskipun tetap mempertahankan unsur karakteristik yang ada, dimana terdapat bentukan sistem braket sederhana yaitu tipe fukien yang terdiri dari lengan kantilever berjumlah satu susunan yang diletakkan diatas kolom dan juga menopang gording yang berperan sebagai konsol yang tersusun satu arah mengarah ke tritisan, namun penggunaan sistem braket pada Rumah Cheong Fatt

Tze tersebut telah kehilangan fungsi strukturalnya dan hanya menjadi hiasan.

Tiang yang terdapat pada gerbang utama dan tiang bagian teras berbentuk persegi bermaterial batu, sementara tiang yang terdapat di dalam bangunan berbentuk bulat bermaterial kayu.

!88 Gambar 5.33. Sistem braket tipe fukien pada Rumah Cheong Fatt Tze sebagai hiasan Sumber : Dokumentasi Pribadi d. Penggunaan Warna yang Khas

Warna dalam kebudayaan Tionghoa berkaitan erat dengan kepercayaan akan spiritual yang menjadi penentu baik atau buruknya suatu hal. Rumah Cheong

Fatt Tze dikenal dengan nama The Blue House Mansion yang berarti warna rumah ini di dominasi oleh warna biru. Pada awalnya, rumah tersebut akan diberi warna putih oleh pekerjanya namun tidak disetujui oleh Cheong Fatt Tze dan diberi warna biru sesuai dengan permintaan Cheong Fatt Tze.

Dalam kebudayaan Tionghoa, warna biru merupakan warna yang negatif.

Penggunaan warna pada Rumah Cheong Fatt Tze diketahui memiliki tujuan tersendiri bagi si pemilik rumah tersebut. Keseluruhan dinding bangunannya dipenuhi oleh warna biru indigo yang diketahui merupakan warna kesukaan

Cheong Fatt Tze dan dalam ilmu feng shui warna tesebut memiliki pengaruh positif bagi dirinya dan juga memberikan kesejukan dalam ruangan yang berada di ilklim tropis.

a b !89 a b

a) Warna biru pada dinding; b) Warna hijau pada tiang

Gambar 5.34. Warna biru pada dinding dan warna hijau pada Rumah Cheong Fatt Tze Sumber : Dokumentasi Pribadi

Sedangkan warna hijau muda pada kolom bangunan tidak memiliki arti khusus, namun dalam ilmu arsitektur Tionghoa warna hijau tersebut melambangkan unsur kayu (mu) yang berarti kekuatan dan vitalitas yang diketahui sesuai dengan posisi status Cheong Fatt Tze pada saat itu. Sementara, pada atap gerbang utama penggunaan warna hijau menandakan pertumbuhan dan kehidupan yang makmur.

Gambar 5.35. Warna hijau pada atap gerbang utama Rumah Cheong Fatt Tze Sumber : Dokumentasi Pribadi

!90 5.3.2. Aspek Non Fisik a. Feng Shui

Feng shui arsitektur Tionghoa adalah hubungan keseimbangan antara manusia dan alam dimana feng shui mengikuti filosofi yin yang yang berarti keseimbangan antara negatif dan positif. Rumah Cheong Fatt Tze menerapkan ilmu feng shui dalam menentukan orientasi dan poses bangunannya. Hal ini dapat dilihat pada letak Rumah Cheong Fatt Tze yang berorientasi ke arah Tenggara yang melambangkan unsur keberuntungan, kemakmuran dan keharmonisan dalam rumah tangga.

Gambar 5.36. Orientasi arah Rumah Cheong Fatt Tze

!91 Gambar 5.37. Tanaman di halaman Rumah Cheong Fatt Tze sebagai penghalang energi negatif Sumber : Dokumentasi Pribadi

Selain itu, terdapat tanaman pada halaman depan rumah yang dipercaya sebagai penghalang energi negatif (sha chi) dari luar yang berusaha masuk ke dalam rumah. Cheong Fatt Tze juga menempatkan beberapa tanaman di halaman tengah (courtyard) dengan ruangan terbuka agar penghuni dapat bersatu dengan alam.

!92 Kekayaan Popularitas Pernikahan

Keluarga Kesehatan Anak-anak

Pengetahuan Karir Royal

Gambar 5.38. Unsur Pa Kua pada Rumah Cheong Fatt Tze Sumber : Observasi Peneliti terhadap Lokasi Penelitian

Bentuk layout bangunan yang berbentuk persegi menjadi tolak ukur baiknya perencanaan feng shui karena dinilai memberikan keseimbangan terhadap energi (chi) yang diterima dari delapan arah (Pa Kua) yang sama besar didalam ruangan dimana unsur kehidupan menjadi tolak ukur di setiap ruang.

Letak Rumah Cheong Fatt Tze yang bersandar pada bukit dibelakangnya memberikan unsur stabil pada lingkungan dan berdekatan dengan laut dianggap sebagai keberuntungan, karena air laut yang mengalir dan bersih dapat menarik unsur energi (chi) yang baik. Aliran air dalam ilmu feng shui disebut sebagai naga air. Elevasi rumah terlihat semakin tinggi ke bagian belakang rumah disebabkan

!93 posisi rumah yang membelakangi bukit dan menghadap ke laut dapat memberikan pengaruh keseimbangan alam dan menarik unsur energi.

Gambar 5.39. Air laut memberikan energi (Chi) pada Rumah Cheong Fatt Tze

b. Konfusianisme

Prinsip Konfusius yang diterapakan dalam arsitektur Tionghoa yaitu apabila manusia dekat dengan tanah atau bumi maka akan lebih mudah dalam memperoleh kesejahteraan hidup. Rumah Cheong Fatt Tze menerapkan prinsip

Konfusius yang diterapkan melalui penggunaan ruang halaman terbuka atau courtyard (Gambar 5.25) yang memberikan jalan masuk bagi energi (chi) dari alam ke dalam bangunan.

!94 Ruang halaman terbuka yang terletak ditengah-tengah ruangan ini menjadikan energi (chi) dapat tersebar dengan baik secara merata. Keberadaan ruang halaman terbuka pada Rumah Cheong Fatt Tze didasari oleh prinsip

Konfusius yang mengajarkan manusia untuk dekat dengan elemen tanah agar memperoleh kesejahteraan dan kemakmuran dalam hidup.

5.4. Analisis Arsitektural Rumah Tjong A Fie dan Rumah Cheong Fatt Tze

Suatu bangunan dapat dikatakan menerapkan arsitektur Tionghoa apabila bangunan tersebut memiliki beberapa ciri khas yang sesuai dengan kaidah arsitektur Tionghoa. Di Cina, penerapan arsitektur Tionghoa memiliki beberapa ciri khas pada wilayahnya masing-masing. Penyebaran arsitektur Tionghoa yang terdapat di wilayah Nusantara (Indonesia) dan Malaya Britania (Malaysia dan

Singapura) diketahui sesuai dengan karakteristik arsitektural di Cina Selatan.

Rumah Tjong A Fie dan Rumah Cheong Fatt Tze dinilai membawa ciri khas arsitektural Cina Selatan ke dalam bangunannya masing-masing. Diketahui karakteristik arsitektur Cina Selatan tersebut datang dari pemiliki kedua bangunan

(Tjong A Fie dan Cheong Fatt Tze) yang berasal dari Cina Selatan.

Arsitektur Tionghoa yang terdapat di Cina bagian Selatan memiliki beberapa ciri khas yang berbeda dengan arsitektur Tionghoa yang terdapat di wilayah lainnya. Ciri khas tersebut diklasifikasikan berdasarkan dua aspek yaitu aspek fisik dan aspek non fisik. Analisis arsitektural mengenai karakteristik

!95 arsitektur Tionghoa yang dibawa dari karakteristik bangunan di Cina Selatan diterapkan pada Rumah Tjong A Fie dan Rumah Cheong Fatt Tze ditinjau menjadi dua aspek, yaitu aspek fisik dan aspek non fisik.

5.4.1. Analisis Aspek Fisik

Rumah Tjong A Fie (Indonesia) dan Rumah Cheong Fatt Tze (Malaysia) merupakan bangunan bergaya arsitektur Tionghoa yang berdiri pada abad ke-20.

Kedua bangunan tersebut diketahui memiliki kesamaan ciri empat aspek fisik dengan bangunan yang terdapat di Cina Selatan. Hal ini dapat terlihat dengan adanya ruang halaman terbuka (courtyard) dengan ukuran layout yang cenderung sempit dan sederhana (si heyuan) pada kedua bangunan tersebut. Dalam penerapannya, jika pada bangunan Tionghoa ruang utama menghadap ke arah selatan, namun pada Rumah Tjong A Fie dan Rumah Cheong Fatt Tze arah ruang utama tidak menghadap ke arah Selatan. Pada Rumah Tjong A Fie, ruang utama menghadap ke arah Barat Daya yang disebabkan oleh keterbatasan lahan dengan kawasan permukiman padat penduduk dan posisi lahan yang sejajar dengan arah barat daya. Sementara pada Rumah Cheong Fatt Tze, ruang utama menghadap ke arah Tenggara yang disebabkan oleh posisi lahan yang sejajar dengan arah

Tenggara. Selain itu, kedua bangunan tersebut memiliki bentukan atap pelana yang sejajar dinding (ngang shan) dengan bentuk cekung dan landai, dimana sudut massa kemiringan atap berukuran ±35° dari titik tumpu atap.

!96 Arsitektur Tionghoa dikenal dengan strukturalnya yang unik dan kompleks yang terlihat pada struktur berupa konstruksi kayu yang terdiri dari susunan balok kecil yang menjadi penyangga atap (dou-gong). Pada Rumah Tjong A Fie, struktur dou-gong (Gambar 5.17) menggunakan sistem braket sederhana dengan satu lengan kantilever yang ditancapkan langsung pada kolom (fukien). Hal ini juga terdapat pada Rumah Cheong Fatt Tze, dimana struktur dou-gong menerapkan sistem braket sederhana (Gambar 5.32), namun akibat dari restorasi pada tahun 2000 menjadikan penggunaannya hanya sebagai hiasan. Penggunaan warna juga menjadi salah satu hal yang penting, dimana umumnya bangunan

Tionghoa memberi warna pada material dan dinding sebagai simbolik dan memiliki makna pada tiap warnanya. Pada Rumah Tjong A Fie, warna memiliki arti khusus berdasarkan kebudayaan Tionghoa, sementara pada Rumah Cheong

Fatt Tze penerapan warna berdasarkan kepercayaan dan kebudayaan Tionghoa telah hilang dimana warna pada bangunan tidak memiliki arti khusus dalam simbolik Tionghoa, namun memiliki maksut tersendiri bagi pemiliknya.

Berdasarkan kajian diatas, arsitektur Tionghoa dari segi aspek fisik yang ditemukan pada kedua bangunan tersebut dinilai masih kental dengan kebudayaan dari Cina Selatan. Berikut ini, analisis perbandingan aspek fisik pada Rumah

Tjong A Fie dengan bangunan di Cina Selatan yang dirangkum melalui tabel analisis kesesuaian.

!97 Tabel 5.1. Analisis kesesuaian aspek fisik berdasarkan karakteristik bangunan di Cina Selatan

Karakteristik Arsitektural Rumah Tjong A Rumah Cheong Bangunan di Cina Selatan Fie Fatt Tze Aspek Keterangan Ya Tidak Ya Tidak Fisik Denah bangunan tipe si ✓ ✓ heyuan Ruang courtyard ✓ ✓ bersifat privat Ruang Halaman Layout ruang utama Terbuka menghadap ke arah ✗ ✗ (Courtyard) selatan Memiliki elevasi ✓ ✓ Anak tangga berjumlah ✗ ✓ ganjil Bentuk atap ngang shan ✓ ✓ Atap berbentuk cekung ✓ ✓ dan landai Menggunakan salah satu ✓ ✓ jenis gunungan atap Bentuk Menggunakan salah satu ✓ ✓ Atap yang tipe bubungan atap Khas Menerapkan bentukan ornamen yanwei (ekor ✗ ✓ burung walet) Atap berwarna terang (merah, kuning, hijau, ✓ ✓ biru) Elemen Menerapkan sistem Struktural ✓ ✓ struktur dou-gong Terbuka

!98 Karakteristik Arsitektural Rumah Tjong A Rumah Cheong Bangunan di Cina Selatan Fie Fatt Tze Aspek Keterangan Ya Tidak Ya Tidak Fisik Menggunakan material kayu pada struktur dou- ✓ ✓ Elemen gong Struktural Terbuka Menggunakan sistem braket fukien pada ✓ ✓ struktur dou-gong Penggunaan warna memiliki makna ✓ ✗ Warna yang simbolik Khas Material atap memiliki ✓ ✓ warna terang

Keterangan :

• ✓ : menyatakan karakteristik arsitektur Tionghoa yang diterapkan

• ✗ : menyatakan karakteristik arsitektur Tionghoa yang tidak diterapkan

5.4.2. Analisis Aspek Non Fisik

Masyarakat Tionghoa memiliki prinsip-prinsip terhadap suatu kepercayaan religi atau ajaran leluhur yang tumbuh dan berkembang pada masyarakat

Tionghoa. Pada dasarnya kepercayaan tersebut berasal dari pikiran, akal budi, dan adat istiadat yang bersifat kekeluargaan tanpa adanya unsur Ketuhanan sehingga kegiatannya lebih fokus pada aplikasi nilai-nilai moral dan hubungan sebab-akibat di dalam kehidupan manusia. Kepercayaan inilah yang dibawa oleh masyarakat

Tionghoa ke dalam arsitektur Tionghoa yang muncul secara non fisik.

!99 Rumah Tjong A Fie dan Rumah Cheong Fatt Tze menerapkan beberapa aspek non fisik yang serupa dengan bangunan di Cina Selatan berdasarkan karakteristik arsitektural bangunan di Cina Selatan. Hal ini terlihat dengan diterapkannya prinsip Konfusianisme pada Rumah Tjong A Fie dan Rumah

Cheong Fatt Tze, dimana kedua bangunan tersebut memiliki courtyard yang berada ditengah layout tersebut menjadi sarana masuknya energi (chi) dari alam menuju sisi dalam bangunan secara merata. Hal ini sesuai dengan ajaran

Konfusius yaitu mengajarkan manusia dekat dengan tanah atau bumi maka akan lebih mudah dalam memperoleh kesejahteraan hidup.

Masyarakat Tionghoa juga tidak terlepas dari prinsip feng shui yang masih diterapkan hingga saat ini sebagai pedoman dalam menciptakan keharmonisan kehidupan dengan alam. Ajaran ini diyakini mampu memberikan keberuntungan dan kebaikan dalam kehidupan manusia sehingga dimanapun masyarakat

Tionghoa tinggal, prinsip ini tetap dipertahankan dengan baik. Tokoh Tjong A Fie dan Cheong Fatt Tze diketahui membawa prinsip feng shui ke dalam bangunan mereka, terlihat pada posisi Rumah Tjong A Fie dan Rumah Cheong Fatt Tze yang mempertimbangkan orientasi bangunan dan juga tata layout yang didesain simetris dengan mempertimbangkan pengaruh alam terhadap manusia di dalam bangunan. Pada posisi Rumah Tjong A Fie yang menghadap ke arah Barat Daya diketahui memiliki arti kebijaksanaan, pengetahuan dan spiritual, sementara pada posisi Rumah Cheong Fatt Tze yang berorientasi ke arah Tenggara melambangkan

!100 unsur keberuntungan, kemakmuran dan keharmonisan dalam rumah tangga. Tata layout Rumah Tjong A Fie berbentuk persegi panjang, sementara tata layout

Rumah Cheong Fatt Tze berbentuk persegi. Bentuk persegi dan persegi panjang dinilai menjadi bentuk yang baik menurut ilmu feng shui, karena melambangkan bentuk utuh yang tidak menghilangkan bentuk sudut sehingga memberikan keseimbangan yang dapat menerima energi (chi) dari delapan arah (Pa Kua) sama besar. Perletakkan tanaman yang ada pada halaman depan rumah pada kedua bangunan diyakini berfungsi sebagai pelindung rumah dari pengaruh energi negatif (sha chi) diluar rumah.

Berdasarkan kajian diatas, arsitektur Tionghoa dari segi aspek non fisik yang ditemukan pada kedua bangunan tersebut dinilai masih diterapkan dengan baik sesuai dengan karakteristik arsitektural non fisik yang ada di Cina Selatan.

Berikut ini analisis perbandingan aspek non fisik pada Rumah Tjong A Fie dengan bangunan di Cina Selatan yang dirangkum melalui tabel analisis kesesuaian.

Tabel 5.2. Analisis kesesuaian aspek non fisik berdasarkan karakteristik bangunan di Cina Selatan

Karakteristik Arsitektural Rumah Tjong A Rumah Cheong Bangunan di Cina Selatan Fie Fatt Tze Aspek Non Keterangan Ya Tidak Ya Tidak Fisik Menerapkan ilmu feng Feng shui shui dengan orientasi ✓ ✓ arah rumah yang baik

!101 Karakteristik Arsitektural Rumah Tjong A Rumah Cheong Bangunan di Cina Selatan Fie Fatt Tze Aspek Non Keterangan Ya Tidak Ya Tidak Fisik Memiliki tanaman pada ✓ ✓ halaman rumah Fasad depan bangunan menghadap ke dataran ✗ ✗ kosong Tata layout bangunan berbentuk persegi atau ✓ ✓ persegi panjang Elevasi permukaan depan bangunan lebih ✗ ✗ Feng shui tinggi dari permukaan belakang bangunan Berdekatan dengan unsur alam (air, bukit/ ✗ ✓ gunung, lembah/laut) Terdapat unsur Pa Kua ✓ ✓ Atap memiliki ornamen ✓ ✓ binatang Terdapat ornamen pada ✓ ✓ struktur dou-gong Penerapan courtyard Konfusianis berdasarkan ilmu ✓ ✓ me Konfusianisme

Keterangan :

• ✓ : menyatakan karakteristik arsitektur Tionghoa yang diterapkan

• ✗ : menyatakan karakteristik arsitektur Tionghoa yang tidak diterapkan

!102 BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, Rumah Tjong A Fie dan Rumah Cheong

Fatt Tze menerapkan karakteristik arsitektur tradisional Tionghoa yang berasal dari Cina Selatan. Karakteristik arsitektur Tionghoa dari Cina Selatan terlihat dengan adanya aspek fisik yang meliputi ruang halaman terbuka/courtyard, bentuk atap yang khas, elemen struktural terbuka dan penggunaan warna yang khas, serta aspek non fisik yang terlihat dennen adanya kebudayaan tradisional

Tionghoa yang terdapat di Cina Selatan yang meliputi feng shui dan

Konfusianisme.

Persamaan aspek fisik dalam karakteristik arsitektur dan desain yang terdapat pada Rumah Tjong A Fie dan Rumah Cheong Fatt Tze dengan karakteristik arsitektur dan desain yang terdapat pada bangunan di Cina Selatan, diantaranya sebagai berikut.

• Adanya ruang halaman terbuka (courtyard). Pada Rumah Tjong A Fie, ruang

halaman terbuka tipe si heyuan dengan denah bangunan simetris dimana layout

bangunan berbentuk persegi panjang. Halaman ini bersifat privat dengan fungsi

sebagai tempat berkumpul dan bersosialisasi keluarga, serta sebagai tempat

menjamu tamu yang datang. Sementara pada Rumah Cheong Fatt Tze, ruang

!103 halaman terbuka tipe si heyuan dengan denah bangunan simetris dimana layout

bangunan berbentuk persegi. Halaman pada rumah ini juga bersifat privat

dengan fungsi yang sama.

• Adanya bentuk atap yang khas. Rumah Tjong A Fie dan Rumah Cheong Fatt

Tze menggunakan atap tipe ngang shan yang berarti atap pelana sejajar dengan

dinding dan tersusun lurus searah teritisan. Kedua bangunan tersebut memiliki

atap berbentuk cekung dan landai, dimana atap ditopang oleh susunan tiang

yang terhubung dengan kuda-kuda atap dan sudut kemiringan massa atap

bangunan ±35°. Pada Rumah Tjong A Fie, tipe gunungan atap pada rumah ini

adalah tipe kayu dengan ornamen timbul berwujud dewa. Sementara pada

Rumah Cheong Fatt Tze, tipe gunungan atap pada rumah ini adalah tipe tanah

dengan ornamen ukir berwujud naga. Selain itu, persamaan lainnya terlihat

dimana kedua bangunan tersebut menggunakan bubungan atap tipe geometris.

Atap kedua bangunan juga diberi warna terang seperti warna merah pada atap

gerbang utama Rumah Tjong A Fie dan warna hijau pada atap gerbang utama

Rumah Cheong Fatt Tze.

• Adanya elemen struktural terbuka. Rumah Tjong A Fie dan Rumah Cheong Fatt

Tze menggunakan struktur rangka atap dengan sistem braket dimana balok yang

berbentuk persegi panjang (dou) berfungsi sebagai penopang susunan lengan

kantilever (gong) yang berada di atasnya atau yang disebut dengan struktur dou-

gong. Selain itu, rangka atap pada kedua bangunan bermaterial kayu yang diberi

penekanan pada bagian ujungnya sehingga membentuk ujung atap yang meliuk

!104 dengan sistem braket fukien yaitu braket sederhana dengan hanya satu lengan

kantilever yang menyangga gording dan dipasang langsung pada kolom

sehingga tersusun satu arah yang mengarah ke teritisan.

• Adanya warna yang khas. Pada Rumah Tjong A Fie, warna dianggap memiliki

makna simbolik, dimana warna kuning dan hijau pada rumah tersebut memiliki

makna baik berdasarkan kepercayaan masyarakat Tionghoa. Selain itu, makna

simbolik dapat terlihat pada bagian atap gerbang utama Rumah Tjong A Fie

yang diberi warna merah dan juga pada bagian atap gerbang utama Rumah

Cheong Fatt Tze yang diberi warna hijau.

Persamaan aspek non fisik dalam karakteristik arsitektur dan desain yang terdapat pada Rumah Tjong A Fie dan Rumah Cheong Fatt Tze dengan karakteristik arsitektur dan desain yang terdapat pada bangunan di Cina Selatan, diantaranya sebagai berikut.

• Adanya penerapan feng shui. Pada Rumah Tjong A Fie, penerapan feng shui

terlihat pada orientasi bangunan menghadap ke Barat Daya yang memiliki

makna kebijaksanaan dengan denah bangunan berbentuk persegi panjang

simetris dan layout bangunan memiliki sembilan unsur Pa Kua. Pada atap

Rumah Tjong A Fie terdapat ornamen naga pada atap gerbang utama dengan

bubungan atap geometris dan juga braket pada gerbang utama dan teras terdapat

ornamen bunga peony, sementara braket dalam bangunan memiliki ornamen

bunga peony dan bunga lotus. Sementara pada Rumah Cheong Fatt Tze,

!105 orientasi bangunan menghadap ke Tenggara yang memiliki makna kemakmuran

dengan denah bangunan berbentuk persegi simetris dan layout bangunan

memiliki sembilan unsur Pa Kua. Pada Rumah Cheong Fatt Tze terdapat

ornamen burung walet pada atap gerbang utama dengan bubungan atap

geometris dan juga terdapat braket pada gerbang utama dan dalam bangunan

dengan ornamen bunga peony. Posisi bangunan Cheong Fatt Tze dianggap baik

menurut feng shui, karena berdekatan dengan laut dari arah Timur Laut.

Penerapan feng shui lainnya terlihat pada tanaman di halaman depan sebagai

pelindung rumah dari energi negatif (sha chi) pada Rumah Tjong A Fie dan

Rumah Cheong Fatt Tze.

• Adanya penerapan ilmu Konfusianisme. Rumah Tjong A Fie dan Rumah

Cheong Fatt Tze menerapkan prinsip Konfusianisme yang terlihat pada

keberadaan courtyard yang menjadi sarana masuknya energi (chi) dari alam

menuju sisi dalam bangunan secara merata. Hal ini, didasari oleh prinsip

Konfusius yang mengajarkan manusia untuk dekat dengan elemen tanah agar

memperoleh kesejahteraan dan kemakmuran dalam hidup.

Perbedaan aspek fisik karakteristik arsitektur dan desain yang terdapat pada Rumah Tjong A Fie dan Rumah Cheong Fatt Tze dengan karakteristik arsitektur dan desain yang terdapat pada bangunan di Cina Selatan, diantaranya sebagai berikut.

!106 • Pada bangunan Rumah Tjong A Fie, layout ruang utama tidak menghadap ke

arah Selatan melainkan menghadap ke arah Barat Daya dengan kemiringan

sumbu aksis layout bangunan ±65° searah jarum jam. Pada layout, terdapat

elevasi namun dengan anak tangga berjumlah genap. Tidak diterapkan

penggunakan ornamen atap berbentuk yanwei atau ekor burung walet, dimana

Bentuk atap sejajar pada bubungan dengan ornamen naga.

• Pada bangunan Rumah Cheong Fatt Tze layout ruang utama tidak menghadap

ke arah Selatan melainkan menghadap ke arah Tenggara dengan kemiringan

sumbu aksis layout bangunan ±0°. Tidak diterapkan sistem struktur dou-gong

dengan material kayu seperti bangunan Tionghoa kuno dan juga penggunaan

warna yang tidak memiliki makna simbolik khusus. Selain itu, penggunaan

warna dominan memiliki tidak makna simbolik, dimana warna biru pada

dinding dan hijau muda pada tiang-tiang rumah tersebut memiliki makna

tersendiri bagi pemilik awal rumah.

Perbedaan aspek non fisik karakteristik arsitektur dan desain yang terdapat pada Rumah Tjong A Fie dan Rumah Cheong Fatt Tze dengan karakteristik arsitektur dan desain yang terdapat pada bangunan di Cina Selatan tersebut terlihat pada penerapan feng shui bangunan Rumah Tjong A Fie dan Rumah

Cheong Fatt Tze, fasad depan bangunan tidak menghadap ke dataran kosong melainkan berhadapan langsung dengan pintu pagar yang menghadap ke jalan dan permukiman. Selain itu, permukaan lantai pada kedua bangunan tersebut memiliki

!107 bagian depan dan belakang hampir sama tinggi, hal ini tentunya tidak sesuai dengan ciri yang ada pada prinsip feng shui.

Dari hasil analisa perbandingan, Rumah Tjong A Fie dan Rumah Cheong

Fatt Tze memiliki persamaan dari karakteristik desain yang terdapat di Cina

Selatan yang merupakan gambaran bahwa masyarakat Tionghoa mampu mempertahankan kebudayaan dan ajaran leluhur yang diterapkan secara turun temurun ke dalam arsitektur Tionghoa yang diterapkan dan terjaga pada kedua bangunan tersebut. Selain itu, hasil analisa perbandingan menunjukkan perbedaan dari karakteristik desain pada Rumah Tjong A Fie dan Rumah Cheong Fatt Tze merupakan gambaran bahwa adanya faktor lingkungan, iklim dan kebudayaan lokal memberikan pengaruh terhadap bangunan baik dari perubahan bentuk, elemen struktur dan material.

6.2. Saran

Untuk penelitian berikutnya yang terkait dengan arsitektural Tionghoa dapat mengkaji salah satu aspek secara khusus baik aspek fisik berupa organisasi ruang, elemen bukaan, ciri struktural atau ornamen-ornamen yang terdapat pada bangunan tradisional Tionghoa maupun aspek non fisik berupa terapan kehidupan sosial budaya etnis Tionghoa.

!108 DAFTAR PUSTAKA

Bruun, Ole, 2008. An Introduction to Feng Shui, Cambridge University Press,

New York

Carey, Peter. 1985. Masyarakat Jawa dan Masyarakat China. Pustaka Azet,

Jakarta

Christyawaty, Eny, 2011. Rumah Tinggal Tjong A Fie: Akulturasi dalam

Arsitektur Bangunan pada Akhir Abad Ke-19 di Kota Medan, Berkala

Arkeologi Sangkhakala Vol. XIV No. 27/2011

Djin Su, Gin., 1964. Chinese Architecture, Last and Contemporer. The Sinpoh

Amalgamated Ltd, Hongkong

Handinoto, 2008. Perkembangan Bangunan Etnis Tionghoa di Indonesia (Akhir

Abad Ke-19 Sampai Tahun 1960-an). Prosiding Simposium Nasional Arsitektur

Vernakular 2. Petra Christian University, Surabaya

Handinoto, 2009. Peranakan Tionghoa Indonesia: Sebuah Perjalanan Budaya.

Intisari Mediatama, Jakarta

Handinoto dan Samuel Hartono, 2011. Pengaruh Pertukangan Cina pada

Bangunan Mesjid Kuno di Jawa Abad 15–16. Dimensi Teknik Arsitektur

Vol. 35, No. 1: 23 – 40

Hidajat, Z., M., 1972. Masyarakat dan Kebudayaan Cina di Indonesia. Bandung:

Tarsito, 1977, hlm. 112

Moedjiono, 2011. Ragam Hias dan Warna sebagai Simbol dalam Arsitektur Cina.

Undip, Semarang

!109 Moleong, 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakaarya,

Bandung

Khol, David G., 1984. Chinese Architecture In The Straits Settlements and

Western Malaya: Temples Kongsis and Houses, Heineman Asia, Kuala

Lumpur. Archipel. Volume 33, 1987. p. 185

Li, Xiao Dong, 2002. The Aesthetic of the Absent the Chinese Conception of

Space. Journal of Architecture, E & FN Spon Ltd., London

Lin Lee Loh-Lim, 2002. The Blue Mansion: The Story of Mandarin. Splendour

RebornL'Plan Sdn Bhd, Malaysia

Knapp, R.G., 2000. China’s old dwellings. Honolulu: University of Hawai’i

Press

Knapp, R.G., 2005a. Chinese Houses: The Architectural Heritage Of A Nation.

North Clarendon, VT: Tuttle Publishing

Knapp, R. G., 2009. Courtyard Houses (Siheyuan). In Linsun Cheng, et al. (Eds.),

Berkshire Encyclopedia of China, pp. 508–511

Knapp, R.G., 2012. The Peranakan Chinese Home: Art and Culture in Daily

Life. Turtle, Singapura

Pan, Dehua., 2004. Dougong. Nanjing: Southeast University Press

Pratiwo, 2010. Arsitektur Tionghoa dan Perkembangan Kota, Penerbit Ombak,

Yogyakarta

Salem, MA. A Teacher’s Sourcebook for Chinese Art & Culture. Peabody Essex

Museum

!110 Santoso, Iwan., 2012. Peranakan Tionghoa di Nusantara: Catatan Perjalanan

dari Barat ke Timur. Penerbit Buku Kompas, Jakarta

Skinner, Stephen., 1997. Feng Shui, Ilmu Tata Letak Tanah dan Kehidupan Cina

Kuno. Dahara Proze, Semarang

Skinner, Stephen., 2001. Feng Shui Before and After. Tuttle Publishing 212, USA

Sudarwani, M., M., 2012. Simbolisasi Rumah Tinggal Etnis Cina Studi Kasus

Kawasan Pecinan Semarang. Unwahas, Semarang

Suryadinata, Leo, 2005. Pemikiran Politik Etnis Tionghoa Indonesia 1900-2002.

LP3ES, Jakarta

Too, Lilian, 1993. Feng Shui. PT. Elex Media Komputindo, Jakarta

Too, Lilian, 1994. Feng Shui. PT. Elex Media Komputindo, Jakarta

Too, Lilian, 1995. Penerapan Feng Shui Pa Kua dan Lo Shu. PT. Elex Media

Komputindo, Jakarta

Yuanzhi, Kong. 2005. Silang Budaya Tiongkok-Indonesia. Jakarta: PT.Bhuana

Ilmu Populer

!111