Tjong a Fie Mansion – Arsitektur Peranakan, Bukti Kekayaan Arsitekur Nusantara

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Tjong a Fie Mansion – Arsitektur Peranakan, Bukti Kekayaan Arsitekur Nusantara Tjong A Fie Mansion – Arsitektur Peranakan, Bukti Kekayaan Arsitekur Nusantara PROPERTY INSIDE – Kota Medan ternyata tidak hanya terkenal akan kelezatan kulinernya saja. Keindahaan arsitektur bangunan-bangunan Tempo Doeloe-nya pun sungguh tak habis-habis untuk digali. Mulai dari gedung Kantor Pos Besar Medan, Gedung Balai Kota Lama, Gedung London Sumatera, hingga jembatan besar yang biasa disebut Titi Gantung oleh masyarakat Medan. Namun semua itu tidak akan lengkap jika tidak memasukan bangunan kuno nan indah satu ini dalam daftar kekayaan sejarah kota Medan. Gaya arsitektur campuran budaya Tiongkok kuno, Eropa dan Melayu berpadu membentuk sebuah harmoni yang sedap dipandang diterapkan dengan sangat elegan pada rumah ini. Tidak bisa dipungkiri, Rumah Tjong A Fie ini adalah salah satu ikon dan simbol sejarah multi etnis di kota Medan. Rumah Tjong A Fie dibangun pada tahun 1895 dan selesai pada tahun 1900. Gerbang rumah yang megah ini “dijaga” dua patung singa, pintu masuk dihiasi ukiran kayu yang cantik. Burung phoenix dari potongan keramik warna-warna bertengger manis di atas gerbang. Rumah ini sendiri terbuka untuk umum, menjadi museum sejak tahun 2009, tepat pada saat peringatan 150 tahun kelahiran Tjong A Fie, sang pemilik. Bangunan cagar budaya nasional seluas 6000 m/square membawa kita ke era Baba dan Nyonya, seolah memasuki mesin waktu yang membawa kita ke awal tahun 1900-an. www.propertyinside.id Tjong A Fie Mansion – Arsitektur Peranakan, Bukti Kekayaan Arsitekur Nusantara Peninggalan sejarah dan budaya peranakan Tiongkok-Indonesia ini kini dikemas menarik, dilengkapi dengan berbagai fasilitas seperti galeri foto tua, lobby lounge excecutive, butik & museum cafe yang menyajikan resep khusus kuliner peranakan nan lezat. Tjong A Fie Masion berlokasi di Jl.A.Yani, Medan atau lebih dikenal dengan sebagai kawasan Kesawan. Luas bangunan mansion diperkirakan 4.000 m2 dengan 35 ruangan. Beragam interior mulai dari klasik cina, eropa, dan retro menghiasi tiap ruangan. Mengajak pengunjung melintasi era yang sudah dilalui bangunan ini. Beberapa bagian ruang memang dibuka untuk umum, namun bangunan di sayap kanan tertutup karena ditempati oleh keturunan Tjong A Fie. Di bagian ruang makan warna-warna terang seperti merah, hijau dan biru mendominasi. Langit-langitnya penuh lukisan tangan bernilai seni tinggi, berpadu dengan lampu gantung khas Eropa. Pernak pernik jamuan makan bernuansa Cina Melayu. Tjong A Fie Masion ini memiliki dua kamar utama, keduanya mengapit altar ruang sembahnyang. Kamar di sebelah kiri menjadi ruang pamer foto. Memuat sejumlah kenangan Tjong A Fie bersama keluarga. Kamar di kanan merupakan ruang tidur, di ruangan ini terdapat tempat tidur kayu besar berkelambu. www.propertyinside.id Tjong A Fie Mansion – Arsitektur Peranakan, Bukti Kekayaan Arsitekur Nusantara Ruangan ini juga masih menyimpan barang-barang pribadi sang pemilik. Koper besi tua yang dibawa Tjong A Fie ketika pertama kali merantau ke tanah Deli terlihat masih terawat baik. Ruang terbuka di tengah yang menghubungkan antara ruang utama dan altar tempat sembahyang biasa di sebut sumur surga. Mungkin karena dari sini kita bisa memandang birunya langit. Di kedua sisi sumur surga terdapat tangga menghantarkan ke lantai dua menuju ball room. Di lantai dua juga ada ruang sembahyang namun ini adalah area tertutup bagi penghunjung. Relief Guan Sheng Di Jun atau yang lebih dikenal sebagai Guan Gong nampak terpahat di dinding altar. Relief Dewa Perang juga menghiasi kedua sisi ujung atap rumah. Living room berada di lantai satu berbatasan langsung dengan sumur langit. Ruang tamu ini dibagi tiga bagian, kanan, kiri dan tengah depan. Ruang depan tempat Tjong A Fie menerima tamu umum, ruang di sebelah kiri untuk tamu-tamu masyarakat Tionghoa, sedangkan sebelah kanan khusus menerima tamu Sultan Deli beserta kerabatnya. www.propertyinside.id Tjong A Fie Mansion – Arsitektur Peranakan, Bukti Kekayaan Arsitekur Nusantara Sejarah dan Legenda Tjong A Fie Tjong A Fie adalah symbol sukses cerita imigran Tiongkok. Ia berasal dari Kanton pada tahun 1875. Tjong Fung Nam yang lebih popular dengan nama gelarnya dengan Tjong A Fie dilahirkan tahun 1860 di desa Sungkow daerah Moyan atau Meixien dan berasal dari suku Khe atau Hakka. Ia berasal dari keluarga sederhana, ayahnya yang sudah tua memiliki sebuah toko kelontong. Bersama kakaknya Tjong Yong Hian, Tjong A Fie harus meninggalkan bangku sekolah, membantu menjaga toko ayahnya. Walaupun hanya mendapatkan pendidikan seadanya, tetapi Tjong A Fie ternyata cukup cerdas dan dalam waktu singkat dapat menguasai kiat-kiat dagang dan usaha keluarga yang dikelolanya mendapat kemajuan. Tapi, Tjong A Fie rupanya mempunyai suatu cita-cita lain, ia ingin mengadu nasib di perantauan untuk mencari kekayaan dan menjadi manusia terpandang. www.propertyinside.id Tjong A Fie Mansion – Arsitektur Peranakan, Bukti Kekayaan Arsitekur Nusantara Tekad inilah yang mendorongnya meninggalkan kampung halamannya dan pergi ke Hindia Belanda. Di Medan Tjong A Fie mempunyai pergaulan yang luas dan terkenal sebagai pedagang yang luwes dan dermawan. Ia kemudian membina hubungan yang baik dengan Sultan Deli, Makmoen Al Rasjid Perkasa Alamsjah dan Tuanku Raja Moeda. Tjong A Fie berhasil menjadi orang kepercayaan Sultan Deli dan mulai menangani beberapa urusan bisnis. Dengan demikian dia memperolah reputasi yang baik dan terkenal di seluruh Deli. Ia terkenal baik di kalangan pedagang maupun orang Eropa serta pejabat pemerintah setempat. Hubungan yang baik dengan Sultan Deli ini menjadi awal sukses Tjong A Fie dalam dunia bisnis. Sultan memberinya konsesi penyediaan atap daun nipah untuk keperluan perkebunan tembakau antara lain untuk pembuatan bangsal. www.propertyinside.id Tjong A Fie Mansion – Arsitektur Peranakan, Bukti Kekayaan Arsitekur Nusantara Tjong A Fie menjadi orang Tionghoa pertama yang memiliki perkebunan tembakau. Ia juga mengembangkan usahanya di bidang perkebunan teh di Bandar Baroe di samping perkebunan karet si Boelan. Ia juga memiliki perkebunan kelapa yang sangat luas. Di Sumatera Barat ia menanamkan modalnya di bidang pertambangan. Tjong A Fie adalah tokoh pembangunan di Sumatera Utara. Sepanjang hidupnya selama di Medan telah banyak menyumbangkan hartanya untuk kepentingan sosial dengan membangun sarana-sarana untuk kepentingan umum dan menolong orang miskin tanpa membedakan warna kulit, suku dan agamanya. Kedermawanan dan kepedulian sosial yang masih terlihat hingga saat ini adalah titi berlian (jembatan di Kampong Madras) yang dibangun untuk menghormati abangnya Tjong Yong Hian sekaligus untuk kepentingan masyarakat luas. www.propertyinside.id Tjong A Fie Mansion – Arsitektur Peranakan, Bukti Kekayaan Arsitekur Nusantara Tjong A Fie juga membangun klenteng, masing-masing di Jl. Kling dulunya di Klingenstraat dan Pulo Brayan. Ia juga menyediakan tempat pemakaman di Pulo Brayan dan mendirikan perkumpulan kematian yang bertugas untuk memelihara kuburan. Ia juga membangun rumah sakit khusus untuk merawat pasien berpenyakit lepra di Pulau Sicanang. Rasa hormatnya kepada Sultan Deli, Makmun Al Rasjid dan penduduk Islam Medan, diwujudkan dengan mendirikan Mesjid Raya Medan dengan menyumbang sepertiga dari seluruh biaya pembangunannya. Pada 4 Februari 1921, Tjong A Fie meninggal dunia karena apopleksia atau pendarahan otak, di kediamannya di Jalan Kesawan, Medan. Seluruh kota Medan gempar dan turut berkabung, ribuan orang pelayat datang berduyun-duyun bukan saja dari kota Medan, tetapi dari berbagai kota di Sumatera Timur, Aceh, Padang, Penang, Malaysia, Singapura dan Pulau Jawa. www.propertyinside.id Tjong A Fie Mansion – Arsitektur Peranakan, Bukti Kekayaan Arsitekur Nusantara Upacara pemakamannya berlangsung dengan megah dan penuh kebesaran sesuai dengan tradisi dan kedudukannya pada masa itu. Karena kedermawanannya, tanpa membeda-bedakan bangsa, ras, agama dan asal-usul, Tjong A Fie telah menjadi legenda dan namanya dikenang oleh penduduk kota Medan dan sekitarnya. Empat bulan sebelum meninggal dunia, Tjong A Fie telah membuat surat wasiat di hadapan notaris Dirk Johan Facquin den Grave. Isinya adalah mewariskan seluruh kekayaannya di Sumatera maupun di luar Sumatera kepada Yayasan Toen Moek Tong yang harus didirikan di Medan dan Sungkow pada saat ia meninggal dunia. Yayasan yang berkedudukan di Medan diminta untuk melakukan lima hal. Tiga diantaranya untuk memberikan bantuan keuangan kepada kaum muda yang berbakat dan berkelakuan baik serta ingin menyelesaikan pendidikannya, tanpa membedakan kebangsaan. www.propertyinside.id.
Recommended publications
  • Prominent Chinese During the Rise of a Colonial City Medan 1890-1942
    PROMINENT CHINESE DURING THE RISE OF A COLONIAL CITY MEDAN 1890-1942 ISBN: 978-94-6375-447-7 Lay-out & Printing: Ridderprint B.V. © 2019 D.A. Buiskool All rights reserved. No part of this thesis may be reproduced,stored in a retrieval system, or transmitted in any form or by any means without prior written permission of the author. Cover photo: Chinese festive gate in Kesawan, Medan 1923, on the occasion of the 25th coronation jubilee of Queen Wilhelmina of the Netherlands. Photo collection D.A. Buiskool PROMINENT CHINESE DURING THE RISE OF A COLONIAL CITY MEDAN 1890-1942 PROMINENTE CHINEZEN TIJDENS DE OPKOMST VAN EEN KOLONIALE STAD MEDAN 1890-1942 (met een samenvatting in het Nederlands) Proefschrift ter verkrijging van de graad van doctor aan de Universiteit Utrecht op gezag van de rector magnificus, prof. dr. H.R.B.M. Kummeling, ingevolge het besluit van het college voor promoties in het openbaar te verdedigen op maandag 11 november 2019 des middags te 4.15 uur door Dirk Aedsge Buiskool geboren op 8 februari 1957 te Hoogezand Sappemeer 3 Promotor: Prof. Dr. G.J. Knaap 4 Believe me, it is so. The beginning, and not the middle, is the right starting point. ’T is with a kopeck, and with a kopeck only, that a man must begin.1 1 Gogol, Nikol ai Dead Souls Translated by C. J. Hogarth, University of Adelaide: 2014: Chapter III. 5 6 TABLE OF CONTENTS ACKNOWLEDGMENTS 13 INTRODUCTION 15 CHAPTER 1 EAST SUMATRA. THE FORMATION OF A PLANTATION ECONOMY. 29 1. East Sumatra: Historical Overview 32 1.1 East Sumatra until circa 1870 32 1.2 From Tobacco to Oil and Rubber 34 1.3 Migrant workers 38 1.4 Frontier society 43 1.5 Labour conditions on the plantations 44 1.6 Van den Brand’s manifesto 47 1.7 Labour inspection 48 Summary 50 CHAPTER 2 THE CITY OF MEDAN.
    [Show full text]
  • Kajian Arsitektural Tionghoa Pada Rumah Tjong a Fie Dan Rumah Cheong Fatt Tze Skripsi Oleh Natasha Shafira Jiemy 150406103 !
    KAJIAN ARSITEKTURAL TIONGHOA PADA RUMAH TJONG A FIE DAN RUMAH CHEONG FATT TZE SKRIPSI OLEH NATASHA SHAFIRA JIEMY 150406103 ! DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019 KAJIAN ARSITEKTURAL TIONGHOA PADA RUMAH TJONG A FIE DAN RUMAH CHEONG FATT TZE SKRIPSI Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Oleh : NATASHA SHAFIRA JIEMY 150406103 DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019 KATA PENGANTAR Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas berkah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan penelitian ini dengan judul “Kajian Arsitektural Tionghoa pada Rumah Tjong A Fie dan Rumah Cheong Fatt Tze”. Penelitian ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menempuh Sarjana Teknik Program Studi Arsitektur di Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari sempurna karena menyadari segala keterbatasan yang ada. Penulis berusaha untuk menghasilkan penelitian ini dengan sebaik- baiknya agar berguna bagi banyak pihak. Oleh karena itu, penulis sangat membutuhkan dukungan dan bantuan pikiran dengan bentuk kritik dan saran yang membangun. Penelitian ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak yang telah memberikan dorongan semangat dan doa kepada penulis sehingga pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih bagi semua pihak yang telah memberikan semangat dan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skrispi ini, terutama kepada: 1. Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis. i 2. Kedua orang tua, ayahanda M. Indra Jiemy dan Ibunda Shelviana Asyanti Manthey serta kepada saudara kandung saya Rayhan Aulia Jiemy yang selalu memberikan doa, dukungan dan kasih sayang kepada penulis. 3.
    [Show full text]
  • Peran Masyarakat Dalam Melestarikan Bangunan Cagar Budaya Di Kawasan Kesawan Medan 1992-2015
    PERAN MASYARAKAT DALAM MELESTARIKAN BANGUNAN CAGAR BUDAYA DI KAWASAN KESAWAN MEDAN 1992-2015 SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O L E H NAMA : AKHMAD SUPANDI NIM : 130706035 PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Universitas Sumatera Utara UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Universitas Sumatera Utara UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Universitas Sumatera Utara UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Universitas Sumatera Utara UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Universitas Sumatera Utara KATA PENGANTAR Terima kasih dan penuh rasa syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas kuasa-Nya dan jalan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini untuk melengkapi dan memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana sastra pada program Strata-1 (S1), Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Dengan skripsi yang berjudul: PERAN MASYARAKAT DALAM MELESTARIKAN BANGUNAN CAGAR BUDAYA DI KAWASAN KESAWAN MEDAN 1992-2015 Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf pengajar di Program Studi Ilmu Sejarah dan para akademisi di Fakultas Ilmu Budaya yang telah memberikan semangat kepada penulis agar terus berjuang dalam penyelesaian skripsi ini. Kritik dan saran sangat diperlukan penulis dalam memperbaiki serta mengkaji lebih dalam skripsi ini, sebab penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Medan, Juli 2019 Penulis Akhmad Supandi i UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Universitas Sumatera Utara UCAPAN TERIMA KASIH Rasa syukur dan terima kasih yang besar penulis ucapkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi kekuatan, dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
    [Show full text]
  • The Contribution of Tong a Fie in Creating Religious Harmony in North Sumatera, Medan, Indonesia
    IOSR Journal Of Humanities And Social Science (IOSR-JHSS) Volume 23, Issue 6, Ver. 4 (June. 2018) PP 76-81 e-ISSN: 2279-0837, p-ISSN: 2279-0845. www.iosrjournals.org The Contribution of Tong A Fie in Creating Religious Harmony in North Sumatera, Medan, Indonesia Syahrin Harahap1, Amroeni Drajat1, Hasna Nasution2 1State Islamic University of North Sumatra (UINSU), Medan, Indonesia 2Ph.D Student in State Islamic University of North Sumatra (UINSU), Medan, Indonesia Corresponding Author: Syahrin Harahap Abstract: Religion is the basic need of every human being who has a tendency to submit and obey God in his life.In Medan TjongA Fie socializes widely and is known as a merciful and very generous trader, he maintains good relationship with many religions. He gave many contribution to some people with many religions by helping to build the places of worship such as mosque; church; Buddhist temple in term of money, land, building railway station, etc.The kindness of A Fie is famous until the whole of North Sumatra without distinguishing tribe, religion and race. Keywords: religion; harmony; society; worship ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- ---------- Date of Submission: 29-05-2018 Date of acceptance: 12-06-2018 ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- ---------- I. INTRODUCTION In religious life, the Province of North Sumatra embraces a variety of religions. The religious composition of the people of North Sumatra is Islam 65.45%, Protestant Christian 26.62%, Catholic 4.78%, Hindu 0.19%, Buddhist 2.82% and others 0.14%. The number of Islamic houses of worship, Mosque and Mushalla 21,933, Protestant Christian temples 12,209, 1,848 Catholic temples, 61 Hindu houses of worship, 323 Buddhist temples and 11 Confucian temples.
    [Show full text]
  • Analysis of Chinese Calligraphy at the Tjong a Fie Mansion Museum DOI: | Julina1* | Intan Erwani2 | Rudiansyah3 |
    Randwick International of Social Science (RISS) Journal RISS Vol. 1, No. 3, October 2020 | Page: 443-450 Journal ISSN Online: 2722-5674 - ISSN Print: 2722-5666 http://www.randwickresearch.com/index.php/rissj Philological Studies: Analysis of Chinese Calligraphy at the Tjong A Fie Mansion Museum DOI: https://doi.org/10.47175/rissj.v1i3.98 | Julina1* | Intan Erwani2 | Rudiansyah3 | 1,2,3 University of Sumatera ABSTRACT Utara, Medan, Indonesia This article discussed the study of Chinese calligraphy texts/characters at the Tjong A Fie Mansion museum as covered in [email protected] philological scholarship. The notion of philology in this paper is not [email protected] limited to the root words but is broader along with the [email protected] development of this science from time to time, in studying the cultural treasures of the past from the object of study which is called a manuscript. The research method was paradigmatic in order to create a form of research report that has been done. Presented starting from the descriptive, analytical and comparative stages. Utilizing the theory of philological explanation from Henri Chambert-Loir. The results of this study were the reconstruction of text/characters as the content of the manuscript which was abstract and essential, to be precise the calligraphy characters found at the main entrance, front door and back of the left-wing of the Tjong A Fie Mansion museum building. KEYWORDS Tjong A Fie; Philology; Chinese Calligraphy; Museum; Medan city. INTRODUCTION The moved of the Deli Maatschappij office to Deli land or the city of Medan at this time was the beginning of the development of the Deli land area into a city.
    [Show full text]
  • 9 Oslo, Norway
    Tel : +47 22413030 | Epost :[email protected]| Web :www.reisebazaar.no Karl Johans gt. 23, 0159 Oslo, Norway Sumatra Adventure Turkode Destinasjoner Turen starter TIST Indonesia Medan Turen destinasjon Reisen er levert av 9 dager Medan Fra : NOK Oversikt Steamy Sumatra is a rugged jungle paradise for all types of adventurers. The world’s sixth largest island is teeming with untamed nature and is home to many endangered species, including the Sumatran tiger, rhinoceros, elephants and the acclaimed orangutan. On this nine-day Sumatran expedition, travel from Medan to Bukit Lawang and explore Gunung Leuser National Park. Head to Berastagi and hike up the steaming active volcano Sibayak, basking in the glory of misty panoramas from the summit. Finish in Samonsir on Lake Toba, where the colourfully dressed Christian Batak people are happy to have your company. Venture off the beaten track and learn a thing or two about Sumatra. Reiserute Medan Selamat datang! Welcome to Indonesia. The adventure begins with a welcome meeting at 6 pm. If you happen to arrive early, perhaps check out Maimun Palace – designed by a Dutch Architect and built in the 19th century, it combines architecture from Malay, Indian and Islamic cultures and is now a museum. Alternatively, buy a ticket and take a guided tour of the museum at Tjong A Fie Mansion – known as "the historical jewel in Medan", the Tjong A Fie was built in 1895 by a hakka merchant and is modelled on the Cheong Fatt Tze mansion in Penang. After your important welcome meeting, you could head to grab some street food with your group at one of the night markets in town, or go to a local restaurant – your group leader will know of some good spots.
    [Show full text]
  • Ethnoregional Social Dramas of Southeast Asian in Globalism
    Ethnoregional Social Dramas of Southeast Asian in Globalism: Recasting Cultural Heritage for Ethnic Revivals Saiful Anwar Matondang Thèse de Doctorat présentée devant la Faculté des Lettres de l’Université de Fribourg en Suisse. Approuvé par la Faculté des Lettres sur proposition des Professeurs Christian Giordano et Freek Colombijn. Fribourg, le 21 décembre 2016. Prof. Bernadette Charlier, Doyen. Ethnoregional Social Dramas of Southeast Asian in Globalism: Recasting Cultural Heritage for Ethnic Revivals Summary This book offers an interpretative symbolic analysis of present global phenomenon that gives rise ethnic culture as regional identity. With a multi-sited ethnography (Marcus, 1995 and 1998), this book is a sort of comparative ethnographies which sought the collective identities of the Melayu Baru or Neo-Malay and Chinese Peranakan or Nanyang in two cities of Southeast Asia. The Neo- Malay with Islam solidarity (Ummah) is attached to ethnoregional community, in contrast, the Chinese Nanyang or Peranakan got their identity remaking with syncretic popular beliefs in the Straits of Melaka. Ethnicity data of Neo-Malay and Chinese Nanyang of Georgetown of Malaysia and Medan City of Indonesia are divided into four Social Drama phases (Turner, 1982), they are: Breach, Liminal, Redress, and Reintegration. Ethnography of ethnic formations and revivals comprises of: (1) Colonialism as Breach: Ethnic Categories of the Dutch Indies and British Malay (2) Nationalism as Liminal: Ethno-national symbolic disputes (3) Ethnoregionalism as Redress: regionalizing the cultural hybridity of Neo-Malay and of Chinese Nanyang, and (4) Globalism as Reintegration: galvanizing heritage fiestas for global culture. The reproduced hybrid heritage of Neo-Malay and Chinese Nanyang is annually performed in public spaces and social media by the ethnic groups in Georgetown-Malaysia and Medan North Sumatra.
    [Show full text]
  • Philology Studies at the Tjong a Fie Mansion Museum
    TALENTA Conference Series: Local Wisdom, Social, and Arts R PAPER – OPEN ACCESS Philology Studies at the Tjong A Fie Mansion Museum Author : Julina et al. DOI : 10.32734/lwsa.v3i4.1138 Electronic ISSN : 2654-7066 Print ISSN : 2654-7058 Volume 3 Issue 4 – 2020 TALENTA Conference Series: Local Wisdom, Social, and Arts (LWSA) This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NoDerivatives 4.0 International License. Published under licence by TALENTA Publisher, Universitas Sumatera Utara LWSA Conference Series 03 (2020) TALENTA Conference Series Available online at https://talentaconfseries.usu.ac.id/lwsa Philology Studies at the Tjong A Fie Mansion Museum Julinaa; Intan Erwanib; Rudiansyahc a,b,c University of Sumatera Utara, Jl. Universitas No.19 Kampus USU Medan, Sumatera Utara, Indonesia 20155 [email protected]; [email protected]; [email protected] Abstract This article discussed the study of Chinese calligraphy texts/characters at the Tjong A Fie Mansion museum as covered in philological scholarship. The notion of philology in this paper is not limited to the root words but is broader along with the development of this science from time to time, in studying the cultural treasures of the past from the object of study which is called a manuscript. The research method was paradigmatic in order to create a form of research report that has been done. Presented starting from the descriptive, analytical and comparative stages. Utilizing the theory of philological explanation from Henri Chambert-Loir. The results of this study were the reconstruction of text/characters as the content of the manuscript which was abstract and essential, to be precise the calligraphy characters found at the main entrance, front door and back of the left-wing of the Tjong A Fie Mansion museum building.
    [Show full text]
  • Family Business Generation in Medan, Indonesia with Efforts to Adapt to the Changes in Government System
    International Journal of Management Science and Business Administration Volume 3, Issue 6, September 2017, Pages 59-65 DOI: 10.18775/ijmsba.1849-5664-5419.2014.36.1007 URL: http://dx.doi.org/10.18775/ijmsba.1849-5664-5419.2014.36.1007 Family Business Generation in Medan, Indonesia with Efforts to Adapt to the Changes in Government System Pin Pin Doctoral Student of Development Studies, Faculty of Social and Political Development University of Sumatera Utara, Indonesia Abstract: This research paper will focus on family business from generation to generation in Medan which passed several reigns in Indonesia, from colonial times to nowadays. The first generations are Tjong brothers, Tjong Yong Hian and Tjong Fu Nan (Tjong A Fie), which came to Indonesia in the Dutch colonial period. The second generation faced the Indonesian independence revolution, and the third generation faced the independence of Indonesia. Enterprises and their way of doing business should be able to adjust to the political circumstances at the time. Search on the challenges of doing business and their challenges in the face of an economic and political situation are different, requiring a very high adaptability. This research adapted descriptive method by collecting data from interviews and available bibliography. The results showed that the existence of a generation which is able to adapt and the generation that failed to overcome situations that arise. Constraints in this study are the lack of information and knowledge of the next generation about the state of the first generation, and less complete data is available from libraries. Hopefully, this research can be continued by other researchers, and also as a material for subsequent research.
    [Show full text]
  • Sumatra and Rinca, Indonesia
    a Sumatra and Rinca, Indonesia Itinerary correct as at Mar 25, 2018 but subject to change. ALL flights to be confirmed. www.bluedottravel.com.au SUMATRA AND RINCA, INDONESIA Depending on which book or report you’re reading, Indonesia comprises of somewhere between 17,000 and 18,000 islands. Heavily forested Sumatra is the largest and second most populous. For the traveler, it is also one of the most culturally rewarding places to visit in Indonesia. There are over 50 languages spoken on Sumatra and dozens of tribes of mainly Malay and Polynesian origin. The island has a tumultuous history. Arab and Indian traders arrived in the 7th century and the population was converted to Islam at that time. The region eventually became a Dutch colony and was accompanied with much violence – as is often the case with the colonising nations of the time. For the food-lover, you may feel you have arrived in Utopia. Much of the local cuisine is spicy. Chilli, coriander, lemongrass, ginger and garlic are used in many dishes, as is coconut milk. Beef randang and nasi padang are probably the most popular curry dishes known to Westerners. For those who love spotting wildlife, Sumatra offers a plethora of opportunities including Sumatran tigers, rhinos, elephants, orangutans, clouded leopard, sun bears, proboscis monkeys and a whole lot more. Not all are necessarily easy to find but you are assured of spotting certain wildlife. Our small group tour itinerary will take you around the core sights of the island and have you visiting lesser-travelled destinations too.
    [Show full text]
  • A Study of Linguistic Landscape at Tourism Place in Medan
    A STUDY OF LINGUISTIC LANDSCAPE AT TOURISM PLACE IN MEDAN SKRIPSI Submitted in Partial Fulfillment of the Requerement for the Degree of Sarjana Pendidikan (S.Pd) English Education Program By : MUTIA NURSYAFITRI NASUTION 1602050013 FACULTY OF TEACHER TRAINING AND EDUCATION UNIVERSITY OF MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA MEDAN 2020 ABSTRACT Mutia Nursyafitri Nasution.1602050013. A Study of Linguistic Landscape at Tourism Place in Medan. Skripsi. English Department, Faculty of Teacher Training and Education, University of Muhammadiyah Sumatera Utara, Medan 2020. This research deals with a study of linguistic landscape specifically language used in the sign at tourism places of Medan. It mainly aimed to investigate on three issues as follows: firstly, to investigate what languages are realized on linguistic landscape, secondly, to investigate the types of sign categories on linguistic landscape and thirdly is reason the realization of linguistic landscape at tourism places in Medan. The research is applied descriptive qualitative method. The data of this research is the written text displayed on signs that was taken through photography and taking note. There are 82 signs collected that were analyzed through applying Miles and Huberman theory in which data reduction, data display, and conclusion drawing/verification are significantly implemented. The results of the data analysis showed that the languages found in the linguistic landscape at Tourism Places in Medan are Bahasa Indonesia (monolingual sign), Bahasa Indonesia-English Language (bilingual sign), English language (Monolingual sing), and English language-Bahasa Indonesia (bilingual sign). It also showed that the types of Sign categories at Tourism Places in Medan were realized as direction signs, advertising signs, warning notices and prohibitions, building names, informative sign, slogans sign, and graffiti sign.
    [Show full text]
  • Sino-Insulindian Private History Museums, Cultural Heritage Places, and the (Re)Construction of the Past Claudine Salmon, Myra Sidharta
    Sino-Insulindian Private History Museums, Cultural Heritage Places, and the (Re)construction of the Past Claudine Salmon, Myra Sidharta To cite this version: Claudine Salmon, Myra Sidharta. Sino-Insulindian Private History Museums, Cultural Heritage Places, and the (Re)construction of the Past. Asian Culture, Singapore Society of Asian Studies, 2018. halshs-02499363 HAL Id: halshs-02499363 https://halshs.archives-ouvertes.fr/halshs-02499363 Submitted on 5 Mar 2020 HAL is a multi-disciplinary open access L’archive ouverte pluridisciplinaire HAL, est archive for the deposit and dissemination of sci- destinée au dépôt et à la diffusion de documents entific research documents, whether they are pub- scientifiques de niveau recherche, publiés ou non, lished or not. The documents may come from émanant des établissements d’enseignement et de teaching and research institutions in France or recherche français ou étrangers, des laboratoires abroad, or from public or private research centers. publics ou privés. ASIAN CULTURE 42 DECEMBER 2018 Sino-Insulindian Private History Museums, Cultural Heritage Places, and the (Re)construction of the Past Claudine Salmon and Myra Sidharta * The traditional societies in Insulindia had long collected and preserved cultural artifacts in relation to the local concepts of heritage with a valuable, and sacred character. Western ideas of museums were introduced during the second half of the 19th century by colonial authorities. The Royal Batavian Society for Arts and Sciences (Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, founded in 1778), was aimed at promoting research especially in the fields of archaeology, numismatic, ethnography, and collecting artifacts, other objects of artistic, cultural, historical, or scientific importance, and running a small library.
    [Show full text]