HANAMACHI SEBAGAI OBJEK WISATA JEPANG

KERTAS KARYA Dikerjakan O L E H

Devi Aryati Purba NIM : 152203029

PROGRAM STUDI D-III BAHASA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA SEBAGAI OBJEK WISATA JEPANG

KERTAS KARYA

Kertas karya ini diajukan kepada Panitia Ujian Program Pendidikan Non-Gelar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III dalam Bidang Studi Bahasa Jepang. Dikerjakan OLEH DEVI ARYATI PURBA NIM : 152203029

PEMBIMBING

VERYANI GUNIESTI, SS, M.HUM NIDT : 198702052017042001

PROGRAM STUDI D-III BAHASA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PENGESAHAN

Diterima Oleh :

Panitia Ujian Pendidikan Non-Gelar Sastra dan Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III dalam Bidang Studi Bahasa Jepang.

Pada : Tanggal :

Hari :

Program Studi D-III Bahasa Jepang

Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara

Dekan,

Dr. Budi Agustono, M.S

NIP: 196008051987031001

Panitia Tugas Akhir :

No Nama Tanda Tangan

1. Veryani Guniesti, SS, M.Hum ( )

2. Murniati Barus, SS, M.Pd ( )

3. Zulnaidi, SS, M.Hum ( )

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Disetujui Oleh :

Program Diploma Sastra dan Budaya

Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara

Medan

Program Studi D-III Bahasa Jepang Ketua Program Studi

Dr. Diah Syafitri Handayani, M.Litt NIP : 197212281999032001

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha

Kuasa, atas berkat dan rahmatNya sehingga penulis masih dapat menyelesaikan

Kertas Karya yang berjudul ”HANAMACHI SEBAGAI OBJEK WISATA

JEPANG “

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kata sempurna, baik dari segi penyajian kalimat, penguraian materi dan pembahasan masalah karena kemampuan penulis yang terbatas. Tetapi, berkat bantuan dari beberapa pihak, maka penulis berhasil menyelesaikan kertas karya ini. Untuk itu, penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah memberi dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan Kertas Karya ini, terutama kepada :

1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S Selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Diah Syafitri Handayani, M.Litt. Selaku Ketua Jurusan

Program Studi Diploma III Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing

Akademik.

i

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3. Bapak Zulnaidi,S.S, M.Hum. Selaku Sekretaris Jurusan Program Studi

Diploma III Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Sumatera Utara yang telah membantu saya dalam pemilihan judul

kertas karya saya.

4. Ibu Veryani Guniesti, S.S, M.hum. Selaku Dosen Pembimbing yang

ikhlas meluangkan waktu untuk memberi bimbingan dan masukan

yang sangat berarti.

5. Seluruh staf pengajar Jurusan Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara yang terlah memberikan ilmunya kepada

penulis selama masa perkuliahan.

6. Ayahanda Eliagus Purba dan Ibunda Masdiana Saragih yang telah

membesarkan dan merawat penulis dengan segenap kasih sayang.

Ketiga adik perempuan penulis Syeha Juniarta Purba, Sena Swita

Purba, dan Hana Melati Purba. Tiada kata yang dapat

mengungkapkan rasa cinta penulis kepada Ayah, Ibu, dan Adik-adik.

7. Teman-teman seperjuangan di Jurusan Bahasa Jepang angkatan 2015.

ii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 8. Untuk sahabat seperjuangan Yeni Marlina Simatupang, Yohana Sirait,

Naomi Panggabean, Nanda Novita, Siti Rahmayanti, dan Rita Saragi,

yang senantiasa mendampingi penulis selama menempuh jenjang

perkuliahan dan selalu memberi motivasi penulis dalam proses

pengerjaan Kertas Karya supaya dapat lulus bersama.

9. Semua pihak terkait yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu

yang telah memberi motivasi penulis dalam pengerjaan Karya Tulis

ini.

Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan Kertas Karya ini, sehingga penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang dapat membangun.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih. Semoga Kertas Karya ini dapat berguna bagi kita semua di kemudian hari.

Medan, 2018

DEVI ARYATI PURBA

NIM :152203029

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

KATA PENGANTAR...... i

DAFTAR ISI...... iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Alasan Pemilihan Judul...... 1

1.2 Batasan Masalah...... 3

1.3 Tujuan Penulisan ...... 3

1.4 Metode Penulisan...... 3

BAB II GAMBARAN UMUM MENGENAI SEJARAH

DI JEPANG

2.1 Riwayat kemunculan Geisha Di Jepang……...... 5

2.2 Proses Menjadi Geisha…………..……...…….…...………..…..7

BAB III PERTUNJUKAN GEISHA SEBAGAI OBJEK WISATA

JEPANG

3.1 Hanamachi……………..………………………………...... 13

3.1.1 Geisha Di ……………………………..…13

3.1.2 Geisha Di Higashi Chaya Kanazawa…...... 19

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

3.1.3 Geisha Di Kagurazaka……………………………...20

3.2 Kegiatan Wisata Di Hanamachi…………..…….………..…..21

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan ...... 23

4.2 Saran...... 24

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

ABSTRAK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Alasan Pemilihan Judul

Negara Jepang merupakan negara yang kaya akan budaya. Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit. Adapun budaya Jepang dapat berupa pakaian tradisional Jepang, upacara minum teh, ikebana, tako, kendo dan judo, matsuri, kabuki, shogi, dan geisha.

Geisha merupakan seniman / penghibur tradisional di Jepang. Sosok yang menjadi seorang Geisha sendiri merupakan seseorang yang ahli dalam berbagai hal, terutama seni. Sebelum menjadi seorang Geisha, ia harus banyak belajar tentang seni, seperti mengasah keahlian dalam menari dan memainkan alat musik. Selain dari pada itu, seorang Geisha dianggap sukses apabila ia dapat mengangkat harga dirinya sendiri sesuai dengan sebagaimana harusnya seorang Geisha.

Dalam perjalanan hidupnya, Geisha tidak pernah luput dari sejarah.

Geisha bukanlah hanya sebatas sejarah atau legenda yang diketahui banyak orang, tetapi Geisha adalah kebudayaan Jepang yang sudah menjadi salah satu bagian dari objek wisata di Jepang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Geisha tinggal di distrik yang disebut dengan Hanamachi. Kata

Hanamachi secara literal berarti kota bunga (hana : bunga, machi : kota).

Kata ini adalah sebuah nama yang mengacu pada distrik – distrik tempat tinggal para Geisha (Graham, 2006). Di Hanamachi atau distrik Geisha banyak terdapat Okiya, , Kaburenjo (tempat pertemuan geisha yang dilengkapi dengan teater dan ruang belajar seni), dan kenban (kantor tempat bisnis Geisha berpusat, mulai dari negosiasi harga, merumuskan peraturan-peraturan, dan sebagainya).

Di Hanamachi atau yang sering disebut dengan distrik Geisha inilah penampilan seni dan keahlian yang dimiliki para Geisha dipertontonkan. Hal itu dikarenakan di Hanamachi memang terdapat banyak okiya dan ochaya yang secara eksklusif diperuntukkan khusus sebagai tempat para Geisha bekerja.

Adapun penyebab yang membuat Hanamachi disebut sebagai objek wisata Jepang adalah dikarenakan oleh timbulnya minat dan ketertarikan masyarakat Jepang maupun di luar Jepang terhadap kegiatan serta seni keahlian yang kerap kali dipertontonkan oleh para Geisha untuk menghibur tamu. Penyebab lainnya juga dapat berupa fakta, hampir di semua daerah yang terdapat di Hanamachi, nilai tradisionalnya masih melekat sangat erat dengan masyarakat dan juga lingkungan sekitarnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1.2 Batasan Masalah

Karya tulis ini akan menjelaskan mengenai sejarah dan proses perjalanan panjang seorang Geisha, menjelaskan tentang kehidupan Geisha pada distrik Geisha atau Hanamachi tepatnya di daerah Gion Kyoto, Higashi

Chaya Kanazawa, dan di Kagurazaka, serta kegiatan apa saja yang dapat kita lakukan sebagai wisatawan jika sedang berkunjung ke Hanamachi di

Jepang, akan penulis uraikan sebagai batasan permasalahan pada kertas karya ini.

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan dari karya tulis ini adalah :

1. Menjelaskan tentang kehidupan Geisha Hanamachi, seperti di distrik

Gion Kyoto, di Higashi Chaya Kanazawa, dan di Kagurazaka, serta kegiatan apa saja yang dapat kita lakukan sebagai wisatawan jika sedang berkunjung ke Hanamachi di Jepang. Memberikan ilmu pengetahuan tambahan mengenai sejarah Geisha serta hal apa saja yang menarik dari budaya Tradisional Jepang Geisha yang terletak di Hanamachi tersebut.

2. Untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan Diploma III Jurusan

Bahasa Jepang.

1.4 Metode Penulisan

Menurut Mardalis: 1999, metode kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dan informasi dengan bantuan berbagai macam material

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA yang ada di perpustakaan seperti dokumen, buku, catatan, majalah, kisah- kisah sejarah dan sebagainya. Adapun metode penulisan yang digunakan oleh penulis dalam proses penulisan karya tulis ini adalah metode penulisan bersifat deskriptif dan metode studi kepustakaan. Dimana dalam prosesnya, penulis melakukan pengumpulan data dari beberapa referensi buku dan media internet yang berkaitan dengan karya tulis itu sendiri.

Data juga diperoleh dari berbagai jurnal, artikel dan situs internet.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB II

GAMBARAN UMUM MENGENAI SEJARAH GEISHA DI JEPANG

2.1 Riwayat Kemunculan Geisha Di Jepang

Geisha (bahasa Jepang : 芸者 “ seniman ” ) adalah penghibur tradisional Jepang. Sejarah Geisha dimulai dari awal pemerintahan

Tokugawa, dimana Jepang memasuki masa damai dan tidak begitu disibukkan lagi dengan masalah peperangan. Seorang calon Geisha harus menjalani pelatihan seni yang berat sejak usia dini. Berlatih alat musik

Shamisen yang membuat calon Geisha harus merendam jarinya di air es.

Mempelajari alat musik lainnya juga seperti tetabuhan kecil hingga Taiko.

Menurut Sudjianto (2002) Geisha adalah wanita yang memiliki keahlian dan pekerjaan menghibur para tamu pada suatu perjamuan.

Menurut pendapatnya, tidak sembarangan orang dapat menjadi seorang

Geisha. Menjadi seorang Geisha tidaklah cukup hanya dengan paras yang elok, terampil dalam seni, dan cerdas, akan tetapi seorang Geisha itu harus mampu mengangkat derajat dirinya sendiri sebagai seorang Geisha.

Geisha pada awalnya adalah seor ang laki-laki, yang muncul sekitar tahun 1730. Lalu, sekitar 20 tahun kemudian Geisha perempuan mulai muncul dalam bentuk odoriko (penari) dan pemain alat musik Shamisen.

Mereka cepat mengambil alih dan menjadi mendominasi pada tahun 1780.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Peran Geisha adalah sebagai asisten Oiron, yaitu pelacur kelas tinggi yang dibayar mahal di Jepang tinggal di tempat hiburan Edo, Kyoto, dan kota besar lainnya di zaman Edo (1603-1886). Para Geisha tidak diizinkan duduk didekat para tamu dan membentuk hubungan secara pribadi dengan pelanggan, dikarenakan para pelacur takut Geisha akan mencuri pelanggan mereka.

Setelah beberapa dekade kemakmuran, Geisha mulai merasakan efek setelah periode Meiji (1868-1912) dan seterusnya, jumlah mereka mulai menurun terutama saat mendekati perang dunia ke-II. Penurunan drastis terhadap sumber daya Hanamachi tempat Geisha bekerja hancur. Bahkan setelah perang berakhir, hanya sedikit tempat yang dibuka kembali, adanya peraturan baru yang ketat pasca perang, serta sulitnya menemukan sosok

Geisha.

Selama perang, sejumlah besar tentara AS yang ditempatkan di

Jepang dan untuk pertama kali bagi mereka berinteraksi dengan budaya

Jepang, sehingga menyebabkan terjadinya kesalahpahaman. Dimana kesalahpahaman tersebut berupa anggapan Amerika bahwa Geisha sama dengan pelacur. Alasan terjadinya kebingungan ini adalah, selama bertahun- tahun setelah perang beberapa wanita dari industri seks akan mengaku dan berpakaian sebagaimana Geisha untuk menarik perhatian orang barat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2.2 Proses Menjadi Seorang Geisha

1. Masuknya Geisha Ke Okiya

Kebanyakan para calon Geisha akan masuk ke dalam Okiya (rumah

Geisha) saat mereka berumur 14 atau 15 tahun. Di Okiya dan Ochaya

(rumah teh), kedua tempat yang terletak di Hanamachi yang secara eksklusif dikhususkan sebagai tempat bekerja untuk para Geisha. Di Okiya,

Okaasan adalah orang yang membiayai calon Geisha, termasuk pakaian, instrumen, makanan, perumahan, dan pelatihan yang berarti bahwa calon

Geisha akan berutang yang sangat besar kepada Okaasan bahkan sebelum mendapatkan pekerjaan. Di sana mereka akan belajar banyak hal seperti etika, seni menata bunga, upacara minum teh, dan lain - lain. Setelah mereka melewati masa latihan, para calon Geisha tersebut akan meraih gelar

Maiko atau yang dikenal dengan murid Geisha. sendiri harus berlatih untuk mengasah kemampuannya mulai dari pagi sampai malam hari, dan kemudian dilanjutkan untuk mendampingi para tamunya di

Ryoutei. Geisha akan bekerja setelah menyelesaikan masa pelatihan, hanya untuk membayar utang kepada Okiya, dan akan tetap terikat kontrak sampai dia dapat mengembalikan semua utangnya. Kemudian dia dapat memilih hidup mandiri seperti yang diinginkan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2. Periode Pelatihan Shikomi Pada Geisha

Murid yang baru diterima, terlebih dahulu masuk pelatihan yang dikenal sebagai Shikomi-san. Dimana dia akan menghadiri kelas, melakukan tugas-tugas untuk membantu menjaga Okiya dan juga berfungsi sebagai asisten untuk Geisha lainnya. Biasanya pelatihan ini akan memakan waktu pelatihan sekitar empat tahun. Murid baru juga mulai menghadiri

Nyokoba, yakni sekolah kejuruan untuk pelatihan Geisha sehingga mereka bisa belajar berbagai jenis seni pertunjukan tradisional Jepang untuk menghibur tamu-tamu mereka.

Dalam seni pertunjukan tradisional ini mencakup berbagai alat musik, seperti Kotsuzumi (drum kecil yang diletakkan di bahu lalu dimainkan dengan tangan, Shimedaiko (drum kecil berdiri yang dimainkan dengan tongkat), Shamisen (alat musik dawai yang memiliki tiga senar dan dipetik dengan menggunakan sejenis pick yang disebut bachi), dan Fue

(seruling terbuat dari satu bagian dari bambu).

Di luar kelas para murid banyak memiliki waktu yang dihabiskan hanya untuk belajar bagaimana bersikap yang pantas dari seorang Geisha, termasuk cara berbicara kepada tamu atau sesepuh.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3. Masuknya Geisha ke Panggung Minarai

Pada periode ini, murid baru akan belajar dari apa yang dipertontonkan. Dia harus menemukan mentor Geiko (nama lain dari

Geisha), yang menurutnya dapat menyertainya untuk Ozashiki (lesehan, pesta perjamuan di kamar tradisional) sehingga ia dapat mengamati bagaimana cara mentor dan para Geisha dalam melayani dan berinteraksi dengan para tamu. Setelah selesai dengan pelatihan formal, murid baru akan memiliki beberapa pengalaman yang sebenarnya dan mengetahui mana klien yang potensional atau tidak.

Murid baru akan memakai pakaian Minarai yang mirip, tapi tidak sepenuhnya identik dengan Maiko. Para murid baru Geisha yang telah memiliki debut resminya maka penampilannya paling mirip dengan citra khas Geisha. Termasuk make-up wajah putih dan pakaian berwarna-warni.

Akan tetapi, bedanya Minarai menggunakan Obi setengah panjang (ikat) yang disebut Obi han-dara.

Periode pelatihan Minarai akan dimulai sebelum debut murid baru, tapi bahkan setelah memiliki debut resmi pun, dia harus tetap belajar melakukan pengamatan dan menghadiri acara dengan mentornya dan melanjutkan pelatihan di seni klasik di Nyokoba.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4. Upacara Misedashi

Setelah menyelesaikan periode Shikomi dan kira-kira sebulan menjadi Minarai, Geisha muda dalam pelatihan akan mendapatkan debut resminya yang disebut Misedashi (upacara seorang shikomi menjadi seorang Maiko dan secara resmi akan memulai karir ).

Adapun pakaian yang digunakan murid baru pada saat upacara, yaitu Kuro montsuki (kimono hitam istimewa) dan tiga riasan putih pucat dibagian belakang lehernya, dua Kanzashi (jepit rambut) disebut Ogi yang berbentuk kipas perak spesial dan sepasang hiasan rambut emas dan perak di bawah simpul atasnya yang disebut miokuri.

Pada hari upacara, tembok okiya akan dihiasi dengan kertas merah dan putih serta beberapa gambar keberuntungan. Didampingi para mentor, dia akan berkeliling di sekitar Hanamachi dan mengunjungi berbagai guru tari dan rumah teh. Selama upacara, murid baru akan melewati ritual yang dikenal dengan Sa san kudo” Tiga tiga sembilan kali ”, yang berarti melakukan pertukaran tiga kali tiga kali gelas yang juga digunakan pada saat upacara pernikahan, dimana dia akan bertukar cangkir dengan mentornya, Geisha lain, dan senior Maiko. Setelah melakukan upacara san san kudo ini, murid baru akan resmi menjadi Maiko. Sebagai Maiko ia akan tampil dipanggung seperti kebanyakan orang yang bergaul dengan

Geisha.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Gaya tampilan seorang maiko adalah menggunakan make-up putih menonjol menutupi wajahnya dan memerahkan bibir . Dan untuk pakaiannya sendiri, seorang maiko memakai kimono berwarna cerah dengan ikat pinggang panjang yang rumit disebut Darari Obi, dengan sepatu

(Okobo) yang tingginya 10 cm, dan jepit rambut besar. Maiko juga mulai mengadopsi gaya rambut yang kebanyakan orang beranggapan bahwa mereka adalah Geisha. Selama dua atau tiga tahun pertama, Maiko mengadopsi gaya rambut Wareshinobu, yaitu disanggul dan dibuat dengan memasukkan dua kanako merah (sutera empuk).

Tidak seperti kebanyakan Geisha, Maiko menggunakan rambut asli bukan wig. Maiko harus tidur di Takamakura, yakni bantal yang dirancang khusus untuk menjaga bentuk rambut mereka, dan akan mendapatkan hukuman jika gagal dalam melakukannya.

Apabila hanya dilihat secara kasat mata, akan sulit untuk membedakan antara Geisha dan Maiko. Akan tetapi ada beberapa hal yang memberikan penjelasan tentang perbedaan antara Geisha dengan Maiko, antara lain :

1. Gaya Rambut

Perbedaan gaya rambut antara Geisha dan Maiko adalah,

Geisha menggunakan rambut palsu, sedangkan Maiko menggunakan

rambut asli.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2. Hiasan Rambut Yang Digunakan

Hiasan yang digunakan oleh Geisha dan Maiko dapat berupa

tusuk konde yang bertujuan untuk mempercantik penampilan. Akan

tetapi, hiasan rambut yang digunakan oleh Geisha lebih sederhana

dan terkesan anggun dibandingkan dengan Maiko yang

menggunakan hiasan rambut dengan ukuran yang lebih besar dan

dinamis.

3. Alas Kaki Yang Digunakan

Alas kaki yang digunakan Geisha berupa sepatu / sandal Geta,

sedangkan Maiko menggunakan Okobo atau Bakiak kayu yang

memiliki hak lebih tinggi dibandingkan dengan geta.

4. Obi

Obi atau ikat pinggang yang digunakan Maiko lebih panjang

jika dibandingkan dengan obi yang biasa dipakai Geisha. Obi yang

digunakan oleh Maiko bahkan memiliki panjang mencapai kaki.

5. Kimono

Kimono yang digunakan Geisha memiliki pola yang lebih

sederhana dengan lengan yang lebih pendek, serta kerahnya

berwarna putih. Sedangkan Maiko menggunakan kimono yang lebih

berwarna dengan lengan yang lebih panjang, serta kerah baju yang

berwarna.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB III

PERTUNJUKAN GEISHA SEBAGAI OBJEK WISATA JEPANG

3.1 Hanamachi

Hanamachi adalah kawasan yang dibangun terutama di sekitar toko-toko di mana Anda bisa mengamati geisha. Sampai saat hukum yang melarang prostitusi dikeluarkan tahun 1957, kawasan itu juga merujuk pada wilayah yang berisi rumah bordil serta rumah geisha.

Hanamachi paling terkenal di negeri ini sekarang adalah Gokagai, atau Lima Jalan Hiburan, di Kyoto- , Gionkobu, Gionhigashi,

Miyagawacho, dan Pontocho. Selain itu, di Distrik Chuo-ku, Tokyo ada

Yoshicho, Shinbashi, Akasaka, Kagurazaka, Asakusa 3 sampai 4 chome, dan

Mukojima 5 chome. Di Prefektur Ishikawa ada Distrik Higashi Chaya,

Distrik Nishi Chaya, dan Kazuemachi. Di Niigata ada Furumachi. Di Hyogo ada Air Panas Arima Onse. Di Fukuoka ada Hakata. Di Nagasaki ada

Maruyama dan dengan demikian, maka hanamachi itu tersebar di seluruh

Jepang.

3.1.1 Geisha Di Gion Kyoto

Kyoto termasuk kota yang popular karena masih terdapat banyak elemen tradisional Jepang yang dapat kita temukan disini. Mulai dari kuil- kuil yang megah, suasananya yang mengingatkan pada Jepang di masa lalu,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA serta berbagai tempat bersejarahnya yang masih terjaga hingga saat ini.

Kyoto juga merupakan tempat terbaik untuk merasakan pengalaman budaya tradisional yang sesungguhnya, salah satunya adalah dengan melalui aneka pertunjukan yang ditampilkan oleh para Geisha.

Geisha merupakan bagian dari budaya tradisional Jepang yang keberadaannya semakin sedikit, jumlahnya semakin menyusut, begitu juga dengan Ochaya yang menjadi tempat pertunjukan para Geisha.

Dibandingkan dengan kota- lain yang ada di Jepang, geisha lebih mudah kita temukan di Kyoto. Hal itu dikarenakan, hingga saat ini Kyoto masih mempertahankan beberapa distrik yang popular sebagai Hanamachi (sebutan untuk kawasan tempat tinggal para Geisha) seperti Gion, Kamishichiken,

Potoncho, Miyagawacho, sehingga tidak heran jika Kyoto kemudian identik sebagai tempat untuk melihat Geisha.

Gion merupakan distrik Geisha atau Hanamachi yang paling popular dan terkenal sebagai yang paling eksklusif. Gion sendiri berlokasi disekitar Yasaka Shrine, salah satu kuil popular di Kyoto. Di Hanamachi ini terdapat banyak , yaitu rumah pedagang yang terbuat dari kayu dan ochaya, yaitu rumah minum teh. Di Ochaya-lah para Geisha dan

Maiko akan tampil menghibur para tamu. Walaupun Hanamachi Gion dikenal sebagai distrik Geisha, tetapi oleh karena suasana Gion yang kental akan nuansa dan arsitektur tradisional berhasil memikat wisatawan yang tidak tertarik dengan pertunjukan Geisha sekalipun.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Hanamachi di Gion dibagi menjadi dua wilayah, yakni :

1. Gion Kobu

Merupakan hanamachi terbesar di Kyoto, sekaligus menjadi yang paling terkenal. Cakupan wilayahnya hampir mencakup seluruh Gion. Fasiitas di Gion

Kobu ini juga terbilang lengkap karena disini terdapat Inoue School of Dance dan sebuah sekolah kejuruan yang disebut nyokoba. Gion Kobu memiliki acara pertunjukan tarian tahunan, yaitu Miyako Odori yang digelar sepanjang bulan April.

2. Gion Higashi

Gion Higashi berlokasi di sisi timur laut dari distrik Gion. Secara wilayah, Gion Higashi ini memang jauh lebih kecil dibanding Gion Kobu.

Namun geisha di Gion Higashi ini dikenal sebagai pemain koto terbaik di seluruh Gion, dan di Gion Higashi ini juga terdapat fasilitas tempat latihan bagi para geisha. Geisha di Gion Higashi menggelar pertunjukan tari tahunan, yaitu Gion Odori, yang digelar pada awal November.

3. Pontocho

Pontocho merupakan sebuah jalan sepanjang 600 meter di sepanjang sungai Kamo. Sama seperti Gion, kawasan Pontocho ini juga memiliki suasana ala kota tua di Kyoto, yang dipenuhi dengan rumah-rumah bergaya arsitektur tradisional Jepang dan juga memiliki beberapa ochaya dan ryoutei. Sama

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA seperti hanamachi lainnya, di Pontocho ini juga terdapat sebuah teater tempat para geisha berlatih maupun belajar seni, yaitu Pontocho Kaburenjo Theater.

4. Miyagawacho

Hanamachi Miyagawacho merupakan distrik yang masih terdapat beberapa ochaya yang masih eksis di dalamnya. Selain dikenal sebagai hanamachi, Miyagawacho ini juga dikenal sebagai tempatnya untuk menyaksikan pertunjukan kabuki (pentas drama Jepang yang seluruh pemerannya adalah pria) karena di hanamachi ini terdapat Minami-za Kabuki

Theatre. Geisha di Miyagawacho ini rutin menggelar pertunjukan tahunan bertajuk Kyo Odori, yang digelar pada 2 minggu pertama di bulan April.

5. Kamishichiken

Kamishichiken terletak di sisi barat laut kota Kyoto, tepatnya di dekat kuil Kitano Tenmangu Shrine. Geisha di Kamishichiken ini dikenal sebagai musisi yang sangat handal.

Mereka rutin menggelar pertunjukan tahunan bertajuk Kitano Odori yang digelar setiap musim semi (biasanya di akhir bulan Maret dan minggu pertama bulan April), dan rutin berpartisipasi dalam festival Baikasai – festival minum teh sambil menikmati mekarnya bunga Plum- di kuil Kitano Tenmangu, yang biasa diadakan setiap tanggal 25 Februari.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 6. Shimabara

Di Shimabara sudah tidak ada lagi okiya yang aktif, walau bangunan teater dan beberapa ochaya masih dipertahankan untuk keperluan wisata. Geisha dari hanamachi lain pun kerap diundang untuk tampil di Shimabara untuk menghibur wisatawan.

Sekitar 300 tahun yang lalu, berdiri Ochaya Ichiriki sebagai ochaya paling terkenal di Kyoto. Ochaya ini terletak di sudut jalan Shijo-dori dan

Hanamikoji-dori, hanya beberapa ratus meter dari Yasaka Jinja dan berada di jantung Gion. Ichiriki Ochaya berdinding merah terkenal akan arsitektur dan suasananya yang terkesan tradisional, dan juga untuk sejarah yang telah terjadi di sini. Ichiriki Ochaya didirikan bukanlah hanya sebagai tempat untuk minum teh saja. Akan tetapi, tempat ini adalah tempat eksklusif, undangan khusus, serta sebagai tempat hiburan yang disuguhkan oleh para Geisha. Tidak semua orang mampu membayar untuk dapat menikmati hiburan di tempat ini. Satu malam hiburan Geisha bersama

Maiko yang hadir akan dikenakan biaya mulai dari 500.000 - 800.000 yen ke atas. Ditambah lagi, untuk berkunjung membutuhkan koneksi dan banyak uang.

Kemudian pada tahun 1962, dua tahun sebelum Olimpiade Tokyo pada tahun 1964, Yasaka Kaikan Gion Corner mulai menawarkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA pertunjukan kesenian tradisional di kota Kyoto, menjadi perhatian wisatawan asing di Jepang. Tujuannya adalah untuk membuka diri kepada dunia, untuk menghadirkan budaya terbaik yang kaya lebih dari satu milenium.

Gion Corner adalah tempat untuk menyaksikan tujuh seni pertunjukan budaya Geisha. Seluruh lapisan masyarakat dapat menyaksikan pertunjukan seni yang ditampilkan, karena pertunjukan ini memang ditampilkan untuk dipertontonkan kepada seluruh masyarakat umum.

Adapun seni pertunjukan tersebut adalah kelompok seni dari Heian (794 –

1185) dan Muromachi (1333 – 1573) .

1. Chanoyu

Upacara minum teh tradisional Jepang, yang menarik langsung dua orang dari masyarakat umum untuk berpartisipasi untuk mencicipi teh yang disiapkan di depan mata semua orang.

2. Koto

Pertunjukan alat musik tradisional Jepang kecapi

3. Ikebana

Seni merangkai bunga yang akan dipertunjukkan secara langsung di tengah-tengah masyarakat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

4. Gagaku

Musik kuno tradisional Jepang yang dipertunjukan untuk mengiringi sebuah nyanyian.

5. Kyogen

Pertunjukan komedi kuno.

6. Kyomaii

Tarian indah Kyoto yang dilakuakan oleh Maiko.

7. Bunraku

Pertunjukan sandiwara boneka Jepang.

3.1.2 Geisha di Higashi Chaya Kanazawa

Kanazawa merupakan kota di Jepang yang terletak di bagian barat prefektur Ishikawa yang mengalami peningkatan wisatawan sebesar 65% di tahun 2016. Kanazawa sejak dahulu sudah menjadi kota penting di Jepang.

Selama periode Edo, Kanazawa adalah markas dari klan Maeda yang menjadi klan terkuat nomor dua setelah klan Tokugawa. Di zaman modern, sama seperti Kyoto, Kanazawa juga masih menyajikan banyak wisata tradisional yang memperlihatkan keindahan Jepang tempo dulu.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Sama halnya seperti di Gion Kyoto yang merupakan tempat dimana kita dapat menemukan Geisha, maka hal serupa juga dapat kita temukan di

Kanazawa khususnya di distrik Higashi Chaya. Higashi Chaya dikenal sebagai tempat terbaik untuk melihat Geisha. Chaya merupakan tempat pesta dan hiburan pada zaman Edo. Di tempat inilah para Geisha melakukan pekerjaannya. Mereka akan memainkan musik tradisional dan menari di depan para tamu.

Higashi Chaya juga menyediakan pertunjukan Geisha, dan menjadi kawasan yang banyak diminati wisatawan asing. Suasana indah dari kisi- kisi kayu pada bagian depan rumah-rumah Geisha semakin menambah keindahan tempat ini. Higashi Chaya juga memiliki sejarah sebagai tempat minum teh. Sampai saat ini masih terdapat banyak kedai-kedai untuk minum teh dengan arsitek kayu tempo dulu.

Di distrik teh Higashi Chaya, terdapat bangunan-bangunan seperti kedai teh Shima dan kedai teh Kaikaro yang telah dibangun 200 tahun yang lalu. Pengunjung dapat menikmati secangkir teh hijau dan camilan

Jepang sambil larut dalam suasana yang unik di rumah tua Geisha.

3.1.3 Geisha Di Kagurazaka

Kagurazaka merupakan sebuah distrik pusat yang kecil di Tokyo dan dianggap kurang begitu terkenal jika dibandingkan Shinjuku, Shibuya, dan Ueno. Karena kuatnya pengaruh Perancis, jalan utama disepanjang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Kagurazaka dipenuhi cafe, restoran, dan pertokoan yang terinspirasi dari

Perancis. Walaupun begitu, sejarah daerah ini berawal dari periode Edo.

Budaya geisha di Kagurazaka berada di titik populer pada tahun

1937-1938. Kagurazaka yang digunakan sebagai distrik Geisha berkembang sangat pesat. Lebih dari 200 Geisha akan melakukan tarian dan upacara minum teh, menyajikan makanan dan minuman di pesta-pesta perjamuan.

Di distrik Kagurazaka terdapat beberapa restoran mewah dan mahal.

Restoran ini memiliki hubungan dengan rumah okiya atau Geisha, sehingga

Geisha biasanya akan dipesan untuk tamu tertentu sebagai tuan rumah atau pemain. Dan ditempat ini kita dapat menikmati pertunjukan yang ditampilkan para Geisha, dan menikmati beberapa makanan dan minuman tradisional yang disuguhi oleh Geisha.

3.2 Berwisata Menggunakan Kostum Geisha

Warga Kyoto mengakomodir kebutuhan Turis atau wisatawan asing yang ingin berpakaian ala Geisha. Tindakan ini dilakukan dalam rangka untuk melestarikan budaya Geisha di Jepang.

Di Sagano dan Kyoto ada beberapa toko dan studio foto yang menyediakan peralatan ala Geisha lengkap dengan fotografer yang akan mengikuti wisatawan selama perjalanan dan memotretnya selayaknya seorang Geisha. Dengan adanya jasa layanan seperti ini, turis dapat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA berpakaian ala Geisha dan berjalan-jalan dan melewati jalan di Gion membuat beberapa foto glamor.

Wisatawan asing yang mengenakan pakaian ala Geisha sebagian besar akan ramah jika disapa dan berkenan jika diajak berfoto bersama.

Hal itu adalah salah satu hal yang membedakan antara Geisha turis dengan Geisha yang asli, karena seorang Geisha sejati tidak akan pernah melakukan hal tersebut. Saat Geisha berdandan, mereka pergi untuk bekerja atau dalam perjalanan pulang, sehingga itu bukanlah hal yang mungkin terjadi karena geisha sejati tidak memiliki banyak waktu luang.

Perbedaan kontras lainnya adalah kualitas putih wajah. Seorang

Geisha sejati memiliki riasan yang sempurna dan lebih halus jika dibandingkan dengan Geisha turis.

Dengan adanya studio dan tempat untuk menyewa kimono lengkap dengan riasan wajahnya, dapat memberikan suatu pengalaman yang baru kepada wisatawan asing yang berkunjung. Apabila biasanya mereka hanya akan berjalan-jalan, menyaksikan pertunjukan Geisha dan mengambil beberapa foto Geisha, maka berbeda dengan saat ini. Wisatawan asing dapat berbaur secara langsung dengan budaya Geisha ini dengan menggunakan pakaian tradisional Jepang dan menggunakan riasan ala

Geisha, serta menikmati peran seperti layaknya seorang Geisha saat di

Jepang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dengan mempelajari Geisha sebagai salah satu kebudayaan tradisional Jepang yang popular, kita mendapatkan pemahaman tentang kehidupan seniman wanita Jepang dengan segala keistimewaan yang dimilikinya, bagaimana sejarah dan kehidupannya, dan proses yang dialaminya sebelum menjadi seorang Geisha.

Menjadi seorang Geisha bukanlah suatu profesi yang mudah didapatkan. Seseorang yang dapat menjadi seorang Geisha adalah wanita yang dikenal tangguh oleh semua orang. Dengan segala keistimewaan yang dimiliki seorang Geisha, selain dikenal sebagai budaya tradisional Jepang,

Geisha juga memiliki peran penting sebagai penarik objek wisata di

Jepang. Pada daerah yang dikenal sebagai Hanamachi atau tempat dimana tinggalnya para Geisha, daya tarik dan profesi seorang Geisha yang menampilkan keahlian seni tradisional Jepang menjadikan tempat – tempat tersebut sebagai tempat tujuan objek wisata Jepang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

4.2 Saran

Budaya tradisional merupakan budaya yang harus selalu dilestarikan keasliannya. Akan tetapi, di zaman yang sudah modern ini, kita diharapkan mampu untuk mengembangkan nilai yang terkandung dalam suatu budaya mengikuti perkembangan zaman, tanpa mengurangi atau mengubah nilai- nilai budaya yang terkandung didalamnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR PUSTAKA

Danny, 2003. Studi Tentang Geisha Dalam Film Memoirs Of Geisha pdf. Tersedia pada : Jurnalinterlingiafbsunima.yolasite.com

(Diakses tanggal 18 maret 2018)

Downer, Lesley, 2001. Women Of The Quarters : The Secret History Of The

Geisha. Universitas Michigan : Broadway Books

Golden, Arthur, 2007. Memoar Seorang Geisha, cetakan 11. Jakatra: PT

Gramedia Pustaka Utama

Yuda, Wenika, 2014. Panduan Wisata Jepang, Tokyo, Osaka, Dan Kyoto.

Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer

Grant, JoAnn, 2011. Japanese Wedding Traditions San San Kudo. Tersedia pada : http://www.japanesestyle.com/Japanese-Wedding-Traditions-San-San- Kudo-s/907.htm

(Diakses tanggal 12 juni 2018)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA JapanKnowledge, 2016. Perbedaan Geisha dan Maiko. Tersedia pada :

Suikawari.blogspot.com

(Diakses tanggal 26 juni 2018)

Kojikisankyoto. Ichiriki ochaya. Tersedia pada : http://wordpress.com/ichiriki-ochaya/

(Diakses tanggal 27 juni 2018)

Mardalis, 1999. Pengertian Metode Kepustakaan Menurut Ahli. Tersedia pada : www.definisimenurutparaahli.com

(Diakses tanggal 24 juni 2018)

Sudjianto, 2002. Pengertian Geisha Menurut Ahli. Tersedia pada :

Jurnalinterlingiafbsunima.yolasite.com

(Diakses tanggal 9 juli 2018)

The daily . 2016. Menjumpai Para Geisha Di Kyoto. Tersedia pada : http://thedailyjapan.com/menjumpai-para-geisha-di-kyoto/

(Diakses tanggal 7 juni 2018)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA The daily japan. 2017. Kanazawa Kota Samurai Yang Menjadi Primadona Baru Pariwisata Jepang. Tersedia pada :https://thedailyjapan.com/kanazawa- kota-samurai-yang-menjadi-primadona-baru-pariwisata-jepang/2/

(Diakses tanggal 7 juni 2018)

Wanimbambung. 2017. Berdandan Ala Geisha. Tersedia pada : http://wanimbambung.blogspot.com

(Diakses tanggal 27 juni 2018)

Yahya, Pambudhi. 2018. Geisha - Budaya Lama Jepang Yang Tetap Hidup. Tersedia pada : https://idnation.net/insight-geisha-budaya-lama-jepang-yang-tetap-hidup/

(Diakses tanggal 10 juni 2018)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA LAMPIRAN

Gambar 1 : Gion Corner

Gambar 2 : Ichiriki Ochaya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 3 : Distrik Kanazawa

Gambar 4 : Distrik Kagurazaka

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 5 : Gaya Rambut Geisha

Gambar 6 : Gaya rambut Maiko

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 7 : Hiasan Rambut Geisha

Gambar 8 : Hiasan Rambut Maiko

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 9 : Okobo Sepatu Maiko

Gambar 10 : Zori Sepatu Geisha

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 11 : Obi Maiko

Gambar 12 : Obi Geisha

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 13 : Perbedaan Kimono Maiko (kiri) dan Geisha (kanan)

Gambar 14 : Pertunjukan Geisha di Gion Kobu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 15 : Pontocho

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ABSTRAK

Jepang adalah negara yang kaya akan budaya. Budaya Geisha dikenal sebagai salah satu objek wisata Jepang. Geisha memiliki peranan penting dalam dunia hiburan bisnis, dan kursi perjamuan “Layanan pelanggan profesional”. Melakukan pertunjukan menyanyi dan menari, berbicara dan minum bersama, serta melakukan permainan menyenangkan, menikmati waktu yang menyenangkan bersama tamu. Namun kehidupan

Geisha berat, tidak seindah yang terlihat. Dari kecil, pergi ke sekolah khusus, menari dan menyanyi, memainkan alat musik Shamisen, dan lain- lain, di kehidupan Geisha yang keras hanya segelintir orang yang lulus pada ujian Geisha yang keras. Hanya dengan kekerasan yang seperti itulah yang dapat melahirkan keindahan nyata yang dikagumi semua orang.

Menyaksikan pertunjukan Geisha, mendorong minat wisatawan. Di beberapa tempat wisata di Jepang, kita dapat menyaksikan pertunjukan

Geisha. Kota tempat Geisha berada disebut Hanamachi. Misalnya, Kyoto,

Kanazawa, Kagurazaka, dan lain-lain.

Ada 5 Hanamachi di Tokyo. Diantaranya Kagurazaka yang merupakan salah satu Hanamachi yang indah dan terdapat bangunan kuno di dalamnya. Terdapat berjajar Ryoutei yang terkenal, pada musim semi pun di dalam kota merupakan tempat utama untuk melihat bunga sakura,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA banyak perayaan diadakan di musim panas, sedikit tempat yang dikunjungi wisatawan dari seluruh Jepang. Menjelang sore hari, mungkin dapat bertemu Geisha yang sedang bekerja di luar.

Kanazawa adalah kota yang menakjubkan di dalam kehidupan

Jepang sekarang, dan juga mewariskan kesenian dan kerajinan tradisional dari zaman Feodal. Sejarah Higashi kuno dari dulu bersamaan dengan sejarah Kanazawa, seni yang dikembangkan Geisha Kanazawa dapat menghibur hati, kanazawa Geisha, sebagai salah satu daya tarik besar

Knazawa, baik di dalam dan luar negara.

Di Gion Kyoto dapat kita temukan panggung tradisional Jepang,

Hanamachi utama Kyoto (terdapat Maiko yang sangat terkenal ), di dalam kota Minamiza terdapat (teater kabuki), pusat perbelanjaan Gion, gedung pertemuan Gion, dan lain-lain. Di Gion terdapat daerah pusat kota yang merupakan kota perwakilan Kyoto, banyak wisatawan Maiko dan Geisha menuju Zashiki (Maiko Minarai).

Banyak wisatawan setelah melihat Geisha yang cantik, ingin berpakaian ala Geisha. Kyoto adalah kota sejarah, karena merupakan salah satu pusat budaya tradisional Jepang, wanita asing dan orang Jepang, setelah datang ke Kyoto memakai Kimono tradisional Jepang merupakan kesempatan yang menyenangkan. Salah satu studio foto Kyoto, menyediakan layanan bagi orang – orang yang ingin berpakaian ala Geisha. Wisatawan dapat berjalan di sepanjang jalan Gion kota dengan berpakaian seperti

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Geisha asli dan Maiko, dapat mengambil beberapa foto yang menakjubkan yang dambil oleh Fotografer Profesional.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA