Asal-usul ayam kampung Indonesia

Sistem pemeliharaan

Pembibitan

Inseminasi buatan

Pakan

Karkas dan bagian-bagiannya

Pengolahan hasil dan pemasaran

ISBN: 978-602-8954-77-8 Sukses Budidaya Ayam Kampung i

• Muryanto • Djoko Pramono

Sukses Budi Daya Ayam Kampung ii Sukses Budidaya Ayam Kampung

Sukses Budi Daya Ayam Kampung

Penyusun: Muryanto dan Djoko Pramono Editor: Prof. Ir. Bambang Sudaryanto, MS. Yuni Winarti, S.Si. Desain Sampul: Sucipto Perwajahan: Sutarto Lay Out: Prastuti IH. Tahun Terbit: 2014

Penerbit: LOKA AKSARA Kawasan Pergudangan Taman Tekno BSD Blok O.2 No. 18 Bumi Serpong Damai, Tangerang Telp. (021) 75881903, 75882558 Fax. (021) 75881092 ISBN: 978.602.8954.77.8

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang Sukses Budidaya Ayam Kampung iii

KATA PENGANTAR

Ayam Kampung atau sering disebut dengan ayam buras merupakan aset komoditas Indonesia yang memiliki peran penting dalam masyarakat khususnya di pedesaan. Dalam rangka mendukung pengembangan ayam kampung di Indonesia maka diperlukan peningkatan kemampuan/kapasitas peternak dan pelaku lainnya terhadap aspek-aspek penting yang berkaitan dengan budi daya ayam kampung. Di sisi lain, telah banyak dilakukan upaya berupa peningkatan sarana, program pelatihan, kegiatan penelitian dan pengembangan dan lain sebagainya. Namun pengaruh- nya terhadap peningkatan populasi ayam kampung masih relatif kecil yaitu 5,7% per tahun (Dirjen PKH, 2013). Dalam rangka mendukung upaya peningkatan produktivitas ayam kampung di Indonesia, maka disusun buku "Sukses Budi Daya Ayam Kampung". Buku ini memuat aspek-aspek teknologi yang penting seperti teknik pemeliharaan, perkawinan dengan iv Sukses Budidaya Ayam Kampung

inseminasi buatan, cara menyusun ransum ayam, dan lain-lain. Buku ini disusun berdasarkan hasil-hasil penelitian dan pengembangan terhadap komoditas ayam kampung baik dari penelitian laboratorium maupun dari lapangan sehingga menampilkan kondisi yang nyata agar dapat diadopsi oleh pengguna. Selain itu, dilengkapi dengan referensi dari berbagai sumber. Buku ini sangat baik digunakan oleh para peternak yang mempunyai kemauan untuk maju, bahan pegangan bagi penyuluh di lapangan, sesuai sebagai bahan/materi kuliah bagi mahasiswa dan sebagai referensi bagi pejabat pengambil kebijakan. Dengan terbitnya buku ini, semoga dapat ikut berperan dalam upaya meningkatkan produktivitas ayam kampung di Indonesia.

Ungaran, Februari 2014

Penyusun Sukses Budidaya Ayam Kampung v

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...... iv Daftar Isi ...... v Daftar Tabel ...... vi Daftar Gambar ...... vii

Satu Pendahuluan ...... 1

Dua Ayam Kampung Indonesia ..... 5 A. Asal Usul Ayam Kampung Indonesia ...... 6 B. Keragaman Ayam Kampung Indonesia ...... 6

Tiga Sistem Pemeliharaan ...... 50 A. Sejarah Perkembangan Budi Daya Ayam Kampung ... 50 B. Sistem Pemeliharaan Ayam Kampung ...... 54 vi Sukses Budidaya Ayam Kampung

C. Sistem Pemeliharaan Ayam Kampung untuk Memproduksi Telur (Konsumsi) ...... 56 D. Pemeliharaan Ayam Kampung untuk Memproduksi Telur Tetas ...... 74 E. Pemeliharaan Ayam Kampung untuk Memproduksi Anak Ayam ..... 76 F. Pemeliharaan Ayam Kampung untuk Memproduksi Ayam Siap Potong (Penggemukan) ...... 78

Empat Pembibitan ...... 80 A. Kebijakan Pembibitan Ayam Kampung ...... 80 B. Penelitian Pembibitan Ayam Kampung ...... 83 C. Teknologi Pendukung Pembibitan ...... 91

Lima Inseminasi Buatan ...... 95 A. Tujuan Inseminasi Buatan .... 97 B. Manfaat Inseminasi Buatan .. 98 C. Teknik Inseminasi Buatan ..... 104

Enam Pakan ...... 121 A. Tujuan Pemeliharaan Ayam Kampung ...... 122 B. Sistem Pemeliharaan ...... 125 Sukses Budidaya Ayam Kampung vii

C. Contoh Pembuatan Pakan Ayam ...... 126

Tujuh Karkas dan Bagian-Bagiannya 128 A. Keragaman Pertumbuhan Bagian Tubuh dan Potongan Karkas Ayam Kampung ...... 128 B. Hubungan antara Potongan Tubuh dengan Bobot Potong 131 C. Hubungan antara Potongan Karkas dan Bobot Karkas ...... 133

Delapan Pengolahan Hasil dan Pemasaran ...... 135 A. Pohon Industri Ayam Kampung ...... 137 B. Pengolahan Produk Ayam Kampung ...... 141 C. Pemasaran Produk Ayam Kampung ...... 142

Daftar Pustaka ...... 151 Tentang Penulis ...... 165 viii Sukses Budidaya Ayam Kampung

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Ciri-ciri Ayam Kedu • 13 Tabel 2. Pertumbuhan, Konsumsi Pakan dan Mortalitas Anak Ayam Kedu Hitam • 14 Tabel 3. Rata-Rata Produktivitas pada Ayam Kedu Hitam • 15 Tabel 4. Karakteristik Ayam Cemani • 18 Tabel 5. Produksi Telur Ayam Lokal yang Dipelihara pada Kondisi yang Sama Selama 52 Minggu • 21 Tabel 6. Jenis dan Durasi Kluruk Ayam Pelung • 26 Tabel 7. Rataan Bobot Badan Berbagai Jenis Ayam Sentul Mulai Umur 2 Bulan-Dewasa • 35 Tabel 8. Rata-Rata dan Simpangan Baku Sifat-Sifat Kuantitatif Ayam Kokok Balenggek Berdasarkan Kenagarian • 40 Tabel 9. Sifat Produksi Ayam Kokok Sukses Budidaya Ayam Kampung ix

Balenggek Jantan dan Betina • 42 Tabel 10. Karakteristik Bioakustik Ayam Gaga' • 49 Tabel 11. Beberapa Contoh Susunan Pakan Ayam Kampung untuk Tujuan Produksi Telur Konsumsi • 58 Tabel 12. Produksi Telur Konsumsi pada Ayam Kampung • 61 Tabel 13. Pengaruh Suhu Terhadap Beberapa Variabel Produksi Ayam Umur 32-66 Minggu • 65 Tabel 14. Produktivitas Induk Single Comb White Leghorn Akibat Pengaruh Suhu Lingkungan Selama 21 Hari • 67 Tabel 15. Pengaruh Kombinasi Antara Suhu Tinggi dan Kelembaban Relatif Terhadap Komposisi Telur • 70 Tabel 16. Performa Ayam Petelur yang Diberi Air Minum pada Suhu 33°C dan 2°C • 71 Tabel 17. Pengaruh Suhu Air Minum Terhadap Produksi Telur (% Hen Day) • 71 Tabel 18. Konsumsi Air ad-lib Per Hari pada Beberapa Status Produksi Ayam dengan Suhu 20°C dan 32°C (Liter Per 1.000 Ekor) • 73 Tabel 19. Evaluasi Produksi Telur pada Ayam Kampung Selama 2 Bulan • 84 Tabel 20. Jumlah Ayam dan Sebaran Produksi Telur Selama 2 Bulan • 85 Tabel 21. Produktivitas Induk pada Populasi Awal dan Populasi Seleksi • 86 Tabel 22. Performa Produktivitas Ayam Kampung pada Populasi Dasar dan Keturunan I • 89 x Sukses Budidaya Ayam Kampung

Tabel 23. Perbandingan Analisis Usaha Memproduksi Telur Tetas dan Telur Konsumsi (100 Ekor/6 Bulan) • 103 Tabel 24. Produksi Telur Ayam Ras Petelur Umur 20-40 Minggu • 107 Tabel 25. Penetasan Telur Hasil IB Menggunakan Induk Ayam • 120 Tabel 26. Kebutuhan Gizi Pakan Ayam Kampung • 123 Tabel 27. Kandungan Gizi Bahan Pakan • 124 Tabel 28. Konsumsi Pakan/Ekor/Hari • 124 Tabel 29. Batasan Penggunaan Bahan • 125 Tabel 30. Pertumbuhan Bagian Tubuh Ayam Kampung umur 2-12 Minggu • 130 Tabel 31. Intersep (log a), Koefisien Pertumbuhan Relatif (b) dari log Bobot Potongan Tubuh (Y) Terhadap Bobot Potong (X) • 132 Tabel 32. Intersep (log a), Koefisien Pertumbuhan Relatif (b) dari log Bobot Potongan Karkas (Y) Terhadap Bobot Karkas (X) Ayam Kampung • 134 Tabel 33. Pasar Ayam Potong Berdasarkan Berat • 144 Tabel 34. Perbedaan Pemotongan pada RPA Modern, Semimodern dan Tradisional • 146 Tabel 35. Kualitas Daging Ayam dan Pangsa Pasarnya • 148 Sukses Budidaya Ayam Kampung xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Medali-medali hasil lomba ayam kedu Bapak Tjokro. • 10 Gambar 2. Ayam kedu hitam. • 11 Gambar 3. Ayam kedu putih. • 12 Gambar 4. Ayam kedu lurik. • 12 Gambar 5. Pejantan cemani dengan bulu pedang. • 16 Gambar 6. Pejantan cemani. • 16 Gambar 7. Induk cemani. • 16 Gambar 8. Pejantan cemani dengan bulu terbalik. • 16 Gambar 9. Induk cemani dengan bulu terbalik. • 16 Gambar 10. Ayam kedu muda. • 17 Gambar 11. Ayam cemani dengan bulu yang jarang. • 17 Gambar 12. Warna hitam pada sayap, rongga mulut, muka dan kulit pada ayam cemani. • 17 xii Sukses Budidaya Ayam Kampung

Gambar 13. Variasi warna daging dan organ dalam pada ayam kedu hitam, ayam cemani dan ayam kedu putih, sebelum dan sesudah dipotong. • 18 Gambar 14. Pejantan dan induk ayam pelung. • 28 Gambar 15. Jenis ayam sentul berdasarkan warna bulunya. • 34 Gambar 16. Ayam kokok balenggek induk dan pejantan. • 40 Gambar 17. Ayam ketawa. • 45 Gambar 18. Ayam ketawa dengan warna bulu putih. • 46 Gambar 19. Ayam ketawa sedang berkokok. • 48 Gambar 20. Gerakan ayam ketawa sedang berkokok. • 49 Gambar 21. Bagan sistem pemeliharaan ayam kampung. • 55 Gambar 22. Pemeliharaan ayam kampung ekstensif/ tradisional. • 56 Gambar 23. Pemeliharaan ayam kampung semiintesif. • 56 Gambar 24. Pemeliharaan ayam kampung intesif. • 56 Gambar 25. Hubungan suhu lingkungan dengan produksi panas tubuh. • 63 Gambar 26. Hubungan suhu lingkungan terhadap keseimbangan energi. • 63 Gambar 27. Hubungan suhu lingkungan terhadap keseimbangan energi. • 64 Gambar 28. Pengaruh suhu terhadap kualitas kerabang. • 69 Gambar 29. Inseminasi buatan sebagai Sukses Budidaya Ayam Kampung xiii

sarana peningkatan mutu genetik. • 100 Gambar 30. Perkawinan antara ayam hutan dengan ayam kedu putih. • 101 Gambar 31. Peralatan yang digunakan untuk inseminasi buatan. • 105 Gambar 32. Pengelusan/perangsangan. • 110 Gambar 33. Penekanan pangkal ekor. • 110 Gambar 34. Pengeluaran sperma. • 110 Gambar 35. Pengelusan/perangsangan pejantan. • 111 Gambar 36. Pengeluaran sperma. • 111 Gambar 37. Mengencerkan sperma dengan menggoyangkan botol penampung. • 112 Gambar 38. Mengencerkan sperma dengan pipet. • 112 Gambar 39. Cara memegang induk ayam yang akan diinseminasi. • 114 Gambar 40. Cara mengeluarkan alat reproduksi induk ayam. • 114 Gambar 41. Cara memasukkan alat suntik ke dalam saluran telur. • 115 Gambar 42. Teknik inseminasi langsung di dalam kandang. • 115 Gambar 43. Meletakkan telur, bagian tumpul di atas. • 116 Gambar 44. Potongan bagian tubuh ayam kampung umur 12 minggu. • 129 Gambar 45. Arah perkembangan tubuh ayam kampung. • 133 Gambar 46. Pohon industri ayam kampung. • 139 Gambar 47. Pemotongan ayam. • 147 xiv Sukses Budidaya Ayam Kampung

Gambar 48. Perebusan dengan suhu 65°C. • 147 Gambar 49. Pencabutan bulu. • 147 Gambar 50. Pengeluaran jeroan (Eviscerasi). • 147 Gambar 51. Pemotongan. • 147 Gambar 52. Pembumbuan. • 147 Gambar 53. Olahan telur dan daging ayam, telur mata sapi, ayam bakar dan goreng. • 150 Sukses Budidaya Ayam Kampung 1

Satu

PENDAHULUAN

Ayam kampung atau ayam buras mempunyai peran penting bagi kehidupan masyarakat khususnya petani di pedesaan. Ayam kampung berfungsi sebagai sumber protein juga sebagai sumber pendapatan karena ayam dapat langsung dijual saat membutuhkan uang tunai. Peternakan ayam kampung sendiri merupakan jenis peternakan rakyat, karena ayam kampung dipelihara di hampir semua agroekosistem, bahkan pada kondisi lingkungan yang penuh keterbatasan ayam kampung dapat hidup. Populasi ayam kampung di Indonesia tahun 2013, sebanyak 290.455.201 ekor. Populasi tertinggi ada di Provinsi Jawa Tengah, sebanyak 41.828.668 ekor, disusul Jawa Timur sebanyak 32.625.833 ekor, Jawa Barat sebanyak 29.112.107 ekor, dan Sulawesi Selatan sebanyak 22.370.680 (Dirjen PKH, 2013). Dengan populasi yang tinggi dan tersebar tersebut, maka ayam kampung memberi sumbangan yang besar terhadap pemeliharanya. 2 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Besarnya populasi ayam kampung tersebut apabila diupayakan peningkatan produktivitasnya, akan menjadi aset nasional yang tinggi nilainya. Lebih lanjut pada pemeliharaan di tingkat petani dengan sentuhan input teknologi tepat guna, diikuti perbaikan manajemen pemeliharaan akan memberikan nilai tambah yang cukup berarti dan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dalam skala nasional. Mansjoer (1989) melaporkan bahwa sumbangan ayam kampung terhadap produksi daging nasional sebesar 28%, sedangkan sumbangan terhadap produksi telur nasional sebesar 11,5%. Peternakan ayam kampung antara tahun 2004- 2005 sempat terganggu dengan adanya kasus serangan penyakit flu burung. Adanya serangan flu burung ini Pada tahun 2004, kerugian berpengaruh terhadap rencana pengembangan sentra yang dialami produksi dan produktivitas dari ayam kampung sendiri. peternak Dampak negatif lainnya adalah terhadap suplai produk akibat flu burung ayam kampung yang cenderung menurun. Namun, mencapai lebih pengaruhnya terhadap permintaan ayam kampung dari 500 milyar tidak signifikan artinya hanya sebentar menurun, rupiah per bulan. kemudian normal lagi. Masyarakat tidak lagi takut untuk mengonsumsi daging atau telur ayam kampung. Kondisi di atas dapat menjadi tantangan bagi kita untuk segera mengembalikan kejayaan peternakan ayam kampung. Permintaan yang terus meningkat belum diimbangi dengan peningkatan populasi, sehingga pengembangan ayam kampung mempunyai prospek yang sangat bagus. Upaya ini perlu diimbangi dengan dukungan ketersediaan sarana produksi mulai dari bibit, pakan, perkandangan, obat, penyiapan sumberdaya manusia dan dukungan kebijakan baik teknis dan kelembagaan. Sukses Budidaya Ayam Kampung 3

Kelemahan yang dimiliki ayam kampung adalah laju reproduksi dan pertumbuhannya lambat. Laju reproduksi yang lambat ditunjukkan dengan produksi telur yang rendah dan mempunyai sifat mengeram, sehingga membutuhkan waktu untuk bertelur kembali. Produksi telur ayam kampung yang dipelihara secara tradisional hanya 45 butir/ekor/tahun atau setara dengan 12,5% per hari. Muryanto, et al. (1993) melaporkan bahwa untuk memproduksi 38 butir telur dibutuhkan waktu 210 hari, dengan rincian 38 hari untuk berproduksi, 68 hari mengeram dan 104 hari istirahat bertelur. Di samping itu masih terdapat kendala yaitu, sistem pemeliharaan di tingkat petani yang masih tradisional (seadanya) dengan pemilikan ayam yang rendah. Seperti diketahui bahwa pemeliharaan ayam kampung merupakan back yard farming. Peme- liharaan yang demikian menyebabkan perhatian petani terhadap ayam yang dipelihara sangat kurang, sehingga Anak ayam usia di bawah sangat rentan terhadap penularan penyakit dan dua bulan menyulitkan tindak pencegahan. Hal ini dapat sangat rentan dibuktikan dengan adanya kematian ayam yang tinggi, terhadap penyakit petani tidak merasa rugi atau dianggap hal yang biasa. sehingga Dari berbagai informasi pengamatan di lapangan, angka diketahui penyakit yang sering menyerang dan kematiannya tinggi. menimbulkan kematian tinggi adalah tetelo (New Castle Desease/NCD), gumboro, dan flu burung. Dalam rangka mendukung pengembangan ayam kampung di Indonesia maka diperlukan peningkatan kemampuan/kapasitas peternak terhadap aspek-aspek penting yang berkaitan dengan budidaya ayam kampung. Di sisi lain, telah banyak dilakukan upaya berupa peningkatan sarana, program pelatihan, 4 Sukses Budidaya Ayam Kampung

kegiatan penelitian dan pengembangan dan lain-lain. Namun pengaruhnya terhadap peningkatan populasi ayam kampung masih relatif kecil yaitu 5,7%/th (Dirjen PKH, 2013). Dalam rangka peningkatan produktivitas ayam kampung, maka telah banyak dilakukan penelitian mulai di tingkat laboratorium sampai pada penelitian pengembangan di lapangan berkerjasama dengan peternak. Banyak informasi tentang keberhasilan dan masalah yang dihadapi dalam pengembangan ayam kampung yang diperoleh dari penelitian tersebut. Untuk itu, informasi-informasi perlu dikemas dalam bentuk buku agar dapat digunakan sebagai referensi bagi peternak, penyuluh, dan pengambil kebijakan dalam rangka pengembangan ayam kampung di Indonesia. Sukses Budidaya Ayam Kampung 5

Dua

AYAM KAMPUNG INDONESIA

Ayam kampung adalah sebutan di Indonesia bagi ayam peliharaan yang tidak ditangani dengan cara budidaya komersial dan tidak berasal dari galur atau ras yang dihasilkan untuk kepentingan komersial. Ayam kampung merupakan salah satu ternak unggas yang telah memasyarakat dan tersebar di seluruh pelosok nusantara. Istilah ayam kampung pada awalnya untuk membedakan dengan ayam ras. Pada perkembangan kemudian, semenjak dilakukan program pengembang- an, pemurnian, dan pemuliaan ayam lokal unggul, kini dikenal dengan sebutan ayam buras (ayam bukan ras) dengan perbaikan teknik budidaya. Ayam kampung yang mempunyai istilah ilmiah Gallus domesticus mempunyai daya produksi daging dan telur yang bervariasi, mempunyai keunggulan tertentu sekaligus sebagai ciri khas, seperti produksi telur, mempunyai suara merdu, warna bulu yang menarik, dan lain sebagainya. Keunggulan produksi maupun keunggulan lainnya perlu dipelajari dengan 6 Sukses Budidaya Ayam Kampung

tujuan agar dapat dilestarikan, ditingkatkan atau dimanfaatkan bagi kesejahteraan peternak di Indone- sia.

A. Asal Usul Ayam Kampung Indonesia Nenek moyang ayam kampung adalah ayam liar atau ayam hutan. Hutt (1949) dan Jull (1951) menyatakan bahwa nenek moyang ayam digolongkan dalam genus Gallus yang mempunyai 4 spesies yaitu Gallus gallus (Red Jungle Fowl) atau ayam hutan merah, Gallus varius (Green Jungle Fowl) atau ayam hutan hijau, Gallus sonneratti (Grey Jungle Fowl) atau ayam hutan abu-abu dan Gallus lafayetti atau ayam hutan Ceylon. Ayam hutan merah sering disebut Gallus bankiva atau Gallus ferrugineus terdapat di Indonesia yaitu di Sumatera, juga di Semenanjung Malaysia, In- dia bagian Timur, Thailand dan Mianmar. Ayam hutan hijau dikenal pula sebagai Gallus javanicus atau Gallus furcatus atau lebih sering disebut sebagai ayam hutan Semua ayam modern Jawa, terdapat di Pulau Jawa dan pulau-pulau merupakan sekitarnya. Ayam hutan abu-abu terdapat di India keturunan dari bagian barat dan timur. Ayam hutan Ceylon sesuai Gallus gallus. dengan namanya terdapat di Ceylon atau Sri Lanka. Dua spesies ayam asli Indonesia yaitu ayam hutan merah dan ayam hutan hijau, sudah ribuan tahun dibudidayakan secara tradisional oleh masyarakat Indonesia, namun karena kondisi lingkungan dan adat- istiadat yang berbeda-beda, maka timbul keaneka- ragaman di antara ayam lokal di Indonesia. Utoyo (2002) melaporkan bahwa saat ini di Indonesia terdapat lebih dari 30 bangsa ayam kampung baik yang masih Sukses Budidaya Ayam Kampung 7

besar keragamannya maupun yang spesifik. Ayam kampung yang mempunyai keragaman besar baik bentuk fisik, maupun produktivitasnya banyak terdapat di kampung-kampung di Indonesia dan umumnya dipelihara secara tradisional. Internasional Livestock Research Institute (ILRI) yang bermarkas di Etiophia, menyebutkan bahwa ayam lokal Indonesia mempunyai keunikan dibanding- kan dengan ayam lokal dari negara Asia lainnya. Keunikannya adalah citarasa dagingnya yang khas, sifat mengeramnya tinggi, namun produksi telurnya relatif rendah. Dagingnya kenyal berisi, tidak lembek dan kadar lemak rendah, tahan terhadap proses pengolahan (tidak mudah hancur), kandungan nutrisi tinggi dan mengandung 19 jenis protein dan asam amino (www.sentralternak.com). Keunggulan lainnya adalah mempunyai daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan, tingkat kekebalan tinggi, dan hemat biaya pakan. Ayam kampung menurut Hardjosworo (1995) mempunyai nilai sosial-ekonomi tinggi bagi petani dan dagingnya mempunyai keunikan sehingga disukai oleh konsumen serta nilai jualnya tinggi, namun secara kuantitas ketersediaannya tidak dapat melebihi ayam ras. Hal ini disebabkan karena laju reproduksi dan pertumbuhannya lambat.

B. Keragaman Ayam Kampung Indonesia Sejarah ayam kampung, pada awalnya dimulai dari generasi pertama ayam kampung sebagai keturunan ayam hutan merah (Gallus gallus), yang 8 Sukses Budidaya Ayam Kampung

kemudian dipelihara oleh masyarakat. Pada zaman Kerajaan Kutai, ayam hutan merupakan salah satu komoditas persembahan bagi raja sebagai upeti dari masyarakat setempat. Oleh karena citarasa dagingnya disukai oleh raja, kemudian ayam tersebut selalu dipelihara dan diternakkan oleh rakyat untuk raja. Ayam lokal yang berkembang dari berbagai daerah di Indonesia mempunyai keragaman yang bervariasi meliputi nama, sifat kuantitatif, kualitatif dan mempunyai keunggulan serta ciri khas tertentu. Beberapa contoh diantaranya adalah ayam kedu dari daerah Magelang dan Temanggung dan sekitarnya atau eks Karesidenan Kedu di Jawa Tengah; ayam nunukan dari Pulau Tarakan Kalimantan Timur; ayam pelung dari Kabupaten Cianjur, Sukabumi Provinsi Jawa Barat dan sekitarnya; ayam sumatra dari Provinsi Sumatra Barat; ayam kokok belenggek dari Sumatra Barat; tepatnya di pedalaman Kabupaten Solok; ayam gaok dari Pulau Puteran Kabupaten Sumenep Madura; dan lain-lain. Untuk mengetahui lebih dalam ayam kampung Indonesia, di bawah ini dijelaskan beberapa ayam kampung Indonesia yang sudah ditetapkan sebagai galur atau rumpun asli Indonesia.

1. Ayam Kedu Ayam kedu merupakan aset ternak lokal unggul khas Jawa Tengah bahkan Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah berupaya secara terus-menerus untuk menjaga, melestarikan dan sekaligus mengembangkannya. Ayam kedu telah dibudidayakan oleh masyarakat secara turun-temurun di wilayah Provinsi Jawa Tengah, khususnya di Kabupaten Temanggung, Magelang, Wonosobo, dan Sukses Budidaya Ayam Kampung 9

sekitarnya, yang dahulu dikenal dengan wilayah Karesidenan Kedu. Ayam kedu sudah dikenal di seluruh Indonesia bahkan sampai ke mancanegara. Saat ini dikenal ada 3 jenis ayam kedu yaitu ayam kedu putih, berwarna, dan hitam. Pemberian nama tersebut didasarkan pada sebaran warna bulunya. a. Asal-Usul Ayam Kedu Asal-usul ayam kedu sampai saat ini belum pasti. Banyak versi yang menceritakan bagaimana ayam tersebut berasal. Versi-versi tersebut ada yang sifatnya sedikit ilmiah dan ada yang merupakan cerita turun temurun, dan masing-masing yang mempercayai versi tersebut mempunyai keyakinan sendiri akan ke- benarannya. Salah satu versi diperkenalkan oleh seorang tokoh masyarakat dari Desa Kalikuto, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang, bernama Tjokromihardjo. Tokoh Ayam kedu ini banyak mencurahkan perhatiannya di bidang pada awalnya peternakan di samping menjabat sebagai kepala desa. berfungsi Pernah dilaporkan oleh majalah Minggu Pagi yang sebagai hewan ritual dan terbit tanggal 7 Juni 1959, bahwa pengetahuan Pak tidak Tjokro di bidang peternakan diperoleh dari kursus- dimuliakan kursus yang diadakan oleh Dr. Douwes Dekker pada sebagai pedaging atau tahun 1919, di Bandung, dan korespondensinya dengan petelur. seorang ahli perunggasan dari Colorado yaitu Mr. Schelter. Berdasarkan informasi langsung dari putra Bapak Tjokro yaitu bapak Bambang Irawan (November, 2011), diceriterakan bahwa ayam kedu diperoleh melalui ketekunan Bapak Tjokro dalam menyilangkan dan melakukan seleksi secara terus-menerus. Pada 10 Sukses Budidaya Ayam Kampung

awalnya seleksi yang dilakukan adalah warna bulu kemudian bentuk tubuh dan ciri fisik tubuh seperti bentuk badan, bentuk kaki, jumlah sirip pada kaki, jengger, dan lain-lain. Selanjutnya seleksi diarahkan ke produktivitasnya, baik produksi telur maupun daging. Ayam hasil persilangannya kemudian diikutkan di beberapa lomba oleh sahabatnya, seorang ber- kebangsaan Belanda yang berdomisili di Desa Secang, Kabupaten Magelang. Pada saat itu Bapak Tjokro belum memberi nama terhadap ayam hasil persilangannya.

Gambar 1. Medali-medali hasil lomba ayam kedu Bapak Tjokro. Sumber: Koleksi Penulis.

Nama ayam kedu muncul pada tahun 1926. Sebelumnya nama ayam kedu adalah ayam hitam. Nama ayam hitam ini dikenal pada tahun 1924. Pada waktu itu sahabat Bapak Tjokro mengikutkan ayam hitamnya pada suatu lomba yang dahulu dikenal dengan istilah "kongkrus", di Pekan Raya Surabaya. Ternyata ayam hitam Bapak Tjokro mendapat hadiah utama dan mendapat medali (Gb 1.). Pada tahun 1926, ayam Pak Tjokro diikutkan lagi pada lomba di Pekan Raya Semarang dan mendapat juara. Oleh karena ayam yang berwarna hitam dalam perlombaan itu banyak, maka ayam Pak Tjokro diberi nama ayam hitam kedu, Sukses Budidaya Ayam Kampung 11

sesuai dengan daerah asal dari Pak Tjokro yaitu eks Karesidenan Kedu. Nama tersebut disingkat lagi menjadi ayam kedu. Dilihat dari sejarah munculnya nama ayam kedu, maka dapat diinterpretasikan bahwa apabila seseorang menyebut ayam kedu, yang disebut adalah ayam yang warna bulunya dan berasal dari daerah Kedu. Tetapi karena saat ini ayam di daerah Kedu tidak hanya berwarna hitam, maka muncul lagi ayam kedu seperti ayam kedu putih, ayam kedu berwarna, dan ayam kedu hitam. Jadi, nama atau istilah yang paling tepat untuk menyebut ayam kedu seperti yang dimaksudkan orang pada umumnya adalah ayam kedu hitam. Dari ayam inilah kemudian diturunkan ayam yang seluruh tubuhnya berwarna hitam yang dikenal dengan ayam cemani.

Gambar 2. Ayam kedu hitam. Sumber: Koleksi Penulis. 12 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Gambar 3. Ayam kedu putih. Sumber: Koleksi Penulis.

Gambar 4. Ayam kedu lurik. Sumber: Koleksi Penulis.

Terdapat dugaan bahwa pada tahun 1835, ayam kedu hitam pernah diekspor ke Amerika Serikat. Ayam tersebut kemudian dikembangkan dengan program pemuliaan yang baik, ternyata mampu menunjukkan produksi yang unggul dan dijadikan standard breed yang dikenal dengan The Black Java Breed. Dari ayam ini kemudian diturunkan bangsa ayam Black Orpington yang digunakan untuk membentuk bangsa ayam Austrolop (Senosastro-amidjojo, 1967). b. Sifat Kualitatif Ayam Kedu Ayam kedu pernah distandarisasi pada tahun 1951, namun tidak lengkap data teknisnya. Sukses Budidaya Ayam Kampung 13

Ciri-ciri dominan ayam kedu dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Ciri-ciri Ayam Kedu No. Bagian Tubuh Ciri-Ciri

1. Badan Besar kompak dengan punggung lebar 2. Kepala Cenderung bulat dengan paruh berwarna hitam atau merah 3. Jengger Besar tebal dan tegak, berwarna hitam atau merah membentuk single comb, pada betina jengger tidak berkembang sebaik pada yang jantan. Sumber: Poespodihardjo (1986). c. Sifat Kuantitatif Ayam Kedu Produktivitas ayam kedu cukup tinggi, sehingga dapat dianggap sebagai sumber kekayaan alam unggul di Indonesia. Tampilan produktivitas pada ayam kedu adalah: bobot ayam kedu jantan dewasa usia 2 tahun ±3,6 kg, bobot ayam kedu betina dewasa usia 2 tahun ±3 kg, bobot ayam kedu jantan muda usia 1 s/d 2 tahun ±3 kg. Untuk tujuan pedaging pada umur 12 minggu dapat mencapai bobot badan 1.225,96 g dengan pemeliharaan intensif. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Balai Penelitian Ternak Bogor, di daerah asalnya (Kedu), fertilitas telur ayam kedu dapat mencapai 90-100%, sedangkan daya tetasnya antara 70-90% (Sitepu et al., 1991; Cresswell dan Gunawan, 1982, Muryanto dan Subiharta, 1989). Studi tentang pertumbuhan pernah dilaporkan oleh Muryanto et al. 1995, yang mengamati pertum- 14 Sukses Budidaya Ayam Kampung

buhan ayam kedu hitam mulai dari bobot tetas sampai bobot umur 10 mg pada pemeliharaan intensif. Dilaporkan bahwa bobot tetas ayam kedu adalah 30,77 g/ekor, pada umur 10 minggu bobotnya menjadi 594,12 g/ekor. Selama dalam pengamatan tersebut terjadi kematian sebanyak 12,12% dan paling banyak terjadi pada saat ayam umur 4-6 minggu. Data selengkapnya disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Pertumbuhan, Konsumsi Pakan dan Mortalitas Anak Ayam Kedu Hitam

Umur Bobot Badan PBB Konsumsi Mortalitas (g) (g) pakan (g) *) (%)

Tetas 30,77 ±1,14 - - 1 Mg 44,63 ±4,80 13,86 7,56 0,00 2 Mg 64,40 ±3,62 19,77 11,30 4,34 4 Mg 124,65 ±24,8 60,25 28,76 6,90 6 Mg 231,34 ±19,46 106,59 40,65 7,80 8 Mg 387,85 ±26,18 156,61 52,76 1,50 10 Mg 594,12 ±15,79 206,27 65,21 12,12 Sumber: Muryanto et al. 1995. Keterangan: *) • Mortalitas 1 minggu = mati pada umur 1 hari s/d 1 minggu • Mortalitas 2 minggu = mati pada umur 1 minggu s/d 2 minggu, dst.

Pengamatan tersebut dilanjutkan dengan mengadakan pengamatan pada induk ayam kedu hitam selama 4 bulan produksi. Dari penelitian tersebut ditunjukkan bahwa bobot induk pada saat mulai bertelur adalah 1,4 kg. Produksi telur selama 4 bulan adalah 81,9 butir atau setara dengan 32,9% hen day (Tabel 3). Rata-rata bobot telur yang diproduksi adalah 38,6 g. Data ini dapat dijadikan salah satu pertimbangan dalam pengembangan ayam kedu selanjutnya. Sukses Budidaya Ayam Kampung 15

Tabel 3. Rata-Rata Produktivitas pada Ayam Kedu Hitam

Parameter Uraian

Jumlah induk (ekor) 100 Bobot badan/induk (kg) 1.465,2 ±292 Konsumsi pakan/induk/4 bulan (g) 9.838,1 ±700 Konsumsi pakan/induk/hari (g) 81,9 ±5,84 Produksi telur/induk/4 bulan (butir) 39,8 ±16,6 Produksi telur/induk henday (%) 32,9 ±17,03 Total bobot telur/induk (g) 1.253,7 ±740,8 Bobot telur/butir (g) 38,6 ±13,1

Sumber: Muryanto et al. 1995. d. Keunggulan Spesifik Ayam Kedu Khusus pada ayam kedu hitam, terdapat ayam yang mempunyai ciri yang lebih spesifik, yaitu mulai jengger, kulit, muka, mata, paruh dan kulit kaki serta tulang dan dagingnya dominan berwarna hitam, ayam yang demikian dinamakan ayam cemani. Karakteristik ayam cemani dapat dilihat pada Tabel 4. Terbentuknya ayam cemani, disebabkan karena adanya perkawinan dan seleksi yang dilakukan oleh masyarakat secara terus-menerus dan turun-temurun kearah warna hitam. Perkawinan dan seleksi tersebut dilakukan dengan berbagai macam variasi, sehingga pada ayam cemani terdapat beberapa jenis diantaranya, ayam cemani dengan bulu terbalik, berbulu lurus dan kaku (istilah lokalnya berbulu pedang), berbulu jarang, bahkan ayam cemani tanpa bulu (Gb.6-14). Biasanya ayam-ayam yang demikian harganya lebih tinggi dibandingkan dengan ayam cemani dengan bulu yang normal (Dinas Peternakan Provinsi Jawa Tengah, 2011). 16 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Gambar 5. Pejantan cemani dengan bulu pedang. Sumber: Koleksi Penulis.

Gambar 6. Pejantan cemani. Gambar 7. Induk cemani. Sumber: Koleksi Penulis. Sumber: Koleksi Penulis.

Gambar 8. Pejantan cemani dengan bulu terbalik. Sumber: Koleksi Penulis.

Gambar 9. Induk cemani dengan bulu terbalik. Sumber: Koleksi Penulis. Sukses Budidaya Ayam Kampung 17

Gambar 10. Ayam kedu muda. Sumber: Koleksi Penulis.

Gambar 11. Ayam cemani dengan bulu yang jarang. Sumber: Koleksi Penulis.

Gambar 12. Warna hitam pada sayap, rongga mulut, muka dan kulit pada ayam cemani. Sumber: Koleksi Penulis. 18 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Gambar 13. Variasi warna daging dan organ dalam pada ayam kedu hitam, ayam cemani dan ayam kedu putih, sebelum dan sesudah dipotong. Sumber: Koleksi Penulis.

Tabel 4. Karakteristik Ayam Cemani No. Bagian Jantan Betina Tubuh

1. Bentuk Panjang, bulat Panjang rata, Kepala dan rata, panjang panjang 5,7 cm 6,35 cm, tinggi dan tinggi 3,3 cm 3,6 cm, warna bulu hitam, banyak dan tebal 2. Paruh Papak, hitam, Papak warna hitam panjang 1,8 cm, panjang 1,8 cm dan lebar 1,2 cm lebar 0,9 cm lidah Sukses Budidaya Ayam Kampung 19

No. Bagian Jantan Betina Tubuh

lidah telak dan telak dan kerongkongan kerongkongan berwarna hitam. hitam. 3. Jengger Warna hitam Bentuk tunggal, wilah bergerigi, tebal bergerigi ganjil 3,5,7 tinggi 2,7 cm, panjang 1,9 cm hitam. 4. Pial Besar , warna hitam Kecil/tidak ada, hitam halus. 5 Mata Bulat, hitam Bulat, hitam 6 Leher Sedang Sedang 7 Bulu Hitam, tipis-tebal Hitam, banyak tebal leher 8. Bentuk Agak miring Segi empat badan ke belakang (ketupat) 9. Bentuk Lebar besar, Lebar dada panjang 12,5 cm, lingkar 34,1, daging tebal 10. Bobot 3 - 3,5 kg 1,5 - 2,5 kg 11. Sayap Kokoh, kuat, bulu Tertutup kuat, lebar bersih, letak sayap sayap rata agak rata agak miring miring ke belakang ke belakang 12. Ekor Melengkung ke atas Membentuk sudut dan ke bawah 30-45° seperti kuda kepang 13. Perut Tipis Lebar 4 jari, lunak 14. Pung- Tipis Rata, lebar dan kuat gung 15. Kaki Panjang cakar Panjang 8 cm 10 cm 16. Taji Telapak kaki tebal Telapak kaki tebal 1 7 . Warna Hitam Hitam kulit dan daging 18. Bulu Keseluruhan hitam Keseluruhan hitam pekat pekat. Sumber: Indonesia Nopember 2004. 20 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Berdasarkan tampilan produktivitasnya, ayam kedu hitam berpotensi sebagai penghasil telur dan daging yang cukup tinggi (Merkens dan Mohede, 1941). Ayam kedu hitam mempunyai beberapa keistimewaan, selain produktivitasnya yang tinggi juga dimanfaatkan sebagai hobi (klangenan) khususnya pada ayam kedu hitam yang seluruh tubuhnya berwarna hitam atau ayam cemani. Selain itu, ayam kedu ternyata mampu berkembang di luar Kabupaten Temanggung. Beberapa kabupaten yang telah melakukan pengembangan ayam kedu adalah Kabupaten Klaten, Magelang, sampai keluar Pulau Jawa yaitu di Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan dan Makasar, Sulawesi Selatan, dan lain-lain. Ditinjau dari aspek produksi, ayam kedu hitam terbukti mempunyai produktivitas yang tinggi dibandingkan dengan ayam lokal lainnya, baik sebagai penghasil telur maupun sebagai penghasil daging (Merkens dan Mohede, 1941). Hasil penelitian Creswell dan Gunawan (1982) yang membandingkan pe- meliharaan ayam kedu dengan ayam lokal lainnya selama 52 minggu, pada kondisi yang sama dan diberikan ransum komersial seperti layaknya pemeliharaan pada ayam ras petelur, ternyata bahwa produksi telur hen day ayam kedu hitam lebih tinggi dibandingkan dengan ayam kedu putih, ayam kedu lurik, ayam nunukan, dan ayam pelung (Tabel 5). Sukses Budidaya Ayam Kampung 21

Tabel 5. Produksi Telur Ayam Lokal yang Dipelihara pada Kondisi yang Sama Selama 52 Minggu

No. Jenis Ayam Produksi Telur (% hen day)

1. Kedu Hitam 58,8% 2. Kedu Putih 54,0% 3. Nunukan 50,0% 4. Buras 41,3% 5. Pelung 32,0%

Sumber: Cresswell dan Gunawan (1982).

Ayam kedu sudah ditetapkan sebagai rumpun ayam asli Indonesia melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian N0. 2487/Kpts/LB.430/8/2012 tentang penetapan rumpun ayam Kedu. Deskripsi rumpun ayam kedu, sebagai berikut. Sifat kualitatif (dewasa): 1) warna: a) bulu: Hitam (cemani), putih dan lurik. b) kepala: Hitam (cemani), putih dan lurik. c) jengger: Jantan: besar, tebal dan tegak, hitam atau merah membentuk single comb. Betina: bentuk tunggal, wilah bergerigi, tebal bergerigi ganjil 3,5,7, hitam dan merah. d) pial: Jantan: besar, hitam atau merah. Betina: kecil atau tidak ada. e) paruh: Hitam atau kuning, pangkal lidah dan kerongkongan hitam atau kuning. f) badan: Besar kompak dengan punggung lebar. 22 Sukses Budidaya Ayam Kampung

g) kulit: Hitam dan putih keabu-abuan dan daging h) kaki: Hitam dan putih.

Sifat kuantitatif (dewasa): 1) bobot badan: Jantan: 3-3,5 ± 0,5 kg. Betina: 1,5-2,5 ± 0,5 kg. 2) bobot telur: 38,6 ± 13,1 gram. 3) produksi telur: 159 ± 16,6 butir/tahun. 4) konsumsi pakan: 81,9 ± 5,8 gram/ekor/hari. 5) kepala: Jantan: panjang 6,4 ± 0,5 cm, tinggi 3,6 ± 0,5 cm. Betina: panjang 5,7 ± 0,5 cm, tinggi 3,3 ± 0,5 cm. 6) jengger: Betina: tinggi 2,7 ± 0,5 cm, panjang 1,9 ± 0,5 cm. Jantan: lebih tinggi dan lebih panjang dari betina. 7) paruh: Jantan: panjang 1,8 ± 0,5 cm, lebar 1,2 ± 0,5 cm. Betina: panjang 1,8 ± 0,5 cm, lebar 0,9 ± 0,5 cm. 8) dada: panjang 12,5 ± 1,5 cm, lingkar dada 34,1 ± 3 cm. Sifat reproduksi: 1) umur dewasa kelamin: 5-6 bulan. 2) umur bertelur ertama: : 5-7 bulan.

2. Ayam Pelung Ayam pelung merupakan ayam lokal yang memiliki suara kokok merdu. Suara kokoknya sangat khas, mengalun panjang, besar, dan mendayu-dayu. Durasi kokok ayam pelung cukup panjang, dapat mencapai waktu 10 detik bahkan lebih. Itulah sebabnya ayam pelung dapat dikelompokkan dalam ayam berkokok panjang (long crow fowl). Sukses Budidaya Ayam Kampung 23

a. Asal Usul Ayam Pelung Ayam pelung merupakan ayam lokal yang pada mulanya berkembang di daerah Cianjur. Dengan semakin bertambahnya penggemar ayam pelung maka penyebarannya pun semakin meluas ke berbagai daerah sekitar Bandung, Bogor, Sukabumi, dan daerah lainnya. Kontes ayam pelung juga semakin marak diadakan, baik institusi pemerintah maupun inisiatif perhimpunan penggemar ayam pelung. Hingga kini belum ditemukan laporan ilmiah yang menjelaskan bagaimana terjadinya domestikasi ayam pelung. Namun paling tidak, ada satu pendapat mengenai asal-usul ayam pelung yang paling dapat dipercaya, yang merupakan cerita rakyat yang berkembang di kalangan peternak daerah sentra. Ayam pelung diperkirakan mulai dipelihara sekitar tahun 1850-an oleh seorang kiai di Desa Bunikasih, Kecamatan Warung Kondang, Cianjur. Kiai tersebut bernama Kiai H. Djarkasih. Pada suatu malam, beliau bermimpi bertemu dengan Eyang Suryakencana. Di dalam mimpinya, ia disuruh mengambil seekor anak ayam jantan di suatu tempat. Esok harinya ia mendatangi tempat yang disebutkan di dalam mimpi tersebut. Betapa terkejutnya ketika ia menemukan seekor anak ayam jantan yang besar dengan bulu tubuh yang jarang (turundul). Setelah dewasa, ayam tersebut dikawinkan dengan ayam kampung betina dan menghasilkan keturunan, seperti ayam pelung sekarang. Jadi, pemulia pertama adalah Kiai H. Djarkasih (Mama' Acih). b. Sifat Kualitatif Ayam Pelung Ayam pelung mempunyai warna bulu yang bervariasi, namun mempunyai warna dominan yaitu 24 Sukses Budidaya Ayam Kampung

campuran merah dan hitam. Sebagian besar ayam pelung betina dewasa memiliki warna bulu yang hitam (61%), sisanya berwarna bulu cokelat kehitaman (20%) dan kuning gambir (19%). Pada populasi ayam pelung betina yang diamati, warna bulu lain di luar ketiga kelompok warna tersebut tidak ditemukan. Ayam pelung jantan dewasa, memiliki bulu berwarna hitam dan merah (100%). Tidak tertutup kemungkinan adanya pola warna lain di daerah yang lain. Sifat kualitatif lainnya adalah bentuk cakarnya panjang dan besar dengan warna bervariasi dari hitam, kuning, atau putih kekuning-kuningan. Jengger pada umunnya berbentuk tunggal (single comb), berdiri tegak dan bergerigi seperti gergaji. Kepala berbentuk oval, cuping telinga merah dihiasi oleh warna putih di bagian tengah (http://ayampelungternak.blogspot.com, 2013 dan Nataatmadja, 2005. Sifat kualitatif ayam pelung yang paling menentukan nilai ekonominya (harga jual) adalah kualitas suara kokok (kluruk, kongkorongok). Ada sementara laporan menyebutkan kriteria suara ayam pelung (http://ayampelungternak.blogspot.com, 2013) yaitu sebagai berikut. a. Dasar suara, merupakan suara khas dari ayam Ayam pelung adalah ayam pelung yang membedakan dengan ayam lain. asli Indonesia Kriteria yang baik, harus didasari dengan huruf dengan tiga U yang bulat, harus bersih, empuk, bukan O, E sifat genetik: suara kokok atau EU, diperkuat dengan suara gema. panjang b. Suara angkatan, merupakan suara awal dari mengalun, kokok ayam pelung. Kriteria yang baik harus pertumbuhan cepat, badan bersih, temponya lambat, renggang ketukannya besar. dengan deskripsi: • U - U - U = disebut semi kukudur. Sukses Budidaya Ayam Kampung 25

• U - EL - U = disebut kukelur. • U - EU = kuker. c. Suara tengah, merupakan suara sesudah angkatan dari kokok ayam pelung. Kriteria yang baik ditandai kenaikan nada, contoh u u u elllllll UUUUUUUUUUUUUUUUU. U adalah suara tengah, dan yang baik mempunyai volume yang lebih besar dibandingkan dasar suaranya. Suara tengah disebut dengan istilah BITU. d. Suara ujung, adalah suara akhir dari kokok ayam pelung yang ditandai dengan nada turun dan pelepasan napas. Kriteria yang baik adalah nadanya turun namun ditahan dulu, kemudian dilepas dengan suara bersih dan besar. e. Irama, adalah lagu dari kokok ayam pelung, terbentuk di suara tengah, kriteria yang baik yaitu suara tengahnya digantung dulu setelah angkatan, baru di tengah agak ke ujung baru dibitukan dan ditahan. f. Keserasian, merupakan gabungan atau rangkaian nada dari suara awal hingga akhir dari kokok ayam pelung yang melibatkan kualitas dasar suara yang bersih, empuk dengan volume besar, dan enak didengar.

Menurut Nataatmaja (2005), suara pelung jantan dinilai berdasarkan beberapa kriteria, yaitu durasi, vo- lume, kejernihan, irama, dan kerasnya suara. Durasi suara kokok pelung jantan terlama yang pernah tercatat adalah 11 detik. Volume suara dibagi ke dalam suara kecil (kukulir), sedang (kukulur), besar (kukudur), dan bervariasi (tetelur, kombinasi tiga jenis volume suara). Kejernihan suara juga sangat menentukan nilai suara, suara kokok yang serak pasti mendapat nilai rendah. 26 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Secara garis besar terdapat irama suara awal, tengah, akhir, dan ditutup dengan "kook". Suara kokok yang diharapkan adalah suara yang keras, jernih, terdiri atas suara awal, tengah (mengalun), dan diakhiri dengan volume besar, durasinya mencapai 11 detik. Jarmani dan Nataamijaya (1995) melaporkan hasil pengamatan suara ayam pelung di Cianjur sebagaimana tertera pada Tabel 6. Kualitas dan panjang suara kluruk ayam pelung jantan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu genetik, cara pemeliharaan dan perawatan, kondisi kesehatan, dan jenis pakan yang diberikan. Pola warna bulu sejauh ini tidak ditemukan kaitannya dengan suara kluruk ayam pelung jantan.

Tabel 6. Jenis dan Durasi Kluruk Ayam Pelung Durasi Suara (detik) Jenis Kete- No. Awal Tengah Akhir Kook Jumlah Suara rangan 1. 0,3 5,3 - 0,3 5,9 Kukudur Tidak berirama 2. 0,8 5,7 0,5 0,2 7,2 Kukulir Berirama jernih 3. 0,5 6,2 0,8 - 7,5 Kukulir Tidak berirama 4. 0,3 5,1 - - 5,4 Kukulir - 5. 0,8 4,1 3 0,3 8,2 Kukulir Berirama 6. 0,7 3,4 1,3 0,2 5,6 Kukulir Berirama 7 . 0,8 5,7 - - 6,5 Kukulir - 8. - 3,8 2,6 - 2,6 Kukulir - 9. 0,5 3 - - 3,5 Kukulir - 10. 0,5 4,6 - - 5,1 Kukulir Suara serak 11. 2 4 - - 6 Kukulir - 12. 0,6 5 - - 5,6 Kukulir Suara serak 13. 2,5 3,7 0,6 0,3 7 , 1 Kukulir Suara serak, berirama Sukses Budidaya Ayam Kampung 27

Durasi Suara (detik) Jenis Kete- No. Awal Tengah Akhir Kook Jumlah Suara rangan

14. 0,2 4,3 - - 4,5 Kukulir Suara serak 15. 0,8 6 0,4 - 7,2 Kukulir Suara serak rata 16. 0,1 5,1 3,5 0,8 10,5 Kukulir- Juara Kukudur Kontes 1985 17. 1,2 5,5 3 1,2 10,9 Kukulir- Juara Kukudur Kontes 1987

Sumber: Jarmani dan Nataamijaya (1995). c. Sifat Kuantitatif Ayam Pelung Ayam pelung memiliki postur tubuh tinggi, jauh lebih besar daripada ayam kampung. Penampilannya tenang dan anggun. Leher, paha, dan kaki tungkai ayam pelung relatif panjang dibandingkan dengan ayam kampung. Rata-rata bobot badan ayam pelung jantan adalah 3.509,04 ±180,12 g untuk jantan dan 2.050,10 ±152,35 g untuk betina, sedangkan rata-rata bobot badan ayam kampung adalah 2.405,41 ±151,56 g untuk jantan dan 1.650,10 ±124,31 g untuk betina. Tungkai ayam pelung jantan 33,55 ±2,10 cm, betina 23,10 ±0,82 cm lebih panjang daripada ayam kampung jantan (26,30 ±1,73 cm), betina (20,04 ±1,56 cm). Demikian pula leher ayam pelung (jantan 24,56 ±1,64 cm, betina 15,36 ±2,10 cm) lebih panjang daripada ayam kampung (jantan 19,12 ±1,40 cm, betina 12,01 ±9,2 cm). Tulang punggung ayam pelung (jantan 25,02 ±1,57 cm, betina 21,40 ±1,62 cm) lebih panjang daripada ayam kampung (jantan 22,40 ±2,16 cm, betina 22,34 ±2,47 cm) (Nataamijaya, 1995). 28 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Gambar 14. Pejantan dan induk ayam pelung. Sumber: www.ayampelungternak. blogspot.com

d. Pelestarian Ayam Pelung Ayam pelung sebagai plasma nutfah khas Jawa Barat sudah memperoleh perlindungan hukum yang difasilitasi oleh Himpunan Peternak Penggemar Ayam Pelung Indonesia (HIPPAPI) Jawa Barat yang ber- pusat di Kota Cianjur. Pada Maret 2004, ayam pelung resmi memperoleh penetapan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) untuk merk "Ayam Pelung HIPPAPI" serta HAKI untuk hak cipta yang dilindungi secara sah oleh peraturan perundang-undangan dari Depkeh dan HAM, hak cipta berjudul "Panduan Standarisasi dan Pengembangan Ayam Pelung" (Gallus Domesticus Var Pelung). Hak Cipta itu merupakan acuan sah dan mempunyai ketentuan hukum yang mengikat bagi seluruh anggota HIPPAPI, baik di dalam maupun di luar Jawa Barat, serta mengikat juga pihak lain yang menyelenggarakan kegiatan yang sama seperti pembudidayaan, pemurnian, dan pengembang- an ayam pelung. Pembudidayaan, pemurnian, dan pengembangan ayam pelung oleh anggota HIPPAPI dan pihak lain harus mengacu pada Hak Cipta HIPPAPI yang telah memperoleh HAKI tersebut (http:// ayampelungternak.blogspot.com, 2013). Sukses Budidaya Ayam Kampung 29

Ayam pelung tidak hanya tersebar di Indonesia saja, tapi juga di luar negeri, karena banyak orang asing yang membawanya ke negara masing-masing. Mengalirnya ayam pelung ke luar daerah asalnya, terutama di luar negeri, sementara peternak lokal sendiri rata-rata belum menternakannya secara mantap, kekhawatiran ayam pelung di daerah asalnya akan terkuras. Oleh karena itu, pemurnian ayam pelung perlu dilakukan. Pemurnian ayam pelung dilakukan melalui pelestarian plasma nutfah, perlindungan hak, hak mengembangkan dan memurnikan, serta pengujian mutu. Pelestarian plasma nutfah mencakup pemurnian ras dan pengendalian pola pembibitan. Perlindungan hak meliputi hak pemurnian berada dipeternak lokal dengan mengikuti pola-pola yang sudah berjalan, penerapan teknologi budi daya harus berbasis industri peternakan, serta wujud perlindungan berupa pemberian sertifikasi dan label terhadap ayam pelung berdasarkan standarisasi performa yang sudah Perlindungan ditetapkan dan hasil pengukuran fisik. dalam pemurnian ras Klasifikasi ayam pelung yang diakui sebagai ayam ayam pelung pelung adalah hasil pemurnian masyarakat peternak diwujudkan serta hasil budi daya pihak mana saja yang meng- dengan pemberian gunakan bibit ayam pelung sampai dengan keturunan nomor ke tiga dengan didukung oleh tes sperma, darah, dan registrasi DNA. peternak, kode peternak, Kegiatan HIPPAPI salah satunya adalah kontes demplot, label ayam pelung. Kegiatan ini dimaksudkan untuk dan sertifikat. menumbuhkan motivasi peternak dan penggemar ayam pelung. Kontes yang seringkali diadakan Himpunan Peternak dan Penggemar Ayam Pelung In- donesia (HIPPAPI) telah diadakan di beberapa kota di 30 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Jawa Barat. Aspek yang dinilai adalah penampilan suara kokok dan penampilan ayam pelung. Penilaian aspek suara kokok meliputi volume suara, durasi kokok (kebat), suara angkatan (kokok depan), suara tengah dan suara akhir (tungtung). Ayam pelung dikatakan memiliki suara angkatan baik bila volume suara awal besar, bersih dan panjang. Suara kokok tengah dikatakan baik bila suara tengah memiliki volume besar, bersih dan terjadi perubahan volume suara diantara suara awal dengan suara tengah, dan antara suara tengah dengan suara akhir. Perubahan volume suara itu disebut dengan istilah bitu. Suara akhir merupakan suku kata kokok akhir, sebaiknya memiliki volume besar, bersih dan lunyu. Aspek penampilan ayam dinilai berdasarkan keadaan tubuh bagian depan dan belakang meliputi, bentuk dan warna jengger, bentuk dan keadaan mata, hidung, bentuk paruh, leher, tembolok dan paruh. Ayam pelung sudah ditetapkan sebagai rumpun ayam asli Indonesia melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 2918/Kpts/OT.140/6/2011 tentang penetapan rumpun Ayam Pelung (Kementerian Pertanian, 2011). Deskripsi rumpun ayam pelung, sebagai berikut: Nama rumpun ayam: ayam pelung.

Sifat kualitatif: a) a. jengger/balung: tunggal, bergerigi berwarna merah; ukuran pada ayam jantan lebih besar dari pada ayam betina; b). pial: bulat berwarna merah; pada ayam jantan lebih besar dan bergayut dari pada ayam betina; c. badan, bentuk penampang samping: oval, silinder atau bulat; ayam jantan lebih besar dan lebih tegap dari ayam betina; Sukses Budidaya Ayam Kampung 31

d). warna bulu: pada ayam jantan, tidak memiliki pola khas; umumnya campuran merah dan hitam kuning dan putih, dan campuran hijau mengkilat; pada ayam betina, umumnya kuning tua kecokelatan (warna buah kemiri); kuning muda; hitam blorok dengan bercak putih atau kuning tua dengan bercak putih; d). warna ceker (metatarsus): pada jantan dan betina umumnya hitam, hijau, abu-abu, kuning, atau putih; f). suara: khas pada ayam jantan, merdu dan mengalun panjang tidak terputus-putus, g). jenis irama suara: suara awal atau angkatan, terdengar besar, bertenaga, bertekanan, bersih dan mengalun tidak terburu-buru (anca); suara tengah, terdengar nyambung setelah suara awal, panjang, besar, naik, bersih, halus, jelas licin; suara akhir, terdengar nyambung setelah suara tengah, panjang, bersih dan jelas dan membesar pada ujungnya. Sifat kuantitatif: a). suara: durasi : 5,8-13,9 detik, frekuensi : 399,85- 1.352,3 hz, volume: 60-63,89 db, b). bobot badan dewasa : ayam jantan: 3,70-5,85 kg/ ekor, ayam betina: 2,70-4,15 kg/ekor c). produksi telur selama 147 hari pengamatan : 23- 84 butir/ekor d). bobot telur: 45,03 - 57,03 gram/butir, e). konsumsi ransum ayam dewasa: jantan dan betina, 130gram/ekor/hari.

Sifat reproduksi; a). umur dewasa kelamin: jantan dan betina, 5-6 bulan, 32 Sukses Budidaya Ayam Kampung

b). umur bertelur pertama: 5,5-7 bulan. Wilayah sebaran: Provinsi Jawa Barat.

3. Ayam Sentul Ayam Sentul dikenal juga dengan sebutan ayam kalawu. Ayam sentul merupakan salah satu sumber daya genetik asli dari daerah Ciamis, Jawa barat. Keunggulan ayam ini antara lain pertumbuhannya relatif cepat dan produksi telur yang tinggi (Kurnia, 2011). Potensi tersebut menjadikan ayam sentul dapat digunakan sebagai komoditas industri kerakyatan ayam lokal. Pemerintah saat ini sudah memberikan perhatian serius untuk mengembangkan ayam sentul. Pengembangan ayam sentul penting dilakukan selain untuk menjaga ayam sentul dari kepunahan, juga untuk menggali potensi genetik yang ada dalam ternak tersebut, demi memaksimalkan pemanfaatannya. Berdasarkan potensi yang dimilikinya, terutama dalam hal tingkat produktivitas (daging, telur), ayam sentul memiliki performa yang baik, bahkan lebih baik dibandingkan dengan beberapa rumpun ayam lokal lain. Oleh karenanya, ayam sentul sangat baik bila dimanfaatkan sebagai ayam lokal penghasil daging dan telur. Populasi ayam sentul yang tinggal sedikit, menuntut upaya pengembangan lebih lanjut ke depan, disamping untuk melestarikan plasma nutfah asli In- donesia, juga demi memaksimalkan manfaat yang dapat digali dari potensi genetik yang dimilikinya (http: //peternakan.litbang.deptan.go.id, 2011). Berdasarkan warna bulunya, ayam sentul dapat digolongkan menjadi 5 macam ayam sentul di antaranya ayam sentul geni, sentul batu, sentul kelabu, sentul debu, dan sentul emas. Laporan lain menyebut- Sukses Budidaya Ayam Kampung 33

kan 6 macam, yaitu ditambah dengan sentul jambe dengan warna abu dan merah jingga (Purnama, 2005 dan Nataatmadja, 2005). Berdasarkan keaneka- ragaman fenotip tersebut maka produktivitas dan performa masing-masing jenis ayam sentul yang ada dikelompok tani ternak Ciung Wanara juga berbeda- beda seperti bobot badan. Produktivitas ayam lokal pada umumnya masih di bawah potensi genetiknya. Ayam Keunggulan sentul, misalnya, bobot badannya pada umur 20 ayam sentul minggu masing-masing dapat mencapai 2,20 kg dan adalah pertumbuhan 1,60 kg bila dipelihara secara intensif. Bila dipelihara relatif cepat dengan cara diumbar, bobot badan jenis ayam tersebut dan produksi hanya 1,60 kg dan 1,10 kg (Nataamijaya 1985; telur tinggi. Nataamijaya dan Diwyanto 1994; Nataamijaya 1996, 2000; Nataamijaya dkk, 2003). Perbedaan warna bulu diduga memiliki hubung- an dengan produktivitas ayam sentul yaitu dengan bobot badan. Hal ini dapat dijelaskan dengan mengindikasikan hubungan antara warna bulu dengan kemampuan fisiologis ternak dalam penyerapan panas ke dalam tubuh. Panas akan lebih banyak terserap oleh permukaan yang memiliki warna lebih gelap. Ayam sentul yang memiliki warna bulu lebih gelap akan lebih banyak menyerap panas dibandingkan dengan ayam sentul yang memiliki warna bulu terang. Suhu tubuh yang panas akan berdampak langsung terhadap penurunan jumlah pakan yang dikonsumsi dan peningkatan jumlah konsumsi air minum. Konsumsi pakan berpengaruh terhadap bobot badan, sehingga dari penjelasan tersebut maka warna bulu yang merupakan hasil dari perbedaan genetik ayam sentul merupakan faktor yang sangat mempengaruhi bobot badan. 34 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Gambar 15. Jenis ayam sentul berdasarkan warna bulunya. A: sentul debu B: sentul kelabu C: sentul emas D: sentul geni (api) E: sentul batu Sumber: www.dody94. wordpress.com

Menurut penjelasan tersebut, bobot badan berbagai jenis ayam Sentul akan berbeda-beda. Namun pada kenyataannya tidak terdapat perbedaan bobot badan pada berbagai jenis ayam sentul. Hal ini dikarenakan kemampuan adaptasi dari ayam sentul tersebut. Ayam sentul merupakan ayam lokal yang sudah lama berada di Ciamis, sehingga ayam sentul tersebut sudah beradaptasi dengan lingkungan dalam waktu yang lama. Kemampuan adaptasi tersebut yang menyebabkan pertumbuhan bobot badan ayam sentul relatif tidak berbeda-beda. Bobot badan yang relatif sama pada ayam sentul yang mempunyai warna bulu berbeda telah dilaporkan oleh Meyliyana et al (2013) yang melakukan peng- ukuran di Kecamatan Ciamis, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, yaitu bobot badan umur 2 bulan pada ayam jantan dan betina adalah 620,61 ±39,02 g dan 612,82 ±40,21 g, umur 5 bulan pada jantan dan betina adalah 1781,26 ±44,50 g dan 1289,17 ±24,87 g, bobot badan pada ayam dewasa jantan dan betina adalah 2757,48 Sukses Budidaya Ayam Kampung 35

±112.01 g dan 1692,20 ±113.65 g. Data selengkapnya dapat dilihat pada (Tabel 7).

Tabel 7. Rataan Bobot Badan Berbagai Jenis Ayam Sentul Mulai Umur 2 bulan-Dewasa

Umur 2 bulan Umur 5 bulan Dewasa Jenis Ayam Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina ± Sd ± Sd ± Sd ± Sd ± Sd ± Sd

Sentul 628,1 601,0 1768,2 1287,1 2736,2 1690,1 Batu ± 22,2 ± 32,2 ± 50,8 ± 24,5 ± 140,4 ± 62,8

Sentul 611,7 614,3 1812,0 1300,5 2817,7 1713,6 Abu ± 35,7 ± 26,1 ± 37,9 ± 13,2 ± 106,2 ± 125,9

Sentul 605,4 611,7 1768,3 1286,2 2751,8 1745,4 Debu ± 45,7 ± 57,7 ± 44,8 ± 36,6 ± 73,5 ± 65,4

Sentul 636,6 610,8 1779,4 1284,4 2693,1 1714,1 Emas ± 49,6 ± 61,7 ± 46,6 ± 28,8 ± 142,2 ± 131,4

Sentul 618,7 628,7 1777,4 1287,1 2781,9 1593,5 Geni ± 43,8 ± 12,1 ± 40,6 ± 24,2 ± 82,9 ± 135,7

Rata- 620,6 612,8 1781,3 1289,2 2757,5 1692,2 rata ± 39,0 ± 40,2 ± 44,5 ± 24,9 ± 112.0 ± 113.6

Sumber: Meyliyana et al, 2013.

Ayam Sentul ini telah ditetapkan sebagia rumpun ayam Indonesia melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 698/Kpts/PD.410/2/2013 (Kementerian Pertanian, 2013). Deskripsi rumpun ayam sentul adalah sebagai berikut: Asal-usul merupakan ayam lokal dari daerah Ciamis, Provinsi Jawa Barat yang sejak abad ke 8 telah dibudidayakan secara turun-temurun. Wilayah sebaran asli geografis: Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat. Wilayah sebaran: Provinsi Jawa 36 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Barat (Kabupaten Ciamis, Cirebon, Indramayu, Majalengka, Sumedang, Bandung dan Bogor. Sifat kualitatif: a) Warna: bulu : jantan, abu-abu dengan bergaris ujung setiap helai bulu memberi kesan sisik ikan dihiasi denganwarna merah kuning dan hijau; betina, dominan abu-abu denganvariasi abu kehitaman atau keemasan dan abu putih; Kepala, pada yang jantan, abu-abu dihiasi warna khas merah-kuning keemasan; pada yang betina, abu- abu kehitaman, jengger merah; paruh putih, kaki kekuningan dan kulit putih. b) Bentuk : kepala pada yang jantan lurus dan pipih, pada yang betina pipih, jengger pea, pial gandan, paruh pada yang jantan sedang lancip, betina panajng dan runcing, badan ramping, ekor pada yang jantan panjang, betina terbuka dan lebar. Sifat kuantitatif: a) bobot badan jantan 2,0-2,6 kg, betina 1,3-1,6 kg, b) bobot telur 40,7 + 3,8 g, c) produksi telur 118-140 butir/th, d) umur dewasa kelamin 6 + 1 bulan, e) umur bertelur pertama 5-6 bulan, f) konversi pakan 2,5-3,2. g) Kepala pada yang jantan panjang 39,0 + 2,2 mm, lebar 33,4 + 5,1 mm; betina panjang 38,6 + 4,0 mm, lebar 30,3 + 2,8 mm. h) jengger pada yang jantan tinggi 34,9 + 15,7 mm, lebar 58,7 + 30,7 mm, tebal 14,5 + 11,9 mm. Pada yang beteina tinggi 17,3 + 11,6 mm, lebar 35,0 + 18,2 mm, tebal 3,9 + 1,7 mm, Sukses Budidaya Ayam Kampung 37

i) Paruh pada yang jantan panjang 33,5 + 3,6 mm, lebar 17,2 + 2,2 mm, tabal 12,6 + 1,7 mm, pada yang betina, panjang 32,2 + 3,0 mm, lebar 16,2 + 1,9 mm, tabal 10,6 + 1,3 mm, j) dada pada yang jantan panjang 13,2 + 1,2 cm, lingkar dada 34,0 + 2,8 cm, betina panjang 11,3 + 0,9 cm, lingkar dada 31,0 + 1,5 cm

4. Ayam Kokok Balenggek Ayam kukuak balenggek atau ayam kokok balengek (AKB) adalah ayam lokal asli Sumatera Barat yang pada awalnya ditemukan di beberapa desa di Kecamatan Payung Sekaki dan Tigo Lurah antara lain di Simanau, Simiso Batu Bajanjang, Garabak Data, Rangkiang, Muaro, dan Rangkiang Luluih, Kabupaten Solok. Masyarakat di Kabupaten Solok menganggap bahwa AKB berasal dari keturunan ayam kinantan milik Cindua Mato yang mengawini ayam hutan di Bukit Sirayuah, Kecamatan Payung Sekaki, dan berkembang biak hingga sekarang. AKB lebih dikenal pada tahun 1981, setelah seorang insinyur Belanda membawa sepasang ayam ini ke negara Belanda, karena terkesan dengan suaranya yang merdu dan indah. Pada tahun 1994, seorang pejabat kita memberikan AKB sebagai cinderamata kepada Pangeran Akishinonomiya Fumihito dari Jepang. Beliau sangat terkesan dengan keanggunan ayam ini sehingga beliau memerintahkan beberapa menterinya harus memiliki ayam ini. Saat ini AKB lebih dikenal lagi karena sering dilakukan "Lomba Ayam Kukuak Balenggek" yang melombakan kemampuan dan kemerduan suaranya (DPPK Kota Solok, 2012). 38 Sukses Budidaya Ayam Kampung

a. Asal Usul Ayam Koko Balenggek Ayam kokok balengek (AKB) diduga merupakan turunan persilangan ayam hutan merah (G gallus gallus) dengan ayam lokal daerah sentra. Dugaan ini berdasarkan teori bahwa G gallus gallus yang terdapat di Pulau Sumatera merupakan nenek moyang dari semua bangsa ayam domestik yang berkembang sekarang (Hiillel et al., 2003). Ada juga teori yang menyatakan bahwa ayam hutan merah merupakan nenek moyang tunggal (single ancestor) dan penyum- bang utama pool gen semua bangsa ayam domestik di dunia (Arliana, dkk, 2009).

b. Keunggulan Ayam Kokok Balenggek Ayam kokok balenggek merupakan tipe ayam penyanyi yang memiliki suara kokok merdu, dan enak didengar (Rusfidra, 2001). Suara kokoknya sangat khas, bersusun-susun dari tiga sampai dua puluh satu suku kata Dari beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah lenggek dari kokok ayam ini sudah jauh menurun dimana pada tahun 1950-an seperti yang dilaporkan oleh Musa (1994) ada yang mencapai 24 lenggek, Abbas et al. (1997) melaporkan jumlah lenggek hanya 11 dan Rusfidra (2004) sebanyak 9 lenggek. Spesifikasi suku kata kokok AKB secara tertulis telah diungkapkan Murad (1989). Lafal suara kokok adalah sebagai berikut. 1) Suku kata 5: ku-ku-ku-ku-kuuuuuu 2) Suku kata 6: ku-ku-ku-ku-ku-kuuuuu 3) Suku kata 10: ku-ku-ku-ku-ku-ku-ku-ku-ku- kuuuuuu

Ayam kokok balenggek mempunyai suara lenggek dari empat suku kata umumnya berkisar antara Sukses Budidaya Ayam Kampung 39

6 sampai 15 suku kata bahkan lebih (Abbas dkk, 1997). Ayam kokok balenggek memiliki jumlah lenggek kokok yang bertingkat dimana suara kokok yang bertingkat (balenggek) ini memiliki harga jual yang lebih tinggi. Pangsa pasar AKB memang masih terbatas, namun pengembangan AKB sebagai hewan kesayang- an tampaknya memiliki peluang cukup baik di Sumatera Barat. c. Sifat Kualitatif Ayam Kokok Balenggek Salah satu sifat kualitatif yang cukup penting pada AKB adalah warna meliputi bulu, kaki, mata dan paruh. Mencari kualitas ayam Warna pada bagian tubuh tersebut dijadikan dasar kokok penamaan pada AKB. Ada delapan nama utama AKB balenggek, yaitu sebagai berikut. ibarat mencari nada pada 1) Tadung: kaki, paruh dan mata berwarna hitam. sebuah gitar, 2) Pileh: kaki, paruh dan mata berwarna putih. apabila sudah 3) Jalak: kaki, paruh dan mata berwarna kuning. ketemu tinggal melanjutkan 4) Kurik: kaki, paruh dan mata berwarna lurik. saja. 5) Putih: bulu seluruhnya berwarna putih. 6) Kanso: bulu seluruhnya berwarna abu-abu. 7) Biring: kaki, paruh dan mata berwarna merah. 8) Kinantan: kaki, paruh, mata dan bulu seluruhnya berwarna putih. (ayambalenggek.wordpress.com). Klasifikasi nama AKB juga diberikan berdasarkan bobot badan yaitu ayam gadang adalah bertubuh besar, lebih dari 2 kg, ayam ratiah yaitu ayam bertubuh kecil dengan bobot kurang dari 2 kg. Selain itu, juga ditemukan ayam ratiah berkaki pendek yang disebut ayam batu. Ayam ini memiliki penampilan tegap dan gagah, warna bulunya bervariasi mulai dari merah, kuning, putih dan kombinasi antara warna tersebut. Bulunya mengkilat dan memiliki jengger tunggal (single comb). 40 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Gambar 16. Ayam kokok balenggek induk dan pejantan. Sumber: Koleksi Penulis. d. Sifat Kuantitatif Ayam Kokok Balenggek Hasil penelitian Arliana, F., dkk (2009) melapor- kan ukuran bagian tubuh AKB mulai dari kaki bagian atas, bagian bawah, ukuran jengger, lebar dada dan dilengkapi dengan bobot badan, selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Rata-Rata dan Simpangan Baku Sifat-sifat Kuantitatif Ayam Kokok Balenggek Berdasarkan Kenagarian Kanagarian Para- Batu Bajanjang Tanjung Balik Sumiso Rangkiang Luluih meter Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina

Tarso 10,33 8,37 10,40 7,99 8,82 7,28 meta ± 0,79 ± 0,65 ± 1,02 ± 0,67 ± 0,82 ± 0,60 tarsus (cm) Panjang 13,57 12,24 14,55 11,91 13,16 11,31 tibia ± 1,14 ± 0,77 ± 1,29 ± 1,13 ± 0,94 ± 0,95 (cm) Sukses Budidaya Ayam Kampung 41

Kanagarian Para- Batu Bajanjang Tanjung Balik Sumiso Rangkiang Luluih meter Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina

Panjang 10,58 10,27 11,68 9,85 10,15 9,25 femur ± 1,58 ± 1,41 ± 1,89 ± 1,38 ± 1,67 ± 1,09 (cm) Panjang 2,34 1,87 1,71 1,55 1,67 1,56 paruh ± 1,00 ± 0,42 ± 0,80 ± 0,15 ± 0,16 ±0,22 Tinggi 4,54 1,27 4,85 2,34 4,48 2,21 jengger ± 1,21 ± 0,74 ± 0,92 ± 0,48 ± 1,10 ± 0,58 (cm) Bobot 1,64 1,64 1,73 1,30 1,53 1,21 badan ± 0,32 ± 0,32 ± 0,24 ± 0,22 ± 0,31 ± 0,18 (kg) Lebar - 2,48 - 2,22 - 2,34 pelvis ± 0,65 ± 0,67 ± 0,59 (cm) Panjang 21,13 18,17 24,00 21,50 21,93 20,33 Sayap ± 2,76 ± 3,46 ± 2,56 ± 2,18 ± 1,67 ± 1,69 (cm) Lebar 7,02 - 7,50 - 6,84 - dada ± 1,13 ± 1,04 ± 0,80 (cm) Panjang 13,51 - 18,46 - 19,99 - leher ± 2,13 ± 3,60 ± 1,70 (cm)

Sumber: Arliana, F., dkk (2009)

Hasil pengamatan terhadap beberapa sifat-sifat produksi ayam kokok balenggek dilaporkan oleh Arliana, F., dkk (2009), yang melakukan pengamatan di Kecamatan/Kanagarian Batu Bajanjang, Tanjung Balik Sumiso, dan Rangkiang Luluih, Kabupaten Solok. Dilaporkan bahwa rata-rata produksi telur AKB di Kanagarian Batu Bajanjang, Tanjung Balik Sumiso, dan 42 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Rangkiang Luluih adalah 13,38; 13,85; dan 12,07 butir dalam satu periode peneluran. Produksi telur merupakan parameter utama yang digunakan sebagai kriteria untuk pemilihan bibit ayam kokok balenggek. Informasi lain dilaporkan bahwa daya tetas telur berkisar antara 85-89 %, mortalitas cukup tinggi 29- 49%. (Tabel 9).

Tabel 9. Sifat Produksi Ayam Kokok Balenggek Jantan dan Betina Kenagarian Para- No. meter Batu Tanjung Balik Rangkiang Bajanjang Sumiso Luluih

1. Produksi 13,38 13,85 12,07 Telur/ ± 2,66 ± 2,92 ± 2,16 periode (butir)

2. Daya 85,48 89,93 86,96 Tetas (%) ± 9,82 ± 11,86 ± 16,70

3. Sex Ratio 51,85 : 48,90 : 52,61 : 48,15 51,10 47,39

4. Morta- 39,17 49,08 29,70 litas (%) ± 27,27 ± 24,00 ± 25,21

5. Jumlah 4,63 4,81 5,15 Kokok ± 1,40 ± 1,45 ± 1,46

Sumber: Arliana, F., dkk (2009).

Keragaman sifat kokok AKB yang diamati dari 111 ekor jantan, menunjukkan jumlah kokok sebanyak 4,63; 4,81; 5,15 lenggek (Tabel 9). Jumlah lenggek kokok dihitung dengan mengurangi jumlah suku kata kokok dengan 3 poin (Murad, 1989). Pengamatan yang dilakukan pada 111 ekor jantan terlihat bahwa jumlah Sukses Budidaya Ayam Kampung 43

lenggek kokok berkisar antara 3-9 dengan rata-rata 4- 5 lenggek. Perbedaan jumlah lenggek kokok pada AKB adalah hal yang wajar karena memang ada variasi song antar individu dalam spesies dan antarspesies (Tyne dan Berger, 1976 dan Wooton, 2003). Pemerintah Provinsi Sumatera Barat telah mengajukan melalui Surat Gubernur Sumatera Barat Nomor 524/332/Disnak/IV/2011 perihal permohonan Penetapan Galur atau Rumpun bagi ayam kokok balengek. Menteri Pertanian telah mengabulkan permohonan tersebut dan telah ditetapkan AKB sebagai rumpun ayam dengan nama Kokok Balengek melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 2919/Kpts/ OT.140/6/2011. Deskripsi rumpun ayam kokok- balenggek tersebut adalah sebagai berikut. 1. Nama rumpun ayam: ayam kokok-balenggek 2. Sifat kualitatif: a). jengger/balung: tunggal, bergerigi ber- warna merah; b). warna bulu punggung dan sayap: hitam, merah, kuning, atau putih; c) warna ceker (metatarsus): abu-abu, kuning atau putih; d) suara ayam jantan: merdu, terputus-putus bersusun, terbagi atas suara kokok depan, tengah dan belakang. 3. Sifat kuantitatif: a) suara: berjumlah, 3-9 susun (lenggek); durasi sekali berkokok: 2,01-4,43 detik; mampu berkokok 8 kali berturut-turut dalam 10 menit. b) bobot badan dewasa: ayam jantan, 1,025- 2,250 kg; 44 Sukses Budidaya Ayam Kampung

c) panjang tulang femur: ayam jantan, 7,5- 11,3 cm; d) panjang tulang tibia: ayam jantan 7,5-15,0 cm; e) tinggi jengger: ayam jantan 2,40-4,60 cm; f) produksi telur: 60 butir/tahun. 4. Sifat reproduksi: a) umur dewasa kelamin: 6 bulan; b) umur bertelur pertama: 6 bulan. 5. Wilayah sebaran: Provinsi Sumatera Barat.

5. Ayam Gaga’ (Ayam Ketawa) Ayam gaga’ merupakan plasma nutfah ternak unggas Indonesia, termasuk tipe penyanyi yang berasal dari daerah Kabupaten Sidrap, Provinsi Sulawesi Selatan. Informasi produktivitas dan keunggulannya termasuk informasi potensi genetiknya masih terbatas karena belum banyak dilakukan penelitian terhadap ayam ini. Ayam gaga’ secara fisik hampir sama dengan ayam kampung biasa, yang membedakan adalah suaranya (kokoknya). Di daerah asalnya ayam ini disebut ayam gaga’, namun karena suara kokoknya seperti orang ketawa, maka ayam ini biasa juga disebut ayam ketawa. Ayam gaga’ sudah ditetapkan oleh Menteri Pertanian melalui Keputusan Menteri No. 2920/Kpts/ OT.140/6/2011. Ayam gaga’ ditetapkan sebagai salah satu rumpun ayam lokal Indonesia, yang mempunyai keseragaman bentuk fisik dan komposisi genetik serta kemampuan adaptasi dengan baik pada keterbatasan lingkungan. Ayam gaga’ mempunyai ciri khas yang berbeda dengan rumpun ayam asli atau ayam lokal Sukses Budidaya Ayam Kampung 45

lainnya dan merupakan kekayaan sumber daya genetik ternak lokal Indonesia yang perlu dilindungi dan dilestarikan.

Gambar 17. Ayam ketawa. Sumber: www.ayam ketawa-tebe- hobbies. blogspot.com

Deskripsi rumpun ayam gaga, sebagai berikut. 1. Nama rumpun ayam: ayam gaga 2. Sifat kualitatif: a. jengger/balung: tunggal, bergerigi, ber- warna merah b. warna bulu: putih, merah, atau hitam; c. warna ceker (metatarsus): putih, kuning, atau hitam; d. Suara ayam jantan: mirip suara manusia tertawa dengan tempo • cepat, (kuk kruk ku kha kha kha kha), • sedang (kuk kruk ku.... kha... kha.... kha) • lambat (ku kruk ku...... kha...... kha...... kha); 46 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Setiap kokok terdiri dari suara kokok depan, tengah dan penutup. 3. Sifat kuantitatif: a. suara : frekuensi berkokok 2 - 15 kali dari standar bunyi 2 kali dalam durasi kontes suara; b. bobot badan dewasa: sama dengan bobot badan dewasa ayam kampung pada umumnya. 4. Sifat reproduksi: sama dengan sifat reproduksi ayam kampung pada umumnya 5. Wilayah sebaran: Provinsi Sulawesi Selatan.

Gambar 18. Ayam ketawa dengan warna bulu putih. Sumber: www.belajarpraktis.com

Ayam gaga’ menyebar dari daerah Sidrap ke seluruh wilayah Sulawesi Selatan bahkan saat ini, penyebaran ayam gaga’ sampai lintas pulau yaitu Jawa Sukses Budidaya Ayam Kampung 47

dan Kalimantan. Hal tersebut disebabkan karena adanya kontes ayam gaga’ yang sering dilakukan sehingga memikat hati para pencinta ayam gaga’ untuk dipelihara sebagai ayam penyanyi. Jenis-jenis ayam gaga’ dapat dibedakan ber- dasarkan warna bulu dan suaranya. Berdasarkan warna bulunya, ayam gaga’ dibagi menjadi 9 nama sebagai berikut. 1. Bakka, yaitu ayam gaga’ yang warna dasar putih Dahulu, ayam mengkilap dengan dihiasi warna hitam, oranye, ketawa hanya merah dan kaki hitam atau putih. dipelihara di 2. Lappung, yaitu ayam gaga’ warna dasar bulu lingkungan kerajaan hitam dengan merah hati dan mata putih. Bugis, sebagai 3. Ceppaga, yaitu ayam gaga’ warna dasar hitam simbol status dengan dihiasi bulu hitam dan putih ditambah sosial. bentuk putih di badan sampai pangkal leher dan kaki hitam. 4. Koro, yaitu ayam gaga’ warna dasar hitam dihiasi hijau, putih, dan kuning mengkilat dan kaki kuning atau hitam. 5. Ijo buata, yaitu ayam gaga’ warna dasar hijau dihiasi merah, diselingi warna hitam di sayap dan kaki warna kuning. 6. Bori tase’, yaitu ayam gaga’ warna dasar bulu merah dan dihiasi bintik bintik kuning keemasan. Berdasarkan suaranya ayam gaga’ dikelompok- kan menjadi 2 tipe sebagai berikut. 1. Tipe slow, yaitu interval nadanya kurang rapat dan iramanya lambat antara nada awal dengan nada berikutnya. 2. Tipe dangdut yaitu interval nadanya rapat, irama cepat, dan umumnya durasi kokoknya panjang. 48 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Gambar 19. Ayam ketawa sedang berkokok. Sumber: Koleksi Penulis.

Karakteristik suara ayam gaga’ tipe slow umumnya memiliki irama agak pelan dengan jumlah suku kata lebih sedikit dibanding ayam gaga’ tipe dangdut. Ayam gaga’ tipe dangdut memiliki variasi rentang durasi kokok yang tinggi sehingga ayam gaga’ tipe dangdut dibagi menjadi dua kelas yaitu dangdut kelas panjang yang memiliki durasi kokok lebih dari 10 detik dan dangdut kelas pendek yang memiliki durasi kokok kurang dari 10 detik (http://repository.unhas.ac, 2002). Junaidi (2002) melaporkan hasil penelitiannya tentang karakteristik bioakustik pada ayam gaga’. Data dikumpulkan dari 33 ekor ayam tipe dangdut kelas panjang, 130 ekor ayam tipe dangdut kelas pendek dan 124 ekor ayam tipe slow (Tabel 10). Dari hasil penelitian tersebut ditunjukkan bahwa jumlah kokok dan jumlah suku kata yang panjang didapatkan pada tipe dangdut kelas panjang dan umumnya terjadi pada kokok gelom- bang yang kedua. Sukses Budidaya Ayam Kampung 49

Tabel 10. Karakteristik Bioakustik Ayam Gaga’ Tipe Dangdut Para- No. Kelas Kelas Tipe Slow meter Panjang Pendek n=124 Ekor n=33 Ekor n=130Ekor

1. Durasi 30,83 4,20 3,68 ± 1,08 Kokok ± 19,67 ± 1,80 (Detik) - Durasi 0,91 0,98 1,11 ± 0,62 Kokok ± 0,38 ± 0,61 Gel. I (Detik) - Durasi 29,89 3,21 2,65 ± 1,06 Kokok ± 19,77 ± 1,78 Gel. II (Detik) 2. Jumlah 143,97 21,36 8,35 ± 2,65 Suku Kata ± 97,65 ± 9,69 - Jumlah 2,21 2,66 2,49 ± 0,67 Suku Kata ± 0,74 ± 0,77 Gel. I - Jumlah 141,79 18,46 5,91 ± 2,46 Suku Kata ± 97,95 ± 9,70 Gel. II

Sumber: Junaidi (2002).

Gambar 20. Gerakan ayam ketawa sedang berkokok. Sumber: Koleksi Penulis. 50 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Tiga

SISTEM PEMELIHARAAN

Budi daya ayam kampung di Indonesia mempunyai sejarah panjang. Cerita-cerita yang berlatar belakang legenda masa lalu banyak yang mengisahkan tokoh cerita dengan ayam peliharaannya. Sebelum mengetahui bagaimana sistem pemeliharaan ayam kampung saat ini, pembaca dapat mengetahui bagaimana sejarah perkembangan budi daya ayam kampung di Indonesia.

A. Sejarah Perkembangan Budi Daya Ayam Kampung Sistem pemeliharaan ayam kampung di Indone- sia, sampai sekitar tahun 1970, masih banyak dipeliharaan dengan sistem tradisional (ekstensif), karena belum banyak perhatian peternak terhadap upaya untuk meningkatkan produksi. Sekitar tahun 1980, pemerintah menetapkan kebijaksanaan untuk peningkatan produktivitas dan pengembangan ayam buras melalui program intensifikasi, yang dikenal sebagai program INTAB (Intensifikasi Ayam Buras). Sukses Budidaya Ayam Kampung 51

Pada dekade tahun 1990-1996, sistem peme- liharaan ayam kampung telah menunjukkan adanya perkembangan yang pesat, dicirikan adanya perubahan sistem pemeliharaan dari cara-cara tradisional menjadi semiintensif dan bahkan intensif. Tujuan pemeliharaan juga sudah terarah baik untuk spesialisasi memproduksi telur konsumsi, dan penjualan ayam (penggemukan/ daging untuk potongan). Dampak dari perkembangan pemeliharaan ayam buras tersebut telah menumbuh- kan lapangan kerja yang dapat menyerap tenaga kerja di pedesaan. Pengamatan Dirdjopratono, et al., (1994) pada Kelompok Tani Ternak Ayam Buras (KTT-AB) di Jawa Tengah, menunjukkan telah tumbuh beberapa industri kecil skala rumah tangga seperti pembuatan mesin tetas, pembuatan kandang batere bambu, usaha pemotongan ayam, dan kerajinan sulak (bulu ayam). Berkembangnya usaha pemeliharaan ayam buras tersebut, menjadikan ayam buras sebagai komoditas andalan yang strategis dalam upaya peningkatan pendapatan dan berusaha bagi petani kecil di pedesaan. Di Jawa Tengah tercatat 4 kabupaten yang telah menunjukkan perkembangan dalam pemeliharaan ayam buras (sentra produksi) yaitu: Pemalang, Temanggung, Banyumas, dan Purbalingga. Di daerah tersebut, ayam buras dipelihara secara intensif dan semiintensif. Pada pemeliharaan intensif tujuan usahanya adalah untuk produksi telur konsumsi, sedang untuk memproduksi bibit dan ayam potong jumlahnya masih terbatas. Namun untuk wilayah lainnya secara umum masih banyak yang dipelihara secara ekstensif. Pada tahun 1997-1998, perkembangan peme- liharaan ayam kampung dan ternak lainnya mengalami 52 Sukses Budidaya Ayam Kampung

kemerosotan yang tajam. Hal ini terjadi karena pada tahun 1997 terjadi krisis moneter. Krisis ini berpengaruh terhadap usaha ayam kampung. Pada awalnya, harga bahan pakan naik terus-menerus, sedangkan harga produknya berupa telur tetas, anak ayam, dan ayam siap potong kenaikannya tidak seiring dengan kenaikan harga bahan pakan, sehingga peternak selalu kehabisan modal. Kondisi ini menyebabkan ditutupnya usaha ayam kampung yang dibudidayakan secara intensif atau semiintensif dan akhirnya pemeliharaan ayam kampung kembali seperti semula yaitu dipelihara secara tradisional. Perkembangan budidaya ayam kampung kembali bergairah setelah krisis moneter yaitu sekitar tahun 2000 sampai awal tahun 2003. Pada tahun 2003 sampai 2004 terjadi penurunan perkembangan budi daya ayam kampung, karena pada saat itu terjadi wabah flu burung atau (AI). Penyakit ini menimbulkan kematian pada ternak ayam petelur, ayam pedaging, ayam kampung, puyuh, itik dan entog. Informasi jumlah kematian ayam petelur, pedaging, ayam buras dan puyuh yang dilaporkan dan dicatat antara bulan Agustus sampai Desember 2003 adalah 1.029.808 ekor atau 0,9 % dari total populasi unggas di Jawa Tengah (110.610.281 ekor). Namun jumlah kematian yang sebenarnya sulit diduga, karena tidak semua kasus kematian akibat penyakit tersebut dilaporkan (Dinas Peternakan Jawa Tengah, 2004). Diagnosa dari 22 kabupaten di Jawa Tengah yang banyak terjadi kasus kematian unggas, 9 kabupaten dinyatakan posistip terserang penyakit AI dari strain H5N1. Sembilan kabupaten yang positip terserang AI adalah kabupaten Semarang, Kendal, Temanggung, Sukses Budidaya Ayam Kampung 53

Sragen, Pekalongan, Purbalingga, Wonosobo, Banyumas, dan Karanganyar (Dinas Peternakan Jawa Tengah, 2004, Balitvet, 2004). Setelah penyakit flu burung dapat diatasi walaupun belum tuntas, perkembangan budi daya ayam kampung tidak banyak mengalami perubahan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena perhatian pemerintah dan peternak pada umumnya terfokus pada Populasi ayam komoditas ternak sapi. Perhatian pada ternak sapi ini kampung di karena adanya program Percepatan Swasembada Indonesia yang Daging Sapi dan Kerbau (PSDS/K) dari tahun 2010 tinggi dan tersebar di sampai 2014. Namun, perkembangan ternak sapi di In- seluruh donesia dengan program PSDS/K yang diharapkan wilayah dapat mencukupi kebutuhan daging nampaknya masih mempunyai prospek yang perlu didukung dengan pengembangan komoditas baik dalam ternak lainnya termasuk ayam kampung. menyediakan Dengan kondisi yang demikian dapat diprediksi daging. bahwa pasca program PSDS/K yang akan berakhir pada tahun 2014, maka komoditas ayam kampung dapat digunakan sebagai komoditas pendukung penyediaan daging di Indonesia. Oleh karena itu, baik pemerintah maupun peternak perlu menyiapkan segala aspek yang terkait dengan pengembangan ayam kampung. Pemerintah perlu mendukung dengan kebijakan atau regulasi, sedang peternak menyiapkan diri dengan meningkatkan kapasitas atau ketrampilannya mulai dari bibit, pakan, kesehatan dan manajemen pemeliharaan. Tidak kalah penting perlu adanya perhatian terhadap aspek kelembagaan, karena ayam kampung dipelihara oleh peternak dalam skala kecil yang membutuhkan kebersamaan usaha dalam kelompok. 54 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Sejarah perkembangan budi daya ayam kampung di Indonesia mulai dari tahun 1970 sampai saat ini, dapat diambil hikmahnya dan dapat digunakan sebagai salah satu acuan atau bahan pertimbangan untuk mengembangkan ayam kampung. Selama kurun waktu tersebut, telah dilakukan beberapa kegiatan penelitian dan kajian yang merupakan evaluasi dari sistem pemeliharaan ayam kampung. Hasil-hasil dari evaluasi tersebut sangat bermanfaat dalam rangka menyiapkan pengembangan ayam kampung pada tahun-tahun mendatang.

B. Sistem Pemeliharaan Ayam Kampung Menyadari peran ayam buras sebagai komoditas yang mempunyai kontribusi terhadap pendapatan petani di pedesaan, maka pemerintah telah menetapkan kebijakan dalam rangka meningkatkan produktivitas dan peran ayam buras bagi keluarga tani melalui pro- gram intensifikasi, yang dikenal sebagai program INTAB (Intensifikasi Ayam Buras). Program ini dilaksanakan melalui pendekatan kelompok tani dengan menerapkan Sapta Usaha meliputi teknologi bibit, pakan, kandang, kesehatan, manajemen, pascapanen, dan pemasarannya. Upaya pengembangan kelembagaan petani (kelompok-kelompok tani) merupakan strategi dalam pembangunan subsektor peternakan. Namun demikian dalam perjalannya pelaksanaan program INTAB tersebut belum sesuai dengan harapan. Dalam hal sistem pemeliharaannya, telah ditunjukkan adanya perkembangan yang dicirikan dengan adanya perubahan sistem pemeliharaan dari Sukses Budidaya Ayam Kampung 55

cara-cara tradisional menjadi semiintensif dan bahkan sudah ada yang melaksanakan secara intensif. Perubahan sistem pemeliharaan tersebut mampu meningkatkan produksi telur dan pertumbuhan ayam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemeliharaan sistem semi intensif pada kandang umbaran terbatas, produksi telurnya 18,4% hen day, sedang pada pemeliharaan intensif pada kandang batere, produksi telurnya dapat mencapai 34,8% hen day (Muryanto et al. 1994a; Muryanto et al. 1995c). Pada pemeliharaan tradisional produksi telurnya hanya 12%.

• Ayam hidup bebas. Ekstensif • Sangat sedikit tergantung (Tradisional) oleh peternak. • Sedikit modal dan tenaga.

• Terkurung pada umbaran terbatas. Sistem Semiintensif • Hidupnya sebagian Pemeliharaan tergantung oleh peternak. • Padat tenaga dan modal.

• Terkurung sepanjang usia. Intensif • Tergantung oleh peternak. • Padat modal dan sarana.

Gambar 21. Bagan sistem pemeliharaan ayam kampung. Sumber: Ilustrasi Penerbit. Berkembangnya sistem pemeliharaaan tersebut berdampak positif terhadap tujuan pemeliharaan yang mengarah pada spesialisasi usaha untuk memproduksi telur konsumsi, telur tetas, anak ayam, dan ayam siap potong (penggemukan). Pemeliharaan sistem semi- intensif dilakukan dengan menambah input produksi berupa pakan secara terbatas dan pemeliharaan pada 56 Sukses Budidaya Ayam Kampung

kandang umbaran terbatas. Sistem semi intensif digunakan untuk tujuan produksi daging dan produksi telur tetas atau anak ayam bila dilengkapi dengan penetasan, sedang pada sistem intensif dikhususkan untuk memproduksi telur konsumsi.

Gambar 22. Pemeliharaan ayam kampung ekstensif/tradisional. Sumber: Koleksi Penulis.

Gambar 23. Pemeliharaan ayam kampung semiintesif. Sumber: Koleksi Penulis.

Gambar 24. Pemeliharaan ayam kampung intesif. Sumber: Koleksi Penulis.

C. Sistem Pemeliharaan Ayam Kampung untuk Memproduksi Telur (Konsumsi) Sistem pemeliharaaan untuk memproduksi telur konsumsi merupakan implementasi dari pemeliharaan Sukses Budidaya Ayam Kampung 57

ayam buras sistem intensif. Pada sistem ini, ayam dipelihara pada kandang batere individu, sehingga produksi telur masing-masing ayam dapat diketahui. Pakan merupakan faktor yang sangat menentukan keberlanjutan usaha ayam buras untuk tujuan produksi telur (konsumsi), dan secara ekonomis akan menentu- kan untung-ruginya usaha tersebut. Peternak dalam memberikan pakan pada ayamnya berupa campuran yang terdiri atas bahan pakan diantaranya: bekatul, jagung giling, konsentrat, tepung ikan, mineral, vita- min dan hijauan. Namun persentase bahan pakan tersebut seperti yang dilaporkan oleh Muryanto et al., (1995a) yang mengamati usaha pemeliharaan ayam buras di Jawa Tengah, sangat bervariasi baik antarkelompok tani ternak ayam buras maupun antarpeternak dalam kelompok. Dilaporkan juga bahwa bahan yang banyak digunakan adalah bekatul (50- 62,5%), dan jagung (18-35%) dan konsentrat (7,5-20%). Besarnya persentase bahan-bahan pakan akan sangat berpengaruh terhadap kualitas pakan atau kandungan gizi pakan. Sehingga apabila terjadi perubahan bahan pakan, maka secara keseluruhan akan berpengaruh terhadap produktivitas ternak. Sebagai gambaran dicontohkan beberapa susunan pakan yang banyak digunakan oleh anggota kelompok tani ternak ayam buras di Jawa Tengah (Tabel 11). Pakan tersebut berdasarkan analisis kimia diketahui mempunyai kandungan protein antara 13-16% dan energi 2200-2400 kkal. Dengan pakan tersebut produksi telur rata-rata berkisar antara 30-40% hen day. Namun, demikian pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa perlu diperhatikan kualitas bahan penyusun dan teknik pencampuran pakan. Penurunan 58 Sukses Budidaya Ayam Kampung

kualitas salah satu bahan pakan misalnya bekatul karena dicampur dengan serbuk gergaji atau tepung ikan dicampur dengan tepung tulang atau bahan lain, dapat menurunkan produksi telur 10-20% bahkan lebih. Secara sederhana, kualitas bahan pakan dapat diketahui dengan menelusuri asalnya atau sumber dan proses pembuatannya.

Tabel 11. Beberapa Contoh Susunan Pakan Ayam Kampung untuk Tujuan Produksi Telur Konsumsi Uraian Bahan R1 R1 R1 R1 R1

Bekatul 50 62,5 62,5 50 53 Jagung giling 30 25 25 35 18 Konsentrat 20 7,5 7,5 12,5 9 Ece/grit - 2 2 2 2,4 Tepung ikan - 2 1,9 - 8 CaCO3 (kapur) - 0,5 0,5 0,5 - Top mix - 0,5 0,6 0,5 8 Mineral *) - - - 1,6 Hijauan *) - - 0,5 *) Kandungan gizi Protein kasar (%) 16,00 14,00 15,16 15,63 13,60 Energi (kkal) 2.400 2.324 2.300 2.230 2.220 Calsium 2,9 - - 2,4 3,4 Phospor 0,9 - - 0,9 -

Keterangan: R1 = Dirdjopratono et al. (1995) R2 & R3 = Muryanto et al. (1996b) R4 = KTT-AB Gemah Ripah Temanggung (1994b) R5 = KTT-AB Karya Makmur Pemalang (1994) *) = Kadang-kadang diberikan.

Faktor lain dalam aspek pakan yang dapat merugikan atau sulit dikontrol oleh peternak adalah fluktuasi harga bahan dan kontinyuitas pengadaan bahan pakan. Kedua faktor ini saling terkait, bila bahan Sukses Budidaya Ayam Kampung 59

pakan sedikit tersedia di pasaran sedang permintaannya banyak, maka harga bahan tersebut menjadi mahal. Hampir semua bahan pakan harganya semakin tinggi, namun khusus bekatul, jagung dan konsentrat per- sentase peningkatan harganya cukup tinggi. Masalah yang muncul adalah tidak seimbangnya kenaikan harga bahan pakan dibandingkan dengan kenaikan harga telur ayam, sehingga peternak mengalami kerugian. Upaya untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menyediakan beberapa alternatif pakan dengan susunan yang berbeda namun kualitasnya hampir sama. Beberapa susunan bahan pakan seperti pada Tabel 11, dapat dijadikan sebagai alternatif apabila Peternak akan merugi jika terjadi kenaikan harga katul, jagung giling, dan kenaikan harga konsentrat. Perubahan harga bahan pakan dapat juga pakan tidak seimbang dengan diatasi dengan mencari bahan-bahan lain yang dapat kenaikan harga jual telur. menggantikan salah satu bahan penyusun pakan seperti yang dilaporkan Dirdjopratono et al. (1992), bahwa sorgum putih dapat menggantikan jagung hingga 30% tanpa mempengaruhi produksinya, meskipun indeks warna kuning telur nilainya menurun. Hasil pengamatan pada dua Kelompok Tani Ternak Ayam Buras (KTT-AB) di Kabupaten Purba- lingga, dan Temanggung menunjukkan bahwa usaha memproduksi telur konsumsi merupakan usaha yang paling banyak diminati peternak. Hal ini disebabkan karena pendapatan peternak dapat diperoleh setiap hari, sehingga biaya produksi khususnya untuk pakan dan obat-obatan dapat dipenuhi dari penjualan telur yang diproduksi. Dari 2 KTT-AB yang diamati hampir semua peternaknya (95%) memelihara ayam buras dengan tujuan memproduksi telur konsumsi (Muryanto et al., 1998). 60 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Teknologi yang dimanfaatkan dan sangat berpengaruh terhadap usaha pemeliharaan ayam petelur ini diantaranya perkandangan, pakan, di samping manajemen pencegahan penyakit. Kandang yang digunakan dalam pemeliharaan ayam buras untuk tujuan memproduksi telur konsumsi adalah kandang batere individu dengan ukuran 20 x 20 x 40 cm dengan posisi lantai miring agar telur yang diproduksi dapat Mengurangi keluar dari kandang. Di samping itu, peternak juga lama menerapkan teknologi mengurangi lama mengeram mengeram dengan cara dengan memandikan ayam yang sedang mengeram memandikan dan mencampur dengan pejantan. Teknologi ini telah ayam dapat dilaporkan oleh Muryanto dan Subiharta (1992), yang meningkatkan produksi telur. ternyata mampu meningkatkan produksi telur. Teknologi seleksi sederhana juga dilakukan dengan mengeluarkan ayam-ayam yang produksinya rendah dan diganti dengan ayam baru yang diperkirakan mempunyai produksi tinggi. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rata-rata produksi telur ayam buras 35% ± 4,5% dengan bobot telur rata-rata 36,9 g/butir, data selengkapnya disajikan pada Tabel 12. Produksi ini hampir sama dengan laporan Muryanto et al. (1995b) yaitu 33,9% yang memberikan pakan dengan kandungan protein 13,6% dan energi 2.300 kkal, sedangkan Yuwono et al. (1995) melaporkan bahwa dengan susunan pakan yang mengandung protein 14-16% dan energi 2.400-2.700 kkal, produksi telurnya berkisar antara 33-39,8%. Sukses Budidaya Ayam Kampung 61

Tabel 12. Produksi Telur Konsumsi pada Ayam Kampung No. Parameter Uraian

1. Jumlah peternak (orang) 22 2. Jumlah ayam/peternak (ekor) 100 3. Produksi telur/100 ekor/bl (btr) 1.050,0 ± 32,2 4. Produksi telur/100 ekor/hr (btr) 35,5 ± 2,5 5. Produksi telur hen day (%) 35,0 ± 2,5 6. Bobot telur/btr (g) 37,9 ± 2,5 7 . Konsumsi pakan/ekor/hr (kg) 0,1

Sumber: Muryanto et al. (1995b).

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa faktor pakan sangat berpengaruh terhadap produksi telur, namun pada sistem pemeliharaan ini perlu juga memperhatikan aspek lingkungan, khususnya suhu dan kelembapan. Hal ini disebabkan karena ayam kampung adalah ternak yang tidak mempunyai kelenjar keringat, panas tubuh dibuang melalui dubur bersama kotoran, dan melalui mulut dengan cara terengah-engah. Dengan kondisi yang demikian, bila terjadi perubahan panas atau lembap yang ekstrim pada lingkungannya akan berpengaruh terhadap kondisi tubuh ayam, akibatnya dapat menurunkan produksi dan kualitas telur. Secara rinci penjelasan tentang pengaruh lingkungan khususnya suhu dan kelembapan terhadap produksi telur adalah sebagai berikut.

1. Hubungan Suhu Lingkungan dengan Produksi Telur Suhu lingkungan merupakan faktor yang lang- sung berpengaruh terhadap terhadap produktivitas ternak, karena suhu lingkungan sangat berkaitan dengan produksi panas yang dihasilkan tubuh ternak. 62 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Oleh karena itu, kenyamanan lingkungan dapat dicapai apabila terjadi keseimbangan antara panas yang diproduksi di dalam tubuh dengan panas yang dikeluarkan oleh tubuh ke lingkungannya (Edey et al. 1981). North dan Bell (1990) menyatakan bahwa kepedulian terhadap lingkungan yang baik pada ayam diawali dengan menyediakan kandang yang nyaman. Lingkungan kandang yang nyaman mencakup perlindungan ayam terhadap perubahan iklim, sehingga ayam tetap berproduksi normal walaupun terjadi perubahan suhu. Peningkatan suhu lingkungan pada ayam muda akan meningkatkan konsumsi air, kecepatan respirasi, suhu tubuh dan menyebabkan stress. Selain itu, dapat menurunkan konsumsi pakan, konsumsi oksigen, tekanan darah, level kalsium darah, bobot badan, produksi telur, bobot telur, kualitas kerabang, ketebalan kerabang. Pada kondisi suhu tinggi, panas tubuh yang dihasilkan oleh ayam rendah, ini akan berpengaruh langsung terhadap penurunan konsumsi pakan. Hubungan antara produksi panas yang dihasilkan tubuh dengan suhu kandang tersebut adalah tidak linier. Terdapat kisaran suhu yang dapat ditolelir oleh tubuh ayam sehingga ayam masih dapat berproduksi dengan normal. Batas suhu terendah (Lower Critical Temperature/LCT) adalah 19°C dan yang tertinggi (Up- per Critical Temperature/UCT) 27°C, sedangkan rata- ratanya 23°C. Bila suhu lingkungan lebih rendah dari UCT, maka ayam akan berusaha menghasilkan panas tubuh agar tubuh tidak kedinginan. Pada suhu lebih dari 27°C, ayam akan berusaha memompa darah ke arah jengger, pial, kaki dan sebagainya agar kapasitas Sukses Budidaya Ayam Kampung 63

kedinginan tubuh meningkat. Perhatikan gambar grafik berikut.

Produksi panas (kcal)

LCT UCT 19o 27o

10 15 20 25 30 35 40 Suhu lingkungan °C

Gambar 25. Hubungan suhu lingkungan dengan produksi panas tubuh (Leeson dan Summers, 1997). Keterangan: LCT = Lower Critical Temperature UCT = Upper Critical Temperature

390

340 Energi yang digunakan Energi harian yang digunakan 290 (kcal/1,5 kg) 240

190 Energi hidup pokok

10 15 20 25 30 33 35 Suhu lingkungan °C

Gambar 26. Hubungan suhu lingkungan terhadap keseimbangan energi (Leeson dan Summers,1997).

Hubungan antara suhu lingkungan dengan produksi panas tubuh dan keseimbangannya terhadap pertumbuhan dan produksi telur diilustrasikan pada Gambar 25 dan 26. Gambar 26 menunjukkan bahwa titik temu antara energi intake dan maintenance energi adalah pada suhu lingkungan 33°C. Gambar 27 64 Sukses Budidaya Ayam Kampung

menunjukkan bahwa pada suhu 28°C, pertumbuhan dan produksi telur menurun dan sampai pada suhu lingkungan 33°C ketersediaan energi pada ayam habis (Leeson dan Summers, 1997).

100 Ketersediaan Pertumbuhan energi 80 (kcal/hr/1,5 kg) 60

40 Produksi telur 90% Cadangan tubuh 20

0

-20

-40

10 15 20 25 2830 33 35 Suhu lingkungan oC

Gambar 27. Hubungan suhu lingkungan terhadap keseimbangan energi (Leeson dan Summers,1997).

Contoh hasil penelitian pengaruh suhu udara dari suhu rendah 15°C sampai temparatur tinggi 30°C terhadap beberapa variabel produksi pada 2 jenis breed ayam yang dipelihara dalam kandang dilaporkan oleh Marsden et.al. (1987). Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi dan efisiensi pakan semakin menurun sejalan dengan meningkatnya suhu, sedangkan untuk peubah produksi telur/induk pada umur 33 minggu, produksi telur hen day, bobot telur dan perubahan bobot badan tidak menunjukkan perbedaan yang berarti, namun sampai pada suhu mendekati 27°C produksinya mulai menurun. Untuk peubah skor bulu (feather score) dan suhu rektal variasinya tidak terlalu besar. Sukses Budidaya Ayam Kampung 65

Pada mortalitas ayam, terdapat variasi yang cukup besar dan hal ini perlu adanya penelitian lebih lanjut. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat kisaran suhu yang dapat ditolelir oleh ayam agar produktivitas masih dapat berlangsung secara normal, seperti yang ditunjukkan oleh Leeson dan Summers (1997) bahwa ada LCT dan UCT. Data selengkapnya disajikan pada Tabel 13.

Table 13. Pengaruh Suhu Terhadap Beberapa Variabel Produksi Ayam Umur 32-66 Minggu

Breed Babcock Warren Suhu Udara (°C) 15 18 21 24 27 30 15 18 21 24 27 30

Kon. pakan 116 115 1 0 7 104 98 88 130 1 2 7 120 114 1 0 7 93 (g/ekr/hr)

Telur/ekor 168 1 7 0 1 7 1 1 7 0 1 7 7 169 169 174 1 7 7 1 7 5 178 166 sampai umur 33 mg.

Telur/100 74,6 75,3 75,0 76,4 77,8 75,4 72,8 74,0 75,7 74,8 76,3 71,3 induk

Bobot telur 60,6 60,7 60,4 60,1 59,3 56,8 62,9 63,0 62,9 62,9 61,6 58,9 /btr (g)

Gram telur 45,2 45,7 45,3 46,0 46,2 42,9 45,8 46,6 47,7 47,1 47,0 42,0 /induk

Gram telur 0,39 0,40 0,42 0,44 0,47 0,49 0,35 0,37 0,40 0,41 0,44 0,45 /gram pakan

Mortalitas 9,6 9,0 6,5 11,2 6,4 11,5 5,3 3,1 3,9 4,5 2,5 5,3 (%) 66 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Breed Babcock Warren Suhu Udara (°C) 15 18 21 24 27 30 15 18 21 24 27 30

Pertambah- 0,03 0,04 0,41 0,19 0,58 0,08 -0,10 0,22 0,43 0,00 1,93 -0,28 an bobot badan (g/ekor)

Skor bulu 2,67 2,50 2,56 2,57 2,73 2,81 2,06 2,10 2,12 2,11 2,16 2,49 45 mg

Skor bulu 2,64 2,56 2,71 2,67 2,83 2,94 2,24 2,10 2,07 2,21 2,42 2,69 66 mg

Suhu rectal 41,3 41,5 41,5 41,5 41,6 41,8 41,2 41,5 41,6 41,4 41,6 41,9 (°C) umur 39 minggu

Sumber: Marsden et.al. (1987).

Penelitian lain yang dilaporkan oleh Jones et.al. (1976) yang meneliti pengaruh suhu yang rendah (4,5°C), suhu sedang (21°C) dan suhu tinggi 35°C terhadap produktivitas ayam petelur Single Comb White Leghorn. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu, konsumsi pakan, produksi telur dan perubahan bobot badan semakin menurun atau dengan kata lain bahwa suhu yang sesuai untuk ayam adalah temperatur rendah. Pada kondisi suhu tinggi, konsumsi pakan dan produksi telur menurunnya sangat nyata. Hasil ini (Tabel 14) dapat dimengerti karena penelitian ini dilakukan di daerah subtropik South Caro- lina, USA. Sukses Budidaya Ayam Kampung 67

Tabel 14. Produktivitas Induk Single Comb White Leghorn Akibat Pengaruh Suhu Lingkungan Selama 21 Hari Suhu Konsumsi Produksi Pertambahan Lingkungan °C Pakan (g) Telur (%) Bobot Badan (kg) 4,5 111,2a 71,9a 0,02a 21,0 107,5a 68,8ab - 0,019a 35,0 61,8b 60,2b - 0,289b Sumber: Jones et.al. (1976); Huruf yang berbeda pada kolom yang menunjukkan pengaruh nyata (p<0.05)

Suhu yang tinggi dapat menyebabkan ayam stress yang akan mengganggu kesehatan ternak, selain disebabkan oleh suhu tinggi stress juga dapat disebabkan oleh iklim seperti dingin atau panas, status gizi karena kurangnya makanan dan air minum, kepadatan kandang yang tinggi, atau pengaruh- pengaruh internal sebagai akibat gangguan fisiologis, penyakit atau keracunan (Hafez, 1968).

2. Pengaruh Suhu Terhadap Komposisi Telur Hasil penelitian Ahvar et.al. (1982) menunjukkan bahwa suhu tinggi (>25°C) akan menyebabkan menurunnya bobot telur. Penurunan bobot tersebut disebabkan karena adanya penurunan bobot pada putih telur. Peningkatan setiap 1°C akan menurunkan putih telur 0,17-0,98 g atau rata-rata 0,4 g tiap 1°C. Gambar- an penurunan bobot pada putih telur ini diformulasikan dengan persamaan linier: Y = 59,6-1,34 (0,2 T-16)-0,313 (0,2 T-16)2 Y = bobot telur; T = suhu dalam °F. 68 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Pengaruh tingginya suhu terhadap kualitas albu- men adalah sangat kecil (Daniel dan Balnave, 1981; Ahvar et.al. 1982), meskipun demikian menurut Sauveur dan Picard (1987) kualitas albumen menurun dengan cepat apabila setelah proses peneluran, telur tidak segera diambil dari kandang. Suhu lingkungan berpengaruh terhadap kualitas kerabang pada kisaran suhu 26.5-35°C. Penurunan kualitas kerabang ditunjuk- kan dengan semakin menipisnya tebal kerabang (Smith dan Oliver. 1972). Pengaruh tersebut telah diformulasi- kan dengan persamaan linier sebagai berikut. Y = 6,8-0,25 (0,2 T-16)-0,07 (0,2 T-16)2 Y = kerabang telur; T = suhu dalam °F. Pengaruh perubahan suhu terhadap kualitas kerabang telur telah diilustrasikan oleh Simons dan Wiertz (1968) dalam Sauver dan Picard (1987) seperti pada Gambar 28. Gambar 28 ditunjukkan bahwa perubahan suhu lingkungan dari 13°C ke 29°C menyebabkan penipisan bagian-bagian telur yaitu kutikel sebanyak 57%, lapisan palisade 15%, lapisan mammilary 16%, sedang pada bagian membran tidak mengalami penipisan. Hasil penelitian ini memberikan informasi yang penting yaitu bahwa perubahan suhu tersebut pada bagian luar (membran) tidak ber- pengaruh, namun semakin ke dalam pengaruhnya semakin besar. Pengaruh cekaman panas (Hyperthermia) pada unggas dapat dijelaskan sebagai berikut. Hyperthermia menyebabkan unggas terengah-engah (panting) dan

terjadi peningkatan respirasi. Akibatnya, CO2 dalam darah menurun. Hal ini akan mengeliminasi ion bikarbinat yang menyebabkan pH darah mendekati Sukses Budidaya Ayam Kampung 69

normal, bersamaan dengan itu ion-ion pada kelenjar cangkang berkurang, akibatnya akan menyebabkan menipisnya kerabang telur (Ricards, 1970).

Suhu 13oC 29oC -57% Kutikel 300

-15%

Lapisan 200 Palisade -16% Lapisan 100 Mammillary = 0 Membran

Gambar 28. Pengaruh suhu terhadap kualitas kerabang (Simons dan Wiertz, 1968 dalam Sauveur dan Picard, 1987).

Upaya untuk mengurangi pengaruh suhu terhadap kualitas telur dapat dilakukan dengan menyeimbangkan asam-basa melalui penambahan Ca dalam pakan, selain itu disarankan untuk diangin- anginkan pada waktu malam hari/night cooling (Sauveur dan Picard, 1987). Pengaruh kelembapan terhadap kualitas telur tidak banyak dilaporkan, namun penelitian pengaruh kelembapan yang tinggi (50%, 85%) dikombinasikan dengan suhu tinggi (20°C, 33°C) menyebabkan menurunnya bobot telur dan kualitas kerabang (Picard dan Bouchot, 1985). Hal ini diduga, tingginya kelembapan pada lokasi yang suhunya tinggi akan memacu semakin tingginya suhu tubuh, sehingga berpengaruh negatif terhadap metabolisme tubuh ayam. Hasil penelitian tersebut tercantum pada Tabel 15. 70 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Tabel 15. Pengaruh Kombinasi Antara Suhu Tinggi dan Kelembapan Relatif Terhadap Komposisi Telur *) Suhu (°C) 20 33 33 20 Komposisi Telur Kelembapan relatif (%) 50 85 85 50

Bobot telur (g) 58,1 56,2 54,2 59,0 Bobot kerabang (g) 5,72 5,47 4,89 5,85 Bobot kuning telur (g) 15,0 14,3 13,9 15,2 Bobot putih telur (g) 37,5 36,4 35,3 38,0 Dry matter kuning telur 52,7 51,0 50,9 51,5 (%) Dry matter putih telur 12,8 12,4 12,0 12,0 (%) Sumber: Picard dan Bouchot (1985) dalam Sauver and Picard (1987). *) Ayam = ISA brown; pengamatan telur umur 1 minggu/periode.

3. Hubungan Suhu Air Minum dengan Produksi Telur Upaya untuk mengatasi tingginya suhu dalam rangka peningkatan produksi, telah dilakukan beberapa penelitian manipulasi pemberian air minum pada suhu panas dan dingin. Leeson dan Summer (1997) me- laporkan bahwa pemberian air dingin dengan suhu 2°C, ternyata meningkatkan produksi telur, namun konsumsi pakannya juga meningkat. Sebagai pem- banding terhadap konsumsi pakan/hari bahwa standar untuk petelur menurut North dan Bell (1990) untuk bobot badan 1,4 kg; 1,8 kg; 2,3 kg; masing-masing adalah 57,2 g; 70,8 g; dan 83,9 g. Pada penelitian ini tidak dilaporkan bobot badan ayam dan tingkat efisiensi ekonominya. Hasil penelitian selengkapnya disajikan pada Tabel 16. Sukses Budidaya Ayam Kampung 71

Tabel 16. Performa Ayam Petelur yang Diberi Air Minum pada Suhu 33°C dan 2°C Suhu Air Performans 33°C 2°C

Pakan/ekr/hari (g) 63.8 75.8 Bobot telur (g) 49.0 48.5 Produksi telur (% HD) 81.0 93.0

Sumber: Leeson dan Summer (1997).

Penelitian lain yang menguji pengaruh suhu air minum terhadap produksi telur dan konsumsi pakan, pada kondisi suhu lingkungan 32°C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada suhu air 27°C, produksi telur ayam dari umur 25-29 minggu lebih tinggi 7% dibandingkan dengan pemberian air minum dengan suhu 32°C, sedangkan konsumsi pakannya meningkat 7 g/ekor/hari pada suhu 27°C. Data selengkapnya disajikan pada Tabel 17 (North dan Bell, 1990).

Tabel 17. Pengaruh Suhu Air Minum Terhadap Produksi Telur (% Hen Day) Suhu Lingkungan 32°C Umur (minggu) Air minum 32°C Air minum 27°C

25 64 74 26 74 79 27 77 86 28 7 6 84 29 88 93

Rata-rata 7 6 83 Konsumsi pakan 83 90 (g/ekr/hr)

Sumber: North dan Bell (1990). 72 Sukses Budidaya Ayam Kampung

4. Hubungan Suhu Terhadap Kebutuhan Air Minum pada Ayam Komsumsi air pada ayam meningkat dengan bertambahnya umur meskipun terjadi penurunan per unit bobot badan. Pada temperatur yang moderat, ayam akan mengkonsumsi air dua kali lebih banyak dari jumlah pakan yang dimakan. Kandungan nutrisi dari pakan juga berpengaruh terhadap konsumsi air. Pada temperatur tinggi, kebutuhan air dari ayam akan semakin banyak. Ayam petelur pada suhu kandang 30°C akan mengkonsumsi air dua kali lebih banyak dibandingkan pada suhu 15°C. Selanjutnya diindikasi- kan bahwa konsumsi air berkaitan dengan status produksi, kesehatan, dan komposisi pakan (Leeson dan Summer, 1997). Dalam upaya untuk memudahkan dalam manajemen pemeliharaan ternak unggas terhadap kebutuhan air pada suhu yang berbeda, maka telah disusun tabel kebutuhan air untuk beberapa spesies unggas (Tabel 18). Angka yang tertera pada tabel tersebut adalah angka yang mendekati kebutuhan normal. Angka tersebut akan disesuaikan lagi apabila status ternak berbeda, misalnya status produksinya, kesehatan, konsumsi pakan, dan lain-lain. Dari tabel tersebut ditunjukkan bahwa semakin bertambah umur ayam dan semakin tinggi status produksinya, maka kebutuhan airnya semakin meningkat, dan pada suhu tinggi kelipatan kebutuhan airnya akan semakin tinggi. Pada unggas air, kebutuhan air lebih tinggi dibandingkan unggas darat baik umur maupun status produksinya. Sukses Budidaya Ayam Kampung 73

Tabel 18. Konsumsi Air ad-lib Per Hari pada Beberapa Status Produksi Ayam dengan Suhu 20°C dan 32°C (Liter Per 1.000 Ekor)

Status Umur/ 20°C 32°C Produksi Produksi

Leghorn pullet 4 mg 50 7 5 12 mg 115 180 18 mg 140 200 Induk masa bertelur prod. 50% 150 250 prod. 80% 180 300 Pembibit 4 mg 7 5 200 12 mg 140 220 Induk pembibit broiler prod. 50% 180 200 prod. 80% 210 360 Broiler 1 mg 24 40 3 mg 100 190 6 mg 240 500 9 mg 300 600

Sumber: Leeson dan Summer (1997).

Dari penjelasan hasil-hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, kisaran suhu yang optimal agar ayam dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik adalah antara 19°C sampai 27°C. Pada suhu tinggi, maka konsumsi pakan, efisiensi pakan, dan bobot badan menurun. Pada suhu mendekati 27°C, produksi telur mulai menururn. Penurunan bobot telur mulai terjadi bila suhu lingkungan lebih dari 25°C dan seterusnya akan menurun 0,4 g setiap peningkatan 1°C. Suhu 26- 35°C menyebabkan menipisnya tebal kerabang. Interaksi antara suhu tinggi dan kelembapan tinggi akan menurunkan bobot telur dan bobot kerabang. Upaya dalam mengatasi suhu tinggi salah satu- nya dengan pemberian air minum dengan suhu rendah 74 Sukses Budidaya Ayam Kampung

(2°C) yang ternyata dapat meningkatkan produksi telur, namun konsumsi pakannya juga meningkat. Pemberian air minum dengan suhu 27°C menyebabkan produksi telur lebih tinggi 7% dibandingkan dengan pemberian air minum dengan suhu 32°C, tetapi konsumsi pakannya meningkat 7 g/ekor/hari. Upaya untuk mengurangi pengaruh suhu terhadap kualitas telur dapat dilakukan dengan pemberian Ca dalam pakan. Konsumsi air minum akan meningkat dengan bertambahnya umur dan status produksinya; dan pada suhu lingkungan yang tinggi, kebutuhan air minumnya akan semakin tinggi.

D. Pemeliharaan Ayam Kampung untuk Memproduksi Telur Tetas Usaha ayam kampung (buras) untuk mem- produksi telur tetas menggunakan teknologi pakan, perkandangan, manajemen dan seleksi yang hampir sama dengan usaha pemeliharaan ayam buras untuk tujuan produksi telur konsumsi. Perbedaannya pada usaha ayam buras untuk tujuan memproduksi telur tetas dengan memanfaatkan teknologi Inseminasi Buatan (IB). Teknologi IB ini telah disederhanakan agar peternak dapat melaksanakannya dengan baik. Bahan dan alat yang digunakan mudah didapat dan harganya relatif murah, di samping itu alat-alat yang digunakan tersebut dapat dimodifikasi dengan meng- gunakan alat yang ada di sekitar peternak. Teknologi IB yang diterapkan adalah IB secara langsung, artinya semen tidak diawetkan tetapi langsung digunakan. Pengencer yang digunakan adalah NaCl fisiologi 0,9% dengan derajat pengenceran 1 : 6. Sukses Budidaya Ayam Kampung 75

Setiap induk diinseminasi dengan 0,1-0,2 ml semen yang telah diencerkan. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa rata-rata fertilitas telur hasil IB 70-80%. Keberhasilan IB dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya: (1) kualitas sperma, (2) keterampilan petugas/inseminator, dan (3) kesiapan ayam. Kualitas sperma dapat diketahui dengan menggunakan mikroskop, apakah sperma normal, hidup dan sebagainya. Sperma yang tidak baik apabila diinseminasikan akan menghasilkan telur dangan fertilitas yang rendah. Keterampilan dalam menginseminasi dilakukan dengan ber-latih secara kontinyu. Pejantan yang akan diambil spermanya dan induk yang akan diinseminasi sudah dilatih terlebih dahulu, untuk pejantan biasanya membutuhkan waktu 7 hari, sedangkan untuk induk bisa 1-2 hari. Induk yang akan diinseminasi harus sedang bertelur, sebab apabila tidak bertelur maka sperma yang diinseminasi sia-sia karena tidak membuahi telur. Jadi, fertilitas telur masih dapat ditingkatkan apabila ketiga faktor tersebut dipenuhi. Penerapan teknologi IB menghasilkan telur fertil/ tetas yang harganya lebih tinggi dibandingkan telur konsumsi, sehingga pendapatan yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan dengan usaha pemeliharaan ayam buras yang hanya memproduksi telur konsumsi. Di samping itu, telur yang tidak fertil yang dihasilkan dengan teknologi IB masih dapat dimanfaatkan sebagai telur konsumsi dengan catatan bahwa pemeriksaan fertil tidaknya telur dilakukan maksimal umur 5 hari 76 Sukses Budidaya Ayam Kampung

dalam mesin tetas, dengan demikian telur tersebut mempunyai nilai ekonomis. Berdasarkan analisis ekonomi menunjukkan bahwa keuntungan yang didapat dari pemeliharaan 100 ekor ayam buras dengan introduksi teknologi IB meningkat 117,8 % dibandingkan tanpa IB.

E. Pemeliharaan Ayam Kampung untuk Memproduksi Anak Ayam Keuntungan yang diperoleh dari usaha pemeli- haraan ayam kampung untuk memproduksi telur tetas masih dapat ditingkatkan lagi dengan memanfaatkan teknologi penetasan, sehingga hasil akhirnya adalah anak ayam umur sehari (Day Old Chick/DOC). Ber- dasarkan perhitungan ekonomi keuntungan pada pemeliharaan ini meningkat sebesar 81,4% dibanding- kan dengan usaha memproduksi telur tetas. Peningkat- an keuntungan ini cukup tinggi, hal ini disebabkan bila daya tetas telurnya tinggi 70-80%. Namun, sering dijumpai di lapangan bahwa daya tetas telur yang ditetaskan menggunakan mesin tetas rendah bahkan gagal. Hal ini disebabkan 3 faktor penting dalam proses penetasan kurang diperhatikan yaitu: (1) kelembapan mesin (2) temperatur mesin dan (3) keterampilan petugas.

Beberapa catatan yang perlu diperhatikan dalam menetaskan telur diantaranya: (1) sumber panas/alat pemanas harus selalu tersedia dengan temperatur antara 101-105°F (30-38°C), (2) air sangat diperlukan, bersama dengan tempera- tur akan mengatur kelembapan mesin yaitu Sukses Budidaya Ayam Kampung 77

antara 60-70%. Selain itu, perlu diperhatikan lubang udara/ventilasi dapat berfungsi sebagai pengatur sirkulasi oksigen dan pemutaran telur harus dilakukan dengan benar. Periode kritis telur dalam mesin tetas adalah 3 hari setelah masuk mesin tetas dan 3 hari sebelum menetas (Rasyaf, 1987). Masalah yang sering dijumpai pada penetasan dengan mesin tetas skala kecil (tradisional) adalah sulitnya mengatur/mempertahankan kelembapan, sehingga sering dijumpai kematian embrio yang disebabkan oleh rendahnya kelembapan mesin. Oleh karena itu, disarankan agar memperluas atau mempersempit permukaan air yang digunakan dan Kegagalan penetasan menambah atau mengurangi lubang udara yang ada dapat terjadi pada mesin tetas sehingga kelembapan optimal (60- bila 70%) pada saat telur akan menetas dapat tercapai. temperatur mesin menurun Kegagalan penetasan dapat terjadi bila temperatur dratis. mesin menurun drastis, akibat dari matinya aliran listrik, sehingga untuk menghindari kejadian tersebut perlu merancang mesin tetas yang mempunyai dua sumber pemanas yaitu listrik dan lampu minyak (Muryanto et.al. 1996b). Alat penetas telur lain yang digunakan dapat berupa induk ayam buras dan entog. Penggunaan entog sebagai penetas disarankan hanya dilakukan pada lokasi-lokasi yang sudah terbiasa menggunakannya, sebab apabila belum terbiasa dapat menyebabkan kematian embrio dan anak yang baru menetas (Muryanto et al., 1995b). Sedangkan kapasitas optimal- nya adalah 12 butir untuk induk ayam buras (Subiharta et al., 1984), dan 19 butir untuk entog (Muryanto et al., 78 Sukses Budidaya Ayam Kampung

1995b). Pada penetasan yang menggunakan ayam dan entog sebagai alat penetas disarankan untuk meng- gunakan sangkar yang berbentuk kerucut (40 x 40 x 20 cm), karena dapat menghasilkan daya tetas yang lebih tinggi dibandingkan dengan sangkar bentuk kotak (Subiharta et al., 1994).

F. Pemeliharaan Ayam Kampung untuk Memproduksi Ayam Siap Potong (Penggemukan). Usaha penggemukan anak ayam jantan merupa- kan usaha ayam kampung yang mempunyai propek positif. Laporan Yuwono et al., (1993) menyebutkan bahwa permintaan ayam kampung muda terus Secara teknis meningkat dan permintaan tersebut sampai saat ini faktor yang belum dapat dipenuhi. Survei di Solo (Pasar Silir) dan sangat berpengaruh Semarang (Pasar Kobong) menunjukkan bahwa terhadap usaha persentase ayam muda yang dipasarkan masing- penggemukan masing 90% dan 70%, sedangkan kapasitas penjualan adalah faktor pakan dan di dua pasar tersebut masing-masing 12.000 ekor dan manajemen. 3.000 ekor per hari. Jull (1972) dan Siregar et al., (1980) menyatakan bahwa 50-60% biaya produksi didominasi oleh pakan. Faktor manajemen lebih menitik beratkan pada sistem perkandangan baik mengenai tipe kandang yaitu litter dan kandang boks serta kepadatan kandang yang akan berpengaruh terhadap tingkat kanibalisme ayam. Subiharta et al., (1994) melaporkan bahwa penggemukkan selama 6 minggu pada anak ayam kampung umur 14 minggu dengan susunan pakan yang terdiri atas 60% konsentrat grower, 20% jagung, dan 20% katul dikombinasikan dengan tingkat kepadat- Sukses Budidaya Ayam Kampung 79

an 8,10 dan 12 ekor per m2, ternyata pertambahan bobot badan terbaik adalah 648,2 g/ekor pada kepadatan 8 ekor/m2, sedangkan tingkat kepadatan tidak ber- pengaruh nyata terhadap pertambahan bobot badan namun berpengaruh nyata terhadap konsumsi dan konversi pakan. Masalah kanibalisme pada penggemukan ayam buras dapat diatasi dengan pemotongan paruh. Muryanto et al., (1991) melaporkan bahwa dengan pemotongan paruh terdapat kecenderungan menurun- kan kanibalisme, meningkatkan efisiensi pemeliharaan yang ditunjukkan dengan meningkatnya bobot badan dan menurunnya konversi pakan. 80 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Empat

PEMBIBITAN

Pembibitan merupakan aspek penting dalam peningkatan populasi, produktivitas, dan pendapatan petani. Pemerintah sudah banyak mengalokasikan pro- gram kegiatan perbibitan ayam kampung dan peternak juga sudah berupaya untuk mencoba melaksanakan walaupun dalam skala kecil, namun sangat sulit untuk menemukan contoh kelompok yang berhasil, kalaupun ada sangat sedikit.

A. Kebijakan Pembibitan Ayam Kampung Dalam pembibitan ayam kampung ini pemerintah telah mengeluarkan beberpa kebijakan antara lain, a. Permentan No. 49/Permentan/OT.140/10/2006, tentang Pedoman Pembibitan Ayam Lokal yang baik (Good Native Breeding Practice/ GNCBP). b. Permentan No. 420/Kpts/OT.210/7/2001, tentang Pedoman Budi Daya Ayam Buras yang Baik (GOOD FARMING PRACTICE). Sukses Budidaya Ayam Kampung 81

c. Pedoman Teknis Pengembangan Perbibitan Ayam dan Itik Lokal (Dirjen Peternakan 2012). d. Peraturan Presiden RI No. 111 Tahun 2007, yang berisi tentang Pembibitan dan Budi Daya Ayam Buras serta Persilangannya Termasuk Daftar Bidang Usaha Terbuka dengan Persyaratan Di- cadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi. Pada Permentan No. 420 Tahun 2001 disebutkan beberapa persyaratan tentang bibit ayam buras/ kampung sebagai berikut. a. Bibit ayam buras yang dipelihara harus bebas dari penyakit unggas seperti Avian Influenza, Newcastle Disease (ND), Fowl Kolera, Fowl Pox, Infectious Bursal Disease, Salmonellosis (S.pullorum, S.enteritidis, Infectious coryza). b. Bibit ayam buras yang dipelihara diutamakan bibit ayam buras asli yang berasal dari daerah lokasi usaha setempat. c. Penyediaan dan pengembangan bibit ayam buras hasil persilangan antara ayam buras asli setempat dengan ayam buras yang berasal dari daerah lain atau yang disilangkan dengan ayam ras dapat dilakukan di bawah bimbingan Dinas Peternakan setempat atau lembaga/instansi teknis yang berwenang. d. Umur bibit antara 5-12 bulan (induk) untuk pejantan antara umur 8-15 bulan. e. Secara kualitatif pemilihan ayam yang baik dapat dijelaskan sebagai berikut. Bibit harus sehat dan tidak cacat, lincah dan gesit, penampilan tegap, mata bening dan bulat, rongga perut elastis, bulu 82 Sukses Budidaya Ayam Kampung

halus dan mengkilat, produksi dan daya tetas telurnya tinggi, tidak mempunyai sifat kanibal. Selanjutnya pada Permentan tersebut disebutkan bahwa untuk meningkatkan mutu ayam buras harus dilakukan seleksi sesuai sifat-sifat yang dihendak. Jika dilakukan kawin silang, maka harus terencana dengan pengawasan yang ketat. Telur yang akan ditetaskan hendaknya diperoleh dari induk dengan mutu produksi yang baik. Untuk mendapatkan daya tetas yang tinggi perbandingan jantan dan betina adalah 1: 8-10 ekor. Selain itu, perkawinan dengan sistem IB juga diperkenankan. Penetasan telur dapat dilakukan dengan induk atau mesin tetas dengan memperhatikan kaidah- kaidah teknis. Bila akan dilakukan kegiatan pembibitan, maka diperlukan beberapa inovasi teknologi sebagai berikut. 1) Pencatatan terhadap identitas, ciri-ciri dominan, keragaman produksi, pengukuran bagian tubuh, kesehatan. Pencatatan tersebut disesuaikan dengan tujuan usaha. Data produksi yang dikumpulkan adalah: umur pertama bertelur, efisiensi penggunaan pakan, bobot dan ukuran telur, produksi telur pertahun, 2) Seleksi, yaitu pemilihan populasi terbaik dengan persentase > 10%, 10-30%, 30-50%, di samping itu dapat memenuhi SNI (Standard Nasional In- donesia). 3) Perkawinan, bila dilakukan secara alam, per- bandingan pejantan dengan induk adalah 1 : 8 sampai 10, bila dilakukan dengan IB, maka se- men diambil dari pejantan yang terpilih serta hindari inbreeding. Sukses Budidaya Ayam Kampung 83

B. Penelitian Pembibitan Ayam Kampung Pembibitan ayam kampung yang baik harus didasarkan pada aturan atau kebijakan dan dalam pelaksanaan di lapangan diperlukan bimbingan dari petugas/dinas. Hal ini disebabkan karena sebagian besar pemeliharaan ayam kampung dilakukan oleh peternak kecil yang tergabung dalam kelompok, sedang peternak besar yang melakukan jumlah sangat sedikit. Oleh karena itu, lebih diprioritaskan bila bimbingan dan pelatihan ditujukan pada peternak yang tergabung dalam kelompok tani ternak. Di bawah ini dicontohkan suatu kajian pembibitan yang dilakukan pada kelompok tani di kabupaten Purbalingga (Muryanto et al, 1996) Pada kajian pembibitan tersebut teknologi yang diintroduksi disesuaikan dengan rangkaian teknologi yang berkesinambungan mulai dari pemeliharaan induk sampai induk tersebut menghasilkan anak. Rangkaian teknologi pembibitan tersebut diaplikasikan melalui beberapa tahap yaitu: a) evaluasi produksi telur, b) seleksi atau pemilihan induk yang mempunyai produksi telur tinggi, c) perkawinan/Inseminasi Buatan (IB) dan penetas- an, dan d) evaluasi produktivitas populasi dasar.

1. Evaluasi Produksi Telur Evaluasi produksi telur dilakukan pada ayam buras sebanyak 1.192 ekor selama 2 bulan produksi. Ayam tersebut diberikan pakan sama dengan komposisi bahan pakan terdiri atas konsentrat petelur, jagung, 84 Sukses Budidaya Ayam Kampung

bekatul dengan perbandingan 1 : 2 : 5, ditambah dengan mineral sesuai dengan petunjuk. Evaluasi ini dilakukan 2 kali yaitu pada bulan pertama dan bulan kedua, selanjutnya dijumlahkan. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui fluktuasi produksi telur pada ayam buras yang diamati. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa produksi telur (hen day) per ekor selama 2 bulan 26,5% (Tabel 19). Produksi pada bulan pertama lebih tinggi dibandingkan dengan bulan kedua (9.802 butir vs 9.120 butir), namun bila dilihat dari persentase produksi per ekor maka perbedaannya hanya 1,8% (27,41% vs 25,61%). Hal ini menunjukkan bahwa ayam buras yang diamati selama 2 bulan, produksinya relatif stabil.

Tabel 19. Evaluasi Produksi Telur pada Ayam Kampung Selama 2 Bulan

No. Parameter Keterangan

1. Jumlah ayam (ekor) 1.192 2. Produksi bulan I (butir) 9.802 3. Produksi bulan I/ekor (butir) 8,20 ± 6,20 4. Produksi bulan I /ekor (%) 27,41 ± 20,53 5. Produksi bulan II (butir) 9.120 6. Produksi bulan II/ekor (butir) 7,70 ± 5,80 7 . Produksi bulan II/ekor (%) 25,61 ± 19,43 8. Produksi 2 bulan (butir) 18.922 9. Produksi 2 bulan/ekor (butir) 15,90 ± 9,90 10. Produksi 2 bulan/ekor (%) 26,5 ± 16,49

Kestabilan produksi ini dapat diperjelas dengan mengamati sebaran jumlah produksi telur (Tabel 20), dimana ditunjukkan bahwa sebagian besar ayam yang diamati (844 ekor) berproduksi antara 10 sampai 39 butir selama 2 bulan, ayam yang berproduksi tinggi antara 40-45 butir hanya 4 ekor, sedangkan ayam Sukses Budidaya Ayam Kampung 85

yang berproduksi rendah antara 0-9 butir jumlahnya 344 ekor. Jumlah ayam yang berproduksi rendah merupakan 28,86% dari total ayam yang diamati. Data ini menunjukkan bahwa perlakuan seleksi akan efektif dalam arti mengganti induk yang berproduksi rendah dengan induk yang berproduksi tinggi, maka total produksi telurnya akan meningkat. Pentingnya dilakukan seleksi juga ditunjukkan dari tingginya nilai standard deviasi total produksi telur selama 2 bulan yaitu 16,49% dari rata-rata produksi 26,5% (Tabel 20).

Tabel 20. Jumlah Ayam dan Sebaran Produksi Telur Selama 2 Bulan

Produksi Telur Jumlah Ayam Jumlah Ayam No. (butir) (ekor) (%)

1. 0 - 9 344 28,86 2. 10 - 19 394 33,05 3. 20 - 29 349 29,28 4. 30 - 39 101 8,47 5. 40 - 45 4 0,34

Jumlah 1.192 100,00

2. Seleksi Induk Tahapan kegiatan selanjutnya adalah melakukan seleksi secara sederhana terhadap 1.192 ekor ayam berdasarkan produksi telur selama 2 bulan. Dari 1.192 ekor induk telah dipilih 150 ekor atau 12,6% dari populasi awal yang mempunyai produksi tinggi. Persentasi induk yang diseleksi tersebut cukup akurat, karena dipilih dari populasi dalam jumlah banyak, sesuai dengan pendapat Warwick dan Legate (1985) yang menyatakan bahwa semakin kecil proporsi populasi yang diseleksi akan memberikan respon seleksi yang lebih baik. 86 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Keragaman produksi telur pada populasi awal dan populasi seleksi menunjukkan bahwa pada populasi awal rata-rata produksi telur 26,50%, sedangkan pada populasi seleksi 46,80% (Tabel 21). Rendahnya produksi pada populasi awal disebabkan karena belum semua induk berproduksi, bahkan beberapa induk belum berproduksi sama sekali. Lain halnya dengan induk yang dipilih, semuanya sudah berproduksi dalam jumlah banyak. Selanjutnya induk-induk yang dipilih akan dikawinkan dengan pejantan dengan metode Insemi-nasi Buatan (IB) dan akan diambil keturunnya untuk dijadikan populasi dasar sebagai calon bibit pada keturunan berikutnya.

Tabel 21. Produktivitas Induk pada Populasi Awal dan Populasi Seleksi Populasi Populasi No. Uraian Awal Seleksi 1. Jumlah induk 1.192 150 (ekor) 2. Konsumsi pakan/ 100 100 ekor/hari (gr) 3. Produksi telur/ 15,90 ± 9,90 24,06 ± 5,74 ekor/2 bl (butir) 4. Produksi telur/ 26,5 ± 16,49 40,01 ± 9,75 ekor/2 bl (%)

3. Inseminasi Buatan (IB) IB merupakan salah satu metode perkawinan yang direkayasa dengan tujuan utama mempercepat produksi telur tetas dan mengefisiensikan penggunaan pejantan. Pada suatu kajian, IB diaplikasikan pada 150 ekor ayam hasil seleksi. Telur yang dihasilkan diseleksi berdasarkan bobot, bentuk fisik (normal dan tidak cacat) Sukses Budidaya Ayam Kampung 87

sehingga terkumpul 645 butir telur. Penetasan dilakukan dengan menggunakan mesin tetas sebanyak 7 buah kapasitas 100 butir per mesin. Sedangkan pejantan yang digunakan adalah pejantan ayam buras yang berumur 1,5 tahun sebanyak 6 ekor yang sudah terlatih untuk diambil spermanya. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa 645 butir telur yang berasal dari 6 peternak anggota kelompok mempunyai bobot rata 39,6 gr. Berdasarkan pemeriksa- an telur pertama (umur 4 hari) dalam mesin tetas diketahui angka fertilitas rata-rata 82,63 + 5,79%. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan penelitian sebelumnya (Muryanto et al., 1995a) juga dilakukan pada ayam buras dengan metode yang sama di Kabupaten Temanggung. Hal ini disebabkan terutama karena kondisi ternak di KTT-AB "Sumber Makmur" relatif lebih baik dan sehat serta pemeliharaan yang sudah tertata dibandingkan dengan kondisi di Kabupaten Temanggung (71,7%), walaupun ada faktor lainnya yang ikut mempengaruhi yaitu ketrampilan insemina- tor. Angka fertilitas hasil pengkajian ini juga lebih tinggi dibandingkan dengan fertilitas telur hasil kawin alam yaitu 64,5% (Muryanto et al., 1995b). IB ayam buras pada KTT-AB "Sumber Makmur" sebelumnya pernah dilakukan , namun hasilnya tidak memuaskan. Keberhasilan pelaksanaan IB sampai pada tingkat angka fertilitas ini, menunjukkan bahwa kelompok "Sumber Makmur" mempunyai potensi sebagai penghasil telur tetas yang cukup handal, mengingat populasi yang dipelihara secara kelompok cukup tinggi yaitu 5.250 ekor induk. Hasil ini juga memberikan harapan baru pada peternak anggota kelompok untuk dapat mensuplai kebutuhannya akan 88 Sukses Budidaya Ayam Kampung

telur tetas di samping untuk memenuhi pesanan telur tetas dari daerah lain. Hasil pengkajian ini ternyata menyadarkan anggota kelompok untuk usaha ayam buras ke arah spesialisasi sebagai penghasil telur tetas, mengingat pada saat ini semua anggota kelompok berusaha ayam buras sebagai penghasil telur konsumsi. Kualitas dan kelangkaan bibit ayam kampung merupakan masalah yang berkali-kali disampaikan sebagai latar belakang atau alasan pentingnya dilakukan suatu penelitian dalam rangka meningkat- kan baik kuantitas dan kualitas bibit ayam kampung. Namun sampai saat ini hasil-hasil penelitian yang sudah banyak tersebut belum dapat diadopsi oleh peternak. Hal ini diduga karena pembibitan memerlu- kan waktu yang lama dan biaya yang tinggi, sehingga sangat sedikit peternak yang melakukan usaha ini, kalaupun ada jumlah ayamnya terbatas dan banyak diantaranya hanya mencoba-coba. Pada umumnya peternak mengartikan bibit masih dalam arti kuantitas, belum banyak yang mempertimbangkan kualitas bibit yang dibutuhkan padahal pengertian bibit untuk mendukung usaha ayam buras adalah meliputi keduanya baik kuantitas maupun kualitas. Upaya untuk meningkatkan kualitas bibit harus didukung dengan informasi produktivitas dari ayam buras. Muryanto et al. (1998) melaporkan pengamatan- nya terhadap data performans ayam buras mulai dari telur sampai menjadi ayam yang berproduksi (Tabel 22). Informasi tersebut dapat dijadikan sebagai dasar sampai seberapa peningkatan produktivitas akibat hasil suatu pembibitan. Sukses Budidaya Ayam Kampung 89

Tabel 22. Performa Produktivitas Ayam Kampung pada Populasi Dasar dan Keturunan I Populasi Dasar Keturunan Parameter Performa Terseleksi I

Bobot telur (g) 40,73 39,67 39,61 ± 12,10 ± 9,20 ± 3,19 Bobot tetas (g) 30,78 29,11 26,32 ± 3,14 ± 2,07 ± 3,39 Bobot umur 1 bl (g) 146,99 146,07 114,51 ± 37,10 ± 35,05 ± 46,54 Konsumsi pakan 1hr- 592,92 597,67 578,97 1bl (g) ± 230,84 ±229,75 ±74,18 Bobot umur 2 bl (g) 513,31 512,09 483,53 ± 98,72 ± 94,41 ± 80,08 Konsumsi pakan 1-2bl (g) 890,65 891,53 990,71 ± 42,30 ± 42,08 ± 40,16 Bobot umur 3 bl (g) 809,21 811,53 774,46 ± 162,19 ± 160,37 ± 121,70 Konsumsi pakan 2-3bl (g) 1.812,06 1.813,33 1.949,80 ± 60,77 ± 60,46 ± 111,70 Bobot umur 4 bl (g) 1.134,96 1.137,27 1.008,57 ± 188,28 ± 175,85 ± 176,74 Konsumsi pakan 3-4bl (g) 2.067,42 2.068,27 2.096,00 ± 41,33 ± 41,11 ± 39,50 Umur I bertelur (hr) 196,96 194,40 *) ± 26,23 ± 15,51 Bobot I bertelur (g) 1.650,09 1.622,20 ± 272,60 ± 261,52 Bobot telur I (g) 32,78 ± 3,58 32,57 ± 3,51 Persentase ayam betelur 0,83 1,33 umur 5bl (%) Prod.telur umur 5,38 ± 2,10 5,75 ± 1,74 5-6 bl/ekr (btr) Prod.telur umur 5-6 bl 17,95 19,17 (% hd) Persentase ayam bertelur 10,83 16,00 umur 6bl (%) Prod.telur umur 9,55 ± 4,92 10,34 ± 5,04 6-7 bl/ekr (btr) 90 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Populasi Dasar Keturunan Parameter Performa Terseleksi I

Prod.telur umur 6-7 bl 31,85 34,48 (% hd) Persentase ayam betelur 76,66 85,33 umur 7bl (%) Prod.telur umur 9,65 10,76 7-8 bl/ekr (btr) ± 9,65 ± 3,49 Prod.telur umur 7-8 bl 32,16 35,86 (% hd) Persentase ayam betelur 95,00 98,67 umur 8bl (%) Prod.telur umur 12,38 14,35 8-9 bl/ekr (btr) ± 4,51 ± 3,59 Prod.telur umur 8-9 bl 41,28 47,82 (% hd) Persentase ayam betelur 97,50 100 umur 9bl (%) Prod.telur umur 10,87 13,01 9-10 bl/ekr (btr) ± 5,63 ± 4,86 Prod.telur umur 36,25 43,38 9-10 bl (% hd) Persentase ayam betelur 97,50 100 umur 10bl (%) Prod.telur umur 9,81 11,40 10-11bl/ekr (btr) ± 4,46 ± 3,94 Prod.telur umur 10-11 bl 32,70 38,00 (% hd) Persentase ayam betelur 97,50 100 umur 11bl (%) Prod.telur umur 11,14 12,86 11-12bl/ekr (btr) ± 4,81 ± 4,01 Prod.telur umur 37,15 42,88 11-12 bl (% hd) Persentase ayam bertelur 97,50 100 umur 12bl (%) Prod. telur s/d umur 57,06 71,71 12bl/ekr (btr) ± 23,43 ± 13,27

Muryanto et al. (1998) Sukses Budidaya Ayam Kampung 91

C. Teknologi Pendukung Pembibitan Teknologi pendukung pada kajian pembibitan ayam kampung ini adalah perkandangan, pakan, pencatatan data (recording) dan seleksi, serta sistem perkawinan. Penjelasan dari teknologi pendukung tersebut adalah sebagai berikut.

1. Perkandangan Seperti diketahui bahwa pemeliharaan ayam buras dewasa untuk memproduksi telur, sistem per- kandangannya adalah umbaran terbatas dan batere individu. Ukuran kandang umbaran terbatas 4 x 4 x 2,5 m, dapat menampung 8-10 ekor ayam dewasa, ukuran dan kepadatan dapat dimodifikasi sesuai dengan kondisi lapangan. Untuk kandang batere ukurannya 25 x 40 x 40 cm/ekor, tinggi kandang ± 1 m di atas permukaan tanah. Sistem perkandangan tersebut dijadikan pendekatan dalam upaya meningkatkan produksi telur tetas. Jadi, upaya peningkatan produksi telur tetes melalui 2 pendekatan (Muryanto et.al. 1996): 1) pemeliharaan pada kandang umbaran terbatas, dan 2) pemeliharaan kandang betere individu. Kedua pendekatan tersebut pada prinsipnya hampir sama, namun upaya peningkatan produksi telur tetas melalui pemeliharaan ayam buras pada kandang batere lebih baik. Hal ini disebabkan data produksi lebih teliti (per individu), memungkinkan dilakukan inseminasi buatan (IB) tanpa mengganggu produksi, bibit yang dihasilkan lebih baik kualitasnya, karena sudah diketahui produksi induk dan pejantannya melalui seleksi. 92 Sukses Budidaya Ayam Kampung

2. Pakan Pakan ayam buras untuk pembibitan pada pengkajian ini dititikberatkan pada pakan induk dan pejantan. Susunan/kualitas pakan induk untuk menghasilkan telur tetas sama dengan pakan untuk menghasilkan telur konsumsi, sedangkan untuk pejantan pakannya juga sama namun ditambah dengan pakan tambahan berupa kuning telur (dari telur yang pecah) atau bahan pakan lain yang merupakan sumber vitamin dan mineral guna meningkatkan kualitas spermanya. Pakan ayam buras tersebut baik yang dipelihara pada kandang umbaran terbatas maupun batere individu kandungan gizinya adalah: protein 14-17% dan energi 2.400-2.700 kkal (Gultom et. al. 1989a). Pakan tersebut dapat disusun dari bahan pakan lokal yang ada di sekitarnya yang harganya murah, namun kualitasnya tetap sama. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa pakan ayam untuk pembibitan variasinya sangat besar baik antarkelompok tani ternak maupun antarpeternak dalam kelompok. Dilaporkan juga bahwa bahan yang banyak digunakan adalah bekatul yaitu 50-62,5%, dan jagung 18-35% dan konsentrat 7,5-20% (Dirdjopratono et.al. 1995).

3. Pencatatan Data dan Seleksi Pencatatan data ini sangat penting dalam upaya memproduksi bibit, sebab dapat membantu dalam menyeleksi/memilih ternak yang akan dikawinkan. Untuk tujuan penghasil telur, pencatatan data dititik- beratkan pada kuantitas telur, namun harus didukung dengan data kualitas telur (fisik/bentuk telur, sifat Sukses Budidaya Ayam Kampung 93

kerabang, dan lain-lain). Untuk tujuan memproduksi Ketelitian daging titik beratnya adalah pencatatan data bobot dalam badan yang didukung dengan data mortalitas dan pencatatan data dan konsumsi dan konversi pakan. Pada pemeliharaan di seleksi akan kandang umbaran terbatas, pencatatan data diper- memperbesar hitungkan secara kelompok, sedangkan data yang peluang dihasilkan diperoleh dari pemeliharaan di kandang batere individu keturunan yang merupakan data individu, sehingga pemilihan ternak berkualitas. yang akan dijadikan tetua (pejantan dan induk) untuk dikawinkan akan lebih teliti. Ketelitian ini akan memperbesar peluang dihasilkannya keturunan yang sesuai dengan tujuan perbibitan. (Muryanto et.al. 1994c).

4. Perkawinan Ayam yang akan dikawinkan harus merupakan ayam pilihan yang mempunyai produksi tinggi. Apabila akan menyilangkan ayam buras dengan ayam jenis lain di tingkat pedesaan, disarankan menggunakan ayam lokal yang produksinya tinggi (kedu, pelung, dan lain- lain). Perkawinan ayam buras dengan ayam ras harus mem-pertimbangkan biaya dan waktu yang diperlukan serta harus dalam kondisi yang terkontrol dengan pro- gram yang terencana dengan baik serta dalam pengawasan intansi yang berwenang. Teknik perkawinan dapat dilakukan secara alami atau dengan inseminasi buatan. Perkawinan alami dilakukan dengan pada kandang umbaran terbatas berukuran 4 x 4 x 2,5 m (termasuk tempat berteduh) dengan perbandingan 1 pejantan dengan 6 sampai 10 induk. Lebih sedikit jumlah induknya akan lebih baik. Sedangkan pada 94 Sukses Budidaya Ayam Kampung

kandang batere perkawinan dapat dilakukan secara Insemiansi Buatan (IB), kawin tempel, atau kawin alami biasa. Kawin tempel adalah perkawinan yang dilakukan di mana induk dipegang oleh peternak kemudian pejantannya menghampiri untuk me- ngawini. Pejantan dan induk yang digunakan pada perkawinan ini sebelumnya harus dilatih agar terbiasa. Namun perkawinan pada kandang batere yang disaran- kan adalah dengan IB, karena lebih efisien, biaya relatif murah, dan peralatan/bahan yang digunakan mudah didapat serta fertilitas telur hasil IB cukup tinggi sekitar 84% (Nasroedin et al., 1993). Inseminasi buatan merupakan teknologi yang memerlukan keterampilan khusus sehingga memerlu- kan pelatihan dan bimbingan. Teknologi IB dapat digunakan sesuai dengan tujuan yang diinginkan seperti untuk produksi telur, daging, atau hobi. Oleh karean pentingnya teknologi IB, maka pembahasannya dipisahkan pada bab tersendiri. Sukses Budidaya Ayam Kampung 95

Lima

INSEMINASI BUATAN

Budi daya ayam khususnya ayam lokal, sering menghadapi permasalahan yaitu keterbatasan bibit baik ditinjau dari kuantitas maupun kualitasnya. Kendala pengadaan bibit ini dialami di beberapa kelompok tani ternak ayam kampung, ayam pelung, ayam nunukan, dan sebagainya. Upaya untuk mengatasi kendala tersebut adalah dengan menerapkan sistem dan teknik perkawinan diikuti teknologi penetasan dan program seleksi. Salah satu teknik perkawinan yang dapat mendukung pengadaan bibit adalah Inseminasi Buatan (IB). Melalui IB, kita dapat memenuhi sebagian keinginan dari usaha ayam sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Tujuan ini akan dicapai apabila diikuti dengan program seleksi yang berkesinambungan. Contoh pada budi daya ayam pelung. Bila pejantan ayam pelung yang mempunyai kualitas suara bagus diambil spermanya, kemudian sperma tersebut diinseminasikan kepada induk yang berasal dari tetua yang kualitas suaranya bagus atau induk tersebut 96 Sukses Budidaya Ayam Kampung

mempunyai saudara yang kualitas suaranya bagus, maka dapat diprediksi bahwa keturunannya akan mempunyai kualitas suara yang bagus. Lebih pastinya apabila diikuti dengan seleksi dari generasi ke generasi sampai didapatkan keturunan ayam pelung jantan yang kualitas suaranya bagus. Demikian juga pada budi daya ayam kedu, peternak menginginkan untuk mendapatkan keturunan ayam yang seluruh tubuhnya mulai dari bulu, kulit, rongga mulut, daging, tulang berwarna hitam atau ayam cemani. Keinginan ini dapat diwujudkan dengan melakukan IB antara pejantan ayam kedu hitam dan induk ayam kedu hitam diikuti dengan teknologi penetasan dan program seleksi yang berkesinambung- an, maka keturunannya dapat diduga akan didapatkan ayam cemani. Dua contoh di atas hanya sebagai gambaran bahwa dengan IB, kita dapat merencanakan suatu usaha ayam sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Contoh lain untuk tujuan yang lebih produktif misalnya untuk mendapatkan induk dengan produksi telur tinggi atau untuk mendapatkan keturunan ayam yang mempunyai pertumbuhan bobot badan yang tinggi. Dengan IB keinginan tersebut dapat terpenuhi. Bahkan yang lebih ekstrim adalah untuk mendapatkan ayam bekisar yang harganya mahal, tidak menutup kemungkinan dapat dilakukan dengan menerapkan teknologi IB. Namun untuk mewujudkan keinginan tersebut, peternak perlu mempelajari bagaimana teknik IB yang benar, persyaratan apa saja yang harus dipenuhi, dan lain sebagainya. Sukses Budidaya Ayam Kampung 97

A. Tujuan Inseminasi Buatan Tujuan utama IB adalah meningkatkan efisiensi penggunaan pejantan. Hal ini dapat dijelaskan, bahwa pejantan pada saat mengawini induk secara alami, maka seluruh sperma yang dikeluarkan hanya untuk mengawini satu induk. Namun apabila sperma yang dikeluarkan ditampung kemudian diencerkan, maka sperma tersebut dapat digunakan untuk mengawini 10- 20 induk. Penjelasan tersebut baru untuk satu kali pejantan mengeluarkan sperma. Apabila pejantan tersebut diambil spermanya 2 hari sekali atau 3 hari sekali, maka jumlah induk yang dapat dikawini menjadi semakin banyak. Berdasarkan penjelasan di atas, maka IB sangat sesuai diterapkan untuk meningkatkan produktivitas ayam lokal Indonesia. Hal ini disebabkan karena pada umumnya ayam kedu, pelung, nunukan, dan ayam lokal lainnya jumlah ayam jantannya atau pejantannya terbatas. Sedikitnya jumlah pejantan ini disebabkan karena peternak cenderung menjual dengan alasan harganya mahal atau karena didorong oleh kebutuhan rumah tangganya. Oleh karena itu, dengan menerap- kan IB, maka pejantan yang jumlahnya sedikit dapat digunakan untuk mengawini induk dalam jumlah banyak. Program IB dapat dilaksanakan seiring dengan lomba-lomba yang diadakan mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten sampai tingkat nasional. Ayam yang menang pada lomba tersebut misalnya produksi telurnya paling banyak atau pertumbuhan bobot badannya paling tinggi, dapat digunakan sebagai tetua atau calon induk atau calon pejantan. Kegiatan seperti 98 Sukses Budidaya Ayam Kampung

ini pernah dilaksanakan pada jaman penjajahan Belanda, khususnya pada ayam kedu. Juara pada lomba tersebut, peternaknya mendapatkan penghargaan. Namun yang perlu dicatat bahwa ayam-ayam yang mendapatkan juara ditangani pengembangan selanjut- nya oleh pemerintah Belanda. Sebelumnya, ayam tersebut dikembangkan oleh peternaknya yang tentu saja kemampuannya terbatas, sehingga sifat-sifat yang baik pada ayam tersebut tidak dapat dikembangkan secara luas. Oleh karena itu, IB ini menjadi sangat penting apabila sperma yang berasal dari pejantan yang terpilih dan induknya pun mempunyai sifat-sifat yang diinginkan oleh peternak, maka keturunannya dapat diduga akan mempunyai sifat-sifat seperti pejantan dan induknya.

B. Manfaat Inseminasi Buatan Penerapan teknologi IB mempunyai manfaat antara lain: meningkatkan produksi telur tetas, dapat dijadikan sebagai sarana peningkatan mutu genetik, memungkinkan dilaksanakan persilangan yang tidak mungkin dilakukan dengan perkawinan alamiah, dan meningkatkan nilai komersial telur.

1. Meningkatkan Produksi Telur Tetas Penggunaan teknik IB akan meningkatkan jumlah telur tetas. Hal ini disebabkan karena sperma yang diencerkan dapat mengawini induk lebih banyak. Apabila pejantan diambil spermanya 2 kali sehari dan setiap kali pengeluaran sperma dapat mengawini 15 ekor induk, maka dalam satu bulan satu ekor pejantan dapat mengawini 15 x 15 = 225 ekor induk. Sedangkan satu Sukses Budidaya Ayam Kampung 99

ekor induk ayam lokal pada pemeliharaan intensif, produksi telurnya dapat mencapai 30% (hen day), artinya dalam satu bulan satu ekor induk menghasilkan 9 butir telur atau bila jumlahnya 225 ekor berarti jumlah telurnya 9 x 225 = 2.025 butir. Bila pada pemeliharaan tersebut perkawinannya dilaksanakan dengan IB, maka jumlah telur tetas/fertil yang dihasilkan 1.822 butir. Dengan perhitungan tingkat keberhasil IB sesuai laporan penelitian mencapai 90%. Dengan membandingkan perkawinan secara alamiah, maka perkawinan dengan IB sudah jelas dapat meningkatkan produksi telur tetas secara fantastis. Hal ini mengandung konsekuensi bahwa teknologi penetasannya juga harus dipersiapkan dengan baik.

2. Sarana Peningkatan Mutu Genetik Perkawinan yang dilakukan dengan teknologi IB, maka sudah jelas mana pejantannya dan mana induknya. Apabila pejantannya mempunyai produk- tivitas tinggi, sedangkan induknya produktivitasnya rendah, maka dengan IB keturunannya akan mempunyai sifat-sifat campuran dari pejantan dan induknya. Contohnya adalah perkawinan antara pejantan ayam kedu dengan induk ayam kampung. Apabila ayam kedu tersebut dipilih dari anggota keluarganya yang mempunyai produksi telur tinggi (40%), sedangkan induk ayam kampung produksi telurnya rendah (10%), maka keturunannya akan mempunyai produksi telur rata-rata dari pejantan dan induknya, namun lebih tinggi dibandingkan dengan produksi telur induknya. Perhatikan gambar berikut. 100 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Gambar 29. Inseminasi buatan sebagai sarana pengingkatan mutu genetik. Sumber: Koleksi Penulis.

3. Memungkinkan Persilangan yang Sulit atau Tidak Mungkin Perkawinan antara pejantan yang mempunyai tubuh besar seperti ayam pelung akan sangat sulit atau tidak mungkin dikawinkan dengan ayam kate yang tubuhnya kecil atau sebaliknya pejantan ayam kate dikawinkan dengan induk ayam pelung. Demikian juga dengan ayam yang cacat misalnya tidak bisa berdiri, namun pada waktu sehat memiliki kelebihan misalnya pertumbuhannya tinggi, pejantan ini tidak mungkin melakukan perkawinan secara alami. Ketidak- mungkinan tersebut dapat dimungkinkan dengan melakukan perkawinan secara inseminasi buatan. Contoh lain adalah persilangan untuk menda- patkan ayam bekisar yang didapatkan antara pejantan Sukses Budidaya Ayam Kampung 101

ayam hutan dengan induk ayam kampung. Pengalam- an di lapangan menunjukkan bahwa ayam hutan dapat dijinakkan dan akrab dengan peternak, namun untuk mengawinkan secara alamiah masih mengalami kesulitan. Hal ini dapat dimungkinkan dengan melaksanakan IB dengan syarat pejantan ayam hutan tersebut dilatih agar dapat diambil spermanya. Perhatikan gambar berikut.

Gambar 30. Perkawinan antara ayam hutan dengan ayam kedu putih. Sumber: Koleksi Penulis.

4. Meningkatkan Nilai Komersial Telur Inseminasi buatan pada ayam dapat meningkat- kan nilai jual dari telur baik dari aspek jumlah maupun perubahan status telur. Artinya, telur tetas yang dihasilkan dari pekawinan alam, jumlahnya sedikit, namun setelah dilakukan IB maka jumlahnya menjadi banyak. Dari perhitungan sebelumnya ditunjukkan bahwa dalam satu bulan 1 ekor pejantan yang me- ngawini 15 ekor induk secara IB dan fertilitasnya mencapai 90%, maka jumlah telur tetas yang diproduksi 102 Sukses Budidaya Ayam Kampung

225 butir. Jika perkawinan dilakukan secara alami, maka jumlah telur tetas yang diproduksi hanya sekitar 40 butir dengan perhitungan produksi telur 10% (hen day). Selain itu, peningkatan nilai komersial telur bisa ditunjukkan dengan membandingkan perbedaan pemeliharaan yang hanya memproduksi telur konsumsi dengan pemeliharaan yang mengintroduksi IB, maka akan terjadi peningkatan harga dari telur konsumsi menjadi telur tetas. Harga telur konsumsi sekitar Rp1.500,00/butir. Bila induknya diinseminasi, maka telur konsumsi yang diproduksi berubah menjadi telur tetas yang harganya Rp2.000,00/butir. Dengan tingkat keberhasilan IB 90%, maka akan terjadi peningkatan pendapatan yang realistik. Analisis secara sederhana dari peningkatan keuntungan tersebut ditampilkan pada Tabel 23. Analisis Tabel 23 menunjukkan bahwa keuntungan dari penerapan IB untuk memproduksi telur tetas lebih dari 2 kali dibandingkan dengan pemeliharaan untuk memproduksi telur konsumsi (Rp3.835.000,00 vs Rp1.760.000,00). Keuntungan ini akan lebih tinggi lagi bila telur tetas yang diproduksi ditetaskan. Sehingga akan diproduksi anak ayam umur sehari (Day Old Chick/DOC) yang harganya Rp6.000,00/ekor. Untuk tujuan tersebut perlu didukung dengan mesin tetas yang baik dan operator yang menguasi teknik penetasan. Keuntungan masih dapat ditingkatkan dengan memelihara DOC tersebut menjadi ayam potong yang harganya Rp28.000,00/ kg, untuk itu juga diperlukan teknik budi daya dan pakan yang memadai baik dari aspek teknis maupun ekonomis. Sukses Budidaya Ayam Kampung 103

Tabel 23. Perbandingan Analisis Usaha Memproduksi Telur Tetas dan Telur Konsumsi (100 Ekor/6 Bulan)

Prod. Telur Prod. Telur No. Uraian Konsumsi Tetas (dengan (tanpa IB) IB)

Input: 1. Penyusutan Kandang batere/6 bl 140.000 140.000 2. Pakan induk/6 bl 8.100.000 6,300,000 (0,1 x 100 x 30 x 6 x Rp4500) 3. Pakan pejantan 5 ekor/6 bl 405.000 (0,1 x 5 x 30 x 6 x Rp4500) 4. Obat dan vaksin/6 bl 150.000 225.000 5. Penyusutan perlengkapan, Alat IB 0 10.000 6. Tenaga kerja/6 bl 300.000 500.000

Jumlah (1- 6) 8.690.000 1.280.000

Output : 7 . Produksi telur hen day 70%; 12.600 12.600 100 ekr/6bl (butir) - Jumlah telur konsumsi/ 12.600 2.520 infertil dan rusak (butir) 10% - Nilai Rp telur konsumsi 18.900.000 3.780.000 (@ Rp1.500) (Rp) a) - Jumlah telur tetas 0 10.080 (fertilitas 90%; butir) - Nilai Rp. telur tetas 0 20.160.000 (@ Rp2000) (Rp) b) 8. Kotoran ayam/6bl c) 350.000 350.000

Jumlah (a+b+c) 19.250.000 24.290.000

Keuntungan/6 bl 10.560.000 23.010.000

Keuntungan/bl 1.760.000 3.835.000 104 Sukses Budidaya Ayam Kampung

C. Teknik Inseminasi Buatan Metode yang digunakan dalam penerapan teknologi IB adalah metode inseminasi langsung, yaitu inseminasi yang dilakukan di mana sperma yang diambil dari pejantan langsung diinseminasikan ke induk (sperma tidak disimpan). Hal ini didasarkan untuk mempermudah apabila petani akan menerapkan di lapangan. Ayam pejantan relatif dapat dibawa ke mana- mana, sehingga apabila akan diambil spermanya di lokasi yang jauh, maka dapat dengan mudah mem- bawa pejantan tersebut. Namun penyimpanan dengan tujuan untuk memperpanjang umur sperma dapat dilakukan secara sederhana dengan menggunakan termos yang diisi es. Apabila ingin mempelajari teknik penyimpanan sperma secara lebih detail misalnya untuk kepentingan penelitian dapat mengacu hasil-hasil penelitian yang sudah banyak dilakukan. Berikut tahapan pelaksanaan IB.

1. Tahap Persiapan a. Persiapan Peralatan Pada tahap ini dipersiapkan materi berupa alat yang digunakan. Alat yang digunakan berupa: alat suntik (spuit), selang, tabung penampung sperma, tabung pengencer sperma, pengencer sperma (NaCl fisiologis 0,9%) dan kain lap. Alat-alat tersebut tersedia di apotek-apotek dan harganya relatif murah. Umur pemakaian dari alat-alat tersebut dapat digunakan selama 5 tahun. Sebelum digunakan harus dibersihkan dahulu dengan air mendidih. Selang yang tersedia dimasukkan ke ujung alat suntik (tempat jarum), hal ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam pengam- bilan sperma dan tidak melukai alat reproduksi. Sukses Budidaya Ayam Kampung 105

Gambar 31. Peralatan yang digunakan untuk inseminasi buatan. Sumber: Koleksi Penerbit.

Alat-alat tersebut dapat diganti dengan alat sederhana yang ada di lingkungan kita, seperti gelas ukur dapat diganti dengan gelas biasa yang penting alasnya tumpul, selang karet untuk inseminasi dapat diganti dengan selang karet yang ukurannya sama. Khusus untuk bahan pengencer yaitu NaCl fisiologis 0,9%, sebenarnya dapat diganti dengan air kelapa muda, kuning telur bahkan aqua, namun tidak efektif, penggunaan NaCl fisiologi sampai saat ini merupakan bahan pengencer yang paling efisien. NaCl fiologis dapat dibeli di apotek dengan harga murah sekitar Rp10.000,00/botol yang berisi 500 ml. Tingkat efisiensi bahan pengencer dapat dijelaskan sebagai berikut. Menurut laporan hasil-hasil penelitian bahwa sperma yang diambil dari seekor pejantan rata- rata 0,5 ml, sperma tersebut diencerkan dengan NaCl fisiologi dengan perbandingan 1 : 6. Hal ini berarti setiap botol berisi NaCl 500 ml akan digunakan untuk mengencerkan ± 83 ml sperma, dengan demikian jumlah sperma dan pengencer 583 ml. Sperma yang telah diencerkan tersebut digunakan untuk meng- inseminasi induk ayam 0,1 ml/ekor, sehingga jumlah 106 Sukses Budidaya Ayam Kampung

induk yang diinseminasi 5.830 ekor. Oleh karena harganya Rp10.000,00/botol, maka setiap induk membutuhkan biaya pengencer sangat murah yaitu Rp10.000,00 : 5.830 = Rp1,72.

b. Persiapan Induk Siapkan induk yang akan diinseminasi. Induk tersebut harus sehat, tidak cacat dan mempunyai sifat- sifat yang diinginkan oleh peternak misalnya produksi telur tinggi. Beberapa faktor yang harus dipertimbang- kan bagi induk yang akan diinseminasi adalah sebagai berikut. 1) Bobot telur stabil. Telur yang diproduksi pada periode peneluran pertama biasanya kecil dan bobotnya masih bervariasi serta di bawah normal, kadang- kadang kerabangnya belum sempurna. Setelah mengalami 1 bulan produksi, maka besar dan bobot telur relatif stabil. Hasil penelitian pada ayam ras petelur menunjukkan bahwa induk ayam mulai bertelur umur 20 minggu. Produksi telur hen day (HD) pada bulan pertama 44,5%, namun variasi bobot antar telur cukup tinggi sekitar 16%. Pada bulan kedua atau umur 24 minggu (6 bulan) produksi telur naik menjadi 66,3% dengan variasi bobot telur relatif stabil yaitu 4,9%. Pada umur selanjutnya sampai 6 bulan produksi, produksi telurnya stabil berkisar antara 74,0%-78,9% (Tabel 24). Dengan demikian sudah jelas bahwa inseminasi dilakukan pada induk yang memproduksi telur dengan bobot yang relatif seragam sesuai dengan breednya masing-masing. Sukses Budidaya Ayam Kampung 107

Tabel 24. Produksi Telur Ayam Ras Petelur Umur 20-40 Minggu Jumlah Rata-rata Umur Produksi telur/ Produksi Ayam prod. Telur/ (minggu) bulan (butir) telur HD (%) (ekor) hari (butir)

20 9 7 1.295 43,17 + 16,1 44,5 + 16,6 24 95 1.951 62,94 + 4,7 66,3 + 4,9 28 95 2.173 74,93 + 4,3 78,9 + 4,5 32 95 2.283 73,65 + 5,6 77,5 + 5,9 36 95 2.166 72,20 + 3,6 76,0 + 3,8 40 94 2.106 71,20 + 3,5 74,0 + 3,4

Sumber: Muryanto et al., 2003.

2) Induk ayam harus sedang berproduksi. Sperma diinseminasikan ke saluran telur induk dengan maksud agar dapat membuahi telur yang ada di tubuh induk. Oleh karena itu, induk yang akan diinseminsi harus sedang berproduksi. Apabila induk sedang mengalami masa istirahat bertelur jangan dilakukan inseminasi, hal ini akan sia-sia karena telurnya tidak ada. 3) Induk ayam dipelihara pada kandang individu/ batere. Maksud dari pemeliharaan pada kandang individu adalah agar dapat diketahui dengan pasti bahwa telur tetas yang diproduksi benar-benar dari induk ayam yang bersangkutan, sehingga akan mempermudah apabila dilakukan seleksi. Alasan lainnya adalah agar induk tersebut mudah pengawasannya mulai dari pakan, kesehatan, dan lain-lain. 4) Induk mempunyai peroduktivitas tinggi. Produktivitas tinggi yang dimaksud adalah produktivitas yang sesuai dengan keinginan 108 Sukses Budidaya Ayam Kampung

peternak, seperti produksi telurnya tinggi, mem- punyai pertumbuhan yang cepat, mempunyai kokok suara yang panjang, dan sebagainya. Lebih tepatnya, induk tersebut sudah dipilih/diseleksi dari sekelompok induk dan produktivitasnya lebih tinggi dibandingkan rata-rata produksi kelompok.

c. Persiapan Pejantan Siapkan pejantan yang akan diambil spermanya. Pejantan tersebut harus sehat, tidak cacat dan mempunyai sifat-sifat yang diinginkan oleh peternak. Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan bagi pejantan yang akan diambil spermanya sebagai berikut. 1) Umur pejantan 1-3 tahun. Pejantan yang terlalu muda berumur kurang dari 1 tahun belum dapat memproduksi sperma dengan kualitas yang baik, di samping itu volume sperma yang diproduksi masih sedikit. Demikian juga sebaliknya, ayam yang terlalu tua berumur lebih dari 3 tahun, kualitas sperma yang diproduksi rendah. Sehingga disarankan agar pejantan yang akan diambil spermanya berumur lebih dari 1 tahun sampai 3 tahun. 2) Dipelihara pada kandang individu/batere. Maksud dari pemeliharaan pada kandang individu adalah agar pejantan tersebut tidak mengawini induk sembarangan, sehingga dapat diketahui dengan pasti bahwa telur tetas yang diproduksi benar-benar dari pejantan yang bersangkutan dan akan mempermudah apabila dilakukan seleksi. Alasan lainnya adalah agar pejantan tersebut mudah pengawasannya mulai dari pakan, kesehatan, dan lain-lain. Pakan yang Sukses Budidaya Ayam Kampung 109

diberikan diupayakan mempunyai kadar protein tinggi agar kualitas sperma yang dihasilkan mempunyai kualitas yang baik. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah penempatan kandang individu untuk pejantan sebaiknya diletakkan di depan kandang induk atau pejantan tersebut dapat melihat induk setiap saat. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan keinginan pejantan untuk mengawini induk, sehingga pada saat diambil spermanya akan lebih mudah. 3) Pejantan harus terlatih untuk diambil spermanya. Pejantan yang akan diambil spermanya harus terlatih agar mempermudah pada saat diambil spermanya. Pejantan yang tidak dilatih, akan mengalami stress dan sulit diambil spermanya. Cara melatih pejantan adalah elus secara bersamaan bagian atas punggung ke arah ekor dan dari bawah dubur ke arah ekor. Pengelusan dilakukan 5-10 kali. Lakukan kegiatan ini setiap hari. Pejantan yang sudah terlatih bila dilakukan pengelusan, maka ekornya langsung terangkat, hal ini sebagai tanda bahwa pejantan tersebut sudah terangsang dan sperma siap dikeluarkan. Pada umumnya pejantan sudah dapat diambil spermanya setelah dilatih 5-7 hari. Perhatikan gambar berikut. 110 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Gambar 32. Pengelusan/ perangsangan. Sumber: Koleksi Penulis.

Gambar 33. Penekanan pangkal ekor. Sumber: Koleksi Penulis.

Gambar 34. Pengeluaran sperma. Sumber: Koleksi Penulis. Sukses Budidaya Ayam Kampung 111

2. Pengambilan Sperma Disiapkan pejantan yang akan diambil spermanya. Pengambilan sperma sebaiknya mulai dilakukan pada sore hari jam 15.00 (Nasroedin et al., 1993). Pengambil- an sperma dilakukan oleh 2 orang, satu memegang pejantan dan lainnya bertugas mengambil sperma. Bersihkan kotoran pada anus dan sekitarnya dengan kain lap (bulu sekitar anus dibersihkan/dipotong). Rangsang pejantan sesuai dengan penjelasan sebelum- nya. Pengambilan sperma dilakukan dengan menekan dari atas pangkal ekor dengan tangan kanan, sedang tangan kiri memegang tabung penampung sperma, begitu sperma keluar langsung ditampung dalam tabung yang sudah disiapkan. Penekanan bagian pangkal ekor untuk menge- luarkan sperma, ditandai dengan terangkatnya ekor ke atas. Jadi, begitu ekor terangkat, maka penekanan dilakukan dan sperma akan keluar dengan sendirinya. Di samping ekor yang terangkat, akan keluarnya sperma ditandai dengan tubuh pejantan yang sedikit bergetar. Oleh karena itu, tanda-tanda tersebut perlu diingat untuk memudahkan proses pengeluaran sperma. Hal ini disebabkan karena dari seluruh tahapan teknik inseminasi pada ayam, pengeluaran sperma ini merupakan tahapan yang paling sulit.

Gambar 35. Pengelusan/ Gambar 36. Pengeluaran sperma. perangsangan pejantan. Sumber: Koleksi Penulis. Sumber: Koleksi Penulis. 112 Sukses Budidaya Ayam Kampung

3. Pengenceran Sperma Pengenceran sperma dilakukan dengan NaCl fisiologis 0,9%, derajat pengencerannya 1 : 6. Cara pengenceran adalah sebagai berikut. • Sedot sperma dari tabung penampung meng- gunakan spuit, kemudian ukur berapa volume sperma yang dikumpulkan. • Masukkan sperma ke tabung pengencer secara perlahan-lahan melalui dinding tabung. • Ambil NaCl fisiologis 0,9% sesuai dengan derajat pengenceran (6 kali lipat dari volume sperma), masukkan ke dalam tabung pengencer melalui dinding tabung, kemudian goyang-goyangkan tabung sampai sperma dan NaCl tercampur. • Ambil campuran sperma dan pengencer dengan spuit, kemudian masukkan lagi ke tabung secara perlahan melalui dinding tabung. • Sedot sperma yang telah diencerkan dengan spuit dan sperma siap diinseminasikan.

Gambar 37. Mengencerkan sperma Gambar 38. Mengencerkan sperma. dengan menggoyangkan botol penampung. Sumber: Koleksi Penulis. Sumber: Koleksi Penulis. Sukses Budidaya Ayam Kampung 113

• Sebagai catatan, perlu diperhatikan bahwa umur sperma yang telah diencerkan ± 30 menit, hindar- kan sperma dari sinar matahari secara langsung, dan setiap ekor pejantan dapat diambil spermanya 2-3 hari sekali. Agar kualitas spermanya bagus, maka pakan yang diberikan kepada pejantan harus mengandung protein tinggi.

4. Pelaksanaan Inseminasi Buatan Disiapkan induk yang akan diinseminasikan dan alat suntik yang sudah diisi sperma yang diencerkan. Bersihkan kotoran di anus dan sekitarnya. Bulu di sekitar anus juga harus dibersihkan (dipotong). Inseminasi dilakukan 2 orang, 1 orang memegang ayam dan satu orang melaksanakan inseminasi. Sebelum inseminasi, alat reproduksi pada induk ayam terlebih dahulu dikeluarkan dengan cara sebagai berikut. • Tekan bagian tubuh di bawah anus dengan tangan kiri ke arah dada sampai keluar saluran/ lubang telurnya yaitu sebelah kiri arah depan dan saluran kotoran sebelah kanan, sementara tangan kanan memegang alat suntik yang sudah berisi sperma. • Masukkan alat suntik (selangnya) secara perlahan ke dalam saluran telur sedalam ± 2 cm. kemudian dilakukan penyuntikan/inseminasi, bersamaan penyuntikan tersebut penekanan bagian bawah anus dilepaskan. • Tiap induk membutuhkan 0,1-0,2 ml sperma yang sudah diencerkan dan inseminasi diulang 3 hari dari inseminasi sebelumnya. 114 Sukses Budidaya Ayam Kampung

• Bagi inseminator pemula, inseminasi dapat dilakukan dengan mengeluarakan induk ayam dari dalam kandang, namun bagi yang sudah terlatih inseminasi dapat langsung dilakukan tanpa mengeluarkan induk dari kandang. Jadi inseminasi dilakukan di dalam kandang.

Gambar 39. Cara memegang induk ayam yang akan diinseminasi. Sumber: Koleksi Penulis.

Gambar 40. Cara mengeluarkan alat reproduksi induk ayam. Sumber: Koleksi Penulis. Sukses Budidaya Ayam Kampung 115

Gambar 41. Cara memasukkan alat suntik ke dalam saluran telur. Sumber: Koleksi Penulis.

Gambar 42. Teknik inseminasi langsung di dalam kandang. Sumber: Koleksi Penulis.

5. Pengambilan Telur Pengambilan telur dilakukan pada hari ke 2 setelah IB yang pertama, karena telur yang pertama kemungkinan tidak dibuahi, hal ini disebabkan sudah 116 Sukses Budidaya Ayam Kampung

lengkapnya struktur telur termasuk kerabangnya sehingga sulit ditembus oleh sperma yang diinsemi- nasikan. Inseminasi ini diulang 3-5 hari kemudian, sehingga untuk selanjutnya telur dapat diambil setiap hari. Telur yang diproduksi disimpan dan dipersiapkan untuk ditetaskan. Penyimpanan telur maksimal 7 hari dengan cara meletakkan telur dalam krat/tempat telur, bagian yang tumpul terletak di bagian atas.

Gambar 43. Meletakkan telur, bagian tumpul di atas. Sumber: Koleksi Penulis.

6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan IB Keberhasilan IB dapat diketahui dengan menguji tingkat fertilitas telur hasil IB. Fertilitas telur adalah adalah persentase telur yang bertunas/fertil dibagi jumlah telur total yang ditetaskan atau yang dimasukkan ke dalam mesin tetas. Fertilitas telur dapat diketahui dengan cara memeriksa () telur yang sudah masuk mesin tetas umur 5-7 hari. Bila telur tersebut bertunas ditandai dengan bercak hitam dengan pembuluh-pembuluh darah pada kuning telurnya, maka telur tersebut fertil. Semakin tinggi persentase Sukses Budidaya Ayam Kampung 117

fertilitasnya, maka IB yang dilakukan semakin baik. Rumus fertilitas terlur adalah sebagai berikut.

Jumlah telur fertil Fertilitas = x 100 % Jumlah telur total

Teknik IB dikaitkan dengan fertilitas yang dicapai, maka pada hakikatnya keberhasil IB dipengaruhui oleh 3 faktor sebagai berikut. a. Kualitas Sperma dari Pejantan Kualitas sperma sangat dipengaruhi oleh pakan yang diberikan. Oleh karena itu, pejantan yang diambil spermanya 2 atau 3 hari sekali harus diperhatikan pakannya. Kualitas sperma akan lebih jelas diketahui dengan pemeriksaan di bawah mikroskop, sehingga diketahui tingkat motilitasnya. Namun ditingkat petani yang tidak tersedia mikroskop, hal ini sulit dilakukan. Untuk mengatasi hal ini, maka dapat dilakukan pemeriksaan telur yang sudah masuk mesin tetas umur 1 minggu, apabila telur tersebut sudah bertunas artinya telur tersebut fertil, maka IB dapat dilanjutkan. Sebaliknya apabila telur tersebut tidak fertil, maka perlu diteliti lagi pejantannya, pakannya, kesehatannya dan sebagainya. Dapat terjadi seekor pejantan yang kelihatannya sehat, namun kualitas spermanya jelek (terlalu encer) sehingga tidak dapat membuahi telur. Pejantan yang demikian sering disebut dengan pejantan mandul. b. Kualitas Telur dan Kesiapan Induk yang Diinseminasi Pemeriksaan telur ini lebih simpel karena dapat dilihat secara fisik. Telur hasil IB yang kerabangnya tipis, tidak rata, bentuknya tidak sempurna, terlalu kecil 118 Sukses Budidaya Ayam Kampung

atau terlalu besar, maka telur hasil IB yang demikian jangan ditetaskan. Karena apabila ditetaskan biasanya tidak menetas atau kalau menetas DOC-nya tidak sehat atau kadang-kadang cacat. c. Inseminator/Pelaksana Faktor pelaksana/inseminator ini sangat penting, Orang yang seseorang yang telah belajar teknik IB tidak langsung menguasai dapat melakukan IB dengan baik. Diperlukan waktu teknik inseminasi untuk belajar, mencoba berulang-ulang sehingga dapat menguasai bagaimana melaksanakan IB. Biasanya mengetahui seseorang yang sudah menguasai teknik inseminasi, kualitas pejantan dan secara otomatis dapat mengetahui kualitas pejantan induk yang dan induknya dalam pengertian kualitas sperma dan akan telurnya, sehingga faktor pelaksana/inseminator ini diinseminasi. merupakan faktor yang paling menentukan keber- hasilan IB. Dengan penjelasan tersebut sudah dapat dipahami bagaimana menguji tingkat keberhasilan IB yang ditunjukkan dengan persentase fertilitas telur. Namun demikian, pengujian ini perlu dilanjutkan lagi sampai pada daya tetas telur, artinya telur ditetaskan sampai menetas. Hal ini disebabkan karena produk telur tetas yang dihasilkan pangsa pasarnya sangat terbatas, lain halnya bila telur tersebut ditetaskan menjadi DOC, maka pangsa pasar besar. Dalam hal ini faktor keberhasilan penetasan ditambah lagi dengan faktor mesin tetas dan operator penetasan. Oleh karena itu, perlu disediakan mesin tetas yang baik dan operator yang menguasai bagaimana mengoperasikan mesin tetas. Keberhasilan penetasan atau daya tetas dihitung dengan rumus: Sukses Budidaya Ayam Kampung 119

Jumlah telur menetas Daya tetas = x 100% Jumlah fertil

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa IB dan penetasan perlu pembelajaran. Hasil pembelajaran IB yang dilakukan Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, menunjukkan bahwa peternak membutuhkan waktu 1-3 bulan. Fertilitas telur hasil IB yang dilakukan oleh peternak berkisar antara 73,3-83,5%, angka ini merupakan hasil yang baik karena sudah hampir mendekati hasil penelitian di laboratorium yang mencapai 90%. Hal ini membuktikan bahwa teknologi IB dapat diadopsi oleh peternak. Dalam pembelajaran penetasan di lokasi yang sama diperoleh informasi pada awalnya penetasan dilakukan oleh 15 orang peternak, namun setelah melakukan 3 kali penetasan, hanya tiga orang peternak yang mampu melaksanakan penetasan dengan baik dan daya tetasnya berkisar 67,5-72,73%. Dalam proses pembelajaran tersebut juga diperoleh informasi tentang kegagalan hasil penetasan antarmesin tetas, sehingga dilakukan uji penetasan menggunakan induk ayam. Hasil pengujian menunjukkan bahwa telur hasil IB yang ditetaskan menggunakan induk, daya tetasnya dapat mencapai 92,48% (Tabel 25), sedang penetasan menggunakan mesin tetas bervariasi 12-51%, sehingga dilakukan evaluasi terhadap mesin-mesin tetas dengan cara mengukur suhu, kelembapan, dan menguji ketelitian termometernya. Akhirnya dapat dikehui mesin tetas yang baik dan yang jelek. Pengalaman ini merupakan pelajaran yang berharga bagi peternak- peternak lain yang ingin belajar IB dan penetasan. 120 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Tabel 25. Penetasan Telur Hasil IB Menggunakan Induk Ayam Ferti- Daya Jumlah No. Peternak/Desa litas tetas (btr) (%) (%)

1. Ashuri / Sukomarto 36 87,50 85,71 2. Suramin / Sukomarto 1 1 - 90,91 3. Sumeri / Sukomarto 18 - 88,89 4. Guru / Bejen 20 - 100,00 5. Suwarno / Sukomarto 1 1 - 90,91 6. Wahono / Sukomarto 1 1 - 90,91 7 . Kamsu / Sukomarto 1 1 - 90,91 8. Jahno / Sukomarto 1 1 - 100,00 9. Kukuh / Bentisan 59 - 91,52 10. Dwi Septi / Bejen 20 - 90,00 11. Muarto / Sukomarto 18 100 100,00 12. Yeti /Bejen 2 7 - 90,00

Rata-rata 19,273 92,48

Std 16,01 4,78 Sukses Budidaya Ayam Kampung 121

Enam

PAKAN

Pakan merupakan aspek penting pada peme- liharaan ayam kampung. Hal ini disebabkan karena biaya pakan merupakan biaya paling tinggi dibanding biaya lainnya (bibit dan kesehatan). Biaya pakan dapat mencapai 60-70% dari seluruh biaya produksi. Di samping itu, pakan akan berpengaruh terhadap hasil (produk) usaha baik kuantitas maupun kualitas, antara lain berpengaruh terhadap pertumbuhan, produksi telur, laju reproduksi dan kesehatan ayam, dan lain- lain. Oleh karena itu, pakan perlu disusun dengan kuantitas dan kualitas yang baik. Penyusunan pakan ayam secara teoritis tidaklah sulit, namun kesulitan yang biasanya terjadi adalah pada awal mempraktikkan cara menyusun pakan. Kesulitan dapat terjadi pada saat mencari bahan pakan yang bergizi tinggi, namun harganya tidak terjangkau atau bila diaplikasikan tidak dapat menghasilkan keuntungan. Untuk itu, bagi peternak atau pengusaha pakan pemula, pencarian bahan pakan ini terus diupayakan, sampai akhirnya mendapatkan jaringan 122 Sukses Budidaya Ayam Kampung

dengan pihak-pihak yang memproduksi bahan pakan. Bahan pakan tidak hanya yang berada di dekat lokasi, namun bisa menjangkau ke luar daerah. Bahan pakan tidak hanya berupa bahan yang biasa digunakan seperti bekatul, jagung, tepung ikan dan lain-lain, namun mencakup produk samping dari pabrik pengolahan pangan seperti pabrik mie, pabrik roti dan lain-lain. Sehingga dapat disederhanakan bahwa dalam menyusun pakan adalah "bagaimana menyusun pakan dengan kandungan gizi yang sehat dan memenuhi syarat serta harganya seminimal mungkin". Dalam rangka mempelajari bagaimana cara menyusun pakan, maka perlu diketahui beberapa masalah terlebih dahulu seperti berikut ini.

A. Tujuan Pemeliharaan Ayam Kampung Tujuan pemeliharaan ayam kampung pada umumnya dapat dibagi empat. Pertama, untuk memproduksi telur konsumsi atau telur tetas. Pemeliharaan ini sering disebut pemeliharaan periode layer. Kedua, untuk memproduksi anak ayam untuk digemukkan. Biasanya pada pemeliharaan ini anak ayam dipelihara mulai umur 1-30 hari (periode starter). Ketiga, untuk memproduksi ayam siap potong dimana ayam yang dipelihara berumur sekitar 31-70 hari (periode grower). Keempat, untuk memproduksi ayam siap bertelur. Keempat tujuan usaha tersebut mempunyai batasan pemberian pakannya baik secara kuantitas maupun kualitas. Pemeliharaan dengan tujuan di atas jarang dilakukan peternak. Umumnya, pemeliharaan dilakukan secara tradisional, di mana Sukses Budidaya Ayam Kampung 123

ternak betina yang dipelihara kemudian dijual dalam bentuk ayam siap bertelur. Persyaratan pembuatan pakan tidak dapat terlepas dari kandungan gizi bahan pakan meliputi pro- tein, energi, mineral, vitamin dan air. Selain itu, takaran atau kuantitasnya harus sesuai dan batasan peng- gunaan bahan pakan. Kandungan gizi bahan pakan dan jumlah yang diberikan apabila sudah dibuat pakan harus disesuaikan dengan status ayam (umur dan periode produksi). Pada tabel di bawah ini dicontohkan kebutuhan gizi pakan ayam kampung sesuai dengan statusnya (Tabel 26). Kemudian pada tabel berikutnya (Tabel 27, 28, dan 29) disampaikan kandungan gizi bahan pakan, konsumsi pakan pada ayam kampung, dan batasan penggunaan masing-masing bahan. Tabel- tabel tersebut dapat digunakan sebagai acuan dalam pembuatan pakan, namun apabila hasilnya belum maksimal, maka perlu dilakukan evaluasi lagi baik kandungan gizi, asal bahan, dan pemberiannya.

Tabel 26. Kebutuhan Gizi Pakan Ayam Kampung

> 22 Mg Gizi/Kandungan 1 Hr-1/2 Bl 5/9-22 Mg (Layer/ Zat Makanan (Starter) (Grower) Dewasa)

Protein (%) 1 9 1 4 15,5 Energi (k.kal/kg 2.800 2.600 2.500- pakan) 2.600 Lemak Kasar (%) 5 7 5-7 Serat Kasar (%) 5 8 8 Kalsium (%) 1-1,2 1-1,2 2,5-3,5 Pospor (%) 0,7 0,7 0,8

Sumber: S Sakaria dan B.Wawo, 2013. 124 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Tabel 27. Kandungan Gizi Bahan Pakan

Protein Lemak Serat Bahan Pakan Energi Ca P Kasar Kasar Kasar

Jagung Kuning 9 2,8 2 3430 0,02 0,1 Menir 7,5 2 1 3000 0,8 0,39 Kacang Hijau 2,4 1,1 5,5 2900 1,2 0,73 Kacang Kedelai 3 7 17,9 5,7 3510 0,25 0,25 Dedak Halus 1 2 8,2 8 2400 0,12 0,21 Tepung Bekicot 61 7 4,5 3000 0,7 0,45 Tepung Ikan 60 4,2 1 2650 0,5 2,6 Tepung Keong 4 7 5 1,5 - 3 0,4 Mas Tepung Kepala 40 - 6 1750 7,5 1,5 Udang Tepung Darah 80 1,6 1 2850 0,2 0,3 Tepung Tulang 1 2 3 2 1000 29 13,5 Tepung Gaplek 2 0,7 1 2970 0,3 0,35 Onggok 2,8 0,3 8,2 2950 0,3 0,35 Tepung Daun 23,5 9 11,5 1230 0,4 - Pepaya Tepung Daun 21,3 4,8 19,5 1720 0,9 0,4 Singkong Ampas Tahu 26,6 18,3 14,5 4140 0,2 0,3 Bungkil Kelapa 20 7 1 2 1650 0,2 0,3 Tepung Lantoro 23 2,4 22 1140 0,5 0,2 Kotoran Ayam 23 - - - - -

Sumber: Rangkuman hasil-hasil penelitian dalam S. Zakaria dan B.Wawo, 2013.

Tabel 28. Konsumsi Pakan/Ekor/Hari

Pemberian Konsumsi/ Perkiraan Pakan Ekor/Hr Bobot Badan

Starter (1 hr-8 mg) 30 g 650-700 g Grower (9-22 mg) 60 g 1,2-1,4 kg Layer ( > 5,5 bl) 90-110 g Betina : 1,5 - 1,75 kg Jantan : 2,5 - 3,5 kg

Sumber: Hasil Penelitian (Unhas), 2004 dalam S Sakaria dan B.Wawo, 2013 Sukses Budidaya Ayam Kampung 125

Tabel 29. Batasan Penggunaan Bahan

Batasan Bahan Penggunaan (%)

Jagung Giling 40-45 Tepung Gaplek 10-20 Onggok 5-10 Dedak Halus 30-60 Bungkil Kelapa 15-20 Kepala Udang 4-5 Tepung Darah 3-5 Daun Singkong 5-10 Daun Pepaya 5-10 Ikan dan Semacamnya 5-15 Kotoran Ayam 5-10

Sumber: S Sakaria dan B.Wawo, 2013.

B. Sistem Pemeliharaan Sistem pemeliharaan ayam kampung sudah dijelaskan sebelumnya yaitu sistem tradisional, semiintensif, dan intensif. Pada sistem pemeliharaan tradisional tidak dituntut pemberian pakan yang memenuhi syarat. Hal ini disebabkan karena ayam dapat mencari kebutuhan pakannya sendiri pada saat berkeliaran. Pada pemeliharaan semiintensif, ayam masih dapat mencari pakan di sekitar umbaran terbatas, atau kadang-kadang peternak memberikan limbah rumah tangga, sehingga pakan tambahan yang diberikan disesuaikan dengan pakan yang sudah diberikan (tersedia). Lain halnya pada pemeliharaan sistem intensif, maka ayam sepenuhnya meng- gantungkan pemberian pakan dari peternak sesuai dengan kebutuhan baik kuantitas maupun kualitas. Kesesuaian pakan yang dimaksud adalah sesuai dengan status produksi atau umur ayam. 126 Sukses Budidaya Ayam Kampung

C. Contoh Pembuatan Pakan Ayam Dicontohkan cara menyusun pakan ayam secara sederhana mengacu laporan Senong dan B. Wawo (2013) yang dimodifikasi agar lebih mudah dimengerti, yaitu sebagai berikut. Pakan dibuat sebanyak 100 kg, dengan kandungan protein 19%, sedangkan bahan pakan yang tersedia adalah jagung, bekatul, daun singkong dan onggok. Langkah pertama adalah melihat batasan penggunaan masing-masing bahan, maka diketahui bahwa batasan bahan jagung 40-45%, onggok 5-10%, bekatul 30-60% dan daun singkong 5-10%. Kemudian dihitung kandungan protein pakan yang disusun yaitu sebagai berikut. 40 • 40 kg jagung = x 9 = 3,6 100 5 • 5 kg daun singkong = x 21,3 = 1,065 100 10 • 10 kg onggok = x 2,8 = 0,28 100 30 • 30 kg dedak halus = x 12 = 3,6 100 Jumlah 85 kg bahan = 8,545% protein

• Pakan yang akan dibuat = 100 kg, • Pakan yang sudah dihitung 85 kg, dengan kandungan protein 8,545%. • Masih kekurangan bahan = 100-85 = 15 kg, dengan protein 19%-8,545% = 10,455%. • Untuk melengkapi kekurangan tersebut, misalnya digunakan tepung ikan dan tepung bekicot, maka perhitungannya sebagai berikut. Sukses Budidaya Ayam Kampung 127

Protein tepung ikan = 60% 50,545

10,455

Protein tepung bekicot = 61% 49,545 100,090 Jadi kebutuhan: 50,545 • Tepung ikan = x 15 = 7,75 kg 100,09 49,545 • Tepung Bekicot = x 15 = 7,42 kg 100,09 128 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Tujuh

KARKAS DAN BAGIAN-BAGIANNYA

Produk ayam kampung terutama dagingnya sangat disukai masyarakat karena mempunyai perlemakan yang lebih rendah dibandingkan dengan ayam ras. Ahmad dan Herman (1982) melaporkan bahwa pada bobot yang sama, karkas ayam kampung mempunyai bobot lemak yang lebih rendah dibanding- kan dengan karkas ayam ras tipe petelur Dekalb dan Harco.

A. Keragaman Pertumbuhan Bagian Tubuh dan Potongan Karkas Ayam Kampung Telah dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mempelajari keragaman pertumbuhan bagian/ potongan tubuh dan karkas pada ayam kampung. Pada penelitian ini digunakan 74 ekor ayam. Ayam tersebut dipelihara mulai umur 2 minggu sampai 12 minggu dengan manajemen dan kandang yang sama. Pakan Sukses Budidaya Ayam Kampung 129

yang diberikan pda ayam umur 2-4 minggu adalah pakan komersial dengan kandungan protein kasar 21%, umur 4-12 minggu diberi pakan dengan kandungan protein kasar 14% dan energi metabolis 2.800 Kal/kg. Data yang dikumpulkan bobot potong, bobot punggung, bobot kepala, bobot pinggul, bobot leher, bobot sayap, bobot kaki, bobot paha atas, bobot paha bawah, bobot dada. Hasil potongan bagian tubuh ayam umur 12 minggu dapat dilihat pada Gambar 44. gambar di samping. Potongan (Muryanto, 2002). bagian tubuh ayam kampung umur 12 minggu. Sumber: Koleksi Penulis.

Analisis data dilakukan dengan metode analisis pertumbuhan alometri menggunakan persamaan regresi log Y = log a + b log X (Huxley, 1933). Y = Bobot potongan tubuh atau bobot potongan karkas, a = Intersep, b = Koefisien pertumbuhan, X = Bobot potong. Nilai b yang didapat diuji terhadap 1 dengan menghitung selang kepercayaan (confidence interval) untuk 95%, sehingga b akan mempunyai nilai b < 1; b = 1 dan b > 1. Arti nilai b tersebut adalah: bila b < 1 berarti persentase Y terhadap X menurun dengan meningkatnya bobot X, 130 Sukses Budidaya Ayam Kampung

b = 1 artinya persentase Y terhadap X sebanding atau konstan dengan meningkatnya bobot X, b > 1 artinya persentase Y terhadap X bertambah dengan meningkatnya bobot X. Hasil pengamatan terhadap pertumbuhan bagian-bagian karkas ayam kampung menunjukkan bahwa bagian dada dan paha mulai umur 2 minggu sampai 12 minggu cenderung meningkat. Pada bagian dada 20,5% pada umur 2 minggu dan pada umur 12 minggu 24,2%, sedang paha atas meningkat dari 15,8% menjadi 19,0%, dan pada paha bawah meningkat dari 15,8 menjadi 18,0%. Pada bagian tubuh lainnya persentasenya cenderung menurun. Hal ini menunjuk- kan bahwa bagian tubuh yang banyak karkas atau dagingnya adalah bagian dada dan paha (Tabel 30).

Tabel 30. Pertumbuhan Bagian Tubuh Ayam Kampung Umur 2-12 Minggu Umur Uraian 2 mg 4 mg 6 mg 8 mg 10 mg 12 mg

Karkas (g) 41,3 112,0 244,6 267,6 309,1 428,8 ± 7,6 ± 28,3 ± 53,7 ± 41,8 ± 28,2 ± 58,7 Punggung (%) 15,6 12,9 10,0 11,1 10,2 11,0 ± 1,2 ± 1,5 ± 0,9 ± 0,6 ± 1,4 ± 1,1 Pinggul (%) 15,2 15,1 12,9 13,3 14,3 12,1 ± 1,2 ± 1,1 ± 0,8 ± 1,5 ± 1,0 ± 1,6 Dada (%) 20,5 22,4 25,4 24,3 23,1 24,2 ± 1,9 ± 0,9 ± 1,5 ± 2,3 ± 1,6 ± 1,7 Sayap (%) 16,9 16,2 15,5 15,5 14,7 15,8 ± 2,2 ± 1,3 ± 1,1 ± 1,5 ± 1,3 ± 0,8 Paha Atas (%) 15,8 16,7 17,4 17,9 19,1 19,0 ± 1,2 ± 0,9 ± 0,9 ± 1,3 ± 0,8 ± 1,2 Paha Bawah (%) 15,8 16,6 18,8 17,9 18,5 18,0 ± 0,9 ± 0,8 ± 1,5 ± 1,3 ± 1,1 ± 1,1 Jumlah Sampel 8 8 1 0 16 16 16

Sumber : Muryanto (2002) Sukses Budidaya Ayam Kampung 131

B. Hubungan antara Potongan Tubuh dengan Bobot Potong Analisis dari data di atas menunjukkan bahwa kepala dan leher pada ayam kampung mempunyai nilai b < 1 (Tabel 30). Artinya, potongan tubuh tersebut mengalami pertumbuhan cepat sejak umur dini atau masak dini (Hafez 1955). Data penelitian (Tabel 31) menunjukkan bahwa persentase bobot kepala yang tinggi terjadi umur 2 minggu, sedang persentase bobot leher terjadi umur 4 minggu, pada umur yang lebih tua persentasenya menurun. Potongan punggung dan pinggul mempunyai nilai b < 1, pada Pb = 1, sedang pinggulnya pada ayam Kb = 1, pada Pb < 1. Hal ini menunjukkan bahwa pada ayam kampung pertumbuhannya terjadi pada umur dini. Untuk potongan pinggul terjadi kebalikannya. Potongan-potongan tubuh pada ayam kampung yang mempunyai nilai b > 1 adalah dada, paha atas, dan paha bawah. Berarti sampai umur 12 minggu ketiga potongan tersebut masih mengalami pertumbuhan. Terus berkembangnya potongan dada, paha atas, dan paha bawah disebabkan karena adanya per- kembangan serabut otot. Ketiga potongan tersebut merupakan bagian tubuh yang banyak ototnya. Hal ini terbukti dari hasil pengamatan histologi serabut otot dada pada Tabel 32, yang menunjukkan bahwa diameter serabut otot dada terus mengalami perkembangan dari umur 2 minggu sampai umur 12 minggu. Besar kecilnya nilai koefisien pertumbuhan pada potongan-potongan tubuh akan menentukan arah perkembangan tubuh secara keseluruhan. Arah perkembangan dimulai dari potongan tubuh yang 132 Sukses Budidaya Ayam Kampung

mempunyai nilai b rendah ke arah potongan tubuh yang memiliki nilai b lebih tinggi.

Tabel 31. Intersep (log a), Koefisien Pertumbuhan Relatif (b) dari log Bobot Potongan Tubuh (Y) Terhadap Bobot Potong (X) Peubah Konstanta Regresi Nilai Nilai Tengah Y logX logY a b ± Sb b Log Antilog BP Ke -0,3868 0,6780 ± 0,0404 < 1 1,3865 24,3501 BP Le -0,9182 0,8800 ± 0,0417 < 1 1,3849 24,2605 BP Pu -0,9099 0,8910 ± 0,0572 < 1 1.4238 26,5338 BP Pi -1,0486 0,9750 ± 0,0496 = 1 1.5020 31,7687 BP Da -1,2295 1,1378 ± 0,0411 > 1 1,7480 55,9757 BP Sa -1,1037 1,0204 ± 0,0455 = 1 1,5668 36,8808 BP Pa -1,3803 1,1509 ± 0,0323 > 1 1,6315 42,8055 BP Pb -1,3514 1,1379 ± 0,028 > 1 1,6269 42,3545 BP K -1,1156 0,9479 ± 0,0534 = 1 1,3656 23,2060

Keterangan: BP = Bobot Potong; Ke = Kepala; Le = Leher; Pu = Punggung; Pi = Pinggul; Da = Dada; Sa = Sayap; Pa = Paha atas; Pb = Paha bawah; K = Kaki.; Nilai Tengah Y disesuaikan dengan rataan bobot potong 414.09 g.

Berdasarkan nilai b yang diperoleh ternyata arah perkembangan ayam kampung dimulai dari kepala, leher ke punggung, pinggul, kemudian dari kaki menyebar ke atas ke arah paha dan dari sayap, ke arah dada dan paha. Arah perkembangan tersebut sesuai dengan pendapat Hammond (1932) bahwa pada umumnya perkembangan ternak dimulai dari bagian kepala bergerak ke bagian belakang tubuh dan bagian lain mulai dari ujung kaki belakang menyebar ke atas. Pertumbuhan tersebut bertemu pada bagian tengah tubuh. Sukses Budidaya Ayam Kampung 133

Gambar 42. Arah perkembangan tubuh ayam kampung. ---> = Arah perkembangan 1, 2 dan 3. Sumber: Abbot Laboratories, International Veterinary Division, 1968.

C. Hubungan antara Potongan Karkas dengan Bobot Karkas Persentase karkas ayam kampung umur 12 minggu adalah 60,0%, sedang bobot potongnya adalah 713,7 g. Hasil analisis menunjukkan bahwa bobot potong dan persentase karkas pada ayam kampung adalah 713,7 g dan 60,05%. Persentase karkas ini cukup tinggi, namun harus diingat bahwa produksi telur ayam kampung 34,8%, sehingga potensi produksi dagingnya masih relatif kecil bila dibandingkan dengan ayam ras yang mempunyai produksi telurnya 60-70%. Persentase karkas pada ayam kampung lebih rendah dibandingkan karkas ayam pedaging yaitu 67,5% (Moran, 1999). Oleh karena itu, perlu diupayakan peningkatan kuantitas dan kualitasnya. Suryanto (1989) melaporkan bahwa pada ayam kampung peningkatan pakan yang mengandung protein kasar 16% ke 18%, karkasnya meningkat dari 59,4% menjadi 64,6%. Leeson dan Summers (1997) melaporkan bahwa peningkatan protein dari 16% sampai 20% dapat 134 Sukses Budidaya Ayam Kampung

meningkatkan persentase protein karkas dan menurunkan persentase lemak karkas. Hasil analisis hubungan antara potongan karkas dengan bobot karkas (Tabel 32), menunjukkan bahwa pertumbuhan relatif bagian dada, sayap dan paha atas terjadi lebih dini. Hal ini diduga disebabkan karena pengaruh perubahan pakan yang diberikan pada umur 4-12 minggu yaitu 14% protein kasar, sedangkan antara umur 2-4 minggu kandungan protein kasar dalam pakannya 21%, sehingga mengahambat pertumbuhan dada, sayap dan paha atas.

Tabel 32. Intersep (log a), Koefisien Pertumbuhan Relatif (b) dari log Bobot Potongan Karkas (Y) Terhadap Bobot Karkas (X) Ayam Kampung Peubah Konstanta Regresi Nilai Nilai Tengah Y logX logY a b ± Sb b Log Antilog BP Pu -0,5128 0,8186 ± 0,0644 < 1 1,4182 26,1939 BP Pi -0,5128 0,9081 ± 0,0645 < 1 1,4962 31,3473 BP Da -0,8320 1,0875 ± 0,0591 > 1 1,7411 55,0935 BP Sa -0,7111 0,9615 ± 0,0552 = 1 1,5606 36,3580 BP Pa -0,9342 1,0798 ± 0,0469 > 1 1,6245 42,1211 BP Pb -0,9103 1,0684 ± 0,0516 > 1 1,6199 41,6773 Keterangan: BK = Bobot Karkas; Ke = Kepala; Le = Leher; Pu = Punggung; Pi = Pinggul; Da = Dada; Sa = Sayap; Pa = Paha atas; Pb = Paha bawah. Nilai Tengah Y disesuaikan dengan rataan bobot karkas 234,07 g. Sukses Budidaya Ayam Kampung 135

Delapan

PENGOLAHAN HASIL DAN PEMASARAN

Ayam kampung merupakan penyedia daging unggas kedua setelah ayam broiler. Ayam kampung sebagian besar diternakkan secara tradisional dan penyebarannya sudah merata di seluruh Indonesia. Dengan beragam dan tersebarnya populasi ayam sebagai penghasil daging, maka teknik dan tempatnya pemotongannya bervariasi. Ketentuan yang mengatur pemotongan unggas masih lemah, tidak seketat seperti ternak ruminansia. Oleh karena itu, mutu daging ayam yang tersedia di pasaran cukup bervariasi. Masyarakat dapat membeli daging ayam mulai dari pasar tradisional hingga supermarket. Kualitas dagingnya juga bervariasi dan sangat dipengaruhi oleh teknik pemotongannya. Daging ayam kualitas tinggi dengan standard khusus biasanya dipotong di rumah potong ayam (RPA) yang sudah mempunyai sertifikat halal, sedang daging kua- litas rendah banyak dipotong di tempat pemotongan ayam (TPA) yang cara pemotongannya masih tradisional. 136 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Telur dan ayam setelah diproduksi akan dijual dan selanjutnya diolah oleh konsumen akhir baik rumah makan atau rumah tangga masyarakat sesuai dengan keinginan sendiri atau atas permintaan pasar. Telur sebagai suatu produk dapat berperan sebagai materi reproduksi atau bibit, bahan pangan bergizi tinggi, dan sebagai bahan industri. Produksi telur ayam ras telah mampu mengisi kebutuhan telur nasional dan pemasok komoditas telur terbesar di pasaran umum. Produksi telur ayam buras mengisi kebutuhan pasar lokal atau konsumen tertentu, terutama untuk campuran jamu. Pemasaran telur biasanya dilakukan secara langsung oleh para peternak di lokasi kandang. Hanya sebagian kecil peternak terutama peternak ayam kampung yang menjual telurnya ke pasar tradisional. Sedangkan untuk pemasaran daging ayam, pada umumnya dilakukan di pasar baik pasar tradisional maupun modern. Di sektor hilir (pascapanen, pengolahan dan pemasaran) dijumpai beberapa permasalahan di- antaranya, kurang higienisnya produk daging dan telur, demikian juga tempat pemotongan ayam (TPA) banyak yang kurang sehat. Peralatan yang digunakan masih sederhana khususnya pada pemotongan tradisional. Masalah lain adalah belum dikelolanya limbah pemotongan ayam, hal ini berkaitan dengan tingkat keterampilan pengelola yang masih kurang. Pada aspek pemasaran dijumpai masalah diantaranya fluktuasi harga daging dan telur yang tinggi, ada kecenderungan terjadi monopoli, standarisasi untuk daging dan telur ayam kampung belum ada. Di samping itu ada kekhawatiran dampak krisis global yang akan menurunkan daya beli masyarakat sehingga kapasitas produksinya akan menurun. Sukses Budidaya Ayam Kampung 137

Penjelasan di atas merupakan pencerminan bahwa usaha peternakan ayam baik petelur, pedaging maupun ayam kampung melibatkan banyak pihak mulai dari peternak, swasta, peternak, pedagang/agen, pengolah produk, penjual, unsur pemerintah, penyedia sarana dan pihak-pihak lain yang terkait. Semua pihak yang terkait dengan usaha ayam tersebut mempunyai peran masing-masing sesuai bidangnya serta masing- masing pihak mempunyai keinginan yang sama untuk meningkatkan kinerjanya.

A. Pohon Industri Ayam Kampung Komoditas ayam baik ayam petelur, pedaging dan ayam kampung selain memproduksi telur dan daging, juga memproduksi bahan lain seperti bulu, kotoran, dan tulang. Produk-produk tersebut apabila dikumpulkan, dapat dimungkinkan untuk digunakan sebagai cabang usaha baru yang menguntungkan. Dalam menggambarkan produksi yang dihasilkan oleh ayam kampung beserta produk ikutannya, maka dibuat pohon industri agar mempermudah pen- jabarannya. Berdasarkan ilustrasi tersebut dapat dijelaskan bahwa bulu ayam dapat digunakan sebagai bahan baku industri jok, bantal, kemoceng, suttle cocok, bahan pakan ternak dan lain-lain. Produk samping bulu ini merupakan 4-9% dari bobot hidup ayam (Suprio Guntoro, 2008; www://balipost.online). Diinformasikan bahwa bulu ayam mempunyai potensi untuk dimanfaatkan menjadi papan sirkuit komputer, menggantikan komponen yang sebelumnya dibuat dari minyak dengan keratin. Walau kelihatannya mustahil, tetapi Intel, salah satu perusahaan teknologi paling terkenal menyumbangkan keahliannya untuk 138 Sukses Budidaya Ayam Kampung

proyek ini. Proposal dari penelitian ini sudah dikirimkan ke Departemen Agriculture Amerika untuk memperoleh dana 500.000 dollar untuk 4 tahun. Tujuan dasarnya adalah memperkenalkan materi ramah lingkungan baru yang akan mengurangi sampah, menguntungkan petani dan (nantinya) menggantikan materi dari minyak. Bulu ayam, yang akarnya tidak digunakan mengandung 50% udara, sehingga mempunyai sejumlah keuntungan yaitu, meringankan berat komposit dan membuat kondisi yang baik untuk sirkuit berkecepatan tinggi. Sirkuit dari bulu ayam akan memberikan arti baru bagi petani di tanah perusahaan komputer terkemuka Dell (http:\\berita sains.com). Bulu ayam sudah banyak digunakan sebagai bahan pakan ternak baik ternak unggas maupun ruminansia. Hal ini disebabkan karena kandungan pro- tein bulu ayam cukup tinggi, yaitu antara 80-90%. Kendala utama penggunaan tepung bulu ayam sebagai pakan adalah adanya ikatan keratin 85-90% dari kandungan proteinnya yang bersifat sukar larut dalam air dan sukar dicerna. Untuk memecahkan ikatan kera- tin tersebut guna meningkatkan kecernaan tepung bulu ayam dilakukan dengan beberapa teknik peng- olahannya. (Tazul Arifin, 2008. USU Medan.com). Bagian lain yang dapat dimanfaatkan adalah tulang ayam. Tulang merupakan produk samping dari pemrosesan ayam setelang dipotong dan biasanya dibuang atau kalau dijual harganya murah. Salah satu contohnya adalah cakar ayam yang selama ini lebih populer sebagai bahan pelengkap dalam membuat sup ayam. Namun dengan sentuhan teknologi, cakar ayam dapat dimanfaatkan lebih lanjut dan mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Cakar ayam dapat diambil Sukses Budidaya Ayam Kampung 139

kulitnya untuk disamak dan dijadikan barang-barang kerajinan kulit yang cukup berharga. Tulang cakar ayam dapat diolah menjadi lem (adhesive) yang bermutu tinggi (Purnomo, 1992).

Makanan

Bahan industri pangan Telur (telur asin, kuekering/basah dll.)

Bahan olahan makanan (martabak dll.)

Makanan Daging Bahan olahan makann (ayam bakar/goreng dll.)

Bahan industri jok, bantal, pakan ternak dll.) Ayam Bulu Bahan kerajinan rakyat (sulak, hiasan dll.)

Bahan Kerajinan (cinderamata) Tulang Bahan industri pakaian, lem dll.

Pakan ikan

Pupuk organik Kotoran Biogas

Pakan ternak

Gambar 46. Pohon industri ayam kampung. Sumber: Ilustrasi Penerbit. 140 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Selain itu, ada satu bentuk hasil olahan cakar ayam yang berupa makanan ringan yaitu keripik kulit cakar ayam. Bahan-bahannya mudah didapat dan cara pengolahannya tidak begitu sulit. Tapi sebelumnya, perlu dijelaskan apa yang terkandung dalam kulit cakar ayam. Secara histologis, kulit hewan pada umumnya dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu epidermis, der- mis, dan hipodermis (Judoamidjojo, 1981). Persentase dari masing-masing lapisan kulit sangat berbeda dengan kulit hewan mamalia. Lapisan dermis pada kulit cakar ayam cukup tebal dan lapisan hipodermis lebih tipis (Mustakim et al., 1998). Protein kolagen Produk sampingan dari pengaruhnya sangat dominan karena 90% total pro- peternakan tein lapisan dermis terdiri atas protein kolagen. Orang- ayam, seperti orang tua yang mengalami retak pinggul dan patah bulu, kotoran, dan tulang, tulang akan cepat sembuh dan utuh bila pasien tersebut mempunyai diberi asam amino prolin dan hidroksiprolin yang nilai ekonomi merupakan protein kolagen (Kanagy, 1977; Winarno, cukup tinggi. 1993). Produk samping lain dari budi daya ayam adalah kotoran yang dapat digunakan sebagai pupuk kandang. Di daerah pertanian khususnya dataran tinggi yang banyak dibudidayakan tanaman sayuran dan tembakau seperti Temanggung dan Wonosobo, kotoran ayam mempunyai nilai ekonomi tinggi. Selain itu, saat ini sudah dilakukan kajian awal pemanfaatan kotoran ayam sebagai bahan baku biogas. Pada kajian ini dilakukan modifikasi yaitu dengan menggunakan kotoran sapi sebagai pemancing/starter terbentuknya biogas. Dengan modifikasi tersebut, biogas dapat diproduksi terus-menerus dan digunakan sebagai sumber energi. Dengan memanfaatkan kotoran ayam sebagai bahan baku biogas, maka akan menambah Sukses Budidaya Ayam Kampung 141

alternatif sumber energi baru yang dapat dimanfaatkan untuk memasak dan penerangan serta hasil akhir dari proses biogas ini adalah pupuk organik siap pakai. Perkembangan pemanfaatan kotoran ayam terus berkembang dan pada sekitar tahun 2010 berkembang pemanfaatan kotoran ayam sebagai bahan pakan ternak sapi. Kotoran tersebut sebelumnya difermentasi dengan maksud untuk menurunkan atau menghilang- kan bahan-bahan lain yang mengganggu pencernaan sapi seperti lignin, tannin, gas methan, dan lain-lain. Beberapa informasi melaporkan bahwa pemanfaatan kotoran ayam untuk pakan ternak sapi sudah dilakukan oleh peternak-peternak di lapangan. Namun demikian, efek negatifnya belum diketahui. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efek negatifnya terhadap kesehatan ternak sapi.

B. Pengolahan Produk Ayam Kampung Dalam usaha ternak ayam buras, hasil utama yang dapat diperoleh selain daging adalah telurnya. Penggunaan telur ayam kampung cukup beragam, sebagai campuran masakan tradisional atau di- konsumsi setengah matang. Sebagai campuran ramuan jamu tradisional, telur ayam kampung tidak dapat digantikan dengan telur unggas lainnya. Itu sebabnya telur ayam kampung tetap diminati oleh konsumen, bahkan kebutuhan (permintaannya) terus meningkat dari tahun ke tahun. Telur merupakan bahan pangan hasil ternak unggas yang mempunyai nilai tinggi, karena telur mengandung protein yang cukup tinggi dengan susunan 142 Sukses Budidaya Ayam Kampung

asam-asam amino yang komplit dan seimbang. Selain itu, mengandung lemak tak jenuh, vitamin dan min- eral yang diperlukan tubuh, serta daya cernanya cukup tinggi. Tetapi telur mempunyai sifat mudah rusak. Hal ini disebabkan karena telur mudah retak dan pecah. Oleh karena itu, perlu dilakukan penanganan yang memadai mulai dari pengambilan telur dari kandang, membersihkan kulitnya, memilih telur yang baik sampai pengepakannya sehingga siap untuk dipasar- kan. Dengan penampilan yang baik maka dapat memberikan nilai tambah dengan harga jual yang tinggi. Para peternak dalam memasarkan telur hasil ternaknya dapat langsung menjual di rumah. Biasanya para pedagang eceran atau penjual jamu yang meng- ambil telur ayam buras tersebut di rumah peternak. Dalam memasarkan hasil-hasil ternak ayam buras baik daging maupun telurnya dapat dibentuk sebuah koperasi. Dengan adanya koperasi ini diharapkan para peternak ayam buras, tidak mengalami kesulitan baik dalam pengadaan sarana produksi ternak (sapronak) maupun pemasaran hasil ternak. Di samping itu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan hasil ternak ayam kampung yang terus meningkat dari tahun ke tahun.

C. Pemasaran Produk Ayam Kampung Seorang peternak penghasil telur dan daging ayam harus mengetahui pangsa pasar yang sesuai untuk ayam yang diproduksinya. Hal ini berkaitan dengan jumlah, mutu dan kontinyuitas produk. Namun demikian pada umumnya peternak tidak mengetahui Sukses Budidaya Ayam Kampung 143

untuk konsumen mana produknya akan dijual, hanya peternak besar yang mungkin tahu mengenai konsumen akhir dari produk usaha ayamnya. Oleh karena itu, peternak harus mempelajari pengertian dan wawasan mengenai target pemasaran dari produk ayam yang dihasilkan. Selain itu, segmen pasar pada umumnya berlaku untuk produk daging ayam, sedang untuk produk telur pada umumnya konsumen relatif membutuhkan telur dengan mutu yang sama, sehingga dalam buku ini yang dibahas hanya segmen pasar untuk daging ayam. Secara umum, mutu daging ayam dapat dike- lompokkan atas mutu sedang dan mutu tinggi. Target konsumen dari masing-masing kelompok juga berbeda- beda. Target konsumen untuk daging ayam mutu sedang adalah konsumen pasar tradisional, rumah makan, dan katering rumah tangga. Untuk target konsumen daging ayam mutu tinggi adalah pasar swalayan, hotel, restoran fast food, restoran asing dan katering skala besar. Secara lebih rinci terdapat juga klasifikasi pangsa pasar ayam potong ini berdasarkan berat badan ayam. Pangsa pasar ayam potong berdasarkan berat badan secara umum dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33 menunjukkan bahwa masyarakat menengah ke atas lebih menyukai daging dengan bobot ringan kurang dari 1 kg, kemudian bobot antara 0,8 kg-1,2 kg tempat penjualannya adalah rumah makan, pasar tradisional, swalayan dan restoran fast food. Sedangan untuk katering membutuhkan bobot 1,3-1,5 kg, hal ini berkaitan dengan tujuannya yaitu agar dapat dipotong menjadi bagian-bagian yang kecil-kecil, sama halnya dengan industri mie instan, kaldu ayam 144 Sukses Budidaya Ayam Kampung

membutuhkan ayam dengan bobot yang lebih tinggi lagi yaitu lebih dari 1,5 kg.

Tabel 33. Pasar Ayam Potong Berdasarkan Berat

Berat Badan Pangsa Pasar

0,4 - 0,6 kg: Hotel, restoran besar 0,8 - 0,9 kg Rumah makan dan pasar tradisional 0,8 - 1,1 kg Pasar swalayan, pasar tradisional 1,1 - 1,2 kg: Restoran fast food 1,3 - 1,5 kg: Katering > 1,5 kg Industri mie instan, kaldu ayam, rumah makan khusus ayam

Mutu daging ayam yang akan dihasilkan dipengaruhi oleh perlakuan yang diterapkan pada saat pemanenan. Beberapa kiat yang dapat dilakukan untuk mendapatkan daging ayam yang bermutu tinggi pada setiap mekanisme prapanen dapat dilihat di bawah ini (Nurul Huda, 2002). Penangkapan: • Penangkapan tidak dilakukan dengan cara yang kasar. Stress pada waktu penangkapan menyebabkan pencabutan bulu tidak sempurna. • Hewan yang akan disembelih jangan diberi makan. Tembolok dan ampela yang berisi makanan akan mempersulit pengeluaran isi perut dan mencemari karkas. Pengangkutan: • Pengangkutan dalam keranjang (plastik atau bambu) dalam jumlah yang tidak terlalu padat. • Siram hewan dengan air sebelum memulai perjalanan dan usahakan segera menuju ke tempat penyembelihan. Sukses Budidaya Ayam Kampung 145

• Sesampai di tempat penyembelihan, siram lagi dengan air, beri minuman dan biarkan hewan istirahat. Pemotongan: Saat ini dikenal 3 kelas rumah potong ayam yaitu: (1) RPA modern, dengan bangunan dan peralatan serta fasilitas higiene yang modern, dan proses pemotongannya yang modern dan higienis. Di beberapa kabupaten/kota RPA ini dilengkapi dengan sertifikat halal dari Majelis Ulama Indo- nesia, sehingga daging yang dipotong di RPA ini dikenal daging yang SAH (Sehat, Aman dan Halal). (2) RPA Semimodern (Semimekanik) dengan bangunan dan peralatan sederhana serta kondisi sanitasi yang belum memadai, cara pemotong- annya secara tradisional tetapi sudah mengguna- kan bantuan peralatan untuk pencabutan bulu, dan (3) RPA tradisional atau tempat pemotongan ayam (TPA), dengan ciri tanpa bangunan, tanpa peralatan khusus, kondisi sanitasinya masih lemah, cara pemrosesannya sangat tradisional, dan seluruh tahap prosesnya dilakukan secara manual. Jumlah RPA modern di Jawa Tengah diduga belum banyak dan keberadaannya kalah bersaing dengan RPA Semimekanik dan TPA, terutama dalam menekan biaya operasi. Tabel berikut ini akan menjelaskan perbedaan pemotongan ayam pada RPA modern, semimodern, dan tradisional. 146 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Tabel 34. Perbedaan Pemotongan pada RPA Modern, Semimodern dan Tradisional

Uraian RPA Modern RPA Semimodern Tradisional

Pemotongan/ Digantung Digantung/ Horisontal penyembelian (vertikal)/ 20 ekor/ 1 kali > 20 ekor/1 kali Perebusan Suhu 65°C Dengan perasaan Dengan perasaan Pencabutan bulu Plukcer; Plukcer; Manual 8 ekor/menit 8 ekr/menit Eviscerasi Menggunakan Menggunakan Manual (pengeluaran alat, letak alat, letak organ dalam) vertikal; vertikal; 2 mnt/ekor 2 mnt/ekor Pencucian Lemak bulu Lemak bulu Dengan air biasa diambil; karkas diambil; karkas dimasukkan air dimasukkan ke es air biasa Perendaman Menggunakan es; - - 0,5 jam/300 ekr Penirisan 5 mnt/75 ekr - - tergantung tempat Pemotongan/ 1 ekor/8 bagian 1 ekor/8 bagian 1 ekor/8 bagian parting atau lebih Triming Dilakukan - - (menghilangkan pengambilan maras dan bulu) maras dan bulu2 halus Pembubuan Dilakukan - - pembubuan (12 mnt/75 ekr) Packing/ Dilakukan - - pengemasan pengemasan (75 ekr/3 org/ 15 mnt) Pendinginan 24 jam - - Pengiriman/ Dikirim ke Dikirim ke Dikirim ke dijual konsumen/dijual konsumen/dijual konsumen/dijual Sukses Budidaya Ayam Kampung 147

Gambar 47. Pemotongan ayam. Gambar 48. Perebusan dengan suhu 65°C. Sumber: Koleksi Penulis. Sumber: Koleksi Penulis.

Gambar 49. Pencabutan bulu. Gambar 50. Pengeluaran jeroan (Eviscerasi). Sumber: Koleksi Penulis. Sumber: Koleksi Penulis.

Gambar 51. Pemotongan. Gambar 52. Pembumbuan. Sumber: Koleksi Penulis. Sumber: Koleksi Penulis.

Pemotongan pada RPA modern dilakukan sangat higienis. Hampir semua proses menggunakan alat mulai dari perebusan, di mana pengukuran panasnya menggunakan termometer yaitu pada suhu 65°C; hingga pengeluaran organ dalam. Selain itu perlakuan 148 Sukses Budidaya Ayam Kampung

mulai dari pencucian, perendaman sampai dijual selalu menggunakan es, berbeda dengan RPA semimodern dan tradisional. Namun, berdasarkan informasi di lapangan bahwa semua perlakuan yang dilakukan oleh RPA modern dan mempunyai sertifikat halal, belum diimbangi dengan nilai jualnya. Sebagian besar hotel dan restoran masih berpedoman pada daging ayam yang rendah harganya tanpa mempedulikan apakah ayamnya dipotong secara higenis atau tidak. Hanya ada beberapa konsumen yang menuntut perlakuan pemotongan ayam secara higenis. Kualitas daging yang baik dapat diperoleh apabila setiap tahapan dari proses pemotongan ayam dilakukan dengan baik. Secara umum klasifikasi daging yang dihasilkan dapat dibagi atas 3 klas. Masing-masing klas memiliki pangsa pasar tersendiri (Tabel 35).

Tabel 35. Kualitas Daging Ayam dan Pangsa Pasarnya Parameter ABC

Tulang dada Lurus Agak bengkok Sangat bengkok Tulang belakang Lurus Agak bengkok Sangat bengkok Kaki, sayap Normal sedang Jelek Daging Baik, daging dada Agak baik, Tidak baik, panjang dan daging dada daging dada lebar cukup kurus Lemak Menutupi karkas Lemak cukup Lemak sedikit pada dada dan pada dada dan paha paha Bulu kasar Tidak ada Sedikit Banyak Sobekan 0,0-1,5 cm 1,5-3,0 cm Tak terbatas Kulit memar 0,5-0,75 cm 0,75-1,5 cm Tak terbatas Warna merah 1,0-1,5 cm 1,5-3,0 cm Tak terbatas A : Mc Donald, Pasar swalayan, Hotel dan Restoran asing B : Hotel, Rumah makan, Katering, Pasar tradisional C : Dijadikan daging tanpa tulang Sukses Budidaya Ayam Kampung 149

Di samping mempertahatikan mekanisme pemotongan ayam, perlu diperhatikan sanitasi setelah pemotongan. Beberapa hal penting berkaitan dengan sanitasi tersebut adalah sebagai berikut. • Gunakan keranjang plastik, bak fiber atau bak tahan karat untuk memudahkan pembersihan. • Cuci ruangan dan peralatan sampai bersih segera setelah digunakan. Gunakan air dan sabun. Satu minggu sekali gunakan desinfektan. • Lantai ruangan dibuat miring untuk memudah- kan pembersihan. Dinding dilapisi dengan keramik warna terang. • Buat sistem selokan yang memudahkan penge- luaran air dan limbah. Bak pengendapan I untuk memisahkan limbah padat dan bak pengendapan II untuk sisa limbah lainnya. Air limbah dialirkan ke sungai. • Limbah harus segera dikumpulkan dan dibuang.

D. Jenis-jenis Olahan Daging dan Telur Jenis-jenis olahan daging jauh lebih banyak dibandingkan dengan olahan telur. Saat ini dikenal olahan daging ayam mulai dari ayam goreng, bakar, opor, nugget dan lain-lain. Masyarakat khususnya para ahli masak telah banyak melakukan variasi olahan dari daging ayam. Sedangkan hasil olahan telur ayam dikenal telur goreng, telur rebus, telur mata sapi, dan lain-lain. Telur juga dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pada pembuatan makanan/kue di pabrik makanan seperti Monde, Nissin, Kong Guan, dan lain- lain. 150 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Gambar 52. Olahan telur dan daging ayam, telur mata sapi, ayam bakar dan goreng. Sumber: Koleksi Penulis. Sukses Budidaya Ayam Kampung 151

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, M.H, A.Arifin, S.Anwar, A.Agustar, Y.Heryandi dan Zedri1.1997. Studi Ayam Kokok Balenggek di Kecamatan Payung Sakaki, Kabupaten Solok: Potensi Wilayah dan Genetik. Laporan Penelitian Pusat Pengkajian Peternakan dan Perikanan. Fak. Peternakan Universitas Andalas. Dinas Peternakan Sumatera Barat. Padang. Abbot Laboratories, International Veterinary Division 1968. The Chicken and Anatomical Transpa- rencies. Ahmad BH, Herman R. 1982. Perbandingan Produksi antara Ayam Kampung dan Ayam Jantan Petelur. Media Peternakan 7: 19-34. Ahvar, F., J. Peterson. P. Horst and H. Thein. 1982. Varanderungen der Eisbeschaffenheit in der 1. Legeperiode unter dem Einfluss hoher Umwelttemperaturen. Archiv fur Geflugel- kunde, 46. 1-8 in Sauver, B. dan M. Picard. (1984). Environmental effects on egg quality. Egg Quality Current Problems and Recent Advances. Butterworths. England. Arliana, F, Syafrudin dan K. Subekti, 2009. Konservasi Plasma Nutfah Ayam Kokok Balenggek Melalui Kajian Keragaman Fenotipe dan Keragaman DNA MikroSatelit. Artikel penelitian hibah strategis nasional. UNHAS. Balai Penelitian Veteriner Bogor, 2004. Public health concerns related to the outbreak of Avian In- fluenza, Sub Type H5N1. 152 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Creswell D.C. dan Gunawan B. 1982. Pertumbuhan dan Produksi Telur dari 5 Strain Ayam Sayur pada Sistem Peternakan Intensif. Pros. Semi- nar Penelitian Peternakan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. Daniel, M and D. Balnave, 1981. Responses of Laying Hens to Gradual and Abrupt Increases Inambient Temperature and Humudity. Poul- try Science. 14: 451-461. Departemen Pertanian, 2011. Permentan No. 49/ Permentan/OT.140/10/2006, tentang, Pe- doman Pembibitan Ayam Lokal yang Baik (Good Native Chicken Breeding Practice/ GNCBP). Depatemen Pertanian, 2001. Permentan N0. 420/Kpts/ OT.210/7/2001, tentang Pedoman Budi Daya Ayam Buras yang Baik (GOOD FARMING PRACTICE). Desroier NW. 1977. Meat Technology, Element of Food Technology. Avi Pub. Company. Inc. Wesport, Connecticut. Dinas Peternakan Provinsi Jawa Tengah, 2011. Keunggulan Ayam Kedu. Dirdjopratono, W., Muryanto, Subiharta dan D.M. Yuwono. 1995. Seleksi Ayam Kedu untuk Tujuan Produksi Telur. Laporan Hasil Penelitian. Sub Balai Penelitian Ternak Klepu. Ungaran. Dirdjopratono, D., Muryanto, Subiharta dan D.M. Yuwono. 1994. Penelitian Model-Model Pemeliharaan Ayam Buras di Daerah Pantura Jawa Tengah. Laporan Hasil Kegiatan Sukses Budidaya Ayam Kampung 153

Penelitian. Sub Balai Penelitian Ternak Klepu. Ungaran. Dirdjopratono, W., D. Gultom dan Kasudi. 1992. Evaluasi Penggunaan Sorgum pada Ayam Buras Periode Layer. Laporan Kegiatan Penelitian. Sub Balai Penelitian Ternak Klepu. Ungaran. Direktorat Jenderal Peternakan, 2012, tentang Pedoman Teknis Pengembangan Perbibitan Ayam dan Itik Lokal (Dirjen Peternakan 2012). DPPK Kota Solok, 2012. Sejarah Ringkas Ayam Kukuak Balenggek dan Perkembangannya. Edey, TN., AC. Bracj, RS. Copland dan T. O'Shea. 1981. A Course Manual in Tropical Sheep and Goat Production. Australian Vicechacellor S'committee. Brawijaya University. Malang- Indonesia. Fumihito. A., Miyake , T., Sumi. S, Takada. M, Ohno. S. 1994. One subspecies of The Red Junglefowl (Gallus gallus gallus) Suffices as The Matriarchic Ancestor of All Domestic Breeds. Proc. Nat. Acad Sci 91: 12505-9. Gultom D., Wiloeto, D. dan Primasari. 1989. Protein dan Energi Rendah dalam Ransum Ayam Buras Periode Petelur. Pros. Seminar Nasional Tentang Unggas Lokal. Fak. Peternakan UNDIP Semarang. Hafez ESE. 1955. Differential Growth of Organ and Edible Meat in The Domestic Fowl. Poul.Sci. 34: 745-753. Hafez, E.S.E. 1968. Adaptation of Domestic Animals. Ed. Lea & Feloger, Philadelphia. U.S.A. 154 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Hammond J. 1932. Growth and Development on Mut- ton Sheep. London and Fehiger. Hardjosubroto, W. dan M. Astuti. 1979. The Sociate of The Advancement of Breeding Researchs in Asia dan Oceania Animal Genetic Resources in Indonesia. Workshop on Animal Genetic Resources, Toeshuba City, Japan. Hardjosworo PS. 1995. Peluang Pemanfaatan Potensi Genetik dan Propek Pengembangan Unggas Lokal. Pros. Seminar Nasional Sains dan Tekmnologi Peternakan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. http://ayambalenggek.wordpress.com, 2011. Ayam Kokok Balengek. http://ayampelungternak.blogspot.com, 2013. Kriteria- Suara-Ayam-Pelung. http://berita sains.com. http://dody94.wordpress.com, Jenis-Jenis Ayam Sentul. http://peternakan.litbang.deptan.go.id, 2011. Ayam Sentul. http://repository.unhas.ac, 2002. Ayam Ketawa. http://repository.unhas.ac, 2013. Rangkuman Hasil- Hasil Penelitian dalam S. Zakaria dan B.Wawo, 2013. http://tebe-hobbies.blogspot.com. Ayam Ketawa. http://www.ayamketawa, 2013. Sejarah Ayam Ketawa dari Berbagai Versi. http://www.disnak.jawatengah.go.id., 2008. Per- kembangan Data Base Peternakan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007. Hutt FB. 1949. Genetics of The Fowl. McGrow Hill Company, Inc. New York, Toronto, London. Sukses Budidaya Ayam Kampung 155

IP2TP Jakarta dan KOPPAB, 1997. Pasca Panen dan Pemasaran Telur Ayam Buras. Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta Koperasi Peternak Ayam Buras (KOPPAB ), Jl. Gandaria II/1 Ciganjur, Jakarta Selatan. Jarmani, S.N. dan A.G. Nataamijaya. 1995. Karak- teristik Suara Ayam Pelung. Prosiding Semi- nar Nasional Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan. Badan Litbang Pertanian. Jones, J.E., B.L. Hughes dan B.D. Barnet. 1976. Effect of Changing Energy Level and Encironmental Temperature on Feed Consumption and Egg Production of Single Comb White Leghorn. Jour. Poultry Sci. 55: 274-277. Judoamidjojo, R.M. 1981. Dasar Teknologi dan Kimia Kulit. Departemen Teknologi Hasil Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Jull, M. 1972. Poultry Husbandry. 4th Ed. Mc Grow Hill Book Company Inc. New York. Junaidi, 2002. Bioakustik Ayam Gaga Ketawa http:// repository.unhas.ac.id handle1234567892432 Kanagy, J.R. 1977. Physical and Perfomance Proper- ties of Leather. Publisher Corporation. New York. Kantor Pusat Kehewanan Kementrian Pertanian, 1951. Pengetahuan Tentang Umur dan Bangsa- Bangsa Hewan. Kementrian Pertanian. J.W. Woulters Groningen. Jakarta. Kementerian Pertanian, 2011. SK Menteri No. 2920/ Kpts/OT.140/6/2011 tentang Penetapan Rumpun Ayam Gaga. 156 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Kementerian Pertanian, 2011. Surat Keputusan Menteri Pertanian N0. 2918/Kpts/OT.140/6/2011 tentang penetapan rumpun Ayam Pelung. Kementerian Pertanian, 2011. Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 2919/Kpts/OT.140/6/ 2011, tentang Penetapan Rumpun Ayam Koko- Balengek. Kementerian Pertanian, 2012. Surat Keputusan Menteri Pertanian No 2487/Kpts/LB.430/8/2012, tentang Penetapan Rumpun Ayam Kedu Kementerian Pertanian, 2013. Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 698/Kpts/PD.410/2/2013. Tentang Penetapan Rumpun Ayam Sentul Kurnia, Y. 2011. Morfometrik Ayam Sentul, Kampung dan Kedu pada Fase Pertumbuhan dari Umur 1-12 Minggu. Skripsi. Program Alih Jenis. Departemen Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Leeson, S. and Summers, J.D. 1997. Commercial Poul- try Nutrition. University Books Guelp, Ontario, Canada. Mansjoer, S.S. 1989. Pengembangan Ayam Lokal di In- donesia. Pros.Seminar Nasional tentang Unggas Lokal. Fakultas Peternakan. UNDIP Semarang. Marsden, A., T.R. Morris dan A.S. Cromarty. 1987. Effect of Constant Environmental Tempera- tures on The Performance of Laying Pullet. British Poultry Sci. 28: 361-380. Merkens, J dan J.F. Mohede. 1941. Sumbangan Pengetahuan tentang Ayam Kedu. Terjemahan Sukses Budidaya Ayam Kampung 157

karangan mengenai Ayam Kedu dan itik di In- donesia. LIPI. Jakarta. Meyliyana, Sigit Mugiyono dan Roesdiyanto, 2013. Bobot Badan Berbagai Jenis Ayam Sentul di Gabungan Kelompok Tani Ternak "Ciung Wanara, Kecamatan Ciamis, Kab. Ciamis. Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 985-992, Sep- tember 2013. Moran Jr.ET. 1999. Live Production Factors In- fluencing Yield and Quality of Poultry Meat. In Ricardson RI., Mead GC. Ed. Poultry Meat Science. 25: 179-195. Murad,I. 1989. Ayam Yungkilok (Payung Sakaki Solok); Ayam Penyanyi yang Sudah Langka dan Mengarah Kepunahan (Artikel no 1). Padang. Muryanto dan Subiharta, 1989. Pertumbuhan dan Produksi Telur Ayam Kedu Hitam yang Dipelihara secara Intensif. Pros. Seminar Hasil- hasil Penelitian. Fak. Peternakan U.G.M. Yogyakarta. Muryanto et al. 1995. Teknik Inseminasi Buatan pada Penelitian Ayam Buras. Sub Balai Penelitian Ternak Klepu. Ungaran. Jawa Tengah. Muryanto, Subiharta dan D.M. Yuwono. 1994. Study Manajemen Produksi Telur Tetas pada Pemeliharaan Ayam Buras di Pedesaan. Jur. Ilmiah Penelitian Ternak Klepu. 2: 1-8. Muryanto, D. Gultom, Subiharta dan W. Dirdjo- pratono, 1993. Evaluasi Produktivitas Ayam Kedu Hitam yang Dipelihara secara Semiintensif dan Intensif. Jur. Ilmiah Penelitian Ternak Klepu. 1: 19-26. 158 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Muryanto, W. Dirdjopratono, Subiharta dan D.M. Yuwono. 1995. Studi Manajemen Peme- liharaan Ayam Buras untuk Memproduksi Anak Ayam Umur Sehari. Jur. Ilmiah Penelitian Ternak Klepu. 3: 1-10. Sub Balait Penelitian Ternak Klepu. Ungaran. Muryanto, 1991. Mengenal lebih Jauh tentang Ayam Cemani. Poultry Indonesia. Jakarta. No. 132. hal 16-20. Muryanto, 2002. Pertumbuhan Alometri dan Tinjauan Histologi Otot Dada pada Ayam Kampung dan Persilangannya dengan Ayam Ras Petelur. Thesis. Pascasarjana. IPB. Muryanto, Dirdjopratono W, Subiharta, Yuwono DM. 1995a. Studi Manajemen Pemeliharaan Ayam Buras untuk Memproduksi Anak Ayam Umur Sehari. Jurnal Ilmiah Penelitian Ternak Klepu. 3: 1-10. Muryanto, Prawirodigdo, S. dan Sugiyono. 2002. Persilangan Ayam Kampung Jantan dengan Ayam Ras Petelur Betina. Laporan Hasil Pengkajian. BPTP Jawa Tengah. Muryanto, PS. Hardjosworo, Herman, R., dan Setijanto, H. 2002b. Evaluasi Karkas Ayam Hasil Persilangan antara Ayam Kampung Jantan dengan Ayam Ras Petelur Betina. Jurnal Produksi Ternak 2 : 71-76. Fakultas Peternakan Unsoed. Purwokerto. Muryanto, S. Prawirodigdo, W. Dirdjopratono, D. Pramono, U. Nuschati, DM. Yuwono, Ernawati, Sugiyono, Puji Lestari, G. Sejati, FL. Maryono. Sudarto, Prawoto dan Mudjiono., 2004. Laporan Pengkajian Usaha Pembibitan Sukses Budidaya Ayam Kampung 159

Ayam. Proyek Pembinaan Kelembagaan Litbang Pertanian Jawa Tengah. BPTP Jawa Tengah. Muryanto, Subiharta, Yuwono DM., Dirdjopratono W. 1994. Optimalisasi Produksi Telur Ayam Buras Melalui Perbaikan Pakan dan Tatalaksana Pemeliharaan. Jurnal Ilmiah Penelitian Ternak Klepu. 2: 9-14. Muryanto, Subiharta. 1993. Penelitian Sifat Mengeram pada Ayam Buras (Pengaruh Perlakuan Fisik Terhadap Lama Mengeram dan Aspeknya). Jurnal Ilmiah Penelitian Ternak Klepu. 1: 1-6. Muryanto, T. Paryono, Ernawati, P. S. Hardjosworo, H. Setijanto dan L. S. Graha. 2004. Prospek Ayam Hasil Persilangan Ayam Kampung dengan Ras Petelur sebagai Sumber Daging Unggas yang Mirip Ayam Kampung. Seminar Teknologi Pangan Hewani. UNDIP Semarang. Muryanto, W. Dirdjopratono Sibiharta dan DM. Yuwono. 1995. Penelitian Seleksi Ayam Kedu Hitam untuk Tujuan Produksi Telur: 1. Evaluasi Produksi Telur dan Pertumbuhan Anak. Jur. Ilmiah Penelitian Ternak Klepu. Edisi Khusus: 1- 8. Muryanto, Yuwono, D.M., Subiharta, Wiloeto, D., Sugiyono, Musawati, I. dan Hartono. 1995b. Teknik Inseminasi Buatan pada Penelitian Ayam Buras. Sub Balitnak Klepu. Ungaran. Jawa Tengah. Mustakim, Purwadi, dan I. Suryo. 1998. Studi Tentang Pemanfaatan Limbah Nanas untuk Proses Bating Terhadap Kualitas Kulit Kaki Ayam Samak Krom sebagai Bahan Baku Kulit Seni. 160 Sukses Budidaya Ayam Kampung

J. Penelitian Ilmu-ilmu Teknik (Enginering). Universitas Brawijaya. Malang. 10(1): 67-76. Nasroedin, T. Yuwanta dan J.H.P. Sidadolog. 1993. Waktu, Ferekuensi dan Sistem Perkawinan terhadap Fertilitas, Kualitas Sperma Ayam Kampung yang Dipelihara Secara Semiintensif. Laporan Penelitian Badan Litbang Pertanian- Lembaga Penelitian U.G.M. Yogyakarta. Nataamijaya, A. G. 1985. Ayam Pelung: Performans dan Permasalahannya. hlm. 150-158. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Forum Peternak Unggas dan Aneka Ternak, 19-20 Maret 1985. Pusat Penelitian dan Pengem- bangan Peternakan, Bogor. Nataamijaya, A. G. 2000. The Native Chicken of Indo- nesia. Bulletin Plasma Nutfah 6(1): 1-6. Nataamijaya, A.G. 1996. Kumpulan Hasil-Hasil Kegiatan Pelestarian dan Penelitian Ayam Lokal Langka. hlm. 57-60. Proyek Penelitian dan Pelestarian Plasma Nutfah Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Per- tanian, Jakarta. Nataamijaya, A.G. dan K. Diwyanto. 1994. Konservasi Ayam Buras Langka. hlm. 273-298. Prosiding Review Hasil dan Program Penelitian Plasma Nutfah Pertanian, 26-27 Juli 1994. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Nataamijaya, A.G., A.R. Setioko, B. Brahmantyo, dan K. Diwyanto. 2003. Performans dan Karakteristik Tiga Galur Ayam Lokal (Pelung, Arab, dan Sentul). hlm. 353-359. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Sukses Budidaya Ayam Kampung 161

Veteriner, 29-30 September 2003. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Nataamijaya, AG, 2005. Karakteristik Penampilan Pola Warna Bulu, Kulit, Sisik Kaki, dan Paruh Ayam Pelung di Garut dan Ayam Sentul di Ciamis. Buletin Plasma Nutfah Vol.11 No.1 Th.2005 Nishida, T., K. Nozowa, K. Kondo, S.S. Mansjoer dan H. Martojo. 1982a. Morphological and Gene- tical Studies of the Indonesian Native Fowl.: The origin and phylogeny of Indonesian Native Livestock (Part III). 73-83. North, M.O. dan D.D. Bell. 1990. Comercial Chicken Praduction Manual. Van Nostrand Reinhold. New York. Nurul Huda. 2002. Penanganan Prapanen Ayam pedaging. Universitas Bung Hatta Disampai- kan Pada Seminar dan Pelatihan Penanganan Daging Ayam Broiler, Hotel Muara, Padang 31 Oktober 2002. Peraturan Presiden RI No 111 Tahun 2007, tentang Pembibitan dan Budi Daya Ayam Buras serta Persilangannya Termasuk Daftar Bidang Usaha Terbuka dengan Persyaratan Dicadang- kan untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi. Poultry Indonesia Nopember 2004. Panitia Kontes Ayam Kedu Cemani Temanggung, 2004. Purnomo, E. 1992. Penyamakan Kulit Kaki Ayam. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Puspodihardjo. 1986. Konservasi Ternak Asli. Dir. Bina Produksi Peternakan, Deptan. Jakarta. 162 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Rasyaf, M. 1987. Beternak Ayam Kampung. Penebar Swadaya. Bogor. Ricards. S.A. 1970. Physiology of Termal Panting. Biochimie and Biophysique. 10: 151-168. Rusfidra. 2004. Karakterisasi Sifat-Sifat Fenotipik sebagai Strategi Awal Konservasi Ayam Kokok Balenggek di Sumatera Barat. Disertasi Pro- gram Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rusfidra.2001. Konservasi Sumber Daya Genetik Avam Kokok Balenggek di Sumatera Barat. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Bidang Ilmu Hayati. Tanggal 20 September 2001. Pusat Studi Ilmu Hayati Institut Pertanian Bogor. Senosastroamidjojo. 1976. Ilmu Beternak Ayam. NV Masa Baru. Bandung-Jakarta. Simons dan Wiertz (1968) dalam Sauver dan Picard,1987. Sauveur, B. dan M. Picard. 1987. Environmental Effects on Egg Quality. Poul- try Science Symposium No. 20. Egg Quality Current Problems and Recent Advances. Butterworths. England. Siregar AP., Sabrani M. 1972. Buku Pedoman Random Sampel Test. LPP Bogor, Dirjen Peternakan Departemen Pertanian. Siregar, A.P., T. Prasetyo dan Subiharta. 1984. Analisa Model Pengembangan Ayam Kedu di Kabupaten Dati II Temanggung, Jawa Tengah. Laporan Kegiatan penelitian 1983/ 1984. Sub Balai Penelitian Ternak Klepu, Ungaran. Sukses Budidaya Ayam Kampung 163

Sitepu. P, Sinurat. A, Kusnadi. U, Setiadi. P, Sabrani. Suprodjo. Wiloeto. Subiharta dan Muryanto. 1991. Ketersediaan Sumber Gen ("Genetic Resources") Ayam Kedu di Daerah Asal. Balai Penelitian Ternak Ciawi. Bogor. Smith, A.J. and J. Oliver. 1972. The Effect of Invironmental Temperature and Rationing Treatmens on Productivity of Pullets Fed on Diets of Different Energy Contens. Rhod, Jur. Of Agricultural Reasearch. 10: 43-60. Subiharta, Muryanto dan D. Andayani. 1994. Pengaruh Bentuk Sarang dan Kapasitasnya Terhadap Daya Tetes Telur Ayam Buras di Pedesaan. Jur. Ilmiah Penelitian Ternak Klepu. 2: 15-20. Sub Balai Penelitian Ternak Klepu. Ungaran. Suprio Guntoro, 2008; http://www.balipost.online. Menciptakan Pertumbuhan Baru Sektor Pertanian. Suryanto E. 1989. Pengaruh Perbedaan Pakan dan Umur Terhadap Persentase Karkas, Meat Bone Ratio (MBR) dan Organ-Organ Dalam Ayam Kampung. Buletin Peternakan XIII: 1 hal. 8- 12. Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Tyne JV, and Berger AJ. 1976. Fundamentals Ornithol- ogy. 2nd. Ed. New York, London, Sydney, Toronto: John Wiley and Sons. Utoyo DP. 2002. Status Manajemen Pemanfaatan dan Konservasi Sumberdaya Genetik Ternak (Plasma Nutfah) di Indonesia. Makalah disampaikan pada Pertemuan Komisi Nasional Plasma Nutfah, 19-20 April 2002. Jakarta. 164 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Warwick, EJ. And Legates, JE. 1985. Breeding and Improvement of Farm Animal. TMH. Edition. McGrow-Hill, Inc, New York. Weigend. S, Romanov. M.N. 2001. Current Strategies for Assessment and Evaluation of Genetic Diversity in Chicken Resources. Word Poultry Sci. J. 57: 275-288. Winarno, F.G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. Pt. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Wool. 2008; http://www.berita sains.com;. Bulu Ayam dalam Komponen PC. Wooton, S. 2003. Bird Songs vVary by Species. Nature's J. March 4, 2003. Yuwono, D. M., Muryanto dan Subiharta. 1993. Survai Pemasaran Ayam Buras di Solo dan Semarang. Jur. Ilmiah Penelitian Ternak Klepu. 1: 7-13. Sub Balai Penelitian Ternak Klepu. Ungaran. Yuwono, D. M., Muryanto, Subiharta dan W. Dirdjo- pratono. 1995. Pengaruh Perbedaan Kualitas Ransum terhadap Produksi Telur dan Keuntungan Usaha Pemeliharaan Ayam Buras di Daerah Pantai. Jur. Ilmiah penelitian Ternak Klepu. Sub Balai Penelitian Ternak Klepu. Ungaran. Sukses Budidaya Ayam Kampung 165

TENTANG PENULIS

Ir. MURYANTO, M.Si, lahir di Magelang tahun 1960, Pendidikan S1 Fak. Peternakan UNSOED, S2 IPB. Pengalaman kerja, tahun 1986-1988, sebagai Staf Peneliti Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor; tahun 1988-1989, Staf Peneliti pada Proyek Penelitian Lahan Pasang Surut dan Rawa (SWAM II) Sumatra Selatan; tahun 1989-1990, Staf Peneliti pada Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor; tahun 1990-1994, Peneliti pada Sub Balai Penelitian Ternak Klepu, Jawa Tengah; tahun 1994 sampai sekarang sebagai Peneliti Utama pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah. Penelitian yang banyak dilakukan adalah pada komoditas ayam kampung, sapi, domba/kambing, dan sistem usaha tani. Penelitian yang pernah dilakukan, 1) Evaluasi produksi dan seleksi ayam kedu hitam, 2) Penelitian budi daya ayam kampung untuk tujuan produksi telur konsumsi, telur tetas dan ayam siap potong, 3) Evaluasi produksi ayam kampung pada pemeliharaan semiintensif dan intensif, 4) Per- tumbuhan alometri dan tinjauan histologi otot dada pada ayam kampung dan persilangannya dengan ayam ras petelur betina, 5) Usaha tani berbasis ternak, 6) Mendisain instalasi biogas skala rumah tangga (sudah diproduksi massal). 166 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Buku yang pernah ditulis, 1) Perbibitan Ternak Kambing/Domba, tahun 1993, 2) Pedoman Budi Daya Kambing dan Domba di Jawa Tengah; tahun 2009, 3) Inventarisasi Sumberdaya Hayati Ternak di Jawa Tengah; tahun 2006, 4) Biogas Sumber Energi Alternatif Ramah lingkungan; tahun 2007, 5) Inseminasi Buatan pada Ayam; tahun 1994, 6) SOP Budi Daya Ternak Kambing dan Domba (2011), 7) Rekomendasi Usaha Ternak Sapi yang Difasilitasi oleh KKP-E dan KUPS (2013, Draft), 8) Potensi Sumberdaya Genetik Kambing Kaligesing (Draft, 2013), dll.

DJOKO PRAMONO, S.Pt. dilahir- kan di Boyolali, Jawa Tengah tahun 1956, meraih gelar Sarjana Muda (BSc) dari Akademi Farming Semarang tahun 1980. Bekerja di Lembaga Penelitian Peternakan Bogor, sebagai teknisi tahun 1980, kemudian pindah ke Sub Balitnak Klepu-Ungaran tahun 1985. Tahun 1990 mendapat kesempatan belajar di Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro Semarang, dan lulus tahun 1994. Tahun 1995 berafiliasi dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Ungaran, dan sekarang menjadi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah. Ia dan teman-teman telah menghasilkan buku tentang Sumberdaya Hayati Ternak Lokal Jawa Tengah dan beberapa artikel tentang budi daya ternak. Sampai saat ini masih aktif bekerja sebagai peneliti di Balai Pengkajian Tenologi Pertanian Jawa Tengah.