Perlakuan Terhadap Orang Meninggal Dalam Tradisi Penguburan Masyarakat Desa Trunyan Bali
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
BAB III Tradisi Penguburan Masyarakat Trunyan Bali 3.1. Letak Geografi1 Desa Trunyan yang terletak di Kaki Bukit Abang sebelah timur, di Tepi Danau Batur yang sering disebut kawasan Bintang Danu, adalah salah satu desa dari 48 desa yang ada di kecamatan Kintamani, dengan latar belakang pegunungan yang terjal dan curam. Desa Trunyan merupakan daerah berbukit dan berlembah, secara geografis terletak di: 1. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Karangasem 2. Sebelah Barat berbatasan dengan Danau Batur 3. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Songan 4. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Abang Batudinding Desa Trunyan terletak disebelah timur Kota Kecamatan dengan jarak orbital ke ibukota kecamatan 20 Km, ke ibu kota kabupaten 35 Km, serta ke kota provinsi 70 Km. Trunyan yang merupakan daerah berbukit dengan kondisi masih cukup kritis, dengan tipe iklim 6 bulan musim hujan, dan 6 bulan musim kering dengan curah hujan 1, 860 mm/ tahun (Sumber BPS Kintamani). Luas wilayah Desa Trunyan 1963 Ha, dan secara administratif desa ini terbagi dalam Lima Banjar Dinas, yaitu: Banjar Dinas Trunyan, Banjar Dinas Madia, Banjar Dinas Bunut, Banjar Dinas Puseh, dan Banjar Dinas Mukus. 1 Data Desa Trunyan, diambil dari Gambaran Umum Desa dan Potensi Desa 27 Konon riwayatnya pada tahun Saka 833 (911 Masehi), Raja Singhamandawa mengizinkan penduduk Turunan (Trunyan) membangun kuil. Kuil berupa bangunan bertingkat tujuh ini merupakan tempat pemujaan Bhatara Da Tonta. Desa Trunyan merupakan desa Tua di Bali, yang masih memegang teguh warisan dan tradisi leluhur. Untuk menjangkau lokasi, ada dua akses yaitu yang pertama adalah lewat askes dengan menggunakan sarana angkutan penyeberangan perahu tempel dan dayung, dan dari darat. Dari dermaga Kedisan, perjalanan bisa ditempuh kira-kira 15 menit, sedangkan dari dermaga di Desa Trunyan perjalanan memakan waktu separuhnya atau sekitar 7 menit. 2 3.2. Sistim Sosial Masyarakat Trunyan 3.2.1 Keadaan Ekonomi. 3 Desa Trunyan masih sangat bercorak agraris yang menitik beratkan pada sektor pertanian. Hal ini didukung oleh penggunaan lahan pertanian yang masih mempunyai porsi terbesar sebanyak 100% dari total penggunaan lahan desa. Juga 80% mata pencaharian penduduk menggantungkan hidup pada sektor pertanian. Hasil komoditi sebagai andalan adalah hasil pertanian. Beberapa sektor ekonomi yang tergolong Economic Base dan menonjol di samping pertanian adalah peternakan dan perikanan. Pada sektor perdagangan sebagai penggerak ekonomi masyarakat fasilitas pasar yang ada yaitu pasar satu buah. Pada sektor jasa, yang menonjol adalah tumbuhnya lembaga/istitusi Keuangan Mikro berupa Koperasi LPD sebagai pendukung ekonomi 2 Hasil wawancara dengan Kepala Desa Trunyan 3 Data Desa tentang kondisi Desa trunyan 28 desa. Hal ini diharapkan akan membawa dampak positif dalam perkembangan ekonomi desa secara keseluruhan. 3.2.2. Keadaan Sosial Budaya dan Keagamaan.4 Jumlah penduduk Desa Trunyan berdasarkan hasil sensus pada tahun 2013 sebanyak 2.886 jiwa, terdiri dari 1.497 jiwa penduduk laki-laki dan 1.389 jiwa penduduk perempuan, yang terdiri dari 759 KK. Struktur penduduk menurut pendidikan menunjukkan kualitas sumber daya manusia yang dipunyai Desa Trunyan, yaitu Tidak Bersekolah 1.221 jiwa, SD sebanyak 1395 jiwa, SLTP sebanyak 137 jiwa, SLTA sebanyak 113 jiwa, Perguruan tinggi sebanyak 20 jiwa sedangkan yang berusia 16 tahun (usia di atas pendidikan dasar) yang belum pernah bersekolah 44,21 % sedangkan yang mengikuti pendidikan 48,1% dan sisanya 9,2% tidak bersekolah lagi baik pada tingkat lanjut dan perguruan tinggi. Potensi yang dimiliki Desa Trunyan pada umumnya dipergunakan dan dimanfaatkan untuk kepentingan seluruh masyarakat terkait dengan pelayanan dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Potensi khusus yang dimiliki oleh Desa Trunyan adalah sebagai objek pariwisata, Desa Trunyan memiliki objek wisata yang sangat unik dan menarik yang tidak dimiliki oleh daerah-daerah lain seperti kuburan yang unik, Pura/tempat ibadah serta wisata alam yang belum dikembangkan dan dikelola dengan baik. Desa Trunyan tidak mempunyai sistim kasta seperti pada masyarakat Bali pada umumnya atau Bali Besar, karena desa ini merupakan Desa Tua Bali atau sering disebut 4 Data Desa berdasarkan Hasil Sensus Tahun 2010 29 dengan Bali Tua. Kesejahteraan bersama menjadi tujuan masyarakat Trunyan, untuk ini kebersamaan, keramahan, serta menjaga dan memelihara segala warisan dari nenek moyang menjadi kewajiban dan bagian dari kehidupan masyarakat Desa Trunyan. Struktur penduduk menurut agama menunjukkan sebagian besar penduduk Desa Trunyan beragama Hindu (100%), sehingga kebudayaan Desa Trunyan tidak terlepas dan diwarnai oleh Agama Hindu dengan konsep “Tri Hita Karana”(hubungan yang selaras, seimbang, dan serasi antara manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia dan manusia dengan lingkungan). Sebagaimana simbol-simbol dan upacara-upacara yang dilakukan penganut agama Hindu masyarakat Bali pada umumnya di Trunyan juga ada Pura, ada dewa-dewa yang dipercaya oleh masyarakat, serta ada upacara Ngaben bagi orang meninggal. 3.3. Sistim Kepercayaan Masyarakat Trunyan Religi orang Trunyan adalah suatu Variant, atau salah satu versi berbeda dari agama Hindu Bali, yang dapat disebut sebagai agama Hindu Bali Trunyan dan selanjutnya merupakan sebagian dari agama Hindu Dharma, yang telah diakui sebagai salah satu agama resmi di Indonesia. Agama Variant (versi berbeda) dari agama Hindu Bali, karena agama tersebut pada dasarnya masih lebih banyak berlandaskan kepada kepercayaan Trunyan asli. Kepercayaan Trunyan asli itu adalah kepercayaan yang berdasarkan kepada pemujaan Roh Leluhur (ancestor worship); yakin tentang adanya Roh lainnya di alam sekeliling tempat tinggalnya, sehingga perlu untuk dipuja (animisme); percaya bahwa benda-benda dan tumbuh-tumbuhan di sekelilingnya selain berjiwa dapat juga berperasaan seperti manusia (animatisme); dan percaya tentang 30 adanya kekuatan sakti pada segala hal atau benda yang luar biasa (dinamisme). Agama Hindu Trunyan berbeda dengan agama Hindu Bali karena, umatnya tidak merayakan upacara-upacara Hindu Bali yang terpenting seperti Galungan, Kuningan, Nyepi, Ciwaratri, Sarasawati, dan Pagarwesi, secara yang dilakukan oleh orang Bali Hindu, melainkan umat Hindu Trunyan merayakan upacara penting khas Trunyan sendiri atau tidak merayakannya sama sekali. Tapi ada upacara-upacara penting dalam masyarakat Trunyan yang wajib untuk dijalankan adalah upacara kelahiran, upacara perkawinan, dan upacara kematian.5 Sistim kepercayaan orang Trunyan adalah kepercayaan mengenai: (1) Dunia Gaib, (2) Dewa-Dewa, (3) Mahluk-mahluk halus, (4) Roh Pribadi dan Roh Leluhur, (5) Kekuatan sakti, (6) Kepercayaan mengenai penyakit dan kematian, (7) Kepercayaan mengenai hidup dan dunia setelah mati, dan (8) Kepercayaaan kesusastraan suci.6 1. Kepercayaan akan Dunia Gaib, Orang Trunyan sadar bahwa dunianya terdiri dari dua aspek, yaitu dunia nyata dan dunia yang tidak tampak. Dunia ini berada diluar panca inderanya dan di luar batas akalnya, dunia ini adalah dunia gaib. Dalam aspek dunia inilah terdapat berbagai mahluk halus dan kekuatan sakti, yang tidak dapat dikuasai manusia secara biasa. 2. Kepercayaan akan Dewa-Dewa. Jumlah dewa orang Trunyan banyak dan ada susunannya, sehingga merupakan suatu pantheon tersendiri. Kebanyakan dari mereka itu mempunyai tempat bersemayam tersendiri didalam kuil utama Trunyan, Bali desa Pancering Jagat Bali. Para dewa ini 5 Goris, R. Sifat Religius Masyarakat Trunyan, (Denpasar: Universitas Udayana Press,2012).20-25 6Ibid., 318-325. 31 sama dengan dewa dipulau Bali lainnya. Para dewa baru akan hadir jika ada upacara sedang dilakukan. 3. Kepercayaan akan Mahluk-mahluk halus. Selain para dewa, orang Trunyan juga meyakini bahwa di dunia gaib mereka berdiam mahluk-mahluk halus seperti Jin, buta kala, anak di peteng, dan binatang-binatang gaib. Jin adalah roh seorang wanita atau seorang pria, roh ini dibedakan dengan hantu karena asal-usulnya tidak diketahui. Dan bagi masyarakat mereka tidak berasal dari oraang Trunyan. Buta kala adalah Roh halus yang bukan berasal dari manusia kedudukannya lebih rendah dari dewa, jadi mereka berbeda dengan para dewa karena para dewa Trunyan tergolong pada mahluk gaib dari dunia atas, sedangkan buta kala tergolong pada makhluk dari dunia bawah. Dan jika dewa orang Trunyan berasal dari para leluhur maka buta kala bukan. Buta kala dikategorikan berbeda dengan para dewa karena buta kalah yang mempunyai sifat bermusuhan dengan manusia dan selalu mengganggu kehidupan manusia. Anak dipeteng adalah bagian dari Jin yang ada pada anak kecil atau roh anak kecil yang sering menampakkan dirinya pada batu atau setra Ngudah atau kuburan kedua yaitu kuburan bayi tempat pemakaman anak kecil. Binatang-binatang gaib, yang disebut Druwe yang dianggap sebagai piaraan para dewa, bintang-binatang ini seperti naga bersisik dan naga brejengger emas. 4. Kepercayan akan Roh Pribadi dan Roh Leluhur. Orang Trunyan membedakan antara badan kasar dan dunia halus, jika badan kasar dapat lenyap setelah orang yang memilikinya meninggal, maka badan halusnya atau rohya tidak. Roh manusia bagi masyarakat Trunyan adalah abadi dan roh tersebut 32 akan terus kembali menitis ketubuh kasar orang se- dadianya.7 Penitisan terus menerus suatu roh didalam suatu dadia dari generasi yang satu ke genarasi yang lain menyebabkan orang Trunyan tidak berani menyakiti anak dan keturunannya, karena takut anak dan keturunannya itu adalah titisan dari Roh leluhurnya. 5. Kepercayaan akan Kekuatan sakti. Orang Trunyan seeprti halnya