Bab 1 Pendahuluan

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Bab 1 Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nama Kusumo Digdoyo1 tidaklah terlalu dikenal dalam sejarah perpolitikan Indonesia, dikarenakan tenggelam oleh figur D.N. Aidit.2 yang lebih di identifikasikan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Dalam intern partai Njoto lebih dikenal sebagai think-thank partai. Njoto lebih terkenal sebagai sebagai jurnalis dan budayawan, wajah dan suaranya tidaklah asing, ia kerap muncul di TVRI dan RRI, bersama dengan Bing Slamet3 dan Jack Lesmana4 dalam mengisi program kesenian, khususnya seni pertunjukan. Kiprah Njoto dalam ranah kebudayaan tak lagi disangsikan. Ia menjadi salah satu pendiri dari Lembaga Kebudayaan Rakyat (lekra).5 1 Kusumo Digdoyo adalah nama lain dari Njoto. Njoto merupakan anak pertama dari Raden Sosro yang dilahirkan di Jember 17 januari 1927 semula namanya adalah Koesoemo Digdoyo, tidak di ketahui kapan dia merubah namanya tersebut menjadi Njoto yang di kenal sebagai budayawan sekaligus pemimpin redaksi Harian Rakyat. Lihat Julius Poor, Gerakan 30 September: Pelaku, Pahlawan dan Petualangan, Jakarta: PT Kompas Media Indonesia, 2010, hlm. 443. 2 Ibid., hlm. 15. 3Bing Slamet merupakan teman Njoto sekaligus yang menyayikan lagu Genjer-genjer yang diaransemen ulang oleh M. Arief dalam bahasa Banyuwangi. Lihat Hesri Setiawan, Aku Eks Tapol, Yogyakarta: Galang Press, 2003, hlm. 206- 208. 4 Julius Poor, 2010.,op. cit.,hlm.448 5 Inisiator dari Lekra antara lain: D.N. Aidit, M.S. Ashar, A.S. Dharta, dan Njoto. Adapun anggota awal Lekra diantaranya: M.S. Ashar, A.S. Dharta, Njoto, Henk Ngantung, Sudharnoto, Herman Arjuno, dan Joebaar Ajoeb. Lihat, Rhoma Dwi Aria Yuliantri dan Muhidin M. Dahlan, Lekra Tidak Membakar Buku, Yogyakarta: Merakesumba, 2008, hlm. 21. 1 2 Dalam ranah jurnalis, Njoto berkiprah dalam Harian Rakjat.6 dan menjabat sebagai pemimpin redaksi. Tulisan-tulisannya banyak mengeluarkan ide-ide Sosialisme. Seperti politik sebagai panglima, Sosialime hari ini dan hari esok bangsa-bangsa, Perubahan program partai, Marxisme ilmu dan amalannya ,Marxisme sebagai ilmu, Filsafat sebagai proletariat, Ekonomi sosialis, dan di dalam Editorial Harian Rakyat.Tulisan-tulisan Njoto membuatnya bersinggungan dengan pemerintah dan juga organ-organ lain yang antipati dengan hal komunisme (PKI) Hal ini terlihat dari polemik antara Harian Rakyat dengan Harian Merdeka.7 Pada awalnya, polemik tersebut, merupakan dialektika atas gagasan yang dikeluarkan Ali Sostroamijojo.8 dari PNI, yang menganjurkan terbentuknya gagasan satu partai, sebagai satu partai pelopor yang besar, dikarenakan bangsa indonesia telah menjadikan Pancasila sebagai satu asas bersama. Bagi B.M. Diah,9 pendapatnya Ali Sostroamijojo, perlu dipikirkan lebih matang, mengingat kegagalan dari Front Nasional yang pada akhirnya hanya menguntungkan salah 6 Terbit pada tanggal 31 Januari pada tahun 1951. Lihat Njoto, Peranan Pers Dalam Taraf Baru Ofensif Manipolis Pidato Ulang Tahun ke XIII HR, Jakarta: HR.___ , hlm. 3. 7 Polemik ini dimulai dengan tajuk rencananya harian merdeka yang memuat pendapat Ali Sastroamidjojo tentang pembentukan satu partai dan di balas dengan editorialnya Harian Rakyat sehingga konflik ini terjadi sampai tanggal 9 juli1964. Lihat Njoto, Polemik Merdeka Harian Rakyat, Yayasan Pembaharuan: Jakarta, hlm. 5-7. 8 Ali Sastroamidjojo merupakan ketua umun Partai Nasional Indonesia. Lihat H. Rosihan Anwar, Soekarno Tentara PKI: Segitiga Kekuasaan Sebelum Prahara Politik 1961-1965, Obor: Jakarta, 2007, hlm. 292. 9 “gagasan satu partai” dalam Induk Karangan Harian Merdeka, tanggal 2 Juni 1964. 3 satu golongan saja. Tanggapan yang dilakukan oleh B.M. Diah ditanggapi kembali oleh Njoto, yang juga menuliskan tentang sikap yang diutarakan oleh harian Berita Indonesia dan juga Harian Merdeka tentang gagasan pembentukan satu partai adalah sebuah gagasan yang didasari oleh “partai-phobia”.10 bertentangan dengan prinsip gotong-royong dan juga manipol-usdek.11 Polemik ini terus terjadi sampai pertengan bulan juli tahun 1964, sehingga presiden Soekarno mengeluarkan teguran untuk menyudahi polemik antara Njoto dengan B.M. Diah (Harian Merdeka) karena dinilai melemahkan persatuan nasional. Teguran tersebebut pada akhirnya dilakukan dalam kebijakan yang di keluarkan oleh kejaksaan Agung dengan dikeluarkannya penetapan presiden Nomer 5 tahun 1963, terutama kegiatan politik yang dilaksanakan dalam media pers. Polemik kembali mencuat terlebih dengan dibukanya UUPA tahun 1960 mengenai Reforma Argraria yang lebih di kenal Landreform.12 Realitas sosial ligkungan membentuk karakternya, keberpihakannya pada masyarakat kelas bawah terlihat, tidak saja pada karya-karya intelektualnya melainkan ia langsung terjun langsung dalam dunia politik praktis. Baginya politik adalah jalan untuk mewujudkan perubahan. 10 Partai phobia, berarti takut akan kekuatan partai. Dengan melihat konteks politik pada waktu itu, partai yang sangat ditakuti oleh PKI, yang mana Partai Komunis Indonesia merupakan salah satu partai yang memperoleh suara lima terbesar. Njoto. Editorial, Harian Rakjat, tanggal 4 Juni 1964. 11 Ibid., 12 Agrarian merupakan istilah baru untuk mengantikan Reforma Agraria atau isltilah program kerjanya pembagian tanah yang di sebut dengan Land Reform pada dekade 1950-1960. Lihat, Noer Fauzi dan Ghimire, Prinsip-Prinsip Reforma Agraria: Jalan Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat. Yogyakarta: Lapera, 2001, hlm.23. 4 Pertentangan idiologi komunisme antara Aidit dan Njoto dipengaruhi oleh cara pandang mereka melihat komunis. Aidit lebih cenderung pada Republik Rakyat Cina, sedangkan Njoto pada terhadap komunisme lebih cenderung pada Barat (Rusia). Perang dingin antara Aidit dengan Njoto berujung pada skorsing (pemberhentian) secara sepihak oleh Aidit, karena Njoto terlibat skandal percintaan dengan wanita Rusia yang dikenal di kedutaan RI di Moskow. Hal ini tidaklah dapat dipisahkan pada istilah “Soekarnois” yang ia cetuskan untuk para penggemar akan pemikiran Soekarno. Sedang disisi lain Bung karno, menyebut Njoto sebagai “Marheinis Sejati”. “Soekarnois” pada akhirnya bukan lagi milik dari penggemar dan pengagum Bung Karno, melainkan juga oleh lawan politiknya yang berusaha menjatuhkannya dengan menggunakan istilah “Soekarnois”. Melihat latar belakang perjalanan politik Njoto, maka perjalanan politik Njoto sangatlah kompleks, akan tetapi sebagai seorang yang sosialis-humanis dan mengambil Partai Komunis Indonesia sebagai wadah dari penyaluran aspirasinya, pada akhirnya ia harus menanggung konsekuensinya, diasingkan dan hilang. Penulis tertarik melihat lebih lanjut tentang pemikiran politik Njoto pada tahun 1948 sampai 1965. Pemikiran besarnya dimulai dari latar belakang keluarganya sampai dia menjadi orang yang berpengaruh di dalam PKI. Penelitian ini juga mengangkat tentang pemikiranya Njoto dan kiprahnya didunia Politik, diteruskan sampai dengan kematian Njoto setelah peristiwa 30 september 1965. B. Rumusan masalah 1. Bagaimana latar belakang kehidupan Njoto? 2. Bagaimana pemikiran Njoto di bidang politik? 5 3. Bagaimana akhir karir Njoto di bidang politik? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum a. Meningkatkan kemampuan berfikir kritis, analitis dan sistematis dalam mengkaji suatu peristiwa. b. Melatih penulis dalam menyusun sebuah karya sejarah dalam rangka mempraktekkan metodologi penelitian sejarah, sehingga dapat memperoleh wawasan kesejarahan dan menghasilkan karya sejarah yang baik. c. Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai sejarah Indonesia khususnya tentang karir politik Njoto. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui dengan jelas latar belakang kehidupan Njoto? b. Untuk mengetahui dengan jelas pemikiran Njoto di bidang politik? c. Untuk mengetahui dengan jelas akhir karir Njoto di bidang Politik? D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pembaca a.Melatih daya pikir kritis, analisis, dan obyektif dalam mengkaji suatu peristiwa sehingga dapat memahami berbagai nilai yang ada pada peristiwa tersebut. b.Tulisan ini diharapkan dapat menambah wawasan pembaca tentang Sejarah Indonesia, khususnya tentang karir politik Njoto. c.Tulisan ini akan memberikan gambaran awal karir politik Njoto dan karir politiknya sampai akhir karir politiknya. 6 d.Tulisan ini dapat menjadi sumber informasi atau acuan bagi penulisan karya tulis sejarah selanjutnya. 2. Bagi Penulis a. Penulis menggunakan penelitian ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan dari Universitas Negeri Yogyakarta. b. Penelitian ini dapat mengukur kemampuan penulis dalam meneliti, menganalisis dan merekonstruksi suatu peristiwa sejarah serta menyajikannya sebagai karya ilmiah dan objektif. c. Penulis memperoleh pengetahuan yang lebih jelas dan mendalam tentang sejarah Indonesia khususnya tentang karir politik Njoto. d. Penelitian ini dapat melatih mahasiswa untuk menerapkan metodologi sejarah dalam merekonstruksikan suatu peristiwa sejarah. E. Kajian pustaka Kajian pustaka sangat dibutuhkan untuk menunjang penulis dalam hal penelitian. Kajian pustaka merupakan jawaban sementara dari penelitian yang akan dilakukan. Kajian pustaka digunakan penulis untuk mendapatkan literatur atau pustaka-pustaka dalam penelitiannya. Rumusan masalah yang pertama adalah latar belakang kehidupan Njoto. Latar belakang kehidupan Njoto akan dikaji di dalam Njoto Peniup Saksofon di Tengah Prahara. Arief Zulkifli dan Bagia Hidayat. Jakarta. Kepustakaan Populer Gramedia. 2010. Tulisan dalam buku ini memaparkan Koesoemo Digdoyo atau yang disebut juga Njoto dilahirkan di Jember pada tanggal 17 Januari 1927.13 Njoto lahir dari pasangan Raden Sosro Hartono dengan Malsamah. Raden Sosro 13 Julius Poor. 2010., loc.
Recommended publications
  • INDO 94 0 1349469264 57 84.Pdf (672.6Kb)
    From Foe to Partner to Foe Again: The Strange Alliance of the Dutch Authorities and Digoel Exiles in Australia, 1943-1945 Harry A. Poeze The Netherlands East Indies, the vast Dutch colony, was invaded by the Japanese and occupied with relative ease. The Indies government surrendered on March 8,1942. In the days leading up to the surrender, on orders of the Dutch Governor General, a number of government officials left for Australia. The Dutch government in exile in London—Germany occupied the Netherlands from May 1940—authorized the formation of an Indies government in exile in Australia, named the Netherlands Indies Commission. The commission was inaugurated on April 8, 1942, and was headed by H. J. van Mook. Starting in April 1944, the Raad van Departementshoofden (Commission of Departmental Heads) acted as Van Mook's cabinet. It consisted of six members, with Loekman Djajadiningrat as the sole Indonesian among them. Matters regarding the Dutch and Indonesians in Australia were supervised by Ch. O. van der Plas, who held the rank of Chief Commissioner for Australia and New Zealand and who was undoubtedly the most influential member of the Raad. The Indonesians stranded in Australia beginning in March 1942—mostly seamen and soldiers—cost Van der Plas a lot of time and caused him much worry. Moreover, Indonesia 94 (October 2012) 58 Harry Poeze he was also responsible for the almost forgotten community of political prisoners, interned in Boven Digoel, in the Southeast New Guinea jungle. That part of the Netherlands Indies was all that was left of the Dutch realm.
    [Show full text]
  • The Green Revolution in Java
    Y, [,rr THE GREEN REVOLUTION IN JAVA: POLITICS ANID SOCIAL CTANGE I.]NDER THE IINEW ORDER'' GOVERNMENT R.J. MILICH B. A. (Hons . ) A thesis subnitted in the Politics Deparünent, Adelaide University, in fulfilment of the requirenent for the degree of Master of Arts. October 1975 (i) CONTENTS Page Table of Contents (i) Sumnary (iii) Declaration (v) List of Tables (vi) Glossary (viii) Preface (x) INTRODUCTION 1 CHAPTER 1: THE POLITICS OF RURAL DEVELOPMENT 4 Cultural and PoLitical Inperialisn 5 A Traditional Village? 9 Underdevelopnent and lnvolution L2 Class For¡nation 19 Class Conflict 24 Inplications for Rural Development 29 CHAPTER 2: THE GREEN "COIJNTER-REV0LUTr0N" (1968-70) 3L The Role of the State 32 The Counter-Revolution 34 Post 1966 Needs 40 Technical Change in the Rice Enterprise 42 The First Binas 43 The New Strategy 46 The Multinationals 48 Political and Econonic Costs 49 The Changing Role of the Cooperatives s7 CFIAPTER 3: THE GREEN REVOLUTION AND SOCIAL CHANGE 61 The ViLlages 61 Criteria for Survival 66 The Divisions of Wealth - The Large Landowners 7T Rural Credit 74 Farm Labor 77 Concentration of Land 87 (ii) CONTENTS (continued) Page CHAPTER 3: (continued) The Middle Farmers 90 The Poor Farrners 93 The Landless 96 Capital Substitution for Labor 99 Day-wage Rates 101 Poverty in Java L02 CHAPTER 4: IMPLICATIONS FOR REVOLUTION 108 The denands of Social Revolution 109 Objective Conditions for Peasant Revolution 111 The Green Revolution and the Social Status Quo in Java 115 Patron Client Bonds L17 The Green Revolution as a Catalyst for Social Revolution L2L Migration to the Cities L23 BIBTIOGRAPHY L28 (iii) SI.JMMARY Several illusions have been fostered by Indonesiars progranme for rural development.
    [Show full text]
  • U 0 0 ~ UJ T- Z-
    _.._- ~ u 0 0 ~ UJ t- z- ,... This pubHeation has been made possiblc through the co­ operation of American-Asian Educati· nal Exchange Inc. (New York), whose assistance is gratefully acknowledged. This assessment is the fourth in a series on developments in As ia. THE INOONESIAN COMMUNIST PARTY (PKI) 1. CAMBODIA - PTIOBLEMS OF NEUTRALITY AND IN­ AND lTS RELATIONS WITH THE SOVIET UNION DEPENDENCE AND THE PEOPLE'S REPUBLIC OF CHINA The Hague: INTERDOC May 1970 16 pp. by Cornelis van Dijk 2. SOUTH VIETNAM TAKES THE OFFENSIVE -LAM SON 719- The Hague: INTERDOe June 1971 March 1972 12 pp. 3. ACTlVITIES OF THE GDR IN INDIA The Hague: INTERDOe September 1971 39 pp. Translated from the Dutch by George Davis. International Documentation and Information Centre (INTEROOC) Van Stolkweg 10, The Hague Holland ï Katholieke Universiteit Brabant Bandnummer 0970029 Signatuur 2'3 .7/.f- .t ')l f'/CJ) :;l I The Author Cornelis van Dijk was born in Rotterdam in 1946. After matriculation he studied oriental sociology at the University of Leiden. In 1968 he became a student assistant in the Modern Indonesia Documentation Department of the Leiden Royal Institute of Philology, National Geography and Ethnology. After taking his master's degree in 1971, he was attached to this institute as a member of the research staff. He is currently editor of the journal Indonesia van Maand tot Maand (Indonesia Monthly). CONTENTS Page 1. The PKI between the World Wars 1 - The first stirrings of revolt 3 2. The PKI and the Indonesian Revolution 6 -a. United front policy 7 - b.
    [Show full text]
  • A Study of the Cultural Pages of Harian Rakjat in the Early 1950S
    The Communist Imagination: A Study of the Cultural Pages of Harian Rakjat in the Early 1950s Stephen Miller A thesis in fulfilment of the requirements for the degree of Doctor of Philosophy School of Humanities and Social Sciences, UNSW@ADFA, Canberra, Australia August 2015 2 Acknowledgements This dissertation would not have been possible without the enthusiasm, good humour, intelligence and patience of my primary supervisor, Paul Tickell. I cannot thank him enough for his continuing support and faith. He was well supported by my co-supervisors, Emeritus Professor Barbara Hatley and Dr. Edwin Jurriens. I want to especially thank Barbara for her patience in reading drafts in the final throes of thesis production. Dorothy Meyer saw the project through from the beginning of candidature until submission, providing companionship, coding advice, proof reading, and general editing support. Her enthusiasm and passion for my work were central to the thesis reaching the point of submission. The keen grammar sense of my mother, June Miller, helped improve the readability of many sections of the writing. Dr. Kaz Ross also deserves to be mentioned for a late reading of a complete draft and pushing me to submit. It is great to have good colleagues in your corner. I would also like to thank the administrative staff at UNSW at ADFA, especially Bernadette McDermott, who has always been flexible and helpful when dealing with a candidature that lasted far too long. During the prolonged revision process Rifka Sibarani’s support, enthusiasm, and affection was much appreciated, as it continues to be post-thesis. So many other people have also helped me out at various times—students, colleagues, friends, family, comrades.
    [Show full text]
  • Book Review Aidit: “Dua Wajah Dipa Nusantara”
    Book Review Aidit: “Dua Wajah Dipa Nusantara” Zsazsa Bhaskara Pramudhita and Prihantoro, S.S., M.A. English Department, Faculty of Humanity, Diponegoro University, Semarang 50275 Abstract DN Aidit is the most controversial figure in Indonesia’s history. DN Aidit’s name become some kind of taboo to be discussed or talked. After the “New Order” era, DN Aidit’s name begin to be discussed on media again. Many books discussed DN Aidit, one of them is Aidit: Dua Wajah Dipa Nusantara. This book discussed two sides of DN Aidit, DN Aidit’s good side and bad side. This book offers a more complete version of DN Aidit. This final project will discuss and analize about this book. Keyword: DN Aidit, Indonesia’s history, two sides of DN Aidit, G30S/PKI. Abstrak DN Aidit merupakan tokoh paling kontroversial dalam sejarah bangsa Indonesia. Nama DN Aidit menjadi hal tabu untuk dibicarakan atau didiskusikan. Setelah masa orde baru berakhir nama DN Aidit kembali banyak didiskusikan melalui beragam media baik lisan maupun cetak. Banyak buku yang membahas DN Aidit , salah satunya adalah Aidit: Dua Wajah Dipa Nusantara. Buku ini berisi dua sisi dari DN Aidit yaitu sisi baik dan sisi buruk. Dan buku ini menyajikan versi yang lebih komplet dari tokoh yang kontroversial ini. Final project ini akan mencoba untuk menganalisisnya. Kata kunci: DN Aidit, sejarah Indonesia, dua sisi DN Aidit, G30S/PKI. CHAPTER I he is and what he has done but there are INTRODUCTION still many things about DN Aidit that 1.1. Background of Writing still remain undiscovered and untold. History is a series of events that Most of Indonesians would think that happened in the past that affects the DN Aidit is the brain of 1965 coup.
    [Show full text]
  • Edisi Khusus Tempo
    SERI BUKU TEMPO : ORANG KIRI INDONESIA Njoto Peniup Saksofon Di Tengah Prahara DAFTAR ISI Laporan Khusus Peniup Saksofon di Tengah Prahara Saat Lek Njot Bersepatu Roda Lahir dari keluarga keturunan ningrat Solo. Suka musik klasik. Pedagang Batik Pembela Republik Revolusi Tiga Serangkai Ia belajar komunisme sejak belia. Bersama Aidit dan Lukman melakoni sejarah yang sama. Yang Tersisih dari Riak Samudra Ia tak tahu Gerakan 30 September. Menjelang insiden, disingkirkan dari partai. Jalan Curam Skandal Asmara Karier politik Njoto hampir tamat karena perempuan. Jabatannya di partai dilucuti. Soekarnoisme dan Perempuan Rusia Bung Karno menganggap Njoto tak seperti tokoh Partai Komunis Indonesia yang lain. Terpikat kesamaan ideologi. Merahnya HR, Merahnya Lekra Njoto memanfaatkan Harian Rakjat sebagai senjata agitasi dan propaganda partai. Namun ia menyelamatkan film Hemingway dari daftar haram, dan menolak memerahkan seluruh Lekra. Serba Kabur di Akhir Hayat Nasib Njoto tak pernah jelas hingga kini. Kabarnya, ia dihabisi dan jenazahnya dibuang ke Kali Ciliwung. Rahasia Tiga Dasawarsa Soetarni, istri Njoto, hidup sebelas tahun di penjara. Tujuh anaknya hidup berpisah, tinggal bersama sanak saudara. Kenangan di Jalan Malang 1 Secuil AsmAsmaraara Khong Guan Biscuit Karier politik Njoto berantakan setelah skandal percintaannya dengan perempuan Rusia terendus Jakarta. Ia tetap suami setia. Karena Janji Setia Hanya satu dekade mereka bersama. Sel penjara tak meluruhkan cintanya. Puisi Pamflet Sang Ideolog Njoto merayu calon istrinya dengan puisi cinta. Dia orang Lekra yang menyarankan agar tidak "menghancurkan" Hamka dalam kasus Tenggelamnya Kapal Van der Wijk. Kalau Sayang, Aturan Dilangkahi Ahli di berbagai bidang, Njoto menampilkan sosok PKI yang sama sekali berbeda. Dia dikenal pilih-pilih teman. Seorang Istri Empat Dasawarsa Kemudian Politbiro PKI, Njoto, dan G30S 2 NNNJOTONJOTOJOTO:: Peniup Saksofon di Tengah Prahara (Edisi Khusus Majalah Tempo Oktober 2009) IA berbeda dari orang komunis pada umumnya.
    [Show full text]
  • Planters Against Peasants
    PLANTERS AGAINST PEASANTS VERHANDELINGEN VAN HET KONINKLIJK INSTITUUT VOOR TAAL-, LAND- EN VOLKENKUNDE 97 KARL]. PELZER PLANTERS AGAINST PEASANTS THE AGRARIAN STRUGGLE IN EAST SUMATRA 1947-1958 'S-GRAVENHAGE - MARTINUS NI]HOFF 1982 © Copyright 1982 by KoninklIjk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde, Leiden, The Netherlands_ All rights reserved, including the right to translate or to reproduce this book or parts thereof in any form. Printed in The Netherlands ISBN 90.247.6182.4 CONTENTS Introduction by Clifford Geertz VII Editorial Note XII List of Abbreviations XV List of Tables XVIII Chapter I The Negara Sumatera Timur and the Agrarian Issue 1 Chapter II The Republic of Indonesia and the Agrarian Problem 17 Chapter III The Indonesian Communist Party and the Agrarian Issue 30 Chapter IV The Agrarian Controversy in Sumatera Timur from the Time of Transfer of Sover- eign ty to the Tanjungmorawa Incident 47 Chapter V The First Ali Sastroamidjojo Cabinet and the State Commission for the Division of Estate Lands in East Sumatra (1953-1954) 83 Chapter VI Years of Mounting Frustration for the Planter (1955-1956) 110 Chapter VII The Nationalization of Dutch Plantations 147 Notes 171 Index 182 INTRODUCTION In social history, as in so much else, special cases often turn out to be the most deeply representative: Venice, Cairo, California. East Sumatra, whose evolution from commercial enclave to poli­ tical nightmare Karl Pelzer took as the subject of his last and finest work, is a most unstandard place. Nowhere else in Indo­ nesia, not even Central Java, did plantation agriculture develop so extensively, so resourcefully, so profitably, or so destructively.
    [Show full text]
  • Merangkak Di Bawah Bendera Merah Sejarah Perkembangan Partai Komunis Indonesia Tahun 1948 Sampai Tahun 1955
    MERANGKAK DI BAWAH BENDERA MERAH SEJARAH PERKEMBANGAN PARTAI KOMUNIS INDONESIA TAHUN 1948 SAMPAI TAHUN 1955 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Program Studi Ilmu Sejarah Disusun Oleh Nama : Ajeng Dewanthi NIM : 014314001 PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH JURUSAN SEJARAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007 i ii iii Ithaca When you set out on your journey to Ithaca Pray that road is long, Full of adventure, full of knowledge The lestrygonians and the Cyclops The angry Posedion-do not fear them You will never find such as these on your path If your thoughts remain lofty, if a fine emotion touches your spirit and your body The Lestrygonians and the Cyclops The fierce Posedion you will never encounter if you do not carry them within your soul if your heart does not set them up before you Pray that road is long That the summer mornings are many, when, with pleasure, with such joy You will enter ports seen for the first time; Stop at Phoenician markets And purchase fine merchandise, Mother-of pearls and coral, ember and ebony, and sensual perfumes of all kinds, As many sensual perfumes as you can; Visit many Egyptian cities, to learn and learn from scholars. Always keep Ithaca in your mind. To arrive there is your ultimate goal. But do not hurry the voyage at all. It is better to let it last for many years; And to anchor at the island when you are old Rich with all you have gained on the way, Not expecting that Ithaca will offer you riches Ithaca has given you beautiful voyage Without her you never have set out on the road She has nothing more to give you And if you find her poor, Ithaca has not deceives you Wise you have become, with so much experience You must already have understood what Ithaca means Constantine Cavafy (1863-1933) Diterjemahkan oleh Rae Dalven Take from: The Zahir by Paoulo Coelho iv Persembahan My Lord “Allah” yang telah memberiku hidup, “Misteri” yang menciptakan dunia.
    [Show full text]
  • J-INFORMASI 2021 N0 1.Indd
    Informasi - ISSN (p) 0126-0650; ISSN (e) 2502-3837 Vol. 51, No. 1 (2021), pp.27-44, doi: http://doi.org/10.21831/informasi.v51i1.32778. 27-44 Jajasan “Pembaruan”: Propaganda discourse through its printed products Rhoma Dwi Aria Yuliantri Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta, Indonesia Email: [email protected] Abstract The purpose of this paper is to describe Jajasan “Pembaruan” as a publisher that produced printed materials in the form of magazines and books in Indonesia (1950-1966). This study might be categorized in the history of communication as a political frame. This article examines particularly on how Jajasan “Pembaruan” as a political agent carried out propaganda with printed material productions in the form of book and magazine publications. As an agent of trans-nationalism, through the content in the publication, Jajasan “Pembaruan” as well as being a medium in shaping the concept of identity politically and culturally through discourse politics. This research shows that the publications by Jajasan “Pembaruan” were agents of political propaganda pioneered by several young people (political activists and leftist thinkers), the Indonesian Communist Party. Thus, the productions by Jajasan “Pembaruan” were at the same time a strong foundation in providing theory, politics, and practices regarding the idea of ​​a “new way”, especially among the cadres of the Indonesian Communist Party about Indonesian political identity. Propaganda spread through books or magazines published by Jajasan “Pembaruan” was one of the discourse efforts of “decolonialization” in spreading various communist political views. Production or printed materials by Jajasan “Pembaruan” received 27 Informasi, Vol.
    [Show full text]
  • Political Battle of Mass Media Critical Discourse Analysis: Suara Partai Masjumi Magazine and Bintang Merah Magazine in 1951
    ISSN 2411-958X (Print) European Journal of May-August 2015 ISSN 2411-4138 (Online) Interdisciplinary Studies Vol.2, Nr. 1 Political Battle of Mass Media Critical Discourse Analysis: Suara Partai Masjumi Magazine and Bintang Merah Magazine in 1951 Rhoma Dwi Aria Yuliantri M. Pd A lecturer of History Education Program,UNY Yogyakarta) Dosen Pendidikan Sejarah, FIS UNY [email protected] Anggit Darmatadara Student of Master of LInguistics Program, Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada (UGM) - Mahasiswa S2 Liguistik UGM [email protected] Abtract This research finds that the language used by Suara Partai Masjumi and Bintang Merah using direct and clear statement in delivering their own ideology. Both also have contrast differences in the vocabulary choices. Suara Partai Masjumi presents Islamic party using the vocabulary influenced by Islam for instance the use of Arabic language for example Muktamar, Djihad, etc . This magazine also cites holy Al-Qu’ran ayat and brings Islamic leaders inside the articles. In the other hand, Bintang Merah magazine as its party ideology intentionally uses marxis term like revisionis, trotskisme, materialisme, etc. This magaizne cites communism and the communist leader. The intention of their publication is to campaign their ideologis and political party’s ideas, they are Partai Masjumi and Partai Komunis. Besides, as the informative magazine, it is also as a material source of their members only to educate their members however in society education it does not give any contributions. Keywords: Media, History, Critical Disrcourse Analysis, Political Battle INTRODUCTION Indonesian presidential campaign, on July 9th, 2014 has been written as the political history of Indonesia.
    [Show full text]
  • 1 Surat Dari Presiden Soekarno Kepada Ketua DPR Mengenai Bentuk Peraturan-Peraturan Negara
    KOTI I. INTERNAL KOTI A. Panglima Besar KOTI 1 Surat dari Presiden Soekarno kepada Ketua DPR mengenai bentuk peraturan-peraturan negara. 20 Agustus 1959 salinan 1 sampul 2 Pidato Presiden Soekarno dalam Sidang Majelis umum PBB ke XV. 30 September 1960 fotokopi 1 sampul 3 Naskah pidato Presiden Soekarno tentang Resopim. 17 Agustus 1961 fotokopi 3 lembar 4 Artikel mengenai pidato Presiden Soekarno tentang revolusi yang dikutip dari Harian Bintang Timur. 27 Nopember 1961 fotokopi 4 lembar 5 Naskah amanat Presiden Soekarno kepada para jaksa peserta kongres ke-3 di Bogor. 24 April 1962 konsep 3 lembar 6 Pidato Presiden Soekarno pada Pelantikan Panitia Museum Sejarah Tugu Nasional, Istana Merdeka, Jakarta. 03 Januari 1964 fotokopi 3 lembar 7 Agenda mengenai Acara Harian Presiden Sukarno beserta daftar tamu-tamu yang menghadap presiden. 1964 - 1966 asli 1 sampul 8 Laporan mengenai amanat PJM Presiden kepada Para Ketua/Induk Koperasi di Istana Negara berhubung akan diadakan Munaskop-II. tt fotokopi 8 lembar 9 Laporan mengenai pidato Presiden Soekarno pada rapat raksasa Dwi Dasawarsa RI dan pidato 17 Agustus. tt salinan 3 lembar B. Gabungan - 3 KOTI 10 Surat Perintah Umum untuk Sukarelawan/Sukarelawati Dwikora untuk mengadakan kesiapan tempur tingkat tinggi. 11 September 1964 stensilan 1 lembar 11 Laporan tentang suara-suara pers di ibu kota dan pernyataan partai politik mengenai Komando Gerakan Sukarelawan. tt fotokopi 2 lembar C. Gabungan - 5 KOTI 1. Bidang Hankam 12 Laporan kepada Perwira Staf KSAD tentang pemberontak PRRI, perjudian gelap, kepemilikan senjata api gelap dan pencopet yang bermarkas di Hotel Jakarta. 30 Maret-20 Oktober 1958 asli 1 sampul 13 Materi ceramah Brigjen S.
    [Show full text]
  • INDO 8 0 1107140084 1 20.Pdf (1.115Mb)
    The Great Mosque at Demak, North Java, during the campaign for the 1955 general elections. Photo: Claire Holt. CLASS, SOCIAL CLEAVAGE AND INDONESIAN COMMUNISM* Rex Mortimer Interest conflicts among social classes provide the founda­ tion upon which communist theories of revolution are constructed, and the strategic formulations of communist parties place heavy reliance upon class factors as motors of their political devel­ opment. To a greater or lesser degree, however, specific com­ munist movements have been affected in their strategies by the operation of other social cleavages impinging on the political process. Thus in the Russian revolution, the "war or peace" issue was a vital element in Bolshevik calculations; in China, Vietnam and Yugoslavia, the national struggle played a critical role in shaping lines of division to some extent cross-cutting class loyalties. The implications of these interactions for the ideologies of the parties concerned is a complex study, but I think it is true to say at least that class issues in each case have always continued to occupy a prominent role.* 1 2 In the case of the Indonesian Communist Party under the Aidit leadership (1951-1965), on the other hand, we probably have the most outstanding example among major communist parties of a trend away from class strategy. The strategic concepts of the PKI were cast in terms of class theory, particularly in the early years after the assumption of the Aidit leadership, but the theory was increasingly "bent" to accommodate the influence of other bases of social cleavage upon the PKI’s political work. The fundamental reasons for this ideological shift, it will be argued here, are to be found in the specific features of Indo­ nesian social structure and political history and, in particular, the weakness of class "contradictions" in comparison with other bases of social conflict.
    [Show full text]