MERANGKAK DI BAWAH BENDERA MERAH SEJARAH PERKEMBANGAN PARTAI KOMUNIS TAHUN 1948 SAMPAI TAHUN 1955

SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Program Studi Ilmu Sejarah

Disusun Oleh Nama : Ajeng Dewanthi NIM : 014314001

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH JURUSAN SEJARAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007

i

ii

iii Ithaca

When you set out on your journey to Ithaca Pray that road is long, Full of adventure, full of knowledge The lestrygonians and the Cyclops The angry Posedion-do not fear them You will never find such as these on your path If your thoughts remain lofty, if a fine emotion touches your spirit and your body The Lestrygonians and the Cyclops The fierce Posedion you will never encounter if you do not carry them within your soul if your heart does not set them up before you

Pray that road is long That the summer mornings are many, when, with pleasure, with such joy You will enter ports seen for the first time; Stop at Phoenician markets And purchase fine merchandise, Mother-of pearls and coral, ember and ebony, and sensual perfumes of all kinds, As many sensual perfumes as you can; Visit many Egyptian cities, to learn and learn from scholars.

Always keep Ithaca in your mind. To arrive there is your ultimate goal. But do not hurry the voyage at all. It is better to let it last for many years; And to anchor at the island when you are old Rich with all you have gained on the way, Not expecting that Ithaca will offer you riches

Ithaca has given you beautiful voyage Without her you never have set out on the road She has nothing more to give you

And if you find her poor, Ithaca has not deceives you Wise you have become, with so much experience You must already have understood what Ithaca means

Constantine Cavafy (1863-1933) Diterjemahkan oleh Rae Dalven Take from: The Zahir by Paoulo Coelho

iv Persembahan

My Lord “Allah” yang telah memberiku hidup, “Misteri” yang menciptakan dunia. Gunung batu tempat aku bersandar. Yesus yang telah memberi kekuatan dan begitu banyak inspirasi dalam hidup You are the best!!!

Papa, Mama, Dimas, Angga, Kastrin Tidak ada kata lain selain “Maaf atas segala keterlambatan ini”. I love you Pa, Ma, Dim’s, NG’a, A’tin.

Rm. FX. Baskara T Wardaya Saya belajar banyak walau kadang saya tidak mengerti, saya berusaha keras bangkit walau kadang saya jatuh. Saya mencari diri saya walau kadang tidak segera menemukan. Tapi saya yakin suatu hari saya akan mencapai tujuan dari hidup itu sendiri. Terima kasih.

Izarius Hiroki Ostheim But I being a poor, I’ve only have my dream I spread my dream under your feet. Turn it softly. Because you stride up my dream

Sutarmi dan Riska Terimakasih telah menjadi “gila” bersamaku dan menjadi orang yang paling mengerti aku selama enam tahun ini. Aku merindukan percakapan kita tentang dunia yang freak ini. I love you.

Nana Hidup itu abu abu-abu karena tidak ada yang hitam dan yang putih

Kesepian, kemarahan, perjuangan dan kebanggaan Terima kasih karena telah bersama saya dan menemani saya

With Love,

Anthi

v

vi Abstrak

Skripsi ini berjudul “Merangkak Di Bawah Bendara Merah. Perkembangan Partai Komunis Indonesia tahun 1948 Sampai Tahun 1955”, bertujuan untuk menjawab tiga pokok permasalahan yang menjadi perhatian penulis, yaitu: 1). Bagaimankah PKI dapat terlibat dalam peristiwa Madiun tahun 1948 ?. 2). Bagaimanakah strategi PKI membangun kembali partainya setelah kehancurannya dalam peristiwa Madiun 1948 antara tahun 1950 sampai tahun 1955. 3). Bagaimanakah hubungan PKI dengan organisasi-oragnisasi di luar partai antara tahun 1950 sampai tahun 1955.

Kehancuran Partai Komunis Indonesia pada tahun 1948 dan kemunculannya kembali pada tahun 1950 merupakan bagian dari dinamika politik Indonesia setelah Proklamasi 1945. Proses kehancuran dan perkembangan PKI dipengaruhi dua faktor utama yaitu faktor eksteren dan faktor interen partai. Faktor eksteren adalah kondisi politik yang berlaku pada saat itu.Sedangkan faktor interen lebih menitik beratkan pada peran tokoh yang membawa partai itu pada kemunduran partai. Hal ini dapat tercermin dalam dua tipe kepemimpinan pada tahun 1948 dan tipe kepemimpinan Dipa Nusantara Aidit pada tahun 1951.

Penulisan skripsi ini bersifat diskriptif analitis. Data yang diperoleh dalam penyusunan skripsi ini ialah melalui studi pustaka (Library research). Metode penelitaiannya adalah menggunakan metode sejarah. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penulisan sejarah yaitu mencakup heuristik, kritik sumber, interpretasi dan historiografi. Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan historis, politik dan sosial.

vii ABSTRACT

The undergraduate thesis titled “Creeping Under the Red Flag of Indonesian Communist Party Development from 1948 to 1955”, was aimed to answer three major problems as follows. 1) How could PKI (Indonesian Communist Party) be involved in in 1948? 2) What were the strategies PKI uses to rebuild its party after destruction in 1948 Madiun event from 1950 to 1955? 3) How was the relationship between PKI with other organizations out side the party from 1950 to 1950?

The destruction of Indonesian Communist Party in 1948 and its resurgence in 1950 were parts of Indonesian political dynamics after 1945 Proclamation. The destruction and development processes of PKI were influence by two factors; they are internal and external factors of the party. The internal factors more emphasized on the roles of figures brought about the declining party. External factor was political climate at the time. It could be seen on two leadership styles of Musso in 1948 and Dipa Nusantara Aidit in 1951.

This undergraduate thesis was written in descriptive-analytical way. The data obtained in through library research. The research method use historical one. I writing this thesis, the writer use historical method that include heuristic, resource critique, interpretation and historiography. While the approaches use here were historical, political and social.

viii KATA PENGANTAR

Puji Syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kasih, Misteri yang telah membuat kehidupan sedemikian indah dan hidup. Ia yang telah memberikan kekuatan untuk berjuang di tengah kebosanan dan keputusasaan saya dalam hidup sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dalam doa yang tidak kunjung putus.

Skripsi ini tidak akan pernah saya selesaikan jika tidak ada tangan-tangan yang membimbing saya baik itu secara moril dan spiritual. Jika tidak ada mereka yang mendukung saya entah itu dengan teguran, sapaan, informasi, bimbingan, mengarahkan saya, kritikan yang membangun hidup saya. Dengan segala kerendahan hati saya mengucapkan rasa terimaksih kepada:

1. Dr. Fr. B. Alip, M. Pd. M. A. Selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Drs. Hery Santosa M. Hum, selaku Ketua Program Studi Ilmu Sejarah

Universitas Sanata Dharma dan yang juga merangkap dosen pembimbing saya

selama 6 tahun ini. Terima kasih telah begitu baik mendengarkan keluh kesah

saya dan juga telah begitu bersahabat dengan saya selama ini di ruang kerja

yang begitu sempit.

3. DR. Fx. Baskara T. Wardaya SJ selaku dosen pembimbing. Maaf atas semua

kemalasan dan seluruh perbuatan saya yang selama ini kurang berkenan di

hati Romo. Saya juga berterima kasih atas seluruh nasehat dan percakapan

ix Romo yang telah memberikan saya begitu banyak inspirasi dalam hidup saya.

Maafkan atas kebandelan saya selama ini.

4. Dosen-dosen Ilmu Sejarah yang telah membagikan pengetahuaan dan

pengalamannya kepada penulis dan selalu terbuka dengan kedatangan penulis

di masa kuliah: Pak Rio, Om Sandy, Bu Ning, Pak Nardi, Pak Anton, Pak

Djoko (Dosen Bahasa Inggris), Pak Manu (Dosen Bahasa Belanda) dan

dosen-dosen yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

5. Kedua orang tuaku, Bpk Yohanes Babtista Bambang Priyadi dan Isidora

Kwadriyantini yang telah mendampingi dengan kesabaran penulis selama

masa pembuatan skripsi dan yang telah dengan sabar menghadapi sifat keras

kepala penulis dalam segala hal. Terima kasih juga untuk ketiga adikku

tercinta Dimas, Angga, Kastrin yang telah memberikan begitu besar inspirasi

untuk menjadi kuat. “Maaf atas keterlambatan ini”

6. Kedua teman seperjuanganku yang telah mengerti kegilaanku pikiranku lebih

dari siapapun selama masa kuliah ini: Sutarmi dan Riska. Terima kasih atas

teguran-teguran dan sapaan disaat saya lelah dalam proses penulisan skripsi.

Ajakan-ajakan diskusi dan obrolan ringan disaat saya mengalami kemacetan

pikiran. Canda tawa serta makian yang membuat hari saya lebih baik saat saya

disaat saya letih. Kalian yang terbaik. I love you

7. Teman-teman kelas 2001 dan seluruh kawan kawan di fakultas Sastra Ilmu

Sejarah. Krisna kecil dan besar, Tato, Edi, Lazarus, Erna, Lina, Adit, Eka,

x Sumaryanto, Edi-Tolo (2001). Upik, Mbak Yus, Nana, Darwin, Nana , Max’s,

Eko, Yosie, Elang, Agus, Keke, Veni,

8. Teman-teman IKAHIMSI dari Sabang sampai Meroke; Eva Kartini, Rico,

Iqbal (USU), Safrinal Ocson, Ivan, Irham, Idal (UNAND), Mas Erwin (UI),

Anjas (UNDIP), Husni (UGM), Kartum (UI), Iin (UNM), Sammy(UN

Patimura). Bertemu kalian adalah salah satu pengalaman paling berharga

dalam hidup saya. I hope we will meet in the prefect day to discuss about

history again

9. Khairul, Terimakasih telah membuat saya semakin mencintai sejarah melalui

e-mail dan seluruh percakapan kita selama tiga tahun. Terima kasih atas

dorongannya untuk menulis topik ini tiga tahun yang lalu. Maaf atas segala

keterlambatan ini.

10. Untuk seluruh kawan-kawan yang telah membuat saya berproses, yang

mengajari saya banyak hal tentang makna hidup, persahabatan, cinta,

pengorbanan dan perjuangan. Mereka yang telah mewarnai hari saya sampai

saat ini: Andri, Henny, Surex, Tommy Kalbuadi, Juliagi Kandati, Agnes and

her daughter Sunar, I love you. Dewo (terima kasih kita tetap menjadi teman

baik setelah badai-I love you), Thopan, Deni, Bayu, Berney, Charlie (the

Moonophone child) “guy’s terimakasih atas pelajarannya mengenai

bagaimana menghargai musik dan seni. Untuk Cimot, Mas Jo, mbak Angga,

mbak Melon, The Ambon, Dian (Perak community), mbak Ika, DJ Tobi

Koyama, Alex’s, Arif, Lukman, Amox’s alias Mahmud, Maher. kawan-kawan

xi di “Bintang” Sosrowijayan, kawan-kawan warnet “Huwa-Huwa” Babarsari

sepecial thanks to Iis. Tim Gradhakan Lawu’99-01: Lethek, Slamet, Dwek,

Edik. Terima kasih telah mengajari saya mencintai alam. Bekti, Andri

“Semunsa” Solo, Charoline, Maik Sauerland “Guss Gott. Vielen dank fur wir

redden,” Malve and bitch crew (terimakasih atas nasehatnya). To: Nana

Thank you for everything and I’m sorry if I disappoint you in this felling

about Him. Galih: I will never forget you my friend dan seluruh orang yang

tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah saya temui selama

perjalanan hidup.

11. Band-band yang senantiasa menemai saya dalam penulisan Skripsi. Yang

telah menemani dihari-hari pembuangan saya di depan komputer: Cold Play,

Marron5, Robbie Williams, Kings of Convenience, OASIS, Royksoop and

The Moonophone band, Ballads of the Chiclle, The Fake, Ivy, POD, Life

house, Keane, Breaking Benjamin and The Beathels.

12. Djoko Atmojo (the Unthux). Terima kasih atas bantuannya selama proses

akhir penulisan skripsi ini dan terimakasih atas kesabarannya mendengarkan

segala keluh kesah penulis. Thanks God I found you.

13. And the finally ucapan terima kasih yang teramat dalam kepada seseorang

yang telah membuat saya kembali untuk mencoba menemukan diri saya

kembali. Seseorang yang secara sadar atau tidak sadar telah membuat saya

memandang sebuah sisi gelap dunia dan membuat saya kembali melihat

terang. Terimakasih atas percakapan-percakapan yang membawa saya pada

xii sebuah inspirasi terbesar dalam hidup saya yaitu untuk pergi ke sebuah tempat

bernama “Ithaca”. Teruntuk Izharius Hirokie Ostheim. Untuk segala sesuatu

ada masanya. Ada waktu membunuh; ada waktu menyembuhkan. Ada waktu

untuk memeluk ada waktu untuk menahan diri dari memeluk; ada waktu untuk

merobek ada waktu untuk menjahit. percayalah Ia akan membuat semuanya

indah pada waktunya. (Pengkotbah 3: 3,5,7,11)

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan berbagai pihak, penulisan skripsi ini tidak akan selesai. Skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis memohon kerelaan pembaca untuk memberikan saran dan kritik demi tercapainya kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan terutama bagi perkembangan Ilmu Sejarah di Indonesia.

Penulis

xiii DAFTAR ISI

HALAMA JUDUL ...... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...... ii HALAMAN PENGESAHAN...... iii HALAMAN MOTTO ...... iv HALAMAN PERSEMBAHAN ...... v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...... vi ABSTRAK ...... vii ABSTRACT ...... viii KATA PENGANTAR ...... x DAFTAR ISI ...... xiv DAFTAR LAMPIRAN ...... xviii

BAB I PENDAHULUAH...... 1 A. Latar Belakang Masalah...... 1 B. Perumusan Masalah ...... 5 C. Tujuan Penulisan ...... 5 D. Pembatasan Masalah ...... 6 E. Manfaat Penulisan ...... 7 F. Teori dan Metodologi Penulisan ...... 7 G. Hipotesa ...... 11 H. Tinjauan Pustaka ...... 12 I. Sistematika Penulisan ...... 14

xiv BAB II SITUASI POLITIK INDONESIA MENJELANG PERISTIWA MADIUN 1948 ...... 17

A. Kondisi politik Indonesia setelah perjanjian Renville 1948 ...... 18 1. Perjanjian Renville 1948 dan Mundurnya Amir Syarifudin ... 18 2. Pemerintahan Hatta dan Perpecahan Partai Sosialis ...... 20 a. Pembentukan Pemerintahan Hatta 1948...... 20 b. Perpecahan Partai Sosialis dan Pembentukan Front Demokrasi Rakyat...... 27 B. Partai Komunis Indonesia Menjelang Peristiwa Madiun 1948 … 30 1.PKI dan Perubahan Garis Kebijakan Kiri ...... 31 2. Djalan Baru Musso dan PKI Agustus 1948 Sampai September 1948 ...... 36 C. Program Reorganisasi dan Rasionalisasi Militer Kabinet Hatta ... 40 1. Program Reorganisasi dan Rasionalisasi Hatta...... 40 2. Reaksi Laskar-Laskar Rakyat Terhadap Program Reorganisasi dan Rasionalisasi Militer ...... 42 D. Peristiwa-Peristiwa Menjelang Peristiwa Madiun 1948 ...... 45 1. Peristiwa Delanggu 1948 ...... 45 2. Peristiwa 1948 ...... 47

BAB III PKI DAN PERISTIWA MADIUN 1948 ...... 49 A. Peristiwa Madiun 1948 ...... 50 B. Usaha Penghancuran Orang-Orang Kiri ...... 56 1. Strategi Penghancuran PKI Dari Yogyakarta ...... 56 2. Usaha Pertahanan Laskar-Laskar Rakyat dan PKI di Madiun ...... 59 C. Analisa Kesalahan PKI Dalam Peristiwa Madiun 1948 ...... 64

xv BAB IV : STRATEGI PKI TAHUN 1950 SAMPAI TAHUN 1955 DI BAWAH KEPEMIMPINAN DIPA NUSANTARA AIDIT.. 69 A. PKI Masa Transisi dan Kepemimpinan Tahun 1950 Sampai tahun 1951...... 71 1. PKI di Bawah Alimin 1950 Sampai 1951...... 71 2. Konflik Golongan Tua dan Golongan Muda PKI di Bawah Kepemimpinan Alimin Tahun 1950 Sampai Tahun 1951 ...... 75 B. Strategi Pembangunan PKI 1951 Sampai Tahun 1955...... 78 1. Perkembangan Pemikiran PKI Tahun 1950 Sampai Tahun 1955...... 79 2. Proses Pendisiplinan dan Gerakan Studi PKI ...... 83 3. Pembentukan Front persatuan Nasional ...... 86

BAB V : HUBUNGAN PKI DENGAN ORGANISASI-ORGANISASI DI LUAR PARTAI ...... 88 A. Organisasi-Organisasi Massa Yang Berafiliasi Dengan PKI ...... 89 1. Sentral Organisasi Buruh Indonesia (SOBSI) ...... 89 2. Barisan Tani Indonesia (BTI) ...... 93 3. Gerakan Wanita Indonesia (GERWANI)...... 95 4. Lembaga Kebudayaan Rakyat (LEKRA)...... 98 5. Pemuda Rakjat (PR)...... 101

B. Hubungan Politik PKI dengan Masjumi ...... 102 1. Hubungan PKI dan Masjumi Dalam Sebuah Tantangan Menjawab Demokrasi ...... 102 2. PKI dan Front Anti Komunis (FAK) ...... 109

xvi BAB VI : PKI DAN PEMILIHAN UMUM 1955 ...... 115 A. Proses Pengesahan Undang-Undang Pemilihan Umum dan Pembentukan Panitia Pemilihan Indonesia (PPI)...... 116 B. Kampanye Pemilihan Umum dan Strategi PKI Dalam Persaingan Antar Partai...... 124 1. Hubungan PKI dan PNI Selama Masa Kampanye...... 129 2. Hubungan PKI dan Masjumi Selama Masa Kampanye..... 132 C. Perhitungan suara PKI dan Dinamika Politik Setelah Pemilihan Umum 1955 ...... 137 1. Analis Hasil Perolehan Suara PKI Dalam Pemilihan Umum 1955 ...... 137 2. Kondisi Politik Indonesia Setelah Pemilihan Umum 1955...... 143

BAB VII : PENUTUP ...... 145

BIODATA PENULIS LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR PUSTAKA

xvii DAFTAR LAMPIRAN

1. ANGGARAN DASAR PARTAI KOMINIS INDONESIA

2. Makloemat PKI No 1 tanggal 17 November 1945

3. Djalan Baru Untuk Republik Indonesia Bab I tentang lapangan keorganisasian

4. Hasil Perhitungan Suara Partai-Partai Dalam Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Konstituante 1955

xviii 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah sebuah partai tertua di Indonesia dibandingakan dengan partai-partai yang muncul setalah Proklamasi kemeerdekaan

Indonesia 17 Agustus tahun 1945. Partai ini memiliki tujuan untuk menciptakan masyarakat proletar atau masyarakat tanpa kelas dan untuk mecapai tujuannya tersebut PKI harus memiliki sifat revolusioner. Dalam komunis, partai komunis adalah alat untuk mencapai tujuan dari ideologi. Struktur dalam organisasi partai komunis memiliki sistem distribusi partai dan keanggotaan yang cukup ketat. Hal ini terlihat dari proses penyeleksian keanggota serta ketatnya jalur informasi melalui sistem partai yang terpusat.55

Pada awal tahun 1948 PKI menjadi bagian dalam Front Demokrasi Rakyat

(FDR) yang dibentuk oleh Amir Syarifudin. Posisi PKI dalam FDR berada di bawah

Partai Sosialis (PS). Hal ini kemudian berubah setelah kedatangan Musso pada bulan

Agustus tahun 1948. Sejak kembalinya dari Moskow pada bulan Agustus 1948,

Musso melakukan kritik terhadap strategi yang telah dilakukan oleh orang-orang dari

55 “...perinsip dasar organisasi partai adalah sentralisme demokratis. Begitu dalam statuta Partai Sosial Demokrat Russia yang disahkan dalam kongres partai ke-4 dinyatakan bahwa “ Semua organisasi partai berdasarkan perinsip setralisme demokratis“ dan 14 tahun kemudian Lenin menegaskan kepada komiteren bahwa “partai-partai yang termasuk dalam Asosiasi Komunis Internasional harus diorganisasikan menurut sentralisme demokratis...“ Franz Magnis-Suseno. 2003. Dalam Bayangan Lenin. Enam pemikir Marxisme dari Lenin sampai . : Gramedia Pustakan Utama. Hlm: 17.

2

golongan komunis dan golongan kiri selama proses revolusi 1945 sampai 1948 di

Indonesia. Melalui resolusi “Djalan Baru”-nya, Musso berusaha untuk mengembalikan arah strategi perjuangan orang-orang kiri yang dianggap menyimpang. dari yang seharusnya yaitu bahwa dalam proses revolusi PKI harus menjadi partai pelopor revolusioner dan juga bahwa selama ini gerakan kiri telah mendukung dan bekerja sama dengan kelompok yang seharusnya mereka tentang.

Salah satu kekecewaan Musso adalah penandatanganan Perjanjian Linggar Jati dan

Perjanjian Renville yang dianggap telah merugikan Indonesia. Setelah kongres besar

FDR di Surakarta pada tanggal 27 Agustus 1948, akhirnya PKI mendapat tempatnya kembali sebagai partai pelopor dalam proses revolusi yaitu berada di atas PS dan

Bartai Buruh Indonesia (PBI).

Akan tetapi perkembangan PKI pada tahun 1948 tersebut tidak didukung oleh kondisi politik dalam pemerintahan dan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Pada tahun 1948 banyak dari kelompok dan golongan yang tidak menyukai keberadaan komunis dan gerakan kiri di Indonesia. Hatta yang pada saat itu menjabat sebagai

Perdana Menteri berusaha menekan perkembangan komunis dan kelompok kiri radikal lainnya terutama yang ada di dalam tubuh ketentaraan. Sementara itu di tubuh

TNI sendiri, salah satu tokoh penting yang tidak menyukai keberadaan orang-orang kiri tersebut adalah Abdul Haris Nasution. Akhirnya melalui kebijakan politik ketentaraan Hatta bertujuan untuk membatasai keberadaan nonreguler (laskar-laskar rakyat) yang jumlahnya lebih banyak dari pada tentara reguler (Tentara eks KNIL) yang dikenal dengan program Reorganisasi dan Rasionalisasi (Re-Ra) militer.

3

Kebijakan militer ini didukung oleh Nasution yang juga merupakan salah satu formatur konsep program tersebut.

Sesungguhnya Peristiwa Madiun 1948 hanya merupakan sebuah permasalahan interen dalam tubuh TNI. Permasalahan itu timbul dari kekecewaan tentara nonreguler yang merasa bahwa kebijakan pemerintah pusat menegenai pengurangan keanggotaan dan pemangkasan divisi-divisi yang ada terkesan lebih untung memperkuat posisi keberadaan tentara reguler dalam kesatuan TNI. Konflik interen TNI ini mencapai puncaknya pada Peristiwa yang terjadi pada tanggal 17

September 1948 di Madiun. Peristiwa Madiun 1948 akhirnya menyeret nama PKI dan menyebabkan partai ini kemudian menjadi partai terlarang di Indonesia pada tahun

1948.

Antara tahun 1950 sampai 1955 perkembangan partai beraliran Marxis-Lenin ini cukup menakjubkan. Setelah pimpinan Comimte Central (CC) partai dipegang oleh Dipa Nusantara Aidit pada tahun 1951, PKI secara bertahap mampu untuk meraih simpati masyarakat dan kelompok-kelompok lain non komunis. Hal ini terkait dengan perubahan garis orientasi dari partai dari yang bersifat ekslusif menjadi sebuah partai yang memiliki sifat massa. Selain perubahan orientasi partai, perkembangan PKI juga terkait dengan munculnya pemiliran-pemikiran baru dalam

CC yang kemudian dipakai sebagai sebuah pedoman umum dalam melakukan strategi

PKI antara tahun 1950 sampai tahun 1955.

Hubungan PKI dengan beberapa partai politik dan organisasi politik lain lebih banyak terkait dengan kebijakan Front Nasional. Yang paling menarik adalah PKI

4

dengan PNI terutama sejak tahun 1953. Hubungan PKI dengan PNI sesungguhnya didasari atas sebuah hubungan segitiga antara PKI, PNI dan Masjumi dalam parlemen. Antara PKI dan PNI dalam Parlemen saling membutuhkan sebab untuk melemahkan pengaruh Masjumi dalm Parlemen aliansi partai sangat diperlukan.

Selain aliansinya dengan PNI, dalam Front Nasional itu juga membangun jaringan dengan beberapa organisasi massa. Strategi yang dilakukan PKI ini juga terkait dengan pemikiran mengenai konsep kelas yang ada di Indonesia oleh Aidit dan CC

Politbiro partai. Aidit memiliki pandangan bahwa Indonesia memiliki potensi politik di kelas-kelas yang semula dianggap oleh gerakan komunis tidak mermiliki fungsi revolusioner.

Lawan politik PKI pada masa demokrasi liberal yang cukup kuat dalam

Parlemen dan Pemerintahan adalah Majelis Suryo Muslimin Indonesia (Masjumi).

Pertentangan antara keduanya terjadi bukan hanya berada di tingkat tataran ideologi akan tetapi juga sampai pada tingkat politik praktis. Hubungan PKI dan Masjumi lebih terlihat dalam perdebatan antara pemerintah dan parlemen. langkah dari orang- orang Masjumi PKI sejak tahun 1951 selalu memilih menjadi partai oposisi yang melakukan counter politik terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah terutama jika orang-orang dari Masjumi menduduki kepala pemerintahan. Usaha Masjumi untuk menjatuhkan nama PKI kembali pada tahun 1950 sampai tahun 1955 merupakan fenomena yang harus mendapatkan pehatian khusus dari seorang peneliti. Razia

Agustus tahun 1951 yang salah satu usaha penghancuran gerakan kiri dilakukan oleh

Perdana Menteri Sukiman. Selain itu juga kemunculan Front Anti Komunis (FAK)

5

dari Jawa Barat yang dipimpin oleh Isa Anshari. Isa Anshari adalah pemimpin

Masjumi cabang Jawa Barat.

Usaha PKI dalam membangun image partainya kembali pada tahun 1950 sampai tahun 1955 memang memiliki polemiknya sendiri. Akan tetapi walau polemik tersebut ada akan tetapi tidak mencegah PKI untuk terus berkembang. Salah satu bukti penting pada Pemilihan Umum 1955 PKI berhasil meraih posisi keempat sebagai partai pemenang Pemilihan Umum.

B. Perumusan Masalah

Untuk mencermati perkembangan Partai Komunis Indonesia tahun 1948 sampai tahun 1955 secara kritis, maka terdapat beberapa pertanyaan yang perlu dijawab :

1. Bagaimanakah PKI dapat terlibat dalam peristiwa Madiun 1948 ?

2. Bagaimanakah strategi PKI membangun kembali partainya setelah

kehancurannya dalam peristiwa Madiun 1948 antara tahun 1950-1955?

3. Bagaimanakah hubungan PKI dengan organisasi-organisasi di luar partai

antara tahun 1950-1955?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penulisan sejarah perkembangan

Partai komunis Indonesia tahun 1948 sampai tahun 1955 adalah sebagai berikut:

1. Mendiskripsikan dan menganalisa sebab-sebab kehancuran PKI dalam

6

peristiwa Madiun 1948.

2. Mendiskripsikan dan menganalisa Perkembangan PKI pada tahun 1950

sampai tahun 1955.

3. Mendiskripsikan dan menganalisa hubungan PKI dengan organisasi-organisasi

di luar partai Komunis Indonesia.

D. Pembatasan Masalah

Dalam penulisan skripsi ini, penulis membatasi pokok pembahasan mengenai kondisi politik yang mempengaruhi perkembangan PKI baik itu pada perkembangannya pada tahun 1948 dan perkembangannya pada tahun 1950 sampai tahun 1955. Selain itu juga penulis akan lebih membatasi tulisan ini lebih pada melihat langkah-langkah yang diambil oleh PKI baik itu PKI–Musso dan PKI-Aidit.

Keduanya memang memiliki langkah strategi yang hampir sama. Pada tahun 1948

Musso memakai strategi pembangunan partai massa. Hal ini juga di lakukan oleh

Aidit pada tahun 1951. Akan tetapi dalam hal ini Aidit lebih memilih sifat toleran terhadap situasi politik Indonesia yang berkembang. Pada tahun 1951, Aidit juga memakai konsep “Djalan Baru” yang digunakan Musso>

Hal penting yang harus dilihat dalam pokok kajian perkembangan PKI tahun

1950 sampai 1955 adalah pemikiran-pemikiran partai yang muncul. Pemikiran- pemiran-pemikiran yang muncul adalah mengenai kebijakan mengeani proses pengkaderan dan juga menganai pandangan-pandangan partai mengenai permasalahan tanah, buruh dan masyarakat yang terkandung dalam revolusi. Selain

7

itu juga penulis juga akan membatasi hubungan PKI dengan organisasi di luar partai yaitu hubungan antara PKI dengan PNI, Masjumi dan beberapa organisasi Massa yang berada diluar partai yaitu: SOBSI, BTI, Gerwani, Lekra, Pemuda Rakjat

E. Manfaat Penulisan

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat untuk kajian kesejarahan di

Indonesia khususnya sejarah politik pada saat masa transisi pada periode tahun 1948 sampai tahun 1955. Selain itu juga penulisan skripsi ini diharapkan dapat membantu pemahaman situasi politik Indonesia di tahun 1950 sampai tahun 1955 serta melihat kembali PKI sebagai sebuah partai yang pernah hidup dan sebuah partai yang memiliki hak untuk dihargai dalam sejarah. Untuk diri sendiri penulis berharap agar tulisan ini menjadi sebuah pembelajaran diri baik itu untuk penulisan secara sistematis dan untuk menganalisa fakta. Hal ini di harapkan menjadi sebuah awal bagi diri penusia dalam memahami lebih dalam lagi mengenai persoalan komunis di

Indonesia khususnya dan di dunia pada umumnya.

F. Teori dan Metodologi Penulisan

Bagi manusia, politik merupakan sebuah obyek kajian yang selalu menarik untuk dibahas. Hal itu disebabkan karena manusia merupakan makhluk zoon politicon. Sepanjang perjalanan sejarah, banyak dari penulisan sejarah politik telah memberikan begitu banyak ilham dan inspirasi bagi sebuah bangsa, masyarakat, kelompok dan individu untuk membangun sejarahnya sendiri. Dalam perkembangan

8

Ilmu sejarah, penulisan sejarah politik dituntut untuk tidak hanya mampu mengkaji dan menarasikan sebuah peristiwa, akan tetapi dalam penulisan sejarah politik juga dituntut untuk membahas sesuatu yang lebih juga mendasar seperti permasalahan sosial, ekonomi bahkan budaya bahakan perkembangan pemikiran. Penulisan sejarah politik juga dituntut untuk mampu menunjukan sebuah kebenaran dan bukan hanya ditulis menjadi sebuah alat legitimasi. Perkembangan ini kemudian dapat mencerminkan perkembangan penulisan sejarah di Indonesia dituntut untuk menjadi sebuah alat pengungkapan kebenaran dan bukannya menjadi sebuah komodidti kekuasaan yang meligitimasi dalam sebuah sistem pemerintahan

Dalam tulisan ini, penulis akan membahas sejauh mana kondisi politik berpengaruh pada suatu kelompok dan masyarakat, terutama dalam penulisan sejarah perkembangan partai radikal revolusioner yaitu PKI. Sejarah perkembangan partai cukup menarik sebab di dalamnya terangkai sebuah sistem antara kepentingan pribadi individu, ideologi dan keorganisasian, yang memunculkan doktrin dan garis kebijakan partai. Satu partai dengan partai lain dapat mempunyai sebuah konsep yang sama, akan tetapi dinamika individu dan kelompok memiliki keunikan masing- masing. Menurut Louis Althusser ideologi membuat manusia muncul sebagai sebuah subyek yang memiliki tanggung jawab dan juga sekaligus memiliki kebebasan sebab ia (manusia) harus memiliki identitas yang berbeda dari yang lainnya. Selain itu juga

Ideologi memiliki fungsi sebagai perekat antara individu dengan struktur. Dengan ideologi memberikan ide lain yang berhubungan dengan tindakan-tindakan yang disisipkan ke dalam pratik-pratik yang dimanefestasikan dengan keberadaan aparatus

9

ideologi yang berupa struktur (dalam hal ini partai-penulis).56

Dalam teori politik partai moderen, Sigmund Neuman mengelompokkan sifat partai menjadi dua kelompok besar yaitu partai yang berkuasa (in group) dan partai yang tidak berkuasa (out group). Kedua kelompok partai ini memiliki sifat yang berbeda-beda. Partai-partai yang termasuk ke dalam kategori in group biasanya disebut dengan istilah status quo. Partai pada golongan status quo cenderung tumbuh sebagai partai konservatif sedang partai-partai yang berada dalam kategori out group lebih cenderung memiliki peran oposisi. Biasanya partai out group menghendaki perubahan, pembaharuan dan memiliki sifat militan tentunya.57 Selama masa demokrasi liberal, PKI tergolong partai yang berada dalam kelompok partai yang tidak berkuasa (out group). Meski PKI memiliki jumlah kursi dalam Parlemen sementara sebanyak 17 kursi dibandingkan dengan partai-partai lain selain PNI,

Masjumi dan organisasi-organisasi lain akan tetapi ia memilih untuk tidak masuk ke dalam pemerintahan.58

Dalam analisa Weberian di Indonesia pada tahun 1950 muncul penempatan

“kelas” (posisi ekonomi) yang berhubungan dengan “status” (distribusi kehormatan

56 Louis Althusser. 2004. Tentang Ideologi: Marxisme Strukturalis, Psikoanalisis, Cultural Studies. Bandung: Jala Sutra. Hlm: 44.

57 Miriam Budiardjo(penyuting) Sigmund Neumann. 1981. Partisipasi dan partai politik. Sebuah bunga rampai. Jakarta: PT Gramedia Jakarta. Hlm: 68-69.

58 Herbert Feith. 1999. Pemilihan Umum 1955 di Indonesia. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. Hlm: 84-85.

10

dan prestise) dan kekuasaan politik.59 Tiga faktor inilah yang kemudian melahirkan sebuah kecenderungan sikap extraconstitusional behaviour yaitu sebuah perilaku penyimpangan penggunaan kekuasaan dalam pemerintahan untuk menghancurkan lawan-lawan politiknya.60

Dalam menganalisa perkembangan interen PKI sendiri dalam pembahasan akan mencoba memakai “pisau” teori Marxis dimana penulis akan memakai konsep

Diktaktur Proletariant. Konsep Diktaktur Proliteraiant adalah menjalankan kekuasaan mutlak atas nama proletar. Sebagai penguasa politik, diktaktur proletariant adalah pelaksana kekuasaan politik. Sedang dalam konsep komunis sendiri tujuan komunisme adalah untuk menciptakan masyarakat tanpa kelas.

Masyarakat yang tercipta setelah revolusi adalah masyarakat tanpa kelas (classless society) dan memiliki konsekwensi masyarakat tersebut adalah menjadi masyarakat tanpa konflik. 61

Penulis melalui empat tahap proses penulisan yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi dan historiografi. Pada tahap pertama heuristik atau proses pengumpulan data untuk keperluan subyek yang akan diteliti. Data tersebut diperoleh dari tulisan- tulisan yang ada di perpustakaan yang berupa buku pustaka, surat kabar, dokumen,

59 Richard Tanter. Kneth Young (Ed). 1993. Politik kelas menengah Indonesia. Jakarta: LP3ES. Hlm: 4

60 Boyd R. Compton. 1993. Kemelut Demokrasi Liberal. Surat-surat rahasia Boyd R. Compton. Jakarta: LP3ES. Hlm: xl

61 Maswadi Rauf. 2001. Konsensus dan konflik politik. Jakarta: Derektorat Jendral Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional. Hlm: 93.

11

atau publikasi lainnya yang bersifat primer atau sekunder.

Tahap kedua adalah kritik sumber yang bertujuan untuk mengetahui kredibilitas dan keontentikan sumber. Kritik sumber terdiri dari kritik interen dan kritik eksteren. Kritik interen dilakukan dengan membandingkan sumber, sedang kritik eksteren adalah dengan meneliti bahan yang akan digunakan, sifat dan jauh dekatnya dari peristiwa. Hasil dari kritik sumber adalah fakta yang merupakan unsur- unsur bagi penyusunan dan rekonstruksi.

Tahap ketiga adalah interpretasi yang dilakukan setelah data diuji kebenarannya. Dalam tahap ini dituntut untuk mencermati dan mengungkapkan data- data yang diperoleh. Dalam tahap ini diperlukan analisa yang benar-benar cermat untuk memperoleh data yang obyektif. Tahap terakhir adalah historiografi yang merupakan proses penyusunan kembali satu peristiwa berdasarkan data-data yang diperoleh dan diuji kebenarannya.

G. Hipotesa

Kebijakan partai merupakan satu hal yang paling penting bagi sebuah

perkembangan sebuah partai di masyarakat. Selain itu juga kelompok yang

berkuasa juga mempengaruhi pekembangan strategi PKI . Dalam kebijakan

tersebut peran tokoh sangat berpengaruh juga terhadap perkembangan partai.

Peristiwa Madiun 1948 merupakan titik puncak dari langkah strategi partai dalam

mengambil kebijakan atas satu peristiwa. Sementara itu pada tahun 1950an

terutama pada saat PKI dipimpin oleh Dipa Nusantara Aidit, kebijakan-kebijakan

12

yang dibuat oleh partai lebih menjamin untuk perkembangan partai dalam meraih

keberhasilan dalam pemilihan umum 1955

H. Tinjauan Pustaka

Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak menggunakan bahan pustaka sebagai sumber utama dalam menganalisis dan mendeskripsikan perkembangan PKI pada tahun 1948 sampai tahun 1955. Terdapat beberapa buku yang membahas Partai

Komunis Indonesia, akan tetapi sedikit yang membahas mengenai perkembangan

PKI tahun 1948-1955 secara khusus.

Buku pertama yang penulis pakai adalah The Communist Party Of

Indonesia 1951-1963 karangan Donald Hindely. Buku yang diterbitkan oleh

University of California Press Berkeley and Los Angeles tahun 1964 ini berisi mengenai perkembangan PKI pada masa kepemimpinan Aidit. Pada awal penjelasan buku terdapat informasi mengenai konflik interen partai paska peristiwa Madiun tahun 1948 (hal: 22 –26). Dalam buku Hindely ini dijelaskan secara rinci mengenai perkembangan PKI di bawah kepemimpinan Aidit. Dalam buku ini juga dijelaskan bagaimana strategi PKI menggalang basis massanya. Hubungan PKI dengan organisasi-organisasi lain pun jelas dipaparkan oleh Hindley. “Djalan Baru” yang menjadi titik dasar perjuangan partai oleh Hindley dipaparkan (hal : 54). Buku ini memiliki data yang cukup spesifik dan detail mengenai permasalahan PKI di

Indonesia atahun 1950-1963.

13

Buku kedua adalah The Indonesia Election of 1955 yang ditulis oleh Hebert

Feith. Diterbitkan oleh South Asia Program Cornel University Press Ithaca, New

York in 1971. Buku ini juga sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berjudul

Pemilihan Umum di Indonesia tahun 1955 yang diterbitkan oleh Kepustakaan

Populer Gramedia Jakarta. Buku ini berisi keterangan mengenai perkembangan partai-partai serta dinamikanya dalam pemilihan umum 1955. dalam buku ini juga dijelaskan mengenai perkembangan partai-partai di Indonesia pada tahun 1953 sampai tahun 1955. Informasi dalam buku ini cukup banyak terutama pada hubungan antara partai dan bagaimana satu partai mencoba untuk menarik simpati massa. Pada bagian perhitungan suara serta perolehan suara keakuratan data dalam buku Feith ini berasal dari laporan dan pengamatannya selama ia di Indonesia pada tahun 1955. Dari buku ini lebih melihat bagai manakah dinamika kehidupan demokrasi liberal di Indonesia antara tahun 1950 sampai 1955 khususnya hubungan atara PKI dengan PNI dan Masjumi.

Buku ketiga adalah The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia yang juga ditulis oleh Hebert Feith. Buku ini diterbitkan oleh Cornell University

Press. Isi dari buku ini adalah informasi lengkap mengenai keadaan politik Indonesia tahun 1945 hingga tahun 1955. Proses pergantian dan kondisi Indonesia secara konstitusional dituliskan begitu lengkap oleh Feith. Pergantian kabinet ke kabinet yang relatif singkat serta gejolak yang ada di Indonesia antara tahun 1950 sampai tahun 1955 dibahas secara detail. Untuk kajian Indonesia tahun 1950 buku ini merupakan buku penting sebagai data dan juga latar belakang situasi tahun 1950.

14

Buku ini digunakan oleh penulis untuk melihat latar belakang politik yang terjadi pada tahun 1950 sampai tahun 1955

Buku keempat yang dipakai oleh penulis sebagai tinjauan pustaka adalah buku tulisan Imam Soedjono yang berjudul Yang Berlawan. Membongkar tabir pemalsuan sejarah PKI. Buku ini diterbitkan oleh Resist Book, Yogyakarta. Dalam tulisan ini oleh Imam Soedjono menggambarkan golongan kiri dan kelompok komunis di

Indonesia. Dalam buku ini PKI di gambarkan sebagai sebuah partai penuh dengan pertemuan serta benturan-benturan antara satu individu satu dengan Individu lain.

Tarikan pembahasan permasalahan dalam buku ini adalah dari kemuncula PKI tahun

1920 hingga tahun 1965.

I. Sistematika Penulisan

Dalam tulisan ini penulis akan membagi menjadi enam bab. Bab I berisi pendahulan dan pada bab II sampai bab IV adalah pembahasan permasalahan dan bab

V merupakan bagian penutup.

Bab II berisi pembahasan latar belakang kondisi politik Indonesia pada tahun

1948 yang menyebabkan Peristiwa Madiun terjadi. Selain itu juga apa saja yang menyebabkan PKI juga dapat ikut terkait dengan Peristiwa Madiun 1948. Sub bab pertama berisi perkembangan FDR dan PKI pada saat kedatangan Musso. Selain membahas FDR pada bab ini juga akan membahas mengenai perubahan-perubahan yang dilakukan Musso dan keterkaitannya dengan “Djalan Baru”. Selain itu juga dalam bab ini akan dijelaskan mengenai program reorganisasi dan rasionalisasi

15

militer yang menjadi sumber konflik interen Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan kecenderungan usaha-usaha untuk menyingkirkan kekuatan kelompok kiri yang ada di Indonesia oleh kelompok yang berkuasa.

Bab III berisi Peristiwa Madiun itu sendiri. Dalam bab ini penulis mencoba memaparkan peristiwa-peristiwa apa saja yang terjadi dalam Peristiwa Madiun.

Reaksi apa saja yang dilakukan oleh PKI-Musso sehingga partai komunis ini terseret dalam peristiwa ini dan seolah-olah menjadi partai yang harus bertanggung jawab atas peristiwa tersebut. Dalam bab ini juga penulis hendak memaparkan operasi militer yang dilakukan oleh pemerintah dalam usaha untuk mengahacurkan kekuatan kiri di wilayah Republik Indonesia.

BAB IV berisi mengenai strategi PKI di bawah kepemimpinan Dipa

Nusantara Aidit antara tahun 1950 sampai tahun 1951. Pertama-tama dalam pembahasan ini penulis akan menjelaskan proses perubahan garis PKI pada tahun

1950 sampai tahun 1951. Perubahan garis itu terjadi setelah peralihan kepengurusan

CC Politbiro dalam tubuh PKI dari golongan tua ke golongan muda tahun 1951. Sub bab kedua adalah munculnya garis pemikiran partai baru dalam menyikapi kondisi politik Indonesia tahun 1951 sampai 1955. Perubahan pemikiran partai ini meliputi juga rancangan-rancangan kebijakan PKI yang tercermin dalam setiap tindakan yang dilakukan oleh PKI. Konsep pemikiran baru mengenai kesadaran kelas di Indonesia sampai pemahaman mengenai strategi perjuangan melalui Front Nasional.

BAB V berisi mengenai hubungan PKI dengan organisasi-organisasi di luar partai antara tahun 1950-1955. Dalam bab ini penulis mencoba untuk memaparkan

16

bagaimana PKI berhubungan dan mempengaruhi kelompok-kelompok lain baik itu di

Parlemen atau di luar Parlemen. Sub bab pertama yaitu pembahasan hubungan PKI dengan PNI dan hubungan PKI dengan Masjumi antara tahun 1950 sampai tahun

1955 terutama mengenai Razia Agustus 1951 dan kemunculan Front Anti Komunis

(FAK) tahun 1954. Organisasi ini adalah salah satu aksi yang paling menonjol yang muncul dari Masjumi yang merupakan sebuah bentuk keradikalan Masjumi dalam menentang PKI. Selain itu juga dalam sub bab pokok kedua adalah aliansinya dengan organisasi-organisasi massa yang memiliki pengaruh dalam masyarakat: SOBSI, BTI,

Gerwani, Lekra dan Pemuda Rakjat.

Bab VI berisi mengenai pembahasan Pemilihan Umum tahun 1955. Dalam tulisan ini penulis akan terlebih dahulu membahas mengenai proses terbentuknya

Undang-Undang Pemilu tahun 1953. Setelah itu tulisan ini dilanjutkan dengan pembahasan mengenai sistem pemilihan umum. Pembahasan mengenai Pemilu di

Minahasa dan Yogyakarta yang dianggap sebagai pemilu percobaan. Memasuki pokok bahasan berikutnya penulis akan melihat kampanye-kampanye yang dilakukan oleh PKI serta permasalahan apa saja yang dialami. Bagaimana kampanye itu berjalan. Pada sub bab berikutnya penulis akan melanjutkan pembahasan mengenai analisa hasil suara PKI pada Pemilu Parlemen dan Konstituante tahun 1955.

Bab VII berisi kesimpulan dari keseluruhan pembahasan yang ada dalam bab kedua hingga bab kelima. Kesimpulan ini diambil penulis sebagai jawaban dari pertanyaan yang diutarakan pada awal penulisan.

17

BAB II

SITUASI POLITIK INDONESIA MENJELANG

PERISTIWA MADIUN 1948

Politik Indonesia pada awal tahun 1948 merupakan puncak dari benturan sayap kiri dan Sayap Kanan di Indonesia. Permasalahan pokok konflik antara Sayap

Kiri dan Sayap Kanan pada saat itu adalah permasalahan mengenai Perjanjian

Renville yang ditandatangani oleh Amir Syarifudin pada tanggal 17 Januari tahun

1948. Untuk Indonesia, Perjanjian Renville merugikan bagi Indonesia. Dalam perjanjian garis demarkasi (garis Van Mook) yang membatasi wilyah Republik

Indonesia (RI) dengan wilayah Belanda di tetapkan. Wilayah RI terdiri dari Sebagian

Jawa Tengah dan sebagian Jawa Timur dan pulau Sumatera.

Sementara itu setelah Perjanjian Renville, antara Parlemen dan pemerintahan terjadi ketegangan. Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Partai Majelis Suryo

Muslimin Indonesia (Masjumi) menarik dukungannya terhadap kepemimpinan

Perdana Menteri Amir Syarifudin yang berasal dari kelompok sayap kiri. Perjanjian

Renville dipakai oleh kelompok-kelompok yang tidak menyukai keberadaan Amir sebagai pimpinan pemerintahan. Amir Syarifudin adalah salah satu tokoh gerakan kiri yang ada di Indonesia.

18

Selama masa revolusi di Indonesia, kelompok politik Indonesia terbagi menjadi dua kelompok yaitu Sayap Kiri dan Sayap Kanan.62 Sayap Kiri adalah kelompok yang memiliki sifat radikal dan revolusioner yang tinggi. Sedangkan kolmpok Sayap Kanan adalah kelompok yang lebih mengedepankan diplomasi. Di

Indonesia warna politik di bagi menjadi 3 yaitu: Sosialisme, Nasionalisme dan

Agama. Orang-orang yang menganut paham sosialisme mereka cenderung dikategorikan sebagai kelompok sayap kiri sedangan mereka yang berada di Sayap

Kanan lebih condong pada orang-orang atau kelompok yang berbasis agama. Kedua ketegori itu memiliki sifat radikalnya masing-masing. Hal tersebut di dalam Parlemen dan pemerintahan terdapat usaha untuk saling menjatuhkan.

A. Kondisi Politik Indonesia Setelah Perjanjian Renville 1948.

1. Hasil Perjanjian Renville 1948 dan Mundurnya Amir Syarifudin.

Pada tanggal 7 Januari 1948 antara pemerintah RI dengan pemerintahan

Belanda telah ditandatangani sebuah kesepakatan di atas kapal US Renville. Dalam penandatangan itu, Indonesia di wakili oleh Amir Syarifudin yang pada saat itu menjabat sebagai Perdana Menteri. Pada saat penandatanganan perjajian tersebut,

Amir mendapat dukungan penuh dari PNI, Masjumi dan koalisi partai Sayap Kiri.

62 Dalam ilmu politik, istilah sayap kiri biasanya mengacu kepada kelompok yang biasanya dihubungkan dengan aliran sosialis atau sosial demokrat. Sayap Kiri, biasanya juga dianggap sebagai lawan dari sayap kanan. Yang lebih cenderung pada kelompok atau partai yang cenderung pada sifat radikal. Http://www.wikepedia.com/sayapkiri. com

19

Akan tetapi, setelah Perjanjian Renville ditandatangani, wilayah Indonesia di Pulau

Jawa hanya terdiri dari wilayah sebagian kecil Jawa Tengah dan sebagian kecil jawa

Timur dan pulau Sumatera. Hal ini tentu saja menyebabkan perpindahan secara besar- besaran penduduk kewilayah Republik Indonesia khususnya di Pulau Jawa.

Perpindahan penduduk itu adalah akibat dari isi Perjanjian Renville yang berisi mengenai plebisit yang berisi bahwa pemerintah Belanda memberikan pilihan kepada penduduk untuk memilih secara bebas ingin menjadi bagian dari negara RI atau menjadi bagian dari Negara Indonesia Serikat (RIS). Terjadi perpindahan penduduk secara besar-besaran ke wilayah RI yang semakin sempit. Selain penduduk sipil, sekitar 35.000 pasukan TNI yang ada di wilayah Belanda mundur ke wilayah RI di

Jawa Tengah.63

Hal tersebut menimbulkan permasalahan baru di wilayah RI. Permasalahan baru tersebut adalah permasalahan di bidang politik, sosial dan ekonomi.

Permasalahan ekonomi muncul diakibatkan karena sempitnya wilayah serta blokade laut Belanda di wilayah RI yang cukup ketat sehingga pasokan logistik tidak dapat masuk. Selain itu juga permasalahan politik Indonesia semakin rumit, baik itu dalam pemerintahan dan Masyarakat dan TNI. Hal ini tentu saja menyebabkan kekecewaan besar terhadap kabinet Amir.

Dalam Parlemen akhirnya dukungan Partai Nasional Inonesia (PNI) dan Majelis

Suryo Muslimin Indonesia (Masjumi) terhadap pemerintahan Amir Syarifudin

63 Himawan Soetanto. 2006. Madiun dari Republik ke Republik. Aspek Militer Pemberontakan di Madiun 1948. Jakarta: Penerbit Kata Hasta Pustaka. Hlm:

20

ditarik. Mereka menarik dukungan politik terhadap kabinet Amir. Perjanjian Renville telah menimbulkan kekecewaan di kalangan masyarakat. Setelah Amir Syarifudin mundur, PNI dan Masjumi yang semula menolak hasil Perjanjian Renvile tersebut mendukung pemerintahan Hatta. Akan tetapi disisi lain mereka juga menyatakan bahwa mereka tidak dapat mendukung pemerintahan Amir Syarifudin kembali dan menuduh kesalahan Perjanjian Renville adalah kesalahan dari kelompok Sayap Kiri secara tidak langsung64. Hal itu menyebabkan suatu krisis dalam kabinet Amir

Syarifudin sebab PNI dan Masjumi adalah partai politik yang memiliki status quo dalam Parlemen. Penarikan dukungan terhadap pemerintahan Amir adalah dengan cara menarik kembali menteri-menterinya yang duduk dalam kabinet. Semetara itu di luar Parlemen aksi-aksi demonstrasi menentang Pejanjian Renville terus terjadi.

Menurut Sumarsono pembentukan oposisi terhadap pemerintahan Amir oleh PNI dan

Masjumi adalah salah satu usaha untuk menyingkirkan Sayap Kiri dari pemerintahan. Akhirnya pada tanggal 23 Januari 1948 Amir Syarifudin menyerahkan mandatnya dari kedudukannya sebagai perdana menteri. 65

2. Pemerintahan Hatta dan Perpecahan Partai Sosialis. a . Pembentukan Pemerintahan Hatta 1948.

Setelah Amir Syarifudin mundur dari jabatannya sebagai Perdana Menteri.

Sukarno sebagai kepala negara pada tanggal 29 Januari 1948 segera menunjuk

64 George Mc Truman Kahin. 1995. Nasionalime dan Revolusi di Indonesia. Semarang: Univesitas Negeri Semarang Press dan Pustaka Sinar Harapan. Hlm: 291.

65 Imam Soedjono. 2006. Yang Berlawan. Membongkar Pelmasuan Tabir Sejarah PKI. Yogyakarta: Resist Book. Hlm: 205.

21

Mohammad Hatta yang pada saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden untuk membentuk kabinet baru. Alasan memilih Hatta sebagai formatur pemerintahan adalah Hatta yang tidak berasal dari partai dan golongan tertentu dapat membentuk sebuah pemerintahan koalisi yang kuat. Untuk melaksanakan kesepakatan itu dibutuhkan sebuah koalisi yang kuat antara Parlemen dan pemerintahan. Apabila kondisi politik yang stabil tidak tercipta maka akan memberikan kesempatan kepada

Belanda untuk ikut campur dalam urusan pemerintahan RI.

Kabinet baru yang dibentuk oleh Hatta dalam perkembangannya tidak mengikut sertakan Partai Sosialis. Hal ini disebabkan karena tuntutan partai ini adalah agar

Amir Syarifudin menduduki jabatan sebagai Menteri Pertahanan. Hal ini ditentang oleh Masjumi yang tidak menyetujui permintaan tersebut. Posisi Menteri Pertahanan pada masa revolusi memang menduduki tempat yang paling strartegis selama masa revolusi. Selain alasan posisi strategis tersebut, penolakan Masjumi terhadap permintaan Sayap Kiri tersebut adalah dikarenakan track record Amir selama menjabat menteri pertahanan antara tahun 1947 sampai tahun 1948. Amir dipandang sebagai seorang tokoh Sayap Kiri yang radikal oleh PNI dan Masjumi, sehingga apabila kedudukan Menteri Pertahanan diserahkan kepada Amir maka yang akan terjadi adalah pelanggaran Perjanjian Renville. Dalam hal ini Amir tentu saja menguasai hampir sebagian besar kekuatan laskar-laskar rakyat yang ada di wilayah

22

Jawa. Akhirnya posisi Menteri Pertahanan diberikan kepada Hatta yang juga merangkap sebagai Perdana Menteri.66

Akhirnya pada tanggal 29 januari 1948 Kabinet Hatta terbentuk dengan hanya memasukan PNI, Masjumi, Partai Katholik, Partai Kristen, Persatuan Guru Republik

Indonesia, dan beberapa tokoh yang tidak berasal dari partai manapun. Komposisi ini dapat dilihat dari tabel berikut:

STRUKTUR PEMERINTAHAN KABINET HATTA 29 JANUARI 1948 67

Jabatan Nama Partai

Perdana Menteri Drs. Non-partai Pertahanan* Drs. Mohammad Hatta Non-partai Dalam Negeri* Dr. Sukiman Wiryosandjojo Masjumi Luar Negeri* Hadji Agoes Salim Non-partai Kehakiman* Mr. Susanto Tirtoprodjo PNI Keuangan * Mr. A. A. Maramis PNI Perekonomian* Mr. Sjafrudin Parwiranegara Masjumi Pangan* Kasimo Partai Katholik Pendidikan dan Kebudayaan* Mr. Ali Sastroamidjojo PNI Kesehatan* Dr. Johanses Leimena PKRI Agama* Kiaji Hadji Maskoer Masjumi Sosial* Koesnan PGRI Pembangunan dan kepemudaan* PSI Perhubungan* Ir. Djuanda Non-partai Pekerjaan umum* Ir. Laoh PNI Penerangan* Mohammad Natsir Masjumi Postfolio Hamengku Buwono IX Non-partai

*Jabatan Menteri

66 Mohammad Hatta. 2002. Bung Hatta Menjawab. Jakarta: PT Toko Gunung Agung Tbk. Hlm: 16.

67 George Mc Truman Kahin. Op. Cit. Hlm: 293

23

Dari kepengurusan yang tercantum di atas dapat dilihat bahwa Partai Sosialis Amir

Syarifudin tidak masuk dalam kabinet.

Dalam kabinet Hatta terdapat 4 program pokok yang harus dijalankan. Keempat program pokok itu adalah sebagai berikut: pertama menjalankan Perjanjian Renville yang telah disepakati serta melakukan gencatan senjata dan prinsip-prinsip politik untuk melanjutkan perundingan dengan Belanda melalui komisi jasa baik. Kedua mempercepat pembentukan suatu Republik Indonesia Serikat. Ketiga rasionalisasi ekonomi dan angkatan perang republik dan keempat adalah perbaikan kerusakan yang ditimbulkan akibat perang dan pendudukan Jepang. Butir ke tiga dan keempat program utama pemerintahan Hatta itulah yang kemudian menyebabkan Hatta melaksakan proses Reorganisasi dan Rasionalisasi (Re-Ra) tentara 68

Sebagai seorang tokoh politik, Hatta memang berada di luar kelompok baik itu sayap Kiri atau Sayap Kanan. Akan tetapi secara politik ia tidak menyukai keberadaan Sayap Kiri. Hatta melihat bahwa sifat radikal yang dimiliki oleh kelompok ini dapat membahayakan salah satu program pokok pemerintahannya yaitu program pelaksanaan Perjanjian Renville. Hatta memiliki pandangan bahwa proses revolusi bukan hanya permasalahan soal pertempuran fisik saja dengan Belanda, akan tetapi permasalahan perjuangan juga termasuk permasalahan di luar sektor militer. Dalam pandangan Hatta jumlah anggota kesatuan yang ada di dalam TNI

68 George Mc Truman Kahin. Op. Cit. Hlm: 292.

24

terlalu banyak dan tidak rasional sebab pada saat itu dengan kondisi Indonesia yang begitu sulit. Dalam hal ini Hatta tidak menyukai keberadaan komunis di Indonesia.69

Pemikiran Hatta tersebut mendapat dukungan dari kelompok-kelompok yang tidak menyukai keberadaan Sayap kiri dalam Tubuh TNI. Salah satu tokohnya adalah

Nasution yang pada saat itu menjabat sebagai pimpinan pasukan Divisi VI Siliwangi.

Akan tetapi walau mereka memiliki kesamaan konsep pemikiran, Nasution memiliki tujuan yang berbeda. Nasution memiliki rasa ekslusif dan memandang kelompok laskar-laskar yang ada di dalam TNI tidak memiliki disiplin militer dibandingkan kesatuan-kesatuan yang pernah mendapat pendidikan militer dari Belanda (kesatuan- kesatuan eks-KNIL). Akhirnya Hatta menerapkan Program Reorganisasi dan

Rasionalisasi (Re-Ra) militer terhadap TNI yang kemudian menjadi pemicu konflik

Madiun 1948. Pada Bulan Februari tahun 1948 akhirnya Hatta mulai melaksankan program Re-Ra dalam tubuh TNI.

Tokoh sipil dan militer yang paling berperan dalam pelaksanaan program Re-Ra pada saat itu adalah Hatta dan Nasution. Kesamaan visi antara Hatta dan Nasution ini menurut Ann Swift dalam bukunya The Road to Madiun merupakan sebuah hubungan yang paling jelas dalam konspirasi pengahcuran Sayap Kiri PKI-FDR di

Madiun. Swift mengatakan:

“...The Sayap kiri was adamant that it be given the ministry, and the Masyumi was equally adamant in it is opsition to the Sayap kiri demands. In addition, Hatta may have been under pressure from friends in the Army ( such

69 Soe Hog Gie. 2005. Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan. Yogyakarta: Bentang. Hlm:160.

25

as Nasution) who had no love for Amir and wished to check the growing politization, left wings influence, in the armed forces”

[Sayap kiri bersikeras supaya diberi posisi dalam kemeterian dan Masjumi sama kerasnya dalam menentang tuntutan Sayap Kiri. Selain itu mungkin hatta mungkin berada di bawah tekanan teman-temannya di Angkatan Darat (Seperti Nasution) yang juga tidak menyukai Amir dan berharap dapat mencegah tumbuhnya politik Sayap Kiri dalam tubuh angkatan bersenjata.]70

Konsep Re-Ra Nasution dan Hatta secara garis besar menginginkan sebuah sistem ketentaraan yang memiliki satu komando dan memilki satu komando penuh yang dibagi menjadi dalam dua tahap. Pertama, reorganisasi kesatuan-kesatuan dan pucuk pimpinan TNI. Kedua, reorganisasi yang meliputi daerah-daerah dan pasukan- pasukan yang memiliki posisi strategis dalam perang gerilya. Selain itu Nasution memiliki tujuan untuk membentuk tentara yang bersifat elit, berdisiplin dalam hal persenjataan, keahlian, serta dalam hal kepercayaan. Hal ini sesuai dengan konsep pemikiran Hatta. 71

Dalam pernyataan resmi di depan BP-KNIP Hatta mengatakan hal yang sama dengan pemikiran Nasution. Hatta mengatakan bahwa rasionalisasi harus dilakukan dengan tegas dan nyata sebagai pedoman yang dipakai adalah sebuah cita-cita “satu tentara, satu komando dalam bentuk susunan yang efektif”. Hal itu harus diciptakan dengan cara melakukan pengurangan jumlah anggota tentara.72 Pada tanggal 8 Maret

70 Ann Switt.1989. The Road to Madiun: The Indonesiam Communist Uprising of 1949. New York: Cornell Modern Indonesia Project Hlm: 19.

71 Dr. A.H. Nasution. 1978. Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, jilid 7. Bandung: Penerbit Angkasa. Hlm: 128.

72 Imam Soedjono. Op. Cit. Hlm: 216.

26

1948 Hatta mengeluarkan Maklumat Wakil Presiden No. 9/ 1948 yang berisi mengenai keputusan program Re-Ra dan penyusutan staf Angkatan Perang dalam

Kementerian Pertahanan, Markas Besar Angkatan Perang Mobil, Kesatuan-kesatuan tentara dan susunan teritorial. Hal tersebut kemudian menimbulkan reaksi dari divisi

VI Panembahan Senopati di Surakarta yang mayoritas anggota kesatuannya adalah laskar-laskar rakyat yang salah satunya adalah Pesindo.73

Tujuan lain dari program Re-Ra ini adalah untuk menekan pengaruh keberadaan

Sayap Kiri dalam angkatan bersenjata yang semakin kuat sejak Amir Syarifudin menjabat sebagai Menteri Pertahanan tahun 1947. Saat ia menjabat sebagai Menteri pertahanan ia telah membangun Biro Perjuangan di Madiun yang bertujuan untuk menyatukan keberadaan laskar-laskar rakyat yang ada. Untuk membentuk biro perjuangan ini Amir mengeluarkan biaya yang cukup besar. Bagi Amir sendiri

Madiun adalah basis pertahanan RI terakhir di wilayah timur Ibu Kota RI. 74

Pembentukan Biro Perjuangan tersebut ternyata telah mencemaskan beberapa tokoh RI baik itu tokoh-tokoh sipil dan para perwira yang ada dala tubuh TNU.

Pengaruh gerakan kiri yang kuat ini memimbulkan sebuah kecemasan dimana apabila suatu hari terjadi clash antara elit (pemerintahan) dengan rakyat, maka

73 Dr. A. H. Nasution. Op. Cit. Hlm: 129.

74 Imam Soedjono. Op. Cit. Hlm: 203.

27

mereka kawatir bahwa Angkatan Bersenjata akan memihak rakyat dan bukannya melindungi pemerintah.75

b . Perpecahan Partai Sosialis dan Pembentukan Front Demokrasi Rakyat.

Sementara itu di dalam tubuh Partai Sosialis sendiri terjadi perpecahan antara

Amir Syarifudin dan Sjahrir. Kedua pemimpin tinggi PS ini memiliki perbedaan pandangan mengenai permasalahan Perjanjian Renville. Pada tanggal 28 Januari

1948, di dalam tubuh Partai Sosialis mengalami perdebatan panjang antara mendukung atau menolak perjanjian Renville, sehingga Partai Sosialis terpecah menjadi dua yaitu: Partai Sosialis yang tetap dipimpin oleh Amir Syarifudin dan

Partai Sosialis Indonesia (PSI) yang dipimpin oleh Sjahrir. Partai Sosialis memilih menjadi pihak yang menolak Perjanjian Renville sedangkan Partai Sosialis Indonesia memilih mendukung pemerintah dan mendukung Perjanjian Renville. 76

Setelah perpecahan tersebut akhirnya Partai Sosialis dan beberapa organisasi kiri yang berada di bawah Sayap Kiri membubarkan diri dan kemudian membentuk

Front Demokrasi Rakyat (FDR). Pergantian dari Sayap Kiri menjadi FDR tersebut terjadi pada tanggal 26 Februari 1948 dalam kongres di Surakarta. FDR terdari tiga organisasi partai utama yaitu Partai Sosialis, Partai Komunis Indonesia (PKI) dan

75 Imam Soedjono. Op. Cit. Hlm: 218.

76 George Mc Truman Kahin. Op. Cit. Hlm: 327. lihat juga M. C. Ricklefs. 2005. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Hlm: 341.lihat juga Imam Soedjono. Op. Cit. Hlm: 206.

28

Partai Buruh Indonesia (PBI). Selain itu juga di dalam FDR juga terdapat beberapa organisasi non-partai yaitu: Sentral Organisasi Buruh Indonesia (SOBSI) dan

Persatuan Pemuda Indonesia (Pesindo).77 Pembentukan FDR memiliki tujuan umum yaitu menentang Perjanjian Renville dan menolak perundingan-perundingan dengan

Belanda. Selain itu juga fDR menuntut supaya kabinet parlementer Hatta dibubarkan dan diganti dengan kabinet yang sifatnya presidenisal. 78

Dalam kongres di Surakarta tersebut, FDR Memperbaharui garis perjuangan berdasarkan instropeksi Sayap Kiri atas Perjanjian Renville. Hal itu dilakukan untuk kembai memikirkan ulang strategi perjuangan Sayap Kiri. Dalam instropeksi tersebut

FDR berpendapat Perjanjian Renville merupakan salah satu kesalahan Revolusi dan mereka akan melanjutkan perjuangan dengan menolak serta tidak akan mendukung politik Hatta. Hal ini memperlihatkan bahwa Amir Syarifudin dan FDR hendak memilih jalan perjuangan yang lebih agresif dan revolusioner.79

FDR menjadi sebuah pihak oposisi yang radikal, sebab seperti yang telah ditulis oleh Kahin bahwa FDR memiliki tujuan jangka panjang yaitu mendominasi kekuasaan pemerintahan dan apabila perlu semua diselesaikan lewat jalur revolusioner. Organisasi ini memiliki dua kekuatan penyolong utama yaitu angkatan perang san di kalangan buruh. Kedekatan FDR dengan angkatan perang yaitu dimulai

77 George Mc Truman Kahin. Op. Cit. Hlm: 210.

78 Himawan Soetanto. Op. Cit. Hlm: 6

79 Imam Soedjono. Op. Cit. Hlm: 210. lihat juga Himawan Soetanto. Op. Cit. Hlm: 5

29

sejak Amir Syarifudin menjabat sebagai Menteri Pertahanan pada tanggal 3 Januari

1947 sampai 28 Januari 1948. Selama mejabat sebagai Menteri pertahanan Amir telah mengeluarkan sebuah kebijakan mengenai pembentukan Biro perjuangan di Madiun.

Biro tersebut dimaksudkan untuk memperkuat laskar-laskar rakyat dan krops-krops tentara yang semula tidak terkoordinir dengan rapi dalam kemeterian petahanan.

Sejak saat itu, Amir secara pribadi semakin dekat dengan tentara.80 Sementara itu, dalam hal perburuhan FDR mendukung para buruh melalui organisasi SOBSI. Salah satu contoh dukungan FDR terhadap gerakan buruh adalah pada peristiwa pemogokan buruh di Delanggu pada bulan Mei 1948 yang kemudian berkembang menjadi konflik angakatan bersenjata di Surakarta dan akhirnya berkembang di

Madiun pada bulan September 1948.

Kegiatan FDR setelah kongres besar bulan Februari 1948, adalah melakukan usaha-usaha pertama yaitu mengadakan turne yaitu kampanye keliling kedaerah- daerah. Kegiatan ini dilakukan oleh Amir Syarifudin (Partai Sosialis), Luat Siregar

(PKI), Stiadjit (PBI) dan Krisubanu (Pesindo). Dalam rapat-rapat umum yang diadakan oleh wakil-wakil FDR ini mencoba mejelaskan kepada masyarakat tentang asas tujuan politik FDR dan menjelaskan kepada masyarakat alasan mengapa mereka menolak kabinet yang dibentuk oleh Hatta. Isu utama selain permasalahan hasil

Perjanjian Renville, FDR juga mengangkat isu Re-Ra sebagai masalah utama.81

80 Imam Soedjono. Op. Cit. Hlm: 216.

81 Imam Soedjono. Op. Cit. Hlm: 213.

30

B. Partai Komunis Indonesia Menjelang Peristiwa Madiun 1948.

Setelah Proklamasi Indonesia pada tanggal 17 Agustus1945 Partai Komunis

Indonesia ini mulai muncul kembali sebagai sebuah partai pada tanggal 21 Oktober

1945. Kantor pusat partai berada di Jakarta dan pertama-tama dipimpin oleh Mr.

Jusuf sampai tahun 1948. PKI mendapat sambutan yang baik dari masyarakat.

Beberapa kantor cabang partai dibuka di wilayah Sukabumi, Cirebon, Solo,

Pekalongan, Madiun, Malang dan . Selain membentuk kantor-kantor

Cabang, PKI juga menerbitkan majalah teori partai dengan nama Bintang Merah dan

mendukung dibentuknya kesatuan laskar yang disebut Laskar Merah di bawah

pimpinan E. Coerdian.82

Sebagai sebuah partai, PKI memiliki anggaran dasar partai yang di sahkan pada

tanggal 24 Desember 1945. Dalam anggaran dasar partai yang berbentuk maklumat

tersebut PKI hendak menegaskan diri kedalam revolusi Indonesia sebagai sebuah

partai yang berlandaskan sosialisme dan memiliki aturan partai yang berdisiplin

dalam menjalankan kegiatannya. Bagi kelompok komunis menjalankan program

yang sesuai dengan garis komunis internasional yang berasal dari Rusia. Hal

tersebut kemudian terlihat pada proses pergantian kepengurusan pada bulan Maret

1946. Dalam kongres yang di hadiri 22 Seksi PKI ini akhirnya diputuskan bahwa

Sardjono menjadi pemimpin Commite Central (CC) partai. PKI kemudian terus

82 Soe Hog Gie. Op. Cit. Hlm: 60. lihat juga lampiran: Anggaran Dasar Partai Komunis Indonesia. Makloemat PKI No. 1. Bintang Merah. 24 Desember 1945. Jakarta: Arsip Perpustakaan Nasional Rol No. 33/PN/M. Hlm: 2

31

menjadi sebuah partai yang memiliki sifat radikal dan revolusioner sampai tahun

1948.83

1. PKI dan Perubahan Garis Kebijakan Kiri.

Pada tahun 1948, PKI dipimpin oleh Sardjono akan tetapi PKI sebagai sebuah partai yang memiliki sifat revolusioner kalah pamor dengan Partai Sosialis yang dipimpin oleh Amir Syarifudin. Kondisi ini dikarenakan kelompok kiri terpecah- pecah akan tetapi disatukan dengan koalisi Sayap Kiri. Pada bulan Februari 1948,

PKI juga ikut bergabung dengan FDR yang dipimpin oleh Amir Syarifudin.

Didalam FDR PKI juga tidak memasuki peran partai pelopor.

Dalam tubuh FDR sejak bulan Februari 1948 tersebut mulai muncul perdebatan-perdebatan mengenai keberadaan PKI kembali dalam gerakan kiri.

Perdebatan-perdebatan ini muncul setelah kongres pemuda se-Asia Tenggara di

Calcuta India pada tanggal 19 sampai 20 Februari 1948. Dalam kongres tersebut topik hangat yang dibicarakan adalah mengenai teori Zhadanov.84 Dalam teori itu

83 Anggaran Dasar Partai Komunis Indonesia. Makloemat PKI No. 1. Bintang Merah. 24 Desember 1945. Jakarta: Arsip Perpustakaan Nasional Rol No. 33/PN/M. Ibid. Lihat Juga Soe Hog Gie. Op. Cit. Hlm: 63-66.

84 Teori Zhadanov adalah sebuah teori yang muncul sejak tahun 1947 dimana di dunia internasional kelompok non-komunis mulai merasa terancam akan perkembangan komunis pasca_Perang Dunia kedua. Pada tanggal 22 september 1947 Komiteren diubah namanya menjadi Kominfrom. Andrei Zadanov adalah anggota Polit-Biro (Presideum Eksekutif Komiteren) Rusia hadir sebagai delegasi dari Partai Komunis Rusia Zhadanov malancarkan teori dua kubu yaitu Negara-negara imperialis yang dipimpin oleh Amerika dan Negara anti imperialis yamg dipimpin oleh Rusia dalam sidang sembilan negara. Soe Hog Gie. Op. Cit. Hlm: 170. lihat juga: Himawan Soetanto. Op. Cit. Hal: 72. Lihat juga Imam Soedjono. Op. Cit. Hlm211

32

dijelaskan bahwa kerja sama dengan pihak imperialis tidak usah dilanjutkan dan partai komunis harus mengambil posisi sebagai kelompok garis keras untuk melawan impirialisme. Kembalinya delegasi Indonesia dari kongres tersebut kemudian memunculkan pemikiran mengenai penempatan kembali PKI dalam FDR.85

Pada bulan Agustus tahun 1948, seorang tokoh senior komunis Indonesia yaitu

Musso kembali dari Moskow setelah lama berada di sana sajak tahun 1930. sebelum peristiwa 17 September 1948, ia mengadakan pertemuan dengan di istana negara di Yogyakarta. Dalam pertemuan itu terjadi pembicaraan panjang antara

Sukarno dan Musso yang membahas permasalahan revolusi di Indonesia. Sukarno mengajak Musso untuk memperkuat negara dan sekaligus melancarkan revolusi sosial untuk Indonesia. Musso menjawab ajakan tersebut dengan menjawab sebagai berikut: “Itu memang kewajiban saya, Ik kom hier om orde te schappen (saya datang untuk memperbaiki keadaan.)”86

Pada saat ia kembali ke Indonesia, ia melihat bahwa telah terjadi suatu kesalahan dalam proses revolusi. Musso berpendapat bahwa kompromi-kompromi politik yang dilakukan oleh pemerintahan RI selama tahun 1945 sampai tahun 1948 merupakan sebuah strategi yang merugikan bagi RI. Musso adalah seorang komunis yang menganut garis komunis internasional yang ortodoks. Ia kemudian mengeluarkan dua konsep yaitu konsep Front Nasional dan konsep “Djalan Baru”.

85 Soe Hog Gie. Ibid.

86 Hesri Setiawan.Op. Cit. Hlm: 2.

33

Front Nasional adalah usaha Musso untuk menyatukan kelompok-kelompok dengan tujuan untuk memenangkan revolusi. Semboyan dari Front Nasional ini adalah “Kita harus menang perang”. Dalam Front Nasional Ini anggotanya terdiri partai-partai dan non-anggota partai. 87

Selain program Front Nasional, ia juga membuat konsep “Djalan Baru” yang khusus di tujukan pada gerakan kelompok kiri FDR. Musso mengkritik strategi yang dilakukan oleh FDR dan golongan Sayap Kiri. Terdapat lima hal pokok yang terkandung dalam Djalan Baru Musso. Pertama mengenai adanya tiga partai Marxis di sebuah negara. Kedua adalah permasalahan mengenai perpecahan Amir Syarifudin dan Sahjrir. Ketiga adalah mengenai kemunduran Amir sebagai Perdana Menteri.

Keempat adalah mengenai perjanjian Linggar Jati dan Perjanjian Reville dan kelima adalah mengenai persoalan Front Nasional.

Dalam konsep komunis, apabila dalam satu negara terdapat dua atau lebih partai yang mengusung ideologi marxis maka itu merupakan sebuah kesalahan.

Menurut Musso, apabila dalam satu negara terdapat 3 partai Marxis maka hal itu menandakan bahwa proses revolusi tidak berhasil. Hal ini tercantum dalam Djalan

Baru sebagai berikut:

“ ... bahwa seterusnja harus ada satu Partai jang berdasarkan Marxisme- Leninisme dalam kalangan buruh. Polit-Biro PKI memutuskan mengajukan usul, supaja diantara tiga partai jang mengakui dasar-dasar Marxisme- Leninisme jang sekarang telah bergabung dalan Front Demokrasi Rakjat serta telah mendjalankan aksi bersama berdasarkan program bersama, selekas- lekasnya diadakan fusi (peleburan), sehingga menjadi satu partai kelas buruh

87 Imam Soedjono. Op. Cit. Hlm: 219.

34

dengan memakai nama jang bersedjarah, jaitu Partai Komunis Indonesia, disingkat PKI. Hanya partai sedemikian itu jang akan dapat memegang rol sebagai pelopor dalam gerakan kemerdekaan sekarang ini.”88

Konsep Djalan Baru Musso ini, merupakan pengembangan dari dalam dokumen konggres komiteren Internasional tahun 1921 yang berisi mengenai struktur kerja partai komunis Internasional. Dalam dokumen tersebut dikatakan bahwa partai komunis harus menjadi pelopor (vagguard) dalam proses revolusi dan apabila dalam proses revolusi sebuah negara terdapat tiga partai yang beraliran sama, maka hal tersebut dalam organisasi komunis internasional dianggap sebagai salah satu bentuk lemahnya perjuangan revolusi.

Mengenai persoalan Amir Syarifudin yang melepaskan jabatan Perdana

Menteri, ia berpendapat bahwa gerakan kiri telah membuat dia kesalahan. Kesalahan pertama adalah orang-orang kiri telah bekerja sama dengan pihak imperealis yang melakukan merupakan musuh dari kelompok komunis dan kesalahan kedua adalah golongan komunis di Indonesia tidak mengikuti perkembangan yang terjadi di dalam komiteren tahun 1947.89

Kritik Musso mengenai mundurnya Amir sebagai Perdana Menteri, Musso berpandangan bahwa kelompok kiri telah melupakan ajaran komunis dari Lenin yang berbunyi: “Soal pokok dari setiap revolusi adalah soal kekuasaan negara”. Musso

88Http://www.geocities.com//penebar/data-sejarah/rev-150/djalan-baru.html. Djalan Baru. Resolusi Politbiro untuk dimajukan pada kongres ke V Partai Komunis Indonesia pada tanggal 26-27 Agustus 1948. Jakarta: Yayasan Pembaharuan.

89 Imam Soedjono. Op. Cit. Hlm: 221 lihat Juga: Musso. 1948. Djalan baru.

35

berpendapat bahwa turunnya Amir sebagai Perdan Menteri, telah melepaskan kesempatan bagi kelompok Sayap Kiri untuk meraih kemenangan dalam proses revolusi. Hal ini telah membuka jalan kelompok-kelompok bojuis untuk memegang kekuasaan dan mengembangkan kapitalisme. Hal ini menyebabkan golongan komunis terisolasi dalam proses revolusi Indonesia. Mengenai Perjanjian Renvile dan

Perjanjian Linggar Jati Musso menegaskan bahwa PKI dan kelompok FRD harus menolak hasi-hasil perjanjian tersebut.90

Hasil pemikiran dari Djalan Baru tersebut merupakan hasil dari diskusi dan laporan-laporan yang Musso dapat dari para kader dan anggota FDR. Posisi

Musso sebagai tokoh tua komunis membuat dia sangat dihormati olah para pemimpin dan orang-orang aliran kiri yang lain. Dalam FDR ia dengan mudah mengumpulkan kembali para pejabat tinggi sebab sebagian besar dari para pejabat tinggi itu termasuk Amir Syarifudin merupakan anak didik Musso pada tahun 1930.91

Pada Tanggal 25 sampai 27 Agustus 1948, di Surakarta diadakan kongres besar FDR yang menghasilkan keputusan bahwa PKI kembali ditempatkan sebagai satu partai utama diatas partai-partai lain yang beraliran Marxis. Sejak saat itu FDR dibubarkan dan diganti dengan koalisi Front Nasional dengan struktur kepengurusan sebagai berikut:

90 Imam Soedjono. Op. Cit. Hlm: 222

91 Pada tahun 1930 Amir adalah anak didik Musso pada tahun 1935 di Semarang. Akan tetapi usaha Musso gagal karena gerakan tesebut diketahui oleh pemerintah Belanda yang melarang keberadaan PKI setelah peritiwa di Banten tahun 1927.

36

STRUKTUR KEPENGURUSAN PKI YANG TERBENTUK PADA TANGGAL 27 AGUSTUS 194892

Sekretariatan Jendral : Musso, Maruto Darusman, Tan Liang Djie, dan Ngadiman Hardjosubroto. Urusan Perburuhan : Hardjono, setiadjit, Djokosudjono, Abdulmadjid, Djodjodiningrat dan Akhmad Sumadi. Urusan Agraria : Adjidarmo Tjokronegoro, D. N. Aidit dan Sutrisno Urusan Militer (komisi Militer) : Amir Syarifudin Urusan Pemuda : dan Suprimo Urusan Agitasi dan Propaganda : Alimin, Lukman dan Sardjono. Urusan Organisasi : Urusan Hubungan dengan KNIP : Urusan keuangan : Ruskak

Pada bulan Agustus 1948 secara resmi FDR menjadi bagian dari PKI. Alasan pertama penyatuan tersebut adalah karena pandangan Musso dalam Djalan Baru yang dianggap sesuai dengan perjuangan revolusi orang-orang kiri sebagai strategi dalam meraih kekuasaan dalam pemerintahan. Kedua, terdapat faktor psikologis di mana terdapat rasa hormat kepada Musso sangat lekat dengan beberapa pimpinan penting FDR. Sejak kongres besar itu kemudian FDR berubah menjadi satu partai yaitu Partai Komunis Indonesia.

2. Djalan Baru Musso dan PKI Agustus 1948 Sampai September 1948

Setelah PKI dibentuk, strategi selanjutnya adalah melakukan strategi dua cara yaoitu melalui jalan Parlemen dan di luar Parlemen. Di dalam Komite Nasional

Indonesia Pusat (KNIP) langkah “Stoomwals” FDR menjadi PKI yang dilakukan

92 Imam Soedjono. Log. Cit.

37

oleh Musso telah menempatkan 116 perwakilan dalam KNIP dari 413 anggota keseluruhan dan 8 anggota dari 43 orang di Badan Pekerja Komite Nasional

Indonesia Pusat (BP-KNIP). Akan tetapi jumlah yang besar ini belum dapat membuat PKI sebagai partai pemegang mayoritas suara dalam KNIP sehingga

Musso sendiri juga memilih untuk juga bergerak diluar dengan melakukan perjalanan-perjalanana ke derah-daerah untuk konsulidasi dan kampanye program partai.

Pada bulan September dicatat bahwa Musso, Amir Syarifudin, Stiadjid dan

Wikana melakukan perjalanan yang disebut sebagai istilah “turba” atau turun ke bawah. Mereka melakukan perjalanan ke beberapa wilayah Jawa Tengah dan Jawa

Timur. Sebelum peristiwa 17 September di Madiun Musso telah melakukan beberapa kali pidato di wilayah Solo pada tanggal 7 September, Madiun pada tanggal 8 September, Kediri pada tanggal 11 September, Jombang 13 September,

Bojonegoro 14 September, Cepu pada tanggal 16 September dan Puwodadi pada tanggal 17 September. Dalam pidato-pidatonya Musso menyosialisasikan program- programnya yang menentang Perjanjian Renville dan penyatuan Front Nasional dan mengkonter adanya isu-isu yang buruk akan keberadaan dirinya dan PKI. Salah satu contohnya adalah pidato Musso di Madiun pada tanggal 8 September 1948 yang merupakan tanggapan dari pidato Perdana Menteri Hatta pada tanggal 2 September

1948 di depan KNIP. Musso menyatakan secara tegas bahwa tindakan-tindakan yang di lakukan oleh PKI dengan strategi baru tersebut bukan karena menerima instruksi dari Moskow akan tetapi karena itu merupakan sebuah konsekuensi dari revolusi

38

Indonesia. Dalam pidato Musso, ia menjelaskan bahwa revolusi Indonesia seharusnya di bawah pimpinan proses revolusi Uni Soviet, karena negara tersebut adalah pemimpin revolusi dunia. 93

Dalam Djalan Baru Musso, ia memiliki pandangan bahwa di Indonesia kelas yang memiliki potensi kekuatan revolusioner bukan hanya kelas buruh saja, melainkan juga kelompok petani, pemuda, wanita dan Tentara, akan tetapi antara bulan Agustus 1948 sampai bulan Setember 1948 permasalahan Re-Ra merupakan permasalahan yang cukup tajam di dalam tubuh Republik. Pemuda sosialis Indonesia

(Pesindo) dalam hal ini berada di luar struktur keanggotaan PKI dan bukan sebagai organisasi di bawah (onderbown) dari salah satu partai. Posisi Pesindo tersebut dijelaskan Musso pada kongres besar di bulan Agustus 1948 akan tetapi Pesindo sendiri secara tidak langsung juga merupakan salah satu organisasi yang sejalan dengan PKI karena perinsip dasar Pesindo yang hampir sama dengan kepentingan

PKI.94

Pesindo merupakan sebuah organisasi yang merupakan fusi dari tujuh organisasi pemuda yaitu Angkatan Pemuda Indonesia (API), Angkatan Muda

Republik Indonesia(AMRI), Gerakan Pemuda Republik Indonesia (GERPRI),

Pemuda Republik Indonesia(PRI), angkatan Muda Kereta Api Indonesia (AMKA), angkatan Muda Pos, Tilgrap dan Tilpun (AMPTT) Angkatan Muda Gas dan Listrik

93Himawan Soetanto. Op. Cit. Hlm: 97.

94 Imam Soedjono. Op.Cit. Hlm: 224.

39

(AMGL). Pesindo dibentuk antara tanggal 30 sampai tanggal 31 Januari 1946.

Kedekatan konsep Pesindo dengan gerakan kiri adalah melalui surat keputusan yang dibuat pada saat Pesindo berdiri yaitu sebuah pernyataan mengenai strategi perjuangan dalam Manifiesto Politik Madiun sebagai berikut ini:

“Corak perjuangan kita adalah: stabilisasi pemerintahan dengan cara corrective dan constrictive oposisi, dengan maksud membawa pemerintahan kearah Undang-Undang Dasar dan penyesuaian sepak terjangnya dengan program Pesindo yang disediakan atas dasar revolusioner” 95 dan hal ini ditegaskan lagi dengan pernyataannya sebagai berikut:

“ ...Khalayak harap tahu bahwa : 1. Pesindo bukan partai negara, bukan partai yang didirikan oleh dan untuk negara. 2. Pesindo memiliki corak , haluan, faham-faham sendiri. 3. Pesindo sebagai organisasi yang revolusioner tidak menghendaki dirinya diikat siapun juga. Pesindo tetap berdiri di depan Rakyat, membela kepentingan kaum proletar. Kita akan berantas segala tindakan yang hendak memperkosa kebahagiaan proletar Indonesia...”96

Dalam Pesindo terdapat lima pokok perinsip perjuangan yaitu politik, perjuangan, ekonomi, sosoial dan pendidikan. Dalam melaksanakan program tersebut Pesindo melakukan proses pendidikan kader yang akan melaksanakan bidang-bidang tersebut.

Pernyataan Pesindo di awal pembentukanya tersebut yang menyebabkan secara pemikiran Pesindo dekat dengan FDR. Akan tetapi pelu untuk dimengerti apabila secara struktur organisasi Pesindo dan FDR bukan merupakan satu kesatuan organisasi. Walau pada tahun 1948 Pesindo tergabung dalam FDR akan tetapi

Pesindo tetap menjadi sebuah organisasi yang bebas. Ada tahun 1948 pimpinan

95 Imam soedjono. Op. Cit. Hlm: 120.

96 Imam soedjono. Ibid

40

Pesindo dipegang oleh Sumarsono dan kantor pusat organisasi pemuda ini berada di

Madiun. Pada tahun 1948 Pesindo dibandingkan dengan laskar-laksar pemuda lain organisasi ini berkembang sebagai sebuah organisasi pemuda yang terbesar, terorganisir baik dan memiliki persenjataan yang paling kuat. Hal ini desebabkan karena pertama Pesindo mampu untuk menarik perhatian pemuda dengan menggunakan kebenciana umum terhadap Jepang dan “jaringan bawah tanah” serta pengalaman orognaisasi dari pemimpinnya. Kedua, Amir memiliki peran pokok pada saat ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan. Pembentukan Biro Perjuangan di

Madiun merupakan salah satu unsur yang memperkuat Pesindo dan ditambah lagi

PRI merupakan salah satu laskar yang memiliki gudang senjata yang cukup besar di

Jawa Timur

C. Program Reorganisasi dan Rasionalisasi Militer kabinet Hatta.

1. Program Reorganisasi dan Rasionalisasi Hatta.

Latar belakang munculnya program Reorganisasi dan Rasionalisasi militer pada masa pemerintahan Perdana Menteri Hatta disebabkan karena kondisi politik dan ekonomi yang terjadi setelah Perjanjian Renville. TNI pada saat itu terbagi menjadi dua bagian yaitu tentara regular dan non-regular. Tentara regular adalah kelompok tentara yang berasal dari orang-orang yang pernah mendapat pendidikan militer dari

Belanda (eks-KNIL). Mereka sebagian besar berada dalam pasukan Divisi VI

Siliwangi. Sedangkan tentara nonregular adalah kelompok tentara yang berasal dari sipil dan hanya bersifat spontan dalam menanggapi masa Revolusi. Mereka biasanya

41

tergabung dalam kesatuan laskar-laskar rakyat. Menurut M. C. Riclef perbandingan jumlah antara tentara regular dan nonregular adalah 350.000 orang tentara regular dan

470.000 orang tentara non-regular. Program Re-Ra ini bagi pemimpin-pemimpin tentara non reguler sangat merugikan karena sebagian besar dari mereka yang terkena dampak pemotongan jabatan. Salah satunya yang terjadi pada letkol.

Sutarto Sebagai pimpinan Divisi IV Senopati. 97

Pada tanggal 27 Februari 1948, Program Re-Ra ditetapkan melalui Keputusan

Presiden No. 9 dan diperkuat dengan Penetapan Presiden No. 14 tanggal 14 Mei

1948. Isi penetapan tersebut lebih pada pelaksanaan teknis dari program rasionalisasi.

Setelah Keputusan Presiden tersebut ditetapkan Puncuk Pimpinan TNI dan

Gabungan Kepala Staf dibubarkan dan digantikan di dalam Kementerian Pertahanan segera dibentuk gabungan Staf Umum yang dipimpin oleh Komodor Suryadarma sebagai kepala staf Angkatan Perang dan Kolonel Simantupang sebagai wakilnya.

Sementara itu Jendral Sudirman ditetapkan sebagai Panglima Besar Angkatan Perang

Mobil dan Jendral Mayor A. H. Nasution sebagai wakilnya.98 Alasan pengangkatan

Jendral Sudirman sebagai Panglima Besar sesungguhnya sangat politis, karena diharapkan apabila Sudirman diangkat sebagai pemimpin, ia yang berasal dari kelompok laskar-laskar rakyat akan mampu menetralkan reaksi-reaksi yang timbul dalam kelompok tentara nonregular.

97 M.C. Riclef. 2005. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta. Hlm: 458.

98 Himawan Soetanto. Op. Cit. Hlm: 60

42

Dalam Penetapan ini di tegaskan bahwa Wilayah RI memiliki dua wilayah komando militer yaitu: wilayah Komando Tentara dan Terotoriun Djawa (KTTD) dan wilayah Komando Tentara dan Terotorium Sumatara (KTTS). Dalam program Re-Ra ini Jawa yang semula terdapat tujuh divisi ketetaraan diperkecil menjadii empat divisi ketentraan. Penggabungan itu untuk tujuan efektifistas dari sistem komando terpusat. Proses reoganisasi kesatuan divisi dan eselon-eseolon dii bawahnya dilaksakan oleh Nasution sendiri. 99

2. Reaksi Laskar-Laskar Rakyat Tehadap Program Reorganisasi dan Rasionalisasi Militer.

Program Re-Ra yang di tetapkan oleh Hatta ternyata menimbulkan kekecewaan dari sebagian besar dari laskar-laskar rakyat. Hal tersebut berasal dari dampak program Re-Ra yang lebih berpengaruh kepada sebagian besar pemimpin-pemimpin dari laskar-sakar rakyat tersebut. Divisi VI Narotama dari Jawa Timur dan Divisi IV

Panembahan Senopati dari Surakarta menentang pelaksanaan program Re-Ra ini.

Mereka berpendapat bahwa Re-Ra merupakan sebuah kesalahan karena pada saat itu

Indonesia sedang menghadapi ancaman agresi militer Belanda. Menurut mereka memperkecil angkatan perang berarti mempermudah Belanda untuk masuk ke wilayah RI. Isu yang muncul kemudian adalah bahwa program Re-Ra ini adalah salah satu taktik Belanda untuk memecah kekuatan TNI. 100

99 Himawan Soetanto. Op. Cit. Hlm: 61

100 Pandangan laskar-laskar rakyat ini berasal dari hasil perundingan pasca perjanjian Renville. Antara Indonesia dan Belanda sempat kembali melakukan perundingan pada

43

Sebagai eksekutor dalam program Re-Ra ini, Nasution merencanakan untuk menggabungkan Divisi IV Panembahan Senopati dengan Divisi VI Narotama.

Tujuannya adalah mebentuk kembali satu kesatuan baru yang cukup solid. Dari awak

Divisi IV Panembahan Senopati merupakan salah satu target dari program Re-Ra.

Nasution melihat bahwa pengaruh yang paling kuat dari FDR ada di dalam Pasukan

Divisi IV Penembahan Senopati. Sebab divisi ini memiliki hubungan dekat dengan

FDR dan Pesindo.101

Kedekatan Divisi IV Panembahan Senopati adalah karena pimpinan divisi ini yaitu Sutarto memiliki kedekatan aktivitas dengan gerakan kiri sajak ia aktif dalam kegiatan politik. Sutarto semenjak muda telah aktif dalam gerakan kegiatan kiri seperti menjadi ketua Suluh Pemuda Indonesia (SPI). Pada tahun 1930 dan pada masa pendudukan Jepang ia juga aktif dalam gerakan bawah tanah anti Jepang di Wonogiri.

Setelah menjadi komadan Divisi IV Senopati ia memiliki hubungan yang luas dengan organsasi-organsasi pemuda di Solo, Angkatan Muda Tentara dan Pesindo. Posisi

bulan Juni 1948. Suasana semakin memanas antara kedua negara ini setelah Suprino menendatangain persetujauan konsuler dengan Pemerintahan Uni Soviet yang berisi akan diadakan tukar menukar pejabat konsuler atara Moskow danYogyakarta. Hal ini membuat Belanda bereaksi. Van Mook segera mendesak Perdana Menteri Belanda untuk membatalkan perjanjian tersebut. Belanda mengancam apabila RI tidak mengindahkan hal itu maka Belanda mengancam akan menghentikan perundingan-perundingan. Himawan Soetanto. Op. Cit. Hlm 52-53.

101 Imam Soedjono. Log. Cit. Hlm: 218

44

Pesindo dalam Divisi IV Panembahan Senopati tersebut yang menyebabkan kedekatan FDR dengan organisasi ketentaraan tersebut.102

Pada tanggal 20 Mei 1948, di Surakarta terjadi demonstrasi protes menentang program Re-Ra. Demonstrasi ini dilakukan dengan cara melakukan demo senjata dari beberapa batalyon bersenjata yang dilakukan oleh Pesindo dan Tentara Laut Republik

Indonesia (TLRI).103 Setelah demonstrasi tersebut dalam Divisi IV Panembahan

Senopati melakukan perubahan organisasi dengan berganti nama Divisi IV

Pertempuran Panembahan Senopati (DPPS). Hal tersebut dilakukan karena kepemimpinan DPPS tetap berada di tangan Mayor Jendral Sutarto.104

Proses reorganisasi Divisi IV Senopati menjadi DPPS ini tidak merubah kedudukan Sutarto sebagai pimpinan kesatuan. Hal ini tentu saja menyebabkan

Pemerintahan Pusat gusar, pada apa yang dilakukan Divisi IV Panembahan senopati di Surakarta telah dianggap sebagai usaha penentangan kedudukan Angkatan

Bersenjata pusat. Kedudukan DPPS di Surakarta semakin kuat, setelah Pesindo menjadi bagian dari FDR yang berpusat di Madiun. Tentu saja hal ini kemudian memperkuat keinginan Nasution dan Hatta untuk segera melakukan program Re-Ra tersebut.

102 David Charles Anderson. 2003. Peristiwa Madiun 1948. Kudeta atau Konflik Internal Tentara. Yogyakarta: Penerbit Media Pressindo. Hlm: 22. Lihat juga Imam Soedjono. Op. Cit. Hlm: 214

103 Imam Soedjono. Log. Cit. Hlm: 214.

104 David Charles Anderson. Op. Cit. Hlm: 25. Lihat juga: Imam Soedjono. Op. Cit. hlm: 215.

45

D. Peristiwa-Peristiwa Menjelang Peristiwa Madiun 1948.

Sebelum peristiwa Madiun 1948, terjadi dua peristiwa penting yang mengawali Peristiwa Madiun 1948. Dua peristiwa tersebut peristiwa pemogokan di

Delanggu, Jawa tengah yang terjadi pada bulan Juli 1948 dan peristiwa Surakarta yang terjadi di awal bulan September 1948.

1. Peristiwa Delanggu 1948.

Setelah Perjanjian Renville, Indonesia mengalami krisis ekonomi yang cukup berat. Sebab hampir sebagian besar sektor produksi dan pangan berada di daerah yang dimiliki Belanda. Selain itu juga besarnya jumlah penduduk yang melakukan hijrah ke wilayah RI telah menyebabkan ledakan penduduk yang cukup tinggi.

Peristiwa Delanggu sesungguhnya merupakan sebuah peristiwa pemogokan yang dilakukan oleh para buruh melakukan menuntut perbaikan upah serta fasilitas yang tidak seimbang antara pegawai harian dan staf pabrik. Pemogokan yang terjadi pada pertengahan tahun 1948 tidak dapat lepas dari pengaruh organisasi buruh yaitu

Sentral Organisasi Buruh Indonesia (SOBSI) yang menjadi bagian dari FDR. SOBSI merupakan organisasi buruh dengan jumlah anggota terbesar jika dibandingkan dengan organisasi-organisasi buruh yang lain.

Pemogokan diawali pada bulan Februari tahun 1948 oleh anggota Sarekat buruh Republik Indonesia () dengan tuntutan kenaikan gaji yang kemudian diikuti oleh aksi Lembaga Buruh Tani (LBT) yang juga berada di bawah SOBSI.

46

Tuntutan mereka adalah upah in natura (bonus) sebanyak tiga meter kain dan 20 kg beras untuk satu keluarga setiap bulan.105 Pihak pabrik dan pemerintah menanggapi tuntutan tersebut dengan melakukan kesepakatan dengan pihak buruh bahwa tuntutan mereka akan dipenuhi. Sampai bulan Mei 1948 janji tersebut tidak dilaksanakan oleh pemerintah. Hal tersebut menyebabkan para buruh melakukan aksi demonstrasi dan mogok kerja. Aksi tersebut berlangsung pada tanggal 28 Mei sampai tanggal 18 Juli

1948.

Situasi Delanggu semakin memanas. dengan masuknyaburuh-buruh yang tergabung dari Sarikat Tani Islam Indonesia (STII) sebagai buruh pengganti bagi kedua pabrik tersebut. Masuknya STII sebagai buruh pengganti tersebut menyebabkan ketegangan terjadi di Delanggu. Akhirnya terjadi bentrokan antara

SOBSI dan STII. Bentrokan tersebut karena anggota buruh yang melakukan pemogokan menganggap bahwa STII merupakan pendukung pihak imperialis.

Peristiwa Delanggu pada dasarnya merupakan peristiwa murni dari gerakan buruh dan tidak ada hubungannya dengan konflik Angkatan Bersenjata atau program

Re-Ra. Akan tetapi alasan dari menjadi bagiannya masuknya peristiwa Delanggu sebagai salah satu rangkaian dari peristiwa sebelum Madiun 1948 adalah saat pemerintah pusat memerintahkan Pasukan Divisi VI Siliwangi untuk meredam bentrokan tersebut. Hal itu menimbulkan kecemburuan dari pihak Pasukan Divisi IV

Panembahan Senopati. Mereka merasa bahwa tugas meredam bentokan tersebut adalah tugas dan kewenangan mereka. Dalam peta militer, daerah Delanggu adalah

105 Soe Hog Gie. 1997. Op. Cit. Hlm: 201.

47

wilayah pasukan Divisi IV panembahan Senopati. Hal tersebut merupakan salah satu pemicu terbesar dalam konflik yang terjadi di Surakarta 106

2. Peristiwa Surakarta 1948

Di Surakarta ketegangan antara DPPS dan Divisi VI Siliwangi setelah peristiwa

Delanggu semakin tajam. Pada tanggal 3 Juli 1948 Kolonel Sutarto pemimpin DPPS terbunuh. Divisi IV mencurigai pasukan tersebut adalah pasukan yang melakukan pembunuhan terhadap pimpinan mereka. Sebab sebelum terbunuhnya pimpinan

DPPS di wilayah Surakarta muncul isu mengenai keberadaan “Pasukan

Tengkorak”. Setelah peristiwa terbunuhnya komandan Divisi IV Senopati, Kolonel

Sutarto, pada tanggal 1 September 1948, terjadi penculikan terhadap dua orang anggota PKI yaitu Slamet Widjaja dan Pardio. Selain itu pada tanggal 7 September

1948 terjadi penculikan misterius terhadap beberapa perwira dan beberapa prajurit yang berasal dari Brigade TLRI serta empat perwira staf Angkatan Laut. Dari laporan dan penyelidikan peristiwa tersebut, Batalion Rukman yang merupakan bagian dari

Divisi VI Siliwangi terbukti terlibat. Bukti tersebut adalah sebuah laporan bahwa anggota PKI dan para perwira TLRI di tahan di wilayah Srambatan yang menjadi markas dari Divisi VI Siliwangi.

Berdasarkan laporan tersebut, pimpinan DPPS menuntut pengembalian para perwira yang diculik dengan batas waktu sampai tanggal 13 September 1948. Akan tetapi sampai batas waktu yang ditentukan tidak ada tanggapan dari Divisi IV

106 David Charles Anderson, Op. Cit. Hlm: 14

48

Siliwangi. Pada hari yang sama, di daerah Srambatan di timur Surakarta terjadi bentrokan bersenjata antara pasukan DPPS yang dimpimpin oleh Mayor Slamet

Riyadi dengan Divisi VI Siliwangi. Bentrokan antara dua Divisi tersebut berawal dari ditembaknya dua orang wakil DPPS yaitu Mayor Sutarno dan Brigadir Marinir

Yadau saat menyampaikan tuntutan dari DPPS. Akibatnya kontak senjata tidak dapat dihindari sampai tengah malam. 107

Pada tanggal 13 September 1948, segera dilakukan pertemuan diam-diam di bawah pimpinan Sudirman. Isi kesepakatan dari pertemuan itu adalah Divisi VI

Siliwangi harus menarik diri dari wilayah Surakarta. Perjanjian tersebut disambut dingin oleh Divisi VI Siliwangi. Sikap ini muncul karena ada kekawatiran apabila terjadi penarikan kekuatan Divisi VI Siliwangi dari wilayah Surakarta maka akan terjadi pelanggaran Perjanjian Renville secara besar-besaran.108 Akan tetapi gencatan senjata antara kedua divisi itu tidak berlangsung lama sebab empat hari sesudahnya pada tanggal 17 September 1948 di Madiun muncul peristiwa yang lebih besar lagi pengaruhnya bagi RI.

107 David Charles Anderson. Op. Cit. Hlm: 34

108 David Charles Anderson. Op .Cit. Hlm: 38

49

BAB III

PKI DAN PERISTIWA MADIUN 1948

Setelah peristiwa Surakarta yang terjadi pada awal bulan September 1948 yang merupakan krisis interen Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang melibatkan pasukan

Divisi V Siliwangi dan pasukan Divisi IV Panembahan Senopati, banyak dari laskar- laskar rakyat yang berada dalam kondisi tertekan karena pelaksanaan program

Reorganisasi dan Rasionalisasi (Re-Ra) mundur ke wilayah Madiun. Alasan mundurnya mereka ke wilayah Madiun karena Madiun merupakan basis massa kelompok Sayap Kiri dan PKI dianggap memberikan dukungan baik itu secara moral dan mampu untuk menerima aspirasi mereka.

Secara kewilayahan, Madiun adalah sebuah wilayah yang terletak di wilayah karisidenan Jawa timur. Pada tahun 1948 kota Madiun adalah kota terbesar ketiga setelah Yogyakarta dan Surakarta setelah perjanjian Renville. Lingkungan sosial dan

Budaya Madiun secara sosiologi merupakan perpaduan antara kebudayaan feodal priyayi dengan kebudayaan kota moderen. Secara ekonomi, wilayah ini memiliki banyak pabrik peninggalan Belanda. Hal itu yang kemudian menyebabkan Madiun menjadi basis buruh terbesar dalam pemerintah RI pada saat itu

109

109 David Charles Anderson. 2003. Peristiwa Madiun 1948. Kudeta atau Konflik Internal Tentara. Yogyakarta: Penerbit Media Pressindo. Op. Cit. Hlm: 49

50

Beberapa organisasi buruh yang muncul tersebut adalah Sentral Organisasi Buruh

Seluruh Indonesia (SOBSI), Buruh Tekstile Nasional (BTN) dan Serikat Buruh

Kereta Api (SBKA). Sejak zaman Belanda Madiun merupakan wilyah potensial berkembanganya aliran kiri dengan banyaknya pabrik dan massa Hal tersebut yang menyebabkan pengaruh FDR di Madiun cukup kuat.

Terdapat tiga faktor yang menyebabkan Madiun menjadi basis FDR dan PKI.

Pertama Madiun memiliki potensi buruh terbesar di wilayah RI saat itu. Kedua, di

Madiun oleh PKI dibangun Marx House sebagai rumah pendidikan PKI saat itu.

Ketiga, Madiun merupakan basis kekuatan militer terakhir. Hampir sebagian besar anggotanya terdiri dari laskar-laskar rakyat yang terkena dampak program Re-Ra.

Faktor ketiga ini yang menyebabkan pemerintahan Hatta memiliki rencana akan membuat Madiun sebagai garis kekuatan militer di wilayah timur. Akan tetapi sejak pemerintahan Hatta memimpin terdapat kecenderungan bahwa pemerintah lebih berpihak kepada TNI yang tidak menyukai keberadaan FDR. Hal tersebut menyebabkan FDR khawatir pada posisi kekuatan mereka terutama Pesindo dan laskar-laskar rakyat.

A. Peristiwa Madiun 1948.

Pemimpin Pesindo di Madiun pada tahun 1948 Soemarsono mengatakan bahwa pada hari-hari menjelang tanggal 17 September 1948, kota Madiun tidak terjadi

51

konflik fisik antara pasukan Divisi VI Siliwangi dan laskar-laskar rakyat.136 Satu- satunya ketegangan yang terjadi adalah demonstrasi buruh dilakukan oleh Serikat

Buruh Dalam Negeri (Sebda). Demonstrasi ini bertujuan untuk menuntut kenaikan upah buruh pabrik dan aksi tersebut merupakan bentuk solidaritas atas situasi yang menimpa di Delanggu sebelumnya. 137

Dalam wawancara dengan Hersri Setiawan, Soemarsono sebagai pimpinan

Pesindo saat itu mengatakan bahwa ia mendapat laporan dari anggota Pesindo bahwa di Madiun telah terjadi penculikan beberapa pemimpin Sebda. Kejadian tersebut memunculkan banyak spekulasi dan pendapat bahwa pelaku penculikan tersebut adalah “Pasukan Tengkorak” yang menurut informasi adalah pasukan yang melakukan penculikan anggota TLRI dan PKI di Surakarta sebelumnya.

Sebagai pimpinan Pesindo, Soemarsono segera melaporkan situasi yang terjadi di Madiun kepada Musso dan Amir Syarifudin. Kedua tokoh utama PKI pada saat itu sedang berada di daerah Kediri melakukan konsolidasi partai serta melakukan kampanye resolusi Djalan Baru. Setelah Musso mendengar laporan dari Soemarsono tersebut, Musso memerintahkan Soemarsono untuk melakukan tindakan yang diperlukan untuk mengamankan Madiun dari kekacauan. Perkataan Musso itu

136 David Charles Anderson . Op. Cit. Hlm: 124

137 Hersri Setiawan. 2002. Negara Madiun. Kesaksian Soemarsono Pelaku Perjuangan . Jakarta: Penerbit FuSPAD. Hlm: 93.

52

kemudian dipahami oleh Soemarsono untuk melakukan langkah pengamanan dengan melucuti “Pasukan Tengkorak”.138

Kemudian Soemarsono berinisiatif melaporkan kondisi Madiun kepada pimpinan Angkatan Bersenjata pusat. Dalam laporan tersebut ia menyatakan bahwa telah terjadi pertempuran antara “Pasukan Tengkorak” dengan Pesindo. Di akhir laporannya, ia meminta instruksi dari pusat untuk penyelesaian lebih lanjut atas konflik tersebut dan menyebutkan bahwa Supardi diangkat sebagai Residen kota

Madiun untuk mengantikan Residen yang saat itu sedang tidak ada di tempat. 139

Akan tetapi berita tentang peristiwa di Madiun yang tersiar di Yogyakarta, mengatakan bahwa telah terjadi pemberontakan pada tanggal 17 September 1948 di

Madiun. Padahal yang terjadi hanya konflik interen angkatan bersenjata. Terpilihnya

Supardi sebagai pimpinan Madiun bagi pemerintahan pusat hal tersebut merupakan sebagai bentuk perlawanan terhadap pemerintahan pusat RI Yogyakarta.

Pada tanggal 19 September 1948, di Yogyakarta, markas Pesindo dan markas

SOBSI diamankan oleh pasukan pro-pemerintah. Beberapa koran dan harian yang berhaluan kiri seperti Suara Ibu kota, Koran Buruh, koran Patriot dan Bintang Merah dibredel oleh pasukan Brigade Mobil. Sekitar dua ratus orang FDR-PKI ditahan dan diinterograsi pada saat itu. 140

138 Hersri Setiawan. Op. Cit. Hlm: 72.

139 Hersri Setiawan. Op. Cit. Hlm: 98.

140 David Charles Anderson. Op. Cit. Hlm: 76.

53

Hatta dengan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) segera melakukan rapat kerja darurat.141 Rapat tersebut kemudian dilanjutkan dengan rapat kabinet yang dihadiri oleh seluruh staf menteri, perwakilan FDR dan Wakil

Presiden Mohammad Hatta. Menyikapi keadaan yang terjadi di kota Madiun, pemerintah merencanakan sebuah resolusi. Mr. Luat Siregar yang saat itu sebagai menteri yang hadir menyatakan bahwa FDR bukan satu-satunya pihak yang harus bertanggung jawab atas kondisi Madiun saat itu.

Dalam rapat tersebut beberapa anggota FDR yang hadir mencoba untuk memberikan tawaran balik kepada pemerintah pusat. Dalam tawaran tersebut FDR berjanji untuk mengendalikan keadaan Madiun apabila Sayap Kiri dan komunis mendapat tempat dalam pemerintahan sesuai dengan mereka minta. Akan tetapi usul tersebut ditolak oleh pemerintah, sebab apabila hal tersebut terjadi maka usaha pemerintah dalam menjalankan diplomasi internasional akan gagal. Hal ini terkait dengan peran Amerika Serikat pada Perjanjian Renvile. Amerika dalam hal ini tidak menyukai perkembangan kekuatan kiri dan PKI di Indonesia. Selain itu juga apabila permintaan FDR dipenuhi maka hal itu kemudian berarti konflik dengan Belanda secara tebuka akan semakin tajam.

Setelah terjadi kegagalan dalam perundingan antara Pemerintah RI pusat dengan FDR, pada tanggal 19 September 1948, Sukarno berpidato melalui radio pemancar RRI Yogyakarta pada pukul 20.00. Ia mengatakan bahwa di Madiun telah terjadi kudeta dan secara terang-terangan menunjuk PKI Musso sebagai pihak yang

141 Hersri Setiawan. Op. Cit. Hlm: 99.

54

bertanggung jawab atas peristiwa tersebut.142 PKI dituduh telah mendirikan pemerintahan Soviet dalam negara Republik Indonesia dan ia mengutarakan bahwa rakyat harus memilih antara Sukarno-Hatta atau PKI-Musso.

Pidato Sukarno tersebut terkait dengan isu keberadaan Dokumen Shadanov yang beredar setelah bulan Januari tahun 1948. Dokumen ini berisi catatan penting mengenai situasi yang berkembang di dunia internasional. Dalam dokumen tersebut setelah Perang Dunia ke II selesai kekuatan di dunia dikelompokkan menjadi dua yaitu kubu imperialis dan kubu kapitalis yang dipimpin oleh Amerika Serikat dengan kubu komunis yang dipimpin oleh negara Uni Soviet. Selain itu dalam dokumen tersebut tertulis bahwa taktik Front Rakyat dan upaya mememperoleh kekuasaan melalui Pemihan Umum dan jalan parlementer sudah dianggap kadaluarsa bagi gerakan komunis. Makalah politik tersebut disampaikan dalam konferensi Calcuta pada tahun 1946. Dokumen inilah yang kemudian sering dikaitkan sebagai cetak biru peristiwa Madiun 1948.143

Mendengar Pidato Sukarno yang secara terang-terangan menuduh FDR PKI,

Musso segera menjawab pidato Sukarno secara emosional. Musso mengatakan bahwa

Sukarno sebagai budak Jepang dan Amerika yang telah menjual masyarakat

142 Hersri Setiawan. Op. Cit. Hlm: 164. Dikutip dari teks Pidato radio presiden Soekarno yang diperdengarkan di depan pemancar RRI Yogyakarta pada tanggal 19 September 1948 pada pukul 20.00 WIB. Teks disalin dari album perang kemerdekaan 1945- 1950.

143 Hersri Setiawan. Op. Cit. Hlm: 18. Lihat juga Imam Soedjono. 2006. Yang berlawan. Membongkar tabir pemalsuan Sejarah PKI. Yogyakarta: RESIST BOOK. Hlm: 206-207

55

Indonesia. Ia juga mengeluarkan pernyataan bahwa “Selamanya Musso menghamba terhadap rakyat” dan akan melakukan perlawanan sampai titik darah penghabisan.

Bagi Musso reaksi pemerintah terhadap peristiwa Madiun merupakan tanda-tanda bahwa pemeritahan telah dikuasai oleh kekuatan Barat.144 Selain itu juga Musso melihat bahwa Peristiwa Madiun dipakai sebagai sebuah momentum untuk menghancurkan kekuatan komunis di Indonesia. Sesungguhnya Madiun adalah puncak dari usaha Red Drive yang bertujuan untuk menyingkirkan orang-orang kiri dalam pemerintahan.145

Pada tanggal 20 September 1948 Musso mengumumkan program nasionalnya dan membentuk pemerintahan Front Nasional yang dibentuk pada tanggal 19

September 1948. Dalam program Front Nasioanal terdapat tujuh butir pokok, yaitu sebagai berikut: 146

a) Perombakan aparat pemerintahan lama, b) Perombakan ketentaraan dengan memasukan unsur-unsur demokrasi di lingkunan tentara. Tentara harus bekerjasama dengan buruh tani c) Nasionalisasi perusahaan, pabrik dan bank-bank dan lain-lain milik asing. d) Pembagian tanah untuk para petani penggarap. e) Pengambilan semua pabrik, bank, perkebunan dan alat-alat yang penghubung musuh (Belanda). Diadakan pengendalian harga-harga. f) Seluruh rakyat diorganisasikan untuk melawan musuh-musuh dari luar

144 Ann Swift. Ann Swift. 1989. The road to Madiun: The Indonesia Communist Uprising of 1948. Ithaca. New York: South Asia Program Cornel University. Hlm: 75. Pidato Musso ini di keluarkan tanggal 19 September 1948 pada pukul 11.30 WIB melalui radio Gelora Pemuda Madiun.

145 Hersri Setiawan. Op. Cit: Hlm: 164.

146 Dr. A.H. Nasution. 1978. Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, jilid 7. Bandung: Penerbit Angkasa. Bandung. Hlm: 215- 216.

56

g) Didirikan biro keamanan

Pembentukan pemerintahan Front Nasional merupakan salah satu wujud kekecewaan

Sayap Kiri dan PKI terhadap sikap yang ditunjukan pemerintahan.

Di Madiun salah seorang pemimpin Laskar Rakyat Kol. Djoko Soedjono berpidato bahwa tindakan-tindakan yang terjadi di Madiun bukan sebuah usaha penggulingan kekuasaan RI. Ia menyatakan bahwa peristiwa Madiun tanggal 18

September 1948 merupakan sebuah koreksi para pemuda (Pesindo) terhadap kebijakan program Re-Ra.147

Pernyataan tersebut adalah usaha untuk mencoba meluruskan situasi yang terjadi di Madiun kepada pemerintahan pusat di Yogyakarta. Ia kemudian mencoba mengumpulkan seluruh panglima pertahanan Jawa Timur di Madiun pada tanggal 24

September 1948. Tujuan dari pertemuan tersebut adalah membahas mengenai situasi yang berkembang dalam tubuh ketentaraan.

D. Usaha Penghancuran Sayap Kiri.

1. Strategi Penghancuran PKI Dari Yogyakarta.

Setelah kegagalan perundingan FDR pada rapat tanggal 18 September 1848 posisi tawar FDR dan Laskar-Laskar Rakyat menjadi sangat sulit. Dalam rapat yang dihadiri oleh Sukarno, dan pejabat tinggi pemerintahan terjadi penolakan atas tawaran

FDR oleh pemerintahan Hatta. Setelah peritiwa Madiun terjadi, pada tanggak 18

147 Soe Hog Gie. 2005. Orang-orang di persimpangan kiri jalan.Yogyakarta: Bentang Pustaka Hlm: 244.

57

Sepetember 1948 muncul berbagai macam spekulasi dari beberapa kalangan dan khusunya muncul dari pihak-pihak yang tidak menyukai keberadaan kekuatan PKI-

FDR dan laskar-laskar rakyat di Madiun.

Dalam hal ini, Hatta dan Nasution segera mengambil kesempatan untuk menggunakan pengaruhnya dalam rencana penghancuran kekuatan FDR-PKI di

Madiun. Bagi Hatta peristiwa Madiun merupakan sebuah kesempatan untuk menyingkirkan kekuatan FDR PKI dan tokoh-tokoh yang ada di dalamnya. Posisi

Hatta menguat setelah peristiwa Madiun dan seperti yang tertulis dalam dokumen

“Red Drive Proposals”. Dokumen ini merupakan kesepakatan dalam pertemuan rahasia di Hotel “Huisje Hansje” yang terletak di wilayah Sarangan, Madiun pada tanggal 21 Juli 1948. Pertemuan rahasia tersebut dihadiri oleh jendral Hopkins, Marle

Cochran, soekarno, Hatta, Sukiman, Mohammad Roem, dan kepala polisi Sukanto.148

Sementara itu dalam tubuh Angkatan Bersenjata, peran perencanaan penumpasan

FDR-PKI ditentukan oleh dua orang yaitu Nasution dan kolonel Gatot Subroto. Pada saat itu Nasution menjabat Kepala Staf Operasi Markas Besar Tentara dan sekaligus

Wakil Panglima Pasukan Mobil sedangkan Gatot Subroto adalah gurbenur militer untuk wilayah Surakarta-Semarang-Pati-Madiun.149 Di dalam perencanaan pengahancuran kekuatan kiri Nasution membagi operasi militernya menjadi dua sub kompi utama. Pertama untuk operasi di daerah Madiun dan kedua adalah operasi di daerah Solo, Semarang dan Pati barat.

148 Imam Soedjono. Op. Cit. Hlm: 216.

149 Imam Soedjono. Op. Cit. Hlm: 234.

58

Untuk operasi penghacuran kekuatan kiri di Madiun dibagi menjadi dua pasukan besar. Strategi yang dipakai dalam aksi penumpasan FDR-PKI adalah dengan menggunakan konsep pengepungan. Pasukan dibagi menjadi tiga kelompok besar. Dari arah barat di pimpin oleh Brig. Overste Sadikin dengan menggunakan rute Sarangan-Magetan-Madiun. Dari operasi sayap kiri yang direncanakan,

Nasution sendiri memimpin penyisiran di daerah Surakarta-Sragen-Walikukun-

Ngawi dipimpin oleh Sentot Iskandardinata. Batalion lain mengambil rute lain yaitu batalyon Umar Wirahadikusumah dari arah Walikukun-Ngambe-Magetan. Sedang di

Sayap Kanan dilakukan oleh dua batalion yaitu batalion Nasuhi dengan menyisir daerah Surakarta-Wonogiri-Baturetno-Pacitan dan Batalion Husjinsjah dengan wilayah penyisiran menuju wilayah Ponorogo. Secara pasti dari bentuk operasi ini, wilayah Madiun terkepung dari arah barat dan timur.150

Alasan Nasution untuk mengambil langkah menyusun strategi formasi pengepungan pasukan tersebut karena ia melihat bahwa daerah Madiun pada saat itu merupakan daerah yang dekat sekali dengan wilayah perbatasan dengan daerah

Belanda setelah Perjanjian ditandatangani. Diperkirakan apabila dari keselurahan sudut wilyah Madiun dikepung, maka secara otomatis posisi pasukan FDR–PKI dan para laskar-laskar rakyat akan tidak dapat bergerak sama sekali. Dalam pelaksanaan penyisiran orang-orang kiri FDR PKI, Nasution menargetkan penyisiran sekitar dua minggu lamanya. Ia kawatir apabila operasi lebih dari dua minggu maka situasi

150 Imam Soerdjono. Op. Cit. Hlm: 235.

59

tersebut tersebut akan membuka peluang bagi Belanda untuk melakukan intervensi terhadap Indonesia.

Operasi terhadap Sayap kiri di Madiun dilakukan dengan cara mengepung

Madiun lewat empat sisi dengan cara operasi militer. Dari arah barat, penyisiran bergerak ke timur melalui gunung Lawu, dan di derah utara pasukan-pasukan yang ada di Cepu dan di Kediri diperintahkan menuju Madiun.151 Para pimpinan militer di

Jawa Timur terdapat perbedaan penafsiran terhadap oprerasi militer pimpinan

Nasution tersebut. Mereka menganggap bahwa usaha operasi pemulihan yang dilancarkan ke Madiun merupkan usaha pemangkasan semangat revolusioner dalam tubuh tentara Republik Indonesia.152

2. Usaha Pertahanan Laskar-Laskar Rakyat dan PKI di Madiun.

Sementara itu, di Madiun pada tanggal 21 September 1948 beberapa perwira

Sub Teritorial Distrik (STD) di bawah kepemimpinan Joyokusumo mengadakan pertemuan darurat. Hasil dari pertemuan tersebut adalah meminta pemerintah pusat melihat kebijakannya tentang situasi Madiun kembali. Akan tetapi reaksi yang diperlihatkan markas besar Angkatan Bersenjata tidak sesuai dengan harapan. Bahkan

Markas besar Angkatan Bersenjata memberikan instruksi bahwa siapa saja yang

151 David Charles Anderson. Op. Cit. Hlm: 77.

152 David Charles Anderson. Op. Cit. Hlm: 91.

60

mengikuti konferensi tersebut akan dianggap sebagai pemberontak dan sama bersalahnya dengan FDR-PKI.153

Hal itu tentu saja membuat posisi laskar-laskar rakyat, FDR PKI semakin terjepit baik secara teritorial dan politik. Mereka tidak diberikan kesempatan untuk melakukan konsesi dan pembelaan dalam hal ini. Instruksi dari pemerintahan pusat dan strategi yang telah disusun oleh Nasution telah menyebabkan FDR PKI tidak dapat membela diri. Posisi kekuatan laskar-laskar rakyat dan FDR PKI sangat sulit dengan strategi pengepungan yang dipimpin oleh Nasution. Terdapat perbedaan perbandingan kekuatan antara pasukan pro-pemerintah dan lakar-laskar rakyat. Baik itu secara persenjataan dan juga secara posisi. Menyikapi keadaan tersebut, pada akhirnya para pimpinan Pesindo serta laskar-laskar rakyat membuat dua pertimbangan pokok pertama, tidak bertindak berarti membiarkan pasukan pemerintah melucuti kekuatan pasukan laskar-laskar rakyat. Kedua, melucuti pasukan

Siliwangi dan Brimob yang ada di Madiun dan mengambil alih pemerintahan karisidenan Madiun dengan tujuan agar FDR dan laskar dapat bertahan dari operasi militer pasukan Siliwangi.154

Pada tanggal 30 September 1948 pasukan pro-pemerintah yang dipimpin oleh

Yon Sambas berhasil merebut kota Madiun. Kondisi ini memaksa laskar-laskar rakyat serta anggota FDR PKI mundur ke arah timur yaitu di daerah Dungus dan

153 David Charles Anderson. Op. Cit. Hlm: 94.

154 Imam Soedjono. Op. Cit. Hlm: 230. lihat juga Hersri Setiawan. Op. Cit. Hlm: 105.

61

Ponorogo. Beberapa anggota FDR PKI yang ikut dalam pelarian tersebut antara lain adalah Musso, Amir Syarifudin, Maruto, Suripno, Djokosudjono. Akan tetapi pengejaran pasukan propemerintah tetap berlanjut. Bentrok senjata terjadi pada tanggal 31 September di wilayah Tegalombo. Dalam pertempuran inilah yang kemudian menyebakan tewasnya Musso.155

Sementara itu, terdapat beberapa pasukan laskar-laskar rakyat yang semakin terdesak masuk ke wilayah Belanda. Laskar-laskar yang masuk ke wilayah Belanda tersebut ditangkap atas tuduhan telah melanggar batas wilayah kesepakatan perjanjian

Renville dan membawa senjata secara ilegal. Masuknya laskar-laskar yang terdesak di Wilayah Belanda diakibatkan beberapa faktor, Pertama akibat posisi pertahanan yang semakin lemah serta semakin lemahnya dukungan rakyat Indonesia. Pada masa revolusi peran Sukarno memiliki citra revolusi yang tinggi. Sehingga mau tidak mau rakyat yang masih memiliki sifat politik “kebapakan” lebih memilih jalur aman untuk mendukung Sukarno. Selain itu tekanan dari pasukan pro-pemerintah yang mengancam apabila ada masyarakat yang menyembunyikan laskar-laskar dan FDR-

PKI juga akan ikut dituduh sebagai penghianat negara.156

Sementara itu pengejaran para tokoh-tokoh FDR-PKI yang tersisa terus dilakukan. Pada tanggal 1 Desember 1948 Amir Syarifudin tertangkap di desa

Klambu yang jaraknya sekitar 10 km dari Purwodadi. Sebelumnya pada tanggal 29

155 Imam Soedjono. Op. Cit. Hlm: 237.

156 Hersri Setiawan. Op. Cit. Hlm: 107.

62

November 1948 Djoko Kosoejono, Maroeto Daroesman dan Sardjono ditangkap di desa Penawang yang jaraknya sekitar 19 km dari Purwodadi. Sampai pada tanggal 7

Desember 1948 menurut catatan Markas Besar Angkatan Bersenjata telah dilaporkan sebanyak 35.000 orang ditangkap dan dipenjara.157

Setelah Amir Syarifudin di tangkap, di Yogyakarta diadakan rapat kabinet pada tanggal 8 Desember 1948. Rapat ini dihadiri 12 orang Menteri dan Sukarno. Dalam rapat ini sidang putusan mengenai nasib Amir medapat 4 menteri setuju Amir di eksekusi, 4 menteri menolak untuk menghukum mati dan 4 menteri abstein. Dalam sidang ini Sukarno melakukan veto atas nasib Amir yaitu dengan tidak menghukum mati Amir Syarifudin. Alasan dari veto Sukarno tersebut karena Amir Syarifudin dianggap pernah berjasa kepada RI sebagai Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan.

158 Terjadi perbedaan antara hasil sidang dalam pemerintahan dengan kebijakan

Angkatan Bersenjata. Pada tanggal 19 Desember 1948 Amir Syarifudin dieksekusi tanpa ada keputusan resmi dari pengadilan. Terdapat beberapa orang-orang kiri yang juga ikut di eksekusi. Pada malam pengeksekusian, terdapat 11 orang yang ikut di eksekusi termasuk Amir. Beberapa diantaranya adalah para pejabat FDR PKI.

Mereka adalah:Maroeto Daroesman, Suripno, Oey Gee Hwat, Sardjono, Harjono,

157 Hersri Setiawan. Op. Cit. Hal:

158 Suar Suroso, Fariz Hasyim (ed). 2001. PKI Korban Pertama Perang Dingin. Sejarah Peristiwa Madiun 1948. Jakarta: Era Publisher. Hlm: 76.

63

Sukarno, Katamhadi, Rono Marsono dan D. Mangku. Proses pengeksekusian tersebut dilaksanakan di desa Ngaliyan di wilayah Surakarta.159

Proses eksekusi Amir Syarifudin yang tidak mengikuti prosedur hukum ini oleh tentara sesungguhnya memiliki permasalahan khusus. Sejak ia menjabat sebagai

Menteri Pertahanan pada tahun 1945. Pemikirannya mengenai pembentukan tentara rakyat dan pembentukan Badan Koordinasi Kelaskaran (Biro Perjuangan) di bawah kementerian Pertahanan dan bukan di bawah Markas Besar Angkatan Bersenjata telah menimbulkan konflik dan kecurigaan di dalam tubuh tentara. Selain itu juga, keberadaan Amir Syarifudin yang begitu dekat posisinya dengan laskar-laskar rakyat membuat cemas sebagian pimpinan militer tinggi pada saat itu tidak suka akan kekuatan Sayap kiri. Apabila Amir Syarifudin dibiarkan hidup maka secara otomatis pengaruhnya akan tetap ada dalam gerakan kiri yang saat itu lemah maka suatu saat akan bergerak kembali. Jadi keputusan untuk melakukan hukuman mati kepada Amir adalah untuk menghilangkan pengaruh politiknya terhadap tubuh ketentaraan.

Setelah bulan Desember 1948 secara otomatis kekuatan FDR-PKI dan laskar- laskar-laskar rakyat yang berafiliasi semakin lemah. Sebagian besar dari para petinggi

PKI ditembak mati dan sejak saat itu aktivitas gerakan kiri dapat ditekan dan dikontrol oleh kabinet Hatta. Akan tetapi pada tanggal 19 Desember 1948, agresei militer Belanda kedua kembali menghancurkan pemerintahan Republik Indonesia di

Yogyakarta. Sejak itu selama hampir satu tahun sampai KMB ditandatangai, peran

159 Suar Suroso. Op. Cit. Hlm: 77.

64

orang-orang kiri dalam proses revolusi tidak bagitu dominan lagi dalam tubuh ketentaraan atau politik sipil.

C. Analisa Kesalahan PKI dalam Peristiwa Madiun 1948.

Peristiwa Madiun yang terjadi pada tahun 1948 merupakan sebuah titik terendah dalam perjalanan sejarah kelompok kiri di Indonesia. Dari berbagai macam peristiwa yang telah dipaparkan pada sub-sub bab di atas sangat terlihat bahwa peristiwa Madiun adalah sebuah usaha provokasi dari kelompok-kelompok yang tidak menyukai keberadaan kekuatan komunis dan Sayap Kiri di Indonesia terutama dalam tubuh ketentaraan.

Mundurnya Amir Syarifudin sebagai Perdana Menteri dari Pemerintahan pada bulan Januari 1948 telah membuka peluang bagi kelompok anti sayap kiri untuk duduk di dalam pemerintahan. Amir Sayrifudin telah melakukan sebuah kesalahan besar secara politik sebab dengan melepaskan kekuasan (pemerintahan) maka posisi kekuatan Sayap Kiri (FDR) semakin lemah. Sedang disisi lain peran politik Hatta semakin kuat di dalam pemerintahan. Hal ini ada dua faktor utama yaitu: pertama adalah posisi ia sebagai Perdana Menteri dan dukungan yang ia peroleh dari

Masjumi. Kedua adalah hubungannya dengan pihak militer terutam dengan Nasution dan Gatot Subroto yang dikatakan oleh Mavis Rose dalam tulisan biografi

Mohammad Hatta yang ia tulis sangat dekat. Mereka memiliki kesamaan visi dalam pembangunan konsep ketentaraan. Dengan keluarnya Amir dari pemerintahan, ia tidak memilik akses yang cukup kuat untuk melakuakan cover terhadap setiap

65

kebijakan Hatta di tambah lagi pecahnya PS menjadi dua yaitu PS dan PSI Sajhrir semakin melemahkan posisinya di dalam Parlemen. Walau Amir memiliki akses yang cukup dekat dengan kelompok tentara terutama laskar-laskar rakyat dan organisasi buruh terbesar di Indonesia pada saat itu SOBSI akan tetapi hal ini tidak menjamin posisinya dalam politik

Hal inilah yang kemudian sejak kedatangan Musso coba perbaiki. Melalui konsep Djalan Baru-nya Musso mencoba mengembalikan beberapa kesalahan strategi yang telah diambil oleh kelompok-kelompok Sayap Kiri terutama FDR pimpinan Amir Syarifudin. Sebagai seorang tokoh kawakan Komunis ia sangat dihargai oleh Amir Syarifudin, Tan Liang Djie dan para petinggi partai-partai yang memiliki aliran kiri. Pada bulan Agustus 1948 terjadilah perubahan besar dalam tubuh FDR yaitu kembalinya posisi PKI sebagai partai vaguard dalam gerakan kelompok kiri.

Dalam peristiwa Madiun 1948 sesungguhnya hanya merupakan konflik internal dalam tubuh TNI. Posisi dalam peristiwa Madiun Pesindo merupakan posisi kunci yang menyebabkan PKI ikut terlibat baik secara langsung dan tidak langsung.dalam penjelasan Musso. Akan tetapi Pesindo bukan bagian dari PKI. Hal ini dijelaskan

Musso setelah kongres pengabungan partai. Ia menjelaskan bahwa Pesindo merupakan organisasi pemuda yang lepas dari PKI, akan tetapi hubungan Pesindo dengan FDR PKI tetap dekat secara idiologi. Dalam Peristiwa Madiun 1948,

Soemarsono menjadi pimpinan Pesindo yang juga dekat dengan para pimpinan FDR

PKI.

66

Kedekatan Pesindo dengan FDR tersebut menimbulkan kecemasan di pihak kubu TNI yang tidak sejalan dengan pemikiran Sayap Kiri. Hal ini terjadi karena mereka merasa terancam kedudukannya apabila sebagian besar pengaruh dalam tubuh tentara dipegang oleh orang-orang kiri. Semenjak Hatta naik sebagai Perdana

Menteri, hubungannya dengan Nasution semakin dekat. Program Re-Ra merupakan usaha untuk menyingkirkan kekuatan Sayap Kiri dalam tubuh Angkatan bersenjata dilaksanakan, pencopotan-pencopotan posisi diberbagai macam Divisi yang ada terjadi dan hampir sebagian besar adalah laskar-laskar rakyat yang dekat dengan

FDR-PKI.

Keterlibatan PKI pada peristiwa Madiun 1948 dimulai semenjak Pesindo menjadi bagian dari Divisi IV Panembahan Senopati di Surakarta. Akan tetapi, walaupun pada awalnya konflik intern militer tersebut PKI kurang begitu masuk ambil bagian dari peristiwa tersebut. Akan tetapi sejak Musso mengeluarkan pidato balasan menanggapi pidato Sukarno yang jelas-jelas menuduh dia dan PKI sebagai pelaku yang memulai peristiwa Madiun 1948 hubungan FDR-PKI dengan

Pemerintahan semakin meruncing. Terdapat tiga kesalahan yang dilakukan Musso dalam menyikapi peristiwa Madiun 1948, pertama adalah pidato Musso yang terkesan emosional yang secara terang-terangan menunjuk Sukarno-Hatta sebagai kompador dan wakil-wakil imperialis. Dalam hal ini menyerang Sukarno merupakan tindakan yang kurang tepat sebab di mata sebagian besar rakyat Indonesia yang menganggap bahwa Sukarno sebagai proklamator yang berpengaruh. Seharusnya dalam hal ini Musso hanya menyerang posisi Hatta saja sebab dalam peristiwa

67

Madiun ini Hatta yang memiliki andil besar dan pihak yang bertanggung jawab atas situasi Madiun 1948 dibandingkan dengan Sukarno. Tindakan Musso ini menyebabkan masyarakat tidak memihak PKI dan menyebabkan beberapa anggota- anggota laskar rakyat menarik dukungannya terhadap FDR-PKI. Kedua, Musso adalah usaha pembentukan pemerintahan Front Nasional di Madiun pada tanggal 19

September 1948. Pembentukan Pemerintahan Front Nasional di Madiun ini dipakai sebagai alasan Hatta dan kelompok-kelompok yang tidak menyukai “Sayap kiri” untuk menghancurkan kekuatan PKI dan kelompok kiri di Indonesia. Pembentukan pemerintahan Front Nasional sebenarnya menjadi sebuah lambang kekecewaan

Musso terhadap sikap pemerintahan pusat di Yogyakarta dalam mensikapi permasalahan politik dan ekonomi yang terjadi di Indonesia. Ketiga adalah pandangan Musso yang terlalu sempit dalam memandang kondisi revolusi

Indonesia. Pandangan itu muncul karena Musso lebih banyak menerima informasi yang kurang tepat mengenai kondisi masa selama masa revolusi tahun 1945 sampai tahun 1948. Seharusnya Musso yang baru satu bulan tiba di Indonesia lebih berhati- hati dalam mengambil setiap keputusan.

Setelah melihat berapa bukti yang ada dapat disimpulkan bahwa di Madiun sama sekali tidak pernah ada pemberontakan melawan negara. Peristiwa, tersebut tergolong sebagai provokative coup yang bersifat mengamankan kekuasaan pemerintahan Madiun dari konflik interen TNI. Selain itu, alasan lain yang menegaskan bahwa Peristiwa Madiun dikatakan bukan sebagai sebuah pemberontakan terhadap pemerintahan RI di Yogyakarta, karena dalam peristiwa

68

tersebut tidak terdapat usaha mengganti dasar negara, lambang negara dan bendera negara. Peristiwa Madiun 1948 merupakan salah satu bentuk usaha menghancurkan kekuatan komunis dan kelompok kiri dan dalam peristiwa Madiun ini dengan merupakan bukti dari ambisi Hatta dan Nasution dan kecenderngan exrtraconstitusional behaviour yang berarti terdapat kecenderungan dari tokoh yang berada di dalam pemerinthan mengunakan kesempatan dan kekuasaan untuk menekan keberadaan orang-orang kiri.

69

BAB IV

STRATEGI PKI TAHUN 1950 -1955 DI BAWAH KEPEMIMPINAN

DIPA NUSANTARA AIDIT

Perkembangan PKI pada tahun 1950 di latar belakangi dengan kondisi politik

Indonesia yang berada dalam transisi setelah KMB. Walau secara de facto dan de jure

Indonesia sudah mendapat pengakuan dari Belanda sebagai sebuah negara yang merdeka akan tetapi masih ada satu pemasalahan yang belum terselesaikan dalam perjanjian itu yaitu kesepakatan mengenai Irian Barat. Dalam menyelesaikan permasalahan tersebut pemerintah Indonesia mulai mencoba menarik dukungan dunia internasional dengan cara menerapkan sistem demokrasi liberal atau yang dapat disebut juga sebagai demokrasi liberal. Hal ini bertujuan untuk menunjukan kepada dunia internasional bahwa Indonesia mampu untuk mengakomodasi seluruh unsur dan kepentingan unsur-unsur politik yang ada di dalamnya.

Demokrasi parlementer atau liberal adalah sebuah sistem demokrasi yang berasal dari negara Barat. Dalam negara yang memakai sistem liberal, pemerintahan yang terbentuk harus memiliki dukungan partai mayoritas yang terdapat dalam Parlemen160

160 Drs. G. Moedjanto. 1998. Indonesia Abad ke 20 2. dari Perang kemerdekaan pertama sampai PELITA III. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Hlm: 69.

70

Proses kembalinya PKI menjadi sebuah partai legal setelah peristiwa Madiun

1948 pada awalnya menimbulkan polemik yang cukup besar dalam perpolitikan

Indonesia. Menurut Roy Boyd Compton, pada masa itu terjadi sebuah kecenderungan perilaku politik extraconstitusional behaviour dikalangan para pejabat tinggi negara.

Konsep perilaku ini adalah sebuah kecenderungan untuk menggunakan kekuasaan nya untuk menjatuhkan lawan-lawan politiknya. Hal ini terlihat dari beberapa peristiwa yang terjadi antara tahun 1950-1955.

Terdapat dua peristiwa penting yang dapat dijadikan sebagai simbol dari penyimpangan perilaku politik di Indoneisa. Pertama, yaitu usaha Hatta untuk menghancurkan kekuatan komunis yang mulai muncul kembali dengan merencanakan sidang untuk orang-orang komunis yang dianggap terlibat dalam peristiwa Madiun. Kedua adalah sebuah peristiwa yang terjadi pada tahun 1951 dimana Perdana Menteri Sukiman berusaha untuk menghancurkan PKI dengan Razia

Agustus 1951. 199

Antara tahun 1950 sampai tahun 1955 PKI dibagi menjadi dua periode masa kepemimpinan. Pertama yaitu periode kepemimpinan Alimin pada tahun 1950-1951 dan periode kepemimpinan Dipa Nusantara Aidit pada tahun 1951 sampai tahun

1965. Pada awal tahun 1950 PKI bukan merupakan partai pememegang status quo dalam parlemen meski dalam parlemen ia memperoleh kursi sebanyak 47 dan ia memilih untuk masuk kedalam pemerintahan yang terus berlangsung. Hal ini terkait

199 Atmaji Sumarkijo. 2000. Mendung di atas Istana Merdeka. Menyingkap peranan biro khusus PKI dalam pemberontakan G-30-S. Jakarta: Pustaka sinar Harapan. Hlm: 39

71

dengan konsep perjuangan yang berada di garis oposisi dan selain itu juga di

Parlemen Masjumi yang menjadi lawan politik PKI masih memiliki kekuatan. Akan tetapi setelah tahun 1953 dengan lepasnya NU dari partai Masjumi serta pertentangan

Masjumi dengan PNI dalam parlemen telah memberikan PKI kesempatan untuk mendekati kekuasaan. PKI pada tahun 1953 dengan mendekati PNI dalan Front

Nasional (FN)

Dalam tubuh PKI sendiri terjadi perkembangan yang cukup pesat pada saat

D.N Aidit mulai berkuasa. Ia mulai melakukan banyak sekali perubahan baik itu secara organisasi partai dan melakukan pendekatan-pendekatan kedalam tubuh masyarakat. Ia tetap menggunakan Djalan Baru sebagai konsep dasar partai dan merubah PKI yang semula adalah partai yang ekslusif menjadi partai massa. Hal ini terkait dengan persiapan Pemilihan Umum yang pada tahun 1950 mulai menjadi sebuah perbincangan hangat. Struktur PKI mulai jelas pada periode ini dan juga proses konsulidasi dan afiliasi terhadap organisasi-organisasi massa non-partai merupakan usaha yang pokok PKI selama kurun waktu 1950 sampai tahun 1955.

A. PKI Masa Transisi dan Kepemimpinan Alimin tahun 1950-1951.

1. PKI di Bawah Alimin 1950-1951.

Setelah Indonesia menandatangani KMB dan setelah Mr. Soesanto

Tirtoprodjo mengeluarkan sebuah keputusan mengenai pembebasan para aktifis PKI-

FDR yang terlibat dalam peristiwa Madiun 1948, pada akhir bulan Juni 1950 PKI mengadakan kongres CC PKI pertama di Godean, Yogyakarta. Kongers ini dipimpin

72

oleh Alimin yang merupakan salah satu petinggi PKI yang selamat dari pembunuhan- pembunuhan Peristiwa Madiun 1948. Alimin mengumpulkan para aktivis PKI yang masih hidup seperti Ngadiman Hardjosubroto, dan Tan Liang Djie. Akan tetapi tidak hanya mereka bertiga yang hadir dalam kongers tersebut beberapa anggota dan simpatisan PKI juga ikut serta dalam kongeres tersebut.

Dalam kongeres ini menghasilkan dua hal yang paling utama yaitu mengenai resolusi mengenai garis kebijakan partai dan bentuk kepengurusan partai. Pertama mengenai garis kebijakan partai konggeres menghasilkan dua resolusi yaitu resolusi mengenai opini menganai RIS dan mengenai garis kebijakan interen partai. Dalam kongeres tersebut PKI tidak menyetujui pembentukan RIS yang dianggap sebagai negara setengah jajahan Belanda. Hal ini terkait dengan isu politik pasca KMB mengenai bentuk negara RIS yang disetujui dalam KMB yang merupakan salah satu usaha Belanda untuk tidak melepaskan Indonesia secara penuh. Mengenai program resolusi interen partai kongers menegaskan tiga point pokok yaitu:

1. Cara kerja: menitik beratkan pada cara kerja tertutup, tetapi menggunakan kesempatan untuk kerja terbuka apabila kemungkinan itu ada. 2. Bentuk perjuangan: Tidak meninggalkan pejuangan bersenjata, maka dari itu senjata yang masih di tangan tidak akan diserahkan. 3. Organisasi: Segera melangsungkan kongres Partai Sosialis untuk dilebur di dalam PKI.200

200 Imam Soedjono. 2006. Yang Berlawan. Membongkar Tabir Pemalsuan Sejarah PKI. Yogyakarta: RESIST BOOK. Hlm: 258.

73

Tiga hal pokok inilah yang kemudian mempengaruhi perkembangan PKI tahun 1950. Akan tetapi dari tiga poin tersebut kemudian memicu perpecahan

PKI pada tahun 1951. Poin pokok yang menjadi masalah antara golongan koservatif dan golongan muda yaitu mengenai sifat partai yang tertutup. Dalam pembentukan kepengurusan partai konggres memutuskan bahwa CC-PKI terdiri dari Alimin sebagai pimpinan partai, Tan Liang Djie sebagai pejabat urusan umum dan Agitasi propaganda, Abdulmadjid Djojoadiningrat sebagai Urusan perburuhan, Djokosudjono dan Jusuf Muda Dalam sebagai urusan persenjataan perjuangan.201

Setelah terbentuk kepengurusan CC Politbiro, PKI juga membangun Open

Office yang berfungsi sebagai kantor pusat partai yang berada di Godean. Tugas dari Open Office tersebut adalah memberikan informasi kepada masyarakat mengenai PKI dan program-programnya, menarik anggota baru serta mengurusi anggota-anggota PKI yang duduk di Parlemen.202

Sesuai dengan resolusi kongres CC PKI bulan Juni 1950 mengenai cara kerja partai, Alimin membentuk PKI sebagai partai kader. Tujuan dari pembentukan konsep partai kader ini karena bagi Alimin dan anggota CC PKI lebih mementingkan kualitas anggota PKI dari pada kuantitas massa partai.203 Dalam sistem kepartaian,

Alimin tetap mengikuti garis kebijakan komiteren internasional. Garis kebijakan

201 Imam soejdono. Ibid

202 Imam Soedjono. Ibid

203 Atmaji Sumarkijo. Log. Cit. Hlm: 40

74

komiteren adalah merupakan sebuah secara struktur organisasi dan ideologi.

Kekuasaan teringgi partai berada dalam kongres nasional partai. Sedang dalam menjalankan dinamika partai Central Commite (CC) bertugas menguraikan tugas- tugas partai. Dalam CC, partai membentuk Politbiro dan kesekretariatan Commite

Central. Dalam kesekretarian CC dibagi lagi menjadi Seksi Commite (SC). Di daerah kabupaten atau kota kecil dibagi menjadi Onderseksi Commite (OSC) dan pada tingkat kelurahan terdapar Resort Commite (RS).204 Sistem yang diterapkan ini memungkinkan untuk memperketat sistem kontrol partai terhadap anak cabang di bawahnya maupun individu di dalamnya205

Kehadiran wakil PKI dalam Parlemen tahun 1950 adalah salah satu bukti bahwa

PKI mendapat tempat kembali dalam politik Indonesia. Orang-orang yang mewakili

PKI dalam parlemen antara lain adalah Ngadiman, Achmad Sumadi, Djaetun

Dirdjowiyoto, Hutomo Supradan. Dalam Parlemen PKI mulai gencar untuk menyuarakan permasalahan mengenai perburuhan, Undang-Undang Agraria dan permasalahan nasionalisasi perusahan-perusahaan asing.206

Alimin sebagai pimpinan PKI belajar dari kepemimpinan Musso dengan Resolusi

Djalan Baru-nya. Ia melakukan sebuah otokritik dengan menganggap resolusi Djalan

Baru milik Musso sebagai salah satu kesalahan partai. Bagi Alimin, membuat PKI

204 Atmaji Sumarkijo. Op. Cit. Hlm: 41.

205 Arbi Sanit. 2000. Badai Revolusi. Sketsa kekuatan politik PKI di Jawa tengah dan Jawa timur. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm: 76

206 Atmaji Sumarkijo. 2000. Mendung di atas Istana Merdeka. Menyingkap Peranan Biro Khusus PKI dalam pemberontakan G-30-S. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Hlm: 40.

75

menjadi sebuah partai massa dimana PKI kemudian dengan mudah terjebak dalam

Peristiwa Madiun 1948. Selain mengadakan perubahan garis kebijakan partai, Alimin juga berusaha untuk menghapus citra buruk PKI dalam peristiwa Madiun 1948.

Dalam wawancara-wancara dan pernyataan-pernyataan, Alimin selalu mengatakan bahwa PKI tidak bersalah. Dalam koran Sin Po, sebuah Koran milik kaum komunis

Alimin menegaskan bahwa PKI bukan yang memulai Peristiwa Madiun dan ia menyayangkan tindakan pemerintah yang bertindak terlalu repesif dan berlebihan.

Bagi Alimin, peristiwa Madiun merupakan suatu bukti bahwa pemerintahan Sukarno

Hatta adalah pendukung kuat imperialisme dan kapitalisme.207

Alimin begitu tertarik dengan komunis yang berkembang di Cina. Alasan Alimin tertarik dengan Cina adalah perjuangan bersenjata rakyat di Cina dan revolusi Cina merupakan sebuah pengalaman berharga bagi Indonesia. Karena itu ia kemudian mengirim beberapa anggota PKI dari SOBSI yang diketuai oleh Nyono untuk menghadiri Konferensi Sarikat Buruh Asia dan Australia.208 Tujuan dari pengiriman delegasi SOBSI itu antara lain juga agar hubungan baik antara PKI dan Partai

Komunis Tiongkok ( PKT ) tercipta.

207 Arnold C. Brackman. 1963. Indonesia Communism a History. New York: Frederick A. Praeger. Hlm: 125.

208 Imam Soedjono. Log. Cit. Hlm: 258.

76

2. Konflik Golongan Tua dan Golongan Muda PKI Di Bawah Kepemimpinan

Alimin tahun 1950-1951.

Perpecahan dalam tubuh PKI tahun 1950-1951 mulai terlihat semenjak munculnya kelompok Bintang Merah yang mayoritas beranggotakan orang-orang muda komunis. Selama kurun waktu 1950-1951 PKI memiliki dua markas komando yaitu kantor CC PKI di Yogyakarta dan kantor CC PKI di Jakarta.209

Sejak Stempel CC PKI dibawa oleh Sudisman ke Jakarta. Terjadi dualisme kepemimpinan kantor Pusat CC PKI.PKI pecah menjadi dua kelompok, yaitu kelompok golongan tua yang di pimpin oleh Alimin, Tan Liang Djie, Ngadiman

Hardjosubroto dan Wikana. Kelompok ini terdiri dari anggota PKI yang lebih condong memakai strategi rasional revolusioner yaitu melalui jalan parlemen210

Kedua adalah golongan muda PKI. Kelompok muncul di Jakarta dan sebagai basisnya terletak dalam redaksi majalah teori PKI Bintang Merah (BM). Bintang

Merah adalah sebuah majalah teori PKI yang terbit sejak bulan November tahun

1945. Majalah ini diurus oleh kelompok muda komunis. Didalam dewan redaksi

Bintang Merah adalah D.N. Aidit, Nyoto, Lukman, dan Paris Padede. Bintang merah menjadi basis massa para anggota golongan muda PKI. Melalui Bintang Merah,

Aidit mencoba untuk mengumpukan orang-orang yang sepaham dengan mereka.211

209 Imam Soedjono. Op. Cit. Hlm: 260

210 Donald Hindley. 1964. The Communist Party of Indonesia 1951-1963. Cambridge University Press. Hlm: 22.

211 Imam Soedjono. Log. Cit. Hlm: 260.

77

Pertentangan antara kedua kelompok ini karena terdapat perbedaan pendapat mengenai bagai mana cara membangun PKI. Kelompok muda partai merasa bahwa cara yang diterapkan oleh para pengurus CC PKI di Yogyakarta dengan menerapkan sisitem pembentukan PKI dengan sistem kader tidak sesuai dengan tuntutan politik Indonesia setelah KMB. Kelompok Bintang Merah pimpinan Aidit kemudian membentuk sebuah CC PKI yang berkedudukan di Jakarta. Hal ini memunculkan anggapan dari kelompok CC PKI yang di bentuk Alimin tahun 1950 sebagai usaha mengkudeta kepemimpinan mereka. Hal ini menimbulkan reaksi emosional dari kelompok golongan tua. Wikana menyarankan untuk membangun

“CC PKI“ sendiri. Alimin menolak usul Wikana tersebut dengan pertimbangan apabila terdapat dua polit biro dalam satu partai, maka yang terjadi adalah perpecahan.212

Sementara itu dalam sebuah pernyataan pandangan Aidit menilai bahwa yang dibutuhkan PKI adalah membangun PKI sebagai partai massa. Dalam pandangannya

Aidit menyampaikan sebagai berikut:

“Di dalam menghadapi situasi penandatangan KMB di dalam tubuh partai timbul dua macam pendirian. Pendidrian yang pertama menghendaki partai terus melakukan perjuangan bersenjata melawan Pemerintahan RI- KMB. Mereka hanya melihat bahwa kelompok komunis mendapat nama baik dikalangan rakyat karena peranannya didalam perjuangan bersenjata melawan imperialisme Belanda dan Bahwa banyak komunis langsung memimpin pasukan-pasukan melawan Belanda. Tetapi mereka kurang memperhatikan situasi umum dalam negeri di mana revolusi sedang mengalami gelombang surut. Banyak golongan politik menyetujui KMB. Di pihak lain secara

212 Imam Soedjono. Op. Cit. Hlm: 261.

78

organisasi masih sangat lemah akibat teror putih peristiwa Madiun. Jumlah anggota partai sedikit dan organisasi partai banyak daerah sedang lumpuh. Ditambah lagi bahwa ada elemen-elemen dalam pimpinan partai menentang pelaksanaan resolusi Djalan Baru. Mengenai peleburan Partai Sosialis dan partai Buruh Indonesia menjadi satu Partai Marxist-Leninis yaitu PKI. Belum lagi kenyataan bahwa nebgenai soal-soal pokok revolusi Indonesia pun belum tercapai kesatuan pandangan di dalam partai. Oleh sebab itu jelaslah bahwa garis kawan-kawan tersebut adalah garis subjektif yang avoruris dan jika dilaksanakan akan mengisolasi partai“213

Dari pernyataan Aidit tersebut di atas jelas terlihat bahwa dalam pandangan kelompok Bintang Merah Alimin dan kawan-kawan dianggap tidak mampu untuk menjanlankan gerak PKI yang sesuai dengan kondisi politik Indonesia pada saat itu.

Akhirnya pada tanggal 7 Januari tahun 1951 kedudukan kontrol CC PKI diambil alih oleh kelompok Bintang Merah yang terdiri dari Aidit sebagai Sekretaris Jendral, lukman sebagai Deputi Pertama Sekretaris Jendral, Njoto sebagai Deputi kedua

Sekretaris Jendral CC dan Alimin dan Sudisman sebagai anggota istemewa CC kedua tokoh tua ini nanti akhirnya digantikan oleh Sakirman.214

B. Strategi Pembangunan PKI Tahun 1951 sampai 1955

Setelah kelompok Bintang Merah berhasil menduduki jabatan CC PKI pada tahun 1951 kelompok ini kemudian melakukan berbagai strategi langkah untuk membangun PKI. Pembangunan PKI terbagi menjadi dua yaitu di pusat dan di daerah. Yang dimaksud pusat adalah pembangunan partai secara organisasi dan

213 Imam Soejono. Op. Cit. Hlm: 261-262:

214 Peter Edman. 2005. Komunisme ala Aidit. Kisah Partai Komunis Indonesia di Bawah Kepemimpinan D. N. Aidit 1950-1965. Center for Inormation Analysis. Hlm: 77.

79

struktur sedang di daerah pembangunan partai dengan cara mendisiplinkan anggota.

Proses pembangunan PKI di daerah dilakukan oleh orang-orang yang dipercaya oleh

CC pusat. Dipercaya disini berarti adalah orang-orang yang sehati dan sepikiran dengan CC. 215

PKI mengalami perubahan dari gerak partai yang semula bersifat partai eksklusif menjadi partai yang bersifat partai massa. Hal tersebut sesuai dengan resolusi mengenai perluasan keanggotaan partai pada tanggal 8 Maret 1952.216 Dengan demikian terjadi perubahan dalam garis kebijakan PKI. Sesuai dengan pandangan kelompok Bintang Merah, bahwa kondisi konsep negara liberal mau tidak mau menuntut PKI untuk menjadi sebuah partai massa.

1. Perkembangan Pemikiran dalam tubuh PKI Tahun 1950 – 1955.

Dalam menjalankan kegiatan partai, pimpinan CC PKI yang mayoritas berasal dari kelompok Bintang Merah juga mengikut sertakan Alimin untuk ikut duduk di dalam CC PKI. Satu-satunya alasan mengapa Alimin berada dalam posisi tersebut adalah karena tidak mungkin tidak apabila ingin membangun PKI tanpa mengikut sertakan Alimin. Alasannya karena Alimin memiliki pengaruh yang cukup kuat dikalangan anggota PKI dan massa rakyat sebagai pejuang revolusioner kawakan.217

215 Imam Soedjono. Op. Cit. Hlm: 262.

216 Boyd. R. Compton. Op. Cit. Hlm: 173.

217 Imam Soedjono. Op. Cit. Hlm: 261

80

Dalam operasional organisasi, PKI menggunakan seluruh unsur sebagai jalan utama untuk mencari dukungan massa. Dalam pandangan PKI di Indonesia bukan hanya kaum buruh saja yang merupakan unsur kekuatan utama kaum proletar. Akan tetapi akan tetapi juga mengandung unsur-unsur lain seperti petani, pemuda, wanita.

Dalam pandangan Aidit, keempat kelompok masyarakat tersebut adalah unsur-unsur utama dalam perjuangan negara.

Permasalahan utama yang menjadi pokok pembahasan PKI pada tahun 1950 adalah mengenai Land Refrom. Sejak terbentuknya CC baru Aidit dan para pemikir dalam CC Permasalahan agrarian menjadi bahan pokok utama. Hal itu disebabkan karena dalam pandangan Aidit dan anggota CC pusat Indonesia secara geografis dan secara kultural adalah masyarakat agraris. Dalam buku yang di tulis oleh Aidit yang berjudul; Indonesian Soceity and the Indonesian Revolution. Dalam analisa

Aidit dimulai dari pemahaman mengenai letak geografi Indonesia, konsep bangsa, pemahaman mengenai perembangan struktur sosial masyarakanya dari zaman feodal sampai kondisi sosial masyarakat pada tahun 1950-an.

Dalam pandangan Aidit, masyarakat Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu tuan tanah dan bourgeois class yang diwakili oleh yang memerintah. Dalam buku tersebut ia mengungkapkan pandangannuya sebagai berikut: 218

There’s is in Indonesia society today a landlord class and a bourgeois class: the upper strata of land lord and the upper strata of the bourgeois class are the classes that govern. The Governed are the proletarian class, the peasants; all these make

218 Dipa Nusantara Aidit. 1958. Indonesian society and the Indonesian Revolution. Jakarta: Jajasan “Pembaruan”. Hlm: 56.

81

up by far the way out of the semi-colonial and semi-feudal condition in Indonesian by changing the balance of forces between the classes that that govern on the one hand and the classes that are governed on the other

[Dalam masyarakat Indonesia saat itu, golong tuan tanah dan golongan bourgeois yiatu golongan, yaitu golongan papan atas dari pemilik tanah dan golongan atas dari kelas bourgeois adalah golongan yang memerintah (berkuasa). Golongan yang di perintah adalah kaum proletar, kaum petani; semua terbentuk sejak dari masa semi-kolonial dan semi-feodal di Indonesia dengan mengubah keseimbangan kekuatan antara golongan-golongan yang mengatur, disatu pihak dan yang diatur di pihak lain.]

Tuan tanah dalam pandangan Aidit dipandang sebagai kelompok yang menekan para petani kecil baik itu secara kultural, politik dan ekonomi.dan serbagai kelompok yang membatasai proses revolusi. Sementara itu kelas Bourgeois adalah pengabungan dari kelompok kompador dan nasional bourgeois. Kelas ini yang memiliki potensi besar untuk menjadi alat kelompok kapitalis di Indonesia.219

Pada tahun 1953 pada sidang CC keempat tahun 1953, PKI merumuskan bahwa

Indonesia memiliki tiga kekuatan kelas utama yaitu: Kelas “kompador“ dan feodal.

Kelas ini terdiri dari kelompok yang menolak PKI. Kelas ini memiliki tujuan untuk membentuk Indonesia sebagai negara yang tunduk pada kepentingan imperialisme asing dan membela kepentingan tuan tanah. Kedua adalah kelas proletar dan “rakyat pekerja”. kelompok ini adalah kelompok yang merupakan potensi basis massa PKI dan yang ketiga adalah kelompok “ kekuatan tengah”. Kelompok ketiga ini adalah kelompok yang memiliki potensi sebagai pendukung partai apabila massa luas mendukungnya. Bagi PKI, sebagian besar dari mereka adalah kelompok borjuasi

219 Dipa Nusantara Aidit. Op. Cit. Hlm: 57

82

nasional.220 Kelompok ketiga ini kemudian akan memiliki hubungan erat dalam pembahasan mengenai Front Nasional. Dalam pembangunan partai, PKI kemudian secara organisasi melakukan proses pedisiplinan partai dengan melakukan gerakan studi dan reorganisatoris partai yang dimulai sejak tahun 1951.

Kondisi tersebut dianggap sebagai sebuah permasalahan revolusi indonesia yang sangat serius. PKI sendiri memiliki ide yang bertujuan untuk “menyelesaikan revolusi nasional terlebih dahulu dan menganggap apabila revolusi pertama sudah selesai maka Indonesia akan membawa Indoensia keproses pembebasan masyarakat dari feodalisme. 221 Apabila Indonesia belum terbebas dari feodalis dan semi feodal maka revolusi di Indonesia belum selesai.222

Dalam Artikel yang ditulis oleh Aidit ia mengungkapkan mengenai permasalahan

Agraria. Artikel itu berjudul “Revolusi Agraria adalah esensi dari revolusi demokratik Indonesia“223 Dalam analisanya Aidit membagi masyarakat desa menjadi dua tipe. Pertama adalah masyarakat reaksioner yang terdiri dari tuan tanah, lintah darat, tengkulak, kapitalis birokrasi dan petani kaya. Kedua adalah masyarakat revolusioner yang terdiri dari guru (intelektual desa), tukang pengrajin, pedagang

220 Boyd R. Compton. Op. Cit. Hlm: 40

221 Dipa Nusantara Aidit. Op. Cit. Hlm: 54

222 Dipa Nusantara Aidit. Log. Cit.

223 Donald Hindley. Op. Cit. Hlm: 160.

83

kecil, buruh tani, pekerja hutan dan buruh industri Selain petani dan buruh, PKI juga mulai melirik beberapa unsur masyarakat yaitu pemuda, wanita dan intelektual.224

1. Proses pendisiplinan dan gerakan studi PKI

Gerakan studi PKI dimulai sejak tahun 1951. Tujuan diadakannya gerakan studi partai ini adalah untuk melakukan proses indoktrinasi kepada para calon kader sehingga pada saat berada di dalam dinamika partai gerak partai tidak terjadi penyimpangan pemikiran yang tidak sejalan dengan CC PKI.225 Gerakan studi merukan sebuah proses indoktrinasi yang dipakai PKI untuk menyaring kader dan anggota partai.

Dalam gerakan studi PKI seorang calon kader PKI harus mempelajari beberapa buku wajib mengenai tulisan-tulisan komunis seperti: The National Question (Stalin),

Dialectical and Historical Materialism (Stalin), Communist Manifesto (Marx dan

Engels), Introduction to Maarxist political Economy,New Demicratic Dictaorship

(Mao Ze Dong), The Mass Line (Lio Shao-qi), Throught, Work, Criticism and Self-

Criticism (Kiang Ling), On theory Natural of the party, Djalan Rakjat (Aidit), Tugas

Front Serikat Buruh (Aidit), Djalan Baru (Musso), Anggaran Dasar Partai Komunis

Indonesia, Asal-usul dan perkembangan Partai Komunis Indonesia, Kebijaksanaan

Agraria Partai komunis Indonesia. Tujuan dari mempelajari buku-buku pokok

224 Arbi Sanit. Op. Cit. Hlm: 65

225 Arbi Sanit. Op. Cit. Hlm: 175.

84

tersebut adalah untuk membuat calon anggota memahami arah dan tujuan dari

PKI226.

Selain itu, pemikiran Tan Liang Djie mendapat tempat khusus dalam pembahasan. Walau Tan Liang Djie telah dianggap meyimpang oleh partai akan tetapi Aidit berpendapat bahwa mempelajari sebuah penyimpangan pemikiran akan menjadikan sebuah pembelajaran bagi para calon kader baru untuk patuh pada partai.

Hal itu tertulis Dalam tulisannya mengenai pemikiran Tan Liang Djie dalam jurnal

Bintang Merah berjudul “Tan Liang Dji-isme”. Tan Liang Djie-isme yang dimaksud adalah soal pembentukan sebuah “partai kelas buruh” yang berada di luar PKI.

Pemikiran ini mendapat reaksi yang besar dari CC PKI Aidit karena di anggap telah menyalahi aturan garis komitern internasional organisasi komunis dan Djalan Baru.

Di dalam garis komunis, kelas buruh harus dipimpin oleh satu partai yaitu Partai

Komunis.227 Hal ini dipertegas dengan perinsip-perinsip umum partai yang terdapat panduan Struktur organsasi Partai Komunis dan cara kerja konggeres ketiga commitern pada bulan Juli-Agustus 1921. Dalam struktur tersebut dituliskan bahwa partai komunis harus menjadi pelopor (vaguard) dan menjadi bagian yang paling maju dari kaum proletar.228

226 Arbi Sanit. Op. Cit. Hlm: 176

227 Imam Soedjono. Op. Cit. Hlm: 269.

228 http://www24.brinkster.com/indomarxist. Struktur Organisasi Partai Komunis, Metode dan Cara Kerjanya ( The Organizational Structure of the Communist Parties, The Methods and Content of Their Work ). Dokumen Kongres III KOMINTERN di Moscow, Juli-Agustus 1921.

85

Untuk membangun partainya, Aidit juga melakukan proses pendisiplinan partai yang cukup radikal secara organisasi. Ia melakukan reorganisasi total di setiap tingkat kecuali dalam tubuh CC Politbiro PKI. Sebagian besar orang-orang yang memiliki posisi jabatan penting di luar Politbiro CC PKI diturunkan pangkat dalam partai menjadi calon kader.229 Hal ini dilakukan dengan tujuan agar PKI tumbuh menjadi sebuah partai massa yang memiliki kualitas dari para kadernya.

Dalam hal penerimaan anggota baru PKI melaksanakan proses penyeleksian yang cukup ketat pada beberapa level partai. Seorang calon kader PKI harus mendapatkan rekomendasi dari seorang PKI yang dapat dipercaya. Selain itu seorang calon kader PKI harus menjawab pertanyaan yang sifatnya pribadi baik mengenai informasi keluarga sampai aktivitas apa saja yang pernah dilakukan di luar partai. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan kader-kader yang memiliki kualifikasi serta kesadaran motivasi tujuan partai.230

Sejak awal pembangunan PKI tahun 1950 mulai terjadi sebuah pola terjadi proses pemberhentian kekritisan partai. Hal ini yang difokuskan dalam pemikiran Tan

Liang Djie. Ia melihat bahwa demokrasi dalam partai semakin sempit dan CC PKI berubah menjadi sebuah bentuk kediktatoran baru.231 Salah satu contoh yang paling jelas adalah peristiwa di Jawa timur pada tahun 1951. Di sana muncul sebuah selogan

229 Boyd R. Compton. Log. Cit

230 Imam soedjono. Op. Cit. Hlm: 283.

231 Boyd R. Compton. Op. Cit. Hlm: 174.

86

di kalangan anggota PKI “Ojo wani-wani ambek CC (maksudnya CC-Aidit, disumpet pandasan mu”. (“Jangan coba-coba berani pada CC-Aidit. Di sumpet

Pandasanmu).232 Arah gerak PKI menuju sebuah konsep partai komunis yang ditaktor proletariant

2. Pembentukan Front Persatuan Nasional.

Front Persatuan Nasional (FPN) dalam garis kebijakan partai mulai jelas semenjak tahun 1954. Aidit mengemukakan tiga butir pokok mengenai FPN dalam kongres nasional V PKI pada tahun 1954. Pertama mengenai konsep dasar revolusi

Indonesia. kedua dasar-dasar untuk menggalang FPN pekerjaan partai dan ketiga dan usaha pembangunan partai. FPN adalah sebuah konsep yang berdasarkan aliansi buruh dan tani di bawah kelas buruh. Dalam Front ini garis kebijakan PKI memiliki seluruh penilaiaan atas semua kekuatan kelas di suatu Negara. Pada tingkat tertentu borjuasi pada tingkat tertentu dapat dianggap sebagai sebuah kekuatan potensial yang revolusioner untuk melawan imperialisme.233

Kerja sama antara PKI dan kelompok borjuasi nasional muncul pada tahun 1950 yaitu melalui prinsip “berserikat dan berjuang”. Selain karena itu langkah ini diambil karena PKI melihat kelompok borjuasi Nasional ini tidak melakukan hal-hal yang tidak merugikan rakyat dan politik partai. PKI sejak tahun 1950 dalam FPN mulai

232 Imam Soedjono. Op. Cit. Hlm: 265.

233 Pusat Sejarah ABRI. 1996. Bahaya Latent Komunis. Jakarta: Pusat Sejarah ABRI. Hlm: 40

87

tergantung pada kelompok borjuasi ini terutama dalam Parlemen terutama untuk menghadapi Masjumi 234

Perwujudan Front Persatuan Nasional paling menonjol dalam parlemen adalah aliansi antara PKI dengan PNI pada tahun 1953. Setelah kabinet Wilopo turun pada tahun 1953, kerja sama PKI dan PNI semakin erat dalam Parlemen. Kedekatan antara

PKI dan PNI karena dua alasan pertama konflik antara PNI dan Masjumi mengenai isu-isu sekularisme negara dari Masjumi. PNI menuduh Masjumi memiliki tujuan untuk membentuk Indonesia sebagai negara agama. Semetara itu PKI sendiri sejak masa revolusi tidak memiliki hubungan baik dengan Masjumi, Sehingga melihat situasi pertentangan dua partai yang memiliki status quo dalam Parlemen, ia segera mengambil kesempatan memihak PNI dalam menghadapi Masjumi.235

Selain melakukan aliansi dengan PNI yang memilik status quo dalam parlemen,

PKI juga melakukan aliansi dengan organisasi massa non-partai yang memiliki potensi sebagai pendukung. Organisasi-organisasi massa yang beraliansi dengan PKI merupakan ujung tombak PKI dalam menjalankan program-programnya ke masyarakat.

234 Imam Soedjono. Op. Cit. Hlm: 277

235 Herbert Feith. 1999. Pemilihan Umum 1955 di Indonesia. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. Hlm: 16.

88

BAB V

HUBUNGAN PKI DENGAN ORGANISASI-ORGANISASI DI LUAR PARTAI

TAHUN 1950 SAMPAI 1955

Dalam perkembangan Partai Komunis Indonesia tahun 1950, PKI mulai melebarkan pengaruh partainya ke dalam organisasi-organisi di luar struktur organisasi. Hal itu merupakan perwujudan dari diberlakukannya Front Nasional.

Strategi Front Nasional ini semakin kuat dengan kebijakan PKI yang membentuknya sebagai partai massa di bawah kepemimpinan Aidit. Sebagai seorang pemimpin partai komunis Indonesia, ia merupakan salah satu politisi partai komunis yang cukup handal. Kepiawaiannya untuk mengatur strategi dalam bekerja dengan organisasi- organisasi lain diluar komunis telah membawa PKI dapat menarik simpati rakyat lebih besar.

Pada tahun 1950 pada masa demokrasi liberal, perkembangan organisasi- organisasi massa cukup besar. Aidit melihat bahwa di Indonesia mulai muncul banyak kelas baru setelah masa revolusi. Kesadaran kelas tidak harus hanya ada di tingkat buruh saja akan tetapi ia melihat bahwa perempuan, pemuda dan kelompok intelektual yang mulai tumbuh dapat dimanfaatkan untuk memperkuat pengaruh

Partai Komunis Indonesia. Hal ini yang kemudian membuat Aidit dan partainya untuk mendekati beberapa organisasi massa seperti SOBSI, BTI, Gerwani, LEKRA dan Pemuda Rakjat untuk berkerja sama dengan PKI.

89

A. Organisasi-organisasi Massa yang Berafiliasi dengan PKI.

1. Sentral Organisasi Buruh Indonesia (SOBSI).

SOBSImerupakan organisasi buruh terbesar di Indonesia pada dasa warsa tahun

1950-an. Tujuan pembentukan SOBSI adalah sebagai organisasi yang bertugas mengorganisir para buruh di Indonesia. Organisasi ini dibentuk pada bulan November tahun 1946 di Madiun. Organisasi ini menjadi salah satu alat perjuangan kelas revolusioner gerakan kiri dan PKI sejak tahun 1945. Semenjak dibentuk pada tahun

1946, SOBSI sangat dekat dengan PKI. Alasan organisasi ini kedekatan tersebut ada dua faktor utama. Pertama adalah pembentukan “Marx’s House” oleh PKI di Madiun pada tahun 1948 dan kedekatan ideologi dalam teori perjuangan kelas antara PKI dan

SOBSI. Kedua adalah hampir sebagian besar para pemimpin tinggi SOBSI pada era tahun 1948 dan tahun 1950an memiliki keanggotaan rangkap sebagai orang-orang dari partai komunis. Mereka seperti Harjono, Njono dan Oey Gee Hwat yang juga adalah tokoh-tokoh penting dalam tubuh PKI236

236 Arnold C. Bracman. 1963. Indonesia Communism a History. New York: Frederic A. Praeger, Publisher. Hlm: 57

90

Dalam tubuh SOBSI terdiri dari beberapa unsur organisasi buruh yang menjadi batu penyangganya antara lain adalah Sarikat Buruh Kereta Api (SARBUPRI) dan perusahaan pertanian119 Sebelum peristiwa Madiun 1948, SOBSI memiliki dua tipe keanggotaan yaitu, anggota non komunis dan anggota yang komunis. Akan tetapi setelah peristiwa Madiun 1948 banyak dari anggota-anggota SOBSI yang non komunis melepaskan diri dari SOBSI. Kedekatan SOBSI dengan PKI telah menyebabkan anggota SOBSI dianggap terlibat peristiwa tersebut. Dalam peristiwa tersebut Harjono dan Maruto Darusman ikut ditembak mati. Mereka dituduh telah mendukung gerakan Sayap Kiri di Madiun. Hal tersebut kemudian menyebabkan

SOBSI ikut menjadi organisasi terlarang bersama PKI. Akan tetapi organisasi ini muncul kembali pada tahun 1949. Pemimpin SOBSI pada tahun 1949 adalah

Asrarudin, yang merupakan seorang kader komunis120 Akan tetapi pada tahun 1950 kepemimpinan SOBSI digantikan oleh Njono. Ia telah mendapatkan pendidikan organisasi dan pergerakan buruh di Cina. Hal ini diungkapkan Hindley sebagai berikut: 121

“On January 5, 1950, a nine-man SOBSI delegation, headed Njono left for China to study the workers’ struggel there. It was not until November 19 that four of the delegates, including Njono retrun”

119 M.C. Riclef. 1991. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Hlm: 361.

120 Donald Hindley. 1964. The Communist Party of Indonesia 1951-1963. Berkeley and Los Angles: University Of California Press. Hlm: 132

121 Donald Hindley. Ibid

91

[“ pada tanggal 5 Januari 1950.sembilan orang anggota SOBSI yang dipimpin oleh Njono pergi ke Cina untuk mempelajari gerakan perjuangan kaum pekerja. Pada tanggal 19 November dimana empat delegasi itu kembali ke tanah air”]

Laporan tersebut membuktikan bahwa secara langsung maupun tidak langsung

SOBSI telah memiliki hubungan yang semakin dekat dengan PKI pada tahun 1950.

Selain itu juga tindakan Aidit yang melakukan pendisiplinan SOBSI setelah Razia

Agustus 1951 merupakan salah satu pengaruh yang begitu jelas akan ordonasi PKI dalam SOBSI.

Arbi Sanit dalam analisanya mengungkapkan bahwa meski SOBSI bukan merupakan bagian dari PKI secara organisasi, akan tetapi mau tidak mau SOBSI telah menjadi salah satu organisasi masa yang berafiliasi terhadap PKI.122 Sebagian besar dari para pemimpin SOBSI adalah pejabat eselon dua PKI. Seperti yang dikutip dari Donlad Hindley dari pendapat Compton sebagai berikut:

“By November 1954, in the jugdmen of Boyd Compton, “SOBSI’s leadership is Communist, it’s second echelon leaders are communist or communist dominated, and its rank and file are generally communist directed”123

[“Per November 1954, menurut Boyd R Compton “ pemimpim SOBSI adalah komuni, para pemimpin eselon kedua juga komunis atau dikuasai oleh komunis. Aturan-aturannya partai juga di buat sesuai dengan garis komunis”]

122 Arbi sanit. 2000. Badai Revolusi. Hlm: 76.

123 Donald Hindley. Op. Cit. Hlm: 133

92

Perkembangan SOBSI cukup pesat. Donald Hindley mencatat bahwa pada tahun 1950 sampai tahun 1955, SOBSI telah mengklaim dirinya memiliki 2.5 juta anggota yang berasal dari 25 organisasi buruh lokal. Setelah kongres kedua SOBSI pada bulan

Januari 1955 menjadi 2,661,970 dan memilik 128 kantor cabang di Indonesia.124

Perkembangan SOBSI sempat berkurang pada tahun 1951 akibat dari Razia Agustus yang dilakukan oleh Pemerintahan Sukiman. Kekuatan SOBSI yang terletak pada organisasi-organisasi buruh. SOBSI pusat dipimpin oleh kantor pusat SOBSI. Kantor pusat SOBSI memiliki dua tugas yaitu koordinasi dan mengatur kesatuan anggota di tingkat daerah. Yang kedua adalah pengawasan kantor-kantor cabang.125

Hampir seluruh kebijakan SOBSI merupakan sebagian besar bagian dari tujuan dan kebijakan PKI dalam bidang perburuhan. SOBSI secara sejarah merupakan bagian dari PKI yang berada di bawah kontrol partai.126 Hal tersebut dapat dilihat dari artikel yang yang berisi garis kebijakan baru mengenai industri nasional. PKI mengemukakan pandangannya mengenai buruh yang harus memiliki peka terhadap permasalahan industri nasional.127

SOBSI memiliki empat keunikan yang menyebabkan sebagian besar pekerja tertarik masuk ke dalam organisasi. Pertama, SOBSI mengurusi permasalahan pekerja seperti keuangan, permasalahan buruh dan memiliki kekuatan untuk

124 Donald Hindley. Op. Cit. hlm: 135

125 Donald Hindley. Op. Cit. Hlm: 136.

126 Donald Hindley. Op. Cit. Hlm: 137.

127 Donald Hindley. Op. Cit. Hlm: 144.

93

mendukung gerakan pekerja. Kedua, kesalahan pemerintah yang tidak memperhatikan kekuatan potensial buruh. Ketiga, resolusi CC PKI tanggal 1 Maret 1952 yang menolak aksi radikal. Keempat SOBSI memperbaharui dirinya dari organisasi radikal menjadi organisasi yang bersifat lunak seiring dengan perkembangan arah kebijakan

PKI.128

2. Barisan Tani Indonesia BTI.

BTI adalah sebuah organsasi yang bertujuan untuk mengorganisir para petani untuk kepentingan petani itu sendiri. Pada tahun 1951 BTI dibentuk dari beberapa unsur organisasi petani yaitu Rukun Tani Indonesia (RTI), Sarekat Tani Indonesia

(SAKTI). Pembentukan organsasi tersebut berasal dari kesadaran bahwa petani merupakan basis massa terbesar yang ada di desa-desa. PKI menyadari bahwa pertanian merupakan sebuah unsur penting di Indonesia sebagai sebuah negara agraris.129

Ketertarikan PKI pada petani sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1948 dimana hal tersebut terlihat dalam uraian resolusi yang dikeluarkan oleh Musso menyatakan sebagai berikut:

…bagi kaum tani: hapusnja sisa-sisa peraturan zaman feodal dan peraturan-peraturan imperialis dilapangan pertanian, jang bagi rakjat tani merupakan rintangan hebat untuk medapat perbaikan nasib. Adapun politik PKI untuk seluruh kaum tani di Indonesia ialah: “tanah untuk kaum

128 Donald Hindley. Op. Cit. Hlm: 146.

129 Arbi Sanit. 2000. Op. Cit. Hlm: 65 juga lihat. Donald Hindley. Op. Cit. Hlm: 165.

94

tani” Djadi tiap orang tani harus diberi tanah, supaja ia merasakan benar- benar buah revolusi…130

Selain itu juga Politbiro juga mengeluarkan pernyataan bahwa tanpa dukungan aktif petani, revolusi nasional tidak akan tercapai. Dalam Resolusi Djalan Baru petani merupakan unsur penting yang harus diperjuangakan hak-haknya. Tanpa ada revolusi dalam bidang pertanian, revolusi Indonesia tidak akan selesai secara utuh.

BTI aktif dalam wilayah permasalahan petani yang mendapat eksploitasi terutama di dalam permasalah tanah sebagai isu utama. Hal terlihat dari slogan-slogan yang di keluarkan PKI yang berisi “Tanah untuk petani”, Pembagian tanah untuk petani” dan

“kepemilikan tanah untuk petani”.131 Dalam buletin milik BTI yang diberi nama

Suara Tani dibahas mengenai permasalah agrarian di Indonesia dan berisi tulisan- tulisan para pakar pertanian dari PKI.132 Dalam analisa Aidit mengenai permasalahan di pedesaan dan petani adalah karena terdapat tujuh setan desa yang dikategorikan sebagai berikut, tuan tanah, penguasa jahat, tengkulak, tabir, bandit, taking ijon dan lintah darat. Mereka adalah kelompok yang menyusahkan para petani.

Pada tahun 1953 Aidit menulis sebuah artikel yang berisi mengenai revolusi agrarian dengan judul “ Revolusi Agraria merupakan esensi dari revolusi Indonesia”

130 http://www.angelfire.com/ut/pki/djalanbaruuntukrepub.html. Musso. 1948. Djalan Baru Untuk Republik Indonesia.

131 Donald Hindley. Op. Cit. Hlm: 161

132 Donald Hindley. Op. Cit. Hlm: 160

95

Dalam analisa Donald Hindley mengenai tulisan Aidit tersebut Hindley mengatakan sebagai berikut:

…there for it was vital for the party to win all allegiance of the peasant. He admitted that the peasant mass was different to and not rarely suspicious of the party, and blame this on several factors. First there is not yet a single party who thoroughly understand, and very few who know about agrarian relation….., second, the communist-led peasant organization had raised the slogan “ the right of the state over all land” and “nationalization off all land”….third, the party did not yet have a ” correct and revolutionary” agrarian program to attract the peasant…133

oleh karena itu, sangat penting bagi partai untuk mendapat dukungan dari petani. Ia mengakui bahwa masa petani adalah berbeda dan tidak jarang mereka curiga dengan partai dan menyalahkan hal tersebut kerena beberapa faktor. Pertama belum ada satu partai tunggal yang benar-benar memahami dan hanya sedikit saja yang mengetahui tentang hubungan agrarian… kedua organisasi petani yang dipimpin oleh komunis telah melahirkan semboyan “hak pemerintah/Negara atas semua tanah (tanah untuk negara) dan nasionalisasi atas seluruh tanah” (nasionalisasi tanah) … Ketiga, partai tersebut belum mempunyai program agraria yang “tepat dan revolusioner” untuk menarik minat para petani”]

3. Gerakan Wanita Indonesia (GERWANI).

Dalam sejarah pergerakan wanita Indonesia, Gerwani merupakan sebuah organsasi perempuan terbesar pertama di Indonesia. Gerwani merupakan fusi dari

Gerakan Wanita Indonesia Sedar (Gerwis) yang muncul pada tahun 1950. Sedang

Gerwis sendiri merupakan fusi dari enam organisasi perempuan yang ada di

Indonesia. Enam organisasi yang menggabungkan diri dalam Gerwis adalah: Rukun

Putri Indonesia (Rupindo) dari Semarang, Persatuan wanita Sedar dari Surabaya, Istri

133 Donald Hindley. Op. Cit. Hlm: 161

96

sedar dari Bandung, Gerakan Wanita Indonesia (Gerwindo) dari kediri, Wanita

Madura dari Madura dan perjuangan Putri Republik Indonesia dari Pasuruhan. Pada tahun 1952 Gerwis mendapat dua tambahan anggota Isteri Buruh Kereta Api dan

Persatuan Wanita dari Manado. 134

Perubahan dari Gerwis menjadi Gerwani mengalami proses yang sangat panjang. Perubahan organisasi ini harus melalui dua kali kongres nasional. Pada kongres nasional Gerwis kedua pada tahun 1954 terjadi perubahan nama organisasi

Gerwis diubah menjadi Gerwani. Gerwani diketuai oleh Umi Sarjono. Dalam kongres kedua tersebut Gerwani menegaskan akan tujuan dan tugas yang terangkum dalam sebuah dokumen. Dokumen tersebut berisi tentang faktor-faktor yang menjadi permasalahan perempuan dimana terdapat unsur penolakan KMB yang juga dianggap mempertahankan kekuasaan kolonial atas pabrik-pabrik, lembaga-lembaga keuangan dan perdagangan.135 Dalam dokumen tersebut ada tiga butir pokok, pertama Gerwani bebas dari pengaruh partai politik manapun, kedua mengenai sifat keanggotaan gerwani yang bebas dan ketiga, perijinan mengenai sifat keanggotaan rangkap.136

Dari ketiga butir pokok ini dapat dilihat bahwa pada awalnya Gerwani merupakan organisasi perempuan yang independen. Tujuan pembentukan Gerwani pada awalnya adalah untuk memberikan pendidikan politik terhadap perempuan di

134 Saskia Eleonora Weiringa. 1999. Penghancuran gerakan perempuan di Indonesia. Jakarta: Kalyanamitra. Hlm: 283.

135 Saskia Eleonora Weiringa. Op. Cit. Hlm: 302.

136 Saskia Eleonora Weiringa. Op. Cit. Hlm: 303.

97

Indonesia dan lebih pada kegiatan praktis dilingkup perempuan kelas bawah. Hal itu seperti melakukan kursus menjahit dan memasak dan kegiatan penyadaran perempuan akan kesetaraan. Dalam hal ini Gerwani bermain secara populis dengan memakai semboyan sosialis secara leluasa.

Aliansi Gerwani dengan PKI dimulai sejak tahun 1953 pada saat PKI mulai melihat bahwa perempuan dapat dipakai sebagai unsur pendukung partai. Dalam hal ini Aidit melihat bahwa Gerwani dan perempuan merupakan aset penting dalam pembangunan bangsa dan untuk PKI sendiri. Ia mengatakan sebagai berikut:

“...partai dan khususnya wanita komunis memberikan sumbangan yang lebih efektif guna memecahkan berbagai masalah politik tanah air kita secara menyeluruh.” 137

Pada tanggal 7 Maret 1953 PKI menyatakan secara jelas mengenai perhatiaannya kepada perempuan Indonesia dengan tiga butir pokok. Pertama apabila perempuan di negeri-negeri sosialis sudah mendapatkan hak-hak yang sama, maka di negara kapitalis perempuan masih ditindas. Kedua, perempuan memiliki hidup yang muram di negeri yang masyarakatnya masih hidup dengan sistem feodalisme seperti

Indonesia. Ketiga, tidak ada gerakan yang besar yang akan berhasil mengakhiri penindasan tanpa partisipasi dari perempuan.138 Gerwani semakin identik dengan

137 Saskia Eleonora Weiringa. Op. Cit. Hlm: 353.

138 Saskia Eleonora Weiringa. Op. Cit. Hlm: 350

98

ormas PKI setelah terjadi polarisasi tajam antara PKI dan kekuatan kanan (non komunis) setelah tahun 1962.

4. Lembaga kebudayaan rakyat (LEKRA).

LEKRA didirikan pada tanggal 17 Agustus 1950 oleh Nyoto di bawah PKI.

Alasan pembentukan LEKRA ini adalah PKI menganggap bahwa intelektual dan pelajar tidak memiliki kelas dalam masyarakat. Akan tetapi kelompok ini dianggap penting sebagai bagian dari masyarakat yang menentukan kondisi politik di sebuah negara. Seperti yang Hindley kutip dari pernyataan Aidit:

“…Intellectual and the student youth are not class in society but their class position is determined but family origin, by their conditions of living and by their political outlook”139

[“…Intelektual dan pelajar bukan merupakan kelas dalam masyarakat akan tetapi posisi mereka berada ditengah-tengah lingkup keluarga yang dibentuk oleh kondisi lingkungan dan oleh keadaan politik”]

Setelah kemerdekaan Indonesia dan setelah munculnya universitas dan mulai banyak bermunculan intelektual-intelektual baru. PKI menyadari munculnya intelektual baru tersebut dapat menjadi potensi besar dalam pendukung perkembangan partai. Untuk mengorganisir kelompok tersebut maka LEKRA didirikan.

139 Donald Hindley. Op. Cit Hlm: 184

99

LEKRA adalah organisasi massa yang didirikan yang bertujuan untuk mengakomodasi dala hal kebudayaan, baik dalam hal karya sastra, film, filsafat dan olahraga. Fungsi LEKRA adalah menjadi sebuah organisasi kultural yang menyediakan ruang bagi anggotanya untuk mengembangkan kesenian tradisional.

Sekitar tahun 1960, perkembangan LEKRA begitu pesat. Organisasi ini telah memiliki 200 kantor cabang di seluruh Indonesia. Jumlah kantor cabang yang terbesar adalah di Yogjakarta, Surakarta, dan Jakarta.140

Organisasi ini mendukung penuh perkembangan kebudayaan daerah dan memberikan fasilitas untuk melakukan pameran seperti karya seni baik itu seni tari dan lukis. Tujuan LEKRA adalah untuk membangun kepekaan anggotanya agar mampu menggambarkan dan menimbulkan kepekaan atas penderiataan dari sub ordinasi kapital dan liberalisme yang terdapat dalam masyarakat.

Dalam organanisasi ini, karya yang paling jelas terlihat adalah dalam bidang sastra. Para sastrawan yang berada dalam tubuh organisasi ini tidak jarang memiliki tulisan yang cukup tajam dan mengkritik. Hampir seluruh karya seni baik itu yang berupa patung, lukisan, poster dan sastra para seniman LEKRA mencerminkan kondisi keadaan sosial menurut prespektif soasialis dan komunis.

Di Yogyakarta, LEKRA bekerja sama dengan kelompok pelukis muda yang membentuk organisasi pelukis serta mengadakan pameran-pameran lukisan. Dalam bidang keseniaan wayang, organisasi ini berhasil membentuk sebuah organisasi dalang di Jawa barat dan di Jawa tengah. Sedang di Jawa timur LEKRA mendukung

140 Donald Hindley. Ibid.

100

perkembangan kesenian Ludruk dan membentuk BAKOKSI yang merupakan sebuah organisasi yang menjadi bagian terpisah dari organisasi kethoprak artis.141

Para seniman LEKRA diwajibkan membuat karya seni baik itu berupa sepanduk, poster, lukisan, karya sastra, yang kemudian akan mendukung setiap gerak

PKI. Kebudayaan merupakan jalur yang paling mudah untuk membentuk suatu basis masa dan salah satu pendukung dalam perekrutan masa dalam pemilihan umum.

Keistemewaan LEKRA adalah mampu mengorganisasi seniman dan budayawan.

Selain itu, LEKRA memiliki tujuan untuk melakukan counter dalam bidang kebudayaan. Organisasi ini mengkampanyekan selogan anti kebudayaan barat seperti rock and rol, filem, tarian barat dan hula hoop.142

Kebudayaan barat oleh orang-orang komunis dianggap sebagai kebudayaan kapitalis yang memiliki sifat individu dan tidak sesuai dengan cita-cita tujuan penciptaan masyarakat komunis. Individualime ini terlihat dari anggapan bahwa kebudayaan kapitalis adalah sebuah contoh eksploitasi manusia atas manusia lain.

Pada masa kampanye LEKRA digunakan oleh PKI sebagai alat agitasi dan propaganda. PKI menyadari bahwa melalui bidang kebudayaan akan lebih mudah mendekati para petani dan masyarakat yang ada di lapangan.

141 Donald Hindley. Ibid.

142 Donald Hindley. Op. Cit. Hlm: 186

101

5. Pemuda Rakjat (PR).

PR dibentuk pada tahun 1950 oleh PKI. PR adalah pengembangan dari

Persindo yang berdiri tahun 1945. PR terbagi menjadi dua massa organsiasi yaitu

Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia (IPPI) dan Central Gerakan Mahasiswa Indonesia

(CGMI). Pada awal pembentukannya PR dipimpin oleh Wikana. Pada tahun 1950 organisasi ini bergabung dengan WFDY. Pemuda Rakyat secara organisasi berada langsung di bawah PKI.

Pada kongres PR keempat bulan November 1952 yang dihadiri 300 anggota yang berasal dari 118 kantor cabang dengan jumlah anggota 46,598. Pada tahun 1954

PR menyatakan bahwa ia telah memiliki 218 kantor cabang di seluruh Indonesia dan memiliki 202, 605 anggota. Di pulau Jawa, PR memiliki 180 kantor cabang dengan jumlah 166, 631 anggota. Di Sumatra PR menyatakan telah memiliki 81 kantor cabang dengan jumlah anggota 29, 974 anggota. 143

Perkembangan organisasi PR ini dari semakin lama mengalami penambahan yang sangat signifikan. Pada tahun 1958 dalam kongresnya memiliki empat rencana pokok pengembangan organisasi. Pertama pengurangan anggota hingga satu juta.

Kedua adalah mengembangkan organisasi di luar pulau Jawa dan ketiga adalah memantapkan pengkaderan dan keempat adalah membimbing di area luar pulau

Jawa.144

143 Donald Hindley.Op. Cit. Hlm: 189.

144 Donald Hindley. Op. Cit. hal: 190.

102

Dalam kampaye Pemilihan Umum, PR mendukung kegiatan PKI. Aktivitas mereka memiliki semboyan “Untuk kemenangan Front kesatuan nasional untuk pemilu pertama.”145 Pemuda Rakjat melakukan kampanye yang berupa konvoi keliling untuk menarik massa dengan membawa tribut partai. Pada Pemilu 1955

Sekretaris Jendral PR, Soekatno berhasil menarik para pemuda masuk. Ia mengatur strategi dengan masuk ke sekolah, pabrik-pabrik, kantor-kantor, kampung-kampung, desa dan perumahan.146

B. Hubungan Politik PKI Dengan Masjumi.

1. Hubungan PKI dan Masjumi Dalam Tantangan Menjawab Demokrasi.

Posisi PKI pada tahun 1950 belum memiliki posisi politik yang kuat. Meski kepercayaan publik belum begitu besar tehadap PKI karena melihat dampak peristiwa

Madiun 1948. Akan tetapi pada tahun 1950, PKI adalah sebuah potensi kekuatan politik yang cukup kuat. Lawan politik PKI pada awal tahun 1950 sampai pemilu adalah Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masjumi). Masjumi merupakan sebuah orgnisasi politik Islam terbesar pada masa pemerintah demokrasi liberal.

Selama proses pembangunan partai, PKI tetap mempertahankan sebagai partai radikal dan revolusioner walaupun sudah menerapkan strategi kanan. Dalam bukunya

Compton menegaskan bahwa pada masa Indonesia berada di bawah pemerintahan

145 Donald Hindley. Ibid.

146 Donald Hindley. Op. Cit. Hlm: 192.

103

demokrasi liberal dengan kondisi politik yang tidak stabil tersebut potensi konflik terbuka yang paling besar adalah antara PKI adalah dengan Masjumi. Sedang lawan politik yang lain adalah Angkatan Darat (AD). Akan tetapi AD pada tahun 1950 tidak menjadi sebuah lawan politik yang berat sebab dengan UUDS yang ditetapkan pada tahun 1950, gerak tentara dalam bidang politik sangat dibatasi.

PKI memiliki dua alasan mengapa Masjumi menjadi lawan politik yang utama.

Pertama, Masjumi dipandang sebagai partai yang menyokong borjuasi nasional dan internasional. Seperti yang Hebert Feith tulis mengenai bagaimana Masjumi mendukung sistem itu:

“... Masjumi supporters were priment in most of older sectors of capitalis enterprise where Indonesians had been abel to hold their own againts Chinese, especialy in such fields as the production and trading batik colth and clove cigarettes.” 147

[Para pendukung Masjumi terkenal dalam banyak sektor lama dari perusahaan kapitalis dimana orang-orang Indonesia telah mampu menghadapi Cina khususnya dalam bidang-bidang seperti produksi dan pedagangan kain batik dan rokok kretek.]

Kedua, Masjumi dipandang sebagai partai feodal dimana hampir seluruh pemilik tanah dan pemuka agama yang dianggap sebagai kaum borjuasi berada dalam

Masjumi. Karena itu PKI menganggap bahwa kepentingan-kepentingan kaum proletar tidak dapat masuk dan sejalan. Selain itu juga Masjumi merupakan partai

147 Hebert Feith. 1962. The Decline of costitutional democracy in Indonesia. Ithaca, New York: Cornell Univesity press. Hlm : 138.

104

yang menaruh garis konservatif tentang semua masalah luar dan dalam negeri.

Masjumi mendukung politik luar negeri.

Masjumi memiliki kecenderuangan sebagai partai yang mendukung politik luar negeri netral akan tetapi disisi lain Masjumi sangat mendukung penanaman modal asing khususnya Amerika di Indonesia. Hal tersebut membuat PKI menganggap bahwa Masjumi adalah partai borjuis yang tidak mendukung cita-cita revolusioner.148

Peristiwa tersebut diawali dari kejatuhan kabinet Natsir pada tanggal 21 Maret

1951 akibat dari mosi Hadikusumo (PNI) pada tanggal 21 januari 1950 mengenai peraturan pemerintah no. 39/1950 mengenai pembekuan DPRD di Indonesia. Untuk menggantikan kabinet Natsir, Sukarno segera menujuk Sukiman dari Masjumi untuk membentuk kabinet baru pada tanggal 26 April 1951. Alasan penunjukan Sukiman sebagai Perdana Menteri berdasarkan pertimbangan mengenai kekuatan dan kedudukan Masjumi dalam Parlemen. Pada tahun 1951 Masjumi menduduki peringkat kedua secara representatif dalam Parlemen setelah PNI.149 PKI menyikapi pemerintahan baru ini dengan segera melakukan posisi tawar dengan mengajukan syarat untuk menghentikanm sikap oposisinya. PKI menawarkan syarat bahwa pemerintah benar-benar menjalankan poltik bebasnya.150 Akan tetapi hal itu tidak

148 Boyd B. Compton. 1993. 1993. Kemelut Demokrasi Liberal. Surat-surat rahasia Boyd R. Compton. Jakarta. Hlm: 207.

149 Drs.G.Moedjanto, M.A. 2001. Indonesia abad ke 20. dari perang kemerdekaan pertama sampai PELITA III. Yogyakarta: Penerbit kanisius. Hlm: 84.

150 Samsuri. 2004. Politik Islam anti komunis. Pergumulan masjyumi dan PKI di Arena Demokrasi Liberal. Yogyakarta:Safiria Insania Press. Hlm: 46.

105

mendapat tanggapan dari kabinet yang pada saat itu dipimpin oleh Perdana Menteri

Sukiman dari Masjumi.

Pada tahun 1951 Sukiman menandatangani perjanjian San Fransisco tentang perjanjian damai dengan Jepang. Isi perjanjian yang kedua adalah mengenai perjanjian dengan Amerika Serikat yang berisi bantuan Amerika Serikat melalui

Mutual Security Act (MSA). Isi dari kedua perjanjian tersebut dipandang PKI telah menyalahi politik bebas aktif Indonesia.151 Tindakan yang dilakukan oleh Sukiman tersebut itu menimbulkan rasa tidak senangan dari partai politik lain terutama PKI kepada pihak Masjumi.

Antara bulan Juni sampai bulan Agustus 1951, di Indonesia terjadi krisis politik yang berupa pemogokan buruh besar-besaran secara nasional. Tujuan dari pemogokan ini adalah menentang peraturan militer anti mogok yang diterapkan pemerintahan Natsir pada tanggal 13 Januari 1951. Selain itu pemogokan yang terjadi juga menuntut bonus lebaran. Situasi tersebut tersebut dimanfaatkan PKI untuk menggoyahkan kabinet Sukiman dengan mendukung pemogokan-pemogokan buruh tersebut. Tahun 1951 sebagian besar organisasi pekerja sudah berada di bawah serikat buruh milik PKI.152 Campton dalam tulisannya mengatakan bahwa keterlibatan SOBSI dalam pemogokan tersebut memiliki pengaruh yang cukup besar di kalangan buruh pelabuhan dan jalan raya.

151 Deliar Noer. 2000. Partai Islam di pentas nasional.Kisah dan analisis perkembangan politik Indonesia 1945-1965. Bandung: Mizan. Hlm: 233-234.

152 Herbet Feith. 1962. Op. Cit. Hlm: 187.

106

Beberapa sub organisasi buruh SARBUPRI juga mendomisasi buruh di kawasan perkebunan karet di Sumatera Utara serta memiliki cabang-cabang perkebunan di wilayah Jawa. BERPUM anak cabang SOBSI juga mengendalikan lebih dari separuh ladang-ladang minyak penting di Sumatra dan perkebunan minyak.153 Sektor penting lain yang cukup penting dalam ekonomi negara yang tercatat melakukan pemogokan adalah buruh kereta api, buruh angkutan dan buruh petani.154

Puncak dari pemogokan ini terjadi pada bulan Agustus 1951. Di awal bulan

Agustus 1951 muncul isu mengenai akan berulang kembali peristiwa Madiun 1948. isu ini muncul karena PKI berencana untuk memboikot peringatan hari kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1951. Hal ini di jelaskan oleh Herbert Feith sebagai berikut:

155

“ there was dismay about the fact that PKI groups were planing to bycott the goverment sponsored Independence Day Celebration on August 17; this was seen as a poignat and pai ful symbolisation of the nation lack unity and there was talk in some quaters of the possibility of another Madiun Affair”

[ada sebuah tekanan mengenai fakta dari kelompok PKI dimana rencana untuk memboikot acara peringatan 17 Agustus yang meimiliki tanda dan penuh simbol kesatuan nasional dan di beberapa sisi memiliki indikasi menjadi peristiwa Madiun ke dua]

153 Boyd R. Campton. Op. Cit. Hlm: 108.

154 Arnold C Brackman. 1963. Indonesian Communist a history. London: Frederic A. Preager Publisher. Hlm: 154.

155 Hebert Feith.Op. Cit. Hlm: 188.

107

Selain itu juga pada tanggal 5 Agustus 1951 terjadi peristiwa penyerangan pos polisi yang berada di Tanjung Priok oleh sekelompok orang yang memakai simbol palu dan arit. Dalam peristiwa tersebut terjadi konflik bersenjata selama 12 jam lamanya. Pemerintah segera menuduh PKI sebagai perencana peristiwa tersebut.

Akan tetapi PKI membantah bahwa peristiwa tersebut adalah provokasi berasal dari mereka.156 Selain peristiwa tersebut, di Cikini, Depok juga terjadi penyerangan sekumpulan masa dengan granat.

Menyikapi peristiwa tersebut Sukiman segera mengambil langkah kongkrit.

Pada tanggal 7 Agustus 1951, setelah melakukan rapat kabinet pemerintah mengeluarkan sebuah pernyataan melalui menteri Mononutu dalam menyikapi keadaan tersebut: 157

“it is duty of the goverment to supress rigorously any antinational movement or action wich might impair the goverment’s outhoryty or tend to distrubsecurity...All goverment authorities have been ordered to act with the utmost severity, within the bounds of exiting laws and ordinances”

(“ini adalah tugas pemerintah untuk menekan gerakan keras anti nasionalisme yang mengoyang kekuasaan pemaerintah atau berusaha mengganggu keamanan...Seluruh kekuasaan pemaerintah diperintahkan untuk menegakan seluruh hukum dan kebijakannanya”)

Hal tersebut kemudian menjadikan alasan untuk mengeluarkan kebijakan untuk mengkap para aktivis komunis baik itu yang berada di Parlemen yang terlibat, tokoh- tokoh PKI. Oprasi itu kemudian disebut Razia Agustus. Operasi militer ini yang bertujuan menagkap para pelaku peristiwa Cikini Bogor dan Tanjung Priok yang

156 Herbet Feith.. Op. Cit. Hlm: 188.

157 Herbert Feith. Ibid.

108

dianggap sebagi kudeta. Dalam operasi tersebut hampir sebagian besar orang-orang yang ditangkap adalah orang-orang yang berhubungan dekat dengan PKI dan gerakan buruh.

Tindakan pemerintahan Sukiman ini merupakan salah satu usaha Masjumi untuk menekan PKI dan salah satu usaha untuk menjatuhkan serta melemahkan kekuatan komunis di Indonesia. Beberapa tokoh yang ditangkap dalam peristiwa ini adalah D.N Aidit, Lukman. Nyoto, Alimin, Tjugito dan Ny. Mudigno (PKI). Dari

Partai Buruh adalah Tedjasukmana yang pada saat itu menjabat sebagai menteri perburuhan, Maruto, Pandu K.Wiguna (Murba), Supratono (Sarbupri), Suhadjo

(Serikat Buruh Percetakan), Situmeang (Perbun) Siaw Giok Tjhan, Sidik Kertapati

(Non Partai).158 Hampir sebagian besar orang-orang yang ditangkap adalah pemimpin gerakan buruh, jurnalis, pemimpin-pemimpin komunitas Cina serta pemimpin PKI.

Aktifitas penangkapan tersebut berlangsung hingga bulan september 1951 dan dalam laporan Sukiman sampai akhir Agutus 1951 sekitar limabelas ribu orang ditahan.159

Bagi PKI, Razia Agustus tahun 1951 tersebut sangat merugikan bagi aktivitas

PKI dan aktivitas perburuhan. Setelah peristiwa Razia Agustus dalam tubuh keanggotaan SOBSI menurun. Compton dalam laporannya mengatakan bahwa sejulah besar anggota SOBSI yang diperkirakan dua ratus ribu orang pindah ke

158 Samsuri. Op.Cit. Hlm: 46-47 . 159 Herbert Feith. Op. Cit. Hlm: 189.

109

Federasi Serikat Buruh Islam milik lawan politik SOBSI yaitu milik Masjumi.160

Melihat hal tersebut PKI segera menetapkan sistem kontrol partai terhadap aktivis- aktivis organisasi massa miliknya khususnya di dalam SOBSI. .161

Sementara itu di dalam parlemen ketua fraksi PKI, Sakirman menentang tindakan yang dilakukan oleh pemerintahan Sukiman tersebut. Menurutnya penangkapanßpenangkapan tersebut dianggap tidak sesuai dengan hak-hak yang ada dalam demokrasi liberal serta hak asasi manusia. Dalam analisa peritiwa tersebut, pemerintahan Sukiman tidak berhasil menghancurkan PKI. Sebab ternyata pada bulan Januari tahu 1952 Kabinet Sukiman jatuh dan digantikan dengan PM dari PNI yang juga merupakan lawan politik dari Masjumi. Hal itu menyebabkan usaha menekan perkembangan komunis melalui jalur birokrasi tidak dapat dilanjutkan. PKI setelah tahun 1952 sampai tahun 1955 terus berkembang dan mampu menduduki empat bessar dalam Pemilu setelah PNI, Masjumi dan NU.

2. PKI dan Front Anti Komunis (FAK).

Perkembangan PKI di Indonesia setelah tahun 1951 sangat meresahkan

Masjumi. Melihat sejarah hubungan antara PKI dan Masjumi yang tidak begitu baik dapat dipahami bahwa di Indonesia partai Islam sangat menentang laju pekembangan komunis. Ditentangnya komunis karena komunis dianggap tidak memiliki dasar asas ke-Tuhan-an. Pada tanggal 12 September 1954 muncul FAK di Bandung Jawa Barat

160 Boyd R. Campton. Op. Cit. Hlm: 181

161 Boyd R. Campton. Op. Cit. Hlm: 181 -182.

110

yang merupakan pengembangan dari Front Ketuhanan dan Demokrasi yang muncul pada tahun 1952. 162 FAK di bentuk di bawah Masjumi Jawa Barat dan dipimpin oleh

Isa Anshari. Ia adalah ketua Masjumi wilayah Jawa barat. Terdapat beberapa alasan pembentukan FAK, pertama adalah untuk membendung bahaya komunisme dan menyelamatkan negara dari kebangkrutan. Kedua, isu anti komunisme menurut

Anshary dapat dipakai sebagai senjata politik utama untuk melemahkan PKI menghadapi persiapan Pemilihan Umum 1955.163

Perkembangan komunisme dan PKI di Indonesia setelah tahun 1955 sangat meresahkan kelompok Islam. Hal tersebut di akibatkan dua hal, pertama PKI mendapat perlindungan yang dapat dari kabinet Ali Satroamidjojo I dimana PKI berada dalam posisi penggerak dalam parlemen pada tahun 1954 dan Kedua, dibukanya kedutaan Moskow dan Peking di Jakarta, yang memberi nasihat dan dukungan kepada PKI.164 Keresahan ini kelompok Islam ini adalah berasal dari hungan yang kurang baik dengan orang-orang komunis yang dirasakan telah mengancam eksistensi para tokoh imam yang dalam perannya di masyarakat sangat menonjol. Konflik antara kedua nya sudah muncul sekat tahun 1946.

Dalam wawancara Anshari dengan Compton, Anshari mengatakan bahwa apabila FAK tidak segaera dibentuk maka akan banyak sekali orang-orang muslim

162 Boyd R. Campton. Op. Cit. Hlm: 211

163 Boyd R. Campton. Op. Cit. Hlm: 209

164 Boyd R. Compton. Op. Cit. Hlm: 213

111

mendukung gerakaan komunisme di Indonesia dan itu dapat melemahkan dukungan kepada Masjumi. FAK melakukan propagandanya dengan melakukan ceramah keliling serta mendirikan cabang-cabang FAK di beberapa daerah. Beberapa daerah cabang adalah FAK Medan, yang dipimpin oleh ulama bernama Ghazli Hazan.165

Bagi FAK Ulama merupakan basis kekuatan FAK dengan menyisipkan dalam ajaran dan khotbah-kotbah.

Hal yang menarik dari pembentukan FAK ini adalah dari pengingkaran pimpinan Masjumi pusat secara konstuitusi partai terhadap pembentukan organisasi ini. Secara institusi partai Masjumi, Isa Anshary adalah ketua cabang Masjumi Jawa

Barat. Walau begitu secara struktur organisasi, FAK tidak diakui sebagai bagian dari partai Masjumi oleh para pimpinan Masjumi di pusat. Bagi Anshary, FAK bukan sebuah gerakan politik seperti yang dituduhkan pada kelompok ini. Organisasi ini ia sebut sebagaisebuah gerakan moral partai saja.166

Kehadiran FAK tersebut menimbulkan reaksi yang cukup keras dari PKI. Di

Medan, pembentukan FAK mendapat tentangan dari PKI Sumatra Utara.167 Kondisi tersebut sungguh mencemaskan bagi PKI sendiri, ditambah lagi mengingat bahwa pemilihan umum 1955 akan segera dilaksanakan pada bulan Juli 1955. Bagi PKI

FAK merupakan ancaman, sebab organisasi ini menyerang PKI secara ofensif. Dalam

“Suara Masjumi” dalam artikel yang berjudul “ Tinjauan dalam Negeri” Aidit secara

165 Boyd R. Compton. Op. Cit. Hlm: 215.

166 Boyd R. Compton. Op.Cit. Hlm: 216

167 Boyd R. Compton. Log.Cit. Hlm: 215

112

terang-terangan menuduh FAK sebagai anak-anak Van der Plas. Menurutnya FAK telah menyalahi Bhineka Tungal Ika.168 Dalam artikel tersebut juga secara sarkastik

PKI disebut sebagai partai orang-orang kafir dengan menganti nama PKI (Partai

Komunis Indonesia) menjadi PKI (Partai Kafir Indonesia).169

Perkembangan PKI di tahun 1955 sampai tahun 1955 ditentukan oleh dua faktor utama yaitu faktor eksteren dan faktor interen. Faktor eksteren adalah faktor luar yang berasal dari kondisi politik Indonesia pada awal tahun 1950. Dengan dipilihnya demokrasi liberal sebagai sistem politik di Indonesia telah membuka kesempatan bagi

PKI untuk kembali ke dunia politik Indonesia. Hal ini diawali dengan dikeluarkannya kebijakan pemerintah melalui menteri kehakiman mengenai peristiwa Madiun 1948 dan orang-orang yang telibat di dalamnya. Demokrasi liberal telah menyebabkan

Indonesia mau tidak mau harus mengakomodasi seluruh unsur kekuatan politik tanpa pandang dari mana kelompok itu berasal dan ideologi yang mereka bawa. Indonesia ingin menarik simpati dunia internasional dengan mengatakan secara tidak langsung bahwa Indonesia layak untuk merdeka seperti Amerika serikat dan negara-negara

Barat yang bebas di Eropa. Dengan memberi izin PKI untuk hidup secara legal,

Indonesia ingin menunjukan bahwa RI tidak memihak antara Amerika Serikat atau

Uni Soviet. Hal ini terkait dengan situasi yang berkembang di dunia internasional

168 “Tinjauan Dalam Negeri I, Suara Masjumi, no. 9 Tahun IX (10 Oktober 1954), Hlm: 4

169 Samsuri. Op. Cit. Hlm: 56.

113

mengenai tanda-tanda perang dingin dari Amerika Serikat dan Uni Soviet yang berlangsung sejak tahun 1950-an.

Faktor interen yang menyebabkan PKI berkembang kembali terbagi lagi menjadi beberapa sub unsur penting. Pertama, yaitu adalah perubahan pandangan serta orientasi partai yang memiliki sifat lebih terbuka dibandingkan dengan kepemimpinan lama. Kedua adalah mengenai kepemimpinan Aidit yang memiliki pandangan yang luas mengenai kondisi masyarakat di Indonesia. Hal ini akhirnya melahirkan berbagai macam langkah dan strategi yang cukup jeli di masyarakat.

Ketiga, pembentukan Front Nasional dan aliansinya dengan PNI dalam parlemen pada tahun1953 dan keempat adalah aliansinya dengan berbagai macam organisasi massa dari seluruh aspek proletar yang kemudian melahirkan sebuah jaringan yang cukup kuat untuk membangun basis massa dalam mempersiapkan Pemilihan Umum

1955.

Dalam konflik interen PKI pada tahun 1950, perbedaan pandangan antara golongan tua dan golongan muda yang disebabkan karena adanya perbedaan pandang tentang gaya kepemimpinan dan konsep dalam partai merupakan sebuah hal yang wajar. Kewajaran tersebut dapat kita pahami ketika kita melihat dari alasan masing- masing kelompok yang saling bertentangan. Kelompok konservatif yang ingin membentuk PKI sebagai partai eksklusif yang juga terinspirasi dengan Partai

Komunis Cina (PKC) merupakan sesuatu yang wajar. Sedang sebaliknya, kelompok muda yang melihat dengan analisa kacamatanya sendiri, dengan sifat radikal dan emosi yang masih tinggi. Mereka menginginkan bentuk partai yang lebih terbuka.

114

Dalam hal ini ternyata sikap yang dipilih oleh Alimin dalam nenyikapi perpecahan tersebut merupakan sebuah langkah yang tepat sebab dalam hal ini pertimbangan apabila sifatnya ia tidak melunak terhadap golongan muda maka sudah dipastikan akan hancur sebelum bisa sampai ke pemilu tahun 1955 dan tentu saja sejarah sudah dapat dipastikan akan berubah.

115

BAB VI PKI DAN PEMILIHAN UMUM 1955

Dalam sebuah negara yang baru merdeka, Pemilihan Umum (Pemilu) adalah sebuah peristiwa yang penting. Pemilu merupakan sesuatu yang penting yaitu sebagai tanda bukti sebuah negara yang menerapkan sistem Demokrasi adalah sebuah negara yang mampu untuk untuk menerapkan demokrasi itu sendiri. Dalam pemilihan umum yang memiliki tujuan untuk membentuk sebuah pemerintahan yang demokratis. Sebagai sebuah negara yang memakai sistem demokrasi, Indonesia wajib untuk membentuk sebuah pemerintahan yang berdasarkan atas kesepakatan bersama yaitu perinsip dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dari pengertian tersebut apabila sebuah negara yang memakai sistem demokrasi dan belum pernah melaksanakan Pemilu, berarti negara tersebut belum melaksanakan sistem demokrasi secara penuh.

Setelah Indonesia merdeka tahun 1945, pemerintah sesungguhnya telah merencanakan sebuah pemilihan umum dan hal tersebut sudah menjadi sebuah agenda utama dalam pemerintahan RI. Akan tetapi karena kondisi politik Indonesia tahun 1945 sampai tahun 1955 yang belum stabil akibat dari agresi militer Belanda I dan II. Padahal sebuah pemilihan umum hanya dapat terlaksana apabila kondisi politik dan keamanan sebuah negara stabil.

Setelah KMB pada tanggal 27 September tahun 1949 kondisi politik

Indonesia sedikit seimbang. Hal ini dikarenakan pengakuan secara penuh Belanda

116

terhadap otoritas keberadaan Indonesia telah didapat. politik Indonesia pada tahun

1950 an lebih condong diwarnai dengan konflik konflik di dalam parlemen. Setelah mengalami pembahasan yang cukup lama dari masa pemerintahan kabinet Natsir pada tahun 1950, Sukiman tahun 1951, Wilopo pada tahun 1952. Akhirnya tahun

1953 pada saat masa kabinet Ali I akhirnya UU pemilihan Umum Indonesia disetujui oleh Parlemen dan ditanda tangani oleh Sukarno. Tujuan dari pemilihan umum ini adalah untuk memilih anggota parlemen dan juga dewan knostituante yang tugasnya untuk membuat Undang-undang dasar baru pengganti undang-undang dasar 45.

Menurut Herbert Feith, kampanye pemilihan umum dilaksanakan dengan dua tahap kampanye. Pengelompok ini dilakukan untuk mempermudah penghitungan dalam Proses pemilihan umum serta tingkat intensitas konflik antar partai. Tahap pertama kampanye terjadi sejak rancangan undang-undang pemilihan umum ditetapkan. Dana kampanye tahap kedua adalah sejak PPI mengesahkan tanda gamabar partai

Di dalam kampanye tersebut 32 partai yang mengikuti kampanye memiliki pola yang berbeda baik itu di tingkat daerah maupun di tingkat pusat. Perbedaan itu merupakan usaha dari partai-partai yang mencoba untuk medapat suaranya di masyarakat. Hal ini terlihat dalam kampanye yang dilakukan oleh PKI, PNI dan

Masjumi. Selain slogan-slogan yang muncul dalam propaganda masing-masing partai.

Selama massa kampaye, partai-partai peserta pemilu cenderung untuk melakukan kampanye yang bertujuan untuk meraih simpati massa. Daerah daerah di

117

luar Jakarta merupakan lokasi yang memiliki potensi suara yang lebih besar akan tetapi juga memiliki potensi dari konflik yang tinggi. Konflik ini terjadi baikitu dala skala kecil dan skala besar. Skala kecil adalah lebih pada saat usaha penarikan simpati melalui pidato-pidato sedangkan dalam skala besar adalah sampai pada abentrokan fisik para pendukung kampanye

Dalam bab ini, penulis akan mencoba untuk mengkaji hubungan PKI dengan

PNI, Masjumi dan NU selama masa kampanye dan pemilihan umum 1955. Akan tetapi sebelum masuk pada bab pembahasan kampanye dan hubungan PKI serta hasil perolehan suara dalam pemilu, penulis juga akan membahas mengenai pembentukan dan isi undang-undang pemilihan umum 1955 serta proses terbentuknya Panitia

Pemilihan Indonesia (PPI) serta memasukkan dua pemilihan percobaan yang pernah dilakukan oleh pemerintahan Indonesia pada tahun 1951. Dua pemilihan umum itu adalah pemilihan umum di Yogyakarta dan Minahasa. Hal ini menjadi penting sebagai dasar memahami secara jelas jalannya proses pemilihan umum 1955 secara keseluruhan.

A. Proses Pengesahan Undang-Undang Pemilihan Umum dan Pembentukan

Panitia Pemilihan Indonesia.

Sejak tahun 1950 setelah KMB pemerintah Indonesia telah berusaha untuk membuat sebuah sistem pemilihan umum dan undang-undangnya. Akan tetapi hal itu tidak segera mendapat persetujuan dari parlemen sebab antara tahun 1950 sampai tahun 1953 intensitas konflik dalam parlemen dan kabinet-kabinet yang memerintah

118

sangat tinggi. Hal tersebut tentu saja menyebabkan kondisi politik pemerintahan yang tidak stabil. Kabinet-kabinet yang terbentuk selama tahun 1950 sampai tahun 1955 di antara program-progam pokoknya, program mengadakan Pemilihan umum merupakan salah satu agenda pokok yang menjadi tujuan utama. Seperti contohnya pada tahun 1950 dimana pada saat itu Mohammad Natsir menduduki jabatan Perdana

Menteri.

Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Umum yang telah diserahkan oleh menteri kehakiman Wongsonegoro kepada Parlemen pada bulan Februari 1951 tidak segera mendapat tempat dalam Parlemen untuk segera dibicarakan. Alasan

Parlemen tidak segera mengadakan pembahasan undang-undang Pemilu tersebut adalah karena adanya konflik antara Parlemen dan Pemerintah. Konflik tersebut mengenai Undang-Undang Darurat yang berisi perpajakan dan permodalan asing.

Sementara itu juga ketegangan antara pemerintah dengan angkatan bersenjata pada tahun 1952 juga mempengaruhi kondisi politik Indonesia170

Pada kabinet berikutnya yaitu pada masa kabinet Sukiman hal yang sama juga terjadi. Dalam kabinet ini undang-undang pemilihan umum juga gagal untuk disahkan. Hal ini karena terjadi pemogokan yang sifatnya nasional dari para buruh.

Pada kabinet berikutnya, yaitu kabinet yang dipimpin oleh Wilopo, undang-undang pemilihan umum juga tidak berhasil disahkan.

170 Drs. G. Moedjanto. Indonesia Abad ke-20 2. dari perang kemerdekaan pertama sampai PELITA III. Yogyakarta: Kanisius. Hlm: 81.

119

Kondisi politik Indonesia mulai sedikit tenang semenjak kabinet Ali

Sastroaminjoyo terbentuk. Hal ini terjadi karena kabinet ini mendapat dukungan dari parlemen yang porsi suaranya di perkuat oleh PNI dan PKI. Sementara itu suara

Masjumi mulai lemah di parlemen sejak Nahdatul Ulama memisahkan diri dari partai itu. Selama ini yang menyebabkan tidak berhasilnya dibentuknya undang-undang pemilihan umum adalah karena dalam parlemen terjadi perseteruan antar partai terutama partai-partai yang memiliki status quo dan tentu saja PKI juga merupakan salah satu partai dari status quo.

Dalam kabinet Ali I ini , kabinet ini memiliki empat program pokok yang salah satu dari isinya adalah mengenai penetapan pemilu yang sangat penting. Hal ini tampak dari penempatan pertama pada prioritas negara.

1. Dalam negeri (a. l. meningkatkan keamanan dan kemakmuran rakyat dan pemilu segera) 2. Pembebasan Irian Barat Secepatnya 3. Luar Negeri (a. l. politik bebas aktif dan peninjauan kembali persetujuan KMB) 4. Penyelesaiaan pertikaian politik.171

Pada tanggal 4 April 1953 Undang-undang Pemilu no. 7 tahun 1953 di sahkan oleh presiden Sukarno dan tetapkan sebagai undang-undang oleh Loekman Wiriadinata yang menjabat sebagai menteri kehakiman Indonesia. Dalam Undang-undang no7

171 Boyd R. Compton. 1992. Kemelut Demokrasi Liberal. Surat-surat rahasia Boyd R. Compton. Jakarta: LP3ES. Hlm: 90

120

berisi 138 pasal yang memuat aturan pelaksanaan pemilihan umum. Dari 138 pasal tersebut oleh Compton di ringkas menjadi delapan hal pokok, yaitu:

1. sistem pemilihan yang bersifat langsung 2. sistem pemilihan ganda untuk memilih para anggota parlemen dan dewan konstituante. 3. pembagian daerah pemilihan. Dalam pemilihan umum 1955 Indonesia di bagi menjadi 16 daerah pemilihan: Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jakarta Raya, Sumatra Tengah, Sumatra Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimatan Timur, Sulawesi Utara-Tengah, Sulawasi Tenggara- Selatan, Maluku, Sunda-Kecil timur (pulau Timor dan sekitarnya), Sunda- Kecil Barat (Bali lombok). Irian Barat. 4. Syarat penduduk yang memiliki hak suara 5. perangkat pemilihan dari pusat sampai wilayah daerah yang menjadi pos pengambilan suara. 6. syarat pencalonan anggota parlemen dan dewan konstituante 7. persoalan kartu suara 8. sistem pemungutan suara dan perhitungan suara172

Penerapan sistem pemilihan langsung memunculkan sebuah pendapat bahwa sistem ini tidak sesuai dengan tingkat kematangan serta kecerdasan politik masyarakat

Indonesia saat itu. Proses pemilihan umum dengan sistem langsung memang membutuhkan sebuah jaringan dan sistem kerja yang cukup rapi dan disiplin sebab sistem ini adalah sistem yang sangat rumit dan tidak fleksibel.

Sebelum ditetapkannya sistem pemilihan langsung ini pemerintah telah melakukan dua kali pemilu daerah yang merupakan pemilu percobaan di wilayah

Yogyakarta dan Minahasa pada tahun 1951. Kedua pemilihan ini merupakan pemilihan umum daerah yang pertama kali dengan tujuan untuk memilih anggota

DPRD. Pemilihan umum di Yogyakarta di laksanakan pada tanggal 16 Juli sampai 15

172 Boyd R. Compton. Op. Cit. Hlm: 236-240

121

Oktober 1951 sedang pemilihan di Minahasa dilaksanakan pada tanggal 14 Juli 1951.

Kedua daerah tersebut memakai dua cara pemilihan yang berbeda. Di Yogyakarta pemilihan umum dilaksanakan dengan memakai sistem pemilihan tidak langsung yang membutuhkan dua tahap pemilihan dan perhitungan. Sedang di Minahasa pemilihan umum dilaksanakan dengan memakai sistem pemilihan langsung yang hanya membutuhkan waktu perhitungan 6 hari lamanya.

Terdapat perbedaan dari dua sistem pemilihan Umum yang digunakan di

Yogyakarta dan Minahasa tersebut. Pertama apabila kedua pemilihan itu dibandingkan maka pemilihan di Minahasa memiliki efesiensi waktu dan dana. Hal itu disebabkan dengan sistem itu proses pemilihan umum dilaksanakan dalam satu hari saja. Sedang pemilihan umum yang di laksanakan di Yogyakarta membutuhkan waktu yang relatif lebih lama. Selain itu juga dari segi hasil secara representatif lebih mewakili pemilihan umum di Minahasa dibandingkan pemilihan yang diadakan di

Yogyakarta. Menimbang segi tersebut akhirnya sistem yang digunakan adalah sistem pemilihan di Minahasa dengan sistem langsung.

Selain menetapkan UU pemilihan umum, Pemerintahan sukarno juga mengeluarkan aturan kepada angkatan perang dengan mengeluarkan Peraturan

Pemerintah No. 47 tahun 1954 yang disahkan pada tanggal 22 September 1954. Isi

Peraturan pemerintah itu terdiri dari lima Bab pokok yang berisi mengenai pasal- pasal yang menjelaskan syarat mengenai pencalonan angota Dewan Perwalilan

122

Rakyat dan Konstituante yang berasal dari anggota angkatan perang.173 Tujuan mengatur keberadaan para calon dari angkatan perang tersebut adalah membatasi kegiatan para tentara untuk masuk ke dalam kegiatan politik. Hal Ini sesuai dengan konsep UUD’S 1950 yang menegaskan bahwa Angkatan Perang harus berada di luar garis politik sipil.

Selain itu juga setelah UU pemilu di tetapkan, pada tanggal 4 November

1953 Presiden Sukarno segera membentuk Panitia Pemilihan Indonesia (PPI) sebagai lembaga pusat yang menjalankan sistem pemilihan umum dan disahkan dengan keputusan presiden no. 188 pada tanggal 7 November 1953. Sebagai ketua PPI adalah

Sukri Hadikusumo dan sebagai wakilnya adalah Sutan Palindih yang berasal dari

PNI. Tujuan Sukarno menempatkan kedua anggota PNI sebagai pemimpin utama kepanitiaan penting adalah agar kerja PPI dapat ia pantau dengan mudah. Anggota

PPI yang lain adalah Sudarnadi (PIR), Hazairin, Surjaningdiprodjo (NU), Sidibjo

(PSII), H. Sofjan Siradz (PI Perti), Soemarto (Parkindo), Hartojo (PKI) dan Asrarudin

(Partai Buruh). Pelantikan PPI secara resmi pada tanggal 28 November 1953 di Istana

Negara. Lama kerja PPI adalah 4 tahun dalam keputusan presiden. Kepengurusan

PPI sempat berubah pada tahun 1955 karena terjadi penetapan UU baru yaitu undang- undang darurat no 18 tahun 1955. Pada awalnya kantor PPI berada di jalan Pintu Air

No. 1 Kemayoran Jakarta dan selama masa tugasnya kanor itu mengalami dua kali

173 Herbert Feith. 1962. The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia. Ithaca, New York: Cornell University Press. Hlm: 176-179

123

perpindahan lokasi yaitu di Jalan Majapahit, Sawah Besar dan kemudian berpindah lagi ke Jalan Matraman Raya No. 40, Jakarta Timur. 174

Tugas PPI adalah mempersiapakan pemilu DPR dan Dewan Konstituante dengan perangkatnya. Sekretarian PPI merupakan pendukung utama dalam melaksanakan tugas PPI. Fungsi PPI adalah melakukan pengawasan secara teknis pemilu. Anggota PPI adalah orang-orang yang telah dipilih oleh Sukarno dan juga mereka yang berasal dari orang-orang yang bekerja dalam kantor menteri kehakiman. di bawah PPI juga terdapat lembaga-lembaga turunan yang berfungsi sebagai tangan panjang dari panitia pemilihan pusat yang tersebar di enam belas wilayah pemilihan.175 Hal itu tercantum juga dalam UU Pemilihan umum dalam bab tiga mengenai daerah-daerah pemilihan dan daerah pemungutan suara pasal 15 dan 16 dan bab empat tentang badan-badan penyelenggaraan pemilihan pasal 17 sampai pasal

28.176 Akhirnya setelah selesai mempersiapkan kepanitian pemilihan umun dan mengatur segala sesuatu yang dibutuhkan dalam pelaksaan pemililu akhirnya hal yang paling menjadi sebuah perhatian pokok ialah pada saat masa kampanye dari bulan Mei 1953 sampai tanggal 24 September 1953

174 www. kpu.go.id. Komisi Pemilihan Umum. Melihat kembali Lembaga Penyelenggaraan Pemilu Masa Lampau.

175 Herbert Feith. 1999. Pemilihan Umum 1955 di Indonesia. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. Hlm: 6. lihat juga: Dalam struktur organisasi PPI di bawah PPI terdapat Panitia Pemilihan (PP) di tingkat Provinsi. PP kemudian membuat juga PP untuk tingkat kabupaten dan PP kabupaten kemudian membentuk Panitia Pemungutan Suara (PPS) diwilayah kecamatan. Di bawah PPS kemudian dibentuk Panaitia Pendaftaran Pemilih (PPP) ditingkat desa. Komisi Pemilihan Umum. Melihat kembali Lembaga Penyelenggaraan Pemilu Masa Lampau. www. kpu.go.id.

176 Herbert Feith. 1962. Op. Cit. Hlm: 141-145

124

B. Kampanye Pemilihan Umum dan Strategi PKI dalam Persaingan Antar

Partai.

Masa persiapan pemilu untuk tahun 1955 sudah dimulai sejak tahun 1953

ketika undang-undang pemilu disahkan dan dilanjutkan. Pada tahun 1954 partai-

partai sudah mulai terang-terangan menggunakan metode kampanye untuk masuk

kedalam masyarakat. Dalam proses awal pemilihan umum PPI menetapkan bahwa

pendaftaran pemilih di mulai pada bulan Mei 1954 sampai bulan November 1954

dan pada bulan Desember sertiap partai peserta pemilu dapat mengajukan calon-

calonnya. Pada tanggal 31 Mei 1954, PPI melakukan pengesahan tanda gambar

partai pengikut pemilu dan menurut Feith sebagai kampanye tahap kedua.

Pemilu tahun 1955 merupakan pemilu pertama sehingga eforia baik itu orang-

orang partai dan masyarakat merupakan sebuah peristiwa besar. Selama masa

kampanye partai mulai sibuk untuk melakukan persiapan-persiapan yang kira-kira

menunjang bagi kampanye. Hal yang dilakukan PKI pertama kali adalah

memperkokoh aliansinya dengan PNI dan serta mengambil langkah strategi di

lapangan untuk menghadapi Masjumi yang jelas merupakan lawan politik dari PKI.

Selama masa kampanye, menurut Hebert Feith terdapat tiga partai utama yang menentukan dianamika massa kampanye. Partai-partai itu adalah PKI, PNI dan

Masjumi. Hal ini terlihat dari peristiwa-peristiwa dan pidato-pidato yang diutarakan oleh juru kampanye masing-masing dari partai. Dinamika dari ketiga partai lebih terlihat dibandingkan dengan keberadaan 28 partai yang lain, Hubungan yang unik yang terjalin antara PKI dan PNI serta pertentangannya dengan Masjumi menjadi

125

sebuah titik pusat dinamika konflik dalam masa-masa pemilihan umum. Antara PKI dan Masjumi sejak awal memang telah terjadi perselisihan. Sementara itu hubungan antara PKI dengan NU selama masa kampanye tidak memiliki keistemewaan seperti yang terjadi antara PKI dengan Masjumi. Walaupun NU adalah partai islam seperti Masjumi akan tetapi partai ini tidak terlalu radikal dalam menanggapi perkembangan komunis di indonesia.

Masa-masa kampanye seperti yang dicatat oleh Compton seorang pengamat

politik Indonesia tahun 1950 hampir setiap partai yang melakukan kampanye selalu

dihadiri oleh masyarakat yang ingin mengetahui program-program partai. Akan tetapi

ada sebuah kecenderungan bahwa hampir dalam setiap rapat besar yang diadakan

oleh partai peserta pemilu, masyarakat lebih cenderung bertujuan untuk saling

bertemu satu sama lain dan rapat besar partai sering dianggap sebagai sebuah acara

bersama dimana mereka dapat bertemu dan berkumpul dengan tetangga dan kerabat

yang berada di desa lain. 177

Di sisi lain PKI mendapat keuntungan dari isu tri-polar Kabinet Ali I tahun

1954. Dalam kabinet Ali I terdapat usaha untuk membentuk sebuah pendapat umum bahwa pandangan partai-partai dalam kabinet yang terbentuk merupakan “golden mean”. Istilah ini lebih dekat dan menjurus pada pandangan politik Masjumi dan pandangan politik PKI. Selama masa kampanye berusaha untuk tidak menyinggung kabinet Ali. Hal ini disebabkan karena kedekatan PKI dengan PNI semenjak kabinet

177 Roy B. Compton. Op. Cit. Jakarta: LP3ES. Hlm: 219

126

Wilopo tahun 1953. Kampanye PKI terbagi menjadi dua daerah, yaitu pulau Jawa dan luar Pulau Jawa.

Selama masa kampanye PKI menggunakan isu tanah di beberapa daerah khususnya pulau Jawa. Di pulau Jawa potensi pertanian yang cukup tinggi merupakan sebuah potensi poltik dalam perolehan suara. Isu Tanah merupakan isu utama yang di pakai oleh PKI untuk manarik para petani. Di luar Jawa PKI lebih menekankan hal yang sama akan tetapi usaha kampanye PKI di luar Pulau Jawa setelah Pemilihan

Umum kurang berhasil. PKI selama pembangunannya telah mendapat cap sebagai partai orang Jawa. Hal tersebut terjadi karena secara langsung atau tidak langsung hanpir seluruh program orientasi PKI berada di pulau Jawa.

Untuk meraih simpati buruh PKI juga menggunakan SOBSI sebagai alat pencapaiaan suara. Sedang untuk meraih simpati para pemuda PKI menggunakan

Pemuda Rakjat. Organsiasi ini selama masa kampaye sering melakukan konvoi untuk menarik massa. Sebagai ujung tombak PKI yang lain untuk meraih massa yang banyak PKI memakai LEKRA sebagai media kampanye. Menggunakan LEKRA sebagai alat kampanye adalah sebuah kesadaran PKI pada pentingnya untuk menggunakan kebudayaan dalam menarik simpati politik Masyarakat. PKI menyadari bahwa masyarakat sangat menggemari kesenian sebagai salah satu hiburan dapat disisipkan tentang tujuan dan garis partai. Dalam hiburan ini kemudian disisipkan sebagai lahan kampanye. Selain itu LEKRA membuat poster, stiker dan kesenia- kesenian lain yang bertema dengan permasalah sosial yang ada.

127

Di pulau Jawa, selama masa kampanye terdapat ketegangan sosial yang mencekam yang mencekam dalam masyarakat. Kondisi ini akibat dari tumpang tindih kepengurusan panitia yang juga menjabat sebagai perangkat desa. Seorang perangkat desa tentu saja menjagokan satu partai. Agar partainya dapat menang maka pejabat tersebut menggunakan intimidasi kepada rakyatnya agar jagonya menang. Biasanya kejadian ini malah terjadi di TPS paling bawah.

Dalam kampanye PKI memiliki perbedaan strategi antara Jakarta dan daerah.

Di Jakarta PKI sama sekali tidak memakai semboyan-semboyan yang dapat menyinggung PNI. PKI memggunakan semboyan-semboyan seperti “PNI partai priyayi, Masjumi dan NU partai santri, tetapi PKI partai rakyat.” Semboyan tersebut banyak dipakai di daerah-daerah. Selain itu juga PKI menyesuaikan diri terhadap isu lokal yang ada di daerah kampanye dan isu nasional. Penggunaan Strategi dua cara kamapnye yang berbeda untuk pusat dan daerah tersebut sebab hubungan PKI dengan

PNI di parlemen pusat sangat dekat. Kampanye PKI di daerah menurut Compton hanya sebatas untuk mencari suara saja dan bukanya sebagai membuktian program- progamnya di masyarakat. Hubungan secara politik antara partai yang secara organisasi tidak berhubungan dekat namun satu tujuan. Seperti contohnya di Sumatra

Barat PKI melakukan aliansi dengan PIR untuk memperoleh suara dari pendukung partai-partai kecil.178

178 Herbert Feith. 1999. Op. Cit. Hlm: 121

128

PKI giat memperagakan lambangnya yang berupa palu dan arit dengan cara memasang papan-papan yang begambar lambang partai di kota-kota besar sampai pedesaan. PKI merupakan paratai yang satu-satunya permanen menggunakan papan peraga yang terbuat dari besi. Hal ini terkait dengan dana yang diperoleh dari kedutaan Cina di Jakarta. Selain itu juga PKI menggunakan layang-layang hingga dekor panggung kampanye. Penggunaan lambang ini penting sebab lambang merupakan identias partai. Dalam kampanye PKI melakukan karnaval dan pesta rakyat untuk merayakan ulang tahun partai dan pamflet-pamflet serta surat-surat.

Dana operasi partai untuk membangun jaringan organisasi, konfrensi, pelatihan dan pemeliharaan kantor serta gaji pegawai. Dalam hal ini PKI membutuhkan anggaran yang cukup besar sebab PKI dalam melaksankan operasional organisatorisnya memperkerjakan orang dengan gaji tetap.179

Sudah pasti untuk melakukan kegiatan kampanye PKI membutuhkan dana yang cukup besar. PKI dalam kegiatannnya juga mengadakan iuran anggota bulanan.

Akan tetapi banyak pihak yang kurang yakin bahwa untuk kebutuhan kampanye yang begitu besar iuaran anggota sudah dapat dipastikan sangat kecil. Beberapa spekulasi mengatakan kemungkinan terbesar dana kampanye yang dipakai oleh PKI berasal dari pengusaha Tionghoa dan dari Kedutaan Cina di Jakarta.180

PKI sendiri dalam mendekati garis masa ia mendekati tokoh desa yang non pemerintahan dan non- ulama. Orang-orang yang direkrut adalah mereka yang secara

179 Herbert Feith. Op. Cit. Hlm: 39

180 Herbert Feith. Ibid.

129

sosial disebut kelompok abangan, pemuda desa yang belum menduduki posisi mantap. Terhadap mereka PKI menjanjikan akan adanya perubahan sosial yang baik.

Memang secara umum seorang individu pada saat itu apa bila masuk kedalam sebuah partai akan menjadi kelompok masyarakat kelas baru.

1. Hubungan PKI dengan PNI Selama Masa Kampanye

Seperti yang telah dibahas dalam bab tiga, hubungan antara PKI dan PNI semakin erat sejak mereka beraliansi dalam Front Nasional pada tahun 1953. PKI menggunakan situasi pokok dalam tubuh PNI yaitu pertama konflik di dalam tubuh

PNI dan kedua adalah konflik antara PNI dan Masjumi dalam parlemen. Selama kurun waktu tahun 1953 sejak kabinet Ali Sastroaminjoyo I sikap PKI terhadap kebijakan pemerintah lebih kooperatif dibandingakan dengan kabinet-kabinet sebelumnya.

Selama masa kampanye sejak undang-undang pemilihan umum di tetapkan

PKI menggunakan strategi kampanye yang berbeda untuk di pusat dan di daerah. Hal ini dilakukan karena di pusat hubungan PKI dengan PNI lebih erat. Penggunaan slogan-slogan yang radikal untuk kampanye di Jakarta tentu akan sangat mempengaruhi hubungannya dengan PNI. Maka dari itu PKI menggunakan slogan yang lebih halus dibandingkan di daerah.

PKI dalam kampanye di daerah lebih menitik beratkan pada isu-isu lokal seperti permasalahan tanah dan permasalahan buruh. PKI melihat bahwa orang-orang di daerah terutama di daerah pedesaan terutama di Jawa. Orang-orang di daerah

130

kurang tertarik pada permasalahan politik praktis. Mereka lebih tertarik pada permasalahan yang mereka hadapi sehari-hari yaitu permasalahan tanah, ekonomi serta perburuhan.

Antara PKI dan PNI selama masa kampanye, dalam laporan Hebert Feith, keduannya mencri dukungan dari orang-orang yang memiliki pengaruh atas golongan abangan. Kelompok abangan yang dimaksud adalah lurah atau para peabat desa atau yang menurut Compton adalah pamong praja. Memperdalam penjelasan Feith,

Compton dalam suratnya pada tanggal 4 Febuari 1956 di Mojokerto. Ia menuliskan bahwa pada tahun 1955 Indonesia mengalami masa kejayaan bagi pamong praja.181

Hal ini tentu saja menguntunkan keduanya, sebab hampir sebagian besar dari masyarakat masuk kedalam golongan abangan ini.

Dalam hal ini PKI dan PNI walau sudah melakukan aliansi di bawah Front

Nasional akan tetapi di tingkat kampanye di daerah kedua partai ini saling bersaing.

Di pusat ketegangan tidak terjadi sebab PKI telah mambatasi isu-isu yang bersifat menyinggung permasalahan penting di tingakat pedesaan. Koran yang merupakan koran partai yang terbit di Jakarta dan memiliki segmen pembaca yang luas tidak pernah menyinggung terlalu dalam permasalahan tanah dan permasalahan

181 Herbert Feith. 1999. Pemilihan umum 1955 di Indonesia. Jakarta: Kepustakaan popular gramedia. Hlm: 47. Boyd R. Compton. 1992. Kemelut Demokrasi Liberal . Surat- surat rahasia Boyd R. Compton. Jakarta: LP3ES. Hlm: 287.

131

di desa-desa. Hal ini karena PKI tidak ingin menyinggung partai-partai yang ada dalam kabinet Ali I terutama PNI. 182

Akan tetapi sebaliknya di tingkat desa ketegangan selama masa kampanye antara PKI dan PNI cukup kuat. Hal itu dicerminkan dengan adanya ketegangan sosial yang semakin mencekam. Di daerah khususnya di desa-desa, kedua partai ini saling bersaing dalam melakukan kampanye. Dalam penjelasannya Feith mengatakan bawa PNI mendapat dukungan besar dari para lurah dan pejabat desa di bawahnya dan pada umumnya adalah para pamong praja yang tergantung secara sosial pada golongan priyayi dan harta. Akan tetapi sesuai dengan sifat dari golongan tersebut yang mencoba mempertahankan otoritas kekuasaannya di beberapa daerah apabila

PKI mendapat dukungan mayoritas, kelompok ini begabung dengan partai ini.

Karena itu maka dibeberapa daerah sering terjadi pertentangan antara pejabat desa yang memeiliki perbedaan pandangan politik. Sering kali para pejabat itu menggunakan kekuasaan dan pengaruhnya untuk memenangkan suara rakyat.183

Selain di tingkat masyarakat desa kelompok yang terbagi menjadi dua antara PKI dan PNI adalah para seniman dan dukun. Hal itu karena kedua kolompok ini merupakan salah satu kelompok yang memiliki pengaruh besar di masyarakat desa. Secara sratifikasi sosial walau secara politik mereka tidak berperan penting akan tetapi kedua kelompok ini merupakan salah satu akses yang paling dekat untuk mempngaruhi masyarakat secara non personal. Selain itu juga PKI dan

182 Herbert Feith. Op. Cit. Hlm: 22

183 Herbert Feith. Op. Cit. Hlm: 48

132

PNI juga berebut pengaruh dikalangan kelompok pemuda. Hal ini disebabkan karena pemuda merupakan kelompok yang belum memiliki status sosial yang jelas di masyarakat. Menurut Feith juga para pemuda diantara kedua partai ini lebih banyak untuk terpengaruh dengan PKI hal itu disebabkan karena PKI mampu untuk menggunakan sifat progresif revolusioner pada golongan ini.

2. Hubungan PKI dengan Masjumi Selama Masa Kampanye

Seperti yang sudah di ketahui, sejak awal masa revolusi PKI dan Masjumi memeilki hubungan yang tidak baik. Bahkan sampai pada tahun 1950 an kondisi itu terus berlansung dalam parlemen. Sejak tahun1953 sejak PKI melakukan aliansinya dengan PNI Masjumi semakin tidak suka dengan kondisi tersebut. Ketika kabinet Ali

I mendapat dukungan PKI di parlemen, Masjumi semakin menempatkan dirinya sebagai partai yang berada dibarisan oposisi.

Setelah memasuki masa kampanye konflik paling kuat dalam proses pemilihan umum awal adalah pada saat pengajuan tanda gambar partai. Pada proses tersebut PKI mengajukan nama partainya yang meliputi “orang-orang yang tak berpartai“ dengan tanda gambar “palu arit“. Hal itu di protes oleh Masjumi dengan mengajukan protes tehadap PPI. Dalam surat kabar harian Suluh yang merupakan koran milik Masjumi yang terbit tanggal 18 Agustus 1954 memuat sebuah artikel dengan judul “Umat Islam jang tidak berpartai menuntut supaja pemerintah melarang

PKI membawa nama orang-orang tidak berpartai“. Dalam artikel itu di laporkan tuntutan dari massa Masjumi mengenai peneyebutan orang-orang yang berada diluar

133

partai bahwa berada di bawah PKI. Laporan tersebut merupakan laporan rapat rakasasa di Medan pada tanggal 16 Agustus 1954184.

Alasan Masjumi menolak Masjumi melakukan protes tersebut adalah sebagai berikut: Pertama hal ini dianggap bertentangan dengan UU pemilihan umum No. 7 tahun 1953 pada pasal 41 ayat (1) yang berisi tentang perbedaan penggolongan mengenai pengajuan tanda gambar yang merupakan simbol dari partai, organisasi dan perseorangan. Kedua Masjumi melihat bahwa hal ini merupakan strategi PKI untuk memanipulasi suara dengan membuat kesan kepada masyarakat yang belum tinggi tingkat kecerdasan politiknya agar seolah-olah orang-orang yang tidak berpartai ada di dalamnya. 185

Sementara itu hubungan PKI dan Masjumi selama memasuki masa kampanye semakin mengalami ketegangan. Hal ini diakibatkan karena hubungan yang sudah tidak harmonis semenjak awalnya dan juga karena aliansi antara PKI dan PNI yang semakin mambuat Masjumi tidak menyukai perkembangan PKI. Selama masa kampanye dalam rapat-rapat besar dan pidato-pidato antara kedua tokoh tersebut

184 Suluh. Umat Islam yang tidak berpartai muenuntut supaja pemerintah melarang PKI membawa nama orang-orang tidak berpartai . Jakarta 18 Agustus 1954

185 Samsuri. 2004. Politik Islam Anti Komunis. Pergumulan Masyumi dan PKI di Arena Demokrasi Liberal. Yogtakarta: SafirianInsania Press. Hlm: 77-78. lihat lampiran UU Pemilihan Umum No. 7 tahun 1953 Bab VI pasal 41 ayat 1-5 yang berisi tentang Tentang Pencalonan organisasi. Herbert Feith. Op. Cit. Hlm: 149-1950

134

menurut Feith mereka saling tuduh masing-masing pihak sebagai ekstrimis, asing dan bertentangan dengan inti sikap nasionalis yang seharusnya ada.186

Tuduhan-tuduhan seperti itu muncul sebab PKI melihat bahwa Masjumi dianggap ingin menjadikan Indonesia sebagai sebuah negara sekular yang berdasarkan Islam. Hal itu mengingat bahwa Masjumi adalah sebuah partai yang memiliki dasar Islam. Dalam sejarah perkembangan partai, Masjumi gigih memperjuangakan undang-undang dasar yang menganut hukum Islam. Sedang sebaliknya Masjumi menuduh PKI sebagai sebuah partai yang hendak membuat

Indonesia menjadi negara komunis. Sesungguhnya kedua tuduhan yang saling dilemparkan tersebut merupakan senjata bagi masing-masing partai untuk saling menjatuhkan.

Munculnya Front Anti Komunis (FAK) pada tahun 1954 di Bandung merupakan tekannan yang paling berat bagi PKI. Sebab memelalui FAK Masjumi berusaha memisahkan PKI dari partai partai lain. Hal ini di lakukan oleh juru-juru bicara partai. Selama kurun waktu 1954 Masjumi jauh lebih ekstrim dengan menyebut PKI sebagai partai kafir Indonesia dan melakukan aksi agar orang – orang komunis untuk tidak dikuburkan secara Islam. Selain itu juga gencarnya Masjumi untuk selalu membuka luka lama mengenai perisiwa Madiun 1948 dengan mengadakan sebuah aksi hari berkabung untuk memperingati peritiwa tersebut. Hal ini tentu saja membuat PKI yang salalu mencoba membersihkan namanya dari peristiwa Madiun 1948 tersebut selalu dihantam kembali ke sebuah titik yang sama.

186 Herbert Feith. 1999. Op. Cit. Hlm: 19.

135

Selama masa kampanya Masjumi dan PKI memiliki target massa yang berbeda.

Apa bila PKI lebih memilih untuk mencari suara pada golongan sebut abangan maka

Masjumi lebih menitik beratkan apa yang disebut sebagai kelompok Santri.

Kampanye–kampanye yang dilaksanakan oleh Masjumi sering dilakukan dalam dakwah-dakwah akbar. Walaupun begitu pada hasil akhir perhitungan suara dalam pemilihan umum suara yang diperoleh Masjumi lebih sedikit dibandingkan dengan perkiraan sebagai partai Islam terbesar.

Sedang sementara itu selama masa kampanye PKI menyerang Masjumi dengan mengaitkan keberadaan partai ini dengan gerakan Darul Islam di Jawa Barat dan isu- iisu perkebunan yang masih dimiliki oleh orang-orang asing. Konflik antara PKI dan

Masjumi semakin tajam sejak tahun 1954. Dalam pendapatnya Feith mengatakan bahwa sejak tahun 1954 PKI mulai lebih terang-terangan untuk mementang Masjumi dalam permasalahan mengenai dasar negara. Bagi PKI Piagam Jakarta yang berisi mengenai pembentukan Indonesia sebagai negara sekuler sangan bertentangan dengan ajaran komunis yang memisahkan atara agama dan negara.187

PNI dan PKI masing-masing merupakan manifestasi dari ekstrimis kiri dan kanan. Di tengah-tengah dari kedua partai yang ekstrim ini menurut Feith dipakai oleh partai-partai yang sedang bekuasa untuk membentuk sebuah pendapat umum cvbahwa partai-partai yang duduk di dalam pemerintahan merupakan partai yang memiliki “Golden Mean“ atau jalan tengah dalam pelaksanannya. Masyarakat pada

187 Herbert Feith. 1999. Op. Cit. Hlm: 19

136

tahun 1950-an mereka lebih tertarik kepada pada sikap jalan tengah ini dan ini merupakan keuntungan besar bagi PNI.188 Walau PNI lebih diuntungkan PKI dalam hal ini walau tergolong sebagai paRtai ekstrim akan tetapi aliansi nya dengan PNI telah menghilangkan kesan ekstrim tersebut.

Akhirnya pemilihan umum 1955 diadakan pada tanggal 29 September 1955. pada hari yang sangat bersejarah tersebut beberapa laporan menyebutkan bahwa masyarakat sangat mendukung pemilihan umum pertama ini. sebanyak 37.875.299 atau 87 persen dari 43.104.464 orang yang terdaftar sebagai pemilih memberikan suaranya.189 Meskipun terdapat antusias masyarakat begitu tinggi akan tetapi kecemasan akan terjadi kerusuhan dan gangguan keamanan sangat kuat. Di beberapa daerah pemilihan seperti di Surabaya, panitia menyarankan kepada para pemilih untuk tidak keluar rumah.190 Hal ini menurut Compton merupakan akibat dari kondisi masa kampanye. Menurut ukuran barat masa kampanye pamilu 1955 selama 6 bulan adalah sebuah kampanye yang sangat lunak dalam tataran sosial. Akan tetapi bagi masyarakat Indonesia kampanye telah menciptakan sebuah atmosfir ketakutan konflik. Hal tersebut merupakan kombinasi dari keterpukauan, ketaatan dan kecemasan yang terbawa sampai ke tingkat suatu simbol besar sikap terkekang.191

188 Herbert Feith. 1999. Op. Cit. Hlm: 21

189 Herbert Feith. 1999. Op. Cit. Hlm: 57.

190 Boyd R. Compton. Op. Cit. hlm: 266

191 Boyd R. Compton. Ibid.

137

Pada tanggal 29 September 1955, Pemilihan Umum di mulai pada pukul delapan pagi. Untuk pembukaannya Pemilu dimulai dengan pembacaan petunjuk oleh ketua panitia Penyelenggaraan Pemungutan Suara. Upacara kemudian dilanjutkan dengan menunjukan bahwa isi kotak suara kosong.192 Hal tersebut dilakukan untuk menghindari tuduhan penggelapan suara yang membuat peristiwa tersebut semakin tidak baik. Setelah proses pemunggutan suara selesai seperti yang diistrusksikan dalam peraturan pemilihan umum suara kemudian diberikan kepeda Panitia Pemilihan

Umum daerah (PPUD). Di PPUD suara-suara tersebut kemudian dihitung kembali sebelum dikirim ke PPI untuk perhitungan Akhir.

C. Perhitungan Suara PKI dan Dinamika Politik Setelah Pemilihan Umum tahun 1955

1. Analisa Hasil Perolehan Suara PKI Dalam Pemilihan Umum 1955

Setelah melalui proses pemilihan umum 1955 akhirnya sampai pada bagian yang paling ditunggu oleh partai-partai yang mengikuti pemilihan umum, masyarakat dan para pengamat politik yang telah menanti hasil tersebut. Dari 32 partai akhirnya muncul 4 partai utama yang menduduki peringkat tertinggi dalam hasil pemilihan.

Keempat partai tersebut adalah PNI, Masjumi, NU dan PKI. Hal yang mengejutkan adalah perolehan suara yang di peroleh PKI yang lebih tinggi dibandingkan perkiraan pengamat politik yang memprediksikan PSI yang akan menang. Akan tetapi pada

192 Herbert Feith. 1999. Op. Cit. hlm: 58.

138

kenyataannya, PSI hanya meraih suara yang lebih sedikit yaitu 753.191 suara dibandingkan PKI yang memperoleh 6.179.914 suara.

Keberhasilan PKI dalam mengalahkan PSI adalah kerena PKI mampu untuk mendisiplinkan partainya lebih baik di bandingkan dengan PSI. Sementara itu PSI lebih memilih untuk berada dalam politik praktis pemerintahan selama empat tahun sejak tahun 1951 sampai tahun 1955 PKI lebih memilih untuk berada di bawah garis masa rakyat dengan konsulidasi yang cukup ketat. PKI lebih memilih melakukan kompromi-kompromi dengan partai yang masuk ke dalam pemerintahan dibandingkan dengan masuk kedalam sistem pemerintahan itu sendiri. Perolehan suara yang di dapat PKI dapat menandakan bahwa PKI telah menjadi “partai populer“ di masyarakat. Tabel di bawah merupakan penggambaran betapa jauhnya jumlah perolehan suara antara PSI dengan PKI dan perbandingan suara empat besar partai utama.

139

HASIL PEROLEHAN SUARA KESELURUHAN PNI, Masjumi, NU, PKI , PSI PADA PEMILIHAN UMUM PARLEMEN DAN KONSTITUANTE PEMILU 1955 193

Suara Suara dalam Perbedaan No Partai dalam konstituante Perolehan parlemen suara

1 PNI 8.434.653 9.070.218 635.565 2 Masjumi 7.903.886 7.789.619 114.267 3 NU 6.955.141 6.989.333 34.192 4 PKI 6.179.914 6.232.512 55.598 5 ...... 8 PSI 753.191 695.932 31.238 10 ...... R.Soedjono 28 Parwirosoedarso dan kawan-kawan 53.306 38.356 14.949 Keberhasilan PKI menjadi partai keempat pemenang Pemilu dengan perolehan suara parlemen 6.179.914 suara dan 6.232.519 suara telah mencemaskan partai Masjumi. Sebagai sebuah partai Islam, Masjumi kemudian mencoba mengusulkan pada presiden Sukarno untuk menggunakan tiga partai saja sebagai partai mayoritas dalam parlemen. Akan tetapi usul Masjumi gagal sebab PKI tetap menjadi sebuah partai yang berada di posisi keempat suara terbesar dalam pemilu.

Hal ini terjadi sebab di setealah tahun 1953 kedekatan Aidit dan Sukarno telah membuat PKI semakin memiliki pengaruh tidak dapat disingkirkan begitu saja.

Dalam perolehan suara antara PKI dengan NU sangat tipis dengan selisih 775.227 suara. Selain faktor jumlah suara, kedekatan Aidit dengan Sukarno telah melahirkan sebuah korelasi yang cukup besar bagi pengaruh PKI di tahun 1955.

193 Herbert Feith. 1999. Op. Cit. Hlm: 94. Keseluruhan hasil perolehan suara PKI secara Nasional dan presentasi lihat lampiran.

140

Dalam dua kali pemilihan umum yaitu pemilihan parlemen dan pemilihan dewan konstiuante, perolehan suara PKI dalam pemilihan umum konstituante selisih lebih banyak 55.598 suara dari pada pemilihan umum sebelumnya yaitu 6.179.914 suara untuk pemilihan umum parlemen dan 6.232.512 suara untuk pemilihan dewan konstituante. Pola yang terjadi didalam PKI juga berlaku bagi hamper sebagian besar partai-partai yang menempati 4 besar pemenang pemilu. Hal ini desebabkan setiap partai telah memiliki massanya sendiri-sendiri dan tentu saja ditunjang oleh kampanye yang dilakukan sebelumnya.

Sementara itu dalam perhitungan perolehan suara PKI secara nasional, penyumbang suara terbesar untuk PKI berada di wilayah Jawa timur. Di daerah ini sekitar 23,3 % dari seluruh pendapatan suara partai dari 15 wilayah pemilihan dengan jumlah 2.299.602 suara untuk pemilihan Parlemen dan 2.266.801 suara untuk pemilihan konstituante. Daerah penyumbang suara terbesar ke dua adalah Jawa

Tengah dengan 2.326.108 suara parlemen dan 2.305.041 suara konstituante. Di jawa barat PKI hanya memiliki perolehan suara terkecil di pulau Jawa dengan perolehan suara 755.634 suara. Sedang di daerah pemilihan Jakarta PKI memperolehan suara sebesar 96.363 suara. Di wilayah luar pulau Jawa PKI memperoleh suara terbanyak di daerah pemilihan Sumatra Utara dengan perolehan suara 258.875 suara parlemen dan 277.546 suara konstituante. Hal ini dapat dilihat secara lengkap pada tabel berikut ini. Perbandingan perolehan suara PKI antara 15 daerah pemilihan yang ada di Indonesia

141

HASIL PERHITUNGAN SUARA PKI SEKALA NASIONAL DI DAERAH PEMILIHAN UMUM PARLEMEN DAN KONSTITUANTE 194

Suara % suara Daerah pemilihan parlemen suara konstituante Parlemen Jawa Timur 2.299.602 23,3 2.266.801 Jawa Tengah 2.326.108 25,8 2.305.041 Jawa Barat 755.634 10,8 827.858 Jakarta Raya 96.363 12 89.612 Sumatra Selatan 176.900 12,1 168.095 Sumatra Tengah 90.513 5,75 98.583 Sumatra Utara 258.875 10,8 277.546 Kalimantan Barat 8.526 1,8 8.680 Kalimantan selatan 17.210 2,18 20.092 Kalimantan Timur 8.209 4,76 8.762 Sulawesi Utara dan Tengah 33.204 4,39 37.541 Sulawesi Selatan dan tenggara 17.831 1,6 23.402 Maluku 4.792 1,44 4.934 Nusa tenggara timur 5.008 0,45 6.626 Nusa tenggara Barat 66.067 5,3 78.363

Pendapatan suara PKI di satu wilayah dengan wilayah lain akan sangat berbeda dketerkaitannya dengan berbagai macam faktor di masing-masing secara ekonomi, sosial dan politik.

Pada umumnya pulau Jawa merupakan daerah yang cukup potensial sebagai target utama basis masa PKI sebab di Jawa inilah pusat perekonomian baik itu pabrik dan pertanian. Secara kultur banyak orang-orang yang yang masuk ke dalam kategori abangan menjadikan PKI lebih mudah untuk masuk ke masyarakat. Dalam tabel berikut akan dapat mempertegas perolehan suara 4 besar partai pemenang

Pemilihan Umum 1955 di wilayah pulau Jawa:

194 Herbert Feith. 1999. Op. Cit. Hlm: 115 , 95-103

142

PERBANDINGAN HASIL SUARA PNI, MASJUMI, NU DAN PKI DALAM PEMILIHAN UMUM PARLEMEN 1955 195

Daerah pemilihan di pulau Partai Jawa Jakarta Jawa Timur Jawa Tengah Jawa Barat Raya PNI 2.251.069 3.019.568 1.541.927 152.031 Masjumi 1.109.742 902.387 1.844.442 200.460 NU 3.370.554 1.772.306 673.552 120.667 PKI 2.299.602 2.326.108 755.634 96.363

Di Jawa timur perolehan suara pemilihan umum perlemen PKI menempati posisi ke dua setelah PNI dengan perolehan suara 2.299.602 suara. Hal ini disebabkan karena Jawa timur merupakan daerah industri yang dibangun pada awal abad ke 20 dan dikembangkan sebagai wilayah perkebunan tebu dan pabrik-pabrik gula. Hal ini merupakan faktor penting sebab dalam ekonomi peranan buruh baik itu buruh pabrik dan buruh perkebunan tebu merupakan para pekerja yang menggerakan roda ekonomi. Sesuai dengan kosep perjuangan komunis yang basis kekuatannya adalah kaum proletar, maka PKI melalui SOBSI dapat lebih muda diterima. Banyak dari program-program PKI sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat di Jawa timur pada tahun 1950-an.

Sementara itu di Jawa barat PKI hanya mendapat suara sebesar 755.634 suara dan hanya menduduki peringkat ke tiga setelah Masjumi yang memperoleh suara di parlemen 1.844.442 suara dan kemudian di ikuti PNI dengan perolehan suara sebesar

1.844.442 suara. Lemahnya perolehan suara PKI di Jawa barat lebih disebabkan

195 Herbert Feith.Op. cit. Hlm: 114-115

143

karena keberadaan politik FAK yang dibentuk oleh Isa Ashari. Propaganda FAK telah berhasil membuat pengaruh PKI tidak berhasil di wilayah pemilihan ini. Hal ini juga berlaku bagi wilayah pemilihan Jakarta Raya. Di Jakarta PKI hanya memperoleh suara sebesar 96.363 suara dibandingkan dengan Masjumi yang memperoleh suara sebesar 200.460 suara, sementara PNI yang memperoleh 152.031 suara dan NU yang memperoleh 120.667 suara.

2. Kondisi Politik Indonesia setelah Pemilihan Umum 1955.

Setelah perhitungan suara dari keseluruhan partai selesai maka dari hasil pemilihan tersebut PKI memperoleh kursi di Parlemen sebanyak 39 Kursi. Sedang

PNI dan Masjumi mendapat 57 kursi dan NU memperoleh 45 kursi. Sedang PSI hanya mendapat 4 kusi dalam parlemen padahal dalam parlemen sementara PSI mempunyai 14 kursi. Jadi secara kesimpulan PNI dan Masjumi merupakan partai yang memiliki status qou dan PKI menduduki jumlah partai terbesar ke tiga di dalam parlemen. Akan tetapi setelah Pemlihan Umum terjadi kondisi yang tidak begitu baik dalam pemerintahan. Hal tersebut disebabkan karena kabinet Burhanudin

Harahap sebelum menyerahkan mandat kembali kepada presiden sukarno telah melakukan sebuah tindakan yang cukup berani yaitu membatalkan hubungan Uni

Indonesia- Belanda dan mempertimbangkan pembatalan kesepakatan KMB terutama mengenai permasalahan Irian barat. Hal itu tentu saja menjadi pekerjaan rumah bagi parlemen baru

144

Yang terjadi dalam parlemen baru tersebut juga timbul masalah-masalah masalah baru terutama karena ternyata di dalam parlemen tidak muncul partai yang memiliki dominasi suara. Hal ini disebabkan karena antara PNI dan Masjumi dan pernyataan Masjumi yang mengatakan bahwa Masjumi tetap tidak menyetujui keberadaan PKI dalam parlemen dan pemerintahan. Konflik dimulai ketika Masjumi melalui Natsir mengusulkan bahwa pemeritahan atau kabinet hanya terdiri dari

Masjumi-PNI dan NU yang dinggap mampu membuat stabil pemerintahan. Bagi masjumi PKI dipandang memiliki potensial perbedaan perinsip yang tidak bisa membuat pemerintahan stabil. Sementara itu Aidit juga mengusulkan untuk membentuk Kabinet yang terdiri dari PNI-NU-Perti yang didukung oleh kelompok komunis. Dalam ususlan itu PKI tidak akan masuk ke Kabinet dan hanya sebagai partai pendukung sepanjang program kabinet dapat diterima.196

Parlemen yang terbentuk pada tahun 1950 terdiri dari aliran kelompok partai sebagai berikut: Sosialis Kiri (Komunis) mendapat 15% yang berjumlah 39 dari 257 kursi; Nasional 27% yang berjumlah 71 dari 257 kursi dan Islam 45% yang berjumlah 116 dari 25& kuris dan sisanya diserahkan kepada partai-partai beraliran sosialis?/marxis,nasionalis dan Islam. Kekuatan PKI semakin kuat ketika aliansinya dengan PNI dan kedekatan D.N Aidit dengan Sukarno menjadikan PKI semakin berkembang di tahun-tahun berikutnya sampai dengan peristiwa 30 September 1965 terjadi.

196 Samsuri. Op. Cit. Hlm: 62

145

BAB VII

PENUTUP

Terlibatnya PKI dalam Peristiwa Madiun pada tanggal 17 september 1948 disebabkan karena terdapat dua faktor utama yaitu, faktor eksteren dan faktor interen. Faktor eksteren adalah a). faktor yang berasal dari kondisi politik Indonesia setelah Perjanjian Renville.Perjanjian tersebut telah menimbulkan ketegangan antara kelompok yang setuju. b). Penerapan program Reorganisasi dan Rasionalisasi militer oleh Hatta dan Nasution telah menyebabkan posisi tentara nonregular dalam TNI menjadi lemah dalam kuantitas. c). Posisi Pesindo yang berada di dalam tubuh TNI dan dekat dengan kelompok kiri terutama PKI secara langsung dan tidak langsung telah menyebabkan PKI memiliki ikatan ideologi yang sama. Faktor Interen partai yang menyebabkan PKI terlibat dalam peristiwa Madiun 1948 adalah reakasi Musso terhadap pidato Sukarno yang terlalu keras dan juga akibat dari pembentukan

Pemerintahan Front Nasional oleh Musso pada tanggal 19 September 1948 yang yang memperkuat alasan bagi lawan-lawan politik PKI di Yogyakarta, untuk menuduh PKI sebagai pemberontak dan melarang PKI.

Perkembangan PKI di tahun 1950 sampai tahun 1955 ditentukan dari kondisi politik Indonesia pada awal tahun 1950. Dipilihnya demokrasi liberal sebagai sistem politik di Indonesia telah membuka kesempatan bagi PKI untuk kembali ke dunia politik Indonesia. Hal ini diawali dengan dikeluarkannya kebijakan pemerintah melalui menteri kehakiman mengenai peristiwa Madiun 1948 dan orang-orang yang

146

telibat di dalamnya. Demokrasi liberal telah menyebabkan Indonesia mau tidak mau harus mengakomodasi seluruh unsur kekuatan politik tanpa pandang dari mana kelompok itu berasal dan ideologi yang mereka bawa. Hal ini dikarenakan Indonesia ingin menarik simpati dunia internasional dengan mengatakan secara tidak langsung bahwa indonesia layak untuk merdeka seperti Amerika serikat dan negara-negara

Barat yang bebas di Eropa. Dengan memberi izin PKI untuk hidup secara legal,

Indonesia ingin menunjukan bahwa RI tidak memihak antara Amerika Serikat atau

Uni Soviet. Hal ini terkait dengan situasi yang berkembang di dunia internasional mengenai tanda-tanda perang dingin dari Amerika Serikat dan Uni Soviet yang berlangsung sejak tahun 1950-an.

Dalam Pemilihan Umum 1955 PKI berhasil menempati posisi keempat setelah

PNI. Masjumi dan NU. Hal ini disebabkan karena kebijakan yang dikeluarkan partai selama tahun 1950 sampai tahun 1955. Empat hal pokok yang mendasari perkembangan partai dari dalam adalah Pertama adalah perubahan pandangan serta orientasi partai yang memiliki sifat lebih terbuka dibandingkan dengan kepemimpinan lama. Kedua adalah mengenai kepemimpinan Aidit yang memiliki pandangan yang luas mengenai kondisi masyarakat di Indonesia. Hal ini menyebabkan PKI mengambil berbagai macam langkah dan strategi yang cukup jeli di masyarakat. Ketiga, pembentukan Front Nasional dan aliansinya dengan PNI dalam parlemen pada tahun1953 dan keempat adalah aliansinya dengan berbagai macam organisasi massa dari seluruh aspek proletar yang kemudian melahirkan

147

sebuah jaringan yang cukup kuat untuk membangun basis massa dalam mempersiapkan Pemilihan Umum 1955.

Sementara itu selama masa kampanye selain faktor perkembangan politik interen partai terdapat faktor yang mendasari keberhasilan PKI dalam meraih suara.

Hal ini lebih pada gerak partai dalam kelompok masyarakat. PKI dengan sifat revolusionernya mampu menampung aspirasi kelas-kelas baru yang muncul terutama di kalangan para pemuda dan intelektual dan kelompok-kelompok yang dalam bidang politik tidak menempati posisi penting. PKI berhasil menempatakan mereka menjadi kelompok penting. Permasalahan sumber dana yang cukup besar juga menjadi faktor utama dalam kampnye. Hal ini di buktikan dengan kemampuan

PKI membuat sepanduk-sepanduk yang permanen sifatnya dan pembuatan kartu anggota.

BIODATA

Nama : Ajeng Dewanthi Kewarganegaraan : Indonesia Tempat Tanggal lahir : Yogyakarta, 19 Februari 1983 Sex : perempuan

Agama : Katholik

Alamat : Jl.Sanjaya no 52 Kp Jagalan RT 04/RW 06 Muntilan– Jawa Tengah 56411 Phone : 0293-586741 HP : 085868037107 E-mail : [email protected]

Hobby : Membaca, Haiking dan Musik

Motto : Untuk sesuatu yang kita peroleh, kita juga harus berani kehilangan

LAMPIRAN. 1

ANGGARAN DASAR PARTAI KOMINIS INDONESIA (P.K.I.)

I. Nama FATSAL 1. Perserikatan ini bernama PARTAI KOMINIS INDONESIA dan berpoesat di tempat jang setiap tahoen ditetapkan oleh kongeres. Di dalam Anggaran ini seteroesnya di sebut partai.

II. Toedjoean FATSAL 2. Toedjoean partai adalah oentoek mempersatoekan kaum boeroeh tani dan tani ketjil kaoem politariant tiada memandang bangsa atau agama dalam satoe partai politik merdeka jang mendjalankan perdjoengan kelas ( Klassen Strijd) di negerinja terhadap segala penindasan manoesia dengan kejakinan, bahwa djalan ini adalah jang satoe-satoenja jang dapat memerdekakan kaoem jang tertindas.

Parai menjokong sekoeat tenaga tiap-tiap gerakan politik , ekonomi politik dan sosial dari golongan-golongan rakjat jang tertindas asal keadaan golongan-golongan tersebut perdjoeangannja terhadap penindasan karena gerakan gerakan mereka itoe akan menjadi lebih baik.

III. Oesaha FATSAL 3. Partai menjapai toejoeannja dengan oesaha-oesaha sebagai berikoet: a) Mengadakan koersoes-koersoes, rapat-rapat tertoetoep atau terboeka. Pidato-pidato dan sebagainja serta memeadjoekan pengetahoean rakjat dengan segala ichtiar jang bergorna baginja; b) Mengeloerkan madjallah-amdjallah jang terbit berkala begitoe poela soerat- soerat kabar harian; c) Memadjoekan dan menjokong serikat-serikat boeroeh, boeroeh tani dan tani ketjil jang berdasarkan perdjoeangan kelas (Klasenstrijd- ed) d) Mengeloerkan, menjiarkan dan mendjoeal boekoe-boekoe, madjallah-madjallah dan lain-lain batjaan. Memperdagangkan segala jang ..(diboeat) meskipoen (tidak ditentukan) oleh partai sendiri e) Memajoekan dan menjokong koperasi-koperasi jang disetoedjoei oleh partai.; f) Ikoet serta dalam pemilihan badan-badan perwakilan rakjat dan badan-badan pemerintaha.; g) Memajoekan soerat-soerat permintaan pada badan-badan permintaan rakjat dan badan-badan pemerintahan h) memakai segala hak jang di berikan oleh rakjat.

IV. Anggauta

Fatsal 4. Siapapoen jang menjatakan moefakat dengan fatsal 2 dari Anggaran Dasar ini dan telah beroemoer 18 tahun dapat diterima menjadi anggauta partai.

Perserikatan-perserikatan dapat menjadi anggauta dengan tetap memakai namanja sendiri permintaan mereka boeat masoek dianggap dan akoei sebagai permintaan bersama-sama (collectief) dari segenap anggauta perserikatan.

Permintaan untuk menjadi anggauta itoe djika di terima membawa kewadjiban oentoek mendjoenjoeng poetoesan-poetoesan Partai dalam aksi politik dan mengandoeng poela permoefakatan persetikatan itu dengan fatsal 2 dari Anggaran Dasar ini. Ini tidak berarti bahwa anggauta-anggauta perserikatan itu menjadi anggauta Partai. Mereka itoe tetap mempoenjai hak sepenoehnja oentoek mengatoer hal-hal mereka sendiri asal poetoesan-poetoesan dan perboetan- perboetan mereka tidak bertentangan dengan dasar atau atoeran perjoeangan sesoetau poetusan partai.

Siapapoen boleh menjadi anggauta dari satoe perserikatan jang telah tergaboeng dari anggota partai.

Djikalau Markas besar Partai menolak permintaan menjadi anggauta dari seseorang atau satoe perserikatan maka permintaan itoe dapat dimadjoekan kepada kongeres dengan melewati seksi dari Markas Besar Partai. Kongereslah jang akan membereskan permintaan itoe.

Atoeran-atoeran tentang permintaan anggauta ditetapkan dalam Anggaran Tetangga

Fatsal 5 Anggauta-anggauta partai yang berdiam dalam soeatoe Karisidenan digaboengkan dalam satoe seksi. Markas Besar Partai dapat menentoekan soeatoe daerah sama dengan soetaoe karisidenan.

Tiap-tiap seksi dapat mendirikan satoe onderseksi atau lebih

Tiap-tiap onderseksi dapat poela mengadakan ressort-ressort

Tempat kedoedoekan dan batas onderseksi dan ressort ditentukan oelh onderseksi dan ressort jang bersangkoetan dengan berkerdja bersama-sama.

Ressort bertangoeng djawab terhadap onderseksi, onderseksi kepada seksi, seksi pada Markas Besar dan Markas besar kepada Kongeres.

Fatsal 6. Satoe seksi paling sedikit haroes terdiri paling sedikit dari 6 orang angauta

Dalam keadaan loear biasa atas pertimbangan Markas Besar soeatoe seksi jang djoemlah angautanja kurang dari 6 orang dapat tetap berdiri.

Fatsal 7. Barang siapa yang berdiam di soeatoe tempat jang beloem ada seksi dari Partai bila hendak masoek menjadi anggauta, haroes memberitahoekan hal itoe kepada Markas Besar jang akan memasoekanja sebagai anggauta tersiar. Djika di tempat itoe atau tempat-tempat jang berdekatan ada 6 anggauta tersiar Markas Besar dapat menjatoekan mereka dalam satoe seksi.

Fatsal 8. Markas Besar dapat memetjat dengan segera anggauta-anggauta jang tingkahlakoenja meroegikan partai.

Angauta jang dipecat dapat mengajoekan haknja kepada konggeres jang pertama datang.

Fatsal 9. Seksi jang bertindak bertentangan dengan Anggaran tau dengan Anggaran Dasar atau dengan alsan jang tidak diakoe sjah oleh Markas Besar atau tidak mendjalankan kewadjibannja terhadap partai dihentikan oleh Markas Besar.

Djika dalam pelanggaran tersebut dalam ayat pertama dalam fatsal ini dilakoekan oleh seorang anggauta, seksi jang bersangkoetan dikoesakan oentoek mengehntikan semntara anggauta itu dan diwadjibkan merapotkan hal itu kepada Markas Besar.

Peghentian semetara anggauta tersiar berhoeboeng dengan hal terseboet di atas dilakoekan oleh Markas besar.

Dalam koengers pertama datang akan diusulkan soepanja seksi atau anggota itu dipetjat. Ketjoeali bila pengenghentian semetara itoe telah ditarik kembali karena alasannya tidak sjah.

Bila seksi ataoe anggauta jang demikian itoe tidak dipetjat oleh konggere maka penghentian sementara tadi dianggap ditjaboet.

V. Kongeres FATSAL 10, Kongres mempoenjai kekoesaan tertinggi dalam partai. Kongres terdiri dari oetoesan-oetoesan dan anggauta-anggauta tersiar jang mengoenjoengi

Tiap-tiap tahoen pada tanggal 21 Oktober, hari berdirinja partai kembali dan djika perloe satoe hari atoe lebih hari berikutnja atau sebeloemnja diadakan kongeres tahoenan.

Markas Besar sewaktoe-sewaktoe dapat mengadakan kongere luar biasa atau referendum cepat.

Fatsal 11 dalam kongeres tahunan dibitjarakan: a) Berita tahoenan dari markas besar tentang segala pekerdjaan jang telah dilakukan sesoedah kongeres jang laloe. b) Berita dari markas besar tentang pimpinan keoeangan c) Berita redaksi dari Madjallah partai d) Pekerdjaan jang telah dilakukan oleh kawan-kawan seperdjoeangan dan anggauta-anggauta jang doedoek dalam badan-badan perwakilan rakjat. e) Oesoel-oesoel jang dimasoekan f) Pemilihan segenap anggauta Markas Besar g) Dimana kongeres jang akan datang akan diadakan. h) Pemilihan anggauta-anggauta redaksi atau madjalah harian partai.

Fatsal 12. bila dipandang perloe Markas Besar boleh menguoendang oerang-oerang loear oentoek mengunjungi kongeres. Di mana mereka itu mendapat hak untuk t oeroet tjampoer dalam segala perdebatan atau perdebatan tentang satoe doea hal jang ditentoekan lebih dahoeloe.

Bintang Merah 24 Desember 1945. no rol: 33/PN/M Perpustakaan Nasional Salemba.

LAMPIRAN 2

Bintang merah No rol 33/PN/M-perpustakaan Nasional Salemba Jakarta.

Bintang Merah 24 Desember 1945

Anggaran Dasar Partai Komunis Indonesia

Makloemat PKI No. 1

Sedari tahoen 1924 PARTAI KOMUNIS INDONESIA telah berdjoeang mati- matian oentoek melepaskan INDONESIA daripenindasan danpenghisapan imperialisme kapitalisme Belanda dan asing serta mendirikan satu pemerintah repoeblik jang merdeka berdasarkan kerakjatan dan socialisme. Pada tahun 1926 P.K.I sitindas dengan kejak dan beriboe-riboe anggotaja disiksa, di boeang dan beberapa anggotanja di gantoeng samapai mati. Sejak waktoe itu P.K.I ak dapat bekerdja lagi dengan terang-terangan dan terpaksa berdjoeang dengan gelap-gelapan. Sekarang seloeroeh rakdjat bangkit serentak , berontak melawan segala jang bersifat penindasan, penghisapan dan pendjadjahan. Oleh karenanja. Telah tibalah saatnja kita kaoem kominis bangoen kembali dan tampil ke moeka goena memimpin rakjat djelata oentoek mempertahankan KEMERDEKAAN kita dan memjempurnakan REOEBLIK INDONESIA menoeroet dasar socialisme jang sedjati.Dan pada tanggal 21 Oktober 1945 Partai Kominis Indonesia telah didirikan lagi dan berkedoedoekan di Djakarta. Perloe di terangkan bahwa makloemat-makloemat jang memakai perloe arit jang terlah sebar-sebatkan, boekan berasal dari kami tetapi ilah berasal dari pihak musuh jang hendak mengatjoekan dan membingoengkan rakjat.Oentoek mentjegah pengatjauan makloemat-makloemat yang seperti lide maka makloemat-makloemat jang akan kami sebarkan selandjoetnja haroes di tandatangani oleh Markas Besar Partai Kominis Indonesia.

Markas Besar PARTAI KOMUNIS INDONESIA

Ketoea: Mr. Mhd.Joeshoep Sekretaris:Likasi A. Kasim

(Bintang Merah no.1 17 November 1945 hal:2)

LAMPIRAN 3

Djalan Baru Untuk Republik Indonesia

Rentjana Resolusi Polit-Biro untuk dimadjukan pada Kongres ke-V dari Partai Komunis Indonesia. Disetudjui oleh Konperensi PKI pada tanggal 26 dan 27 Agustus 1948

Tjetakan ke-VII

(Jajasan "Pembaruan" Djakarta 1953)

I

Lapangan organisasi

Untuk dapat memahamkan kesalahan2 PKI dilapangan organisasi, sebaiknja diuraikan lebih dahulu sedikit riwajat PKI.

Dalam tahun 1935 PKI dibangunkan kembali setjara illegal atas inisiatif Kawan Musso. Selandjutnja PKI illegal inilah jang memimpin perdjuangan anti-fasis selama pendudukan Djepang. Kesalahan pokok dilapangan organisasi jang dibuat oleh PKI illegal jalah, tidak dimengertinja perubahan2 keadaan politik didalamnegeri sesudah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Sebenarnja pada saat itulah, PKI harus melepaskan bentuknja jang illegal dan muntjul dalam masjarakat Indonesia Merdeka dengan terang2an.

Akan tetapi karena pada saat itu dan seterusnja bentuk jang illegal ini masih dipegang teguh, maka dengan demikian PKI telah mendorong orang2 jang menghendaki adanja PKI, untuk medirikan PKI legal, dan telah memberi kesempatan kepada anasir2 avonturir jang berhaluan Trotskis untuk mendirikan PBI. Dengan berdirinja PKI legal dan PBI ini, maka timbullah keharusan bagi PKI illegal untuk merebut se-lekas2nja pimpinan atas Partai2 ini, supaja perdjuangan klas buruh djangan sampai menjimpang dari rel revolusioner. Dengan sendirinja keharusan ini mengakibatkan terbagi-baginja kader illegal kita, jang sudah tentu melemahkan organisasi.

Oleh sebagian kawan2 dari PKI illegal, didirikan Partai Sosialis Indonesia, jang, kemudian membuat kesalahan besar karena mengadakan fusi dengan Partai Rakjat Sosialis dari dan mendjeIma mendjadi Partai Sosialis. Dengan adanja fusi ini, maka terbukalah djalan bagi Sutan Sjahrir dan kawan2nja untuk memperkuda Partai Sosialis. Kedjadian ini dmungkinkan oleh kurang sedar dan kurang waspadanja kawan2 dari PKI illegal jang turut mengemudikan Partai Sosialis.

Kemudian tidak sedikit djum]ah kader2 illegal kita jang diperlukan baik didalam Pemerintahan maupun didalarn Badan Pekerdja KNIP. Sehingga dengan sendirinja tidak mungkin lagi bagi kawan2 ini mentjurahkan segenap tenaganja kepada pekerdjaan dalam ketiga Partai tsb. diatas (PKI legal, PBI, Partai Sosialis). Hal ini lebih melemahkan organisasi.

Berhubung dengan semua ini, maka kedudukan dan rol Partai Komunis Indonesia sebagai Partai klas buruh dan pelopor revolusi telah diperketjil. PKI ditempatkan pada tempat jang tidak semestinja, sehingga sebagai Partai dan organisasi sama sekali tidak mewudjudkan kekuatan jang berarti. Dengan demikian sangat berkuranglah tradisi baik dan popularitet PKI dalam waktu sebelum dan selama perang dunia ke-II. Kesalahan besar dalam lapangan organisasi ini diperbesar lagi, karena kaum Komunis sangat mengetjilkan kekuatan klas buruh dan Rakjat seluruhnja dan karena kaum Komunis terpengaruh oleh propaganda dan antjaman Amerika. Oleh sebab itu telah mendjadi takut dan kurang pertjaja kepada kekuatan tenaga anti-imperialis jang dipelopori oleh Soviet Uni. Dengan demikian PKI membesar-besarkan kekuatan imperialisme umumnja dan imperialisme Amerika chususnja. Dengan demikian pula PKI memberikan terlampau banjak konsesi kepada imperialisme dan klas burdjuis.

Adanja tiga Partai klas buruh sampai sekarang (PKI legal, PBI dan Partai Sosialis), jang semuanja dipimpin oleh Partai Komunis illegal, mengakui dasar2 Marxisme- Leninisme dan sekarang tergabung dalam Front Demokrasi Rakjat serta mendjalankan aksi bersama berdasarkan program bersama, telah mengakibatkan ruwetnja gerakan buruh seumumnja. Hal ini sangat menghalangi kemadjuan dan perkembangan kekuatan organisasi klas buruh, djuga sangat menghalangi meluas dan mendalamnja ideologi Marxisme-Leninisme jang konsekwen. Dengan demikian telah memberi banjak kesempatan kepada musuh klas buruh untuk menghalangi kemadjuan gerakan Komunis dengan djalan mendirikan ber-matjam2 Partai Kiri jang palsu dan jang memakai sembojan2 jang semestinja mendjadi sembojan PKI (diantaranja : "Perundingan atas dasar Kemerdekaan 100%").

Oleh karena sikap jang anti-Leninis dalam hal politik organisasi ini, maka dilapangan serikatburuhpun kaum Komunis dengan demikian telah sangat menghalangi tumbuhnja keinsafan politik kaum buruh seumumnja sebagai pemimpin Revolusi Nasional. Kaum Komunis jang merninipin gerakan buruh (serikatburuh) lupa, bahwa menurut Lenin serikatburuh itu adalah sekolahan untuk Komunisme. Melalaikan propaganda Komunisme dikalangan kaum buruh, berarti dengan langsung menghalangi bertambah sedarnja kaum buruh sebagai pemimpin Revolusi Nasional jang anti-imperialisme dan anti-feodalisme. Berarti melupakan arti gerakan kaum buruh sebagai sumber jang terpenting bagi PKI untuk mendapat kader2nja.

Pengaruh daripada kesalahan dalam lapangan organisasi jang telah dilakukan oleh kaum Komunis dengan djelas dan terang nampak djuga dikalangan perdjuangan tani, dimana pengaruh PKI djuga sangat lemah. Padahal kaum tani amat besar artinja sebagai sekutu kaum buruh dalam Revolusi Nasional. Dengan tidak adanja bantuan jang aktif dari kaum tani, Revolusi Nasional tentu akan kalah.

Dari sudut organisasi kaum Komunis mempunjai pengaruh jang tidak ketjil dikalangan pemuda, terutama dalam Pesindo, Akan tetapi karena gerakan ini tidak langsung terkenal sebagai massa organisasi PKI, sedangkan PKI sebagai Partai tidak terang2an memeloporinja, maka ideologi Komunisme dikalangan pemuda terbukti kurang terang dan ruwet, sehingga pendirian pemuda ragu2. Akibat jang langsung dari politik organisasi sematjam ini jalah, terhalangnja kemadjuan perkembangan propaganda Komunisme dikalangan pemuda.

Pun dikalangan wanita, kaum Komunis tidak mempunjai pengaruh jang agak penting. Terang bahwa kaum Komunis mengetjilkan rol kaum wanita dalam Revolusi sekarang.

Dikalangan pradjurit, kaum Komunis mempunjai pengaruh jang agak penting djuga. Akan tetapi karena adanja tiga Partai kaum buruh, maka kaum proletar dan kaum tani jang bersendjata ini dalam prakteknja tidak bersikap terang terhadap PKI dan dengan demikian simpati golongan pradjurit pada Komunisme tidak dapat diperluas. Dilapangan organisasi, PKI tidak mempunjai akar jang kuat dan dalam dikalangan pradjurit.

Semua keruwetan dalam lapangan organisasi djuga menjebabkan tidak kuatnja PKI dalam gerakan sosial dan kebudajaan seperti sport, kesenian dll.nja, baik dalam lapangan organisasi maupun dalam lapangan ideologi.

Berhubung dengan kesalahan2 jang mengenai azas dalam lapangan organisasi seperti tsb. diatas dan menarik peladjaran dengan se-baik2nja dari kedjadian di Jugoslavia, maka rapat Polit-Biro PKI memutuskan untuk mengadakan perubahan jang radikal, jang bertudjuan supaja :

1. Selekas-lekasnja mengembalikan kedudukan PKI sebagai pelopor klas buruh.

2. Selekas-lekasnja mengembalikan tradisi PKI jang baik pada waktu sebelum dan selama perang dunia ke-II. 3. PKI mendapat HEGEMONI (kekuasaan jang terbesar) dalam pimpinan Revolusi Nasional ini.

Dalam pekerdjaan jang maha sukar ini, Polit-Biro jakin, bahwa PKI akan dapat melakukan perubahan radikal tersebut diatas dengan tjepat. Waktu achir2 ini, kalangan kaum Komunis sendiri, oleh karena pekerdjaan sehari2 dikalangan Rakjat lebih diperhatikan dan bertambah terasanja keruwetan dan kekatjauan, telah mulai mentjari djalan untuk keluar dari djurang reformisme dengan mengadakan kritik dan self-kritik, terutama didalam rapat pleno CC PKI tgl. 10-11 Djuni 1948 dan dalam rapat Polit-Biro tgl. 2 Djuli 1948. Akan tetapi oleh karena kritik dan self-kritik ini belum benar2 merdeka dan bersifat bolsjewik, maka rapat tsb. belum dapat mengetahui kesalahan2 jang benar2 mengenai strategi dalam lapangan organisasi maupun politik. Akan tetapi selama pertukaran fikiran dengan Kawan Musso dalam rapat Polit-Biro kritik dan self-kritik didjalankan dengan leluasa. Semua anggota Polit-Biro seia-sekata mengakui kesalahan2nja dengan terus-terang dan sanggup akan memperbaiki seIekas-Iekasnja.

Djalan satu2nja untuk melikwidasi kesalahan pokok itu dengan tjara radikal jalah mengadakan hanja SATU Partai jang LEGAL daripada klas buruh. Ini berarti dihapuskannja pimpinan PKI jang illegal. Seperti tsb. diatas, PKI jang dibangunkan kembali oleh Kawan Musso setjara illegal pada tahun 1935 itu melandjutkan perdjuangannja pada waktu pendjadjahan Djepang sampai zaman Republik, dan hingga waktu ini masih memimpin gerakan anti-imperialis.

PKI illegal ini hingga sekarang didjadikan sasaran oleh kaum Trotskis jang langsung atau tidak langsung tergabung dalam Pari, dengan maksud untuk mengatjaukan gerakan Rakjat dengan mengatakan, bahwa PKI itu adalah PKI jang diperkuda oleh Belanda atau "PKI Van der Plas", artinja PKI jang didirikan untuk kepentingan Belanda. Tuduhan ini lebih2 lagi menundjukkan ketjurangan golongan Trotskis untuk membusukkan PKI illegal, jang benar dibangunkan kembali oleh Kawan Musso dengan kawan2 jang lain, diantaranja kawan2 almarhum Pamudji, Sukajat, Abdul Aziz, Abdul Rachim dan kawan2 Djokosudjono, Achmad Sumadi, Ruskak, Marsaid, kemudian diteruskan oleh kawan2 Amir Sjarifuddin, Wikana, Sudisman, Sardjono, Subijanto almarhum, Sutrisno, Aidit dll.

Semua kesalahan2 dilapangan politik organisasi jang tsb. diatas, pada pokoknja jalah mengetjilkan rol Partai Komunis Indonesia sebagai satu2nja kekuatan jang seharusnja memegang pimpinan daripada klas buruh dalam mendjalankan revolusi. Berdasarkan itu, maka rapat Polit-Biro PKI telah memutuskan, bahwa seterusnja harus hanja ada satu Partai jang berdasarkan Marxisme-Leninisme dalam kalangan kaum Buruh. Polit-Biro PKI memutuskan mengadjukan usul, supaja diantara tiga Partai jang mengakui dasar2 Marxisme-Leninisme jang sekarang telah tergabung dalam Front Demokrasi Rakjat serta telah mendjalankan aksi bersama, berdasarkan program bersama, selekas-lekasnja diadakan fusi (peleburan), sehingga mendjadi SATU Partai klas buruh dengan memakai nama jang bersedjarah, jaitu Partai Komunis Indonesia, disingkat PKI. Hanja Partai sedemikian itulah jang akan dapat memegang rol sebagai pelopor dalam gerakan Kemerdekaan sekarang ini.

Revolusi kita adalah Revolusi Nasional atau Revolusi Demokrasi Burdjuis dalam zaman imperialisme dan Revolusi Proletar dunia. Menurut kodratnja dan dipandang dari sudut sedjarah maka hanja klas buruhlah, sebagai klas jang paling revolusioner dan konsekwen anti-imperialisme, jang semestinja memimpin revolusi ini, dan bukan klas lain.

Adapun tjara mewudjudkan fusi ini dengan selekas-lekasnja bendaknja sbb.:

1. Membersihkan PKI dari anasir2 jang tidak baik. 2. Membentuk Komite Fusi jang berkewadjiban:

a. Mendaftar anggota 2 PBI dan Partai Sosialis jang dapat diusulkan dengan segera mendjadi anggota PKI.

b. Menjiapkan masuknja anggota2 lainnja jang masih kurang madju dengan memberi kepada mereka, kewadjiban untuk mempeladjari buku-buku Marxisme-Leninisme, kursus2, pekerdjaan jang tertentu dsb.

3. Setelah semua ini selesai, lalu mengadakan Kongres Fusi daripada ketiga Partai, dimana ketiga Partai dilebur mendjadi satu dengan menlakai nama Partai Komunis Indonesia dan dipilih Central Comite jang baru setjara demokratis.

Dengan adanja hanja satu Partai klas buruh jaitu PKI, maka pekerdjaan akan mendjadi lebih sederhana dan rasionil.

Adanja satu PKI jang legal, rnemudahkan dan menegaskan pekerdjaan tiap2 Komunis dalam serikat buruh, dalam perdjuangan tani, pemuda, wanita, dalam gerakan sosial dll.

Oleh karena PKI adalah Partai klas jang miskin dan jang tertindas, seharusnja susunan pimpinan dan susunan Partai seluruhnja sebagian besar terdiri dari elemen2 proletar sedangkan kaum intelektuil seharusnja mendjadi Pembantu jang tidak dapat diabaikan dalam semua hal terutama dalam pekerdjaan pembentukan kader2 dan dalam mempertinggi tingkatan teori anggota PKI. Kesalahan2 pokok hingga sekarang, disebabkan pula oleh karena kurangnja elemen-elemen proletar dalam pimpinan Partai.

Rapat Polit-Biro memperkuat putusan CC PKI untuk membentuk suatu organisasi- massa baru, jalah : "Lembaga Persahabatan Indonesia-Soviet Uni". Ini perlu sekali, oleh karena di Indonesia terdapat sangat banjak orang jang bersimpati kepada Soviet Uni dan jang masih segan memasuki PKI. Perlu sekali adanja lembaga itu, supaja Rakjat djelata mengetahui lebih banjak tentang Soviet Uni, supaja Rakjat djelata mempunjai kepertjajaan lebih besar kepada gerakan demokrasi Rakjat jang dipimpin oleh Soviet Uni. Kekuatan Soviet Uni dan kekuatan2 anti-imperialis lainnja diseluruh dunia sebenarnja adalah djauh lebih besar daripada kekuatan blok imperialisme jang dipimpin oleh Amerika Serikat, jang djuga bemiat mendjadjah kembali tanah air kita.

LAMPIRAN 4

HASIL PERHITUNGAN SUARA PARTAI-PARTAI DALAM PEMILIHAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAN DEWAN KONSTITUANTE PEMILIHAN UMUM 1955

Suara Suara No Partai Parlemen Konstituante Perbedaan 1 PNI 8.434.653 9.070.218 plus 635.565 2 Masjumi 7.903.886 7.789.619 min 114.267 3 Nahdatul Ulama 6.955.141 6.989.333 plus 34.192 4 PKI 6.176.914 6.232.512 plus 55.598 5 PSII 1.091.160 1.059.922 min 31.238 6 Parkindo 1.003.325 9.888.810 min 14.515 7 Patai Katolik 770.740 748.591 min 22.149 8 PSI 753.191 695.932 min 57.259 9 IPKI 539.824 544.803 plus 4.979 10 Perti 483.014 465.359 min 17.655 11 GPPS 219.985 152.892 min 67.093 12 PRN 242.125 220.652 min 21.473 13 PPPRI 200.419 179.346 min 21.073 14 Partai Murba 199.588 248.633 plus 49.045 15 Partai Buruh 224.167 332.047 plus 107.880 16 PRI 206.261 134.011 min 72.250 17 PIR-Wongsonegoro 178.481 162.420 min 16.061 18 PIR-Hazairin 114.644 101.509 min 13.135 Permai ( Persatuan Marhaen 19 Indonesia) 149.287 164.389 plus 15.099 20 Baperki 178.887 160.456 min 18.431 21 Gerinda 154.792 157.976 plus 3.184 22 Partai Persatuan Daya 146.054 169.222 plus 23.168 23 PRIM 72.532 143.907 plus 71.375 24 AKUI 81.532 143.907 plus 71.375 25 Acoma 64.514 55.844 min 9.670 26 PPTI 85.131 74.913 min 10.218 27 PRD 77.919 39.278 min 38.641 R. Soedjono Parwirosoedarso dan 28 Kawan-kawan 53.036 38.326 min 14.949

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Aidit, Dipa Nusantara; 1958. Indonesian Society and the Indonesia Revolution. Djakarta: Jajasan Pembaharuan

Aidit, Dipa Nusantara. 1963. Problems of the Indonesian Revolutions. Djakarta: DEMOS.

Aidit, Dipa Nusantara. Suar Suroso. Jacques Leclec. Muso. 2001. PKI korban perang dingin (sejarah peristiwa Madiun 1948). Jakarta: Era Publisher.

Agung Gde Agung, Ide Anak. 1990. Twenty Years Indonesian Foregine Policy 1945-1965. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Althusser, Louis. 2004. Tentang Ideologi: Marxisme Strukturalis, Psikoanalisis, Cultural Studies. Bandung: Jala Sutra.

Anderson, David Charles. 2003. Peristiwa Madiun 1948. Kudeta atau Konflik Internal Tentara. Yogyakarta: Penerbit Media Pressindo.

Arbi Sanit. 2000. Badai Revolusi. Sketsa Kekuatan Politik PKI di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Atmaji Sumarkijo. 2000. Mendung di atas Istana Merdeka. Menyingkap peranan biro khusus PKI dalam pemberontakan G-30-S. Jakarta: Pustaka sinar Harapan

Brackman, Arnold C. 1963. Indonesia Communism a History. New York: Frederick A. Praeger.

Coen Husain Pontoh. 2005. Menentang mitos tentara rakyat. Yogyakarta: Resist Book.

Compton, Boyd R. 1993. Kemelut Demokrasi Liberal. Surat-surat rahasia Boyd R. Compton. Jakarta: LP3ES.

Cribb, Robert. Colin Brown. 1995. Modern Indonesian a history since 1945. Addison wesly Logman, New York.

Dahm, Bernhard. 1975. History of Indonesia in the twentieth century.London. New York. Washington: Praeger Publishers.

Deliar Noer. 2000. Partai Islam di pentas nasional.Kisah dan analisis perkembangan politik Indonesia 1945-1965. Bandung: Mizan

Edman. Peter. 2005. Aidit kisah Partai Komunis Indonesia di bawah kepemimpinan D. N. Aidit 1950-1955. Jakarta: Center for information analysis.

Eleonora Weiringa, Saskia. 1999. Penghancuran Gerakan perempuan di Indonesia. Jakarta: Garba Budaya dan Kalyanamitra.

Fansod, Merle. 1956. How Russia is ruled. Cambridge: Havard University Press.

Eatwell, Roger. Anthony Wright (ed). 2004. Ideologi politik kontemporer. Yogyakarta: Jendela.

Feith, Hebert. 1999. Pemilihan Umum di Indonesia 1955. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.

Feith, Hebert. 1962. The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia. Ithaca, New York: Cornell University Press.

Hatta, Muhammad. 2002. Bung Hatta Menjawab. Jakarta: PT Toko Gunung Agung Tbk

Himawan Soetanto. 2006. Madiun Dari Republik ke Republik. Aspek Militer Pemberontakan di Madiun 1948. Jakarta: Penerbit Kata Hasta Pustaka.

Hesri Setiawan. 2002. Negara Madiun. Kesaksian Soemarsono Pelaku Perjuangan . Jakarta: Penerbit FuSPAD.

Hindley, Donald. 1964. The Communist Party of Indonesia 1951-1963. Cambridge University Press. Hog Gie, Soe. 2000. Lentera Merah Indonesia. Yogyakarta: Bentang.

Hog Gie, Soe. 2005. Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan. Yogyakarta: Bentang

Imam Soedjono. 2006. Yang Berlawan. Membongkar Pelmasuan Tabir Sejarah PKI. Yogyakarta: Resist Book

Kahin, George Mc. Truman|. 1995. Nasionalime dan Revolusi di Indonesia. Semarang: Univesitas Negeri Semarang Press dan Pustaka Sinar Harapan

Lenin. 2001. Lenin Revolusi dari mana kita mulai?. Jakarta: Era Publisher.

Listiyono Santoso. Sunarto. Abd. Qodir Shaleh. 2003. Epistemologi kiri. Yogyakarta: AR-RUZZ.

Magnis-Suseno, Franz. 2003. Dalam bayangan Lenin enam pemikir Marxisme dari Lenin sampai Tan Malaka. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Magnis-Suseno, Franz. 2001. Pemikiran Karl Marx dari Utopis ke perselisihan Revisionime. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Magnis-Suseno, Franz. 2001. Kuasa dan moral. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Mannheim, Prof.Karl. 1991. Ideologi dan Utopia. Yogyakarta: Kanisius.

Maswadi Rauf. 2001. Konsensus dan konflik politik. Jakarta: Derektorat Jendral Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional.

Miriam Budiardjo(penyuting). Sigmund Neumann. 1981. Partisipasi dan partai politik. Sebuah bunga rampai. Jakarta: PT Gramedia Jakarta. Hlm: 68-69.

Moedjanto, M. A. Drs. G. 2001. Indonesia abad ke-20 Jilid 2. Dari Perang kemerdekaan pertama sampai PELITA III. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Nasution, Dr. A. H. 1978. Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, jilid 7. Bandung: Penerbit Angkasa

Pipes, Richard. 2003. Komunisme sebuah sejarah.Yogyakarta: Mataangin

Pusat Sejarah ABRI. 1996. Bahaya Latent Komunis. Jakarta: Pusat Sejarah ABRI.

Ricklefs, M. C. 2005. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

M.C. Ricklefs. 2005. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.

Saifrul Arif, Eko Prasetyo. 2004. Lenin Revolusi Oktober 1917. Yogyakarta: Resist Book

Samsuri. 2004. Politik Islam anti Komunis. Pergumulan Masyumi dan PKI di arena demokrasi liberal. Yogyakarta: Safiria Insania Press.

Swift, Ann. 1989. The Road Of Madiun: The Indonesia Communist Uprising Of 1948. Ithaca, New York: Cornell University Press.

Tanter, Richard. Kneth Young (Ed). 1993. Politik kelas menengah Indonesia. Jakarta: LP3ES.

Weiringa, Saskia Eleonora. 1999. Penghancuran gerakan perempuan di Indonesia. Jakarta: Kalyanamitra

Website Http://www.wikepedia.com/sayapkiri. com. Penjelasan istilah Sayap Kiri

Http://www.geocities.com//penebar/data-sejarah/rev-150/djalan-baru.html. Djalan Baru. Resolusi Politbiro untuk dimajukan pada kongres ke V Partai Komunis Indonesia pada tanggal 26-27 Agustus 1948. Jakarta: Yayasan Pembaharuan http://www24.brinkster.com/indomarxist. Struktur Organisasi Partai Komunis, Metode dan Cara Kerjanya ( The Organisational Sructure of the Communist Parties, The Methods and Content of Their Work ). Dokumen Kongres III KOMINTERN di Moscow, Juli-Agustus 1921. http://www.angelfire.com/ut/pki/djalanbaruuntukrepub.html. Musso. 1948. Djalan Baru Untuk Republik Indonesia www. kpu.go.id. Komisi Pemilihan Umum. Melihat kembali Lembaga Penyelenggaraan Pemilu Masa Lampau.

Koran

“Tinjauan Dalam Negeri I” Suara Masjumi, no. 9 Tahun IX. 10 Oktober 1954

Umat Islam yang tidak berpartai menoentut supaja pemerintah melarang PKI membawa nama orang-orang tidak berpartai. Suluh. Jakarta 18 Agustus 1954