View metadata, citation and similar papers at core.ac.uk brought to you by CORE

provided by Jurnal Mahasiswa Universitas Negeri

ISSN: 2252-3979 http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/lenterabio

Eksplorasi dan Karakterisasi Cendawan Entomopatogen Beauveria bassiana dari Kabupaten dan Magetan

Exploration and Characterization of Entomopathogenic Fungi Beauveria bassiana from Malang and Magetan

Retno Sri Utami*, Isnawati, Reni Ambarwati Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Surabaya *e-mail: [email protected]

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi cendawan B. bassiana dari Kabupaten Malang dan Magetan, mendeskripsikan karakter morfologi setiap isolat, mendeskripsikan perbedaan efektivitas isolat B. bassiana dari daerah yang berbeda dalam mengendalikan P. xylostella, menentukan isolat B. bassiana yang paling efektif dalam mengendalikan P. xylostella, dan untuk mendeskripsikan kaitan antara karakter morfologi dengan efektivitas B. bassiana dalam mengendalikan P. xylostella. Cendawan diisolasi dari perkebunan kubis yang berada di daerah Cangar, Junrejo, Pujon, Plaosan, Ngancar, dan Sarangan dengan menggunakan metode pemancingan dengan serangga. Karakter morfologi isolat yang diamati adalah warna koloni, ukuran konidia, ukuran konidium, dan kerapatan hifa.Selain itu, viabilitas tiap-tiap isolat juga diamati. Efektivitas isolat ditinjau berdasarkan persentase kematian serangga uji dan lama waktu kematian. Data morfologi dianalisis secara deskriptif, sedangkan data mortalitas dan waktu kematian dianalisis dengan menggunakan analisis varian satu arah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari keenam isolat yang didapat, isolat Junrejo adalah isolat yang memiliki ukuran konidia dan konidium terbesar serta hifa yang rapat sehingga menyebabkan tingginya persentase kematian dalam waktu yang singkat dibandingkan dengan kelima isolat lain.

Kata kunci: cendawan entomopatogen; Beauveria bassiana; Plutella xylostella; Beauveria bassiana isolat Junrejo Malang

ABSTRACT This study aimed to isolate B. bassiana from Malang and , to describe morphological character of B. bassiana, to describe the effectiveness of B. bassiana tested to larvae of P. xylostella, and to describe relationship between morphological character and efectiveness of B. bassiana to P. xylostella. Beauveria bassiana was isolated from cabbage plantation at Cangar, Junrejo, Pujon, Plaosan, Ngancar, and Sarangan by using insect bait method. Morphological character of isolate which was observed were colony’s colour, conidia’s size, conidium’s size, hipha’s density, and the effectiveness of isolate. Efectiveness of isolate observed based on the percentage of mortality P. xylostella and the length time of death. Morphological data were analyzed descriptively, whereas mortality data and length of death time were analyzed using one way analysis of variance. The results showed that isolate Junrejo have the biggest conidia and conidium as well as the most dense hipha, which causing the highest mortality rate and the shortest length of death time of tested larvae.

Key words: entomopathogenic fungi; Beauveria bassiana; Plutella xylostella; Beauveria bassiana isolate Junrejo Malang

.

PENDAHULUAN Penggunaan entomopatogen sebagai agens Penggunaan insektisida kimia secara terus- pengendali hayati merupakan salah satu cara menerus dalam pengendalian hama untuk menghindari dampak negatif bahan kimia dikhawatirkan menimbulkan masalah yang lebih terhadap lingkungan. Agens hayati tersebut berat, antara lain terjadinya resistensi hama, meliputi organisme yang bersifat predator, pencemaran lingkungan, dan ditolaknya produk parasit, parasitoid, dan patogen. Beberapa pertanian akibat residu pestisida yang melebihi organisme yang dapat bertindak sebagai agens ambang toleransi oleh konsumen (Junianto dan hayati meliputi hewan vertebrata, serangga, Sulistyowati, 2000). Insektisida kimia nematoda, bakteri, virus dan jamur atau menimbulkan berbagai pengaruh negatif sehingga cendawan (Prawirosukarto dkk., 2003). perlu dicari teknologi alternatif yang ramah Salah satu cendawan entomopatogen yang lingkungan, yaitu pengendalian hayati. dapat digunakan dalam pengendalian secara 60 LenteraBio Vol. 3 No. 1, Januari 2014: 59–66

hayati adalah jamur Beauveria bassiana. Jamur B. dalam mengendalikan P. xylostella, dan untuk bassiana mempunyai kapasitas reproduksi yang mendeskripsikan kaitan antara karakter morfologi tinggi, mudah diproduksi dan pada kondisi yang dengan efektivitas B. bassiana dalam kurang menguntungkan dapat membentuk spora mengendalikan P. xylostella. yang mampu bertahan lama di alam (Widayat dan Dini, 1993; Sudarmadji, 1996). Di , hasil-hasil penelitian B. bassiana BAHAN DAN METODE juga telah banyak dipublikasikan, terutama terkait Sampel tanah diambil dari perkebunan kubis aplikasinya pada tanaman pangan untuk di Kabupaten Malang, yaitudi Desa Cangar, mengendalikan hama, misalnya hama jagung, Junrejo, Pujon; dan Kabupaten Magetan, yaitu yaitu Spodoptera litura, Helicoverpa armigera, dan Plaosan, Sarangan dan Ngancar.Pengambilan Ostrinia furnacalis; hama kedelai (Riptortus linearis sampel tanah dilakukan dengan metode sampling dan S. litura); walang sangit pada padi (Leptocoriza diagonal yang diaplikasikan per petak dari lahan. acuta) (Prayogo, 2006); Plutella xylostella dan Pengambilan sampel tanah dilakukan secara acak Crocidolomiapavonana pada sayur-sayuran kubis sebanyak 3 kali dengan cara melubangi tanah di (Trizelia 2005; Hardiyanti, 2006); hama bubuk sekitar perakaran sedalam 10–15 cm, kemudian buah kopi Helopeltis antoni, dan penggerek buah dimasukkan ke dalam plastik. kakao Hypothenemus hampei (Prayogo, 2006). Isolasi cendawan dilakukan dengan metode Di Provinsi Jawa Timur, kawasan yang pemancingan serangga (insect bait method). terkenal sebagai lokasi perkebunan dan penghasil Sampel tanah yang telah didapat pada setiap sayuran antara lain adalah Kabupaten Malang perkebunan di daerah Malang dan Magetan dan Magetan. Salah satu hama yang paling terlebih dahulu diatur kelembapannya dengan banyak menyerang tanaman hortikultura adalah cara memberikan air secukupnya (kelembapan 15- ulat daun kubis yang merupakan larva Plutella 50%). Serangga yang dijadikan serangga pancing xylostella. Larva ini bersifat polifagus menyerang adalah ulat hongkong. Ulat hongkong diletakkan berbagai macam tanaman hortikultura, misalnya pada wadah plastik yang terisi tanah sampel yang tanaman lobak, sawi, kubis, brokoli, dan tanaman lembap. Selanjutnya wadah ditutup lain yang termasuk Crucifera. Salah satu cara menggunakan kain kasa agar ulat tidak keluar pengendalian hama ini adalah dengan dari wadah, kemudian ditunggu selama 1–2 menggunakan B. bassiana (Hardiyanti, 2006). minggu di tempat gelap agar ulat perangkap Beauveria bassiana dapat diisolasi dari bergerak aktif sehingga mudah kontak dengan serangga yang mati karena terinfeksi B. bassiana jamur entomopatogen yang berada di dalam (Hasyim dan Azwana, 2003), dan dari tanaman sampel tanah tersebut. maupun tanah (Soetopo dan Indrayani, 2007). Identifikasi dan karakterisasi Jamur. Hifa Metode yang direkomendasikan untuk cendawan entomopatogen B. bassiana berwarna mengisolasi cendawan entomopatogen dari putih kapur seperti kapas. Ulat yang mati populasi asli atau lokal adalah metode disebabkan oleh cendawan jenis ini akan tampak pemancingan dengan serangga (insect bait method) pada integumen luarnya hifa-hifa yang berwarna yang digunakan untuk mengisolasi cendawan putih kapur, apabila setelah dipindahkan ke dari tanah (Meyling, 2007). dalam media PDA dan tumbuh hifa-hifa jamur Untuk memperoleh isolat B. bassiana yang yang berwarna putih kapur, maka diduga dapat mapan untuk diaplikasikan di lapangan cendawan tersebut merupakan B. bassiana. diperlukan eksplorasi B. bassiana pada berbagai Identifikasi B. bassiana berdasarkan Nuraida dan lokasi, kemudian dikarakterisasi secara morfologi Hasyim (2009). Selanjutnya setiap isolat B. bassiana (warna koloni, ukuran konidia, dan kerapatan dikarakterisasi berdasarkan warna koloni, ukuran hifa), serta ditinjau viabilitassetiap isolat.Selain konidia, dan kerapatan hifa. itu, perlu diuji efektivitas setiap isolat untuk Pembuatan preparat untuk pengamatan mengendalikan hama serangga sebelum hifa. Media agar dicairkan lalu diteteskan di atas diformulasi menjadi bioinsektisida. kaca objek, dibiarkan sampai dingin dan Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi memadat, kemudian tiap-tiap isolat cendawan B. bassiana dari Kabupaten Malang dan diinokulasikan, selanjutnya kaca objek ditutup Magetan, mendeskripsikan karakter morfologi dengan kaca penutup lalu diinkubasi di ruang setiap isolat, mendeskripsikan perbedaan gelap selama 3 hari. Preparat diamati dengan efektivitas isolat B. bassiana dari daerah yang menggunakan mikroskop perbesaran 400×. berbeda dalam mengendalikan P. xylostella, Kerapatan hifa merupakan banyaknya hifa yang menentukan isolat B. bassiana yang paling efektif dihasilkan isolat diukur dengan kriteria; rapat, Utami dkk.: Eksplorasi dan karakterisasi cendawan entomopatogen Beauveria bassiana 61

kurang rapat, dan tidak rapat. Hifa disebut rapat dan perhitungan lama waktu yang diperoleh apabila hifa memenuhi 3 kuadran; kurang rapat dianalisis dengan menggunakan uji statistik apabila hifa memenuhi 2 kuadran; tidak rapat analisis varian 1 arah (ANAVA 1 arah). apabila hifa hanya memenuhi 1 kuadran. Untuk pengamatan viabilitas, setiap preparat hasil isolat HASIL diamati setiap hari selama 10 hari (akhir Dari eksplorasi cendawan dengan pengamatan). menggunakan metode pemancingan serangga Beauveria bassianayang diperoleh dari hasil dari sampel tanah pertanaman kubis di daerah di eksplorasi diaplikasikan pada serangga uji dengan Kabupaten Malang dan Magetan diperoleh enam menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap isolat Beauveria bassiana, yaitu B. bassiana isolat (RAL). Pengujian dilakukan dengan perlakuan Cangar, B. bassiana isolat Junrejo, B. bassianaisolat penyemprotan pada serangga uji secara langsung Pujon, B. bassiana isolat Plaosan, B. bassiana isolat dengan konsentrasi 108 sebanyak 1 ml. Ngancar dan B. bassianaisolat Sarangan. Keenam Setiap isolat diamati berdasarkan karakter isolat dikarakterisasi berdasarkan warna koloni, morfologi, yaitu warna koloni, ukuran konidia, ukuran konidia, ukuran konidium, kerapatan hifa, dan kerapatan hifa. Karakter-karakter tersebut dan viabilitas hifa yang dilihat berdasarkan waktu dirangkum dalam sebuah tabel pengamatan. tumbuh hifa dan konidia (Tabel 1, Gambar 1-2). Hasil isolasi yang telah diperoleh kemudian Dari keenam isolat B. bassiana yang diisolasi digunakan untuk uji efektivitas pada hama P. dari Kabupaten Malang dan Magetan memiliki xylostella. Data diambil setiap hari setelah 24 jam persamaan karakteristik pada warna koloni, yaitu dari pemberian perlakuan sampai hari ke-10. putih kapur. Untuk kerapatan hifa, kelima isolat, Jumlah larva yang mati dihitung dengan yaitu B. bassiana isolat Cangar, Junrejo, Plaosan, menggunakan persentase kematian dari larva P. Ngancar, dan Sarangan memiliki kerapatan hifa xylostella. Lama waktu kematian dihitung dengan yang tergolong rapat sedangkan untuk B. bassiana rumus: isolat Pujon memiliki kerapatan hifa yang tergolong kurang rapat (Gambar 3). Viabilitas isolat berdasarkan kecepatan pertumbuhan hifa dan konidium menunjukkan Keterangan: bahwa keempat isolat, yaitu B. bassiana isolat W = lama waktu kematian (jam) Cangar, Pujon, Plaosan, dan Sarangan memiliki = jumlah larva yang mati pada hari ke-i daya perkecambahan yang sama, yaitu hifa pada i = hari kematian hari ke-4 dan konidium terbentuk pada hari ke-5. Data morfologi yang diamati adalah warna Beauveria bassiana isolat Junrejo dan Ngancar koloni, ukuran konidia, dan kerapatan hifa. Data memiliki viabilitas yang sama, yaitu hifa pada ini dianalisis secara deskriptif. Data mortalitas hari ke-3 dan konidium terbentuk pada hari ke-4.

Tabel 1. Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi Cd terhadap semua variabel respons tumbuhan tapak dara air setelah 10 hari waktu detensi Ukuran Viabilitas Ukuran konidia Warna konidium Kerapatan Isolat (panjang x koloni (panjang x hifa Hifa Konidium lebar) µm lebar) µm

Malang : a. Cangar Putih kapur (2-2,5)x(2-2,2) 12x5 Hari ke-4 Hari ke-5 Rapat b. Junrejo Putih kapur (2-2,4)x(2-2,5) 12x(7,5-10) Hari ke-3 Hari ke-4 Rapat c. Pujon Putih kapur (2,2-2,4)x(2-2,4) 12x(5-7,5) Hari ke-4 Hari ke-5 Kurang rapat

Magetan : a. Plaosan Putih kapur (2,0-2,2)x(2,0) 10x(5-7) Rapat Hari ke-4 Hari ke-5 b. Ngancar Putih kapur (2,2-2,3)x(2-2,4) 10x(5-7,5) Rapat Hari ke-3 Hari ke-4 c. Sarangan Putih kapur 2x2,2 10x(5,5-7,5) Rapat Hari ke-4 Hari ke-5

62 LenteraBio Vol. 3 No. 1, Januari 2014: 59–66

A B C

D E F

Gambar 1. Konidium B. bassiana(ditunjukkan dengan tanda panah) Isolat Malang dan Magetan. (A) Cangar, (B) Junrejo, (C) Pujon, (D) Plaosan, (E) Ngancar, dan (F) Sarangan (perbesaran 400x)

A B C

D E F

Gambar 2. Konidia B. bassiana(ditunjukkan dengan tanda panah) Isolat Malang dan Magetan. (A) Cangar, (B) Junrejo, (C) Pujon, (D) Plaosan, (E) Ngancar, dan (F) Sarangan(perbesaran 400x)

Untuk mengetahui daya infeksi setiap isolat, didapatkan dari B. bassiana isolat Sarangan, yaitu isolat yang diperoleh diujikan pada larva P. sebesar 76,7% (Tabel 2). xylostella instar 2 selama 10 hari. Hasil penelitian Rata-rata lama waktu kematian tersingkat dengan menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang jumlah yang banyak diperoleh dari perlakuan nyata di antara perlakuan keenam isolat dalam aplikasi B. bassiana isolat Junrejo, yaitu sebesar hal efektivitasnya untuk mengendalikan serangga 123,0 jam, selanjutnya B. bassiana isolat Cangar uji berdasarkan persentase mortalitas dan waktu sebesar 134,4 jam, B. bassiana isolat Pujon sebesar kematian. Namun, tingkat persentase kematian P. 140,8 jam, B. bassiana isolat Plaosan sebesar 141,6 xylostella tertinggi didapatkan dari B. bassiana jam, B. bassiana isolat Ngancar sebesar 143,2 jam isolat Junrejo, yaitu sebesar 100%, selanjutnya B. dan rata-rata kematian terkecil didapatkan pada bassiana isolat Cangar sebesar 90%, B. bassiana B. bassiana isolat Sarangan, yaitu sebesar 158,5 jam isolat Pujon sebesar 86,7%, B. bassiana isolat (Tabel 2). Ngancar sebesar 83,3%, B. bassiana isolat Plaosan Persentase kematian tertinggi dengan waktu sebesar 80%, dan persentase kematian terkecil kematian tersingkat diperoleh dari perlakuan B. Utami dkk.: Eksplorasi dan karakterisasi cendawan entomopatogen Beauveria bassiana 63

bassianaisolat Junrejo, persentase kematian Tabel 2. Mortalitas dan lama waktu kematian Plutella terbanyak selanjutnya dengan waktu kematian xylostella Lama Waktu tercepat setelah B. bassiana isolat Junrejo adalah Isolat Mortalitas (%) perlakuan dari B. bassianaisolat Cangar, Pujon, Kematian (Jam) Cangar 90,0 ± 17,32 134,4 ± 23,5 Plaosan, Ngancar, dan persentase kematian Junrejo 100,0 ± 0,00 123,0 ± 9,5 terendah dengan waktu kematian yang paling Pujon 86,7 ± 23,09 140,8 ± 28,6 lama diperoleh dari perlakuan B. bassiana isolat Sarangan (Gambar 4). Plaosan 80,0 ± 20,00 141,6 ± 26,4 Ngancar 83,3 ± 15,28 143,2 ± 15,4 Sarangan 76,7 ± 20,82 158,4 ± 25,1

A B C

D E F

Gambar 3. Kerapatan hifa B. bassiana Isolat Malang dan Magetan. (A) Cangar, (B) Junrejo, (C) Pujon, (D) Plaosan, (E) Ngancar, dan (F) Sarangan (perbesaran 400x)

180 160 140 120 100 80 mortalitas (%) 60 40 waktu 20 kematian (jam) 0

Gambar 4. Mortalitas dan lama waktu kematian larva P. xylostella

64 LenteraBio Vol. 3 No. 1, Januari 2014: 59–66

PEMBAHASAN sebagai bioinsektisida. Pujiastuti, dkk. (2005) Cendawan B. bassiana dikoleksi dengan menyatakan bahwa cendawan B. bassiana isolat menggunakan serangga umpan, yaitu Tenebrio Pagaralam dapat menginfeksi P. xylostella pada molitor untuk diletakkan ke dalam sampel tanah rata-rata persentase 83,3%. pertanaman kubis yang didapatkan dari Berdasarkan hasil yang diperoleh didapatkan Kabupaten Malang dan Magetan. Menurut bahwa pada hari ke-1, ke-2, dan ke-3 tidak terjadi Meyling (2007) eksplorasi cendawan dapat mortalitas pada larva P. xylostella, hal ini dilakukan dengan berbagai metode, salah satunya dikarenakan kematian larva memerlukan waktu adalah dengan menggunakan metode beberapa hari setelah bioinsektisida diaplikasikan. pemancingan dengan serangga (insect bait method). Bioinsektisida dan larva mempunyai hubungan Beauveria bassiana merupakan cendawan spesifik yang bersifat biologis yang sangat entomopatogen, yaitu cendawan yang dapat dipengaruhi oleh sifat inokulum yang masuk menimbulkan penyakit pada serangga. Secara kedalam tubuh larva yang terinfeksi garis besar, cendawan terdiri atas hifa dan bioinsektisida (Pracaya, 2008). Pada hari tersebut konidia. Hifa berupa benang halus, sedangkan spora cendawan melekat pada kutikula, konidia berupa butiran yang berukuran selanjutnya spora berkecambah melakukan mikroskopis (Purnomo, 2010) . Menurut Ganjar, penetrasi terhadap kutikula dan masuk ke dkk. (1999) pertumbuhan dan perkembangan hemosol (Untung, 2006; Purnomo, 2010). cendawan dipengaruhi oleh beberapa faktor, Mortalitas P. xylostella pada keenam isolat yaitu: substrat, kelembapan, suhu, pH, dan terjadi di hari ke-4, serangga yang mati dengan senyawa-senyawa kimia di lingkungan. tubuh mengeras seperti mumi, dan cendawan Hasil penelitian menunjukkan bahwa menutupi tubuh inang dengan warna putih. Hifa karakteristik isolat dengan ukuran konidia dan yang ada dan menempel pada serangga akan konidium terbesar serta viabilitas tercepat melakukan perbanyakan secara cepat sehingga diperoleh dari B. bassiana isolat Junrejo. Diduga tubuh serangga akan sepenuhnya tertutup oleh substrat yang merupakan sumber nutrien bagi cendawan B. bassiana (Prayogo, 2006). Mortalitas cendawan di Desa Junrejo lebih banyak terbesar di hari tersebut adalah isolat yang dibandingkan dengan substrat di desa lain. didapat dari desa Junrejo (Malang), hal ini Nutrien-nutrien baru tersebut dapat dikarenakan B. bassiana isolat Junrejo memiliki dimanfaatkan sesudah cendawan mengekskresi karakteristik ukuran konidia dan konidium yang enzim-enzim ekstraseluler yang dapat lebih besar, hifa yang lebih rapat, serta viabilitas mengurangi senyawa-senyawa kompleks dari yang lebih tinggi diantara ke-5 isolat yang lain. substrat tersebut menjadi senyawa-senyawa yang Hasil tersebut membuktikan bahwa isolat yang lebih sederhana. Senyawa tersebut dapat memiliki ukuran konidia yang lebih besar akan digunakan untuk kelangsungan hidup dari lebih virulen dan mempunyai kemampuan cendawan itu sendiri. Desa Junrejo memiliki sporulasi yang baik serta daya kecambah yang kelembapan sebesar 86% (Ditjen, 2012), tinggi dibandingkan dengan isolat yang memiliki kelembapan tersebut tergolong kelembapan yang ukuran konidia yang lebih kecil (Trizelia, 2005). tinggi. Faktor ini sangat penting untuk Pada hari ke-5 hingga ke-8 juga terjadi pertumbuhan dan kelangsungan hidup dari mortalitas larva P. xylostella, hal ini dikarenakan cendawan, hal ini mengakibatkan isolat Junrejo konidia yang telah masuk ke dalam tubuh mengalami viabilitas yang lebih baik serangga berhasil memperbanyak diri dan dibandingkan dengan isolat dari desa lain karena membentuk miselia. Setelah berhasil melakukan konidia akan tumbuh dengan baik dan penetrasi ke dalam tubuh inang, miselium akan maksimum pada kelembapan 80–92% (Ganjar, mengikuti aliran darah dan menyebar di seluruh dkk., 1999). bagian tubuh serangga. Di dalam tubuh serangga Keenam isolat dapat menyebabkan kematian cendawan akan memperbanyak diri dan serangga uji (P. xylostella) sebesar 76,7–100%. memproduksi racun beauviricin yang akan Menurut Stenhaus (1963) sebagaimana dikutip merusak struktur membran sel dan dari Hasyim (2007) menyatakan bahwa cendawan mengakibatkan kematian serangga inang (Riyatno yang dapat dikategorikan sebagai bioinsektisida dan Santoso, 1991). Selain itu, Hidayat (2012) adalah cendawan yang berhasil mengendalikan menyatakan bahwa faktor yang memengaruhi serangga sebesar 72-95%. Dengan demikian isolat- virulensi meliputi faktor genetik mikroorganisme, isolat Cangar, Junrejo, Pujon, Plaosan, Ngancar, misalnya kemampuan menghasilkan toksin; dan Sarangan berpotensi untuk digunakan organel tubuh yang berfungsi sebagai senjata, dan Utami dkk.: Eksplorasi dan karakterisasi cendawan entomopatogen Beauveria bassiana 65

kemampuan menghasilkan metabolit berdasarkan persentase mortalitas dan lama ekstraseluler yang bersifat racun. Terkait dengan waktu kematian tidak berbeda secara kemampuan B. bassiana dalam menghasilkan signifikan.Keenam isolat yang berhasil diisolasi toksin, Tanada dan Kaya (1993) menyatakan dari Kabupaten Malang dan Magetan dapat bahwa B. bassiana dapat menghasilkan racun yang membunuh serangga uji dalam waktu 123,0-158,4 disebut Beauvericin. jam. Isolat Junrejo dapat menyebabkan kematian Faktor lain yang memengaruhi kecepatan 100% serangga uji dalam waktu 123,0 jam.Isolat kematian P. xylostella yang diaplikasi dengan Beauveria bassiana yang memiliki ukuran konidia menggunakan B. bassianaisolat Junrejo, yaitu dan konidium besar serta hifa rapat lebih efektif kerapatan hifa. Beauveria bassiana isolat Junrejo dalam mengendalikan larva Plutella xylostella. memiliki kerapatan hifa yang termasuk kategori rapat. Hidayat (2012) menyatakan bahwa hifa UCAPAN TERIMA KASIH secara bersama-sama membentuk miselium lalu mengadakan penetrasi ke dalam tubuh serangga Ucapan terima kasih disampaikan kepada inangnya. Selanjutnya miselium yang sudah ada kepala dan staf Laboratorium Agens Hayati Unit akan menyebar mengikuti aliran darah seluruh Pelaksana Teknis Proteksi Pangan dan bagian tubuh serangga. Di dalam tubuh serangga Holtikultura (UPT PTPH) Pagesangan Surabaya cendawan akan memperbanyak diri dan yang telah membantu pelaksanaan penelitian. memproduksi racun beauviricin yang akan merusak struktur membran sel, kerusakan pada struktur membran sel menyebabkan sel banyak DAFTAR PUSTAKA kehilangan air sehingga serangganya mati. Ditjen, 2012. Namun, pada penelitian ini terdapat http://ciptakarya.pu.go.id/profil/profil/barat/ja beberapa larva yang tahan terhadap racun yang tim/batu.pdf. Diakses pada tanggal 2 Januari dihasilkan isolat sehingga menyebabkan larva 2013. Ganjar I, Samson RA, Vermeulen DT, Oetari A, Santoso tidak mengalami kematian dan bahkan I, 1999. Pengenalan Kapang Tropik Umum. mengalami pergantian fase menjadi pupa pada Jakarta: Universitas Indonesia. hari ke-9, yaitu larva yang diberi perlakuan B. Hardiyanti DW, 2006. Kajian penyebaranmiselium bassianaisolat Cangar, Pujon dan Plaosan. jamur Beauveria bassiana dankerusakan terhadap Menurut Sumahyono (2010) sistem enzim pada epitel saluranpencernaan makanan larva serangga mampu menguraikan bahan aktif Plutellaxylostella (Lepidoptera: insektisida yang terserap masuk ke dalam tubuh Plutellidae).Undergraduate Theses dari serangga sehingga bahan aktif tersebut tidak JBPTITBBI,Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, bersifat toksin yang menjadikan serangga tidak Institute Teknologi Bandung. Hasyim A dan Azwana, 2003. Patogenitas Isolat mengalami kematian. Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin dalam Kemampuan bioinsektisida untuk meracuni Mengendalikan Hama Penggerek Bonggol Pisang serangga dipengaruhi oleh berbagai proses (Cosmolites sordidus). J. Hort, 13(2): 120-130. fisiologis dan biokimia yang dapat memengaruhi Hasyim A, 2007. Peningkatan Efektivitas Jamur toksisitas bioinsektisida meliputi penetrasi Entomopatogen Beauveria bassiana (Balsamo) Vuill bioinsektisida melalui absorpsi oleh dinding pada Berbagai Bahan Carrier untuk saluran pencernaan, translokasi kebagian sasaran, Mengendalikan Hama Penggerek Bonggol Pisang pengikatan penyimpangan keluar tubuh, (Cosmopolites sordidus) di Lapangan. J. Hort. 17(4): penetrasi melalui lapisan pelindung bagian 335-342. Hidayat R, 2012. Pengaruh Aplikasi Isolat Cendawan sasaran dan interaksi insektisida bagian tersebut Entomopatogen Beauveria bassiana dari Daerah Yang dengan bagian sasaran (Pracaya, 2008). Berbeda Terhadap Intensitas Serangan Dan Produksi Ulat Bawang Spodoptera exigua Hubner SIMPULAN (LEPIDOTERA; NOCTUIDAE). http://forester- Telah berhasil diisolasi enam isolat cendawan untad.blogspot.com/2012/11/contoh-skripsi- B. bassiana, yaitu isolat Cangar, Junrejo, Pujon, pengaruh-aplikasi-isolat.html. Diunduh tanggal 08 Plaosan, Ngancar, dan Sarangan. Terdapat Desember 2012. perbedaan karakter morfologi setiap isolat, yaitu Junianto dan Sulistyowati, 2000. Pengantar Pengelolaan Hama terpadu. Yogyakarta: Gadjah Mada ukuran konidia, ukuran konidium, dan kerapatan University Press. hifa.Keenam isolat tersebut dapat menyebabkan Meyling NV, 2007. Methods for Isolation of kematian serangga uji sebesar 76,7-100%. Namun, Entomopathogenic Fungi From The Soil Environment. efektivitas keenam isolat cendawan tersebut Laboratory manual. Department of Ecology, Faculty of dalam mengendalikan larva Plutella xylostella Life Sciences, University of Copenhagen, 66 LenteraBio Vol. 3 No. 1, Januari 2014: 59–66

Thorvaldsensvej 40, DK-1871 Frederiksberg C, Serangga Hama Tanaman Perkebunan yang Denmark. Ramah Lingkungan. Perspektif, 6(1): 29-46. Nuraida dan Hasyim, 2009. Isolasi, Identifikasi, dan Sudarmadji D, 1996. Pemanfaatan Jamur Beauveria Karakterisasi Jamur Entomopatogen dari Rizosfir bassiana Untuk Pengendalian Helopeltis antonii. Pertanaman Kubis. J.Hort, 19(4): 419-432. Warta Pusat Penelitian Bioteknologi Perkebunan, Pracaya. 2008. Petunjuk Pembuatan Biopestisida Botani. II (1). Hal 36–42. (F.X.Susanto, 1994). Niaga Swadaya, Bogor. Sumahyono, 2010. Petunjuk dan Penggunaan Prawirosukarto S, Roerrha YP, Condro U, dan Susanto, Biopestisida. Jakarta: Penebar Swadaya. 2003. Pengenalan dan Pengendalian Hama dan Tanada Y dan Kaya HK, 1993. Insect Pathology. San Penyakit Tanaman Kelapa Sawit. Medan: PPKS. Diego: Academic Press, INC. Harcourt Brace Prayogo Y, 2006. Upaya Mempertahankan Keefektifan Jovanovich, Publisher. Cendawan Entomopatogen Untuk Mengendalikan Trizelia, 2005. Cendawan Entomopatogen Beauveria Hama Tanaman Pangan. Jurnal Litbang Pertanian, bassiana (Bals) Vuill. (Deuteromycotina: 25(2). Hyphomycetes): Keragaman Genetik, Pujiastuti Y, HerlindaS, PelawiJ, RiyantaA, Nurnawati Karakteristik Visiologi, dan Virulensinya E, dan Suwandi, 2005. Patogenitas Isolat-Isolat Terhadap Croccidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Beauveria bassiana Terhadap Larva Plutella xylostella Pyralidae) Disertasi. Bogor: Institut Pertanian Di Rumah Kaca. Inovasi 2(2): 85-92. Bogor, Fakultas Pertanian, Program studi Hama Purnomo H, 2010. Pengantar Pengendalian dan Penyakit Tumbuhan. Hayati.http://books.cendawan entomopatogen Untung K, 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu Beauveria. co.id. Diakses pada tanggal 10 Januari (edisi kedua). Yogyakarta. UGM Gadjah Mada 2013. University Press. Riyatno dan Santoso S, 1991. Cendawan Beauveria spp. Widayat W dan Dini, 1993. Pengaruh Frekuensi Vuillemindan Cara Perkembangannya guna Penyemprotan Jamur Entomopatogenik Terhadap mengendalikan hama dan Bubuk Buah Kopi. Ulat Jengkal (Ectropis bhurmitra) di Perkebunan Jakarta: Direktorat Jenderal Perkebunan. Teh. Pusat Penelitian Teh dan Kina. Gambung: 91– Soetopo dan Indrayani, 2007. Status Teknologi dan 98. Prospek Beauveria bassiana untuk Pengujian