PERUBAHAN CIRI TRADISIONAL DI KOTA MEDAN

MEDAN NI OKERU SUSHI NO DENTŌTEKINA TOKUCHŌ NO HENDŌ

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang

Oleh:

NI DESAK MADE WIDYA SARI NIM: 150708029

PROGRAM STUDI S1 SASTRA JEPANG

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2020

PERUBAHAN CIRI TRADISIONAL SUSHI DI KOTA MEDAN

MEDAN NI OKERU SUSHI NO DENTŌTEKINA TOKUCHŌ NO HENDŌ

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang

Disetujui Oleh:

Pembimbing

Prof. Hamzon Situmorang, MS, Ph. D NIP. 19580704 198412 1 001

PROGRAM STUDI S1 SASTRA JEPANG

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2020

Disetujui Oleh:

Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara

Medan

Medan, 17 Januari 2020

Program Studi Sastra Jepang

Ketua,

Prof.Hamzon Situmorang, M.S., Ph.D NIP. 19580704 1984 12 1 001

PENGESAHAN

Diterima Oleh: Panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana dalam bidang Ilmu Sastra Jepang pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

Pada : Pukul 14.00 WIB Tanggal : 17 Januari 2020 Hari : Jum’at

Program Studi Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara Dekan,

Dr. Budi Agustono, M.S NIP. 19600805 198703 1 001

Panitia Tugas Akhir:

No. Nama Tanda Tangan

1. Prof. Hamzon Situmorang, M.S, Ph.D (...... )

2. Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum. (...... )

3. Drs. Amin Sihombing, M.Si. (...... )

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini, sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra di Universitas Sumatera Utara.

Adapun skripsi ini berjudul “PERUBAHAN CIRI TRADISIONAL SUSHI

DI KOTA MEDAN ”.

Penulis memperoleh banyak bantuan, bimbingan dan dukungan baik secara moril maupun materil yang diberikan secara langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu, antara lain :

1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumtera Utara.

2. Bapak Prof. Hamzon Situmorang, M.S, Ph.D, selaku Ketua Jurusan

Departemen Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara dan Dosen

Pembimbing, yang telah telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya

dalam membantu penulis untuk berdiskusi dan menggali ide untuk

penulisan skripsi ini, hingga selesai.

i 3. Bapak Mhd. Pujiono, S.S., M.Hum., Ph.D., selaku dosen pembimbing

akademik yang telah membimbing penulis selama penulis masih berada di

jenjang perkuliahan hingga saat ini.

4. Para Staff Pengajar Jurusan Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara,

yang telah memberi didikan, bimbingan dan ilmunya kepada penulis.

5. Dosen penguji ujian skripsi yang telah meluangkan waktu untuk membaca,

menguji dan memberikan penilaian terhadap skripsi yang penulis susun.

6. Kak Putri selaku administrasi Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu

Budaya Universitas Sumatera Utara yang selalu meluangkan waktu dan

tenaganya untuk mengurus berkas-berkas yang diperlukan oleh penulis.

7. Terlebih penulis ucapkan terimakasih yang paling dalam dengan tulus hati

kepada kedua orang tua tercinta I Dewa Nyoman Widjana dan Endang

Sriwati Nasution yang telah memberikan kasih sayang dan bantuan moril

maupun materil serta doa yang tulus selama perkuliahan sampai selesainya

Skripsi ini. serta untuk abang tercinta I Dewa Putu Astika, yang selalu

memberi dukungan kepada penulis.

8. Teman-teman dari grup Welcome to Doubutsuen (Wendy Tanada, Meidina

Anindita Siregar, Pinandita Cahya Ningtyas, Uli Artalina Damanik, Devy

Stachy Banurea, Ayu Permatasari, Intan Debora, dan Khairul Amal) yang

selalu mendukung penulis.

ii 9. Teman-teman seperjuangan di Sastra Jepang USU angkatan tahun 2015

(AOTAKE 2015), semoga kita diberi kesuksesan dan selalu mengingat

kenangan indah selama perkuliahan.

10. Terima kasih untuk semua pihak yang telah membantu penyelesaian

skripsi ini, yang tidak dapat penulis ucapkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan disebabkan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis meminta maaf apabila ditemukan kesalahan, dan penulis berharap skripsi ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi para pembacanya.

Medan, 17 Januari 2020

Penulis,

Ni Desak Made Widya Sari NIM: 150708029

iii DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR...... i

DAFTAR ISI...... iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah……………..……..…...... …...... ….…...…...1

1.2 Perumusan Masalah…………………...... …..……...…...... 4

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan…………...…...... ………...... 5

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori…...……...... …...... 6

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian……..…………...... 8

1.6 Metode Penelitian……………..…………………...... 9

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP MASAKAN JEPANG DAN SUSHI

2.1 Masakan Jepang

2.1.1 Pengertian dan Sejarah Masakan Jepang...... 11

2.1.2 Karakteristik Masakan Jepang...... 21

2.1.3 Jenis-Jenis Masakan Jepang...... 27

2.2 Sushi Makanan Jepang

2.2.1 Pengertian dan Sejarah Sushi...... 34

2.2.2 Karakteristik Sushi...... 38

2.2.3 Jenis-Jenis Sushi...... 47

2.3 Sushi di Luar Jepang...... 57

iv

BAB III PERUBAHAN CIRI TRADISIONAL SUSHI DI KOTA MEDAN

3.1 Perkembangan Makanan Jepang di Kota Medan...... 61

3.2 Bentuk Perubahan Sushi di Kota Medan...... 64

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan ...... 68

4.2 Saran ...... 71

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

ABSTRAK

v

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Makanan Jepang merupakan makanan yang sering berkembang dan

berevolusi menghadapi perubahan dunia. Sejak restorasi Meiji hingga revolusi

industri. Hal ini membuat makanan Jepang menjadi sangat bervariasi. Ada

yang tetap mempertahankan akar budaya namun ada juga yang berkaloborasi

dengan menjaga spiritnya wakonyosai (和魂洋才). Dengan kekreatifannya

serta keunikan budaya yang di pertahankannya dalam pembuatan makanan

Jepang, Jepang berhasil membuat makanannya menjadi makanan favorit dunia.

Makanan Jepang atau sering di sebut nihonshoku ( 日 本 食 ) merupakan

makanan dengan peringkat satu dalam survei Jetro pada tahun 2013, dengan

alasan rasa yang enak, sehat dan juga unik sebagai respon terbanyak.

Sebelum mulai menjalin hubungan dengan Barat secara resmi pada

pertengahan abad ke-19, daging maupun susu bukanlah makanan masyarakat

Jepang (Danandjaja, 1997:256). Hal ini di sebabkan oleh adanya ajaran agama

buddha yang melarang umatnya untuk memakan hewan darat. Namun hal

tersebut tidak membuat masyarakat Jepang kekurangan gizi hewani, untuk

melengkapi gizi hewani tersebut Jepang yang merupakan negara kepulauan

menggunakan hasil laut seperti ikan dan kerang. Oleh karena itu makanan

tradisional Jepang banyak yang berasal dari laut.

Pada zaman dahulu sebelum adanya teknologi untuk membuat ikan dapat

bertahan lama, masyarakat Jepang menggunakan sistem pengawetan dengan

1

memakai asam yang bernama Sushi (鮓). Sistem ini awalnya di bawa oleh

China bersamaan dengan metode bertanam pada zaman Yayoi. Memasuki zaman Edo abad ke-19, dan tidak digunakan lagi metode pengawetan tersebut karena sudah ditemukan vinegar, sushi berubah menjadi ikan mentah yang dilapisi nasi yang telah di campur oleh cuka dan dijual sebagai jajanan jalan yang merupakan awal dari sushi bar saat ini. Sushi merupakan makanan tradisional yang telah menjadi jati diri atau identitas negara Jepang dan saat ini mudah sekali di temukan dimana-pun.

Menurut Watsuji Tetsuro dalam bukunya yang berjudul A Climate: A

Philoshophial Study (1961) menjelaskan bahwa ada hubungan antara geografi dengan budaya, Ia membagi budaya menjadi tiga bagian berdasarkan geografinya, yaitu monsoon (musim), desert (padang pasir), dan meadow

(padang rumput). Berbeda dengan Indonesia, Jepang merupakan negara beriklim 4 musim, sedangkan Indonesia merupakan negara yang hanya ada panas dan hujan sepanjang tahun. Dengan iklim yang berbeda tentu saja membuat bahan makanan yang di sediakan alam akan berbeda juga.

Masakan Indonesia umumnya berminyak, manis, pedas, asin, dan banyak menggunakan rempah-rempah serta sering kali menghindari babi dan alkohol.

Sedangkan pada masakan Jepang lebih banyak yang mengandung babi, alkohol serta mementingkan rasa asli dari bahan makanan dengan menggunakan asari aji (rasa dangkal).

Indonesia memiliki budaya makan besar tiga kali sehari dengan bahan makanan yang berbagai macam tersedia oleh alam sama halnya dengan Jepang.

Namun oleh aspek lain seperti suhu, keadaan air, dan keadaan lingkungan

2

budaya makan Jepang dan Indonesia sangatlah berbeda. Jepang negara yang terkenal dengan Budaya makan mentah (namashokubunka/生食文化) karena adanya ajaran Zen sedangkan di Indonesia untuk menghindari sakit perut dalam cuaca Indonesia, makanan Indonesia harus dimasak terlebih dahulu.

Dalam penyajiannya juga makanan Jepang yang memiliki nilai keindahan wabi dan sabi melihat secara detail penyusunan letak makanannya berbeda dengan Indonesia.

Medan merupakan kota ketiga terbesar di Indonesia dan merupakan pintu masuk Indonesia bagian barat yang menjadikan kota Medan sebagai kota berbagai etnis. Hal pertama yang akan dikenal oleh masyarakat luas mengenai suatu budaya merupakan budaya lapisan luar, yaitu budaya berbentuk fisik.

Jepang negara yang terkenal akan teknologi, animasi, dan sekarang yang sedang sangat dikenal yaitu makanan Jepang.

Makanan Jepang seperti sushi yang merupakan identitas negara Jepang banyak dijual di restoran Jepang di Indonesia. Menurut Wibisono (2017), pada tahun 2008 Restoran Jepang di Indonesia masih dapat di hitung dengan jari dan terkesan ekslusif. Menginjak tahun 2000-an Restoran Jepang sudah memiliki gerai kecil dan mulai masuk di kota-kota lain seperti kota Medan. Pada tahun

2019 jumlah restoran Jepang di kota Medan sudah ada 23 restoran. Sushi merupakan salah satu makanan yang pasti ada dalam restoran-restoran tersebut.

Bukan hanya di restoran Jepang, Sushi juga di jual di toko-toko berskala kecil seperti warung masakan rumah tangga.

Oleh karena itu, ketika makanan tradisional Jepang masuk ke kota Medan harus memperhatikan penyesuaian yang dalam. Dalam hal ini sangat menarik

3

melihat perubahan apa saja yang terjadi pada makanan tradisional Jepang

ketika ada di kota Medan dan menuangkannya dalam bentuk skripsi dengan

judul “Perubahan Ciri Tradisional Sushi pada Restoran Jepang di Kota

Medan ”.

1.2 Perumusan Masalah

Rumusan masalah diperlukan agar pembatasan atau lingkup masalah dapat

disajikan secara singkat dan tepat. Rumusan masalah disusun dalam bentuk

pertanyaan yang ingin ditemukan jawabannya melalui penelitian yang akan

dilakukan. Perumusan masalah merupakan faktor-faktor atau variabel yang

melatar belakangi, atau menjadi penyebab dari masalah penelitian.

Fokus utama dalam penelitian ini ialah makanan tradisional Jepang sushi

yang terdapat di kota Medan. sushi sebagai salah satu identitas negara Jepang

merupakan salah satu makanan Jepang yang sudah diketahui dan dinikmati

oleh seluruh orang di dunia. Dalam penelitian ini di teliti perubahan budaya apa

saja yang terjadi di dalamnya. Sama halnya dengan Indonesia, Harada (2004)

dalam Situmorang (2017) mengatakan bahwa 49,8 % Makanan utama di

Jepang adalah beras dan hal tersebut termasuk dari total jumlah dari makanan

Jepang. Oleh karena itu makanan Jepang tidak terlalu asing bagi masyarakat

Indonesia. Dengan hal ini banyak makanan Jepang yang dapat masuk ke negara

Indonesia. Seperti saat ini tahun 2019, sudah ada 23 restoran yang menjual

sushi di kota Medan. Hal ini sudah berkembang sejak tahun 2000. Namun di

lihat dari segi kebudayaannya dapat terlihat perbedaan mencolok, Mulai dari

memilih bahan masakannya, cara penyajian dan cara menyantap makanan

tersebut.

4

Masakan Indonesia yang tidak di dominasi oleh daging babi dan alkohol di

masak dengan matang lalu di campur dengan bumbu menjadi satu, berbeda

dengan masakan Jepang yang menikmati unsur dari bahan makanannya dengan

memisah bahan makannanya dan membiarkan bahan makanan tersebut mentah.

Berdasarkan hal tersebut, penulis mencoba untuk merumuskan masalah

penelitian ini dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana perkembangan makanan tradisional Jepang sushi di kota

Medan?

2. Bagaimana bentuk perubahan budaya dan tradisi yang terdapat dalam

masakan Jepang sushi di kota Medan?

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, perlu adanya

pembatasan masalah karena dalam setiap penelitian diperlukan agar

pembahasan tidak terlalu melebar sehingga penulis dapat lebih fokus terhadap

pembahasan dalam masalah tersebut dan agar tidak menyulitkan pembaca

dalam memahami pokok permasalahan yang dibahas.

Dalam penelitian ini penulis membatasi topik pembahasan hanya terhadap

satu jenis makanan tradisional Jepang yaitu Sushi. Sushi yang diteliti adalah

Sushiyang ada di restoran-restoran Jepang di kota Medan dan di golongkan

berdasarkan restoran tersebut. Untuk mendalami Sushi di kota Medan peneliti

menjelaskan perkembangan restoran Jepang di kota Medan. Untuk mendalami

budaya yang berubah tentu saja di perlukan pemahaman terhadap budaya dan

tradisi yang terdapat dalam masakan Jepang terlebih dahulu, maka penulis juga

menjelaskan budaya dan tradisi dalam makanan Jepang. Termasuk didalamnya

5

pemilihan bahan makanan, cara penyajian dan cara menyantapnya. Penulis juga

menjabarkan sejarah makanan Jepang dan Sushi dalam menjelaskan budaya

makan Jepang.

Dalam penelitian ini, peneliti mengambil enam sample sushi dari empat

restoran Jepang dan dua tempat penjualan sushi lainnya, yaitu sebagai berikut:

1. Sushi Tei bagian pusat di kota Medan yang terletak di Jalan Teuku

Daud No.6/12, Madras Hulu, Medan Polonia, Medan.

2. Ichiban Sushi yang terletak di Thamrin Plaza Medan Lt.7 yang

berada di Jalan M.H. Thamrin No.75R, Sei Rengas II, Medan Area,

Medan.

3. Ring Road Citiwalks Level 1 No 2Jl, Jl. Gagak Hitam No.88, Tj.

Rejo, Kec. Medan Sunggal, Kota Medan.

4. Warung So Joy yang terletak di Jalan Setia Budi No.55C, Tj.

Rejo, Medan Sunggal, Medan.

5. Lotte Mart yang berlokasi di Lower Ground Mall Centre Point

Medan, Jl. Jawa No.1, Gg. Buntu, Kec. Medan Tim., Kota Medan.

6. Burger.sushi toko online.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

1.4.1 Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian makanan terdapat beberapa penelitian yang telah

dilakukan oleh peneliti lainnya yang dapat dijadikan sebagai dasar dan bahan

acuan. Beberapa penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian ini

6

antara lain: Penelitian pertama adalah “SHOKU BUNKA: Warna Budaya dan

Tradisi dalam Makanan Jepang”, penelitian ini ditulis pada tahun 2017 oleh

Lina Rosliana yang merupakan mahasiswa Universitas Diponegoro. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat sejarah perkembangan makanan Jepang dan warna budaya serta tradisi dalam makanan Jepang. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa makanan Jepang mengalami perubahan seiring dengan masuknya pengaruh budaya lain seperti China serta adanya banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya makanan Jepang hingga saat ini.

Penelitian kedua adalah “Kemajuan Budaya Makan Jepang”, penelitian ini di tulis pada tahun 2005 oleh perkumpulan penelitian perkembangan makanan di Jepang. Dalam penelitian ini dapat dilihat perkembangan kebudayaan makanan Jepang dan cara mempopulerkannya keluar negaranya.

Penelitian ketiga adalah “Budaya dan Industri Makan Jepang” yang di tulis dan di presentasikan oleh Yoshihiro Kubo di Shih Chien University Taiwan pada tanggal 21 mei 2019. Dalam penelitian ini dapat dilihat karakteristik masakan Jepang dan perkembangan industri makanan Jepang. Penelitian keempat adalah “Sushi” yang di tulis oleh fahrizal Azmy yang merupakan mahasiswa Universitas Sumatera Utara pada tahun 2011. Dalam penelitian ini dapat dilihat sushi dalam perayaan Hina Matsuri yaitu festival anak perempuan.

Disimpulkan bahwa sushi selain sehat tetapi merupakan makanan wajib yang ada dalam perayaan Hina Matsuri. Buku panduan yang peneliti gunakan ialah buku “Sushi” oleh Mouritsen (2009). Dalam buku ini menjelaskan tentang sushi mulai dari bahan pembuatan hingga cara membuat sushi. Dapat dilihat juga alasan pemilihan bahan pembuatannya dan nilai budaya di dalamnya.

7

Beberapa penelitian dan sumber acuan diatas memiliki persamaan dengan

penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu mengenai objek yang diteliti,

sama-sama meniliti budaya makan Jepang dan Sushi. Sedangkan perbedaannya

yaitu peneliti meneliti perubahan nilai budaya makan Jepang yang terdapat di

kota Medan.

1.4.2 Kerangka Teori

Dalam menjawab masalah-masalah yang ada didalam skripsi ini, peneliti

akan menyajikan teori yang berfungsi sebagai acuan dan alat yang digunakan

untuk memecahkan permasalahan yang akan diteliti. Menurut Koentjaraningrat

(1976: 1) kerangka teori berfungsi sebagai pendorong proses berpikir deduktif

yang bergerak dari bentuk abstrak kedalam bentuk yang nyata.

Dalam penelitian ini menggunakan konsep budaya. Hawkins (2012)

mengatakan bahwa budaya adalah suatu hal yang kompleks yang meliputi

pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat-istiadat serta kemampuan dan

kebiasaan lain yang dimiliki manusia sebagai bagian masyarakat. Bersamaan

dengan perubahan yang terjadi dari dalam maupun dari luar, budaya itu dapat

berubah. Menurut Samuel Koenig (1954), Perubahan kebudayaan menunjuk

pada modifikasi-modifikasi yang terjadi dalam pola-pola kehidupan manusia.

Modifikasi-modifikasi tersebut terjadi karena sebab-sebab internal maupun

eksternal. Perubahan kebudayaan ini menyebabkan terjadinya asimilasi dan

akulturasi yang menurut Koentjaraningrat (1996), asimilasi ialah proses

perubahan sosial dalam masyarakat yang terjadi karena adanya perkembangan

dan hubungan interaksi sosial yang terus menerus dan serius. Kondisi tersebut

pada akhirnya mendorong masyarakat untuk membaurkan kebudayaan yang

8

ada dalam upaya mengakomodir semua pihak dalam menata bentuk keteraturan

sosial yang sudah ada. Sedangkan akulturasi ialah proses sosial yang terjadi

jika terdapat kelompok sosial dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan

kebudayaan asing. Kebudayaan asing tersebut lambat laun diterima dan diolah

kedalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur

kebudayaan kelompok itu sendiri.

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.5.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan dari uraian latar belakang dan rumusan masalah diatas maka

tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mengetahui nilai budaya dalam Sushi.

2. Mengetahui perkembangan dan perubahan Sushi di kota Medan.

1.5.2 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang diuraikan diatas penelitiaan ini

mempunyai manfaat sebagai berikut.

1. Menambah wawasan bagi penulis maupun pembaca mengenai Sushi di

Jepang maupun di Kota Medan.

2. Menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya terhadap kebudayaan

yang terkandung dalam suatu benda, khususnya dalam hal ini adalah

Sushi.

1.6 Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu hal yang dilakukan secara sistematis dan

terstruktur untuk mencari suatu kebenaran dalam suatu permasalahan dan untuk

9

menambah pengetahuan di dalam prosesnya. Dalam penyusunan pasti membutuhkan berbagai data yang benar dan terpercaya baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

Dalam melakukan sebuah penelitian sangat diperlukan metode-metode yang mendukung di dalamnya demi keberhasilan penulisan dan agar dapat diberikan kepada pembaca. Maka dalam mengerjakan penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang menggambarkan peristiwa dengan cara penyusunan yaitu mengumpulkan, menyusun, mengklasifikasi, mengkaji dan menginterpretasikan data kualitatif yaitu data yang terfokus pada suatu permasalahan (Koentjaraningrat, 1976:30).

Teknik pengumpulan data menggunakan metode kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research), yaitu dengan melakukan wawancara dengan salah satu pemilik restoran terkait dan juga mengobservasi langsung bagaimana sushi yang ada di tempat dimana data diambil yaitu restoran Jepang di Medan. Metode kepustakaan yaitu penelitian yang dilakukan dengan membaca dan mengumpulkan data yang berkaitan dengan topik permasalahan. Sumber-sumber kepustakaan tersebut bersumber dari buku, hasil-hasil penelitian (skripsi atau jurnal), artikel-artikel dan sumber-sumber lainnya yang terdapat di internet. Sedangkan penelitian lapangan yaitu penelitian kualitatif di mana peneliti mengamati secara langsung. Dalam penelitian lapangan, peneliti bertanya langsung kepada pelayan atau pemilik restoran dan mengamati sushi secara langsung mulai dari cara penyajian dan tampilan sushi.

10

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP MASAKAN JEPANG DAN SUSHI

2.1 Masakan Jepang

2.1.1 Pengertian dan Sejarah Masakan Jepang

Folklor dapat digolongkan menjadi tiga kelompok besar (Jan Harold

Brunvand, 1978: 3) yaitu folklor lisan (verbal folklore), Folklor sebagian lisan

(partly verbal folklore), dan folklor bukan lisan (non verbal folklor). Masakan

Jepang merupakan salah satu yang termasuk dalam folklor bukan lisan yang

tersebar dan hidup dalam masyarakat serta tetap memiliki unsur tradisional

didalamnya.

Masakan Jepang merupakan makanan yang dimasak, terbentuk dan

berkembang dalam keadaan alam dan masyarakat Jepang. Apabila di

bandingkan dengan masakan ala eropa yang di sebut Yōshoku (洋食), maka

masakan Jepang juga dapat disebut dengan Washoku (和食). Dalam masakan

Jepang memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan masakan dari

negara lain.

Masakan Jepang dalam bahasa Jepang dapat disebut dengan nihonryōri

(日本料理) atau Washoku (和食). Apabila dilihat dari penulisan kanjinya

dalam kamus bahasa Jepang, ryōri (料理) memiliki arti membuat sesuatu hal

yang bagus dan indah. Ketika dihubungkan dalam masakan, maka dapat

diartikan sebagai hasil dari penggabungan bahan masakan, bumbu, dan faktor

11

lain yang dibentuk sedemikian rupa. Menurut kamus bahasa Jepang, banyak yang mengartikan Masakan (ryōri/料理) adalah sebagai hasil akhir dari proses pembuatan makanan yang dilakukan di dapur rumah maupun dapur restoran atau toko penjual makanan.

Di Jepang, kata nihonryōri (masakan Jepang) ada sejak tahun 1898

(Meiji 31), dikemukakan oleh Taijirō Ishii dalam bukunya berjudul Niho r ōrihō taisei (日本料理法大全) Sedangkan kata washōku (和食) ada setelahnya di waktu yang berdekatan (Taijirō Ishii,1923). Pada awal abad ke-

20, diadakan pencarian mengenai sumber tertulis mengenai masakan Jepang

(nihonryōri) dan ditemukan 4 (empat) sumber tertulis pada periode Meiji dan

Taisho, yaitu:

1. Tahun 1881, dalam koran Asa no Shinbun (朝の新聞) yang terbit

pada 20 Mei.

2. Tahun 1904, dalam buku yang berjudul wayō katei ryōri (和洋家庭

料理).

3. Tahun 1903, dalam buku shokudōraku (食道楽) dan shokudō raku

aki no maki (食道楽秋の巻) karangan Gensai Murai.

Pada awal abad ke-21, dalam koujien (広辞苑) No.5 makanan Jepang

(washoku) di katakan sebagai makanan ala Jepang atau masakan Jepang

(nihonryōri). Apabila diihat dalam Heibonsha World Encyclopedia (世界大百

科事典/ Sekai Dai-hyakka Jiten), masakan Jepang (Nihonryōri) adalah

12

makanan yang berpusat pada nasi dengan daging segar dan kaldu sebagai karakteristiknya. Pada periode Muromachi, masakan Jepang tidak memiliki perubahan yang signifikan hingga akhir periode Edo. Menurut Heibonsha

World Encyclopedia secara umum masakan Jepang sudah ada sejak dulu karena sudah terdapat dalam kojiki (古事記) dan nihonshoki (日本書紀) di dalam cerita dewa Ho-no-susori no mikoto (火闌降命) dan sudah ada selama tiga generasi kaisar pertama.

Masakan Jepang ( iho r ōri) memiliki gambaran makanan mahal yang dibuat oleh profesional sedangkan makanan Jepang (Washoku) adalah budaya makanan Jepang secara keseluruhnya, termasuk masakan rumahan dan memiliki arti yang lebih dalam (Isao Kumakura, 2012: 3-12). Makanan Jepang

(Washoku) adalah budaya beras dan ikan serta merupakan hidangan penyambutan untuk dewa (Nobuo Harada, 2014: 7-13). Dalam booklet

UNESCO yang berjudul Washoku Bunka Kokumin Kaigi tertulis bahwa dalam makanan Jepang (Washoku) terdapat karakteristik yaitu makanan dewa yang terdapat di alam dan dihidangkan dalam ritus-ritus tahunan. Apabila di lihat dari hasil pemikiran orang yang memasak (Ryōri i ) maka masakan tradisional

Jepang (nihonryōri) tidak memasukkan , tenpura, dan sushi karena makanan ini lahir diantara orang biasa, dan apabila di lihat secara luas masakan itu termasuk dalam makanan Jepang (Washoku) sama halnya dengan ramen dan kare.

13

Menurut Ayako Ehara seorang profesor di Tokyo, dasar dalam makanan

Jepang (Washoku) adalah nasi (meshi/飯), sup (shiru/汁), sayur (Na/菜), dan acar (kōnomono/香の物). Yaitu menggunakan beras, sayur seperti terong dan lobak, menggunakan kekayaan laut seperti ikan dan rumput laut, lalu dimasak dengan cara di kukus dan direbus, menggunakan (stock), , , , dan cuka, dan dimasak saat adanya ritus-ritus tahunan seperti Tanabata

(festival bintang) yang ada sejak periode Heian hingga sekarang (Ayako Ehara,

2017: 3-5). Sedangkan menurut orang yang memasak (Ryōri i ) dari Kyoto, yang terpenting dalam makanan Jepang (Washoku) ialah dashi (stock), teknik membakar ikan yang semakin meningkat, alat makan ala Jepang, dengan menambah teknik memasak yang sudah ada dari zaman Kamakura dan

Muromachi seperti teknik saat memasak tenpura dan lain-lain, nasi sebagai menu utamanya lalu dibentuk menu dengan cara menggabungkannya dengan makanan penutup, makanan yang di goreng, makanan yang di bakar, dan lainnya. Dibentuk sedemikian rupa yaitu memanfaatkan teknik-teknik memasak seperti teknik memotong ikan mentah. Membuat kaldu dengan merebus ikan dan kepiting sebagai bahan utama. Makanan penutup yang dibuat berukuran satu suapan, dan semua makanan juga dibuat dengan ukuran satu suapan (Takuji Takahasi, 2017: 231-236).

Jepang sudah memiliki budaya mengkonsumsi sejak dua puluh ribu tahun yang lalu yaitu mengkonsumsi hewan liar dan segala jenis bahan yang telah disediakan oleh alam. Hingga ditemukan api, manusia Jepang mulai

14

menggelola makanannya dengan membakarnya hal ini dapat dilihat dari peninggalan sejarah yang telah ditemukan di prefektur Gunma dan Iwate.

Sepuluh ribu tahun yang lalu terjadi perubahan iklim yang dahsyat di bumi membuat laut Jepang memiliki arus yang bagus sehingga dapat diperoleh hasil laut yang banyak dan berkualitas.

Jepang sudah memiliki budaya mengumpulkan dan memproduksi bahan makanan sejak 900 SM hingga 400 SM berlangsung dari sepanjang kepuluan

Jepang dari Hokkaido hingga Okinawa.

Pada periode Jomon manusia Jepang sudah dapat membuat peralatan masak dengan menggunakan tanah liat (tembikar), anak panah, pancing dari tanah liat dan batu yang sudah dihaluskan sehingga sudah dapat memproduksi makanan dengan cara direbus dan juga dapat memproduksi garam dengan cara merebus air laut.

Masuk pada periode Yayoi (abad ke 4 SM), budaya menanam padi masuk di Jepang dan dalam kurun waktu beberapa ratus tahun, padi mulai menyebar ke seluruh Jepang bersamaan dengan metode penanamannya. Dengan menyebarnya padi, nasi menjadi makanan utama Jepang mulai saat itu.

Berkembangnya cara bercocok tanam di Jepang, bukan hanya padi tetapi manusia Jepang juga menanam tanaman lain, seperti kacang-kacangan, gandum dan sebagainya. Melalui saluran air sawah juga didapatkan ikan air tawar, belut dan lainnya. pada periode ini nasi dan millet (sejenis gandum) menjadi makanan utama, dengan daging ayam, ikan, rumput laut, sayur-sayuran sebagai

15

lauknya menjadi dasar dari makanan Jepang. Tidak diperbolehkan memakan daging babi yang sebagai hewan ternak, ada juga burung yang tidak dikonsumsi, bahkan telur dilarang untuk dikonsumsi Pada masa ini juga dimulai budaya memberi persembahan pada tuhan (Nobuo Harada, 2014: 33).

Masuk periode Kōfun pada abad ke-3 SM, yaitu periode membangun kuburan besar yang tersebar di seluruh Jepang. Banyak ditemukan perlengkapan berburu yang terbuat dari besi sehingga dapat diketahui sebagai periode berburu. Di dapur rumah juga sudah memiliki tungku masak sendiri.

Pada periode Nara dan Heian, kuatnya pengaruh Cina juga mempengaruhi budaya makan Jepang. pada tahun 675, dikeluarkan larangan oleh Tennou untuk membunuh hewan seperti sapi, kuda, anjing, monyet dan burung. Tetapi tidak melarang babi hutan dan rusa namun daging tersebut tidaklah dikonsumsi melainkan hanya sebagai hewan buruan saja. Sudah banyak metode pengelolaan makanan seperti makanan yang dikonsumsi secara mentah, dibakar, ditumis, dikukus, dan dipanaskan lalu ada juga metode pengeringan ikan, pengasinan ikan, acar dan sushi. Makanan bukan hanya sebagai konsumsi sehari-hari tetapi memiliki makna lain yaitu sebagai hidangan upacara dan perayaan musiman. pada periode ini, beras juga sudah dapat dikelola menjadi makanan lain seperti kue beras setelah di keringkan dan dibakar. Kue kering juga sudah dapat diproduksi serta sudah memakai bumbu- bumbu dapur seperti garam, gula, kecap dan cuka. Dimulai pemakaian sumpit dan mangkuk untuk makan, serta sudah berkembangnya etiket makan dalam

16

keluarga bangsawan. Lahirnya masakan khas Jepang pada masa ini dengan menggabungkan teknik memasak yang dibawa Cina dengan hasil alam negara

Jepang.

Masuk periode Kamakura, masuknya ajaran Zen dan kekuatan Bushi yang kuat. Budaya teh masuk dan bersamaan dengan itu juga berkembang juga makanan yang dihidangkan bersama teh. Masuk periode Muromachi, kalangan samurai juga mempelajari etiket makan dan etiket ini mulai berkembang ke seluruh Jepang dalam kehidupan masayarakat biasa. Kalangan samurai juga mulai memasuki dapur sehingga tercipta masakan ala samurai serta dimulainya penggunaan Shō u. Orang-orang juga mulai memikirkan masakan dan cara penghidangan secara kritis hingga di buat buku tentang aliran memasak yaitu

Shijōryu Hōchōsho. Ada pula aliran memasak ciptaan Yamakage no Masatomo yaitu Shijōryu dan aliran memasak klan Ashikaga yaitu aliran Ōkusaryu. Tetapi, terdapat dua aliran utama dalam masakan, yaitu aliran Ozen yang dihidangkan untuk satu orang dengan meja kecil, dan gaya yang dihidangkan untuk menikmati teh. Pada periode ini juga banyak kapal yang datang dari luar negeri

(Nambansen) dengan membawa jenis makanan dari selatan seperti kue kastela,

Tenpura, dan lain-lain hingga akhir zaman Azuchimomoyama.

Periode Edo adalah periode perkembangan yang sangat pesat bagi Jepang terutama pada makanan Jepang. Banyak terdapat kios-kios penjual makanan untuk menjamu tamu dengan atau tanpa aturan atau etiket saat menikmati

17

makananya. Sudah mudahnya di jumpai bahan-bahan pembuat kue sehingga mulai berkembangnya teknik pembuatan kue tradisional Jepang ().

Peralatan makan keramik yang di sesuaikan dengan manusia Jepang dan musim juga sudah banyak dan juga berkembangnya teknik menghiasi makanan seperti membuat hiasan dari lobak (Wachigai ). Daging ternak juga sudah di konsumsi kembali karena adanya pengaruh dari pendatang dan dalam pemberian bumbu juga sudah memakai lada. Di waktu yang bersamaan juga muncul pengetahuan untuk memanfaatkan bahan dari daerah masing-masing untuk menciptakan suatu makanan yang berbeda dengan wilayah lain.

Meningkatnya usaha restoran, berdasarkan catatan administrasi pedagang makanan pada periode Edo (1811) terdapat 1080 Izakaya (warung minuman alkohol), 1680 toko (kue tradisional berbentuk seperti sate), 1186 penjual kue tradisional dan (kue beras), 718 penjual dan ,

472 penjual jajanan teman teh, 466 penjual jajanan, 378 penjual ikan, 237 penjual makanan bakar, 217 penjual Sushi, 188 penjual teh, 130 penjual acar,

59 penjual , 46 penjual (Sake manis), 9 penjual daging ternak.

Pada periode Edo juga ada dua pembagian makanan secara luas menurut wilayahnya yaitu makanan Kanto (wilayah timur Jepang) dan makanan Kansai

(wilayah barat Jepang). Daerah Kanto atau yang dahulu disebut Edo, merupakan pusat pemerintahan Daimyo (tuan tanah) lalu dengan adanya Sankin

Kotai (Kebijakan Tennou) yang mengharuskan Daimyo dari daerah-daerah yang berbeda kembali ke Edo membuat bahan makanan di Edo menjadi

18

beragam dan ditambah dengan hasil laut yang segar dari Teluk Edo menciptakan jenis makanan beragam di Edo . Masakan Edo memiliki kekhasan dalam penggunaan kecap asin (Shōyu) sebagai penentu rasa, apabila masakan sudah dingin akan enak apabila ditambah dengan Shōyu. Berbeda dengan masakan Kanto, masakan Kansai lebih menggunakan garam dapur sebagai penentu rasanya. Makanan kansai terbagi dua yaitu Ōsaka dan Kyōto.

Makanan Kyōto lebih elegan karena adanya pengaruh kuil dan lebih mengutamakan rasa asli dari tahu atau kembang tahu, serta memanfaatkan ikan kering dan teknik mengelola ikan yang tinggi karena Kyōto terletak cukup jauh dari laut. Sedangkan Ōsaka yang terletak dekat dengan laut, membuat gambaran makanan itu langsung diambil dan langsung habis, sehingga tidak memikirkan rasa makanan saat dingin berbeda dengan Kanto.

Pada periode Meiji, daging yang dahulu hanya sedikit dikonsumsi menjadi populer. Dalam bukunya yang berjudul Meiji Taishoshi Sesō he (明

治大正史 世相篇) Yanagita Kunio mengatakan “Makanan Jepang setelah

Meiji ada 3 hal yang tidak dapat dipungkiri. Yaitu, satu: semakin banyak makanan hangat, dua: banyak yang menyukai makanan lembut, ketiga: makanan menjadi lezat karena dinikmati. Banyaknya pendatang dari barat,

Cina maupun Korea membuat makanan Jepang semakin bervariasi. Setelah perang dunia terjadi kekurangan bahan makanan terjadi di Jepang dan pada saat itu Amerika memberi bantuan dengan mengekspor dan menjual tepung dengan harga murah sehingga roti mulai menjadi makanan utama manusia Jepang dan

19

makanan yang memerlukan tepung seperti dan Teppanyaki semakin berkembang. Hingga saat ini makanan Jepang terus berubah dan bervariasi, tetapi masih mempertahankan rasa asli bahan makanannya dan memperhatikan cara penyajian. Saat ini makanan seperti sushi dikembangkan hingga di luar negeri dan tercipta menu baru seperti .

Setelah periode Meiji banyak aliran memasak yang mengalami kemunduran bahkan hilang. Aliran Hōchōshiki (pemakaian pisau) merupakan satu-satunya aliran yang terus bertahan. Pelarangan makan daging juga telah di hapus sesuai kebijakan Pemerintah Meiji sejak Haibutsu Kishaku (pengusiran

Buddha) dan Shinbutsu Bunri (pemisahan kepercayaan) sehingga tercipta

Sukiyaki. Di lain sisi, ho ze r ōri yang merupakan aliran utama masakan

Jepang mulai ditinggalkan orang dan hidangan kaiseki menjadi makanan standar makan di rumah makan tradisional (r ōtei) dan penginapan tradisional

(ryokan). Masakan vegetarian (shōji r ōri) berlanjut sebagai tradisi kuil agama

Buddha. Hidangan porsi kecil yang disebut kaiseki r ōri (懐石料理) bertahan hingga kini sebagai hidangan upacara minum teh. Meja kecil saat memakan dengan cara Ozen sudah ditinggalkan karena telah berganti menjadi meja makan sebagai tempat berkumpul dengan keluarga. Akibat gempa bumi besar

Kanto yang memakan korban jiwa yang banyak, juru masak pewaris tradisi masakan Edo juga banyak berkurang menjadi korban, sehingga tradisi masakan

20

honzen memudar. Etiket makan juga mulai longgar, orang Jepang semakin

menyukai suasana santai sewaktu makan berbeda dengan dulu.

Setelah Perang Dunia II, kemudahan transportasi dan kemajuan bidang

komunikasi menyebabkan tipisnya perbedaan antardaerah soal bahan makanan

dan cara memasak untuk makanan yang sama. Walaupun demikian, perbedaan

mendasar soal bumbu dan selera masih tersisa.

Sekarang makanan Jepang menjadi warisan budaya tanpa bentuk oleh

UNESCO. Karena terdapat karakteristik didalamnya yaitu makanan Jepang

yang sangat peduli dengan bahan alami yang segar dan enak, budaya makan

yang sehat dan seimbang, memancarkan keindahan alam dan musim, memiliki

hubungan erat dengan ritus tahunan dan kepercayaan. Bukan hanya dari cara

memasak atau makanannya saja tetapi cara menyantap yang mengatakan

“itadakimasu” dan budaya tidak membuang makanan, menunjukkan hubungan

makan dengan dewa. Oleh karena itu, dalam makanan Jepang menunjukkan

sikap manusia Jepang yang peduli terhadap alam dan masih mengikuti dan

percaya dengan kepercayaan.

2.1.2 Karakteristik Makanan Jepang

Negara Jepang terletak di tepi timur Asia memanjang dari utara ke

selatan, dengan iklimnya yang sebagian besar sedang dan curah hujan yang

tinggi. Oleh karena itu Jepang memiliki sayuran, buah-buahan, hasil laut dan

21

rumput laut yang berlimpah dah berkualitas. Sebagaian besar masakan digunakan sebagai lauk-pauk sebagai teman nasi dan cuka.

Secara historis, makan daging sudah dilarang dalam waktu yang lama sehingga membuat produk susu juga tidak banyak digunakan. penggunaan minyak juga sedikit dan mulai banyak digunakan setelah masuknya makanan dari Nanban (Eropa) seperti Tenpura. Oleh karena itu untuk mendapatkan rasa daging dan kaldu, manusia Jepang menggunakan Dashi (Stock). Latar belakang seperti ini yang membuat masakan Jepang memiliki rasa yang tidak kuat.

Selain itu manusia Jepang juga jarang menggunakan rempah-rempah yang kuat, sehingga melahirkan rasa asli yang ada dalam bahan masakan. Pemberi perasa utama ialah rasa kedelai yang difermentasi, Miso, Shōyu dan perasa manis di berikan oleh pemanis beras dan Mirin, yang sekarang sudah menggunakan gula. Ada banyak hal yang membuat makanan Jepang menjadi makanan yang dipandang oleh dunia yaitu sebagai berikut.

2.1.2.1 Bahan Makanan

Bahan makanan yang sering digunakan yang ada dan dapat dikembangkan di Jepang sejak dahulu, yaitu:

1. Bahan Utama: beras, gandum, jawawut (sejenis serealia berbiji

kecil), proso millet, japanese barnyard millet, kacang, cereals, talas,

kentang, buckwheat, dan Japanese mountain yam.

22

2. Kedelai: Karena terdapat pelarangan makan daging oleh ajaran

buddha maka sebagai pengganti perasa kaldu digantikan oleh

kedelai, seperti Natto, Miso, Toufu, dan Aburaage (kedelai goreng).

3. Sayur: parsley, homewort, gingseng, water shield, lobak, burdock,

lotus, terong, dan sejenis melon.

4. Sayur Gunung dan Jamur: wallaby, osmuda, takenoko, mugwort,

shitake, nameko, hiratake.

5. Buah-buahan: plum, kesemek, loquat, , chestnut, walnut,

maiden hair free.

6. Hasil Laut: rumput laut dan alga merah.

7. Ikan: flounder, Koi, Lele, carp, red shapper, , pacific heriing,

pilchard, abalone, baslet clam, oyster shell, udang, cumi-cumi,

belut, loach, Japanese dace.

8. Daging: ayam.

Namun setelah periode Meiji, ada beberapa tambahan bahan makanan kareana adanya perubahan kebijakan dan beberapa faktor lainnya, seperti:

1. Daging babi hutan dan rusa.

2. Sayur Putih: kol, bawang bombai, brokoli, bunga kol.

3. Bahan Olahan Susu: keju, butter, susu fermentasi.

2.1.2.2 Bumbu dan Herbal

Masakan Jepang memiliki rasa yang sangat berbeda dengan makanan dari negara lain, karena hal berikut:

23

1. Dashi, ada 3 dashi utama yaitu Katsuoboshi (ikan bonito), ,

Konbu (rumput laut) dan kadang juga memakai Sarden kering. Di

luar Jepang terdapat 5 rasa utama yaitu manis, pahit, pedas, asam,

dan asin, tetapi di Jepang terdapat 6 rasa ditambah dengan perasaan

Umami dari katsuoboshi. Dashi telah menjadi faktor utama dalam

masakan Jepang yang memberi kesan kesederhanaan, keanggunan,

dan rasa yang tidak kuat seperti kaldu ayam atau daging.

2. Bumbu dapur, garam baru ada sekitar akhir abad ke 20. Sebelum

saat itu manusia Jepang menggunakan rumput laut yang dibakar, hal

ini terdapat dalam manyoshu. Dahulu garam atau perasa asin sangat

dibutuhkan dalam membuat .

3. Cuka, menggunakan asam sebagai penghilang bakteri. Dalam

Manyoshu tertulis pada periode Nara sudah ada cuka dari buah pir

dan pertengahan abad sudah ada cuka beras.

4. Shōyu, adalah cita rasa yang diciptakan Jepang sendiri, berbeda

dengan China dan negara lain di Asia. Di Jepang terbuat dari

fermentasi kacang kedelai, gandum dan garam dan sudah banyak

digunakan sejak periode Heian.

5. Miso, bahan asli Jepang yang akan berbeda tergantung dengan iklim,

produk pertanian dan tanah masing-masing daerah.

6. Pemanis adalah serbuk manis yang terbuat dari beras ketan

dahulunya. Pada periode Nara digunakan sebagai herbal, namun

24

sejak periode Muromachi juga digunakan sebagai jajanan manis.

Gula mulai di impor secara besar pada Periode Edo dan mulai

menjadi bumbu masakan, lalu tercipta sistem bumbu sa, shi, su, se,

so yaitu sa untuk satō (砂糖) atau gula, shi yaitu shio (塩) untuk

garam, su yaitu su (酢) untuk cuka, se yaitu shōyu (醤油/pelafalan

sekarang), dan so yaitu miso (味噌).

7. Herbal seperti , jahe, cabe, bawang, lada dan daun-daunan

seperti perilla.

Setelah zaman Meiji ada tambahan bumbu seperti merica, sauce, mayonise, margarin, bumbu kare, dan bumbu ala barat.

2.1.2.3 Shun, Musim, dan kealamian

Shun yaitu rasa bahan makanan yang lezat sesuai dengan waktunya.

Biasanya bahan makanan hanya lezat selama 10 hari setelah dipanen dari kebun atau diambil dari laut.

Musim memiliki arti yang sama dengan Shun tetapi bukan hanya bahan makanan tetapi alat makan, cara penyajian makanan disesuaikan dengan musim seperti musim gugur dengan peralatan dan susunan makanan berwarna coklat dan disesuaikan juga dengan bentuk alam seperti makanan yang dibentuk seperti gunung atau air terjun.

2.1.2.4 Teknik Memasak

Setiap koki masak Jepang harus melewati sekolah yang panjang dengan mempelajari berbagai macam teknik membuat makanan seperti teknik

25

suhu dalam memasak, teknik memotong atau pisau, dan mengenal serta mengetahui bahan masakan yang akan dikelolanya. Dalam sushi seperti teknik mengepal nasi yang harus dipelajari.

2.1.2.5 Teknik Memberi Bumbu

Bukan hanya cara memasak tetapi ketika menggabungkan bumbu juga dibutuhkan teknik tersendiri. Setiap koki memiliki caranya sendiri setiap memberikan bumbu, oleh karena itu setiap toko memiliki rasa yang berbeda meskipun jenis makanannya sama tergantung dengan siapa yang memasak.

Seperti makanan turunan keluarga yang dibuat dengan rasa yang ada di keluarga itu.

2.1.2.6 Menu dan Penyajian Makanan

Nasi merupakan makanan utama dan harus dapat ditentukan makanan apa yang cocok bersama nasi. Segalanya harus dipikirkan dengan baik dan penyajian diatas meja juga diperhatikan tempat diletakkannya. Secara dasar nasi diletakkan di kiri dan dikanan atas diletakkan Miso segalanya memperhatikan keindahan dan kemudahan bagi yang mengkonsumsi.

2.1.2.7 Peralatan Makan

Peralatan makan seperti keramik, porselen, dan pernis. Dalam rumah biasanya menggunakan mangkuk nasi dan sumpit. Saat suhu udara hangat

26

digunakan piring porselen tipis, dan menggunakan yang tebal ketika dingin.

Untuk pola dan corak alat makan juga melihat dari musim.

2.1.2.8 Tempat

Selain di rumah, masakan Jepang dapat dinikmati di berbagai tempat

seperti soba di toko khusus soba, restoran sushi, izakaya, kedai teh, resort, dan

sebagainya. Di tempat-tempat ini disesuaikan juga alat makan dan segalanya

untuk menciptakan rasa yang enak dan suasana yang bagus.

2.1.2.9 Religi

Karena adanya pengaruh buddha, manusia Jepang dahulunya tidak

memakan daging, daunan atau sayur-sayuran yang dilarang, dan kebanyakan

adalah seorang vegetarian. Sampai hingga periode Edo, makan daging mulai

ada tetapi masih ada dibeberapa wilayah saja. Setelah periode Meiji, memakan

daging mulai tersebar di seluruh Jepang. Tabu terhadap makanan memang

lemah di Jepang tetapi ada makanan yang kurang umum seperti daging

kambing dan bebek.

2.1.3 Jenis-Jenis Makanan Jepang

2.1.3.1 Makanan Acara Formal

Contoh makanan dalam acara formal adalah sebagai berikut.

27

1. Osechiryōri (御節料理)

Makanan yang disajikan saat acara resmi yang diadakan oleh kaisar

atau hari libur nasional seperti tahun baru. Kadang ditemani oleh

pertunjukkan.

2. Yūsokur ōri (有職料理)

Masakan yang ada dan berkembang di dalam kaum bangsawan.

Sudah ada sejak periode Heian dan diperkenalkan sejak dinasti Tang

Cina. tetapi Yūsokur ōri sekarang sudah berbeda dengan

Yūsokur ōri dahulu. Sekarang sudah ditambahkan masakan rumah di

dalamnya juga.

3. Honzenryōri (本膳料理)

Masakan untuk sendiri yang diletakkan di meja kecil dengan kaki,

dan terdiri dari menu utama, kedua dan ketiga yang disatukan.

4. Shōjiryōri (精進料理)

Makanan yang disampaikan dari kuil Tiongkok yang berisikan

hidangan dan bumbu yang berasal dari tumbuhan.

5. Kaiseki (懐石料理)

Masakan yang dibuat sebagai makanan yang dinikmati bersama

dengan upacara teh.

6. Kaisekiryōri (会席料理)

Hidangan lengkap untuk jamuan dan makan malam.

28

7. Fucharyōri (普茶料理)

Makanan vegetarian yang berbeda dari vegetarian Cina.

8. Shippokuryōri (卓袱料理)

Hidangan yang tercipta dari pulau terluar Nagasaki yang sedikit

bercampur dengan masakan Cina.

2.1.3.2 Makanan Musiman

Selain makanan yang dapat dinikmati sepanjang tahun seperti sushi, , dango dan lain-lain di Jepang ada banyak masakan Jepang yang berhubungan dengan acara tahunan atau acara seremonial. Selain karena ketersediaan bahan masakan, warna bahan makanan dan cuaca juga diperhitungkan. Biasanya makanan akan berbeda setiap bulannya, contohnya seperti dango pada bulan September, labu pada bulan Desember, ikan Tuna pada bulan Juni, dan lain-lain.

2.1.3.3 Makanan Lokal

Masakan lokal yang sudah lama dimakan di Jepang. Seperti masakan suku Ainu, masakan Okinawa, Shima sushi, dan lain-lain. Hal ini terjadi akibat adanya perbedaan geografi atau hasil yang alam sediakan sebagai bahan masakan pada setiap daerah. Bahkan ada bahan masakan yang tidak dapat ditemukan di tempat lain. Ada juga makanan lokal yang tercipta setelah perang pasifik dan lainnya.

29

2.1.3.4 Makanan harian

1. Makanan utama

Makanan utama Jepang seperti nasi, , sushi, bubur, ,

Mochi, mie, dan lain-lain. Gohanmono merupakan makanan utama

Jepang yaitu makanan yang memakai nasi dan menambahkannya

bumbu sesuai dengan musim dan wilayah. Seperti takikomigohan yang

berupa nasi yang ditambah kacang polong atau irisan rebung untuk

musim semi, kacang kastanye (chesnut) dan jamur yang

dibubuhi dengan air atau dashi pada musim gugur. Kemudian ada juga

gomokumeshi atau dikenal juga dengan nama kayakugohan.

2. Shirumono

Masakan yang juga dapat dikatakan sebagai sup dapat dikategorikan

menjadi dua kelompok, yaitu shumashijiru (sup bening) dan misoshiru

(sup miso). Bahannya dapat berupa ikan berdaging putih, udang besar,

kerang, tahu, daging ayam, ganggang laut, dan sayur-mayur. Agar

menambah cita rasa dapat diberi bumbu-bumbu seperti jeruk Sukade

(yuzu), daun muda dari merica Jepang (kinome), merica Jepang

(sa shō), jahe, dan daun mitsuba. Shumashijiru atau bisa disebut juga

dengan sup bening hanya dibumbui dengan kecap asin (shō u), garam,

dan kaldu Jepang yang terbuat dari ikan dan rumput laut kering (dashi).

Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat sup jenis ini harus

dipotong dan dipanaskan di sari saus yang berbeda. Apalagi bahan

yang digunakan terdiri dari ikan Tai atau disebut juga dengan red

30

snapper atau bisa juga dari hamaguri (sejenis kerang), sari saus

tersebut dapat dibuat dari kerang atau tulang ikan Tai yang

ditambahkan dengan sejumput garam. Bahan-bahan dimasukkan ke

dalam sebuah mangkuk besar terlebih dahulu, kemudian disiram

dengan sari sausnya, dan sentuhan terakhir diberi dengan bumbu

penyedap.

3.

Merupakan acar yang berasal dari berbagai bahan masakan. Seperti

, umeboshi, Shibatsuke, misotsuke, dan lain-lain.

4. Naber ōri

Merupakan hidangan yang dimasak di atas meja makan menggunakan

kuah kental. Bahan-bahan mentah yang sudah diiris tipis diletakkan di

atas piring lebar secara artistik sehingga orang-orang yang duduk di

sekitar meja tersebut dapat memilih makanan tersebut kemudian

memasaknya sendiri.

5. Agemono

Masakan yang digoreng dengan menggunakan banyak minyak.

Masakan ini terdiri atau tiga tipe dasar, yaitu suage (digoreng tanpa

tepung), (ada yang sebelum digoreng direndam dengan sake),

dan .

6. Yakimono

31

Bisa juga diartikan sebagai panggangan, merupakan makanan yang

diolah dengan cara meletakkan makanan tersebut di atas bara api

kemudian memanggangnya. Bahan utama dari yakimono adalah ikan,

daging, kerang-kerangan, dan sayur-mayur.

7. Nimono

Masakan yang direbus dengan sedikit air, kemudian dibumbui dengan

garam, shō u, sake, mirin, gula, cuka, dan berbagai jenis bumbu

lainnya.

8. Itamemono

Masakan yang dapat disebut juga dengan ditumis. Masakan digoreng

dengan minyak sedikit biasanya terdiri dari sayuran. Seperti

Goyachampuru.

9. Mushimono

Masakan yang dimasak dengan cara dikukus. Cara memasak ini

membuat rasa asli dari bahan makanan tidak berubah dan halus. Bahan

makanan hanya dapat dibubuhi dengan cara shiomushi yaitu dibubuhi

dengan garam saja sebelum dikukus, dan sakamushi, yaitu masakan

dibubuhi dengan garam dan sake sebelum direbus.

10. Nerimono

Masakan yang bahan masakannya ditumbuk sampai halus atau lumat.

Untuk membuatnya, ikan atau kerang-kerangan dicincang terlebih

32

dahulu, kemudian dibumbui dengan sedikit garam dan ditumbuk

hingga halus. Seperti Cikuwa, Hanpen, kamaboko dan lain-lain.

11. Aemono

Masakan terbuat dari ikan atau sayuran yang diberi saus (dressing)

yang terdiri dari bahan-bahan dasar seperti miso, biji wijen yang sudah

digiling, atau tahu yang dihaluskan. Aemono harus disajikan langsung

setelah matang. Sayur-mayur yang memiliki aroma yang wangi harus

ditambahkan untuk menambah nafsu makan. Jenis masakan ini bukan

merupakan hidangan utama, melainkan disajikan pada saat menjelang

hidangan terakhir dalam porsi yang kecil, atau juga dihidangkan pada

hidangan penting dan juga sebagai appetizer pada saat minum sake.

2.1.3.5 Makanan Baru

Makanan baru yang ada di Jepang karena adanya perkembangan pedagangan, masuknya orang asing, dan lain-lain. Makanan baru seperti makanan berdaging seperti sukiyaki, makanan yang dibakar diatas besi tipis

(teppanyaki) seperti okonomiyaki, masakan eropa seperti kare dan spagetti, hamburger, cake, masakan Cina seperti ramen, dan lain-lain.

2.1.3.6 Makanan Jepang di Luar Jepang

Setelah berkembangnya mobilisasi, ekonomi, dan sebagainya banyak makanan yang berpindah seperti sushi Jepang, ketika pindah ke Amerika harus mengikuti selera masyarakat Amerika berubah menjadi menggunakan keju.

33

2.2 Sushi Makanan Jepang

2.2.1 Pengertian dan Sejarah Sushi

Dalam Sushi Book (Osamu Shinoda, 1970) asal usul kata sushi pada

awalnya ialah sebagai metode pengawetan ikan oleh orang-orang pegunungan

di Asia Tenggara, dan telah dipakai dan dikembangkan dalam jangka waktu

yang panjang karena pada zaman itu sangat sulit untuk mempertahankan

keawetan ikan terutama bagi penduduk dataran tinggi. Metode ini awalnya

berasal dari daratan Thailand dan Myanmar Lalu berkembang bersamaan

dengan metode menanam padi di sawah (Naomichi ishige dan Kenneth Ruddle,

1990).

Di Cina, kata "Sushi (鮨)" muncul dalam kamus "Lingya" yang ditulis

pada abad ke-5 dan ke-3 SM. Sushi ( 鮨 ) adalah ikan dan daging yang

difermentasi agar tahan lama. Lalu ditafsirkan oleh Shinoda sebagai ikan yg

diberi garam. Dahulu di Cina, Sushi memiliki dua cara baca yaitu sushi (鮨)

dan sushi (鮓). Sushi (鮨) adalah ikan yang diberi garam dan beras yang

dimasak hingga matang lalu dapat dikonsumsi. Tetapi setelah abad ke-3

keduanya sudah tidak dibedakan lagi karena sama-sama metode pengawetan

ikan. Dalam catatan Shinoda, sushi (鮓) bukanlah makanan populer Cina pada

zaman dahulu, tetapi merupakan makanan yang datang dari negara selatan

yaitu asia tenggara. Hingga masuk Jepang sushi (鮓) dan sushi (鮨)tidak

dibedakan lagi tetapi disebut sushi (すし). Dahulu sushi (鮓) disebut sushi

34

(酒志) di dalam 新選字鏡 (Shi se jik ō) dari tahun 899-901 dan sushi 須之 dalam 倭名類聚抄 (Wam ō Ruijushō) dari tahun 931-938. Di Jepang sejak tahun 718, sushi memiliki beberapa variasi menurut ōrō ritsur ō, bukan hanya ikan tetapi kerang juga termasuk. Dalam catatan Shinoda, nama sushi (鮓&鮨) berasal dari Cina yang masuk dari Sungai Yangtze ke kyuushuu bersama dengan kebudayaan menanam.

"Sushi" berarti "berasa asam", gambaran dari sebuah proses fermentasi.

Proses fermentasi ikan dengan nasi dapat menguraikan asam amino dari daging ikan. Hasilnya ialah rasa umami yaitu salah satu dari dasar rasa di Jepang. Di

Jepang, sushi sudah memiliki sejarah yang panjang dan dikenal sejak periode

Nara dan sudah ada dalam Engishiki (延喜式) pada periode Heian (tahun 927).

Hal ini sering ditemukan di Kyushu utara, Shikoku utara, Kinki, dan daerah

Chubu, tetapi tidak terlihat di utara Kanto. Nasi, ikan, dan garam difermentasi dalam waktu lama akan disebut sebagai "Narezushi". Sejak zaman Kamakura sushi juga sudah di sebut dengan Namanare, yaitu ikan yang difermentasi dengan menggunakan beras, garam melalui proses yang pendek karena dicampur dengan cuka sehingga nasi dapat dinikmati bersama dengan ikan yang sebelumnya memerlukan waktu yang lama sehingga membuat nasi keras dan harus di kukus terlebih dahulu. Namun ada juga yang hanya memakan ikannya saja sama seperti awalnya disebut dengan Honnare.

Dengan ini terjadi perubahan kebiasaan makan yang dahulu memakan nasi keras yang dikukus bersama ikan menjadi memakan nasi hangat yang

35

lembut bersama ikan. Lalu mulai muncul berbagai jenis sushi lain yang juga memakai nasi acar sama seperti namanare tetapi ini tidak dapat disebut sebagai fermentasi jangka pendek. Karena sudah adanya banyak jenis bahan makanan dan memiliki waktu fermentasi yang berbeda tergantung dengan musim bahan makanan itu tersedia tetapi disebut dengan makanan setengah masak. Oleh karena itu harus dibedakan antara namanare yang setengah masak dengan honnare yang harus difermentasi dengan lama.

Selama berjalannya waktu, mulai digunakannya sake, minuman beralkohol, dan makanan fermentasi lainnya membuat fermentasi sushi semakin cepat. Lalu dengan berkembangnya teknologi pembuatan cuka membuat lahirnya sushi cepat (hayazushi/早寿司) yang tidak perlu menunggu fermentasi untuk merasakan asam pada sushi.

Nigirizushi dikenal di Jepang sejak zaman Edo. Sedangkan sebelum periode Edo, sushi yang populer di Jepang adalah jenis oshizushi (sushi yang dibentuk dengan cara ditekan-tekan di dalam wadah kayu persegi). Pada zaman dahulu, manusia Jepang kuat dalam makan karena sushi selalu dihidangkan dalam porsi besar. Sushi 1 porsi setara dengan 9 porsi sushi zaman sekarang, atau kira-kira sama dengan 18 kepal sushi. Satu porsi sushi zaman dulu yang disebut ikkanzushi mempunyai neta yang terdiri dari 9 jenis makanan laut atau lebih.

36

Pada zaman Edo akhir, di Jepang mulai dikenal bentuk awal dari nigirizushi. Namun ukuran porsi nigirizushi sudah dikurangi agar lebih mudah dinikmati. Ahli sushi bernama menciptakan sushi jenis baru yang sekarang disebut edomaezushi. Namun ukuran edomaezusushi besar seperti onigiri. Pada masa itu juga, teknik pendinginan ikan masih belum maju.

Akibatnya, ikan yang diambil dari laut sekitar Jepang harus diolah lebih dulu agar tidak rusak bila dijadikan sushi.

Hingga tahun 1970-an sushi masih merupakan makanan mewah. Rakyat biasa di Jepang hanya makan sushi untuk merayakan acara-acara khusus.

Seperti dalam manga, sering digambarkan seorang ayah yang pegawai kantor pulang tengah malam dalam keadaan mabuk. Dengan membawa sushi sebagai oleh-oleh kepada istrinya yang telah menunggu di rumah agar tidak marah.

Pada tahun 1958, dibuka kaitensushi (sushi putar) di Ōsaka, sushi dengan harga murah dan dapat dibawa pulang. Pada tahun 1980, mulainya berkembang toko sushi sebagai usaha keluarga di berbagai wilayah di Jepang. Lalu bersamaan dengan perkembangan teknologi dan internet seperti sekarang sudah banyak toko sushi yang dapat dipesan melalui internet dan langsung diantarkan ke rumah konsumen.

Ahli sushi (sushi shokunin) adalah sebutan kehormatan bagi pembuat sushi di restoran sushi tradisional. Di Jepang, pembuat sushi merupakan salah satu profesi dengan penghasilan tinggi dan sangat terhormat. Ahli sushi pada

37

umumnya ialah seorang pria, wanita hampir tidak pernah diberi kesempatan

menjadi ahli sushi. Pada restoran sushi, laki-laki merupakan syarat tidak tertulis

untuk menjadi ahli sushi, hal ini sudah menjadi tradisi kuno Jepang yang

menempatkan lelaki berkedudukan lebih tinggi dari pada perempuan.

Meskipun demikian, alasan yang masuk akal ialah suhu pria yang lebih rendah

daripada wanita. Perubahan fisiologis setiap bulan yang wanita alami membuat

wanita tidak cocok untuk memegang makanan laut yang sensitif terhadap suhu

orang yang memegangnya. Hal ini membuat ikan mentah berubah dalam rasa

maupun warna. Oleh karena itu, di Jepang ahli sushi wanita kurang digemari

oleh pengunjung restoran. Hingga saat ini juga ahli sushi banyak didominasi

oleh pria, namun demikian sekarang juga mulai banyak ahli sushi wanita yang

dipekerjakan di kaitenzushi (sushi putar) tetapi mereka dilarang untuk memakai

kosmetik, parfum, dan mengecat kuku.

2.2.2 Karakteristik Sushi

2.2.2.1 Bahan Sushi

Bahan utama dalam seluruh jenis sushi ialah nasi dan ditambah dengan

segala jenis bahan lain sebagai pelengkapnya.

1. Nasi Sushi

Nasi Sushi atau dapat juga disebut dengan Su meshi (酢飯),

shari (舎利),atau gohan (ご飯) adalah beras Jepang yang dicampur

dengan bumbu seperti cuka, gula, garam, mirin, dan kadang

ditambah konbu dan sake. Nasi harus dalam keadaan suhu ruangan

ketika di tambah dengan bahan lain karena dapat membuat nasi

menjadi terlalu lengket. Beras Jepang yang digunakan juga

38

merupakan beras yang pendek butirnya dan bukanlah beras ketan.

Kadang juga ada restoran yang menggabungkan beras merah

dengan beras putih, tetapi dasarnya yaitu beras putih. Biasanya

setiap koki memiliki cara sendiri dalam pembumbuan nasi sushi dan

sebagian besar terbagi dua yaitu gaya Kanto (daerah timur Jepang)

yang banyak memakai garam dan Kansai (daerah barat Jepang)

yang lebih banyak menggunakan gula.

2. Rumput Laut dan Alga

Rumput laut dan alga merupakan sayuran yang berasal dari laut

dan sangat penting dalam makanan di Asia khususnya makanan

Cina, Korea, dan Jepang. Di Jepang rumput laut menyumbangkan

10% pendapatan gizi orang Jepang. Ada 4 jenis tanaman laut yang

paling sering digunakan yaitu yang diproduksi dalam bentuk

seperti kertas digunakan sebagai pembungkus sushi jenis makimono,

wakame (alga coklat) yang digunakan sebagai sup atau salad karena

rasanya yang lembut, konbu (alga coklat berdaun panjang) pemberi

rasa umami karena banyak mengandung MSG (monosodium

glutamate) sering digunakan sebagai perasa sup (Stock), dan hijiki

(rumput laut coklat) sering digunakan sebagai salad.

Nori adalah jenis ganggang merah yang digunakan dalam sushi

dan telah dibudidayakan secara tradisional di Jepang. Dahulu

rumput laut ini didapat dengan mengeruk tiang dermaga, lalu

digulung dan dijemur. sekarang rumput laut sudah ditanam,

diproses, dipanggang, dikemas, dan dijual dalam bentuk lembaran.

39

Ukuran lembaran yang mempengaruhi ukuran sushi jenis makimono.

Nori juga dapat dikonsumsi begitu saja sebagai camilan dan dapat

juga ditambah dengan saus teriaki dan garam. Terkadang juga telur

dadar tipis dapat menggantikan peran nori.

3. Gu (isian) dan tane (atasan)

Sushi merupakan nasi sushi yang diberi atasan yang disebut

dengan tane atau neta sedangkan isian disebut dengan gu. Bahan

masakan yang sama dapat menjadi gu atau tane tergantung dengan

jenis sushinya. Tane dalam sushi jenis nigirizushi menjadi gu dalam

sushi jenis maki (roll). Biasanya yang menjadi tane atau gu ialah

berbagai jenis ikan. Ada empat jenis tane klasik, yaitu akami

(daging merah seperti tuna dan salmon), shiromi (daging putih

seperti ikan gepeng), hikari mono (berwarna coklat mengkilap

seperti ikan makarel dengan kulit), nimono (bahan yang sudah

dikelola dahulu seperti gurita). Dalam sushi jenis gulung bagian

yang menjadi gu ialah segala jenis bahan selain nasi. Sebelum

digunakan sebagai tane atau gu, biasanya bahan makanan di kelola

dulu seperti direbus atau diasinkan, namun terkadang ada juga yang

mentah sepenuhnya tetapi sangat jarang. Untuk alasan kuliner,

sanitasi, estetika, kualitas dan kesegaran ikan yang akan dimakan

mentah harus lebih unggul daripada ikan yang harus dimasak. Koki

dalam memasak sushi juga harus sudah dilatih untuk mengenali hal-

hal penting dalam sushi, termasuk bau, warna, kesegaran dan

kebebasan daging dari parasit yang mungkin tidak terdeteksi dalam

40

inspeksi komersial. Ikan yang biasa digunakan adalah tuna (maguro, shiro-maguro), amberjack Jepang, yellowtail (hamachi), kakap

(kurodai), mackerel (saba), dan salmon (sake). Bahan sushi yang paling dihargai adalah toro, potongan lemak ikan. Ini datang dalam berbagai ōtoro (dari spesies sirip biru tuna) dan chūtoro, yang berarti "toro tengah", yang menyiratkan bahwa ia berada di tengah- tengah antara toro dan potongan biasa. Gaya aburi mengacu pada sushi nigiri di mana ikan dibakar sebagian mentah. Kebanyakan sushi nigiri memiliki topping yang benar-benar mentah, yang disebut neta.

Makanan laut lainnya juga digunakan seperti cumi-cumi (ika), belut (anago dan unagi), pike conger (hamo), gurita (tako), udang

(ebi dan amaebi), kerang (mirugai, aoyagi dan akagai), telur ikan

(ikura, masago, kazunoko dan ), landak laut (uni), kepiting

(kani), dan berbagai jenis kerang (abalon, udang, kerang) adalah makanan laut paling populer di sushi. Tiram kurang umum dipakai, karena rasanya dianggap tidak cocok dengan nasi. Kani kama atau stik kepiting imitasi, biasanya diganti dengan kepiting asli, terutama di California rolls. Acar lobak daikon (takuan) di shinko maki, acar sayuran (tsukemono), kedelai fermentasi ( attō) dalam attō maki, alpukat, mentimun di kappa maki, asparagus, ubi, acar ume

(umeboshi), labu (ka p ō), acar burdock (gobo), dan jagung manis

(mungkin dicampur dengan mayones) juga digunakan dalam sushi.

Tahu dan telur (dalam bentuk omelet berlapis sedikit manis yang

41

disebut dan telur puyuh mentah naik sebagai topping

gunkan-maki) adalah hal biasa.

Selain menggunakan ikan di atas dan bahan lain, ada juga

beberapa bahan yang jarang untuk digunakan seperti ikan

yang beracun hingga membuat seseorang harus mendapatkan lisensi

untuk mengolahnya, bulu babi dan kerang leher panjang (mirugai)

yang sulit untuk ditemukan, kulit lunak kepiting yang jarang ada

mau memakannya, sperma ikan (Shirako) yang ada saat musim

dingin, dan daging kuda.

4. Pelengkap sushi

Sushi biasanya dimakan dengan menambahkan bumbu seperti

shō u (kecap asin) atau wasabi. Wasabi sejati memiliki sifat anti-

mikroba dan dapat mengurangi risiko keracunan makanan. Ada juga

wasabi imitasi (seiyo-wasabi) yang terbuat dari lobak, bubuk

mustard dan pewarna hijau. Ini biasanya ditemukan di restoran

kaiten-zushi kelas bawah, di kotak sushi dan di sebagian besar

restoran di luar Jepang.

Gari (manisan, acar jahe) dimakan di antara saat memakan

sushi untuk membersihkan langit-langit mulut dan membantu

pencernaan. Ada juga yang menambahkan takuan-zuke (lobak

fermentasi) dan acar timun dan terong. Di Jepang, teh hijau (ocha)

juga selalu disajikan bersama dengan sushi. Restoran sushi yang

lebih baik sering menggunakan teh premium khas yang dikenal

42

sebagai mecha. Dalam kosakata sushi, teh hijau juga dikenal

sebagai agari.

Sushi dapat dihiasi dengan gobo atau daikon parut, irisan

sayuran tipis seperti wortel, lobak, atau mentimun yang telah

dibentuk agar terlihat seperti bunga, bunga asli, atau salad rumput

laut.

Biji wijen juga digunakan sebagai penambah rasa dan juga gizi

karena mengandung minyak nabati, anti oksida dan omega 3 yang

banyak. Selain sebagai salah satu bahan juga digunakan sebagai

Furikake (taburan). Furikake biasanya merupakan campuran dari

rumput laut kering, biji wijen, dan ikan kering.

2.2.2.2 Nutrisi dalam Sushi

Bahan utama sushi tradisional Jepang adalah ikan mentah dan nasi, secara alami rendah lemak, tinggi protein, rendah karbohidrat (hanya beras), vitamin, dan mineral. Sayuran lain yang ada di sushi juga menawarkan berbagai vitamin dan mineral. Banyak bahan makanan laut juga mengandung lemak omega-3, yang memiliki beragam manfaat kesehatan terutama untuk kesehatan jantung, melancarkan fungsi otak.

Sushi tradisional bukanlah makanan yang menggemukkan. Namun, nasi dalam sushi mengandung cukup banyak karbohidrat, dan apabila ditambah penambahan bahan-bahan lain seperti mayones yang dapat meningkatkan kandungan kalori. Sushi juga memiliki kandungan natrium yang relatif tinggi, terutama disumbangkan dari bumbu shō u.

43

Selain memiliki dampak positif, sushi juga dapat menimbulkan resiko terhadap kesehatan seperti tuna (terutama sirip biru) dapat mengandung metilmerkuri tingkat tinggi, yang dapat menyebabkan keracunan merkuri ketika dikonsumsi dalam jumlah besar atau ketika dikonsumsi oleh wanita yang sedang hamil, menyusui, dan anak kecil. Menurut penelitian terbaru, ada sekitar 18 juta infeksi di seluruh dunia karena mengkonsumsi ikan mentah. Ini menjadi risiko yang besar bagi ibu hamil karena risiko kesehatan yang mungkin ditimbulkan pada janin yang sedang berkembang. Infeksi parasit dapat memiliki berbagai dampak kesehatan, termasuk penyumbatan usus, anemia, penyakit hati, dan banyak lagi.

Sashimi atau jenis sushi lainnya yang mengandung ikan mentah menghadirkan risiko infeksi oleh tiga jenis parasit utama:

1. Clonorchis sinensis, dapat menyebabkan cacing clonorchiasis

berkembang dalam tubuh.

2. Anisakis, cacing gelang yang dapat menyebabkan anisakiasis.

3. Diphyllobothrium, cacing pita. Untuk alasan di atas, peraturan UE

melarang penggunaan ikan mentah segar. Itu harus dibekukan pada

suhu di bawah −20 ° C (−4 ° F) di semua bagian produk tidak kurang

dari 24 jam. Karena itu, sejumlah kapal penangkap dan pemasok

ikan wajib menggunakan "super-freeze" untuk sushi dengan suhu

serendah −60 ° C. Seperti halnya penghancuran parasit, pembekuan

super juga mencegah oksidasi darah dalam daging tuna, sehingga

mencegah perubahan warna.

44

Beberapa jenis sushi, terutam ikan fugu dan beberapa jenis kerang, dapat menyebabkan keracunan parah jika tidak disiapkan dengan benar.

Khususnya, konsumsi fugu bisa berakibat fatal. Ikan fugu memiliki dosis tetrodotoxin yang mematikan di organ dan menurut hukum di banyak negara, harus disiapkan oleh koki fugu berlisensi yang telah lulus perizinan. Proses pemeriksaan perizinan terdiri dari tes tertulis, tes identifikasi ikan, dan tes praktik dan hanya sekitar 35 persen dari pelamar yang lulus.

2.2.2.3 Penyajian Sushi

Secara tradisional, sushi disajikan dengan gaya Jepang yang minimalis, geometris, dengan mempertahankan estetika makanannya. Banyak restoran sushi yang menawarkan paket harga tetap yang telah dipilih oleh koki. Ini sering dinilai sebagai shō-chiku-bai (松竹梅), shō / matsu (松, pinus), chiku / take (竹, bambu) dan bai / ume (梅, prem), dengan matsu yang paling mahal dan ume yang termurah. Restoran Sushi akan memiliki ruang makan pribadi, di mana para tamu diminta untuk melepas sepatu dan meninggalkannya di luar ruangan. Namun, sebagian besar bar sushi menawarkan pengalaman santai kepada pengunjung dengan konsep ruang makan terbuka.

Ketika diatur dan disusun diatas nampan, potongan-potongan yang berbeda sering dipisahkan oleh strip hijau yang disebut baran atau kiri-zasa (切

り笹). Sushi juga harus diposisikan agar mudah diambil ketika saat memakannya. Hal ini dilakukan agar membuat orang yang memakannya tertarik dan juga pembagi-pembagi ini mencegah rasa dari sushi tidak bercampur dan membantu mencapai presentasi yang menarik. Awalnya, ini

45

dipotong daun dari tanaman Aspidistra elatior (葉蘭/ haran), daun bambu, dan

Sasa veitchii (熊 笹/ kuma-zasa). Selain sebagai penghias menggunakan daun yang sebenarnya memiliki manfaat tambahan melepaskan zat phytoncides antimikroba saat dipotong sehingga memperpanjang umur. Di atas piring juga wasabi, dan lainnya diletakkan sebesar jari dibentuk seperti bunga.

Sushi juga ada disajikan dengan gaya kaiten zushi (sushi berputar).

Piring sushi berkode warna ditempatkan di atas ban berjalan, ketika piring lewat, pelanggan memilih sesuka mereka. Setelah selesai, tagihan dihitung dengan menghitung berapa banyak piring dari masing-masing warna telah diambil. Restoran kaiten zushi yang lebih baru menggunakan barcode atau tag

RFID yang tertanam di piring untuk mengatur waktu yang berlalu setelah barang disiapkan.

Kotak bento Sushi adalah makanan wajib di supermarket dan toko serba ada di Jepang. Ketika toko-toko ini mulai terkenal di tahun 1960-an, daun-daun yang digunakan diganti dengan plastik hijau untuk menurunkan biaya. Ini bertepatan dengan peningkatan kualitas pendinginan yang bertindak untuk memperpanjang umur simpan sushi. Saat ini strip plastik biasa digunakan dalam kotak bento sushi dan pada tingkat yang lebih rendah dalam presentasi sushi yang ditemukan di bar dan restoran sushi. Dalam paket sushi yang dijual di toko, lembaran plastik daun sering digunakan untuk mencegah sushi bercampur dengan makanan yang tidak diinginkan seperti jahe dan wasabi yang disertakan dengan hidangan.

46

2.2.3 Jenis-Jenis Sushi

2.2.3.1 Berdasarkan Kandungannya

1. Sushi yang mengandung Asam Laktat (hasil fermentasi)

a. Narezushi (なれずし/馴れ寿司 ) atau Jukusushi (熟寿司) Dibuat

dengan menggabungkan ikan, garam dengan nasi dalam waktu yang

lama dan memanfaatkan asam laktat yang dihasilkan untuk

menfermentasikannya sehingga kebanyakan menghilangkan bentuk

asli nasi. Hal ini merupakan cara mengawetkan makanan dengan

asinan dan bukan makanan yang mudah untuk dibuat. Contohnya

seperti Funasushi di prefektur Shiga, ayuzushi di prefektur Wakayama,

Hatahatazushi di prefektur Akita, dan lain-lain.

b. Izushi (飯寿司)Seperti dapat dilihat di pesisir pantai Jepang yaitu

sushi ikan yang dibuat dengan mencampur dan memfermentasikannya

dengan jamur beras, gandum, atau kacang-kacang.

2. Sushi yang mengandung asam asetat (asam cuka)

Sushi yang sudah menggunakan cuka dan mulai ada sejak zaman Edo.

a. Oshizushi (押し寿司)

Hayazushi (Sushi cepat) yang ditekan dengan tenaga dan balok kayu

atau daun bambu dengan cara menyatukan nasi cuka bersama dengan

tane (atasan) sehingga berbentuk persegi panjang yang dapat dengan

mudah di potong. Awalnya disebut dengan hakozushi (sushi kotak)

dan menjadi awal dari Nigirisushi pada periode Edo. Contohnya

47

seperti Sabasushi yang merupakan batteira dari prefektur Ōsaka,

Saba obōsushi di prefektur Kyōto, Masusushi di prefektur Toyama,

Ajinooshizushi dan sanmazushi dari prefektur Kanagawa,

Gozaemonsushi di prefektur Tottori, Kakuzushi di prefektur

Hiroshima, Iwakunizushi di prefektur Yamaguchi, Ōmura sushi di

prefektur Nagasaki, dan lain-lain. Di Edo bukannya Oshisushi

melainkan Nigirisushi yang berkembang dengan pesat dan keduanya

menjadi dua kebudayaan berbeda. b. Nigirisushi (握り寿司)

Dibuat dengan menggenggam dengan kedua tangan nasi cuka dan

Tane (atasan sushi) yang kecil. Banyak yang memasukkan Wasabi

diantara nasi dan Tane sebagai Gu. Dapat dinikmati dengan tangan

atau sumpit dan akan lebih enak ditambah dengan shō u. Memiliki

sejarah yang pendek sebagai sushi karena diciptakan pada periode Edo.

Ada banyak bahan masakan yang dapat dijadikan Tane dan dibagi 3,

menjadi daging merah, daging putih, dan kerang. Bukan hanya

mentah tetapi bisa juga di rebus dan menggunakan cuka. Dengan

masuknya teknologi kulkas atau pendingin membuat bahan dari

tempat jauh juga bisa digunakan. ikan dengan menjaga

kelembabannya dan dimasukkan ke dalam lemari pendingin membuat

ikan dapat bertahan lama dengan rasa yang tidak berubah. Oleh alasan

ini pula muncul sushi setengah masak (jukusei sushi).

48

c. Temarisushi (手まり寿司)

Salah satu jenis hayasushi (sushi cepat), yang menggunakan nasi cuka

dengan tane yang dibungkus dan dibentuk membentuk bulat. Karena

tidak memerlukan teknik seperti Nigiri sushi dapat dibuat dengan

mudah di rumah sebagai masakan rumah atau bentō. Sushi ini baru

saja lahir dan belum diketahui asalnya. d. Maki sushi (巻き寿司)

Sushi gulung yang dibuat dengan nasi cuka yang diberi bahan lainnya

dan digulung dengan nori (rumput laut kering). Juga disebut

Makimono atau Norimaki. Ada 3 jenis berbeda sesuai dengan besar

dari ukurannya, yaitu Saimaki (gulungan tipis), chūka (gulungan

sedang), dan Futomaki (gulungan tebal). Ada juga yang disebut

Gunkanmaki ialah nasi cuka yang digulung dengan nori dan atasnya di

beri telur ikan salmon dan belut. Lainnya ada juga menggunakan

salmon, timun, udang, telur, tuna, natto, dan lain-lain. diluar Jepang

juga banyak menggunakan xx roll seperti california roll. e. Temaki sushi (手巻き寿司)

Tanpa menggunakan alat penggulung (maki) dan hanya digulung

menggunakan tangan. Ada sejak tahun ke-46 tahun showa. Selain di

warung sushi, Temakisushi juga dapat digunakan sebagai masakan

pesta rumah dengan berbagai variasi sesuai selera.

49

f. Chirashi sushi (ちらし寿司)

Sushi yang dibuat dengan mencampur nasi cuka dan tane lalu dihiasi

dengan telur dadar yang diiris tipis. Sebelum periode Edo, dibuat

dengan menggunakan nasi putih cuka yang diatasnya disusun tane

dari nigirisushi. Nasi sushi tidak dibentuk melaikan diletakkan di

dalam wadahh kayu atau mangkuk. Sushi ini sangat cocok sebagai

panganan dalam perayaan ulang tahun anak-anak atau Hina Matsuri. g. Gomoku sushi/barazushi (五目寿司/ばら寿司)

Sushi ini dapat dibuat dengan mudah dan sebagai salah satu makan

dalam perayaan Hare. Dibuat dengan mencampur nasi cuka, sayur,

jamur shitake, kentang manis, dan akar teratai dan ditambah dengan

jahe dan irisan telur dadar. Selain itu dapat juga dengan udang, terong

yang dibakar, dan lainnya. Di daerah Kansai disebut juga dengan

Chirashisushi, Gomokuzushi, Kaguyazushi dan juga Gomokuchirashi

sushi. h. Inari sushi (稲荷寿司)

Nama ini berasal dari kepercayaan orang Jepang yang menyebutkan

bahwa tahu sebagai makanan Inari (rubah) dengan ini ada juga

wilayah yang menyebutnya dengan Kitsune sushi. Inari sushi

sekarang adalah aburage (kedelai goreng) yang diisi dengan nasi cuka,

wortel, dan jamur shitake. Juga ada yang digabung dengan wijen dan

50

ada yang menyebutnya dengan Gomoku inari. Bentuk dari sushi

berbeda tergantuk wilayahnya, ada yang segitiga dan segi empat.

i. Chakin sushi (茶巾寿司)

Dibuat dengan Gomoku yang dibungkus dengan telur dadar tipis.

Awalnya dibuat oleh Ohara Yoshitarō saat perjamuan teh di istana

Fushimi Miyake pada periode Taisho.

2.2.3.2 Berdasarkan Wilayah

Setiap daerah memiliki jenis sushi yang berbeda, bahkan ada yang tidak dapat dilihat ditempat lain selain ditempat itu.

1. Datemaki no sushi (伊達巻寿司)

Hidangan lokal dari Kota Choshi, Prefektur Chiba, dan Prefektur

Ōsaka. Di dalam sushi ada tahu koya, jamur shitake, dan oboro lalu

digulung dengan nasi cuka. Banyak nasi cuka dan tane berbeda

sesuai dengan wilayah.

2. Futomakimatsurizushi (太巻き祭り寿司)

Hidangan lokal Prefektur Chiba yang dibuat di seluruh kota di

prefektur ini, terutama di wilayah Kujukuri. Memiliki potongan

yang indah.

3. Shima sushi (島寿司)

Hidangan lokal yang ditemukan di Kepulauan Izu dan Ogasawara di

Tokyo dan Kepulauan Daito di Prefektur Okinawa. Menggunakan

51

ikan dengan Shō u dan sebagai pengganti wasabi yang sulit

didapatkan menggunakan cabe dan lada. Dibuat dengan

mencocokkan dengan iklim dan kondisi bahan makanan yang ada.

4. Sasa makisushi (笹巻き寿司)

Termasuk salah satu hayazushi (sushi cepat) yang di tekan hingga

keras. Ini merupakan salah satu sushi gaya lama yang dilestarikan,

dibuat dengan nasi cuka dengan cuka yang kuat. Selain tōkyō,

prefektur Toyama juga terkenal dengan sushi ini.

5. Funa sushi (鮒寿司)

Ini termasuk dalam Narezushi yang menggunakan ikan Funa yang

ada di danau Biwa di prefektur Shiga.

6. Funasushi/Nagano ken Saku chiiki (鮒寿司/長野県佐久地域)

Berbeda dengan funasushi dari prefektur Shiga, sushi ini

menggunakan ikan funa yang telah direbus.

7. Kakinohazushi (柿の葉寿司)

Sushi yang dibungkus dengan daun kashiwa dan merupakan hidangan

lokal dari prefektur Nara, Wakayama, dan Ishikawa. perbedaan sushi

setiap prefektur terdapat dalam bagaimana dan dimana dibuatnya. Di

Nara, awalnya hanya menggunakan ikan makarel yang diberi garam.

52

Namun berkembang menjadi menggunakan ikan salmon, ikan palu,

dan belut.

8. Mehari sushi (めはり寿司)

Hidangan lokal dari Prefektur Nara, Prefektur Wakayama dan

wilayah Kumano di Prefektur Mie. Merupakan salah satu dari nasi

putih cuka yang dibungkus dengan daun Asatsuke dengan sayur dan

tidak menggunakan ikan.

9. Saba sushi (鯖寿司)

Hidangan lokal Wakasa, Kyotō, Ōsaka, San-in, dan Niimi, Prefektur

Okayama. Di kota Nīmi juga disebut ka abō sushi atau saba tsutsumi.

Lalu dibentuk memanjang dengan diatasnya diletakkan separuh

asinan makarel lalu dibentuk dengan baik dengan kain. Setelahnya

dibungkus dengan daun bambu dan merendamnya dengan kaldu.

10. Matsumae sushi (松前寿司)

Hidangan gulungan ikan laut yang dibungkus dengan rumput laut

Hokkaido (Matsumae kelp) dalam bentuk panjang seperti tongkat

yang dikumpulkan di Ōsaka oleh kapal Kitamae. Awalnya bernama

sushi roll di Ōsaka, restoran sushi yang bernama "Maruman"

dijual dengan nama Matsumae Sushi pada tahun 1912 (Meiji 45).

11. Ōsaka sushi (大阪寿司)

Sushi ōsaka adalah kata yang mengacu pada sushi berbentuk kotak

(Oshi sushi) menggunakan pola kayu, dibandingkan dengan sushi

53

nigiri dari Edo. Contoh-contoh tane yang digunakan ialah kentang,

rumput laut, udang rebus, dan telur dadar (atau telur panggang). Bara

sushi (gomoku sushi), maki sushi, dan lain-lain dapat disertakan.

Tambahan sup rumput laut untuk membuatnya enak meskipun sudah

dingin. Dibuat dengan nasi yang dicampur cuka, garam dan gula.

12. Battera (バッテラ)

Berasal dari bahasa portugis yang berarti beras. Sekitar tahun 1893

(Meiji 26), sebuah restoran merancang sushi berbentuk seperti kapal,

dengan satu sisi nasi dan di sisi lain adalah ikan konosirus. Karena

permintaan yang banyak akan ikan ini, ikan ini menjadi mahal dan

diganti dengan ikan markarel. Sekarang dibuat dengan nasi cuka dan

ikan yang ditekan diatas kertas rumput laut putih. Cuka yang

membuat ikan tahan lama dan rumput laut yang memberikan rasa

umami.

13. Maki sushi (巻き寿司)

Dahulu di Kansai tidak ada makisushi yang di gulung kecil dan hanya

mengenal makisushi gulungan besar. Menggunakan tahu takano dan

jamur shiitake sebagai pemberi rasa manis dan belut laut juga

digunakan sebagai karakteristiknya.

54

14. Namazushi (生ずし)

Menggunakan ikan biru seperti markarel. Merupakan salah satu jenis

hayazushi (sushi cepat) tanpa fermentasi. Membuatnya tanpa nasi

dan hanya memakai ikan saja. Ini adalah istilah yang dipakai di

Kansai tetapi untuk wilayah timur dan barat Jepang sering juga

disebut Shimesaba atau Harukonosushime.

15. Yutakazushi (温ずし)

Atau sering disebut Nukusushi. Berasal dari daratan Cina masuk ke

Kyuushu dan Shikoku. Karena namanya Nuku yang berarti hangat,

sushi ini hanya ada saat musim dingin. Sering disatukan dengan

menu makan chawanmushi dan dapat dinikmati sepanjang tahun.

Terbuat dari nasi cuka dengan belut laut bakar, udang, ikan putih,

telur, dan lainnya yang memiliki warna-warni. Banyak daerah yang

mengeluarkan sushi ini dari menu karena membutuhkan proses

pembuatan yang rumit. Ini dapat dimakan sebagai hidangan lokal di

restoran sushi di ōsaka, Kyotō, Okayama, Onomichi, Hiroshima dan

Matsuyama, Ehime dari musim dingin hingga Desember.

16. Bara sushi (ばら寿司)

Ini adalah hidangan lokal dari Prefektur Okayama. Dibuat dengan

bahan yang bervariasi sesuai wilayah dan dicampur dengan nasi cuka

55

yang dipotong besar. Di wilayah barat Jepang banyak yang

menyebutnya dengan chirasushi.

17. Dodomese (どどめせ)

Masakan lokal di Fukuoka, Prefektur Okayama. Dibuat dengan

menambahkan cuka ke nasi, sudah ada sejak periode Kamakura

sebelum cuka dibuat di Jepang. Pada saat itu, ia menggunakan

doburoku (beras) yang difermentasi dengan asam asetat, dan itu

adalah hidangan yang bisa dikatakan asli dari awal.

18. Inaka sushi (田舎寿司)

Ini adalah hidangan lokal yang berasal dari pegunungan di Prefektur

Kochi. Dibuat dengan beras yang sudah di asamkan dengan yuzu dan

sebagai atasanya digunakan takenoko, konyaku, shiitake, dan lainnya.

19. Sake sushi (酒寿司)

Hidangan lokal dari Prefektur Kagoshima. Dibuat dari nasi yang

sudah di campur dengan sake dan garam lalu dilapisi dengan udang,

cumi-cumi, telur dan lainnya lalu ditutup dan dihancurkan. Meskipun

sushi tetapi berbentuk seperti minuman (sake).

2.3 Sushi di Luar Jepang

Dengan terbukanya Jepang setelah restorasi Meiji dan banyaknya

masyarakat Jepang yang pergi ke Amerika, mulai terbentuk komunitas orang

Jepang di masing-masing wilayah di Amerika. Pada tahun 1887, dibuka

56

restoran masakan Jepang untuk pertama kalinya di dataran Amerika yaitu di

San Fransisco bernama 大和屋 (Yamatoya). Setelah itu, di pada tempat yang bernama little tokyo mulai dibuka restoran masakan Jepang bernama 見晴亭 (Miharashitei) pada tahun 1893 disusul dengan warung soba pada tahun 1903, warung tenpura pada tahun 1905, dan pada tahun 1906 dibuka warung sushi. Pada sebelum PD II seluruh restoran dan warung makanan Jepang ini banyak dikunjungi oleh masyarakat Jepang yang ada di

Amerika. Tetapi, setelah PD II masyarakat Jepang yang tinggal di Amerika di relokasi secara paksa dan restoran tersebut menghilang.

Setelah itu, perkumpulan asosiasi sushi seluruh Jepang membuat pameran sushi pada National Cherry Blossom festival di Washington D.C. dan pada saat itu pula diterbitkan buku sushi dalam bahasa Inggris pertama. Sekitar tahun

1930 pada toko sushi yang terletak di Little Tokyo, hanya menjual jenis sushi yang mudah diolah seperti inarizushi, Makisushi dan nasi cuka yang diberi ikan di atasnya saja. Pada tahun 1962, seorang pedagang membuat counter sushi bar dan memulai booming sushi di Amerika. Lalu disusul oleh toko 東京会館

(Tōk ōkaika ) pada tahun 1962 membuat 3 sushi bar dan mengenalkan california roll yang menjadi favorit masyarakat Amerika hingga saat ini.

Awalnya hanya sedikit orang Amerika yang mengkonsumsi sushi, namun perlahan-lahan mulai diterima hingga tahun 1970 terjadi booming sushi. Tetapi kebiasaan memakan rumput laut yang tidak dimiliki orang Amerika, karena menurut mereka aneh memakan nori yang seperti kertas hitam. Oleh karena itu

57

di Amerika, sangat populer sushi dengan style yang dibungkus dengan nori yang telah ditutupi oleh biji-bijian yang disebut Uramaki.

Dengan adanya booming sushi di Los Angeles dan perkembangan ekonomi

Jepang yang pesat, selanjutnya pada tahun 1983 berdiri warung sushi 初花

(Hatsuhana ) di New York dan mendapatkan peringkat sebagai restoran bintang 4 dari New York Times yang pada saat itu sangat sulit untuk mendapatkannya karena harus bersaing dengan restoran Perancis yang mewah.

Sekarang sushi bersama dengan tenpura, sukiyaki dan lainnya telah menjadi perwakilan makanan Jepang dan pasti masuk menjadi salah satu menu di setiap restoran makanan Jepang yang ada di luar Jepang. Khususnya, daerah Amerika

Utara mulai dari kota besar hingga kota kecil sangat tidak mustahil untuk menemukan sushi yang dijual di supermarket.

Tetapi dengan semakin mudahnya ditemukan kaiten sushi (sushi berputar) dengan temanya yang menarik dan cara makan yang mudah, banyak orang

Jepang yang kecewa karena perbedaan budaya yang dimiliki dan perbedaan cara menikmati sushi. Belakangan semakin banyaknya warung sushi yang dijalankan oleh orang Cina dan Korea, membuat semakin menurun warung sushi yang dijalankan oleh orang Jepang dan penurunan ini terjadi hingga 10%.

Oleh karena itu, banyak sushi yang dijual kehilangan nilai tradisional Jepang bahkan ada yang nilai tradisionalnya sama sekali tidak ada. Seperti di Cina ada warung sushi yang menjual sushi tanpa menggunakan cuka, dengan menyajikan nasi yang diatasnya ikan saja tetapi menamainya sebagai sushi.

58

Semakin banyak warung sushi yang memiliki menu tanpa adanya menu sushi tuna dan salmon yang merupakan menu sushi yang seharusnya wajib ada, dan dengan banyak menu menggunakan , tenpura, dan donburimono.

Sampai ada menu yang menggunakan nama sushi style dengan hanya menaruh bahan lain diatas bahan lainnya di salah satu restoran berbintang. Sekarang banyak dan mudah untuk menemukan warung sushi, tetapi juga mudah menemukan warung sushi yang memiliki menu sangat berbeda dengan masakan Jepang. Dengan populernya budaya makan Jepang (Nihon

Shokubunka) membuat dikeluarkannya perencanaan untuk mengadakan survei restoran Jepang diluar Jepang dengan tema “mengerti masakan Jepang yang baik dan benar demi untuk mengetahui nilai masakan Jepang (正しい日

本食を理解してもらうための日本食の評価)”. Dalam surat kabar Amerika,

Washington Post terbitan 24 Desember 2006 mengeluarkan artikel berjudul

“sushi police is coming”. Menanggapi hal ini, kementerian pertanian, kehutanan dan perairan Jepang menghentikan sistem sertifikasi dan membentuk organisasi JRO (Tokutei Hieiri Katsudō Hōji / 日本食レストラン海外普及

推進機構) dibawah naungan NPO (Tokutei Hieiri Katsudo Houjin/特定非営

利活動法人) untuk menuju penyebaran makanan Jepang (Washoku) ke luar negeri dengan tetap menyimpan nilainya.

Booming Sushi juga terjadi di Republik Rakyat Cina, Hong Kong, Taiwan dan Rusia, di mana perkembangan ekonomi luar biasa. Awalnya di negara- negara ini tidak ada budaya makan ikan, tetapi jumlah pecintanya meningkat,

59

terutama di kalangan orang kaya. Ketika Jepang menyebarkan budaya sushi ke dunia, fenomena bahwa sushi melambung di pasar dunia kini telah terjadi.

Selain itu, untuk menghindari menipisnya sumber daya hayati karena meningkatnya permintaan sushi yang berkelanjutan, mulai dari tahun 2005 di

Amerika menggunakan sistem untuk menanggulanginya.

Lagi, penyebaran sushi ke luar Jepang menyebabkan terciptanya seni kreatif dari sushi. perbedaan gaya makan dan perbedaan bahan makanan menciptakan sushi dengan style lain. Selain menggunakan ikan juga menggunakan daging dan sayur, sebagai sausnya menggunakan mayones dan keju, juga ada sushi yang dibakar atau digoreng, dan bukan saja berbentuk

Nigirisushi atau Makizushi saja ada banyak bentuk yang tercipta. Dengan ini ada diadakan event penciptaan sushi kreatif (Sōsaku sushi/創作寿司) yaitu

“WORLD SUSHI CUP JAPAN”.

60

BAB III

PERUBAHAN CIRI TRADISIONAL SUSHI DI KOTA MEDAN

3.1 Perkembangan Makanan Jepang di Kota Medan

Periode awal terjadinya booming budaya Jepang di Indonesia adalah

sekitar tahun 2012 atau 2013. Pada saat itu banyak sekali budaya Jepang yang

mulai diperkenalkan di Indonesia seperti anime, manga, cosplay, festival

budaya Jepang, idol Jepang, tradisi di Jepang, dan makanan Jepang yang juga

masuk menjadi salah satu diantaranya. Budaya tersebut meresap dan

berkembang tidak hanya di ibukota Indonesia saja tetapi juga menyebar luas ke

luar ibukota, ke luar pulau Jawa hingga masuk ke pulau-pulau lain seperti

pulau Sumatera lalu masuk ke kota Medan. Sejak saat itu banyak sekali event-

event bernuansa Jepang serta hal-hal yang bernuansa Jepang menyebar luas di

Medan. Salah satu buktinya ialah dengan munculnya berbagai restoran Jepang

yang menyebar di berbagai jenis kawasan di Kota Medan.

Namun, sebelum kebudayaan Jepang mulai meroket, ternyata sejak awal di

Kota Medan sudah ada berdiri beberapa restoran Jepang. Hanya saja, saat itu

pelanggan utamanya ialah hanya sebatas masyarakat Medan yang berada di

kelas menengah ke atas saja.

Pelopor Restoran Jepang di Medan adalah Sushi Tei yang terletak di Jalan

Teuku Daud No.6, Medan Polonia yang dibuka pada tahun 2006 oleh PT.

Sushi Indo Sukses Mandiri, kemudian pada tahun 2007 outlet Sushi Tei

61

membuka cabang yang terletak tidak jauh dari restoran pusat Sushi Tei di

Medan yaitu di Sun Plaza tepatnya di lantai LG.

Pada tahun selanjutnya, kebudayaan Jepang di Indonesia mulai meroket terutama di kota Medan, berdampak pada lahirnya beberapa restoran-restoran

Jepang yang baru, salah satunya adalah Renjiro Sushi yang didirikan pada tahun 2011 yang menyediakan berbagai menu makanan Jepang dengan bahan yang halal sehingga dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat di Medan.

Kemudian pada tahun 2013, restoran Jepang yang menyediakan menu dengan bahan yang halal pun mulai muncul di Medan, salah satunya adalah Marugame

Udon yang merupakan cabang outlet dari Marugame Udon Indonesia yang dinaungi oleh PT. Sriboga Marugame Indonesia yang terletak di Sun Plaza tepatnya di lantai LG dan merupakan restoran udon halal yang pertama di

Medan.

Pada tahun 2014, restoran-restoran tersebut semakin berkembang hingga ke pinggiran kota Medan dikarenakan minat masyarakat Medan terhadap makanan Jepang. Selain restoran Jepang yang menyebar luas di Medan, beberapa warga Medan juga mulai membuka restoran Jepang yang menyediakan satu jenis makanan Jepang dengan banyak varian seperti ramen.

Ramen House yang pertama kali berdiri adalah Hakata Ikkousha yang terletak di Jalan Taruna No.80-82, Petisah Tengah, Medan Petisah yang merupakan salah satu cabang outlet Ikkousha yang ada di Indonesia dan didirikan pada tanggal 20 September 2013. Meskipun harga ramen disana sedikit sesuai dengan budget masyarakat, namun menu ramen yang tersedia menggunakan

62

daging babi, sehingga restoran itu hanya dapat dikunjungi oleh masyarakat

Medan yang dapat mengkonsumsi babi. Pada tahun yang sama mulai ada orang yang membuka restoran Jepang di pinggiran kota Medan, salah satunya adalah

So Joy Ramen dan juga Rumah Ramen & Burger. Selain dijual di restoran atau di warung makan, makanan Jepang juga mulai dijual sebagai makanan pinggir jalan berbetuk kios kecil seperti . Makanan Jepang juga dapat ditemukan di supermarket, yang dapat dibeli untuk dibawa pulang. Lalu dengan berkembangnya internet dan teknologi membuat makanan Jepang juga dapat dipesan secara online dari rumah dan akan diantarkan ke konsumen langsung.

Saat ini, restoran Jepang yang berada di Medan semakin diminati oleh banyak khalayak di Medan terutama di kalangan mahasiswa dan siswa sekolah.

Selain karena trend, makanan Jepang juga terkenal dengan keunikannya, suasana restoran juga memberi nilai lebih pada restoran Jepang. Banyaknya penyebaran budaya Jepang di Medan saat ini seperti anime, manga, dan cosplay beserta event-event Jepang yang selalu ramai dengan pengunjungnya seperti Bunkasai USU (Festival Budaya Jepang USU) dan juga Bunkasai

Harapan (Festival Budaya Jepang Harapan), juga berbagai event kecil yang bernuasa Jepang di Medan semakin membuat banyak masyarakat yang tau dan tertarik untuk lebih ingin mengetahui budaya Jepang. Salah satunya adalah muda-mudi yang selalu tidak ingin ketinggalan dengan hal-hal yang baru.

Dengan memanfaatkan kesempatan ini, banyak orang-orang yang mencari

63

keuntungan dengan membuat kios yang menjual makanan bernuansa Jepang

seperti Takoyaki, Sushi, Bentō, dan lain-lain.

Restoran Jepang yang memiliki harga terjangkau juga muncul dengan

menyajikan makanan yang menggunakan bahan yang mudah didapatkan agar

sesuai dengan budget dan dibuat dengan menyesuaikan selera masyarakat

Indonesia. Selain itu muncul juga banyak variasi makanan baru yang bernuansa

Jepang. Karena itulah, perlahan ciri tradisional pada makanan Jepang memudar

dikarenakan penggunaan bahan yang sudah tidak original dan sudah

dikreasikan selain untuk menyesuaikan dengan lidah masyarakat juga untuk

menarik perhatian konsumen serta disesuaikan dengan budget rata-rata

masyarakat khususnya muda-mudi. Oleh karena itu, penulis melakukan

penelitian ke beberapa restoran Jepang yang ada di Medan dan mendapatkan

hasil yang akan dijabarkan pada bagian 3.2.

3.2 Bentuk Perubahan Sushi di Kota Medan

Berdasarkan penelitian dan data yang penulis dapatkan dari berbagai

sumber, penulis dapat membedakan sushi Jepang dan Indonesia berdasarkan

bahan, bumbu, pelengkap dan penyajiannya. Sushi Jepang menggunakan nasi

dari beras Jepang yang lembut dan berbutir pendek sebagai bahan utama yang

telah dicampur oleh cuka, gula, dan garam serta diberi atasan atau isian

berbagai jenis bahan tergantung dengan jenis sushi. Cuka merupakan bahan

utama yang digunakan selain memberi rasa asam, cuka juga memberikan rasa

umami ketika ditambah dengan ikan dan bahan lainnya. Atasan atau isian dari

berbagai jenis bahan makanan yang sudah dikelola atau masih mentah

64

tergantung dengan jenis sushi. Sushi Jepang menggunakan pelengkap, yang dimakan bersama sushi seperti Shō u, wasabi, dan acar jahe. Dengan menggunakan pelengkap ini maka akan memberi tambahan rasa yang enak pada sushi. Sebagai penyajian pada piring sushi juga diletakkan parutan lobak dan irisan sayur kecil untuk memperindah penampilan sushi. Piring atau peralatan makan yang digunakan juga sesuai dengan musim dan tempat disajikannya sushi tersebut. Dalam sushi terdapat berbagai cara penyajian di

Jepang seperti sushi bar yang sushi nya langsung disajikan oleh koki di depan tempat duduk pengunjung secara langsung, kaiten sushi yang menyajikan sushi dengan rel yang berputar melewati meja pengunjung, sushi biasa yang diantar ke meja pengunjung seperti makanan restoran biasa, dan sushi yang dapat dibawa pulang seperti membeli sushi di supermarket. Untuk menemukan data- data tersebut, penulis melakukan penelitian keempat restoran Jepang dan dua tempat penjualan sushi yang lain, yaitu sebagai berikut:

7. Sushi Tei bagian pusat di kota Medan yang terletak di Jalan Teuku

Daud No.6/12, Madras Hulu, Medan Polonia, Medan.

8. Ichiban Sushi yang terletak di Thamrin Plaza Medan Lt.7 yang

berada di Jalan M.H. Thamrin No.75R, Sei Rengas II, Medan Area,

Medan.

9. Ring Road Citiwalks Level 1 No 2Jl, Jl. Gagak Hitam No.88, Tj.

Rejo, Kec. Medan Sunggal, Kota Medan.

65

10. Warung Ramen So Joy yang terletak di Jalan Setia Budi No.55C, Tj.

Rejo, Medan Sunggal, Medan.

11. Lotte Mart yang berlokasi di Lower Ground Mall Centre Point

Medan, Jl. Jawa No.1, Gg. Buntu, Kec. Medan Tim., Kota Medan.

12. Burger.sushi toko online.

Tabel. 3.1. Data yang diperoleh

Nama Jenis Atasan Peralatan No Nasi Pelengkap Penyajian Suasana Restoran Penyajian atau isi Makan Kaiten sushi Sama sama Mempunyai seperti di dengan bilik, tertata Disajikan di Jepang Jepang. Menggu rapi, pelayan atas piring Nasi putih menggunak Tetapi sushi nakan menyambut yang bergaya Kaiten Jepang an wasabi, yang keju, pelanggan Jepang sushi dan import Shōyu, disajikan mayonna dengan namun 1. Sushi Tei Disajikan yang asinan jahe. langsung ke ise, ucapan Makanan langsung ditambah Namun meja tidak serbuk irasshaimase, disajikan di ke meja cuka, gula ditambah memiliki cabe, dan diiringi piring sesuai dan garam jua dengan penghias jagung musik dengan menu potongan seperti (Jepang dan saja cabe dan parutan Indonesia) saus cabai lobak dan irisan sayur

Karena lokasi terdapat di Sama dalam mall, Sushi di seperti di restoran Menggu Kaiten sushi Nasi Jepang berhiaskan nakan dan yang Peralatan Kaiten Jepang menggunak Jepang keju, disajikan ke makan biasa Hachi sushi dan import an wasabi, namun tidak mayonis meja sama- terbuat dari 2. Express Disajikan ditambah Shōyu, terasa e, sama plastik Sushi langsung dengan asinan jahe. Jepangnya. kentang, menggunak bergaya ke meja cuka, gula, Ada juga pelayan daging, an piring Jepang dan garam ditambah menyambut ayam kecil tanpa juga dengan pelanggan hiasan saus dengan ucapan irasshaimase.

66

Menggunak an sayuran Disajikan di Menggu pelayan Nasi sebagai atas piring nakan Sama menyambut Jepang hiasan yang bergaya keju, seperti di pelanggan Langsung import seperti Jepang mayonis Jepang dengan Ichiban disajikan ditambah selada dan namun 3. e, menggunak ucapan Sushi langsung dengan kebanyakan Makanan daging, an wasabi, irasshaimase. ke meja cuka,gara menu disajikan di jagung, Shōyu, Diiringi m dan menggunak piring sesuai serbuk asinan jahe dengan musik gula an style dengan menu cabe Jepang. penyajian saja. eropa Suasana restoran bergaya modern dengan Di sajikan Menamb Nasi putih Menggunak bertema diatas piring Disajikan ahkan Sushi dan ketan an saus dan manga, terbuat dari 4. So Joy langsung keju dan disajikan yang cabe buatan dilantai 2 ada kayu dengan ke meja mayonis tanpa hiasan dicampur sendiri tempat sumpit e makan bambu dengan lesehan (duduk dilantai)

Tidak memakai Menggu Sushi Tidak apapun nakan dibungkus memerlukan Nasi putih karena saus Lotte Mart Bawa saus dalam kotak alat makan 5. Jepang sudah - Sushi pulang cabai plastik karena untuk import ditaruh sebagai bercorak dibawa diatas sushi atasan Jepang pulang sebagai atasannya

Tidak Sushi Nasi putih memerlukan Diantar ke Menamb dibungkus Burger.Sus Jepang Menggunak alat makan 6. rumah ahkan dengan - hi import an saus karena di konsumen keju pembungku bungkus s kertas seperti onigiri

67

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berawal dari Sushi Tei yang merupakan pelopor restoran Jepang pertama di

Medan pada tahun 2006. Pada awalnya restoran ini hanya dikunjungi masyarakat

Indonesia yang memiliki ekonomi menengah atas maupun orang Jepang yang ada di kota Medan. Namun, semenjak tahun 2012 terjadi booming akan kebudayaan

Jepang di Indonesia secara besar-besaran termasuk di kota Medan, segala hal berbau Jepang sangat dikagumi dan digemari oleh seluruh khalayak masyarakat

Medan terutama makanan Jepang. Makanan Jepang memiliki gambaran yang unik bagi masyarakat Indonesia yang senang akan hal baru, ini disebabkan oleh rasa dan bentuk yang berbeda dengan makanan Indonesia yang sudah biasa dinikmati sehari-hari. Dengan banyaknya minat masyarakat, membuat para pengusaha tertarik untuk membuat bisnis dibidang makanan Jepang. Di awal tahun 2012, muncul berbagai jenis restoran Jepang yang terdiri dari jenis restoran mewah hingga restoran Jepang yang dapat dinikmati oleh seluruh kalangan masyarakat.

Bukan hanya restoran tetapi toko yang menjual satu jenis masakan Jepang saja pun mulai didirikan dan tentu saja diminati oleh masyarakat hingga saat ini.

Dengan perkembangan teknologi dan mobilitas penduduk juga mendukung perkembangan makanan Jepang di Medan, seperti toko makanan Jepang online dan toko yang menjual makanan Jepang cepat saji. Sushi merupakan salah satu menu wajib yang ada di setiap restoran Jepang di Medan. Namun dalam sushi di

68

Medan terdapat beberapa perubahan yang berbeda dengan sushi di Jepang. Yaitu , sebagai berikut.

1. Nasi yang digunakan dalam sushi yang di jual di kota Medan ada yang berupa

nasi Jepang namun ada juga yang menggunakan nasi Indonesia yang

dicampur dengan beras ketan. Tetapi untuk penjualan sushi di kota Medan,

tidak ada nasi yang mengandung sake atau alkohol karena banyak masyarakat

Indonesia yang tidak dapat mengkonsumsinya. Bahkan ada restoran yang

menjual sushi tanpa adanya rasa asam padahal rasa asam seharusnya ada pada

sushi.

2. Sebagai tane (atasan) atau gu (isian) banyak yang menggunakan daging.

Namun, selain itu ada juga yang menggunakan ikan, saus keju atau

mayonnise agar tercipta rasa yang kuat. Biasanya bahan yang digunakan ialah

bahan yang sudah terbiasa dalam lidah masyarakat Indonesia, tidak ada yang

menawarkan menu dengan bahan yang ekstrim seperti Ikan Fugu.

3. Sebagai pelengkap sushi ada menggunakan shō u, wasabi dan acar jahe,

namun ada juga yang menyediakan saus cabai, , dan bahkan ada

restoran yang membuat pelengkap sendiri yang terbuat dari cabe rawit yang

digiling halus lalu ditambah dengan kecap asin. Sushi yang di jual di Medan

banyak yang menggunakan keju dan mayonnise karena masyarakat kota

Medan lebih menyukai rasa yang kuat berbeda dengan masyarakat Jepang

yang suka akan rasa asli bahan makanannya. Jenis sushi yang dijual juga

lebih banyak sushi yang mudah dibuat seperti makisushi, gunkansushi, dan

nigirisushi.

69

4. Sebagai tampilan sushi Jepang banyak yang menggunakan dedaunan, lobak

parut yang dibentuk seperti bunga, dan lain-lain sebagai penghias piring

karena nilai keindahan yang sangat dijunjung tinggi. Bukan hanya nilai

keindahan tetapi bahan yang dibuat sebagai penghias juga memberi efek

kesehatan bagi konsumen.

5. Sushi dijual dengan berbagai cara, ada yang diantar langsung ke meja

pelanggan seperti restoran biasa, ada yang berbentuk seperti kaitensushi, ada

juga sushi yang dijual online, diantar langsung dan sushi yang dibeli di super

market untuk dibawa pulang (mochi-kaeri). Namun sushi yang dijual seperti

sushi bar sangat jarang bahkan tidak ada karna dibutuhkan koki yang

terampil.

6. Suasana yang dibentuk oleh ke 3 restoran sudah mendekati perasaan wa

(Jepang), dengan menyambut pengunjung sambil berkata “irasshaimase” dan

dekorasi restoran yang mengambil konsep Jepang. Selain karena restoran

Jepang, konsep ini juga dapat menjadi nilai jual restoran. Restoran So Joy

mengambil tema manga atau komik dan tempat nongkrong muda-mudi,

meskipun tidak dengan tema wa tetapi tidak jauh dari tema budaya Jepang.

Restoran Jepang biasanya diiringi dengan pesan-pesan informasi seperti iklan

sedangkan restoran Jepang yang ada di Medan biasanya diiringi dengan

musik (seperti musik Jepang dan Korea) dan untuk restoran Jepang yang ada

di pinggiran kota Medan seperti So Joy menyediakan tempat duduk lesehan

yang hanya tersedia meja seperti restoran-restoran yang ada di Indonesia,

tidak seperti di Jepang yang menyediakan tempat lesehan lengkap dengan

tatami dan bantal duduk.

70

7. Peralatan makan yang digunakan ke 3 restoran ini memakai peralatan

bernuansa Jepang seperti piring keramik bermotif Jepang, namun tidak

berganti sesuai musim atau tema tetapi berganti sesuai menu saja. Sedangkan

So Joy menggunakan papan kayu sebagai keunikan restorannya.

8. Bukan saja meniru atau membuat sushi agar menyerupai sushi Jepang tetapi

ada juga sushi yang dibuat dengan menggunakan kreatifitas dan sangat

berbeda dengan sushi Jepang. Seperti sushi yang dijual secara online seperti

burger sushi, mereka membuat sushi yang digoreng dan dibentuk seperti

sushi dan diberi saus keju, ini merupakan sebuah inovasi baru.

4.2 Saran

Dalam menyajikan makanan negara lain, sebaiknya dilakukan penelusuran yang mendalam mengenai makanan negara tersebut. Bukan hanya mengenai makanannya saja tetapi kebudayaannya juga sebaiknya di dalami dahulu. Setiap restoran bebas mengkreasikan sushi atau makanan Jepang lainnya, namun harus diperhitungkan nilai-nilai yang dimiliki oleh makanan aslinya. Bukan hanya rasa, namun penampilan sushi juga sebaiknya diberi sedikit keindahan karena selain menjual makanan, restoran juga dapat membagikan kebudayaan Jepang yang mencintai keindahan. Karena makanan bukan hanya untuk dinikmati oleh mulut tetapi juga oleh mata.

Penulis berharap kepada pembaca, terutama bagi pembaca yang ingin membangun usaha dibidang makanan Jepang untuk lebih memahami makanan yang ingin dijual terlebih dahulu. Apabila ingin menjual makanan dari negara lain juga sebaiknya tahu akan budaya negara itu agak tidak ada kesalahan dalam makanan itu maupun dalam penyajian makanannya. Memang benar apabila kita

71

menjual makanan dengan harga yang murah dan cocok dengan lidah masyarakat akan membawa keuntungan tetapi dalam makanan itu bukanlah menjadi makanan negara lain lagi tetapi menjadi makanan kreasi pribadi. Nilai dan budaya yang seharusnya ada di dalam makanan itu akan memudar bahkan dapat menghilang.

Hal ini adalah hal yang tidak baik bagi negara yang memiliki makanan itu.

72

DAFTAR PUSTAKA

Aminudin. 1990. Pengembangan Penelitian Kualitatif Dalam Bidang Bahasa

dan Sastra. Malang : Yayasan Kasih Asih Asah Asuh Malang.

Ayako,Ehara.2017. ユネスコ無形文化遺産に登録された和食文化とその保護

と継承「日本食生活学会誌」 (Artikel edisi 48 no.4). Jepang.

Ayako,Ehara.2017. ユネスコに登録された「和食」とは何か「日本食生活学

会誌」 (Artikel edisi 28 no.1).Jepang.

Azmy,Fahrizal.2011.Sushi (kertas karya).Medan.

Brunvand ,Jan Harold.1978. The Study Of American Folklore - An Introduction,

Second Edition. Norton.

Danandjaja,James 1997. Folkor Jepang Dilihat dari Kacamata Indonesia.

Jakarta: PT .Anem Kosong Anem.

Danim, Sudarman.2002. Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia.

Endo,Tomomi.2013.Japanese food overseases: Past and Present. JETRO.

Hasugian, Chremona M. 2013. Peranan Komputer sebagai Alat Pengolah Data

Akuntansi pada Bagian Tata Usaha PT. Sushi Indo Sukses Mandiri.

Ienaga,Saburo.1991.NihonBunkashi (sejarah kebudayaan Jepang).

Tokyo:Iwanami Shoten.

Isao,Kumakura.2012. 日本の伝統的食文化としての和食 (Jurnal).Jepang.

Jihee,Ishii.1898. 日本料理法大全.Jepang:Hakubunkan.

Koentjaraningrat. 1976. Metode Penelitian Masyarakat. Yogyakarta: Gajahmada

University Press.

Kubo,Yoshihiro.2019.日本の食文化・食産業.Taiwan.

Mouritsen,Ole.G.2009.Sushi:food for the eye, the body & the soul.US: acid-free

paper.

Nobuo,Harada.2014. 和食とはなにか 旨みの文化をさぐる.Jepang:Kadokawa.

Rosliana,Lina.2017.SHOKU BUNKA:Warna Budaya dan Tradisi dalam

Makanan Jepang (jurnal).Semarang.

Situmorang, Hamzon. 2009. Ilmu KeJepangan 1 (Edisi Revisi). Medan: USU

Press.

Situmorang,Hamzon.2017.Minzoku gaku (ethnologi) Jepang. Medan: USU Press.

Situmorang, Hamzon. 2019. Perubahan Ciri Tradisional Makanan Jepang di

Restoran Jepang di Medan. Medan: Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Sumatera Utara.

Takuji,Takahashi.2017. 料理人から見る和食の魅力「日本食生活学会誌」

(Artike edisi 27 no.4).Jepang.

Tajiro, Ishii.1923.日本料理法大成.Jepang:Ookura Shouten.

Watsuji,Tetsuro.1961.Climate and Cultura. Hokuseido Press. Tokyo.

食文化研究推進懇談会.2005.日本食文化の推進.Japan.

Sumber dari Internet

Ac,Hudi.______.BudayaMakanan.https://www.academia.edu/22665227

/Budaya_Makanan. Diakses pada 2 agustus 2019.

Dosen sosiologi.com.2019.Nilai Budaya. http://dosensosiologi.com/nilai-budaya/.

Diakses pada 2 agustus 2019.

Tokyo Metropolitan Government.2019.Perkenalan terhadap Makanan

Jepang.https://www.menu-tokyo.jp/tradition/sushi.php?lang=id. Diakses

pada 27 Juli 2019.

Wibisono.Nuran.2017.Makanan Jepang menyerbu Indonesia. https://tirto.id/cm1t.

Diakses pada 2 agustus 2019.

Wikipedia.2019.Hidangan Jepang. https://id.wikipedia.org/wiki/Hidangan

_Jepang.Diakses pada 27 Juli 2019.

Wikipedia.2019.Budaya dan Kebudayaan. https://id.wikipedia.org/wiki/

Budaya.Diakses pada 27 Juli 2019.

Wikipedia.2019.Masakan Indonesia. https://id.wikipedia.org/wiki/

Masakan_Indonesia. Diakses pada 27 Juli 2019.

食料産業局食文化・市場開拓課和食室 .2019. 食文化.

http://www.maff.go.jp/j/keikaku/syokubunka/index.html.Diakses pada 27

Juli 2019.

LAMPIRAN

Gambar 1. Narezushi (https://www.zojirushi.com, 27 Desember 2019)

Gambar 2. Izushi (http://www.nakai-izushi.com, 27 Desember 2019)

Gambar 3. Oshizushi (SUSHI: Food for the eye, the body & the soul)

Gambar 4. Nigirisushi (SUSHI: Food for the eye, the body & the soul)

Gambar 5. Temarisushi (SUSHI: Food for the eye, the body & the soul)

Gambar 6. Makisushi (SUSHI: Food for the eye, the body & the soul)

Gambar 7. Temakisushi (SUSHI: Food for the eye, the body & the soul)

Gambar 8. Chirashisushi (SUSHI: Food for the eye, the body & the soul)

Gambar 9. Gomokusushi (http://gin-gr.com, 27 Desember 2019 )

Gambar 10. Inarisushi (https://www.sirogohan.com, 27 Desember 2019)

Gambar 11. Chakinsushi (https://cookpad.com, 27 Desember 2019)

Gambar 12. Datemaki sushi (https://atmeal012.tumblr.com, 27 Desember 2019 )

Gambar 13. Futomaki matsuri sushi (http://www.oksfood.com, 27 Desember

2019)

Gambar 14. Shima sushi (https://ja.wikipedia.org, 27 Desember 2019)

Gambar 15. Sasamaki Sushi (https://tabelog.com, 27 Desember 2019 )

Gambar 16. Funa sushi (https://www.biwa-oumi.com, 27 Desember 2019)

Gambar 17. Kakinoha sushi (https://wakahiro.jp, 27 Desember 2019)

Gambar 18. Mehari sushi (https://gurutabi.gnavi.co.jp, 27 Desember 2019)

Gambar 19. Saba sushi (https://wakahiro.jp, 27 Desember 2019)

Gambar 20. Matsumae sushi (http://www.ekiben.or.jp, 27 Desember 2019)

Gambar 21. Battera (http://www.asahi.com, 27 Desember 2019)

Gambar 22. Yutaka sushi (https://tabelog.com, 27 Desember 2019)

Gambar 23. Bara sushi (https://zexy-kitchen.net, 27 Desember 2019)

Gambar 24. Dodomese (https://www.okayama-kanko.jp, 27 Desember 2019)

Gambar 25. Inaka sushi (http://higashi-kochi.jp, 27 Desember 2019)

Gambar 26. Sake sushi (https://ja.wikipedia.org/wiki/, 27 Desember 2019)

Gambar 27. Konbini sushi (https://entabe.jp, 27 Desember 2019)

Gambar 28. California roll (https://www.californiaavocado.com, 27 Desember

2019 )

Gambar 29. Sushi bar Jepang (http:://google.com, 27 Desember 2019)

Gambar 30. Sushi di Sushi Tei medan

Gambar 31. Suasana Sushi Tei

Gambar 32. Sushi Ichiban Sushi

Gambar 33. Suasana Ichiban Sushi

Gambar 34. Sushi Hachi Express Sushi

Gambar 35. Suasana Hachi Express Sushi

Gambar 36. Sushi So Joy

Gambar 37. Suasana So Joy

Gambar 38. Sushi Lotte Mart

Gambar 39. Sushi Burger Sushi

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Perubahan Ciri Tradisional pada Sushi di Kota Medan”.

Skripsi ini bertujuan untuk meneliti tentang perbedaan sushi Jepang yang terdapat di Medan dan juga perubahan apa yang terjadi padanya. Makanan ialah kebutuhan pokok manusia yang telah ada sejak dahulu hingga sekarang. Setiap kelompok masyarakat memiliki pola makan, cara makan, dan bentuk makanan yang berbeda. oleh karena itu, dalam makanan juga dapat dilihat kebudayaan yang dimiliki oleh suatu kelompok masyarakat. Kebudayaan dapat dibagi menjadi kebudayaan tradisional dan kebudayaan modern berdasarkan zaman. Kebudayaan tradisional merupakan kebudayaan yang diciptakan oleh manusia pada zaman dahulu yang bersifat tradisional dan diturunkan secara turun-temurun. Kebudayaan Biasanya terdiri dari beraneka ragam budaya dari beberapa daerah dan tersebar di seluruh negara.

Jepang merupakan negara yang menjaga unsur tradisional budaya mereka sampai sekarang, termasuk makanan khas Jepang. Makanan Jepang merupakan makanan yang saat ini sangat mudah ditemukan dimana pun termasuk Indonesia terutama di Medan. Salah satunya ialah Sushi. Sushi pada awalnya merupakan metode pengawetan ikan yang berasal dari daratan asia yang menggunakan garam dan nasi sebagai bahan fermentasi. Namun sekarang sushi adalah nasi yang dicampur dengan cuka sebagai pemberi rasa asam yang diatasnya atau sebagai isiannya diletakkan ikan sebagai atasan utama atau dapat juga diganti dengan bahan lainnya yang cocok dengan nasiSushi memiliki banyak sekali jenis sesuai dengan bentuknya dan ada juga sushi yang hanya ada hanya di suatu wilayah

tertentu saja dikarenakan dengan iklim, cuaca, dan letak geografis yang berbeda maka hasil alam setiap wilayah juga akan berbeda.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori perubahan budaya yang menunjuk kepada modifikasi-modifikasi yang terjadi pada suatu kebudayaan yang bertujuan untuk meneliti bagaimana perubahan budaya yang ada di kota Medan sebagai salah satu cara untuk beradaptasi dalam kebudayaan Medan. Lalu untuk mendapatkan data yang akurat melalui berbagai metode seperti wawancara, observasi, analisis dokumen, dan lain sebagainya menggunakan metode deskriptif kualitatif Sebagai bahan penelitiannya, penulis mengumpulkan sushi dari tempat yang berbeda yang ada dikota Medan mulai dari Sushi pada restoran Jepang hingga sushi yang hanya diantar ke rumah. Dalam penelitian ini didapatkan bahwa nilai yang terdapat dalam sushi mulai menghilang mulai dari bentuk, pelengkap, hingga penyajian makanannya. Perlahan-lahan mulai berganti menjadi sushi kreatif dan bukanlah sushi tradisional Jepang lagi.

要旨

本論文のタイトルは「メダンにおける寿司の伝統的な特徴の変動」

である。本論文の目標は日本寿司とメダンにある日本の寿司の違いとどの

ような変動が起こるかを調べることである。食物は昔から社会中に存在し、

基本的な人間の必要性の一つである。社会によって様々な食生活、食べ方、

食品形態がある。したがって、食べ物からある地域の文化を見る事が出来

る。文化は時代によって伝統的な文化と近代的な文化と二つに分かれる。

伝統的な文化は古くから人間によって創造された文化であり、伝統的であ

り、世代から世代へと受け継がれている。通常、いくつかの地域からの多

様な文化で構成され、全国に広がっている。

日本は、日本の名物を含め、これまでの文化の伝統的な要素を保存してき

た国である。日本食は現在、インドネシア、特にメダンを含むどこでも簡

単に見つけられる食べ物である。そのうちの一つは寿司です。寿司はもと

もと、アジア大陸からの魚を保存する方法で、発酵成分として塩と米を使

用していました。しかし、現在、寿司は酢を混ぜたご飯で、その上に酸っ

ぱい味を与えたり、魚をメインボスとして詰めたり、ご飯に合った他の材

料に置き換えることもできます。気候、天候、地理的位置の違いにより寿

司は多くの種類があり、各地域の天然物も異なり、特定の地域にのみ存在

する寿司もある。

本研究では、著者は、メダンの文化に適応する方法としてメダンに

存在する文化的変化を調べることを目的とする文化に生じる修正を指す文

化的変化の理論を使用する。次に、インタビュー、観察、文書分析など、

定性的記述方法を使用したさまざまな方法で正確なデータを取得する。著

者は、研究資料として、メダンのさまざまな場所から寿司を収集する。寿

司は、日本のレストランでの寿司から、家に届けられるだけの寿司まであ

る。本研究では、寿司に含まれる価値は消えていくことがわかった、それ

は寿司の漬物や盛り付け方法などから見える。日本の伝統的な寿司ではな

くなり、創造的な寿司にゆっくりと変化し始めまた。