Strategi Nasional Dan Rencana Aksi Pengelolaan Lahan Basah Indonesia

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Strategi Nasional Dan Rencana Aksi Pengelolaan Lahan Basah Indonesia Strategi Nasional dan Rencana Aksi Pengelolaan Lahan Basah Indonesia Komite Nasional Pengelolaan Ekosistem Lahan Basah - 2004 STRATEGI NASIONAL DAN RENCANA AKSI PENGELOLAAN LAHAN BASAH I Strategi Nasional dan Rencana Aksi Pengelolaan Lahan Basah Indonesia Kementerian Lingkungan Hidup, 2004 Revisi Strategi Nasional dan Rencana Aksi Pengelolaan Lahan Basah dilakukan oleh sebuah Tim Penyusun yang dibentuk melalui Surat Penugasan No SP-07/Dep.VI/LH/2003 dari Deputi Bidang Pelestarian Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup. Tim Penyusun Penanggung Jawab : Deputi Bidang Pelestarian Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup Ketua : Asisten Deputi Urusan Ekosistem Darat, Kementerian Lingkungan Hidup Wakil Ketua : Drs. Widodo S. Ramono, Departemen Kehutanan Dibjo Sartono, Wetlands International - Indonesia Programme Anggota : Dra. Jossy Suzanna, MSi, Kementerian Lingkungan Hidup Wahyu Rudianto, SPi, Departemen Kehutanan Dra. Senny Sunanisari, MSi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Ir. Agus Dermawan, Departemen Kelautan dan Perikanan Dra. Nanie Sunaryo, MM, Departemen Dalam Negeri Dr. Mohammad Ali, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Muhammad Ilman, Wetlands International – Indonesia Programme Tim Penyusun juga secara aktif dibantu oleh: Ir. Antung Deddy Radiansyah (KLH), Drs. Yanuardi Rasudin (KLH), Dra. Liana Bratasida, MS (KLH), dan Drs. Sudaryono (KLH), I Nyoman N. Suryadiputra (WI-IP), Inge Retnowati (KLH), Arif Prasojo (KLH), Ristianto Pribadi (KLH), Wahyuning Hanurawati (Dephut), Agus SB. Sutito (Dephut), Ngurah Sukadana (Depdagri), Lani Puspita (WI-IP), Henry Baiquni (KLH) Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT) Komite Nasional Pengelolaan Ekosistem Lahan Basah Strategi Nasional dan Rencana Aksi Pengelolaan Lahan Basah Indonesia Jakarta. Kementerian Lingkungan Hidup, 2004 xx + 153 hlm; 21 x 29.7 cm ISBN: 979-95899-7-5 Foto Sampul Depan : Yus Rusila Noor, Jill Heyde, I Nyoman N. Suryadiputra, Ferry H., Triana (Dok. WI-IP) Foto Sampul Belakang : Umar Istihori (Dok. WI-IP) Desain Grafis & Layout : Triana (WI-IP) II STRATEGI NASIONAL DAN RENCANA AKSI PENGELOLAAN LAHAN BASAH Foto: Y Foto: us Rusila Noor Proses penyusunan dan penerbitan dokumen ini didukung oleh Canadian Climate Change Development Fund - Canadian International Development Agency (CIDA) melalui kegiatan Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia (CCFPI) yang dilaksanakan oleh Wetlands International – Indonesia Programme (WI-IP) dan Wildlife Habitat Canada (WHC). STRATEGI NASIONAL DAN RENCANA AKSI PENGELOLAAN LAHAN BASAH III Kata Sambutan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia ndonesia memiliki sekitar 40,5 juta hektar lahan basah sehingga tergolong sebagai negara dengan lahan basah terluas di Asia setelah China. Lahan basah memiliki arti penting karena merupakan sistem penyanggaI kehidupan, menjadi sumber air, sumber pangan, menjaga kekayaan keanekaragaman hayati, dan berfungsi sebagai pengendali iklim global. Menyadari pentingnya peran dan fungsi lahan basah tersebut, maka perlu upaya pengelolaan lahan basah secara tepat dan terpadu. Konvensi Internasional tentang Lahan Basah yang disepakati di Ramsar, Iran, pada tahun 1971, merupakan awal kepedulian masyarakat secara internasional terhadap fungsi dan manfaat lahan basah. Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia menunjukkan komitmennya pada pelestarian lahan basah dengan meratifikasi konvensi tersebut melalui Kepres No. 48 tahun 1991 tanggal 19 Oktober 1991. Sebagai bagian dari ratifikasi tersebut Indonesia kemudian menetapkan Taman Nasional Berbak dan Taman Nasional Danau Sentarum sebagai Situs Ramsar, membentuk Komite Nasional Pengelolaan Ekosistem Lahan Basah pada tahun 1994, dan menyusun dokumen strategi nasional ”The National Strategy and Action Plan for Wetlands Management” pada tahun 1996. Lahirnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dimana kemudian sistem pemerintahan nasional yang semula sentralistis berubah menjadi lebih desentralistis, menjadikan paradigma baru dalam pengelolaan dan pemanfaatan lahan basah yang lebih bijaksana. Ditambah lagi kesadaran akan peran lahan basah yang berkaitan dengan perubahan iklim, penyerapan karbon, pencegahan emisi karbon di udara, menambah perlu diangkatnya isu baru lahan basah dalam kaitannya dengan perubahan iklim yang selama ini belum terpikirkan. Berbagai perubahan tersebut menyebabkan Strategi Nasional tahun 1996 menjadi tidak lengkap dan memerlukan revisi untuk menghasilkan sebuah strategi baru yang sesuai dengan pola pengelolaan sumberdaya alam nasional terkini dan mencakup isu baru yang tengah berkembang. Kebijakan dan strategi nasional pengelolaan lahan basah yang baru ini diharapkan menjadi dokumen yang dapat menjadi panduan dalam pengelolaan lahan basah yang efektif dan sinergis antara setiap pemangku kepentingan baik di pusat maupun di daerah. Oleh sebab itu, Kementerian Lingkungan Hidup memandang perlunya setiap pemangku kepentingan menjadikan Dokumen Strategi Nasional ini sebagai panduan dalam pengembangan kebijakan yang lebih detail berdasarkan kekhasan isu pengelolaan masing- masing. Dengan demikian, dapat tercipta keharmonisan kebijakan pengelolaan yang berkaitan dengan lahan basah oleh setiap pemangku kepentingan di pusat dan daerah dan kekayaan lahan basah kita dapat bermanfaat untuk kesejahteraan masyarakat generasi kini dan mendatang. Jakarta, 5 Oktober 2004 Menteri Negara Lingkungan Hidup Nabiel Makarim, MPA MSM IV STRATEGI NASIONAL DAN RENCANA AKSI PENGELOLAAN LAHAN BASAH Kata Sambutan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam selaku Focal Point dari Ramsar Administrative Authority di Indonesia ahan basah pada umumnya merupakan wilayah yang sangat produktif dan mempunyai keaneka- ragaman yang tinggi, baik keanekaragaman hayati maupun non hayatiya, sehingga diyakini bahwa lahanL basah merupakan salah satu sistem penyangga kehidupan yang sangat potensial. Kurang lebih 40,5 juta hektar lahan basah, mulai dari lahan basah pegunungan tinggi sampai perairan laut, terdapat di Indonesia, namun baru sekitar 6 % dari total luas lahan basah (alami) terdapat di dalam kawasan konservasi. Adanya issue-issue global, baik di tingkat lokal, nasional, regional, maupun internasional seperti kebijakan pembangunan, pertambahan penduduk, kelangkaan air bersih, perubahan iklim global, dan lain-lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, telah memberikan tekanan terhadap keberadaan dan kelestarian lahan basah di Indonesia, hal ini karena lahan basah cukup rentan terhadap perubahan lingkungan. Melihat kondisi di atas, maka sudah selayaknya dilakukan penyesuaian terhadap dokumen strategi nasional (dokumen tahun 1996), selain didasarkan atas perkembangan yang ada, juga memperhatikan hasil-hasil dari COP 8 RAMSAR maupun konvensi internasional lainnya yang terkait dengan lahan basah. Kami berharap dengan adanya dokumen strategi nasional dan rencana aksi pengelolaan lahan basah yang telah direvisi, dapat lebih mendorong sinergitas dan keterpaduan berbagai pihak, baik pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi/kota/kabupaten, swasta, LSM, Perguruan Tinggi/lembaga penelitian dan masyarakat, dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembangunan di lokasi-lokasi lahan basah, sehingga fungsi ekologis dan ekonomis dari ekosistem lahan basah dapat dipertahankan, baik di dalam maupun di luar kawasan konservasi. Dengan terpeliharanya fungsi ekologis dan ekonomis dari ekosistem lahan basah, maka kontribusi lahan basah bagi pembangunan akan tetap berkesinambungan. Jakarta, 24 Juni 2004 Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Koes Saparjadi STRATEGI NASIONAL DAN RENCANA AKSI PENGELOLAAN LAHAN BASAH V VI STRATEGI NASIONAL DAN RENCANA AKSI PENGELOLAAN LAHAN BASAH Daftar Isi Kata Sambutan - Menteri Negara Lingkungan Hidup ................................................ iv Kata Sambutan - Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam ..... v Daftar Singkatan ............................................................................................................. xi Daftar Istilah ................................................................................................................. xiv Bab 1. Pendahuluan ..................................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2 Tujuan dan Sasaran ................................................................................ 3 1.3 Proses Penyusunan ................................................................................. 3 1.4 Struktur dan Sistematika Isi..................................................................... 4 1.5 Strategi-Strategi Spesifik Lain ................................................................. 6 Bab 2. Lahan Basah: Arti, Fungsi, dan Nilai ............................................................. 7 2.1 Pengertian Lahan Basah ......................................................................... 7 2.2 Fungsi dan Nilai (Manfaat) ...................................................................... 8 Bab 3. Kondisi Lahan Basah Indonesia ................................................................... 13 3.1 Lahan Basah Pesisir .............................................................................. 14 3.1.1 Dataran Lumpur dan Dataran Pasir .......................................... 14 3.1.2 Terumbu Karang ........................................................................ 16 3.1.3 Padang Lamun .........................................................................
Recommended publications
  • 0=AFRICAN Geosector
    2= AUSTRALASIA geosector Observatoire Linguistique Linguasphere Observatory page 123 2=AUSTRALASIA geosector édition princeps foundation edition DU RÉPERTOIRE DE LA LINGUASPHÈRE 1999-2000 THE LINGUASPHERE REGISTER 1999-2000 publiée en ligne et mise à jour dès novembre 2012 published online & updated from November 2012 This geosector covers 223 sets of languages (1167 outer languages, composed of 2258 inner languages) spoken or formerly spoken by communities in Australasia in a geographic sequence from Maluku and the Lesser Sunda islands through New Guinea and its adjacent islands, and throughout the Australian mainland to Tasmania. They comprise all languages of Australasia (Oceania) not covered by phylosectors 3=Austronesian or 5=Indo-European. Zones 20= to 24= cover all so-called "Papuan" languages, spoken on Maluku and the Lesser Sunda islands and the New Guinea mainland, which have been previously treated within the "Trans-New Guinea" hypothesis: 20= ARAFURA geozone 21= MAMBERAMO geozone 22= MANDANGIC phylozone 23= OWALAMIC phylozone 24= TRANSIRIANIC phylozone Zones 25= to 27= cover all other so-called "Papuan" languages, on the New Guinea mainland, Bismarck archipelago, New Britain, New Ireland and Solomon islands, which have not been treated within the "Trans-New Guinea" hypothesis: 25= CENDRAWASIH geozone 26= SEPIK-VALLEY geozone 27= BISMARCK-SEA geozone Zones 28= to 29= cover all languages spoken traditionally across the Australian mainland, on the offshore Elcho, Howard, Crocodile and Torres Strait islands (excluding Darnley island), and formerly on the island of Tasmania. An "Australian" hypothesis covers all these languages, excluding the extinct and little known languages of Tasmania, comprising (1.) an area of more diffuse and complex relationships in the extreme north, covered here by geozone 28=, and (2.) a more closely related affinity (Pama+ Nyungan) throughout the rest of Australia, covered by 24 of the 25 sets of phylozone 29=.
    [Show full text]
  • The Coastal Marind Language
    This document is downloaded from DR‑NTU (https://dr.ntu.edu.sg) Nanyang Technological University, Singapore. The coastal marind language Olsson, Bruno 2018 Olsson, B. (2018). The coastal marind language. Doctoral thesis, Nanyang Technological University, Singapore. http://hdl.handle.net/10356/73235 https://doi.org/10.32657/10356/73235 Downloaded on 01 Oct 2021 11:12:23 SGT THE COASTAL MARIND LANGUAGE BRUNO OLSSON SCHOOL OF HUMANITIES 2017 The Coastal Marind language Bruno Olsson School of Humanities A thesis submitted to the Nanyang Technological University in partial fulfilment of the requirement for the degree of Doctor of Philosophy 2017 List of abbreviations. Gloss Label Explanation (m) Malay/Indonesian word 1, 2, 3 1st, 2nd 3rd person sg, pl singular, plural 2|3 2nd or 3rd person I, II, III, IV Genders I, II, III and IV Chapter 6 3pl>1 3pl Actor acts on 1st person §8.2.2.2 a Actor §8.2 acpn Accompaniment §12.2 act Actualis §14.3.1 aff Affectionate §14.3.3 all Allative §12.3 apl Associative plural §5.4.2 cont Continuative §13.2.4 ct Contessive §14.4.5 ctft Counterfactual §13.3 dat Dative §8.3 dep Dependent dir Directional Orientation §10.1.4 dist Distal §3.3.2.1 dur Past Durative §13.2.1 ext Extended §13.2.3 frus Frustrative §14.4.1 fut Future §13.2.7 fut2 2nd Future §13.2.7 gen Genitive §8.4 giv Given §14.1 hab Habitual §13.2.6 hort Hortative §17.1.3 slf.int Self-interrogative §14.3.4 imp Imperative §17.1.1 iness Inessive §9.3.2 ingrs Ingressive §16.3.5 int Interrogative §17.3.1 Continued on next page.
    [Show full text]
  • Buku Jakstra Perairan Daratan
    DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut Jl. Medan Merdeka Timur No. 16 lt.9 Jakarta 10110 Telp. 021-3519070 ext. 8924, 3522045 Fax. 021-3522045 © 2008 KEBIJAKAN DAN STRATEGI KONSERVASI SUMBERDAYA IKAN DAN LINGKUNGANNYA DI PERAIRAN DARATAN DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2008 Kebijakan dan Strategi Konservasi Sumberdaya Ikan dan Lingkungannya di Perairan Daratan CETAKAN - II Tim Editor: 1. Ir. Agus Dermawan, MSi 2. Dian Sutono Hs.,S.Pi.,M.Pi 3. Ir. Andi Rusandi 4. Sri Rahayu, S.Pi 5. Suraji, S.P.,M.Si 6. Leny Dwihastuty, S.Pi 7. Dyah Retno W., S.T,M.T 8. Heri Binarasa Putra, S.Pi Dyah Satuan Kerja Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Departemen Kelautan dan Perikanan Tahun 2008. Kebijakan dan Strategi Konservasi Sumberdaya Ikan dan Lingkungannya di Perairan Daratan Sekretariat Pokja; 1. Ir. Agus Dermawan,M.Si 2. Dian Sutono Hs, S.Pi.,M.Pi 3. Dr. Ir. Achmad Sarnita 4. Ir. Dede Irving, A.PU. 5. Dr. Ir. Wartono Hadi, M.Si. 6. Ir. Wahyu Rudianto 7. Dibyo Sartono Kelompok Kerja; 1. Ir. Yaya Mulyana 2. Ir. Tomy Hermawan, MSc. 3. Nurul Istiqomah, S.Pi. M.Si. 4. Hanung Cahyono, SH. LLM. 5. Ir. Chaery Novari 6. Ir. Rahmanto 7. Ir. Warsito SW, Dipl. HE. 8. Ir. Edi Djuharsa, M.Si. 9. Hermanu Karmoyono, AMK. 10. Ir. Hardi Sukarlianto 11. Dra. Heni Agustina, MEM 12.
    [Show full text]
  • In Mapping Conservation Areas of Indigenous Peoples In
    REVIEW OF INTERNATIONAL GEOGRAPHICAL EDUCATION ISSN: 2146-0353 ● © RIGEO ● 11(5), SPRING, 2021 www.rigeo.org Research Article Geographical Information System (GIS) in Mapping Conservation Areas of Indigenous Peoples in Wasur National Park RI - PNG Marsujitullah1 Klemens A Rahangmetan2 Department of Informatics, Faculty of Engineering, Department of Mechanical Engineering, Faculty of Universitas Musamus, Merauke, Indonesia Engineering, Universitas Musamus, Merauke, [email protected] Indonesia Suwarjono3 Teddy Istanto4 Department of Informatics, Faculty of Engineering, Department of Informatics, Faculty of Engineering, Universitas Musamus, Merauke, Indonesia Universitas Musamus, Merauke, Indonesia 6 Cipto5 Irma Kamaruddin Departement of Mechanical Engineering, Faculty of Hasanuddin University, makassar, indonesia Engineering, Universitas Musamus, Merauke, Indonesia Corresponding author: Department of I nformatics, Faculty of Engineering, Universitas Musamus, Merauke, Indonesia Email: [email protected] Abstract Indonesia has designated 50 national parks as part of its protected areas. The consideration for the establishment of a national park by the government is based on the condition of the original ecosystem and the goals of biodiversity conservation. The use of geographic information system technology can be used to present information about the geographic location or location of an area. The obstacle faced by Wasur National Park and the Forest Service in informing the community about the mapping of conservation areas is that there is no tool / application to make it easier for the community to obtain this information. The geographic information system that will be presented is expected to be a tool for storing / processing / analyzing and presenting information in the form of an interactive visual map. In this study, an application was developed that provides information about the conservation area of indigenous peoples in Wasur National Park.
    [Show full text]
  • Languages of Indonesia (Papua)
    Ethnologue report for Indonesia (Papua) Page 1 of 49 Languages of Indonesia (Papua) See language map. Indonesia (Papua). 2,220,934 (2000 census). Information mainly from C. Roesler 1972; C. L. Voorhoeve 1975; M. Donohue 1998–1999; SIL 1975–2003. The number of languages listed for Indonesia (Papua) is 271. Of those, 269 are living languages and 2 are second language without mother-tongue speakers. Living languages Abinomn [bsa] 300 (1999 Clouse and Donohue). Lakes Plain area, from the mouth of the Baso River just east of Dabra at the Idenburg River to its headwaters in the Foya Mountains, Jayapura Kabupaten, Mamberamo Hulu Kecamatan. Alternate names: Avinomen, "Baso", Foya, Foja. Dialects: Close to Warembori. Classification: Language Isolate More information. Abun [kgr] 3,000 (1995 SIL). North coast and interior of central Bird's Head, north and south of Tamberau ranges. Sorong Kabupaten, Ayamaru, Sausapor, and Moraid kecamatans. About 20 villages. Alternate names: Yimbun, A Nden, Manif, Karon. Dialects: Abun Tat (Karon Pantai), Abun Ji (Madik), Abun Je. Classification: West Papuan, Bird's Head, North-Central Bird's Head, North Bird's Head More information. Aghu [ahh] 3,000 (1987 SIL). South coast area along the Digul River west of the Mandobo language, Merauke Kabupaten, Jair Kecamatan. Alternate names: Djair, Dyair. Classification: Trans-New Guinea, Main Section, Central and Western, Central and South New Guinea-Kutubuan, Central and South New Guinea, Awyu-Dumut, Awyu, Aghu More information. Airoran [air] 1,000 (1998 SIL). North coast area on the lower Apauwer River. Subu, Motobiak, Isirania and other villages, Jayapura Kabupaten, Mamberamo Hilir, and Pantai Barat kecamatans.
    [Show full text]
  • Languages of Irian Jaya: Checklist. Preliminary Classification, Language Maps, Wordlists
    PACIFIC LINGUISTICS S elLA..e.� B - No. 3 1 LANGUAGES OF IRIAN JAYA CHECKLIST PRELIMINARY CLASSIFICATION, LANGUAGE MAPS, WORDLISTS by C.L. Voorhoeve Department of Linguistics Research School of Pacific Studies THE AUSTRALIAN NATIONAL UNIVERSITY Voorhoeve, C.L. Languages of Irian Jaya: Checklist. Preliminary classification, language maps, wordlists. B-31, iv + 133 pages. Pacific Linguistics, The Australian National University, 1975. DOI:10.15144/PL-B31.cover ©1975 Pacific Linguistics and/or the author(s). Online edition licensed 2015 CC BY-SA 4.0, with permission of PL. A sealang.net/CRCL initiative. ------ ---------------------------- PACIFIC LINGUISTICS is published by the Lingui�tic Ci�cte 06 Canbe��a and consists of four series: SERIES A - OCCASIONAL PAPERS SERIES B - MONOGRAPHS SERIES C - BOOKS SERIES V - SPECIAL PU BLICATIONS. EDITOR: S.A. Wurm. ASSOCIATE EDITORS: D.C. Laycock, C.L. Voorhoeve, D.T. Tryon, T.E. Dutton. ALL CORRESPONDENCE concerning PACIF IC LINGUISTICS, including orders and subscriptions, should be addressed to: The Secretary, PACIFIC LINGUISTICS, Department of Linguistics, School of Pacific Studies, The Australian National University, Box 4, P.O., Canberra, A.C.T. 2600 . Australia. Copyright � C.L. Voorhoeve. First published 1975. Reprinted 1980. The editors are indebted to the Australian National University for help in the production of this series. This publication was made possible by an initial grant from the Hunter Douglas Fund. National Library of Australia Card Number and ISBN 0 85883 128 7 TAB LE OF CONTENTS
    [Show full text]
  • A Classification of Papuan Languages
    Language & Linguistics in Melanesia Special Issue 2012 Part II ISSN: 0023-1959 Journal of the Linguistic Society of Papua New Guinea ISSN: 0023-1959 Special Issue 2012 Harald Hammarström & Wilco van den Heuvel (eds.) History, contact and classification of Papuan languages Part Two Language & Linguistics in Melanesia Special Issue 2012 Part II ISSN: 0023-1959 A classification of Papuan languages Søren Wichmann Max Planck Institute for Evolutionary Anthropology [email protected] ABSTRACT This paper provides a basic classification of 737 Papuan doculects pertaining to 513 different ISO 639-3 codes, in addition to 9 doculects that have not been assigned ISO 639-3 codes. Ethnologue (Lewis 2009) catalogues 848 non-Austronesian languages of New Guinea. Thus, this paper covers 60% of these languages. The point of the paper is to provide a solid benchmark for the classification of languages in a region which is clearly the most poorly understood in the world. The classification combines two different proposals, one of which is the classification by Harald Hammarström (2010), augmented by personal correspondence (2012), and the other is a classification based on methods of the Automated Similarity Judgment Program (ASJP). The former represents a conservative sifting of published evidence for language family affiliations and the latter provides an automated classification based on similarity among 40 lexical items selected for maximal stability. An ASJP tree annotated for Hammarström’s families allows for identifying cases where the latter apparently fail to be coherent and should therefore possibly be broken up into smaller units, as well as cases where families should possibly be merged.
    [Show full text]