Gerakan Sosial Yayasan Borneo Orangutan Survival Foundation (Bos) Berbasis Komunitas Dalam Penyelamatan Orangutan Di Kalimantan Tengah

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Gerakan Sosial Yayasan Borneo Orangutan Survival Foundation (Bos) Berbasis Komunitas Dalam Penyelamatan Orangutan Di Kalimantan Tengah GERAKAN SOSIAL YAYASAN BORNEO ORANGUTAN SURVIVAL FOUNDATION (BOS) BERBASIS KOMUNITAS DALAM PENYELAMATAN ORANGUTAN DI KALIMANTAN TENGAH Arum Silvana, Masduki, Tri Sulistyaningsih Universitas Muhammadiyah Malang [email protected] Abstrak Yayasan Borneo Orangutan Survival Foundation (BOS) adalah sebuah organisasi non-profit Indonesia yang didedikasikan untuk konservasi Orangutan Borneo dan habitatnya. Yayasan BOS ini merupakan program reintroduksi Orangutan terbesar di dunia. Yayasan BOS bekerjasama dengan masyarakat setempat, Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, dan organisasi mitra internasional. Yayasan BOS memiliki dua tempat reintroduksi, yaitu Program Reintroduksi Orangutan Samboja Lestari dan Program Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng. Penelitian ini memiliki dua tujuan. Pertama, untuk mendeskripsikan proses gerakan sosial berbasis komunitas yang dilakukan oleh Yayasan Borneo Orangutan Survival Foundation (BOS). Kedua, penelitian ini untuk mendeskripsikan tipe dan motif aktor gerakan sosial yang memberikan kesadaran akan pentingnya konservasi Orangutan.Jenis penelitian ini yaitu penelitian deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan fenomena dalam menyalamatkan Orangutan Kalimantan Tengah. Pendekatan yang digunakan yaitu studi kasus. Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus karena fokus penelitian ini menjawab pertanyaan “bagaimana” proses gerakan sosial BOS dan ingin mengetahui kondisi yang relevan dengan fenomenanya. Penelitian ini dilakukan di Program Reintroduksi Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa munculnya gerakan BOS ini disebabkan oleh populasi Orangutan yang terancam punah. Orangutan merupakan satwa yang harus dilindungi karena berperan dalam regenerasi hutan secara alami. Kerusakan hutan yang terjadi telah menyebabkan populasi Orangutan ini terancam punah, musnahnya keanekaragaman hayati, serta meningkatnya emisi gas rumah kaca yang dapat memicu pemanasan global. Selain dampak kebakaran hutan pada tahun 1997, areal eks PLG Sejuta Ha juga menyebabkan berkurangnya populasi Orangutan. Lunturnya nilai-nilai ideologi dalam hal perlindungan dan penyelamatan Orangutan serta habitatnya disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu kurangnya kepedulian para pihak, terbatasnya akses membangun kerjasama para pihak, dan terbatasnya akses di dalam penggalangan dana.Berdasarkan hasil penelitian ini, yaitu BOS hadir karena adanya rasa cinta masyarakat terhadap lingkungan. BOS melihat bahwa di Palangka Raya terdapat masalah lingkungan, sehingga menyababkan Orangutan terancam punah. Maka dari itu, BOS hadir untuk melakukan upaya penyelamatan Orangutan. Masalah lingkungan yang terjadi di Palangka Raya tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja, akan tetapi juga menjadi tanggung jawab semua masyarakat. BOS bersifat mandiri dan tidak terikat, namun BOS memiliki kekuatan untuk melakukan gerakan lingkungan. Kata Kunci: Gerakan sosial, Aksi Kolektif, Gerakan Sosial, Gerakan Penyelamatan Orangutan. I. Pendahuluan Kepulauan Indonesia terbentuk dari 13.466 pulau (Ministry Of Environment The Republic Of Indonesia, 2012:6). Indonesia memiliki keanekaragaman hayati flora dan fauna yang berlimpah, salah satunya adalah Orangutan. Orangutan merupakan primata jenis kera besar Asia yang tersebar di dua pulau, yaitu Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan (Wanda Kuswanda, 2014:4). Selain itu, Indonesia juga memiliki kekayaan alam yang berlimpah yaitu hutan. Hutan Indonesia merupakan rumah untuk 12% mamalia dunia, 16% jenis reptil dan amfibi, 17% jenis burung, serta 10.000 jenis pohon tumbuh di penjuru Nusantara (Agus Purnomo, 2012:2). Orangutan merupakan icon di Pulau Kalimantan (Departemen Kehutanan, 2007:6). Orangutan dan hutan memiliki keterkaitan. Jika Orangutan dilindungi maka hutan sebagai habitatnya juga akan Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2017 829 terlindungi. Salah satu permasalahan yang menonjol di Kalimantan Tengah adalah berkurangnya luas kawasan hutan. Hutan di Kalimantan Tengah yang awalnya terlihat sejuk, saat ini menjadi gersang akibat konversi hutan, kebakaran hutan, pembalakan (leggal dan illegal), serta pembangunan infrastuktur. Keadaan ini juga menyebabkan degradasi. Degradasi hutan masih sulit untuk dihentikan. Kerugian yang di rasakan tidak hanya dari segi ekosistem saja, akan tetapi dari segi ekonomi dan juga kesehatan. Hampir seluruh bagian di wilayah Kalimantan Tengah masih dipenuhi dengan hutan. Hutan harus dijaga dan ditata dengan baik agar dapat dinikmati manfaatnya. Akan tetapi dengan berkembangnya zaman, Kalimantan Tengah menjadi gersang akibat penyusutan dan kerusakan hutan yang terus terjadi. Salah satu satwa yang menjadi korban yaitu Orangutan. Kelangsungan hidup Orangutan menjadi terancam, padahal Orangutan sangat berperan dalam menjaga kelestarian hutan. Setiap tahunnya, Kalimantan kehilangan 1,5-2% Orangutan (Forum Orangutan Indonesia, 2013:19). Hal ini disebabkan oleh kerusakan hutan dan habitatnya yang sangat mengancam Orangutan. Tidak hanya itu, sebagian masyarakat juga melakukan perburuan liar untuk dipelihara dan dijadikan sumber makanan. Salah satu penyebab yang paling menonjol yaitu disebabkan oleh perkebunan kelapa sawit. Pada tahun 1997-1998, pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit dimulai. Setiap tahunnya, pembukaan lahan ini mengalami peningkatan karena produksi minyak kelapa sawit memberikan profit yang luar biasa. Produksi minyak kelapa sawit di Indonesia ini semakin berkembang seiring dengan meningkatnya kebutuhan dunia. Di Kalimantan Tengah, banyak sekali terdapat perkebunan kelapa sawit. Permintaan produksi minyak yang semakin meningkat membuat perusahaan kelapa sawit semakin banyak membutuhkan lahan. Perusahaan kelapa sawit selalu dipandang negatif karena di dalam melakukan pengelolaan tidak mengikuti perauran pelestarian lingkungan hidup. Perluasan perkebunan kelapa sawit telah menyebabkan habitat Orangutan terancam punah. Hal ini tidak hanya merusak hutan sebagai habitatnya, akan tetapi juga menyebabkan populasi Orangutan punah. Perusahaan kelapa sawit memandang Orangutan sebagai hama karena mengganggu perkebunan kelapa sawit. Pada tahun 2011, Indonesia menjadi negara pengekspor minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Perusahaan kelapa sawit Indonesia membantu 50% keperluan minyak kelapa sawit dunia dengan total area kelapa sawit 8 juta hektar. Pembukaan lahan menjadi perkebunan kelapa sawit ini juga sering menimbulkan konflik dengan masyarakat. Hal ini disebabkan karena tidak adanya sosialisasi terhadap masyarakat ketika lahan dibuka untuk perkebunan kelapa sawit. Konservasi Orangutan masih mengalami hambatan di dalam menerapkan kebijakan. Peran para pihak di dalam melakukan konservasi Orangutan masih belum optimal. Kebijakan yang dilakukan di lapangan masih mengalami kegagalan. Kesadaran masyarakat untuk ikut serta dalam konservasi masih terbatas. Ketidak pedulian masyarakat terhadap konservasi ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan mengenai pelestarian Orangutan. Peraturan hukum yang ditetapkan pemerintah untuk melindungi keanekaragaman hayati belum dilaksanakan karena tidak adanya koordinasi antar lembaga. Jika permasalahan ini tidak bisa diselesaikan maka hal ini akan meningkatkan semakin tingginya populasi Orangutan yang terancam punah. Ketidakmampuan pemerintah dalam mengatasi kondisi lingkungan yang terjadi serta tingginya jumlah Orangutan yang harus diselamatkan menjadi alasan utama terbentuknya organisasi yang bernama Yayasan Borneo Orangutan Survival Foundation (BOS). Munculnya gerakan penyelamatan Orangutan ini memandang bahwa Orangutan merupakan salah satu makhluk atau satwa yang berperan untuk regenerasi hutan secara terus-menerus. Kerusakan alam dan ekologi akan berdampak buruk terhadap jumlah populasi Orangutan, musnahnya keanekaragaman hayati, meningkatnya emisi gas rumah kaca yang dapat memicu pemanasan global. Kesadaran inilah yang membuat Yayasan BOS memiliki ide untuk melindungi kelestarian Orangutan dan habitatnya, tentu hal ini juga harus didukung oleh seluruh masyarakat. Yayasan BOS adalah sebuah organisasi non-profit Indonesia yang didedikasikan untuk konservasi Orangutan Borneo dan habitatnya. Yayasan BOS bekerjasama dengan masyarakat setempat, Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, dan organisasi mitra internasional (Tentang BOS, 2016). Yayasan BOS memiliki dua tempat reintroduksi, yaitu Program Reintroduksi Orangutan Samboja Lestari di Kalimantan Timur dan Program Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng di Kalimantan Tengah. Yayasan BOS pertama kali didirikan pada tahun 1991 di Balikpapan dan pada 830 SENASPRO 2017 | Seminar Nasional dan Gelar Produk tahun 1999 mendirikan lagi di Palangkaraya. Yayasan BOS saat ini merawat lebih dari 750 Orangutan dengan dukungan 400 karyawan yang berdedikasi tinggi, serta para ahli dibidang primata, keanekaragaman hayati, ekologi, rehabilitasi hutan, agroforestri, pemberdayaan masyarakat, edukasi, dan kesehatan Orangutan. Yayasan BOS adalah program reintroduksi Orangutan terbesar di dunia dan menyelamatkan 750 Orangutan di Kalimantan Tengah serta Kalimantan Timur. Selain memiliki program reintroduksi, Yayasan BOS juga memiliki Program Konservasi Mawas. Program Konservasi Mawas ini didirikan pada tahun 2001. Konservasi Mawas adalah hutan rawa gambut yang sangat penting karena ini merupakan habitat yang tersisa bagi Orangutan liar. Diperkirakan 3.000 Orangutan liar tinggal dikawasan ini. Konservasi Mawas memiliki luas 309.000 ha. Pengelolaan kawasan mawas dibagi menjadi 2 bagian. Pertama wilayah Kabupaten Kapuas yang dikelola oleh proyek Kalimantan
Recommended publications
  • Indonesia Country Report on Climate Change & Tourism
    Indonesia Country Report on Climate Change & Tourism House of Representatives of the Republic of Indonesia INDONESIA AT A GLANCE Indonesia is the largest archipelago and the fourth most populous country in the world. Extending 5,120 km from east to west and 1,760 km from north to south, with ± 237 million people total land area 1.9 million km2 and 7.9 million km2 More than 17,100 islands, 129 volcanoes (including sea) More than 300 distinct native ethnicities 742 different languages and dialects MEGA BIODIVERSITY: Terrestrial 16% of the world’s reptiles and amphibians 35 primate species, 25% endemic 17% of the world’s birds,26% endemic Forest Diversity About 59% of terrestrial areas in Indonesia are tropical forest or 10% from the total forest area in the 121 butterflies species, world (Stone, 1994). 44% endemic There are about 110 million Ha of the total Indonesia’s forest classified as preserved 12% of the world’s mammals, forest which 18.7 million Ha are 36% endemic conservation area, including: Moreover, the percentage of 51 National Park Nature Recreation Park endemic flora in Papua Nature Reserve reaches 60-70% Protected Forest MEGA BIODIVERSITY: Marine Coral Golden Triangle . Indonesia has approximately 50.875 km2 of coral reefs. If this conservative estimate is accurate, it means that 51% of the South East Asia region's coral reefs and 18% (284.300 km2) of the world's coral reefs are found in Indonesian waters. -World Resources Institute ©The Nature Conservancy - Indonesia . This abundance of coral reefs is not only contributed to biodiversity, but also to science and economic development in Indonesia and the world ALL OF THEM IS A BIG ASSET FOR TOURISM BUT AT THE SAME TIME, THEY ARE FACING THREATS CAUSED BY THE IMPACT OF CLIMATE CHANGE THEREFORE TOURISM AS A SECTOR SHOULD CONTRIBUTE TO CLIMATE CHANGE REDUCTION INITIATIVES destination level IMPACT OF CLIMATE CHANGE ON TOURISM Facts & Figures About 20‐30 % of flora and fauna species will become extinct if the temperature rises 1,5⁰C.
    [Show full text]
  • Tackling Wicked Problems in Indonesia: a Bottom-Up Design Approach to Reducing Crime and Corruption
    Calhoun: The NPS Institutional Archive Faculty and Researcher Publications Faculty and Researcher Publications 2012-05-31 Tackling Wicked Problems in Indonesia: A Bottom-Up Design Approach to Reducing Crime and Corruption Roberts, Nancy http://hdl.handle.net/10945/34423 Tackling Wicked Problems in Indonesia: A Bottom-Up Design Approach to Reducing Crime and Corruption Dr. Nancy Roberts Department of Defense Analysis Naval Postgraduate School Monterey, California 93942 [email protected] 31 May 2012 Paper to be presented to the 2012 Conference of the International Public Management Network, Innovations in Public Management for Combating Corruption, 27-29 June in Honolulu, Hawaii. Tackling Wicked Problems in Indonesia: A Bottom-Up Design Approach to Reducing Crime and Corruption ABSTRACT This paper describes how a social entrepreneur in Borneo launches a bottom-up change process to tackle wicked problems. The results of the change process to date have been remarkable: the regeneration of forest areas and habitats for endangered species, the redesign of communities and their local economies to support the forests and habitats, the reduction of crime and corruption, and changes in the climate which have generated much-needed rainfall in the area. In contrast to Indonesia’s top-down initiatives, this bottom-up strategy illustrates how the empowerment of the local people can produce dramatic results. INTRODUCTION Policy planners coined the term “wicked problems” to describe a certain type of problem they confront with greater frequency. Originally defined as a problem that was difficult to solve because of incomplete, contradictory information and design parameters (Churchman, 1967), Horst Ritell and Melvin Webber (1973) further refined the term to describe problems that cannot be definitively described nor definitively and objectively answered.
    [Show full text]
  • Mit BOS Schweiz Für Den Regenwald Orang-Utan-Magazin
    ORANG-UTAN-MAGAZIN BORNEO ORANGUTAN SURVIVAL ASSOCIATION SCHWEIZ JUBILÄUMSAUSGABE WINTER 2019 «WE ARE THE FOREST» FOTOAUSSTELLUNG – 15 JAHRE BOS SCHWEIZ MIT BOS SCHWEIZ FÜR DEN REGENWALD FOTOGRAFISCHE LIEBESERKLÄRUNG Im Sommer brannten die Wälder Indonesiens. Ihre Schlüsselrolle als Lebensgrundlage für Menschen, Tiere und Pflanzen und ihre enorme Schutzbedürftigkeit rückten daher auf traurige Weise ins Zentrum der weltweiten Aufmerksamkeit. Der von Andrew Suryono fotografierte Orang-Utan auf dem Titelbild dieses Magazins schützt sich mit einem Blatt vor dem Regen. Sich gegen die menschliche Zerstörung seines Habitats zu wehren, übersteigt seine Möglichkeiten. Die Regenwälder Indonesiens zu bewahren ist unsere Aufgabe. Zum 15-jährigen Jubiläum machen wir daher mit der Fotoausstellung «We are the forest» auf die atemberaubende Schönheit und Arten- vielfalt des bornesischen Regenwaldes aufmerksam sowie auf die akute Bedrohung dieses einzigartigen Ökosystems. Mehr dazu ab Seite 10. IMPRESSUM INHALT Herausgeber BOS Schweiz EDITORIAL 3 Zweierstrasse 38A 8004 Zürich 044 310 40 30 BAUM FÜR BAUM [email protected] www.bos-schweiz.ch MIT BOS SCHWEIZ 4 – 6 Redaktion Katja Prescher, Dr. Sophia Benz, Matthias Müller, Ursula Ledergerber, KURZ & GUT 7 Moritz Wyss, Hedy Rudolf Titelfoto «Orangutan in the rain – sequence 2», RETTUNG SAPAT 8 ©Andrew Suryono, 1st prize at Sony World Photography Award – Indonesia National Award, 2015, STECKBRIEF: SHELTON 9 Exponat «We are the forest», BOS Schweiz-Jubiläumsausstellung, 28.11. – 22.12.2019 «WE ARE THE FOREST»
    [Show full text]
  • Adaptation Behavior of Bornean Orangutan (Pongo Pygmaeus Morio) Reintroduction in Kehje Sewen Forest, East Kalimantan, Indonesia
    BIODIVERSITAS ISSN: 1412-033X Volume 19, Number 3, May 2018 E-ISSN: 2085-4722 Pages: 989-996 DOI: 10.13057/biodiv/d190330 Adaptation behavior of Bornean Orangutan (Pongo pygmaeus morio) reintroduction in Kehje Sewen Forest, East Kalimantan, Indonesia SYAHIK NUR BANI1,2,, DYAH PERWITASARI-FARAJALLAH1,3,, SRI SUCI UTAMI ATMOKO2,4, JAMARTIN SIHITE5 1Department of Biology, Faculty of Mathematic and Natural Sciences, Institut Pertanian Bogor. Jl. Agatis, Darmaga, Bogor 16680, West Java, Indonesia Tel./fax.: +62-251-8622833, email: [email protected], [email protected] 2Primate Research Center, Universitas Nasional. Jl. Sawomanila, South Jakarta 12520, Jakarta, Indonesia 3Primate Research Center, Institut Pertanian Bogor. Jl. Agatis, Darmaga, Bogor 16680, West Java, Indonesia 4Faculty of Biology, Universitas Nasional. Jl. Sawomanila, South Jakarta 12520, Jakarta, Indonesia 5Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF). Jl. Kumbang No. 31, Bogor 16128, West Java, Indonesia Manuscript received: 5 September 2017. Revision accepted: 7 May 2018. Abstract. Bani SN, Perwitasari-Farajallah D, Atmoko SSU, Sihite J. 2018. Adaptation behavior of Bornean Orangutan (Pongo pygmaeus morio) reintroduction in Kehje Sewen Forest, East Kalimantan, Indonesia. Biodiversitas 19: 989-996. Bornean Orangutan (Pongo pygmaeus) are grouped into three subspecies, including Pongo pygmaeus morio that spreads from Sabah to the southern parts of Mahakam River in East Kalimantan. Forest conversion is the main threat to the populations and habitat of Bornean orangutans. The orangutans
    [Show full text]
  • Annual Report 2019 | LAPORAN TAHUNAN 2019
    ANNUAL REPORT 2019 | LAPORAN TAHUNAN 2019 ANNUAL REPORT | LAPORAN TAHUNAN 2019 1 CONTENTS DAFTAR ISI 2 ANNUAL REPORT 2019 | LAPORAN TAHUNAN 2019 FOREWORD FROM THE CEO | SEKAPUR SIRIH 4 OUR CORE STRATEGIES | STRATEGI INTI KAMI ORANGUTAN REINTRODUCTION | REINTRODUKSI ORANGUTAN 8 RESCUE | Penyelamatan 8 REHABILITATION | Rehabilitasi 8 REINTRODUCTION | Pelepasliaran 11 CHALLENGES | Tantangan 20 SANCTUARY CARE | PERAWATAN SUAKA 22 UNRELEASEABLE ORANGUTANS | Orangutan Unreleaseable 22 SUN BEARS | Beruang Madu 23 ANIMAL WELFARE | Kesejahteraan Satwa 25 CHALLENGES | Tantangan 29 ORANGUTAN ECOSYSTEM CONSERVATION | PELESTARIAN EKOSISTEM ORANGUTAN 30 LAND REHABILITATION AT SAMBOJA LESTARI | Rehabilitasi Lahan di Samboja Lestari 30 MAWAS CONSERVATION PROGRAM | Program Konservasi Mawas 31 Working Area Monitoring And Protection | Pemantauan Dan Perlindungan Wilayah Kerja 32 Land Rehabilitation And Restoration | Rehabilitasi Dan Restorasi Lahan 35 FIRE OUTBREAKS | Kebakaran 36 ORANGUTAN HABITAT RESTORATION PROGRAM | Program Restorasi Habitat Orangutan 39 RESEARCH AND DEVELOPMENT | Penelitian dan Pengembangan 40 Reintroduction Biology | Biologi Reintroduksi 40 Wild Orangutan Research | Penelitian Orangutan Liar 40 Human Ecology And Alternative Livelihoods | Ekologi Manusia dan Mata Pencaharian Alternatif 40 Research On Peatlands And Fires | Penelitian Tentang Lahan Gambut dan Kebakaran 40 BEST MANAGEMENT PRACTICES | Praktik-Praktik Tata Kelola Terbaik 44 CHALLENGES | Tantangan 46 SUSTAINABLE COMMUNITY DEVELOPMENT | PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BERKELANJUTAN
    [Show full text]
  • ICCB 2019 Program Schedule
    ICCB 2019 Program Schedule Poster Sessions Poster Day Presenting Author Title Number Citizen science highlights the distribution, threats and ecology MONDAY 1 Gonzalo Araujo of threatened marine turtles in the Philippines Filling the knowledge gap of nesting temperature of olive MONDAY 2 Sumedha Korgaonkar ridley seaturtle in the west coast of India by using an indigenous temperature data logger. Global open access platform to share, source and request MONDAY 3 Madeline Green biological samples- Otlet. Assessing genetic diversity of the striped hyena (Hyaena MONDAY 4 Leili Heidari hyaena) in Iran using mitochondrial DNA marker Community Participation in Bustard Conservation in Kutch, MONDAY 5 Kedar Gore Gujarat, India. Current status of Bumblebees (Bombus spp.) and threats to MONDAY 6 Binita Pandey their conservation in Kathmandu valley, Nepal Incorporating little penguins’ (Eudyptula minor) dynamic MONDAY 7 Ruben Venegas Li feeding ranges into marine conservation prioritisation From cultural tradition protection to a legal conservation area MONDAY 8 Omasombo Wotoko Valentin for Bolobo bonobos: A modern conservation biology initiative to popularize On a Wolf Trail: Examining Ecological and Anthropological MONDAY 9 Prashant Mahajan Correlates of Indian Grey Wolf Habitat-Use in Kailadevi Wildlife Sanctuary, Rajasthan, India Management of the Attalea funifera Martius by the extractive MONDAY 10 Ilana Aparecida Araújo Santos community in a Brazilian conservation unit Distribution and spreading of invasive mangrove species MONDAY 11 Jie Huang
    [Show full text]
  • Our Readers Author Thanks Send Us Your Feedback
    328 SEND US YOUR FEEDBACK We love to hear from travellers – your comments keep us on our toes and help make our books better. Our well-travelled team reads every word on what you loved or loathed about this book. Although we cannot reply individually to postal submissions, we always guarantee that your feedback goes straight to the appropriate authors, in time for the next edition. Each person who sends us information is thanked in the next edition – the most useful submissions are rewarded with a selection of digital PDF chapters. Visit lonelyplanet.com/contact to submit your updates and suggestions or to ask for help. Our award-winning website also features inspirational travel stories, news and discussions. Note: We may edit, reproduce and incorporate your comments in Lonely Planet products such as guidebooks, websites and digital products, so let us know if you don’t want your comments reproduced or your name acknowledged. For a copy of our privacy policy visit lonelyplanet.com/privacy. Helen van Lindere, Jeremy Clark, Peter Hogge OUR READERS and my guides Bian Rumai, Esther Abu, Many thanks to the travellers who used Jeffry Simun, Susan Pulut and Syria Lejau the last edition and wrote to us with help- (Gunung Mulu National Park); Apoi Ngimat, ful hints, useful advice and interesting Jaman Riboh, Joanna Joy, Rebita Lupong, anecdotes: Antonio Almeida, Alexandra Bardswell, Tamara Rian John Pasan Lamulun, Stephen and Tine, Bedeaux, Neesha Copley, Augusto Garolla, and Stu Roach (Bario); Mr Lim (Chong Teah), Paul Gurn, Lloyd Jones, Laurel
    [Show full text]
  • Behind the Scenes
    ©Lonely Planet Publications Pty Ltd 328 Behind the Scenes SEND US YOUR FEEDBACK We love to hear from travellers – your comments keep us on our toes and help make our books better. Our well-travelled team reads every word on what you loved or loathed about this book. Although we cannot reply individually to your submissions, we always guarantee that your feedback goes straight to the appropriate authors, in time for the next edition. Each person who sends us information is thanked in the next edition – the most useful submissions are rewarded with a selection of digital PDF chapters. Visit lonelyplanet.com/contact to submit your updates and suggestions or to ask for help. Our award-winning website also features inspirational travel stories, news and discussions. Note: We may edit, reproduce and incorporate your comments in Lonely Planet products such as guidebooks, websites and digital products, so let us know if you don’t want your comments reproduced or your name acknowledged. For a copy of our privacy policy visit lonelyplanet.com/ privacy. OUR READERS Loren Bell Terima kasih banyak dua kali to every person Many thanks to the travellers who used I met while on the road – from local guides, the last edition and wrote to us with help- to the villagers who kept refilling my glass ful hints, useful advice and interesting with tuak, to the taxi driver who brought his anecdotes: extended family on our excursion. You are A Aisling Kelly, Amar Bakir B Barbara too numerous to name, but it’s the people of Wolfke, Brodie Lea C Connie Early D Dan- Kalimantan that make this place amazing.
    [Show full text]
  • Orangutan Veterinary Advisory Group Workshop 2019 Report Of
    Orangutan Veterinary Advisory Group Workshop 2019 Report Of Proceedings © Copyright 2019 by Orangutan Conservancy Prepared with organizing committee of the Orangutan Veterinary Advisory Group: R. Commitante, S. Unwin, F. Sulistyo, R. Jaya, Y. Saraswati, C. Nente, S. Sumita, Soedarmanto Indarjulianto, P.Nagalingam, Nancy Lung (Editors). Orangutan Veterinary Advisory Group Workshop 2019 Proceedings. Copies of all the Orangutan Veterinary Advisory Group (OVAG) Workshop Report of Proceedings can be found on the Orangutan Conservancy website, www.orangutan.com and the official OVAG website: www.ovag.org All complete PowerPoints from 2019 as well as past workshops can be found on the OVAG website www.ovag.org Photos provided by OC/OVAG participants Orangutan Veterinary Advisory Group new logo courtesy of Ricko Jaya and Emma Wood Participating Organizations: Orangutan Conservancy, United States Chester Zoo / NEZS, United Kingdom Animal Sanctuary Trust Indonesia Asliqewan, Indonesia Aspinall Foundation - Indonesia Program BBKSDA, Riau (Balai Besar) BBKSDA, Kaltim Borneo Orangutan Survival Foundation, Nyaru Menteng, Palangkaraya, Central Kalimantan, Indonesia Borneo Orangutan Survival Foundation, Samboja Lestari, Samboja, East Kalimantan, Indonesia Borneo Orangutan Survival Foundation, HQ, Bogor, Indonesia Borneo Nature Foundation Center for Orangutan Protection (COP) Indonesia Cikananga Wildlife Center Chimfunshi Wildlife Orphanage Trust Endangered Primate Rescue Center, Viet Nam Faculty of Veterinary Medicine, Gadjah Mada University, Jogjakarta,
    [Show full text]
  • Monitoring Orangutan Reintroduction: Results of Activity Budgets, Diets
    BIODIVERSITAS ISSN: 1412-033X Volume 19, Number 2, March 2018 E-ISSN: 2085-4722 Pages: 689-700 DOI: 10.13057/biodiv/d190242 Monitoring orangutan reintroduction: Results of activity budgets, diets, vertical use and associations during the first year post-release in Kehje Sewen Forest, East Kalimantan, Indonesia FITRIAH BASALAMAH1,2,5,♥, SRI SUCI UTAMI ATMOKO2, DYAH PERWITASARI-FARAJALLAH1,3, IBNUL QAYIM1, JAMARTIN SIHITE4, MARIA VAN NOORDWIJK5, ERIK WILLEMS5, CAREL P. VAN SCHAIK5 1Department of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Institut Pertanian Bogor. Jl. Pajajaran, Kampus IPB Baranangsiang, Bogor 16151. Tel./Fax.: +62-251-8622833, ♥email: [email protected] 2Faculty of Biology and Primate Research Center, Universitas Nasional, Jakarta 12520, Indonesia 3Primate Research Center, Bogor Agricultural, Institut Pertanian Bogor. Bogor 16151, West Java, Indonesia 4Borneo Orangutan Survival Foundations (BOSF), Restoration Habitat of Orangutan Indonesia (RHOI). Bogor 16151, West Java, Indonesia 5Anthropologisches Institut und Museum, Universitat Zurich. 8006 Zurich, Switzerland Manuscript received: 4 October 2017. Revision accepted: 25 March 2018. Abstract. Basalamah F, Utami-Atmoko SSU, Perwitasari-Farajallah D, Qayim I, Sihite J, Van Noordwijk M, Willems E, Van Schaik CP. 2018. Monitoring orangutan reintroduction: Results of activity budgets, diets, vertical use and associations during the first year post- release in Kehje Sewen Forest, East Kalimantan, Indonesia. Biodiversitas 19: 689-700. Pongo pygmaeus morio, a subspecies of orangutan founded east Kalimantan is steadily declining and classified as endangered. A reintroduction program was recently established. We monitored the reintroduced individuals during their first year post-release at Kehje Sewen Forest in East Kalimantan to document the adjustment to their new habitat.
    [Show full text]
  • Universitas Katolik Parahyangan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Terakreditasi A
    Universitas Katolik Parahyangan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Terakreditasi A SK BAN –PT NO: 451/SK/BAN-PT/Akred/S/XI/2014 Upaya Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) Dalam Melakukan Konservasi Orangutan Kalimantan di Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah Skripsi Diajukan untuk Ujian Sidang Jenjang Sarjana Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Oleh Sarifa Rahma 2014330111 Bandung 2018 Universitas Katolik Parahyangan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Terakreditasi A SK BAN –PT NO: 451/SK/BAN-PT/Akred/S/XI/2014 Upaya Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) Dalam Melakukan Konservasi Orangutan Kalimantan di Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah Skripsi Oleh Sarifa Rahma 2014330111 Pembimbing Sylvia Yazid, Ph.D Bandung 2018 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Tanda Persetujuan Skripsi Nama : Sarifa Rahma Nomor Pokok : 2014330111 Judul : Upaya Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) Dalam Melakukan Konservasi Orangutan Kalimantan di Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah Telah Diuji dalam Ujian Sidang Jenjang Sarjana Pada Selasa, 9 Januari 2018 Dan Dinyatakan LULUS Tim Penguji Ketua Sidang Merangkap Anggota Elisabeth A. Satya Dewi, Ph.D : Sekretaris Sylvia Yazid, Ph.D : Anggota Yulius Puwadi Hermawan, Ph.D : Mengesahkan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Dr. Pius Sugeng Prasetyo, M.Si PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Sarifa Rahma NPM : 2014330111 Jurusan/Program Studi : Ilmu Hubungan Internasional Judul : Upaya Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) Dalam Melakukan Konservasi Orangutan Kalimantan di Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini merupakan hasil karya tulis ilmiah sendiri dan bukanlah merupakan karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar akademik oleh pihak lain.
    [Show full text]
  • Usaha Reforestasi Untuk Iklim Di Hari Esok
    Usaha reforestasi untuk iklim di hari esok Rekomendasi untuk memperkuat usaha konservasi orangutan dan ketahanan terhadap perubahan iklim di Taman Nasional Kutai, Indonesia Alan Tristram Kenneth Lee, Jamie Anthony Carr, Busran Ahmad, Arbainsyah, Agnes Ferisa, Yophi Handoko, Rudi Harsono, Laura Graham, Lita Kabangnga, Nur Patria Kurniawan, Paul Joseph Antonius Keßler, Purwo Kuncoro, Dinda Prayunita, Aldrianto Priadjati, Edy Purwanto, Anne Russon, Douglas Sheil, Nurul Sylva, Agus Wahyudi, Wendy Foden Tentang IUCN IUCN merupakan suatu perserikatan yang anggotanya berasal dari gabungan yang unik antara lembaga pemerintahan maupun organisasi masyarakat sipil. IUCN menyediakan kepada publik, pihak swasta, dan lembaga swadaya masyarakat ilmu pengetahuan dan alat yang mampu menghubungkan kemajuan manusia, perkembangan ekonomi, dan konservasi alam untuk bekerja bersama. Didirikan pada tahun 1948, IUCN saat ini memiliki jejaring lingkungan terbesar dan paling beragam di dunia, memanfaatkan pengetahuan dan berbagai sumber daya sehingga mampu mencapai 1,300 anggota organisasi dan 13,000 ahli. IUCN juga memimpin dalam penyediaan data konservasi, penilaian, dan analisis. Anggotanya yang tersebar luas, membuat IUCN mampu untuk mengisi peran sebagai inkubator dan sumber tepercaya berbagai panduan, alat, dan standar internasional terbaik. IUCN memberikan ruang netral dimana beragam pemangku kepentingan baik itu pemerintah, LSM, peneliti, pihak swasta, masyarakat lokal, organisasi masyarakat pribumi, dan yang lainnya dapat bekerja bersama untuk mendorong
    [Show full text]