GERAKAN SOSIAL YAYASAN ORANGUTAN SURVIVAL FOUNDATION (BOS) BERBASIS KOMUNITAS DALAM PENYELAMATAN ORANGUTAN DI TENGAH

Arum Silvana, Masduki, Tri Sulistyaningsih Universitas Muhammadiyah [email protected]

Abstrak

Yayasan Borneo Orangutan Survival Foundation (BOS) adalah sebuah organisasi non-profit yang didedikasikan untuk konservasi Orangutan Borneo dan habitatnya. Yayasan BOS ini merupakan program reintroduksi Orangutan terbesar di dunia. Yayasan BOS bekerjasama dengan masyarakat setempat, Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, dan organisasi mitra internasional. Yayasan BOS memiliki dua tempat reintroduksi, yaitu Program Reintroduksi Orangutan Samboja Lestari dan Program Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng. Penelitian ini memiliki dua tujuan. Pertama, untuk mendeskripsikan proses gerakan sosial berbasis komunitas yang dilakukan oleh Yayasan Borneo Orangutan Survival Foundation (BOS). Kedua, penelitian ini untuk mendeskripsikan tipe dan motif aktor gerakan sosial yang memberikan kesadaran akan pentingnya konservasi Orangutan.Jenis penelitian ini yaitu penelitian deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan fenomena dalam menyalamatkan Orangutan Kalimantan Tengah. Pendekatan yang digunakan yaitu studi kasus. Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus karena fokus penelitian ini menjawab pertanyaan “bagaimana” proses gerakan sosial BOS dan ingin mengetahui kondisi yang relevan dengan fenomenanya. Penelitian ini dilakukan di Program Reintroduksi Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa munculnya gerakan BOS ini disebabkan oleh populasi Orangutan yang terancam punah. Orangutan merupakan satwa yang harus dilindungi karena berperan dalam regenerasi hutan secara alami. Kerusakan hutan yang terjadi telah menyebabkan populasi Orangutan ini terancam punah, musnahnya keanekaragaman hayati, serta meningkatnya emisi gas rumah kaca yang dapat memicu pemanasan global. Selain dampak kebakaran hutan pada tahun 1997, areal eks PLG Sejuta Ha juga menyebabkan berkurangnya populasi Orangutan. Lunturnya nilai-nilai ideologi dalam hal perlindungan dan penyelamatan Orangutan serta habitatnya disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu kurangnya kepedulian para pihak, terbatasnya akses membangun kerjasama para pihak, dan terbatasnya akses di dalam penggalangan dana.Berdasarkan hasil penelitian ini, yaitu BOS hadir karena adanya rasa cinta masyarakat terhadap lingkungan. BOS melihat bahwa di Palangka Raya terdapat masalah lingkungan, sehingga menyababkan Orangutan terancam punah. Maka dari itu, BOS hadir untuk melakukan upaya penyelamatan Orangutan. Masalah lingkungan yang terjadi di Palangka Raya tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja, akan tetapi juga menjadi tanggung jawab semua masyarakat. BOS bersifat mandiri dan tidak terikat, namun BOS memiliki kekuatan untuk melakukan gerakan lingkungan.

Kata Kunci: Gerakan sosial, Aksi Kolektif, Gerakan Sosial, Gerakan Penyelamatan Orangutan.

I. Pendahuluan

Kepulauan Indonesia terbentuk dari 13.466 pulau (Ministry Of Environment The Republic Of Indonesia, 2012:6). Indonesia memiliki keanekaragaman hayati flora dan fauna yang berlimpah, salah satunya adalah Orangutan. Orangutan merupakan primata jenis kera besar Asia yang tersebar di dua pulau, yaitu Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan (Wanda Kuswanda, 2014:4). Selain itu, Indonesia juga memiliki kekayaan alam yang berlimpah yaitu hutan. Hutan Indonesia merupakan rumah untuk 12% mamalia dunia, 16% jenis reptil dan amfibi, 17% jenis burung, serta 10.000 jenis pohon tumbuh di penjuru Nusantara (Agus Purnomo, 2012:2). Orangutan merupakan icon di Pulau Kalimantan (Departemen Kehutanan, 2007:6). Orangutan dan hutan memiliki keterkaitan. Jika Orangutan dilindungi maka hutan sebagai habitatnya juga akan

Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2017 829

terlindungi. Salah satu permasalahan yang menonjol di Kalimantan Tengah adalah berkurangnya luas kawasan hutan. Hutan di Kalimantan Tengah yang awalnya terlihat sejuk, saat ini menjadi gersang akibat konversi hutan, kebakaran hutan, pembalakan (leggal dan illegal), serta pembangunan infrastuktur. Keadaan ini juga menyebabkan degradasi. Degradasi hutan masih sulit untuk dihentikan. Kerugian yang di rasakan tidak hanya dari segi ekosistem saja, akan tetapi dari segi ekonomi dan juga kesehatan. Hampir seluruh bagian di wilayah Kalimantan Tengah masih dipenuhi dengan hutan. Hutan harus dijaga dan ditata dengan baik agar dapat dinikmati manfaatnya. Akan tetapi dengan berkembangnya zaman, Kalimantan Tengah menjadi gersang akibat penyusutan dan kerusakan hutan yang terus terjadi. Salah satu satwa yang menjadi korban yaitu Orangutan. Kelangsungan hidup Orangutan menjadi terancam, padahal Orangutan sangat berperan dalam menjaga kelestarian hutan. Setiap tahunnya, Kalimantan kehilangan 1,5-2% Orangutan (Forum Orangutan Indonesia, 2013:19). Hal ini disebabkan oleh kerusakan hutan dan habitatnya yang sangat mengancam Orangutan. Tidak hanya itu, sebagian masyarakat juga melakukan perburuan liar untuk dipelihara dan dijadikan sumber makanan. Salah satu penyebab yang paling menonjol yaitu disebabkan oleh perkebunan kelapa sawit. Pada tahun 1997-1998, pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit dimulai. Setiap tahunnya, pembukaan lahan ini mengalami peningkatan karena produksi minyak kelapa sawit memberikan profit yang luar biasa. Produksi minyak kelapa sawit di Indonesia ini semakin berkembang seiring dengan meningkatnya kebutuhan dunia. Di Kalimantan Tengah, banyak sekali terdapat perkebunan kelapa sawit. Permintaan produksi minyak yang semakin meningkat membuat perusahaan kelapa sawit semakin banyak membutuhkan lahan. Perusahaan kelapa sawit selalu dipandang negatif karena di dalam melakukan pengelolaan tidak mengikuti perauran pelestarian lingkungan hidup. Perluasan perkebunan kelapa sawit telah menyebabkan habitat Orangutan terancam punah. Hal ini tidak hanya merusak hutan sebagai habitatnya, akan tetapi juga menyebabkan populasi Orangutan punah. Perusahaan kelapa sawit memandang Orangutan sebagai hama karena mengganggu perkebunan kelapa sawit. Pada tahun 2011, Indonesia menjadi negara pengekspor minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Perusahaan kelapa sawit Indonesia membantu 50% keperluan minyak kelapa sawit dunia dengan total area kelapa sawit 8 juta hektar. Pembukaan lahan menjadi perkebunan kelapa sawit ini juga sering menimbulkan konflik dengan masyarakat. Hal ini disebabkan karena tidak adanya sosialisasi terhadap masyarakat ketika lahan dibuka untuk perkebunan kelapa sawit. Konservasi Orangutan masih mengalami hambatan di dalam menerapkan kebijakan. Peran para pihak di dalam melakukan konservasi Orangutan masih belum optimal. Kebijakan yang dilakukan di lapangan masih mengalami kegagalan. Kesadaran masyarakat untuk ikut serta dalam konservasi masih terbatas. Ketidak pedulian masyarakat terhadap konservasi ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan mengenai pelestarian Orangutan. Peraturan hukum yang ditetapkan pemerintah untuk melindungi keanekaragaman hayati belum dilaksanakan karena tidak adanya koordinasi antar lembaga. Jika permasalahan ini tidak bisa diselesaikan maka hal ini akan meningkatkan semakin tingginya populasi Orangutan yang terancam punah. Ketidakmampuan pemerintah dalam mengatasi kondisi lingkungan yang terjadi serta tingginya jumlah Orangutan yang harus diselamatkan menjadi alasan utama terbentuknya organisasi yang bernama Yayasan Borneo Orangutan Survival Foundation (BOS). Munculnya gerakan penyelamatan Orangutan ini memandang bahwa Orangutan merupakan salah satu makhluk atau satwa yang berperan untuk regenerasi hutan secara terus-menerus. Kerusakan alam dan ekologi akan berdampak buruk terhadap jumlah populasi Orangutan, musnahnya keanekaragaman hayati, meningkatnya emisi gas rumah kaca yang dapat memicu pemanasan global. Kesadaran inilah yang membuat Yayasan BOS memiliki ide untuk melindungi kelestarian Orangutan dan habitatnya, tentu hal ini juga harus didukung oleh seluruh masyarakat. Yayasan BOS adalah sebuah organisasi non-profit Indonesia yang didedikasikan untuk konservasi Orangutan Borneo dan habitatnya. Yayasan BOS bekerjasama dengan masyarakat setempat, Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, dan organisasi mitra internasional (Tentang BOS, 2016). Yayasan BOS memiliki dua tempat reintroduksi, yaitu Program Reintroduksi Orangutan Samboja Lestari di Kalimantan Timur dan Program Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng di Kalimantan Tengah. Yayasan BOS pertama kali didirikan pada tahun 1991 di dan pada

830 SENASPRO 2017 | Seminar Nasional dan Gelar Produk

tahun 1999 mendirikan lagi di Palangkaraya. Yayasan BOS saat ini merawat lebih dari 750 Orangutan dengan dukungan 400 karyawan yang berdedikasi tinggi, serta para ahli dibidang primata, keanekaragaman hayati, ekologi, rehabilitasi hutan, agroforestri, pemberdayaan masyarakat, edukasi, dan kesehatan Orangutan. Yayasan BOS adalah program reintroduksi Orangutan terbesar di dunia dan menyelamatkan 750 Orangutan di Kalimantan Tengah serta Kalimantan Timur. Selain memiliki program reintroduksi, Yayasan BOS juga memiliki Program Konservasi Mawas. Program Konservasi Mawas ini didirikan pada tahun 2001. Konservasi Mawas adalah hutan rawa gambut yang sangat penting karena ini merupakan habitat yang tersisa bagi Orangutan liar. Diperkirakan 3.000 Orangutan liar tinggal dikawasan ini. Konservasi Mawas memiliki luas 309.000 ha. Pengelolaan kawasan mawas dibagi menjadi 2 bagian. Pertama wilayah Kabupaten Kapuas yang dikelola oleh proyek Kalimantan Forest and Climate Partnership (KFCP) dan proyek ini didanai oleh Pemerintah Australia. Kedua di wilayah Kabupaten Barito Selatan yang dikelola oleh Yayasan BOS melalui Program Konservasi Mawas (Laporan Tahunan 2012, 2013:31). Berdasarkan penjelasan dan pernyataan diatas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana proses gerakan sosial penyelamatan Orangutan di Kalimantan Tengah? 2. Bagaimana peran aktor gerakan sosial Yayasan Borneo Orangutan Survival Foundation (BOS)? Pada penelitian ini paradigma yang digunakan adalah paradigma definisi sosial, dimana paradigma ini dilatarbelakangi oleh analisa Max Weber tentang tindakan sosial. Secara definitif Weber merumuskan sosiologi sebagai ilmu yang berusaha menafsirkan dan memahami tindakan sosial serta antar hubungan sosial untuk sampai kepada penjelasan sebab akibat. Dalam definisi sosial terkandung dua konsep dasar, pertama konsep tindakan sosial kemudian yang kedua tentang penafsiran dan pemahaman. Para definisionis sosial memilih paradigma ini sebagai cara yang paling memungkinkan untuk menggunakan metode kuesioner atau wawancara. Mereka lebih memungkinkan bisa menggunakan metode pengamatan daripada mereka yang ada dalam paradigma lain. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan fenomena dalam menyelamatkan Orangutan Kalimantan Tengah. Pendekatan yang digunakan yaitu studi kasus karena fokus penelitian ini menjawab pertanyaan “bagaimana” proses gerakan sosial BOS dan ingin mengetahui kondisi yang relevan dengan fenomenanya. Informan dalam penelitian ini adalah Yayasan Borneo Orangutan Survival Foundation (BOS). Penentuan subyek menggunakan teknik purposive, yaitu berdasarkan kriteria- kriteria yang sudah ditentukan. Subyek dalam penelitian ini adalah: 1. Anggota BOS (aktor) yang pernah menangani kasus penyalamatan Orangutan. 2. Anggota BOS (aktor) yang terlibat aktif mempengaruhi masyarakat untuk ikut serta dalam melindungi Orangutan. Fokus penelitian ini adalah permasalahan lingkungan yang ada di Kalimantan Tengah, upaya- upaya yang dilakukan BOS untuk mendorong perubahan sosial, bagaimana proses gerakan BOS, bagaimana aktor melalukan pendampingan kepada masyarakat agar peduli terhadap lingkungan yang terjadi disekitarnya. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini observasi langsung, wawancara mendalam dan dokumentasi. Analisa data kualitatif adalah suatu proses analisis yang terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Proses triangulasi yang dilakukan oleh peneliti, yaitu pertama membandingkan wawancara antara subyek satu dengan subyek lainnya untuk mengukur tingkat kevalidan data. Kedua, dokumen- dokumen sebagai bukti pendukung juga menunjukkan apakah yang disampaikan pada saat wawancara benar. Ketiga, membandingkan apa yang dikatakan dengan tindakan yang dilakukan oleh aktor pada saat di dalam forum dan berhadapan dengan warga. Keempat, peneliti menanyakan hal yang sama kepada subyek pada kesempatan yang berbeda. Menurut Smelser (1962), perilaku kolektif merupakan perilaku yang dilakukan oleh dua atau lebih individu. Individu-individu tersebut bertindak secara bersama-sama dan dilakukan secara kolektif. Untuk memahami perilaku kolektif ini maka individu-individu harus mengerti semua keadaan pada kelompoknya. Keuntungan mempelajari perilaku kolektif ini yaitu dalam kondisi

Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2017 831

interaksi yang stabil, ada terdapat unsur mitos sosial, ideologi, potensi kekerasan dan lain-lain. Pada saat perilaku kolektif itu terjadi, maka unsur-unsur itu muncul secara langsung. Kejadian itu dapat diamati jika perilaku kolektif tersebut berupa penyimpangan (Smelser, 1962:1-3). Akan tetapi, selain keuntungan terdapat kekurangan dalam perilaku kolektif. Perilaku kolektif cenderung menggunakan studi literatur. Karena adanya kecenderungan ini maka yang di dapat penjelasan kasar mengenai pengetahuan perilaku kolektif. Secara relatif ada kesenjangan antara teori dan kenyataan yang terus tumbuh dan berkembang (Smelser, 1962:4). Di dalam bukunya Theory of Collective Behavior, Smelser meneliti perilaku kolektif karena tiga alasan. Alasan pertama karena perilaku kolektif terjadi secara spontan dan berubah-ubah. Perilaku seperti ini bisa berawal dari perilaku seseorang yang menjadi sentral, kemudia perilaku ini berkembang menjadi kelompok massa dan akhirnya mencari sebuah kebenaran. Alasan kedua karena perilaku kolektif membangkitkan reaksi emosional yang kuat. Alasan terakhir karena perilaku kolektif rata-rata tidak dapat diamati dengan eksperimen (Smelser, 1962:4). Peneliti menggunakan teori Smelser untuk menjawab proses gerakan sosial yang dilakukan Yayasan Borneo Orangutan Survival Foundation (BOS). BOS termasuk organisasi yang berfokus pada masalah lingkungan, terutama pernyelamatan Orangutan. Penyelamatan Orangutan sudah dilakukan oleh berbagai pihak. Akan tetapi hal ini belum menunjukkan keberhasilan karena di Kalimantan Tengah masih ditemukan aktivitas perluasan hutan yang menyebabkan habitat Orangutan semakin sempit. Isu lingkungan kini tidak hanya menjadi permasalahan lokal saja, akan tetapi juga menjadi permasalahan internasional. Permasalahan lingkungan yang terjadi di Kalimantan Tengah disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai deforestasi dan degradasi hutan. Kesuksesan gerakan sosial tidak hanya bergantung pada pemimpinnya saja, akan tetapi juga pada pengikutnya. Di dalam bukunya yang berjudul From Mobilization to Revolution, Tilly menjelaskan mengenai teori tindakan kolektif. Teori tindakan kolektif merupakan tindakan yang dilakukan bersama-sama untuk mengejar suatu tujuan bersama. Aksi atau tindakan kolektif ini muncul dari sekelompok orang yang berkumpul, lalu kemudian mereka melakukan aksi atau tindakan secara bersama-sama. Tempat berkumpul ini bisa berupa organisasi, asosiasi, institusi, kelompok, dan jaringan. Tindakan yang dilakukan bersama-sama ini sudah pasti disertai dengan penyebab yang menjadi penentu. Aksi atau tindakan kolektif ini termasuk dalam salah satu jenis gerakan sosial (Tilly, 1978:14). Menurut Tilly, aksi kolektif bisa menjadi gerakan sosial jika memenuhi lima komponen yaitu kepentingan, organisasi, mobilisasi, kesempatan dan tindakan kolektif itu sendiri (Tilly, 1978:42). Komponen pertama yaitu kepentingan. Kepentingan adalah sebuah upaya untuk memperhitungkan rugi dan untung yang dihasilkan dari interaksi antar kelompok. Hal ini berhubungan dengan persoalan ekonomi dan kehidupan politik. Komponen yang kedua yaitu organisasi. Organisasi merupakan kelompok yang bisa mempengaruhi kemampuan untuk bertindak demi sebuah kepentingan yang ingin diraih. Komponen yang ketiga adalah mobilisasi. Mobilisasi merupakan sebuah proses dimana kelompok tersebut berusaha untuk memperoleh kontrol kolektif atas sumber daya yang dibutuhkan agar bisa melakukan tindakan. Hal ini berhubungan dengan faktor-faktor produksi seperti tanah, pekerja, kapital, dan teknologi. Komponen yang keempat yaitu peluang. Peluang yang dimaksud disini menyangkut tentang hubungan antara kelompok dengan lingkungan disekitarnya. Komponen yang kelima yaitu tindakan kolektif. Tindakan kolektif ini berhubungan dengan konflik kepentingan. Peneliti juga menggunakan teori Tilly untuk menjawab rumusan masalah yang kedua mengenai motif dan aktor. Borneo Orangutan Survival Foundation (BOS) terbentuk oleh orang-orang yang memiliki kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Ketidak mampuan pemerintah dalam menyelamatkan Orangutan menjadi alasan lahirnya organisasi BOS. Untuk mencapai kebehasilan, tentunya BOS harus didukung oleh seluruh masyarakat. BOS merupakan organisasi yang tidak terikat dengan pemerintah, maka dari itu berbagai macam cara dilakukan untuk mengajak masyarakat agar lebih peduli terhadap lingkungan yang terjadi disekitarnya. BOS memiliki tiga tahapan dalam menyelamatkan Orangutan, yaitu karantina, sosialisasi, dan pelepasan kembali.

II. Pembahasan

832 SENASPRO 2017 | Seminar Nasional dan Gelar Produk

Isu lingkungan tidak hanya menjadi permasalahan lokal saja, akan tetapi juga menjadi pemasalahan internasional. Permasalahan lingkungan disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu sebagian masyarakat belum memahami mengenai perubahan iklim. Deforestasi dan degradasi hutan yang terjadi di Kalimantan Tengah telah mematikan ekosistem Orangutan. Deforestasi dan degradasi yang terjadi terus-menerus telah membuat Orangutan semakin kehilangan habitatnya. Di dalam menjalankan programnya, BOS juga melakukan kerjasama dengan organisasi mitra luar negeri, pemerintah, dan lembaga donor baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. BOS berharap dukungan dan komitmen harus semakin meningkat karena konservasi Orangutan dan habitatnya juga akan semakin membutuhkan dukungan yang besar dari semua pihak. BOS terus menerima beberapa Orangutan, baik dari hasil sitaan maupun penyerahan. Hal ini menunjukkan bahwa Orangutan yang berada dipusat rehabilitasi mendapatkan tekanan karena kapasitas yang melebihi batas. Setiap tahunnya, BOS juga menghadapi tantangan di dalam merehabitasi Orangutan. Fokus utama kegiatan BOS ini yaitu merehabilitasi Orangutan, memastikan kesejahteraan Orangutan, dan mengembalikan Orangutan ke habitat alaminya. Pada program rehabilitasi, Orangutan diperiksa kesehatannya secara menyeluruh,. Kemudian Orangutan mengikuti proses pembelajaran di sekolah hutan dengan tujuan agar memiliki kemampuan untuk bertahan hidup dan berkembang biak ketika dilepaskan ke habitat alaminya. Kesehatan Orangutan juga menjadi tantangan yang harus dihadapi BOS sehingga memerlukan tim medis yang berdedikasi di kedua pusat rehabilitas. BOS memiliki mitra kerjasama dengan luar negeri. Keanggotaan dan ruang lingkupnya juga berasal dari banyak negara. Mulai dari kegiatan, keanggotaan, dan pembentukannya BOS tidak ada campur tangan pemerintah daerah. Dana yang diperoleh BOS, 90% berasal dari luar negeri dan 10% berasal dari individu atau perusahaan. Pendanaan BOS murni berbasis donasi. BOS bekerja sama dengan berbagai organisasi nirlaba yang fokus pada konservasi satwa liar dan hutan. Organisasi-organisasi tersebut seperti Save the Orangutans, Orangutan Protection, Vier Pfoten, serta BOS Australia, Swis, dan Jerman. Negara yang masyarakatnya secara teratur banyak memberikan dukungan finansial terhadap program BOS yaitu Inggris, Jerman, Denmark, Swis, Amerika, dan Australia. Perekrutan staff BOS dilakukan seperti lembaga lain pada umumnya. BOS membuka lowongan secara terbuka untuk jabatan manajerial. Sedangkan untuk tenaga lapangan, BOS membatasi lowongan karena lebih mengutamakan masyarakat sekitar Palangka Raya dan Balikpapan. BOS mengutamakan perekrutan penduduk lokal untuk bidang tenaga lapangan karena hal ini untuk menjaga kesinambungan program jika lembaga ini tidak dibutuhkan lagi.

III. Penutup

BOS merupakan organisasi yang dibentuk oleh sekelompok masyarakat yang sadar akan lingkungan. Tidak hanya itu, organisasi ini dibentuk oleh orang-orang yang peduli terhadap isu-isu global berbasis lingkungan. Gerakan lingkungan ini muncul karena adanya rasa cinta mereka terhadap lingkungan. BOS melihat bahwa Palangka Raya memiliki masalah lingkungan sehingga menyebabkan Orangutan terancam punah. Maka dari itu, BOS hadir untuk melakukan upaya penyelamatan Orangutan. Masalah lingkungan yang terjadi di Palangka Raya tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja, akan tetapi juga menjadi tanggung jawab semua masyarakat. BOS merupakan organisasi yang bersifat non-pemerintah, akan tetapi BOS juga merasa perlu membantu pemerintah dalam menjaga kelestarian Orangutan dan habitatnya. BOS bersifat mandiri dan tidak terikat, namun BOS memiliki kekuatan untuk melakukan gerakan lingkungan. BOS mendapatkan dukungan dari pemerintah dalam bentuk regulasi yang membentuk kegiatan rehabilitasi Orangutan. BOS merupakan gerakan masyarakat yang sukarela tetapi tetap mengikuti peraturan yang berlaku. Jika masyarakat Palangka Raya tidak peduli terhadap permasalahan lingkungan, maka kerusakan ini akan terus terjadi dan semakin meningkat. Pemerintah daerah sudah melakukan berbagai macam cara untuk mengatasi permasalahan lingkungan. akan tetapi penegak hukum belum dijalankan secara tegas sehingga perusak lingkungan semakin banyak melakukan aksinya.

Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2017 833

Dalam hal kebijakan, pemerintah daerah harus lebih tegas terutama mengenai penegakan hukum. Pemerintahan yang baik tidak hanya dilihat karena lebih baik dari yang lain, akan tetapi diliat pada kemampuan pemerintah tersebut dalam menghadapi tantangan eksternal akibat globalisasi. Pada tanggal 19 November 2012, pendiri BOS menerima penghargaan dari Pemerintah Indonesia. Penghargaan tersebut diberikan oleh Pemerintah Indonesia karena selama 10 tahun, BOS telah membantu melepasliarkan Orangutan ke habitat alaminya.

Daftar Pustaka Buku : [1] Agus, Purnomo,. (2012). Menjaga Hutan Kita: Pro-Kontra Kebijakan Moratorium Hutan Dan Gambut. Jakarta: PT.Gramedia. [2] Smelser, Neil,. (1981). Sociology. Englewood Cliffs. New Best: Prentice-Hall Inc. [3] Tilly, Charles,. (1978). From Mobilization to Revolution. Addison-Wesley: Reading Mass. [4] Wanda, Kuswanda,. (2014). Orangutan Batang Toru: Kritis Di Ambang Punah. Bogor: Forda Press. Jurnal : [1] Borneo Orangutan Survival Foundation,. (2016). Tentang BOS. Diakses 01 Maret 2017 dari http://www.orangutan.or.id/id/homepage [2] Departemen Kehutanan,. Strategi Dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia 2007- 2017. Diakses 31 Mei 2017 dari http://www.yorku.ca/arusson/Papers/GoI%20OU%20action%20plan%2007-17.pdf [3] Forum Orangutan Indonesia, (2013). Laporan Kegiatan Pertemuan Nasional Para Pihak Pemangku Kepentingan Konservasi Orangutan 7-8 November. Diakses 31 Mei 2017 dari http://forina.or.id/wp-content/uploads/2015/08/LAPORAN-PERTEMUAN-NASIONAL- 2013.pdf [4] Ministry of Environment The Republic of Indonesia,. State of the Environment Report Indonesia 2012. Pillars of the Environment of Indonesia. Diakses 16 Mei 2017 dari http://apps.unep.org/redirect.php?file=/publications/pmtdocuments/- Indonesia%20SoERIndonesia_SoER_2012.pdf [5] Yayasan Penyelamatan Orangutan Borneo,. (2013). Laporan Tahunan 2012. Diakses 01 Maret 2017 dari http://orangutan.or.id/wp-content/uploads/2013/09/Annual-Report- 2012_lowres-FINAL_IND.pdf

834 SENASPRO 2017 | Seminar Nasional dan Gelar Produk