Gerakan Sosial Yayasan Borneo Orangutan Survival Foundation (Bos) Berbasis Komunitas Dalam Penyelamatan Orangutan Di Kalimantan Tengah
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
GERAKAN SOSIAL YAYASAN BORNEO ORANGUTAN SURVIVAL FOUNDATION (BOS) BERBASIS KOMUNITAS DALAM PENYELAMATAN ORANGUTAN DI KALIMANTAN TENGAH Arum Silvana, Masduki, Tri Sulistyaningsih Universitas Muhammadiyah Malang [email protected] Abstrak Yayasan Borneo Orangutan Survival Foundation (BOS) adalah sebuah organisasi non-profit Indonesia yang didedikasikan untuk konservasi Orangutan Borneo dan habitatnya. Yayasan BOS ini merupakan program reintroduksi Orangutan terbesar di dunia. Yayasan BOS bekerjasama dengan masyarakat setempat, Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, dan organisasi mitra internasional. Yayasan BOS memiliki dua tempat reintroduksi, yaitu Program Reintroduksi Orangutan Samboja Lestari dan Program Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng. Penelitian ini memiliki dua tujuan. Pertama, untuk mendeskripsikan proses gerakan sosial berbasis komunitas yang dilakukan oleh Yayasan Borneo Orangutan Survival Foundation (BOS). Kedua, penelitian ini untuk mendeskripsikan tipe dan motif aktor gerakan sosial yang memberikan kesadaran akan pentingnya konservasi Orangutan.Jenis penelitian ini yaitu penelitian deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan fenomena dalam menyalamatkan Orangutan Kalimantan Tengah. Pendekatan yang digunakan yaitu studi kasus. Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus karena fokus penelitian ini menjawab pertanyaan “bagaimana” proses gerakan sosial BOS dan ingin mengetahui kondisi yang relevan dengan fenomenanya. Penelitian ini dilakukan di Program Reintroduksi Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa munculnya gerakan BOS ini disebabkan oleh populasi Orangutan yang terancam punah. Orangutan merupakan satwa yang harus dilindungi karena berperan dalam regenerasi hutan secara alami. Kerusakan hutan yang terjadi telah menyebabkan populasi Orangutan ini terancam punah, musnahnya keanekaragaman hayati, serta meningkatnya emisi gas rumah kaca yang dapat memicu pemanasan global. Selain dampak kebakaran hutan pada tahun 1997, areal eks PLG Sejuta Ha juga menyebabkan berkurangnya populasi Orangutan. Lunturnya nilai-nilai ideologi dalam hal perlindungan dan penyelamatan Orangutan serta habitatnya disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu kurangnya kepedulian para pihak, terbatasnya akses membangun kerjasama para pihak, dan terbatasnya akses di dalam penggalangan dana.Berdasarkan hasil penelitian ini, yaitu BOS hadir karena adanya rasa cinta masyarakat terhadap lingkungan. BOS melihat bahwa di Palangka Raya terdapat masalah lingkungan, sehingga menyababkan Orangutan terancam punah. Maka dari itu, BOS hadir untuk melakukan upaya penyelamatan Orangutan. Masalah lingkungan yang terjadi di Palangka Raya tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja, akan tetapi juga menjadi tanggung jawab semua masyarakat. BOS bersifat mandiri dan tidak terikat, namun BOS memiliki kekuatan untuk melakukan gerakan lingkungan. Kata Kunci: Gerakan sosial, Aksi Kolektif, Gerakan Sosial, Gerakan Penyelamatan Orangutan. I. Pendahuluan Kepulauan Indonesia terbentuk dari 13.466 pulau (Ministry Of Environment The Republic Of Indonesia, 2012:6). Indonesia memiliki keanekaragaman hayati flora dan fauna yang berlimpah, salah satunya adalah Orangutan. Orangutan merupakan primata jenis kera besar Asia yang tersebar di dua pulau, yaitu Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan (Wanda Kuswanda, 2014:4). Selain itu, Indonesia juga memiliki kekayaan alam yang berlimpah yaitu hutan. Hutan Indonesia merupakan rumah untuk 12% mamalia dunia, 16% jenis reptil dan amfibi, 17% jenis burung, serta 10.000 jenis pohon tumbuh di penjuru Nusantara (Agus Purnomo, 2012:2). Orangutan merupakan icon di Pulau Kalimantan (Departemen Kehutanan, 2007:6). Orangutan dan hutan memiliki keterkaitan. Jika Orangutan dilindungi maka hutan sebagai habitatnya juga akan Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2017 829 terlindungi. Salah satu permasalahan yang menonjol di Kalimantan Tengah adalah berkurangnya luas kawasan hutan. Hutan di Kalimantan Tengah yang awalnya terlihat sejuk, saat ini menjadi gersang akibat konversi hutan, kebakaran hutan, pembalakan (leggal dan illegal), serta pembangunan infrastuktur. Keadaan ini juga menyebabkan degradasi. Degradasi hutan masih sulit untuk dihentikan. Kerugian yang di rasakan tidak hanya dari segi ekosistem saja, akan tetapi dari segi ekonomi dan juga kesehatan. Hampir seluruh bagian di wilayah Kalimantan Tengah masih dipenuhi dengan hutan. Hutan harus dijaga dan ditata dengan baik agar dapat dinikmati manfaatnya. Akan tetapi dengan berkembangnya zaman, Kalimantan Tengah menjadi gersang akibat penyusutan dan kerusakan hutan yang terus terjadi. Salah satu satwa yang menjadi korban yaitu Orangutan. Kelangsungan hidup Orangutan menjadi terancam, padahal Orangutan sangat berperan dalam menjaga kelestarian hutan. Setiap tahunnya, Kalimantan kehilangan 1,5-2% Orangutan (Forum Orangutan Indonesia, 2013:19). Hal ini disebabkan oleh kerusakan hutan dan habitatnya yang sangat mengancam Orangutan. Tidak hanya itu, sebagian masyarakat juga melakukan perburuan liar untuk dipelihara dan dijadikan sumber makanan. Salah satu penyebab yang paling menonjol yaitu disebabkan oleh perkebunan kelapa sawit. Pada tahun 1997-1998, pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit dimulai. Setiap tahunnya, pembukaan lahan ini mengalami peningkatan karena produksi minyak kelapa sawit memberikan profit yang luar biasa. Produksi minyak kelapa sawit di Indonesia ini semakin berkembang seiring dengan meningkatnya kebutuhan dunia. Di Kalimantan Tengah, banyak sekali terdapat perkebunan kelapa sawit. Permintaan produksi minyak yang semakin meningkat membuat perusahaan kelapa sawit semakin banyak membutuhkan lahan. Perusahaan kelapa sawit selalu dipandang negatif karena di dalam melakukan pengelolaan tidak mengikuti perauran pelestarian lingkungan hidup. Perluasan perkebunan kelapa sawit telah menyebabkan habitat Orangutan terancam punah. Hal ini tidak hanya merusak hutan sebagai habitatnya, akan tetapi juga menyebabkan populasi Orangutan punah. Perusahaan kelapa sawit memandang Orangutan sebagai hama karena mengganggu perkebunan kelapa sawit. Pada tahun 2011, Indonesia menjadi negara pengekspor minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Perusahaan kelapa sawit Indonesia membantu 50% keperluan minyak kelapa sawit dunia dengan total area kelapa sawit 8 juta hektar. Pembukaan lahan menjadi perkebunan kelapa sawit ini juga sering menimbulkan konflik dengan masyarakat. Hal ini disebabkan karena tidak adanya sosialisasi terhadap masyarakat ketika lahan dibuka untuk perkebunan kelapa sawit. Konservasi Orangutan masih mengalami hambatan di dalam menerapkan kebijakan. Peran para pihak di dalam melakukan konservasi Orangutan masih belum optimal. Kebijakan yang dilakukan di lapangan masih mengalami kegagalan. Kesadaran masyarakat untuk ikut serta dalam konservasi masih terbatas. Ketidak pedulian masyarakat terhadap konservasi ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan mengenai pelestarian Orangutan. Peraturan hukum yang ditetapkan pemerintah untuk melindungi keanekaragaman hayati belum dilaksanakan karena tidak adanya koordinasi antar lembaga. Jika permasalahan ini tidak bisa diselesaikan maka hal ini akan meningkatkan semakin tingginya populasi Orangutan yang terancam punah. Ketidakmampuan pemerintah dalam mengatasi kondisi lingkungan yang terjadi serta tingginya jumlah Orangutan yang harus diselamatkan menjadi alasan utama terbentuknya organisasi yang bernama Yayasan Borneo Orangutan Survival Foundation (BOS). Munculnya gerakan penyelamatan Orangutan ini memandang bahwa Orangutan merupakan salah satu makhluk atau satwa yang berperan untuk regenerasi hutan secara terus-menerus. Kerusakan alam dan ekologi akan berdampak buruk terhadap jumlah populasi Orangutan, musnahnya keanekaragaman hayati, meningkatnya emisi gas rumah kaca yang dapat memicu pemanasan global. Kesadaran inilah yang membuat Yayasan BOS memiliki ide untuk melindungi kelestarian Orangutan dan habitatnya, tentu hal ini juga harus didukung oleh seluruh masyarakat. Yayasan BOS adalah sebuah organisasi non-profit Indonesia yang didedikasikan untuk konservasi Orangutan Borneo dan habitatnya. Yayasan BOS bekerjasama dengan masyarakat setempat, Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, dan organisasi mitra internasional (Tentang BOS, 2016). Yayasan BOS memiliki dua tempat reintroduksi, yaitu Program Reintroduksi Orangutan Samboja Lestari di Kalimantan Timur dan Program Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng di Kalimantan Tengah. Yayasan BOS pertama kali didirikan pada tahun 1991 di Balikpapan dan pada 830 SENASPRO 2017 | Seminar Nasional dan Gelar Produk tahun 1999 mendirikan lagi di Palangkaraya. Yayasan BOS saat ini merawat lebih dari 750 Orangutan dengan dukungan 400 karyawan yang berdedikasi tinggi, serta para ahli dibidang primata, keanekaragaman hayati, ekologi, rehabilitasi hutan, agroforestri, pemberdayaan masyarakat, edukasi, dan kesehatan Orangutan. Yayasan BOS adalah program reintroduksi Orangutan terbesar di dunia dan menyelamatkan 750 Orangutan di Kalimantan Tengah serta Kalimantan Timur. Selain memiliki program reintroduksi, Yayasan BOS juga memiliki Program Konservasi Mawas. Program Konservasi Mawas ini didirikan pada tahun 2001. Konservasi Mawas adalah hutan rawa gambut yang sangat penting karena ini merupakan habitat yang tersisa bagi Orangutan liar. Diperkirakan 3.000 Orangutan liar tinggal dikawasan ini. Konservasi Mawas memiliki luas 309.000 ha. Pengelolaan kawasan mawas dibagi menjadi 2 bagian. Pertama wilayah Kabupaten Kapuas yang dikelola oleh proyek Kalimantan