Bab Ii Dinamika Umno Sebagai Kekuatan Etnis Melayu
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
BAB II DINAMIKA UMNO SEBAGAI KEKUATAN ETNIS MELAYU DALAM POLITIK DAN PEMERINTAHAN MALAYSIA TAHUN 1957-2015 BAB II merupakan bab yang berisi penjelasan tentang dinamika partai UMNO sebagai kekuatan etnis Melayu dalam politik dan pemerintahan Malaysia tahun 1957-2015. Pembahasan pada bab ini akan diawali dengan ulasan tentang sejarah pembentukan UMNO yang sangat erat kaitannya dengan sejarah Semenanjung Malaya dan Federasi Malaysia. Kemudian akan dilanjutkan dengan pembahasan tentang sistem politik dan pemerintahan Malaysia yang berbentuk monarki konstitusional. Setelah mengetahui tentang sejarah pembentukan UMNO beserta sistem politik dan pemerintahan Malaysia, maka pembahasan akan menuju ke studi kasus tentang dinamika UMNO sebagai partai penguasa sejak era Tunku Abdul Rahman Putra Al-Haj (Perdana Menteri ke-1) hingga Dato’ Sri Najib Tun Razak (Perdana Menteri ke-6). A. Sejarah Pembentukan UMNO Membahas tentang sejarah pembentukan United Malays National Organization (UMNO) sangat erat kaitannya dengan membahas sejarah Semenanjung Malaya dari masa pra penjajahan hingga masa pasca penjajahan. Fakta historis menunjukkan bahwa kelahiran UMNO dilatarbelakangi oleh semangat kebangsaan etnis Melayu sebagai penduduk pribumi di wilayah Semenanjung Malaya. Masyarakat etnis Melayu menginginkan kembalinya tata kehidupan yang merdeka dan berdaulat di Semenanjung Malaya sebagaimana 22 keadaan sebelum datangnya bangsa Eropa (Belanda, Portugis dan Inggris). Kedatangan bangsa Eropa di Semenanjung Malaya pada awalnya bertujuan untuk melakukan kerja sama di bidang perdagangan dan pertahanan dengan kerajaan- kerajaan Melayu. Namun, semakin lama tindakan bangsa Eropa berubah menjadi kolonialisme atau penjajahan atas Tanah Melayu. United Malays National Organization (UMNO) muncul sebagai organisasi kebangsaan Melayu yang menentang kolonialisme bangsa Eropa khususnya Inggris. UMNO bercita-cita hendak mendirikan negara Melayu merdeka di wilayah Semenanjung Malaya pasca Perang Dunia ke-2. Sebagai manifestasi dari semangat kebangsaan Melayu, UMNO berjuang untuk mempertahankan kedaulatan pribumi Melayu atas tanah airnya. Selain itu, UMNO juga menjadi benteng bagi golongan Bumiputera (Melayu dan Suku Asli) untuk melawan populasi imigran (Tionghoa dan India) yang sengaja didatangkan oleh Inggris ke wilayah Semenanjung Malaya pada masa penjajahan. Maka, setelah Malaysia meraih kemerdekaan pada tanggal 31 Agustus 1957, UMNO berusaha untuk menjadi kekuatan politik yang menguasai pemerintahan. Semenanjung Malaya sejak zaman dahulu merupakan wilayah yang strategis dalam lalu lintas perdagangan dunia karena menghubungkan wilayah Tiongkok dengan kawasan-kawasan di India dan Arab melalui Selat Malaka. Pada abad ke-10 M, corak kebudayaan feodal tumbuh dan berkembang membentuk peradaban Melayu di Semenanjung Malaya. Oleh karena itu, terdapat beberapa kerajaan kuno yang pernah memerintah di Semenanjung Malaya, seperti: Kerajaan Langkasuka dan Lembah Bujang di Kedah, Kerajaan Beruas dan 23 Gangga Negara di Perak, serta Kerajaan Pan-Pan di Kelantan. Dari masa pertengahan hingga akhir milenium pertama, kerajaan-kerajaan tersebut berada di bawah pengaruh (hegemoni) imperium Kerajaan Sriwijaya yang berkedudukan di Pulau Sumatera. Pengaruh Kerajaan Sriwijaya berakhir ketika datang serangan dari Raja Rajendra Chola (Kerajaan Tamil Kuno di India) yang berhasil menundukkan wilayah Kedah. Kekuasaan Kerajaan Tamil Kuno atas wilayah Semenanjung Malaya melemah ketika berada di bawah kepemimpinan Raja Vira Rajendra Chola. Maka pada masa selanjutnya muncul Kerajaan Buddha Ligor sebagai penguasa di wilayah Kedah. Peradaban di Semenanjung Malaya pun dalam perjalanan sejarahnya mengalami berbagai akulturasi kebudayaan akibat interaksi antara penduduk lokal dengan para pendatang dari wilayah lain. Selama milenium pertama, masyarakat di Semenanjung Malaya mengadopsi ajaran Hindu dan Buddha sebagai corak keagamaan. Sehingga bahasa Sansekerta menjadi bagian dari kebudayaan yang digunakan sehari-hari. Pengaruh Islam masuk ke wilayah Semenanjung Malaya pada abad ke-14 M.1 Terengganu menjadi negeri Melayu pertama yang memeluk agama Islam berdasarkan keterangan pada prasasti “Peringatan Batu” di Kuala Berang. Sultan Muzaffar Shah I dari Kedah memeluk agama Islam pada tahun 1136 M. Setelah itu, Sultan Megat Iskandar Shah (Parameswara) dari Malaka juga memeluk agama Islam pada tahun 1414 M. Islamisasi kedua tokoh pemimpin Melayu tersebut 1Khoridatul Anissa, 2009, Malaysia Macan Asia: Ekonomi, Politik, Sosial-Budaya dan Dinamika Hubungannya dengan Indonesia, Yogyakarta: Garasi, hal. 19. 24 menjadi tonggak sejarah yang penting bagi penyebaran agama Islam ke seluruh wilayah Semenanjung Malaya dan Kepulauan Nusantara. Sehingga pada akhirnya, Islam menjadi agama dan ideologi yang mengakar kuat dalam adat-istiadat atau kebudayaan Melayu. Islam di Semenanjung Malaya mengalami masa keemasan ketika berada di bawah Kesultanan Malaka yang menguasai Selat Malaka sebagai jalur perdagangan dunia. Kesultanan Malaka tumbuh menjadi pusat peradaban Islam dan perdagangan rempah-rempah di Asia Tenggara. Hingga pada tahun 1511 M, Kesultanan Malaka dapat ditaklukkan oleh Portugis dan menjadi koloninya. Setelah Kesultanan Malaka jatuh ke tangan Portugis, penguasaan atas Selat Malaka diperebutkan oleh tiga kekuatan politik, yakni: Portugis, Kesultanan Johor (bersekutu dengan Belanda) dan Kesultanan Aceh. Konflik perebutan Selat Malaka berakhir ketika pada tahun 1641 M Kesultanan Johor yang bersekutu dengan Belanda berhasil merebut wilayah Kesultanan Malaka dari tangan Portugis. Bangsa Inggris (Britania Raya) tiba di Semenanjung Malaya pada tahun 1786 M.2 Pada awalnya Inggris menyewa Pulau Pinang dari Kesultanan Kedah untuk kepentingan ekonomi (perdagangan). Kemudian muncul ambisi Inggris untuk menguasai wilayah Kesultanan Malaka yang posisinya dipandang strategis dan dinamis dalam lalu lintas perdagangan dunia. Maka, pada tahun 1824 M Inggris dan Belanda (penguasa wilayah Malaka) menandatangani “Traktat London” yang berisi kesepakatan di antara kedua negara untuk membagi wilayah 2Ibid., hal. 21. 25 jajahannya di Nusantara. Inggris mendapatkan hak kolonial atas wilayah Semenanjung Malaya, sedangkan Belanda mendapatkan hak kolonial atas wilayah Hindia Belanda. Setelah diadakannya “Traktat London”, Inggris segera mengambil alih wilayah Semenanjung Malaya dari tangan Belanda dan membentuk “Koloni Mahkota (Crown Colony)” pada tahun 1826 M. Koloni Mahkota terdiri dari wilayah-wilayah yang berada di sekitar Selat Malaka dan Semenanjung Malaya, seperti: Pulau Pinang, Malaka, Singapura dan Labuan. Pembentukan Koloni Mahkota bertujuan untuk menciptakan wilayah yang benar-benar tunduk kepada kepentingan ekonomi dan politik Inggris. Pada masa berikutnya, Inggris diminta oleh raja-raja Melayu untuk menjadi negara pelindung (protektorat) bagi kerajaan- kerajaan Melayu dalam menghadapi konflik internal khususnya pemberontakan. Legitimasi Inggris di Semenanjung Malaya menjadi semakin kuat dengan adanya “Perjanjian Pangkor” yang memberi hak kepadanya untuk menempatkan penasehat (perpanjangan tangan London) bagi raja-raja Melayu. Posisi Inggris sebagai penasehat kerajaan Melayu membuatnya dapat memengaruhi bahkan mengatur kebijakan yang dikeluarkan oleh raja-raja Melayu. Maka, sedikit demi sedikit Inggris berhasil mengubah status protektorat kerajaan Melayu menjadi wilayah jajahan (koloni). Inggris kemudian mengelompokkan wilayah Semenanjung Malaya menjadi Negeri-Negeri Melayu Bersekutu (Pahang, Selangor, Perak dan Negeri Sembilan) dan Negeri-Negeri Melayu Tak Bersekutu (Perlis, Kedah, Kelantan, Terengganu dan Johor). Selain itu, Inggris juga berhasil mengkolonisasi wilayah Sabah dan Sarawak di Pulau Kalimantan menjadi 26 “Koloni Mahkota Borneo Utara”. Kolonialisme Inggris atas wilayah Semenanjung Malaya dan Borneo Utara sempat terhenti ketika pasukan Jepang berhasil menduduki wilayah-wilayah tersebut selama Perang Dunia ke-2 (1941-1945). Pendudukan Jepang atas wilayah Semenanjung Malaya dan Borneo Utara telah menumbuhkan kesadaran politik bangsa Melayu akan pentingnya nasionalisme dan kemerdekaan tanah Melayu. Sebab selama masa pendudukan, Jepang aktif mempropagandakan semangat Pan-Asia untuk menghadapi tentara Sekutu (Eropa dan Amerika Serikat). Oleh karena itu untuk menarik simpati rakyat di Asia Tenggara, Jepang mencitrakan dirinya sebagai “Pahlawan Pembebas” yang akan memerdekakan bangsa Asia dari penjajahan bangsa Eropa. Walaupun dalam praktiknya, Jepang justru melakukan tindakan penjajahan atas wilayah yang sebelumnya dijajah oleh bangsa Eropa. Akan tetapi, propaganda Jepang tetap berhasil memengaruhi rakyat di Semenanjung Malaya. Sehingga ketika Inggris kembali menguasai wilayah Semenanjung Malaya pasca Perang Dunia ke-2, kerajaan-kerajaan Melayu yang telah tersadarkan sulit untuk dijajah lagi. Pada tahun 1945, Tan Cheng Lock sebagai pemimpin komunitas Tionghoa Malaya mengajukan memorandum kepada pemerintah Inggris di London.3 Tan Cheng Lock mengusulkan pembentukan negara Malaya yang bersatu dengan kesetaraan bagi semua etnis. Selain itu, ia juga menuntut pemerintah kolonial Inggris untuk memberikan jaminan dan perhatian kepada aspirasi komunitas 3Mohamed Mustafa Ishak, 2016, Politik Bangsa Malaysia, Pembangunan Bangsa Masyarakat Majemuk, Jakarta: Progressio, hal. 73. 27 Tionghoa Malaya dalam perencanaan Semenanjung Malaya pasca Perang Dunia ke-2. Persatuan British Malaya juga mengirimkan memorandum yang isinya kurang lebih sama dengan memorandum Tan Cheng Lock. Kemudian beberapa prinsip dari kedua memorandum tersebut