HADITS-HADITS TENTANG AKTIFIS DAKWAH

SAMHUDI

Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanudin Banten

[email protected]

Abstract

Islam is a religion that perceives every Muslim (person who adhere Islam) a da’i (proselityzer) for both himself/herself and other people. Hence, every Muslim, by definition, is activist of dakwah (Islamic proselityzing). Thus, it is necessary that every Muslim understands the issue of dakwah comprehensively. Since challenges on the path of dakwah are getting more and more complex, activists of dakwah need to understand strategic steps to consider before doing dakwah. They are: Enhancing the educational quality of the Da’i(s), sending da’i(s) to trainings of dakwah in order to enrich their knowledge, utilizing technology of information as media of dakwah, and intesifying dakwah based of cultural and structural approaches.

Keyword: da’i (proselityzer), Strategic Planning, Human Resource Development.

Abstrak

Islam merupakan agama yang memandang setiap pemeluknya sebagai da’i bagi dirinya dan orang lain, oleh karenanya, seorang muslim yang juga sekaligus sebagai aktivis dakwah seyogyanya memahami seluk beluk dakwah Islam. Berhubung, tantangan dakwah semakin kompleks, maka para aktivis dakwah perlu memahami beberapa langkah strategis yang perlu dipertimbangkan, di antaranya; Peningkatan kualitas pendidikan para da’i, pelatihan-pelatihan untuk memperkaya wawasan para da’i, demikian pula pemanfaatan teknologi informasi sebagai media dakwah, dan mengintensifkan dakwah dengan pendekatan kultural dan struktural. 2

Kata kunci: Da’i, Langkah-Langkah Strategis, Peningkatan SDM

Pendahuluan

“Al-Islaam Shaalihun likulli zamaan wa makaan” (Islam itu, selalu relevan dengan segala waktu dan tempat). Statement di atas, mengilhami umat Islam untuk selalu berikhtiar dan berusaha semaksimal mungkin, dengan mengerahkan segenap potensi, untuk menerjemahkan/mentransfer doktrin Islam (al-Qur’an & al-Hadis) agar senantiasa dapat menjadi pedoman hidup sepanjang hayat.

Dalam kaitan itu, maka Islam sebagai sebuah agama yang diturunkan pertama kali di Mekah sekitar 15 abad yang silam, sampai saat ini tidak akan pernah usang, dan tidak akan pernah tergantikan oleh doktrin apapun. Singkatnya, tidak ada lagi agama setelah Islam, dan semuanya harus tunduk dan patuh pada ajaran Islam, karena “barang siapa yang mencari agama selain agama islam, maka dia akan tertolak (tidak diterima) dan termasuk orang-orang yang merugi pada hari kemudian”.1

Pada zaman jahiliah, musuh utama Nabi saw. Sebagai penegak panji- panji Islam adalah masyarakat jahiliah yang kafir. Mereka dinamai jahiliah karena mereka awalnya tidak mengenal ajaran monoteisme (ketauhidan) sebagaimana halnya doktrin yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw., mereka adalah penyembah- penyembah berhala. Lalu mereka kafir, karena setelah Muhammad diutus oleh Allah swt. untuk menyampaikan kebenaran, berupa “al-Diin al-islam”, mereka malah mengingkarinya dan sebahagian tidak mau beriman kepada Allah swt.

Oleh karenanya, dalam mewujudkan misi dakwah yang sangat luhur ini, para aktivis dakwah akan berhadapan dengan tantangan dunia global, sebab masyarakat saat ini sudah sangat kritis dan selektif, termasuk kritis dan selektif dalam menerima materi- materi dakwah, mereka terkadang mempertanyakan apakah materi-materi dakwah tersebut sesuai dengan kebutuhan mereka atau tidak? Bahkan, tidak jarang para pengajian menitipkan pesan-pesan khusus kepada muballighnya, misalnya pesan untuk menyelipkan humor

1 Lihat Q.S Al-Imran : 85 3

Berdasarkan latar belakang di atas, dan setelah melihat realitas masyarakat yang sedemikian rupa, maka tentunya diperlukan sebuah strategi dakwah yang tepat, sehingga kegiatan dakwah yang dilakukan dapat bersaing di tengah-tengah arus informasi yang sangat kompetetif tadi. Dalam hal inilah, penulis akan mencoba menguraikan beberapa aspek yang menjadi tantangan para aktivis dakwah (muballigh) serta beberapa langkah strategis yang diharapkan bisa menjadi langkah solutif bagi pencapaian misi dakwah Islam.

Pengertian Aktifis Dakwah

aktifis2 dakwah adalah sesorang yang mengajak, memerintahkan orang di jalan Allah (fi-sabiilillah) atau mengajak orang untuk memahami dan mengamalkan Al- dan As-Sunah Nabi Muhammad SAW.

Secara terminologi, dakwah menurut Syekh Ali Makhfudz sebagaimana dikutip oleh Siti Muri’ah, adalah sebuah proses yang mendorong umat manusia agar melakukan kebaikan, dan mengikuti petunjuk, menyeru mereka berbuat kebajikan dan melarang perbuatan munkar, agar mereka mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat.3

Dakwah merupakan aktivitas amar ma’ruf nahi mungkar, dakwah tidak selalu berkisar pada permasalahan agama seperti pengajian atau kegiatan yang dianggap sebagai kegiatan keagamaan lainnya. Paling tidak ada tiga pola yang dapat dipahami mengenai dakwah. Agar aktivitas dakwah dapat dilakukan secara efisien, maka sudah waktunya dibuat dan disusun stratifikasi sasaran. Mungkin berdasarkan usia, tingkat pendidikan dan pengetahuan, tingkat sosial ekonomi dan pekerjaan, berdasarkan tempat tinggal, dan lain sebagainya.

Oleh karenanya, selain menjadi saksi atas kebenaran islam, dakwah harus selalu menampilka Islam yang menarik sehingga orang-orang di luar Islam akan tergerak ke arahnya. Selain itu, sebagai sebuah proses, dakwah terkadang dipahami sebagai kegiatan yang sangat praktis, yang diidentikkan dengan ceramah di atas mimbar saja,

2 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), aktivis adalah orang (terutama anggota politik, buruh, petani, pemuda, mahasiswa, wanita) yang bekerja aktif mendorong pelaksanaan sesuatu atau berbagai dalam kegiatan dalam organisasinya 3 Siti Muri’ah, Metodologi Dakwah Kontemporer, (: Mitra Pustaka, 2000), Hlm. 3 4 meskipun pandangan ini tidak sepenuhnya keliru, namun sangat penting untuk diluruskan.

Tokoh Aktifis dakwah

K.H.

Kyai Haji Ahmad Dahlan (lahir di Yogyakarta, 1 Agustus 1868–meninggal di Yogyakarta, 23 Februari 1923 pada umur 54 tahun) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Ia adalah putera keempat dari tujuh bersaudara dari keluarga K.H. Abu Bakar. KH Abu Bakar adalah seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta pada masa itu, dan ibu dari K.H. Ahmad Dahlan adalah puteri dari H. Ibrahim yang juga menjabat penghulu Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pada masa itu. Ia merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhan saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, salah seorang yang terkemuka di antara Walisongo, yaitu pelopor penyebaran agama Islam di Jawa. Silsilahnya tersebut ialah Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq, Maulana ‘Ainul Yaqin, Maulana Muhammad Fadlullah (Sunan Prapen), Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom), Demang Djurung Djuru Sapisan, Demang Djurung Djuru Kapindo, Kyai Ilyas, Kyai Murtadla, KH. Muhammad Sulaiman, KH. Abu Bakar, dan Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan). Pada umur 15 tahun, ia pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, ia berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Pada tahun 1903, ia bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan di kampung Kauman, Yogyakarta. Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri . Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, 5

Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah. Disamping itu KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Ia pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta. KH. Ahmad Dahlan dimakamkan di KarangKajen, Yogyakarta. Ahmad Sukarti Nama lengkap Ahmad Surkati adalah Ahmad bin Muhammad Surkati al- Kharraj al-Anshari. Beliau lahir pada tahun 1872 di Afdu Donggala Sudan. Berasal dari keluarga yang taat beragama. Mempunyai ayah yang konon masih ada hubungan dengan Jabir Abdullah al-Anshari, nama ayahnya adalah Muhammad. Masa kecil Ahmad surkati berada dalam keluarga yang taat beragama, sehingga secara tidak langsung ia mendapatkan dasar-dasar agama dari orang tuanya. Ia didik dengan cara Islami, Ia belajar agama, membaca, menulis, menghafal al-Quran. Pendidikan dalam keluarga menjadi dasar dan membentuk kepribadian inteleknya untuk terus menempuh jalur keilmuan dalam hidupnya meskipun ayahnya telah meninggal, tetapi semangat itu tidak pernah runtuh dan pudar. Semangat untuk terus menuntut ilmu tumbuh dan mendekam dalam diri Ahmad Surkati berkat didikan dan teladan yang di berikan oleh ayahnya. Bahkan sejak kecil Ahmad Surkati sering di ajak ayahnya ke forum-forum majlis ilmu. Pada usia 22 tahun Ahmad Surkati menunaikan ibadah haji, kemudian menetap di Madinah selama 4 tahun. Di madinah Ahmad Surkati belajar berbagai disiplin ilmu, seperti fiqih, tafsir, hadis. Setelah 4 tahun berlalu Ahmad Surkati pindah ke Mekah. Ahmad Surkati berada di mekah selama 11 tahun, Amad Surkati belajar kepada seorang guru yang bernama Yusuf al-khayyat. Konsep pengembangan yang dilakukan oleh Ahmad Surkati pada al-Irsyad adalah sebagai berikut: 1. Memperbaiki kondisi religius dan sosio ekonomi kaum muslim dengan mendirikan madrasah, rumah piatu, panti asuhan dan rumah sakit. 6

2. Menyebarkan reformasi Islam di antara para muslim melalui tulisan dan publikasi, pertemuan, kuliah, kelompok studi dan misi tertentu. 3. Membantu organisasi lain demi kepentingan bersama. Pengembangan al-Irsyad di atas, dapat dipahami sebagai sebuah terobosan baru di Indonesia terutama dalam hal pembaharuan masyarakat islam, Ahmad Surkati tidak saja mereformasi keadaan masyarakat, melarang sesuatu, tetapi juga memberi solusi cerdas, sehingga apa yang dilakukannya mendapat sambutan yang baik di kalangan masyarakat Islam. Ahmad Sukarti wafat pada 6 september 1943. Sejak itu, perkembangan Al- Irsyad tersendat sekalipun tetap eksis hingga kini. K.H. Hasyim Asy’ari KH. Hasyim Asy’ari lahir pada tanggal 10 April 1875, di Desa Gedang, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Dan pada tanggal 25 Juli 1947 (72 tahun) beliau dimakamkan di Tebu Ireng, Jombang. Beliau merupakan pendiri Nahdhatul Ulama, organisasi massa Islam terbesar di Indonesia serta putra dari Kyai Asy’ari. Beliau adalah ulama sekaligus pemimpin dari Pondok Pesantren Keras, berada di selatan Jombang. Sementara ibunda beliau bernama Halimah, memiliki silsilah keturunan dari Raja Brawijaya VI, yang dikenal dengan Lembung Peteng, ayahanda dari Jaka Tingkir (Raja Pajang). Sedangkan keturunan ke delapan dari Jaka Tingkir adalah kakenya, Kyai Ustman yang memimpin Pondok Pesantren Gedang, dengan seluruh santri berasal dari Jawa pada akhir 19. Ayah dari kakek beliau yaitu Kyai Sihah yang merupakan pendiri Pondok Pesantren Tambak Beras, Jombang. Di kalangan Nahdhiyin dan ulama pesantren KH. Hasyim Asy’ari dijuluki Hadratus Syeikh yang berarti maha guru.

KH. Hasyim merupakan putra ketiga dari sebelas bersaudara. Sejak beliau berumur 14 tahun telah banyak mendapat wejangan serta pengajaran tentang ilmu agama langsung dari ayah dan kakek beliau. Berbagai motivasi besar yang beliau dapatkan dari kalangan keluarga, serta minat besar dalam menuntut ilmu yang beliau miliki, membuat KH. Hasyim Asy’ari muda tumbuh menjadi seorang yang pandai. Beliau juga pernah mendapat sebuah kesempatan yang diberikan sang ayah untuk membantu mengajar di pesantrennya, karena kepandaian beliau. 7

Ketika usia menginjak 15 tahun, beliau berkelana (mondok) di pesantren lain. Hal ini karena beliau merasa belum cukup menimba ilmu yang diterima sebelumnya. Tak hanya satu pondek pesantren saja beliau singgahi, tapi banyak pondok pesantren yang disinggahinya, antara lain menjadi santri di Pesantren Wonokoyo (Probolinggo), Pesantren Langitan (Tuban), Pesantren Trenggilis (Semarang), Pesantren Siwalan, Panji (Sidoarjo). Ketika beliau merantau di Ponpes Siwalan beliau belajar kepada Kyai Jakub, dan akhirnya beliau dijadikan menantu Kyai Jakub.

Pada tahun 1892, KH. Hasyim Asy’ari menunaikan ibadah Haji, beliau di Mekkah sekaligus menimba ilmu kepada Syech Ahmad Khatib dan Syech Mahfudh At-Tarmisi, merupakan guru di bidang Hadist. Ketika pulang, KH. Hasyim Asy’ari menyempatkan diri untuk singgah ke Johor, Malaysia. Di sana beliau mengajar kepada para santri sampai tahun 1899.

Kyai Hasyim Asy’ari mendirikan ponpes di Tebuireng yang kelak menjadi pesantren terbesar dan terpenting di tanah Jawa pada abad ke-20. Mulai tahun 1900, beliau memosisikan Pesantren Tebuireng menjadi pusat pembaruan bagi pengajaran Islam Tradisional.

Dalam pesantren tersebut bukan hanya ilmu agama yang diajarkan, namun juga pengetahuan umum ikut mengiringi pengajaran agama Islam. Para santri belajar membaca huruf latin, menulis dan membaca buku-buku yang berisi pengetahuan umum, berorganisasi, dan berpidato. Cara demikian mendapat sambutan tidak mengenakkan dirinya, karena dikecam bid’ah. Meskipun kecamatan itu terus bergulir tapi beliau tetap teguh dalam pendiriannya.

Menurutnya, mengajarkan agama Islam berarti memperbaiki manusia. Mendidik para santri dan menyiapkan mereka untuk terjun ke masyarakat, adalah salah satu tujuan utama perjuangan Kyai Hasyim Asy’ari. Meski mendapat kecaman, pesantren Tebuireng menjadi masyur ketika para santri angkatan pertama berhasil mengembangkan pesantren di berbagai daerah dan ikut manjadi besar. 8

Ahmad Hasan

Ahmad Hasan lahir di Singapura pada 1887 dengan nama Hasan bin Ahmad. Ia berasal dari keluarga keturunan Indonesia dan India. Ayahnya bernama Ahmad, sedangkan ibunya bernama Muznah. Masa kecil Ahmad Hasan dilewatinya di Singapura. Pendidikannya dimulai di sekolah dasar. Kemudian, ia masuk Sekolah Melayu dan belajar di sekolah pemerintah Inggris sambil belajar bahasa Tamil dari ayahnya. Di sekolah melayu, ia belajar bahasa Arab, Melayu, Tamil, dan Inggris. Pada saat berusia tujuh tahun, ia belajar Alquran dan memperdalam agama Islam.

Ahmad Hasan mulai bekerja pada usia 12 tahun sambil belajar bahasa Arab. Ia pun terus mengaji pada H. Ahmad di Bukittiung dan Muhammad Thaib di Minto Road. Ketika gurunya menunaikan ibadah haji, ia beralih mempelajari bahasa Arab kepada Said Abdullah al-Musawi. Selain itu, ia pun belajar kepada pamannya, Abdul Lathif, seorang ulama terkenal di Malaka dan Singapura. Ia juga berguru kepada Syekh Hasan dari Malabar dan Syekh Ibrahim dari India.

Sejak 1910 sampai 1913, ia menjadi pengajar di madrasah orang-orang India di Arab Street, Baghdad Street, dan Geylang Singapura. Ia juga menjadi pengajar di Madrasah Assegaf. Sekitar 1912-1913, ia menjadi anggota redaksi surat kabar Utusan Melayu yang diterbitkan Singapore Press. Ia banyak menulis artikel tentang Islam. Selain itu, ia pun sering menyampaikan ide-idenya dalam pidato.

Pada 1921, Ahmad Hasan pindah ke . Ia berniat melanjutkan pengelolaan toko tekstil milik pamannya. Saat itu, Surabaya menjadi tempat perdebatan antara kaum pembaharuan pemikiran Islam dengan kaum tradisionalis. Perhatiannya pun untuk memperdalam Islam makin serius setelah menyaksikan pertentangan tersebut.

Hasan juga banyak melahirkan tokoh besar. Di antaranya, , K.H. M. Isa Anshory, K.H. E. Abdurrahman, dan K.H. Rusyad Nurdin. Ia juga memberikan andil besar terhadap pemikiran keislaman Presiden Soekarno. 9

Bung Karno suka meminta buku dan majalah karya Ahmad Hasan saat menjalani masa pembuangan oleh penjajah Belanda di Ende, Flores.

Surat-surat Bung Karno kepada Ahmad Hasan menjadi saksi akan kedekatan mereka. Meskipun sebelumnya, di antara mereka terjadi perdebatan pemikiran berkepanjangan tentang Islam dan nasionalisme.

Saat Soekarno ditahan di penjara Sukamiskin, Ahmad Hasan kerap mengunjunginya dan memberikan buku-buku bacaan. Ia menganggap Bung Karno sebagai kawannya. Saking dekatnya, ketika Ahmad Hasan dirawat di Rumah Sakit Malang, Soekarno memberikan sejumlah uang untuk biaya pengobatan Ahmad Hasan. Ahmad Hasan wafat pada 10 November 1958, di RS. Karangmenjangan (RS. Dr. ) Surabaya. Ia wafat dalam usia 71 tahun. Ia adalah seorang ulama besar yang telah menorehkan sejarah baru dalam gerakan pemurnian ajaran Islam di Indonesia.

Peran Aktifis Dakwah

1. Sebagai komunikator Peranan aktifis dakwah sangat penting dan strategis. Aktifis dakwah sebagai sumber daya dakwah utama harus memahami dan melaksanakan semua langkah strategis yang diuraikan di muka, yaitu mengenal khalayak, merencanakan pesan, menetapkan metode dan memilih media serta mewarnai media massa dan media interaktif sesuai kondisi khalayak yang dijadikan sasaran (publik). aktifis dakwah adalah komunikator dakwah yang terdiri atas individu atau individu-individu yang terhimpun dalam suatu lembaga dakwah (organisasi sosial). aktifis dakwah dapat juga merupakan orang-orang yang terlembagakan dalam media massa (pers, film, radio dan televisi). Peradaban masa kini lazim disebut peradaban masyarakat informasi, dimana informasi menjadi salah satu komoditi primer dan bahkan dapat menjadi sumber kekuasaan karena dengan informasi, pendapat umum (public opinion) dapat dibentuk untuk mempengaruhi serta mengendalikan pikiran, sikap, perilaku orang 10

lain.4 Itu sebabnya dakwah sebagai salah satu bentuk penyampaian informasi tentang ajaran agama harus dilakukan oleh seseorang yang memiliki pengetahuan memadai berkaitan dengan ilmu komunikasi. Dapat dikatakan bahwa, aktifis dakwah dituntut untuk menjadi komunikator yang baik. 2. Sebagai konselor Pada dasarnya merupakan interaksi timbal-balik yang di dalamnya terjadi hubungan saling mempengaruhi antara konselor sebagai pihak yang membantu dan klien sebagai pihak yang dibantu. Hanya saja, mengingat konselor diasumsikan sebagai pribadi yang akan membimbing konseli dalam mencapai tujuan tertentu, maka dalam relasi ini sangat dibutuhkan adanya kapasitas tertentu yang harus dimiliki oleh seorang konselor. Kualitas konselor adalah semua kriteria keunggulan termasuk pribadi, pengetahuan, wawasan, keterampilan, dan nilai-nilai yang dimiliki konselor, yang akan menentukan keberhasilan (efektivitas) proses bimbingan dan konseling. Salah satu kualitas yang kurang dibicarakan adalah kualitas pribadi konselor, yang menyangkut segala aspek kepribadian yang amat penting dan menentukan efektivitas konseling.5 Aktifis dakwah sebagai seorang konselor harus mampu berperan antara lain: a) Mendampingi dan membina masyarakat. b) Mendampingi dan membina muallaf. c) Mendampingi dan membina organisasi sosial. d) Mendampingi dan membina anak muda. 3. Sebagai Problem Solver Untuk membekali diri, terdapat beberapa poin yang perlu dilakukan oleh aktifis dakwah: a) Memperbanyak data tentang berbagai permasalahan dakwah. Data ini dapat dicari lewat buku, media elektronik, media cetak, maupun pada berbagai lembaga dakwah. b) Memahami setting sosial masyarakat setempat. c) Mampu berbaur dengan berbagai lapisan masyarakat. d) Bekerja sama dengan organisasi sosial keagamaan masyarakat. 4. Sebagai Manager

4 Fathul Wahid, E-Dakwah: Dakwah melalui internet, (Yogyakarta: Gava Media, 2004), hlm. 19. 5 Willis Sofyan S., Konseling Individual Teori dan Praktek, (Bandung: Alfabeta, 2007), hlm. 79 11

Terdapat beberapa indikator kemampuan aktifis dakwah sebagai seorang manajer: a) Mampu memimpin diri sendiri. b) Menjadi motivator ummat. c) Mampu mengelola dan mengorganisasikan kegiatan dakwah.

Kesimpulan

Dakwah merupakan aktivitas amar ma’ruf nahi mungkar, dakwah tidak selalu berkisar pada permasalahan agama seperti pengajian atau kegiatan yang dianggap sebagai kegiatan keagamaan lainnya. Paling tidak ada tiga pola yang dapat dipahami mengenai dakwah. Agar aktivitas dakwah dapat dilakukan secara efisien, maka sudah waktunya dibuat dan disusun stratifikasi sasaran. Mungkin berdasarkan usia, tingkat pendidikan dan pengetahuan, tingkat sosial ekonomi dan pekerjaan, berdasarkan tempat tinggal, dan lain sebagainya.

Adapun tokoh-tokoh aktifis dalam berdakwah untuk menyampaikan ajaran- ajaran agama islam yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW yang sudah dipaparkan oleh penulis, diantaranya adalah Muhammad Dahlan(pendiri Muhammadiyah), Ahmad Sukarti, K.H. Hasyim Asy’ari, dan Ahmad Hasan.

Selanjutnya, para aktifis juga masing-masing mempunyai perannya dalam menyampaikan agama islam diantaranya adalah sebagai komikator, sebagai konselor, sebagai problem solver, sebagai manager.

DAFTAR PUSTAKA

Siti Muri’ah, Metodologi Dakwah Kontemporer, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000),

Fathul Wahid, E-Dakwah: Dakwah melalui internet, (Yogyakarta: Gava Media, 2004)

Willis Sofyan S., Konseling Individual Teori dan Praktek, (Bandung: Alfabeta, 2007)