Vol. 12, No.2, Desember 2018 ISSN: 2252-5254

Eksistensi Dukun di Tanah Gayo Indra Setia Bakti, Alwi, Saifullah

Kearifan Lokal Laut Aceh: Hikmah 60 Hari Pantang Melaut Nurkhalis, Iwan Doa Sempena

Aksi Terorisme: Dari Gerakan Ideologis ke Gerakan Inkonstitusional Suprapto

Identifikasi Permasalahan Anak dalam Rangka Pemenuhan Hak Kesehatan dan Kesejahteraan Anak Ika Pasca, Heni Nopianti, Diyas Widiyarti

Strategi Pemasaran Sosial Menabung Sampah di Bank Sampah Prabumulih Rudy Kurniawan, Yusnaini, Abdul Gofur, Nurhasan

Tipologi Kepemimpinan Perempuan Aceh Ismawardi P-ISSN: 2252-5254 E-ISSN: 2654-8143 Jurnal Sosiologi USK: Media Pemikiran & Aplikasi Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Syiah Kuala Vol. 12, No. 2, Desember 2018

Editor In Chief Siti Ikramatoun Managing Editor Firdaus Mirza Nusuary Editorial Board Bukhari (UNSYIAH), Khairulyadi (UNSYIAH), Bahrein T. Sugihen (UNSYIAH), Nirzalin (UNIMAL), Mahmudin (UIN AR-RANIRY), T. Syarifuddin (UNIDA), Zulfan (UNSYIAH), Suci Fajarni (UIN AR-RANIRY), Muryanti (UIN SUKA), Muna Yastuti Madrah (UGM) Web & Layouter Khairul Amin Alamat Redaksi Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Syiah Kuala Jln. Tgk. Tanoh Abee, Darussalam Banda Aceh Telp. (0651) 7555267, Fax (0651) 7555270 E-mail: Sosiologiusk@gmailcom Web Jurnal: http://jurnal.unsyiah.ac.id/JSU

Jurnal Sosiologi USK: Media Pemikiran & Aplikasi adalah Jurnal Prodi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Syiah Kuala yang memuat berbagai pendekatan yang berlandaskan pada isu sosial kemasyarakatan secara lokal, nasional maupun internasional melalui karya tulis ilmiah. Redaksi juga menerima tulisan seputar dinamika sosial masyarakat baik yang bersifat teoritis, kritis, reflektif, opini dan berbagai ide-ide yang menyangkut dinamika sosial kemasyarakatan. Ketentuan penulisan dapat di akses di; http://jurnal.unsyiah.ac.id/JSU/about/submissions#authorGuidelines, Tulisan di submit via OJS di; http://jurnal.unsyiah.ac.id/JSU/user/register

P-ISSN: 2252-5254 E-ISSN: 2654-8143

Jurnal Sosiologi USK

Media Pemikiran Dan Aplikasi Universitas Syiah Kuala Volume 12, Nomor 2, Desember 2018

DAFTAR ISI

Eksistensi Dukun di Tanah Gayo Indra Setia Bakti, Alwi, Saifullah ...... 111

Kearifan Lokal Laut Aceh: Hikmah 60 Hari Pantang Melaut Nurkhalis, Iwan Doa Sempena ...... 128

Aksi Terorisme: Dari Gerakan Ideologis ke Gerakan Inkonstitusional Suprapto ...... 143

Identifikasi Permasalahan Anak dalam Rangka Pemenuhan Hak Kesehatan dan Kesejahteraan Anak Ika Pasca, Heni Nopianti, Diyas Widiyarti ...... 161

Strategi Pemasaran Sosial Menabung Sampah di Bank Sampah Prabumulih Rudy Kurniawan, Yusnaini, Abdul Gofur, Nurhasan ...... 178

Tipologi Kepemimpinan Perempuan Aceh Ismawardi ...... 196

JURNAL SOSIOLOGI USK Media Pemikiran & Aplikasi

EKSISTENSI DUKUN DI TANAH GAYO

Indra Setia Bakti Program Studi Magister Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe [email protected]

Alwi Program Studi Magister Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe [email protected]

Saifullah Program Studi Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe [email protected]

Abstract The shamanic phenomenon realized or not, still present in all activities of the community in Central Aceh Regency. The social practice is carried out in a patterned and repetitive manner, continuing to live since the Gayo community is still traditionally patterned until the transition to modernity. Through sociological perspective with a qualitative descriptive approach, this article aims to describe the existence of shamans in Gayo land's people at Central Aceh District. The results of this research show that shamans have a very large role in the lives of the Gayo people. Shaman services are used by some people for various purposes, ranging from political, economic, socio- cultural affairs, security, sports, and especially health/medicine. The habit of going to shamans has become an intersubjective world that is continually maintained by the community. Although the Gayo community is Muslim, the community resistance never manifested in collective action in rejecting the existence of a shaman. Because it's has been objectified in society's social life. Keywords: Existence, Shamans, Gayo, Objectivation

112 | Jurnal Sosiologi USK e-issn: 2654-8143 Volume 12, Nomor 2, Desember 2018 p-issn: 2252-5254

Abstrak Fenomena perdukunan selalu hadir dalam segenap aktivitas masyarakat di Kabupaten Aceh Tengah yang dilakukan secara berpola, berulang, dan terus hidup sejak masyarakat Gayo masih bercorak tradisional hingga transisi menuju modern. Melalui kacamata sosiologis dengan pendekatan deskriptif kualitatif, artikel ini mencoba menggambarkan eksistensi dukun dalam kehidupan masyarakat Gayo. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa dukun masih memiliki peranan yang sangat besar dalam kehidupan masyarakat Gayo. Jasa dukun dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat untuk pelbagai kepentingan, mulai dari urusan politik, ekonomi, sosial budaya, keamanan, olahraga, dan terutama sekali kesehatan/pengobatan. Kebiasaan masyarakat Gayo pergi ke dukun menjelma menjadi sebuah dunia intersubjektif yang terus dipelihara keberadaannya oleh komunitas masyarakat. Meskipun masyarakat Gayo beragama Islam, dimana ajaran Islam menentang keras praktik perdukunan, resistensi masyarakat tidak pernah mewujud dalam suatu tindakan kolektif menolak eksistensi dukun. Karena dukun dan praktek perdukunan telah terobjektifikasi dalam denyut nadi kehidupan sosial masyarakat. Kata Kunci: Eksistensi, Dukun, Gayo, Objektivikasi

***

A. Pendahuluan Eksistensi dukun sangat besar dalam kehidupan masyarakat Gayo (sebagai suku mayoritas) di Kabupaten Aceh Tengah, walaupun pengakuan terhadap status dan perannya secara formal tidak selalu muncul ke permukaan. Disadari atau tidak, pengaruh dukun yang termanifestasikan pada fenomena perdukunan hadir dalam segenap aktivitas komunitas masyarakatnya Gayo. Praktik sosial tersebut dilakukan secara berpola dan berulang dan terus hidup sejak masyarakat Gayo masih bercorak tradisional hingga transisi menuju modern. Meskipun dukun ada di setiap masyarakat, namun dalam ruang sosial masyarakat telah muncul stereotipe tersendiri terhadap suku atau orang Gayo sebagai masyarakat yang indentik dengan dunia perdukunan. Indra Setia Bakti, Alwi, Saifullah| 113 Eksistensi Dukun di Tanah Gayo

Dukun (orang Gayo menyebutnya guru kampung) adalah sebutan bagi orang yang diyakini memiliki kesaktian dan pengetahuan pada hal-hal ghaib (bersifat supranatural atau tidak kasat mata). Peran dukun di tanah Gayo pada umumnya adalah mengobati suatu penyakit yang diduga muncul akibat hal-hal ghaib seperti sihir, santet dan lain sebagainya, orang Gayo biasa menyebutnya burung/burung tujuh. Namun teradapat pula peran- peran spesifik, yaitu membantu ―pasiennya‖ melihat hari baik dan hari buruk, memperlancar suatu niat, atau melampiaskan perasaan sakit hati pada seseorang. Karena kepiawaiannya dalam membantu orang lain untuk menunaikan hajat mereka, maka dukun masih dipercaya oleh sebagian anggota masyarakat tanah Gayo dalam membantu menyelesaikan sejumlah persoalan, diantaranya persoalan penyakit, jodoh, atau persoalan ekonomi. Para ―konsumen‖ dukun tersebut datang dari berbagai latar belakang, dari masyarakat pedesaan hingga masyarakat perkotaan, dari kalangan warga biasa hingga tokoh elite di daerah. Saat ini, pengaruh dukun tidak hanya tertanam pada penduduk asli tanah Gayo, namun juga terhadap kaum pendatang seperti suku Jawa, Aceh, Minang, Batak, Melayu, Etnis Tionghoa, dan lain-lain. Dermawan (2013: 59) dalam penelitiannya tentang praktik perdukunan menyatakan bahwa eksistensi dukun dalam masyarakat terjadi karena secara sosiologis kehadiran dukun tersebut sangat fungsional bagi masyarakat. Selain itu dukun juga tidak menetapkan tarif khusus kepada pasien ketika berobat, semua atas dasar kerelaan hati dan keikhlasan pasien untuk memberikan imbalan. Senada dengan itu, Ardani (2013: 33) dalam penelitiannya juga menyimpulkan bahwa eksistensi dukun dan metode pengobatannya yang tradisional masih hidup di tengah era pengobatan modern sekarang ini karena masyarakat sebagai pengguna masih mempercayainya. Demikian pula penelitian yang dilakukan Zulfa (2016) yang menyatakan bahwa eksistensi dukun dalam masyarakat didukung oleh biaya yang relatif murah, pengaruh dari masyarakat, keyakinan dan kepercayaan turun-temurun. 114 | Jurnal Sosiologi USK e-issn: 2654-8143 Volume 12, Nomor 2, Desember 2018 p-issn: 2252-5254

Terkait dengan itu, fenomena praktik perdukunan secara empiris juga masih hidup di tengah-tengah masyarakat Gayo dan menjadi realitas yang unik untuk diteliti. Karena dukun pada dasarnya tidak dipandang sebagai bagian dari kearifan lokal pada kebudayaan masyarakat Gayo. Namun ada semacam paradoks budaya dimana masyarakat ternyata melestarikan perilaku pergi ke dukun dalam kehidupan mereka, terutama yang berkaitan dengan memenuhi hajat mereka. Untuk itu, melalui pendekatan deskriptif kualitatif, artikel ini mencoba menggambarkan eksistensi dukun dalam kehidupan masyarakat Gayo di Kabupaten Aceh Tengah. B. Metode Penelitian Penelitian ini berlokasi di Kabupaten Aceh Tengah dengan menggunakan pendekatan kualitatif-deskriptif. Menurut Neuman (2006: 35), penelitian deskriptif berisi gambaran spesifik mengenai situasi, setting sosial atau hubungan, dan gambaran mengenai aktivitas sosial. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi terlibat dan wawancara tidak terstruktur. Informan penelitian antara lain dukun, masyarakat pengguna jasa dukun, dan tokoh masyarakat Tanah Gayo Kabupaten Aceh Tengah. C. Eksistensi Dukun dalam Kehidupan Masyarakat Pengamatan di lapangan menggambarkan masih kuatnya kepercayaan terhadap dunia supranatural dalam kehidupan keseharian masyarakat. Fakta empirisnya dapat disimak dari sistem tanda yang berwujud dalam bahasa yang dipahami maknanya oleh komunitas masyarakat Gayo. Istilah-istilah yang berkaitan dengan dunia supranatural tersebut digambarkan pada tabel di bawah ini. Tabel 1. Istilah-Istilah yang Berkaitan dengan Dunia Supranatural No. Istilah Makna 1 Sidang Bela Jin atau makhluk halus yang suka mengganggu manusia 2 Kilet Barat Suatu ilmu telepati yang bisa membawa seseorang berpindah tempat melintasi ruang dan waktu. Ilmu tersebut terkadang dapat Indra Setia Bakti, Alwi, Saifullah| 115 Eksistensi Dukun di Tanah Gayo

mewujudkan dirinya menjadi makhluk semacam harimau. 3 Jung Santet 4 Tube Ilmu hitam/jahat, terkadang bisa juga didefinisikan sebagai racun 5 Tepur Ancur Oknum berupaya membuat prahara di dalam rumah tangga korban melalui aktivitas supranatural. 6 Doa Sebengang Suatu ilmu yang dimiliki oleh maling, dimana ia mampu berbuat leluasa dalam menjarah harta korban, sementara korban diam saja (seperti terhipnotis) 7 Pepiluki Pelet 8 Cekak Beno Suatu keadaan dimana seseorang yang sedang tidur tiba-tiba susah bernafas, diantara alam sadar dan bawah sadar Sumber : Hasil wawancara dengan PZ, dukun di Kecamatan Pegasing Salah seorang informan, Mahara (nama samaran), mengungkapkan bahwa dirinya sering memanfaatkan jasa dukun dalam mengobati penyakit yang dideritanya. Sebelumnya, ia pernah meminta pelaris usaha kepada seorang dukun. Ia juga pernah berkonsultasi kepada dukun mengenai perwatakan calon menantunya. Informan lainnya, Tawar (nama samaran), menceritakan pengalamannya mendatangi dukun untuk menerawang peluang yang dimilikinya dalam kontestasi pemilihan anggota legislatif tahun 2014. Pada saat itu, dukun mengatakan kepadanya bahwa ia akan kalah suara dalam pemilu sekaligus menawarkan jasanya untuk membantunya memenangkan pemilu dan menyingkirkan lawan politiknya yang tidak lain adalah caleg yang masih satu partai dengannya. Ia juga bercerita bahwa di dalam komunitasnya, dukun terlibat dalam banyak hal. 116 | Jurnal Sosiologi USK e-issn: 2654-8143 Volume 12, Nomor 2, Desember 2018 p-issn: 2252-5254

Berdasarkan pengamatan di lapangan, dukun sesungguhnya tidak dapat disebut profesi utama oleh pelakunya. Sebagian besar dukun di Kabupaten Aceh Tengah ternyata memiliki profesi asli seperti petani/pekebun, pegawai negeri, pedagang, dan sebagainya. Profesi-profesi itulah yang dijalankannya sehari-hari, sementara kemampuan supranatural yang dimilikinya dianggap sebagai pemberian (given - bakat alam). Oleh sebab itu, bila memperhatikan penampilan fisik dukun di Kabupaten Aceh Tengah, praktis hampir tidak dapat dibedakan dengan masyarakat biasa pada umumnya. Mereka tidak mengenakan baju serba hitam, mata cincin di hampir semua jari, tengkorak, dan wujud yang menyeramkan seperti imajinasi umum tentang dukun. Praktik perdukunan di daerah ini juga tidak diakui oleh negara, sehingga tidak memiliki izin usaha dan tidak dikenakan kewajiban membayar pajak penghasilan. Praktik perdukunan berjalan secara tradisional dan apa adanya, tanpa spanduk iklan atau bentuk promosi lainnya. Pengguna jasanya pun tidak pernah dibebankan tarif khusus. Biasanya mereka membalas jerih payah dukun itu dengan barang atau uang seadanya. 1. Eksistensi Dukun dalam Bidang Politik Dukun masih dipercaya sebagai pihak yang memiliki kuasa dalam meloloskan seseorang menjadi pemenang dalam kontestasi pemilihan umum, baik pemilihan kepala daerah maupun anggota legislatif. Beberapa individu mendatangi dukun untuk menemukan jawaban terkait peluang yang dimiliki dalam proses pemilihan umum, serta meminta bantuan untuk memuluskan maksud dan tujuan dari individu tersebut. Biasanya mereka meminta kepada dukun untuk dapat dibukakan aura yang baik agar tampak lebih berwibawa dan disenangi oleh masyarakat pemilih. Dukun tidak jarang memberikan ―jimat pengasih‖ untuk meningkatkan wibawa pasiennya. Eksistensi dukun juga hadir dalam politik birokrasi. Dalam hal mencari kedudukan atau memperoleh jabatan strategis di pemerintahan atau ingin disenangi oleh pimpinan kerja, beberapa pelaku mendatangi dukun supaya dibantu untuk memuluskan niat Indra Setia Bakti, Alwi, Saifullah| 117 Eksistensi Dukun di Tanah Gayo mereka. Meskipun tidak ada bukti ilmiah yang dapat menjelaskan efektivitas dari praktik sosial perdukunan. Namun komunitas masyarakat pengguna tetap hidup dalam dunia semacam ini. Bila bantuan dukun dirasa kurang berhasil, mereka menganggap hal ini karena dukun tersebut tidak sakti atau kalah sakti oleh dukun pesaing politiknya. Sebaliknya, bila niat mereka kesampaian, mereka semakin jauh berhubungan dengan praktik supranatural ini, bahkan menjalar pada aspek kehidupan yang lain. Tindakan sosial ini menurut perspektif Weber didasari oleh motif rasionalitas tradisional (Ritzer dan Goodman, 2011: 28; Sunarto, 2004: 12) atau tindakan yang didasari oleh kebiasaan. Tidak ada alasan yang benar-benar logis yang dapat menjelaskan mengapa seseorang atau sekelompok orang melakukan tindakan mendatangi ke dukun dalam menyelesaikan kesulitannya. 2. Eksistensi Dukun dalam Bidang Ekonomi Sebagian pelaku usaha di Kabupaten Aceh Tengah ada yang mendatangi dukun dalam rangka memperlaris dagangannya. Pada umumnya, dukun memberikan pelaris dalam bentuk benda, bisa benda apa saja yang telah dibacakan mantra dan melewati proses ritual tertentu. Benda ini kemudian dihubungkan dengan lapak dagangan pasien, misalnya ditanam, disebarkan, atau ditempel di area sekitar lapak dagangannya. Sebagian pelaku usaha juga meminta dukun untuk mengikat loyalitas pekerja yang dianggap potensial agar ia tidak pindah kerja atau berhenti dalam membantu bisnis yang sedang dijalankannya. Bahkan ada juga pelaku usaha yang meminta dukun untuk menghancurkan bisnis pesaingnya. 3. Eksistensi Dukun dalam Bidang Sosial Budaya Berdasarkan observasi, dalam bidang sosial budaya, peneliti menemukan beberapa fenomena praktik sosial yang berhubungan dengan dunia perdukunan pada masyarakat di Kabupaten Aceh Tengah, antara lain : 1. Pelaku berkonsultasi kepada dukun mengenai nama yang cocok untuk anak mereka yang baru lahir agar memperoleh 118 | Jurnal Sosiologi USK e-issn: 2654-8143 Volume 12, Nomor 2, Desember 2018 p-issn: 2252-5254

keselamatan dan keberuntungan dalam hidupnya kelak (langkah, rezeki, petemun, maut). Biasanya pelaku sudah mengantongi sejumlah calon nama anak yang disodorkan kepada dukun, lalu dukun tersebut menghitung sisik dari nama-nama tersebut dan memberi preferensi dari nama-nama yang disodorkan. 2. Pelaku atau keluarga mendatangi dukun untuk urusan memudahkan pencarian jodoh, terutama bagi lajang (beru/bujang) yang sudah melewati batas usia namun belum juga menemukan jodoh yang tepat. Berdasarkan pengamatan, dukun memerintahkan individu atau keluarganya mencari kembang tujuh rupa sebagai bahan memandikan individu tersebut setelah melalui suatu ritual tertentu. 3. Sebagian keluarga yang akan melangsungkan prosesi pernikahan mendatangi dukun terlebih dahulu untuk menanyakan tentang perawakan, perwatakan, dan kemungkinan lain dari kedua calon mempelai. Pada umumnya, setelah diterawang dengan suatu perhitungan tertentu (misalnya menghitung jumlah nama dengan perhitungan yang tidak mudah dijelaskan), tidak jarang dukun mengatakan bahwa kedua mempelai tidak memiliki kecocokan dan menyuruh orang tua/wali mengganti nama salah satu mempelai, biasanya tidak jauh dari nama si mempelai tersebut (diplesetkan sedikit) supaya pernikahan langgeng dan terhindar dari bala dan marabahaya. 4. Bagi pasangan suami-istri yang belum dianugerahi keturunan biasanya mendatangi dukun dalam rangka memperoleh keturunan. Praktik sosial ini biasanya dilakukan berbarengan dengan mendatangi dokter dalam rangka konsultasi medis dan juga mendatangi tukang urut untuk membetulkan posisi rahim yang mungkin salah tempat. 5. Beberapa pelaku juga memanfaatkan jasa dukun untuk melampiaskan rasa kekecewaan atau ketidaksenangannya pada seseorang (santet/jung). Sebaliknya, ada pelaku lain yang justru meminta kepada dukun untuk menjadikan seseorang senang dan cinta kepadanya (pelet). Biasanya air atau pasir merupakan medium utama bagi dukun dalam mengekspresikan Indra Setia Bakti, Alwi, Saifullah| 119 Eksistensi Dukun di Tanah Gayo

kesaktiannya. Di samping itu, beberapa pelaku juga mencari jimat tertentu untuk melindungi dirinya dari serangan santet (minta diberikan penangkal/peger beden). 6. Dukun juga dapat berperan dalam menangkal hujan di suatu daerah agar tidak mengganggu terselenggaranya suatu acara seperti pesta pernikahan. 4. Eksistensi Dukun dalam Bidang Keamanan Sebagian anggota masyarakat di Kabupaten Aceh Tengah menggunakan jasa dukun dalam menangkal pencuri di rumah, sawah, kebun, atau toko. Sistem keamanan supranatural ini cukup unik dimana dijelaskan oleh informan Mahbengi (bukan nama sebenarnya), bahwa siapa pun yang mencuri hasil kebun di perkebunan yang sudah ditangkal oleh dukun akan mendapatkan perutnya mengembung. Peneliti tidak pernah menyaksikan secara langsung fenomena ini melainkan dari cerita-cerita masyarakat di Kecamatan Bintang. Dalam bidang keamanan ini, dukun juga diminta petunjuknya saat terjadi kehilangan suatu barang berharga atau anggota keluarga. Kesaktian dukun dipercaya dapat menunjukkan ciri-ciri pelaku pencurian atau lokasi orang hilang yang sedang dicari oleh anggota keluarga. 5. Eksistensi Dukun dalam Bidang Olahraga Dalam arena kompetisi antar kampung atau antar sekolah seperti perlombaan olahraga, lazim ditemukan masyarakat memanfaatkan jasa dukun untuk membantu memenangkan pertandingan. Adapun turnamen olahraga yang sering diselenggarakan diantaranya pacuan kuda, sepakbola, bola voli, dan pencak silat. Pada pacuan kuda tradisional Gayo misalnya, menurut informan Pinte (nama samaran), para pemilik kuda umumnya melakukan sebuah ritual khusus sebelum mengikutsertakan kuda tersebut dalam arena pertandingan. Biasanya dukun memberikan semacam ramuan, jampi-jampi (doa), dan pantangan-pantangan yang harus dipatuhi oleh sang pemilik kuda. Bahkan ketika pertandingan 120 | Jurnal Sosiologi USK e-issn: 2654-8143 Volume 12, Nomor 2, Desember 2018 p-issn: 2252-5254 pacuan kuda sudah berlangsung, tidak jarang kuda-kuda lawan disantet sehingga kuda tersebut jatuh saat sedang berlari (mesier). Ada anekdot yang berkembang dalam masyarakat bahwa ―pacuan kuda tradisional Gayo sesungguhnya bukan adu kecepatan kuda, tetapi adu kekuatan/kesaktian dukun‖. Pada arena lapangan hijau juga terjadi hal yang sama. Para pemain tim sepakbola biasa diberikan minuman yang sudah dirajah sebelum mereka bertanding. Dari pengalaman peneliti menyaksikan pertandingan sepakbola di Takengon, ada penyerang suatu tim yang sengaja melempar bawang merah ke dalam gawang lawannya. Pada pertandingan bola voli antar sekolah, peneliti juga pernah menyaksikan salah seorang pemain bintang yang mewakili suatu sekolah tiba-tiba mengalami sakit perut sehingga tidak mampu melanjutkan pertandingan. 6. Eksistensi Dukun dalam Bidang Kesehatan Dengan menggunakan bahasa lokal, dukun telah melakukan proses eksternalisasi dan memberi makna atau melakukan objektivasi pada sejumlah penyakit yang pada umumnya tidak mampu diidentifikasi oleh dunia medis (kedokteran modern), diantaranya yang dapat disebutkan di sini seperti cogong, biring, bosong, barah urel, gayung, dan selap burung. Ibarat istilah-istilah asing yang muncul dalam dunia medis, kosakata yang berhubungan dengan dunia supranatural tersebut pun tidak semuanya mampu didefinisikan atau dikuasai pengetahuannya oleh anggota komunitas masyarakat Gayo biasa. Ia menjadi sumber dominasi dukun (struktur signifikansi) dalam mewujudkan eksistensinya. Tabel 2 Istilah-Istilah Penyakit Kampung No. Istilah Makna 1 Cogong Bengkak di sekitar pipi atau leher 2 Biring Bengkak di sekitar telinga 3 Bosong Busung air di bagian perut 4 Barah Urel Penyakit seperti tumor di bagian perut 5 Gayung Sakit yang tak mampu dijelaskan di bagian Indra Setia Bakti, Alwi, Saifullah| 121 Eksistensi Dukun di Tanah Gayo

sekitar bahu 6 Selap Burung Pikiran menjadi tidak waras Sumber : Hasil wawancara dengan PZ, dukun di Kecamatan Pegasing Kehadiran praktik perdukunan sesungguhnya merupakan respons terhadap pengalaman hidup sehari-hari dari individu yang hidup di tengah-tengah komunitas masyarakat itu. Pengalaman yang dirasakan oleh individu ini dijadikan acuan dalam melakukan dan melestarikan tindakan selanjutnya. Seringkali keluarga menjadi sumber referensi bagi pelaku sebelum pergi ke dukun. Menurut M. Junus Melalatoa (1985), orang Gayo mengenal bentuk keluarga inti/batih (nuclear family) dan keluarga luas (extended family). Hubungan sosial di dalam klan masih terpelihara dengan baik, dimana dalam suatu hajatan, klan memiliki peranan yang cukup besar. Dalam kaitan dengan praktik sosial pergi ke dukun, jaringan klan ini sering memberi informasi tentang dukun mana yang memiliki kesaktian di suatu daerah tertentu sehingga mereka menyarankan saudaranya yang sakit untuk mendatangi dukun tersebut. Si pemberi informasi ini juga tidak jarang mengantarkan langsung saudaranya yang sedang sakit kepada dukun yang sudah dikenalnya terlebih dahulu. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa pengobatan modern (medis) tidak selalu membawa kepada kesembuhan dan bahkan tidak selalu mampu memberi diagnosa atas suatu penyakit tertentu. Bila suatu ketika penyakit tersebut dapat disembuhkan melalui perantara seorang dukun, maka tingkat kepercayaan terhadap dukun tersebut semakin kuat. Pengalaman nyata ini terus terjadi secara berulang pada ruang dan waktu yang berbeda dimana akhirnya informasi berkembang secara lisan di dalam masyarakat, dari mulut ke mulut, akan kemujaraban pengobatan dari dukun di suatu daerah tertentu. Komunitas masyarakat Gayo pun pada akhirnya terbiasa hidup dengan dunia supranatural tersebut dan menganggapnya sebagai bagian dari ikhtiar mereka melawan suatu penyakit. Ada anggota komunitas (informan penelitian) yang bahkan seperti kecanduan pergi ke dukun. Hampir segala aktivitasnya dikaitkan dengan 122 | Jurnal Sosiologi USK e-issn: 2654-8143 Volume 12, Nomor 2, Desember 2018 p-issn: 2252-5254 kepercayaan supranatural. Bila ada anggota keluarganya yang mengalami gatal-gatal ia segera memvonisnya sebagai penyakit kampung. Namun hal menarik juga ditemukan di lapangan dimana beberapa anggota komunitas dalam urusan berobat ini melakukan ikhtiar jamak. Ketika tubuh atau jiwa terserang suatu penyakit tertentu, individu atau keluarganya berikhtiar dengan pergi ke dokter (medis), mencari pengobatan alternatif (herbal/tradisional) dan mendatangi dukun (berobat kampung). Dewasa ini mulai hadir pula pengobatan ruqyah. Artinya, mereka menjalani berbagai macam metode pengobatan sekaligus. Pengobatan medis dan pengobatan kampung lazim dilaksanakan berbarengan, sedangkan yang tidak lazim adalah melaksanakan pengobatan kampung pada dua atau lebih dukun dalam rentang waktu yang bersamaan. Biasanya mereka berpindah pengobatan ke dukun yang lain apabila dukun yang saat ini menangani anggota keluarganya yang sakit dirasa tidak berhasil menyembuhkan penyakit si pasien. Ikhtiar jamak ini sesungguhnya semakin membuat kabur permasalahan. Bila pasien sembuh dari penyakitnya, kemungkinan sulit diketahui metode pengobatan mana yang telah berhasil menangani penyakit tersebut. D. Resistensi terhadap Praktik Perdukunan Pada kebudayaan Gayo, hubungan agama dengan sistem budaya lokal dipandang berjalan beriringan. Agama Islam sesungguhnya memiliki pengaruh yang besar terhadap persepsi dan tindakan masyarakat Gayo, walaupun masyarakat Gayo sebelum kehadiran Islam sudah memiliki sistem budayanya sendiri. Islam hadir tidak lantas menghapuskan sistem budaya yang sudah lebih dahulu ada. Dalam pepatah petitih Gayo disebutkan “agama orom edet, lagu dzet orom sifet” (agama dan adat, bagaikan zat dengan sifat-sifat yang melekat padanya) (Aman Pinan, 1993). Namun dalam setiap budaya terjadi penyelewengan terhadap agama. Penyelewengan terhadap tujuan peribadatan yang benar menurut Durkheim merupakan esensi magie, yang berlawanan dengan agama (Scharf, 2004: 73). Indra Setia Bakti, Alwi, Saifullah| 123 Eksistensi Dukun di Tanah Gayo

Ajaran Islam tidak membenarkan praktik perdukunan. Nabi Muhammad Saw sendiri sudah mengingatkan umatnya untuk menjauhi praktik-praktik sosial yang dapat merusak aqidah. Dalam sebuah Hadis Rasulullah bersabda : ―Barangsiapa mendatangi kâhin (dukun) lalu membenarkan (meyakini) apa yang dikatakannya maka sungguh ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad.‖ (HR. Ahmad, al-Tirmidzi, Ibnu Majah, al-Darimi). Ajaran ini tentunya berbenturan dengan praktik sosial perdukunan yang biasa terjadi pada komunitas masyarakat di Kabupaten Aceh Tengah. Di satu sisi, Islam sudah menggariskan secara tegas tentang keharaman mendatangi dukun, namun di sisi lain praktik sosial ini masih berlangsung hingga saat ini. Meminjam istilah Koentjaraningrat (1971), praktik perdukunan dapat dikatakan sebagai counter-culture dari kebudayaan Gayo yang melekat dengan agama Islam. Fenomena ini dapat pula dipandang sebagai kritik atas eksistensi Syari‘at Islam di Aceh sejak diberlakukannya Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2006. Hadirnya produk hukum tersebut berarti menjadikan Syari‘at Islam sebagai basis nilai dan norma yang harus dijalankan di Propinsi Aceh. Kabupaten Aceh Tengah yang secara administratif masuk ke dalam wilayah Propinsi Aceh juga harus tunduk secara yuridis pada ketentuan tersebut. Namun sejauh ini Syari‘at Islam baru terasa ditegakkan pada kasus-kasus asusila (zina, khalwat), khamr, dan judi, belum menyentuh kasus-kasus perbuatan syirik. Padahal esensi syirik ini sangat terkait erat dengan tauhid rububiyyah dan uluhiyyah (Al-Fauzan, 2012). Sementara itu, tengku (imem) belum pula menunjukkan fungsi agensinya secara optimal dalam mencegah praktik sosial ini. Padahal adat Gayo sendiri dengan gamblang menyebutkan peran imem sebagai muperlu sunet (berkewajiban menegakkan norma-norma agama Islam). Resistensi bukannya tidak ada dari sebagian kelompok masyarakat yang menolak untuk mempercayai dukun. Kelompok ini menilai praktik perdukunan hukumnya syirik. Namun hingga saat ini, resistensi hanya hadir dalam bentuk dialog pemikiran dalam ruang percakapan sehari-hari. Artinya mereka akan memberi nasehat 124 | Jurnal Sosiologi USK e-issn: 2654-8143 Volume 12, Nomor 2, Desember 2018 p-issn: 2252-5254 bila muncul suatu perbincangan yang bersinggungan dengan masalah perdukunan ini. Resistensi pun tidak pernah mewujud dalam suatu tindakan kolektif yang diorganisir sedemikian rupa untuk menolak eksistensi dukun dalam kehidupan umat Islam di Dataran Tinggi Gayo. Sebaliknya, ada kelompok masyarakat yang masih mempercayai dukun. Menariknya, dalam barisan ini juga terdapat elite pemerintahan yang rata-rata sudah mengenyam pendidikan tinggi, dimana idealnya kelompok ini adalah sebagai kelompok yang bercorak rasional dan empiris. Namun praktik perdukunan tetap menjadi bingkai kehidupan mereka. Pada pengamatan di lapangan terlihat ada semacam bentuk ketidaknyamanan pada sebagian aktor untuk menunjukkan praktik sosial yang dilakukannya ini di depan publik. Praktik ini diibaratkan sebagai ruang privat yang ingin ditutup rapat-rapat dari jangkauan pengetahuan orang lain. Artinya ada rasa malu ketika orang lain mengetahui bahwa yang bersangkutan telah mendatangi dukun untuk memuluskan hajatannya. Dengan demikian, semakin jelaslah bahwa praktik perdukunan ini merupakan budaya paradoks di dalam komunitas masyarakat Gayo. Praktik sosial ini hidup di tengah masyarakat, namun malu untuk diakui keberadaannya. Praktik perdukunan merupakan bentuk paradoks budaya yang hidup dalam komunitas masyarakat Gayo. Dikatakan sebagai budaya mengingat awal terbentuknya suatu kebudayaan erat hubungannya dengan usaha manusia untuk memecahkan masalah atau persoalan yang dihadapinya sehari-hari, dan yang paling pokok adalah usaha manusia untuk mempertahankan kehidupannya (Wulansari, 2009: 90). Munculnya perdukunan sebagai paradoks budaya disebabkan oleh kebimbangan manusia dalam menjawab pengalaman- pengalaman spiritual yang dihadapinya, ditambah dengan pemahaman yang masih awam terhadap ajaran agama Islam dalam komunitas masyarakat tersebut membuat praktik perdukunan tetap lestari. Indra Setia Bakti, Alwi, Saifullah| 125 Eksistensi Dukun di Tanah Gayo

Kepercayaan terhadap mitos didominasi oleh pengaruh sosial. Orang tua dan kerabat, dalam perspektif budaya dan sejarah, adalah sumber utama informasi tentang dunia mistis dan takhayul. Mereka mengajarkan pemahaman kepada anak tentang agama namun mereka pula yang mengajarkan tentang berbagai mitos tersebut. Di dalam relasi bersama masyarakat, mereka melakukan proses eksternalisasi dengan memproduksi nilai mitos dalam sistem sosial. Dengan demikian, manusia memiliki modal dan kemampuan untuk mengubah dan menghasilkan nilai-nilai mitos. Nilai-nilai mitos ini kemudian menjadi realitas objektif, yang dilembagakan, disosialisasikan, dan diwariskan secara turun-temurun. Penyimpangan agama terjadi jika proporsi besar individu mengubah preferensi mereka dalam praktik keagamaan. E. Penutup Eksistensi dukun sangat besar dalam kehidupan komunitas masyarakat di Kabupaten Aceh Tengah. Dukun masih dipercaya dalam menangani sejumlah permasalahan kehidupan yang dihadapi oleh pasiennya, diantaranya persoalan politik, ekonomi, sosial budaya, keamanan, olahraga, dan terutama sekali kesehatan. Kehadiran praktik perdukunan sesungguhnya merupakan respons terhadap pengalaman hidup sehari-hari dari individu yang hidup di tengah-tengah komunitas masyarakat itu. Pengalaman yang dirasakan oleh individu ini dijadikan acuan dalam melakukan dan melestarikan tindakan selanjutnya. Pengalaman ini juga disosialisasikan kepada anggota komunitas yang lain terutama kepada keluarga dan klannya dengan niat mencari jalan keluar atas suatu permasalahan. Sementara itu, agama Islam yang dianut oleh masyarakat Gayo memerintahkan umatnya untuk menjauhi perbuatan syirik. Walaupun ada resistensi dari sejumlah anggota masyarakat terhadap fenomena perdukunan di Kabupaten Aceh Tengah, namun belum ada tindakan kolektif yang memberantas praktik sosial ini atas nama ajaran Islam. Tengku atau imem sebagai agen terdepan dalam mencegah praktik perdukunan dirasa masih belum optimal 126 | Jurnal Sosiologi USK e-issn: 2654-8143 Volume 12, Nomor 2, Desember 2018 p-issn: 2252-5254 peranannya terutama dalam memberi edukasi kepada masyarakat. Praktik sosial ini semakin sulit diberantas mengingat dunia medis pun seringkali didapati belum mampu mengatasi penyakit yang sedang diderita oleh anggota komunitas masyarakat di daerah itu.

***

Daftar Pustaka Agus, Bustanuddin. 2007. Agama dalam Kehidupan Manusia: Pengantar Antropologi Agama. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada. Al-Fauzan, Shalih bin Fauzan. 2012. Kitab Tauhid. Jakarta: Ummul Qura. Aman Pinan, A.R. Hakim. 1993. 1001 Pepatah Petitih Gayo. Takengon: Panitia Penerbitan Buku Adat dan Budaya Gayo. Ardani, Irfan. 2013. ―Eksistensi Dukun dalam Era Dokter Spesialis‖. Lakon 1(2):28-33. Berger, Peter L. dan Thomas Luckmann. 1991. The Social Construction of Reality : A Treatise in the Sociology of Knowledge. London: Penguin Books. Dermawan, Rahmat. 2013. ―Peran Battra dalam Pengobatan Tradisional pada Komunitas Dayak Agabag di Kecamatan Lumbis Kabupaten Nunukan‖. Sosiatri-Sosiologi 1(4):50-61. Koentjaraningrat. 1971. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia dalam Pembangunan. Jakarta: Djambatan. Melalatoa, M. Junus. 1985. Kebudayaan Gayo. Jakarta: Balai Pustaka. Neuman, Lawrence W. 2006. Social Research Methods : Qualitative and Quantitative Approaches. Boston : Pearson. Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2011. Teori Sosiologi: Dari Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern. Bantul: Kreasi Wacana. Scharf, Betty R. 2004. Sosiologi Agama. Jakarta: Kencana. Indra Setia Bakti, Alwi, Saifullah| 127 Eksistensi Dukun di Tanah Gayo

Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Wulansari, C. Dewi. 2009. Sosiologi : Konsep dan Teori. Bandung : Refika Aditama. Zulfa, Viwahyuni, dkk. 2016. Penyebab Masyarakat Memilih Melakukan Pengobatan ke Dukun (Studi Kasus di Kenagarian Batubasa, Jorong Batubasa, Kecamatan Pariangan Kabupaten Tanah Datar). Artikel. Program Studi Pendidikan Sosiologi Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI Sumatera Barat.

KEARIFAN LOKAL LAUT ACEH: HIKMAH 60 HARI PANTANG MELAUT Nurkhalis Prodi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Teuku Umar [email protected] Iwan Doa Sempena Prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Teuku Umar [email protected]

Abstract Being a country which has thousands of island and even as the world's maritime axis, make Indonesia has abundant marine resources. The marine resource potency is a blessing for local people who work as fishermen. On the other hand, this potency is a disaster due to illegal struggle for excessive looting of marine wealth, exploitation of coral reefs, make the sea to be the easiest route to illegal logging and other criminal practices. This criminalization threatens the sustainability of the marine ecosystem and Indonesian. There have been various policies, government programs from both central and regional to overcome the threats and problems, but the criminals still occur. This study aims to find out what the provisions are of a year from 60 days off without sailing of Aceh local wisdom. As well as what wisdom of 60 days off without sailing of Aceh sea local wisdom. This study uses a descriptive qualitative approach. This article is based on the empirical study, using qualitative perspective by collecting data (in-depth interview and documentation). The study results show that there are 60 days off without sailing such as, on Friday, Eid al-Fitr day, Eid al-Adha day, kenduri laot (sea festival), Independence Day and tsunami day commemoration. In addition, the wisdom of 60 days off without sailing is to provide opportunities for breeding fish and another marine biota, to maintain social relations, to resolve social conflicts, to express of gratitude to God, to remember the services of heroes. It also strengthens faith since Acehnese could practice and maintain a harmonious universe relationship among God the creator, nature and human beings. Keywords: Maritime Axis, Local Wisdom, Aceh Sea, Universe Relations

Nurkhalis & Iwan Doa Sempena | 129 Kearifan Lokal Laut Aceh: Hikmah 60 hari Pantang Melaut

Abstrak Sebagai negara yang memiliki ribuan kepulauan bahkan poros maritim dunia, menjadikan Indonesia melimpah ruah sumber daya laut. Potensi tersebut satu sisi berkah tersendiri bagi warga berprofesi sebagai nelayan. Namun di sisi lain potensi itu musibah karena adanya perebutan atau penjarahan berlebihan hasil kekayaan alam laut secara ilegal, eksplotasi terumbu karang, jalur termudah illegal logging dan praktik kriminal lainnya. Berbagai kriminalisasi tersebut mengancam keberlangsungan ekosistem laut dan manusia Indonesia. Berbagai kebijakan, program dari pemerintah pusat dan daerah berupaya mengatasi hal tersebut, akan tetapi tetap ada saja pelanggaran terjadi. Penelitian ini bertujuan mengetahui apa saja ketentuan setahun dari 60 hari pantang melaut melalui kearifan lokal laut Aceh. Serta bagaimana hikmah 60 hari pantang melaut melalui kearifan lokal laut Aceh. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data dengan wawancara mendalam dan dokumentasi. Hari- hari pantang melaut itu antara lain hari Jumat, hari Idul Fitri, hari Idul Adha, Kenduri Laot, peringatan hari kemerdekaan dan peringatan hari tsunami. Selain itu, hikmah 60 hari pantang melaut ialah memberikan kesempatan pengembangbiakan ikan dan biota laut lainnya, terjaganya hubungan sosial, penyelesaian konflik, hamba bersyukur, mengenang jasa pahlawan dan memperteguh keimanan. Praktik terjaganya hubungan semesta antara pencipta, alam dan manusia. Kata Kunci: Poros Maritim, Kearifan Lokal, Laut Aceh, Hubungan Semesta

***

A. Pendahuluan Pada masa dahulu, nenek moyang bangsa Indonesia menggunakan teknik pelayaran sederhana dan alami. Mereka berlayar berpegang pada pengetahuan diperoleh secara turun- temurun. Ada lagi yang sekedar menggunaan perasaan atau naluri. Dengan melihat bentuk awan, pantulan sinar matahari serta warna maupun jenis air laut, maka seorang nahkoda berpengalaman dapat menentukan lokasi dan membawa kapalnya ke tujuan dengan selamat. Nenek moyang bangsa Indonesia juga sudah mengenal mata 130 | Jurnal Sosiologi USK e-issn: 2654-8143 Volume 12, Nomor 2, Desember 2018 p-issn: 2252-5254 angin untuk menentukan lokasi dan arah pelayaran mereka menggunakan tanda-tanda alam seperti pulau, gunung, tanjung dan teluk berpegang pada bintang di langit pada malam hari. Kemampuan nenek moyang menyeberangi lautan menunjukan benar bahwa bangsa kita pada zaman lalu yakni bangsa pelaut (Marsetio, 2014: 8-10). Hadirnya wacana pengaktualisasian kembali budaya kemaritiman jadi hal menarik untuk terus diperbincangkan. Bukan tanpa alasan, justru hal tersebut turut mempertegas keberadaan Indonesia sebagai negara memiliki beribu kepulauaan sangat didominasi wilayah lautan ketimbang luas daratannya. Maka pantaslah negara Indonesia digadang-gadang sebagai poros maritim dunia. Terbukti dalam cacatan sejarah bahwasanya jalur laut bukan hanya padat perlintasan bagi kelancaran bisnis pelayaran, perdagangan dan perikanan bagi dunia. Penelitian ini berupaya mengkaji budaya kemaritiman melalui fokus pendalaman pada kearifan lokal laut Aceh. Budaya maritim adalah kumpulan tata nilai, cara pandang dan sikap hidup berpusat pada air sebagai sumber kehidupan. Karena massa air di planet bumi ini kebanyakan di laut, maka budaya maritim diartikan lebih berdimensi laut dan kemudian laut sebagai ruang kehidupan dalam istilahnya disebut lebensraum (Daniel M Rosyid, 2017: 5) Potensi sumber kekayaan bawah laut berlimpah ruah selain mendukung kebutuhan bertahan hidup serta pilihan warga bermatapencaharian sebagai nelayan. Meskipun begitu, sumber daya kelautan menjadi dilema tersendiri dikarenakan satu sisi sebagai berkah bagi warga Indonesia berprofesi sebagai nelayan. Di sisi lain justru seringkali potensi itu berubah jadi musibah bagi masa depan laut Indonesia disebabkan terjadinya pelanggaran dari oknum tidak bertanggung jawab melakukan perebutan atau penjarahan berlebihan hasil kekayaan alam laut secara ilegal, eksplotasi terumbu karang, jalur termudah illegal logging dan praktik kriminal lainnya. Berbagai kriminalisasi tersebut jelas mengancam keberlangsungan ekosistem laut dan manusia Indonesia. Nurkhalis & Iwan Doa Sempena | 131 Kearifan Lokal Laut Aceh: Hikmah 60 hari Pantang Melaut

Saat ini, setidaknya kurang lebih adanya 23 Undang-undang (UU) sektoral terkait bidang kelautan. Namun, belum adanya UU mengintegrasikan pengelola dan pemanfaatan sumberdaya kelautan memuat dasar filosofis, sosiologis dan yuridis, serta sesuai dengan konsepsi geopolitik bangsa (antaranews.com). Tatkala belum adanya UU tentang pengelolaan dan pemanfaatannya maka sangatlah mudah muncul konflik-konflik dari berbagai daerah kepulauan di Indonesia. Tindakan menenggelamkan 363 kapal-kapal asing oleh Menteri Kelautan RI, Susi Pudjiastuti menjadi indikasi bahwa masih adanya pelanggaran atau tindakan kriminal pada wilayah maritim Indonesia (lihat; tribunnews.com, 2018). Sementara itu, Indonesia juga memiliki keberagaman adat Istiadat, kebudayaan dan kearifan lokal sebagai pelengkap peraturan UU sektoral tersebut. Teraktualisasinya aturan lain seperti kearifan lokal diberi ruang dalam peraturan resmi antara lain terdapat pada UUD 1945 ada pasal 18 B ayat 2 dan Pasal 1 ayat 30 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, Negara mengakui dan menghormati kesatuan- kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionanya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang (UUD 1945). Kearifan Lokal adalah nilai-nilai luhur berlaku yang berlaku dalam tatanan hidup untuk melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari (Pasal 1 ayat 30 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009). Provinsi Aceh telah sejak lama memiliki kearifan local dalam hal perlindungan laut yang telah ada sejak jaman pemerintahan Sultan Iskandar Muda (dikenal sebagai raja berpengaruh dalam memajukan Aceh hingga dikenal seantero dunia). Kearifan lokal laut Aceh berjalan dalam kelembagaan adat Aceh. Berbagai tata pelaksaan persoalaan pesisir diberi tugas kepada seorang bergelar Panglima Laot. Panglima Laot seluruh Aceh hingga kini kurang lebih totalnya sekitar 192 orang mengakomodir dari wilayah lhok (dermaga), kabupaten hingga provinsi di Aceh. Adapun tugas Panglima Laot (lihat; panglimalaotaceh.org) meliputi; 132 | Jurnal Sosiologi USK e-issn: 2654-8143 Volume 12, Nomor 2, Desember 2018 p-issn: 2252-5254

1. Melaksanakan, memelihara dan mengawasi pelaksanaan adat istiadat dan hukum adat laot; 2. Membantu Pemerintah dalam bidang perikanan dan kelautan; 3. Menyelesaikan sengketa dan perselisihan yang terjadi diantara nelayan sesuai dengan ketentuan hukum adat laot; 4. Menjaga dan melestarikan fungsi lingkungan kawasan pesisir dan laut; 5. Memperjuangkan peningkatan taraf hidup masyarakat nelayan; dan 6. Mencegah terjadinya penangkapan ikan secara ilegal ; 7. Memberikan advokasi kebijakan kelautan dan perikanan serta memberikan bantuan hukum kepada nelayan yang terdampar di negara lain; dan 8. Mengkoordinasikan pelaksanaan hukum adat laot. Memperhatikan beberapa tugas Panglima Laot tersebut di atas, memberikan angin segar bagi terlaksana perlindungan bagi ekosistem laut dan manusia. Berangkat dari realitas tersebut, maka peneliti tertarik meneliti tentang kearifan lokal laut Aceh dengan fokus permasalahan pada mencari hikmah apa saja terkadung dalam 60 hari pantang melaut dalam perhitungan setahun jadi salah satu aturan ketetapan dari kearifan lokal laut Aceh. Adapun menjadi tujuan penelitian yakni untuk mengetahui apa saja ketentuan setahun dari 60 hari pantang melaut melalui kearifan lokal laut Aceh sebagai perlindungan ekosistem laut dan manusia. Serta bagaimana hikmah 60 hari pantang melaut kearifan lokal laut Aceh. Peneliti mencoba melihat melalui pendekatan structural fungsionalisme Talcott Parson tentang masyarakat bahagian dari struktur saling terkait beberapa sistem di dalamnya antara kepribadian, tingkah laku, sosial dan budaya. Parson yakin ada empat fungsi penting diperlukan semua sistem terdiri dari Adaptation (A), dimana sistem harus menyesuaikan Nurkhalis & Iwan Doa Sempena | 133 Kearifan Lokal Laut Aceh: Hikmah 60 hari Pantang Melaut diri dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan itu dengan kebutuhannnya. Goal Attainment (G), sebuah sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya. Integration (I), sebuah sistem harus mengatur antarhubungan bagian yang menjadi komponennya. Sistem juga harus mengelola antarhubungan ketiga fungsi penting lainnya (A, G, L). Latency (L), sebuah sistem harus memperlengkapi, memelihara dan memperbaiki, baik motivasi individual maupun pola-pola kultural yang menciptakan dan menopang motivasi (George Ritzer & Douglass J. Goodman, 2011: 121). Penggunaan skema AGIL sesuai tatkala membedah lebih lanjut kearifan lokal laut Aceh yang selama ini masih dijalankan oleh masyarakat pesisir Aceh tampak dari keterhubungan beberapa sistem berjalan di antaranya; sistem tingkah laku, sistem kepribadian, sistem sosial dan sistem budaya. Pada sistem tingkah laku maka individu beradaptasi menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sistem kepribadian merupakan tindakan individu dalam mencapai tujuan. Kemudian sistem sosial mengupayakan individu berintegrasi menyusun hubungan menjadi kesatuan dan terakhir sistem kultural yakni pola pemeliharaan hubungan demi melengkapi, memelihara dan memperbaiki tindakan individu dalam masyarakat (George Ritzer, 2012 :411). Oleh karena itu, penelitian ini fokus pada kearifan lokal laut Aceh sebagai proses identifikasi diri seseorang atau sekelompok orang dalam masyarakat berlangsung turun temurun sebagai akibat interaksi antara manusia dengan lingkungannya. keseluruhan pembahasan dari tindakan/ interaksi sosial, sistem yang terjalin dengan sistem instansi lembaga adat laut (panglima laot) nantinya sangatlah tetap dan sesuai kajiannya apabila dianalisis lebih lanjut dengan teori Struktural Fungsional Talcott Parsons. B. Metode Penelitian Penelitian Kualitatif dimana proses risetnya melibatkan berbagai pertanyaan dan prosedur yang harus dilakukan. Data 134 | Jurnal Sosiologi USK e-issn: 2654-8143 Volume 12, Nomor 2, Desember 2018 p-issn: 2252-5254 terkumpul dari mereka yang disebut informan. Penganalisaan data induktif dibangun secara pembagian menuju tema-tema umum. Peneliti lalu membuat interpretasinya dari pemaknaan terhadap berbagai data. Penulisannya disusun secara fleksibel struktur laporan tetap menekankan gaya induktif dan kemudian memfokuskan amatan pada pemaknaan individual dan kompleksitas situasi yang terjadi serta teramati (Septiawan Santana K, 2010: 1). Metode kualitatif dapat digunakan untuk mengungkap dan memahami sesuatu di balik fenomena yang sedikit pun belum diketahui. Dengan kata lain, metode ini digunakan untuk mendapatkan wawasan tentang sesuatu yang baru sedikit diketahui (Anselm Strauss & Juliet Corbin, 2009: 5). Teknik pengumpulan data dengan wawancara mendalam—penentuan informan melalui teknik Purposive Sampling melibatkan berbagai informan terbagi pada beberapa bagian informan kunci, informan subjek dan non subjek. C. Pembahasan 1. Ketentuan 60 hari Pantang Melaut Mengawali pembahasan, hasil penelitian di lapangan diperoleh melalui wawancara dengan beberapa informan terdiri atas informan kunci, informan subjek dan informan non subjek. Beberapa informan nanti akan menyampaikan terkait apa saja ketentuan terlaksananya 60 hari dalam setahun dari adanya kearifan lokal laut Aceh. Namun sebelum melangkah lebih jauh ada baiknya kita ketahui terlebih dahulu gambaran singkat kearifan lokal laut Aceh. Berbagai peraturan 60 hari pantang melaut tersebut terlaksana melalui kepemimpinan Panglima Laot tertinggi pada tingkat provinsi untuk selanjutnya di arahkan turunan pada kabupaten hingga ke Lhok (dermaga) Peraturan 60 hari pantang melaut terlaksana melalui pihak berwenang yakni panglima laut. Sebagaimana diungkapkan oleh salah satu informan Bustamam selaku Panglima Laot provinsi Aceh; “Panglima provinsi mengurusi 18 kabupaten kota yang memiliki kawasan laut dan mengurus bantuan kepada kabupaten ataupun lhok” (Bustamam, wawancara informan kunci, 20 April 2018) Nurkhalis & Iwan Doa Sempena | 135 Kearifan Lokal Laut Aceh: Hikmah 60 hari Pantang Melaut

Lebih lanjut Muttaqin selaku akademisi dan terlibat langsung pada pertemuaan ilmiah dan pengembangan kebijakan kearifan lokal laut Aceh menjelaskan; “Saat ini, perkembangan terakhir melalui penelitian tim tahun 2017 mengungkap bahwa, panglima laot seluruh Aceh yang lhok lebih kurang sekitar176 lhok mungkin bisa berubah bertambah atau berkurang sedikit totalnya 192 tambah panglima laot kabupaten kota. Semua kabupaten terhitung 18 kabupaten miliki lahan pesisir maka terdapat panglima laot di sana” (Muttaqien, wawancara informan subjek, 06 April 2018). Kemudian hadirnya keberadaan lokal laut Aceh sebagai wujud keseimbangan kesejahteraan bukan melulu persoalan pada mengeksplorasi hasil laut. Sesuai dengan pernyataan Sulaiman T berikut; “Kearifan cara pandang terhadap lingkungan berbeda. Lingkungan sebagai sumber daya alam yang diinvestasikan. Memperimbangkan kesejahteraan meskipun hasil laut dieksplorasi oleh manusia. Kearifan lokal cara berkehidupan dengan tidak memperturutkan materi akan tetapi lebih kesejahteraan tujuan utamanya. Informan” (Sulaiman T, wawancara informan subjek, 19 Maret 2018). Sementara itu, kearifan loka laut Aceh selama ini juga dinilai sebagai upaya menciptakan kerukunan Hal tersebut disampaikan oleh; “Kearifan lokal laut sebagai warisan turun temurun lebih bermusyawarah menciptakan kerukunan bagi masyarakat pesisisr Aceh. Mempererat hubungan antara pelaku dunia usaha perikanan (nelayan) tatkala ada perselisihan akan segera diatasi panglima laut” (Hafinuddin, wawancara informan non subjek, 11 April 2018). Dan sebagai tambahan lain, kearifan lokal laut sebagai sarana perdamaiaan. Sebagaimana dinyatakan oleh Badaruzzaman Ismail selaku Ketua Majelis Adat Aceh; “Sumber ekonomi wilayah laut sebagai keributan. Namun dengan kearifan lokal laut Aceh justru mengatur semua diselesaikan secara damai. Adat laut murni berdiri sendiri memiliki prinsip masyarakat, 136 | Jurnal Sosiologi USK e-issn: 2654-8143 Volume 12, Nomor 2, Desember 2018 p-issn: 2252-5254

prinsip memperhatikan damai” (Badaruzzaman Ismail, wawancara informan subjek, 19 Juni 2018). Fokus kembali kepada ketentuan 60 hari pantang melaut, disebutkan bahwasanya ketentuannya terdiri atas empat berasal dari warisan dan dua hal lainnya tambahan pelaksaanaan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Bustamam; “Hari pantang melaut semuanya ada enam perihal, terdiri dari warisan ada empat dan dua ditambah” (Bustamam, wawancara informan kunci, 20 April 2018). Pernyataaan Bustamam di atas, berkenaan dengan adanya penambahan ketentuan melaut terutama pada 26 Desember dapat ditelusuri dari adanya pertemuan ilmiah pada tahun 2005. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan berikut ini; “… dan tambah terbaru hari peringatan hari Tsunami 26 Desember dicetuskan tahun 08-09 Desmber 2005 di hotel Daka, Lampriet Banda Aceh” (Muttaqien, wawancara informan subjek, 06 April 2018). Secara rinci dapat diketahui bahwa ketentuan enam perihal pada 60 hari pantang melaut terdiri dari pantang pada hari Jum‘at. Hari Idul Fitri, hari Idul Adha, Kenduri Laot, hari peringtan kemerdekan 17 Agustus dan hari peringatan bencana tsunami 26 Desember. Kenduri Laot adala prosesi syukuran dengan makan dan minum bersama sebagai wujud kesyukuran diberikan rezeki oleh sang Khalik dari kegiatan melaut. Kenduri laot diselenggarakan oleh masyarakat kawasan pesisir dan mengundang bukan saja warga sesamanya tetapi juga masyarakat pedesaan dan masyarakat lainnya. Sesuai dengan pernyataan; “enam pantang masih dilaksnakan hingga kini terdiri dari pantang melaut Jum’at, 17 Agustus, Hari Raya Idul Fitri, Hari Raya Idul Adha, peringatan Tsunami laut dan Kenduri Laot” (Amran J, wawancara informan kunci, 08 April 2018). Di samping itu, menurut penuturan informan lain bahwa pantang melaut pun sebenarnya turut lakukan pelarangan melaut tatkala ada warga masyarakat pesisir meninggal dunia berlangsung Nurkhalis & Iwan Doa Sempena | 137 Kearifan Lokal Laut Aceh: Hikmah 60 hari Pantang Melaut sampai jenazah dikebumikan dan setelah itu kembali diizinkan melaut. Sesuai dengan pernyataan; “Pantang melaut dari Jumat, selain pantang lainnya: hari peringatan tsunami, hari idul fitri. termasuk meninggalnya seorang di kampung maka pantang melaut sebelum jenazah dikebumikan” (Ridwan B, wawancara informan kunci, 09 April 2018) Tabel 1. Pantang Melaut pada Kearifan Lokal Laut Aceh Ketentuan Pantang Melaut Warisan Tambahan Hari Jum‘at Hari Peringatan 17 Agustus Hari Idul Fitri Hari Idul Adha Hari Mengenang Gempa Bumi dan Hari Kenduri Laot Tsunami 26 Desember Sumber: Panglima Laot Provinsi Aceh Berbagai aturan pelarangan melalut bukan tanpa alasan. Namun lebih kepada menjaga masa depan laut; “Kearifan lokal justru membuat orang Aceh semakin menjaga masa depan laut” (Junaidi H, wawancara informan non subjek, 17 Mei 2018). Bahkan Kearifan lokal laut ini sejak 4 abad silam terhitung sejak masa Sultan Iskandar Muda terus mampu terlaksana dikarenakan aturan adat tersebut terhimpun dalam lembaga Adat Laot Aceh tidak bertentangan dengan agama dan pemerintah; “Kearifan sebagai peraturan atau hukum warisan dari orang terdahulu. Dan selain itu merupakan hukum negara. Lembaga hukum adat dibentuk dalam lembaga tidak bertentangan dengan agama dan pemerintah. Mulai dari terumbu karang, pemboman dan sebagainya” (Bustamam, wawancara informan kunci, 20 April 2018) 2. Hikmah 60 hari Pantang Melaut Pembahasan pada ini, berupaya mencari tentang hikmah yang terkandung pada ketentuan 60 hari pantang melaut dalam setahun yang terlaksana dari kearifan lokal laut Aceh. Hikmah dari 138 | Jurnal Sosiologi USK e-issn: 2654-8143 Volume 12, Nomor 2, Desember 2018 p-issn: 2252-5254 pelarangan pada; hari Jum‘at, hari Idul Fitri, hari Idul Adha, Kenduri Laot, peringatan 17 Agustus dan peringatan bencana Tsunami 26 Desember. Pantang melaut di hari Jum‘at memilki hikmah terjaganya hubungan baik bersama keluarga dan bisa merawat serta memperbaiki kerusakan pada perahu. Sesuai dengan pernyataan; “Pantang melaut di Hari Jumat memiliki pesan yakni turut menjaga hubungan baik rumah tangga dan menjaga silaturahmi bertetangga. Di samping nelayan bisa beristirahat bersama keluaganya. Selain itu, mereka bisa merawat perahu serta memperbaiki alat tangkap” (Junaidi H, wawancara informan kunci, 17 Mei 2018). Menariknya, pantang melaut pada hari Jum‘at dipatuhi bukan saja oleh nelayan dan juga Airut (Polisi Air) dan Angkatan Laut. Hal tersebut dinyatakan oleh; “Hikmah pantang bisa menjadi ajang bersiturahmi nelayan bersama keluarga dan masyarakat. Airut dan Angkatan Laut saja mengikuti aturan adat daerah untuk meminta izin berpatroli di hari Jumat. Kemudian kami memberi izin boleh berpatroli setelah shalat Jumat dan mereka mematuhinya. Mereka saja patuh kenapa nelayan tidak” (Amran J, wawancara kunci, 08 April 2018). Kemudian pada pantang melaut pada hari Idul Adha dan Idul menjadi momen bersilaturahmi, keakraban dan berkumpulnya keluarga besar nelayan. Sesuai dengan penuturan berikut; “Hari Idul Fitri dan Idul Adha sebagai hari pantang melaut selama 3 hari lamanya. Saat itulah seluruh famili (keluarga) nelayan berkumpul bahkan antara nelayan daerah lain juga bertamu pada hari lebaran tersebut. Momen terpenting untuk bersilaturahmi, menjalin keakraban antarsesama masyarakat nelayan dan berkumpulnya keluarga besar kami saat itu” (Amran J, wawancara informan kunci, pada 08 April 2018). Adapula pantang pada Kenduri Laot sebagai ajang yang dinanti-nanti jadi bentuk hamba bersyukur kepada sang alam. pada Kenduri Laot kami turut mengundang anak yatim dan masyarakat Aceh lainnya berdomisili di luar area pesisir. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan; Nurkhalis & Iwan Doa Sempena | 139 Kearifan Lokal Laut Aceh: Hikmah 60 hari Pantang Melaut

“Kenduri laot diadakan untuk mengundang anak yatim berterima kasih kita kepada penghuni laut sebagai wujud kesyukuran. dan turut mengundang seluruh Aceh bahkan orang luar Aceh. pada tahun 2011-2012 hingga mengundang orang dari Kementerian dan pejabat lainnya” (Amran J, wawancara informan kunci, 08 April 2018). Di samping itu pula, Kenduri Laot bermaksud jadi pengingat bahwa laut itu penting dan mesti kita jaga; “Kenduri laot diselenggarakan oleh masyarakat kawasan pesisir dan mengundang bukan saja warga sesamanya tetapi juga masyarakat pedesaan dan masyarakat lainnya. Selama ini saya hanya menjadi peserta di acara Kenduri Laot. Melalui Kenduri Laot itu dari orang dewasa hingga anak-anak menghargai bahwa laut adalah sebagai masa depan suatu bangsa. Selain itu, sebagai pengingat bahwa laut itu penting dan mesti kita jaga bersama” (Hafinuddin, wawancara informan non subjek, 11 April 2018). Selain itu, pantang melaut pada 17 Agustus sebagai wujud kebersamaan, cinta tanah air dan kekompakan bersama. Seperti disampaikan berikut ini; “Melalui hari peringatan 17 Agustus menampakan kebersamaan, cinta tanah air dan kekompakan untuk memperingati hari bersejarah” (Amran J, wawancara informan kunci, 08 April 2018). Kemudian pada pantang melaut pada peringatan hari kemerdekaan hikmah lainnya ialah menghargai jasa para pahlawan Aceh seperti Teuku Umar, Cut Nyak Dhien, Panglima Polem. Hal tersebut diutarakan oleh Hafinuddin selaku Akademisi; “Tidak terlepas dari sejarah bahwa kita orang Aceh adalah orang gigih dalam perjuangan sebelum dan sesudah kemerdekaan. hal itu terbukti dari heroik bahwa Aceh memiliki pahlawan semisal Teuku Umar, Cut Nyak Dhien, Panglima Polem itu tentang bagaimana menghargai pahlawan dengan ditentukan hari pantang melaut di hari kemerdekaan” (Hafinuddin, wawancara informan non subjek, 11 April 2018) Tambahan lainnya; 140 | Jurnal Sosiologi USK e-issn: 2654-8143 Volume 12, Nomor 2, Desember 2018 p-issn: 2252-5254

“17 Agustus hari kemerdekaan. Begitu sudah pahlawan kita merebut kemerdekaan. patut kita hargai. Dengan berdiriinya Republik ini pada akhirnya nelayan ada tujuan” (Bustamam, wawancara informan kunci, 20 April 2018) Dan terakhir pada pantang melaut 26 Desember dijadikan peringatan untuk mengintrospeksi diri dan bermuhasabah dari kedasyahatan bencana pada 2004 silam diakui dunia. Sesuai dengan pernyataan; “Hari dimana kita untuk introspeksi diri dan bermuhasabah (mengambil pelajaran hidup). Dimana Aceh pernah berada di titik nol pasca tsunami dan Kemudian dengan kebersamaan sesama orang Aceh kita diakui dunia bisa bangkit karena bencana. Dunia saja mengakui maka tidak mungkin kita tidak mengenang masa susah atau kelam saat Tsunami” (Hafinuddin, wawancara informan non subjek, 11 April 2018) Peringatan 26 Desember telaksana melalui beberapa kegiatan berdoa bagi arwah, wirid yasin dan mencicipi makanan dan minuman yang disediakan secara bersama oleh masyarakat; “Pada hari pantang melaut 26 Desember kita berdoa bagi arwah dari orang yang telah meninggal pada peristiwa tsunami. Rangkaian acara mulai dari malam adanya wirid yasinan hingga siang hari dan setelah itu mencicipi makanan dan minuman yang disediakan secara bersama oleh masyarakat” (Tarzan, wawancara informan kunci, 09 April 2018) Dari hasil temuan di lapangan apabila dikaitkan dengan teori AGIL. Mendapati bahwasanya Adaptasi yang dimaksudkan dalam hal ini adalah penerimaan masyarakat pesisir berprofesi sebagai untuk tetap melaksanakan ketentuan pantang melaut sehingga kearifan lokal dapat terus bertahan hingga kini. Pencapaian tujuan individu pada masyarakat pesisir lebih terlihat pada kehadiran mereka pada kegiatan kenduri laot untuk bisa mewujudkan kesyukuran kepada pencipta dan bersosial bersama masyarakat bukan berada di Kawasan pesisir. Kemudian, integrasi individu masyarakat bisa diketahui dari pantang melaut di hari Jumat untuk menjaga hubungan baik Nurkhalis & Iwan Doa Sempena | 141 Kearifan Lokal Laut Aceh: Hikmah 60 hari Pantang Melaut bersama tetangga, bersilaturahmi dan mendamaikan orang yang berselisih paham (konflik). Dan terakhir, pemeliharaan pola hubungan pada ketentuan hari pantang melaut diinstruksikan dari panglima laot provinsi menuju kepada panglima laot kabupaten serta disambungkan berikutnya pada panglima lhok. D. Penutup Penelitian kearifan lokal laut yang fokus pada hikmah 60 hari pantang melaut dapat ditarik dua kesimpulan bahwa, ketentuan 60 hari pantang melaut terdiri dari pantang melaut; hari Jum‘at, hari Idul Fitri, hari Idul Adha, Kenduri Laot, hari peringatan 17 Agustus dan hari peringatan bencana Tsunami 26 Desember. Dan hikmah dari 60 hari pantang melaut yakni pada hari Jum‘at sebagai momen bersilaturahmi antarmasyarakat, hari Idul Adha serta Idul Fitri sebagai momen bersilaturahmi, Kenduri Laot ajang kesyukuran hamba kepada sang pencipta, hari 17 Agustus ialah menghargai jasa pahlawan dan hari peringatan bencana tsunami 26 Desember menjadi introspeksi diri serta muhasabah (mengambil pelajaran hidup).

***

142 | Jurnal Sosiologi USK e-issn: 2654-8143 Volume 12, Nomor 2, Desember 2018 p-issn: 2252-5254

Daftar Pustaka M. Rosyid, Daniel. 2016. Arsitektur Maritim di Indonesia. Disampaikan pada materi Kuliah Umum bertemakan ―Peran Industri Maritim Dalam Strategi Pembangunan Nasional Abad 21‖ pada 26 November 2015 di kampus Universitas Teuku Umar, Meulaboh, Aceh Barat Marsetio. 2014. Sea Power Indonesia. Jakarta: Universitas Pertahanan Ritzer, George dan Douglass J. Goodman. 2011. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana. Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi: Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Santana K, Septiawan. 2010. Menulis Ilmiah Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Strauss, Anselm & Juliet Corbin. 2009. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif: Tatalangkah dan Teknik-teknik Teoritisasi Data. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 18 B ayat 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Pasal 1 ayat 30 Http://www.antaranews.com/berita/450134/indonesia-perlu- regulasi-untuk-kelola-sumber-daya-kelautan. Diakses pada tanggal 09 Juni 2018 http://jakarta.tribunnews.com/2018/05/07/menteri-susi-sudah- tenggelamkan-363-kapal-asing-pencuri-ikan#gref. Diakses pada tanggal 09 Oktober 2018. Http://www.panglimalaotaceh.org/sejarah. Diakses pada tanggal 05 Mei 2018

***

AKSI TERORISME: DARI GERAKAN IDEOLOGIS KE GERAKAN INKONSTITUSIONAL

Suprapto Pascasarjana Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang [email protected]

Abstract Terrorism has caused unrest at both national and global levels. The terrorist movement triggered conflicts caused disintegration until unconstitutional action. Based on these conditions, this paper explains: 1) the terrorism movement on an ideological basis, 2) the terrorist movement in unconstitutional efforts towards the destination country. As for ideological movements, terrorism has two types, namely; state terrorism and non-state terrorism. ISIS, which is classified as state terrorism, has hegemonized many countries, groups, and even released cadres to several countries. According to the sociological literature, terrorists and counter-terrorists originating from the politics of science, international studies, and law. While in an unconstitutional movement, terrorism has an agenda to bring up state conflicts. Keywords: Terrorism, Ideological Movement, Unconstitutional Movement

Abstrak Terorisme telah menimbulkan keresahan baik di tingkat nasional maupun global. Gerakan terorisme juga memicu konflik yang menyebabkan disintegrasi sampai tindakan inkonstitusional. Berdasarkan kondisi tersebut, tulisan ini menjelaskan tentang: 1) gerakan terorisme dengan basis ideologis, 2) gerakan terorisme dalam upaya-upaya inkonstitusional terhadap negara. Adapun gerakan ideologis, terorisme memiliki dua jenis, yakni; state terorism dan non- state terorism. ISIS yang tergolong state terorism, telah banyak menghegemoni negara, kelompok, hingga pelepasan kader ke beberapa negara. Sesuai literatur sosiologis, teroris dan kontra teroris berawal dari politik sains, studi internasional, dan hukum. Sedang dalam gerakan inkonstitusional, terorisme memiliki agenda untuk memunculkan konflik kenegaraan. Kata Kunci: Terorisme, Gerakan Ideologis, Gerakan Inkonstitusional 144 | Jurnal Sosiologi USK e-issn: 2654-8143 Volume 12, Nomor 2, Desember 2018 p-issn: 2252-5254

A. Pendahuluan Isu-isu keagamaan akhir-akhir ini cukup menyita perhatian publik. Salah satunya keberadaan teroris dan jaringan terorisme yang mulai berkembang di Indonesia. Data yang dihimpun tempo (20/01/2016) menyebutkan 2,7 juta rakyat Indonesia telah berafiliasi dengan teroris dan berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyebutkan 10-12 jaringan inti terorisme. Agen-agen teroris yang berkembang di Indonesia, telah dimulai sejak masa orde baru (1981), teroris sudah menduduki Indonesia sebagai wilayah yang strategis. Tahun 2002 tampak tegang pula dengan aksi yang diluncurkan Umar Patek, Amrozi, Imam Samudra, Nurdin M. Top, dkk. Ini pula yang menyemangati para kelompok teror yang berorientasi mendirikan Negara Islam Indonesia (NII). Latar belakang yang dimunculkan adalah doktrin ideologi revolusioner dan framing religius. Hadirnya teroris dengan beratribut islam, adalah cara cukup efektif dalam memunculkan pertikaian. Sungguh, langkah strategis tersebut menambah deretan kegaduhan di negeri yang dianggap toleran ini. Belum lagi bagi penganut islam eksklusif, yang sangat mempedomani tindak-tutur orang arab, sangat sensitif dengan kejadian tersebut. Meski tidak semua berafiliasi pada Timur Tengah yang cenderung penganut Wahabi, gerakan teroris telah terbukti menimbulkan dilema ideologis. Ketika Umar Patek yang masa tahanannya hampir selesai, menyatakan ingin berhenti dari aktivitas teroris. Dua kemungkinan yang dapat dicermati, adalah: 1) untuk menghilangkan jejak sebagai teroris, 2) membangun jaringan teroris baru yang lebih besar. Pada sebagian yang lain justru generasi muda yang eksklusif- ekstrimis menjadi kader-kader pengikut Syria. Meski secara tidak langsung bersinggungan dengan aktivitas terorisme. Dengan berpotensinya generasi muda menjadi agen baru terorisme, semangat doktrinasi keagamaan dan jihad banyak diproduksi di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) maupun Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Suprapto| 145 Aksi Terorisme: dari Gerakan Ideologis ke Gerakan Inkonstitusional

Benar apa yang dikatakan Sahabat Ali Bin Abi Thalib ―kebaikan yang tidak terorganisir akan terkalahkan oleh kejahatan yang terorganisir dengan baik‖. Betapa tidak, para agen teroris ini sangat massif melakukan gerakan dan rapi mengorganisir. Gerakannya dapat dicermati, begitu pula jaring-jaring pengamannya. Namun tak dapat dibongkar jaringan teroris dari batang pohon beserta buahnya sampai ke akarnya. Para pelaku yang tertangkap itu adalah sebagian kecil dari agen yang diluncurnya untuk melakukan aksi teror di negara-negara tujuan. Jika atribut teroris itu disemangati oleh perjuangan agama (jihad), maka bagi paham-paham keagamaan islam hal itu tak sejalan dengan perjuangan yang telah diperjuangkan. Seperti halnya Muhammad bin Abdul Wahhab (paham Wahhabi); Mirza Ghulam Ahmad (paham Ahmadiyah); Ibnu Taimiyah; Syayid Qutb; Yusuf Qordowi, al Maududi (modern thought). Namun berbeda dengan Abu Bakar Al Baghdadi dan Abu Ayyub Al Masri yang turut serta mendirikan ISIS. Perjuangannya tak lepas dari konflik Irak dan Amerika, yang berikutnya disusul dengan melemahnya kekuatan Suriah. Dengan begitu di tangan Al Baghdadi ISIS berkembang. ISIS juga merupakan akar dari Jamaat Al-Tauhid Wal-Jihad (organisasi tauhid dan jihad). Jejaring teroris ISIS tak hanya melingkupi wilayah Irak-Suriah- Amerika, namun juga menyasar ke wilayah Asia Tenggara. Seperti laporan Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC), jejaring teroris banyak menyusup pada Tentara Pembebasan Rohingya Arakan (ARSA). Jejaring ini meluas ke Filipina dengan maksud membantu Front Pembebasan Islam Moro (MILF). Semangat jihad seperti yang dilakukan ISIS, masuk ke wilayah Indonesia yang salah satunya dipengaruhi oleh propaganda Bahrun Naim melalui rekam jejak aksi penyerangan. Berikutnya para kelompok jihadis dari kalangan perempuan yang tergabung ke ISIS sebagian besar dipengaruhi oleh hubungan perkawinan. Termasuk orang Irak dan Bangladesh, yang mempengaruhi para buruh migran. Para perempuan Indonesia yang 146 | Jurnal Sosiologi USK e-issn: 2654-8143 Volume 12, Nomor 2, Desember 2018 p-issn: 2252-5254 tergabung ISIS tak lepas dari budaya patriarki yang dibuka secara massif dengan dalih membuka kedok pemerintah. Dimana isu konservatif, diskriminasi, dan ketidaksetaraan menjadi bagian pemicu. Menurut Lies Marcoes (Direktur Rumah Kita Bersama Foundation), seperti halnya dalam keluarga, para perempuan ekstrimis bertugas mengelola, menggalang dana, hingga melakukan kaderisasi. Ini menunjukkan gerakan teroris-ekstrimis kian berkembang di Indonesia. Sehingga tak heran seperti kejadian pengeboman di Gereja Surabaya dan Mako Brimob menuai perhatian publik. Keberadaan teroris di Indonesia sendiri telah disikapi sedemikian rupa hingga peraturan legal formal dalam undang- undang terhadap larangan teroris beredar di Indonesia. Dengan adanya tindakan preventif seperti ini, akhirnya elemen kepolisian mulai bersiap siaga meningkatkan kewaspadaan. Munculnya protes dari sebagian kalangan yang beratribut mirip dengan yang dikenakan para teroris. Dampaknya adalah dilema kesepakatan definisi teroris yang tak kunjung usai. Lain daripada itu, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang juga melakukan tindakan preventif, mengupayakan dengan memasuki ruang-ruang publik seperti ruang akademis. Menurut data laporan BNPT, konsentrasi jaringan teroris berdasarkan kelompok yang tersebar di Indonesia meliputi: (1) Aceh sebagai qoidah aminah: Dulmatin (JI), Musthofa (JI/JAT), Abd. Sonata (Kompak), Arman Abd. Rohman (NII), Abu Umar (NII); (2) Kelompok Terorisme Finansial CIMB Medan; (3) MIB Lampung; (4) MIB Abu Umar dan Abu Roban; (5) NII Tasik; (6) Badri Solo; (7) Pol Dayah/Rizal; (8) JAT Bali; (9) POK Bima UBK/Abrori; (10) POK Asmar; (11) POK Walida Ambon; (12) NII Kalimantan Selatan; dan (13) MIT Daengkoro Sentoso. Sedang arah kelompok-kelompok ini banyak berjejaring ke MIT Daengkoro Sentoso.

Suprapto| 147 Aksi Terorisme: dari Gerakan Ideologis ke Gerakan Inkonstitusional

B. Gerakan Ideologis Terorisme Semula, pandangan konflik yang kemudian mengarah pada bentuk perlawanan disemangati oleh rangkaian gerakan ideologi (Elster, 2000), Eagleton (1991). Mengacu pada pandangan Dahrendorf (1959: 180-181), konflik dapat dicermati dengan pendekatan quasi group dan interest group. Ia dibentuk karena memiliki struktur, bentuk organisasi, program atau tujuan, dan personel atau anggota. Sedang kelompok semu yakni bagian-bagian dari kelompok sungguhan. Tentu dalam memahami kasus terorisme, ia adalah kelompok kepentingan (interest group) yang dengan sengaja mempengaruhi stabilitas negara. Meski bukan partai politik atau lembaga negara, dengan organisasi yang terorganisir dengan baik bisa jauh lebih bersemangat dibanding berbasis partai. Mengikuti pendapat Coser bahwa konflik dapat berlangsung antara individu-individu, individu-kelompok, atau kelompok-kelompok, (Veeger, 1985: 211). Kondisi yang terjadi ialah pada perseteruan individu-kelompok. Para kelompok jihadis- ekstrimis juga memahami, tak mungkin membentuk kekuatan penyerangan jika belum siap berbenturan antara kelompok dengan kelompok. Radikalisasi dalam hal agama banyak disemangati dengan nuansa perang. Radikalisme dalam hal ini adalah kelompok teroris merupakan benteng penyerangan yang bisa diandalkan dalam tujuan- tujuan politik. Bagi negara-negara adidaya seperti halnya Amerika dan Irak, sangat mungkin mengorganisir gerakan teorisme. Negara dengan pengekspor teroris yakni negara yang juga siap secara persenjataan. Dalam tulisannya, Junaid (2013) menyebut bahwa teroris di Indonesia merupakan bagian dari agenda gerakan terorisme internasional. Itu artinya nuansa geo-politik berpengaruh pada aksi teroris. Salah satu kekeliruan dan didukung oleh sebagian muslim yang phobia dengan wajah islam, aksi terorisme tak ada sangkut- pautnya dengan islam. Seperti telah dijelaskan di awal, terorisme 148 | Jurnal Sosiologi USK e-issn: 2654-8143 Volume 12, Nomor 2, Desember 2018 p-issn: 2252-5254

(ISIS) disemangat oleh penguasaan negara. Itulah awal-awal yang dilakukan Al-Baghdadi untuk melanggengkan gerakan ISIS karena telah melunakkan Suriah. Konflik yang dibentuk adalah konflik antar kepentingan dan kekuasaan (Dahrendorf, 1954). Mengikuti pandangan dialektis-kritis Dahrendorf, gerakan-gerakan teroris juga bermuatan nuansa ideologis, (Turner, 1986: 150). Heywood (2003) menyebutkan ada doktrin politik (monopoli kebenaran) dalam proses ideologis. Para deportan dan returnis turut menjadi bagian konflik Suriah-ISIS. Seperti liputan tirto.id, tak banyak harapan kenyamanan yang didapat di bawah panji ISIS. Di luar konflik ISIS dengan masyarakat, penguasaan negara cukup banyak menyumbang potensi konflik. Dari konflik-konflik yang dilakukan ISIS, ada upaya pembiaran konflik. Yang terjadi kemudian adalah keporak-porandaan konflik (dekonstruksi). Telah dijelaskan oleh Jainuri, terdapat dua jenis teroris, yakni; state terorism dan non-state terorism. ISIS sebagai jenis dari state terorism telah banyak menghegemoni negara, kelompok, hingga kader yang dilepas ke beberapa negara, (Mubarok, 2012: 244). Sedang dalam literatur sosiologis, teroris dan kontra teroris berawal dari politik sains, studi internasional, dan hukum, (Deflem, 2004: 2). Kondisi di Indonesia, tidak banyak diketahui pasti potensi ISIS melakukan aksi-aksi teror. Bila para wanita menjadi obyek jihad, hal itu lebih pada agenda kaderisasi ideologis. Sedangkan jika dikaitkan dengan kesiapan pasukan, dengan sasaran Indonesia adalah upaya menakar kekuatan pertahanan TNI dan Polri. Dengan terorganisirnya kelompok pro-ISIS, pemerintah telah menggunakan kekuasaan dan wewenangnya melalui undang-undang dan peraturan presiden. Keberadaan ideologis-keagamaan cukup mengundang perhatian panjang yang menyangkut hajat hidup seluruh masyarakat Indonesia. Setidaknya dapat diketahui secara umum, sistem ideologi yang dibangun atas keyakinan politik, meliputi: (1) Gagasan-gagasan politik berorientasi aksi, (2) Ide-ide kelas penguasa, (3) Keberadaan Suprapto| 149 Aksi Terorisme: dari Gerakan Ideologis ke Gerakan Inkonstitusional kelas sosial atau kelompok sosial tertentu, (4) Ide-ide politik yang berorientasi pada kepentingan kelas sosial, (5) Ide-ide yang menyebarkan kesadaran palsu di antara yang dieksploitasi atau ditindas, (6) Ide-ide untuk membangkitkan rasa kepemilikan kolektif, (7) melegitimasi sistem atau rezim politik, (8) Doktrin politik (monopoli kebenaran), (9) ide-ide politik yang abstrak dan sangat sistematis, (Heywood, 2003). Meski bukan praktek negara sekuler, liberal, ataupun islam, keberadaan Pancasila telah menjadikan agama sebagai aturan hidup (rule of life). Kendati demikian, konflik bersebab masyarakat-negara, negara-negara, juga bentuk kenegaraan (Pancasila-khilafah). Sedang Goliath mendefinisikan sebagai teroris berkerangka asymetric conflict (Dugis, 2008: 3). Kejadian pengeboman dan bom bunuh diri tak semata sebagai aksi teror ataupun ghiroh berjihad, bagi negara hal tersebut telah mengusik pertahanan negara. Aspek yang mempengaruhinya pun bisa dari bidang politik, ekonomi, sosial, pendidikan, dan agama. Dari ruang publik maupun privat, tak terhindarkan dari aksi-aksi terorisme. Ditambah basis akademis perguruan tinggi, mulai membentuk jaring pengaman. Mengikuti perspektif interaksionisme simbolik, Blummer (1900-1987) Sebuah asumsi sederhana menyatakan bahwa manusia hidup dalam lingkungan simbol-simbol. Karena mendapat rangsangan, simbol-simbol dapat divisualisasikan. Pendapat Mead (1863-1931) menyatakan bahwa ada beda antara tanda-tanda alamiah (natural sign) dengan simbol-simbol yang bermakna (significant symbols). Maksud dari perspektif ini, bahwa dengan simbol-simbol keagamaan yang menjadi semangat jihad, justru menuai konflik. Simbol menjadi wakil secara ideologis maupun pembelaan keyakinan, (Ritzer, 2011). Seperti catatan masa lalu, ketika Gus Dur membuka hubungan diplomatik dengan Israel justru menuai kontroversi di internal Indonesia sendiri. Kesan politis lebih mudah diterima daripada langkah panjang memperjuangkan kedamaian dunia. Konflik-konflik baik internal maupun eksternal sebagian didominasi oleh isu ataupun 150 | Jurnal Sosiologi USK e-issn: 2654-8143 Volume 12, Nomor 2, Desember 2018 p-issn: 2252-5254 agenda politis. Melihat agenda-agenda pemerintah terhadap kelompok konflik, konflik dikendalikan berdasar fungsionalisme- konflik (Coser, 1913) daripada dialektis-konflik (Dahrendorf, 1929). Dengan fungsionalisme-konflik, agenda besar terorisme dan dominasi politis menurun seiring berkurangnya agenda perang. Perbenturan kelompok militer membuat daftar kekuatan negara dalam agenda- agenda konflik. Penjagaan keamanan juga didukung oleh kekuatan persenjataan. Maka masing-masing elemen negara dapat memfungsikan konflik untuk menurunkan sensitifitas perang. Melalui pendekatan konflik, simbol, politik, dan agama, menjadi bagian dari upaya ideologis. Menurut Knight (2006: 622) yang mengutip pendapat Huntington, menetapkan ideologi sebagai sistem ide yang berkaitan dengan distribusi nilai-nilai politik dan sosial dan disepakati oleh kelompok sosial melalui hubungan sosial yang signifikan, Martin (2015: 18). Maka secara ideologis, rumus yang dipakai adalah: values + beliefs = opinions, Martin (2015: 26). Sedang Sargent (1986: 3) membagi dalam 5 (lima) bagian, yakni: sistem nilai, sistem sosialisasi, stratifikasi dan mobilisasi sosial, sistem ekonomi, dan sistem politik. C. Gerakan Inkonstitusional Terorisme Menurut catatan ―Country Reports On Terrorism 2016‖, menunjukkan kondisi yang mengejutkan. Dalam catatan tersebut, terdapat 51 organisasi terorisme yang berada di Afrika, Asia Timur dan Pasifik, Timur Tengah, Asia Selatan, Belahan Bumi Barat. Sedang negara yang mensupport gerakan terorisme meliputi: Irak, Sudan, dan Syria. Dalam beberapa kasus, secara administratif melalui undang-undang telah banyak mengatur tindakan terorisme internasional. Namun upaya legal formal tersebut, kalah cepat dengan media sosial dan transaksi terselubung. Buktinya, beberapa bentuk larangan untuk menjaga stabilitas negara masih banyak pelanggaran. Berikut ini beberapa larangan pada organisasi terorisme yang sudah beredar di negara-negara tujuan terorisme, meliputi: 1) Larangan ekspor dan penjualan terkait senjata; 2) Kontrol atas ekspor barang-barang penggunaan ganda; 3) Larangan bantuan ekonomi; Suprapto| 151 Aksi Terorisme: dari Gerakan Ideologis ke Gerakan Inkonstitusional dan 4) Pengenaan berbagai macam keuangan dan pembatasan lainnya. Pada kejadian seperti yang terjadi di Irak, kelompok teroris dari Iran telah menyerang Palestina di Gaza, dan berbagai kelompok di Suriah, Irak, dan di seluruh Timur Tengah. Dengan menggunakan Pasukan Penjaga Korps Revolusi Islam (IRGC-QF), Iran berkesempatan untuk mengimplementasikan tujuan kebijakan dalam hal penyediaan perlindungan untuk operasi intelijen, dan menciptakan ketidakstabilan di Timur Tengah. Pengakuan atas keterlibatan IRGC-QF dalam konflik di Irak dan Suriah menjadi bukti bahwa IRGC-QF adalah mekanisme utama Iran untuk membudidayakan dan mendukung teroris di luar negeri. Dengan melihat gerakan Iran ke beberapa wilayah Timur Tengah, segera memunculkan konflik kenegaraan. Melalui langkah panjang dan penuh strategi, Iran telah memasok Hizbullah dengan ribuan roket, rudal, dan senjata kecil, dalam pelanggaran langsung terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB (UNSCR) 1701. Menurut laporan United States Department of State Publication Bureau of Counterterrorism (2017), Upaya potensial yang dilakukan Iran adalah dengan memberikan sebagian besar dukungan keuangan untuk Hizbullah di Lebanon dan telah melatih ribuan pejuangnya di wilayah strategis di Iran. Para pejuang Hizbullah telah digunakan secara luas di Suriah untuk mendukung rezim Assad dan mendukung operasi melawan ISIS di Irak. Adapun serangan terhadap Pasukan Pertahanan Israel juga dilakukan oleh pejuang Hizbullah tahun 2016 di sepanjang perbatasan Libanon dengan Israel. Sedangkan kondisi di Sudan yang juga sebagai kawasan Negara Terorisme, memiliki kekhawatiran dalam melakukan dukungan kepada kelompok teroris internasional, termasuk Jihad Islam Palestina, Hamas, dan Hizbullah. Sebab misinya terhadap terorisme berbeda dengan Iran. Yakni melawan terorisme saat ini merupakan prioritas keamanan nasional untuk Sudan, dan Sudan adalah mitra kerja sama Amerika Serikat yang kontraterorisme. Meski kehadirannya masuk pada daftar sponsor negara dari Terorisme. 152 | Jurnal Sosiologi USK e-issn: 2654-8143 Volume 12, Nomor 2, Desember 2018 p-issn: 2252-5254

Selama tahun lalu, Pemerintah Sudan terus mengejar operasi kelompok kontraterorisme, termasuk operasi untuk secara langsung melawan ancaman terhadap kepentingan dan personil AS di Sudan. Sudan menganggap serius ancaman yang ditimbulkan oleh ISIS. Pemerintah AS mengakui upaya signifikan Pemerintah Sudan untuk melawan ISIS dan kelompok teroris lainnya untuk mencegah gerakan mereka. Seperti halnya Iran, pemerintah Suriah telah memainkan peran penting dalam pertumbuhan jaringan teroris di Suriah. Sikap permisif rezim Assad yang dilakukan sebagai upaya memfasilitasi pejuang teroris asing al-Qaeda dan kelompok teroris lainnya selama konflik Irak. Suriah menjabat selama bertahun-tahun sebagai pusat pejuang- pejuang teroris asing telah menumbuhkan kesadaran bahwa Suriah dapat memasuki wilayah Irak untuk tujuan memerangi pasukan koalisi. Sementara bagian dari strategi yang lebih luas sepanjang tahun, ternyata Suriah sendiri adalah bagian dari korban terorisme. Dari Suriah, ISIS merencanakan atau menginspirasi operasi teroris eksternal. Selain itu, rezim Suriah telah membeli minyak dari ISIS melalui berbagai perantara, menambah pendapatan kelompok teroris. Terorisme memang dikenal sebagai organisasi yang terorganisir dengan baik. Dapat dilihat pada aksi terorisme yang mampu mengatur, merencanakan, mengumpulkan dana, berkomunikasi, merekrut, melatih, transit, dan beroperasi dalam keamanan relatif karena kapasitas pemerintahan yang tidak memadai, kemauan politik, atau keduanya. Seperti kondisi di Somalia (Afrika), telah menimbulkan kekhawatiran akan kehadiran senjata pemusnah massal di Somalia. Jalan masuk teroris juga dilalui melalui jalur maritim. Upaya preventif pemerintah Indonesia, Malaysia, dan Filipina yakni dengan mengendalikan batas-batas maritim, (Country Reports On Terrorism, 2016). Meminjam perspektif teori permainan (game theory), para kelompok jihadis memainkan kekuatan militer dengan taktik perang untuk mempengaruhi kekuasaan negara. Secara perlahan akan menguasai negara lemah. Sudah terbukti Suriah, Mosul, dan Kota Suprapto| 153 Aksi Terorisme: dari Gerakan Ideologis ke Gerakan Inkonstitusional

Raqqa jatuh ke tangan Irak. Sehingga permainan perang tersebut tak hanya sebatas aksi teror semata. Pemerintah memahami permainan perang tersebut akan berdampak besar pada ide khilafah seperti yang dipraktekan di Irak. Melihat sumbangan dana yang tak sedikit yang diperuntukkan bagi kelompok ISIS, dapat dikaitkan dengan peran ekonomi negara, Meier (dalam Rosidi, 1997: 27) membaginya dalam tiga tipologi, yakni: (1) protektif atau netral (2) produktif atau positif (3) dan eksploitatif atau negatif. Dari tiga tipologi ini dapat memiliki dua implikasi, yakni negara produktif dan negara eksploitatif. Tipologi eksploitatif banyak dikuasai dengan memperbesar kekuatan militer. D. Upaya Preventif Gerakan Terorisme Mencermati kondisi tak hanya di Indonesia, termasuk beberapa negara yang menjadi tujuan gerakan teroris memiliki tujuan yang hampir sama, yakni upaya untuk memerangi terorisme. Namun seperti Amerika Serikat (AS), justru mendapatkan jauh lebih banyak manfaat dari keterlibatan dengan organisasi multilateral dan mitra lain selain dengan melakukannya sendiri. Jejaring konstitusional baik yang berafiliasi dengan gerakan terorisme maupun yang mencegah gerakan terorisme, sudah mencakup politik global (global politics). Bentuk kerja sama (kooperatif) kontraterorisme berarti bahwa negara-negara yang mencegah gerakan terorisme dapat membantu menanggung beban penyediaan kapasitas bantuan pembangunan dan pelatihan, terutama daerah-daerah yang tidak memiliki akses dan pengaruh. Pekerjaan lain yang harus dilakukan adalah bagian administrasi untuk merangsang pertukaran informasi tentang teroris dengan kedua sekutu yang terpercaya. Sedangkan kelompok non- tradisional yang meningkatkan standar keamanan global, memiliki pekerjaan untuk melakukan perjalanan dan penyeberangan perbatasan melalui kerjasama internasional yang luas. Keterlibatan multilateral juga menyediakan peluang tidak hanya untuk menumbuhkan (atau menghidupkan kembali) hubungan bilateral dengan tradisional dan non-tradisional negara mitra untuk 154 | Jurnal Sosiologi USK e-issn: 2654-8143 Volume 12, Nomor 2, Desember 2018 p-issn: 2252-5254 memerangi terorisme, tetapi untuk meningkatkan kesadaran umum tentang ancaman dan membangun kepercayaan diperlukan untuk berbagi informasi untuk mencegah dan mendeteksi aksi teroris. Menurut catatan ―Country Reports On Terrorism 2016‖, Administrasi berikutnya harus menyerukan pembentukan organisasi anti-terorisme global di bawah naungan PBB. Bentuk Kerjasama Kontraterorisme Internasional harus memimpin proses antar-lembaga dalam untuk menjamin bahwa organisasi yang dibentuk menerima dukungan dari semua departemen terkait, termasuk Keamanan Dalam Negeri, Negara, Keadilan, Perbendaharaan, dan Pertahanan. Ini harus dibuat sangat jelas, bahwa badan kontraterorisme global yang baru akan melayani kepentingan berbagai negara. Tetapi negara-negara di semua bagian dunia, dan bahwa Administrasi berikutnya bermaksud untuk bekerja dengan mitra di dalam dan di luar PBB dalam mendukung penciptaan dan kerja dari entitas semacam itu. Selain mengatasi pertempuran antar-badan antara Negara, Pertahanan, Perbendaharaan, Keadilan, dan Keamanan Dalam Negeri yang telah menandai keterlibatan negara-negara pada isu-isu kontraterorisme untuk mengatasi skeptisisme. Ini bisa menyediakan sebuah forum untuk melibatkan para sekutu tradisional dan non-tradisional dalam berbagai isu kontraterorisme, termasuk yang berkaitan dengan melawan meningkatnya radikalisasi dan ekstremisme yang mendorong terorisme Islam dan yang saat ini tidak ada forum yang luas dan efektif. Berdasarkan laporan United States Department of State Publication Bureau of Counterterrorism (2017), untuk mengatasi stigma yang melekat pada hubungan bilateral dengan banyak negara Muslim, maka dapat memanfaatkan forum semacam itu untuk mengembangkan program-program berbasis luas dengan negara- negara seperti Pakistan, Arab Saudi, Mesir, Indonesia, dan suara- suara terkemuka lainnya di dunia Muslim. Sebagai bagian dari upaya multilateral untuk membantu mengatasi tumbuhnya skeptisme dan ketidakpercayaan di antara negara-negara Muslim dan komunitas di Suprapto| 155 Aksi Terorisme: dari Gerakan Ideologis ke Gerakan Inkonstitusional seluruh dunia bahwa upaya kontraterorisme yang dipimpin AS menargetkan Islam. Dengan meningkatkan koordinasi, kerja sama, dan pembagian informasi di antara masing-masing negara dan badan multilateral yang berbeda yang saat ini terlibat dalam kegiatan kontraterorisme dan menjadi titik fokus untuk mengoordinasikan upaya bantuan teknis kontraterorisme internasional, yang akan membantu masyarakat internasional memanfaatkan dana terbatas dengan lebih baik dan keahlian yang tersedia. Akhirnya, sebuah badan baru dapat menyediakan sebuah forum untuk menunjukkan komitmennya pada pendekatan multilateral, berbasis aturan hukum untuk memerangi terorisme dan memungkinkannya bekerja lebih efektif dengan para sekutu tradisional dan non-tradisional, memberikan legitimasi yang lebih besar kepada upaya kontraterorisme dan meyakinkan negara lain dalam mengatasi ancaman teroris. Dari data Country Reports On Terrorism (2016), pada tahun 2002, Program Pemberantasan Terorisme (CTFP) didirikan untuk memenuhi persyaratan Departemen Pertahanan (DoD) untuk membangun kemitraan dalam perjuangan melawan ekstremisme kekerasan melalui pendidikan dan pelatihan yang ditargetkan, tidak mematikan, dan memerangi terorisme (CbT). CTFP secara langsung mendukung upaya-upaya DoD dengan menyediakan pendidikan dan pelatihan CbT untuk perwira militer tingkat menengah ke tingkat senior, kementerian pertahanan sipil, dan pejabat keamanan. CTFP menyediakan hubungan unik dan peluang pengembangan kapasitas yang memungkinkan negara mitra (PN) untuk mengatasi ancaman terorisme di dalam perbatasan dan wilayah mereka dan memperkuat kerja sama dengan dan dukungan untuk AS dan upaya mitra untuk mengalahkan terorisme,. Wacana jihad yang telah disebarkan oleh para radikalis Islam seharusnya tidak dianggap sebagai ekspresi fanatisme religius semata atau secara eksklusif terkait dengan tindakan-tindakan irasional dari kelompok-kelompok individu yang dihasut oleh pengikut buta mereka dari doktrin-doktrin khusus dalam Islam. Meskipun sebagian 156 | Jurnal Sosiologi USK e-issn: 2654-8143 Volume 12, Nomor 2, Desember 2018 p-issn: 2252-5254 akurat, persepsi semacam ini gagal mengungkapkan pemahaman jihad yang lebih mendalam. Jihad juga merupakan ekspresi protes bagi individu yang merasa terpinggirkan oleh arus kuat modernisasi dan globalisasi yang digunakan untuk membangun mereka sendiri dan menawarkan mereka tempat di ranah publik. Bagi orang- orang ini, pesan jihad disampaikan untuk mengubah mereka dan untuk memberdayakan posisi mereka, sementara pada saat yang sama untuk menghilangkan rasa frustrasi mereka memiliki awan masa depan mereka. Selanjutnya, pada tahap berikutnya, ketika kelompok dibentuk oleh individu-individu yang berpikiran seperti ini dalam upaya mereka untuk 'mengekspresikan identitas mereka' secara terbuka, wacana politik dan nuansa mulai terbentuk ketika kontestasi mereka dengan negara meningkat, (Hasan et.al, 2012: 13- 15). Bahkan dalam menghadapi fenomena multifaset seperti itu, Indonesia sama sekali tidak memiliki strategi besar yang sistematis dan matang. Sebagai Kepala Detasemen Khusus 88 Kepolisian Republik Indonesia (Densus 88) Brigadir Jenderal Tito Karnavian mengatakan, 'segala upaya' lunak 'dan' keras 'yang telah kami lakukan sejauh ini sebenarnya adalah inisiatif pribadi dan ad hoc - hal-hal yang kami Pikiran akan bekerja paling baik (secara operasional) dalam situasi seperti itu.6 Argumen ini menggarisbawahi salah satu tantangan terbesar yang dihadapi Indonesia dalam 'perang melawan teror' setelah pemboman Bali tahun 2002 yang menewaskan ratusan korban yang tidak bersalah. Untuk membingkai upaya kontra-terorisme Indonesia saat ini secara efektif, penting untuk melihat bagaimana Indonesia secara bertahap bergeser dari 'sentimen musuh' menuju strategi 'populasi- sentris'. Hasan, et.al, (2012: 15), menunjukkan bahwa upaya Indonesia untuk menggabungkan pendekatan 'keras' dan 'lunak' dalam melawan radikalisme dan terorisme telah muncul sebagai pendekatan terbaik dalam jangka panjang. Dalam menghadapi terorisme dan radikalisme, pendekatan 'keras' didefinisikan sebagai langkah- langkah yang digunakan oleh negara yang berfokus pada fungsi dan Suprapto| 157 Aksi Terorisme: dari Gerakan Ideologis ke Gerakan Inkonstitusional peran aparat keamanan (terutama Polisi Nasional dan Militer) dan penggunaan kekuatan mereka, yang mencakup, antara lain, serangan taktis, penangkapan, infiltrasi, dan pembunuhan. Pendekatan 'lunak', di sisi lain, dilihat sebagai fungsi, peran, dan kegiatan dari aparat negara non-keamanan (seperti Departemen Pendidikan, serta aktor non-negara (seperti organisasi massa Islam), yang tidak menggunakan kekerasan, Bab ini akan menunjukkan bahwa strategi semacam itu juga mengikuti beberapa praktik terbaik dalam menangani radikalisme dan terorisme yang telah dikembangkan sepanjang sejarah Indonesia. Dalam kasus ancaman teror yang ada di Indonesia, dan mungkin di tempat lain di Asia Tenggara, 'hadiah' untuk radikalisme dan terorisme Islam tetap didukung oleh penduduk pribumi. Masyarakat yang lebih besar sementara hambatannya adalah tatanan politik yang ada. Metode yang dipilih adalah kekerasan ekstrem. Dari perspektif pemerintah Indonesia, masalah 'terorisme Islam' itu lebih baik dipahami sebagai pemberontakan: perjuangan untuk, atau perlawanan terhadap, struktur pemerintah yang didirikan oleh sejumlah kecil individu yang menawarkan aturan alternatif melalui memobilisasi dukungan rakyat dan menggunakan berbagai cara politik, informasi, psikologis dan militer. Namun, perspektif semacam itu telah dikritik bukan hanya karena kekacauan menyulap citra sekelompok pejuang gerilya yang membawa senjata dan menyerang target negara. Ini juga menempatkan terlalu banyak penekanan pada aspek keamanan terorisme Islam, dengan mengorbankan aspek politik dan sejarahnya. Seperti banyak gerakan lain melawan pemerintah, terorisme Islam sebenarnya tidak selalu digambarkan dengan benar sebagai pemberontakan. Gerakan Aceh Merdeka dan Gerakan Papua Merdeka, misalnya, muncul sebagai reaksi yang sah terhadap ketidakadilan ekonomi, sosial dan politik serta kekerasan negara, (Hasan, et.al, 2012: 15-17).

158 | Jurnal Sosiologi USK e-issn: 2654-8143 Volume 12, Nomor 2, Desember 2018 p-issn: 2252-5254

E. Penutup Pertama, aksi-aksi terorisme telah memunculkan perhatian cukup serius baik pada korban maupun negara. Sebab jika hanya dimaknai sebagai hubungan tersangka-korban dan menimbulkan kematian, di Indonesia kasus serupa telah banyak terjadi. Meski banyak gejolaknya, tak melebihi pada kasus terorisme, sekalipun pelaku teroris dan korbannya tak banyak. Tingkat kewaspadaan terhadap teroris, menjadi bagian penting sebagai bentuk dukungan atas keberadaan BNPT. Kedua, konflik yang muncul atas sebab aksi terorisme, juga dipengaruhi oleh agenda-agenda kepentingan negara penyuplai terorisme. Meski Indonesia dengan keras melarang kelompok atau ormas yang mengusik pancasila atau mengganggu kerukunan umat, masih dirasa belum menyumbang secara solutif atas kasus-kasus terorisme yang kian meluas. Jejaring dan doktrin ideologis jauh lebih memperkuat dari sekedar bentuk kecintaan pada negara. Dari gerakan ideologis dan gerakan inkonstitusional yang dilakukan para agen teroris, upaya preventifnya dapat berbentuk kerja sama (kooperatif) kontraterorisme. Maknanya bahwa negara- negara yang mencegah gerakan terorisme dapat membantu menanggung beban penyediaan kapasitas bantuan pembangunan dan pelatihan, terutama daerah-daerah yang tidak memiliki akses dan pengaruh. Dengan meningkatkan koordinasi, kerja sama, dan pembagian informasi di antara masing-masing negara dan badan multilateral yang berbeda yang saat ini terlibat dalam kegiatan kontraterorisme dan menjadi titik fokus untuk mengoordinasikan upaya bantuan teknis kontraterorisme internasional.

***

Suprapto| 159 Aksi Terorisme: dari Gerakan Ideologis ke Gerakan Inkonstitusional

Daftar Pustaka Abdul, S. Husein. 2017. Empat Generasi dalam Sejarah Terorisme. Online (https://tirto.id/empat-generasi-dalam-sejarah-terorisme- cwpb). Diakses 2 Juni 2018. Country Reports on Terrorism 2016. United States Department of State Publication Bureau of Counterterrorism. Dahrendorf, Ralf. 1959. Class And Class Conflict In Industrial Society. California: Stanford University Press. Deflem, Mathieu. 2004. Terrorism And Counter-Terrorism: Criminological Perspectives. Sociology Of Crime, Law And Deviance, Vol. 5. New York: Elseiver. Ltd. Eagleton, Terry. 1991. Ideology: An Introduction. New York: Leaper & Gard Ltd Elster, Jon. 2000. Karl Marx; Marxisme-Analsisis Kritis. Jakarta: Prestasi Pustakaraya. Firdausi, F. Aziz. 2018. Bagaimana Abu Bakar al-Baghdadi Mendirikan ISIS?. Online (https://tirto.id/bagaimana-abu-bakar-al- baghdadi-mendirikan-isis-cHov). Diakses 2 Juni 2018. Hamdi, Imam. 2016. BNPT Sebut ada 2,7 Juta Orang Indonesia Terlibat Terorisme. Online, (https://nasional.tempo.co/read/737905/bnpt-sebut-ada-27- juta-orang-indonesia-terlibat-terorisme/full&view=ok). Diakses 05 Desember 2018 Hasan, A. Muawal. 2018. Jejaring Teroris Bangladesh: dari Rakhine hingga Indonesia. Online (https://tirto.id/jejaring-teroris-bangladesh- dari-rakhine-hingga-indonesia-cK48). Diakses 2 Juni 2018. Hasan, Noorhaidi, et.al. 2012. Counter Terrorism Strategies in Indonesia, Algeria and Saudi Arabia. Netherlands Institute of International Relations ‗Clingendael‘. Heywood, Andrew. 2003. Political Ideologies: An Introduction. Political Philosophy And Theory. UK Politics: Politics and International Studies. Palgrave. Institute for Policy Analysis of Conflict. 2017. How Southeast Asian And Bangladeshi Extremism Intersect. 160 | Jurnal Sosiologi USK e-issn: 2654-8143 Volume 12, Nomor 2, Desember 2018 p-issn: 2252-5254

Junaidi, Hamzah. 2013. ―Pergerakan Kelompok Terorisme Dalam Perspektif Barat Dan Islam‖. Sulesana, 8(2): 118-135. Knight, Kathleen. 2006. Transformations of the Concept of Ideology in the Twentieth Century. Journal American Political Science Review, Vol. 100 (4). pp. 619-626. Martin Locret-Collet and Simon Springer. 2017. Anarchist Political Ecology: Theoretical Horizons and Empirical Axes. (Online), https://www.researchgate.net/publication/308202142. Diakses 15 Nopember 2018. Mubarok, Zulfi. 2012. “Fenomena Terorisme di Indonesia: Kajian Aspek Teologi, Ideologi dan Gerakan”. SALAM: Jurnal Studi Masyarakat Islam, 15(2): 240-254. Ritzer, George. 2011. Sociological Theory. New York: McGraw-Hill Companies Rosidi, Sakban. 1997. ―Proletarisasi Masyarakat Pedesaan; Potret Otonomi Negara Dalam Politik Pertanian‖. Jurnal Salam. 1: 24- 36. Sargent, L. Tower. 1986. Contemporary Political Ideologies. (Penerj. Simamora, Sahat). Jakarta: Bina Aksara. Turner, Jonathan. H. 1986. The Structure Of Sociological Theory. Chicago: the dorsey Veeger, K.J. 1985. Realitas Sosial; Refleksi Filsafat Sosial Atas Hubungan Individu-Masyarakat Dalam Cakrawala Sejarah Sosiologi. Jakarta; Gramedia.

***

IDENTIFIKASI PERMASALAHAN ANAK DALAM RANGKA PEMENUHAN HAK KESEHATAN DAN KESEJAHTERAAN ANAK Studi di Kelurahan Cempaka Permai dan Kelurahan Lingkar Barat Kota Bengkulu

Ika Pasca, Heni Nopianti, Diyas Widiyarti Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Bengkulu [email protected] [email protected] [email protected]

Abstract This study aims to identify the problems of children healthy areas in the context of the fulfillment of child rights related to the implementation of State program Eligible Children in Gading Cempaka subdistrict, Bengkulu City. The two areas that focused on this research are the Cempaka Permai Village and the Lingkar Barat Village. The results of the study showed that problems were found which involved the fulfillment of facilities such as the ASI corner area. Then the discussion about sexuality is still taboo to discuss so that sexual reproductive health education is still not widely taught at the family level. No smoking areas in the two regions are not yet available as well as the problem of the existence of inadequate environmental sanitation. Keywords: Problem of Children, Rights on child health, Children Friendly City

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan anak dalam rangka pemenuhan hak anak di bidang kesehatan dan kesejahteraan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Identifikasi ini berkaitan dengan adanya implementasi program Kota Layak Anak di Kecamatan Gading Cempaka, Kota Bengkulu. Hasil penelitian ini menunjukkab bahwa ditemukan persoalan yang menyangkut belum terpenuhinya sarana seperti area pojok ASI. Kemudian perbincangan mengenai seksualitas masih tabu untuk dibicarakan sehingga pendidikan kesehatan reproduksi seksual masih belum banyak diajarkan di level keluarga. Kawasan bebas rokok di 162 | Jurnal Sosiologi USK e-issn: 2654-8143 Volume 12, Nomor 2, Desember 2018 p-issn: 2252-5254 kedua kelurahan tersebut belum tersedia serta persoalan keberadaan sanitasi lingkungan yang belum memadai. Kata Kunci : Permasalahan Anak, Hak Kesehatan pada Anak, Kota Layak Anak

***

A. Pendahuluan Berdasarkan hasil proyeksi Badan Pusat Statistik Republik Indonesia dalam menjelaskan bahwa pada tahun 2012 jumlah anak dengan kategori usia 0-17 tahun di Indonesia menempati porsi sebesar 33,4 persen dari total penduduk yang berjumlah 245,4 juta jiwa. Secara demografis, data tersebut memberikan gambaran bahwa jumlah anak tersebut dapat memberikan keuntungan secara strategis bila mampu dikelola dan dikembangkan secara optimal di masa mendatang. Hal ini karena anak merupakan investasi berharga sekaligus generasi penerus bangsa di masa mendatang. Hak dan kedudukannya telah diatur dan dilindungi oleh negara melalui peraturan dan perundang-undangan. Namun, saat ini kondisi anak masih dilingkupi dengan beragam persoalan di berbagai bidang. Perubahan sosial yang terjadi, sedikitnya telah menggeser sistem dan struktur sosial, serta turut menyebabkan beragam persoalan pada anak. Aspek ini dapat dillihat melalui kondisi di berbagai wilayah yang belum sepenuhnya mempertimbangkan aspek kepentingan terbaik untuk anak dalam perencanaan program pembangunan di masing-masing daerah. Misalnya : ketersediaan layanan pendidikan dan kesehatan bagi anak, maupun ketersediaan ruang bermain seperti ruang terbuka hijau (RTH) yang memang responsif bagi anak dalam beraktivitas dan bermain. Namun, bila ketersediaan layanan, serta ruang bermain yang belum memadai serta kurang maksimalnya pemanfaatan bonus demografis dari tingginya jumlah anak, maka kesemuanya akan menjadi bumerang bagi bangsa ini. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Magdalena dan Sitorus (2007) bahwa secara universal Ika Pasca, Heni Nopianti, Diyas Widiyarti| 163 Identifikasi Permasalahan Anak dalam Rangka Pemenuhan Hak Kesehatan dan Kesejahteraan Anak kondisi anak saat ini mengalami banyak ketidakadilan baik yang meliputi bidang pendidikan, maupun pada aspek kesehatan. Berdasarkan Laporan data UNICEF tahun 2012 di bidang kesehatan diperoleh data bahwa sebesar 40 % balita di daerah pedesaan terhambat pertumbuhannya, sebanyak 46 % rumah tangga tidak memiliki akses terhadap sanitasi yang memadai, 2 dari 10 kelahiran tidak ditangani oleh tenaga terlatih. Asiah (2016:37) menjelaskan bahwa berdasarkan data riset kesehatan dasar (riskesdas) pada tahun 2013 diperoleh gambaran bahwa pemberian ASI Ekslusif pada bayi berumur 0-2 tahun hanya mencapai angka 36,6 %. Selain itu, data yang dihimpun ke dalam profil kesehatan Indonesia tahun 2015 oleh kementerian Indonesia dijelaskan pula bahwa setiap tahun lebih dari 1,4 juta anak di dunia meninggal karena berbagai penyakit yang sebenarnya dapat dicegah dengan imunisasi. Menyadari kondisi demikian, kesehatan menjadi aspek yang penting untuk diperhatikan. Sehingga upaya pemeliharaan kesehatan dan kesejahteraan pada anak perlu dilakukan sejak dini agar dapat menghasilkan generasi yang berkualitas di masa depan. Menyikapi persoalan tersebut, pemerintah melalui kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak menginisiasi terbentuknya program Kota Layak Anak. Kehadiran Kotak Layak Anak yang selanjutnya disebut KLA merupakan bentuk pengejawantahan atas Konvensi PBB mengenai Hak Anak pada tahun 1989, World Fit For Children. Melalui undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang Perlindungan anak maka inisiasi Kota/Kabupaten Kota Layak Anak menjadi salah satu program yang difungsikan guna mengembangkan kondisi wilayah Kota/Kabupaten agar dapat memenuhi kebutuhan anak. Salah satunya pada aspek pemenuhan kesehatan dan kesejahteraan pada anak. Secara bertahap, implementasi peraturan KLA ditetapkan di Kota Bengkulu melalui keputusan Walikota Bengkulu No 151 Tahun 2013. Kawasan kota Bengkulu merupakan pusat pembangunan perkotaan yang rentan memiliki permasalahan yang menyangkut anak. Data yang dirilis oleh yayasan PUPA Kota Bengkulu mencatat bahwa dalam kurun waktu 3 bulan, terhitung Januari-Maret 2016 kasus yang melibatkan anak dan perempuan terbilang tinggi. 164 | Jurnal Sosiologi USK e-issn: 2654-8143 Volume 12, Nomor 2, Desember 2018 p-issn: 2252-5254

Setidaknya 75 kasus kekerasan seksual serta fisik terhadap anak dan wanita. Serta dari 75 kasus tersebut, 46 diantaranya merupakan kasus pemerkosaan terhadap anak dan wanita yang menduduki peringkat tertinggi. Sebagai Langkah awal, pengembangan Kota Layak Anak dimulai dengan pendekatan kombinasi antara pendekatan top-bottom dan bottom up dengan menetapkan Pilot Project pengembangan KLA di kawasan Kecamatan. Kawasan kecamatan menjadi dasar awal yang dinilai dapat dikembangkan secara bertahap. Dari level kecamatan inilah unit-unit terkecil seperti kelurahan dirasa lebih mudah untuk diorganisir dalam mengimplementasikan hak anak. Salah satu kecamatan yang menjadi pilot project ialah kecamatan Gading Cempaka yang memiliki 5 Kelurahan. Dari 5 kelurahan tersebut, dua diantaranya adalah Kelurahan Lingkar Barat dan Kelurahan Cempaka Permai. Dipilihnya dua kawasan tersebut di dasari dari kondisi kawasan ini yang telah berkembang ke arah pemukiman, kerajinan, perdagangan, jasa serta pusat perkantoran yang turut berperan menghasilkan keragaman status sosial ekonomi, tingkat pendidikan, tingkat kesehatan serta pembangunan sarana dan prasarana yang kesemuanya berdampak pada kondisi anak serta hak pemenuhan kebutuhannya. Menindaklanjuti kondisi tersebut maka penelitian ini hendak secara spesifik ingin mengidentifikasikan permasalahan pada anak, khususnya mengenai pemenuhan hak dasar anak di bidang kesehatan. Penelitian ini ingin membahas ―Apa saja permasalahan anak dari aspek Pemenuhan Hak kesehatan serta kesejahteraan anak di Kelurahan Cempaka Permai dan Kelurahan Lingkar Barat ? B. Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengambilan informan dalam penelitian dilakukan melalui mekanisme Purposive dan snowball sampling. Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh tim peneliti meliputi: wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Teknik analisis data yang dilakukan meliputi pengumpulan data, reduksi data, penyajian data serta kesimpulan dan verifikasi.

Ika Pasca, Heni Nopianti, Diyas Widiyarti| 165 Identifikasi Permasalahan Anak dalam Rangka Pemenuhan Hak Kesehatan dan Kesejahteraan Anak C. Pembahasan Aspek Kesehatan dan Kesejahteraan Aspek kesehatan dan kesejahteraan sebagai indikator program KLA menempati posisi penting guna menjamin hak-hak anak dibidang kesehatan dan kesejahteraan. Aspek-kesehatan tersebut meliputi : angka kematian bayi, prevelensi kekurangan gizi pada balita, presentase ASI eksklusif, keberadaan pojok ASI, pemberian imunisasi dasar yang lengkap, lembaga pelayanan kesehatan reproduksi dan mental, akses air bersih untuk rumah tangga serta ketersediaan kawasan tanpa asap rokok. Aspek ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan seperti bangunan puskesmas (pusat kesehatan masyarakat), posyandu dll turut serta menjadi prioritas yang penting guna mengoptimalisasi pelayanan kesesehatan anak dan masyarakat di tingkat dasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 1 puskesmas induk serta 2 puskesmas pembantu di kedua wilayah tersebut. Puskesmas induk yang bernama UPTD Puskesmas Lingkar Barat yang menaungi dan membina Kelurahan Cempaka Permai dan Kelurahan Lingkar Barat secara bersama-sama. Disamping itu juga, telah terdapat 11 titik posyandu yang tersebar di kedua wilayah tersebut, yakni 6 posyandu di Kelurahan Cempaka Permai dan 5 posyandu yang berada di Kelurahan Lingkar Barat. Posyandu yang menjadi binaan UPTD Puskesmas Lingkar Barat telah berada di posisi madya. Artinya bahwa setidaknya telah memiliki 5 atau lebih jumlah kader yang bertugas pada saat kegiatan posyandu berlangsung serta dapat melaksanakan program kegiatan lebih dari 8 kali dalam satu tahun. Namun cakupan kegiatan utama yang meliputi KIA, Gizi, KB serta imunisasi masih tergolong rendah dan capainnya kurang dari 50%. 1) Angka Kematian Bayi dan Status Gizi Pada Balita Untuk kasus angka kematian bayi, berdasarkan laporan tahunan UPTD Puskesmas Tahun 2015 diperoleh data bahwa tidak ditemukannya kasus kematian bayi di Kelurahan Cempaka Permai. Sedangkan di Kelurahan Lingkar Barat pada tahun yang sama ditemukan satu kasus kematian bayi. Dari aspek ketersediaan gizi, 166 | Jurnal Sosiologi USK e-issn: 2654-8143 Volume 12, Nomor 2, Desember 2018 p-issn: 2252-5254 pemantauan status gizi yang dilakukan oleh UPTD Puskesmas Lingkar Barat telah memiliki 3 kategori, yakni : cakupan gizi buruk, gizi kurang dan gizi baik. Adapun data mengenai status gizi berdasarkan berat badan dan tinggi badan pada tahun 2015 di dua kelurahan tersebut adalah sebagai berikut : Tabel 1 Hasil Pemantauan Status Gizi Berdasarkan BB/TB Tahun 2015 Cakupan (%) Kelurahan/Des Jumlah Balita No a Diukur Buruk Kurang Baik (%) (%) (%) Cempaka 1. 60 0 5 55 Permai 2. Lingkar Barat 47 0 1 46 Jumlah 107 0 4.16 95.84 Sumber: Tabel 53, Laporan Tahunan UPTD Puskesmas Lingkar Barat Tahun 2015 Dari tabel diperoleh gambaran bahwa pada tahun 2015 di Kelurahan Lingkar Barat ditemukan 1 bayi yang mengalami kekurangan gizi. Sedangkan di Kelurahan Cempaka Permai ditemukan 5 balita yang mengalami kekurangan gizi. Sisanya sudah terkategori memiliki cakupan gizi yang baik. Pihak UPTD Puskesmas menyikapi kondisi tersebut dengan melakukan sosialisasi berupa penyampaian informasi dan pengetahuan kepada orang tua yang anaknya mengalami gizi buruk mengenai pentingnya aturan dan kombinasi pemberian makanan bergizi kepada bayi. Tujuannya adalah meningkatkan pengetahuan mengenai nilai gizi pada makanan yang berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan anak. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh informan EV berikut : “...... biasanya kami langsung memberitahukan ibu yang anaknya memiliki kekurangan gizi kalau BB dan TB anaknya tidak seimbang. Kami biasanya beritahu pada saat posyandu berlangsung. Pola asuhnya juga kami beritahu yang baik bagaimana. Kalau dilihat, kurang gizinya itu terjadi karena kurangnya ketersediaan sumber makanan akibat kondisi kurang mampu secara ekonomi....” (EV, Wawancara, 20 Oktober 2017) Ika Pasca, Heni Nopianti, Diyas Widiyarti| 167 Identifikasi Permasalahan Anak dalam Rangka Pemenuhan Hak Kesehatan dan Kesejahteraan Anak Dari informasi yang diperoleh, Informan EV mengungkapkan bahwa sosialisasi yang diberikan bertujuan sebagai upaya menyebarluaskan informasi guna menumbuhkan kesadaran mengenai pentingnya pemberian makanan bergizi pada anak. Distribusi pengetahuan yang demikian kerap dilakukan oleh para kader posyandu secara berkesinambungan, termasuk diantaranya ketika kegiatan posyandu berlangsung. Salah satu faktor terjadinya kekurangan gizi pada anak ditenggarai karena persoalan ekonomi yang menyebabkan kurangnya asupan makanan yang bergizi pada anak. Oleh para kader, pemantauan pada anak yang kekurangan gizi dilakukan melalui pemeriksaan berkala yang rutin dilakukan pada saat posyandu berlangsung. 2) Pemberian ASI Ekslusif dan Pojok ASI Indikator lain pada aspek kesehatan ialah mengenai pemberian ASI ekslusif pada bayi. Pemberian ASI ekslusif telah dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 30 Tahun 2012 mengenai pemberian air susu ibu ekslusif. Pada pasal 1 dijelaskan bahwa ―air susu ibu ekslusif diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan tanpa menambahkan dan/atau menganti dengan makanan atau minuman lain‖. Sedangkan pada pasal 2 dijelaskan bahwa ASI esklusif memiliki 3 tujuan sebagai berikut : a). untuk menjamin bahwa hak anak mengenai kebutuhannya dapat terjamin dengan memperhatikan pertumbuhan dan perkembangannya, b). Sebagai upaya perlindungan kepada sang ibu ketika memberikan asi untuk bayinya, dan c). Meningkatkan peran dan dukungan dari seluruh stakeholder mulai dari level keluarga, masyarakat, hingga ke institusi pemerintah lainnya. Dengan demikian, upaya untuk meningkatkan kesadaran pentingnya ASI ekslusif telah dilakukan oleh UPTD puskesmas Lingkar Barat pada saat kegiatan posyandu yang rutin dilakukan setiap bulannya. Sosialisasi kerap dilakukan tidak hanya kepada ibu- ibu yang menyusui melainkan juga kepada para ibu yang tengah hamil serta para suami agar sadar dalam pemberian ASI eksklusif. Upaya ini menjadi salah satu cara yang dilakukan untuk terus 168 | Jurnal Sosiologi USK e-issn: 2654-8143 Volume 12, Nomor 2, Desember 2018 p-issn: 2252-5254 mendorong peningkatan kesadaran ibu menyusui dan perempuan hamil agar dapat memberikan ASI ekslusif pada bayinya. Meski demikian, upaya mensosialisasikan mengenai pentingnya ASI eksklusif masih memiliki kendala. Salah satunya dikarenakan masih minimnya konselor menyusui yang terlatih dalam memberikan penyuluhan seputar ASI. Adapun yang dimaksud sebagai konselor menyusui dijelaskan pada PP No 30 Tahun 2012 sebagai tenaga yang memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan mengenai pemberian ASI melalui pelatihan. Hingga 2016, jumlah konselor menyusui di UPTD Puskesmas Lingkar Barat adalah sebanyak 2 orang. Hal ini disebabkan karena minimnya penyediaan anggaran pendanaan dari pihak Dinas Kesehatan untuk dapat memberikan pelatihan secara berkelanjutan guna menghasilkan para para konselor ASI baru. Karena keterbatasan pada tenaga terlatih ini maka UPTD Puskesmas Lingkar Barat memberdayakan para petugas posyandu lainnya untuk turut serta melakukan sosialisasi ASI ekslusif. Sebagai wujud apresiasi terhadap para ibu-ibu yang berhasil memberikan ASI ekslusif selama 6 bulan maka pihak UPTD puskesmas Lingkar Barat memberikan penghargaan berupa sertifikat dan piagam. Pemberian ASI ekslusif secara teknis tidak lepas dari ketersediaan sarana berupa pojok ASI di ruang-ruang publik. Ruang Publik yang dimaksud misalnya : tempat bekerja (perkantoran), stasiun, terminal ataupun pusat perbelanjaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pojok ASI belum tersedia di kedua kelurahan tersebut. Sebagaimana yang dikemukakan oleh EV yang merupakan salah satu tenaga kesehatan di UPTD puskesemas Lingkar Barat berikut : “....kalau disini memang nggak ada pojok asi kayak yang di mall atau perkantoran.Itu memang sering dilihat dan banyak (banyak ditemukan di kantor dan area perbelanjaan) di kota-kota besar. Kalau misalnya kita orang kantoran seperti disini, kalau mau nyusui anak, ya sudah izin pulang dulu sebentar pas jam istirahat atau stok asi di kulkas...” (EV, Wawancara, 20 Oktober 2017)

Ika Pasca, Heni Nopianti, Diyas Widiyarti| 169 Identifikasi Permasalahan Anak dalam Rangka Pemenuhan Hak Kesehatan dan Kesejahteraan Anak Menurut informan EV keberadaan pojok ASI di kedua wilayah tersebut memang belum ada. Hal ini memang cukup menyulitkan bagi wanita menyusui yang tengah bekerja ataupun berada di ruang publik. Sebagai wanita kantoran, para wanita yang tengah menyusui dapat memanfaatkan waktu ketika istirahat siang berlangsung. Namun, bila kendala jarak antara rumah dan tempat bekerja jauh, maka stock ASI sangat penting untuk dipersiapkan guna memenuhi kebutuhan sang bayi. 3) Imunisasi Dasar Lengkap Aspek kesehatan yang tak kalah penting dalam penyelenggaraan KLA ialah kegiatan imunisasi dasar yang lengkap. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Imunisasi (Pasal 1) dijelaskan bahwa Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat terserang dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan. Upaya sosialisasi mengenai imunisasi dilakukan oleh pihak puskesmas setiap bulannya. Petugas kesehatan dari puskesmas secara bergilir akan berkunjung ke setiap rt di Kelurahan Lingkar Barat untuk mengadakan posyandi sekaligus memberikan pengarahan mengenai imunisasi kepada para ibu-ibu yang memiliki bayi dan balita. Hal ini dilakukan secara berkesinambungan dan terkadang secara langsung kepada ibu-ibu pada saat datang untuk menimbang bayi dan balitanya. Berikut ini data mengenai cakupan Imunisasi yang diselenggarakan oleh UPTD Puskemas Lingkar Barat di Kelurahan Lingkar Barat dan Kelurahan Cempaka Permai.

170 | Jurnal Sosiologi USK e-issn: 2654-8143 Volume 12, Nomor 2, Desember 2018 p-issn: 2252-5254

Tabel 2 Hasil Cakupan Imunisasi DPT dan Campak Tahun 2015 (Kumulatif sampai dengan Desember 2015) dirinci menurut Kelurahan/Desa

Kelurahan/ Jumlah DPT 3 Campak No Desa Sasaran Abs % Abs % Cempaka 1. 146 145 99,3 137 93,8 Permai 2. Lingkar Barat 157 155 98,7 155 98,7 Sumber : Tabel 26 dan Tabel 27, Laporan Tahunan UPTD Puskesmas Lingkar Barat Tahun 2015 Dari tabel tersebut diperoleh keterangan bahwa imunisasi DPT 3 di dua kelurahan tersebut telah mencapai 99,3 % (Kelurahan Cempaka Permai) dan 98,7 % (Kelurahan Lingkar Barat). Sedangkan untuk imunisasi campak, Kelurahan Cempaka Permai lebih rendah 4,9 % bila dibandingkan dengan Kelurahan Lingkar Barat. Persentase serapan untuk imunisasi polio pada tahun 2015 dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3 Hasil Cakupan Imunisasi Polio Tahun 2015 (Kumulatif sampai dengan Desember 2015) dirinci menurut kelurahan/Desa

Polio 1 Polio 2 Polio 3 Polio 4 Kelurahan/ Jumlah Desa Sasaran Ab Abs % Abs % Abs % % s Cempaka 139 152 100 153 100 142 100 132 94,5 Permai Lingkar 148 154 100 146 100 150 100 147 98 Barat Sumber : Tabel 29, Laporan Tahunan UPTD Puskesmas Lingkar Barat Tahun 2015 Berdasarkan tabel diatas maka diperoleh gambaran bahwa pemberian imunisasi Polio 1-3 telah mencapai target 100%. Sedangkan pemberian imunisasi polio 4 di Kelurahan Cempaka Permai hanya mencapai 94,5% dan untuk area Kelurahan Lingkar Barat sebesar 98%. Pemberian imunisasi polio dalam 3 periode Ika Pasca, Heni Nopianti, Diyas Widiyarti| 171 Identifikasi Permasalahan Anak dalam Rangka Pemenuhan Hak Kesehatan dan Kesejahteraan Anak menunjukkan hasil yang baik disebabkan adanya peningkatan kesadaran masyarakat mulai optimal. 4) Pelayanan Kesehatan Reproduksi dan Mental Indikator lainnya dalam aspek kesehatan ialah keberadaan pelayanan kesehatan reproduksi dan mental. Peraturan pemerintahan Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi pada pasal 1 menjelaskan bahwa pelayanan kesehatan sistem reproduksi adalah pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada suatu rangkaian organ, dan zat dalam tubuh manusia yang dipergunakan untuk berkembang biak. Baik di Kelurahan Cempaka Permai maupun Kelurahan Lingkar Barat belum memiliki pelayanan kesehatan reproduksi seksual dan mental. Pelayanan kesehatan reproduksi dan mental menitikberatkan pada kegiatan atau serangkaian kegiatan yang ditujukan kepada anak dan orang tua dalam rangka mengetahui dan memahami mengenai kesehatan reproduksi dan mental. Selama ini pelayanan kesehatan reproduksi seksual seringkali dikaitkan dengan tugas puskesmas semata. Padahal upaya dasar yang dapat dilakukan ialah melalui pendidikan kesehatan reproduksi seksual dengan mekanisme pendekatan dari lingkungan terkecil bernama keluarga hingga ke lingkungan RT/RW serta institusi sekolah. Menurut Negara (2005:9) kesehatan reproduksi seksual diartikan sebagai kondisi dan keadaan sehat secara menyeluruh, meliputi aspek fisik, mental dan sosial serta tidak hanya sekedar tidak memiliki penyakit atau gangguan segala hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, fungsinya maupun proses reproduksi itu sendiri. Dengan demikian, pendidikan kesehatan reproduksi seksual berkaitan dengan upaya pemahaman individu mengenai proses reproduksi dan kesehatan reproduksi itu sendiri. Realitas yang terjadi menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan reproduksi seksual masih cenderung dianggap tabu untuk dibicarakan di lingkup keluarga khususnya di beberapa kawasan di wilayah Lingkar Barat. Hal ini salah satunya disebabkan masih terbatasnya pengetahuan dan minimnya komunikasi yang terjadi antara orang tua itu dan anak mengenai kesehatan reproduksi seksual. Warisan pengetahuan 172 | Jurnal Sosiologi USK e-issn: 2654-8143 Volume 12, Nomor 2, Desember 2018 p-issn: 2252-5254 terdahulu masih dipegang sehingga anggapan untuk menyampaikan persoalan mengenai seksualitas masih dianggap tabu. Kecenderungan yang terjadi, anak seringkali mencari tahu sendiri persoalan seksualitas dari media internet ataupun perbincangan antar rekan sebaya. 5) Sanitasi dan Kesehatan Lingkungan Disisi lain, bila ditinjau dari aspek kesehatan lingkungan dan sanitasi maka kondisi sanitasi di lingkungan Kelurahan Cempaka Permai sudah memadai dan rata-rata pemukiman yang dibangun telah memenuhi standar kesehatan (memiliki saluran pembuangan air sendiri (MCK), selokan, pengaturan jarak septitank dengan mata air). Meskipun di beberapa titik kawasan cempaka permai seringkali mengalami banjir karena drainase tidak sanggup menampung tingginya debit air hujan yang cukup tinggi. Sosialisasi pengetahuan mengenai pentingnya menjaga kesehatan lingkungan serta menciptakan sanitasi yang baik telah dilakukan oleh pihak UPTD puskesmas Lingkar Barat kepada dua wilayah tersebut. Berikut ini data mengenai kondisi sanitasi yang berada di Kelurahan Cempaka Permai dan Kelurahan Lingkar Barat. Tabel 4 Hasil Inspeksi Sanitasi Dengan Tingkat Resiko Menurut Desa/Kelurahan UPTD Puskesmas Lingkar Barat Tahun 2015 & Jumlah dan Prosentase Keluarga (KK) dengan Rumah Sehat yang Memenuhi Syarat Kesehatan Menurut Kelurahan/Desa UPTD Puskesmas Lingkar Barat Tahun 2015

Jumlah Tingkat Resiko Rumah Sehat Kelurahan/ SAB Jumlah KK Jumlah

Desa Yang R S T AT Yang RS Yang % Di IS Diperiksa MS Cempaka 545 271 215 12 22 545 535 98% Permai Lingkar 545 269 245 64 12 545 394 72% Barat Jumlah 1090 540 460 76 14 1090 929 85% Sumber : Tabel 7 dan 9, Laporan Tahunan UPTD Puskesmas Lingkar Barat Tahun 2015 Ika Pasca, Heni Nopianti, Diyas Widiyarti| 173 Identifikasi Permasalahan Anak dalam Rangka Pemenuhan Hak Kesehatan dan Kesejahteraan Anak

Keterangan : Inspeksi Sanitasi (IS), R =Rendah, S = Sedang, T= Tinggi, AT=Amat Tinggi, RS = Rumah Sehat, MS = Memenuhi Syarat Berdasarkan tabel diatas diperoleh gambaran bahwa dari 1090 keberadaan sarana air bersih yang telah diinspeksi maka tingkat pencemaran yang dinilai rendah sebanyak 540 buah, yang berkategori sedang 460 buah, dan yang tinggi 76 buah serta yang mengalami pencemaran amat tinggi sebanyak 14 buah. Berikut ini akan disajikan pula data mengenai jumlah dan prosesntase Jamban sehat yang memenuhi syarat kesehatan. Tabel 5 Jumlah dan Prosentase Keluarga (KK) Dengan BAB/jamban Sehat Yang Memenuhi Syarat Kesehatan Menurut Kelurahan/Desa UPTD Puskesmas Lingkar Barat Tahun 2015 Tempat BAB/Jamban

Jumlah KK Kelurahan/ Jumlah BAB No Yang Desa Yang MS % Diperiksa Cempaka 1. 545 545 100 % Permai 2. Lingkar Barat 545 512 94 % Jumlah 1090 1057 97 % Sumber : Tabel 10, Laporan Tahunan UPTD Puskesmas Lingkar Barat Tahun 2015 Menurut informan TI, sosialisasi tersebut lebih mudah diberikan kepada masyarakat di Kelurahan Cempaka Permai. Hal ini disebabkan karena umumnya tingkat pendidikan penduduknya cukup tinggi. Sedangkan di beberapa titik kawasan Kelurahan Lingkar Barat seperti daerah Jenggalu memang memerlukan sosialisasi secara berkesinambungan mengenai sanitasi yang sehat dan ramah pada anak. Di kawasan ini masih ditemukan sistem air yang tidak lancar, kandang yang letaknya sangat berdekatan dengan mata air dan tempat tinggal, keberadaan septitank yang belum memadai. Kondisi ini berdampak pada kemunculan penyakit kulit, gatal dan alergi. 174 | Jurnal Sosiologi USK e-issn: 2654-8143 Volume 12, Nomor 2, Desember 2018 p-issn: 2252-5254

Berdasarkan laporan Tahun 2015 UPTD Puskemas Lingkar Barat memperoleh data bahwa setidaknya terdapat 275 kasus atau mencapai 4,8 % kasus penyakit kulit yang terjadi. Permasalahan penyakit kulit ini diakui oleh informan TI banyak ditemui di kawasan Jenggalu, Kelurahan Lingkar Barat. Salah satu penyebabnya adalah kondisi lingkungan yang dinilai kurang memenuhi syarat kesehatan, letak rumah yang sangat berdekatan dengan kandang hewan/ternak, sanitasi yang belum memadai dan lain sebagainya. Secara umum, kondisi ini dapat terlihat di kawasan pemukiman penduduknya. Apabila dibiarkan maka tidak menutup kemungkinan penyakit kulit dan alergi dapat menganggu kesehatan dan aktivitas anak. Dengan demikian, hal ini menyebabkan interaksi sosial pada anak menjadi minim dengan lingkungan sosialnya. Sosialisasi mengenai kesehatan lingkungan dan sanitasi yang memenuhi standar kesehatan menjadi upaya yang kerap dilakukan oleh pihak UPTD Puskemas Lingkar Barat. Tujuannya agar pencegahan terhadap penyakit kulit bisa semaksimal mungkin diantisipasi. Kondisi ekonomi warga yang belum mampu untuk membangun sanitasi yang sehat serta tingkat pendidikan yang rendah menjadi salah satu kendala untuk menumbuhkan kesadaran pentingnya kesehatan lingkungan. Meski demikian, sosialisasi tidak henti dilakukan setiap kali ada kegiatan peninjauan sanitasi dan kesehatan lingkungan ke rumah-rumah warga. 6) Kawasan Bebas Asap Rokok Indikator kesehatan lainnya meliputi ketersediaan kawasan bebas asap rokok yang diperuntukkan bagi para perokok aktif. Berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 188/Menkes/PB/1/2011 Nomor 7 tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan kawasan tanpa rokok Kawasan Tanpa Rokok, pasal 1 menjelaskan bahwa Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan produk tembakau. Di Kelurahan Cempaka Permai dan Kelurahan Lingkar Barat memang belum memiliki kawasan bebas asap rokok secara khusus. Ika Pasca, Heni Nopianti, Diyas Widiyarti| 175 Identifikasi Permasalahan Anak dalam Rangka Pemenuhan Hak Kesehatan dan Kesejahteraan Anak Sehingga masih banyak ditemukan orang-orang yang merokok disembarang tempat. Akibatnya, secara sosiologis anak secara tidak langsung dapat meniru tindakan merokok yang dilakukan oleh orang-orang yang ada disekitarnya. Menurut informan HG, kawasan bebas asap rokok memang semestinya disediakan di kawasan- kawasan tertentu seperti: perkantoran, tempat-tempat umum. Namun, kenyataannya, upaya untuk meminimalisir tindakan merokok dari lingkungan sekitarnya, masih terbatas pada himbauan secara lisan saja. Dari beberapa pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa bahwa di dua kawasan penelitian masing-masing memiliki posyandu aktif sebanyak 11 tempat, kedua kelurahan tersebut belum memiliki pojok ASI, perbincangan mengenai seksualitas sebagai bagian dari kesehatan reproduksi dan mental masih tabu untuk dibicarakan khususnya di level keluarga, masih ditemukaanya persoalan yang terkait dengan sanitasi lingkungan yang belum memadai dan belum sesuai standar kesehatan, serta belum tersedianya kawasan bebas asap rokok di kedua kelurahan tersebut (Cempaka Permai dan Lingkar Barat). D. Penutup Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka diperoleh kesimpulan bahwa permasalahan anak terkait dengan hak kesehatan dan kesejahteraan anak di Kelurahan Cempaka Permai dan Lingkar Barat meliputi aspek sarana dan prasana. Di kedua daerah tersebut diitemukan persoalan yang menyangkut belum terpenuhinya hak anak di seperti area pojok ASI, perbicangan mengenai seksualitas masih menjadi hal tabu untuk dibicarakan kepada anak. Sehingga pendidikan kesehatan reproduksi seksual masih belum banyak diajarkan di level keluarga, kawasan bebas rokok di kedua kelurahan tersebut belum tersedia serta persoalan sanitasi lingkungan yang ketersediaannya belum memadai di Kelurahan Lingkar Barat, Kota Bengkulu. Dari kesimpulan tersebut diperoleh beberapa rekomendasi yang dapat diberikan diantaranya: 1. Meningkatkan koordinasi antara BPPPA (Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) Kota Bengkulu dengan lembaga di level kecamatan melalui penunjukkan tim khusus yang 176 | Jurnal Sosiologi USK e-issn: 2654-8143 Volume 12, Nomor 2, Desember 2018 p-issn: 2252-5254

fokus dalam mengurusi program Kota Layak Anak di tingkat kecamatan dan kelurahan sehingga proses sosialisasi dapat berlangsung secara berkesinambungan. Penugasan pelaksanaan program secara bergantian kepada orang lain akan menyebabkan terhambatnya informasi yang utuh dalam melaksanakan program Kota Layak Anak. 2. Seluruh SKPD dan instansi yang terkait perlu melakukan pesiapan dana yang dapat dialokasikan guna pengembangan kota layak anak di Kelurahan Cempaka Permai dan Kelurahan Lingkar Barat.

***

Daftar Pustaka Asiah, Nur. 2016. ―Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian ASI Eksklusif Di Desa Bojong, Karang Tengah, Cianjur‖. Jurnal Arkesmas, 1(1): 36-44 Badan Pusat Statistik. 2009. Pekerja Anak di Indonesia Tahun 2009. Jakarta: Badan Pusat Statistik dan Organisasi Perburuhan Internasional. http://bpppa.bengkuluprov.go.id/ver3/index.php/tumbang/provin si-bengkulu-menuju- kabupaten-kota diakses pada hari kamis, 28 April 2016 Pukul 21.45 WIB. http://www.kemenpppa.go.id/index.php/data-summary/profile- anak-indonesia/622- pendahuluan diakses pada Hari Kamis, 28 April 2016 Pukul 20.30 WIB Huberman, Michael dan Miles Matthew. 2007. Qualitative Data Analysis. London: Sage Publication Inc. Thousand Oaks Konvensi PBB mengenai Hak Anak pada tahun 1989, World Fit For Children Laporan Tahunan Indonesia Tahun 2012 UNICEF diakses pada laman https://www.unicef.org/indonesia/id/UNICEF_Annual_Report_(Ind) _130731.pdf pada hari Jumat, 17 Februari 2017 Laporan Tahunan UPTD Puskesmas Lingkar Barat Tahun 2015, Kelurahan Lingkar Barat, Kecamatan Gading Cempaka. Ika Pasca, Heni Nopianti, Diyas Widiyarti| 177 Identifikasi Permasalahan Anak dalam Rangka Pemenuhan Hak Kesehatan dan Kesejahteraan Anak Negara, Made Okara. 2005. ―Mengurangi Persoalan Kehidupan Seksual dan Reproduksi Perempuan‖. Jurnal Perempuan cetakan, 41: 9 Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 188/Menkes/PB/1/2011 / Nomor 7 tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan kawasan tanpa rokok Kawasan Tanpa Rokok. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Imunisasi Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No 12 Tahun 2011 Tentang Indikator Kabupaten/Kota Layak Anak.Desember. Jakarta. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Ekslusif yang ditetapkan di Jakarta pada 1 Maret 2012. Peraturan pemerintahan Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Permenag PP dan PA No 12 Tahun 2011 tentang kebijakan Kota Layak Anak. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014 diakses pada laman http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil- kesehatan-indonesia/profil-kesehatan-Indonesia-2015.pdf pada hari Jumat, 17 Februari 2017 Sitorus dan Magdalena. 2007. ―Ketika Anak Sebagai Perempuan‖. Jurnal Perempuan, 55 Sugiyono. 2009. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Wismayanti dan Noviana. 2011. ―Perlindungan Anak Berbasis Komunitas; Sebuah Pendekatan Dengan Mengarusutamakan Hak Anak‖. Jurnal Informasi, 16( 3): 203-212

STRATEGI PEMASARAN SOSIAL MENABUNG SAMPAH DI BANK SAMPAH PRABUMULIH

Rudy Kurniawan, Yusnaini, Abdul Gofur, Nurhasan Program Studi Sosiologi Universitas Sriwijaya Palembang, Indonesia [email protected] [email protected] [email protected] [email protected]

Abstract This article aims to analyze the social marketing strategies carried out by Prabumulih's Waste Bank in inviting people to save garbage. This research using a qualitative descriptive approach, informants in this study were all managers of Prabumulih's Waste Bank. The results of this study showed that Prabumulih's Waste Bank does it through three approaches, namely a personal approach, a group approach, and a mass approach. The three approaches are in accordance with the concepts in marketing communication in marketing a product. Sorting out and saving is always delivered by Prabumulih Waste Bank to children and the community as a means of environmental education. Keywords: Social Marketing, Saving Waste, Waste Bank

Abstrak Artikel ini bertujuan menganalisis strategi pemasaran sosial yang dilakukan oleh Bank Sampah Prabumulih dalam mengajak masyarakat untuk menabung sampah. Penelitian menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, informan dalam penelitian ini adalah seluruh pengelola Bank Sampah Prabumulih. Hasil penelitian menujukan bahwa dalam melakukan pemasaran sosial, Bank Sampah Prabumulih melakukannya melalui tiga pendekatan, yaitu pendekatan secara personal, pendekatan secara kelompok, dan pendekatan secara massa. Ketiga pendekatan tersebut sesuai dengan konsep dalam komunikasi pemasaran dalam memasarkan sebuah produk. Pilah dan tabung senantiasa disampaikan Bank Sampah Prabumulih kepada anak-anak dan masyarakat sebagai saranan pendidikan lingkungan hidup. Kata kunci: Pemasaran Sosial, Menabung Sampah, Bank Sampah Rudy Kurniawan, Yusnaini, Abdul Gofur, Nurhasan| 179 Strategi Pemasaran Sosial Menabung Sampah di Bank Sampah Prabumulih A. Pendahuluan Persoalan sampah merupakan persoalan yang serius yang harus diselesaikan. Jika tidak diselesaikan maka akan berdampak pada kelesetarian lingkungan hidup manusia. Kota Prabumulih salah satu kota yang berada di Propinsi Sumatera Selatan tentunyanya tidak lepas dari masalah sampah yang dihasilkan oleh masyarakatnya. Luas Kota Prabumulih hanya 434,50 Km2 atau 43.450 Ha dengan jumlah penduduk 177.078 jiwa (BPS Kota Prabumulih, 2015). Berdasarkan data yang diberikan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota Prabumulih pada tahun 2017 volume sampah yang dihasilkan oleh masyarakat Kota Prabumulih 174,67 ton per hari (Leonardo dan Rudy Kurniawan, 2017: 30). Tentunya, sampah- sampah tersebut tidak hanya berasal dari rumah tangga, ada juga yang berasal dari rumah makan bahkan ada juga desa yang yang masuk dalam wilayah Kabupaten Muara Enim membuang sampahnya ke TPA Kota Prabumulih. Berdasarkan data dari Dinas Lingkungan Hidup Kota Prabumulih sampah yang dapat diolah oleh para pengepul atau pemulung sebanyak 35,97 ton per harinya. Sebanyak 76,46 ton per hari sampah yang dihasilkan oleh masyarakat Prabumulih langsung diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Sisanya sebanyak 62,22 ton per hari merupakan sampah yang tidak terolah, dibakar, atau tidak terangkut oleh petugas kebersihan atau tidak diambil oleh pemulung (Leonardo dan Rudy Kurniawan, 2017: 30). Kehadiran Bank Sampah yang dipelopori oleh 6 (enam) orang pemuda Kota Prabumulih yang peduli terhadap kebersihan dan keindahan lingkungan Kota Prabumulih ternyata memberikan dampak yang positif bagi masyarakat Kota Prabumulih. Melalui kelompok Prabu Ijo Community, Bank Sampah Prabumulih dikembangkan dan diperkenalkan kepada masyarakat akan keberadaaan dan tujuan dari didirikannya Bank Sampah. Usaha yang dilakukan oleh kelompok Prabu Ijo Community tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, akan tetapi membutuhkan proses dan usaha yang panjang. Usaha yang dilakukan oleh kelompok Prabu Ijo 180 | Jurnal Sosiologi USK e-issn: 2654-8143 Volume 12, Nomor 2, Desember 2018 p-issn: 2252-5254

Community dalam mengajak masyarakat untuk menabung sampah di Bank Sampah diperlukan strategi tersendiri dalam mengkampanyekan atau mensosialisasikan mengenai gerakan menabung sampah kepada masyarakat. Penelitian ini meneliti tentang strategi pemasaran sosial Bank Sampah dalam mengajak masyarakat Kota Prabumulih untuk menabung sampah di Bank Sampah lebih difokuskan kepada bagaimana upaya yang dilakukan Bank Sampah Prabumulih untuk mengubah pemikiran dan prilaku masyarakat dalam memperlakukan sampah agar menjadi suatu hal yang bersifat ekonomis. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah social marketing. Social marketing atau pemasaran sosial merupakan sebuah strategi yang bertujuan untuk mengatasi masalah sosial dengan melakukan kegiatan menyeluruh terjadinya transaksi jual beli sosial yang tidak berorientasi pada profit, akan tetapi untuk mengubah sikap dan perilaku masyarakat. Produk sosial yang dimaksud adalah apa saja yang dapat ditawarkan ke pasar untuk diperhatikan, diperoleh, digunakan atau dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan masyarakat. B. Kajian Pustaka Penelitian mengenai pemasaran sosial telah banyak dilakukan oleh para peneliti seperti yang dilakukan oleh Utomo (2013), Aprinta dkk (2017), Kurniawan (2015 dan 2016), dan Ragaiyah (2016), namun penelitian yang dilakukan oleh para ahli tersebut merupakan penelitian pemasaran sosial yang bukan pada fokus pada pemasaran sosial Bank Sampah dalam mengajak masyarakat untuk menabung sampah. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya adalah terletak pada fokus permasalah yang akan diteliti. Pada penelitian ini, peneliti memfokuskan pada pemasaran sosial yang dilakukan oleh Bank Sampah dalam mengajak masyarakat untuk menabung sampah. Sehingga penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti ini adalah penelitian yang belum pernah diteliti oleh peneliti lainnya. Walaupun ada, akan tetapi secara substansi dan hasilnya pun akan berbeda. Rudy Kurniawan, Yusnaini, Abdul Gofur, Nurhasan| 181 Strategi Pemasaran Sosial Menabung Sampah di Bank Sampah Prabumulih Pemasaran sosial didefinisikan sebagai penerapan prinsip– prinsip (mulai dari perencanaan hingga implementasi) dan alat pemasaran untuk mencapai kebutuhan serta keinginan sosial. Mengapa pemasaran sosial ini dibutuhkan? Oleh karena seringkali perubahan sosial yang drastis, seperti kemajuan teknologi dan komunikasi, sosial dan ekonomi, sering menimbulkan dampak sosial yang besar baik yang positif, maupun negatif. Perubahan ini bisa diterima oleh masyarakat secara lambat, ataupun cepat. Ada beberapa metode untuk melakukan perubahan sosial (mulai dari pasif hingga aktif) sehingga perubahan tersebut dapat diterima oleh masyarakat (Peter dan Olson, 2006) yaitu: a. Difusi ide, produk, servis yang disampaikan melalui media masa dan orang kunci b. Konsensus organisasi c. Aksi politis seperti lobi, pembuatan undang-undang, dan pemilihan kepala daerah d. Konfrontasi, jika tidak ada jalan tengah e. Protes tanpa kekerasan, misalnya memboikot sebuah program f. Protes dengan kekerasan misalnya revolusi. Kotler dan Roberto (2008) mengatakan bahwa pemasaran sosial adalah strategi untuk mengubah kebiasaan. Pemasaran sosial mengkombinasikan elemen terbaik dari pendekatan tradisional kedalam perubahan sosial dalam sebuah perencanaan dan aksi pola pikir serta menggunakan kemampuan komunikasi teknolgi dan skill pemasaran . Pemasaran sosial memiliki tujuan mengubah kebiasaan dari konsumen. Konsumen yang dimaksudkan adalah masyarakat secara umum. Pemasaran social mencoba untuk mengubah kebiasaan yang tidak positif menjadi positif. Oleh karena itu keberhasilan dari sebuah pemasaran sosial terlihat apabila telah berubahnya pola kebiasaan dari masyarakat yang tidak positif menjadi positif. Pemasaran sosial menghadapi hambatan yang sangat besar yakni tidak diketahuinya lingkungan dan model untuk memberikan perubahan sosial. Oleh karena itu dalam pemasaran sosial banyak faktor yang akan mempengaruhi perubahan perilakunya. Dalam memasarkan ide dan kebiasaan, konsumen mendapatkan 182 | Jurnal Sosiologi USK e-issn: 2654-8143 Volume 12, Nomor 2, Desember 2018 p-issn: 2252-5254 pengetahuan dimana hal tersebut nantinya akan mengubah kebiasaan yang tidak positif dari konsumen. Pemasar membangun pengetahuan dalam diri konsumen sehingga konsumen tergerak untuk berubah untuk tidak memiliki kebiasaan yang tidak positif. Pemasaran sosial mempunyai peran dalam membuat perubahan itu dengan metode difusi dan adopsi. Bukan hanya bisnis yang bersandar pada pemasaran untuk menarik perhatian kastamer, permasalahan sosial juga membutuhkannya. Tidak peduli seberapa bagus produk yang ditawarkan, jika produk tersebut tidak mampu membuat masyarakat sadar bahwa mereka membutuhkannya, maka sebuah produk dinyatakan gagal. Intinya, pemasaran bukan yang paling penting, tapi perlu ada untuk menunjang sukses. Pemasaran yang berhasil adalah teknik yang dapat memberikan informasi dan menarik perhatian target audiens dengan baik. Pemasaran sosial ini merupakan bagian dari pemasaran secara keseluruhan. Hanya saja, di dalam pemasaran sosial para pemasar (marketers) dan praktisi perubah kondisi sosial menerapkan teknik pemasaran untuk mempromosikan program atau kegiatan sosial. Seringkali promosi kegiatan sosial ini gagal ketika menerapkan teknik pemasaran, bukan karena teknik pemasaran tidak tepat digunakan untuk kegiatan ini tetapi karena interpretasi dan penerapan tekniknya yang salah. Jadi berdasarkan definisi menurut Kotler dan Zaltman, pemasaran sosial adalah perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi teknik pemasaran yang digunakan untuk mempengaruhi orang agar menerima sebuah ide dan terlibat dalam sebuah program. Sedangkan menurut Andreasen, definisi pemasaran sosial adalah penerapan teknik pemasaran komersial mulai dari analisis, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program untuk mempengaruhi perilaku yang disadari oleh target audiens. Dalam penelitian ini target audiens yang akan dicapai adalah agar kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan dan memanfaatkan sampah rumah tangga atau barang bekas menjadi barang yang berharga dan menjadi sesuatu yang bernilai ekonomi. Tetapi definisi ini terlalu sempit, karena hanya fokus pada perilaku yang disadari (voluntary behaviour) sedangkan Rudy Kurniawan, Yusnaini, Abdul Gofur, Nurhasan| 183 Strategi Pemasaran Sosial Menabung Sampah di Bank Sampah Prabumulih perilaku yang tidak disadari (unvoluntary behaviour) tidak dipertimbangkan. Domain pemasaran sosial ini tidak hanya merubah perilaku yang disadari dan lingkungannya, tetapi juga merubah struktur sosial dan meningkatkan potensi individu. Artinya, pemasaran sosial bahkan sampai mendorong individu agar dapat mendaur ulang sampah dan menjadikannya sebagai barang yang bernilai ekonomi sehingga dapat meningkatkan kesadaran akan kebersihan dan keindahan lingkungannya. Kotler dan Roberto seperti yang dikutip oleh Ruslan (1998:253), menyatakan pemasaran sosial adalah strategi untuk mengubah perilaku yang mengkombinasikan elemen-elemen terbaik pendekatan tradisional dan perubahan sosial dalam sebuah kerangka karya perencanaan dan pelaksanaan terintegrasi serta memanfaatkan kemajuan teknologi komunikasi dan keterampilan pemasaran. Di dalam pemasaran sosial, ada 3 metode yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan, yaitu pendidikan (memberikan informasi), motivasi (persuasi), dan advokasi (melakukan aksi sosial politik). Edukasi dan persuasi ditujukan untuk merubah perilaku, sedangkan advokasi bertujuan untuk melakukan perubahan struktural pada level sosial, fisik dan legislatif. Edukasi sangat bermanfaat di dalam promosi bank sampah jika hambatan utama dalam pemasaran sosial adalah ketidaktahuan masyarakat. Persuasi digunakan jika tujuan pemasaran sosial adalah menginginkan masyarakat mengadopsi ide yang diberikan. Sedangkan jika tujuan pemasaran sosial menginginkan dampak yang lebih luas dan lebih terintegrasi maka advokasi adalah pilihan metodenya. C. Metode Penelitian Riset ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Pendekatan deksriptif kualitatif digunakan untuk menafsirkan data- data yang didapat dari hasil wawancara dan data observasi (Neuman, 2017; Komariah, 2017; Emzir, 2016) mengenai strategi pemasaran sosial menabung sampah di Bank Sampah Prabumulih. Hasil data lapangan, peneliti mengkoding setiap pernyataan strategi pemasaran sosial yang digunakan oleh Bank Sampah Prabumulih dalam 184 | Jurnal Sosiologi USK e-issn: 2654-8143 Volume 12, Nomor 2, Desember 2018 p-issn: 2252-5254 mengkampanyekan gerakan menabung sampah. Proses koding dikuti dengan membangun hubungan antar konsep yang didapat. Kemudian peneliti, menganalisis secara rinci data dan informasi yang ada guna untuk menentukan deskripsi dan gambaran umum dari strategi pemasaran sosial Bank Sampah Prabumulih dalam mengkampanyekan gerakan menabung sampah. Hasil analisis yang dilakukan peneliti kemudian diinterpretasikan. D. Pembahasan Berdirinya Bank Sampah Prabumulih (BSP) diawali dengan adanya program Berseri dari Rumah Zakat yang kemudian dibentuknya sebuah komunitas yang bernama Prabu Ijo Community. Komunitas Prabu Ijo adalah sebuah komunitas yang peduli terhadap kebersihan lingkungan yang ada di Kota Prabumulih. Pada tanggal 11 Desember 2013, Prabu Ijo Community (PIC) mendirikan Bank Sampah yang diberi nama Bank Sampah Prabu Ijo Community. Pendirian Bank Sampah Prabu Ijo Community yang diinisiasi oleh Mandiri Daya Insani (MDI) dan Rumah Zakat (RZ) merupakan wadah pemberdayaan masyarakat berbasis lingkungan. Hal inilah yang menjadi perbedaan mendasar antara Bank Sampah Prabu Ijo Community dan bank sampah pada umumnya adalah pada nilai pemberdayaan masyarakatnya. Melihat kerja cukup bagus, Kementrian Lingkungan Hidup memberikan Prabu Ijo Community hadiah motor sampah. Beberapa bulan kemudian, Kementerian Lingkungan Hidup memberikan Prabu Ijo Community gedung untuk dijadikan Bank Sampah. Rencana awalnya, Pemerintah Kota Prabumulih akan membangun gedung Bank Sampah dideket TPA (Tempat Pembuangan Akhir), tapi ditolak oleh Prabu Ijo Community karena Bank Sampah ini harus ditempatkan di pemukiman penduduk. Konsep Bank Sampah ini TPS 3R (Tempat Pemrosesan Sementara Reduce, Reuse, Recycle) dan samo konsep TPA (Tempat Pemrosesan Akhir). Bank Sampah tidak bisa menerima sampah yang datang dari warga begitu saja tanpa ada pemilihan. Sebelumnya, warga harus mendaftar dan menjadi nasabah, kemudian Rudy Kurniawan, Yusnaini, Abdul Gofur, Nurhasan| 185 Strategi Pemasaran Sosial Menabung Sampah di Bank Sampah Prabumulih sampah harus dipilah-pilah sendiri oleh nasabah. Konsep inilah yang dimiliki oleh Bank Sampah. Melihat hasil kerja Prabu Ijo Community yang sangat bagus dalam mengelolah sampah berbasis bank sampah akhirnya program Bank Sampah pada Rumah Zakat ini menjadi program nasional Rumah Zakat dari Kota Prabumulih. Pemerintah Kota Praumulih pun membutuhkan Bank Sampah Induk yang dikelola oleh Prabu Ijo Community yang kemudian berubah nama menjadi Bank Sampah Prabumulih dan Bank Sampah Induk. Bank Sampah Induk ini adalah membawahi Bank Sampah yang ada di tingkat kecamatan yang ada di Kota Prabumulih. Saat ini, Bank Sampah Prabumulih mempunyai 38 unit, yang mana unit-unit tersebut berfungsi sebagai bank sampah yang ada di beberapa kelurahan dan RW yang ada di Kota Prabumulih. Pemasaran Sosial Gerakan Menabung Sampah Untuk memudahkan melakukan pemasaran sosial, Bank Sampah harus melakukan pengelompokan atau memetakan audien yang akan diberikan sosialisasi. Pengelompokkan tersebut dibagi dalam 3 (tiga) kategori yaitu: yaitu personal1, kelompok2, dan massa3. Pemetaan ini bertujuan untuk memudahkan dalam melakukan kampanye gerakan menabung sampah kepada masyarakat Kota Prabumulih. Dengan melakukan pemetaan ini akan memudahkan

1 Komunikasi persona disebut juga komunikasi antar individu, yaitu komunikasi yang berlangsung antara dua orang individu atau lebih. Komunikasi ini dapat berlangsung secara tatap muka (face to face communication), tetapi juga bisa berlangsung dengan menggunakan alat bantu (medium) seperti telepon, surat, telegram dan lain-lain. Edward Sapir menyebut hal ini sebagai komunikasi antar individu beralat, sedang komunikasi tatap muka disebut komunikasi individu 2 Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa orang dalam suatu kelompok ―kecil‖ seperti dalam rapat, pertemuan, konperensi dan sebagainya (Ismawati Doembana, Abdul Rahmat, dan Muhammad Farhan, 2017: 4). 3 Komunikasi massa yaitu komunikasi yang berlangsung antara individu atau kelompok (organisasi) dengan massa dinamakan. Komunikasi massa, dapat berlangsung secara tatap muka antara individu dengan massa, seperti dalam rhetorika (pidato) tetapi lebih umum dikenal, adalah yang berlangsung dengan menggunakan media massa (Ismawati Doembana, Abdul Rahmat, dan Muhammad Farhan, 2017: 4-5). 186 | Jurnal Sosiologi USK e-issn: 2654-8143 Volume 12, Nomor 2, Desember 2018 p-issn: 2252-5254

Bank Sampah Prabumulih untuk menyusun strategi pemasaran sosial. Pemetaan tentunya dengan melihat dari sisi usia, jenis kelamin, aktifitas, atau kondisi lingkungan sasaran audiensnya. Hal seperti yang dikemukakan oleh Soemanagara (2008: 69) bahwa segmentasi berpengaruh terhadap pesan yang akan disampaikan dalam promosi. Selain itu, dengan melakukan studi pemetaan sebelum melakukan kampanye gerakan menabung sampah, Bank Sampah Prabumulih dapat melakukan pemilihan media kampanye yang tepat. Pemilihan media kampanye ini tentukan akan mempermudah Bank Sampah dalam melakukan aksinya. Dengan studi pemetaan dapat menentukan melalui media mana yang memilik kedekatan (Soemanagara, 2008:69). Dalam komunikasi pemasaran, ketiga bagian dalam komunikasi pemasaran tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda. Karakteristik massa adalah komunikan yang luas dan tersebar, dimana masing-masing komunikan dalam lingkup massa tersebut dianggap tidak saling mengenal satu sama lainnya. Karakteristik kelompok adalah beberapa orang yang terdapat dalam satu tempat dimana masing-masing komunikan saling berinteraksi satu sama lainnya karena mereka saling mengenal. Sedangkan karakteristik personal adalah pribadi dari satu orang komunikan yang langsung dan berinteraksi dengan komunikator. Harlod D. Laswell (Effendi dalam Soemanagara, 2008: 80) mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskna komunikasi ialah dengan menjawab pertanyaan Who Say What, in Which Channel TO Whom, With What Effect, and In which Channel, dalam penjelasan Laswell ini menunjukkan sebuah kegiatan komunikasi yang menggunakan saluran-saluran komunikasi. Saluran-saluran komunikasi ini yang kemudian dapat diwujudkan melalui penggunaan sebuah media. Dalam proses komunikasi primer, komunikator dan komunikan berhadapan langsung tanpa disela oleh obyek lainnya atau tanpa media, dan efek dari komunikasi dapat dengan diperoleh secara langsung. Sedangkan dalam komunikasi Rudy Kurniawan, Yusnaini, Abdul Gofur, Nurhasan| 187 Strategi Pemasaran Sosial Menabung Sampah di Bank Sampah Prabumulih sekunder, proses komunikasi yang terjadi antara komunikator dan komunikan terjadi melalui penggunaan alat atau media. Pemasaran sosial yang dilakukan oleh Bank Sampah berbeda dengan pemasaran komersial yang tujuan utamanya adalah mendapatkan semaksimal mungkin keuntungan finansial dari konsumennya sebagai ukuran keberhasilannya. Pemasaran sosial bertujuan untuk memasarkan gagasan baik, masyarakat sebagai konsumen dirangsang untuk menghentikan kebiasaan atau perilaku buruk dan memulai kebiasaan yang baik. Menurut Kotler (2008) pemasaran sosial adalah kegiatan menyeluruh terjadinya transaksi jual beli produk-produk sosial yang tidak profit oriented, bertujuan mengubah sikap dan perilaku. Pemasaran sosial yang dilakukan Bank Sampah dalam mengkampanyekan menambung sampah di Bank Sampah tujuannya adalah untuk mengubah sikap dan prilaku masyarakat Kota Prabumulih tentang sampah. Selama ini, mereka tidak peduli dengan sampah bekas rumah tangga yang sudah tidak terpakai lagi. Sampah- sampah yang tidak terpakai itu dibuang tanpa adanya proses pemilahan antara sampah organik dan non-organik. Sehingga saat sampah tersebut dibuang di tempat pembuangan akhir (TPA) menjadi satu sehingga sulit untuk terurai. Konsep pemasaran sosial yang dilkaukan oleh Bank Sampah tersebut seperti yang dijelaskan oleh Kartajaya (2007) mengenai landasan pemasaran, yaitu bahwa landasan pemasaran secara umum dapat diterapkan pada pemasaran sosial. Landasan pemasaran tersebut dalam dasar-dasar marketing diistilahkan sebagai ―Marketing Triangle‖, yaitu positioning (sasaran atau publik yang hendak diubah perilakunya mendefinisikan perusahaan atau organisasi dengan kompetitor), differentiation (perbedaan) dan brand (keunikan, ketajaman, dan fokus sebuah produk dibandingkan dengan produk lainnya, bisa berupa logo dan bentuk unik). Oleh karena itu pada penelitian ini yang dimaksud dengan strategi pemasaran sosial pada program gerakan menabung sampah adalah upaya-upaya untuk membuat masyarakat Kota Prabumulih menydari akan kelestarian 188 | Jurnal Sosiologi USK e-issn: 2654-8143 Volume 12, Nomor 2, Desember 2018 p-issn: 2252-5254 lingkungan sekitar dengan memanfaatkan sampah yang dihasilkan (penerima pesan) dan memanfaatkan gerakan menabung sampah ke Bank Sampah (produk sosial). Strategi tersebut dapat berupa strategi pada produk, pesan, saluran komunikasi, penerima pesan, tempat, dan harga yang merupakan komponen penting pada pemasaran sosial. a. Pemasaran Sosial Gerakan Menabung Sampah pada Level Personal Dalam pemasaran dikenal dengan aktifitas direct communication yang dijalankan oleh sales, komunikasi yang dijalankan dapat bersifat tatap muka (face to face) atau dengan menggunakan media. Penggunaan media dapat disebabkan oleh jarak yang cukup jauh dan dibatasi oleh waktu, sehingga penyampaian pesan membutuhkan media seperti halnya surat, folder, flier, atau invitation card, komunikasi yang dilakukan dengan menggunakan media sebagai pewakil perusahaan atau sales dapat disebut sebagai direct selling (Soemanagara, 2008: 51). Dalam direct selling, komunkasi yang dilakukan adalah dengan menggunakan media komunikasi personal, dimana sales — anggota Prabu Ijo Community – berhadapan langsung dengan konsumen (nasabah Bank Sampah). Nasabah Bank Sampah mengetahui informasi mengenai ajakan menabung sampah di Bank Sampah berasal dari selebaran, surat, short message service (SMS), Instagrams (IG), atau WhatssApp (WA). Ketika sales berhadapan langsung dengan nasabah, senjata yang selalu disiapkan adalah beberapa informasi mengenai produk yang biasa disebut sebagai marketing kits (Soemanagara, 2008: 90). Penggunaan strategi direct selling yang dilakukan oleh Bank Sampah merupakan sutu langkah yang bagus. Seluruh anggota Bank sampah merupakan sebagai personal selling yang siap mempromosikan dan mengajak masyarakat untuk menjadi nasabah dan mau menabung sampah di Bank Sampah. Berbagai pendekatan pun harus dilakukan sampai mendapatkan hasil yang maksimal. Rudy Kurniawan, Yusnaini, Abdul Gofur, Nurhasan| 189 Strategi Pemasaran Sosial Menabung Sampah di Bank Sampah Prabumulih

Pengurus Bank Sampah tidak mengandalkan hanya satu atau dua orang saja untuk mempromosikan Bank Sampah pada masyarakat. Untuk mencapai visi dan misi, mereka semaksimal mungkin untuk mengajak masyarakat menabung sampah. pendekatan secara personal pun mereka lakukan. Mereka tidak malu-malu untuk melakukan promosi. Hal ini seperti dijelaskan oleh Kurniawan (2016, 2017) menjelaskan bahwa dalam strategi pemasaran sosial dengan menggunakan personal selling merupakan strategi yang bagus. dengan strategi ini mereka dapat melakukan promosi sosial kapan dan dimana saja. b. Pemasaran Sosial Gerakan Menabung Sampah pada Level Kelompok Untuk memperluas gerakan menabung sampah, Prabu Ijo Community melakukan kampanye sosial kepada kelompok-kelompok yang ada di masyarakat Kota Prabumulih. Kelompok tersebut seperti seperti ibu-ibu majelis ta‘lim, ibu-ibu arisan RT/RW, ibu-ibu arisan kelurahan, anak-anak sekolah mulai dari tingkat TK sampai SMA bahkan perguruan tinggi, pengajian bapak-bapak, dan kelompok pemuda yang ada di Kota Prabumulih. Program Adiwiyata yang dicanangkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang mewajibkan setiap sekolah harus memiliki bank sampah dapat membantu Bank Sampah dalam menggerakan gerakan menabung sampah. Banyak sekolah yang berada di wilayah Kota Prabumulih meminta bantuan kepada Bank Sampah Prabumulih untuk memberikan sosialisasi kepada muridnya mengenai pemanfaatan barang bekas dan juga melakukan gerakan menabung sampah. Pihak Bank Sampah Prabumulih dengan suka rela memberikan penjelasan kepada anak-anak sekolah bahwa sampah ternyata dapat bernilai ekonomi kalau kita mau memanfaatkannya. makanya, banyak pihak sekolah melakukan kunjungan ke Bank Sampah untuk melihat hasil kerajinan tangan yang terbuat dari sisa barang bekas yang dapat digunakan. Sampah- sampah organik dapat dimanfaatkan kembali untuk pembuatan 190 | Jurnal Sosiologi USK e-issn: 2654-8143 Volume 12, Nomor 2, Desember 2018 p-issn: 2252-5254 pupuk organik. Sedangkan sampah non-organik dapat didaur ulang kembali atau dibuat kerajinan tangan. Pihak sekolah pun, ketika ada mata pelajaran prakarya guru sering kali mengajak siswa-siswa untuk berkunjung ke Bank Sampah. Di Bank Sampah mereka diajarkan cara membuat kerajinan yang berasal dari barang bekas seperti botol plastik, botol kaca, kaleng, koran dan kertas bekas, atau pun yang lainnya yang sudah tidak terpakai. Semua barang bekas tersebut disulap menjadi kerajinan tangan yang mempunyai nilai ekonomi atau setidaknya untuk hiasan di rumah. Mereka juga diajarkan bagaimana membuat pupuk organik yang berasal dari limbah organik seperti sisa makanan, sayur, atau dedaunan. Melalui kegiatan ini, menanamkan kepada siswa bagaimana memanfaatkan barang bekas menjadi barang yang dapat digunakan lagi. Pada kelompok ibu-ibu arisan, ibu majelis ta‘lim, dan pengajian bapak-bapak sosialisasi gerakan menabung sampah dilakukan oleh Bank Sampah dengan mendatangi kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh kelompok-kelompok tersebut. Misalnya, pada kelompok arisan RT, RW, atau kelurahan mereka sebelumnya meminta izin kepada ketua arisan untuk mengadakan sosialisasi mengenai gerakan menabung sampah dan juga memperkenalkan Bank Sampah. Pihak Bank Sampah juga selain mensosialiasikan gerakan menabung sampah juga memberikan pelatihan dalam memanfaatkan bahan bekas menjadi kerajinan yang bisa dimanfaatkan lagi. Melalui pendekatan seperti ini akan jauh lebih efektif karena Bank Sampah melakukan ―jemput bola‖ dengan mendatangi calon nasabah. Bank Sampah juga mengajak para pemuda untuk ikut melakukan gerakan menabung sampah. Usaha yang dilakukan oleh Bank Sampah untuk mengajak pemuda Kota Prabumulih dengan melibatkan kelompok karang taruna dalam kegiatan yang diadakan oleh Bank Sampah. Bank Sampah mengajak pemuda untuk mengikuti program Sekolah Sampah. Di Sekolah Sampah Bank Sampah Prabumulih, para pemuda mendapatkan pelajaran yang baru dalam Rudy Kurniawan, Yusnaini, Abdul Gofur, Nurhasan| 191 Strategi Pemasaran Sosial Menabung Sampah di Bank Sampah Prabumulih mengelola sampah baik sampah organik maupun non-organik. Tidak hanya itu, mereka diberi pelatihan mengenai menanam tanaman hidroponik. Tanaman yang ditanam berupa sayur mayur yang dapat dikonsumsi sehari-hari. Dengan menanam sayur dengan hidroponik mereka dapat memakan sayuran yang segar dan tidak mengandung bahan kimia. Rogers dan Storey (dalam Venus, 2004: 7) menyebutnya kegiatan tersebut sebagai kampanye sosial karena didalamnya terdapat serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu. c. Pemasaran Sosial Gerakan Menabung Sampah pada Level Massa Target yang harus dicapai oleh Bank Sampah Prabumulih dalam melakukan sosialisasi atau pemasaran sosial gerakan menabung sampah yaitu seluruh masyarakat Kota Prabumulih. Walaupun wilayah Kota Prabumulih tidak terlalu luas, namun usaha Bank Sampah Prabumulih untuk mengkampanyekan gerakan menabung sampah pada masyarakat Kota Prabumulih membutuhkan tenaga yang ekstra. Minimnya sumber daya manusia yang dimiliki Bank Sampah Prabumulih tidak membuat mereka patah semangat dan bukalah penghalang bagi mereka. Mereka melakukan berbagai macam strategi untuk mencapai target mereka yaitu mengajak masyarakat Kota Prabumulih untuk melakukan gerakan cinta pada lingkungan dengan menabung sampah di Bank Sampah. Untuk menjangkau seluruh masyarakat Kota Prabumulih, Bank Sampah Prabumulih membuat unit-unit Bank Sampah. Saat ini, Bank Sampah Prabumulih memiliki 38 unit yang tersebar di seluruh Kota Prabumulih. Unit-unit tersebut berfungsi sebagai tempat penimbangan sementara sebelum dibawa ke Bank Sampah. Pembangunan unit-unit tersebut untuk memudahkan masyarakat yang lokasi rumahnya jauh dari Bank Sampah Prabumulih dapat menyetorkan sampahnya kepada unit yang terdekat. Kemudian unit akan menyetorkan sampah dari hasil tabungan masyarakat ke Bank Sampah Prabumulih. 192 | Jurnal Sosiologi USK e-issn: 2654-8143 Volume 12, Nomor 2, Desember 2018 p-issn: 2252-5254

Saat ini, gerakan menabung sampah di Bank Sampah ini ternyata oleh Pemerintah Kota Prabumulih dijadikan sebagai suatu gerakan yang harus diikuti oleh semua Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Kota Prabumulih. Intruksi Pemerintah Kota Prabumulih membawa angin segar bagi kelompok Prabu Ijo Community bahwa gerakan mereka didukung oleh pemerintah. Instruksi Walikota Prabumulih tersebut agar Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintahan Kota Prabumulih menabung sampah di Bank Sampah Prabumulih. Untuk menarik minat masyarakat agar lebih tertarik menabung sampah, Bank Sampah Prabumulih bekerja sama dengan pemerintah Kota Prabumulih untuk memberikan hadiah menarik bagi nasabah yang memiliki saldo terbanyak. Hadiah yang diberikan seperti umroh gratis, 1 unit sepeda motor, 1 unit kulkas, dan lainnya. Penggunaan media juga sebagai dari salah satu strategi yang digunakan oleh Bank Sampah Prabumulih untuk menjangkau seluruh masyarakat Prabumulih selain dengan pemasangan baliho di Jalan Sudirman Prabumulih sosialisasi juga dilakukan melalui media sosial seperti facebook, istagram (Bank Sampah Prabumulih @banksampah_induk_prabumulih). Perkembangan teknologi semakin memperluas informasi tanpa batas ruang dan waktu. Kampanye atau sosialisasi melalui media sosial (social media marketing) adalah bentuk pemasaran langsung atau tidak langsung untuk membangun kesadaran, dan tindakan untuk sesuatu merek, bisnis, orang, atau badan lain dan dilakukan dengan menggunakan alat-alat dari web sosial, seperti blogging, mikroblogging, jejaring sosial, bookmark sosial, dan konten (Gunelius, 2011:10). Hal ini telah dibuktikan oleh Bank Sampah Prabumulih melalui media internet mereka dapat menyebarkan foto-foto kegiatan yang telah dilakukan oleh Bank Sampah Prabumulih dalam melakukan aksi kesadaran pada masyarakat dalam mengelola sampah rumah tangga.

Rudy Kurniawan, Yusnaini, Abdul Gofur, Nurhasan| 193 Strategi Pemasaran Sosial Menabung Sampah di Bank Sampah Prabumulih E. Penutup Bank Sampah Prabumulih dalam mengkampanyekan gerakan menabung pada masyarakat Kota Prabumulih mempunyai strategi tersendiri. Penggunaan strategi berdasarkan pada hasil pemetaan ynag dilakukan oleh Bank Sampah Prabumulih. Hasil pemetaan Bank Sampah Prabumulih terdapat tiga kategori yaitu kategori personal, kategori kelompok, dan kategori massa. Ketiga kelompok tersebut kemudian disebut sebagai nasabah mandiri, nasabah sektoral, dan nasabah unit. Ketiga kategori tersebut mempunyai karakteristis yang berbeda. Pada level personal, strategi pemasaran sosial yang digunakan melalui personal selling dimana semua pengelola Bank Sampah Prabumulih sebagai orang yang dapat melakukan kampanye atau sosialisasi pada orang yang mereka temui. Penggunaan personal selling dalam pemasaran sosial gerakan menabung melalui pendekatan persuasi dan juga tergantung dari cara mereka untuk mengajak masyarakat sehingga mereka mau mengumpulkan dan memilah sampahnya untuk ditabung di Bank Sampah. Pada level kelompok, Bank Sampah Prabumulih melakukan pendekatan kepada kelompok-kelompok yang ada seperti siswa sekolah baik pada tingkat Taman Kanak-Kanak sampai perguruan tinggi, kelompok pengajian ibu-ibu dan bapak-bapak, kelompok arisan mulai dari arisan RT sampai arisan kelurahan, dan kelompok pemuda karang taruna. Strategi yang digunakan pada level kelompok melalui ―jemput bola‖ yaitu dengan medatangi kelompok-kelompok tersebut. Bank Sampah Prabumulih juga mendirikan Sekolah Sampah yang didalamnya untuk mengajarkan mengenai pemilihan sampah dan juga memberikan pelatihan pembuatan kerajinan dari barang bekas dan juga pembuatan tanaman hidroponik. Pada level massa, Bank Sampah Prabumulih membuat unit- unit untuk menjangkau ke seluruh wilayah Kota Prabumulih. Semua unit tersebut berfungsi sebagai tempat penimbangan sementara sebelum dibawa ke Bank Sampah dan ini akan memudahkan masyarakat yang lokasinya jauh dari Bank Sampah induk. Untuk manarik minat agar masyrakat menabung sampah, Bank Sampah Prabumulih bekerja sama dengan pemerintah Kota Prabumulih untuk memberikan hadiah menarik bagi nasabah yang 194 | Jurnal Sosiologi USK e-issn: 2654-8143 Volume 12, Nomor 2, Desember 2018 p-issn: 2252-5254 memiliki saldo terbanyak. Hadiah yang diberikan seperti umroh gratis, 1 unit sepeda motor, 1 unit kulkas, dan lainnya. Strategi lain yang digunakan oleh Bank Sampah Prabumulih untuk menjangkau seluruh masyarakat Prabumulih yatu penggunaan media. Pemasangan baliho di Jalan Sudirman Prabumulih sosialisasi juga dilakukan melalui media sosial seperti WhatsApp, facebook, istagram (Bank Sampah Prabumulih @banksampah_induk_prabumulih). Perkembangan teknologi semakin memperluas informasi tanpa batas ruang dan waktu.

***

Daftar Pustaka Andries Leonardo dan Rudy Kurniawan. 2017. Kecerdasan Lingkungan Dalam Mengelola Sampah Melalui Gerakan Menabung Sampah Di Bank Sampah Kota Prabumulih. Universitas Sriwijaya, FISIP. Palembang: LPPM. Emzir. 2016. Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data. Jakarta: Rajagrafindo. Ismawati Doembana, Abdul Rahmat, dan Muhammad Farhan. 2017. Buku Ajar Manajemen dan Strategi Komunikasi Pemasaran. Yogyakarta: ZAHIR Publishing. Kartajaya, H. 2007. Memenangkan Persaingan Dengan Segitiga Positioning, Diferensiasi Dan Brand. Bandung: Mizan Pustaka. Komariah, D. S. 2017. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Kotler Philip dan Eduardo L. Roberto. 2008. Social Marketing: Strategi for Changing Public Behaviour. New York: The Free Press A Division of MacMillan.Inc. Kurniawan, R. 2015. Strategi Pemasaran Sosial BKKBD Kota Prabumulih Dalam Mengkampanyekan Progrma KB (Alkon MOP) Kepada Kaum Laki-Laki. Palembang: LLPM Universitas Sriwijaya. Rudy Kurniawan, Yusnaini, Abdul Gofur, Nurhasan| 195 Strategi Pemasaran Sosial Menabung Sampah di Bank Sampah Prabumulih Kurniawan, R. 2016. ―Pemasaran Sosial "Vasektomi" pada Pria‖. Jurnal Sosiologi USK (Media Pemikiran & Aplikasi), 10(2): 175-196. Kurniawan, R. 2017. Gerakan Kelompok KB Pria "Perkasa". Jurnal Sosiologi USK (Media Pemikiran & Aplikasi), 11(1):23-42. Neuman, W. L. 2017. Metodologi Penelitian Sosial: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif. (E. T. Sofia, Trans.) Jakarta: PT Indeks. Peter dan Olson. 2006. Prilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran. (D. Sihombing, Trans.) Jakrta: Gelora Aksara Pratama. Ragaiyah dan Rudy Kurniawan. 2016. Gerakan Sosial Kelompok KB Pria "Perkasa": Aksi Mengkampanyekan Vasektomi DI Kota Prabumulih. Palembang: LLPM Universitas Sriwijaya. Soemanagara, R. 2008. Strategic Marketing Communication: Konsep Strategi dan Terapan. Bandung : Alfabeta. Utomo, S. S. 2013. Komunikasi Pemasaran Sosial Terhadap Kesadaran Hidup Peternak Di KEcamatan Selo Boyolali. Jurnal Ilmu Komunikasi , 11 (1), 59-67. Venus, A. 2004. Manajemen Kampanye: Panduan Teoritis dan Praktis dalam Mengefektikan Kampanye Komunikasi. Bandung: Sembiosa Rekatama Media.

TIPOLOGI KEPEMIMPINAN PEREMPUAN ACEH (Studi Gender dan Femenisme)

Ismawardi Dosen Luar Biasa UIN Ar-Raniry Banda Aceh [email protected]

Abstract Women's leadership is nothing new for the Acehnese. In the history of Aceh, some women have emerged as leaders. As time pass by, some Acehnese women are entrusted to occupy several strategic positions ranging from lower to upper levels. To find out more about women's leadership in Aceh, the author seeks to learn the typology of Acehnese women leadership. This study aims to examine the efficacy and achievement of the women in leading governmental institutions by taking into account each type or style of leadership performed and the driving factors of their success. This study uses an interpretive descriptive approach with data collection techniques through interviews, observation, and documentation. The study showed that some factors contributed to the ability of women in leadership such as family, education, and the environmental condition. The types of women's leadership in Aceh are charismatic, democratic, bureaucratic, participatory, transformational, and cultural. There are some other factors that contribute to women's leadership in Aceh; First, the public is confidence and perceives female leaders. Second, their involvement in organizational activities. Third, the family's emotional connection also plays a role in developing their characters. Keywords: Typology, Women’s, Leadership

Abstrak Kepemimpinan perempuan bukanlah hal yang baru di mata masyarakat Aceh. Dalam sejarah kesultanan Aceh, beberapa perempuan telah menjadi pemimpin dan hingga saat ini beberapa perempuan Aceh masih dipercaya untuk menduduki beberapa jabatan strategis, mulai dari level bawah hingga level atas. Untuk mengetahui lebih jauh tentang kepemimpinan perempuan Aceh, penulis mencoba menelaah melalui sebuah penelitian terkait dengan tipologi kepemimpinan perempuan Aceh. Penelitian ini bertujuan untuk melihat kemampuan dan keberhasilan perempuan dalam Ismawardi| 197 Tipologi Kepemimpinan Perempuan Aceh memimpin sebuah lembaga dengan masing-masing tipe atau gaya kepemimpinan yang dimiliki serta faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan tersebut. Penelitian ini menggunakan menggunakan pendekatan deskriptif interpretatif dengan teknik pengambilan data melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Berdasarkan hasil penelitian, kemampuan kepemimpinan perempuan Aceh dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah faktor keluarga, pendidikan, dan kondisi lingkungan. Adapun tipe kepemimpinan yang dimiliki oleh pemimpin perempuan di Aceh adalah kharismatik, demokratis, birokratis, partisipatif, transformatif, dan kulturalis. Adapun faktor lain yang mempengaruhi adalah, pertama adanya kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin perempuan. Kedua, kemampuan memimpin perempuan Aceh juga tidak terlepas dari pengaruh keaktifan perempuan dalam berorganisasi. Ketiga, Kepemimpinan perempuan Aceh juga diwarisi dari hubungan emosional keluarga. Kata Kunci: Tipologi, Kepemimpinan, Perempuan

***

A. Pendahuluan Perbedaan antara laki-laki dan perempuan merupakan sebuah fitrah dan sunatullah yang menunjukan betapa besarnya kuasa Tuhan dalam menciptakan dan menjadikan makhluknya yang beragam. Perbedaan tersebut tidaklah di pahami sebagai tujuan menguntungkan satu pihak. Tetapi untuk mewujudkan kehidupan yang harmonis dan saling melengkapi sesama manusia. Perempuan adalah jiwa yang diciptakan untuk bersatu dengan jiwa yang lainnya, dan bagian yang sama dengan lainnya (Ustman al-Husyt, 2003: 112). Namun pada sebagian tempat dan di berbagai aspek kehidupan perempuan selalu dianggap tidak penting. Hal ini merupakan bias penafsiran tektualis yang dilakukan oleh penafsiran yang sudah menjadi budaya patriakis (Nurjannah Ismail, 2003: 2). Seperti dalam rumah tangga, pemberian tugas kepada anak laki-laki dan perempuan yang berbeda akan melahirkan pemahaman yang berbeda 198 | Jurnal Sosiologi USK e-issn: 2654-8143 Volume 12, Nomor 2, Desember 2018 p-issn: 2252-5254 dalam masyarakat. Hal ini tercermin dalam aktivitas kaum perempuan yang kurang di bidang publik dibandingkan kaum laki- laki. Sehingga timbullah apa yang dikatakan dengan emansipasi atau perjuangan tentang perlunya kesetaraan gender dan gerakan femenisme. Islam memberikan hak-hak kepada kaum perempuan sebagaimana hak-hak diberikan kepada kaum laki-laki. Diantaranya adalah masalah kepemimpinan. Faktor yang menjadi pertimbangannya hanyalah kemampuan dan terpenuhinya kriteria untuk menjadi pemimpin. Di sini, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan itu bukan monopoli kaum laki-laki, tetapi bisa juga diduduki dan dijabat oleh kaum perempuan selama ia mempunyai kemampuan untuk memimpin (Huzaemah, 2010: 49). Artinya tidak ada larangan bagi perempuan untuk menjadi ahli dibidangnya, seperti menjadi guru, dokter, pengusaha, hakim, bahkan seorang pemimpin negara sekalipun. Menurut Asghar Ali Engineer (1994: 57), al-Qur‘an secara normatif menegaskan konsep kesetaraan status antara laki-laki dan perempuan dalam dua hal, pertama penerimaan martabat kedua jenis kelamin dalam ukuran yang setara. Kedua, laki- laki dan perempuan mempunyai hak-hak yang setara dalam bidang sosial, ekonomi dan politik. Dari sisi seksualitas, perempuan memiliki perasaan halus yang dapat menyentuh kalbu, sementara dari sisi gender perempuan memiliki argumentasi yang kuat yang menyentuh nalar. Quraih Shihab (2005, 338) menambahkan penjalasannya bahwa perempuan ibarat leher dari suaminya yang jika tidak memilikinya maka kepala tidak dapat bergerak. Begitu juga leher tidak akan bergerak kecuali jika diisyaratkan oleh kepala. Begitulah keseimbangan antara laki-laki dan perempuan. Maka oleh sebab demikian kepemimpinan perempuan tidak hanya terbatas pada hal-hal yang sifatnya domestik seperti dalam kehidupan rumah tangga, tetapi juga dalam masyarakat. Kendatipun terdapat pendapat ulama yang menentang perempuan berkiprah di bidang politik apalagi menduduki jabatan kepala negara, menurut Quraish Shihab (2005, 350) dikarenakan oleh Ismawardi| 199 Tipologi Kepemimpinan Perempuan Aceh situasi kondisi pada masa itu, antara lain kondisi perempuan yang memang belum siap menduduki jabatan. Kepemimpinan perempuan dalam realita kehidupan masyarakat terutama masyarakat primitif, masih belum menerima karena menganggap perempuan sebagai makhluk yang lemah dari berbagai hal, sebagaimana yang telah penulis sebutkan di atas. Maka dari persepsi ini timbulah gerakan femenisme yang dipelopori oleh para perempuan itu sendiri untuk menjawab berbagai persoalan tentang perempuan dan menyatakan bahwa perempuan itu mampu sebagaimana halnya laki-laki. Terdapat dua istilah dalam perpektif femenisme yaitu seks dan gender. Dalam kajian feminisme konsep seks di bedakan dengan gender. Seks mempunyai arti sebagai jenis kelamin sesuai dengan kodrati atau alami yaitu sesuatu yang di bawa sejak lahir, sementara gender adalah hasil dari kontruksi sosial- kultural sepanjang sejarah kehidupan manusia yang sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan (yunahar Ilyas, 2015: 2). Artinya gender menyangkut dengan fungsi, peran, hak dan kewajiban bukan kodrati atau alami. Kontruksi yang dilandasi oleh sosial-kultural tersebut tidak lepas dari pada faktor-faktor pendorong seperti, ekonomi, sosial, budaya, politik termasuk penafsiran teks-teks keagamaan. Namun secara konseptual kedua kata tersebut dalam perspektif feminisme. Feminisme mempunyai arti sebagai emansipasi wanita yaitu pembebasan diri dari pembudakan atau gerakan untuk memperoleh pengakuan persamaan kedudukan, derajat, serta hak dan kewajiban dalam hukum (Widodo, 2012, 219). Feminimsme mulai diprakasai karena persepsi terhadap ketimpangan posisi perempuan. Akibat dari persepsi tersebut timbul berbagai upaya untuk mengkaji penyebab ketimpangan tersebut dengan tujuan untuk mengeliminasi serta mencari formula penyetaraan antara hak perempuan dan laki-laki dalam segala bidang sesuai dengan potensi perempuan yang sama sebagai manusia (human being). Perbedaan pandangan dan menganggap ketidakrelevansian antara keduanya menyebabkan ketidakadilan antara perempuan dan 200 | Jurnal Sosiologi USK e-issn: 2654-8143 Volume 12, Nomor 2, Desember 2018 p-issn: 2252-5254 laki-laki terjadi. Hal ini di tunjukkan oleh realitas histori bahwa perbedaan gender telah melahirkan ketidakadilan gender terutama kepada perempuan, di antaranya adalah dapat dilihat terhadap lima fenomena sebagai berikut (Mansour Fakih, 1996: 11-20), pertama marginalisasi terhadap perempuan baik di rumah maupun tempat kerja. Kedua, subordinasi terhadap perempuan yang menyatakan bahwa perempuan emosional dan irasional. Ketiga stereotype, yaitu kecenderungan menyalahkan perempuan terhadap suatu masalah. Ke-empat adalah pembagian kerja secara seksual. Kelima adalah berbagai bentuk kekerasan lainnya baik fisik meupun psikologis yang menimpa perempuan. Perbedaan gender pada dasarnya tidak menjadi masalah manakala keadilan hak antara perempuan dan laki- laki di wujudkan secara bersamaan dan beriringan. Tidak terkecuali di Aceh, dalam catatan sejarah kepemimpinan perempuan Aceh, banyak muncul tokoh-tokoh perempuan menjadi pemimpin pemerintahan maupun sebagai pahlawan dalam peperangan (A. Hasjmi, 1993: 5). Terdapat beberapa perempuan sebagai pemimpin atas kekuasaan wilayah yang di pimpinnya. Mereka berhasil membawa Aceh ke puncak kejayaan, dimulai dari kepemimpinan Ratu Shafiatuddin (1641-1675) yang memimpin selama 35 tahun (Amirul Hadi, 2010: 127). Tulisan ini ingin bertujuan untuk melihat tipologi kepemimpinan yang dimiliki oleh para perempuan Aceh yang menjadi pemimpin publik disamping isu femenisme. Tipologi merupakan salah satu faktor yang harus di miliki oleh para pemimpin untuk menjadi leaders baik laki-laki maupun perempuan. Tipe dan gaya kepemimpinan dari seorang pemimpin sangat dipengaruhi oleh sifat, kebiasaan, temperamen, watak dan kepribadian dari seseorang. Sehingga tingkah laku dan gayanya lah yang membedakan dirinya dari orang lain. Hal inilah yang mewarnai perilaku dan tipe kepemimpinannya. Sehingga muncullah beberapa tipe-tipe kepemimpinan, yaitu tipe kharismatis, paternalistis, militeristis, otokratis, laissez fair, populistis, administratif, dan demokratis (Kartini Kartono, 1998: 29). Dalam referensi lain juga disebutkan bahwa gaya Ismawardi| 201 Tipologi Kepemimpinan Perempuan Aceh kepemimpinan selaian yang disebutkan diatas juga terdapat gaya atau tipe birokratis, permisif, laisses-faire, partisipatif, otokratif. Beberapa teori tentang kepemimpinan, yaitu teori genetis, teori sosial, dan teori ekologis. Teori genetis didasarkan pada bahwa pemimpin itu tidak diciptakan, akan tetapi lahir dari bakat-bakat alami yang ada sejak lahir. Pemimpin ditakdirkan lahir menjadi pemimpin dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun juga. Pada teori sosial bahwa pemimpin itu harus disiapkan, dididik, dibentuk, tidak dilahirkan begitu saja. Sedangkan pada teori ekologis atau sintesis yaitu seseorang akan sukses menjadi pemimpin, bila sejak lahirnya telah memiliki bakat-bakat kepemimpinan, kemudian dikembangkan melalui pengalaman dan usaha pendidikan yang sesuai dengan tuntutan lingkungannya. Berangkat dari persoalan diatas, perlu kiranya peninjauan kembali posisi perempuan di tengah-tengah masyarakat modern saat ini, bahwa perempuan memiliki kapasitas dan kapabilitas seperti halnya laki-laki, namun ruang yang di berikan belum maksimal sebagaimana ruang yang di miliki oleh laki-laki. Tulisan akan menguraikan sedikit tentang kiprah dan subtansi perempuan berdasarkan keadilan gender dan kemampuan yang dimilikinya sehingga mengantarkan mereka menduduki beberapa posisi strategis ditengah-tengah masyarakat modern saat ini. B. Metodelogi Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, penggunaan metode kualitatif bertujuan untuk mencocokkan antara realita empirik dengan teori yang berlaku dengan menggunakan pendekatan diskriptif interpretatif dan analitif. Penelitian deskriptif merupakan suatu penelitian yang tujuan utamanya dimaksudkan untuk memaparkan keadaan yang terjadi. Namun secara metodologis penelitian ini termasuk dalam lingkup penelitian lapangan, yaitu mendeskripsikan tentang tipologi kepemimpinan perempuan di Aceh. Deskripsi ini dijelaskan dalam bentuk uraian narasi. Untuk itu akan dilakukan analisis terhadap sumber data dan disajikan secara sistematis. Penelitian ini tidak mengeneralisasikan hasil penelitian, 202 | Jurnal Sosiologi USK e-issn: 2654-8143 Volume 12, Nomor 2, Desember 2018 p-issn: 2252-5254 tetapi hanya fokus pada subjek penelitian yang menjadi informan yang akan memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian. Dalam penelitian ini, penulis tidak semua menggunakan informan berdasarkan uraian diatas, akan tetapi langsung kepada yang diteliti sebagai informan utama. Oleh sebab demikian maka peneliti menentukan informan dengan menggunakan teknik purposive sampling, dalam penelitian kualitatif teknik ini lebih selektif. Penelitian didasarkan pada landasan kaitan teori yang digunakan, keinginantahuan pribadi karakteristik empiris yang dihadapi dan sebagainya. Sumber data yang digunakan tidak dalam rangka mewakili populasinya tetapi lebih cenderung mewakili informasinya (Imam Suprayogo, 2003: 165). Maka yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah para perempuan Aceh yang sedang dan pernah menjadi pemimpin saat ini, yaitu: 1. Illiza Sa‘aduddin Djamal, Walikota Banda Aceh (2012 – 2017). 2. Marniati sebagai Rektor Universitas Ubudiyah Indonesia. 3. Kelimah, ketua DPRK Nagan Raya. 4. Yuliana Yunalita, Keuchik Gampong Pante Cermin, Jeuram Nagan Raya Ke-empat informan tersebut merupakan perempuan Aceh yang pernah dan sedang memimpin instansi masing-masing dalam kurun waktu lima tahun belakang sampai dengan tahun ini. Adapun data yang penulis peroleh berdasarkan wawancara secara langsung dengan informan, observasi dan dokumentasi. Sebagaimana lazimnya setelah data diperoleh dan untuk dinarasikan dan interpretasikan pada hasil penelitian, penulis mengikuti langkah-langkah pengolahan dan analisis data secara sistimatis yang meliputi pereduksian data, penyajian data dan yang terakhir verifikasi data. Sehingga data yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan secara akademis dan ilmiah.

Ismawardi| 203 Tipologi Kepemimpinan Perempuan Aceh C. Tipologi Kepemimpinan Perempuan Aceh Kepemimpinan perempuan Aceh dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut meliputi faktor internal dan eksternal. Faktor internal misalnya, seorang perempuan menjadi pemimpin dipengaruhi oleh keadaan di mana mengharuskan ia menjadi seorang pemimpin. Hal ini juga dipengaruhi oleh adanya hubungan kekerabatan seorang perempuan tersebut dengan seorang pemimpin yang telah dan sedang berkuasa pada saat itu, seperti kepemimpinan Ratu Shafiatuddin. Ia menjadi ratu untuk menggantikan suaminya Iskandar Tsani. Ada pun faktor eksternal adalah ketika seorang perempuan berhasil menjadi pemimpin, dipengaruhi oleh kualitas atau potensi yang dimiliki oleh seorang perempuan tersebut Ia mampu memimpin layaknya para pemimpin laki-laki serta memiliki unsur-unsur yang menjadi syarat seseorang layak menjadi pemimpin. Kemunculan perempuan dalam ruang publik di Aceh memang tidak lagi mengejutkan sama sekali. Hampir setiap instansi mulai dari pemerintahan maupun swasta telah menerima perempuan sebagai pekerja. Dominasi peran ini telah menghilangkan beberapa pekerjaan yang awalnya hanya diisi oleh kaum laki-laki (LSAMA, 2013: 2). Pemimpin perempuan Aceh sebagaimana lazimnya pemimpin lainnya, juga memiliki gaya/tipe sebagaimana yang disebutkan di atas. Dalam kepemimpinannya, para perempuan Aceh tersebut memiliki gaya atau tipe yang berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, keluarga, organisasi yang pernah diikuti dan lingkungan tempat para perempuan tersebut memimpin. Berikut ini akan diuraikan beberapa gaya atau tipe dari para pemimpin perempuan yang telah penulis teliti. Dari hasil pengamatan, dokumentasi serta wawancara secara langsung, penulis dapat menyimpulkan dan menganalisis bahwa, gaya atau tipe kepemimpinan perempuan Aceh adalah sebagai berikut, Illiza Sa‘aduddin Djamal, Walikota Banda Aceh periode tahun 2014-2017 menggantikan posisi walikota sebelumnya Mawardi Nurdin yang telah meninggal dunia, posisi Illiza sebelum menjadi Walikota adalah wakil Walikota dua periode mulai 2007-2014 dan 204 | Jurnal Sosiologi USK e-issn: 2654-8143 Volume 12, Nomor 2, Desember 2018 p-issn: 2252-5254

Anggota DPRK BandaAceh 2004-2006. Kiprahnya menjadi pejabat publik tidak terlepas dari keaktifan dalam berorganisasi yang di mulainya semenjak sekolah dasar hingga perguruan tinngi, berbagai macam organisasi yang digelemuti mulai dari OSIS, HMI, Pramuka hingga Partai Politik hingga menjadikannya pejabat publik yang di terima oleh masyarakat luas. Dalam kepemimpinannya berdasarkan temuan penulis di lapangan bahwa, pada sosok Illiza memiliki gaya atau tipe kepemimpinan demokratis, partisipatif, transformatif dan kulturalis. Hal ini penulis kemukakan karena dalam setiap kebijakan, kegiatan yang dilakukan senantiasa melibatkan orang lain terutama terkait dengan publik guna meminta saran dan pendapat kemudian memimpin langsung setiap kegiatan atau tindakan yang di lakukan pemerintah terhadap warganya yang melanggar aturan serta senantiasa memberikan arahan dan sosialisasi program-program pemerintahan ke arah yang baik dan visioner. Di samping itu juga Illiza sangat menjaga kearifan lokal atau kebudayaan Aceh sebagai Kota Syariat. Hal ini dibuktikan dengan adanya program-program yang mendukung terlaksananya Syariat Islam di Kota Banda Aceh. Terkait dengan kepemimpinan perempuan, Illiza menyatakan bahwa: “Kelayakan perempuan dalam memimpin, bukanlah karena jenis kelamin, tapi dilihat dari latar belakang seorang perempuan tersebut atau kapasitas seseorang dalam memimpin diri sendiri. Kemudian bagaimana mewujudkannya dalam sebuah organisasi (dalam paparannya Illiza mengutip hadis tentang kepemimpinan “Tiap seorang dari pada kamu adalah penjaga (pemimpin) dan kamu bertanggung jawab terhadap penjagaan kamu (orang yang dipimpin)”.”Perempuan sanggup dan layak menjadi pemimpin manakala pada dirinya itu sanggup untuk dijadikan pemimpin. Seperti halnya 16 abad silam yakni Sri Ratu Safiatuddin yang berhasil memimpin selama 35 tahun. Sistem pemerintahan yang berlandaskan Syariat Islam lebih bagus dari masa Sultan Iskandar Muda. Bahkan sang Ratu berhasil memimpin hingga ke seluruh Asia Tenggara dengan kemajuan ilmu pengatahuan serta perdagangan yang sangat berjaya.” Ismawardi| 205 Tipologi Kepemimpinan Perempuan Aceh Kemudian perempuan yang relatif muda sudah mendapatkan begitu banyak penghargaan serta menjalinkan kerja sama dengan berbagai pihak baik nasional maupun international dalam memajukan pendidikan Aceh yang pada akhirnya di anugerahi gelar Proffesor (Adjuct) dari salah satu Universitas di Malaysia, adalah Marniati Rektor Universitas Ubudiyah Indonesia (UUI) Banda Aceh. Marniati merupakan salah satu srikandi Aceh yang berhasil menjadi figur dan sekaligus menjadi tokoh perempuan Aceh yang sukses dan berhasil serta menjadi inspirasi bagi perempuan lainnya dalam bidang pendidikan. Dedikasi Marniati yang tinggi berhasil mengantarkan institusi yang dipimpinnya bersaing di kancah nasional dan international. Sehingga kepiawaian Marniati diapresiasikan ke dalam buku ―Srikandi-Srikandi Indonesia‖ sebagai satu-satunya yang mewakili Aceh yang bersanding dengan tokoh perempuan Nasional lainnya seperti menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pujiastuti, Rektor UGM Prof. Dwikoritawati Karnawati serta sejumlah figur tokoh lainnya. (Gema Baiturrahman, 2015: 7). Perempuan kelahiran 25 Mei 1981 dalam kepemimpinanya memiliki beberapa tipe atau gaya. Pertama, dari penghargaan yang dia dapati, maka tipe kepemimpinannya termasuk dalam tipe kharismatik. Selanjutnya tipe otoritatif dan demokratis yaitu ketegasan dan melibatkan banyak pihak dalam mengambil sebuah kebijakan, Marniati mengakui bahwa sebagai seorang pemimpin, harus dapat mengambil keputusan yang paling benar dan tepat di saat ada perbedaan di samping juga tetap mengikut sertakan para bawahannya untuk turut berpartisipasi dalam menyampaikan pendapat. Terakhir transformatif, tipe ini secara otomatis melekat pada diri Marniati. Sejak dinobatkan sebagai pimpinan pada lembaga pendidikan milik keluarganya tersebut, Marniati sangat ingin memajukan lembaga tersebut hingga ke kancah internasional. Maka dari itu, Marniati terus membuat kebijakan-kebijakan untuk meningkatkan mutu atau kualitas dari lembaga tersebut. Menurut Marniati; ―Kunci utama yang harus dimiliki para pemimpin adalah knowledge, education, vision, net working. Ke-empat hal tersebut menjadi dasar 206 | Jurnal Sosiologi USK e-issn: 2654-8143 Volume 12, Nomor 2, Desember 2018 p-issn: 2252-5254

yang paling penting dalam menjadikannya diri seorang sebagai pemimpin.‖ Tidak ada alasan jika perempuan di pandang tidak layak menjadi pemimpin. Hal ini telah dibuktikan jauh-jauh hari oleh Istri Nabi Muhammad Saw, Siti Khadijah sebagai pimpinan dalam bidang perdagangan dan ekonomi kemudian Siti Aisyah sebagai pemimpin dalam bidang politik dan strategi perang, perempuan memiliki kapasitas yang lebih besar dalam hal-hal yang bersifat psikologis. Dimulai dari kepemimpinan dalam keluarga yaitu memimpin anak- anak, dalam mengatur keuangan dan sebagainya.” Selanjutnya seorang perempuan yang juga tergolong relatif muda yang sudah menjabat sebagai ketua DPRD Nagan Raya (2014- 2019). Dalam kepemimpinannya yang sudah berjalan lebih 4 tahun itu, Kelimah telah mewarnai dunia kepemimpinan perempuan di Aceh dengan beberapa tipe yang dimilikinya. Selain merupakan tipe dari konsep ibuiesme negara pada saat itu, sebagai ketua dari lembaga perwakilan rakyat, Kelimah dituntut harus bersifat demokratis, partisipatif dan transformatif, hal ini dapat dilihat dari perannya dalam memimpin rapat selalu mengedepankan musyawarah sebelum memutuskan kebijakan-kebijakan dalam lembaga tersebut. Menurut Kelimah, sangat penting mendengarkan aspirasi dari seluruh perwakilan rakyat itu untuk menciptakan persatuan. Begitu juga dengan kerja tim yang sangat dibutuhkan dan diutamakan. Sehingga tujuan dari keterwakilannya sebagai anggota DRPD tersebut dapat teraksana dengan baik dan tepat waktu. Di samping itu juga terlibat langsung dengan masyarakat dalam mendengar dan menyerap aspirasi masyarakat. Keinginan untuk menjadi wakil rakyat adalah bagian dari pada untuk melakukan perubahan yang lebih baik bagi seluruh masyarakat di Nagan Raya. Terkait dengan kepemimpinan perempuan, Keimah berpendapat sebagai berikut: “Sejarah kepemimpinan perempuan di Indonesia telah berlangsung sejak lama yaitu pada tahun 1350 telah ada seorang ratu yang bernama Gayatri Raja Patri, seorang ratu dari kerajaan Majapahit. Hal ini membuktikan bahwa kepemimpinan perempuan telah dimulai dari sejak dahulu. Sehingga kepemimpinan perempuan hari ini bukanlah hal yang asing di tengah masyarakat.” Ismawardi| 207 Tipologi Kepemimpinan Perempuan Aceh Terakhir adalah seorang ibu rumah tangga, di samping sebagai wakil kepala rumah tangga juga di percaya oleh masyarakat untuk memimpin pemerintahan Gampong (Desa) yang memiliki jumlah penduduk 527 jiwa dan 152 KK, Yuliana Yunalita Keuchik (Kepala Desa) Pante Cermin, Jeuram, Nagan Raya (2014-sekarang). Menjadi seorang pemimpin yang notabenenya seorang perempuan di kalangan para laki-laki dalam pandangan masyarakat terasa ada kejanggalan. Namun hal tersebut tidaklah menyurutkan semangat Yuliana Yunalita dalam mempimpin sebuah desa di tengah banyak kaum laki-laki. Jiwa kepemimpinan dengan segenap manajemen berorganisasi, telah Yuliana dapatkan pada sebelumnya yaitu pada saat masih aktif dalam beberapa organisasi seperti pada masa sekolah sebagai ketua OSIS, aktif di organisasi PMI, dan UNICEF. Jiwa kepemimpinan Yuliana juga diwarisi dari silsilah keluarga, di mana orang tua, kakek dan suami Yuliana juga pernah menjadi keuchik. Hal inilah yang menjadi modal dasar keberaniannya ketika diminta untuk menjadi pemimpin di gampong tersebut di samping aktif di berbagai event baik tingkat gampong, kecamatan maupun kabupaten. Dari hasil wawancara dan observasi di lapangan, penulis mendapati pada dirinya terdapat tipe kepemimpinan otoritatif dan transformatif. Tujuan dari pada mendedikasikan dirinya menjadi pemimpin di desa adalah untuk memperbaiki keadaan yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Kemudian terbatasnya sumber daya manusia yang ada di desanya, mengharuskan Yuliana bersikap tegas dalam memilih dan memberhentikan rekan kerjannya. Kebijakan ini perlu dilakukan agar dapat menunjang keberhasilan dari program kerja yang telah dirumuskan. Terkait dengan kepemimpinan, Yuliana menegaskan, kepemimpinan tidak lebih hanya sebagai pengabdian kepada masyarakat, oleh sebab demikian dukungan keluarga merupakan salah satu faktor keberhasilan dalam memimpin masyarakat karena dianggap berpengaruh bagi kinerja seorang pemimpin, pekerjaan 208 | Jurnal Sosiologi USK e-issn: 2654-8143 Volume 12, Nomor 2, Desember 2018 p-issn: 2252-5254 rumah tangga juga merupakan tolak ukur keberhasil dalam mengatur dan memanajemen sebuah sistem. Sebagaimana penuturan Yuliana: “Dalam memimpin sebuah lembaga atau instansi pemerintahan di samping pengetahuan kepemimpinan, juga sangat dibutuhkan dukungan dari keluarga terutama suami dan anak, hal ini sangat berpengaruh dalam kinerja sebagai keuchik. Tugas saya sebagai keuchik juga tidak terlepas dari keberhasilannya sebagai ibu rumah tangga yang mengatur dan memanajemenkan sistem rumah tangga itu sendiri, artinya pekerjaan rumah tangga juga dapat mempengaruhi jiwa kepemimpinan dengan selalu disibukkan dengan pemikiran mengatur dan memperbaiki jika ingin urusan publik terselesaikan dengan baik maka urusan domestik pun tidak boleh dikesampingkan. Perempuan sangat mampu menjadi pemimpin. Hanya saja karena kesempatan yang diberikan terbatas. Perempuan juga sangat membutuhkan dukungan dari pihak laki-laki sehingga jiwa kepemimpinannya akan mudah terbentuk. Kelembutan seorang perempuan menjadi pemimpin merupakan sebuah kelebihan dalam memimpin. Jika selama ini keuchik adalah laki-laki dengan wataknya yang keras dan caranya yang kasar sehingga banyak orang-orang yang sedikit enggan jika harus berurusan dengannya. Hal ini tidak terjadi jika yang menjadi pemimpin adalah seorang perempuan. Selain mempunyai jiwa keibuan dan juga ketegasan dari seorang perempuan para masyarakat akan dengan senang hati jika berurusan atau jika terjadi permasalahan dalam gampong dengan harus melibatkan pemimpinnya.” D. Penutup Kesimpulan dari penelitian ini, penulis tuangkan ke dalam beberapa hal yang terkait dengan kepemimpinan perempuan Aceh saat ini, pertama adalah kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin perempuan, di samping sejarah kesultanan Aceh yang pernah dipimpin oleh perempuan, pemimpin perempuan Aceh pada saat ini dianggap mampu dan berani dalam menjalankan kepemimpinannya. Kemampuan tersebut dilihat dari ketegasan dan kebijakan dalam menjalankan program-program yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, pembangunan sumber daya manusia dan kemajuan pembangunan daerah. Kedua, kemampuan kepemimpinan perempuan Aceh juga tidak terlepas dari pengaruh keaktifan Ismawardi| 209 Tipologi Kepemimpinan Perempuan Aceh perempuan dalam berorganisasi sebelumnya, artinya karakter kepemimpinannya dibentuk pada saat aktif dalam berorganisasi mulai dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Ketiga, Kepemimpinan perempuan Aceh diwarisi dari hubungan emosional keluarga, yaitu faktor genetika kepemimpinan orang tua sebelumnya diwarisi dan dimiliki oleh anak dan sanak saudaranya. Menjadi seorang pemimpin juga harus memiliki gaya atau tipe kepemimpinan. Di mana tipe ini di miliki oleh setiap pemimpin baik laki-laki maupun perempuan termasuk perempuan Aceh.

***

210 | Jurnal Sosiologi USK e-issn: 2654-8143 Volume 12, Nomor 2, Desember 2018 p-issn: 2252-5254

Daftar Pustaka A. Hasjmy, 1993, Wanita Indonesia Sebagai Negarawan dan Panglima Perang, Banda Aceh: Yayasan Pendidikan A. Hasjmy. Al-Husyt, M Ustman. 2003. Perbedaan Laki-Laki dan Perempuan. Jakarta: Cendekia Sentra Muslim. Ali Engineer, Asghar. 1994. Hak-Hak Perempuan Dalam Islam. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya. Fakih, Mansour. 1996. Menggeser Konsepsi Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Gema Baiturrahman. 2015. No. 1147, ―Marniati, Srikandi Pendidikan Aceh”. Hadi, Amirul. 2010. Aceh, Sejarah, Budaya, dan tradisi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Ilyas, Yunahar. 2015. Kesetaraan Gender Dalam Al-Qur’an. Yogyakarta: Itqan Publising. Ismail, Nurjannah. 2003. Perempuan Dalam Pasungan. Yogyakarta: LkiS. Kartono, Kartini. 1998. Pemimpin dan Kepemimpinan, Apakah Pemimpin Abnormal itu?. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. LSAMA. 2013. Pengembangan Potensi Perempuan Di Aceh. Banda Aceh: LSAMA Shihab, Quraish. 2005. Perempuan: Dari Cinta Sampai Seks, dari Nikah Mut’ah Sampai Nikah Sunnah, dari Bias Lama Sampai Bias Baru, Jakarta: Lentera Hati. Suprayogo, Imam. 2003. Metodelogi Penelitian Sosial-Agama. Bandung: Remaja Rosdakarya. Widodo. 2012. Kamus Ilmiah Populer, Yogyakarta: Absolut. Yanggo, Huzaemah Tahido. 2010. Fiqih Perempuan Kontemporer. Bogor: Ghalia Indonesia. E - I S S N :

2 6 5 4 - 8 1 4 3

Jurnal Sosiologi USK: Media Pemikiran & Aplikasi adalah Jurnal Prodi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Syiah Kuala yang memuat berbagai pendekatan berlandaskan pada isu sosial k emasyarakatan secara lokal, nasional maupun internasional melalui karya tulis ilmiah. Redaksi juga menerima

P tulisan seputar dinamika sosial masyarakat baik yang bersifat teoritis, kritis, -

I reflektif, opini dan berbagai ide-ide yang menyangkut dinamika sosial kemasyarakatan. S

S Ketentuan penulisan dapat di akses di; http://jurnal.unsyiah.ac.id/JSU/about/submissio N ns#authorGuidelines. :

2 2 5 2 - 5 2 5 4