Pengaruh Kredibilitas Program Berita
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Televisi adalah media yang universal dan sifatnya sangat terbuka akan informasi sehingga tuntutan untuk menghadirkan tayangan yang berkualitas menjadi suatu keharusan. Televisi telah menjadi aktor penting yang mengubah peradaban manusia sejak abad 20 dan melalui televisi, manusia belajar bahkan bertransformasi ke tingkat kehidupan yang lebih modern, berdemokrasi dan berkonsumsi (Kasali 2013). Secara umum, adanya televisi dimanfaatkan sebagai media yang memberikan informasi dan hiburan, namun menurut Rizkallah dan Razzaouk (2006), ada lima alasan utama seseorang menonton televisi yaitu, (1) hiburan, (2) relaksasi, (3) interaksi sosial, (4) kebiasaan dan (5) informasi. Sedangkan Wonneberger (2009) menjelaskan secara umum ada dua hal yang mempengaruhi TV viewing, yaitu faktor jangka pendek dan jangka panjang berdasarkan karakter individu, struktur program, pengaruh sosial dan konteks acara. Pertelevisian di Indonesia dewasa ini berkembang sangat pesat, hal ini merupakan salah satu indikator tumbuhnya perekonomian di dalam negeri. Ekonomi dan media massa sangat berkaitan erat antara satu dengan lainnya (Muda 2003). Kehadiran televisi swasta di Indonesia dimulai tahun 1988 dengan hadirnya RCTI dan dilanjutkan SCTV setahun berikutnya. Akibatnya adalah terjadi perubahan struktur pasar industri televisi Indonesia dari monopoli (ketika hanya ada TVRI sebagai televisi publik) menjadi oligopoli. Masyarakat memiliki banyak pilihan untuk menonton siaran televisi dan pembuat program berusaha untuk mengikuti kebutuhan/kemauan penonton. Kebutuhan penonton tersebut hanya diukur secara kuantitatif melalui rating dan share. Persaingan industri yang semakin ketat untuk mendapatkan pasar audiens dan pasar iklan membuat televisi swasta beroperasi berdasarkan the primacy of economic goals, tujuannya memperoleh keunggulan ekonomis. Konsep bisnis televisi swasta adalah menawarkan jumlah penonton kepada pemasang iklan melalui penghitungan rating dan share setiap program TV. Bagi televisi komersial di Indonesia, berlaku hukum bahwa penurunan satu point rating secara otomatis akan menurunkan revenue sebesar 60 hingga 120 miliar per tahun. Sistem ini membuat semua kegiatan di industri televisi terbagi dalam angka-angka sehingga acara televisi dijual belikan seperti komoditas. Rating dan audience share merupakan barometer sebuah stasiun televisi komersial karena berdasarkan data kuantitatif tersebut diketahui posisi sebuah stasiun televisi terhadap pesaingnya selama program berlangsung secara detil setiap menitnya. Bagi stasiun televisi swasta, perhitungan rating dan audience share menjadi sangat strategis karena segera akan diketahui potensi iklan yang akan terpasang. Tidak dapat dipungkiri, bahwa jika dibandingkan dengan media lainnya, televisi merupakan media dengan porsi belanja iklan terbesar. Nielsen (2012) mengungkapkan bahwa televisi menguasai sekitar 60% belanja iklan media, sedangkan sisanya terbagi untuk media lain seperti surat kabar dan majalah. Hal tersebut membuktikan bahwa televisi masih memiliki daya tarik yang kuat dan menjadi media yang paling efektif bagi para produsen/pengiklan untuk memperkenalkan produk bagi konsumen. 2 Berita di televisi swasta hadir dengan dicabutnya Permenpen No. 111 Tahun 1990, yang berisi larangan televisi swasta membuat berita sendiri. Semangat sektor swasta membangun televisi di masa itu paling tidak terpacu oleh dua faktor, yaitu semangat deregulasi yang didorong oleh tekanan ekonomi global dan upaya pemerintah yang memberikan fasilitas kredit secara besar-besaran ke berbagai sektor industri (Kartosapoetro 2014). Nielsen menjabarkan, di tahun 2012 program hiburan seperti series/sinetron, movie, musik, komedi, kuis dan game show masih menjadi tayangan favorit masyarakat Indonesia, dari 820 jam waktu untuk menyaksikan televisi, sekitar 62% digunakan untuk menonton acara hiburan dan sinetron serta 10% untuk menyaksikan program berita (hardnews, feature, talkshow). Hal ini menjadi sangat wajar jika melihat karakter penonton Indonesia pada kondisi seperti sekarang yang lebih membutuhkan hiburan dibandingkan informasi. Konten berita adalah immaterial goods yang sangat mudah ditiru dengan biaya yang relatif rendah. Kebutuhan penonton yang hanya diukur secara kuantitatif melalui rating membuat para pemilik program tak lagi mempermasalahkan kualitas tayangannya, selama program tersebut bisa dijual dan meraih banyak iklan. Bagi stasiun televisi, news room memiliki arti penting. Oleh karena itu, kualitas tayangan menjadi syarat untuk membuat program berita. Program berita bermanfaat untuk meningkatkan citra stasiun televisi, membuka network ke berbagai kalangan, dan meningkatkan peluang bisnis (Kartosapoetro 2014). Sebagaimana terbukti di Amerika Serikat dan negara yang memiliki televisi komersial, rating serta penghasilan iklan dari siaran berita termasuk yang paling tinggi secara proporsional dibanding acara lainnya. Karena itu siaran berita senantiasa diletakkan pada jam prime time, agar mampu bersaing di waktu yang mempunyai jumlah penonton banyak. Sumber: AGB Nielsen 2014 Gambar 1 Performa program hardnews televisi swasta tahun 2009-2014 Kategori berita dibedakan menjadi dua yaitu hardnews dan feature/softnews. Hardnews adalah berita yang harus dihadirkan sesegera mungkin sedangkan peristiwa lain yang tidak membutuhkan kecepatan dalam pelaporan dikategorikan sebagai feature. Gambar 1 menyajikan performa program hardnews televisi swasta di Indonesia yang selama 6 tahun terakhir belum pernah mencapai 10%, bahkan di tahun 2014 hanya meraih pangsa pasar 6% (Nielsen 2014). 3 Market driven journalism mulai merubah karakter berita hardnews televisi ke arah tabloidisasi, yaitu lebih fokus pada berita sensasional. Jurnalisme televisi telah berubah menjadi karya non fiksi dan sulit membedakan mana tayangan sebenarnya dengan tayangan yang penuh dramatisasi Dumdum dan Garcia (2011). Konten berita sensasional pada kenyataannya lebih mudah menarik penonton (Meyer dan Muthaly 2008), hal ini dikarenakan masyarakat lebih termotivasi untuk menyaksikan informasi/berita yang kontroversial (Wang dan Cohen 2009). Pengaruh rating dan share membuat keputusan produser dalam menentukan berita yang ditayangkan menjadi kurang akurat dan berimbang sehingga mengurangi kualitas berita itu sendiri. Banyak pandangan yang menganggap bahwa menurunnya kualitas content menjadi salah satu penyebab pada menurunnya kredibilitas program berita televisi. Wonneberger, Schoenbach dan Meurs (2011) mengungkapkan bahwa selain kualitas konten, faktor situasional, motivasional dan karakter individu juga merupakan faktor utama khalayak untuk menyaksikan program berita televisi. Di sisi lain, penurunan kredibilitas program berita di televisi dapat dimungkinkan oleh berkembangnya teknologi. Kemunculan media online mempermudah akses bagi pengguna berita untuk tetap mendapatkan informasi terbaru. Dua puluh empat persen pengguna internet Indonesia memilih sumber online untuk mendapatkan informasi (Nielsen 2012) dan 18% responden dari penelitian ini menganggap bahwa informasi yang dihadirkan oleh portal berita online kredibel, ini berarti persaingan dengan media online harus mulai diperhitungkan. Kredibilitas berita di dunia maya dianggap sudah setingkat dengan berita yang dihadirkan oleh media tradisional, meskipun masih terdapat sedikit perbedaan diantaranya (Schweiger 2000), namun penelitian yang dilakukan oleh Bakshi dan Mishra (2011) serta Sabigan (2007) menjelaskan bahwa kredibilitas informasi yang disampaikan media tradisional/televisi dianggap masih lebih baik oleh khalayak jika dibandingkan dengan yang disampaikan dalam versi online. Hal tersebut sejalan dengan apa yang dipersepsikan oleh 76% responden penelitian ini yang menganggap bahwa televisi masih menjadi sumber yang terpercaya untuk mendapatkan berita. Persaingan program berita di televisi cukup ketat, karena merupakan barang yang mudah didapatkan, differensiasi produk menjadi kunci keberhasilan. Gambar 2 memperlihatkan beragam program berita hardnews dari 10 stasiun televisi swasta yang bisa dijadikan referensi informasi oleh audiens dari pagi hingga malam hari. Secara umum tak banyak mengalami perubahan jika dibanding tahun 2013, Liputan 6 (SCTV) dan Seputar Indonesia (RCTI) tetap memiliki marketshare yang kuat. Sebagai televisi generalis, kedua program berita yang dihadirkan memiliki ciri yang kuat untuk dijadikan pilihan pemirsanya. Menurut Jackob (2010), kepercayaan pada media merupakan variabel yang sangat penting karena hal tersebut terhubung pada penggunaan media, “people will expose themselves to news information they trust”. Hilangnya kredibilitas akan berpengaruh pada penurunan penonton, pengaruh sosial dan bisnis yang sedang dijalankan. Salah satu strategi bersaing yang paling sesuai dilakukan media adalah branding management dan credibility management (Oyedeji 2006 dan 2008). Branding sebagai salah satu strategi pemasaran bertujuan untuk membedakan organisasi, pelayanan atau produk dari pesaingnya. Selain itu merek erat kaitannya dengan kompetensi, kredibilitas dan kualitas (Ots 2008), terlebih di era Sosial TV dimana televisi saling terkait dengan media-media lainnya yang bersifat pribadi 4 dan sosial. Brand yang baik (1) mempunyai daya pikat pasar yang kuat dan lebih dipercaya (2) menghasilkan nilai tambah yang tinggi; (3) cenderung mudah dimaafkan bila melakukan kesalahan (Kasali 2013). Program yang lebih sering dibicarakan akan mudah diterima dan digemari khalayak, serta akan mendapatkan kredibilitas dan kepercayaan. Program yang mempunyai kredibilitas