Komunitas Kampung Pulo Di Cangkuang Kabupaten Garut (Perkembangan Adat Istiadat Setelah Masuknya Islam)

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Komunitas Kampung Pulo Di Cangkuang Kabupaten Garut (Perkembangan Adat Istiadat Setelah Masuknya Islam) KOMUNITAS KAMPUNG PULO DI CANGKUANG KABUPATEN GARUT (PERKEMBANGAN ADAT ISTIADAT SETELAH MASUKNYA ISLAM) Oleh: Dewi Ratih 1 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan metode penulisan sejarah yang meliputi empat tahapan. Keempat tahapan itu adalah heoristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Masyarakat Kampung Pulo tidak diikat oleh hukum tertulis. Mereka hanya mengenal pamali sebagai istilah melanggar pantangan. Pantangan di Kampung Pulo harus dipatuhi penduduk itu sendiri maupun para wisatawan yang datang. Adat Istiadat yang populer disebut pantangan atau pamali di Kampung Pulo yang dianggap tabu seperti dalam hal berjiarah ke makam, bentuk nnnah dan upacara ritual lainnya yang dianggap tabu oleh masyarakat Kampung Pulo. Setelah masuknya Islam di Kampung Pulo yang dibawa oleh Embah Dalem Arif Muhammad, masyarakat Kampung Pulo tetap melestarikan dan menjaga adat istiadat yang tmun temumn dari nenek moyangnya, meskipun telah terjadi perubahan-perubahan esensi yang dipengaruhi oleh ajaran Islam. Kampung Pulo yang memiliki beberapa adat istiadat merupakan lcebanggaan bagi pemerintahan setempat karena merupakan salah satu kebudayaan bangsa Indonesia yang patut dilestarikan keberadaannyaf Kata Kunci: Kampung Pulo, Adat Istiadat dan Islam ABSTRACT This research was conducted by the method of writing history that includes four stages. The four stages are the heuristic, criticism, interpretation and historiography. Community Kampung Pulo not bound by written law. They only know pamali as violating term abstinence. Abstinence in Kampung Pulo, should follow the population it self and the tourists who come. Customs popularly called abstinence or pamali in Kampung Pulo which is considered taboo, such as in the case berjiarah to the tomb, the shape of houses and other rituals that are considered taboo by the commrmity of Kampung Pulo. Even after the advent of Islam in Kampung Pulo Dalem Grandparent brought by Mohammed Arif; the connnunity of Kampung Pulo still preserve and maintain the customs handed down from ancestors. Kampung Pulo had some customs that are the pride of the local govermnent because it is one that deserves the Indonesian culture preserved its existence. Keywords: Village Pulo, Customs and Islam PENDAHULUAN masing-masing suku bangsa (Koentjaraningrat, 1982: 4) Sebagaimana diketahui bahwa bangsa Keragaman suku yang ada tersebut tidak Indonesia adalah bangsa yang sangat majemuk, lepas dari pengaruh geografis. Sebagai sebuah baik dari sisi etnik, ras, bahasa, maupun budaya. Negara kepulauan, oleh karena itu dalam satu Setiap suku bangsa memiliki ciri dan pulau senantiasa ada satu ciri khas sebagai karakteristik yang berbeda-beda baik dalam pembeda dengan pulau lainnya, tetapi tidak karakteristik bahasa, budaya, adat istiadat, menutup kemungkinan dalam satu pulau maupun hal-hal lain yang dianggap spesifik terdapat pula dua suku bangsa atau bahkan lebih sebagai akibat kompleksitas latar belakang (Soekmono, 1994:16). Jurnal Artefak Vol. 3 No. 2 – Agustus 2015 [ISSN: 2355-5726] Hlm: 119 - 130 1 Dosen Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Galuh Ciamis Halaman | 119 Menurut Koentjaraningrat dalam (Iyus penyelidik hukum adat akan segala sesuatu Rusliana, 2002: 23) sistem nilai budaya itu juga yang dikumpulkannya. Monograi- berfungsi sebagai pedoman orientasi bagi segala monograti yang bersifat hukum, misahlya tindakan dalam hidup. Sehjngga, kebudayaan tentang orang batak, bali, sumatra, juga dapat diartikan sebagai hasil cipta, rasa, dan kalimantan, dan sebagainya tidak dapat karsa. Cipta dapat diartikan sebagai dorongan dilupakan. dalam did manusia untuk menghasilkan sesuatu dengan kekuatan dan pengalaman lahir dan Berdasarkan kutipan tersebut di atas, bathinnya yang bennanfaat bagi dirinya sebagai maka perbedaan-perbedaan yang bersifat khas, individu dan dirinya sebagai anggota sangat perlu untuk dikaji agar diketahui masyarakat, yang menghasilkan i1n1u masyarakat luas. Dengan demikian maka pengetahuan dan teknologi. Karsay dapat pertumbuhan dan perkembangan Setiap adat' dianrikan sebagai dorongan dalam diri manusia istiadat diberbagai daerah dapat dijadikan untuk menemukan pelita hidup yang dibutuhkan wacana atau perbandjngan terhadap adat istiadat karena adanya berbagai hal yang tak te1jangkau suku bangsa lainnya. oleh akalnya, sepelti dari mana asal manusia Perbedaan-perbedaan tidak hanya yang sebelum lahir dan kemana manusia setelah mati, berskala regional atau nasional, tetapi juga bisa hasilnya adalah norma-norma agama atau mewarnai wilayah-wilayah lokal, seperti halnya lahirnya berbagai agama. Adapun rasa diartikan perbedaan antar wilayah propinsi, kabupaten, antara lain sebagai dorongan dalam diri manusia atau mengkaji lebih jauh tentang perbedaan- terhadap keindahan, sehingga menimbulkan perbedaan tersebut khususnya di wilayah keinginan untuk menemukan atau menikmati Kabupaten Garut yang mempakan pecahan dari keindahan itu. kabupaten Limbangan pada tahun 1811 oleh Sebagai hasilnya terwujudlah macam- Deadles dengan alasan produksi kopi dari daerah lnacam bentuk kesenian. Kebudayaan meliputi Limbangan menurun. Untuk lebih fokus maka seluruh kegiatan atau perbuatan manusia. Kini penelitian akan penulis arahkan ke salah satu kebudayaan dipandang sebagai suatu yang desa yang memiliki signiiikansi perbedaan dinamis, bukan suatu yang kaku atau statis. Yang cukup mencolok dengan desa lainnya, yakni termasuk dalam ruang lingkup kebudayaan Desa Cangkuang di wilayah Kecamatan Leles antara lain tradisi. yang di dalamnya terdapat sebuah Menumt Peursen, tradisi dapat dizutikan perkampungan yang berada ditengah kawasan sebagai pewarisan atau penemsan norma-nqnna, Situ Cangkuang yang terkenal dengan nama adatyisfiadat dan kesenian. Tradisi bukanlah Kampung Pulo. Kampung Pulo merupakan sesuatu yang tidak dapat diubah. Tradisi justm perkampungan yang tergolong memiliki dipadukan dengan aneka Iagam perbuatan karakteristik berbeda dengan desa-desa lainnya manusia dan keselnwuhannya diangkat. yang berada di wilayah kecamatan Leles, Manusialah pembuat sesuatu dengan Kabupateu Gamt sehingga Kampung Pulo lebih menggunakan tradisi; ia menerima, menolak atu dikenal oleh masyarakat luar. Kampung Pulo mengubahnya. Itulah sebabnya mengapa merupakan salah satu perkampungan yang kebudayaan merupakan cerita tentang mempunyai perkembangan adat istiadat setelah perubahan-perubahan yang selalu memberi melalui proses akulturasi agama Islam. wujud baru pada kebudayaan yang sudah ada. Adapun nama Kampung Pulo itu sendiri (Iyus Rusliana, 2002: 24). muncul karena tempatnya berada didalam pulau. Adapun pluralitas etnik pada gilirannya Masyarakat Kampung Pulo adalah masyarakat akan membawa karakteristik masing-masing yang memiliki adat istiadat yang berbeda dengan wilayah terhadap perkembangan bahasa, kanlpung lainnya di Jawa Barat. budaya, maupun adat istiadat. Hal tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh Fisher METODE PENELITIAN dalam Koentjaraningrat (1982: 6) sebagai berikut: Setiap penelitian memerlukan metode Bagi daerah Republik Indonesia yang penelitian agar proses dan hasil penelitian terdiri dari berbagai suku bangsa rnenjadi teralah serta maksimal. selayaknya diumumkan tersendiri bahwa Adapun metode penelitian yang anthopologi kebudayaan sangat digunakan dalam penelitian ini adalah metode benelimakasih kepada penyelidik- historis dan metode wawancara. Mengenai Halaman | 120 KOMUNITAS KAMPUNG PULO DI CANGKUANG KABUPATEN GARUT (PERKEMBANGAN ADAT ISTIADAT SETELAH MASUKNYA ISLAM) Dewi Ratih pengertian metode histods atau metode sejarah. wawancara dengan para naxasumber dianggap Fraenkel dan Wallen (dalam Ryanto, 1996: 22) data yang tepat untuk diiadikan data penelitian menjelaskan sebagai berikut: kemudian dalam pengumpulan bahan-bahan Penelitian sejalah adalah penelitian yang untuk kcperluan lainnya akan dilakukan secara eksklusif memfokuskan kepada beberapa teknik sebagai berikut: masa lalu. Penelitian ini mencoba a. Studi pustaka yaitu dari buku-buku surat merekonslnlksikan apa yang teljadi pada kabar, majalah, dan sebagainya yang terdapat masa lalu secara lengkap dan seakurat di Setiap perpusrakaan-perpustakaan baik itu mungkin dan biasanya menjelaskan di daerah Ciamis ataupun di luar Cinmis. mengapa hal itu teljadi. Dalaxp mencari b. Observasi yaitu terjun langsung di daerah data dilakukan secara sistematis agar tempat penelitian. mampu menggambarkan, menjelaskan dengan memahami kegiatan atau peristiwa yang texjadi beberapa waktu yang lalu, PEMBAHASAN Adapun langkah-langkah dalam Keberadaan Komunitas Kampung Pulo penelitian historis atau penelitian sejarah ada lima langkah pokok yang sangat esensial seperti Jumlah penduduk di wilayah Kampung yang terlihat pada kutipan berikut yang Pulo Kecamatan Leles Kabupaten Garut dikemukakan oleh Fraenkel dan Wallen (dalam sebanyak 23 orang. Dalam satu tugu tidak boleh Ryanto, 1996: 23). melebihi 4 orang. Hal ini merupakan ketentuan Adapun empat langkah yang esensial adat yang tidak boleh dilanggar. dalam penelitian sejarah yaitu: Sistem kekeluargaan di rnasyarakat 1. Mennnuskan masalah, Kampung Pulo di dalam Kampung tersebut 2. Heuristik adalah menemukan sumber-sumber terdapat 6 kepala keluarga dan mewarisi rumah informasi sejarah yang relevansi, adat kepada anak perempuannya yang paling tua. 3. Kxitik adalah meringkas dan mengevaluasi Sehingga sistem kekeluargaan di Kampung ini infonnasi yang diperoleh dari sumber-sumber mengikutingaris Ibu. Bila ada anak laki-laki tersebut, yang sudah menikah dalam waktu 4. intepretasi adalah nmnpersentasikan dan pernikahannya lnenbapai
Recommended publications
  • Analysis of Forest Patches in Three Regencies in West Java Based on Satellite Data
    The 3rd Regional Conference on Natural Resources in Tropics (NRTrop3 2009) Analysis of Forest Patches in Three Regencies in West Java Based on Satellite Data 1Azizia Permatasari Abdullah, 2Endah Sulistyawati 1Biology Study Program, School of Life Sciences & Technology, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132, Indonesia. Telp. (+6222) 2511575, Fax. (+6222) 2500258 [email protected] 2Ecology & Biosystemtics Research Group, School of Life Sciences & Technology, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132, Indonesia. ABSTRACT Forest landscape in Indonesia has undergone changes due to deforestation leading to forest fragmentation and land use transformation. Forests patches within agriculture or settlement matrix can be susceptible to disturbances which could bring about long-term alteration of forest’s ecological and economic functions. This study aimed to analyze the distribution and dynamics of forest patches in three regencies by identified it using Post Classification Comparison method (PSC) from multi-temporal Landsat satellite data i.e. 1991, 2001, and 2003. The forest patches were analyzed by the following landscape metrics: patch number, patch size and patch shape. In general, the result shows that the distribution and dynamics among three regencies have similar pattern. The number of small patches was higher than large patches. Smaller patches were more threatened to vanish by disturbances than larger patches. The shapes of all patches were convoluted as indicated by the shape index (SI>1). In terms of patch shape, the shape index has decreased over the study period indicating that the shape of the forest patches has become less convoluted. Keywords: forest patches, landscape metrics, deforestation. INTRODUCTION Forest has ecological function as habitat, carbon sink, carbon source, and also rich of biodiversity.
    [Show full text]
  • Model of Youth Agroentrepreneurship Citrus Plantation on Targeted Poverty Alleviation and Rural Vitalization Engaging with Youth Organization in West Java, Indonesia
    Model Of Youth Agroentrepreneurship Citrus Plantation on Targeted Poverty Alleviation and Rural Vitalization engaging With Youth Organization In West Java, Indonesia RIZAL FAHREZA FOUNDER EPTILU AGRO EDU TOURISM INDONESIA YOUNG AGRIPRENEURS AMBASSADOR Juni 26, 2019 Ministry of Social Welfare Republic of Indonesia KITA KENALAN YUK 57 % poor people Indonesia live in Rural Area (source : Ministry of finance Republic of Indonesia 2018) Rizal documentation in rural household usapi village, South East Province, Indonesia View of Jakarta , capital city Indonesia Boston Consulting Group (BCG) predict Indonesia in 2030 Become 7 largest economies in the world in term of GDP - Surplus productive peoples population - 52% minddle income - Transform natural resources economic to become human capital based economic Indonesia is rich in local citrus varieties that are mainly grouped into mandarin, tangerine, pummelo and other groups. The citrus growing areas in Indonesia amounts to almost 70,000 ha, and production has been estimated to be around 1,500,000 tons. Harvesting seasons fall during the periods of: January – April (19% of total national production); May-August (56% of total national production) and September-December (25% of total national production). Indonesia imports a lot of citrus especially mandarins from citrus producing countries such as : China, Pakistan, Thailand, USA and at times from Argentina and South Africa. These imports reach less than 10 % of the national production 62% INDONESIA CITRUS FARMERS AGE > 55 Year Old Foundamental Production 1. QC Nursery 2. QC Maintenance 3. QC Harvest 4. QC Post Harvest Management Developt Agro Edu Tourism trend visitors to Garut, West java,Indonesia (million) Eptilu Agro Edu Tourism Team Management 85% Staff EPTILU Agro Edu Tourism youth generation ( 18-35 years old) Highligh EPTILU Parking area EPTILU Citrus AGRO EDU TOURISM FAMILY AGRO EDU TOURISM FACTORS DETERMINING FARMERS REGENERATION 1.
    [Show full text]
  • Folklor Candi Cangkuang: Destinasi Wisata Berbasis Budaya, Sejarah, Dan Religi
    FOLKLOR CANDI CANGKUANG: DESTINASI WISATA BERBASIS BUDAYA, SEJARAH, DAN RELIGI Sri Rustiyanti [email protected] Prodi Antropologi Budaya, Fakultas Budaya dan Media Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung Artikel diterima: 2 Juli 2018 Artikel direvisi: 18 Juli 2018 Artikel disetujui: 25 Juni 2018 ABSTRACT West Java has a variety of cultural, historical and religious potential that can be developed as the main tourist attraction, especially in Cangkuang Temple, Leles District, Garut Regency. Cangkuang Temple is one form of non-verbal folklore (artifact) inherited from two religions, namely Hinduism and Islam. The relics of Hinduism are the statue of Lord Shiva which is thought to date from the VIII century and the relics of Islam originated in the seventeenth century with the remains of the tomb of the Eyang Embah Dalem Arief Muhammad. The potential of Cangkuang Temple is quite interesting as one of the non-oil and gas foreign exchange tourism assets that needs to be improved in its management and empowerment. Therefore, the readiness of the Kampung Pulo community in developing tourism based on culture, history and religion still needs to be improved. Unpreparedness can be seen from the form of tourism development in each segment that has not been holistic and has not yet synergized with each other, regardless of the socio-cultural diversity of each, as well as the unclear market segments that will be targeted for development. Thus it is necessary to conduct research that aims to map the zoning of tourism development in accordance with the character of the community in the Garut Regency region.
    [Show full text]
  • AGRIVITA Journal of Agricultural Science
    246 AGRIVITA Journal of Agricultural Science. 2019. 41(2): 246–255 AGRIVITA Journal of Agricultural Science www.agrivita.ub.ac.id Crossing Among Sixteen Sweet Potato Parents for Establishing Base Populations Breeding Sri Umi Lestari 1*), Ricky Indri Hapsari 1) and Nur Basuki 2) 1) Faculty of Agriculture, Tribhuwana Tunggadewi University, Malang, East Java, Indonesia 2) Faculty of Agriculture, University of Merdeka Pasuruan, East Java, Indonesia ARTICLE INFO ABSTRACT Keywords: The base - population of the controlled cross breeding is one of the Capsule important factors to develop a new improved cultivar. Since the Cross-compatibility incompatible nature of sweet potato remains a barrier for genetic Female-parent improvement, therefore it requires a lot of crossed pairs. This study Seed set aimed to determine the level of incompatibility among crossing line Sweet potato between high yielding and micronutrient content cultivars. The field experiment conducted at Brawijaya University Research Station, Article History: Jatikerto-Malang, during February to August 2015. The North Carolina Received: June 19, 2017 Design II was applied to sixty pairs controlled cross breeding and Accepted: May 6, 2019 their sixty reciprocal pairs of six cultivars for micronutrient content enrichment with ten high yielding cultivars. The observations were ) * Corresponding author: made to the cross flowers number, capsules, fruit sets, and seeds E-mail: [email protected] number. The level of incompatibility between crossed pairs was determined by the level of fruit set. The result showed that most pairs were compatible (fruit set > 20%) and only few were incompatible (fruit set < 10%). Among six parents with micronutrient content enrichment, two of them, have a high compatibility as as female parents, to all the high yielding cultivars, i.e.
    [Show full text]
  • Pola Tata Ruang Situs Cangkuang, Leles, Garut: Kajian Keberlanjutan Budaya Masyarakat Sunda
    POLA TATA RUANG SITUS CANGKUANG, LELES, GARUT: KAJIAN KEBERLANJUTAN BUDAYA MASYARAKAT SUNDA The Planology of Situs Cangkuang, Leles, Garut: A Cultural Continueing of Socialize Sunda Oleh ETTY SARINGENDYANTI Makalah disampaikan pada Jurnal Sastra Dies Natalis Fakultas Sastra ke 50 FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS PADJADJARAN 2008 LEMBAR PENGESAHAN Judul : Pola Tata Ruang Situs Cangkuang, Leles, Garut: Kajian Keberlanjutan Budaya Masyarakat Sunda Oleh : Etty Saringendyanti, Dra., M.Hum. NIP. 131573160 Evaluator, H. Maman Sutirman, Drs., M.Hum. Dr. Wahya, M.Hum. NIP. 131472326 NIP. 131832049 Mengetahui Ketua Program Studi Ilmu Sejarah, Awaludin Nugraha, Drs., M.Hum. NIP 132102926 Tata Ruang Situs Cangkuang Leles, Garut: Keberlanjutan Budaya Masyarakat Sunda The Planology of Situs Cangkuang, Leles, Garut: A Cultural Continueing of Socialize Sunda Oleh: Etty Saringendyanti1 ABSTRAK Makalah berjudul “Tata Ruang Situs Cangkuang, Leles, Garut: Keberlanjutan Budaya Masyarakat Sunda”, membahas tata ruang situs Cangkuang dari berbagai masa, termasuk di dalamnya masyarakat adat Kampung Pulo melalui studi Arkeologi khususnya Etnoarkeologi. Situs Cangkuang merupakan situs yang menyimpan sejumlah tinggalan arkeologi dari berbagai masa dalam satu kesatuan ruang (multi component sites). Mulai dari masa prasejarah berupa alat-alat obsidian, gerabah, dan sarana pemujaan, masa Hindu Budha berupa candi Hindu Saiwa, dan masa Islam berupa makam. Budaya materi itu, didukung pula oleh keberadaan masyarakat adat Kampung Pulo yang hingga kini masih melakukan tradisi hasil akulturasi budaya prasejarah, Hindu Budha, dan Islam yang tercermin pada konsep mengagungkan nenek moyang atau leluhur, tapa misalnya memegang teguh konsep tabu karena alasan adat (pamali), dan memelihara makam-makam suci (keramat). Kelangsungan tradisi itu juga terlihat pada upacara adat, dan pada konsep dasar rancangan arsitektur rumah yang mengacu pada keselarasan antara masusia dengan alam.
    [Show full text]
  • Entrepreneurial Culture in the Village of the Barbers, Garut, Indonesia
    International Journal of Engineering and Advanced Technology (IJEAT) ISSN: 2249 – 8958, Volume-8 Issue-5C, May 2019 Entrepreneurial Culture in the Village of the Barbers, Garut, Indonesia Nizar Alam Hamdani, Galih Abdul Fatah Maulani, Arif Abdullah Muharam ABSTRACT--- Garut is not only well-known as the city of The above data shows that the entrepreneurial culture in dodol, but also as the city of the barbers. Most barbermen in Indonesia is rather low. This is particularly restricted, Indonesia come from Garut, precisely from a village named according to the 2018 GEI report, by risk retention in doing Kampung Parung, Banyuresmi Subdistrict. Usually, upon entrepreneurship (6). However, on a national scale, completion of high schools, they go to big cities to open barbershops instead of going to universities. This has been a Indonesia experienced an increase in the level of well-established entrepreneurial culture in that village for entrepreneurship from 1.67% to 3.10% of the total decades. The purpose of this study is to identify how this long Indonesian population of 225 million (7). Garut, West Java, entrepreneurial culture is established. To this end, a survey was is a region in Indonesia with rapid entrepreneurial growth. addressed to 120 barbermen. The results show that family plays Garut has not only been known as the city of dodol, but also an important role in establishment of entrepreneurial culture in as the home of Indonesian barbermen. Most of top-notch the village in question. Education is not much of importance to them. barbers across the country come from Garut, particularly Keywords: Entrepreneurial Culture; Entrepreneurship, from the Village of Banyuresmi and the Village of Bagendit Village of the Barbers.
    [Show full text]
  • Indonesia's Sustainable Development Projects
    a INDONESIA’S SUSTAINABLE DEVELOPMENT PROJECTS PREFACE Indonesia highly committed to implementing and achieving the Sustainable Development Goals (SDGs). Under the coordination of the Ministry of National Development Planning/Bappenas, Indonesia has mainstreamed SDGs into National Medium-Term Development Plan (RPJMN) and elaborated in the Government Work Plan (RKP) annual budget documents. In its implementation, Indonesia upholds the SDGs principles, namely (i) universal development principles, (ii) integration, (iii) no one left behind, and (iv) inclusive principles. Achievement of the ambitious SDGs targets, a set of international commitments to end poverty and build a better world by 2030, will require significant investment. The investment gap for the SDGs remains significant. Additional long-term resources need to be mobilized from all resources to implement the 2030 Agenda for Sustainable Development. In addition, it needs to be ensured that investment for the SDGs is inclusive and leaves no one behind. Indonesia is one of the countries that was given the opportunity to offer investment opportunities related to sustainable development in the 2019 Sustainable Development Goals Investment (SDGI) Fair in New York on April 15-17 2019. The SDGI Fair provides a platform, for governments, the private sectors, philanthropies and financial intermediaries, for “closing the SDG investment gap” through its focus on national and international efforts to accelerate the mobilization of sufficient investment for sustainable development. Therefore, Indonesia would like to take this opportunity to convey various concrete investment for SDGs. The book “Indonesia’s Sustainable Development Project” shows and describes investment opportunities in Indonesia that support the achievement of related SDGs goals and targets.
    [Show full text]
  • 4D3N Bandung, Garut Regency, Mt. Patuha's White
    Cultural & Heritage 4D3N Bandung, Garut Regency, Mt. Patuha’s White Crater, * Tangkuban Perahu Volcanic Crater, Sari Ater Hotspring* Greatest Values of All • Tangkuban Perahu Volcanic Crater • White Crater Lake of Mount Patuha • Kampung Naga, Garut Town • Sari Ater Natural Hot Spring • Dinner at Kampung Daun Valley • Raft around the Situ Bagendit Lake th • Cihampelas Walking Street • Nightlife at Braga Street • Cangkuang Ancient Temple, 8 century FREE upgrade to Excellent-Cuisine Restaurants & Private Tour* Itinerary Kampung Naga, Garut Day 1 Explore Kampung Naga’s Traditional Villages TBA Arrive at Husein Sastranegara International Airport TBA Meet & greet by tour guide at the airport’s arrival gate 1030 Travel to Garut Regency, 2h30m, 83km 1300 Enjoy Indonesia Set Lunch at Rumah Makan Cibiuk* 1400 Travel to Kampung Naga, 1h0m, 45km 1500 Explore the traditional villages at Kampung Naga 1700 Travel back to Garut Regency, 1h30m, 34km 1830 Check-in Kampung Sumber Alam, Garut for 1-night 2000 Enjoy Indonesia Set Dinner at the Hotel’s Restaurant* 2100 Night dip at the hotel’s natural hot springs pool Situ Bagendit Lake 2200 Before we say goodnight Day 2 Discover the White Crater Lake of Mt. Patuha 0600 Enjoy breakfast at hotel 0700 Explore the ancient heritage of Garut City Visit Cangkuang Ancient Temple, 8th century Raft around Situ Bagendit Lake Buy the ‘dodol’ local pastry 1000 Travel to Ciwidey old town, 2h15m, 70km 1230 Enjoy Indo Set Lunch at Kampung Sawah Restaurant* 1330 Travel to Mount Patuha, Ciwidey, 1h0m, 29km 1-night stay at
    [Show full text]
  • UIN Maulana Malik Ibrahim Malang 12
    BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budaya, Seni, Kesenian, dan Pusat Kesenian (Tinjauan Obyek Perancangan) 2.1.1 Budaya 1. Definisi Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal- hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia (www.wikipedia.org). Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda UIN Maulana Malik Ibrahim Malang 12 budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari (http://indobudaya.blogspot.com/2007). Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. (www.wikipedia.org) Pengertian Budaya secara etimologi dan fonetis fungsional adalah: . Secara etimologis: Budaya buddhayah, budhi (Sans.) = akal budi / pikiran Budaya budi (akal/pikiran) & daya (tenaga, kemampuan) . Secara fonetis fungsional: Budaya badaya bada’a, yabda’u al-Mubdi’u : yang Mengawali, Menjadikan segala sesuatu dari tiada Kemampuan berakal-budi dengan nilai luhur berketuhanan, untuk mengawali hidup dengan proses yang baik (adil, harmoni, selaras dalam kedamaian tenteraman, dengan bukti satu selarasnya jalinan kehidupan antar makhluk (Gautama, 2009).
    [Show full text]
  • Plagiarism Checker X Originality Report Similarity Found: 22%
    Plagiarism Checker X Originality Report Similarity Found: 22% Date: Rabu, Agustus 19, 2020 Statistics: 3522 words Plagiarized / 11332 Total words Remarks: Medium Plagiarism Detected - Your Document needs Selective Improvement. ------------------------------------------------------------------------------------------- BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Zaman sekarang globalisasi menimbulkan berbagai tantangan yang semakin berat. Cepatnya perubahan yang terjadi akibat globalisasi berdampak dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat. Arus globalisasi di satu sisi dapat membawa kemajuan, namun juga sekaligus melahirkan kegelisahan pada masyarakat, hal ini juga dialami oleh Indonesia. Indonesia merupakan sebuah negara dengan jumlah penduduk besar sehingga terdapat banyak suku dan ras yang berbeda, banyaknya suku dan ras yang ada di Indonesia mempengaruhi keberagaman masyarakat yang ada. Keberagaman yang ada dapat menimbulkan terjadinya suatu konflik vertikal dan horizontal. Keberagaman yang ada di Indonesia kemudian disatukan dengan semangat kesatuan yaitu Bhineka Tunggal Ika. Keberagaman masyarakat Indonesia disatukan oleh semangat Bhineka Tunggal Ika sebagai unsur keberadaban masyarakat Indonesia. Semangat tersebut mengikat masyarakat Indonesia kedalam kesatuan Negara Republik Indonesia dalam menjalani kehidupan bermasyarakatnya. Masyarakat di era globalisasi menghadapi berbagai tantangan yang semakin beragam. Cepatnya perubahan yang terjadi dalam era globalisasi di satu sisi dapat membawa kemajuan bagi kehidupan masyarakat, namun
    [Show full text]
  • National Report on Animal Genetic Resources Indonesia
    NATIONAL REPORT ON ANIMAL GENETIC RESOURCES INDONESIA A Strategic Policy Document F O R E W O R D The Ministry of Agriculture of the Republic of Indonesia, represented by the Directorate General of Livestock Services, has been invited by the Food and Agriculture Organization (FAO) to participate in the preparation of the first State of The World’s Animal Genetic Resources. The State of the World’s Animal Genetic Resources is important, and has to be supported by all institutions concerned, by the experts, by the politicians, by the breeders, by the farmers and farmer’s societies and by other stakeholders in the country. The World Food Summit in 1996 committed to reducing the number of people who are suffering from malnutrition in the world from 800 million to 400 million by the year 2015. This will have a tremendous implication for Indonesia which has human population growth of almost 3 million people a year. Indonesia has a large biodiversity which could be utilized to increase and strengthen national food security. Indonesia has lots of indigenous plant genetic resources and indigenous animal genetic resources consisting of mammals, reptiles and amphibians, birds and fish including species and breeds of farm genetic resources such as cattle, buffaloes, goats, sheep, pigs, chicken, ducks, horses and others. The objectives of agricultural development in Indonesia are principally increasing the farmer’s income and welfare, leading to National Food Security as well as the Development of Security as a Nation. The policies of management of animal genetic resources refers to three approaches, those are (1): Pure-breeding and Conservation; (2) Cross breeding; and (3) the Development of new breeds.
    [Show full text]
  • Analysis Techno-Socio-Economic Results of Capture Fisheries Fish Shrinkage Mackarel Tuna (Euthynnus Affinis) in Water District Pamengpeuk Garut
    GSJ: Volume 7, Issue 8, August 2019 ISSN 2320-9186 210 GSJ: Volume 7, Issue 8, August 2019, Online: ISSN 2320-9186 www.globalscientificjournal.com ANALYSIS TECHNO-SOCIO-ECONOMIC RESULTS OF CAPTURE FISHERIES FISH SHRINKAGE MACKAREL TUNA (EUTHYNNUS AFFINIS) IN WATER DISTRICT PAMENGPEUK GARUT Abdullah Naufal Luthfi1, Atikah Nurhayati2, Subiyanto2, Asep Agus Handaka2 1) Faculty of Fisheries and Marine Sciences, University of Padjadjaran 2) Staff Faculty of Fisheries and Marine Sciences, University of Padjadjaran Fisheries Studies Program, Faculty of Fisheries and Marine Sciences, University of Padjadjaran Jl. Raya Bandung - Sumedang Km 21, Jatinangor 40600 E-mail: [email protected] ABSTRACT This study aims to analyze Techno-Socio-Economic Losses of Fisheries Catch Mackarel Tuna (Euthynnus affinis) in the waters of Pameungpeuk Garut, This research was conducted in January until the month of July 2019 in Garut. The method used is a case study (case study) and surveys. Respondents retrieval techniques used in this research is a snowball sampling technique. Snowball sampling is a method for identifying, selecting and taking respondents on a network or chain of ongoing relationships, the selection of key informants who were randomly assigned to provide information in accordance with the purpose of research. Analysis of the data used in this research using Likert Scale and Multiple Linear Regression in data processing techniques, the authors use a scale of measurement obtained from the respondents. The results showed thatThe most significant
    [Show full text]