MAKNA TOLERANSI DALAM LAGU KUNING KARYA EFEK RUMAH KACA
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos.)
Oleh :
Rifqi Masruri NIM: 1112051000095
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H/2018 M
ABSTRAK Rifqi Masruri NIM: 1112051000095 Makna Toleransi Dalam Lagu Kuning Karya Efek Rumah Kaca (Analisis Semiotik Roland Barthes) Seiring perkembangan zaman, musik tak hanya digunakan sebagai media hiburan, namun juga digunakan sebagai media penyampai pesan. Melalui lirik dan nada, pencipta lagu mampu menyalurkan pikiran dan perasaannya dalam sebuah lagu. Efek Rumah Kaca adalah salah satu band yang sering menyisipkan kritik atau pesan moral dalam setiap lirik dalam lagu yang mereka ciptakan. Seperti dalam lagu kuning, yang memiliki makna serupa tentang kritik dan gambaran bagaimana kehidupan di Indonesia yang memiliki keberagaman budaya dan juga agama. Karena di dalam lirik lagu tersebut memiliki makna tentang nilai-nilai toleransi keberagaman budaya di Indonesia. Dalam lagu tersebut juga terdapat kritik tentang kondisi masyarakat Indonesia yang sering merasa benar, atau sering berlaku intoleran. Demikian pula terdapat pesan toleransi tentang keberagaman sebagai sebuah keniscayaan dari sang pencipta, yang mana dalam makna tersebut digunakan dalam rangka membangun kerukunan hidup antar umat beragama. Berdasarkan latar belakang di atas, maka pertanyaan mayornya yaitu bagaimana makna toleransi secara denotasi dan konotasi dalam lagu Kuning? Kemudian pertanyaan minornya adalah mitos apa yang terkandung dalam lagu Kuning? Metode yang digunakan dalam penelitian ini yakni analisis semiotika Roland Barthes. Semiotika adalah ilmu yang mengkaji tanda-tanda dalam kehidupan manusia. Semiotika Roland Barthes menggunakan signifikansi dua tahap untuk mencari makna denotasi dan konotasi. Barthes menyebut signifikansi tahap pertama dengan sebutan denotasi, atau mana paling nyata dalam lirik lagu. Kemudian dalam signifikansi tahap kedua, Barthes menggunakan istilah konotasi sebagai tempat ideologi yang berhubungan dengan mitos. Menurut Roland Barthes, aktivitas penandaan tidak hanya berhenti pada makna denotasi (makna sebenarnya), namun bisa berkembang ke tahap konotasi. Konotasi adalah makna baru yang diberikan oleh pemakai tanda sesuai dengan keinginan, latar belakang pengetahuannya, atau konvensi baru yang ada dalam masyarakatnya. Sejarah pemakaian suatu kata, sangat berpengaruh terhadap munculnya makna dalam konotasi. Bila konotasi menetap lama dalam masyarakat, maka besar kemungkinan bisa menjadi mitos. Mitos yang dimaksud di sini adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas (Sobur, 2012:128). Mitos, lanjut Sobur, adalah produk kelas sosial yang sudah mempunyai suatu dominasi. Setelah mengetahui makna yang terkandung dalam lirik lagu Kuning, maka kesimpulannya adalah keseluruhan bait dalam lirik lagu Kuning yang menjadi objek penelitian ini sarat akan pesan-pesan sosial dan agama, baik yang berhubungan dengan masalah di masyarakat maupun problema yang terjadi dan menerpa kehidupan masyarakat hingga membuat banyak pihak lupa tentang pentingnya toleransi dalam sebuah negara yang memiliki keberagaman budaya.
Kata kunci: Lirik Lagu Kuning, Toleransi, Semiotika Roland Barthes.
i KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, tuhan yang maha Esa yang telah memberikan spirit ruhaniah, kesabaran, ketabahan, konsistensi dalam mengerjakan tugas
Skirpsi. Dia-lah alasan utama untuk tidak pernah mengenal kata putus asa, membangun optimisme, dan percaya bahwa setiap doa, harapan dan cita-cita akan dikabulkan oleh Allah SWT. Sholawat dan salam tak lupa saya haturkan kepada junjungan semesta alam, manusia yang sempurna dan paripurna, dialah sang revolusioner sejati Nabi Muhammad SAW, semoga kita selalu dapat menempatkan beliau sebagai satu satunya idola dimuka bumi ini dan meneladani beliau sebagai seorang utusan dan juru penyelamat ummat di akherat.
Berkat rahmat ilahi, Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Makna Toleransi dalam Lagu Kuning Karya Efek Rumah Kaca (Analisa
Semiotika Roland Barthes)”. Penulisan skripsi ini merupakan tugas akhir untuk dapat memperoleh gelar sarjana pada bidang Komunikasi dan Penyiaran Islam di
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta
Selanjutnya, penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Untuk itu rasa terima kasih ini penulis sampaikan kepada :
1. Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi , Suparto, M.Ed, Ph.D selaku Wakil Dekan I Bidang
Akademik. Dr. Hj. Roudhonah, MA selaku Wakil Dekan II bidang
ii Administrasi Umum, serta Dr. Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan III
Bidang Kemahasiswaan.
2. Drs. Masran, MA selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran
Islam dan Fita Fathurokhmah, M.Si selaku Sekretaris Jurusan
Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi
3. Siti Nurbaya, M.Si selaku pembimbang skripsi yang tidak pernah
berhenti memberikan motivasi, kritikan yang membangun, saran dan
masukan sehingga selesainya skripsi ini dengan baik. terima kasih
telah bersedia membimbing, mengarahkan, mendidik, saya dengan
sangat baik.
4. Umi Musyarofah, MA selaku pembimbing akademik selama penulis
menempuh perkuliahan studi pada jurusan Komunikasi dan Penyiaran
Islam.
5. Seluruh staf pengajar di jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah banyak
memberikan banyak ilmu dan pengalaman selama penulis menempuh
studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi yang telah banyak membantu penulis khususnya dalam
urusan administrasi selama perkuliahan dan penelitian skripsi ini.
7. Seluruh staf perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi serta perpustakaan utama yang telah melayani
iii peminjaman buku sebagai bahan referensi penulis dalam penyusunan
skripsi.
8. Kepada Ibu Satinah dan Bapak Musonef, yang senantiasa sabar untuk
memberikan semangat untuk penulis dalam menyelesaikan penelitian
ini. Berkat doa kalian penulis senantiasa diberikan keteguhan,
kekuatan, sikap pantang menyerah dalam berikhtiar menjalani setiap
proses indah dalam kehidupan ini. Terima kasih telah menjadi orang
tua yang tak pernah henti-hentinya mendoakan seorang anak untuk
menggapai puncak kesuksesan.
9. Kepada personil Efek Rumah Kaca serta pihak manajemen yang telah
mengizinkan penulis untuk menjadikan lagu Kuning sebagai objek
penelitian.
10. Kepada mas Cholil selaku vokalis Efek Rumah Kaca yang bersedia
meluangkan waktunya untuk menjawab pertanyaan wawancara saya
agar penelitian ini segera selesai.
11. Kepada kelas KPI C 2012 teman seperjuangan selama menempuh studi
pendidikan di Kampus. Terima kasih untuk setiap waktu, cerita, ilmu,
diskusi dan perdebatan-perdebatan seru di dalam kelas .
12. Salam hormat dan terima kasih kepada pejuang-pejuang skripsi, dialah
Ahmad Zainudin Syah, Mohammad Miqdad, Ardiansyah Fadli,
Falahul Mualim, Abdul Haris, dan M. Syahid Ramdhani yang telah
banyak memberikan masukan, motivasi , sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas skripsi ini.
iv 13. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu. Tanpa mengurangi rasa hormat, semoga semua kebaikan yang
telah dilakukan mendapat balasan dari Allah SWT. Amin
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan. Untuk itu penulis berharap adanya kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa mendatang. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat tidak hanya untuk penulis tetapi juga untuk pembaca serta segenap keluarga besar civitas akademika Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
Jakarta, Mei 2018
Rifqi Masruri
v DAFTAR ISI
ABSTRAK...... i KATA PENGANTAR...... ii DAFTAR ISI ...... vi DAFTAR GAMBAR...... vii DAFTAR TABEL...... vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...... 1 B. Rumusan dan Batasan Masalah...... 6 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian...... 6 D. Tinjauan Pustaka...... 7 E. Metodologi Penelitian...... 8 F. Sistematika Penelitian...... 12
BAB II KERANGKA TEORITIS A. Toleransi...... 13 B. Musik...... 25 C. Semiotika...... 30 BAB III GAMBARAN UMUM A. Profil Band Efek Rumah Kaca (ERK)...... 43 B. Profil Album Sinestesia...... 45 C. Profil Lagu Kuning...... 49
BAB IV ANALISIS DAN TEMUAN DATA A. Makna Denotasi, Konotasi, dan Mitos...... 55 B. Hasil dan Pembahasan...... 53 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan...... 95 B. Saran...... 97
Daftar Pustaka...... 99
Lampiran-Lampiran...... 102
vi DAFTAR GAMBAR Gambar 1...... 48
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1...... 57 Tabel 4.2...... 61 Tabel 4.3...... 65 Tabel 4.4...... 70 Tabel 4.5...... 73 Tabel 4.6...... 79 Tabel 4.7...... 85
vii BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Efek Rumah Kaca (ERK) adalah salah satu musisi independent, atau
tidak terikat oleh label. Grup band yang berasal dari Jakarta ini terbentuk
tahun 2001 dan terdiri dari: Cholil Mahmud (vokal, gitar), Adrian Yunan
Faisal (bass) dan Akbar Bagus Sudibyo (drum), mereka sudah mengeluarkan
tiga album yang bertajuk “Efek Rumah Kaca” tahun 2007, “Kamar Gelap”
tahun 2008, dan “Sinestesia” tahun 2015. Beberapa penghargaan yang
diperoleh ERK seperti Nominasi Karya Produksi Alternative Terbaik pada
AMI Awards 2008, Rookie of the Year 2008, Rolling Stone Indonesia, Peraih
MTV Music Award 2008, kategori The Best Cutting Edge. Bahkan, mereka
dipercaya untuk mengisi rubrik khusus seputar pemilu di surat kabar Kompas
pada pemilu 2014.
Pada Desember 2015, Efek Rumah Kaca merilis album studio ketiga
mereka yang bernama Sinestesia. Menurut mereka, sinestesia adalah keadaan
disaat seseorang merasakan suatu aura atau warna saat mendengarkan sesuatu.
Pada awal kemunculannya, album ini hanya bisa dibeli dan diunduh melalui
iTunes, yang menyebabkan album ini memuncaki album paling banyak
diunduh pada bulan Desember 2015. Dan kemudian, pada tanggal 22
Desember 2015, Sinestesia dirilis dengan format CD oleh Demajors
Independent Music Industry. Kemudian setelah merilis Sinestesia dalam
bentuk CD, ERK menggelar konser Sinestesia pada Januari 2016, dan dalam
1 2
waktu seminggu tiket konser ini terjual habis, sejak dimulai penjualannya pada
28 Desember 2015. Meskipun kemunculan album ini mendekati akhir tahun, namun pada 31 Desember 2015, majalah musik berbentuk online dan cetak warningmagz menempatkan album Sinestesia milik Efek Rumah Kaca dalam
Indonesian Album of The Year 2015, dan album Sinestesia menempati posisi
3 terbaik.1
Kata “media” identik dengan alat untuk menghubungkan antara suatu pihak dengan pihak lainnya. Alat untuk menghubungkan ini umumnya dipahami sebagai benda yang berwujud. Padahal sesuatu yang abstrak sekalipun seperti lagu bisa dikatakan sebagai media penyampai pesan. Lagu dikatakan sebagai sesuatu yang abstrak karena pada kenyataanya lagu tidak dapat divisualkan, namun bisa didengar dan dirasakan.
Cara kerja lagu sebagai media penyampai pesan sangat sederhana sekali. Yaitu, ketika penyanyi menyanyikan lagu kemudian didengar oleh para pendengarnya. Sehingga terjadi sebuah bentuk komunikasi satu arah yaitu yang dalam konteks ini adalah penyanyi sebagai pembawa pesan dan pendengar sebagai penerima pesan. Pemanfaatan lagu sebagai media penyampai pesan sebenarnya merupakan hal yang biasa jika dibandingkan dengan media penyampaian pesan lainnya. Namun, menjadi hal yang luar biasa ketika pendengar menangkap pesan yang disampaikan oleh penyanyi secara mudah. Jadi, penyanyi tidak sekedar menyanyi dengan suara indah, tetapi juga dapat menyampaikan pesan pada lagu tersebut.
1 http://www.warningmagz.com/2015/12/31/indonesian-album-of-the-year-ii/ 3
Selain Iwan Fals, dewasa ini di Indonesia musik bertema sosial lebih
sering ditemukan dalam scene musik indie. Berbeda dengan Iwan Fals atau
Slank, band-band indie yang sudah lama eksis seperti Efek Rumah Kaca,
Navicula, Seringai dan lain sebagainya, lebih suka menggunakan bahasa
yang metaforis dalam lirik-lirik lagunya, sehingga pendengar harus
mencernanya dengan baik agar bisa menemukan makna kritik sosialnya,
dan juga salah satunya yaitu band yang diangkat dalam penelitian ini, yaitu
Efek Rumah Kaca.
Efek Rumah Kaca merupakan band yang gemar membagikan lagu
karyanya secara gratis, mereka mengizinkan para penikmat lagunya
mendengarkan lagu mereka secara gratis di situs soundcloud.com mereka
ataupun situs resmi mereka di efekrumahkaca.net.
Uniknya, lagu yang berada di album ini memiliki durasi yang cukup
panjang. Durasi paling singkat memiliki durasi kurang lebih tujuh menit.
Karena dalam album ini Efek Rumah Kaca memiliki konsep membuat lagu
seperti musikalisasi puisi, di mana terdapat fragmen atau bagian dalam setiap
lagu. Dalam album ini, terdapat sedikitnya dua bagian dengan tema yang
sama, kemudian dijadikan satu menjadi sebuah lagu.2 Yang menambah
keunikan album ini, terdapat enam lagu yang diberi judul sesuai dengan nama
warna yaitu Merah, Biru, Jingga, Hijau, Putih dan Kuning. Menurut mereka,
setiap warna memiliki tema dan pesan tersendiri. Pada album sinestesia, Efek
Rumah Kaca tidak hanya membuat lagu dengan tema sosial saja, namun juga
2 http://www.rollingstone.co.id/article/read/2015/12/18/140505595/1093/setelah-tujuh- tahun-efek-rumah-kaca-merilis-album-terbaru-secara-digital 4
ada yang menggambarkan kegundahan mereka tentang politik di Indonesia yang dijelaskan dalam lagu berjudul Merah. Dalam album ini juga, Efek
Rumah Kaca menyampaikan pesan-pesan yang mengandung unsur religi di dalamnya, seperti pada lagu berjudul Putih yang menceritakan tentang kematian dan kelahiran seseorang, dan juga lagu berjudul Kuning yang berisi tentang keberagaman agama di Indonesia. Kuning adalah salah satu lagu yang menarik minat penulis untuk meneliti lagu ini. Karena di dalam lirik lagu tersebut memiliki makna tentang nilai-nilai toleransi keberagaman budaya di
Indonesia. Dalam lagu tersebut juga terdapat kritik tentang kondisi masyarakat
Indonesia yang sering merasa benar atas golongannya sendiri, entah itu agama, suku, ataupun ras.
Jika menyinggung sesuatu tentang toleransi, tentunya di Indonesia sudah sering terjadi kasus-kasus seputar kurangnya rasa toleransi yang berujung pada pertentangan yang mengatasnamakan agama, suku, ataupun ras.
Peristiwa yang baru-baru ini terjadi di Tolikara Papua tanggal 17 Juli 2015 serta Aceh Singkil 10 Oktober 2015, ataupun kasus pembakaran rumah ibadah di Tanjung Balai pada Juli 2016 kemarin, atau jika kita ingin menoleh ke belakang dengan kasus yang cukup terkenal yaitu perang antar suku Sampit dengan dayak, dan banyak lagi peristiwa serupa sebelumnya. Boleh jadi akar persoalannya bukan tentang ajaran agama, tetapi terkait dengan permasalahan sosial politik, sosial ekonomi, atau sosial budaya. Namun adalah fakta, bahwa tindak kekerasan itu mengibarkan simbol-simbol agama, yang notabene adalah simbol-simbol ajaran welas asih. Dengan fakta ini sulit menafikan adanya 5
persoalan pemahamanan atas ajaran masing-masing kelompok terhadap kelompok lain, ketika kelompok-kelompok yang berbeda ajarannya itu harus hidup saling berdampingan.
Sesungguhnya apa yang dimaksud dengan kata 'toleransi'? Kamus
Besar Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa toleransi adalah (1) batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan; (2) penyimpangan yang masih dapat diterima dalam pengukuran kerja. Dalam percakapan sehari-hari, pengertian yang ada di KBBI itu tentu saja benar.
Memberi toleransi berarti membiarkan adanya suatu kesalahan, karena kesalahan itu tidak, atau belum, dianggap berpengaruh negatif. Dalam situasi ini, yang perlu digaris-bawahi adalah adanya penilaian dari pihak yang memberi toleransi bahwa pihak yang menerima toleransi adalah pihak yang salah. Demikian pula halnya jika istilah 'toleransi' dalam makna tersebut digunakan dalam rangka membangun kerukunan hidup antar umat beragama.
Mungkin atas dasar itulah, Efek Rumah Kaca menciptakan lagu berjudul Kuning yang memiliki makna serupa tentang kritik dan gambaran bagaimana kehidupan di Indonesia yang memiliki keberagaman budaya dan juga agama. Dan alasan itu juga yang membuat penulis tertarik untuk membuat penelitian dengan judul yaitu: “Makna Toleransi dalam Lagu
Kuning karya Efek Rumah Kaca.” 6
B. Rumusan dan Batasan Masalah
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah yang telah disebutkan di atas, maka
rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana makna toleransi keberagaman secara denotasi dalam lagu
Kuning karya Efek Rumah Kaca?
b. Bagaimana makna toleransi keberagaman secara konotasi dalam lagu
Kuning karya Efek Rumah Kaca?
c. Bagaimana makna toleransi keberagaman secara mitos dalam lagu
Kuning karya Efek Rumah Kaca?
2. Batasan Masalah
Agar ruang lingkup masalah yang diteliti tidak terlalu meluas, lebih
spesifik, dan menghindarkan salah pengertian, maka penulis memfokuskan
penelitian sebagai berikut :
a. Subjek penelitian yang diambil yaitu pada lirik lagu berjudul Kuning
yang dipopulerkan Oleh Efek Rumah Kaca.
b. Objek penelitian yang diambil yaitu makna toleransi yang terkandung
dalam lirik lagu Kuning karya Efek Rumah Kaca.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui makna denotasi dan konotasi yang terkandung
dalam lagu Kuning karya Efek Rumah Kaca. 7
b. Untuk mengetahui bagaimana kritik dan potret kehidupan
keberagamaan di Indonesia dalam lagu Kuning karya Efek Rumah
Kaca.
2. Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat penelitian ini yaitu:
a. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada
pengembangan keilmuan komunikasi, khususnya bagi penelitian
kualitatif dan analisis semiotik.
b. Manfaat Praktis
Manfaat praktis penelitian ini yaitu diharapkan penelitian ini dapat
memberi masukan mengenai proses pemaknaan lagu-lagu yang
mengandung tema-tema sosial termasuk makna toleransi di
dalamnya.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam penulisan penelitian ini, penulis menemukan ada karya
ilmiah yang hampir sama, namun memiliki perbedaan pada fokus
permasalahan penelitian dan ada juga yang berbeda metode analisisnya. Karya
ilmiah tersebut yaitu:
1. Skripsi yang ditulis oleh Ahmad Syarif, mahasiswa jurusan Komunikasi,
Universitas Hasanuddin (2013), dengan judul skripsi yaitu: “Konstruksi
Modernitas dalam Album Radiohead (Analisis Semiotika pada 8
Lirik Lagu dan Artwork Album OK Computer)”. Fokus dalam
penelitian tersebut adalah untuk mengetahui bagaimana modernitas
dikonstruksi dalam album OK Computer karya grup band Radiohead.
2. Skripsi yang ditulis oleh Muh. Adzanulhamdi Harmin, mahasiswa jurusan
Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar
(2016), dengan judul skripsi yaitu: Manusia Sebagai Khalifah Fil
Ardh Dalam Lagu Hall of Fame Karya The Script Feat Will I Am (
Analisis Semiotika Model Roland Barthes). Fokus dalam penelitian
tersebut adalah untuk mengetahui bagaimana analisis semiotika dalam
lagu Hall of Fame karya The Script feat. Will I Am.
3. Skripsi yang ditulis oleh Reza Fajri, mahasiswa jurusan Komunikasi
dan Penyiaran Islam, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta (2014), dengan judul skripsi yaitu: “Kritik Potret
Realitas Sosial dalam Musik (Analisis Semiotika dalam Album Kamar
Gelap karya Efek Rumah Kaca”. Fokus dalam penelitian tersebut
adalah untuk mengetahui bagaimana kritik sosial dan potret kehidupan
sosial dalam album Kamar Gelap karya Efek Rumah Kaca menggunakan
teori analisis semiotika.
E. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif. Pendekatan kualitatif
memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum yang mendasari 9
perwujudan sebuah makna dari gejala-gejala sosial di dalam masyarakat.
Objek analisis dalam pendekatan kualitatif adalah makna dari gejala-gejala
sosial dan budaya dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat
bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai katagorisasi
tertentu.3
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan pendekatan penelitian kualitatif. Bogdan dan Taylor
menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah salah satu prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan
dan perilaku orang-orang yang diamati.4
Penelitian ini termasuk kedalam jenis penelitian yang bersifat
deskriptif. Menurut Kenneth D. Bailey, penelitian deskriptif adalah suatu
penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu
fenomena secara detil (untuk menggambarkan apa yang terjadi).5
Adapun paradigma penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan paradigma konstuktivis. Paradigma konstruktivis berdasar pada
pemikiran umum tentang teori-teori yang dihasilkan oleh peneliti dan
teoritisi aliran konstruktivis. Menurut LittleJhon teori-teori aliran
konstruktivis berdasarkan pada ide bahwa realitas bukanlah bentukan yang
3 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, (Jakarta : Kencana, 2007), h.237. 4 Indiwan Seto. Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2013, hal 163 5 Indiwan Seto. Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi, hal 163 10
objektif, tetapi dikonstruksi melalui proses interaksi dalam kelompok,
masyarakat, budaya.6
2. Teknik Pengumpulan Data
a) Dokumentasi, peneliti melakukan pengambilan data dan pengamatan
dari Lirik lagu Kuning. Dokumen adalah sumber data yang digunakan
untuk melengkapi penelitian, seperti halnya film, gambar, karya-karya
monumental, yang dapat memberikan informasi bagi proses penelitian.
Dokumentasi yakni teknik untuk mengumpulkan data melalui berbagai
informasi dan mengkaji berbagai literatur yang berhubungan dengan
bahan penelitian. Seperti halnya buku, majalah, koran, jurnal, internet
dan hasil penelitian sebelumnya.
b) Wawancara, peneliti mengadakan tanya jawab kepada Grup Band Efek
Rumah Kaca. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara
kepada Cholil, vokalis Efek Rumah Kaca. Namun karena keberadaan
Cholil yang saat itu berada di Amerika, Cholil menyarankan agar
melakukan wawancara melalui surat elektronik (e-mail). Pihak
narasumber memberikan balasan jawaban wawancara pada tanggal 16
Desember 2017. Data dari wawancara ini digunakan peneliti untuk
menjelaskan latar belakang tentang lagu dalam penelitian ini.
c) Studi kepustakaan, peneliti memperoleh data dari sumber lain untuk
melengkapi data yang sudah ada.
6 Indiwan Seto. Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi, hal 165 11
3. Teknik Pengolahan Data
Dalam penelitian ini, pengolahan data dilakukan melalui beberapa
tahap, yang pertama data dikelompokkan, disederhanakan dan kemudian
dikemas dalam bentuk tabel. Kemudian data-data tersebut dikategorikan
sesuai dengan metode semiotika Roland Barthes.
4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data didasarkan pada metode analisis semiotika
konotasi dan denotasi Roland Barthes yang menekankan produksi tanda
dengan mengkaji proses pertukaran makna dari sebuah tanda yang
diciptakan seorang dalam melakukan aktivitas komunikasi. 12
F. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini memaparkan latar belakang masalah, batasan masalah dan
rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan
sistematika penulisan.
BAB II KERANGKA TEORI
Pada bab ini membahas kerangka teoritis yang menunjang isi dari
penelitian, seperti sejarah singkat industri musik dan rekaman, teori kritis
dalam musik kritis dan pengertian serta macam-macam semiotika.
BAB III GAMBARAN UMUM
Bab ini berisi profil Efek Rumah Kaca, beserta discografinya (daftar
album dan lagu).
BAB IV TEMUAN DAN ANALISA DATA
Bab ini berisi temuan dan analisis makna denotasi, konotasi yang
terkandung dalam lagu Kuning karya Efek Rumah Kaca. Juga menguraikan
tentang bagaimana kritik dan potret kehidupan keberagaman di Indonesia di
dalam lagu tersebut.
BAB V PENUTUP
Bab ini adalah bab terakhir yang berisikan mengenai kesimpulan
terhadap apa yang telah diteliti oleh penulis dalam karya ilmiah ini, serta
memberikan saran-saran dan juga beberapa lampiran yang didapat oleh
penulis. BAB II
KAJIAN TEORI
A. Toleransi
Toleransi berasal dari bahasa Inggris yaitu tolerance yang berarti
lapang dada, sabar, dan dapat menerima. Padanan kata toleransi dalam bahasa
Arab adalah ikhtimal, atau tasamuh yang berarti sama-sama berlaku baik,
lemah lembut, dan memaafkan. Tasamuh dalam pengertian umum adalah rasa
saling menghargai antar sesama manusia dalam batas-batas yang telah
digariskan Islam. Hal ini merupakan suatu sikap akhlak terpuji dalam
pergaulan.1
a. Unsur-unsur Toleransi Agama
Toleransi dalam kehidupan umat beragama bukanlah toleransi
dalam masalah-masalah keagamaan, melainkan perwujudan sikap
keberagamaan antara pemeluk agama satu dengan agama yang lain. Sikap
keberagamaan di sini ialah sikap saling menghormati dalam masalah
kemasyarakatan atau kemaslahatan umum. Menurut Masykuri Abdullah,
ada empat unsur dalam toleransi, yaitu:
1) Memberikan kebebasan atau kemerdekaan
Setiap manusia diberikan kebebasan untuk berbuat, bergerak,
maupun berkehendak menurut dirinya sendiri dan juga di dalam memilih
suatu agama atau kepercayaan. Kebebasan tersebut diberikan oleh Tuhan
Yang Maha Esa sejak manusia lahir hingga ia meninggal tanpa bisa diganti
1 Elidar Husein, “Jurnal Kajian Dakwah dan Kemasyarakatan”, h. 1
13 14
ataupun direbut oleh orang lain.2 Dengan memberikan kebebasan maka
secara tidak langsung juga mengakui adanya keberagaman.
2) Mengakui hak setiap orang
Salah satu sikap mental yang mengakui hak setiap orang di dalam
menentukan perilaku dan nasibnya masing-masing. Tentu saja sikap atau
perilaku yang dijalankan itu tidak melanggar hak orang lain, karena jika
demikian, kehidupan di dalam masyarakat akan kacau.3
3) Menghormati keyakinan orang lain
Salah satu sikap yang dapat membawa pada toleransi adalah
menghormati dan membiarkan setiap pemeluk agama untuk melaksanakan
ibadah mereka menurut ajaran dan ketentuan agama masing-masing yang
diyakini tanpa ada yang mengganggu atau memaksakan baik dari orang
lain maupun dari keluarganya sekalipun. 4 Toleransi agama dipahami
sebagai bentuk pengakuan kita terhadap adanya agama-agama selain
agama yang kita yakini. Pengakuan yang dimaksud yaitu segala bentuk
sistem, dan tata cara peribadatannya dan memberikan kebebasan untuk
menjalankan keyakinan agama masing-masing.5
4) Saling mengerti
Sikap penuh pengertian kepada orang lain diperlukan agar
masyarakat tidak menjadi monolitik. Apalagi pluralitas masyarakat sudah
2 Masykuri Abdullah, Pluralisme Agama dan Kerukunan dalam Keragaman (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2001), h. 13. 3 Masykuri Abdullah, Pluralisme Agama dan Kerukunan dalam Keragaman, h. 13. 4 Masykuri Abdullah, Pluralisme Agama dan Kerukunan dalam Keragaman, h. 13. 5 Muhammad Yasir, Makna Toleransi Dalam Al-Qur’an, Jurnal Ushuludin Vol. XXII No. 2, Juli 2014, h. 172 15
menjadi dekrit Allah dan design-Nya untuk umat manusia. Jadi tidak ada
masyarakat yang tunggal, monolitik, sama, dan sebangun dalam segala
segi. Dalam sikap saling mengerti juga didukung dengan adanya sikap
keterbukaan yaitu kerendahan hati untuk tidak merasa selalu benar,
kemudian kesediaan mendengar pendapat orang lain untuk diambil dan
diikuti mana yang terbaik.6
Hakikat dari toleransi agama adalah adanya pengakuan kebebasan
setiap warga untuk memeluk agama yang menjadi keyakinannya dan
kebebasan menjalankan ibadahnya. Toleransi beragama meminta
kejujuran, kebesaran jiwa, kebijaksanaan dan tanggung jawab, sehingga
menumbuhkan perasaan solidaritas dan meminimalisir egoistis golongan.7
b. Toleransi menurut Ahli
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, Toleransi yang berasal
dari kata “toleran” itu sendiri berarti bersifat atau bersikap menenggang
(menghargai, membiarkan, membolehkan), pendirian (pendapat,
pandangan, kepercayaan, kebiasaan, dan sebagainya) yang berbeda dan
atau yang bertentangan dengan pendiriannya. Toleransi juga berarti
batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yang masih
6 Ngainun Naim, Membangun Toleransi dalam Masyarakat Majemuk Telaah Pemikiran Nurcholis Madjid, Harmoni, Jurnal Multikultural dan Makna vol. 121 no. 2 Mei-Agustus 2013, h. 37 7 Said Agil Husain Al-Munawar, Fikh Hubungan Antar Agama (Jakarta: PT. Ciputat Press, 2005), h. 17 16
diperbolehkan. Secara bahasa atau etimologi toleransi berasal dari
bahasa Arab tasamuh yang artinya ampun, maaf dan lapang dada.8
Secara terminologi, menurut Umar Hasyim, toleransi yaitu
pemberian kebebasan kepada sesama manusia atau kepada sesama
warga masyarakat untuk menjalankan keyakinannya atau mengatur
hidupnya dan menentukan nasibnya masing-masing, selama dalam
menjalankan dan menentukan sikapnya itu tidak melanggar dan tidak
bertentangan dengan syarat-syarat atas terciptanya ketertiban dan
perdamaian dalam masyarakat.9
Namun menurut W. J. S. Poerwadarminto dalam "Kamus Umum
Bahasa Indonesia" toleransi adalah sikap/sifat menenggang berupa
menghargai serta memperbolehkan suatu pendirian, pendapat,
pandangan, kepercayaan maupun yang lainnya yang berbeda dengan
pendirian sendiri.10
Istilah Tolerance (toleransi) adalah istilah modern, baik dari
segi nama maupun kandungannya.11
Istilah ini pertama kali lahir di Barat, di bawah situasi dan
kondisi politis, sosial dan budayanya yang khas. Toleransi berasal dari
bahasa Latin, yaitu tolerantia, yang artinya kelonggaran, kelembutan hati,
keringanan dan kesabaran. Dari sini dapat dipahami bahwa toleransi
8 Ahmad Warson Munawir, Kamus Arab Indonesia al-Munawir (Yogyakarta: Balai Pustaka Progresif, t.th.), h. 1098 9 Umar Hasyim, Toleransi dan Kemerdekaan Beragama dalam Islam Sebagai Dasar menuju Dialoq dan Kerukunan Antar Umat Beragama, (Surabaya: Bina Ilmu, 1979), h. 22 10 W. J. S. Poerwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1986), h. 184 11 Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama (Jakarta : Perspektif, 2005), h. 212. 17
merupakan sikap untuk memberikan hak sepenuhnya kepada orang lain
agar menyampaikan pendapatnya, sekalipun pendapatnya salah dan
berbeda.
Secara etimologis, istilah tersebut juga dikenal dengan sangat baik
di dataran Eropa, terutama pada revolusi Perancis. Hal itu sangat terkait
dengan slogan kebebasan, persamaan dan persaudaraan yang menjadi
inti revolusi di Perancis.12
Ketiga istilah tersebut mempunyai kedekatan etimologis dengan
istilah toleransi. Secara umum, istilah tersebut mengacu pada sikap
terbuka, lapang dada, sukarela dan kelembutan. Kevin Osborn
mengatakan bahwa toleransi adalah salah satu pondasi terpenting
dalam demokrasi.13
Sebab, demokrasi hanya bisa berjalan ketika seseorang mampu
menahan pendapatnya dan kemudian menerima pendapat orang lain.
Nabi Muhammad SAW pun pernah memberikan petuah bijak
untuk umatnya, “al-ikhtilaf rahmah”, perbedaan adalah rahmat. Mengapa?
Sebab dengannya manusia bisa saling mengisi dan berbagi. Dan agar
umatnya terjauh dari laknat berupa perpecahan. Tetapi ternyata sabda itu
hanya menjadi omong kosong bagi para pengikutnya. Setiap golongan dari
umatnya selalu menganggap jika merekalah yang paling benar di hadapan
Tuhan dan nabi. Dan selain mereka adalah setan, kafir, murtad yang harus
disadarkan dari ketersesatannya.
12 Zuhairi Misrawi, al-Quran Kitab Toleransi (Jakarta : Pustaka Oasis, 2007), h. 161. 13 KevinOsborn, Tolerance, (New York : 1993), h. 11. 18
Fenomena pengkafiran ini seolah-olah menjadi trend dewasa ini.
apalagi ketika pengkafiran ini telah ditunggangi sebuah kepentingan dan
kehilangan nilai ilmiah, niscaya “pengkafiran” pun tak bisa dihindarkan
lagi, padahal sebenarnya banyak cara yang bisa ditempuh untuk
menyelaraskan kedua belah pihak yang bertikai.
Dari beberapa definisi di atas penulis menyimpulkan bahwa
toleransi adalah suatu sikap atau tingkah laku dari seseorang untuk
membiarkan kebebasan kepada orang lain dan memberikan kebenaran
atas perbedaan tersebut sebagai pengakuan hak-hak asasi manusia. c. Toleransi beragama dalam Islam
Ajaran Islam merupakan rahmatan lil alamin. Seberapa jauh Islam
menjadi rahmat tergantung pada pemahaman dan kualitas penganut Islam
itu sendiri. Tingkat ajaran yang tertinggi ada pada Rasulullah SAW dan
umatnya akan mendapat kebaikan apabila selalu berpedoman kepada al-
Quran dan al-Hadits. Begitu pula bila kita melihat gambaran toleransi
beragama, ketepatan ukuran menjadi permasalahan atau menjadi hal
penentu apakah kebijakan bertoleransi dapat menjadi rahmat bagi
penganutnya atau sebaliknya.
Toleransi dalam Islam telah terlebih dahulu lahir dalam bentuk
pesan moral yang termaktub dalam al-Quran sebelum masyarakat Islam
lahir dengan tatanan masyarakat sekarang ini. Toleransi yang didukung
oleh penyatuan antara nilai tenggang rasa dan ibadah yang ditujukan
semata sebagai ketakwaan seorang hamba di hadapan penciptanya. 19
Jika berbicara tentang toleransi, hal yang paling pokok yaitu
tentang bagaimana menghargai perbedaan dalam bentuk apapun. Dalam
al-Quran Allah memberitahu kita bahwa tujuan penciptaan suku dan
manusia yang berbeda adalah agar seluruh umat manusia bisa memahami
satu sama lain. Bangsa atau manusia yang berbeda semuanya adalah
hamba Allah. Maka semestinya seluruh manusia dapat memahami satu
sama lain. Singkatnya, tujuan penciptaan ras dan budaya yang berbeda
bukan untuk menciptakan konflik ataupun perang, tetapi itu semua
merupakan karunia dari Allah.14
ﯾَٰٓﺄَﯾﱡﮭَﺎ ٱﻟﻨﱠﺎسُ إِﻧﱠﺎ ﺧَﻠَﻘۡﻨَٰﻜُﻢ ﻣﱢﻦ ذَﻛَﺮٖ وَأُﻧﺜَﻰٰ وَﺟَﻌَﻠۡﻨَٰﻜُﻢۡ ﺷُﻌُﻮﺑٗﺎ وَﻗَﺒَﺎٓﺋِﻞَ ﻟِﺘَﻌَﺎرَﻓُﻮٓاْۚ إِنﱠ
أَﻛۡ ﺮَﻣَﻜُﻢۡ ﻋِﻨﺪَ ٱ ﱠِ أَﺗۡﻘَ ٰﻜُﻢۡۚ إِنﱠ ٱ ﱠَ ﻋَﻠِﯿﻢٌ ﺧَﺒِﯿﺮٞ ١٣
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling mengenal, Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang-orang yang paling
bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi
maha mengenal”. (Al-Hujurat: 13)
Menurut ayat tersebut, keadilan yang ditakdirkan-Nya menyerukan
kesetaraan, toleransi dan sikap cinta damai bagi setiap orang, tanpa
pembeda apapun. Sikap menghargai pluralisme adalah sikap yang natural,
logis dan merupakan bagian dari perwujudan tingkat kedewasaan
14 Harun Yahya, Keadilan dan Toleransi dalam al-Quran, (Jakarta: Iqra Insan Press, 2004), h. 1 20
seseorang dalam beragama. Ajaran Islam sendiri membenarkan hidup
dalam perbedaan15, Allah berfirman:
وَﻟَﻮۡ ﺷَﺎٓءَ رَﺑﱡﻚَ ﻟَﺠَﻌَﻞَ ٱﻟﻨﱠﺎسَ أُﻣﱠﺔٗ وَٰ ﺣِﺪَةٗۖ وَﻻَ ﯾَﺰَاﻟُﻮنَ ﻣُﺨۡ ﺘَﻠِﻔِﯿﻦَ ١١٨ إِﻻﱠ ﻣَﻦ رﱠﺣِﻢَ رَﺑﱡﻚَۚ
وَﻟِﺬَٰ ﻟِﻚَ ﺧَﻠَﻘَﮭُﻢۡۗ وَﺗَﻤﱠﺖۡ ﻛَﻠِﻤَﺔُ رَﺑﱢﻚَ ﻷَ َﻣۡﻸَ َنﱠ ﺟَﮭَﻨﱠﻢَ ﻣِﻦَ ٱﻟۡﺠِﻨﱠﺔِ وَ ٱﻟﻨﱠﺎسِ أَﺟۡ ﻤَﻌِﯿﻦَ ١١٩
“Jika Tuhan menghendaki, tentu bisa saja manusia itu menjadi umat
satu (umatun wahidah). Manusia nyatanya tetap dibuat berbeda-beda,
kecuali yang memperoleh rahmat dari Tuhan”. (Hud: 118-119)
Kebenaran sejati yang diungkapkan dalam al-Quran
memerintahkan manusia agar bersikap adil, tidak membeda-bedakan,
melindungi hak-hak orang lain dan tidak membiarkan pelanggaran apapun
keadaannya. kebenaran sejati juga memerintahkan manusia agar berpihak
dengan orang-orang yang tertindas melawan sang penindas serta
membantu mereka yang membutuhkan.16
Keadilan ini memerintahkan perlindungan hak bagi setiap pihak
ketika mencapai sesuatu keputusan dalam sebuah perselisihan menimbang
semua aspek suatu insiden, mengesampingkan seluruh prasangka,
obyektif, jujur, toleran, lapang dada dan welas asih.
ﯾَٰٓﺄَﯾﱡﮭَﺎ ٱﻟﱠﺬِﯾﻦَ ءَاﻣَﻨُﻮاْ ﻛُﻮﻧُﻮاْ ﻗَﻮﱠٰ ﻣِﯿﻦَ ِ ﱠ ِ ﺷُﮭَﺪَآءَ ﺑِﭑﻟۡﻘِﺴۡ ﻂِۖ وَﻻَ ﯾَﺠۡ ﺮِﻣَﻨﱠﻜُﻢۡ َٔ ﺷَﻨَﺎنُ ﻗَﻮۡ مٍ ﻋَﻠَﻰٰٓ أَﻻﱠ
ﺗَﻌۡ ﺪِﻟُﻮاْۚ ٱﻋۡ ﺪِﻟُﻮاْ ھُﻮَ أَﻗۡﺮَبُ ﻟِﻠﺘﱠﻘۡﻮَىٰۖ وَ ٱﺗﱠﻘُﻮاْ ٱ ﱠ َۚ إِنﱠ ٱ ﱠَ ﺧَﺒِﯿﺮُۢ ﺑِﻤَﺎ ﺗَﻌۡ ﻤَﻠُﻮنَ ٨
15 Elidar Husein, “Jurnal Kajian Dakwah dan Kemasyarakatan”, h. 2 16 Harun Yahya, Keadilan dan Toleransi dalam al-Quran, (Jakarta: Iqra Insan Press, 2004), h. 1 21
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-
orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi
dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu
lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya
Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Al-Maidah: 8)
Seperti tercantum dalam ayat di atas, memperlihatkan sikap adil
adalah tindakan yang paling mencerminkan ketakwaan kepada Allah.
Guna memperoleh ketakwaan dari Allah, setiap orang harus berupaya
mengesampingkan ego, kepentingan pribadi dan mengadopsi keadilan,
welas asih, toleransi, serta pesan kedamaian. Setiap orang yang
menyaksikan perilaku baiknya akan memercayai orang-orang ini, merasa
nyaman akan kehadirannya, dan memercayakan setiap tanggung jawab
atau tugas pada mereka. Allah memberikan gambaran terperinci mengenai
keadilan sejati di dalam al-Quran dan memberitahu kita bahwa berbagai
ketidaksepakatan dapat diselesaikan melalui penegakkan keadilan.
Islam memandang perbedaan keyakinan sebagai sunatullah (hukum
Allah). Jika Allah menghendaki, bisa saja Ia membentuk umat menjadi
satu. Ini berarti bahwa keragaman di dalam keyakinan merupakan
petunjuk bagi kita untuk diuji kebenaran dan kebaikannya. Seperti firman
Allah: 22
Keberagaman memberikan kesempatan kepada manusia untuk
menguji keimanannya. Kemerdekaan di dalam keyakinan dalam ajaran
Islam menjadi prinsip seperti yang tertera dalam al-Quran:
وَﻟَﻮۡ ﺷَﺎٓءَ رَﺑﱡﻚَ ﻷَ ٓﻣَﻦَ ﻣَﻦ ﻓِﻲ ٱﻷۡ َرۡ ضِ ﻛُﻠﱡﮭُﻢۡ ﺟَﻤِﯿﻌًﺎۚ أَﻓَﺄَﻧﺖَ ﺗُﻜۡ ﺮِهُ ٱﻟﻨﱠﺎسَ ﺣَﺘﱠﻰٰ ﯾَﻜُﻮﻧُﻮاْ
ﻣُﺆۡ ﻣِﻨِﯿﻦَ ٩٩
“Dan tidak mungkin seseorang memaksa orang lain menjadi seiman
dengan dia”. (Yunus:99)
dan juga:
ﻻَٓ إِﻛۡ ﺮَاهَ ﻓِﻲ ٱﻟﺪﱢﯾﻦِۖ ﻗَﺪ ﺗﱠﺒَﯿﱠﻦَ ٱﻟﺮﱡﺷۡ ﺪُ ﻣِﻦَ ٱﻟۡﻐَﻲﱢۚ ﻓَﻤَﻦ ﯾَﻜۡ ﻔُﺮۡ ﺑِﭑﻟﻄﱠٰﻐُﻮتِ وَﯾُﺆۡ ﻣِﻦۢ ﺑِ ﭑ ﱠِ ﻓَﻘَﺪِ
ٱﺳۡ ﺘَﻤۡ ﺴَﻚَ ﺑِﭑﻟۡﻌُﺮۡ وَةِ ٱﻟۡﻮُﺛۡﻘَﻰٰ ﻻَ ٱﻧﻔِﺼَﺎمَ ﻟَﮭَﺎۗ وَ ٱ ﱠُ ﺳَﻤِﯿﻊٌ ﻋَﻠِﯿﻢٌ ٢٥٦
“Tidak ada paksaan untuk memasuki agama Islam, sesungguhnya
telah jelas jalan yang benar dan jalan yang sesat”. (Al-Baqarah: 256)
Karena inti terdalam dari keberagaman seseorang berada pada sikap batin
tanpa paksaan dan bujukan, seperti fenomena pemaksaan atau bujukan
kepada seseorang untuk memeluk agama tertentu. Pemahaman ajaran
Islam yang demikian membuat penganutnya tidak memaksakan
keyakinannya kepada orang lain. Membiarkan orang dengan keyakinannya
tanpa merasa beban dan hal ini memberikan pesan yang toleran kepada
orang lain.
Dalam Islam menegaskan bahwa tidak boleh ada pemaksaan
seseorang dalam menjalankan ajaran agamanya. Karena salah satu tujuan
Islam adalah memberikan ketenangan jiwa bagi mereka yang menganut 23
ajarannya dengan jaminan kebebasan masing-masing dan melakukan
ibadahnya dengan aman dan tenang.17 Semua orang harus bebas dan aman
dalam menjalankan agamanya masing-masing.
Islam pun tidak melarang umatnya untuk bergaul dengan non-
muslim. Islam memperbolehkan umatnya memiliki hubungan serta
berinteraksi kepada non muslim, selama tidak membawa dampak negatif
kepada Islam. Allah tidak melarang kamu berbuat baik dalam bentuk
apapun kepada mereka (orang kafir) dan tidak pula melarang kamu
berlaku adil kepada mereka.18
ﻻﱠ ﯾَﻨۡﮭَ ٰﻜُﻢُ ٱ ﱠُ ﻋَﻦِ ٱﻟﱠﺬِﯾﻦَ ﻟَﻢۡ ﯾُﻘَٰﺘِﻠُﻮﻛُﻢۡ ﻓِﻲ ٱﻟﺪﱢﯾﻦِ وَﻟَﻢۡ ﯾُﺨۡ ﺮِﺟُﻮﻛُﻢ ﻣﱢﻦ دِﯾَٰﺮِﻛُﻢۡ أَن ﺗَﺒَﺮﱡوھُﻢۡ
وَﺗُﻘۡﺴِﻄُﻮٓاْ إِﻟَﯿۡﮭِﻢۡۚ إِنﱠ ٱ ﱠَ ﯾُﺤِﺐﱡ ٱﻟۡﻤُﻘۡﺴِﻄِﯿﻦَ ٨ إِﻧﱠﻤَﺎ ﯾَﻨۡﮭَ ٰﻜُﻢُ ٱ ﱠُ ﻋَﻦِ ٱﻟﱠﺬِﯾﻦَ ﻗَٰﺘَﻠُﻮﻛُﻢۡ ﻓِﻲ
ٱﻟﺪﱢﯾﻦِ وَأَﺧۡ ﺮَﺟُﻮﻛُﻢ ﻣﱢﻦ دِﯾَٰﺮِﻛُﻢۡ وَظَٰﮭَﺮُواْ ﻋَﻠَﻰٰٓ إِﺧۡ ﺮَاﺟِﻜُﻢۡ أَن ﺗَﻮَﻟﱠﻮۡ ھُﻢۡۚ وَﻣَﻦ ﯾَﺘَﻮَﻟﱠﮭُﻢۡ
ﻓَﺄُوْﻟَٰٓﺌِﻚَ ھُﻢُ ٱﻟﻈﱠٰﻠِﻤُﻮنَ ٩
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil
terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak
(pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang Berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang
kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu
karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang
17 Nurcholis Madjid, dkk, Fiqih Lintas Agama (Jakarta: Paramadina, 2004), h. 112. 18 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Cetakan VIII (Tangerang: Lentera Hati, 2007), h.170. 24
lain) untuk mengusirmu. dan Barangsiapa menjadikan mereka sebagai
kawan, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.” (Q.S. Al-
19 Mumtahanah ayat 8-9)
Islam sebagai agama yang damai dan penuh cinta, Islam bertujuan
untuk melindungi seluruh alam dengan kedamaian. Kedamaian dalam
Islam menunjukkan bahwa semua manusia dihimpun dari Panji Ilahi
dalam kedudukan sebagai saudara-saudara yang saling kenal mengenal
dan cinta mencintai. Islam tidak datang hanya bertujuan mempertahankan
eksistensinya sebagai agama, tetap juga mengakui eksistensi agama-agama
lain, dan memberinya hak untuk hidup berdampingan sambil menghormati
pemeluk-pemeluk agama lain. Dengan kata lain agama Islam telah
memberikan toleransi antar pemeluk agama yang ada di dunia ini. d. Toleransi beragama menurut agama lain
1. Menurut ajaran Kristen Katolik
Dalam ajaran agama Katolik juga ditemui konsep tentang
kerukunan, hal ini sebagaimana tercantum dalam Deklarasi Konsili
Vatikan II tentang sikap, Gereja terhadap, agama-agama lain didasarkan
pada asal kisah rasul-rasul 17 : 26 sebagai berikut: “Adapun segala bangsa
itu merupakan satu masyarakat dan asalnya pun satu juga, karena Tuhan
menjadikan seluruh bangsa manusia untuk menghuni seluruh bumi."
19 Al-Alim Al-Quran dan Terjemahannya Edisi Ilmu Pengetahuan Cetakan ke-10 (Bandung: Mizan Media Utama, 2011), h. 551. 25
Deklarasi konsili Vatikan II di atas berpegang teguh pada hukum
yang paling utama, yakni "Kasihanilah Tuhan Allahmu dengan segenap
hatimu dan segenap jiwamu dan dengan segenap, hal budimu dan dengan
segenap kekuatanmu dan kasihanilah sesama manusia seperti dirimu
sendiri.
Isi deklarasi di atas menggambarkan bahwa pada dasamya manusia
itu memiliki hak yang sama, tidak boleh membeda-bedakannya mesti
mereka berlainan agama. Sikap saling hormat-menghormati agar
kehidupan menjadi rukun sangat dianjurkan. 20
2. Menurut ajaran Protestan
Sebagaimana halnya agama Kristen Katholik, dalam agama
Protestan jugs menganjurkan agar antar sesama umat manusia selalu hidup
rukun dan harmonis. Agama Protestan beranggapan bahwa aspek
ke¬rukunan hidup beragama dapat diwujudkan melalui Hukum Kasih
yang merupakan norma dan pedoman hidup yang terdapat dalam Al Kitab.
Hukum Kasih ter¬sebut ialah mengasihi Allah dan mengasihi sesama
manusia.
20 “Toleransi dalam Perspektif Agama” Artikel ini diakses pada tanggal 2 Juli 2018 dari http://aufamaudy0408.blogspot.com/2011/12/toleransi-dalam-perspektif-agama-agama.html 26
Menurut agama Protestan, Kasih adalah hukum utama dan yang
terutama dalam kehidupan. orang Kristen. Dasar kerukunan menurut
21 agama Kristen Protestan didasarkan pada Injil Matins 22:37.
3. Menurut ajaran Hindu
Dalam agama Hindu diajarkan pula tentang masalah kerukunan.
Pandangan agama Hindu untuk mencapai kerukunan hidup antarumat
beragama, manusia harus mempunyai dasar hidup yang dalam agama
Hindu disebut dengan Catur Purusa Artha, yang mencakup Dharma, Artha,
Kama, dan Moksha.
Dharma berarti susila atau berbudi luhur. Dengan Dharma
seseorang dapat mencapai kesempurnaan hidup, baik untuk diri sendiri,
keluarga, dan masyarakat. Artha, berarti kekayaan dapat memberikan
kenikmatan dan kepuasan hidup. Mencari harta didasarkan pada Dharma.
Kama berarti kenikmatan dan kepuasan. Kama pun harus diperoleh
berdasarkan Dharma. Moskha berarti kebahagiaan abadi, yakni terlepasnya
atman dari lingkaran samsara. Moskha merupakan tujuan akhir dari agama
Hindu yang setiap saat selalu dicari sampai berhasil. Upaya mencari
Moskha juga mesti berdasarkan Dharma. Keempat dasar inilah yang
merupakan titik tolak terbinanya kerukunan antarumat beragama. Keempat
dasar tersebut dapat memberikan sikap hormat-menghormati dan harga
21 “Toleransi dalam Perspektif Agama” Artikel ini diakses pada tanggal 2 Juli 2018 dari http://aufamaudy0408.blogspot.com/2011/12/toleransi-dalam-perspektif-agama-agama.html 27
menghargai keberadaan umat beragama lain. Tidak saling mencurigai dan
saling menyalahkan. 22
4. Menurut ajaran Buddha
Dalam pengajaran Budha Gautama kepada ma¬nusia telah
dilaksanakan dengan dasar: (1) Keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa
tidak dapat ditembus oleh pikiran manusia; (2) Metta berarti belas kasih
terhadap sesama makhluk. Belas kasih terhadap makhluk ini hendaknya
seperti belas kasih seorang ibu terhadap putranya yang tunggal;
(3) Karunia, kasih sayang terhadap sesama makhluk, kecenderungan untuk
selalu meringankan penderitaan orang lain; (4) Mudita, perasaan turut
bahagia dengan kebahagiaan makhluk lain tanpa bennda, iri hati, perasaan
prihatin bila makhluk lain menderita; (5) Karma (reinkarnasi). Berupa
hukum sebab akibat. 23
B. Musik
a. Pengertian Musik
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Musik adalah ilmu atau
seni menyusun nada atau suara diutarakan, kombinasi dan hubungan
temporal untuk menghasilkan komposisi (suara) yang mempunyai
keseimbangan dan kesatuan, nada atau suara yang disusun sedemikian
22 “Toleransi dalam Perspektif Agama” Artikel ini diakses pada tanggal 2 Juli 2018 dari http://aufamaudy0408.blogspot.com/2011/12/toleransi-dalam-perspektif-agama-agama.html 23 “Toleransi dalam Perspektif Agama” Artikel ini diakses pada tanggal 2 Juli 2018 dari http://aufamaudy0408.blogspot.com/2011/12/toleransi-dalam-perspektif-agama-agama.html 28
rupa sehingga mengandung irama, lagu dan keharmonisan (terutama yang
dapat menghasilkan bunyi-bunyi itu).
Musik adalah salah satu media ungkapan kesenian. Di dalam musik
terkandung nilai dan norma-norma yang menjadi bagian dari proses
enkulturasi budaya, baik dalam bentuk formal maupun informal. Musik
juga merupakan media yang efektif untuk menyampaikan pesan. Musik
juga merupakan salah satu cara dalam melakukan kegiatan komunikasi
melalui suara yang diharapkan mampu menyampaikan pesan dengan cara
yang berbeda.
Tidak banyak musisi yang menyanyikan sebuah lagu hanya untuk
menyenangkan dirinya sendiri, kebanyakan musisi menyanyikan sebuah
lagu karena ingin di dengar oleh orang lain. Melalui musik musisi ingin
menjelaskan, menghibur, mengungkapkan pengalaman kepada orang lain.
Lirik lagu merupakan ekspresi seseorang tentang suatu hal yang
sudah dilihat, didengar maupun dialaminya. Musik dan lagu menjadi
sebuah pesan komunikasi yang dapat menyampaikan pesan motivasi
dalam konteks kehidupan untuk mendorong dan menyemangati individu. b. Musik Sebagai Media Komunikasi
Musik pada dasarnya adalah pengorganisasian suara yang
terdiri dari beat, harmoni dan melodi, serta lirik lagu jika dalam
konteks musik populer.24 Karena musik sifatnya adalah menyampaikan
informasi dan makna dari sang musisi (komunikator) kepada
24 Roy Shuker, Key Concepts in Popular Music, h. 57 29
pendengarnya (komunikan), maka musik bisa menjadi salah satu
bentuk komunikasi.25 Namun kendala yang sering muncul dalam proses
komunikasi ini adalah musik sering dianggap sebagai bahasa yang
hanya dipahami oleh segelintir orang. Salah satu sebabnya adalah
bahasa musik sering ditulis dalam berbagai simbol. Contoh yang paling
sederhana bisa kita lihat dalam partitur yang ditulis dalam beragam
simbol musik, yang tidak semua orang bisa paham.
Marcel Danesi, dalam bukunya Pesan, Tanda dan Makna
menjelaskan bahwa terdapat tiga tingkatan dalam seni musik.26 Pertama,
musik klasik yang hanya tersebar di kalangan bangsawan dan lembaga
keagamaan. Yang kedua, musik tradisional yang biasanya didengarkan
oleh sekelompok masyarakat tertentu. Dan yang ketiga, adalah musik
populer yang tersebar ke beragam kalangan masyarakat.
Musik populer tidak akan tersebar tanpa melibatkan suatu
media. Pembagian tiga tingkatan musik seperti yang dipaparkan oleh
Danesi di atas, membuat musik bisa masuk ke dalam kajian media
dan komunikasi. Inilah sebabnya musik bisa menjadi salah satu dari
bentuk teks media. Musik kemudian tidak hanya menjadi bunyi-bunyian di
telinga, namun juga sebagai salah satu cara untuk menyampaikan pesan.
Karena lagu-lagu seringkali memiliki fungsi ekspresif, khususnya pada
wilayah semantik, maka dengan demikian ia dapat pula dianalisis melalui
semiotika.
25 Roy Shuker, Key Concepts in Popular Music, h. 56 26 Marcel Danesi, Pesan, Tanda dan Makna, h. 243 30
c. Musik Sebagai Budaya Pemaknaan Tanda
Musik adalah media dimana kita bisa menyampaikan segala apa
yang kita rasa. Musik adalah bahasa emosi dan emosi selalu terhubung
dengan manusia. Pemikiran akan terhubung dengan tindakan (action),
tindakan berkaitan dengan perilaku, dan bidang perilaku terhubung dengan
moral. Oleh karena itu, jika musik terhubung dengan emosi, dan emosi
terhubung dengan pikiran dengan tindakan, dan tindakan yang
berhubungan dengan bidang perilaku, atau dengan moral, hal ini
menandakan bahwa seni musik memiliki keterhubungan yang sama
dengan moral.27
Roland Barthes mendeskripsikan pembagian teks pada sebuah lagu
menurut Julia Kristeva. Pertama, feno teks, mencakup seluruh fenomena
dalam struk bahasa yang dinyanyikan, aturan-aturan suatu genre, kekhasan
pengarang lagu, dan gaya interpretasi. Kedua, geno teks, volume atau isi
dari suara yang sedang dinyanyikan atau diucap.
Tanda merupakan cerminan dari realitas, yang dikontruksikan
lewat katakata. Menurut Saussure, persepsi dan pandangan kita tentang
realitas, dikonstruksikan oleh kata-kata dan tanda-tanda lain yang
digunakan dalam konteks sosial. 28 Sedangkan musik merupakan tanda
khas dalam suatu kebudayaan yang bisa membuat manusia mampu saling
mengenal. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa jika musik membentuk
27 Desyandri, Pendidikan seni musik humanis; suatu tinjauan konseptual, (Padang: Universitas Negeri Padang, 2012), h. 5. 28 Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika komunikasi, (Jakarta: Mitra Wacana Media,2013), h. 9. 31
sebuah ke-khasan dalam tanda maka manusia juga akan mampu membawa
dirinya dalam bentuk yang lebih dinamis lewat musik sebagai tanda dari
kebudayaannya.
Kebudayaan yang diartikan sebagai kebiasaan-kebiasaan khusus, adat
istiadat dan pandangan dunia satu komunitas manusia. Konsep kebudayaan
yang lebih cocok dengan tema pembahasan ini, dimana “kebudayaan”
selalu diklasifikasikan sepanjang garis-garis geo-politik, kontinen, dan
bangsa tertentu.29 Artinya, kebudayaan muncul karena kebiasaan tertentu,
adat istiadat suatu daerah serta bagaimana persepsi atau pandangan
mereka.
d. Lirik lagu
Lirik lagu adalah ekspresi tentang sesuatu hal yang dilihat atau
didengar seseorang atau yang dialaminya. Dengan melakukan permainan
kata serta bahasa untuk menciptakan daya tarik dam kekhasan terhadap
lirik lagu yang dilakukan oleh seorang pencipta lagu.
Seperti permainan vokal gaya bahasa dan penyimpangan makna
kata merupakan permainan bahasa dalam menciptakan lirik lagu. Selain itu
juga notasi musik dan melodi yang disesuaikan dengan lirik digunakan
untuk memperkuat lirik, sehingga pendengar semakin terbawa dengan apa
yang dipikirkan pengarangnya.
Definisi lirik atau syair Lagu dapat dianggap sebagai puisi begitu
pula sebaliknya dan sesuai dengan Jan van Luxemburg (1989) seperti
29 Akhyar Yusuf Lubis, Dekonstruksi Epistemologi Modern, (Jakarta: Pustaka Indonesia Satu, 2006), h. 137. 32
definisi mengenai teks-teks puisi tidak hanya mencakup jenis-jenis sastra
melainkan juga ungkapan yang bersifat iklan, pepatah, semboyan, doa -
doa dan syair lagu pop.
Karena sifat yang ambigu dan penuh ekspresi ini menyebabkan
bahasa sastra cenderung untuk mempengaruhi, membujuk dan pada
akhirnya mengubah sikap pembaca (Wellek & Warren, 1989, p. 14-15).
Bubungan antara unsur musik dengan unsur syair atau lirik lagu
merupakan salah satu bentuk komunikasi massa dari lagu yang terbentuk,
dan lagu oleh komunikator kepada komunikan dalam jumlah yang besar
melalui media massa berfungsi sebagai media penyampaian.
Dengan melalui lirik lagu yang berupa pesan maupun lisan dan
kalimat - kalimat berfungsi untuk menciptakan suasana serta gambaran
imajinasi kepada pendengar dan menciptakan makna yang beragam.
Fungsi dari lagu sebagai media komunikasi seperti bersimpati tentang
realitas dan cerita imajinatif.
C. Semiotika
a. Pengertian Semiotika
Istilah semiotics diperkenalkan oleh Hipocrates (460-377SM),
semiotika berasal dari kata Yunani semeion yang berarti “penunjuk”
(mark) atau “tanda” (sign).30 Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai suatu
yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya dapat
dianggap mewakili sesuatu yang lain. Tanda pada awalnya dimaknai
30 Marcel Danesi, Pesan, Tanda, dan Makna: Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan teori Komunikasi (Yogyakarta: Jalasutra, 2004), h. 6. 33
sebagai suatu hal yang menunjuk pada adanya hal lain. 31 Secara
terminologis, semiotika dapat diidentifikasikan sebagai ilmu yang
mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh
kebudayaan sebagai tanda.32 Semiotika juga dapat dipahami sebagai ilmu
tentang tanda-tanda, semiotika mempelajari sistem, aturan-aturan, dan
konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda tersebut mempunyai arti.33
Tanda didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat dianggap mewakili
sesuatu yang lain. Tanda pada awalnya dimaknai sebagai suatu hal yang
menunjuk pada adanya hal lain. Contohnya asap menandai adanya api,
sirene mobil pemadam yang meraung-raung menandai adanya kebakaran
di sudut kota.
Dalam kehidupan sehari-hari banyak kita jumpai tanda-tanda
dalam kehidupan bermasyarakat. Misalnya, bila di sekitar rumah kita, ada
tetangga yang memasang janur kuning maka itu pertanda ada hajatan
perkawinan, tetapi bila ada terpasang bendera warna kuning di depan
rumah atau di sudut jalan maka itu pertanda ada kematian. Manusia
dengan perantaraan tanda-tanda, dapat melakukan komunikasi dengan
sesamanya. Kajian semiotika sampai sekarang telah membedakan dua
jenis semiotika, yakni semiotika komunikasi dan semiotika signifikan.
Yang pertama menekankan pada teori tentang produksi tanda yang salah
31 Alex Sobur, Analisis Teks Media- Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing (Bandung: Rosdakarya, 2009), h. 95. 32 Alex Sobur, Analisis Teks Media- Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, h. 95. 33 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta: Kencana, 2007), h. 262. 34
satu diantaranya mengasumsikan adanya enam faktor dalam komunikasi
yaitu pengirim, penerima kode (sistem tanda), pesan, saluran komunikasi,
dan acuan (hal yang dibicarakan). Yang kedua memberikan tekanan pada
teori tanda dan pemahamannya dalam suatu konteks tertentu. Semiotika
adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda
adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di
dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia.
Van Zoest dalam Sobur mengartikan semiotika sebagai “ ilmu
tanda (sign) dan segala yang berhubungan dengannya: cara berfungsinya,
hubungannya yang mempergunakannya” 34 Preminger mengemukakan
bahwa semiotika adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap
bahwa fenomena sosial/masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-
tanda. Semiotika itu mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-
konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. 35
Menurut Lechte, semiotika adalah teori tentang tanda dan penandaan.
Lebih jelasnya, semiotika adalah suatu disiplin yang menyelidiki semua
bentuk komunikasi yang terjadi dengan sarana signs „tanda-tanda‟ dan
berdasarkan pada sign system (code) sistem tanda.36 Sedangkan menurut
Morissan, semiotika adalah studi mengenai tanda (signs) dan simbol yang
merupakan tradisi penting dalam pemikiran tradisi komunikasi. Tradisi
semiotik mencakup teori terutama mengenal bagaimana tanda mewakili
34 Alex Sobur, Analisis Teks Media- Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, h. 95. 35 Alex Sobur, Analisis Teks Media- Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, h. 96. 36 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 16. 35
objek, ide, situasi, keadaan, perasaan dan sebagainya yang berada di luar
diri. Studi mengenai tanda tidak saja memberikan jalan atau cara dalam
mempelajari komunikasi tetapi juga memiliki efek besar pada hampir
setiap aspek (perspektif) yang digunakan dalam teori komunikasi.37
Beberapa tokoh yang menjadi pencetus kajian teori semiotik antara
lain:
1) Charles Saunders Pierce
Charles Saunders Pierce merupakan ahli filsafat pada abad
kesembilan belas, yang dianggap sebagai pendiri semiotika modern. Ia
mendefinisikan semiotika sebagai suatu hubungan antara tanda (simbol),
objek, dan makna. Tanda mewakili objek (refenant) yang ada di dalam
pikiran orang yang menginterpreasikannya (interpreter). Pierce
menyatakan bahwa representasi dari suatu objek disebut interpretant.
2) Ferdinand de Saussure
Ferdinand de Saussure seorang ahli linguistik Swiss yang terkenal
dengan konsep semiotik signifier (penanda) dan signified (petanda).
Dalam konteks semiotik Saussure, penanda merupakan bunyi yang
bermakna atau coretan yang bermakna (aspek material), yaitu apa yang
ditulis, dikatakan, atau dibaca. Petanda merupakan gambaran mental yaitu
pikiran atau konsep (aspek mental) dari bahasa.38
3) Roland Barthes
37 Morissan, Teori Komunikasi: Individu Hingga Massa (Jakarta: Kencana Premedia Group, 2014), h.33. 38 Naomi Srie Kusumastutie & Faturochman, Semiotika untuk Analisis Gender pada Iklan Televisi, Buletin Psikologi, Tahun XII, No. 2, 2004. h. 106. 36
Konsep pemikiran Barthes terhadap semiotik terkenal dengan
konsep mythologies atau mitos. Sebagai penerus dari pemikiran Saussure,
Roland Barthes menekankan interaksi antara teks dengan pengalaman
personal dan kultural penggunanya, interaksi antara konvensi dalam teks
dengan konvensi yang dialami dan diharapkan oleh penggunanya. 39
Konsep pemikiran Barthes dikenal dengan Dua Tatanan Pertandaan (Two
Order of Signification).
Pada dasarnya, analisis semiotika memang merupakan sebuah
ikhtiar untuk merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang perlu
dipertanyakan lebih lanjut ketika membaca teks atau narasi atau wacana
tertentu. Analisisnya bersifat paradigmatic dalam arti berupaya
menemukan makna termasuk dari hal-hal yang tersembunyi dibalik sebuah
teks. Maka orang-orang seing menyebut bahwa semiotika adalah upaya
menemukan makna ‘berita di balik berita’. b. Analisis Semiotika Roland Bartens
Semiotika merupakan suatu ilmu atau metode analisis yang
digunakan untuk memakanai tanda. Adapun memaknai tanda yang
dimaksud disini ialah berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa
informasi dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi
juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda.
Adapun dalam penelitian ini teori analisis semiotika yang
digunakan adalah model Roland Barthes. Teori semiotik Barthes
39 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, h. 268. 37
diturunkan dari teori bahasa menurut De Saussure. Roland Barthes
mengungkapkan bahwa bahasa merupakan sebuah sistem tanda yang
mencerminkan asumsi-asumsi dari masyarakat tertentu dalam waktu
tertentu. Barhtes menggunakan teori signifiant – signifie yang
dikembangkan menjadi teori tentang metabahasa dan konotasi. Istilah
signifiant menjadi ekspresi (E) dan signifie menjadi isi (C). Namun,
Barthes mengatakan bahwa antara E dan C harus ada relasi (R) tertentu,
sehingga membentuk tanda (sign).40
Semiotika Barthes ini menganalisis makna dari tanda-tanda yang
ada. Tanda menurut Barthes dikelompokkan menjadi: Pertama, substansi
ekspresi misalnya suara dan artikulator. Kedua, bentuk ekspresi yang
dibuat dari aturan-aturan sintagmatik dan paradigmatik. Ketiga, substansi
isi, yang termasuk dalam substansi isi misalnya adalah aspek-aspek
emosional, ideologis, atau pengucapan sederhana dari petanda, yakni
makna positifnya. Keempat, bentuk isi, ini adalah susunan formal petanda
di antara petanda-petanda itu sendiri melalui hadir tidaknya sebuah tanda
semantik.41
Dalam semiotika model ini, sistem signifikansi terbagi ke dalam
dua tingkatan, dimana denotasi merupakan sistem signifikansi tingkat
pertama, sementara konotasi merupakan tingkat kedua. Dalam kerangka
Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai
‘mitos’, dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan
40 Nawiroh Vera, Semiotika Dalam Riset Komunikasi, h. 27. 41 Kurniawan, Semiologi Roland Barthes (Magelang: Yayasan Indonesiatera, 2001), h. 56. 38
pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode
tertentu.
Denotasi merupakan makna harfiah, makna sesungguhnya, pada
dasarnya meliputi hal-hal yang ditunjuk oleh kata-kata, dalam artian
makna yang apa adanya dari lagu tersebut. Konotasi dari lagu adalah
sebuah makna yang tidak terlihat. Makna-makna yang hadir adalah makna
secara implisit atau sebuah makna tersembunyi dari apa yang tampak
nyata dalam sebuah lirik lagu. Proses interpretasi makna konotasi ini
senantiasa berkaitan dengan subjekivitas individu yang melakukan
pemaknaan. Hasil pemaknaan tersebut akan berhubungan dengan latar
belakang sosial dan budaya dari individu tersebut.
Untuk membantu membaca tanda-tanda yang ada dalam teks lagu,
terutama untuk bisa melihat makna yang dinyatakan secara eksplisit dan
implisit, Barthes membantu untuk membacanya melalui konsep signifikasi
dua tahap (two order of signification). Pada signifikasi tahap pertama
merupakan hubungan antara signifier (ekspresi) dan signified (konten),
sehingga tahap pertama disebut juga dengan denotasi. Denotasi adalah apa
yang digambarkan tanda terhadap sebuah objek. Sedangkan signifikasi
tahap kedua disebut dengan konotasi. Hal ini digambarkan interaksi yang
terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca
serta nilai-nilai dari kebudayaan.42
42 Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi, h. 17. 39
1. Signifier 2. Signified (penanda) (pertanda) 3. Denotative Sign (tanda denotatif)
4. Connotative signifier 1. Connotative signified (penanda konotatif) (pertanda konotatif)
2. Connotative sign (tanda konotatif)
Gambar 1.1 Peta Tanda Roland Barthes
Sumber: Kutipan dari Buku Alex Sobur (2006, 69)
Barthes menjelaskan signifikasi tahap pertama merupakan
hubungan antara signifier dan signified di dalam sebuah tanda terhadap
realitas eksternal. Barhtes menyebut hal tersebut sebagai denotasi, yaitu
makna yang nyata dari tanda. Signifikasi tahap kedua adalah makna
konotasi, Barhtes menggunakannya untuk menunjukkan dan
menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan nilai-
nilai kebudayaan. Konotasi mempunyai makna yang subjektif dari
khalayak yang melihat pesan yang disampaikan.
Dari peta Barthes di atas, terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri
atas penanda (1) dan pertanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda
denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Dengan kata lain, dalam
konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan, 40
namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi
keberadaannya.43
Tataran denotasi menghasilkan makna yang eksplisit, langsung dan
pasti. Denotasi merupakan makna yang sebenarnya, yang disepakati
bersama secara sosial, yang rujukannya pada realitas. Sedangkan konotasi
merupakan tanda yang penandanya mempunyai keterbukaan makna atau
makna yang implisit, tidak langsung dan tidak pasti.44 Artinya, denotasi
memiliki makna yang sifatnya sempit ataupun tertutup sedangkan konotasi
memiliki makna yang lebih luas atau tidak menutup kemungkinan
memiliki makna yang bervariasi.
Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan ideologi, yang
disebutnya sebagai mitos dan berfungsi untuk mengungkapkan atau
memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam
suatu periode tertentu. Di dalam mitos, juga terdapat penanda, petanda,
dan tanda. Namun, sebagai suatu yang unik, mitos dibangun oleh suatu
rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya atau dengan kata lain, mitos
juga merupakan suatu sistem pemaknaan pada tataran kedua. Di dalam
mitos pula sebuah petanda dapat memiliki beberapa penanda.45
Mitos adalah sebuah cerita dimana suatu kebudayaan menjelaskan
atau memehami beberapa aspek dari relitas. Bagi Barthes, mitos adalah
sebuah sistem komunikasi dan mitos adalah sebuah pesan. Dalam
uraiannya, ia mengemukakan bahwa mitos dalam pengertian khusus
43 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 17 44 Nawiroh Vera, Semiotika Dalam Riset Komunikasi, h. 28 45 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 71 41
merupakan perkembangan dari konotosi. Konotasi yang sudah terbentuk
lama di masyarakat itulah mitos. Barthes juga mengatakan bahwa mitos
merupakan sistem semiologis, yakni sitem tanda-tanda yang dimaknai
manusia.46
Musik bisa dimaknai secara konotatif oleh para pendengarnya.
Makna yang timbul pun menjadi sangat beragam karena perbedaan budaya
di antara para pendengar. Oleh karena itu, orientasi pembacaan karya
pengarang tidak hanya ditujukan pada maksud si pengarang, namun
diposisikan juga sebagai teks oleh pembacanya. Maka demikian,
Roland Barthes juga membedakan antara karya dan teks. Baginya,
pengarang adalah subjek yang menciptakan karya, sedangkan ketika
karya tersebut pindah ke tangan pembaca maka ia menjadi teks. Teks
selalu terbuka dengan aktivitas baca-tafsir maupun semiologi di
kalangan pembacanya. Teks juga, seperti kata Barthes, bisa bebas
dibaca-tafsir tanpa harus terbebani dengan kekangan makna yang
diciptakan oleh si pencipta karya.
Dalam penelitian ini, peneliti tidak hanya memposisikan Efek
Rumah Kaca sebagai pengarang, namun juga pembaca. Karena
bagaimanapun juga, pengarang dan pembaca adalah subjek yang sama-
sama membangun makna berdasarkan nilai dan kepentingannya masing-
masing. Posisi si pengarang seringkali dipahami berdasarkan produk
yang dihasilkannya, padahal ia juga aktif sebagai subjek pembaca
46 Nawiroh Vera, Semiotika Dalam Riset Komunikasi, h. 28 42
atas lingkungan sosial di mana mereka hidup. Dalam menilai suatu
karya, alangkah bagusnya jika kita memahami si pengarang terlebih
dahulu termasuk posisinya sebagai pembaca. Kemudian lirik lagu dan
artwork dalam album Sinestesia kita pandang sebagai teks yang
bermuatan kode-kode budaya.
Maka demikian, pembacaan atas lagu-lagu Efek Rumah Kaca
adalah pembacaan terhadap bagaimana kritik dan potret realitas sosial
ditafsir dalam lirik lagu dan artwork dalam album tersebut. Dalam studi
yang berkaitan dengan musik, ada empat level wilayah yang bisa
dikaji, yakni: level teks, level produksi, level pendengar dan level
konteks. Pada skripsi ini peneliti akan memilih level teks sebagai
wilayah yang akan dikaji. BAB III
GAMBARAN UMUM
A. Profil Band Efek Rumah Kaca (ERK)
Sebelum Efek Rumah Kaca (ERK) terbentuk, Adrian (bassis) dan
Cholil (gitar, vokal) telah memiliki band masing-masing.1 Mereka berdua
sudah saling mengenal sejak tahun 1991 dan keduanya merupakan satu teman
sekolah yang sama, yaitu di SMAN 47 Jakarta. Lalu di tahun 1998, Adrian
memutuskan keluar dari band yang ia tekuni saat itu, kemudian melanjutkan
bergabung bersama band yang ditekuni Cholil, yaitu Lal. Kemudian pada
2001 bergabung dua personil dalam band mereka saat itu, yaitu Hendra (gitar),
dan Sita (piano). Semenjak saat itu band ini masih terus mencari identitas
musik mereka. Hingga akhirnya Hendra dan Sita memutuskan untuk keluar
karena tidak menemukan titik temu mencari musik yang sesuai. Sejak saat itu
ERK sudah memiliki tiga personil ditambah dengan Akbar (drum, vokal latar).
Namun hingga tahun 2007 kegiatan band mereka hanya untuk bersenang-
senang saja, selain ingin memiliki lagu dan album bagus. Dan pada tahun
2003 mereka menemukan konsep yang sesungguhnya. Selama itu mereka
hanya rutin latihan seminggu sekali, dan mereka masih belum memiliki
bayangan tentang pola rekaman dan mendistribusikan album. Yang mereka
tahu hanya membuat demo lagu, dan mengirimkannya ke beberapa label
melalui pos.
1 Tulisan profil ini dirangkum dari wawancara yang dilakukan oleh finroll.com, dan dimuat dalam situs resmi http:/efekrumahkaca.net.
43 44
Setelah mengenal Harlan Bur, yang saat ini menjadi manajer ERK, mereka mulai memahami scene Indie, dan mulai tampil di beberapa even komunitas. Setelah itu mereka pun mulai merilis album dengan tujuan menawarkan musik yang mereka suka. Dan ternyata respon dari para penggemar musik Indie pun cukup baik, dan mereka mendapatkan jadwal manggung yang lebih banyak. Sebelum bernama Efek Rumah Kaca, band ini telah mengalami beberapa kali pergantian nama. Pada awal terbentuk band ini bernama Hush, kemudian berganti nama menjadi Rivermaya. Setelah mereka tahu ada band Filipina yang menggunakan nama yang sama, Rivermaya kembali dirubah menjadi Superego. Namun ternyata ada sebuah band lokal di
Yogyakarta yang memiliki nama Superego juga. Akhirnya nama Efek Rumah
Kaca muncul disaat mereka ingin manggung pertama kali pada tahun 2005.
Manajer mereka, Harlan Bur yang pertama kali menyebut nama tersebut, karena nama Efek Rumah Kaca diambil dari judul lagu yang saat itu sering mereka mainkan saat dalam pertunjukkan.
Mengenai genre atau aliran bermusik, Efek Rumah Kaca tidak terlalu fokus pada satu genre. Mereka cenderung mengutamakan soul dalam bermusik. Mereka tidak mempedulikan tanggapan orang tentang genre musik mereka. Karena tujuan mereka bermusik yaitu menyalurkan kegemaran, kreatifitas, serta keresahan mereka dalam sebuah lagu Namun mereka berpendapat dalam album kedua mereka, yaitu Kamar Gelap memiliki genre pop yang memiliki jiwa rock dalam album tersebut. 45
Efek Rumah Kaca lebih memilih jalur label Independen (Indie) dibandingkan melalui jalur label rekaman yang lebih besar. Karena menurut mereka, seseorang menciptakan musik berawal dari sebuah keresahan. Ketika tujuan bermusik keluar dari keresahan itu, maka musik yang dimainkan pun menjadi berbeda. Label rekaman besar memang cenderung memaksa band yang mereka produseri untuk mengikuti kemauan label. Dan Efek Rumah
Kaca berpendapat apa yang dilakukan pihak label rekaman besar tersebut menghambat kreatifitas seseorang dalam bermusik. Karena pada dasarnya tujuan mereka bemusik adalah untuk kesenangan dan keresahan mereka, bukan karena ingin mengikuti kemauan pihak label itu sendiri. Atas dasar itulah mereka memilih jalur mandiri atau independen (indie) yang tidak terikat dengan label rekaman besar. Dengan demikian mereka bisa menjiwai musik tanpa adanya tekanan atau paksaan dari pihak manapun.
Dalam menciptakan lagu, ERK biasanya menyiapkan materi nada dan aransemennya terlebih dahulu. Setelah dirasa bagus, barulah lirik musik menyesuaikan. Jika lagu yang diciptakan dirasa mirip dengan karya orang lain, maka lagu tersebut akan segera diganti atau dibatalkan pembuatannya.
Untuk referensi bermusik, mereka terpengaruh dari band/musisi lokal maupun luar negeri. Band tersebut seperti: Jon Anderson, Peter Gabriel, The
Beatles, Sting, Smashing Pumpkins, Bjork, Radiohead, Jeff Buckley, Rufus
Wainwright, Sufjan Stevens, Billie Holiday, Iwan Fals, Eros Djarot, Guruh
Sukarno Putra, Chrisye, Sore, Santamonica, Zeke And The Popo. Pengaruh paling besar berasal dari Radiohead dan Jeff Buckley yang terlihat dari 46
karakter vokal Cholil yang tinggi. Namun sebesar apapun pengaruhnya, hal itu tidak akan membuat mereka merasa terpenjara dalam menciptakan lagu.
Bagi Efek Rumah Kaca, ciri khas atau trademark sebuah band memang sangat penting. Namun hal itu tidak membuat ERK berhenti mengeksplorasi musik mereka. Karena personil ERK pun mengakui selalu bosan jika harus memainkan lagu yang sama dalam setiap penampilannya.
Sejauh ini pola yang dipakai ERK dalam memasarkan karyanya yaitu tetap menggunakan cara konvensional, yaitu melalui label mereka Aksara Records.
Namun terkadang mereka juga sering mejual langsung CD albumnya ketika diundang dalam sebuah event. Bahkan terkadang mereka rela menukar honor mereka saat tampil, untuk ditukar dengan CD album mereka.
Selain sebagai musisi, para personil Efek Rumah Kaca juga dikenal aktif dalam berbagai kegiatan sosial. Seperti Cholil contohnya, yang sering terlibat dalam berbagai kegiatan Kontras. Tak hanya itu, pendapatan dari RBT lagu “di udara” juga ternyata disumbangkan kepada Kasum (Komite Aksi
Solidaritas Untuk Munir). Mereka juga selalu mencoba berkontribusi dalam kegiatan-kegiatan bertema lingkungan hidup.
Efek Rumah Kaca mengaku memiliki mimpi besar yaitu membuat label sendiri dan membantu menerbitkan band indie lainnya kepada masyarakat. Karena kemunculan ERK sendiri tak lepas dari bantuan orang lain, maka mereka pun mencoba untuk membantu band-band dalam jalur indie yang lain untuk bisa unjuk gigi dalam dunia musik di Indonesia. 47
Hingga kini Efek Rumah Kaca telah memiliki empat album. Berikut
merupakan daftar album dan judul lagu dari band Efek Rumah Kaca:
Album Judul 1. Jalang 2. Jatuh Cinta Itu Biasa Saja 3. Bukan Lawan Jenis 4. Belanja Terus Sampai Mati 5. Insomnia Efek Rumah Kaca (2007) 6. Debu-Debu Berterbangan 7. Di Udara 8. Efek Rumah Kaca 9. Melankolia 10. Cinta Melulu 11. Sebelah Mata 12. Desember 1. Tubuhmu Membiru... Tragis 2. Kau dan Aku Menuju Ruang Hampa 3. Mosi Tidak Percaya 4. Lagu Kesepian 5. Hujan Jangan Marah 6. Kenakalan Remaja Kamar Gelap (2008) di Era Informatika 7. Menjadi Indonesia 8. Kamar Gelap 9. Jangan Bakar Buku 10. Banyak Asap di Sana 11. Laki-laki Pemalu 12. Balerina 1. Merah 2. Biru 3. Jingga Sinestesia (2015) 4. Hijau 5. Putih 6. Kuning 48
B. Profil Album Sinestesia
Gambar 1
Sinestesia (Jangan Marah Records, 2015)
Daftar Lagu:
1. Merah (11:20)
. Ilmu Politik
. Lara Di-Mana mana
. Ada-ada Saja
2. Biru (9:52)
. Pasar Bisa Diciptakan
. Cipta Bisa Dipasarkan
3. Jingga (13:28)
. Hilang
. Nyala Tak Terperi
. Cahaya, Ayo Berdansa (Instrumental) 49
4. Hijau (7:46)
. Keracunan Omong Kosong
. Cara Pengolahan Sampah
5. Putih (9:46)
. Tiada
. Ada
6. Kuning (12:16)
. Keberagamaan
. Keberagaman
. Leleng (Instrumental Suku Dayak Kenyah, Samarinda)
Total Durasi: 64:30
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sinestesia memiliki penjelasan sebagai berikut:
“(Sinestesia adalah) metafora berupa ungkapan yang bersangkutan dengan indra yang dipakai untuk objek atau konsep tertentu, biasanya disangkutkan dengan indra lain, misalnya sayur itu pedas untuk kata-kata sangat pedas.”2
Kurang lebih seperti itulah kesan dan pesan yang ingin disampaikan
Efek Rumah Kaca (ERK) lewat album terbarunya, Sinestesia. Bahwa persepsi dan proses orang dalam menilai suatu objek bisa saja berbeda, tergantung pada indera miliknya. Dalam album ini pendengar diajak untuk “melihat” warna yang disajikan kala mendengar Sinestesia. Orang bisa saja menyebut warna
2 http://kbbi.web.id/sinestesia diakses pada 18/7/2017 pada 13:39 WIB 50
hanya sebagai sebagai perwujudan visual semata. Namun Adrian sang bassist, yang dalam hal ini memberi judul lagu-lagu Sinstesia, melihat merah, jingga, putih, biru, dan kuning kala mendengar lagu yang dia ciptakan bersama personel lainnya, Cholil dan Akbar.
Mungkin karena perspektif itu pula, lagu-lagu dalam Sinestesia diusung ke dalam konsep penggabungan lagu-lagu pendek dalam satu judul. Lagu-lagu pendek itu bersatu padu menguatkan satu sama lain, beriringan membentuk tema tertentu, atau saling bertolak belakang demi menujukkan hitam putih sebuah fenomena. Efek penggabungan lagu-lagu pendek itu, yang lebih cocok disebut sub-bab/bagian lagu, menjadi terasa dalam durasi Sinestesia. Tiap nomor lagu dalam album ini memiliki panjang antara delapan hingga tiga belas menit. Lebih panjang dari lagu-lagu di album sebelumnya: Kamar Gelap dan Efek Rumah Kaca.
'Sinestesia' seperti sebuah 'ajakan' dari ERK untuk mendalami lebih jauh dan luas sisi musikalitas mereka. Tak heran, lagu-lagu dalam album ini punya durasi cukup panjang dibandingkan karya lainnya. Album bertajuk
'Sinestesia' ini berisi 6 track yang diberi judul berdasarkan 6 warna yakni
Merah, Biru, Jingga, Hijau, Putih, dan Kuning. Setiap lagunya memiliki beberapa fragmen atau bagian yang memiliki makna yang berbeda.
'Sinestesia' disebut layaknya sebuah album sinematis yang mengajak para pendengar album membangun imajinasinya sendiri. Melafalkan setiap bait, nada dan makna dalam sebuah pemikiran yang dimerdekakan oleh
ERK. Hingga tak heran, 'Sinestesia' seperti sebuah klimaks dari penantian 51
tersebut. Tentunya juga sebagai obat rindu fans ERK yang sempat 'dihadiahi'
sebuah alter ego bernama Pandai Besi.
Mereka mengatakan bahwa musik adalah hidup mereka. Semua yang
terjadi dalam hidup mereka terlihat dalam musik mereka. Mereka juga
digambarkan sebagai grup musik pop dengan pesan-pesan sosial dan politik
dalam lirik mereka.3
Dalam awal kemunculannya, lagu pada album sinestesia diperkenalkan
kepada publik secara satu persatu. Yaitu dimulai pada 10 Juli 2015, Efek
Rumah Kaca merilis Pasar Bisa Diciptakan ke radio-radio di seluruh
Indonesia.4 Sebulan kemudian mereka merilis lagu Biru, yang berisi lagu
Pasar Bisa Diciptakan dan Cipta Bisa Dipasarkan, pada SoundCloud mereka.
Pada tanggal 18 September 2015, Efek Rumah Kaca menggelar konser
tunggal bertajuk "Pasar Bisa Dikonserkan" di Balai Sartika, Bandung.5 Namun
konser tersebut menuai kekecewaan disebabkan beberapa masalah seperti
sound, antrian yang terlalu panjang dan batasan umur.6 Beberapa hari
kemudian, mereka meminta maaf atas yang terjadi sekaligus merilis lagu
Putih, yang berisi lagu Tiada dan Ada, pada Ripstore Asia dan SoundCloud
mereka secara gratis.7
3 http://www.lorongmusik.com/2013/03/biography-efek-rumah-kaca.html diakses pada 18/7/2017 pada 13.26 WIB 4 http://www.rollingstone.co.id/article/read/2015/07/13/140502847/1093/efek-rumah-kaca- rilis-single-terbaru-pasar-bisa-diciptakan- diakses pada 18/7/2017 pada 13:31 WIB. 5 http://mtv.id/news/efek-rumah-kaca-mempersembahkan-pasar-bisa-dikonserkan/ diakses pada 18/7/2017 pada 13:32 WIB 6 http://efekrumahkaca.net/en/news/erk-s-latest-news/item/763-press-release-single-putih- efek-rumah-kaca#.Vogh7UChPIU diakses pada 18/7/2017 pada 13:32 WIB 7 https://id.wikipedia.org/wiki/Sinestesia_(album) diakses pada 18/7/2017 pada 13:33 WIB 52
Efek Rumah Kaca merilis Sinestesia pada tanggal 18 Desember 2015
melalui iTunes. Pada tanggal 22 Desember 2015, Sinestesiadirilis dengan
8 format CD oleh Demajors Independent Music Industry. Tak lama setelah
perilisannya, pada 2016, album Sinestesia masuk nominasi Indonesian Choice
Awards, dalam kategori Best Album of The Year.9
C. Profil Lagu Kuning karya Efek Rumah Kaca
Lagu kuning diciptakan oleh Cholil dan Adrian, dua dari personil band
Efek Rumah Kaca pada tahun 2015. Dirilis bersama dengan lima lagu lain
yang berada dalam album Sinestesia. Lagu ini memiliki tiga fragmen atau
bagian, yaitu keberagaman, keberagamaan, dan lantunan instrumen Leleng
oleh Suku Dayak Kenyah, Samarinda. Dalam lagu kuning, lirik pada bagian
keberagamaan ditulis oleh Adrian. Sedangkan pada bagian keberagaman,
Adrian dibantu oleh Cholil dalam menulis lirik. Lagu kuning merupakan lagu
yang memiliki genre rock alternatif.10 Lagu kuning diproduseri oleh Efek
Rumah Kaca bersama Pandai Besi, dan dinaungi oleh Label Jangan Marah
Records.
8 http://obrolanurban.com/sesudah-itunes-efek-rumah-kaca-rilis-cd-sinestesia/ diakses pada 18/7/2017 pada 13:34 WIB 9 https://id.wikipedia.org/wiki/Efek_Rumah_Kaca_(grup_musik) diakses pada 19/7/2017 pada 19:35 10 https://id.wikipedia.org/wiki/Sinestesia_(album) diakses pada 26/7/2017 pada 18:50 WIB 53
Lirik lagu Kuning karya Efek Rumah Kaca:
KUNING
Keberagamaan
Lirik: Adrian Apa wujudnya
Lagu: Cholil Apa misinya
Tentang nubuat mencerahkan Manusia menafikan tuhan
Berlabuh dalam keheningan Melarang atas perbedaan
Menyapa dalam keramaian Persepsi dibelenggu tradisi
Pada batas yang dirasakan Jiwa yang keruhpun bersemi
Resah Nihil maknanya
Hampa surganya
Manusia mengonsepsi tuhan Hampa
Bernaung di dalam pikiran
Mencari setiap jejakNya Karena cinta bersemayam dalam
Mengulas semua kehendakNya jiwa 54
Keberagaman
Lirik: Adrian dan Cholil
Lagu: Adrian, Akbar dan Cholil Nihilis, Humanis
Dilebur harapannya
Terjerembap demi akhirat Yang hening, Yang bising
Akalnya lenyap, hati berkarat Diserap hakikatnya
Hati berkarat, cacat, pekat, jahat Semua dihisabnya, sebab akibatnya
Beragam, berwarna Bila matahari sepenggal jaraknya
Lestarilah tumbuhnya Padang yang luas tak ada batasnya
Bermacam agama Berarak beriringan
Dipancarkan cintanya Berseru dan menyebut ….Dia..
Semua bertautan
Leleng oleh Suku Dayak Kenyah, Samarinda
Pada bagian ini hanya berisi instrumen musik Leleng oleh Suku Dayak Kenyah, jadi tidak terdapat lirik yang ditampilkan. BAB IV
ANALISIS DAN TEMUAN DATA
A. Makna Denotasi, Konotasi, dan Mitos
Musik merupakan media yang efektif untuk menyampaikan pesan.
Pesan dalam lagu biasanya terkandung di dalam lirik, maupun dari tempo
suatu lagu. Namun pesan yang paling menonjol terdapat pada lirik yang
biasanya memiliki tema atau pesan dari sang pencipta lagu. Lirik lagu
biasanya mengangkat tema-tema tertentu sesuai tujuan penulisnya. Menurut
Marcel Danesi, musik bisa masuk ke dalam kajian media dan komunikasi
karena menurutnya musik tidak hanya sekedar bunyi-bunyian di telinga saja,
namun juga sebagai salah satu cara untuk menyampaikan pesan. Karena
lagu-lagu seringkali memiliki fungsi ekspresif, khususnya pada wilayah
semantik, maka dengan demikian ia dapat pula dianalisis melalui semiotika.
Semiotika merupakan suatu ilmu atau metode analisis yang digunakan
untuk memakanai tanda. Adapun memaknai tanda yang dimaksud disini ialah
berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi dalam hal mana
objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem
terstruktur dari tanda
Adapun dalam penelitian ini, teori analisis semiotika yang digunakan
adalah model Roland Barthes. Konsep semiotika Roland Barthes terdiri dari
konotasi, denotasi, dan mitos. Jika konotasi memiliki nilai yang subyektif
atau intersubyektif, maka denotasi adalah apa yang digambarkan tanda
terhadap subjek, maka bisa disimpulkan konotasi adalah bagaimana
55 56
menggambarkannya. Sedangkan menurut Barthes, mitos adalah semiotika
tingkat dua, teori mitos dikembangkan Barthes untuk melakukan kritik
(membuat dalam “krisis”) atas ideologi budaya massa (atau budaya media).
Dalam lagu kuning karya Efek Rumah Kaca pun terdapat beberapa
lirik yang mengandung kritik, maupun pesan tentang gambaran kehidupan
toleransi di Indonesia. Dan berikut merupakan analisa pesan toleransi dalam
lagu kuning karya Efek Rumah Kaca dengan menggunakan teori semiotik
Roland Barthes melalui makna konotasi, denotasi, dan mitos.
B. Hasil dan Pembahasan
Dikarenakan lagu kuning terdiri dari beberapa bagian, maka hasil
analisa data akan dibagi menjadi 3 bagian, yaitu Keberagamaan,
Keberagaman, dan Instrumen Musik Leleng Dayak. Dan setiap bait dalam
bagian tersebut dianalisa dengan menggunakan konsep semiotika Roland
Barthes. Beberapa analisa juga bersumber dari penuturan Cholil, vokalis Efek
Rumah Kaca yang bersedia untuk diwawancarai oleh peneliti melalui email.
Pada bagian ini, peneliti menyajikan lirik lagu yang menjadi objek
penelitian dalam bentuk tabel, kemudian mengidentifikasi model denotasi,
konotasi, dan mitos dalam lirik tersebut. Dalam konteks penelitian ini, lirik
lagu Kuning sebagai penanda (signifier), sedangkan hasil dari identifikasi
denotasi dan konotasi diinterpretasi dalam bentuk mitos. Melalui hubungan
denotasi dan konotasi model Roland Barthes tersebut, peneliti
menginterpretasikan pesan dan makna yang terkandung dalam lagu Kuning
karya Efek Rumah Kaca. 57
1. Keberagamaan
Bait Pertama
Tabel 4.1 Analisis Teks Bait Pertama
Teks Denotasi Konotasi Tentang nubuat Menggambarkan nubuat Menjelaskan tentang mencerahkan atau wahyu yang nubuat atau wahyu Berlabuh dalam diturunkan Tuhan dengan untuk menjadikan keheningan tujuan menjadikan lebih manusia lebih baik, Menyapa dalam baik dari sebelumnya. mencerahkan, keramaian Wahyu tersebut membuat keadaan Pada batas yang diturunkan kepada yang sebelumnya dirasakan sesuatu yang hening suram menjadi Resah dalam artian jernih dan dipenuhi cahaya bersih. Menyapa dalam petunjuk. Karena keramaian pada bait ini tujuannya adalah untuk menjelaskan bahwa kebaikan, oleh karena wahyu tersebut turun itu wahyu tersebut dalam kondisi yang ramai harus diberikan kepada dan kacau. Dan wahyu seseorang yang tersebut turun disaat memiliki sifat baik kondisi resah pada saat pula. Keheningan itu telah sampai pada dalam hal ini adalah batasnya. seseorang yang memiliki hati yang bersih. Menyapa dalam keramaian memiliki maksud wahyu tersebut turun ditengah kekacauan hidup manusia, dilanjutkan 58
pada lirik selanjutnya yang menggambarkan kondisi manusia yang sudah tidak mampu lagi menahan keresahannya akibat kekacauan tersebut. Penjelasan:
1. Denotasi
Makna denotasi pada tabel 4.1 didapat dari beberapa kata, seperti
halnya kata nubuat yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
memiliki arti wahyu yang diturunkan kepada Nabi, untuk disampaikan kepada
manusia.1 Nubuat adalah sesuatu yg pasti terjadi atas ijin Allah. Kemudian
kata nubuat dalam bait ini disandingkan dengan kata mencerahkan, yaitu
proses membuat terang dari kondisi yang sebelumnya gelap.2 Kemudian
berlabuh dalam keheningan, yang mengandung arti nubuat tersebut turun
dalam sesuatu yang bersih, jernih. Selanjutnya dalam bait ini terdapat kalimat
yang menggambarkan suasana dan kondisi seperti menyapa dalam keramaian,
menunjukkan bahwa nubuat tersebut menyapa manusia dalam keadaan riuh
dan ramai, dan selanjutnya yaitu pada batas yang dirasakan, dan resah yang
menggambarkan bahwa keresahan manusia telah sampai pada batasnya.
2. Konotasi
1 “Nubuat” Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kamus versi online/daring (dalam jaringan). Diakses pada tanggal 20 Maret 2018 dari https://kbbi.web.id/nubuat 2 “Mencerahkan” Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kamus versi online/daring (dalam jaringan). Diakses pada tanggal 20 Maret 2018 dari https://kbbi.web.id/mencerahkan 59
Makna konotasi dalam bait ini terdapat dalam kalimat pada bait pertama, seperti kalimat tentang nubuat mencerahkan, yaitu menggambarkan wahyu yang Allah turunkan untuk kebaikan umat manusia, yang ditunjukkan pada kata mencerahkan. Mencerahkan dalam kalimat ini mengandung arti bahwasanya nubuat tersebut hadir untuk merubah kondisi manusia yang sebelumnya suram menjadi lebih baik. Tentunya agar wahyu tersebut diterima dengan baik, maka yang menyampaikan wahyu tersebut haruslah memiliki sifat yang baik pula, dan hal tersebut telah dijelaskan dalam kalimat berlabuh dalam keheningan. Dalam kata keheningan menurut KBBI memiliki arti bersih dan jernih, oleh karena itu wahyu tersebut harus diturunkan kepada seseorang yang memiliki hati yang bersih.
Lebih jauh, makna konotasi pada bait ini menjelaskan proses turunnya nubuat atau wahyu tersebut. Digambarkan, wahyu dalam bait ini hadir pada suasana yang tidak kondusif, yaitu menyapa dalam keramaian yang menjelaskan kondisi manusia yang sedang diliputi kekacauan. Dan juga pada batas yang dirasakan, resah yang menjelaskan bahwa wahyu tersebut turun untuk mengobati keresahan dan meredakan kekacauan yang sedang dialami manusia pada saat itu.
3. Mitos
Mitos yang ada dalam bait tersebut adalah tentang al-Quran yang diturunkan untuk menjadikan hidup manusia lebih baik. Alquran menjadi pedoman hidup bagi manusia, mengatur segala aktivitas kehidupan manusia dari bangun tidur hingga tidur kembali. Oleh karena itu manusia tidak perlu 60
khawatir dan resah saat diliputi rasa gundah. Dan wahyu tersebut diberikan
Allah kepada Nabi Muhammad SAW yang memiliki jiwa suci dan bersih untuk disampaikan kepada umatnya. Sebagaimana ditegaskan dalam al-Quran: ۥ إِﻧﱠﮫُ ﻟَﻘَﻮۡ لُ رَﺳُﻮلٖ ﻛَﺮِﯾﻢٖ ٤٠
“Sesungguhnya al-Quran itu adalah benar-benar wahyu (Allah yang diturunkan) Rasul yang mulia.” QS. 69: 40
Sehubungan dengan al-Quran sebagai wahyu yang diberikan oleh
Allah, Rasulullah bersabda:
“Aku telah meninggalkan pada kamu sekalian dua perkara yang kamu tidak akan sesat selama kamu berpegang teguh kepada keduanya, yaitu kitab Allah
(al-Quran) dan sunnah (hadits) Nabi-Nya.” (HR. Malik)
Secara garis besar, kandungan atau intisari yang terdapat di dalam ayat-ayat al-Quran ialah tentang akidah, ibadah, akhlak, hukum-hukum, peringatan, sejarah, atau kisah-kisah, serta dorongan untuk manusia berpikir.
Kandungan tersebut bertujuan membimbing umat manusia agar tetap berada di jalan-Nya. Al-Quran adalah wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah Saw. agar menjadi pedoman hidup manusia dan menjadi panduan dalam menjalani kehidupan di dunia agar tidak terjebak ke dalam kesesatan hidup. Karena menjadi pedoman hidup inilah seharusnya manusia turut merasakan kehadiran
Allah, karena al-Quran mengatur kehidupan manusia mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali.
Bait Kedua
Tabel 4.2 Analisis Teks Bait Kedua 61
Teks Denotasi Konotasi Manusia Dalam bait ini, secara Dalam bait ini, ERK mengonsepsi tuhan harfiah manusia berusaha menggambarkan
Bernaung di dalam merancang Tuhan di proses bagaimana pikiran dalam fikirannya. manusia mempelajari Mencari setiap jejak- Mencari tahu jejak Tuhan Tuhan. Mencari tahu Nya dan juga menafsirkan setiap hikmah yang Mengulas semua tentang bagaimana wujud ada dibalik setiap kehendak-Nya dan juga maksud dan kehendak dan ciptaan- Apa wujudnya tujuan Tuhan menciptakan Nya. Apa misinya segala sesuatu.
Penjelasan:
1. Denotasi
Tabel 4.2 di atas menunjukkan makna denotasi dan konotasi yang ada
pada lirik lagu Kuning. Makna denotasi dari bait kedua bagian keberagamaan
yaitu didapat dari penjelasan beberapa kata dalam bait tersebut, seperti halnya
koran dan televisi merupakan media massa yang digunakan untuk
menampilkan realitas yang ada dalam masyarakat. Di awal bait ini terdapat
kata mengonsepsi, yang menurut KBBI memiliki makna merancang.3 Dalam
hal ini secara harfiah memiliki arti manusia yang berusaha merancang Tuhan.
Kemudian pada lirik bernaung di dalam fikiran terdapat kata bernaung
yang berarti berada di suatu tempat.4 Setelah manusia tersebut merancang,
kemudian ia menempatkan Tuhannya berada di dalam fikirannya. Selanjutnya
3 “Mengonsepsi” Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kamus versi online/daring (dalam jaringan). Diakses pada tanggal 20 Maret 2018 dari https://kbbi.web.id/mengonsepsi 4 “Bernaung” Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kamus versi online/daring (dalam jaringan). Diakses pada tanggal 20 Maret 2018 dari https://kbbi.web.id/bernaung 62
dalam bait ini terdapat kata mencari jejak, yang dimaksud jejak menurut
KBBI dalam hal ini adalah perbuatan yang telah dilakukan.5 Lalu terdapat lirik
mengulas segala kehendak-Nya. Mengulas menurut KBBI memiliki arti
menafsirkan.6 Selanjutnya dapat disimpulkan manusia berusaha menafsirkan
segala kehendak Tuhan, dan mencari tahu bagaimana wujud dan tujuan-Nya.
2. Konotasi
Makna konotasi dalam bait ini menjelaskan tentang bagaimana proses
manusia menemukan keberadaan Tuhan, yaitu dengan mengonsepsi-Nya di
dalam pikiran mereka sendiri. Menurut wawancara yang dilakukan peneliti
kepada Efek Rumah Kaca, mengonsepsi dalam hal ini adalah mempelajari
Tuhan dengan cara belajar agama. Banyak hadits yang menjelaskan perintah
kewajiban menuntut ilmu diantaranya hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu
Majah
ﻋْﻦْ اَﻧَﺲٍ اِﺑْﻦُ ﻣَﺎﻟِﻚٍ ﻗَﻞَ ﻗَﺎلَ رَﺳُﻮْ ل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠـﻢ طَﻠَﺐُ اﻟْﻌِﻠْﻢ ﻓَﺮْﯾْﻀَﺔً ﻋَﻠﻰ ﻛُﻞّ ﻣُﺴْﻠِﻢٍ
ووﺿِﻊً اﻟﻌِﻠْﻢِ ﻋِﻨْﺪَ ﻏَﯿْﺮُأھْﻠِﮫِ ﻛَﻤُﻘِﻠﱢﺪِ اﻟْﺨَﻨَﺎ زِﯾْﺮِ ﻟْﺠَﻮْھَﺮَوﻟَﻠﺆْﻟُﺆَ وَاﻟﺬﱠھَﺐَ
Artinya :
"Dari Anas bin Malik ia berkata, Rasulullah saw, bersabda: Mencari
ilmu itu wajib bagi setiap muslim, memberikan ilmu kepada orang yang bukan
ahlinya seperti orang yang mengalungi babi dengan permata, mutiara, atau
emas" HR.Ibnu Majah.
5 “Jejak” Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kamus versi online/daring (dalam jaringan). Diakses pada tanggal 20 Maret 2018 dari https://kbbi.web.id/jejak 6 “Mengulas” Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kamus versi online/daring (dalam jaringan). Diakses pada tanggal 20 Maret 2018 dari https://kbbi.web.id/mengulas 63
Selain mempelajari agama, dalam bait ini pun digambarkan tentang manusia yang mencari jejak-Nya. Mencari jejak dalam bait ini memiliki makna konotasi mencari tahu hikmah dibalik ciptaan Tuhan, karena jejak dapat pula memiliki arti perbuatan yang telah dilakukan. Kemudian dalam lirik mengulas segala kehendaknya, manusia mencoba menafsirkan setiap kehendak Tuhan, dalam lirik ini memiliki makna yang hampir serupa dengan lirik sebelumnya, yaitu tentang mencari tahu setiap perbuatan yang dilakukan-
Nya.
3. Mitos
Mitos yang ada dalam bait di atas yaitu tentang manusia yang berusaha mempelajari agama dengan mempelajari ciptaan Allah, dan juga hikmah dibalik setiap ciptaan-Nya. Dalam wawancara yang dilakukan peneliti, Cholil berpendapat bahwa yang dimaksud dengan mengonsepsi Tuhan adalah orang- orang yang mempunyai konsep tentang Tuhan di dalam pikirannya, bahwa
Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta. Lalu kita mempelajari Tuhan dan sifat-sifatnya tanpa harus menjadi Tuhan. Dalam pandangan penulis, yang dimaksud golongan orang-orang yang mengonsepsi Tuhan adalah golongan yang berperilaku baik sesuai ajaran Tuhan, tanpa merasa dirinya Tuhan atau merasa benar sendiri dan akan membawa kita kepada nilai toleransi. Namun agar tidak tersesat, belajar mempelajari Tuhan seharusnya tidak hanya melalui buku atau kitab saja, melainkan juga harus belajar langsung kepada para ahli agama (kiai, ulama) yang memiliki spesialisasi di bidangnya masing-masing. 64
Belajar ilmu-ilmu terkait agama hanya melalui buku-buku/kitab-kitab tanpa guru (syekh) yang berilmu mendalam atau berpengalaman dapat berpotensi terjerumus dalam pemahaman agama yang sesat dan sempit.
Belajar agama secara otodidak dapat membawa seseorang berada di jalan yang ia anggap benar. Padahal sebaliknya, ia sedang berjalan di dalam pemahaman agama yang salah karena salah paham yang akibatnya bisa membahayakan kemanusiaan. Contohnya yaitu sudah berapa banyak bom bunuh diri dengan alasan mengamalkan ayat-ayat tentang jihad dalam situasi damai?
Belajar mendalami ajaran Islam secara langsung (talaqqi) kepada para ahlinya sangat bermanfaat. Di antara manfaatnya adalah bahwa jiwa para murid selain akan langsung tercerahkan, juga bisa langsung meneladani tutur kata dan sikap keseharian dari para guru/syekhnya.
Apabila keteladanan dari para guru ini terus berlangsung sepanjang waktu para murid belajar, niscaya kalimat-kalimat bijak berdasarkan ilmu dan perilaku-perilaku mulia menjadi terbiasakan dalam kehidupan sehari-hari.
Hasilnya adalah manusia-manusia berilmu agama sangat mendalam dan berakhlak mulia, seperti selalu rendah hati, tidak merasa benar sendiri, tidak suka mencaci maki, tidak mudah menyalahkan orang lain yang berbeda, tidak mencari pengaruh dan popularitas, serta tidak pula cinta berlebihan kepada jabatan dan kedudukan.
Seringkali ada orang yang tidak menemukan guru ahli ilmu-ilmu agama yang bisa membimbingnya, sehingga ia belajar agama kepada 65
sembarang orang yang tidak diketahui kepada siapa sebelumnya ia
mendapatkan ilmu agama, tidak memiliki sanad (mata rantai) keilmuan yang
jelas bersambung. Berbeda halnya dengan para kiai, tuan guru, ajengan di
berbagai pondok pesantren lawas yang tersebar di seantero nusantara,
utamanya di tanah Jawa, yang mata rantai ilmu keagamaannya jelas diperoleh
secara bersambung dari para syekh/guru mereka sebelumnya.
Bait Ketiga
Tabel 4.3 Analisis Teks Bait Ketiga
Teks Denotasi Konotasi Manusia menafikan Manusia mengingkari apa Bait ini tuhan yang telah dikatakan menggambarkan Melarang atas Tuhan, yakni melarang penjelasan mengenai perbedaan perbedaan. Pendapat ciri-ciri orang yang Persepsi dibelenggu orang lain ditentang menafikan Tuhannya, tradisi karena tidak sesuai yaitu dengan bersikap Jiwa yang keruhpun dengan kepercayaan yang intoleran. Yaitu orang bersemi sudah ada. Jiwa yang yang menyingkirkan Nihil maknanya keruh pun timbul. Apa Tuhan, merasa dirinya Hampa surganya yang mereka lakukan Tuhan, mengambil Hampa tidak menghasilkan apa- sifat-sifat Tuhan ke apa, surga pun tidak akan dalam dirinya untuk mereka dapatkan. menghukum orang- orang yang tidak sepaham dengan dirinya. Penjelasan:
1. Denotasi 66
Makna denotasi dalam tabel tersebut didapat dari penjelasan beberapa
kata di antaranya pada kata menafikkan, yang digunakan untuk menunjukkan
bahwa terdapat manusia yang mengingkari Tuhannya. Kata menafikan sendiri
menurut KBBI memiliki arti mengingkari, meragukan, dan juga menolak.7
Pada lirik berikutnya juga terdapat kata melarang, yang menurut KBBI adalah
sesuatu yang tidak diperbolehkan.8 Kemudian pada baris berikutnya terdapat
kata dibelenggu yang menurut KBBI memiliki arti mengikat supaya tidak
bebas bergerak.9 Selanjutnya ada kata bersemi yang memiliki arti sesuatu yang
mekar,10 dalam lirik ini yang dimaksud sesuatu tersebut adalah jiwa yang
keruh. Dan yang terakhir terdapat kata nihil dan hampa yang memiliki arti
kosong, atau tidak berisi.11
2. Konotasi
Makna konotasi dari bait ini didapat dari baris pertama hingga ketiga,
yang berbunyi Manusia menafikan tuhan, Melarang atas perbedaan, Persepsi
dibelenggu tradisi. Dalam ketiga baris lirik tersebut, terdapat tiga kata yang
memiliki unsur negatif, yakni menafikan, melarang, dan dibelenggu, yang
ketiganya memiliki arti yang sama, yaitu tidak memperbolehkan atau menolak
sesuatu. Mengingkari Tuhan yang dimaksud adalah meragukan atau tidak
membenarkan apa yang dikatakan oleh Tuhan. Dalam baris pertama bait ini,
7 “Menafikkan” Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kamus versi online/daring (dalam jaringan). Diakses pada tanggal 20 Maret 2018 dari https://kbbi.web.id/menafikkan 8 “Melarang” Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kamus versi online/daring (dalam jaringan). Diakses pada tanggal 20 Maret 2018 dari https://kbbi.web.id/melarang 9 “Dibelenggu” Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kamus versi online/daring (dalam jaringan). Diakses pada tanggal 20 Maret 2018 dari https://kbbi.web.id/dibelenggu 10 “Bersemi” Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kamus versi online/daring (dalam jaringan). Diakses pada tanggal 20 Maret 2018 dari https://kbbi.web.id/bersemi 11 “Nihil” Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kamus versi online/daring (dalam jaringan). Diakses pada tanggal 20 Maret 2018 dari https://kbbi.web.id/nihil 67
dijelaskan tentang manusia yang mengingkari Tuhannya, dan bila disandingkan dengan baris kedua dan ketiga, lebih dipertegas lagi tentang perlakuan manusia yang mengingkari Tuhannya tersebut seperti apa. Dan pada lirik selanjutnya dijelaskan manusia yang mengingkari Tuhannya adalah mereka yang melarang atas perbedaan, dan membelenggu persepsi orang lain.
Melarang atas perbedaan dalam hal ini adalah perbedaan yang mengacu pada jenis suku, ras, agama, dan juga pendapat. Pada lirik selanjutnya, yakni manusia yang membelenggu persepsi karena tradisi. Persepsi yang dimaksud adalah pandangan atau pendapat orang lain yang tidak dibenarkan oleh sekumpulan manusia yang mengingkari Tuhannya. Sedangkan tradisi yang dimaksud adalah kepercayaan yang dianut. Dan jika liriknya digabung, maka memiliki arti yakni manusia yang tidak membenarkan pendapat orang lain karena yakin dengan kepercayaan sendiri.
Makna konotasi pada lirik berikutnya yaitu Jiwa yang keruhpun bersemi, Nihil maknanya, Hampa surganya, Hampa. Lirik ini juga memiliki hubungan dengan lirik sebelumnya dalam bait ini, yaitu tentang akibat dari manusia yang mengingkari Tuhannya. Akibatnya yaitu jiwa yang keruh pun bersemi. Bersemi memiliki makna mekar, tumbuh, dan timbul. Yaitu jiwa yang kotor dan tidak mampu berfikir jernih pun timbul. Selain itu akibat lainnya yakni, nihil maknanya, dan hampa surganya. Nihil dan hampa yang menurut bahasa memiliki arti kosong. Akibatnya yaitu tidak mendapatkan apa-apa, baik dari segi maksud, dan juga kebaikan, yang dalam arti lain surga.
3. Mitos 68
Mitos yang terdapat dalam bait ini menjelakan tentang golongan manusia yang mengingkari Tuhannya dengan tidak setuju dengan adanya perbedaan, dan juga akibat yang ditimbulkan dari perbuatan mereka. Hal ini sejalan dengan penuturan Cholil, vokalis Efek Rumah Kaca dalam wawancara yang dilakukan peneliti. Menurut Cholil, akhir-akhir ini muncul orang-orang yang merasa bisa menjadi wakil Tuhan dengan menghakimi keyakinan orang lain yang tidak sepaham dengan mereka.
Berlawanan dengan nilai toleransi, pada bait ini menggambarkan sikap intoleransi. Yaitu tentang sikap tidak menghargai perbedaan yang terdapat dalam lirik “melarang adanya perbedaan” yang tentunya berlawanan dengan arti dari toleransi yang memiliki arti memperbolehkan dan membiarkan.
Banyak yang merasa sudut pandang mereka adalah yang paling benar, yang lain salah, mereka beranggapan keyakinan yang mereka anut saja yang paling benar, sedangkan yang berbeda dengan mereka tidak layak untuk beribadah, tidak layak untuk hidup. Banyak orang yang gemar menyalahkan pendapat orang lain, karena sangat yakin dan fanatik dengan kepercayaan yang dianutnya. Cholil berpendapat saat ini banyak bermunculan orang-orang yang merasa bisa menjadi wakil Tuhan dengan menghakimi keyakinan orang lain yang tidak sepaham dengan mereka. Sekelompok orang ini merasa Tuhan tidak senang dengan keyakinan selain Islam, atau lebih tepatnya keyakinan yang mereka percaya.
Dalam bait ini dijelaskan lebih jauh tentang akibat yang timbul dari mengingkari perbedaan yaitu keruhnya jiwa, hingga tidak mampu berfikir 69
jernih. Sehingga orang-orang ini tega membakar rumah ibadah,
mendiskriminasi dan dengan SARA, mengintimidasi orang yang tidak sama
cara beribadahnya dengan mereka, meneror saudaranya sesama manusia
dengan bom, dan kasus lainnya yang serupa. Padahal sudah Allah jelaskan
dalam Al-quran bahwa tidak ada paksaan dalam beragama, sehingga manusia
haruslah menghormati keyakinan orang lain agar tidak terjadi perpecahan.
Selain itu, salah satu sikap yang dapat membawa pada toleransi adalah
menghormati dan membiarkan setiap pemeluk agama untuk melaksanakan
ibadah mereka menurut ajaran dan ketentuan agama masing-masing yang
diyakini tanpa ada yang mengganggu atau memaksakan baik dari orang lain
maupun dari keluarganya sekalipun.12 Toleransi agama dipahami sebagai
bentuk pengakuan kita terhadap adanya agama-agama selain agama yang kita
yakini. Pengakuan yang dimaksud yaitu segala bentuk sistem, dan tata cara
peribadatannya dan memberikan kebebasan untuk menjalankan keyakinan
agama masing-masing.13 Selanjutnya dalam lirik pada bait ini seakan
mempertanyakan mengapa sekelompok orang-orang ini seakan menafikkan
perkataan Tuhan di dalam al-Quran, kitab suci yang mereka anut, pedoman
hidup mereka bahwa tidak ada paksaan dalam beragama.
Bait Keempat
Tabel 4.4 Analisis Teks Bait Keempat
Teks Denotasi Konotasi Karena cinta Rasa cinta, kasih sayang Penganut agama
12 Masykuri Abdullah, Pluralisme Agama dan Kerukunan dalam Keragaman, h. 13. 13 Muhammad Yasir, Makna Toleransi Dalam Al-Qur’an, Jurnal Ushuludin Vol. XXII No. 2, Juli 2014, h. 172 70
bersemayam dalam dan saling menghormati seharusnya penuh jiwa sesama manusia harusnya cinta, kasih sayang, ditanamkan dalam diri pengertian dan setiap manusia. toleransi.
Penjelasan:
1. Denotasi
Makna denotasi dari bait keempat bagian keberagamaan yaitu cinta
bersemayam dalam jiwa. Kata cinta memiliki makna suka, kasih, dan
sayang.14 Mengacu kepada perasaan menyayangi sesuatu ataupun seseorang.
Sedangkan bersemayam memiliki makna duduk, tinggal, dan terpatri (dalam
hati).15 Dan yang terakhir terdapat kata jiwa yang berarti roh manusia, batin,
angan, pikiran, dsb.16 Jadi, secara denotasi lirik pada bait ini menjelaskan
tentang perasaan kasih yang harus terpatri dalam batin manusia.
2. Konotasi
Sedangkan makna konotasi dalam lirik ini terdapat dalam kata cinta.
Makna konotasi cinta menurut Cholil Efek Rumah Kaca ditujukan kepada
para penganut agama. Karena menurutnya, seharusnya penganut agama penuh
cinta, dan saling menghormati satu sama lain. Selanjutnya terdapat kalimat
bersemayam dalam jiwa, yang memiliki makna bahwa cinta seharusnya
ditanam dalam hati setiap manusia, khususnya penganut agama. Karena agama
apapun selalu mengajarkan cinta dan kebaikan, bukannya kebencian.
14 “Cinta” Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kamus versi online/daring (dalam jaringan). Diakses pada tanggal 20 Maret 2018 dari https://kbbi.web.id/cinta 15 “Bersemayam” Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kamus versi online/daring (dalam jaringan). Diakses pada tanggal 20 Maret 2018 dari https://kbbi.web.id/bersemayam 16 “Jiwa” Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kamus versi online/daring (dalam jaringan). Diakses pada tanggal 20 Maret 2018 dari https://kbbi.web.id/jiwa 71
3. Mitos
Mitos dalam bait ini merupakan lanjutan dari makna bait sebelumnya.
Dalam bait sebelumnya dijelaskan tentang manusia yang gemar memperselisihkan perbedaan demi kepentingan agama, sedangkan mitos dalam bait ini mengandung kritik bahwa penganut agama seharusnya penuh cinta. Tidak ada agama di dunia ini yang mengajarkan kebencian satu sama lain. Oleh karena itu setiap penganut agama seharusnya saling cinta dan menghargai perbedaan, menghormati keyakinan orang lain yang berbeda.
Karena jika dilandaskan dengan cinta, agama akan menjadi ramah dan sekaligus membimbing manusia pada kasih sayang, bukan pada kekerasan dan permusuhan. Memahami agama dengan bahasa cinta, adalah memahami manusia-manusia lainnya dengan welas asih. Dengan adanya kesadaran persamaan setiap orang akan menciptakan hubungan kekeluargaan antar manusia yang kemudian dapat menumbuhkan kasih sayang dan kecintaan antar sesama yang tentu lebih luhur dari sikap toleran dan kerukunan hidup beragama. Jika memahami agama sebagai cinta, sebagai keimanan yang berlandaskan kasih sayang, tentu saja tidak ada celah untuk kebencian.
Sikap saling mencintai dan menghormati satu sama lain tanpa mempersoalkan perbedaan keyakinan merupakan salah satu ciri toleransi.
Kebaikan dari rasa cinta dalam jiwa setiap manusia merupakan bagian dari inti toleransi, menjadi prinsip yang sangat kuat di dalam Islam.
Pada titik ini, radikalisme dan ujaran kebencian dapat diredam dengan nilai-nilai agama yang berlandaskan cinta. Dan tentunya masyarakat dan 72
golongan yang gemar mengumbar kebencian atas nama Islam perlu memahami bahwa Islam adalah agama cinta, bukan agama kekerasan. Jika perbedaan yang ada disikapi dengan bijak maka akan membawa kedamaian dan kerukunan untuk semua pihak. 73
2. Keberagaman
Bait Pertama
Tabel 4.5 Analisis Teks Bait Pertama
Teks Denotasi Konotasi Terjerembap demi Terjatuh karena Menyindir sekelompok akhirat kepentingan agama. orang yang mengklaim Akalnya lenyap, hati Akalnya hilang, hatinya berjuang di berkarat buruk. Hatinya buruk, jalan Tuhan dengan Hati berkarat, cacat, rusak, jahat. meniadakan hati pekat, jahat nurani dan akal untuk menghilangkan harmoni perbedaan. Penjelasan:
1. Denotasi
Makna denotasi dalam bait ini terdapat pada beberapa kata seperti
terjerembap, berkarat, lenyap. Menurut KBBI, kata terjerembap memiliki
makna terjatuh secara tertelungkup.17 Kata demi pun memiliki arti untuk
kepentingan (sesuatu) dengan tujuan tertentu.18 Dan akhirat merupakan
kehidupan setelah di dunia. Kalimat terjerembap demi akhirat mengandung
makna terjatuh untuk kepentingan akhirat. Selanjutnya dalam lirik akalnya
lenyap, hati berkarat terdapat kata lenyap yang berarti hilang, menunjukkan
bahwa akal seseorang telah hilang. Kemudian dalam lirik hati berkarat
terdapat kata berkarat yang memiliki makna sesuai KBBI yaitu proses kimia
17 “Terjerembap” Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kamus versi online/daring (dalam jaringan). Diakses pada tanggal 20 Maret 2018 dari https://kbbi.web.id/terjerembap 18 “Demi” Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kamus versi online/daring (dalam jaringan). Diakses pada tanggal 20 Maret 2018 dari https://kbbi.web.id/demi 74
yang terdapat pada besi.19 Selain itu, menurut KBBI kata berkarat memiliki
makna kiasan jahat, dan buruk, oleh karena itu dalam lirik hati berkarat
terdapat makna denotasi bahwa hati seseorang telah menjadi buruk.
Selanjutnya dalam lirik hati berkarat, cacat, pekat, jahat memiliki makna
denotasi yaitu keadaan hati seseorang yang telah rusak, dilihat dari kata
berkarat, cacat, pekat, dan jahat yang menurut KBBI, semuanya memiliki
makna buruk dan rusak.
2. Konotasi
Sedangkan makna konotasi yang terdapat pada tabel 4.5, pada lirik
terjerembap demi akhirat yaitu menggambarkan orang yang terjatuh karena
kepentingan akhirat. Akhirat dalam hal ini bisa dikaitkan dengan surga, atau
juga agama, menggambarkan mereka yang terjatuh sebab kepentingan agama.
Hal ini berhubungan dengan lirik pada tabel 4.4 yaitu bait ketiga bagian
keberagamaan yang menyinggung sekelompok golongan yang melarang
perbedaan agama, karena terlalu fanatik dengan kepercayaan agamanya
sendiri. Kata terjerembap pun berhubungan dengan lirik tabel 4.4, yang
menjelaskan bahwa orang yang terjerembap adalah mereka yang tidak
mendapatkan surga, meskipun perbuatan yang mereka lakukan adalah demi
akhirat, untuk mendapatkan surga, atau kepentingan agama. Selanjutnya
makna konotasi pada lirik selanjutnya, yaitu Akalnya lenyap, hati berkarat,
Hati berkarat, cacat, pekat, jahat menggambarkan kondisi hati seseorang
yang telah rusak, karena pebuatannya sendiri.
19 “Berkarat” Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kamus versi online/daring (dalam jaringan). Diakses pada tanggal 20 Maret 2018 dari https://kbbi.web.id/berkarat 75
3. Mitos
Mitos dalam lirik pada bait ini menggambarkan makna tentang sekelompok orang yang terjerembap demi akhirat, atau yang terjatuh demi membela agamanya. Menurut penjelasan Cholil, belakangan ini banyak orang- orang seperti yang terkandung dalam bait tersebut. Yaitu mereka yang terjerembap demi akhirat, lirik tersebut seakan adalah kejadian yang ingin disampaikan oleh Efek Rumah Kaca tentang fenomena beberapa waktu belakangan di Indonesia. Banyak orang yang mengesampingkan rasa kemanusiaan demi kegiatan yang mereka sebut membela agama, demi kepentingan akhirat, salah satunya dengan jalur kekerasan.20
Pada bait ini Efek Rumah Kaca kembali menggambarkan kritik sosial atau representasi tentang bagaimana keadaan intoleransi yang terjadi di
Indonesia. Sering kita mendengar alasan, atau tepatnya klaim, sejumlah kelompok “Islam ekstrim” ketika melakukan aksi-aksi kekerasan (baik kekerasan fisik, kultural, maupun simbolik) terhadap berbagai kelompok agama di luar mereka (baik non-Muslim maupun kaum Muslim itu sendiri) adalah demi membela agama (Islam) atau demi membela Kitab Suci (Al-
Qur'an). Dan yang lebih “fenomenal” lagi, demi membela Tuhan (Allah
SWT).
Lebih tepatnya, aksi-aksi kekerasan yang mereka lakukan itu sering kali, jika bukan selalu, untuk membela tafsir (tentang) agama bukan agama itu sendiri, untuk membela tafsir (tentang) Kitab Suci bukan Kitab Suci itu
20 Wawancara peneliti melalui [email protected] diakses pada 14-12-2017 76
sendiri, serta untuk mempertahankan tafsir (tentang) Tuhan, bukan Tuhan itu sendiri.
Tidak sebatas itu, bahkan sering kali kekerasan komunal antarpemeluk agama atau kekerasan atas pemeluk agama tertentu dipicu oleh faktor-faktor yang sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan ajaran, doktrin, dan norma-norma keagamaan.
Kekerasan juga sering kali demi menuruti hawa nafsu dan egoisme kelompok tertentu umat beragama, tidak ada korelasinya dengan ajaran-ajaran fundamental agama. Teks-teks keagamaan hanya dicatut atau dipakai sebagai pembenar seolah-olah tindakan beringas dan konyol yang mereka lakukan itu mendapat “mandat” atau restu dari Tuhan.
Misalnya, apakah masalah toa (loudspeaker) masjid itu ada hubungannya dengan ajaran agama Islam? Sama sekali tidak ada, bukan? Toa adalah barang profan-sekuler bukan sakral-agamis karena ia merupakan produk kebudayaan manusia, tepatnya manusia kontemporer. Nabi
Muhammad sendiri jelas tidak pernah memakai toa karena memang waktu itu belum ada teknologi pengeras suara ini.
Tetapi mengapa perihal insiden toa, sekelompok umat Islam di
Tanjung Balai, Sumatra Utara, bisa menjadi kalap dan gelap mata melakukan perusakan atas sejumlah kelenteng dan wihara? Apakah aksi-aksi kekerasan dalam bentuk penjarahan dan vandalisme itu merupakan tindakan pembelaan sebuah agama atau nilai-nilai keislaman? Tentu saja tidak. 77
Hal lain misalnya tentang status “kesesatan” umat agama atau pemeluk sekte keislaman tertentu yang juga sering dijadikan sebagai argumen oleh sejumlah kelompok “Islam ekstrim” untuk melakukan aneka tindakan kekerasan, lagi-lagi, atas nama (membela kemurnian) agama, Kitab Suci, dan
Tuhan. Padahal, label sesat, kafir, bid'ah dan semacamnya adalah jelas hanyalah sebuah tafsir atas teks, ajaran, diskursus, dan sejarah keagamaan yang bersifat terbatas, relatif-subyektif dan bahkan politis.
Terbatas karena tidak semua kawasan dimana umat Islam tinggal ikut menuding sesat sebuah kelompok atau sekte yang dianggap sesat oleh kelompok lain. Tentang Syiah dan Ahmadiyah misalnya yang sering dikafir- sesatkan oleh sejumlah kelompok Islam ternyata banyak daerah dan negara di dunia ini yang sangat “welcome” dengan mereka.
Di Wonosobo (begitu pula di daerah-daerah lain di Jawa Tengah seperti Semarang, Jepara dan sebagainya) umat Syiah dan Ahmadiyah hidup adem-ayem dengan umat lain. Di Qatar dan Oman, warga Syiah juga hidup dengan aman dan nyaman berdampingan dengan pemeluk Sunni dan Ibadi sebagai kelompok mayoritas di kedua negara di kawasan Arab Teluk ini.
Begitu pula di berbagai kawasan Islam di China dan Asia Tengah, lebih-lebih di negara-negara Barat, umat Islam hampir-hampir tidak mempersoalkan sama sekali “status teologis” atau “legalitas keislaman” Syiah, Ahmadiyah dan sekte-sekte keislaman lain. 78
Terakhir, label “kafir-sesat” itu juga sangat politis. Sering kali agama hanya dijadikan sebagai “stempel sakral” kepentingan politik-kekuasaan.
Kasus mencap sesat praktik tasawuf dan tarekat Sufi oleh sejumlah rezim, ormas dan kelompok Islam dalam sejarah keislaman klasik dan kontemporer misalnya karena dilatarbelakangi oleh potensi kritik sosial dan pemberontakan kaum Sufi.
Dalam sejarah keislaman, kelompok Sufi adalah salah satu kelompok keagamaan yang paling keras dalam mengkritik aneka praktik tiran-despotik, keserakahan, dan korupsi para rezim politik Islam serta praktik hedonisme dan
“cinta duniawi” kaum Muslim urban. Ordo-ordo Sufi dalam berbagai negara juga menjadi pioner pemberontakan politik atas pemerintah kolonial dan kekuasaan otoriter lainnya. Oleh karena itu bisa dimaklumi kenapa di kemudian hari sejumlah kelompok politik-agama melarang ajaran Sufisme dan tarekat Sufi.
Perseteruan Sunni-Shiah juga lebih didorong oleh motivasi politik ketimbang masalah teologi-keagamaan. Dalam sejarahnya, Syiah sendiri awalnya adalah sebuah “partai politik” bukan “partai agama”. Baru belakangan terutama setelah pendirian berbagai dinasti yang berafiliasi Sunni maupun Syiah, muncul beragam label teologi-keagamaan atas kedua sekte
Islam ini.
Jadi dengan demikian apa yang sering diklaim oleh (sebagian) umat
Islam sebagai “nilai-nilai agama” yang dinilai suci dan religius dan dibela 79
mati-matian bahkan sampai rela melakukan kekerasan dan beragam kejahatan
kemanusiaan itu pada dasarnya adalah sebuah “nilai-nilai budaya” yang
bersifat sekuler dan profan. Pasalnya semua itu merupakan hasil interpretasi
dan rekonstruksi pemikiran elit individu (seperti ulama dan fuqaha atau ahli
Hukum Islam) serta produk sejarah pengalaman kemanusiaan dan
kemasyarakatan kaum Muslim saat bersinggungan dengan fakta-fakta sosial-
politik-kebudayaan sekitar. Karena itu, sekali lagi, bukan agama melainkan
tafsir agama yang sering kali menjadi sumber pemicu dan peletup beragam
kekerasan dan tindakan intoleransi yang dilakukan oleh sejumlah kelompok
agama radikal-konservatif di masyarakat.
Bait Kedua
Tabel 4.6 Analisis Teks Bait Kedua
Teks Denotasi Konotasi Beragam, Bermacam-macam jenis Indonesia memiliki tumbuhnya kehidupan, bermacam- bermacam-macam Bermacam agama macam kepercayaan. suku, budaya, Dipancarkan Menyebarkan kasih begitupun juga cintanya sayang. Semua saling kepercayaan. Semua bertautan. berhubungan. Berbagai Dan setiap kepercayaan Nihilis, Humanis paham, atau perbedaan atau agama Dilebur harapannya keyakinan dikumpulkan. mengajarkan rasa saling Yang hening, Yang Semua dihitung baik dan menyayangi. bising buruknya. Segala perbedaan akan Diserap hakikatnya dikumpulkan. Dihitung Semua dihisabnya, baik dan buruknya. sebab akibatnya Biarlah Tuhan menjalankan tugasnya 80
menimbang baik buruk seseorang. Penjelasan:
1. Denotasi
Tabel 4.6 di atas menunjukkan makna denotasi dan konotasi dalam
lirik lagu Kuning. Pada baris pertama, yaitu beragam tumbuhnya memiliki
makna sesuatu yang tumbuh beragam. Menurut KBBI, tumbuh berarti timbul,
terbit, atau juga hidup.21 Sehingga lirik pada baris ini bermakna kehidupan
yang bermacam-macam. Lirik pada baris selanjutnya, yaitu bermacam agama.
Agama mengandung arti sistem yang mengatur kepercayaan dan juga
keyakinan.22 Sedangkan bermacam memiliki makna denotasi yang sama
dengan beragam, yaitu memiliki banyak jenis dan rupa,23 oleh sebab itu makna
dalam lirik bermacam agama yaitu terdapat banyak agama yang berbeda-
beda. Dilanjutkan dengan lirik semua bertautan yang terdapat kata bertautan
yang memiliki makna kaitan atau berhubungan.24 Dan menjelaskan bahwa
kehidupan, baik dari sisi sosial dan agama memiliki satu keterkaitan.
Makna denotasi selanjutnya, nihilis dan, humanis, merupakan dua buah
paham filsafat, dalam lirik tersebut keduanya dijelaskan dilebur harapannya.
Dilebur mengandung arti dihancurkan, luluh, atau hancur mencair.25 Lirik
21 “Tumbuh” Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kamus versi online/daring (dalam jaringan). Diakses pada tanggal 20 Maret 2018 dari https://kbbi.web.id/tumbuh 22 “Agama” Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kamus versi online/daring (dalam jaringan). Diakses pada tanggal 20 Maret 2018 dari https://kbbi.web.id/agama 23 “Bermacam” Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kamus versi online/daring (dalam jaringan). Diakses pada tanggal 20 Maret 2018 dari https://kbbi.web.id/bermacam 24 “Bertautan” Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kamus versi online/daring (dalam jaringan). Diakses pada tanggal 20 Maret 2018 dari https://kbbi.web.id/bertautan 25 “Dilebur” Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kamus versi online/daring (dalam jaringan). Diakses pada tanggal 20 Maret 2018 dari https://kbbi.web.id/dilebur 81
selanjutnya yaitu yang hening, dan yang bising, keduanya merupakan kondisi
atau keadaan yang berlawanan, namun keduanya digambarkan diserap
26 hakikatnya. Hakikat merupakan inti suatu ajaran. Lalu dalam baris terakhir,
lirik semua dihisabnya, sebab akibatnya. Dihisab mengandung arti dihitung,
menurut lirik tersebut yang dihitung adalah segala sebab dan akibat dari
perbuatan seseorang.
2. Konotasi
Makna konotasi yang terdapat dari bait pada tabel 4.6 didapat dari
penjelasan yang ada pada bait tersebut, diantaranya Beragam, tumbuhnya,
Bermacam agama, Dipancarkan cintanya, Semua bertautan.yang menjelaskan
tentang kehidupan di Indonesia yang sangat beragam. Penduduk di indonesia
yang memiliki keragaman suku, budaya, bahasa, serta agama. Bermacam
agama juga tumbuh di Indonesia. Kemudian dijelaskan bahwa semua
keragaman tersebut dipancarkan cintanya, yang memiliki makna konotasi
bahwa setiap agama atau kepercayaan tersebut mengajarkan cinta, atau rasa
saling peduli satu sama lainnya. Dan semuanya saling bertautan satu sama
lainnya. Bertautan memiliki makna kiasan mengikat, berpegangan,
bergandengan tangan, yang menggambarkan bahwa seluruh masyarakat
Indonesia satu sama lainnya bersaudara.
Dalam lirik Nihilis, Humanis, Dilebur harapannya, Yang hening, Yang
bising, Diserap hakikatnya, pun memiliki makna kesatuan. Nihilis dan
humanis merupakan suatu paham ajaran yang berbeda, namun dalam lirik ini
26 “Hakikat” Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kamus versi online/daring (dalam jaringan). Diakses pada tanggal 20 Maret 2018 dari https://kbbi.web.id/hakikat 82
dijelaskan keduanya dilebur, yang berarti diluluhkan atau dihancurkan. Kata
dilebur biasanya digunakan untuk logam yang dicairkan, untuk kemudian
dikumpulkan dengan logam lainnya yang sudah dilebur. Dalam hal ini berarti
segala paham yang berbeda, dikumpulkan untuk kemudian dijadikan satu
kesatuan. Kemudian yang hening, dan yang bising merupakan kedua kondisi
suasana yang berlawanan. Hening bisa memiliki makna sunyi dan jernih,
secara kiasan memiliki makna seseorang yang diam. Secara peribahasa diam
itu emas yang memiliki arti bahwa diam itu lebih baik. Orang yang diam juga
identik dengan seseorang yang berilmu dan mengamalkannya dalam
kehidupan. Sedangkan bising adalah suasana yang ramai, gempar. Kata bising
juga identik dengan seseorang yang gemar berbicara dengan asal. Seperti
menurut peribahasa, tong kosong nyaring bunyinya, yang memiliki arti orang
yang banyak bicara biasanya tidak berilmu.27 Namun dalam lirik ini keduanya
digambarkan diserap hakikatnya, yang berarti dihisap atau diambil inti dari
pemikirannya. Kemudian dalam lirik Semua dihisabnya, sebab akibatnya
menjelaskan bahwa semua perbedaan yang dijelaskan dalam bait ini dihisab
sebab akibatnya. Menurut ajaran Islam, dihisab merupakan peristiwa saat
Allah menampakkan kepada manusia segala amal perbuatan mereka selama di
dunia.
3. Mitos
27 https://id.wikiquote.org/wiki/Tong_kosong_nyaring_bunyinya diakses pada tanggal 20 Maret 2018 83
Mitos dalam bait ini menjelaskan tentang segala keragaman dan
perbedaan dalam kehidupan ini tidak ada apa-apanya di mata Allah. Karena
pada dasarnya semua manusia saling bersaudara. Dalam al-Qur’an pun
dijelaskan bahwa perbedaan adalah rahmat dan kehendak dari Allah SWT.
وَﻟِﻜُﻞّٖ وِﺟۡ ﮭَﺔٌ ھُﻮَ ﻣُﻮَﻟﱢﯿﮭَﺎۖ ﻓَﭑﺳۡ ﺘَﺒِﻘُﻮاْ ٱﻟۡﺨَﯿۡﺮَٰ تِۚ أَﯾۡﻦَ ﻣَﺎ ﺗَﻜُﻮﻧُﻮاْ ﯾَﺄۡتِ ﺑِﻜُﻢُ ٱ ﱠُ ﺟَﻤِﯿﻌًﺎۚ إِنﱠ ٱ ﱠَ ﻋَﻠَﻰٰ ﻛُﻞﱢ ﺷَﻲۡءٖ ﻗَﺪِﯾﺮٞ ١٤٨
“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblahnya (sendiri) yang ia menghadap
kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana
saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari
Kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Al-
Baqarah: 148)
Semua perbedaan adalah sama di mata Allah SWT. Dan semua
perbedaan itu pada akhirnya akan dikumpulkan pada hari Kiamat. Oleh karena
itu biarlah Allah menjalankan tugasnya yaitu menimbang baik dan buruknya
amal seseorang. Karena sesama manusia tidak berhak menilai bahwa
seseorang itu baik atau tidak.
Dengan adanya perbedaan melatih diri kita untuk mencintai orang lain
dengan cara menghargai perbedaan hak setiap orang, seperti yang tertulis
dalam lirik beragam tumbuhnya, dipancarkan cintanya. Hidup dalam
keberagaman membuat manusia mempunyai pilihan masing-masing di dalam
kehidupannya. Untuk itu setiap orang harus memberikan kebebasan dan
adanya saling pengertian agar dapat menerima perbedaan tersebut. Dengan 84
memberikan kebebasan beragama berarti menjamin keamanan dan kedamaian
hidup antar umat bergama. Perbedaan seharusnya disyukuri dan dijadikan
sarana untuk melatih diri untuk menjadi lebih rendah hati. Berbeda latar
belakang tidak menghalangi seseorang untuk berbuat kebaikan termasuk
saling mencintai dan menghormati pilihan satu sama lain.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, keragaman merupakan
sunnatullah, yaitu keniscayaan yang sudah Allah takdirkan. Dengan jumlah
orang yang demikian besar, tinggal di wilayah dengan kondisi geografis
berbeda, lingkungan masyarakat yang beragam, dan isi pikiran yang
bermacam-macam, tidak mengherankan bila riak-riak perselisihan hampir
senantiasa ada. Ini bukan sesuatu yang selalu negatif meski bukan berarti
layak didiamkan hingga meningkat ke level permusuhan dan perpecahan.
Seperti firman Allah:
ﯾَٰٓﺄَﯾﱡﮭَﺎ ٱﻟﻨﱠﺎسُ إِﻧﱠﺎ ﺧَﻠَﻘۡﻨَٰﻜُﻢ ﻣﱢﻦ ذَﻛَﺮٖ وَأُﻧﺜَﻰٰ وَﺟَﻌَﻠۡﻨَٰﻜُﻢۡ ﺷُﻌُﻮﺑٗﺎ وَﻗَﺒَﺎٓﺋِﻞَ ﻟِﺘَﻌَﺎرَﻓُﻮٓاْۚ إِنﱠ أَﻛۡ ﺮَﻣَﻜُﻢۡ ﻋِﻨﺪَ ٱ ﱠِ أَﺗۡﻘَ ٰﻜُﻢۡۚ إِنﱠ ٱ ﱠَ ﻋَﻠِﯿﻢٌ ﺧَﺒِﯿﺮٞ ١٣
"Wahai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu sekalian dari
seorang pria dan seorang wanita dan kami menjadikan kamu berbagai
bangsa dan suku, agar kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia diantaramu di sisi Allah ialah orang yang saling
bertaqwa". (Q.S. al-Hujurat:13).
Ayat tersebut menjelaskan bahwa keragaman jenis kelamin, suku, dan
bangsa sengaja diciptakan oleh Allah. Al-Qur’an menggunakan istilah 85
“khalaqnâkum” (telah Kami ciptakan). Namun demikian, Al-Qur’an mengajak
kita semua untuk saling memahami satu sama lain karena pada dasarnya setiap
orang adalah setara, yang membedakan mereka di sisi Allah adalah derajat
ketakwaannya.
Bait Ketiga
Tabel 4.7 Analisis Teks Bait Ketiga
Teks Denotasi Konotasi Bila matahari Bila matahari berada Ketika hari akhir tiba sepenggal jaraknya tepat di atas kepala Ada hari dimana Padang yang luas tak Tempat yang sangat luas, seluruh manusia ada batasnya hingga tak memiliki batas dikumpulkan di suatu Berarak beriringan Manusia berjalan tempat yang sangat Berseru dan bersama-sama luas, yaitu padang menyebut ….Dia.. Memanggil nama-Nya mahsyar Seluruh manusia berjalan menyerukan nama-Nya. Penjelasan:
1. Denotasi
Makna denotasi dalam tabel 4.7 didapat dari kalimat yang ada pada
bait tersebut. Dalam lirik bila matahari sepenggal jaraknya memiliki denotasi
yaitu waktu dimana posisi kedudukan matahari berada tepat di atas kepala,
atau biasanya terjadi pukul duabelas siang. Sepenggal berasal dari kata
dasar penggal. Sepenggal adalah sebuah homonim karena arti-artinya
memiliki ejaan dan pelafalan yang sama tetapi maknanya berbeda. Sepenggal
memiliki arti dalam kelas nomina atau kata benda sehingga sepenggal dapat 86
menyatakan nama dari seseorang, tempat, atau semua benda dan segala yang
dibendakan. Namun bila diberi imbuhan se- atau sepenggal, sepenggal dapat
28 mem iliki makna setengah hari. Yang biasanya menunjukkan waktu pukul
duabelas siang. Kemudian terdapat kata padang yang berarti sebuah tanah
yang datar dan luas.29 Dalam lirik padang yang luas tak ada batasnya
memiliki makna denotasi sebuah tempat yang sangat luas, yang tak memiliki
batasan atau ujung. Selanjutnya dalam lirik Berarak beriringan Berseru dan
menyebut ….Dia terdapat kata berarak yang memiliki arti berjalan beriringan,
bersama-sama, secara teratur.30 Kemudian terdapat kata berseru yang memiliki
arti meneriakkan nama, atau memanggil.31
2. Konotasi
Pada tabel 4.7 terdapat makna konotasi yang terdapat dalam penggalan
lirik lagu Kuning. Pada lirik bila matahari sepenggal jaraknya terdapat makna
konotasi yaitu gambaran tentang hari kiamat, dimana matahari berada tepat di
atas kepala umat manusia. Secara nomina, sepenggal menunjukkan waktu,
yaitu setengah hari dimana matahari tepat berada di atas kepala, namun tetap
berada pada posisi yang seharusnya. Sedangkan secara kiasan, Efek Rumah
Kaca menggambarkan posisi matahari yang berada di atas kepala merupakan
sebuah kondisi pada hari kiamat, yaitu ketika jarak matahari berada beberapa
28 “Penggal” Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kamus versi online/daring (dalam jaringan). Diakses pada tanggal 20 Maret 2018 dari https://kbbi.web.id/penggal 29 “Padang” Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kamus versi online/daring (dalam jaringan). Diakses pada tanggal 20 Maret 2018 dari https://kbbi.web.id/padang 30 “Berarak” Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kamus versi online/daring (dalam jaringan). Diakses pada tanggal 20 Maret 2018 dari https://kbbi.web.id/berarak 31 “Berseru” Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kamus versi online/daring (dalam jaringan). Diakses pada tanggal 20 Maret 2018 dari https://kbbi.web.id/berseru 87
mil atau sangat dekat dengan bumi. Secara garis besar lirik dalam bait ini menggambarkan suasana pada yaumul mahsyar, yaitu hari di mana seluruh manusia dikumpulkan, setelah dibangkitkan dari kematian. Seperti dalam lirik padang yang luas tak ada batasnya, Efek Rumah Kaca menunjukkan bahwa kondisi tersebut di mana seluruh manusia dikumpulkan pada suatu tempat yang sangat luas, hingga tempat tersebut cukup untuk menampung seluruh manusia dari yang pertama hidup hingga terakhir tiada. Kemudian dalam lirik berarak beriringan, Efek Rumah Kaca ingin menunjukkan bahwa setelah seluruh manusia dikumpulkan, mereka berjalan beriringan, bersama-sama menuju ke padang mahsyar.
Selanjutnya dalam lirik pada bait ini dijelaskan bahwa manusia yag telah dikumpulkan tersebut berseru dan menyebut nama-Nya. Makna konotasi yang terkandung adalah bahwasanya seluruh manusia tersebut mendapat balasan sesuai dengan perbuatan mereka di dunia. Bila selama hidup mereka berbuat baik, maka digambarkan bahwa mereka menyebut nama Allah seraya bersyukur atas nikmat yang mereka terima. Sedangkan bila selama hidup mereka selalu berbuat kerusakan, maka mereka mendapatkan hukuman sehingga mereka menyerukan nama-Nya sambil meminta pertolongan.
3. Mitos
Mitos yang terdapat dalam bait ini secara garis besar menggambarkan beberapa kejadian dan kondisi peristiwa di padang mahsyar menurut hadits dalam ajaran Islam. Karena dalam bait ini Efek Rumah Kaca ingin 88
menunjukkan bahwa seluruh kejadian di dunia ini tak lepas dari kuasa Allah
SWT. Termasuk dengan adanya perbedaan. Dan segala perbedaan tersebut
pada akhirnya dikumpulkan menjadi satu, yaitu seperti yang terdapat dalam
peristiwa yaumul mahsyar. Diawali dari lirik bila matahari sepenggal
jaraknya, yang merupakan keadaan di mana seluruh manusia mati, atau yang
biasa disebut dengan hari kiamat. Ketika manusia menghadap Rabb sekalian
alam semesta, matahari mendekat sejauh satu mil dari mereka, sehingga
manusia berkeringat, hingga keringat tersebut menenggelamkan manusia
sesuai dengan amalan masing-masing ketika di dunia. Berikut adalah beberapa
hadits yang menjelaskan keadaan tersebut.32
Hadits al Miqdad bin al Aswad yang diriwayatkan Imam Muslim :
ﻋَﻦِ اﻟْﻤِﻘْﺪَادِ رَﺿِﻲَ ﷲُ ﻋَﻨْﮫُ ﻗَﺎلَ ﺳَﻤِﻌْﺖُ رَﺳُﻮلَ ﷲﱠ ِ ﺻَﻠﱠﻰ ﷲﱠ ُ ﻋَﻠَﯿْﮫِ وَﺳَﻠﱠﻢَ ﯾَﻘُﻮلُ: ﺗَﺪْﻧُﻮ اﻟﺸﱠ ﻤْﺲُ ﯾَﻮْمَ
اﻟْﻘِﯿَﺎﻣَﺔِ ﻣِﻦْ اﻟْﺨَ ﻠْﻖِ ﺣَﺘﱠﻰ ﺗَﻜُﻮنَ ﻣِﻨْﮭُﻢْ ﻛَﻤِﻘْﺪَارِ ﻣِﯿﻞٍ, ﻗَﺎلَ ﺳُﻠَﯿْﻢُ ﺑْﻦُ ﻋَﺎﻣِﺮٍ : وَﷲﱠ ِ ! ﻣَﺎ أَدْرِي ﻣَﺎ ﯾَﻌْﻨِﻲ ﺑِﺎﻟْﻤِﯿﻞِ
أَﻣَﺴَﺎﻓَﺔَ اﻷْ َرْضِ أَمْ اﻟْﻤِﯿﻞَ اﻟﱠﺬِي ﺗُﻜْﺘَﺤَﻞُ ﺑِﮫِ اﻟْﻌَﯿْﻦُ ؟ ﻗَﺎلَ: ﻓَﯿَﻜُﻮنُ اﻟﻨﱠﺎسُ ﻋَﻠَﻰ ﻗَﺪْرِ أَﻋْﻤَﺎﻟِﮭِﻢْ ﻓِﻲ اﻟْ ﻌَﺮَقِ ﻓَﻤِﻨْﮭُﻢْ ﻣَﻦْ
ﯾَﻜُﻮنُ إِﻟَﻰ ﻛَﻌْﺒَﯿْﮫِ وَﻣِﻨْﮭُﻢْ ﻣَﻦْ ﯾَﻜُﻮنُ إِﻟَﻰ رُﻛْﺒَﺘَﯿْﮫِ وَﻣِﻨْﮭُﻢْ ﻣَﻦْ ﯾَﻜُﻮنُ إِﻟَﻰ ﺣَﻘْﻮَﯾْﮫِ وَﻣِﻨْﮭُﻢْ ﻣَﻦْ ﯾُﻠْﺠِﻤُﮫُ اﻟْﻌَﺮَقُ إِﻟْﺠَﺎﻣًﺎ
وَأَﺷَﺎرَ رَﺳُﻮلُ ﷲﱠ ِ ﺻَﻠﱠﻰ ﷲﱠ ُ ﻋَﻠَﯿْﮫِ وَﺳَﻠﱠﻢَ ﺑِﯿَﺪِهِ إِﻟَﻰ ﻓِﯿﮫِ رواه ﻣﺴﻠﻢ
Dari al Miqdad Radhiyallahu anhu , ia berkata : Aku telah mendengar
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Pada hari Kiamat,
matahari akan mendekat (kepada) makhluk (manusia) hingga jaraknya dari
mereka seperti ukuran satu mil”. Sulaim bin ‘Amir berkata,”Demi Allah! Aku
tidak mengerti yang dimaksud dengan satu mil tersebut, apakah ukuran dunia
32 https://almanhaj.or.id/3707-bilamana-hari-kebangkitan-tiba-2.html diakses pada 28/03/2018 pada pukul 17:40WIB 89
ataukah mil yang digunakan sebagai alat celak mata?” Beliau berkata:
“Sehingga manusia berada sesuai dengan ukuran amalannya dalam kering atnya. Ada di antara mereka yang keringatnya sampai kedua mata kakinya. Ada yang sampai kedua lututnya, dan ada yang sampai pinggangnya, serta ada yang keringatnya menenggelamkannya. Dan Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam memberikan isyarat dengan tangannya ke mulut beliau. [HR
Muslim].
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin berkata : “Jarak satu mil ini, baik satu mil yang biasa atau mil alat celak, semuanya dekat. Apabila sedemikian rupa panasnya matahari di dunia, padahal jarak antara kita dengannya sangat jauh, bagaimana jika matahari tersebut berada satu mil di atas kepala kita?” Matahari yang amat besar tersebut bukanlah matahari dunia yang telah digulung, pudar cahayanya dan telah hilang yang diperintahkan Allah SWT untuk mendekat dan berada di atas kepala hamba-hamba Allah di padang mahsyar.
Dalam lirik selanjutnya dijelaskan tentang sebuah tempat yang menjadi lokasi berkumpulnya seluruh manusia, yang menurut lirik dalam bait ini menyebutkan tempat tersebut adalah sebuah padang yang sangat luas hingga tak berbatas. Padang tersebut adalah padang mahsyar. Lebih jauh, Islam menjelaskan kondisi dibangkitkannya seluruh manusia tersebut dalam beberapa hadits.
Seluruh manusia akan dikumpulkan di Padang Mahsyar dalam keadaan berdiri selama empat puluh tahun, sebagaimana dijelaskan Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam sabdanya : 90
ﯾَﺠْﻤَﻊُ ﷲُ اﻷَوﱠﻟِﯿْﻦَ وَاﻵﺧِﺮِﯾْﻦَ ﻟِﻤِﯿْﻘَﺎتِ ﯾَﻮْمٍ ﻣَﻌْﻠُﻮْمٍ ﻗِﯿَﺎﻣًﺎ أَرْﺑَﻌِﯿْﻦَ ﺳَﻨَﺔً ﺷَﺎﺧِﺼَﺔً أَ◌َ ﺑْﺼَﺎرُھُﻢْ [džƵǔ
اﻟﺴَﻤَﺎءِ] ﯾَﻨْﺘَﻈِﺮُوْنَ ﻓَﺼْﻞَ اﻟْﻘَﻀَﺎءِ رواه اﺑﻦ Ljƽǚ Ɩ Ƶǚǃ ǛNJƽӨƵǚ Ljǐ
Allah mengumpulkan semua manusia dari yang pertama sampai yang terakhir pada waktu hari tertentu dalam keadaan berdiri empat puluh tahun.
Pandangan-pandangan mereka menatap (ke langit), menanti pengadilan
Allah. [HR Ibnu Abi ad Dunya dan ath Thabrani, dan dishahihkan al Albani.
Lihat Shahih at Targhib wat-Tarhib, hadits no.3591].
Meskipun rentang waktu tersebut lama, namun terasa sebentar bagi kaum Mukminin, sebagaimana dijelaskan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya :
(ﯾَﻮْمَ ﯾَﻘُﻮْمُ اﻟﻨﱠﺎسُ ﻟِﺮَبﱢ اﻟْﻌَﺎﻟَﻤِﯿْﻦَ ) (اﻟﻤﻄﻔﻔﯿﻦ 6 ) ﻣِﻘْﺪَارَ ﻧِﺼْﻒِ ﯾَﻮْمٍ ﻣِﻦْ ﺧَﻤْﺴِﯿْﻦَ أَﻟْﻒِ ﺳَﻨَﺔٍ ﻓَﯿَﮭُﻮْنُ
ذَﻟِﻚَ ﻋَﻠَﻰ اﻟْﻤُﺆْﻣِﻦِ ﻛَﺘَﺪَﻟﱢﻲ اﻟﺸﱠﻤْﺲِ ﻟِﻠْﻐُﺮُوْبِ إِﻟَﻰ أَنْ ﺗَﻐْﺮُبَ رواه أﺑﻮ ﯾﻌﻠﻰ ﺑﺈﺳﻨﺎد ﺻﺤﯿﺢ واﺑﻦ ﺣﺒﺎن ﻓﻲ
ǀ ҸNJҸƋ
Tentang firman Allah “(Yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Rabb semesta alam” –al Muthaffifin/83 ayat 6- seukuran setengah hari dari lima puluh ribu tahun. Yang demikian itu (sangatlah) mudah
(ringan) bagi orang mukmin, seperti matahari menjelang terbit sampai terbit.
[HR Abu Ya’la dengan sanad shahih, dan Ibnu Hibaan dalam Shahih-nya. Dan dishahihkan al Albani. Lihat Shohih Shahih at Targhib wat-Tarhib, hadits no.3589]. 91
Keadaan Padang Mahsyar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan tanah di Padang Mahsyar adalah tanah yang rata, belum ditempati seorangpun. Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
ﯾُﺤْﺸَﺮُ اﻟﻨﱠﺎسُ ﯾَﻮْمَ اﻟْﻘِﯿَﺎﻣَﺔِ ﻋَﻠَﻰ أَرْضٍ ﺑَﯿْﻀَﺎءَ ﻋَﻔْﺮَاءَ ﻛَﻘُﺮْﺻَﺔِ اﻟﻨَﻘِﻲﱢ ﻟَﯿْﺲَ ﻓِﯿْﮭَﺎ ﻋَﻠَﻢٌ ﻷَﺣَﺪٍ رواه
ﻣﺴﻠﻢ وﻓﻲ رواﯾﺔ اﻟﺒﺨﺎري: ﻗَﺎلَ ﺳَﮭْﻞٌ أَوْ ﻏَﯿْﺮُهُ: ﻟَﯿْﺲَ ﻓِﯿﮭَﺎ ﻣَﻌْﻠَﻢٌ ﻷِ َﺣَﺪٍ
Pada hari Kiamat, manusia dikumpulkan di atas tanah yang rata seperti roti putih yang bundar dan pipih; tidak ada tanda untuk seorangpun.
[HR Muslim. Dan dalam riwayat al Bukhari: Sahl atau yang lainnya berkata :
“Tidak ada tanda bekas bagi seorangpun”].
Padang mahsyar tidak diketahui volume dan luasnya kecuali oleh
Allah SWT. Itulah yang mampu menampung semua makhluk mulai dari yang awal hingga yang akhir, baik dari bangsa manusia, jin, binatang liar, dan burung-burung ditambah dengan bangsa malaikat yang dimuliakan Allah
SWT.
Begitu juga dengan matahari yang berada di atas kepala hamba-hamba
Allah yang tidak diketahui volume dan kekuatan lidah api dan panasnya kecuali Allah SWT.
Kemudian pada lirik selanjutnya dalam tabel 4.7, yaitu Berarak beriringan Berseru dan menyebut ….Dia.. Efek Rumah Kaca menjelaskan tentang kondisi manusia setelah dibangkitkan. Seluruh manusia digiring menuju padang mahsyar, untuk kemudian dihisab seluruh amal perbuatannya selama di dunia. Selama seluruh manusia digiring, dijelaskan bahwa mereka 92
menyebut dan menyerukan nama Allah SWT. Menurut penjelasan Cholil, yang dimaksud menyeru dan menyebut nama-Nya dalam lirik ini adalah balasan amal perbuatan mereka ketika di dunia. Bila amal mereka baik, maka mereka akan menyerukan puji syukur kepada Allah. Sedangkan bila amalan mereka buruk, maka yang disebut menyebut nama-Nya adalah berupa rintihan memohon pertolongan kepada Allah atas siksaan yang mereka dapat di padang mahsyar. Ada beberapa hadits yang menjelaskan peristiwa ini.
Manusia tiba di tempat yang telah ditentukan oleh Allah SWT dengan digiring sangat cermat dan teratur, seperti terlihat dalam Firman Allah SWT:
وَﺟَﺎٓءَتۡ ﻛُﻞﱡ ﻧَﻔۡﺲٖ ﻣﱠﻌَﮭَﺎ ﺳَﺎٓﺋِﻖٞ وَﺷَﮭِﯿﺪٞ ٢١
“Setiap orang akan datang, bersama (malaikat) penggiring dan (malaikat) saksi.” (QS Qaf: 21)
Manusia-manusia akan digiring oleh malaikat yang bertugas menggiring mereka ke tempat yang telah ditentukan di padang mahsyar dan malaikat yang memberi kesaksian atas semua amal perbuatannya pada hari kiamat. Kemudian, Allah SWT segera memerintahkan kepada matahari untuk datang dan mendekat dan terus mendekat sampai tempat yang telah ditentukan, yaitu diatas mereka dengan jarak satu mil dari permukaan bumi
(padang mahsyar). Matahari- yang dapat mendidihkan otak manusia karena suhunya yang sangat tinggi- akan bereaksi dengan tubuh-tubuh manusia yang telah ditetapkan oleh Allah SWT atasnya untuk tidak mati. 93
Manusia digiring ke Padang Mahsyar dengan berbagai kondisi yang berbeda sesuai dengan amalnya. Ada yang digiring dengan berjalan kaki, sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِﻧﱠﻜُﻢْ ﻣُﻼَﻗُﻮ ﷲِ ﺣُﻔَﺎةً ﻋُﺮَاةً ﻣُﺸَﺎةً ﻏُﺮْﻻً
“Sesungguhnya kalian akan menjumpai Allah dalam keadaan tidak beralas kaki, tidak berpakaian, berjalan kaki, dan belum dikhitan.” (Hadits shahih. Diriwayat-kan oleh al-Bukhari, no. 6043)
Ada juga yang berkendaraan. Namun tidak sedikit yang diseret di atas wajah-wajah mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِﻧﱠﻜُﻢْ ﺗُﺤْﺸَﺮُوْنَ رِﺟَﺎﻻً وَرُﻛْﺒَﺎﻧًﺎ وَﺗُﺠَﺮﱡوْنَ ﻋَﻠَﻰ وُﺟُﻮْھِﻜُﻢْ
“Sesungguhnya kalian akan dikumpulkan (ke Padang Mahsyar) dalam keadaan berjalan, dan (ada juga yang) berkendaraan, serta (ada juga yang) diseret di atas wajah-wajah kalian.” (Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, dan beliau mengatakan, “Hadits hasan.” Hadits ini dinilai hasan oleh al-Albani dalam Shahiih at-Targhib wat-Tarhib, no. 3582).
Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwa ada seseorang berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ﯾَﺎ رَﺳُﻮلَ ﷲِ ﻛَﯿْﻒَ ﯾُﺤْﺸَﺮُ اﻟْﻜَﺎﻓِﺮُ ﻋَﻠَﻰ وَﺟْﮭِﮫِ ﯾَﻮْمَ اﻟْﻘِﯿَﺎﻣَﺔِ؟ ﻗَﺎلَ: أَﻟَﯿْﺲَ اﻟﱠﺬِي أَﻣْﺸَﺎهُ ﻋَﻠَﻰ رِﺟْ LjƧǀ ̉NJƶ
اﻟﺪﱡﻧْﯿَﺎ ﻗَﺎدِرًا ﻋَ ﻠَﻰ أَنْ ﯾُﻤْﺸِﯿَﮫُ ﻋَﻠَﻰ وَﺟْﮭِﮫِ ﯾَﻮْمَ اﻟْﻘِﯿَﺎﻣَﺔِ؟!
“Wahai Rasulullah, bagaimana bisa orang kafir digiring di atas wajah mereka pada hari Kiamat?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam 94
menjawab: “Bukankah Rabb yang membuat seseorang berjalan di atas kedua kakinya di dunia, mampu untuk membuatnya berjalan di atas wajahnya pada hari Kiamat?!” Qatadah mengatakan, “Benar, demi kemuliaan Rabb kami.”
(Hadits shahih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 6042 dan Muslim, no.
5020).
3. Musik Leleng Suku Dayak Kenyah, Samarinda
Penjelasan
Berdasarkan hasil penuturan Cholil, dalam wawancara peneliti, beliau menjelaskan, bahwa sebenarnya tidak ada kaitannya antara musik leleng suku dayak dengan nilai toleransi dalam lagu Kuning. Menurut penuturan mereka, musik leleng ini hanya merepresentasikan kekayaan budaya di Indonesia.
Musik Leleng bercerita tentang perpisahan, dan menurut ERK, musik ini sangat cocok dengan konstruksi album Sinestesia, karena lagu Kuning sendiri menjadi lagu terakhir dalam album ini, sehingga dinilai pas untuk ditempel dengan musik Leleng yang bernada perpisahan. BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pertanyaan penelitian yang telah diajukan penulis,
terdapat dua kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini. Lagu Kuning
karya Efek Rumah Kaca lahir berdasarkan konteks sosial budaya yang
melatarbelakanginya, yaitu:
1. Kondisi kerukunan antar umat beragama hingga hari ini di Indonesia.
Lagu ini merupakan sebuah pandangan subjektif Efek Rumah
Kaca tentang isu-isu tersebut. Di pembukaan, fragmen Keberagamaan
menyiratkan keprihatinan atas pemahaman sempit dari segelintir
kalangan agamawan yang masih memakai kemasan buruk untuk
menyampaikan hal-hal baik. Liriknya membahas tentang kondisi
keberagamaan manusia dan mereka yang suka membeda-bedakan
perbedaan dengan persepsi mereka sendiri. Dalam lirik di fragmen ini
menjelaskan tentang pentingnya kerukunan antar umat beragama. Dan
mengkritik mereka yang gemar menyalahkan perbedaan agama, atau
keyakinan yang tidak sesuai dengan kelompoknya sendiri. Kemudian
pada akhir fragmen keberagamaan disimpulkan pernyataan dari Efek
Rumah Kaca tentang penganut agama yang seharusnya penuh cinta
dan tidak pernah membedakan satu dengan yang lainnya.
2. Dalam fragmen keberagaman, lagi-lagi Efek Rumah Kaca ingin
menyalurkan kritikan dalam sebuah lagu. Pada bait awal fragmen
95 96
keberagaman, mereka berpendapat bahwa saat ini banyak orang yang
mengesampingkan rasa kemanusiaan demi kegiatan yang mereka sebut
membela agama, demi kepentingan akhirat, salah satunya dengan jalur
kekerasan. Oleh karena itu dalam bait berikutnya, mereka menyerukan
tentang keberagaman, pesan tentang nilai toleransi dalam
keberagaman, yaitu Efek Rumah Kaca menegaskan bahwa keragaman
adalah rahmat, dan tak perlu menabur benih kebencian untuk merusak
kerukunan. Menurut mereka semua manusia adalah sama, yaitu ciptaan
Tuhan, begitupun dengan keragaman budaya. Dan kelak segala
perbedaan akan dilebur, atau dikumpulkan menjadi satu. Seperti
halnya dalam ajaran Islam yang disebut yaumul mahsyar. Dan setelah
dikumpulkan, seluruh manusia akan dihitung amal perbuatannya oleh
Allah, yaitu yaumul hisab. Seluruh kebaikan dan keburukan manusia
akan dihisab baik buruknya, dan itu merupakan tugas Allah, dan
manusia tidak berhak untuk mencampurinya
Efek Rumah Kaca menggambarkan toleransi dalam lagu ini dengan cara membandingkan kasus intoleransi yang pernah terjadi di Indonesia dengan nilai toleransi keberagaman, agar pendengar mampu merenungkan apa yang tidak seharusnya kita lakukan kepada orang yang memiliki pandangan perbedaan dengan kita. Dalam lagu ini berulang-ulang Efek Rumah Kaca ingin menunjukkan bahwa keberagaman merupakan suatu keindahan yang sepatutnya kita syukuri. 97
Keseluruhan bait dalam lirik lagu Kuning yang menjadi objek
penelitian ini sarat akan pesan-pesan sosial dan agama, baik yang
berhubungan dengan masalah di masyarakat maupun problema yang terjadi
dan menerpa kehidupan masyarakat hingga membuat banyak pihak lupa
tentang pentingnya toleransi dalam sebuah negara yang memiliki
keberagaman budaya.
Tidak boleh ada seorang manusia pun yang boleh dituduh, dijadikan
sasaran perlakuan yang membedakan, atau ditindas, hanya karena ia adalah
seorang non muslim, atau memiliki perbedaan warna kulit. Allah-lah yang
memutuskan bahwa seseorang termasuk pada ras dan agama tertentu. Ia
membentuk manusia dengan cara yang paling sempurna. Tugas manusialah
untuk senantiasa adil, toleran, menghargai, kasih sayang dan berdamai dengan
setiap orang.
Dan yang terakhir instrumen leleng menjadi penutup lagu Kuning.
Meskipun tidak memiliki arti terhadap isi lagu, namun instrumen ini mampu
menjadi penutup yang sesuai dengan lagu dan juga album Sinestesia. Karena
instrumen ini bernada perpisahan, dan lagu Kuning merupakan lagu terakhir di
album Sinestesia sehingga mengajak pendengar untuk berpisah dengan album
Sinestesia dengan instrumen ini.
B. Saran
Terdapat beberapa hal yang penulis ingin sampaikan terkait dengan
penelitian ini: 98
1. Sebagai warga negara Indonesia yang memiliki keragaman suku
bangsa, ada baiknya kita untuk menanamkan nilai toleransi. Tidak
melakukan diskriminasi terhadap orang lain yang memiliki perbedaan
agama, suku, ras, dan sebagainya.
2. Dalam menyikapi lagu yang memiliki pesan sosial, kita hendaknya
lebih kritis dalam menginterpretasikan makna lagu, dan tidak hanya
mendengarnya saja. Sehingga kita mampu menerima pesan yang ingin
disampaikan pengarang lagu.
3. Disarankan kepada peneliti lain yang ingin melakukan penelitian
serupa, agar lebih banyak membaca dan menggali informasi-informasi
yang terdapat dalam masyarakat. Hal tersebut dilakukan agar kita bisa
lebih mudah memahami kode-kode kultural, makna konotasi dan mitos
yang digunakan dalam teks. Sehingga bisa meminimalisir
kesalahpahaman yang terjadi.
Karena dalam hal ini, pengarang lagu tidak akan menjelaskan makna
spesifik bait per bait dari lagu itu, karena hal itu akan membuat lagu itu
sulit untuk mendapatkan interpretasi lain dari orang yang
mendengarkan. Biasanya sang pengarang hanya memberikan latar
belakang fenomena yang menjadi latar belakang pembuatan lagu.
Selanjutnya peneliti lah yang menganalisa apakah lagu tersebut sesuai
dengan kondisi sebenarnya di masyarakat atau tidak. DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Masykuri. Pluralisme Agama dan Kerukunan dalam Keragaman. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2001. Aqil Husain Al-Munawar, Said. Fikh Hubungan Antar Agama. Jakarta: PT.
Ciputat Press, 2005. Al-Alim Al-Quran dan Terjemahannya Edisi Ilmu Pengetahuan Cetakan ke-10. Bandung: Mizan Media Utama, 2011 Bungin, Burhan. Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Kencana, 2007. Danesi, Marcel. Pesan, Tanda dan Makna. Yogyakarta: Jalasutra, 2010. Desyandri. Pendidikan seni musik humanis; suatu tinjauan konseptual. Padang: Universitas Negeri Padang, 2012. Hasyim, Umar. Toleransi dan Kemerdekaan Beragama dalam Islam Sebagai Dasar menuju Dialog dan Kerukunan Antar Umat Beragama. Surabaya: Bina Ilmu, 1979. Husein, Elidar. Jurnal Kajian Dakwah dan Kemasyarakatan. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2002. Kriyantono, Rachmat. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana, 2007. Kurniawan, Semiologi Roland Barthes. Magelang: Yayasan Indonesiatera, 2001. Madjid, Nurcholis dkk. Fiqih Lintas Agama. Jakarta: Paramadina, 2004. Malik Thoha, Anis. Tren Pluralisme Agama. Jakarta: Perspektif, 2005. Misrawi, Zuhairi. Alquran Kitab Toleransi. Jakarta : Pustaka Oasis, 2007. Morissan. Teori Komunikasi: Individu hingga massa. Jakarta: Kencana Premedia Group, 2014. Naim, Ngainun. Membangun Toleransi dalam Masyarakat Majemuk Telaah Pemikiran Nurcholis Madjid, Harmoni, Jurnal Multikultural dan Makna vol. 121 no. 2 Mei-Agustus 2013. Osborn, Kevin. Tolerance. New York: The Rosen Publishing Group, 1993. Poerwadarminto, W. J. S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1986. Shihab, Quraish. Tafsir Al-Misbah Cetakan VIII. Tangerang: Lentera Hati, 2007. Shuker, Roy. Key Concepts in Popular Music. Pschycology Press, 2002.
99 100
Sobur, Alex. Analisis Teks Media- Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001. Sobur, Alex. Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004.
Srie Kusumastutie, Naomi & Faturochman. Semiotika untuk Analisis Gender pada Iklan Televisi, Buletin Psikologi, Tahun XII, No. 2, 2004. Vera, Nawiroh. Semiotika Dalam Riset Komunikasi. Ghalia Indonesia, 2014. Wahyu Wibowo, Seto Indiawan. Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi. Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013. Warson Munawir, Ahmad. Kamus Arab Indonesia al-Munawir, Yogyakarta: Balai Pustaka Progresif, t.th. Yahya, Harun. Keadilan dan Toleransi dalam al-Quran. Jakarta: Iqra Insan Press, 2004. Yasir, Muhammad. Makna Toleransi Dalam Al-Qur’an. Jurnal Ushuludin Vol. XXII No. 2, Juli 2014. Yusuf Lubis, Akhyar. Dekonstruksi Epistemologi Modern. Jakarta: Pustaka Indonesia Satu, 2006.
Sumber Lain:
Rollingstone. Artikel diakses pada 19/6/2017 pada 12.45 WIB. http://www.rollingstone.co.id/article/read/2015/12/18/140505595/1093/setelah- tujuh-tahun-efek-rumah-kaca-merilis-album-terbaru-secara-digital
Rollingstone. Artikel diakses pada 18/7/2017 pada 13:31 WIB. http://www.rollingstone.co.id/article/read/2015/07/13/140502847/1093/efek- rumah-kaca-rilis-single-terbaru-pasar-bisa-diciptakan-
MTV. Artikel ini diakses pada 18/7/2017 pada 13:32 WIB. http://mtv.id/news/efek-rumah-kaca-mempersembahkan-pasar-bisa-dikonserkan/
Efekrumahkaca. .Artikel ini diakses pada 18/7/2017 pada 13:32 WIB. http://efekrumahkaca.net/en/news/erk-s-latest-news/item/763-press-release-single- putih-efek-rumah-kaca#.Vogh7UChPIU
Obrolanurban. Artikel ini diakses pada 18/7/2017 pada 13:34 WIB. http://obrolanurban.com/sesudah-itunes-efek-rumah-kaca-rilis-cd-sinestesia/ 101
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Kamus Versi Online dalam Jaringan. Diakses dari https://kbbi.web.id/.
Wawancara peneliti melalui [email protected] diakses pada 14-12-2017 https://id.wikiquote.org/wiki/Tong_kosong_nyaring_bunyinya diakses pada tanggal 20 Maret 2018
Almanhaj. Artikel ini diakses pada 28/03/2018 pada pukul 17:40 WIB. https://almanhaj.or.id/3707-bilamana-hari-kebangkitan-tiba-2.html
Lorongmusik. Artikel ini diakses pada 18/7/2017 pada 13.26 WIB. http://www.lorongmusik.com/2013/03/biography-efek-rumah-kaca.html
Warningmagz, Artikel ini diakses pada 19/7/2017 13.29 WIB. http://www.warningmagz.com/2015/12/31/indonesian-album-of-the-year-ii/ LAMPIRAN
1. Lirik lagu Kuning Keberagamaan Lirik: Adrian Lagu: Cholil
Tentang nubuat mencerahkan Berlabuh dalam keheningan Menyapa dalam keramaian Pada batas yang dirasakan Resah
Manusia mengonsepsi tuhan Bernaung di dalam pikiran Mencari setiap jejakNya Mengulas semua kehendakNya Apa wujudnya Apa misinya
Manusia menafikan tuhan Melarang atas perbedaan Persepsi dibelenggu tradisi Jiwa yang keruhpun bersemi Nihil maknanya Hampa surganya Hampa
Karena cinta bersemayam dalam jiwa
102 103
Keberagaman Lirik: Adrian dan Cholil Lagu: Adrian, Akbar dan Cholil
Terjerembap demi akhirat Akalnya lenyap, hati berkarat
Hati berkarat, cacat, pekat, jahat
Beragam, berwarna Lestarilah tumbuhnya Bermacam agama Dipancarkan cintanya Semua bertautan
Nihilis, Humanis Dilebur harapannya Yang hening, Yang bising Diserap hakikatnya Semua dihisabnya, sebab akibatnya
Bila matahari sepenggal jaraknya Padang yang luas tak ada batasnya Berarak beriringan Berseru dan menyebut ….Dia..
Credit: Adrian: Bas, Keyboard, Vokal Latar Akbar: Drum & Vokal Latar Cholil: Gitar, Piano, Vokal & Vokal Latar Wahyu Hidayat: Flute M. Asranur: Piano Khansa Novriandra: Vokal Latar Farrah Diva Risani: Vokal Latar Fani Suci Pradita: Vokal Latar
Leleng oleh Suku Dayak Kenyah, Samarinda 2. Artikel dan pemberitaan terkait kasus intoleransi dan radikalisme di Indonesia 104
a. Kasus radikalisme atas nama agama1
1 Mohammad Saifulloh, “Radikalisme Atas Nama Agama Jadi Ancaman Bersama”, Diakses pada tanggal 8 Maret 2018 dari https://news.okezone.com/read/2015/04/28/337/1141187/radikalisme-atas-nama-agama- jadi-ancaman-bersama 105 b. Kasus kekerasan atas nama agama yang terjadi di Indonesia2
c. Kasus kekerasan atas nama agama di Tanjung Balai3
2 ALI/ANT, “Kekerasan Atas Nama Agama Masih Meningkat”, diakses pada 8 Maret 2018 dari situs www.hukumonline.com/berita/baca/lt4fcb8b567941d/kekerasan-atas-nama-agama-masih- meningkat 106
3 Is Widodo, “Kronologi dan Penyebab Awal Kerusuhan SARA di Tanjungbalai”, diakses pada 8 Maret 2018 dari situs jateng.tribunnews.com/2016/07/31/kronologi-dan-penyebab-awal-kerusuhan-sara-di-tanjungbalai 107
3. Lampiran Wawancara a. Email pertanyaan dari peneliti
b. Jawaban dari Cholil, melalui email Efek Rumah Kaca
c. Teks wawancara peneliti beserta jawaban wawancara dari Cholil ERK
TRANSKRIP WAWANCARA EFEK RUMAH KACA 108
1. Dalam album sinestesia ini setiap lagu dibagi ke dalam beberapa fragmen atau bagian.
Apa yang menjadi alasan dibuatnya bagian bagian dalam setiap lagu dalam album ini?
Kami hanya ingin mencoba hal yang belum pernah kami lakukan di album-album
kami sebelumya. Kebetulan, kami sangat menyukai musik Progressive Rock, yang
mana biasanya lagu-lagunya berdurasi panjang dan setiap lagu terdiri dan beberapa
sub lagu.
2. Bagaimana Efek Rumah Kaca memandang kondisi keberagaman dan keberagamaan
di Indonesia?
Seperti yang kami tulis di lagu Kuning itu, makin lama sepertinya kita makin mudah
berlaku intoleran. Banyak yang merasa sudut pandang mereka adalah yang paling
benar, yang lain salah dan tidak layak untuk hidup. Kondisi ini jika dibiarkan akan
sangat berbahaya.
3. Bisa tolong jelaskan, makna spesifik pada setiap bagian dalam lagu kuning? Dalam
bagian keberagamaan dan keberagaman menceritakan makna tentang apa?
Saya tidak akan menjelaskan makna spesifik bait per bait dari lagu itu, karena hal itu
akan membuat lagu itu sulit untuk mendapatkan interpretasi lain dari orang yang
mendengarkan.
Keberagamaan
Tentang nubuat mencerahkan Berlabuh dalam keheningan 109
Menyapa dalam keramaian Pada batas yang dirasakan Resah
Menggambarkan tanda-tanda kebesaran Tuhan dan merasakan kehadiranNya.
Manusia mengonsepsi tuhan Bernaung di dalam pikiran Mencari setiap jejakNya Mengulas semua kehendakNya Apa wujudnya Apa misinya
Memikirkan tentang apa itu Tuhan, dan mempelajariNya.
Manusia menafikan tuhan Melarang atas perbedaan Persepsi dibelenggu tradisi Jiwa yang keruhpun bersemi Nihil maknanya Hampa surganya Hampa
Muncullah orang-orang yang merasa bisa menjadi wakil Tuhan dengan menghakimi keyakinan orang lain yang tidak sepaham dengan mereka.
Karena cinta bersemayam dalam jiwa Penganut agama seharusnya penuh cinta.
Keberagaman
Terjerembap demi akhirat Akalnya lenyap, hati berkarat Hati berkarat, cacat, pekat, jahat
Banyak orang-orang seperti di atas, belakangan ini.
Beragam, berwarna Lestarilah tumbuhnya Bermacam agama Dipancarkan cintanya Semua bertautan
Nihilis, Humanis 110
Dilebur harapannya Yang hening, Yang bising Diserap hakikatnya Semua dihisabnya, sebab akibatnya
Perbedaan adalah rahmat. Biarlah Tuhan menjalankan tugasnya menimbang baik buruk seseorang.
Bila matahari sepenggal jaraknya Padang yang luas tak ada batasnya Berarak beriringan Berseru dan menyebut ….Dia..
Suasana di Padang Mahsyar (Lirik adalah saduran dari Hadits Muslim). Berseru menggambarkan kondisi seseorang yang menyerukan puji syukur kepada Allah berkat nikmat Allah sesuai amal baik mereka saat di padang mahsyar. Sedangkan bila amalan mereka buruk, maka yang disebut menyebut nama-Nya adalah berupa rintihan memohon pertolongan kepada Allah atas siksaan yang mereka dapat di padang mahsyar
4. Mengapa bagian akhir dalam lagu kuning disisipkan instrumen “leleng” dari suku
Dayak? Apakah ada kesan tersendiri bagi ERK atau mas Cholil terkait instrumen ini?
Kami merasa secara nada, lagu Leleng, yang kami rekam secara live pada upacara
adat di Desa Pampang, Dayak, cukup pas untuk disandingkan dengan lagu Kuning.
Lagunya sendiri kami sangat suka. Lagu Leleng bercerita tentang perpisahan, yang
mana jadi sangat cocok dengan konstruksi album Sinestesia, karena Leleng menempel
pada lagu Kuning yang menjadi lagu terakhir di album Sinestesia.
5. Dalam fragmen keberagamaan, digambarkan tentang golongan orang yang gemar
“mengonsepsi Tuhan”, dan “menafikan Tuhan”. Bagaimana tanggapan kalian tentang
golongan manusia ini? 111
Yang kami maksud dengan “Mengonsepsi Tuhan” adalah orang-orang yang
mempunyai konsep tentang Tuhan di dalam pikirannya, bahwa Tuhan Yang Maha
Kuasa dan Maha Pencipta. Lalu kita mempelajari Tuhan dan sifat-sifatnya tanpa harus
menjadi Tuhan.
Yang kami maksudkan dengan “Menafikan Tuhan” adalah orang yang menyingkirkan
Tuhan, merasa dirinya Tuhan, mengambil sifat-sifat Tuhan ke dalam dirinya untuk
menghukum orang-orang yang tidak sepaham dengan dirinya.
Tanggapan: Menurut kami, golongan orang-orang yang “Mengonsepsi Tuhan” akan
membawa kita kepada toleransi, dan golongan orang-orang yang “Menafikan Tuhan”
akan menyuburkan intoleransi, dan ini sepertinya sedang marak di Indonesia.
6. Lagu kuning dalam album sinestesia (menurut saya) mengangkat tentang tema
toleransi mengenai keberagaman di Indonesia. Dan disaat yang sama, beberapa waktu
lalu atau mungkin hingga sekarang di Indonesia khususnya Jakarta sedang ramai
dibahas tentang kurangnya nilai toleransi. Bagaimana tanggapan ERK terkait hal ini?
Kami merasakan hal yang sama. Banyak kasus kekerasan berbasiskan agama yang
terjadi belakangan ini, antara berbagai pihak yang sebelumnya hidup berdampingan
dan tidak pernah ada masalah. Bibit-bibit kebencian disebar di mana-mana, dunia
nyata maupun media sosial sehingga menular ke berbagai lapisan masyarakat.
Seharusnya benih-benih cinta yang ramai dikhotbahkan di masyarakat sehingga kita
bisa hidup damai berdampingan dengan berbagai golongan yang berbeda.
7. Karena lagu Kuning diciptakan sebelum ramai masalah tentang kasus intoleran
tersebut (mengacu kasus pertanyaan no. 6), seakan lagu ini “meramal” kejadian yang 112
sedang ramai ini. bagaimana tanggapan kalian? Atau apakah memang ada kasus
serupa sebelum kasus intoleran dalam pilkada Jakarta yang menginspirasi ERK untuk
menciptakan lagu ini? (pertanyaan ini mengacu pada latar belakang penciptaan lagu
ini).
Saya pikir banyak kasus intoleransi (Ahmadiyah, Syiah, Gereja Yasmin dll) sebelum
lagu Kuning dibuat, sehingga lagu Kuning bukan ramalan melainkan opini dari kami
tentang situasi intoleransi tersebut. Hal tersebut terasa seperti ramalan karena sejak
lagu tersebut diedarkan, kasus intoleransi makin menjadi-jadi sehingga seperti sudah
meramalkan, padahal yang terjadi adalah kasus intoleransi berulang terus-menerus
dan semakin parah.
8. Melihat banyaknya fans ERK di indonesia ini, seberapa optimiskah kalian bisa
menyebarkan semangat toleransi dalam lagu ini?
Kami tidak merasa memiliki banyak fans, tapi kalau optimisme bahwa lagu bisa
berperan untuk menyebarluaskan semangat toleransi, kami optimis.
9. Saran dan tanggapan kalian agar tercipta kerukunan dalam keberagaman serta
keberagamaan di Indonesia ini seperti apa?
Semoga kita semua tidak merasa paling benar, dan tidak memaksakan kebenaran yang
kita percaya kepada orang lain.
10. Pesan dan kesan untuk musik Indonesia ke depan? 113
Semoga pemusiknya makin berani eksplorasi dan eksperimen sehingga musiknya
makin variatif.
P.S. Jika ada tanggapan dari ERK/mas Cholil tentang lagu kuning atau isu toleransi yang tidak ada di daftar pertanyaan, boleh juga disampaikan.
Terima kasih banyak atas waktu dan ketersediannya untuk menjawab pertanyaan dari saya. Sukses untuk Efek Rumah Kaca dan juga projek Pandai Besi ke depannya. Semoga bisa secepatnya bikin album lagi. Hehehe.
Wassalamualaikum Wr. Wb.