Tradisi Sakral Dan Tradisi Populis Dalam Masyarakat Muslim Di Indramayu
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Tradisi Sakral dan Tradisi Populis dalam Masyarakat Muslim di Indramayu Frenky Mubarok Sekolah Tinggi Agama Islam Pangeran Dharma Kusuma Segeran Indramayu [email protected] Disubmit: (14 Juli 2020) | Direvisi: (27 Juli 2020) | Disetujui: (18 Agustus 2020) Abstract Society cannot be separated from the traditions within it. One of the elements that make up this tradition is the existence of religion which is a community belief. For the people of Java - Indramayu tradition is not only sacred but also populistly packaged so that it can influence the social and economic development of the community. This study aims to explain the form of the development of sacred and populist traditions within the Indramayu community and their influence on the society itself. This study uses descriptive analytical methods taken from the literature and data processing field that the authors get. So that the scope of this research is more focused, the authors limit the discussion of this research to the traditions of circumcision, apostleship and the procession depok. The results of this study are that there is an ambivalence in the relationship between the sacred tradition and the populist tradition within the Indramayu community. This is because even though the Indramayu community stares to maintain their faith in religion by preserving traditions that are of sacred value, they remain open to populist cultures that provide opportunities for ethical and moral violations within religion. Nevertheless in their position in society, these two traditions go hand in hand and even complement each other. Key words: arak-arakan depok, rasulan, sunatan, populist tradition, sacral taditions Abstrak Masyrakat tidak dapat dilepaskan dengan tradisi yang ada di dalamnya. Salah satu unsur yang membentuk tradisi tersebut adalah keberadaan agama yang menjadi keyakinan masyrakat. Bagi masyarakat Jawa – Indramayu tradisi tidak hanya bersifat sakral namun juga dikemas secara populis sehingga dapat berpengaruh dalam perkembangan sosial dan ekonomi masyrakatnya. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bentuk perkembangan tradisi sakral dan tradisi populis di dalam masyrakat Indramayu dan pengaruhnya bagi masyrakat itu sendiri. Penelitian ini 25 Frenky Mubarok, Tradisi Sakral dan Tradisi Populis dalam Masyarakat Muslim di Indramayu menggunakan metode deskriptif analitis yang diambil dari literatur maupun pengolahan data lapangan yang penulis dapatkan. Agar cakupan penelitian ini lebih terfokus maka penulis membatasi pembahasan penelitian ini pada tradisi sunatan, rasulan dan arak-arakan depok. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa terdapat ambivalensi dalam relasi antara tradisi sakral dan tradisi populis di dalam masyrakat Indramayu. Hal tersebut karena meskipun masyarakat Indramayu tatap memelihara keyakinannya terhadap agama dengan menjaga tradisi-tadisi yang bernilai sakral, akan tetapi tetap terbuka terhadap budaya populis yang memberikan peluang terjadinya pelanggaran etika dan moral yang ada di dalam agama. Meskipun demikian dalam kedudukannya di masyarkat, kedua tradisi ini berjalan beriringan bahkan saling melengkapi. Kata Kunci: arak-arakan depok, rasulan, sunatan, tradisi populis, tadisi sakral. Pendahuluan Ajaran Islam dalam perkembangannya selalu mengikuti kondisi masyarakat tempat agama diaktualisasikan. Penelitiaan tentang Islam dan masyrakat penganutnya merupakan bagian dari kajian antropologi Islam. Artikel ini merupakan salah satu kajian dalam upaya mengembangkan skema besar kajian antropologi Islam yang bersumber dari perilaku sehari-hari masyrakat Muslim (grand scheme and everyday life: anthropology of everyday Islam). Adapun tokoh-tokoh yang memiki peran penting dalam kajian atroplogi Islam diantaranya adalah Talal Asad yang dalam kajian atropologinya mengajukan apa yang disebut dengan Islam sebagai tradisi diskursif. Asad menekankan bahwa para antropolog seharusnya dapat melihat fenomena antroplogi Islam, sebagai penalaran khas umat Islam dalam berhubungan dengan teks-teks otoritatif seperti al-Qur’an dan hadits. Selain itu Michael Lambek, Charles Hirschkind, Saba Mahmood dan Samuli Schielke juga menyoroti subjektivitas, agama, dan moralitas yang merupakan salah satu topik utama dalam antropologi masyarakat Muslim. (Schielke, 2009) Dalam artikel ini penulis mengunakan pendekatan yang dipakai oleh Schielke yang dalam antropologi moralitasnya lebih memfokuskan pada masalah ambivalensi dan fragmentasi, daripada berfokus pada kode, perintah, dan pelarangan. Dengan pendekatan Schielke ini, maka kajian akan lebih memusatkan perhatian pada cara- cara di mana kepribadian dan tanggung jawab moral diciptakan dan dipraktikkan. Adapun objek kajian dalam artikel ini adalah tradisi yang dilakukan oleh masyrakat Muslim di kabupaten Indramayu. Islam bagi masyarakat Jawa-Indramayu merupakan bagian integral dari kebudayaan masyarakat setempat. Sebagai identitas, Islam tetap memiliki sakralitas tersendiri dalam masyarakat Indramayu, meskipun pada pelaksanaan sehari-hari tidak semua orang yang mengaku Islam melaksanakan ajaran agamanya dengan kesalehan yang tinggi. Jarak yang dekat dengan pusat peradaban Islam klasik di Jawa Barat, yakni Kesultanan Cirebon, menjadikan masyarakat Indramayu memiliki ikatan yang sangat Frenky Mubarok, Tradisi Sakral dan Tradisi Populis dalam 26 Masyarakat Muslim di Indramayu kuat dengan agama Islam sejak empat abad yang lalu. Selain merupakan pusat kebudayaan, Cirebon juga merupakan pusat otoritas keagamaan di mana banyak pesantren-pesantren di sana yang memiliki sejarah yang sangat panjang dalam penyebaran dan pengajaran agama Islam di wilayah sekitarnya, tidak terkecuali di wilayah Dharma Ayu Nagari atau yang sekarang lebih di kenal dengan kabupaten Indramayu. Kedekatan dengan tradisi-tradisi budaya dan kegamaan yang merupakan otoritas dalam peradaban Islam di wilaah pantura Jawa Barat, semakin menguatkan bahwa Islam merupakan identitas yang melekat bagi masyarakat Indramayu. Letak kabupaten Indramayu yang berada di pantai utara (jalur pantura) pulau Jawa merupakan jalur perdagangan yang menghubungkan kota-kota besar di pulau Jawa dari Jakarta hingga Surabaya, menjadikan masyarakat Indramayu sering berinteraksi dengan pejalan dari luar daerah. Kehidupan di jalur pantura dan profesi nelayan yang cenderung bebas, serta peredaran minuman beralkohol di sepanjang jalur pantura, mengakibatkan masyarakat Indramayu memiliki watak yang keras dan materialis. Salah dampak dari situasi masyarakat ini adalah banyak terjadinya kegagalan dalam pernikahan di kabupaten Indramayu yang disebabkan oleh krisis karakter seperti penjudi, pemabuk, dsb. (Jones, Asari & Djuartika, 1994) Selain berbatasan dengan Cirebon dan dilewati jalur pantura, Indramayu juga dikelilingi oleh wilayah yang merupakan penutur bahasa Sunda, seperi Majalengka, Kuningan, Sumendang, dan Subang. Kerenanya di beberapa wilayah perbatasan antara kabupaten-kabupaten tersebut, biasanya merpakan penutur bahasa bilingual yakni Sunda dan Jawa-Dermayon. Selain pertukaran bahasa, dalam bidang kesenian pun pertukaran budaya masiv dilakukan. Inilah yang menjadikan Indramayu menjadi daerah mleting pot, yang memadukan berbagai unsur kebudayaan dalam masyarakatnya. Hal ini juga merupakan tanda bahwa masyarakat Indramayu adalah masyarakat yang terbuka dan liberal. Salah satu kesenian yang merupakan adaptasi dari luar Indramayu adalah Sisingaan yang merupakan kesenian asli kabupaten Subang. Dalam setiap pertunjukannya, kesenian Sisingaan di kedua wilayah ini selalu mendapatkan antusiasme yang sangat tinggi dari masyarakat setempat. Perkembangan kesenian ini semakin didukung oleh meningkatnya permintaan masyarakat untuk menjadi penghibur dalam tradisi sunatan dan rasulan. Adapun tradisi sunatan dan rasulan ini merupakan salah satu bentuk dari upacara slametan yang juga merupakan aktualisasi budaya dalam upaya pelaksanaan rukun Islam yang pertama. Dengan demikian tadisi ini mengandung unsur-unsur religius yang sakral dalam pelaksananya. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, arkiel ini akan menguraikan keterkaitan antara kesenian Sisingaan yang orang Indramayu menyebutnya Arak-arakan Depok dengan tradisi Sunatan dan Rasulan di Kabupaten Indramayu. Penelitian ini menggunakan menggunakan pendekatan sejarah dan studi lapangan dengan melakukan dialog dan atau wawancara dengan beberapa tokoh yang memiliki kedekatan dengan objek yang penulis kaji. Frenky Mubarok, Tradisi Sakral dan Tradisi Populis dalam 27 Masyarakat Muslim di Indramayu Penelitian ini didasarkan pada rekonstruksi budaya yang memiliki nilai-nilai filosofis religius menjadi budaya populis yang tidak lagi mengindahkan nilai-nilai yang telah dibangun sebelumnya. Transformasi budaya juga terjadi pada upacara sunatan dan rasulan yang ada di kabupaten Indramayu, yang pada dasarnya merupakan tradisi yang memiliki nilai-nilai religius yang sakral akan tetapi kemudian disatukan dengan budaya populis yang hanya berorientasi pada nilai-nilai materialis. Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan sejarah dan pendekatan lapangan sekaligus. Peneliti berusaha untuk menjembatani kesenjangan antara dua pendekatan ini, dengan bertujuan untuk melakukan pensejajaran antara perspektif historis dan empiris sehingga dapat menjelaskan pemahaman yang realistik tentang perkembangan dan prakik kebudayaan Islam di kabupaten Indramayu. Secara normatif tradisi sunatan muncul dari kewajiban khitan, yakni memotong ujung kulit luar kemaluan dalam ajaran Islam. Tradisi sunatan juga merupakan bentuk pelaksanaan rukun Islam pertama yakni mengucapkan kalimat