1 / 3

Table of Contents

No. Title Page 1 Formation of Colonial Society in the Philippine Islands until the end of the 19th 100 - 114 Century 2 Cancellation of Lease Land In Vorstenlanden 1823: Case Cons Lex Rei Sitae 115 - 125 3 On the Symbolic meanings remains of inscription Sriwijaya in Palembang 126 - 136 4 Javanese Muslims, City People: Cultural Values ​​in Education Javanese 137 - 151 Muslim Family In Surabaya Post-Colonial 5 Constructing national identity in – experience for Europe 152 - 166 6 The Contestation on Political and Social Context of Post-Soeharto’s 167 - 181 Indonesian Film Industry 7 GENDER REPRESENTATION Tales INDONESIAN CHILD WORKS AUTHOR 182 - 197 SERIES KKPK 8 MODEL DEVELOPMENT POTENTIAL OF COMMUNITY-BASED ECOTOURISM 198 - 207 rural 9 RELATIONS AND FUNCTIONAL ANALYSIS OF EFFECT ON ANTARFAKTOR 208 - 219 acquisition ENGLISH COMPETENCE OF SECONDARY SCHOOL TEACHERS Mathematics in international STATE EAST

2 / 3

Vol. 14 - No. 2 / 2014-01 TOC : 4, and page : 137 - 151

Javanese Muslims, City People: Cultural Values ​​in Education Javanese Muslim Family In Surabaya Post-Colonial

Muslim Jawa, Orang Kota: Nilai-Nilai Budaya Jawa Dalam Pendidikan Keluarga Muslim Di Kota Surabaya Pasca Kolonial

Author : Drs. Muryadi, M. IP | Fakultas Ilmu Budaya Arya W. Wirayuda, S. Hum., M.A. | Fakultas Ilmu Budaya

Abstract

Integration of Javanese cultural values ​​in Muslim families in the post-colonial Surabaya is a part of a balance between the western model of formal education and Islam. This process is one way for people to strengthen cultural understanding and identity of the Javanese culture which proned to Arek, besides often played as Islam insists on the children. The values of ​​Javanese Muslim families engaged dynamically in education. There are some fix meaning, while another had changed. Javanese Muslim families in the city has become a medium for the diversity of interpretation of Islamic practice. This paper discusses the role of Javanese values in forming mentality, which applied in a Muslim family in the city of Surabaya by historical method.

Keyword : Surabaya, value, families, ,

Daftar Pustaka : 1. Muhammad Idrus, (2012). “Pendidikan Karakter Pada Keluarga Jawa― dalam Jurnal Pendidikan Karakter. Yogjakarta : Universitas Negeri Yogyakarta.

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) 3 / 3 MUSLIM JAWA, ORANG KOTA: NILAI-NILAI BUDAYA JAWA DALAM PENDIDIKAN KELUARGA MUSLIM DI KOTA SURABAYA PASCA KOLONIAL

Muryadi*) dan Arya W. Wirayuda #)

Abstract #IT@BR6TDPI PA $6V6I@S@ 8UGTUR6G V6GU@S aDI 'USGDH A6HDGD@S DI TC@ QPST8PGPID6G 2UR676Y6 DS 6 Q6RT PA 6 76G6I8@ 7@TW@@I TC@ W@ST@RI HP9@G PA APRH6G @9U86TDPI 6I9 #SG6H 3CDS QRP8@SS DS PI@ W6Y APR Q@PQG@ TP STR@IBTC@I 8UGTUR6G UI9@RST6I9DIB 6I9 D9@ITDTY PA TC@ $6V6I@S@ 8UGTUR@ WCD8C QRPI@9 TP R@F" 7@SD9@S PAT@I QG6Y@9 6S #SG6H DISDSTS PI TC@ 8CDG9R@I 3C@ V6GU@S PA a$6V6I@S@ 'USGDH A6HDGD@S @IB6B@9 9YI6HD86GGY DI @9U86TDPI 3C@R@ 6R@ SPH@ ADX H@6IDIB" WCDG@ 6IPTC@R C69 8C6IB@9 $6V6I@S@ 'USGDH A6HDGD@S DI TC@ 8DTY C6S 7@8PH@ 6 H@9DUH APR TC@ 9DV@RSDTY PA DIT@RQR@T6TDPI PA #SG6HD8 QR68TD8@ 3CDS Q6Q@R 9DS8USS@S TC@ RPG@ PA $6V6I@S@ V6GU@S DI APRHDIB H@IT6GDTY" WCD8C 6QQGD@9 DI 6 'USGDH A6HDGY DI TC@ 8DTY PA 2UR676Y6 7Y CDSTPRD86G H@TCP9

Keywords Surabaya, value, Java, families, Muslims

Abstrak #IT@BR6SD IDG6DIDG6D 7U96Y6 $6W6 96G6H F@GU6RB6 'USGDH 9D %PT6 2UR676Y6 Q6S86 FPGPID6G H@RUQ6F6I 76BD6I 96RD Q@RDH76IB6I Q@I9D9DF6I APRH6G HP9@G 76R6T 96I #SG6H 0RPS@S DID H@IE69D 6GT@RI6TDA 76BD H6SY6R6F6T UITUF H@IBU6TF6I Q@H6C6H6I 96I D9@ITDT6S F@7U96Y66I$6W6 Y6IB 7@RF@8@I9@RUIB6I Q696 7U96Y6 R@F" S@G6DI S@RDIBF6GD EUSTRU 9DBUI6F6I S@76B6D H@I@B6SF6I F@DSG6H6I Q696 6I6F6I6F (DG6DIDG6D $6W6 7@RB@R6F 96G6H Q@I9D9DF6I F@GU6RB6 'USGDH S@86R6 9DI6HDS 96 7@7@R6Q6 Y6IB H6FI6IY6 T@T6Q" T@T6QD 696 EUB6 Y6IB H6FI6IY6 H@IB6G6HD Q@RU76C6I %@GU6RB6 $6W6 Y6IB 7@R6B6H6 #SG6H 9D FPT6 DID H@IE69D W696C 76BD F@R6B6H6I T6ASDR 6T6S #SG6H UITUF 9DQR6FT@FF6I 3UGDS6I DID H@H76C6S Q@R6I IDG6DIDG6D $6W6 Y6IB 9DT@R6QF6I 9D F@GU6RB6 'USGDH 9D %PT6 2UR676Y6 96G6H Q@H7@ITUF6I H@IT6GDT6S 9@IB6I H@IBBUI6F6I H@TP9@ S@E6R6C

Kata Kunci: Surabaya, nilai, Jawa, keluarga, Muslim

PENDAHULUAN panjang (Basundoro, 2012). Islam yang Sejak sekitar permulaan abad ke- tampil dengan berbagai wajah pada 20, identitas warga Surabaya selalu gilirannya mampu mendapat masing- terkait dengan cara mereka bersentuhan masing tempatnya tersendiri di mata dengan berbagai kebudayaan seperti dari masyarakat. Eropa, Madura, Arab, India, Tionghoa, Perbedaan yang mempunyai Melayu, Bugis dan tentu saja Jawa. Jika masing-masing klaim tentang bangunan dilihat basis keagamaannya, keluarga kebenaran menurut Islam biasanya tidak Muslim di kota ini terdapat di beragam lepas dari persaingan perebutan etnis tersebut. Mereka berinteraksi pengaruh di masyarakat.Kaum yang membentuk jaringan unik tersendiri bagi menganggap dirinya ortodoks tidak perekatan mentalitas yang terbangun hanya harus melawan paganisme dan sejak masing-masing kelompok etnis takhayul setempat, tetapi juga berbagai memutuskan untuk menjadi bagian dari bentuk yang dianggap sebagai warga kota dalam kurun waktu yang penyimpangan dari pesaingnya. Masing-

*) Departemen Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, Jl Darmawangsa Dalam Selatan Surabaya  Departemen Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, Jl Darmawangsa Dalam Selatan Surabaya

137 'USGDH $6W6" )R6IB %PT6

masing kelompok sering pula mengacu BUDAYA J AWA DAN I SLAM pada model-model yang tidak berasal PERKOTAAN dari fokus tradisi masyarakat lokal Perbedaan paham menjadi hal (Lombard, 2005: 340). yang lazim terjadi dalam beberapa Etnis Jawa yang beragama Islam dekade ketika mentalitas Jawa berbaur merupakan suatu kekhususan tersendiri dengan ciri keislaman. Terdapat di Kota Surabaya. Pembentukan mental beberapa golongan yang taat secara kolektif di kota lalu berkaitan melaksanakan ajaran Islam, tapi adapula dengan bagaimana mereka tetap yang sebaliknya. Begitu juga dengan menjaga identitas kebudayaan Jawa. simbol-simbol keagamaan berikut Interaksi antara kebudayaan Jawa dan pendidikan di dalam keluarga yang Islam yang berkembang dan mengakomodasi antara nilai-nilai Jawa terinterpretasi sedemikian rupa di alam dan nilai-nilai Islam. Arek Surabaya mentalitas masyarakat di kota yang dikenal dengan gaya terbuka (7G6F menggantungkan sepenuhnya kepada 7G6F6I) dalam bersikap, jujur, tanpa kelompok masyarakat (Lombard, 2005: basa-basi (T@9@IB 6GDIB6GDIB ), berikut 340). Secara umum, etnis terbesar di berkeinginan kuat, merasa bebas dari Kota Surabaya adalah orang Jawa. kewajiban sosial dan kewajiban lain, Karena memiliki jumlah yang besar, cenderung bereaksi secara keras jika (Sugiarti, 2009) kondisi sosial budaya ditekan, penyuka bisnis, dan pekerja Kota Surabaya ditentukan pula oleh keras (Frederick, 1989: 8) memberikan sederet ekspresi mentalitas yang mereka jaminan bahwa praktik keagamaan yang lakukan. Mereka tidak hanya yang dianutnya berbeda dengan daerah lain. berasal dari warga “asli”, melainkan juga Identitas Jawa yang diartikulasikan beberapa di antaranya berasal dari luar melalui bahasa sehari-hari dan upacara- Surabaya atau yang merupakan upacara tertentu mengisyaratkan bahwa keturunan dari hasil perkawinan lintas terdapat percampuran yang berarti etnis. Arek Surabaya, yang demikian ini dalam cara pandangan warga Surabaya biasa disebut, tetap mendominasi dalam yang beragama Islam. Kondisi yang hal jumlah dan peran yang berada di demikian menimbulkan konsekuensi Surabaya tidak hanya di masa kolonial, bahwa penggolongan sosial yang melainkan juga pada masa-masa bertumpu pada analisa tentang tingkat sesudahnya. Jumlah arek Surabaya yang keislaman di Surabaya dapat dibagi pula beretnis Jawa dan beragama Islam yang menjadi keluarga abangan dan santri terbangun sebelumnya ini melahirkan (Lihat Geertz, 1981). beberapa perubahan tersendiri, Islamisasi bergeliat dalam sekalipun beberapa elemen di dalamnya dinamikanya tersendiri. Selain tetap dalam posisinya. berhubungan dengan pentradisian Penelitian ini membahas peran masyarakat kepada anak-anak mereka nilai-nilai Jawa yang diterapkan di untuk menganut Islam, proses keluarga Muslim di Kota Surabaya pencampuran dengan kebiasaan pra dalam pembentukan mentalitas dengan Islam memperoleh bentuk yang menggunakan metode sejarah. Secara beragam. Orang Surabaya, terutama temporal, penelitian ini ditujukan pada yang tinggal di kampung kota, tidak pasca kolonial. Pemilihan batasan lebih kuat menjalankan tradisi penelitian ditujukan untuk melihat peran sebagaimana di pedesaan, sekalipun nilai-nilai Jawa yang diterapkan di beberapa kampung tetap keluarga Muslim di Kota Surabaya mempertahankan beberapa kebiasaan dalam pembentukan mentalitas. seperti penghormatan kepada leluhur kampung dalam bentuk yang berbeda. Beberapa di antara kebiasaan arek

138 MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 14, No.2 Juli - Desember 2013: 100 - 219

Surabaya juga karena pengaruh “luar” kemerdekaan terjadi dalam rentang atau terkait dengan hubungan antara yang panjang. Dapatlah disebutkan warga yang “asli” dan tidak, sehingga bahwa pada tahun 1970, sebanyak 84 menimbulkan kenyataan yang dinamis. persen warga Kota Surabaya Sebagai contoh, orang-orang Jawa menggunakan bahasa Jawa, baik di Tengah yang sering mendapat perlakuan ranah domestik atau publik. Komposisi kasar dari arek Surabaya, meskipun penggunaan bahasa seperti ini pun tidak mereka masih bisa berbaur dengan baik. mengalami perubahan yang signifikan (Frederick, 1989: 9, 18-19). dalam beberapa dekade. Penggunaan Pada masa kemerdekaan, media bahasa Indonesia di dalam keseharian massa juga menjadi ajang yang penting masyarakat di kota Surabaya pada tahun untuk berdebat, di mana pondasi 1995, misalnya hanya dimanfaatkan kebudayaan nasional yang lepas dari oleh sebagian kecil warga, sekalipun beban kolonial digali dan beragam mereka dapat menggunakannya yakni pilihan budaya pun diangkat untuk diuji hanya 17 persen warga. Pada tahun (Bogaerts, 2011: 257). Di kota Surabaya 1980, kebiasaan penggunaan bahasa penyebaran nilai-nilai budaya Jawa di Indonesia dalam konteks yang sama keluarga Muslim didukung oleh tidak begitu ditingkatkan sehingga penyebaran majalah 06IE@76R hanya 20 persen dari jumlah total warga 2@H6IB6T. Majalah ini, selain berisi yang memanfaatkannya (Dick, 2002: tentang beberapa nilai Jawa, juga 127-129). memuat beberapa berita tentang Kota Surabaya memang telah momentum yang berhubungan dengan terbentuk menjadi masyarakat umat Islam dan ajaran Islam (Lihat multiagama, (Noordjannah, 2010: 54- 06IE@76R 2@H6IB6T , 8/7/1978; 55) dan multi etnis, (Basundoro, 2012a) 15/7/1978; 29/7/1978; 12/7/1978). sekalipun setelah tahun 1965, isu untuk Mendapat masukan yang demikian lebih memperkokoh dan memperbaiki sebagaimana representasi dari dasar akidah Islam kian meningkat pertemuan pertemuan budaya Jawa dan sebagaimana yang terjadi secara umum Islam (Arab), majalah yang berbahasa di Indonesia (Ricklefs, 2007: 576). Jawa ini kian menegaskan kejawaan di Peningkatan penduduk bumiputra di masyarakat. Oplah dari majalah ini tiap Surabaya pada masa kemerdekaan, tahun terus meningkat sejak masa (Basundoro, 2012b:45) memberi ruang kemerdekaan, hingga pada gilirannya dalam penguasaan basis-basis sosial merosot tajam pada 1963 (Agustin, yang tidak lagi berhadapan dengan 2011:33-34). Tanda-tanda pertahanan kekuasaan kolonial yang selalu dari kelompok yang mempertahankan diidentifikasi sebagai bagian dari budaya “asli” Jawa dan pencampuran kekafiran. Jika ditarik sedikit lebih luas, muncul, meskipun sebagian besar lebih kota ini ikut pula menopang secara diam-diam. Terkait dengan penyerbukan Islam di tingkat provinsi pencampuran, seperti halnya yang dimulai masa setelah Perang dilakukan oleh aliran kebatinan, Kemerdekaan (Husain, 2010; Ricklefs, kebiasaan ini sebena rnya lahir dari 2007). pengolahan mentalitas dari keyakinan Secara umum, model Jawa pra Hindu, Hindu, Budha dan Islam keberagamaan aliran abangan yang (Hadiwijono, 1983: 12). cenderung sinkretis, terutama di ruang Dalam penguasaan dan publik, mulai memudar pada tahun penggunaan bahasa Jawa, penting 1970-an-1980-an (Ricklefs, 2007: 612- menjadi perhatian bahwa pemakaian 613). Penerbitan tentang Islam semakin bahasa Jawa sebagai bahasa keseharian gencar dilakukan (Mulder, 1985: 119). warga Surabaya pada masa Di Surabaya, kebiasaan ini didukung

139 'USGDH $6W6" )R6IB %PT6

sepenuhnya dengan ketetapan kuantitas keluarga kota Surabaya menjadi dinamis Muslim. Pada tahun 1998, pemeluk dan lebih jauh berbeda. agama Islam di Surabaya mencapai 84 Perlu disimak bahwa teks-teks persen (Dick, 2002: 127). Kaum santri, yang dijadikan sumber rujukan hingga tahun 1990-an memang pendidikan keluarga Jawa sebenarnya merupakan ujung tombak penyebaran muncul karena resistensi dari para agama Islam di Jawa. Kaum santri pendukung tatanan lama terhadap biasanya juga sebagai penggerak perkembangan Islam yang semakin jaringan perniagaan dan merupakan agresif. Beberapa di antaranya golongan borjuis pengusaha yang berargumen tentang penentangan berpengaruh di semua kota di Indonesia, terhadap Arabisasi (Lombard, 2005: salah satunya di Surabaya, yang ingin 348). Format seperti ini terus mengembangkan kapitalisme “nasional” direproduksi pada pasca kolonial. dan memperkaya diri berkat rencana Pemahaman masyarakat Islam pembangunan yang relatif terus jauh lebih dari sifat homogen, ketika diperbarui (Lombard, 2005: 87). mulai bermunculan aliran-aliran Pada tahun 1950-an pemerintah kebatinan Jawa pada 1950-an, Indonesia mempromosikan (Hadiwijono, 1983: 37-38) hingga pengembangan nasionalisme dalam beberapa dekade sesudahnya. Aliran- kebudayaan, seni dan ilmu pengetahuan aliran itu relatif terorganisir secara rapi (Jones, 2005 : 256 ; Keith, 2011 ). K etika dan mampu menyebar salah satunya di Sukarno berusaha membentuk kota Surabaya. Kendali persemaian “kepribadian bangsa”, s ecara umum pendidikan Jawa dan pendidikan Islam orang Indonesia tidak mampu membaca memasuki babak baru dalam bersaing terutama huruf latin. Banyak k egiatan untuk memperebutkan ruang bangunan yang menekankan tentang “keaslian”. mentalitas masyarakat kota dalam tidak menyentuh seluruh masyarakat. pendidikan keluarga. Hingga masa orde Orang Jawa lebih suka memperdalam baru, pendidikan keluarga merupakan pengetahuan mengenai dan hasil kontestasi, peleburan atau yang simbolisme (Lombard, 2005 : 194-195) . diyakini sebagai kebenaran yang Berikutnya, alam mentalitas orang Jawa demikian. Pendidikan keluarga kadang- yang cenderung dalam format tradisi kadang dibumbui dengan tujuan untuk lisan yang begitu mengakar. Berdasar memperkuat kebudayaan nasional dan salah satu keberagaman cara beribadat asli di mana cara berpikir ini mendapat tersebut biasa dikenal pula dengan Islam dukungan dari pemerintah. Oleh karena kejawen (Mulder, 1985: 16-17) . itu, tidak heran pendidikan ini Sumber pendidikan Keluarga mendapatkan posisi yang sama dengan Jawa berasal dari babad dan serat. pendidikan di sekolah dan lingkungan Beberapa mitos dengan nama yang masyarakat. sama, masih sering dikisahkan secara Penyebaran dan penguatan nilai- lisan di daerah pedesaan, tetapi versinya nilai budaya Jawa yang terpengaruh tidak selalu sesuai dengan sumber Jawa Tengah di kota Surabaya secara aslinya (Geertz, 1983: 37). Pada masa umum telah menghantarkan pada kemerdekaan beberapa cerita di dalam beberapa dinamika tersendiri, terutama babad ini menjadi bagian dari yang terkait dengan perkembangan pendidikan keluarga Muslim di kota pementasan seni tradisional sebagai Surabaya. Selain karena interaksi yang saluran sosialisasi nilai (Febriyanto, panjang sebelum masa kemerdekaan, 2013: 71). Penyebaran nilai budaya ke faktor migrasi orang-orang desa yang dalam kehidupan masyarakat kota terus meningkat pada masa pasca Surabaya ini sering juga dalam kolonial menyebabkan pendidikan pementasan wayang yang didukung oleh

140 MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 14, No.2 Juli - Desember 2013: 100 - 219 media elektronik dan media massa dan guru dan atasan. Lebih jauh, pada dikontekstualisasi dengan kebiasaan gilirannya mereka perlu mencari secara budaya Arek (Lihat 2UR676Y6 0PST , terus menerus guru dan akhirnya 18/9/1976; 30/9/1980). diarahkan oleh hidup itu sendiri. Urbanisasi yang terjadi di kota dan Berkenaan dengan pengangkatan anak memberikan kemungkinan membawa atau pengabdian kepada seseorang yang serta kebudayaannya sering dilakukan berkedudukan lebih tinggi, pola untuk oleh rakyat miskin. Mereka sering mengikutinya, serta menurut dan tunduk menjadi buruh kecil di kota atau kepada segala petunjuk, selalu berulang melakukan pekerjaan kasar. Ada pada periode yang lama (Mulder, 1985: beberapa kelas sosial yang umumnya 40). tinggal di pusat kota, yakni pegawai Pembentukan nilai baru itu saling negeri. Di banyak kota di Jawa T im ur , mengadaptasi antara budaya Jawa dan setelah kemerdekaan para priyayi tidak agama Islam (budaya Arab). Menjadi menikmati kedudukan istimewa seperti bagian dari salah satu umat beragama di sebelumnya, karena jumlah mereka dunia, sekaligus tetap menjadi orang sudah tidak dapat terhitung (Geertz, yang diharuskan untuk mengikut tradisi 1956: 122-124). Jawa, membuat pendidikan keluarga Muslim di kota Surabaya mengalami PENDIDIKAN J AWA DAN I SLAM beberapa perubahan yang berbeda antar Menjadi orang Indonesia pada periode. Sekalipun perkembangan masa awal kemerdekaan menghadapi penggunaan bahasa Indonesia tantangan bahwa bagaimana cenderung meningkat di kota Surabaya menerjemahkan identitas kebangsaan ke pada masa kemerdekaan, beberapa nilai dalam praktik kehidupan sehari-hari. Jawa tetap dalam kondisinya dengan Penanaman identitas terhadap anak- dinamis. Biarpun orang Jawa beragama anak Muslim di kota Surabaya Islam dan membentuk identitas keluarga berlangsung dengan dinamis karena Muslim, beberapa cara pemaknaan Jawa mengharuskan untuk merasakan masih melekat. Pembentukan identitas persentuhan beragam tafsir atas ini berdampingan dengan cara negara kebudayaan Jawa, kebiasaan warga kota, menetapkan format identitas berikut pengelompokkan- kebangsaan, seraya sering pengelompokkan yang terjadi dalam mengingatkan agar unsur-unsur budaya masyarakat berdasarkan perbedaan luar tidak serta merta diterima begitu agama. Sebagai subyek transmisi nilai- saja. Perlu disimak bahwa resistensi dari nilai, anak-anak yang hidup pada pasca para pendukung kebudayaan Jawa lahir Perang Kemerdekaan tidak dibiarkan dengan menjadikan teks-teks kuno mengalir sedemikian rupa untuk dapat sebagai sumber rujukan pendidikan bertahan hidup dan berinteraksi dengan keluarga Jawa kadang-kadang juga hasil masyarakat. Nilai-nilai agama Islam dan akulturasi yang secara jelas kadar budaya seringkali bertemu secara semangatnya untuk menentang dinamis. Pertemuan antara nilai Jawa ortodoksi Islam. Beberapa di antaranya dan nilai Islam dalam pendidikan bahkan mengaitkannya dengan keluarga Muslim tersebut seringkali ketidakpentingan Arabisasi di Indonesia bergantung pada kondisi sosial, budaya (Lombard, 2005: 348). dan politik. Ketidakpuasan kelompok Penempatan istimewa kepada pendukung budaya Jawa atau agama orang tua dalam jenjang hirarkhis Islam kerap menggerakkan gagasan merupakan ciri yang bisa ditemui dalam untuk tetap dan mengembangkan pendidikan Jawa dan Islam. Anak harus pengaruh di masyarakat melalui tunduk kepada dan sekaligus mengikuti keluarga. Di kota Surabaya, saat orang tua atau penggantinya, yakni guru- lembaga-lembaga pendidikan, baik yang

141 'USGDH $6W6" )R6IB %PT6

bersifat formal (sekolah atau pondok yang telah dimiliki oleh orang Jawa pesantren) maupun kemasyarakatan sebagai agama aslinya (Hadiwijono, (kepanduan), didirikan oleh organisasi 1983: 12). keagamaan Islam pada masa kolonial Sebelum tahun 1980, pendidikan Belanda, beberapa dari organisasi ini modern adalah monopoli khas golongan tetap berpengaruh di masa Pemerintahan priyayi yang cenderung menjauh dari RI dan menjadi alternatif bagi anak-anak agama yang terorganisasir seperti Islam. dalam mendapat pendidikan (Wirayuda, Pada umumnya orang-orang dari 2011:61-62). Sebaliknya, aliran kalangan priyayi memandang rendah kebatinan khas sinkretik yang banyak fanatisme agama yang dipandang berdiri di luar kota Surabaya dan pelaksanaan sembahyang agama lima cenderung mengusung budaya Jawa, kali sehari. Pada 1980, mata pelajaran- menyebar di kota Surabaya. Padahal, mata pelajaran modern diajarkan di budaya Arek yang terkenal terbuka dan semua tingkat pendidikan Islam dan lugas telah lama membentuk karakter kehidupan tidak lagi terbatas semata- masyarakat sebelumnya (Rifai, 2007: mata pada pengetahuan agama. 207) Hubungan antara berpikiran sempit dan Gambaran pemuda yang ideal kolot, fanatisme agama dan Islam, menurut beberapa ormas Islam adalah menjadi tidak berlaku lagi (Mulder, tidak akan merasa puas diri, apabila 1985: 119-120). hanya dirinya saja yang mendapat Perlu diperhatikan pula bahwa kesenangan ('P@TD6R6 , Dzulhijjah 1358: pendidikan nasional tidak sepenuhnya 8-12). Pendapat ini seiring dengan efektif karena angka melek huruf selalu berkembangnya tujuan dari beberapa tidak mencapai 100% dari jumlah total organisasi Islam menjelang tahun 1960 penduduk di tiap periode. Ini terjadi bahwa secara terang-terangan meski pada masa kemerdekaan meninginkan pembinaan anak-anak pemberantasan buta huruf digalakkan digunakan sebagai bagian dari menjadi isu nasional (Feith, 1962 : 221; pembinaan keluarga (PP M, 1956) . Dick, 2002: 137). Akibatnya, bahasa Penguatan pendidikan Jawa pada Jawa, yang sebenarnya bisa digunakan keluarga Muslim didukung dengan dalam rangka mempertahankan nilai- adanya urbanisasi. Hal ini melihat nilai pendidikan keluarga, dalam bahwa urbanisasi pada pasca Perang beberapa dekade setelah perang Kemerdekaan terus meningkat. Rata- kemerdekaan menjadi bahasa yang rata urbanisasi terdiri dari kalangan secara perlahan berubah menjadi di produktif yang berusia 19-34 tahun posisi kedua sehingga berdampak pada (Koentjaraningrat, 1984: 74). merosotnya pengetahuan mengenai Pengetahuan orang-orang desa yang warisan kultural Jawa (Mulder, 1985 : diperoleh dari 6769 36I6C $6WD terus 114). Budaya Jawa akhirnya seringkali diceritakan kepada anak-anak mereka hanya berkembang di lingkungan sebagai bagian dari pembelajaran untuk keluarga dan masyarakat. kehidupan di masa depan. Nilai-nilai Pada masa OB rde aru, politik Jawa terus mendapat penguat sekalipun pendidikan tidak jauh mengalami pada gilirannya harus disesuaikan perubahan dalam rangka memperkuat dengan nilai-nilai yang dimiliki oleh identitas nasional. Pendidikan keluarga agama Islam dalam membangun masih menjadi sarana kontrol bagi keluarga, seperti halnya karakter pemerintah untuk menguatkan beberapa para pendatang yang telah pengaruhnya. Pada masa ini pendidikan mengolah perkembangan hidup keluarga disandingkan posisinya dengan keagamaan orang Jawa, ajaran Hindu, pendidikan di lingkungan sekolah dan di Budha dan Islam untuk menopang apa lingkungan masyarakat (Tap. MPR No.

142 MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 14, No.2 Juli - Desember 2013: 100 - 219

IV/MPR/1978). Pendidikan formal pada tradisional (Jawa) proses pendidikan masa OB rde aru di kota Surabaya ini berpangkal pada prinsip bahwa fungsi ditujukan untuk memajukan budaya pendidikan sebagai sarana pelestarian nasional Indonesia, yang berarti bangsa tradisi serta kesinambungannya dari Indonesia mengutamakan pembinaan generasi ke generasi. Pendidikan Jawa dan pembangunan kebudayaan nasional mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan ($6W6 0PS , 13/9/1979). dan pernyataan-pernyataan simbolisnya yang merupakan bagian integral dari PENDIDIKAN K ELUARGA sistem budaya. Dalam setiap MUSLIM pengelompokkan masyarakat, Keluarga memiliki arti istimewa pendidikan tersebut diselenggarakan bagi etika Jawa. Keluarga adalah tempat baik secara formal melalui sebuah dimana orang Jawa dapat menjadi lembaga pendidikan maupun secara dirinya sendiri, merasa bebas dan aman, informal melalui berbagai bentuk jarang harus menahan dorongan- komunikasi sosial (Kuntowijoyo, 2006: dorongan alamiah (Suseno, 1984:169). 37). Budaya Jawa, berdasarkan karya Pada orang tua, terutama pada Niticastra, sebenarnya telah membagi ayah, bila berbicara, harus berbicara pendidikan untuk anak berdasarkan usia Jawa halus yang khusus digunakan tertentu (Sedyawati, 2006: 420). untuk menghadapi orang yang lebih Pendidikan itu dimulai usia lima tahun tinggi derajat sosialnya. Hormat kepada hendaknya diperlakukan seperti anak orang tua juga diperlihatkan dalam tiap raja hingga sudah berkeluarga. perilaku sehari-hari, seperti bila seorang Keluarga Jawa menganggap ayah sedang duduk menerima tamu, ia bahwa semua anak perlu mengenal tidak diperkenankan masuk ke rumah budaya Jawa (Idrus, 2012 : 120-122) . melewati ruang yang sama. Bila terpaksa Pendidikan Jawa berdasarkan anggapan berjalan melewati depan sang ayah, ia bahwa keturunan yang memiliki masa harus menundukkan diri. Bila orang tua depan lebih baik tidaklah mungkin duduk di kursi, anak harus duduk di diperoleh begitu saja sesudah dilahirkan, lantai dan dilarang duduk di kursi yang tetapi harus dipersiapkan terlebih dahulu letaknya berhadapan (Moehkardi, secara cermat, sabar, rajin, teliti dan 1993:11). Berkaitan dengan norma menyadari apa yang terjadi dan pernah makan, suatu keluarga yang tinggal di terjadi sejak awal (Herusatoto, 2009 : kota berbeda dengan keadaannya dalam 233). Proses pendidikan diharuskan keluarga-keluarga petani di desa yang berpangkal pada prinsip bahwa fungsi anak kecil biasanya disuruh makan lebih pendidikan dalam rangka pelestarian dahulu (Koentjaraningrat, 1984 : 242). tradisi. Selain itu, kesinambungan Namun, beberapa keluarga Muslim di terhadap nilai-nilai yang telah ditanam kota Surabaya pada tahun 1990-an dari generasi ke generasi menjadi menerapkan hal yang sama (Wawancara penting adanya. Sehingga, perilaku anak Suwandi, 16/ 10/ 2013). disesuaikan dengan adat istiadat yang Dalam kehidupan sehari-hari rasa mengutamakan otoritas orang tua serta hormat dan patuh dari anak-anak kepada mematuhi segala nasehat dan kata orang tata norma yang berlaku, pertama-tama tua (Moehkardi, 1993: 10). harus dinyatakan dengan tunduk, yaitu Perkembangan pendidikan dengan cara yang terlihat mata keluarga muslim di kota Surabaya mengangguk dan tunduk pada keinginan menemui titik keunikan di saat mereka orang tua. Selain itu, terhadap orang luar memasukkan nilai-nilai Jawa ke dalam mereka harus mempertahankan bagian dari pembelajaran kehidupan penampilan yang sesuai dengan sehari-hari. Dalam masyarakat kedudukan dan nama yang baik dari

143 'USGDH $6W6" )R6IB %PT6

orang tuanya. Hal ini dinyatakan dalam format keluarga yang dituntun oleh pepatah bahwa anak-anak harus HDFUG negara. Orang tua wajib memberi 9CUWUR" H@I9C@H E@RP, memikul pendidikan berupa kasih sayang, setinggi-tingginya nama baik dan moral mengajarkan percaya diri dan yang tak tercela dari orang tua mereka kesanggupan diri, rasa harga diri dan dengan cara memuji kebaikan orang tua tanggung jawab, sehingga berakibat dan keserasian dalam kehidupan pada masa depan anak yang baik. keluarga. Ini juga sekaligus menanam Sementara ibu juga diminta untuk dapat dalam-dalam, yaitu segala sesuatu yang bekerja untuk negara, mereka bisa menimbulkan ketidakselarasan, ditekankan pula agar tidak melepaskan perasaan agresif atau apa saja yang kewajiban sebagai perempuan karena dirasakan sebagai negatif mengenai jika tidak, maka anak berpotensi menjadi kehidupan keluarga, terutama dalam pribadi yang kosong dan tidak memiliki hubungan antara orang tua dan anak- masa depan yang baik (UID6 56IDT6" anak. 12/1970). Hingga tahun 1985 tujuan dari Pendidikan keluarga Muslim di pendidikan Jawa adalah tiap anak perlu kota Surabaya kian dinamis manakala mengembangkan diri sampai ia menjadi masuk dan berkembangnya aliran pribadi yang tidak tergantung orang lain kebatinan setelah masa Perang (Mulder, 1985: 40). Kemerdekaan. Karena kadang-kadang Sumber pendidikan keluarga Jawa digunakan pula sebagai kegiatan yang seringkali dari karya-karya sastra, menegaskan identitas dan bersamaan legenda dan mitos yang dianggap untuk mencari arti dalam kehidupan dan memiliki makna kearifan untuk warisan kebudayaan Jawa, sejumlah dikontekstualisasi dengan perubahan orang tertarik untuk ikut serta dalam waktu dan peristiwa keseharian. Sumber kebatinan yang terorganisasi, kebijaksanaan ini pada gilirannya terus (Wawancara Rr.Sri Sunaryati, 9/9/2013) diceritakan kembali. Salah satunya sekalipun beberapa di antaranya hanya berasal dari 6769 36I6C $6WD yang belajar yang sesaat sesudahnya tidak dikarang pada abad ke-17 di istana (Wawancara Suparto Brata, Kerajaan Mataram di Jawa Tengah. 24/10/2013). Secara umum aliran ini Mitos dengan nama yang sama masih memang diorganisir untuk terus sering dikisahkan secara lisan di daerah berkembang agar dapat melawan agama- pedesaan, tetapi versinya tidak selalu agama yang telah mapan dan resmi sesuai dengan 6769 36I6C $6WD yang diakui, seperti Islam (Mulder, 1985: 46- tertulis (Geertz, 1981: 37). Pada masa 47). Setelah aliran ini secara resmi diakui kemerdekaan cerita-cerita di dalam sebagai praktek yang sah dan terhormat, babad ini menjadi bagian dari pada tahun 1970-an kejawen diberi pendidikan keluarga Muslim di kota kesempatan selama satu jam satu Surabaya. Selain itu, Serat Centhini, minggu sekali di televisi negara dalam Suluk Gatholoco, dan Serat mimbar agama (Mulder, 1985: 121- Dermagandhul (Lombard, 2005: 348) 122). Tentu ini berpengaruh pada digunakan untuk mempertahankan pendidikan keluarga, hingga pada akhir identitas Jawa sekalipun menganut 1970-an justru kebatinan yang agama Islam. Budaya arek yang terkenal terorganisasi telah banyak kehilangan terbuka, lugas, (Rifai, 2007: 207) dan vitalitasnya semula. identik dengan masyarakat kelas bawah, Kewajiban para orang tua untuk (Basundoro, Khusyairi, dkk, 2011: 65) mendidik anak-anak semakin dianggap semakin menambah pergerakan penting penting manakala pemerintah mulai dalam dinamika perubahan norma dalam menggalakkan kontrol terhadap pendidikan keluarga Muslim. kelahiran. Anak-anak diharuskan dalam Perkembangan pendidikan

144 MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 14, No.2 Juli - Desember 2013: 100 - 219 keluarga Muslim di kota Surabaya semua ini tidak berarti bahwa orang tua menemui titik keunikan tersendiri saat tidak mempunyai kekhawatiran yang orang tua tetap memasukkan nilai-nilai besar mengenai hasil pendidikan dan ke-Jawa-an ke dalam bagian dari asuhannya, sekalipun orang tua akan pembelajaran kehidupan sehari-hari. dinilai dari penampilan anak-anak Materi pendidikan keluarga Muslim di mereka (Wawancara Suwandi, Surabaya salah satunya menempatkan 16/10/2013). Oleh karena itu, mereka kepercayaan terhadap makhluk halus prihatin terhadap perkembangan anak- (Wawancara Suwandi tanggal anak mereka. Prinsip pendidikan pada 16/10/2013; Wawancara Rr. Oemiyati anak menekankan hidup perihatin 11/7/2013). Ada beberapa makhluk dengan mengekang selera makannya halus yang dipercaya, sebagaimana yang berlebih-lebihan agar berhasil mengikuti alam pikiran Jawa secara hidup bahagia sejahtera lahir dan batin. umum (Geertz, 1981: 21- 25). 0@RT6H6" Selain itu, tidak membuang waktu adalah roh yang menakuti manusia dengan tidur yang lama (Wawancara (H@H@9D ). Mereka terdiri dari Suwandi, 16/10/2013; Moehkardi, 1993: ER6IBFPIB, EDI, 2UI9@G 7PGPIB , 14). !@I9@RUWP. %@9U6, r oh yang Mereka yang belum secara baik menyebabkan kesurupan (G@G@H7UT ). Di mengamalkan nilai-nilai yang ada di sini biasanya adalah gendoruwo, setan, masyarakat tersebut, kerap disebut demit dan jin. &@G@H7UT bisa dari sebagai orang yang 9URUIB $6W6 yang kalangan jin santri atau kalangan hantu bermakna belum menjadi orang Jawa. abangan. Selain itu, ada beberapa Istilah ini menunjukkan sifat buruk makhluk halus yang berposisi sebagai karena tidak sesuai dengan budaya dan karib manusia seperti 3UYUG . Makhluk- agama yang berkaitan dengan tata krama makhluk halus ini bermanfaat untuk dan sopan santun. Oleh karena itu, membangun rasa takut anak-anak agar konsep durung Jawa dianggap bisa dapat menjadi penurut. Dengan menekan sifat yang bisa menimbulkan memasukkan bangunan nilai Jawa ketidaksukaan masyarakat ini. dalam pendidikan keluarga Muslim di Di dalam alam pentradisian kota Surabaya menunjukkan bahwa pendidikan budaya Jawa, agen adalah adaptasi pengetahuan Islam masih faktor pendukung yang penting. minim dilakukan. Ini biasa terjadi pada Beberapa agen terdiri dari para masa OL rde ama dan terutama oleh para bangsawan, priyayi, atau bahkan . kalangan abangan. Mengenai kelompok sosial yang terakhir Berkembang dan masuknya ini mempunyai keunikan tersendiri. gerakan mistik (aliran kebatinan), Dukun, selain dipercaya masyarakat seperti Pangestu, turut memengaruhi Jawa karena dianggap mampu pendidikan keluarga Muslim di kota memediasi dan mengelola Surabaya. Ini berarti, kemurnian nilai- keseimbangan makro kosmos dan mikro nilai Islam tidak lagi menjadi andalan kosmos, juga merupakan sumber sepenuhnya bagi warga kota Surabaya. transfer informasi yang berguna untuk Adapun pengakuan resmi negara, semua orang yang sakit baik fisik (Mulder, 1985: 46-47) turut maupun psikologis, peramal kejadian memengaruhi dinamika masuk atau masa depan, penemu barang-barang bertahannya nilai-nilai Jawa dalam hilang, pemberi jaminan tentang pendidikan keluarga Muslim di kota peruntungan yang baik, dan biasanya Surabaya. tidak segan mempraktekkan sedikit sihir Dalam mendididik, orang tua di kalau memang itu yang diminta orang. kota Surabaya memberi pengajaran pada Dukun di sini terdiri dari dukun abangan anak dan anak harus menerima. Tetapi dan dukun santri (Geertz, 1981: 117-

145 'USGDH $6W6" )R6IB %PT6

118). yang kuat, beberapa warga pendatang Masyarakat Kota Surabaya menerapkan budaya pendidikan Jawa didorong untuk memperkuat keislaman. terkait sopan santun, berbahasa Jawa Pertumbuhan tempat-tempat ibadah yang baik, serta adanya larangan Jawa adalah hal yang lazim terjadi pada masa (pepatah) yang sarat pesan moral setelah Perang Kemerdekaan. Masjid (Wawancara Sukinan, 24/10/2013). dan langgar merupakan tempat ibadah Ekspresi yang demikian kadang- yang paling pesat pertumbuhannya kadang juga menunjukkan bahwa (Husain, 2010: 119). pengetahuan tentang sopan santun Dunia pendidikan terhadap anak berdasarkan nilai-nilai Jawa lebih jauh Jawa yang menganut agama Islam pada dipahami daripada konstruksi sopan pasca kemerdekaan hidup dalam dunia santun menurut agama Islam. Makna pendidikan nasional, selain yang berlaku baik dan buruk yang ada pada beberapa dalam keluarga. Tahun 1949, ketika warga di kota Surabaya pada masa O rde pendidikan dan pengajaran di Indonesia Lama ini berhasil meletakkan mengutamakan sifat nasional dalam arti pentingnya pendidikan nasional. Mereka bahwa pendidikan dan pengajaran itu percaya bahwa menekan anak-anak didasarkan atas kebudayaan kita sendiri, untuk mengikuti keinginan orang tua (UUPendidikan Nasional No. 4/1950; tidak perlu dilakukan. Mereka Lihat Lembaran Negara Nr. 38, 1954: memberikan kebebasan kepada anak- 138) sebenarnya potensi perkembangan anak dalam mencari jati diri, sekalipun budaya mendapat kesempatan untuk ada beberapa aturan yang tidak boleh berkembang, namun sebaliknya. dilanggar. Dengan pandangan bahwa Identitas nasional cenderung diarahkan aturan bisa saja ada, tapi untuk bagaimana membentuk kepribadian menegakkannya perlu memahami nasional, sehingga berdampak pada situasi dan kondisi yang dialami oleh pengeliminasian beberapa unsur anak (S@T@G F@I8@IB S@T@G F@I9CP ), orang kebudayaan lokal untuk dapat tetap tua juga memutuskan untuk terwariskan. Budaya Jawa pun memasukkan anak-anak mereka ke berkembang di lingkungan keluarga dan sekolah modern. Oleh karena itu, masyarakat. Budaya ini tetap ada bukan keseimbangan (S6H69Y6 ) atau dalam pengertian yang formal dan keselarasan yang menjadi tradisi bagi kadang-kadang dianggap sebagai kelas pendidikan dalam keluarga tetap dua dalam arena modernitas masyarakat dijunjung tinggi. Pendidikan keluarga yang terus berkembang secara dinamis. ini juga diwariskan secara turun- Para pendatang tahun 1950-an temurun kemudian oleh anak dan cucu membawa serta cara dan bentuk (Wawancara Sukinan, 24/10/2013). pendidikan keluarga dari asalnya. Bahkan terdapat larangan yang Beberapa warga pendatang mendapat ditemui penulis sesuai dengan yang banyak pendidikan Islam dari orang tua, pernah diceritakan dalam buku 6769 serta mendapat kesempatan 36I6C $6WD Pada tahun 1950-an, anak- berpendidikan formal. Namun, beberapa anak kecil diajarkan orang tua mereka di antaranya tidak. Ketika memutuskan jika ada petir dan gemuruh, disarankan untuk berkeluarga dan mempunyai untuk mengatakan anak dari Ki Ageng keturunan, pendidikan keluarga yang Sela. ((@F PIPF 7G@9@B" IBPHPIB b6FU diterapkan didasarkan pada pengalaman 6I6F@ %D B@IB 2@G6c) (Wawancara Rr. masa kecil. Begitu pula dengan pilihan Sri Sunaryati, 9/9/2013). Dalam Babad tentang tafsir tentang Islam yang Tanah Jawi diceritakan bahwa Ki Ageng dibaurkan di dalam keluarga. Sebagai Sela merupakan tokoh yang kuat dan masyarakat Jawa yang mayoritas menjadi pelindung semua sanak berpenduduk Islam dan berbudaya Jawa saudaranya yang semuanya adalah

146 MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 14, No.2 Juli - Desember 2013: 100 - 219 perempuan. keperkasaan dan kekuatan yang Suatu ketika Kiai Ageng Sela pergi menakutkan. Begitu juga beberapa ke sawah seorang diri membawa cangkul tokoh wayang lain, makna sifatnya kerap pada saat hujan, menjelang asar. disamakan dengan beberapa orang Sesampai di sawah, Kiai Ageng pun tertentu. Misalnya, identifikasi bahwa mulai mencangkul. Ia baru melakukan seseorang seperti layaknya Cakil tiga cangkulan ketika petir datang dalam (Wawancara Rr. Sri Sunaryati, wujud seorang kakek-kakek. Kiai Ageng 9/9/2013). tahu bahwa yang datang tersebut petir Makna kualat, (Mulder, 1985: 42) lalu segera ditangkapnya. Petir itu secara dinamis ditemukan dalam mengeluarkan bunyi menggelegar, beberapa ekspresi di masa OB rde aru. tetapi Kiai Ageng tetap memegangnya Beberapa contoh menyebutkan bahwa erat-erat. Petir itu diikat sehingga tak istilah tersebut tertuju kepada makna dapat bergerak. Kiai Ageng bermaksud “pembalasan”. Salah satu bentuk membawa petir itu ke Demak untuk permainan yang dilarang karena ada dipersembahkan kepada Sultan Demak suatu pembalasan adalah permainan yang waktu itu menjadi raja di pulau anak menggunakan senjata tajam yang Jawa (6769 36I6C $6WD , 2009: 164- terdapat dalam pendidikan keluarga 166). Muslim. Ajaran Islam juga melarang Beberapa nasehat lain yang bermain-main dengan menodongkan diterapkan di keluarga Muslim abangan benda tajam atau senjata lainnya, apa seperti: “B6T@G T6IB6I DFU T6I96@ 6Q@ pun bentuknya kepada siapa pun. Karena @ITPF R@E@FD” (jika tangan terasa gatal, setan selalu mengintai dan bisa maka pertanda akan mendapatkan meneruskan bentuk canda tersebut. Ini rejeki): “(Y6QU B6F R@SDF 7PEPHU berdasarkan sebuah hadits bahwa 1DSTRDHU2 @IBFPF 7R@IBPS@I PQP “Janganlah ada yang menodongkan 7R@WPF@Ic (jika menyapu ruma tidak senjata kepada saudaranya. Karena dia bersih, nanti akan beristri wanita yang tidak tahu kalau setan menunggangi mempunyai kumis); dan cerita-cerita tangannya dan menyebabkannya masuk lain merupakan bagian dari norma ke dalam neraka” (HR Bukhari dan pendidikan dalam keluarga Jawa di Muslim) (!CPD7 Edisi 6/2003). Cara Surabaya. bercanda yang satu ini tidak Pendidikan Islam dalam keluarga diperbolehkan karena bisa Jawa memperoleh kekuatan yang jauh menyebabkan pembunuhan dimana melebihi di masa sebelumnya manakala ancaman dari sebuah pembunuhan persaingan politis Sukarno berakhir adalah neraka. Islam mengantisipasi hal sekitar tahun 1965-1966. Adapun itu jauh pada unsur yang kadang tidak kepercayaan terhadap kekuatan sakti pernah disangka orang bisa pada Islam Kejawen, itu masih banyak menyebabkan kematian: bercanda dilakukan. Di kota Surabaya tokoh dengan senjata. Dalam pendidikan Jawa raksasa yang dianggap nilai-nilai ini kemudian berkembang mempunyai kekuatan sakti dan dapat menjadi larangan terhadap pisau untuk mendatangkan bencana pada benda atau dijadikan sebagai bagian dari permainan manusia, menjadi bagian dari oleh anak-anak, jika setan lewat maka penanaman rasa takut dan memperkuat akan mencelakai. Berikut salah satu mitos dari kejadian alam tertentu. Tokoh penuturan: “)EPF 9PG6I6I G69C@IB" ini kerap dimasukkan ke dalam @IBFPF S@T6I G@W6T” (“Jangan bermain pendidikan keluarga Muslim yang pisau, nanti setan akan lewat”) ditujukan untuk membangun rasa takut (Wawancara Rr. Sri Sunaryati, 9/9/2013) (Kodiran, 2002: 349). Batara Kala yang Beberapa kesamaan antara nilai merupakan representasi dari Jawa dan Islam juga muncul dalam

147 'USGDH $6W6" )R6IB %PT6

anggapan pergantian antara sore dan yang terpengaruh anak-anak hasil malam. Pada ajaran Islam terdapat didikan pola UH76R6I yang sering lupa pengertian bahwa matahari terbenam waktu untuk berhenti dan beristirahat adalah waktu awal dimana setan dari bermain (Wawancara Rr. Oemiyati berkeliaran mencari mangsa. Adapun 11/10/2013; Wawancara Suwandi, bunyi hadits sebagai berikut: “Jika 16/10/2013). malam datang masukkanlah anak- Kepercayaan yang berhubungan anakmu karena itu adalah waktu dengan hewan dan dunia gaib tertentu berkeliarannya setan. Jika sebagian dalam beberapa hal juga ditularkan waktu malam telah berlalu maka kepada anak-anak mereka yang sudah tutuplah pintu yang ditutup. Tutuplah memasuki usia dewasa. Adapun petuah tabung-tabung dan sebutlah nama Allah. yang berkaitan dengan hal tersebt Tutupilah bejana-bejana dan sebutlah berbunyi: “%UQUFUQU HG@7U PH6C I@F nama Allah walaupun hanya sesuatu 7@IBD T6I96@ 6Q@ PIPF T6HU 6BUIB” kecil yang menutupinya dan matikanlah (“Kupu-kupu, jika masuk rumah, lampu-lampu kalian.” (HR Bukhari dan dipercaya akan datang seseorang yang Muslim) (!CPD7 Edisi 6/ 2003). mulia.” Dengan demikian maka para Sementara itu pendidikan keluarga di orang tua kemudian menganjurkan kota Surabaya juga menganggap bahwa untuk berkata kepada kupu-kupu pergantian waktu tersebut adalah tersebut: “6FU B6F B6IBBU" I@F ID6T 6QDF H@H@9D berkeliaran dan berbahaya bagi B6FQ6Q6” ang berarti: “saya tidak anak-anak. Namun, cara pendidikan ini mengganggu, jika punya niat naik biasanya ditujukan untuk menghalangi silahkan datang ke rumah.”( Wawancara anak-anak untuk bermain di luar rumah Rr. Oemiyati, 11/10/2013; Wawancara dengan membangun rasa takut. Suwandi, 16/10/2013). Sementara yang berhubungan dengan Dalam pendidikan yang dilakukan dunia mistis, beberapa nasehat yang olah tua kepada anak-anak mereka ada dikemukakan adalah berkaitan dengan beberapa nasehat yang seringkali pemunculan mahkluk ghaib yang akan dikemukakan. Saat orang tua khawatir berbahaya bagi keselamatan anak-anak. atas kejadian yang diprediksi akan Anak-anak dilarang untuk keluar saat berakibat buruk bagi anak-anaknya tak maghrib datang. Sebab pada waktu itu jarang petuah-petuah tersebut dibuat muncul BPI9CPG W@W@ yang suka untuk menakut-nakuti mereka. Sebagai mengambil atau menculik (IBBPI9CPG ) contoh, dalam memakan buah yang anak-anak. Adapula yang berbunyi: berbiji. Banyak orang tua tertentu akan “H6BRD7H6BRD7 FU9U 9DTUTUQ G6W6IB@" mengatakan agar biji yang terdapat @IBFPF PIPF 86I9D 6G6” (“Saat dalam buah tersebut tidak tertelan agar perpindahan waktu dari sore ke malam, (tanaman atau pohon) tidak tumbuh di pintu harus ditutup karena akan ada atas kepala. Anak-anak biasanya takut Bhatara Kala”). Bhatara Kala saat itu saat memakan buah-buahan berbiji. sebagai bagian dari cerita pewayangan Ketakutan itu kadangkala dikemukakan identik dengan raksasa yang jahat. Jika kepada teman-teman mereka dan atau siang hari, tepat sekitar dzuhur, beberapa sadara-saudara mereka, sehingga norma orang tua akan mengemukakan: ini menyebar sedemikian rupa. Dalam “7@9CUB7@9CUB B6F PG@C H@TU" G@R@I bahasa jawa, biasanya, “penakutan” 9CDS@F" USUH@ S@T6I H@TU” (“Jangan tersebut dikemukakan sebagai berikut. keluar di siang bolong, berhenti sejenak ”(@F H6IB6I 7U6C 1E6H7U" 6IBBUR" karena banyak setan keluar) E@RUF" S@H6IBF6" 9S72 DSDI@ PEP 9DG@F (Wawancara Rr. Sri Sunaryati, IBB6R6D 8UFUG I6IB R6H7UT (“Jika 9/9/2013). Pola pendidikan seperti kerap memakan buah, jangan sampai menelan ditujukan kepada anak-anak dari priyayi bijinya karena buah tadi akan tumbuh di

148 MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 14, No.2 Juli - Desember 2013: 100 - 219 rambut.”) (Wawancara Rr. Sri Sunaryati, Edi Sedyawati, 2006. U96Y6 #I9PI@SD6 9/9/2013). %6ED6I RF@PGPBD" 2@ID 96I 2@E6R6C, Jakarta: Raja Grafindo SIMPULAN Persada. Integrasi nilai-nilai pendidikan Jawa pada keluarga Muslim ikut menjadi Eni Sugiarti, 2009. )R6IB)R6IB bagian dari pembentukan mentalitas H7PI 9D 2UR676Y6" 3563" masyarakat Surabaya yang Yogyakarta: Eja Publisher. berkecenderungan pada budaya arek. Nilai-nilai Jawa bergerak dalam Budiono Herusatoto, 2009. %PIS@QSD pendidikan keluarga Muslim secara 2QDRDTU6G &@GUCUR $6W6" dinamis. Ada beberapa yang maknanya Yogyakarta: Ombak. tetap, tetapi ada juga yang maknanya mengalami perubahan. Kota Surabaya Dick, Howard, 2002. 2UR676Y6 DTY PA dengan atribut modernitas tetap tidak 5PRF" Athens: Ohio University lepas dalam pengaruh sinkretisasi antara Press. budaya Jawa dan Islam dalam sebuah pelembagaan di keluarga. Nilai-nilai Djoko Dwiyanto, 2008. ISDFGPQ@9D Jawa yang dimasukkan dalam 2@RT6 @ITCDID" Yogyakarta: Panji pendidikan keluarga Muslim di kota Pustaka. Surabaya, adalah bagaimana membangun rasa takut dan rasa malu. Feith, H. 1962. 3C@ @8GDI@ PA Keluarga Muslim di kota Surabaya PISTDTUTDPI6G @HP8R68Y DI memasukkan nilai-nilai Jawa ke dalam #I9PI@SD6 pendidikan untuk anak-anak seringkali . Ithaca: Cornell disebabkan oleh kekurangan referensi University Press. dalam memahami ajaran Islam. Pada masa OL rde ama, masuknya aliran Foulcher, Keith. 2011. “Membawa kebatinan di kota Surabaya pulang dunia; Lalu lintas budaya %FPIARPIT6SD menyebabkan kekurangan akses dalam 1954-1960, informasi tentang Islam, sekalipun pada dalam Jennifer Lindsar dan Maya masa orde baru penerbitan tentang Islam H.T. Liem, CGD 56RDS U96Y6 UID6 semakin meningkat. , Jakarta: KITLV-Jakarta dan Denpasar: Pustaka Larasan.

Franz Magnis-Suseno, 1984. TDF6 $6W6" DAFTAR PUSTAKA Jakarta: Gramedia. Frederick, William H. 1989. 06I96IB6I Andjarwati Noordjanah, 2010. 96I !@EPG6F, Jakarta: Gramedia. %PHUIDT6S 3DPIBCP6 di 2UR676Y6, Yogyakarta: Ombak. Geertz, C. 1956. TC@ @V@GPQH@IT PA $6V6I@S@ 8PIPHY  2P8DP Bogaerts, Els. 2011. “’Kemana arah UGTUR6G QQRP68C  Cambridge, kebudajaan kita?’ Menggagas Mass: Center for International kembali kebudayaan di Indonesia Studies, M.I.T. pada masa dekolonisasi”, dalam Jennifer Lindsar dan Maya H.T. CGD 56RDS U96Y6 UID6 ------. 1981. 76IB6I" 26ITRD" Liem, , 0RDY6YD 96G6H '6SY6R6F6T $6W6 Jakarta: KITLV-Jakarta dan , Denpasar: Pustaka Larasan. Jakarta: Pustaka Jaya.

149 'USGDH $6W6" )R6IB %PT6

Geertz, H. 1981, I@F6 U96Y6 96I Lontar. %PHUIDT6S 9D #I9PI@SD6, Jakarta: Yayasan Ilmu Sosial dan FIS UI. Ricklefs, M.C. 2007. 2@E6R6C #I9PI@SD6 'P9@RI, Jakarta: Serambi. Harun Hadiwijono, 1983. %PIS@QSD T@IT6IB '6IUSD6 96G6H %@76TDI6I Sarkawi B. Husain, 2010. (@B6R6 9D $6W6" Jakarta: Sinar Harapan. 3@IB6C %PT6 0PGDTDF 1@QR@S@IT6SD 96I 2DH7PGDSH@ 0@RFPT66I Kodiran, 2002. “Kebudayaan Jawa”, 12UR676Y6 356362, Jakarta: dalam Koentjaraningrat, '6IUSD6 LIPI Press. 96I %@7U96Y66I 9D #I9PI@SD6, Jakarta: Djambatan. Laporan Penelitian, Jurnal, Skripsi, Tesis dan Disertasi Koentjaraningrat, 1984. %@7U96Y66I Arya Wanda Wirayuda. 2011. “Berbaris $6W6, Jakarta: Balai Pustaka. di Hamparan Bara: Aktivitas Hizbul Wathan di Jawa Timur Lombard, D. 2005. (US6 $6W6 2DG6IB 1921-1961” tesis Jurusan Sejarah U96Y6 $6RDIB6I SD6, Jakarta: Program Pascasarjana UGM. Gramedia Pustaka Utama. Chandra T. Agustin. 2011. Semangat ------, 2005. (US6 $6W6 2DG6IB 06IE@76R 2@H6IB6T : Membangun U96Y6 6T6S6T6S Kesadaran Wanita Melalui 0@H76R6T6I Cet. III., Jakarta: Pemberitaan (1949-1989), Skripsi Gramedia. Departemen Ilmu Sejarah Unair.

Mien Ahmad Rifai, 2007. '6IUSD6 Eko Febriyanto. 2013. “Lembaga '69UR6 0@H76W66I" 0@RDG6FU" Pengembang Seni Karawitan di TPS %@RE6" 0@I6HQDG6I 96I Surabaya”, Skripsi Departemen 06I96IB6I "D9UQIY6 S@Q@RTD Ilmu Sejarah. D8DTR6F6I 0@RD76C6S6IY6" Yogyakarta: Pilar Media. Jones, Tod. 2005. “Indonesian cultural policy, 1950-2003; culture, Moehkardi, 1993. 1 'UC6HH69 96G6H institutions, government.” 1@VPGUSD 3 2UR676Y6 2@7U6C Disertasi Ph.D., tidak diterbitkan, DPBR6AD" Jakarta: Lima Sekawan. Curtin University of Technology Perth, Australia. Mulder, Niels. 1985. 0RD769D 96I '6SY6R6F6T $6W6, Jakarta: Sinar Muhammad Idrus, “Pendidikan Harapan. Karakter Pada Keluarga Jawa” dalam $URI6G 0@I9D9DF6I Purnawan Basundoro. 2012. 0@IB6IT6R %6R6FT@R, Tahun II, Nomor 2, Juni 2@E6R6C %PT6, Yogyakarta: 2012, Universitas Negeri Ombak. Yogyakarta.

------. 2012. '@R@7UT Purnawan Basundoro, Johny A. 1U6IB %PT6, Jakarta: Marjin Kiri. Khusyairi, dkk. 2011. Laporan penelitian. “Transformasi Nilai R.Ng. Yosodipuro,. Amir Rochkyatmo Kearifan Lokal Malang Raya 2009. terj., 6769 36I6C $6WD , dalam Memperkuat Karakter UFU #" Jakarta: Amanah Bangsa,” UK2JT, FIB UA.

150 MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 14, No.2 Juli - Desember 2013: 100 - 219

Surat Kabar dan Majalah Pimpinan Pusat Muhammadijah UID6 56IDT6" Desember 1970. Muhammadiyah. %CDTT6C 'UC6HH69DY6C 33. PP !CPD7 Edisi 6/ th 1 1424/ 2003 M, Yogyakarta, 1956.

$6W6 0PS, 13 September 1979. Wawancara Wawancara Rr. Sri Sunaryati tanggal 9 'P@TD6R6 IP3 `UGCDEE6C 35 TC 4### September 2013 di Surabaya.

06IE@76R 2@H6IB6T" 8/7/1978, Wawancara Rr. Oemiyati 11 Juli 2013 di 15/7/1978, 29/ 7/ 1978,12/ 7/ Surabaya. 1978. Wawancara Sukinan tanggal 24 Oktober 2UR676Y6 0PST, 9/9/1976, 18/9/1976, 2013 di Surabaya. 30/1/1980. Wawancara Suwandi tanggal 16 Oktober Sumber Resmi Tercetak 2013 di Surabaya Lembaran Negara Nr. 38, 1954.

151