Prosiding Seminar Nasional Dan Call for Papers KLASIFIKASI DAN
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X” 6-7 Oktober 2020 Purwokerto ISBN 978-602-1643-65-5 Bidang 6: Rekayasa sosial, pengembangan pedesaan, dan pemberdayaan masyarakat KLASIFIKASI DAN EKSPRESI BAHASA SERTA BUDAYA MASYARAKAT BANYUMAS MENGENAI PENAMAAN MAKHLUK METAFISIKA Erwita Nurdiyanto1, Gita Anggria Resticka1 1Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto ABSTRAK Bahasa merupakan komponen terpenting dalam komunikasi. Melalui bahasa dalam hal ini leksikon, manusia dapat mengidentifikasikan segala sesuatu yang ada di lingkungannya. Leksikon sangat berguna untuk menandai segala sesuatu yang dikenal manusia baik yang konkret maupun yang abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk menginventarisasi dan mendeskripsikan leksikon-leksikon mengenai makhluk metafisika, serta mengungkap bagaimanakah gambaran masyarakat Banyumas mengenai konsep penamaan makhluk metafisika. Penelitian ini menggunakan pendekatan etnolinguistik sebagai salah satu cabang ilmu linguistik yang menelaah hubungan bahasa dengan budaya terutama untuk mengamati bagaimana bahasa itu digunakan sehari-hari sebagai alat komunikasi dalam suatu kelompok masyarakat. Perkembangan budaya mempengaruhi perkembangan leksikon yang berhubungan dengan budaya tersebut. Dapat dikatakan bahwa perkembangan dalam suatu aspek kebudayaan tercermin pada leksikonnya. Data penelitian ini dianalisis dengan menggunakan metode analisis komponensial untuk menemukan fitur-fitur semantik leksikon tersebut, selain itu digunakan pula metode etnosemantik untuk mengetahui pengaruh-pengaruh budaya terhadap adanya keragaman leksikon-leksikon tersebut. Satuan ekspresi dalam penamaan makhluk metafisika dalam masyarakat Banyumas memiliki bentuk-bentuk yang cukup bervariasi. Bentuk-bentuk itu dapat diklasifikasikan atas dasar a) satuan lingualnya, b) sumber leksikonnya, c) pembidangannya. Temuan yang ditargetkan dalam penelitian ini yaitu secara teoretis, penelitian ini bermanfaat dalam ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang kebahasaan (linguistik) yang dikaitkan dengan kebudayaan masyarakat Banyumas dalam ranah etnolinguistik atau linguistik antropologi. Kata Kunci : Etnolinguistik, Etnosemantik, Leksikon, Metafisika, Banyumas ABSTRACT Language is the most important component of communication. Through language in this lexicon, man can identify everything in his environment. Lexicon is very useful for marking everything that man knows both concrete and abstract. This research aims to inventory and describe the lexicon of metaphysical beings, as well as to uncover how banyumas people describe the concept of naming metaphysical beings. This research uses an ethnolinguistic approach as one of the branches of linguistic science that studies the relationship of language with culture especially to observe how the language is used colloquially as a means of communication in a community. Cultural development affects the development of lexicon related to that culture. It can be said that developments in an aspect of culture are reflected in the lexicon. The data of this study was analyzed using componental analysis methods to find the semantic features of the lexicon, in addition to the ethnoemantic method of knowing the cultural influences on the diversity of the lexicon. The unit of expression in the naming of metaphysical beings in banyumas society has quite varied forms. The forms can be classified on the basis of a) the lingual 154 Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X” 6-7 Oktober 2020 Purwokerto ISBN 978-602-1643-65-5 unit, b) the source of the lexicon, c) its fielding. The findings targeted in this study are theoretical, this research is useful in science, especially in the field of linguistics that is associated with banyumas culture in the realm of ethnolinguistic or linguistic anthropology.. Keywords : Ethnolinguistics, Ethnoemantics, Lexicon, Metaphysics, Banyumas PENDAHULUAN Bahasa merupakan komponen terpenting dalam komunikasi. Melalui bahasa dalam hal ini leksikon, manusia dapat mengidentifikasikan segala sesuatu yang ada di lingkungannya. Kridalaksana (2005) menyatakan bahwa leksikon adalah 1) komponen bahasa yang memuat semua formasi tentang makna dan pemakaian kata dalam bahasa, 2) kekayaan kata yang dimiliki seorang pembicara, penulis atau suatu bahasa, 3) daftar kata yang disusun seperti kamus tetapi dengan penjaelasan singkat dan praktis. Leksikon sangat berguna untuk menandai segala sesuatu yang dikenal manusia baik yang konkret maupun yang abstrak. Foley (2001) menjelaskan bahwa linguistik antropologi (anthropological linguistics) merupakan disiplin ilmu yang bersifat interpretatif yang lebih jauh mengupas bahasa untuk mengemukakan pemahaman budaya. Dapat dikatakan bahwa kajian bahasa dan budaya sebagai bidang utama dari antropologi atau cabang linguistik yang mengkaji hubungan antara bahasa dan kebudayaan dalam suatu masyarakat (Duranti, 1997). Sehubungan dengan hal tersebut, perkembangan budaya mempengaruhi perkembangan kata atau istilah yang berhubungan dengan budaya tertentu. Budaya yaitu pikiran, akal budi. Dalam hal ini adat istiadat yang menyangkut pola pikir, pandangan dunia, pandangan hidup masyarakat Banyumas (Purwadarminta, 1982 dalam Abdulllah, 2014). Budaya pada hakikatnya adalah sistem simbolik atau konfigurasi sistem perlambang, selanjutnya untuk memahami perangkat lambang budaya tertentu orang harus melihat keseluruhan tempat sistem lambang itu. Bahasa, budaya dan folklore saling berkaitan. Budaya ada dalam pikiran manusia dan bentuk organisasi pikiran berupa fenomena material yaitu berupa ekspresi verbal dan nonverbal. Jalan yang paling mudah untuk memperoleh budaya adalah melalui bahasa, khususnya daftar kata yang ada dalam suatu bahasa (Abdullah, 2014). Dapat dikatakan bahwa proses terbentuknya kebudayaan dan keterkaitannya dengan bahasa serta bagaimana kebudayaan yang terbentuk tersebut terus menerus mengalami perubahan baik disadari maupun tidak disadari oleh para pendukung kebudayaan itu sendiri sebagaimana tercermin dari bahasa yang mereka gunakan (Baehaqie, 2013). Sebuah kata muncul seiring dengan kebutuhan manusia untuk mengidentifikasikan hasil budaya yang ada. Sehubungan dengan hal tersebut, penamaan makhluk metafisika antara daerah yang satu dengan daerah yang lain mempunyai perbedaan. Akan tetapi, kita juga dapat menemukan beberapa kesamaan penamaan makhluk metafisika yang digunakan di daerah lain. Setiap masyarakat mempunyai cara tersendiri untuk mengimajinasikan makhluk metafisika yang pernah diketahuinya. Cerita mengenai makhluk metafisika berkembang melalui tradisi lisan. Setiap masyarakat memiliki kekayaan kosakata untuk merujuk pada hal-hal abstrak salah satunya yaitu kosakata dalam bidang metafisika khususnya mengenai makhluk halus atau hantu. Dalam masyarakat Jawa khususnya masyarakat Banyumas mengenal berbagai bentuk kosakata yang merujuk pada makhluk halus seperti memedi, lelembut, thuyul, dhemit, pocong, sundelbolong. Tidak semua orang dapat melihat wujud makhluk halus, bahkan orang yang mempercayai keberadaan makhluk metafisika, belum tentu pernah melihat wujud makhluk metafisika secara langsung (Blundel,2001). Kalaupun ada yang mengaku dapat melihat perwujudannya bisa jadi pengakuan antara pihak yang satu dengan yang lain terdapat perbedaan dan tidak dapat 155 Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X” 6-7 Oktober 2020 Purwokerto ISBN 978-602-1643-65-5 dibuktikan secara ilmiah (Sulaiman,2005). Akan tetapi, merujuk dari keterangan pihak-pihak yang mengaku dapat melihat makhluk metafisika, kemudian diperoleh gambaran umum yang diwujudkan melalui kosakata-kosakata baik yang menerangkan perwujudan makhluk halus maupun yang pada akhirnya digunakan untuk menamai jenis makhluk halus tersebut. Latar belakang penamaan bagaimana masyarakat Banyumas menggambarkan makhluk metafisika tersebut berhubungan dengan filosofi kehidupan yang mengatur nilai dan norma yang harus dianut tiap masyarakat. Oleh karena itu, penamaan makhluk metafisika khususnya yang berkembang di masyarakat Banyumas dapat dijadikan sebagai sumber penelitian untuk dapat mengetahui bagaimana latar belakang penamaan. METODE PENELITIAN Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu data yang diteliti dan hasil analisisnya diperoleh dari sumber data sekunder, wawancara melalui teleconference dan pengamatan lainnya yang berupa ungkapan kebahasaan. Secara teoretis, pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah pendekatan etnolinguistik. Etnolinguistik merupakan cabang linguistik yang fokus telaahnya bahasa dalam hubungannya dengan kebudayaan yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan faktor-faktor etnis atau budaya (Baehaqie, 2013). Data penelitian ini berupa seluruh satuan ekspresi dalam penamaan makhluk metafisika dalam masyarakat Banyumas. Sumber data penelitian ini ialah tuturan tentang penamaan makhluk metafisika dalam masyarakat Banyumas. Metode pengumpulan data dilakukan dengan metode penelusuran data sekunder / studi pustaka dan literature review yang ada di majalah, surat kabar, novel dan buku-buku lainnya. Kemudian, data sekunder tersebut diuji validitas datanya dengan bertanya kepada informan melalui wawancara dengan teleconference. Penelaahan data dilakukan dengan metode kualitatif ini yaitu bahwa kegiatan analisis atau telaah yang dilakukan berkaitan dengan pola-pola umum