Perkembangan Dan Perubahan Tepak Kendang Jaipongan Suwanda
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Perkembangan dan Perubahan Tepak Kendang Jaipongan Suwanda dalam Masyarakat Urban Asep Saepudin Jurusan Karawitan, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Yogyakarta E-mail: [email protected]; HP: 081227978377 Volume 2 Nomor 1, ABSTRAK April 2015: 9-17 Tulisan ini membahas perkembangan tepak kendang jaipongan karya Suwanda dilihat dari kontinuitas dan perubahannya terutama yang terjadi dalam masyarakat urban. Metode deskriptif analisis dengan pendekatan sejarah digunakan untuk mengungkap berbagai fenomena tepak kendang jaipongan, yaitu hadirnya notasi yang dibuat oleh para pengendang dan perubahan tepak kendang jaipongan dalam struktur, tempo, dinamika, embat, motif, serta fungsi. Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa tepak kendang jaipongan karya Suwanda pada perkembangannya ditanggapi secara kreatif oleh para pengendang melalui kreativitasnya. Oleh karena itu, terdapat perbedaan motif tepak kendang antara hasil rekaman Suwanda di dalam kaset dengan fakta di lapangan ketika digunakan oleh para pengendang. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan dan kepunahan beragam tepak kendang jaipongan karya Suwanda di masyarakat. Kata kunci: Suwanda, tepak, kendang, jaipongan ABSTRACT The Development and Changes of Suwanda’s Tepak Kendang Jaipongan in Urban Society. This paper discusses the development of Suwanda’s tepak kendang jaipongan, drumming strokes of jaipongan, seen from its continuity and changes, particularly for what has been found in urban society. The descriptive analysis method with historical approach is used to explore any various kind of phenomenon of drumming strokes of jaipongan, among others are the presence of jaipongan notation created by the drummers as well as the changes in the structure of drumming strokes of jaipongan, tempo, dynamics, embat, motifs, and function. Based on the analysis it can be concluded that the Suwanda’s drumming strokes of jaipongan in its progress has been creatively responded by the drummers through their creativity. Therefore, there is a significant difference between the motives of Suwanda’s drumming strokes recorded on tape with the facts of live performance when they are used by the drummers. This led to the change and the extinction of various Suwanda’s jaipongan drumming strokes in the community. Keywords: Suwanda, strokes, drum, jaipongan Pendahuluan Perkembangan tepak kendang jaipongan karya Suwanda belakang ini telah mengalami banyak perubahan setelah digunakan lebih dari tiga puluh tahun oleh para seniman. Tepak kendang jaipongan pada masa sekarang tidak sama lagi dengan tepak kendang jaipongan pada masa Suwanda. Pada masa sekarang ini banyak bermunculan pola-pola baru hasil kreativitas para seniman Naskah diterima: 10 Desember 2014; Revisi akhir: 2 Februari 2015 9 Asep Saepudin, Jaipongan Suwanda dalam Masyarakat Urban muda. Tepak kendang jaipongan karya Suwanda seniman pengendang yang menciptakan tepak mulai tidak cocok lagi dengan tuntutan pasar dan kendang jaipongan. Suwanda lahir pada 03 Maret realitas masyarakat pada masa kini. Oleh karena 1950 di Citopéng, Bolang, Batu Jaya, Rengasdéng- itu tidak mengherankan seandainya tepak kendang klok, Karawang, Jawa Barat. Suwanda merupakan jaipongan banyak yang berubah bahkan terdapat keluarga seniman yang mewariskan kesenian to- motif yang hilang dimana tidak digunakan lagi péng banjét secara turun-temurun. Topéng banjét oleh para pengendang. Tepak kendang jaipongan menurut Soepandi (1999:74), termasuk salah satu telah mengalami berbagai perubahan seperti dalam bentuk pertunjukan sandiwara rakyat yang terdapat tempo, struktur, dan motif tepak kendangnya. di daerah Bekasi, Karawang, Subang, dan Bogor. Pada masa sekarang telah terjadi transformasi Pengalaman berkesenian selama bertahun- tepak kendang jaipongan Suwanda setelah beredar tahun membentuk Suwanda menjadi seniman yang dan ditiru selama tiga puluh tahun lebih oleh para handal dalam memainkan instrumen kendang. seniman. Transformasi yang dimaksud adalah telah Pengalaman berkesenian diperolehnya saat berada terjadinya perubahan struktur gramatikal menjadi dalam kesenian topéng banjét, baik dalam grup struktur gramatikal lain dengan menambah, ayahnya maupun ketika mengikuti grup lain yang mengurangi, dan menata kembali (KBBI, 2005: berada di Karawang. Selama kurang lebih sebelas 1209) pola-pola tepak kendang jaipongan oleh tahun lamanya yakni dari 1966 sampai dengan generasi berikutnya. Dampaknya, motif-motif 1977, Suwanda mencari ilmu menabuh kendang tepak kendang Suwanda banyak yang tidak berlaku dengan memasuki beberapa grup topéng banjét lagi di antara para seniman karena motif-motif yang yang berada di Karawang yakni grup topéng banjét digunakan pada masa sekarang adalah motif-motif Abah Reman, topéng banjét Abah Pendul, topéng baru hasil kreativitas para pengendang meskipun banjét Wadas, serta topéng banjét Baskom (Saepudin, secara bentuk masih nampak dari bentuk tepak 2010:165-168). kendang Suwanda. Hasil penyadapan dari berbagai grup tersebut Berdasarkan pemaparan tersebut maka memberi pengaruh sangat besar bagi Suwanda tujuan penulisan ini untuk memberikan informasi untuk mampu menciptakan beragam tepak secara komprehensif mengenai perkembangan kendang jaipongan sebagai tepak baru dalam tepak kendang jaipongan Suwanda dilihat dari karawitan Sunda pada tahun 1980-an. Pola kontinuitas dan perubahannya terutama yang tepak kendang karya Suwanda di antaranya tepak terjadi dalam masyarakat urban. Di dalamnya kendang dalam lagu Daun Pulus Késér Bojong, Serat dibahas pula tentang perubahan struktur tepak Salira, Banda Urang, Bulan Sapasi, Seunggah, Iring- kendang jaipongan dan diungkap tentang dampak Iring Daun Puring, dan Toka-Toka, Daun Pulus dari realitas kebutuhan yang ada di masyarakat Mimiti, Daun Pulus Panineungan, Daun Pulus 1 terhadap hasil kreativitas seniman dalam menggarap sampai Daun dengan Pulus 20, Daun Pulus Adu tepak kendang jaipongan. Manis, Tepung di Luhur Panggung. Hasil karya tersebut merupakan tepak kendang jaipongan Suwanda sebagai Pencipta Tepak Kendang yang diciptakan Suwanda pada tahun 1980-an Jaipongan yang merupakan masa kejayaan jaipongan dalam seni pertunjukan di Jawa Barat. Pada masa tersebut Menulis tepak kendang jaipongan tidak lepas menjadi tidak mengherankan seandainya Suwanda dari Suwanda sebagai pelaku seninya. Informasi menjadi ikon dalam tepak kendang jaipongan. biografis Suwanda dapat dilihat dari latar belakang lingkungan sosio-kulturalnya, proses pendidikan Kemunculan Tepak Kendang Jaipongan formal dan informal, watak-watak orang yang ada di sekelilingnya, cara persepsi dan konsepsinya, Tepak kendang jaipongan lahir berawal dari pandangan hidup, dan orientasi intelektualnya pertemuan Suwanda dengan Gugum Gumbira, (Kartodirdjo, 1992:77). Suwanda adalah seorang seorang seniman berasal dari Bandung, Jawa 10 Journal of Urban Society’s Art | Volume 2 No. 1, April 2015 Barat. Gugum sangat membutuhkan pengendang penata tari pada awal penciptaannya. Dalam satu yang dapat memahami dan mengikuti ide-ide pola lagu jaipongan memiliki beberapa goongan kreatif untuk mengiringi tari yang dibuatnya. dari setiap ragam tepaknya. Goongan inilah yang Ketertarikan Gugum terhadap tepak kendang menjadi acuan, batasan, dan bagian-bagian improvisasi yang terdapat dalam kesenian topéng penting yang dapat dijadikan konsep bersama banjét, mengantarkan Gugum untuk bertemu dalam menabuh kendang jaipongan. Dalam setiap dengan Suwanda, seorang pengendang topéng dari goongan terdiri dari beberapa tepak di antaranya Karawang, Jawa Barat. tepak bukaan, tepak pangjadi, tepak mincid, dan Suwanda dan Gugum saling menjajaki tepak ngeureunkeun. Masing-masing memiliki keterampilan yang dimiliki masing-masing. ragam tepak yang berbeda dalam setiap goongan- Suwanda ternyata dapat memuaskan Gugum nya. Dalam tepak bukaan terdiri dari ragam tepak dengan ketangkasan tepak kendangnya. Kehadiran bukaan, pencugan, seredan, cindek, ngagoongkeun. Suwanda bukan saja memuaskan Gugum, tetapi Dalam tepak mincid terdiri dari ragam tepak mincid menjadi pemecah persoalan para pengrawit ketika kendor, ragam tepak mincid gancang, dan ragam itu yang sedang kesulitan mengikuti ide-ide Gugum. tepak peralihan atau ragam tepak ngala. Para pengrawit belum bisa memenuhi seluruh Dalam setiap pola tepak kendang jaipongan keinginan Gugum untuk membuat garapan yang secara umum dibagi menjadi tiga bagian yakni baru. Hal ini disebabkan para pengrawit masih angkatan wirahma (awal), tataran wirahma kesulitan untuk keluar dari konvensi atau pakem (tengah), dan pungkasan wirahma (akhir). Bagian tradisi yang telah dimiliki selama bertahun-tahun angkatan wirahma umumnya diisi oleh tepak dalam melakukan kegiatan seninya. pangkat (buka: dalam karawitan Jawa), tataran Setelah terdapat kesamaan persepsi antara wirahma oleh tepak pangjadi, bukaan dan mincid, Suwanda, Gugum, dan para pengrawit, mulailah sedangkan bagian pungkasan wirahma oleh tepak disusun beragam tepak kendang jaipongan. ngeureunkeun (memberhentikan). Setiap bagian Dalam hal ini terjadi kompromi di antara para tepak tersebut memiliki ragam tepak yang berbeda pengrawit. Kompromi yang dimaksud adalah (memiliki banyak motif) sehingga para seniman kesepakatan garapan yakni dari goong ka goong sering memainkan pola kendang yang berbeda (goongan ke goongan). Goongan menjadi aturan meskipun dalam satu lagu yang disajikan. bersama untuk menyamakan persepsi antara tepak Struktur pokok tepak kendang jaipongan kendang, gending, dan tarian. Kesepakatan tersebut Suwanda secara umum dapat dibagi menjadi lima menghasilkan karya-karya