APLIKASI KEUANGAN ISLAM SISTIM PEREKONOMIAN TURKI UTSMANI

Dr. Desmadi Saharuddin, Lc., MA Dr. Meirison, MA

APLIKASI KEUANGAN ISLAM DAN SISTIM PEREKONOMIAN TURKI UTSMANI

i Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, sebagaimana yang telah diatur dan diubah dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, bahwa: Kutipan Pasal 113 1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah). 2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah). 3. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah). 4. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000 (empat miliar rupiah).

ii

APLIKASI KEUANGAN ISLAM DAN SISTIM PEREKONOMIAN TURKI UTSMANI

Penulis: Dr. Desmadi Saharuddin, Lc., MA Dr. Meirison, MA

Editor:

Inayatul Chusna, M.Hum Zulfikri Muhammad, M.Si

Kontributor:

Tim Peneliti Pada Center for Theorizing on Islamic Economics and Finance (CTIEF) FEB UIN Syarif Hidayatullah Dr. M. Arief Mufraini, Lc., M.Si Dr. Ade Sofyan Mulazid, MH Dr. Alimin, Lc., M.Ag Dr. Busman Edyar, MA Ade Suherlan, SE., MM, M.BA Supriyono, SE., MM Ahmad Tibrizi Soni Wicaksono, SE., ME

iii Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

APLIKASI KEUANGAN ISLAM DAN SISTIM PEREKONOMIAN TURKI UTSMANI

Edisi Pertama Copyright@ 2021

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) ISBN 978-602-278-095-3 Ukuran 15.5 cm x 23 cm; Hal xv + 243

Penulis: Dr. Desmadi Saharuddin, Lc., MA Dr. Meirison, MA

Editor: Inayatul Chusna, M.Hum Zulfikri Muhammad, M.Si

Desain Sampul / Penata letak Djunaedi. S. Kom

Penerbit Kurnia Kalam Semesta Jl. Solo KM. 8 Nayan No. 108A, Maguwoharjo Yogyakarta 55282 Email: [email protected]

Anggota IKAPI 067/DIY/2010

iv Kata Pengantar

KATA PENGANTAR

lhamdulillah, buku “Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani”, yang ada dihadapan pembaca ini A adalah hasil penelitian pustaka yang dilakukan oleh penulis dengan menggunakan literatur-literatur dari buku-buku perpustakaan dan dokumen- dokeman sejarah serta manuskrip-manuskrip yang terkait dengan pembahasan yang didapat dari situs-situs internet. Metodologi penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan metode sejarah kritis- analitis dengan terlebih dahulu melakukan pengumpulan sumber (Heuristik). Selanjutnya sumber-sumber yang telah ada diverifikasi dengan melakukan analisis untuk menentukan otentisitas atau keaslian sumber serta untuk menemukan kandungan informasi (fakta sejarah). Pada tahap selanjutnya, sumber yang telah diyakini otentisitas/keaslian dan kredibilitas informasinya diinterpretasikan sehingga fakta-fakta sejarah yang ditemukan dapat tersusun dengan baik dan menjadi sebuah kisah peristiwa. Kisah peristiwa ini kemudian direkonstruksi dalam bentuk Historiografi.

Pendekatan sejarah yang digunakan adalah tinjauan dari sisi sosiologi ekonomi, seperti adanya gerakan, pemberontakan, budaya, etnis setelah memberikan lukisan sistim sosial ekonomi dari kurun-kurun tertentu. v Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Pengkajian dari permulaan terbentuknya sebuah masyarakat sampai menjadi masyarakat yang kompleks juga disinggung dalam pembahasan. Adapun pendekatan politik ekonomi merupakan poin yang sangat penting dalam metode penelitian ini, karena sejarah konvensional identik dengan kekuasaan. Begitu juga dengan pola perilaku individu dan kelompok dapat membantu menjelaskan apakah sistim itu berfungsi dengan baik atau tidak, serta perkembangan hukum dan kebijakan sosial ekonomi yang meliputi etnis, agama, opini publik, birokrasi dan administrasi. Politik dalam hal ini dikaitkan dengan kemampuan pemerintah dalam menerapkan sistim keuangan Islam yang merupakan prinsip dasar dari sistim Daulah Utsmaniyah. Sebuah sistim yang dijalankan oleh pemerintah sebagai bentuk pengelolaan masalah-masalah umum yang diukur dengan Syari’at Islam secara menyeluruh.

Penyusunan naskah buku ini dapat memberikan gambaran tentang aplikasi sistim ekonomi Islam yang pernah berhasil pada masa lalu tanpa mengadopsi ekonomi kapitalis Barat yang muncul setelah itu. Sebuah sistim yang dapat mendatangkan kemakmuran bagi masyarakat. Walaupun demikian, dalam penyusunan naskah ini penulis juga menjelaskan bagaimana proses pembentukan sistim kapitalis Barat bekerja setelah terjadinya revolusi industri bersama sistim perbankan yang sebelumnya tidak dikenal dalam skala yang luas. Lebih jauh lagi, dibahas pula karakteristik politik ekonomi kapitalis Barat yang selalu mempunyai standar ganda dalam melakukan kerja sama dengan negara-negara lain. Juga dibahas berbagai hal yang menjadi titik kelemahan pelaksanaan sistim ekonomi Islam pada masa Turki Utsmani. Buku ini terdiri dari tiga bab dan sub-sub bab:

Bab I: Pendahuluan; yang terdiri dari Latar Belakang, Permasalahan, Literatur Riview, Tujuan dan Signifkansi Penulisan, serta Metodologi Penelitian

vi Kata Pengantar

Bab II: Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

A. Sistem perekonomian Islam. Berbicara tentang negara dan hubungannya

dengan ekonomi serta sejauh mana negara dapat campur tangan dalam ekonomi menurut syariat Islam. B. Turki Utsmani dan Kapitulasi Asing. Membahas tentang Turki Utsmani, dari mulai sejarah pembentukan, masa kejayaan sampai kemunduran dan struktur pemerintahan Turki Utsmani. C. Sistem Perekonomian dan Keuangan Turki Utsmani. Jika bab sebelum- nya berbicara secara umum tentang Turki Utsmani, maka bab ini berbi- cara tentang hal yang lebih spesifik yaitu sistem perekonomian dan keuangan Turki Utsmani. Tercakup dalam pembahasan ini adalah kebija- kan dan struktur ekonomi Turki Utsmani serta keseimbangan faktor produksi dan uang yang beredar. D. Perubahan Sistem Keuangan Turki Utsmani. Membicarakan tentang Kapitulasi asing di Turki Utsmani dan bagaimana dampaknya di kemu- dian hari, baik pada sistem ekonomi maupun dalam pemerintahan dan politik. E. Westernisasi Ekonomi Turki Utsmani. Dipaparkan bagaimana peruba- han sistem keuangan di Turki Utsmani perlahan mengarah kepada Westernisasi ekonomi yang kemudian mengarah kepada kemunduran Turki Utsmani di berbagai bidang. Di bagian akhir dibahas bagaimana respon masyarakat Turki terhadap berbagai upaya Barat dalam mengua- sai dan mendominasi Turki secara ekonomi. F. Respon Masyarakat Terhadap Reformasi Turki Utsmani. Pada bagian ini dipaparkan usaha dan perjuangan penduduk Turki Utsmani menghadapi tantangan yang tidak mudah. Mereka berusaha sekuat daya dan upaya untuk mempertahankan serangan-serangan yang datang dari luar, terutama yang berkaitan dengan kondisi ekonomi, serta tekanan-tekanan vii Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

politik lainnya yang tidak mudah. Mereka harus berhadapan dengan kekuatan asing yang datang silih berganti. G. dan Refleksi atas Turki Utsmani Abad 19-20. Menghadirkan refleksi kondisi ekonomi Indonesia saat ini dengan membandingkan kondisi tersebut dengan kondisi Turki Utsmani ketika terjerat Kapitulasi dan Westernisasi Barat.

Bab III: Penutup yang berisi Kesimpulan dan Saran

Bagi para pembaca yang tertarik untuk menelaah lebih jauh tentang perkembangan Turki Utsmani, khususnya dalam bidang perekonomian dan pergulatannya dalam menghadapi dan beradaptasi dengan kapitalisme yang muncul dan kemudian mendominasi dunia, dapat merujuk kepada sumber- sumber berikut ini dimana penulis jadikan sebagai rujukan utama dalam penulisan buku ini:

 Jonathan S. Mc Murray daam Distant Ties: Germany, The Ottoman Empire, and the Construction of Baghdad Railway. Buku ini mencerita- kan tentang investasi langsung yang dilakukan oleh Barat yang tidak begitu banyak memberikan keuntungan dan kontribusi untuk pemasokan bahan mentah kepada Turki Utsmani. Hal itu lebih menguntungkan masyarakat dalam aspek transportasi lokal, adapun penyebaran kekuatan militer untuk membasmi gerakan separatis Arab yang dipimpin oleh Syarif Husein bin Ali yang akhirnya ditipu oleh Inggris dan dibuang ke Cyprus.

 Donald Quataert, Ottoman Manufacturing ini the Age of The Industrial Revolution. Buku ini menceritakan tentang keberadaan industri Turki Utsmani yang terus bertahan pada masa krisis bahkan sanggup bersaing dengan industri Barat.

viii Kata Pengantar

Pada waktu itu German adalah negara yang sedang mengadakan percobaan pembuatan kapal selam sebelum perang dunia pertama terjadi.  Stanfor J. Shaw & Ezel Kural Shaw, History of The Ottoman Empire and Modern Turkey. Buku ini bercerita tentang toleransi kekaisaran Ottoman terhadap kelompok minoritas, dalam buku ini juga diceritakan tentang sistim pemerintahan, yang di masa awal mereguk keberhasilan dan kestabilan di berbagai bidang dan mengalami masa krisis terutama di bidang birokrasi serta sistim pemilihan pemimpin.  Sevket Pamuk, The Ottoman Empire and European Capitalism, 1820-1913. Buku penting ini membahas tentang proses Westernisasi terjadi pada kerajaan Turki Utsmani yang bermula dengan berdirinya bank-bank yang menggunakan sistim Barat bebas bergerak menguasai usaha-usaha dalam negeri. Hal itu akibat perjanjian Kapitulasi yang terus berkembang dari masa kemasa dan merugikan pemerintahan Turki Utsmani.  Resat Kasaba, The Ottoman Empire and the World Economy: The Nineteenth Century. Dalam buku ini membahas dampak ekonomi global dan pasar bebas terhadap Turki Utsmani pada abad ke 19 ketika kekaisaran ini mengalami krisis berkepanja- ngan dan menjadi pasar yang sangat luas bagi Eropa Barat pada waktu itu.

Selain kelima buku di atas, buku lain yang disusun oleh Charles Issawi juga cukup menarik ketika berbicara tentang perekonomian propinsi Turki Utsmani di wilayah Afrika seperti Mesir yang telah bergerak dengan bebas dalam melakukan pembangunan dan pengambil alihan pembayaran pajak yang ix Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani dilakukan oleh Inggris sebagai wali atas Mesir dan Suriah yang diwakili oleh Sir Cromer.

Penulis berharap berbagai tema dan pembahasan yang dituangkan dalam buku ini , dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan dan implementasi sistem ekonomi Isam di Indonesia, amin…..

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, Januari 2021

Dr. Desmadi Saharuddin, Lc., MA Dr. Meirison, MA

x Daftar Isi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...... v DAFTAR ISI ...... xi BAB I. PENDAHULUAN ...... 1 A. Latar Belakang ...... 1 B. Permasalahan ...... 7 C. Literatur Review ...... 9 D. Tujuan dan Signifikasi ...... 10 E. Metodologi Penelitian ...... 11 a. Landasan Teori dan Kerangka Konseptual ...... 11 b. Faktor Terbentuknya Reaksi ...... 11

BAB II KEBIJAKAN EKONOMI, KAPITULASI DAN WESTERNISASI ...... 15 A. SISTEM PEREKONOMIAN ISLAM ...... 15 1. Negara: Unsur Dasar dan Pembentukan ...... 15 2. Karakteristik Negara dalam Syariat Islam ...... 18

xi Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

3. Campur Tangan Pemerintah di Bidang Ekonomi ...... 19 4. Peran Pemerintah dalam Ekonomi ...... 23 5. Karakteristik Keuangan Islam dan Hubungannya dengan Ekonomi Publik ...... 30 6. Dasar-Dasar Sistim Keuangan Islam ...... 32 c. Aqidah...... 32 d. Persamaan Kedudukan...... 33 e. Keadilan...... 35 f. Keadilan Sosial & Jaminan Sosial ...... 35 g. Komitmen dengan Maqashid Syari’ah ...... 37 7. Karakteristik Sistim Keuangan Masa Rasulullah Saw. dan Khalifah Rasyidin ...... 38 a. Masa Rasulullah Saw...... 38 b. Karakteristik Sistim Keuangan Masa Abu Bakar ...... 42 c. Sistim Keuangan pada Masa Umar bin Khatab ...... 42 d. Sistim Keuangan Masa Usman bin Affan ...... 43 8. Abu Yusuf al-Qadhi Abu Yusuf al-Qadhi ...... 44 9. Ibnu Taimiyah ...... 45 10. Ibnu Khaldun ...... 46 11. Siyasah Maliyah dalam Islam ...... 47 12. Dasar-dasar Siyasah al-Maliyah dalam Islam ...... 48 13. Sarana dan Prasarana Siyasah Maliyah Islamiyah ...... 49 A. Sarana Pemasukan Negara ...... 49 a. Zakat...... 49 b. Anfal, Ghanimah, Fa’i, dan Khumus ...... 50 c. Kharaj ...... 52 d. Jizyah ...... 54 e. Harta Milik Umum ...... 55 f. Harta milik negara berupa tanah, bangunan, sarana umum dan semua yang dihasilkan...... 59 g. ‘Usyur ...... 60 h. Harta ilegal penguasa, pegawai negara, harta hasil usaha yang tidak sah, dan harta denda ...... 60

xii Daftar Isi

i. Khumus Rikaz (Barang Temuan) dan Barang Tambang (jumlahnya tidak banyak) ...... 62 j. Harta yang tidak ada Pewarisnya ...... 62 k. Harta orang murtad ...... 62 l. Pajak ...... 63

B. TURKI UTSMANI DAN KAPITULASI ASING...... 65 1. Sejarah Singkat Turki Utsmani ...... 65 a. Perkembangan dan Masa Keemasan Turki Utsmani (1299-1402) ...... 66 b. Turki Utsmani di Eropa Tengah dan Tanduk Afrika ...... 68 c. Turki Utsmani Stagnasi dan Perubahan (1683-1827) ...... 72 d. Kemunduran dan Modernisasi (1828-1908) ...... 74 e. Kekalahan dan Pembubaran (1908-1922) ...... 76

2. Pemerintahan Turki Utsmani ...... 78 a. Hukum Turki Utsmani ...... 81 b. Militer Turki Utsmani ...... 83 c. Pembagian Administratif ...... 86 d. Perekonomian Turki Utsmani ...... 87 e. Kekuatan Ekonomi Utsmaniyah ...... 92 f. Kaum Intelektual dan Ekonom dimasa Khilafah Utsmani ...... 94

C. SISTEM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN TURKI UTSMANI ...... 96 1. Kebijakan Ekonomi yang Proteksionis ...... 96 2. Struktur Perekonomian Turki Utsmani ...... 100 3. Keseimbangan Faktor Produksi dan Mata Uang yang Beredar ...... 101 a. Mata Uang Daulah Utsmaniyah (The Gold Sultani); Mata Uang Internasional ...... 103 b. Koin asing ...... 109 c. Emas - Perak - Tembaga ...... 112 d. Uang kertas Utsmaniyah 100 Lira...... 113 e. Mata Uang Mamluk ...... 114 f. Perdagangan Domestik ...... 118 xiii Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

g. Perdagangan Internasional ...... 121 h. Bedesten, Perdagangan dan Aktivitas Sosial ...... 122

D. PERUBAHAN SISTEM KEUANGAN TURKI UTSMANI ..... 127 1. Kapitulasi Asing ...... 130 2. Kapitulasi dengan Jenewa dan Venesia ...... 133 3. Dampak Kapitulasi ...... 139

E. WESTERNISASI EKONOMI TURKI UTSMANI ...... 141 1. Awal Westernisasi ...... 141 2. Tanzimat/Westernisasi ...... 149 3. Tujuan Westernisasi...... 154 a. Perdagangan Bebas, Penyelesaian Masalah ala Barat .... 157 b. Hutang Luar Negeri dan investasi asing ...... 159 c. Investasi Asing Pada Sektor Transportasi (Pembangunan Rel Kereta Api) ...... 160 4. Hasil "Reformasi" Westernisasi...... 162

F. RESPON MASYARAKAT TERHADAP REFORMASI TURKI UTSMANI ...... 165 1. Perjuangan Ekonomi Turki Utsmani ...... 165 2. Perjuangan Perdagangan ...... 166 3. Penolakan Terhadap Kebijakan Ekspor Impor ...... 167 4. Independensi Hubungan Perdagangan ...... 169 5. Perjuangan Keuangan ...... 171 6. Perjuangan Menghadapi Investor ...... 173 7. Perjuangan Terhadap Aset Tak Bergerak (Property)...... 175 8. Perjuangan Terhadap Industri ...... 176 a. Industri Tradisional ...... 176 b. Industri Modern ...... 177

G. INDONESIA DAN REFLEKSI ATAS TURKI UTSMANI ABAD 19-20 M ...... 179 1. Kolonialisme dan Ideologi Pembangunan Pasca

xiv Daftar Isi

Kemerdekaan ...... 179 2. Kebijakan Ekonomi Masa Penjajahan ...... 180 3. Kebijakan Orde Baru ...... 185 4. Kebijakan Ekonomi Pasca Soeharto ...... 187 a. Pembukaan lapangan kerja bagi masyarakat...... 189 b. Alih Teknologi ...... 190 c. Peningkatan pendapatan negara dari sektor pajak...... 190 d. Memudahkan masyarakat memenuhi kebutuhan...... 190 e. Mendorong kemajuan produsen dalam negeri...... 191 f. Terbengkalainya sektor pertanian ...... 191 g. Kerusakan lingkungan ...... 191 h. Berkurangnya lahan produktif...... 192 i. Eksplorasi sumber daya alam secara berlebihan ...... 192 j. Hasil usaha lebih banyak dibawa ke negara asalnya ...... 192 5. Dampak Bank Asing di Indonesia ...... 193 6. Dampak Investasi Asing di Indonesia ...... 195 7. Dampak dari Pasar Bebas (Pembanjiran Impor Beras) ...... 197 8. Proteksionis Amerika Serikat dan Eropa ...... 199 9. Perdagangan Bebas yang Hakikatnya Proteksionis ...... 201 10. Kondisi Daulah Utsmaniyah dan Indonesia ...... 203

BAB III PENUTUP DAN KESIMPULAN ...... 207 1. Kesimpulan ...... 207 2. Saran ...... 210 DAFTAR PUSTAKA ...... 213 TENTANG PENULIS ...... 233

xv BAB I ⇛ Pendahuluan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setelah terjadi perubahan dalam sistim perekonomian Turki Utsmani, masyarakat merasakan pengaruh Barat yang luar biasa terutama dalam kenaikan neraca perdagangan yang hanya memberikan keuntungan sepihak kepada Eropa Barat. Situasi ini terjadi sebagai hasil dari perkembangan teknik yang merupakan buah revolusi industri di Eropa pada akhir abad ke 18. Dan kondisi tersebut diperparah oleh tarrief barrier yang tidak lagi dikuasai oleh Negara Utsmani sehingga memicu pembanjiran komoditi pasar; strategi yang sengaja dilakukan oleh Barat dengan alasan untuk menjaga komoditi mereka. Dengan demikian, saat melakukan transaksi dagang dengan pihak Turki Utsmani, mereka selalu diuntungkan dalam kondisi apa pun.

1 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Pada saat terjadinya Perdagangan Bebas atau Westernisasi pemerintahan Turki Utsmani tidak bisa lagi menentukan kebijakan perekonomiannya secara mandiri, terutama dibidang fiskal yang selama ini memberikan pemasukan khusus pada negara. Komoditi Turki Utsmani pun berubah dari komoditi barang jadi dan siap pakai kepada komoditi pertanian dan bahan-bahan makanan pokok untuk memenuhi kebutuhan pasar-pasar Eropa. Perubahan ini tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perekonomian Turki Utsmani. Pemerintah berpendapat bahwa yang bisa memberikan dampak positif kepada masyarakat Utsmani adalah perkembangan transportasi dan masuknya modal asing dengan leluasa (Issawi, 2010). Program lain yang dianggap dapat meningkatkan sistim perekonomian Turki Utsmani adalah proyek Tanzimat, yang bertujuan untuk memberikan bantuan dan memper- baiki kondisi perekonomian masyarakat Turki yang sedang berantakan sehingga disebut sebagai “Lelaki Tua Sekarat di Benua Eropa” oleh Rusia.

Westernisasi Ekonomi Kapitalis yang terjadi di Turki mengikuti pola perekonomian yang berlaku di negara-negara Eropa. Pada dasarnya Wester- nisasi perdagangan adakalanya dilakukan dengan cara suka rela, adakalanya melalui pemaksaan dengan peperangan, tekanan politik, sosial, ekonomi dan budaya. Program Westernisasi yang diciptakan oleh negara-negara Eropa pada umumnya bertujuan untuk mengendalikan negara-negara yang lemah serta kaya sumber daya alam. Program tersebut mendatangkan keuntungan yang amat besar bagi negara-negara Barat, termasuk di dalamnya dukungan terha- dap kebutuhan dasar industri mereka yang sedang tumbuh dan berkembang pesat. Dan pasar bebas adalah bagian dari program Westernisasi yang penera- pannya kadang dilakukan dengan tekanan seperti, pemberian hutang, perang dan penjajahan. Komponen lain dari corak Westernisasi adalah menanamkan investasi asing seperti pembangunan infrastruktur, transportasi dan pengem- bangan perekonomian lainnya.

2 BAB I ⇛ Pendahuluan

Salah satu ikon dari peradaban Barat adalah “standar ganda”, yaitu memberikan perbedaan perlakuan terhadap suatu negara dengan negara lain dan merupakan bagian terpenting dari program politik luar negeri mereka, sekaligus ciri khas dari proses Westernisasi. Hal tersebut bisa kita lihat dari perlakuan yang mereka berikan pada saat menghadapi perang candu, seperti yang dilakukan oleh Inggris kepada China. Slogan yang mereka dengung-dengungkan sangat kontradiksi dengan kenyataan yang ada sehingga sampai kapan pun peristiwa ini tidak akan bisa dilupakan begitu saja. Dengan banyaknya peristiwa serupa yang terjadi di negara-negara lemah dimana Westernisasi tidak hanya semata-mata transaksi perdagangan bebas, akan tetapi jauh lebih dahsyat dari itu. Contoh lain yang ada di depan mata kita adalah praktik monopoli terhadap sumber daya alam dalam skala besar dan menyeluruh. Bagi mereka, Westernisasi Perekonomian adalah aplikasi dari slogan: tidak ada kerja sama, tidak ada persahabatan, tidak ada permusuhan yang abadi, yang ada hanyalah kemaslahatan yang abadi.

Proses Westernisasi Turki Utsmani telah dimulai pertengahan abad 18 M, yang dikenal dengan "Firman Gulhane" pada tahun 1839. Pada saat itu terjadi benturan hebat krisis sosial di Mesir – yang saat itu masih merupakan salah satu provinsi dari Turki Utsmani – dan penghapusan tentara Yeniseri pada tahun 1826. Dalam peristiwa itu pihak oposisi mendapatkan impian yang mereka inginkan yaitu reformasi militer, langkah pertama menuju liberalisme perekonomian. Semenetara pemerintah kehilangan dukungan industri ekonomi dalam korp militer Yeniseri, selama ini mereka mampu memproduksi dan menyuplai berbagai kebutuhan dalam negeri secara mandiri (Inalcik dan Quartaert, 1997). Adapun kegiatan perekonomian dari sektor swasta tidak lagi bisa diandalkan akibat tingginya beban pajak yang mereka tanggung, dimana beban pajak yang dikenakan kepada pribumi jauh lebih besar ketimbang pedagang asing.

3 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Kegiatan ekonomi penduduk pribumi dari etnis Turki dan Arab secara perlahan mulai mati, efek dari perjanjian dagang yang diberlakukan dengan bangsa-bangsa Barat, seperti Perancis, Inggris, Rusia dan Belanda. Tahun 1838-1841 (Krisis Mesir) beberapa perjanjian Pasar Bebas pun ditanda tangani. Perjanjian Balta Liman dengan Inggris tahun 1838 dilakukan atas keinginan Turki Utsmani untuk mendapatkan dukungan Inggris dalam meng- hadapi serangan Rusia dan Muhammad Ali Pasha dari Mesir. Pemberontakan Muhammad Ali Pasha di Mesir bertujuan untuk melepaskan diri secara politik dan ekonomi dari Turki Utsmani, pemberontakan ini didukung oleh Inggris.

Pada tahun 1856 perjanjian resmi antara Turki dan Inggris ditanda- tangani dalam rangka perang melawan Rusia dan dibantu oleh Mesir dengan dukungan logistik dari negara-negara Barat. Konsekuensi dari perjanjian tersebut Turki Utsmani mendapatkan kucuran dana segar dari Inggris dan Perancis untuk keperluan militer dan perbaikan infrastruktur Turki Utsmani dengan sistim ribawi. Perjanjian ini merupakan pertanda pergerakan penting dari program Westernisasi di Turki Utsmani, serta awal bagi Turki kehilangan kemerdekaan dalam bertindak di semua lini termasuk sektor perekonomian dan penyusupan investasi asing yang bergerak tanpa terkendali (Pamuk, 2003). Perubahan perekonomian Turki Utsmani yang didasarkan kepada norma syari'at Islam telah mulai terasa sejak berdirinya bank asing ribawi pada tahun 1855 dimana mayoritas nasabah dari Bank ini adalah para pejabat tinggi dan prinsip-prinsip muamalah syar’iyah al-maaliyah mulai terdegradasi.

Sejak ditandatanganinya perjanjian resmi antara Turki dan Inggris tahun 1856, pembayaran pajak penghasilan wilayah yang semula dibayarkan lansung oleh Mesir kepada Turki dan sekarang diambil alih oleh Inggris. Sebagai kompensasi pembayaran pajak wilayah tersebut, Inggris memaksa Mesir untuk melakukan penanaman kapas. Pemaksaan ini dilakukan untuk memenuhi

4 BAB I ⇛ Pendahuluan

kebutuhan industri tekstil yang sedang berkembang di Inggris. Permintaan Katun di Inggris semakin meningkat akibat terjadinya perang saudara di Amerika. Untuk memudahkan pengiriman kapas dari Mesir ke inggris, maka dibangunlah infrastruktur transportasi pendukung yaitu penggalian Terusan Suez. Pembagian hasil dari keuntungan jalur Terusan Suez ini Mesir mendapatkan sebesar 7% dari total keuntungan dan disalurkan melalui Bank Anglo-Egypt yang didirikan pada tahun 1864.

Pada tahun 1856 Inggris telah mendirikan Bank Ottoman untuk memper- lancar perdagangan bebas di Turki. Akan tetapi setelah Inggris kehilangan kendali atas Turki Utsmani ketika Cyprus dan Mesir diduduki oleh Perancis, maka manajemen Bank tersebut diambil alih oleh Perancis, walaupun kantor pusatnya masih berkedudukan di Istanbul dengan cabang-cabangnya yang tersebar di negara-negara Eropa (Mc Murray, 2001). Dokumen resmi Amerika Serikat yang berasal dari Kementerian Perdagangan Amerika pada tahun 1926 mengatakan bahwa seluruh bank-bank asing yang tersebar di wilayah Turki Utsmani telah mengeruk keuntungan yang sangat besar. Keberadaannya telah mendukung neraca perdagangan asing di seluruh wilayah Utsmaniyah dan telah membantu kaum Yahudi untuk mendirikan negaranya di Palestina di bawah lindungan Inggris (Hakki, 1998).

Problematika perekonomian di Turki Utsmani sangat berbeda dengan negara-negara lain. Penyelesaian krisis ekonomi tidak mampu diselesaikan melalui investasi dan modal Asing. Kondisi ini berbeda dengan negara Jepang, misalnya, yang jauh dari jangkauan Barat. Kehadiran modal asing di negara tersebut sangat menguntungkan, karena kondisi geografis wilayah Jepang yang sulit bagi negara-negara investor untuk melakukan konspirasi seperti yang mereka lakukan terhadap Turki Utsmani.

5 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Bank-bank asing yang beroperasi di wilayah Turki Utsmani ternyata tidak bekerja untuk kemaslahatan Turki Utsmani, melainkan bertujuan untuk mendukung gerakan separatisme yang dicanangkan oleh negara-negara Barat. Hal ini bisa dilihat dengan adanya pembagian wilayah operasional dari bank- bank tersebut. Gerakan seperatisme di Turki awalnya melakukan penjajahan ekonomi dan kemudian berlanjut dengan penjajahan fisik. Dan analisis para pakar ekonomi menyebutkan bahwa investasi langsunglah yang menyebabkan kehancuran bagi Turki Utsmani (Tarihi, 1998).

Analisis lain dari para pakar mengatakan bahwa Westernisasi bukan satu-satunya penyebab dari kemunduran dan kehancuran perekonomian Turki Utsmani yang berbasiskan pada Syari'at Islam itu. Namun yang menjadi penyebab utama adalah inlfasi dan pengaruh politik luar negeri yang memiliki andil besar dalam kehancuran ekonomi Turki Utsmani. Faktor inflasi yang sangat berpengaruh adalah krisis tahun 1600-an. Pada 1500-1600- an, ketika negara-negara Eropa seperti Spanyol, Inggris dan Perancis melakukan eksplo- rasi dan penaklukan atas dunia baru di seberang Atlantik. Penaklukan mereka menghasilkan banyak emas dan perak, khususnya yang dibawa oleh Spanyol dari Meksiko ke Turki. Dan ekonomi Utsmani yang berbasiskan pada perak sangat terpukul oleh situasi ini dan otomatis mendevaluasi nilai mata uang mereka (Quataert, 1983). Statistik menunjukkan betapa buruknya inflasi yang terjadi pada 1500-an dan 1600-an. Fakta konkret pada tahun 1580, satu koin emas berharga 60 koin perak, dan 10 tahun kemudian satu koin emas baru dapat dibeli dengan harga 120 koin perak, kemudian pada tahun 1640, harga satu koin emas menjadi 250 koin perak. Inflasi ini telah menyebabkan harga- harga barang melambung tinggi dan menyengsarakan rakyat.

Proses stagnasi ekonomi terus berlanjut antara tahun 1600 hingga 1700- an, pemerintah pusat terus berusaha mencari sumber pendapatan ekonomi

6 BAB I ⇛ Pendahuluan

negara dari sumber-sumber lain. Namun negara-negara Eropa mulai unggul secara politik, ekonomi dan militer. Akibatnya konsesi dan kapitulasi ekonomi Turki Utsmani mulai dilakukan oleh Eropa. Perjanjian Kapitulasi dengan negara-negara Eropa (Perancis) harus ditandatangani. Eropa memberikan kontrol dan melakukan penguasaan terhadap seluruh industri-industri Utsma- niyah, hal itu dilakukan sebagai dukungan diplomatik kepada Turki Utsmani. Ketidakberdayaan dan kelemahan pemerintah dalam sektor ekonomi memaksa imperium Utsmani menyetujui isi perjanjian tersebut (Quataert, 2002). Dalam perjanjian ini disebutkan bahwa Turki Utsmani memberikan hak penuh kepada Perancis untuk mengontrol warga negaranya dan semua pemeluk Katolik Roma di wilayah Utsmaniyah. Pemerintah Utsmani tidak mempunyai wewe- nang untuk menegakkan hukum terhadap warga negara Perancis dan pemeluk Katolik, terlebih lagi di wilayah yang jauh di perbatasan (Beik, 1998). Dampak lain terhadap politik Turki Utsmani pada tahun 1740 dimana pemerintah Utsmani terpaksa menandatangani perjanjian untuk memberikan warga negara Perancis hak penuh untuk bepergian dan berdagang di seluruh wilayah Utsmaniyah. Aktivitas perdagangan yang dilakukan oleh warga negara Perancis ini telah merongrong perekonomian rakyat, mereka menjual barang- barang dagangannya dengan harga yang jauh lebih murah, akibatnya para pedagang lokal tersingkir dengan sendirinya.

B. Permasalahan

 Identifikasi masalah terletak pada perubahan sistim perekonomian Turki Utsmani yang telah mempunyai dasar perekonomian yang mapan selama berabad-abad, yaitu: sistim perekonomian yang dikendalikan oleh Syari'ah Islam. Walaupun pencetakan mata uang besar-besaran pernah dilakukan oleh Spanyol yang mengarah kepada inflasi global akan tetapi hal tersebut pada awalnya tetap

7 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

tidak banyak mempengaruhi perekonomian Turki Utsmani. Perta- nyaan yang muncul adalah apa pemicu Westernisasi ekonomi yang dilakukan oleh pemerintahan Turki Utsmani? Apakah karena hutang yang berlipat ganda, inflasi, ekspansi fiskal, atau memang karena membanjirnya mata uang perak akibat produksi perak yang dibawa oleh Spanyol dari tambang mereka di Meksiko ?  Pembahasan ini dibatasi dan diarahkan kepada penyebab pencetus terjadinya Westernisasi dan kapitulasi perekonomian pada masa Turki Utsmani. Kapan dimulai dan bagaimana prosesnya dan apa saja penyebab dominan dari kehancuran perekonomian Turki Utsmani. Pembahasan proses politik Kapitulasi dibatasi mulai tahun 1838 ketika perjanjian pasar bebas mulai dilakukan sampai tahun 1923. Pemilihan periode tersebut dilakukan karena efektivi- tas kekhalifahan yang berdasarkan hukum Islam sudah berakhir dan ditukar menjadi negara republik.  Rumusan Masalah

 Apakah benyebab terjadinya Westernisasi sehingga sistim perekonomian Islam berubah menjadi sistim Kapitalisme Barat?  Apakah faktor-faktor dominan yang menjadi penyebab kemunduran perekonomian Turki Utsmani?  Bagaimana reaksi masyarakat dan resistensinya menghadapi Westerniasasi dan investasi langsung yang dilakukan oleh bangsa Barat di seluruh wilayah Turki Utsmani?  Bagaimana relevansi kondisi perekonomian pada masa Turki Utsmani Abad 19-20 M dengan kondisi perekonomian Indonesia sekarang?

8 BAB I ⇛ Pendahuluan

C. Literatur Review

Jonathan S. Mc Murray, Distant Ties: Germany, The Ottoman Empire,

and the Construction of Baghdad Railway, menceritakan tentang investasi langsung yang dilakukan oleh Barat yang tidak begitu banyak memberikan keuntungan dan kontribusi untuk pemasokan bahan mentah terhadap pemerin- tahan Turki Utsmani. Namun keberadaan Railway tersebut lebih menguntung- kan masyarakat dalam transportasi lokal, Adapun penyebaran kekuatan militer untuk membasmi gerakan separatis Arab yang dipimpin oleh Syarif Husein bin Ali yang akhirnya ditipu oleh Inggris dan dibuang ke Cyprus.

Sedangkan dalam buku Donald Quataert, Ottoman Manufacturing in the Age of The Industrial Revolution, menceritakan tentang keberadaan industri Turki Utsmani yang terus bertahan pada masa krisis bahkan sanggup bersaing dengan industri Barat. Pada saat itu German sedang mengadakan percobaan pembuatan kapal selam, hal ini terjadi sebelum perang dunia I.

Penulis juga menela'ah buku yang disusun oleh Stanfor J. Shaw & Ezel Kural Shaw, History of The Ottoman Empire and Modern Turkey, yang menceritakan toleransi kekaisaran Ottoman terhadap kelompok minoritas, dalam buku ini juga diceritakan tetang sistim pemerintahan yang padamulanya mereguk keberhasilan dan kestabilan diberbagai bidang, namun mengalami masa krisis terutama di bidang birokrasi serta sistim pemilihan pemimpin.

Buku yang tak kalah pentingnya adalah buku yang disusun oleh Sevket Pamuk; The Ottoman Empire and European Capitalism 1820-1913, yang membahas tentang proses Westernisasi terjadi pada kerajaan Turki Utsmani yang dimulai dengan berdirinya bank-bank menggunkan sistim Barat bebas bergerak menguasai usaha-usaha dalam negeri akibat dari perjanjian kapitulasi

9 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani yang terus berkembang dari masa kemasa dan merugikan pemerintahan Turki Utsmani.

Penulis juga menela'ah buku yang ditulis oleh Resat Kasaba; The Ottoman Empire and the World Economy: The Nineteenth Century, yang mem- bahas tentang dampak ekonomi global dan pasar bebas terhadap Turki Utsmani pada abad ke 19 ketika kekaisaran ini mengalami krisis berkepanjangan dan menjadi pasar yang luas bagi Eropa Barat pada waktu itu. Buku yang disusun oleh Charles Issawi juga cukup menarik ketika membahas tentang perekono- mian propinsi Turki Utsmani di wilayah Afrika seperti Mesir. Pada waktu itu Mesir telah bergerak dengan bebas dalam melakukan pembangunan, sedang- kan pembayaran pajak kepusat diambil alih oleh Inggris yang bertindak seba- gai walinya dan Suriah.

D. Tujuan dan Signifikasi

Penulisan ini dilakukan untuk memberikan gambaran tentang aplikasi sistim ekonomi Islam yang pernah berhasil pada masa lalu tanpa mengadopsi sistim ekonomi kapitalis Barat yang muncul belakangan. Sebuah sistim yang dapat mendatangkan kemakmuran bagi masyarakat. Adapun signifikansi penelitian ini adalah untuk menjelaskan bagaimana proses pembentukan sistim kapitalis Barat bekerja pasca revolusi industri bersama sistim perbankan yang sebelumnya tidak dikenal dalam skala yang luas. Selain itu dari pembahasan ini dapat diketahui bagaimana karakteristik politik ekonomi kapitalis Barat dalam melakukan kerja sama dengan negara-negara lain. Politik yang selalu mempunyai standar ganda salah satunya untuk mengetahui titik lemah pelaksanaan sistim ekonomi Islam khususnya pada masa Turki Utsmani. Ini dapat dijadikan sebagai masukan dalam pelaksanaan sistim ekonomi Islam di tanah air masa yang akan datang.

10 BAB I ⇛ Pendahuluan

E. Metodologi Penelitian

a. Landasan Teori dan Kerangka Konseptual

 Reaksi Kognitif terjadi apabila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, dipersepsi oleh masyarakat secara luas. Reaksi ini berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan, kepercayaan atau informasi.  Reaksi Afektif timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi atau dibenci oleh masyarakat. Reaksi ini berkaitan dan berhubungan dengan emosi sikap atau nilai-nilai yang bersifat normatif.  Reaksi Behavioral merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati dari pola-pola tindakan kegiatan atau kebiasaan berperilaku (Rakhmat, 2004).

b. Faktor Terbentuknya Reaksi

Reaksi atau tanggapan yang dipengaruhi rangsangan (stimulus) dapat membentuk faktor-faktor internal ataupun faktor-faktor eksternal:

a. Faktor Internal, yaitu faktor yang ada dalam diri individu manusia itu, terdiri dari dua unsur yaitu rohani dan jasmani. Sehingga seseorang yang mengadakan tanggapan terhadap suatu objek tetap dipengaruhi oleh kedua unsur tersebut. Apabila terganggu salah satu unsur saja, maka akan melahirkan hasil tanggapan yang berbeda intensitasnya pada diri individu atau masyarakat. b. Faktor Eksternal, yaitu faktor yang ada pada lingkungan sekitarnya. Faktor ini berhubungan langsung dengan objek dan selanjutnya akan menimbulkan rangsangan serta berakhir di alat

11 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

indera seseorang (Waltigo, 1996). Reaksi seseorang dapat terbentuk dari adanya proses rangsangan (stimulus) atau sebab yang berujung pada hasil reaksi dan akibat dari proses tersebut. Jika rangsangan tersebut positif maka aktivitas akan diulang. Namun jika negatif maka aktivitas akan dihindari. Kemudian Reaksi dapat terlihat dan tercermin dari kognisi, sikap dan tindakan seseorang yang muncul berdasarkan faktor internal atau dari dalam diri individu tersebut maupun dari faktor eksternal atau lingkungan sekitar. c. Tinjauan tentang Implementasi Kebijakan Publik d. Pengertian implementasi Kebijakan

 Makna implementasi adalah memahami apa yang terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan yang merupakan fokus perhatian implementasi yaitu kejadian dan kegiatan yang timbul sesudah disahkannya peraturan yang mencakup, baik usaha untuk mengadministrasikan maupun untuk menimbulkan akibat atau dampak nyata pada masyara- kat (Awang, 2010).

Implementasi dimaknai dengan beberapa kata kunci sebagai berikut: untuk menjalankan kebijakan, untuk memenuhi janji-janji sebagaimana dinyatakan dalam dokumen kebijakan, untuk menghasilkan output sebagai- mana dinyatakan dalam tujuan kebijakan, untuk menyelesaikan misi yang harus diwujudkan dalam kebijakan. Implementasi juga merupakan kegiatan untuk mendistribusikan keluaran kegiatan (to deliver policy output) yang dilakukan oleh para implementaer kepada kelompok sasaran (Target group), sebagai upaya untuk mewujudkan tujuan kebijakan. Tujuan kebijakan

12 BAB I ⇛ Pendahuluan

diharapkan akan muncul sehingga policy output dapat diterima dan dimanfaat- kan dengan baik oleh kelompok sasaran. Sehingga dalam jangka panjang hasil kebijakan dapat diwujudkan (Awang, 2010).

13 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

14 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

BAB II

KEBIJAKAN EKONOMI, KAPITULASI

DAN WESTERNISASI

A. SISTIM PEREKONOMIAN ISLAM

1. Negara: Unsur Dasar dan Pembentukan

Negara merupakan bentuk nyata dalam kehidupan masyarakat modern. Keberadaan dan terbentuknya negara adalah untuk menaungi masyarakat serta mengurus berbagai macam aspek kehidupan, seperti hukum, peradilan dan perekonomian. Dalam kerangka yang tidak jauh berbeda, negara dalam ajaran Islam juga bertujuan untuk memelihara hak, menegakkan keadilan, amar ma’ruf nahi mungkar, dan menumbuhkembangkan potensi negara baik dari sisi sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Lebih jauh dari itu, negara dalam syariat Islam adalah negara hukum yang berdiri atas dasar aqidah Islamiyah berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah.

15 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Pada dasarnya, negara dengan syariat Islam terdiri dari beberapa unsur yaitu; Umat, Hukum, dan Kedaulatan; firman Allah Swt:

ا ا َّ ُ ُ َّ ً َّ ا ً ا ا ا ا ه ُ َّ ٖ ا ُ ا ٖ ْ ا ا ُ ْ ْ ا ا ا ْ ا ا ا ا ُ ُ ْ ٰ ا َكن انلاس امة وا ِحدة ۗ فبعث اّٰلل انلبِ نّي مب ِ ِّشين ومن ِذرِين ۖ وانزل معهم ال ِكتب ْ ا ٖ ا ْ ُ ا ا ْ ا َّ ْ ا ْ ا ا ُ ْ ْ ا ا ْ ا ا ا ْ َّ َّ ْ ا ُ ْ ُ ْ ُ ْ بِاْل ِق ِِلحكم بّي انلا ِس فِيما اختلفوا فِيهِ ۗ وما اختلف فِيهِ اَِّل ا َِّلين اوتوه ِم ن ا ْ ا ا ا ْ ُ ُ ْ ا ٖ ٰ ُ ا ْ ً ا ْ ا ُ ْ ا ا ا ه ُ َّ ْ ا ٰ ا ُ ْ ا ْ ا ا ُ ْ ْ ا بع ِد ما جاۤءتهم اْليِنت بغيا بينهم ۚ فهدى اّٰلل ا َِّلين امنوا لِما اختلفوا فِيهِ ِمن ْ ا ٖ ْ ا ه ُ ا ْ ْ ا ْ َّ ا ُ ٰ ا ُّ ْ ا ْ اْل ِق بِاِذنِهن ۗ واّٰلل يه ِدي من يشاۤء اِٰل ِِصا ٍط مستقِي ٍم

Manusia itu (dahulunya) umat yang satu (dalam ketauhidan). (Setelah timbul perselisihan,) lalu Allah mengutus para nabi (untuk) menyampai- kan kabar gembira dan peringatan. Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang mengandung kebenaran untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidak ada yang berselisih tentangnya, kecuali orang-orang yang telah diberi (Kitab) setelah bukti-bukti yang nyata sampai kepada mereka, karena kedeng- kian di antara mereka sendiri. Maka, dengan kehendak-Nya, Allah memberi petunjuk kepada mereka yang beriman tentang kebenaran yang mereka perselisihkan. Allah memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus (berdasarkan kesiapannya untuk menerima petunjuk).(QS al-Baqarah [2] 213)

Dengan demikian, Islam tidak menganggap tanah atau teritorial sebagai rukun dari sebuah negara, akan tetapi selama terdapat umat Islam di wilayah/daerah tersebut, maka negara dapat didirikan. Sebagaimana yang terjadi pada masa Rasul Saw di Madinah, Bani Umayah di Syam dan negara para Fir’aun di Mesir.

Adapun dasar-dasar negara dalam Syariat Islam adalah:

 Kebebasan seorang penguasa dalam mengambil keputusan.  Syura dalam membuat kesepakatan

16 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

ا ا ا َّ ا ۡ ا ا ُ ْ ا ٖ ۡ ا ا ُ ْ َّ ا ٰ ا ا ۡ ُ ُ ۡ ُ ا ٰ ا ۡ ا ُ ۡ ا َّ ا ا ۡ ا ُ ۡ ُ ُ ا و ٱ َِّلين ٱستجابوا لِربِ ِهم وأقاموا ٱلصلوة وأمرهم شورى بينهم و ِمما رز قنٰهم ينفِقون

“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka”. (QS. As Syura [42] 38).

 Kekuasaan adalah amanah dan tanggung jawab; kekuasaan bukanlah hak milik umat Islam, dan bukan pula pemberian:

ۡ ا ا ا ا َّ َّ ا ا ُ ُ ۡ ُ ا ُّ ْ ۡ ا ا ا ۡ ا ا ا ا ۡ ُ ا ۡ ا َّ ا ۡ ُ ُ ْ إِن ٱّٰلل يأم ُركم أن تؤدوا ٱۡلمٰنٰ ِت إِ ٰٰٓل أهلِها ِإَوذا حكمتم بّي ٱنلا ِس أن َتكم وا ۡ ا ۡ َّ َّ ا َّ ا ُ ُ َّ َّ ا ا ا ا ا ا ٗ ب ِٱلعد ِل إِن ٱّٰلل نِعِما يعِظكم بِه ِۗۦ إِن ٱّٰلل َكن س ِميعا ب ِصريا

" Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah maha mendengar lagi maha melihat." (QS. An-Nisa [4] 58)

Negara dalam syariat Islam adalah negara hukum. Firman Allah Swt:

ۡ ا ا ُ َّ ا ا ۡ ا ا ا ا ٰ ا ا ٖ ا ۡ ا َّ ۡ ا ا ا ا َّ ۡ ۡ ا ا َّ ا ا ا ۡ ا ُ ا ثم جعل نٰك لَع َِشيعةن ِمن ٱۡلم ِر ف ٱتبِعها وَّل تتبِع أهواء ٱ َِّلين َّل يعلمون

“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui”. (QS. Al-Jasiah [45] 18).

 Supremasi hukum. Peradilan memiliki kehormatan dan martabat yang amat tinggi, yang karena itu harus bebas dari pengaruh/inter- vensi apa pun dan dari siapa pun dalam membuat putusan hukum.

17 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Karakteristik Negara dalam Syariat Islam

Negara dalam Syariat Islam terdiri dari beberapa karakter yang mengandung beragam kebudayaan dan peradaban (Syanawi, 2015). Di antara karakter tersebut adalah:

 Negara dalam Syariat Islam adalah negara kemasyarakatan. Karena itu, Islam melarang dominasi politik dalam bentuk kedikta- toran. Dengan karakter seperti itu, maka mayoritas masyarakat dapat mewujudkan kehendak mereka dan memilih pemimpin dari berbagai lapisan masyarakat. Masyarakat juga dapat mengawasi pemerintah dengan mudah. Sehingga, apabila muncul tuntutan kemaslahatan maka pimpinan dapat diganti sesuai dengan aturan yang berlaku. Minoritas terjamin haknya dan bebas melakukan aktivitas selama tidak bertentangan dengan kemaslahatan yang ada dalam Syariat Islam.  Negara dalam Syariat Islam berdiri diatas nilai-nilai kemasyara- katan. Ajaran Islam berdiri di atas fondasi kumpulan konsep dasar seperti, syura (musyawarah), persamaan derajat, jaminan terhadap kebebasan dan hak, serta menjunjung tinggi nilai akhlak dan moral kemasyarakatan.  Negara dalam Syariat Islam adalah negara yang mengutamakan kecakapan dalam bertindak. Dengan menjadikan kemampuan dan kecakapan sebagai tolok ukur dalam pemerintahan, maka perbua- tan mubazir, KKN, serta gangguan perekonomian bisa ditekan semaksimal mungkin. Dan sudah seharusnya kecakapan bertindak, sikap amanah, keahlian serta ilmu pengetahuan menjadi indikator bagi mereka yang diberi wewenang mengendalikan perputaran pemerintahan dan perekonomian sebuah negara. Sebagaimana

18 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

firman Allah Swt:

ْ ْ ا ا ْ ْ ٰ ُ ا ٰٓ ا ا ْ ا ْ ُ َّ ا ْ ا ا ْ ا ا ْ ا ْ ا ُّ ْ ا ْ ُ قالت اِحدىهما ياب ِت استأ ِجره ۖاِن خري م ِن استأجرت القوِي اَّل ِم ّي ”Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: ‘Wahai ayahku, ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), Karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang Kuat lagi dapat dipercaya”. (QS. Al-Qashash [28] 26).

Permasalahan kemasyarakatan, politik, ekonomi, dan budaya yang muncul dalam menghadang umat Islam dimasa mendatang akan semakin dinamis. Maka dari itu, kontinuitas negara yang sesuai dengan Syariat Islam menjadi sebuah keharusan agar kemaslahatan umat dapat terwujud dan terpelihara hingga akhir zaman (Zuhaili, 1992)

2. Campur Tangan Pemerintah di Bidang Ekonomi

Setiap negara mempunyai aturan main tersendiri dalam sistim perekono- miannya. Sebab, setiap negara mempunyai rencana dan target yang harus dicapai dalam tahapan-tahapan pembangunan, baik dari sisi struktur ataupun infrastruktur. Dalam membangun sistim perekonomian, negara harus melaku- kan pengawasan terhadap setiap aktivitas pasar dan pergerakan ekonomi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu, jika aktivitas pasar dan pergerakan ekonomi mempengaruhi stabilitas dan keamanan negara, maka intervensi atau campur tangan negara menjadi sesuatu yang tidak terelakkan. Berikut beberapa bentuk intervensi atau campur tangan pemerintah terhadap aktivitas pasar:

a. Campur Tangan Pemerintah Berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah

Intervensi negara terhadap pasar dan aktivitas ekonomi dibenarkan oleh

19 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani syariat Islam. Hal tersebut didasarkan kepada firman Allah yang memerintah- kan ketaatan kepada pemerintah selama mematuhi perintah dan petunjuk Allah, sebagaimana fiman Nya:

ا ا ا ُ ا آٰ ُّ ا َّ ا ا ا ُ ْ ُ ْ َّ ا ا ُ ْ َّ ُ ا ا ْ ۡ ۡ ُ ۡ ا ا ا ا ۡ ُ ۡ يأيها ٱ َِّلين ءامنوا أ ِطيعوا ٱّٰلل وأ ِطيعوا ٱلرسول وأو ِِل ٱۡلم ِر ِمنكمۖ فإِن تنٰزعتم ِف ا ا ۡ ا ُ ُّ ُ ا َّ ا َّ ُ ُ ُ ۡ ُ ۡ ُ ا َّ ا ۡ ا ۡ ا ا ا ۡ ٞ ا ۡ ا ُ َشءن فردوه إِٰل ٱّٰلل ِ و ٱلرسو ِل إِن كنتم تؤ ِمنون ب ِٱّٰلل ِ و ٱِلو ِم ٱٓأۡل ِخر ِ ذٰلِك خري وأح س ن ا ۡ ً تأوِيًل

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan Ulil Amri di antara kamu. Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (QS. An- Nisa [4] 59)

b. Campur Tangan Tertentu dari Pemerintah

Tugas pemerintah adalah mengawasi dan mengatur aktivitas jual beli sebagai bentuk pengendalian pasar. Hal ini dapat dilakukan apabila para pelaku ekonomi sudah tidak dapat lagi mengemban tugas dan kewajibannya. Campur tangan negara bersifat darurat dan merupakan sebuah pengecualian. Dalam sejarah Islam, Umar bin Khatab pernah memaksa pedagang untuk menjual barang-barang dagangannya yang ditumpuk untuk melakukan monopoli penjualan. Umar memaksanya menjual dengan harga yang berlaku dipasar dan terjangkau oleh masyarakat.

Tindakan tersebut dibenarkan oleh Syariat Islam, karena perilaku monopoli dan menumpuk barang-barang kebutuhan akan menciptakan inflasi, menurunkan produksi, dan menyebabkan kelesuan pasar dengan berkurangnya aktivitas jual beli. Pembatasan dan penetapan harga harus dilakukan oleh pemerintah untuk menghindari eksploitasi dan kemudharatan bagi masyarakat.

20 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Kebijakan melarang menumpuk daging segar oleh Rasulullah di saat terjadinya kekurangan bahan makanan menunjukkan bahwa Rasul Saw pada saat itu telah melakukan operasi pasar.

Kasus yang sama juga bisa terjadi terhadap kepemilikan khusus (pribadi) yang diakui oleh Islam selain kepemilikan umum. Pada saat terjadi bentrokan antara kepemilikan pribadi dengan kepentingan umum, maka kepemilikan pribadi dapat dibatalkan oleh pemerintah, seperti pembuatan jalan umum atau pelebaran masjid yang pernah terjadi pada masa Umar bin Khattab. Untuk keperluan tersebut, Umar bin Khattab merelokasi rumah-rumah penduduk yang ada disekitar masjid demi pelebaran Masjidil Haram (Ibrahim, 2005).

c. Campur Tangan Pemerintah Berdasarkan Keadilan

Mewujudkan keadilan merupakan salah satu tujuan yang paling utama dalam syariat Islam. Karena itu pula, segala bentuk penguasaan atau pengam- bilalihan yang dilakukan secara paksa tidak dibenarkan. Fiman Allah Swt.

ا ا ا ا ۡ ۡ ا ۡ ا ُ ُ ا ا ۡ ا ٖ ا ا ا ۡ ا ا ا ُ ُ ۡ ا ا ا ۡ ا ا ا ُ ا َّ ُ ۡ ۡ لقد أرسلنا رسلنا ب ِٱْليِنٰ ِت وأنزنلا معهم ٱل ِكتٰب و ٱل ِمزيان ِِلقوم ٱنلاس ب ِٱلقِس ِ ط ا ۡ ۡ ا ا ۡ ٞ ا ٞ ا ا َّ ۡ ا َّ ا ا ُ ا ُ اوأن ازنلاا ٱ اْل ِديد فِيهِ بأس ش ِديد اومنٰفِ ُع لِلنا ِس او ِ اِلعل ام ٱ ُّٰلل من ين ُُص ُه ۥ او ُر ُس له ۥ ۡ ا ۡ َّ َّ ا ا ٌّ ا ٞ ب ِٱلغي ِ ب إِن ٱّٰلل قوِي عزِيز

“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan mem- bawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka memper- gunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul- Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa”. (QS. Al-Hadid [57] 25)

21 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Pemerintah berhak mencampuri kepemilikan pribadi atau melakukan monopoli aktivitas ekonomi dan pasar hanyalah dalam rangka menghapuskan kezaliman, menegakkan keadilan, memberikan bantuan dan dukungan, mendatangkan kemaslahatan umum, dan menghilangkan kemudharatan dalam segala bentuk.

d. Campur Tangan Pemerintah Berdasarkan Syari’at Islam

Keterikatan pemerintah terhadap syariat Islam berarti pemerintah tidak boleh menghalalkan yang diharamkan serta meninggalkan apa yang diwajibkan oleh Allah Swt. Atas dasar tersebut, maka pemerintah tidak bisa menghalalkan riba atau membatalkan hak waris yang sudah jelas diatur dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Dalam kondisi ini, tindakan pemerintah hanya patuh dan ikut pada aturan syariat yang ada.

Adapun kegiatan-kegiatan produktif lainnya yang berkaitan dengan sesuatu yang bersifat mubah dan tidak diatur dalam Al-Qur’an dan Sunnah secara sharih (jelas), maka pemerintah berhak untuk membuat aturan sesuai dengan tuntutan kemaslahatan masyarakat, baik membolehkannya atau melarangnya, tergantung dengan kemaslahatan temporer. Dalam kegiatan ekonomi umpamanya, pemerintah boleh mengeluarkan aturan dan kebijakan terkait siapa yang berhak mengelola dan menambang hasil bumi seperti emas, minyak bumi, gas alam atau barang tambang lainnya dalam skala besar. Termasuk di dalamnya mengatur pembagian keuntungan atau royalti untuk negara dari keuntungan yang didapat dari pemberian izin tersebut. Semua itu harus diputuskan dengan pertimbangan kemaslahatan sebesar-besarnya bagi negara dan masyarakat.

22 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

e. Campur Tangan Pemerintah Berdasarkan Kebutuhan

Pemerintahan yang berdasarkan Syariat Islam bertujuan untuk menjaga

kemaslahatan individu, masyarakat umum, dan negara secara bersamaan. Maka, campur tangan pemerintah tergantung kepada situasi dan kondisi serta perilaku masyarakat. Tentu saja semua itu harus disesuaikan dengan ruang dan waktu serta tujuan kemaslahatan yang tertuang dalam maqashid syari’ah. Dengan kata lain, campur tangan pemerintah, khususnya dalam aktivitas ekonomi, bukanlah hal yang diwajibkan; apalagi jika masyarakat sudah mematuhi ajaran Islam dalam melaksanakan aktivitas ekonomi mereka.

Hal ini berbeda dengan sistim kapitalis yang mengutamakan kemasla- hatan individu diatas kepentingan negara. Juga berbeda dengan sistim sosialis yang menerapkan sebaliknya, yaitu mengutamakan kemaslahatan negara diatas kepentingan inidvidu (Ibrahim, 2005). Negara yang berdasarkan syariat Islam mengambil tempat di tengah-tengah kedua sistim tersebut dengan tidak memaksakan kehendak atau berlepas tangan sepenuhnya terhadap aktivitas ekonomi.

3. Peran Pemerintah dalam Ekonomi

Peran negara adalah mewujudkan kesejahteraan yang seimbang bagi kehidupan masyarakat. Ruang lingkup kesejahteraan dalam pandangan Islam mencakup seluruh unsur kehidupan serta elemen-eleman yang terkandung di dalamnya tanpa melebihkan dan mengurangi salah satu di antara yang lain. Pertemuan antara kemaslahatan individu dan hak umum masyarakat, inilah bentuk intervensi pemerintah dari sisi ekonomi:

a. Peran Negara dalam Mengatur Kehidupan Ekonomi

Negara harus mengarahkan dan mengambil langkah-langkah perbaikan

23 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani dalam mengatur kehidupan ekonomi masyarakat. Dalam perjalanan sejarah negara-negara Islam, pemerintah sangat mempunyai peranan untuk melakukan langkah-langkah positif terhadap kehidupan ekonomi masyarakat agar tidak terlibat pada sistim ribawi; langkah yang sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam syari’at Islam. Negara yang berdasarkan syariat Islamlah yang pertama kali membatalkan eksploitasi manusia dengan memanfaatkan sistim ribawi. Transaksi perdagangan yang bebas riba, broker, dan calo-calo akan membuat mata rantai perdagangan bisa dipersingkat menjadi lebih sederhana. Dengan sendirinya, para pelaku monopoli perdagangan bisa dikurangi. Hal ini bisa dilihat pada saat Rasulullah Saw, melarang para calo melakukan transaksi dengan menemui pemilik barang dagangan yang sedang dalam perjalanan menuju pasar.

ا َّ ا ا ُ ا ْ ُ ْ ا ا ا َّ ا ا ُ ا ْ ا ُ ا ْ ا ا ْ ا ْ َّ ا ا َّ ُ ا ْ ُ حدثنا موَس بن إِسما ِعيل حدثنا جويرِية عن نافِ ٍع عن ع ب ِد اّٰللِ ر ِِض اّٰلل عنه ْ ا ا ا ُ َّ ا ا ا َّ ُّ ا ا ا ا ْ ا ْ ُ ْ َّ ا ا ا ا ا ا َّ ُّ ا َّ َّ ُ ا ا ْ ا ا َّ ا ْ قال كنا نتلَّق الركبان فنشَتِي ِمنهم الطعام فنهانا انل ِِب صَّل اّٰلل عليهِ وسلم أ ن ا ا ُ ا َّ ُ ْ ا ا ُ ُ َّ ا ا ا ا ُ ا ْ َّ ا ا ا ْ ا ُّ ُ ا ٖ ُ ُ ا ُ نبِيعه حَّت يبلغ بِهِ سوق الطعا ِم قال أبو عبد اّٰللِ هذا ِف ألَع السو ِق يبي ِنه ح ِديث ُ َّ ع اب ْي ِد اّٰلل ِ

Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma’il dari Juwairiyah dari Nafi’ bahwa ‘Abdullah ra. berkata: “Kami dahulu biasa menyongsong kafilah dagang untuk membeli makanan dari mereka. Maka kemudian Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam melarang kami membelinya sebelum makanan tersebut sampai di pasar.” Abu ‘Abdullah berkata: “Ini larangan untuk transaksi di luar pasar sebagaimana dijelaskan oleh hadits ‘Ubaidulloh”. (HR. Bukhary, 1999)

ا َّ ا ا ُ ا َّ ٌ ا َّ ا ا ا ْ ا ا ْ ُ ا ْ َّ ا ا ا َّ ا ا ٌ ا ْ ا ْ َّ ا ا َّ ُ حدثنا مسدد حد ثنا َيَي عن عبي ِد اّٰللِ قال حدث ِِن نافِع عن عب ِد اّٰللِ ر ِِض اّٰلل ا ْ ُ ا ا ا ُ ا ْ ا ُ ا َّ ا ا ا ْ ا ُّ ا ا ُ ا ُ ا ا ا ا ا ُ ْ ا ُ ُ َّ عنه قال َكنوا يبتاعون الطعام ِف ألَع السو ِق فيبِيعونه ِف مَكنِهِ فنهاهم رسول اّٰللِ ا ا َّ َّ ُ ا ا ْ ا ا َّ ا ْ ا ُ ُ ا ا ا َّ ا ْ ُ ُ ُ صَّل اّٰلل عليهِ وسلم أ ن يبِيعوه ِف مَكنِهِ حَّت ينقلوه

24 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Telah menceritakan kepada kami Musaddad dari Yahya dari ‘Ubai- dulloh dari Nafi’ bahwa ‘Abdullah ra. berkata: “Dahulu mereka berjual beli makanan jauh di luar pasar lalu menjualnya di tempat itu pula, maka Rasululloh shallallohu ‘alaihi wasallam melarang menjual makanan di tempat (pembeliannya) hingga makanan itu dibawa terlebih dahulu ke pasar.” (HR. Bukhary, 1999)

ا ا َّ ا ا ا ْ ُ َّ ْ ُ ُ ُ ا ْ ا ا ا ا ٌ ا ْ ا ا ْ ا ْ َّ ْ ُ ا ا ا ا َّ ُ حدثنا عبد اّٰللِ بن يوسف أخَبنا مالِك عن نافِ ٍع عن عب ِد اّٰللِ ب ِن عمر ر ِِض اّٰلل ا ا ْ ُ ا َّ ا ُ ا َّ ا َّ َّ ُ ا ا ْ ا ا َّ ا ا ا ا ا ُ ا ْ ُ ُ ْ ا ا ا ْ ا ْ ا ا عنهما أن رسول اّٰللِ صَّل اّٰلل عليهِ وسلم قال َّل يبِيع بعضكم لَع بي ِع بع ٍض وَّل ا ا َّ ْ ٖ ا ا ا َّ ُ ْ ا ا ا ا ُّ تلقوا ال ِسلع حَّت يهبط بِها إِٰل السو ِق

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Yusuf dari Malik dari Nafi’ dari ‘Abdullah bin ‘Umar ra. bahwa Rasululloh shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah sebagian kalian menjual di atas penjualan sebagian yang lain dan janganlah pula kalian menyongsong dagangan hingga dagangan itu sampai di pasar-pasar”. (Sahih al- Bukhari, 1999)

ا ا ٖا ا ا ْ ا ٖ ْ ُ ْ ا ا ا ا ْ ا ا ْ ُ ُ ا ْ ا ْ ْ ا ا ْ ا ْ حدثنا الم ِ ُٖك بن إِبراهِيم قال أخَب ِِن ابن جري ٍج عن اب ِن ِشها ٍب عن سعِي ِد ب ِن ا ا ْ ُ ا ٖا ٖا ُ ا ا ا ُ ا ْ ا ا ا ا ٖا ُ ا ْ ُ ا ُ ُ ا ا ا ُ ُ ٖا ا ٖا ٖا ُ ا ا ْ ا ا ٖا ا المسي ِب أنه س ِمع أبا هريرة ر ِِض اّٰلل عنه يقول قال رسول اّٰللِ صَّل اّٰلل عليهِ وس لم ا ا ا ْ ا ُ ْ ا ْ ُ ا ا ا ْ ا ا ا ا ا ُ ا ا ا ْ ا ٌ ا َّل يبتاع المرء لَع بي ِع أ ِخيهِ وَّل تناجشوا وَّل يبِع حا ِِض ِْلا ٍد

Telah menceritakan kepada kami Al-Makkiy bin Ibrahim dari Ibnu Juraij dari Ibnu Syihab dari Sa’id bin Al Musayyab dari Abu Hurairah radhiyallahu‘anhum bahwa Rasululloh shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah seseorang membeli apa yang sedang dibeli saudaranya, jangan pula kalian melebihkan harga tawaran barang (yang sedang ditawar orang lain) dan jangan pula orang kota menjual buat orang desa”. (HR. Bukhary,1999)

25 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

ا ا َّ ا ا ُ ا َّ ُ ْ ُ ْ ُ ا َّ ا َّ ا ا ُ ا ٌ ا َّ ا ا ْ ُ ا ْ ا ْ ُ ا َّ ا ا ا ُ ْ ُ ا حد ثنا ُممد بن المثِن حدثنا معاذ حدثنا ابن عو ٍن عن ُمم ٍد قال أنس بن مالِ ٍك َّ ا ْ ُ ُ ا ا ْ ا ا ار ِ اِض ا ُّٰلل عنه نهينا أن يبي اع حا ِ ٌِض ِ اْلا ٍد ِ ِ Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna dari Mu’adz dari Ibnu ‘Aun dari Muhammad bahwa Anas bin Malik radli- allohu ‘anhu berkata; “Kami dilarang bila orang orang kota menjual kepada orang desa.” (HR. Bukhary, 1327)

b. Peran Negara dalam Pemanfaatan Sumber Daya Alam dan Devisa Negara

Pemanfaatan sumber daya alam telah dilakukan sepanjang hidup manusia, tak terkecuali di negara-negara yang berdasarkan pada syariat Islam. Sumber daya alam dipergunakan seoptimal mungkin sebagai upaya untuk memperbaiki keadaan ekonomi rakyat. Dalam menciptakan suasana pasar yang nyaman dan menggairahkan, negara harus memberikan kebebasan dalam kepemilikan terhadap sumber daya alam dengan batas-batas yang ditentukan. Investasi lokal juga harus diutamakan oleh negara demi pemeliharaan keka- yaan pribadi dan fasilitas negara serta peningkatan produksi. Sebagai media penyebaran kekayaan dan perputaran modal serta dukungan terhadap faktor produksi di seluruh wilayah negara, pemerintah dapat menggunakan zakat. Pemerataan pembangunan dan penyebaran kekayaan negara sangatlah penting agar peredaran modal tidak terpusat kepada satu wilayah saja (Ibrahim, 2005).

c. Peran Negara dalam Menumbuh Kembangkan Perekonomian

Dalam syariat Islam, negara tidak hanya berfungsi sebagai penjaga dan pemelihara investasi saja, melainkan juga sebagai pendukung dan pembinanya. Tujuannya agar modal dan kekayaan negara diarahkan menuju perkembangan ekonomi demi kemaslahatan masyarakat dan negara secara simultan.

26 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Sehingga, pada saat ekonomi mengalami stagnasi, perekonomian masyarakat tetap dapat menggeliat dengan baik. Untuk mewujudkan hal-hal tersebut negara harus memperhatikan hal-hal berikut:

 Melakukan pembangunan struktur ekonomi, kebudayaan dan kemasyarakatan.  Meningkatkan keragaman pemasukan untuk pengeluaran umum.  Mewujudkan ketahanan pangan, dengan membangun pengairan, bendungan, fasilitas transportasi, dan perhubungan.

Di masa sahabat, ketiga hal tersebut dilakukan oleh Umar bin Khatab dengan memanfaatkan dana yang berasal dari Mesir. Umar melakukan pemba- ngunan jalan, jembatan, pengairan serta mengembangkan industri dasar yang konsumsinya adalah pemerintah sendiri. Kebijakan Umar membangun dan membenahi fasilitas negara terbukti mampu membuat industri tetap bertahan dan masyarakat menjadi produktif.

d. Peran Negara dalam Memelihara Pasar

Setelah meluasnya negara-negara Islam pada masa sahabat, perdagangan dalam negeri dan luar negeri menjadi semakin meningkat. Untuk menjaga kestabilan pasar dan persaingan harga, Umar bin Khatab menerapkan bea cukai dan usyur terhadap barang-barang impor, juga melakukan pemungutan pajak kepada para pedagang asing yang melewati wilayah negara-negara Islam.1 Hal

1 Usyur yaitu bea impor yang dikenakan kepada semua pedagang, dibayar hanya sekali dalam setahun dan hanya berlaku terhadap barang yang nilainya lebih dari 200 dirham. Tingkat bea orang-orang yang dilindungi adalah 5% dan pedagang muslim 2,5%. Hal ini juga terjadi di Jazirah Arab sebelum masa Islam, terutama di Makkah sebagai pusat perdagangan regional terbesar. Karenanya, Umar memerintahkan kaum muslimin mengambil pajak 1/10 kepada pedagang non muslim ketika mereka masuk ke negeri Islam. Dan memerintahkan mengambil setengah dari sepersepuluh kepada ahli dzimmah dan kepada kaum muslimin hanya seperempat dari usyur jika barang dagangan mereka hanya 200 Dirham saja

27 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani ini adalah perwujudan dari asas persamaan, di samping negara juga berkewa- jiban menjamin keadilan antara penjual dan pembeli dengan mengambil peran sama-sama menjaga stabilitas harga, berdasarkan prinsip harga pasar atau harga rata-rata. Dengan demikian, pembeli dan penjual sama-sama mendapat- kan keuntungan dan terhindar dari kerugian. Demi kelancaran aktivitas pasar, kekhalifahan Islam pernah membentuk badan Hisbah yang bertugas untuk melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar, mencegah segala bentuk penipuan, monopoli, dan penyeludupan. Badan ini berada di bawah badan peradilan negara, hal yang sejalan dengan sabda Rasulullah Saw.

ا ا َّ ا ا ا ْ ُ َّ ا ا َّ ا ا ا ُ ا ْ ْ ا ُ َّ ا ُ ْ ُ ا َّ ا ْ ا ا ا ا ا ُ ا ا ْ ُ حدثنا عبد الصم ِد حدثنا ي ِزيد يع ِِن ابن مرة أبو المعَّل ع ِن اْلس ِن قال ثقل معقِل ا ْ ُ ا ا ا ا ا ا ا ْ ُ ا ْ ُ َّ ْ ُ ا ا ُ ُ ُ ا ا ا ا ْ ا ْ ا ُ ا ا ْ ُ ٖ ا ا ْ ُ بن يسا ٍر فدخل إِِلهِ عبيد اّٰللِ بن زِيا ٍد يعوده فقال هل تعلم يا معقِل أ ِّن سفكت ا ا ا ً ا ا ا ا ْ ُ ا ا ا ْ ا ْ ا ُ ٖ ا ا ْ ُ ا ْ ْ ْ ا ْ ُ ْ ا ا ا ا دما قال ما علِمت قال هل تعلم أ ِّن دخلت ِف َش ٍء ِمن أسعارِ المسلِ ِمّي قال ما ا ْ ُ ا ا ا ْ ُ ُ َّ ا ا ْ ا ْ ا ُ ا ْ ا َّ ا َّ ُ ا ٖ ا ا ا ْ ً ا ْ ا ْ ا ْ ُ ْ علِمت قال أجلِسو ِِن ثم قال اسمع يا عبيد اّٰللِ حَّت أح ِدثك شيئا لم أسمعه ِمن ا ُ َّ ا َّ َّ ُ ا ا ْ ا ا َّ ا ا َّ ً ا ا ا َّ ا ْ ا ْ ُ ا ُ ا َّ ا َّ َّ ُ ا ا ْ رسو ِل اّٰللِ صَّل اّٰلل عليهِ وسلم مرة وَّل مرت ِّي س ِمعت رس ول اّٰللِ صَّل اّٰلل علي ِه ا ا ا َّ ا ا ُ ُ ا ْ ا ا ا ا ْ ْ ْ ا ْ ُ ْ ا ُ ْ ا ُ ا ا ْ ْ ا َّ ا ًّ ا ا َّ وسلم يقول من دخل ِف َش ٍء ِمن أسعارِ المسلِ ِمّي ِِلغلِيه علي ِهم فإِن حقا لَع اّٰللِ ا ا ا ا ا ا ا ا ا ا ا ْ ُ ْ ا ُ ُ ْ ْ َّ ا ْ ا ْ ا ا ا ا ْ ا ا ْ ا ُ ْ ا ُ َّ تبارك وتعاٰل أن يقعِده بِعظ ٍم ِمن انلارِ يوم القِيامةِ قال أأنت س ِمعته ِمن رسو ِل ا ّٰللِ ا َّ َّ ُ ا ا ْ ا ا َّ ا ا ا ا ا ْ ا ْ ا ا َّ ا ا ا َّ ا ْ صَّل اّٰلل عليهِ وسلم قال نعم غري مر ٍة وَّل مرت ِّي

Telah menceritakan kepada kami [Abdushamad], telah menceritakan kepada kami [Yazid yaitu Ibnu Murrah Abu Al Mu'alla] dari [Al Hasan], dia menuturkan bahwa [Ma'qil bin Yasar] sedang menderita sakit yang cukup serius. Kemudian 'Ubaidullah bin Ziyad datang menjenguknya. Katanya, "Wahai Ma'qil, tahukah engkau bahwa aku telah menumpah- kan darah?" Dia berkata; "Aku tidak tahu." Katanya lagi, "Apakah kau tahu bahwa aku turut campur dalam (penentuan) harga barang kaum muslimin?" Dia berkata; "Aku tidak tahu." Lalu Ma'qil berkata; "Dudukkanlah aku!." Lalu dia melanjutkan; "Dengarlahlah wahai

28 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

'Ubaidullah, kuberitahu kau sesuatu yang tidak hanya sekali dua kali aku mendengarnya dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barang- siapa sedikit saja mencampuri harga kaum muslimin untuk menjadikan- nya mahal untuk mereka, maka sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta'ala akan benar-benar mendudukkannya di atas tulang dari api pada hari Kiamat kelak." Dia berkata; "Apakah kau mendengarnya dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam?" Dia menjawab, "Benar, bukan hanya sekali atau dua kali." (H.R. Ahmad).

Negara yang berlandaskan syariat Islam harus berusaha keras agar setiap pasar yang ada di segenap wilayahnya tidak lari dari tujuan pokok, yaitu memberikan manfaat dan memenuhi kebutuhan orang banyak. Dalam Syariat Islam disebutkan bahwa setiap pedagang yang mampu memberikan produk yang baik dan melakukan perlindungan terhadap konsumen akan mendapatkan pahala jihad di jalan Allah (Ibrahim, 2005).

e. Peran Negara Terhadap Sektor Khusus (Swasta)

Salah satu bentuk peran negara dalam sektor khusus adalah mengambil alih penanganan perusahaan-perusahaan strategis yang tidak maksimal dalam produksi. Kemudian, melakukan pembenahan dengan menunjuk ahli-ahli yang berkompeten agar perusahaan tersebut kembali sehat. Kebijakan ini sejalan dengan Firman Allah Swt.

ا ا ا ُ ۡ ُ ْ ُّ ا ا ا ۡ ا ا ُ ُ َّ ا ا ا َّ ُ ا ُ ۡ ا ٗ ا ۡ ُ ُ ُ ۡ ا ا ۡ ُ ُ ۡ وَّل تؤ توا ٱلسفهاء أموٰلكم ٱل َِّت جعل ٱّٰلل لكم قِيٰما و ٱرزقوهم فِيها و ٱكسوهم ُ ُ ْ ا ا ٗ ٗ اوقولوا ل ُه ۡم ق ۡوَّل َّم ۡع ُروفا

“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) harta yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan

29 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.” (QS An Nisa: 5)

Berkaitan dengan sektor swasta, pemerintah harus mengarahkannya untuk dapat berkontribusi lebih besar kepada masyarakat, baik disektor primer, sekunder, dan tersier. Pemerintah harus berperan mengarahkan sektor swasta untuk melakukan proses produksi sesuai dengan syariat Islam. Selanjutnya, pemerintah dapat menekan pihak swasta apabila terjadi penyimpangan seperti menahan bantuan dan kucuran dana, atau menggabungkannya untuk mendu- kung proyek-proyek pemerintah yang bisa membangkitkan perekonomian masyarakat. Pemerintah punya otoritas untuk mendorong sektor-sektor swasta melakukan perencanaan pembangunan ekonomi secara menyeluruh.

4. Karakteristik Keuangan Islam dan Hubungannya dengan Ekonomi Publik

Sistim keuangan Islam mempunyai keistimewaan menjadikannya berbeda dengan sistim keuangan lain, di antara keistimewaan tersebut sebagai berikut:

 Sistim keuangan Islam berdasarkan Syari’at Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah, serta Ijma’ Ulama yang didukung oleh Fiqh, Qawaid Fiqh dan Ushul Fiqh.  Sistim keuangan Islam adalah sistim yang bersifat universal yang mencakup seluruh aspek kehidupan, dunia, akhirat, agama, materi, sosial, ekonomi, dan politik; semuanya dalam bentuk yang seim- bang. Sistim ini selaras dengan kehendak Allah yang menciptakan manusia dari unsur jasad dan ruh, kemudian menurunkan syari’at- Nya sebagai sarana pemeliharaan unsur tersebut secara bersamaan dan seimbang, firman Allah Swt.

30 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

ا ا ا ُ ا َّ ا ٰ ُ ا ا ُ ْ ۡ ا ۡ ا ُ ْ ا ۡ َّ ا ۡ ُ ُ ْ َّ ا ا ٗ فإِذا ق ِضي ِت ٱلصلوة ف ٱنت ِّشوا ِف ٱۡلۡر ِض و ٱبتغوا ِمن فض ِل ٱّٰلل ِ و ٱذكروا ٱّٰلل كثِريا َّ َّ ُ ُ ۡ ا ل اعلك ۡم تفلِ ُحون

“Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak- banyak supaya kamu beruntung.” (QS.Al-Juma’ah; 10)

Kestabilan dan Absolut; keistimewaan sistim keuangan Islam karena pondasinya yang kuat, tetap dan tidak berubah, sebuah kelebihan yang tidak dimiliki oleh sistim keuangan lain. Dalam prinsip dasar sistim ekonomi Islam, baik individu maupun negara secara bersamaan masing-masing mempunyai hak dan kewajiban. Pemilik harta tidak hanya bertanggung jawab terhadap harta kekayaannya saja, akan tetapi juga memahami kewajiban agama terhadap kekayaan yang dimilikinya seperti membayar zakat, menafkahi orang-orang yang wajib diberi nafkah, mendermakan sebahagian harta ketika terjadi krisis atau bencana. Negara berkewajiban memberikan jaminan sosial dan kesejah- teraan kepada masyarakat, serta mewujudkan keadilan sosial di antara mereka (Salih, 2004).

Independensi (Inayah, 1998): Sistim keuangan Islam merupakan sistim yang bebas dalam membuat perencanaan pendapatan, perencanaan pemasukan dan perencanaan pengeluaran, serta anggaran belanja. Masing-masing memiliki kaidah tersendiri dalam penerapannya, dan kaidah-kaidah tersebut tidak dimiliki oleh sistim keuangan lain. Kebebasan dan kemandirian sistim keuangan Islam, menjadikan performa dan cara kerjanya bisa diterapkan di setiap tempat dan waktu.

Sistim keuangan Islam menyuguhkan keberagaman dan fleksibelitas sumber pemasukan, seperti sistim perpajakan yang didasarkan kepada konsep kemampuan dan kesanggupan masyarakat dalam menunaikan kewajiban

31 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani mereka untuk membayar pajak. Sistim ini dilengkapi dengan ijtihad para ulama yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah. Keberadaan sistim keuangan Islam telah terbukti memberikan kontribusi yang amat besar bagi sistim keuangan modern.

Sistim keuangan mana pun sangat dipengaruhi oleh sistim perekonomian yang berlaku dalam sebuah negara, tempat di mana sistim perekonomian yang berlaku tersebut akan memberikan pengaruh kepada sistim perpajakan. Mengikuti sistim perekonomian tertentu akan menghasilkan hubungan interak- tif antara perekonomian negara dengan segenap elemen-elemen yang terkait.

Sistim keuangan Islam adalah instrumen ekonomi yang diatur oleh Syari’at Islam, sistim yang mengatur pemasukan maksimal dari barang dan jasa yang halal. Dalam sistim ini, perilaku para pebisnis diatur untuk kepentingan pihak-pihak yang bertransaksi dan masyarakat luas. Penjual dan pembeli dituntut untuk menjaga kestabilan harga pasar dan menghindari segala bentuk gharar. Selain mekanisme pasar, sistim ini juga mengatur seluk-beluk keuangan negara. Pendapatan dan pembelanjaan negara harus sesuai dengan prinsip-prinsip yang dibolehkan oleh Syariat Islam. Bersamaan dengan itu, negara juga harus memikirkan produksi dan keadilan distribusi. Sistim perekonomian Islam bukanlah sistim yang kontradiksi terhadap perkembangan zaman dan teknologi, akan tetapi berjalan secara harmoni dalam segenap aspek dan unsur-unsurnya (Kafrawi, 2000).

5. Dasar-Dasar Sistim Keuangan Islam (Kafrawi, 2000)

a. Aqidah

Pengaruh aqidah Islam terhadap seorang muslim membuatnya mampu berusaha sekuat tenaga mematuhi seluruh perintah dan menjauhi seluruh

32 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

larangan Allah. Dengan aqidah yang kuat, seorang muslim akan selalu merasa diawasi oleh Allah Swt. Dengan pengawasan tersebut seseorang akan terhindar dari berbagai macam bentuk kesalahan dan kekeliruan.

ا آٰ ُّ ا َّ ا ا ا ُ ْ ا َّ ُ ْ َّ ا ا ۡ ا َّ ُ ۡ ُ ۡ ا ٗ ا ُ ا ٖ ۡ ا ُ ۡ ا ٖ ُ ۡ يأيها ٱ َِّلين ءامنوا إِن تتقوا ٱّٰلل َيعل لكم فرقانا ويكفِر عنكم س ِي اتِكم ا ا ۡ ۡ ا ُ ۡ ا َّ ُ ُ ۡ ا ۡ ۡ ا ويغفِر لكمۗ و ٱّٰلل ذو ٱلفض ِل ٱلع ِظي ِم

“...Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah kepadaNya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun." (Al-Baqarah: 235).

b. Persamaan Kedudukan.

Islam tidak membeda-bedakan manusia dalam hal tuntutan terhadap pemenuhan hak dan kewajiban, karena syariat Islam pada hakikatnya adalah sistim yang mendukung keadilan dalam setiap mu’amalah. Aturan yang terda- pat didalamnya akan memelihara mereka dari setiap kezaliman, penipuan, penyimpangan perilaku, dan penyalahgunaan wewenang. Tidak ada keuta- maan antara sesama makhluk Allah kecuali dengan Amal Saleh:

ا ا ا ُ ۡ ْ آٰ ُّ ا َّ ُ َّ ا ۡ ا ٰ ُ ٖ ا ا ا ا ا ا ا ُ ۡ ُ ُ ٗ ا ا ا ا ا ا ا ُ َّ يأيها ٱنلاس إِنا خلقنكم ِمن ذكرن وأن َٰث وجعلنٰكم شعوبا وقبائِل ِِلعارف ۚوا إِن ا ا ۡ ا ا ُ ۡ ا َّ ۡ ا ُ ۡ َّ َّ ا ا ٌ ا ٞ أكرمكم ِعند ٱّٰلل ِ أتقىٰك ۚم إِن ٱّٰلل علِيم خبِري

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa- bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS. Al-Hujurat [49] 13)

33 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

ا ا َّ ا ا ْ ا ُ ا َّ ا ا ا ٌ ْ ُ ا ْ ُّ ا ْ ا ْ ا ا ا َّ ا ا ْ ا ا ُ ْ ا ا ا ُ حدثنا إِسما ِعيل حدثنا سعِيد اْلريرِي عن أ ِِب نْضة حدث ِِن من س ِمع خطبة رسو ِل ا ا ا َّ ا َّ َّ ُ ا ا ْ ا ا َّ ا ا ا َّ َّ ْ ا ا ا ا ُّ ا َّ ُ ا َّ ا َّ ُ ْ اّٰللِ صَّل اّٰلل عليهِ وسلم ِف وس ِط أيا ِم الت ِّشي ِق فقال يا أيها انلاس أَّل إِن ربكم ا ا ا ا ٌ َّ ا ُ ْ ا ٌ ا ا ا ْ ا ا ا ٖ ا ا ْ ا ا ا ا ا ا ا ا ا ٖ ا ا وا ِحد ِإَون أباكم وا ِحد أَّل َّل فضل لِعر ِ ٍب لَع أعج ِ ٖم وَّل لِعج ِ ٖم لَع عر ِ ٍب وَّل ا ا ا ا ا ٍ ٍ ْ ا ا ا ا ْ ا ا ا ا ْ ا ا ا ا ْ ا ا َّ َّ ْ ا ا َّ ْ ُ ا ُ ا َّ ا ا ُ ُ َّ ا َّ َّ ُ ِۡلْحر لَع أسود وَّل أسود لَع أْحر إَِّل بِاِلقوى أبلغت قالوا بلغ رسول اّٰللِ صَّل اّٰلل ا ا ا ا ْ ا ا َّ ا ُ َّ ا ا ُّ ا ْ ا ا ا ُ ا ْ ٌ ا ا ٌ ُ َّ ا ا ُّ ا ْ ا ا ا ُ ا ْ ٌ ا ا ٌ عليهِ و سلم ثم قال أي يو ٍم هذا قالوا يوم حرام ثم قال أي شه ٍر هذا قالوا شهر حرام ا ا ا ُ َّ ا ا ُّ ا ا ا ا ا ُ ا ا ٌ ا ا ٌ ا ا ا َّ َّ ا ا ْ ا َّ ا ا ْ ا ُ ْ ا ا ُ ْ قال ثم قال أي ب ٍَل هذا قالوا بَل حرام قال فإِن اّٰلل قد حرم بينكم ِدماءكم ا ا ا ا ا ا ْ ا ا ُ ْ ا ا ا ا ْ ا ا ْ ْ ا ا ُ ْ ْ ا ا ُ ْ ا ا ْ ُ ْ ا ا ا ْ ُ ْ وأموالكم قال وَّل أدرِي قال أو أعراضكم أم َّل كحرم ِة يو ِمكم هذا ِف شه ِركم ا ا ا ا ا ُ ْ ا ا ا َّ ْ ُ ا ُ ا َّ ا ا ُ ُ َّ ا َّ َّ ُ ا ا ْ ا ا َّ ا ا ا ا ٖ ْ َّ ُ هذا ِف ب َِلكم هذا أبلغت قالوا بلغ رسول اّٰللِ صَّل اّٰلل عليهِ وسلم قال ِ ُِلبلِغ الش اهِد ْ ا ا الغائِب

Telah menceritakan kepada kami [Isma'il] Telah menceritakan kepada kami [Sa'id Al Jurairi] dari [Abu Nadhrah] telah menceritakan kepada- ku [orang] yang pernah mendengar khutbah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam ditengah-tengah hari tasyriq, beliau bersabda: "Wahai sekalian manusia! Rabb kalian satu, dan ayah kalian satu, ingat! Tidak ada kelebihan bagi orang arab atas orang ajam dan bagi orang Ajam atas orang arab, tidak ada kelebihan bagi orang berkulit merah atas orang berkulit hitam, bagi orang berkulit hitam atas orang berkulit merah kecuali dengan ketakwaan. Apa aku sudah menyampaikan?" mereka menjawab: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam telah menyampaikan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda: "Hari apa ini?" mereka menjawab: Hari haram. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda: "Bulan apa ini?" mereka menjawab: Bulan haram. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda: "Tanah apa ini?" mereka menjawab: Tanah haram. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda: " Allah mengharamkan darah dan harta kalian diantara kalian -aku (Abu Nadhrah) Berkata; Aku tidak tahu apakah beliau menyebut kehormatan atau tidak- seperti haramnya hari kalian ini, di bulan ini dan di tanah ini." Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda: "Apa aku sudah menyampaikan?" mereka menjawab: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam telah menyampaikan.

34 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda: "Hendaklah yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir." [Shahih. HR. Ahmad]

Begitu juga, Islam tidak membedakan antara lelaki dan wanita; mereka memiliki persamaan dalam masalah ekonomi. Setiap individu, baik lelaki maupun wanita, mempunyai kesempatan yang sama untuk menikmati usaha masing-masing.

c. Keadilan.

Keadilan adalah inti dari keamanan dan merupakan salah satu pilar terpenting dalam perekonomian. Sebab, manusia akan saling berbenturan apabila haknya dizalimi. Dengan tegaknya keadilan, masyarakat tidak akan merasa khawatir akan kesewenang-wenangan pihak yang kuat dan kezaliman orang-orang kaya serta kedurjanaan para penguasa. Hasil dari keadilan yang merata di tengah-tengah masyarakat adalah terwujudnya kestabilan dan pertumbuhan ekonomi. ا آٰ ُّ ا َّ ا ا ا ُ ْ ُ ُ ْ ا َّٰ ا َّ ُ ا ا ا ۡ ۡ ا ا ا ۡ ا َّ ُ ۡ ا ا ُ ا ۡ ا ا ٰٓ يأيها ٱ َِّلين ءامنوا كونوا قو ِمّي ِّٰللِ شهداء ب ِٱلقِس ِ ط وَّل َيرِمنكم شن ان قو ٍم لَع ا ا َّ ا ۡ ُ ْ ۡ ُ ْ ُ ا ۡ ا ُ َّ ۡ ا ا َّ ُ ْ َّ ا َّ َّ ا ا ُ ا ا ۡ ا ُ ا أَّل تع ِدل ۚوا ٱع ِدلوا هو أقرب لِلتقو ٰىۖ و ٱتقوا ٱّٰلل ۚ إِن ٱّٰلل خبِري بِما تعملون

“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. [QS Al-Maidah: [5] 8].

d. Keadilan Sosial & Jaminan Sosial

Keadilan sosial dapat ditegakkan terhadap masyarakat yang sadar akan

35 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani hukum dan berpegang teguh pada hukum syara’.

ُ ُ ۡ ُ ُ ۡ ا ۡ ا َّ ۡ ا ۡ َّ ا ُ ُ ا ۡ ا ۡ ُ ا ا ۡ ا ۡ ا ا ۡ ُ ا ا ُ ۡ ُ ا كنتم خري أم ٍة أخرِجت لِلنا ِس تأمرون ب ِٱلمعرو ِف وتنهون ع ِن ٱلمن ك ِر وتؤ ِمنون ا ا َّ ا ا ۡ ا ا ا ۡ ُ ۡ ا ا ا ا ا ۡ ٗ َّ ُ ٖ ۡ ُ ُ ۡ ُ ۡ ُ ا ا ۡ ا ُ ُ ُ ۡ ا ُ ا ب ِٱّٰلل ِۗ ولو ءامن أهل ٱل ِكتٰ ِب لَكن خريا له م ِمنهم ٱلمؤ ِمنون وأكَثهم ٱلفٰ ِسقون

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (Qs.Al Imran [3] 110)

ا َّ ا ا ْ ا ُ ا َّ ا ا ٌ ا ْ ا ْ َّ ْ ا ا ْ ا ْ َّ ْ ُ ا ا ا ا حدثنا إِسما ِعيل حدث ِِن مالِك عن عب ِد اّٰللِ ب ِن ِدينا ٍر عن عب ِد اّٰللِ ب ِن عمر ر ِِض َّ ا ْ ا َّ ا َّ َّ َّ ا ا َّ ا ا ا ا ُ ُّ ُ ُ ُّ ُ ٌ ا ُّٰلل عن ُه اما أن ار ُسول اّٰللِ اصَّل ا ُّٰلل عل ْيهِ او اسل ام قال أَّل ُكك ْم ارا ٍع اوُكك ْم ام ْسئُول ا ْ ا َّ ا ْ ا ُ َّ ا ا َّ ا ا ُ ا ا ْ ُ ٌ ا ْ ا َّ ا َّ ُ ُ ا ا ا عن ر ِعيتِه ِ فا ِْلمام ا َِّلي لَع انلا ِس را ٍع وهو مسئول عن ر ِعيتِهِ والرجل را ٍع لَع ا ا ا ْ ا ْ ا ُ ا ا ْ ُ ٌ ا ْ ا َّ ا ْ ا ْ ُ ا ا ٌ ا ا ْ ا ْ ا ْ ا ا ا ا ا ا أه ِل بيتِهِ وهو مسئول عن ر ِعيتِهِ والمرأة را ِعية لَع أه ِل بي ِت زو ِجها وو َِلهِ و ِِه ا ا ْ ُ ا ٌ ا ْ ُ ْ ا ا ْ ُ َّ ُ ا ا ا ا ا ٖ ا ُ ا ا ْ ُ ٌ ا ْ ُ ا ا ُ ُّ ُ ْ ا مسئولة عنهم وعبد الر ج ِل را ٍع لَع ما ِل سيِ ِدهِ وهو مسئول عنه أَّل فُككم را ٍع ُ ُّ ُ ا ْ ُ ٌ ا اوُكك ْم مسئول ع ْن ار ِع َّيتِهِ

Telah menceritakan kepada kami [Ismail] Telah menceritakan kepadaku [Malik] dari [Abdullah bin Dinar] dari [Abdullah bin Umar] radliallahu 'anhuma, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "ketahuilah Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang di pimpin, penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipim- pinnya, setiap kepala keluarga adalah pemimpin anggota keluarganya dan dia dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, dan isteri pemimpin terhadap keluarga rumah suaminya dan juga anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap mereka, dan budak seseorang juga pemimpin terhadap harta tuannya dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadapnya, ketahuilah, setiap kalian adalah bertanggung jawab atas yang dipimpinnya." (Shahih Bukhari hadis nomor 6605)

36 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Hadits di atas menjelaskan kepada kita, bahwa tidak seorang pun yang terlepas dari tanggung jawab dalam memelihara kemaslahatan dirinya dan orang lain. Setiap individu saling menjamin kemaslahatan sesama dan saling terikat satu sama lainnya.

e. Komitmen dengan Maqashid Syari’ah

Pembahasan Maqasid Syari’ah tentang harta dapat dibagi dalam beberapa poin penting:

 Kejelasan Harta:

Hal ini akan mempermudah status kepemilikan seseorang terhadap harta dan pemanfaatannya. Menginvestasikan harta melalui cara yang diperbolehkan serta dengan sarana yang legal merupakan proses menuju kepemilikan harta yang halal dan baik. Dengan begitu para pebisnis akan terjauh dari segala macam bentuk pertikaian dan perselisihan.

 Penjagaan Harta:

Muhammad Tahir bin Asyur menjelaskan bahwa salah satu cara menjaga harta adalah memeliharanya dari pemborosan dan harta tidak keluar dari tangan pemiliknya tanpa ada kompensasi apa pun. Kemudian pemilik harta harus memelihara setiap bagian dari zat harta tersebut agar dapat digunakan secara efisien.

 Adil Terhadap Harta:

Yang dimaksud adil terhadap harta adalah mendapatkan harta dengan cara yang diizinkan oleh syara’ untuk kemaslahatan individu dan masyarakat. Dengan begitu, tidak ada lagi cara mendapatkan harta dan

37 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

investasi yang ilegal seperti riba, jual beli yang mengandung penipuan, monopoli dan sebagainya. Perputaran modal berdasarkan kemaslahatan dunia dan akhirat tanpa ada rasa khawatir akan jatuh kepada kemiskinan. Allah berfirman Swt:

ا ُ ۡ َّ ا ٖ ا ۡ ُ ُ ٖ ۡ ا ا ا ا ُ ۡ ا ا ا ۡ ُ ا ُ ا ا ا ۡ ُ ٖ ا ۡ ا ُ ا قل إِن ر ِب يبسط ٱلرِزق لِمن يشاء ِمن ِعبا ِده ِۦ ويق ِدر ل ۚۥ وما أنفقتم ِمن َشءن فهو ُ ۡ ُ ُ ا ُ ا ا ۡ ُ َّٰ ا ُيلِفه ۖۥ وهو خري ٱلرزِقِّي

“Dan barang apa saja yang kalian nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya”. (QS.Saba' [34] 39).

Sistim keuangan Islam berdiri di atas empat fondasi yaitu; aqidah, persamaan antara manusia, jaminan sosial, dan komitmen dengan maqashid syari’ah dalam menginvestasikan harta. Dengan kata lain, sistim keuangan Islam adalah kumpulan aturan-aturan syara’ yang terkait dengan harta, aturan- aturan yang bertujuan untuk mewujudkan maqashid syari’ah, baik dari segi positif –yaitu menumbuhkembangkan harta mau pun negatif, yaitu menjauh- kan transaksi dari segala penipuan, pemerasan dan kejahatan-kejahatan lainnya. Sistim keuangan Islam adalah sistim yang independen, legal, dan universal, serta mempengaruhi seluruh aspek kehidupan.

6. Karakteristik Sistim Keuangan Masa Rasulullah Saw. dan Khalifah Rasyidin

a. Masa Rasulullah Saw.

Di saat pelaksanaan hijrah banyak di antara kaum Muhajirin yang tidak dapat membawa harta. Ketika itu, di Madinah kaum Anshar memberikan bantuan kepada Kaum Muhajirin dengan menafkahkan separuh harta milik mereka. Peristiwa indah ini terekam dalam firman Allah Swt:

38 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

ا َّ ا ا ا َّ ُ َّ ا ا ۡ ا ا ا ۡ ۡ ُ ُّ ا ا ۡ ا ا ا ا ۡ ۡ ا ا ا ُ ا و ٱ َِّلين تبوءو ٱَلار و ٱ ِْليمٰن ِمن قبلِ ِهم َيِبون من هاجر إِِل ِهم وَّل َِيدون ِف ٗ ُ ُ ْ ۡ ا ا ا ا ُ ا ا ا ا ٞ ا ُص ُدورهِ ۡم احا اجة ِٖم َّما أوتوا او ُيؤثِ ُرون ٰٓلَع أنف ِسه ۡم اول ۡو َكن به ۡم خ اصا اصة ۚ او امن يُوق ِ ِ ِ ِ ُ َّ ا ۡ ا ُ ْ آٰ ا ُ ُ ۡ ُ ۡ ُ ا شح نف ِسه ِۦ فأو لئِك هم ٱلمفلِحون

“Dan Orang-orang (Anshar) yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah ke tempat mereka. Dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (Muhajirin), atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan. Dan siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS.Al-Hasyr [59] 9)

Di Madinah Rasulullah membangun pasar untuk umat Islam agar mereka terbebas dari pengaruh kaum Yahudi yang menggunakan riba dalam transaksi perdagangan mereka. Kemudian di antara para sahabat ada yang berinisiatif membeli sumur milik orang Yahudi yang menjadi sumber air bersih bagi umat Islam pada saat itu, agar umat Islam bebas dari ketergantungan kepada Yahudi.

Dalam hal keuangan negara, syariat Islam menentukan jenis pemasukan reguler untuk negara, sebuah aturan yang belum pernah ada pada sistim keuangan mana pun pada saat itu. Pemasukan tersebut adalah, zakat, ghanimah, fai’, dan jizyah. Untuk jaringan pengaman sosial, Islam menetapkan pembagian zakat dengan ketentuan yang diatur secara rinci dalam Al-Qur’an, sehingga bersifat baku dan tidak menerima ijtihad. Adapun yang berhak menerimanya disebutkan dalam firman Allah Swt:

َّ ا َّ ا ا ُ ۡ ُ ا ا ا ۡ ا ا ا ۡ ا ا ا ا ۡ ا ا ۡ ُ ا َّ ا ُ ُ ُ ُ ۡ ا ٖ ا إِنما ٱلصدقٰت لِلفقرا ِء و ٱلم ٰس ِك ِّي و ٱلعٰ ِملِّي عليها و ٱلمؤلفةِ قل وبهم و ِِف ٱلرِقا ِب ۡ ا ا ٰ ا ا ا َّ ا ۡ َّ ا ا ٗ ٖ ا َّ ا َّ ُ ا ٌ ا ٞ و ٱلغرِ ِمّي و ِِف سبِي ِل ٱّٰلل ِ و ٱب ِن ٱلسبِي ِل فرِيضة ِمن ٱّٰلل ِۗ و ٱّٰلل علِيم ح ِكيم

39 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

“Sesungguhnya zakat-zakat, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang- orang miskin, pengelola-pengelolanya, para mu’allaf, serta untuk para budak, orang-orang yang berhutang, dan para sabilillah, dan orang- orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang telah diwajibkan Allah. Dan Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana”. (QS. At-Taubah [9] 60)

Pada masa Rasul, belum ada petugas tetap pemungut zakat yang diberi gaji secara teratur, upah hanya dibagikan pada setiap pemungutan dilakukan. Demikian pula keadaannya dengan para amil zakat dan para gubernur serta penguasa wilayah yang bertugas memungut zakat (Inalcik, 1970, p.215).

Sedangkan para mujahidin saat itu, mereka baru berperang ketika ada panggilan dari Rasulullah. Setelah perang selesai, mereka kembali bekerja sesuai profesi mereka semula. Bagi setiap orang dan juga kendaraan yang mereka pakai untuk berperang di jalan Allah, akan mendapat bagian dari rampasan perang. Pembagian ini pun dilakukan apabila mendapatkan harta rampasan. Terlepas dari ada tidaknya harta pampasan perang, pahala yang besar dari Allah Swt. telah dijanjikan untuk para mujahidin tersebut, baik mereka dalam keadaan menang maupun kalah dalam perperangan tersebut. Adapun detail pembagian harta rampasan perang juga sudah dijelaskan dalam al-Qur’an:

ا ا ا ۡ ا ُ ْ َّ ا ا ۡ ُ ٖ ا ا َّ َّ ُ ُ ا ُ ا َّ ُ ا ۡ ُ ۡ ا ا ۡ ا ا و ٱعلموا أنما غنِمتم ِمن َۡشءن فأن ِّٰللِ ُخسه ۥ ولِلرسو ِل و ِ َِّل ي ٱلقر ٰ ب وٱ اِلتٰ ٰ م ۡ ا ۡ ا ا ا ا ٰ ا ۡ َّ ُ ُ ۡ ا ا ُ َّ ا ا ا ا ا ٰ ا ۡ ا ا ۡ ا ۡ ُ ۡ ا ا ۡ ا و ٱلمس ِك ِّي و ٱب ِن ٱلسبِي ِل إِن كنتم ءامنتم ب ِٱّٰلل ِ وما أنزنلا لَع عب ِدنا يوم ٱلفرقا ِن يوم ۡ ا ا ۡ ا ۡ ا ا َّ ُ ا ا ُ ٖ ا ۡ ا ٌ ٱِلَّق ٱْلمعا ِن و ٱّٰلل ٰلَع ِك َشءن ق ِدير

“Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang kalian peroleh sebagai ghanimah, maka sesungguhnya yang seperlima untuk Allah; (juga) untuk Rasul, kerabat Rasul, anak- anak yatim, orang-orang miskin dan ibnu sabil … (QS al-Anfal [8] 41).

40 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

ا ا َّ ا ا َّ ُ ا ا ٰ ا ُ ۡ ۡ ۡ ُ ا ٰ ا َّ ا َّ ُ ا ۡ ُ ۡ ا ا ۡ ا ا ا ما أفاء ٱّٰلل لَع رسو ِل ِۦ ِمن أه ِل ٱلقرى فلِلهِ ولِلرسو ِل و ِ َِّلي ٱلقر ٰ ب وٱِلتٰ ٰ م ۡ ا ۡ ا ا ُ ا ُ ا ۡ ۡ ا ۡ ُ ا ُ او ٱل ام ٰس ِكّي او ٱبن ٱل َّسبيل َۡك َّل ياكون دولَۢة با اّي ٱۡلغنِ ايا ِء ِمنك ۡم او اما اءاتىٰك ُم ِ ِ ِ ِ ۚ َّ ُ ُ ا ُ ُ ُ ا ا ا ا ُ ۡ ا ۡ ُ ا ا ُ ْ ا َّ ُ ْ َّ ا َّ َّ ا ا ُ ۡ ا ٱلرسول فخذوه وما نهىٰكم عنه ف ٱنته ۚوا و ٱتقوا ٱّٰلل ۖ إِن ٱّٰلل ش ِديد ٱلعِقا ِب

“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya”. (QS Al Hasyr [59] 7)

Adapun jizyah, maka tidak ada batasan dalam pembelanjaannya, seperti apa yang dikatakan oleh Allah Swt.

ا ُ ْ َّ ا ا ُ ۡ ُ ا َّ ا ا ۡ ا ۡ ا ا ُ ا ٖ ُ ا ا ا َّ ا َّ ُ ا ا ُ ُ ُ ا ا قٰتِلوا ٱ َِّلين َّل يؤ ِمنون ب ِٱّٰلل ِ وَّل ب ِٱِلو ِم ٱٓأۡل ِخر ِ وَّل َيرِمون ما حرم ٱ ّٰلل ورسول ۥ وَّل ُ ا ُ ا ا ۡ ا ٖ ا َّ ا ُ ْ ۡ ا ا ا َّ ُ ۡ ُ ْ ۡ ۡ ا ا ا ا ا ُ ۡ ا ُ ا ي ِدينون ِدين ٱْل ِق ِمن ٱ َِّلين أوتوا ٱل ِكتٰب ح َّٰت يعطوا ٱ ِْلزية عن ي ند وهم صٰغِرون

“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk” (QS. At Taubah [9] 29).

Selama Rasulullah masih hidup, Beliau sendiri lebih cenderung untuk menyebarkan para dai untuk melakukan aktivitas dakwah dan membawa pilar serta kaidah keuangan Islam ke seluruh penjuru jazirah Arab.

41 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

b. Karakteristik Sistim Keuangan Masa Abu Bakar

Sistim keuangan pada masa Abu Bakar tidak banyak berbeda dengan

Rasulullah Saw. Hanya saja, ketika itu ada kendala besar dalam pembayaran zakat, dimana kelompok orang mengingkari kewajiban zakat mereka menolak untuk membayarnya. Alasan mereka adalah bahwa kewajiban membayar zakat tersebut hanya berlaku ketika Rasulullah Saw masih hidup sehingga menjadi gugur ketika Beliau sudah wafat. Pembangkangan tersebut membuat Khalifah Abu Bakar memutuskan untuk memerangi mereka lalu memungut zakat secara paksa dari mereka.

c. Sistim Keuangan pada Masa Umar bin Khatab

Pada masa Umar bin Khatab, wilayah Islam semakin luas dan menaungi berbagai macam peradaban dunia lama seperti Persia. Permasalahan menjadi semakin banyak dan beragam sehingga sistim keuangan ketika itu mulai berubah secara perlahan dan mengalami pembaharuan. Adapun pembaharuan pada masa Umar bin Khatab adalah sebagai berikut (Kafrawi, 2000):

Pendirian Diwan Bait al-Mal, sebuah lembaga administrasi yang melakukan pencatatan terhadap pengeluaran dan pemasukan serta anggaran yang harus dilaksanakan pada masa yang akan datang. Umar bin Khatab adalah orang yang pertama sekali melakukan pembaharuan dalam bidang keuangan dalam negara Islam untuk menetapkan pemasukan dan pengeluaran negara.

Adanya tingkatan dalam penggajian; ia menerapkan tingkatan dalam dasar penggajian, sesuai dengan firman Allah Swt:

42 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

ا ُ ا ا ا ا ۡ ا ُ َّ ۡ ا ا ا ۡ ۡ ا ۡ ا ا ا ا ْ آٰ ا ۡ ا ُ ا ا ا ٗ ٖ ا َّ ا ا ُ ْ َّل يستوِي ِمنكم من أنفق ِمن قب ِل ٱلفت ِح وقٰتلۚ أولئِك أعظم درجة ِمن ٱ َِّلي ن أ نفقوا ا ۡ ُ ا ا ُ ْ ُ ٖٗ ا ا َّ ُ ۡ ۡ ا َّ ُ ا ۡ ُ ا ا ٞ ِم ن بعد اوقٰتل ۚوا او ُك اوعد ٱّٰلل ٱ ُْلس ِٰن او ٱّٰلل ب اما تع املون خبري ِ ِ “...Tidak sama diantara kamu orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum penaklukan (Mekah). Mereka lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sesudah itu. Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik [QS. al-Hadîd [57] 10]

Umar berpendapat bahwa pembagian harta itu didasarkan pada tingkat kesulitan yang dihadapi seseorang dalam melakukan tugasnya dan seberapa lama dia sudah memeluk Islam.

Tidak seperti masa Rasulullah, Umar bin Khatab tidak membagikan harta rampasan seperti lahan pertanian dan tanah pada negeri yang ditaklukkan. Tanah dan lahan pertanian tersebut merupakan milik negara yang akan dimanfaatkan hasilnya untuk kas negara. Dari kas tersebutlah dikeluarkan gaji pegawai, anggaran belanja negara, pembangunan infrastruktur dan kepenti- ngan lainnya.

 Pada masa Umar, para mualaf tidak lagi mendapatkan zakat karena pada masa itu Islam sudah kuat dan ekonomi mereka yang muallaf juga sudah mapan, maka tidak ada lagi kekhawatiran orang yang masuk Islam akan berpaling dari Islam.  Umar juga mencetak mata uang baru.

d. Sistim Keuangan Masa Usman bin Affan

Kebijakan keuangan Usman bin Affan terpusat kepada kebijakan Imam yang berhak secara mutlak menggunakan devisa negara demi kemaslahatan. Selama seseorang bertugas untuk kepentingan negara, selama itu pula ia

43 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani berhak mendapatkan gaji dari negara untuk membiayai sanak keluarganya. Masalah keuangan tidak boleh mengganggunya dalam bertugas, karena itu apabila uangnya tidak cukup maka keuangan negara akan dijadikan sebagai sandaran bagi penghidupannya. Pada masa Usman, para petugas dan pegawai pemerintahan mengalami kelapangan hidup. Akan tetapi, kelapangan tersebut kurang mendapatkan sandaran dalam tinjauan kemaslahatan ekonomi sehingga menimbulkan kasta-kasta sosial.

e. Sistim Keuangan Masa Ali bin Abi Talib

Kebijakan yang diambil Ali bin Abi Thalib dalam mengatur keuangan negara adalah sebagai berikut:

 Persamaan gaji, tanpa ada pertimbangan senioritas dan kekera- batan. Membelanjakan uang dari Baitul Mal atas orang yang lebih berhak dan untuk kemaslahatan umum  Mengolah lahan pertanian khurajiah, memperbaharui pengairan dan memberikan subsidi terhadap petani pengolah lahan.  Hanya membelanjakan devisa negara untuk kepentingan negara semata.

Ali bin Abi Thalib selama pemerintahannya berusaha mengembalikan kesenjangan-kesenjangan sosial yang terjadi pada masa sebelumnya, salah satu bentuk kekurangsempurnaan dari kebijakan khalifah sebelumnya.

 Perkembangan Pemikiran Keuangan Pada Masa Para Imam

7. Abu Yusuf al-Qadhi Abu Yusuf al-Qadhi

Abu Yusuf al-Qadhi dilahirkan pada tahun 113 H dan wafat pada tahun 182 H. Pemikiran-pemikirannya yang terkait dengan keuangan negara adalah:

44 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

 Pengelola keuangan negara adalah orang yang cakap dalam mengelola keuangan, mengetahui permasalahan agama Islam dengan baik, dan memiliki sifat amanah.  Seluruh pengelola keuangan diberikan gaji.  Pemungutan pajak dilakukan berdasarkan:

 Kemampuan dalam membayar pajak  Pembayaran pajak disesuaikan dengan waktu dan tempat  Sentralisasi sistim pembayaran pajak  Penetapan harga berdasarkan permintaan dan penawaran, bukan berdasarkan ketersediaan dan kelangkaan.

 Abu Yusuf lebih memilih untuk memungut hasil pertanian langsung dari lahan-lahan pertanian milik negara yang dikelola oleh para petani dibandingkan dengan mengambil sewa tanah berupa uang. Karena hal itu lebih adil dan akan merangsang para petani untuk meningkatkan hasil pertaniannya. Pemungutan sewa tanah berupa pembayaran dengan uang akan terpengaruh oleh tingkat inflasi yang ada.  Abu Yusuf lebih menekankan investasi pada sektor umum dan fasilitas negara. Ia melakukan perbaikan infrastruktur terutama dalam bidang pertanian, jalan, sarana perhubungan serta pelabuhan-pelabuhan. Abu Yusuf telah menyusun buku tentang sistim perpajakan pada negara Abbasiah, baik itu pajak hasil pertanian, pajak perdagangan ataupun jizyah.

8. Ibnu Taimiyah

Dilahirkan pada tahun 661 H, dan wafat pada tahun 728 H di akhir-akhir masa kekhalifahan Abbasiyah. Pada masanya, korupsi merajalela dan para

45 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani pemimpinnya terkenal zalim. Pada masa inilah terlahir pemikiran keuangan Ibnu Taimiyah yang terlepas dari ikatan mazhab tertentu; diantaranya adalah; (Ibrahim, 2005)

 Melarang memberikan zakat kepada seorang muslim yang durhaka. Pada masa itu, banyak muslim yang berbuat maksiat dan saling membunuh. Zakat digunakan sebagai alat mengajak umat Islam agar tidak melanggar perintah Allah.  Memberikan zakat kepada bani Hasyim: Ibnu Tayimiah berpen- dapat bahwa memberikan zakat kepada Bani Hasyim (keluarga Rasulullah) adalah diperbolehkan apabila mereka tidak lagi menerima 1/5 dari harta rampasan perang, sebagaimana firman Allah Swt.

ا ا ا ۡ ا ُ ْ َّ ا ا ۡ ُ ٖ ا ا َّ َّ ُ ُ ا ُ ا َّ ُ ا ۡ ُ ۡ ا ا ۡ ا ا و ٱعلموا أنما غنِمتم ِمن َۡشءن فأن ِّٰللِ ُخسه ۥ ولِلرسو ِل و ِ َِّلي ٱلقر ٰ ب وٱ اِلتٰ ٰ م ۡ ا ۡ ا ا ا ا ٰ ا ۡ َّ ُ ُ ۡ ا ا ُ َّ ا ا ا ا ا ٰ ا ۡ ا ا ۡ ا ۡ ُ ۡ ا ا ۡ ا و ٱلمس ِك ِّي و ٱب ِن ٱلسبِي ِل إِن كنتم ءامنتم ب ِٱّٰلل ِ وما أنزنلا لَع عب ِدنا يوم ٱلفرقا ِن يوم ۡ ا ا ۡ ا ۡ ا ا َّ ُ ا ا ُ ٖ ا ۡ ا ٌ ٱِلَّق ٱْلمعا ِن و ٱّٰلل ٰلَع ِك َشءن ق ِدير

“Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS al-Anfal [8] 41).

9. Ibnu Khaldun (1988)

Ibnu Khaldun adalah seorang sosiolog, politikus, dan ekonom yang banyak membahas masalah keuangan, di antara pemikirannya adalah:

 Pengeluaran negara akan mempengaruhi pasar, yang pada

46 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

gilirannya akan mempengaruhi perekonomian. sekaIigus akan mempengaruhi permintaan dan penawaran, mempengaruhi harga- harga barang dan jasa di semua pasar yang ada di seluruh wilayah.  Ibnu Khaldun, berpendapat bahwa menekan pengeluaran pemerin- tah bukanlah jalan yang baik untuk mendapatkan keseimbangan neraca keuangan negara. Apalagi kalau hal tersebut dilakukan pemerintah tanpa diikuti oleh faktor pendukung seperti peningka- tan faktor produksi dan aktivitas perekonomian lain yang akan membawa kesejahteraan dan menghilangkan resesi. Tindakan itu hanyalah akan menambah peningkatan nilai pemungutan pajak dan meningkatkan beban masyarakat, yang pada akhirnya bisa berujung pada kontra produktif.  Ibnu Khaldun menganjurkan untuk membelanjakan devisa negara sesuai dengan kebutuhan yang semestinya saja. Kebijakan ini akan menghasilkan pembangunan yang sukses dan berkesinambungan. Modal yang dimiliki negara harus terus berputar dan berkembang dengan efisien sehingga bisa meningkatkan aktifitas pasar, pemungutan pajak, dan kestabilan ekonomi serta menciptakan ketahanan pangan.

10. Siyasah Maliyah dalam Islam

Kebijakan adalah suatu tindakan yang akan mendatangkan kemaslaha- tan. Secara terminologi, siyasah maliyah (politik keuangan) berarti analisa terhadap segala kegiatan keuangan yang ada di sektor publik dan apa yang ditimbulkan oleh kegiatan tersebut di berbagai macam sektor perekonomian secara nasional. Tercakup dalam definisi ini besar kecil volume pengeluaran dan pemasukan publik (Saharuddin, Meirison, Chusna, dan Mulazid, 2019).

47 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Siyasah maliyah atau politik keuangan berbeda dengan sistim keuangan. Sistim keuangan merupakan himpunan aturan dan tata cara serta dasar-dasar prosedur dalam menyelenggarakan aktivitas keuangan. Sedangkan siyasah atau kebijakan keuangan adalah cara yang dilakukan dalam menangani perkara mu’amalah dan aktivitas keuangan umum yang berada dalam lingkup sistim keuangan. Dalam kasus keuangan negara, misalnya, kebijakan keuangan Islam akan memandang keuangan negara serupa pompa yang menghisap segala pemasukan keuangan dari pihak yang mempunyai kelebihan, lalu mendistri- busikannya kepada yang membutuhkan sehingga tercipta keseimbangan. Keseimbangan ini yang akan membawa kepada peningkatan produksi dan pertumbuhan ekonomi sejati yang jauh dari inflasi; sesuatu yang berpotensi menimbulkan dampak buruk bagi perekonomian nasional (Fauzi, 1981).

Kebijakan keuangan Islam mempunyai dasar dan aturan yang harus dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan tindakan yang terkait dengan keuangan. Berikut beberapa dasar-dasar siyasah maliyah dalam Islam.

11. Dasar-dasar Siyasah al-Maliyah dalam Islam (Inayah, 1998)

 Al-Uluhiyyah ar-Rabbaniyah: sumbernya mestilah Al-Qur’an dan Sunah Nabi Saw, termasuk aplikasi ijtihad fiqh.  Spirit dan Materi: Kebijakan keuangan harus dibangun diatas kaidah syara’ secara umum, begitu juga dalam hal perpajakan dan pembelanjaan. Legislator keuangan Islam menyusun seluruh kom- ponen dan sistim keuangan yang meliputi spirit serta materi secara bersamaan. Semua itu mengikat antara harta sebagai benda dan harta sebagai bagian dari ibadah serta ketaatan kepada Allah Swt:

48 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

ا ُ ۡ ۡ ۡ ا ۡ ا ا ا ٗ ُ ا ٖ ُ ُ ۡ ا ُ ا ٖ ا ا ا ٖ ا ا ۡ ۡ َّ ا ا ٰ ا ا ا ا ٞ َّ ُ ۡ خذ ِمن أموٰلِ ِهم صدقة تط ِهرهم وتزكِي ِهم بِها وص ِل علي ِهمۖ إِن صلوتك سكن لهمۗ َّ ا او ٱ ُّٰلل اس ِمي ٌع علِي ٌم

Artinya : Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, yang dengan zakat itu kamu dapat membersihkan dan mensucikan harta mereka. Dan berdo’alah untuk mereka, karena do’amu akan membuat tenang jiwa mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui. (Q.S. At –Taubah [9] 103)

 Dikendalikan oleh Syara’: Segala aktivitas dan tindakan ekonomi para eksekutif harus merujuk kepada aturan-aturan syariat Islam.

Keistimewaan pemikiran Islam dalam sektor keuangan adalah pemikiran tersebut merupakan curahan langsung dari syari’at Islam. Karena itu, siyasah al-maliyah dalam Islam memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut:

 Mewujudkan keadilan distribusi.  Mempengaruhi produksi dan distribusi melalui kebijakan belanja yang mencapai target.  Bertujuan untuk mengurangi proyek-proyek yang terbengkalai.  Bertujuan mengurangi kemiskinan, kelaparan dan penyakit.  Melayani seluruh potensi dan sumber daya manusia tanpa terkecuali.  Mengurangi kesenjangan materil di antara masyarakat.

12. Sarana dan Prasarana Siyasah Maliyah Islamiyah

A. Sarana Pemasukan Negara

a. Zakat.

Zakat merupakan bagian dari rukun Islam yang kelima dan salah satu

49 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani poin pendukung keuangan dan perekonomian negara. Karena merupakan salah satu rukun Islam, maka menunaikan zakat termasuk pada ibadah maaliyah yang membuat para pengingkarnya dikategorikan sebagai orang yang kafir. Zakat diwajibkan bagi setiap orang baligh dan berakal yang diberi kelebihan harta oleh Allah dengan syarat-syarat tertentu.

Ada pun jenis-jenis zakat adalah:

 Zakat emas dan perak  Zakat ternak; onta, sapi dan domba, merupakan pengembangan pemasukan negara dibidang peternakan bertujuan untuk mendorong para peternak mengembangbiakkan hewan ternaknya, karena hitungan pembayaran zakat semakin kecil jumlahnya sejalan dengan pertambahan kuantitas hewan ternak.  Zakat biji-bijian dan hasil pertanian merupakan zakat hasil usaha pertanian.  Zakat harta karun dan hasil pertambangan; harta karun merupakan harta simpanan yang disimpan sejak lama oleh pemilik yang tidak dikenal, harta tersebut harus dikeluarkan zakatnya oleh orang- orang yang menemukan.  Zakat Fitrah; adalah kewajiban yang harus dikeluarkan oleh setiap Muslim yang mendapati Ramadhan dan Idul Fithri

b. Anfal, Ghanimah, Fa’i, dan Khumus

Anfal adalah sama dengan ghanimah (QS. Al Anfal: 1). Ibnu Abbas dan Mujahid berpendapat bahwa anfal adalah ghanimah, yakni harta kekayaan orang-orang kafir setelah wilayah mereka berhasil ditaklukkan oleh kaum

50 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

muslimin melalui peperangan. Pihak yang berwenang mendistribusikan ghani- mah adalah Rasulullah Saw, dan para khalifah setelahnya. Rasulullah Saw, membagikan ghanimah Bani Nadhir kepada kaum Muhajirin dan tidak kepada kaum Anshar, kecuali Sahal bin Hanif dan Abu Dujanah, karena keduanya fakir. Rasulullah Saw, juga memberikan ghanimah kepada muallaf pada perang Hunain dalam jumlah yang besar. Hal tersebut juga terjadi pada kurun Khulafaur Rasyidin. Khalifah berhak membagikan ghanimah kepada pasukan perang, Ia juga dapat mengumpulkannya bersama fa’i, jizyah dan kharaj untuk dibelanjakan demi terwujudnya kemaslahatan kaum muslimin.

Fa’i adalah segala harta kekayaan orang-orang kafir yang dikuasai oleh kaum muslimin tanpa peperangan. Seperti yang pernah terjadi pada Bani Nadhir, atau orang-orang kafir yang melarikan diri karena takut terhadap kaum muslimin dengan meninggalkan rumah dan harta mereka, sehingga harta tersebut dikuasai oleh kaum muslimin. Atau orang-orang kafir yang takut, lalu melakukan perdamaian dengan kaum muslimin serta menyerahkan sebagian dari harta benda dan tanah mereka, seperti terjadi pada penduduk Fidak. Harta fa’i ini menjadi milik Rasulullah Saw, sebagian dibelanjakan beliau untuk keperluan keluarganya selama satu tahun, adapun sisanya beliau alokasikan untuk keperluan amunisi dan penyediaan senjata perang. Setelah Rasul wafat, Abu Bakar dan Umar melakukan hal yang sama.

Adapun khumus adalah seperlima dari bagian yang diambil dari ghanimah, Firman Allah Swt:

ا ا ا ۡ ا ُ ْ َّ ا ا ۡ ُ ٖ ا ا َّ َّ ُ ُ ا ُ ا َّ ُ ا ۡ ُ ۡ ا ا ۡ ا ا و ٱعلموا أنما غنِمتم ِمن َۡشءن فأن ِّٰللِ ُخسه ۥ ولِلرسو ِل و ِ َِّلي ٱلقر ٰ ب وٱ اِلتٰ ٰ م ۡ ا ۡ ا ا ا ا ٰ ا ۡ َّ ُ ُ ۡ ا ا ُ َّ ا ا ا ا ا ٰ ا ۡ ا ا ۡ ا ۡ ُ ۡ ا ا ۡ ا و ٱلمس ِك ِّي و ٱب ِن ٱلسبِي ِل إِن كنتم ءامنتم ب ِٱّٰلل ِ وما أنزنلا لَع عب ِدنا يوم ٱلفرقا ِن يوم ۡ ا ا ۡ ا ۡ ا ا َّ ُ ا ا ُ ٖ ا ۡ ا ٌ ٱِلَّق ٱْلمعا ِن و ٱّٰلل ٰلَع ِك َشءن ق ِدير

51 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

“Ketahuilah sesungguhnya ghanimah yang kalian peroleh dari sesuatu, maka seperlimanya untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul (Bani Hasyim dan Bani Muthallib), anak-anak yatim, dan orang-orang miskin.....” (QS. Al- Anfal [8] 41)

Setelah Rasulullah Saw wafat, bagian Beliau dan kerabatnya dimasuk- kan kedalam Baitul Mal untuk digunakan bagi kemaslahatan kaum muslimin dan jihad fisabilillah.

c. Kharaj

Kharaj adalah hak kaum muslimin atas tanah yang ditaklukkan dari orang-orang kafir harby, baik melalui peperangan maupun melalui jalan damai. Secara umum kharaj ada dua macam: kharaj ‘unwah dan kharaj shulhi.

Kharaj ’unwah adalah kharaj yang diambil dari semua tanah yang dikua- sai oleh kaum muslimin dari orang-orang kafir secara paksa melalui perang, misalnya tanah Irak, Syam dan Mesir. (QS. Al-Hasyr; 7-10). Sedangkan kharaj shulhi adalah kharaj yang diambil dari setiap tanah yang penduduknya telah menyerahkan diri kepada kaum muslimin secara damai. Kharaj muncul seiring dengan terjadinya perdamaian yang disepakati antara kaum muslimin dan pemilik tanah dari non muslim. Apabila telah disepakati bahwa tanah tersebut menjadi hak kaum muslimin dan penduduknya tetap tinggal diatasnya dengan kesediaan membayar kharaj, maka kharaj berlaku secara permanen pada tanah tersebut. Artinya, tanah yang telah disepakati itu akan tetap sebagai tanah kharajiyah sampai hari kiamat, walaupun penduduknya berubah menjadi kaum muslimin atau dijual kepada orang Islam, atau karena sebab-sebab lainnya.

Apabila kesepakatan bahwa tanah tersebut tetap menjadi hak milik mereka (non muslim), dan tetap dikuasai oleh mereka, hanya harus membayar sejumlah kharaj yang ditetapkan, maka kharaj tersebut akan berubah menjadi

52 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

jizyah. Dengan demikian, jiziyah bisa gugur bilamana mereka masuk Islam atau tanah tersebut dijual kepada orang Muslim. Sedangkan untuk menetapkan besaran kharaj, khalifah dapat bermusyawarah dengan para ahli yang dapat memperhitungkan luas tanah, atau tanaman yang ada di atasnya, atau diukur berdasarkan kadar hasil panen yang dihasilkan dari tanaman yang ditanam atau tumbuh di atas tanah tersebut. Sebagaimana yang dilakukan khalifah Umar ketika akan menetapkan kharaj atas tanah Sawad.

Untuk menetapkan nilai dari kharaj yang harus diperhatikan adalah kondisi tanah, tingkat kesuburan, tingkat produksi dan cara pengairannya. Termasuk juga harga produk pertanian dan letak geografisnya dari pasar dan kota, serta transportasi dan lain-lain. Walau demikian, penetapan kharaj sebaiknya tidak berada di luar batas kemampuan pemiliknya.

Kharaj berbeda dengan ‘Usyur. ‘Usyur adalah nilai (harga) yang diambil dari hasil pertanian tanah ‘usyriyyah. Yang termasuk tanah ‘usyriyyah adalah sebagai berikut (Kafrawi, 2000):

 Jazirah Arab.  Tanah yang penduduknya masuk Islam secara damai, seperti Indonesia.  Tanah ‘unwah yang dibagikan kepada pasukan perang kaum muslimin, seperti tanah Khaibar.  Tanah yang penduduknya melakukan perdamaian dengan kaum muslimin dengan kesepakatan tanah tersebut milik mereka. Maka apabila mereka masuk Islam atau dijual kepada seorang muslim, tanah tersebut menjadi tanah ‘usyriyyah.  Tanah mati yang dihidupkan kembali oleh orang Islam.

53 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Kharaj adalah hak kaum muslimin dan dipergunakan untuk kemaslaha- tan negara, seperti membayar gaji pegawai, tentara, pengadaan senjata dan lain-lain. Kharaj juga diberikan kepada para janda dan orang-orang yang membutuhkan, serta untuk kemaslahatan kaum muslimin. Dalam hal ini, khalifah menyalurkannya sesuai dengan pendapat dan ijtihadnya.(2018)

d. Jizyah

Jizyah adalah hak yang diberikan Allah Swt, kepada kaum muslimin dari orang-orang kafir karena ketundukan mereka kepada pemerintahan Islam. Jizyah merupakan harta kaum muslimin yang dipergunakan untuk kemaslahatan kaum muslimin, dan wajib diambil setelah melewati satu tahun (ditetapkan mulai Muharram s/d Dzulhijjah). Berdasarkan QS At Taubah ayat 29, jizyah wajib diambil selama mereka tidak masuk Islam (kufur). Namun apabila memeluk Islam, maka kewajiban jizyah atas mereka menjadi gugur.

Jizyah diambil dari orang-orang kafir laki-laki, berakal, baligh dan mampu membayarnya. Untuk besaran jizyah tidak ditetapkan dengan suatu jumlah tertentu, namun ditetapkan berdasarkan kebijakan dan ijtihad khalifah, dengan catatan tidak melebihi kemampuan orang yang wajib membayar jizyah. Apabila jizyah diberlakukan pada orang yang mampu, sementara dia keberatan membayarnya, maka dia tetap dianggap mempunyai hutang terhadap jizyah tersebut.

54 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Berikut ketetapan Jizyah pada masa khalifah Umar (Kafrawi, 2000):

No Kriteria Besarnya Nilai Sekarang

1 Orang kaya 4 dinar 17 gram 2 Menengah 2 dinar 8,5 gram

3 Pekerja 1 dinar 4,25 gram

Tabel. 1

e. Harta Milik Umum

Harta milik umum adalah harta yang telah ditetapkan kepemilikannya oleh Allah Swt, untuk seluruh kaum muslimin. Allah Swt, membolehkan setiap individu untuk mengambil manfaatnya, tetapi tidak untuk memilikinya.

Harta milik umum dikelompokkan menjadi tiga, yaitu 1) Sarana umum yang diperlukan oleh seluruh kaum muslimin dalam kehidupan sehari-hari; 2) Harta-harta yang keadaan asalnya terlarang bagi individu tertentu memiliki- nya; 3) Barang tambang yang jumlahnya tidak terbatas. Harta ini merupakan salah satu sumber pendapatan Baitul Mal yang pembagiannya dilakukan oleh khalifah berdasarkan pertimbangan kemaslahatan kaum muslimin.

Harta milik umum jenis pertama didasarkan pada sabda Rasulullah Saw, sebagaimana dituturkan oleh Abu Khurasyi dari beberapa sahabat, “Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal, yaitu: air, padang rumput, dan api.”

Kepemilikan umum jenis kedua didasarkan pada sabda Rasulullah Saw, “Mina adalah tempat bagi orang-orang yang lebih dulu sampai.” Mina adalah tempat yang terkenal di luar Mekkah, yaitu tempat singgahnya jamaah haji setelah menyelesaikan wukuf di Arafah. Dengan demikian, Mina merupakan

55 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani milik seluruh kaum muslimin, dan bukan milik orang perorang. Hal yang sama berlaku untuk jalan umum, saluran-saluran air, pipa- pipa penyalur air, tiang- tiang listrik, rel kereta, yang berada di jalan umum. Semuanya merupakan milik umum sesuai dengan status jalan itu sendiri sehingga tidak boleh menjadi milik pribadi. Rasul Saw, bersabda: “Tidak ada penguasaan (atas harta milik umum) kecuali bagi Allah dan Rasul-Nya.”

Kepemilikan umum jenis ketiga adalah barang tambang yang jumlahnya tidak terbatas. Dalil yang dijadikan dasar untuk barang tambang yang jumlah- nya banyak dan tidak terbatas sebagai bagian dari kepemilikan umum adalah hadits yang dituturkan oleh Abidh bin Humal al-Mazani (Deringil, 1998):

Sesungguhnya dia telah bermaksud meminta tambang garam kepada Rasulullah Saw. Lalu beliau memberikannya. Ketika dia telah pergi, dikatakan kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, tahukah anda apa yang telah anda berikan? Anda telah memberikan sumber air yang besar kepadanya.” Rasul bersabda, ”Suruh dia mengembalikannya!”.

Karena barang tambang yang jumlahnya tidak terbatas merupakan milik umum seluruh rakyat, negara tidak boleh memberikan izin kepada perorangan atau perusahaan swasta untuk memilikinya. Akan tetapi negara wajib melaku- kan upaya memanfaatkan barang tersebut atas nama kaum muslimin, kemu- dian hasilnya digunakan untuk memelihara urusan-urusan mereka.

Barang-barang tambang seperti; minyak bumi, gas, api, begitu juga dengan hutan, air, padang rumput, api, jalan umum, sungai, dan laut, semua itu telah ditetapkan syara’ sebagai kepemilikan umum. Negaralah yang mengatur produksi dan distribusi aset-aset tersebut untuk kepentingan rakyat.

56 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Pengelolaan kepemilikan umum oleh negara dapat dilakukan dengan dua cara, yakni:

Pertama; Pemanfaatan Secara Langsung oleh Masyarakat Umum (Salih, 2004).

Air, padang rumput, api, jalan umum, laut, samudra, sungai besar, adalah benda-benda yang bisa dimanfaatkan secara langsung oleh setiap individu. Siapa saja boleh mengambil air dari sumur, mengalirkan air sungai untuk pengairan pertanian, juga menggembalakan hewan ternaknya di padang rumput milik umum. Bagi setiap individu juga diperbolehkan menggunakan berbagai peralatan yang dimilikinya untuk memanfaatkan sungai yang besar, misalnya, untuk menyirami tanaman dan pepohonan. Karena sungai yang besar cukup luas untuk dapat dimanfaatkan seluruh masyarakat walau dengan menggunakan peralatan khusus; selama penggunaan tersebut tidak membuat kemudharatan bagi individu lainnya. Setiap individu juga diperbolehkan memanfaatkan jalan-jalan umum secara individu, dengan tunggangan atau pun kendaraan. Juga diperbolehkan mengarungi lautan dan sungai serta danau- danau umum dengan perahu, kapal, dan sebagainya, sepanjang hal tersebut tidak membuat pihak lain yaitu seluruh kaum muslim dirugikan, tidak mempersempit keluasan jalan umum, laut, sungai, dan danau (Kafrawi, 2000).

Kedua; Pemanfaatan Di Bawah Pengelolaan Negara

Kekayaan milik umum seperti minyak bumi, gas alam, dan barang tambang lainnya yang tidak dapat dengan mudah dimanfaatkan secara langsung oleh setiap individu masyarakat—karena membutuhkan keahlian, teknologi tinggi, serta biaya yang besar—, menjadi hak negera untuk mengelola dan mengeksplorasinya. Hasil eksplorasi tersebut akan dimasukkan

57 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani ke dalam kas baitul mal. Dan khalifah adalah pihak yang berwenang dalam pendistribusian hasil tambang dan pendapatannya sesuai dengan ijtihadnya demi kemashlahatan umat.

Dalam mengelola kepemilikan tersebut, negara tidak boleh menjualnya kepada rakyat —untuk konsumsi rumah tangga— dengan mendasarkan pada asas mencari keuntungan setinggi-tingginya. Namun negara diperbolehkan untuk menjual dengan keuntungan yang wajar jika dijual untuk keperluan produksi komersial. Sedangkan jika kepemilikan umum tersebut dijual kepada pihak luar negeri, maka dalam hal ini pemerintah diperbolehkan mencari keuntungan seoptimal mungkin.

Hasil keuntungan pendapatan dari harta pemilikan umum didistribusikan dengan cara sebagai berikut:

Pertama, dibelanjakan untuk segala keperluan yang berkenaan dengan kegiatan operasional negara yang ditunjuk untuk mengelola harta pemilikan umum, baik dari segi administrasi, perencanaan, eksplorasi, eksploitasi, produksi, pemasaran dan distribusi. Pengambilan hasil dan pendapatan harta pemilikan umum untuk keperluan ini, seperti pengembalian bagian zakat untuk keperluan operasi para amil yang mengurusi zakat (QS. At Taubah: 60).

Kedua, dibagikan kepada kaum muslimin atau seluruh rakyat. Dalam hal ini khalifah boleh membagikan secara gratis air minum, listrik, gas, minyak tanah, dan barang lain untuk keperluan rumah tangga atau pasar-pasar, atau menjual semua itu dengan harga semurah-murahnya, atau dengan harga wajar yang tidak memberatkan. Barang- barang tambang yang tidak dikonsumsi rakyat, misalnya minyak mentah, dijual ke luar negeri dan keuntungannya — termasuk keuntungan pemasaran dalam negeri— dibagi keseluruhan rakyat,

58 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

dalam bentuk uang, barang, atau untuk membangun sekolah-sekolah gratis, rumah-rumah sakit gratis, dan pelayanan umum lainnya. Hasil penjualan juga untuk menutupi tanggungan Baitul Mal yang wajib dipenuhi, seperti anggaran belanja untuk jihad fi sabilillah.

f. Harta milik negara berupa tanah, bangunan, sarana umum dan semua yang dihasilkan.

Setiap tanah atau bangunan yang berkaitan dengan hak umum kaum muslimin namun tidak termasuk dalam kepemilikan umum, maka fasilitas tersebut menjadi milik negara. Pengaturan, pengelolaan, dan pembelanjaan setiap bentuk kepemilikan negara yang juga dapat dimiliki individu— seperti tanah, bangunan dan harta-harta bergerak, namun berkaitan dengan hak umum kaum muslimin— diwakilkan kepada khalifah. Karena khalifah memiliki wewenang terhadap apa yang berkaitan dengan hak umum kaum muslimin. Inilah pengertian pemilikan negara.

Berbeda dengan kepemilikan umum yang tidak diperbolehkan bagi khalifah untuk menjadikannya sebagai milik individu, maka dalam hal ini khalifah dapat memperbolehkan masyarakat untuk memilikinya, mengambil manfaat, menghidupkan (tanah) dan memilikinya, sesuai dengan pandangan sang khalifah demi kemaslahatan dan kebaikan kaum muslimin (Quataert, 1983). Adapun bentuk-bentuk kepemilikan negara adalah (2017):

Pertama: padang pasir, gunung, pantai, tanah mati yang tidak dimiliki individu.

Kedua: al-bathaih, yaitu saluran air (sungai) yang luas berpasir dan berkerikil sehingga tidak bisa ditanami.

59 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Ketiga: ash-shawafi, adalah setiap tanah dari negeri taklukan, yang ditetapkan khalifah sebagai milik Baitul Mal karena tidak ada pemiliknya, atau pun milik negara atau para penguasa negara yang ditaklukkan, atau milik juga pasukan musuh yang terbunuh.

Keempat: bangunan dan gedung yang ada di negeri taklukan, yang pada asalnya dikhususkan oleh negara taklukan untuk fasilitas pemerintahan, sarana layanan umum, sekolah/perguruan tinggi, rumah sakit dan apotik, industri dan lain sebagainya. Maka bangunan-bangunan tersebut menjadi ghanimah dan fa’i kaum muslimin, menjadi hak Baitul Mal, dan statusnya adalah milik negara. Juga termasuk kepemilikan negara adalah setiap bangunan atau gedung yang dibangun oleh negara atau yang dibeli dengan dana Baitul Mal, yang dikhususkan untuk fasilitas pemerintahan, kemaslahatan dan direktoratnya, sekolah/perguruan tinggi, rumah sakit, ataupun sarana layanan umum (pos telekomunikasi, bank, transportasi umum, industri).

g. ‘Usyur

‘Usyur merupakan hak kaum muslimin yang diambil dari harta dan barang perdagangan ahlul dzimmah dan kafir harbi yang melewati perbatasan negara. Ada beberapa hadits yang menjelaskan bahwa khalifah Umar dan khalifah setelahnya memungut ‘usyur dari perdagangan yang melewati perbatasan negara. Ziyad bin Hudayr mengatakan, “Umar bin Khathab pernah mempekerjakan saya untuk memungut ‘usyur (1/10) dan memerintahkan saya agar memungut ¼ usyur (zakat) dari perdagangan kaum muslimin.”

h. Harta ilegal penguasa, pegawai negara, harta hasil usaha yang tidak sah, dan harta denda (Gurses, 1984)

Harta ilegal (mal al-ghulul) ialah semua harta yang diperoleh oleh para

60 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

wali, amil, dan pegawai negara dengan cara yang tidak dibenarkah oleh syara’; baik yang diperoleh dari harta negara maupun harta masyarakat. Selain gaji, maka setiap harta yang mereka peroleh dengan memanfaatkan kekuasaan dan jabatan dianggap sebagai harta ghulul. Mereka wajib mengembalikan harta itu kepada pemiliknya, dan jika tidak diketahui pemiliknya, maka harta itu diserahkan ke Baitul Mal kaum muslimin.

Adapun macam-macam kekayaan yang perolehannya tidak dibenarkan oleh syara’ adalah:

Pertama; harta suap, yaitu semua harta yang diberikan kepada seorang penguasa, amil, hakim atau pejabat lainnya dengan maksud untuk memperoleh keputusan tertentu demi kepentingan tertentu pula yang semestinya wajib diputuskan tanpa kompensasi apa pun. Semua harta yang didapat dengan cara suap dianggap harta haram dan bukan hak orang yang menerima suap.

Kedua; hadiah atau hibah, yaitu setiap (uang) yang diberikan oleh masyarakat atau pihak lain kepada para penguasa, hakim, amil dan pegawai negara. Hadiah dan hibah semacam ini dianggap suatu kecurangan, sebagaimana pernah disabdakan oleh Rasulullah Saw.

Ketiga; harta ilegal para penguasa dan pejabat negara, yaitu semua harta yang diperoleh dari negara dan masyarakat dengan sewenang-wenang dan tidak dibenarkan syara’.

Keempat; harta hasil perantara (samsarah) dan komisi (‘amulah), yaitu seluruh harta hasil makelaran/komisi yang didapat oleh para penguasa, para amil, dan para pegawai negara dari perusahaan-perusahaan atau orang-orang tertentu.

61 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Kelima; harta korupsi, yaitu harta-harta yang dirampas/dikuasai para penguasa, para amil, dan pegawai negara dari harta-harta negara, bagaimanapun caranya.

Adapun harta denda, yaitu harta yang dikenakan terhadap orang-orang yang berbuat dosa tertentu, perbuatan yang bertentangan dengan undang- undang negara serta yang melakukan penyimpangan administrasi dan peraturan-peraturan lainnya. Denda ini ditetapkan berdasarkan sunnah.

i. Khumus Rikaz (Barang Temuan) dan Barang Tambang (jumlahnya tidak banyak)

Rikaz adalah harta yang terpendam (harta karun) di dalam perut bumi, baik berupa emas, perak, permata, dan lain-lain, ataupun yang tersimpan dalam guci-guci dan tempat- tempat lainnya dari zaman jahiliyah maupun zaman Islam di masa lalu. Barang tambang adalah segala sesuatu yang diciptakan Allah dalam perut bumi, baik berupa emas, perak, tembaga, maupun timah dan lain sebagainya. Rasulullah saw mewajibkan dikeluarkannya khumus (1/5) dari harta tersebut untuk Baitul Mal (Itzkowitz, 1980).

j. Harta yang tidak ada Pewarisnya (Rari, 2001)

Setiap bentuk harta yang ditinggalkan seseorang karena kematian, dan tidak ada yang berhak atas harta tersebut baik karena waris maupun ‘ashabah, atau pun harta waris yang tidak habis dibagi, maka harta tersebut dimasukkan ke Baitul Mal. Termasuk dalam kategori ini adalah harta yang ditinggal wafat oleh kafir dzimmi dan tidak ada waritsnya, maka menjadi fa’i bagi kaum muslimin dan dimasukkan ke dalam Baitul Mal.

k. Harta orang murtad

62 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Setiap muslim yang murtad, baik laki-laki maupun perempuan, maka darahnya tidak lagi ma’shum (dilindungi), termasuk juga hartanya. Bagi orang murtad diberlakukan hukum murtad yaitu dihukum mati dan hartanya menjadi fa’i dan dimasukkan ke Baitul Mal. Namun ini tidak jadi diberlakukan bilamana yang bersangkutan bertaubat dalam tempo waktu 3 hari.

Berkaitan dengan hukuman bagi mereka yang murtad, Rasulullah Saw, bersabda: Barang siapa mengganti agamanya (murtad dari Islam) maka bunuhlah (HR. Bukhory (2/251), Abu Dawud (4351), an Nasa’i (2/170), at Tirmidzi (1/275-276), Ibnu Majah (2535), Daruquthni (336), al Baihaqi (8/195), Ahmad (1/282)) dengan sanad yang shahih.

l. Pajak

Pajak (dharibah) adalah harta yang diwajibkan Allah atas kaum muslimin dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka yang tidak bisa dipenuhi oleh baitul maal karena kondisi keuangan yang tidak memungkinkan. Dengan kata lain, pada dasarnya hal tersebut merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh baitul maal. Namun karena kondisi keuangan yang tidak memungkinkan, maka kewajiban tersebut —yang harus dilaksanakan terlepas dari kondisi dan kemampuan baitul maal— menjadi kewajiban setiap muslim di negara tersebut. Untuk pemenuhan tersebut, maka dharibah atau pajak dikenakan atas diri mereka. Di antara hal atau kewajiban yang masuk kategori tersebut adalah:

 Pembiayaan jihad, baik aspek pembentukannya, pelatihannya, dan persenjataannya. Pada kondisi tidak adanya harta di Baitul Mal, negara mendorong kaum muslimin untuk memberikan sumbangan sukarela. Namun apabila tidak terpenuhi juga, maka negara dapat

63 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

mewajibkan dharibah sesuai kebutuhan.  Pembiayaan industri senjata perang (jihad) dan sejenisnya. Ketiadaan industri ini menjadikan kaum muslimin tergantung kepada negara-negara kafir. Ketergantungan ini berpotensi menimbulkan ancaman bagi negara dan kaum muslimin. Individu diperbolehkan untuk memenuhi sebagian kebutuhan senjata, tapi apabila belum terdapat industri senjata, maka negara wajib membangunnya, terlepas dari ada atau tidak ada dana di baitul maal. Dalam kondisi kas baitul maal yang tidak mencukupi untuk memenuhi hal ini, maka dharibah dapat diwajibkan. (Rodney Wilson, 2006)  Pembiayaan orang-orang fakir, miskin, dan ibnu sabil. Dalam kondisi kas baitul maal tidak mencukupi untuk melaksanakan hal tersebut, maka kewajiban itu menjadi tanggungan kolektif kaum muslim. Untuk itu, dharibah dapat diwajibkan.  Pembiayaan untuk gaji/upah para pasukan, pegawai negara, qadhi, pengajar, dan selain mereka yang memberikan pelayanan kemaslahatan kaum muslimin.  Pembiayaan untuk kemaslahatan kaum muslimin, memberikan layanan umum, serta hal-hal yang sangat vital bagi kaum muslimin. Seperti jalan umum, sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit, masjid, pemenuhan air bersih dan yang semisal.  Pendanaan untuk keadaan darurat, seperti bencana alam, kelapa- ran, dan serangan musuh.

Dharibah ini hanya diwajibkan bagi seorang muslim yang telah mampu memenuhi kebutuhan pokok dan sekunder, sesuai dengan standar kebutuhan hidup pada saat itu. Dan sekali lagi, kewajiban atas kelebihan harta tersebut hanya sebatas kebutuhan yang tidak bisa dipenuhi oleh Baitul Maal saja.

64 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

B. TURKI UTSMANI DAN KAPITULASI ASING

1. Sejarah Singkat Turki Utsmani

Kesultanan Utsmaniyah dalam bahasa Turki Utsmaniyah, disebut atau Osmanli Devleti [6] ,( دولة عليه عثمانية ) Devlet-i Aliyye-yi Osmaniyye Dalam bahasa Turki Modern, kesultanan ini dikenal dengan .(عثمانلي دولتي) sebutan Osmanli Devleti atau Osmanli imparatorlugu. Sebagian besar media Barat menyebutmya dengan nama "Ottoman" dan "Turkey" secara bergantian. Dikotomi ini secara resmi berakhir pada tahun 1920-1923 ketika Rezim Turki yang ber-ibu kota di Ankara memilih “Turki” sebagai nama resmi negara, nama yang telah digunakan oleh orang-orang Eropa sejak zaman Bani Seljuk.

Turki Utsmani adalah imperium lintas benua yang didirikan oleh suku- suku Turki di bawah pimpinan Ertugrul dan Osman Khan di barat laut Anatolia pada tahun 1299. Seiring dengan penaklukan Konstantinopel oleh Mehmed II tahun 1453, negara Utsmaniyah berubah menjadi sebuah imperium besar yang menggantikan Romawi.

Gambar. 1

65 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Sepanjang abad 16 dan 17 Turki berada pada puncak kekuasaan di bawah pemerintahan Suleiman agung. Kesultanan Utsmani ini menjadi salah satu negara terkuat di dunia dengan imperium multinasional dan multibahasa. Kekuasaannya mampu mengendalikan sebagian besar Eropa Tenggara, Asia Barat/Kaukasus, Afrika Utara, dan Tanduk Afrika (Lewis 1963, hlm. 151). Pada awal abad ke-17, wilayah Kesultanan Utsmani terdiri dari 32 provinsi dan sejumlah negara vasal. Selama beberapa abad, di antara negara-negara vasal tersebut ada yang dianeksasi ke dalam teritorial kesultanan dan sebagian lagi diberikan otonomi dengan beragam tingkatan. Konstantinopel dijadikan sebagai ibu kota dengan teritorial wilayah yang luas di sekitar cekungan Mediterania. Selama lebih dari enam abad Kesultanan Utsmaniyah menjadi pusat interaksi dunia Timur dan Barat, kondisi ini berakhir setelah Perang Dunia Pertama usai. Berakhirnya Kesultanan Utsmani berujung dengan kemunculan rezim-rezim politik baru di Turki, pembentukan wilayah Balkan dan Timur Tengah (Mikail, 2011, hlm. 7).

Perkembangan dan Masa Keemasan Turki Utsmani (1299-1402)

Pasca keruntuhan kekuasaan Kesultanan Rum yang dipimpin oleh dinasti Seljuq Turki pada tahun 1300-an, Anatolia terpecah menjadi beberapa negara merdeka (kebanyakan Turki) yang disebut dengan Emirat Ghazi. Salah satu Emirat Ghazi dipimpin oleh Osman I (1258-1326) yang kelak namanya menjadi asal usul nama Utsmaniyah. Osman I memperluas batas permukiman Turki sampai pinggiran Kekaisaran Bizantium. Tidak jelas bagaimana Osman I berhasil menguasai wilayah tetangganya karena belum banyak diketahui tentang sejarah Anatolia abad pertengahan (Finkel,2007, hlm. 5).

Pada abad yang sama setelah kematian Osman I, kekuasaan Utsmaniyah mulai meluas sampai Mediterania Timur dan Balkan. Putra Osman, Orhan,

66 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

menaklukkan kota Bursa pada tahun 1324 dan menjadikannya sebagai ibu kota negara Utsmaniyah. Kejatuhan Bursa menandakan berakhirnya kendali Bizan- tium atas Anatolia di Barat Laut. Kota Thessaloniki direbut oleh Utsmaniyah dari Republik Venesia pada tahun 1387. Kemenangan Utsmaniyah di Kosovo tahun 1389 secara efektif mengawali kejatuhan pemerintahan Serbia di wilayah itu dan membuka jalan untuk perluasan wilayah Utsmaniyah di Eropa. Pertempuran Nicopolis pada tahun 1396 yang dianggap sebagai perang salib terbesar berakhir pada Abad Pertengahan telah gagal menghambat laju bangsa Turki Utsmaniyah (Faridbeik, 1988, hlm.13).

Seiring meluasnya kekuasaan Turki di Balkan, penaklukan strategis wilayah Konstantinopel menjadi tugas penting Turki Utsmaniyah yang pada saat itu mengendalikan nyaris seluruh bekas tanah Bizantium di sekitar kota. Walaupun demikian, warga Yunani Bizantium sempat luput ketika penguasa Tatar, Tamerlane menyerbu Anatolia dalam Pertempuran Ankara pada Tahun 1402. Ia menangkap Sultan Bayezid I dan menciptakan kekacauan di kalangan penduduk Turki. Negara pun mengalami perang saudara yang berlangsung sejak 1402 sampai 1413, putra-putra Bayezid memperebutkan takhta kekua- saan. Perang saudara ini berakhir ketika Mehmet I naik sebagai sultan dan sekaligus mengembalikan kekuasaan Utsmaniyah. Kenaikannya menjadi penguasa juga mengakhiri Interregnum (jeda pemerintahan) yang dalam bahasa Turki Utsmaniyah disebut Fetret Devri.

Sebagian teritori Utsmaniyah di Balkan (Thessaloniki, Makedonia, dan Kosovo) sempat terlepas setelah tahun 1402, kemudian berhasil direbut kembali oleh Murad II antara tahun 1430-an dan 1450-an. Pada tanggal 10 November 1444 dalam Pertempuran Varna, Murad II mengalahkan pasukan Hongaria, Polandia, dan Wallachia yang dipimpin oleh Wladyslaw III dari

67 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Polandia (sekaligus Raja Hongaria) dan Janos Hunyadi, ini adalah pertem- puran terakhir dalam Perang Salib Varna. Empat tahun kemudian, Janos Hunyadi mempersiapkan pasukannya yang terdiri dari pasukan Hongaria dan Wallachia untuk menyerang Turki, namun dikalahkan oleh Murad II dalam Pertempuran Kosovo Kedua tahun 1448. Putra Murad II, Mehmed II, menata ulang kekuatan negara dan militernya, lalu menaklukkan Konstantinopel pada tanggal 29 Mei 1453. Mehmed II mengizinkan Gereja Ortodoks mempertahan- kan otonomi dan tanahnya dengan syarat harus mengakui pemerintahan Utsmaniyah. Hubungan yang buruk antara negara-negara Eropa Barat dan Kekaisaran Romawi Timur menyebabkan banyak dari pemeluk-pemeluk Ortodoks mengakui kekuasaan Utsmaniyah (Stone, 205:94).

Pada abad ke-15 dan 16 Turki Utsmani memasuki periode ekspansi, pada masa ini Kesultanan Ustmaniyah berada dalam tingkatan kemakmuran dan kesejahteraan yang tinggi karena dipimpin oleh Sultan-sultan yang tegas dan efektif. Sistim perekonomian berada dalam kemajuan yang pesat, pemerintah berhasil mengendalikan rute-rute perdagangan darat terutama pada jalur perdagangan antara Eropa dan Asia. Sultan Selim I (1512-1520) memperluas batas timur dan selatan, kemudian Kesultanan Utsmaniyah secara dramatis mengalahkan Shah Ismail dari Persia Safawiyah dalam Pertempuran Chaldiran. Selim I mendirikan pemerintahan Utsmaniyah di Mesir dan mengerahkan angkatan lautnya ke Laut Merah. Setelah ekspansi tersebut, persaingan pun pecah antara Kekaisaran Portugal dan Kesultanan Utsmaniyah yang sama-sama berusaha menjadi kekuatan besar di kawasan itu. (Hess, 2003, hlm. 55-75).

Turki Utsmani di Eropa Tengah dan Tanduk Afrika

Suleiman I (1520-1566) menaklukkan Belgrade tahun 1521 dan

68 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

menguasai wilayah selatan dan tengah, dimana Kerajaan Hongaria sebagai bagian dari Peperangan Utsmaniyah-Hongaria. Setelah memenangkan Pertem- puran Mohacs tahun 1526, Suleiman I mendirikan pemerintahan Turki di wilayah yang sekarang disebut Hongaria dan teritori Eropa Tengah lainnya. Kemudian pasukan Suleiman I mengepung Wina tahun 1529, tetapi gagal. Tahun 1532, ia kembali melancarkan serangan ke Wina, namun dikalahkan pada Pengepungan Guns. Transylvania, Wallachia, dan Moldavia (sementara) menjadi kepangeranan bawahan Kesultanan Utsmaniyah. Di sebelah timur, Turki Utsmani merebut Baghdad dari Persia pada tahun 1535, menguasai Mesopotamia dan mendapatkan akses laut ke Teluk Persia.

Pada saat yang bersamaan Perancis dan Kesultanan Utsmaniyah bersatu karena sama-sama menentang pemerintahan Habsburg dan menjadi sekutu yang kuat. Penaklukan Nice (1543) dan Corsica (1553) oleh Perancis adalah hasil kerjasama antara pasukan raja Francis I dari Perancis dan Suleiman. Pasu- kan tersebut dipimpin oleh laksamana Utsmaniyah Barbarossa Khairuddin Pasya dan Turgut Rais. Satu bulan sebelum pengepungan Nice, Perancis mem- bantu Utsmaniyah dengan mengirimkan satu unit artileri pada saat penaklukan Esztergom tahun 1543. Setelah bangsa Turki membuat serangkaian kemajuan pada armada tempur pada tahun 1543, akhirnya penguasa Habsburg Ferdinand I secara resmi mengakui pemerintahan Utsmaniyah di Hongaria pada tahun 1547. Pada tahun 1559 setelah perang Ajuuraan-Portugal pertama, Kesultanan Utsmaniyah menganeksasi Kesultanan Adal yang lemah ke dalam wilayahnya. Ekspansi ini mengawali pemerintahan Utsmaniyah di Somalia dan Tanduk Afrika. Aneksasi tersebut juga meningkatkan pengaruh kekuasaan Utsmaniyah di Samudra Hindia untuk bersaing dengan Portugal (Beik, 1988, hlm. 231). Pada akhir masa kekuasaan Suleiman, jumlah penduduk Kesultanan Utsmaniyah mencapai 15.000.000 orang dan tersebar di tiga benua. Selain itu, kesultanan ini memiliki kekuatan armada laut yang besar dan mengendalikan

69 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani sebagian besar Laut Mediterania. Saat itu, Kesultanan Utsmaniyah adalah bagian utama dari ruang lingkup politik di Eropa. Kesuksesan politik dan militer Utsmaniyah sering disamakan dengan kesuksesan Kekaisaran Romawi, sebagaimana disampaikan oleh Ilmuan asal Italia Francesco Sansovino dan filsuf politik Perancis Jean Bodin (Deringil, 2007, hlm. 709-723).

Sangat disayangkan, struktur militer dan birokrasi pemerintahan yang efektif pada masa-masa awal Kesultanan Utsmaniyah ini terancam gagal ketika sultan-sultan selanjutnya tidak tegas dalam memimpin. "Kesultanan Utsmaniyah perlahan dikalahkan oleh bangsa Eropa dari segi teknologi militer. Inovasi teknologi yang mendorong perluasan wilayah kesultanan ini sering dihambat oleh paham konservatisme agama dan intelektual yang terus berkembang", Itzkowitz (1980, hlm. 96). Meski mengalami kesulitan, kesultanan ini tetap menjadi kekuatan ekspansionis besar seperti terlihat pada Pertempuran Wina tahun 1683, pertempuran yang menandakan akhir ekspansi Utsmaniyah ke Eropa.

Kemudian, penemuan rute baru jalur perdagangan laut oleh negara- negara Eropa Barat memungkinkan mereka dapat menghindari monopoli jalur perdagangan yang dikuasai oleh Kesultanan Utsmaniyah. Penemuan rute Tanjung Harapan Baik oleh Portugal tahun 1488 menjadi penyebab serangkaian perang laut antara Kesultanan Utsmaniyah dan Portugal di Samudra Hindia sepanjang abad ke-16. Dari segi ekonomi, meningkatnya pasokan perak oleh Spanyol hasil dari tambang mereka di Dunia Baru mengakibatkan mata uang Utsmaniyah mengalami devaluasi tajam dan inflasi yang tinggi. Inilah salah satu faktor utama yang menyebabkan tingginya inflasi dan mengganggu stabilitas ekonomi pada masa itu. (Saharuddin, 2017).

70 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Di bawah kepemimpinan Ivan IV (1533-1584), Kekaisaran Rusia meluas sampai ke kawasan Volga dan Kaspia, mereka menaklukkan beberapa kekhanan Tatar. Pada tahun 1571, khan Krimea Devlet I Giray yang didukung Utsmaniyah membakar wilayah Moskwa. Tahun berikutnya pada pertempuran Molodi invasi Kembali diulang namun gagal. Kekhanan Krimea terus menyerbu Eropa Timur melalui serangkaian serangan budak dan berhasil menjadi kekuatan besar di Eropa Timur sampai akhir abad ke-17 (Beik, 1988, hlm. 232).

Di Eropa Selatan, pada saat pertempuran Lepanto, koalisi Katolik yang dipimpin Philip II dari Spanyol mengalahkan kekuatan Utsmaniyah. Kekala- han ini merupakan pukulan telak dan simbol dari kelemahan dan citra keheba- tan Utsmaniyah. Memudarnya citra ini diawali oleh kemenangan Ksatria Malta atas pasukan Utsmaniyah dalam Pengepungan Malta tahun 1565. Pertempuran Lepanto membuat Angkatan Laut Utsmaniyah kehilangan banyak tenaga ahli, walaupun armada kapal-kapal mereka masih bisa diperbaiki. Akibat kekalahan ini kekuatan Angkatan Laut Utsmaniyah berbenah dan pulih dengan cepat, yang memaksa Venesia menandatangani perjanjian damai tahun 1573 sekaligus mengizinkan Kesultanan Utsmaniyah memperluas daerah kekua- saannya dan memperkuat posisinya di Afrika Utara (Beik, 1988, hlm. 301).

Sebaliknya di wilayah kekuasaan Habsburg tidak terjadi perubahan apapun, sistim pertahanan Habsburg terus diperkuat. Perang Panjang melawan Austria-Habsburg (1593-1606) membuat pemerintah melengkapi kekuatan infanterinya dengan senjata api dan melonggarkan kebijakan perekrutan armada kekuatan. Keputusan ini menciptakan masalah baru yaitu: ketidakpatu- han prajurit dan pemberontakan di dalam tubuh militer tidak pernah terselesai- kan. Begitu juga halnya dengan para Penembak Jitu Ireguler (Sekban) juga masuk dalam perekrutan. Demobilisasi pun berubah menjadi brigandase

71 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

(perampokan), pemberontakan Jelali (1595-1610) memperluas aksi anarkis di Anatolia sampai pada akhir abad ke-16 dan awal abad ke-17. Ketika populasi Kesultanan Utsmaniyah mencapai 30.000.000 jiwa pada tahun 1600, kelang- kaan tanah membuat pemerintah ditekan habis-habisan (Beik, 1988, hlm. 301).

Turki Utsmani Stagnasi dan Perubahan (1683-1827)

Pada periode ini, ekspansi yang dilakukan oleh Rusia membawa ancaman besar yang terus berkembang. Hal inilah yang mendorong Raja Charles XII dari Swedia diterima sebagai sekutu Kesultanan Utsmaniyah setelah pasukannya dikalahkan Rusia pada Pertempuran Poltava tahun 1709 (bagian dari Perang Utara Besar 1700-1721.) Charles XII mendesak Sultan Utsmaniyah Ahmed III untuk menyatakan perang terhadap Rusia. Kesultanan Utsmaniyah berhasil memenangkan aksi militer Sungai Pruth yang berlang- sung pada 1710-1711. Pasca Perang Austria-Turki 1716-1718, Perjanjian Passarowitz mencantumkan penyerahan wilayah Banat, Serbia, dan Oltenia (Walachia Kecil) ke Austria. Dalam perjanjian ini juga disebutkan bahwa Kesultanan Utsmaniyah mengambil sikap defensif dan tidak melakukan agresi lagi di Eropa.

Pengepungan Ochakov tahun 1788, tentara Turki terus menahan kekua- tan Rusia yang terus melakukan agresi dan serangan ke wilayah Utsmaniyah. Perang Austria-Rusia-Turki yang diakhiri oleh Perjanjian Belgrade 1739 berujung kembalinya Serbia dan Oltenia, namun pelabuhan Azov berhasil direbut Rusia. Setelah perjanjian ini, Kesultanan Utsmaniyah menikmati masa- masa perdamaian karena Austria dan Rusia terpaksa menghadapi kebangkitan Prusia (Quataert, 2005, hlm. 255).

72 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Pada 1768 para Haidamak, pemberontak konfederasi Polandia yang dibantu Rusia memasuki Balta, wilayah perkotaan Utsmaniyah di perbatasan Bessarabia, dan mereka membantai warganya serta membumiha nguskan kota tersebut. Tindakan ini memaksa Kesultanan Utsmaniyah memulai Perang Rusia-Turki 1768-1774. Perjanjian Küçük Kaynarca tahun 1774 mengakhiri perang ini dan memberikan kebebasan beribadah kepada warga Kristen di provinsi Wallachia dan Moldavia. Pada akhir abad ke-18, serangkaian kekalahan perperangan melawan Rusia membuat sebagian kalangan di Kesultanan Utsmaniyah meyakini bahwa reformasi yang dijalankan Peter Agung memberi keunggulan bagi Rusia, dan Utsmaniyah harus menggunakan teknologi Barat untuk menghindari kekalahan lebih lanjut (Tucker,2005, hlm. 1080).

Selim III (1789-1807) berupaya melakukan perubahan besar untuk pertama kalinya dalam memodernisasi kekuatan pasukan, tetapi reformasi ini terhambat oleh kelompok pemimpin yang religius dan Korps Yanisari. Korps Yanisari merasa iri dengan hak-hak militer dan mereka menolak perubahan serta melakukan pemberontakan. Upaya yang dilakukan Selim III dalam melakukan perubahan membuat dirinya kehilangan takhta dan nyawa. Pemberontakan ini berhasil diredam dengan spektakuler dan kejam oleh penggantinya yang dinamis yaitu Mahmud II serta menghapus korps Yanisari pada tahun 1826.

Revolusi Serbia (1804-1815) menjadi era baru kebangkitan nasional di wilayah Balkan, dimana Kesultanan Utsmaniyah dipimpin oleh Hurshid Pasha. Suzeraintas Serbia sebagai monarki herediter dengan kelompok dinastinya diakui secara de jure pada tahun 1830. Sementara pada 1821 bangsa Yunani menyatakan perang terhadap Sultan Utsmani. Pemberontakan yang pecah di Moldavia sebagai bentuk pengalihan dan kemudian diikuti oleh revolusi utama

73 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani di Peloponnesos. Pada tahun 1829 Peloponnesos dan bagian utara Teluk Korintus adalah wilayah Kesultanan Utsmaniyah pertama yang merdeka dan melepaskan diri. Pertengahan abad ke-19 Kesultanan Utsmaniyah mendapat julukan "orang sakit" oleh bangsa-bangsa Eropa. Adapun negara-negara suzerain (Kepangeranan Serbia, Wallachia, Moldavia, dan Montenegro) meraih kemerdekaan de jure pada 1860-an dan 1870-an dari Kesultanan Utsmaniyah.

Kemunduran dan Modernisasi (1828-1908)

Pada masa Tanzimat (1839-1876), serangkaian reformasi konstitusional pemerintah membuahkan hasil, yaitu: terbentuknya pasukan wajib militer modern, reformasi sistim perbankan, dekriminalisasi kaum homoseksual, perubahan hukum agama menjadi hukum sekuler, dan gilda yang memiliki pabrik modern, serta pendirian Kementerian Pos Utsmaniyah di Istanbul pada tanggal 23 Oktober 1840. Periode reformis ini memuncak dengan penyusunan Konstitusi yang disebut Kanûn-u Esâsî. Era Konstitusional Pertama kesultanan ini tidak berlangsung lama, parlemen hanya bertahan selama dua tahun dan kemudian dibubarkan oleh Sultan.

Reformasi juga terjadi pada bidang pendidikan dan menghasilkan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Di bidang ini, penduduk Kristen perlahan meninggalkan penduduk muslim yang mayoritas. Pada tahun 1861, terdapat 571 sekolah dasar dan 94 sekolah menengah Kristen dengan jumlah siswa sebanyak 140.000 siswa. Jumlah itu jauh melampaui siswa Muslim yang pada waktu itu kemajuannya terus melambat dikarenakan waktu untuk belajar bahasa Arab dan teologi Islam yang panjang (Pamuk, 1978: 121). Di kemudian hari, tingkat pendidikan siswa Kristen yang lebih tinggi memungkinkan mereka memainkan peran penting dalam perekonomian negara. Hal ini dapat

74 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

dilihat di tahun 1911, 528 sampai 654 perusahaan grosir di Istanbul dimiliki oleh etnis Yunani (yang notabene pemeluk agama Kristen) (Geyikdagi, 2001, hlm. 32)

Pada masa ini juga terjadi perang Krimea (1853-1856) yang merupakan bagian dari persaingan panjang antara kekuatan-kekuatan besar di Eropa yang memperebutkan pengaruh di teritorial Kesultanan Utsmaniyah yang melemah. Beban perang yang berdampak pada minimnya finansial negara memaksa pemerintah Utsmaniyah mengajukan pinjaman luar negeri senilai 5 juta pound sterling pada tanggal 4 Agustus 1854 (Geyikdagi, 2001, hlm. 33). Dampak lain dari perang ini mengakibatkan eksodus warga Tatar Krimea. Sekitar 200.000 diantaranya pindah ke wilayah Kesultanan Utsmaniyah dalam bentuk gelombang imigrasi. Menjelang akhir Peperangan Kaukasus, 90% etnis Sirkasia dilenyapkan. Mereka diusir dari tanah airnya di Kaukasus dan terpaksa mengungsi ke wilayah Kesultanan Utsmaniyah. Sekitar 500.000 sampai 700.000 orang Sirkasia berlindung di Turki. Beberapa sumber memberi angka yang lebih tinggi, yaitu 1 juta-1,5 juta orang dideportasi dan/atau dibunuh.

Perang Rusia-Turki (1877-1878) berakhir dengan kemenangan mutlak Rusia, mengakibatkan penyusutan drastis wilayah Utsmaniyah di Eropa. Bulgaria dijadikan sebagai wilayah kepangeranan yang merdeka di dalam Kesultanan Utsmaniyah dan Rumania mendapatkan kemerdekaan penuh. Serbia dan Montenegro juga mendapatkan kemerdekaan penuh walaupun dengan wilayah yang lebih kecil. Pada tahun 1878, Austria-Hongaria bersama- sama menduduki provinsi Bosnia-Herzegovina dan Novi Pazar. Walaupun pemerintah Utsmaniyah menentang tindakan ini, pasukannya dikalahkan dalam kurun tiga minggu. Sebagai imbalan atas bantuan Perdana Menteri Britania Raya Benjamin Disraeli dalam pengembalian teritori Utsmaniyah di

75 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Semenanjung Balkan saat Kongres Berlin, Britania Raya mendapatkan hak pemerintahan di Siprus pada tahun 1878. Seiring dengan menyusutnya wilayah Kesultanan Utsmaniyah, banyak penduduk Muslim Balkan pindah ke teritori Utsmaniyah dan sebagian lain masuk kejantung kesultanan di Anatolia. Pada tahun 1923 hanya Anatolia dan Thracia Timur saja yang masih dikuasai oleh penduduk Muslim (Pamuk, 1978, hlm. 331).

Kekalahan dan Pembubaran (1908-1922)

Era Konstitusional Kedua dimulai pasca Revolusi Turki Muda (3 Juli 1908) melalui pengumuman sultan tentang penggunaan kembali konstitusi 1876 dan pembentukan kembali Parlemen Utsmaniyah. Pengumuman ini menjadi awal pembubaran Kesultanan Utsmaniyah. Era ini didominasi oleh politik Komite Persatuan dan Kemajuan serta gerakan yang kelak dikenal dengan sebutan Turki Muda. Memanfaatkan perpecahan sipil, Austria- Hongaria secara resmi menganeksasi Bosnia dan Herzegovina pada tahun 1908, kemudian mereka menarik tentaranya dari Sanjak Novi Pazar suatu wilayah yang diperebutkan oleh Austria dan Utsmaniyah guna menghindari perang. Dalam peperangan Italia-Turki (1911-12), Kesultanan Utsmaniyah kehilangan Libya dan Liga Balkan yang menyatakan perang terhadap Kesultanan Utsmaniyah.

Kekalahan dalam perang Balkan (1912-13) mengakibatkan Utsmaniyah kehilangan teritori Balkan-nya, kecuali Thracia Timur dan ibu kota historis Adrianopel. Terdapat Sektiar 400.000 penduduk Muslim yang merasa khawatir akan menghadapi kekerasan etnis dari Yunani, Serbia, dan Bulgaria mengungsi dan ikut mundur bersama pasukan Utsmaniyah (Beik,1988:388). Justin McCarthy memprediksi bahwa sejak 1821-1922 pembersihan etnis Muslim Utsmaniyah di wilayah Balkan mengakibatkan banyak kematian dan

76 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

juta-an penduduk Muslim terusir dari kawasan itu. Tahun 1914 Kesultanan Utsmaniyah sudah dipukul mundur hampir di seluruh Kawasan Eropa dan Afrika Utara. Meski demikian wilayah Kesultanan ini masih dihuni sekitar 28 juta penduduk Muslim. 15,5 juta di antara mereka berada diwilayah Turki modern, 4,5 juta di Kawasan Suriah, Lebanon, Palestina, dan Yordania, sekitar 2,5 juta berada di kawasan Irak. 5,5 juta sisanya berada di bawah pemerintahan bayangan Kesultanan Utsmaniyah wilayah Jazirah Arab (Pamuk, 1978, hlm. 313).

Pada November 1914, Kesultanan Utsmaniyah ikut serta dalam Perang Dunia I di blok Kekuatan Tengah. Kesultanan ini ambil bagian dalam teater Timur Tengah. Utsmaniyah sempat beberapa kali menang pada tahun-tahun pertama peperangan, misalnya di Pertempuran Gallipoli dan Pengepungan Kut. Mereka mengalami kampanye militer Kaukasus melawan Rusia. Amerika Serikat secara resmi tidak pernah mengeluarkan pernyataan perang terhadap Kesultanan Utsmaniyah walaupun kemudian berusaha mendominasi wilayah- wilayah yang tadinya dimiliki oleh Turki Utsmani.

Tahun 1915, saat Angkatan Darat Kaukasus Rusia terus menyerang ke Anatolia timur. Dibantu sejumlah milisi Armenia Utsmaniyah, pemerintah Utsmaniyah mulai mendeportasi dan membantai penduduk etnis Armenia. Aksi ini kemudian dikenal dengan nama Genosida Armenia. Genosida juga dilakukan terhadap etnis minoritas Yunani dan Assyria. Pada dasarnya segala bentuk genosida ini didalangi oleh Rusia, Perancis dan Inggris. Semua itu mereka lakukan untuk memperebutkan wilayah Asia Tengah dan memberikan alternatif jalur perdagangan dari India, sedangkan Rusia ingin melakukan perluasan wilayahnya sejalan dengan ambisi Perancis.

77 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Pemberontakan Arab melawan Utsmaniyah di front Timur Tengah dimulai pada tahun 1916. Dalam perang ini, Utsmaniyah sempat unggul selama dua tahun pertama peperangan. Gencatan Senjata Mudros yang ditandatangani pada 30 Oktober 1918 mengakhiri peperangan di wilayah Timur Tengah, kemudian diikuti dengan pendudukan Konstantinopel dan pemecahan Kesultanan Utsmaniyah. Berikutnya adalah perjanjian Sevres, dimana dalam perjanjian ini pemecahan Kesultanan Utsmaniyah menjadi resmi. Dan akibat dari kemunduran demi kemunduran ini, pada kuartal terakhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 terdapat sekitar 7-9 juta Muslim Turki mengungsi dari wilayah Kaukasus, Krimea, Balkan, dan pulau-pulau Mediterania ke Anatolia dan Thracia Timur.

Di akhir Kesultanan Utsmaniyah, terjadi Perang Kemerdekaan Turki (1919-1922) yang kemudian dimenangkan oleh Gerakan Nasionalisme Turki di bawah pimpinan Mustafa Kemal Pasha (atau Mustafa Kemal Ataturk). Kemenangan ini berlanjut dengan pembubaran Kesultanan Utsmaniyah pada tanggal 1 November 1922. Pada 17 November 1922, Sultan Mehmed VI, yang merupakan sultan terakhir meninggalkan negara. Dan pada tanggal 29 Oktober 1923, Majelis Agung Nasional Turki mendeklarasikan Republik Turki. Pada tangga 3 Maret 1924, Kesultanan Utsmaniyah resmi dibubarkan.

2. Pemerintahan Turki Utsmani

Tata negara Kesultanan Utsmaniyah adalah sistim yang sangat sederhana dan terbagi menjadi dua dimensi utama, pemerintahan militer dan pemerintahan sipil. Sultan adalah jabatan tertinggi dalam sistim ini. Sistim pemerintahan sipil dibuat berdasarkan unit-unit pemerintahan daerah dan karakteristik wilayahnya. Kesultanan Utsmaniyah menggunakan sistim tata negara (Kekaisaran Romawi Timur) yang dikuasai oleh kaum ulama. Tradisi- tradisi Pemerintahan Turki Pra-Islam masih berperan penting bagi pemerintah

78 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Utsmaniyah, walaupun sudah banyak terjadi perubahan dengan mengadopsi sistim administrasi dan hukum dari Iran Islam (Kapucu, 2008, hlm. 77). Menurut pemahaman Utsmaniyah, tugas utama negara adalah mempertahan- kan dan memperluas wilayah kekuasaan Muslim dan menjamin keamanan serta keselarasan pada wilayah perbatasan. Hal ini sesuai dengan konteks praktik Islam Ortodoks dan Kedaulatan Dinasti.

Jabatan tertinggi dalam Islam adalah khalifah, pemahaman ini dianut oleh Sultan sehingga nama negara juga disandarkan kepada nama khalifah (khalifah Utsmaniyah). Sultan Utsmaniyah, pâdişâh atau pembantu raja, menjadi pemimpin tunggal kesultanan dan dianggap sebagai perwakilan pemerintahannya, meski kendalinya tidak selalu mutlak. Politik negara melibatkan sejumlah penasihat dan menteri dengan membentuk dewan yang disebut dengan Divan, dan setelah abad ke-17 namanya berubah menjadi "Porte". Keanggotaan Divan pada saat negara Utsmaniyah masih berupa Beylik terdiri dari para tetua suku. Komposisi keanggotaan ini kemudian diubah agar melibatkan pejabat militer dan elit politik lokal (seperti penasihat keagamaan dan politik). Sejak awal 1320, seorang Wazir Agung ditunjuk untuk melanjutkan tugas-tugas tertentu Sultan. Wazir Agung terbebas dari kendali Sultan dan memegang kuasa penunjukan, pemecatan, dan pengawasan yang nyaris tidak terbatas. Mulai akhir abad ke-16, Sultan menarik diri dari politik dan Wazir Agung menjadi kepala negara defacto (Black, 2001, hlm. 97).

Sultan baru atau penerus kesultanan selalu dipilih dari putra-putra sultan sebelumnya. Sistim pendidikan sekolah di istana yang sangat ketat dan kuat bisa mengeliminasi calon pewaris sultan yang tidak mampu menggalang dukungan elit penguasa terhadap pewaris Sultan. Sekolah istana juga mendidik calon pejabat negara terbagi dalam beberapa jalur tunggal. Jalur pertama,

79 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani madrasah (Turki Utsmaniyah: Medrese), jalur ini dirancang khusus untuk umat Islam dan mendidik cendekiawan serta para pejabat negara sesuai dengan tradisi Islam. Pembiayaan sekolah ini (Medrese) ditanggung oleh wakif, sehingga anak-anak dari keluarga miskin bisa menaikkan status sosialnya dan merubah pendapatannya (Imber, 1988, hlm. 231). Jalur kedua adalah sekolah ber-asrama tanpa pungutan biaya apapun, jalur ini dirancang untuk anak-anak dari umat Kristen (Enderûn). Sekolah ini mampu merekrut 3.000 siswa tiap tahunnya dengan umur antara 8 sampai 20 tahun, diantara mereka satu sampai empat puluh keluarga berasal dari komunitas-komunitas di Rumelia dan/atau Balkan. Proses ini disebut Devshirme (devşirme).

Dalam perjalanan sejarah Utsmaniyah, terdapat beberapa periode ketika lembaga di bawah Sultan memiliki pengaruh yang amat kuat sehingga dapat mempengaruhi kebijakan dan arah politik Kesultanan. Di antara periode tersebut adalah ketika lembaga Wazir Agung menguat dan mengambil alih berbagai tugas eksekutif pemerintahan. Contoh lain adalah ketika di suatu periode lembaga Harem Kesultanan yang dipimpin oleh Valide Sultan memainkan peran penting dalam perpolitikan dan menjadi pengendali negara. Periode ini dikenal dengan periode “Kesultanan Wanita”. Selain itu, sejarah juga menunjukkan bahwa dalam beberapa peristiwa, para gubenur lokal mengambil tindakan dan kebijakan independen tanpa menunggu persetujuan pusat dan walau kebijakan dan tindakan tersebut bertentangan dengan kebijakan pusat.

Pasca Revolusi Turki Muda tahun 1908, negara Utsmaniyah menjadi monarki konstitusional, Sultan tidak lagi memegang kekuasaan eksekutif. Parlemen dibentuk dan perwakilannya dipilih dari provinsi-provinsi negara, kemudian wakil-wakil yang terpilih membentuk Pemerintahan Imperium Kesultanan Utsmaniyah.

80 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Pemerintahan yang eklektik tampak dalam surat-surat diplomatik kesultanan, biasanya dikirim ke Barat dalam bahasa Yunani (Kapucu, 2008, hlm. 78). Surat-surat resmi dibubuhi dengan Tughra yang merupakan monogram kaligrafi atau tanda tangan para Sultan Utsmaniyah yang jumlahnya 35 orang. Tugra dipahat di lambang Sultan dan mengandung nama Sultan beserta ayahnya. Pernyataan dan doa-doa "kemenangan abadi" juga dipahat di lambang-lambang negara. Tughra pertama kalinya dimiliki oleh Orhan Gazi, dan Tughra yang bergaya hiasan ini kelak adalah asal-usul dari pembentukan kaligrafi Utsmaniyah-Turki.

Gambar. 2. Tughra Mahmud II. Sumber: https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Tughra_Mahmud_II_bw.png

a. Hukum Turki Utsmani

Dalam sistim hukum pada masa Turki Utsmaniyah, hukum keagamaan diberlakukan bersamaan dengan hukum sekuler (Qanun atau Kanun). Penera- pan dua hukum secara bersamaan ini terjadi setelah reformasi hukum yang

81 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani merupakan hasil tekanan negara-negara Barat akibat krisis dan kekalahan perang yang berkepanjangan. Kesultanan Utsmaniyah selalu disusun dengan sistim yurisprudensi lokal. Urusan hukum di Kesultanan Utsmaniyah adalah bagian dari skema besar untuk menyeimbangkan kewenangan pusat dan daerah. Kekuasaan Utsmaniyah di beberapa wilayah lebih fokus pada urusan hak tanah, sehingga pemerintahan daerah diberi ruang yang cukup untuk memenuhi kebutuhan millet2 setempat (Benton, 2001, hlm. 109-110).

Yurisdiksi Kesultanan Utsmaniyah sedikit lebih rumit, karena tujuannya adalah untuk memungkinkan integrasi budaya dan agama dari kalangan yang berbeda. Kesultanan Utsmaniyah memiliki tiga sistim pengadilan: Pertama untuk kalangan umat Islam. Kedua, untuk kalangan Non-Muslim termasuk pejabat Yahudi dan Kristen yang menguasai komunitas agamanya masing- masing, dan yang ketiga adalah pengadilan dagang. Keseluruhan sistim ini diatur oleh Qanun administratif, sebuah sistim hukum yang dibuat berdasarkan Yassa dan Tore Turki yang telah berkembang sebelum kemunculan Islam. Ketiga kategori pengadilan ini tidak sepenuhnya eksklusif. Pengadilan Islam, misalnya, sebagai satu-satunya pengadilan primer kesultanan bisa dipakai untuk menyelesaikan konflik atau sengketa perdagangan antara pihak yang berbeda agama. Biasanya penuntut Yahudi dan Kristen memilih pengadilan Islam agar mendapatkan putusan yang lebih kuat terhadap suatu masalah. Negara Utsmaniyah tidak mencampuri sistim hukum keagamaan Non-Muslim, meski secara hukum negara punya hak untuk melakukannya melalui gubernur. Kedua sistim peradilan yang berlaku (Muslim dan Non-Muslim) diajarkan di dua sekolah hukum kesultanan yaitu Istanbul dan Bursa (Benton, 2001, hlm. 109-110).

2 Millet adalah peradilan independen untuk “hukum pribadi” dimana komunitas dapat menerapkan hukum mereka

82 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Sistim peradilan Islam Kesultanan Utsmaniyah berbeda dengan sistim peradilan tradisional Eropa. Pihak yang hadir di pengadilan Islam adalah Qadi (hakim). Sejak penutupan itjihad, para Qadi diseluruh Kesultanan Utsmaniyah tidak terlalu fokus pada keputusan hukum sebelumnya, melainkan pada adat setempat dan tradisi daerah tempat mereka bekerja. Sayangnya, sistim pengadilan Utsmaniyah tidak punya struktur pengadilan banding, sehingga muncul strategi kasus hukum jaksa (penuntut) bisa membawa kasus peradilan dari satu sistim pengadilan ke sistim pengadilan yang lain sampai mereka mendapatkan putusan hukum yang sesuai harapan.

Pada akhir abad ke-19, sistim hukum Utsmaniyah dirombak besar- besaran. Proses modernisasi hukum dimulai dengan Dekrit Gulhane tahun 1839. Reformasi tersebut mencakup "pengadilan adil di hadapan umum untuk semua terdakwa tanpa memandang agamanya", pembentukan sistim "kompe- tensi terpisah, agama dan sipil", dan pengakuan kesaksian Non-Muslim. Hukum tanah (1858), hukum sipil (1869-1876), dan hukum prosedur sipil juga diberlakukan (O, Connor, Grub, 1997, hlm. 223-224).

Reformasi hukum Utsmaniyah sangat dipengaruhi oleh sistim peradilan yang berlaku di Perancis. Ini dapat dilihat dari penggunaan sistim pengadilan tiga tingkat. Sistim peradilan yang disebut Nizamiye ini diperluas sampai ke tingkat pengadilan lokal dengan penerapan akhir Mecelle, yaitu hukum sipil yang mengatur tentang pernikahan, perceraian, tunjangan, wasiat, dan status pribadi lainnya. Untuk memperjelas pembagian kompetensi hukum, dewan pengurus menetapkan bahwa segala urusan keagamaan diserahkan ke pengadilan agama dan urusan status perceraian diserahkan ke pengadilan Nizamiye (Beik, 1988, hlm. 334).

b. Militer Turki Utsmani

83 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Satuan militer pertama Kesultanan Utsmaniyah adalah angkatan darat yang dibentuk oleh Utsman I, mereka direkrut dari anggota suku-suku yang terdapat di perbukitan Anatolia barat pada akhir abad ke-13. Sistim militer pun berubah menjadi organisasi yang rumit seiring kemajuan kesultanan. Anggota Militer Utsmaniyah berasal dari sistim perekrutan dan bertugas untuk pertahanan yang kompleks.

Korps utama Angkatan Darat Utsmaniyah meliputi Yanisari, Sipahi, Akinci, dan Mehteran. Mereka pernah menjadi salah satu pasukan tempur termaju di dunia karena dilengkapi dengan persenjataan senapan lontak dan meriam, bahkan mereka adalah pengguna pertama dari senjata-senjata tersebut. Saat pengepungan Konstantinopel, Pasukan Turki Utsmaniyah sudah mulai memanfaatkan senjata falconet, jenis dari meriam pendek namun lebar. Sedangkan kavaleri Utsmaniyah bergantung pada kecepatan dan mobilitas yang tinggi bukan pada persenjataan berat. Mereka menggunakan busur dan panah pendek dengan mengendarai kuda cepat Turkoman dan Arab (pencetus kuda balap Thoroughbred). Mereka sering menerapkan taktik yang mirip dengan taktik Kekaisaran Mongol, seperti berpura-pura mundur sambil mengurung musuh dengan formasi bulan sabit lalu melancarkan serangan. Kemunduran kinerja angkatan darat terjadi sejak pertengahan abad ke-17 dan setelah Perang Turki Besar. Pada abad ke-18, sempat muncul sedikit keberha- silan melawan Venesia. Sayangnya, pasukan Rusia bergaya Eropa di utara kembali mengalahkan tentara Turki dan memaksa Kesultanan Utsmaniyah menyerahkan teritorialnya (Milner, 1990, hlm. 3-6).

Modernisasi Kesultanan Utsmaniyah pada abad ke-19 dimulai oleh militer. Pada tahun 1826, Sultan Mahmud II menghapus korps Yanisari dan membentuk angkatan darat modern Utsmaniyah. Pasukan tersebut diberi nama Nizam-i Cedid (Orde Baru). Angkatan Darat Utsmaniyah juga merupakan

84 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

organisasi pertama yang mempekerjakan tenaga ahli luar negeri dan mengirim- kan para perwiranya ke pusat pelatihan di negara-negara Eropa Barat. Karena itu pula, gerakan Turki Muda dirintis ketika para prajurit muda dan terlatih ini pulang ke negaranya. Angkatan Laut Utsmaniyah turut ambil bagian dalam perluasan wilayah kesultanan di benua Eropa. Ekspansi ini berawal dari penaklukan Afrika Utara yang memasukkan Aljazair dan Mesir ke wilayah Kesultanan Utsmaniyah pada tahun 1517. Sejak kehilangan Aljazair tahun 1830 dan Yunani tahun 1821, kekuatan Angkatan laut dan kendali Utsmaniyah atas wilayah jajahannya di seberang laut mulai melemah. Sultan Abdul Aziz yang berkuasa pada tahun 1861-1876 berusaha membangun angkatan laut yang kuat dengan merekrut armada terbesar ketiga di dunia setelah Britania Raya dan Perancis. Galangan kapal di Barrow, Inggris, membangun kapal selam pertamanya untuk Kesultanan Utsmaniyah pada tahun 1886 (Walls, 2001, hlm. 8)

Meski begitu, kondisi perekonomian Utsmaniyah yang melemah tidak dapat mempertahankan armada laut dalam jangka panjang. Sultan Abdul Hamid II tidak mempercayai para laksamana yang memihak dengan reformis Midhat Pasha. Sultan mengklaim bahwa armada yang besar dan mahal tidak berguna untuk melawan Rusia saat Perang Rusia-Turki. Ia mengunci sebagian besar armadanya di dalam Tanjung Emas dan membiarkan kapalnya berkarat selama 30 tahun berikutnya. Setelah Revolusi Turki Muda tahun 1908, Komite Persatuan dan Kemajuan berupaya mengembangkan pasukan laut yang kuat. Yayasan Angkatan Laut Utsmaniyah didirikan pada tahun 1910 untuk membeli kapal-kapal baru melalui sumbangan masyarakat.

Sejarah penerbangan Angkatan Udara militer Utsmaniyah dapat dilacak hingga tahun 1909 antara Juni 1909 - Juli 1911 (Imber, 2002: 177-200).

85 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Kesultanan Utsmaniyah mulai mempersiapkan para pilot dan pesawat tempur- nya melalui pendirian sekolah penerbangan (Tayyare Mektebi) di Yeşilköy, pemerintah mulai melakukan pelatihan para penerbangnya pada tanggal 3 Juli 1912. Pendirian Sekolah Penerbangan mempercepat kemajuan program penerbangan militer, menambah jumlah perwira yang terdaftar pada Angkatan Udara serta memberi pilot-pilot baru peran aktif di Angkatan Darat dan Angkatan Laut Utsmaniyah. Bulan Mei 1913, Program Latihan Pengintaian Khusus yang pertama di dunia dirintis oleh Sekolah Penerbangan Utsmaniyah, kemudian dibentuklah divisi pengintaian untuk pertama kalinya. Bulan Juni 1914, berdirilah akademi militer yang baru yaitu Sekolah Penerbangan Angka- tan Laut (Bahriye Tayyare Mektebi). Dengan pecahnya Perang Dunia I, proses modernisasi Angkatan perang Utsmaniyah berhenti mendadak. Skadron penerbangan Utsmaniyah bertempur di berbagai front selama Perang Dunia I, mulai dari Galisia di barat hingga Kaukasus di timur dan Yaman di selatan (Farid, 1988, hlm. 331).

c. Pembagian Administratif

Pada akhir abad ke 14 Kesultanan Utsmaniyah terbagi menjadi beberapa provinsi, pada saat itu provinsi adalah unit-unit teritorial tetap yang dipimpin oleh gubernur yang ditunjuk oleh sultan. Eyalet (pashalic atau beglerbeglic) merupakan teritori kerja seorang beylerbeyi, dan teritori ini dibagi lagi menjadi beberapa sanjak. (Yazbak, 1998, hlm. 28)

Vilayet diperkenalkan melalui pengesahan "Hukum Vilayet" (bahasa Turki: Teskil-i Vilayet Nizamnamesi) pada tahun 1864, program tersebut sebagai bagian dari reformasi tanzimat (Mahumud, 1998:28). Tidak seperti sistim eyalet sebelumnya, hukum yang berlaku pada tahun 1864 ini menetapkan hierarki satuan administratif: vilayet, liva/sanjak, kaza, dan dewan

86 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

desa. Hukum Vilayet pada tahun 1871 menambahkan nahiye di antara kaza dan desa (Mundi, 2007, hlm. 20).

d. Perekonomian Turki Utsmani

Pemerintahan Utsmaniyah menerapkan kebijakan pengembangan Kawasan Bursa, Adrianopel, dan Istanbul (semuanya adalah ibu kota Utsmani- yah) menjadi pusat perdagangan dan industri besar, karena di kota-kota tersebut para pedagang dan pengrajin memainkan peran besar dalam pemben- tukan metropolis baru (Inalcik, 2009, hlm. 209). Sampai saat itu, Mehmed dan penggantinya, Bayezid, juga mendorong dan menerima migrasi kaum Yahudi dari berbagai daerah di Eropa. Mereka menetap di Istanbul dan kota-kota pelabuhan seperti Salonica. Perpindahan orang-orang Yahudi ke Turki Utsmaniyah dari Eropa karena mereka ditindas oleh orang-orang Kristen. Toleransi yang dimiliki bangsa Turki disambut hangat oleh para imigran tersebut, khususnya umat Yahudi.

Prinsip dasar sistim perekonomian Turki Utsmaniyah sangat terkait dengan konsep dasar negara dan masyarakat Timur Tengah. Tujuan utama keberadaan negara waktu itu untuk memperkuat dan memperluas kekuasaan Sultan. Cara memperolehnya adalah dengan memaksimalkan semua sumber- sumber pendapatan negara dari semua lini dengan mensejahterakan kelas pekerja (Inalcik, 2009, hlm. 209). Kedua hal tersebut bertujuan memberikan kemakmuran kepada rakyat demi mencegah terjadinya kerusuhan dan melindungi tatanan kehidupan masyarakat tradisional.

Susunan badan keuangan dan bendahara negara berkembang lebih baik di Kesultanan Utsmaniyah ketimbang pemerintahan Islam lainnya. Pada abad ke-17, organisasi keuangan Utsmaniyah merupakan yang paling maju

87 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani dibandingkan organisasi keuangan lainnya yang ada pada saat itu. Organisasi ini mengembangkan birokrasi juru tulis yang dikenal dengan sebutan "men of the pen" sebagai kelompok terpisah yang separuhnya diisi ulama yang sangat berpengalaman. Kelompok juru tulis tersebut berkembang menjadi lembaga profesional (Black, 2001, hlm. 197). Keefektifan lembaga keuangan profesional ini berada di balik kesuksesan para negarawan besar Kesultanan Utsmaniyah (Inalcik, 2009, hlm. 209).

Struktur ekonomi kesultanan sangat ditentukan oleh struktur geopolitiknya yang sangat strategis. Kesultanan Utsmaniyah berada di antara dunia Barat dan Timur, sehingga keberadaannya menghalangi para pedagang yang menempuh rute darat untuk menuju ke wilayah timur. Hal inilah yang memaksa penjelajah Spanyol dan Portugal untuk berlayar di laut mencari rute baru ke timur. Kesultanan Utsmaniyah mengendalikan rute perdagangan rempah yang dulu digunakan oleh Marco Polo. Vasco da Gama menelikung rute Utsmaniyah dan membuat rute dagang langsung menuju ke India tahun 1498, dan Christopher Columbus berlayar ke Bahama tahun 1492, pada saat itu Kesultanan Utsmaniyah sedang berada pada puncak kejayaannya.

Beberapa studi modern tentang Utsmaniyah menyatakan bahwa terjalinnya hubungan antara Turki Utsmani dan Eropa Tengah tercipta karena pembukaan rute perdagangan laut yang baru. Sejarawan bisa saja menganggap bahwa penurunan lalu lintas perdagangan darat ke timur setelah Eropa Barat membuka rute perdagangan laut yang menjauhi Timur Tengah dan Medite- rania adalah paralel terhadap kemunduran Kesultanan Utsmaniyah itu sendiri. Namun, perjanjian Inggris-Utsmaniyah yang dikenal dengan Perjanjian Balta Liman telah membuka pasar baru bagi perekonomian Utsmaniyah ke para pesaingnya di Inggris dan Perancis, ini dapat dipandang sebagai salah satu kemajuan bagi perkembangan ekonomi Utsmaniyah (Inalcik, 2009, hlm. 218).

88 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Dengan mengembangkan pusat perekonomian dan membuka rute perdagangan baru, rakyat Turki didorong untuk memperluas lahan pertanian mereka. Dan dengan menciptakan perdagangan internasional melalui wilayah jajahannya, pemerintahan Turki Utsmani berhasil melaksanakan fungsi ekonomi dasar di seluruh wilayah Kesultanan. Meskipun begitu, kepentingan finansial dan politik negara lebih dominan. Sistim sosial dan politik yang dijalankan oleh pemerintah, membuat para pejabat Utsmaniyah tidak paham dan tidak sadar dengan tuntutan serta dinamika prinsip-prinsip ekonomi kapitalis dan merkantil yang sedang berkembang di Eropa Barat (Inalcik, 2009, hlm. 209).

Populasi penduduk Kesultanan Utsmaniyah diperkirakan berjumlah 11.692.480 jiwa pada 1520-1535. Angka ini diperoleh dengan menghitung jumlah kepala keluarga di catatan sumbangan Utsmaniyah dan dikalikan 5 anggota keluarganya. (Erder dan Faruqi, 1979, hlm. 322-345). Jumlah penduduk pada abad ke-18 lebih sedikit jika dibandingkan dengan populasi abad ke-16, tidak diketahui dengan pasti apa saja yang menjadi penyebab menurunnya populasi tersebut. Diperkirakan sebanyak 7.230.660 jiwa pada sensus penduduk pertama tahun 1831, jumlah ini dianggap terlalu sedikit karena sensus bertujuan menghitung potensi wajib militer (Erder dan Faruqi, 1979, hlm. 322-345).

Sensus penduduk di teritori Utsmaniyah secara menyeluruh baru dimulai pada awal abad ke-19. Data hasil sensus sejak tahun 1831 sampai seterusnya tersedia dalam dokumen resmi, walaupun sensus pada tahun 1831 tidak mencakup seluruh penduduk, hanya menghitung kaum pria saja dan juga tidak dilakukan di seluruh wilayah kesultanan. Untuk periode-periode sebelumnya, perkiraan ukuran dan persebaran penduduk didasarkan pada pola demografi yang bisa diamati (Shaw, 1978, hlm. 325).

89 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Jumlah penduduk mulai meningkat hingga angka 25-32 juta jiwa pada tahun 1800, 10 juta jiwa di antaranya berada di provinsi-provinsi Eropa (kebanyakan di Balkan), 11 juta jiwa berada di provinsi Asiatik, dan 3 juta jiwa di provinsi Afrika. Kepadatan penduduk tertinggi berada di provinsi Eropa, sebanyak dua kali lipatnya di Anatolia, tiga kali lipatnya di Irak dan Suriah, dan lima kali lipatnya di Semenanjung Arabia. Menjelang berakhirnya kekuasaan kesultanan Utsmaniyah, angka harapan hidup hanya mencapai 49 tahun, angka tersebut lebih tinggi 20 tahun dibandingkan dengan Serbia pada awal abad ke-19. Wabah penyakit dan kelaparan mengakibatkan banyaknya penduduk yang meninggal dan perubahan demografi. Pada tahun 1785, sekitar satu per-enam jumlah penduduk Mesir meninggal akibat wabah penyakit dan penduduk Aleppo berkurang hingga 20% pada abad ke-18. Enam kali wabah kelaparan melanda Mesir antara tahun 1687-1731, sedangkan wabah kelaparan terakhir melanda Anatolia empat dasawarsa kemudian (Shaw, 1978, hlm. 325).

Tumbuhnya kota-kota pelabuhan baru membuat masyarakat hidup berkelompok. Kondisi ini didorong oleh pengembangan perusahaan kapal uap dan kereta api. Pada tahun 1700-1922 gelombang urbanisasi mulai meningkat, membuat kota-kota besar maupun kecil tumbuh sejalan dengan geliat urbanisasi tersebut. Perbaikan kesehatan dan sanitasi membuat kehidupan di kota-kota menarik perhatian para pendatang untuk menetap dan bekerja. Kota- kota pelabuhan seperti Salonica di Yunani mengalami peningkatan populasi dari 55.000 jiwa pada tahun 1800 menjadi 160.000 pada tahun 1912. Populasi Izmir tumbuh dari 150.000 jiwa pada tahun 1800 menjadi 300.000 pada tahun 1914. Sebaliknya, beberapa daerah mengalami penurunan populasi, seperti Belgrade yang jumlah penduduknya turun dari 25.000 jiwa menjadi 8.000 jiwa dikarenakan perselisihan politik yang terjadi di daerah tersebut. Migrasi ekonomi dan politik memberi pengaruh besar bagi seluruh kesultanan Utsmaniyah. Aneksasi Krimea dan Balkan secara berturut-turut oleh Rusia dan

90 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Austria-Habsburg mengakibatkan migrasi penduduk Muslim dalam jumlah besar. Sekitar 200.000 jiwa penduduk Tatar Krimea mengungsi ke Dobruja, pada tahun 1783 dan 1913 terdapat sekitar 5-7 juta jiwa membanj iri Kesultanan Utsmaniyah, dan 3,8 juta jiwa diantaranya berasal dari Rusia. Beberapa migrasi meninggalkan dampak yang bertahan cukup lama, seperti terjadinya ketegangan politik antara wilayah-wilayah kesultanan di Bulgaria. Dampak yang lebih ekstrem terlihat di daerah lain, seperti terbentuknya demografi sederhana yang muncul dari keragaman penduduk. Begitu juga dengan kehidupan ekonomi akibat berkurangnya para pengrajin, pedagang, produsen, dan petani (Quataert, 1978, hlm. 88). Sejak abad ke-19, penduduk Muslim secara besar-besaran eksodus ke Turki Anatolia dari Balkan, mereka ini disebut Muhacir. Ketika Kesultanan Utsmaniyah berakhir tahun 1922, separuh penduduk kota Turki adalah keturunan pengungsi Muslim dari Rusia (Inalcik, 2009, hlm. 209).

Secara umum sejarah perekonomian Utsmani dapat dibagi kedalam dua periode. Pertama, periode klasik yang berbasis kepada pertanian. Pada periode tersebut, Khilafah Utsmani memberikan keleluasaan kepada setiap wilayah untuk mengembangkan potensi pertaniannya. Kedua, pada era reformasi yaitu era perbaikan pengaturan sistim pemerintahan yang meliputi perbaikan sistim administrasi publik dan perubahan sistim politik dari tangan militer kepada sipil, tujuannya untuk memberikan fungsi layanan publik yang lebih baik.

Sayangnya, reformasi birokrasi dan reformasi sistim administrasi yang dilakukan oleh pemerintahan pusat Utsmani terhadap provinsi-provinsi, justru menjadi salah satu penyebab kehancuran Utsmani. Pendapat ini dipertegas oleh El-Ashker; bahwa kekacauan administrasi di wilayah Syria dan Mesir adalah contoh dari perubahan sistim tersebut. Reformasi birokrasi dan sistim administrasi terlihat dengan seringnya terjadi pergantian pasha (raja muda) di

91 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani kedua wilayah ini, pada umumnya para pasha hanya rata-rata menjabat selama dua tahun. Pada periode 1517-1697 terdapat 133 pasha yang bergiliran memimpin Damaskus. Demikian pula yang terjadi di Mesir selama kurun waktu 280 tahun pemerintahan Utsmani, terdapat hampir 100 pasha yang bergiliran memimpin kantor pemerintahan.

Sumber pendapatan Daulah Utsmani banyak diperoleh dari perluasan wilayah (ekspansi militer) serta sektor fiskal, yaitu pajak. Sayangnya, dari masa ke masa daerah kekuasaan Turki Utsmani terus menyusut. Selain pajak, pendapatan negara banyak mengandalkan sektor pertanian yang pada umumnya masih dilakukan dengan cara konservatif. Khilafah Utsmani belum banyak mengandalkan pendapatan negara dari industri manufaktur dan perdagangan. Berbanding terbalik dengan bangsa-bangsa Eropa yang sudah mengandalkan perdagangan dan Industri sebagai sumber pendapatan utama. Mereka, kaum kapitalis Eropa, semakin giat mengembangkan industri dan pabrik-pabrik serta perluasan wilayah. Dalam rangka memenuhi bahan baku kebutuhan pokok industri dan pabrik-pabrik yang sedang marak dan berkembang di Eropa, mereka terus memperluas wilayah jajahan dalam rangka memperoleh hasil pertanian yang dibutuhkan oleh pabrik-pabrik dan industri- industri tersebut.

e. Kekuatan Ekonomi Utsmaniyah

Sebagai sebuah negara besar pada eranya, Khilafah Utsmani mempunyai banyak potensi yang menjadi penunjang pendapatan negara dan kekuatan militernya. Di antara sumber daya dan kekuatan ekonomi tersebut adalah:

 Daratan

Di Anatolia, Khilafah Utsmani mewarisi sebuah jalur Caravanserai dari

92 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

pendahulu mereka Bani Saljuk. Dan dengan jaminan keamanan dari Kesultanan Turki Utsmani terhadap pengantaran barang dan pergerakan rombongan pedagang yang melintas, jalur ini menjadi unggulan sumber kekuatan dan pendapatan perekonomian sisi jalur darat. Pada jalur ini Kesultanan Utsmani juga menyediakan penginapan bagi para pedagang serta tempat-tempat peristirahatan bagi hewan-hewan tunggangan mereka. Jalur Caravanserai sangat efektif dan produktif serta diminati oleh para pedagang, karena berada di sepanjang wilayah Balkan.

 Laut

Di bawah Sultan Bayazid II, Utsmani mempunyai kekuatan angkatan laut yang kuat. Angkatan laut ditugaskan untuk memberangus para perompak dan melindungi kapal dagang. Secara diplomatik, keberadaan angkatan laut yang kuat akan memberikan keunggulan dan membuat rasa aman bagi masyarakat di wilayah pesisir. Kekuatan militer laut yang di miliki Utsmani, selain untuk menghabisi para perompak dan melindungi kapal para pedagang, juga untuk terus melakukan ekspansi wilayah.

Pengembangan akademi angkatan laut terus digalakkan sebagai salah satu upaya untuk terus mempertahankan hegemoni Utsmani di laut timur Mediterania. Keberadaan angkatan laut yang kuat ini juga bertujuan untuk membantu dan mengawasi hubungan dagang antara Kesultanan Utsmani dengan Venice. Di samping itu, Turki Utsmani juga menguasai beberapa jalur perdagangan di beberapa wilayah, yaitu Aegean dan Laut Timur Mediterania dengan gandum sebagai komoditas utama wilayah tersebut. Sedangkan antara Laut Merah dengan Teluk Persia komoditas perdagangan utamanya yaitu rempah- rempah, adapun di Laut Hitam dan Laut Barat Mediterania komoditas dagang adalah gandum dan kayu.

93 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

 Pertanian

Daulah Utsmani adalah negara pertanian yang mempunyai lahan pertanian yang subur dan luas. Rata-rata sumber penghasilan penduduk berasal dari usaha keluarga dengan skala kecil di bidang pertanian. Pendapatan negara dari sektor pajak pertanian ini memberikan kontribusi sebesar 40% terhadap pendapatan negara. Beberapa faktor yang meningkatan produktivitas pertanian karena adanya perbaikan irigasi, pemberian subsidi, serta peningkatan peralatan pertanian modern yang dilakukan pada abad 19 M. Daerah yang menjadi lahan pertanian bagi Turki Utsmani salah satunya berada di pegunungan Anatolia, salah satu wilayah di provinsi Syria. Sayangnya, kebijakan politik pemerintah pusat Utsmani yang melakukan reformasi pada birokrasi dan administrasi juga berdampak pada kemunduran sektor pertanian. Reformasi tersebut mengakibatkan wewenang pejabat di daerah terlalu besar yang berujung pada penetapan pajak yang tinggi. Untuk menekan pajak yang tinggi banyak para petani banyak memberikan suap agar beban pajak mereka bisa dikurangi (Beik, 1987, hlm. 390).

f. Kaum Intelektual dan Ekonom dimasa Khilafah Utsmani

Intelektual dan Ekonom pada masa ini sangat terbatas jika dibandingkan dengan pranata aspek keilmuan lain, seperti arsitektur, karya seni, dan organisasi militer. Perhatian pemerintah terhadap ekonom dan Intelektual amatlah kurang, sehingga sulit ditemukan pemikir-pemikir besar seperti Ibnu Khaldun (1332-1404), dan Al- Maqrizi (1364-1441). (Inalcik, 1970, hlm. 918). Berikut ini adalah beberapa nama intelektual pada masa Utsmani yang memiliki pemikiran ekonomi:

 Hajji Khalifah

94 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Bangsa Turki mengenalnya dengan sebutan Katib Chelebi. Bersama Kocu Bey, pada sekitar tahun 1635, beliau menulis tentang fenomena ekonomi Utsmani dalam perdagangan internasional serta ekonomi domestik; topik yang cenderung dihindari untuk ditulis oleh para ahli sejarah pada masa ini.

 Cemal Kafadar

Beliau adalah salah seorang pemikir Utsmani yang cenderung pada pemikiran ekonomi, walaupun tidak sehebat Ibnu Khaldun ataupun al-Marqiz yang hidup pada penghujung abad ke-16. Kafadar mengkritik kebijakan penu- runan nilai mata uang logam (debasement) yang diterapkan oleh pemerintah pusat Utsmani untuk mengatasi inflasi.

 Mustafa Ali

Salah seorang yang cukup berpengaruh dalam bidang ekonomi pada masa pemerintahan Utsmaniyah (1541-1600 M). Ali mengkritik kebijakan ekonomi pemerintahan pusat yang terlalu bergantung pada jumlah perputaran uang yang beredar dalam mengendalikan inflasi, melalui pemikiran politik, sosial dan analisis sejarah.

El-Ashaker menyatakan ada beberapa hal yang menjadi penyebab kemunduran peradaban ilmiah di kalangan Muslim pada masa tersebut, diantaranya penghapusan bahasa arab sebagai bahasa resmi negara. Menurut El-Ashaker kemampuan berbahasa Arab merupakan pintu bagi seorang muslim untuk berijtihad terhadap masalah kontemporer. Penyebab lain adalah pengaruh penetrasi pemikiran Barat di kalangan Umat Islam serta masuknya misionaris Kristen ke wilayah Utsmani. Kemudian terpilihnya para pejabat yang sekuler, mereka mengganti perundangan-undangan Kesultanan Utsmani dengan perundangan-undangan di ambil dari Barat.

95 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

C. SISTIM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN TURKI

UTSMANI

1. Kebijakan Ekonomi yang Proteksionis

Secara teori, berbagai masalah ekonomi di masa pra-modern dibahas dalam batasan teologi, hukum, dan filsafat. Ia bukan sebagai fenomena yang terpisah dari aturan masyarakat yang ada. Para pedagang pada tataran praktis bertindak sesuai dengan aturan praktis implisit yang ada dalam kehidupan ekonomi mereka, yang kadang-kadang bertentangan dengan cita-cita dan prinsip-prinsip teologi, seperti dalam kasus transaksi ribawi (Saharuddin, 2015). Untuk mengatasi konflik ini (antara teori dan praktik/ekonomi syari’ah), pedagang harus mengembangkan sistim yang rumit untuk menghin- dari pembatasan hukum yang ketat. Dalam konteks ekonomi Islam abad pertengahan –misalnya— pedagang menggunakan hiyal setiap kali "teori" menjadi penghambat bagi transaksi. Ekonomi hiyal menggunakan perangkat dan literatur hukum untuk menghindari larangan syariat Islam pada kegiatan ekonomi tertentu, misalnya riba. Penggunaan praktik seperti itu begitu luas di kalangan para pedagang, hingga banyak ulama yang berkonsentrasi mendalami masalah hiyal ini (Udovitch, 1970). Namun, meskipun kehidupan ekonomi memiliki prinsip tersendiri yang tidak terlepas dari aturan agama yang ketat, hingga kini prinsip-prinsip ini telah dibakukan dalam beberapa teori melalui penelitian-penelitian ilmiah.

Ahli sejarah ekonomi pada dasarnya mereka mengabaikan tradisi pemikiran ekonomi non-Barat, terutama pada periode pra-modern.3 Senada

3Untuk studi yang komprehensif tentang pemikiran ekonomi Ottoman pra-modern dan terutama akar Islamnya, lihat Fatih Ermi§, "Pemikiran Ekonomi Ottoman Sebelum Abad ke-19" (Ph.D.

96 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

dengan hal tersebut, pengetahuan kita tentang pemikiran ekonomi Utsmani pra-modern juga masih sangat terbatas. Namun demikian, sebuah studi yang dilakukan oleh Kafadar (1986), menjelaskan bahwa negarawan Utsmani sepenuhnya menyadari tantangan ekonomi internal dan eksternal dalam abad ke-16. Sehingga, meskipun praktik mereka di lapangan tidak didasarkan kepada konsep dan ide, tetapi pengaturan perekonomian sudah berjalan dengan tatanan yang cukup rapi dan sistimatis (Kafadar, 1986).

Halil Ynalcyk, ketika menjelaskan tentang ekonomi modern dalam administrasi politik "bisnis ramah lingkungan bagi keluarga prasejahtera" di zaman klasik kekaisaran Utsmani, mengatakan:

Mengikuti tradisi lama negara-negara Timur Tengah, pemerintah Utsmani meyakini bahwa pedagang dan pengrajin sangat diperlukan dalam menciptakan metropolis baru. Pemerintah menggunakan segala cara untuk menarik dan membuat mereka menetap di ibukota baru. Di antara cara tersebut adalah dengan memberikan pembebasan dan kekebalan pajak. Cara lainnya adalah membentuk lokalisasi para pedagang dan tempat pemukiman mereka serta pendirian pusat-pusat perdagangan untuk menetapkan harga dasar dan harga tertinggi. Dengan demikian akan didapatkan kendali terhadap inflasi, ketahanan pangan dan lain sebagainya (Inalcik, 1970, hlm. 207-18). Selain itu, melalui sistim wakaf, negara menjamin pembentukan dan pemeliharaan lembaga ekonomi yang melayani pasar lokal dan trans-regional, seperti bedestans, caravanserais, dan bazaars (Genq, dalam Quartaert, 1994). Singkatnya, karena kas negara bergantung pada pajak, termasuk pajak dari perdagangan, tugas negara di bidang ekonomi adalah melindungi dan memperluas aktivitas komersial di dalam kekaisaran.

Disertasi yang tidak dipublikasikan, Universitat Erfurt, 2011). Ph.D. tidak dipublikasikan lain disertasi berfokus pada pemikiran ekonomi Ottoman pra-modern dalam konteks perdagangan gandum dan peraturan harga; lihat Tujuh M. Agir, "Dari Kesejahteraan untuk Kekayaan: Ottoman dan Kebijakan Perdagangan Gandum Kastilia dalam Waktu Perubahan" (Disertasi Ph.D. yang tidak dipublikasikan, Princeton University, 2009).

97 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Upaya-upaya permanen saat itu untuk memperluas pasar dilatarbela- kangi kebutuhan fiskal, salah satunya adalah menjaga kondisi sosio-ekonomi. Sehingga, status quo dengan pemahaman "menjaga posisi setiap orang" menjadi perhatian ekonomi utama bagi negara Utsmani (Inalcik, 1970, hlm. 218).4 Dalam konteks ini, Mehmet Genç (2000, hlm. 45) merangkum prinsip- prinsip utama administrasi ekonomi Utsmani pra-abad ke-19 sebagai provisio- nisme, tradisionalisme dan fiskalisme. Provisionisme memprioritaskan penye- diaan logistik dan perekonomian perkotaan secara terus menerus, terutama di ibukota untuk memastikan ketertiban dan stabilitas seluruh kekaisaran. Dan karena harga komoditas dasar dan kebutuhan pokok dapat menyebabkan pergolakan sosial dan politik, para negarawan Utsmani selalu memprioritaskan pengamanan ketersediaan komoditas pangan untuk menjaga stabilitas ekonomi dan politik.

Prinsip kedua, tradisionalisme, memiliki dua dimensi. Pertama, menjaga struktur sosio-ekonomi tetap stabil tanpa mobilitas substansial yang bersifat horizontal dan vertikal di antara kelas sosial. Dan kedua, tidak menyimpang dari prinsip-prinsip sosial ekonomi tradisional yang sudah berlaku dalam hukum oleh syariah dan hukum adat. Akhirnya, fiskalisme mengacu pada prioritas kebijakan fiskal dalam keputusan ekonomi dan optimalisasi pendapa- tan negara serta minimalisir pengeluaran untuk menjaga keuangan negara supaya tetap kuat (Genç, 1984, hlm. 52). Prinsip ini tidak dituangkan dalam teori-teori ekonomi yang dibakukan dalam bentuk buku-buku yang ditulis oleh para pakar. Ini juga menunjukkan kontrol dan pengelolaan pemerintahan yang aktif dan sadar atas lingkungan ekonomi di Kekaisaran Utsmani. Hal ini tidak

4 The same principle was put forward by the Church as well. “It [the Church] actively discouraged people from wanting to better themselves because to be socially ambitious, to want to be upwardly mobile, was a sin.” (Wood, Medieval Economic Thought, 153.).

98 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

mengherankan sama sekali mengingat fakta bahwa prinsip-prinsip dan praktik- praktik ini mencerminkan pengetahuan institusional sistim politik di masa senja negara ini, karena mereka memerintah dengan sistim ekonomi dan politik yang sangat kompleks di wilayah yang sangat luas. Singkatnya, anggota kelas penguasa Utsmani, termasuk yang berada pada posisi eselon tertinggi mereka selalu sadar terhadap kondisi ekonomi dan senantiasa aktif baik sebagai administrator negara maupun pengusaha untuk terus melakukan inovasi sistim perekonomian.5

Namun dalam asumsi kontradiktif yang mendominasi banyak literatur, disebutkan bahwa keterbelakangan ekonomi Utsmani di era modern disebab- kan oleh ketidakpedulian umat Muslim-Utsmani konservatif terhadap feno- mena ekonomi yang terjadi pada saat itu.6 Beberapa sejarawan dan para pemikir ekonom terkemuka Utsmani juga menegaskan bahwa perbedaan pemahaman sistim ekonomi dan ketidaktahuan mereka terhadap fenomena ekonomi ini kadang-kadang diwujudkan dalam bentuk mentalitas tradisional, pemikiran mereka tentang ekonomi berasal dari pemahaman sufistik yang tidak sesuai dengan era modern. Hal ini menjadi hambatan utama bagi pengembangan kapitalisme di Kekaisaran Utsmani dan menjadi penyebab terhadap kemunduran dan keruntuhan kekaisaran (Ulgener, 1951; Genç, dan Sayar, 2000, hlm. 23).

Pendapat di atas tidak dapat menggambarkan apa maksud dari pernya- taan “yang begitu baik" tentang "keterbelakangan ekonomi Utsmani" yang

5Keadaan ini berlangsung sampai reformasi, see Donald Quataert, Social Disintegration and Popular Resistance in the Ottoman Empire, 1881-1908: Reactions to European Economic Penetration (New York: New York University Press, 1983), 150. 6Untuk kritik atas asumsi ini, dengan analisis yang mengiluminasi tentang perusahaan komersial internasional pedagang Muslim Ottoman di era modern awal, lihat Cemal Kafadar, "A Death in Venice (1575): Pedagang Muslim Anatolia yang Berdagang di Serenissima," Journal of Turkish Studies No. 10 (1986): 191-217.

99 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani berada di luar ruang lingkup tulisan ini. Namun, penting untuk dicatat bahwa gambaran besar pemikiran ekonomi pra-modern Utsmani menunjukkan bahwa keterbelakangan ekonomi Utsmani tidak dapat dikaitkan hanya dengan ketidakmampuan intelektual semata. Selain itu, pernyataan "ketidakpedulian Utsmani" hanya asumsi abad kesembilan belas yang terbentuk di bawah hegemoni intelektual paradigma industrialis dan eurosentris.

2. Struktur Perekonomian Turki Utsmani

Perekonomian Turki Utsmani dari 1299-1923 telah mengalami pasang surut dan Inflasi selalu terjadi pada setiap pergantian penguasa, bahkan pada masa keemasannya. Namun pada saat-saat terjadinya perang besar dan operasi militer yang mereka lakukan di Eropa dan di Asia tidak menimbulkan inflasi.

Sejarah ekonomi Turki mempunyai dua periode yaitu periode klasik (keemasan) dan periode reformasi. Pada periode klasik ditandai dengan kekuatan sistim perekonomian yang bergantung pada hasil pertanian yang beragam di setiap wilayah Utsmani yang sangat luas (Yildirim, 1998, hlm. 117-126). Periode kedua adalah periode reformasi, secara intensif melakukan perbaikan struktur pemerintahan, administrasi, jabatan dan posisi-posisi strategis dalam pemerintahan, serikat kerajinan (industri kecil dan menengah) (Iyas, 1984, j. 4, hlm. 84).

Pemerintah Utsmani sangat memperhatikan pembangunan dan pemeli- haraan struktur dan infrastruktur pemerintahan di berbagai provinsi, terutama provinsi yang menjadi pusat industri dan perdagangan dunia, seperti Bursa, Edirne, dan Istanbul. Seluruh produk industri terpusat di Istanbul yang merupakan kota distribusi komoditi perdagangan ketika masa jaya imperium ini. Para pakar, pengrajin, insinyur, dan pedagang juga berkumpul di Istanbul. Mereka berasal dari berbagai provinsi di Turki Utsmani. Dan berkumpulnya

100 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

mereka di Istanbul karena dibawa pada saat penaklukan Tibris dan Mesir (Inalcik, 1970, hlm. 209). Begitu juga orang-orang Yahudi, mereka berkumpul di Istanbul untuk menyelamatkan diri dari pembantaian yang terjadi di Spanyol tatkala kekuasaan muslim berakhir di Andalus. Turki Utsmani juga menfasili- tasi orang-orang Yahudi yang hijrah ke Eropa Timur yang waktu itu termasuk bagian dari provinsi Turki Utsmani di Eropa. Pengembangan ekonomi di Eropa Timur banyak dilakukan oleh Muhammad Al-Fatih, Bayazid II, dan Salim I untuk menggeliatkan perekonomian Turki Utsmani sebagai kekuatan Ekonomi yang dominan di Eropa (Inalcik, 1970, hlm. 217).

Turki Utsmani mengatur sistim keuangan dan perbendaharaan negaranya jauh lebih baik dari negara Islam sebelumnya, bahkan lebih baik dibandingkan imperium dan kerajaan lain semasanya. Hal ini berlangsung sampai abad ke- 17, setelah itu negara-negara Eropa berhasil mencapai kemajuan yang pesat mulai meninggalkan Turki Utsmani secara perlahan di bidang pengelolaan keuangan. Kementerian Turki Utsmani dipimpin oleh seorang menteri keuangan (Daftardar) (Black, 2001, hlm. 199). Penanganan keuangan yang baik telah memberikan pengaruh kepada perkembangan keuangan negara dan menunjang penaklukan berbagai wilayah yang dilakukan oleh Turki Utsmani. Persiapan angkatan perang, logistik militer, senjata dan amunisi telah dianggarkan dengan baik oleh kementerian keuangan sehingga peperangan- peperangan besar yang terjadi pada masa keemasan tidak berpengaruh banyak kepada keuangan negara (Yapp, 1990, hlm. 314). Pengaruh yang baik dari kementerian keuangan juga dapat dilihat pada keperluan riset dan teknologi pada waktu (Inalcik dan Quartaert, 1971, hlm. 20).

3. Keseimbangan Faktor Produksi dan Mata Uang yang Beredar

Ibnu Khaldun seorang sosiolog muslim terkenal dan alim menegaskan bahwa kekayaan negara bukanlah ditentukan dari seberapa banyak jumlah

101 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani uang yang ada dan beredar di negara tersebut, tetapi ditentukan oleh tingkat produksi negara tersebut dan sirkulasi neraca pembayaran yang positif. Suatu negara bisa saja mencetak uang sebanyak mungkin, namun bila hal itu bukan refleksi dari pertumbuhan sektor produksi yang pesat, maka uang yang melimpah itu tidak ada nilainya. Sektor produksi yang menjadi motor peng- gerak pembangunan, menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan pekerja, menimbulkan permintaan atas faktor-faktor produksi lainnya (Abdul Qadir, 1942, hlm. 443-441). Pendapat ini juga menunjukkan, bahwa perdaga- ngan internasional telah menjadi bahasan utama para pemikir waktu itu. Negara yang banyak mengekspor berarti mempunyai kemampuan produksi lebih besar dari kebutuhan domestiknya, sekaligus menunjukkan bahwa negara tersebut lebih efisien dalam produksi (Boulakia, 1971, hlm. 1105-1118).

Ibnu Khaldun juga mengatakan bahwa uang tidak perlu mengandung emas dan perak, namun emas dan perak menjadi standar nilai uang. Uang yang mengandung emas dan perak merupakan jaminan Pemerintah, dalam arti uang tersebut adalah nilai dari emas dan perak. Jika Pemerintah sudah menetapkan nilai dari emas dan perak, maka Pemerintah tidak boleh mengubah nilai tersebut. Kemudian pemerintah wajib menjaga nilai mata uang yang telah dicetak karena masyarakat menerima uang tersebut tidak lagi berdasarkan berapa kandungan emas dan perak di dalamnya. Sebagai contoh, Pemerintah mengeluarkan uang nominal Rp. 280.000 yang setara dengan setengah gram emas. Apabila kemudian Pemerintah mengeluarkan uang nominal Rp. 280.000 seri baru dan ditetapkan nilainya setara dengan seperempat gram emas maka uang akan kehilangan makna standar nilai.

Oleh karena itu, Ibnu Khaldun selain menyarankan digunakannya standar emas atau perak, beliau juga menyarankan konstanitas harga kedua benda berharga tersebut (Deliarnov, 1997, hlm. 33). Harga barang-barang lain

102 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

dapat berfluktuasi sesuai dengan kondisi dan situasi ekonomi, namun tidak boleh untuk harga emas dan perak. Dalam keadaan nilai uang yang tidak berubah, kenaikan harga atau penurunan harga semata-mata ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran. Setiap barang akan mempunyai harga keseimbangan, jika bahan makanan yang ada dipasar lebih banyak daripada yang diperlukan, maka harga akan menjadi murah dan begitu pula sebaliknya.

Bagi Ibnu Khaldun, dua logam mulia emas dan perak adalah ukuran nilai. Logam-logam ini diterima secara alamiah sebagai uang di mana nilainya tidak dipengaruhi oleh fluktuasi subjektif. Oleh karena itu, Ibnu Khaldun mendukung penggunaan emas dan perak sebagai standar moneter. Baginya, pembuatan uang logam hanyalah merupakan sebuah jaminan yang diberikan oleh penguasa bahwa sekeping uang logam mengandung sejumlah emas dan perak tertentu. Jadi, uang logam bukan hanya ukuran nilai tetapi dapat pula digunakan sebagai cadangan nilai (Ibn Al-Sabil, 1970). Oleh karena itu mencetak uang adalah ketentuan Aqidah dan tidak boleh tunduk kepada aturan-aturan temporal (Udovitch, 1970).

Perak dan mata uang perak merupakan komoditi perdagangan yang penting dalam perekonomian Daulah Utsmaniah dengan negara-negara Barat. Perdagangan ini sebagai upaya menopang geliat perekonomian Kerajaan Utsmaniah. Dan untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah menghapuskan segala macam bentuk pajak impor berdasarkan perjanjian kapitulasi yang sudah lama berlaku (Ulgen, 1990). Kebijakan ini membuat perak yang berasal dari Eropa menjadi sangat murah dan membanjiri pasar-pasar Daulah Utsmaniyah yang berada di wilayah Timur (Shaw dan Shaw, 1977).

a. Mata Uang Daulah Utsmaniyah (The Gold Sultani); Mata Uang Internasional

103 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Sultan Mehmed II mempunyai durasi pemerintahan yang cukup panjang, sentralisasi dan intervensi merupakan dua fitur utama dari visi misi pemerinta- hannya. Selain kedua fitur tersebut, Mehmed II juga menerapkan kebijakan ekspansi wilayah yang agresif sebagai wujud keinginannya untuk mendirikan kerajaan besar di Mediterania Timur. Setelah penaklukan Konstantinopel, komonitas, dan penggabungan wilayah-wilayah baru termasuk Bosnia di Barat, Krimea di utara, dan sebagian besar Anatolia di timur, Utsmani mulai melihat dirinya sebagai penguasa kekaisaran universal dan pewaris dua tradisi; Romawi dan Islam (Inalcik, 1970, hlm. 295-300).

Kondisi Daulah Utsmaniyah di seluruh Mediterania Timur mulai mempromosikan perdagangan internasional dan sekaligus menguasai semua rute-rute perdagangan yang ada, baik darat maupun laut. Ini merupakan strategi penting dari Daulah Utsmani secara umum. Perdagangan antar wilayah dan jarak jauh merupakan hal yang sangat strategis, baik untuk meningkatkan ketersediaan barang di pasar lokal maupun untuk menaikkan pendapatan pajak. Sejalan dengan misi tersebut, pembentukan angkatan laut Utsmani di Laut Aegea dan Laut Adriatik dirancang untuk melayani keperluan militer dan komersial. Di samping itu, Kerajaan Utsmani juga mendukung perdagangan yang sarat dengan lalu lintas komoditi eksport-import di Laut Hitam dan penyeberangan dari Anatolia menuju Persia dan sebaliknya (Inalcik, 1960, hlm. 131-47; 1973, hlm. 121-126)7 Keinginan ini dapat dipastikan bersinggu- ngan dengan kepentingan Venesia yang memegang posisi hegemonik dalam perdagangan maritim di Mediterania Timur. Oleh karena itu perang Ottoman— Venetian yang dimulai sejak tahun 1463-1479 tidak sepenuhnya

7Ottoman efforts to gain control over the trade routes in the eastern Mediterranean gained momentum during the reign of Bayezid II (1481-1512); lihat P. Brummett, Ottoman Seapower and Levantine Diplomacy in the Age of Discovery (Albany, NY: State University of New York Press, 1994), 131-174; also H. Inalcik, 'Trade,'' in H. Inalcik and D. Quataert (eds.), An Economic and Social History of the Ottoman Empire, 1300±1914 (Cambridge University Press, 1994),188-314.

104 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

berakhir (Shaw, 1976).

Dalam mempromosikan perdagangan dan untuk memegang kendali atas

perdagangan jarak jauh, alat pembayaran adalah salah satu instrumen yang terpenting. Selama 150 tahun pertama, akçe (koin) perak dipakai melayani kepentingan ekonomi negara dan kerajaan Utsmani, sebagai alat tukar dan sarana pembayaran yang sah, terutama dalam transaksi lokal. Akan tetapi, dengan adanya ekspansi teritorial dan klaim kekaisaran oleh Utsmani, maka penerbitan uang sebagai sarana pembayaran yang diakui di seluruh Meditera- nia Timur dialihkan kepada emas.

Di saat yang sama, setelah berabad-abad di abad pertengahan alat pembayaran hanya bergantung pada perak semata, negara-negara Eropa baru mulai mengeluarkan koin emas di paruh kedua pada abad ketiga belas. Koin emas yang berasal dari Italia lebih banyak diperdagangkan dari pada koin-koin yang lain dan mempunyai pengaruh dalam perdagangan jarak jauh. Koin-koin tersebut mendominasi jalannya perdagangan pada jalur menuju Laut Mediterania dan Laut Hitam. Florin emas (Florence) mulai dicetak pada tahun 1252, adapun ducat Venetian, payet atau zecchino muncul dengan standar yang sama dan dicetak pada tahun 1284 dan menjadi koin yang termasyhur di kalangan bangsa Eropa di Levant sekitar tahun 1350. Kemudian sekitar pertengahan abad kelima belas, ducat mendominasi sebagai alat pembayaran nomor satu dalam perdagangan jarak jauh. Dominasi tersebut tidak hanya di Levant, tapi juga di tempat lain seperti Mediterania dan sebagian besar negara- negara Eropa (Spufford, 1988, 1986) (Cipolla, 1956). Merespons hal tersebut, negara-negara Eropa mulai dari Spanyol hingga Hongaria memutuskan untuk mengadopsi standar florins dan ducat sebagai mata uang emas mereka. Di Timur Dekat, pada tahun 1425 Mamluk mulai mencetak koin emas dengan standar setara ducat yang disebut ashrafi, kemudian koin tersebut berhasil

105 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani menggantikan ducat sebagai mata uang emas utama di Mesir dan bertahan sampai penaklukan Ottoman tahun 1517 (Bacharach, 1973, hlm. 77-96). Setalah itu, imitasi ducat mulai muncul di banyak lokasi negara-negara barat Eropa dan Mediterania timur (Ives dan Grierson, 1954).

Ada banyak referensi yang membahas tentang sirkulasi dukat emas Turki dan florin di negara-negara Eropa selatan dan Timur; Italia, Wallachia, Moldavia, Ukraina, dan tempat-tempat lainnya di sepanjang pantai Laut Hitam mulai sejak awal tahun 1425. Walaupun kepingan yang beredar tersebut bisa jadi ducat yang sesungguhnya atau Florins yang dicetak oleh Utsmani, atau boleh jadi orang-orang Eropa yang keliru menganggap bahwa Ashrafis Mesir sebagai koin Utsmani karena ditemukan tulisan arab yang ditambahkan pada koin tersebut8. Terlepas dari hal tersebut, dapat dipastikan bahwa Utsmani mulai memproduksi ducat Venesia di percetakan koin milik mereka sendiri di Istanbul, Edirne, dan Serez di Makedonia setelah penaklukan Istanbul. Pada saat itu pemerintah Utsmani melakukan pelelangan hak pencetakan koin ducat dan pelelangan tersebut berbeda dengan hak memproduksi akçe (koin perak) (Sahillioğlu). Sebuah kanunname dari Mehmed II yang merujuk ke masa setelah tahun 1456 ia memberikan instruksi terperinci untuk pengelolaan pencetakan ini termasuk standar pencetakan frengi flori.9 Pemerintah Utsmani bisa saja memiliki banyak tujuan dalam mencetak koin ducat tersebut; seperti menambah sirkulasi koin-koin yang populer. Selain itu, pemerintah juga

8 N. Beldiceanu and I. Beldiceanu-Steinherr, ''Les Informations les plus Anciennes sur les Florins Ottomans,'' A Festschrift presented to Ibrahim Artuk on the Occasion of the Twentieth Anniversary of the Turkish Numismatic Society (Istanbul: Turkish Numismatic Society, 1988),49±58; F. Babinger, ''Zur Frage der Osmanischen Goldpragungen im 15. Jahrhundert under Murad II. und Mehmed II,'' SuEdost-Forschungen 15 (1956), 550-53; H. Sahilliog^lu ''Kuru- lusEtan XVII. Asron Sonlarona Kadar Osmanlo Para Tarihi,'' 106-110. 9 The precise date of this kanunname is not known. See N. Beldiceanu, Les Actes des Premiers Sultans ConserveAs dans les Manuscrits Turcs de la BibliotheAque Nationale aA Paris, I: Actes de Mehmed II et Bayezid II (Paris-La Haye: Mouton and Co, 1960), 65±66; and A. AkguEnduE z, Osmanlo Kanunnameleri ve Hukuki Tahlilleri (Istanbul: Fey Vakfo, 1990±94), vol. I, 441-42.

106 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

mendapatkan keuntungan dari biaya pencetakannya, meskipun standar ducat Utsmani sama dengan ducat yang diproduksi oleh Venesia. Harga lelang yang dibayarkan oleh pengusaha swasta kepada pemerintahan Utsmani dalam hal pengelolaan pencetakan frengi flori jelas menunjukkan kegiatan yang mengun- tungkan.10 Dengan mencetak ducat versi mereka sendiri, pemerintah Utsmani bisa saja mencoba untuk menghilangkan ducat imitasi yang dicetak di bawah standar dari peredaran.

Koin emas pertama Utsmani disebut dengan sultani atau hasene-i sultaniye yang mulai dicetak di Istanbul pada tahun 882 H/1477-1478 dengan prasasti: ''Sultan Mehmed putra Murad, Semoga Tuhan memberikannya kemenangan mulia; menyerang Kostantaniye tahun 882 H.” Pada sisi sebelahnya tertulis: “Penguasa kekuatan serta jaya dilautan dan didaratan”. Tulisan pada sisi koin tertulis; “Sultan kedua benua, Tuan dari dua laut, putra Sultan dari Sultan”, koin ini mulai dipergunakan pada pemerintahan Bayezid II (1481-1512), dan berlanjut sampai pada akhir abad ketujuh belas (Schaendlinger, 1973 dan Pere, 1968). Untuk ukuran berat dan keindahan koin, ducat Utsmani mengikuti standar ducat Venetian sebagaimana juga dilakukan oleh negara-negara lain di sekitar Mediterranea.11 Koin emas Sultani ini tidak memiliki sisi nilai sampai abad kesembilan belas, nilai yang terkandung pada koin itu hanya ditentukan oleh pasar. Namun, pemerintah mengumumkan tarif resmi dan menetapkan koin Sultani diterima sebagai alat pembayaran resmi oleh negara. Nilai yang di umumkan ini biasanya cukup dekat atau identik dengan harga pasar, kondisi ini terus berlanjut hingga paruh kedua pada abad

10Ibid.h.178-81 11In the Ottoman kanunnames of this period, the mints were instructed to strike 129 sultani pieces from 100 mithkal of pure gold. The mithkal here refers to the Ilkhanid measure weighing one and a half dirhams of Tebriz or 4.61 grams. Sahilliog^lu, ''Bir Asorlok Osmanl Para Tarihi,'' 110.

107 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani keenam belas.12

Terdapat semacam ironi dalam pengadopsian standar ducat pada koin emas Utsmani. Bagaimana pun, Venesia adalah wilayah Utsmani untuk simbol hegemoni di Timur Mediterania. Namun pada saat yang sama, Utsmani secara pragmatis mengakui bahwa standar ducat Venesia telah menjadi standar internasional yang diakui dalam perdagangan jarak jauh di Mediterania dan wilayah-wilayah lain. Padahal koin emas dengan standar berbeda tidak akan memiliki kesempatan untuk bertahan lama. Bukti langsung hasil cetakan tidak tersedia, tetapi sumber yang ada mengindikasikan bahwa produksi koin Sultani yang baru, dicetak lebih besar pada kuartal kedua abad keenam belas.13 Pada awalnya, koin Sultani kebanyakan dicetak di Istanbul dan Seres. Namun, selama pemerintahan Selim I (1512-1520), mereka mulai mencetak koin pada lokasi yang baru di Anatolia timur, Suriah, dan Mesir. Volume produksi percetakan koin sultani meningkat tajam selama masa pemerintahan Sulaiman I (1520-1566), hal ini didukung oleh situs penambangan emas di Balkan, Sidrekapsi, dan Karatova —selain Istanbul dan Kairo— yang muncul sebagai lokasi terkemuka.14 Dapat dipastikan bahwa penaklukan Mesir dan pembaya- ran pajak tahunan oleh Mesir ke perbendaharaan negara di Istanbul yang dilakukan dalam bentuk emas, memberikan peningkatan yang signifikan terhadap produksi koin Sultani(Grierson, 1971; Spufford, 1988; Braudel, 1972, hlm. 462-542; Spooner, 1972).

12 Ibid.,108-112. For the exchange rates of the sultani in the seventeenth century, 13 Sahilliog^lu, ''Bir MuE ltezim Zimem Defteri'' memberikan bukti tidak langsung dari harga lelang untuk pengelolaan permen yang menghasilkan emas serta koin perak dan tembaga. Jumlah permen yang bukti ini tersedia terbatas bagaimanapun juga. 14 For Ottoman gold coins and the locations of mints in the fifteenth and sixteenth century, also see R. Kocaer, Osmanlo Alton Paralaro (Istanbul: GuE zel Sanatlar Matbaaso, 1967); K. M. Mackenzie, ''Gold coins of Suleyman the Magni®cent from the Mint at Sidre Qapsi,'' Nomismatika Chronika 10 (1991), 71-80; Schaendlinger, Osmanische Numismatik, 91-108. For Ottoman gold mines, see H. Sahilliog^lu, ''Alton,'' I^slam Ansiklopedisi vol. II (Istanbul: TuE rkiye Diyanet Vakfi, 1989), 532-36; also chapter 2, pp. 36-38.

108 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Standar koin sultani tersebut tetap terjaga dalam waktu yang lama dan terus dipertukarkan pada nilai nominal yang seimbang dengan ducat venesia di sebagian besar wilayahnya sampai pada abad keenam belas. Nilai tukar antara dua koin mulai berubah untuk mengimbangi ducat di awal abad ketujuh belas.15 Boleh jadi ini disebabkan oleh penurunan kualitas emas koin Utsmani walaupun ketidakstabilan akçe (koin perak) juga menyebabkan penuruna konsentrasi koin emas Utsmani.16

b. Koin asing

Pemerintahan Utsmani mengizinkan bahkan mendorong sirkulasi mata uang asing untuk beredar di wilayahnya. Alasan utama menerima koin asing adalah untuk menambah jumlah mata uang yang beredar dipasar lokal. Kemudian, mata uang asing juga bisa mendukung perdagangan jarak jauh, salah satu perdagangan yang cukup penting bagi Pemerintahan Utsmani, karena akan menambah pemasukan negara baik dari sisi fiskal maupun logistik. Hingga kebangkitan koin Sultani pada abad ke-16, koin mata uang asing cukup mendominasi perekonomian pada waktu itu dan merupakan alat pembayaran utama perdagangan jarak jauh di berbagai wilayah kekuasaan Utsmani.

Informasi penting sekitar abad ke-13 dan ke-16 yang berkaitan dengan nilai mata uang dari berbagai jenis mata uang asing, banyak tersedia dalam berbagai inventaris. Inventaris warisan atau tereke defterleri yang berisi aset dan barang milik orang yang sudah meninggal tersedia dalam catatan

15The exchange rate tables prepared by H. Sahilliog^lu, ''XVII. Asron Ilk Yarosonda ICstanbul'da TedavuEldeki Sikkelerin Raici,'' TuErk Tarih Kurumu, Belgeler 1/2 (1965), 227±34 show that the 10-akcEe piece exchanged for 12 akcEes before disappearing. 16 Ketepatan kandungan specie yang dari koin emas Ottoman belum dipelajari. Studi spektroskopi pada spesimen yang ada akan menyelesaikan masalah ini dan lainnya yang serupa dalam sejarah moneter Ottoman. Untuk nilai tukar sultan dan ducat pada abad ketujuh belas,

109 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani pengadilan di beberapa kota wilayah Utsmani. 17 Tories biasanya mencantum- kan jenis mata uang yang ditemukan di antara aset-aset orang yang meninggal yang didapat dari para pengumpul koin. Bukti-bukti ini harus digunakan dengan sangat hati-hati dan cermat karena banyak hal. Sebab, seseorang cenderung menyimpan hasil kekayaannya dalam bentuk koin emas dan sangat jarang dalam bentuk koin perak. Oleh karena itu nilai-nilai koin yang teramati khususnya berkaitan dengan tipe koin emas dan nilai yang berbeda-beda dalam tereke defterleri juga tidak memberikan indikasi yang pasti terhadap nilai penting dari koin yang mereka pergunakan sebagai alat tukar dalam kehidupan sehari-hari. Sumber informasi lain yang hampir sama adalah dokumen yang tersedia dari sumber arsip, informasi yang merangkum secara periodik inventaris perbendaharaan Utsmani.18

Sumber-sumber ini menunjukkan bahwa ducat Venetian dan ashrafie Mesir adalah koin yang paling berharga dibandingkan dengan sekian banyak jenis-jenis koin emas asing yang beredar di wilayah Utsmani selama abad kelima belas dan abad keenam belas.19 Berbagai imitasi dari ducat Venetian yang dicetak di bagian Timur Mediterania juga disimpan dan dijaga dalam kas negara. Tetapi lantaran kualitasnya yang rendah, koin-koin imitasi tersebut ditukarkan dengan diskon sebesar 5% dibandingkan dengan ducat. Oleh karena itu di semua inventaris, koin-koin sultani meningkat nilai jualnya

17Penggunaan gualifier, ''warisan" lebih tepat untuk inventarisasi ini daripada ''pengesahan hakim" karena sifat yang berbeda dari sistim peradilan Ottoman. “Probate'' menunjukkan kehendak sebagai dasar hukum untuk disposisi perkebunan, yang tidak diakui dalam hukum Islam. Dalam istilah antropologis, “warisan” menunjukkan transmisi hak atas properti yang dibedakan dari ''suksesi'' atau transmisi offices atau peran. Saya berhutang budi kepada Joyce H. Matthews, untuk perbedaan ini. 18Sebagai contoh, lihat Sahilliog^lu, “Osmanlo Para Tarihi,'' 106-9. 19Potongan kepingan emas Hongaria dicetak dengan emas dari tambang di Hongaria yang merupakan sumber utama emas bagi sebagian besar Eropa sejak abad ketiga belas. Mereka diproduksi terutama untuk digunakan di luar negeri dan sebagai imitasi langsung dari Florentine florin. Pada waktunya, penampilan mereka berubah tetapi berat dan kemurniannya tetap sama dengan koin Italia. Spufford, Uang dan Penggunaannya, 320.

110 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

setelah kuartal pertama abad ke-16.20

Penggunaan koin perak dimasa awal pemerintahan Utsmani tidak begitu

populer, boleh jadi karena pada pemerintahan sebelumnya “kesultanan Bani Saljuk” sulit untuk mendapatkan bahan baku perak. Koin perak baru mulai popular pada akhir masa Sultan Sulaiman al-Qanuni, pada saat itu perak mulai mudah untuk didapatkan. Begitu juga dengan koin emas, logam mulia ini semakin sulit untuk didapatkan dan peredarannya juga terbatas, emas lebih banyak digunakan sebagai perhiasan oleh kaum wanita. Pada akhir masa pemerintahan Sultan Sulaiman al-Qanuni, Spanyol menemukan tambang emas di Meksiko, sejak saat itu perak dan emas mulai banyak beredar. Spanyol lebih banyak menjual perak karena lebih mudah dan praktis untuk dijadikan mata uang. Koin perak dikenal dengan nama groschen dan banyak beredar meme- nuhi pasar Eropa Barat. Adapun koin emas yang masih bertahan pada masa itu adalah Gigliatti, koin yang berasal dari Italia dan beredar di Anatolia barat selama paruh pertama pada abad keempat belas sebelum kedatangan koin emas Eropa (Spufford, 1988). Pada awalnya koin emas ini banyak dipakai oleh Venesia dan Jenewa sebagai pengganti florin yang mengalami penurunan kadar emas secara terus menerus. Adapun koin perak Eropa tidak menonjol di pasar Utsmani sampai paruh kedua abad keenam belas. Perak Eropa mulai popular di pasar Utsmani ketika koin perak besar yang dikenal dengan groschen terus berdatangan dari Eropa Barat, koin ini sebagian besarnya dicetak dengan perak Amerika.

20 Untuk tabel apendiks lihat Sahillioğlu, "Osmanlo Para Tarihi,'' 108-109 and 141-42; and Sahillioğlu, "The Role of International Monetary Movements,'' 269-304,. Untuk imitasi ducat kualitas rendah, lihat P. Grierson and H. E. Ives,. The Venetian Gold Ducat and its Imitations (New York, NY: The American Numismatic Society, 1954).

111 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

c. Emas - Perak - Tembaga

Pada kuartal pertama abad keenam belas terdapat tiga tingkatan sistim moneter Utsmani, masing-masing level menjelaskan tentang perbedaan ekonomi dan perbedaan jenis koin yang dipakai. Di bagian atas, koin dijelaskan tempat di mana koin emas tersebut digunakan, yaitu koin emas paling banyak digunakan oleh para pedagang dalam melakukan pembayaran dengan nilai yang besar, baik perdagangan dalam negeri maupun interna- sional.21 Pengguna koin emas lainnya mencakup para pemodal, penukar uang, pejabat-pejabat di pemerintahan sampai taraf tertentu, pemilik perusahaan- perusahaan manufaktur dengan skala besar dan menengah. Begitu juga tuan- tuan tanah di desa-desa dengan ukuran luas yang dikomersialkan seputar Anatolia dan Balkan, serta para sipahis yang bertugas mengumpulkan pajak baik dalam bentuk uang maupun barang-barang dari penduduk pedesaan, mereka ini juga mengenal dan menggunakan koin emas.22

Fungsi koin emas tidak hanya terbatas pada alat tukar saja, melainkan juga dipergunakan sebagai alat penghitung untuk menentukan nilai. Koin Sultani dan Ducat selalu digunakan secara bergantian dan sering disebut sebagai kepingan emas. Secara turun temurun koin emas digunakan sebagai alat penyimpan kekayaan, hal itu terbukti dengan adanya temuan terekes yang disimpan oleh orang yang telah wafat. Terekes (harta peninggalan) pegawai pemerintah atau anggota kelas askeri diwilayah Edirne dan Istanbul sejak

21 For the use of gold coins in long-distance trade, see H. Inalcik, "Bursa''; and H. inalcik, ''Osmanlo Idare, Sosyal ve Ekonomik Tarihiyle I£ lgili Belgeler: Bursa Kado Sicillerinden SecEmeler," TuErk Tarih Kurumu, Belgeler 10±14 (1981), 1±91; for the use of gold coins in intercontinental trade during the fifteenth and sixteenth centuries, see V. M. Godinho, L'Economie de lEmpire Portugais aux XVe et XVIe SieAcles (Paris: S.E.V.P.E.N., 1969); and Spufford, Money and its Use. 22 For example, H. Inalcik, 'Osmanlo Idare''; and. H. Inalcik , The Middle East and the Balkans under the Ottoman Empire, Essays on Economy and Society (Bloomington, IN: Indiana University Turkish Studies and Turkish Ministry of Culture Joint Series, 1993); and B. W. McGowan, Sirem Sancaglo Mufassal Tahrir Defteri (Ankara: TuErk Tarih Kurumu, 1983).

112 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

paruh kedua abad keenam belas. Adapun orang-orang kaya yang berasal dari wilayah Bursa, lumrah bagi mereka menyimpan kekayaannya dalam bentuk emas, bahkan orang-orang kayanya bisa menyimpan ratusan atau bahkan ribuan keping emas (Barkan, 1966, hlm. 31-46; Öztürk, 1997, hlm. 227-230).

Gambar. 03 Mata Uang Kertas Utsmaniyah 100 Lira

d. Uang kertas Utsmaniyah 100 Lira.

Sebutan mata uang pada permulaan pemerintahan Turki Utsmani dinamakan dengan Ghurus atau Qurusy yang dicetak dari logam bronzi yang terbuat dari tembaga, dan pada akhir masa pemerintahan namanya berubah menjadi Lira, sama dengan mata uang Turki pada saat sekarang ini (Ozlem, 2010). Pada saat itu setiap mata uang yang dicetak diberi nama dengan nama sultan yang berkuasa. Satu Lira sama dengan seratus enam puluh dua Qirsy (Quartaert, 1975, hlm. 23). Lira Utsmaniyah berarti mata uang emas yang stabil dan sukar untuk diguncang inflasi. Ketika perang dunia pertama, Turki

113 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Utsmani mulai mencetak mata uang kertas, disebabkan oleh biaya perang yang sangat banyak dan hutang yang melilit(Shaws, 1975, hlm. 33).

e. Mata Uang Mamluk

Selain Turki Utsmani, Dinasti Mamluk juga merupakan kerajaan Islam yang berkuasa di Mesir, Syam, dan Hijaz sejak tahun 1250 sampai 1517 Masehi. Kerajaan ini menyimpan banyak catatan historis tentang sistim mata uang. Catatan historis terbesar mengenai hal ini terlihat dalam berbagai ulasan al-Maqrizi (1366-1441/766- 845) yang termuat dalam beberapa bukunya seperti Ighasah al-Ummah bi Kasyfi al-Gummah, al-Suluk li Ma‘rifati Duwal al-Muluk, dan al-Mawa‘iz wa al-I‘tibar. Karya-karya tersebut menjadi rujukan penting para ahli dewasa ini dalam menelusuri sejarah dan seluk beluk Dinasti.

Permasalahan mendasar sistim mata uang di masa kekuasaan Mamluk adalah inflasi yang terjadi dalam berbagai sektor ekonomi. Inflasi tersebut meliputi berbagai kenaikan pada harga bahan makanan pokok, biaya produksi, biaya transportasi, dan sebagainya. Hal ini mengakibatkan terjadinya kelapa- ran di seluruh negeri yang berujung pada tingginya angka kematian (Al- Maqrizi, 1997). Keadaan ini menunjukkan bahwa inflasi di era Dinasti Mamluk sangat parah. Bahkan, tingkat keparahannya melebihi inflasi Asia tahun 1997-1998, walaupun publik saat itu menghadapi kenaikan harga yang melampaui batas kewajaran, namun tidak mengakibatkan korban kematian.

Permasalahan inflasi di era kekuasaan Mamluk telah mendapat sorotan yang sangat besar dari para ahli karena masalah ini merupakan tolak ukur kelemahan sistim mata uang saat itu. Para ahli memberikan catatan penting bahwa permasalahan inflasi tersebut ditandai oleh dominasi mata uang fulus yang terbuat dari tembaga dan penggunaannya yang berlebihan. Pada awalnya,

114 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

mata uang tersebut hanya berfungsi sebagai alat tukar pada transaksi kecil. Namun keadaan berubah drastis, ketika ia kemudian berfungsi sebagai alat tukar untuk transaksi besar, seperti jual-beli perhiasan, kuda, dan investasi.

Penggunaan yang berlebihan tersebut mengakibatkan pergeseran peng- gunaan mata uang dari dinar dan dirham ke mata uang fulus. Keadaan ini menggambarkan bahwa mata uang yang buruk telah mengendalikan mata uang yang bagus, yang secara khusus disebut bad money drives out good money. Johan Söderberg (2004) dalam penelitian berjudul Prices in the Medievel Near East and Europe menguatkan adanya peristiwa ini. Ia mengemukakan bahwa harga-harga yang disandarkan pada mata uang dinar dan dirham di abad pertengahan selalu bergejolak dan sering mengalami ketidakpastian. Ketidak- pastian tersebut telah membuat celah dominasi baru mata uang fulus.

Namun demikian, kejatuhan sistim mata uang di masa kekuasaan Mamluk masih dipertanyakan, yakni apakah semata karena kesengajaan dalam sistim administrasi pemerintahan ataukah karena perubahan alamiah pada ketersediaan bahan baku mata uang. Adel Allouche (1994) dalam penelitian berjudul Mamluk Economics A Study and Translation of Al-Maqrizi’s Ighathah menjawab bahwa permasalahan tersebut merupakan kesengajaan yang telah dilakukan dalam administrasi moneter di masa Mamluk. Allouche menyimpulkan tiga bentuk kesengajaan yang saling berkaitan:

Pertama adalah keburukan administrasi pemerintah (wilayah al- khaṭṭath -al sulthaniyyah) dan sogok-menyogok dalam pengangkatan jabatan pemerintah (al-manaṣhib bi al-risywah), seperti jabatan menteri, hakim, gubernur, muhtasib, dan lain-lain. Dengan kata lain, tidak mungkin seseorang mendapatkan jabatan penting ini kecuali dengan uang. Perilaku sogok- menyogok ini menghasilkan pejabat-pejabat yang bermental korup, yang

115 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani hanya memanfaatkan urusan negara untuk kepentingan pribadi. Maka, timbul bentuk kebijakan yang tidak berorientasi pada kepentingan rakyat dan pembangun ekonomi yang lebih luas. Akibatnya, pengeluaran negara terjadi secara berlebihan dan tidak diimbangi dengan kemampuan belanja negara.

Kedua adalah kenaikan pajak yang berlebihan (ghala’ al-awthan). Hal ini terjadi karena pemerintah menyadari bahwa pendapatan negara sangat kecil. Kenaikan pajak ini sangat dipaksakan sehingga menyulitkan masyarakat yang mayoritas petani. Kenaikan pajak yang cukup tinggi ini juga berimbas kepada kenaikan harga input pertanian, termasuk pula biaya sewa lahan. Petani semakin menderita, mereka enggan melakukan produksi. Mereka memilih untuk meninggalkan tempat tinggal mereka, dan tidak mau bertani lagi.

Ketiga adalah peningkatan peredaran mata uang fulus (riwaj al-fulus). Kebijakan penetapan mata uang fulus sebagai mata uang utama ini didasarkan pada kehendak para pejabat yang ingin menghabiskan uang negara untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Hal ini sangat mungkin dilakukan karena mata uang fulus yang terbuat dari tembaga sangat mudah diciptakan (Al- Maqrizi, 1956). Pencetakan mata uang fulus secara besar-besaran inilah yang mengakibatkan gejolak inflasi di masa kekuasaan Mamluk. Dengan demikian jumlah uang fulus yang terlalu berlebihan dalam arti melebihi produksi barang dan jasa telah menyebabkan terjadinya kenaikan harga-harga atau yang dikenal sebagai inflasi.

Tiga poin ulasan Allouche (1994) tersebut didasarkan pada temuannya terhadap kesaksian-kesaksian tertulis al-Maqrizi (1366-1441/766-845). Berdasarkan tiga ulasan tersebut, Allouche (1994) menyimpulkan bahwa perubahan sistim mata uang di era kekuasaan Mamluk (yakni dari dinar dan dirham ke mata uang fulus) disebabkan oleh kesengajaan pemerintah yang

116 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

mencetak mata uang fulus secara berlebihan. Akan tetapi, dalam berbagai data rupanya perubahan sistim mata uang tersebut tidak semata disebabkan oleh kesengajaan administrasi moneter pemerintah Mamluk, namun disebabkan pula oleh keterbatasan jumlah pasokan emas dan perak. Keterbatasan jumlah emas dan perak tersebut menghambat pencetakan mata uang dinar dan dirham, sehingga tidak dapat mengimbangi kebutuhan transaksi berbasis dinar dan dirham. Dengan demikian, terjadinya pergantian sistim mata uang pada zaman tersebut disebabkan oleh faktor keterbatasan atau ketidakmampuan jumlah mata uang dinar dan dirham untuk mengimbangi kebutuhan transaksi. Menurut sebagian pendapat, ini adalah kelemahan sistim mata uang berbasis komoditas seperti emas dan perak.

Indikasi mengenai hal ini dapat dilihat dalam tiga hal, yakni: Pertama, dinar seringkali tidak dijadikan sebagai patokan pengukuran harga (Ágoston & Masters, 2009). Hal ini ditandai dengan rendahnya volume penggunaan mata uang dinar bila dibandingkan dengan dirham, bahkan jauh lebih rendah. Kedua, kadar dinar dan dirham selalu berubah-ubah (Al-Maqrizi, 1997). Dari tahun ke tahun kadar zat emas dan perak pada mata uang logam mulia tersebut selalu turun. Ketiga, pencetakan mata uang fulus sering dilakukan oleh pemerintah Mamluk dalam rangka mempercepat terpenuhinya kebutuhan transaksi publik (Al-Maqrizi, 1997). Tindakan pemerintah ini semakin menguatkan adanya indikasi keterbatasan jumlah emas dan perak di saat itu. Data seperti ini dapat dilihat dalam berbagai tulisan para tokoh pemikir dan sejarah yang hidup di Mesir pada abad ke-13 sampai 15 Masehi.

Jika keberadaan indikasi-indikasi ini terbukti benar, maka hal tersebut dapat mengubah kedudukan teori yang mengatakan bahwa perubahan sistim mata uang di era kekuasaan Mamluk, yakni dari mata uang dinar dan dirham ke mata uang fulus, disebabkan oleh faktor kesengajaan administrasi moneter

117 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Mamluk untuk memenuhi ambisi politik ekonomi elit-elit penguasa kesultanan tersebut. Teori tersebut berubah menjadi lemah sehingga tidak dapat lagi dijadikan sebagai sandaran pendapat. Hal ini juga dapat merekonstruksi pandangan tentang perubahan sistim mata uang di era kekuasaan Mamluk dengan kesimpulan bahwa perubahan sistim mata uang di era kekuasaan Mamluk disebabkan oleh keterbatasan jumlah emas dan perak. Mata uang tembaga fulus adalah pilihan di tengah keterbatasan tersebut. Dengan demikian jika asumsi ini terbukti benar, maka dominasi mata uang tembaga fulus merupakan cerminan keterpaksaan pemerintah Mamluk, akibat dari ketidakmungkinan menjalankan sistim mata uang yang ideal(Ágoston & Masters, 2009).

Faktanya, hampir semua negara hari ini menggunakan sistim mata uang fiat dan tidak ada lagi negara yang menggunakan sistim mata uang berbasis komoditas. Sejumlah krisis keuangan dan nilai mata uang yang sering terjadi di berbagai negara ditengarai oleh pemakaian sistim mata uang fiat tersebut. Oleh karena itu, sebagian kalangan menawarkan bahkan mendorong kembali- nya sistim mata uang berbasis komoditas seperti emas dan perak yang demi menjaga stabilitas mata uang tersebut. Kalangan ini beranggapan bahwa sistim mata uang ini dapat menciptakan stabilitas makro ekonomi khususnya tidak dapat memicu terjadinya inflasi (I. Donal Quataert Halil, 1994).

f. Perdagangan Domestik

Daulah Utsmaniyah memiliki lahan pertanian yang amat luas dan subur seluruh wilayah yang dikuasainya di negeri Syam lembah sungai Danube, Dijlah, Furat dan Wadi Nil, pesisir Asia Kecil dan Afrika Utara. Lahan-lahan yang berada di wilayah ini dikenal sangat subur, memiliki pengairan yang baik dengan hasil produksi yang berlimpah pula. Lahan-lahan tersebut

118 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

menghasilkan gandum, biji-bijian, dan minyak zaitun, pada umumnya banyak terdapat di Syam, Anatolia dan Balkan (Eropa Timur) (Pamuk, 1987).

Gambar. 04.

Surplus hasil peternakan didapatkan dari wilayah Balkan, Asia Kecil, dan lembah-lembah Syria. Peternakan yang terdiri dari domba, kambing, onta, dan kerbau berasal dari dataran tinggi Balkan dan Wadi Nil, sedangkan buah- buahan seperti anggur, buah Tin, Ceri, Prem, Apel, Persik, Almond, dan sebagainya didapat dari Suriah, Lebanon, Palestina dan sebagian wilayah Eropa Utara (Jaha, 2016). Industri pangan yang berasal dari nabati dan hewani tersebar di seluruh negeri. Saat itu yang paling menonjol dari Turki Utsmani adalah kerajinan sutra, katun dan sabun (Kabadayi,n.d).

Pada masa keemasan imperium Utsmani ini, industri militer tidak pernah melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Industri senjata api, senapan, pistol dan meriam ditangani oleh para insinyur Mejer, Austria,

119 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Perancis dan Swedia. Termasuk juga senjata tradisional seperti pedang, tombak, panah serta baju besi. Namun industri tersebut mundur seiring mundurnya Imperium Utsmani, berbanding terbalik dengan kemajuan yang diraih oleh revolusi industri di Eropa. Sehingga, di Eropa Turki Utsmani dianggap seperti lelaki sakit (Akarly, 1992).

Daulah Utsmaniah membangun berbagai macam pusat perdagangan seperti pasar induk (bazaar), pusat pertokoan, dan jalan utama yang digunakan untuk jalur perdagangan. Ia menjadi tempat peristirahatan para pedagang dan tempat berkumpul segala macam bentuk komoditi. Di tempat itu pula ditetapkan harga barang secara bebas tanpa intervensi dari pemerintah sesuai dengan prinsip Islam yang berlaku di seluruh wilayah Turki Utsmani. Kondisi ini sangat mirip dengan bursa efek pada sekarang ini, saat saham-saham yang ditawarkan memiliki indeks harga. Tempat pengumpulan barang dari berbagai komoditi tersebut dinamakan Badistan (Turkpress, 2018, 11 June). Pusat-pusat perdagangan ini tersebar di berbagai kota seperti di Bursa dan Edirne, serta di seluruh ibukota provinsi dan kabupaten wilayah Turki Utsmani. Terdapat beragam komoditi yang dipasarkan seperti, perata, karpet, pakaian, rempah- rempah, minyak wangi dan juga kebutuhan sehari-hari seperti makanan dan bahan-bahan mentah lainnya (Intabih, n.d ).

Pada abad ke-14 perdagangan internasional dikuasai oleh Portugal dan Venesia. Barang-barang yang bernilai tinggi dikumpulkan di pelabuhan dan ditransaksikan dengan menggunakan perahu-perahu dan kapal-kapal kecil. Daulah Utsmaniyah tetap berusaha keras menghidupkan kembali Jalur Sutera yang merupakan urat nadi perdagangan imperium tersebut. Dengan demikian perdagangan Kembali beralih ke jalur darat setelah dilakukan melalu jalur laut dalam waktu yang lama. Fasilitas jalur perdagangan darat telah dipenuhi oleh gudang-gudang transit, pasar-pasar, dan tempat peristirahatan pedagang.

120 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Negara memberikan jaminan keamanan dan fasilitas yang memadai untuk para pedagang, hal ini berlangsung dari abad ke-14 M sampai abad ke 17 M (Lybyer, ).

Terdapat dua kategori pedagang pada masa Daulah Utsmaniyah, pedagang yang berpindah-pindah dan pedagang yang menetap di kota-kota dan pusat-pusat perdagangan. Pedagang yang menetap memainkan peran penting dalam menentukan harga dasar berbagai jenis barang dagangan. Pedagang yang menetap telah membantu kelancaran pembayaran pajak. Begitu juga dengan petugas pemungut pajak, mereka bermukim di seluruh wilayah dan melakukan prognosa harga pasar serta menerapkan regulasi pemerintah dalam pengendalian harga pasar. Para petugas pemungut pajak juga berfungsi sebagai polisi ekonomi yang mencegah adanya pasar gelap di seluruh kota-kota dan pusat-pusat perdagangan (Intabih, ).

g. Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional pada abad ke-14 M dikendalikan oleh Portugal dan Jenewa (Genoese-Venesia). Komoditi dagang yang bernilai tinggi dikumpulkan di pelabuhan-pelabuhan. Transportasi perdagangan inter- nasional dilakukan melalui jalur laut dan diangkut oleh kapal-kapal dagang yang dikawal oleh tentara. Daulah Utsmaniyah sadar kemajuan sebuah negara sangat bergantung pada aktivitas perdagangan negara tersebut. Oleh karena itu mereka menghidupkan kembali jalur sutera yang sudah lama ada dan pernah menjadi jalur utama perdagangan dunia. Mereka membangun pos-pos transit perdagangan untuk menjaga keamanan para pedagang. Usaha ini menampak- kan hasil, jalur sutera yang sebelumnya pernah kosong dan tidak dilalui oleh para pedagang, telah mulai ramai dan memberikan keuntungan besar kepada Daulah Utsmaniyah.

121 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

h. Bedesten, Perdagangan dan Aktivitas Sosial

Daulah Utsmaniyah tidak memisahkan antara kehidupan sosial dengan aktivitas perdagangan serta sektor-sektor kegiatan ekonomi lainnya. Hal ini diambil dari pengalaman lapangan yang telah berlangsung lama sejak berdiri- nya negara Islam, sejak masa Rasulullah Saw dan dilanjutkan oleh Khalifah Rasyidin sampai dinasti Abbasiyah, Ilkhanid, Bani Saljuk dan Mamalik.

Untuk menunjang aktivitas perdagangan, Turki Utsmani membangun Bedesten, sebuah lembaga dan pusat perdagangan yang mempunyai regulasi khusus yang telah dicanangkan pada masa Sultan Muhammad Jalbi (1413- 1421 M). Seiring dengan perkembangan dan perluasan wilayah Turki Utsmani, Bedesten tersebar di seluruh penjuru wilayah dan kota-kota besar seperti Anatolia, Qaisariyah, dan Istanbul. Bedesten merupakan bangunan persegi berbentuk simetris seperti benteng pertahanan dan berada di tempat yang tinggi sehingga dapat dilihat dari kejauhan. Bangunan ini juga mempunyai menara yang menjulang agar mudah diketahui oleh para pengunjung yang datang dari tempat-tempat lain. Bentuknya tidak jauh berbeda dengan tempat-tempat keagamaan yang dilengkapi dengan kubah-kubah.

Bedesten berfungsi seperti bursa pasar layaknya zaman sekarang, fungsi lainnya seperti lembaga pemungut pajak, penetapan harga, standarisasi timbangan (Badan Metrologi). Bedesten ikut mengelola kelompok pengrajin dan industri kecil, seperti pembuatan karpet, pakaian jadi, rempah-rempah, dan kebutuhan sehari-hari. Kelompok pengrajin yang membutuhkan keahlian Para .(اخوة) khusus disatukan dalam sebuah tempat yang diberi nama Ahilik pengrajin tersebut terbagi dalam beberapa tingkatan tertentu dan dibuktikan dengan sertifikat yang mereka miliki berdasarkan pendidikan keahlian dan kejuruan.

122 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Selain berfungsi sebagai badan penetapan harga dan pemungut pajak, Bedesten juga digunakan untuk menyimpan barang-barang berharga milik negara atau barang-barang pedagang, seperti emas, permata, pakaian sutera, dan dokumen-dokumen penting lainnya. Barang-barang yang disimpan tersebut berada di bawah jaminan pemerintah.

Badesten juga menjadi tempat transit bagi para pedagang yang berpindah-pindah dan kediaman permanen bagi para pedagang tetap. Selain sebagai tempat transit, Bedesten juga berfungsi sebagai tempat lost and found (tempat bagi barang yang tercecer atau tertinggal). Jika ada barang yang tercecer, maka barang tersebut akan diumumkan dan disimpan sampai pemiliknya datang mengambil. Masa tunggunya bisa mencapai satu tahun, jika masa tunggu berakhir dan tidak ada yang mengambil, maka barang tersebut akan diserahkan kepada Baitul Mal Muslimin. Selain itu Bedesten juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan harta anak yatim sampai dia dewasa dan mencapai usia baligh.

Seperti dijelaskan di atas pedagang pada masa itu terbagi dua kelompok; ada yang menetap di Bedesten dan ada pula yang berpindah- pindah (Pamuk, 2000). Pedagang yang menetap ini membantu pemerintah dalam menetapkan harga dan memberikan informasi pasar untuk mengambil kebijakan lanjutan yang berkaitan dengan fluktuasi harga di kota-kota besar di seluruh provinsi Daulah Ustmaninyah. Tidak banyak penyelewengan dan korupsi yang terjadi di antara pegawai administrasi pada masa keemasan Daulah Utsmaniyah. Catatan yang ada hanya menunjukkan bahwa penyelewengan ini pernah terjadi pada tahun 1609 M. Kasusnya adalah penyeludupan minyak wangi dan pakaian sutera yang dijual di Bedesten. Perkara ini kemudian diadukan kepada Sultan dan diselesaikan dengan segera.

123 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Pada masa Turki Utsmani, semua pedagang melakukan transaksi di Bedesten. Karena itu, pedagang yang melakukan transaksi di tempat lain dianggap sebagai pedagang ilegal. Secara praktik, lalu lintas barang dan perekonomian Daulah Utsmani merujuk kepada syari’at Islam dan berlaku juga pada Bedesten. Berkaitan dengan hal tersebut Rasulullah Saw. bersabda:

ا ا ُ َّ ا ْ ا َّ ْ ا نَه ار ُسول اّٰللِ -صَّل اّٰلل عليه وسلم- أن ُي اتلَّق ا اْلل ُب .

“Rasulullah Saw. telah melarang talaqqil jalab” (HR. Muslim No. 1519)

Yang dimaksud dengan jalab adalah barang yang diimpor dari tempat lain, sedangkan tallaqi adalah menyongsong kedatangan barang dari tempat lain sebelum sampai kepasar. Dalam riwayat lainnya terdapat kata rukban yang berarti pedagang dengan menaiki tunggangan untuk pergi kepasar menjual barangnya. Maka talaqqil jalab atau talaqqi rukban adalah sebagian pedagang menyongsong kedatangan barang dari tempat lain akan di jual di pasarnya, dan para pedagang pendatang itu belum mengetahui harga yang ada dipasar. Dengan demikian para pedagang lokal tersebut menawar dengan harga yang lebih rendah atau jauh dari harga yang ada di pasar, sehingga barang para pedagang luar itu dibeli sebelum masuk pasar dan sebelum mereka mengetahui harga sebenarnya. Jual beli seperti ini diharamkan menurut jumhur (mayoritas ulama) karena adanya unsur penipuan/pengelabuan.

ْ ا ُ َّ ا ا ا َّ ُّ ا ا ا ا ْ ا ْ ُ ُ َّ ا ا ا ا ا ا َّ ُّ – – ْ كنا نتلَّق الركب ان فنشَتِى ِمنهم الطعام فنهانا انل ِِب صَّل اّٰلل عليه وسلم أن ا ا ُ ا َّ ُ ْ ا ا ُ ُ َّ ا نبِيعه حَّت يبلغ بِه ِ سوق الطعا ِم

“Dulu kami pernah menyambut para pedagang dari luar, lalu kami membeli makanan dari mereka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

124 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

lantas melarang kami untuk melakukan jual beli semacam itu dan membiarkan mereka (para pedagang itu) sampai di pasar dan berjualan di sana” (HR. Bukhari No. 2166).

Jika pedagang luar daerah itu mengetahui bahwa dia menderita kerugian besar karena harga penawaran kepadanya jauh di bawah harga pasar, maka dia memiliki hak khiyar untuk membatalkan jual beli (Zuhaili, 1988).

ا ا ا ا َّ ُ ْ ا ا ا . ا ا ْ ا ا َّ ُ ا ْ ا ا ْ ُ ا ا ا ا ٖ ُ ُ ُّ ا ا ُ ا ْ ا َّل تلقوا اْللب فمن تلقاه فاشَتى ِمنه فإِذا أت سيِده السوق فهو بِاْلِيار ِ

“Janganlah menyambut para pedagang luar. Barangsiapa yang menyambutnya lalu membeli barang darinya lantas pedagang luar tersebut masuk pasar (dan tahu ia tertipu dengan penawaran harga yang terlalu rendah), maka ia punya hak khiyar (pilihan untuk membatalkan jual beli)”. (HR. Muslim No. 1519).

Pengecualian terjadi jika jual beli semacam itu tidak mengandung dharar (bahaya penipuan) atau tidak ada tindak penipuan dan pengelabuan, maka jual beli tersebut sah. Karena ‘illah (alasan syar’i) dari pelarangan tersebut adalah keberadaan unsur penipuan transaksi.

Dengan demikian, setiap aktivitas ekonomi tidak boleh keluar dari syari’at Islam meskipun Sultan mengeluarkan kebijakan-kebijakan tertentu, terlebih lagi jika kebijakan tersebut berkaitan dengan ketahanan pangan. Hal tersebut sangat rentan dengan Ekonomi Daulah Ustmaniyah yang berbasiskan pada pertanian sebaimana kebanyakan negara Asia di abad pertengahan (Mantran, 1989). Walau demikian sumber-sumber utama pemasukan Daulah Utsmaniyah terdiri dari hal-hal berikut:

Ghanimah, berasal dari rampasan perang yang merupakan pemasukan utama bagi negara yang terus berlangsung hingga masa Sultan Salim II. Namun negara tidak banyak menaruh perhatian terhadap militer, sehingga

125 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani kemudian terjadi penciutan devisa negara yang berasal dari ghanimah ini.

Pajak, disebut juga Ushul al-Iltizam. Pemungut pajak dinamakan multazim; multazim diberikan target minimum dalam memungut pajak. Apabila dia berhasil memungut melebihi target minimum, maka kelebihan tersebut menjadi bagiannya. Multazim mengambil pajak dalam bentuk barang yang kemudian menjualnya ke pasar-pasar dan setelah barang terjual maka pajak dibayarkan dalam jumlah yang disepakati kepada negara.

Sistim perpajakan Tsimar; dimana negara memberikan lahan kepada penduduk untuk ditanami. Penduduk yang sudah memperoleh lahan berkewa- jiban menggaji beberapa pegawai negeri yang dipekerjakan di lahan tersebut. Dengan demikian, negara mendapatkan dua keuntungan sekaligus, mendapat- kan jaminan penggajian beberapa pegawai negeri dan menciptakan lapangan kerja yang dengan sendirinya memperkecil jumlah pengangguran.

Sebagai bukti Daulah Utsmaniyah mengutamakan kemakmuran masyarakatnya adalah kondisi sejahtera yang membuat hampir tidak pernah terjadi kelaparan sepanjang sejarah Turki Utsmani. Begitu juga dengan rumah makan gratis yang terdapat di seluruh wilayah Daulah Utsmaniyah. Hal ini tidak pernah terjadi di Eropa, apalagi di Inggris yang pernah mengalami kelaparan panjang. Padahal, di saat bersamaan Ratu Victoria beserta keluarga kerajaan dan para pejabatnya makan dengan lahap, tanpa memedulikan rakyatnya yang mati kelaparan.

Dalam syari’at Islam pemasukan negara yang terpusat ke Baitul Mal terdiri dari 4 unsur, yaitu: (Quartaert, 1994)

1. Zakat yang wajib dibayar oleh umat Islam yang kaya sebanyak 2.5% dari kekayaan yang ia miliki. Zakat ini kemudian dibagikan kepada

126 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

orang-orang yang berhak berdasarkan ketentuan dari al-Qur’an, seperti para fakir, miskin, amil zakat, muallaf, budak yang ingin memerdeka- kan diri, orang yang berhutan dan ibnu sabil. 2. Rampasan perang dan pajak kekayaan, yang merupakan hak para fakir, anak yatim dan ibnu sabil. 3. Pembayaran pajak non muslim yaitu jizyah yang digunakan untuk membiayai gaji pegawai sipil dan militer. 4. Warisan yang tidak ada pemiliknya, harta ini dinafkahkan kepada muslimin dan non muslim yang membutuhkan. Kotak warisan ini adalah jaminan sosial bagi seluruh masyarakat dan umat Islam. 5. Pajak tambahan yang dipungut ketika negara masih membutuhkan biaya. Pemungutan pajak dapat dilakukan sebelum jatuh tempo dengan memberikan fasilitas dan kemudahan terhadap pihak pembayar pajak sebelum waktunya. 6. Pemerintah Daulah Utsmaniyah belum pernah melakukan pemungutan pajak tambahan, karena keadaan negara tetap stabil. Sesungguhnya, apabila sumber pemasukan Baitul Mal dikumpulkan dengan jalan yang benar dan dinafkahkan dengan cara yang benar pula maka negara tidak perlu membuat obligasi atau jenis-jenis hutang lainnya yang akan memberatkan rakyat. Sesuai dengan syari’ah Islam, negara tidak dapat melakukan intervensi terhadap pasar dan industri. Tingkat harga diserahkan kepada hukum permintaan dan penawaran. Yang tersisa bagi negara hanyalah anggaran militer yang telah dibantu oleh pembayaran jizyah di setiap propinsi (Inalcik dan Quartaert, 1994).

D. PERUBAHAN SISTIM KEUANGAN TURKI UTSMANI

Sejarah mencatat bahwa Turki Utsmani telah menjalin hubungan dengan Eropa selama berabad-abad (Sahin, 2019). Dengan kekuatan politik, militer

127 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani dan ekonomi, Turki Utsmani berhasil menjadi kekuatan penyeimbang antara Eropa dan Asia, menjadi salah satu dari tiga kekuatan utama dunia saat itu. Sehingga, tidaklah mengherankan jika pada saat itu Eropa secara teratur mengirimkan utusan untuk menunjukkan komitmen dan keinginannya untuk bersahabat, sekaligus sebagai indikasi pengakuan mereka akan hegemoni Turki Utsmani di kawasan itu. Keseimbangan tersebut kemudian perlahan berubah hingga berakhir dengan kebangkrutan Turki Utsmani dan kebangkitan Eropa menjadi hegemoni dunia baru.

Untuk membahas hal tersebut, ada baiknya kita melihat bagaimana perubahan yang terjadi di negeri Turki Utsmani dari masa ke masa. Catatan yang sampai kepada kita menunjukkan bahwa pada akhir abad ke 15 terjadi konflik antara kaum aristokrasi yang tinggal di berbagai provinsi kerajaan dengan pemerintah pusat. Konflik tersebut semakin meruncing dan berujung kepada kebijakan penyitaan tanah di bawah kepemilikan pribadi oleh Sultan Mehmed II. Sejak saat itu, terjadi pergeseran kekuasaan dari aristokrasi kepada birokrasi di pusat yang berakibat kepada penurunan pengaruh pemilik tanah, pedagang, dan renterir terhadap kebijakan ekonomi negara. Pasokan atau logistik yang terpusat kepada pemenuhan kebutuhan kota, perdagangan jarak jauh, dan impor berbagai barang demi menjaga stabilitas negara menjadi kebijakan baru. Walaupun demikian, negara mendukung operasi para pedagang, gilda dan rentenir selama mereka berkontribusi untuk membentuk tatanan sosial ini.

Pada abad ke-16, setelah terjadi penaklukan Suriah dan Mesir, perdagangan jarak jauh dan pengendalian rute perdagangan menjadi lebih penting (Genç, 1984). Utsmaniah menunjukkan minat khusus kepada peda- gang asing karena mereka membawa barang yang tidak tersedia di kekaisaran. Hak istimewa -- yang akan disebutkan sebagai kapitulasi -- kemudian

128 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

diberikan kepada pedagang asing tersebut mulai dari abad ke-16. Menurut Geņc, prioritas kedua dari negara pusat adalah menghasilkan pendapatan dan keuangan. Negara mengintervensi kegiatan ekonomi untuk mengumpulkan pajak. Pihak berwenang Ottoman sadar bahwa ekonomi harus vital dan sehat agar tetap kuat secara fiskal, tetapi mereka tidak ragu-ragu untuk memaksa produsen dan mengenakan pajak tambahan dalam periode resesi ekonomi jangka pendek. Prioritas ketiga terkait erat dengan dua yang pertama, yaitu mempertahankan tatanan tradisional.

Menurut sumber resmi dari Ottoman, ada tatanan sosial dan keseim- bangan antara petani, pedagang dan gilda.23 Dalam tatanan tersebut, Negara berusaha melindungi ketertiban dan keseimbangan di masyarakat (Trip, 2006).24 Sikap negara terhadap pedagang mengakibatkan dilema yang serius. Di satu sisi, bahwa semua pedagang—kecil atau besar—memiliki peran penting dalam administrasi ekonomi kota merupakan hal yang dapat diterima. Namun, di sisi lain, kegiatan pedagang yang berorientasi pada keuntungan dapat menyebabkan kelangkaan beberapa barang fundamental dan menempatkan serikat ekonomi kota dalam situasi yang sulit. Dalam kasus- kasus itu, negara lebih memilih untuk menekan pedagang daripada mendukung atau melindunginya. Pemerintah Ottoman tidak ragu melakukan intervensi ke pedagang lokal dan jarak jauh untuk mengelola ekonomi kota

23 Gilda adalah serikat atau perhimpunan pengrajin atau saudagar yang dibentuk guna memantau kegiatan usaha atau perniagaan mereka di daerah tertentu. Gilda-gilda tertua dibentuk sebagai konferia atau paguyuban usahawan. Gilda-gilda ini diatur mirip dengan perhimpunan profesi, serikat pekerja, kartel, dan perkumpulan rahasia. Keberadaannya acap kali bergantung pada anugerah surat paten dari seorang kepala monarki atau kepala pemerintahan lainnya untuk menguasai dan mengalirkan arus perniagaan bagi para wirausahawan anggotanya, serta untuk mempertahankan kepemilikan atas sarana kerja dan pasokan bahan baku. Tinggalan sejarah dari gilda-gilda tradisio nal yang masih kekal sampai sekarang adalah balai gilda, yakni balai pertemuan para anggota gilda. Jika didapati berlaku curang di muka umum, seorang anggota Gilda akan dikenai denda atau dikeluarkan dari keanggotaan gilda. 24 Untuk survei analitis berkaitan dengan kemunculan “masalah sosial” dalam pemikiran Islam modern sebagai respons terhadap kapitalisme modern, lihat Tripp, Charles (2006), Islam and the Moral Economy: The Challenge of Capitalism, Cambridge University Press, hlm. 35

129 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani dengan mengikuti prioritas-prioritas sebagaimana yang disebutkan di atas.

1. Kapitulasi Asing

Kapitulasi yang berarti pemberian hak istimewa kepada pihak asing, bukanlah praktik baru dalam masyarakat dunia. Abdbari (1992: 13-15), seorang sejarawan, mengatakan "Kapitulasi Asing telah ada pada masa Romawi dan dikenal di Eropa sebelum Islam datang. Romawi membiarkan wilayah yang ditaklukkan seperti Yunani untuk menerapkan hukum lokal (Brown, 1914:9-15). Praktik yang sama juga dilakukan oleh Turki Utsmani pada saat membuat perjanjian kapitulasi pertama tahun 1453 dengan Genoese (Wikipedia, 2020, 25 Juli). Perjanjian tersebut kemudian dilanjutkan dengan perjanjian-perjanjian lain dengan berbagai negara, merentang dari abad ke-15 sampai abad ke-19. Diantara perjanjian kapitulasi yang dilakukan oleh Turki Utsmani adalah:

 Kapitulasi yang dilakukan dengan Venice tahun 1454  Kapitulasi dengan Perancis 1535 oleh Sultan Sulaiman. Perjanjian tersebut kemudian diperbaharui pada tahun 1673 dan 1740.  Kerajaan Inggris (1579, 1675, 1809)  Kerajaan Belanda (1612, 1634, 1680)  Kerajaan Austria (1615?)  Rusia (1711, 1783)  Swedia (1737)  Sardinia (1740, 1825)  Denmark (1746 or 1756)  Prussia (1761)  Spanyol (1782)  Amerika Serikat (1830)

130 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

 Belgia (1838)  Liga Hanseatik (1839)  Portugal (1843)  Yunani (1854 or 1855)  Brazil (1858)  Bavaria (1870)

Di fase pertama, kapitulasi tersebut dilakukan pada saat Turki Utsmani berada di puncak dominasi kekuatan, baik militer, politik, dan ekonomi, bahkan menjadi satu dari tiga kekuatan besar dunia. Dengan demikian, kapitulasi dilakukan sebagai strategi perdagangan dengan tujuan menarik pedagang asing untuk masuk dan bertransaksi di Kerajaan Turki Utsmani, memberikan pasokan barang yang memang tidak diproduksi oleh Turki. Dengan kata lain, keberadaan mereka diharapkan dapat menutup kebutuhan atau “lubang” yang ada dalam masyarakat Turki.

Masalah kemudian muncul ketika Turki Utsmani melewati masa keemasan lalu memasuki masa stagnasi dan bahkan kemunduran (paruh kedua abad ke 16). Kemunduran tersebut bukan hanya dalam bidang ekonomi, tapi juga pada pilar utama negara: politik, pendidikan, dan militer. Perubahan tersebut juga diikuti oleh berbagai strategi negara-negara Barat yang memper- gunakan berbagai kepentingan dan masalah dalam kerajaan Turki Utsmani untuk melakukan revisi dan memasukkan berbagai pasal yang tak lagi berkenaan dengan misi perdagangan semata. Dengan demikian, kapitulasi yang awalnya bertujuan ekonomi dan bisnis secara perlahan berubah menjadi alat politik untuk kepentingan yang lebih besar, baik bagi penguasa Turki Utsmani pada saat itu maupun bagi kerajaan lain yang terikat atau negara- negara lain yang mengikatkan diri dengan perjanjian tersebut.

131 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Perjanjian dengan Prancis misalnya, yang diperbaharui pada 1583, pada awalnya bertujuan untuk mendapatkan dukungan bagi Turki Utsmani dalam menghadapi Austria. Perancis kemudian memasukkan Raja Inggris dalam perjanjian tersebut. Sebagian sejarawan membenarkan perjanjian tersebut dibuat agar Perancis, Inggris dan Belanda dapat mendukung Turki Utsmani menghadapi musuhnya: Paus di Roma dan keluarga Hapsburg. Akan tetapi keinginan Sultan ketika membuat perjanjian tersebut berbeda dengan kenyataan yang dihadapi di lapangan dan kancah peperangan. Walaupun negara-negara Eropa mempunyai kemaslahatan yang berbenturan, akan tetapi mereka mempunyai agama yang sama yang mengkhawatirkan perluasan Islam yang berkesinambungan dilakukan oleh Turki Utsmani.

Hal ini dapat dilihat ketika Perancis ternyata juga memasukkan Paus Roma dalam perjanjian kapitulasi dengan Turki Utsmani. Padahal, pada saat yang sama, Turki Utsmani juga sedang mengobarkan peperangan dengan Paus di Roma (Azawi, 2003: 23). Kemudian, ketika Paus mengumumkan mobilisasi umum melawan Islam maka seluruh negara Eropa bergerak, mereka melupakan pertikaian mereka selama ini untuk sementara waktu demi menghadapi kekuatan Islam yang selalu dianggap merupakan ancaman bagi mereka.

Masih berkaitan dengan perjanjian dengan Perancis, sebagian sejarawan berpendapat bahwa Turki Utsmani mereguk manfaat dari perjanjian tersebut. Dengan adanya perjanjian tersebut Perancis keluar dari koalisi Eropa pada perang salib melawan Turki Utsmani, terutama perang di lautan untuk mengua- sai Laut Tengah oleh Charles Quint. Akan tetapi menurut hemat penulis pendapat ini tidak sepenuhnya benar karena waktu itu Perancis telah dikepung oleh Charles Quint dan hanya mempunyai armada laut yang tidak seberapa. Untuk mempersenjatai 20 kapal perang saja Perancis mengalami kesulitan

132 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

dengan personil militer yang tidak terlatih dengan baik seperti yang dimiliki oleh Turki Utsmani atau keluarga Habsburg. Pada tahun 1526 Perancis berhasil lepas dari kepungan keluarga Habsburg dengan ditaklukkannya Magzayorzag dan Honggaria. Kota Buda dan Pest (Budapest) telah menjadi kota baru Turki Utsmani pada waktu Itu. Pada tahun 1537, bantuan Turki Utsmani terhadap Perancis datang lagi dengan penyerangan Italia dari selatan oleh armada laut Utsmani sedangkan Perancis menyerang dari utara melalui jalur darat. Bantuan Utsmani terus berulang pada tahun 1543 M, ketika Sulaiman memerintahkan Khaiddun Aruj Barbarossa (Barbaros Hayrettin Paşa / Khair ad-Dien Barba- rus) untuk melakukan sweeping terhadap wilayah Italia yang terus menyerang Perancis Selatan. Bantuan demi bantuan yang diberikan atas permintaan Francois I tersebut tampak diberikan dengan cuma-cuma. Bantuan yang diberikan membuat Perancis dapat terhindar dari kekuatan pengaruh keluarga Hapsburg dan di saat yang sama juga memberikan keistimewaan dalam perdagangan dengan Turki. Asumsi ini lebih dekat dengan kebenaran karena pada waktu itu Turki Utsmani adalah negara yang kuat. Tapi, apakah izin Sultan untuk memasukkan Inggris dan Paus Roma —yang telah memberikan dukungannya terhadap Charles V— dalam perjanjian tersebut sebagai upaya untuk dapat menahan ekspansi dan dakwah Islam di Eropa, itu masih memerlukan penelitian dan kajian lebih lanjut. (Azawi, 2003:22)

2. Kapitulasi dengan Jenewa dan Venesia

Sepintas, kapitulasi yang diberikan Muhammad al-Fatih kepada kerajaan Venesia tidak berbeda isinya dengan yang diberikan oleh Sulaiman al-Qanuni kepada kerajaan Perancis. Akan tetapi, kapitulasi yang diberikan oleh Muhammad al-Fatih lebih pantas untuk ditelaah. Sebab, saat itu kemenangan besar telah dicapai, era sejarah dunia abad pertengahan telah beralih menuju

133 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani abad modern. Penaklukan Konstantinopel telah membuka pasar Eropa bagi produk-produk yang berasal dari Timur.

Perjanjian yang sama juga dilakukan dengan Moldavia pada tahun 1465. Jenewa yang terlibat dalam perjanjian itu pun ikut menikmati fasilitas keringa- nan pajak dan kebebasan melakukan aktivitas perdagangan di seluruh wilayah Imperium Turki Utsmani. Jenewa juga diberikan hak untuk menempati pulau- pulau kecil seperti Taxos dam Imbrus. Keistimewaan tersebut didapat karena Jenewa telah membantu Turki Utsmani untuk berperang melawan Kristen Ortodok yang merupakan musuh Katolik yang bermukim di wilayah Turki Utsmani (Kotrani, 1986, hlm. 410).

Dengan begitu, Turki Utsmani telah memberikan warna dalam aktivitas perdagangan di Eropa karena Venesia merupakan negara yang paling besar aktivitas perdagangannya pada waktu itu di Eropa. Sedangkan pelaku perdagangan besar di Eropa yang lain adalah Jenewa (Beik, 1987, hlm. 157). Rusia juga tidak ketinggalan; ia juga mengajukan permohonan agar dapat memetik hasil dari perjanjian kapitulasi tersebut melalui para penguasa Cremia (Inalcik, 1973, hlm. 135).

Pada tahun 1464, kerajaan Florensia di Italia diberikan kemudahan dalam aktivitas perdagangan. Ini sangat menguntungkan untuk mengimbangi dan melemahkan kekuatan Venesia yang senantiasa melakukan makar terhadap Turki Utsmani. Muhammad al-Fatih juga berhasil membatasi ruang gerak Venesia untuk memasuki pelabuhan Napoli dan memenjarakan para pedagang Venesia (Rasyidi, 1990, hlm. 135). Kebijakan penguasa terdahulu telah mendatangkan hasil yang diinginkan, yaitu kerugian yang diderita oleh Venesia di beberapa kota (Mantran, 2003, hlm. 144). Kesepakatan pada tahun 1479 mengharuskan Venesia membayar dengan sangat mahal agar dapat terus

134 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

melakukan aktivitas perdagangannya di wilayah Mediterania (Khalil, 1953, hlm. 22).

Perjanjian itu secara resmi melindungi warga Venesia yang ada di Istanbul dan wilayah lain, hak memiliki budak, memberlakukan wasiat (terkait dengan kepemilikan), dan penetapan pajak impor sebanyak 2% kecuali perak mentah atau perak yang sudah dicetak. Perak ini harus mereka sediakan untuk Sultan guna pencetakan mata uang. Akan tetapi terdapat pasal yang sedemikian aneh akibat kompetisi politik yang istimewa. Pasal tersebut menyatakan Sultan dan Jenewa (Genoese) harus membayar hutang kepada pihak yang berpiutang yaitu masyarakat Venesia yang ada di wilayah Turki Utsmani. Mereka diperbolehkan memasuki pelabuhan Turki Utsmani dengan aman; diri dan harta benda harus dilindungi. Pada saat yang sama, pedagang Turki Utsmani juga berharap mendapatkan perlakuan yang sama dari Venesia (Mantran, 2003, hlm. 125). Begitu juga dalam perjanjian tersebut tertera tentang perihal pengangkatan duta Venesia yang bermukim di Galata (sebuah daerah di kota Istanbul) untuk menangani segala perkara politik, perdagangan maupun hukum. (Brockelman, 1988, hlm. 440)

Untuk mendapatkan gambaran umum perjanjian kapitulasi yang dilakukan oleh Turki Utsmani, kita dapat melihat perjanjian antara Turki Utsmani dengan Venesia tahun 1453, salah satu perjanjian kapitulasi paling awal dalam sejarah Turki Utsmani. Dalam perjanjian itu disepakati beberapa hal berikut ini (al-Aziz, 2001, hlm. 21):

 Pasal I, Tidak ada perlindungan bagi pelaku pidana terhadap negara lain, pencuri beserta hasil curiannya harus diserahkan dengan segera kepada negara terkait.  Pasal II, Pedagang kedua negara bebas memasuki kedua wilayah

135 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

negara tanpa ada hambatan, baik ekspedisi darat maupun laut.  Pasal III, Duke Nasau dan masyarakatnya termasuk dalam perjanjian ini, sehingga mereka dibebaskan dari pembayaran pajak dan pembayaran lain dan bebas dalam melakukan aktivitas apa pun.  Pasal IV, Seluruh kapal kedua pihak diterima dengan baik dan tidak dibenarkan mendapatkan perlakuan yang tidak bersahabat.  Pasal V, Venesia membayar total biaya sebanyak 436 Duka sebagai bea cukai di Pelabuhan Lepanto, kota-kota di Soctari, Lisboa dan Drifasto di Albania. Pembayaran ini akan diberikan kepada Gubernur Istanbul.  Pasal VI, seluruh budak Venesia dimerdekakan tanpa dipungut biaya sepeser pun, kecuali bagi yang berpindah ke agama Muhammad yang harus membayar seribu Piaster sebagai ganti dari pembebasannya.  Pasal VII, tanpa memandang kepada kebebasan mutlak bagi pedagang Venesia yang ada di wilayah Utsmaniah, mereka wajib membayar 2% dari total nilai barang yang dibawanya; begitu juga bagi para pedagang Utsmani yang melakukan aktivitas di wilayah Venesia.  Pasal VIII, seluruh kapal diperkenankan datang dan pergi di Laut Hitam serta berlayar ke laut lepas setelah mendapatkan izin dari Istanbul dan membawa barang persediaan logistik yang dibutuhkan.  Pasal IX, komoditi dagang negara-negara Nasrani yang berasal dari Laut Hitam dan Mediteranian yang dijual melalui pedagang Venesia tidak diperkenankan membawa barang-barang milik Muslimin.

136 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

 Pasal X, setiap orang yang bermukim di Bira harus membayar hutang kepada Venesia kecuali harta sitaan atau harta benda yang terkait dengan bangsa Genewa.  Pasal XI, Penduduk Venesia diperkenankan untuk menziarahi Patriac di Istanbul.  Pasal XII, masing-masing negara memberikan perlindungan terhadap personil dan barang dagangan yang dibawa oleh kapal yang rusak di perairan kedua negara.  Pasal XIII, apabila penduduk Venesia meninggal tanpa wasiat atau waris, harta warisannya tidak boleh dipergunakan melainkan diserahkan kepada konsulat, hakim, atau pasya wilayah untuk diserahkan kembali kepada konsulat jenderal atau pedagang Venesia lainnya sampai Duke Venesia memintanya.  Pasal XIV, tidak diperkenankan menolong musuh negara yang terkait perjanjian.  Pasal XV, salah satu pihak tidak diperkenankan melindungi atau memberi dukungan finansial kepada musuh kedua negara terkait, dan Sultan berhak menyatakan perang terhadap wilayah, kota, negeri atau benteng yang melindunginya. Akan tetapi, perang terhadap wilayah atau benteng tidak berarti memutuskan perdamaian atau membatalkan perjanjian. Kewajiban ini berlaku juga bagi Negara Utsmaniyah terhadap Duke Venesia.  Pasal XVI, bangsa Venesia dapat mengirim konsulnya ke Istanbul apabila dibutuhkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Mereka memiliki otoritas untuk memutuskan perkara admistrasi dan permasalahan lain yang mereka hadapi. Sultan di minta untuk mengarahkan Pasya atau pimpinan distrik militer Romeli agar memberikan bantuan kepada konsul dalam menyelesaikan

137 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

permasalahan.  Pasal XVII, Sultan berkewajiban memperbaiki atau mengganti kerusakan dan kemudharatan yang terjadi atas diri atau harta benda akibat penaklukan Turki Utsmani terhadap kota Istanbul sesuai dengan prinsip keadilan.  Pasal XIII, Venesia berhak memasukan harta benda serta mata uang ke negara Utsmani, baik yang sudah dicetak atau yang masih dalam bentuk bahan mentah, tanpa membayar pajak apapun dengan syarat logam yang belum dicetak hendaklah diperlihatkan kepada kantor pencetak uang.  Pasal XIX, Hutang penduduk Istanbul, terutama warga negara Venesia, dihapuskan setelah Konstantinopel ditaklukan; hutang itu dipandang tidak lagi syah secara hukum.

Pada saat yang sama, Sultan Muhammad al-Fatih, melakukan proteksi pasar. Dia hanya membolehkan mengimpor barang-barang pokok, seperti besi, karet, timah, pakaian wol serta bahan mentah yang dibutuhkan untuk produksi kebutuhan dasar penduduk negeri. Sultan juga meningkatkan pajak 4-5% untuk melindungi pedagang Utsmani agar dapat bersaing dengan pedagang Itali. Kebijakan sultan ini ternyata menggeliatkan perekonomian yang selama ini lesu dan para pedagang lokal mendapatkan banyak keuntungan. Sultan juga melarang ekspor bahan makanan ke Italia melalui laut Hitam dan Mediterania seperti gandum, minyak goreng, garam, dan ikan untuk menjamin ketahanan pangan bagi negara Utsmani (Inalcik, 1973, hlm. 135).

Namun tidak semua sejarawan berpendapat bahwa perjanjian tersebut memberikan efek positif bagi Turki Utsmani. Sebagian lain berpendapat bahwa perjanjian tersebut mengakibatkan hambatan pada pertumbuhan ekonomi. Hambatan itu terjadi karena adanya penurunan nilai mata uang yang

138 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

tajam dan pada akhirnya memaksa Sultan untuk menyita harta wakaf masyarakat untuk menutup biaya jihad atau perang (Mantran, Vol I, 2003, hlm. 144). Perjanjian tersebut membuat Turki Utsmani terlalu mengandalkan pedagang asing dari Eropa sehingga penghasilan dari pajak merosot secara drastis (Rari, 2001, hlm. 73).

Menurut hemat penulis, perjanjian tersebut memberikan keuntungan yang besar bagi Turki Utsmani, apalagi kebijakan yang di ambil oleh Sultan Al Fatih merujuk kepada maqashid syari'ah dalam siyasah al-maaliyah; dalam hal ini Sultan mengorbankan kepentingan politik demi kemaslahatan kaum muslimin. Sedangkan pendapat kedua—mengatakan bahwa kapitulasi asing menjadi penyebab terjadinya penurunan nilai mata uang dan produksi– cenderung disebabkan visi misi para suksesor atau pengganti Sultan yang tidak mementingkan kemashlahatan kaum Muslimin. Mereka hanya melihat dari perspektif yang terbatas dalam titik temu kemaslahatan kaum Ortodok dengan Katolik Barat setelah penaklukan Konstantinopel (Saharuddin, 2020).

3. Dampak Kapitulasi

Perjanjian kapitulasi ini telah memberi dampak negatif yang sangat besar bagi masyarakat Turki Utsmani. Misalnya, pada tahun 1740, pemerintahan Utsmani terikat perjanjian dengan Perancis dalam rangka memberikan warga negara Perancis hak penuh untuk bepergian dan berdagang di seluruh wilayah Utsmani. Warga negara Perancis menjual barang dagangan mereka dengan harga yang lebih murah, mereka mulai menyingkirkan para pedagang lokal dan akibatnya merongrong perekonomian rakyat. Kapitulasi juga berakibat hilangnya kedaulatan pemerintahan Utsmani. Dalam perjanjian kapitulasi disebutkan bahwa, Perancis memiliki kontrol penuh terhadap warga negaranya dan semua pemeluk Katolik Roma di wilayah Utsmani. Akibatnya, pemerintah Utsmani tidak lagi memiliki hak untuk menegakkan hukum terhadap warga

139 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani negara Perancis tersebut, terlebih lagi di saat mereka berada di wilayah yang jauh di perbatasan (Quataert, 2002).

Secara garis besar, kapitulasi asing memiliki dampak negatif sebagai berikut:

 Perlambatan bahkan kehancuran berbagai bisnis dan industri dalam negeri akibat kalah bersaing harga dengan produk luar negeri.  Peningkatan ketergantungan rakyat Turki Utsmani terhadap produk impor, dan hal ini berdampak langsung kepada ketahanan nasional Turki Utsmani.  Gesekan sosial antara penduduk lokal dengan orang-orang asing atau dengan sesama penduduk lokal yang sudah mengafiliasikan diri kepada para pedagang asing, akibat adanya diskriminasi dalam penegakan hukum dan penerapan pajak.  Semakin menurunnya pengaruh politik Turki Utsmani terhadap berbagai daerah dan provinsi, akibatnya beberapa provinsi bertindak di luar kebijakan pusat dan berusaha melepaskan diri menjadi negara independen.  Semakin kuatnya pengaruh bangsa asing dalam berbagai aspek pemerintahan, sosial, ekonomi, dan militer, akibatnya kekuatan Turki Utsmani terus melemah dari waktu ke waktu.  Semakin leluasanya modal asing masuk ke Turki Utsmani atas nama investasi asing, hal ini membuat hutang luar negeri Turki Utsmani semakin membengkak dan perekonomian makin tertekan.

Walaupun demikian rakyat Utsmani masih tetap memberikan perlawa- nan dan resistensi terhadap perubahan negatif yang mereka hadapi ini,

140 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

terutama di bidang ekonomi setelah terjadinya pemaksaan impor dan ekspor, pembangunan perumahan, industri tradisional dan modern. Kapitulasi pada era 1700-1800-an adalah salah satu alasan terbesar kemerosotan pemerintah Utsmani selama kurun itu. Berbagai rangkaian kontrak politik yang merugikan negara dan masyarakat menjadikan posisi politik Utsmani rentan dan tunduk kepada negara-negara Eropa, sehingga dengan sinis bangsa Eropa menyindir Turki Utsmani dengan sebutan “Pria Sakit di Eropa”.

E. WESTERNISASI EKONOMI TURKI UTSMANI

1. Awal Westernisasi

Westernisasi Perekonomian Turki Utsmani dapat dikatakan dimulai pada pertengahan abad ke-19 M, yaitu tahun 1839 M, ketika Sultan secara resmi mengeluarkan apa yang disebut dengan "Firman Gulhane". Akan tetapi, perintah tersebut hanya puncak dari serangkaian peristiwa yang merentang jauh hingga masa setelah Sultan Sulaiman I wafat.

Pada masa Sultan Sulaiman I, Turki Utsmani mencapai puncak kejayaan dengan menjadi salah satu dari tiga kekuatan dominan di dunia, dengan kekua- saan yang membentang di tiga benua. Kekuatan militernya diakui dan ditakuti oleh berbagai negara atau kerajaan-kerajaan lain. Demikian pula dengan kekuatan ekonomi dan pengaruh kebudayaan serta kemajuan pendidikannya. Sayangnya, ketika Sultan Sulaiman I mulai melemah dan kemudian wafat, berbagai masalah internal mulai muncul.

Masalah pertama adalah kemenangan devşirme atas kaum bangsawan Turki dalam pergulatan politik. Devşirme pada awalnya adalah para pejabat dan tentara yang direkrut oleh Sultan dari berbagai negara taklukan —sebagian

141 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani besar daerah Kristen— dari umur belia. Mereka dipisahkan dari orang tuanya dan dibawa ke Istanbul untuk kemudian dilatih lalu ditempatkan di berbagai posisi penting dalam pemerintahan. Tujuan Sultan melakukan hal ini adalah untuk memastikan kesetiaan bawahannya, di samping sebagai upaya memben- dung pengaruh kaum bangsawan dan potensi mereka untuk tidak setia atau melawan kepada perintah Sultan.

Namun, kontrol sultan yang semakin melemah membuat mereka dapat menekan para bangsawan di berbagai level pemerintahan dan mendapatkan kekuasaan yang hanya setingkat lebih rendah dari sultan. Dalam dominasi tersebut, mereka merampas banyak timar (tanah yang dibagikan oleh Sultan sebagai konspensasi perang) dan menjadikannya sebagai milik pribadi. Tindakan tersebut secara langsung berdampak pada penyusutan pajak dari lahan pertanian. Devşirme kemudian juga berusaha mengekalkan dominasinya dengan mempengaruhi keluarga inti kerajaan dan menghambat para pangeran dan putri dari pendidikan yang layak. Para pangeran juga dibuat tergantung kepada mereka untuk dapat menjadi Sultan. Hal ini terus berlangsung sekian lama sampai kemudian kondisi berubah pada masa Sultan Selim II dan Murad III naik tahta.

Dominasi kantor Wazir Agung turun drastis dan kemudian berpindah ke tangan para harem. Turki kemudian memasuki masa Sultan Perempuan (1570- 1578) sebelum akhirnya kekuasaan didominasi oleh Komandan Janissary dari tahun 1578 sampai 1625. Terlepas dari siapa yang berkuasa, pengaruh negatif yang ditimbulkan tetap sama, yaitu kelumpuhan administrasi, peningkatan anarki dan kekacauan, terpecah belahnya masyarakat serta kekerasan yang semakin meluas.

Permasalahan politik pada abad ke-16 dan 17 tersebut juga diikuti oleh

142 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

masalah ekonomi. Masalah itu dimulai ketika Belanda dan Inggris berhasil menemukan rute perdagangan baru, lalu menutup jalur perdagangan lama yang melewati Timur Tengah. Akibatnya, pendapatan kerajaan dari provinsi di Timur Tengah menurun drastis.

Di samping itu, inflasi juga menjadi masalah serius yang harus dihadapi oleh Turki Utsmani. Kondisi ini dimulai pada tahun 1500-1600-an pada saat negara-negara Eropa; Spanyol, Inggris, dan Perancis melakukan eksplorasi dan penaklukan atas dunia baru di seberang Atlantik. Penaklukan yang mereka lakukan menghasilkan keuntungan ekonomi yang besar karena mereka memperoleh emas dan perak dari daerah-daerah yang ditaklukkan, khususnya Spanyol dan Meksiko. Pada saat itu, kekuatan ekonomi Utsmani berbasis pada perak, dan semua transaksi ekonomi dibuat dari perunggu, mulai dari mata uang, pajak, dan pembayaran gaji pegawai. Ketika emas dan perak hasil rampasan Spanyol dan Meksiko dari wilayah taklukannya masuk ke pasar dalam jumlah yang besar, maka kondisi mata uang Turki Utsmani terancam. Kondisi tersebut mendevaluasi nilai mata uang Utsmani secara drastis (Quataert, 1995).

Data statistik telah menunjukkan betapa buruknya inflasi yang terjadi pada tahun 1500–1600-an. Jika pada 1580 M, satu koin Emas berharga 60 koin Perak, maka 10 tahun kemudian nilai satu koin Emas naik drastis dua kali lipat, menjadi 120 koin Perak. Bahkan, pada tahun 1640 M naik menjadi 250 koin Perak. Inflasi ini mengakibatkan harga barang-barang kebutuhan di wilayah Turki melambung tinggi; mengakibatkan kesengsaraan yang luar bisa terhadap rakyat Turki Utsmani. Walaupun pemerintah pusat terus mencoba mencari sumber pendapatan lain, proses stagnasi ekonomi di wilayah Turki terus berlanjut antara tahun 1600-1700.

143 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Sebagaimana disebutkan di atas, kondisi ini menyebabkan keuangan negara menjadi semakin menyusut, dan sebagai langkah penanganannya Turki Utsmani melakukan pengurangan kadar mata uang mereka (debasement), peningkatan tajam pada sektor pajak, dan penyitaan tanah untuk negara, sebagaimana yang telah disampaikan pada sub judul sebelumnya. Akibatnya, masyarakat menderita tekanan ekonomi sehingga terjadilah peningkatan kriminalitas di tengah masyarakat dan korupsi di berbagai lembaga pemerintahan; termasuk menjadikan timars sebagai milik pribadi.

Inflasi ini juga berpengaruh besar terhadap industri dan perdagangan tradisional yang tidak dapat menghasilkan produk bermutu akibat pengaturan harga yang ketat dan kalah bersaing dengan pedagang dari luar negeri. Masalah terakhir ini erat kaitannya dengan perjanjian kapitulasi asing yang membuat para pedagang asing memiliki keistimewaan di sektor perdagangan seperti pajak yang rendah, sehingga mereka bisa menjual barang dagangannya dengan harga yang lebih rendah dibanding pengusaha-pengusaha dalam negeri.

Berbagai dinamika tersebut yang kemudian ditambah dengan kekalahan di beberapa medan perang, membuat Turki Utsmani melakukan beberapa perubahan. Perubahan itu dilakukan oleh beberapa penguasa yang merentang dari tahun 1618 M hingga 1676; dari periode Sultan Usman II sampai Köprülü Fazil Ahmed Pasha. Sayangnya, reformasi pada abad ke-17 ini amat terbatas cakupan dan karakteristiknya sehingga tidak bisa menahan kemunduran Turki. Reformasi yang dilakukan hanya sebatas kembali kepada sistim pemerintahan lama, pengembalian status timars dan pajak pertanian serta melakukan kontrol ketat pada pajak agar selalu berada pada nilai yang telah ditetapkan oleh undang-undang. Hal lainnya adalah dengan mengganti koin/mata uang yang telah dikurangi kadar beratnya dengan koin dengan berat penuh. Berbagai reformasi ini memang memberikan solusi jangka pendek kepada Turki

144 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Utsmani. Namun, sayangnya, tidak untuk berbagai masalah di masa depan. Termasuk —di antara yang menjadi pemicu masalah tersebut adalah— kebangkitan Eropa dibanyak sektor, sehingga menjadi entitas yang sama sekali berbeda dengan yang pernah dihadapi oleh para sultan sebelum ini.

Direntang periode tahun 1681 M hingga 1812 M, Turki terus mengalami kemunduran di berbagai bidang. Walaupun hasil reformasi yang dilakukan sebelumnya telah memberikan dampak positif, akan tetapi dampak tersebut rupanya tidak bertahan lama. Hal tersebut dikarenakan ambisi penguasa Turki saat itu, yakni Merzifonlu Kara Mustafa Paşa (1676-1683) yang mencoba melakukan serangan ke Vienna untuk yang kedua kali, namun kalah. Serangan ini kemudian memicu berbagai front peperangan dengan Habsburg, Rusia, dan Austria. Walaupun dibantu oleh Perancis dan Swedia dalam beberapa peperangan, akan tetapi di akhir masa peperangan, Turki Utsmani terpaksa mengakui kekalahan dan menandatangani berbagai kesepakatan. Pada tahun 1812, Turki Utsmani telah kehilangan seluruh pantai utara Laut Hitam. Dan sebagai konsekuensi dari peperangan tersebut, Turki Utsmani dipaksa untuk mengizinkan Rusia dan Austria untuk mengintervensi kebijakan Sultan, terutama yang berkaitan dengan orang-orang Kristen. Hal ini tentu menguatkan cengkeraman Bangsa Eropa dalam berbagai urusan dengan Utsmani.

Hal lain yang menjadi sorotan pada periode tersebut adalah frekuensi kontak dengan Eropa, baik dalam bidang pengetahuan, politik, maupun militer. Kontak tersebut secara tidak langsung membawa budaya baru ke dalam budaya Turki. Kondisi ini dapat dilihat di periode yang disebut dengan Periode Tulip (1717-1730) (Encyclopedia Britanica, 2020), ketika para pembesar negeri mulai mengenakan pakaian mirip pakaian orang Eropa, dan mulai mengimitasi gaya hidup penuh kesenangan yang biasa dijumpai di istana Eropa.

145 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Persentuhan dengan Eropa juga membawa angin perubahan kepada kekuatan militer Turki Utsmani pada saat itu. Tercatat pada tahun 1734 M, dibukanya sekolah artileri pertama yang mengadopsi sistim Barat. Walaupun sekolah ini tidak bertahan lama karena penentangan para ulama, akan tetapi sekolah tersebut kembali dibuka dengan berbagai pembatasan pada 1754 M. Pencetakan buku sudah dimulai sejak tahun 1729 M dan pada tahun 1773 M berdirinya Universitas Teknik Istanbul.

Reformasi Turki Utsmani pada abad ke-17 masih terbatas kepada reformasi militer dan memuncak setelah Sultan Salim II naik Tahta. Sayangnya usaha Sultan untuk memodernisasi Janissary mendapatkan penentangan dan bermuara kepada pembentukan korps baru nizam-i cedid yang menggunakan senjata dan taktik dari Eropa. Sumber dana yang dipergunakan untuk korps baru ini juga terpisah, disebut dengan istilah irad-i cedid yang berasal dari obyek pajak baru dan penyitaan timars yang tidak memenuhi kewajibannya.

Karena akumulasi berbagai faktor, termasuk ekspedisi Napoleon I ke Mesir, kemunculan berbagai pemberontakan di Eropa Utara seperti pemberontakan Serbia (1804), dan Perang dengan Rusia (1806-1812), Sultan Salim II tidak bisa melanjutkan reformasi militer tersebut, lalu mengikuti keinginan Janissary yang merupakan bagian terbesar kekuatan militernya. Kelemahan demi kelemahan ini kemudian membuatnya diturunkan dari tahta dan menjadikan Mustafa IV mengambil alih kekuasaan. Pada masa Mustafa IV semua pembaharuan dihentikan dan para pendukung penguasa sebelumnya ditahan atau dibunuh.

Baru ketika Mahmud II (1808-1839) naik tahta, proses reformasi tersebut dilanjutkan. Reformasi ini dimungkinkan karena walaupun usaha reformasi Salim II gagal berlanjut, akan tetapi warisannya berupa sekolah

146 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

modern dan banyaknya orang Barat yang masuk ke Turki dapat menjadi batu loncatan bagi Mahmud II.

Tapi periode pemerintahan Mahmud II bukan tanpa gejolak. Dalam bidang politik dalam negeri, dia harus berhadapan dengan kenyataan kontrol pemerintah pusat yang makin melemah atas berbagai wilayah taklukan. Kemudian juga harus berhadapan dengan penguatan para penguasa lokal, baik di Iraq, Syiria, Saudi, maupun Mesir. Sedangkan dalam politik luar negeri, dia harus berhadapan dengan Rusia yang menginvasi negara taklukan Moldavia, Walachia, dan Romania, serta Inggris yang menginvasi Mesir (1807) setelah Napoleon I memutuskan untuk mundur, walaupun karena berbagai hal pada akhirnya Rusia bersedia mengembalikan wilayah yang direbut itu pada 1812 dan Inggris bersedia berdamai pada 1809.

Perdamaian dengan kedua negara besar tersebut pada akhirnya membuat Mahmud II memiliki kesempatan untuk melakukan reformasi internal yang bagi sebagian merupakan awal dari Westernisasi di Turki Utsmani. Pembaruan tersebut dimulai dengan pemberontakan Janissary akibat keinginan sang Sultan untuk mereformasi militer dengan gaya dan senjata Barat. Pembubaran tentara tersebut selesai pada tahun 1831 ketika sistim timars juga dihapuskan.

Penghapusan tersebut berarti kemenangan kelompok opisisi yang memperjuangkan reformasi militer dan menjadi langkah pertama menuju liberalisme sistim perekonomian. Di sisi lain, peristiwa ini juga menyebabkan hilangnya dukungan ekonomi industri yang selama ini dikendalikan oleh militer Janissary yang memproduksi dan menyuplai berbagai kebutuhan dalam negeri secara mandiri (Quataert, 1995).

Menyusul reformasi di bidang militer, Mahmud II juga melakukan

147 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani pembaruan di struktur pemerintahan dengan memperkenalkan gaya kementerian Eropa, yang mengakibatkan hilangnya kekuasaan Wazir Agung atas pemerintahan. Dewan Tertinggi Kepatuhan Hukum (Supreme Council of Judicial Ordinances) dibentuk sebagai bidang yudikatif baru. Para birokrat mendapatkan penghapusan praktik penyitaan harta pribadi mereka. Negara- negara asing diperkenankan kembali untuk membuka kedutaan mereka.

Ancaman lain yang tidak kalah serius dan sedikit banyak berkontribusi terhadap kemunduran Utsmani serta kesuksesan Westernisasi Turki adalah Muhammad Ali Pasha, Gubenur Mesir, yang memberontak dan menuntut kemerdekaan Mesir. Muhammad Ali bahkan berhasil menembus Syria dan mendekat ke Istanbul, memaksa Mahmud II untuk meminta perlindungan kepada Rusia pada 1833. Walaupun kemudian Turki dapat merebut kembali Syria tapi mereka gagal menaklukkan Mesir dan pada akhirnya Muhammad Ali mendapatkan pengakuan sebagai penguasa pada 1841.

Secara umum, pandangan muslimin terhadap Westernisasi awal berkaitan erat dengan perubahan dan kemajuan Eropa abad ke-19 yang amat pesat. Pada saat yang sama, bangsa Utsmani mulai menyadari berbagai kelemahan mereka. Karena itu, masyarakat Utsmani merasa harus melakukan pembaharuan dengan mengambil pengalaman dan pengetahuan baru yang telah dimiliki dan dikuasai oleh Eropa (Khalidi, 2009). Maka timbullah persepsi untuk mendapatkan restu negara Barat yang sebenarnya sudah banyak mencampuri urusan dalam negeri Turki Utsmani dan di kemudian hari akan semakin banyak campur tangan. Hal tersebut dilakukan dengan meniru mereka dalam segala pola kehidupan yang akan membawa kepada kemajuan dan meningkatkan kepercayaan terhadap negara, yang sebelumnya kepercayaan itu telah mulai pudar (Black, 2011).

148 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

2. Tanzimat/Westernisasi

Setelah Sultan Mahmud II wafat (1839), Sultan Abdülmecid I naik tahta dan melanjutkan reformasi Turki Utsmani. Keputusannya untuk meneruskan reformasi Turki dituangkan dalam Firman Gülhane pada tahun 1839 yang nanti akan dikuatkan dengan Firman Hümayun (1856). Firman ini memberikan dukungan terhadap usaha modernisasi Turki dalam berbagai bidang: militer, politik, administrasi negara, pendidikan, perdagangan dan lain sebagainya.

Secara ringkas, Tanzimat yang diterapkan itu berisi: pertama, jaminan Sultan terhadap keamanan jiwa seluruh rakyat tanpa memandang etnis dan agama. Kedua, mengatur sistim perpajakan nasional, perekrutan militer dan periode dinas tentara. Ketiga, yang menjadi perhatian reformasi ini adalah kesetaraan hak asasi manusia dan sistim peradilan.

Di bidang pendidikan, kerajaan mendirikan berbagai institusi pendidikan terutama dalam pendidikan militer. Kerajaan mendirikan pendidikan teknik kelautan (1773), teknik militer (1793), kedokteran (1827), dan ilmu militer (1834). Institusi pendidikan lain yang mendapatkan perhatian dari kerajaan adalah biro penerjemahan (1833) dan sekolah abdi negara (1859).

Pada 1846, Kementerian Pendidikan Turki Utsmani untuk pertama kalinya mengeluarkan rancangan pendidikan nasional yang merentang dari level menengah sampai level universitas. Walaupun kenyataannya program ini berjalan lamban karena kurangnya dukungan dana, akan tetapi program ini merupakan fondasi bagi perkembangan sistim pendidikan sekuler di Turki Utsmani.

Reformasi di bidang pendidikan ini membuat sekolah bertumbuhan wilayah Turki. Sayangnya, reformasi ini kurang dimanfaatkan oleh kaum

149 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani muslimin sehingga perlahan tapi pasti jumlah siswa non muslim melampui siswa muslim. Efek jangka panjangnya adalah dominasi kaum non muslim makin kuat di berbagai bidang.

Di bidang hukum, tanzimat membuat pemisahan hukum sekuler dan agama. Tujuan utamanya adalah agar hukum Turki Utsmani diakui oleh negara Eropa. Itu berpeluang untuk membatalkan perjanjian kapitulasi yang mence- kik, mengembalikan kedaulatan Turki, dan memodernisasi hukum Islam. Sedangkan dalam pembentukan hukum sipil, pengaruh Perancis amat terasa.

Sayangnya, di bidang ekonomi, Turki Utsmani terikat dengan perjanjian Balta Liman dengan Inggris tahun 1838. Perjanjian tersebut dibuat sebagai usaha Sultan untuk menarik dukungan Inggris dalam menghadapi pemberon- takan Muhammad Ali Pasha yang baru bisa dihentikan setelah Rusia bersedia membantu. Perjanjian ini memberikan keuntungan ekonomi kepada Inggris yang sebetulnya berada dalam posisi netral saat itu. Di antara keuntungan itu adalah rendahnya pajak bagi pedagang Inggris, serta dibatalkannya monopoli dan perdagangan bebas. Perjanjian ini kemudian dikuatkan dengan Perjanjian London pada 1840 ketika Austria, Inggris, dan Rusia turun tangan dalam menekan pergerakan Muhammad Ali Pasha yang hampir merebut Konstan- tinopel.

Berkaitan dengan perjanjian tersebut, Danieal Gofman mengatakan, "Tidak seperti negara jajahan Inggris yang lain yang langsung tunduk terhadap Imperium Inggris Raya, Turki Utsmani tidak bisa diatur begitu saja, apalagi yang mengarah kepada kebijakan ekonomi. Inggris membutuhkan perundi- ngan yang alot untuk mencapai tujuannya. Dan usaha reformasi pada abad ke- 19 yang makin gencar merupakan manifestasi dari ambisi London dan Istanbul (Lewis, 1972). Akibat dari perjanjian tersebut adalah membanjirnya barang

150 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

impor di Turki Utsmani dan terciptanya ketidakseimbangan eksport-import di sana. Efek lain adalah industri lokal, terutama industri swasta, yang perlahan mati akibat tingginya pajak yang diterapkan atas mereka.

Pada tahun 1856 M, Turki Utsmani menandatangani Perjanjian Paris sebagai konsekuensi Perang Krimea yang berlangsung dari tahun 1853 M sampai 1856 M. Perang ini melibatkan Turki Utsmani yang dibantu oleh Inggris, Perancis, dan Sardinia melawan Rusia yang didukung oleh Mesir. Peperangan yang dimenangkan oleh Turki Utsmani bersama sekutunya itu membuat Rusia harus setuju dengan demiliterisasi Laut Hitam. Dengan demikian, Laut Hitam bebas dari segala kekuatan militer, demikian pula dengan pantai-pantainya yang harus bebas dari benteng dan penempatan senjata. Hal ini secara langsung telah membuat Rusia tertekan.

Namun di sisi lain, perjanjian dan peristiwa ini berdampak negatif bagi Turki Utsmani. Efek tersebut ditandai dengan makin kuatnya pengaruh Eropa dalam berbagai urusan Turki Utsmani, maraknya program Westernisasi Turki dan hilangnya kemerdekaan Turki dalam berbagai bidang, ekonomi, politik, maupun dalam mengatur kebijakan investasi asing yang menjadi tanpa kendali (Pamuk, 1999).

Termasuk dalam strategi tersebut adalah pendirian bank asing berbasis ribawi yang perlahan menggantikan sistim keuangan berbasis syariat yang selama ini berlaku di Turki Utsmani. Dengan integrasi ekonomi dan keuangan yang lebih besar dengan Eropa, bank mulai didirikan di Kekaisaran Ottoman untuk pertama kalinya pada tahun 1840-an. Ini imbas dari pertumbuhan perdagangan dengan Eropa dan kebutuhan finansial para pedagang. Bahkan, bank pertama yang memulai operasi di Kekaisaran Ottoman adalah Bank

151 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Komersial Smirna yang dulu didirikan di London pada tahun 1844 oleh seke- lompok pedagang Inggris dengan modal sebesar 200.000 poundsterling untuk memenuhi kebutuhan yang berkembang dari pedagang Eropa dan lainnya di wilayah Izmir. Bank tersebut dipaksa untuk tutup selama krisis keuangan tahun 1847.

Bagi sebagian besar bank yang didirikan pada tahun 1880-an, fokus operasi mereka adalah penyediaan pinjaman kepada negara. Setelah krisis, bank pertama yang didirikan di Kekaisaran Utsmaniyah adalah Banque de Constantinople (Dersaadet Bankaso), didirikan pada 1847 dengan modal sebesar 200.000 poundsterling. Bank itu memberikan pinjaman jangka pendek kepada pemerintah dan menstabilkan nilai tukar mata uang kertas Utsmaniyah. Inisiatif dan modal untuk bank berasal dari dua bankir Galata terkemuka, J.Alleon dan Th.Baltazzi.

Sayangnya, karena ekspansi dalam volume mata uang kertas, bank tidak dapat mencegah penurunan nilai tukar untuk jangka waktu yang panjang. Dan akibat meningkatnya kerugian serta ketidakmampuan negara untuk terus memberikan dukungan keuangan terhadap kegiatannya, bank itu terpaksa ditutup pada 1852 (Du Velay, 1903; Tekeli dan Ilkin, 1997). Upaya pemerintah mendirikan bank lain untuk kebutuhan keuangan dan moneternya segera mengarah pada pembentukan Bank of Ottoman oleh kelompok Inggris pada 1856, setelah Perang Krimea. Bank memperoleh piagam kerajaan di Inggris dan didirikan di London dengan modal sebesar 500.000 pound. Dengan pusat operasional terletak di Istanbul, Bank tersebut diberikan izin untuk membuka cabang di kota-kota lain di Kekaisaran, kecuali di Mesir. Di kemudian hari, ketika terjadi perubahan kondisi politik yang menyebabkan Inggris kehilangan kendali atas Turki Utsmani (walau Cyprus dan Mesir masih diduduki oleh Inggris), manajemen Bank tersebut telah diambil alih oleh Prancis yang

152 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

berpusat di Istanbul. Pengambil-alihan ini mengakibatkan kerugian besar bagi Inggris karena bank ini mempunyai banyak cabang di berbagai negara Eropa (Quataert, 2009).

Kesulitan fiskal yang terus berlangsung dari pemerintah segera memaksanya untuk melirik institusi Eropa yang lebih kuat. Pada tahun 1863, para pemilik Inggris dari Bank Utsmani bergabung dengan kelompok keuangan Perancis dengan 50 persen saham untuk mendirikan Imperial Ottoman Bank. Bank baru itu dikelola oleh komite di London dan Paris yang mengarahkan administrasi sehari-hari di Istanbul. Karakteristik penting dari Imperial Ottoman Bank bersifat ganda, sebagai bank swasta Perancis-Inggris dan juga bank negara di Istanbul. Bank dipercaya mengurus sebagian besar transaksi perbendaharaan negara sebagai imbalan atas kewajiban untuk memberikan pinjaman jangka pendek tertentu kepada negara. Bank tersebut setuju untuk membantu negara dalam menarik mata uang kertas yang ada dan koin-koin yang hilang dari sirkulasi. The Imperial Ottoman Bank juga memiliki posisi istimewa dalam melayani hutang eksternal. Sebagian besar pembayaran negara Utsmani pada hutang luar negerinya ditangani oleh bank yang akan membebankan komisi 1 persen untuk layanan ini. Akhirnya, pemerintah Ottoman berjanji untuk tidak mengeluarkan uang kertas, lalu bank diberikan monopoli untuk menerbitkan uang kertas yang didukung oleh emas. Dengan demikian, bank menikmati keuangan dengan profit yang luar biasa dari keuntungan seigniorage sebagai kompensasi dari moneter yang lebih stabil.

Selain itu, sejumlah bank komersial kecil didirikan pada bagian awal tahun 1870-an tetapi kemudian ditutup selama krisis keuangan pada paruh kedua tahun 1870-an. Demikian pula, kelompok Inggris mendirikan Asosiasi Keuangan Utsmaniyah dengan modal satu juta pound pada tahun 1866 untuk

153 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani mendukung penanaman kapas di Anatolia barat selama Perang Saudara Amerika. Lembaga keuangan ini ditutup segera setelah berakhirnya Perang Saudara Amerika dan jatuhnya harga kapas internasional (Du Velay, 1903; Tekeli dan Ilkin, 1997).

Dokumen resmi Amerika Serikat yang berasal dari Kementerian Perdagangan Amerika pada tahun 1926 M mengatakan, "Seluruh bank asing yang terdapat di seluruh wilayah "Lelaki Sakit" (Turki Utsmani) telah menge- ruk keuntungan yang sangat besar dengan mendukung neraca perdagangan asing di seluruh wilayah Utsmaniyah serta telah membantu kaum Yahudi untuk mendirikan negaranya di Palestina di bawah perlindungan Inggris.

3. Tujuan Westernisasi

Slogan Barat yang menyatakan keinginan mereka untuk membawa bangsa lain menuju peradaban modern, bertolak belakang dengan politiknya yang selalu mencari keuntungan di atas kerugian bangsa lain. Dengan menghancurkan kearifan lokal dengan segala unsur-unsurnya, sumber daya manusia dan alam yang dimiliki, dan dengan alasan membongkar kebiasaan lama, kemandirian suatu negara/bangsa dengan mudah disingkirkan. Dan tindakan ini juga membuat ketergantungan perekonomian lokal kepada perekonomian global dengan alasan modernisasi (Shaw J Shaw, 1976).

Berkaitan dengan pengaruh Inggris terhadap Turki Utsmani, Donald Quataert mengatakan, "Inggris sangat membutuhkan negara Utsmani. Hal tersebut dikarenakan Inggris membutuhkan bahan mentah serta pasar yang tidak sedikit untuk produk mereka, sementara para pelanggannya di Eropa cenderung melakukan proteksi terhadap produk dalam negeri”. (Quataert, 1995).

154 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Pada masa itu kepentingan Inggris terhadap Turki tumpang tindih. Di satu sisi, Inggris membutuhkan bahan mentah dan pasar, sedangkan disisi lain Turki Utsmani merupakan sekat penghalang bagi kemajuan Rusia yang selalu ingin memperluas wilayah kekuasaan dan perdagangannya yang akan mengancam kemaslahatan inggris di Irak, Iran serta India. Namun, Inggris kemudian mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda dengan menganeksi wilayah Turki Utsmani seperti Cyprus pada tahun 1878 M dan Mesir 1882 M. Ini tentu menjadi bukti bahwa keuntungan material telah mengalahkan nilai dan slogan peradaban yang mereka dengungkan.

Para pakar sejarah ekonomi mengatakan bahwa investasi yang dilakukan oleh pihak Barat di negara Turki Utsmani, yang sebenarnya merupakan hutang, difokuskan kepada pembangunan infrastruktur. Ini sebenarnya adalah cara Barat untuk memperlancar perdagangan bahan mentah serta pemasaran hasil industri Barat ke Turki. Sedangkan sektor industri, pertanian, pertambangan (metalurgi) tidak diperhatikan, bahkan dihalangi untuk berkembang (Shaw, 1976). Stanford J.Shaw (1991) mengatakan, "Investasi yang ditanamkan negara-negara Barat kepada Turki dalam bentuk hutang bukan sebagai dukungan terhadap perindustrian Turki Utsmani tapi justru demi keuntungan mereka sendiri. Dengan membangun sarana perhubungan, misalnya, mereka berusaha mendapatkan bahan baku yang lebih banyak dan cepat. Mereka bahkan menggunakan kapitulasi asing tersebut untuk menahan laju pembangu- nan industri Turki Utsmani, bahkan telah membuat kemajuan Turki Utsmani menjadi terhenti sama sekali di segala bidang.

Masih dalam kaitannya dengan kondisi tersebut, sejarawan Charles Issawi menambahkan “Pertentangan kemaslahatan antara Turki Utsmani dan Eropa semakin meruncing. Eropa atau Barat berusaha mengendalikan perekonomian dan membangun kemaslahatan mereka. Sedangkan Negara

155 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Timur berusaha untuk membangun infrastruktur untuk memelihara kemerdekaan dan kesatuan wilayahnya serta melakukan modernisasi dalam segala bidang. Dengan begini Eropa sangat ingin memelihara kemaslahatan mereka dengan adanya kekebalan hukum yang dapat diwujudkan dengan Kapitulasi Asing yang telah lama ada dan berlaku di negara tersebut; kapitulasi yang telah memberikan keistimewaan terhadap bangsa Eropa dengan mendapatkan berbagai fasilitas dan kekebalan hukum. Apabila terjadi tindak kriminal, baik perdata maupun pidana, maka penanganannya dilakukan oleh konsul masing-masing negara. Bangsa Asing yang berada di wilayah Turki Utsmani yang telah mendapatkan kesepakatan kapitulasi tersebut tidak akan membayar pajak yang tinggi. Perdagangan bebas berlaku untuk mereka tanpa adanya halangan apa pun, baik halangan dalam bentuk komoditi atau pemba- tasan maupun dalam bentuk tarief barrier. Lebih jauh lagi, mereka diberikan kebebasan dalam memanfaatkan infrastruktur, kebebasan penggunaan mata uang di wilayah Turki Utsmani dan penagihan hutang tanpa jadwal (Issawi, 2006).

Usaha yang dilakukan oleh Barat terhadap Timur dengan pemberian hutang merupakan hambatan bagi pembangunan masyarakat modern. Nilai- nilai kemajuan yang didengungkan oleh Barat tidak ada kaitannya sama sekali dengan apa yang dilakukan oleh mereka dan tak lebih dari sebuah usaha diskriminasi yang membedakan klasifikasi negara maju, terbelakang, dunia kedua dan dunia ketiga, dan begitulah seterusnya. Dan jelas bukan usaha yang dilakukan untuk mengejar ketertinggalan negara-negara Timur untuk berga- bung dengan peradaban Barat. Akan tetapi yang ada adalah penjajahan dengan membangun infrastruktur, kerja sama militer, pembentukan kader administrasi yang akan melancarkan usaha barat dalam persediaan bahan baku dan pemasaran produksi dan menjaga dominasi mereka secara sempurna terhadap negeri-negeri Timur serta tanah-tanahnya. Hal ini merupakan jaminan bagi

156 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Barat untuk terus mengalami kemajuan yang berkesinambungan tanpa ada halangan yang berarti (Haqi, 1988).

Dalam hal ini dapat kita lihat perbedaan visi dan misi antara kedua belah pihak, yang semuanya berakhir dengan agresi militer, politik dan ekonomi serta budaya. Walaupun kemaslahatan sesaat dapat diraih, akan tetapi kerja sama tersebut tidak memberikan kontribusi sama sekali terhadap kemajuan dalam arti sebenarnya. Kerja sama tersebut tak lebih dari penindasan terhadap kemajuan negara berkembang. Dan hal tersebut dapat dilihat dari intoleransi mereka terhadap kemajuan dan kemaslahatan negara berkembang. Apalagi jika kemajuan dan kemaslahatan tersebut bertabrakan dengan kepentingan dan kemaslahatan mereka. Tegasnya, sikap dan tindakan yang mereka lakukan sangat bertolak belakang dengan slogan dan nilai yang mereka gaungkan.

a. Perdagangan Bebas, Penyelesaian Masalah ala Barat

Kemajuan teknologi di Eropa membuat mereka mampu menghasilkan barang produksi dalam jumlah yang sangat besar. Hal ini tentu menimbulkan masalah tersendiri karena ketersediaan barang tersebut membutuhkan penyaluran. Untuk itu mereka mulai membuka pasar-pasar di Timur dan di seluruh dunia yang adakalanya dilakukan dengan tekanan politik atau dengan kekuatan dan paksaan (Hagar, 1976). Padahal mereka menyadari akibat dari kebijakan politik yang mereka terapkan terhadap negara-negara lain adalah kehancuran industri, produksi dan perekonomian negara-negara tersebut.

Sayangnya, Turki Utsmani menerima kebijakan Eropa ini dengan suka rela untuk mendapatkan dukungan Eropa dalam krisis Mesir, untuk mengha- dapi gerakan separatis Muhammad Ali Pasya (Hagar, 1976). Ditambah lagi, saat itu para pemimpin reformasi (tanzimat) belum berpikir untuk melindungi

157 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Industri, produksi dan perekonomian dalam negeri (Quataert, 1994).

Dari perjanjian demi perjanjian yang disepakati antara Turki dan Eropa, adalah perdagangan bebas menjadi buah pertama yang dipetik oleh Barat. Dalam hal ini, Turki Utsmani diberi batasan tarif impor yang tidak bisa diubah tanpa izin dari pihak Eropa yang sebelumnya telah mengantongi perjanjian pasar bebas. Turki Utsmani juga dilarang melakukan monopoli perdagangan luar negeri (monopoli impor), bahkan ia pun kehilangan hak untuk menentukan tarif barang-barang ekspor.

Kondisi ini sesuai dengan politik ekonomi liberal yang dianut oleh Eropa beserta para pendukung Westernisasi pada abad ke 19 yang menuntut pengha- pusan tarrief barrier (batasan tarif) dan melakukan ekspansi perdagangan dan perekonomian (Hallaq, 2008). Penghapusan batasan tarif tersebut merupakah salah cara negara anggota yang tercakup dalam perjanjian (negara-negara Eropa) untuk mencapai keberhasilan dalam membangun perekonomian, baik dalam produksi pertanian maupun industri, sesuai dengan “pembagian kerja internasional” menurut mereka. Dan juga sebagai cara Masyarakat Ekonomi Eropa membuka pasar baru bagi produk mereka (Quataert, 1995).

Akibatnya, produk Eropa —terutama tekstil dan sejenisnya yang merupakan perdagangan utama dunia abad ke-19 dengan Inggris sebagai produsen terbesar— membanjiri Turki Utsmani dengan harga murah. Hingga tahun 1910, kain tenun katun Inggris telah memenuhi 3/4 pasar Turki Utsmani (Issawi, 1966). Kondisi ini berdampak langsung kepada para pengrajin kain tenun dan karpet Turki yang terpaksa berhenti dan mencari pekerjaan lain akibat ketiadaan proteksi tarif dari negara Turki Utsmani. Maka, tidak heran jika setelah keran impor ini dibuka kembali jadi amat sulit mendapatkan produksi tenunan lokal, baik itu kain katun, sutra, wool dan lainnya.

158 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Dampak lain dari perjanjian tersebut terjadi pada sektor pertanian Turki Utsmani. Sektor pertanian yang telah lama berhasil mewujudkan swasembada pangan bagi Turki Utsmani, bertransformasi menjadi sektor industri pertanian yang bertujuan membekali Eropa Barat dengan pangan dan bahan mentah, seperti katun (Pamuk, 1999). Perubahan ini dilakukan sebagai cara agar industri Barat bisa memusatkan perhatiannya dalam produksi serta pemasaran. Sesuai dengan “pembagian kerja” menurut Eropa Barat, sektor pertanian dan bahan baku merupakan tugas negara-negara Timur yang terbelakang, sedangkan sektor industri merupakan tugas negara Eropa Barat yang telah maju. Ini adalah hal yang membuat perjalanan negara Timur menuju kemajuan selalu tersandung, lalu mereka kehilangan kemandirian bahkan kehilangan swasembada pangan.

b. Hutang Luar Negeri dan investasi asing

Turki Utsmani sebenarnya ingin terus bertahan untuk tidak mengajukan permohonan hutang. Namun, beban besar akibat Perang Krimea melawan Rusia (1854-1856 M) membuat Turki Utsmani tidak bisa menghindar dari pengajuan hutang. Terlebih lagi, hutang juga diperlukan untuk menghadapi agresi militer dari Eropa Barat dan Timur. Sayangnya, hutang yang membengkak sampai akhir masa kekhalifahan membuat Turki Utsmani kehilangan kemerdekaan. Sebab, dengan alasan menjaga hak-hak pihak yang berpiutang, maka negara kreditur merasa berhak mengatur segala kebijakan yang ditempuh oleh Turki Utsmani. Untuk keperluan tersebut, dibentuk sebuah komite dan para konsultan serta perwakilan dalam registrasi hutang (registered of debenture holders) pada tahun 1860 M yang dinamakan “Majelis Tinggi Keuangan” dengan tugas utama mengawasi reformasi keuangan Turki Utsmani (Geyikdagi, 2011). Setelah negara menyatakan kebangkrutannya pada tahun 1875 M, maka disusun badan pengganti majelis tersebut yang

159 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani merupakan perwakilan dari para donor. Badan baru ini menetapkan bahwa 20- 30% pemasukan Turki Utsmani harus digunakan untuk membayar bunga dan cicilan hutang.

Dengan demikian, majelis ini telah menunjukkan kinerjanya dengan banyak memberikan keuntungan bagi negara kreditur, akan tetapi tidak membawa perubahan Turki Utsmani ke arah yang lebih baik. Turki Utsmani tetap menjadi negara pertanian dan penyedia bahan baku industri bagi negara Eropa, sekaligus sebagai pasar terbesar bagi produk negara tersebut. (Quataer, 1994). Ditambah lagi, Turki Utsmani malah menjadi tempat penumpukan modal dari berbagai negara tersebut (Pamuk, 2003). Stanford J Shaw menyatakan bahwa keuntungan terhadap Turki Utsmani yang direalisasikan oleh majelis supervisor asing sangat kecil dibandingkan dengan tim ekonomi yang dibentuk oleh Sultan Abdul Hamid yang berhasil meningkatkan laju perekonomian sebanyak 43% selama seperempat abad sampai tahun 1907 M (Shaw, 1991).

c. Investasi Asing Pada Sektor Transportasi (Pembangunan Rel Kereta Api)

Salah satu proyek investasi asing di Turki Utsmani pada abad ke-19 adalah pembangun jalur kereta api. Pada awalnya, proyek tersebut dibuat dengan pertimbangan titik temu kemaslahatan Barat dan Timur. Turki Utsmani membutuhkan dana segar untuk memenuhi kebutuhan pembangunan sarana transportasi modern. Sedangkan di sisi lain, Barat juga memiliki kepentingan atau kemaslahatan besar dalam penyediaan bahan mentah dan pemasaran produk mereka di wilayah Turki Utsmani, yang semua itu akan lebih efisien jika dilakukan dengan fasilitas modern seperti kereta api.

160 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Dari sisi Turki Utsmani, manfaat lain yang diharapkan dari proyek pembangun kereta api adalah mempercepat proses administrasi, pemungutan pajak, dan meningkatkan hasil pertanian dengan menghubungkan wilayah- wilayah sentra produksi dengan kota-kota dan pelabuhan. Hal ini sudah jelas akan menekan biaya transportasi dan menekan biaya produksi lokal sehingga diharapkan akan sanggup bersaing dengan komoditi-komoditi impor yang sudah lama membanjiri negara tersebut. Keuntungan lainnya adalah pertam- bahan produksi sejalan dengan peningkatan penghasilan dari pajak. Dengan adanya kereta api akan muncullah perumahan dan perkampungan baru di sekitar jalur kereta api tersebut yang akan membuat perekonomian semakin menggeliat. Dengan begitu, terciptalah industri yang berkaitan dengan metalurgi.

Sedangkan manfaat di bidang politik dengan adanya kereta api adalah kemudahan lebih besar mengontrol wilayah-wilayah yang jauh dan terisolir. Jika terjadi bencana, bantuan dapat dengan segera sampai ke wilayah tersebut. Pemikiran ini didasarkan kepada kenyataan bahwa wilayah Turki Utsmani memiliki banyak titik gempa. Dari sisi militer, tentara dengan cepat dapat bergerak apabila terjadi gangguan keamanan atau serangan dari luar seperti terjadinya pemberontakan di Yunani yang dahulunya merupakan provinsi Turki Utsmani pada tahun 1897 M, dan di Balkan pada tahun 1912 M serta Perang Dunia I pada tahun 1914 M. (Blaisdell, 1929).

Sayangnya, harapan keuntungan tersebut tak pernah terwujud. Sebab, negara investor menginginkan porsi keuntungan investasi yang amat besar. Lebih jauh lagi, mereka juga membagi negara Turki Utsmani dalam wilayah- wilayah yang disesuaikan dengan porsi investasi yang ditanamkan oleh masing-masing negara pada setiap wilayahnya. Di samping itu, negara investor mensyaratkan keuntungan minimal setiap kilometer baik dari pembangunan

161 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani maupun dari hasil jasa transportasi tersebut. Para pakar sejarah mengatakan nilai jaminan keuntungan minimum ini sangat tinggi dan sebenarnya menjadi alat para investor untuk merampas kekayaan Turki Utsmani secara berlipat ganda, sebab jaminan keuntungan minimal ini akan terus meningkat dari waktu ke waktu (Issawi, 1966).

Pembangunan kereta api tersebut juga berdampak pada semakin derasnya arus impor ke Turki yang menghancurkan industri dalam negeri, memaksa para pedagang lokal menjadi pedagang perantara sehingga banyak dari mereka yang beralih profesi pada sektor yang lain (S. Pamuk, n.d.). Bahkan, seiring dengan berjalannya waktu serta melemahnya Turki Utsmani, tuntutan para investor semakin tidak masuk akal. Mereka meminta kebebasan dan keleluasaan dalam pergerakan modal, disisi lain mereka melakukan intervensi politik. Hal tersebut mereka lakukan ketika negara Turki sedang amat membutuhkan modal besar dalam pembangunan infrastruktur. Fenomena selalu bertambah dari masa ke masa sehingga Turki Utsmani jatuh dalam genggaman perbudakan (Geyikdagi, 2011). Dalam hal ini, ekonom Georgy Kream menyebutkan bahwa transfer keuntungan investasi dari Turki Utsmani ke Barat telah menyebabkan pembaharuan dan modernisasi di Turki Utsmani mengalami stagnasi (Ibrahim, 2005). Sebab, pengeluaran yang diberikan untuk para investor dan negara donor lebih besar dari pemasukan yang diterima oleh Turki Utsmani pada tahun 1854-1914 (Pamuk, 2003).

4. Hasil "Reformasi" Westernisasi

Reformasi Westernisasi yang diambil oleh Turki Utsmani telah menun- jukkan hasil yang jauh dari harapan. Sebagaimana yang dipaparkan sebelum ini, tujuan reformasi adalah membuat Turki Utsmani dapat bertahan mengha- dapi ancaman politik dan militer Inggris, Perancis, Eropa serta Rusia yang banyak mencampuri urusan dalam negeri Turki Utsmani. Sayangnya setelah

162 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

reformasi ini berjalan, efek samping yang ditimbulkan luar biasa merugikan. Ketimbang mendapatkan sedikit kebebasan dan keleluasaan dalam bertindak, Turki Utsmani malah semakin bergantung kepada negara- negara tersebut (Syanawi, 2015).

Pembangunan rel kereta api misalnya, sebenarnya bertentangan dengan kemaslahatan masyarakat setempat yang tidak akan mendapatkan keuntungan sama sekali. Penanaman modal rel kereta api tersebut merupakan bentuk monopoli; tidak ada persaingan bebas yang membawa kepada kemajuan, tidak ada pihak lokal dan swasta lain yang berperan di dalamnya. Hal tersebut dikarenakan tujuannya adalah sebagai penyempurnaan struktur ekonomi Barat yang mempunyai kepentingan yang berbeda dengan kebutuhan dalam negeri Turki Utsmani. Maka yang terjadi adalah struktur masyarakat Timur yang telah ada sejak lama menjadi hancur, struktur masyarakat pengganti pun ternyata tidak dapat pula diandalkan untuk bertahan lama (Quataert, 1994).

Sisi negatif lainnya dari pembangunan rel kereta api ini adalah membuat pertanian dan perdagangan di Turki Utsmani berorientasi pada ekspor (Pamuk, n.d.). Pertanian Industri ini secara berangsur-angsur membuat ladang gandum berubah menjadi ladang katun. Kondisi ini membuat Turki Utsmani kehila- ngan swasembada pangan yang akhirnya berdampak pada rapuhnya ketahanan pangan dalam negeri. Dalam jangka pendek, pertanian industri memang meng- hasilkan keuntungan bagi Turki Utsmani. Tapi harga yang harus dibayar oleh Turki Utsmani adalah beralihnya Ekonomi Turki Utsmani menjadi bagian dari kesatuan pasar Eropa Barat, yang akan selalu bergantung pada Eropa dan menjadi pasar dengan daya serap tinggi terhadap produksi industri Eropa.

Dengan begitu kekuatan Eropa Barat semakin besar dan penguasaan terhadap pasar dunia semakin kuat. Hegemoni Barat terhadap Timur dan

163 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani seluruh dunia semakin sulit untuk dihindari. Keuntungan jangka pendek oleh Turki Utsmani telah berubah menjadi kemudaratan jangka panjang bersama dunia Timur yang telah berubah menjadi produsen bahan mentah bagi negara- negara Eropa Barat. 75% dari fasilitas kereta api digunakan untuk mengangkut komoditi ekspor Turki ke pasar-pasar Eropa yang membuat mundurnya pembangunan negara dalam berbagai bidang (Quataert, 1995).

Kondisi seperti ini pernah terjadi di Indonesia ketika dijajah oleh Belanda pada tahun 1843 M. Hal yang sama juga dilakukan oleh Inggris di Mesir pada saat mereka menjajah negeri tersebut. Dan ini yang terjadi pada zaman sekarang di negara kita saat pengaruh Westernisasi ekonomi atau ekonomi kapitalis makin dalam mengakar di dunia ketiga dengan beban hutang yang berlipat ganda. Tujuan dari lembaga keuangan dunia yang pertama adalah pemberian hutang, menghilangkan hambatan perdagangan, serta melakukan ekspansi yang berkesinambungan. Sehingga, segala hambatan perekonomian nasional bisa dihilangkan. Dengan leluasa modal asing akan mengucur dengan deras dan penguasaan terhadap perekonomian nasional oleh asing akan berada dalam kendali penuh (Pamuk, 2003).

Kita dapat melihat sumber daya alam Turki Utsmani amat besar. Sayangnya, sepertiga dari sumber daya alam tersebut -- sebagaimana data statistik tahun 1907-1908 M yang disampaikan oleh Standord J. Shaw -- habis untuk membayar hutang, sedangkan yang 60% habis untuk membiayai tentara dan perlengkapannya. Tidak ada lagi yang tersisa untuk pembangunan lain. Walaupun begitu, program pengembangan ekonomi yang dipergunakan oleh Sultan Abdul Hamid II dapat bertahan dan mengembangkan pembangunan ekonomi (Quataert, 1983). Pada masa tersebut, pemasukan negara bertambah sehingga mencapai 43% (Shaw, 1976).

164 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Pada akhirnya, demokrasi Barat tidak memberikan kontribusi apa-apa, standar ganda tetap berlaku, kemiskinan akan tetap membelenggu negara berkembang sebagai hasil eksploitasi negara-negara Barat dan negara maju lainnya. Maka, pertanyaan yang muncul kembali adalah apakah benar Wester- nisasi akan membawah kemajuan kepada bangsa- bangsa yang menerapkan sistim ini secara penuh? Waktu-lah yang akan menjawabnya karena selama ini ketergantungan penuh terhadap Barat belum terbukti dapat menjadikan dunia ketiga mencapai kemajuan yang berarti, seperti berubah menjadi negara maju karena keahlian yang mereka miliki, atau meningkatnya PDB negara tersebut setara dengan salah satu negara Eropa Barat yang maju.

F. RESPON MASYARAKAT TERHADAP REFORMASI TURKI UTSMANI

1. Perjuangan Ekonomi Turki Utsmani

Walaupun Barat, khususnya negara-negara besar, telah memasang halangan, rintangan ataupun perangkap agar Turki Utsmani tidak bisa bangkit lagi, akan tetapi Turki Utsmani bertahan dan terus berusaha untuk bangkit. Hal ini dapat dilihat dan dirasakan setelah keruntuhannya. Dan salah satu barometer kondisi ini adalah negara-negara separatis di Timur Tengah yang tidak dapat kembali kepada titik awal saat mereka memisahkan diri dari negara khilafah. Mereka berjalan dengan nasionalisme mereka masing-masing dan akhirnya menyerah kepada keinginan Barat walaupun mereka mempunyai sumber daya yang memadai untuk meraih kemajuan dan kemerdekaan yang didapatkan dari perjuangan masyarakatnya. Dan kenyataan yang ada menunjukkan bahwa tunduk kepada keinginan Barat tersebut hanya akan bermuara kepada eksploitasi sumber daya alam yang tidak tanggung-tanggung.

165 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Paling tidak, Turki Utsmani telah mempertahankan kemerdekaan politik dan kekuatan militer, dua faktor penting dalam perjuangan pengembangan perekonomian yang selalu ditekan oleh Barat. Baik pada awal masa krisis sampai masa kolonialisme tiba, tidak satu pun negara Barat pada waktu itu dapat menjajah Turki Utsmani secara fisik. Walaupun negara Barat selalu berlomba-lomba dalam mendapatkan keuntungan politik dan ekonomi dalam mengeksploitasi negara Turki Utsmani yang dalam keadaan lemah, namun negara Turki Utsmani tetap terus bertahan hidup. Dampak yang ditimbulkan oleh penggelontoran modal dan investasi asing pada Turki Utsmani pada hakikatnya tidaklah seberapa dibanding dengan penjajahan langsung yang dilakukan oleh Barat di Dunia Timur (Pamuk, n.d.).

2. Perjuangan Perdagangan

Berkaitan dengan perdagangan, Quataert menyatakan bahwa "politik perdagangan Turki Utsmani sangat fleksibel dan elegan hanya dengan memberikan batas minimum atas target yang dicapai". Kondisi ini sebenarnya membahayakan perusahaan-perusahaan Eropa karena dengan politik perdaga- ngan seperti itu, Turki Utsmani masih memiliki kebebasan politik (Quataert, 1994). Dengan politik tersebut, Ia menambahkan, Turki Utsmani berhasil dalam memelihara kedaulatannya dan dalam meredam gerakan kelompok separatis dari mengikuti perintah Barat secara langsung (Quataert, 1983).

Dalam kebijakan fiskal dan bea cukai, Turki Utsmani berhasil melaku- kan proteksi sebanyak tiga kali lipat ketika melakukan perjanjian perdagangan bebas pada tahun 1834 M yang ditandatangani dalam posisi terjepit karena membutuhkan bantuan pihak Eropa. Kemudian, kapitulasi yang selama ini menjadi duri dalam daging telah dibatalkan pada tahun 1914 M. Quataert mengatakan Turki Utsmani tidak tunduk begitu saja terhadap komando Eropa akan tetapi tetap berusaha untuk mendukung dan melindungi industri dalam

166 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

negeri (Quataert, 1995). Dan salah satu bentuk perwujudan terhadap dukungan perdagangan dalam negeri adalah pembatalan pajak perdagangan dalam negeri yang sebenarnya juga merupakan pemasukan bagi negara Turki Utsmani yang sangat membutuhkan pada waktu-waktu krisis tahun 1874 M (Issawi, 1966).

Peraturan pembatalan tersebut dikembangkan untuk melindungi para pedagang dan industri lokal dan para pengrajin kecil (Quataert, 1994). Manuver Turki Utsmani dalam menghindari dampak negatif dari perdagangan bebas ini merupakan tantangan baru bagi Inggris yang telah menikmati keuntungan dari sistim tersebut selama seperempat abad dari abad ke-19 (Quataert, 1994), karena kebijakan proteksi tarif impor memberikan celah bagi para pedagang untuk mendapatkan keuntungan dan terlindungi dari hegemoni Inggris raya (Quataert, 1994).

Para pendukung proteksi tarif bea dan cukai berjuang dengan segala kekuatannya melawan kelompok ekonomi liberal lokal dan para investor asing dari Eropa. Perjuangan ini kemudian dimenangkan oleh para ekonom lokal yang berhasil memproteksi diri dari perdagangan bebas tersebut (Quataert, 1994).

3. Penolakan Terhadap Kebijakan Ekspor Impor

Dalam bidang ekspor impor, aktivitas perdagangan di seluruh wilayah Turki Utsmani sampai akhir masa keruntuhannya lebih menonjol dari perdagangan luar negeri (Quataert, 1995). Walaupun saat itu perjanjian pasar bebas dengan Eropa telah ditandatangani, akan tetapi wilayah-wilayah yang jauh dari jangkauan pemerintah tetap melakukan kegiatannya. Wilayah- wilayah itu jauh dari pengaturan tarif atau aturan-aturan lain yang mengikat. Ini berlangsung terus sampai perang dunia I menghancurkan Turki Utsmani.

167 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Distribusi barang dan komoditas lokal yang berjalan dengan bebas merupakan unsur penting bagi perekonomian Turki (Syrett, 2014). Dan dengan sektor perdagangan luar negeri yang memberikan dampak lebih terbatas pada perekonomiannya, Turki ingin menunjukkan bahwa negara ini masih bebas dari ketergantungan penuh kepada pasar dunia (Arnold, 2000),.Kondisi ketidaktergantungan penuh Turki kepada pasar global dapat dilihat dari kondisi impor yang dilakukan oleh Turki Utsmani pada abad ke 20 sama dengan impor yang dilakukan oleh negara kecil (Pamuk, 1999). Ini artinya Turki Utsmani tidak bergantung kepada impor dalam memenuhi kebutuhan dalam negerinya walaupun sedang berada dalam keadaan lemah dalam segala hal. Sedangkan dalam hal ekspor, Turki Utsmani tidak mengandalkan hanya satu komoditi saja tapi memproduksi dan mengekspor beragam komoditas (Qotrani, 1986).

Keadaan ini bertolak belakang dengan masa kemerdekaan dan separa- tisme, ketika volume impor Turki Utsmani pada masa perang dunia I tahun 1914 M mencapai 14% dari total produksi, sedangkan volume impor mencapai 19%. Di wilayah Mesir, setelah melepaskan diri dari khalifah dan jatuh ke dalam genggaman penjajah, persentase ekspornya mencapai 28% sedangkan impor 34% (Issawi, 1966). Dan ketika wilayah separatis mendapatkan kemer- dekaannya, persentase impor negara-negara Arab tersebut justru meningkat hingga mencapai 87% pada tahun 1975 M (Fauzi, 1981). Arab hanya berpegang kepada satu ekspor saja yaitu minyak bumi sekitar 90% dari keseluruhan ekspornya pada tahun 1979 M. Minyaklah yang menutupi seluruh total produksi lokal yang diperlukan oleh negara-negara Arab yang semua berasal dari impor luar negeri. Karena itu tidak heran jika negara-negara Arab sangat sukar lepas dari ketergantungan impor dan perdagangan luar negeri (Grammont & Benton, 1986).

168 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Kondisi ini merupakan indikasi terhadap ketergantungan mutlak kepada Barat bagi negara-negara Arab (Karim, 1998). Sedangkan perdagangan bilateral antara negara Turki dan separatisme Arab tidak menunjukkan sesuatu yang signifikan, tidak lebih dari 8% dari total perdagangan negara-negara Arab tersebut pada tahun 2007. Abdul Wahab Amin, mengatakan, “Negara-negara Arab telah gagal untuk menjadi tuan di pasar-pasar mereka sendiri, mereka kehilangan kendali dalam mengatur sistim perekonomian nasional (Kramer, 1999).” Beliau kemudian menegaskan bahwa komoditi ekspor non migas negara-negara Arab ini hanya mencapai 8% saja (Kramer, 1999).

4. Independensi Hubungan Perdagangan

Dalam hal barang-barang konsumtif, walaupun kementerian Inggris berusaha keras untuk memproduksi tenunan untuk dipasarkan di seluruh wilayah Turki Utsmani, akan tetapi pabrik-pabrik tenunan tersebut tidak bisa memenuhi selera masyarakat Timur yang mempunyai ciri khas tersendiri dalam tenunannya. Walaupun harga tenunan impor lebih murah, akan tetapi tetap saja tidak disukai oleh kebanyakan masyarakat Turki Utsmani di wilayah-wilayah seperti Iraq, Syria dan Anatolia; terutama mereka yang berdomisili di pedesaan. Pabrik-pabrik cabang yang didirikan oleh Inggris di Aleppo tidak dapat bersaing dengan kain wool buatan lokal yang dipakai di Anatolia dan Semenanjung Arabia. Tenunan wool Turki Utsmani jauh lebih disenangi dari tenunan katun yang berasal dari Inggris atau pabrik-pabrik kain katun milik Inggris yang didirikan di wilayah Turki Utsmani.

Adapun tentang ketahanan pangan, Turki Utsmani juga masih dapat bertahan terhadap Westernisasi dalam ekonomi pertanian. Caranya, Turki Utsmani memberikan batas bagi intervensi asing terhadap sawah ladangnya terutama ladang-ladang gandum yang berada di wilayah-wilayah sentra produksi. Lagi pula, industri pangan tidak begitu berkembang di Turki

169 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Utsmani karena kecenderungan tanah yang dapat menerima keragaman hayati pada tanaman. Sehingga, usaha untuk menanam tanaman industri tidak berjalan dengan mulus. Karena itu, Tanaman yang diekspor ke luar negeri tetap saja tanaman yang beragam (Quataert, 1995).

Komoditi ekspor lainnya juga beragam (Pamuk, 2003). Kepemilikan tanah dalam skala menengah ke bawah yang tetap dimiliki oleh pribadi- pribadi, lebih menguntungkan terhadap pemungutan pajak. Hal ini bertentangan dengan kemaslahatan asing yang mengeksploitasi properti yang sangat banyak (Pamuk, n.d.). Pengelolaan secara majemuk akan mempersulit investor karena kondisi tanah di wilayah Turki Utsmani mempunyai keragaman dan tingkat kesuburan yang berbeda-beda pula (Quataert, 1995). Dan pada akhir masa, negara ini telah mencapai keseimbangan dalam ekspor impor biji-bijian termasuk gandum (Pamuk, 1999).

Pada masa kolonialisme, berbagai negara hanya dapat menanam tanaman yang dibutuhkan oleh industri saja (Quataert, 2002). Karena itu, tidak heran jika negara seperti Mesir telah menjadi “keranjang roti” yang sangat besar bagi Eropa, padahal sebelumnya ia merupakan tempat lumbung gandum dan penyimpanan roti bagi beberapa imperium selama ribuan tahun (Quataert, 1994). Inggris misalnya, yang menjajah Mesir, telah melakukan ekstensifikasi lahan katun yang ternyata di belakangan hari meninggalkan masalah, yaitu pada abad ke 20 (The Monetary Pattern of Sixteenth-Century Coinage, ”Transactions of the Royal Historical Society”, n.d.). Ekstensifikasi tersebut yang kemudian menjadikan Inggris memaksa Mesir untuk produksi tanaman sejenis (tanaman industri) saja yaitu katun. Akibatnya, Mesir kehilangan kendali atas perekonomiannya (Imlah, 2011).

170 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Dalam jangka panjang, masalah yang timbul adalah menyangkut ketaha- nan pangan. Mesir menjadi bergantung secara penuh kepada Amerika Serikat dalam masalah gandum. Kondisi yang sama juga dialami oleh Palestina yang sebelum Perang Dunia I merupakan negara pengekspor gandum ke Turki, Mesir dan negara-negara Eropa dengan kualitas gandum sebagai salah satu yang terbaik di dunia. Setelah masa pendudukan Inggris, Palestina diubah menjadi perkebunan jeruk di samping menjadi daerah pengimpor gandum dan tepung gandum (Geyikdagi, 2011). Akibatnya tanah-tanah di Palestina menjadi tidak stabil setelah diberi pupuk-pupuk kimia.

Data statistik tahun 2009 menunjukkan ketergantungan pangan terus terjadi di negara-negara separatis yang telah mengimpor lebih dari setengah kebutuhannya, seperti gandum, minyak nabati, gula, kacang-kacangan dan susu (Syrett, 2014). Untuk memenuhi kebutuhan pangan, negeri-negeri Arab telah mengeluarkan dana lebih dari 27 milyar dolar, meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun 2000 (Carl, 2013). Artinya peningkatan harga minyak oleh negara-negara penghasil minyak di Timur Tengah akan berakibat kepada peningkatan harga komoditi pangan impor oleh negara-negara Barat (Ibrahim, 2005). Dengan demikian, negara Arab dikuasai dengan senjata pangan yang dikatakan oleh Earl Butz sebagai Food as Weapon (Solet, 2007), dan tidak lagi

bisa menggunakan minyak untuk memperbaiki dan menyelesaikan permasalahan internal mereka. Kondisi ini mengindikasikan tingkat keparahan krisis di negara-negara separatis yang telah kehilangan ketahanan pangannya (Imlah, 2011).

5. Perjuangan Keuangan

Pada tahun 1875 Turki Utsmani mengumumkan kebangkrutan negara akibat ketidakmampuan membayar hutang. Ironisnya, tak lama setelah itu negara tersebut berperang melawan Rusia (1877-1878) sehingga beban

171 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani hutangnya semakin berat. Untunglah kemudian Sultan Hamid II berhasil memanfaatkan pertikaian yang terjadi antara negara-negara besar pada konferensi Berlin tahun 1878 dengan mengusulkan penggabungan dan penurunan nilai hutang tersebut. Argumen Sultan, apabila hal ini tidak dilakukan maka yang terjadi adalah bencana keuangan di Eropa, dan seluruh negara donor tidak lagi mendapatkan piutang dan saham serta obligasi, yang bunganya telah mereka nikmati selama puluhan tahun (Shaw, 1976). Secara keseluruhan, penghapusan ini telah membawa keuntungan yang besar. Hanya di beberapa wilayah Turki Utsmani yang terkena dampak negatifnya, yaitu wilayah-wilayah berada di bawah kendali Inggris secara langsung, yang mereka sendiri sebenarnya ingin memisahkan diri dari Turki Utsmani, seperti Mesir. Pemerintahan Mesir ketika itu dikendalikan langsung oleh Earl of Cromer yang sebelumnya hanya merupakan wakil Inggris untuk wilayah Syam (Syira).

Hasil yang berbeda dapat dilihat dari wilayah-wilayah yang tetap dalam kesatuan wilayah Turki Utsmani dengan wilayah separatis yang bekerja di bawah prinsip dan sistim diktator sejak tahun 1883-1907. Argumentasi terebut membuat negara kreditur serta para investor asing menerima hasil yang tidak sebesar yang mereka bayangkan. Nilai hutang luar negeri beserta obligasi Turki berkurang menjadi 15%, sedangkan hutang sebelumnya telah berkurang menjadi 50%. Kaisar Rusia mencoba memanfaatkan kesempatan ketika Sultan Turki meminta pengurangan penggantian kerugian perang. Caranya adalah dengan kompensasi Turki Utsmani harus mendukung kebijakan luar negeri Rusia. Akan tetapi, Sultan dengan tegas menolak menjual pendirian dan kemaslahatan rakyatnya dan lebih memilih untuk membayar kerugian perang kepada Rusia selama seratus tahun, yang kemudian dituangkan dalam kesepakatan antar kepala negara. Dengan demikian, negara Turki Utsmani berjuang untuk mengurangi dampak kebijakan negara-negara donor dalam

172 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

melakukan intervensi terhadap kebijakan pemerintah Turki Utsmani dalam pembayaran hutang melalui eksploitasi sumber daya alam (Shaw, 1976).

Hal tersebut di atas berbeda jauh dengan yang terjadi di wilayah otonom Mesir, yang sebenarnya ia telah melepaskan diri dari Turki Utsmani. Mesir yang telah dikuasai oleh para pemilik piutang, terutama pada masa Khidewi Ismail, harus merasakan penggunaan jasa penagihan hutang oleh Inggris yang turun langsung ke lapangan. Mereka menyiksa para petani Mesir walaupun pada waktu itu (1878) terjadi musim paceklik di Said yang mengakibatkan puluhan ribu penduduk meninggal dunia. Para kreditur tetap ingin menagih hutang tepat waktu dengan alasan apa yang menimpa para petani tersebut bukanlah disebabkan oleh para kreditur asing tersebut. Meskipun Inggris dikenal sebagai bangsa yang beradab, namun mereka biadab dalam hal menagih hutang (Vlami, 1992).

Sir Julian Goldsmith, dalam Majalah Times pada tahun 23 Agustus 1889, menyatakan karena Khidewi Ismail pada akhirnya meniru cara Sultan Abdul Hamid dalam menghadapi para kreditur dalam menghapuskan sebagian hutangnya agar ia terhindar pula dari pembayaran hutang yang sangat berat. Kebijakan tersebut yang membuat Khidewi Ismail tetap duduk di singgasana dan rakyat Mesir bisa bahagia di tengah keadaan yang menimpanya (Solet, 2007).

6. Perjuangan Menghadapi Investor

Para investor jelas memiliki program khusus ketika mereka menanamkan modal. Mereka membuat struktur ekonomi semu untuk mengelabui informasi yang hakiki dan membuat struktur perekonomian sebuah wilayah menjadi bagian dari perekonomian yang bergantung kepada negara Barat yang menjajahnya. Tapi dalam praktik di Turki Utsmani, tidak

173 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani semua program tersebut berjalan dengan mulus. Hal tersebut dikarenakan banyak terjadi pergulatan di lapangan berkaitan dengan implementasi berbagai program tersebut, terutama yang bertentangan dengan kebijakan dan kemaslahatan pemerintah Turki Utsmani (Kramer, 1999).

Pergulatan tersebut dapat dilihat dalam upaya keras yang dilakukan oleh Inggris untuk menghentikan proyek jalur kereta api Turki Utsmani terutama jalur Hijaz yang dibangun dengan modal umat Islam di seluruh dunia (Kramer, 1999). Begitu juga dengan jalur Baghdad yang dibangun dengan modal Jerman, walaupun Jerman tidak banyak turut campur (pemaksaan) dalam kebijakan proyek ini (Inalcik, 2000). Turki Utsmani juga kadang membatalkan proyek yang telah dilaksanakan oleh investor karena tidak sesuai dengan perjanjian sebelumnya, walaupun konsul-konsul mereka berusaha menekan pemerintah Turki Utsmani. Cara lain yang dilakukan oleh pemerintah Turki Utsmani adalah membangun proyek tandingan sebagaimana yang dilakukan pada proyek jalur kereta api ke Haifa-Damaskus oleh Inggris dan jalur kereta api Beirut–Damaskus yang dilaksanakan oleh Perancis. Ketika proyek-proyek ini tidak sesuai dengan perencanaan sebelumnya maka Turki Utsmani mem- bangun jalur tandingan yaitu jalur Hijaz-Istanbul yang kemudian mengurangi keuntungan proyek Perancis.

Dengan demikian, proyek investasi Barat belum dapat sepenuhnya menguasai perekonomian Turki Utsmani, bahkan hanya 10% saja hasil yang dapat diwujudkan dari investasi tersebut (Geyikdagi, 2011). Ibrahim Isawi mengatakan (Ülgener, 2000) “Meningkatnya investasi lokal dibandingkan dengan investasi luar negeri menandakan berdaulatnya sebuah negara”.

174 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

7. Perjuangan Terhadap Aset Tak Bergerak (Property)

Pada tahun 1858, hukum agraria yang baru telah mengatur bahwa kepemilikan tanah masyarakat diubah menjadi kepemilikan dalam skala besar yang dimiliki oleh kelompok kecil. Namun ternyata kepemilikan tanah dalam skala kecil dan skala menengah tetap saja berlaku di tiap-tiap wilayah Turki Utsmani. Penyatuan kepemilikan dalam skala besar tersebut ternyata sukar diwujudkan karena kebijakan pemerintah pada praktiknya tidak mendukung hal tersebut. Hal ini berlangsung dari abad ke-19 sampai permulaan abad ke- 20. Munculnya kepemilikan dalam skala besar yang dimiliki oleh kelompok kecil merupakan salah satu ciri-ciri Westernisasi (Jadallah, 1953). Ini pulalah yang terjadi pada masa kemandatan Inggris terhadap Palestina sebelum Yahudi mulai membanjiri wilayah tersebut (Inalcik, 1970).

Para sejarawan yang kebarat-baratan mengatakan sistim pertanahan di Turki Utsmani adalah sistim feodal (Fauzi, 1981). Walaupun demikian, feoda- lisme yang ada di Turki Utsmani berbeda dengan sistim feodal yang ada di Eropa (Lauren, 2001). Bentuk feodalisme Barat adalah suatu bentuk perbuda- kan, antara tuan tanah dan para budak, yang penuh dengan kezaliman. Penganalogian bentuk feodalisme tersebut di media massa dan film dengan bangsawan yang mempunyai gelar Pasya adalah bentuk pemalsuan dan pencemaran sejarah Turki Utsmani.

Walaupun orang asing diperbolehkan memiliki aset tak bergerak seperti tanah dan rumah sesuai dengan titah Sultan yang dinamakan al-Hamayun tahun 1856 dan undang-undang tahun 1867, akan tetapi kepemilikan yang didapatkan tidak dalam skala besar. Keinginan para investor asing untuk memiliki tanah dalam jumlah yang besar terkendala benturan dengan para penduduk, serta para pegawai pencatat tanah yang tidak bersahabat, dan sulitnya para investor untuk mendapatkan buruh tani dalam skala besar. Di

175 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani tambah lagi, pengadilan Turki Utsmani juga menentang pihak asing untuk memiliki lahan-lahan yang luas walau para konsul negara asing tidak pernah bosan untuk mengadukan perkara-perkara tersebut kepada mahkamah tinggi di Istanbul (Jadallah, 1953).

Berkaitan dengan kepemilikan tanah untuk orang asing tersebut, Quataert mengatakan bahwa memiliki tanah di wilayah Turki Utsmani bukanlah urusan yang mudah karena akan mendapatkan perlawanan dari masyarakat (Quataert, 2002). Perlawanan masyarakat Utsmaniyah telah membatalkan rencana pembangunan kediaman serta perluasan lahan-lahan pertanian oleh bangsa Eropa. Walaupun kondisi jumlah penduduk Turki Utsmani yang masih sedikit dan berpotensi menjadi solusi masalah demografi bagi negara Eropa —hal yang membuat Inggris, Perancis, dan Amerika Serikat berusaha keras untuk mendapatkan hak tersebut— akan tetapi Turki Utsmani menolak untuk menerima mereka semua. Sebab, mereka adalah para pembantai muslimin sepanjang sejarah (Abu Bakar, 2003).

8. Perjuangan Terhadap Industri

a. Industri Tradisional

Pada umumnya industrialisasi di Turki Utsmani tidak jauh berbeda dengan yang berlaku di Eropa. Di Turki, pekerjaan tersebut dilakukan oleh militer dan masyarakat sipil dengan kualitas yang sangat baik. Hasil industri tersebut diekspor ke Eropa sampai pada abad ke-19 (yildiz, 2004). Memang setelah terjadi revolusi industri di Eropa maka ekspor Turki Utsmani menjadi berkurang drastis, akan tetapi saat itu Turki mampu membangun pabrik- pabrik, tepatnya pada pertengahan abad ke-19. Dengannya, ia terlepas dari dampak buruk perjanjian pasar bebas yang ditandatangani pada tahun 1838. Quataert mengatakan bahwa dalam situasi Turki yang sulit ini, walaupun usaha

176 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

industrialisasi tidak sepenuhnya mengalami kegagalan akan tetapi produk tertentu Turki justru mencapai puncaknya pada awal abad ke 20 (Jadallah, 1953).

Berkaitan dengan industri mesin, seperti Barat, Turki telah melakukan pembaharuan industri tenunan yang selama ini telah menjadi komoditi ekspor yang utama (Quataert, 2002). Sevket Pamuk (S. Pamuk, 1999) mengatakan, ”Industri tenun dan tekstil Utsmani telah mengalami kemajuan pesat pada tahun 1988-1914 dan telah berperan dalam menutupi kebutuhan pasar internasional. Lebih jauh lagi, kerajinan tradisonal juga mengalami perkem- bangan yang cukup signifikan (Quataert, 2002).” Industri tenun di Suriah juga mengalami pembaharuan yang cukup berarti dan telah dapat bersaing dengan produk-produk tenun asing, terutama yang berasal dari Inggris. Ditambah lagi, mesin-mesin tenun Eropa tidak dapat meniru tekstil dari Turki yang terbuat dari sutra, benang emas dan perak, di samping corak-corak lokal lebih disukai oleh orang-orang Timur. Penduduk lokal terus berusaha untuk mengembang- kan kemampuan mesin-mesin tenun mereka sesuai dengan kebutuhan corak dan jenis kain yang mereka miliki (Quataert, 2002).

b. Industri Modern

Pusat Industri adalah Istanbul, Adhena dan Bursa di Anatolia, Salonika di provinsi Turki di Eropa, Beirut, Jabal Lebanon, Damaskus, dan Aleppo yang merupakan propinsi Turki di Arab (I. Donal Quataert Halil, 1994). Walaupun Turki Utsmani telah mengalami kelemahan secara menyeluruh pada akhir hayatnya, akan tetapi tetap saja riset berjalan dan menemukan sebuah penemuan baru agar tidak semata-mata menjadi negara konsumtif yang tergantung secara penuh kepada Eropa Barat.

177 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Pada pertengahan abad ke- 20 mulai bermunculan kompleks perin- dustrian di Istanbul, seperti industri mesin, pencairan logam dan metalurgi, mesin tenun, percetakan, galangan kapal, dan pabrik mesiu. Lokasi kompleks industri tersebut terus meluas dan melewati batas kota (Quataert, 2002). Pada tahun 1868, Turki telah berhasil memproduksi telegraf yang bekerja lebih baik, terutama di wilayah Utsmani (Piri Reis, 1988). Bahkan lebih dari itu, Turki Utsmani telah melakukan riset dalam pembuatan kapal selam yang juga diidamkan oleh Eropa Barat (Hagar, 1976). Pembangunan hanggar juga dilakukan dalam sebuah usaha untuk memproduksi pesawat terbang.

Jika saja Barat dan Rusia tidak berusaha keras untuk menghambat jalannya perkembangan dan kemajuan Turki Utsmani ketika itu, maka kondisi saat ini bisa jadi akan sangat berbeda. Sayangnya, Eropa Barat -- melalui kapitulasinya – telah menghambat Turki Utsmani dari berbagai macam aspek, baik itu ekonomi, politik, sosial dan budaya.

Setelah umat Islam menjadi lemah pada masa Turki Utsmani, Barat menggunakan slogan reformasi di Turki bagaikan Belanda menggunakan politik Etika (Dutch Ethical Policy) di Indonesia. Slogan ini kemudian dijadikan sebagai alasan untuk melakukan campur tangan urusan dalam negeri negara yang akan dieksploitasi. Mereka mulai dengan membuat negara tersebut secara perlahan semakin tergantung kepada Barat sampai perekono- mian negara tersebut pada akhirnya menjadi alat penopang perekonomian negara-negara maju. Eksploitasi ekonomi tersebut juga ditunjang oleh kebija- kan standar ganda Barat yang membedakan antara negara mereka dan negara koloni yang menjadi penghasil bahan baku bagi negara mereka. Kebijakan tersebut membuat pihak pribumi yang pro-Barat menghadapi pilihan yang sulit, yaitu tunduk kepada seluruh prinsip dan perintah Barat dan menerima standar ganda, yaitu seperti perlakuan tuan kepada budaknya. Kondisi ini yang

178 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

kemudian membuat kelompok modernis menyatakan perang atas ketamakan Barat sebagaimana yang dilakukan oleh Kelompok Ittihad ve Terakki Cemiyeti pada masa Perang Dunia I (1914-1918).

Dari paparan di atas, Umat Islam di bawah naungan Turki Utsmani ternyata tidak menyerah pasrah begitu saja atas segala upaya Barat dalam menaklukkan negara mereka. Mereka terus melakukan perjuangan untuk dapat lepas dari segala ketergantungan kepada Barat, terutama ketergantungan ekonomi dan perdagangan luar negeri. Walaupun dalam keadaan lemah seperti itu, perjuangan demi perjuangan tetap dilakukan agar tidak terjatuh kepada kelumpuhan total dan ketergantungan total kepada Barat dalam segala bidang.

G. INDONESIA DAN REFLEKSI ATAS TURKI UTSMANI ABAD 19-20 M

1. Kolonialisme dan Ideologi Pembangunan Pasca Kemerdekaan

Setiap negara yang telah dijajah oleh kekuatan asing –biasanya penjajah ini datang dari negara-negara maju (Barat)—selalu melalui berbagai rintangan dalam menentukan ideologi pembangunannya setelah kemerdekaan berhasil tercapai. Padahal menentukan ideologi yang akan menjadi cetak biru proses pembangunan bangsa itu sangat penting. Sebab, hanya dengan ideologi terse- but suatu negara akan dapat berkembang sesuai dengan aspirasi kemerdekaan (Karim, 1998).

Masalah-masalah yang dihadapi dalam mencari bentuk ideologi yang tepat akan selalu menghasilkan dilema. Sebab, selama era kolonisasi orang- orang di negara jajahan tidak memiliki kesempatan yang tepat untuk membahas hal yang sangat penting tersebut. Jarak sosial antara penjajah dan orang-orang yang dijajah jauh membentang. Ini menyebabkan orang-orang di

179 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani negara terjajah hidup dalam tradisi lokal yang penuh mitos tentang supremasi dan kekebalan para pemimpin lokal feodal. Struktur sosial ini adalah hasil dari bentukan penjajah di negara yang dijadikan koloni.

Perihal pembentukan raja lokal misalnya, hal ini pada kenyataannya sering dikaitkan dengan kepentingan untuk mempertahankan posisi penjajah. Dengan berbagai strategi yang direncanakan, para penjajah melegitimasi keberadaan raja-raja lokal yang mendukung kepentingan mereka. Berbagai bentuk tradisi dan sistim nilai yang dikembangkan oleh raja dan sultan menjadi standar nilai bagi kehidupan masyarakat. Orang-orang pun melihat bahwa sistim nilai yang dikembangkan oleh penguasa lokal adalah sebagai standar nilai umum untuk kehidupan sehari-hari mereka. Sistim nilai yang merupakan bagian dari kehidupan masyarakat adalah salah satu alternatif untuk dipilih dalam menentukan ideologi negara masa depan. Namun, keunggulan dalam berbagai aspek kehidupan yang ditunjukkan oleh penjajah juga memberikan pilihan lain dalam menentukan ideologi negara. Dilema ini kemudian menjadi wacana yang relatif populer, baik sebelum maupun sesudah kemerdekaan.

Bab ini berupaya mendeskripsikan bagaimana pengaruh kolonialisme dalam perjalanan negara eks-kolonialis pasca kemerdekaannya, khususnya di Indonesia, dengan merefleksikan kondisi yang kurang lebih sama dengan yang pernah dialami oleh Turki Utsmani di penghujung 19-20 M.

2. Kebijakan Ekonomi Masa Penjajahan

Untuk membantu pemerintahan Belanda dalam mengelola berbagai kegiatan sosial ekonomi masyarakat terjajah, beberapa pemuda Indonesia yang berprestasi diberi kesempatan untuk belajar, di Indonesia bahkan di Belanda. Para sarjana ini kemudian kembali ke Indonesia untuk bekerja melayani kepentingan Belanda atau bekerja di sektor swasta. Berbekal pengetahuan

180 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

yang cukup, para sarjana ini mulai memahami pentingnya kemerdekaan bagi suatu bangsa. Kesempatan yang diberikan kepada masyarakat pribumi oleh penjajah untuk menerima pendidikan rupanya telah membuka mata mereka tentang perlunya memperjuangkan kemerdekaan (Mansur, 1998).

Beberapa dari mereka terlibat dalam pembahasan wacana tentang orientasi nilai atau ideologi yang mesti digunakan sebagai fondasi pemba- ngunan bangsa. Wacana ini diungkapkan misalnya dalam tulisan para sarjana ini sebelum kemerdekaan diperoleh pada tahun 1945.

Sutan Takdir Alisyahbana, salah satu cendekiawan Indonesia pada masa itu, menyatakan dalam tulisannya bahwa nilai-nilai budaya Barat yang condong ke intelektualisme, materialisme, dinamisme, dan individualisme harus menjadi model bagi orientasi nilai budaya Indonesia. Hanya dengan mengikuti pola budaya itu, Indonesia bisa menjadi negara maju seperti negara- negara Barat. Juga, dengan orientasi nilai Barat itu orientasi nilai-nilai budaya Indonesia yang cenderung statis, feodal, dan terikat oleh tradisi lama dapat diubah. Menjadikan nilai Barat sebagai kiblat, beliau anggap sebagai satu- satunya cara bagi Indonesia untuk mengejar dunia Barat.

Namun, Sanusi Pane dan beberapa sarjana lain tidak setuju dengan apa yang telah diungkapkan oleh Sutan Takdir Alisyahbana. Mereka menganggap nilai-nilai budaya Barat tidak pantas untuk diterapkan di negara-negara Timur, termasuk Indonesia. Menurut mereka, sistim nilai yang sudah lama dimiliki oleh orang Indonesia dapat digunakan sebagai fondasi untuk perbaikan Indonesia. Budaya Indonesia yang menempatkan solidaritas sosial dan spiritualisme di atas semuanya adalah kekuatan penting yang dapat digunakan sebagai landasan untuk orientasi nilai-nilai budaya bangsa. Kemajuan yang pernah dicapai oleh negara-negara Timur, seperti India dan Cina, serta

181 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Indonesia di era kejayaan Kerajaan adalah alasan kelompok ini untuk tidak setuju dengan gagasan Sutan Takdir Alisyahbana.

Kedua kubu di atas bertahan atas pendapat masing-masing dan mencoba membelanya dengan argumen yang menunjukkan superioritas Barat dan Timur. Namun, dapat dikatakan bahwa wacana yang dikompilasi dalam buku “Polemik Kebudayaan” yang diedit oleh Achdiat K. Mihardja (1977) tidak secara mendalam membahas konsep modernisasi, meskipun wacana itu sebenarnya terkait dengan proses modernisasi yang juga datang dari Barat (Ahmad Mansur, 1998).

Perlakuan yang sangat tidak adil dari penjajah telah menciptakan pandangan yang sangat negatif dari kalangan orang Indonesia terhadap dunia Barat yang diwakili oleh Belanda, terutama dalam kaitannya dengan kebijakan politik dan ekonomi Belanda terhadap Indonesia.

Selama awal kemerdekaan, pandangan negatif terhadap Belanda ini bahkan lebih kuat. Hal ini disebabkan oleh keengganan Belanda untuk menyetujui serah terima Irian Barat ke Republik Indonesia yang baru merdeka (Irian Barat adalah bagian dari wilayah Hindia Timur Belanda). Maka untuk melawan dominasi Barat, konferensi Asia-Afrika berskala besar pertama, yang juga disebut Konferensi Bandung, diadakan pada tanggal 18 hingga 24 April 1955 di Bandung, Indonesia. Dihadiri oleh negara-negara merdeka baru di Asia dan Afrika dan diorganisir oleh Indonesia, India, Burma, Pakistan, Sri Lanka dan Mesir. Dua puluh sembilan negara yang mewakili lebih dari separuh penduduk dunia mengirim delegasi. Soekarno menamai grup ini NEFOS (New Emerging Forces). Konsensus utama konferensi ini adalah bahwa kolonialisme dalam semua manifestasinya adalah dikutuk. Secara implisit, konferensi ini telah menyensor Barat serta Uni Soviet. Dengan kekuatan politik itu, Soekarno

182 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

mulai menjauhkan diri dari Blok Barat dan menjadi lebih dekat dengan Blok Timur. Pada akhirnya dia memilih untuk menjalin hubungan dekat dengan Republik Rakyat Tiongkok.

Di bawah kepemimpinan Soekarno, perasaan antipati terhadap Belanda menghasilkan penciptaan kebijakan nasionalisasi yang sangat mempengaruhi setiap perusahaan milik Belanda di Indonesia, termasuk perkebunan besar di Sumatera Timur pada tahun 1957. Ini kemudian diikuti oleh nasionalisasi perusahaan asing lainnya seperti milik Inggris. Nasionalisasi perusahaan asing ini dimaksudkan untuk memperkuat ekonomi Indonesia karena dengan kontrol negara terhadap perusahaan asing, ekonomi negara dapat dikembangkan lebih lanjut (Noer, 1988).

Sayangnya, rencana itu tidak berjalan dengan baik, terutama disebabkan karena hampir tidak ada masyarakat adat yang memahami sistim manajemen perusahaan asing. Di perusahaan-perusahaan perkebunan selama penjajahan Belanda, misalnya, tidak ada orang pribumi yang bekerja di tingkat manajer perkebunan. Posisi tertinggi yang dimiliki orang pribumi hanyalah sebagai mandor. Akibatnya, tidak ada orang Indonesia yang mampu mengelola perusahaan dengan baik. Oleh karena itu, dapat dimengerti bahwa nasionali- sasi perusahaan asing tidak menguntungkan dalam mengembangkan ekonomi Indonesia.

Kegagalan kebijakan ekonomi politik ini menghasilkan antipati yang lebih kuat di kalangan orang-orang Indonesia terhadap Belanda dan Barat. Sikap ini juga merupakan alasan politik di balik keputusan Indonesia saat itu untuk mengundurkan diri dari Perserikatan Bangsa-Bangsa. Menariknya, keputusan politik ini juga mempengaruhi kebijakan politik dan budaya pemerintahan Soekarno. Segala sesuatu yang memiliki pengaruh Barat

183 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani dianggap tidak pantas untuk diadopsi, termasuk pandangan politik atau budaya populer, seperti musik, pakaian, dan tarian. Upaya melestarikan karakter nasional Indonesia selalu ditekankan sebagai bentuk perlawanan terhadap hegemoni Barat. Dapat dimengerti bahwa penerapan kebijakan politik menjadi tampak dibesar-besarkan. The Koes Bersaudara, sebuah grup musik, dipenjara karena mereka memainkan musik yang mirip dengan musik The Beatles. Grup musik populer ini dikirim ke penjara pada tanggal 29 Juni 1965, dan dirilis pada 30 September 1965. Tarian ala Barat juga dilarang dan diganti dengan tari sosial yang dianggap mencerminkan karakter Indonesia, seperti Serampang Dua Belas tarian Melayu asal dari Timur. Orang-orang Indonesia yang memiliki nama-nama Barat, terutama nama-nama Belanda, seperti Mince, Tience atau Lince, dipaksa untuk mengganti nama mereka dengan nama-nama Indonesia.

Selama pemerintahan Soekarno yang berlangsung hingga 1966, apa pun yang dianggap dipengaruhi oleh budaya Barat benar-benar dihilangkan dari kehidupan orang Indonesia. Dengan mottonya “Kembali kepada Kepribadian Bangsa”, pemerintah Indonesia mencoba menemukan sistim nilainya sendiri. Bahasa Belanda tidak lagi diajarkan di sekolah-sekolah, meskipun bahasa Inggris masih diperbolehkan. Oleh karena itu, tidak ada generasi muda Indonesia yang mampu membaca buku dan dokumen yang ditulis dalam bahasa Belanda. Ini ironis karena pemahaman bahasa Belanda diperlukan jika seseorang ingin melakukan penelitian tentang peristiwa sejarah di Indonesia sebelum kemerdekaan, karena banyak dokumen dari era itu ditulis dalam bahasa Belanda tersebut (Nugroho, 2008).

Hal ini berbanding terbalik dengan kebijakan Tanzimat Daulah Utsmaniyah yang terlalu ke Barat-Baratan dalam hal budaya sehingga pemba- haruan di bidang ekonomi dan teknologi menjadi terlupakan. Westernisasi

184 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

menyebabkan Daulah Utsmaniyah sangat bergantung pada Eropa dalam hutang luar negeri dan alih teknologi. Selain itu, kebijakan tersebut juga menggeser tradisi dan budaya yang ada di dalam Daulah Utsmaniyah terutama yang berada di wilayah Eropa dan Anatolia. Pada masa sultan Mahmud, misalnya, para pejabat dianjurkan untuk mengganti pakaian tradisional dengan pakaian ala Barat.

3. Kebijakan Orde Baru

Setelah Soekarno menyerahkan tahtanya kepada Soeharto pada tahun 1966, gerakan anti-Barat yang dipromosikan oleh Soekarno tidak dipakai lagi. Krisis politik dan ekonomi yang menimpa Indonesia diatasi Soeharto dengan mengarahkan negara lebih dekat ke dunia Barat. Banyak jenis bantuan mengalir dari dunia Barat untuk pengembangan ekonomi Indonesia. Bank Dunia dan beberapa lembaga keuangan internasional lainnya mulai menyedia- kan pinjaman keuangan, baik untuk membiayai infrastruktur ekonomi maupun untuk meningkatkan sumber daya manusia Indonesia. Pada waktu itu, ada ribuan mahasiswa Indonesia yang menerima pendidikan di AS, Australia, atau negara-negara Eropa. Program yang mengirim mahasiswa Indonesia ke negara-negara Komunis yang amat signifikan di era Soekarno, segera dihenti- kan. Semua kebijakan pemerintah berorientasi pada dunia Barat (Notosusanto, 1992).

Selama era Soeharto, wacana modernisasi yang sebenarnya terjadi di dalam masyarakat. Modernisasi adalah upaya untuk mengubah masyarakat tradisional menjadi masyarakat yang dapat memperoleh tingkat pertumbuhan ekonomi yang memadai, memiliki teknologi yang maju dan organisasi sosial yang baik. Ini menjadi wacana yang sangat populer di antara para sarjana dan politisi. Namun, tidak dapat dihindari bahwa wacana modernisasi ini terkait erat dengan wacana 'Barat'. Konsep modernisasi Barat yang berakar di dunia

185 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Barat sering dibandingkan atau dikaitkan dengan budaya Barat itu sendiri. Akibatnya, konsep modernisasi tidak dapat dipisahkan dari sistim nilai Barat, kisah tentang Fiksi dan Fakta pasar bebas pun terus berlanjut dalam perjalanan gagasan pasar bebas.

Sebenarnya semenjak tahun 1990-an, para pengusung gagasan pasar bebas sudah menyadari efek dari penerapan kapitalisme pasar bebas yang memunculkan pemiskinan massal di banyak negara. Memahami kondisi demikian, mereka menyadari pentingnya memoles wajah cantik desain pasar bebas agar dapat diterima sebagai konsensus di masyarakat. Era ini kemudian memunculkan narasi indah tentang good governance, yang mengisahkan hubungan harmonis antara negara, pasar dan masyarakat sipil di era free market democracy. Lebih indah dari era sebelumnya, menurut pendukung good governance, pendekatan neo-institusionalis yang mendirikan tiang pancang institusional yang baik di tiga level itu (yakni negara, pasar dan masyarakat sipil) akan menghadirkan kisah bahagia tentang asimilasi demokrasi dan pasar bebas yang membentuk pemerintahan bersih dan masyarakat yang adil dan makmur.

Namun demikian, lagi-lagi desain good governance sebagai bentuk mutakhir dari desain neoliberalisme/pasar bebas di banyak tempat hanya men- jadi fiksi indah dan bahkan memunculkan fakta ekonomi politik primitif. Di Indonesia, pertemuan antara kapitalisme dan demokrasi pada era pasca otoritarianisme menimbulkan realitas proses transmutasi praktik neolibera- lisme di lingkungan politik yang koruptif. Terminologi transmutasi di sini merujuk pada istilah dalam ilmu kimia untuk menjelaskan perubahan sebuah entitas menjadi suatu entitas baru melalui proses persenyawaan kimiawi. Dalam konteks neoliberalisme, proses transmutasi praktik neoliberalisme terjadi bukan disebabkan oleh benturan dialektik antara kekuatan pro-pasar dan

186 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

kekuatan populis anti-pasar (Noer, 1988).

Diakui bahwa keberhasilan program pembangunan pro-Barat selama

periode Soeharto meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, hanya sedikit orang yang benar-benar dapat menikmatinya, yaitu para elit Indonesia saja. Mayoritas orang masih terjebak dalam kemiskinan. Modernisasi yang dimotori oleh Soeharto telah mengubah bangsa Indonesia dari negara tertutup ketika berada di era Soekarno menjadi negara terbuka. Dan dalam waktu yang relatif singkat, produk dari dunia Barat masuk ke Indonesia.

4. Kebijakan Ekonomi Pasca Soeharto

Setelah periode Soeharto, pemerintahan pasca Soeharto juga memilih kebijakan yang membuka Indonesia ke dunia luar. Kemajuan teknologi dan komunikasi dari luar menjadikan Indonesia sebagai pasar untuk produk- produk Barat. Gaya hidup dan budaya populer dari Barat, terutama AS, diadopsi banyak orang di Indonesia. Memiliki kulit putih, misalnya, yang merupakan salah satu simbol orang Barat, menjadi impian bagi banyak pria dan wanita muda. Dan karena itu, banyak produk pemutih kulit ditawarkan dengan janji dapat mengubah warna kulit dalam beberapa minggu saja.

Proses globalisasi telah membawa gagasan baru bagi Indonesia, termasuk gagasan tentang demokrasi dan hak asasi manusia. Namun, ketika ide-ide tersebut diterapkan di masyarakat Indonesia, berbagai masalah terjadi. Kondisi ini terutama disebabkan karena ide baru yang dibawa dari Barat seringkali bertentangan dengan budaya lokal. Misalnya, pelaksanaan demokrasi dalam pemilihan Kepala Daerah tidak sesuai dengan nilai-nilai lokal yang menekankan feodalisme dan telah lama mengakar dalam kehidupan masyarakat.

187 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Seiring dengan transformasi dalam politik, ekonomi, dan sistim sosial yang dibawa oleh nilai-nilai modernisasi yang berbeda dari Barat melalui proses globalisasi, suatu jenis oposisi budaya tertentu muncul. Orang-orang dalam aliran ini menciptakan model kehidupan lokal yang dianggap sesuai dengan agama yang mereka anut. Dan dari sekitar 85 persen penduduk Indonesia yang beragama Islam, sebagian dari mereka merupakan oposisi budaya yang menuju kepada proses globalisasi dengan menunjukkan perlawanan terhadap Barat. Mereka dalam hal ini berkaca pada keberhasilan revolusi Iran yang dilakukan oleh Imam Khomeini (Algar, 2019).

Berkaitan dengan hal tersebut, banyak institusi pendidikan Islam telah mulai memperbaiki diri dan mencoba mempengaruhi institusi pendidikan mereka untuk mendasarkan pendidikan modern pada nilai-nilai keislaman. Simbol Islam yang diekspresikan dalam pola pakaian kaum muslim (hijab) kini kembali menjadi fenomena masyarakat modern di Indonesia. Banyak bank, termasuk bank swasta, telah mulai tertarik untuk membuka sistim perbankan yang didasarkan pada Islam seperti perbankan syari’ah.

Hal yang senada juga terjadi di bidang ekonomi. Pertumbuhan yang amat pesat pada masa Soeharto membutuhkan dana yang tidak sedikit. Pada titik ini, investasi atau penanaman modal asing menjadi sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara yang menjadi tujuan investasi, khususnya Indonesia. Untuk keperluan tersebut, maka pemerintah sudah menerbitkan beberapa undang-undang yang dapat menjadi payung hukum bagi investasi di Indonesia, undang-undang yang berkaitan dengan penanaman modal adalah UU No. 25 tahun 2007.

Menurut ketentuan pasal 1 ayat 1 UU. No 25 Tahun 2007 itu, penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam

188 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

modal dalam negeri maupun asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia. Pasal ini merupakan perbaikan terhadap UU No. 6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri yang menyatakan bahwa penanaman modal dalam negeri adalah penggunaan modal dalam negeri (yang merupakan bagian dari kekayaan masyarakat Indonesia berupa hak maupun benda, baik yang dimiliki oleh Negara maupun swasta nasional atau swasta asing yang berdomisili di Indonesia yang disisihkan/disediakan guna menjalankan usaha sepanjang modal tersebut tidak diatur dalam Pasal 2 UU No. 1 Tahun 1967) bagi usaha-usaha yang mendorong pembangunan ekonomi pada umumnya.

Dalam Undang-Undang Penanaman Modal No.25 Tahun 2007 tidak dibedakan antara penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing. Oleh karena itu, undang-undang tersebut mengatur semua kegiatan penanaman modal, baik modal dalam negeri maupun modal asing. Tidak terdapat pemisahan undang-undang secara khusus, seperti halnya undang-undang penanaman modal terdahulu yang terdiri dari dua undang-undang, yaitu Undang-Undang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri.

Terlepas dari undang-undang yang mengatur dan mengikat investasi asing di Indonesia, penanaman modal atau investasi memiliki dampak positif dan juga negatif. Di antara dampak positif yang bisa didapat suatu negara terhadap adanya Investasi yang diterima adalah:

a. Pembukaan lapangan kerja bagi masyarakat.

Penanaman modal dilakukan dengan menjalankan usaha di suatu negara. Berdirinya sebuah usaha membutuhkan berbagai faktor produksi, dan tenaga

189 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani kerja merupakan salah satu faktor produksi tersebut. Dengan demikian penana- man modal dapat membuka lapangan kerja baru. Dan dalam siklus ekonomi, pembukaan lapangan kerja baru berarti memberikan kesempatan bagi masya- rakat untuk memperoleh pekerjaan. Bila masyarakat memperoleh pekerjaan, berarti terbuka kesempatan bagi masyarakat untuk memperoleh pendapatan.

b. Alih Teknologi

Penanaman modal, terutama dari luar negeri atau asing, pada umumnya dilakukan oleh negara-negara maju guna memperluas pasar mereka. Namun dibalik aksi tersebut, mereka juga melakukan alih teknologi. Hal ini juga dilakukan oleh Indonesia. Sebagai contoh, perusahaan otomotif Honda diminta membangun usaha perakitan di Indonesia. Untuk kelancaran pabrik, didatang- kanlah banyak ahli dari Jepang yang kemudian melatih dan memberikan pengetahuan tentang perakitan mobil kepada sumber daya dari Indonesia. Lambat laun, pengetahuan yang diberikan tersebut dapat dipergunakan untuk mengembangkan dunia otomotif di tanah air.

c. Peningkatan pendapatan negara dari sektor pajak.

Semakin meningkat jumlah perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia, berarti juga peningkatan dalam penerimaan pajak negara. Dan pajak ini yang akan digunakan oleh negara untuk berbagai sarana dan kebutuhan masyarakat. Contohnya, pembangunan sarana jalan raya, pasar, dan rumah sakit.

d. Memudahkan masyarakat memenuhi kebutuhan.

Dengan adanya kegiatan penanaman modal, berarti makin banyak tersedia barang pemuas kebutuhan masyarakat di pasar, sehingga masyarakat

190 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

dapat dengan lebih mudah mencukupi kebutuhan.

e. Mendorong kemajuan produsen dalam negeri.

Terjadinya kegiatan penanaman modal berarti mendorong masuknya produk luar negeri ke dalam negeri. Dengan kelebihan di bidang teknologi, produk asing dapat menjangkau segenap lapisan masyarakat dengan harga yang lebih murah dan kualitas lebih baik.

Adapun dampak negatif yang ditimbulkan dari adanya kegiatan penanaman modal, yaitu (Suryani (Editor), 2012):

f. Terbengkalainya sektor pertanian

Penanaman modal asing banyak dilakukan di sektor industri yang menyedot banyak tenaga kerja. Hal tersebut dikarenakan sektor industri menjanjikan pendapatan yang lebih baik. Akibatnya, kegiatan di sektor-sektor penunjang industri dan sektor non-industri menjadi terbengkalai dan mengalami kekurangan tenaga kerja.

g. Kerusakan lingkungan

Salah satu komponen yang muncul dalam kegiatan industri adalah pencemaran lingkungan yang dapat berupa pencemaran udara atau limbah. Limbah industri ini bila tidak dikelola dengan baik akan merusak lingkungan, seperti misalnya polusi udara, pencemaran tanah, dan pencemaran sungai. Pada gilirannya, pencemaran pada lingkungan bisa mengganggu kesehatan manusia serta kehidupan hewan dan tumbuhan. Maka dari itu perlu ditegakkan aturan yang jelas mengenai pengelolaan limbah industri tersebut.

191 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

h. Berkurangnya lahan produktif.

Dampak negatif lainnya dari perkembangan perusahaan asing di

Indonesia adalah berkurangnya lahan produktif. Areal yang dapat digunakan sebagai lahan produktif seperti untuk pertanian akan jauh berkurang karena dimanfaatkan untuk mendirikan pabrik. Kondisi ini berdampak pula pada berkurangnya tenaga kerja di bidang pertanian. Makin banyak tenaga kerja yang tersedot di sektor industri, makin berkurang tenaga kerja pertanian. Pada saat tidak ada lagi tenaga kerja di bidang pertanian, maka pemilik lahan lebih memilih mengalokasikan lahan untuk kepentingan industri.

i. Eksplorasi sumber daya alam secara berlebihan

Beberapa perusahaan asing melakukan eksplorasi sumber daya alam secara berlebihan. Akibatnya sumber daya alam di Indonesia habis atau rusak.

j. Hasil usaha lebih banyak dibawa ke negara asalnya

Dalam beberapa penanaman modal asing, keuntungan yang lebih besar diberikan kepada penanam modal. Hasil usaha penanaman modal asing banyak yang dibawa ke negara investor. Untuk itu pemerintah perlu mempertimbangkan faktor keuntungan dan kerugian secara cermat.

Diakui bahwa investasi asing merupakan kebutuhan bagi banyak negara, namun cerdas dalam memilih suatu kebijakan dan peraturan yang dapat memagari investasi asing tersebut amatlah penting. Hal ini merupakan salah satu upaya negara untuk mendapatkan manfaat yang optimal dari investasi tersebut dan meminimalisir segala dampak negatif yang ditimbulkan darinya.

192 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

5. Dampak Bank Asing di Indonesia

Kebijakan yang diambil pemerintah Indonesia di bidang perbankan terkait pembelian saham bank umum, yakni melalui PP No.29 Tahun 1999, telah mengakibatkan semakin banyaknya bank asing yang beroperasi di Indonesia. Dengan adanya peraturan pemerintah itu, kepemilikan asing di sektor perbankan Indonesia menjadi sangat dominan. Sayangnya, keberadaan bank asing di Indonesia tidak banyak memberikan kontribusi terhadap perekonomian Indonesia. Bank asing hanya mengeruk keuntungan besar dari masyarakat Indonesia untuk dibawa ke negara bersangkutan.

Dibandingkan dengan sektor-sektor industri lainnya, perbankan menempati daftar paling atas dalam hal keuntungan dan pendapatan. Masuk- nya asing ke perbankan Indonesia dilatarbelakangi oleh beberapa hal. Selain saham bank di Indonesia murah, tingkat keuntungan perbankan di Indonesia juga sangat tinggi. Misalnya net interest margin (NIM) bank-bank di Indonesia rata-rata enam persen. Bahkan Bank Danamon dan Bank Tabungan Pensiun Nasional (BTPN), NIM-nya mencapai 11% dan 14%.

Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila banyak bank asing yang membuka cabang di Indonesia. Bahkan, bank atau investor asing (termasuk Malaysia) kemudian membeli bank-bank nasional ataupun lembaga keuangan nasional lainnya. Data lembaga analisis dan publikasi data bisnis menyebutkan bahwa mayoritas kepemilikan saham sejumlah bank nasional sudah dipegang oleh asing, seperti Bank International Indonesia, (BII) 97,5 persen sahamnya dimiliki Maybank, bank terbesar dari Malaysia. Bank Niaga, yang kini menjadi Bank CIMB Niaga, 97,9 persen sahamnya dimiliki oleh CIMB Group, bank terbesar kedua Malaysia. Selain itu Bank Ekonomi, 98,94 persen sahamnya dimiliki HSBC Holdings Plc, bank terbesar ketiga dunia yang bermarkas di London. Bank NISP kini menjadi Bank OCBC NISP karena 85,06 persen

193 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani sahamnya dimiliki OCBC Bank, bank terbesar kedua Singapura. Bank Swadesi yang kini beralih nama menjadi Bank of India Indonesia, 76 persen sahamnya dimiliki Bank of India.

Kemudian, Standard Chartered Bank pun menguasai 44,5 persen saham Bank Permata. United Overseas Bank juga tidak mau ketinggalan; bank terbesar ketiga di Singapura itu menguasai 98,99 persen saham Bank UOB Indonesia. Terakhir, bank terbesar di Timur Tengah, yaitu Qatar National Bank (QNB) Group telah menguasai 69,59 persen saham Bank QNB Kesawan (Quataert, 2009).

Terdapat beberapa dampak negatif dari masuknya asing ke perbankan Indonesia. Pertama, penguasaan pasar aset oleh pihak asing akan semakin besar sejalan dengan gerak ekspansi bank-bank swasta asing yang tidak bisa dihentikan. Kedua, bank-bank yang dimiliki asing dengan cabang yang tersebar di tanah air memungkinkan masuknya pasar kredit mikro yang memberikan keuntungan besar pada mereka. Ketiga, kredit konsumsi dengan suku bunga tinggi telah menjadi pasar dominan bagi bank-bank asing. Keempat, masuknya bankir asing ke Indonesia, yang tadinya diharapkan berakibat pada terjadinya transfer teknologi dan pengetahuan, faktanya mereka mengendalikan bank-banknya untuk bermain di pasar konsumsi yang sebenarnya tidak memerlukan pengetahuan tinggi. Kelima, bank-bank swasta yang dimiliki asing dengan bankir asingnya bukan jaminan tidak melakukan praktik moral hazard. Tidak semua bank yang dimiliki asing menerapkan tata kelola perusahaan yang baik. Keenam, hampir seluruh bank swasta sudah dipimpin bankir-bankir asing. Tujuh, adanya praktik transfer pricing bank- bank swasta asing, baik dalam praktik kredit, tenaga kerja yang bermotif technical assistance, maupun pembelian barang.

194 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa meningkatnya kepemilikan asing pada sektor perbankan di Indonesia dari tahun ke tahun tidak disertai dengan pengaruh yang signifikan terhadap perekonomian dan pembangunan nasional. Menurut analis finansial, Lin Che Wei, dengan kondisi seperti ini diperkirakan dalam 5-10 tahun ke depan, pangsa pasar bank BUMN dan swasta yang dimiliki lokal akan terus menyusut (Abbas, n.d.). Jika ini terus dibiarkan, bila terjadi krisis, dominasi kepemilikan asing berpotensi meningkatkan risiko pelarian modal dan akan meninggalkan kebangkrutan di tanah air.

Masuknya asing dalam sektor perbankan tentu tidak dapat dilepaskan dari komitmen Indonesia pada kesepakatan di tingkat internasional. Di samping itu, Bank Indonesia juga belum terlalu fokus mengatur ruang gerak bank milik asing di tanah air. Misalnya, menerapkan izin berjenjang alias multiple license seperti yang berlaku di negara-negara lain.

Untuk itu, pemerintah bersama regulator harus melakukan beberapa langkah, diantaranya melakukan pengaturan segmen pasar. Misalnya, bank milik asing tidak diperkenankan menggarap bisnis mikro, didorong ke segmen bisnis wholesale dan infrastruktur yang selama ini kurang diminati. Kita mesti menerapkan multi license kepada bank asing. Kita bukan anti asing, tapi harus menempatkan asing sesuai dengan porsinya. Tak hanya itu, pemerintah dan regulator seharusnya menambah modal perbankan. Caranya, dividen bank BUMN seharusnya digunakan untuk menambah modal, bukan untuk disumbangkan ke negara.

6. Dampak Investasi Asing di Indonesia

Anggota LP3E Kadin Indonesia telah mengatakan bahwa NTP terbesar tercapai pada tahun 2012 dengan nilai 105,24. Sedangkan pada tahun 2013 menurun menjadi 104,92. NTP terendah terjadi pada tahun 2009, yakni hanya

195 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani mencapai 99,86. Rendahnya NTP ini membuat petani banyak yang beralih profesi menjadi pekerja serabutan, tukang bangunan, dan pekerjaan lainnya di sektor informal.

Generasi muda pun cenderung meninggalkan sektor pertanian dan lebih memilih bekerja di sektor industri dan sektor jasa. Sebab, sektor pertanian tidak lagi menjanjikan keuntungan karena seringkali mengalami kerugian.

Banyaknya petani yang beralih profesi membuat produktivitas sektor pertanian akan berkurang. Hal ini tentu saja dapat mengancam cita-cita ketahanan pangan yang dicanangkan oleh pemerintah era Joko Widodo. Produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian menjadi yang paling rendah dibandingkan dengan sektor lainnya, yakni hanya Rp. 34,44 juta per orang pertahunnya. Sedangkan, produktivitas tertinggi dipegang oleh sektor pertam- bangan dan penggalian, yakni sebesar Rp. 718 juta per orang per tahun. Untuk mencapai ketahanan pangan, pemerintah bukan hanya memikirkan soal produksi petani saja. Akan tetapi, persoalan insentif bagi petani juga harus diselesaikan.

Upah nominal buruh selama tujuh tahun terakhir memang mengalami kenaikan, namun sebenarnya upah riil buruh tani justru menurun. Pada Januari 2014, upah riil buruh tani sempat mengalami kenaikan menjadi Rp. 39.372. Akan tetapi, kenaikan tersebut tidak bertahan lama. Pada Februari 2015, upah riil buruh tani kembali turun menjadi Rp. 38.605. Jumlah upah buruh tani secara nominal dan riil sangat kecil dibandingkan upah buruh di sektor industri. Dengan demikian, sangat masuk akal apabila sektor pertanian terus ditinggalkan dan banyak lahan-lahan pertanian yang terbengkalai hingga akhirnya beralihfungsi.

196 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

7. Dampak dari Pasar Bebas (Pembanjiran Impor Beras)

Petani di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, mengeluhkan langkah pemerintah yang terus menerus mengimpor beras saat petani sedang menik- mati harga gabah dan beras yang tinggi di panen musim kemarau. Stok beras nasional masih mencukupi sebesar 1,4 juta ton. Produksi dan pasokan beras hingga akhir tahun 2015 masih relatif aman. Selain mengecewakan petani, impor beras juga bertentangan dengan semangat swasembada pangan yang selalu digaungkan pemerintahan reformasi (Abbas, n.d.).

Sebelumnya, pemerintah mengatakan Indonesia tidak akan mengimpor beras. Ketua Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Jabar, Rali Sukari, mengaku sudah bersepakat dengan Kementerian Pertanian (Kementan) bebe- rapa waktu lalu. Kementan menyatakan pemerintah belum akan mengimpor beras hingga akhir tahun mendatang, sebab petani masih dalam tahap panen.

Numun, pemerintah tidak konsisten dengan pernyataannya. Beras impor telah masuk ke beberapa pelabuhan. Sebanyak 27 ribu ton beras tiba di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Sebanyak 3 ribu ton dikirim ke Merauke. Hingga 31 Maret 2016, sebanyak 50 ribu ton dikirim ke Pelabuhan Dumai, Riau. Dan 4,8 ribu ton ke Manado, Sulawesi Utara. Beras-beras ini merupakan bagian dari 1 juta ton beras yang diimpor dari Vietnam.

Pemerintah beralasan, keputusan mengimpor beras sebanyak 1,5 juta ton dari Vietnam dan Thailand hingga akhir tahun itu untuk mengantisipasi kekurangan stok beras dalam negeri akibat dampak El-Nino dan bencana asap yang diprediksi mempengaruhi hasil panen petani. Tetapi, karena terlambat mengantisipasi target pembelian, hanya bisa dipenuhi sebanyak 1 juta ton. Menteri Perdagangan Thomas Lembong menjelaskan, Filipina telah terlebih dahulu membeli dalam volume besar. Keterlambatan tersebut akhirnya

197 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani berdampak pada harga pembelian, harga sudah berada di atas 400 dolar AS per ton. Untuk memenuhi target 1,5 juta ton itu, pemerintah mengambil opsi untuk mendatangkan beras dari negara lain seperti Pakistan dan Brazil.

Dampak dari kebijakan pemerintah tersebut berujung pada kerugian rakyat. Impor beras telah merusak harga beras lokal; harga gabah petani pun jauh menurun. Ketua Umum Serikat Tani Indonesia, Henri Saragih, menentang kebijakan impor beras. Menurutnya, sebenarnya impor beras saat ini ilegal bila merujuk pada UU Pangan Pasal 38.

Di pasar dalam negeri telah beredar beras impor ilegal dari Vietnam yang masuk melalui Kepulauan Riau (Batam). Komoditi ini meresahkan petani lokal, sebab harganya lebih murah dan sulit dideteksi perbedaannya dengan beras lokal. Berdasarkan data Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) Divisi Regional Jambi, beras ilegal yang masuk setiap tahunnya mencapai 4 juta ton. Importasinya tidak dilakukan oleh Perum Bulog dan tidak tercatat di Badan Pusat Statistik (BPS). Namun meski telah mengetahuinya, pemerintah dan Bulog enggan melakukan investigasi terhadap masalah ini.

Kehadiran pemerintah dalam tata niaga beras harus berpihak kepada rakyat. Soal pangan adalah soal hidup matinya bangsa. Demikian intisari pidato Presiden RI Pertama Soekarno yang tidak ingin menggantungkan perut rakyat Indonesia pada beras impor. Walaupun begitu, Soekarno juga belum pernah berhasil dalam ketahanan pangan apalagi swasembada pangan karena masalah landreform yang gagal menjinakkan pemilik tanah yang terdiri dari anggota partai politik di pusat, terutama dari Partai PKI, yang menguasai sebagian besar tanah di Jawa yang tidak ditanami dan tidak pula dimanfaatkan untuk hal yang bermanfaat.

198 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Impor beras akan menambah dampak buruk investasi yang dilakukan oleh para pemodal asing di Indonesia seperti yang telah dibahas sebelumnya Penanaman modal asing banyak dilakukan di sektor industri. Hal ini berarti banyak tenaga kerja yang tersedot ke dalam sektor tersebut. Keberadaan industri yang lebih menjanjikan secara pendapatan, mendorong banyak tenaga kerja beralih ke sektor industri. Akibatnya, kegiatan di sektor-sektor penunjang industri menjadi terbengkalai. Akhirnya sektor-sektor non-industri kehilangan banyak tenaga kerja.

8. Proteksionis Amerika Serikat dan Eropa(Algar, 2019)

Proteksionisme adalah kebijakan ekonomi yang mengetatkan perdaga- ngan antarnegara melalui cara-cara seperti tarif barang impor, batas kuota, dan berbagai peraturan pemerintah yang dirancang untuk menciptakan persaingan yang adil (menurut para pendukungnya) antara barang & jasa impor dan barang & jasa dalam negeri (Ani Suryani (Editor), 2012). Dengan kata lain, istilah ini sering digunakan dalam konteks ekonomi yang maknanya mengacu pada kebijakan atau doktrin yang melindungi perusahaan dan pekerja di suatu negara dengan membatasi atau mengatur perdagangan luar negeri.

Kebijakan ini bertentangan dengan perdagangan bebas yang –memini- malkan pembatasan perdagangan oleh pemerintah. Di era modern, proteksio- nisme semakin erat kaitannya dengan anti-globalisasi dan anti-imigrasi.

Uni Eropa siap mengambil keuntungan di sektor perdagangan atas kebijakan Amerika Serikat di bawah Presiden Donald Trump yang terus mena- rik diri dari sejumlah aktivitas perdagangan bebas global. Blok negara Eropa tersebut berniat untuk menjadi mitra baru bagi negara yang ditinggalkan AS.

199 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Pulihnya aktivitas perdagangan global tercatat telah membantu mening- katkan aktivitas ekspor Uni Eropa sejak tahun lalu. Alhasil tingkat kepercayaan diri Uni Eropa pun meningkat untuk melakukan ekspansi kerja sama dagang dengan negara lain. Hal itu terbukti dari banyaknya negara Asia dan Amerika Latin yang mulai mengalihkan pandangannya dari AS ke Uni Eropa sebagai mitra dagang bebas yang potensial.

Di tengah stagnannya diskusi mengenai perjanjian dagang NAFTA dengan Meksiko dan AS, Kanada bahkan telah menjalin kesepakatan dagang bebas baru dengan Uni Eropa, yang mulai berlaku pada September 2017. Jepang pun juga tengah merapat ke Brussels untuk menjalin kesepakatan dagang baru. Tokyo dikabarkan tengah mencari mitra dagang potensial baru, untuk menggantikan AS yang telah menarik diri dari Trans-Pacific Patnership (TPP).

Perubahan sikap Jepang kepada Uni Eropa tersebut diakui oleh Kepala Perdagangan Uni Eropa Cecilia Malmstrom. Menurutnya, ada perubahan drastis dari sikap Jepang terkait ajakan bekerja sama dengan Uni Eropa. Pasalnya sebelum Trump dilantik, Negeri Samurai itu cukup sulit menyepakati sejumlah topik kerja sama dagang dengan Uni Eropa, sehingga penyele- saiannya jadi berlarut-larut.

Malmstrom mengatakan, tarif impor di Uni Eropa telah menjadi salah satu yang terendah di antara negara maju lain. Hal ini diperkirakan menjadi daya tarik tersendiri bagi negara lain untuk bermitra dengan blok negara Benua Biru tersebut.

Dia menambahkan, tema negosiasi yang menjadi fokusnya untuk menjalin kerja sama dengan mitra baru hanya berkutat di sejumlah kesepakatan

200 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

umum. Tak heran jika selain Kanada dan Jepang, kesepakatan baru dalam waktu dekat dilakukan dengan Australia, Selandia Baru, Indonesia dan Malaysia. Namun demikian, Uni Eropa tetap menganggap AS sebagai mitra penting perdagangan global. Pasalnya, kedua kawasan tersebut telah menun- jukkan indikasi untuk melakukan pembahasan kerja sama dagang baru. Komisi Eropa mengatakan, indikasi itu didapat setelah Presiden AS Donald Trump bertemu dengan Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker dan Presiden Dewan Uni Eropa Donald Tusk di Brussels Mei lalu. “Sejauh ini, Juncker bersikeras untuk mengintensifkan kerja sama perdagangan baru kedua kawasan yang dinilai sebagai win-win solution bagi kedua belah pihak," jelas Komisi Eropa. Kedua kawasan dalam hal ini berusaha melaksanakan pakta kerja sama Transatlantic Trade and Investment Partnership (Imlah, 2011).

9. Perdagangan Bebas yang Hakikatnya Proteksionis

Beberapa waktu yang lalu, WTO mengumpulkan para menteri dari 146 negara –di samping banyak NGO– ke kota resort di Cancun, Mexico. Satu hal yang hampir saja menggagalkan perundingan ini bahkan sebelum dimulai adalah isu perdagangan obat internasional. Di satu pihak, negara berkembang dan kelompok kemanusiaan semacam MSF (Dokter tanpa Batas Negeri) menginginkan agar orang miskin dapat memperoleh akses pada obat-obatan generik esensial secara murah. Mereka ditentang oleh perusahaan farmasi besar yang didukung oleh pemerintah AS dan Uni Eropa. Perusahaan ini menginginkan agar paten ala Amerika diberlakukan di seluruh dunia sejauh yang dimungkinkan (Kharudaki, 2003) .

Sikap perusahaan farmasi besar tersebut didasarkan kepada berbagai argumen ekonomi. Karena pandangan yang luas semacam ini, perundingan antara kedua pihak –setidaknya seperti yang dilaporkan oleh media massa– dilihat sebagai sebuah proses yang sah untuk mencapai keseimbangan yang

201 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani sesuai dengan kepentingan publik. Namun, sebagaimana yang dipahami oleh para ekonom, argumen ekonomi yang paling kuat justru berada di tangan MSF. Sebuah monopoli atas paten akan diberlakukan sebagaimana tarif cukai, hanya saja pengumpulnya adalah perusahaan swasta, bukan pemerintah. Seperti cukai, paten menciptakan distorsi ekonomi dan ketidak-efisienan, di samping efek redistribusi pendapatan. Dan karena paten dapat meningkatkan harga obat beberapa kali lipat, hal ini menjadi jauh lebih tidak efisien daripada tarif cukai yang hanya meningkatkan harga barang dagangan seperti jus jeruk atau baja sebesar beberapa persen saja. Sebagai contoh adalah obat anti retroviral yang digunakan untuk mengobati HIV/AIDS: dari obat paten membutuhkan biaya USD 8000 per tahunnya, sementara obat generiknya hanya memakan kurang dari USD 300 (Solet, 2007).

Para ekonom yang konsisten dengan dukungan mereka terhadap pasar bebas –contohnya Jagdish Bhagwati dari Universitas Colombia, salah satu ekonom paling terkemuka di dunia saat ini– menentang penggunaan WTO untuk memaksakan monopoli paten.

Isu ini lebih menunjukkan betapa tidak akuratnya dan betapa menyesat- kannya propaganda bahwa proposal tentang FTAA atau NAFTA (WTO) sebagai sebuah perjanjian “perdagangan bebas”. Sesungguhnya, riset yang dilakukan oleh Bank Dunia sendiri menunjukkan bahwa negara berkembang pasti mengalami kerugian jika menerapkan peraturan WTO tentang properti intelektual (yakni: paten dan hak cipta) serta kebijakan ekspor-impor. Kerugian ini lebih besar daripada apa yang mungkin mereka raih dengan adanya akses pasar ekspor ke negeri-negeri kaya. Dengan kata lain, proteksio- nisme yang dipastikan oleh adanya perjanjian-perjanjian ini, baik dalam hal farmasi maupun bidang lain, cenderung didasarkan kepada perspektif ekonomi murni ketimbang poin tentang penghapusan hambatan dagang oleh negeri-

202 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

negeri maju (Mansur, 1998).

Satu kesepakatan telah dicapai akhir bulan lalu, yang akan memungkin-

kan adanya celah bagi negeri berkembang untuk mengimpor obat generik. Dengan begitu, pertemuan tingkat menteri di Cancun terselamatkan dari kemungkinan kegagalan disebabkan isu tersebut. Tapi tidak ada alasan bagi negeri-negeri berkembang untuk begitu saja melepaskan hak mereka atas perdagangan bebas dalam bidang farmasi. Ketika argumen ekonomi yang mendasari sikap para perusahaan farmasi besar tersebut tersingkap, maka penggunaan WTO untuk memaksakan peraturan paten ala Amerika Serikat ke seluruh dunia hanyalah menunjukkan tujuan sebenarnya, yakni kerakusan proteksionis yang telah dapat dilihat sejak dahulu.

10. Kondisi Daulah Utsmaniyah dan Indonesia

Para ahli ekonomi Utsmani pada akhir abad kesembilan belas menyajikan contoh-contoh "ekonomi Islam" dalam upaya sederhana mereka untuk mendamaikan prinsip-prinsip ekonomi modern dengan sumber-sumber pengetahuan Islam tradisional. Pertama, mereka melegitimasi prinsip dan gagasan ekonomi kapitalis (seperti etika kerja kapitalis atau pasar bebas) dengan referensi dari Al-Qur'an dan literatur hadits. Kedua, mereka menang- gapi klaim Eropa tentang kepemilikan ilmu-ilmu modern dengan mencoba menggali (atau lebih tepatnya menemukan) tradisi panjang pemikiran ekonomi Islam, dengan menggunakan contoh-contoh dari khulafa ar-rasyidin serta para sarjana Muslim seperti Ibnu Khaldun (Khaldun, 1988).

Walaupun memiliki latar belakang perekonomian yang berbeda, apa yang didapatkan Indonesia dari sebab penjajahan adalah sama dengan yang didapatkan oleh Daulah Utsmaniyah. Dengan dijajah Belanda, Indonesia telah terseret arus ekonomi liberal. Arus tersebut demikian deras sehingga sukar

203 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani untuk melepaskan diri darinya. Padahal Indonesia, seperti halnya Daulah Utsmaniyah, ingin mengembalikan sistim perekonomian kepada sistim yang Islami dengan memunculkan berbagai produk perbankan, asuransi dan tata jual beli yang Islami. Juga dengan mengupayakan Islamisasi ilmu pengetahuan yang netral. Ekonomi Liberal ternyata hanya menguntungkan negara-negara kuat yang sudah mapan dalam menyebarkan produknya ke negara terbelakang dan berkembang, yang pada akhirnya menyebabkan ketergantungan negara- negara lemah tersebut.

Walaupun Daulah Utsmaniyah telah tiada akan tetapi Turki belum lagi kehilangan sejarah masa lalunya. Sebagai contoh, masyarakat masih gencar mengembalikan sistim perekonomian kepada yang sesuai dengan Islam. Lembaga pembiayaan di Turki mulai memperluas portofolio bisnis syariah untuk memanfaatkan permintaan dari usaha kecil. Hal ini menunjukkan bahwa pasar keuangan Islam di Turki tumbuh pesat melampaui layanan perbankan konvensional. Salah satu lembaga pembiayaan asal Turki yang baru saja memperluas portofolio syariah adalah Halic Leasing.

Halic membangun portofolio aset sewaan dan menargetkan bisnis baru sebesar 25 juta dolar AS sampai akhir 2017. Selain itu, perusahaan tersebut juga menarik investasi lebih lanjut melalui reksa dana syariah dan memperluas bisnis ke sektor konstruksi.

Nasabah Turki sangat sensitif; mereka ingin memastikan bahwa produk dan sumber pendanaan mereka benar-benar sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Halic (Syari’ah Murni) didirikan pada 2004 oleh investor Kuwait, Aktif Bank Turki, Islamic Corporation of the Development of the Private Sector (ICD), dan Ijara Management Company. Sebagian besar transaksi pembiayaan yang diberikan oleh Halic berada di sektor manufaktur seperti

204 BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

industri otomotif, makanan, kemasan, dan barang konsumsi lainnya (Richard Saumarez Smith, 2007).

Dengan portofolio yang baik, maka Halic dapat mempertimbangkan penggalangan dana melalui penerbitan sukuk. Progres perkembangan industri keuangan Islam di Turki cukup baik, bahkan Bank Dunia memiliki program yang bertujuan untuk menyediakan pembiayaan syariah jangka panjang bagi UMKM. Di sisi lain, Turki merupakan negara dengan ekonomi terbesar ke-17 di dunia dengan jumlah penduduk muslim sekitar 76 juta orang. Karena itu, pemerintah Turki terus berupaya untuk meningkatkan pertumbuhan industri keuangan syariah agar dapat mempererat hubungan komersial dengan negara- negara Teluk, dan diversifikasi investasi bagi investor (2009).

205 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

206 BAB III ⇛ Penutup dan Kesimpulan

BAB III

PENUTUP DAN KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Mata uang yang melimpah dalam perekonomian lama memang dapat menyebabkan kekayaan bagi negara tersebut seperti yang dialami oleh Dinasti Ikhanid Mongol Muslim yang berkuasa di Bagdhad 1236-1457. Tapi, mata uang yang melimpah juga dapat menyebabkan inflasi yang sangat parah, karena semakin banyak uang yang dimiliki oleh seseorang maka akan semakin banyak barang yang ingin dibeli. Semakin banyak orang menginginkan barang-barang itu, makin tinggi pula harga yang harus mereka bayar. Hingga sampai pada satu titik, jumlah barang yang diproduksi tidak bisa mengimbangi volume perak yang datangkan dari luar negeri. Akibatnya, inflasi meroket dan menggerogoti nilai perak dan emas.

207 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Kondisi ini terjadi pada Daulah Utsmaniyah dimana para petani, peternak, tukang, dan pelaku industri manufaktur hanya menghasilkan sedikit dari barang-barang kebutuhan masyarakat. Banyaknya barang-barang yang harus diimpor dari negara lain menyebabkan biaya yang semakin membengkak dan menggencarkan aliran perak keluar negeri. Italia, misalnya, mengeksport perabot kaca kepada mereka, Hongaria menjual tembaga, Inggris menjajakan wool, Belanda menawarkan senjata dan lain-lain. Begitu pula dengan impor perak dari Spanyol sampai-sampai pengirimannya sulit ditangani biro perkapalan. Walaupun begitu, resistensi dari masyarakat Daulah Utsmaniyah masih tetap ada dan seluruh proses Westernisasi tidak sepenuhnya berhasil.

Pada saat negara-negara Eropa seperti Spanyol, Inggris, Perancis melakukan eksplorasi dan penaklukan atas dunia baru di seberang Atlantik sekitar 1500-1600 an, menyebabkan pukulan ekonomi berupa inflasi parah di Turki Utsmani. Penaklukan mereka di negara-negara jajahan menghasilkan banyak emas dan perak, terutama yang dibawa oleh Spanyol dari Meksiko. Aliran masuk perak yang besar dari Amerika ke Eropa secara otomatis mendevaluasi nilai mata uang Turki Utsmani yang berbasiskan pada perak.

Pemerintah Utsmani terus melakukan pencetakan uang, walaupun standarisasi emas terus berkurang dari tahun ke tahun. Kondisi diperparah oleh impor mata uang asing dan perak yang bebas beredar dengan pajak yang rendah. Akhirnya terjadilah sesuatu yang tidak boleh dilakukan oleh undang- undang yang berdasarkan syari’at Islam yaitu mencetak uang kertas.

Padahal, sejumlah kajian menunjukkan bahwa persoalan sosial-politik yang terjadi pada masa kekuasaan Mamluk (1250-1517 M) salah satunya disebabkan oleh pergantian sistem mata uang, yaitu perubahan dari sistem uang berbasis komoditas (emas dan perak) menjadi uang berbasis fiat (fulus).

208 BAB III ⇛ Penutup dan Kesimpulan

Tingkat harga-harga cenderung tidak stabil, aktivitas perdagangan melambat, pengangguran semakin meningkat adalah sejumlah indikator perekonomian yang terjadi pada saat itu. Persoalan makro ekonomi ini ditengarai akibat perubahan sistem uang tersebut; hipotesis yang juga diyakini oleh sejumlah kalangan khususnya bagi mereka yang mendukung kembalinya sistem mata uang berbasis komoditas (emas dan perak) sebagai alternatif dari sistem fiat bahwa uang emas dan dinar merupakan solusi atas persoalan-persoalan ekonomi makro, seperti inflasi, pengagguran, peningkatan sekto riil dan lainnya.

Akibat yang lebih parah terlihat dalam sistem perekonomian Islam yang diterapkan oleh Turki Utsmani (berupa sistim wakaf dan Timar) tidak lagi berjalan dengan efektif ketika terjadi perubahan yang mengarah kepada sistim perekonomian liberal. Hal tersebut dapat dilihat dari investasi langsung, pendirian bank konvensional dan pencetakan mata uang yang tidak lagi dikendalikan oleh pemerintah Turki Utsmani (Ottoman), akan tetapi dipengaruhi oleh para pemegang obligasi luar negeri yang beredar secara bebas di pasar uang Eropa.

Walaupun begitu banyak faktor yang menyebabkan imperium ini menjadi mundur dalam sudut pandang ekonomi. Resistensi masyarakat Daulah Utsmaniyah dan dana wakaf yang mencakup jaminan sosial berupa pemberian makan gratis dan pendidikan kepada penduduk yang kurang mampu telah menopang keuangan pemerintah. Sehingga yang dibutuhkan oleh pemerintah hanyalah pembiayaan istana, tentara dan pembaruan senjata yang kian hari kian membengkak dan sangat boros.

Faktor lain yang kemudian berdampak signifikan terhadap kemunduran daulah ini adalah kapitulasi asing. Kapitulasi ibaratkan pisau bermata dua yang

209 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani merupakan katalisator untuk keuntungan kedua belah pihak, baik Turki Utsmani maupun Pihak Asing (Eropa Barat). Kapitulasi yang dibangun sangat berkaitan erat dengan kondisi politik, ekonomi, dan militer baik yang ada di Turki ataupun di luar Turki Utsmani. Akan tetapi dalam menjalankan roda pemerintahan para penguasa setelah Sultan Salim termasuk Sulaiman al- Qanuni, tidak sepenuhnya merujuk kepada prinsip-prinsip perekonomian yang telah dibuat oleh Rasulullah Saw. Hal tersebut dapat dilihat dari toleransi terhadap transaksi keuangan yang memiliki unsur ribawi, juga proteksi yang lemah terhadap kaum Muslimin sehingga tidak dapat menutup celah yang dapat mengarah kepada pembentukan dominasi. Akibatnya, pada saat negara dalam keadaan lemah kapitulasi asing menjadi senjata makan tuan yang memporakporandakan perekonomian Turki Utsmani. Dengan demikian, kapitulasi adalah salah satu upaya Barat untuk menaklukkan Turki Utsmani dari sisi politik perekonomian. Berbagai macam cara telah dilakukan oleh Turki Utsmani untuk melepaskan dirinya dari jeratan hegemoni Barat, akan tetapi hasilnya tidak seperti apa yang diinginkan.

B. Saran

Kapitulasi Asing terhadap aset negara dan sistim perekonomian serta pasar bebas yang telah dilakukan oleh Turki Utsmani memberikan pelajaran yang sangat berharga. Hal tersebut hanya akan menguntungkan negara-negara maju yang mempunyai sistim perekonomian yang kuat dan merupakan wujud monopoli global yang sangat merugikan negara dan industri menengah. Pelajaran lain adalah proteksi pasar menjadi amat penting untuk dilakukan oleh negara, karena dapat mencegah banjirnya barang-barang impor dan sekaligus menekan lajunya inflasi. Karena itu, melakukan kontrol yang kuat terhadap barang-barang impor merupakan bentuk investasi tidak langsung kepada masyarakat dan industri.

210 BAB III ⇛ Penutup dan Kesimpulan

Pemerintah selayaknya mengambil pelajaran dari sejarah lalu Daulah Utsmaniyah baik dalam bidang investasi, perbankan, dan moneter. Setelah kegagalan, Mereka mencoba bangkit dengan berbagai macam bentuk pembaharuan di segala bidang akan tetapi tidak pernah berhasil akibat tekanan politik, sosial budaya, bahkan mereka terjerumus kedalam perang yang berkepanjangan. Indonesia tidak perlu menjadi pasar bagi negara-negara besar yang mana mereka tidak mau mene

rima produk-produk kita, terutama hasil pertanian yang dapat diandalkan oleh rakyat Indonesia. Mereka selalu melakukan proteksi yang ketat, kecuali komoditi yang sangat mereka butuhkan. Seyogyanya Indonesia mengenakan tarif tinggi terhadap komoditi pangan dan komoditi pokok lainnya yang sebenarnya bisa diproduksi dalam negeri. Pemerintah Indonesia perlu membangkitkan kesadaran masyarakat agar tidak menjadi bangsa yang konsumtif dan bergantung penuh kepada produk-produk asing.

211 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

212 Daftar Pustaka

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. (2018). “Evolution In Waqf Jurisprudence And Islamic Financial Innovation”, Journal of Islamic Monetary Economics and Finance, Volume 4, Number 1. pp 161 - 182 p-ISSN: 2460-6146, e-ISSN; 2460-6618. https://doi.org/10.21098/jimf.v4i1.920

Agoston, G., & Masters, B. A. (Eds.). (2009). Encyclopedia of the Ottoman Empire. New York, NY: Facts on File.

Akarly, E. D. (1992). Economic Policy and Budgets in the Ottoman Empire, 1876-1909, dalam Middle Eastern Studies, vol.28.

Al-Atsqalani, I. H. (1986). Fathul Bari fi Syarh Sahih al-Bukhari (Vol. 12).

Al-Azmeh, A. (2001). Muslim Kingship: Power and the Sacred in Muslim,

213 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Christian and Pagan Politics. London: IB Tauris Publisher.

Algar, H. (2019). “Development of the Concept of velayat-i faqih since the Islamic Revolution in Iran,” paper presented at London Conference on vilayat al-faqih, in June 1988, quoted in ‘The Rule of the Religious Jurist in Iran’ by Abdulaziz Sachedina (second, Vol. 2). Teheran: Kitabkhanah Daulati.

Al-Masiri, A. W. (1999). Mausu’ah al-Yahudiah wa as-Shahiyuniya (III, Vol. 6). Beirut: Dar al-Syuruq.

Al-Muhami, F, B, M. (2009). Tarij al-dawla al- ’aliyya al- ’utmaniyya. Beirut: Dar al- Nafa’ is.

Al-Qadir, M. A. (1942). “Ibn Khaldun ke ma’ashi khayalat” (Economic Views of Ibn Khaldun), Ma’arif (Azamgarh) 50(6), p.433-441.

Al-Qadir, M. A. (1943). “Ibn Khaldun ke ma’ashirati, siyasi, ma’ashi khalayat (Social, Political and Economic Ideas of Ibn Khaldun) Hyderabad (Dn.), A’zam Steam Press.

Al-Sabil, I., & Khalid, W. (1970). Islami ishtirakiyat fi ’l Islam (Some Aspects of Islamic Communism). Fikr- O-Nazar (Karachi) 7(7). p. 513-526.

Al-Salaabi, A. M. (2017). Daulah Usmaniyah AwamilNuhudwa Asbab as- Suqut (4th ed., Vol. 2). Beirut: Dar an-Nafais.

Arnold, B. T., & James, V. (2000). The Treatment of Armenians in the Ottoman Empire 1915-1916 Documents Presented to Viscount Grey of Falloden (uncensored ed.). Princeton: Gomidas Institute.

214 Daftar Pustaka

Awang, A. (2010). Implementasi Pemberdayaan Pemerintah Desa Studi Kajian Pemberdayaan Kearifan Lokal di berdasarkan Kearifan Lokal di Kabuten Lingga Provinsi Kepulauan Riau (Yogyakarta: Pustaka Pelajar). http://www.gov.za/about-government/government- programmes/projects-and-campaigns, diakses 12-05-17

Bacharach, J. L. (1973). “The Dinar versus the Ducat”, International Journal of Middle Eastern Studies 4, p. 77-96.

Bakar, A. A. (2003). Milkiyah Sultan AbdulHamidat-Tsani fi Filistin (1876- 1937) (Vol. 17). Naples: Ulum Insaniyah.

Barkan, L. (1966). Edirne Askerî Kassamı’na Âit Tereke Defterleri (1545- 1659). p. 31-46;

Bathatu, H. (1990). Tabaqat al-Ijtima’iyah wa al-Harakat at-Tsauriyah min Ahdi al-Utsmani hatta Qiyam al-Jumhuriyah. Beirut: Muasasah al- Abhats al-Arabia.

Bayat, F. (2003). Dirasat fi Tarikh al-Arab fi Ahdi al-Utmani. Beirut: Dar al- Madar al- Islami.

Beik, F. (1998), Daulah Iliyah al-Utsmaniyah, Beirut, Muasasah Risalah.

Belge, M. (1985). Tanzimat’tan Cumhuriyet’e Turkiye Ansiklopedisi (Vol. 12). Istanbul: ileti§im.

Black, A. (2001). The state of the House of Osman (devlet-i al-i Osman), The History of Islamic Political Thought: From the Prophet to the Present, Psychology Press, 199

215 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Black, A. (2011). The History of Islamic Political Thought, SecondEdition: The History of Islamic Political Thought: From the Prophet to the Present (Second, Vol. 2). Edinburg: Edinburg University.

Blaisdell, D. C. (1929). European Financial Control in the Ottoman Empire: A Study of the Establishment, Activities, and Significance of the Administration of the Ottoman Public Debt, Vol. 2. Coumbia: Columbia University Press; First Edition.

Boulakia, J. D. C. (1971). Ibn Khaldun: A Fourteenth Century Economist, Journal of Political Economiy 79 (5). p. 1105-1118

Boyle, J. A. (Editor). (1968). The Cambridge history of Iran: The Saljuq andMongol periods (1st ed). Cambridge: Cambridge University Press.

Braudel, F. (1972). “The Mediterranean and the Mediterranean World in the Age of Philip II”, 2 vols. vol. I. London: William Collins and Sons, p. 462-542.

Carl, D. (2013). “The Political Geography of Kurdistan”. Journal Eurasian Geography and Economics, Volume 43, 2002-Issue 4(Issue 4), 271- 299. https://doi.org/10.2747/1538-7216.43A271

Casale, G. (2010). The Ottoman age of exploration. Oxford; New York: Oxford University Press.

Cipolla, C. M. (1956). Money, Prices and Civilization in the Mediterranean World, Fifth to Seventeenth Century. Princeton University Press, p.20-26.

Deliarnov. (1997). Perkembangan Pemikiran Ekonomi. cet. 2. Rajawali Pers.

216 Daftar Pustaka

Deringil, S. (1998). The well-protected domains: ideology and the legitimation of power in the Ottoman Empire, 1876-1909. London: I.B. Tauris (December 31, 1998).

Deringil, S. (2007). The Turks and ‘Europe’: The Argumentfrom History. Vol. 43. .

Dominik J, K, S., & Hans-Lukas. (2002). Der Volkermordan den Armeniern unddie Shoah [The Armenian genocide and the Shoah] (in German). Hamburg: Chronos.

Du Velay, A. (1903). Essai sur l'histoire financière de la Turquie: depuis le règne du sultan Mahmoud II jusqu'à nos jours. Arthur Rousseau, p.126-29.

.دار العلم للماليين، .البالد العربية والدولة العثمانية .(El-Hasry, A.K.S. (1965

Erdim, B. (2018). “From Empire to Republic: Continuities of Ottoman Imperial Socio spatial Practices in the Modern Capital of the Early Turkish Republic”. Journal of the Ottoman and Turkish Studies Association, Vol. 5, No. 2, Fall 2018, 147-169. https://doi.org/10.2979/jottturstuass.5.2.10

Erickson, E.J., Mesut Uyar. (2017). A Military Hist ory of the Ottomans: From Osman to Ataturk. Oxford: ABC CLIO.

Fauzi, A. M. (1981). al-Maliyah al-Amah wa Siyasah al-Maliyah. Beirut: Dar an-Nahdhah al-Arabia.

Findley, C. V. (n.d.). Bureaucratic Reform in the Ottoman Empire: The Sublime Porte, 1789-1922. New Jersey: Princeton University Press.

217 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Findley, C.V. (2010a). Turkey, Islam, Nationalism andModernity: A History, 1789-2007. Yale University Press; First Edition (1st printing) edition (September 21, 2010).

Finkel, C. (2007). Osman ’s dream: The story of the Ottoman Empire, 1300- 1923. New York: Basic Books.

Genç, M. (1984). Yuzyilda Osmanli Ekonomisi ve Savas, Yapit 4: p.52—61.

Genç, M. (1994). Ottoman Industry in the Eighteenth Century: General Framework, Characteristics, and Main Trends, Manufacturing in the Ottoman Empire and Turkey, 1500-1900, ed. Donald Quataert. State University of New York Press, 1994, p.62.

Genç, M. (2000). Osmanlı İmparatorluğu’nda Devlet ve Ekonomi. Ötüken Neşriyat A.Ş., p.45

Genq, V. (2015). §ah ile Sultan Arasinda Bir Acem Burokrati: idris-i Bitlisi’nin §ah ismail’in Himayesine Girme £abasi / A Persian Bureaucrat Between the Shah and the Sultan Idris-i Bidlisi’s Attempt to Get Shah ismail’s Patronage. Osmanli Ara^tirmalari, INo. 1(53), 15. Retrieved from http://ekonomikarastirmalar.org/- index.php/UEAD

Geyikdagi, V. N. (2011). Foreign Investment in the Ottoman Empire: International Trade and Relations 1854-1914 (Library of Ottoman Studies) (4 st). London: I.B. Tauris (January 28, 2011).

Gokbilgin, M. T. (1970). Kanuni Sultan Suleyman’n Macaristan Siyaseti. Kanuni Armagan, Ankara: Turk Tarih Kurumu.

Grammont, B. H. B., Benton, H. (1986). L ’Empire ottoman, la republique de Turquie et laFrance. Istanbul, 1986: Editions Isis.

218 Daftar Pustaka

Grierson, P. (1971). The Monetary Pattern of Sixteenth-Century Coinage, Transactions of the Royal Historical Society, Fifth Series 21 (1971), 45-60;

Grierson, P. (1971). The Monetary Pattern of Sixteenth-Century Coinage: The Prothero Lecture 1970. Transactions of the Royal Historical Society, 21, 45-60. doi: 10.2307/3678919

Gurses, M. (1984). Osmanli Imparatorlugu’nda Devlet Ve Ekonomi (second, Vol. 2). Istanbul: Yapit.

Gurses, M. (2014). Conflict, Democratization, and the Kurds in the Middle East: Turkey, Iran Iraq andSyria (1st ed.). New York: Palgrave Macmillan.

Hagar, Y. (1976). al-Uruba wa Mashir as-Syarq al-Arabi: Harb al-Isti’mar ala Muhammad Ali ala Nahdhah al-Arabia, Beirut: Mu’asa al-Arabiya Lidirasat wa an-Nasyr. Beirut: Mu’asa al-Arabiya Lidirasat wa an- Nasyr.

Hakki, I. (1998). Daulah Utsmani ah wa Alaqatuha al-Kharijiyah, Beirut, Dar al-Ma'arif.

Hallaq, H. (2008). Mawqif ad-Daulah Usmaniyah min Harakah as- Shahiyuniyah 18971909. Beirut: Dar an-Nahdha al-Arabiah.

Hamit Kapucu, N. P. (2008). Turkish Public Administration From Tradition to the Modern Age. Istanbul: USAK Uluslararasi Stratejik Arastirma Kurumu (2008).

Haqi, I. (1988). Daulah Usmaniyah wa Alaqatuha al-Kharijiyah. Beirut: Dar an-Nafais.

219 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Hess, A.C. (2009). “The Ottoman Conquest of Egypt (1517) and the Beginning of the Sixteenth-Century World War”. International Journal of Middle East Studies, Vol. 4, No. 1, 55-76. https://doi.org/10.1017/S0020743800027276

Husain, M. (2011). A Concise History of Islam. New Delhi: Vij Books India.

Ibrahim, Y. I. (2005). Siyasah al-Iqtishadiyah fi Ithar ad-Daulah al-Islami. Kairo: Dar an-Nahdhah Al-Arabiyah.

Imber, C. (2009). The Ottoman Empire, 1300-1650: The Structure of Power (978 th-0230574519 ed., Vol. 1). London: Palgrave Macmillan.

Imlah, A. H. (2011). conomic Elements in the Pax Britannica; Studies in British Foreign Trade in the Nineteenth Century. Cambridge: Harvard University Press.

Inalcik, H. (1970). Ottoman Economic Mind and the Aspects of Ottoman Economy, Studies in the Economic History of the Middle East: From the Rise of Islam to the Present Day, ed. Michael A. Cook. Oxford University Press, 207-18.

Inalcik, H. (1960). “Bursa and the Commerce of the Levant”. Journal of the Economic and Social History of the Levant 3. p. 131-47.

Inalcik, H. (1970). Studies in the economic history of the Middle East: from the rise of Islam to the present day. Oxford: Oxford University Press, 1970. Hlm. 209, 217

Inalcik, H. (1973). The Ottoman Empire, the ClassicalAge, 1300-1600. London: Weidenfeld and Nicolson, p. 121-26.

220 Daftar Pustaka

Inalcik, H. (2000). Economic and Social Economic of Ottoman Empire. Cambridge: Harvard University Press.

inalcik, H. (2000). The Ottoman Empire: The classical age 1300-1600. London: Phoenix Press.

Inalcik, H. (2017). Osmanillarda Taiyyet Rusumu. Belletin de Franko, xxiii (959), 116.

Inalcik, H., & Quataert, D. (1997). An Economic and Social History of the Ottoman Empire, Cambridge University Press, p.471.

Inalcik, H., & Quataert, D., (1994). An Economic and Social History of the Ottoman Empire, 1300-1914. Cambridge: Cambridge University Press.p.341

Inalcik, H., (1970). The rise of the Ottoman Empire, P. M. Holt, A. K. S. Lambton, and B. Lewis, (eds.). The Cambridge History of Islam, vol. IA. Cambridge University Press. p. 295-300.

Inalcik, H., Faroqhi, S., & Donald, Quataert. (1997). an Economic and Social History of the Ottoman Empire. Cambridge University Press, p. 120, 218.

Inayah, G. (1998). al-Maliyah wa Tasryi’ ad-Dharibi. Amman: Dar al- Bayaariq.

Intabih, N. (n.d.), Marakiz an-Nasyat al-Iqtishadi fi Daulah Usmaniyah, Majallah Hura, Nasyt al- Iqtidhadi fi ad-Daulah al-Utsmaniyah.

Issawi, C. (1966). The Economic History of the Middle East. Chicago: Chicago University Press.

221 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Issawi, C. (2006). An Economic History of the Middle East and North Africa (1 edition (April 19, 2006)). London: Routledge.

Issawi, C. (2010). An Economic History of the Middle East and North Africa, Routledge, London

Issawi, Charles Philip, ed. (1980). The Economic History of Turkey, 1800- 1914. Publications of the Center for Middle Eastern Studies ; No. 13. Chicago: University of Chicago Press.

Itzkowitz, N. (1980). Ottoman Empire andIslamic Tradition (Phoenix Book) (1st Edition). Chicago: University of Chicago Press.

Ives, H. E., & Grierson, P. (1954). The Venetian Gold Ducat and its Imitations. New York, NY: The American Numismatic Society.

Iyas, I. (1984). Bada’i az-Zuhur fi Waqai’ ad-Duhur. Kairo Dar al-Hadits, Jilid 4 h.384

Jadallah, A. K. (1953). Alaqah al-Imtiyazat al-Ajnabiyah bi al-Islah al- Qansoliy fi Ahd IsmailBasya (1875-1868M) (1 st, Vol. 2). Cairo: Cairo Universiti.

Jaha, S. (2016), al-Mushwarf Tarikh. Dar al-Ilm Lil Malayin, Jilid 8.

Janin, H., & Kahlmeyer, A. (2007). Islamic law: The Sharia from Muhammad’s time to the present. Jefferson, NC: McFarland & Co.

Kabadayi, M. (n.d.). Inventory for the Ottoman Empire Turkish Republic 1500-2000.

222 Daftar Pustaka

Kafadar, C, (1986). When Coins Turned into Drops of Dew and Bankers Became Robbers of Shadows: The Boundaries of Ottoman Economic Imagination at the End of the Sixteenth Century. Disertasi Ph.D yang belum dipublikasikan, McGill University, p.114

Kafadar, C. (1977). A Rome of One ’s Own: Cultural Geography andIdentity in the Lands of Rum. London: Palgrave.

Kafrawi, A. M. (2000). Buhuts fi al-Iqtishadal-Islami (first, Vol. 2). Iskandariyah: Muasasah al-Jamiah.

Khaldun, I. (1988). Muqadimah Ibnu Khaldun. Beirut: Muasasah ar-Risalah.

Khaled, E.-R. (2015). Islamic IntellectualHistory in the Seventeenth Century: Scholarly Currents in the Ottoman Empire and the Maghreb. Cambridge: Cambridge University Press.

Khalidi, W. (2009). Filistin wa Sira’atuha ma’a Shahiyuniyah waIsrail. Beirut: Muasasah Risalah.

Kharudaki, M. (2003). Al-KurdwaSiyasah al-Kharijiyah Amerika. Beirut: al- Farabi.

Kramer, M. (1999). Ambition, Arabism, and George Antonius in Arab Awakening and Islamic Revival: The Politics of Ideas in the Middle East. New Brunswick: Transaction.

Lauren, B. (2001). Law and Colonial Cultures: Legal Regimes in World History, 14001900. Cambridge.

Lewis, B. (1972). Istanbul and the Civilization of the Ottoman Empire. (Revised). Oklahoma: University of Oklahoma Press.

223 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Lowenthal, M. (1962). The Diaries of Theodor Herzl. New York: The Universal Library.

Lybyer, A. (1913). The Government of the Ottoman Empire in the Time of Suleiman the Magnificent, Harvard University Press, p.180—181

Mansur, S. A. (1998). Menemukan Sejarah: Wacana Pergerakan Islam di Indonesia. Bandung: Mizan.

Mantran, R. (1989). Histoire de l'Empire ottoman. Fayard, p.23-24

Masiri, A, W. (2002). Muqadimah li Dirasah as-Shira ’ al-Arabi al-Israili. Dimasqus: Dar al-Fikr.

McMurray, J.S. (2001). Distant Ties: Germany, The Ottoman Empire and the construction of the Baghdad Railway, Preager, London.

Meirison. (2017). “The Development of Islamic Economics in Various Parts of the World”, Jebi (Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Islam), 2 No.2 (2017), 189-205. Retrieved from https://journal.febi.- uinib.ac.id/index.php/jebi/article/view/118. Merevolusi Revolusi Hijau - Pemikiran Guru Besar IPB (Buku III) (Third Edition). Bogor: IPB Press.

Mikhail, A. (2012). Nature andEmpire in Ottoman Egypt: An Environmental History (Studies in Environment and History) (Reprint edition). Cambridge University Press.

Murad, B. (2009, May 19). The Ottoman Empire. Retrieved November 15, 2018, from The Ottoman Empire Trading Acces website: WWW.Ottoman.org

224 Daftar Pustaka

Noer, D. (1988). Gerakan Modern Islam di Indonesia. Jakarta: LP3ES.

Ozoglu, H. (1996). State-Tribe Relations: Kurdish Tribalism in the 16th- and 17th

Öztürk, S. (1997). Askeri Kassama Ait Onyedinci Asır İstanbul Tereke Defterleri. Tarih İncelemeleri Dergisi, 12 (1), 227-230

Palmer, A. (2011). The decline and fall of the Ottoman Empire. London: Faber and Faber.

Pamuk S. (1987). The Ottoman Empire and European capitalism, 1820-1913: Trade, investment, and production. Cambridge University Press.

Pamuk, S. (1999). A Monetary History of the Ottoman Empire. Cambridge: Cambridge University Press. p.40

Pamuk, S. (2003). 100 Soruda Osmanli-Turkiye Iktisadi Tarihi 1500-1914, Istanbul (first). Istanbul: K KiTAPLIGI.

Pamuk, S. (2003). Price in The Ottoman Empire,1469-1914, lihat Juga A Monetary History of the Ottoman Empire, Cambridge Press, p.231

Pamuk, S. (n.d.). Price in The Ottoman Empire,1469-1914. Cambridge: Cambridge University Press.

Pere, N. (1968). Osmanlolarda Madeni Paralar. Doglan KardesE Matbaacolok, p.90-177.

Piri Reis, B. (1988). Ministry of Culture and Tourism ofthe Turkish Republic (1st ed., Vol. 4). Istanbul: The Historical Research Foundation, Istanbul Research Center.

225 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Qotrani, W. (1986). Ittijahat al-Ijtima’iyah wa as-Siyasah fi Jabal Lubnan waMasyriq al- Arabi: min Mutasharifah Utsmaniyah Ila Daulah Lubnan al-Kabir. Beirut: Mansyurat Hasun at-Tsaqafah.

Quataert, D. (1983). Social Disintegration and Popular Resistance in the Ottoman Empire, 1881-1908: Reactions to European Economic Penetration (New York University Studies In Near Eastern Civilization) (1 st). New York: New York Univ Pr (September 1, 1983).

Quataert, D. (1994). Manufacturing in the Ottoman Empire and Turkey, 1500- 1950, New York: State University of New York Press. p. 111

Quataert, D. (2002). Ottomman manufactruring in the Age of The Industrial Revulution (First Paperbac Edition). Cambridge: Cambridge University Press.

Quataert, D. (2005). The Ottoman Empire, 1700-1922. 2nd ed. New Approaches to European History. Cambridge, UK ; New York: Cambrige University Press.

Quataert, D. (2009). “Dilemma of Development: The Agricultural Bank and Agricultural Reform in Ottoman Turkey, 1888-1908”. Iternational Journal of Middle East Studies, 6(2), 6, 210-227. https://doi.org/10.1017/S002074380002451X

Quataert, D., & Inalcik, H. (1994). Donald Quataert, eds.. An Economic and Social History of the Ottoman Empire, 1300-1914. (3rd ed., Vol. 2). Cambridge: Cambridge University Press.

226 Daftar Pustaka

Quataert, D., & Inalcik, H. (1995). An Economic and Social History of the Ottoman Empire, 1300-1914 (2 st, Vol. 2). Cambridge: Cambridge University Press (January 27, 1995).

Rakhmat, J. (2004). Psikologi Komunikasi, Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, h.218

Rari, Y. bin A. A. (2001). Daur Imtiyazat al-Ajnabiah fi Suqut ad-Daula al- Usmaniyah. Riyadh: Jamiah Ibnu Saud.

أحكام دراسة المقارنة بين أراء الفقهاء والمحدثين ”.(Saharuddin, D., & Muchsin, W. (2015 Monopoly Law and Stockpiling) الحكرة واإلحتكار في معامالت المالية Commodities in Trade Transactions: A Comparison between Scholars of Fiqh and Hadith Opinions)”. Ahkam: Vol. XV (2) DOI:10.15408/ajis.v15i2.2870. http://journal.uinjkt.- ac.id/index.php/ahkam/index

Saharuddin, D., & Rama, A. (2017).” Currency System And It’s Impact On Economic Stability, Al-Iqtishad”: Jurnal Ilmu Ekonomi Syariah (Journal Of Islamic Economics) Vol. 9 (2). DOI: 10.15408/aiq.v9i2.4749. http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/iqtishad

Saharuddin, D., Meirison, & Yusna, D. (2020). “Ottoman Trade Policy and Activities in Europe and Asia”. Al-Falah: Journal of Islamic Economics, Vol. 5 (1). DOI: 10.29240/jie http://journal.iaincu- rup.ac.id/index.php/alfalah/index

227 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Saharuddin, D., Meirison, Chusna, I., & Mulazid, A. S. (2019). Capitulation and Siyasah Syar’iyah Al-Maliyah Impact On Economic Stability of the 18th & 19th Ottoman Turks. Qudus International Journal of Islamic Studies, 7 (2), 329-366. https://journal.iainkudus.ac.id/index.- php/QIJIS/article/view/4847

Sahih al-Bukhari (Vol. 2). (1999). Kairo,: Dar al-Hadits, 1999.

Sahillioğlu, H. (n.d.) Bir Multisim Zimem Defteri, 178-80.

Sahin, E, K. M. K. (2019). “Faithful encounters. Authorities and American missionaries in the Ottoman Empire”. Journal Turkish Studies, 20(2019), 236. https://doi.org/10.1080/14683849.2019.1612639

Salih, Z. (2004). al-Iqtishadal-Islami. Kairo: Dar al-Gharib.

Salihiyah. M. I. (2010). “Siyasah wa Ijraat Ali Akram Beik (Mutasharif al- Quds) Hiyal Hijrah, wa al-Istitan al-Yahudi fi Madinah al-Quds”, Majalah Alam al-Fikr. Al- Majlis al-Watani Li Tsaqafah Wa al-Funun Wa al-Adab, 4(38 April 2010), 131165.

Sayar, A. Güner. (2009). Osmanlı iktisat düşüncesinin çağdaşlaşması: (klasik dönem'den II. Abdülhamid'e). 4. bs. Ötüken Neşriyat A.Ş., p. 23

Schaendlinger, (1973). Osmanische Numismatik. Klinkhardt and Biermann, p.92;

Shaw, J. & Shaw, S. (1976). History of the Ottoman Empire and Modern Turkey (Vol. 2). Cambridge: Cambridge University Press.

Shaw, S. J et al. [n.d]. Diakses dari https://www.britannica.com/- place/Ottoman-Empire/Resistance-to-change pada tanggal 27 Juli 2020; Jam 13:57

228 Daftar Pustaka

Shaw, S. J. (1975). “The Nineteenth-Century Ottoman tax Reforms and Revenue System”, International Journal of Middle East Studies, vol.6, p.33

Shaw, S. J. (1976). History of the Ottoman Empire and Modern Turkey, vol. I: 1280-1808. Cambridge University Press, p. 62-69.

Shaw, S. J. (1991). The Jews on The Ottoman Empire and the Turkish Republic. New York: University Press.

Smith, R.S. (2007). Governing Property, Making the Modern State: Law, Administration and Production in Ottoman Syria (Library of Ottoman Studies). I.B Tauris.

Solet, J. (2007). Desperate Middle East, Turbulance History And Western Agitation in Arabic World,Kairo: Dar an-Nafais. Kairo: Dar an- Nafais.

Spooner, F.C. (1972). The International Economy and Monetary Movements in France. Harvard University Press.

Spufford, P. (1986). Handbook of Medieval Exchange. London, Royal Historical Society.

Spufford, P. (1988). Money and its Use in Medieval Europe. Cambridge University Press, p.176-83, p.283-86, p. 363-77, p.406-408,

Stone, N. (2017). Turkey in the Russian Mirror (4th ed.). Cambridge: Cambridge University Press.

Suryani, A. (2012). (Editor), R. P. (Editor), Iskandar Zulkarnaen Siregar (Editor). (2012).

229 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Syahatah, S. (2016). Itijah Tasyri'iyah fi Qawanin Biladal-Arabiyah (Vol. 2). Maktabah al- Wafa.

Syanawi, M. (2015). Addawlah Usmaniyah Daula Islamiyah Muftara Alaiha. Kairo: Maktabah Anglo Misriyah.

Syrett, E. F.-. (2014). “Kamu ve Ozel Tuketim Harcamalannrn Hizlandiran Etkisi”. Turkish Studies Journal of Trade, I(20), 11. Retrieved from http://ekonomikarastirmalar.org/index.php/UEAD/article/view/259

Syuqairi, A. (2006). al-A ’mal al-Kamilah. Beirut: Markaz Dirasat Wihdah al- Arabia.

Tarihi, T, I, O. (2003). 1500-1914, Gerçek Yayınları, Istanbul, Birinci Baskı, 1988, Altıncı Baskı (K Kitaplığı), 314 s.

Tarihi,T, I, O. (2003). 1500-1914, Gerçek Yayınları, Istanbul, Birinci Baskı, 1988, Altıncı Baskı (K Kitaplığı), 314 s.

Tekeli, I.Q., & İlkin, S. (1997). Enlarged second edition, Türkiye Cumhuriyeti Merkez Bankası. Türkiye Cumhuriyeti Merkez Bankası, p.53-54; 62- 69.

Tripp, C. (2006), Islam and the Moral Economy: The Challenge of apitalism, Cambridge University Press

Turkpress, (n.d.), http://www.turkpress.co/node/21091, Diakses tanggal 11 Juni 2018

UDOVITCH, A. (1970). Partnership and Profit in Medieval Islam. PRINCETON, NEW JERSEY: Princeton University Press. doi:10.2307/j.ctt7s3bs

230 Daftar Pustaka

Ulgen, E. (1990). Ahmed Midhat Efendi’de Cali§ma Fikri. Unpublished M.A. Thesis, Istanbul University.

Ulgener, F. (2000). iktisadi inhitat Tarihimizin Ahlak ve Zihniyet Meseleleri (second

Ülgener, F.S. (1951). IktisadiInhitat Tarihimizin Ahlak ve Zihniyet Meseleleri. Istanbul Universitesi iktisat Fakultesi

Vlami, D. (1992). Trading with the Ottomans: The Levant Company in the Middle East. New York: Barnes and Noble.

Walgito, B. (1996). Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta: UGM.

Wikipedia. https://en.wikipedia.org/wiki/Capitulations_of_the_Ottoman_Em- pire. Diakses pada tanggal 25 Juli 2020 jam 8: 47

Wilson, Rodney. (2006). Islamic Economics. A Short History (Themes in Islamic Studies) (second, Vol. 2). Netherland: Brill.

Yapp, M. (1990). The Making of the Modern Near East, 1792-1923. Longman, 314

Yazbak, M. (1998). Haifa in the Late Ottoman Period, 1864-1914: A Muslim Town in Transition (First, Vol. 2). Leiden, : Brill.

Yildirim, O. (1998). “The Industrial Reform Commission as an Institutional Innovation During the Tanzimat”. Arab Historical Review for Ottoman Studies 17-18, p.117-26.

Yildiz, O. (2004). The IndustrialReform Commission as an Institutional Innovation During the Tanzimat. Phoenix Press.

Zaidan, A. K. (1998). Dirasat fi Tarikh al-Arab al-Hadits. Beirut: Dar-an Nahdhah al- Arabiah.

231 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Zuhaili, M. (1992). Tarikh al-Qadha fi al-Islam. Beirut: Muasasah Risalah.

Zuhaili, W. (1988). Fiqh Islam wa Adilatuhu. Dar al-Fikr, Jilid 4.

232 Tentang Penulis

TENTANG PENULIS

Dr. Desmadi Saharuddin, Lc., MA. Lahir di Sarik Lawas Payakumbuh, 11 Juli 1972, Associate Professor, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bidang Ekonomi dan Keuangan Syariah. Peneliti CTIEF (Centre for Theorizing on Islamic Economics and Finance), UIN Jakarta. Scopus ID 57214228543, WhatsApp & Hp: (62) 81210558293. E-Mail: [email protected], desmadisaharud- [email protected].

Riwayat Pendidikan. Sekolah Dasar Negeri 01 Kota Baru Sarik Lawas Payakumbuh, Sumatera Barat 1980- 1985. Tsanawiyah Pondok Pesantren Perguruan Thawalib Padang Panjang, Sumatera Barat 1986-1989. Aliah (Kuliatul ’Ulum El-Islamiyah) Pondok Pesantren Perguruan Thawalib Padang Panjang, Sumatera Barat 1990-1993. S1 Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir

233 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

1994-1998. Fak. Syari'ah Islamiyah dan Hukum. S2 Pascasarjana Universitas Al-Qur’an Al-Karim, Khartoum, Sudan 2001-2003. Konsentrasi Syari'ah- Muamalah. Thesis; Hukum-Hukum Jual-Beli Menurut Imam al-Bukhari dalam Kitab Hadis "Shahih Imam al-Bukhari". S3 Sekolah Pascasarjana, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007-2010. Konsentrasi Ekonomi Islam, Disertasi; “Aplikasi Claim Settlement Pada Asuransi Umum Shari'ah: Studi Analisis Terhadap Shari'ah Compliance”.

Riwayat Pekerjaan dan Organisasi. Dosen Bahasa Arab IAIN Imam Bonjol Sumatera Barat, 2000. Dosen STEI IBI Triduta Amanah, Pondok Aren, Tangerang, 2005–2009. Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dpk STAI- NU Jakarta, 1 Januari 2005–30 Agustus 2012. Dosen Tetap Fak. Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012 – Sekarang. Auditor Internal Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014–2015. Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan Kerjasama Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015 – 2019. Anggota Senat Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015– 2019. Anggota Senat Universitas (UIN) Jakarta, 2019-2023. Pengurus Pusat Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) Indonesia, 2015–2019. Pengurus Assosiasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (AFEBIS) Indonesia, 2016- 2019. Anggota Ikatan Alumni Mahasiswa Al Azhar, Mesir. Anggota Ikatan Alumni Mahasiswa Sudan. Anggota MUI Pusat, Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat, 2017–2020. Anggota Tim ADHOC Yayasan Pesantren Perguruan Thawalib Padang Panjang. Reviewer Pada Journal of Islamic Marketing (JIMA), Member of Emerald Publishing Scopus Index (Q3) sampai sekarang dan Beberapa Jurnal Nasional lainnya.

Pelatihan Profesional. Pelatihan Kepatuhan Syariah Calon Dewan Pengawas Syariah (DPS) Lembaga Keuangan Syariah; Dewan Syari’ah

234 Tentang Penulis

Nasional Majelis Ulama Indonesi Institute (DSN-MUI Institute), Jakarta; 22- 24 Maret, 2018. Sertifikasi Kepatuhan & AML Level 1 Bank Konvensional dan Syariah; Forum Komunikasi Direktur Kepatuhan Perbankan (FKDKP), Jakarta; 28-31 Maret 2018

األحكام الفقهية في كتاب البيوع من صحيح البخاري- دراسة ;Buku dan Penelitian ,Thesis, University of Al-Qur’an al-Karim dan Islamic Studies :المقارنة Khartoum, Sudan, 2003. Aplikasi Claim Settlement Pada Asuransi Umum Shari'ah : Studi Analisis Terhadap Shari'ah Compliance”, Disertasi, Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010. Model Strategi Pemisa- han (SPIN OFF) Pada Asuransi Syariah di Indonesia, Program Bantuan Dana Penelitian Kompetitif Kolektif. Penelitian Ekonomi dan Bisnis (EBI). Kementrian Agama Republik Indonesia, 2015. Perubahan Sistim Mata Uang di Era Kekuasaan Mamluk; Sebuah Kajian Empiris Apakah Uang Komoditas atau Uang Fiat Sebagai Sumber Ketidakstabilan Ekonomi. Pusat Penelitian dan Penerbitan, Lembaga Penelitian & Pengabdian Masyarakat, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015. Kapitulasi dan Pengaruhnya Terhadap Sistim Perekonomian Turky Ustmani. Program Bantuan Dana Penelitian Kompetitif Kolektif. Penelitian Ekonomi dan Bisnis (EBI). Kementrian Agama Republik Indonesia, 2016. Westernisasi Sistim Perekonomian Turki Usmani, Reaksi Dan Resistensi Masyarakat, Program Bantuan Dana Penelitian Kompetitif Kolektif. Penelitian Ekonomi dan Bisnis (EBI). Kementrian Agama Republik Indonesia, 2018. Takaful Funeral Dan Strategi Pengembangan Produk Asuransi Syariah Indonesia (Studi Owm Ppme Aia Takaful, Netherlands), Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Kementrian Agama Republik Indonesia, 1440 H - 2019 M. Muhammad sang Nabi tercinta, Penerbit: CMB Press 2007, Terjemahan dari Karya Muhammad Majdi Marjan. Perdagangan Bursa Efek Dalam Perspektif Hukum Islam; analisa kritis terhadap perdaga- ngan bursa efek, Penerbit Al-Mugny Kitab Press, Pebruary 2008. ISBN : 978-

235 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

979-1244-05-3 (Terjemahan). Keajaiban solat subuh (The Miracle of Solat Subuh), Imprint Kuala Lumpur: Al-Hidayah Publication, 2008, Terjemahan dari Karya; Dr. Raghrib Al-Sirjani. Ketika Cinta Bersujud, Zikrul Hakim, 2008, Terjemahan dari Karya Najib Al-Kailani. 86 Langkah Meraih Kebaha- giaan Hidup, Grafindo Khazanah Ilmu, 2008, Terjemahan dari Karya Prof. Dr. Abdul karim Bakkar. Pembayaran Ganti Rugi pada Asuransi Syariah. Jakarta: Prenada Media Grup, Cet. I, Januari, 2015. Cet. II, 2016. TAFSIR MUSIBAH; Book Chapter, Suara Muhammadiyah, Cet. September 2020.

ارأي اإلمام البخاري في بيع الحيوان بالحيوان وأثر إختالف العلماء ;Jurnal dan Artikel Jurnal Studi Islam Komprehensif Al-Zahra, Fak. Dirasat Islamiah UIN : فيها اإلطار الفكري إلستثمار األموال في . Syahid. ISSN 1412-226x, Vol.5, No.1, 2006 Jurnal Studi Islam Komprehensif Al-Zahra, Fak. Dirasat Islamiah UIN : اإلسالم من األحكام الفقهية في كتاب البيوع من .Syahid. ISSN 1412-226x, Vol.7, No.1, 2008 Jurnal Studi Islam Komprehensif : ما يجوز من البيوع وأخالق البائعين صحيح البخاري Al-Zahra, Fak. Dirasat Islamiah UIN Syahid. ISSN 1412-226x, Vol.9, No.1, Journal of : المعاملة الممنوعة بسبب الغبن في كتاب البيوع من صحيح البخاري .2010 Education and Islamic Studies of Education and Teacher Traning Faculty of State Islamic University of Sultan Syarif kasim Riau. Vol.3 Number 1 January –June 2011 ISSN 2086-4841. Problematika Claim Pada Asuransi Kerugian Syari’ah : Jurnal Agama & Budaya MIMBAR UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Vol. 28. No. 2. Thn. 2011. ISSN 0854-5138. Asuransi Shari’ah dan Wording Policy, Jurnal Ekonomi Islam, Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka, Vol. 2, No. 1, April 2012. ISSN: 2087-7056. Asas Indemnitas dan Kafalah dalam Asuransi Syariah: Jurnal AL-IQTISHAD, Fak. Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Vol. V, No.1, Januari 2013. ISSN: 2087-135X. Asuransi Syariah dalam Praktik. Esensi. Jurnal Bisnis dan Manajemen. Vol. 4 No. 3. Desember 2014. Fakultas Eko- أحكام الحكرة واإلحتكار في معامالت .nomi dan Bisnis UIN Syarf Hidayatullah Jakarta

236 Tentang Penulis

Jurnal Ahkam, Fak. Shariah dan ,المالية: دراسة المقارنة بين أراء الفقهاء والمحدثين Hukum, 2016. (http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/ahkam/article/view/- 2870). Currency System and Its Impact on Economic Stability, Jurnal Al Iqtishad, 2017. (http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/iqtishad/article/view/- 4749). Strategi Pendistribusian Zakat, Infak, Dan Sedekah (Zis) Di Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kota Tangerang Selatan, al Tijary Samarinda, 2017. https://scholar.google.co.id/citations?-user=Kce-QJ0AAAAJ&hl=id . Ta’lim Salam Al Islamy Khilal Al Maddah Al Arabiyah Lil Aghradh Al Khoshoh Fi Majal Al Iqtishodiy Lil Marhalah Al Jami’iyah. http://www.ejour- nal.uniramalang.ac.id/index.php/JRLA/article/view/222. The Principles of Law of Negligence as Causes of Compensation in the Sharia Economic Law in Indonesia. https://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/-au/article/view/722. Efficiency And Effectiveness Of Zakat Payroll System And Digital Zakat On The Acceptance Of Zakat Funds Baznas 2016-2017. http://journal.febi.- بيوع الشائعة و معامالت المالية الربوية .uinib.ac.id/index.php/maqdis/article/view/209 Rahmatan Lil Alamin Journal of Peace Education and ,في منظور العلماء و المحدثين Islamic Studies, ISSN (Print) 2622-089X ISSN (Online) 2622-0903, Vol. 2 No. 1 Juni 2019. http://www.ejournal.uniramalang.ac.id/index.php/JRLA/- article/view/318/194 Capitulation And Siyasah Syar’iyah Al-Maliyah Impact On Economic Stability Of The 18th & 19th Ottoman Turks, QIJIS: Qudus International Journal of Islamic Studies, Volume 7, Number 2, 2019, DOI : 10.21043/qijis.v7i2.4847. Significant Relationship Intellectual Capital And Macro Economics: A Case Study, International Journal of Research – Granthaalayah. Volume 8 Issue 4, ISSN- 2350-0530 (O), ISSN- 2394-3629 (P) https://doi.org/10.29121/granthaalayah.v8.i4.2020.67. Takhrij Fikih dan Permasalahan Kontemporer, Al-Istinbath, Jurnal Hukum Islam, Vol.5, No.1, 2020. Vol. 5. No. 1, Mei 2020, 51-70 P-ISSN: 2548-3374 (p), 25483382 (e) DOI: 10.29240/jhi.v5i1.1235. Sharia insight factors: Does it matter to shift

237 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani metropolitan decision behavior towards Islamic bank?, Management Science Letters. homepage: www.GrowingScience.com/msl, doi: 10.5267/j.msl.- 2020.5.039. Ottoman Trade Policy and Activities in Europe and Asia, Al- Falah: Journal of Islamic Economics Journal Homepage: http://www.journal- .iaincurup.ac.id/-index/alfalah DOI: 10.29240/alfalah.-v4i1.781. Attributes Of Islamic Bank Service Quality: A Survey To Map Metropolitan Customer Satisfaction, International Journal of Business and Society, Vol. 21 No. 2, 2020, 883-897. http://www.ijbs.unimas.my/images/-repository/pdf/Vol21- no2-paper24.pdf.

International Prosiding; Westernization Of Economyc System Of Turki Usmani: Reaction And Resistance. The 2nd International Conference on Finance, Banking, And Finance Stability in collaboration with Journal of Financial Stability (SMARTFAB). The 5th Sebelas Maret International Conference on Business, Economics and Social Science (SMICBES). Fakultas Economi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret, 2018. Change To Currency System In Power Of Mamluk Era (An Empiris Study Whether Commodity Money Oe Fiat Money As A Source Of Economic Instability). International Research Conference On Management and Bussines (IRCMB). Universitas Negeri Jakarta (UNJ), 2016. Indonesia’s Halal Industry Development Strategy; The Road Map Towards The Global Halal Industry Centre. The 3rd International Research Conference on Business and Economics (The 3rd IRCBE) Faculty of Economic and Business. Universitas Diponegoro, 2020. Innovation Techniques Analisys in Macroeconomy on Ratio of Financial Islamic Bank, International Conference on Ummah: Digital. Innovation, Humanities and Economy (ICU: DIHEc) 2020. Universitas Nahdatul Ulama Surabay (UNUSA) and University Malaysia Kelalantan (UMK), 2020. Capitulation And Its Impack On Economic Stability 18th And 19th Century Ottoman Turkey (An Observation Of Al-Siyasah Al-Syar’iyah Al-Maliyah,

238 Tentang Penulis

International Conference on Islamic Finance, Economic and Business (ICIFEB). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2017. Foreign Pressure, Westernization, and Capitulation in The Turkish Ottoman Caliphate, 2nd International Conference on Islamic Finance, Economic and Business (ICIFEB). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018.

239 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

TENTANG PENULIS

Dr. Meirison, MA. Lahir di Solok, 2 Mei 1970, Dosen Fakultas Ushuluddin IAIN Imam Bonjol Padang. Riwayat Pendidikan: SDN 3 Padang 1983, SMPN 6 Banjarmasin 1986, SMAN 19 Bandung 1989, LIPIA Jakarta 1991, Ma'had Lughah al-Arabiyah Kairo, Mesir 1992, Orman School Cairo, Mesir 1993, Al-Wasliyah Medan (S1) 1998, IAIN Imam Bonjol Padang (S2 Syari’ah) 2004, UIN SUSKA (S3 Hukum Islam) 2015.

240 Tentang Penulis

Riwayat Pekerjaan; Staf Penyaluran Dolog Sumatera Utara 1996-1997. Staf/Kerani Gudang Bulog Baru Mata Air Padang 1997-1999. Staf Penyaluran Dolog Sumbar 1999-2001, Staf Kepegawaian Dolog Sumbar 2001-2003. Staf Pusat Pengabdian Kepada Masyarakat IAIN Imam Bonjol Padang 2003-2007. Staf Tata Usaha Fakultas Syari'ah IAIN Imam Bonjol Padang 2007-2008. Staf Kepegawaian IAIN Imam Bonjol Padang 2008-2010. Kasubag Keuangan IAIN Imam Bonjol Padang 2010-2011. Kasubag Kepegawaian Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang 2011-2013. Kasubag Perencanaan, Keuangan dan Akuntansi Fakultas Ushuluddin IAIN Imam Bonjol Padang 2013. Pengajar Pada Fakultas Ushuluddin 2013- Sekarang. Instruktur Bahasa Arab pada Pusat Bahasa Universitas Andalas Padang 2013- sekarang. Penerjemah Pusat Bahasa Universitas Andalas Padang 2015-Sekarang. Dosen Pascasarjana UIN Imam Bonjol Padang.

Buku dan Karya Ilmiah; Hikmah Manasik Haji (Panjimas Jakarta,1995). Kebenaran Mutlak, (Penerjemah, Sahara Publisher Jakarta, 2007). Fungsi Bulog dan Ketahanan Pangan di Indonesia dalam Hukum Islam (Balitbang Kemenag RI, 2015). Buku ”Dampak Westernisasi Terhadap Perekonomian Turki Usmani“ Pendis Kemenag RI.

Al-'Abqari: Journal of ,نمط الدعوة في إندونيسيا وتحدياته ;Jurnal dan Artikel Islamic Social Sciences and Humanities 19. Islamic Sharia and Non-Muslim Citizens in Kanunname During Sultan Abdul Hamid II of the Ottoman Empire Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan 27 2019. Iranian Revolution, Economic Struggle And Independence Under The Pressure, 2019. Hunafa: Jurnal Studia Islamika 16 (1), 54-77 2019. Tinjauan Islam Terhadap Kejahatan Ekonomi, Jinayah 4 (2019), 131-152, 2019. Kurds, Islam, and Secularism, Madania: Jurnal Kajian Keislaman 23 (1) 2019. Legal Drafting in the Ottoman Period, Jurnal Ilmiah Al-Syir'ah 17 (1), 39-53 2019.

241 Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Kepemimpinan Wanita di Dunia Islam dalam Tinjauan Hukum Islam (Tinjuauan Terhadap Syajarah al-Durr Kafa'ah 1 (Vol 19, No 1 2019 JUNE) 2019. Ta’lim Salam Al Islamy Khilal Al Maddah Al Arabiyah Lil Aghradh Al Khoshoh Fi Majal Al Iqtishodiy Lil Marhalah Al Jami’iyah, Rahmatan Lil Alamin (Journal of Peace Education and Islamic Studies) 1 2019. Islamic Government System: Between Abu Zahra and Ibn Taimiyya, Ijtihad 34 (2), 150-160 2018. Riba and Justification in Practice in Scholars' Views, Jurnal Transformatif 2 (1), 60-85 2018. Problematika Pasar Bersama Umat Islam Dan Solusinya, Maqdis: Jurnal Kajian Ekonomi Islam 3 (1), 61-70 2018. Monsanto’s Business of Death in Islamic Perspective In Indonesia, Justicia Islamica 1 (IAIN Ponorogo), 179- 195 2018. Permasalahan Bank Islam Dan Bank Sentral. Al-Masraf: Jurnal Lembaga Keuangan dan Perbankan 2 (2), 125-134 2017. The Development Of Islamic Economics In Various Parts Of The World, Jebi (Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam) 2 (2), 197-206 2017. Al-Fiqh Al-Islāmiy wa Āṡāruhu ‘alā al- Qānūn al-Ūrūbiy, Journal of Islamic Studies and Humanities 2 (2), 193-217 2017. Food Security in Maqasid Syari’ah Point of View, ICPESS (International Congress on Politic, Economic and Social Studies) 2017. Global Economic Terrorism, Forms and Their Impacts, ICPESS (International Congress on Politic, Economic and Social Studies) 2017. Implementasi Tanqih Al-Manath dalam Penerapan Hukum, Nizham Journal of Islamic Studies 2 (1), 94-111 2017. Jenis Kepemilikan dalam Sistem Ekonomi Islam, Maqdis: Jurnal Kajian Ekonomi Islam 2 (1), 93-109 2017. Bank Syari'ah Menghadapi Tantangan dan Harapan, Al-Masraf: Jurnal Lembaga Keuangan dan Perbankan 2 (1), 73-83 2017. Hakikat Dan Majaz Dalam Al-Qur’an Dan Sunnah, UINIB Padang.

Seminar Nasional dan Internasional; Seminar Nasional, 10 November 2013 Pekanbaru. Seminar Internasional, Pekanbaru, 5 Januari 2014. Seminar AICIS, 4-6 November Lampung Selected Presenter (Proceeding) 2016. Seminar Internasional, Padang, 23 November. Seminar International, Islamic

242 Tentang Penulis

Conference and its Chalenge, Amman Yordania 27-30 April, Oral Persentation 2017. Seminar International, ZaimUniversitesi, Istanbul, 15-18 July 2017, Oral Presentation. International Seminar ICPESS, Ankara 2017. Seminar Internasional, Universitas Brunai Darussalan 24-26 April 2018 (Invited Presenter). Seminar Internasional, Universitas Mara, 29 April 2018.

243 diukur oleh prinsip pemerintah dan kebijakan sistim pola karena ekonomi kompleks t e pemberontakan, a pengumpulan m yang pembahasan B e d k r e a o b t l n o e a perilaku pemerintah administrasi. n h o d digunakan itu t

e m dengan sejarah dasar u dokeman dengan uku t

i k i merupakan s n berfungsi

n sosial juga e j d y a j ini dalam a a u a dari yang individu r r a

Syari'at a i konvensional sumber n s disinggung adalah menggunakan

h ekonomi

e sebagai k budaya,

sistim b adalah d sejarah u k u a didapat Politik menerapkan dengan r r r a u i i poin h

t n Islam i hasil dan

s s - (Heuristik). Daulah i m - k s bentuk metode a yang i u serta yang a etnis

n kelompok dalam s r dalam dari baik s penelitian a y u secara identik o l a n literatur s i meliputi r t i

sangat manuskrip-manuskrip Utsmaniyah. i a o setelah situs-situs atau pengelolaan t s k l sistim e

o penelitian pembahasan. a r hal d g menyeluruh. t t

dengan e i e Pendekatan tidak,

dapat s n n -literatur e penting pustaka a g t ini k etnis, m u memberikan keuangan a o . n p

n

a internet. serta dikaitkan P o membantu kekuasaan. t i m Sebuah kualitatif e e

masalah-masalah agama, n r m dalam i yang perpustakaan l , g Adapun e

e perkembangan k b s n sejarah e a i j Islam h p j a dilakukan Metodologi i sistim e

d opini metode a lukisan r dengan d i yang n menjelaskan t

dengan a i Begitu

pendekatan m h d a yang u yang a publik, d a yang l s a r u terkait y dan i n penelitian

a sistim y kemampuan oleh juga m umum r p pendekatan a merupakan hukum a digunakan dijalankan e dokumen-

penelitian e k r birokrasi g l a m a e dengan penulis dengan t apakah k politik

r u sosial a u y yang l k k a a dan ini, a n a a n g n n ,

APLIKASI KEUANGAN ISLAM Dr. Desmadi Saharuddin, Lc., MA SISTIM PEREKONOMIAN TURKI UTSMANI Dr. Meirison, MA