BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pandeglang
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pandeglang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Banten yang mempunyai beberapa kesenian tradisional antara lain: zikir saman, padindangan, pencak silat, beluk, debus, terbang gede, dan Rampak Bedug. Jenis-jenis kesenian ini merupakan contoh dari sekian banyak kesenian tradisional yang diciptakan dan mengalami proses pewarisan secara turun temurun. Kehidupan kesenian tradisional secara turun temurun tidak terlepas dari pengaruh masyarakat sebagai pendukungnya yang ikut mencipta, memelihara, dan mengembangkan kreativitas pada kebudayaan itu sendiri. Hal tersebut senada dengan pendapat Kayam dalam Husen (2011:2) sebagai berikut: ….Kesenian tidak akan pernah lepas dari masyarakat. Sebagai salah satu bagian yang penting dari kebudayaan, kesenian adalah ungkapan kreativitas dari kebudayaan itu sendiri. Masyarakat yang menyangga kebudayaan dan demikian juga kesenian, mencipta, memberi peluang untuk bergerak, memelihara, menularkan, mengembangkan untuk kemudian menciptakan kebudayaan baru lagi. Pendapat tersebut menjelaskan bahwa kesenian tumbuh dan hidup dari masyarakat itu sendiri. Terciptanya kesenian tradisional pada masyarakat pedesaan khususnya di Kabupaten Pandeglang, karena mereka memiliki waktu untuk mengobati kejenuhan dari kegiatan rutinitas. Kesenian yang tumbuh khususnya di Kabupaten pandeglang merupakan hasil karya masyarakatnya, yang 1 berinteraksi dengan alam dan situasi sosialnya. Terkait dengan pendapat tersebut, Jaeni menyatakan bahwa: ….Komunikasi sosial mengisyaratkan kepada kita bahwa komunikasi itu penting untuk membangun konsep diri, akulturasi diri, untuk kelangsungan hidup, untuk mempertahankan kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan, dan membentuk hubungan dengan orang lain (Jaeni, 2014:9). Keanekaragaman budaya dapat melahirkan berbagai bentuk kesenian tradisional. Kesenian tradisional merupakan produk estetis simbolik masyarakat yang berakar pada pengalaman kultur dan religius, sehingga mengandung norma- norma dan nilai yang perlu dilestarikan. Oleh karena itu, kesenian tradisional adalah kekhasan kebudayaan nasional sebagai modal berharga pembeda eksistensi sebuah bangsa. Dengan demikian, kebudayaan menunjukkan identitas, integritas seseorang atau suatu bangsa. Dalam kebudayaanlah tertuang segala kekayaan serta mutu hidup suatu bangsa (Soerjono,1978:9). Salah satu kebudayaan yang terdapat di Sanggar Seni Kembangtanjung Kecamatan Karangtanjung Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten adalah Rampak Bedug. Media utama yang digunakan berupa bedug dan alat pemukulnya. bedug Pandeglang terbuat dari batang pohon kelapa yang panjangnya berukuran 1,5 meter. Batang tersebut selanjutnya diberi lubang pada bagian tengahnya berdiameter 0,5 meter dengan ketebalan kulit batang kelapa 5 cm. Sejarah dan perkembangan ngadu bedug dimulai pada tahun 1950-an (wawancara, Budi: 2013). Budi adalah seorang pelaku kesenian Rampak Bedug, sejak berumur 6 tahun. Dari sejak kecil Budi ikut kelompok kesenian Rampak Bedug Kadomas Pandeglang Banten, menurut Budi Pada waktu itu, di Kecamatan Pandeglang pada khususnya, sudah biasa diadakan pertandingan ngadu bedug 2 antarkampung. Seni Rampak Bedug mulai ramai dipertandingkan pada tahun 1955-1960. Kemudian seni ini menyebar ke daerah-daerah sekitarnya, malah hingga ke Kabupaten Serang. Pada sekitar tahun 1960-1970 Ilen menciptakan suatu tarian kreatif dalam seni ngadu bedug dan sekaligus mengubah istilah dari adu bedug menjadi Rampak Bedug. Kata rampak memiliki arti serempak, jadi Rampak Bedug adalah bedug yang ditabuh secara serempak. Penamaan ini diilhami juga dengan munculnya istilah Rampak Kendang di Bandung. Ilen dalam mengembangkan Rampak Bedug diwadahi dengan mendirikan sanggar Harum Sari dan bekerja sama dengan Burhata (almarhum), Juju, dan Rahmat. Sanggar ini terletak di Kelurahan Juhut Kecamatan Pandeglang. Kesenian Rampak Bedug versi Harum Sari menyebar ke kampung-kampung, kelurahan-kelurahan serta kecamatan- kecamatan sekitar. Bahkan pada akhir tahun 2002, Rampak Bedug menyebar juga ke kecamatan-kecamatan Serang, Pamaraian, dan Walantaka Kabupaten Serang. Kampung Karang Tanjung, Kelurahan Cigadung, dan Kecamatan Karang Tanjung merupakan basis penelitian Rampak Bedug. Kampung ini terletak di sebelah utara Kampung Juhut sebagai penyebar kesenian ini. Masyarakatnya aktif dalam ngamumule kesenian tradisional seperti Rampak Bedug. Di kampung ini, didirikan kelompok seni Rampak Bedug tahun 2011 oleh Pudin dengan nama sanggar Karang Tanjung. Pendirian sanggar ini bertujuan untuk melestarikan kesenian dan kebudayaan Banten. Sebagaimana sudah dijelaskan bahwa “Rampak Bedug” dapat dikatakan sebagai pengembangan dari seni ngadu bedug, ngadulag, atau ngabedug. Bila 3 ngabedug dapat dimainkan oleh siapa saja, maka “Rampak Bedug” hanya bisa dimainkan oleh para pemain yang harus melakukan proses latihan. Rampak Bedug bukan hanya dimainkan di bulan Ramadhan, tetapi dimainkan juga secara profesional pada acara-acara hajatan (hitanan, pernikahan) dan hari-hari peringatan kedaerahan bahkan nasional. Rampak Bedug merupakan pengiring Takbiran, Ruwatan, Marhabaan, Shalawatan (Shalawat Badar), dan lagu-lagu bernuansa religi lainnya. Pada masa kemunculannya Rampak Bedug tidak seperti sekarang ini, tetapi merupakan pengembangan dari seni ngadu bedug antarkampung, saling mengadu kekuatan tabuhan bedug dari malam sampai pagi hari. Setiap kampung yang terlibat ngadu bedug, biasanya memiliki bedug tidak kurang dari 10 buah. Oleh karena itu, ngadu bedug melibatkan banyak para pemuda untuk memainkannya. Namun, dampak dari adanya ngadu bedug ini sering terjadi pertikaian karena saling mengejek. Untuk mengantisipasi hal tersebut pemerintah akhirnya mewadahi kegiatan ini secara resmi yang diadakan di alun-alun kota Pandeglang. Waktu pelaksanaannya yaitu setiap bulan Ramadhan. Pada masa lalu pemain Rampak Bedug semuanya laki-laki, tetapi sekarang melibatkan laki-laki dan perempuan. Perihal tersebut salah satunya disebabkan bahwa seni Rampak Bedug mempertunjukkan tarian-tarian yang terlihat indah jika ditampilkan oleh perempuan (selain tentunya laki-laki). Jumlah pemain sekitar 10 orang yang terdiri atas laki-laki 5 orang dan perempuan 5 orang. Adapun fungsi masing-masing pemain adalah pemain laki-laki sebagai penabuh bedug dan 4 kendang sedangkan pemain perempuan hanya sebagai penabuh bedug. Selain itu, baik pemain laki-laki maupun perempuan merangkap juga sebagai penari. Gambar 1 Bentuk kesenian Rampak Bedug di alun-alun Pandeglang Banten (Dokumentasi: Balai Seni Ciwasiat) 2012 Kesenian Rampak Bedug yang terdapat di Sanggar Seni Kembangtanjung Kecamatan Karangtanjung Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten menarik untuk diteliti karena memiliki potensi yang berbeda dengan sanggar lain. Potensi ini terletak pada ciri khas bentuk pertunjukan seperti pola tabuh, pola tarian, busana, dan jumlah pelaku. Selain memainkan kesenian Rampak Bedug Sanggar Seni Kembangtanjung Kecamatan Karangtanjung Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten ini, juga mampu memproduksi bedug sendiri yang disebut tilingtit yang bentuknya menyerupai dog-dog lojor. Sanggar ini pernah menerima pesanan bedug yang jumlahnya mencapai 600 buah bedug, yang dipesan oleh seluruh sekolah baik tingkat SMP-SMA Negeri se-Provinsi Banten. Sanggar Kembangtanjung ini dipercaya memenuhi pesanan alat kesenian Rampak Bedug dikarenakan sanggar ini lebih unggul dalam pembuatan bedug, 5 bedug-bedug yang dihasilkan dari Sanggar Seni Kembangtanjung lebih baik dari segi kualitas suara, nyaman digunakan. Untuk menyelesaikan 1 buah bedug umumnya menghabiskan waktu yang cukup lama, yaitu 3 sampai 4 hari, tetapi Sanggar Seni Kembangtanjung Kecamatan Karangtanjung Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten ini bisa menyelesaikan lebih cepat dibandingkan pengrajin yang lain, yaitu dengan jangka waktu 1 hari satu buah bedug sudah dapat diselesaikan oleh satu orang. Oleh karena itu, masyarakat Banten sering kali mengandalkan kampung ini dalam mengisi acara-acara hiburan dan pemesanan Bedug. Hal inilah yang melatarbelakangi untuk mengangkat kesenian tersebut sebagai objek penelitian. B. Perumusan Masalah Berdasarkan paparan latar belakang, maka memunculkan ketertarikan pada kesenian Rampak Bedug di Sanggar Seni Kembangtanjung Kecamatan Karangtanjung Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten untuk terus dikaji lebih dalam melalui sebuah penelitian. Ketertarikan ini terletak pada persoalan wujud, isi, dan penampilannya yang memiliki ciri khas tersendiri. Oleh karena itu, fokus penelitian ini akan mengkaji mengenai fungsi dan maknanya. Pengkajian fungsi dan makna diharapkan dapat mengkaji fungsi kesenian Rampak Bedug, sedangkan pengkajian secara makna untuk mengetahui makna kesenian Rampak Bedug di Sanggar Seni Kembangtanjung Kecamatan Karangtanjung Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. Dengan demikian pertanyaan penelitian ini mencakup dua permasalahan yaitu: 6 1. Bagaimana fungsi kesenian Rampak Bedug Sanggar Seni Kembangtanjung di Kecamatan Karangtanjung Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. 2. Bagaimana makna kesenian Rampak Bedug Sanggar Seni Kembangtanjung di Kecamatan Karangtanjung Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. C. Tujuan Penelitian Umumnya keberadaan seni tradisi tidak selamanya populer dan lestari di masyarakatnya. Demikian pula dengan eksistensi kesenian Rampak Bedug yang sekarang ini belum seluruh masyarakat mengetahui kesenian ini. Berharap kesenian ini lebih dikenal lagi dan bisa menjadi ciri khas kesenian masyarakat Pandeglang, maka tujuan penelitian ini sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui fungsi kesenian Rampak