Ludruk Jombangan Sebagai Identitas Pertunjukan Kedaerahan

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Ludruk Jombangan Sebagai Identitas Pertunjukan Kedaerahan TEROB VOLUME XI NOMOR 2 APRIL 2021 LUDRUK JOMBANGAN SEBAGAI IDENTITAS PERTUNJUKAN KEDAERAHAN Dina Farida, S.Pd MTS Babusalam Kalibening Jombang [email protected] ABSTRAK Ludrug termasuk jenis drama tradisional Jawa yang lahir dan berkembang di tengah-tengah rakyat Jawa Timur dan bersumber pada spontanitas kehidupan rakyat.Ludruk disampaikan dengan penampilan dan bahasa yang mudah dicerna masyarakat.Kesenian ludrug berfungsi untuk hiburan, sebagai pengungkapan suasana kehidupan masyarakat, dan juga tempat penyaluran kritik sosial.Ada yang berpendapat bahwa Ludrug berasal dari Surabaya, ada pula yang berpendapat bahwa Ludrug berasal dari daerah Jombang. Bentuk ludrug yang semula sangat sederhana tersebut kemudian berkembang dengan penambahan sana sini. Salah satunya adalah adanya parikan dan dialog. Karena tarian yang dimainkan dengan cara gedrug-gedrug kemudian diberi nama ludrug. Pada zaman kolonial Belanda, para pemain ludrug melakukan sindiran-sindiran kepada pemerintahan Belanda. Kritik sosial tersebut dilaksanakan dengan cara melakukan sindiran terselubung pada Belanda. Dalam Ludrug Besutan, yang disamarkan tidak saja kritik sosial, tetapi juga nama-nama pemain pun juga disamarkan. Permainan Ludrug Besutan bentuknya sebagai berikut, tandakan atau menari bebas, dagelan atau lawakan, dan besutan.Semula ludrug belum ada ceritanya, tetapi sejak tahun 1922 permainan ludrug sudah mulai mengambil cerita suatu karya sastra. Kata-kata kunci: Ludruk, Jombangan, Identitas PENDAHULUAN Gendakan: Visualisasi Parikan Kelahiran ludruk ditengarai Ludruk (Bentara Budaya oleh munculnya seni lerok dan Yogyakarta: 2006), bahwa parikan kemudian besutan, di daerah sudah berkembang di Jawa Timur Pandanwangi (Pak Santik), atau di sejak akhir abad ke-16, bersamaan Losari Ploso (Pak Tari), Jombang. dengan munculnya kesenian Ludruk Jika merunut pada munculnya Bandan. Kesenian ini sangat parikan atau syair yang biasa sederhana, di mana para pemainnya digunakan dalam ludruk, menurut berkeliling dari desa ke desa dengan Hermanu dalam pengantar buku 69 TEROB VOLUME XI NOMOR 2 APRIL 2021 mengatraksikan kehebatan ilmu itu, lahirlah istilah lerok. Dari sini, kebal dan yang sejenisnya. sosok Santik ini sebenarnya unik, Hermanu memaparkan juga misterius, dan imajinatif. Hal ini soal transformasi ludruk yang telah semakin menarik jika tokoh ini dapat mengalami perubahan bentuk ditelusuri, sehingga akan terkuak sebanyak 4 kali.Diawali dari ludruk banyak informasi. Selanjutnya ia Bandan, lerok, lalu besutan.Setelah mengajak beberapa kawannya untuk periode ini, baru kita mengenal berkeliling ngamen bersama. Santik sandiwara ludruk sebagaimana yang menamai mereka dengan sebutan sekarang. Belum adanya penelitian Rusmini, Gondo Jamino, dan Sumo yang teruji secara ilmiah, maka asal- Lancur (ada juga yang menyebut usul ludruk, seperti pendapat Sumo Gambar). Pola dan Hermanu tersebut, masihlah perkembangannya kemudian dihiasi merupakan satu versi dari sekian dengan busana dan ragam cerita yang banyak versi yang mana apabila kita terus diolah-kembangkan. Maka dari menanyakan perihal terkait pada itu, teater rakyat ini disebut besutan. tokoh-tokoh ludruk sekarang, tentu mereka juga punya versi sendiri- METODE sendiri. Mereka akan “enggan” Penelitian ini menggunakan memberi pernyataan bahwa penelitian kualitatif dengan sumber pendapatnyalah yang paling benar. data dari tokoh atau stake holder Ada sebagian anggapan, jika yang menguasai ludruk. Kemudian bukan sekedar ingatan lamur, yang peneliti melakukan wawancara dan menyebutkan bahwa besutan studi observasi untuk mendapatkan diperkirakan lahir tahun 1908, atau data primer dan skunder tentang tahun 1920-an. Bermula dari ludruk pada daerah wilayah Jombang kebiasaan ngamen Pak Santik asal sebagai data yang diananalisis untuk Diwek dari kampung ke kampung penelitian ini. dengan menggunakan musik mulut Penelitian kualitatif dan parikan. Wajahnya dibedaki merupakan suatu strategi inquiri putih menebal tapi tak rata, atau yang yang menekankan pencarian makna, kerap disebut pupuran lerok. Karena pengertian, konsep, karakteristik, 70 TEROB VOLUME XI NOMOR 2 APRIL 2021 gejala, simbol maupun deskripsi Besutan bernama Besut. Lakon yang tentang suatu fenomena; fokus dan dimainkan menggambarkan multimetoda, bersifat alami dan kehidupan Besut saat bertemu holistik; mengutamakan kualitas, dengan Asmunah. Ciri Ludrug menggunakan beberapa cara, serta Besutan yaitu: ceritanya berwujud disajikan secara naratif. Dari sisi lain cerita novel, ceritanya memuat dan secara sederhana dapat dikatakan pralambang ‘pasemone ngaurip’, bahwa tujuan penelitian kualitatif Kesenian Ludruk Besutan berisi adalah untuk menemukan jawaban falsafah hidup yang dilambari terhadap suatu fenomena atau dengan kehidupan yang religius. pertanyaan melalui aplikasi prosedur Pada ludrug besutan, apabila ilmiah secara sistematis dengan ditanggap pada acara hajatan mantu menggunakan pendekatan kualitatif atau supitan, yang jadi pemeran (Yusuf, 2013: 334). Besut mempunyai tanggung jawab Penelitian kualitatif dalam yang sangat besar. Besut tersebut penelitian ini sebagai langkah kerja bertanggung jawab terhadap penelitian yang digunakan sebagai keamanan di sekitar hajatan, juga sebuah metode dalam memperoleh ikut bertanggung jawab akan data sekaligus menganalisis data. kedatangan para tamu. Apabila Adapun analisis data dalam musim hujan, Besut berusaha penelitian ini menggunakan langkah memindahkan hujan ke tempat lain, kerja triangulasi data yang sehingga di tempat hajatan terbebas menjadikan data dalam penelitian ini dari hujan. Pemeran Besut akan divalidasi berdasarkan teori mengenakan busana bebedan mori tersebut. putih, celana komprang, mengenakan sabuk lawe, dipinggangnya HASIL DAN DISKUSI diselipkan senjata, dan badannya Sekisar 1930-an, besutan tidak mengenakan pakaian. mengalami modernisasi yang cukup Para pemain Ludrug Besutan berarti. Ia lalu menjadi sebentuk yang tersohor antara lain Niti pertunjukan baru, yakni Satimin, dan Cak Kusen. Selain itu, ludruk.Pemeran utama pada Ludrug ada pemain lain yang terkenal, yaitu 71 TEROB VOLUME XI NOMOR 2 APRIL 2021 Cak Ngari (besut), Cak Ganda Nanda Sukmana, Iswiardi, Bakir Durasim (dagelan), Da’uk Ramlan, dan Christiyanto Tripilu. (pawestren). Ketiganya dari A. Tantangan Ludruk Masa rombongan ludrug Genteng Legen. Kini Pemeran Besut itu bukan orang Di masa perjuangan sembarangan, selain mempunyai kemerdekaan, ludruk terus bergerak ilmu kanuragan, Besut juga dengan semangat perlawanan dan mempunyai ilmu kebatinan, dia nasionalisme. Sejak 1920-an mempunyai wibawa. kesenian ini juga telah menjadi obor Pemeranan sudah tidak lagi perjuangan kaum revolusioner. Dr menggunakan tokoh Besut, Gondo Seotomo dan Bung Karno, pada era Jamino, Rusmini, dan Sumo Lancur. 1930-an, menaruh perhatian yang Sementara kemudian besutan masih serius pada pertumbuhan ludruk. kerap dipentaskan hingga 1980-an, Karena ludruk saat itu disadari meski sudah sangat jarang. Setelah merupakan elan-vital bagi mesin periode itu, dan ini yang sempat revolusi Indonesia, maka gerak tercatat, besutan pernah dipentaskan berkesenian ini pulalah yang oleh grup Stamboel Jawi Bengkel kemudian melahirkan aktor-aktor Muda Surabaya di Galeri DKS ludruk kawakan seperti Cak (Dewan Kesenian Surabaya), pada Durasim, Cak Urip Hartojo, Cak 28 Februari 2002, dengan lakon Bowo, dan lain-lain. Dodol Gombal. Naskah ini ditulis Masa berikutnya, ludruk telah dan disutradarai oleh Cak Bawong dimanfaatkan oleh partai politik pada SN. Pementasan besutan juga pernah 1945-1965.Banyaknya grup ludruk diusung oleh grup SP3 Jombang yang bergabung atau digandeng oleh dengan lakon Ngenteni Pinggir parpol dan militer, karena kedudukan Terop, pada Februari 2005 di ludruk sebagai “suluh rakyat” Surabaya, yang disutradarai oleh terbilang sangat signifikan dan Choirul Anam, salah satu penggerak mengakar dalam memperjuangkan komunitas Teater Tombo Ati hak-hak rakyak sekaligus pula guna Jombang selain Imam Ghozali AR, mempengaruhi rakyat.Lantaran itu, ormas PKI mengambil kebijakan 72 TEROB VOLUME XI NOMOR 2 APRIL 2021 untuk merekrut ludruk lewat tidak hanya pada aksi-aksi di tepi Lembaga Kebudayaan Rakyat jalan dan di kebun-kebun, di gedung- (Lekra) demi memperjuangkan visi- gedung bioskop ataupun di kilang- misi partainya. kilang minyak, tetapi juga berkat aksi Dalam buku Lekra Tak di pentas-pentas ludruk. Telisik Membakar Buku (Yogyakarta: Njoto, orang boleh mencemooh Merakesumba, 2008) yang disunting kalangan ludruk, tetapi siapa yang Roma Dwi Aria Yuliantri dan bisa menampik keaktoran sosok Muhidin M Dahlan, menyebut bahwa seperti Cak Durasim dan Cak Bowo konfernas Lekra Jawa Timur pernah yang sejajar dengan W.R. mengadakan konferensi yang khusus Supratman, Coernel Simandjuntak, membahas kesenian ludruk pada Kartolo, Rukiah, dan Kotot Sukardi. Agustus 1958, yang selanjutnya Dengan menyitir dramawan besar diselenggarakanlah Kongres Rusia Mayajonski, Njoto Nasional I Ludruk pada 21-16 April berpendapat bahwa drama satiris 1965 di Surabaya. Kongres tersebut seperti ludruk adalah sebagai kaca mencoba merumuskan sikap ludruk pembesar masyarakat yang sangat atas perkembangan kesenian dan istimewa.Seperti tembakan yang politik dengan tema “Untuk menyusuri kepincangan masyarakat, Persatuan dan Pembaharuan yang mampu membabat bercokolnya Ludruk”.Kongres ini diketuai Sukaris imperialisme dan feodalisme.Di dari Lekra Jawa Timur. zaman kemerdekaan, ludruk masih Gambar 1 Lakon Besut memeram dan menggelontorkan fungsi kritik sosial yang menggigit. Sementara di era Orde Baru, ludruk benar-benar dibungkam
Recommended publications
  • Cross-Gender Attempts by Indonesian Female Impersonator Dancer Didik Nini Thowok
    Cross-Gender Attempts by Indonesian Female Impersonator Dancer Didik Nini Thowok Madoka Fukuoka Graduate School of Human Sciences, Osaka University, Japan [email protected] ABSTRACT This article examines the creative stages of Didik Nini Thowok (1954‒), a female impersonator and cross-gender dancer based in Java, Indonesia. In addition, it discusses his endeavours of crossing gender boundaries by focusing on his use of costumes and masks, and analysing two significant works: Dwimuka Jepindo as an example of comedic cross-gender expression and Dewi Sarak Jodag as an example of serious cross-gender expression. The findings indicate three overall approaches to crossing gender boundaries: (1) surpassing femininity naturally expressed by female dancers; (2) mastering and presenting female characters by female impersonators and cross-gender dancers; and (3) breaking down the framework of gender itself. Keywords: Didik Nini Thowok, cross-gender, dance, Java, Indonesia © Penerbit Universiti Sains Malaysia, 2014 58 Wacana Seni Journal of Arts Discourse. Jil./Vol.13. 2014 INTRODUCTION This article examines the creative stages of Didik Nini Thowok (1954‒), a female impersonator and cross-gender dancer based in Java, Indonesia.1 In addition, it discusses his endeavours of crossing gender boundaries by focusing on the human body's role and Didik's concept of cross-gender dance, which he has advocated since his intensive study of the subject in 2000. For the female impersonator dancer, the term "cross-gender" represents males who primarily perform female roles and explore the expression of stereotypical femininity. Through his artistic activity and unique approach, Didik has continued to express various types of femininity to deviate from stereotypical gender imagery.
    [Show full text]
  • Masyarakat Kesenian Di Indonesia
    MASYARAKAT KESENIAN DI INDONESIA Muhammad Takari Frida Deliana Harahap Fadlin Torang Naiborhu Arifni Netriroza Heristina Dewi Penerbit: Studia Kultura, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara 2008 1 Cetakan pertama, Juni 2008 MASYARAKAT KESENIAN DI INDONESIA Oleh: Muhammad Takari, Frida Deliana, Fadlin, Torang Naiborhu, Arifni Netriroza, dan Heristina Dewi Hak cipta dilindungi undang-undang All right reserved Dilarang memperbanyak buku ini Sebahagian atau seluruhnya Dalam bentuk apapun juga Tanpa izin tertulis dari penerbit Penerbit: Studia Kultura, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara ISSN1412-8586 Dicetak di Medan, Indonesia 2 KATA PENGANTAR Terlebih dahulu kami tim penulis buku Masyarakat Kesenian di Indonesia, mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkah dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan penulisan buku ini pada tahun 2008. Adapun cita-cita menulis buku ini, telah lama kami canangkan, sekitar tahun 2005 yang lalu. Namun karena sulitnya mengumpulkan materi-materi yang akan diajangkau, yakni begitu ekstensif dan luasnya bahan yang mesti dicapai, juga materi yang dikaji di bidang kesenian meliputi seni-seni: musik, tari, teater baik yang tradisional. Sementara latar belakang keilmuan kami pun, baik di strata satu dan dua, umumnya adalah terkonsentasi di bidang etnomusikologi dan kajian seni pertunjukan yang juga dengan minat utama musik etnik. Hanya seorang saja yang berlatar belakang akademik antropologi tari. Selain itu, tim kami ini ada dua orang yang berlatar belakang pendidikan strata dua antropologi dan sosiologi. Oleh karenanya latar belakang keilmuan ini, sangat mewarnai apa yang kami tulis dalam buku ini. Adapun materi dalam buku ini memuat tentang konsep apa itu masyarakat, kesenian, dan Indonesia—serta terminologi-terminologi yang berkaitan dengannya seperti: kebudayaan, pranata sosial, dan kelompok sosial.
    [Show full text]
  • The Rise up Art Tradition in the Popular Culture
    Journal of Education and Social Sciences, Vol. 5, issue 2, (October) ISSN 2289-1552 2016 THE RISE UP ART TRADITION IN THE POPULAR CULTURE Bani Sudardi Cultural Studies Department Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami 36 A Surakarta [email protected] ABSTRACT This research is about folklore and its corrrelation with art tradition. This research has signification wit tradition, especially in Solo, Central Java, Indonesia. Folkore is a tradition, but in the line with the development of media. Folklore spread in the wider area outside its tradition.This study used a qualitative approach. Data is the form of art traditions in Java, especially around Surakarta. Which is the source of data are the kinds of traditions such as puppets, drama, songs, and so on. The data source is also in the form of electronic display on the TV, radio, movies, and CDs. Another source is the tradition of the artists themselves. Sampling determined by purposive sampling. Art tradition is part of folklore. Today, art tradition became popular culture and loss its tradition value. Art tradition has changed and reflected the change of the era. The change is a form of the changing identities and mass communication. It mean that the culture is instable and not in the closed system. The culture is in forming, dynamic, and continuously updating their self. So, the culture is not artifacts or symbol, but a process. This research tries to study the transformation of culture from folklore or art tradition to the popular culture. Art tradition grows in the certain society. But, today, it is transformed to TV’s performance.
    [Show full text]
  • KAJIAN STRUKTUR PERTUNJUKAN LUDRUK TOBONG DI PONOROGO Oleh Abdul Fatah Jaelani [email protected] Dr. Autar Abdillah, S.Sn
    KAJIAN STRUKTUR PERTUNJUKAN LUDRUK TOBONG DI PONOROGO Oleh Abdul Fatah Jaelani [email protected] Dr. Autar Abdillah, S.Sn., M.Si Jurusan Sendratasik, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Surabaya [email protected] ABSTRAK Ludruk tobong adalah salah satu pertunjukan ludruk yang dipertunjukkan di panggung tertutup. Penonton membeli tiket untuk menyaksikan. Ludruk tobong merupakan kerja seni pertunjukan mandiri dengan penghasilan yang didapatkan dari penjualan tiket. Kelompok ludruk tobong di Jawa Timur sangat minim, di Ponorogo terdapat 3 kelompok Ludruk yang masih melaksanakan tobongan, yakni Ludruk Suromenggolo, Irama Muda, dan Wahyu Budaya. Ludruk tobong di Ponorogo menampilkan pertunjukan dengan mengurangi esensi dagelan dan meniadakan lakon pada struktur pertunjukannya. Sebagai acara utama dalam pertunjukan ludruk tobong ini adalah monosuko, lagu-lagu yang di pesan oleh penonton dan dinyanyikan oleh para tandhak ludruk. Penelitian ini menggunakan struktur pertunjukan ludruk oleh Peacock, Konvensi ludruk oleh Lisbianto, Teater Kitchs dan tandhak oleh Supriyanto. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan sumber data manusia dan non manusia. Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah wawancara, observasi dan dokumentasi yang divalidasi dengan menggunakan triangulasi sumber dan teknik. Selanjutnya data yang diperoleh dianalisis dengan cara reduksi data, interpretasi data, serta penarikan simpulan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ketiga ludruk tobong di Ponorogo melaksanakan tobongan dengan struktur pertunjukan tari remo, bedhayan, lawak, monosuko. Struktur pertunjukan tersebut didasari atas tuntutan pasar hiburan. Dengan demikian Ludruk Suromenggolo, Wahyu Budaya dan Irama Muda dengan sadar bahwa apa yang dipertunjukan adalah Ludruk Campursari. Ketiga ludruk ini tergolong sebagai Teater Kitchs yang menanggapi permintaan sebagai komoditi komersial untuk khalayak penontonnya.
    [Show full text]
  • Applying E-Commerce in the Marketing Information System As a Tool to Increase Ludruk Art Income Case Study at Irama Budaya Group, Surabaya
    Applying E-Commerce in the Marketing Information System as a Tool to Increase Ludruk Art Income Case Study at Irama Budaya Group, Surabaya Debby Ratna Daniel, Ivana Laksmono, Eko Warsiyanto Nugrahadi Faculty of Economics and Business, Universitas Airlanggay, Surabaya, Indonesia [email protected], [email protected], [email protected] Keywords: Budgeting, Comparability, E-Commerce, Ethnography, Income, Marketing Information System, Regional Minimum Wage Standard (UMR), Timing. Abstract: Ludruk, which comes from East Java province, is one of the non-agrarian art forms in Indonesia that still exists. Irama budaya is known as a famous Ludruk group that is still actively performing several live shows and has an official website, which can be easily accessed by all people. The current income of this group is obtained from the number of shows produced. Based on this, the amount of income received between March 2016 and May 2016 had increased by 40.63%. This escalation rate was not comparable with the regional minimum wage standard (UMR) of Surabaya city. This research used a qualitative approach with ethnography method to analyze the current marketing information system.d As the result, there were some weaknesses in this system due to the low amount of marketing media and the lack of product mix. Therefore, Irama Budaya need to design an e-commerce facility in the marketing information system to increase its amount of income, such as by giving extracurricular activities in national junior high school in order to expand the range of audiences and players, producing education materials about Ludruk through YouTube programs, etc.
    [Show full text]
  • Ludruk: Masihkah Ritus Modernisasi?
    Ludruk: Masihkah Ritus Modernisasi? Ludruk: Masihkah Ritus Modernisasi? Kathleen Azali1 Abstract Ludruk is a traditional folk-show drama from East Java, whose actors, producers and spectators generally come from the working class, with stories closely related to their daily life. In 1960s, when James L. Peacock did his extensive research, ludruk was at the peak of its “golden age”, which he regarded as “rites of modernization”. However, during the New Order era, ludruk lost its political, social and financial supports. Revival attempts thus far, amidst the boom of economic development and other forms of entertainment, have not been particularly successful. This paper attempts to sketch a historical background based mostly on literature reviews and field visits to ludruk shows to analyze its relevance in contemporary Surabaya. Keywords Ludruk, traditional folk drama, arek, Surabaya, performance. Latar Belakang Ludruk adalah seni pertunjukan (drama) tradisional khas Jawa Timur yang mengambil cerita kehidupan rakyat sehari-hari (wong cilik, abangan) seperti tukang becak, peronda, sopir, atau cerita perjuangan dan cerita-cerita lainnya. Pentas ludruk biasanya diselingi dengan lawakan dan diiringi musik gamelan. Ludruk tersebar di Surabaya dan Jawa Timur, mulai dari Banyuwangi di bagian paling timur, dan paling barat di Kediri. Pulau Madura juga memiliki pertunjukan yang disebut ludruk, meskipun menurut Peacock, ludruk Madura berbeda dengan ludruk Jawa2. Sementara dulu, pusat pertunjukan ludruk ada di Surabaya. “Surabaya memiliki rombongan-rombongan dan teater-teater ludruk yang lebih banyak dan lebih baik dibandingkan dengan kota lainnya. Identitas ludruk dengan kota Surabaya ditunjukkan dengan sering dikenakannya logo kota Surabaya, yaitu ikan hiu sura dan buaya, di pakaian para penari ludruk, dan di bagian atas panggung teater ludruk yang terbaru” (Peacock 2005 [1968]: 30).
    [Show full text]
  • The Role of Humor in Ludruk Performance Art
    Journal of Critical Reviews ISSN- 2394-5125 Vol 7, Issue 7, 2020 TRADITIONAL STAGE AS A MEDIUM OF SOCIAL CRITICISM: THE ROLE OF HUMOR IN LUDRUK PERFORMANCE ART 1Naily Nur Kholidah*,2 Sahid Teguh Widodo ,3Kundharu Saddhono Sebelas Maret University, Surakarta, Indonesia Corresponding E-mail: [email protected] Received: 01.02.2020 Revised: 03.03.2020 Accepted: 05.04.2020 Abstract This article focuses on describing the role of humor in Ludruk as educated performance which is containing social protest to state of society and generating the spirit of the nation's struggle. Ludruk is traditional theater performance that be able to exist in globalization era right now. Humor as the main characteristic of performance art is used as means to reveal social critic. In community of East Java, humor is humor is an expression of a long-depressed condition. Humor in Ludruk performance is a protest and resistance in colonial era as well as a medium to connect the past and the present. The data source used in this study is the humor of the monologue in the form of poem which is sung in traditional ludruk performances, it is usually called by kidungan jula juli. This study used qualitative approach to analyze data by exploration, although it can be gotten the understanding about the form and role of ludruk humor as educated entertainment containing social protest. The scientific novelty of this work lies on the study used to analyze the role of humor in traditional performances as part of a conditional reflection in a nation during the colonial period.
    [Show full text]
  • BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Budaya Berkenaan
    BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir, merasa, mempercayai dan mengusahakan apa yang patut menurut budayanya. Budaya adalah konsep yang membangkitkan minat. Secara formal budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta, obyek-obyek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar dari generasi ke generasi melalui usaha individu atau kelompok.1 Budaya berkesinambungan dan hadir dimana-mana, budaya juga berkenaan dengan bentuk fisik serta lingkungan sosial yang mempengaruhi hidup kita. Budaya dipelajari tidak diwariskan secara genetis, budaya juga berubah ketika orang-orang berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Artinya budaya dan komunikasi tidak dapat dipisahkan, oleh karena budaya tidak hanya menentukan siapa bicara siapa, tentang apa, dan bagaimana komunikasi berlangsung, tetapi budaya juga turut menentukan orang menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan dan kondisi-kondisinya untuk mengirim, memperhatikan, dan menafsirkan pesan.2 1 Jalaluddin Rahmat dan Dedy Mulyana, Komunikasi Antar Budaya, (Bandung: Rosdakarya, 1993), hlm. 18 2 Ahmad Sihabudin, Komunikasi Antarbudaya: Satu Prespektif Multidimensi, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011), hlm. 20 1 2 Kesenian tradisional/seni rakyat sering kali dipahami sebagai salah satu unsur pembentuk budaya. Pernyataan seperti itu memang bukan pernyataan yang tak beralasan mengingat peran kesenian yang mempunyai kemampuan untuk meneropong atau menjadi representasi budaya yang ada dalam suatu komunitas/masyarakat. Kesenian dapat juga dipahami sebagai hasil suatu interaksi antara seniman sebagai pihak yang mengolah, berkreasi dengan budaya masyarakat. Kesenian tradisional di Indonesia juga merupakan unsur-unsur yang terkait dengan budaya masyarakat, seperti yang tersebut di atas. Kalau kita sedang menyaksikan tari Bedhoyo misalnya baik di keraton Surakarta maupun Yogyakarta akan terlihatlah gerak yang begitu lembut dan halus sang penari.
    [Show full text]
  • Perubahan Randai Sebagai Seni Teater Rakyat
    PERUBAHAN RANDAI SEBAGAI SENI TEATER RAKYAT MINANGKABAU DI KABUPATEN SOLOK SELATAN (1980-2007) SKRIPSI SARJANA Dikerjakan O L E H SYAFRI MAHARDIANTO 130706010 PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA i UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA iii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA iv UNIVERSITAS SUMATERA UTARA KATA PENGANTAR Puji Syukur alhamdulillah penulis ucapkan kepada kehadirat Allah SWT atas rahmat, nikmat, dan hidayah yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Sholawat dan salam yang tidak pernah luput penulis hadiahkan kepada Nabi Muhammad SAW, semoga penulis mendapatkan syafaatnya di yaumil akhirat kelak. Penulisan skripsi adalah salah satu syarat yang wajib dipenuhi untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Dalam hal ini penulis mengkaji tentang kesenian tradisional yang ada di kabupaten Solok Selatan. Skripsi ini berjudul “Perubahan Randai Sebagai Seni Teater Rakyat Minangkabau di kabupaten Solok Selatan (1980 – 2007)”. Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan di dalam penulisan skripsi ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bermanfaat dan bersifat membangun untuk perbaikan skripsi ini nantinya. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberikan khasanah pengetahuan yang bermanfaat bagi kita semua. Medan, September 2018 Penulis i UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UCAPAN TERIMA KASIH Penulisan skripsi ini tidak akan terlaksana dan selesai tanpa adanya bantuan, dorongan, pelayanan, serta semangat baik yang bersifat moril maupun materil yang diberikan oleh banyak pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
    [Show full text]
  • Heritage Media and Local Wisdom of Indonesian Society
    Volume 13 Issue 6 Version 1.0 Year 2013 Type: Double Blind Peer Reviewed International Research Journal Publisher: Global Journals Inc. (USA) Online ISSN: & Print ISSN: Abstract- In rural communities, the communication between humans mostly done by using symbols such as sounds, gestures, visual and performing arts of the people. Heritage media is a communication tool used by people from outside in an attempt to convey some messages that contain various elements values, norms, rules, also include development message from the kingdom, therefore this heritage media purposes beside in addition to entertainment is also used as a tool to solve community problems in their own way, in this context local wisdom, especially issues related to community efforts to meet their needs for information. Keywords: heritage media, local wisdom, and indonesian society. GJHSS-A Classification : FOR Code: 200212, 750899 Heritage Media and Local Wisdom of Indonesian Society Strictly as per the compliance and regulations of: © 2013. Muslimin Machmud. This is a research/review paper, distributed under the terms of the Creative Commons Attribution- Noncommercial 3.0 Unported License http://creativecommons.org/licenses/by-nc/3.0/), permitting all non-commercial use, distribution, and reproduction inany medium, provided the original work is properly cited. Heritage Media and Local Wisdom of Indonesian Society Muslimin Machmud Abstract- In rural communities, the communication between the existing culture. Basically, in heritage media have a humans mostly done by using
    [Show full text]
  • Chap. 12 to Reader
    Tink A pi: Harry Roesli, M usic, and Politics in Bandung, Indonesia Adam D. Tyson' On June 5, 2009, a memorial concert was held at the Institute of Technology in Bandung (Institut Teknologi Bandung, hereafter ITB). Celebrated was the lifework of Djauhar Zaharsjah Fahrudin Roesli, popularly known as Harry Roesli. Harry Roesli was considered to be at the forefront of the so-called tradisi baru, or "new tradition," of Indonesian artists committed to experimentation with traditional culture in order to address contemporary society.1 2 For a variety of reasons, however, Roesli did not enjoy the level of popular success that other tradisi baru artists achieved, particularly playwright Willibrordus Surendra Broto Rendra (hereafter W. S. Rendra), director Putu Wijaya, novelist Remy Sylado, and musicians Guruh Soekarno Putra, Franki Raden, Leo Kristi, Slamet Abdul Syukur, Jack Lesmana, Nano Suratno, and, later, Iwan Gunawan.3 1 "Titik Api" in my title is borrowed from the name of one of Roesli's music albums and can be translated "Point of Fire." My sincere gratitude is expressed to the Roesli family for their patience and generosity in providing me access to the Harry Roesli archive, as well as their willingness to discuss with me many of the finer points regarding his artistic career. I am also grateful to Michael Bodden, Barbara Hatley, Indra Ridwan, R. Anderson Sutton, Jeremy Wallach, and Andrew N. Weintraub for their critical comments on earlier versions of this article, which has been significantly improved as a result of their insights and notes. With that said, any remaining shortcomings are solely my responsibility.
    [Show full text]
  • Tema Dan Aturan Kontes Robot Seni Tari Indonesia (KRSTI) Tahun 2018
    Panduan KRSTI 2018‐ver Desember 2018 1 Tema dan Aturan Kontes Robot Seni Tari Indonesia (KRSTI) Tahun 2018 Panduan KRSTI 2018‐ver Desember 2018 2 1. Pendahuluan Pelaksanaan kontes robot yang telah berlangsung setiap tahun selama lebih dari satu dekade di bumi pertiwi, telah melahirkan insan-insan pemikir dan pembuat robot yang berkemampuan tinggi. Kontes robot Indonesia (KRI) dan Kontes Robot Cerdas Indonesia (KRCI) telah menjadi ajang kompetisi kemampuan masing-masing perguruan tinggi untuk menunjukkan kepiawaian mahasiswanya dalam merancang, membuat, memprogram dan menerapkan strategi robot-robot ciptaan-nya dalam kompetisi tersebut. Kontes Robot Seni Tari Indonesia (KRSTI) merupakan suatu ajang kompetisi perancangan, pembuatan dan pemrograman robot yang disertai dengan unsur-unsur seni dan budaya bangsa Indonesia khususnya seni tari yang telah terkenal di bumi pertiwi. KRSI pertamakali diadakan pada tahun 2010 dengan tema “Robot Penari Jaipong”, tahun 2011 dengan tema “Robot Penari Pendet”, tahun 2012 dengan tema “Robot Penari Klono Topeng”, tahun 2013 mengangkat tema “Robot Penari Piring”, tahun 2014 mengangkat tema “Robot Penari Hanuman Duto”, pada tahun 2015 mengangkat tema “Robot Penari Bambangan Cakil”, pada tahun 2016 mengangkat tema “Robot Penari Remo”, pada tahun 2017 mengangkat tema “Robot Penari Gending Sriwijaya”. Setiap tim peserta yang terdiri dari 3(tiga) mahasiswa dengan seorang dosen pembimbing, diwajibkan untuk membuat satu atau beberapa robot yang terkoordinasi untuk menampilkan seni budaya yang diinginkan sesuai
    [Show full text]