Domestic Case Study 2018 Sekolah Tinggi Pariwasata Ambarrukmo

Uniknya Keraton Ngayogyakarta Sebagai Daya Tarik Wisata Sejarah di Yogyakarta

Esdavina Elvandari 162413

Sekolah Tinggi Pariwasata Ambarrukmo Yogyakarta

Abstract: Sultan Palace is the official palace of the empire Ngayogyakarta are now located in the city of Yogyakarta, Yogyakarta Special Region. Yogyakarta Palace is not only the residence of the king, but also a flame guard Javanese culture. In these places tourists can learn and see firsthand how the Yogyakarta palace architecture also culture remains preserved in the middle of the pace of development of the world. In terms of the building, this palace is one example of Javanese palace architecture of the palace is best.

Keywords: Yogyakarta; Culture; Architecture; Palace ; Javanese.

1. Pendahuluan Pariwisata adalah industri terbesar dan paling cepat berkembang di dunia dewasa ini. Pariwisata banyak memberikan peluang terhadap pertumbuhan dan perkembangan kegiatan wisata yang menarik minat banyak wisatawan. Terlebih lagi, kegiatan wisata tiap hari kian dibutuhkan oleh wisatawan [1,2,3]. Latar belakang munculnya pariwisata di dunia telah ada semenjak adanya perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain. Dan oleh sebab itu, kebutuhan akan perjalanan yang dilakukan haruslah terpenuhi, motivasi dan motif perjalanan wisata berbeda-beda, sesuai dengan ekonomi dan lingkungan masyarakat itu sendiri serta sesuai dengan tingkat perkembangan dan tingkat sosial budaya mereka [4,5]. Menurut beberapa para ahli, pariwisata dimulai sejak dimulainya peradaban manusia itu sendiri dengan ditandai adanya pergerakan penduduk yang melakukan ziarah dan perjalanan agama lainnya, serta perjalanan keingin tahuaan, perasaan takut, gila kehormatan dan kekuasaan sehingga membuat mereka melakukan suatu perjalanan. Menurut World Tourism Organizatio (WTO) dan sekarang berubah namanya menjadi United Nations World Tourism Organizatio (UNWTO).Secara sepintas membagi perkembangan atau sejarah pariwisata ke dalam 3 (tiga) jaman, yaitu: Jaman Kuno, Jaman Pertengahan, dan Jaman Modern.[6,7] a) Jaman Kuno Adanya dorongan untuk mengetahui istiadat dan kebiaaan orang lain, dorongan karena kebutuhan praktis dalam bidang politik dan perdagangan, dorongan yang berhubungan dengan agama, dll. Sarana dan fasilitas pada jaman ini untuk melakukan kegiatan perjalanan sangat sederhana. Alat angkutan tersebut berupa binatang seperti kuda, onta, atau

1 perahu-perahu kecil. Namun yang paling sering adalah perjalanan dengan jalan kaki berpuluh-puluh hingga beratus-ratus kilometer jauhnya. Seperti, pedagang Yunani ke Laut Hitam, Pedagang Visia ke Afrika , dll. Belum adanya badan-badan yang mengatur kepariwisataan. Akomodasi yang digunakan masih sederhana. Pengaturan perjalanan ditentukan individu, baik oleh perorangan maupun kaum-kaum. 2. Jaman Pertengahan Motivasi perjalanan lebih luas, selain perjalanan agama dan hal lainnya seperti di jaman kuno, motifasi juga berupa tujuan yang berhungunan dengan kepentingan negara dan motif menambah pengetahuan karena pada jaman ini sudah ada perguruan-perguruan tinggi. 3. Jaman Modern Pada jaman ini motif untuk melakukan perjalanan sudah banyak seperti pendidikan, kesehatan, penelitian, tugas negara, sekedar mencari hiburan dal lain- lain. Akomodasi tumbuh dengan subur serta dengan fasilitas semakin lengkap. Keharusan dan Formalitas para pelancong atau wisatawan harus membawa identitas diri yang lengkap sesuai aturan. Transportasi yang digunakan mesin motor serta angkutan udara sehingga menempuh jarak jauh dengan waktu yang lebih cepat dan sudah adanya badan atau organisasi yang menyusun aturan perjalanan. Telah kita ketahui bersama bahwa Negara memiliki beraneka ragam wisata dan budaya yang terbentang dari sabang sampai merauke, dari banyaknya jenis wisata yang ada di Indonesia mulai dari wisata alam, wisata kuliner, dan wisata budaya, banyak orang menyebut Indonesia sebagai surga dunia yang memiliki banyak keanekaragaman budaya yang indah dan memiliki ciri khas tersendiri. Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat merupakan istana resmi Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang kini berlokasi di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Walaupun kesultanan tersebut secara resmi telah menjadi bagian Republik Indonesia pada tahun 1950, kompleks bangunan keraton ini masih berfungsi sebagai tempat tinggal sultan dan rumah tangga istananya yang masih menjalankan tradisi kesultanan hingga saat ini. Keraton ini kini juga merupakan salah satu objek wisata di Kota Yogyakarta. Sebagian kompleks keraton merupakan museum yang menyimpan berbagai koleksi milik kesultanan, termasuk berbagai pemberian dari raja-raja Eropa, replika pusaka keraton, dan gamelan. Dari segi bangunannya, keraton ini merupakan salah satu contoh arsitektur istana Jawa yang terbaik, memiliki balairung-balairung mewah dan lapangan serta paviliun yang luas. Inilah yang harus menjadi perhatian kita, dimana terdapat banyak objek yang sangat potensial namun belum ada sama sekali upaya pengoptimalisasian potensi-potensi tersebut, yang harapannya Keraton Yogyakartas selalu menjadi suatu kawasan yang dapat dikenal wisatawan lokal maupun wisatawan asing. Oleh karena itu penulis tertarik membahas wisata Keraton Ngayogyakarta yang dibahas dalam bentuk Jurnal Ilmiah dengan judul UNIKNYA KERATON NGAYOGYAKARTA SEBAGAI DAYA TARIK WISATA SEJARAH DI YOGYAKARTA

2. Pembahasan 2.1. Keraton Ngayogyakarta 2.1.1. Sejarah Keraton Yogyakarta Keraton Yogyakarta mulai didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono Ibeberapa bulan pasca Perjanjian Giyantipada tahun 1755.Lokasi keraton

2 dahulunya adalah bekas sebuah pesanggarahan yang bernamaGarjitawati. Pesanggrahan ini digunakan untuk istirahat iring-iringan jenazah raja-raja Mataram (Kartasura dan Surakarta) yang akan dimakamkan di Imogiri. Versi lain menyebutkan lokasi keraton merupakan sebuah mata air, Umbul Pacethokan, yang ada di tengah hutan Beringan. Sebelum menempati Keraton Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono I berdiam di Pesanggrahan Ambar Ketawang yang sekarang termasuk wilayah Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman. Secara fisik istana para Sultan Yogyakarta memiliki tujuh kompleks inti yaitu Siti Hinggil Ler (Balairung Utara), Kamandhungan Ler (Kamandhungan Utara), Sri Manganti, Kedhaton, Kamagangan, Kamandhungan Kidul (Kamandhungan Selatan), dan Siti Hinggil Kidul (Balairung Selatan). Selain itu Keraton Yogyakarta memiliki berbagai warisan budaya baik yang berbentuk upacara maupun benda-benda kuno dan bersejarah. Di sisi lain, Keraton Yogyakarta juga merupakan suatu lembaga adat lengkap dengan pemangku adatnya. Oleh karenanya tidaklah mengherankan jika nilai-nilai filosofi begitu pula mitologi menyelubungi Keraton Yogyakarta.Dan untuk itulah pada tahun 1995 Komplek Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dicalonkan untuk menjadi salah satu Situs Warisan DuniaUNESCO [8]. 2.1.2. Tata Ruang dan Arsitektur Umum a) Tata ruang Dahulu bagian utama istana dari utara keselatandimulai dari Gapura Gladhag di utara sampai di PlengkungNirboyo di selatan. Bagian-bagian utama keraton Yogyakarta dari utara ke selatan adalah: Gapura Gladag-Pangurakan, Kompleks Alun-alun Ler (Lapangan Utara) dan Mesjid Gedhe (Masjid Raya Kerajaan); Kompleks Pagelaran, Kompleks Siti Hinggil Ler, Kompleks Kamandhungan Ler, Kompleks Sri Manganti, Kompleks Kedhaton, Kompleks Kamagangan, Kompleks Kamandhungan Kidul, Kompleks Siti Hinggil Kidul (sekarang disebut Sasana Hinggil), serta Alun-alun Kidul (Lapangan Selatan) dan Plengkung Nirbaya yang biasa disebut Plengkung Gadhing. Bagian-bagian sebelah utara Kedhaton dengan sebelah selatannya boleh dikatakan simetris.Sebagian besar bagunan di utara Kompleks Kedhaton menghadap arah utara dan di sebelah selatan Kompleks Kedhaton menghadap ke selatan.Didaerah Kedhaton sendiri bangunan kebanyakan menghadap timur atau barat. Namun demikian ada bangunan yang menghadap ke arah yang lain. Selain bagian-bagian utama yang berporos utara-selatan keraton juga memiliki bagian yang lain. Bagian tersebut antara lain adalah Kompleks Pracimosono, Kompleks Roto Wijayan, Kompleks Keraton Kilen, Kompleks Taman Sari, dan Kompleks Istana Putra Mahkota (mula-mula Sawojajar kemudian di ndalem Mangkubumen). Di sekeliling Keraton dan di dalamnya terdapat sistem pertahanan yang terdiri dari tembok/dinding Cepuri dan Baluwerti. Di luar dinding tersebut ada beberapa bangunan yang terkait dengan keraton antara lain Tugu Pal Putih, Gedhong Krapyak, ndalem Kepatihan (Istana Perdana Menteri), dan Pasar Beringharjo.

b) Arsitektur umum Secara umum tiap kompleks utama terdiri dari halaman yang ditutupi dengan pasir dari pantai selatan, bangunan utama serta pendamping, dan kadang ditanami pohon tertentu. Kompleks satu dengan yang lain dipisahkan oleh tembok yang cukup tinggi dan dihubungkan dengan Regol yang biasanya bergaya Semar Tinandu. Daun pintu terbuat dari kayu jati yang tebal.Di belakang

3 atau di muka setiap gerbang biasanya terdapat dinding penyekat yang disebut Renteng atauBaturono. Pada regol tertentu penyekat ini terdapat ornamen yang khas. Bangunan-bangunan Keraton Yogyakarta lebih terlihat bergaya arsitektur Jawa tradisional. Di beberapa bagian tertentu terlihat sentuhan dari budaya asing seperti Portugis, Belandabahkan Cina.Bangunan ditiap kompleks biasanya berbentuk/berkonstruksi atau derivasi/turunan konstruksinya. Joglo terbuka tanpa dinding disebut dengan Bangsal, sedangkan joglo tertutup dinding dinamakan Gedhong (gedung). Selainitu ada bangunan yang berupa kanopi beratap bambu dan bertiang bambu yang disebut Tratag.Pada perkembangannya bangunan ini beratap seng dan bertiang besi. Permukaan atap joglo berupa trapesium.Bahannya terbuat dari sirap genting tanah, maupun seng dan biasanya berwarna merah atau kelabu. Atap tersebut ditopang oleh tiang utama yang di sebut dengan Soko Guru yang berada di tengah bangunan, serta tiang-tiang lainnya. Tiang-tiang bangunan biasanya berwarna hijau gelap atau hitam dengan ornamen berwarna kuning, hijau muda, merah, dan emas maupun yang lain. Untuk bagian bangunan lainnya yang terbuat dari kayu memiliki warna senada dengan warna pada tiang. Pada bangunan tertentu (misal Manguntur Tangkil) memiliki ornamentPutri Mirong, stilasi dari kaligrafi Allah,Muhammad, dan Alif Lam Mim Ra, di tengah tiangnya. Untuk batu alas tiang, Ompak, berwarna hitam dipadu dengan ornamen berwarna emas. Warna putih mendominasi dinding bangunan maupun dinding pemisah kompleks. Lantai biasanya terbuat dari batu pualam putih atau dari ubin bermotif. Lantai dibuat lebih tinggi dari halaman berpasir. Pada bangunan tertentu memiliki lantai utama yang lebih tinggi. Pada bangunan tertentu dilengkapi dengan batu persegi yang disebut Selo Gilang tempat menempatkan singgasana Sultan. Tiap-tiap bangunan memiliki kelas tergantung pada fungsinya termasuk kedekatannya dengan jabatan penggunanya.Kelas utama misalnya, bangunan yang dipergunakan oleh Sultan dalam kapasitas jabatannya, memiliki detail ornamen yang lebih rumit dan indah dibandingkan dengan kelas dibawahnya. Semakin rendah kelas bangunan maka ornamen semakin sederhana bahkan tidak memiliki ornamen sama sekali. Selain ornamen, kelas bangunan juga dapat dilihat dari bahan serta bentuk bagian atau keseluruhan dari bangunan itu sendiri. 2.2. Kompleks depan 1. Gladhag-Pangurakan Gerbang utama untuk masuk ke dalam kompleks Keraton Yogyakarta dari arah utara adalah Gapura Gladhag dan Gapura Pangurakan yang terletak persis beberapa meter di sebelah selatannya. Kedua gerbang ini tampak seperti pertahanan yang berlapis. Pada zamannya konon Pangurakan merupakan tempat penyerahan suatu daftar jaga atau tempat pengusiran dari kota bagi mereka yang mendapat hukuman pengasingan/pembuangan.

Versi lain mengatakan ada tiga gerbang yaitu Gapura Gladhag, Gapura Pangurakan Jawi, dan Gapura Pangurakan Lebet. Gapura Gladhag dahulu terdapat di ujung utara Jalan Trikora (Kantor Pos Besar Yogyakarta dan Bank BNI 46) namun sekarang ini sudah tidak ada.Di sebelah selatannya adalah Gapura Pangurakan Jawi yang sekarang masih berdiri dan menjadi gerbang pertama jika masuk Keraton dari utara. Di selatan Gapura Pangurakan Jawi

4 terdapat Plataran/lapangan Pangurakan yang sekarang sudah menjadi bagian dari Jalan Trikora. Batas sebelah selatannya adalah Gapura Pangurakan Lebet yang juga masih berdiri. Selepas dari Gapura Pangurakan terdapat Kompleks Alun- alun Lor.

2. Alun-alun Lor

Alun-alun Lor adalah sebuah lapangan rumput di bagian utara Keraton Yogyakarta.Dahulu tanah lapang yang berbentuk persegi ini dikelilingi oleh dinding pagar yang cukup tinggi.Sekarang dinding ini tidak terlihat lagi kecuali disisi timur bagian selatan.Saat ini alun - alun dipersempit dan hanya bagian tengahnya saja yang tampak.Di bagian pinggir sudah dibuat jalan beraspal yang dibuka untuk umum.

Di pinggir Alun-alun ditanami deretan pohon Beringin (Ficus benjamina; famili Moraceae) dan di tengah-tengahnya terdapat sepasang pohon beringin yang diberi pagar yang disebut dengan Waringin Sengkeran/Ringin Kurung (beringin yang dipagari). Kedua pohon ini diberi namaKyai Dewadaru dan Kyai Janadaru. Pada zamannya selain Sultan hanyalah Pepatih Dalem yang boleh melewati atau berjalan di antara kedua pohon beringin yang dipagari ini. Tempat ini pula yang dijadikan arena rakyat duduk untuk melakukan "Tapa Pepe" saat Pisowanan Ageng sebagai bentuk keberatan atas kebijakan pemerintah. Pegawai /abdiDalem Kori akan menemui mereka untuk mendengarkan segala keluh kesah kemudian disampaikan kepada Sultan yang sedang duduk di Siti Hinggil.

Di sela - sela pohon beringin di pinggir sisi utara, timur, dan barat terdapat pendopo kecil yang disebut dengan Pekapalan, tempat transit dan menginap para Bupati dari daerah Mancanegara Kesultanan.Bangunan ini sekarang sudah banyak yang berubah fungsi dan sebagian sudah lenyap.Dahulu dibagian selatan terdapat bangunan yang sekarang menjadi kompleks yang terpisah, Pagelaran.

Pada zaman dahulu Alun-alun Lor digunakan sebagai tempat penyelenggaraan acara dan upacara kerajaan yang melibatkan rakyat banyak.Di antaranya adalah upacara garebeg serta sekaten, acara watangan serta rampogan macan, pisowanan ageng, dan sebagainya. Sekarang tempat ini sering digunakan untuk berbagai acara yang juga melibatkan masyarakat seperti konser-konser musik, kampanye, rapat akbar, tempat penyelenggaraan ibadah hari raya Islam sampai juga digunakan untuk sepak bola warga sekitar dan tempat parkir kendaraan.

3.Mesjid Gedhe Kasultanan Kompleks Mesjid Gedhe Kasultanan (Masjid Raya Kesultanan) atau Masjid Besar Yogyakarta terletak di sebelah barat kompleks Alun-alun utara.Kompleks yang juga disebut denganMesjid Gedhe Kauman dikelilingi oleh suatu dinding yang tinggi.Pintu utama kompleks terdapat di sisi timur.Arsitektur bangunan induk berbentuktajug persegi tertutup dengan atap bertumpang tiga.Untuk masuk ke dalam terdapat pintu utama di sisi timur dan utara. Di sisi dalam bagian barat terdapat mimbar bertingkat tiga yang terbuat dari kayu, mihrab (tempat imam memimpin ibadah), dan sebuah bangunan mirip sangkar yang disebut maksura. Pada zamannya (untuk alasan keamanan) di tempat ini Sultan melakukan ibadah.Serambi masjid berbentuk joglo persegi panjang terbuka.Lantai masjid

5 induk dibuat lebih tinggi dari serambi masjid dan lantai serambi sendiri lebih tinggi dibandingkan dengan halaman masjid.Di sisi utara-timur-selatan serambi terdapat kolam kecil.Pada zaman dahulu kolam ini untuk mencuci kaki orang yang hendak masuk masjid. Di depan masjid terdapat sebuah halaman yang ditanami pohon tertentu. Di sebelah utara dan selatan halaman (timur laut dan tenggara bangunan masjid raya) terdapat sebuah bangunan yang agak tinggi yang dinamakanPagongan.Pagongan di timur laut masjid disebut dengan Pagongan Ler (Pagongan Utara) dan yang berada di tenggara disebut dengan Pagongan Kidul (Pagongan Selatan). Saat upacara Sekaten, Pagongan Ler digunakan untuk menempatkan gamelan sekati Kangjeng Kyai (KK) Naga Wilaga dan Pagongan Kidul untuk gamelan sekati KK Guntur Madu. Di barat daya Pagongan Kidul terdapat pintu untuk masuk kompleks masjid raya yang digunakan dalam upacara Jejak Boto pada upacara Sekaten pada tahun Dal. Selain itu terdapat Pengulon, tempat tinggal resmi Kangjeng Kyai Pengulu di sebelah utara masjid dan pemakaman tua di sebelah barat masjid.

2.3. Kompleks Inti

1. Kompleks Pagelaran Bangunan utama adalah Bangsal Pagelaran yang dahulu dikenal dengan nama Tratag Rambat. Pada zamannya Pagelaran merupakan tempat para punggawa kesultanan menghadap Sultan pada upacara resmi. Sekarang sering digunakan untuk even - even pariwisata, religi, dan lain-lain disamping untuk upacara adat keraton. SepasangBangsal Pemandengan terletak di sisi jauh sebelah timur dan barat Pagelaran.Dahulu tempat ini digunakan oleh Sultan untuk menyaksikan latihan perang di Alun-alun Lor. Sepasang Bangsal Pasewakan atau Pengapit terletak tepat di sisi luar sayap timur dan barat Pagelaran.Dahulu digunakan para panglima Kesultanan menerima perintah dari Sultan atau menunggu giliran melapor kepada dia kemudian juga digunakan sebagai tempat jaga Bupati Anom Jaba.Sekarang digunakan untuk kepentingan pariwisata (semacam diorama yang menggambarkan prosesi adat, prajurit keraton dan lainnya). Bangsal Pengrawityang terletak di dalam sayap timur bagian selatan Tratag Pagelaran dahulu digunakan oleh Sultan untuk melantik Pepatih Dalem. Saat ini di sisi selatan kompleks ini dihiasi dengan relief perjuangan Sultan Hamengku Buwono I dan Sultan Hamengku Buwono IX. Kompleks Pagelaran ini pernah digunakan oleh Universitas Gadjah Madasebelum memiliki kampus di Bulak Sumur.

2. Siti Hinggil Ler Di selatan kompleks Pagelaran terdapat Kompleks Siti Hinggil.Kompleks Siti Hinggil secara tradisi digunakan untuk menyelenggarakan upacara - upacara resmi kerajaan. Di tempat ini pada 19 Desember 1949 digunakan peresmian Universitas Gadjah Mada. Kompleks ini dibuat lebih tinggi dari tanah di sekitarnya dengan dua jenjang untuk naik berada di sisi utara dan selatan.Di antara Pagelaran dan Siti Hinggil ditanami deretan pohon Gayam(Inocarpus edulis/Inocarpus fagiferus; famili Papilionaceae). Di kanan dan kiri ujung bawah jenjang utara Siti Hinggil terdapat duaBangsal Pacikeran yang digunakan oleh abdi Dalem Mertolulut dan Singonegorosampai sekitar tahun 1926. Pacikeran barasal dari kata ciker yang berarti tangan yang

6 putus.Bangunan Tarub Agung terletak tepat di ujung atas jenjang utara.Bangunan ini berbentuk kanopi persegi dengan empat tiang, tempat para pembesar transit menunggu rombongannya masuk ke bagian dalam istana.Di timur laut dan barat laut Tarub Agung terdapatBangsal Kori. Di tempat ini dahulu bertuga abdiDalem Kori danabdi Dalem Jaksa yang fungsinya untuk menyampaikan permohonan maupun pengaduan rakyat kepada Sultan.

Bangsal Manguntur Tangkil terletak di tengah - tengah Siti Hinggil di bawah atau di dalam sebuah hall besar terbuka yang disebut Tratag Sitihinggil.Bangunan ini adalah tempat Sultan duduk di atas singgasananya pada saat acara-acara resmi kerajaan seperti pelantikan Sultan dan Pisowanan Agung.Di bangsal ini pula pada 17 Desember1949. Ir. Soekarno dilantik menjadiPresiden Republik Indonesia Serikat.Bangsal Witono berdiri di selatan Manguntur Tangkil.Lantai utama bangsal yang lebih besar dari Manguntur Tangkil ini dibuat lebih tinggi. Bangunan ini digunakan untuk meletakkan lambing - lambang kerajaan atau pusaka kerajaan pada saat acara resmi kerajaan.

Bale Bang yang terletak di sebelah timur Tratag Siti Hinggil pada zaman dahulu digunakan untuk menyimpan perangkat Gamelan Sekati, KK Guntur Madu dan KK Naga Wilaga. Bale Angun-angun yang terletak di sebelah barat Tratag Siti Hinggil pada zamannya merupakan tempat menyimpan tombak,KK Suro Angun-angun.

3. Kamandhungan Lor Di selatan Siti Hinggil terdapat lorong yang membujur ke arah timurbarat.Dinding selatan lorong merupakan dinding Cepuri dan terdapat sebuah gerbang besar, Regol Brojonolo, sebagai penghubung Siti Hinggil denganKamandhungan.Di sebelah timur dan barat sisi selatan gerbang terdapat pos penjagaan.Gerbang ini hanya dibuka pada saat acara resmi kerajaan dan pada hari- hari lain selalu dalam keadaan tertutup.Untuk masuk ke kompleks Kamandhungan sekaligus kompleks dalam Keraton sehari-hari melalui pintuGapura Keben di sisi timur dan barat kompleks ini yang masing - masing menjadi pintu ke jalanKemitbumen dan Rotowijayan. Kompleks Kamandhungan Ler sering disebut Keben karena di halamannya ditanami pohon Keben (Barringtonia asiatica; famili Lecythidaceae). Bangsal Ponconiti yang berada di tengah - tengah halaman merupakan bangunan utama di kompleks ini.Dahulu (kira-kira sampai1812) bangsal ini digunakan untuk mengadili perkara dengan ancaman hukuman mati dengan Sultan sendiri yang yang memimpin pengadilan. Versi lain mengatakan digunakan untuk mengadili semua perkara yang berhubungan dengan keluarga kerajaan. Kini bangsal ini digunakan dalam acara adat seperti garebeg dan sekaten.Di selatan bangsal Ponconiti terdapat kanopi besar untuk menurunkan para tamu dari kendaraan mereka yang dinamakan Bale Antiwahana.Selain kedua bangunan tersebut terdapat beberapa bangunan lainnya di tempat ini.

4. Sri Manganti Kompleks Sri Manganti terletak di sebelah selatan kompleks Kamandhungan Ler dan dihubungkan oleh Regol Sri Manganti. Pada dinding penyekat terdapat hiasan Makara raksasa.Di sisi barat kompleks terdapatBangsal Sri Manganti yang pada zamannya digunakan sebagai tempat untuk menerima tamu - tamu penting

7 kerajaan.Sekarang di lokasi ini ditempatkan beberapa pusaka keraton yang berupa alat musik gamelan. Selain itu juga difungsikan untuk penyelenggaraan event pariwisata keraton. Bangsal Traju Mas yang berada di sisi timur dahulu menjadi tempat para pejabat kerajaan saat mendampingi Sultan dala menyambut tamu. Versi lainmengatakan kemungkinan tempat ini menjadi balai pengadilan. Tempat ini digunakan untuk menempatkan beberapa pusaka yang antara lain berupa tandu dan meja hias. Bangsal ini pernah runtuh pada 27 Mei 2006 akibat gempa bumi yang mengguncang DIY dan Jawa Tengah. Setelah proses restorasi yang memakan waktu yang lama akhirnya pada awal tahun 2010 bangunan ini telah berdiri lagi di tempatnya.

Di sebelah timur bangsal ini terdapat dua pucuk meriam buatanSultan Hamengku Buwono II yang mengapit sebuah prasasti berbahasa dan berhuruf Cina.Di sebelah timurnya berdiri Gedhong Parentah Hageng Karaton, gedung Administrasi Tinggi Istana.Selain itu di halaman ini terdapat bangsal Pecaosan Jaksa, bangsal Pecaosan Prajurit, bangsal Pecaosan Dhalang dan bangunan lainnya.

5. Kedhaton Di sisi selatan kompleks Sri Manganti berdiri Regol Donopratopo yang menghubungkan dengan kompleks Kedhaton. Di muka gerbang terdapat sepasang arca raksasa Dwarapala yang dinamakan Cinkorobolo disebelah timur dan Bolobuto di sebelah barat. Di sisi timur terdapat pos penjagaan.Pada dinding penyekat sebelah selatan tergantung lambang kerajaan, Praja China. Kompleks kedhaton merupakan inti dari Keraton seluruhnya. Halamannya kebanyakan dirindangi oleh pohon Sawo kecik (Manilkara kauki; familySapotaceae). Kompleks ini setidaknya dapat dibagi menjadi tiga bagian halaman (quarter). Bagian pertama adalah Pelataran Kedhaton dan merupakan bagian Sultan. Bagian selanjutnya adalah Keputren yang merupakan bagian istri (para istri) dan para puteri Sultan. Bagian terakhir adalah Kesatriyan, merupakan bagian putra-putra Sultan. Di kompleks ini tidak semua bangunan maupun bagiannya terbuka untuk umum, terutama dari bangsal Kencono ke arah barat.

Di bagian Pelataran Kedhaton,Bangsal Kencono (Golden Pavilion) yang menghadap ke timur merupakan balairung utama istana. Di tempat ini dilaksanakan berbagai upacara untuk keluarga kerajaan di samping untuk upacara kenegaraan.Di keempat sisi bangunan ini terdapat Tratag Bangsal Kencana yang dahulu digunakan untuk latihan menari. Di sebelah barat bangsal Kencana terdapat Dalem Ageng Proboyakso yang menghadap ke selatan. Bangunan yang berdinding kayu ini merupakan pusat dari Istana secara keseluruhan.Di dalamnya disemayamkan Pusaka Kerajaan (Royal Heirlooms), Tahta Sultan, dan Lambang-lambang Kerajaan (Regalia) lainnya.

Di sebelah utara Dalem Ageng Proboyakso berdiri Gedhong Jene (The Yellow House) sebuah bangunan tempat tinggal resmi (official residence) Sultan yang bertahta.Bangunan yang didominasi warna kuning pada pintu dan tiangnya dipergunakan sampai Sultan Hamengku Buwono IX. Oleh Sultan Hamengku Buwono X tempat yang menghadap arah timur ini dijadikan sebagai kantor pribadi. Sedangkan Sultan sendiri bertempat tinggal di Keraton Kilen. Di sebelah timur laut

8 Gedhong Jene berdiri satu-satunya bangunan bertingkat di dalam keraton, Gedhong Purworetno. Bangunan ini didirikan olehSultan Hamengku Buwono V dan menjadi kantor resmi Sultan. Gedung ini menghadap ke arah bangsal Kencana di sebelah selatannya.

Di selatan bangsal Kencana berdiriBangsal Manis menghadap ke arah timur. Bangunan ini dipergunakan sebagai tempat perjamuan resmi kerajaan. Sekarang tempat ini digunakan untuk membersihkan pusaka kerajaan pada bulan Suro. Bangunan lain di bagian ini adalah Bangsal Kotak, Bangsal Mandalasana, Gedhong Patehan, Gedhong Danartapura, Gedhong Siliran, Gedhong Sarangbaya, Gedhong Gangsa, dan lain sebagainya. Di tempat ini pula sekarang berdiri bangunan baruGedhong Kaca sebagai museum Sultan Hamengku Buwono IX

Keputren merupakan tempat tinggalPermaisuri dan Selir raja.Di tempat yang memiliki tempat khusus untuk beribadat pada zamannya tinggal para puteri raja yang belum menikah.Tempat ini merupakan kawasan tertutup sejak pertama kali didirikan hingga sekarang.Kesatriyan pada zamannya digunakan sebagai tempat tinggal para putera raja yang belum menikah. Bangunan utamanya adalah Pendapa Kesatriyan,Gedhong Pringgandani, dan Gedhong Srikaton. Bagian Kesatriyan ini sekarang dipergunakan sebagai tempat penyelenggaraan even pariwisata. Di antara Plataran Kedhaton dan Kesatriyan dahulu merupakan istal kuda yang dikendarai oleh Sultan.

6. Kamagangan Di sisi selatan kompleks Kedhaton terdapat Regol Kamagangan yang menghubungkan kompleks Kedhaton dengan kompleks Kemagangan. Gerbang ini begitu penting karena di dinding penyekat sebelah utara terdapat patung dua ekor ular yang menggambarkan tahun berdirinya Keraton Yogyakarta. Di sisi selatannya pun terdapat dua ekor ular di kanan dan kiri gerbang yang menggambarkan tahun yang sama. Dahulu kompleks Kemagangan digunakan untuk penerimaan calon pegawai (abdiDalem Magang), tempat berlatih dan ujian serta apel kesetiaan para abdi- Dalem magang. Bangsal Magangan yang terletak di tengah halaman besar digunakan sebagai tempat upacara Bedhol Songsong, pertunjukan wayang kulit yang menandai selesainya seluruh prosesi ritual di Keraton.Bangunan Pawon Ageng (dapur istana) Sekul Langgen berada di sisi timur danPawon Ageng Gebulen berada di sisi barat. Kedua nama tersebut mengacu pada jenis masakan nasi Langgi dan nasiGebuli. Di sudut tenggara dan barat daya terdapat Panti Pareden.Kedua tempat ini digunakan untuk membuatPareden/Gunungan pada saat menjelangUpacara Garebeg.Di sisi timur dan barat terdapat gapura yang masing- masing merupakan pintu ke jalan Suryoputran dan jalan Magangan.

Di sisi selatan halaman besar terdapat sebuah jalan yang menghubungkan kompleks Kamagangan dengan Regol Gadhung Mlati. Dahulu di bagian pertengahan terdapat jembatan gantung yang melintasi kanal Taman sariyang menghubungkan dua danau buatan di barat dan timur kompleks Taman Sari. Di sebelah barat tempat ini terdapat dermaga kecil yang digunakan oleh Sultan untuk berperahu melintasi kanal dan berkunjung ke Taman Sari.

7. Kamandhungan Kidul

9 Di ujung selatan jalan kecil di selatan kompleks Kamagangan terdapat sebuah gerbang, Regol Gadhung Mlati, yang menghubungkan kompleks Kamagangan dengan kompleks Kamandhungan Kidul/selatan. Dinding penyekat gerbang ini memiliki ornamen yang sama dengan dinding penyekat gerbang Kamagangan. Di kompleks Kamandhungan Kidul terdapat bangunan utama Bangsal Kamandhungan. Bangsal ini konon berasal dari pendapa desaPandak Karang Nangka di daerahSokawati yang pernah menjadi tempatSri Sultan Hamengku Buwono I bermarkas saat perang tahta III.Disisi selatan Kamandhungan Kidul terdapat sebuah gerbang, Regol Kamandhungan, yang menjadi pintu paling selatan dari kompleks cepuri.Di antara kompleks Kamandhungan Kidul dan Siti Hinggil Kidul terdapat jalan yang disebut denganPamengkang. 8. Siti Hinggil Kidul Arti dari Siti Hinggil yaitu tanah yang tinggi, siti: tanah dan hinggil : tinggi. Siti Hinggil Kidul atau yang sekarang dikenal dengan Sasana Hinggil Dwi Abad terletak di sebelah utara alun-alun Kidul. Luas kompleks Siti Hinggil Kidul kurang lebih 500 meter persegi. Permukaan tanah pada bangunan ini ditinggikan sekitar 150 cm dari permukaan tanah di sekitarnya.Sisi timur-utara-barat dari kompleks ini terdapat jalan kecil yang disebut denganPamengkang, tempat orang berlalu lalang setiap hari. Dahulu di tengah Siti Hinggil terdapat pendapa sederhana yang kemudian dipugar pada 1956 menjadi sebuah Gedhong Sasana Hinggil Dwi Abad sebagai tanda peringatan 200 tahunkota Yogyakarta.

Siti Hinggil Kidul digunakan pada zaman dulu oleh Sultan untuk menyaksikan para prajurit keraton yang sedang melakukan gladi bersih upacara Garebeg, tempat menyaksikan adu manusia dengan macan (rampogan) dan untuk berlatih prajurit perempuan,Langen Kusumo.Tempat ini pula menjadi awal prosesi perjalanan panjang upacara pemakaman Sultan yang mangkat ke Imogiri.Sekarang, Siti Hinggil Kidul digunakan untuk mempergelarkan seni pertunjukan untuk umum khususnya wayang kulit, pameran, dan sebagainya.

E.Kompleks belakang 1. Alun-alun Kidul Alun - alun Kidul (Selatan) adalah alun - alun di bagian Selatan Keraton Yogyakarta. Alun-alun Kidul sering pula disebut sebagai Pengkeran. Pengkeran berasal dari kata pengker (bentuk krama) dari mburi (belakang). Hal tersebut sesuai dengan keletakan alun - alun Kidul yang memang terletak di belakang keraton. Alun-alun ini dikelilingi oleh tembok persegi yang memiliki lima gapura, satu buah di sisi selatan serta di sisi timur dan barat masing-masing dua buah. Di antara gapura utara dan selatan di sisi barat terdapat Gajahan sebuah kandang guna memelihara gajah milik Sultan. Di sekeliling alun - alun ditanami pohon mangga (Mangifera indica; familiAnacardiaceae), pakel (Mangifera sp; famili Anacardiaceae), dan kuini (Mangifera odoranta; familyAnacardiaceae).Pohon beringin hanya terdapat dua pasang. Sepasang di tengah alun-alun yang dinamakan Supit Urang(harfiah=capit udang) dan sepasang lagi di kanan-kiri gapura sisi selatan yang dinamakan Wok(dari kata bewok, harfiaf=jenggot). Dari gapura sisi selatan terdapat jalan Gading yang menghubungkan dengan Plengkung Nirbaya. 2. Plengkung Nirbaya

10 Plengkung Nirbaya merupakan ujung selatan poros utama keraton. Dari tempat ini Sultan Hamengku Buwono I masuk ke Keraton Yogyakarta pada saat perpindahan pusat pemerintahan dari Kedhaton Ambar Ketawang. Gerbang ini secara tradisi digunakan sebagai rute keluar untuk prosesi panjang pemakaman Sultan ke Imogiri. Untuk alasan inilah tempat ini kemudian menjadi tertutup bagi Sultan yang sedang bertahta. Dari ulasan diatas bahwa daya tarik kepariwisataan di kota Yogyakarta tidak bisa dilepaskan dari pengaruh saat Keraton Yogyakarta mulai dibuka sebagai salah satu objek kunjungan pariwisata di kota Yogyakarta pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono IX pada tanggal 1 Oktober 1969. Hingga beberapa waktu yang lalu, daya tarik wisata Keraton Yogyakarta berupa atraksi di mana pengunjung atau wisatawan dapat memasuki bangunan Keraton Yogyakarta dan menikmati keindahan arsitektur lokalnya. Menurut observasi penulis seiring dengan perkembangan jaman, daya tarik wisata KeratonYogyakarta ditinjau dari segi arsitekturnya banyak wisatawan yang ingin mengunjunginya karena Keraton Yogyakarta merupakan cerminan arsitektur tradisional Jawa yang tidak ada bandingannya. Keraton Yogyakarta ini terletak di pusat kota Yogyakarta dan dapat dijangkau dengan mudah oleh taksi, becak, andong, ataupun bus. Sehingga dapat memberi pendapatan bagi masyarakat sekitarnya.Masyarakat sekitar keraton serta pengurus keraton Yogyakarta sebagai Sumber Daya Manusianya harus menyiapkan diri dalam menyongsong era masyarakat ASEAN, dengan peningkatan pelayanan seperti keramah-tamahan, kesigapan, serta tetap menjaga keaslian keraton Yogyakarta.Untuk menarik para wisatawan baik dari domestik maupun mancanegara. Menurut observasi langsung penulis para wisatawan dapat menjelajahi keraton ini dengan berjalan kaki. Keraton dibuka untuk pengunjung mulai pukul 8:30 - 12:30 kecuali hari Jumat dan Sabtu tutup pukul 11.00 WIB. Keraton tutup pada siang hari [9]. Menurut observasi dan wawancara penulis wisatawan dapat berjalan- jalan di sekitar istana dan menelusuri setiap detail kecil di kompleks kerajaan. Saat wisatawan memasuki istana maka wisatawan akan menapakkan kaki ke tempat yang sejuk dan tenang, tempat yang jauh dari terlepas dari panas, keramaian, dan hirup pikuk dunia luar. Menikmati suasana damai sambil berjalan-jalan di sekitar istana. Dari segi bangunannya, keraton ini merupakan salah satu contoh arsitektur istana Jawa Keraton yang terbaik. Maka untuk menyongsong era masyarakat ASEAN peran masyarakat dan pemerintah untuk tetap merawat dan menjaga keaslian arsitektur Keraton Yogyakarta sangatlah penting, supaya tidak ada perubahan-perubahan pada arsitekturnya, agar tetap menjadi Ikon wisata unggulan Kota Yogyakarta. Sehingga wisatawan melihat keraton yogyakarta semata-mata bukan karena tempat tinggal raja-raja terdahulu, melainkan kemegahan arsitektur yang masih terjaga hingga sekarang dan belum ada perubahan secara keseluruhan.Tetap mempertahankan arsitektur asli Keraton akan menarik para wisatawan, karena tidak dapat ditemui di tempat lain. Sehingga dapat menambah devisa Negara. Dari uraian diatas mengenai sejarah keraton sampai detail komplek keraton sangat menarik untuk dikunjungi. Setiap bagian ruangan di dalam keraton memiliki arti dan keunikan tersendiri hal tersebutlah yang menjadikan

11 Keraton Yogyakarta dijadikan wisata sejarah sekaligus bisa menambah pengetahuan tentang Yogyakarta lebih luas lagi.

 Korelasi Objek Wisata dengan Seminar Sebelum penulis menyusun jurnal ilmiah ini penulis terlebih dahulu melakukan kegiatan observasi di Keraton Yogyakarta pada tanggal 12 Mei 2018 dan kemudian mengikuti seminar nasional yang dilaksanakan di [10]: Tempat : AMARTA Auditorium STIPRAM Yogyakarta Pembicara : 1. Bapak Suhendroyono,SH,MM,M.PAR.,CHE 2. Bapak Kapolda DIY Brigjen Polda Drs. Ahmad Dofiri,M.SI Tema : “ Cinta Tanah Air Untuk Membangun Pariwisata Nasional” Dari uraian diatas penulis menghubungkan keterkaitannya dengan Seminar bertema “ Cinta Tanah Air Untuk Membangun Pariwisata Nasional” untuk memajukan wisata tersebut karena trend pariwisata Keraton sangat mengedukasi bagi banyak orang mulai dari sejarahnya hingga arsitektur banguannnya sangat unik untuk dikunjungi mau pun wisatawan domestik dan wisatawan macanegar.  Pilar dalam Pembangunan Pariwisata Nasional 1. Peran Pemerintah bagi Pariwisata : Di dalam industri pariwisata peran pemerintah sangatlah penting karena dalam kegiatan pariwisata tidak terlepas dari peran pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pemerintah bertanggung jawab atas empat hal utama yaitu: perencanaan daerah atau kawasan pariwisata, pembangunan fasilitas utama dan pendukung pariwisata, pengeluaran kebijakan pariwisata, dan pembuatan serta penegakan peraturan. 2. Peran Industri Pariwisata bagi Pariwisata : Pariwisata merupakan industri jasa yang memiliki mekanisme pengaturan yang kompleks karena mencakup pengaturan pergerakan wisatawan dari kota atau negara asalnya, di daerah tujuan wisata hingga wisatawan kembali ke tempat asalnya. Oleh karena itu, industri pariwisata memegang peranan sangat penting dalam pengembangan pariwisata. Dalam menjalankan perannya, industri pariwisata harus menerapkan konsep dan peraturan serta panduan yang berlaku dalam pengembangan pariwisata agar mampu mempertahankan dan meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan yang nantinya akan berdampak pada pemberian manfaat ekonomi bagi industri pariwisata sendiri dan masyarakat lokal sekitar industri pariwisata. komponen pengembangan kepariwisataan lainnya yang harus dilibatkan dalam pengembangan kepariwisataan di suatu daerah yaitu (Inskeep dalam Isdarmanto [11]): a. Atraksi dan aktifitas wisatawan yang mencakup dekripsi kewilayahan, lingkungan alam, fitur, dan aktifitas terkait lainnya dan ada di area obyek. b. Akomodasi yang menjadi fasilitas bermalam wisatawan c. Fasilitas lainnya yang mendukung kegiatan pengembangan kepariwisatan termasuk pusat informasi wisatawan, restoran, pusat cinderamata atau belanja, bank, penukaran uang, retail outlet penyedia barang kebutuhan, tempat-tempat pelayanan pribadi seperti spa,perawatan kesehatan, jasa keamanan dan perlindungan, serta fasilitas tiketing. d. Fasilitas dan jasa transportasi yang ada sebagai pendukung pergerakan wisatawan termasuk menuju obyek-obyek wisata e. Infrastruktur pendukung lainnya termasuk listrik, jaringan drainase,

12 pembuangan, dan telekomunikasi f. Institusi terkait pihak-pihak yang berkompeten dengan kegiatan pengembangan pariwisata secara luas.

3. Peran Masyarakat bagi Pariwisata : Masyarakat lokal harus terlibat secara aktif dalam pengembangan dan pemasaran parwisata. Pemasaran pariwisata adalah upaya mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan wisatawan serta menawarkan produk wisata yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan wisatawan dengan maksud dan tujuan agar usaha pariwisata dapat memberikan pelayanan yang maksimal kepada wisatawan [12]. Lebih jauh, pariwisata diharapkan memberikan peluang dan akses kepada masyarakat lokal untuk mengembangkan usaha pendukung pariwisata seperti: toko kerajinan, toko cinderamata, warung makan, dan lain – lain agar masyarakat lokal memperoleh manfaat ekonomi yang lebih banyak dan secara langsung dari wisatawan yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidupnya. Tingkat keterlibatan masyarakat dalam pariwisata sangat berbeda dan ini tergantung dari jenis potensi, pengalaman, pengetahuan, dan keahlian yang dimiliki oleh individu atau masyarakat lokal tersebut.

3. Penutup 3.1. Simpulan Pariwisata di Yogyakarta perlu diperhatikan karena pariwisata merupakan salah satu sektor sumber Devisa Negara Indonesia. Oleh karena itu, Keraton Yogyakarta ini merupakan salah satu tempat wisata sejarah yang harus di kembangkan dan dikunjungi apabila berwisata ke Yogyakarta karena Keraton Yogyakarta adalah salah satu dari destinasi wisata sejarah yang harus dikunjungi selain sebagai destinasi wisata Keraton Yogyakarta juga bisa dijadikan sebagai wisata edukasi. Menurut observasi penulis menyimpulkan bahwa Keraton Yogyakarta merupakan sebuah destinasi wisata yang baik, mulai dari sejarah sampai bagian dari ruangan – ruangan di dalamnya memiliki fungsi dan arti tersendiri. Sehingga menjadikan Keraton Yogyakarta tidak pernah sepi oleh wisatawan mulai dari wisatawan lokal sampai mancanegara berkunjung ke Keraton. 3.2. SARAN 1. Dengan banyaknya wisatawan penulis menyarankan kepada pengelola untuk benda – benda sejarah yang ada di dalmnya agar lebih dijaga jangan sampai rusak oleh wisatawan. 2. Untuk para wisatawan agar selalu menjaga barang – barang yang ada di Keraton jangan sampai rusak, karena itu merupakan benda – benda peninggalan sejarah yang sangat berharga. 3. Untuk pengelola agar penempatan benda – benda sejarah di Keraton lebih diperhatikan lagi supaya tidak cepat rusak akibat wisatawan yang kurang bertanggung jawab.

Daftar Pustaka [1]. Ben, S. M. (2010). Paradigma Baru Pariwisata Sebuah Kajian Filsafat. Yogyakarta: Kaukaba.

13 [2]. Wibisono, H. K. (2013). PARIWISATA DALAM PERSPEKTIF ILMU FILSAFAT (Sumbangannya bagi Pengembangan Ilmu Pariwisata di Indonesia) (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada). [3]. Irawati, N., & Prakoso, A. A. (2016). Terapan Brand “Jogja Istimewa” terhadap Pengembangan Pariwisata Berbasis Community Based Tourism (CBT) di Yogyakarta. Jurnal Kepariwisataan, 10(3), 65-80. [4]. Priyanto, S. E. (2016). Dampak Perkembangan Pariwisata Minat Khusus Snorkeling Terhadap Lingkungan: Kasus Destinasi Wisata Karimunjawa. Jurnal Kepariwisataan, 10(3), 13-28. [5]. Ahmad, H., & Sigarete, B. G. (2018). Preferensi Mahasiswa dalam Berwisata: Studi Kasus Mahasiswa Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarrukmo (STIPRAM), Yogyakarta. Jurnal Kepariwisataan, 12(1), 55-64. [6]. Ahmad, H., Huda, M. M. I., Julianto, Y. A., & Januar, M. (2018). THE PROJECTION OF THE DEVELOPMENT OF FOLKS’FARM AS THE CONCEPT OF AGRO- TOURISM AS AN EFFORT TO INCREASE ECONOMIC BENEFITS OF SMALL- SCALE LIVESTOCK BUSINESS. UNEJ e-Proceeding, 79-82. [7]. Setyaningsih, Z., & Arch, M. (2013). PENGARUH PENGALAMAN WISATAWAN TERHADAP CITRA DESTINASI PARIWISATA Kasus: Jl. Malioboro dan Jl. Ahmad Yani, Yogyakarta (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada). [8]. Susilo, Y. S., & Soeroso, A. (2014). Strategi pelestarian kebudayaan lokal dalam menghadapi globalisasi pariwisata: Kasus Kota Yogyakarta. Jurnal Penelitian BAPPEDA Kota Yogyakarta, 4, 3-11. [9]. Data Observasi Domestic Case Study pada tanggal 12 Mei 2018 di Keraton Yogyakarta. [10]. Data Seminar Nasional pada tanggal 17 Januari 2018 di Amarta Auditorium STIPRAM Yogyakarta dengan tema “Cinta Tanah Air Untuk Membangun Pariwisata Nasional” [11]. Isdarmanto, I. (2016). Studi Kelayakan Aspek Strategis Desa Wisata Tembi untuk Meningkatkan Pariwisata dan Perekonomian Kabupaten Bantul Yoyakarta. Jurnal Kepariwisataan, 10(1), 51-62 [12]. Puspawigati, A. 2014. Pemasaran pariwisata pulau pramuka oleh suku dinas pariwisata dan kebudayaan kepulauan seribu dalam meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada).

14 LAMPIRAN

Dokumentasi berupa foto dan sertifikat Seminar Nasional

Kegiatan Seminar Nasional di AMARTA Auditorium STIPRAM

Pintu masuk Keraton Yogyakarta

15