Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X” 6-7 Oktober 2020 Purwokerto ISBN 978-602-1643-65-5

Bidang 6: Rekayasa sosial, pengembangan pedesaan, dan pemberdayaan masyarakat

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PEMGEMBANGAN DESA WISATA

Bambang Kuncoro 1, Chusmeru1

1Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto

ABSTRAK

Desa merupakan wilayah yang memiliki banyak potensi sumber daya khususnya ekonomi, alam atau lingkungan dan sosial budaya yang dapat dijadikan modal dasar dalam pembangunan serta mensejahterakan masyarakat. Sehingga penting melaksanakan riset dan pemberdayaan masyarakat desa wisata untuk membuka lahan pekerjaan terutama bagi generasi muda dan kemandirian desa. Metode riset menggunakan metode dan analisis Research and Development (R & D) dengan mengutamakan data kualitatif melalui wawancara, observadi dan focus group discussion secara partisipatif pada informan yang dipilih secara purposif diantaranya pemerintah desa, kelompok desa wisata, kelompok pemuda dan kelompok usaha. Lokasi penelitian di desa wisata baru yang memiliki keunikan dan kearifan lokal yaitu di Desa Wisata Mergolangu Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Wonosobo dan Desa Banjarpanepen, Kecamatan Sumpiuh Kabupaten Banyumas. Hasil penelitian desa wisata memiliki permasalahan dalam manajemen kelembagaan, pengembangan usaha produktif, kreatif dan inovatif yang mendukung pengembangan wisata, sehingga membutuhkan pemberdayaan masyarakat seperti perumusan program, penyuluhan, pelatihan, pendampingan dan kemitraan yang didukung berbagai stakeholders.

Kata kunci: desa wisata, generasi muda, kemandirian, kesejahteraan, pemberdayaan

ABSTRACT

The village is an area that has a lot of potential resources, especially economic, natural or environmental and socio-cultural aspects which can be used as basic capital in development and the welfare of the community. Therefore, it is important to carry out research and empowerment of tourism village communities to open up job vacancies, especially for the younger generation and village independence. The study used Research and Development (R & D) methods and analysis by prioritizing qualitative data through interviews, observations and participatory focus group discussions on purposive selected informants including village government, tourism village groups, youth groups and business groups. The research location is in a new tourism village that has uniqueness and local wisdom, namely Mergolangu Tourism Village, Kalibawang District, and Banjarpanepen Village, Sumpiuh District, . The results of tourism village research have problems in institutional management, development of productive, creative and innovative businesses that support tourism development, thus requiring community empowerment such as program formulation, counseling, training, mentoring and partnerships supported by various stakeholders.

Keywords: empowerment, tourism village, young generation, welfare

PENDAHULUAN Pembangunan desa dengan segala potensi sumber daya baik sumber daya manusia, sosial, ekonomi, budaya dan alam atau lingkungan menjadi sangat penting dan strategis karena dapat menjadi

45 Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X” 6-7 Oktober 2020 Purwokerto ISBN 978-602-1643-65-5 pondasi pembangunan di daerah dan perkotaan bahkan pembangunan nasional. Perdesaan bukan hanya kampung halaman tempat dilahirkan dan dibesarkan serta ramai hanya ketika liburan saja, karena ditinggalkan warganya yang mencari nafkah diperkotaan (urbanisasi) dan di luar negeri menjadi pekerja migran. Hal itu dikarenakan desa tidak dikelola secara maksimal potensi sumber daya sehingga generasi petani berkurang, lahan dan hasil pertanian kurang produktif yang tidak menghasilkan pendapatan serta kesejahteraan yang berarti bagi masyarakat. Padahal desa sudah diberikan otonomi untuk mengelola anggaran dan rencana pembangunan secara partisipatif sehingga aspirasi, kebutuhan dan sumber daya yang dimiliki dapat dimanfaatkan serta dikembangkan menjadi lahan pekerjaan masyarakat dalam bentuk kelompok usaha dan badan usaha milik desa. Sehingga persyaratan awal untuk pembangunan di perdesaan yaitu mengidentifikasi, mengelola dan mengembangkan potensi sumber daya melalui konsep pembangunan partisipatif yaitu keterlibatan semua pihak mulai dari masyarakat dan pemerintah desa merencanakan program, melaksanakan dan mengevaluasi pembanguan. Pembangunan partisipatif wujud kongkritnya berupa program pemberdayaan masyarakat yang akan menjawab permasalahan yang dihadapi masyarakat serta mengembangkan potensi sumber dayanya. Sebagaimana menurut beberapa pendapat seperti Syahyuti (2006) konsep pembangunan partisipatif adalah proses yang melibatkan masyarakat secara aktif dalam seluruh keputusan substansial yang berkenaan dengan kehidupan. Menurut Porras dan Steeves (2009) pembangunan partisipatif ditandai adanya tatap muka secara setara atau egaliter dengan berdialog, yang melibatkan refleksi dan tindakan, serta tanpa perbedaan hirarki diantara orang-orang yang berdialog, mengakui bahwa kedua pihak baik sebagai penindas dan yang tertindas sama-sama membutuhkan kebebasan. Marsigit (2010) menyatakan bahwa pemberdayaan sektor pasca panen, pengolahan dan pemasaran hasil pertanian yang dari berbagai penelitian banyak meningkatkan nilai tambah ekonomi seperti peningkatan pendapatan dan nilai tambah sosial yaitu peningkatan dan penciptaan lapangan kerja. Purwanto (2012) menjelaskan inovasi tersebut meliputi varitas unggul bergizi tinggi, teknologi pasca panen terutama penyimpanan, serta teknologi untuk meningkatkan nilai tambah dan mengangkat citra pangan tradisional menjadi komoditas yang bergengsi, menarik disajikan, serta enak dan praktis dikonsumsi. Terdapat salah satu desa yang besar potensi wisata dan ekonomi pertanianya yaitu Desa Wisata Mergolangu Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Wonosobo, kemudian Desa Wisata Banjarpanepen Kecamatan Sumpiuh Kabupaten Banyumas Jawa Tengah yang harus mendapat perhatian dan dukungan untuk pengembangan wisata alam dan pertanianya serta budaya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan sebelum pandemik Covid 19 pada Oktober 2019 sampai Pebruari 2020 bahwa secara geografis Desa Mergolangu memiliki topografi dengan dataran tinggi yang sejuk udaranya, pemandangan alam yang indah dan asri karena dikelilingi hutan dan pegunungan. Karakteristik wilayahnya sekitar 9% sebagai pemukiman penduduk dan 14% merupakan hutan desa. Kemudian sisanya merupakan wilayah perkebunan dan ladang pertanian serta tegalan. Objek kawasan wisatanya akses jalanya menantang dan menarik karena masih asli jalan setapak masyarakat dengan medan menanjak dan cocok untuk yang hoby traveling, olah raga jalan sehat dan joging, serta outbond. Namun perjuangan menuju akses objek wisata dapat terobati dengan indahnya panorama alam dan keramah tamahan penduduk setempat. Terdapat gardu pandang untuk melihat pemandangan hijau dan sejuk di sekitar puncak bukit juga terdapat lokasi Puncak Serangan, dan Bukit Tumenggung, Puncak Memean, Curug Kalicoklat, dan Gua Kelelawar. Sedangkan Desa Banjarpanepen memiliki potensi yang selain hasil pertanian dan benih buah-buahan seperti kelapa, durian dan jeruk, kemudian produk gula kelapa dan gula aren organik, serta terdapat objek wisata alam sungai dan tempat wisata budaya yang terdapat patilasan patih Gadjahmada, sekalipun masih belum ada konsensus tentang hal tersebut, namun sudah banyak wisatawan yang datang untuk melakukan ritual kebudayaan. Kedua lokasi desa wisata tersebut dapat dijadikan bagian dari kawasan wisata berbasis kearifan lokal yang perlu dikembangkan, sehingga membutuhkan program pemberdayaan masyarakat

46 Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X” 6-7 Oktober 2020 Purwokerto ISBN 978-602-1643-65-5 khususnya tentang manajemen kawasan desa wisata dari berbagai perspektif baik pengelolanya atau lembaganya, infrastruktur dan fasilitas, promosi dan pemasarannya. Menurut Mardikanto dan Soebianto (2012) pemberdayaan sebagai upaya yang disengaja untuk memfasilitasi masyarakat lokal dalam merencanakan, memutuskan, dan mengelola sumber daya lokal yang dimiliki melalui collective action dan networking, sehingga pada akhirnya masyarakat memiliki kemampuan dan kemandirian secara ekonomi, ekologi dan sosial. Nugroho et al. (2012) menyatakan upaya pengembangan agrowisata pedesaan yang memanfaatkan potensi pertanian, dan melibatkan masyarakat pedesaan, dapat berfungsi sebagai pemberdayaan masyarakat selaras dengan pemberdayaan masyarakat berbasis pariwisata (community based tourism). Sulaiman et al. (2017) menegaskan bahwa munculnya kawasan desa wisata maka akan menjadi kan desa memiliki kesejahteraan dan kemandirian dengan mengelola serta mengembangkan segala potensi sumber dayanya yang lain seperti sektor ekonomi, sosial, budaya dan kearifan lokal yang dimilikinya melalui program pemberdayaan sehingga semangat, pengetahuan dan keterampilan masyarakat dapat meningkat. Namun pengembangan desa wisata Mergolangu Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Wonosobo dan Desa Banjarpanepen Kecamatan Sumpiuh Kabupaten Banyumas Jawa Tengah mengalami hambatan dan penurunan secara drastis sampai 75% dari kunjungan wsiata yang biasanya dan penurunan produksi dan penjualan hingga 55%, bahkan sempat terhenti akibat pandemik corona virus (Covid 19) yang mulai menyebar di pada awal bulan Maret 2020 bahkan terus meningkat hingga Agustus 2020 jumlah kasus virus corona mencapai 140.000 orang. Apalagi pihak masyarakat mulai dari tingkat desa dan kabupaten sudah mulai melakukan pembatasan sosial dengan menutup daerahnya sendiri baik sifatnya melakukan karantina lokal, pemeriksaan dan pengetatan keluar masuk warga. Pemerintah pusat dan daerah sudah menghimbau untuk adanya social diststancing, bekerja dan beribadah di rumah, mengkarantina masyarakat yang dari luar kota serta menghimbau untuk tidak pulang kampung, dan pembatasan transportasi umum. Hal tersebut dituangkan dalam beberapa kebijakan pemerintah berupa Kedarutatan kesehatan dituangkan dalam Keputusan Presiden (Kepres) Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19. Peraturan pembatasan sosial berskala besar diputuskan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19. Kedua keputusan itu didasarkan pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Sehingga Desa Wisata Mergolangu dan Desa Wisata Banjarpanepen membuthkan strategi manajemen kawasan desa wisata berbasis kearifan lokal pasca pendemik Covid 19 yang terintegrasi, seperti menurut Widodo dan Suradi (2011) organisasi dan kearifan lokal, yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, perlu diberikan ruang gerak yang luas agar dapat mengekspresikan dan mengartikulasikan berbagai kebutuhan masyarakat sebagai keswadayaan masyarakat dan peran aktifnya dalam pembangunan, khususnya bagi pembangunan kesejahteraan sosial. Hanifah dan Unayah (2011) menegaskan perlunya pemanfaatan tenaga lokal sebagai pendamping dalam implementasi program pemberdayaan dengan sentuhan moral– spiritual, disamping monitoring dan evaluasi dilaksanakan secara berkelanjutan dari aparat pemerintah. Program pemberdayaan harus didasarkan kebutuhan penerima pelayanan, dalam arti bersifat “buttom up“ dan bukan “top down”. Muhtar (2012) menyatakan melalui rembug kelompok dihasilkan rencana kegiatan yang akan di lakukan, yaitu memanfaatkan sumber daya lokal, meningkatkan peran lembaga lokal, meningkatkan usaha simpan pinjam, dan penanganan permasalahan kesejahteraan sosial.

METODE PENELITIAN Penelitian menggunakan metode Research and Development (R & D) yang dimaksudkan untuk

47 Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X” 6-7 Oktober 2020 Purwokerto ISBN 978-602-1643-65-5 mengidentifikasi temuan, merumuskan, memperbaiki, mengembangkan, menghasilkan dan menguji keefektifan produk, model, metode atu strategi, prosedur, dan jasa tertentu yang lebih unggul, baru, efektif, efisien, produktif dan bermakna. Metode R & D bersifat riset dasar dan terapan untuk perbaikan atau pembaharuan (improvment) dan perluasan (extention) dengan penekanan pada kebaruan, kreatifitas dan produk nyata (Putra 2012). Data penelitian diperoleh melalui pengamatan langsung, wawancara mendalam, dan Focus Group Discussion (FGD) yang dilakukan sebelum masa pandemik Covid 19 pada Oktober 2019 sampai dengan Maret 2020, kemudian melakukan analisis dokumentasi, hasil penelitian, jurnal ilmiah serta kajian melalui seminar online. Subjek penelitian ditentukan dengan purposif sampling yaitu pemerintah desa, pengurus desa wisata, aktivis wisata, tokoh masyarakat, dan pengunjung. Lokasi penelitian ditentukan pada kawasan desa wisata baru yang memiliki keunikan dan kearifan lokal yaitu di Desa Wisata Mergolangu Kecamatan Kalibawang, yang diproyeksikan akan menjadi bagian destinasi wisata di Kabupaten Wonosobo sebagai daerah wisata Jawa Tengah. Kemudain Desa Banjarpanepen Kecamatan Sumpiuh Kabupaten Banyumas sebagai desa wisata budaya dan pertanian yang memiliki keunikan serta dapat dijadikan objek wisata yang dapat dikembangkan dan dipromosikan bukan hanya wisata Baturraden yang sudah terkanal di Kabupaten Banyumas. Tahapan analisis data penelitian mengadopsi tahapan analisis R & D yaitu (1) Menganalisis Potensi dan masalah, (2) Desain produk, (3) Validasi desain, (4) Revisi desian, (5) Uji coba produk, (6) Revisi produk, (7) Uji coba pemakaian, (8) Revisi produk, (9) Produksi dan strategi untuk publik massal (Sugiono 2008).

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Desa Wisata di Margolangu dan Banjarpanepen Lokasi pertama di Desa Mergolangu terletak di Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah dimana sebelah utara berbatasan dengan desa Selomanik, sebelah timur berbatasan dengan Desa Depok, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Giyombong dan sebelah Barat berpatasan dengan Desa Gumelar, desa ini memiliki luas sekitar 597 hektar. Hawa sejuk pegunungan ditambah dengan pemandangan alam yang memukau adalah potensi utama Desa Mergolangu. Desa Mergolangu, awalnya tidak pernah dikunjungi wisatawan, kini menjadi sebuah desa wisata, namun mulai tahun 2014- 2015 sudah dikunjungi sebanyak 20 ribu orang dengan harga karcis masuk sebesar Rp 5 - 10 ribu dan hasil pengembangan desa wisata dapat memberikan kontribusi kepada kas desa. Hal tersebut membuat Desa Mergolangu menjadi desa wisata alam dengan luas lahan wisata 7.800 Ha yang terdiri dari destinasi pegunungan dengan wisata hutan, wisata tanam nasional dan bumi perkemahan di kawasan Gunung Lanang. Kawasan Wisata Gunung Lanang dapat dikategorikan sebagai wisata minat khusus yang cukup ekstrim. Kawasan Wisata Gunung Lanang terdiri dari Bukit Sarangan, Bukit Memean, Gunung Putri, Gunung Bolong, Bukit Ponjen, Curug Kali Colat, Maqom Kuno Kiai Tawengan, dan Goa Kelelawar. Pengelolaan wisata dilakukan oleh BUMDes Mergolangu. Pengembangan wisata alam di Desa Mergolangu dilakukan dengan memanfaatkan dana desa yang mendapatkan dukungan. Desa Mergolangu merupakan salah satu desa yang mendapatkan penilaian kinerja baik di Kabupaten Wonosobo. Selain untuk pengembangan wisata, dana desa juga dimanfaatkan guna pembangunan infrastruktur desa. Penduduk di Desa Mergolangu menurut data monograf desa tahun 2019 berjumlah 2124 Jiwa dengan laki-laki berjumlah 1075 orang, dan perempuan 1049 orang. Tingkat pendidikan mayoritas lulusan SD 1496 orang, SMP 115 orang, SMA 63 orang, D3 3 orang dan Sarjana 10 orang. Pada tahun 2015 bapak kepala Desa Mergolangu bersama para karang taruna mulai mendirikan Kelompok Sadar Wisata atau Pokdarwis yang diberi nama Kelompok Sadar Wisata alam lestari yang memiliki minat dan peduli pada pengembangan potensi wisata lokal yang berbasis Desa Wisata di Desa Mergolangu.

48 Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X” 6-7 Oktober 2020 Purwokerto ISBN 978-602-1643-65-5

Mayoritas penduduk Margolawu bermata pencaharian sebagai petani dan peternak, dimana komoditi utama di Desa Mergolangu adalah singkong dan hasil ternak kambing.Asal muasal nama desa Mergolangu yaitu Mergo yang bermakna jalan dan langu yang bermakna bau langu atau nyengat yang kemudian diartikan menjadi sebuah desa yang mempunyai jalan yang berbau menyengat. Pembangunan yang dilakukan di Desa Mergolangu dilakukan sebisa mungkin untuk tidak merusak ekosistem pandang yang ada seperti pembangunan gardu mengikuti alur pohon. Dengan hal tersebut Desa Mergolangu bisa tetap menjaga kelestarian hutan yang ada di desanya meskipun dilakukan pengembangan menjadi desa wisata. Masyarakat Desa Mergolangu memiliki antusiame yang tinggi untuk ikut serta dalam proses perencanaan dan proyek strategis desa, sehingga program-program untuk pembangunan desa dapat diupayakan secara mandiri oleh masyarakat ataupun kerjasama dengan pihak luar (pemerintah dan swasta). Desa Mergolangu telah membentuk Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) sebagai penanggung jawab pemanfaatan hutan yang bekerja sama dengan Perum Perhutani. Peran LMDH adalah menjaga kelestarian hutan termasuk melindungi hutan dari pembangunan yang akan merusak hutan. Jadi, pemerintah dan masyarakat Desa Mergolangu melalui LMDH berperan aktif dalam menjaga kelestarian hutan sehingga kualitas dan kuantitas hutan di Desa Mergolangu tetap terjaga meskipun dilakukan pengembangan sebagai kawasan wisata. Suatu objek wisata perbukitan yang disebut gunung lanang yang menjadi objek wisata spiritual dan budaya yang dipercaya kandungan airnya dapat memberikan keperkasaan dan kesuburan bagi laki-laki menjadi andalan perekonomian desa semakin memberikan manfaat yang bisa dirasakan oleh warga sekitar, dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Jika mengandalkan swadaya masyarakat, bisa jadi butuh waktu yang cukup lama, sedangkan investor dari luar tidak selalu bisa dapat ditarik dengan mudah. Perjalanan menuju lokasi wisata memang cukup melelahkan karena medannya yang menanjak, warga sudah menyediakan jasa transportasi yaitu berupa mobil yang dapat dipergunakan secara offroad, karena akses jalan yang masih belum beraspak, sehingga terjal, berbatu dan licin jika musim hujan. Pembangunan di Desa Mergolangu Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Wonosobo dapat menjadi kawasan wisata alam (ekoturism) yang didukung oleh potensi perkebunan serta menjadi bagian dari destinasi wisata baru di Kabupaten Wonosobo sebagai kabupaten yang sudah terkenal menjadi kawasan wisata di Jawa Tengah dan tingkat nasional. Secara umum Desa Mergolangu dari jumlah penduduk sebanyak 1.819 jiwa dengan bekerja di sektor pertanian (petani), perdagangan, buruh migran, supir dan PNS. Namun masih terdapat permasalahan di Desa Wisata Mergolangu yaitu (1) Penduduknya sekitar 39% masih miskin. (2) Produksi pertanian belum berkembang menjadi komoditas unggulan yang dapat diandalkan, tetapi baru mencukupi kebutuhan keluarga. (3) Pembangunan infrastruktur jalan termasuk akses ke lokasi wisata masih belum memadai. (4) Pembiayaan pembangunan dari Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes) masih kurang tahun 2017/2018 yaitu sekitar 814 juta yang diprioritaskan untuk pembangunan infrastruktur, peningkatan kapasitas ekonomi desa dan pelayanan sosial dasar. (5) Belum terbentuk kelembagaan seperti kelompok sadar wisata (Pokdarwis) dan masih minimnnya pengetahuan dan keterampilan dalam mengelola pengembangan kawasan wisata. (6) Promosi pengembangan kawasan wisata dan prosuk pertanian masih belum dikelola dan dilaksanakan. (7) Pemuda desa sebagai sumber daya manusia belum diberdayakan untuk menjadi kelompok pengelola kawasan wisata. Lokasi kedua Desa Banarpanepen merupakan Desa bagian utara di Kecamatan Sumpiuh Kabupaten Banyumas Provinsi Jawa Tengah, menurut data monograf desa tahun 2019 sebagian wilayahnya adalah hutan dengan Luas wilayah 1.100,28 Ha. Dengan luas area Pemukiman Penduduk 520 Ha dan Wilayah Hutan 520.28 Ha. Jumlah penduduk Desa Banjarpanepen laki-laki 2.680 orang, perempuan 2.549 orang. Tingkat pendidikan tidak tamat SD 156 orang dan tamatan SD 1230 orang , SMP 1393 orang, SLTA 2306 orang, D3 87 orang dan S1 56 orang. Desa Banjarpanepen adalah desa yang memiliki potensi alam yang dapat dikembangkan menjadi desa wisata. Potensi alam yang dimiliki

49 Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X” 6-7 Oktober 2020 Purwokerto ISBN 978-602-1643-65-5 desa ini, antara lain wisata alam, wisata budaya, dan wisata religi. Wisata alam yang dimiliki desa Banjarpanepen antara lain objek Curug Klapa, Kali Cawang Curug Klapa, Wisata Religi yakni Petilasan Gadjah Mada ”Watu Jonggol”, Petilasan Mbah Batur, dan Wisata Budaya Takiran 1 Sura, Calungan, Kuda Lumping. Objek wisata dengan tarif harga tiket sekitar Rp. 10.000, jasa parkir dan dari kuliner wrung sekitar lokasi wisata. Banyak potensi ekonomi yang bisa dikembangkan di Desa Banjarpanepen, terutama potensi ekonomi dalam hal wisatanya, alamnya yang indah dan sumber air yang melimpah bisa menjadi sumber ekomoni masyarakat. Termasuk kelompok usaha yang berkembang dan menjadi ciri khas Desa Banjarpanepen yaitu menjadi penderes pohon kelapa yang setiap harinya dapat menderes 20 pohon kelapa dimana dari 4 pohon kelapa bisa menghasilkan 1 Kg Gula Kelapa, 1 Kg gula kelapa saat ini seharga Rp. 12.000 sd 15.000. Kemudian kelompok usaha gula semut organik dengan harga Rp. 20.000 sd 30.000 per kg yang sudah dibeli oleh pengepul untuk di eksport. Masyarakat yang menjadi penderes pohon pinus untuk di ambil getahnya yang bekerjasama dengan Perhutani yang memiliki tanah dan pohon pinusnya, penderesaan pinus dilakukan setiap 2 minggu sekali oleh petani dengan hasil deresan ditampung oleh perhutani dengan harga Rp.4.500 sd 5500 per Kg. Permasalahan di kelompok wisata Gunung Emas di Desa Banjarpanepen yaitu belum terkoordirnya semua kegiatan ekonomi, sehingga masih bersifat individual masing-masing anggota khususnya pada unit usaha olahan produk dengan lokasi wisata, kemudian kaderisasi kelompok wisata masih kurang, karena pengelola kelompok wisata masih dirangkap oleh perangkad desa yang sudah usia lanjut atau tidak muda lagi. Padahal wisata dan produk olahan seperti gula kelapa dan gula aren organik sebagai ciri khas desa wisata yang berdampak sangat baik terhadap peningkatan ekonomi anggotanya kelompok wisata dan mayarakat. Perkembangan potensi dan permasalahan yang masih dihadapi sebagai tantangan di dua lokasi desa wisata Megolangu dan Banjarpanepen dikarenakan (1) Desa wisata yang tergolong masih baru dipromosikan ke publik sekitar tahun 2014-2015, walaupun sudah lama ada kunjungan dari luar namun sifatnya masih belum dirancang dan dilabelkan oleh pemerintah desa sebagai lokasi wisata yang komersil. (2) Pengurus kelompok desa wisata masih dirangkap oleh para perangkat pemerintah desa sehingga kurang regenerasi dari generasi muda desa untuk menjadi pengelola, karena masih mencair kerja di luar kota (urbanisasi) dan ke luar negeri untuk menjadi pekerja migran. (3) Potensi wisata dan pertanian serta produk olahan makanan ciri khas desa belum dapat dikembangkan dengan maksimal karena belum ada program pemberdayaan secara komprehensif dan berkesinambungan baik dari pemerintah daerah maupun pihak lainnya seperti swasta, aktivis pemberdataan dan perguruan tinggi. (3) Program pembangunan desa masih belum berdasarkan hasil identifikasi dan analisis masalah, potensi, minat dankebutuhan masyarakat, sehingga program yang selama ini dilaksanakan lebih banyak ke infratruktur. Sebagaimana menurut Parma (2014) seringkali program yang ditujukan pada petani tidak sesuai atau belum cocok dengan situasi dan kondisi seperti apa yang diharapkan oleh petani tersebut. Permasalahan dalam wisata yang berasis ketahanan pangan yaitu aturan desa, pengelolaan lembaga sosial dan budaya desa, luas serta kepemilikan lahan, sistem permodalan, pemanfaatan sumber daya, dan sistem penjualan. Rusita et al. (2016) dan Saputra et al. (2016) menegaskan bahwa kawasan wisata alam dan pertanian masih belum didukung dengan infrastrukur akses jalan dan fasilitas umum. Kuncoro et al (2015) dan Gunawan (2016) menyatakan belum ada kegiatan pendampingan secara berkesinambungan dari pemerintah daerah, praktisi dan ahli pariwisata, serta dukunga pasar lokal dalam Agrowisata (Kuncoro et al 2015);(Gunawan 2016). Termasuk kendala dari pandemik coronavirus virus (Covid 19) pengembangan desa wisata akan terhenti dan bahkan terjadi kemunduran yang dampak selanjutnya penghasilan dan kesejahteraan masyarakat desa baik Kelompok Wisata dan kelompok usaha ekonomi akan mengalami penurunan dan

50 Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X” 6-7 Oktober 2020 Purwokerto ISBN 978-602-1643-65-5 kerugian. Sejak kasus Covid 19 dengan adanya instruksi menjaga jarak sosial dan instruksi beraktivitas di rumah saja, sektor pariwisata menjadi membawa dampak paling parah termasuk untuk perhotelan, biro trevel, kuliner, dan rumah makan. Merancang Program dan Model Pemberdayaan Masyarakat Desa Wisata Proses merancang program dan model pemberdayaan masyarakat melalui beberapa tahapan yaitu (1) Tim peneliti melakukan studi pendahuluan berupa kajian tentang pemberdayaan masyarakat desa wisata dengan mereview hasil penelitian, jurnal ilmiah dan pemberitaan di media massa. Hasilnya dijadikan bahan kajian diskusi tim riset dan perkuliahan mahasiswa S1 dan S2 yang relevan dengan matakuliah pemberdayaan masyarakat, sehingga didapatkan identifikasi dan analisis permasalahan serta potensi baik sumber daya manusia, sumber daya alam, maupun sumber daya ekonomi dan sosial budaya masyarakat. Hasil kajian literatur dan diskusi akan dijadikan bahan untuk pembukaan akses ke lokasi sambil melakukan ijin kegiatan, wawancara, observasi dan dokumentasi serta dialog dengan masyarakat serta kelompok desa wisata. Selanjutnya menyepakati dan mengundang kegiatan dialog atau musyawarah dengan pemerintah dan masyarakat dalam merancang program serta model pemberdayaan desa wisata. (2) Melaksanakan dialog atau musyawarah hasil kajian studi pendahuluan dengan pemerintah desa dan masyarakat sebagai kelompok usaha, tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan pengurus wisata desa. Hasilnya klarifikasi dan verifikasi hasil identifikasi serta analisis permasalahan, potensi dan prospek desa wisata dari sumber daya yang dimiliki untuk dijadikan perencanaan program serta model pemberdayaan desa wisata yang disepakati bersama masyarakat. Pelaksanaan Focus Group Discussion (FDG) di laksanakan dalam bentuk musyawarah sebagai bentuk komunikasi partisipatif yang relevan dengan pemberdayaan sebagai pembangunan partisipatif itu sendiri untuk merencanakan program dan mendesain model pemberdayaan. Sehingga masyarakat akan memiliki semangat, kepedulian dan tanggung jawab yang tinggi karena ada ikatan serta keterlibatan langsung mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program serta model pemberdayaan. Desain musyawarah di buka secara formal oleh pemerintah desa tetapi dalam pelaksanaanya melalui pendekatan informal yang dialogis, humanis, penuh keterbukaan, keakraban dan kekeluargaan. Sehingga tidak ada kecanggungan dan segan dalam beraspirasi, berdialog dan menyepakati program pemberdayaan secara bersama. Proses musyawarah setelah dibuka secara formal oleh pemerintah desa, lalu dilanjutkan dengan sosialisasi tentang agenda dan tujuan kegiatan dan temuan hasil kajian pendahuluan sebagai bahan musyawarah. Selanjutnya dibuka forum tanya jawab, dialog dan curah mendapat dari masyarakat sebagai peserta musyawarah yang semuanya di catat sebagai masukkan atau pertanyaan yang dibahas sampai menghasilkan program-program pemberdayaan desa wisata yang disepakati dan akan dilaksanakan bersama dengan dukungan pemerintah desa. Posisi tim peneliti bukan hanya mengidentifikasi dan menganalisis serta merancang program tetapi menjadi fasilitator dan pendamping mulai dari merancang, menyepakati dan melaksanakan serta melibatkan semu pihak atau mitra untuk mensukseskan program pemberdayaan desa wisata. (3) Melaksanakan kajian dengan para ahli dan praktisi untuk memperdalam dan pempertajam program serta desain model pemberdayaan masyarakat desa wisata. Merancang jadwal pelaksanaan, instruktur dan pendamping yang akan terlibat dalam pelaksanaan kegiatan. (4) Mensosialisasikan kembali hasil kajian ahli dan praktisi kepada masyarakat desa wisata dan pemerintah desa untuk disepakati teknik, jadwal dan pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat desa wisata. Menurut Bachrein (2010), Prafitri dan Damayanti (2016), Getz and Page (2016), Ramdhan et al. (2017), Nugroho (2018), Tyas dan Damayanti (2018), Herdiana (2019), Sibbritt et al. (2019), Latianingsih (2019), Ridderstaat and Croes (2020) bahwa kebijakan pemerintah menjadi salah satu faktor penting dalam mendukung perancanaan dan pelaksanaan pemberdayaan atau pembangunan di desa termasuk desa wisata secara partisipatif, kemudian kebijakan harus dapat menyesuaikan, melakukan upaya koreksi

51 Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X” 6-7 Oktober 2020 Purwokerto ISBN 978-602-1643-65-5 dan modifikasi sesuai tuntutan dan perkembangan jaman. Hasil dari kegiatan riset mulai dari kajian studi literatur dan akademik, pembukaan akses serta proses wawancara, observasi, diskusi dan dokumentasi yang menghasilkan program dan model pemberdayaan desa wisata. Program dan model pemberdayaan dibuat berdasarkan identifikasi dan analisis permasalahan serta potensi sumber daya yang dimiliki masyarakat yaitu (1) Desa Mergolangu Kabupaten Wonosobo dan Desa Banjarpanepen Kabupaten Banyumas Sumber daya manusia, banyak generasi muda yang masih meninggalkan desa untuk mencari pekerjaan di perkotaan (urbanisasi) dan menjadi pekerja migran di luar negeri. Tingkat pendidikan masih relatif rendah banyak lulusan SD sd SMP. Kelompok desa wisata sudah terbentuk dengan inisiatif kelapa desa yang memiliki idealisme dan semanagat untuk memajukkan potensi desa. Namun pengetahuan dan keterampilan untuk bersuaha serta manajemen kepengurusan kelompok desa wisata masih belum berkembang. (2) Sumber daya sosial, budaya dan sangat mendukung seperti di Desa Mergolangu Kabupaten Wonosobo yang perbukitan dan pegunungan yang memiliki pemandangan asri, indah serta sejuk termasuk situs budaya yang diprcaya air dan lumut pegunungan bisa memberikan kekuatan (keperkasaan) dan keturunan untuk kaum laki-laki. Desa Banjarpanepen Kabupaten Banyumas juga memiliki ciri khas dengan sungai dan perbukitan yang asri dan alami serta ada situs budaya berupa panembahan atau patilasan Patih Gadjah Mada yang sering dikunjungi untuk ritual budaya jawa. Namun masih ada masalah infrastruktur jalan menuju perbukitan dan pegunungan yang terjal berbatu dan licin jika musim hujan. Penataan dan penyediaan fasilitas untuk wisatawan masih harus dibenahi serta dilengkapi seperti area parkir, warung makan dan kamar mandi. Kelompok pengelola tempat wisata masih terbatas dari segi jumlah dan pengetahuan serta keterampilan manajerialnya, sehingga belum dapat memberikan informasi lebih tentang sejarah, manfaat, pelayanan, promosi dan pemasaran lokawisata. Pelestarian dan kebersihan lingkungan wisata juga perlu di jaga dan dilestarikan seperti pengelolaan warung tempat berjualan dan sampah dari para pengunjung. Kesenian budaya yang menjadi ciri khas dapat dibentuk, dikembangkan dan dilestarikan yang selama ini sudah hilang di kalangan generasi muda desa, sehingga tradisi seni budaya dapat lestari dan menjadi pentas unik serta manrik bagi pengunjung wisata minimal dalam 1 bulan sekali pentas atau dalam kegiatan- kegiatan hari besar nasional. (3) Sumber daya ekonomi di dua lokasi tersebut bia didapatkan dari pertanian khususnya perkebunan palawija, hutan pinus, lokasi perkemahan, makanan dan minuman khas perdesaan seperti makanan nasi dengan ayam dan ikan yang digoreng dan dibakar beserta sambelnya, makanan rebusan singkong, jagung dan ubi, kemudian minuman dari air kelapa muda dan aren. Makanan dan minuman khas tersebut dapat dijadikan komoditas masyarakat untuk membuka usaha yang memberikan pelayanan pada pngunjung dan mendukung pengembangan desa wisata. Namun hal tersebut belum berkembang di masyarakat desa, sehingga warung-warung makanan belum menjajakan makanan dan minuman khas perdesaan. Sehingga dibutuhkan program pemberdayaan dalam bentuk penyuluhan dan pelatihan dengan sasaran generasi muda, kelompok usaha dan kelompok wisata desa sebagai generasi penerus dalam pembangunan sehingga dapat mengelola dan mengembangkan sumber potensi di desa serta tidak lagi hanya menjadi pekerja di kota (urbanisasi) dan di luar negeri (migran). Hal tersebut sebagaimana menurut beberapa hasil riset dari Muhrofi-G and Maria (2017), Suswanto et al. (2018), Yunita (2018), Indrianti et al. (2019), Sugito et al. (2019), Suradi (2019), Ristarnado (2019). Adapun program pemberdayaan yang perlu diselenggarakan yaitu (1) Tahap materi membangun motivasi, penyadaran dan inspirasi kesuksesan berwirausaha serta mengelola desa wisata. Kegiatan bisa dilakukan dengan menghadirkan aktivis, praktisi, dan ahli dibidang kewirausahaan dan mengelola desa wisata. Program penyuluhan dan pelatihan tahap 1 ini sebagai dasar atau pondasi penting untuk membentuk pola pikir, sikap mental dan karakter peserta dalam hal ini generasi muda di desa supaya memiliki semangat dan tekad yang kuat mengelola potensi wisata desa dan menjadi wirausaha atau kelompok usaha di desa. Kemudian membangun

52 Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X” 6-7 Oktober 2020 Purwokerto ISBN 978-602-1643-65-5 kepedulian terhadap pengelolaan, pemanfaatan dan pelestarian lingkungan untuk menjadi lahan pekerjaan, menghasilkan pendapatan serta kesejahteraan bagi masyarakat dengan tetap menjaga dan melestarikan lingkungan. (2) Tahap materi kedua, tentang penyuluhan dan pelatihan mekanisme dan prosedur pembuatan program pemberdayaan desa wisata seperti teknik komunikasi, musyawarah, loby dan negsosiasi, pengambilan keputusan dan perancangan prioritas program kegiatan berdasarkan analisis kebutuhan dari permasalahan serta potensi sumber daya yang dimiliki masyarakat. Selanjutnya penyuluhan dan pelatihan manajemen kelompok desa wisata mulai dari kepengurusan, keanggotaan, program kerja, pembagian tugas, teknik monitoring dan evaluasi, dan pengembangan unit usaha yang terintegrasi dalam badan usaha milik desa. (3) Tahap ketiga, penyuluhan dan pelatihan tentang manajemen administrasi dan keuangan kelompok desa wisata yang dapat mencatat, menganalisis dan melaporkan, sehingga tercipta tertib administrasi serta keuangan secara digital. Kemudian pelatihan peningkatan kualitas dan kuantitas produk pangan khususnya inovasi pengolahan makanan dan minuman khas perdesaan untuk para penjung di kedai atau warung-warung sekitar lokasi wisata. Hal ini untuk meningkatkan dan memanfaatkan potensi ekonomi masyarakat terutama kaum perempuan. (4) Tahap keempat, merupakan program paling akhir setelah dibangun dan ditingkatkan motivasi, inspirasi, pengetahaun dan kemampuan dalam mengelola kelompok desa wisata serta produk makanan dan minuman yang sudah memenuhi standar kualitas mutu. Maka dilakukan penyuluhan dan pelatihan teknik promosi dan pemasaran desa wisata dan produk makanan serta minuman khas melalui media sosial. Sasaran utamanya pada tahapan ini yaitu generasi muda di desa yang memiliki ketertarikan dan keterampilan komputer serta media internet untuk menjadi agen promosi serta pemasaran. Kemudian melakukan penyuluhan dan pelatihan teknik kerjasama atau kemitraan baik dengan internal maupun dengan pihak luar, dengan pemerintah, swasta, perbankkan dan perguruan tinggi. Kerjasama yang dimaksud bisa investasi, pinjaman modal, sewa, bagi hasil usaha dan kontrak penjualan atau pembelian.

KESIMPULAN Pemberdayaan masyarakat menjadi implementasi pembangunan partisipatif yang penting termasuk dalam pengembangan desa wisata untuk membuka lahan pekerjaan terutama bagi generasi muda dan kemandirian desa untuk mengatasi kemiskinan, pengangguran, dan urbanisasi. Karena desa sebagai wilayah yang memiliki otonomi untuk mengolah danmengembangkan potensi sumber daya ekonomi, alam atau lingkungan dan sosial budaya yang dapat dijadikan modal dasar dalam pembangunan serta mensejahterakan masyarakat. Program pemberdayaan desa wisata dirancang, disepakati dan dilaksanakan dengan melibatkan semua unsur di masyarakat terutama kelompok desa wisata, kelompok pemuda, kelompok usaha, dan pemerintah desa. Sehingga akan membangun kerjasama, kebersamaan dan rasa memiliki untuk memajukan desa wisata. Program pemberdayaan dilaksanakan dengan beberapa tahapan yaitu tahap pertama memberikan motivasi dan penyadaran pengembangan desa wisata secara partisipatif. Kemudian mengidentifikasi dan menganalisis revitalisasi potensi sumber daya manusia, alam atau lingkungan, sosial ekonomi dan budaya. Tahap kedua memberikan inspirasi dan pemodelan program pemberdayaan masyarakat desa wisata, manajemen dan strategi usaha ekonomi dan kelembagaan desa wisata dari kepengurusan dan unit usaha. Tahap ketiga manajemen administrasi dan keuangan desa wisata secara digital, manajemen pengembangan kulitas dan kuantitas produk usaha dan unit usaha desa wisata. Tahap keempat manajemen promosi dan pemasaran desa wisata berbasis digital, serta manajemen kerjasama dan kemitraan pengembangan desa wisata. Pelaksanaan pemberdayaan desa wisata melibatkan partisipasi semua pihak mulai pemerintah

53 Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X” 6-7 Oktober 2020 Purwokerto ISBN 978-602-1643-65-5 desa, kelompok desa wisata, tokoh masyarakat, akademisi, aktivis dan swasta dengan tujuan menghasilkan Kelompok desa wisata yang terampil dan mampu mengembangkan potensi sumber daya manusia, lingkungan, ekonomi, dan sosial budaya masyarakat desa. Manfaat pemberdayaan dapat membuka lahan pekerjaan khususnya untuk generasi muda dan kaum perempuan terutama ibu-ibu dan umumnya meningkatkan kesejahteraan serta kemandirian ekonomi bagi masyarakat desa.

UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kemenristek Dikti dan LPPM Universitas Jenderal Soedriman atas dukungan dan pembiayaan penelitian ini melalui riset pengembangan kompetensi BLU Unsoed.

DAFTAR PUSTAKA

Agfianto, T., & Rahman, A.F. 2020. The Economic Impact of Man-Made Tourism Development Towards Local Community in Kota Batu East : Case Study: Pasar Parkiran Jatim Park I. E- Journal of Tourism, 7(1): 37-54, https://doi.org/10.24922/eot.v7i1.58741 Amalia, A.D., & Syawie, M. 2015. Pembangunan Kemandirian Desa melalui Konsep Pemberdayaan: Suatu Kajian dalam Perspektif Sosiologi. Sosio Informa. 1(2): 175- 188, https://doi.org/10.33007/inf.v1i2.146 Arifah, M.N., & Kusumastuti, N. 2018. Strategi Mempercepat Pembangunan Desa Mandiri : Studi di Desa Kemadang Gunungkidul. Jurnal Pemberdayaan Masyarakat: Media Pemikiran dan Dakwah Pembangunan. 2(1): 177-198, doi: 10.14421/jpm.2018.021-09 Arifin, S., Sugiarto, L., Alkadri, R., & Anitasari, R.F. 2019. Penguatan Kapasitas Ekonomi dan Sosial Kelompok Masyarakat sebagai Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Keluarga dan Ketahanan Sosial. Jurnal Pengabdian Hukum Indonesia, 1(2), 134-151. https://doi.org/10.15294/jphi.v1i2.28560 Bachrein, S. 2020. Pendekatan Desa Membangun di Jawa Barat: Strategi dan Kebijakan Pembangunan Perdesaan. Analisis Kebijakan Pertanian. 8(2): 133-149, http://dx.doi.org/10.21082/akp.v8n2.2010.133-149 Cunha, C., Kastenholz, E., & JoãoCarneiro, M. 2020. Entrepreneurs in rural tourism: Do lifestyle motivations contribute to management practices that enhance sustainable entrepreneurial ecosystems? Journal of Hospitality and Tourism Management, 44: 215-226, https://doi.org/10.1016/j.jhtm.2020.06.007 Darwis, V. 2012. Gerakan Kemandirian Pangan Melalui Program Desa Mandiri Pangan: Analisis Kerja dan Kendala. Analisis Kebijakan Pertanian. 10(2): 159-179, http://dx.doi.org/10.21082/akp.v10n2.2012.159-179 Endah, K. 2018. Mewujudkan Kemandirian Desa melalui Pengolahan Badan Usaha Milik Desa. Moderat: Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan. 4(4): 25-33, http://dx.doi.org/10.25147/moderat.v4i4.1777 Endah, K. 2020. Pemberdayaan Masyarakat: Menggali Potensi Lokal Desa. Moderat: Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan. 6(1): 135-143, http://dx.doi.org/10.25157/moderat.v6i1.3319 Getz, D., & Page, S.J. 2016. Progress and prospects for event tourism research. Tourism Management. 15: 593-631, https://doi.org/10.1016/j.tourman.2015.03.007

54 Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X” 6-7 Oktober 2020 Purwokerto ISBN 978-602-1643-65-5

Hasyim, N.M. 2019. Peningkatan Kemandirian Desa Panggungharjo Melalui Komunikasi Pembangunan. Jurnal Pemberdayaan Masyarakat. 3(2): 353-376, doi: 10.14421/jpm.2019.032-06 Herdiana, D. 2019. Peran Masyarakat dalam Pengembangan Desa Wisata Berbasis Masyarakat. Jumpa. 6(1): 63-86, https://doi.org/10.24843/JUMPA.2019.v06.i01.p04 Indrianti, D., Ariefianto, L., & Halimi, D. (2019). Pemberdayaan Masyarakat melalui Pengembangan Desa Wisata Organik di Kabupaten Bondowoso. Journal of Nonformal Education and Community Empowerment, 3(1), 13-18. https://doi.org/10.15294/pls.v3i1.31001 Iryana, A.B. 2018. Pemberdayaan Masyarakat Petani dalammeningkatkan Kesejahteraan Hidup di Kecamatan Compreng Kabupaten Subang. Jurnal Academia Praja. 1(2): 125-140, https://doi.org/https://doi.org/10.36859/jap.v1i02.69 Latianingsih, N. 2019. Model Pengembangan Kebijakan Desa Wisata Cibuntu Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Law and Justice. 4(1): 35-38, https://doi.org/10.23917/laj.v4i1.8028 Muhrofi-G, K.A., Maria, R.R. 2017. Best Practices of Heritage and Gastronomic Tourism in a Kampong, E-Journal of Tourism, 4(2): 94-99, https://doi.org/10.24922/eot.v4i2.36402 Monika, A., Sudadido., & Suherman. 2019. Program Peningkatan Kesejahteraan Kapasitas Keluarga. Journal of Nonformal Education and Community Empowerment, 3(2), 105-122, https://doi.org/10.15294/pls.v3i2.35550 Nugroho, S. 2018. Menimbang Pentingnya Penguatan Kelembagaan Pemerintahan Desa. Journal of Governance. 3(1): 35-49, http://dx.doi.org/10.31506/jog.v3i1.3025 Prafitri, G.R & Damayanti, M. 2016. Kapasitas Kelembagaan dalam Pengembangan Desa Wisata : Studi Kasus Desa Wisata Ketengger Banyumas. Jurnal Pengembangan Kota. 4(1): 76-86, http://dx.doi.org/10.14710/jpk.4.1.76-86 Ram, Y., Bjork, P., & Weidenfeld, A. 2016. Authenticity and place attachment of major visitor attractions. Tourism Management. 52: 110-122, https://doi.org/10.1016/j.tourman.2015.06.010 Ramdhan, K.M., Sumaryana, S., & Ismanto, S.U. 2017. Pemantauan Kebijakan Penataan Pedagang Kaki Lima di Kecamatan Garut Kota oleh Tim Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima di Kabupaten Garut. Jurnal Administrasi Negara. 2(1): 28-36, https://doi.org/10.24198/jane.v2i1.13680 Ridderstaat, J., & Croes, R. 2020. A Framework for Classifying Causal Factors of Tourism Demand Seasonality: An Interseason and Intraseason Approach. Journal of Hospitality & Tourism Research. 20(10): 1-28, https://doi.org/10.1177/1096348020912452 Ristarnado., Settyoko, J., & Harpinsyah. 2019. Strategi pemerintahan desa dalam mengembangkan pariwisata. Jurnal Politik dan Pemerintahan Daerah. 1(1): 40-51, https://doi.org/10.36355/jppd.v1i1.4 Sibbritt, K., Volgger, M., Weber, P., & Genestea, L. 2019. An exploration of collaborative economy entrepreneurs in the tourism industry through the novel prism of epistemic culture. Journal of Hospitality and Tourism Management, 40: 103-113, https://doi.org/10.1016/j.jhtm.2019.06.005 Suradi. 2019. Karang Taruna, Agen Perubahan, dan Pengembangan Masyarakat di Pandeglang.Sosio Konsepsia: Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial. 8(3): 241-254, https://doi.org/10.33007/ska.v8i3.1676 Suswanto, B., Windiasih, R., Sulaiman, A.I., & Weningsih, S. 2018. Peran Pendamping Desa Dalam Model Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan. Jurnal Sosial Soedirman. 2(2): 40-60, https://doi.org/10.20884/juss.v2i2.1528 Thompson, M. 2020. Farmers' markets and tourism: Identifying tensions that arise from balancing dual roles as community events and tourist attractions. Journal of Hospitality and Tourism Management. 45: 1-9, https://doi.org/10.1016/j.jhtm.2020.06.016

55 Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X” 6-7 Oktober 2020 Purwokerto ISBN 978-602-1643-65-5

Tyas, N.W., & Damayanti, M. 2018. Potensi Pengembangan Desa Kliwonan sebagai Desa Wisata Batik di Kabupaten Sragen. Journal of Regional and Rural Development Planning. 2(1):74-89, https://doi.org/10.29244/jp2wd.2018.2.1.74-89 Yunita, Y. 2018. Pemberdayaan Pemuda Karang Taruna Di Dusun Munengan Godean Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta, Jurnal El-Riyasah. 9(1): 1-6, http://dx.doi.org/10.24014/jel.v9i1.6555

56