1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah Kata “gender” seringkali diartikan sebagai kelompok laki-laki dan perempuan oleh masyarakat. Padahal klasifikasi tersebut adalah berdasarkan jenis kelamin (seks). Berbeda dengan jenis kelamin, gender merupakan suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang disosialisasikan dan dikonstruksikan secara sosial maupun kultural. Oleh sebab itu, peranangender menjadi aspek nonfisiologis dari seks, serta ekspektasi budaya untuk feminitas dan maskulinitas (Lips, 1988, p.3).Peranan gender memang terbentuk sejak lahir, entah sebagai laki-laki atau perempuan. Namun seiring perkembanganmanusia yang dipengaruhi oleh konstruksi budaya dan sosial, manusia berhak untuk memilih berperilaku feminin atau maskulin. Wood (2009, p.23) menganggap bahwa pergeseran peran gender, dimana peran gender laki-laki dan perempuan yang awalnya berdasarkan seks, kini setiap gender bisa memilih peran dalam hidup mereka sendiri, merupakan sesuatu yang sah. Maka, ciri dan sifat laki-laki dan perempuan dapat dipertukarkan satu sama lain.Gender perempuan lebih cocok dikatakan cantik, lemah lembut, keibuan (Fakih, 1997), maka peran gender perempuan adalah kesatuan perilaku yang memberikan indikasi secara spesifik berdasarkan identitas kewanitaan. Peran gender perempuan tidak sama seperti dulu, tapi kini perempuan dapat memiliki hak istimewa dan peran yang sama dengan laki-laki (Wood, 2009, p.65). Pembuat film menyadari akan perbedaan peran gender yang seringkali menjadi perbincangan kaum laki-laki maupun perempuan. Mereka berlomba- lomba memberikan suguhan menarik dengan merepresentasikan makna sesuai realitas sosial, sebab film mempunyai empat fungsi dasar: fungsi informasi, instruksional, persuasif dan hiburan (Siregar, 1985, p.29). Film “I Don’t Know How She Does It” (2011) memberikan paradigma bahwa wanita juga memiliki kesempatan untuk menentukan cara hidup yang mereka inginkan, namun mereka tetap tidak boleh meninggalkan peran seorang istri dan ibu dalam keluarga. Film ini juga menggambarkan bahwa seorang ibu rumah tangga yang juga meniti karir

1 Universitas Kristen Petra

di luar rumahnya akan kesusahan untuk mengatur perannya di keluarga dan kantor, sehingga seringkali mereka terlihat kacau dan sering mengalami stres. Film ini tidak sekadar menceritakan mengenai keluarga, tapi juga memberikan pandangan mengenai peran gender perempuan (Holden, 2011, www.movies.nytimes.com diakses 10 April 2013). Perkembangandankemajuanteknologisekarang mulai mengakar serta menjadi pengaruh dalam menunjangaktivitasmanusiasehari-hari. Salah satunyaadalahkemajuanteknologimedia massadalammemberikaninformasi.Salah satu perkembangan teknologi film terbaru adalah film animasi. Film animasi hampir sama dengan film kartun, perbedaannya adalah teknologi pembuatannya. Film kartun dibuat berdasarkan gambaran sketsa asli, sedangkan proses pembuatan film animasi sepenuhnya menggunakan teknik komputer. Film animasi merupakan gambar yang direkam frame-by-frame dan juga membuat ilusi geraknya (Furniss, 2000, p.5). Film animasi menjadi salah satu medium komunikasi massa yangmempengaruhi dan memberikan konstruksi mengenai perbedaan peran gender terhadap anak. Hal itu dapat dilihat dari pemilihan audiens anak mengenai film yang mereka tonton. Anak laki-laki akan memilih menonton film kartun Dragon Ball, yang menceritakan tentang anak laki-laki dengan kekuatan supranatural dibandingkan dengan menonton Sailormoon, yang bercerita tentang kelompok perempuan yang mempunyai kekuatan supranatural dibumbui dengan percintaan antara laki-laki dan perempuan. Anak perempuan lebih memilih menonton film yang bertemakan tentang putri-putri kerajaan ataupun superhero dengan tokoh utama perempuan. Dalam essay yang ditulis oleh Adena Young dalam ThinkQuest, yang berjudul The Negative Portrayal of Woman (www.library.thinkquest.org diakses 10 April 2013),film kartunFlintstones di tahun 1990 (Gambar 1.1) menunjukkan beberapa peran gender perempuan yang bersifat domestik. Contohnya adalah karakter Wilma menjalankan peran istri yang selalu memasak dan membersihkan rumah. Jane, istri George, selalu memiliki hasrat untuk berbelanja. Jane juga memberikan pandangan bahwa sosok wanita sudah seharusnya berada di rumah dan melayani suami. Film animasi lain yang cukup memberikan pengaruh terhadap peran gender adalah film hasil garapan Walt Disney. Takhanya

2 Universitas Kristen Petra

memberikan parameter cantik, Disney juga memberikan penekanan bahwa perempuan cukup lemah, miskin dan selalu membutuhkan laki-laki untuk menyelamatkan mereka. Dehere dan Langelier (2013) memberikan pendapat atas film Walt Disney, bahwa film tersebut memberikan pemahaman terhadap anak, dimana perempuan tidak memiliki kontrol atas hidup mereka dan harus bergantung pada gender yang dominan, yaitu peran laki-laki (Dehere & Langelier, 2013, dalam www.genderrolesinthemedia.weebly.com diakses 10 April 2013).

Gambar 1.1 Karakter dalam film animasi Flintstones Sumber: http://collider.com/seth-macfarlane-flinstones-reboot/, 2013

Media massamerupakansumberyangpentingdimanamelaluinyaparapenonton mengembangkanidentitasdanpemahamangenderdan ras dalamkehidupannyata (MorawitzdanMastro, 2008, p.132). Artinya penonton akan selalu diberikan pemahaman mengenai gender berdasarkan apa yang ditampilkan dalam media massa. Anak-anak yang menonton film akan meniru adegan, seolah-olah dirinya menjadi seperti tokoh dalam film yang mereka tonton, terlebih lagi film animasi banyak menggunakan unsur gerak dibandingkan dialog. Dalam bukunya yang berjudul Media and Youth: A Development Perspective, Kirsh menuliskan fakta mengenai peran gender anak laki-laki dan perempuan, “boys gender-role attitudes may be influenced the most by media-based gender stereotypes involving children, whereas girls gender-role attitudes may be primarily affected by media-based gender stereotypes involving adults” (2010, p.122). Berdasarkan pernyataan Kirsh (2010), maka dapat disimpulkan bahwa anak laki-laki lebih tertarik untuk

3 Universitas Kristen Petra

menonton film dengan tokoh anak-anak, sedangkan perilaku peran gender anak perempuan lebih mudah dipengaruhi oleh media yang banyak melibatkan orang dewasa.Hal ini sejalan dengan pendapat Still (2010, p.148) yang mengatakan bahwa sasaran penonton film animasi adalah anak perempuan, karena itu film animasi Barbie memiliki konten peran gender yang ditujukan kepada anak perempuan. menggunakan karakter tokoh perempuan remaja hingga dewasa yang menurut Kirsh (2010) diminati oleh anak perempuan. Film animasiBarbie merupakan film animasi yang mempunyai banyak jenis cerita, namun tidak ada kesinambungan antara film animasi Barbie yang satu dengan film animasi Barbie lainnya. Perlu diketahui, sebelum adanya film tersebut, Barbie telah lebih dulu dikenal dalam bentuk boneka. Boneka Barbie pertama kali muncul di acara American International Toy Fair, New York, pada tahun 1959. , pemilik perusahaan Mattel Inc., menjadi perancang boneka Barbie pertama di Amerika. Asal usul nama “Barbie”diambil dari nama anak perempuan Handler, Barbara Millicent Roberts. Sejak saat itu, Barbie menjadi boneka wanita dewasa pertama di Amerika (Wolf, 2000, Barbie: The Early History) dan menjadi boneka terlaris di kalangan anak perempuan. John Greenwald, seorang peneliti sekaligus aktivis, menemukan bahwa sekitar 99% dari seluruh anak perempuan di Amerika memiliki sedikitnya 8 buah boneka Barbie (Rogers, 1999, p.5).Melihat fenomena tersebut, Mattel Inc. pun mulai merambah dunia perfilman untuk membuat karya dengan menggunakan karakter Barbie sebagai tokoh utama. Berbeda dengan film Disney, film Barbie merupakan film dengan variasi jenis cerita yang memang dikhususkan untuk anak perempuan (Still, 2010, p.150). Karena itulah, cover film-film ini selalu menggunakan karakter perempuan dan atau binatang peliharaan mereka, sedangkan karakter pria tidak pernah terlihat di cover film. Selain itu, karakter laki-laki dalam film-film Barbie biasanya hanya menuruti perintah dan permintaan tokoh utama Barbie. Barbie selalu menjadi peran yang penting, dimana dia menjadi tokoh kunci sekaligus sebagai otak dari misi yang harus mereka lakukan (Still, 2010, p.152). Film Barbie pertama kali muncul pada tahun 1987, berjudul : Out of This World. Seperti yang terlihat pada Gambar 1.3, film Barbie

4 Universitas Kristen Petra

dibuat secara tradisional dengan menggunakan gambar sketsa asli. Film-film Barbie sebelum tahun 2000 memiliki kesamaan cerita mengenai seorang peran gender perempuan remaja yang menjadi seorang musisi rock terkenal dan memiliki banyak penggemar. Hal itu didasari dari banyaknya kritik pro dan kontra ditujukan terhadap genre musik tersebut, karena musik rock melambangkan persetujuan atas kebebasan seksual di usia muda (www.rock.about.com diakses 15 Maret 2013). Musik rock dianggap musik yang dapat mengekspresikan seksualitas dan pemberontakan anak muda. Pada tahun 1980-an, musik rock mulai diterima di masyarakat. Berdasarkan realita ini, film Barbie menggunakan dunia rock sebagai latar belakang cerita film. Dominasi musik tersebut ditandai dengan banyaknya perpaduan sub-genre musik lain dengan genre rock.

Gambar 1.2Cover VCD film Barbie and the Rockers: Out of the World Sumber:http://www.thebetamaxrundown.com/barbie-and-the-rockers-out-of-this- world-1987/, 2013

5 Universitas Kristen Petra

Gambar 1.3 Cuplikan Film-film Barbie Sebelum Tahun 2000 Sumber: (dari kiri) film Barbie yang pertama berjudul Barbie and the Rockers: Out of the World (1987) dan Barbie and the Sensations: Rockin Back to Earth (1987)

Memasuki tahun 2000, perkembangan teknologi animasi komputer mempengaruhi teknik pembuatan film-film animasi Barbie selanjutnya. Teknik animasi komputer membuat film animasi secara digital, atau disebut dengan computer-generated imagery (CGI) (Still, 2010, p.149).Tahun 2001 menjadi awal kesuksesan Mattel dalam membuat karakter Barbie dengan menggunakan teknologi animasi komputer. Judul film Barbie pertama dengan animasi komputer adalah Barbie in The Nutcracker (2001). Film tersebut juga menjadi film Barbie pertama yang memiliki durasi panjang seperti film lainnya (www.barbie- movies.com diakses 8 Maret 2013). Mattel menggunakan cerita dongeng tradisional sebagai acuan pembuatan cerita film Barbie (Still, 2010, p.149), sebab cerita dongeng identik dengan cerita anak-anak. Contohnya adalah Barbie in theNutcracker yang diambil dari cerita dongengTheNutcracker (1816) karangan E.T.A Hoffmann, dan ada pula film Barbie as the Princess and thePauper yang merupakan pembuatan ulang dengan versi perempuan dari kisah The Prince and the Pauper (1882) karangan Mark Twain, (Still, 2010, p.150). Peran karakter perempuan dalam film animasi Barbie digambarkan sebagai tokoh yang memiliki sifat kepahlawanan, kuat, dan pintar. Selain itu, karakter utama Barbie juga memegang peranan penting, dimana dia adalah kunci dari sebuah cerita. Hal ini tentunya mempengaruhi peranan gender yang harus dipilih oleh karakter perempuan dalam film animasi Barbie. Contohnya dalam film

6 Universitas Kristen Petra

Barbie and the Magic Pegasus (2005), dimana Ayah dan Ibu Annika (tokoh utama) selalu melarang Annika bepergian ke luar istana dengan alasan berbahaya. Annika selalu ingin bertualang dan dia suka bermain ice skating, namun Annika juga selalu memikirkan peringatan ayah dan ibunya. Ayah dan ibunya khawatir jika terjadi sesuatu dengan Annika, maka kerajaan mereka tidak memiliki pengganti nantinya. Annika sering melanggar peringatan ayah dan ibunya, hingga suatu hari dia terperangkap oleh tokoh jahat, Wenlock. Annika diselamatkan oleh seekor kuda terbang yang ternyata adalah kakak kandungnya sendiri. Dan sejak itu, Annika dituntun terus untuk menjadi tokoh penyelamat desa dan perempuan pemberani yang akan mengalahkan Wenlock. Annika tidak peduli dengan menjadi puteri kerajaan, dia merasa berhak untuk melakukan hal yang dia inginkan. Kisah ini memberikan pandangan mengenai peran gender perempuan yang dipilih oleh Annika tentunya mempengaruhi alur cerita yang ingin disampaikan oleh penulis.

Gambar 1.4 Cuplikan Film-film Barbie Tahun 2001-2009 Sumber: (dari kiri atas) berjudul Barbie and the Three Musketeers (2009), Barbie in a Christmas Carol (2008), Barbieas the Island Princess (2007), (dari kiri bawah) Barbie Mariposa (2008), Barbie in the Twelve Dancing Princesses (2006), Barbie in the Nutcracker (2001)

Sejak tahun 2010, Mattel mulai memberikan suguhan dunia baru bagi Barbie. Film-film Barbie sejak tahun 2010 menggunakan kehidupan nyata sebagai latar cerita mereka. Latar tempat yang digunakan di film-film Barbie sejak tahun tersebut pun berbeda dari film Barbie di tahun-tahun sebelumnya. Barbie tidak

7 Universitas Kristen Petra

lagi tinggal di istana kerajaan, tapi mereka bisa tinggal di rumah, apartemen, dan tempat tinggal lainnya. Bahkan ada dua film animasi Barbie, yang berjudul Barbieand the Three Musketeers (2009) dan Barbie: A Fashion Fairytale (2010), yang menggunakan latar kota Paris sebagai tempatnya. Mattel membuat kedua film tersebut sebab kota Paris terkenal dengan budaya musketeer dan dunia fashion-nya. Dalam novelnya yang berjudul The Three Musketeers (1844), Alexandre Dumas menceritakan sejarah dan budaya musketeer tahun 1800-an. Selain itu, Paris juga dikenal sebagai Kota Fashion (www.bergfashionlibrary.com diakses 31 Juli 2013), dimana fashion brand ternama berasal dari kota tersebut, seperti Christian Dior, Louis Vuitton, Hermes, Channel, dan masih banyak lagi. Hal ini juga mempengaruhi peran gender perempuan yang dipilih oleh karakter perempuan dalam cerita. Misalnya dalam film Barbie and the Three Musketeers (2009), karakter Corrine memiliki mimpi untuk diterima sebagai musketeer di istana kerajaan, sebab ayah Corrine dulunya adalah musketeer terkenal dan dia juga tinggal di desa pinggiran kota Paris, dimana semua penduduknya mengelu- elukan jabatan musketeer istana. Namun Corrine ditolak dengan alasan jenis kelamin Corrine adalah perempuan. Corrine pun akhirnya menjadi pelayan istana yang setiap hari membersihkan istana demi mencukupi kebutuhan sehari-harinya. Hingga akhirnya dia berhasil menjadi musketeer berkat bantuan nenek Helene dan dukungan teman-tamannya.Dari cerita tersebut, peneliti menemukan bahwa konstruksi sosial dan budaya mempengaruhi pemilihan peran gender perempuan dalam film tersebut. Gaya berpakaian antara film animasi Barbie sebelum tahun 2010 dan sejak tahun 2010 juga membuat perbedaan besar. Karakter perempuan dalam film Barbie sebelum tahun 2010 terlihat manis dan feminin, sebab mereka menggunakan gaun yang mencerminkan kewanitaan, berbeda dengan film Barbie saat ini, perempuan sering dijumpai dengan balutan celana baik pendek maupun panjang. Adapun adegan dalam film tersebut yang menceritakan tentang peran gender perempuan yang menunjukkan realitas sosial di Amerika, dimana mereka dapat meniti karir di kantor, butik, studio musik, cafe, dan tempat lainnya. Contohnya adalah karakter Blair dalam film Barbie: Princess Charm School (2011). Selain menjalankan tugas domestik di rumahnya, dia juga menjadi tulang

8 Universitas Kristen Petra

punggung keluarga dengan bekerja sebagai pelayan di cafe kecil. Namun pada akhirnya, Blair terpilih menjadi Princess, yang akan tinggal di istana Kerajaan Gardenia dan menikmati kehidupan seorang puteri kerajaan. Namun sebelumnya, bukti-bukti memang menunjukkan bahwa Blair merupakan pewaris tetap Kerajaan Gardenia, dimana dia adalah puteri dari Ratu Sofia yang hilang sejak lama. Sedangkan Ratu Sofia adalah Ratu Kerajaan yang sebelumnya tinggal di Kerajaan Gardenia. Dalam film ini, Mattel memberikan pandangan bahwa dengan memiliki status politik seperti menjadi puteri kerajaan, maka karakter perempuan tidak perlu bekerja untuk mendapatkan upah. Karena hal itu, film ini memberikan padangan mengenai pemilihan peran gender bagi karakter perempuan.

Gambar 1.5 Cuplikan Film-film Barbie Tahun 2010-2013 Sumber: (dari kiri atas) berjudul Barbie: A Fairy Secret (2011), Barbie: A Perfect Cristmas (2011), Barbie:Princess Charm School (2011), (dari kiri bawah) Barbie: A Fashion Fairytale (2010), (2010), Barbie: the Princess and the Popstar (2012)

Total film Barbie yang telah diproduksi hingga saat ini adalah sebanyak 27 film. Tabel berikut ini berisi semua daftar judul film Barbie dari pertama kali film tersebut ditayangkan. Tabel 1.1 Daftar Judul Film Animasi Barbie yang Telah Diproduksi Mattel Incorporation NO JUDUL TAHUN 1 Barbie and the Rockers: Out of this World 1987 2 Barbie and the Sensations: Rockin Back to Earth 1987

9 Universitas Kristen Petra

3 Barbie in the Nutcracker 2001 4 Barbie as Rapunzel 2002 5 2003 6 Barbie as the Princess and the Pauper 2004 7 Barbie Fairytopia 2005 8 Barbie and the Magic of Pegasus 2005 9 2006 10 Barbie Fairytopia: Mermaidia 2006 11 Barbie in the Twelve Dancing Princesses 2006 12 Barbie Fairytopia: Magic of the Rainbow 2007 13 Barbie as the Island Princess 2007 14 Barbie Mariposa 2008 15 Barbie and the Diamond Castle 2008 16 Barbie in a Christmas Carol 2008 17 Barbie Thumbelina 2009 18 Barbie and the Three Musketeers 2009 19 Barbie in a Mermaid Tale 2010 20 Barbie: A Fashion Fairytale 2010 21 Barbie: A Fairy Secret 2011 22 Barbie: Princess Charm School 2011 23 Barbie: A Perfect Christmas 2011 24 Barbie in a Mermaid Tale 2 2012 25 Barbie: the Princess and the Popstar 2012 26 Barbie in the Pink Shoes 2013 27 Mariposa and the Fairy Princess 2013

Sumber: Olahan Peneliti, 2013

Sama sepertifilm kartun lainnya, film “Barbie” juga diproduksi untuk menarik minat anak perempuan di seluruh dunia. Dalam tesis berjudul Barbie: The American Icon, yang ditulis oleh Suryanti Galuh Pravitasari (2006), memberikan paradigma bahwa Barbie melambangkan mitos kecantikan yang dipercayai oleh kaum perempuan sebagai alat ukur dari apa yang disebut “cantik”. Semenjak kemunculannya pertama kali, pada tahun 1959, Barbie ditujukan sebagai acuan bagi anak-anak perempuan jika mereka dewasa nanti.Sesuai dengan terget penonton yang dikemukakan oleh Still (2010, p.148), film Barbie populer

10 Universitas Kristen Petra

dikalangan anak perempuan, namun ironisnya tokoh utama dalam film tersebut sebagian besar diperankan oleh perempuan remaja hingga dewasa. Tanpa disadari peran gender perempuan yang dimainkan dalam film tersebut pun mempengaruhi perilaku anak perempuan, mengingat pernyataan dimana anak adalah masa dimana dia mulai menangkap pesan dan meniru. Film memiliki beberapa fungsi, salah satunya adalah untuk memberikan persuasif kepada audiens(Siregar, 1985, p.29). Film animasi Barbie cukup digemari oleh anak perempuan, sebab sasaran film-film tersebut memang dikhususkan bagi anak perempuan (Still, 2010, p.150). Berdasarkan fakta tersebut, dapat disimpulkan bahwa film animasi Barbie mempersuasi anak perempuan. Maka penelitian ini bermanfaat untuk memberikan penekanan secara persuasif mengenai peran gender perempuan dalam film-film animasi Barbie bagi anak perempuan. Selain itu, penelitian ini juga dapat memberikan paradigma bagi para orang tua, pembimbing, sekaligus ahli-ahli psikologi sebagai acuan pemilihan film-film animasi bagi anak dalam kaitannya dengan peran gender perempuan. Peneliti melakukan penelitian mengenai peran gender perempuan seperti apa yang ingin ditunjukkan dalam film-film Barbie. Peneliti hanya memilih film Barbie yang ditayangkan pada tahun 2001 hingga tahun 2013 sebagai objek penelitian, sebab pada tahun 2001 film Barbie telah menggunakan teknologi animasi komputer, berbeda dengan teknis pembuatan film Barbie pada tahun- tahun sebelumnya (menggunakan gambar sketsa asli). Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif, dengan kata lainpeneliti hanya akan menggambarkan peran gender perempuan yang ada dalam film-film animasi Barbie. Teori yang dipergunakan adalah Triple’s Woman Role menurut Caroline O. N. Moser dalam buku karangannya yang berjudul Gender Planning and Development – Theory, Practice, and Training (1993). Secara metodologis, penelitian ini akan menggunakan studi analisis isi sebagai metode penelitian. Analisis isi merupakan metode penelitian yang menggunakan lembar coding untuk menganalisis pesan-pesan yang tampak (eksplisit) dalam media cetak atau elektronik (Eriyanto, 2011, p.10).Lembar coding merupakan alat yang dipakai untuk menghitung atau mengukur aspek tertentu dari isi media (Eriyanto, 2011, p.221). Lembar coding tersebut akan diisi

11 Universitas Kristen Petra

oleh peneliti dan hakim. Dengan menggunakan analisis isi, peneliti dapat melakukan generalisasi dan menyimpulkan secara umum mengenai peran gender perempuan dalam film animasi Barbie melalui perhitungan tabel frekuensi. Peneliti berharap dapat memberikan kontribusi,baik secara akademis maupun secara praktis melalui penelitian ini.

1.2 Perumusan Masalah Rumusan masalah penelitian ini adalah “Apakah Peran Gender Perempuan dalam Film Animasi Barbie?”

1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran gender perempuan dalam film animasi Barbie.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan mengenai studi peran gender khususnya peran gender perempuan yang terjadi di lingkungan masyarakat secara luas, terutama dalam ranah komunikasi secara tekstual. Sebelumnya, Julie Still melakukan penelitian feminisme dalam beberapa film animasi Barbie (2010). Film animasi yang dijadikan sampel penelitiannya adalah film animasi Barbie yang menggunakan dongeng tradisional sebagai dasar pembuatan cerita film. Berbeda dengan penelitian Still, peneliti meneliti peran gender perempuan yang ada dalam semua film animasi Barbie dari tahun 2001 hingga tahun 2013. Maka itu penelitian ini penting dan layak untuk dilakukan untuk melengkapi kepustakaan akademis.

1.4.2 Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbang saran serta masukan yang bermanfaat bagi para perempuan agar dapat menilai pengaruh baik-buruknya sebuah sebuah film bagi perkembangan peran gender. Tentunya penelitian ini juga memberikan pandangan baru bagi para orang tua, sehingga mereka selalu

12 Universitas Kristen Petra

membimbing anak selama mereka menonton film animasi atau kartun, yang notabene banyak memberikan konstruksi mengenai gender.Selain itu, peneliti juga berharap agar penelitian ini juga bisa menjadi pedoman, baik secara teori maupun praktis bagi para peneliti peran gender. Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang ingin meneliti masalah ini lebih lanjut atau mencoba meneliti subjek lain yang serupa.

1.5 Batasan Masalah 1.5.1 Subjek Penelitian Jumlah semua film animasi Barbie secara keseluruhan adalah 27 dan ditayangkan sejak 1987. Dua diantaranya adalah film animasi kartun tradisional yang ditayangkan pada tahun 1987 dan 25 film sisanya adalah film animasi dengan menggunakan teknik CGI (Computer-Generated Imagery) yang tayang secara luas dari tahun 2001-2013. Populasi penelitian yang dipilih adalah film animasi yang menggunakan teknik CGI dari tahun 2001-2013.Dikarenakan jumlah populasi terlalu sedikit, maka peneliti menggunakan seluruh populasi tersebut sebagai subjek penelitian, yaitu 24 film animasi Barbie. Film Barbie yang berjudul Mariposa and the Fairy Princess tidak termasuk dalam sampel penelitian ini, karena film tersebut masih belum ditayangkan di media massa manapun, mengingat penelitian ini dilakukan pada bulan April 2013.

1.5.2 Teori Dalam melakukan penelitian ini, peneliti juga membatasi teori yang dipakai untuk menganalisis peran gender perempuan dalam 24 film animasi Barbie. Teori peran gender perempuan yang digunakan adalah teori yang dikemukakan oleh Moser (1993) dalam bukunya yang berjudul GenderPlanning and Development –Theory, Practice, and Training. Moser menyebutnya dengan istilah woman’s triple role, yang dibagi menjadi tiga jenis, yaitu reproductive role (peran reproduktif), productive role (peran produktif), dan community managing role (peran pengelolaan masyarakat).

13 Universitas Kristen Petra

1.6 Sistematika Penulisan Penelitian ini tentunya terdapat beberapa bab yang saling berkaitan dan tidak bisa berdiri sendiri, sistematikanya adalah sebagai berikut: 1. Pendahuluan Pada bab ini, terdiri atas latar belakang peneliti memilih masalah ini, rumusan masalah sebagai arah penelitian, tujuan penelitian, batasan penelitian, dan sistematika penulisan. 2. Landasan Teori Bab ini berisi segala teori-teori yang akan digunakan sebagai pedoman yang akan menjadi patokan dalam membahas masalah-masalah yang telah dirumuskan. Berdasarkan judul yang akan diteliti, peneliti akan menggunakan teori film sebagai media komunikasi massa, pembagian peran tokoh dalam film, film animasi dan anak, peran gender, peran gender perempuandimana membahas uraian Woman’s Triple Role yang dikemukakan oleh Caroline O.N. Moser dalam buku karangannya yang berjudul Gender Planning and Development – Theory, Practice, and Training (1993), serta studi analisis isi sebagai metode penelitian. Selain itu, ada pula nisbah antar konsep yang menghubungkan teori satu dangen lainnya, serta kerangka pemikiran. 3. Metodologi Penelitian Pada bab Metodologi Penelitian ini, peneliti akan menguraikan langkah- langkah penelitian yang akan dilakukan. Bab ini terdiri dari definisi konseptual, definisi operasional, metode penelitian yang digunakan, uji realibilitas, lembar coding, serta protokol penjelasan setiap elemen dalam lembar coding. 4. Analisa Data Bab ini berisi tentang pembahasan mengenai konten peran gender perempuan dalam film animasi Barbie, yang terdiri dari temuan, analisis, dan interpretasi data, serta tabulasi silang antara tokoh film dengan peran gender perempuan dan statistik pergerakan peran gender perempuan dalam film animasi Barbie.

14 Universitas Kristen Petra

5. Kesimpulan dan Saran Dalam bab ini, peneliti menyimpulkan keseluruhan dari penelitian ini dari bab 1 hingga bab 4 dan disertai dengan saran bagi pihak-pihak yang bersangkutan baik secara langsung maupun tidak langsung.

15 Universitas Kristen Petra