1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kata “gender” seringkali diartikan sebagai kelompok laki-laki dan perempuan oleh masyarakat. Padahal klasifikasi tersebut adalah berdasarkan jenis kelamin (seks). Berbeda dengan jenis kelamin, gender merupakan suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang disosialisasikan dan dikonstruksikan secara sosial maupun kultural. Oleh sebab itu, peranangender menjadi aspek nonfisiologis dari seks, serta ekspektasi budaya untuk feminitas dan maskulinitas (Lips, 1988, p.3).Peranan gender memang terbentuk sejak lahir, entah sebagai laki-laki atau perempuan. Namun seiring perkembanganmanusia yang dipengaruhi oleh konstruksi budaya dan sosial, manusia berhak untuk memilih berperilaku feminin atau maskulin. Wood (2009, p.23) menganggap bahwa pergeseran peran gender, dimana peran gender laki-laki dan perempuan yang awalnya berdasarkan seks, kini setiap gender bisa memilih peran dalam hidup mereka sendiri, merupakan sesuatu yang sah. Maka, ciri dan sifat laki-laki dan perempuan dapat dipertukarkan satu sama lain.Gender perempuan lebih cocok dikatakan cantik, lemah lembut, keibuan (Fakih, 1997), maka peran gender perempuan adalah kesatuan perilaku yang memberikan indikasi secara spesifik berdasarkan identitas kewanitaan. Peran gender perempuan tidak sama seperti dulu, tapi kini perempuan dapat memiliki hak istimewa dan peran yang sama dengan laki-laki (Wood, 2009, p.65). Pembuat film menyadari akan perbedaan peran gender yang seringkali menjadi perbincangan kaum laki-laki maupun perempuan. Mereka berlomba- lomba memberikan suguhan menarik dengan merepresentasikan makna sesuai realitas sosial, sebab film mempunyai empat fungsi dasar: fungsi informasi, instruksional, persuasif dan hiburan (Siregar, 1985, p.29). Film “I Don’t Know How She Does It” (2011) memberikan paradigma bahwa wanita juga memiliki kesempatan untuk menentukan cara hidup yang mereka inginkan, namun mereka tetap tidak boleh meninggalkan peran seorang istri dan ibu dalam keluarga. Film ini juga menggambarkan bahwa seorang ibu rumah tangga yang juga meniti karir 1 Universitas Kristen Petra di luar rumahnya akan kesusahan untuk mengatur perannya di keluarga dan kantor, sehingga seringkali mereka terlihat kacau dan sering mengalami stres. Film ini tidak sekadar menceritakan mengenai keluarga, tapi juga memberikan pandangan mengenai peran gender perempuan (Holden, 2011, www.movies.nytimes.com diakses 10 April 2013). Perkembangandankemajuanteknologisekarang mulai mengakar serta menjadi pengaruh dalam menunjangaktivitasmanusiasehari-hari. Salah satunyaadalahkemajuanteknologimedia massadalammemberikaninformasi.Salah satu perkembangan teknologi film terbaru adalah film animasi. Film animasi hampir sama dengan film kartun, perbedaannya adalah teknologi pembuatannya. Film kartun dibuat berdasarkan gambaran sketsa asli, sedangkan proses pembuatan film animasi sepenuhnya menggunakan teknik komputer. Film animasi merupakan gambar yang direkam frame-by-frame dan juga membuat ilusi geraknya (Furniss, 2000, p.5). Film animasi menjadi salah satu medium komunikasi massa yangmempengaruhi dan memberikan konstruksi mengenai perbedaan peran gender terhadap anak. Hal itu dapat dilihat dari pemilihan audiens anak mengenai film yang mereka tonton. Anak laki-laki akan memilih menonton film kartun Dragon Ball, yang menceritakan tentang anak laki-laki dengan kekuatan supranatural dibandingkan dengan menonton Sailormoon, yang bercerita tentang kelompok perempuan yang mempunyai kekuatan supranatural dibumbui dengan percintaan antara laki-laki dan perempuan. Anak perempuan lebih memilih menonton film yang bertemakan tentang putri-putri kerajaan ataupun superhero dengan tokoh utama perempuan. Dalam essay yang ditulis oleh Adena Young dalam ThinkQuest, yang berjudul The Negative Portrayal of Woman (www.library.thinkquest.org diakses 10 April 2013),film kartunFlintstones di tahun 1990 (Gambar 1.1) menunjukkan beberapa peran gender perempuan yang bersifat domestik. Contohnya adalah karakter Wilma menjalankan peran istri yang selalu memasak dan membersihkan rumah. Jane, istri George, selalu memiliki hasrat untuk berbelanja. Jane juga memberikan pandangan bahwa sosok wanita sudah seharusnya berada di rumah dan melayani suami. Film animasi lain yang cukup memberikan pengaruh terhadap peran gender adalah film hasil garapan Walt Disney. Takhanya 2 Universitas Kristen Petra memberikan parameter cantik, Disney juga memberikan penekanan bahwa perempuan cukup lemah, miskin dan selalu membutuhkan laki-laki untuk menyelamatkan mereka. Dehere dan Langelier (2013) memberikan pendapat atas film Walt Disney, bahwa film tersebut memberikan pemahaman terhadap anak, dimana perempuan tidak memiliki kontrol atas hidup mereka dan harus bergantung pada gender yang dominan, yaitu peran laki-laki (Dehere & Langelier, 2013, dalam www.genderrolesinthemedia.weebly.com diakses 10 April 2013). Gambar 1.1 Karakter dalam film animasi Flintstones Sumber: http://collider.com/seth-macfarlane-flinstones-reboot/, 2013 Media massamerupakansumberyangpentingdimanamelaluinyaparapenonton mengembangkanidentitasdanpemahamangenderdan ras dalamkehidupannyata (MorawitzdanMastro, 2008, p.132). Artinya penonton akan selalu diberikan pemahaman mengenai gender berdasarkan apa yang ditampilkan dalam media massa. Anak-anak yang menonton film akan meniru adegan, seolah-olah dirinya menjadi seperti tokoh dalam film yang mereka tonton, terlebih lagi film animasi banyak menggunakan unsur gerak dibandingkan dialog. Dalam bukunya yang berjudul Media and Youth: A Development Perspective, Kirsh menuliskan fakta mengenai peran gender anak laki-laki dan perempuan, “boys gender-role attitudes may be influenced the most by media-based gender stereotypes involving children, whereas girls gender-role attitudes may be primarily affected by media-based gender stereotypes involving adults” (2010, p.122). Berdasarkan pernyataan Kirsh (2010), maka dapat disimpulkan bahwa anak laki-laki lebih tertarik untuk 3 Universitas Kristen Petra menonton film dengan tokoh anak-anak, sedangkan perilaku peran gender anak perempuan lebih mudah dipengaruhi oleh media yang banyak melibatkan orang dewasa.Hal ini sejalan dengan pendapat Still (2010, p.148) yang mengatakan bahwa sasaran penonton film animasi Barbie adalah anak perempuan, karena itu film animasi Barbie memiliki konten peran gender yang ditujukan kepada anak perempuan. Mattel menggunakan karakter tokoh perempuan remaja hingga dewasa yang menurut Kirsh (2010) diminati oleh anak perempuan. Film animasiBarbie merupakan film animasi yang mempunyai banyak jenis cerita, namun tidak ada kesinambungan antara film animasi Barbie yang satu dengan film animasi Barbie lainnya. Perlu diketahui, sebelum adanya film tersebut, Barbie telah lebih dulu dikenal dalam bentuk boneka. Boneka Barbie pertama kali muncul di acara American International Toy Fair, New York, pada tahun 1959. Ruth Handler, pemilik perusahaan Mattel Inc., menjadi perancang boneka Barbie pertama di Amerika. Asal usul nama “Barbie”diambil dari nama anak perempuan Handler, Barbara Millicent Roberts. Sejak saat itu, Barbie menjadi boneka wanita dewasa pertama di Amerika (Wolf, 2000, Barbie: The Early History) dan menjadi boneka terlaris di kalangan anak perempuan. John Greenwald, seorang peneliti sekaligus aktivis, menemukan bahwa sekitar 99% dari seluruh anak perempuan di Amerika memiliki sedikitnya 8 buah boneka Barbie (Rogers, 1999, p.5).Melihat fenomena tersebut, Mattel Inc. pun mulai merambah dunia perfilman untuk membuat karya dengan menggunakan karakter Barbie sebagai tokoh utama. Berbeda dengan film Disney, film Barbie merupakan film dengan variasi jenis cerita yang memang dikhususkan untuk anak perempuan (Still, 2010, p.150). Karena itulah, cover film-film ini selalu menggunakan karakter perempuan dan atau binatang peliharaan mereka, sedangkan karakter pria tidak pernah terlihat di cover film. Selain itu, karakter laki-laki dalam film-film Barbie biasanya hanya menuruti perintah dan permintaan tokoh utama Barbie. Barbie selalu menjadi peran yang penting, dimana dia menjadi tokoh kunci sekaligus sebagai otak dari misi yang harus mereka lakukan (Still, 2010, p.152). Film Barbie pertama kali muncul pada tahun 1987, berjudul Barbie and The Rockers: Out of This World. Seperti yang terlihat pada Gambar 1.3, film Barbie 4 Universitas Kristen Petra dibuat secara tradisional dengan menggunakan gambar sketsa asli. Film-film Barbie sebelum tahun 2000 memiliki kesamaan cerita mengenai seorang peran gender perempuan remaja yang menjadi seorang musisi rock terkenal dan memiliki banyak penggemar. Hal itu didasari dari banyaknya kritik pro dan kontra ditujukan terhadap genre musik tersebut, karena musik rock melambangkan persetujuan atas kebebasan seksual di usia muda (www.rock.about.com diakses 15 Maret 2013). Musik rock dianggap musik yang dapat mengekspresikan seksualitas dan pemberontakan anak muda. Pada tahun 1980-an, musik rock mulai diterima di masyarakat. Berdasarkan realita ini, film Barbie menggunakan dunia rock sebagai latar belakang cerita film. Dominasi musik tersebut ditandai dengan banyaknya perpaduan sub-genre musik lain dengan genre rock. Gambar 1.2Cover VCD film Barbie and the Rockers: Out of the World Sumber:http://www.thebetamaxrundown.com/barbie-and-the-rockers-out-of-this- world-1987/, 2013 5 Universitas Kristen Petra Gambar 1.3 Cuplikan Film-film Barbie Sebelum Tahun 2000 Sumber: (dari kiri) film Barbie yang pertama berjudul Barbie and the Rockers: Out of the World (1987) dan Barbie and the Sensations:
Details
-
File Typepdf
-
Upload Time-
-
Content LanguagesEnglish
-
Upload UserAnonymous/Not logged-in
-
File Pages15 Page
-
File Size-