Badan Geologi - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ISSN: 2088-7906

VOL.6 | NO.3 | September 2016 VOL.6 | NO.3 | SEPTEMBER 2016 Badan Geologi - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral “Kita yakin, manusia tidak seperti satir tentang ‘evolusi’ manusia (baca: kemanusiaan) ini. Untuk itu, hidup damai dengan sesama dan membangun yang berwawasan lingkungan harus menjadi pilihan.” Manusia Purba dari Cekungan So’a

Umur Lima Hari Merayap Mimin Karmini Manusia Purba Menjelajahi Perlahan Setia di Jalan Cekungan So’a Pulau Bunga di Bajawa Mikropal Sumber: Internet.

1 IBERBUMI EDITORIAL Menggali Masa Lalu Lembah So’a, Lembah So’a di Kabupaten Bajawa, Flores, telah tampil di dunia dalam ranah paleontologi manusia. Flores dan Adaptasi yang Sukses Temuan-temuan artefak dan fosil-fosil hewan purba, di antaranya spesies baru bangsa gajah florensis dan gigi manusia purba, kembali membuka mata dunia tentang keberadaan manusia kerdil di Flores setelah temuan spektakuler di Situs di Ruteng, Flores pada awal 2000-an. Indonesia khususnya Pulau Jawa dikenal dalam dunia paleontologi sebagai salah Situs Mata Menge seperti ilustrasi di sini, merupakan situs terpenting tempat banyak ditemukannya fosil- satu lokasi penting temuan fosil manusia purba (hominim). Namun, kini Flores, Nusa fosil dan artefak manusia Flores purba. Bukti-bukti keberadaan mereka dijumpai pada sekuens lapisan Tenggara Timur (NTT), juga mulai menarik perhatian dunia. Hal ini bermula dari berciri endapan danau dan sungai yang dinamai Unit B. temuan fosil hobit (hobbit) - spesies manusia bertubuh dan bervolume otak kecil - Para peneliti gabungan Indonesia dan Australia berpendapat bahwa Stegodon florensis justru bermigrasi usia 60.000 - 100.000 tahun yang lalu (tyl) di Liang Bua oleh tim peneliti gabungan dari utara (Sulawesi) alih-alih dari barat (Kepulauan Sunda) seperti yang dipercayai selama ini. Umur mereka dari Arkenas-Australia pada 2001 yang secara ilmiah diberi nama Homo floressiensis. berkisar 700.000 hingga 880.000 tahun yang lalu. Kemudian, belakangan ini ditemukan fosil hominim berusia sekitar 700.000 tyl

Satuan berwarna abu-abu terang hingga putih, menghalus ke dari Mata Menge, Cekungan So’a, oleh tim peneliti gabungan dari Badan Geologi- atas, dengan lapisan-lapisan tipis dan lensa-lensa batupasir Australia pada 2014, dan telah dipublikasikan oleh Nature, edisi Juni 2016. Seperti berbagai ukuran butir. Bagian bawahnya berupa batupasir tuf. Banyak mengandung kerikil andesit dan basalt, serta artefak apa hominim terakhir ini? Bagaimana kaitannya dengan homini sebelumnya dan alat batu. Lingkungan pengendapan diperkirakan pesisir danau lingkungan Flores di masa lalu, kini dan ke depan? dan/atau muara sungai ke danau. Fosil pecahan Stegodon banyak ditemukan di satuan ini. Fosil hominim yang ditemukan di Mata Menge - di Flores, menunjukkan adanya gejala perkembangan sebut saja “Manusia Mata Menge” atau “Manusia Purba tubuh yang semakin membesar (gigantisme) pada dari Cekungan So’a” - berupa beberapa bagian dari beberapa jenis fauna. Kondisi ini, dari sisi biologi, tengkorak, yaitu gigi atas, gigi depan, pecahan rahang, dapat pula disebut sebagai adaptasi yang sukses dan gigi susu. Selain hominim, ditemukan pula fosil mengatasi persaingan di alam dalam mempertahankan kehidupan bahkan mengungguli yang lainnya. Apakah Batulempung lanauan homogen, lunak, coklat gajah, tikus, komodo, dan burung, serta artefak. Dari kemerahmudaan. Diendapkan pada lingkungan hasil analisis para ahli terhadap fosil-fosil tesebut, faktor penyebab dwarfirisme dan gigantisme ini? perairan yang tenang (danau atau dataran banjir Rekonstruksi lingkungan purba disimpulkan beberapa hal, yaitu: ada tiga individu Kemampuan adaptasilah yang terpenting. Ancaman sungai). Miskin artefak maupun pecahan fosil tulang. berbeda, satu dewasa dan dua anak kecil; berukuran kepunahan akibat letusan gunung api di Flores, tinggi dewasa sekitar satu meter, umur sekitar 700.000 terutama di masa lalu, sangat nyata dan bisa kapan tyl, dan hidup dengan berburu di lingkungan sabana saja terjadi. Sampai taraf tertentu, hal ini berlaku yang luas. Kesimpulan lainnya yang penting adalah juga hingga sekarang. Menurut Iwan, kemampuan bahwa mereka punah akibat tertimbun oleh batuan komodo dan tikus raksasa Flores dalam membuat hasil letusan gunung api di sekitarnya. lubang, diduga merupakan faktor penting dalam menyelamatkan diri dari kepunahan akibat bencana Para peneliti Mata Menge periode 2010-2015, antara gunung api. lain Fachroel Aziz dan Iwan Kurniwan dari Museum Geologi, dan Gerrit D. van den Bergh dari Universitas Terlepas dari pertanyaan - yang biasanya dialamatkan Wollongong, Australia, berpendapat bahwa Manusia kepada riset yang berkenaan dengan manusia purba Mata Menge ini mungkin berasal dari Jawa (Homo - apakah temuan itu mendukung teori Darwin erectus, tinggi antar 135 - 210 cm, dan usia sekitar tentang evolusi atau tidak, satu hal menjadi jelas 1,8 - 1,0 juta tyl); atau hominim sejenis dari utara. bahwa pulau besar di wilayah NTT itu sangatlah unik. Ketiganya juga berpendapat bawah Manusia Mata Lingkungannya yang keras dari sudut pandang iklim Menge bukanlah hobit, tapi mungkin merupakan dan ketersediaan makanan dan kemampuan adaptasi Stegodon florensis nenek moyang hobit Liang Bua. Jika demikian dengan lingkungan dari berbagai makhluk hidup, adanya, dengan melihat fakta bahwa fosil gajah yang menyebabkan keragaman biologi baik jenis maupun ditemukan dari daerah ini (Stegodon) juga ukuran evolusi. Hal ini ditambah dengan alam dan budayanya tubuhnya kecil dibanding gajah sekarang ini (Elephas), yang kaya, seperti Kelimutu dan masyarakat adat

UNIT B hal ini menguatkan dugaan bahwa terjadi proses Bena yang juga unik, adalah modal besar untuk perkembangan tubuh yang mengecil - disebut gejala pembangunan Flores yang berbasis konservasi dan dwarfirisme - untuk hominim dan beberapa jenis mitigasi bencana. Inilah cara baru adaptasi di era mamalia tertentu di Flores. modern untuk meraih hidup yang berkualitas yang dapat diwariskan dari generasi ke generasi untuk Sementara itu, di Liang Bua juga ditemukan fosil kelestarian alam dan peningkatan kesejahteraan. burung dan tikus yang memiliki ukuran tubuh sangat besar dibanding kondisi hewan sejenis saat ini. Hal ini, dengan fakta bahwa komodo dan tikus sebagai fauna besar yang masih dapat dijumpai hingga kini Oman Abdurahman UNIT A Pemimpin Redaksi

Konsep: Budi Brahmantyo Grafis: Ayi R. Sacadipura Sumber: Aziz, F., Morwood, M.J. and van den Bergh, G.D. (2009). Pelistocene Geology, Palaeontology and Archaeology of the Soa Basin, Central Flores, 1 Indonesia. Spec. Publ. No. 36, Pusat Survei Geologi, Dep. ESDM, Bandung. VOL.6 | NO.3 | SEPTEMBER 2016 ISSN: 2088-7906 SURAT

Foto sampul: “Lukisan manusia purba dari Cekungan So’a”. Ilustrasi oleh: Ayi Sacadipura dengan perwajahan dikembangkan dari Di zaman yang serba canggih seperti saat ini, menurut saya media internal (inhouse magazine) yang diterbitkan lembaga- hasil reka wajah manusia Liang Bua oleh Susan Hayes. lembaga publik jelas sangat diperlukan. Sebab, media tersebut berperan sebagai jembatan komunikasi antara manajemen dengan karyawan dan antarkaryawan; selain itu juga sebagai alat untuk pembentuk citra (image building) suatu perusahaan/organisasi karena fungsi media internal juga dapat dijadikan sebagai media promosi dan komunikasi dengan ARTIKEL MUSEOLOGI “stakeholder”. 18 Manusia Purba dari Cekungan So’a 64 Ladang Fosil Moluska Cijurey-Tonjong Bila memperhatikan Geomagz, rasa-rasanya kedua peran di atas sudah terwadahi oleh majalah tersebut. Pertama, Hari itu 8 Oktober 2014, di Mata Moluska merupakan kelompok hewan Geomagz menyertakan para penulis dari seluruh lingkungan Badan Geologi. Kehadiran Geomagz juga menunjukkan Menge, Flores, cuaca sangat terik. bertubuh lunak, tidak bersegmen, dan semacam sambungan sejarah sebagaimana yang saya ikuti dari bundelan majalah geologi lama di Perpustakaan Pusat Penggalian fosil yang sangat biasanya dilapisi oleh bagian tubuh melelahkan berlangsung seperti yang keras (cangkang). Bagian keras Survei Geologi, yakni Berita Geologi, pada era redaksi Kama Kusumadinata (1970-an). Saat-saat itu, nampak, terasa benar, biasanya. Kondisi lahan yang sangat itulah yang terawetkan menjadi fosil. peran dan fungsi Berita Geologi sebagai jembatan komunikasi antara manajemen dengan karyawan dan antarkaryawan. kering menambah parah dampak Kadang-kadang hanya ditemukan Kedua, saya juga melihat kehadiran para penulis dan pemotret dari luar yang menghiasi halaman-halaman berwarna terbangnya debu-debu tuf dari pahatan berupa cetakan, tetapi masih dapat palu para penggali fosil. diidentifikasi. Saat ini diperkirakan ada majalah Geomagz. Para penulis tersebut tentu saja datang dari kalangan akademisi dari perguruan tinggi di sekitar 35 ribu jenis moluska dalam bentuk Bandung (ITB, UNPAD, UNINUS), maupun luar Bandung (UGM, dll). Demikian pula para profesional yang bergerak di fosil. bidang kebumian, ada saja yang berkontribusi pada setiap terbitan Geomagz yang saya ikuti pada situs Badan Geologi. 26 Perjalanan Panjang Menelusuri Jejak Manusia Hal kedua ini, saya pikir, menunjukkan bahwa Geomagz sudah berperan sebagai wadah yang mengangkat citra Badan Awal di Flores Geologi ke tengah-tengah masyarakat luas, terutama kalangan akademisi, sebagai stakeholder-nya. Apalagi kita baca 30 Umur Manusia Purba Cekungan So’a 68 Kima Raksasa dari Padalarang Geomagz pernah meraih prestasi sebagai media terbaik kedua yang diterbitkan oleh lembaga pemerintah. Oleh karena itu, konsistensi penerbitan Geomagz seyogyanya dan mungkin seharusnya dipertahankan bahkan ditingkatkan, baik kuantitas Fauna dan Lingkungan Cekungan So’a 34 maupun dari segi kualitasnya. 38 Merekonstruksi Lingkungan Purba RESENSI BUKU Cekungan So’a Bapak Biogeografi di Nusantara Aji Zainul Fata 50 Penemuan Mineral Phillipsit 90 Pemerhati Sejarah & Mahasiswa Program Magister Sejarah Kebudayaan Islam (SKI), UIN Sunan Gunung Djati, Bandung 70 Wallace dan Biogeografi Indonesia Pada tahun 1997, Penny van Oosterzee menerbitkan buku mengenai Salam Sejahtera. 76 Di mana Rumah Wallace ? perjalanan Alfred Russel Wallace di kami rubuh. Memang usia rumah itu dengan informasi yang diperoleh dari 78 Jejak Laut Holosen di Pulau Belitung Nusantara pada abad ke-19. Buku Saya membaca Geomagz Vol 6 No 2 sudah hampir 100 tahun, tapi dengan Geomagz membuat tertarik untuk bertajuk Where Worlds Collide: The 84 Gambut Indonesia Luas Tersebar dan Mudah edisi Juni 2016 yang tema utamanya konstruksi tanpa tulang, dan selama berkunjung ke salah satu kawasan, Terbakar Wallace Line yang diterbitkan Reed Books, Australia, ini memaparkan tentang 10 tahun gempa Yogyakarta. ini cukup tahan terhadap guncangan yaitu di Dieng, Jawa Tengah. Semoga PROFIL lakon perjalanan Wallace di sepanjang Terima kasih saya sampaikan, gempa. Geomagz ke depan terus memberikan kepulauan Asia Tenggara, menjelaskan Geomagz telah memberikan informasi informasi keanekaragaman alam teori-teori Wallace dan bagaimana Semoga Geomagz dapat tetap terbit 42 Mimin Karmini Setia di Jalan yang sangat lengkap bagaimana Indonesia sehingga kami dan anak- Mikropal teori tersebut diinterpretasi oleh para mencerahkan masyarakat, khususnya ahli biologi selanjutnya. masyarakat Klaten, tempat saya masyarakat Klaten dan sekitarnya, anak Indonesia akan lebih peduli dan Sejak William Smith menemukan tinggal, harus waspada dan memiliki dan umumnya masyarakat Indonesia, cinta kepada tanah air. Hukum Suksesi Fauna hingga kini, ESAI FOTO kepedulian karena bertempat-tinggal sehingga kami dapat memanfaatkan Danu Sajidin penelitian mikropaleontologi terus di daerah rawan bencana gempa. berkembang. Dalam pekerjaannya, 92 Merayap Perlahan di Bajawa pengetahuan dan informasi yang Pendidik, tinggal di Kiaracondong, Geomagz edisi Juni 2016 ini juga ahli mikropal tidak jarang harus Masyarakat di dunia kini berlomba disampaikannya. Selamat dan tetap Bandung berlama-lama di samudera, sehingga menata kawasan wisata geologi mengingatkan pengalaman saya atas semangat untuk Geomagz! terkesan sangat kelaki-lakian. Salah yang dimilikinya untuk dapat diakui kejadian gempa yang menghancurkan RALAT: seorang perempuan Indonesia menjadi geopark (taman bumi) dunia di Ir. Yunardi Afrulloh yang setia di jalan mikropal adalah hampir sebagian besar rumah tinggal Pada beberapa edisi cetak Geomagz negaranya. Geopark yang memadukan Praktisi Lingkungan Hidup, tinggal di Mimin Karmini, profesor riset bidang keragaman geologi, hayati, dan budaya kami di Bayat, Klaten, Jawa Tengah. Vol. 6 No. 2 Juni 2016, terdapat geologi kelautan dan penemu Bayat, Klaten itu resmi menjadi program UNESCO. kesalahan dalam keterangan penulis mineral philipsit. Saat kejadian gempa Yogya 2016, kami pas akan pergi ke luar kota, pada halaman 65. Keterangan penulis LANGLANG BUMI sehingga waktu shubuh 27 Mei Assalamu’alaikum wr., wb., yang benar seharusnya sbb: *Tulisan 2016 itu kami sudah bangun dan Saya mendapatkan majalah Geomagz ini diangkat dari makalah penulis, 54 Lima Hari Menjelajah Pulau Bunga GEOMAGZ bersiap akan pergi menggunakan saat berkunjung ke Museum Geologi Prof. M.T. Zen, yang disampaikan Sudah lama Flores atau Pulau Bunga MAJALAH GEOLOGI POPULER kendaraan ke stasiun. Tiba-tiba Bandung membawa siswa-siwa dalam berbagai kesempatan antara menjadi impian penjelajahan kami. terasa guncangan, mula-mula kecil SMPN Terbuka 27 Bandung. Setelah tahun 1990an hingga awal 2000an, Apalagi setelah ditemukannya fosil PENANGGUNG JAWAB: Kepala Badan Geologi, Sekretaris tapi terus diikuti dengan guncangan membaca isinya, ternyata sangat dengan editing seperlunya dari manusia purba di Mata Menge yang Badan Geologi | PEMIMPIN REDAKSI: Oman Abdurahman | unik, niat berkunjung ke Flores redaksi. WAKIL PEMIMPIN REDAKSI: Priatna | REDAKTUR: Ma’mur, yang sangat cepat dan meningkat bermanfaat untuk menambah semakin kuat. Persoalannya, waktu dari detik ke detik dan hanya dalam pengetahuan tentang sumber daya yang tersedia hanya lima hari sudah Erick Setiyabudi, Oki Oktariadi, Igan S. Sutawidjaja, Mochamad termasuk perjalanan. Nugraha Kartadinata, Budi Brahmantyo, Nana Sulaksana, T. hitungan beberapa detik, rumah alam dan berbagai karakteristiknya Bachtiar | FOTOGRAFER: Heryadi Rachmat, M. Nizar Firmansyah, tempat tinggal kami rubuh lebih baik yang menjadi perilaku alam itu Pembaca dapat Ronald Agusta, Deni Sugandi | DESAIN GRAFIS & LAYOUT: Asep dari separuhnya. Cara rubuhnya sendiri maupun yang memberikan mengirimkan tanggapan, Setiap artikel yang dikirim ke redaksi diketik spasi rangkap, Saefudin, Bunyamin, Gunawan, Ayi R. Sacadipura | SEKRETARIAT: seakan-akan kena “bom atom”, yaitu manfaat bagi kehidupan manusia kritik, atau saran melalui Joko Parwata, Atep Kurnia, Adhitya Ari Nugroho, Paradita Kenyo maksimal 5.000 karakter, ditandatangani dan disertai identitas. atap limas rumah kami tertarik ke di sekitarnya. Selain Geomagz surat elektronik ke Format digital dikirim ke alamat e-mail redaksi. Setiap artikel/ Arum Dewantoro, Dian Nurdiansyah, Torry Agus Prianto alamat: geomagz@ foto atau materi apa pun yang telah dimuat di Geomagz dapat dalam. Kami pun menghambur keluar menampilkan juga informasi yang SEKRETARIAT REDAKSI: Museum Geologi, Badan Geologi, Gd. Museum bgl.esdm.go.id atau diumumkan/dialihwujudkan kembali dalam format digital maupun dari rumah menyelamatkan. Tak sangat menarik khususnya dalam Geologi, Jl. Diponegoro No. 57 Bandung | Telp./Fax.: 022-7213934 dan 022- [email protected] nondigital yang tetap merupakan bagian Geomagz. Redaksi berhak 7213822 | e-mail: [email protected], [email protected] | lama kemudian, kami mendengar kolom esai foto yang menampilkan menyunting naskah yang masuk. Website: http://geomagz.geologi.esdm.go.id dentuman dan menyaksikan rumah keindahan kawasan Dieng. Kami pun

2 GEOMAGZ | SEPTEMBER 2016 3 Monadnok Granit Gunung Banitan

Bagaikan melayang di atas permukaan bumi, sebuah bongkahan granit hasil proses pengangkatan pergerakan lempeng tektonik di masa ratusan juta tahun yang lalu yang kemudian Nampak di permukaan dan mengalami proses denudasi (pelapukan dan erosi), sehingga membentuk tonjolan-tonjolan dan bongkahan- bongkahan batuan granit yang indah dan eksotis. Secara geologi, Kepulauan Belitung merupakan salah satu sisa perwujudan dari paparan Sunda (Sundaland) yang tenggelam pada zaman Kuarter oleh kenaikan muka air laut akibat meleburnya es di kutub. Foto: Meggi Rhomadona Teks: Oki Oktariadi

Granite Monadnock of Gunung Banitan

Like floating on the surface of the earth, there is a granite boulder as the result of tectonic plates uplifting in the hundreds of millions of years ago which then appeared on the surface and underwent the denudation (weathering and erosion). Therefore it formed bumps and chunks of beautiful and exotic granitic rocks. Geologically, Belitung Island is one embodiment of the exposure of Sundaland which sank in the Quaternary Period by rising sea levels due to the melting of polar ice.

4 GEOMAGZ | SEPTEMBER 2016 5 Dari Langit Menangkap From the Sky to Catch Kerucut Kars Balbulol Karst Cones Balbulol Bukit-bukit kerucut kars yang sekilas seperti kerucut Karst hills like up-side down ice cream cone at es krim terbalik menjadi daya tarik wisata baru di Balbulol, Tomolol Bay, Misool Islands, becomes new Balbulol, sekitar Teluk Tomolol, Kepulauan Misool, interesting tourism destination in West Papua besides Papua Barat, di samping Rajaampat. Bukit-bukit Rajaampat. The cone hills that emerge from a very kerucut kars yang mencuat dari permukaan perairan clean sea are the product of karstification process yang sangat jernih ini merupakan hasil proses from Eocene Zaag Limestone consists of calcarenite pelarutan pada Satuan Batugamping Zaag berumur and oolite limestone. To get perfect phenomena of Eosen yang terdiri dari kalakarenit dan batugamping karst hills, taking a picture from the sky is the best oolit. Untuk mendapatkan gambaran lengkap choice. So, drone fly up high to catch these awesome fenomena perbukitan kars, pengambilan dari langit landscapes. sangatlah tepat. Wahana drone pun melayang tinggi menangkap bentang alam luar biasa ini. Foto: Ronald Agusta Teks: Budi Brahmantyo

6 GEOMAGZ | SEPTEMBER 2016 7 Jejak Gunung Api Purba di Tanjung Aan The Remnant of Ancient Volcano in Tanjung Aan Satu sudut bentangan dari kompleks Gunung api Purba Bawah Laut yang It is a corner of an ancient submarine volcano complex which uplifted almost intact in Tanjung Aan. terangkat hampir utuh ke permukaan di Tanjung Aan. Itulah keunikan Lombok That is the uniqueness of South Lombok because it is rarely found in other parts of the world, only South Selatan yang fenomenal karena jarang ditemukan di belahan dunia lainnya, Africa is as complete as Lombok. Its beauty is increasing when the distribution of rocks breccia, lavas and hanya Afrika Selatan yang kompleks Gunung api Purba Bawah Laut selengkap tuff were fractured as a result of cooling intercalated with limestone lenses of Oligo-Miocene. When the Lombok Selatan. Keindahannya semakin bertambah ketika sebaran batuan sea level recedes maximum the outcrop can be approached, enjoyed, and studied in detail. breksi, lava, dan tuf yang terkekarkan akibat pendinginan berinterkalasi dengan lensa-lensa batugamping berumur Oligo-Miosen. Hanya pada saat muka laut surut maksimal singkapan-singkapan tersebut bisa didekati, dinikmati, dan dipelajari dengan rinci. Foto dan teks: Oki Oktariadi

8 GEOMAGZ | SEPTEMBER 2016 9 Kerucut Gunung Iya di Selatan Nipah

Kepulan solfatara masih dihembuskan diantara lubang kawah Gunung Iya (637 m) dan Gunung Meja 300 m di sebelah selatan, yang diapit oleh Teluk Ipi di sebelah timur, dan Teluk Ende di bagian barat. Kerucut gunung api aktif ini merupakan jajaran gunung paling selatan dari deretan gunung api di pulau Nusa Nipah atau Flores kata orang Portugis. Gunung ini dikisahkan penjelmaan lelaki yang jatuh hati kepada gunung Meja, namun menjadi tragedi. Kawah Iya termuda berada di sebelah barat daya puncak, dibentuk oleh letusan besar yang menyebabkan runtuhnya sebagian dinding kawah.

Foto dan teks: Deni Sugandi

Iya Volcanic Cone in the South of Nipah Solfatara emits a puff between Iya Volcano (637 m) and Mount Meja (300 m) in the south, flanked by Ipi Bay in the east, and the Ende Bay in the west. Iya is an active volcano located in the most southern part of Nusa Nipah, then called Flores by Portuguese. It is said that the volcano was an incarnation of the man who fell in love with Mount Meja, but it become a tragedy. The youngest crater of Iya is located on the southwest from its peak and formed by a great explosion that caused the collapse of the partly crater wall.

10 GEOMAGZ | SEPTEMBER 2016 11 Terletak di Pacitan, ujung timur kawasan Gunungsewu, Pantai Srau Located at Pacitan, in the east edge of Gunungewu regions, Srau Pantai Srau tersusun oleh batugamping Formasi Wonocolo. Fitur-fitur morfologi Srau Beach beach is composed of the Wonosari limestone. Fitures of karst land- kars hasil proses abrasi seperti “pulau-pulau” kecil berbentuk kerucut, at the East scapes such as cone-shaped rocky islets, sea-stacks, sea-arches, di Ujung Timur lintap laut, busur laut, kubah laut, dan torehan yang agak dalam (takik) and sea-level notches are decorating the ground surface oh the karena pasang surut muka laut, menghiasai pantai ini. Takik-takik Edge of beach. Sea-level notches along the steep sloping facing the sea are berkembang di beberapa ketinggian di sepanjang lereng terjal yang developed in several heights. This situation indicates the existence of Gunungsewu menghadapi ke laut. Keadaan ini menunjukkan adanya perbedaan Gunungsewu a differential tectonical uplift in very recent time. terjadinya pengangkatan tektonik di masa kini.

Foto: Bagus Reza Teks: Oman Abdurahman

12 GEOMAGZ | SEPTEMBER 2016 13 Punggungan Sinklin di Bubungan Papua Synclinal Ridge on Papua’s Gable

Proses-proses tubrukan tektonik yang luar biasa antara Lempeng Pasifik dan Lempeng India- The outstanding tectonic collision between Pacific and Indo-Australian Plate made Papua soaring high. Most of Australia membuat Papua membubung terangkat tinggi. Sebagian bubungan tertinggi tersusun dari the highest ridges is composed of Tertiary New Guinea Limestones Group that folded to form a syncline structure. Kelompok Batugamping New Guinea berumur Tersier yang terlipat membentuk struktur sinklin. Pada In this synclinal ridge, the peak of Carstensz Pyramid (4884 m asl) becomes the highest point in the Oceania punggungan sinklin ini, puncaknya di Carstensz Pyramid yang berelevasi 4884 m dpl menjadi titik region. tertinggi di Wilayah Oceania. Foto: Iswan Budi Teks: Budi Brahmantyo

14 GEOMAGZ | SEPTEMBER 2016 15 Gua Harimau Hunian Purbakala

Berlokasi di Desa Padang Bindu, Kecamatan Semidang Aji, Kabupaten OKU, Sumatra Selatan, Gua Harimau merupakan gua yang tidak biasa. Di sini, rekahan-rekahan yang tercermin dari kelurusan-kelurusan stalagmit dan stalaktitnya yang berarah timur laut-barat daya dan barat laut- tenggara mengindikasikan bahwa pembentukan gua ini secara tidak langsung terpengaruh Sesar Besar Semangko. Hasil karstifikasi batugamping terumbu Formasi Baturaja ini memegang peranan penting dalam kehidupan manusia prasejarah di Pulau Sumatra. Dengan bentuk ruang yang besar kemudian memiliki intensitas cahaya dan sirkulasi udara yang baik menjadikannya sebagai tempat yang cocok untuk hunian.

Foto dan teks: Unggul Prasetyo

Harimau Cave, Ancient Settlement

Located in Padang Bindu Village, Semidang Aji District, OKU Regency, South Sumatra, Harimau Cave is a unusual cave. Heres, the northeast-southwest and northwest-southeast fractures reflected by its stalagmites and stalaktites indicates that the forming of this cave is indirectly affected by Semangko fault. From the reef limestone karstification of Baturaja Formation, this cave play an important role in the life of prehistoric man on the island of Sumatra. With its large chamber and good quality of light intensity as well as air circulation, it makes the cave an ideal place for a settlement.

16 GEOMAGZ | SEPTEMBER 2016 17 ARTIKEL UTAMA

Iwan Kurniawan dari Museum Geologi (atas) dan warga lokal Aloysius Gaba dan Frans Leo yang sedang berusaha membersihkan temuan fosil dari sedimen di lokasi penggalian Mata Menge, Cekungan So’a, Flores. Foto: Erick Setiyabudi, 2012

Aha, gigi manusia purba! Ketika dia Rekonstruksi wajah manusia purba Flores dari Liang Bua () oleh Susan Hayes. Manusia Cekungan So’a diduga merupakan leluhur dari Homo floresiensis. menunjukkan gigi kecil itu kepada para pemimpin survei, Gerrit D. van den Bergh dan Iwan Kurniawan, mereka tidak dapat menahan kegembiraan. Layaknya rintik hujan di tengah kemarau, penantian panjang selama lebih dari 10 tahun itu akhirnya mulai terjawab dengan temuan itu. Sebuah temuan yang akan menambah titik terang evolusi manusia purba dari Flores yang hingga kini masih menjadi bahan Manusia Purba dari perdebatan para ahli di dunia. Selang dua tahun dari penemuan itu, pada 8 Juni Welas adalah gunung api purba yang produk 2016, dunia pun dikejutkan dengan publikasi ilmiah letusannya diperkirakan sampai ke Mata Menge. oleh majalah Nature tentang penemuan fosil gigi Sedangkan Ebulobo dan Inelika adalah gunung api manusia kerdil dari Mata Menge itu. Temuan ini aktif. Pada cekungan ini mengalir sungai-sungai Lowo mejadi titik terang nenek moyang Hobbit atau manusia Lele, Wae Wutu, dan Wae Bha. Mata Menge terletak Cekungan So’a purba kerdil yang selama ini masih menjadi bahan antara Sungai Lowo Lele dan Sungai Wae Wutu. perdebatan dalam silsilah evolusi manusia. Oleh: Iwan Kurniawan, Halmi Insani, Yousuke Kaifu dan Gerrit D. van den Bergh Batuan yang dijumpai di Cekungan So’a dari tua Lokasi Ekskavasi dan Fosil yang Ditemukan ke muda terdiri atas Formasi Ola Kile dan Formasi Mata Menge, lokasi penggalian/ ekskavasi (excavation) OIabula. Formasi Olabula merupakan batuan fosil mamalia dan manusia itu, secara geografis terpenting dalam kaitannya dengan temuan fosil Hari itu 8 Oktober 2014, di Mata Menge, Flores, cuaca sangat terik. Penggalian fosil terletak di Cekungan So’a dan secara administratif hominin. Bagian bawah dari formasi ini terdiri atas yang sangat melelahkan berlangsung seperti biasanya. Kondisi lahan yang sangat termasuk di perbatasan dua desa, yaitu Desa Piga dan Anggota Tuf, dan bagian tengahnya adalah Anggota kering menambah parah dampak terbangnya debu-debu tuf dari pahatan palu para Desa Mengeruda, Kecamatan So’a, Kabupaten Ngada. Batupasir. Anggota Tuf didominasi oleh tuf, pasir, penggali fosil. Tiba-tiba, Andreas Boko, seorang di antara lebih dari 100 warga Cekungan So’a merupakan lembah luas yang berbukit- lanau tufan, dan kerikil batuapung, sedangkan lokal yang membantu penggalian, datang menghampiri manajer penggalian nomor bukit dengan batas pandangan terjauh yang mencolok Anggota Batupasir didominasi oleh perselingan 32D pada hari itu, Mika Puspaningrum. Ia menggenggam sebuah fosil gigi kecil di adalah Gunung Welas di sebelah barat laut, Gunung batupasir fluvial dan batulanau tufan. Bagian atas tangannya. Inelika di barat, Gunung Ebulobo yang menjulang di terdiri atas anggota Gero, yang terdiri dari pergantian selatan, dan Gunung Keli Lambo di timur. lapisan batu kapur dan lapisan tuf yang terendap

18 GEOMAGZ | SEPTEMBER 2016 ARTIKEL UTAMA 19 20 GEOMAGZ | SEPTEMBER 2016 ARTIKEL UTAMA 21 Gambar hal. 20, Konteks dan kronologi temuan fosil di Mata Menge, Cekungan So’a. a, b : Lokasi Cekungan So’a, Flores, c : Peta elevasi digital (digital elevation map) dari Cekungan So’a dengan lokasi Mata Menge dan lainnya; d : Stratigrafi dan urutan dari interval utama yang mengandung fossil dan kehadiran endapan Formasi Ola Bula di Mata Menge; e: gambar 3 dimensi (3D) menunjukkan stratigrafi yang terungkap oleh penggalian (trench) E-32A hingga E-34B dengan elips berwarna menyatakan posisi fosil hominin in situ yang digali dari unit batupasir, Lapisan II (kode fosil hominin yang ditemukan: SOA-MM1, 2 dan 4-6); dan f : gambaran 3D Mata Menge dan sekitarnya dengan parit-parit penggalian diberi garis merah dan tanda. Untuk keterangan lebih lengkap, pembaca dapat merujuk ke majalah ilmiah Nature edisi June, 2016.

Gambar hal. 21, Rahang bawah (mandible) fosil SOA-MM4 dibandingkan dengan spismen dari H. floresiensis Liang Bua, a- d : kenampakkan dari, a : atas, b : samping, c : bawah, d : depan. MC : saluran rahang, aMF : lubang foramen. Foto e : kenampakkan samping

dari tulang rahang bawah manusia Liang Bua, kode LB6/1, dengan M1 : geraham pertama, M2 geraham kedua, M3 geraham ketiga. Skala penggaris, 10 mm.

Gambar hal. 22, Gigi-gigi Manusia Purba dari Mata Menge, a : SOA-MM2 yaitu I1 (gigi seri pertama, atas), kiri; b : SOA-MM5 yaitu P3 (gigi

premolar ketiga atas), kanan; c : SOA-MM1 yaitu M1 (gigi geraham pertama bawah), kiri; d : SOA-MM7 yaitu dc (gigis susu bawah), kiri;

dan e : SOA-MM8 yaitu dc (gigi susu bawah) kanan. Untuk masing-masing baris dari kiri ke kanan, berturut-turut adalah kenampakkan dari: atas (occlusal), depan (buccal/labial), belakang (lingual), samping dekat (mesial), dan distal (samping jauh, kecuali untuk c). Skala penggaris, 10 mm.

dalam danau purba. Anggota tuf dan angota batupasir Homo floresiensis telah mengundang banyak merupakan endapan lingkungan darat (sungai), yaitu perdebatan dan pertanyaan ilmiah di kalangan endapan produk gunung api. ahli paleoantropologi. Hipotesis pun bermunculan tentang siapa sebenarnya manusia tersebut. Ada Batuan tempat ditemukannya fosil-fosil di Mata yang menyatakan bahwa hominin ini adalah jenis Menge adalah bagian tengah dari Formasi Olabula, spesies baru dari keluarga manusia (Homo) yang yaitu Anggota Batupasir. Di lapisan inilah tempat telah punah. Ada juga yang menyatakan bahwa ditemukannya semua fosil, baik artefak batu, fosil hobbit itu mungkin tipe manusia modern yang vertebrata (Stegodon, gajah purba yang punah, mengalami kekerdilan karena penyakit (patologi). komodo, burung, buaya dan tikus), maupun fosil Pendapat lainnya mengatakan bahwa Homo floresiensis hominin. Bagian atas dari anggota batupasir ditutupi merupakan contoh kecil orang kerdil dari populasi oleh lapisan abu gunung api yang diendapkan oleh manusia modern. Kini, fosil manusia dari Mata Menge lumpur (mud flow) di lingkungan sungai teranyam yang ditemukan belakangan ini memberikan sedikit (braided stream). Tebalnya sekitar dua meter. Lapisan jawaban tentang asal-usul Hobbit Liang Bua itu. mud flow ini ditutupi oleh tanah penutup (top soil) tebal sekitar 30 cm. Fosil hominin terbaru dari Flores pada 2014 ini ditemukan dari kotak galian (trench) nomor 32, di Lahan penggalian di lapisan Anggota Batupasir pada situs Mata Menge di Desa Mengeruda, Kecamatan So’a. lokasi fosil manusia disebut sebagai penggalian nomor Ini merupakan fosil yang telah lama ditunggu-tunggu 32, dan dibagi menjadi enam grid diberi kode A, B, sejak 2010 melalui proyek pencarian fosil nenek C, D, E, dan F dengan ukuran masing-masing 5x5 2 moyang Homo floresiensis dari Liang Bua. Penelitian m . Temuan fosil hominin pada 2014 diperoleh pada terakhir ini berjudul “In Search of the First Hominins grid A, B, C, D. Fosil yang ditemukan berupa gigi of Flores” atas kolaborasi para peneliti Indonesia dan atas (premolar), gigi depan (incisor), pecahan rahang Australia di Cekungan So’a Flores, dan dibantu oleh (mandible), dan taring atau gigi susu (canin). Selain peneliti dari beberapa negara lain. fosil-fosil bagian dari hominin, pada lokasi yang sama ditemukan pula fosil fauna seperti gajah purba Penggalian selanjutnya di Mata Menge yang Stegodon, komodo, tikus, dan burung, godok dan menemukan beberapa fosil lainnya serta bukti-bukti keong dan fosil tumbuan; serta artefak. peradaban seperti alat batu, memperkuat dugaan bahwa manusia kerdil mirip Homo floresiensis itu Fosil yang sudah Lama Ditunggu sudah hadir mendiami Flores dalam kurun waktu Sebelumnya, manusia purba kerdil Flores atau Homo yang jauh lebih tua dari yang diketahui selama floresiensis yang mendiami gua Liang Bua (74 km ini, yaitu sekitar 700.000 tyl. Perkiraan umur ini ke arah barat dari Mata Menge) itu telah diteliti. didasarkan pada berbagai cara penentuan umur Mereka hidup pada sekitar 100.000 – 50.000 tahun (dating), termasuk metode Argon-Argon terhadap yang lalu. Namun, penemuan fosil dari Mata Menge mineral yang berasal dari lapisan tufa di bawah dan yang ditemukan oleh tim geologi dan paleontologi di atas lapisan yang mengandung fosil. Selain itu, gabungan dari Museum Geologi (Pusat Survei digunakan pula penentuan umur metode ‘fission-track’ Geologi) dengan tim paleontologi dan arkeologi dari atas mineral zirkon yang berasal dari endapan tufa University of Wollongong, Australia, memberikan tersebut. Kemudian, fragmen gigi manusia dan gigi pandangan baru tentang keberadaan manusia yang Stegodon dari kotak galian 32 juga dianalisis umurnya mirip dengan Homo floresiensis. menggunakan metode Uranium dan Thorium yang

22 GEOMAGZ | SEPTEMBER 2016 ARTIKEL UTAMA 23 terkandung di dalam fosil. Hasil semua cara penentuan manusia purba Mata Menge memiliki kaitan umur tersebut bersesuaian satu dengan yang lainnya. evolusi yang berasal dari Homo habilis atau bahkan Australopithecus, yakni golongan hominin yang paling Posisi dalam Silsilah Evolusi Manusia primitif dan berkembang sejak dua juta tyl di Afrika. Spesimen manusia purba dari Mata Menge bukanlah Pandangan ini muncul karena fitur tubuh yang kecil temuan postur tulang lengkap, tetapi hanya sebuah dan menyerupai hominin sangat purba yang paling pecahan rahang bawah dan enam buah gigi dengan tua di Afrika. Namun, hal ini agak terbantahkan beragam ukuran, orientasi dan titik lokasi penemuan. karena sejauh ini belum terdapat bukti penemuan Material yang ditemukan memiliki tingkat fosilisasi fosil hominin yang mirip dengan Homo habilis dan dan preservasi yang cukup baik dan temuan gigi Australopithecus di kawasan Asia. berukuran kurang dari satu sentimeter. Berdasarkan Titik Terang Nenek Moyang Hobbit Liang Bua perhitungan jumlah individu minimal, manusia purba yang ditemukan di situs Mata Menge berjumlah Berdasarkan karakter spesifik pecahan rahang tiga individu atau lebih. Pecahan rahang bawah bawahnya, manusia purba dari Mata Menge lebih memperlihatkan karakter seorang individu dewasa dan memiliki karakteristik genus Homo daripada genus beberapa gigi taring (gigi susu) yang menunjukkan Australopithecus. Apabila dilihat secara lateral, umur belum dewasa. rahangnya memiliki ukuran yang lebih kecil dan tipis dibandingkan dengan Homo floresiensis dari Liang Karena karakteristiknya yang dapat mengungkap tren Bua. Secara umum, fosil-fosil gigi manusia purba evolusi manusia, spesimen fosil yang ditemukan di yang ditemukan di Mata Menge memiliki kemiripan Mata Menge dan kini disimpan di Museum Geologi spesifik dengan Homo habilis, Homo erectus dan itu telah diobservasi dengan hati-hati oleh para ahli Homo floresiensis. Fitur dari gigi seri dan premolar paleontologi dan paleoantropologi. Hal ini antara menunjukkan ciri-ciri yang memiliki kesamaan lain pemeriksaan anatomi makro oleh peneliti dari dengan morfologi gigi pada Homo habilis fase lanjut. Museum Geologi dan University of Wollongong, serta analisis morfologi mikro menggunakan metode Dua fosil gigi taring yang ditemukan menunjukkan pemindaian micro computed tomography (CT) di ukuran yang lebih kecil dari Homo sapiens, Homo Museum of Nature and Science, Jepang. erectus dan Australopithecus. Adapun fosil gigi geraham SOA-MM1, yaitu fosil manusia purba yang Kompleksitas morfologi dari gigi manusia purba ini pertama kali ditemukan di Mata Menge ini, memiliki dibandingkan dengan beberapa fosil gigi manusia kemiripan karakteristik yang kuat dengan fosil-fosil purba yang mewakili periode kronologi sejak dua gigi geraham dari Homo erectus yang ditemukan di Tim penggalian fosil berskala besar di Mata Menge yang dibantu oleh lebih dari 100 warga lokal dari dua desa, Desa Mengeruda dan Desa juta tahun yang lalu hingga sekarang dan mewakili Jawa (Ngandong, Sambungmacan dan Ngawi). Tetapi, Piga, Kecamatan So’a, Flores. Foto: Adam Brumm, 2007. tiap regional kawasan yakni Afrika, Asia dan ciri-ciri dari fosil gigi geraham ini juga memiliki kepulauan Indonesia sendiri. Adapun spesies yang kemiripan dengan fosil gigi geraham dari Homo dibandingkannya di antaranya Australopithecus floresiensis. afarensis dan Homo habilis dari Afrika, serta Homo erectus, Homo sapiens dan bahkan spesies manusia Dengan demikian, manusia purba dari Mata Menge ini dapat dianggap sebagai nenek moyang hobbit purba yang masih jadi perdebatan yakni Homo Namun, efek proses kekerdilan yang terjadi di pulau- memiliki postur kerdil sama seperti manusia purba di floresiensis. atau manusia Liang Bua (Homo floresiensis). Manusia kerdil yang tingginya hanya sekitar satu meter dan pulau terisolasi bukan sesuatu yang luar biasa. Dampak Mata Menge? Apabila tinggi manusia purba di Wolo Diskusi tentang kejelasan posisi evolusi manusia diperkirakan usianya lebih tua setengah juta tahun dari dari proses ini dapat terlihat juga pada hewan lainnya Sege lebih besar, apakah memungkinkan selama durasi purba dari Mata Menge sebagai sebuah spesies Homo floresiensis dan hampir 600 ribu tahun lebih tua seperti gajah atau rusa yang diketahui mengalami 300.000 tahun terjadi efek ekstrem masih belum berakhir. Namun demikian, ada dua dari fosil hobbit dari Liang Bua yang ditemukan pada efek kekerdilan hanya dalam jangka waktu 6.000 pada manusia purba? Hal ini masih menjadi bahan pemodelan (opsi) yang dapat menggambarkan alur tahun 2004 silam. tahun. Bahan perdebatan lainnya adalah alur geografis penelitian di kalangan para ahli paleoantropologi. dari Homo erectus sebelum memasuki Pulau Flores. proses evolusi manusia dari Mata Menge dari hominin Ekskavasi paleontologi di Mata Menge akan terus Selanjutnya, hasil temuan yang dimuat dalam Nature Kemungkinan alur migrasi berasal dari Jawa atau pendahulunya. Opsi pertama berpendapat bahwa berlanjut hingga tahun-tahun ke depan dengan fokus ini menunjukkan besarnya kemungkinan terjadinya Sulawesi masih menjadi bahan penelitian berdasarkan manusia Mata Menge bertransformasi dari hominin pada konsepsi holistik tentang kehidupan manusia pembalikan dalam evolusi manusia, di mana tubuh bukti anatomi dan kemiripan peninggalan artefak. yang lebih besar yakni Homo erectus. Sedangkan, opsi purba Flores. Pemeriksaan lokasi-lokasi dan titik baru kedua berpandangan bahwa nenek moyang manusia manusia termasuk otaknya, mengalami pengerdilan. Proses pengerdilan itu kemungkinan disebabkan Lebih jauh lagi, nenek moyang manusia purba Mata di sekitar temuan tahun 2014 akan terus dilakukan purba Mata Menge berasal dari Homo habilis yang Menge diperkirakan sudah hidup berkembang di untuk mendukung aspek-aspek penelitian dari berasal dari Afrika. karena manusia purba itu terdampar ke pulau dengan ekosistem sederhana dan sedikit predator, sehingga pulau dan di daerah yang sama yakni di Cekungan temuan berharga ini. Gua-gua di Flores yang memiliki Berdasarkan morfologi dari fosil rahang bawah dan mungkin mereka tidak memerlukan ukuran otak yang So’a. Karena tidak jauh dari situs Mata Menge, ada kemungkinan menjadi tempat tinggal manusia purba gigi geraham bawah yang ditemukan, karakteristik besar. situs lain bernama Wolo Sege yang di dalamnya juga akan menjadi tujuan studi selanjutnya.■ manusia purba Mata Menge lebih menunjukkan ditemukan banyak artefak berupa alat batu. Dengan kemiripan dengan morfologi gigi geraham Homo Dengan kata lain, fitur kekerdilan yang dimilikinya temuan benda-benda budaya ini, diketahui bahwa Penulis, Iwan Kurniawan adalah Kepala Seksi Dokumentasi dan merupakan akibat dari efek Island dwarfism. Efek ini situs Wolo Sege ini kemungkinan sudah ditempati oleh Konservasi, Museum Geologi; Halmi Insani adalah Staf Seksi erectus dengan versi yang lebih kecil. Rahang itu Dokumentasi dan Konservasi, Museum Geologi, Badan Geologi, cenderung tipis dan vertikal dan tidak memiliki celah adalah proses adaptasi organisme yang terdapat di manusia purba, jauh lebih dahulu sebelum adanya suatu ekosistem pulau yang mengalami kekurangan manusia purba di Mata Menge. KESDM. Yousuke Kaifu adalah ahli paleoantropologi dari seperti yang biasa dijumpai pada spesies manusia National Museum of Nature and Science, Japan; Gerrit D. van purba lain, Australopithecus. sumber makanan sehingga menyebabkan terjadinya pengurangan ukuran tubuh secara ekstrem pada suatu Beberapa pertanyaan bermunculan, di antaranya, den Bergh adalah ahli paleontologi dari University of Wollongong, apakah manusia purba yang hidup di Wolo Sege Australia. Di sisi lain, sebagian ahli berpendapat bahwa golongan organisme.

24 GEOMAGZ | SEPTEMBER 2016 ARTIKEL UTAMA 25 Bukti awal keberadaan fauna daratan Asia di Flores Sementara itu, Verhoeven (1960-an sampai datang dari Cekungan So’a, ketika Desember 1956 dengan 1970-an) terus melakukan penelitian dan Raja Nagekeo, Yosep Djuwa Dobe Ngole, menemukan pengumpulan fosil tidak hanya di daerah Ola Bula, tulang raksasa (besar) di kampung lama Ola Bula dan tetapi meliputi daerah lainnya. Dalam ekskavasi di melaporkannya ke Theodor Verhoeven. Hal ini sangat daerah Mata Menge dan Boa Lesa (1963), Verhoeven menarik perhatian Verhoeven karena ternyata temuan menemukan in situ alat batu bersama Stegodon. tersebut adalah fosil dan selanjutnya melakukan Berdasarkan keberadaan Homo erectus dan Stegodon penelitian dan pengumpulan fosil lebih banyak lagi. yang hidup berdampingan (co-existed) di Jawa sekitar 750.000 tahun lalu, maka ditarik kesimpulan bahwa Sebagian dari fosil-fosil itu dikirim ke D.A. Hoojer di “manusia awal” sudah ada di Flores pada kurun waktu Leiden untuk dipelajari lebih lanjut. Menurut Hooijer yang sama sebagaimana laporan Verhoeven, 1968. (1957), fosil tulang belulang ini merupakan sejenis gajah purba yang dinamakan Stegodon trigonocephalus Kemudian Maringer dan Verhoeven (1970) dalam florensis dan dianggap subspesies dari Stegodon beberapa seri publikasi di Journal Anthropos trigonocephalus asal Jawa. Akan tetapi, menurut menyampaikan bukti dan implikasi temuan Stegodon van den Begrh (1999), Stegodon di Jawa dan Flores dan alat batu di Flores, tetapi hal ini kurang mendapat merupakan spesies yang terpisah, sehingga lebih layak perhatian dan diragukan oleh sebagian ahli arkeologi dinamakan sebagai Stegodon florensis saja. sebagaimana dalam laporan Allen (1991 dan Bellwood (1997). Hal ini tidak membantu menyelesaikan Periode 1960 – 1980-an perselisihan antara Verhoeven dengan Hooijer dan van Sebagai respons dari temuan Stegodon florensis ini, Hekeeren, bahkan mereka menganggap Verhoeven Hartono (1960) dari Direktorat Geologi (sekarang adalah seorang amatir. Akan tetapi P.Y. Sondaar Badan Geologi) melakukan penelitian geologi dan dari University of Utrecht yang menekuni fenomena menyusun kerangka stratigrafi daerah Ola Bula dan kehidupan di pulau (island life) sangat tertarik dengan Panorama Cekungan So’a dan Lokasi Temuan Stegodon pertama di Olabula. sekitarnya. Urutan stratigrafi hasil penelitiannya dari temuan Verhoeven di Flores. tua ke muda sebagai berikut: Formasi Ola Kile yang Tahun 1980, P.Y. Sondaar bersama S. Sartono, Yahdi berupa endapan breksi volkanik, Formasi Ola Bula Zaim, Tony Djubiantono, Rochus Due Awe (Institut yang terdiri atas anggota tuf, anggota batupasir dan Teknologi Bandung) melakukan ekspedisi singkat/ anggota batugamping (Gero), dan Endapan vulkanik penelitian awal di daerah Cekungan So’a yang saat itu dan alluvium berumur Resen. Fosil ditemukan dalam mereka menyebutnya sebagai Plato So’a. Di Tangi Talo Perjalanan Panjang lapisan batupasir tufaan bagian bawah Formasi Ola (semula daerah ini disebut Bhisu Sau) yang secara Menelusuri Jejak Bula (Hartono, 1961). stratigrafi terletak 31 meter dibawah temuan Stegodon Manusia Awal di Flores Oleh: Fachroel Aziz dan Iwan Kurniawan

Flores merupakan salah satu dari rangkaian Kepulauan Wallacea yang terletak di antara tepian benua Asia (paparan Sunda) dan Australia (paparan Sahul) yang meskipun adanya susut laut tetap terpisah satu dengan lainnya. Kondisi ini merupakan penghalang utama bagi perpindahan atau penghunian fauna asal daratan (Asia) ke Flores.

Asosiasi gading Stegodon dan alat batu yang ditemukan pada ekskavasi di Mata Menge,1994

26 GEOMAGZ | SEPTEMBER 2016 ARTIKEL UTAMA 27 dan Buaya (Crocodilussp). Secara sistematis disini (Tangi Talo) telah pula dilakukan pengambilan contoh batuan untuk studi kemagnetan purba. Hasil analisis kemagnetan purba, menunjukan bahwa perubahan arah polarisasi Kiri: Lokasi penemuan gigi seri (incisor). Kanan: gigi seri yang ditemukan. magnet Matuyama- kerja sama PPPG – UNE dengan menyertakan Kerja sama ini dipimpin bersama oleh pihak PSG, Brunches terletak Nasaruddin dan Jadmiko sebagai anggota tim dan ini Badan Geologi (BG), yaitu: Fachroel Aziz (2009 di bawah lapisan adalah awal partisipasi Arkenas dalam penelitian di -2011), Iwan Kurniawan (2012), Erick Setiya Budi yang mengandung Cekungan So’a. (2013-2015) dan oleh SEES/UOW, yaitu: M.J.Morwood fosil Stegodon (2009-2014), G.D. van den Bergh (2015). Hingga kini florensis dan alat Penelitian ini meliputi berbagai aspek geologi/ kerja sama penelitian terus berlanjut untuk periode batu. Sehingga stratigrafi dan ekskavasi yang sistematis di berbagai Tim Peneliti PPPG – Utrecht – Naturalis 2016 – 2020 yang dipimpin bersama oleh Ruli Setiwan Stegodon florensis lokasi terpilh antara lain: Mata Menge, Dozo Dhalu, (1992 -1994). (PSG/BG) dan G.D. van den Bergh (SEES/UOW). dan alat batu Boa Leza, Tangi Talo dan Kopo Watu. Kemudian kerja ditafsirkan berumur sekitar 750.000 tahun lalu sama penelitian ini berlanjut dengan judul, Astride the Tujuan utama kerja sama penelitian ini ialah untuk (Sondaar, dkk., 1994; van den Bergh, 1999; Aziz, 2000). Wallace LineI (2003 – 2006) dan Astride the Wallace menemukan ‘‘Manusia Awal’’ pembuat dan pengguna Disamping itu, penelitian menemukan pula lokasi baru Line – II (2006 – 2009) yang dipimpin bersama oleh alat batu di Cekungan So’a, Flores. Bagaimana dan yang kaya akan fosil vertebrata di Dozo Dalu. Namun Fachroel Aziz (PSG) dan M.J. Morwood (UNE/UOW). seperti apa “Manusia Awal” yang bermigrasi ke Flores? demikian, informasi ini masih belum ditanggapi Tujuan utama untuk melacak wujud dan keberadaan Apa penyebab mereka punah? Apakah mereka juga serius oleh sebagian ahli arkeologi. Umumnya mereka “manusia awal” pembuat dan penguna alat batu yang menyeberang ke Australia? Apakah mereka sama meragukan keabsahan identifikasi alat batu tersebut bermukim di Cekungan So’a. dengan Homo erectus di Jawa ataukah dari spesies lain? karena tim yang melakukan penelitian itu tidak Penelitian ini meliputi pemetaan geologi, Untuk mencapai tujuan ini maka sejak 2012 ekskavasi disertai oleh ahli dengan latar belakang keahlian pengumpulan contoh batuan untuk berbagai analisis arkeologi. berskala besar dan rinci dilakukan di beberapa lokasi laboratorium dan ekskavasi sistematis yang difokuskan terpilih, secara khusus di Mata Menge. Berkat dedikasi, M. J. Morwood, 1997, ahli arkeologi dari University of di Mata Menge, Wolo Sege, Koba Tua dan Tangi Talo. ketekunan dan kerja keras tim dan serta didukung Penelitian ini belum berhasil menemukan kerangka florensis di Ola Bula, mereka menemukan fosil pygmy New England (UNE), Australia setelah menganalisis- oleh semua pihak baik pemerintah dan masyarakat wujudnya, akan tetapi memberikan petunjuk bahwa (kerdil) dari Stegodon dan kura-kura besar (Sondaar, ulang alat batu yang dikumpulkan antara 1992 – 1994 setempat, akhirnya dalam penelitian/ekskavasi pada meyakini bahwa ternyata benar bahwa kumpulan keberadaan “manusia awal” di Cekungan So’a sekitar 2014 telah ditemukan indikasi keberadaan manusia 1987). Akan tetapi, karena berbagai faktor, penelitian 1.000.000 tahun lalu. Hasil penelitian ini diterbitkan ini tidak berlanjut. itu adalah alat batu buatan manusia purba. Sebagai awal di Cekungan So’a dengan ditemukan spismen tindak lanjut, Aziz dan Morwood (1996) melakukan dalam bentuk monograf yang berjudul: Pleistocene fosil gigi seri (incisor) manusia di parit (trench 32) Periode 1990 – 2010 peninjauan singkat lapangan Flores dan pengambilan Geology, Palaeontology and Archaeology Of The ekskavasi Mata Menge. Temuan ini berlanjut dalam contoh batuan untuk analisis “fission track”. Hasil Soa Basin, Central Flores, Indonesia sebagaimana Dalam kurun waktu (1992–1994) suatu kerja sama kegiatan ekskavasi lanjutan (trench 32) di Mata Menge analisis “fission track” menunjukkan bahwa kumpulan dipublikasikan oleh Aziz, Morwood and van den 2015. Seluruh temuan tersebut telah diterbitkan dalam antara Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi – fosil dan alat batu itu berumur 800.000 – 880.000 Bergh eds pada 2009. majalah Nature, Vol. 534, June 2016 dan secara resmi University of Utrecht dan National Museum of Natural tahun, sedangkan kumpulan fosil di Tangi Talo Periode 2010 – 2015 menuju 2016 - 2020 telah diumumkan melalui acara Press Confrence: Early History (Naturalis) Leiden yang dipimpin bersama oleh berumur sekitar 900.000 (Morwood et al., 1999). Humans In Flores yang dilaksanakan oleh Pusat Survei Fachroel Aziz (PPPG), P.Y. Sondaar (Utrecht) dan J. Untuk melanjutkan pelacakan “manusia awal” Geologi di Museum Geologi Bandung pada 8 Juni Kemudian (1997) rencana penelitian di Flores disusun De Vos (Naturalis). Tim berhasil menemukan kembali Cekungan So’a, kerja sama penelitian dilanjutkan 2016. lokasi (relokasi) ekskavasi Verhoeven di Mata Menge bersama oleh Aziz, Morwood dan J. De Vos membantu dengan payung bertajuk: ‘Kerja sama Penelitian dan Boa Lesa. Ekskavasi ulang (melanjutkan ekskavasi menyiapkan draft proposal penelitian di Flores untuk Indonesia - Australia Berdasarkan Nota Verhoeven, 1963) di Mata Menge juga menemukan diajukan ke Australian Research Council (ARC). Kesepemahaman (MoU) Badan Geologi dengan “… Kami hanya tulang-tulang yang berserakan asosiasi Stegodon florensis dan alat batu seperti yang Proposal penelitian di Flores yang diajukan mendapat University of Wollongong tentang Earth Science”. Tapi adalah kepunyaanmu telah dilaporkan oleh Verhoeven (1968) dan Maringer dukungan penuh dari ARC dalam bentuk proyek Sebagai implementasi MoU ini, Pusat Survei Geologi, Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang yang dan Verhoeven (1970). kerja sama penelian Indonesia – Australia dengan Badan Geologi dan School of Earth and Environmental berserakan…” judul: Archaeology and palaeontology of the Ola Bula Science, the University of Wollongong (SEES/UOW) (“Karawang – Bekasi”, Chairil Anwar 1948).■ Sedangkan ekskavasi di Tangi Talo menemukan fosil Formation, Central Flores, Indonesia (1998-2001) yang melaksanakan penelitian bersama dengan judul: In Stegodon kerdil (Stegodon sondaari) dan Kura-kura dipimpin bersama oleh Fachroel Aziz (PPPG) dan M.J. Search Of The First Hominins (2010 – 2015) dengan Penulis, Fachroel Aziz adalah profesor riset bidang paleontologi Darat Raksasa (Megalochelyssp yang semula disebut Morwood (UNE). Prof. Hasan Ambari, Kepala Pusat tujuan utama untuk menemukan ‘‘manusia’’ pembuat dan Iwan Kurniawan adalah Kepala Seksi Dokumentasi dan Geochelone sp), Komodo (Varanus komodoensis), Penelitian Arkeologi Nasional (Arkenas) mendukung dan pengguna alat batu di Cekungan So’a, Flores. Konservasi, Museum Geologi, Badan Geologi, KESDM.

28 GEOMAGZ | SEPTEMBER 2016 ARTIKEL UTAMA 29 Lapisan pembawa fosil dan alat batu berupa batupasir kerikilan kaya intraclast. Foto: R. Setiawan.

Metode Penentuan Umur Kondisi Trench 32 di Mata Menge. Foto. R. Setiawan. Penelitian sebelumnya di sini yang mengkaji aspek geologi, paleontologi dan arkeologi, telah berhasil Untuk mengetahui umur fosil manusia purba dari mengidentifikasi beberapa lokasi fosil dan lapisan Mata Menge, digunakan beberapa pendekatan, pembawa fosil maupun alat batu, yang tersebar di antara lain kemagnetan purba, tephrochronology, bagian barat, tengah maupun timur Cekungan So’a. dan penanggalan uranium pada fosil gigi manusia Data dari Wolosege menunjukkan bahwa alat batu purba. Metode kemagnetan purba didasari oleh yang diperoleh pada lokasi ini berumur 1 juta tahun. arah kemagnetan bumi (polaritas) yang berubah- Umur Manusia Purba Meskipun fosil manusia purba tidak ditemukan, dapat ubah dalam jangka waktu tertentu dan perubahan diduga bahwa manusia purba telah hidup di Cekungan tersebut dapat terekam oleh batuan, baik itu batuan So’a sejak periode waktu tersebut. Tidak jauh dari beku, ubahan atau sedimen. Saat ini apabila kita Wolosege, terdapat situs Mata Menge yang pertama menggunakan kompas, maka jarum utara kompas kali diteliti dan dilakukan penggalian oleh seorang akan menunjukkan arah “utara” kutub magnet. Arah Cekungan So’a pastor Belanda, Theodore Verhoeven, pada era 1950- kompas saat ini tersebut selanjutnya disebut polaritas an. Hal yang menarik dari situs Mata Menge adalah normal (normal polarity). Namun, ada beberapa Oleh: Ruly Setiawan dan Dida Yurnaldi fosil vertebrata dan alat batu ditemukan pada lapisan rentang waktu dimana arah utara kompas membalik yang sama dan dapat dijumpai di beberapa lapisan, menunjuk ke arah selatan kutub magnet, yang sehingga kegiatan penelitian dan penggalian terus kemudian disebut sebagai polaritas membalik (reverse Cekungan So’a merupakan cekungan sedimen yang dikelilingi oleh gunung api purba dilakukan sampai sekarang. polarity). maupun gunung api yang masih aktif. Secara stratigrafi, Cekungan So’a tersusun Pada periode tahun 2013 – 2015, kegiatan penggalian Perpindahan arah kemagnetan bumi dari reverse oleh batuan-batuan dari Formasi Olakile, Formasi Ola Bula dan Endapan Vulkanik secara intensif dilakukan di Trench 32. Penggalian polarity ke normal polarity atau sebaliknya telah Muda. Adapun Formasi Ola Bula terdiri dari tiga anggota formasi yaitu Anggota Tuf, berhasil menemukan fosil manusia purba berupa gigi dikonfirmasi menggunakan metode penentuan Anggota Batupasir dan Anggota Batugamping “Gero”. Dalam beberapa tahun terakhir, geraham, gigi susu dan tulang rahang pada lapisan umur potasium argon (K-Ar), sehingga setiap batas penelitian difokuskan pada Anggota Tuf dan Anggota Batupasir dari Formasi Olabula batupasir kerikilan. Pertanyaan selanjutnya adalah perpindahan arah kemagnetan bumi telah diketahui karena pada kedua anggota formasi tersebut banyak ditemukan fosil vertebrata, dan berapa umur fosil manusia purba tersebut? Umur fosil umur pastinya. Berdasarkan hal tersebut disusun khususnya pada Anggota Batupasir selain fosil vertebrata juga ditemukan artefak (alat menjadi sangat penting, karena dengan mengetahui sebuah skala waktu kemagnetan bumi (Geomagnetic umurnya, maka dapat diperoleh gambaran mengenai Polarity Time Scale – GPTS) oleh Komisi Stratigrafi batu). sejarah kehidupan manusia purba di Cekungan So’a Internasional (ICS) yang dijadikan acuan dalam dan implikasinya terhadap kerangka evolusi manusia penentuan umur dengan metode kemagnetan purba di Indonesia. purba. Dengan mengukur kemagnetan purba yang

30 GEOMAGZ | SEPTEMBER 2016 ARTIKEL UTAMA 31 Kiri atas: Endapan piroklastik yang berperan sebagai lapisan kunci yang digunakan dalam penentuan umur lapisan pembawa fosil: Lapisan Wolosege Ignimbrite berumur 1 juta tahun (atas, kiri), Kanan atas: Lapisan Pumaso Tephra berumur 810 ribu tahun. Bawah: Lapisan Piga Tephra (tanda panah) berumur 650 ribu tahun. Foto: R. Setiawan. Proses pengambilan sampel untuk analisis kemagnetan purba. Foto: D. Yurnaldi.

terekam pada batuan lalu memplot-nya dengan Selanjutnya metode tephrochronology diartikan sebagai kedudukan stratigrafi batuan-batuan tersebut saat suatu pendekatan dengan memperhatikan perlapisan ini, maka kita akan mendapatkan apa yang disebut batuan terutama lapisan endapan piroklastik atau stratigrafinya, lapisan fosil magnetostratigraphy. abu vulkanik (tefra) dan selanjutnya pada lapisan manusia purba terletak sekitar tersebut dilakukan penanggalan radioisotop. Endapan 10 m dibawah lapisan Piga Hasil magnetostratigraphy tersebut kemudian piroklastik ataupun abu vulkanik mudah dikenali Tephra yang berumur 650 ribu dibandingkan dengan tabel GPTS, dimana perubahan di lapangan dan dapat berfungsi sebagai lapisan kemagnetan bumi purba yang terekam di lapangan tahun. Analisis kemagnetan penciri (marker beds). Dengan mendeskripsi setiap purba menghasilkan polaritas akan mencerminkan umur tertentu sehingga pada lapisan piroklastik maupun tefra dalam suatu sekuen akhirnya umur batuan dapat ditentukan. Dalam normal yang menunjukkan umur dan kemudian dibandingkan dengan posisi lapisan lebih muda dari 790 ribu tahun. aplikasinya, metode kemagnetan purba ini sebaiknya pembawa fosil, maka dapat diketahui posisi relatif tidak berdiri sendiri, perlu didukung dengan metode Selanjutnya dari penanggalan lapisan pembawa fosil tersebut terhadap lapisan uranium memperlihatkan hasil umur radiometrik seperti argon–argon, U–Th atau piroklastik maupun tefra. luminescence agar perubahan polaritas kemagnetan umur minimal 550 ribu tahun. Setelah posisi stratigrafinya diketahui, kemudian Memperhatikan data-data umur yang diperoleh dapat diinterpretasi dengan tepat. purba tersebut antara 810 ribu sampai dengan 650 ribu dikombinasikan dengan metode radioisotop, dalam tersebut, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa umur tahun. Pengambilan contoh batuan di lapangan untuk analisis hal ini digunakan metode argon–argon sehingga fosil manusia purba dari Mata Menge berumur sekitar 700 ribu tahun. kemagnetan purba dilakukan secara khusus, yakni umur setiap lapisan piroklastik maupun tefra dapat Untuk menguatkan hasil analisis penentuan umur dengan metode pengambilan terorientasi untuk ditentukan. Secara teoritis, metode argon–argon dengan metode kemagnetan purba dan pendekatan Berdasarkan umurnya, fosil manusia purba dari Mata mengisolasi arah kemagnetan purba yang terekam mengukur perbandingan nilai isotop 40Ar dan 39Ar tephrochronology, maka dilakukan analisis pada Menge merupakan fosil manusia purba pertama yang pada contoh batuan yang diambil. Sampel diambil pada suatu mineral yang terkandung dalam batuan, fosil gigi manusia purba dengan metode Uranium ditemukan di Cekungan So’a. Kurang lebih 70 km ke dalam bentuk kubus yang kemudian dimasukkan seperti misalnya hornblende, biotit atau felspar. series. Pada prinsipnya, metode ini mengukur arah barat dari Cekungan So’a, terdapat situs Liang ke dalam kotak plastik berukuran 2 cm x 2 cm x 238 234 234 230 Bua dimana fosil manusia kerdil “hobbit” ditemukan. Umur Fosil Manusia Mata Menge nilai isotop U, U, Th dan Th. Metode ini 2 cm. Kotak itu selanjutnya diberi tanda arah dan bersifat non destructive, karena pengukuran nilai Fosil hobbit tersebut berumur antara 100 ribu hingga jurus kemiringan pada permukaannya. Di lokasi Ada tiga lapisan vulkanik yang dapat dijadikan lapisan isotop menggunakan laser berukuran 10 nm yang 50 ribu tahun. Dengan demikian, fosil manusia Mata Mata Menge, contoh batuan diambil pada lapisan kunci di Mata Menge, antara lain lapisan Wolosege ditembakan langsung pada bagian akar dari gigi Menge merupakan fosil manusia purba tertua di yang berbutir halus (lempung – lanau) baik dibawah daratan Flores. Di dalam konteks regional, manusia Ignimbrite yang berumur 1 juta tahun, lapisan Pumaso manusia purba. Berdasarkan rasio isotop U-Th, fosil maupun diatas lapisan fosil. Hasil pengukuran purba Mata Menge hidup pada masa yang sama Tephra yang berumur 810 ribu tahun dan lapisan Piga manusia purba minimal berumur 550 ribu tahun. kemagnetan purba menunjukkan bahwa lapisan Tephra yang berumur 650 ribu tahun. Fosil manusia dengan Homo erectus di Jawa, yang hidup pada periode fosil memperlihatkan polaritas normal, sehingga purba ditemukan pada lapisan batupasir kerikilan yang Hasil umur dari ketiga pendekatan tersebut waktu antara 1,5 juta sampai dengan 500 ribu tahun.■ diperkirakan fosil manusia purba berumur lebih muda posisinya terletak diantara lapisan Pumaso Tephra dan diatas kemudian digunakan sebagai dasar untuk Penulis, Ruly Setiawan dan Dida Yurnaldi, keduanya adalah dari 790 ribu tahun. Lapisan Piga Tephra, sehingga umur fosil manusia menentukan umur fosil manusia purba. Dari posisi peneliti pada Pusat Survei Geologi, Badan Geologi, KESDM.

32 GEOMAGZ | SEPTEMBER 2016 ARTIKEL UTAMA 33 Rekonstruksi fosil gajah purba dari Mata Menge koleksi Museum Geologi. Foto: Deni Sugandi

Fauna dan Lingkungan Atas: Lokasi penelitian: Peta indeks Pulau Flores dan Cekungan So’a (So’a Basin), Flores. Bawah: Peta elevasi digital (DEM) Cekungan So’a dan lokasi temuan fosil vertebrata. Sumber: Brumm, et al, 2010.

Salah satu dari pulau itu adalah Flores (kata Sahul. Meskipun demikian, sebagian elemen fauna asal “flores” secara bahasa berarti bunga). Memang, Flores daratan Asia seperti gajah (Stegodon) dapat ditemukan Cekungan So’a merupakan salah satu dari rangkaian gugus kepulauan di Flores. Wallacea yang terletak di seberang timur garis Wallace Fauna Cekungan So’a Oleh: Erick Setiyabudi dan Ifan Yoga Pratama Suharyogi (Wallace’s line), garis pemisah klasik antara fauna asal Asia (Indo-Malayan region), dan fauna asal Australia Bagaimana binatang Asia dapat sampai dan (Austro-Malayan region). Namun, kondisi faunanya berkembang di Pulau Flores? Tentunya hal itu tidak Penemuan fosil manusia purba dan fosil-fosil mamalia serta fauna lainnya di Mata banyak yang memiliki keunikan khas dari ciri fauna di serta-merta mereka berpindah dari Asia dan sampai Menge, Cekungan So’a, Flores, menarik kita untuk mengkaji fauna di cekungan kepulauan Indonesia Tengah. di sana. Hanya binatang yang mampu menyeberangi tersebut dan lingkungannya. Kondisi paleogeografi, tatanan pulau-pulau yang hambatan lautan dengan ombak yang besar serta menghiasi nusantara yang termasuk daerah Kepulauan Sunda Kecil (The Lesser Sunda Pada Zaman Plistosen, Flores telah terisolasi dan tidak laut yang dalam dapat sampai ke Pulau Flores. Islands) - tempat Flores berada - merupakan jajaran kepulauan yang eksotik di wilayah pernah terhubung dengan Benua Asia, meskipun pada Hal itu dapat dibuktikan dengan keberadaan fosil saat air laut berada pada titik yang paling rendah. vertebrata dari jenis tertentu. Kehadiran vertebrata gugusan kepulauan wilayah Indonesia Tengah (Wallacea). Keunikan sumber daya alam Oleh sebab itu, jumlah spesies fauna di Flores, baik tersebut membuktikan keberhasilan mereka untuk yang membedakan dengan pola yang berada di daerah bagian barat (Paparan Sunda) yang masih ada saat ini hingga yang telah punah sukses mencapai dan memenuhi insting hidupnya maupun timur (Paparan Sahul). Masing-masing pulau di dalam kawasan Wallacea (menjadi fosil), sangatlah sedikit jika dibandingkan untuk berkembang biak. Gajah adalah salah satu dari memiliki ciri yang khas. dengan pulau-pulau di Paparan Sunda dan Paparan binatang yang dapat berenang, sedangkan kura-kura

34 GEOMAGZ | SEPTEMBER 2016 ARTIKEL UTAMA 35 Geoemydidae), komodo (Varanus komodoensis), buaya (Crocodilus sp.), dan tikus raksasa (Muridae). Sedangkan elemen Fauna Mata Menge terdiri atas: gajah berukuran besar (Stegodon florensis), tikus raksasa (Hooijeromys nusatenggara), buaya (Crocodilus sp.), komodo (Varanus komodoensis), katak, serta beberapa spesies burung (Leptotilos robustus, Cygnus sp., Bubo sp., Anas cf. gibberifrons, cf. Gallinula/Fulica, Vanellus sp., dan cf. Hieraaetus) dan moluska air tawar (Brotia testudinaria dan Tarebia granifera). Lingkungan Cekungan So’a Pada awalnya, Flores terbentuk oleh aktivitas volkanisme bawah laut. Kemudian pada Miosen Tengah, kl. 20 – 5 juta tahun yang lalu (tyl), terendapkan batupasir dan batugamping di sekitar gunung api tersebut yang menunjukkan telah terjadi perubahan lingkungan dari laut dalam menjadi laut dangkal. Pada 2,5 juta – 1,8 juta tyl, terdapat aktivitas gunung api di barat laut dari Cekungan So’a sekarang. Gunung api ini diperkirakan merupakan gunung yang ada di Kaldera Welas saat ini. Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan saat itu berada pada daerah pinggiran gunung api. Aktivitas gunung api ini menghasilkan batuan breksi andesit dengan sisipan batupasir tufaan dan batulanau tufaan yang menjadi Pola arus dari Pasifik menuju Samudera Indonesia yang batuan dasar pada Cekungan So’a. mempengaruhi arah terdamparnya binatang hingga sampai ke pulau-pulau. Sumber: Kuhnt, et al., 2004. Kemudian pada 1,1 juta – 1 juta tyl (Plistosen Awal) terjadi pengangkatan tektonik yang membuat Cekungan So’a menjadi lingkungan darat. Lingkungan darat memiliki kemampuan mengapung dan terbawa ini masih dipengaruhi oleh adanya gunung api dan arus. Kedua fauna tersebut dijumpai di Flores di masa sungai-sungai besar yang mengalir di sekitarnya. lalu. Sungai-sungai ini sudah berada di daerah hilir yang dapat dilihat dari hasil endapan batuan pada daerah Berdasarkan hipotesis, jalur migrasi fauna vertebrata Tangi Talo yang masih didominasi oleh tuf batu apung Flores dari arah utara yakni Asia – Filipina – Sulawesi dan endapan sungai. Dengan berubahnya lingkungan – Kepulauan Sunda Kecil (Flores, Timor, Sumba dll). menjadi daratan, maka banyak fauna yang bermigrasi Hal ini didasarkan kemiripan fosil yang ditemukan ke daratan baru ini. Suksesi Fauna Vertebrata di Cekungan So’a. Sumber: Puspaningrum et al., 2015. di pulau-pulau tersebut dengan yang ada di Flores. Selanjutnya, gelombang penyebaran binatang dari Lingkungan pada masa kehidupan Fauna Tangi Talo Asia dapat dibuktikan dengan adanya data keberadaan merupakan kondisi pulau terisolir yang dibuktikan binatang yang pernah hidup di Cekungan Flores yang oleh keberadaan fauna yang datang merupakan jenis unbalance fauna. Jenis fauna ini ditandai oleh dapat dikategorikan menjadi satuan fauna (fauna unit flood-flow tufan dengan ukuran sangat halus seperti kehadiran binatang yang hanya dapat mencapai atau unit fauna). terlihat di daerah Mata Menge. Dengan luas area pulau dengan kondisi kemampuan binatang tersebut Dari penelitian yang telah dilakukan, unit fauna yang berenang atau mengapung dari dataran Asia. Fauna daratan yang semakin bertambah luas, maka semakin ditemukan di Cekungan So’a dapat dibagi menjadi tersebut dapat diketahui dari fosil yang terdapat di banyak fauna yang hadir, seperti fauna baru gajah, dua: tertua adalah Fauna Tangi Talo yang berumur daerah Tangi Talo yakni gajah kerdil, kura-kura darat beberapa jenis biawak lain selain komodo, buaya besar Plestosen Awal (900.000 tahun), dan yang muda raksasa, komodo, buaya kecil serta tikus raksasa. dan buaya kecil, serta beberapa jenis tikus, katak dan adalah Fauna Mata Menge, memiliki kisaran umur Hingga kemudian pada 1 juta tyl terjadi letusan burung. antara 880.000 tahun hingga 510.000 tahun. Selain gunung api yang menghasilkan endapan ignimbrit Pada sekitar 0,5 juta tyl, beberapa tempat seperti di Mata Menge, elemen unit fauna Mata Menge juga yang kemungkinan membuat beberapa hewan seperti danau-danau kecil yang ada mulai meluas membentuk ditemukan diantaranya di daerah Kobatuwa, Dozo gajah kerdil dan kura-kura darat raksasa menjadi sistem lakustrin yang dominan. Hal ini dapat dilihat Dhalu, Boa Leza dan Ola Bula yang terletak di sekitar punah. dari adanya lapisan endapan danau dengan sisipan Mata Menge, Cekungan So’a. Pada 1 juta – 0,6 juta tyl, lingkungan mulai berubah endapan gunung api. Adanya beberapa lapisan Beberapa spesies yang ditemukan di Tangi Talo (sekitar yang ditandai dengan beberapa sungai-sungai yang endapan gunung api menunjukkan bahwa Cekungan 2 km dari Mata Menge ke arah barat) di antaranya mengalir mulai memasuki danau, sehingga lingkungan So’a saat itu berada pada lingkungan vulkanik aktif.■ adalah: gajah kerdil (Stegodon sondaari), kura-kura fluvial lebih dominan. Hal ini terlihat dari endapan Penulis, Erick Setiyabudi adalah peneliti pada Museum Geologi; darat raksasa (Megalochelys sp. semula disebut batuan yang ada di Cekungan So’a yang berupa Cekungan So’a kini dilihat dari udara dengan drone. Ifan Yoga Pratama Suharyogi adalah staf Seksi Dokumentasi dan sebagai Geochelone sp.), kura-kura air tawar (Famili batupasir dan diatasnya terdapat lumpur lakustrin Foto: Ronald Agusta. Konservasi Museum Geologi; Badan Geologi, KESDM.

36 GEOMAGZ | SEPTEMBER 2016 ARTIKEL UTAMA 37 Teka-teki cerita tentang bagaimana kehidupan Didukung dari data fitolit, analisis fosil polen (serbuk manusia purba Mata Menge hingga kini masih sari) dan spora yang dilakukan oleh A.A Polhaupessy menjadi manifestasi yang menarik bagi para peneliti (1999) dari Pusat Survei Geologi (dulu P3G) dari berbagai multidisiplin. Tercatat, situs-situs di lingkungan di sana di masa lalu juga menunjukkan Cekungan So’a telah mengundang kedatangan para lingkungan yang cenderung kering. Polhaupessy ahli diantaranya dari bidang biologi, bioanthropologi, mengajukan dua tipe lingkungan, yaitu lingkungan sedimentologi, geokronologi, etnologi, vulkanologi yang didominasi oleh rumput disertai palem, tanaman bahkan hingga seniman. Tak lengkap rasanya, paku dan semak kering; dan lingkungan air tawar berlarut-larut membahas dan berdebat hanya yang disertai dengan tanaman paku. Analisis ini tentang objek manusia purbanya saja. Lingkungan memperlihatkan kondisi umum lingkungan sabana purba yang dilihat sebagai satu kesatuan ekosistem yang tak berubah hingga sekarang dan bertahan dengan manusia purba itu perlu juga dikaji untuk selama ratusan ribu tahun. mengungkap sejarah kisahnya secara holistis. Hal ini Beberapa potongan fosil kayu juga terdapat di sekitar demikian pula untuk manusia Mata Menge. lokasi situs dengan preservasi mineralisasi yang sangat Beberapa data untuk merekonstruksi lingkungan baik. Walaupun umurnya belum diketahui, cetakan purba Cekungan So’a telah diolah dengan daun dan rumput yang ditemukan mengindikasikan menggunakan beberapa cara yang terukur dan bahwa lingkungan sekitar Mata Menge pernah nilai saintifik yang dapat dipertanggungjawabkan. memiliki fitur tanah yang basah. Tidak sedikit pula Rekonstruksi yang paling sering digunakan dan ditemukan bentukan menyerupai akar berwarna paling mendekati bayangan ekosistem ratusan kuning pada bagian yang dianggap aliran sungai. Hal ribu tahun yang lalu adalah berdasarkan flora dan ini mengindikasikan kemungkinan lingkungan yang faunanya. Pendekatan yang pertama kali digunakan bersifat akuatik. adalah metode tafonomi. Tafonomi adalah ilmu yang Penelusuran Forensik Kematian Gajah mempelajari dinamika lingkungan sejak dari suatu Gambaran kehidupan ekosistem fauna di Mata Menge yang didalamnya dapat ditemukan gajah Stegodon florensis, komodo Varanus organisme mati hingga terdepositkan, baik yang Fosil gajah Stegodon florensis merupakan elemen fosil komodoensis, tikus Hooijeromys nusatenggara, buaya Crocodillus dan berbagai species burung. Sumber: PaleoArt. terjadi alamiah maupun oleh intervensi organisme yang paling mendominasi temuan fosil fauna di Mata lain (manusia dan hewan lainnya). Analisis ini dikenal Menge. Walaupun pecahan tulang ditemukan sangat dengan nama analisis post-mortem. berlimpah, namun indikasi terbaik untuk menentukan peristiwa yang mengubur gajah-gajah tersebut adalah Rekaman pada Cetakan Daun dan Serbuksari dari fosil gigi dan gading. Tidak hanya berlaku Berdasarkan tinjauan fosil flora, fitolit dari Mata pada hewan gajah saja, gigi dan gading merupakan Merekonstruksi Menge yang diteliti oleh Gerrit van den Bergh dari indikator penentu umur dari semua binatang purba University of Wollongong Australia (2009), lingkungan bertulang belakang. Dari umur suatu populasi fauna, Cekungan So’a menunjukkan vegetasi terbuka yang mekanisme matinya fauna dapat diketahui. sedikit-sedikit ditumbuhi oleh pohon dan tipikal Gajah Stegodon florensis di Mata Menge dipercaya Lingkungan Purba rumput-rumput tumbuh di bawahnya. Lingkungan sebagai material perburuan utama untuk dikonsumsi. yang hampir serupa dengan gambaran lingkungan Manusia purba biasanya hanya akan memilih gajah yang berada sekarang. dewasa untuk dimakan, sedangkan predator seperti buaya dan komodo cenderung memangsa gajah yang masih kecil. Umur gajah Stegodon florensis di Cekungan So’a Mata Menge menunjukkan ragam umur dari gajah kecil hingga dewasa, sehingga kurang bisa diketahui Oleh: Halmi Insani dan Fachroel Aziz mekanisme terakumulasinya fosil-fosil yang ada, yakni apakah akibat perburuan selektif atau karena proses katasropik dari erupsi vulkanik yang mematikan gajah Tak ubahnya seperti agen detektif, para peneliti paleontologi dituntut untuk mampu kecil maupun gajah dewasa dengan sangat cepat. mengungkap keseluruhan rekonstruksi kehidupan manusia purba Mata Menge Dengan menganalisis karbon stabil dan oksigen isotop, 13 dari berbagai perspektif. Tidak selalu bersandar pada anatomi fosil, seorang ahli kandungan karbonat δ C pada enamel gigi gajah paleontologi dapat juga bertindak sebagai seorang ahli forensik yang harus mampu dapat menentukan kecenderungan diet dari Stegodon florensis asal Mata Menge ini. Melalui metode tesrebut, mengumpulkan bukti dari saksi-saksi saintifik lintas keilmuan. Yang membedakan diketahui bahwa taxa fauna ini memiliki preferensi dengan ahli forensik bidang lain, visum et repertum yang dikeluarkan oleh para makanan berupa rumput (C4) walaupun terkadang ahli paleontologi adalah kejadian yang berlangsung ratusan ribu tahun yang lalu. memakan dedaunan dari pohon. Hal ini menunjukkan Pekerjaan para ahli paleontologi itu berlaku pada rekonstruksi lingkungan purba dari gambaran vegetasi yang menutupi di Mata Menge tempat fosil-fosil manusia dan flora fauna purba ditemukan. waktu itu yang mungkin berupa padang rumput Sebaran fosil tulang dan gading gajah yang di Mata Menge yang dengan beberapa pohon berdaun lebar. dapat dianalisis tafonominya untuk mengetahui jumlah populasi gajah, cara fauna mati dan mekanisme pengendapan kerangkanya. Dalam kotak galian Trench 32, yang berukuran 12 x 2 Foto: Erick Setiyabudi. 18 m di situs Mata Menge, ditemukan beberapa jenis fosil fauna vertebrata, di antaranya komodo Varanus

38 GEOMAGZ | SEPTEMBER 2016 ARTIKEL UTAMA 39 Fosil tulang belulang gajah purba Mata Menge komodoensis, buaya air tawar Crocodillus, tikus raksasa Atas: Tim penggali di lubang penggalian Mata Menge Stegodon florensis (atas). Foto: Iwan Kurniawan. Hooijeromys nusatenggara, katak Anura dan berbagai yang terdiri dari masyarakat setempat sedang bekerja Barisan fosil gigi komodo Varanus komodoensis yang . Foto: Erick Setiyabudi. jenis burung. Keberadaan fosil komodo di Mata masih tersusun baik (bawah). Foto: Iwan Kurniawan. Menge, menunjukkan bahwa pulau Flores pernah Bawah: Iwan Kurniawan (kanan) dan Dr. Adam Brumm bersatu dengan Pulau Komodo dan Pulau Rinca yang dan berkoloninya fauna. Hal ini dapat diketahui dari University of Wollongong, Australia (tengah) kini dipisahkan oleh lautan. dari penentuan umur yang menunjukkan langsung berdiskusi mengenai temuan fosil gajah kerdil Stegodon florensis yang diperkirakan memiliki tinggi Lingkungan purba Mata Menge tidak bisa dilihat fase yang grafiknya sudah diketahui. Paleomagnet 1,9 m. Foto: Erick Setiyabudi. sebagai peristiwa tunggal, namun sebuah perubahan bukan merupakan metode penentuan umur absolut lingkungan yang dinamis dan kronologis. Dari yang menghasilkan angka umur, tetapi mampu temuan fosil hewan gastropoda, di antaranya Brotia menghasilkan pengukuran yang lebih akurat. testudinaria (von dem Busch, 1842) dapat disimpulkan kronologis, lingkungan fluvial di Mata Menge terjadi bahwa Mata Menge pernah dialiri aliran air tawar yang Sejarah perubahan orientasi medan magnet bumi lebih dahulu daripada lingkungan purba. Berdasarkan cukup berarus. Sedangkan berdasarkan temuan fosil dapat diketahui melalui orientasi magnetik partikel analisis paleosoil, dapat diketahui sebuah transisi keong Tarebia granifera (Lamarck, 1882), diperoleh logam dalam batuan. Melalui metode paleomagnet, terjadinya proses pelapukan yang berlangsung cukup posisi kronologis pembalikan kutub bumi secara lama (prolonged weathering) pada rentang ± 100.000 indikasi bahwa sebuah terdapat sungai periodik yang rentang umur 2 taxa fauna yang overlap berdasarkan periodik dapat dianalisis. Metode ini memperlihatkan tahun tersebut. dapat mengalir stagnan pada periode tertentu di sana Umur Mamalia Asia. di masa lalu. posisi Mata Menge berada di dekat batas umur geologi Perpaduan hasil rekosntruksi yang dilakukan ternyata Bruhnes-Matuyama yakni 781.000 tahun yang lalu Tanah yang melapuk dari batuan merupakan penunjuk Ekosistem akuatik atau semi-akuatik di Mata Menge memunculkan tambahan kompleksitas gambaran atau di awal Plistosen Tengah yang mengindikasikan adanya proses pelapukan yang cukup intensif dan dinamika perubahan lingkungan di Cekungan So’a. juga diindikasikan dengan adanya temuan fosil buaya terekspos terhadap udara atau air dalam waktu cukup dan katak yang biasa hidup di sekitar aliran air tawar. Namun, secara umum, hasil analisis para ahli lintas lama. Lapisan tanah purba (paleosoil) dapat menjadi ilmu ini memperlihatkan bahwa Mata Menge adalah Hal ini didukung tengan temuan fosil sebanyak enam titik terang kondisi lingkungan purba yang dapat jenis burung yang menunjukkan lingkungan terbuka sebuah daerah dengan masukan (influx) aliran air yang diukur berdasarkan kerentanan magnetnya (magnet sedemikian sehingga menjadi tempat yang nyaman dengan komponen aliran air tawar di dekat padang succeptibility). Dinding lapisan pada galian berundak bagi fauna dan manusia purba untuk hidup. Suatu rumput yang mengarah ke hutan tertutup. Fosil tulang (step trench) di Mata Menge memperlihatkan adanya ekosistem yang baik pun berkembang di sana yang burung yang dikenali di antaranya angsa Cygnus sp. perselingan lapisan berwarna pink terang di antara kemudian secara lambat atau cepat berakhir oleh dan burung hantu elang Bubo sp. Trench 34 yang diinterpretasikan sebagai lingkungan aktivitas vulkanik yang berlangsung dalam beberapa Pendeteksian melalui Paleomagnet dan fluvial dan Trench 35 dengan kecenderungan babak selama Plistosen, yaitu pada kl. 1.800.000 hingga Paleosoil lingkungan danau dengan selisih umur ± 100.000 11.000 tahun yang lalu, terutama di sekitar 700.000 tahun. tahun yang lalu.■ Penentuan kondisi iklim purba dapat diketahui dari kecenderungan temperatur global. Posisi kronologis Warna pink pada paleosoil tersebut diasumsikan Penulis, Halmi Insani adalah Staf Seksi Dokumentasi dan suatu peristiwa berada dalam fase glasial dan sebagai warna mineral hematit yang merupakan Konservasi, Museum Geologi, Badan Geologi, KESDM; Fachroel Aziz adalah professor riset bidang paleontologi. interglasial sangat mempengaruhi lingkungan purba mineral sekunder dari goethit atau magnetit. Secara

40 GEOMAGZ | SEPTEMBER 2016 ARTIKEL UTAMA 41 PROFIL Mimin Karmini Setia di Jalan Mikropal Oleh: Atep Kurnia

Sejak William Smith menemukan Hukum Suksesi Fauna hingga kini, penelitian mikropaleontologi terus berkembang. Dalam pekerjaannya, ahli mikropal tidak jarang harus berlama-lama di samudera, sehingga terkesan sangat kelaki-lakian. Salah seorang perempuan Indonesia yang setia di jalan mikropal adalah Mimin Karmini, profesor riset bidang geologi kelautan dan penemu mineral philipsit.

Karier Mimin Karmini di bidang Pada tanggal 19 Februari 1970, Mimin berhasil mikropaleontologi malang melintang. Sejak bergabung menempuh ujian Sarjana Muda dari Jurusan Geologi, ke Direktorat Geologi (kini Badan Geologi, KESDM) Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam (FIPIA), Unpad. pada 1972 hingga memasuki masa purnabaktinya pada Oleh karena itu, ia berhak menempuh ujian sarjana tahun 2008, ia tetap menekuni fosil-fosil renik yang ilmu pasti dan ilmu alam. Saat kuliah, kawan ada di daratan dan perairan Indonesia. seangkatannya ada 24 orang. Di antaranya ada Sam Supriatna (PSG), dan Aswan Yasin (mantan Kepala Mimin dilahirkan di Kopo, Kota Bandung, 13 Oktober PPPGL). 1943 dari pasangan Sudinta dan Eha Djulaeha. Ayahnya adalah polisi yang berdinas di bagian Namun, di antara kawan seangkatannya hanya administrasi di Jalan Jawa, Kota Bandung. Sementara dialah perempuan yang bisa menyelesaikan studinya ibunya bekerja sebagai pengrajin rajut di daerah Kopo. hingga selesai. “Di angkatan kuliah, saya menjadi ‘anak perawan di sarang penyamun’, karena hanya Pendidikan dasar hingga menengahnya diselesaikan di satu perempuan di antara 25 orang jalu yang bisa laju Kota Bandung. Ia menyelesaikan pendidikan dasarnya sampai ke finish, meskipun tersendat-sendat. Yang dari Sekolah Rakjat Padjagalan 31/II, Kota Bandung penting, biar lambat asal selamat,” ujar istri ahli geologi (1956). Pendidikan menengahnya diraih dari SMP Karsono Adisaputra ini. Parki I, Bandung (1960), dan SMA Negeri IV Bandung jurusan Ilmu Pasti dan Alam atau Jurusan B (1963).

42 GEOMAGZ | SEPTEMBER 2016 PROFIL 43 saya tekuni menjadi lebih berkembang, yang tadinya bisa ikut. Karena ia harus mengalami operasi lutut. daerah penelitiannya di darat waktu di PPPG, dengan Namun, dalam upaya memproses hasilnya, Mimin objek penelitian foraminifera pada sedimen zaman ikut berperan mengolah hasil percontoh sedimen inti Tersier, beralih ke laut, dengan objek yang sama yaitu dalam Ekspedisi BARAT. mikrofauna laut, tapi terendapkan di zaman Kuarter.” Sebagai tindak lanjut Ekspedisi Images, pada 2000, Sebagai konsekuensinya, Mimin harus pula mengikuti Mimin kembali ke Prancis untuk mengolah data. Ia, perjalanan mengarungi lautan demi pekerjaannya bersama putra bungsunya, Irni, kembali lagi ke Gif itu. Ia tercatat antara lain pernah mengikuti Ekspedisi sur Yvette. Hasilnya, sebagian sudah dijadikan bahan Snellius II (1985) dan Ekspedisi International Marine untuk melengkapi tugas akhir mahasiswa-mahasiswa Global Changes Study atau IMAGES (1998). Ekspedisi ITB dan Trisakti, dan sebagian lagi siap diterbitkan. Snellius II adalah proyek kerja sama antara pemerintah Belanda dengan Indonesia di bidang geologi kelautan. Pengalaman lain di luar negeri yang berurusan dengan Wilayah operasinya di perairan timur Indonesia. ihwal mikropal, yaitu pengalamannya mengikuti Prof. Mimin di ruang kerjanya. Foto: Koleksi pribadi. Pelayarannya menggunakan Kapal Riset Tyro, milik Seminar International Geological Congress Program Ekspedisi Snellius II 1985. Foto: Koleksi pribadi. Pemerintah Belanda. (IGCP) 355 di Kyoto, Jepang pada 1995 dan pada 1996, Mimin bersama Purnamaningsih dipercaya oleh Sebelum menyelesaikan sarjana, pada 1970, Mimin juga aki-aki dan nini-nini para peneliti dari Prancis. melamar ke Direktorat Geologi. Kepala Seksi Pelayaran pertamanya di perairan Selat Makasar, Direktur Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral melibatkan para ahli di bidang geologi, geokimia, Ternyata, setelah pekerjaan dimulai, aki-aki dan Adjat Sudradjat, sebagai wakil pihak Indonesia di mengarahkannya ke bidang paleontologi. Di sana nini-nini tersebut memperlihatkan kebolehannya. ia mengawalinya sebagai Calon Pegawai (1972) dan struktur geologi, biostratigrafi, dan mikro- CCOP, untuk menghadiri lokakarya CCOP di Baguio Dengan gesitnya, memotong core, menggotongnya, menjadi PNS sebagai asisten geologi (1973). Ia pun paleontologi. Dan pelayaran Snellius II berikutnya, City, Filipina. dan mengerjakan keaktifan lainnya seakan-akan tidak diberi kesempatan ke lapangan. Hasilnya, pekerjaan pada tahun 1986, untuk kedua kalinya Mimin mengenal lelah,” katanya. Jalan Menuju Peneliti Utama lapangan tersebut antara lain dijadikannya skripsi mengikuti pelayaran dari perairan Timor, terus ke yang berjudul Stratigrafi dan Paleontologi daerah Pasir sebelah timur, kemudian ke selatan mengarungi Selain mengikuti pelayaran laut, Mimin terlibat pula Pelayaran dan pengolahan data yang digeluti Mimin Pawon, Padalarang, Jawa Barat (1975). Pada saat itu Samudra Hindia. dalam pengolahan data hasil ekspedisi kelautan memang sangat bertaut dengan penelitian berikut penulisannya sebagai bentuk pertanggungjawaban pula diangkat sebagai ahli geologi. Saat kali pertama melaut itu, Mimin merasa, “Pertama baik yang diikutinya maupun yang tidak di Belanda, kepenelitiannya. Hal ini dibuktikannya dengan kali yang saya pikirkan kalau bekerja di laut itu, Prancis, Inggris, dan Jerman. Pada 1986 dan 1987, Ketertarikannya untuk mempelajari mikropaleontologi munculnya tulisan “Miogypsina cushmani and takutnya mabuk, ih, malu-maluin. Tapi entah kenapa, Mimin berangkat ke Vrije Universiteit (Amsterdam) tidak terlepas dari pengaruh dosen pembimbingnya Miogypsina antillea from Jatirogo, East Java.” Tulisan entah karena gizinya baik, atau daya tahannya memang dan The Netherlands Institute of Sea Research, Texel, Harsono Pringgoprawiro. “Dulunya saya tidak tertarik ini ditulis oleh Mimin bersama R. Smit dan E.J. Van ‘tangguh’, saya hanya pernah merasa pusing, yang tidak untuk memproses data hasil Ekspedisi Snellius II. mempelajari foraminifera. Oleh karena itu, ketika Vessem serta dimuatkan pada Bulletin Geological lebih dari setengah jam, setelah itu diistirahatkan, kuliah nilai untuk mata kuliah paleontologi pas-pasan. Pada 1986 juga ia ikut memproses data hasil Ekspedisi Survey Indonesia (1978). dibaringkan, Alhamdulillah setelahnya bisa bekerja Hanya yang bagus itu kan dosennya dari ITB, Pak Snellius II di Hamburg Universität, Jerman. Ia kembali.” Saat mengikuti Ekspedisi Snellius II Mimin Harsono yang juga menjadi pembimbing saya itu diundang ke sana oleh E. Degens, yang menjadi Co- menulis “Paleontological analyses of the Savu and mendorong untuk mempelajari mikropaleontologi. Pada 1998, ia mengikuti lagi Ekspedisi IMAGES yang Chief Scientist dari Jerman saat mengikuti Ekspedisi Lombok Basins, and Argo Abyssal Plain” (1985). Jadi kita merasa tertarik mempelajarinya,” ujar ibu bagi merupakan proyek kerja sama antara Indonesia dan Snellius II. Katanya, “Selama di Hamburg, saya Ismail Kurnianto, Darajat Arianto, Aisyah Myalina, Prancis. Saat itu, Mimin dan tim peneliti lainnya mengolah data Snellius II dengan Ms. Beate Buch Nurul Hasanah dan Irni Shobariani ini. menggunakan Kapal Peneliti Marion Dufresne milik di Universitas Hamburg. Saya jadi ingat sewaktu di Saat ada restrukturisasi Direktorat Geologi pada Prancis, yang berbobot 10.000 ton. Saat itu, wilayah PPPG, saya pernah kursus intensif bahasa Jerman 1979, Mimin menjadi staf di unit baru yaitu di Pusat operasinya meliputi Samudra Hindia, Laut Banda dan selama dua setengah tahun (1978-1980), sampai Penelitian dan Pengembangan Geologi (PPPG). Di Laut Sulawesi. fasih, tapi kenapa baru dapat kesempatan ke Jerman unit baru ini, ia diberi kesempatan untuk mendalami Mimin saat itu terkesan dengan para peneliti dari sekarang.” bidang Foraminifera Besar dengan mengikuti Prancis. “Hari pertama di kapal riset ini, banyak Pada 1987, Mimin ikut pula menghadiri Seminar pelatihan di University of Western Australia, Perth, Nanoplankton hasil Ekspedisi Snellius II di London. Australia, selama setahun (1981-1982). Saat itu, Mimin membawa nanoplankton dari Selat Saat itu, katanya, “Seharusnya saya berangkat ke Makassar, hasil mengikuti Ekspedisi Snellius II. Sydney pada 1980, tetapi karena pada waktu itu sedang Antara 1992-1993 dan 2000, Mimin ikut memproses hamil tua, ditunggu agar melahirkan dulu, perjalanan data hasil Ekspedisi Shiva, Barat dan Images di Prancis. diundur sampai bulan Maret 1981, pada waktu si Ekspedisi Shiva adalah proyek kerja sama antara bungsu berumur 40 hari, terpaksa saya tinggal. Indonesia dan Prancis, yang dilaksanakan pada 1990. Perjalanan yang membuat hati bimbang. Setelah Meski Mimin tidak berpartisipasi dalam pelayarannya, pulang dari sana, sebagai konsekuensinya, anak tidak tetapi ia ikut menyusun Stratigrafi Kuarter berdasarkan kenal sama ibunya, baru setelah kurang lebih sebulan, dia sudah mulai mau mendekat.” Foraminifera plankton yang didapat dari percontoh inti yang diambil selama pelayaran tersebut. Oleh Mengarungi Samudra, Mengolah Data karena itu, antara 1992-1993, Mimin bekerja di The Oceanography Laboratory of the University of Bordeaux Pada 1984, berdiri unit Pusat Penelitian dan dan di The Laboratory of CEA-CNRS, Centre des Faibles Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL). Mimin Radioactivités di Gif-sur-Yvette. memutuskan untuk bergabung ke PPPGL dengan alasan untuk menambah wawasan di bidang ilmu Pada 1994, saat ada kerja sama lagi antara Indonesia geologi kelautan. “Sejak 1984, arah penelitian yang Saat di Kingswood College. Foto: Koleksi pribadi. dan Prancis dalam Ekspedisi BARAT, Mimin tidak Netherlands Wind Molen 1986. Foto: Koleksi pribadi.

44 GEOMAGZ | SEPTEMBER 2016 PROFIL 45 dari genus dengan masing-masing parameternya bisa Prasetyo, dan M. Udiharto yang sama-sama berkarier ditempatkan di dalam urutan stratigrafi tanpa harus di lingkungan Departemen Energi dan Sumber Daya mengenal nama spesiesnya secara rinci. Mineral (DESDM) dilantik oleh Ketua LIPI Umar Anggoro Jenie menjadi Profesor Riset. Selama ini, lanjut Mimin, hasil berbagai ekspedisi geologi kelautan yang telah dikerjakan oleh PPPGL Menemukan Mineral Philipsit yang telah bekerja sama dengan instansi lain baik Gelar Ahli Peneliti Utama dan Profesor Riset dari di dalam maupun di luar negeri, telah memberikan LIPI kian memacu semangat Mimin untuk meneliti gambaran secara umum mengenai Stratigrafi kekayaan foraminifera yang tersebar di perairan Kuarter Dasar Laut di Indonesia yang didasarkan Indonesia. Hal ini dibuktikannya saat menyimak atas kandungan foraminifera. Penelitian biozonasi pidato pengukuhan Profesor Riset Bidang Teknologi foraminifera plankton Pada zaman Kuarter (kira-kira Pemrosesan Mineral yang disampaikan oleh Husaini 700.000 tahun yang lalu), telah dirintis sehingga dapat pada 2006. Saat itu, Husaini menyebutkan bahwa dikenali batas-batas setiap subzonanya. bahwa mineral philipsit tidak dijumpai di Indonesia. Namun, menurut Mimin, penelitian foraminifera Pernyataan tersebut mengusik minat ilmiah Mimin. plankton Kuarter, baik sebaran horizontal maupun Ia sebelumnya, yaitu pada 2004, bersama Hartono, vertikal untuk kepentingan biostratigrafi dan menulis “Late Miocene-Holocene Biostratigraphy biozonasi Kuarter di perairan Indonesia belum of single core in Roo Rise, Indian Ocean South of banyak diungkap mengingat keterbatasan peneliti Prof. Mimin di sebuah acara ketika di luar negeri. East Jawa”. Tulisan ini merupakan sebentuk laporan Foto: Koleksi pribadi. di bidang, dibanding dengan luasnya Indonesia atas pengolahan data dari Ekspedisi Images (1998). yang 70% ditutupi oleh lautan. Oleh karena itu, ia Dalam pelayaran dari Jakarta dan berakhir di Bitung gambaran adanya sedimen yang berumur Paleosen. berharap, dengan kemajuan teknologi, penelitian (Manado) itu, Mimin dan Hartono meneliti pemboran Sedimen yang ditindih langsung secara selaras oleh kelautan dapat membuka tabir yang lebih luas lagi MD982156 yang terletak pada koordinat 11˚ 33,31’S sedimen berumur Miosen Akhir, itu menunjukkan mengenai kekayaan alam yang ada di dasar laut. Ia pun dan 112˚ 19,72’ T, di Tinggian Roo, Samudra Hindia, terjadinya rumpang waktu (hiatus) mulai dari Big Ben 1987. Foto: Koleksi pribadi. mengharap ilmu mikropaleontologi, yang menjadi Selatan Jawa Timur, di luar Parit (palung) Jawa. Eosen sampai sebagian Miosen Tengah. Hiatus ini bagian penting di dalam tatanan stratigrafi Indonesia, Dan setelahnya, antara lain, muncul tulisan “Late kemungkinan diakibatkan kegiatan gunung api, bisa dipertahankan di dunia pendidikan. Di dalam tulisannya, Mimin dan Hartono menyatakan Quaternary Calcareous nannoplankton in the surface mengingat di dalam sedimen tersebut banyak mineral masalah biostratigrafi berdasarkan foraminifera sediments of Makasar and Flores Basins, Indonesia” Setelah posisi tertinggi diraih tidak berarti karier phillipsit, atau adanya penunjaman sedimen yang plankton. Mereka menyatakan bahwa penampang (1988) dan “Planktonic Foraminifera in Recent Bottom kepenelitian Mimin berhenti, bahkan hal tersebut berumur Eosen ke dalam Parit Jawa, karena di atasnya pemboran di lokasi ini bisa dibagi ke dalam 5 zona Sediments of the Flores, Lombok and Sawu Basins, kian mendorongnya untuk bekerja lebih giat. Ini langsung diendapkan sedimen yang berumur Miosen dan 6 subzonasi, dan bahwa bagian bawah dari dibuktikannya dengan tulisan-tulisan yang mengalir Akhir. Eastern Indonesia” yang dimuat dalam The Netherlands pemboran antara kedalaman 30,30 m – 30 m di dari tangannya, juga yang ditulis bersama dengan Journal of Sea Res (1989). bawah dasar laut, sedimennya disebut nonbiogenik, Selanjutnya, pada 2009, terbit buku Penemuan Mineral peneliti lainnya. Jalur kepenelitiannya kian lempang, setelah Direktur karena sedimennya tidak mengandung foraminifera. Phillipsit berumur Paleosen di Roo Rise, Samudra Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral Adjat Pada 2000, saat menggelar orasi APU, misalnya, Sedangkan dari kedalaman 30 m ke bagian paling atas Hindia yang disusun oleh Mimin bersama dengan Sudradjat membuka Jalur Peneliti pada tahun 1991. muncul tulisan “Recorded Recent Foraminifera in dari penampang merupakan sedimen biogenik karena D. Kusnida dan Adithiya. Di dalamnya, antara lain, Katanya, “Sejak ada di jalur ini, saya bertekad untuk the surface sediment of Sunda Strait water” yang banyak mengandung foraminifera plankton. Metode mereka menyatakan bahwa dengan pembesaran SEM dapat mencapai posisi tertinggi yaitu Ahli Peneliti ditulisnya bersama penelitian mereka dengan menggunakan mikroskop antara 1000 - 20.000 kali, mineral Phillipsite yang Utama, kalau bisa sebelum masa pensiun umumnya.” D. Rostyati sebagai binokuler dengan perbesaran kurang dari 400x. diikat oleh matriks nanoplankton yang diteliti dari hasil Ekspedisi Barat. pemercontoh inti Core MD982156, ternyata dapat Pada 2007, terbit lagi tulisan Mimin dan Hartono, “The Mimin meraih posisi itu pada 1998. Selanjutnya pada Selain itu, tulisan digunakan sebagai alat sintesis untuk pengungkapan Phillipsite mineral in deep sea sediment from single 2000, ia menggelar orasi pengukuhan Ahli Peneliti lainnya banyak perkembangan tektonik di Samudra Hindia zaman core in Roo Rise, Indian Ocean South of East Java” Utama, bersama dengan Tohap Simanjuntak dari bermunculan di Kenozoikum. (2007). Mereka menulis tentang mineral Phillipsit PPPG. Saat itu, Mimin menyampaikan orasi berjudul dalam publikasi- dengan menambah data beberapa bentuk dari mineral Untuk lebih mempertajam lagi genesa mineral philipsit “Mikropaleontologi Sebagai Penunjang Ilmu Geologi publikasi ilmiah yang tersebut, hasil penelitian mereka dengan menggunakan itu Mimin dan D. Kusnida menulis “Paleocene Kelautan dan Pemahaman Aplikasinya.” terbit di dalam dan alat mikroskop electron, Scanning Electron Microscope Postgenetic Accumulation of Nannoplankton on The luar negeri. Di dalamnya, antara lain, ia menyatakan bahwa (SEM). Ternyata dengan perbesaran yang diambil Phillipsite Minerals in Roo Rise, Indian Ocean” (2010). jenjang-jenjang umur berdasarkan Foraminifera antara 1.000x sampai 20.000 x, ada banyak sekali Saat Lembaga Mineral Phillipsit yang ditemukan Mimin itu dapat Besar yang sangat penting bagi tatanan Stratigrafi di nanoplankton yang terakumulasi di atas mineral- Ilmu Pengetahuan digunakan dalam industri plastik, antara lain untuk Indonesia telah diperkenalkan olah Van Der Vlerk dan mineral tersebut, bahkan kumpulan nanaplankton Indonesia (LIPI) pembuatan resin termoaktif dan sebagai pemacu Umbgrove (1927). Kedua peneliti itu membagi-bagi menggelar profesor tersebut bersatu dengan lempung yang kemudian dalam proses pengerasan. Selain itu, dapat juga zaman Tersier ke dalam Klasifikasi Huruf mulai dari riset pada 2005, bertindak sebagai matrik yang merekatkan mineral- digunakan untuk menghilangkan kesadahan dalam Tersier-a sampai dengan Tersier-h (Ta-h). Mimin terpilih mineral tersebut menjadi berbagai bentuk. industri deterjen, menjernihkan kelapa sawit, sebagai seorang Kemudian, dengan pendekatan biometrik terhadap Tulisan tersebut disusul dengan “Hiatus Pada Kala menyerap zat warna pada minyak hati ikan hiu, penerima anugerah Foraminifera Besar di Indonesia, melalui penelitian Eosen-Miosen Tengah di Tinggian Roo, Samudra sebagai katalisator pada proses gasifikasi batubara itu. Pada tanggal 5 Tan Sin Hok (1932), Drooger (1963), Van Der Vlerk Hindia, Selatan Jawa Timur, Berdasarkan Biostratigrafi yang berkadar belerang dan/atau nitrogen tinggi yang Januari 2006, Mimin (1973), De Bock (1976), Adisaputra et al.(1978), Van Nanoplankton” yang ditulis oleh Mimin bersama M. menghasilkan gas bersih. Atas penemuan mineral bersama Maizar Vessem (1978), Chaproniere (1980), Adisaputra (1987, Hendrizan (2008). Kedua penulis itu menyimpulkan berjenis zeolit itu Mimin dianugerahi penghargaan Rahman, Suprajitno 1992), penelitian genus-genus seperti Cycloclypeus, Prof. Mimin di menara Eiffel. bahwa studi biostratigrafi berdasarkan nanoplankton Wira Karya dari Presiden Republik Indonesia pada 20 Munadi, Hardi Lepidocyclina, Miogypsinoides dan Miogypsina, evolusi Foto: Koleksi pribadi. di Tinggian Roo, di luar Parit Jawa, memberikan Juni 2008.

46 GEOMAGZ | SEPTEMBER 2016 PROFIL 47 Prof. Mimin ketika dikukuhkan sebagai profesor riset. Foto: Koleksi pribadi.

Penerjemah Ilmiah in West Java” karya M.A. Hartmann (1938) menjadi Bersama para ahli dan para pengabdi di bidang geolog, diantaranya diwakili oleh keluarga, menerima penghargaan dari IAGI pada acara ulang tahun IAGI, 2014. Foto: Koleksi pribadi. Di samping itu, ada keistimewaan lainnya dalam “Kelompok Gunungapi di Sebelah Baratdaya Gunung jejak langkah ilmiah Mimin Karmini yang jarang Salak, Jawa Barat.” kita ketahui. Jejak itu berkaitan dengan upayanya Selanjutnya, pada 1991, Mimin menyusun buku untuk menerjemahkan tulisan ilmiah ke dalam Panduan Foraminifera Besar untuk mahasiswa geologi Hingga kini, Mimin masih bergiat bahasa Indonesia. Dalam hal ini, Mimin pernah Unpad, yang salah satu bagiannya berasal dari hasil dalam kegiatan menulis karya menerjemahkan tulisan Tan Sin Hok yang berjudul terjemahannya atas Bestimmungstabelle zu den ilmiah. Dan hasilnya pun kian hari Zur Kenntnis der Miogypsiniden (1936). Grossforaminiferen Genera von Ost-Asien karya Mohler kian bertambah. Pada ulang tahun Kesadaran untuk menjembatani jalan ilmiah ini lahir (1947). PPPGL yang ke-20 (2004), tulisan- setelah Mimin mulai tertarik untuk mempelajari Tetap Bergiat di Masa Purnabakti tulisan ilmiah Mimin dikumpulkan foraminifera besar saat ia bekerja di Direktorat dan diterbitkan menjadi dua jilid Geologi, Seksi Paleontologi, pada 1972. Katanya, Pada bulan November 2008, Mimin memasuki tebal dan diberi tajuk Karya Tulis “Publikasi Foram Besar Indonesia yang ada di masa purnabakti. Sepanjang kariernya sebagai Mimin K Adisaputra, 1978-2003. Direktorat Geologi, terutama di Seksi Paleontologi, peneliti geologi, pengalaman dan keilmuannya selain Seluruhnya berjumlah 34 tulisan, pada waktu itu kebanyakan berbahasa Jerman. dituangkan dalam tulisan ilmiah, juga dibagikan yang pernah dimuat dalam jurnal- Sungguh sangat disayangkan kalau aset ilmu yang dalam bangku kuliah. Ia tercatat pernah menjadi dosen jurnal ilmiah baik yang ada di dalam penting ini tidak terbaca oleh para peneliti dari luar biasa di Jurusan Geologi Unpad (1997-2005) maupun di luar negeri. generasi berikutnya. Dan saya sangat menghargai dan pada Program Pasca Sarjana (Magister) Jurusan Geologi Unpad. Juga pernah menjadi pembimbing Sementara yang berbentuk buku, kepada peneliti seperti Tan Sin Hok yang dengan Mimin bersama-sama dengan peralatan sederhana yang tersedia waktu itu, tetapi mahasiswa S1 Geologi UNPAD, ITB, dan Trisakti serta membimbing mahasiswa S3 Geologi ITB. M. Hendrizan dan Abdul Kholiq dapat mengungkapkan evolusi dasar di dalam menyusun Katalog Foraminifera Foraminifera Besar secara rinci. Sekarang, kita Perairan Indonesia pada 2010 dan bisa melihat bahwa hampir semua penulis yang diterbitkan oleh Puslitbang Geologi berkecimpung di dalam Foraminifera Besar mengacu Kelautan. Pada 2012, terbit buku kepada hasil karyanya.” Foto keluarga Mimin Karmini. Album Foraminifera dan Nanoplankton Untuk menerjemahkan karya Tan Sin Hok, Mimin Perairan Indonesia yang disusun oleh Di bidang geologi kelautan, ia masih bergiat dalam belajar bahasa Jerman di Goethe Instituut Bandung Mimin bersama dengan IR Silalahi, R. Kapid, dan M. selama dua setengah tahun. Pada 1976 dengan Hendrizan. kerangka mengumpulkan data (collecting data) terkait mendapat bantuan dari Robert Smit (Pusat Survei penentuan umur batuan berdasarkan kehadiran Demikian pula pengalamannya ikut mengelola Geologi Belanda), Mimin mulai menerjemahkannya. makhluk-makhluk hidup dalam batuan tersebut publikasi ilmiah terbilang panjang. Mimin pernah Namun, sayang karena kesibukannya, terjemahan berkecimpung sebagai editor untuk Bulletin of the (biostratigrafi). Untuk keperluan tersebut tidak bagian pertama tulisan Tan Sin Hok itu tidak selesai. Marine Geology (1988-2006), Jurnal Geologi dan jarang Mimin mengikuti kegiatan lapangan, seperti Baru pada 1997, bagian itu berhasil diterjemahkan Sumber Daya Mineral (1991-2003), Jurnal Geologi ke Gunung Pabeasan, Pelabuhan Ratu, Laut Aru, dan dan diperhalus bahasanya. Hasil terjemahannya Kelautan (2003-2008), Jurnal Sumber Daya Geologi sendiri berjudul Pengenalan terhadap Miogypsinid dan Lepas Pantai Bengkulu. Nyatalah dengan berbagai (2005-2008), Jurnal Geologi Indonesia (2009-2011), diterbitkan oleh Bidang Geologi Kelautan, PPPGL. aktivitas yang bernuansa ilmiah itu, Mimin menjadi dan Majalah Geologi Indonesia (2009). Selain menjadi perempuan yang setia berkhidmat di jalan mikropal.■ Selain karya Tan Sin Hok, Mimin atas permintaan R. editor, kini dia menjadi mitra bestari (reviewer) untuk Kama Kusumadinata pada 1982 mengalihbahasakan Menghadiri pengukuhan profesor riset untuk Dr. Tohap O. Jurnal Geologi Kelautan dan Majalah Teknik Geologi Penulis adalah penulis lepas, peminat kebumian, anggota Dewan “Die Vulkangruppe im Sudwesten des Salakvulkans Simandjuntak. Foto: Koleksi pribadi. (ITB). Redaksi Geomagz, tinggal di Bandung.

48 GEOMAGZ | SEPTEMBER 2016 PROFIL 49 Lokasi penelitian ekspedisi itu adalah titik sebelumnya bahwa Phillipsit adalah gelas vulkanik pemboran MD 982156 yang terletak pada koordinat yang berasal dari gunung api daratan berdasarkan 11˚ 33,31’S dan 112˚ 19,72’ T, di Tinggian Roo, pada korelasi antara pola sebaran dari Phillipsit di Samudra Hindia, Selatan Jawa Timur, di luar Palung Samudera Pasifik dan kegiatan gunung api global yang Jawa. Chief Scientist dari fihak Perancis adalah Dr. sekarang ada. Franck Bassinot, yang dibantu oleh wakilnya, François Menurut Bemat dan Goldberg (1969) dan lainnya, Guichard dan Luc Beaufort, sedangkan dari pihak Phillipsit dipercaya terbentuk secara cepat pada Indonesia adalah Safri Burhanuddin dari Universitas pertemuan sedimen/air laut dan terus tumbuh Hasanudin, Makassar. Pada pemboran di laut ini, dalam kolom sedimen, meskipun mulai melarut sebanyak 29 percontoh sedimen telah berhasil pada kedalaman yang ditunjukkan oleh muka-muka dikumpulkan dengan panjang lebih dari 35 m. Tiga kristal yang teretsa, dan berkurangnya frekuensi di antaranya, lebih dari 50 m, dan inti yang paling keterdapatan. Dengan bertambahnya kedalaman, panjang mencapai 55.40 m (MD 982172). Phillipsit semakin jarang dijumpai pada kedalaman Penelitian sebelumnya seperti dilaporkan oleh lebih dari 500 m. Klinoptilolit dijumpai pada Nishida (1987), menyatakan bahwa daerah-daerah di kedalaman yang lebih dalam daripada Phillipsit. lijima sebelah utara dari Palung Jawa secara biostratigrafi (1978), meragukan apakah Phillipsit bisa berubah berdasarkan nanoplankton kesemuanya saling menjadi klinoptilolit pada sedimen yang lebih tua berhubungan. Adisaputra dan Hartono (2004) atau yang terkubur lebih dalam. Indikasinya mungkin menganalisis hasil penelitian di MD 982156 dan menunjukkan keadaan kecepatan vulkanisme basaltik mengupas biostratigrafinya berdasarkan foraminifera dengan tingkat sedimentasi yang rendah. plankton. Hasilnya, mereka menyatakan bahwa Dengan demikian maka Kedalaman Kompensasi penampang pemboran di lokasi ini bisa dibagi ke Karbonat (CCD, carbonate compensation depth) di dalam lima zona dan enam subzonasi. lokasi penelitian posisinya lebih dari 3914 m, karena Selanjutnya, pada 2007, masih melanjutkan hasil nanoplankton masih terawetkan dengan baik sekali. penelitian di MD 982156, Adisaputra dan Hartono Sementara bahan pembentuk fosil ini tersusun oleh mengemukakan penemuan mineral Phillipsit dengan gamping yang kompak, tidak seperti foraminifera yang menambah data beberapa bentuk dari mineral banyak porinya, jadi lebih tahan terhadap pelarutan. tersebut berdasarkan pemeriksaan yang menggunakan Menurut Cronan (1980), Phillipsit tersebar luas di Scanning Electron Microscope (SEM). Dengan dasar laut, terutama di daerah dengan kecepatan perbesaran yang berkisar antara 1000 x untuk foto sedimentasi yang rendah dan di bawah kedalaman kumpulan dan sampai 20.000 x. untuk foto individu, kompensasi kalsium. Biasanya, mineral ini dijumpai maka matriks pada mineral Phillipsit jelas sekali di dalam tefra yang terubah, lempung merah, sedimen terlihat. gampingan, silikatan dan lumpur terigen. Namun, Dalam citra SEM tersebut, tampak bahwa Stonecipher (1976) secara statistik mencatat sekuen sesungguhnya mineral Phillipsit diikat oleh sedimen jumlah Phillipsit yang berkurang sebagai fungsi lempung yang mengandung nanoplankton, sedangkan litologi: lempung> vukanik> gampingan> silikatan. mineralnya sendiri sesungguhnya mempunyai Beberapa peneliti menduga bahwa Phillipsit lebih Mineral Phillipsit diperbesar 250 X, difoto menggunakan alat bentuk yang monoklin. Variasi bentuknya lebih banyak melimpah di dalam sedimen Samudera Pasifik SEM (Scanning Electron Microscope) yang dapat memperbesar dicerminkan oleh kondisi pada kenampakkan 1000X hingga 2000X. Foto: Koleksi Prof. Mimin waktu sedimentasinya, yang kemungkinan dipengaruhi pula Penemuan oleh kondisi arus atau faktor mekanik lainnya. Di bawah ini identifikasi Phillipsit terutama merujuk kepada Rothwell (1989). Mineral Phillipsit Identifikasi Philipsit Selama ini Phillipsit diyakini Oleh: Mimin K. Adisaputra oleh para peneliti seperti Kastner dan Stonecipher (1978) dan lainnya, berasal dari ubahan Antara 18 Juni-16 Juli 1998, Ekspedisi MD III - IMAGES IV dihelat oleh Pemerintah yang ekstrem dari gelas vulkanik Indonesia dengan Perancis menggunakan kapal penelitian Marion Dufresne. Kapal ini (glass shards) basaltik yang mampu mengambil percontoh sedimen dengan penginti isap yang besar sekali (giant ada pada permukaan dasar piston core). Tujuan ekspedisi ini adalah untuk menyusun biostratigrafi berdasarkan laut, melalui tahap percepatan nanoplankton dan berbagai kejadian yang menyertainya selama pengendapan larutan, mungkin smektit atau sedimen pada pemboran di lokasi yang diteliti. palagonit. Namun, Petzing dan Geomarine, kapal riset milik P3G, Balitbang, Kementerian ESDM yang digunakan survey oleh Chester (1979) memperkirakan Prof. Mimin. Foto: Ronald Agusta

50 GEOMAGZ | SEPTEMBER 2016 51 dan Samudera Hindia daripada di Samudera Atlantik, bermacam-macam seperti lurus, bentuk T, melintang sedangkan Petzing dan Chester (1979) mencatat dan sebagainya. Menurut Adisaputra dan Hartono konsentrasi yang tinggi yang mengandung lebih dari (2007), mineral ini hanya dijumpai sebagai authigenic 50% Phillipsit pada dasar yang bebas karbonat dari origin di laut dalam, yang kemungkinan berasal dari Samudera Pasifik bagian tengah dan selatan. endapan tefra hasil kegiatan gunung api. Sebelumnya, Husaini (2005) menyatakan bahwa mineral ini tidak Keterdapatan Phillipsit di Samudera Hindia berada di dijumpai di Indonesia. Hal ini dimungkinkan karena Cekungan Hindia Tengah, sebagian Samudera Hindia penelitiannya dilakukan atas sedimen yang berasal dari Tengah, dan punggungan Ninety East. Di Samudera darat. Atlantik jarang sekali dilaporkan, tetapi sedimen yang kaya akan Phillipsit telah dideskripsi dari Cekungan Setelah diketahui bahwa bagian ini banyak Cape dan Verde, dari bagian selatan Dataran Abisal mengandung nanoplankton, penulis mencoba meneliti Sohm dan dari Parit Kings. sedimen bagian atas yang menutupinya. Hasilnya, ternyata fosil Phillipsit dijumpai pula dalam jumlah Beberapa peneliti telah mencatat phillipsit sebagai sangat melimpah sampai ke bagian paling atas semen, sebagai cavity dan fracture fillings, dan sebagai dari penampang tersebut. Maka di dalam studi ini penempatan kembali (replacement) dari plagioklas. urut-urutan stratigrafinya bisa diteliti berdasarkan Kristal-kristal Phillipsit seringkali mengandung inklusi nanoplankton, dengan urutan stratigrafi berdasarkan (pengotoran) yang melimpah yang menandakan foraminifera plankton sebagai pembanding. adanya pertumbuhan kristal yang cepat. Bonatti (1963) menduga bahwa bentuk kristal yang sangat baik Pada bagian bawah dari penampang antara kedalaman menunjukkan pertumbuhan yang in-situ. 30,30 m – 30 m bawah dasar laut (below sea floor/bsf) yang sedimennya tersusun oleh mineral Phillipsit, Sebagai Penciri banyak dijumpai akumulasi nanoplankton, tetapi Pada umumnya, sedimen pada lokasi MD 982156 sama sekali tidak mengandung foraminifera. Bagian terdiri dari lempung gampingan dan lanau, berwarna ini tersusun oleh kumpulan nanoplankton dari umur putih kecoklatan atau putih keabuan. Penyusun Paleosen yang dicirikan dengan adanya dominasi lainnya adalah lempung tufaan, mengandung spesies Discoaster multiradiatus. nanoplankton dalam jumlah yang melimpah sepanjang Contoh kenampakkan (foto hasil SEM) nano plankton, tempat ditemukannya mineral Phillipsit, perbesaran 4.000X hingga 10.000X. kedalaman pemboran. Di atas 30 m bsf sampai bagian atas dari penampang, Foto: Koleksi Prof. Mimin ada delapan kejadian penting yang bisa diungkapkan Adisaoutra dan Hartono (2004 dan 2007) melaporkan melalui nanoplankton di dalam kurun waktu antara bahwa di bagian dasar, pada kedalaman 30.30 m Miosen Akhir sampai Holosen di daerah penelitian. sampai dengan 30.00 m (T-21), sedimen terdiri dari Pertama, Pemunculan Pertama (PP) dari Discoaster dalam CN 12c/NN 17. Keenam, PA dari Discoaster secara sejajar langsung diendapkan sedimen yang mineral Phillipsit yang berasal dari Kelompok Zeolit prepentaradiatus, yang berkisar dari Akhir Miosen brouweri, ada di di dalam CN 12d. Ketujuh, PP dari berumur Miosen Akhir. yang mempunyai bentuk yang bervariasi, dan bentuk sampai Awal Pliosen sampai Pliosen Awal. Kedua, PP Gephyrocapsa oceanica, dijumpai sampai bagian lain dari masa kriptokristalin seperti Gibsit atau Dalam tataran pemanfaatannya, mineral Philipsit dari Discoaster asymmetricus, yang berasosiasi dengan bawah dari CN 15 atau di atas pemunculan pertama Hidrargilit. Ketebalan dan pelamparan dari lapisan ini bisa digunakan sebagai penciri adanya minyak. Hal Discoaster pentaradiatus dan D. prepentaradiatus, dari Emiliania huxleyi, Helicosphaera hyalina dan masih belum diketahui. Untuk mengetahuinya perlu ini terlihat, misalnya, dari akumulasi nanoplankton dan dijumpai di atas pemunculan pertama dari D. Gephyrocapsa muellerae. Kedelapan, PP dari Emiliania dilakukan beberapa pemboran lagi di sekitar lokasi yang telah dikenal sebagai batuan induk di luar daerah prepentaradiatus. huxleyi, mulai muncul pada batas CN 14b/NN 20 dan penelitian. telitian yang prospektif menghasilkan minyak adalah Ketiga, Pemunculan Akhir (PA) dari Discoaster CN 15/NN 15. Cekungan Timur laut Jawa. Cekungan ini sekarang Dengan pengambilan foto fosil yang menggunakan prepentaradiatus, ada di dalam CN 8b. Keempat, PP Implikasi dan Manfaat dioperasikan dan dianggap sebagai primadona dari alat SEM, terlihat jelas berbagai mineral Phillipsit dari Pseudoemiliania lacunosa, ada di dalam T12 Exxon Oil company. Kemungkinan daerah telitian diikat oleh semen sebagai matriks yang didominasi dan berasosiasi dengan Discoaster prepentaradiatus. Kemunculan Phillipsit di bagian paling bawah dari juga bisa dianggap sebagai sedimen induk kalau oleh nanoplankton. Bentuk ikatan yang terjadi Kelima, PA dari Discoaster asymmetricus, ada di inti M D982156 diperkirakan berasal dari aktivitas ditinjau dari segi umur (Paleosen berdasarkan adanya vulkanik selama Paleosen. Mineral ini terbentuk Discoaster multiradiatus). secara autigenik di laut dalam. Dari hasil urutan stratigrafi tersebut juga menyatakan bahwa di daerah Di sisi lain, Hardjatmo dan Husaini (1997) telitian dijumpai adanya rumpang waktu/hiatus atau menyatakan bahwa Phillipsit mempunyai arti penting ketidakmenerusan waktu pengendapan sedimen, yang yang setara dengan mineral-mineral lainnya seperti jika didasarkan atas foraminifera plankton seperti klinoptilolit, kabazit, mordenit and ironit. Husaini yang dibahas oleh Adisaputra dan Hartono (2004), hal (2006) menyebutkan manfaat mineral ini di dalam tersebut tidak terlihat. industri plastik, antara lain dapat dipakai dalam pembuatan resin termoaktif dan sebagai pemacu Rumpang waktu itu terjadi pada kala Eosen dalam proses pengerasan. Kelompok Zeolit ini sampai minimal bagian bawah dari Miosen Akhir. juga digunakan untuk menghilangkan kesadahan Mulajadinya diduga sebagai akibat dari suatu aktivitas dalam industri deterjen, menjernihkan kelapa sawit, gunung api, seperti yang ditandai dengan banyaknya menyerap zat warna pada minyak hati ikan hiu, mineral Phillipsit, yang menyapu sedimen di atas sebagai katalisator pada proses gasifikasi batubara Paleosen sehingga mengakibatkan perubahan struktur yang berkadar belerang dan atau nitrogen tinggi yang dasar laut, atau penunjaman sedimen ke dalam Parit menghasilkan gas bersih.■ Jawa. Setelah kejadian tersebut, di bagian atasnya, Bentuk-bentuk lain dari mineral Phillipsit diperbesar 200X dan 220X. Foto: Koleksi Prof. Mimin Penulis adalah Profesor Riset bidang geologi kelautan dari LIPI

52 GEOMAGZ | SEPTEMBER 2016 ARTIKEL 53 LANGLANG BUMI

Cekungan So’a dengan latar belakang Gunung Welas.

Lima Hari Menjelajah Setelah menimbang-nimbang, kami dengan mobil sewaan. Tidak banyak yang dapat dilihat putuskan untuk melihat Mata Menge, Bena, Kelimutu, di sepanjang perjalanan, karena hari sudah malam. dan kota Ende. Kunjungan ke Mata Menge juga Sekitar pukul 22.00, kami tiba di tujuan dan langsung sekaligus untuk menengok kegiatan ekskavasi lanjutan menuju markas (base camp) tim peneliti Mata Menge di ladang fosil, tempat ditemukannya beberapa di pusat Desa Mengeruda, Kecamatan So’a. Kami Pulau Bunga disambut ketua tim peneliti, Gerrit D. van de Berg fosil bagian dari manusia purba (hominid) Flores. dari University of Wollongong, Australia, dengan Teks: Oman Abdurahman. Foto: Ronald Agusta Dengan demikian, lokasi yang sudah terkenal seperti Labuhanbajo, Pulau Komodo, Pulau Padar juga asistennya dan beberapa peneliti dari Pusat Survei Pantai Riung direlakan untuk tidak dikunjungi dalam Geologi dan Museum Geologi. Sudah lama Flores atau Pulau Bunga menjadi impian penjelajahan kami. Apalagi kesempatan perjalanan kali ini. Penggalian Fosil di Mata Menge setelah ditemukannya fosil manusia purba di Mata Menge yang unik, niat berkunjung Pesawat kami tiba di bandara H. Hasan Aroeboesman, Penelitian di Cekungan So’a kali ini adalah tahap ketiga ke Flores semakin kuat. Persoalannya, waktu yang tersedia hanya lima hari sudah Ende, hampir pukul 17.00 WITA. Keluar dari bandara sejak pertama kali pada 1993. Karena ditemukan kami tak berlama-lama di Kota Ende, setelah makan artefak pada 1993 dan 2004, penelitian ini selanjutnya termasuk perjalanan. Sebuah jalur perjalanan yang tepat perlu disusun untuk dapat siang yang sangat telat, segera saja kami berangkat difokuskan pada pencarian manusia purba. Benar, mengunjungi sebanyak mungkin destinasi geologi juga budaya di sana. ke Mata Menge melalui jalur darat sejauh 120 km pada 2014 tim peneliti menemukan beberapa bagian

54 GEOMAGZ | SEPTEMBER 2016 LANGLANG BUMI 55 Waktu tiba di penggalian utama, ekskavasi sedang berlangsung dipimpin oleh Gerrit. Terlihat beberapa pekerja yang direkrut dari penduduk setempat sedang membersihkan fosil yang sudah tampak seakan muncul dari dalam tanah, dengan sapu kecil secara teliti. Fosil-fosil tersebut antara lain berupa bagian geraham gajah purba, gading, tulang pinggul (pelpis), dan tulang belikat. Beberapa pekerja lainnya menyiapkan bahan (mollen) untuk melindungi fosil yang akan diangkat dan dibawa ke Museum Geologi Bandung untuk penelitian lebih lanjut. Fosil hominid yang ditemukan pada 2014 berupa Gedung yang diperuntukkan untuk galeri/museum fosil dan benda purbakala dari Mata Menge dan sekitarnya gigi atas (premolar), gigi depan (insicor), pecahan rahang (mandible), dan taring atau gigi susu (canin). Berdasarkan keterangan Gerrit yang diperkuat oleh Hampir tengah hari, akhirnya kami tiba di lokasi Iwan Kurniawan di Bandung, diketahui bahwa penggalian fosil setelah jalan kaki yang cukup fosil manusia purba yang ditemukan itu milik dari melelahkan. Kawasan ini merupakan lembah diselingi tiga individu yang berbeda, yaitu satu dewasa, dan perbukitan kecil dengan tutupan berupa padang dua lagi bayi. Siapakah ketiga manusia purba itu? rumput yang gersang, mungkin karena sedang Dari manakah asal-usulnya? Dan bagaimanakah kemarau. Di beberapa tempat yang berupa ceruk hubungannya dengan Manusia Liang Bua (sekitar bekas aliran air tampak perdu dan pepohonan cukup 75 km ke arah Barat dari Mata Menge)? Inilah topik rimbun. Lokasi penggalian utama berada di sebuah yang menjadi bahan diskusi bersama Gerrit dan para lembah kecil yang diduga bekas alur sungai, berukuran peneliti lainnya. Lembah dan perbukitan doi Cekungan So’a dengan Gunung api Ebulobo di batas selatan. 20 x 10 m2 dan kedalaman 20 - 30 cm. Lokasi penggalian kedua terletak di sebelah atasnya ke utara Berdasarkan bukti-bukti yang ada, baik Gerrit maupun fosil hominid yang telah dipublikasikan antara lain purbakala dari kawasan Mata Menge dan sekitarnya. sekitar 100 meter dari lokasi penggalian utama. Iwan menyimpulkan bahwa manusia purba yang oleh majalah ilmiah dunia, Nature, edisi Juni 2016. Gedung tersebut dibangun dengan biaya dari skema ditemukan di Mata Menge ini secara morfologi dan Penelitian 2015 dan 2016 pun menemukan fosil kerja sama. Sayang, gedung ini masih dalam tahap manusia purba yang kini masih diteliti. finishing dengan pembiyaan berasal dari APBD Ngada. umur (sekitar 700.000 tahun yang lalu), termasuk manusia (Homo erectus), mungkin keturunan dari Oleh karena itu, malam itu juga, di markas segera Sesaat kemudian, kami tiba di mata air panas, “Mata Homo erectus asal Jawa (Java man). Sedangkan secara terjadi diskusi tentang hasil penelitian di Mata Menge. Air Panas Mengeruda” namanya. Ini mata air panas Gerrit dengan sabar menjelaskannya mulai dari latar fisik, menunjukkan jenis hobit (Homo fluorensis). Ada yang luas biasa besar, debitnya sekitar 30 hingga 40 dugaan kuat, manusia purba ini merupakan leluhur belakang hingga ke posisi terakhir temuan dari lokasi 3 penggalian dan maknanya bagi ilmu pengetahuan. m /detik. Namun, airnya belum dimanfaatkan secara dari hobit (Homo fluorensis) dari Liang Bua yang Anggota tim penelitian lainnya menambahkan serius, kecuali untuk kolam pemandian air panas berumur 50.000 hingga 100.000 tahun yang lalu. informasi dari kekhususan bidang kajiannya di sana, di dekatnya yang tampak sepi. Air panas besar ini seperti analisa flora, fauna dan lingkungan, metode mengalir begitu saja ke sungai yang berjarak sekitar Sore hari, sekitar pk 17.00, diantar oleh mobil tim penentuan umur, serta analisa artefak. Diskusi ini sepuluh meter di hilirnya. Di wilayah Desa Mengeruda peneliti, kami segera bergegas menuju Bajawa untuk membuat tak sabar, ingin segera berkunjung ke tempat dan sekitarnya memang banyak mata air panas menginap di sana. Setibanya di penginapan, sebelum penggalian. berdebit kecil seperti sebelumnya terlewati di kiri istirahat, segera kami mengontak mobil sewaan yang Hari kedua di Flores, pagi-pagi sekali kami berangkat jalan. kemarin untuk kembali kami gunakan esok hari. Penggalian di Mata Menge, So’a ke lokasi penggalian, sejauh tiga kilometer dengan berjalan kaki. Mata Menge, yang secara geografis terletak di Cekungan So’a dan secara administratif menempati wilayah dua desa, yaitu Desa Figa dan Desa Mengeruda, Kecamatan So’a, Kabupaten Ngada. Bisa saja kami naik motor langsung, tapi di perjalanan ada rencana singgah di lokasi mata air panas dan bangunan yang telah dibuat Pemda setempat untuk semacam galeri temuan fosil. Sekitar setengah jam dari markas, kami tiba di lapangan seukuran lapangan sepak bola. Di tepi utara lapangan ini ada bangunan gedung satu lantai berukuran 8 x 15 m2. Inilah gedung yang diperuntukkan sebagai galeri atau museum yang akan memperagakan hasil-hasil temuan fosil dan benda Mata Air Panas Mengeruda. Fosil yang sekan muncul dari dalam tanah, setelah dibersihkan Fosil tulang gajah purba Matamenge.

56 GEOMAGZ | SEPTEMBER 2016 LANGLANG BUMI 57 Stone Heritage di Kampung Adat Bena pandang berupa tugu berundak, “Tugu Soekarno”, Pagi hari di hari ketiga, selepas sarapan, kami menuju di puncak Kelimutu. Penamaannya sangat layak, Bena. Udara terasa sejuk, lebih sejuk dari Lembang mengingat Bung Karno yang sempat diasingkan ke di utara Bandung. Memang, karena letaknya cukup Ende. tinggi (kl. 1.100 m dpl.) dan dikelilingi pegunungan. Kelimutu, secara etimologi berarti gunung (keli) Menjelang pukul 10.30, tibalah di perkampungan yang mendidih (mutu). Toponimi ini menyiratkan adat Bena yang terkenal karena budaya megalitik, asal-usul terbentuknya gunung api aktif dan ketiga rumah-rumah berarsitektur kuno, dan masyarakat- kawahnya tersebut, atau aktivitas ketiga kawah itu yang adatnya. Lokasinya persis dilewati jalan raya Bajawa sering berubah-ubah warna. Ya, Gunung Kelimutu - Labuhan Bajo, sekitar 18 km ke arah selatan dari memiliki tiga kawah berair yang warnanya berbeda- Bajawa dan secara administratif termasuk Desa beda. Masyarakat menyebutnya “Danau Tiga Warna” Tiwuriwu, Kecamatan Jerebu’u, Kabupaten Ngada. karena berwarna putih, hijau, dan merah. Memang Mobil diparkirkan di depan gerbang perkampungan, ini keunikan kawah yang terletak pada kl. 1.639 m di sebelah utara yang tak dapat dilalui kendaraan. Rumah-rumah berarsitektur kuno di Bena. Lanskap kampung adat Bena arah utara-selatan yang menyerupai 2 bentuk perahu. dpl. dengan luas sekitar 1.000.000 m dan volume air Di sebelah kanan, tampak Inerie dekat sekali, seolah sekitar 1.300 m3. menaungi kampung ini. Budaya megalitik sangat berkaitan dengan ketersediaan batuan di sekitarnya, seperti di Pemburu matahari terbit (sunrise) di puncak Kelimutu Kampung Bena menempati lahan sekitar setengah Pulau Nias. Selain batu, kehadiran gunung api pagi itu cukup padat, sehingga harus sabar menanti hektar, berarah utara - selatan, berupa lahan berundak aktif mempengaruhi pula adat istiadatnya. Hal ini giliran. Sekitar satu jam lamanya di tengah sapaan dengan bagian rendah di sebelah utara dan titik sebagaimana pemilihan lokasi kampung Bena dan angin puncak Kelimutu, terpaku di tugu itu, takjub tertinggi berada di selatan di puncak sebuah bukit upacara adatnya yang menjadikan Gunung Inerie dengan keindahan sekitar. Memandang ke arah timur berbatuan andesit. Bukit itu tingginya sekitar 75 meter sebagai poros kehidupan mereka. Masyarakat agak menganan, tampak dua buah kawah berair dari titik terendah di perkampungan ini. Dinding Bena meyakini keberadaan Yeta, yaitu dewa yang berdampingan yang hanya dibatasi oleh selapis tipis selatan bukit sangat terjal menghadap ke sebuah bersinggasana di gunung ini dan melindungi kampung dinding terjal, mungkin tidak sampai satu meter lembah yang cukup dalam. Benar, kampung adat ini lebarnya. Kedalaman air kawah dari muka tanah menyerupai sebuah perahu besar dengan panjang mereka. Demikian pula kayu, bambu, ijuk, dan ilalang untuk bahan bangunan rumah adat diambil dari hutan setempat sekitar 50 meter. Kawah paling dekat ke sekitar 200 meter dan jarak terlebarnya sekitar 75 tugu airnya berwarna hijau toska dan disebut Tiwu meter. Bentuk perahu dipilih, konon, karena fungsi di sekitar gunung api yang indah itu. Kesemuanya, menandakan hubungan yang sangat erat dan harmonis Nuwa Muri Koo Fai (tiwu artinya kawah). Di sebelah perahu dalam kepercayaan adat merupakan wahana Ngadhu dan Bhaga. antara alam dengan budaya Bena yang bertahan kanannya, Tiwu Ata Polo yang berwarna merah gelap. arwah menuju ke tempat tinggalnya. Kepercayaan Kawah satu lagi, Tiwu Ata Mbupu, agak terpisah dari hingga sekarang. seperti ini ciri khas masyarakat megalitikum. kedua kawah ini, ada di barat tugu. Pagi itu air di Tiwu Rumahnya dibuat dari bahan kayu, bambu dan ilalang di atas atapnya. Sedangkan rumah laki-laki identik Berburu Sunrise di Kelimutu Ata Mbupu, nun jauh di bawah sekitar 150 meter dari di bagian atap. Bentuknya seperti joglo. Menurut dengan Ngadhu yang berfungsi pula sebagai tempat Walau sangat menyenangkan di Bena, siang hari itu tempat kami berdiri, sedang berwarna putih. adat, ada tiga jenis rumah, yaitu Sao Saka Puu (dapat menambatkan hewan kurban pada upcara adat. kami harus segera meninggalkannya untuk menuju Masyarakat setempat percaya, saat air Danau Kelimutu disebut sebagai rumah perempuan), Sao Saka Lobo Saat ini Kampung Bena terdiri atas 40 buah rumah Moni di sebelah timur Ende. Tiada lain karena jarak berubah warna, mereka harus memberikan sesajen (rumah laki-laki), dan sao Wua Ghao. Sementara adat dari sembilan suku yang merupakan bagian perjalanan yang cukup jauh yang harus kami tempuh, bagi arwah orang-orang yang telah meninggal. itu, di halaman rumah yang berbentuk segi empat dari suku Bajawa. Rumah-rumah itu ditempatkan yaitu 123 km Bena - Ende, dan 66 km Ende - Moni. Menurut mereka, Tiwu Nuwa Muri Koo Fai (Kisanata) ada beberapa jenis bangunan rumah mini di kiri-kanan mengelilingi perkampungan yang Kami tidak ingin kemalaman di jalan. Melalui jalur merupakan tempat berkumpulnya jiwa-jiwa muda- yang dua di antaranya menonjol dan disebut Ngadhu berundak-undak, masing-masing menghadap ke selatan, sekitar pukul 17.00, kami tiba di Moni, yakni mudi yang telah meninggal. Sedangkan Tiwu Ata dan Bhaga. Karena merupakan masyarakat matrilineal, Kisanata di bagian tengah. Urutan penempatan rumah desa di kaki Gunung Kelimutu. Para wisatawan yang Polo merupakan tempat berkumpulnya jiwa-jiwa rumah-rumah yang berukuran paling besar adalah berdasarkan asal-usul dan garis keturunan suku hendak mendaki Kelimutu hampir selalu menginap orang yang telah meninggal dan selama hidup selalu Sao Saka Puu yang ditandai ornamen miniatur Bhaga mereka yang dibedakan oleh undak-undak lahan, di sini dan dini hari keesokannya, mereka mendaki yakni setiap satu undak menunjukkan satu suku. dengan diantar mobil sampai tempat parkir di kawasan Rumah suku Bena berada di tengah-tengah karena Kawah Kelimutu. Jaraknya sekitar 13 km. dianggap paling tua dan pendiri kampung adat itu, Sekitar pukul 03.30, sudah bangun. Di luar sudah sehingga kampungnya bernama “Bena”. Penduduk cukup ramai, yang sedang siap-siap mendaki. umumnya berladang, ditambah bertenun bagi Beberapa di antaranya sudah begerak. Tak berapa kalangan perempuan. lama, kami beranjak menembus dingin menuju kawah Salah satu yang menarik di Bena yang merupakan Kelimutu. Waktu subuh, kami tiba di pintu penjagaan tinggalan dari masa megalitik adalah tegakan yang dan membayar tiket masuk. Terbaca di tiket itu nama disusun dari batuan beku, umumnya andesit. Hampir kawasan dalam bahasa Inggris: “Kelimutu National setiap rumah di sana memiliki struktur tegakan batuan Park, Ende-Flores, East Nusa Tenggar”. Sejurus ini. Demikian pula tempat upacara adat, tersusun kemudian kami memasuki lapangan parkir kawasan dari kombinasi batuan tersebut, kayu, bambu dan Kelimutu yang cukup luas. Dari sinilah wisatawan ijuk. Warisan batuan (stone heritage) ini khas untuk harus berjalan kaki sekitar satu kilometer. Kondisi setiap perkampungan adat di Flores dan perlu terus jalan mula-mula tanjakan ringan. Namun, tak lama dikonservasi. Dari manakah asal mula batuan di Bena kemudian harus menempuh jalan cukup terjal dan ini? Kemungkina besar dari bukit yang dijadikan sempit sekitar 50 meter. Akhirnya, setelah berjalan pemukiman yang memang tersusun oleh batuan sekitar setengah jam, ketika fajar hampir habis, tetapi Penduduk lokal dengan pakaian khas batik setempat di tepi Kawah Kampung Bena di kaki Inerie andesit. matahari masih belum muncul, kami tiba di lokasi Kelimutu.

58 GEOMAGZ | SEPTEMBER 2016 LANGLANG BUMI 59 Pemandangan mentari terbit dari tugu Sukarno di puncak Kelimutu Bunga Tururawa (Rhondodenron renschianum), flora khas kawasan Rumah pengasingan Bung Karno di Ende yang kini dijadikan Personifikasi Bung Karno yang sedang merenung semasa Kelimutu. museum. pembuangannya di Ende, ditempatkan di sebelah pohon sukun di Taman Renungan, Ende. garugiwa (Pachycephala mudigula) terdengar berkicauan, Kami bergegas memasuki taman itu, ingin segera memanjakan telinga. Inilah ikon fauna kawasan yang melihat pohon sukun yang bersejarah. Dari arah telah ditetapkan menjadi “Kawasan Konservasi Alam pintu masuk di tepi jalan raya, terlihat papan nama Nasional” sejak 26 Februari 1992 itu. Burung arwah, bertuliskan “Taman Renungan Bung Karno”. Segera demikian masyarakat setempat menyebutnya, ini kami mencari-cari pohon sukun itu. Sejurus kemudian unik karena konon memiliki 22 jenis kicauan dan tampak kolam kecil yang ditinggikan dan di ujungnya berkicau hanya di pagi hari. Kami pun menemukan ada patung orang berpakaian pantalon dan peci flora khas Kelimutu, yaitu Tururawa (Rhondodenron khas Indonesia sedang merenung. Tentu saja, patung renschianum). Bunganya cantik, berwarna jingga itu adalah personifikasi Bung Karno yang sedang kemerahan. Sebelum ke tempat parkir, kami tergoda merenung. untuk melihat tepian sebelah selatan Tiwu Ata Polo Tak jauh dari patung tadi, pohon sukun itu tegak dari dekat. di tanah berpagar tembok setengah badan ukuran Rumah Pengasingan dan Taman Renungan 3 x 3 m2. Pohon itu pendek saja, sekitar 10 meter. Bung Karno Entah pohon sukun generasi ke berapa. Di dinding tembok yang menghadap ke kolam ada tulisan, “Di Hari keempat, kami tiba di Ende sekitar tengah hari. Kota Ini Kutemukan Lima Butir Mutiara, Di Bawah Tiwu Nuwa Muri Koo Fai berwarna biru berdampingan Kami bergegas menuju rumah pengasingan Bung Pohon Sukun Ini Pula Kurenungkan Nilai-nilai Luhur dengan Tiwu Ata Polo yang merah Karno di Jl. Perwira yang kini sudah menjadi museum. Pancasila”. Kiranya di sekitar inilah Bung Karno Siang itu, rumah bersejarah ini sepi pengunjung, melakukan kejahatan/tenung. Yang ketiga, Tiwu Ata berkontempelasi memikirkan nasib bangsa Indonesia sehingga bisa leluasa meresapi berbagai tinggalan Bung yang bermuara pada terumuskannya gagasan Mbupu menjadi tempat jiwa-jiwa orang tua yang Karno selama diasingkan ke kota terbesar di Flores itu. telah meninggal. Demikian, dalam tradisi, gunung Pancasila. Maka, merentanglah sejarah Pancasila sejak selalu dikaitkan dengan tempat kembalinya arwah Koleksi museum kecil ini, yakni benda-benda yang mulai ia pikirkan di Bandung pada akhir dasawarsa 1920-an, dimatangkan di Flores pada 1934-1938, yang secara halus juga menyiratkan bahwa gunung berkaitan dengan Bung Karno saat diasingkan ke hingga dipidatokan di Jakarta pada 1 Juni 1945. merupakan sumber kehidupan. Ende, 1934-1938, cukup terawat. Tampak lukisan Bung Karno tahun 1935 tentang upacara adat Bali. Lebih dari itu, buku kecil itu menyebutkan, Bung Mengapa air tiga kawah itu berubah-ubah warna? Ada surat-surat riwayat pernikahannya dengan Inggit Karno selama pengasingannya di Ende juga sering Inilah pertanyaan yang hampir pasti menghinggapi Garnasih, dan naskah-naskah drama yang ditulis berekreasi melihat alam sekitar (ekowisata/geowisata). setiap pengunjung Kelimutu. Jawaban yang cukup selama di Ende. Di bagian belakang, ada perigi (sumur) Dalam kegiatan ini ia biasanya mengunjungi pantai memuaskan diperoleh dari papan penjelasan yang dan kamar mandi yang digunakan Bung Karno. Di dan sungai-sungai di kota Ende, bahkan ke luar kota. berada di depan Tugu Soekarno yang bersumber sekitar dapur ini juga ada perpustakaan kecil. Sebelum Bung Karno pun ternyata pernah mendaki Kelimutu, dari Direktorat Vulkanologi, Ditjen Geologi dan keluar museum, kami membeli dua buku ukuran saku. bahkan dijadikannya nama grup tonil selama di Ende, Pohon Sukun yang bersejarah Sumber Daya Mineral, Tahun 1990. Singkatnya, Salah satunya berjudul Bung Karno dan Pancasila, Toneel Club Kelimutu. Bahkan nama Kelimutu (dalam perubahan warna air kawah erat kaitannya dengan Ilham dari Flores untuk Nusantara (Tim Nusa Indah, versi lain ditulis “Gelimutu”), yang dijadikannya juga budaya pun menjadi media. Melalui grup drama aktivitas vulkanik dari Gunung Kelimutu, tetapi 2015). sebagai judul salah satu naskah tonil di masa-masa pola perubahannya belum diketahui dengan jelas, bentukannya yang secara teratur dipentaskan ke awal grup itu, menunjukkan betapa menginspirasinya tengah masyarakat Ende itu, ia diam-diam terus bergantung kepada kegiatan magmatiknya. Faktor- Dari bacaan itu, “Taman Pancasila” atau “Taman alam bagi Bung Karno. menyebarkan semangat melawan penjajah. Agaknya, faktor penyebabnya adalah kandungan kimia berupa Renungan Bung Karno” adalah sebuah taman di Kota perpaduan antara suasana alam dan perenungan garam besi dan sulfat, mineral lainnya serta tekanan Ende yang dikembangkan dari tempat Bung Karno Pagi hari di hari kelima, di saat siap-siap kembali akan cita-cita luhur memang menjadi media yang gas vulkanik dan sinar matahari. merenung, di bawah sebuah pohon sukun. Buku itu ke Bandung, perjuangan Bung Karno selama juga mencatat, ”Di bumi Flores, tepatnya di Endelah di Ende terbayang terus. Ia berhasil mengubah efektif untuk menghasilkan gagasan besar dan strategi Keasyikan menikmati keindahan Kelimutu harus Bung Karno menemukan penjelmaan konkret dari tekanan pengasingan menjadi energi positif dengan berjuang. Hal ini setidaknya dibuktikan Bung Karno segera diakhiri karena siang hari ini kami harus idenya tentang ‘dasar dan tujuan’ yang dapat berfungsi mengombinasikan antara perenungan dengan aksi selama pengasingannya di Ende.■ sudah di Ende, kami pun harus segera kembali ke sebagai pemersatu bangsa Indonesia yang sedemikian nyata. Tak kehilangan akal dalam menyalurkan Penulis adalah Kepala Museum Geologi juga Pemimpin Redaksi Moni. Di perjalanan menuju tempat parkir, burung majemuk”. semangat perjuangan melawan penjajah, sarana Geomagz, Badan Geologi.

60 GEOMAGZ | SEPTEMBER 2016 LANGLANG BUMI 61 8 0 24’ 19.64” S

E U

” 2 2 . 2

’ 9 4

0 0 2 1

24,1 KM

Monti

Matamenge

Kelimutu

Bajawa

Rumah Pengasingan Bung Karno

Bandara Udara H. Hasan Aroeboesman Kampung Tradisional Benna PETA GEOTREK LIMA HARI DI PULAU BUNGA (FLORES)

Laut Lokasi

Hutan Jalan Raya E

” 4 8 .

Pemukiman Jalan Setapak 8 1

’ 3 5

0 1 2 1

9 0 3’ 16.29” S

62 GEOMAGZ | SEPTEMBER 2016 LANGLANG BUMI 63 MUSEOLOGI

Ladang Fosil Moluska Cijurey-Tonjong Oleh: Anita Galih Ringga Jayanti dan Rahajeng Ayu Permana Sari

Moluska merupakan kelompok hewan bertubuh lunak, tidak bersegmen, dan biasanya dilapisi oleh bagian tubuh yang keras (cangkang). Bagian keras itulah yang terawetkan menjadi fosil. Kadang-kadang hanya ditemukan berupa cetakan, tetapi masih dapat diidentifikasi. Saat ini diperkirakan ada 35 ribu jenis moluska dalam bentuk fosil. Hewan yang termasuk dalam kelompok invertebrata ini, dapat hidup di berbagai lingkungan, baik lingkungan terestrial (darat) maupun lingkungan akuatik (tawar, payau, maupun laut).

Jawa Tengah 6830, Jawa Timur 2431, Sumatra 31593 Filum terbesar kedua setelah Artropoda ini Pembagian Jenjang Neogen Pulau Jawa (Oostingh,1938) merupakan kelompok hewan yang mempunyai sampel, Kalimantan 4814, Sulawesi 780, Maluku 412, kemampuan adaptasi yang tinggi dengan ukuran Flores 190, Papua 370, dan Timor 931 sampel. Koleksi dan bentuk tubuh bervariasi. Kemunculannya didominasi oleh koleksi yang berasal dari Pulau Jawa, Cirebonian (Pliosen Awal) dengan fosil indeks Cirebon, karena sebelumnya, Museum Geologi telah dimulai sejak Zaman Kambrium hingga sekarang. karena Tim Moluska Museum Geologi ingin fokus Turritella acuticarinata, Jenjang Sondian (Pliosen mempunyai koleksinya dan saat ini tersimpan di Penemuan fosilnya sangat penting khususnya melengkapi koleksi berdasarkan pembagian jenjang Akhir) dengan fosil indeks Turritella tjikumpalensis, storage. Beberapa di antara koleksi fosilnya merupakan untuk merekonstruksi lingkungan purba dan umur Neogen Pulau Jawa. dan Jenjang Bantamian (Pleistosen Awal) dengan fosil spesies holotipe (tipe orisinal) yang tersimpan di indeks Turritella bantamensis. tempat penyimpanan khusus yang tahan api, tahan suatu lapisan batuan, karena beberapa kelompok Jenjang Cirebonian moluska hanya hidup pada lingkungan dan rentang Kegiatan penelitian fosil Moluska yang baru-baru gempa, dan terpisah dari koleksi lainnya. Spesies Pembagian jenjang Neogen Pulau Jawa ini disusun umur tertentu. Dan sebagian besar fosil moluska ini dilakukan Museum Geologi dilakukan di daerah holotipe merupakan spesimen tunggal yang ditentukan dapat dikenali langsung di lapangan. Fosil moluska oleh Oostingh (1938) berdasarkan fosil indeks Cirebon. Penelitian terdahulu pernah dilakukan sebagai dasar penamaan suatu spesies/subspesies makro berguna untuk mengetahui posisi stratigrafi, Gastropoda dari Famili Turritellidae. Fosil ini dipilih di daerah ini, di antaranya oleh Oostingh (1933) atau sebagai dasar waktu pertama kali mengusulkan sedangkan moluska mikro dimanfaatkan untuk sebagai fosil indeks karena Gastropoda berkembang tentang fosil moluska holotipe jenjang Cirebonian, nama jenis baru. Koleksi holotipe dari Cirebon ini penelitian biostratigrafi bawah permukaan. cukup baik di daerah tropis. Pada setiap jenjang yang van Bemmelen (1949) penelitian geologi, Silitonga, ditemukan di daerah Cijurey dan termasuk dalam disusun oleh Oostingh terdapat fosil penunjuk/penciri dkk. (1996) melakukan pemetaan geologi dan Formasi Kalibiuk Jenjang Cirebonian. Museum Geologi sebagai tempat yang menyimpan yang berasal dari Famili Turritellidae. berbagai jenis koleksi fosil memiliki puluhan ribu berhasil membuat Peta Geologi Lembar Cirebon, Selain Cijurey, lokasi penelitian pada bulan April 2016 spesimen fosil moluska. Koleksinya meliputi koleksi Pembagian jenjang Neogen Pulau Jawa yang dimulai serta penelitian yang dilakukan oleh Hidayat dan itu juga difokuskan di daerah Maneungteung. Sayang, sejak Zaman Penjajahan Belanda hingga koleksi dari Miosen Awal hingga Plistosen Awal terdiri dari Lumbanbatu (2010) tentang analisis bentang alam kondisi singkapan di beberapa titik lokasi pengamatan dari kegiatan lapangan saat ini. Koleksi fosilnya enam jenjang yaitu Jenjang Rembangian (Miosen kuarter daerah Cirebon berdasarkan genesanya. tertutup oleh longsoran tanah. Memang bulan itu sebagian besar disimpan di storage dan didominasi Awal) dengan fosil indeks Turritella subulata, Jenjang Penelitian kali ini difokuskan untuk mengetahui curah hujan cukup tinggi sehingga banyak tebing yang oleh fosil dari Kelas Gastropoda dan Pelecypoda. Preangerian (Miosen Tengah) dengan fosil indeks persebaran dan keanekaragaman fosil Moluska mengalami longsoran, bahkan singkapan di pinggiran Lokasi penemuannya tersebar di berbagai wilayah di Turritella angulata, Jenjang Odengian (Miosen Akhir) Jenjang Cirebonian. Penelitian ini juga berguna sungai juga tertutup akibat air sungai yang meluap. Indonesia. Di Jawa Barat ditemukan 70.272 sampel, dengan fosil indeks Turritella cramatensis, Jenjang untuk melengkapi koleksi fosil Moluska dari daerah Oleh karena itu, data yang didapatkan dirasa kurang

64 GEOMAGZ | SEPTEMBER 2016 MUSEOLOGI 65 maksimal. Meski demikian, masih banyak titik lokasi Selain itu, pada endapan batupasir di daerah Tonjong pengamatan dengan kondisi singkapan yang bagus ditemukan fosil moluska berupa Batissa sp. yang hidup sehingga proses penelitian dan pengambilan data di daerah transisi (bakau). Pada endapan sedimen yang lapangan dapat terus berjalan. lebih kasar yaitu batupasir karbonatan dengan sisipan konglomerat terdapat kandungan fosil moluska berupa Lingkungan Pengendapan Melanoides sp. yang merupakan freshwater mollusk Lokasi penelitian terdiri dari dua satuan batuan yaitu (moluska air tawar). Hal ini menandakan bahwa satuan batupasir karbonatan (Formasi Kalibiuk) lingkungan pengendapan pada lokasi ini berubah lebih yang berumur Pliosen Awal dan satuan perselingan ke arah daratan (terestrial). konglomerat dan batupasir kasar non karbonatan Satuan perselingan konglomerat dan batupasir kasar (Formasi Cijolang) yang berumur Pliosen Tengah. nonkarbonatan termasuk dalam Formasi Cijolang Satuan batupasir karbonatan termasuk dalam Formasi yang menurut Silitonga, dkk. (1996) berumur Kalibiuk yang menurut Silitonga, dkk. (1996) berumur Pliosen Tengah. Satuan batuan ini terendapkan di Pliosen Awal sampai awal Pliosen Tengah. atas satuan batupasir karbonatan Formasi Kalibiuk Berdasarkan kandungan moluskanya, formasi ini dengan hubungan yang selaras. Satuan perselingan Kenampakan konglomerat dan batupasir kasar nonkarbonatan ini Makromoluska Batissa sp. termasuk dalam Jenjang Cirebonian yang berumur yang tersingkap di daerah Pliosen Awal (Oostingh, 1938). Satuan batupasir ditemukan di dua titik lokasi penelitian yaitu daerah Tonjong. Foto: Irman karbonatan pada singkapan batupasir karbonatan Cijurey dan daerah Tonjong. Abdurohman dengan sisipan batulempung, merupakan sedimen Pada satuan batuan ini tidak ditemukan adanya fosil halus dengan kandungan fosil moluska berupa moluska dan sedimennya tidak bersifat karbonatan. Turritella sp., Natica lineata, dan Placuna sp. Inilah Di tempat lain di sekitar Cijurey ditemukan fosil kelompok moluska yang hidup di laut (marine vertebrata berupa dental vertebrate. Lapisan sedimen mollusk) dengan kedalaman yang bervariasi hingga yang kasar berupa konglomerat dan adanya fosil 220 m, sehingga dapat diketahui bahwa lingkungan vertebrata pada daerah ini dapat mengindikasikan pengendapan pada daerah ini termasuk dalam zona bahwa lingkungan pengendapan daerah ini inner neritic (neritik dalam). merupakan lingkungan darat (terestrial). Lapisan batupasir cukup tebal, khususnya yang Pada lokasi penelitian Cijurey, Maneungteung hingga ditemukan di lokasi Maneungteung ditunjang Tonjong, ditemukan fosil moluska makro sebanyak dengan ditemukannya coquina bedding, dapat 80 variasi spesies dengan total jumlah spesimennya mengindikasikan bahwa daerah ini terendapkan sebanyak 182 spesimen yang terdiri dari 161 spesimen di daerah transisi (beach) dengan energi laut yang utuh dan 21 spesimen yang berupa fragmen. cukup besar. Dengan demikian, dapat mengendapkan Ditemukan juga fosil moluska mikro sebanyak 47 cangkang Ostrea dan membentuk coquina bedding. variasi spesies dengan total jumlah spesimennya

Kenampakan Makromoluska Batissa sp. setelah melalui proses preparasi dan pengeditan foto. Foto: Irman Abdurohman

sebanyak 137 spesimen yang terdiri dari 129 spesimen yang tertimbun dan terendapkan dalam waktu yang utuh dan 8 spesimen yang berupa fragmen. Selain fosil sangat lama, sehingga membentuk semacam ladang moluska, ditemukan juga fosil invertebrata lainnya bagi fosil moluska. Tentu saja, penelitian lanjutannya (crustaceae, balanus, koral, echinodermata, dentalium, sangat perlu dilakukan guna memperdalam dan foram besar), fosil vertebrata (dental vertebrate), dan fosil kayu. pemahaman atas fungsi fosil moluska sebagai fosil indeks.■ Dari penelitian tersebut, hasilnya ternyata mempertegas bahwa antara Cijurey, Maneungteung, Penulis adalah staf peneliti pada Seksi Dokumentasi dan Coquina Bedding pada batupasir tufan. Foto : Irman Abdurohman dan Tonjong sangat kaya dengan fosil-fosil moluska Konservasi Museum Geologi, Bada Geologi, KESDM.

66 GEOMAGZ | SEPTEMBER 2016 MUSEOLOGI 67 MUSEOLOGI

Cangkang Kanan Tridacna (Tridacna) gigas Linnaeus 1758 Setangkup Tridacna (Tridacna) gigas Linnaeus 1758

Phylum : Mollusca Kelas : Bivalvia/Pelecypoda Subkelas : Heterodonta Neumayr 1884 Ordo : Veneroida H & A. Adams 1856 Superfamili : Tridacnacea Lamarck 1819 Famili : Tridacnidae Genus : Tridacna Bruguiere 1797 Subgenus : Tridacna s str. Spesies : Tridacna (Tridacna) gigas Linnaeus Ukuran : Panjang 99 cm, lebar 63 cm, dan tebal 50 cm Habitat : Hidup di antara terumbu karang yang melekat pada karang laut yang mati dengan bisusnya, dalam lingkungan laut dangkal (neritic), dimana sinar matahari masih dapat menembus sampai ke dasar laut. Kolektor : Ir. Andri Kristanto (1982) Cangkang Kiri Tridacna (Tridacna) gigas Linnaeus 1758 Determinator : Elina Sufiati (5 Februari 2013)

Menurut Andri fosil tersebut ditemukan pada pemerintah memberikan penghargaan tinggi pada Kima Raksasa tahun 1982 di tempat penjual bahan bangunan di upaya-upaya semacam ini. Sukamiskin, Bandung dalam gundukan batugamping Berdasarkan informasi bahwa fosil kima raksasa yang berasal dari Padalarang, bandung. Beliau tersebut ditemukan di antara tumpukan batu gamping membeli fosil tersebut dengan harga cukup mahal dan dari Padalarang dari Padalarang, maka diperkirakan keterdapatan selama ini fosil itu disimpan di rumahnya, Kompleks Oleh: Elina Sufiati dan Aji Sopanji Gunung Rahayu B7, Cimahi. fosil tersebut adalah di sekitar daerah Padalarang. Secara geologi dapat diasumsikan bahwa fosil tersebut Andri tergerak hatinya untuk menyerahkan kima terdapat pada batugamping dari Anggota Batugamping koleksinya ke Museum Geologi setelah melihat Museum Geologi mendapatkan koleksi baru berupa setangkup fosil kima raksasa Formasi Rajamandala dalam peta geologi Lembar fosil sejenis dipasang dalam sebuah pameran di mal Cianjur skala 1:100.000 (Sudjatmiko, 1972). Dengan yang disumbangkan oleh Ir. Andri Kristanto, seorang pengunjung dan pemerhati Parijs van Java, Bandung. Timbul dalam pikirannya, demikian fosil tersebut diduga berumur Oligosen Museum Geologi yang berprofesi sebagai arsitek. Fosil tersebut diserahkan kepada “Fosil kima punya saya lebih besar dan lebih bagus Akhir – Miosen Awal atau sektar 30 hingga 20 juta daripada yang ini. Mengapa tidak diserahkan saja ke Museum Geologi pada tanggal 4 Februari 2013 dengan status dititipkan dalam jangka tahun yang lalu. Lingkungan pengendapan tempat Museum Geologi agar dapat dipamerkan kepada umum kima itu hidup dulu adalah laut busur muka. Setelah waktu yang tidak terbatas. sehingga lebih bermanfaat bagi masyarakat banyak, dibersihkan, maka diperi ciri-ciri morfologi fosil khususnya bagi ilmu pengetahuan?” Pemahamannya ini sebagaimana di dalam box. ■ merupakan salah satu bentuk kepedulian masyarakat pada usaha penyelamatan data ilmiah. Seyogyanya Penulis adalah Staf Museum Geologi, Badan Geologi, KESDM.

68 GEOMAGZ | SEPTEMBER 2016 MUSEOLOGI 69 ARTIKEL Alfred Russel Wallace (1823 – 1913), naturalis tentang gambaran keanekaragaman hayati yang luar Inggris menjelajahi Kepulauan Indonesia – umumnya biasa mengisi setiap sudut Kepulauan Indonesia. dengan berjalan kaki dan berperahu – selama 8 tahun Keunikan dan sebaran keanekaragaman hayati yang Alfred Russel Wallace O.M, F.R.S (8 Januari 1823 – 7 November 1913) dikenal sebagai seorang naturalis, penjelajah, (1854 – 1862) berturut-turut dari Semenanjung diamati Wallace di Kepulauan Indonesia menjadi ciri pengembara, ahli antropologi dan ahli biologi dari Britania Malaka dan Singapura (1854); Kalimantan utara khas biogeografi Indonesia. Raya (Inggris). Ia terkenal sebagai orang yang mengusulkan (1855-1856); Bali, Lombok dan Sulawesi (1856 ); Wallace menemukan orang-utan hanya di Indonesia sebuah teori tentang seleksi alam. Dari penjelajahannya di Kepulauan Kei dan Kepulauan Aru, Sulawesi, Banda Nusantara (1854 – 1862), Wallace menulis buku berjudu “The bagian barat, sebaliknya mendapati burung (1857); Ternate, Ambon, Papua dan Bacan (1858); Malay Archipelago”. Dalam penjelajahannya itu, Wallace juga cendrawasih (the bird of paradise) hanya di Indonesia menemukan sebuah garis imajiner – dikenal kemudian sebagai Seram, Timor, Ternate dan Jailolo (Halmahera) (1859); bagian timur. Tidak ada di tempat manapun di “garis Wallace” - yang membagi flora dan fauna di Indonesia Seram, Gorong, Ternate, Matabela, Waigeo (1860); dunia ini yang keanekaragaman hayatinya memiliki secara geografi menjadi dua bagian besar. Wallace adalah Makassar, Timor, Seram, Banda, Buru, Jawa, Sumatra “Bapak Biogeografi Indonesia”. Sumber : Museum Geologi. kekontrasan biogeografi dalam jarak yang sangat (1861); Singapura sebelum kembali ke London (1862). sempit, kecuali di Kepulauan Indonesia. Karena Salah satu buku bacaan yang memuat informasi hasil Wallace lebih banyak melakukan pengamatan binatang penjelajahan Wallace di Kepulauan Indonesia adalah daripada tumbuhan, biogeografi Indonesia yang The Malay Archipelago, terbit pada tahun 1869. Inilah digambarkannya lebih menonjolkan keanekaragaman satu-satunya buku karya Wallace yang diterbitkan binatang atau zoogeografi. Gajah, tapir, kera, beruang di Indonesia, diterjemahkan menjadi “Menjelajah madu, banteng, harimau, badak, bekantan, orangutan Nusantara” (2000) dan “Kepulauan Nusantara” (2009) adalah contoh binatang yang diketahui menghuni di oleh penerbit yang berbeda. Setidaknya ada dua hal Pulau Jawa, Pulau Sumatra dan Pulau Kalimantan. paling menonjol yang mengingatkan dunia akan kejeniusan Wallace, yaitu gagasannya tentang teori Sebagian besar diantara jenis binatang itu tersebar evolusi berdasarkan seleksi alam; dan temuan garis di bagian Asia Selatan dan Tenggara. Hewan-hewan hipotetik yang memisahkan kumpulan fauna di bagian tersebut menunjukkan pernah adanya hubungan barat Kepulauan Indonesia dengan yang di bagian darat di antara pulau-pulau besar Jawa, Sumatra dan timurnya. Kalimantan dan dengan Semenanjung Malaka. Seperti dijelaskan Wallace, “setelah kita memeriksa zoologi Garis Wallace hingga Garis Weber negeri-negeri ini, kita menemukan bukti bahwa pulau- Teori evolusi yang diusulkan Weber sudah seringkali pulau yang besar ini pada suatu masa merupakan diperbincangkan bahkan sampai kepada kronologi bagian dari Benua Asia dan mungkin terpisah cerita dibalik temuan teori itu. Teori evolusi pada masa yang belum lama berlalu (at very recent berdasarkan seleksi alam memberi pesan: individu geological epoch). “ yang sehat, kuat dan cerdik dalam beradaptasi dengan Sebaliknya, spesies mamalia dan burung yang hidup alamlah yang sukses mempertahankan hidup ( the dibelahan timur Indonesia (Papua, Kepulauan Aru, fittest would survive). Ketika ia menetap di Ternate Misool dan Waigeo ) memiliki jenis serupa seperti (1858), gagasan kunci Wallace mengenai teori evolusi yang di Australia, misalnya: walabi, kanguru pohon, ini ditulisnya dan diposkan kepada Charles Darwin emu, platipus, wombat, kasuari dan cendrawasih. (1809 – 1882) berupa esai yang kemudian dikenal “Adanya perbedaan yang mendasar di Kepulauan dengan “Surat dari Ternate.” Ide akbar Wallace ini bersamaan dengan persoalan evolusi yang juga dipikirkan Darwin. Maka, esai Wallace menjadi ilham bagi Darwin dan pada tahun 1859 Darwin menuangkan perihal teori evolusi ke dalam bukunya, “On the Origin of Species” (Asal-usul Species). Ketika Darwin mendapat kehormatan atas karyanya dalam teori evolusi, Wallace masih berada Wallace di hutan-hutan di Kepulauan Indonesia, dan sampai beberapa puluh tahun berikutnya nama Wallace berada di bawah bayang-bayang popularitas Darwin. dan Biogeografi Indonesia Pengamatan mata rantai asal-usul spesies dan hewan endemik yang ditemuinya juga tidak lepas Oleh: Munasri dari gagasanya mengelompokkan fauna Indonesia dengan garis demarkasi yang tegas. Garis hipotetik Pada dinding di sebuah gang di Kota Ternate ada goresan grafiti bertuliskan “A.R. yang diciptakan Wallace tahun 1859 memotong Wallace – ilmuwan Ternate kelahiran Inggris.” Begitu tingginya rasa memiliki Kepulauan Indonesia dari utara ke selatan di antara masyarakat setempat terhadap Wallace sehingga mengakuinya sebagai ilmuwan pulau Kalimantan dan Sulawesi dan di antara pulau Bali dan Lombok, kemudian dikenal sebagai Garis warga Ternate. Namun, sejauh mana keakraban orang Indonesia kepada Wallace, Wallace. Sub-judul buku The Malay Archipelago yang mengingat buku bacaan dan publikasi menyangkut kisah perjalanan kehidupan berbunyi ‘The land of the orang-utan, and the bird Orang Utan, fauna dari wilayah sebelah barat Garis Wallace, yang keilmuan Wallace sangat terbatas? of paradise’ memberi aba-aba kepada pembacanya unik, hanya terdapat di Pulau Kalimantan. Foto: Ronald Agusta.

70 GEOMAGZ | SEPTEMBER 2016 ARTIKEL 71 Wallaby dari Papua, fauna di sebelah timur Garis Wallace yang sangat dekat hubungannya dengan fauna wilayah Australia. Kepulauan Indonesia dan Garis Wallace yang Foto: Deni Sugandi membagi flora dan fauna Indonesia menjadi dua kelompok, yaitu kelompok di kanan/ sebelah timur yang memiliki hubungan dengan Asutralia dan kelompok di kiri atau Halmahera - Pulau Seram dengan Pulau Misool dan sebelah barat Garis Wallace yang memiliki Papua; antara Kepulauan Tanimbar -Kepulauan Kai hubungan dengan Asia. Weber dan Lydekker dengan Kepulauan Aru, yang dikenal sebagai Garis kemudian membagi lagi terutama flora dan fauna di wilayah antara Sulawesi dan Papua Lydekker. masing-masing dengan Garis Weber dan Garis Bukti Lain Sundaland Salah satu spesies hewan Asia, lalat sungai (Drosophila barobusta) Lydekker. Sumber: Museum Geologi. yang ditemukan di Sumatra Barat, Jawa Barat dan Jawa Timur Para ahli biogeografi masa kini memikirkan tentang sebagaimana dalam Suwito & Watabe (2010), Entomological Science 13 (4), 381–391. Foto: Koleksi Awit Suwito. Indonesia sehingga saya berkesimpulan bahwa bila (1852 - 1937) ahli zoologi Jerman belum bersepakat kawasan diantara Garis Wallace dan Garis Weber atau sebuah garis ditarik di antara pulau-pulau, kepulauan atas garis demarkasi yang diusulkan Wallace. Weber, Garis Lydekker sebagai zona peralihan yang meliputi Sulawesi, Nusa tenggara dan Maluku. Pada masanya, itu akan terbagi dua, setengah bagian termasuk Asia berdasarkan hasil Ekspedisi Siboga (1899-1900) dan Kalimantan dengan daratan Asia) dan daratan dan setengah lagi termasuk Australia. Bagian yang di kawasan peralihan itu Wallace menemukan Sahul atau Sahulland ( Pulau Papua dan pulau-pulau berteori bahwa garis pemisah zoogeografi itu bukan burung maleo, anoa, babirusa di Pulau Sulawesi dan pertama disebut Indo-Melayu dan bagian kedua di sekitarnya menyatu dengan benua Australia). Salah melintasi Selat Makassar dan Selat Lombok melainkan komodo dragon di Pulau Komodo. Kawasan transisi disebut Austro-Melayu,” tulis Wallace dalam buku satu bukti modern adalah ditemukannya 6 spesies baru lebih ke timur antara Sulawesi dan Maluku dan antara ini dikenal juga sebagai Wallacea. Dibandingkan Menjelajah Nusantara. Pulau Bali – yang hanya lalat sungai (Drosophilla) yang penyebarannya hanya Pulau Timor dan Australia. Ke arah barat dari garis dengan bentangan wilayahnya yang seluas 347.000 dijumpai di hutan-hutan di Jawa, Sumatra, Kalimantan berjarak 35 km dari Pulau Lombok -digolongkan itu ia menghitung ada lebih dari 50% hewan yang km2, Wallacea menjadi rumah bagi spesies endemik dan Bali (Suwito and Watabe, 2010). Bagaimana lalat sebagai kawasan zoogeografi Asia (Indo-Melayu) mirip dengan hewan Asia, dan di sebelah timur garis paling tinggi di dunia. Sebanyak 1.500 dari 10.000 jenis karena beberapa spesies burung di Bali tidak dijumpai memiliki lebih dari 50% hewan Australia. Garis itu tumbuhan dan 525 dari 1142 jenis binatang di kawasan sungai yang berukuran 3 mm itu bisa menyebrangi laut di antara pulau-pulau Jawa, Sumatra dan Kalimantan di Lombok dan sebaliknya. dikenal sebagai Garis Weber. Sebelumnya, pada tahun Wallacea adalah spesies endemik – yaitu jenis mahluk bila tidak ada ‘jembatan’ dan makanan di antara pulau- 1895 Richard Lydekker (1849 – 1915) mengusulkan hidup yang berkembang hanya di suatu kawasan Sampai di sini urusan penggolongan dua kawasan pulau itu. zoogeografi selesai. Namun Max Carl Wilhelm Webber garis pemisah itu lebih ke timur lagi, antara Pulau sempit tertentu. Apa yang Wallace ‘ramalkan’ tentang menyatunya Indonesia memang negara kepulauan yang kaya pulau-pulau Jawa, Sumatra dan Kalimantan dengan raya, gemah ripah loh jinawi. Tetapi ketika diminta semenanjung Malaka di masa lampau berdasarkan menyebutkan di bidang apa dan di bagian mana temuan sebaran hewan-hewan di sana - daratan yang Indonesia kaya raya, kita tidak mudah begitu saja bersatu itu kini disebut sebagai Sundaland - menjadi menyebutnya. Keanekaragaman hayati dengan kebenaran ilmu pengetahuan sampai di era modern keunikan biogeografi yang diperi oleh Wallace adalah ini. Para ahli kebumian masa kini percaya bahwa kekayaan alam Indonesia yang harus diketahui zaman es - sebagian besar muka Bumi ditutupi es - orang Indonesia. Dalam buku The World of Life yang terakhir pernah terjadi pada zaman Pleistosen (1911, tidak terbit di Indonesia) Wallace menulis, Akhir sampai kira-kira 18.000 tahun yang lalu (Voris, bahkan seperti meramalkan : “Pertimbangan- 2000). Ketika itu selain muka air laut diantara pulau- pertimbangan ini seharusnya membawa kita untuk pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan dan semenanjung melihat pada semua karya alam, yang hidup atau mati, Malaka menyusut, lapisan es menutupi seluruh diinvestasikan dengan kesakralan tertentu, untuk kawasan Sundaland. Lapisan es menjadi jembatan bagi digunakan oleh kita tapi tidak disalahgunakan, dan hewan-hewan saling bermigrasi ke antara pulau-pulau untuk tidak pernah secara sembrono dihancurkan itu. Hal serupa terjadi antara benua Australia dengan atau dirusak. Mencemari suatu sumber air atau Pulau Papua dan pulau-pulau kecil di dekatnya – yang sungai, memusnahkan seekor burung atau binatang, disebut sebagai Paparan Sahul. seharusnya dianggap sebagai pelanggaran moral dan Peta-peta yang menggambarkan paleogeografi zaman kejahatan sosial.”■ Pleistosen memperlihatkan daratan Sunda atau Penulis adalah Peneliti Madya Bidang Geologi di Pusat Penelitian Komodo, fauna sangat khas/langka yang terdapat di wilayah sebelah timur Garis Wallace. Foto: Deni Sugandi Sundaland (menyatunya pulau-pulau Jawa, Sumatra Geoteknologi LIPI.

72 GEOMAGZ | SEPTEMBER 2016 ARTIKEL 73 Sebaran Fauna Indonesia Sejak Zaman Es hingga Sekarang. Sumber: Museum Geologi.

74 GEOMAGZ | SEPTEMBER 2016 ARTIKEL 75 ARTIKEL

Ali, pembantu setia merangkap asisten Wallace selama penelitiannya di wilayah Maluku. Rumah Wallace di Jl. Alfred Russel Wallace (sebelumnya, Jl. Nuri) Sumber: Natural di Ternate, diresmikan pada 3 Desember 2008, sebagai sebuah History Museum. penghargaan kepada Wallace. Sumber: seatrek.com

Rumah itu terdiri dari 4 kamar, ruang tengah dan 2 dipandang dari sekitar Benteng Kalamata. Karena dari beranda, yang dikelilingi oleh pohon buah-buahan. Benteng Kalamata bentuk pantai berarah timur-laut Ada sumur yang dalam dengan air yang jernih lagi sampai pelabuhan Bastiong. Yang tidak cocoknya sejuk. Cukup lima menit berjalan kaki ke pasar dan adalah, “ditengah kota ada bangunan istana Sultan,” pantai. Di bawah dekat rumah Wallace ada benteng karena istana Sultan berada lebih dekat dengan yang dibangun oleh Portugis. Di bawah benteng Benteng Tolukko. merupakan ruang terbuka hingga ke pantai. Dari sana Pada saat peresmian rumah Wallace, 3 Desember 2008, kota memanjang sekitar satu mil ke timur laut yang di nama Jalan Nuri diganti menjadi Jalan Alfred Russel tengahnya ada bangunan istana Sultan. Wallace. Di halaman rumah itu pun telah disiapkan Nah, dimanakah letak rumah Wallace sekarang? lubang sebagai rencana pondasi monumen tugu Pulau Ternate, tempat Wallace pernah tinggal sekitar tiga tahun dalam rangka Berdasarkan catatan terkait sepak terjang Wallace, Wallace yang peletakan batu pertamanya di lakukan penelitian flora dan fauna Nusantara. Foto: Godwin Latuputty banyak orang berkepentingan - baik dari dalam oleh Ketua LIPI, Profesor Dr. Anggara Jenie bersama dan luar negeri - ingin melihat kembali jejak rumah Walikota Ternate, Syamsir Andili. Namun pada tahun Wallace. Pada November 2008, dalam rangka 2010 nama jalan itu diganti menjadi Jalan Juma Puasa; persiapan acara pra-simposium peringatan 150 tahun dan monumen itupun tidak kunjung dibangun hingga “Surat dari Ternate” di Ternate, saya berkesempatan sekarang. Di mana menelusuri keberadaan rumah Wallace berdasarkan Banyak orang tidak meyakini letak rumah Wallace catatannya di buku The Malay Archipelago. Dari yang diresmikan itu. Walaupun demikian belum ada petunjuk: di bawah, dekat rumahnya ada benteng; yang menemukan jawaban, dimana sebenarnya rumah dan lima menit berjalan kaki ke pasar dan pantai, Wallace? Satu hal yang boleh jadi belum ditelusuri, Rumah Wallace? maka rumah Wallace sepertinya layak berada dekat yaitu mencari keterangan dari anak-cucu keturunan Benteng Oranje di Kelurahan Santiong, Ternate Oleh: Munasri Ali. Siapa dia? Ali adalah pemuda yang menjadi Tengah. Masalahnya, Benteng Oranje dibangun oleh pembantu setia merangkap sebagai asisten Wallace. Belanda (1807) bukan benteng Portugis seperti yang Ali lah yang mengurusi keperluan Wallace termasuk Pagi-pagi 8 Januari 1858, Sir Alfred Russel Wallace tiba di Pulau Ternate. Melalui disebut Wallace. Melalui perdebatan, rumah warga di merawat koleksinya. Ali yang dilaporkan masih hidup bantuan Mr. Duivenboden - penduduk Ternate keturunan Belanda yang kaya, Jalan Nuri - tidak jauh dari Benteng Oranje - akhirnya sampai tahun 1907 oleh ahli binatang dari Harvard, ditetapkan oleh Pemerintah Kota Ternate sebagai Amerika Serikat yang ketika itu berkunjung ke Ternate berpendidikan, dan dijuluki raja Ternate - Wallace bisa menyewa tempat tinggal, lokasi rumah Wallace pada 3 Desember 2008, tetapi sebuah rumah yang cocok dengan kebutuhannya. Rumah itu dekat ke kota dan - disebut sebagai yang merawat dan menyelamatkan bukan karena dekat benteng Oranje. Alasannya, di Wallace dari serangan malaria. Ketika Wallace memiliki akses jalan yang memudahkannya pergi ke penjuru negeri ataupun ke seberang jalan depan rumah itu (bukan “Just below meninggalkan Ternate pada 1862, ia membuat foto gunung. Di rumah itu Wallace merasa nyaman untuk memulihkan kesehatannya; my house is the fort, built by the Portuguese,” seperti Ali berpakaian ala barat dan memberi tanda mata sebagai tempat untuk kembali setelah pelayarannya ke berbagai pulau; membuat kata Wallace) ada bekas puing-puing bangunan yang perpisahan berupa dua senjata api (double barreled persiapan untuk perjalanan masa depan; dan tempat mengemas koleksi temuannya. diyakini sebagai tinggalan bangunan Benteng Portugis. guns), perkakas, perbekalan, bermacam barang dan Dalam buku the Malay Archipelago, Wallace mendeskripsi rumah yang disewanya Pertimbangan lain, rumah itu memiliki sumur tua koin uang Inggris. Bila Ali memiliki keturunan, maka yang diduga sumur yang diceritakan Wallace. Dari saat ini ketururnan ke-4 Ali berusia 50 tahunan. selama 3 tahun (I retained this house for three years) seperti pada umumnya model 6 atau 8 benteng yang pernah dibangun di Ternate, rumah di Pulau Ternate. Rumah satu lantai itu berdinding batu setinggi tiga kaki. Seandainya serpihan barang kenangan itu masih kini hanya ada 4 benteng yang dipugar sebagai benda tersimpan di antara anak-cucu Ali, termasuk cerita- Dinding bagian atas – kecuali bagian beranda – terbuat dari susunan rapat pelepah sejarah, yaitu Benteng Tolukko, Benteng Oranje, cerita yang diturunkan, bukan mustahil kisah tentang daun sagu yang sekaligus sebagai penopang atap rumah dan terpasang rapih pada Benteng Kalamata dan Benteng Kastela. Ali menuju jalan ke rumah Wallace bisa ditelusuri.■ kayu pengikiat. Lantainya dari plesteran (stucco) dan langit-langitnya serupa dengan Wallace menyebut, kota melampar sejauh kira- Penulis adalah Peneliti Madya, di Pusat Penelitian Geoteknologi dinding pelepah daun sagu. kira satu mil ke arah timur-laut, hanya cocok bila LIPI

76 GEOMAGZ | SEPTEMBER 2016 ARTIKEL 77 ARTIKEL Beberapa karang terdapat menempel di atas batuan granit yang menjadi ciri dari pulau yang termasuk wilayah Provinsi Bangka-Belitung ini. Dijumpai pula fosil-fosil fauna pantai seperti kepiting dan lainnya. Karang di antara batuan granit ini tersebar seperti di Pulau Kelayang, Pantai Tanjung Tinggi, dan Siantu di wilayah Sijuk, Kabupaten Belitung; serta pantai-pantai di wilayah Membalong dan wilayah Simpang Pesak di Kabupaten Belitung Timur. Tulisan ini dari seorang yang bukan ahli geologi, namun berkeinginan kuat untuk memahami fenomena alam pulau tempat kelahiran sendiri. Informasi satuan batuan dan geologi lainnya dalam tulisan ini mengacu kepada Peta Geologi Lembar Belitung, Sumatera oleh Baharudin dan Sidarto (1995). Sedangkan nama-nama fosil biota laut didasarkan kepada kesamaan dengan bentuk-bentuk yang ditemui di internet. Karena itu, masukan dari para ahli geologi untuk koreksi atau perbaikan penjelasan geologi dalam tulisan ini sangat dinantikan. Batu Gerude sebagai ikon pariwisata Pulau Belitong. Guratan dan lekukan pada batu tersebut adalah hasil pengikisan oleh air dan Karang Tua dan Granit Ungu Pulau Kelayang angin serta cuaca selama jutaan tahun. Pulau Kelayang adalah sebuah pulau kecil yang sangat indah. Letaknya di Dusun Tanjung Kelayang, Desa yang melekat pada batuan granite. Bahkan di areal Keciput, Kecamatan Sijuk, Kabupaten Belitung. Berada ini ditemukan juga sisa kulit kerang yang melekat di sisi utara Belitung, Pulau Kelayang yang luasnya pada bebatuan granit di ketinggian tiga meter di atas sekitar dua hektar, menyimpan berbagai fenomena permukaan laut (dpl) sekarang ketika surut. Bebatuan alam di tengah hamparan pasir putih dan laut jernih. granit yang berhimpitan melindunginya dari ganasnya Batuan granit yang seakan bermunculan dari dalam hempasan gelombang air laut di musim angin kencang. laut menambah eksotisme pulau kecil ini. . Di area ini juga terdapat batuan granit yang berwarna Koral Jenis Siderastrea sidereal berada di ketinggian 1 meter diatas permukaan air laut sekarang. Pulau Kelayang terletak di Satuan Granit Formasi ungu. Susunan batuan granit yang berwarna beda dari Tanjungpandan yang merupakan batuan granit tertua warna granit pada umumnya itu terdapat di sekitar di Belitung, yaitu berumur Trias atau sekitar 240 juta sisa-sisa karang tua di dekat gua granit. Warna ungu tahun yang lalu (tyl). Gubal-gubalnya sangat besar dan ini adalah pigmen yang berasal dari terumbu karang memiliki beragam bentuk yang unik. Salah satunya, tua. Batu Gerude yang berbentuk seperti kepala burung Jejak yang terletak di sisi timur Pulau Kelayang. Teritip Purba Pantai Tanjung Tinggi Pantai Tanjung Tinggi di Desa Tanjung Tinggi, Selain itu, di Pulau Kelayang juga terdapat beberapa Kecamatan Sijuk, memiliki panorama pantai yang gua yang terbentuk dari tumpukan batuan granit. menakjubkan. Pantai ini juga dipenuhi oleh batuan Gua tersebut menjadi tempat tinggal burung walet granit raksasa dan pasir putih seperti pantai-pantai Laut Holosen dan koloni salah satu spesies langka yaitu kelelawar andalan pariwisata lainnya di Pulau Belitung. putih. Di areal gua inilah terdapat sisa-sisa karang tua peninggalan laut Kala Holosen (kl. 10.000 tyl). Laut di Pantai Tanjung Tinggi dangkal dan landai serta di Pulau Belitung Diantaranya, sisa koral spesies Siderestrea sidereal berteluk sehingga aman bagi wisatawan yang ingin Oleh: Meggi Rhomadona

Pulau Belitung, sebuah pulau kecil (kl. 480.010 hektare) di Selat Karimata, Sumatera bagian selatan, memang mempunyai banyak kejutan. Selain gubal-gubal (bongkah- bongkah) granit dan timahnya yang mendunia, di pulau ini juga banyak dijumpai karang perairan laut dangkal di Kala Holosen, ketika permukaan laut lebih tinggi sedikit dari keadaan sekarang.

Fenomena granite di Pulau Kelayang dengan 2 warna yang berbeda.

78 GEOMAGZ | SEPTEMBER 2016 ARTIKEL 79 menaruh telur dimasa kehamilan. Melihat kondisi fisik spesimen terumbu karang tua dan kerang yang tidak banyak mengalami perubahan pigmen/warna pada cangkangnya, muncul dugaan bahwa penyebab kematian karang tersebut bukan susut laut, melainkan sebab lain. Sebab, jika proses perubahan lautan menjadi daratan yang terjadi dalam waktu yang lama sebagai penyebab kematiannya, maka terumbu karang dan kerang itu akan mati perlahan dan akan mengalami proses pengeruhan warna. Namun, kenyataannya spesimen terumbu karang yg ditemukan masih dalam kondisi baik, tidak keropos dan warnanya masih mencolok. Ada kemungkinan penyebab kematian karang-karang itu adalah peristiwa yang mendadak seperti banjir besar yang melanda daerah itu sehingga tanah yang hanyut akibat banjir tersebut langsung menutupi ekosistem terumbu karang tua di lautan dangkal di sekitar Kulong Karang Tua Kulong Karang Tua Sijok,Pulau Belitong.Terdapat lapisan terumbu Sijok. karang yang menjemari dengan batuan granite. Adapun lapisan asli yang mengandung terumbu karang tua dan kepiting yang sudah membatu tersebut Lokasinya hanya sekitar satu hingga empat kilometer berada di kedalaman antara dua meter sampai empat dari bibir pantai Sengkeli, Desa Sijuk dan luas meter di bawah permukaan tanah. Lapisan yang sebarannya sekitar dua hingga sepuluh hektar. menimbum ekosistem karang tua tersebut merupakan Beberapa jenis koral dari Kulong Karang Tua Sijok lapisan tanah bercampur lumpur hasil erosi dan diantaranya adalah Acropora sp, Montipora sp, Fungia mengandung timah. Oleh sebab itu, areal tersebut sp, Polyphyllia talpina, Oxypora laceva, Siderastrea juga ditambang oleh masyarakat setempat sebagai sidereal, Herpolitha limax dan banyak lagi jenisnya. sumber mata pencaharian. Di sekitar area tersebut Beberapa diantaranya bahkan hidup melekat lanskapnya sudah menjadi hutan kayu putih (gelam) dibebatuan granit yang ada di area tersebut. Jenis dan mangrove. kerang-kerangan diantaranya Kerang Dara (Anadara Karang Tua di Mentigi, Membalong granosa), Kerang Venus, Kerang Conus (Conus sp), Keindahan Pantai Tanjong Tinggi. Airnya jernih berpadu dengan batuan granite. Kima (Tridachna sp), dan masih banyak lagi. Tidak hanya di Pulau Belitung bagian utara, jejak laut purba juga ditemukan di bagian selatan pulau ini. Di lokasi ini juga ditemukan berbagai jenis kepiting Tepatnya di Desa Mentigi, Kecamatan Membalong, menikmati kejernihan pantai. Selain keindahannya, Sijuk, Kulong Karang Tua Sijok memiliki fenomena laut yang telah membatu dan dolar pasir (Clypeaster Kabupaten Belitung, sebuah ekosistem karang tua pantai yang juga dinamakan Pantai Pelabuhan Bilik paleontologi yang unik. Di bekas penambangan sp). Kepiting-kepiting tersebut juga terangkat oleh peninggalan laut dangkal dijumpai. Lapisan terumbu oleh warga setempat ini, juga menyimpan sisa-sisa laut timah ini dapat dijumpai karang tua yang disusun aktivitas pertambangan timah. Kepiting yang sudah karang tua di sini diperkirakan juga tertimbun oleh purba jaman dahulu, yaitu lapisan kerang teritip yang oleh pecahan dari berbagai jenis terumbu karang membatu itu rata-rata ditemukan tidak insitu dan pasir hasil erosi dari bukit di sekitarnya seiring dengan melekat pada bebatuan pantai. dan kerang, serta kepiting yang sudah membatu. keadaaannya rusak akibat penambangan. Tiga spesies kondisi ketinggian air laut yang menurun pada kala Kesemuanya terangkat ke permukaan akibat aktivitas kepiting, yaitu Kepiting Batu (“Rock Crab”, Liocarcinus itu. Kerang Teritip adalah salah satu jenis kerang laut yang pertambangan timah dengan sistem ponton rajuk vernalis), Kepiting Hantu (Ketam Keranjang atau hidupnya menempel di bebatuan maupun di kayu yang Berbagai macam jenis terumbu karang dan kerang- maupun tambang timah darat yang membuka ”Ghost Crab”, Ocypode sp) dan satu lagi jenis kepiting hanyut di lautan. Area hidupnya adalah batas antara kerangan khas laut tropis dangkal juga bisa ditemukan tambang dengan cara mengeruk tanah lapis demi lapis yang belum diketahui spesiesnya, telah dijumpai dari level air pasang naik dan level air pasang surut (tidal dengan eskavator. kawasan ini. area) di ekosistem pantai. Kulong Karang Tua Sijok semula adalah daratan Secara keseluruhan, di areal kulong Karang Tua Sijok Di pantai Tanjung Tinggi inilah terdapat sisa cangkang dan rawa yang didominasi hutan mangrove, hutan ini diperkirakan terdapat lebih dari 1.000 spesimen kerang teritip yang hidup di kala muka air laut cemara laut, dan hutan rawa dengan ekosistem kayu kepiting berbagai ukuran dan kondisi yang sudah berada diatas ketinggian air laut sekarang. Jenisnya putih (“Hutan Gelam” dalam bahasa setempat). membatu. Diperkirakan masih banyak spesimen yang adalah Balanus sp. yang sisa-sisanya masih melekat Saat ini kesemuanya berubah menjadi sebuah areal melekat pada batuan induknya di lokasi mengingat di bebatuan granit Pantai Tanjung Tinggi. Kerang dengan banyak danau bekas pertambangan timah luasan sebaran terumbu karang tua di DAS Sengkeli Teritip ini saat ini ditemukan berada di ketinggian dua (“kulong”). Aktivitas penambangan timah inilah yang Sijuk ini mencapai sekitar 10 hektar. meter dpl. Di yang disebut juga sebagau “Pantai Laskar menyebabkan tersingkapnya lapisan karang yang Untuk kepiting yang paling banyak ditemukan adalah Pelangi” ini ada beberapa titik singkapan sisa-sisa berada di kedalaman sekitar 2 - 5 meter di bawah Kepiting Hantu atau Ketam Keranjang. Sangat mudah teritip purba dan terumbu karang tua. lapisan tanah yang posisnya saat ini ini sekitar tiga menemukannya ditumpukan pasir tailing hasil dari meter dpl. Kulong Karang Tua Sijok pertambangan timah. Bahkan dapat dikenali kepiting Terletak di kompleks pertambangan timah Gunong Secara geologi, Kulong Karang Tua Sijok terletak jantan yang memiliki capit yang besar dan cangkang Gasing, areal Hutan Lindung Pantai (HLP) dan Daerah diujung Satuan Granit dari Formasi Tanjung Pandan perut yang ramping, dan kepiting betina dengan ciri Aliran Sungai (DAS) Sengkeli, Desa Sijuk, Kecamatan yang berbatasan dengan Satuan Lava Bantal Siantu. capit yang kecil dan cangkang perut yang lebar untuk Kerang jenis Sympyllin agaricin dipinggiran sungai di Desa Mentigi.

80 GEOMAGZ | SEPTEMBER 2016 ARTIKEL 81 di areal ini. Lapisan terumbu karangnya berada sekitar dua meter dari atas permukaan tanah dan tereskavasi ke permukaan oleh aktivitas pembuatan jalan dan tambang pasir di desa tersebut. Sisa-sisa kerang ditemukan pada jarak terjauh dari bibir pantai sekarang 150 meter ke arah daratan Desa Mentigi. Secara geologi, lapisan terumbu karang tua Mentigi berada diatas Satuan Aluvium yang berbatasan dengan satuan batuan Granite Adamelit Baginda yang mendominasi Pulau Belitung bagian selatan. Luasannya belum diketahui secara pasti. Karang Tua di Siantu Siantu adalah sebuah pantai yang terpencil di sisi utara Pulau Belitung. Berada di Dusun Piak Aik, Desa Sijuk, Kabupaten Belitung, pantai ini hanya berjarak tujuh Susunan batu granite di Pantai Pulau Pandan,Tanjung Kelumpang yang berdiri tegak bersama kilometer dari Kulong Karang Tua Sijok. Pantai Siantu pepohonan mangrove. Pantainya berlumpur tidak seperti pantai di Pulau Belitong pada umumnya. belum begitu terkenal seperti Pantai Tanjung Kelayang Karang Tua Tanjung Kelumpang karena akses untuk menuju pantai ini masih berupa Pantai Punai, salah satu pantai wisata yang ada di jalan setapak yang biasa dipakai oleh nelayan setempat Kabupaten Belitung Timur dan pantai-pantai lainnya untuk mencari ikan. Selain masyarakat setempat, di wilayah Desa Tanjung Kelumpang, ternyata hanya beberapa wisatawan minat khusus yang juga menyimpan sisa-sisa laut purba berumur singgah berlabuh dan beberapa peneliti yang pernah Holosen berupa karang tua dan lapisan tanah yang berkunjung ke pantai ini. mengandung cangkang kerang. Karang-karang itu Siantu mulai dikenal terutama oleh para ahli geologi diperkirakan dahulu tumbuh di atas batuan Granit karena di pantai ini tersingkap sebuah fenomena Adamelit Baginda ini. Seperti halnya Pantai Siantu, geologi yang unik, yaitu batuan lava bantal (pillow Pantai Punai juga memiliki batu-batu karang tua yang lava) yang tersusun oleh basalt. Terdapat juga breksi. masih kokoh berdiri tegak di pantai tersebut.. Keduanya berasal dari gunung api purba. Pantai Siantu Beberapa diantara karang tersebut tertimbun pasir tidak seperti pantai di Pulau Belitung pada umumnya yang memiliki batuan granit dan pasir pantai yang pantai dan sebagian lagi mencuat keluar sehingga berwarna putih, pasir pantainya berwarna kuning mudah untuk dikenali. Sisa koral jenis Siderastrea kemerahan.. sidereal juga ditemukan masih melekat pada granit di pantai ini. Meskipun belum ditemukan kepiting yang membatu seperti di Kulong Karang Tua Sijok, tapi diyakini di kawasan ini juga terdapat fosil kepiting tua. Sebaran Laut Holosen di sekitar Belitung Peta geologi lembar Belitung buatan Baharudin dan Sidharto yang telah dibubuhi Mengacu kepada Peta Geologi lembar Belitung oleh beberapa penanda lokasi peninggalan laut Baharudin dan Sidarto (1995) yang menjadi rujukan kala Holosen oleh penulis. tulisan ini, batuan penyusun Pulau Belitung dan sekitarnya terdiri atas beberapa satuan batuan. Yaitu, bagian selatan, yaitu di Mentigi, Membalong (4), dan yang terpisah dengan pulau induk Belitung. Begitu satuan Granit Tanjungpandan (Trtg) di bagian utara, Dukong, Tanjung Kelumpang (6). Adapun luasanya pula daerah Tanjung Ru (ii) yang ditempati oleh satuan Granit Adamelit (Jma) di bagian selatan, satuan diperkirakan lebih dari 100 hektar berdasarkan Formasi Kelapa Kampit di barat pulau Belitung di kala batuan Granodiorit Burung Mandi (Kbg) di bagian luasan dataran rendah sepanjang garis pantai Pulau itu juga terpisah dari pulau induk Belitung. Sedangkan timur, Formasi Tajam (PCTm), Formasi Kelapa Kampit Belitung dan pulau-pulau kecil di sekitarnya yang daerah Air Buding/Simpang Tiga (iii) yang berada di (PCks), satuan batuan Pasir Berkarbon Pasir (Qpk) memungkinkan menjadi laut dangkal pada kala itu. tengah pulau Belitung sekarang, dulunya merupakan dan Aluvium (Qa) yang berwarna putih pada peta Menurut penulis, hampir di seluruh pesisir Pulau sebuah danau besar yang kemudian diisi endapan hasil tersebut. Penyusun peta tersebtut juga menemukan erosi dari bukit-bukit di sekitarnya. lapisan terumbu karang satuan Aluvium (Qa) di Belitung pada batuan dengan posisi tiga meter di bawah muka laut saat ini dapat ditemukan Pantai Siantu dengan batuan Lava Bantal nya. Pulau didepan itu daerah Sengkeli Sijuk, Belitung utara (huruf AI pada Tidak diragukan lagi bahwa dataran rendah Pulau adalah Pulau Siantu. peta); dan di daerah Gantung, Belitung timur (B). peninggalan lingkungan laut di Kala Holosen. Penulis Belitung yang berbatasan dengan patai-pantai Pulau juga berpendapat bahwa bentuk Pulau Belitung pada Belitung sekarang, dengan lebar antara satu hingga Untuk mengetahui sebaran laut purba (Holosen, kl. Kala Holosen, ketika posisi muka air laut di atas posisi 10 kilometer dari bibir pantai saat ini, dahulu di Kala Selain lava bantal, di Pantai Siantu juga terdapat 10.000 tyl) di sekitar Belitung, penulis telah mensurvei muka air laut sekarang adalah bentuk Pulau Belitung Holosen memang merupakan laut dangkal yang kaya memiliki sebuah fenomena sisa-sisa karang tua jejak peninggalan laut hampir di seluruh Pulau yang berwarna, yaitu Belitung tanpa lapisan formasi akan biota laut. Hal ini merupakan fenomena yang (micro atol) dari laut purba kala Holosen yang pernah Belitung dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Hasilnya, Aluvium (Qa) Peta Geologi Lembar Belitung. hidup diatas satuan batuan beku yang mendominasi tanda-tanda laut di Kala Holosen dijumpai di (kode menarik untuk studi berbagai disiplin ilmu seperti are,. Sisa-sisa karang tua yang berupa batuan karang angka sebagaimana pada peta) wilayah Belitung bagian Dengan demikian, kala itu daerah Penyabong dan Batu geologi, paleontologi, dan perubahan iklim.■ dengan diameter mencapai dua meter itu bisa dilihat utara, yaitu di Sijuk (1), Tanjung Tinggi (2), Sengkeli, Baginde (tanda ! pada peta) termasuk dalam Satuan Penulis adalah pemerhati alam dan lingkungan serta geologi Pulau ketika air laut dalam kondisi surut. Sijuk (3); dan Siantu, Sijuk (5); dan wilayah Belitung Granit Adamelit Baginda di selatan pulau Belitung Belitung, tinggal di Belitung.

82 GEOMAGZ | SEPTEMBER 2016 ARTIKEL 83 ARTIKEL lainnya. Hal ini karena Indonesia tidak lagi memiliki lahan lain yang luas, datar, dan kaya sumber air untuk pengembangan berbagai lingkungan binaan, selain lahan gambut. Namun, pengembangan lahan gambut sebenarnya lebih cocok untuk penyediaan sumber air dan sumber energi. Sementara itu, sifat gambut yang mudah terbakar dan akibat penambangan atasnya menjadi ancaman keberadaan lahan gambut dan lingkungannya, sehingga konservasi menjadi sangat diperlukan. Pengertian Gambut terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tanaman purba yang telah mati dan mengalami perombakan (secara kimia, fisika, dan biologi) yang mengandung minimal 12% sampai dengan 18% karbon organik, dengan ketebalan minimal 50 cm. Dalam taksonomi ilmu tanah, ada juga yang disebut tanah gambut. Istilah gambut dapat bermakna ganda yaitu sebagai bahan organik (peat), dan sebagai tanah organik (peat soil). Gambut sebagai bahan organik adalah sumber energi dan media perkecambahan biji tanaman dan pupuk organik. Sedangkan sebagai tanah organik, gambut digunakan untuk lahan bagi berbagai kegiatan pertanian yang dapat dikelola dalam sistem usaha tani. Terdapat tiga macam bahan organik tanah yang dikenal berdasarkan tingkat dekomposisi bahan tanaman aslinya, yaitu fibrik, hemik dan saprik. Mirip dengan pengertian itu adalah definisi sebagaimana dideklarisasikan dalam Kongres Ilmu Tanah Internasional di Rusia pada 1930, yakni gambut (peat) adalah sebagai bahan organik tanah dengan kedalaman 0,5 meter dan luasnya minimal satu hektar. Selanjutnya, Anderson (1964) menambah pengertian tersebut di atas dengan kalimat: “jumlah mineral maksimum 35%”. Apabila komposisi mineral antara 35% sampai dengan 65% disebut gambul (muck). Buckman dan Brady (1956) membedakan gambul dan gambut berdasarkan kandungan bahan organik, bila Foto Hamparan Gambut di Ketapang Kalimantan Barat. kandungan organik antara 18% hingga 50% dinatakan sebagai gambul dan jika lebih disebuit gambut. Menurut Kanapathi (1975) kandungan fraksi mineral Pada awal pelaksanaan program Pelita tanah gambut kurang dari 35%, sedangkan gambul (Pembangunan Lima Tahunan) Pertama 1969/1970- antara 35% hingga 55%. 1974/1975, lahan gambut di Desa Gambut, Kabupaten Gambut Indonesia Sedangkan Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 1990 Banjar, dijadikan persawahan untuk meningkatkan produksi padi melalui program swasembada pangan. tentang Pengelolaan Kawasan Lindung (Kepres No. Luas Tersebar dan Mudah Terbakar Pemerintah kemudian membuka lahan sejuta hektar 32/1990) menyatakan bahwa kawasan bergambut di Pulang Pisau, Kalimantan Selatan. Bahkan pernah adalah kawasan yang unsur pembentuk tanahnya sebagian besar berupa sisa-sisa bahan organik yang Oleh: Teuku Ishlah dikembangkan untuk pembangkit tenaga listrik, yaitu di Palangkaraya, dengan bantuan teknik dari Finlandia tertimbun dalam waktu yang lama dan kritera berupa pada 1986. Sejak itu, perubahan lahan gambut menjadi tanah gambut dengan ketebalan tiga meter atau lebih Di Indonesia, gambut sudah lama dimanfaatkan. Lahan gambut digunakan untuk perkebunan, terutama sawit, dimulai. Kini, banyak yang terdapat di bagian hulu sungai dan rawa. lokasi bandar udara di berbagai tempat di Pulau Kalimantan. Bandara Syamsuddin Nur lahan gambut telah menjadi perkebunan sawit, Sebaran Gambut di Banjar Baru, Kalimantan Selatan, menjadi bandara pertama di atas lahan gambut seperti di Aceh, Riau, Jambi, Sumatra Selatan, dan pada masa penjajahan Belanda. Untuk membangunnya digunakan kayu ulin sebagai Kalimantan. Gambut terdapat di seluruh permukaan bumi dengan luas sekitar 394 juta hektar (Ha). Lahan gambut terluas bahan dasar konstruksi landasan pacu, sehingga dikenal sebagai Bandara Ulin. Belanda Dari perjalanan waktu, tampak bahwa lahan gambut terdapat di Kanada, 170 juta Ha, Rusia (150 juta Ha), juga mengubah lahan gambut menjadi kebun sawit di Deli (Sumatra Utara) dan Bumi telah menjadi pilihan untuk pengembangan lahan Amerika Serikat (40 juta Ha), Indonesia (26 juta Ha), Tamiang (Aceh). transmigrasi, perkebunan, perumahan, pengairan, dan Finlandia (10,40 juta Ha), dan sisanya tersebar di

84 GEOMAGZ | SEPTEMBER 2016 ARTIKEL 85 Pembentukan gambut di Sumatra, Kalimantan, dan air. Di tempat lain mungkin terbentuk gambut Semananjung Malaysia dimulai sesudah Zaman topogenus atau eutropic, yaitu gambut yang dibentuk Glasial Panas yang mencairkan es kutub utara dan pada lembah dan diendapkan dari sisa tumbuhan yang kutub selatan bumi. Saat itu air dalam jumlah besar hidupnya pada tanah mineral yang kaya kandungan air mengalir ke lautan bebas mengakibatkan sebagaian yang berasal dari penghumusan sisa-sisa tumbuhan. besar dataran rendah di Pulau Sumatra, Kalimantan tergenang air. Pulau-pulau pun terbentuk diikuti Pembentukan kubah gambut (peat domes) biasanya terbentuknya dataran pantai dan rawa-rawa, seperti dimulai dengan gambut topogenus. Selanjutnya yang ada di daerah pantai timur dan pantai barat gambut bertambah tebal, akar tanaman bertambah Sumatra, dan bagian selatan Kalimantan. Dataran sukar untuk mencapai tanah, dan bersamaan itu juga pantai dan rawa ini ditumbuhi oleh berbagai jenis terjadi banjir yang mengakumulasikan gambut dalam tumbuhan yang cocok dengan kondisi pada saat itu. bentuk kubah sebagai gambut ombrogenus. Kadar abu Pada awalnya tumbuhan rawa sejenis bakau tumbuh dari gambut ini adalah asli (inherent) dari tumbuhan dengan cepat mengisi cekungan-cekungan. Tumbuhan itu sendiri dan dikenal sebagai gambut oligotrophic ini adalah bahan pembentuk gambut. Adanya proses atau gambut miskin bahan nutrisi. Oleh karenanya sedimentasi dan progradasi menyebabkan garis pantai tumbuhan kurang subur dan lambat pertumbuhannya. cenderung bertambah maju ke arah laut, daratan pun Perlu juga diketahui bahwa endapan gambut mungkin meluas. berupa tumpukan tanaman. Gambut di Ketapang, Saat permukaan laut stabil, terjadi pengendapan Kalimantan Barat, misalnya, memperlihatkan organik bercampur lumpur liat seperti lempung, lanau tumpukan kayu. Dalam kondisi normal, kayu dan pasir dan membentuk dataran pantai yang luas mengapung di permukaan air dan mengikuti dengan lumpur atau lempung halus yang mengandung asas isostasi. Maksudnya, di dalam air kayu akan muncul sepertiga di permukaan dan duapertiganya pirit (FeS2) bertekstur halus, tidak berkapur di bawah tanaman bakau. Sungai-sungai lebar memotong lagi tenggelam. Jadi, dengan kaidah isostasi, bisa dataran rendah dengan membentuk tanggul lumpur diperkirakan ketebalan minimal gambut. liat di antara dua sungai besar yang menbentuk Sifat fisik yang harus terpelihara pada (lahan) gambut cekungan-cekungan sedimentasi yang penuh dengan adalah basah. Gambut mudah kering bila sumber Gambar Penggunaan lahan gambut dengan kanalisasi tanpa sekat yang mengakibatkan air bertambah rendah sehingga permukaan gambut kering dan mudah terbakar. Tampak jejak kayu dalam endapan gambut.

berbagai negara. Finlandia merupakan negara yang Dengan demikian terdapat perbedaan-perbedaan membangun pembangkit listrik berbahan bakar angka. Sesungguhnya, sebaran dan luas lahan gambut gambut terbaik di dunia. sukar dibatasi dengan penyelidikan dan pemetaan Di daerah tropis, terhampar gambut seluas 31 juta biasa di lapangan. Perkiraan luas gambut akan Ha yang tersebar di Asia, Amerika, dan Afrika. Di lebit akurat jika dibantu dengan foto sateli teknik Indonesia, gambut merupakan jenis tanah terluas penginderaan jauh. Teknik pengideraan jauh dapat kedua yang tersebar di pantai timur Sumatra, menentukan batas-batas sebaran hutan primer, hutan pantai selatan dan barat Kalimantan, pantai selatan rawa, hutan campuran dan padang alang-alang, juga Papua, dan sedikit di Sulawesi, Maluku, dan Jawa. kubah (dome) gambut. Bahkan kerapatan vegetasi, Berdasarkan Peta Tanah Indonesia (1976), gambut tingkat kesuburan, dan pola aliran air sungai, dan termasuk dalam satuan lahan rawa yang luasnya geomorfologi gambut juga dapat dikenal dengan baik mencapai 35,0 juta Ha yang terdiri dari lahan pasang melalui penggunaan teknik inderaja ini. surut, lahan gambut dan lahan mineral (marin dan Pembentukan dan Sifat tawar). Secara geologis gambut dapat terjadi di daratan Menurut Polak (1952), lahan gambut di Indonesia rendah, daratan tinggi, atau pegunungan dengan diperkirakan mencapai 16 juta Ha. Sedangkan iklim tropis, sedang dan dingin. Karena itu, jenis berdasarkan perkiraan Departemen Pertambangan dan gambut bergantung lingkungan pengendapan Energi (1989) luas gambut Indonesia mencapai 17 juta Ha dengan perkiraan cadangan mencapai 170 miliar bahan penyusunnya. Komposisi tumbuhan juga meter kubik gambut dengan asumsi ketebalan rata- tergantung adaptasinya terhadap iklim sehingga rata 1,0 meter. Dengan terbitnya SNI Cadangan dan endapan gambut yang dihasilkan juga berbeda. Untuk Sumber Daya Mineral dan Batubara, cadangan gambut mengetahui terjadinya dan jenis gambut, maka harus ini diklasifikasikan sebagai sumber daya hipotetik. direkonstruksi kejadiannya pada masa lampau dengan Saat ini Pusat Sumber Daya Geologi, Badan Geologi, sekala waktu ribuan tahun lalu, terutama saat sejumlah menerbitkan Peta Sebaran Lokasi Gambut Indonesia besar air laut masuk kedaratan yang tinggi bahkan Satus 2011 sekala 1:5.000.000, yang memuat sebanyak sampai ke pegunungan es yang tinggi. Selanjutnya, 62 lokasi keterdapatan gambut, disertai keterangan direkontruksi pula saat air surut dan meninggalkan sumber daya dan nilai kalorinya masing-masing. massa tumbuh-tumbuhan berukuran raksasa. Suasana saat malam hari, kebakaran kubah gambut yang ketebalan lebih dari 5 meter.

86 GEOMAGZ | SEPTEMBER 2016 ARTIKEL 87 Kelompok Petani karet di Desa Jabiren, Kecamatan Gambut perlu dikonservasi sebab eksploitasi gambut Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau berhasil dikhawatirkan akan menyebabkan gambut lepas dari mempertahankan kebun karet mereka yang berada dasar dudukannya karena gaya isostasi. Lahan gambut dalam kawasan lahan gambut yang terbakar pada 2015. sebenarnya merupakan sebuah rakit besar yang Sejak 2012, Kelompok ini membagun 18 sumur bor terbuat dari batang kayu, dahan kayu, daun tumbuh- untuk menyemprot lahan perkebunan supaya gambut tumbuhan yang mengapung dalam air. Sebagai tetap basah, berpatroli siang-malam, dan berjibaku gambaran, gambut dengan tebal sembilan meter, maka memadamkan api pada periode Agustus-Oktober tigameter daripadanya berada diatas muka air tanah 2015. Sebanyak 1.500 hektar areal gambut pun di permukaan. Bila lahan gambut di permukaan ini akhirnya berhasil diselamatkan. Caranya, satu sumur ini dipanen/ditambang, maka sisa gambut di bawah bor yang dibuat di tepi kebun yang berbatasan dengan permukaan yang setebal enam meter akan terangkat lahan terlantar dan rawan terbakar mengamankan 50 ke atas akibat gaya isostasi hidrostatik. Dari enam Ha kebun karet. Kedalaman sumur bor tersebut antara meter gambut yang terangkat ini, setebal dua meter 24 meter hingga 30 meter dengan jarak antar sumur akan berada diatas muka air, dan sisanya setebal empat 400 meter. Sumur bor dibuat karena saluran air kering meter akan terlepas dari dasar tanah yang sangat dalam musim kemarau. membahayakan untuk pertambangan dan kegiatan Kebakaran lahan gambut menjadi sangat menarik lainnya. Bergelombangnya jalan raya antara Pontianak perhatian. Hal ini disebabkan karena lahan gambut dan Mempawah di Sungai Raya adalah akibat endapan Lahan gambut setelah terbakar dengan ketebalan kurang dari satu meter. di Indonesia telah ditetapkan sebagai hutan lindung gambut di bawah badan jalan tersebut. dan dijadikan komitmen pemerintah Indonesia dalam Permasalahan penambangan gambut sama dengan airnya hilang akibat pembuatan kanal yang memotong lebih. Kebakaran ini disebabkan terjadinya fenomena rangka penurunan emisi gas karbon sebesar 26% panas bumi. Istilah penambangan dan ijin usaha kontur rupa bumi. Bila kanal tidak dibuat sejajar el-Nino yang ditandai dengan musim kemarau yang hingga 41% sampai tahun 2020 dengan dukungan pertambangan perlu ditinjau ulang. Kalau memang kontur rupa bumi supaya air tertahan, maka bisa tidak normal yang terjadi secara periodik antara 4 - 5 dana dari lembaga internasional. Komitmen ini harus direstorasi, ada baiknya gambut dikeluarkan mengakibatkan gambut yang letaknya lebih tinggi tahun. El-Nino terparah sebelumnya terjadi pada merupakan salah satu hasil dari Konfrensi Negara- dari Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 yang akan kering. Bila sangat kering, maka gambut tidak 1997/1998 yang mengakibatkan lahan gambut dan negara G-20 pada Oktober 2009 di Pitsburg Amerika akan bisa basah kembali. Hal ini disebabkan gambut hutan terbakar. Kebakaran gambut juga terjadi karena Serikat. Dalam konfrensi ini, Indonesia mendapatkan memasukkan gambut sebagai bagian dari batubara. tidak mampu menyerap air kembali (irreversible). disengaja untuk pembuatan kebun sawit. Terbakarnya dana hibah sebesar satu miliar dolar AS melalui Di sisi lain, pemikiran bahwa gambut itu adalah Secara kimiawi, gambut juga mengandung sulfur yang gambut secara sengaja terjadi pada Perang Vietnam Program Reducing Emmission Deforestation and Forest sumber energi biomassa kiranya lebih tepat karena terbentuk dari mineral pirit bertekstur halus, dan nilai sebagai strategi menghancurkan lawan. Degradation Plus (REDD+) dari Norwegia dan potensi gambut secara fisik merupakan kumpulan limbah kayu panas atau kalori. Oleh karenanya, gambut harus basah dagang karbon untuk perbaikan lahan gambut. yang terbentuk secara alami. Sementara itu, gambut Usaha pemadaman api di lahan gambut, jika diminati juga sebagai bahan bakar untuk keperluan selamanya. Akibatnya Badan Geologi, mulai 2010, tidak terlambat dilakukan, atau apinya telah jauh sumber energi PLTU, terutama di daerah terpencil. melakukan penelitian endapan gambut untuk Berdasarkan hasil pengumpulan data oleh BPP Teknologi masuk kelapisan dalam gambut, akan sulit untuk Berdasarkan sebuah kajian, gambut di daerah terpencil kepentingan rekomendasi wilayah izin usaha (1994), diketahui bahwa beberapa endapan gambut di dipadamkan. Selain itu, hambatan utama yang dihadapi pertambangan gambut sebagaimana diatur dalam akan mampu bersaing dengan pembangkit listrik Indonesia memiliki kadar belerang (S) yang tinggi dalam dalam usaha pemadaman adalah sulitnya memperoleh UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral BBM. kondisi kering (adb). Kadar S pada gambut di Rawa air di dekat lokasi kejadian dalam jumlah besar dan Batubara. Padahal beberapa negara Nordik Mesuji, Tulang Bawang, Lampung, berkisar 0,72% - 5,2%; serta akses menuju lokasi kebakaran sangat berat. Pada 2016 Pemerintah membentuk Badan Restorasi di Desa Gambut, Banjar, Kalsel, antara 0,4% - 6,20%; di seperti Finlandia telah menggunakan briket gambut Gambut (BRG) melalui Peraturan Presiden Nomor Pemadaman api di lahan gambut yang kebakarannya dan endapan gambut tanpa olahan sebagai sumber Riau 0,10% - 0,60%; di Jambi 0,21% - 0,77%, di Sumatera sudah parah/meluas hanya dapat ditanggulangi secara 1 Tahun 2016 tentang Badan Restorasi Gambut. Selatan 0,10% - 0,54%, dan Kalampangan, Kalimantan energi primer untuk pembangkit listrik dengan alami oleh air hujan yang deras. Hal ini terbukti pada BRG dibentuk dalam rangka percepatan pemulihan Tengah 0,04% - 0,16%. sistem panen gambut secara berencana dan teratur. kebakaran lahan gambut di Kalimantan Tengah dan kawasan dan pengembalian fungsi hidrologis lahan Walau demikian, Badan Geologi tetap menerbitkan gambut akibat kebakaran secara khusus, sistematis, Menurut penulis, kadar belerang ini yang Riau yang bisa padam hanya setelah hujan besar Peta Sebaran Lokasi Gambut sekala 1: 5.000.000 terarah, terpadu dan menyeluruh. mengakibatkan gambut mudah terbakar. Proses melanda kedua daerah tersebut. pada 2011 yang meliputi 62 lokasi. Walau pun tidak kejadiannya hampir sama dengan kebakaran batubara terlalu rinci, namun data geologi, potensi, ketebalan, Dalam lima tahun, BGR ditargetkan melakukan berkadar belerang yang terjadi dalam tongkang dan Luas kebakaran gambut pada 1997 diperkirakan melebihi 1 juta Ha. Menurut Tacconi (2003), luas dan lingkungan pengendapan gambut seperti kubah restorasi ekosistem gambut seluas 2.000.000 Ha. Lokasi stockpile batubara, akibat panasnya sinar matahari. gambut yang disajikan Badan Geologi ini setidaknya hutan payau dan gambut Indonesia yang terbakar pelaksanaannya dimulai di empat kawasan gambut Gambut pada musim kemarau sangat panas, karena dapat digunakan sebagai acuan dalam program pada 1997/1998 diperkirakan mencapai 2.124.000 prioritas, yaitu Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan mengalami kenaikan tempertur. Bila tercapai kondisi restorasi gambut. Tengah; Kabupaten Musi Banyuasin, Kabupaten tertentu, maka akan terbakar. Sifat fisik batubara atau Ha. Kebakaran di lahan gambut sangat sulit diatasi dibandingkan dengan kebakaran yang terjadi di Dilema Konservasi Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan, dan Kabupaten gambut yang mengandung belerang sama halnya Kepulauan Meranti, Riau. Di keempat daerah prioritas dengan bahan peledak yang terbuat dari arang kayu/ daerah bukan gambut. Api yang terdapat di dalam Mengingat kerugian yang besar akibat kebakaran ini, Badan Geologi melalui Pusat Sumber Daya batubara yang dicampur dengan berlerang yang biasa lapisan lahan gambut (ground fire) yang berada di lahan gambut, dan kalaupun dapat dipadamkan hal Geologi (kini Pusat Sumber Daya Mineral Batubara digunakan untuk pembuatan korek api dan bom ikan. bawah permukaan sangat sulit diketahui sebarannya itu memerlukan biaya yang besar, maka lahan gambut dan Panas Bumi) juga telah memetakan potensi karena tidak dapat dilihat dari permukaan. Lahan perlu dilindungi dan yang rusak akibat kebakaran Kebakaran gambut untuk kepentingan bahan bakar. Terlepas dari gambut miskin dengan unsur hara yang berguna untuk dan perubahan fungsi lahan perlu direstorasi. Tujuan Kebakaran lahan gambut menjadi berita tanpa akhir tanaman, namun sekarang lahan gambut di Sumatera perlindungan lahan gambut, sebagaimana Keppres pertentangan antara konservasi dan penambangan, dan menjadi bencana besar dalam sekala regional Asia dan Kalimantan menjadi lahan pertanian dan No. 32/1990, adalah untuk mengendalikan hidrologi yang pasti endapan gambut di keempat wilayah Tenggara dan Asia Selatan. Tahun 2015, kebakaran perkebunan sekala besar akibat kebakaran hebat dan wilayah yang berfungsi sebagai penambat air dan tersebut saat ini telah terbakar dan rusak parah. ■ lahan gambut sangat luas dan menimbulkan kerugian luas pada 2015 yang sebenarnya telah dimulai sejak pencegah banjir, serta melindungi ekosistem yang khas Penulis adalah Perekayasa Madya Pusat Sumber Daya Mineral ekonomi yang diperkirakan mencapai Rp. 200 trilyun 2014. Kebakaran beruntun ini termasuk sangat parah. di kawasan yang bersangkutan. Batubara dan Panas Bumii, Badan Geologi, KESDM.

88 GEOMAGZ | SEPTEMBER 2016 ARTIKEL 89 RESENSI BUKU Bapak Biogeografi mengakuinya sebagai berikut: “Catatan saya ini Karena tersengat bacaannya pada makalah Edward di Nusantara didasarkan pada catatan perjalanan mengenai sejarah Forbes (1815-1854), akhirnya Wallace menulis alam yang ditulis Wallace sendiri, yakni The Malay makalah bertajuk “On the Law which has Regulated the Oleh: Atep Kurnia Archipelago, buku yang ditulisnya setelah antara 1854 Introduction of New Species”, yang dikemudian dikenal hingga 1862, ia hidup di Malaysia, Indonesia, dan sebagai Sarawak Law (Hukum Sarawak). Hukum ini Papua, seringnya ke tempat yang belum disinggahi menyaran kepada waktu dan tempat evolusi: bahwa oleh orang-orang Eropa” (1997: xiii). evolusi, yang secara geografi berdekatan dan spesies yang mirip, terjadi secara konstan. Ada sebelas bab yang menyusun buku Where Worlds Collide. Secara berturut-turut bisa disebutkan sebagai Selain itu, hukum ini didasarkan kepada karya Sir berikut: “Blind to the Rising Sun”, “Wallace’s Line”, Charles Lyell (1797-1875), Principles of Geology, “Where Worlds Collide”, “Fire-spitting Mountain”, yang menyatakan bahwa masa kini adalah kunci ke “Stegoland”, “Islands in the Sea”, “Islands in the Sky”, masa lalu. Dalam pengertian, keadaan benda-benda “The Ultimate Island”, “The Butterfly Effect”, “The Red mati sekarang ini adalah akibat dari perubahan Ape of Asia”, dan “Wallace in Wonderland”. yang konstan yang terjadi di masa awal waktu dan DATA BUKU berlangsung hingga kini. Dan hukum inilah yang Judul Buku Where Worlds Collide: The Wallace Line Dalam bab “Blind to the Rising Sun”, antara lain memaksa Charles Darwin mempercepat publikasi dinyatakan bahwa setelah menjelajahi Amazon antara Penulis Penny van Oosterzee Origin of Species tahun 1859. Karena pada Juni 1858, 1848 hingga 1852 dan menjadi orang Eropa pertama Darwin menerima tulisan Wallace yang berkaitan Tebal xiv+234 halaman yang menjelajahi bagian hulu Rio Negro, Wallace “tahu dengan asal-usul spesies yang dikirimkan dari Ternate bahwa kunjungan naturalis pertama ke Kepulauan Penerbit Red Books, Australia dan berjudul “On the Tendency of Varieties to Depart Nusantara hanya terjadi pada 1776 dan sejak itu Indefinitely from the Original Type” (1997: 13-19). Tahun Terbit 1997 bisa dikatakan tidak ada eksplorasi lagi. Itu yang menyebabkan Wallace di 1854, pada usia 31 tahun, Mengenai Garis Wallace sendiri, Wallace pergi untuk menyingkap dunia baru ini dengan ilmu menemukannya secara tidak sengaja. Pada Mei 1856, pengetahuan” (1997: 3). dari Singapura, Wallace hendak ke Makassar. Sayang tidak ada kapal yang langsung mengantarkannya ke Selain itu, di masa itu orang belum bisa menerangkan pulau di timur Indonesia itu. Untunglah, ada kapal mengenai modifikasi tiada henti pada struktur, Rose of Japan milik saudagar Tionghoa yang dapat Pada tahun 1997, Penny van Oosterzee menerbitkan buku mengenai perjalanan Alfred ukuran, dan warna spesies, demikian pula membawanya ke Bali, dan dari sana bisa mencari Russel Wallace di Nusantara pada abad ke-19. Buku bertajuk Where Worlds Collide: The adapatasinya terhadap lingkungan. Orang masih tumpangan ke Sulawesi. Akhirnya, pada 25 Mei Wallace Line yang diterbitkan Reed Books, Australia, ini memaparkan lakon perjalanan menyakini mitos sebagai fakta. Mitos Kapal Nabi Nuh Wallace pergi dan tiba di utara Bali pada 13 Juni 1856. sebagai kebenaran. Pengenalan terhadap satwa pun Wallace di sepanjang kepulauan Asia Tenggara, menjelaskan teori-teori Wallace dan sangat terbatas. Pada akhir abad ke-17 saja, orang Nah, yang menyebabkan dia menemukan perbedaan bagaimana teori tersebut diinterpretasi oleh para ahli biologi selanjutnya. hanya mengenal 500 spesies burung, 150 hewan satwa Oriental dan Australia itu ya di Pulau Lombok, karena setelah beberapa hari di Bali, Wallace berkaki empat, dan 10.000 serangga (1997: 5). meneruskan perjalananya ke Pulau Lombok sambil Meski hanya bersekolah hingga usia 14 tahun, karena mencari tumpangan ke Sulawesi. Di Lombok, Wallace ayahnya bangkrut, tetapi Wallace adalah seorang menemukan burung gosong (megapode) yang pembaca buku yang rakus. Beragam topik yang merupakan satwa Australia, karena di Bali, Jawa, Adapun maksud menyusun buku Where Worlds Penny, penulis buku ini, selama ini dikenal sebagai disukainya termasuk ide-ide bebas, seperti sosialisme Sumatra, dan Kalimantan tidak ditemukan burung Collide, Penny menerangkannya dalam “Preface”. pengarang buku ilmiah populer. Ia telah menulis dan evolusi. Saat dia pergi ke Nusantara, Wallace seperti itu. Padahal antara Bali dan Lombok hanya beberapa buku yang berkaitan dengan teori evolusi Katanya, “Buku ini mengenai orang terkemuka sesungguhnya seorang gembel terpelajar tanpa peluang berjarak 25 km (15 mil). dan tema biogeografi, dari penjelajahannya ke bernama Alfred Russel Wallace, Bapak biogeografi. mendapatkan pekerjaan (1997: 11). Australia Tengah hingga Garis Wallace, dan penemuan Buku ini mengenai kajian biogeografi dan Setelah kembali ke Inggris, pada 1863, Wallace Hobbit (Homo floresiensis). Jelasnya, setelah buku perkembangan kajian-kajian yang terkait dengan Pada mulanya, Wallace yakin bahwa satwa diciptakan membacakan makalah di hadapan Royal Geographical tentang Wallace di 1997, Penny menulis Dragon Bones: biogeografi, seperti evolusi, genetika dan lempeng sepenuhnya demi kebutuhan manusia, yang diberkati Society mengenai geografi kepulauan Nusantara. The Story of Peking Man – A story of the search for tektonik. Benang yang mempertalikan semua topic dengan rasa keberterimaan dan estetis. Namun, Dalam makalah tersebut, ia membuat garis merah the roots of humanity set against the Chinese civil war tersebut adalah penemuan Garis Wallace, pembatas penemuan spesies baru, yang dimulai dari Amazon yang melewati Selat Makassar. Ke arah baratnya ia namai “Indo-Malayan Region” dan ke timur disebutnya (1999), bersama dengan Mike Morwood menulis The satwa yang memisahkan satwa Oriental dari yang dan berlanjut dalam bentuk yang sangat berlimpah sebagai “Australo-Malayan Region”. Inilah yang Discovery of the Hobbit: The Scientific Breakthrough Australian: monyet dari kanguru, dan kuau dari nuri” di Nusantara, menggantikan persepsi Wallace menjadi asal-usul penemuan Garis Wallace yang that Changed the Face of Human History (2007). Dan (1997: xiii). tentang kemanusiaan dan tempatnya di semesta. Dia pada 2014, bersama kawan-kawannya, ia menerbitkan memikirkan yang tak terpikirkan: “Manusia bukanlah terkenal itu (1997: 34). ■ buku A Natural History and Field Guide to Australia’s Dalam praktiknya, buku Penny ini disusun berada pusat dunia, melainkan bumi yang berada pada Penulis adalah penulis lepas, peminat kebumian, anggota Dewan Top End. berdasarkan catatan Wallace sendiri. Penny sendiri pusat semesta” (1997: 12). Redaksi Geomagz, tinggal di Bandung.

90 GEOMAGZ | SEPTEMBER 2016 RESENSI BUKU 91 ESAI FOTO

Merayap Perlahan Kiri: Foto: Deni Sugandi. Kanan Atas: Foto: Deni Sugandi. Kanan Bawah: Foto: Deni Sugandi Dalam perjalanannya, operasi penambangan kemudian ditemui pula beberapa genanngan air ini menunjukkan indikasi melanggar Surat Izin yang airnya langung merembes ke bagian bawahnya. Pertambangan Nomor134/Kep/Distamben/2007, Menurut warga di desa Naru, penggalian ini sangat 16 Juli 2007. Dalam SIP tersebut dijelaskan bahwa mengkhawatirkan, apalagi menjelang hujan. Warga di Bajawa penggelolah tambang rakyat tidak boleh menggunakan menuturkan, bila hujan besar, sering terjadi longsor kecil menimpa jalan, hingga menutupi batas desa. Oleh: Deni Sugandi alat berat; dan peralatan yang diizinkan dalam penambangan di lokasi tambang rakyat adalah linggis, Longsor ini dapat dipastikan terjadi karena air masuk melalui tanah yang merekah dan membawa material Menjelang masuk Bajawa dari arah So’a, samar-samar kabut tersibak dan sekop dan pakuwel. Sedangkan alat berat seperti louder dan eksavator hanya digunakan untuk pengupasan atau menyebabkan longsoran kecil ke badan jalan. menampakan lereng bukit yang telah terkuak dikupas oleh kegiatan penambangan. permukaan tambang dan pembersihan lokasi. Ancaman longsor besar bisa terjadi di kawasan ini, Bukit yang tidak terlalu tinggi ini berada di sebelah selatan dari gunung api aktif Meskipun aturan ini sudah ditetapkan, namun kedua dikarenakan tanah yang kurang padat, mengingat Inelika, disebut Gunung Loboleke, di Naru, Kecamatan Bajawa, Kabupaten Ngada, tambang rakyat di Naru itu masih menggunakan alat kerucut sinder disusun oleh batuan endapan gunung berat seperti louder dan eksavator. Nusa Tenggara Timur (NTT). Areal di kaki gunung yang memiliki ciri khas kerucut api yang berukuran pasir dan campuran antara kerikil, pasir dan lempung. Potensi lainya adalah lereng sinder ini, mulai diusahakan menjadi tambang sejak 2003, melalui Koperasi Unit Pengamatan di lapangan memperlihatkan bahwa di kawsan tersebut kini terlihat ciri-ciri rayapan tanah yang terjal yang memperbesar gaya dorong. Namun, Desa Loboleke, salah satu unit usaha dan pengelola jasa penggalian batu dan pasir yang terjadi karena penggalian di lereng sebelah utara, ancaman yang telah tampak di depan mata adalah pengikisan oleh kegiatan penambangan ke arah lereng, tambang rakyat Naru. Namun, melalui kebijakan pemerintah yang membiarkan selatan dan barat. Gejala umum rayapan tanah terlihat yang juga mempercepat longsor besar. penggunaan alat berat, tenaga manusia tidak lagi diperlukan. Akibatnya, penggalian dari munculnya retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing, tebing yang rapuh dengan kemiringan Peran pemerintah tentunya sangat penting untuk bahan galian di sana semakin masif. Kini, kepemilikan tambang dikelola oleh swasta, kurang lebih 60 derajat, dan kerikil mulai berjatuhan. menumbuhkan kesadaran masyarakat, tentang berlokasi di Wae Gemo dan Ikulewa, dengan memanfaatkan alat berat. Di lereng sebelah utara, pepohona sebagian miring, mitigasi bencana alam diantaranya bahaya gerakan

92 GEOMAGZ | SEPTEMBER 2016 ESAI FOTO 93 Foto: Deni Sugandi

Foto: Deni Sugandi.

tanah. Dengan demikian, pemahaman tersebut menjadi modal dasar dalam upaya menghindari atau memperkecil risiko bencana yang disebabkan oleh kondisi alam yang dipicu secara langsung oleh kegiatan manusia, dalam hal ini, yaitu penambangan.■ Penulis adalah editor foto Geomagz.

Foto: Deni Sugandi

94 GEOMAGZ | SEPTEMBER 2016 ESAI FOTO 95 SKETSA

Gunung Sindoro Menyapa Pagi Bukit Sikunir di Dataran Tinggi Dieng merupakan tempat favorit untuk mendapatkan pemandangan matahari terbit. Puncaknya yang mudah didaki, membuat hampir setiap dini hari sudah dipenuhi oleh para pendaki untuk menikmati kemunculan Sang Mentari. Saat semburat fajar menyeruak dari Tamu Luar Angkasa batas cakrawala, pemandangan yang menakjubkan segera terpampang di hadapan kita. Lanskap G. Sindoro, G. Merapi, G. Merbabu, G. Lawu, Batu meteor Namibia koleksi Museum Geologi, Badan Geologi. Jatuh di sekitar G. Telomoyo dan G. Ungaran berjejer dari kanan ke kiri. Awal Juni 2016, negara bagian selatan-barat benua Afrika. Batu meteor ini dikelompokkan dalam kawah Sindoro meletupkan asapnya, seolah menyapa pagi yang menjelang. kelas Meteorit batuan (Stony-iron meteorite) yang disusun oleh mineral besi dan Sungguh agung lukisan alam. Di sinilah salah situs terbaik yang akan diusulkan untuk Geopark Dataran Tinggi Dieng. silika. Ketika meteorid yang masuk ke atmosfer Bumi, kemudian pecah dan terbakar sebelum mencapati permukaan bumi. Terjadi demikian karena mengalami tekanan Sketsa dan Teks: Budi Brahmantyo yang menghasilkan panas, dan menghasilkan pijaran sangat terang serta berkilauan. Peristiwa jatuhnya benda langit ke bumi dianggap biasa, bahkan biasanya disertai suara ledakan keras sebelum menghantam bumi. Foto dan teks: Deni Sugandi

96 GEOMAGZ | SEPTEMBER 2016 97 Badan Geologi - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ISSN: 2088-7906

VOL.6 | NO.3 | September 2016 VOL.6 | NO.3 | SEPTEMBER 2016 Badan Geologi - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral “Kita yakin, manusia tidak seperti satir tentang ‘evolusi’ manusia (baca: kemanusiaan) ini. Untuk itu, hidup damai dengan sesama dan membangun yang berwawasan lingkungan harus menjadi pilihan.” Manusia Purba dari Cekungan So’a

Umur Lima Hari Merayap Mimin Karmini Manusia Purba Menjelajahi Perlahan Setia di Jalan Cekungan So’a Pulau Bunga di Bajawa Mikropal Sumber: Internet.