DETERIORASI RUMAH TRADISIONAL TONGKONAN DI OBJEK WISATA KETE KESU KECAMATAN SANGGALANGI KABUPATEN TORAJA UTARA
RICKY MANDALA SAPUTRA 105950057715
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2020 DETERIORASI RUMAH TRADISIONAL TONGKONAN DI OBJEK WISATA KETE KESU KECAMATAN SANGGALANGI KABUPATEN TORAJA UTARA
RICKY MANDALA SAPUTRA 105950057715
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Strata Satu ( S-1 )
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2020 HALAMAN PENGESAHAN
Judul : Deteriorasi Rumah Tradisional Tongkonan Di Objek Wisata Kete Kesu Kecamatan Sanggalangi Toraja Utara
Nama : Ricky Mandala Saputra
Stambuk : 105950057715
Program Studi : Kehutanan
Fakultas : Pertanian Makassar, … September 2020
Disetujui
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ir. Husnah Latifah,S.hut.,M.Si.,IPM Ir. M. Daud,S.Hut.,M.Si.,IPM NIDN. 0909067302 NIDN. 0929118502
Diketahui,
Dekan Fakultas Pertanian Ketua Program Studi
H. Burhanuddin,S.Pi.,M.P Dr. Ir. Hikmah,S.Hut.,M.Si., IPM NIDN. 853 947 NIDN. 1063 488 PENGESAHAN KOMISI PENGUJI
Judul : Deteriorasi Rumah Tradisional Tongkonan Di Objek Wisata Kete Kesu Kecamatan Sanggalangi Toraja Utara Nama : Ricky Mandala Saputra Stambuk : 10 5950057715 Program Studi : Kehutanan Fakultas : Pertanian
SUSUNAN TIM PENGUJI
Nama Tanda Tangan
Dr. Ir. Husnah Latifah,S.Hut.,M.Si.,IPM ( ...... ) Pembimbing I
Ir. M. Daud,S.Hut.,M.Si.,IPM ( ...... ) Pembimbing II
Dr. Ir. Hikmah,S.Hut.,M.Si., IPM (...... ) Penguji I
Muhammaad Tahnur, S.Hut., M.Hut., IPM ( ...... ) Penguji II @ Hak Cipta Milik Unismuh Makassar, Tahun 2019
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar unismuh makassar
2. Dilarang mengumumkan dan memprbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk laporan apapun tanpa izin Unismuh Makassar. ABSTRAK
Ricky Mandala Saputra, 105950057715. Deteriorasi Rumah Tradisional Tongkonan Di Objek Wisata Kete Kesu Kecamatan Sanggalangi Toraja Utara. Dibawah bimbingan Husnah Latifah dan M. Daud.
Penelitian dilakukan untuk mengetahui karakteristik karakteristik, faktor- faktor penyebab deteriorasi dan bentuk kerusakan bagunan rumah tradisional Tongkonan. Penelitian ini dilaksanakan di Objek Wisata Kete Kesu Kecamatan Sanggalangi, Kabupaten Toraja Utara yang berlangsung selama dua bulan dari bulan Agustus hingga bulan September 2019. Penelitian ini menggunakan teknik analisis kualitatif. Data dianalisis secara deskriftif eksploratif dan ditabulasikan dalam bentuk diagram dan foto. Kondisi yang memungkinkan terjadinya kerusakan pada kayu bangunan antara lain: kayu kontak dengan tanah sebanyak 1 rumah (16,67%), kayu bekas yang tertinggal atau dibiarkan sebanyak 4 rumah (66.67%), pemasangan kayu pada bagian lantai tanah sebanyak 1 rumah (16,67%), Tangga kayu yang berhubungan dengan tanah sebanyak 1 rumah (16,67%), ventilasi bangunan yang tidak baik sebanyak 1 rumah (16.67%), semak atau tanaman yang berhubungan dengan bangunan sebanyak 1 rumah (16,67%), kebocoran atau atau saluran air sebanyak 1 rumah (16,67%) dan Tumpukan kayu dibawah sekitar bangunan sebanyak 3 rumah (50,00%). kerusakan tertinggi yaitu tiang kayu yang disurvey dari 6 rumah dengan jumlah persentase ( 83,33%), diikuti papan lantai ( 50,00% ), kusen pintu ( 50,00% ), kusen jendela ( 50,00% ), dinding ( 50,00% ), cross beams ( 50,00% ), kuda-kuda ( 50,00%), kayu pondasi ( 16,67% ), tangga ( 16,67 ), mebel (16,67% ). Faktor penyebab kerusakan yang terjadi pada rumah panggung tradisional tongkonan yaitu: Pelapuk (pelapukan dan pelunakan kayu), Kumbang (Munculnya lobang- lobang kecil pada permukaan kayu), Jamur (perubahan warna pada kayu) dan Rayap (penurunan kekuatan kayu).
Kata Kunci: Deteriorasi, Rumah Tradisional Tongkonan, Objek Wisata. KATA PENGANTAR
Puji Syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat dan Karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat beserta salam semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad
SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya, hingga kepada umatnya akhir zaman, aamiin.
Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Makassar. Judul yang diajukan adalah “Deteriorasi
Rumah Tradisional Tongkonan Di Objek Wisata Kete Kesu Kecamatan
Sanggalangi Toraja Utara”.
Penghargaan dan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Ayahanda tercinta Daud dan Ibunda yang kusayangi Diana Semoga Allah SWT selalu melimpahkan Rahmat, Kesehatan, Karunia dan keberkahan di dunia dan di akhirat atas budi baik yang telah diberikan kepada Penulis. Penghargaan dan terima kasih
Penulis berikan kepada Ibunda Ir. Dr. Husnah latifah, S.Hut., M.Hut., IPM selaku pembimbing I dan Ayahanda Ir. Muh. Daud, S.Hut., M.Si., IPM selaku pembimbing II yang selalu memberikan bimbingan dan semangat selama penulisan skripsi sehingga penulisan skripsi ini berjalan lancar. Serta ucapan terima kasih kepada:
1. Ayahanda H. Burhanuddin,S.P.,M.P selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah mengesahkan secara resmi judul penelitian sebagai bahan penulisan skripsi sehingga penulisan skripsi
berjalan dengan lancar.
2. Ibunda Dr. Ir. Hikmah,S.Hut.,M.Si selaku Ketua Progam Studi Kehutanan
Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar sekaligus selaku
penguji 1 yang selalu memberikan arahan selama mengikuti perkuliahan
sampai akhir penulisan skripsi.
3. Ayahanda Muhammad Tahnur, S.Hut., M.Mhut., IPM selaku penguji II yang
selalu memberikan masukan dan saran selama penulisan skripsi ini sehingga
berjalan lancar.
4. Staff dan Dosen Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar
yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu selama mengikuti
perkuliahan sampai akhir penulisan skripsi .
5. Buat seluruh teman-teman angkatan 2015 selalu memberi support dan
dorongan kepada Penulis selama penyelesaian skripsi ini.
Penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada semua pihak dan apabila ada yang tidak tersebutkan mohon maaf, dengan besar harapan semoga skripsi yang ditulis oleh Penulis ini dapat bermanfaat khususnya bagi Penulis sendiri dan umumnya bagi pembaca.
Makassar, Februari 2020
Ricky Mandala Saputra DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ...... i
HALAMAN PENGESAHAN ...... ii
HALAMAN KOMISI PENGUJI ...... iii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ...... iv
HAK CIPTA ...... v
ABSTRAK ...... vi
KATA PENGANTAR ...... vii
DAFTAR ISI ...... ix
DAFTAR TABEL ...... xi
DAFTAR GAMBAR ...... xii
DAFTAR LAMPIRAN ...... xiii
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang...... 1 1.2. Rumusan Masalah...... 3 1.3. Tujuan Penelitian...... 3 1.4. Manfaat Penelitian ...... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bahan Bangunan Rumah Tradisional ...... 5 2.2. Karakteristik Rumah Tradisional...... 5 2.3. Kayu Sebagai Bahan Bangunan ...... 7 2.4. Deteriorasi Rumah Adat Tradisional ...... 8 2.5. Kerangka Pikir ...... 10 III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat ...... 12 3.2. Alat dan Bahan ...... 12 3.3. Populasi dan Sampel ...... 12 3.4. Pengumpulan Data ...... 13 3.5. Teknik Analisis Data...... 13
IV. KEADAAN UMUM LOKASI
4.1. Budaya Suku Toraja ...... 14 4.2. Destinasi Wisata ...... 15 4.3. Kete Kesu ...... 16 4.4. Desa Adat ...... 16
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Kondisi Rumah Panggung Tradisional ...... 18 5.2. Faktor Penyebab Kerusakan ...... 21 5.3. Deteriorasi Rumah Panggung Tradisional...... 25 5.3.1. Bentuk Kerusakan Kayu ...... 25 5.3.2. Lokasi Kerusakan ...... 27
VI. PENUTUP
6.1. Kesimpulan ...... 29 6.2. Saran ...... 30
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN DAFTAR GAMBAR
No Teks Halaman
1. Kerangka Pikir...... 11
2. Persentase Kondisi yang memungkinkan terjadinya kerusakan pada kayu bangunan ...... 20
3. Lokasi kerusakan ...... 22
4. Faktor Penyebab Kerusakan ...... 24
5. Bentuk Kerusakan kayu ...... 27 DAFTAR LAMPIRAN
No Teks Halaman
1 Tally Sheet ...... 31
2 Dokumentasi Penelitian ...... 32 I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kayu dikenal sebagai bahan bangunan yang paling lama di dunia. Kayu telah banyak digunakan sejak pertama kali manusia menebang pohon dan membangun tempat berteduh dengannya. Di masa kini, masyarakat memenuhi kebutuhan akan kayu dengan membangun hutan produksi lestari. Industri kayu juga semakin berkembang dengan menciptakan berbagai macam produk olahan kayu dengan karakteristik yang semakin baik (Ratri Yuli Lestari, 2016).
Penurunan ketahanan bangunan gedung adalah hasil resultan dari proses kemunduran kualitas bangunan (building deterioration) akibat bekerjanya faktor perusak bangunan. Penurunan ketahanan bangunan dapat terjadi akibat menurunnya kekuatan material yang disebabkan oleh penyusutan, relaksasi, kelelahan, perbedaan panas, serta bahayanya kerusakan akibat rayap dan jamur.
Terlebih di daerah tropis seperti Indonesia, penurunan kualitas bahan bangunan didorong oleh kondisi iklim yang lembab, curah hujan dan suhu yang tinggi serta oleh tingginya kelimpahan faktor perusak biologis seperti rayap dan jamur, bahkan di indonesia diperkirakan kerusakan bagunan sebagian besar diakibatkan faktor perusak bangunan yang kurang begitu diperhatikan, yaitu air dan makhluk hidup seperti: rayap dan jamur (Aini, 2005).
Rayap merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan kerusakan berbagai ekosistem, mulai dari ekosistem hutan, pertanian, perkebunan hingga ekosistem permukiman atau perkotaan. Rayap merupakan serangga pemakan kayu
(xylophagus) atau bahan-bahan yang mengandung lignoselulosa (Nandika et al.
1 2003). Kerusakan yang terjadi pada bangunan akibat serangan rayap tidak terbatas pada komponen kayu, melainkan pada semua komponen yang terbuat dari bahan organik atau bahan yang mengandung lignoselulosa. Kehidupan rayap sangat didukung oleh kondisi iklim, tanah, dan banyaknya ragam jenis tumbuhan di
Indonesia. Di Indonesia tercatat kurang lebih terdapat 200 spesies rayap dan 20 diantaranya merupakan hama perusak kayu. Salah satu spesies rayap yang menimbulkan kerugian ekonomis yang paling besar di Indonesia adalah
Coptotermes curvignathus Holmgren.
Menurut Tarumingkeng (2000) deteriorasi hasil hutan adalah semua proses dan akibat yang menyebabkan menurunnya kualitas dan kuantitas hasil hutan.
Terjadinya deteriorasi hasil hutan diakibatkan oleh berbagai penyebab (causing agents), yaitu karena faktor-faktor biologis (hama, penyakit) dan faktor-faktor fisik. Heygreen dan Bowyer (1996), menambahkan deteriorasi merupakan penurunan umur pakai kayu yang diakibatkan oleh pembusukan, noda-noda cendawan, serangga-serangga, api dan pelapukan. Tidak ada alasan untuk dapat menghindari terjadinya proses kemunduran kayu dalam suatu bangunan dimana penyebabnya dapat dibatasi dan dikendalikan.
Dalam kehidupan kita sehari-hari Terkadang sebagai barang tertentu, kayu tidak bisa digunakan dengan bahan lain karna sifatnya yang khas. kayu merupakan bahan yang sangat sering di gunakan untuk tujuan pembangunan tertentu, Kita sebagai pengguna dari kayu yang setiap jenisnya memiliki sifat-sifat yang berbeda, perlu mengenal sifat-sifat kayu tersebut sehingga memilih atau memilih jenis untuk tujuan penggunaan tertentu harus betul-betul sesuai dengan
2 yang kita inginkan. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari karakteristik dan deteriorasi pada rumah adat tradisional Tongkonan di Tanah Toraja.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah yang akan diteliti, yaitu :
1. Bagaimanakah karakteristik rumah tradisional Tongkonan di Objek Wisata
Kete Kesu Kecamatan Sanggalangi di Kabupaten Toraja Utara?
2. Faktor-faktor apa penyebab deteriorasi pada rumah tradisional Tongkonan di
Objek Wisata Kete Kesu Kecamatan Sanggalangi di Kabupaten Toraja Utara?
3. Bagaimanakah bentuk kerusakan bangunan rumah tradisional Tongkonan di
Objek Wisata Kete Kesu Kecamatan Sanggalangi di Kabupaten Toraja Utara?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui karakteristik rumah tradisional Tongkonan di Objek Wisata
Kete Kesu Kecamatan Sanggalangi di Kabupaten Toraja Utara
2. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab deteriorasi pada rumah tradisional
Tongkonan di Objek Wisata Kete Kesu Kecamatan Sanggalangi di Kabupaten
Toraja Utara
3. Untuk mengetahui bentuk kerusakan bagunan rumah tradisional Tongkonan di
Objek Wisata Kete Kesu Kecamatan Sanggalangi di Kabupaten Toraja Utara
3 1.4. Manfaat penelitian
Adapun manfaat penelitian yang dilakukan penulis adalah ;
1. Bagi peneliti, dapat memperkaya pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan
dalam pembangunan rumah panggung tradisional di Kabupaten Toraja.
2. Bagi masyarakat, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran khususnya dalam pembangunan rumah Panggung
Tradisional di Kabupaten Toraja Utara
4 II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bahan Bangunan Rumah Tradisional
Perpaduan teknologi dan konstruksi atap berbentuk perahu dengan susunan atap bambu menjadi ciri khas rumah tradisional Toraja (tongkonan).
Penonjolan atap di bagian depan dan belakang (longa) memperlihatkan konstruksi kuda-kuda yang agak rumit dibandingkan dengan atap bangunan rumah tradisional lainnya. Kedua anjungan atapnya yang menjulang (pamiringan longa), bentangannya mencapai hingga 8 meter. Sebagian besar punggung atau semacam nok dari Tongkonan, berbentuk hiperbolik. Dari segi konstruksi bentuk melengkung hiperbolik lebih menguntungkan karena konstruksi atap pada bagian punggung semuanya menerima gaya tarik yang sesuai dengan kekuatan bahan bangunan yaitu dari kayu (kayu uru atau kayu cempaka dan kayu nangka) dan bambu. Kenyataan ini memperlihatkan bahwa kadang-kadang naluri dari suatu tradisi menghasilkan sesuatu yang logis menurut perhitungan modern dan dapat menampilkan keindahan tersendiri. Longa yaitu ujung-ujung atap dari Tongkonan dan alang menjorok ke muka dan ke belakang sedikit mengecil di ujungujung membuatnya menjadi unik dan indah (Soemalyo, 2001).
2.2. Karakteristik Rumah Tradisional
Permukiman Menurut Yunus (1987) dalam Wesnawa (2015) dapat diartikan sebagai bentukan baik buatan manusia ataupun alami dengan segala kelengkapannya yang digunakan manusia sebagai individu maupun kelompok untuk bertempat tinggal baik sementara maupun menetap dalam rangka menyelenggarakan kehidupannya. Sedangkan Perumahan dikenal dengan istilah
5 housing. Housing berasal dari bahasa inggris yang memiliki arti kelompok rumah.
Perumahan adalah kumpulan rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal. Sebagai lingkungan tempat tinggal, perumahan dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan.
Menurut Budiharjo (1998) perumahan adalah suatu bangunan dimana manusia tinggal dan melangsungkan kehidupanya, disamping itu rumah juga merupakan tempat dimana berlangsungnya proses sosialisasi pada seorang individu diperkenalkan norma dan adat kebiasaan yang berlaku dalam suatu masyarakat. Sebagai wadah kehidupan manusia bukan menyangkut aspek teknis dan fisik saja tetapi juga aspek sosial, ekonomi dan budaya dari penghuninya.
Menurut Sadana (2014) Perbedaan nyata antara permukiman dan perumahan terletak pada fungsinya. Pada kawasan permukiman, lingkungan tersebut memiliki fungsi ganda yaitu sebagai tempat tinggal dan sekaligus tempat mencari nafkah bagi sebagian penghuniannya. Pada perumahan, lingkungan tersebut hanya berupa sekumpulan rumah yang berfungsi sebagai tempat tinggal bagi para penghuninya.
Fungsi perumahan hanya sebagai tempat tinggal, dan tidak merangkap sebagai tempat mencari nafkah.
Menurut Zaid (2004) sistem struktur dan konstruksi rumah Tongkonan terbagi menjadi 3 sistem struktur vertikal yaitu atap, badan dan kaki bangunan. a. Bagian kaki Tongkonan (sulluk banua) Yaitu kolong bangunan rumah yang
terbentuk oleh hubungan antara tiang-tiang dengan sulur atau roroan. Tiang-
tiang Tongkonan terbuat dari kayu, biasanya berbentuk persegi panjang.
Tiang-tiang tersebut ditopang oleh pondasi batu alam, hal ini berfungsi untuk
6 melindingi tiang-tiang kayu dari air tanah dan mencegah turunya bangunan
karena lunaknya tanah. b. Bagian badan Tongkonan (kale banua) Terdiri dari ruang-ruang yang berjejer
dari utara ke selatan. Dinding Tongkonan selalu dihiasi dengan ukiran. Motif
ukuran pada didinding beraneka ragam, namun yang paling sering di
gambarkan adalah motif pa’tedong (kerbau). c. Bagian atas Tongkonan (rating banua) Atap tongkonan terbuat dari bambu
yang dipilah menjadi dua dan disusun saling tumpang tindih. Sebagian
masyarakat menganggap bentuk atap tongkonan adalah abstraksi dari bentuk
perahu yang dibawa oleh leluhur mereka.
2.3. Kayu Sebagai Bahan Bangunan
Kayu merupakan hasil hutan dari kekayaan alam, merupakan bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan barang sesuai kemajuan teknologi.
Kayu memiliki beberapa sifat sekaligus, yang tidak dapat ditiru oleh bahan-bahan lain. Pengertian kayu disini ialah sesuatu bahan, yang diperoleh dari hasil pemungutan pohon-pohon di hutan, yang merupakan bagian dari pohon tersebut, setelah diperhitungkan bagian bagian mana yang lebih banyak dimanfaatkan untuk sesuatu tujuan penggunaan. Baik berbentuk kayu pertukangan, kayu industri maupun kayu bakar. (Dumanauw, 1990).
Selama periode prasejarah dan sesudahnya kayu tidak hanya digunakan untuk bahan bangunan tetapi juga semakin penting sebagai bahan mentah kimia untuk pembuatan arang (digunakan dalam peleburan besi), dan getah (digunakan untuk mengawetkan dan melapisi lambung kapal), dan kalium (digunakan dalam
7 pembuatan gelas dan sebagai bahan pemucat kain dan tekstil kapas). Namun disisi lain kayu merupakan bahan dasar yang sangat modern. Kubah-kubah kayu yang besar dan perabot rumah yang indah membuktikan kagunaan dan keindahannya.
Bahkan dalam Universitas Sumatera Utara bentuk alih seperti kayu lapis, papan partikel dan papan serat, kayu telah menjadi bahan bangunan yang berharga.
Disamping itu, kayu merupakan bahan dasar pulp dan kertas, serat, film, aditif, dan banyak produk-produk lain. Produk paling penting dari pengolahan kayu secara kimia adalah pulp. Kimia kayu dan komponen-komponennya tidak dapat dipisahkan dari strukturnya. Kayu tidak hanya merupakan senyawa kimia, atau jaringan anatomi, atau bahan tetapi merupakan gabungan dari ketiganya.
Kesemuanya ini merupakan hasil hubungan yang erat dari komponen-komponen kimia yang membentuk unsur-unsur ultra struktur, yang kemudian bergabung menjadi suatu sistem yang berderajat tinggi yang membentuk dinding sel yang akhirnya membentuk jaringan kayu (Fengel.D, 1995).
2.4. Deteriorasi Rumah Adat Tradisional
(Heygreen and bowyer, 1986) Deteriorisasi merupakan penurunan umur pakai kayu yang diakibatkan oleh pembusukkan, noda-noda cendawan, serangga- serangga, api dan pelapukan. Ada dua kelompok utama jamur pelapuk kayu, yaitu jamur pelapuk putih (JPP) dan jamur pelapuk coklat (JPC). Tingkat serangan dan daya adaptasi organisma-organisma tersebut juga sangat bervariasi. Disamping itu ada juga jamur pelapuk lunak (JPL) yang tingkat degradasinya relatif lebih kecil dari kedua jenis jamur sebelumnya.
8 Beberapa contoh JPP adalah Panus stipticus (Bull) Fr.; Trametes (Fomes) pini (Thore ex Fr.) Fr pada spruce dan birch; Ganoderma (Polyporus) curtisii
(Berk.) Murr. dalam oak dan Polyporus versicolor L. ex Fr. (Wilcox, 1973),
Armillaria mellea, Heterobasidion annosum, Coriolus versicolor
(Basidiomycota), Xylaria hypoxylon, dan X. polymorpha (Ascomycota), Phellinus megaloporus dan Poria contigua. Adapun jamur pelapuk coklat hanya mencakup
6% dari seluruh jamur pelapuk kayu. Semuanya tergolong ke dalam
Basidiomycota, seperti Serpula lacrymans (dry-rot fungus), Piptoporus betulinus
Poria monticola dan Serpula lacrymans. JPC adalah jamur terpenting dalam pelapukan kayu softwood yang digunakan pada konstruksi di atas tanah di US.
Beberapa JPC memiliki struktur seperti akar dinamakan rhizomorphs yang berfungsi sebagai pipa penyalur air sehingga bisa menyerang kayu yang relatif kering. Maka jamur ini dinamakan juga jamur pelapuk kering (dry rot fungi).
Deacon (2004) melaporkan bahwa jamur pendegradasi kayu harus memeiliki kemampuan khusus untuk mengatasi tiga hambatan utama pada kayu, yaitu:
1) Kayu merupakan substrat organik yang kompleks. Hanya sedikit bahan yang
dapat mudah digunakan jamur (seperti: gula sederhana dan pati) yang
terutama berada terutama pada sel-sel parenkim jari-jari.
2) Kadar nitrogen (<0.1%) dan fosfor dalam kayu rendah. Kedua elemen
mineral tersebut diperlukan jamur dalam jumlah yang banyak untuk
pertumbuhannya.
9 3) Keberadaan senyawa-senyawa (ekstraktif) yang bersifat racun bagi jamur,
terutama pada bagian kayu teras, seperti tanin dalam kayu daun lebar, dan
berbagai senyawa fenolik (terpene, stilbene, flavanoid, dan tropolone) dalam
kayu daun jarum.
2.5. Kerangka Pikir
Pemahaman tentang deteriorasi kayu oleh faktor biologis (jamur) dan pengendaliannya harus dilandasi dengan pemahaman tentang karakteristik kayu dan jamur yang menjadi agen perusaknya. Sebagaimana bahan alami lainnya, kayu memiliki keunggulan dan kelemahan yang harus difahami untuk penggunaannya yang rasional. Sifat-sifat unggul kayu telah menjadikannya sebagai bahan yang tak tertandingi oleh bahan alami lainnya dan semakin meningkat kebutuhannya. Diantara keunggulan komparatif kayu dijelaskan oleh
Tsoumis (1991), yaitu: kayu memiliki nilai estetika yang menonjol tersedia dalam berbagai warna, corak, dan penampilan yang menarik serta memberikan kenyamanan untuk disentuh dan dilihat; kayu sangat kuat dibanding bahan lain dalam satuan berat yang sama; kayu bersifat isolator panas dan listrik sehingga memberikan suhu yang relatif stabil dan menghambat perambatan panas; kayu memiliki sifat akustik yang baik sehingga dapat digunakan dalam pembuatan berbagai alat musik; tidak berkarat; sangat tahan terhadap reaksi asam lemah; mudah pengerjaannya/ permesinannya dengan konsumsi energi yang relatif kecil; dapat dipaku dan diikat dengan metal penghubung maupun dengan perekat; kayu merupakan sumber selulosa yang merupakan bahan dasar berbagai produk; kayu
10 dapat terdegradasi dan merupakan sumber energi; kayu mudah diperoleh di berbagai tempat dan merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui.
Bahan Bangunan
Kayu
Deteriorasi Kayu
Karakteristik Faktor-faktor Rumah Panggung Penyebab Kerusakan
Deteriorasi Rumah Panggung Tradional Gambar 1. Kerangka Pikir
11 III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan selama bulan Agustus sampai bulan September tahun 2019 di Objek Wisata Kete Kesu Kecamatan Sanggalangi, Kabupaten
Toraja Utara
3.2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan di lapangan dalam penelitian ini adalah :
1. Kamera
3. Alat tulis menulis
4. kuisioner
5. Meteran
6. Tally Sheet
3.3. Populasi dan Sampel
1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah rumah panggung tradisional di
Kabupaten Toraja. Teknik pengambilan sampel yaitu Teknik sensus dimana seluruh rumah tradisional di Objek Wisata Kete Kesu Kecamatan Sanggalangi,
Kabupaten Toraja Utara
2. Sampel dalam penelitian ini adalah 6 rumah tradisional di Objek Wisata Kete
Kesu Kecamatan Sanggalangi, Kabupaten Toraja Utara.
12 3.4. Pengumpulan Data
Cara pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara terbuka (open question), observasi, dan dokumentasi.
1. Wawancara Terbuka (Open question)
Wawancara terbuka (open question) adalah kegiatan yang dilakukan dengan mengungkapkan dan memperdalam atau mengeksplorasi hal-hal yang menjadi kebiasaan masyarakat Toraja (gaya hidup) atau nilai-nilai yang masih digunakan dalam hubungannya dengan kebiasaan mereka dalam rumah tinggalnya.
2. Observasi
Observasi adalah kegiatan yang dilakukan melalui pengambilan data dengan pengamatan langsung terhadap kondisi lapangan.
3. Survey
Survey dilakukan dengan pencatatan karakteristik dan pencatatan faktor- faktor penyebab deteriorasi kayu dan bentuk kerusakan bangunan pada elemen- elemen rumah secara langsung pada rumah tradisional di Objek Wisata Kete Kesu
Kecamatan Sanggalangi, Kabupaten Toraja Utara.
3.5. Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan teknik analisis kualitatif. Data kemudian dianalisis secara deskriftif eksploratif dan ditabulasikan dalam bentuk diagram dan foto.
13 IV. KEADAAN UMUM LOKASI
Kabupaten Tana Toraja adalah kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan, dengan ibu kota kabupaten bernama Makale. Tana Toraja merupakan sebuah daerah di Sulawesi Selatan yang sudah tersohor namanya dengan keindahan pemandangan yang mengagumkan dan kaya akan tradisi budaya yang terkenal hingga manca negara. Topografinya yang sebagian besar relatif bergelombang dan berbukit, menjadi daya tarik utama Tana Toraja.
Secara geografis, Kabupaten Tana Toraja terletak di bagian Utara Provinsi
Sulawesi Selatan dengan luas wilayah tercatat 1.990,22 km persegi (BPS 2017) dan jumlah penduduk sekitar 283.214 jiwa (DKCS 2017). Kabupaten Tana Toraja berbatasan dengan Kab. Toraja Utara di sebelah utara, Kabupaten Mamasa Prov.
Sulawesi Barat di sebelah barat dan Kabupaten Enrekang di selatan, serta Pinrang dan Kabupaten Luwu.
4.1. Budaya Suku Toraja
Untuk menuju Tana Toraja dari Kota Makassar dapat di tempuh dengan jalur Darat maupun jalur Udara. Jalur darat umumnya dapat memakan waktu sekitar 8 – 9 jam perjalanan menggunakan bus atau mobil pribadi. Sedangkan jalur udara hanya memakan waktu 45 menit.
Suku Toraja yang mendiami daerah pegunungan di kawasan ini masih mempertahankan gaya hidup yang khas dan masih menunjukkan gaya hidup
Austronesia yang asli dan mirip dengan budaya Nias. Daerah ini merupakan salah satu objek wisata di Sulawesi Selatan. Kebanyakan masyarakat Toraja hidup sebagai petani. Komoditi andalan dari daerah Toraja adalah sayur-sayuran, kopi,
14 cengkeh, cokelat dan vanili. Mayoritas penduduknya menganut agama Kristen
Protestan sebanyak 72.54%, kemudian Katolik 17.57%, Islam 8.43%, Hindu
1.07%, dan Buddha 0.39%.
Ketika Sobat Pesona mengunjungi dataran tinggi Tana Toraja, bersiaplah terpesona keindahan alamnya yang menakjubkan. Di saat yang sama ada daya tarik dari masyarakatnya telah mempertahankan kepercayaan dan tradisi mereka dalam siklus kehidupan yang kekal dan kematian di Bumi, salah satunya adalah pesta pernikahan Rambu Tuka dan juga upacara kematian Rambu Solo.
Untuk menjaga kekuatan tanah dan rakyatnya, masyarakat Toraja percaya bahwa tanah ini harus dipertahankan melalui ritual untuk merayakan mereka hidup dan yang telah mati, melekat saat musim tanam. Di Toraja kehidupan secara ketat dipisahkan dari upacara kematian.
Toraja terkenal dengan upacara kematian yang dapat berlangsung selama berhari-hari melibatkan seluruh penduduk desa. Tidak hanya pada saat berkabung tetapi juga untuk acara hiburan dan persaudaraan komunitas yang ada.
Upacara kematian, diadakan setelah musim panen selesai. Biasanya antara bulan Juli dan September. Sementara upacara kehidupan digelar saat musim tanam di bulan Oktober. Saat itu penguburan tidak dilakukan dengan segera tetapi ditunda selama beberapa bulan bahkan kadang bertahun-tahun, disimpan di rumah khusus hingga waktu yang tepat dan tersedianya dana.
4.2. Destinasi Wisata
Ada banyak objek wisata di Tana Toraja yang bisa Sobat Pesona kunjungi, diantaranya Tradisi Ma’nene, tradisi khas Tana Toraja yang juga telah dijadikan
15 wisata populer yang berlokasi di Baruppu, di Toraja Utara. Tradisi ini adalah tradisi membersihkan dan mengganti baju mayat leluhur Toraja. Selain itu, ada pula tradisi Upacara Rambu Solo, Kete Kesu dengan rumah Tongkonan Toraja, dan kompleks kuburan Toraja, Londa yang berada di sebuah tebing batu Toraja.
4.3. Kete Kesu
Kete Kesu adalah suatu desa wisata di kawasan Tana Toraja yang dikenal karena adat dan kehidupan tradisional masyarakat dapat ditemukan di kawasan ini. Di dalam Kete Kesu terdapat peninggalan purbakala berupa kuburan batu yang diperkirakan berusia 500 tahun lebih. Di dalam kubur batu yang menyerupai sampan atau perahu tersebut, tersimpan sisa-sisa tengkorak dan tulang manusia. Hampir semua kubur batu diletakkan menggantung di tebing atau gua.
Selain itu, di beberapa tempat juga terlihat kuburan megah milik bangsawan yang telah meninggal dunia.
4.4. Desa Adat
Terletak 4 km di bagian tenggara Rantepao, Kete Kesu terdiri dari padang rumput dan padi yang mengelilingi rumah adat Tana Toraja, yaitu Tongkonan. Sebagian rumah adat yang terletak di desa ini diperkirakan berumur sekitar 300 tahun dan letakknya berhadapan dengan lumbung padi kecil. Tidak hanya terdiri dari 6 Tongkonan dan 12 lumbung padi, Kete Kesu juga memiliki tanah seremonial yang dihiasi oleh 20 menit. Di dalam salah satu
Tongkonan terdapat museum yang berisi koleksi benda adat kuno Toraja, mulai dari ukiran, senjata tajam, keramik, patung, kain dari Cina, dan bendera Merah
Putih yang konon disebutkan merupakan bendera pertama yang dikibarkan di
16 Toraja. Selain itu, di dalam museum ini juga terdapat pusat pelatihan pembuatan kerajinan dari bambu. Masyarakat yang hidup di desa ini umumnya memiliki keahlian sebagai pemahat dan pelukis, sehingga selain sebagai objek wisata, tempat ini juga dimanfaatkan untuk menjual berbagai pahatan dan suvernir tradisional Toraja.
Desa Kete Kesu merupakan kawasan cagar budaya dan pusat berbagai upacara adat Toraja yang meliputi pemakaman adat yang dirayakan dengan meriah (Rambu Solo), upacara memasuki rumah adat baru (Rambu Tuka), serta berbagai ritual adat lainnya. Pada bulan Juni - Desember, berbagai upacara dan perayaat adat umumnya dilakukan oleh masyarakat sekita di lokasi ini.
Beberapa makam adat di Kete Kesu telah ditutup dengan jeruji besi untuk mencegah pencurian patung jenazah adat (tau-tau). Beberapa jenazah dapat dilihat jelas dari luar bersama dengan harta yang dikuburkan di dalamnya. Peti mati tradisional (erong) yang terdapat di desa ini tidak hanya berbentuk seperti perahu, namun juga ada yang berbentuk kerbau dan babi dengan pahatan atau ukiran yang menghiasi.
17 V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Karakteristik Rumah Panggung Tradisional
Nama Tongkonan diambil dari kata “Tongkon” dari bahasa setempat
berarti “menduduki” atau “ tempat duduk” dalam bahasa Indonesia. Rumah
Tongkonan ini pada awalnya hanya dijadikan sebagai tempat para bangsawan
Tana Toraja untuk berkumpul. Hingga kemudian berkembang menjadi rumah adat
Toraja yang kemudian dinamakan Rumah Tongkonan. Rumah tradisional
tongkonan toraja pada umumnya dibagun dengan tiga lapisan yaitu:
1. Bagian Atas (Ratting Banua)
Terdiri dari atap dan loteng, atap tongkonan yang menjadi ciri utama
dari rumah tongkonan memiliki kemegahan dengan bentuk yang unik
menyerupai bulan sabit.
2. Bagian Tengah (Kale Banua)
Terletak antara lantai dan loteng rumah, di mana orang tinggal dan di
bagi menjadi 3 ruang khusus, depan, tengah, dan belakang
3. Bagian Bawah (Sulluk Banua)
Bagian rumah yang terletak di bagian bawah antara lantai dan tanah
atau bagian bawah lantai panggung yang di pakai untuk menyimpan alat alat
pertanian dan ternak.
Rumah adat tongkonan toraja pada umumnya menggunakan atap
dari tumpukan bambu, dinding dan lantai dari papan dari kayu keras seperti kayu
uru, cemara (Casuarina junghuniana), jati (Tectona grandis), tiang
menggunakan kayu ulin (Intsia bijuga), kayu tarian, kayu nangka (Artocarpus
18 heterophyllus). Perbedaan yang sangat mencolok dari rumah tradisional
tongkonan dan membedakan dari rumah pada umumnya adalah atap rumah yang
menyerupai bulan sabit serta ukiran khas yang terdapat pada dinding dan tiang
rumah tradisional tongkonan. Berdasarkan penelitian di lapangan kondisi rumah
panggung tradisional dapat di lihat pada Tabel dibawah ini.
Tabel Inspeksi Kerusakan Kayu Pada Bangunan Frekuensi (rumah) Persen No Kriteria 1 2 3 4 5 6 tase 1 Kondisi yang memungkinkan terjadinya kerusakan pada kayu bangunan. a Kayu kontak dengan tanah 1 Kayu bekas yang tertinggal/ dibiarkan b didalam bangunan 4 c Pemasangan kayu pada bagian lantail tanah 1 Tangga kayu yang berhubungan dengan d tanah 1 e Ventilasi bangunan yang tidak baik 2 Semak / tanaman yg bersentuhan dengan f bangunan 1 g Kebocoran atap atau saluran air pada atap 1 h Tumpukan kayu di bawah bangunan 3 2 Lokasi kerusakan a Kayu pondasi 1 b Tiang kayu 5 c Tangga 1 d Papan lantai 3 e Kusen pintu 3 f Kusen Jendela 2 g Dinding 3 h Cross beams (balok silang) 4 i Mebel 1 j Kuda-kuda 3 3 Faktor Penyebab Kerusakan a Rayap 5 b Jamur 1 c Kumbang 1 d Pelapuk 4
Tabel 2 menunjukkan dari 6 rumah tongkonan yang disurvey, semua rumah panggung mengalami deteriorasi. Beberapa Kondisi yang memungkinkan terjadinya kerusakan pada kayu bangunan antara lain: kayu kontak dengan tanah
19 sebanyak 1 rumah (16,67%), kayu bekas yang tertinggal atau dibiarkan sebanyak
4 rumah (66.67%), pemasangan kayu pada bagian lantai tanah sebanyak 1 rumah
(16,67%), Tangga kayu yang berhubungan dengan tanah sebanyak 1 rumah
(16,67%), ventilasi bangunan yang tidak baik sebanyak 2 rumah (33,33%), semak atau tanaman yang berhubungan dengan bangunan sebanyak 1 rumah (16,67%), kebocoran atau atau saluran air sebanyak 1 rumah (16,67%) dan Tumpukan kayu dibawah sekitar bangunan sebanyak 3 rumah (50,00%). Untuk lebih jelasnya kondisi yang memungkinkan terjadinya kerusakan pada kayu bangunan dapat dilihat pada diagram 2.
Tumpukan kayu di bawah bangunan
Kebocoran atap atau saluran air pada atap Semak / tanaman yg bersentuhan dengan bangunan Ventilasi bangunan yang tidak baik Tangga kayu yang berhubungan dengan tanah Pemasangan kayu pada bagian lantail tanah
Kayu bekas yang tertinggal/ dibiarkan
Kayu kontak dengan tanah
0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 Gambar diagram 2. Persentase Kondisi yang memungkinkan terjadinya kerusakan pada kayu bangunan
Pada penelitian ini terdapat 6 rumah tongkonan yang di teliti pada lokasi kawasan wisata Kete kesu yaitu Tongkonan Tonga (Rumah Pertama), Tongkonan
To Sendana (Rumah kedua), Tongkonan Kesu (Rumah ketiga), Tongkonan
Borong (Rumah keempat), Tongkonan Tongkonan Bamba (Rumah kelima),
20 Tongkonan Kandora (Rumah keenam). Tongkonan Kesu merupakan rumah tongkonan tertua di kawasan wisata kete kesu, umur yang sudah tua sangat mempengaruhi kerusakan yang terjadi pada rumah adat tongkonan toraja di kete kesu. Pihak pengelola kawasan wisata ketekesu melakukan perwatan dengan cara mengganti bagian rumah yang sudah tidak layak pakai tetapi tidak mengganti keseluruhan bagian dari rumah untuk menjaga nilai historis dari rumah adat tersebut. Rumah adat tongkonan toraja di kawasan wisata kete kesu tidak lagi di pergunakan untuk rumah tinggal tetapi masih digunakan untuk upacara pemakaman sebagai tempat penyimpanan mayat sebelum memasuki upacara penguburan. Tampak dari luar ukiran – ukiran dinding yang mulai rusak dan pewarna rumah yang mulai memudar.
5.2. Faktor Faktor Penyebab kerusakan
Faktor penyebab kerusakan yang terjadi pada rumah panggung tradisional tongkonan yaitu: Pelapuk (pelapukan dan pelunakan kayu), Kumbang (Munculnya lobang- lobang kecil pada permukaan kayu), Jamur (perubahan warna pada kayu) dan Rayap (penurunan kekuatan kayu).
Secara umum pelapukan diartikan sebagai proses hancurnya massa batuan oleh tenaga eksogen. Menurut Ollier (1969) pelapukan adalah proses penyesuaian kimia, mineral dan sifat fisik batuan terhadap kondisi Iingkungan di sekitamya.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pelapukan adalah Jenis batuan, Iklim,
Vegetasi, dan Topografi.
Kumbang penggerek kayu adalah serangga perusak kayu yang menyerang dan merusak struktural dan mebel kayu di rumah tergantung dari tipe dan
21 kandungan air pada properti tersebut. Semua rumah atau bangunan usaha yang di bangun dengan bahan baku kayu beresiko di kerubungi oleh kumbang penggerek kayu. Kumbang penggerek kayu dewasa bertelur dalam retakan kayu. Mereka menempati lantai yang terbuat dari papan, mebel, balok kayu, dan properti lain yang terbuat dari kayu. Larva kumbang ini bersembunyi di dalam kayu yang mereka makan dan di alam membentuk sebuah jalur yang rumit setelah beberapa tahun lamanya. Jika hal ini di biarkan, larva tersebut dapat merusak pondasi kayu yang ada dalam sebuah bangunan dan pada akhirnya menyebabkan kerusakan struktural dari bangunan tersebut (Ollier, 1969).
Jamur merupakan organisme eukariota yang digolongkan kedalam kelompok cendawan sejati. Dinding sel jamur terdiri atas kitin, sel jamur tidak mengandung klorofil. Jamur mendapatkan makanan secara heterotrof dengan mengambil makanan dari bahan organik. Bahan organik sekitar tempat tumbuhnya diubah menjadi molekul-molekul sederhana dan di serap oleh hifa, jadi jamur tidak seperti organisme lainnya yang menelan makanannya kemudian mencernanya sebelum diserap (Gunawan, 2000).
Menurut Nandika (2003), rayap merusak bangunan tanpa memperdulikan kepentingan manusia. Rayap mampu merusak bangunan gedung, bahkan juga menyerang dan merusak membeler didalamnya, buku-buku, kabel listrik dan telpon, serta barang-barang yang di simpan. Nandika (2003) menambahkan bahwa rayap untuk mencapai sasaran dapat menembus tembok yang tebalnya beberapa senti meter (cm), menghancurkan plastik, kabel penghalang fisik lainnya. Apapun bentuk konstruksi bangunan gedung (slab, basement, atau cawal space) rayap
22 dapat menembus lubang terbuka atau celah pada slab, disekitar celah kayu atau pipa ledeng, celah antara pondasi dan tembok maupun pada atap kuda-kuda.
Persentase penyebab kerusakan yang terjadi pada rumah panggung tradisional tongkonan dapat dilihat pada Gambar 4.
Pelapuk
Kumbang
Jamur
Rayap
0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 Gambar diagram 4. Faktor Penyebab Kerusakan
Pada diagram 4 dapat dilihat bahwa penyebab kerusakan yang tinggi disebabkan oleh Rayap dan pelapuk (66,67%), serta kumbang dan jamur
(16,67%). Penyebab kerusakan ini sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan kondisi bahan bangunan terutama kayu yang digunakan. Umumnya cara pengawetan sangat menentukan umur pemakaian kayu. Semakin sempurna cara pengawetan suatu kayu, semakin panjang pula umur pemakaian suatu kayu
(Suranto, 2002).
Pemakaian kayu menentukan umur keawetannya. Kayu yang awet dipakai dalam konstruksi atap, belum pasti dapat bertahan lama bila digunakan di laut,
23 atau tempat lain yang berhubungan langsung dengan tanah. Demikian pula kayu yang dianggap awet di negara Eropa, belum tentu awet bila dipakai di Indonesia.
Serangga perusak kayu juga berpengaruh besar. Kayu yang mampu menahan serangga rayap tanah, belum tentu menahan serangan bubuk. Oleh karena itu, tiap jenis kayu mempunyai keawetan alami yang berbeda (Dumanauw, 1990).
Keawetan alami kayu ditentukan oleh kandungan ekstraktif yang bersifat racun terhadap organisme perusak kayu yang terdapat pada kayu tersebut. Bahan ekstraktif yang bersifat racun ini bervariasi pada setiap jenis kayu dan mempunyai jenis dan sifat kimia yang berbeda pula. Beberapa zat yang bersifat racun ini umumnya berasal dari golongan tannin, lignan, kumarin, alkaloid, terpenoid, steroid, stilbena, dan flavonoid (Eaton and Hale, 1993).
Sebagai komponen rumah, kayu dapat mengalami degradasi dan akhirnya menjadi rusak. Salah satu makhluk hidup yang banyak merusak kayu adalah rayap. Rayap tanah merusak kayu karena membuat saluran dan terowongan dalam kayu pada bangunan rumah. Di samping membuat saluran, rayap ini bahkan sering memakan kayu kering yang sehat. Bangunan rumah yang diserang bukan hanya yang terletak di dekat sarangnya yang lembab, melainkan juga yang berada di tempat yang relatif jauh dari serangan rayap. Saluran tertutup ini disebut liang kembara, dibuat menuju ke tempat lain yang tersedia kayu sebagai bahan makannya. Saluran tertutup merupakan jalan menuju ke tempat kayu berada. Selain itu, saluran ini juga merupakan jalan untuk kembali dari kayu yang diserang menuju ke sarangnya. Rayap tanah sering kembali ke sarang untuk memulihkan kelembaban diri dari kekeringan yang melandanya (Suranto, 2002).
24 Kisaran suhu yang disukai rayap adalah 21,1 oC – 26,67 oC dan kelembaban optimal 95 % – 98 %. Itulah sebabnya negara Indonesia merupakan tempat tinggal yang baik bagi perkembangan rayap karena temperatur udaranya antara 25,7 oC –
28,9 o C dan kelembaban berkisar 84 % – 98 %. Pada kondisi ideal, satu koloni rayap yang memiliki 60.000 rayap pekerja akan mengkomsumsi habis kayu pinus sepanjang 40 cm berukuran 2 cm x 4 cm selama 118 hari – 157 hari. Itulah sebabnya, rayap mampu menimbulkan kerusakan cukup besar pada struktur bangunan gedung dalam kurun waktu 3 tahun – 8 tahun (Susanta, 2007).
5.3. Deteriorasi Rumah Panggung Tradisional
5.3.1. Bentuk kerusakan kayu
Gambar 5. Bentuk Kerusakan kayu
Gambar 5 menunjukkan bentuk kerusakan yang disebabkan oleh
kumbang dapat dilihat dengan munculnya lobang-lobang kecil pada kayu. Bukti
adanya serangan kumbang pada kayu atau barang furniture kayu dapat terlihat
dari munculnya butiran- butiran kecil yang disebut totor, juga muncul serbuk
25 halus yang keluar dari dalam lobang-lobang kecil dipermukaan kayu dan jatuh dilantai.
Bentuk kerusakan pada rumah tradisional tongkonan toraja di kawasan wisata kete kesu kecamatan sanggalangi kabupaten toraja utara berupa perubahan warna penurunan kekuatan dan pelapukan. Penurunan warna di temukan pada setiap ukiran dinding tiang dan juga lantai rumah. Perubahan fisik yang terjadi pada kayu yang telah diserang oleh jamur yaitu warna kayu menjadi kusam, bobot kayu berubah menjadi ringan, pada posisi yang parah kayu menjadi lapuk dan mudah patah.
Rayap menggerogoti kayu dari bagian dalam dan hanya menyisakan bagian luar yang tipis dapat diketahui melalui pengecekan kayu-kayu seperti kusen pintu dan kusen jendela dengan cara diketuk, kayu yang telah digerogoti oleh rayap akan tersa berongga dan tipis. Ketika rayap menggerogoti kayu mereka akan meninggalkan sisa-sisa kotoran dan tanah, sisa-sisa jejak rayap ini yang menyebabkan kayu jadi mengembang sehingga celah antara kayu dan kusen menjadi sangat rapat dan menjadi sulit dibuka.
5.3.2. Lokasi Kerusakan
Umumnya tongkonan berbentuk persegi panjang dengan ukuran 2:1 dan
memiliki 5 bagian struktur bangunan, yaitu : pondasi, tiang, lantai, dinding, dan
atap. Lantai rumah terdiri dari 3 lapis. Dinding rumah terdiri dari papan yang
diikat dengan pengikat yang disebut sambo rinding. Atap rumah terbuat dari
bambu. Ornamen dan motif yang digunakan memiliki makna cara hidup
masyarakat Toraja. Warna yang dominan digunakan antara lain merah, putih,
26 kuning, dan hitam. Merah berarti warna kehidupan, putih adalah warna daging
dan tulang manusia, kuning melambangkan kemuliaan dan ketuhanan juga
pengabdian, serta warna hitam yang menyimbolkan kesedihan dan kematian.
Lokasi kerusakan tertinggi yang terjadi pada rumah panggung
tradisional tongkonan terdapat pada tiang kayu, hal tersebut di tunjukan dengan
hasil penelitian di lapangan. Serangan rayap menjadi penyebab kerusakan
utama di dukung dengan penurunan kekuatan pada tiang rumah, kerusakan
yang terjadi padang tiang rumah juga di sebabkan oleh faktor pencuacaan.
Kelembaban juga menjadi pemicu serangan rayap yang dapat di lihat pada
dinding rumah, . Kerusakan dinding umunya disebabkan oleh serangan jamur
pelapuk dan pewarna, rayap, dan kumbang serta faktor pencuacaan.
Persentase lokasi kerusakan yang terjadi pada rumah panggung
tradisional tongkonan dapat dilihat pada Diagram 3.
Kuda-kuda
Mebel
Cross beams
Dinding
Kusen Jendela
Kusen pintu
Papan lantai
Tangga
Tiang depan dan belakang
Kayu pondasi
0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 Gambar diagram 3. Persentase Lokasi kerusakan
27 Diagram 3 menunjukan bahwa lokasi kerusakan tertinggi yaitu tiang kayu yang disurvey dari 6 rumah dengan jumlah 5 rumah (83,33%), diikuti papan lantai 3 rumah (50,00%), kusen pintu 3 rumah (50,00%), kusen jendela 2 rumah (33,33%), dinding 3 rumah (50,00%), cross beams 4 rumah (66,67%), kuda-kuda 3 rumah (50,00%), kayu pondasi 1 rumah (16,67% ), tangga 1 rumah (16,67), mebel 1 rumah (16,67%).
28 VI. PENUTUP
6.1. Kesimpulan
1. Karakteristik rumah tradisional tongkonan toraja pada umumnya dibangun
dengan tiga lapisan yaitu: Bagian Atas (Ratting Banua) yang terdiri dari atap
dan loteng, atap tongkonan yang menjadi ciri utama dari rumah tongkonan
memiliki kemegahan dengan bentuk yang unik menyerupai bulan sabit.
Bagian Tengah (Kale Banua) terletak antara lantai dan loteng rumah, di
mana orang tinggal dan di bagi menjadi 3 ruang khusus, yaitu depan, tengah,
dan belakang. Bagian Bawah (Sulluk Banua) Bagian rumah yang terletak di
bagian bawah antara lantai dan tanah atau bagian bawah lantai panggung
yang di pakai untuk menyimpan alat-alat pertanian dan ternak. Rumah adat
tongkonan toraja pada umumnya menggunakan atap dari tumpukan bambu,
dinding dan lantai dari papan dari kayu keras.
2. Faktor penyebab deteriorasi pada rumah panggung tradisional tongkonan
yang ditemukan umumnya perubahan warna oleh faktor iklim (weathering),
retak karena faktor mekanis, erosi karena faktor kimia serta pelapukan dan
pengikisan akibat faktor biologis seperti jamur.
3. Bentuk deteriorasi yaitu Pelapuk yang mengakibatkan dinding rumah
mengalami pelapukan dan pelunakan kayu, Kumbang yang mengakibatkan
tiang dan dinding berlobang-lobang pada permukaan kayu, Jamur yang
mengakibatkan atap dan pintu mengalami perubahan warna pada kayu dan
Rayap yang mengakibatkan tiang, dinding dan lantai mengalami penurunan
kekuatan kayu.
29 6.2. Saran
Dateriorasi yang terjadi pada rumah tradisional di objek wisata kete kesu kecamatan sanggalangi kabupaten toraja utara sangat berdampak buruk terhadap bangunan, maka diperlukan pemeliharaan dan perawatan yang lebih baik sehingga dapat menunjang semua kegiatan yang dilakukan di dalam banguan tersebut.
30 DAFTAR PUSTAKA
Abrams, Charles. 1964. Man’s Struggle For shelter In An Urbanizing World. Cambridge Press, London.
Aini N. 2005. Perlindungan Investasi Konstruksi Terhadap Serangan Organisme Perusak. Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman Badan Penelitian dan Pengembangan Pekerjaan Umum. Bandung.
Budiharjo, Eko. 1998. Sejumlah Masalah Permukiman Kota. Alumni, Bandung.
Deacon, J. W., 2004. Fungal Biology. Six edition. Blackwell Publishing Ltd., Victoria, Australia.
Dumanauw, J. F. 1990. Mengenal Kayu. Kanisius, Yogyakarta
Eaton, R. A. and M. D. C. Hale. 1993. Wood: Decay, Pests and Protection. Chapman and Hall, London.
Fengel, D. 1995. Kayu: Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi. Cetakan Pertama. Gadja Mada University Press, Yogyakarta
Gunawan, ARYH. 2000. Sosiologi Pendidikan: Suatu Ananalisis Sosiologi tentang berbagai Program Pendidikan.Jakarta: Rineka Cipta
Haygreen, J, G. dan Bowyer, J. L.1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Terjemahan H.A.Sutjipto. Gadja Mada University Press, Yogyakarta.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. 2011. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Jakarta.
Koentjaraningrat. 1999. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Djambatan, Jakarta
Kuswartojo, T. dan S. A. Salim. 1997. Perumahan dan Permukiman yang Berwawasan Lingkungan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen dan Kebudayaan, Jakarta:
Kuswartojo, T. dan S. A. Salim.1997. Perumahan dan Permukiman yang Berwawasan Lingkungan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen dan Kebudayaan, Jakarta.
Nandika D, Rismayadi Y, Diba F. 2003. Rayap: Biologi dan Pengendaliannya. Surakarta (ID): Muhammadiyah University Press.
31 Niracanti, G. A. 2001. Studi Perubahan Penggunaan Ruang Permukiman Kampung Kauman Semarang. Skripsi. Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Diponegoro.
Olleir,C. D. 1969. Weathering. Oliver & Boyld. Endenbrugh.
Ratri Yuli Lestari. 2016. Kayu sebagai Bahan Bangunan Gedung Bertingkat Tinggi yang Ramah Lingkungan. Balai Riset dan Standardisasi Industri Banjarbaru.
Sadana, A. 2014. Perencanaan Kawasan Permukiman. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Susanta, G. 2007. Cara Praktis Mencegah dan Membasmi Rayap. Jakarta: Penebar Swadaya,
Tarumingkeng, R.C. 2000. Manajemen Deteriorasi Hasil Hutan. Ukrida Press. Jakarta.
Wesnawa. 2015. Geografi Permukiman. Graha Ilmu, Yogyakarta
Wilcox, R.E., T.P. Harding,, dan D.R. Seely. 1973. Basic Wrench Tectonics. American Association of Canada.
Yudhohusodo, S. 1991. Rumah Untuk Seluruh Rakyat. Yayasan Padamu Negeri, Jakarta
Yulianto, S..2001. Kosmologi dalam Arsitektur Toraja. Gam-Press, Yogyakarta
Yunus, H.S.1987. Geografi permukiman dan beberapa Permasalahan Permukiman di Indonesia. Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta:
Zaid, A.A. 2004. Toraja : Simbolisme Unsur Visual Rumah Tradisional. Ombak, Yogyakarta.
32 LAMPIRAN
Lampiran 1. Tally sheet
Nama: INSPEKSI KERUSAKAN KAYU PADA BANGUNAN (Tanggal : Obyek nomor : ) Waktu Pembangunan : Tipe Bangunan: ( )Permanen ( )Semi ( )Temporer Lokasi / Alamat : Kondisi yang memungkingkan terjadinya deteriorasi pada kayu bangunan ( ) Kayu kontak dengan tanah ( ) Ventilasi bangunan yang tidak baik ( )Kayu bekas yang tertinggal/ dibiarkan ( ) Penampungan air pada bagian bangunan ( )Pemasangan kayu pada bagian lantail tanah ( ) Semak / tanaman yg bersentuhan dengan bangunan ( )Tangga kayu yang berhubungan dengan tanah ( ) Kebocoran atap atau saluran air pada atap ( )Tangga kayu tanpa atap pelindung ( ) Tumpukan kayu di bawahl sekitar bangunan ( )Dinding kayu yang kontak dengan tanah ( ) Saluran pipa yang kontak dengan tanah dan kayu ( )Tidak ada pelindung fondasi bangunan ( ) Lainnya dijelaskan ...... Lokasi Kerusakan ( )Kayu pondasi ( )Papan lantai ( )Cross beams ( )Tiang kayu ( )Kusen pintu ( )Mebel ( )Tangga ( )Kusen Jendela ( )Kuda-kuda ( )Kasau ( )Dinding ( )lainnya dijelaskan ...... Faktor Penyebab Kerusakan Rayap: ( ) Subterranean ( )Lainnya dijelaskan...... Jamur: ( ) Pewarna ( )Pelapuk Kumbang ( )Penampakan ( )Lainna dijelaskan ...... Bentuk kerusakan ( )foto Catatan lain :
33 Lampiran 2. Dokumentasi
Inspeksi dampak kerusakan kayu pada bangunan
Bentuk kerusakan disebabkan oleh jamur
34 Bentuk kerusakan yang disebabkan oleh rayap
Bentuk kerusakan yang disebabkan oleh kumbang
35 Kayu bersentuhan dengan tanah
Mebel
36 RIWAYAT HIDUP
RICKY MANDALA SAPUTRA (105950057715), dilahirkan
pada tanggal 14 Juni 1997 di Palopo. Merupakan anak
Tunggal. Ayah bernama Daud dan ibu Diana.
Penulis mulai pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri
108 Bonepute kecamatan Burau kabupaten Luwu Timur
Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2003 dan selesai pada tahun 2009, ditahun yang sama melanjutkan pendidikan ditingkat Sekolah Menengah Pertama di SMP
Negeri 1 Burau dan selesai pada tahun 2012. Ditahun yang sama pula melanjutkan pendidikan ditingkat Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Burau dan selesai pada tahun 2015. Di tahun yang sama Penulis melanjutkan pendidikan Strata 1
(S1) di Universitas Muhammadiyah Makassar Program Studi Kehutanan Fakultas
Pertanian dan tamat pada tahun 2020. Selama menjalani studi penulis juga aktif dalam kegiatan kelembagaan dan menjadi pengurus di Unit kegiatan mahasiswa
Olahraga Unismuh Makassar (UKM Olahraga) serta menjabat sebagai ketua umum Himpunan mahasiswa kehutanan Fakultas pertanian unismuh makassar
(HMK-FP) selama periode 2017-2018.
37