Biosfera Vol 34, No 2 Mei 2017 : 80-88 DOI: 10.20884/1.mib.2017.34.2.490

Biodiversitas Belalang (: ordo ) pada Agroekosistem (zea mays l.) dan Ekosistem Hutan Tanaman di Kebun Raya Baturaden, Banyumas

Bagas Prakoso1 1Program Studi Biologi, FMIPA, Universitas Ma’arif Nahdlatul Ulama (UMNU) Kebumen Email : [email protected]

Abstarct This study aims to determine the diversity of (Acrididae: Orthoptera Order) on agro-ecosystems (Zea mays L.) and plants of forest ecosystems and to determine the role of locusts on both ecosystems. This research was conducted by field survey method. The parameters were observed at each site included the diversity of vegetation, the collection of the order Orthoptera Acrididae grasshoppers and locusts Acrididae direct observation of the order Orthoptera. diversity found in ecosystems diversity indices analyzed include: diversity index (H '), evenness (E) and Sorensen similarity index (C) as well as correlation and regression analysis. Samples were taken from agroecosystem (Zea mays L.) and forest plant ecosystem which was repeated four times. The results of this study found as many as 3,097 individuals were included in the Family Orthoptera Tetrigidae, Acrididae and Pyrgomorphidae consisting of 7 genus that is Atractomorpha, Criotettix, Gesunola, Hesperotettix, Miramella, Oxya, and Valanga with 7 Species. In agro-ecosystem, 3 species were found with 1,030 individuals, while in plantation forest were found 5 species with 2,067 individuals. The results of the Shannon diversity index value-Weinner on forest ecosystem diversity a higher value (0.6307) when compared to the agro-ecosystem (0.5325). Under these conditions, forests ecosystems grasshopper plant has a higher biodiversity than agroekosistem (Zea mays L.). Key words: Acrididae, Agroecosystem, Grasshopper, Biodiversity, Forest Ecosystem

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman belalang (Acrididae: Ordo Orthoptera) pada agroekosistem (Zea mays L.) dan ekosistem hutan tanaman serta menentukan peran belalang pada kedua ekosistem. Penelitian ini dilakukan dengan metode survai lapangan. Parameter yang diamati pada setiap lokasi meliputi keanekaragaman vegetasi tumbuhan, pengumpulan belalang Acrididae ordo Orthoptera dan pengamatan langsung terhadap belalang Acrididae ordo Orthoptera. Keanekaragaman belalang yang ditemukan pada ekosistem dianalisis dengan indeks keanekaragaman meliputi: indeks keanekaragaman (H’), kemerataan (E) dan indeks kesamaan sorensen (C) serta analisis korelasi dan regresi. Sampel diambil dari agroekosistem (Zea mays L.) dan ekosistem hutan tanaman yang selanjutnya diulang sebanyak empat kali. Hasil penelitian ini ditemukan sebanyak 3.097 individu Orthoptera yang termasuk dalam Famili Tetrigidae, Acrididae dan Pyrgomorphidae yang terdiri dari 7 genus yaitu Atractomorpha, Criotettix, Gesunola, Hesperotettix, Miramella, Oxya, dan Valanga dengan 7 spesies. Pada agroekosistem ditemukan 3 spesies dengan 1.030 individu sedangkan pada hutan tanaman ditemukan 5 spesies dengan 2.067 individu. Hasil nilai indeks keanekaragaman Shannon-Weinner pada ekosistem hutan tanaman nilai keanekaragamannya lebih tinggi (0,6307) jika dibandingkan dengan agroekosistem (0,5325). Berdasarkan hal tersebut maka ekosistem hutan tanaman memiliki biodiversitas belalang yang lebih tinggi daripada agroekosistem (Zea mays L.). Kata kunci: Acrididae, Agroekosistem, Belalang, Biodiversitas, Ekosistem Hutan

Pendahuluan Bhargava (1996), keragaman belalang dipengaruhi oleh faktor-faktor ekologis Belalang adalah serangga herbivor yang diantaranya adalah pola curah hujan, suhu termasuk dalam Ordo Orthoptera dengan jumlah atmosfer, kelembaban relatif, jenis tanah, spesies 20.000 (Borror, 2005). Menurut Rowell perlindungan dari musuh-musuh eksternal dan (1987), belalang dapat ditemukan hampir di struktur vegetasi. semua ekosistem terestrial. Sebagian besar Fielding and Bruseven (1995) menyatakan spesies belalang berada di ekosistem hutan bahwa vegetasi sangat mempengaruhi komposisi (Rowell, 1987). Mereka makan hampir setiap dan keberadaan spesies belalang dalam suatu tanaman yang liar ataupun yang dibudidayakan ekosistem. Semakin tinggi keanekaragaman (Probe dan Scalpel, 1980). vegetasi pada suatu habitat maka semakin tinggi Beberapa hasil penelitian Baldi dan pula sumber pakan bagi belalang dalam suatu Kisbenedek (1997) menunjukkan bahwa kenaeka- habitat, sehingga keberadaanya akan melimpah. ragaman belalang lebih stabil pada ekosistem Morris (2000) menyatakan bahwa struktur yang tidak terganggu. Saha et al., (2011) vegetasi merupakan parameter penting untuk menambahakan bahwa keanekaragaman dan mengetahui kenaekaragaman belalang di suatu kelimpahan spesies (Acrididae: Ordo Orthoptera) habitat dalam skala besar. Guo (2006) di ekosistem yang tidak terganggu lebih tinggi menambahkan bahwa perubahan keaneka- dibandingkan ekosistem yang terganggu. Menurut 80

Biodiversitas Belalang (Acrididae: ordo Orthoptera)... Prakoso, B. ragaman komunitas vegetasi dapat menyebabkan kepadatan (density). Keragaman mencakup jenis variasi dalam pola khusus keanekaragaman dan peran dari Belalang tersebut, sedangkan hayati belalang karena menurut Sanger (1977) kepadatan adalah jumlah dari spesies Belalang. dan Ingrisch (1980) belalang biasanya Selanjutnya, mengamati dan mengidentifikasi mempunyai ketergantungan khusus terhadap secara langsung Belalang yang terdapat di vegetasi dan microclimate. masing-masing tipe ekosistem. Setiap Belalang Belalang di Indonesia menjadi salah satu dikelompokan sampai tingkat spesies. Belalang hama yang memberikan kontribusi dalam (Acrididae) dewasa dikoleksi dengan sweep net kehilangan hasil tanaman jagung (Adnan, 2009). yang merupakan metode baku yang digunakan Agroekosistem (Zea mays .L) merupakan untuk mengukur komposisi spesies belalang penyederhanaan dari keanekaragaman hayati (Joshi et al.,1999; Larson et al., 1999; Saha dan alami menjadi tanaman dalam bentuk monokultur Halder, 2008). Metode yang digunakan untuk yang memerlukan perlakuan secara konstan mengoleksi belalang: Sweep Netting dan Hand berupa pemberian agrokimia (terutama pestisida Piercing (Ogedegbe dan Amadasun, 2011). dan pupuk) (Altieri, 1999). Menurut Widhiono Selain itu, populasi Belalang juga diamati secara (2003) modifikasi hutan di Gunung Slamet adalah langsung dengan cara melihat dan menghitung merubah hutan alam menjadi hutan tanaman, Belalang yang terdapat di masing-masing kombinasi hutan dengan pertanian (agroforestry) ekosistem. Parameter yang diamati meliputi dan hutan wisata. Dalam jangka panjang variabel utama yaitu keanekaragaman dan modifikasi hutan akan merubah iklim mikro dalam kelimpahan Belalang (Acrididae: Orthoptera) hutan serta menghasilkan komposisi tumbuhan sedangkan variabel pendukungnya adalah bawah yang berbeda dengan hutan alam (Hartley, struktur dan tipe vegetasi, temperatur, 2002). Sehingga menurut Van dan Con (2011) kelembaban, kecepatan angin, dan ketinggian. bahwa habitat hutan dengan lapisan kanopi hutan Pengukuran keanekaragaman dan yang banyak dan keragaman vegetasi yang tinggi kelimpahan Belalang (Acrididae) serta struktur lebih mendukung spesies serangga daripada vegetasi (Benefikih dan Petit, 2010) disurvai pada habitat hutan dengan lapisan kanopi hutan dan area yang berukuran ± 300 m2 (10 m x 30 m) vegetasi keanekaragaman yang sedikit. Hutan pada setiap titik. Pengamatan dilakukan dari tanaman adalah hutan yang ditanami dengan 07.00 pagi – 10.00 pagi dari setiap titik sampling. tanaman industri dengan tujuan untuk memenuhi Pengamatan satu minggu sekali. Pengamatan kebutuhan bahan baku industri. Hutan tanaman dengan menggunakan metode mutlak dan relatif. yang bersifat monokultur dan adanya dominasi Metode mutlak yaitu dengan cara melihat, campur tangan manusia menyebabkan tidak menghitung dan mengidentifikasi Belalang yang seimbangnya faktor-faktor lingkungan di hutan terdapat di lokasi penelitian dan yang mendatangi tanaman. Hutan tanaman di Kebun Raya tanaman. Metode relatif dengan cara jaring ayun Baturaden didominasi oleh damar (Agathis sebanyak 200 kali ayunan atau dengan hand lorantifolia Salisb). Perubahan struktur dari hutan piercing dan juga diambil gambarnya alam menjadi hutan tanaman diduga berdampak menggunakan camera digital untuk identifikasi terhadap perubahan ekosistem yang pada lebih lanjut. akhirnya berdampak terhadap keragaman flora Spesies Belalang yang tertangkap diamati maupun faunanya (Wagner et al., 1998). di laboratorium dan ditentukan peranannya. Identifikasi spesimen dilakukan dilaboratorium Metode Parasitologi dan Entomologi Universitas Jenderal Soedirman. Spesimen didentifikasi berdasarkan Bahan yang digunakan adalah Belalang Borror et al., 1989 dengan dibantu beberapa (Acrididae) hasil tangkapan dari Agroekosistem publikasi (Ogedegbe dan Amadasun, 2011), (Zea mays L.) dan Hutan Tanaman di Kebun (Hochkirch, 1996), (Carbonell, 2002), (Gandar, Raya Baturaden. Sampling dilakukan dari April– 1983), (Johnson, 2008), (Haes, 1997), (Catling, Juli, 2014. Penelitian ini dibagi ke dalam 3 lokasi 2008) dan (Kirk dan Bomar, 2005). titik, 4 kali untuk setiap ekosistem. Pengukuran peran belalang pada Berikut alat-alat yang digunakan untuk ekosistem yaitu dengan mengambil gambar melakukan penelitian: sweep net, kantong jaring belalang yang berada pada suatu tanaman Belalang, Global Position Station (GPS), menggunakan camera digital. Pada petak yang Termometer, Higrometer, Barometer, Altimeter, sama dengan yang digunakan, dilakukan juga botol koleksi, tali meteran, Camera digital, alkohol pengukuran temperatur, kelembaban, kecepatan 70%, dan baki . angin, dan ketinggian. Metode yang digunakan dalam Jenis dan jumlah Belalang yang diperoleh pengamatan belalang (Acrididae) ialah scan dianalisis secara deskriptif dan diidentifikasi sampling (Martin dan Bateson, 1993). Teknik sampai tingkat spesies kemudian ditentukan pengambilan sampel dilakukan melalui perannya untuk ekosistem tersebut. Metode pengamatan keragaman (diversitas) dan pengukuran kenaekaragaman yang digunakan 81

Biosfera Vol 34, No 2 Mei 2017 : 80-88 DOI: 10.20884/1.mib.2017.34.2.490 menggunakan indeks keanekaragaman Shanon- a = jumlah jenis yang ditemukanpada lokasi a Wienner, indeks kemerataan (E), dan indeks b = jumlah jenis yang ditemukan pada lokasi b kesamaan Sorensen (C) pada masing-masing tipe habitat (Magurran, 1988) dan kelimpahan relatif 4) Kelimpahan Relatif (KR) (KR). Data tersebut selanjutnya dianalisis dengan = ni/N x 100% ANOVA yang dilanjutkan dengan analisis korelasi serta regresi yang digunakan untuk membuktikan Penelitian dilakukan di dua ekosistem: hubungan antara kondisi ekosistem dengan Agroekosistem (Zea mays L.) dan di Hutan keragaman belalang (Acrididae: ordo Orthoptera). Tanaman yang terdapat di Kebun Raya Persamaan dalam perhitungan indeks tersebut Baturaden, Banyumas. Sedangkan sampling adalah sebagai berikut : dilakukan dari April – Juli, 2014 (4 bulan). Penelitian ini dibagi ke dalam 3 lokasi titik, 4 kali 1) Indeks Shannon - Winner untuk setiap ekosistem.

퐻′ = − ∑ 푝 ln 푝 푖 푖 Hasil dan Pembahasan

2) Indeks Shannon – Evennes Keanekaragaman dan Kelimpahan Belalang 퐻′ (Acrididae: Ordo Orthoptera) 퐸 = ln 푆 Pada penelitian ini ditemukan sebanyak 3) Indeks Kesamaan Sorensen 3.097 individu Orthoptera yang termasuk dalam Famili Tetrigidae, Acrididae dan Pyrgomorphidae C = 2 W x 100% yang terdiri dari 7 genus yaitu Atractomorpha, A+B Criotettix, Gesunola, Hesperotettix, Miramella, Oxya, dan Valanga dengan 7 spesies. Pada Keterangan: agroekosistem ditemukan 3 spesies dan 5 C = indeks kesamaan spesies ditemukan pada ekosistem hutan W = jumlah spesies yang sama pada kedua tanaman. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada ekosistem Tabel 1. ni = jumlah individu pada i jenis

Tabel 1. Spesies belalang yang ditemukan di agroekosistem dan hutan tanaman.

No Jenis Agroekosistem N Hutan Tanaman N u1 u2 u3 u4 u1 u2 u3 u4

1 Atractomorpha crenulata 0 58 96 6 160

2 Criotettix cf. robustus (Hancock) 0 18 63 114 69 264

3 Gesonula mundata (Walker) 330 186 168 123 807 0

4 Hesperotettix viridis pratensis 0 114 225 542 288 1169

5 Miramella alpina 0 6 9 3 18

6 Oxya hyla intricata (Stal) 1 6 2 9 60 54 219 123 456

7 Valanga nigricornis (Burmeister) 51 46 63 54 214 0

Jumlah 1030 2067

Gesonula mundata (Walker), Oxya hyla individu yang termasuk dalam 1 famili dan 3 intricata (Stal) dan Valanga nigricornis spesies dan pada hutan tanaman diperoleh 2067 (Burmeister) merupakan spesies yang dapat individu yang termasuk dalam 3 famili dan 5 ditemukan pada agroekosistem (Zea mays L.) spesies (Tabel 1). Sedangkan Criotettix robustus (Hancock), Jumlah spesies yang ditemukan di Miramella alpina (Kollar), Hesperotettix viridis agroekosistem berbeda dengan yang ditemukan pratensis, Oxya hyla intricata (Stal), dan di ekosistem hutan tanaman. Pada ekosistem Atractomorpha crenulata merupakan spesies hutan tanaman ditemukan jumlah spesies lebih yang ditemukan di ekosistem hutan tanaman. banyak dibandingkan dengn agroekosistem. Hal Jumlah individu, spesies, dan famili di ini disebabkan karena pada ekosistem hutan agroekosistem (Zea mays L.) lebih rendah tanaman memiliki kenakeragaman flora yang lebih daripada ekosistem hutan tanaman. Di tinggi daripada agroekosistem. Pada ekosistem agroekosistem (Zea mays L.) diperoleh 1030 hutan tanaman ditemukan ada 10 spesies yaitu,

82

Biodiversitas Belalang (Acrididae: ordo Orthoptera)... Prakoso, B.

Ageratina riparia (Regel) R.M.King & H.Rob, Formicidae dan Tenebrionidae yang akan lebih Thelypteris sp, Polytrias sp, Nephrolepis sp, banyak ditemukan di permukaan tanah pada Kyllinga sp, Sphagneticola trilobata (L.) Pruski, musim hujan. Cheilocostus sp, Pilea melastomoides (Spreng) Berdasarkan analisis korelasi dan regresi Urb, Ageratum sp, Impatiens platypetala Lindl. antara suhu udara dengan keanekaragaman Sedangkan pada agroekosistem ditemukan belalang yang ditemukan di lokasi penelitian, baik tanaman jagung (Zea mays L.). itu pada agroekosistem dan ekosistem hutan Perbedaan struktur vegetasi yang tanaman, faktor lingkungan ini berpengaruh positif ditemukan pada kedua ekosistem ternyata terhadap jumlah individu serangga, sedangkan mempengaruhi banyaknya jumlah spesies kelembaban, ketinggian tempat dan kecepatan belalang. Menurut Lachat et al., (2006) bahwa angin berpengaruh negatif terhadap jumlah banyaknya keanekaragaman vegetasi di hutan individu serangga. alam sangat diperlukan oleh serangga sebagai Selanjutnya data hasil pengukuran sumber makanan ataupun sebagai sarang. ketinggian pada lokasi penelitian di agroekosistem Selain itu, keanekaragaman belalang pada berkisar antara 225-1015 m dpl (diatas kedua ekosistem secara umum juga ditentukan permukaan laut) dengan rata-rata 573,3 m, oleh faktor lingkungan. Dari data hasil penelitian sedangkan pada ekosistem hutan tanaman di dapat bahwa suhu pada agroekosistem ketinggian berkisar antara 790-2.647 m dengan berkisar antara 28-39 ºC dengan rata-rata rata-rata 1.262,75 m. Dibandingkan dengan lokasi sebesar 32,16 ºC. Sedangkan suhu pada penelitian yang dilakukan oleh Fajarwati et al., ekosistem hutan tanaman berkisar antara 21-26 (2009) pada ketinggian 800-1.100 m maka terjadi ºC dengan rata-rata sebesar 23 ºC. Dibandingkan selisih ketinggian sekitar 162,75 m. dengan data hasil penelitian Pudjiharta (1979) di Hasil studi Hanski dan Krikken (1991) area Kebun Raya Baturaden menunjukkan bahwa menunjukkan adanya penurunan kelimpahan suhu udara dalam hutan damar sebesar 19,5- kumbang tinja, walaupun tidak terlalu nyata 21,4ºC dan penelitian Fajarwati et al., (2009) pada mengikuti peningkatan ketinggian tempat di agroekosistem tomat didapatkan suhu harian Sulawesi Utara. Sampai pada ketinggian 800 m berkisar 14-26 0C dimana pada ekosistem hutan dpl ditemukan sekitar 18 spesies dan sampai tanaman terjadi peningkatan sebesar 2 ºC pada ketinggian 1.150 m dpl tetap ditemukan sedangkan pada agroekosistem terjadi lebih dari 10 spesies. Fenomena yang sama juga peningkatan sebesar 10 ºC. ditemukan di dataran rendah Sarawak. Tetapi di Sedangkan data hasil penelitian Gunung Mulu Sarawak terjadi penurunan jumlah kelembaban udara pada agroekosistem berkisar spesies mulai pada ketinggian diatas 300 m, pada 46-81% dengan rata-rata sebesar 60%. ketinggian 800 m hanya ditemukan 5-10 spesies Kelembaban udara di hutan tanaman berkisar 69- dan pada ketinggian 1.150 m kurang dari 5 98% dengan rata-rata sebesar 77,6%. spesies yang ditemukan. Hal tersebut berbanding Dibandingkan dengan Pudjiharta (1979) terbalik dengan serangga belalang. Pada mengenai kelembaban udara dalam hutan damar ekosistem hutan tanaman dengan ketinggian rata- sebesar 87,5-93,2% dan penelitian Fajarwati et rata 1.262,75 m ditemukan 5 spesies. Sedangkan al., (2009) pada agroekosistem tomat didapatkan pada agroekosistem dengan ketinggian rata-rata kelembaban udara 81,4%. Maka pada ekosistem 573,3 m ditemukan 3 speises belalang (Acrididae: hutan tanaman terjadi penurunan kelembaban Ordo Orthoptera). udara sebesar 5% sedangkan pada Pada agroekosistem didapatkan data agroekosistem terjadi penurunan sebesar 10%. kecepatan angin berkisar antara 222-1.017 Menurut Mock (1973) perubahan suhu ± Mbar/Hpa dengan rata-rata sebesar 948,5 1ºC mempengaruhi evapotranspirasi sebesar 2- Mbar/Hpa. Sedangkan pada hutan tanaman 3%, perubahan kelembaban udara ± 5% didapatkan data kecepatan angin berkisar antara mempengaruhi evapotranspirasi sebesar 9%. 1.013-1.017 Mbar/Hpa dengan rata-rata sebesar Peningkatan suhu akan mempengaruhi aktivitas 1.015 Mbar/Hpa. Susniahti et al., (2005), serangga, penyebaran geografis lokal, menyatakan bahwa Valanga nigricornis Zehntneri perkembangbiakan dan juga penguapan cairan Krauss., dapat terbang sejauh 3-4 km bila ada tubuh serangga (Haneda, et al., 2013). angin. Selain mendukung penyebaran, angin Faktor suhu dan kelembaban akan terlihat kencang bisa menghambat bertelurnya kupu- pengaruhnya terhadap kelimpahan dan kupu, bahkan sering menimbulkan kematian. keanekaragaman serangga jika pengambilan Disamping struktur vegetasi dan faktor sampel dilakukan dengan waktu yang lama dan lingkungan, keanekargaman belalang juga pada musim yang berbeda. Hal ini sesuai dengan dipengaruhi oleh faktor biologi seperti parasitoid, hasil penelitian Ruslan dan Noor (2007) diacu predator dan entomopatogen. Ketiga komponen dalam Tofani (2008), Formicidae dan Nitidulidae itu berpengaruh terhadap populasi, semakin tinggi akan banyak ditemukan pada permukaan tanah faktor biologi tersebut sebaliknya populasi pada musim kemarau, sedangkan famili

8183

Biosfera Vol 34, No 2 Mei 2017 : 80-88 DOI: 10.20884/1.mib.2017.34.2.490 belalang akan semakin menurun (Susniahti et al., Sedangkan O. hyla merupakan spesies yang lebih 2005). menyukai rumput-rumputan yang termasuk Famili Fajarwati et al., (2009), Borror & Long Poaceae daripada tanaman padi (Das and Ray, (1998), dan Brockerhoff et al., (2008) 2013) sehingga O. Hyla lebih banyak ditemukan menambahkan bahwa keragaman serangga di ekosistem hutan tanaman. Menurut Roy and dapat bervariasi pada setiap ekosistem. Hal Ghosh, (2014) O. hyla merupakan salah satu tersebut dipengaruhi oleh sifat serangga itu hama tanaman padi di Bukit Barak, Assam, India sendiri (misalnya cara hidup, makan, dan bagian tenggara. O. hyla juga merupakan berkembang biak) dan beberapa faktor belalang sawah dan hama utama tanaman padi lingkungan, diantaranya adalah faktor geologi dan (Das and Ray, 2013). ekologi, perbedaan suhu, iklim, kondisi geografis, V. nigricornis pada agroekosistem ketinggian tempat, jenis makanan, kemampuan ditemukan dengan jumlah individu sebanyak 213. serangga tersebut menyebar, seleksi habitat, V. nigricornis disebut juga belalang kayu, yang cahaya, curah hujan, dan ketersediaan makanan mempunyai ciri-ciri antena pendek, sayap depan serta vegetasi (kelimpahan jenis tumbuhan baik lurus dan agak keras, sayap belakang berbentuk pohon maupun tumbuhan bawah) (Tofani, 2008). seperti selaput, memiliki panjang tubuh 6,2 cm. Hasil penelitian ini jika dibandingkan serta mempunyai kaki belakang yang lebih dengan penelitian lain menunjukkan perbedaan. panjang dari kaki depan (Sofyan, 2010). Nimfa Penelitian yang dilakukan di ekosistem sawah, maupun imago belalang ini berwarna hijau muda Coimbatore, India dari tahun 1997 ditemukan 50 kekuning-kuningan dengan panjang kurang lebih spesies dari ordo Orthoptera diantaranya 8 44-72 mm (Kalshoven, 1981). V. nigricornis spesies belalang antena panjang (Famili bersifat fitopagus atau memakan berbagai jenis Tettiigonidae), 28 spesies belalang antena tanaman. Dalam populasi yang tidak terkendali V. pendek (Famili Acrididae dan Pyrgomorphidae), 3 nigricornis akan merusak tanaman, sehingga cricket, 1 tree cricket dan 10 Famili Tetrigidae berpotensi besar sebagai hama tanaman (Sofyan, (Chitra et al., 2000). Sedangkan penelitian 2010). Lee (2013) menambahkan bahwa V. Erawati dan Kahono (2010) tentang nigricornis dapat menyerang bibit tanaman serta keanekaragaman dan kelimpahan belalang dan tanamana yang baru ditanam sedangkan di kerabatnya (Orthoptera) pada dua ekosistem Malaysia V. nigricornis bukan merupakan hama hutan (Gunung Kendeng dan Gunung Botol) di utama pada tanaman. Taman Nasional Gunung Halimun-Salak Menurut Rukmana (1997), warna belalang ditemukan 25 spesies dari 5 famili dengan 414 V. nigricornis abu-abu kecoklatan, paha berwarna total individu. coklat dan betis kemerahan atau ungu. Panjang Selanjutnya jika dibandingkan dengan hasil tubuh betina 58-71 mm, sedangkan jantan 49-63 penelitian yang dilakukan oleh Akhtar et al., mm. Sedangkan Sudarmo (2000) menyatakan (2012), di ekosistem sawah (ladang padi), Rabi bahwa V. nigricornis betina dewasa memiliki alat dan Kharif, Kota Uttar Pradesh, India selama peletak telur atau yang disebut ovipositor. Telur- tahun 2010-2011. Hasilnya ditemukan hampir telur tersebut lalu dimasukkan ke dalam tanah sama bahwa keanekaragaman yang melimpah sedalam 5-8 cm yang dibungkus dengan massa dari Famili Acrididae diikuti Pyrgomorphidae. Hal busa yang kemudian mengering dan memadat. ini karena spesies dari subfamili Acrididae Telur berwarna coklat dengan panjang 2-3 cm. dan Truxalinae mudah mendapatkan Setelah 5-7,5 bulan telur menetas. Biasanya sumber makanan berupa rumput (Das and Ray, terjadi pada awal musim hujan (Oktober- 2013). November). Gesonula mundata (Walker) merupakan Hasil penelitian Leatemia dan Rumthe spesies yang paling banyak di temukan di (2011) yang dilakukan di areal pertanaman jagung agroekosistem dengan jumlah individu sebanyak di UPT-Y dan desa Jakarta Baru juga ditemukan 807. Berbeda dengan Hesperotettix viridis V. nigricormis. Selain itu, menurut Leatemia dan pratensis merupakan spesies yang paling banyak Rumthe (2011) intensitas kerusakan tanaman ditemukan di ekosistem hutan tanaman dengan jagung akibat V. nigricornis di Kecamatan Bula jumlah individu sebanyak 1.199. Sedangkan adalah 10,65% yang termasuk kategori ringan. Oxya hyla intricata (Stal) merupakan spesies yang Gejala dari serangan V. nigricornis yaitu terdapat ditemukan pada kedua ekosistem, sebanyak 9 bekas-bekas gigitan pada tepi daun sampai ke individu ditemukan di agroekosistem dan 456 bagian tengah daun sehingga daun berlobang- individu ditemukan di ekosistem hutan tanaman. lobang. Chitra et al., (2000) menyatakan bahwa H. Pada ekosistem hutan tanaman Miramella viridis, H. alba, dan H. speciosus (Scudder) alpina merupakan spesies yang ditemukan merupakan spesies yang lebih memilih makanan dengan jumlah individu paling sedikit yaitu pada kelompok tanaman tertentu. Meskipun H. sebanyak 18 dan tidak ditemukan pada viridis memakan banyak spesies forb, mereka agroekosistem. Hal ini disebabkan karena habitat lebih suka tanaman snakeweed (Gutierrezia spp.). M. alpina terdapat di padang rumput pegunungan

8284

Biodiversitas Belalang (Acrididae: ordo Orthoptera)... Prakoso, B. yang lembab, basah dan di hutan. Selain itu, Peranan Belalang (Acrididae: ordo Orthoptera) sumber pakan M. alpina seperti rumput, lichen, di Ekosistem lumut, dan tanaman herbaceous hanya terdapat Peranan di alam dari spesies-spesies ordo di hutan (Galvagni, 1986). Spesies M. alpina juga Orthoptera di agroekosistem dan ekosistem hutan ditemukan di Banat, Romania (Iorgu et al., 2008). tanaman berperan sebagai herbivora. Orthoptera Titik 1 pada agroekosistem ditemukan herbivora di agroekosistem dan ekosistem jumlah individu belalang lebih banyak tanaman terdiri dari Famili Acrididae, Tetrigidae dibandingkan dengan titik 2 dan titik 3. Hal ini dan Pyrgomorphidae. Berdasarkan hasil disebabkan karena jarak tanam anatar tanaman pengamatan dapat ditunjukkan dengan Zea mays L. tidak berjauhan sehingga pada titik 1 ditemukannya belalang di tanaman Ageratina jumlah spesies tanaman Zea mays L. lebih riparia (Regel) R.M.King & H.Rob, Thelypteris sp, banyak dibandingkan dengan titik 2 dan 3. Oleh Polytrias sp, Nephrolepis sp, Kyllinga sp, karenanya berdampak pada banyakanya jumlah Sphagneticola trilobata (L.) Pruski, Cheilocostus individu belalang yang berada di titik 1. sp, Pilea melastomoides (Spreng) Urb, Ageratum Sedangkan pada ekosistem hutan tanaman, pada sp, Impatiens platypetala (Lindl) pada ekosistem titik 1 ditemukan jumlah individu belalang lebih hutan tanaman sedangkan pada agroekosistem banyak dibandingkan dengan titik 2 dan titik 3. Hal dapat ditunjukkan dengan daun tanaman Zea ini disebabkan karena pada titik 1 ditemukan mays L. yang rusak karena dimakan belalang. Hal keanekaragaman flora lebih tinggi dan spesies tersebut sesuai dengan pernyataan Ullah (2012), Impatiens platypetala Lindl. (Balsaminaceae) lebih bahwa belalang (Acrididae: ordo Orthoptera) banyak dibandingkan dengan titik 2 dan 3. merupakan herbivora penting dalam rangelands Berdasarkan nilai indeks keanekaragaman di Amerika Serikat bagian barat. Shannon-Weinner pada ekosistem hutan tanaman Semua spesies belalang yang ditemukan di nilai keanekaragamannya lebih tinggi (0,6307) jika agroekosistem adalah dari famili Acrididae dibandingkan dengan agroekosistem (0,5325). sedangkan pada ekosistem hutan tanaman Hal ini disebabakan karena ekosistem hutan lebih spesies belalang yang paling banyak ditemukan komplek (jenis tumbuhannya, iklim, dan adalah dari famili Acrididae kemudian disusul landscape) sedangkan agroekosistem jenis berturut-turut dari famili Tetrigidae dan famili tumbuhannya homogen (Zea mays L.) dan lebih Pyrgomorphidae. Secara umum belalang yang rentan karena dilakukan pemberian pupuk dan berperan sebagai herbivora dari famili Acrididae penggunaan insektisida (Philpott dan Armbrecht, ditemukan pada kedua ekosistem namun dengan 2006). KR yang berbeda. Sedangkan spesies dari famili Penelitian ini memiliki jumlah spesies Tetrigidae dan Pyrgomorphidae tidak ditemukan belalang yang lebih sedikit dibandingkan yang pada agroekosistem. Hal ini sependapat dengan dilakukan oleh Erawati dan Kahono, (2010). Rizali et al., (2002) yang mengemukakan bahwa Namun mempunyai informasi baru tentang serangga yang ditemukan di lahan persawahan perbedaan keanekaragaman dan kelimpaan tepian hutan dalam wilayah Taman Nasional Orthoptera pada dua ekosistem yang berbeda Gunung Halimun-Salak didominasi oleh serangga yaitu di agroekosistem dan ekosistem hutan herbivora. tanaman di Kebun Raya Baturaden, Banyumas,

Indonesia. Berdasarkan nilai indeks kesamaan Simpulan dan Saran Sorrensen kedua habitat yaitu agroekosistem dan Berdasarkan hasil yang telah diperoleh hutan tanaman mempunyai indeks kesamaan dapat disimpulkan bahwa kenaekaragaman 25% (0,25) atau sekitar 25% spesies yang family, spesies, dan jumlah individu dari belalang ditemukan pada kedua habitat (agroekosistem (Acrididae: Ordo Orthoptera) paling banyak dan hutan tanaman). Spesies yang ditemukan ditemukan pada ekosistem hutan tanaman (3 pada kedua ekosistem adalah adalah O. hyla. family, 5 spesies dan 2096 individu) daripada Spesies O. hyla merupakan spesies yang lebih agroekosistem (1 family, 3 spesies dan 1029 menyukai rumput-rumputan yang termasuk Famili individu). Spesies yang ditemukan di ekosistem Poaceae daripada tanaman padi (Das and Ray, hutan tanaman diantaranya adalah Atractomorpha 2013). Sehingga keberadaaan O. hyla lebih crenulata, Criotettix cf. robustus (Hancock), banyak ditemukan di ekosistem hutan tanaman Hesperotettix viridis pratensis, Miramella alpina, dibandingkan di agroekosistem. dan Oxya hyla intricata (Stal). Sedangkan pada Berdasarkan hasil uji ANOVA (lampiran 1), agroekosistem ditemukan spesies Gesonula menunjukkan bahwa ada perbedaan mundata (Walker), Oxya hyla intricata (Stal), dan keanekaragaman yang nyata antar kedua Valanga nigricornis (Burmeister). Spesies Oxya ekosistem, sedangkan perbandingan hyla intricata (Stal) dari (Family: Acrididae) keanekargaman antar stasiun pada masing- merupakan satu-satunya spesies yang ditemukan masing ekosistem tidak berbeda nyata. pada kedua ekosistem.

8385

Biosfera Vol 34, No 2 Mei 2017 : 80-88 DOI: 10.20884/1.mib.2017.34.2.490

Penelitian ini perlu dilanjutkan dengan aspek konservasi spesies belalang punya peran membandingkan beberapa tipe habitat yang cukup penting dalam ekosistem, sehingga berbeda atau pada ketinggian yang berbeda pada penelitian ini perlu terus dikembangkan untuk kawasan hutan alam, hutan tanaman dan mendapatkan informasi yang lebih banyak dan agroekosistem untuk mengethui potensi belalang mendalam tentang belalang. (Acrididae: Ordo Orthoptera) sebagai hama. Dari

Daftar Referensi Catling, P.M. 2008. Grasshoppers and Related of Northwest Territories and Adnan, A. M. 2009. Tekhnologi Penanganan Adjacent Regions. Government of the hama Utama Tanaman Jagung. Prosiding Nortwest Territories. Seminar Nasional Serealia. Chitra, N., Soundararajan, R.P. dan Akhtar, Md. H., Usmani, M. K., Nayeem, Md. R Gunathilagaraj, K. 2000. Orthoptera in rice dan Kumar, H. 2012. Species diversity and fields of Coimbatore. Zoo’s Journal. Vol XV abundance of Grasshopper fauna (8). Pp 309-311. (Orthoptera) in rice ecosystem. Annals of Das, M. and Ray, D. C. 2013. An alternative host Biological Research. Vol. 3 (5): 2190-2193. preference study by Oxya hyla hyla Altieri, M.A. 1999. The Ecological Role of (Orthoptera: Acrididae) – a non insecticidal Biodiversity in Agroecosystem. Agriculture, method of pest management. Indian Ecosystems and Environment. 74:19-31. Journal of Applied Research. Vol 3 (8). Pp 315-316. Baldi, A. and Kisbenedek, T. 1997. Orthopteran assemblages as indicators of grassland Das, M. and Ray, D. C. 2013. Studies on the naturalness in Hungary. Agr. Ecosys. varietal preference and diurnal activity of Environ, 66: 121-129. Oxya hyla hyla (Serville) (Orthoptera: Acrididae) on rice agroecosystem. Indian Benefekih, L. and Petit, D. 2010. The Annual Journal of Applied Research. Vol 3 (6). Pp Cycle of Saharan Populations of Locusta 249-250. migratoria cinerascens (Orthoptera: Acrididae: Oedipodinae) in Algeria. 46 (3-4) Erawati, N. V dan Kahono, S. 2010. : 351–358. (jurnal) Keanekaragaman dan Kelimpahan Belalang dan kerabatnya (Orthoptera) pada Bhargava, R.N. 1996. Grylloid Fauna of Thar dua ekosistem pegunungan di Taman Desert. In: Faunal Diversity in the Thar Nasional Gunung Halimun-Salak. J. Desert: Gaps in Research. Eds. Ghosh, Entomologi Indonesia. Vol. 7, No. 2, 100- A.K., Baqri, Q.H. and Prakash, I. Scientific 115. Publ., Jodhpur. pp. 410. Fajarwati, M.R., Atmowidi, T. Dan Dorly. 2009. Borror, D. J., Triplehor, N., and Johnson, N. F. Keanekaragaman serangga pada bunga Pengenalan Pelajaran Serangga Edisi ke- tomat (Mycopersicon esculentum Mill) di Enam. Terjemahan oleh Dr. H Setiyono lahan pertanian organik. Jurnal Entomologi Partosoedjoyono. 1989. Gajah Mada Indonesia. Vol 6 (2). Pp 77-85. university Press, Yogyakarta. Fielding, D. J. and Bruseven, M. A. 1995. Borror D.J. dan De Long D.M. 1998. An Grasshopper densities on grazed and Introduction to the Study of . ungrazed rangeland under drought Sounders College Publishing. conditions in Southern Idaho. Great Basin Borror, D. J., Triplehor, N., and Johnson, N. F. Naturalist., 55(4), 352-358. 2005. Study of Insect.Ed-7. Amerika: Galvagni, A. 1986. The situation of the genus Thomson Brook/ Cole. Miramella Dovnar-Zapolskij, 1933, in the Brockerhoff E.G; Hervé Jactel H; Parrotta J.A; Balcanic and Carpathic regions (Insecta: Christopher P. Quine C.P dan JeVrey : Catantopidae). Studi Trentini di Sayer J.V. 2008. Plantation forests and Scienze Naturali, Acta Biol. 62. biodiversity: oxymoron or opportunity. Gandar, M.V. 1983. Ecological notes and Biodivers Conserv. Pp.17:925–951. annotated checklist of the grsshoppers Carbonell, C.S. 2002. The grasshopper Tribe (Orthoptera: Acridoidea) of the Savanna Phaepariini (Acridoidea: Romaleidae). The Ecosystem Project Study Area, Nylsvley. Orthopterists’ Society. Philadelphia, Graphic Arts Division of the CSIR. THE Pennsylvania. Republic of South Africa.

8486

Biodiversitas Belalang (Acrididae: ordo Orthoptera)... Prakoso, B.

Guo, Z.; Hong, L.; Gan, Y. 2006. Grasshopper Lachat, T., Attignon, S. Djego, Joergen, G., Nagel, (Orthoptera: Acrididae) biodiversity and P., Sinsin, B dan Peveling, R. 2006. grassland ecosystems. Insect Science., 13, Diversity in Lama Forest Reserve 221-227. (South Benin), a Mosaic of Natural, Degraded and Plantation Forests. Haes, E.C.M. 1997. Atlas of Grasshoppers, Biodiversity and Conservation. pp.15:3–23. Crickets and Allied Insects in Britain and Ireland. The Stasionery office. London. Larson, D.P., O’neil, K.M., Kemp, W.P. 1999. Evaluation of the Accuracy of Sweep Haneda, N.F., Kusmana, C., dan Kusuma, F.D. Sampling in Determining Grasshopper 2013. Keanekaragaman serangga di (Orthoptera: Acrididae) Community ekosistem mangrove. Jurnal Silvikultur Composition. Journal of Agricultural and Tropika. Vol. 4(1). Pp 42-46. Urban Entomology., 16, pp 207-214. Hanski, I. and J. Krikken. 1991. Dung beetles in Leatemia, J. A dan Rumthe, R. Y. 2011. Studi tropical forests in South-East Asia. In: kerusakan akibat serangan hama pada Hanski, I. and Y. Cambefort (eds.). Dung tanaman pangan di Kecamatan Bula, Beetle Ecology. Princeton: Princeton Kabupaten Seram Bagian Timur, Provinsi University Press. Maluku, Jurnal Agroforestri. Vol. VI (1); 52- Hartley, M.J. 2002. Rational and Methods for 56. Conserving Biodiversity in Plantation Lee, C. Y. 2013. Urban forest insect pests and Forest. Forest Ecology and Management, their management in Malaysia. Makalah 155: 81-95. disampaikan dalam International Hochkirch, A. 1996. Habitat Preferences of Symposium on forest health management. Grasshoppers (Orthoptera: Acridoidea, Universiti sains Malaysia, Malaysia. Eumastacoidea) in the East Usambara Magurran, A.E. 1988. Ecological Diversity and its Mountains, ne Tanzania, and Their Use for Measurement. Princeton University Press, Bioindication. Ecotropica. 2: 195-217. New Jersey. Ingrisch, S. 1980. Zur Feuchte-Praferenz von Martin and Bateson. 1993. Measuring Behaviour. Feldheuschrekken und ihren Larven. Verh. An Introductory Guide. Ed 2. Cambridge Ges. Okol. 8: 403-410. University Press, Cambridge. Iorgu, I., Pisica, E. Pais, L., Lupu, G and Iusan, Mock, F.J. 1973. Land Capability Appraisal C. 2008. Checklist of Romanian Orthoptera Indonesia Water Availability Appraisal. (Insecta) and their distribution by eco- FAC. 1-55. regions. Travaux du Museum National de Histoire Naturelle, Grigore Antipa. Vol. LI. Morris, M.G. 2000. The Effects of Structure and its Pp 119–135. Dynamics on the Ecology and Conservation of in British Grasslands. Johnson, D.L. 2008. Grasshopper Identification Biological Conservation . 95. 129–142. and Control methods to Protect Crops and the Environment. Pulse Canada and Ogedegbe, A. B.O., and Amadasun, G.I. 2011. Saskatchewan Agriculture and Food, Diversity of Grasshoppers in Two Forest Canada. Ecosystems in Southern Nigeria. African Scientist Vol. 12. No 3. Joshi, P.C., Lockwood, J.A., Vashishth, N., Singh, A. 1999. Grasshopper (Orthoptera: Philpott, S. M., and I. Armbrecht. 2006. Acridoidea) Community Dynamics in a Biodiversity in tropical agroforests and the Moist Deciduous Forest in India. Journal of ecological role of ants and ant diversity in Orthoptera Research., 8, pp 17-23. predatory function. Ecological Entomology. 31: 369-377. Kalshoven, L.G.E. 1981. Pests of Crops in Indonesia. Laan PA van der, penerjemah. Probe and Scalpel, 1980. How To Dissect, William Jakarta : PT Ichtiar Baru-van Hoeve. Berman, Arco Publishing Company. Terjemahan dari : De Plagen van de Pudjiharta, A. 1979. Pengaruh Tegakan Damar Cultuurgewassen in Indonesie. Pp. 701. (Agathis alba Foxw.) terha-dap Beberapa Kirk, K. and Bomar, C.R. 2005. Guide to the Faktor Iklim Mikro dalam Hutan di Grasshoppers of Wisconsin. Bureau of Baturaden. Laporan 317: 1-26. Lembaga Integrated Science Services. Wisconsin Penelitian Hutan, Bogor. Department of Natural Resources, Rizali, A., D. Buchori., dan H. Triwidodo. 2002. Madison. Kenaekargaman serangga pada lahan persawahan-tepian hutan: indikator untuk

8817

Biosfera Vol 34, No 2 Mei 2017 : 80-88 DOI: 10.20884/1.mib.2017.34.2.490

kesehatan lingkungan. Hayati. Vol. 9. No. 2: Hama dan Penyakit Tumbuhan. Fakultas 41-48. Pertanian, Universitas Padjadjaran. Rowell, C.H.F. 1987. The biogeography of Costa Tofani, D.P. 2008. Keanekaragaman serangga di Rican acridid grassoppers in relation to hutan alam resort Cibodas, Gunung Gede their putative phylogenetic origins and pangrango dan hutan tanaman jati di KPH ecology. Pp. 470-482 in Baccetti, B. (eds). Cepu [skripsi]. Fakultas Kehutanan, Institut Evolutionary biology of Orthopteroid Pertanian Bogor. insects, Chichester. Ullah, M. 2012. Investigations on rangeland Rukmana, R. 1997. Ubi Kayu Budi daya dan grasshoppers: Ecoregion level Distribution, Pasca Panen. Kanisius. Yogyakarta. Identification, feeding performance, and Vegetation Clipping. Dissertation. University Saha, H.K., Sarkar, A. and Haldar, P. 2011. of Nebraska, Lincoln Nebraska. Effects of Antrophogenic Disturbance on the Diversity and Composition of the Acridid Van, L.V. and Con, Q.V. 2011. Diversity Pattern of Fauna of Sites in the Dry Deciduous Forest Butterfly Communities (Lepidoptera, of West Bengal, India. Jornal of Biodiversity Papilionoidae) in Different Habitat Types in and Ecological Science. No 1. Issue 4. 313- a Tropical Rain Forest of Southern 320. Vietnam. Sanger, K. 1977. Uber die Beziehungen zwischen Wagner, R.G., Flynn, J., Gregory, R.,Metz,C.K. Heuschrecken und der Raumstruktur ihrer and Slovic, P. 1998. Acceptable practices in Habitate. Zool jahrb. Abt. Syst. Oekol. Ontario’s forest: differences between the Geogr. Tiere 108: 433-488. public and forestry professionals. New Forester. 16, 139-154. Sudarmo, S. 2000. Tembakau, pengendalian hama dan penyakit. Kanisius, Yogyakarta. Widhiono, I. 2003. Impact of Forest Modification Hal 53. on Butterfly Along an Elevation Gradient at Slamet Mountain, Central Java, Indonesia. Susniahti, N., Sumeno., dan Sudarjat. 2005. Cuvillier Verlag Gottingen, Germany. Bahan ajar ilmu nama tumbuhan. Jurusan

8828