KAWISTARA VOLUME 5 No. 1, 22 April 2015 Halaman 1-98

KETIKA CINTA BERTASBIH TRANSFORMASI NOVEL KE FILM

Siti Isnaniah Institut Agama Islam Negeri Surakarta Email: [email protected]

ABSTRACT One study of ecranisation is a transformation from novel to film. One of the novels deserves tobe studied are El Shirazy’s Ketika Cinta Bertasbih (KCB) 1 and 2. The film is based on a novel, including the reception of research resources in the form of adaptations in other media. The presence of KCB novel which filmed later is the phenomenon of ecranisation which siphon attention from the public from all backgrounds and ages. The differences which frequently arise in ecranisation have often caused by the differences in the literary system (novel) and film. The differences which frequently arise in ecranisation have often caused by the differences in the literary system (novel) and film. The technical issues, such as media novel form of words and language, meanwhile the main media of film is an audio-visual (sound and picture). Therefore, it would be reasonable if the film is different from the novel. In the KCB novel and film, the differences that exist are not only technical problems, but a deliberate distinction with a specific purpose as well. Based on the facts above, theKCB novel and film have many differences caused by the reception process through KCB novel conducted by film production (screenwriter, director, and producer). This case is a problem which becomes question in the mind of the readers of the KCB novel. The literary reception towards KCB novel which eventually lead to the film is a creative act as a reader.

Keywords: Ecranisation, KCB, Reception, Literary

ABSTRAK Salah satu kajian ekranisasi adalah transformasi bentuk dari novel ke film. Salah satunya yang pantas dikaji adalah film karya El Shirazy, Ketika Cinta Bertasbih 1 dan 2. Film yang diangkat dari sebuah novel termasuk dalam sumber penelitian resepsi yang berupa saduran dalam media lain. Hadirnya novel KCB yang kemudian difilmkan adalah fenomena ekranisasi yang banyak menyedot perhatian masyarakat luas dari segala kalangan dan usia. Perbedaan yang sering muncul dalam ekranisasi selama ini sering disebabkan oleh perbedaan sistem sastra (novel) dan film. Hal-hal teknis seperti media novel yang berupa kata-kata dan bahasa, sementara media utama film adalah audio visual (suara dan gambar). Oleh sebab itu akan menjadi wajar jika film berbeda dengan novel. Dalam novel dan filmKCB, perbedaan yang ada bukan sekedar karena masalah teknis, tetapi perbedaan yang disengaja dengan tujuan tertentu. Berdasarkan kenyataan di atas, novel dan filmKCB banyak perbedaan yang disebabkan oleh proses resepsi terhadap novel KCB yang dilakukan oleh produksi film (penulis skenario, sutradara, dan produser). Hal ini adalah sebuah permasalahan yang sering menjadi pertanyaan di benak para pembaca novel KCB. Resepsi terhadap novel KCB yang akhirnya menimbulkan film adalah suatu tindakan yang kreatif sebagai pembaca.

Kata Kunci: Ekranisasi, KCB, Resepsi, Sastra

23 Kawistara, Vol. 5, No. 1, April 2015: 23-35

PENGANTAR Persoalan agama dalam film tidak bisa Setelah lama mengalami kevakuman, di­lepaskan dari setting wacana ideologis dunia perfilman saat ini telah yang berkembang dalam masyarakat. Tidak bangkit. Hal tersebut ditandai dengan bisa dipungkiri bahwa ada beberapa alasan booming-nya film-film yang bergenre cerita kenapa tema-tema yang terkait dengan remaja, horor, maupun cerita religi. Film-film Islam menjadi tema yang cukup digemari yang berkembang saat ini dianggap mere­ oleh kalangan industri film. Islam adalah presentasi karya yang mewakili semangat agama dengan pemeluk mayoritas di Indo­ perkembangan dalam masyarakat Indonesia nesia. Dengan kata lain, umat Islam me­ kontemporer dengan kompleksitas problem rupakan audiens film yang paling banyak yang dihadapi. Boooming industri perfilman dibandingkan para pemeluk agama lain. Indonesia saat ini tentunya tidak terlepas Mayoritas jumlah pemeluk dan penonton dari kerja keras para sineas-sineas profesional itulah yang kemudian menjadi asumsi untuk membuat fim yang berkualitas. pasar bahwa film-film yang menyuguhkan Sekarang ini film tidak hanya dipandang representasi nilai-nilai Islam pasti akan sebagai hiburan semata, melainkan juga di­ menarik minat dari penonton untuk me­ anggap merepresentasikan persoalan yang lihatnya sehingga lebih menguntungkan. sedang berkembang. Sebagai produk budaya, Menonton film merupakan kegiatan film sarat akan nilai, idiologi, dan kuasa sosial kultur yang sangat komplek, yang tertentu. Film diakui memiliki pengaruh di dalamnya dapat terjadi pertarungan yang kuat dan lebih peka terhadap budaya makna di antara penonton dengan film masyarakat daripada sebuah monografi yang yang mempunyai banyak kepentingan dan dibuat oleh sejarahwan. Oleh karena itu, ideologi tertentu. Film dianggap memiliki film memberikan petunjuk berharga tentang peran untuk merepresentasikan realitas pandangan kontemporer terhadap realitas dalam bentuk simbol yang telah mengalami hidup. Film memainkan peran dalam men­ komodifikasi. definisikan realitas, mengidentifikasi dan ke­ Di antara karya yang menarik untuk mudian memformulasikan ke dalam bentuk- dikaji secara resepsi satra dan ekranisasi bentuk simbolik yang sudah terolah, menjadi adalah Ketika Cinta Bertasbih (KCB) karya sebuah “representasi”. Representasi dalam Habiburrahman El Shirazy. Untuk mengkaji teks media dapat dikatakan berfungsi secara karya-karya tersebut dengan pendekatan ideologis sepanjang represetasi itu berkenaan resepsi sastra dan ekranisasi, pembaca dengan dominasi dan eksplorasi. terlebih dahulu harus memahami unsur- Pendekatan yang digunakan dalam studi unsur struktural yang terdapat dalam sebuah film pun berasal dari banyak disiplin ilmu, karya. Pembaca belum begitu mengenal seperti linguistik, psikologis, kriktik sastra, novel KCB, setelah novel tersebut sukses dan sejarah, termasukjuga bermacam-macam luar biasa diikuti pula dengan kesuksesan posisi politik, seperti marxisme, feminisme, filmnya. Film KCB distradarai oleh Chairul dan nasionalisme. Bagaimanapun, alasan Umam dan penulis naskah skenario adalah utama mengkaji film adalah sebagai sebuah . Production House yang mem­ sumber hiburan dan memiliki peran penting produksi film tersebut adalah sinemArt. dalam kebudayaan. Karena film bertema nilai- Film yang diangkat dari sebuah nilai ke-islaman berpotensi menpengaruhi novel termasuk dalam sumber penelitian kebudayaan masyarakat, ia tentu saja tidak resepsi yang berupa saduran dalam media terlepas dari kepentingan-kepentingan di lain,proses adaptasi dari novel ke bentuk film sekitarnya. Kepentingan sutradara, pemilk ini disebut ekranisasi (Eneste, 1991: 60). Dia modal, dan ideologi agama memilki peran menjelaskan bahwa novel dinikmati dengan dalam sebuah produksi film. cara membaca, sementara film dinikmati dengan menontonnya. Begitu juga perubahan

24 Siti Isnaniah -- Ketika Cinta Bertasbih Transformasi Novel ke Film

dari sebuah bentuk kesenian yang bisa Dedi Setiadi yang diangkat dari novel Siti dinikmati kapan saja dan di mana saja, yaitu Nurbaya karya Marah Rusli yang dilanjutkan saat membaca novel, menjadi sebuah bentuk dengan Sengsara Membawa Nikmat karya Tulis kesenian yang dinikmati pada saat tertentu Sutan Sati (TVRI), serial Lupus karya Hilman dan tempat-tempat tertentu pula. Ekranisasi Hariwijaya dan Karmila karya Marga T. berarti pula apa yang dinikmati selama ditayangkan di Indosiar, serta beberapa berjam-jam atau berhari-hari, harus diubah lagi yang ditayangkan di RCTI di antaranya menjadi apa yang dinikmati (ditonton) Padamu Aku Bersimpuh karya Gola Gong, selama 90 sampai 120 menit. Cintaku di Kampus Biru karya Ashadi Siregar, Banyak film yang diangkat dari sebuah Keluarga Cemara karya Arswendo Atmowiloto, novel, misalnya film Harry Potter diadaptasi dan Cinta Berkalang Noda karya Mira Wijaya. dari novel karya J. K. Rowling yang berjudul Fenomena seperti itu juga sempat booming Harry Potter, film The Lord of the Rings dari ketika banyak sinetron bertema religi yang novel The Lord of the Rings karya Tolkien ceritanya diadaptasi dari kisah-kisah nyata tahun 1954, film Doctor Zhivago adaptasi dari yang termuat dalam majalah Hidayah. novel Doctor Zhivago karya Boris Pasternak, Begitu juga dengan proses adaptasi dan sebagainya. Ekranisasi di Indonesia dari film ke dalam novel. Di luar negeri, juga bukan hal yang baru lagi. Banyak film beberapa contoh novel hasil adaptasi dari Indonesia yang juga diadaptasi dari novel, film di antaranya Dead Poets Soeciety karya misalnya film Darah dan Mahkota Ronggeng N. H. Kleinbum yang diadaptasi dari film karya Ami Priyono diadaptasi dari novel karya Tom Schulman dengan judul yang Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari, sama. Begitu pula pada pertengahan tahun film Jangan Ambil Nyawaku diangkat dari 2003, cerita film Matrix karya Wachowski novel karya Titi Said, film Roro Mendut karya bersaudara dibuat novelnya dengan judul Ami Priyono diangkat dari novel Roro Mendut Matrix Warrior: Being the One oleh Jake karya Y. B. Mangunwijaya, film karya Horsley. diadaptasi dari novel Atheis Di Indonesia sendiri, menurut Hadi­ karya Achdiat K. Mihardja, film Si Doel Anak ansyah (2006) bahwa pengadaptasian novel Betawi karya Sjumandjaja diadaptasi dari dari film belum lama dilakukan, seperti pada novel Si Doel Anak Betawi karya Aman Dt. novel anak Jenderal Kecil karya Gola Gong Madjoindo, film Salah Asuhan karya Asrul (Dar! Mizan, 2002) yang diadaptasi dari Sani diadaptasi dari novel Salah Asuhan telesinema Jenderal Kecil yang disiarkan oleh karya Abdoel Moeis, film Ca Bau Kan karya RCTI pada bulan Juli 2002 dalam rangka Hari Nia Dinata diangkat dari novel Ca Bau Kan Anak Nasional. Sementara pada film layar karya Remy Sylado, film Badai Pasti Berlalu lebar terjadi pada filmBiola Tak Berdawai karya karya Teddy Suriatmadja diadaptasi dari Sekar Ayu Asmara yang dinovelkan oleh novel Badai Pasti Berlalu karya Marga T., film Seno Gumira Ajidarma (Akur, 2004), 30 Hari AAC karya diadaptasi Mencari Cinta dinovelkan oleh Nova Rianti dari novel AAC karya Habiburrahman El Yusuf (Gagas Media, 2004), film Brownies Shirazy, film Ketika Cinta Bertasbih (KCB) 1 karya Hanung Bramantyo dinovelkan oleh dan 2 diangkat dari novel KCB1 dan 2 karya Fira Basuki, dan film Rindu Kami Pada- Habiburrahman El Shirazy, film Perempuan Mu karya dinovelkan oleh Berkalung Sorban diangkat dari novel yang Garin Nugroho dan Islah Gusmian (2005), sama karya Abidah El Khalieqy, film Emak cerpen Tentang Dia!!!. Karya Melly Goeslow Ingin Naik Haji ditayangkan berdasarkan (Gagas Media, 2005) yang ditulis ke dalam cerpen Asma Nadia dengan judul Emak Ingin bentuk skenario Titien Wattimena, difilmkan Naik Haji. oleh sutradara Rudi Sudjarwo, kemudian Sementara itu, sinetron yang diangkat dinovelkan kembali oleh Moammar Emka dari novel di antaranya Siti Nurbaya karya (Gagas Media, 2005).

25 Kawistara, Vol. 5, No. 1, April 2015: 23-35

Hadirnya novel KCB yang kemudian Resepsi Sastra difilmkan adalah fenomena ekranisasi yang Secara definitif, resepsi sastra berasal banyak menyedot perhatian masyarakat luas dari kata recipere (Latin), reception (Inggris), dari segala kalangan dan usia. Perbinacangan yang berarti sebagai penerimaan atau seputar KCB tidak hanya dilakukan secara penyambutan pembaca. Ratna (2009: 165) nonformal pada kehidupan sehari-hari, mendefinisikan sastra sebagai pengolahan namun menjadi tema perbincangan yang teks, cara-cara pemberian makna terhadap menarik dalam forum-forum seminar yang karya sehingga dapat memberikan respon sifatnya resmi khususnya di dunia kam­ terhadapnya. Respon tersebut tidak di­ pus. Tidak hanya itu, di dunia maya pun lakukan antara karya dengan seorang pem­ perbincangan sangat seru dilakukan oleh baca, melainkan pembaca sebagai proses para blogger. Saat sedang online dengan sejarah dalam periode tertentu. Jadi, kondisi jaringan internet, akan banyak sekali di­ sosial kultural pembaca pada suatu masa temukan artikel atau obrolan seputar KCB turut berpengaruh terhadap hadirnya sebuah yang sifatnya tidak resmi. Di televisi pun, karya. tema seputar KCB sering menjadi topik Pradopo (2008: 206) menyatakan bahwa utama dalam berbagai perbincangan dalam karya sastra bisa dikaji dengan menggunakan acara-acara talk show. Tidak ketinggalan metode estetika resepsi atau estetika tanggap­ pula, berbagai infotainment di televisi juga an, yakni estetika (ilmu keindahan) yang di­ menjadikan fenomena KCB sebagai sajian dasarkan pada tanggapan-tanggapan atau utama. Bahkan para pejabat negara juga resepsi-resepsi pembaca terhadap karya sempat memberikan apresiasi dengan ikut sastra. Pendapatnya berbeda dengan Nyoman menontonnya di bioskop. Namun, pendapat Kutha Ratna. Karena Rachmat Djoko Pradopo yang beredar selama ini di masyarakat masih menyatakan bahwa dari dahulu sampai asumtif dan subjektif. Pendapat ini tidak sekarang karya sastra itu selalu mendapat didasarkan pada penelitian lapangan untuk tanggapan-tanggapan pembaca baik secara membuktikan kebenaran. perseorangan maupun secara bersama-sama Perbedaan yang sering muncul dalam atau secara masal, sedangkan Ratna mem­ ekranisasi selama ini sering disebabkan oleh batasi respon pembaca tidak dapat dilakukan perbedaan sistem sastra (novel) dan film. Hal- antara karya dengan seorang pembaca, hal teknis seperti media novel yang berupa melainkan pembaca sebagai proses sejarah, kata-kata dan bahasa, sementara media utama pembaca dalam periode tertentu. Penulis film adalah audio visual (suara dan gambar). akan lebih cenderung mendefinisikan sastra Oleh sebab itu akan menjadi wajar jika film sebagai tanggapan-tanggapan atau resepsi- berbeda dengan novel. Dalam novel dan film resepsi pembaca, baik secara perseorang­ ­an KCB, perbedaan yang ada bukan sekedar maupun secara bersama-sama atau secara karena masalah teknis, tetapi perbedaan masal terhadap karya sastra, serta tang­gapan- yang disengaja dengan tujuan tertentu. Ber­ tanggapan tersebut dipengaruhi oleh proses dasarkan kenyataan di atas, novel dan film sejarah, pembaca dalam periode tertentu. KCB banyak perbedaan yang disebabkan Senada dengan dua pendapat di atas, oleh proses resepsi terhadap novel KCB Sastriyani (2001: 253) mendefinisikan resepsi yang dilakukan oleh produksi film (penulis sastra sebagai aliran sastra yang meneliti skenario, sutradara, dan produser). Hal ini teks sastra dengan mempertimbangkan adalah sebuah permasalahan yang sering pembaca selaku pemberi sambutan atau menjadi pertanyaan di benak para pembaca tanggapan. Dalam memberikan sambutan novel KCB. Oleh sebab itu resepsi terhadap atau tanggapan tersebut dipengaruhi oleh novel KCB yang akhirnya menimbulkan film faktor ruang, waktu, dan golongan sosial. pantas dilakukan. Berkaitan dengan faktor ruang, waktu, dan golongan sosial atau proses sejarah

26 Siti Isnaniah -- Ketika Cinta Bertasbih Transformasi Novel ke Film

pembaca dalam menanggapi karya sastra, sastra seperti yang dipahaminya dan berdiri Teeuw (1988: 327) menyatakan bahwa di luar proses pembacaan). resepsi terhadap karya sastra tidak hanya Sayuti (2000: 41) menyatakan bahwa di­lakukan oleh pembaca yang sezaman sebagai sebuah proses komunikasi, teks dan dengan penulis, tetapi juga resepsi oleh ang­ pembaca memerankan dua buah fungsi. katan pembaca yang berturut-turut sesudah Pertama, menandai hubungan skema teks­ masa penciptaan karya sastra tersebut. tual. Dalam hal ini, pembaca tidak boleh Junus (1985: 1) menyatakan bahwa resepsi seenaknya menyusun ikatan yang hilang sastra dimaksudkan bagaimana “pembaca” hanya berdasarkan pengalaman dan harapan memberikan makna terhadap karya sastra miliknya, tetapi berdasarkan kesesuaiannya yang dibacanya sehingga dapat memberikan dengan struktur tekstual. Kedua, dunia reaksi atau tanggapan terhadapnya. Tanggap­ teks literer diciptakan untuk pembaca dari an tersebut dapat bersifat pasif, yaitu bagai­ perspektif yang berubah-ubah. Oleh sebab mana seorang pembaca dapat memahami itu tugas pembaca adalah menghubungkan karya itu atau dapat melihat hakikat estetika perspektif itu agar sesuai dengan struktur yang ada di dalamnya, maupun bersifat tekstual. aktif, yakni bagaimana pembaca mampu Hadirnya sebuah karya sastra memiliki “merealisasikan” karya sastra. Oleh sebab hubungan yang erat dengan pengarang dan itu, dalam memahami arti dalam teks karya masyarakat (pembaca). Pembacalah yang sastra terdapat dua pandangan, yaitu (1) Arti akan memberikan makna dan arti pada karya sebuah teks karya sastra dapat dilihat dengan tersebut. Pengarang menghasilkan karya hanya mempelajari teks itu sendiri, dengan karena kreativitasnya. Tentu saja ia ingin menggunakan alasan-alasan yang ditemukan me­nyampaikan pesan kepada masyarakat dalam teks itu. (2) Arti sebuah teks karya pembacanya melalui karya sastra, yaitu sastra hanya dapat ditemukan dengan meng­ suatu aspek budaya yang dapat dipakai hubungkan teks itu dengan penulisnya, me­ untuk mengkomunikasikan kehendak (pe­ ngembalkannya kepada penulisnya. san) pengarang kepada pembaca. Di sisi Tetapi resepsi sastra mengambil sikap lain, karya sastra dapat dipandang sebagai lain. Pada dasarnya diakui adanya hakikat dokumentasi budaya, sejarah, atau refleksi polisemi pada sebuah karya sastra. Tapi kehidupan masyarakat pada saat karya itu bukan tidak mungkin, seorang pembaca dihasilkan. Oleh sebab itu, pembacalah yang dalam suatu waktu tertentu hanya akan akan menafsirkan karya sastra tersebut. melihat satu ”arti” saja. Atau ia memberikan Teks sastra menurut Istanti (2008: 24) tekanan kepada suatu ”arti” tertentu, dengan adalah suatu produk seni yang diciptakan mengabaikan atau menganggap tak penting dengan unsur estetika. Suatu teks sastra se­ ”arti” lainnya (Junus, 1985: 2). belum terjangkau oleh pembaca masih berupa Sangidu (2002) menekankan faktor artefak dan baru berwujud sebagai objek pem­baca dalam komunikasi memiliki pe­ estetik melalui partisipasi aktif pembacanya ngertian yang bermacam-macam, salahsatu­ (di antaranya terlihat dalam bentuk-bentuk nya adalah pembaca nyata (real reader), kreativitasnya). Iser (1978: 20) menyatakan pembaca dalam arti fisik, yakni orang yang bahwa pusat dari pembacaan semua karya melaksanakan tindakan membaca. Pembaca sastra adalah interaksi antara struktur dan dalam kelompok ini meliputi pembaca penerimanya. Jadi, pemaknaan terhadap peneliti (resepsinya berupa reaksi atau tang­ suatu karya sastra akan menimbulkan pe­ gapan terhadap teks sastra seperti yang makna­an yang berbeda. Kalau menurut Umar dipahaminya dan berdiri dalam proses pem­ Junus hal tersebut merupakan polisemi. Iser bacaan) dan pembaca umum (resepsinya menambahkan bahwa studi karya sastra berupa reaksi atau tanggapan terhadap teks harus memperhatikan tindakan yang terlibat

27 Kawistara, Vol. 5, No. 1, April 2015: 23-35

dalam merespon suatu teks, tidak hanya proses sejarah, pembaca dalam periode ter­ mempertimbangkan teks aktualnya. Hal tentu. Oleh sebab itu tanggapan-tanggapan ter­sebut tampak dalam pendapat sebagai yang meng­arah pada pemaknaan teks karya berikut: sastra tersebut berbeda-beda tergantung pada mindset atau skemata pembaca. “Central to the reading of every literary work is the interaction between its structure and its recipient. Ekranisasi This is why the phenomenologycal theory of art Salah satu kajian yang digunakan dalam has emphatically drawn attention to the fact that the study a literary work should concern not only penelitian resepsi sastra adalah ekranisasi. the actual text but also and in equal measure, the Sebuah proses untuk mengetahui perbedaan actions involved in responding to that text. The antara novel dengan film. Ekranisasi lebih text itself simply offers “scematized aspect” (the banyak menekankan perbedaan antara novel phrase is Roman Ingarden’s) through which the dengan film disebabkan karena perbedaan subject matter of the work can be produced, while sistem sastra (novel) dengan sistem film. the actual production takes place through an act Eneste (1991: 60) menjelaskan bahwa alat of concretization (Wolfgang Iser” (1978: 20-21). utama dalam novel adalah kata-kata, segala sesuatu disampaikan dengan kata-kata. Berdasarkan pendapat Wolfgang Iser Cerita, alur, latar, penokohan, suasana, di atas dapat diketahui bahwa pemaknaan dan gaya sebuah novel dibangun dengan pembaca terhadap suatu karya sastra akan kata-kata. Pemindahan novel ke layar berbeda-beda tergantung pada skemata pem­ putih berarti terjadinya perubahan alat-alat baca. Senada dengan hal tersebut (Soeratno, yang dipakai, yakni mengubah dunia kata- 1991: 21) berpendapat bahwa realisasi teks kata menjadi dunia gambar-gambar yang berupa resepsi (tanggapan) dan penafsiran bergerak berkelanjutan sebab di dalam yang berbeda-beda dari para pembaca karena film, cerita, alur, latar, penokohan, suasana, mereka telah dibekali dengan pengalaman dan gaya diungkapkan melalui gambar- dan pengetahuan yang berbeda-beda pula gambar yang bergerak berkelanjutan. Apa sehingga ada kemungkinan satu karya sastra yang tadinya dilukiskan dengan kata-kata, memperoleh pemaknaan yang berbeda-beda kini harus diterjemahkan ke dunia gambar- dari suatu kelompok pembaca. Jadi dalam gambar. Tentunya pemindahan dari novel ke hal ini peran pembaca memiliki kedudukan dalam film akan memungkinkan terjadinya yang penting. banyak perubahan. Teks atau kata-kata Mendukung pendapat di atas, Ratna mampu membimbing imajinasi secara (2005: 208) menjelaskan bahwa teori resepsi bebas, sedangkan visual memberikan bentuk me­lokasikan pembaca ke dalam posisi ‘nyata’. Teks juga mampu menggambarkan sentral. Pembaca adalah mediator, tanpa secara detail suasana hati, sudut lokasi secara pem­baca karya sastra seolah-olah tidak me­ berurutan berikut kiasan-kiasannya, serta miliki arti. Tanpa peran serta audiens, seperti memaparkan latar belakang persoalan secara pen­dengar, penikmat, penonton, pemirsa, kelindan. Namun, visual dengan sifatnya penerjemah, dan para pengguna lainnya, yang nyata, bukan berarti tidak mampu khususnya pembaca itu sendiri, maka menggambarkan detail persoalan, suasana aspek-aspek kultural seolah-olah kehilangan hati, dan latar belakang, akan tetapi memiliki maknanya. karakteristik yang berbeda. Berdasarkan berbagai pendapat di atas, Bluestone (1956: 14-20) menjelaskan dapat disimpulkan bahwa resepsi sastra bahwa trnasformasi dari satu bentuk ke adalah tanggapan-tanggapan atau resepsi- bentuk yang lain bisa dipastikan mengalami resepsi pembaca, baik secara perseorangan perubahan, karena karya tersebut harus maupun secara bersama-sama atau secara menyesuaikan dengan media yang di­ massal terhadap karya sastra, serta tang­ gunakan, dan masing-masing media memiliki gapan-tanggapan tersebut dipengaruhi oleh

28 Siti Isnaniah -- Ketika Cinta Bertasbih Transformasi Novel ke Film

konvensi tersendiri. Antara karya sastra yang kata-kata merupakan hal yang sangat tertulis menggunakan media bahasa dengan penting dalam sebuah karya sastra. Seorang film yang menggunakan prinsip optikal pengarang membangun cerita menggunakan berurusan dengan masalah penglihatan dan kata-kata. pendengaran sekaligus (audio visual) memiliki Berbeda dengan karya sastra, film perlakuan berbeda terhadap karya. berbicara menggunakan gambar. Penulis Sementara itu, dalam lingkup yang lebih skenario Pudovkin (dalam Eneste, 1991: luas lagi transformasi karya yang dinamis 16) yang bergulat dengan plastic material bernaung dalam adaptasi, di dalamnya mengatakan jika penulis skenario harus novelisasi film juga menjadi lahan (Pujiati, cermat memilih materi yang bisa membawa 2009: 76). Proses penggarapannya pun gambaran yang tepat bagi filmnya. Pemilihan terjadi perubahan. Novel adalah kreasi materi sebuah rumah mewah dengan isi individual dan merupakan hasil kerja perabotan yang juga mewah kiranya telah perseorangan. Seseorang yang memiliki cukup memberi gambaran kepada penonton pengalaman, pemikiran, ide atau hal lain bahwa tokoh yang digambarkan adalah orang dapat saja melukiskannya di atas kertas kaya. Penentuan lokasi shooting di pedesaan dan jadilah sebuah novel yang siap untuk cukup memberi gambaran mengenai latar dibaca orang lain, namun tidak demikian cerita. Inilah yang disebut sebagai plastic dengan pembuatan film. Film merupakan material. hasil kerja banyak orang, tim produksi Ekranisasi adalah bentuk intertekstual film tersebut. Bagus tidaknya sebuah film dan resepsi terhadap sebuah karya. Seorang banyak ditentukan oleh keharmonisan kerja pembaca yang aktif akan melahirkan se­ unit-unit di dalamnya, seperti produser, buah karya baru sebagai wujud apresiasi penulis skenario, sutradara, juru kamera, terhadap sebuah karya. Perubahan yang penata artistik, perekam suara, para pemain, muncul merupakan wujud dari apa yang dan lain-lain. Dengan kata lain, ekranisasi disebut Jauss sebagai horison harapan berarti proses perubahan dari sesuatu yang pembaca. Kolker (2002: 128) menyatakan dihasilkan secara individual menjadi sesuatu bahwa intertekstualitas (dalam film) adalah yang dihasilkan secara bersama-sama. sebuah persepsi beberapa teks dengan mem­ Ekranisasi bisa juga diartikan sebagai pertimbangkan budaya yang berkembang terjadinya perubahan pada proses penik­ pada saat itu. Jadi, wajar, jika sebuah karya matan. Novel dinikmati dengan membaca, masa lalu muncul kembali dengan wajah sementara film cara menikmatinya dengan masa kini. Ekranisasi dapat dikatakan sebagai menonton. Begitu juga perubahan dari salah satu bentuk interpretasi pembaca yang sebuah bentuk kesenian yang bisa dinikmati aktif sehingga melahirkan sebuah karya baru. pada saat-saat tertentu dan tempat-tempat Berbekal pengetahuan dan latar sosial budaya tertentu pula. Ekranisasi berarti pula apa tertentu, pembuat film dapat melahirkan yang dinikmati selama berjam-jam atau sebuah karya sebagai wujud perombakan berhari-hari harus diubah menjadi apa yang terhadap karya sebelumnya. dinikmati (ditonton) selama 90 sampai 120 menit (Eneste, 1991: 60-61). Sinopsis Novel KCB Karya sastra mengajak pembaca ber­ Azzam adalah seorang mahasiswa imajinasi secara bebas mengikuti cerita. asal Indonesia yang sedang menuntut studi Pembaca bebas memiliki imajinasi tentang di Universitas Al-Azhar Cairo. Untuk ke­ gambaran tokoh, latar, dan suasana dalam butuhan biaya kuliahnya, ia bekerja sebagai cerita. Di samping itu, dalam sebuah karya seorang penjual tempe. Keluarganya tinggal sastra tidak jarang pengarang berhasil di Surakarta, Indonesia. Secara ekonomis dan memancing rasa penasaran pembaca dengan akademis, prestasi Azzam masih di bawah permainan kata-katanya. Inilah sebabnya Furqon, mahasiswa asal Indonesia yang

29 Kawistara, Vol. 5, No. 1, April 2015: 23-35

memiliki prestasi akademis yang baik dan mengetahui jika Anna telah bercerai dari berasal dari keluarga kaya. Furqon. Lelah mencari jodoh yang sesuai Suatu ketika, Azzam tanpa sengaja dengan dirinya, Azzam pun menemui berkenalan dengan seorang muslimah yang ayahanda Anna. Azzam pasrah minta sangat cantik bernama Anna Althafunnisa, dicarikan jodoh pada ayah Anna. Ayah seorang mahasiswi yang juga berasal dari Anna pun akhirnya mempertemukan Anna Indonesia. Selain itu, Azzam cukup akrab dan Azzam dengan cara yang baik dan suci dengan seorang anak duta besar bernama dalam ikatan pernikahan. Azzam sebenarnya Eliana. Meskipun Eliana menaruh perasaan sejak awal adalah pemuda dambaan Anna, pada Azzam, tetapi tidak sebaliknya. pun sebaliknya. Azzam pun memutuskan untuk me­ nikah. Ia menemui Ustadz Mujab untuk PEMBAHASAN melamar Anna, seorang gadis yang sudah Transformasi Novel KCB ke Film KCB membuat hati dan perasaannya tertarik. Para pembaca novel masing-masing Namun betapa terkejutnya Azzam saat ia me­miliki imajinasi saat akan menonton film datang melamar Anna, ternyata Anna telah KCB berdasarkan skematanya dan tentunya dalam pinangan Furqon. Tidak ada alasan antar pembaca memiliki skemata yang ber­ bagi Ustadz Mujab untuk lebih meng­ beda. Saat membaca novel, pembaca meng­ utamakan Azzam dari pada Furqon. Azzam gambarkan bagaimana tokoh-tokoh dalam pun akhirnya mundur. Setelah lulus kuliah, novel, keindahan kota Cairo, dan hal-hal ia pun memutuskan pulang ke tanah air lain yang terdapat dalam novel. Umumnya dan diikuti oleh Eliana. Sesampai di tanah jika gambaran dalam novel tidak sesuai air, ia dikejutkan dengan berita akan segera dengan isi filmnya, maka pembaca akan dilangsungkannya pernikahan Anna dengan mengatakan kalau filmnya tidak bagus. Hal Furqon. ini berdasarkan konsep bahwa film yang Azzam pun ikhlas dengan takdir Tuhan me­rupakan hasil ekranisasi dari novel yang yang telah ditetapkan atas dirinya. Ia turut bagus adalah yang mendekati/banyak me­ menghadiri pesta pernikahan Anna dan miliki persamaan dengan isi novel. Furqon. Namun rupanya Tuhan memberikan Namun, ada pula pembaca novel dan takdir lain pada hamba-Nya yang ikhlas. Pada sudah menonton film KCB menilai bahwa malam pertama dan malam-malam selanjutnya, filmnya bagus. Hal tersebut berdasarkan Furqon tidak bisa menunaikan kewajibannya konsep bahwa antar novel dengan film sebagai seorang suami di­sebabkan trauma atas merupakan dua hal yang berbeda, sehingga insiden yang ia alami bersama seorang wanita penilaian bagus dan tidaknya bukan pada penghibur di sebuah hotel. tingkat kesamaan antara novel dengan film. Furqon dituduh mengidap virus HIV. Justru film KCB dinilai bagus karena bisa Pertikaian tidak bisa dihindari. Anna dan menutup kekurangan-kekurangan yang Furqon pun akhirnya bercerai. Azzam tidak terdapat dalam novel.

Tabel 1 Detail Makna Antara Novel dan Film No. Novel Film Maknanya 1. Di lobby hotel, Elianan mengenakan Eliana mengenakan Representasi di film dibuat lebih kaos lengan panjang ketat berwarna pakaian atasan warna sopan untuk kebutuhan artistik merah muda dan celana jeans putih putih dan tidak ketat. film. ketat saat meminta bantuan Azzam untuk membuat nasi panas berlaukl ikan bakar dan sambal pedas khas .

30 Siti Isnaniah -- Ketika Cinta Bertasbih Transformasi Novel ke Film

Lanjutan Tabel 1 No. Novel Film Maknanya 2. Ada cerita Azzam mencari bumbu Tidak ada adegan Untuk keefektifan cerita karena ikan bakar dengan Pak Ali di pasar. Azzam mencari di dalam film memerlukan bumbu ikan bakar banyak durasi untuk penam­ dengan Pak Ali di bahan adegan baru sehingga ada pasar. cerita di novel yang tidak perlu ditampilkan dalam film. 3. Pembicaraan antara Azzam dengan Pembicaraan antara Untuk keefektifan cerita karena Pak Ali di Pantai Cleopatra agak Azzam dengan di dalam film memerlukan panjang. Pak Ali di Pantai banyak durasi untuk Cleopatra dibuat penambahan adegan baru singkat dan langsung sehingga ada cerita di novel mengarah kepada yang tidak perlu ditampilkan penawaran Pak dalam film. Ali agar Azzam mengkhitbah Anna Althafunnisa. 4. Terdapat cerita kalau Azzam Tidak ada adegan Untuk keefektifan cerita karena membeli makanan Habasy takanat kalau Azzam membeli di dalam film memerlukan untuk Eliana dan dititipkan Pak Ali. makanan Habasy banyak durasi untuk penam­ takanat untuk Eliana bahan adegan baru sehingga ada dan dititipkan Pak Ali. cerita di novel yang tidak perlu ditampilkan dalam film. 5. Mobil Furqan berwarna putih. Mobil Furqan Untuk memudahkan visualisasi berwarna hitam. film. 6. Hafez curhat kalau ia menyukai Hafez langsung curhat Untuk keefektifan cerita karena Cut Mala ke Azzam setelah subuh ke Azzam sebelum di dalam film memerlukan karena Azzam sangat lelah. subuh. banyak durasi untuk penam­ bahan adegan baru sehingga ada cerita di novel yang tidak perlu ditampilkan dalam film. 7. Dijelaskan terdapat foto-foto Tidak terdapat Di Film, tindakan tidak senonoh Furqan dengan Miss Italiana di foto-foto Furqan yang berupa gambar-gambar internet. dengan Miss Italiana porno sengaja tidak ditampilkan di internet, cuma untuk menjaga adab pergaulan pendeskripsian antar pemain agar tetap sesuai dengan kata-kata. syariat Islam. 8. Kolonel Fuad meminta tambahan Tidak ada adegan Untuk mempersingkat cerita upah, tidak hanya seribu pound, Kolonel Fuad demi keefektifan durasi waktu tetapi Furqan juga berjanji akan meminta tambahan dalam film. menyerahkan mobil fiat putihnya upah kepada Furqan. ke kolonel jika kasusnya selesai diatasi. 9. Azzam bertanya kepada Anna Tidak ada adegan Untuk keefektifan cerita karena kitab-kitab apa saja yang dibeli kalau Azzam bertanya di dalam film memerlukan Anna yang tertinggal di bus. kepada Anna kitab- banyak durasi untuk penam­ kitab apa saja yang bahan adegan baru sehingga ada dibeli Anna yang cerita di novel yang tidak perlu tertinggal di bus. ditampilkan dalam film.

31 Kawistara, Vol. 5, No. 1, April 2015: 23-35

Lanjutan Tabel 1

No. Novel Film Maknanya 10. Novel KCB 2 diawali dengan Adegan tatapan Anna Untuk keefektifan cerita karena tatapan Anna menikmati indahnya menikmati indahnya di film membutuhkan banyak desa Wangen dari jendela desa Wangen dari durasi untuk adegan baru. kamarnya. jendela kamarnya tidak ditampilkan, tetapi langsung meng­ arah kepada anjuran Kyai Luthfi agar Anna segera menikah. 11. Azzam lulus S-1 dengan melihat Azzam lulus S-1 Untuk membangun konflik sendiri di papan pengumuman. diberi tahu temannya utama film sehingga alur (Miftah) sebelum ia ceritanya jelas sesuai kebutuhan sendiri melihat di cerita dalam film. papan pengumuman. 12. Furqan melakukan tes darah dua Furqan melakukan tes Untuk keefektifan cerita karena kali. darah sekali saja. di film membutuhkan banyak durasi untuk adegan baru. 13. Terdapat syair lagu yang Tidak terdapat syair Untuk keefektifan cerita karena didendangkan Fadhil pada lagu yang didendang­ di film membutuhkan banyak pernikahan Tiara yang berbunyi kan Fadhil pada durasi untuk adegan baru. ”Mari kita sama-sama insaf....” per­nikahan Tiara yang berbunyi ”Mari kita sama-sama insaf....” 14. Dalam acara khitbah, Furqan dan Dalam acara khitbah, Selain untuk kebutuhan artistik Anna mengenakan baju biru. Furqan mengenakan film, juga untuk mengukuhkan jas hitam, sedangkan sosok Furqan yang kaya. Anna mengenakan gamis putih dengan jilbab kuning kehijauan. 15. Terdapat cerita kalau Husna dan Tidak terdapat adegan Adegan film dibuat agar tetap Azzam berpelukan saat bertemu Husna dan Azzam sesuai syariat karena para di bandara, sesaat setelah Azzam berpelukan saat pemain bukan mahram se­hing­ sampai di Indonesia. bertemu di bandara, ga adegan berpelukan tidak sesaat setelah Azzam di­tampil­kan, tetapi diganti sampai di Indonesia. dengan adegan lain yang tetap mendukung. 16. Diawali dengan indahnya Diawali dengan Husna Untuk mendapatkan unsur pemandangan desa Wangen. menerima peng­hargaan dramatik dalam film dan sebagai penulis terbaik keterjalinan antarunsur. tingkat nasional. 17. Ada cerita tentang Zumrah dan Adegan cerita Zumrah Untuk keefektifan cerita karena masalah yang menimpanya. tidak ditampilkan. di film membutuhkan banyak durasi untuk adegan baru. Apalagi tokoh Zumrah tidak begitu berperan penting dalam novel maupun film.

32 Siti Isnaniah -- Ketika Cinta Bertasbih Transformasi Novel ke Film

Lanjutan Tabel 1

No. Novel Film Maknanya 18. Ketika Azzam mengantar buku- Tidak ada adegan Untuk keefektifan cerita karena buku Anna ke rumahnya, dia Azzam disuguhi Anna di film membutuhkan banyak disuguhi nasi goreng yang dengan nasi goreng durasi untuk adegan baru. dibungkus telur. yang dibungkus telur ketika mengantar buku-buku Anna dari Mesir. 19. Anna membuka auratnya dalam Anna membuka Agar sesuai syariat Islam malam pertamanya dengan Furqan. auratnya dalam karena para pemain film bukan malam pertamanya mahram. dengan Furqan. 20. Furqan dan Anna menginap di Furqan dan Anna Untuk mendapatkan adegan hotel Novotel ketika Furqan ingin menginap di hotel yang tidak membosankan, berterus terang bahwa dia terkena Lor Inn ketika Furqan adegan di film terkesan lebih HIV. ingin berterus terang teatrikal, akan berbeda jika bahwa dia terkena apa yang ada dalam novel HIV. ditampilkan begitu saja tanpa perubahan. 21. Setelah dari hotel Novotel, Anna Setelah dari hotel Untuk mendapatkan adegan menginap di hotel Quality. Novotel, Anna yang tidak membosankan, langsung pulang ke adegan di film terkesan lebih desa Wangen dan teatrikal, akan berbeda jika langsung menjelaskan apa yang ada dalam novel kepada abahnya ditampilkan begitu saja tanpa bahwa dia telah perubahan. bercerai. 22. Tidak disebutkan kalau Furqan tes Ada adegan bahwa Untuk mendapatkan adegan darah beberapa kali lagi. Furqan beberapa kali yang tidak membosankan, tes darah lagi untuk adegan di film terkesan lebih memastikan bahwa teatrikal, akan berbeda jika dia tidak terkena HIV. apa yang ada dalam novel ditampilkan begitu saja tanpa perubahan. 23. Anna dan Azzam melakukan Anna dan Azzam Adegan film dibuat agar malam pertama yang memang melakukan malam tetap sesuai syariat karena diceritakan layalnya sebagai suami- pertama hanya para pemain bukan mahram isteri. dengan duduk berdua sehingga adegan berpelukan dan bercanda. tidak ditampilkan, tetapi diganti dengan adegan lain yang tetap mendukung. 24. Furqan dan ibunya ke desa Wangen Furqan memberi tahu Untuk mendapatkan adegan menemui Kyai Luthfi kalau dia Anna bahwa dirinya yang tidak membosankan, tidak terkena HIV dan ingin tidak terkena HIV via adegan di film terkesan lebih kembali rujuk dengan Anna. email. teatrikal, akan berbeda jika apa yang ada dalam novel ditampilkan begitu saja tanpa perubahan.

33 Kawistara, Vol. 5, No. 1, April 2015: 23-35

Lanjutan Tabel 1

No. Novel Film Maknanya 25. Tidak ada cerita yang menceritakan Terdapat adegan Merupakan kelanjutan adegan bahwa setelah menikah dengan Anna jalan-jalan sebelumnya, yaitu untuk Azzam, Anna dan adik-adik Azzam dengan Azzam dan mendapatkan suasana yang jalan-jalan satu mobil. adik-adiknya satu mengharukan dan bahagia, mobil. Anna bisa hidup berdampingan dengan Azzam dan keluarganya.

SIMPULAN karya sebagai representasi kenyataan, se­ Para pembaca novel masing-masing dang­kan formalis memandangnya sebagai memiliki imajinasi saat akan menonton film representasi estetis. Meskipun model resep­ KCB berdasarkan skematanya dan tentunya si memberikan perhatian pada sejarah antar­pembaca memiliki skemata yang ber­ penerimaan, bukan berarti bahwa teori beda. Saat membaca novel, pembaca meng­ resepsi merupakan sejarah asal usul. gambarkan bagaimana tokoh-tokoh dalam Sebaliknya, teori resepsi adalah sejarah novel, keindahan kota Cairo, dan hal-hal lain relasi sebab yang dicari adalah mata rantai yang terdapat dalam novel. Umumnya jika tanggapan pembaca. Unsur kesejarahan gambaran dalam novel tidak sesuai dengan dalam hubungan ini terjadi selama proses isi filmnya, maka pembaca akan mengatakan pembacaan berlangsung. Sejarah sastra dapat kalau filmnya tidak bagus. Hal ini berdasarkan dibangun semata-mata atas dasar hubungan konsep bahwa film yang merupakan hasil timbal balik antara karya sastra dengan ekranisasi dari novel yang bagus adalah yang audiens, dari penerimaan pasif menjadi aktif, mendekati/banyak memiliki persamaan dari norma estetis yang telah dimilikinya dengan isi novel. Pembaca yang masuk dalam menjadi norma baru yang diproduksinya. kategori tersebut adalah para pembaca awam Akhirnya, hendaknya masyarakat me­ yang belum atau kurang memahami teori ngenal ekranisasi sehingga tidak asumtif, sastra maupun sinematografi. Mereka itu subjektif, dan apriori dalam memberikan adalah masyarakat umum biasa, termasuk penilaian terhadap karya seni (novel dan juga tokoh agama. film), cinta terhadap karya seni sehingga bisa Akan tetapi, ada pula pembaca novel dan meneladani amanat (pesan) yang terkandung sudah menonton film KCB menilai bahwa di dalamnya untuk diamalkan dalam ke­ filmnya bagus. Hal tersebut berdasarkan hidupan sehari-hari, dan lebih apresiatif konsep bahwa antar novel dengan film dan memberikan penghargaan yang baik merupakan dua hal yang berbeda sehingga terhadap karya seni. penilaian bagus dan tidaknya bukan pada tingkat kesamaan antara novel dengan film. Justru film KCB dinilai bagus karena bisa DAFTAR PUSTAKA menutup kekurangan-kekurangan yang Bluestone, G. (1956). Novel Into Film. Berkeley terdapat dalam novel. Los Angeles, London: University of Marxis dan formalis mengabaikan pe­ California Press. ranan pembaca, pendengar, penonton, dan Hadiansyah, F. (2006). Adaptasi Novel Biola Tak audiens pada umumnya, dengan teori-teori Berdawai ke dalam Film: Kajian Per­ sosial lain yang mengabaikan teks. Marxis bandingan. : PPs Universitas (ortodoks) menganggap bahwa pembaca Indonesia. sama dengan penulis, hanya meneliti posisi Iser, W. (1978). The Act of Readings: A Theory sosialnya, sedangkan formalis menganggap of Aesthetic Response. London: The pembaca sebagai subjek yang harus mengikuti Johns Hopkins University Press. petunjuk-petunjuk teks. Marxis menganggap

34 Siti Isnaniah -- Ketika Cinta Bertasbih Transformasi Novel ke Film

Pujiati, H. (2009). Cerita Cinta tentang Dia: Pradopo, R. Dj. (2008). Beberapa Teori Sastra, Transformasi Ideologis dari Cerpen Metode Kritik, dan Penerapannya. ke Film Kajian Ekranisasi. Jurnal Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bulak, 4. Sangidu. (2002). Karya Syaikh Muhammad Kolker, R. P. (2002). Film, Form, and Culture. Fadhlullah Al-Burhanpuri: Kajian New York: Mc Graw-Hill Education. Filologis dan Analisis Resepsi. Istanti, K. Z. (2008). Sambutan Hikayat Amir Humaniora, XIV. Hamzah dalam Sejarah Melayu, Hikayat Sayuti, S. A. (2000). Evaluasi Teks Sastra. Yog­ Umar Umayah, dan Serat Menak. yakarta: Adicita. Yogyakarta: FIB UGM Press. Soeratno, S. Ch.. (1991). Hikayat Iskandar Zul­ Ratna, N. K. (2005). (a). Sastra dan Cultural karnain: Analisis Resepsi. Jakarta: Balai Studies Representasi Fiksi dan Fakta. Pustaka. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sastriyani, S. H. (2001). Karya Sastra Perancis ______. (2009) (b). Teori, Metode, dan Abad ke-19 Madame Bovary dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Resepsinya di Indonesia. Humaniora, Pustaka Pelajar. XIII (3), 253. Eneste, P. 1991. Novel dan Film. Flores: Teeuw, A. (1988). Sastra dan Ilmu Sastra Penerbit Nusa Indah. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya. Junus, U. (1985). Resepsi Sastra: Sebuah Pengantar. Jakarta: PT Gramedia.

35