Ketika Cinta Bertasbih Transformasi Novel Ke Film

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Ketika Cinta Bertasbih Transformasi Novel Ke Film KAWISTARA VOLUME 5 No. 1, 22 April 2015 Halaman 1-98 KETIKA CINTA BERTASBIH TRANSFORMASI NOVEL KE FILM Siti Isnaniah Institut Agama Islam Negeri Surakarta Email: [email protected] ABSTRACT One study of ecranisation is a transformation from novel to film. One of the novels deserves to be studied are El Shirazy’s Ketika Cinta Bertasbih (KCB) 1 and 2. The film is based on a novel, including the reception of research resources in the form of adaptations in other media. The presence of KCB novel which filmed later is the phenomenon of ecranisation which siphon attention from the public from all backgrounds and ages. The differences which frequently arise in ecranisation have often caused by the differences in the literary system (novel) and film. The differences which frequently arise in ecranisation have often caused by the differences in the literary system (novel) and film. The technical issues, such as media novel form of words and language, meanwhile the main media of film is an audio-visual (sound and picture). Therefore, it would be reasonable if the film is different from the novel. In the KCB novel and film, the differences that exist are not only technical problems, but a deliberate distinction with a specific purpose as well. Based on the facts above, theKCB novel and film have many differences caused by the reception process through KCB novel conducted by film production (screenwriter, director, and producer). This case is a problem which becomes question in the mind of the readers of the KCB novel. The literary reception towards KCB novel which eventually lead to the film is a creative act as a reader. Keywords: Ecranisation, KCB, Reception, Literary ABSTRAK Salah satu kajian ekranisasi adalah transformasi bentuk dari novel ke film. Salah satunya yang pantas dikaji adalah film karya El Shirazy, Ketika Cinta Bertasbih 1 dan 2. Film yang diangkat dari sebuah novel termasuk dalam sumber penelitian resepsi yang berupa saduran dalam media lain. Hadirnya novel KCB yang kemudian difilmkan adalah fenomena ekranisasi yang banyak menyedot perhatian masyarakat luas dari segala kalangan dan usia. Perbedaan yang sering muncul dalam ekranisasi selama ini sering disebabkan oleh perbedaan sistem sastra (novel) dan film. Hal-hal teknis seperti media novel yang berupa kata-kata dan bahasa, sementara media utama film adalah audio visual (suara dan gambar). Oleh sebab itu akan menjadi wajar jika film berbeda dengan novel. Dalam novel dan filmKCB, perbedaan yang ada bukan sekedar karena masalah teknis, tetapi perbedaan yang disengaja dengan tujuan tertentu. Berdasarkan kenyataan di atas, novel dan filmKCB banyak perbedaan yang disebabkan oleh proses resepsi terhadap novel KCB yang dilakukan oleh produksi film (penulis skenario, sutradara, dan produser). Hal ini adalah sebuah permasalahan yang sering menjadi pertanyaan di benak para pembaca novel KCB. Resepsi terhadap novel KCB yang akhirnya menimbulkan film adalah suatu tindakan yang kreatif sebagai pembaca. Kata Kunci: Ekranisasi, KCB, Resepsi, Sastra 23 Kawistara, Vol. 5, No. 1, April 2015: 23-35 PENGANTAR Persoalan agama dalam film tidak bisa Setelah lama mengalami kevakuman, di lepaskan dari setting wacana ideologis dunia perfilman Indonesia saat ini telah yang berkembang dalam masyarakat. Tidak bangkit. Hal tersebut ditandai dengan bisa dipungkiri bahwa ada beberapa alasan booming­nya film-film yang bergenre cerita kenapa tema-tema yang terkait dengan remaja, horor, maupun cerita religi. Film-film Islam menjadi tema yang cukup digemari yang berkembang saat ini dianggap mere- oleh kalangan industri film. Islam adalah presentasi karya yang mewakili semangat agama dengan pemeluk mayoritas di Indo- perkembangan dalam masyarakat Indonesia nesia. Dengan kata lain, umat Islam me- kontemporer dengan kompleksitas problem rupakan audiens film yang paling banyak yang dihadapi. Boooming industri perfilman dibandingkan para pemeluk agama lain. Indonesia saat ini tentunya tidak terlepas Mayoritas jumlah pemeluk dan penonton dari kerja keras para sineas-sineas profesional itulah yang kemudian menjadi asumsi untuk membuat fim yang berkualitas. pasar bahwa film-film yang menyuguhkan Sekarang ini film tidak hanya dipandang representasi nilai-nilai Islam pasti akan sebagai hiburan semata, melainkan juga di- menarik minat dari penonton untuk me- anggap merepresentasikan persoalan yang lihatnya sehingga lebih menguntungkan. sedang berkembang. Sebagai produk budaya, Menonton film merupakan kegiatan film sarat akan nilai, idiologi, dan kuasa sosial kultur yang sangat komplek, yang tertentu. Film diakui memiliki pengaruh di dalamnya dapat terjadi pertarungan yang kuat dan lebih peka terhadap budaya makna di antara penonton dengan film masyarakat daripada sebuah monografi yang yang mempunyai banyak kepentingan dan dibuat oleh sejarahwan. Oleh karena itu, ideologi tertentu. Film dianggap memiliki film memberikan petunjuk berharga tentang peran untuk merepresentasikan realitas pandangan kontemporer terhadap realitas dalam bentuk simbol yang telah mengalami hidup. Film memainkan peran dalam men- komodifikasi. definisikan realitas, mengidentifikasi dan ke- Di antara karya yang menarik untuk mudian memformulasikan ke dalam bentuk- dikaji secara resepsi satra dan ekranisasi bentuk simbolik yang sudah terolah, menjadi adalah Ketika Cinta Bertasbih (KCB) karya sebuah “representasi”. Representasi dalam Habiburrahman El Shirazy. Untuk mengkaji teks media dapat dikatakan berfungsi secara karya-karya tersebut dengan pendekatan ideologis sepanjang represetasi itu berkenaan resepsi sastra dan ekranisasi, pembaca dengan dominasi dan eksplorasi. terlebih dahulu harus memahami unsur- Pendekatan yang digunakan dalam studi unsur struktural yang terdapat dalam sebuah film pun berasal dari banyak disiplin ilmu, karya. Pembaca belum begitu mengenal seperti linguistik, psikologis, kriktik sastra, novel KCB, setelah novel tersebut sukses dan sejarah, termasukjuga bermacam-macam luar biasa diikuti pula dengan kesuksesan posisi politik, seperti marxisme, feminisme, filmnya. Film KCB distradarai oleh Chairul dan nasionalisme. Bagaimanapun, alasan Umam dan penulis naskah skenario adalah utama mengkaji film adalah sebagai sebuah Imam Tantowi. Production House yang mem- sumber hiburan dan memiliki peran penting produksi film tersebut adalah sinemArt. dalam kebudayaan. Karena film bertema nilai- Film yang diangkat dari sebuah nilai ke-islaman berpotensi menpengaruhi novel termasuk dalam sumber penelitian kebudayaan masyarakat, ia tentu saja tidak resepsi yang berupa saduran dalam media terlepas dari kepentingan-kepentingan di lain,proses adaptasi dari novel ke bentuk film sekitarnya. Kepentingan sutradara, pemilk ini disebut ekranisasi (Eneste, 1991: 60). Dia modal, dan ideologi agama memilki peran menjelaskan bahwa novel dinikmati dengan dalam sebuah produksi film. cara membaca, sementara film dinikmati dengan menontonnya. Begitu juga perubahan 24 Siti Isnaniah -- Ketika Cinta Bertasbih Transformasi Novel ke Film dari sebuah bentuk kesenian yang bisa Dedi Setiadi yang diangkat dari novel Siti dinikmati kapan saja dan di mana saja, yaitu Nurbaya karya Marah Rusli yang dilanjutkan saat membaca novel, menjadi sebuah bentuk dengan Sengsara Membawa Nikmat karya Tulis kesenian yang dinikmati pada saat tertentu Sutan Sati (TVRI), serial Lupus karya Hilman dan tempat-tempat tertentu pula. Ekranisasi Hariwijaya dan Karmila karya Marga T. berarti pula apa yang dinikmati selama ditayangkan di Indosiar, serta beberapa berjam-jam atau berhari-hari, harus diubah lagi yang ditayangkan di RCTI di antaranya menjadi apa yang dinikmati (ditonton) Padamu Aku Bersimpuh karya Gola Gong, selama 90 sampai 120 menit. Cintaku di Kampus Biru karya Ashadi Siregar, Banyak film yang diangkat dari sebuah Keluarga Cemara karya Arswendo Atmowiloto, novel, misalnya film Harry Potter diadaptasi dan Cinta Berkalang Noda karya Mira Wijaya. dari novel karya J. K. Rowling yang berjudul Fenomena seperti itu juga sempat booming Harry Potter, film The Lord of the Rings dari ketika banyak sinetron bertema religi yang novel The Lord of the Rings karya Tolkien ceritanya diadaptasi dari kisah-kisah nyata tahun 1954, film Doctor Zhivago adaptasi dari yang termuat dalam majalah Hidayah. novel Doctor Zhivago karya Boris Pasternak, Begitu juga dengan proses adaptasi dan sebagainya. Ekranisasi di Indonesia dari film ke dalam novel. Di luar negeri, juga bukan hal yang baru lagi. Banyak film beberapa contoh novel hasil adaptasi dari Indonesia yang juga diadaptasi dari novel, film di antaranya Dead Poets Soeciety karya misalnya film Darah dan Mahkota Ronggeng N. H. Kleinbum yang diadaptasi dari film karya Ami Priyono diadaptasi dari novel karya Tom Schulman dengan judul yang Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari, sama. Begitu pula pada pertengahan tahun film Jangan Ambil Nyawaku diangkat dari 2003, cerita film Matrix karya Wachowski novel karya Titi Said, film Roro Mendut karya bersaudara dibuat novelnya dengan judul Ami Priyono diangkat dari novel Roro Mendut Matrix Warrior: Being the One oleh Jake karya Y. B. Mangunwijaya, film Atheis karya Horsley. Sjumandjaja diadaptasi dari novel Atheis Di Indonesia sendiri, menurut Hadi- karya Achdiat K. Mihardja, film Si Doel Anak ansyah (2006) bahwa pengadaptasian novel Betawi karya Sjumandjaja diadaptasi dari dari film belum lama dilakukan, seperti pada novel Si Doel Anak Betawi karya Aman Dt. novel anak Jenderal Kecil karya Gola Gong Madjoindo, film Salah Asuhan karya Asrul (Dar! Mizan, 2002) yang diadaptasi dari Sani diadaptasi dari
Recommended publications
  • Thesis Introduction
    View metadata, citation and similar papers at core.ac.uk brought to you by CORE provided by espace@Curtin School of Media, Culture and Creative Arts Faculty of Humanities The Representation of Children in Garin Nugroho’s Films I Gusti Agung Ketut Satrya Wibawa This thesis is presented for the Degree of Master of Creative Arts of Curtin University of Technology November 2008 1 Abstract The image of the child has always been used for ideological purposes in national cinemas around the world. For instance, in Iranian cinema representations of children are often utilized to minimise the political risk involved in making radical statements, while in Brazilian and Italian cinemas children‟s portrayal has disputed the idealized concept of childhood‟s innocence. In Indonesian cinema, internationally acclaimed director Garin Nugroho is the only filmmaker who has presented children as the main focus of narratives that are oppositional to mainstream and state-sponsored ideologies. Yet, even though his films have been critically identified as key, breakthrough works in Indonesian cinema, no research so far has specifically focused on the representation of children in his films. Consequently, because Garin Nugroho has consistently placed child characters in central roles in his films, the discussion in this thesis focuses on the ideological and discursive implications of his cinematic depiction of children. With the central question regarding the construction of children‟s identities in Garin‟s films, the thesis analyzes in detail four of these films, dedicating an entire chapter to each one of them, and with the last one being specifically addressed in cinematic essay form.
    [Show full text]
  • The Cultural Traffic of Classic Indonesian Exploitation Cinema
    The Cultural Traffic of Classic Indonesian Exploitation Cinema Ekky Imanjaya Thesis submitted for the degree of Doctor of Philosophy University of East Anglia School of Art, Media and American Studies December 2016 © This copy of the thesis has been supplied on condition that anyone who consults it is understood to recognise that its copyright rests with the author and that use of any information derived there from must be in accordance with current UK Copyright Law. In addition, any quotation or extract must include full attribution. 1 Abstract Classic Indonesian exploitation films (originally produced, distributed, and exhibited in the New Order’s Indonesia from 1979 to 1995) are commonly negligible in both national and transnational cinema contexts, in the discourses of film criticism, journalism, and studies. Nonetheless, in the 2000s, there has been a global interest in re-circulating and consuming this kind of films. The films are internationally considered as “cult movies” and celebrated by global fans. This thesis will focus on the cultural traffic of the films, from late 1970s to early 2010s, from Indonesia to other countries. By analyzing the global flows of the films I will argue that despite the marginal status of the films, classic Indonesian exploitation films become the center of a taste battle among a variety of interest groups and agencies. The process will include challenging the official history of Indonesian cinema by investigating the framework of cultural traffic as well as politics of taste, and highlighting the significance of exploitation and B-films, paving the way into some findings that recommend accommodating the movies in serious discourses on cinema, nationally and globally.
    [Show full text]
  • Ideologi Film Garin Nugroho
    Ideologi Film Garin Nugroho Ahmad Toni Prodi S3 Pascasarjana Fikom Universitas Padjajaran Jalan Raya Bandung-Sumedang KM 21 Jatinangor 45363 Fikom Universitas Budi Luhur Jalan Raya Ciledug Petukangan Utara Kebayoran Lama Jakarta Selatan 12260 ABSTRACT This study is based on qualitative research with critical discourse analysis approach. The study presents the text of the fi lm as micro level of semiotic analysis. The purpose of the study is to uncover the ideology of Garin Nugroho fi lms which apply high aesthetic and anthropology construction of an exotic Indonesian culture. The result shows that the ideology resistance manifested in the fi lm of “Daun di Atas Bantal” is the philosophy reconstruction of art democratization as the power to sup- press the regime of Suharto and the new order. “Opera jawa” fi lm is the reconstruction of gender philosophy and Java femininity as well as the philosophy of the nature cosmology in the perspective of moderate Hindu Islam in presenting the greediness of human in the system of the nature ecology. The fi lm of ‘Mata tertutup’ is the philosophy reconstruction of moderate Islam to counter the power of radicalism and terrorism as the concept developed and related to the tenacity of nationalism system of the young generation in Indonesia. “Soegija” fi lm is the reconstruction of Christology philosophy and the values of minority leadership in the nationhood and statehood. The fi lm of “Tjokroaminoto Guru Bangsa” is the reconstruction of Islam philosophy to view the humanism values in the estab- lishment of the foundation of the nation as a moderate view.
    [Show full text]
  • Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak 93
    TITRE ORIGINAL : Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak ORIGINAL TITLE: Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak 93 MIN/ Indonésie – France – Malaisie – Thailande / 2017/ FICTION/ COULEUR/ Indonésien, dialecte de Sumba/ DCP/ 24 FPS/ 2.39:1/ 5.1 93 MIN/ Indonesia – France – Malaysia – Thailand / 2017/ FICTION/ COLOR/ Indonesian, dialect from Sumba/ DCP/ 24 FPS/ 2.39:1/ 5.1 Attachées de presse /Press releases Vanessa Jerrom- 06 14 83 88 82 Claire Vorger- 06 20 10 40 56 [email protected] Synopsis Au cœur des collines reculées d’une île indonésienne, Marlina, une jeune veuve, vit seule. Un jour, surgit un gang venu pour l’attaquer, la violer et la dépouiller de son bétail. Pour se défendre, elle tue plusieurs de ces hommes, dont leur chef. Décidée à obtenir justice, elle s’engage dans un voyage vers sa propre émancipation. Mais le chemin est long, surtout quand un fantôme sans tête vous poursuit. In the deserted hills of an Indonesian island, Marlina, a young widow, is attacked and robbed for her cattle. To defend herself, she kills several men of the gang. Seeking justice, she goes on a journey for empowerment and redemption. But the road is long especially when the ghost of her headless victim begins to haunt her. www.asian-shadows.com | [email protected] 3 Sales & Festivals moi : je ne lui ai pas demandé de jouer le texte, mais juste de me montrer à quel point elle voulait le rôle. Pour le rôle de Markus, j’ai travaillé avec le comédien Egi Fedly sur mon premier film, et il était une évidence depuis le début.
    [Show full text]
  • Analisis Wacana Dalam Film Titian Serambut Dibelah
    ANALISIS WACANA FILM TITIAN SERAMBUT DIBELAH TUJUH KARYA CHAERUL UMAM Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) Oleh: ZAKKA ABDUL MALIK SYAM NIM: 105051001918 JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010 M / 1430 H ABSTRAK “Analisis Wacana Film Titian Serambut Dibelah Tujuh karya Chaerul Umam” Oleh : Zakka Abdul Malik Syam 105051001918 Film Titian Serambut dibelah Tujuh merupakan salah satu film ber-genre drama religi, mengusung tema seputar perjuangan sesosok guru muda yang bernama Ibrahim yang telah menimba ilmu dari pesantren. Dalam langkahnya sebagai guru muda yang ingin menerapkan ilmunya di tengah masyarakat ia menemui banyak sekali tantangan dan lika-liku dalam kehidupannya, namun semua itu ia hadapi dengan keikhlasan dan kesabaran serta perjuangan. Kemudian yang menjadi pertanyaan utama adalah bagaimana gagasan atau wacana yang terdapat dalam film Titian Serambut Dibelah Tujuh yang di sutradarai oleh Chaerul umam? Selanjutnya akan melahirkan sub-question mengenai nilai-nilai moral apa saja yang terdapat dalam film titian serambut dibelah tujuh ini? Metode yang digunakan adalah analisis wacana dari model Teun Van Dijk. Dalam model Van Dijk ada tiga dimensi yang menjadi objek penelitiannya, yaitu dimensi teks, kognisi sosial, dan juga konteks sosial adalah pandangan atau pemahaman komunikator terhadap situasi yang melatar belakangi dibuatnya film tersebut. Sedangkan dimensi teks adalah susunan struktur teks yang terdapat dalam film ini. Jika dianalisa, secara umum guru Ibrahim dalam film titian serambut dibelah tujuh ini hendak mengkonstruksi tema besar yakni tentang keikhlasan, kesabaran dan perjuangan menegakkan amar ma’ruf nahi munkar serta cobaan yang dihadapinya.
    [Show full text]
  • Membaca Kemungkinan Film Sebagai Objek Penelitian Sastra
    Parafrase Vol. 17 No.02 Oktober 2017 Halaman 33 – 38 https://doi.org/10.30996/parafrase.v17i2.1369 MEMBACA KEMUNGKINAN FILM SEBAGAI OBJEK PENELITIAN SASTRA Tri Wahyudi Akademi Film Yogyakarta Abstract. There is still a debate on film and literature relationship. Some argued that films and videos were in the opposite site of language activities, that is, films and videos tried to present the concrete, particular, and sensational forms of life. While others argued that films might be the objects of literary researches. This article aims at exploring the relationship of films and literature and uncovering the position of films as the object of research of literature students. Films and literatue’s relationship cannot be separated from the activity of adapting literary work into movie, or ecranisation. Ecranisation theory bridges the relationship of film and literature and make a film suitable object of a literary research. Yet, there are some who argue that a film which is not the product of ecranisation can become the object of a literary research under the umbrella of culture study, that everything may undergo a redefinition. Key words: literature, film, ecranisation, text, redefinition Pendahuluan Dari fenomena tersebut, sastra dan Sastra dan film adalah dua hal film adalah peluang yang paling mudah yang akrab dalam kehidupan manusia saat bagi manusia mengisi ruang sunyi untuk ini. Di antara hiruk pikuk aktivitas sehari- mendapatkan pleasure. Novel, misalnya, hari, sastra dan film hadir sebagai alternatif dapat dibawa kemana saja dan dibaca saat yang gampang ditemui untuk santai atau di waktu senggang. Demikian menghilangkan kebosanan, mengatasi juga film, sepulang kerja atau ketika kejenuhan, dan mengusir kepenatan di sela- liburan, orang dapat pergi ke biosskop sela pekerjaan.
    [Show full text]
  • Bab I Pendahuluan
    BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Industri perfilman Indonesia telah berkembang sejak tahun 1900 hingga saat ini. Ratusan bahkan ribuan judul film telah diproduksi para sineas film Indonesia dengan berbagai genre. Berbagai pelosok negeri telah dijelajahi para sineas bangsa untuk dijadikan sebagai latar cerita film, tidak terkecuali Yogyakarta. Yogyakarta merupakan salah satu kota yang sangat berperan penting bagi perkembangan dunia perfilman di Indonesia. Dimulai pada zaman revolusi terdapat tiga sekolah film yang berada di Yogyakarta, yakni Kino Drama Atelier (KDA) yang didirikan oleh Dr. Huyung, D. Djajakusuma, D. Suraji, dan Kusbini. Selanjutnya Stichting Hiburan Mataram (STM) didirikan oleh pejabat Kementrian Penerangan, yaitu R.M. Daryono, R.M. Haryoto, dan R. Margono Djojohadikusumo. Pada tahun 1948, Kementrian Penerangan mendirikan sekolah yang ketiga yaitu, Cine Drama Atelier (CDI).1 Keberadaan sekolah film di Yogyakarta tidak berhenti pada zaman revolusi saja. Pada saat ini, jumlah sekolah film semakin berkembang akibat dari semakin meningkatnya minat kaum muda terhadap dunia perfilman. Beberapa sekolah tersebut antara lain, Institut Seni Indonesia (ISI), Sekolah Tinggi Multi Media Yogyakarta, dan Art Film School. Adanya sekolah-sekolah film tersebut di Yogyakarta dapat membantu menggali potensi para sineas muda yang berasal dari Yogyakarta agar dapat berkiprah dalam dunia perfilman nasional bahkan internasional. Berbicara mengenai dunia perfilman pasti tidak lepas dengan peran penting sutradara untuk mengarahkan jalannya cerita dalam suatu film. Dalam hal ini, Yogyakarta juga telah menyumbangkan anak daerah terbaiknya untuk berkarya dalam dunia perfilman nasional. Sebut saja Garin Nugroho dan Hanung Bramantyo. Keduanya merupakan sutradara populer di dunia perfilman Indonesia yang berasal dari Yogyakarta. Garin Nugroho merupakan salah satu sutradara dan produser yang terkenal di Indonesia.
    [Show full text]
  • Reconfiguring Ideal Masculinity: Gender Politics in Indonesian Cinema
    Reconfiguring Ideal Masculinity: Gender Politics in Indonesian Cinema Evi Eliyanah A thesis submitted for the degree of Doctor of Philosophy Australian National University February 2019 © Copyright Evi Eliyanah All Rights Reserved I declare that the work presented in this thesis is my own. Where information has been derived from other sources, I confirm that this has been indicated in the thesis. Signed: 12 February 2019 Word Count: 77,081 Two roads diverged in a wood, and I— I took the one less travelled by, And that has made all the difference. Robert Frost, The Road Not Taken For Fadli. Thanks for being with me in travelling the less trodden path. Acknowledgements Praise to Allah, the Lord Almighty that I can finally get to the end of the tunnel. This thesis will never be in its final version without the constant support, confidence, and intellectually rigorous feedback and inspiration from my supervisor: Prof Ariel Heryanto. He was the one who convinced me that I could do a PhD, something previously unthinkable. He was also the one who convinced me to work in an area which I had never trodden before: masculinities. But, Robert Frost said that the road less travelled has ‘made all the difference’. It did and will always do so. My most sincere appreciation also goes to my two other highly supportive supervisors: Dr Ross Tapsell and Dr Roald Maliangkaij. Their confidence in me, intellectual insights and support have helped me build my self-confidence. They are just exceptionally kind and supportive. I would also like to thank Prof Kathryn Robinson for countless hours of fruitful discussion on masculinities in Indonesia and theories of masculinities.
    [Show full text]
  • Solo Rites: Seven Breaths Program Information and Translations
    Jen Shyu’s solo performance — that of a woman living simultaneously in multiple cultures and "projecting her ancestry" through contemporary monologue — reveals a personal journey of loss and redemption made universal through the exploration of losses that plagues our modern world: loss of tradition, habitat, and public spaces. Sonic, visual, and visceral rites and reflections are discovered by pilgrimage through Taiwan, East Timor, Indonesia, Vietnam, and South Korea. Renowned Indonesian film and stage director Garin Nugroho (Opera Jawa, Under the Tree, Daun di Atas Bantal) directs Solo Rites: Seven Breaths, infusing his distinctive vision for celebrating the exhilarating and sacred into the work. This document complements the live performance of Solo Rites: Seven Breaths at Asia Society Texas Center on Friday, September 26, 2014. It includes artistic information, production credits, text translations, and biographies. ARTIST STATEMENT Thank you for embarking on this journey with me. Although some of these sounds and languages may be unfamiliar to you, I hope they take you on a voyage to discovering the many sources of inspiration for Solo Rites: Seven Breaths. As I traveled to the “cornerest of corners” as I like to say—from the remote mountains of East Timor to the river communities of East Kalimantan, Indonesia—I had the privilege of meeting the most beautiful and sincere people. They claimed to be simple farmers, but they truly were master singers. My first reaction was humility. Next was wanting to lead others to experience the power of the human voice through these masters and to see tradition in a new light. Seven Breaths’ director Garin Nugroho often mused that the lines between tradition and modernity are so blurry that we’d do best if we did not define ancient versus modern, but rather, unite them.
    [Show full text]
  • Rendra, Nggak Pernah Mati (Setelah 10 Tahun Kepergiannya) - 11-08-2019 by Benny Benke - Alif.ID
    Rendra, Nggak Pernah Mati (Setelah 10 Tahun Kepergiannya) - 11-08-2019 by Benny Benke - Alif.ID - https://alif.id Rendra, Nggak Pernah Mati (Setelah 10 Tahun Kepergiannya) Ditulis oleh Benny Benke pada Jumat, 08 November 2019 Sepuluh tahun lalu, 6 Agustus 2009, Willibrordus Surendra Broto Rendra, yang kemudian menjadi Wahyu Sulaiman Rendra setelah memeluk Islam, wafat. Tepatnya pada malam purnama, hari Kamis, atau malam Jumat. Saya tidak dekat dengan mas Willy — sapaan penyair besar kelahiran 7 November 1935 itu. Namun saya sempat main ke Bengkel Teater beberapa kali, di tengah malam tua, dan diterima langsung dengan hati terbuka oleh mas Willy. Biasanya, begitu saya dan penyair Doddy Achmad Fauzy tiba di sana, mas Willy akan menghimpum pasukannya yang tersisa. Lalu mendongeng tentang apa saja, kepada kami semua. Seperti biasa pula, kami hanya mengamini apa yang dikatakannya. Kalau ceritanya lucu, kami terbahak tentu saja. Saat itu, awal tahun 2000-an, kesehatan mas Willy masih baik- baik saja. Meski tampak sepuh, tapi elan vitalnya kalau bercerita, masih luar biasa. 1 / 10 Rendra, Nggak Pernah Mati (Setelah 10 Tahun Kepergiannya) - 11-08-2019 by Benny Benke - Alif.ID - https://alif.id Mas Willy bisa bercerita tentang anak SMA yang belum selesai tumbuh, maaf, jemb**nya, sampai negara yang sebenarnya menjadi penjahat sebenarnya. Kami pokoknya cukup menjadi pendengar yang baik. Sisanya, biarkan mas Willy ndongeng tentang apa saja. Mas Willy happy, dan kami dapat limpahan ilmu tak berperi. Singkatnya, sebelum azan subuh tiba, kami biasanya mohon pamit. Sebelum anak-anak SMA yang belum selesai tumbuh jemb**nya terbangun untuk sekolah, kami sudah cabut. Pertemuan lain dengan mas Willy biasanya terjadi di Taman Ismail Marzuki.
    [Show full text]
  • Analisis Isi Pada Film Soegija Karya Garin Nugroho)
    PESAN MORAL SOSIAL DALAM FILM SOEGIJA (Analisis Isi Pada Film Soegija Karya Garin Nugroho) SKRIPSI Oleh : ANDY FIRLANI 06220071 JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2013 LEMBAR PENGESAHAN Nama : ANDY FIRLANI NIM : 06220071 Jurusan : Ilmu Komunikasi Fakultas : Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Judul Skripsi : PESAN MORAL SOSIAL DALAM FILM SOEGIJA (Analisis isi pada film Soegija Karya Garin Nugroho) Telah diuji dihadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang Jurusan Ilmu Komunikasi Dan Dinyatakan LULUS Pada hari : Sabtu Tanggal : 13 April 2013 Tempat : Ruang 609 DAFTAR ISI COVER LEMBAR ORISINALITAS LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI BERITA ACARA SKRIPSI DAFTAR ISI ABSTRAKSI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ......................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................... 3 C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 4 D. Manfaat Penelitian .................................................................................. 4 E. Tinjauan Pustaka ..................................................................................... 4 1. Film .................................................................................................... 4 2. Film Sebagai Medium Komunikasi Massa ......................................... 8 3. Pesan Moral .....................................................................................
    [Show full text]
  • VCE Indonesian First Language Study Design
    Accreditation Period 2005–2021 Victorian Certificate of Education INDONESIAN FIRST LANGUAGE STUDY DESIGN VICTORIAN CURRICULUM AND ASSESSMENT AUTHORITY Accredited by the Victorian Qualifications Authority 41a St Andrews Place, East Melbourne, Victoria 3002 Developed and published by the Victorian Curriculum and Assessment Authority 41 St Andrews Place, East Melbourne, Victoria 3002 This completely revised and reaccredited edition published 2004. © Victorian Curriculum and Assessment Authority 2004 This publication is copyright. Apart from any use permitted under the Copyright Act 1968, no part may be reproduced by any process without prior written permission from the Victorian Curriculum and Assessment Authority. Edited by Ruth Learner Cover designed by Chris Waldron of BrandHouse Desktop published by Julie Coleman Indonesian First Language ISBN 1 74010 353 X Contents 5 Important information 7 Introduction The language Rationale Aims 8 Structure Entry Duration Changes to the study design Monitoring for quality Safety 9 Use of information and communications technology Key competencies and employability skills Legislative compliance Vocational Education and Training option 10 Assessment and reporting Satisfactory completion Authentication Levels of achievement 12 Units 1–4: Common areas of study 17 Unit 1 Areas of study and Outcomes 18 Assessment 20 Unit 2 Areas of study and Outcomes 21 Assessment 23 Units 3 and 4 Detailed study 25 Unit 3 Areas of study and Outcomes 26 Assessment 28 Unit 4 Areas of study and Outcomes 29 Assessment 33 Summary of outcomes and assessment tasks 36 Advice for teachers Developing a course 37 Use of information and communications technology 38 Key competencies and employability skills Learning activities 53 Main characteristics of common text types 54 Main characteristics of different kinds of writing 56 Suitable resources IMPORTANT INFORMATION Accreditation period Units 1–4: 2005–2021 The accreditation period commences on 1 January 2005.
    [Show full text]