MENELISIK SASTRA MELAYU RENDAH DAN KEDUDUKANNYA DALAM SEJARAH SASTRA MODERN*)

(Finding Popular Literature Malay and Position in the History of Modern Indonesia Literature)

Ahmad Bahtiar1, Herman J. Waluyo2, Sarwiji Suwandi3, dan Budhi Setiawan4

Universitas Negeri Sebelas Maret Jalan Ir. Sutami 36, Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia 57126 Telepon WA: +6285921585859 Pos-el: [email protected]

*) Diterima: 15 April 2020, Disetujui: 18 Februari 2021

ABSTRAK

Permasalahan penting dalam penulisan sejarah sastra Indonesia modern adalah menentukan masa awal sastra Indonesia lahir. Beberapa ahli berbeda argumen dalam menjelaskan awal Sastra Indonesia Modern yang menjadi titik tolak perkembangan Sastra Indonesia Modern. Berdasarkan kajian pustaka, peneliti melihat kekurangcermatan pengumpulan data serta sikap dan pandangan penulis Sejarah Sastra Indonesia Modern. Mereka tidak memasukkan pengarang dan karyanya dalam penulisan tersebut. Para pengarang tersebut produktif dan signifikan dalam perkembangan Sastra Indonesia Modern. Dengan teori runtutan perkembangan sastra Wellek dan Warren serta metode tinjauan pustaka, peneliti menafsirkan ulang masa awal sejarah Sastra Indonesia Modern dengan memasukkan Sastra Melayu Rendah yang sebelumnya tidak tercatat dalam buku-buku tersebut. Berdasarkan hal itu, awal sejarah sastra Indonesia hendaknya dimundurkan ke masa Sastra Melayu Rendah, yaitu sekitar 1850-an.

Kata Kunci: sejarah sastra, sastra indonesia modern, sastra melayu rendah, sastra melayu tionghoa

ABSTRACT

An important issue in writing the history of modern is to explain the inception of Indonesian literature. Some experts have different opinions regarding the beginning of Modern Indonesian Literature which became the starting point of the history of Modern Indonesian Literature. Researchers see the inaccuracies and attitudes and views of these authors. They do not include the author and his work in writing. These writers were productive and significant in the development of Modern Indonesian Literature. Sequential theory and library research methods were used to reinterpret early history by including Popular Malay Literature which was not previously recorded in these books. Based on this, the beginning of the history of Indonesian literature should have started in the 1850s during the era of Popular Malay Literature.

Keywords: literary history, Modern Indonesian Literature, Popular Malay Literature, Chinese Malay Literature Keywords: women, Indigenous, subaltern, R.A. Moerhia

PENDAHULUAN dan Pengantar Sejarah Sastra Indonesia (Yudiono K.S., 2007). Sastra suatu bangsa dari waktu ke Selain itu, ditulis sejarah sastra waktu selalu mengalami berdasarkan jenis sastranya, baik puisi perkembangan, begitu juga sastra (Suyatno, 2000; Rosidi, 2008), novel Indonesia. Sastra Indonesia (Faruk, 2002; (Sumardjo, 1999); berkembang subur hingga dewasa ini. (Damono, 1979), cerita pendek Bahkan, kemungkinan makin berjaya (Mujiningsih, 2000) (Atisah dkk., sampai masa depan tak terbatas 1999), maupun drama (McGlynn, (Pradopo, 2009: 2; Yudiono K.S. dkk., 2006). 2007: 16). Membicarakan Selain mencatat perkembangan perkembangan sastra suatu bangsa sastra Indonesia modern, beberapa ahli tentunya harus membicarakan sejarah sastra (Pradopo, 2009; Rosidi, 2013; sastra itu. Seperti hal kesusastraan Siregar, 1964; Teeuw, 1980; Yudiono yang lain, kesusastraan Indonesia K.S., 2007) memberikan argumen hadir tidak dapat lepas dari sejarah yang dijadikan landasan pijakan kapan yang melahirkan dan membesarkannya kelahiran sastra Indonesia modern. (Mahayana, 2005: 421) . Umumnya, mereka mengawali sastra Kehidupan sastra Indonesia Indonesia modern pada sekitar 1920- modern sejak kelahiran sampai an dengan berdasarkan masalah sekarang sangatlah marak. Banyak masyarakat, rasa kebangsaan, bentuk- sastrawan yang lahir pada setiap masa bentuk yang baru, dan dinamika sosial dan membawa bentuk-bentuk baru budaya masyarakat. yang berbeda dari masa sebelumnya. Berdasarkan kajian Bahtiar, dkk. Berbagai peristiwa kesusastraan (2018) buku-buku sejarah sastra datang silih berganti mewarnai Indonesia modern tersebut selain perjalanan sastra Indonesia modern. terputus kesinambungannya juga tidak Hasil sastra yang dilahirkan terus komprehensif karena banyak karya, bertambah setiap saat. Beberapa pengarang, dan peristiwa yang peneliti mencatat karya-karya sastra terlewatkan. Penulisan tersebut Indonesia modern yang muncul baik sekadar berdasarkan kronologis, tidak dalam bentuk buku (Teeuw, 1980; memasukan unsur intrinsik sebagai Sumardjo, 2004) maupun yang landasannya. Selain itu, terdapat dimuat dalam koran dan majalah ketidakcermatan dalam pengambilan (Kratz, 1988). data karena sudut pandang penulis Penelitian tersebut melengkapi terhadap kelompok tertentu. Para buku-buku Sejarah Sastra Indonesia penulis hanya memasukkan karya Modern, seperti Sejarah Sastra sastra Indonesia berbahasa Melayu Indonesia Modern (Siregar, 1964); Tinggi atau Melayu . Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia Padahal, karya sastra yang ditulis (Rosidi, 2013); Lintasan Sejarah dengan bahasa Melayu Rendah atau Sastra Indonesia (Sumardjo, 1992); Sastra Melayu Rendah lebih dulu ada.

40 ALAYASASTRA, Volume 17, No. 1, Mei 2021

Sastra Melayu Rendah atau yang juga (Setijowati, 2012), representasi dikenal Sastra Melayu Tionghoa sudah pernyaian (Linda, 2010). Adapun, ada sejak 1870, sedangkan Balai kajian terhadap Kwee Tek Hoay, Pustaka baru ada 1920. Untuk pelaku teater, wartawan, dan memahami Sastra Indonesia Modern sastrawan paling produktif secara komprehensif, kita perlu kesusastraan ini dilakukan Hapsanti mengetahui tentang kesusastraan dan Hapsari (2015). Masalah religi tersebut. diangkat Pramono (2019) yang Sastra Melayu Rendah saat ini menunjukkan keanekaragaman agama belum masuk dalam buku-buku dalam kesusastraan ini. Kajian tersebut sejarah Sastra Indonesia Modern, melihat beberapa aspek dalam Kong tetapi penelitian tentang kesastraan ini Hu Chu, Hindu, Islam, dan telah dilakukan oleh Sumardjo (2004) Kepercayaan terhadap Tuhan Yang dan Salmon (2010). Sebelumnya, Nie Maha Esa. Penelitian-penelitian Joe lan (1930) menyebut kesusastraan tersebut belum meletakan Sastra ini dengan istilah Kesusastraan Indo- Melayu Rendah sebagai titik tolak Tionghoa sebagai sesuatu yang dalam perkembangan Sastra Indonesia penting dikaji secara psikologi, Modern. sejarah, dan kesusastraan. Kajian Untuk melengkapi kajian-kajian Sumardjo dan Salmon menjadi tersebut, penelitian ini bertujuan landasan penting dalam kajian mengetahui gambaran Sastra Melayu terhadap kesusastraan ini. Sumardjo Rendah secara komprensif untuk (2010) selain memberikan latar menegaskan kembali keberadaannya sosiogis munculnya sastra ini juga dalam sejarah Sastra Indonesia memberi gambaran beberapa karya Modern. Dengan demikian, sastra dalam bentuk syair, prosa, dan keberadaan kesusastraan ini akan teater. Salmon (2010) menjelaskan semakin diakui dalam khasanah secara komprehensif perkembangan Kesusastraan Indonesia Modern. dan pertumbuhan kesusastraan ini Setelah terbitnya Keppres No. 6/2000 serta bagaimana peran penulis dalam yang mencabut Inpres No. 24/1967, mengembangkan bahasa Melayu masyarakat Tionghoa yang merupakan Rendah sebagai lingua franca. Hal ini pendukung kesusastraan ini menyebabkan kesusastraan ini dikenal memperoleh kembali sebagian dari juga dengan sebutan kesusastraan hak-hak mereka sebagai warga negara lingua franca. Indonesia, yang selama lebih dari tiga Kajian terkini tentang dasawarsa dibatasi oleh Inpres tersebut kesusastraan ini lebih menyorot pada (Chusniatu dan Thoyibi, 2005). Oleh citra dan persoalan perempuan karena itu, penelitian ini merupakan (Nugroho dan Purnomo, 2017; sebuah apresiasi secara proporsional Cholifah, 2019), citra perempuan terhadap sumbangsih masyarakat peranakan (Chusniatin dan Thoyib, Tionghoa dalam bidang kesusastraan 2005), hibriditas masyarakat Tionghoa sehingga layak dibicarakan dalam

Menelisik Sastra Melayu Rendah dan Kedudukannya:... (Ahmad Bahtiar dkk.) 41

Sastra Indonesia Modern khususnya Indonesia Modern ini didasarkan pada dalam studi sejarah Sastra Indonesia. pertimbangan aspek perkembangan Sejarah sastra dapat ditulis masyarakat dan metode pengurutan berdasarkan berbagai perspektif. perkembangan sastra. Penyusunan Damono (dalam Yudiono K.S., 2010: sejarah sastra Indonesia modern 42) menjelaskan bahwa penulisan disusun tidak sekadar berdasarkan sejarah Sastra Indonesia Modern urutan waktu (kronologis) terbitnya, selain melihat perkembangan stilistik, tetapi juga berdasarkan ciri-ciri tematik, ketokohan, atau konteks intrinsiknya. sosial, juga harus menempatkan sastra Selain menerapkan teori sedemikian rupa sehingga memiliki tersebut, penelitian ini menggunakan makna bagi masyarakatnya, terkait metode penelitian kepustakaan dengan berbagai permasalahan yang (library research). Kegiatan ini dihadapi oleh masyarakatnya. Untuk dilakukan dengan menelusuri buku- itu, perkembangan masyarakat buku sejarah sastra, jurnal-jurnal, menjadi acuan dalam melihat berbagai literatur, dan penelitian yang perkembangan sastra. Dalam mengkaji berkaitan dengan karya dan peristiwa sastra, perlu dilihat faktor-faktor di dalam perkembangan sejarah sastra luar karya sastra itu sendiri (Damono, Indonesia modern, khususnya 1979: 3). Karya sastra sastra Kesusastraan Melayu Rendah. Selain menyangkut setidaknya tiga hal, yakni itu, peneliti membaca karya-karya sastrawan, karya, dan pembaca. sastra Melayu rendah baik dalam Semuanya itu ada dalam sebuah antologi maupun karya sendiri. Untuk masyarakat yang terus menerus melengkapi data, peneliti melakukan berubah. Dengan demikian, semua wawancara dengan beberapa pakar faktor yang terlibat dalam sastra harus dan pemerhati sastra serta sastrawan diungkap (Damono, 2013: 1). untuk melengkapi kepustakaan yang Teori yang digunakan dalam diperoleh. penulisan sejarah sastra dapat Data-data tersebut kemudian dilakukan dengan menggunakan teori diuraikan secara kualitatif dengan estetika resepsi atau tanggapan mengutamakan kedalaman pembaca sastra sebagai penyambut penghayatan terhadap interaksi sastra (Pradopo, 2009: 8) dan teori antarkonsep yang dikaji secara perurutan perkembangan rangkaian empiris. Adapun dengan metode yang perkembangan sastra yang disusun bersifat deskriptif, data terurai dalam dalam kelompok-kelompok besar atau bentuk kata-kata yang merupakan kecil, sesuai dengan kepengarangan sistem tanda yang akan memberikan atau jenis-jensi sastra (genre), tipe-tipe suatu pemahaman yang lebih gaya, atau tradisi kebahasaan (Wellek, komprehensif mengenai apa yang 1989). sedang dikaji (Semi, 2012). Berdasarkan hal itu, penulisan awal dari kesusastraan sejarah Sastra

42 ALAYASASTRA, Volume 17, No. 1, Mei 2021

HASIL DAN PEMBAHASAAN karya sastra Indonesia modern yang diawali karya-karya stensilan serta Sebelum memberi gambaran tentang berkembangnya sastra di media massa Kesusastraan Melayu Rendah perlu cetak. Perkembangan sastra Indonesia dipahami pengertian Sastra Indonesia tidak bisa dilepaskan dari Modern yang sampai saat ini ahli-ahli perkembangan penerbitan (Damono, sastra masih belum memiliki 2013: 2). kesepakatan baik mengenai batasan Dalam khazanah sastra di maupun awal kelahirannya. Indonesia, terdapat karya sastra yang lahir dan dikembangkan berbagai etnis Sastra Indonesia Modern di Nusantara seperti sastra , Sunda, Jawa, Bali, Bugis, dan Membicarakan Sastra Indonesia sebagainya. Ciri yang muncul pada Modern tentunya harus dipahami sastra itu adalah penggunaan bahasa dahulu konsep-konsep yang berkaitan ibu. Kesusastraan tersebut tidak masuk dengah hal itu. Berbagai pendapat sebagai Sastra Indonesia Modern, menjelaskan beberapa pengertian yang tetapi merupakan unsur yang berbeda. Meskipun tidak perlu ada mendukung dan memperkuat kesepakatan, harus ada satu pengertian kesusastraan Indonesia. Beberapa yang menjadi batasan berkaitan sastra pengarang Indonesia, seperti Ajip Indonesia modern. Untuk itu, beberapa Rosidi, Arswendo Atmowiloto, Budi rumusan tentang Sastra Indonesia Wahyono, Suparta Brata, Suripan Sadi Modern yang dikemukan beberapa Utomo, dan Suwardi Endraswara ahli menjadi perhatian peneliti. selain menulis dalam bahasa Indonesia Sastra Indonesia Indonesia dalam beberapa karangannya juga Modern ialah sastra yang dicetak menulis dengan menggunakan bahasa dalam huruf Latin dalam bahasa ibunya. Melayu yang sudah berkembang Pendapat lain tentang Sastra menjelang abad ke-20. Oleh karena Indonesia dikemukakan oleh Yudiono itu, karya sastra yang ditulis dengan K.S. Ia menjelaskan Sastra Indonesia aksara Jawi dan bahasa selain Melayu Modern adalah sastra (kesusastraan) tidak masuk sastra Indonesia modern. berbahasa Indonesia yang sejarah Penggunaan aksara Latin menjadi pertumbuhannya dimulai pada awal batas antara sastra lama dan modern abad ke-20. Hasil karya tersebut (Damono, 2013: 1). berupa ribuan teks puisi, ratusan Rumusan tersebut cerpen (cerpen), ratusan novel atau mempertimbangkan teknologi baru roman, dan puluhan sastra drama yang dalam penyebarluasan gagasan, yaitu telah tercetak di koran, majalah, dan mesin cetak. Munculnya teknologi buku (2007: 12). tersebut berdampak pada berbagai Adapun Mujianto dan Fuadi perubahan sosial. Penggunaan mesin berpendapat, Sastra Indonesia Modern cetak memungkinkan penyebaran ialah segenap cipta sastra yang ditulis

Menelisik Sastra Melayu Rendah dan Kedudukannya:... (Ahmad Bahtiar dkk.) 43 dalam bahasa Indonesia yang Melayu Tionghoa, melainkan yang menggambarkan semangat, aspirasi, sesungguhnya adalah bahasa Melayu dan jiwa Indonesia. Oleh karena itu, yang digunakan di kota-kota Jawa sastra yang berbahasa asing meskipun yang digunakan oleh semua suku disertai napas, ruh keindonesiaan, dan bangsa, baik itu orang Jawa dan berlatar di Indonesia, seperti Koeli Belanda maupun Tionghoa dikenal (Kuli), De Hongertoch, De Andere bahasa Melayu Rendah. Istilah Sastra Wereld (Berpacu Nasib di Kebun Melayu Tionghoa hanyalah karena Kopi) karya M.H. Szekely Lulofs dan faktor politik (Linda, 2009) Max Havelaar karya , Revolt Pramoedya Ananta Toer in Paradise (Revolusi di Nusa Damai) berulang kali menyebut masa karya Muriel Stuart Walker tidak perkembangan kesastraan Melayu dapat dimasukkan ke dalam sastra Tionghoa sebagai masa asimilasi, Indonesia (2010: 1–3 ). masa transisi dari kesusastraan lama Sebagaimana rumusan tersebut, ke kesusastraan baru. Tahun 1971, Sastra Indonesia Modern ialah sastra C.W. Watson menyebutnya pendahulu berbahasa Melayu yang berkembang Kesusastraan Indonesia Modern. menjadi bahasa Indonesia dalam Tahun 1977, John B. Kwee menulis bentuk buku dan penerbitan pers (surat disertasi di Universitas Auckland kabar dan majalah) yang tentang apa yang disebutnya menggambarkan semangat, aspirasi, Kesastraan Melayu Tionghoa (Chinese dan jiwa Indonesia. Malay Literature) (Saputra, 2011: 139). Sastra Melayu Rendah Karena pengaruh kebijakan politik, kesusastraan ini tidak Jauh sebelum terbit novel-novel Balai diperhitungkan dalam khazanah sastra Pustaka, telah tumbuh dan Indonesia. Salah satu alasannya ialah berkembang karya sastra yang bahwa karya sastra ini menggunakan menggunakan bahasa yang umum bahasa Melayu pasar yang dianggap pada masa itu, yaitu bahasa Melayu rendah, sementara karya sastra Balai Rendah. Bahasa itu dipergunakan Pustaka menggunakan Bahasa Melayu bukan saja orang-orang Tionghoa, tinggi yang dianggap sebagai bagian tetapi juga kaum pribumi dan orang- kebudayaan bangsa. orang Belanda serta Indo. Dengan Sejak novel pertama Lawah- bahasa itu ditulis kesusastraan yang Lawah Merah (1875) karya Pont Jest, amat kaya, yaitu kesusastraan Melayu tercatat selama 100 tahun (1870— Rendah (Sumardjo, 2004). 1960) kesusastraan Melayu Tionghoa Karya sastra tersebut disebut melahirkan 806 penulis dengan 3005 juga Sastra Melayu Tionghoa. karya yang terdiri atas drama asli, Meskipun demikian, penyebutan itu syair, terjemahan karya penulis Barat, kurang tepat. Dalam penelusurannya, terjemahan cerita-cerita Tionghoa, Salmon tidak menemukan bahasa novel, dan cerita pendek asli.

44 ALAYASASTRA, Volume 17, No. 1, Mei 2021

Sebanyak 2757 karya bisa pendukung kesusastraan ini dilarang di diidentifikasi pengarangnya, Indonesia secara resmi, karya sastra sementara 248 lainnya anonim. Karya- ini menjadi “hening” dalam buku karya tersebut merupakan cerminan sejarah sastra Indonesia, pembelajaran integrasi para Tionghoa keturunan ke sastra di sekolah dan pertemuan- dalam budaya Nusantara serta pertemuan para penulis baik nasional asimilasinya. Sumber karya-karya maupun internasional (Heryanto, tersebut tidak hanya berasal dari Eropa 1997) (Perancis dan Belanda), tetapi juga Bahasa dalam Melayu Rendah sumber lokal (Makasar, Jawa, dan bukanlah bahasa Melayu yang baku, Melayu) yang menggambarkan cermin tetapi bahasa yang Melayu yang sosial Indonesia masa itu (Budianta, terjadi karena pertemuan antara 2012: 148–149). Mereka terdiri atas berbagai bangsa dan suku bangsa di orang Eropa dan Indo, orang Tionghoa Nusantara yang pada mulanya hanya dan peranakannya, dan orang Pribumi sebagai bahasa lisan (Toer, 2003). (Salmon, 2010). Bandingkan dengan Oleh karena itu, bahasa tersebut karya sastra yang terdapat pada disebut juga bahasa Melayu Pasar. kesusastraan Indonesia modern yang Selain sebagai bahasa sastra, dianggap “resmi” selama 1918–1967, bahasa ini juga menjadi bahasa koran hanya ada 175 penulis dengan sekitar karena hidup dan berkembang di 400 karya. Kalau dihitung sampai masyarakat. Bahasa koran akan lebih tahun 1974, sebanyak 284 penulis dan efektif apabila menggunakan bahasa 770 buah karya (Teeuw, 1988). yang hidup dan berkembang di Pada kurun awal masyarakat. Koran-koran tersebut perkembangannya, terbit karya-karya menyebarluaskan bahasa Melayu terjemahan sastra Tionghoa dan Eropa sebagai lingua franca di Indonesia yang dikerjakan oleh Lie Kim Hok, sejak tahun 1890-an. Bahasa Melayu antara lain: Kapten Flamberge setebal ini juga kaum nasionalis Indonesia 560 halaman, Kawanan Bangsat awal abad XX. Bahasa inilah yang setebal 800 halaman, Pembalasan menjadi cikal bakal bahasa Indonesia. Baccarat setebal 960 halaman, Bahasa ini berbeda dengan Rocambole Binasa, dan Genevieve de bahasa Melayu Balai Pustaka. Itulah Vadans setebal 1.250 halaman. Buku- sebabnya muncul istilah bahasa buku tersebut menjadi terbal karena Melayu Balai Pustaka sebagai sebagai diterbitkan secara serial dan dibuat sinonim dari Bahasa Melayu Tinggi berjilid-jilid. Bahkan, ada yang sampai (Damono, 2013: 8). Bahasa Melayu empat puluh jilid. Setelah masa itu, Balai Pustaka dapat dikatakan barulah berkembang karya Melayu golongan elite yang diusahakan Tionghoa asli sampai akhir tahun penyebarannya oleh pemerintah 1942. kolonial baik melalui sekolah-sekolah Setelah 1966, budaya dan bahasa maupun penerbitan seperti halnya Tionghoa peranakan yang merupakan Balai Pustaka (Damono, 1979).

Menelisik Sastra Melayu Rendah dan Kedudukannya:... (Ahmad Bahtiar dkk.) 45

Sebelum kemerdekaan, pemerintah dengan empat bagian: Redaksi, kolonial sudah mengupayakan Administrasi, Perpustakaan, dan Pers. penerbitan karya sastra melalui Balai Mengingat didirikan bertujuan Pustaka. melegitimasi kekuasan Belanda di Perkembangan kesusastraan Indonesia, Balai Pustaka menerapkan Indonesia modern tidak bisa sejumlah syarat-syarat bagi naskah- dipisahkan dari keberadaan Balai naskah yang akan ditebitkan, seperti Pustaka yang awalnya adalah Komisi harus netral mengenai keagamaan, untuk Bacaan Sekolah Pribumi dan memenuhi syarat budi pekerti, Bacaan Rakyat atau Commissie voor menjaga ketertiban, dan tidak boleh de Inlandsche School en Volksectuur berpolitik melawan pemerintah sesuai yang didirikan pada tahun 1908. dengan Politik Balas Budi, yang Tujuan komisi ini untuk memerangi kemudian aturan tersebut dikenal Nota penerbit “bacaan liar” yang secara Rinkes. sepihak oleh Belanda disebut sebagai Berkenaan dengan kebijakan Saudagar kitab yang kurang suci tersebut, hampir semua novel Balai hatinya, penerbit tidak bertanggung Pustaka senantiasa memunculkan jawab, agitator dan bacaan liar yang tokoh Belanda sebagai mesias atau banyak beredar pada waktu itu. Selain dewa penolong. Sementara tokoh atau itu juga untuk memerangi pengaruh pemimpin lokal, seperti kepala desa, nasionalisme dan sosialisme yang pemuka agama, atau haji digambarkan mulai tumbuh subur di kalangan sebagai tokoh kejam, tidak adil, dan pemuda pelajar. Oleh karena itu, tukang menikah. pemerintah kolonial menyediakan Novel-novel awal Balai Pustaka bacaan ringan yang sehat untuk jelas-jelas memperlihatkan hal itu. lulusan sekolah rendah yang Novel Azab dan Sengsara (1920) disarankan Balai Pustaka. menampilkan tokoh Baginda, kepala Balai Pustaka dikelola enam kampung yang terkenal dermawan, orang yang diketuai oleh Dr. G.A.J tiba-tiba bertindak tidak adil dengan Hazeu. Setelah datang tahun 1910, memutuskan hubungan cinta anaknya, Rinkes langsung menjadi ketuanya. Ia Aminudin dan Mariamin. Siti Nurbaya sebelumnya aktif sebagai pegawai (1922) menampilkan tokoh Datuk bahasa di Kantoor voor Inlandsche Maringgih yang busuk dalam segala Zaken. Kedua kantor ini secara hal, kemudian mendadak menjadi administratif berada di bawah Direktur kepala pemberontak yang menentang Departement van Onderwijs perpajakan. Akhirnya, ia mati di (Departemen Pendidikan). Karena tangan Samsul Bahri (Letnan Mas) tugas terlalu banyak, tahun 1917 yang menjadi kaki tangan Belanda. Pemerintah Kolonial Belanda Muda Teruna (1922) karya Moehamad menjadikan komisi tersebut menjadi Kasim dan Asmara Jaya (1928) karya Kantor Bacaan Rakyat (Kantoor voor Adinegoro, menggambarkan tokoh- de Volkslectuur) atau Balai Pustaka

46 ALAYASASTRA, Volume 17, No. 1, Mei 2021

tokoh Belanda yang tampil sebagai tertentu (1992: 13). Dengan demikian, dewa penolong. dapat dikatakan bahwa sastra Balai Hal sama terjadi pada Sengsara Pustaka bukanlah ekspresi bangsa Membawa Nikmat (1929) karya Tulis yang murni. Adanya kepentingan Sutan Sati, lebih jelas dalam Salah politik kolonial Belanda dalam Asuhan (1928) karya Abdul Muis. pendirian Balai Pustaka dijelaskan Dalam naskah aslinya, Corrie du Sutan Takdir Alisjahbana (dalam Busse adalah perempuan Indo-Belanda Mahayana, 2005: 400) yang juga yang kemudian mati karena penyakit pernah menjadi redaktur penerbit itu. kelamin. Perubahan tersebut dilakukan Ia menyatakan Balai Pustaka didirikan agar tidak merendahkan derajat orang untuk memberi bacaan kepada orang- Belanda. Termasuk novel sejarah orang yang pandai membaca, yang Hulubangan Raja (1934) karya Nur tamat sekolah rendah dan yang lain- Sutan Iskandar yang bersumber lain. Selain itu, untuk memberikan disertasi H. Kroeskamp yang bacaan yang membimbing mereka mengangkat peristiwa tahun 1665– supaya jangan terlampau tertarik 1668 di Sumatera Barat. kepada aliran-aliran sosialisme atau Melihat hal tersebut, wajarlah nasionalisme yang lambat laun akan Bakri Siregar (1964: 33) melihat menentang pihak Belanda. berdirinya Balai Pustaka penuh Terlepas dari tanggapan di atas, dengan warna dan nuansa politik. banyak hal yang telah dilakukan Balai Balai Pustaka bekerja sebagai badan Pustaka. Pada awalnya, lembaga ini pelaksana politik etis pemerintah hanya menerbitkan bacaaan sastra jajahan, pemumpuk amtenarisme, atau daerah, kemudian menerjemahkan, pegawaisme yang patuh dan atau menyadur cerita klasik Eropa. melaksanakan peranan pengimbangan Akhirnya, Balai Pustaka menerbitkan lektur antikolonial dan nasionalistis. karangan-karangan baru. Sekalipun Dengan demikian, yang dimaksud didirikan mulai tahun 1908, kemudian dengan sastra Balai Pustaka adalah diperluas pada 1917, pekerjaan Balai hasil mengemukakan konsepsi politik Pustaka sebenarnya barulah produktif etis pemerintah jajahan, pemupuk sesudah tahun 1920-an. Pada zaman amtenarisme dan pegawaisme yang itu, Balai Pustaka menghasilkan buku, patuh. majalah, dan almanak. Buku-buku Pendapat Bakri Siregar populer yang terbit meliputi kesehatan, dipertegas Jacob Sumardjo yang pertanian, peternakan, budi pekerti, menyatakan bahwa sastra Balai sejarah, adat dan lain-lain. Majalah Pustaka tidak muncul dari masyarakat yang diterbitkan Balai Pustaka adalah Indonesia secara bebas dan spontan, Sri Pustaka yang kemudian bernama tetapi dimunculkan dan diatur oleh Panji Pustaka berbahasa Melayu pemerintah jajahan Belanda sehingga (1923), Kejawen berbahasa Jawa penuh dengan syarat-syarat yang (1926), dan Parahiangan berbahasa terkait dengan maksud-maksud Sunda (1929). Tiras penerbitan Panji

Menelisik Sastra Melayu Rendah dan Kedudukannya:... (Ahmad Bahtiar dkk.) 47

Pustaka pernah mencapai 7.000 Dengan demikian, karya sastra eksemplar, Kejawen 5.000 eksemplar, Balai Pustaka tidak muncul dari dan Parahiangan 2.500. Alamanak masyarakat Indonesia secara bebas yang yang diterbitkan Balai Putaka dan spontan, tetapi dimunculkan dan adalah Volksalmanak, Almanak Tani, diatur oleh pemerintah jajahan dan Almanak Guru. Pemerintah Belanda (Sumardjo, 1992). Pada tahun 1930-an, Balai Sayangnya, beberapa penulis sejarah Pustaka menjadi penerbit besar karena sastra (Rosidi, 1969; Teeuw, 1980; didukung oleh kekuasaan pemerintah Pradopo, 2009; dan Yudiono K.S. sehingga mampu menyebarluaskan 2010) menegaskan bahwa awal sastra produksinya ke seluruh Nusantara. Indonesia modern adalah 1920-an dan Lembaga ini memunculkan sederetan menjadikan Balai Pustaka, yang nama pengarang, seperti Merari merupakan bagian politik kolonial Siregar, Marah Rusli, Abdul Muis, Pemerintah Belanda menjadi tonggak Nur Sutan Iskandar, Muhamamad penting awal kesusastran Indonesia. Kasim, Suman Hs., Adinegoro, Tulis Dengan melihat fakta itu, Sutan Sati, Aman Datuk Madjoindo, Watson (1971) menegaskan perlunya Muhamamad Yamin, dan Rustam sejarah sastra awal Indonesia Efendi. Umumnya, pengarang- direkonstruksi (Ding Choo Ming, pengarang tersebut melakukan 1978). Kajian Salmon (2010) tentang pemberontakan pada budaya setempat kesusastraan ini membuktikan bahwa yang sedang menghadapi akulturasi. kesusastraan ini bagian tak terpisahkan Di antara beberapa pengarang tersebut, dari Sastra Indonesia Modern dan Nur Sutan Iskandar, pengarang yang merupakan mata rantai pokok dari juga pernah bekerja sebagai korektor, perkembangannya. redaktur, dan terakhir sebagai redaktur Karya sastra itu berlatar masa kepala Balai Pustaka sampai pensiun, 1870–1960 yang menggambarkan adalah pengarang paling produktif dinamika yang terjadi semasa puncak sehingga dijuluki "Raja Angkatan Pax Nederlandica (masa keemasan Balai Pustaka”. Novel-novel Indonesia penjajahan Belanda) dan beberapa yang terbit pada angkatan ini adalah dekade awal kemerdekaan Indonesia. "novel Sumatera" dengan Melalui karya-karya itu, kita dapat Minangkabau sebagai titik pusatnya. merasakan bagaimana hidup di zaman Bukan kebetulan apabila kebanyakan tersebut dan bagaimana hubungan pengarang Balai Pustaka pada awal sosial yang terjadi di masyarakat pada perkembangannya adalah orang-orang masa kisah tersebut ditulis. Minang. Mereka lebih mudah Dalam karya itu, terdapat kisah menguasai bahasa Melayu Tinggi, kedatangan Raja Siam di Betawi pada bahasa yang memang dikembangkan 1870, pembuatan jalan kereta api di sekolah-sekolah dan yang akan pertama dari Batavia ke Karawang di diusahakan pengembangannya oleh awal abad ke-19, biografi seorang Balai Pustaka (Damono, 1975: 17). petinju masyhur, kisah percintaan

48 ALAYASASTRA, Volume 17, No. 1, Mei 2021

yang ditentang karena perbedaan, dikategorikan sebagai bacaan yang drama berlatar belakang meletusnya menyenangkan untuk mengisi waktu Gunung Krakatau sampai kisah luang para pembacanya. keseharian masyarakat pada krisis Salah satu karya penting masa ekonomi tahun 1930-an. Selain itu, ini adalah Hikayat Siti Mariah karya juga terdapat buku tentang belajar Haji Mukti yang awalnya adalah cerita bahasa Melayu yang berisi ejaan, bersambung di harian Priyayi, penggalan kata sampai peribahasa Bandung dari 7 November 1910 yang terbit pada 1884. sampai 6 Januari Agustus 1912. Ada pula Novel Drama di Boven Kemudian, Piet Santoso Istanto Digoel karya Kwee Tek Hoay yang mengeditnya untuk koran Bintang berani menyentuh masalah hakiki dan Timur, dalam ruang budaya Lentera kontradiksi pokok masyarakat jajahan sebagai cerita bersambung dalam edisi pada kurun 1920-an dan secara 1962 sampai 1965. Pramodya Ananta terbuka mengaspirasikan semangat ke- Toer, mengedit kembali pada 1987 Indonesiaan. Latar novel ini dianggap menjadi novel setebal 305 yang luar biasa karena mengangkat diterbitkan Hasta Mitra dan dicetak peristiwa sejarah Pemberontakan ulang penerbit Lentera Dipantara November 1926 yang tidak berani (2003). disentuh para pengarang Balai Hikayat Siti Mariah bercerita Pustaka. tentang hubungan antara Henry Dam, Hubungan interaksi sosial dalam opsiner pabrik gula di Sukaraja (Jawa masyarakat juga terbaca jelas. Seperti Tengah) yang berasal dari Batavia dan karya-karya Thio Tjin Boen yang Nyainya, Siti Mariah. Nyainya itu mempunyai ciri khas penggambaran memiliki sederet nama seperti Urip, masyarakat peranakan Tionghoa Mardi, Jongos Salimin, Babu Salimah, dalam interaksi dengan etnis lain, dan Nyonya Janda Esobier. Awalnya, seperti Jawa, Sunda, Arab, dan Joyopranoto ayah angkat Siti Mariah sebagainya. sangat menentang hubungan mereka. Tulisan-tulisan orang Indo Selain dikenal sebagai mandor gula maupun Tionghoa peranakan yang yang dermawan, ia dikenal sebagai digambarkan secara singkat di atas, orang yang taat beribadah. Oleh masih menampakkan wataknya karena itu, ia menentang karena asimilatif atau pembauran. Meskipun pemuda yang dicintai Mariah tersebut dalam beberapa hal mulai kritis dianggap kafir karena tidak beragama terhadap sistem kolonial, tetapi secara Islam. Ayahnya lebih memilih Sondari keseluruhan isinya masih tetap untuk menjadi suami anaknya. Sondari mempertahankan segi-segi moral sebenarnya satu ayah dengan Siti kolonial, terutama tulisan-tulisan yang Mariah. Ibunya, adalah Raden Ayu diproduksi oleh golongan Eropa. Mustikaningrat, Nyai lainnya dari von Persoalan tersebut yang membuat Hogerveldt yang merupakan anak bacaan-bacaan tersebut masih penghulu Kedu, Raden Haji

Menelisik Sastra Melayu Rendah dan Kedudukannya:... (Ahmad Bahtiar dkk.) 49

Ngabdulah Suci. Penolakan Jedah, yang mengurus persoalan Joyopranoto berakhir setelah ia jemaah haji dari Hindia Belanda. menyadari bahwa mereka tidak dapat Akhirnya, ia pindah ke Bandung, dipisahkan. Terlebih, setelah Sarinem, tempat terbitnya Medan Prijaji, koran ibu aslinya membela Siti Mariah. milik Tirto Adhi Soerjo yang Setelah diketahui ketidakmungkinan menerbitkan novel itu sebagai cerita perkawinan Sondari dan Siti Mariah, bersambung. akhirnya perkawinan itu Novel ini merupakan salah satu dilangsungkan. Perkawinan ini dokumen penting yang merekam membuahkan anak lelaki yang secara baik sepak terjang tanam paksa dinamai Arie van Dam. Akibat (cultuurestlesel) di daerah kolonial berbagai persoalan, mereka berpisah Hindia Belanda pada pertengah abad dan mengalami perjalanan hidup yang ke-19 hingga menjelang peralihan pahit. Akhir cerita, berkat Sondari, abad ke-20, khususnya masyarakat mereka bertemu kembali dan hidup gula di Sukaraja dan beberapa kota bahagia bersama anaknya. lain di Jawa Tengah. Dengan Informasi tentang pengarang ini membaca karya ini, diharapkan dijelaskan Pramodya pada bagian awal memberi kesadaran kita bahwa banyak novel Hikayat Siti Mariah. Tulisan hal yang menyertai bekerjanya sistem pengantar berjudul “Persinggahan” tanam paksa, atau kolonialisme di menguraikan identitas Haji Mukti Indonesia (Toer, 2003a: 5–7). Karya berdasarkan analisis penceritaan dalam ini merupakan karya besar yang jauh novel itu. Posisi pengarang sangat lebih tebal daripada Siti Nurbaya, dan dinamis dan kadang ikut mengambil sampai kini pun tidak perlu mengaku peran dalam cerita. Haji Mukti diduga kalah -nya Abdoel merupakan salah satu tokoh dalam Moeis, Atheis-nya Achdiat cerita, yaitu Sondari. Dalam karya itu, Kartamiharja (Toer, 2003b: 62–63). ia diceritakan lahir di Kedu 1850, Selain menghasilkan karya- seorang indo-Belanda, anak pertama karya tersebut, sumbangan penulis- dari Kontrolir Kedu, Elout van penulis Tionghoa-Peranakan cukup Hogerveldt, dengan Nyainya, Raden besar, terutama dalam memperkayaan Ayu Mustikaningrat, putri kedua kosakata bahasa Melayu Pasar, penghulu Kedu. Menurut Pramodya, misalnya, "loteng", "bihun", "ketjap", kedua nama tersebut mungkin nama "toko" dan lainnya. Kata-kata tersebut sesungguhnya, tetapi keberadaannya terutama sangat dimengerti oleh kaum mungkin memang pernah ada dengan buruh. Hal ini didasari keadaan nama yang berbeda. masyarakat Tionghoa-Peranakan pada Setelah pulang dari Tanah Suci, masa itu. Kekuasaan kolonial Belanda Sondari berganti nama menjadi Haji di Hindia tidak memperkenankan anak Mukti kemudian tinggal di Semarang Tionghoa memasuki sekolah Belanda menjabat pekerjaan penting. untuk anak Belanda dan juga tidak Sebelumnya, ia adalah konsulat haji di memperbolehkan anak Tionghoa

50 ALAYASASTRA, Volume 17, No. 1, Mei 2021

menjadi murid sekolah yang Balai Pustaka. Dengan demikian, diadakannya untuk orang Indonesia. karya sastra yang ditampilkan lebih Sebagai perkecualian, anak Tionghoa menggambarkan masyarakat dengan yang dapat diterima adalah anak persoalan-persoalan masa seorang Tinghoa yang diangkat kolonialisme antara 1870 sampai menjadi "Opsir Tionghoa" ("Mayor 1920-an. Pengarang karya-karya Tionghoa", "Kapten Tionghoa" dan tersebut mengarahkan imajinasi "Letnan Tionghoa"). Dalam pembaca ke dalam gambaran situasi berkomunikasi sehari-hari, mereka dan kondisi masyarakat saat itu. menggunakan bahasa yang mirip Melihat peran dan karya-karya dengan bahasa yang digunakan kaum seperti itu, perlunya memasukkan buruh (Razif, 2009). kesusastraan Melayu Rendah sebagai Sumbangan lainnya terhadap bagian yang tak terpisahkan dari dunia bacaan adalah penulisan cerita Sastra Indonesia modern (K.S., 2010: dengan jilid bersambung-sambung. 40). Oleh karena itu, masa awalnya Hal itu bertujuan agar pembaca tidak mundur puluhan tahun sehingga sastra kaget jika mengeluarkan uang untuk Indonesia modern selain produktivitas masing-masing jilid tersebut sedikit karya sastra yang dihasilkan makin demi sedikit. Politik dagang atau siasat melimpah sehingga menambah penjualan ini untuk meringankan panjang perjalanannya. beban beli dan sekaligus untuk merangkul lebih banyak pembeli SIMPULAN (Linda, 2009: 56). Karya sastra Melayu meskipun Berdasarkan fakta yang diuraikan pada ditulis oleh golongan sosial tinggi atau bagian pembahasan, karya Sastra elite baik orang Tionghoa, Belanda, Melayu Rendah sepatutnya maupun pribumi, ditunjukkan bagi dimasukkan sebagai Sastra Indonesia kelompok masyarakat yang rata-rata Modern. Selain menghasilkan karya- kurang pendidikannya dari lingkungan karya melimpah, kesusastraan tersebut masyarakat bawah atau setidaknya menggunakan bahasa Melayu yang dari lingkungan menengah ke bawah. berkembang di masyarakat sehingga Mereka tidak menguasai bahasa menjadi lingua franca di Indonesia Belanda, dan hidup dari bidang jasa sejak tahun 1890-an. Bahasa Melayu atau pedagang modal kecil. Selain ini juga digunakan kaum nasionalis memiliki fungsi didaktis, karya sastra Indonesia awal abad XX. Bahasa ini juga memiliki fungsi intelektual inilah yang menjadi cikal bakal bahasa dengan mengangkat masalah sezaman Indonesia. dari lingkungan elit zaman penjajahan Dengan demikian, Sastra (Soemardjo, 2004: 255). Untuk itu, Indonesia Modern tidak dimulai tahun bahasa yang digunakan bahasa Melayu 1920-an atau penerbitan Balai Pustaka, Rendah bukan bahasa Melayu Tinggi tetapi ditarik mundur ke tahun 1850-an yang biasa dipakai dalam penerbitan sejak hadirnya karya-karya Sastra

Menelisik Sastra Melayu Rendah dan Kedudukannya:... (Ahmad Bahtiar dkk.) 51

Melayu Rendah atau Sastra Melayu Sejarah Sastra Indonesia (2nd Tionghoa. ed.). Gramedia. Diharapkan dengan menafsir Kommer, H. (2003). Tempo Doeloe: ulang awal Sastra Indonesia Modern Antolog Sastra Pra-Indonesia (P. tersebut, Sastra Indonesia Modern A. Toer, Ed.). : Lentera menjadi lebih kaya dan komprehensif. Dipantra. Selain itu, masyarakat Indonesia dapat Kratz, E. U. (1988). A Bibliography of melihat peran Balai Pustaka lebih Indonesia Literature in Journals objektif dengan menempatkan Balai Drama, Prose, Poetry Pustaka pada semestinya. Pada (Bibliografi Karya Sastra dasarnya, penerbit itu bagian dari Indonesia dalam Majalah kebijakan kolonial yang berupaya Drama, Prosa, Puisi). tetap mempertahankan kekuasan di Yogyakarta: Gadjah Mada Hindia Belanda pada waktu itu University Press. Linda. (2009). Representasi DAFTAR PUSTAKA Pernyanyian dalam Sastra Melayu Rendah. Universitas Atisah dkk. (1999). Analisis Struktur Sanata Dharma. Cerita Pendek 1935-1939. Pusat Mahayana, M. S. (2005). 9 Jawaban Pembinaan dan Pengembangan Sastra Indonesia. Sebuah Bahasa. Orientasi Kritik. Jakarta: Bening. Bahtiar, Ahmad, Herman J. Waluyo, Mujiningsih, E. N. (2000). Antologi Sarwiji Suwandi, B. S. (2018). Cerpen Periode Awal. Jakarta: The Condition of Modern Pusat Pembinaan dan Indonesian Literature Text Pengembangan Bahasa. Books. In sumarlan dkk. (Ed.), Mujiyanto, Y. dan A. F. (2010). Proceedings of the International Sejarah Sastra Indonsia. Prosa & Seminar on Recent Language, Puisi. Surakarta: Sebelas Maret Literature, and Local Cultural University Press. Studies (BASA 2018) (pp. 405– Pradopo, R. D. (2009). Beberapa 409). Atlantis Press. Teori Sastra, Metode Kritik, dan Damono, S. D. (1979). Novel Penerapannya (6th ed.). Indonesia Sebelum Perang. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Rosidi, A. (2013). Iktisar Sejarah Pengembangan Bahasa. Sastra (13th ed.). Bandung: Damono, S. D. (2013). Kesusastraan Pustaka Jaya. Indonesia Sebelum Saputra, H. S. (2011). Menyuarakan Kemerdekaan. Kalam, 25, 1–72. Kaum yang Terabaikan. Litera, 1. Faruk. (2002). Novel-novel Indonesia Semi, A. (2012). Metode Penelitian Tradisi Balai Pustaka 1920-1942. Sastra. Bandung: Pustaka. Yogyakarta: Gama Media. Siregar, B. (1964). Sedjarah Sastera K.S., Yudiono. (2007). Pengantar Indonesia Modern. Jakarta:

52 ALAYASASTRA, Volume 17, No. 1, Mei 2021

Akademi Sastra dan Bahasa Multatuli. Sumardjo, J. (1992). Lintasan Sejarah Sastra Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. Sumardjo, J. (1999). Konteks Sosial Pengarang Indonesia 1920-1977. Bandung: Alumni. Sumardjo, J. (2004). Kesusastraan Melayu Rendah. Masa Awal. Yogyakarta: Galang Press. Suyatno, S. (2000). Antologi Puisi Indonesia Periode Awal. Jakarta: Pusat Bahasa. Teeuw, A. (1980). Sastra Baru Indonesia. Ende: Nusa Indah. Welek, R. & A. warren. (1989). Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.

Menelisik Sastra Melayu Rendah dan Kedudukannya:... (Ahmad Bahtiar dkk.) 53