STRUKTUR, MAKNA, DAN FUNGSI PERAYAAN IMLEK PADA MASYARAKAT TIONGHOA DI GAMPONG PEUNANYONG, BANDA ACEH 亚齐华裔的春节习俗 Yà qí huáyì de chūnjié xísú

Skripsi Oleh

ELFIRA FAHRIAH NOOR 130710029

PROGRAM STUDI SASTRA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

LEMBAR PENGESAHAN

PROPOSAL SKRIPSI

Nama : Elfira Fahriah Noor

Nim : 130710029

Judul : Struktur , Fungsi , Dan Makna Perayaan Imlek Pada Masyarakat

Tionghoa Di Gampong Peunanyong, Banda Aceh

.

Telah memenuhi syarat dan disetujui untuk melaksanakan seminar proposal.

Medan, 11 Oktober 2017

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. Muhammad Takari, M. Hum., Ph.D Julina B.A., MTCSOL

NIP. 196512211991031001

Mengetahui

Ketua Program Studi Sastra Cina

Mhd. Pujiono, M.Hum., Ph.D.

NIP. 196910112002121001

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ABSTRACT

This Undergraduate thesis entitled "Structure, Meaning, And Function Of Celebration In Peunanyong Village, Banda Aceh." The purpose of this study is to describe the series of celebration of Imlek, both of the function and meaning are contained in celebrating chinese new year. The research method used in this study is descriptive method by using qualitative approach the data collection, used is based on field studies, namely observation, interview, recording and literature study. This study used three theories to examine the research problem, such as the theory of Koentjananinggrat ceremonial to study the process of celebration structure, the theory of Barthes semiotic to study the meaning of celebration, the theory of Malinowski functionalism to study the function of celebration. The result of this study are: (1) The structure of Imlek celebration is begun with the new year, praying, giving of hungbao, put on lanterns and attraction. (2) the tradition of Imlek has a social function where it is time for family gathering. (3) The meaning of the celebration of imlek are to welcome the new year, to be grateful to get fortune in that year, and there is a tendency to change the values and knowledge about the tradition in young chinese generation. They have no longer paid special attention about it. The tradition of imlek that they do without knowing and understanding its meaning in depth. Keywords : Imlek. Barongsai, Lampion, Seudati, Tionghoa

i

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul Struktur, Makna, dan Fungsi Perayaan Imlek di Gampong Peunanyong, Banda Aceh. Tujuan penelitian dalam menulis skripsi ini adalah untuk mendeskripsikan rangkaian perayaan Imlek, baik dari segi fungsi maupun makna yang terdapat didalam perayaan Imlek tersebut. Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini berdasarkan studi lapangan, yaitu observasi, wawancara, rekaman, dan studi kepustakaan dan menggunakan narasumber kunci yang ikut andil dalam perayaan Imlek. Penelitian ini menggunakan tiga teori untuk mengkaji rumusan masalahnya, yaitu teori upacara Koentjaraningrat untuk mengkaji proses struktur perayaan, teori fungsionalisme Malinowski untuk mengkaji fungsi perayaan, teori semiotik Barthes untuk mengkaji makna perayaan. Hasil yang penulis dapat dari penelitian ini adalah : (1) Struktur perayaan Imlek dimulai dengan menyambut malam pergantian tahun; sembahyang imlek; pemberian hungbao; pemasangan lampion; dan atraksi barongsai. (2) Secara keseluruhan tradisi imlek ini mempunyai fungsi sosial memperat tali silaturahmi dimana pada momen ini masyarakat Tionghoa menggunakannya sebagai wadah berkumpul seluruh anggota keluarga. (3) Makna perayaan Imlek adalah menyambut datangnya tahun yang baru, pengucapan rasa syukur agar dapat rezeki dan keberuntungan lebih baik di tahun tersebut, dan adanya kecenderungan bergesernya nilai-nilai makna pada generasi muda saat ini serta pengetahuan kaum muda Tionghoa pada tradisi-tradisi imlek sangat kurang. Mereka sudah tidak lagi menaruh perhatian secara khusus terhadap makan tradisi imlek. Tradisi-tradisi imlek yang mereka lakukan tanpa mengetahui dan memahami maknanya secara mendalam. Kata Kunci : Imlek, Barongsai, Lampion, Seudati, Tionghoa

ii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kesematan, kekuatan dan kesehatan untukbisa menyelesaikan skripsi yang berjudul "Struktur, Makna, dan Fungsi Perayaan Imlek Pada Masyarakat

Tionghoa Di Gampong Peunanyong, Banda Aceh" . Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam rangka memperoleh gelar

Sarjana Ilmu Budaya dari Program Studi Sastra Cina Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan Skripsi ini tidak terlepas dari hambatan dan kesulitan serta bantuan berbagai pihak yang telah memberikan dukungan, semangat, bimbingan dan doa kepada penulis, Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya dan

pembantu Dekan I, II, III Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera

Utara.

2. Bapak Mhd. Pujiono, M.Hum, Ph.D selaku ketua Program Studi Sastra

China Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Niza Ayuningtias, S.S., MTCSOL selaku sekretaris Program Studi

Sastra China Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum.,Ph.D selaku dosen pembimbing I,

yang telah dengan sabar membimbing,mengarahkan, memeriksa, dan

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

memberi masukan kepada penulis selama berlangsungnya proses

penyusunan skripsi ini.

5. Laoshi Julina,B.A.,MTCSOL selaku dosen pembimbing II, yang telah

dengan sabar dan menyediakan waktu untuk membimbing saya dalam

menulis skripsi ini kedalam bahasa Mandarin.

6. Bapak/Ibu staf pengajar dan Administrasi Program Studi Sastra China

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah mengajari

dan memberikan ilmu yang dimiliki kepada penulis selaku mahasiswi

Sastra China (S1) selama dimasa perkuliahan.

7. Kepada kedua Orangtua Penulis, Ibu Nur Asiah Rahma, dan Bapak

Khairul Azwar yang selalu memberikan dukungan, doa, dan kasih sayang

baik secara moril maupun materil.

8. Kepada kakak penulis Rafiqa S.Noor dan kembaran satu-satunya Elfina

F.Noor yang selalu memberikan dukungan dan semangat.

9. Kepada sahabat-sahabat saya seperjuangan selama di Medan yang telah

duluan menyelesaikan skripsi ini, mereka telah banyak membantu saya

yang merepotkan ini Rayya,Olla,Mutia dan Icha.

10. Kepada Bunda Andreas, Yessi Laoshi, serta Zheng Laoshi yang telah

banyak membantu dan mendoakan, serta Eric Yap dan Yan Ju Jun.

11. Teman-teman Mahasiswa Program Studi Sastra China Fakultas Ilmu

Budaya Universitas Sumatera Utara stambuk 2013 yang menjadi rekan,

sahabat dan teman seperjuangan dalam menempuh pendidikan di Sastra

China tetap semangat kawan-kawan.

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Penulis juga menyadari bahwa proposal skripsi ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritikan dan masukan kepada penulis sangat diharapkan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya maupun jurusan

Sastra China Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Medan, Mei 2018 Penulis

Elfira Fahriah Noor NIM 130710029

v

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRACT...... i ABSTRAK...... ii KATA PENGANTAR...... iii DAFTAR ISI...... vi DAFTAR GAMBAR...... ix DAFTAR TABEL...... x BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang…………...... 1 1.2 Batasan Masalah…………...... 11 1.3 Rumusan Masalah…………….…...... 11 1.4 Tujuan Penelitian ...... 12 1.5 ManfaatPenelitian ...... 12 1.5.1 ManfaatTeoritis ...... 12 1.5.2 ManfaatPraktis ...... 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka ...... 14 2.2 Konsep ...... 15 2.1.1 Struktur Upacara ...... 16 2.1.2 Perayaan Imlek ...... 8 2.1.3 Tradisi - Tradisi Imlek ...... 8 2.1.4. Masyarakat Tionghoa …………………...... …..…. 14 2.3 Landasan Teori...... 29 2.3.1 Teori Struktural ...... 31 2.3.2 Teori Semiotik ...... 32 2.3.3 Teori Fungsionalisme ...... 34 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Deskriptif ...... 37 3.2 Lokasi Penelitian ...... 38 3.3 Teknik Pengumpulan Data...... 39

3.3.1. Mengumpulkan Sumber Primer ………………..…..…. 39

vi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

3.3.2. Mengumpulkan Sumber Sekunder …………...... …..…. 42 3.4 Teknik Analisis Data ...... 43

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Budaya Masyarakat Aceh ………………...... …………………… 44 4.2 Tinjauan Asal Usul ………………………...………………………. 45 4.3 Gambaran Lokasi Gampong Peunanyong …………………………. 48 4.4 Sejarah Kedatangan Masyarakat Tionghoa Ke Aceh ………….…. 52 BAB V STRUKTUR PERAYAAN IMLEK DI GAMPONG PEUNANYONG

5.1 Struktur Perayaan Imlek ………………...... …………………… 54 5.1.1 Malam Pergantian Tahun ………………………...………. 55 5.1.2 Upacara Sembahyang Tutup Tahun …………...…………. 57 5.1.3 Sembahyang Imlek ………………………...………...... …. 57 5.1.4 Pemberian Hungbao ………………………...... …………. 59 5.1.5 Memasang Lampion dan Ornamen Imlek ………...…………. 61 5.1.6 Atraksi Barongsai ………………………...…...... ………. 63 5.1.7 Seudati …………...... ……………...…………. 65 5.2 Aspek Upacara …………...... ………………. 74 5.2.1 Tempat Upacara …………...... ……………. 74 5.2.2 Waktu Pelaksanaan Upacara …………...... ………. 78 5.2.3 Benda-Benda dan Alat Upacara …………...... …………. 79 5.2.4 Pelaku Upacara …………...... ………………. 81 BAB VI MAKNA PERAYAAN IMLEK DI GAMPONG PEUNANYONG 6.1 Makna Perayaan Imlek ………………...... …………………… 82 6.1.1 Makna Malam Pergantian Tahun dan Sembahyang Tutup Tahun ………...... ………...... …………………… 83 6.1.2 Makna Sembahyang Imlek ……………….....………… 85 6.1.3 Makna Pemberian Hungbao ………………....………… 85 6.1.4 Memasang Lampion dan Ornamen Imlek ……....……… 86 6.1.5 Atraksi Barongsai ……………..…...... ………………… 87 6.2 Makna Aspek Upacara ………………...... ………………...…… 88 6.2.1 Makna Alat Upacara dan Lambang-Lambang …...... …… 88

vii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB VII FUNGSI PERAYAAN IMLEK DI GAMPONG PEUNANYONG 7.1 Makan Malam ……………...... …...... …………………… 89 7.1.1 Kue Keranjang …………..…...... …………………… 91 7.1.2 Ikan, Ayam dan Babi …………..…...………………… 91 7.1.3 Kue Apem …………..…...... ………...... …………… 91 7.1.4 Telur Rebus …………..…...... …………………… 91 7.1.5 12 Jenis Macam Masakan dan 12 Macam Kue …….… 92 7.1.6 Buah Nenas …………..…...... …………………… 92 7.1.7 Apel …………...... …...... …………………… 92 7.1.8 Buah Pear atau Li …………..…...... …………………… 93 7.1.9 Jeruk Bali …………..…...... …………………… 93 7.2 Lampion ………………...... ………...………………………. 95 BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN

8.1 Simpulan …………………………………………………………… 96

8.2 Saran ………………………………………………………………….. 97

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………. 102 LAMPIRAN Dokumentasi …………………………………………………………… 104 Daftar Informan ………………………………………………….... 111 Instrumen Penelitian …………………………………………………… 116

viii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Peta Gampong Peunanyong (Kuta Alam) ………………...….………… 49 Gambar 2 Beduk yang dipergunakan Saat Imlek………………...………………… 58 Gambar 3 Pemasangan Lampion di Vihara ………………...……...... …………… 63 Gambar 4 Tarian Seudati ………………...……………...... …… 65 Gambar 5 Koloborasi Barongsai dengan Seudati ………...... …… 73 Gambar 6 Koloborasi Liong denganSeudati ………...... …… 73 Gambar 7 Vihara Dharma Bhakti ...... 76 Gambar 8 Vihara Maitri ...... 77 Gambar 8 Vihara Sakyamuni ...... 77 Gambar 10 Vihara Dewi Samudra...... 78 Gambar 11 Hio ...... 79 Gambar 12 Uang Kertas ...... 80 Gambar 13 Uang Kertas ...... 81 Gambar 14 Makanan persembahan pada saat Imlek hari ke 1 ...... 93 Gambar 15 Makanan persembahan pada saat Imlek hari ke 9 ...... 94 Gambar 16 Makanan persembahan pada saat Imlek hari ke 9...... 94

ix

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Keadaan Penduduk Dilihat Dari Aspek Agama ……………...………… 50

Tabel 4.2 Keadaan Penduduk masyarakat Tionghoa dilihat dari aspek agama …... 51

Tabel 4.3 Mata Pencaharian Masyarakat Tionghoa di Kota Banda Aceh dari periode 1945-2017 ……………...………...... … 51

Tabel 8.1 Tabel Kesimpulan…...………...... … 99

x

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Budaya berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari budhhi (budi atau akal), diartikan sebagai hal–hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia (Koentjaraningrat,1985:9). Kebudayaan dapat didefenisikan sebagai sebuah sistem, di mana sistem itu terbentuk dari perilaku, baik itu perilaku badan maupun pikiran dan hal ini berkaitan erat dengan adanya gerak dari masyarakat, untuk menyatakan tempat yang dinamis dan dalam kurun waktu tertentu akan menghasilkan sebuah tatanan ataupun sistem tersendiri dalam kumpulan masyarakat. Seperti yang dikatakan oleh Koentjaraningrat

(1990:98), “...Budaya adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar.”

Kebudayaan membentuk jati diri suatu bangsa. Seperti apa jati diri suatu bangsa, tergantung dari kemampuan bangsa yang bersangkutan dalam merancang dan membangun kebudayaannya, yakni strategi suatu bangsa dalam menghadapi lingkungan fisik, dalam membangun lingkungan sosial, dan dalam menghadapi berbagai persoalan. Strategi itu sendiri sangat tergantung dari tujuan, cita-cita yang ingin dicapai bangsa yang bersangkutan (Rafael,2000:125). Budaya merupakan cerminan dari masyarakat. Setiap masyarakat mempunyai budaya yang berbeda satu sama lain.

1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Budaya berkembang secara alami dalam suatu masyarakat. Jika kebudayaan tersebut dipaksakan untuk berkembang atau dipaksakan kepada suatu kelompok masyarakat, maka terjadi benturan budaya yang pada akhirnya terjadi konflik.

Kebudayaan di negara-negara yang multi budaya dan multi masyarakat, hidup dan berkembang mengikuti zaman. Oleh karena itu budaya tidak statis tetapi berkembang seirama berkembangnya masyarakat. Apabila budaya tidak berkembang sama dengan budaya itu mati. Misalnya saja, cara manusia berpakaian setiap saat berkembang. Konsep antropologis tentang kebudayaan sangat berpengaruh selama abad ke-20 Para ahli antropologi banyak menaruh minatnya untuk meneliti budaya-budaya, terutama budaya masyarakat yang belum berkembang.

Budaya merupakan warisan yang berbentuk perilaku, sikap, kebiasaan, kebiasaan-kebiasaan norma yang berbentuk simbol-simbol verbal maupun pesan non-verbal yang dipraktikkan oleh manusia setiap saat dalam hidup dan kehidupannya setiap hari. Budaya juga tercermin dari cara makan, cara berpakaian, dan cara berkomunikasi, yang berbentuk seni suara maupun seni sastra. Dengan kata lain, budaya adalah komunikasi dan komuniksi adalah budaya. Jika seseorang berkomunikasi maka orang tersebut sedang mengekspresikan budayanya kepada orang lain atau lawan bicaranya.

Di samping itu kebudayaan adalah sebuah nilai dan cita–cita yang di miliki bersama di dalam masyarakat yang mempunyai kebudayaan sama dapat memprediksikan suatu perbuatan yang orang lain sesuai dengan pola budaya mereka. Dengan adanya kebudayaan, manusia dapat hidup bersama dalam suatu budaya yang sama sekaligus mempertahankan identitas masyarakat mereka

2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

. Demikian halnya budaya itu merupakan hasil dari belajar artinya, budaya itu adalah dapat dipelajari bukan diturunkan dari genetik. Seseorang Indonesia yang lahir dan dibesarkan di Tiongkok dapat hidup dan berkembang dalam budaya

Tionghoa. Oleh karena itu kebudayaan adalah dipelajari. Penerusan budaya dari generasi ke generasi selanjutnya merupakan suatu proses pelanjutan budaya.

Sebuah budaya adalah salah satu identitas masyarakat. Jika seseorang berinteraksi dengan orang lain, ia sekaligus mengekspresikan budayanya. Setiap individu mewakili kelompok budayanya. Dalam komunikasi, unsur budaya merupakan salah satu hal yang sangat penting diperhatikan oleh peserta komunikasi. Di Indonesia tersimpan beratus ribu budaya yang hidup dan berkembang mengikuti perkembangan dan perubahan. Di antara budaya-budaya yang hidup dan yang berkembang tersebut ada yang masih sangat sederhana tersebut masih hidup di pedalaman-pedalaman di seluruh pelosok Indonesia.

Namun demikian di antara yang sangat sederhana tersebut ada budaya yang telah maju dan berkembang mengikuti perkembangan globalisasi. Demikian halnya budaya-budaya imigran yang hidup dan berkembang mengikuti budaya Indonesia, seperti budaya Cina. Budaya Cina di Indonesia hidup dan berkembang seirama dengan perkembangan politik di tanah air. Konsep budaya merupakan sesuatu yang semestinya dipahami oleh masyarakat yang hidup di negara yang multibudaya.( A.Rani Usman, 2009:59)

Kebudayaan Cina merupakan salah satu peradaban tertua di dunia termasuk

Indonesia. Orang Cina sering disebut juga dengan istilah orang Tionghoa, di

Indonesia istilah “orang Tionghoa” masih jadi perdebatan hingga kini terus berlanjut. Relasi kekuasaan dalam konteks penjulukan yang ditunjukan pada

3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

orang Tionghoa telah dijadikan politik identitas. Politik identitas telah terjadi pada zaman penjajahan Belanda. Sebutan Cina berasal dari bahasa Belanda Chi‟na yang mengacu pada Cina kunciran. Istilah Cina mengandung arti yang merendahkan, dan dianggap oleh orang yang bersangkutan sebagai sebutan yang bersifat menghina dan meremehkan. (Ferdiana, 2014:2)

Masyarakat Tionghoa sangat memegang teguh prinsip ajaran yang sudah mereka terapkan dalam kehidupan sehari-hari di negara asalnya. Mereka menggunakan ajaran Konfusianisme yang diajarkan oleh Kongucu sebagai pedoman hidup mereka. Bahkan hingga sampai saat ini orang Tionghoa masih banyak yang menggunakan ajaran Konghucu sebagai ajaran hidup mereka. Selain ajaran Konghucu, orang Tionghoa juga menganut ajaran Taoisme yaitu ajaran dari

Cina yang menjadi pandangan hidup di Asia Timur yang menekankan pada hubungan harmonis antara manusia dengan alam semesta. Meskipun di Indonesia agama Tao tidak diakui secara resmi oleh pemerintah Indonesia namun banyak dari masyarakat Tionghoa yang menganut agama tersebut meskipun dalam kartu identitas mereka tidak mencantumkan Tao sebagai agamanya.

Di Indonesia merupakan sebuah negara berdaulat dan memiliki masyarakat majemuk yang multikultural, yaitu suatu masyarakat yang terdiri dari kelompok- kelompok yang berbeda berakulturasi, dengan menghargai pluralisme sebagai keragaman budaya untuk tetap dilestarikan. kemajemukan tersebut ditandai oleh adanya suku-suku bangsa yang masing-masing mempunyai cara-cara hidup atau kebudayaan yang berlaku dalam masyarakat suku bangsanya sehingga mencerminkan adanya perbedaan dan pemisahan antara etnik yang satu dengan

4

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

etnik lainnya, tetapi secara bersama-sama hidup dalam satu wadah masyarakat Indonesia.

Keturunan asing yang paling kuat kedudukannya dalam masyarakat Indonesia antara lain adalah etnis Tionghoa (Suparlan,1989:5). Telah manjadi ciri khas bahwa hampir semua tempat di Indonesia terdapat WNI keturunan Tionghoa yang telah bermukim secara turun temurun. Soemardjan (1988:176), menyatakan bahwa dalam kehidupan sehari-hari mereka kebanyakan masih tinggal dan bermukim di daerah-daerah tertentu dengan mengelompok, sehingga kurang atau tidak terlibat secara aktif dalam kemasyarakatan, terutama dalam melakukan pembangunan di lingkungan tempat tinggalnya. Husodo (1985:38), menyatakan bahwa tempat tinggal golongan etnis Tionghoa di banyak tempat, selalu bergerombol dalam suatu tempat tersendiri yang disebut "pecinan" (China Town) dan memberikan kesan eksklusif.

Kesenjangan sosial yang sedikitnya ada terjadi menjadi semakin sempit ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani keputusan Presiden

No.12 Tahun 2014. Dengan adanya Kepres itu, seluruh istilah China berubah menjadi Tionghoa atau Tiongkok. Kepres ini membuat Surat Edaran Presidium

Kabinet Ampera Nomor SE-06/Pred.Kab/6/1967 tanggal 28 Juni1967 tidak berlaku lagi.

Selain itu, dengan tidak berlakunya lagi Instruksi Presiden (Inpres) yang dikeluarkan Presiden Soeharto no. 14/1967 tentang Agama. Kepercayaan dan

Adat Istiadat Cina yang melarang oraang Tionghoa dan Tionghoa-Indonesia untuk menyelenggarakan acara-acara agama, kepercayaan, dan adat-istiadat mereka secara terbuka di muka umum, keterbukaan dan interaksi sosial masyarakat

5

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Tionghoa dan masyarakat Aceh semakin besar. Terlihat pada acara-acara pagelaran budaya yang diadakan, masyarakat Tionghoa seringkali ikut serta di dalamnya. Mereka turut menampilkan budaya yang mereka miliki disamping pertunjukan budaya lokal masyarakat Aceh.

Banda Aceh, sebuah kota yang terletak di salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki beraneka ragam suku dan budaya. Kota ini dikenal sebagai daerah yang kental akan adat dan tradisi yang diwariskan oleh leluhurnya. Daerah ini juga menerapkan sistem hukum Syariat Islam, menjunjung tinggi keharmonisan dan hidup dalam kebersamaan. Selain suku Aceh, kota ini juga ramai bermukimnya masyarakat Tionghoa. Walaupun sebagian kehidupan sehari-hari mereka cenderung hidup berkelompok dan interaksi dengan masyarakat lain masih sangat terbatas, hal tersebut ditandai adanya eksklusivitas lokasi pemukiman dan eksklusivitas pada sekolah-sekolah tertentu mereka masih banyak menggunakan bahasa mereka sendiri, namun bukan berarti mereka menutup diri.

Masyarakat Tionghoa di Banda Aceh tetap menjalin interaksi sosial dengan masyarakat Aceh dan juga melibatkan diri dengan kehidupan sosial yang terjadi di masyarakat.

Bagi masyarakat Tionghoa pada umumnya masih berpegang teguh pada tradisi leluhur. Golongan Tionghoa menggunakan tradisi leluhur dalam lingkungan kehidupan golongan tionghoa seperti dalam upacara kematian, meminang, pernikahan, melahirkan, upacara tolak bala, Imlek, dan masih banyak lagi upacara lainnya.

Salah satu budaya Tionghoa yang masih dilestarikan oleh masyarakat

Tionghoa di Pecinan Banda Aceh adalah Imlek, Imlek merupakan perayaan

6

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

terpenting orang Tionghoa. Perayaan tahun baru Imlek dimulai di hari pertama bulan pertama (bahasa Tionghoa: 正月; pinyin: zhēng yuè) di penanggalan Tionghoa dan berakhir dengan Cap Go Meh 十五冥元宵节 di tanggal kelima belas (pada saat bulan purnama). Malam tahun baru Imlek dikenal sebagai Chúxī 除夕 yang berarti "malam pergantian tahun".

Imlek pun dilakukan di Banda Aceh yang mayoritas umat beragama Islam.

Banda Aceh merupakan sebuah kota yang terletak di salah satu provinsi di

Indonesia yang memiliki beraneka ragam suku dan budaya. Kota ini dikenal sebagai daerah yang kental akan adat dan tradisi yang diwariskan oleh leluhurnya.

Daerah ini juga menerapkan sistem hukum syariat Islam, yang menjunjung tinggi keramonisan dan hidup dalam kebersamaan. Tidak hanya suku Aceh saja yang hidup di Kota Serambi Mekkah ini, namun ada juga suku Jawa, suku Batak, suku lainnya dan termasuk masyarakat Tionghoa dengan berbagai sukunya.

Hari Raya Imlek merupakan salah satu hari yang dirayakan oleh masyarakat

Cina di Banda Aceh. Sebagaimana masyarakat Cina lainnya di Nusantara, maka masyarakat Cina di Banda Aceh setiap Tahun Baru juga dimeriahkan dengan sembahyang, pemberian angpau, dan saling mengunjungi. Masyarakat Cina di

Kota Banda Aceh terkonsentrasi di Peunanyong. Di Banda Aceh tepatnya di Jalan

Panglima Polem, kawasan Gampong mulia atau yang sering dikenal dengan sebutan Peunanyong, terdapat 4 vihara yang saling berdekatan dan mengelilingi masyarakat Cina yang tinggal di daerah tersebut yaitu Vihara Dharma Bakti,

Vihara Buddha Sakyamuni, Vihara Maitri, dan Vihara Dewi Samudera.

7

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Tionghoa Aceh (atau disebut Cina Aceh) merupakan masyarakat Tionghoa yang tinggal di wilayah Nanggroe Aceh Darussalam. Menurut literatur yang ada

7

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

, masuknya masyarakat Tionghoa ke Banda Aceh telah terjadi sejak abad ke-

17. Aceh dan Tiongkok memiliki hubungan yang baik. Mereka datang ke Aceh pada awalnya sebagai pedagang musiman. Kemudian mereka menetap dan menjadi pedagang permanen.

Vihara Dharma Bhakti yang terletak di jalan T Panglima Polem menjadi saksi keberadaan masyarakat Cina di Aceh. Vihara tersebut dibangun pada tahun 1937.

Mulanya Vihara itu terletak di pinggir pantai Ulee Lheue. Akibat erosi sekitar tahun 70-an, Vihara itu lalu dipindahkan ke tempat sekarang bersamaan dengan kota Banda Aceh yang dulunya juga berada di Ulee Lheue.

Masyarakat Tinghoa di Banda Aceh merupakan masyarakat minoritas.

Kawasan Peunanyong tidaklah begitu besar akan tetapi mayoritas masyarakat

Tionghoa di Banda Aceh bermukim disana. Penduduk di kawasan Peunanyong berjumlah sekitar 3.039 Jiwa, 40% merupakan warga Tionghoa. Pada perayaan

Imlek tradisi setiap tahun di kota lain seperti menyalakan lampion, membakar petasan, atau mengias luar rumah dengan pernak pernik Imlek, akan tetapi masyarakat Tionghoa di sini berbeda, sangat jarang ditemukan lampion yang bergantung atau pernak pernik menyambut Imlek di luar rumah, karena masyarakat Tionghoa di sini mengormati lingkungan sekitar, mereka hanya menghias dalam rumah, dan makan bersama dalam malam menyambut Imlek.

Vihara-vihara di kawasan Peunanyong dibersihkan dan hiasan pernak pernik lama diganti dengan yang baru dalam rangka menyambut tahun baru itu dilakukan oleh para pengurus vihara atau orangtua sekitar yang beribadah di sana. Akan tetapi dalam menjalankan Imlek, muda-mudi di lingkungan sekitar sudah banyak yang melupakan makna dari tradisi-tradisi dalam menyambut perayaan Imlek.

8

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Kebanyakan hanya menjalankan tradisi dari orang tua tanpa mengetahui maknanya.

Akan tetapi selain itu Imlek di Banda Aceh juga dimeriahkan dengan atraksi

Barongsai, permainan tarian singa atau yang sering disebut Barongsai sama dengan atraksi Barongsai yang biasa dilakukan saat Imlek di daerah lainnya, tetapi di Banda Aceh permainan Barongsai di akulturasi dengan tarian seudati, selain itu permainan barongsai juga berakulturasi dalam anggotanya yang bercampur, bukan hanya masyarakat Tionghoa akan tetapi masyarakat Aceh dan non Aceh juga ikut bergabung dalam permainannya.

Di dalam penyambutan hari Imlek tersebut tentunya mempunyai struktur, makna dan fungsi sendiri di setiap tradisi yang telah dilakukan secara turun menurun, seperti hari sebelumnya masyarakat Tionghoa menyapu rumah yang berfungsi agar rumah terlihat bersih dan rapi pada saat perayaan tiba dan mempunyai makna agar semua kesialan di tahun sebelumnya dapat ikut tersapu, pada malam harinya terdapat tradisi makan bersama keluarga besar yang bermakna menyambut Imlek dengan berkumpul bersama keluarga besar, menyalakan petasan di malam menjelang, pertunjukan liang liong dan Barongsai di tempat umum yang bermakna memeriahkan tahun baru China tersebut.

Pada hari pertama orang-orang Tionghoa membagi uang dalam amplop merah atau biasa disebut hung bao (angpao), orang yang wajib dan berhak memberikan angpao biasanya adalah orang yang telah menikah, karena pernikahan dianggap merupakan batas antara masa anak-anak dan dewasa. Mengucapkan Gong Xi Fa

Cai yang artinya selamat tahun baru kepada orang tua, keluarga dan kerabat, memakai pakaian baru berwarna merah atau emas, warna

9

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

merah dan warna emas melambangkan kebaikan dan kesejahteraan di dalam kebudayaan Tionghoa. Warna merah menunjukkan kegembiraan, semangat yang pada akhirnya akan membawa nasib baik. Pakaian berwarna merah yang berarti kebahagiaan, keceriaan, dan memberi keyakinan akan adanya masa depan yang cerah.

Dalam perayaan Imlek juga terdapat makanan khas dalam perayaan Imlek yaitu kue keranjang yang terbuat dari beras ketan yang mempunyai cita rasa manis yang melambangkan kemanisan pada tahun baru yang akan datang, jeruk mandarin, warga Tionghoa percaya bahwa menyajikan dan memakan jeruk saat

Imlek dapat membawa keberuntungan dan kekayaan. Kue lapis legit yang mempunyai rasa manis yang melambangkan manisnya kehidupan dan lapisan pada kue melambangkan kelimpahan kenikmatan. mie panjang tanpa putus yang melambangkan memperoleh umur panjang bila menyantapnya, ikan, ayam utuh, manisan buah yang disajikan dalam perayaan Imlek dan ditutup pada hari ke 15 yaitu dengan menyaksikan lampion dan makan onde-onde yang merupakan dua kegiatan penting dalam merayakan Cap Go Meh.

Namun pada jaman sekarang perayaan Imlek yang meriah sering kali melupakan esensi perayaan yang utama, kini hari raya Imlek sudah menjadi sekedar selebrasi dan tidak sedikit masyarakat Tionghoa yang berada di Kota

Banda Aceh hanya menjalankan tanpa memahami struktur, makna, dan fungsi dibalik tradisi penyambutan hari raya Imlek dan bahkan telah melupakan tradisi penyambutan hari raya Imlek yang telah diwarisi secara turun menurun tersebut, seperti lunturnya budaya memakai baju berwarna merah pada saat Imlek, pada jaman sekarang banyak dijumpai masyarakat Tionghoa yang memakai baju

10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

berwarna gelap bukan berwarna cerah seperti warna merah dan emas. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan berharap agar penelitian ini kembali mengingatkan masyarakat Cina sekitar yang melupakan struktur, makna dan fungsi tradisi-tradisi pada perayaan Imlek. Dengan demikian penulis membuat judul penelitan: "Struktur, Makna, dan Fungsi Perayaan Imlek

Pada Masyarakat Tionghoa di Gampong Peunanyong, Banda Aceh."

1.2 Batasan Masalah

Untuk menghindari batasan yang terlalu luas yang dapat mengaburkan penelitian, maka penulis membatasi ruang lingkup penelitian ini hanya pada struktur, makna dan fungsi perayaan Imlek pada masyarakat tionghoa di gampong Peunanyong, Banda Aceh.

1.3 Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang dikemukakan penulis diatas, beberapa masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah untuk memfokuskan pembahasan masalah pada:

1. Bagaimana struktur perayaan Imlek yang berlangsung pada masyarakat

Tionghoa di Gampong Peunanyong?

2. Apa makna perayaan Imlek yang berlangsung pada masyarakat Tionghoa

di Gampong Peunanyong?

3. Bagaimana fungsi perayaan Imlek yang berlangsung pada masyarakat

Tionghoa di Gampong Peunanyong?

11

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk dapat menambah wawasan penulis maupun masyarakat yang membaca dalam mengetahui:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis struktur persiapan apa saja yang

dilakukan masyarakat Tionghoa dalam penyambutan perayaan Imlek.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis makna apa saja yang terkandung

dalam pelaksanaan perayaan Imlek.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis fungsi dan menganalisis apa saja

yang terkandung dalam pelaksanaan perayaan Imlek.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Manfaat teoritis lebih menekankan kepada aspek-aspek budaya yang lebih abstrak, sedangkan manfaat praktis lebih menekankan kepada aspek guna dan fungsinya.

1.5.1 Manfaat Teoretis a. Memberikan informasi kepada masyarakat luas bahwa setiap tradisi perayaan

yang dijalankan memiliki struktur tersendiri. b. Memberikan informasi kepada masyarakat luas bahwa setiap tradisi perayaan

yang dijalankan memiliki fungsi dan makna yang harus dilestarikan.

12

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

c. Menjadi sumber dan pengetahuan bagi penulis pada bidang kebudayaan, dan

memberi manfaat bagi kelestarian budaya masyarakat Tionghoa dan

pemahaman bagi kita untuk tetap melestarikan budaya. d. Menjadi sumber rujukan bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian

budaya ilmu pengetahuan pada fokus objek yang sama.

1.5.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada khalayak umum dan masyarakat Tionghoa tentang pemahaman dari perayaan Imlek, baik dari segi struktur, fungsi, maupun makna yang terdapat dalam sebuah perayaan.

Untuk generasi muda Tionghoa diharapkan penelitian ini dapat menjadi sumber pengetahuan budaya untuk dilaksanakan dan dihayati, agar budaya mereka lestari. Selain itu, yang menarik adalah akulturasi budaya Tionghoa dan

Aceh, sebagai bentuk integrasi sosial dalam rangka berbangsa dan bernegara,yang perlu untuk dipratikkan.

13

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

Dalam KBBI (2008:1731) tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat. Sedangkan pustaka adalah kitab, buku, primbon (KKBI, 2008: 1253).

Sebelum peneliti menyusun karya ilmiah ini lebih lanjut maka peneliti terlebih dahulu menelusuri semua jenis referensi yang berhubungan dengan judul peneliti seperti buku, jurnal papers, artikel, disertasi, tesis, skripsi, dan karya ilmiah lainnya. Hal ini dilakukan untuk membantu peneliti dalam penyusunan dan karya ilmiah ini serta memastikan bahwa data yang akan diteliti tidak sama dengan skripsi yang sebelumnya. Adapun beberapa tinjauan pustaka yang peneliti gunakan dalam penelitian ini sebagai kajian terdahulu adalah sebagai berikut.

1) Farisa Husna (2016): Pewarisan Tari Barongsai di Klub Macan Putih

Vihara Dharma Bakti Banda Aceh. Skripsi ini mengkaji tentang apa saja yang ada untuk pewarisan tari Barongsai di Banda Aceh, di dalam skripsi ini membahas tentang permainan barongsai yang ada dan dimainkan di Banda Aceh. Skripsi ini mempermudah penulis dalam segi pembahasan daerah Peunanyong, dan segi pembahasan tentang masyarakat Tionghoa setempat seperti yang sedang penulis teliti.

2) Oktavia Sanjaya (2016): Fungsi dan Makna Penyambutan Hari Raya

Imlek Pada Masyarakat Etnis Tionghoa di Kota Bandar Lampung. Skripsi ini menjelaskan tentang masyarakat Tionghoa yang banyak melupakan makna

14

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

3) Penyambutan Hari Raya Imlek, di dalam skripsi ini membahas tentang lunturnya makna yang ada dalam perayaan Imlek setempat karena kurangnya partisipasi dan pengetahuan muda-mudi zaman sekarang yang hanya mengikuti tanpa memahami makna dari perayaan tersebut. Skripsi ini membantu penulis dalam pembahasan segi teori dan pembahasan tentang makna Imlek yang terkandung di dalamnya.

4) Ferdiana Arifah (2014): Upaya Etnis Tionghoa Dalam Melestarikan

Tradisi Perayaan Imlek Di Kota Stabat. Skripsi ini menjelaskan tentang upaya apa saja yang dilakukan masyarakat Tionghoa di kota Stabat dalam mempertahankan tradisinya dalam perayaan Imlek, skripsi ini membahas tentang kurangnya eksistensi masyarakat setempat yang mengikuti Imlek. Skripsi ini membantu penulis dalam segi pembahasan tentang lunturnya nilai yang ada dalam perayaan Imlek.

5) Yoan Silviana (2012): Fungsi Dan Makna Penyambutan Imlek Pada

Masyarakat Tionghoa Di Pematang Siantar. Skripsi ini menjelaskan tentang perayan Imlek dan tahapan Imlek yang terjadi disana, yang dapat menjadi wawasan bagi penulis, Skripsi tersebut pun penulis jadikan bahan referensi karena di dalam skripsi tersebut memakai teori semiotik dan fungsional yang juga penulis gunakan untuk penelitian.

2.2 Konsep

Konsep merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan objek secara abstrak. Menurut Soedjadi (2002) konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk mengadakan klasifikasi atau penggolongan yang pada umumnya

15

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

dinyatakan dengan suatu istilah atau rangkaian kata. Sejalan dengan Seodjadi,

Singarimbun (2006) mengemukakan bahwa konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak suatu kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial.

Menurut Bahri (2008:30) pengertian konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri yang sama. Orang yang memiliki konsep mampu mengadakan abstraksi terhadap objek-objek yang dihadapi, sehingga objek-objek ditempatkan dalam golongan tertentu. Objek-objek dihadirkan dalam kesadaran orang dalam bentuk repsentasi mental tak berperaga. Konsep sendiri pun dapat dilambangkan dalam bentuk suatu kata. Untuk dapat memahami hal–hal yang ada di dalam penelitian ini perlu dipaparkan beberapa konsep, yaitu:

2.1.1 Struktur Upacara

Struktur merupakan cara bagaimana sesuatu disusun atau dibangun. Dalam kehidupan bermasyarakat sering dijumpai istilah struktur sosial. Stuktur sosial adalah konsep perumusan asas–asas hubungan antar individu dalam kehidupan masyarakat yang merupakan pedoman bagi tingkah laku individu. Upacara adalah rangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat kepada aturan-aturan tertentu menurut adat atau agama. Upacara juga dapat diartikan sebagai perbuatan atau perayaan yang dilakukan atau diadakan sehubungan dengan peristiwa penting.

Upacara ritual atau ceremony adalah sistem aktivitas atau rangkaian tindakan yang ditata oleh adat atau hukum yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan dengan berbagai macam peristiwa yang biasanya terjadi dalam masyarakat yang bersangkutan (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2002: 1386).

16

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2.1.2 Perayaan Imlek

Tahun Baru China merupakan hari raya yang paling penting dalam masyarakat China. Perayaan Tahun Baru China juga dikenal sebagai 春節

Chūnjié (Festival Musim Semi / Spring Festival), 農曆新年 Nónglì Xīnni án

(Tahun Baru), atau 過年 Guònián atau sin tjia.

Perayaan Hari Raya Imlek merupakan salah satu hari yang dirayakan oleh masyarakat Tionghoa di Banda Aceh. Sebagaimana masyarakat Tionghoa lainnya di Nusantara, maka masyarakat Tionghoa di Banda Aceh setiap Tahun Baru juga dimeriahkan dengan sembahyang, pemberian angpau, dan saling mengunjungi.

Hari Raya Imlek merupakan awal dimulainya tahun atau tanggal satu Tahun Baru orang cina yang dirayakan dengan penuh keriangan dan kegembiraan. Adanya

Tahun baru yang diakui pemerintah setelah era reformasi bagi masyarakat

Tionghoa Perantauan membuat mereka sangat bahagia karena kebudayaan mereka sudah setara dengan masyarakat lainnya di Nusantara.

Tahun Baru Imlek dirayakan oleh semua masyarakat Tionghoa beragama

Kong Hu Cu maupun Budha dan bagi yang menganut ajaran Tao. Pesta Tahun

Baru disambut gembira dengan latar belakang kebudayaan Cina. Di kota-kota yang banyak dihuni oleh masyarakat Tionghoa perayaan Tahun Baru Imlek dirayakan dengan meriah seperti di Kalimantan dan Medan Sumatera Utara, akan tetapi perayaan Imlek di Banda Aceh tergolong biasa dibandingkan masyarakat

Tionghoa di daerah lain, namun demikian perayaan Imlek di Banda Aceh tersebut memiliki makna tersendiri, dan kemeriahan tersendiri bagi masyarakat Tionghoa

17

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

yang menjalani maupun masyarakat Aceh yang menyaksikan. Suasana Tahun

Baru Imlek berlangsung Khidmat dan aman tanpa ada terkendala dalam perbandingan budaya mayoritas maupun minoritasnya.

Di luar daratan China, Tahun Baru China lebih dikenal sebagai Tahun Baru

Imlek. Kata Imlek (阴历: Im = Bulan, Lek = penanggalan) berasal dari dialek

Hokkian atau mandarinya yin li yang berarti kalender bulan. Perayaan Tahun

Baru Imlek dirayakan pada tanggal 1 hingga tanggal 15 pada bulan ke-1 penanggalan kalender China yang menggabungkan perhitungan matahari, bulan, 2 energi yin-yang, konstelasi bintang atau astrologi shio, 24 musim, dan 5 unsur.

(Festival Musim Semi).

Tahun Baru Imlek merupakan perayaan terpenting orang Tionghoa. Perayaan tahun baru Imlek dimulai di hari pertama bulan pertama (bahasa Tionghoa: 正月; pinyin: zhēng yuè) di penanggalan Tionghoa dan berakhir dengan Cap Go Meh 十

五冥元宵节 di tanggal kelima belas (pada saat bulan purnama). Malam tahun baru Imlek dikenal sebagai Chúxīyang berarti “malam pergantian tahun”Karena seperlima penghuni bumi ini adalah orang China, maka Tahun Baru China hampir dirayakan oleh seluruh pelosok dunia dimana terdapat orang China, keturunan

China atau pecinan. Banyak bangsa yang bertetangga dengan China turut merayakan Tahun Baru China seperti Taiwan, Korea, Mongolia, Vietnam, Nepal,

Mongolia, Bhutan, dan Jepang.Khusus di daratan China, Hong Kong, Macau,

Taiwan, Singapura, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan negara-negara yang memiliki penduduk bermasyarakat China, Tahun Baru China dirayakan dan

18

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

sebagian telah berakultrasi dengan budaya setempat. Dirayakan di daerah dengan populasi orang-orang Tionghoa, Tahun Baru Imlek dianggap sebagai hari libur besar untuk orang Tionghoa dan memiliki pengaruh pada perayaan tahun baru di tetangga geografis Tiongkok, serta budaya yang dengannya orang Tionghoa berinteraksi meluas. Ini termasuk Korea, Mongolia, Nepal, Bhutan, Vietnam, dan

Jepang (sebelum 1873).

Di Daratan Tiongkok, Hong Kong, Macau, Taiwan, Singapura, Indonesia,

Malaysia, Filipina, Thailand, dan negara-negara lain atau daerah dengan populasi suku Han yang signifikan. Tahun Baru Imlek juga dirayakan, dan pada berbagai derajat, telah menjadi bagian dari budaya tradisional dari negara-negara tersebut.

Di Indonesia, selama tahun 1968-1999, perayaan tahun baru Imlek dilarang dirayakan di depan umum. Dengan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967, rezim Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, melarang segala hal yang berbau Tionghoa, di antaranya Imlek.

Masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia kembali mendapatkan kebebasan merayakan tahun baru Imlek pada tahun 2000 ketika Presiden

Abdurrahman Wahid mencabut Inpres Nomor 14/1967. Kemudian Presiden

Abdurrahman Wahid menindaklanjutinya dengan mengeluarkan Keputusan

Presiden Nomor 19/2001 tertanggal 9 April 2001 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur fakultatif (hanya berlaku bagi mereka yang merayakannya). Baru pada tahun 2002, Imlek resmi dinyatakan sebagai salah satu hari libur nasional oleh

Presiden Megawati Soekarno putri mulai tahun 2003.

Bagi masyarakat Tionghoa, penanggalan tahun bedasarkan peredaran merupakan suatu kebudayaan yang sampai saat ini masih dipelajari dan

19

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

dipergunakan termasuk di Aceh. Secara astronomi, sistem penanggalan yang didasarkan pada pergerakan bulan disebut kalender bulan (lunar calender),

20

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

sedangkan sistem penanggalan didasarkan pada pergerakan matahari semu disebut kalender matahari (solar calender). Adapun penanggalan bulan yang didasarkan pada pergerakan bulan dan matahari semu disebut kalender bulan matahari (lunisolar calender). Oleh karena itu sistem penanggalan Cina disebut

Yin yang li yang berarti penanggalan bulan-matahari. (A.Rani,2009:182)

2.1.3 Tradisi-tradisi Imlek

Di Banda Aceh, masyarakat Tionghoa juga melakukan beberapa tradisi dalam menyambut perayaan tahun baru Imlek seperti di daerah lain nya, tradisi- tradisi itu diantaranya :

1. Pada tanggal 22 desember setiap tahun bertepatan dengan hari Ibu seperti yang sering kita dengar, masyarakat Tionghoa bersembahyang di altar sambil menyediakan hidangan Onde, setelah itu baru mereka bersama keluarga memakan onde yang telah dimasak sehari sebelum nya, tradisi ini juga sering disebut dengan

"dong zhi jie", biasanya masyarakat Tionghoa membuat sendiri hidangan onde tersebut, akan tetapi jika ada sanak keluarga mereka yang meninggal dalam tahun itu, mereka tidak diperbolehkan memasak onde tersebut tetapi mereka boleh membeli hidangan onde yang sudah jadi yang dijual diluaran. (Wawancara:Bu

Yuswar:21 desember 2017)

2. Malam menjelang Imlek Masyarakat Tionghoa berkumpul di rumah keluarga yang di hormati atau di tuakan seperti rumah orang tua, mereka berkumpul dalam rangka makan bersama dalam menyambut Imlek, makan bersama ini bertujuan mereka selalu senantiasa bersama dengan keluarga menyambung persaudaraan,

21

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

setelah itu mereka bersama melakukan sembahyang dirumah, untuk menyambut kedatangan dewa dewi serta membuka pintu rumah selebar-lebarnya agar rejeki yang baik dapat mengalir masuk ke rumah.

3. Pada malam Imlek Masyarakat Tionghoa berkumpul dan bersembahyang di

Vihara kepada dewa-dewi dan leluhur bertujuan untuk mengucap rasa syukur atas berkah dan lindungan yang telah diberikan,akan tetapi biasanya sebagian masyarakat Tionghoa jika tidak sembahyang di malam hari mereka keesokan pagi harinya akan bersembahyang di Vihara.

4. Pada hari- hari berikutnya Imlek Masyarakat Tionghoa mengunjungi sanak keluarga dan teman untuk saling berbagi kesenangan Tahun baru dan juga ajang tradisi memberikan hungbao bagi keluarga, rekan dan sahabat yang belum mendapatkan, akan tetapi bila ada keluarga yang meninggal dalam kurun 3 tahun terakhir, anggota keluarga pada hari ke 3 dan 4 tidak diperkenankan keluar rumah melainkan harus berziarah ke kuburan untuk memberikan doa sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur yang telah meninggal tradisi ini juga sering disebut dengan "chi kou".

5. Pada hari ke 5 perayaan Imlek, masyarakat Tionghoa melakukan bersih-bersih rumah yang dalam beberapa hari sebelum nya tidak boleh dibersihkan,yang sering juga disebut dengan tradisi "po wu", hal ini bertujuan agar bisa melanjutkan keesokan hari dengan bersih.

22

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

6. Pada hari ke 9, masyarakat Tinghoa bersembahyang memanjatkan doa untuk dewa pemimpin atau raja langit. Akan tetapi bagi masyarakat Tionghoa bersuka

Hokkian hari ke 9 itu merupakan hari perayaan pertama Imlek mereka, karena pada zaman dahulu, menurut cerita orang Tionghoa hokkian dulu, pada saat hari pertama Imlek mereka masih berperang menyerang penjajah tidak bisa menyambut dan merayakan Imlek mereka pun bersembunyi di ladang tebu, dan hari kesembilan itulah mereka bisa bebas dan keluar, maka dari itu mereka mengganggap hari 9 adalah hari perayaan imlek mereka, jadi pada hari ke 9 saat bersembahyang orang Tionghoa hokkian meletakkan tebu di vihara, guna untuk mengingat karena pohon tebu itu menyelamatkan mereka dari para penjajah.

Di Banda Aceh, hari perayaan Imlek ke 9 juga diselingi dengan acara makan besar seluruh masyarakat sekitar baik itu masyarakat Tionghoa maupun masyarakat Aceh, dikarenakan hari ke 9 dilakukannya pemilihan ketua yayasan baru untuk salah satu Vihara yang besar di Banda Aceh.

Di Indonesia ada beberapa tradisi-tradisi umum yang masih dilakukan oleh masyarakat-masyarakat Tionghoa di daerah-daerahnya yaitu diantaranya :

1. Menjelang tahun baru Imlek masyarakat masyarakat tionghoa melakukan sembahayang untuk para leluhur, tidak banyak dengan pergi ke makam para leluhur untuk membersihkan makam sebagai tanda bakti kepada para leluhur yang sudah mendahului mereka.

2. Sehari sebelum tahun baru Imlek masyarakat masyarakat Tionghoa menyapu rumah dan membersihkan rumah yang dipercaya akan dapat mengusir kesialan

23

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

namun pada hari Imlek tidak diperbolehkan untuk melakukan aktivitas membersihkan rumah karena dianggap dapat menyapu semua keberuntungan.

3. Pada hari pertama tahun baru masyarakat Tionghoa biasanya melakukan sembhayang ke Vihara atau kelenteng guna memanjat doa agar di tahun yang baru ini selalu diberikan kelancaran baik dari rejeki, kesehatan maupun jodoh.

4. Berkunjung ke rumah keluarga, saudara, kerabat dan teman. Imlek atau Sin Tjia merupakan saat yang tepat untuk rekonsiliasi, saling memaafkan dan saling mendoakan. Tradisi yang sudah berlaku ribuan tahun itu tetap dipelihara karena pada umumnya keluarga Tionghoa menyadari bahwa itulah adat istiadat dan budaya mereka. Hal ini memberikan semacam ikatan hubungan dengan para leluhur di masa lalu serta memberikan suatu identitas ke-Tionghoaan bagi keluarga mereka di masa kini dan masa depan

5. Membagikan Hungbao (angpao) di dalam tradisi Tionghoa, orang yang wajib dan berhak memberikan angpao biasanya adalah orang yang telah menikah, karena pernikahan dianggap merupakan batas antara masa anak - anak dan dewasa. Selain itu, ada anggapan bahwa orang yang telah menikah biasanya telah mapan secara ekonomi. Selain memberikan angpao kepada anak - anak, mereka juga wajib memberikan angpao kepada yang dituakan. Bagi yang belum menikah, tetap berhak menerima angpao walaupun secara umur,seseorang itu sudah termasuk dewasa. Ini dilakukan dengan harapan angpao dari orang yang telah menikah akan memberikan nasib baik kepada orang tersebut, dalam hal ini tentunya jodoh. Bila seseorang yang belum menikah ingin memberikan angpao, sebaiknya cuma memberikan uang tanpa amplop merah.

24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

6. Memakai baju berwarna merah atau emas pada hari raya Imlek, warna merah dan emas melambangkan kebaikan dan kesejahteraan di dalam kebudayaan

Tionghoa. Warna merah menunjukkan kegembiraan, semangat yang pada akhirnya akan membawa nasib baik. Pakaian berwarna merah yang berarti kebahagiaan, keceriaan, dan memberi keyakinan akan adanya masa depan yang cerah.

7. Memasang bunga segar saat Imlek, bunga segar diyakini akan membawa keceriaan, semangat dan keberuntungan di tengah kemeriahan pergantian tahun.

Salah satu bunga yang ada di perayaan Imlek peunanyong yaitu bunga "Mei li" bunga mei li tersebut bunga yang seperti bunga sakura.

8. Memasang lampion dan ornamen Imlek, nyala merah lampion menjadi simbol pengharapan bahwa di tahun yang akan datang diwarnai dengan keberuntungan, rezeki, dan kebahagiaan. Legenda klasik juga menggambarkan lampion sebagai pengusir kekuatan jahat. Memasang lampion di tiap rumah juga dipercaya menghindarkan penghuninya dari ancaman kejahatan.Pemasangan lampion ini pun dilakukan sampai hari kelima belas tahun baru Imlek atau biasa disebut Cap go Meh.

9. Pertunjukkan Barongsai dan liong, Tarian Barongsai atau tarian singa biasanya disebut “Nong Shi”. Pada awalnya tarian Barongsai ini tidak pernah dikaitkan dengan ritual keagamaan manapun juga. Namun demikian akhirnya orang percaya bahwa Barongsai dapat mengusir roh-roh jahat. Sedangkan nama “Barongsai” adalah gabungan dari kata Barong dalam bahasa Jawa dan Sai yang berarti Singa

25

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

dalam bahasa dialek Hokkian. Singa menurut orang Tionghoa ini melambangkan kebahagiaan dan kegembiraan.

Namun adapula larangan bagi masyarakat Tionghoa dalam menyambut hari raya Imlek atau tahun baru China (Zhonghua Wenhua)

1. Dilarang Menyapu Rumah

Larangan menyapu rumah biasanya dilakukan pada hari pertama hari raya

Imlek. Bagi masyarakat Tionghoa menyapu atau membersihkan rumah pada saat perayaan Imlek merupakan hal yang tidak baik karena dipercaya dapat menyapu semua rejeki dan keberuntungan namun menyapu pada satu hari sebelum Imlek dianggap dapat membuang kesialan selama satu tahun kedepan.

2. Dilarang Memberi Angpao Bagi yang Belum Menikah

Orang yang telah menikah dalam budaya Tionghoa dianggap mereka telah mapan dan secara ekonomi lebih baik daripada mereka yang belum menikah. Juga perkembangan psikologis bagi mereka yang menikah lebih baik daripada mereka yang belum menikah. Mereka yang telah menikah dianggap telah berhasil membentuk suatu keluarga yang baru. Dan walaupun status adik, tapi jika telah menikah , kedudukannya lebih tinggi dari kakaknya yang belum menikah. Untuk itu biasanya sang adik memberi angpao kepada kakaknya. Bagi yang belum menikah, tetap berhak menerima angpao walaupun secara umur, seseorang itu sudah termasuk dewasa. Ini dilakukan dengan harapan angpao dari orang yang telah menikah akan memberikan nasib baik kepada orang tersebut, dalam hal ini tentunya jodoh. Bila seseorang yang belum menikah ingin memberikan angpao, sebaiknya cuma memberikan uang tanpa amplop merah

26

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

3. Dilarang Menangis

Menangis pada saat malam pergantian tahun baru China atau Imlek diyakini berdampak negatif karena dapat menimbulkan kesialan dan membuat korbannya menangis terus-menerus sampai satu tahun ke depan. Akan tetapi, pantangan ini tidak berlaku bagi anak kecil yang menangis pada hari Imlek.

4. Dilarang Marah

Tidak dapat menahan emosi pada saat tahun baru Imlek diyakini akan berdampak negative karena dapat membuat kita tidak dapat mengontrol emosi dalam satu tahun kedepan dan bagi orang yang dimarahi pula akan selalu disalahkan dan dimarahi selama satu tahun ke depan.

5. Dilarang Keramas

Larangan melakukan keramas dilakukan pada hari pertama Imlek karena bermakna mengusir semua keberuntungan sampai satu tahun ke depan.

6. Dilarang Berpakaian Berwarna Hitam dan Putih

Pakaian berwarna hitam dan putih sering dikenakan orang Tionghua pada saat berkabung dan melayat ke tempat duka , jika ada salah satu kerabat atau teman meninggal dunia. Karena itu hindari pemakaian pakaian warna hitam dan putih disaat Imlek yang semestinya berlangsung dengan penuh suka cita menyambut tahun baru.

27

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

7. Dilarang Menggunakan Benda Tajam

Pisau atau gunting disebut-sebut dapat menjauhkan keberuntungan. Akan tetapi, hal tersebut bisa dihindari dengan menghindari penggunaan dua alat tajam itu pada saat Imlek.

8. Dilarang Merusak

Dalam tradisi Tionghua, merusak sesuatu di hari Imlek dipercaya bisa membawa nasib buruk . Contohnya adalah memecahkan gelas dan piring.

9. Dilarang Berhutang

Lunasilah seluruh utang sebelum Imlek dan hindari meminjamkan uang pada hari itu. Jika tidak, ada kemungkinan orang tersebut akan terus dipinjami uang oleh orang lain sepanjang tahun.

2.1.4 Masyarakat Tionghoa

Masyarakat adalah suatu kesatuan manusia yang berinteraksi dan bertingkah laku sesuai dengan adat istiadat tertentu yang bersifat kontiniu, dimana setiap anggota masyarakat terikat suatu rasa identitas bersama (Koentjaningrat,

1985:60)

Masyarakat manusia juga merupakan sistem hubungan sosial (sosial relation sistem) yang utama. Hubungan ini ditentukan oleh kebudayaan manusia.

Untuk mencapai persatuan dan integrasi melalui kebudayaan anggota masyarakat perlu belajar dan memperoleh warisan kebudayaan, termasuk apa yang diharapkan oleh mereka dalam suatu keadaan tertentu.

28

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Tionghoa adalah adat istiadat yang disebut oleh orang di Indonesia berasal dari kata zhonghuo dalam mandarin. Zhonghua dalam dialek Hokkian dilafalkan sebagai Tionghoa.

MasyarakatTionghoa (biasa disebut juga China) di Indonesia adalah salah satu masyarakat di Indonesia. Biasanya mereka menyebut dirinya dengan istilah

Tenglang (Hokkien), Tengnang (Tiochiu), atau Thongnyin (Hakka). Dalam bahasa

Mandarin mereka disebut Tangren (Hanzi: 唐人,”orang Tang”). Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa orang Tionghoa-Indonesia mayoritas berasal dari Cina

Selatan yang menyebut diri mereka sebagai orang Han (Hanzi: 莫人, hanyu pinyin: hanren, “orang Han”).

Masyarakat Tionghoa di Indonesia merupakan keturunan dari leluhur mereka yang berimigrasi secara periodik dan bergelombang sejak ribuan tahun yang lalu. Catatan-catatan literatur Tiongkok menyatakan bahwa kerajaan- kerajaan kuno di Nusantara telah berubungan erat dengan dinasti-dinasti yang berkuasa di Tiongkok.Faktor inilah yang kemudian menyuburkan perdagangan dan lalu lintas barang maupun manusia dari Tiongkok ke Nusantara dan sebaliknya.

Dalam perkembangan zaman, maka masyarakat Tionghoa di Indonesia mengalami polarisasi sosial, sesuai dengan tempat ia berada. Di Jakarta misalnya, masyarakat Tionghoa berinterksi dengan kebudayaan Betawi. Bahkan sebahagian dari etnik Tionghoa ini masuk dan melebur diri menjadi etnik Betawi, atau memakai dwisuku yaitu Tionghoa dan Betawi sekaligus. Di antara mereka ada yang beragama Buddha, Konghucu, Islam, dan Kristen. Di berbagai kawasan di

29

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Pulau Jawa mereka juga melakukan akulturasi dan strategi adaptasi kebudayan dengan etnik Sunda dan Jawa. Mereka menggunakan nama-nama Melayu, Jawa, dan Sunda sebagai bahagian dari strategi adaptasi budaya ini. Selain itu, mereka juga menggunakan berbagai unsur kebudayaan setempat seperti bahasa, busana, adat-istiadat, percampuran perkawinan, dan lain-lain.

Demikian pula yang terjadi dalam kebudayaan masyarakat Banda Aceh,

Provinsi Aceh, Indonesia. Di kawasan ini masyarakat Tionghoa yang berjumlah

40 persen itu melakukan strategi adaptasi kebudayaan. Di Banda Aceh yang terdiri dari etnik Aceh, Jawa, Batak dan lainnya, mendasarkan keberadan budaya pada konsep bhineka tunggal ika, yang artinya biar berbeda-beda tetapi tetap satu juga dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

2.3 Landasan Teori

Teori merupakan seperangkat proposisi yang menggambarkan suatu gejala terjadi seperti ini. Untuk memudahkan penelitian diperlukan pedoman berfikir yaitu kerangka teori. Sebelum melakukan penelitian yang lebih lanjut seorang peneliti perlu menyusun suatu kerangka teori sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang dipilih. (Suyanto, 2005:34)

Istilah landasan teori oleh beberapa peneliti disamakan dengan istilah tinjauan kepustakaan. Landasan teori merupakan telaah masalah penelitian berdasarkan teori-teori atau bacaan-bacaan. Landasan teori merupakan landasan teoritis bagi penulis untuk menjawab masalah penelitian. Teori yang digunakan bukan sekedar

30

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

pendapat dari penulis atau pendapat lain, tetapi teori yang telah teruji kebenarannya.

Untuk mendapatkan data dan keterangan lengkap upaya pelestarian perayaan

Imlek oleh masyarakat Tionghoa di Peunanyong, Banda Aceh maka penulis menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis penelitian deskriptif, didasarkan dari rumusan masalah yang akan dikaji yaitu upaya pelestarian perayaan Imlek oleh masyarakat Tionghoa di Peunanyong, Banda Aceh Menurut Koentjaraningrat,

(1993:89) “Pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang memberi gambaran secara cermat mengenai individu atau kelompok tertentu dengan keadaan dan gejala yang terjadi”.

Dalam penelitian ini peneliti langsung berhadapan dengan responden untuk menumpulkan data-data informasi yang dibutuhkan, baik dari lokasi, individu ataupun dari masyarakat-masyarakat Tionghoa sekitar, maupun kejadian-kejadian yang terjadi dalam melakukan penelitian. Setelah semua data terkumpul peneliti mendiskripsikan data-data dan kemudian diolah menggunakan teknik analisis data.

Menurut Silalahi, (2012:28) “Penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan dengan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu dalam masyarakat. ”sehubungan dengan teori di atas peneliti akan menggambarkan atau mendiskripsikan bagaimana keadaan atau gejala-gejala serta upaya-upaya yang dilakukan pihak masyarkat sekitar ini.

Melalui informasi yang diberikan narasumber akan dapat dideskripsikan secara jelas dan terperinci tentang apa, siapa, kapan, dimana, bagaimana, dan mengapa

31

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

dari permasalahan dalam penelitian ini, sehingga dapat dideskripsikan dengan baik.

2.3.1 Teori Struktural

Analisis struktural merupakan pendekatan yang bertujuan melihat sesuatu fenomena kebudayaan sebagai teks yang dapat dibaca. Menurut model pendekatan tekstual, fenomena budaya apapun bentuknya dapat dipahami sebagai sebuah peristiwa yang dapat dibaca dan ditafsirkan keberadaannya melalui sistem analisis struktural. Keberadaan teks tersebut akan dilihat dari unsur-unsur yang saling terkait. Kesatuan hubungan antar unsur-unsur hanya akan bermakna dalam hubungannya dengan unsur-unsur lain.

Secara umum, dalam pendekatan strukturalisme sebuah teks dipandang sebagai sebuah struktur yang terdiri dari unsur-unsur yang saling terjalin dan kemudian membangun teks sebagai sebuah keutuhan. Dengan demikian dapat dipahami bahwa analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetail, dengan sedalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua aspek fenomena budaya yang pada akhirnya secara bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh.

Untuk mendeskripsikan rangkaian kegiatan upacara perayaan Imlek, penulis menggunakan teori upacara yang dikemukakan oleh koentjaraningrat, dalam bukunya Pengantar Ilmu Antropologi (2009: 296) sistem upacara keagamaan secara khusus mengandung empat aspek yang menjadi perhatian khusus dari para ahli antropologi ialah: (a) tempat upacara keagamaan dilakukan;

32

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(b) saat-saat upacara keagamaan dijalankan; (c) benda-benda dan alat upacara; (d) orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara.

Aspek pertama berhubungan dengan tempat-tempat keramat upacara dilakukan, yaitu makam, candi, pura, kuil, gereja, langgar, surau, mesjid, dan sebagainya. Aspek kedua adalah aspek mengenai saat-saat beribadah, hari-hari keramat dan suci dan sebagainya. Aspek ketiga adalah tentang benda-benda yang dipakai dalam upacara, termasuk patung-patung yang melambangkan dewa-dewa, alat bunyi-bunyian seperti lonceng suci, seruling suci, genderang suci dan sebagainya. Aspek keempat adalah aspek yang mengenai para pelaku upacara keagamaan, yaitu para pendeta biksu, syaman, dukun, dan lain-lain.

Upacara-upacara itu sendiri banyak juga unsurnya, yaitu: (a) bersaji; (b) berkorban; (c) berdoa; (d) makan bersama makanan yang telah disucikan dengan doa; (e) menari tarian suci; (f) menyanyi nyanyian suci; (g) berprosesi atau berpawai; (h) memainkan seni drama suci; (i) berpuasa; (j) intoksikasi atau mengaburkan pikiran dengan makan obat bius sampai kerasukan, mabuk; (k) bertapa, (l) bersemedi.

Di antara unsur-unsur upacara keagamaan tersebut ada yang dianggap penting sekali dalam suatu agama, tetapi tidak dikenal dalam agama lain, dan demikian juga sebaliknya. Selain itu, suatu acara upacara biasanya mengandung suatu rangkaian yang terdiri dari sejumlah unsur tersebut.

2.3.2 Teori Semiotik

Semiotik atau semiologi merupakan terminologi yang merujuk pada ilmu yang sama. Istilah semiologi lebih banyak digunakan di Eropa sedangkan

33

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

semiotik lazim dipakai oleh ilmuwan Amerika. Istilah yang berasal dari kata

Yunani semeion yang berarti „tanda‟ atau „sign‟ dalam bahasa Inggris itu adalah ilmu yang mempelajari sistem tanda seperti: bahasa, kode, sinyal, dan sebagainya.

Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat lepas dari tanda, lambang, maupun simbol-simbol. Adapun ilmu yang mempelajari tentang tanda, lambang, dan simbol-simbol adalah semiotik. Teori semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda dengan berpilar pada suatu anggapan dasar bahwa fenomena sosial dan fenomena kebudayaan merupakan serangkaian tanda. Tanda adalah sesuatu yang merepresentasikan seseorang atau sesuatu yang lain dalam kapasitas atau pandangn tertentu.

Semiotik bertujuan untuk mengetahui makna-makna yang terkandung dalam sebuah tanda atau menafsirkan makna tersebut sehingga diketahui bagaimana komunikator mengkonstruksi pesan. Konsep pemaknaan ini tidak terlepas dari perspektif atau nilai-nilai ideologis tertentu serta konsep kultural yang menjadi ranah pemikiran masyarakat di mana simbol tersebut diciptakan.

Kode kultural yang menjadi salah satu faktor konstruksi makna dalam sebuah simbol menjadi aspek yang penting untuk mengetahui konstruksi pesan dalam tanda tersebut.

Konstruksi makna yang terbentuk inilah yang kemudian menjadi dasar terbentuknya ideologi dalam sebuah tanda. Sebagai salah satu kajian pemikiran dalam cultural studies, semiotik tentunya melihat bagaimana budaya menjadi landasan pemikiran dari pembentukan makna dalam suatu tanda. Semiotik mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti (Kriyantono, 2007:261).

34

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Dalam teori yang dikemukakan oleh Roland Barthes (1915-1980), Barthes mengembangkan semiotika menjadi 2 tingkatan pertandaan untuk menunjuk tingkatan-tingkatan makna, yaitu tingkat denotasi dan konotasi. Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda pada realitas, menghasilkan makna eksplisit, langsung, dan pasti. Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti

(Yusita Kusumarini, 2006:46).

Barthes juga melihat aspek lain dari penandaan, yaitu mitos (myth) yang menandai suatu masyarakat, yakni rujukan bersifat kultural (bersumber dari budaya yang ada) yang digunakan untuk menjelaskan gejala atau realitas yang ditunjuk dengan lambang-lambang penjelasan mana yang notabene adalah makna konotatif dari lambang-lambang yang ada dengan mengacu sejarah (di samping budaya). Dengan kata lain, mitos berfungsi sebagai deformasi dari lambang yang kemudian menghadirkan makna-makna tertentu dengan berpijak pada nilai-nilai sejarah dan budaya masyarakat (Pawito, 2007:164).

2.3.3 Teori Fungsionalisme

Teori Fungsionalisme dalam ilmu Antropologi Budaya mulai dikembangkan oleh seorang pakar yang sangat penting dalam sejarah teori antropologi, yaitu Bronislaw Malinowski (1884-1942). Ia lahir di Cracow,

Polandia sebagai putra bangsawan Polandia. Ia mengembangkan suatu kerangka teori baru untuk menganalisis fungsi kebudayaan manusia, yang disebutnya dengan teori fungsionalisme kebudayaan atau a funcitionaly theory of culture

35

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Bagi Malinowski dalam (T.O. Ihroni 2006), mengajukan sebuah orientasiteori yang dinamakan fungsionalisme, yang beranggapan atau berasumsi bahwa semua unsur kebudayaan bermanfaat bagi masyarakat dimana unsur itu terdapat. Dengan kata lain, pandangan fungsionalisme terhadap kebudayaan mempertahankan bahwa setiap pola kelakuan yang sudah menjadi kebiasaan, setiap kepercayaan dan sikap yang merupakan bagian dari kebudayaan dalam suatu masyarakat, memenuhi beberapa fungsi mendasar dalam kebudayaan yang bersangkutan. Pemikiran Malinowski mengenai syarat-syarat metode geografi berintegrasi secara fungsional dan dikembangkan dalam kuliah-kuliahnya tentang metode-metode penelitian lapangan dalam masa penulisannya ketiga buku etnografi menegenai kebudayaan Trobiand selanjutnya, menyebabkan bahwa konsepnya mengenai fungsi sosial dari adat, tingkah laku manusia, dan pranata pranata sosial menjadi mantap juga. Dalam hal itu ia membedakan antara fungsi sosial dalam tiga tingkat abstraksi (Koentjaraningrat,1987:167), yaitu:

1. Fungsi sosial dari suatu adat, pranata sosial atau unsur kebudayaan pada

tingkat abstraksi pertama mengenai pengaruh atau efeknya, terhadap adat.

Tingkah laku manusia dan pranata sosial yang lain dalam masyarakat.

2. Fungsi sosial dari suatu adat, pranata sosial ataupun unsur kebudayaan pada

tingkat abstraksi kedua mengenai pengaruh atau efeknya, terhadap

kebutuhan suatu adat atau pranata lain untuk mencapai maksudnya, seperti

yang dikonsepsikan oleh warga masyarakat yang bersangkutan.

3. Fungsi sosial dari suatu adat, pranata sosial ataupun unsur kebudayaan pada

tingkat abstraksi ketiga mengenai pengaruh atau efeknya, terhadap

36

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

kebutuhan mutlak untuk berlangsungnya secara integrasi dari suatu sistem sosial tertentu.

Contohnya : unsur kebudayaan yang memenuhi kebutuhan akan makanan menimbulkan kebutuhan sekunder yaitu kebutuhan untuk kerja sama dalam pengumpulan makanan atau untuk produksi.

37

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian Deskriptif

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif. Menurut Whitney dalam Nazir (2009:54), metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi tepat. penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi–situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan– kegiatan, sikap–sikap, pandangan–pandangan, serta proses–proses yang berlangsung dan pengaruh–pengaruh dari suatu fenomena. penelitian deskriptif ini menggunakan analisis kebudayaan dan jenis penelitian lapangan (Field research).

Penelitian deskriptif tidak hanya terbatas pada masalah pengumpulan dan penyusunan data, tapi juga meliputi analisis dan interpretasi tentang arti data tersebut. Oleh karena itu, penelitian deskriptif mungkin saja mengambil bentuk penelitian komparatif, yaitu suatu penelitian yang membandingkan satu fenomena atau gejala dengan fenomena atau gejala lain, atau dalam bentuk studi kuantitatif dengan mengadakan klasifikasi, penilaian, menetapkan standar, dan hubungan kedudukan satu unsur dengan unsur yang lain.

Pendekatan dalam penelitian ini yaitu kualitatif di mana data yang diperoleh berasal dari lapangan dengan melakukan pengamatan dan wawancara mendalam dengan informan yang tahu dan mengerti tentang permasalahan yang diteliti.

38

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Tujuan penelitian melalui pendekatan kualitatif ini adalah bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya, perilaku, motivasi, tindakan dan lain-lain. Data yang dikumpulkan oleh peneliti berbentuk catatan, foto, hasil wawancara, pengamatan lapangan, dokumen pribadi, dan lain-lain. Data digambarkan sesuai dengan hakikatnya dan disusun dengan baik sesuai keadaan.

Dalam rangka penelitian terhadap struktur, fungsi dan makna perayaan

Imlek pada masyarakat Tionghoa di Gampong Peunanyong, Banda Aceh ini, maka penulis menggunakan pendekatan kualitatif untuk mengkaji kegiatan ritual

(upacara) ini maupun dari segi fungsi dan makna nya. Prosedur penelitian yang menghasilkan penelitian data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan tentang orang-orang, perilaku yang dapat diamati secara sehingga menemukan kebenaran yang dapat diterima oleh akal sehat manusia, perilaku yang diamati langsung seperti observasi, dokumentasi upacara, serta wawancara langsung.

3.2 Lokasi Penelitian

Penetapan lokasi penelitian sangat penting dalam rangka mempertanggung jawabkan data yang diperoleh, dengan demikian maka lokasi penelitian perlu ditetapkan lebih dahulu. Dalam penelitian ini peneliti mengambil lokasi di kota

Banda Aceh, lebih tepatnya di Vihara yang ada disekitar Gampong Peunanyong yaitu :

1. Vihara Darma Bakti, di Jalan T Panglima Polem, Nomor 70,

2. Vihara Desi Samudra, Gampong Laksana di Jalan Pocut Baren, Lorong Aneuk

Galong

39

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

3.Vihara Maitri yang berada di Jalan Pocut Baren, Lorong Aneuk Galong,

4.Vihara Satya Muni, di Jalan Pocut Baren

3.3 Teknik Pengumpulan Data

3.3.1 Mengumpulkan Sumber Primer a. Observasi

Digunakan untuk mengganti langsung objek yang akan diteliti. Yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah beberapa masyarakat Tionghoa di

Peunanyong Kota Banda Aceh yang memiliki andil dalam perayaan Imlek serta mengerti tentang sejarah masyarakat Tionghoa tersebut.

Observasi adalah metode pengumpulan data melalui pengamatan langsung atau peninjauan secara cermat dan langsung di lapangan atau lokasi penelitian.

Dalam hal ini, penulis dengan berpedoman kepada desain penelitiannya perlu mengunjungi lokasi penelitian untuk mengamati langsung berbagai hal atau kondisi yang ada di lapangan. Penemuan ilmu pengetahuan selalu dimulai dengan observasi dan kembali kepada observasi untuk membuktikan kebenaran ilmu pengetahuan tersebut.

Dalam melakukan observasi penulis harus memperhatikan dengan teliti objek yang akan diteliti. Satu sampel yang penulis ambil belum bisa dijadikan sebagai kesimpulan dari penilitian, oleh karena itu diperlukan banyak objek penelitian sebagai pembanding dalam melakukan observasi. Dengan observasi penulis dapat memperoleh gambaran tentang kehidupan sosial yang sukar untuk diketahui dengan metode lainnya. Observasi dilakukan untuk menjajaki sehingga berfungsi eksploitasi. Dari hasil observasi penulis akan memperoleh gambaran

40

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

yang jelas tentang masalahnya dan mungkin petunjuk-petunjuk tentang cara pemecahannya. Jadi, jelas bahwa tujuan observasi adalah untuk memperoleh berbagai data konkret secara langsung di lapangan atau tempat penelitian. b. Wawancara

Digunakan untuk mengumpulkan keterangan langsung dari narasumber yang masih hidup. Wawancara ini dilakukan secara verbal dan dilakukan saat perayaan Imlek.

Salah satu teknik pengumpulan data dalam penelitian adalah tehnik wawancara, yaitu mendapatkan informasi dengan bertanya secara langsung kepada subjek penelitian. Wawancara yang dilakukan dengan dua bentuk, yaitu wawancara terstruktur dan wawancara tak terstruktur. Dalam wawancara terstruktur, peneliti telah mengetahui dengan pasti informasi apa yang hendak digali dari narasumber. Pada kondisi ini, peneliti biasanya sudah membuat daftar pertanyaan secara sistematis. Peneliti juga bisa menggunakan berbagai instrumen penelitian seperti alat bantu recorder, kamera untuk foto, serta instrumen- instrumen lain.

Sedang wawancara tak terstruktur adalah wawancara bebas. Peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang berisi pertanyaan-pertanyaan spesifik, namun hanya memuat poin-poin penting dari masalah yang ingin digali dari responden. Dalam penelitian ini wawancara dipergunakan untuk mengadakan komunikasi dengan pihak-pihak terkait atau subjek penelitian dalam rangka memperoleh penjelasan atau informasi tentang hal-hal yang belum tercantum dalam observasi dan dokumentasi.

Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah :

41

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

1. Nama : Yuswar

Umur : 70 Tahun

Profesi : Ketua Yayasan Vihara Dharma Bakti,

Wakil Ketua DPD GERINDRA Prov.Aceh

2. Nama : Hasan

Umur : 61 Tahun

Profesi : Sekertaris Harian Vihara Dharma Bakti

3. Nama : Aki Kho Siong

Umur : 66 Tahun

Profesi : Ketua Yayasan Hakka di Kota Banda Aceh

4. Nama : Hasbalah Yusuf

Umur : 53 Tahun

Profesi : Pelatih Barongsai Macan Putih

5. Nama : Aguan

Umur : 90 Tahun

Profesi : Penerjemah bahasa mandarin sekaligus pembuat shufa.

42

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Informan adalah seorang pemberi data yang memiliki kapasitas dan kapabilitas terhadap permasalahan yang diajukan dalam penelitian. Sumber data primer tidak hanya dari informan saja, tetapi dapat berupa dokumentasi foto yang dianggap dapat melengkapi kebutuhan penulis dalam penelitian. Selain sumber data primer yang berasal dari para informan, terdapat sumber data skunder, yaitu berupa buku, jurnal, artikel, skripsi, dan data pendukung lainnya yang berhubungan dengan objek yang penulis teliti.

3.3.2 Mengumpulkan Sumber Sekunder

Studi kepustakaan adalah segala usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang akan atau sedang diteliti. Informasi itu dapat diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian, karangan-karangan ilmiah, tesis dan disertasi, peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan, buku tahunan, ensiklopedia, dan sumber-sumber tertulis baik tercetak maupun elektronik lain.

Nazir (2003:112) studi kepustakaan merupakan langkah yang penting dimana setelah seorang peneliti menetapkan topic penelitian, langkah selanjutnya adalah melakukan kajian yang berkaitan dengan teori yang berkaitan dengan topik penelitian. Dalam pencarian teori, peneliti akan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari kepustakaan yang berhubungan. Sumber-sumber kepustakaan dapat diperoleh dari: buku, jurnal, majalah, hasil-hasil penelitian

(tesis dan disertasi), dan sumber-sumber lainnya yang sesuai (internet, koran dll).

Bila kita telah memperoleh kepustakaan yang relevan, maka segera untuk disusun secara teratur untuk dipergunakan dalam penelitian.

43

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

3.4 Teknik Anlisis Data

Menurut Patton (Moleong, 2001:103), analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan uraian dasar. Definisi tersebut memberikan gambaran tentang betapa pentingnya kedudukan analisis data dilihat dari segi tujuan penelitian. Adapun proses yang dilakukan adalah:

1. Mengumpulkan buku-buku, artikel atau jurnal-jurnal yang diharapkan dapat mendukung tulisan ini, kemudian memilih data yang dianggap paling penting dan penyusunannya secara sistematis.

2. Setelah data terkumpul, penulis akan membaca terlebih dahulu kemudian mengklasifikasikan data tersebut untuk dijadikan bahan penelitian.

3. Peneliti melakukan observasi lapangan ke tempat penelitian untuk mengamati keadaan di lapangan.

4. Peneliti akan melakukan beberapa wawancara dengan informan yang mengetahui informasi yang peneliti butuhkan.

5. Berdasarkan data-data yang diambil, lalu penulis membuat objek kajian peneliti dan melakukan analisis dengan menggunakan teori upacara dan teori semiotika.

6. Selanjutnya membuat kesimpulan dari hasil yang diteliti dalam proses jalannya membuat penelitian ini.

44

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Budaya Masyarakat Aceh

Aceh yang sebelumnya pernah disebut dengan nama Daerah Istimewa

Aceh (1959-2001) dan Nanggroe Aceh Darussalam (2001-2009) adalah provinsi paling barat di Indonesia. Aceh memiliki otonomi yang diatur tersendiri, berbeda dengan kebanyakan provinsi lain di Indonesia, karena alasan sejarah. Daerah ini berbatasan dengan Teluk Benggala di sebelah utara, Samudra Hindia di sebelah barat, Selat Malaka di sebelah timur, dan Sumatera Utara di sebelah tenggara dan selatan. Ibu kota Aceh ialah Banda Aceh.

Kota Banda Aceh adalah salah satu kota yang berada di Aceh dan menjadi ibukota Provinsi Aceh, Indonesia. Sebagai pusat pemerintahan, Banda Aceh menjadi pusat kegiatan ekonomi, politik, sosial dan budaya. Kota Banda Aceh juga merupakan kota Islam yang paling tua di Asia Tenggara, di mana Kota

Banda Aceh merupakan ibu kota dari Kesultanan Aceh.

Sebagian besar penduduk di Aceh menganut agama Islam. Agama Islam adalah agama yang paling mendominasi di Aceh oleh karena itu Aceh mendapat julukan ”Serambi Mekah”. Dari ke 13 suku asli yang ada di Aceh hanya suku

Nias yang tidak semuanya memeluk agama Islam. Agama lain yang dianut oleh penduduk di Aceh adalah agama Kristen yang dianut oleh pendatang suku Batak dan sebagian warga Tionghoa yang kebanyakan bersuku Hakka.

45

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Sedangkan sebagian lainnya tetap menganut agama Konghucu. Selain itu provinsi

Aceh memiliki keistimewaan dibandingkan dengan provinsi yang lain, karena di provinsi ini Syariat Islam diberlakukan kepada sebagian besar warganya yang menganut agama Islam. Sejarah dan perkembangan suku bangsa Aceh juga menarik perhatian para antropolog seperti Snouck Hurgronje.

Dilihat dari sisi kebudayaannya, Aceh memiliki budaya yang unik dan beraneka ragam. Kebudayaan Aceh ini banyak dipengaruhi oleh budaya-budaya melayu, karena letak Aceh yang strategis karena merupakan jalur perdagangan maka masuklah kebudayaan Timur Tengah. Beberapa budaya yang ada sekarang adalah hasil dari akulturasi antara budaya melayu, Timur Tengah dan Aceh sendiri. Suku bangsa yang mendiami Aceh merupakan keturunan orang-orang melayu dan Timur Tengah hal ini menyebabkan wajah-wajah orang Aceh berbeda dengan orang Indonesia yang berada di lain wilayah.

4.2 Tinjauan Asal Usul

Peunayong merupakan salah satu Gampong yang berada di Kota Banda

Aceh yang terletak di Kecamatan Kuta Alam, penduduk Gampong Peunayong berjumlah sekitar 3.039 jiwa sebanyak 1.614 laki-laki dan 1.425 perempuan. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa laki-laki lebih banyak di bandingkan dengan perempuan yang bermukim di Gampong Peunayong.

Sekarang wilayah Gampong Peunayong sampai kedaerah Lampulo yang dulunya disebut dengan Ujong Peunayong. Saat ini Peunayong telah dimekarkan menjadi 5 (lima) gampong lainnya yang berada dalam wilayah adminitrasi

Kecamatan Kuta Alam yaitu Gampong Mulia, Gampong Lampulo, Gampong

Lamdingin, Gampong Laksana dan Gampong Keuramat. (Farisa, 2016:33)

46

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gampong Peunayong juga salah satu daerah yang memiliki banyak catatan sejarah serta kebudayaan, akulturasi antara budaya China dan Aceh yang sudah terjalin dari ratusan tahun yang lalu membuat masyarakat saling menghormati dan dapat hidup berdampingan, ini terlihat dari bangunan-bangunan tua yang berada di daerah tersebut. Ini merupakan salah satu destinasi wisata kebudayaan kuno orang

Tionghoa yang ada di Banda Aceh, sehingga bangunan-bangunan tersebut tetap dijaga keutuhan bentuknya hingga sekarang.

Peunayong berasal dari kata Peumayong yang berarti tempat berteduh, karena pada tempo dulu daerah peunayong banyak ditumbuhi pohon-pohon besar yang sangat rimbun sampai kedaerah Lampulo yang menjadi tempat persinggahan. Berawal dari sinilah masyarakat menjuluki kata Peumayong menjadi Peunayong, hal ini disebabkan oleh kesalahan pengejaan kata dari masyarakat sehingga lebih muda menyebutnya Peunayong. Penyebutan ini terus melekat dan menjadi kebiasaan bagi masyarakat setempat dan sekitarnya.

Ada pula yang mengatakan Peunanyong berasal dari perkataan antara orang Aceh dan Cina pada tempo dulu, Jung/Yong merupakan sebutan untuk kapal cina pada saat dulu. Orang Cina yang baru sampai disana ingin menanyakan kepada orang Aceh tersebut apa nama daerah ini ,sedangkan orang Aceh yang sedang berkomunikasi dengan berbahasa aceh bertanya tentang adakah kapal cina disana "Peu Na Jong", terjadilah mist komunikasi antara kedua orang tersebut, karena terkendalanya bahasa penghubung pada saat dulu. Orang Aceh yang ingin menanyakan kapal karena ia ingin kesana, dan karena ucapan orang Aceh tersebut, orang Cina beranggapan bahwa pertanyaan orang tersebut itu adalah

47

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

jawaban dari pertanyaan, jadilah orang Cina beranggapan itu daerah Peunanyong.

(Wawancara:Yuswar)

Sejak dulu Peunayong telah menjadi daerah internasional. Pada zaman kepemimpinan Sultan Iskandar Muda daerah ini dijadikan sebagai kota spesial.

Disebut spesial karena Sultan memberikan rasa aman kepada para tamu yang datang kedaerah ini. Bahkan tak jarang Sultan juga menjamu tamu kerajaan yang datang dari Eropa maupun Tiongkok.

Peunyong sendiri merupakan lokasi yang penuh sejarah, keterikatan Aceh dan Tiongkok semakin kuat ketika Laksaman Cheng Ho melakukan kunjungan ke kerajaan Samudera Pasai di Utara Aceh pada tahun 1415. Laksamana Cheng Ho yang beragama Islam di sambut baik bagaikan keluarga. Bahkan bukti kedekatan tersebut hingga kini masih dapat dilihat dari pemberian hadiah oleh beliau untuk kerajaan Samudra Pasai yaitu Lonceng Cakra donya.

Tidak hanya pada zaman kesultanan saja, keberadaan Peunayong tetap dipertahankan saat zaman penjajahan Belanda. Daerah ini sengaja di desain dan dibangun dengan konsep kampung pecinaan. Hingga kini kita masih dapat melihat sejumlah gedung peninggalan tempo dulu. Saksi bisu kemegahan Aceh pada zaman lampau. (Farisa, 2016:35)

Pada tanggal 26 Desember 2004 tsunami menyapu daratan Aceh.

Peunayong termasuk salah satu daerah yang tersapu gelombang dahsyat tsunami.

Kawasan ini lumpuh total. Puing-puing bekas bangunan berserakan, mayat bergelimpangan. Peunayong berubah menjadi kota mati. Para penghuninya memilih mengungsi ke provinsi tetangga, Sumatera Utara.

48

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Namun kini kondisi Peunayong semakin tertata rapi, taman dengan pohon rindang di sepanjang media jalan. Bahkan kehidupan bisnis pun semakin menggeliat. Sebagai basis dari orang Tionghoa, Peunayong memang menjadi sentra bisnis di Banda Aceh sampai dengan saat ini.

Gampong Peunayong juga memiliki beberapa vihara, salah satu Vihara yang paling besar dan paling tua adalah Vihara Dharma Bakti, Vihara ini merupakan Vihara pertama yang didirikan di Peunayong.

4.3 Gambaran Lokasi Gampong Peunanyong

Gampong Peunanyong adalah salah satu dari 11 gampong yang ada dalam kecamatan Kuta Alam kota Banda Aceh, yaitu gampong Mulia, gampong

Laksana, gampong Keuramat, Kuta Alam, Peunanyong, Beurawe, Kota Baru,

Bandar Baru, Lampulo, Lamdingin, dan Lambaro Skep.Secara geografis letak gampong Peunanyong berbatasan dengan :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Gampong Mulia:

b. Sebelah Selatan berbatass dengan Gampong Kuta Alam:

c. Sebelah Timur berbatasan dengan Gampong Laksana:

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Krueng Aceh Kecamatan Kuta Raja.

Luas Wilayah

Luas Wilayah : 6,2 ha/m2 Luas Perkarangan : 2,9 ha/m2 Luas Taman : 1,8 ha/m2 Luas Perkantoran : 3,6 ha/m2 Luas Prasarana Umum dan Lainnya : 21,8 ha/m2 Total Luas : 36,3 ha/m2

49

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 1. Peta Gampong Peunanyong (Kuta Alam) Dokumentasi : www.tanohaceh.com

Keadaan Penduduk

Pada umumnya gampong Peunanyong merupakan penduduk yang menetap, akan tetapi ada juga pendatang dari daerah lain. Jumlah penduduk masyarakat Tionghoa dari dulu hingga sekarang tetap sama berkisar 3.500-4.000 jiwa.

Bedasarkan data yang diperoleh dari Kantor Keuchik Peunanyong, penduduk Gampong Peunanyong berjumlah sebanyak 4.645 jiwa, yang terdiri dari

536 Kepala Keluarga (KK) dari kondisi tersebut, maka penduduk Gampong

Peunanyong berjumlah 2.707 jiwa penduduk laki-laki dan 1.937 jiwa penduduk perempuan. Dengan rincian dusun Garuda 1.033 jiwa, dusun Cendrawasih 1.046 jiwa, dusun Merpati 1.809 jiwa dan dusun Gajah Putih 757 jiwa.

50

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Tabel. 4.1 Keadaan Penduduk dilihat dari aspek agama

Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Dusun Islam Kristen Kristen Jumlah Hindu Budha Protestan Katolik

Garuda 280 17 15 0 721 1.033

Cendrawasih 335 13 3 0 695 1.046

Merpati 358 72 31 0 1.348 1.809

Gajah Putih 197 14 13 0 533 756

Jumlah 1.315 116 62 0 3.297 4.644

Tabel. 4.2 Keadaan Penduduk masyarakat Tionghoa dilihat dari aspek agama

Jumlah Jumlah Jumlah Muallaf Jumlah Jumlah Dusun Kristen Kristen Jumlah (Islam) Hindu Budha Protestan Katolik

Garuda 2 0 2 0 721 725

Cendrawasih 6 2 3 0 695 706

51

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Merpati 10 1 2 0 1.348 1.361

Gajah Putih 3 1 1 0 533 538

Jumlah 20 4 8 0 3.297 3.329

Tabel 4.3

Mata Pencaharian Masyarakat Tionghoa di Kota Banda Aceh dari periode

1945-2017

Mata Pencarian/ 1945- 1956- 1966- 1976- 1986- 1996- 2006-

Periode 1955 1965 1975 1985 1995 2005 2017

Pedagang 70% 70% 81% 84% 84% 82% 74%

PNS - - - - - 1% 1%

Karyawan Swasta 5% 5% 6% 6% 7% 8% 5%

Nelayan - - 1% 1% 1% 1% 1%

Buruh Kasar 10% 10% 10% 7% 6% 6% 5%

Dokter - - 1% 1% 1% 1% 5%

Guru - - 1% 1% 1% 1% 10%

52

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

4.4 Sejarah Kedatangan Masyarakat Tionghoa ke Aceh

Sejarah migrasinya orang Cina ke Aceh pada awalnya secara berombangan yang terjadi pada tahun 1875 atas usaha WP Groeneveld selaku komisaris

Pemerintah Hindia Belanda, dengan tujuan untuk dipekerjakan sebagai pekerja- pekerja bebas guna kepentingan pemerintah Hindia Belanda (Piet, 2008:21).

Pada tahun 1877 datanglah sekitar 4886 orang Cina dari pelabuhan

Singapura dan Penang ke Aceh, sebagian mereka datang dengan biaya sendiri.

Dengan masuknya orang Cina ini, maka tersebarlah mereka di berbagai daerah yang terdapat di Provinsi Aceh. Salah satu daerah yang ditujunya adalah kota

Banda Aceh. Di Indonesia orang-orang keturunan Cina secara khas disebut sebagai orang Tionghoa, sedangkan orang Cina adalah orang-orang yang berwarga negara China yang setara dengan Jepang dan orang Indonesia.

Orang Tionghoa merupakan golongan sosial nomor dua terbesar di kota

Banda Aceh. Orang Tionghoa tersebar luas di Nusantara, termasuk Aceh. Di Aceh khususnya kota Banda Aceh, kebanyakan mereka dari suku Khek (Hakka) provinsi Kwantung (A.Rani,2009:4). Masyarakat Tionghoa hadir di Aceh secara besar-besaran pada tahun 1875 (Sulaiman dalam buku A.Rani, 2009:4).

Mereka didatangkan oleh Belanda untuk dipekerjakan sebagai buruh.

Kehadiran mereka di Aceh pada waktu itu membuka terjadinya kontak budaya antara budaya Aceh dan Cina, yang sebelumnya orang Aceh telah terjadi kontak budaya dengan orang India,Arab, dan Eropa.

Namun demikian konflik antarbangsa dan penghancuran budaya serta peradaban Aceh oleh bangsa Cina tidak terjadi sebagaimana telah dilakukan oleh

53

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

bangsa Portugis, Belanda, dan Jepang. Kehadiran Cina ke Indonesia umunya dan

Aceh khususnya masyarakat Cina ke Aceh yang pertama ialah guna memenuhi kebutuhan hidupnya, karena di negeri leluhurnya saat itu sangat sempit lapangan kerja. Orang Cina yang berhijrah ke Aceh umumnya pada waktu itu adalah sebagai buruh.

54

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB V

STRUKTUR PERAYAAN IMLEK DI GAMPONG PEUNANYONG

Dalam Penelitian ini penulis menggunakan data Imlek dari tahun ke tahun dan data Imlek saat berakulturasi dengan budaya Aceh saat bergabung dengan tarian Seudati di tahun 2014.

5.1 Struktur Perayaan Imlek

Perayaan Tahun Baru Imlek atau Sin Tjia adalah sebuah perayaan yang dilakukan masyarakat Tionghoa. Di China, Sin Tjia ini lebih dikenal dengan perayaan musim semi (Spring Festival) karena Sin Tjia yang didasarkan pada perhitungan bulan dimulai pada musim semi. Sejarah Imlek merupakan warisan leluhur tentang sistem penanggalan Tiongkok sebagai penanda gantinya musim salju ke musim hujan. Pergantian musim ini memberi harapan yang patut disyukuri bersama (Sidharta Adhimulya). Pada awalnya perayaan Imlek merupakan sebuah perayaan yang dilaksanakan oleh para petani di negara China untuk menyambut datangnya musim semi. Berdasarkan legenda,asal mula Imlek atau Sin Tjia ada seekor binatang raksasa bernama yang akan memakan manusia pada masa pergantian tahun. Suatu ketika, datang seorang kakek yang menantang Nian untuk memangsa binatang pemangsa lain yang merupakan pesaingnya daripada memangsa manusia. Nian menerima tantangan itu dengan memakan binatang pemangsa yang ada. Hal ini membawa kegembiraan dan kedamaian bagi kehidupan manusia. Setelah itu, Nian dan si kakek yang ternyata dewa itu menghilang. Sebelum si kakek menghilang, ia berpesan kepada warga

55

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

untuk memasang dekorasi kertas warna merah yang dipasang di pintu dan jendela, yaitu warna yang paling ditakuti oleh Nian.

Tahun Baru Imlek adalah perayaan akbar yang berlangsung selama 15 hari dengan tanggal yang tidak pernah sama setiap tahunnya. Hal ini ditentukan dari pergerakan bulan dan matahari, namun biasanya berlangsung sekitar bulan

Januari ataupun Februari. Perayaan Imlek berkaitan dengan pesta para petani untuk menyambut musim semi. Perayaan Tahun Baru Imlek berkaitan dengan para petani dikarenakan pada awalnya yang merayakan perayaan tahun baru Imlek ini adalah para petani yang disebut dengan Chunjie atau musim semi, para petani pada jaman dahulu selalu mengucap syukur kepada para Dewa pada perayaan

Chunjie dikarenakan para Dewa telah memberikan kesuburan kepada ladang mereka sehingga mereka dapat makan keesokan harinya. Itulah alasan mengapa perayaan Tahun Baru Imlek berkaitan dengan para petani.

Struktur upacara Imlek meliputi malam pergantian tahun, sembahyang

Imlek, pemberian angpao, menggantungkan lampion, menghidupkan kembang api, atraksi Barongsai, dan memasang benda-benda berwarna merah.

5.1.1 Malam Pergantian Tahun

Malam tanggal 30 bulan 12 Imlek atau Sa Cap Me, orang-orang Tionghoa biasa melakukan beberapa hal seperti, mulai bebersih rumah dan memasang lampion sebagai hiasan yang bernuansa merah.

56

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Pada hari terakhir bulan ke-12 ini, pakaian yang sudah robek dan lauk- pauk yang belum habis dimakan akan dibuang menjelang datangnya hari Tahun

Baru Imlek dengan maksud agar kemiskinan tidak datang di tahun yang baru.

Malam ini, banyak keluarga Tionghoa akan melakukan acara makan besar bersama keluarga di malam Tahun Baru Imlek sebagai suatu kewajiban, Malam

Tahun Baru Imlek disebut chuxi artinya menghapus yang lama dan hal-hal yang buruk. Pada malam menjelang Tahun Baru Imlek ini, keluarga juga berdoa atau bersembahyang untuk menyongsong kedatangan tahun baru. Orang Hokkian menyebut dengan istilah 'Sa cap me', sedangkan berdasar bahasa Mandarin disebut 'shanshi ye', yang artinya malam tanggal 30. Di kalangan keluarga

Tionghoa tertentu, khususnya yang menganut kepercayaan Kong Hu Cu mengadakan upacara Sembahyang Tutup Tahun, untuk menghormati para leluhur, sebagai ungkapan rasa bakti anak terhadap orang tua atau leluhur.

Sudah menjadi tradisi, seluruh anggota keluarga berkumpul di rumah orang tua untuk makan bersama sebagai ungkapan kebersamaan dan keutuhan keluarga dalam menyambut Tahun Baru Imlek bersama-sama mensyukuri kehidupan yang telah lewat. Makanan yang tersaji dibuat khusus dan memiliki makna, sebab mempunyai harapan yang besar di tahun yang baru agar keluarga selalu terjaga keharmonisan dan kebaikan nasibnya.

Makanan yang disiapkan oleh keluarga ini, biasanya mendapatkan restu dan doa dari ibu yang memasaknya, agar keluarga selalu dilimpahi rejeki dan berkat sepanjang tahun. Bahan makanan yang dipilih adalah bahan makanan yang memiliki arti khusus.

57

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

5.1.2 Upacara Sembahyang Tutup Tahun

Acara pertama pada malam Tahun Baru Imlek adalah untuk sembahyang

Tuhan dengan bunga dan buah tanpa hewan kurban (peringkat atas dewa vegetarian) di pagi hari untuk mengucapkan terima kasih atas perlindungan yang sepenuh hati dari Tuhan dan para Dewa - Dewi dalam satu tahun terakhir dan berdoa untuk keselamatan, kesehatan dan keberuntungan untuk tahun mendatang.

Setelah itu diadakan sembahyang untuk menghormati dan memuliakan leluhur di hadapan altar sembahyang di setiap rumah, dengan menyediakan Nian

Gao (kue beras manis), Fa-Gao (kue beras kukus), hewan pengorbanan (daging babi, bebek, ayam atau ikan), buah-buahan, minuman, permen dengan lilin merah besar.

Jika tidak memiliki altar leluhur, maka akan disediakan satu meja di pintu muka rumah sebagai altar untuk upacara., sebagai bagian yang tak terpisahkan dari ungkapan rasa Bhakti (Hauw) anak terhadap Orang Tua / Leluhur.

5.1.3 Sembahyang Imlek

Pada saat malam hari Imlek tepat saat pergantian tahun ke tahun baru masyarakat Tionghoa di berkumpul di Vihara untuk menyambut awalnya tahun dengan bersembahyang sekaligus berjumpa dengan kerabat saat di Vihara, pada saat tepat jam 12, seorang pengurus memukul beduk sebanyak 3x dalam menyambut tahun baru, saat pagi hari di Vihara saat sembahyang masyarakat

Tionghoa yang pagi maupun pagi harinya Imlek orang yang pertama datanglah yang memukulkan beduk sebanyak 1x itu bermakna hari telah berganti menjadi

58

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

hari selanjutnya. Masyarakat Tionghoa Gampong Peunanyong juga melakukan sembahyang Imlek di vihara-vihara lain. Orang Tionghoa sembahyang untuk mengucapkan rasa syukur dan berdoa untuk menyambut datangnya tahun baru.

Cara sembahyang pun sama seperti sembahyang di vihara pada umumnya.

Gambar 2. Beduk yang dipergunakan saat Imlek (Dokumentasi Elfira Fahriah N. 28 Januari 2017)

59

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

5.1.4 Pemberian Hungbao

Angpao (Hanzi: 紅包, hanyu pinyin: hong bao) adalah amplop merah yang biasanya berisikan sejumlah uang sebagai hadiah menyambut tahun baru Imlek.

Sejak lama, warna merah melambangkan kebaikan dan kesejahteraan di dalam kebudayaan Tionghoa. Warna merah menunjukkan kegembiraan, semangat yang pada akhirnya akan membawa yang nasib baik bagi penerimanya.

Namun, makna angpao sebenarnya bukan hanya sekedar perayaan tahun baru Imlek semata karena angpao melambangkan kegembiraan dan semangat yang akan membawa nasib baik, sehingga angpao juga ada di dalam beberapa perhelatan penting seperti pesta pernikahan, hari ulang tahun, syukuran naik rumah baru dan lain-lain yang bersifat suka cita.

Jumlah uang yang ada dalam sebuah amplop angpao bervariasi. Untuk perhelatan yang bersifat suka cita biasanya besarnya dalam angka genap, angka ganjil untuk kematian.

Angka “empat” ter-asosiasi dengan artian ketidakberuntungan, karena pelafalan angka empat (shi, 四) memiliki arti “mati” (shi wang, 死亡), maka jumlah uang dalam amplop angpao tidak berisi/dihindari menggunakan angka empat. Walaupun demikian, angka delapan (8) terasosiasi untuk keberuntungan.

Pelafalan angka delapan (8) berarti “kekayaan”. Makanya jumlah uang dalam amplop angpao seringkali merupakan kelipatan delapan (8). Angpao pada tahun baru Imlek sendiri mempunyai istilah khusus yaitu “Ya Sui“, yang artinya hadiah yang diberikan untuk anak-anak berkaitan dengan pertambahan

60

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

umur/pergantian tahun. Di zaman dulu, hadiah ini biasanya berupa manisan dan makanan.

Untuk selanjutnya, karena perkembangan zaman, orang tua merasa lebih mudah memberikan uang dengan membiarkan anak-anak memutuskan hadiah apa yang akan mereka beli. Tradisi memberikan uang sebagai hadiah Ya Sui ini muncul sekitar jaman dinasti Ming dan dinasti Qing.

Dalam satu literatur mengenai Ya Sui Qian dituliskan bahwa anak-anak menggunakan uang untuk membeli petasan dan manisan. Tindakan ini juga meningkatkan peredaran uang dan perputaran roda ekonomi di Tiongkok di zaman tersebut.

Orang Tionghoa menitik beratkan banyak masalah pada simbol-simbol, demikian pula halnya dengan tradisi Ya Sui ini. Sui dalam Ya Sui berarti umur, mempunyai lafal yang sama dengan karakter Sui yang lain yang berarti bencana.

Jadi, Ya Sui bisa disimbolkan sebagai “mengusir/meminimalkan bencana” dengan harapan anak-anak yang mendapat hadiah Ya Sui akan melewati satu tahun ke depan yang aman tenteram tanpa halangan berarti.

Membagikan Hungbao (angpao) di dalam tradisi Tionghoa, orang yang wajib dan berhak memberikan angpao biasanya adalah orang yang telah menikah, karena pernikahan dianggap merupakan batas antara masa anak-anak dan dewasa.

Selain itu, ada anggapan bahwa orang yang telah menikah biasanya telah mapan secara ekonomi. Selain memberikan angpao kepada anak-anak, mereka juga wajib memberikan angpao kepada yang dituakan. Bagi yang belum menikah, tetap berhak menerima angpao walaupun secara umur, seseorang itu sudah termasuk

61

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

dewasa. Ini dilakukan dengan harapan angpao dari orang yang telah menikah akan memberikan nasib baik kepada orang tersebut, dalam hal ini tentunya jodoh. Bila seseorang yang belum menikah ingin memberikan angpao, sebaiknya cuma memberikan uang tanpa amplop merah.

5.1.5 Memasang Lampion dan Ornamen Imlek

Memasang lampion dan ornamen Imlek, nyala merah lampion menjadi simbol pengharapan bahwa di tahun yang akan datang diwarnai dengan keberuntungan, rezeki, dan kebahagiaan. Legenda klasik juga menggambarkan lampion sebagai pengusir kekuatan jahat. Memasang lampion di tiap rumah juga dipercaya menghindarkan penghuninya dari ancaman kejahatan. Pemasangan lampion ini pun dilakukan sampai hari kelima belas tahun baru Imlek atau biasa disebut Cap go Meh.

Keberadaan lampion tidak dapat dipisahkan dari tradisi perayaan Imlek dan Cap Go Meh. Lampion menjadi semacam atribut budaya yang menandai peralihan tahun dalam penanggalan Tionghoa. Imlek kurang terasa meriah tanpa kehadiran lampion yang menghiasi sudut-sudut jalan, vihara, dan rumah-rumah warga peranakan Tionghoa.

Menurut sejarah, diperkirakan tradisi memasang lampion sudah ada di daratan Cina sejak era Dinasti Xi Han, sekitar abad ke-3 masehi. Munculnya lampion hampir bersamaan dengan dikenalnya tehnik pembuatan kertas. Lampion pada masa-masa awal memang diduga telah menggunakan bahan kertas, selain

62

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

juga kulit hewan dan kain. Lampion mulai diidentikkan sebagai simbol perayaan

Tahun Baru dalam penanggalan Tionghoa pada masa Dinasti Ming.

Pendar cahaya merah dari lampion memiliki makna filosofis tersendiri.

Nyala merah lampion menjadi simbol pengharapan bahwa di tahun yang akan datang diwarnai dengan keberuntungan, rezeki, dan kebahagiaan. Legenda klasik juga menggambarkan lampion sebagai pengusir kekuatan jahat angkara murka yang disimbolkan dengan raksasa bernama Nian. Memasang lampion di tiap rumah juga dipercaya menghindarkan penghuninya dari ancaman kejahatan.

Bentuk lampion yang konvensional adalah bulat dengan rangka bambu.

Tetapi seiring perkembangan zaman, muncul pula bentuk lampion yang semakin bervariasi. Salah satunya adalah lampion yang berangka logam dan dapat difungsikan sebagai lampu meja, atau lampion yang berbentuk bunga teratai yang kuncup. Selain bentuk teratai tersebut, masih banyak kreasi baru dari lampion yang membuat perayaan Imlek menjadi semakin semarak.

Di Banda Aceh pemasangan lampion tidak sesemarak seperti daerah lain yang ada di pasang di sepanjang jalan menuju Vihara maupun rumah penduduk masyarakat Tionghoa, akan tetapi lampion di pasang hanya di sekitar Vihara maupun di dalam serta hanya ada dirumah-rumah tertentu masyarakat Tionghoa di

Gampong Peunanyong karena masyarakat yang merayakan Imlek paham akan akulturasi jadi mereka menghormati orang lain yang tidak merayakannnya.

63

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 3. Pemasangan lampion di Vihara (Dokumentasi Elfira Fahriah N. 28 Januari 2017)

5.1.6 Atraksi Barongsai

Pertunjukkan Barongsai, Tarian Barongsai atau tarian singa biasanya disebut “Nong Shi”. Pada awalnya tarian Barongsai ini tidak pernah dikaitkan dengan ritual keagamaan manapun juga. Tetapi akhirnya orang percaya bahw

Barongsai dapat mengusir roh-roh jahat. Sedangkan nama “Barongsai” adalah gabungan dari kata Barong dalam bahasa Jawa dan Sai yang berarti Singa dalam bahasa dialek Hokkian. Singa menurut orang Tionghoa ini melambangkan kebahagiaan dan kegembiraan.

Tahun baru Cina, atau biasa dikenal dengan sebutan Imlek, identik dengan barongsai. Tarian singa ini selalu menghiasi perayaan Imlek di mal-mal maupun tempat umum lainnya dan menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat saat menyaksikan gerakan-gerakan atraktif dari para penari barongsai.

64

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Barongsai ini adalah tarian tradisional Cina dengan menggunakan sarung yang menyerupai singa. Kesenian ini mulai populer di zaman Dinasti Nan Bei, sekitar tahun 420-589 Masehi. Kala itu, pasukan Raja Song Wen Di kewalahan menghadapi serangan pasukan gajah Raja Fan Yang dari Negeri Lin Yi. Seorang panglima perang bernama Zhong Que membuat tiruan boneka singa untuk mengusir pasukan Raja Fan. Upaya tersebut ternyata sukses hingga akhirnya tarian barongsai melegenda.

Tarian singa yang gerakannya atraktif ini terbagi menjadi dua jenis, yakni singa utara yang memiliki surai ikal dan berkaki empat serta singa selatan yang memiliki sisik serta jumlah kaki yang bervariasi antara dua atau empat. Kepala singa selatan dilengkapi tanduk sehingga kadang kala mirip dengan binatang

„kilin‟.

Gerakan antara singa utara dan singa selatan terlihat berbeda. Bila singa selatan terkenal dengan gerakan kepalanya yang keras dan melonjak-lonjak, gerakan singa utara cenderung lebih lincah dan dinamis karena memiliki empat kaki. Tarian kedua singa ini semakin energik dengan iringan tabuhan drum dan simbal dari Cina yang membuat barongsai selalu menjadi tontonan menarik di setiap Imlek.

Atraksi Barongsai di Banda Aceh di koloborasikan dengan permainan tarian seudati, dengan tambur, gong, dan simbal yang keras yang dicampur dengan suara seruling surunu kale.

65

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

5.1.7 Seudati

Gambar 4. Tarian Seudati (Dokumentasi Juliansyah, 2016)

Kata seudati berasal dari bahasa Arab syahadati atau syahadatain, yang berarti kesaksian atau pengakuan. Selain itu, ada pula yang mengatakan bahwa kata seudati berasal dari kata seurasi yang berarti harmonis atau kompak. Seudati mulai dikembangkan sejak agama Islam masuk ke Aceh. Penganjur Islam memanfaatkan tarian ini sebagai media dakwah untuk mengembangkan ajaran agama Islam. Tarian ini cukup berkembang di Aceh Utara, Pidie dan Aceh Timur.

Tarian ini dibawakan dengan mengisahkan berbagai macam masalah yang terjadi agar masyarakat tahu bagaimana memecahkan suatu persoalan secara bersama.

Pada mulanya tarian seudati diketahui sebagai tarian pesisir yang disebut ratoh atau ratoih, yang artinya menceritakan, diperagakan untuk mengawali permainan sabung ayam, atau diperagakan untuk bersuka ria ketika musim panen tiba pada malam bulan purnama.

Dalam ratoh, dapat diceritakan berbagai hal, dari kisah sedih, gembira, nasehat, sampai pada kisah-kisah yang membangkitkan semangat. Ulama yang

66

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

mengembangkan agama Islam di Aceh umumnya berasal dari negeri Arab. Karena itu, istilah-istilah yang dipakai dalam seudati umumnya berasal dari bahasa Arab.

Diantaranya istilah Syeh yang berarti pemimpin, Saman yang berarti delapan, dan

Syair yang berarti nyayian.

Tari Seudati sekarang sudah berkembang ke seluruh daerah Aceh dan digemari oleh masyarakat. Selain dimanfaatkan sebagai media dakwah, Seudati juga menjadi pertunjukan hiburan untuk rakyat.

Tari Seudati pada mulanya tumbuh di desa Gigieng, Kecamatan Simpang

Tiga, Kabupaten Pidie, yang dipimpin oleh Syeh Tam. Kemudian berkembang ke desa Didoh, Kecamatan Mutiara, Kabupaten Pidie yang dipimpin oleh Syeh Ali

Didoh. Tari Seudati berasal dari kabupaten Pidie. Seudati termasuk salah satu tari tradisional Aceh yang dilestarikan dan kini menjadi kesenian pembinaan hingga ke tingkat Sekolah Dasar.

Seudati ditarikan oleh delapan orang laki-laki sebagai penari utama, terdiri dari satu orang pemimpin yang disebut syeikh , satu orang pembantu syeikh, dua orang pembantu di sebelah kiri yang disebut apeetwie, satu orang pembantu di belakang yang disebut apeet bak , dan tiga orang pembantu biasa. Selain itu, ada pula dua orang penyanyi sebagai pengiring tari yang disebut aneuk syahi.

Jenis tarian ini tidak menggunakan alat musik, tetapi hanya membawakan beberapa gerakan, seperti tepukan tangan ke dada dan pinggul, hentakan kaki ke tanah dan petikan jari. Gerakan tersebut mengikuti irama dan tempo lagu yang dinyanyikan. Bebarapa gerakan tersebut cukup dinamis dan lincah dengan penuh

67

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

semangat. Namun, ada beberapa gerakan yang tampak kaku, tetapi sebenarnya memperlihatkan keperkasaan dan kegagahan si penarinya. Selain itu, tepukan tangan ke dada dan perut mengesankan kesombongan sekaligus kesatria.

Busana tarian seudati terdiri dari celana panjang dan kaos oblong lengan panjang yang ketat, keduanya berwarna putih; kain songket yang dililitkan sebatas paha dan pinggang; rencong yang disisipkan di pinggang; tangkulok (ikat kepala) yang berwarna merah yang diikatkan di kepala; dan sapu tangan yang berwarna.

Busana seragam ini hanya untuk pemain utamanya, sementara aneuk syahi tidak harus berbusana seragam. Bagian-bagian terpenting dalam tarian seudati terdiri dari likok (gaya; tarian), saman (melodi), irama kelincahan, serta kisah yang menceritakan tentang kisah kepahlawanan, sejarah dan tema-tema agama.

Pada umumnya, tarian ini diperagakan di atas pentas dan dibagi menjadi beberapa babak, antara lain: Babak pertama, diawali dengan saleum (salam) perkenalan yang ucapkan oleh aneuk syahi saja, yaitu:

Assalamualaikum Lon tamong lam seung,

Lon jak bri saleum keu bang syekh teuku….

Fungsi aneuk syahi untuk mengiringi seluruh rangkaian tari. Salam pertama ini dibalas oleh Syeikh dengan langgam (nada) yang berbeda:

Kru seumangat lon tamong lam seung, lon jak bri saleum ke jamee teuku….

68

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Syair di atas diulangi oleh kedua apeetwie dan apeet bak. Pada babak perkenalan ini, delapan penari hanya melenggokkan tubuhnya dalam gerakan gemulai, tepuk dada serta jentikan delapan jari yang mengikuti gerak irama lagu.

Gerakan rancak baru terlihat ketika memasuki babak selanjutnya. Bila pementasan bersifat perntandingan, maka setelah kelompok pertama ini menyelesaikan babak pertama, akan dilanjutkan oleh kelompok kedua dengan teknik yang berbeda pula.

Biasanya, kelompok pertama akan turun dari pentas. Babak kedua, dimulai dengan bak saman , yaitu seluruh penari utama berdiri dengan membuat lingkaran di tengah-tengah pentas guna mencocokkan suara dan menentukan likok apa saja yang akan dimainkan. Syeikh berada di tengah-tengah lingkaran tersebut. Bentuk lingkaran ini menyimbolkan bahwa masyarakat Aceh selalu muepakat

(bermusyawarah) dalam mengambil segala keputusan. Muepakat itu, jika dikaitkan dengan konteks tarian ini, adalah bermusyawarah untuk menentukan saman atau likok yang akan dimainkan.

Di dalam likok dipertunjukkan keseragaman gerak, kelincahan bermain dan ketangkasan yang sesuai dengan lantunan lagu yang dinyanyikan aneuk syahi

. Lantunan likok tersebut diawali dengan:

Iiiiii la lah alah ya ilalah…. (secara lambat dan cepat)

Seluruh penari utama akan mengikuti irama lagu yang dinyanyikan secara cepat atau lambat tergantung dengan lantunan yang dinyanyikan oleh aneuk syahi tersebut. Fase lain adalah fase saman . Dalam fase ini beragam syair dan pantun

69

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

saling disampaikan dan terdengar bersahutan antara aneuk syahi dan syeikh yang diikuti oleh semua penari. Ketika syeikh melontarkan ucapan: walahuet seuneut apet ee kataheee, hai syam, maka anek syahi akan menimpali dengan jawaban: lom ka dicong bak iboih, anuek puyeh ngon cicem subang.

Untuk menghilangkan rasa jenuh para penonton, setiap babak ditutup dengan formasi lanie, yaitu memperbaiki formasi yang sebelumnya sudah tidak beraturan.

Tari Seudati adalah salah satu tarian tradisional yang berasal dari daerah

Aceh. Tarian ini biasanya ditarikan oleh sekelompok penari pria dengan gerakannya yang khas dan enerjik serta diiringi oleh lantunan syair dan suara hentakan para penari. Tari Seudati ini merupakan salah satu tarian tradisional yang cukup terkenal di daerah Aceh.

Gerak dan Formasi Seudati

Seudati umumnya dibawakan oleh delapan penari laki-laki dan dua aneuk syahi sebagai penyanyi-penari. Formasi delapan penari tersebut biasanya; seorang pemimpin yang disebut syeh/syeikh, satu orang pembantu syeh, dua apeetwie yaitu penari pembantu yang berada di sebelah kiri, satu orang apeet bak di bagian belakang, dan tiga orang penari lainnya.

70

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gerak-gerak tari seudati diilhami oleh alam sekeliling; cabang yang ditiup angin, kebuasan seekor elang, keberanian ayam jantan. Pemberian nama pola tari dalam istilah tradisional mengikuti “tema alam”.

Puta taloe, penari bergerak dalam pola saling-silang. Bintang Beleun, yang secara harfiah berarti bintang dan bulan, para penari membentuk pola menyerupai bulan sabit sementara pemimpin tari/syeh dan pembantunya–sebagai penari utama–bergerak seperti bintang.

Kapai teureubang, yaitu para penari bergerak seperti kapal terbang. Istilah kapai teureubang merupakan sebutan masa yang lebih baru, mungkin ter-ilhami ketika orang Aceh mulai mengenal kapal terbang. Sebelumnya, formasi ini dikenal sebagai kleung pho atau elang terbang.

Pola tata tari seudati bersifat khas karena kuatnya kepekaan mereka terhadap ruang dan gerakan dinamis yang cukup menonjol. Tari seudati terdiri atas enam bagian yang sikenal sebagai seleum, likok, saman, kisah, nasib, dan lanie. Seudati dibuka dengan saleum (salam) diikuti gerakan dan pola tertentu yang disebut likok.

Bagian ketiga, saman, merupakan sebuah tari dan lagu yang dimpimpin oleh Syeh. Kisah atau cerita yang dibawakan terdiri atas syair yang bersifat keagamaan dan mengandung unsur pendidikan.

Nasib merupakan istilah untuk ungkapan kreatif aneuk syahi (penyanyi- penari) yang mungkin berbentuk kritik sosial atau sebuah permainan syair dengan pantun yang diutarakan kepada “lawan” sebagai dasar untuk berbalas pantun.

71

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Bagian akhir seudati adalah lanie, sebuah tari yang ragamnya semata-mata ditujukan untuk hiburan, dibawakan dalam gerak dan nyanyian yang menggambarkan peristiwa seperti menumbuk padi (top padi), mengejar burung

(paroh tulo), bekerja di sawah (truno blang), serta tema dan lagu yang lahir dari kreatifitas mereka.

Gerakan dalam Tari Seudati ini sangat khas, enerjik, dan lugas. Gerakan dalam tarian ini didominasi oleh gerakan tangan dan kaki serta didukung dengan pola lantai yang bervariasi. Gerakan yang paling menonjol biasanya gerakan tepuk dada, ketipan jari, jerak tangan dan hentakan kaki yang dilakukan dengan lincah, cepat dan harmonis.

Tarian Seudati dipilih dalam permainan Barongsai saat Imlek di Banda

Aceh karena sejauh ini hanya tarian seudati yang bisa masuk dalam permainan

Barongsai yang meriah dan semarak, karena tarian seudati juga dimainkan dengan enerjik dan lincah layaknya permainan Barongsai tersebut.

" Lirik Syair Seudati "

Babak pertama, diawali dengan saleum (salam) perkenalan yang ucapkan oleh aneuk syahi saja, yaitu:

Assalamualaikom bang payong le gom lon.ha la lon ha la lon lon tamong..g..g.gg..lon tamoeng lam seung bintang buluen le lon jak…halajak..halajak..jak mubriee..jak mubri saleum nek buleun le lom keu.halakeu..halakeu.keu..keujameeeee….keu jamee teuka syedara le lem lom ja..la ja deeh malam nyoe sambinoe lon bi keugata

72

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(Assalamualaikum dengan payung terkembang tamu datang kami sambut.. kami berikan sang bulan dan bintang kehormatan..kami memberi salam kepada tamu kami.. tamu saudara kami akan kami beri calon istri jikalau datang malam ini..)

Syair dasarnya adalah:

Assalamualaikom lon tamong lam seung..jak meubri saleum keu jamee teuka..jadeh malamnyoe lon bi keugata.

( Assalamualaikum saya masuk kedalam balai memberi salam untuk saudara sekeliling..)

Salam..salam alaikom lon ta…haaa monggg…lam seunggg..jak mubri sahaleum keu kawom..mm..m..linggggg..ka (Secara serentak beramai-ramai).

Syair dasarnya adalah:

Salam alaikom lon tamong lam seung

Jak mubri saleum keu kawom lingka

walahuet ka sineut apet ee kataheeee….hai syam.

Anek Syahi akan menjawab:

lom kameuhijoe-hijoe naleung samboe leubehh lom hijo naleung beulanda.

(Rumput pesejiuk hijau itu lebih hijau lagi rumput dari belanda..)

73

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 4. Kolaborasi Barongsai Dengan Seudati (Dokumentasi Hasballah Yusuf. 2015)

Gambar 5. Kolaborasi liong Dengan Seudati (Dokumentasi Hasballah Yusuf. 2015)

74

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

5.2 Aspek Upacara

Upacara merupakan aktivitas kepercayaan yang didukung oleh suatu keinginan-keinginan dan keyakinan yang mengandung unsur-unsur tertentu, misalnya konsepsi tentang dewa-dewa maupun makhluk akhirat atau hal-hal yang menyangkut tentang yang baik dan buruk. Upacara juga merupakan suatu aktivitas yang mengandung aspek-aspek seperti berikut.

5.2.1 Tempat Upacara

Tempat yang digunakan untuk melangsungkan suatu upacara biasanya adalah tempat yang istimewa atau bersifat sakral dan tidak bisa sembarangan orang mengunjungi tempat tersebut. Tempat tersebut hanya dikunjungi oleh orang-orang yang berkepentingan, dalam hal ini adalah orang yang terlibat dalam pelaksanaan upacara.

Upacara perayaan Imlek di gampong Peunanyong dilakukan dibeberapa

Vihara seperti, Vihara Maitri, Vihara Dwi Samudera, Vihara sakyamuni dan

Vihara Dharma Bhakti. Akan tetapi penulis lebih banyak meneliti perayaan yang berlangsung di Vihara Dharma Bhakti, karena vihara tersebut merupakan Vihara pertama sekaligus vihara tertua yang berada di Banda Aceh, khususnya Aceh.

Perayaan Imlek pun terpusat di vihara tersebut, karena vihara tersebut merupakan vihara terbesar diantara vihara disekitar yang lain dan memiliki banyak dewa diantara vihara yang lain.

75

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Vihara Dharma Bhakti merupakan disebut-sebut sudah ada di Aceh sejak

1877, tepatnya di Ule Lheue. Pada 1937 Vihara Dharma Bhakti didirikan di

Peunayong, di Jalan Panglima Polem nomor 70 Banda Aceh, Aceh.

Vihara itu adalah Vihara Dharma Bhakti. Vihara seluas 600 meter tersebut terletak di Jalan Panglima Polem nomor 70 Banda Aceh, Aceh. Serangkaian acara, seperti pertunjukan Barongsai dan makan bersama untuk umum akan digelar nanti. Untuk petasan, pihaknya menggunakan petasan elektrik. Puncaknya kalau di sini kan hanya hingga hari kesembilan. Kalau di daerah lain mungkin ada yang hingga hari ke-15,• pada abad ke-13, keduanya telah menjalin hubungan birokrasi. Pada periode abad 15 dan 18, Aceh dan Cina lantas menjalin kerja sama di bidang perdagangan, yang kemudian melahirkan kawasan Peunayong.

Keberadaan Peunayong sebagai perkambungan Cina berfungsi pula sebagai bagian dari upaya menjalankan perdagangan di kawasan Asia Tenggara yang berfokus di wilayah Singapura, Malaka, dan Penang. Agusuan (78), sesepuh masyarakat tionghoa di Banda Aceh, mengatakan vihara sudah ada di Aceh sejak

1877. Vihara sudah berdiri pada 1877. Awalnya di Ulee Lheue. Dulu pusatnya di

Ulee Lheue.€Kalau di Peunayong,tahun 1937. Awalnya dari sumbangan salah seorang opsir Belanda dan beberapa masyarakat tionghoa.

76

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 6.Vihara Dharma Bhakti (Dokumentasi Hasballah Yusuf. 2015)

77

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 7. Vihara Maitri (Dokumentasi Elfira Fahriah N. 28 Januari 2017)

Gambar 8. Vihara Sakyamuni (Dokumentasi Elfira Fahriah N. 28 Januari 2017)

78

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 9.Vihara Dewi Samudera (Dokumentasi Elfira Fahriah N. 28 Januari 2017)

5.2.2 Waktu Pelaksanaan Upacara

Waktu pelaksanaan upacara adalah saat-saat tertentu yang dirasakan tepat untuk melangsungkan upacara. Perayaan Imlek berlangsung 15 hari, dari hari pertama sampai hari ke 15 yang disebut dengan Cap go meh.

Akan tetapi pada jaman sekarang telah hilang lah esensi perayaan Imlek selama 15 hari, di Banda Aceh perayaan Imlek hanya terlihat di hari-hari tertentu seperti hari pertama, kedua,keempat dan kesembilan.

79

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

5.2.3 Benda-benda dan Alat Upacara

Benda-benda atau alat dalam pelaksanaan upacara adalah sesuatu yang harus ada semacam sesaji yang berfungsi sebagai alat dalam sebuah upacara.

a. Hio

Hio atau dupa merupakan simbol dari keharuman nama baik seseorang.

Bau wangi dupa yang dibawa angin akan tercium di tempat yang jauh, namum tidak dapat tercium di tempat yang berlawanan dengan arah angin. Begitu juga dengan perbuatan manusia yang baik akan diketahui oleh banyak orang, tetapi perbuatan tidak baik dimanapun berada juga akan diketahui oleh orang lain.

Hio merupakan simbolis dari Tien Ti Ren, yakni Tuhan, Bumi dan

Manusia. Dengan membakar hio ini, manusia senantiasa diingatkan pada ketiga unsur kehidupan di atas.

Gambar 10. HIO (Dokumentasi Elfira Fahriah N. 28 Januari 2017)

80

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

b. Uang Kertas

Uang kertas adalah „uang akhirat‟ yang disediakan untuk digunakan oleh orang yang telah meninggal. Di dunia, yang pertama dibutuhkan oleh orang adalah uang. Oleh karena itu, dalam sembahyang leluhur, sering ditemui pembakaran uang kertas. Mereka percaya bahwa uang kertas adalah uang yang digunakan orang yang telah meninggal di dunia akhirat. Hal ini menandakan bahwa mereka masih percaya kehidupan di dunia akhirat menyerupai kehidupan yang mereka jalani saat ini. Di sini membutuhkan uang, disana pun juga pasti membutuhkan. Oleh karena itu mereka berharap dengan membakar uang kertas, leluhur dapat memiliki kehidupan yang baik.

Gambar 11.Uang kertas (Dokumentasi Elfira Fahriah N. 28 Januari 2017)

81

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 12. Uang kertas (Dokumentasi Elfira Fahriah N. 28 Januari 2017)

5.2.4. Pelaku Upacara

Orang-orang yang mengikuti upacara perayaan Imlek (Sembahyang) yaitu masyarakat Tionghoa di Gampong Peunanyong, maupun masyarakat Tionghoa dari Gampong lain ataupun pendatang. Mayoritas masyarakat Tionghoa disini bersuku Khek. Adapula masyarakat Non-Tionghoa yang bersuku Aceh ataupun suku yang lain yang turut serta menyaksikan Imlek tersebut.

82

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB VI

MAKNA PERAYAAN IMLEK DI GAMPONG PEUNANYONG

6.1 Makna Perayaan Imlek

Dalam setiap kegiatan kebudayaan atau keagamaaan yang dilakukan oleh masyarakat Tionghoa selalu memiliki makna tersendiri. Dalam pembahasan kali ini penulis akan mengemukakan makna dari setiap proses perayaan Imlek yang dilakukan oleh masyarakat Tionghoa di Gampong Peunanyong sesuai dengan informasi yang penulis dapatkan dari informan-informan tersebut.

Dalam mengungkapkan makna dari setiap perayaan Imlek ini, penulis menggunakan teori semiotik yang dikemukakan oleh Roland Barthes (1915-

1980), yaitu sebagai berikut:

“Barthes mengembangkan semiotika menjadi 2 tingkatan pertandaan untuk menunjuk tingkatan-tingkatan makna, yaitu tingkat denotasi dan konotasi.

Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda pada realitas, menghasilkan makna eksplisit, langsung, dan pasti.

Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti . ”

Barthes juga melihat aspek lain dari penandaan, yaitu mitos (myth) yang menandai suatu masyarakat, yakni rujukan bersifat kultural (bersumber dari

83

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

budaya yang ada) yang digunakan untuk menjelaskan gejala atau realitas yang ditunjuk dengan lambang-lambang penjelasan mana yang notabene adalah makna konotatif dari lambang-lambang yang ada dengan mengacu sejarah (di samping budaya). Dengan kata lain, mitos berfungsi sebagai deformasi dari lambang yang kemudian menghadirkan makna-makna tertentu dengan berpijak pada nilai-nilai sejarah dan budaya masyarakat (Pawito, 2007:164).

6.1.1 Makna Malam Pergantian Tahun dan Sembahyang Tutup Tahun

Malam pergantian tahun sering disebut juga dengan Da Nian Ye. Orang

Hokkian di menyebut dengan 'Sa cap me' dari bahasa Mandarin 'shanshi ye', artinya adalah "malam tanggal 30 ".Pada hari ini juga biasanya diadakan upacara sembahyang yang dikenal sebagai upacara Sembahyang Tutup Tahun ( tanggal 30 bulan 12 Imlek). Sembahyang ini khusus diadakan untuk menghormati dan memuliakan leluhur, sebagai bagian yang tak terpisahkan dari ungkapan rasa

Bhakti (Hauw) anak terhadap Orang Tua / Leluhur.

Upacara ini juga merupakan wujud dari pelaksanaan ajaran moral

Confusianis yang bersifat humanis, religius dan yang berakar kuat pada penekanan konsep bakti atau disebut xiao, dalam bahasa Inggris disebut juga filial piety.

Setelah itu dalam perayaan Sa Cap Meh (malam tahun baru Imlek) tradisional tanggal 30 Cap Dji Gwee (bulan 12), biasanya seluruh anggota keluarga yang bekerja dan memiliki kesibukan di daerah lain, akan pulang ke rumahnya untuk berkumpul makan bersama dan saling bercerita atau mengobral santai menyambut datangnya Tahun Baru Imlek yang penuh harapan ini. Biasanya

84

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

dimana orang tuanya tinggal merupakan tempat berkumpul untuk makan bersama.

Makan bersama ini memiliki makna sebagai ungkapan kebersamaan dan keutuhan keluarga dalam menyambut tahun baru Imlek. Makan adalah sumbu hidup. Makan bersama adalah untuk bersama sama mensyukuri kehidupan.

Apapun agamanya, pada malam tahun baru Imlek ini seluruh anggota keluarga akan berkumpul bersama untuk mensyukuri sumbu kehidupan yang masih menyala, yang dilakukan dalam bentuk makan bersama. Makanan yang disiapkannya, berisikan Doa Ibu yang memasaknya agar keluarganya dilimpahkan berbagai berkat sepanjang tahun. Bahan makanan yang dipilih adalah bahan makanan yang memiliki makna, diharapkan sepanjang tahun si pemakan akan dilimpahkanAhal-halAyangAbaik.

No Nama Makanan Makna

1. Rebung Harapan dan keberuntungan.

2. Mie Panjang umur.

3. Ayam dan Ikan Kebahagiaan dan Keberuntungan.

4. Bebek Kesetiaan dan Ketaatan.

5. Jeruk Mandarin Kekayaan, Keberuntungan dan Keutuhan

Tekstur yang lengket melambangkan 6. Kue Keranjang keluarga selalu rukun.

85

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

6.1.2 Makna Sembahyang Imlek

Sembahyang Imlek yang dilakukan oleh masyarakat Tionghoa memiliki makna sebagai bentuk pengucapan syukur karena telah diberi kemudahan selama setahun, doa, dan harapan agar ditahun depan mendapatkan rezeki yang lebih banyak untuk menjamu leluhur. Kemudian ibadah mereka dimaknai juga sebagai harapan agar jalan hidupnya selalu diterangi dan jika sedang menghadapi kesulitan akan tetap ada jalan keluarnya. Jika dianalisis dengan teori semiotik,kegiatan sembahyang Imlek mempunyai tingkat konotasi dimana tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti.

6.1.3 Makna Pemberian Hungbao

Memberikan Angpao kepada generasi muda (anak atau muda-mudi yang belum menikah) merupakan suatu tradisi dan budaya Masyarakat Tionghoa saat merayakan Tahun baru Imlek. Harapan dari pemberian Angpao adalah agar si penerima Angpao bisa mendapatkan keberuntungan dan nasib baik sepanjang

Tahun Baru ini. Nilai Uang yang di dalam Angpao hanyalah untuk menyenangkan si penerima Angpao, yang benar-benar memiliki arti adalah amplop (kantong) merahnya. Jadi membuka Angpao di depan pemberi Angpao adalah perilaku yang tidak sopan.

Angpao (mandarin “Hong Bao [ 红包]”) sebenarnya merupakan perkembangan dari tradisi memberikan “Ya Sui Qian [压岁钱]” yang memiliki

86

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

arti untuk mengusir “setan” dan “Raksasa Nian” yang akan mengganggu anak mereka.

Memberikan Angpao dan menerima Angpao merupakan tradisi dan kebudayaan masyarakat Tionghoa yang terbentuk dan dilakukan dalam jangka waktu yang sangat lama sekali. “Ang” atau Merah merupakan warna kesenangan masyarakat Tionghoa yang memiliki arti kebahagian, kesenangan, keberuntungan, hoki dan semangat. Kebudayaan Ang Pao berasal dari konsep untuk saling membalas kebaikan diantara sesama dan juga menunjukkan keharmonisan antar anggota keluarga, teman, saudari dan kolega kerja.

6.1.4 Memasang Lampion dan Ornamen Imlek

Dalam mata masyarakat Tionghoa, Lampion atau Lentera merah memiliki arti kebersamaan, persatuan, bisnis yang lancar dan sukses, keberuntungan, semangat, kebahagiaan dan yang terpenting adalah penerangan hidup. Oleh karena itu, kita sering melihat Lampion atau Lentera merah yang digantungkan di hampir setiap rumah warga Tionghoa yang merayakan Hari Raya Imlek. Memasang

Ornamen Imlek memiliki makna sejahtera, membawa keberuntungan/hoki dan membawa berkah.

Lampion memiliki berbagai bentuk seperti bola, lotus dan bahkan bentuk naga. Beberapa orang akan menulis kata "fu" yang berarti keberuntungan, pusis atau kaligrafi lainnya pada lampion sebelum melepaskannya ke udara atau menggantungnya, dengan harapan keinginan dan harapan di setiap sisi lampion akan terwujud di tahun yang baru.

87

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

6.1.5 Atraksi Barongsai

Setiap perayaan Tahun Baru China atau Imlek, salah satu pertunjukan wajib yang sering kita jumpai adalah Barongsai. Penampilan boneka berbentuk singa dengan tubuh bersisik layaknya naga, yang dimainkan oleh beberapa orang ini jadi tontonan menarik yang ditunggu-tunggu. Gerakkan yang lincah dan musik pengiring yang meriah, jadi daya tarik tersendiri.

Barongsai adalah tarian Tradisional Tionghoa dengan menggunakan

Sarung yang menyerupai Singa. Singa yang merupakan raja hewan ini melambangkan kegagahan, keberanian dan keberuntungan. Singa juga dipercayai dapat mengusir segala ketidakberuntungan serta mengusir makluk-makhluk halus yang menganggu kehidupan manusia. Oleh karena itu, Tahun Baru Imlek sering dimeriahkan dengan adanya tarian Barongsai yang bermaksud untuk mengusir segala ketidakberuntungan sehingga Tahun yang baru ini dapat hidup dengan lancar dan bahagia.

Barongsai selalu identik dengan Imlek karena menurut kepercayaan leluhur cina, awal tahun baru adalah masanya para dewa dewi kembali ke kahyangan untuk melapor ke kaisar langit.

Makna dalam permainan Barongsai tak lain untuk mengusir roh-roh jahat yang dipercaya akan membuat kerusakan di dunia. Oleh karena itu pada perayaan

Imlek banyak dilakukan permainan Barongsai yang telah diberkati di vihara- vihara untuk mengusir setan dan pengaruh jahat.

88

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

6.2 Makna Aspek-aspek Upacara

6.2.1 Makna Alat Upacara dan Lambang-lambang

a. Hio

Membakar hio bagi masyarakat Tionghoa memiliki makna sebagai jalan suci yang ia rasakan dari hatinya, asap dari hio yang terbakar tersebut menjadikan wangi yang berfungsi untuk menenteramkan pikiran, mengusir hawa atau hal-hal yang bersifat jahat.

b. Uang kertas

Membakar uang kertas memiliki arti mempercayai memili arti bahwa dengan membakar kertas emas dan perak itu berarti mereka telah memberikan kepingan uang emas dan uang perak kepada para dewa atau leluhur mereka; sebagaimana diketahui kepingan emas dan perak adalah mata uang yang berlaku padaAzamanATiongkokAkuno.

89

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB VII

FUNGSI PERAYAAN IMLEK DI GAMPONG PEUNANYONG

7.1 Makan Malam

Tradisi makan malam pada perayaan tahun baru Imlek merupakan tradisi yang penting dan tidak boleh dilupakan. Makan bersama seluruh anggota keluarga pada malam sebelum tahun baru Imlek merupakan ungkapan kebersamaan dan keutuhan keluarga dalam menyambut tahun baru. Pada saat makan malam ini semua keluarga berkumpul dan menyantap berbagai jenis makanan.

7.1.1 Kue Keranjang

Nian Gao (年糕) dalam bahasa mandarin artinya kue tahunan, lebih sering disebut dengan kue keranjang dan kue ini adalah hidangan wajib pada perayaan Imlek. Disebut kue keranjang karena cetakan dari kue ini yang terbuat dari keranjang dimana kue ini memiliki cita rasa yang manis dan umumnya kue- kue yang disajikan pada hari raya tahun baru Imlek jauh lebih manis daripada biasanya.

Kue keranjang ini terbuat dari tepung ketan dan gula pasir dimana tepung ketan digiling kemudian diayak dan gula pasir dicairkan dengan air kemudian

90

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

kedua bahan tersebut dicampurkan dan di aduk hingga rata dan kental. Kemudian didiamkan selama 10 hari dan setelah proses ini, adonan kembali dicairkan dengan menambahkan gula pasir yang sudah dicairkan.

Selanjutnya adonan tersebut dicetak dengan menggunakan keranjang- keranjang yang berbentuk bulat dan dialasi dengan daun pisang dimana pada bagian atas keranjang sudah diikat dengan benang merah atau buak chao yang dipercaya memiliki fungsi sebagai penangkal pengaruh buruk dan jauh dari aura negatif. Kemudian adonan yang sudah berada didalam cetakan tersebut dimasukkan dan disusun didalam dandang khusus untuk diuapi selama 9 jam, kemudian kue dibungkus dengan plastik atau daun pisang.

Saat pembuatan kue keranjang dilarang mengucapkan kata-kata kotor, bagi wanita yang sedang datang bulan dilarang untuk membuat kue keranjang, tidak dalam keadaan berduka karena meninggalnya salah satu anggota keluarga dan harus konsentrasi pada pembuatan kue, karena jika dilakukan maka kue keranjang itu tidak akan jadi .

Nian Gao (年糕) dalam bahasa mandarin artinya kue tahunan. Disebut kue keranjang karena cetakan dari kue ini yang terbuat dari keranjang. Nian 年 berasal dari bahasa mandarin yang artinya tahun dan 糕 Gao dalam bahasa mandarin artinya kue dan 高 Gao juga memiliki arti lain yaitu tinggi, oleh sebab itu kue keranjang sering disusun tinggi atau bertingkat. Makin ke atas makin mengecil kue yang disusun yang memberikan makna peningkatan dalam hal rezeki atau

91

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

kemakmuran. Pada zaman dahulu banyaknya atau tingginya kue keranjang menandakan kemakmuran keluarga pemilik rumah. Biasanya kue keranjang disusun ke atas. Hal ini adalah sebagai simbol kehidupan manis yang kian menanjak setiap tahunnya.

Kue Keranjang berbentuk bulat, mengandung makna agar keluarga yang merayakan Imlek tersebut dapat terus bersatu, rukun dan bulat tekad dalam menghadapi tahun yang akan datang. Kue-kue yang disajikan pada hari raya tahun baru Imlek pada umumnya jauh lebih manis daripada biasanya, dengan sajian kue keranjang yang lebih manis diharapkan di tahun mendatang perjalanan hidup kita bisa menjadi lebih manis lagi daripada di tahun-tahun sebelumnya.

7.1.2 Ikan,Ayam dan Babi

3 jenis hewan ini sering muncul dalam setiap perayaan Imlek. Masyarakat

Tionghoa meyakini bahwa ketiganya harus ada agar yang menyantapnya tidak meniru ketiga sifat yang ada pada binatang ini. Ayam dilambangkan sebagai hewan serakah karena memiliki kebiasaan pindah tempat saat makanan belum habis. Babi dilambangkan, sebagai hewan yang malas. Sedangkan ikan mengandung dualisme makna, pada satu sisi, kulit bersisik kerap disandingkan dengan ular yang jahat, namun disisi lain, ikan dilambangkan sebagai keberuntungan dan rezeki.

7.1.3 Kue Apem

Kue Apem Kue Apem adalah berwarna merah muda yang pada bagian atas kue mengembang. Sajian ini diharapkan agar kehidupan bertambah berkembang sepanjang tahun, mekar seperti bentuk pada bagian atas kue ini.

92

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

7.1.4 Telur Rebus

Telur yang direbus bersama teh dipercaya masyarakat Tionghoa sebagai simbol kesuburan, selain juga untuk menambah energi dan stamina. Terkadang dengan campuran kayu manis, kecap asin atau lada hitam ke dalam air rebusan teh. selain membuat telur lebih beraroma harum, rasa juga akan lebih sedikit asin.

Selain rasa yang lebih enak, telur yang direbus bersama teh, juga menghasilkan efek marmer yang cantik.

7.1.5 12 Jenis Macam Masakan dan 12 Macam Kue

Masyarakat Tionghoa yang berkecukupan biasa menyediakan 12 jenis masakan dan 12 jenis kue, terkait dengan shio yang berjumlah 12. Selain mengandung makna tertentu pada setiap masakan, kue yang disajikan juga disajikan dengan rasa yang lebih manis dari biasanya,yang harapannya agar hidup juga menjadi lebih manis dan rezeki yang melimpah pada tahun berikutnya.

7.1.6 Buah Nanas

Nanas yang dalam bahasa mandarin disebut dengan 黄梨 Huang li dan dengan pelafalan yang hampir sama yaitu 旺 Wang yang mengandung arti

“makmur,subur”. Sajian ini diharapkan agar dalam menjalani kehidupan kita bisa maju dan dalam menjalani suatu usaha kita mampu mencapai kejayaan yang diinginkan.

7.1.7 Apel

93

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

苹果 Ping guo yang berarti apel dan 平安 Ping An yang berarti damai dan selamat. Di ambil dari kata ping buah ini melambangkan agar dalam menjalani hidup sepanjang tahun hidup kita damai dan selamat dimana dengan hidup yang damai kita mampu menjalani hidup dengan baik.

7.1.8 Buah Pear atau Li

Buah Pear adalah simbol keberuntungan.karena bunyi 梨 “li” dengan nada dua yang berarti buah pear hampir sama seperti bunyi 利“li” dengan nada empat yang berarti keuntungan atau keberuntungan. Makna menyantap sajian buah ini adalah “mendapat keberuntungan dalam hidup” dimana sesuai dari makna buah tersebut dalam menjalankan bisnis kita mendapatkan keberuntungan.

7.1.9 Jeruk Mandarin atau Jeruk Bali

Jeruk, nama latinnya Citrus aurantium, tanaman yang termasuk keluarga citrus, mempunyai berbagai jenis dan varietas. Isinya beberapa ulas (juring), rasanya ada yang manis, ada yang asam (jeruk limau, nipis) ada pula yang asam manis (jeruk „bali‟, „tawangmangu‟). Dari bunyi kata Yu/You berarti melindungi.

Maka dalam persembahyangan, jeruk selalu „bersanding‟ karena mengandung makna mengharap atau memohon perlindungan-Nya.

Makanan Persembahan Pada Saat Imlek

94

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 13. Makanan pesembahan pada saat Imlek hari ke 1 (Dokumentasi Elfira Fahriah N. 28 Januari 2017)

Gambar 14. Makanan pesembahan pada saat Imlek hari ke 9 (Dokumentasi Elfira Fahriah N. 5 Februari 2017)

95

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 15. Makanan pesembahan pada saat Imlek hari ke 9 (Dokumentasi Elfira Fahriah N. 5 Februari 2017)

7.2 Lampion

Lampion adalah sarang lampu yang terbuat dari bambu dan dibungkus dengan kain sutra. Pada zaman dulu masyarakat tionghoa mengisi lampion dengan menggunakan lilin sebagai penerang. Namun dengan berkembangnya zaman, di era dewasa ini masyarakat mengisi lampion dengan menggunakan bola lampu tanpa mengubah fungsi dan makna dari lampion itu sendiri. Dalam menyambut perayaan Imlek menggantungkan lampion adalah salah satu hal yang selalu dilakukan pada saat menjelang perayaan Imlek.

Dalam menyambut perayaan Imlek menggantungkan lampion adalah salah satu hal yang selalu dilakukan pada saat menjelang perayaan Imlek. Lampion dengan berbagai bentuk tanpa terdapat tulisan-tulisan pada setiap bagian sisi lampion dan digantungkan dengan mengandung makna “sebuah harapan hidup

96

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

senantiasa terang menderang sepanjang tahun”. Sedangkan lampion yang memiliki bentuk dan tulisan yang berbeda-beda dimana setiap tulisannya mengandung makna tersendiri.

BAB VIII

KESIMPULAN DAN SARAN

8.1 Kesimpulan

Setelah dikemukakan tentang Struktur, Makna dan Fungsi Perayaan Imlek

Pada Masyarakat Tionghoa di Gampong Peunanyong Banda Aceh, bahwa masyarakat tersebut memegang teguh adat kebiasaan mereka tentang naluri dan kebiasaan yang telah diwariskan secara turun temurun.

Tradisi yang selalu dijalankan setiap tahunnya memiliki fungsi dan makna tersendiri dan dijalankan dengan khidmat. Menyimak tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Tionghoa Peunanyong, disini penulis menemukan beberapa

97

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

kesimpulan mengenai Struktur, Fungsi, dan Makna Perayaan Imlek Pada

Masyarakat Tionghoa di Gampong Peunanyong Banda Aceh :

1. Merupakan tradisi turun temurun dari generasi sebelumnya yang diwariskan pada generasi berikutnya.

2. Merupakan kepercayaan masyarakat Tionghoa bahwa setiap tradisi yang dijalankan memiliki fungsi dan makna tersendiri.

3. Dalam Struktur Perayaan Imlek sendiri, Sebagian besar masyarakat masyarakat

Tionghoa di Gampong Peunanyong sudah tidak melakukan tradisi Imlek secara tradisional yang dilakukan selama 15 hari sampai perayaan Cap Go Meh dikarenakan tidak adanya pengenalan, pemahaman mengenai tradisi tersebut dan perkembangan perbedaan sudut pandang masing-masing individu sehingga sudah tidak terlalu mementingkan tradisi yang bersifat tradisional namun pada sebagian masyarakat kecil masyarakat Tionghoa di Peunanyong tradisi yang bersifat umum masih dilakukan seperti seperti makan malam bersama keluarga, bersih- bersih dan menata rumah, mempersiapkan angpao, sembahyang leluhur, berkunjung ke rumah keluarga, menyajikan makanan khas yaitu kue keranjang,dll.

4. Makna dalam perayaan Imlek adalah menyambut datangnya tahun yang baru, pengucapan rasa syukur agar dapat rezeki dan keberuntungan lebih baik di tahun tersebut.

5.Tidak hanya masyarakat masyarakat Tionghoa yang ikut merayakan kemeriahan perayaan Imlek namun masyarakat umum pun ikut merasakan kemeriahannya itu terlihat jelas pada saat malam Imlek dimana masyarakat Gampong Peunanyong beramai- ramai melihat sembahyang Imlek dan saat permainan Barongsai.

98

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

8.2 Saran

1. Penulis berharap khususnya kepada masyarakat Tionghoa agar tetap menjaga kelestarian kebudayaan tersebut dengan menjalankan tetap menyambut Imlek dengan benar dan dapat memahami makna tradisi perayaan tersebut, karena dengan dijaganya kelestarian kebudayaan ini masyarakat non Tionghoa juga akan memahami tradisi perayaan Imlek sehingga akan timbul rasa saling menghormati akan kebudayaan masing-masing.

2. Diharapkan peran pemerintah setempat dalam pemberdayaan kebudayaan ini agar masyarakat dapat mengenal dan menghargai bermacam-macam budaya yang dimiliki.

3. Diharapkan kepada masyarakat Tionghoa setempat agar sering mengadakan koloborasi budaya atau akulturasi dengan budaya Aceh, agar terciptanya suasana yang lebih harmonis dan lebih masyarakat mayoritas disini lebih memahami dan mengenal budaya masyarakat Tionghoa tersebut.

99

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

TABEL KESIMPULAN 7.1

DESKRIPSI NO FUNGSI MAKNA PROSES UPACARA ASPEK UPACARA Untuk berkumpul seluruh keluarga di chuxi artinya menghapus yang rumah orang tua untuk makan lama dan hal-hal yang buruk. Waktu : Malam Sebelum Imlek bersama sebagai ungkapan Pada malam menjelang Tahun 1 Malam Pergantian Tahun Pelaku : Masyarakat Tionghoa kebersamaan dan keutuhan keluarga Baru Imlek ini, keluarga juga dalam menyambut Tahun Baru Imlek berdoa atau bersembahyang bersama-sama sambil mensyukuri untuk menyongsong kedatangan kehidupan yang telah lewat. tahun baru.

Untuk perlindungan yang sepenuh hati dari Tuhan dan para Dewa - Waktu : Malam Imlek Menghormati dan memuliakan Upacara Sembahyang Dewi dalam satu tahun terakhir dan 2 Pelaku : Masyarakat Tionghoa leluhur di hadapan altar Tutup Tahun berdoa untuk keselamatan, kesehatan Benda : Lilin, hio, minyak sembahyang di setiap rumah. sayur, uang kertas. dan keberuntungan untuk tahun mendatang.

Bentuk pengucapan syukur karena telah diberi kemudahan Tempat : Vihara Untuk menghormati arwah yang selama setahun, doa, dan Waktu : 24:00 hingga selesai. telah dulu meninggalkan dunia,serta 3 Sembahyang Imlek harapan agar ditahun depan Pelaku : Masyarakat Tionghoa untuk mengucapkan rasa syukur mendapatkan rezeki yang lebih Benda : Lilin, hio, minyak kepada dewa-dewi. banyak untuk menjamu leluhur sayur, uang kertas.

4 Barongsai Waktu : Imlek Untuk menghilangkan energi negatif, Hewan yang menyerupai singa,

100

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

mengusir roh halus yang tidak baik, dimainkan dalam acara serta membawa keberuntungan. masyarakat Tionghoa sebagai simbol untuk menandai tanggal kunci kesuksesan atau pembukaan tempat usaha baru atau keberuntungan.

Simbol Kebahagiaan dan Harapan. Pendar cahaya merah dari lampion memiliki makna Untuk penerang dan penanda dalam filosofis tersendiri. Nyala merah Waktu : Imlek 5 Lampion suasana Imlek, serta pelengkap lampion menjadi simbol

dalam perayaan Imlek. pengharapan bahwa di tahun yang akan datang diwarnai dengan keberuntungan, rezeki, dan kebahagiaan.

Angpau melambangkan kegembiraan Bingkisan dalam amplop merah dan semangat yang akan membawa yang biasanya berisikan Waktu : Imlek nasib baik. Warna merah angpau 6 Hungbao sejumlah uang sebagai hadiah melambangkan ungkapan semoga menyambut tahun baru Imlek beruntung dan mengusir energi atau perayaan lainnya. negatif.

Sebelum ajaran Islam masuk, tari Seni tradisional rakyat Aceh seudati dipentaskan sebelum berupa tari dan nyanyi, 7 Seudati memulai sabung ayam dan di malam dilakukan oleh sembilan atau purnama menyambut masa panen. sepuluh orang pemuda, dengan Tetapi, setelah masuk Islam, tari ini memukul-mukulkan telapak

101

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

digunakan sebagai media dakwah tangan ke bagian dada. agar masyarakat lebih dapat menerima. Sekarang terjadi lagi penambahan fungsi sebagai hiburan, simbol budaya Aceh, dan menyampaikan pesan tentang pemerintahan dan pembangunan

102

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Abdurrahmat, Fathoni. 2006. Antropologi Sosial Budaya.Jakarta: P.T. Rhineka Cipta. Barthes, Roland. 1972. Membedah Mitos-Mitos Budaya Massa. Jakarta: Jalasutra. Arifah, Ferdiana. 2014. "Upaya Etnis Tionghoa Dalam Melestarikan Tradisi Perayaan Imlek Di Kota Stabat" (Skripsi). Medan: Fakultas Ilmu Sosial UNIMED. Ratna. Dwi dkk. 1999. Kajian Mitos dan nilai budaya dalam tantu penggelaran. Departemen Pendikan dan Kebudayaan RI Jakarta. Husna, Farisa. 2016. "Pewarisan Tari Barongsai Di Klub Macan Putih Vihara Dharma Bakti Banda Aceh" (Skripsi). Aceh: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNSYIAH. Koentjaraningrat. 1985. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia Pusaka Utama. Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Koentjaraningrat. 1992. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian Rakyat. Koentjaraningrat. 2007. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan. Koentjaraningrat. 2004. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. L.K Ara.2009.Ensiklopedia Aceh.Banda Aceh: Yayasan Mata Air Jernih & Badan Arsip dan Perpustakaan Banda Aceh. Sanjaya, Oktavia. 2016. " Fungsi dan Makna Penyambutan Hari Raya Imlek Pada Masyarakat Etnis Tinghoa di Kota Bandar Lampung" (Skripsi). Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik UNILA. Pawito. 2007. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogjakarta: LKiS Pelangi Nusantara.

103

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Syamsudin, 1984. Antropologi Budaya. Banda Aceh: Unversitas Syiah kuala. Sugiyono. 2010. Memahami Penelitian Kualitatif cet-6. Bandung: Alf. Suyanto Bagong. 2005. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Tan Mely.1981.Golongan Etnis Tionghoa di Indonesia.Jakarta: Gramedia T.O. Ihromi. 2006. Pokok-pokok Antropologi Budaya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Usman, A.Rani.2009. Etnis Cina Perantauan di Aceh. Yayasan Obor Indonesia Jakarta. Silviana, Yoan. 2012. "Fungsi Dan Makna Penyambutan Imlek Pada Masyarakat Tionghoa Di Pematang Siantar" (Skripsi). Fakultas Ilmu Budaya USU.

http://news.sohu.com/20050210/n224283005.shtml 《印尼亚齐灾区华人过

春节 》。( Di akses pada tanggal 20-01-2018 pukul 03.20)

http://www.dw.com/zh/《印尼亚齐华人 如何庆祝春节》。

( Di akses pada tanggal 20-01-2018 pukul 03.20)

104

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

LAMPIRAN

1. DOKUMENTASI

Lampiran Dok. 1 Thian/ Siang Tee (Dokumentasi: Elfira Fahriah Noor, 5 Februari 2017 )

Lampiran Dok. 2 Giok Ong Siang Tee (Dokumentasi: Elfira Fahriah Noor, 5 Februari 2017)

105

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lampiran Dok. 3 Toa Pek Kong (Dokumentasi: Elfira Fahriah Noor, 5 Februari 2017)

Lampiran Dok. Lampiran Dok. 4 Se Cia Mo Ni Hud (Dokumentasi: Elfira Fahriah Noor, 5 Februari 2017)

106

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lampiran Dok. 5 Ma Co Po (Dokumentasi: Elfira Fahriah Noor, 5 Februari 2017)

Lampiran Dok. 6 Thay Swee Ya (Dokumentasi: Elfira Fahriah Noor, 5 Februari 2017)

107

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lampiran Dok. 7 Kwan Kong (Dokumentasi: Elfira Fahriah Noor, 5 Februari 2017)

Lampiran Dok. 8 Te Cu Kong (Dokumentasi: Elfira Fahriah Noor, 5 Februari 2017)

108

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lampiran Dok. 9 Pek Houw Sin (Dokumentasi: Elfira Fahriah Noor, 5 Februari 2017)

Lampiran Dok. 10 Che Liong Sin (Dokumentasi: Elfira Fahriah Noor, 5 Februari 2017)

109

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lampiran Dok. 11 Patung Dewa 4 wajah (Dokumentasi: Elfira Fahriah Noor, 5 Februari 2017)

Lampiran Dok. 12 Vihara Maitri (Dokumentasi: Elfira Fahriah Noor, 28 Januari 2017)

110

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lampiran Dok. 13 Suasana Imlek di Vihara Dewi Samudera (Dokumentasi: Elfira Fahriah Noor, 28 Januari 2017)

111

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2. Daftar Informan

Nama :Yuswar

Umur :70 tahun

Pekerjaan :Wiraswasta

Jabatan : Ketua Yayasan Vihara Dharma Bhakti

Alamat :Simpang Keudah

112

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Nama :Aguan

Umur :89 tahun

Pekerjaan :Wiraswasta/penerjemah

Jabatan : Pelatih Barongsai

Alamat : Keutapang

113

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Nama : Hasballah Yusuf

Umur : 53 tahun

Pekerjaan : PNS

Jabatan : Pelatih Barongsai Macan Putih

Alamat : Lamtemen

114

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Nama : Hasan

Umur : 61 tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

Jabatan : Sekertaris Yayasan Vihara Dharma Bhakti

Alamat : Kampung Mulia

115

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Nama : Aki Kho Kie Siong

Umur : 66 tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

Jabatan : Ketua Yayasan Hakka Banda Aceh

Alamat : Lam Ara

116

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

3. Instrumen Penelitian 1. Apa saja yang dilakukan pada saat imlek? 2. Persiapan apa saja yang dilakukan sebelum menyambut imlek? 3. Rangkaian kegiatan apa saja yang ada pada saat imlek . 4. Ornament apa saja yang terdapat di rumah etnis tionghoa yang merayakan imlek? 5. Apakah ada hiasan atau ornament yang khusus dalam perayaan imlek? 6. Bunga apa saja yang ada di dalam perayaan imlek? 7. Hidangan apa saja yang ada dalam perayaan imlek? Apakah terdapat makanan khusus yang harus dimakan? 8. Sajian apa saja yang harus ada untuk persembahan pada saat imlek? 9. Apa makna yang terkandung dalam perayaan imlek? 10. Apakah ada larangan atau kegiatan yang tidak boleh dilakukan pada saat imlek berlangsung? 11. Bagaimana partisipasi anak muda setempat terhadap imlek? 12. Apakah terdapat perbedaan dalam peryaan imlek di vihara ini dengan vihara disekitar? 13. Apakah terdapat perbedaan imlek yang dilangsungkan di banda aceh dengan imlek di daerah lain? 14. Apakah terdapat kendala pada saat perayaan berlangsung ? 15. Pada imlek beberapa tahun yang lalu terdapat akulturasi di dalam permainan barongsai, dengan tari seudati . apakah terdapat hamabatan pada saat berlangsung? 16. Kapan masyarakat cina masuk ke banda aceh? 17. kapan vihara di bangun ? 18. berapa jumlah masyarakat cina yang ada di banda aceh ? 19. terbagi dalam berapa suku ? 20. Bagaimana tanggapan saudara tinggal di banda aceh .

117

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

苏 北 大 学

中文系本科生毕业论文

论文题目:亚齐华裔的春节习俗

姓名 : 吴素勤

学号 : 130710029

指导教师: 叶铧蒂

学院 : 人文学院

专业 : 中文系

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

苏北大学中文系

2018 年 05 月 28 日

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

摘要

本文题目是关于亚洲华裔的春节习俗。本文已采用 Koentjananingrat, Malinowski

与 Barthes。这篇论文的目的是描述华裔春节一系列的庆祝活动,包括春节活动的功能

和意义。(1)对于华裔的新年庆祝结构有包含除夕迎新年,祈祷,拿红包,点灯笼和舞

狮各种吸引的活动。(2)中国传统春节具有密切人际关系的功能,因为在这时候每个家

庭都团聚在一起。(3)中国农历新年的意义是迎娶新年,感恩过去一年的收获与财富。

可是现代的年轻人对于传统的价值观和知识有慢慢淡化的趋向,不再特别关注。对于

华裔传统新年,很多人不知道也不了解本来的含义。

关键词:解释;春节;华裔

i

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

目录

摘要………………………………………………………………..……...…………… i

目录…………………………………………………………….……....……………… ii

第一章引言

1.1 选题背景………………………………………………………….…..……………. 1

1.2 研究目的…………………………………………………………..……………….. 2.

1.3 前人研究……………………………..……………………………………………. 2

1.4 研究方法…………………………………………………………………………… 3

1.5 理论意义…………………………………………………………………………….... 3

第二章研究地点概况

第三章亚齐华裔的春节习俗

3.1 春节的结构………………………………………………………………………….. 5

3.2 舞狮 ……………………………………………………………………………….. 5

3.3 除夕、元宵节……………………………………………………………………….. 6

3.4 祈祷仪式结束………………………………………………………………………. 6

3.5 给红包……………………………………………………………………………….. 6

3.6 灯笼和春节装饰品…………………………………………………………………… 7

3.7 Seudati……………………………………………………………………………….. 7

第四章结论

4.1 结论……………………………………………………………………………….. 9

i

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

4.2 建议……………………………………………………………………………...… 9

参考文献.……………………………………………………………………………… 10 致谢…………………………………………………………………………………….. 13

ii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

第一章引言

1.1 选题背景

在印度尼西亚,有成千上万的文化随着进化和变化而生活和进化。在

生活和新兴的文化中,仍然存在着非常简单的生活在印度尼西亚各个部落。

然而,在这部落当中,有一种文化是随着全球化的发展而发展起来的。同样,

移民者文化也随着印尼文化的发展而繁荣,比如中国文化。印度尼西亚的华

裔文化是随着国家政治的发展而生存的。生活在多元文化国家的人们应该理

解文化的概念。(A.Rani,2009:59)

印度尼西亚是一个主权独立的国家,有一个多元文化的社会,一个由

不同的文化组成的社会,尊重多元化的社会成为多样性传统是值煲仔值得保

存的文化多样性。多元文化的特点是,每一个部落都存在着各不同生活方式

或种族的文化,反映了民族与其他民族之间的差异和分隔,共同居住在一个

社会。

1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

春节是班达亚齐华裔庆祝新年的节日,就像其他地区的华人一样,华

人社区在班达亚齐的每一个新年也是很活跃,如祈祷、给红包、舞狮和

Seudati 舞蹈一同表演。所有班达亚齐市华人集中在 Peunanyong。

1.2 研究目的

本研究的目的是研究和理解该结构,春节庆祝活动的意义与作用对班

达亚齐华族。

1.3 前人研究

Farisa Husna (2016): 《Pewarisan Tari Barongsai di Klub Macan Putih

Vihara Dharma Bakti Banda Aceh。本文认为在班达亚齐舞狮,讨论现有的舞

狮在班达亚齐,在当地华人社区深人探讨。

Oktavia Sanjaya (2016): 《 Fungsi dan Makna Penyambutan Hari Raya

Imlek Pada Masyarakat Etnis Tionghoa di Kota Bandar Lampung.》这篇论文描

述了被华人社会遗忘的春节含义,在这篇论文中,讨论了目前在春节期间迎

新看的竟义,因为年轻人缺乏参与和知识,他们只是参加伏祝但不明白庆祝

的意义。这篇论文有助于作者对其中蕴含的春节意义的理论探讨。

2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Ferdiana Arifah (2014): 《 Upaya Etnis Tionghoa Dalam Melestarikan

Tradisi Perayaan Imlek Di Kota Stabat. 》介绍了在 Stabat 城市如何保特庆祝春

节的传统华人社区,本文探讨了当地人遵循春节存在的不足。这篇论文帮助

作者了解春节庆祝活动中失去了价值与存在的价值损失。

Yoan Silviana (2012): 《 Fungsi Dan Makna Penyambutan Imlek Pada

Masyarakat Tionghoa Di Pematang Siantar. 》本文对春节联欢晚会进行了阐述,

笔者所借鉴的符号学和功能理论提供参考资料。

1.4 研究方法

本研究采用定性描述性分析。描述和定性分析的描述、分析和解释。

然后、将数据与所述数据简化成一种形式、更容易阅读和解释的目的进行分

析, 并通过阅读相关研究和观察。

1.5 理论意义

本文已使用 Koentjananingrat (2009:296), 本人解释仪式制度包含了人类

学家特别感兴趣的四个方面:(a) 仪式 地点;(b) 仪式 时间;(c) 仪式 的 对象 和

工具; 及(d)进行和领导仪式的人。

3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

本文已使用罗兰巴特(1915:1980), 本人解释罗兰巴特的符号学为两层含

义指定层次的含义,即外延与内涵。外延是一个水平的意义解释的关系符和

标记现实产生直接的和明确的意义。内涵是指标记和标记之间的关系,其意

义不是明确的、间接的、不确定的。

马林诺夫斯基(该 ihroni 2006),提出了一种称为功能主义取向,它

假定或假设所有的文化元素对当地的社会是有效益。换言之,功能主义对文

化的观点认为,每一种行为模式都已成为习惯。

第二章 研究地点概况

4

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

班达亚齐市是亚齐的一个城市,成为印度尼西亚亚齐省的首都,。作

为政府的中心,班达亚齐成为政治中心、经济、社会和文化活动。班达亚齐

市还是伊斯兰教在南洋最古老的城市之一,其中班达亚齐是 Aceh Sultanate

的资本。

亚齐大多数人信奉伊斯兰教。伊斯兰教是亚齐最主要的宗教,因此亚

齐也成为“serambi 麦加”。有 13 种土著种在亚齐只有尼亚斯部种不是奉伊斯

兰教。另外有基督教是来业齐定房的 Batak 族所信奉的,和部分华人都是客。

Peunayong 是一个村庄位于班达亚齐市位于库塔阿拉姆街道,

Peunayong 村民人数约 3039 人,1614 名男性和 1425 名女性。

Peunanyong 本身是一个充满历史的地才,亚齐省和中国的关系越来越

好,1415 年郑和下到北部亚齐王国。郑和将军是个穆斯林,他像一个家庭

一样受到欢迎。甚至到现在也可以看到他们密道关系的证据,就是当时给业

齐王的扎物 Cakra Donya 种铃。

5

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Peunayong 村是一个有很多历史文化记录的地区,相互融合中国和亚

齐文化已经存在了数百年前使人们相互尊重和共存,在该区可以看到旧的建

筑。这是一个班达亚齐古老的中国旅游目的地,使建筑物保持形状直到现在。

6

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

第三章 亚齐华裔的春节习俗

3.1 春节的结构

农历新年是中国社会的庆祝活动。在中国,新春是春季开始的庆祝因

为中国新年就是在春季开始的那天算起。根据传说,起源春节或新春是有一

个巨大的动物叫年,它在新年时要吃人。很久以前,有一位老人向年挑战,

去捕猎其他吃人的动物,而不是捕食人类。年接受了挑战,去吃了存其他吃

人的动物。给人类带来欢乐和安宁。之后,年和那原来是神人的老人都消失

了,在那老人消失以前,他告诉居民们要在门窗上安装红色的纸装饰品,这

是年最害怕的颜色。

除夕之夜,庆祝中国的社区聚集在她父母家里,一起吃顿大餐,接着

共同祈祷祖先和去庙寺院一起迎接农历新年。

3.2 舞狮

班达亚齐的舞狮融合了 seudati 集体舞蹈,用鼓、锣、钹和 serune kale

长笛的声音。

7

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Seudati 舞蹈用来配合舞狮表演,是因为 Seudati 舞蹈和舞狮一样充满

活力,生动,生气。

舞狮表演的意义就是驱逐那些被认为是毁灭性的邪恶灵魂。因此,在

春节联欢晚会上,许多舞狮运动在寺庙里表演时受到祝福,驱走妖魔鬼怪。

3.3 除夕

当晚,许多中国家庭都会在春节前夕做一顿大餐和家人相聚,这是必

要的,这叫除夕意味着消除旧的和坏的事情。除夕之夜,家人也会祈祷或祈

求迎接新年的到来。福建话叫“Sa Cap Me”,而基于普通话叫“三是夜”,这意

味着第三十的晚上。在某些中国家庭中,特别是那些信奉儒家信仰的家庭,

举行了一次年终祈祷仪式,以纪念祖先,以此表达孩子对父母或祖先的敬虔。

在春节期间,一起吃饭意味着团聚和家庭和睦。吃饭是生活的芯。一

起吃饭是为了一起感恩生活。无论宗教信仰如何,在这个春节联欢晚会上,

所有的家庭成员都会聚集在一起,感谢仍在一起的生活芯还亮,以共同吃饭

的方式来表还。预备晚餐的母亲,一边祈祷,好让晚餐可以舞给全家年的祝

福。

8

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

3.4 祈祷仪式结束

除夕之夜的第一件事是用鲜花和水果崇拜神,而不是牺牲动物(最高

等级的素食神),感谢去年对神的衷心保护,祈求来年的拯救、健康和财富。

华裔所做的春节祈祷,是一种感恩的方式,给予人们一年的轻松、祈

祷,希望明年能有更多的寄托来招待祖先。他们的崇拜也被解释为希望生活

的道路总是被照亮,如果面临困难,就会有出路。

3.5 给红包

红包(汉字:紅包,汉语拼音)是一个红色的信封,通常包含一些钱

作为礼物来迎接春节。长期以来,红色象征着给而且在中国文化繁荣。红色

象征着喜悦,这种精神最终会给接受红包者带来好运。

给年轻的一代红包(儿童或未婚的年轻人)是中国社会庆祝新春的传

统和文化。给红包,希望这样可以在这新的一年带来好运。

3.6 灯笼和春节装饰品

9

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

灯笼和春联的装饰品,火红的灯笼,成为新年吉祥、幸福的象征。古

典传说还把灯笼描绘成邪恶的祛除。人们还认为,在每个房子里安装灯笼可

以防止其居民受到邪恶威胁。这种灯笼的安装进行到第十五天或通常称元宵

节。

3.7 Seudati

这个词来自阿拉伯语的清真言 seudati shahadatain。此外,一些说法 seudati 来自 seurasi 意味着和谐或亲切。Seudati 开始研发是因为伊斯兰教进

入亚齐发展。伊斯兰拥护者利用这种舞蹈作为宣传媒介来发展伊斯兰教教义。

Seudati 舞是一种起源于亚齐的传统舞蹈。这种舞蹈通常由一组男性舞

蹈演员进行,舞蹈动作独特,充满活力,伴随着吟诵的诗歌和舞者的声音。

这 seudati 舞是亚齐最著名的传统舞蹈。

Seudati 舞狮被选择在班达亚齐春节期间舞狮表演,因为到目前为止,

只有 seudati 舞蹈可以进入舞狮比赛,喜庆热闹的舞蹈,因为 seudati 也发挥

了活力和生气像舞狮比赛。

10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

第四章结论与建议

4.1 结论

通过本文研究结果,提出一些结论。

一、这是一代传一代的传统。

二、华裔社会的信仰是每一个传统功能和意义。

三、在春节期间,大部分在 Peunanyong 的 华人,已经不再庆祝新年,15 天

内因为缺乏庆祝的活动,对友族的理解有各不同。

四、春节的意义是迎接新年的到来,迎接年头的好运和财富。

五、不仅是华人社会庆祝新年,公众也感到兴奋,最明显是在除夕,元宵节,

Peunanyong 的村民都观看热闹,祭拜老天爷和舞狮表演。

4.2 建议

11

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

特别是,作者希望印尼社会更好地理解春节的重要性和庆祝传统的重

要性,因为通过文化保护,我们将更多地了解传统,这将创造出彼此尊重的

不同文化。

12

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

参考文献

[1] Abdul Chaer. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

[2] Abdurrahmat, Fathoni. 2006. Antropologi Sosial Budaya.Jakarta:

P.T. Rhineka Cipta.

[3] Barthes, Roland. 1972. Membedah Mitos-Mitos Budaya Massa.

Jakarta: Jalasutra.

[4] Ferdiana Arifah (2014):Upaya Etnis Tionghoa Dalam Melestarikan

Tradisi Perayaan Imlek Di Kota Stabat.

[5]Dwi Ratna N. dkk.1999. Kajian Mitos dan nilai budaya dalam tantu penggelaran.Departemen Pendikan dan Kebudayaan RI Jakarta.

[6] Farisa Husna (2016):Pewarisan Tari Barongsai Di Klub Macan Putih

Vihara Dharma Bakti Banda Aceh.

[7]Koentjaraningrat. 1985. Metode-metode Penelitian Masyarakat.

Jakarta: Gramedia Pusaka Utama.

13

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

[8] Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta:

Rineka Cipta.

[9] Koentjaraningrat. 1992. Beberapa Pokok Antropologi Sosial.

Jakarta: Dian Rakyat.

[10] Koentjaraningrat. 2007.Manusia dan Kebudayaan di Indonesia.

Jakarta: Djambatan.

[11] Koentjaraningrat.2004.Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan。

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

[12] Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta:

Rineka Cipta.

[13] L.K Ara.2009.Ensiklopedia Aceh.Banda Aceh: Yayasan Mata Air

Jernih & Badan Arsip dan Perpustakaan Banda Aceh.

[14]Oktavia Sanjaya (2016): Fungsi dan Makna Penyambutan Hari Raya

Imlek Pada Masyarakat Etnis Tinghoa di Kota Bandar Lampung.

14

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

[15] Pawito. 2007. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogjakarta: LKiS

Pelangi Nusantara.

[16] Sugiyono. 2010. Memahami Penelitian Kualitatif cet-6. Bandung: Alf.

[17] Syamsudin, 1984. Antropologi Budaya. Banda Aceh: Unversitas

Syiah kuala.

[18] Suyanto Bagong. 2005. Metode Penelitian Sosial. Jakarta:

Kencana Prenada Media Group.

[19] Tan Mely.1981.Golongan Etnis Tionghoa di Indonesia. Jakarta:

Gramedia

[20] T.O. Ihromi. 2006. Pokok-pokok Antropologi Budaya. Jakarta:

Yayasan Obor Indonesia.

[21] Usman, A.Rani.2009. Etnis Cina Perantauan di Aceh. Yayasan

Obor Indonesia Jakarta.

[22] Yoan Silviana (2012): Fungsi Dan Makna Penyambutan Imlek Pada

Masyarakat Tionghoa Di Pematang Siantar.

15

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

[23] http://news.sohu.com/20050210/n224283005.shtml 《 印尼亚齐灾区

华人过春节 》。

[24] http://www.dw.com/zh/《印尼亚齐华人 如何庆祝春节》。

16

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

致谢

在此,本人特别要感谢导师 Drs. Muhammad Takari,M.Hum. Ph,D.和

Julina, B.A,MTCSOL。从论文的选题、文献的采集、框架的设计、结构的

布局到最终的论文定稿;从内容到格式、标题到标点,你们都费尽心血。没

有两位老师的幸勤栽培,孜孜教诲,就没有本人的论文顺利完成。其次,本

人也向所有教过本人的老师表示感谢,没有老师们的悉心教导、本人不会有

这一天。老师们的教导、和爱心本人会永远铭记于心的。

感谢和本人一起走过四年美好时光的老师、同学和朋友们,与你们的

交流使本人受益颇多。感谢本人的家人以及朋友们对我的理解、支持、鼓励

和帮助,正是因为有了你们,本人所做的一切才有意义;也正是因为有了你

们,本人才有了追求进步的勇气和信心。

吴素勤

17

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA