Urgensi Pelestarian Kauman Menara Kudus Sebagai Cagar Budaya Islam

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Urgensi Pelestarian Kauman Menara Kudus Sebagai Cagar Budaya Islam URGENSI PELESTARIAN KAUMAN MENARA KUDUS SEBAGAI CAGAR BUDAYA ISLAM URGENCY OF PRESERVING THE KAUMAN MENARA KUDUS AS A CULTURAL HERITAGE OF ISLAM Moh. Rosyid Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kudus Jl. Conge, Ngembalrejo, Bae, Kudus, Jateng [email protected] ABSTRAK Artikel ini bertujuan menjelaskan pentingnya kawasan Kauman Menara Kudus untuk dijadikan sebagai cagar budaya Islam karena kekhasannya perlu dilestarikan. Data riset ini diperoleh dengan observasi, waw- ancara, dan studi pustaka. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukkan, terdapat banyak situs bersejarah di kawasan Kauman Menara Kudus seperti Masjid Al-Aq- sha, Menara Kudus, Taman Bringin, Masjid Madureksan, Makam Sunan Kudus, rumah Sunan Kudus, ma- drasah dan pondok pesantren. Pemerintah Kudus perlu memberi perhatian lebih dalam rangka pelestarian kawasan Kauman Menara Kudus. Awal tahun 2016, Pemkab Kudus telah menyelesaikan renovasi Taman Bringin yang terletak di antara Masjid Madureksan dan Klentheng Hok Lin Bio. Idealnya, Pemerintah Ka- bupaten Kudus mengupayakan terbangunnya museum Islam, merelokasi ruko pemisah Masjid Al-Aqsha dengan Kelenteng Hok Ling Bio dan Masjid Madureksan, menunjuk tim ahli cagar budaya, tenaga ahli pelestarian cagar budaya, dan kurator. Situs peninggalan Sunan Kudus juga perlu direvitalisasi. Pelestarian Kauman Manara Kudus merupakan wujud pelestarian karya budaya leluhur. Kata Kunci:Kauman, Kudus, situs bersejarah, cagar budaya Islam ABSTRACT The purpose of this article is to answer of question on the urgently of the Kauman Menara of Kudus for culture heritage Islam because the uniqely for sustainability. Data are collected through interview, obser- vation and literature review by means of descriptive analytic method of analysis. There are many historical sites in Kauman areas in Kudus: al-Aqsha Mosque, the Minaret, Bringin Park, Madureksan Mosque, the Tomb of Sunan Kudus, the House of Sunan Kudus, madrasas and boarding schools. The government of Kudus needs to pay more attention to the reservation of Kauman areas. In the beginning of 2016, the gov- ernment has completed the renovation of Bringin Park in between Madureksan Mosque and Hok Ling Bio temple. Obviously, Kaumans is rich of historical sites. The government is expected to establish a museum, to relocate merchandise stores in fornt of Al-Aqsha Mosque, to select a professional team for the heritage preservation and to revilatize the legacy of Sunan Kudus. Keywords: Kauman; Kudus; historical sites PENDAHULUAN memiliki arti penting bagi pemahaman Undang-undang Nomor 11 dan pengembangan sejarah, ilmu Tahun 2010 tentang Cagad Budaya pengetahuan, dan kebudayaan dalam (selanjutnya disebut CB) merupakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dasar hukum bagi masyarakat dan dan bernegara. Oleh karena itu, CB perlu penyelenggara pemerintahan dalam dilestarikan dan dikelola secara tepat merawat dan melestarikan karya budaya melalui perlindungan, pengembangan, bangsa yang diwariskan kepada generasi dan pemanfaatan dalam rangka kini dan mendatang. Pertimbangan memajukan kebudayaan nasional untuk awal munculnya UU tersebut adalah kemakmuran rakyat. Negara bertanggung CB merupakan kekayaan budaya jawab dalam pengaturan perlindungan, bangsa sebagai wujud pemikiran dan pengembangan, dan pemanfaatan CB. perilaku kehidupan manusia yang CB berupa benda, bangunan, struktur, 381 382 Jurnal Sosioteknologi | Vol. 18, No 3, Desember 2019 situs, dan kawasan perlu dikelola Langgar/Masjid Bubar, masjid Nganguk oleh pemerintah dan Pemda dengan Wali (peninggalan The Ling Sing). Ada meningkatkan peran serta masyarakat pula masjid kuno di wilayah kecamatan untuk melindungi, mengembangkan, lain, yang belum terindentifikasi dan memanfaatkannya. Dengan adanya pendirinya, seperti (i) Masjid Baitul Aziz perubahan paradigma pelestarian di Desa Hadipolo, Kecamatan Mejobo CB, diperlukan keseimbangan aspek yang diprediksi berdiri tahun 863 H ideologis, akademis, ekologis, berdasarkan trisula naga di pintu masuk dan ekonomis guna meningkatkan masjid. Masjid ini menjadi cagar budaya kesejahteraan rakyat. sejak 1994, (ii) Masjid At-Taqwa di Kota Kudus, Jawa Tengah, Desa Loram Kulon, Kecamatan Jati, (iii) memiliki peninggalan dalam sejarah Gapura Masjid Baitul Muttaqin Desa/ Islam berupa kawasan Kauman Menara Kecamatan Jati. Kudus. Keberadaannya meliputi (1) Bila dikaitkan dengan konsep Masjid Kuno yang didirikan pra-Masjid pola perkotaan, menurut Hariyono, Al-Aqsha Menara Kudus, yakni (a) pada kota praindustri biasa ditemukan Masjid Langgar Dalem (ada inskripsi empat pusat kegiatan, yakni pusat trisula pinulet nogo, tombak bermata pemerintahan, ruang publik (tempat tiga dibalut ular naga), (b) Masjid masyarakat berinteraksi), tempat ibadah, Madureksan, (c) Masjid/Langgar Bubar, dan pasar tradisional (2007:59). Dari (2) kediaman Sunan Kudus (diduga keempat pusat kegiatan itu, dalam di bagian selatan Masjid Langgar konteks kawasan Kauman Kudus, belum Dalem yang belum teridentifikasi), (3) ditemukan pusat pemerintahan era Sunan Masjid Al-Aqsha/Al-Manar, (4) alun- Kudus, ruang publik berupa taman kota alun (yang memisahkan antara Masjid (hasil revitalisasi Pemkab Kudus tahun Madureksan dengan Kelenteng Hok 2016), tempat ibadah berupa Masjid Ling Bio), (5) kompleks makam Sunan Madureksan (dan Kelenteng Hok Ling Kudus, (6) rumah adat Kudus (identik Bio), dan pasar tradisional yang kini dengan kediaman saudagar Kudus), telah beralih fungsi menjadi pelebaran (7) Madrasah Diniyah Mu’awanatul kawasan Taman Beringin (terdapat Muslimin (madrasah diniyah pertama pohon beringin tua). di Kudus, berdiri 1918 hingga kini), Kegigihan warga untuk (8) beberapa pondok pesantren, (9) menghidupkan kembali kondisi kotanya madrasah dan Yayasan Pendidikan Islam yang rusak perlu dijadikan modal Qudsiyah sejak 1909 hingga kini, (10) semangat membangun kembali puing- infrastruktur yang melekat pada kawasan puing yang bermakna. Tata ruang Masjid Al-Aqsha, seperti sumur resapan arsitektur Kauman Kudus, Jawa Tengah era Sunan Kudus di area pawestren menjadi perhatian riset ini karena, (tempat salat bagi perempuan di bagian pertama, Kauman Kudus mengandung kanan masjid Al-Aqsha), (11) tradisi arti penting pengaturan ruang (kombinasi yang berkait dengan peninggalan Sunan antara elemen-elemen fisik dan nonfisik). Kudus, seperti (a) penjamasan Keris Kiai Elemen itu dari penataan ruang Cinthaka/Cintoko/Ciptoko (perbedaan permukiman, ruang rumah tinggal, dan penyebutan) dan tombak kembar, (b) fasilitas peribadatan yang bernilai sejarah tradisi buka luwur yakni peringatan Islam di Kudus. Kedua, pemda Kudus tahunan untuk memperingati wafatnya perlu didorong untuk melakukan upaya Sunan Kudus, (c) peninggalan Sunan merevitalisasi kawasan Kauman Menara Kudus di luar wilayah Kauman, seperti Kudus. Ketiga, mewujudkan Kauman Moh. Rosyid. | Urgensi Pelestarian Kauman..... 383 Kudus sebagai kawasan cagar budaya. Desa Langgar Dalem dan Kajeksan Bila Kauman Kudus tidak direvitalisasi Kecamatan Kota Kudus. Kekhasan desa- keutuhan bangunan bersejarah akan desa tersebut di antaranya adanya rumah- beralih fungsi. Kesembilan bangunan rumah dengan tembok tinggi, lorong- tua di atas dipisahkan oleh permukiman lorong sempit, berliku, sesak, padat, dan warga. Masjid Madureksan dan alun- kesan tertutup. Namun, di balik tembok alun dengan Masjid Al-Aqsha dipisahkan tinggi tersebut, beberapa rumah memiliki oleh rumah warga dan pertokoan. lahan pekarangan yang luas untuk intern Beberapa rumah dan toko itu didirikan pascadipagari halamannya. Keadaan sejak tahun 1926. Banyaknya bangunan tersebut mendorong orang berstigma baru dan beralihnya fungsi bangunan bahwa komunitas Kauman kurang kuno menjadi penyebab perubahan memiliki jiwa sosial, mementingkan makna benda cagar budaya. Hingga kini, diri sendiri, dan memisahkan diri dari yang menjadi benda cagar budaya (BCB) kelompok masyarakat lainnya: mereka Menara Masjid Al-Aqsha dan Gapura eksklusif. Anggapan ini tentu saja Kembar (dua pintu ala candi di dalam bertolak belakang dengan sikap dan jiwa Masjid Al-Aqsha Menara Kudus). santri yang selama ini selalu dilekatkan Kawasan Kauman Kudus berada pada diri setiap individu dalam di Kelurahan Kauman, Kecamatan Kota, komunitas Kauman, yaitu yang memiliki Kudus hanya 3 RT dan 1 RW, pada tahun kepatuhan pada ajaran agamanya (Islam) 2014 berpenduduk 390 kepala keluarga. dan tidak eksklusif. Pada kenyataannya Kawasan Kauman Kudus merupakan interaksi sosial antarwarga Kauman wilayah yang tidak dirambah/dijamah Menara Kudus tetap terjaga dengan oleh Pemerintah Kolonial Hindia baik. Rumusan masalah pada penelitian Belanda dalam hal bangunan rumah/ ini adalah apa saja upaya riil Pemkab hunian. Secara teoretis, menurut Kudus dalam merawat kawasan Kauman Basundoro, sebagian besar orang Eropa Menara Kudus? Langkah apa saja yang mendarat di Nusantara di wilayah pantai seharusnya dilakukan Pemkab Kudus yang telah dikuasai oleh penguasa lokal dalam merevitalisasi kawasan Kauman (Kudus tak memiliki pantai). Adapun Kudus sebagai kawasan cagar budaya? kotapraja pertama di Indonesia adalah Batavia yang dibangun Belanda tahun METODE 1619 M karena adanya Pelabuhan Sebagai penelitian sejarah, Sunda Kelapa, meskipun kapal Belanda riset ini menggunakan metode sejarah. merapat di Pantai Jayakarta sejak Tahap-tahapnya terdiri atas heurisik, tahun 1596 M. Adapun pelaut Portugis kritik, interpretasi, dan historiografi. merupakan bangsa Eropa yang pertama Dengan metode sejarah, penelitian ini kali menginjakkan kaki di Batavia tahun diharapkan dapat merekonstruksi
Recommended publications
  • The Wayangand the Islamic Encounter in Java
    25 THE WAYANG AND THE ISLAMIC ENCOUNTER IN JAVA Roma Ulinnuha A Lecture in Faculty of Ushuluddin, Study of Religion and Islamic Thoughts, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Email: [email protected] Abstrak Penelitian ini membahas hubungan antara wayang dan proses penyebaran Islam. Wayang adalah fenomena budaya Jawa yang digunakan oleh para wali pada sekitar abad ke-15 dan ke-16 sebagai media dakwah Islam. Tulisan ini fokus pada Serat Erang-Erang Nata Pandawa yang mengulas tentang karakter Pandawa dalam hubungannya dengan Islam. ﻣﺴﺘﺨﻠﺺ – (Wayang ) ) . ( . (Serat Erang-Erang Nata Pandawa ) - ( ) . Keywords: Wayang, Serat Erang-Erang, Javanese, Wali A. Introduction It has been an interesting stance to discuss the relationship between religion and community in terms of the variety of possibilities of some unique emergences in the process. While people regards religious realms a total guidance that relates the 26 Millah Vol. X, No. 1, Agustus 2010 weakness of human being to the powerful—the Covenant, Javanese people, views religion providing a set of beliefs, symbols and rituals which have been faced a rigorous encounter along with the development of communities in the past, in the present and in the future. The dawn of Islam in Java shared the experience of this relationship, found in why and how the wali used the wayang in supporting their religious types of activities under the authority of the Court of Demak. The research discusses the relationship between the wayang and the role of wali ‘Saint’ in spreading Islam under the patron of the Court of Demak from the fifteenth to the sixteenth centuries. There have been some research conducted on the same field, but this aims at discussing the wayang as the phenomena of cultural heritage of the Javanese descendents and inhabitants, while the wali ‘Saint’ is framed as the element of religious representation in Java at the time.
    [Show full text]
  • Akulturasi Di Kraton Kasepuhan Dan Mesjid Panjunan, Cirebon
    A ULTURASI DI KRATON KA URAN DAN MESJID PANJUNAN, CIREBON . Oleh: (.ucas Partanda Koestoro . I' ... ,.. ': \.. "\.,, ' ) ' • j I I. ' I Pendukung kebiidayaan adalati manusia. Sejak kelahirannya dan dalam proses scis.ialisasi, manusia mendapatkan berbagai pengetahu­ an. Pengetahuan yang didapat dart dipelajari dari lingkungan keluarga pada lingkup. kecil dan m~syarakat pa.da. lingkup besar, mendasari da:µ mendorong tingkah lakunya. .dalam mempertahankan hidup. Sebab m~ri{isjq ti.da.k , bertin~a~ hanya k.a.rena adanya dorongan untuk hid up s~ja, tet~pi i1:1g~ kp.rena ~ua~u desakan baru yang berasal dari ·budi ma.nusia dan menjadi dasar keseluruhan hidupnya, yang din<lmakan - · ~ \. ' . kebudayaan. Sehingga s~atu . masyarakat ketik? berhadapan dan ber- i:riteraksi dengan masyarakat lain dengan kebudayaan yang berlainan, kebudayaan baru tadi tidak langsung diterima apa adanya. Tetapi dinilai dan diseleksi mana yang sesuai dengan kebudayaannya sendiri. Budi manusia yang menilai ben.da dan kejp.dian yang beranek~ ragam di sekitarhya kemudian memllihnya untuk dijadikan tujuan maupun isi kelakuan ·buda\ranva (Su tan Takdir Alisyahbana, tanpa angka tahun: 4 dan 7). · · II. Data sejarah yang sampai pada kita dapat memberikan petunjuk bahwa masa Indonesia-Hindu selanjutnya digantikan oleti masa Islam di Indonesia. Kalau pada masa Indonesia-Hindu pengaruh India men~ jadi faktor yang utama dalam perkembangari budaya masyarakat Iri­ donesia, maka dalam masa Islam di Indonesia, Islam pun inenjadi fak­ tor yang berpengaruh pula. Adapun pola perkembangan kebudayaan Indonesia pada masa masuknya pengaruh Islam~ pada dasarnya 'tidak banyak berbeda dengan apa yang terjadi dalam proses masuknya pe­ ngaruh Hindu. Kita jumpai perubahan-perubahan dalam berbagai bi­ dang .
    [Show full text]
  • R. Tan the Domestic Architecture of South Bali In: Bijdragen Tot De Taal-, Land- En Volkenkunde 123 (1967), No: 4, Leiden, 442-4
    R. Tan The domestic architecture of South Bali In: Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 123 (1967), no: 4, Leiden, 442-475 This PDF-file was downloaded from http://www.kitlv-journals.nl Downloaded from Brill.com10/01/2021 05:53:05PM via free access THE DOMESTIC ARCHITECTURE OF SOUTH BALI* outh Bali is the traditional term indicating the region south of of the mountain range which extends East-West across the Sisland. In Balinese this area is called "Bali-tengah", maning centra1 Bali. In a cultural sense, therefore, this area could almost be considered Bali proper. West Lombok, as part of Karangasem, see.ms nearer to this central area than the Eastern section of Jembrana. The narrow strip along the Northern shoreline is called "Den-bukit", over the mountains, similar to what "transmontane" mant tol the Romans. In iwlated pockets in the mwntainous districts dong the borders of North and South Bali live the Bali Aga, indigenous Balinese who are not "wong Majapahit", that is, descendants frcm the great East Javanece empire as a good Balinese claims to be.1 Together with the inhabitants of the island of Nusa Penida, the Bali Aga people constitute an older ethnic group. Aernoudt Lintgensz, rthe first Westemer to write on Bali, made some interesting observations on the dwellings which he visited in 1597. Yet in the abundance of publications that has since followed, domstic achitecture, i.e. the dwellings d Bali, is but slawly gaining the interest of scholars. Perhaps ,this is because domestic architecture is overshadowed by the exquisite ternples.
    [Show full text]
  • Sasana Sewaka: Tinjauan Semantik Arsitektur Jawa Kraton Kasunanan Surakarta
    SASANA SEWAKA: TINJAUAN SEMANTIK ARSITEKTUR JAWA KRATON KASUNANAN SURAKARTA Galuh Puspita Sari Jurusan Kritik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) - Surabaya e-mail: [email protected] ABSTRAK Sasana Sewaka merupakan pendhapa di Kraton Kasunanan Surakarta Solo, yang tumbuh dan berkembang dari nilai- nilai arsitektur Jawa yang dipengaruhi perjumpaan dengan arsitektur Eropa. Perjumpaan Arsitektur Eropa pada Arsitektur Jawa berpotensi memberikan pengaruh pada arsitektur yang telah ada sebelumnya. Suatu wujud arsitektur akan mendeskripsikan (komposisi) bahasa rupa melalui visualitas yang dimengerti sesuai dengan tampilannya, sehingga wujud arsitektur yang terbentuk memberikan makna yang dapat dikomunikasikan. Kata kunci: semantik, arsitektur jawa, sasana sewaka ABSTRACT Sasana Sewaka is a pendhapa (an open pavilion) in Kraton (Palace) Kasunanan Surakarta Solo which grew and developed from Javanese architectural values under the influence of European architectural encounters. The meeting of Javanese and European Architectures has a potential to influence the existing architecture. A form of architecture will describe the visual language (composition) through a comprehendible visualization according to its appearance and thus the forming result of architecture can give a meaning that can be communicated. Keywords: semantik, javanese architecture, sasana sewaka PENDAHULUAN tasnya. Di masa pemerintahan Paku Buwono X banyak melakukan pembangunan di berbagai bidang. Kraton Surakarta merupakan lambang keles- Pada bidang arsitektur, Paku Buwana selain tetap tarian budaya Jawa, sebagai pusat pelestarian adat- mengusung arsitektur Jawa juga terlihat adanya per- istiadat yang diwariskan secara turun temurun dan jumpaan dengan arsitektur Eropa. Perjumpaan yang masih berlangsung hingga saat ini (Harjowirogo Jawa dan yang Eropa menghadirkan kemungkinan 1979:7). Dalam pola pikir masyarakat Jawa, kraton konsep yang berbeda dari arsitektur yang ada sebe- merupakan representasi jagat raya dalam bentuk kecil lumnya.
    [Show full text]
  • Study on the History and Architecture
    DIMENSI − Journal of Architecture and Built Environment, Vol. 46, No. 1, July 2019, 43-50 DOI: 10.9744/dimensi.46.1.43-50 ISSN 0126-219X (print) / ISSN 2338-7858 (online) LINEAR SETTLEMENT AS THE IDENTITY OF KOTAGEDE HERITAGE CITY Ikaputra Department of Architecture & Planning, Faculty of Engineering, Universitas Gadjah Mada Jl. Grafika no. 2, Kampus UGM, Yogyakarta 55281, Indonesia Email: [email protected] ABSTRACT The Javanese Palace City including the old city of Kotagede is mostly described by using the existence of the four components—Palace (kraton), Mosque (mesjid), Market (pasar) and Square (alun-alun)—as its city great architecture and identity. It is very rarely explored its folk architecture and settlement pattern as a unique identity. The linearity of settlements found in the study challenges us to understand Kotagede old city has specific linear settlements as its identity complemented to the existing Javanese four components. This study is started to question the finding of previous research (1986) titled as ―Kotagede between Gates‖–a linier traditional settlement set in between ―two-gates‖, whether can be found at other clusters of settlement within the city. This study discovered that among 7 clusters observed, they are identified as linear settlements. The six-types of linear patterns associated with road layout that runs East-West where jalan rukunan (‗shared street‖) becomes the single access to connect Javanese traditional houses in its linearity pattern. It is urgent to conserve the Kotagede‘s identity in the future, by considering to preserve the existence and the uniqueness of these linear settlements. Keywords: Architectural Heritage; city identity; linear settlement; morphology; Kotagede-Yogyakarta.
    [Show full text]
  • Download Article (PDF)
    Advances in Social Science, Education and Humanities Research, volume 552 Proceedings of the 4th International Conference on Arts and Arts Education (ICAAE 2020) Life Values in Gapura Bajangratu Katrin Nur Nafi’ah Ismoyo1,* Hadjar Pamadhi 2 1 Graduate School of Arts Education, Yogyakarta State University, Yogyakarta 55281, Indonesia 2 Faculty of Languages and Arts, Yogyakarta State University, Yogyakarta 55281, Indonesia *Corresponding author. Email: [email protected] ABSTRACT This study employed the qualitative research method with Hans-George Gadamer’s semiotic approach and analysis based on Jean Baudrillard’s hyperreality. According to Gadamer, truth can be obtained not through methods, but dialectics, where more questions may be proposed, which is referred to as practical philosophy. Meanwhile, Jean Baudrillard argues that “We live in a world where there is more and more information, and less and less meaning …”. This paper discusses the life values of Gapura Bajang Ratu in its essence, as well as life values in the age of hyperreality. Keywords: Gapura Bajangratu, life values, hyperreality, semiotics 1. INTRODUCTION death of Bhre Wengker (end 7th century). There is another opinion regarding the history of the Bajangratu Gapura Bajangratu (Bajangratu Temple) is a Gate which believe it to be one of the gates of the heritage site of the Majapahit Kingdom which is located Majapahit Palace, due to the location of the gate which in Dukuh Kraton, Temon Village, Trowulan District, is not far from the center of the Majapahit Kingdom. Mojokerto Regency, East Java. Gapura Bajangratu or This notion provides historical information that the the Bajangratu Gate is estimated to have been built in Gapura gate is an important entrance to a respectable the 13-14th century.
    [Show full text]
  • Analisis Spasial Obyek Wisata Situs Sejarah Dan Budaya Unggulan Untuk Penyusunan Paket Wisata Kabupaten Sleman
    ANALISIS SPASIAL OBYEK WISATA SITUS SEJARAH DAN BUDAYA UNGGULAN UNTUK PENYUSUNAN PAKET WISATA KABUPATEN SLEMAN Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Geografi Fakultas Geografi Oleh: MAHARDIKA AGUNG CITRANINGRAT E100150109 PROGRAM STUDI GEOGRAFI FAKULTAS GEOGRAFI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2020 PERSETUJUAN ANALISIS SPASIAL OBYEK WISATA SITUS SEJARAH DAN BUDAYA UNGGULAN UNTUK PENYUSUNAN PAKET WISATA KABUPATEN SLEMAN PUBLIKASI ILMIAH oleh: MAHARDIKA AGUNG CITRANINGRAT E100150109 Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh : Dosen Pembimbing (Dr. Kuswaji Dwi Priyono, M.Si.) NIK. 554 i LEMBAR PENGESAHAN PUBLIKASI ILMIAH ANALISIS SPASIAL OBYEK WISATA SITUS SEJARAH DAN BUDAYA UNGGULAN UNTUK PENYUSUNAN PAKET WISATA KABUPATEN SLEMAN Oleh : MAHARDIKA AGUNG CITRANINGRAT E100150109 Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta Pada hari Senin, 16 Desember 2019 dan dinyatakan telah memenuhi syarat Dewan Penguji : 1. Dr. Kuswaji Dwi Priyono, M.Si. (…………………….) Ketua Dewan Pembimbing 2. Drs. Priyono, M.Si. (…………………….) (Anggota I Dewan Penguji) 3. M. Iqbal Taufiqurrahman Sunariya, S.Si., M.Sc., M.URP. (……………………………….) (Anggota II Dewan Penguji) Dekan Fakultas Geografi, Drs. Yuli Priyana, M.Si. ii PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
    [Show full text]
  • Bab Iv Pembahasan
    BAB IV PEMBAHASAN A. Gambaran Obyek Penelitian 1. Sejarah Singkat Menara Kudus Menara Kudus sebenarnya memiliki dua versi jika dilihat berdasarkan siapa pendirinya atau peninggalan dari siapa. Adapun dua versi tersebut yaitu versi pertama bahwa Menara Kudus merupakan peninggalan dari masyarakat terdahulu, sedangkan versi kedua bahwa Menara Kudus merupakan peninggalan dari sunan Kudus. Diantara kedua versi tersebut, masyarakat Kudus lebih mempercayai bahwa Menara Kudus merupakan peninggalan dari Sunan Kudus. Adapun alasan masyarakat Kudus lebih mempercayai hal tersebut yaitu yang pertama dengan melihat dari tata letak bangunan Menara Kudus yang mengahadap ke barat hal ini dikarenakan pintu Menara terletak dibagian barat, sedangkan alasan yang kedua yaitu pada bangunan Menara Kudus tidak ditemukan ukiran atau relief yang menceritakan tentang kehidupan manusia terdahulu dan alasan yang ketiga yaitu tidak ditemukannya arca atau patung. Berdasarkan tiga alasan tersebutlah masyarakat mempercayai bahwa Menara Kudus merupakan peninggalan dari sunan Kudus. Sampai detik ini belum ada yang bisa memastikan kapan bangunan Menara Kudus didirikan, hal itu dikarenakan tidak adanya catatan maupun data- data yang menjelaskan mengenai kapan Menara Kudus didirikan. Menara Kudus dapat diperkirakan kapan didirikan yaitu dengan berlandasan atau berdasarkan fungsi dari Menara Kudus itu sendiri yaitu bangunan yang dijadikan sebagai tempat mengumandangkan adzan. Sehingga dapat ditarik benang merahnya yaitu adanya keterkaitan antara masjid dengan Menara Kudus.
    [Show full text]
  • Exploring Sense of Place for the Sustainability of Heritage District in Yogyakarta
    architecture&ENVIRONMENT Vol. 16, No. 2, Oct 2017: 75 - 92 EXPLORING SENSE OF PLACE FOR THE SUSTAINABILITY OF HERITAGE DISTRICT IN YOGYAKARTA Emmelia Tricia Herliana*, Himasari Hanan**, Hanson Endra Kusuma** *) Student at Doctoral Program in Architecture, School of Architecture, Planning and Policy Development, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132, Indonesia **) Lecturer at Doctoral Program in Architecture, School of Architecture, Planning and Policy Development, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132, Indonesia e-mail: [email protected] ABSTRACT Yogyakarta is well-known as a historical city and the centre of Javanese culture that attracts many tourists to come. In recent year, Yogyakarta has been very popular to domestic and international tourists in that many heritage places in the city have been developed to distinctive tourist destinations, yet no reasonable criteria has been developed to guide its development. This study assumed that places with distinctive identity or character or uniqueness are the most interested object of attraction for tourists. Therefore, the study will explore the sense of place as the important success factor in sustaining a heritage place as tourist attraction and identify aspects of a place that might contribute to its sustainability. Two heritage districts: Kotagede and Kotabaru are selected for evaluating aspects of place that are significantly contributing to the historical and cultural image of the city of Yogyakarta. The study identify and analyze the existing condition of physical attributes, performed activities and conception of the place. Indicators being used are developed from the current research undertaken by geographer and environmental psychologist. The study resulted to the conclusion that an interconnection of many aspects rather than identity of the place is the critical factor for the sustainability of a heritage place.
    [Show full text]
  • The Influence of Raden Fatah Towards Spiritual Value on Tombs and Great Mosque of Demak
    INTERNATIONAL JOURNAL OF SCIENTIFIC & TECHNOLOGY RESEARCH VOLUME 8, ISSUE 12, DECEMBER 2019 ISSN 2277-8616 The Influence Of Raden Fatah Towards Spiritual Value On Tombs And Great Mosque Of Demak Marwoto, Sugiono Soetomo , Bambang Setioko, Mussadun Abstract: Raden Fatah was the first Moslem king in Java. Historically, it had huge influences on Javanese civilization and culture. Therefore, Demak becomes the center for pilgrims to visit ancient buildings and tombs as the Sultanate's remains. Even though the Sultanate of Demak had fallen since the 16th century, the spread of Islam and pilgrimage to tombs of Wali (a name given to a wise and religious person teaching Islam) are still famous nowadays. Raden Fatah and other Wali become the icon of Demak. This study is aimed to reveal the fame of Raden Fatah and Wali which make their tombs and mosques are visited by the people as they form of tradition and religion ritual. The method applied are historical descriptive analysis, grounded theory, and phenomenological observation on site. The result revealed that the tombs and the great mosque of Demak have become the symbol of a religious tourism spot. This has happened because the king of Demak had placed the base of Islamic values on a city in Demak. Index Terms: Spiritual Space, Cultural and Tradition Space, Sustainability of Culture. —————————— —————————— 1. INTRODUCTION simple. Islam Jawa is intertwined with nationality, modernity, The founding of Demak was a part of history that is globalization, local culture and wisdom, and every contemporary unseparated from Raden Fatah. The Sultanate of Demak is discourse happening nowadays.
    [Show full text]
  • Perpaduan Budaya Lokal, Hindu Buddha, Dan Islam Di Indonesia
    Diktat Bernuansa Karakter Mata Kuliah Sejarah Indonesia Masa Islam PERPADUAN BUDAYA LOKAL, HINDU BUDDHA, DAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: M. Nur Rokhman, M. Pd PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2014 0 KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum wr. wb. Alkhamdulillah. Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Alloh SWT atas segala rahmat dan hidayahNya, sehingga sekilas modul ini dapat diselesaikan. Modul ini bertemakan Perpaduan Budaya Lokal, Hindu Buddha dan Islam di Indonesia. Tema ini menarik untuk dikembangkan, mengingat perpaduan budaya lokal, Hindu Buddha dan Islam ada dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Nusantara. Dengan demikian, tema ini akan sangat menarik untuk pembelajaran. Tema ini pun sangat kontekstual dengan kehidupan sehari-hari, sehingga para mahasiawa dapat menghayati, mengoservasi, bahkan wawancara materi yang dipelajarinya. Dengan tema ini pula para mahasiswa diharapkan dapat mengambil hikmah dan nilai-nilai karakter yang terkandung dalam materi yang dipelajarinya. Kami menyadari sepenuhnya bahwa modul sederhana ini dapat diselesaikan berkat uluran tangan, dorongan, bimbingan dan bantuan serta doa berbagai pihak. Untuk itu dengan setulus hati penulis mengucapkan terima kasih kepada; 1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) yang telah memberikan kesempatan terselenggaranya pengembangan modul ini. 2. Ketua LPPMP UNY beserta staf yang telah memberikan pengetahuan dan kesempatan pengembangan modul ini. 3. Dekan beserta staf FIS UNY yang telah memberikan dorongan sehingga modul ini terselesaikan 1 4. Bapak Sardiman AM, M. Pd. Selaku Dosen Pembimbing senior yang telah memberikan arahan, dukungan dan bimbingan serta petunjuk yang sangat bermanfaat bagi penyelesaian modul ini 5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan uluran tangan demi kelancaran penyusunan modul ini Teriring doa semoga amal dan budi baik mereka mendapat ridho dan berkah dari Alloh SWT.
    [Show full text]
  • Sustainable Environment & Architecture
    The 20th International Conference on DEFENSE DISCOURSE IN BALINESE Sustainable PURA ARCHITECTURE Environment & Architecture Salmon Priaji Martana 1 1 Universitas Komputer Indonesia Urban Retrofitting: Building, Cities and Communities [email protected] in The Disruptive Era Presenter Affiliation: Organized By: Supported By: INTRODUCTION & LITERATURE REVIEW Defense discourse in Balinese Pura Architecture In the year 1478 Majapahit is fallen. Javanese converted to adopt Islamic culture, except for the small group of 2,000 noble, artists, architects lead by the priest Danghyang Nirartha. They fled to nearby Bali to build a new Majapahit. The group was then received by the King of Bali, Waturenggong and later on they were agreed to shoulder to shoulder building Bali as the Neo Majapahit. Having known that the influence of outside culture always comes from nearby the coast, endangered the Majapahit legacy, Nirartha build a new style of worship complex- a temple later known as PURA- in Bali’s main coastal area. He was also builds several similar pura in the southern part of Bali. Scholars believe that Nirartha was not only build a temple. Instead, he was building a FORTRESS. A visual fortress to guard the Hindu-Majapahit culture and beliefs, to save it from outside infiltration. The Design patern of Nirartha’s then becomes typical, know Organized By: Supported By: famous as “The Gianyar Style.” 2 INTRODUCTION & LITERATURE REVIEW 1.1. Fortress in Nusantara 1.2. Fortress in general Balinese Pura Characteristics Section Rectangular to octagonal Plan buildings. Fortress of Majapahit era More than 5,000 m2 area . More than 10 m high walls, Walls with over 1 m of thickness.
    [Show full text]