Islam Ditinjau Dari Pengamatan Sejarah [

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Islam Ditinjau Dari Pengamatan Sejarah [ Islam: Ditinjau dari Pengamatan Sejarah Oleh Dr. Rafat Amari Diterjemahkan oleh Adadeh dan Pod Rock Faithfreedom Indonesia http://indonesia.faithfreedom.org/forum 1 | Islam Ditinjau dari Pengamatan Sejarah [http://www.buktidansaksi.com] Daftar Isi Bagian I – Qur‘an yang Tak Dapat Dipertanggungjawabkan dan Para Penulis Hadis Menurut Sejarah 1. Analisa Qur‟an Berdasarkan Catatan Sejarah 2. Para Muslim yang Menulis Ulang Sejarah Islam Bagian II – Sejarah Asli Mekah 1. Apakah Hagar Pergi ke Mekah? 2. Penyelidikan Catatan Sejarah Menunjukkan Mekah Tidak Mungkin Dibangun Sebelum Abad 4M 3. Sejarah dan Arkeologi Arabia Menunjukkan bahwa Mekah Tidak Ada Sebelum Jaman Kristen 4. Tiadanya Keterangan tentang Mekah dalam Arkeologi dari Kota² dan Kerajaan² Kuno Arabia 5. Tiadanya keterangan tentang Mekah di berbagai catatan sejarah Negara² yang Menguasai Arabia 6. Penelitian Prasasti Assyria juga Tak Menemukan Keterangan tentang Mekah di Jaman Kuno 7. Catatan Sejarah Bangsa Kaldea Juga Tidak Mencantumkan Keterangan Apapun tentang Mekah di Abad ke-7 dan 6 SM 8. Tiadanya Perdagangan di Mekah 9. Alkitab dan Pengakuan Muslim tentang Mekah Kuno 10. Sejarah Sebenarnya Pembangunan Ka‟bah di Mekah Bagian III – Ka‘bah dan Allah sebagai Ungkapan Ibadah Bintang Arabia 1. Ka‟bah adalah Bangunan Ibadah Bintang Arabia 2. Siapakah Allah yang Disembah di Arabia? Bagian IV – Perihal Keturunan Ismael dan Islam 1. Keturunan Ismael dan Keberadaannya Sepanjang Sejarah 2. Pendapat yang Mengakui Orang Arab adalah Keturunan Ismael dan Ismael adalah Dasar Agama Monotheisme 3. Membantah Pernyataan Islam tentang Muhammad sebagai Keturunan Ismael 4. Sejarah Quraysh Tidak Menyertakan Hubungan Darah dengan Ismael Bagian V – Haji, Klenik Umra‘, dan Ramadan 1. Ibadah Haji dalam Islam 2. Umrah dan Perdukunan di Mekah 3. Ramadan dan Asal-Usulnya Bagian VI – Kebangkitan Islam 1. Pengikut Pertama Muhammad di Mekah dan Jin Islam 2. Tawaran yang Keji 3. Muhammad yang Rendah Akhlak 4. Islam sebagai Agama Jin yang Baru dari Arab 2 | Islam Ditinjau dari Pengamatan Sejarah [http://www.buktidansaksi.com] Kata Pengantar Dua puluh tahun yang lalu, aku mulai mempelajari Islam dan segala sumbernya. Awalnya, kupikir penyelidikan ini hanya akan memakan waktu dua tahun saja. Selain itu, aku pun memiliki tugas lain sehingga aku membatasi waktuku bagi penyelidikan akan Islam agar tak mengganggu kegiatanku yang lain. Tetapi penyelidikan ternyata berlangsung selama dua puluh tahun, dengan waktu 8 -9 jam per hari, kecuali hari Minggu. Tiada waktu untuk istirahat. Aku menyelidiki berbagai buku tentang kehidupan Muhammad dan perkataannya dalam Hadis. Aku membaca berulangkali Qur‟an dan tafsirnya. Aku mempelajari berbagai catatan sejarah Islam dan non-Islam yang menjelaskan keadaan Arabia sebelum Islam dan mithologi Arabia. Lalu aku merasa bahwa aku pun harus mempelajari tulisan² kuno para penulis Yunani dan Romawi yang telah mengunjungi Arabia dan mencatat tentang keadaan geografinya. Aku ingin tahu apakah mereka menyebut keterangan tentang Mekah. Sejak tinggal di USA, aku punya akses ke berbagai perpustakaan besar dan ini menjadi sarana yang sangat penting untuk bisa menyelidiki catatan² sejarah utama. Sayangnya, catatan sejarah yang berkualitas sangatlah sedikit. Contohnya, kuperkirakan bahwa hal Zoroastria di Qur‟an tidaklah lebih dari 20 halaman. Ketika kukira penyelidikanku telah usai, dan aku merasa siap menerbitkan bukuku, aku menyadari bahwa aku perlu meneliti kembali buku² tentang Zoroastria, seperti Zenda Avest dan Pahlavi, dan tidak hanya bergantung pada apa yang telah kupelajari saja. Ini berarti aku harus meneliti kembali bertahun-tahun. Penyelidikan akan Islam lalu membawaku kepada penyelidikan kitab² suci berbagai agama di jaman Muhammad. Aku terkejut ketika mendapatkan banyaknya persamaan antara Qur‟an dan berbagai kitab suci agama non-Islam di jaman Muhammad, termasuk Zoroastria, Mandaenisme, Harranisme, Manikhisme, dan Gnotisisme. Muhammad punya hubungan dengan semua agama² dan kepercayaan² ini, terutama dari masyarakat “Hanif” yang dikenalnya sejak dia masih muda. Aku bertanya pada diri sendiri: “Materi agama lain apakah yang dipakai dalam Qur‟an?” Aku tahu bahwa banyak riset menunjukkan hubungan antara Qur‟an dengan Yudaisme dan Kristen, tapi hampir tak ada yang menghubungkan Qur‟an dengan Mandaenisme dan Harranisme. Catatan yang ada pun sangat kurang dan lengkap untuk menunjukkan Manicheisme dan Zoroastria sebagai sumber utama Qur‟an. Penyelidikanku membuktikan bahwa agama² pagan Arab ini ternyata memiliki pengaruh utama dalam Qur‟an, jauh lebih banyak daripada Yudaisme, Kristen, dan Kristen bid‟ah di jaman Muhammad. Sulaiman al Farsi adalah pendeta Zoroastria yang lalu memeluk Islam dan jadi penasehat Muhammad. Hubungan dekatnya dengan Muhammad membuat agama Zoroastria menjadi sumber utama Qur‟an. Karena bahasa Arab adalah bahasa asliku, maka aku menulis sebanyak 800 halaman tentang Zoroastria sebagai sumber utama Qur‟an. 3 | Islam Ditinjau dari Pengamatan Sejarah [http://www.buktidansaksi.com] Penyelidikan agama Mandaenisme dari kitab² sucinya langsung membantuku melihat akar² kepercayaan Mandaenisme dalam Qur‟an, dan aku bisa mengajukan berbagai referensi tentang penyelidikan ini. Aku juga melakukan hal yang sama dengan kepercayaan² Manikhisme, Harranisme, dan Gnostisisme sebagai akar² ajaran dalam Qur‟an. Aku terus melanjutkan penyelidikan tentang agama okultisme Arab yang dikenal sebagai agama Jin atau agama Kahin. Kahin adalah para dukun bagi Jin dan setan. Hubungan keluarga Muhammad dengan agama ini, dan tercantumnya banyak aturan kepercayaan ini dalam Qur‟an menunjukkan bahwa agama Kahin merupakan akar penting Islam. Tidak hanya kepercayaan² itu saja. Ada lagi agama lokal Arab yang jelas merupakan akar Qur‟an. Agama itu adalah agama Bintang Arabia, yang diketuai oleh Allah; Ellat sang matahari adalah istrinya; dan al-„Uzza dan Manat, yang mewakili dua planet, adalah putri²nya. Buku ini akan membantu Muslim dalam menelaah dengan cerdas dan menghindari segala jebakan data yang salah yang telah diwariskan kepada mereka dalam Islam. Dr. Rafat Amari, 2004 4 | Islam Ditinjau dari Pengamatan Sejarah [http://www.buktidansaksi.com] Keterangan Awal Lebih dari 1.5 milyar Muslim bersholat menghadap Mekah. Mereka yakin bahwa kota ini dulu dikunjungi Abraham dan putranya Ishmael, sesuai dengan pengakuan Muhammad di Qur‟an, dan lalu membangun Ka‟bah. Menurut Muhammad, Mekah adalah kota makmur di Arabia barat sejak abad ke 21 SM, di saat Abraham masih hidup, meskipun tak ada satu pun catatan sejarah yang mendukung keterangan ini. Pengakuan Muhammad ini didukung oleh empat orang Hanif. Kita baca dalam riwayat hidup Nabi oleh Ibn Hisham yang ditulis di abad 8 M,, bahwa Hanifa atau Ahnaf adalah kelompok masyarakat kecil yang “dibentuk oeh empat orang Mekah yang setuju akan beberapa hal. Keempat orang itu adalah Zayd bin Amru bin Nafil, Waraqa bin Naufal, Ubaydullah bin Jahsh, dan Uthman bin al-Huwayrith. Mereka semua mati sebagai kaum Sabi.” [1] [1] Ibn Hisham, Dar al-Khair,( Beirut, 1992) 1, hal. 242 Keempat pendiri agama Hanif ini adalah saudara² Muhammad, keturunan dari Loayy, salah satu kakek moyang Muhammad. Terlebih lagi, Waraqa bin Naufal dan Uthman bin al-Huwayrith adalah saudara sepupu Khadijah, istri pertama Muhammad. Ubaydullah bin Jahsh adalah saudara dekat Muhammad; ibunya yakni Umayya, adalah putri dari Abdul Mutalib, kakek Muhammad. Dengan kata lain, Ubaydullah adalah saudara sepupu Muhammad. Saudara perempuan Ubaydullah adalah Zainab binti Jahsh, salah seorang istri Muhammad, yang dulu nikah sama Zayd bin Haritha, anak angkat Muhammad. [2] [2] Ibn Kathir, Al Bidayah Wal Nihayah, II, Dar Al Hadith, Cairo, 1992, hal. 242 Ketika Ibn Hisham berkata bahwa keempat orang itu mati sebagai orang Sabi, hal ini karena keempatnya sering mengunjungi daerah Sabi, terutama Zayd bin Amru bin Nafil, yang terkenal suka berkelana jauh ke Musil di daerah Irak utara, dan ke Jazirah di daerah timur laut Syria dekat perbatasan dengan Asia Minor (yang sekarang adalah Turki); dan ke Iraq, untuk mempelajari agama. [3] Kadangkala Zayd ditemani oleh Waraqa bin Naufal dalam melakukan perjalanan ini. Nafil bin Hashim, cucu Zayd bin Amru bin Nafil, menyebut tentang perjalanan² yang dilakukan kakeknya ke kota Musil dan daerah Jazirah, ditemani oleh Waraqa bin Naufal. Perjalanan ini dilakukan untuk mencari agama. [4] [3] Ibn Kathir, Al Bidayah Wal Nihayah, II, hal. 243-244 [4] Ibn Kathir, Al Bidayah Wal Nihayah, II, hal. 244 Daerah Muslim dikenal sejak abad ke 2 M sebagai tempat tinggal bangsa Sabi Mandaea, yang merupakan pengikut aliran Gnostik pagan yang menyembah banyak dewa Persia di bawah pengaruh agama politheisme dari Mesopotamia. Daerah Harran terletak di , yang merupakan tempat tinggal Sabi Haran pemuja dewa Sin, bulan, bintang, planet dan Jin, terletak di wilayah Jazirah. Hubungan dekat antara kaum Hanif dan kaum Sabi Mandaea dan Sabi Haran, mengungkapkan bagaimana Muhammad menggabungkan banyak dongeng dan ibadah agama aliran² kepercayaan itu ke dalam Qur‟an. Contohnya, ibadah Ramadan juga dikenal sebagai ibadah Harran. (Lihat Bab V, bagian 3, tentang Ramadan.) Tata ibadah sholat Islam, gerakan² dan cara wudhu sebelum sholat semuanya berasal dari ritual ibadah Mandaea. Aku akan membahas tentang dongeng, ajaran, ritual ibadah dari sumber² Mandaea dan Harran dalam Qur‟an di buku lain, karena buku 5 | Islam Ditinjau dari Pengamatan Sejarah [http://www.buktidansaksi.com] ini terfokus pada sejarah Mekah dan Ishmael dan kebangkitan Islam. Fakta bahwa kaum Hanif dianggap sebagai kaum Sabi
Recommended publications
  • Arsu and ‘Azizu a Study of the West Semitic "Dioscuri" and the Cods of Dawn and Dusk by Finn Ove Hvidberg-Hansen
    ’Arsu and ‘Azizu A Study of the West Semitic "Dioscuri" and the Cods of Dawn and Dusk By Finn Ove Hvidberg-Hansen Historiske-filosofiske Meddelelser 97 Det Kongelige Danske Videnskabernes Selskab The Royal Danish Academy of Sciences and Letters DET KONGELIGE DANSKE VIDENSKABERNES SELSKAB udgiver følgende publikationsrækker: THE ROYAL DANISH ACADEMY OF SCIENCES AND LETTERS issues the following series of publications: Authorized Abbreviations Historisk-filosofiske Meddelelser, 8° Hist.Fil.Medd.Dan.Vid.Selsk. (printed area 1 75 x 104 mm, 2700 units) Historisk-filosofiske Skrifter, 4° Hist.Filos.Skr.Dan.Vid.Selsk. (History, Philosophy, Philology, (printed area 2 columns, Archaeology, Art History) each 199 x 77 mm, 2100 units) Matematisk-fysiske Meddelelser, 8° Mat.Fys.Medd.Dan.Vid.Selsk. (Mathematics, Physics, (printed area 180 x 126 mm, 3360 units) Chemistry, Astronomy, Geology) Biologiske Skrifter, 4° Biol.Skr. Dan. Vid.Selsk. (Botany, Zoology, Palaeontology, (printed area 2 columns, General Biology) each 199 x 77 mm, 2100 units) Oversigt, Annual Report, 8° Overs. Dan.Vid.Selsk. General guidelines The Academy invites original papers that contribute significantly to research carried on in Denmark. Foreign contributions are accepted from temporary residents in Den­ mark, participants in a joint project involving Danish researchers, or those in discussion with Danish contributors. Instructions to authors Manuscripts from contributors who are not members of the Academy will be refereed by two members of the Academy. Authors of papers accepted for publication will re­ ceive galley proofs and page proofs; these should be returned promptly to the editor. Corrections other than of printer's errors will be charged to the author(s) insofar as the costs exceed 15% of the cost of typesetting.
    [Show full text]
  • The Iqta' System of Iraq Under the Buwayhids Tsugitaka Sato
    THE IQTA' SYSTEM OF IRAQ UNDER THE BUWAYHIDS TSUGITAKA SATO* In 334 A. H. (946 A.D.), having established his authority in Baghdad, Mu'izz al-Dawla granted iqta's in the Sawad to his commanders, his asso- ciates, and his Turks. This is the formation of the so-called "military" iqta' system in the Islamic history. The appearance of the military iqta's brought about not only the evolution of the Islamic state, but also the transformation of the Iraqi society during the 10-11th centuries and of the other countries in the following periods. Nizam al-Mulk understood this as the change from bistagan (cash pay) to iqta',(1) while al-Maqrizi described as the change from 'ata' to iqta' in the same meaning.(2) As for the iqta' system under the Buwayhids, H. F. Amedroz first translated the Miskawayh's text into English with annotations,(3) and then C. H. Becker tried to realize the iqta' system in the history of 'Lehen' from the early Islamic period to the Ottoman Turks.(4) A. A, al-Duri, who studied the economic history of the Buwayhid Iraq, made clear the character of iqta' comparing it with milk (private land) and waqf, though the reality of iqta' holding remained to be investigated in future.(5) On the other hand, Cl. Cahen published the general survey of iqta' in the history of the Islamic land holding, which gave us usefull informations concerning the right and obligation of soldiers, and the fall of peasants by way of himaya (protection) and the loan at high interest.(6) We also find the general description of iqta' in the study of H.
    [Show full text]
  • The Nature of Riba in Islam
    THE NATURE OF RIBA IN ISLAM By: M. Umer Chapra1 Abstrak Perdebatan masalah riba seperti tidak pernah selesai di diskusikan oleh banyak kalangan, baik akademis, organisasi keagamaan, bahkan sampai pada forum-forum intenasional. Beberapa terminologi dibahas dengan baik dalam tulisan ini yang dimulai dengan pelarangan riba itu sendiri kemudian pembagian-pembagian riba, diantaranya riba al-Nasi’ah dan riba al-Fadl, serta implikasi dari dua bentuk riba tersebut. Pembahasan didukung dengan pendapat-pendapat para ulama dan ekonom yang merujuk langsung dari ayat-ayat al-Qur’an, sampai pada perdebatan hukum. Demikian juga al-Qur’an sangat jelas membedakan antara riba dan perdagangan, namun pelarangan riba sangat jelas bahkan diperkuat dengan hadits-hadits yang dengan eksplisit melarang riba. Dijelaskan pula tentang perbedaan antara riba dan bunga bank. Islam sangat menentang bunga bank karena Islam berharap terjadinya sistem ekonomi yang mengeliminasi seluruh bentuk ketidakadilan dengan memperkenalkan keadilan antara pengusaha dan pemilik modal, yaitu berbagi resiko dan berbagi hasil. ŭ ΊņĨŧ Ώ 1 ΎỲŏΉė ΞΊẂ ĤΣΔĜŧ ΔΩė ĥ ĜẃΐĨľė Έ΅ Ή ģŊΜūΕ╬ė ĥ ĜΡĜỳΉė ΎΙā ŋķā ĤΡŊĜųĨ⅝Ϋė – ĤΣẂĜΐĨį Ϋė ĤΉėŋẃΉė ŋẃħ ĥ ĜẃΐĨĴ ΐΊΉ ĤĢŧ ΕΉĜġΛ .ĤΡĜỳΉė ΖōΙ ⅜Σ⅞ĸĨΉ ĤẃĢĨ╬ė ĥ ĜΣĴ ΣħėŏĨŦΫė ∟ ĥ ĜẃΐĨľė Ίħ ╚ġ ‛ άĨŅė ŊΜį Λ ΒΏ ĤΣĴ ΣħėŏĨŦΫė Ίħ ŏŲĜΕẂ ŋķā ΞΊẂ ⅜₤ėΜħ Ĥ╤ ªΌάŦΩėΛ ĤΣΔėŏųΕΉėΛ ĤΡŊΜΚΣΉėΛ ĤΣŦΛŋΕ▀ė ŭ ŅΧė ΞΊẂΛ ªĤΣΕΡŋΉė Η╠ė ŋ⅝ ⌠ΛΧė ĤīάĬΉė ĥ ĜΔĜΡŋΉė ẀĜĢħā ΒΏ ♥ė╙Ģ΄ ♥ĜĢΔĜį ΑĜ΄ ėŌċΛ .ŊΜ⅞ΕΉė Ŵėŏ⅝ċ ΒẂ ĤΊųĸĨ╬ė ģŋĕĜ℮Ήė ┐ŏ╡ ΜΙΛ ĜΏ ΑĈġ ĤΉŊĜľė ΑΜΉΛĜ► ΝŏŅΧė ĥ ĜΔĜΡŋΉė ẀĜĢħĈġ ΠŦĈĨΉė ∟ ╚ĢỲėŏΉė ╚ΐΊŧ ╬ė
    [Show full text]
  • Proquest Dissertations
    The history of the conquest of Egypt, being a partial translation of Ibn 'Abd al-Hakam's "Futuh Misr" and an analysis of this translation Item Type text; Dissertation-Reproduction (electronic) Authors Hilloowala, Yasmin, 1969- Publisher The University of Arizona. Rights Copyright © is held by the author. Digital access to this material is made possible by the University Libraries, University of Arizona. Further transmission, reproduction or presentation (such as public display or performance) of protected items is prohibited except with permission of the author. Download date 10/10/2021 21:08:06 Link to Item http://hdl.handle.net/10150/282810 INFORMATION TO USERS This manuscript has been reproduced from the microfilm master. UMI films the text directly fi-om the original or copy submitted. Thus, some thesis and dissertation copies are in typewriter face, while others may be from any type of computer printer. The quality of this reproduction is dependent upon the quality of the copy submitted. Broken or indistinct print, colored or poor quality illustrations and photographs, print bleedthrough, substandard margins, and improper alignment can adversely affect reproduction. In the unlikely event that the author did not send UMI a complete manuscript and there are missing pages, these will be noted. Also, if unauthorized copyright material had to be removed, a note will indicate the deletion. Oversize materials (e.g., maps, drawings, charts) are reproduced by sectiotiing the original, beginning at the upper left-hand comer and continuing from left to right in equal sections with small overlaps. Each original is also photographed in one exposure and is included in reduced form at the back of the book.
    [Show full text]
  • Bauhistorische Untersuchungen Am Almaqah-Heiligtum Von Sirwah Vom
    BAUHISTORISCHE UNTERSUCHUNGEN AM ALMAQAH-HEILIGTUM VON SIRWAH VOM KULTPLATZ ZUM HEILIGTUM Von der Fakultät Architektur, Bauingenieurwesen und Stadtplanung der Brandenburgischen Technischen Universität Cottbus zur Erlangung des akademischen Grades Doktor der Ingenieurwissenschaften (Dr.-Ing.) genehmigte Dissertation vorgelegt von Dipl.-Ing. Nicole Röring geboren am 18.01.1972 in Lippstadt Gutachter: Prof. Dr.-Ing. Adolf Hoffmann Gutachter: Prof. Dr.-Ing. Klaus Rheidt Gutachter: Prof. Dr.-Ing. Ernst-Ludwig Schwandner Tag der mündlichen Prüfung: 06.10.2006 Band 1/Text In Erinnerung an meinen Vater Engelbert Röring Zusammenfassung Das Almaqah-Heiligtum von Sirwah befindet sich auf der südarabischen Halbinsel im Nordjemen etwa 80 km östlich der heutigen Hauptstadt Sanaa und ca. 40 km westlich von Marib, der einstigen Hauptstadt des Königreichs von Saba. Das Heiligtum, dessen Blütezeit auf das 7. Jh. v. Chr. zurückgeht, war dem sabäischen Reichsgott Almaqah geweiht. Das Heiligtum wird von einer bis zu 10 m hoch anstehenden und etwa 90 m langen, gekurvten Umfassungsmauer eingefasst. Im Nordwesten der Anlage sind zwei Propyla vorgelagert, die die Haupterschließungsachse bilden. Quer zum Inneren Propylon erstreckt sich entlang der Westseite eine einst überdachte Terrasse mit unterschiedlichen Einbauten. Kern der Gesamtanlage bildet ein Innenhof, der von der Umfassungsmauer mit einem umlaufenden Wehrgang gerahmt wird. Den Innenhof prägen unterschiedliche Einbauten rechteckiger Kubatur sowie insbesondere das große Inschriftenmonument, des frühen sabäischen Herrschers, Mukarrib Karib`il Watar, das eins der wichtigsten historischen Quellen Südwestarabiens darstellt. Die bauforscherische Untersuchung des Almaqah-Heiligtums von Sirwah konnte eine sukzessive Entwicklung eines Kultplatzes zu einem ‘internationalen’ Sakralkomplex nachweisen, die die komplexe Chronologie der Baulichkeiten des Heiligtums und eine damit einhergehende mindestens 1000jährige Nutzungszeit mit insgesamt fünfzehn Entwicklungsphasen belegt, die sich wiederum in fünf große Bauphasen gliedern lassen.
    [Show full text]
  • Who Were the Daughters of Allah?
    WHO WERE THE DAUGHTERS OF ALLAH? By DONNA RANDSALU B.A., University of British Columbia,1982. A THESIS SUBMITTED IN PARTIAL FULFILLMENT OF THE REQUIREMENTS FOR THE DEGREE OF MASTER OF ARTS in THE FACULTY OF GRADUATE STUDIES (RELIGIOUS STUDIES) We accept this thesis—as conforming to the required standard THE UNIVERSITY OF BRITISH COLUMBIA September 1988 © Donna Kristin Randsalu, 1988 V In presenting this thesis in partial fulfilment of the requirements for an advanced degree at the University of British Columbia, I agree that the Library shall make it freely available for reference and study. I further agree that permission for extensive copying of this thesis for scholarly purposes may be granted by the head of my department or by his or her representatives. It is understood that copying or publication of this thesis for financial gain shall not be allowed without my written permission. Department of £gLlfr/OU^ £TUO>eS> The University of British Columbia 1956 Main Mall Vancouver, Canada V6T 1Y3 Date Per- n} DE-6(3/81) ABSTRACT Who were the Daughters of Allah, the three Arabian goddesses mentioned in the Qur'an and venerated by the pagan Arabs prior to the rise of Islam, and who since have vanished into obscurity? Can we reconstruct information about these goddesses by reference to earlier goddesses of the Near East? It is our intention to explore this possibility through an examination of their predecessors in view of the links between the Fertile Crescent and the Arabian Peninsula. Moving back in time from the seventh century A.D. (Arabia) through the Hellenistic Period (Syro/Phoenicia 300 B.C.-A.D.
    [Show full text]
  • Case of Almaqah Temple of Yeha (Ethiopia)
    International Journal of Management Volume 11, Issue 10, October 2020, pp. 1528-1536. Article ID: IJM_11_10_139 Available online at http://iaeme.com/Home/issue/IJM?Volume=11&Issue=10 Journal Impact Factor (2020): 10.1471 (Calculated by GISI) www.jifactor.com ISSN Print: 0976-6502 and ISSN Online: 0976-6510 DOI: 10.34218/IJM.11.10.2020.139 © IAEME Publication Scopus Indexed ANCIENT CULTURAL LINKAGE OF ETHIOPIA WITH INDIA: CASE OF ALMAQAH TEMPLE OF YEHA (ETHIOPIA) Dr. Alok Kumar Professor, Jain University, Bangalore, India ABSTRACT This paper is an attempt to highlight ancient cultural linkage of Ethiopia with India and strong resemblances of cultural and religious practices of present orthodox Christian of Ethiopia with Hindus of India. This study also describes the claim of delegation of Indian experts that Yeha temple has been a Hindu (Jain) temple. The study was conducted by personal visit and observation at the excavation site and its museum, discussion with German expert and local community. Findings are based on observation and findings of joint Indian-Ethiopian team from New Delhi and Experts from Mekelle University which visited to study archeologist sites. The previous studies indicated that origin of Yeha civilization was Southern Arabia. The German Archeologist linked it to Sabaean culture. They called the structure as Sabaean Temple. But, the visit of team of Indo-Ethiopian expert to the excavation site disputed their claim. They linked it to Indian temples and found evidence of strong resemblance of present cultural practices of orthodox Christian with Indian Hindus. The inscriptions found at Almaqah temple of Yeha is of Brahmi script.
    [Show full text]
  • February 6, 2001 10:00 A.M
    158 126lbin1 1 UNITED STATES DISTRICT COURT SOUTHERN DISTRICT OF NEW YORK 2 ------------------------------x 3 UNITED STATES OF AMERICA 4 v. S(7) 98 Cr. 1023 5 USAMA BIN LADEN, et al., 6 Defendants. 7 ------------------------------x 8 New York, N.Y. 9 February 6, 2001 10:00 a.m. 10 11 12 Before: 13 HON. LEONARD B. SAND, 14 District Judge 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 SOUTHERN DISTRICT REPORTERS (212) 805-0300 159 126lbin1 1 APPEARANCES 2 MARY JO WHITE United States Attorney for the 3 Southern District of New York BY: PATRICK FITZGERALD 4 KENNETH KARAS PAUL BUTLER 5 Assistant United States Attorneys 6 SAM A. SCHMIDT 7 JOSHUA DRATEL KRISTIAN K. LARSEN 8 Attorneys for defendant Wadih El Hage 9 ANTHONY L. RICCO EDWARD D. WILFORD 10 CARL J. HERMAN SANDRA A. BABCOCK 11 Attorneys for defendant Mohamed Sadeek Odeh 12 FREDRICK H. COHN DAVID P. BAUGH 13 Attorneys for defendant Mohamed Rashed Daoud Al-'Owhali 14 JEREMY SCHNEIDER DAVID STERN 15 DAVID RUHNKE Attorneys for defendant Khalfan Khamis Mohamed 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 SOUTHERN DISTRICT REPORTERS (212) 805-0300 160 126lbin1 1 (In open court) 2 THE COURT: Thursday, do we need interpreters? Are 3 the defendants going to be present on Thursday? 4 MR. HERMAN: Mr. Odeh waives his presence, Judge. 5 MR. SCHMIDT: Mr. El Hage waives his presence as 6 well. 7 MR. STERN: Mr. Mohamed is going to waive his 8 presence. 9 THE COURT: The sketch artists, I take it, have been 10 instructed not to sketch any juror and not to sketch the next 11 witness.
    [Show full text]
  • Divinités Arabes Préislamiques
    Michel MATHIEU-COLAS www.mathieu-colas.fr/michel LES DIVINITÉS ARABES PRÉISLAMIQUES Les divinités préislamiques ont été principalement connues, dans un premier temps, par l’image polémique qu’en donne le Coran. Notre connaissance s’est depuis notablement enrichie, non seulement par la publication d’anciens recueils (tel le Livre des idoles d’Ibn al-Kalbî), mais plus encore par les découvertes archéologiques et épigraphiques. L’exploration de la péninsule arabique s’est particulièrement développée à partir des années 1950. Trois domaines géographiques peuvent être distingués : - L’Arabie centrale, habitat de tribus essentiellement nomades, ce qui n’exclut pas l’existence de quelques villes, à commencer par La Mecque. Les principales divinités sont bien connues : Hubal et la triade féminine (al-Lât, al-Ouzza et Manât). Mais beaucoup d’autres se trouvaient vénérées par une ou plusieurs tribus. Les « idoles » résidaient souvent dans des pierres (le mot bétyle sous lequel on les désigne est la transcription d’une expression sémitique, beth īl, « la maison de dieu »), mais aussi dans des arbres ou d’autres lieux sacrés, délimités par de simples enceintes. - L’Arabie septentrionale est connue par de nombreuses sources épigraphiques (inscriptions lihyanites, thamoudéennes et safaïtiques datant des derniers siècles avant notre ère et des premiers de notre ère). Les Lihyanites et les Thamoudéens habitaient au nord-ouest de l’Arabie, cependant que les Safaïtes évoluaient aux confins du désert syrien (au sud-est de Damas). On peut y ajouter les inscriptions nabatéennes (bien qu’elles soient rédigées en araméen), ainsi que celles provenant de Palmyre (le plus souvent en araméen ou en grec), dont le panthéon témoigne d’influences arabes.
    [Show full text]
  • Islam and the Challenge of Democratic Commitment
    Fordham International Law Journal Volume 27, Issue 1 2003 Article 2 Islam and the Challenge of Democratic Commitment Dr. Khaled Abou El-Fadl∗ ∗ Copyright c 2003 by the authors. Fordham International Law Journal is produced by The Berke- ley Electronic Press (bepress). http://ir.lawnet.fordham.edu/ilj Islam and the Challenge of Democratic Commitment Dr. Khaled Abou El-Fadl Abstract The author questions whether concurrent and simultaneous moral and normative commit- ments to Islam and to a democratic form of government are reconcilable or mutually exclusive. The author will argue in this Article that it is indeed possible to reconcile Islam with a commitment in favor of democracy. The author will then present a systematic exploration of Islamic theology and law as it relates to a democratic system of government, and in this context, address the various elements within Islamic belief and practice that promote, challenge, or hinder the emergence of an ideological commitment in favor of democracy. In many ways, the basic and fundamental ob- jective of this Article is to investigate whether the Islamic faith is consistent or reconcilable with a democratic faith. As addressed below, both Islam and democracy represent a set of comprehensive and normative moral commitments and beliefs about, among other things, the worth and entitle- ments of human beings. The challenging issue is to understand the ways in which the Islamic and democratic systems of convictions and moral commitments could undermine, negate, or validate and support each other. ISLAM AND THE CHALLENGE OF DEMOCRATIC COMMITMENT Dr. Khaled Abou El Fadl* The question I deal with here is whether concurrent and simultaneous moral and normative commitments to Islam and to a democratic form of government are reconcilable or mutually exclusive.
    [Show full text]
  • Mecca and Its Cube
    Mecca And Its Cube November 7, 2019 Category: Religion Download as PDF [Author’s note: Mohammed of Mecca is denoted “MoM”.] As legend has it, at some point in the late 5th century, a Sabaean leader known as Amr ibn Luhay ibn Qamah ibn Khindaf led a band of (Qahtanite) Arabs a thousand kilometers north of his homeland, Himyar (modern-day Yemen) to settle somewhere in the barren deserts of Thamud: the western region of Arabia now known as the Hijaz. His clan, the Banu Khuza’a, may have hailed from any of three major Himyarite cities: Zafar, Najran, or Ma’rib (present-day Sana’a). A bit of historical context helps to paint the picture. In Zafar, there was a (Qahtanite) cubic shrine known as the “kaaba” at Tabalah. There was another kaaba located at Jabal Taslal in Najran. And there were major temples at Barran and Awwam in Ma’rib–all dedicated to the Sabaean moon-god, “Al-Makah”. Sure enough, the Banu Azd of Marib worshipped “Al-Makah”; and made pilgrimages to his temple. Some of the Banu Harith converted to Christianity; and built a church at Najran (known as the “Kaaba of Najran”). Meanwhile, many Himyarites worshipped the godhead, “Rahman” (Semitic for “Merciful”). Some of these locutions should sound oddly familiar. The question arises: From whence did such pre-Islamic memes come? We find a possible answer in Ibn Hisham’s recension of Ibn Ishaq’s “Sirah”. (Ibn Hisham was himself of Himyarite descent.) According to the famed Islamic hagiographer: At some point, Amr ibn Luhay ventured farther north, into Nabataea, and was inspired by the Nabataean traditions…which he brought back with him to his settlement in the Hijaz.
    [Show full text]
  • The Prophet's Family
    The Prophet’s Family The Prophet’s Family Line No 1 – Adam to the Banu Khuza’ah (Based on material gathered from Islamic and Biblical sources) by Sr. Ruqaiyyah Waris Maqsood. The family line of the Prophet Muhammad (pbuh) is one of the most cherished in history. It is extremely well-known from Muhammad to Adnan, but there are variants from Adnan to Isma’il. From Isma’il back to Adam, the line corresponds exactly to the names of the descendants of Adam as given in the Old Testament of the Bible. The generally accepted line of Muhammad goes like this: Muhammad b. Abdullah b. Shaybah (Abdu’l Muttalib b. Amr (Hashim) b. Mughirah (Abdu’l Manaf) b. Zayd (Qusayy) b. Kilab b. Murrah b. Ka’b b. Lu’ayy b. Ghalib b. Fihr b. Malik b. Nadr b. Kinanah b. Khuzaymah b. Amir (Mudrika) b. Ilyas b. Mudar b. Nizar b. Ma’add b. Adnan b. Udd (Udad) b. Muqawwam b. Nahur b. Tayrah b. Yarub b. Yashjub b. Nabut b. Isma’il b. Ibrahim b. Tarih (Azar) b. Nahur b. Sarugh b. Ra’u b. Falikh b. Aybar b. Shalikh b. Arfakhshadh b. Sam b. Nuh b. Lamk b. Mattushalakh b. Akhnukh b. Yard b. Mahla’il b. Qaynan b. Yanish b. Shith b. Adam. Arabs and Jews both descended from the same Patriarch Page 1 of 56 The Prophet’s Family It is commonplace for people to think of the Jews and the Arabs as completely different peoples, and a study of the Old Testament reveals an ongoing conflict between the Banu Isra’il and their enemies on both sides of the river Jordan (which sadly continues into this 21st century!).
    [Show full text]