perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id35
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
Lokasi dan Keadaan Masyarakat Desa Tegalmade, Kecamatan Mojolaban,
Kabupaten Sukoharjo
a. Lokasi Desa Tegalmade, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo
Desa Tegalmade merupakan salah satu Desa yang berada di wilayah
Kabupaten Sukoharjo yang secara administratif masuk kelurahan
Tegalmade, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo, Provinsi Jawa
Tengah. Kabupaten Sukoharjo memiliki 12 kecamatan dengan 17 kelurahan
dan 150 desa. Beberapa kecamatan yang ada di Kabupaten ukoharjo yaitu
Kecamatan Baki, Bendosari, Bulu, Gatak, Grogol, Kartasura, Mojolaban,
Nguter, Polokarto, Sukoharjo, Tawangsari, dan Weru. Desa yang berada di
Kecamatan Mojolaban antara lain Desa Bekonang, Cangkol, Demakan,
Dukuh, Gadingan, Joho, Klumprit, Kragilan, Laban, Palur, Plumbon,
Sapen, Triyagan, Wirun, dan Tegalmade.
Desa Tegalmade adalah sebuah desa yang secara administratif berada di
Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo. Secara geografis, Desa
Tegalmade terletak antara 110°49'52.3"—110°51'06.0" BT dan
7°36'22.6"—7°37'04.2" LS, sedangkan secara geomorfologis berada di
dataran fluvial Kali Samin sehingga memiliki fisiografi yang datar, tanah commit to user
35 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id36
subur serta air yang melimpah. Tak heran penduduk Desa Tegalmade
banyak bermata pencaharian di sektor pertanian lahan basah dengan
komoditas utama berupa padi. Sejarah Desa Tegalmade sesungguhnya telah
dimulai sebelum peristiwa geger pecinan tahun 1740an dengan munculnya
permukiman di sekitar Kali Samin yang saat ini dikenal dengan nama Dusun
Nawud dan Dusun Kesongo.
Luas wilayah Desa Tegalmade adalah 184,8 hektar. Jumlah penduduk
Desa Tegalmade sebanyak 2.366 jiwa yang terbagi dalam 3 dusun yaitu
Dusun Tegalmade, Nawud, dan Kesongo. Batas wilayah Desa Tegalmade
yaitu sebelah utara : Desa Wirun dan Laban, sebelah selatan : Desa
Pranandan Karangwuni, sebelah barat : Sungai Bengawan Solo , dan
sebelah timur : Desa Karangwuni.
b. Demografi Masyarakat Desa Tegalmade, Kabupaten Sukoharjo
Menurut Laporan monografi yang diperoleh dari kelurahan Desa commit to user Tegalmade per November 2018, Desa Tegalmade memiliki jumlah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id37
penduduk sejumlah 2.366 jiwa dengan perincian jumlah penduduk laki-
laki 1.126 jiwa dan jumlah penduduk perempuan berjumlah 1.240 jiwa.
Tabel 1
Data Demografi Desa Tegalmade per November 2018
Jumlah Penduduk
LAPORAN DEMOGRAFI
DESA TEGALMADE, KECAMATAN MOJOLABAN
KABUPATEN SUKOHARJO (JUMLAH PENDUDUK)
LAPORAN BULAN NOVEMBER 2018
Jumlah laki-laki 1.126 orang
Jumlah perempuan 1.240 orang
Jumlah total 2.366 orang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id38
Tabel 2
Data Demografi Desa Tegalmade per November 2018
Usia Penduduk
LAPORAN DEMOGRAFI
DESA TEGALMADE KECAMATAN MOJOLABAN
KABUPATEN SUKOHARJO (USIA PENDUDUK)
LAPORAN BULAN NOVEMBER 2018
Usia Laki-laki Perempuan
0 - 4 tahun 123 orang 99 orang
5 – 9 tahun 103 orang 118 orang
10-14 tahun 107 orang 122 orang
15-19 tahun 113 orang 120 orang
20-24 tahun 120 orang 127 orang
25-29 tahun 122 orang 129 orang
30-39 tahun 141 orang 157 orang
40-49 tahun 148 orang 158 orang
60> 80 orang 109 orang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id39
Secara umum tingkat pendidikan pada masyarakat Desa Tegalmade
rata-rata adalah TK yaitu 53 jiwa, SD/MI atau sederajat yaitu 223 jiwa,
SLTP/MTs sebanyak 191 jiwa, dan S1/Diploma sebanyak 78 jiwa.
Dilihat dari segi mata pencaharian masyarakat Desa Tegalmade adalah
berprofesi sebagai petani, pedagang, dan buruh industri.
Tabel 3
Data Demografi Desa Tegalmade per November 2018
Tingkat Pendidikan
LAPORAN DEMOGRAFI
DESA TEGALMADE KECAMATAN MOJOLABAN
KABUPATEN SUKOHARJO (TINGKAT PENDIDIKAN)
LAPORAN BULAN NOVEMBER 2018
Tingkat Pendidikan Jumlah Keterangan
Taman Kanak-kanak 53 jiwa -
SD/MI 223 jiwa -
SLTP/MTs Sederajat 191jiwa -
SMA/MA Sederajat - -
Perguruan Tinggi/PT 78 jiwa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id40
Mata pencaharian warga Desa Tegalmade adalah petani yaitu
sebanyak 354 jiwa, pedagang sebanyak 27 jiwa, PNS sebanyak 21 jiwa,
TNI/POLRI sebanyak 3 jiwa, dan swasta sebanyak 1.113 jiwa.
Tabel 4
Data Demografi Desa Tegalmade per November 2018
Mata pencaharian
LAPORAN DEMOGRAFI
DESA TEGALMADE KECAMATAN MOJOLABAN
KABUPATEN SUKOHARJO (MATA PENCAHARIAN)
LAPORAN BULAN NOVEMBER 2018
Mata Pencaharian Jumlah Keterangan
Tani 354 jiwa
Dagang 27 jiwa
PNS 21 jiwa
TNI/POLRI 3 jiwa
Swasta 1.113 jiwa
Berdasarkan kepercayaan, masyarakat Desa Tegalmade mayoritas
memeluk agama Islam yaitu sebanyak 1.950 jiwa baik laki-laki dan
perempuan serta sebanyak 61 jiwa yang memeluk protestan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id41
Tabel 5
Data Demografi Desa Tegalmade per November 2018
Agama/Aliran Kepercayaan
LAPORAN DEMOGRAFI
DESA TEGALMADE KECAMATAN MOJOLABAN
KABUPATEN SUKOHARJO (AGAMA/ALIRAN
KEPERCAYAAN)
LAPORAN BULAN NOVEMBER 2018
Agama Jumlah Keterangan
Islam 1.950 jiwa -
Kristen/Protestan 61 jiwa -
Katholik - -
Hindu - -
Budha - -
c. Bahasa
Masyarakat Desa Tegalmade menggunakan bahasa Jawa dalam
kehidupan sehari-hari. Masyarakat mengenal bahasa Jawa dalam tiga
tingkatan yaitu ngoko, ngoko lugu, dan krama alus.
Pada masyarakat yang sudah tua, mereka kebanyakan menggunakan commit to user bahasa krama, tetapi seiring berjalannya waktu, campuran bahasa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id42
Indonesia mulai masuk dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari
maupun acara formal. Untuk masyarakat muda, dalam berbicara dengan
orang yang lebih tua akan menggunakan bahasa krama alus, hal ini
dimaksudkan untuk menghormati orang yang lebih tua umur dan
derajatnya, sedangkan untuk teman sebaya atau yang lebih muda akan
menggunakan bahasa ngoko.
d. Sejarah Desa Tegalmade
Ditinjau dari toponimi, Nawud berarti tercerai berai. Hal ini tidak
dapat dilepaskan dari asal mula Dusun Nawud yang didirikan oleh
pelarian geger pecinan. Para pelarian peristiwa geger pecinan yang
dipimpin oleh Sien Tang mendirikan shelter atau hunian sementara di
sekitar Kalisamin, namun karena merasa nyaman dengan air yang
melimpah, akhirnya mereka menetap dan mendirikan sebuah
perkampungan yang diberi nama Nawud. Perkampungan Nawud
kemudian berkembang ke arah utara yang saat ini diberi nama Dusun
Kesongo. Nama Kesongo berasal dari sembilan mata air yang dahulu
terdapat di wilayah tersebut, namun saat ini sudah tidak dapat dijumpai
lagi.
Peradaban awal manusia memang tidak bisa dilepaskan dari sebuah
sungai. Selain sebagai lokasi yang memiliki cadangan air yang
melimpah, sungai juga berfungsi sebagai alur transportasi masa lalu,
tempat mandi, mencuci dan sumber penghidupan seperti perikanan air
tawar. Tak heran jika permukiman di sekitar sungai memiliki sejarah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id43
yang lebih panjang daripada permukiman yang agak jauh dari sungai.
Jejak sejarah geger pecinan di Desa Tegalmade dapat dilihat di sebuah
makam yang terletak di tengah sawah, namun secara administratif
termasuk ke dalam Desa Karangwuni, Kecamatan Polokarto. Makam
yang dimaksud adalah makam Eyang Tan Ang Lo atau masyarakat desa
lebih akrab dengan nama Mbah Anglo. Mbah Anglo adalah salah
seorang pejuang yang gugur oleh senapan VOC (Vereenigde Oost-
indische Compagnie) atau kongsi dagang Hindia Timur pada peristiwa
Geger Pecinan yang melanda Keraton Kartasura. Geger Pecinan adalah
sebuah peristiwa bersejarah di mana etnis Tionghoa bersama pribumi
jawa bersatu menyerang Keraton Kartasura pimpinan Pakubuwono II
yang saat itu memihak VOC. Geger Pecinan semula terjadi di Angke,
Jakarta Utara akibat genosida etnis Tionghoa oleh Gubernur Jenderal
Valcknier, namun etnis Tionghoa yang tersisa bermobilisasi ke timur
dan bersama pribumi menyerang basis VOC di Semarang.
Pakubuwono II pada awalnya sebenarnya melawan VOC dengan
mengirimkan 20.000 tentara dan penduduk Mataram untuk menyerang
basis VOC di Semarang. Namun pasukan itu berhasil dikalahkan VOC,
sehingga Pakubuwono II harus tunduk pada VOC. Dianggap berkhianat
oleh rakyat Mataram, akhirnya para pribumi Mataram dan etnis
Tionghoa mengangkat Raden Mas Gerendi menjadi raja versi rakyat
dengan gelar Sunan Amangkurat V. Balatentara Sunan Amangkurat V
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id44
menyerang Keraton Kartasura pada tahun 1742 termasuk di dalamnya
Mbah Anglo.
Mbah Anglo sendiri sebenarnya adalah seorang pedagang yang
berasal dari Kota Fujian, sekitar 897 km di selatan Kota Shanghai,
Tiongkok. Mbah Anglo sendiri merupakan seorang Hokkian atau etnis
yang bermukim di wilayah Tiongkok bagian Tengah, sedangkan yang
bermukim di wilayah selatan disebut etnis Kanton. Mbah Anglo waktu
itu berlayar untuk berdagang di Batavia (sekarang Jakarta), namun
karena terjadi genosida etnis Tionghoa di Batavia oleh VOC, beliau
berlayar ke timur. Dikarenakan banyak etnis Tionghoa yang berencana
menyerang Keraton Kartasura bersama pribumi Mataram pimpinan
Raden Mas Gerendi (Sunan Amangkurat V), maka Mbah Anglo pun ikut
berjuang.
Mbah Anglo sebelum ke medan laga berwasiat agar ketika wafat di
medan laga bisa di makamkan di sebuah bukit/gundukan tanah tak jauh
dari desa. Pemilihan lokasi makam tersebut tidak terlepas dari
kepercayaan fengshui etnis Tionghoa. Selain itu, beliau juga berwasiat
agar jika kudanya ikut mati juga dimakamkan tak jauh dari dirinya.
Ketika Mbah Anglo wafat tertembak VOC bersama kudanya,
jenazahnya dimakamkan di lokasi tersebut dan kudanya dimakamkan di
sebelah timur pusaranya. Saat ini makam kuda tersebut berada di bawah
pagar makam sebelah timur.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id45
Sejarah Desa Tegalmade yang terletak di tengah persawahan
dimulai pada tahun 1850an oleh Eyang Sindu Menggolo dan
pengikutnya. Kyai Sindu Menggolo adalah seorang pribumi Jawa
dengan nama timur Joko Manggolo atau Sapto Manggolo, sedangkan
istrinya Ny. Sindu Menggolo memiliki nama timur Karminah. Eyang
Sindu Menggolo saat ini dimakamkan di kompleks pemakaman desa
yang dinamai sesuai nama beliau yaitu Sasanalaya Sindu Menggolo
tepatnya di bagian barat kompleks pemakaman. Para pengikutnya yang
ikut serta dalam proses babat alas dimakamkan di sekitar makam beliau,
namun kondisinya saat ini cukup memprihatinkan.
Mbah Sindu sendiri berasal dari daerah Baturetno, Wonogiri, sekitar
40 km dari pusat Kota Wonogiri. Kakek dan Ayah Mbah Sindu adalah
pengikut Pangeran Sambernyawa (KGPAA Mangkunegara I) yang
daerah kekuasaannya meliputi Karanganyar dan Wonogiri. Dalam
proses bertapa, Mbah Sindu mendapatkan wangsit untuk mendirikan
perkampungan di sebuah tanah dengan banyak sapi jawa atau banteng.
Keberadaan sapi jawa/banteng tersebut masih dapat dilihat dari
toponimi wareng yang berarti anak banteng di sebelah utara Desa
Tegalmade. Selain faktor wangsit, Mbah Sindu memandang bahwa
wilayah yang saat ini menjadi Desa Tegalmade lebih dekat ke Keraton
Mangkunegaran daripada tempat tinggal sebelumnya di Baturetno,
Wonogiri.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id46
Kondisi alam pada saat babat alas yang kelak menjadi Dusun
Tegalmade masih berupa rawa-rawa dan savana dengan sebuah
gundukan tanah lebih tinggi yang menjadi makam Mbah Anglo. Fauna
dominan yang ada di masa itu adalah menjangan, merak, dan banteng.
Dikarenakan Mbah Sindu adalah pengikut Mangkunegara, maka raja
Mangkunegaran sering mengadakan perburuan di wilayah ini sebagai
sarana refreshing.
Menurut Mbah Sindu, pada awalnya desa ini diberi nama
Tegalmande, namun pada perkembangannya, saat ini nama desa
berubah menjadi Tegalmade. Tegal dapat diartikan sebagai lahan yang
dibagi-bagi atau dikapling dan mande yang artinya dijual. Dijual bukan
berarti dijual secara komersial, namun dibagi-bagi kepada warga yang
ingin bermukim di wilayah yang saat ini baru saja dibabat. Akhirnya
tanah tersebut dibagi-bagi, ada yang menjadi makam, permukiman, dan
lahan pertanian.
Desa Tegalmade pada awalnya hanya sebuah desa kecil memanjang
dari barat ke timur yang saat ini masih dilestarikan sebagai RT 01/RW
01, sehingga jika dipandang untuk sebuah RT jaraknya cukup jauh dari
ujung ke ujung. Namun hal ini sangat baik untuk merawat sejarah desa
masa lalu. Desa Tegalmade kemudian berkembang permukimannya
seperti saat ini dengan bertambahnya permukiman di RT 02, RT 03, dan
RT 04 di sekitar masa kemerdekaan Republik Indonesia.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id47
B. Aspek Lingual dan Makna Kultural Pada Tradisi Rewang sebagai
Pengungkap Pandangan Masyarakat Desa Tegalmade, Kecamatan
Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo.
1. Aspek-aspek Lingual Pada Tradisi Rewang sebagai Pengungkap
Pandangan Masyarakat Desa Tegalmade, Mojolaban, Kabupaten
Sukoharjo
Salah satu cara mengetahui pandangan masyarakat Desa Tegalmade
terhadap tradisi rewang yaitu melalui kegiatan, piranti, serta doa dan mantra
yang dilakukan saat rewang. Terdapat 3 tradisi rewang dalam masyarakat Desa
Tegalmade, yaitu rewang saat kelahiran bayi, rewang perkawinan, dan rewang
dalam kematian.
Dari tiga tradisi rewang tersebut terdapat satuan lingual yang berupa kata,
frasa, dan kalimat yang tertuang dalam bentuk verba dan non verba. Kata, frasa,
dan kalimat menggunakan makna leksikal dan kultural.
Kegiatan, piranti, serta doa dan mantra dalam tradisi rewang menggunakan
bahasa Jawa. Hal ini disebabkan Desa Tegalmade merupakan salah satu desa
yang berada di kawasan Jawa Tengah serta masyarakat Desa Tegalmade yang
mayoritas masih percaya akan hal-hal yang masih berbau dengan kejawen
untuk menghormati leluhur yang menjaga daerah setempat. Meskipun
mayoritas masyarakat desa masih kejawen, namun sudah tercampur dengan
budaya Islam, yaitu berupa penggunaan bahasa Arab dalam doa-doa yang
dipanjatkan, seperti ketika berdoa akan diawali dengan
Bismillahirrahmanirrahim. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id48
Berikut ini satuan lingual pada tradisi rewang dari mulai kelahiran,
perkawinan, dan kematian di Desa Tegalmade, Mojolaban, Sukoharjo :
A. Tradisi Rewang Kelahiran
a. Dalam tradisi rewang Desa Tegalmade, rewang pada kelahiran
memiliki urutan yaitu dimulai dari mengubur air-ari (mendhem ari-
ari), brokohan, sepasaran, selapanan, bancakan weton.
1. Mendhem ari-ari [mənDəm ari-ari]
Ari-ari secara medis merupakan sebuah organ yang berfungsi
untuk menyalurkan berbagai nutrisi dan oksigen dari ibu ke janin di
dalam rahim. Lewat ari-ari juga zat-zat antibodi, berbagai hormon
dan gizi disalurkan sehingga janin bisa tumbuh dan berkembang
menjadi bayi.
Bagi orang jawa ari-ari memiliki “jasa” yang cukup besar
sebagai batir bayi (teman bayi) sejak dalam kandungan. Oleh karena
itu sejak fungsi utama ari-ari berakhir ketika bayi lahir, organ ini
akan tetap dirawat dan dikubur sedemikian rupa agar tidak dimakan
binatang ataupun membusuk di tempat sampah. Upacara mendhem
ari-ari ini biasanya dilakukan oleh sang ayah, berada di dekat pintu
utama rumah, diberi pagar bambu dan penerangan berupa lampu
minyak selama 35 hari (selapan). Jika bayi yang lahir berjenis
kelamin laki-laki, maka mendhem ari-ari dilakukan di depan pintu
sebelah kanan, dan jika yang lahir bayi dengan jenis kelamin
perempuan, maka mendhem ari-ari di sebelah kiri pintu atau rumah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id49
2. Brokohan [brɔkɔhan]
Brokohan yaitu selamatan yang dimaksudkan untuk
mengungkapkan rasa syukur sekaligus pemberitahuan kepada sanak
keluarga dan para tetangga bahwa bayi telah lahir dan selamat.
Brokohan merupakan salah satu upacara tradisi jawa untuk
menyambut kelahiran bayi yang dilaksanakan sehari setelah bayi
lahir.
Kata Brokohan sendiri berasal dari kata barokah-an, yang
artinya memohon berkah dan keselamatan atas kelahiran bayi.
Dalam acara ini biasanya para tetangga dekat dan sanak saudara
berdatangan berkumpul sebagai tanda turut bahagia atas kelahiran
bayi yang dapat berjalan dengan lancar. Tak sedikit para tetangga
yang membawa bermacam oleh-oleh berupa perlengkapan bayi dan
makanan untuk keluarga yang melahirkan.
Slametan brokohan di Desa Tegalmade, biasanya kabar orang
yang melahirkan akan cepat terdengar oleh tetangga sekitar, dari
kabar tersebut, ibu-ibu datang untuk menjenguk bayi. Biasanya
setelah beberapa tamu ada yang datang, nenek dari si bayi akan
mengundang beberapa ibu-ibu yang rumahnya dekat yang nanti
akan dimintai tolong untuk membantu menyiapkan segala sesuatu
untuk slametan atau rewang. Ibu-ibu yang datang kemudian
membagi tugas untuk berbelanja ke pasar dan menyiapkan tempat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id50
untuk memasak kenduri. Kenduri pada brokohan seperti kenduri
yang lain.
Bapak-bapak yang diundang dan Bapak Kaum yang bertugas
mendoakan keselamatan bayi dan ibunya. Kenduri diadakan di
dalam rumah. Uba-rampe yang ada dalam kenduri adalah nasi
ambeng asahan, yakni nasi ambeng lengkap dengan lauknya: kelapa
parut yang dibuat sambal dengan usus ayam, ati ampela yang
digoreng dan kacang panjang, serta goreng-gorengan. Nasi ambeng
asahan ini melambangkan kita mengadakan sedekah dan syukur
kepada Tuhan atas pemberian seorang anak.
Selamatan brokohan biasanya juga dilanjutkan dengan
sewengenan. Sewengenan adalah para tetangga ikut lek-lekan,
terjaga, dan prihatin sampai semalaman menjaga si bayi. Tetangga
sekitar melakukan hal tersebut karena rasa persaudaraan yang tinggi.
Mereka rela untuk tidak tidur dan menjaga si bayi agar bayi tidak
ada yang mengganggu. Lek-lekan ini bertempat di rumah si bayi.
Dalam tradisi masyarakat Desa Tegalmade, untuk rewang pada
brokohan biasanya membuat sega golong, sega asahan, jenang
baro-baro, dan jenang abang putih.
3. Sepasaran [səpasaran]
Sepasaran menjadi salah satu upacara adat jawa yang dilakukan
setelah lima hari sejak kelahiran bayi. Dalam acara ini pihak
keluarga mengundang tetangga sekitar beserta keluarga besar untuk commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id51
ikut mendoakan atas bayi yang telah dilahirkan. Acara sepasaran
secara sederhana biasanya dilakukan dengan kenduri, bagi yang
memiliki rejeki yang lebih biasanya dilaksanakan seperti orang
punya hajat (mantu). Adapun inti dari acara sepasaran ini adalah
upacara selamatan sekaligus mengumumkan nama bayi yang telah
lahir.
Dalam masyarakat Desa Tegalmade, untuk rewang pada
sepasaran bayi membuat nasi bancakan, peli gupak, turuk jembuten,
inthuk-inthuk serta tukon pasar.
4. Selapanan [səlapanan]
Upacara Selapanan dilakukan 35 hari (selapan) setelah
kelahiran bayi. Upacara selapanan ini dilangsungkan dengan
rangkaian acara bancakan weton (kenduri hari kelahiran),
pemotongan rambut bayi hingga gundul dan pemotongan kuku bayi.
Pemotongan rambut dan kuku ini bertujuan untuk menjaga
kesehatan bayi agar kulit kepala dan jari bayi tetap bersih.
Dalam masyarakat Desa Tegalmade, untuk rewang pada
selapanan bayi membuat nasi bancakan, peli gupak, turuk jembuten,
inthuk-inthuk, serta tukon pasar.
5. Bancakan weton [bancakan wətɔn]
Bancakan weton dilakukan setelah selapanan dan bertepatan
dengan weton pada saat jabang bayi lahir ke dunia (kenduri hari
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id52
kelahiran). Dalam bancakan weton, biasanya hanya membuat nasi
tumpeng/nasi bancakan dan tukon pasar saja.
b. Pada tradisi rewang terdapat beberapa uba-rampe, dan beberapa
uba-rampe serta nama orang yang melaksanakan rewang terdapat
satuan lingual kata yang dapat mengungkapkan pandangan
masyarakat Desa Tegalmade. Satuan kata tersebut antara lain:
1) Inthuk-inthuk [inThu?- inThu?]
Inthuk-inthuk menunjukkan satuan lingual yang berkelas kata
nomina. yaitu nasi tumpeng kecil yang ditaruh di takir berbentuk
seperti tumpeng pada bancakan.
Inthuk-inthuk yaitu inthuk yang berarti tumpeng kecil yang
ditaruh pada takir. Inthuk-inthuk dibuat dari daun pisang, dibentuk
cekung seperti mangkok dan diberi biting (lidi) pada bagian
pinggirnya. Inthuk-inthuk biasanya seperti pada nasi tumpeng pada
bancakan, namun dibuat dalam ukuran kecilnya dan dilengkapi
dengan lauk-pauk.
Inthuk-inthuk hanya dibuat pada rewang bayi saja, tidak ada pada
perkawinan maupun kematian. Diletakkan pada ari-ari bayi dan di
bawah tempat tidur bayi beserta kembang setaman sebagai
pelengkapnya. Dibuat pada saat sepasaran, selapanan, dan
bancakan weton.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id53
2) Jenang abang putih [jənaŋ abaŋ putIh]
Jenang abang putih merupakan frasa yang berkategori frasa
benda atau nomina. Frasa jenang abang putih terdiri dari tiga bentuk
kata dasar.
Jenang abang putih merupakan bubur halus berwarna merah dan
putih. Jenang abang putih terbuat dari tepung beras yang diolah
seperti bubur dengan sedikit penambahan gula merah pada jenang
merah. Jenang abang putih dibuat oleh tenaga rewang Ibu-ibu di
dapur yaitu dengan cara mencampur tepung beras dengan gula jawa
dan ditambah santan serta diaduk sampai matang, kemudian baru
diletakkan di atas piring. Jenang abang putih biasa dibuat dalam
acara rewang bayi yaitu pada saat sepasaran bayi.
3) Jenang baro-baro [jənaŋ baro-baro]
Jenang baro-baro merupakan frasa yang berkategori frasa
nomina. Frasa jenang baro-baro terdiri dari dua bentuk kata dasar.
Jenang baro-baro merupakan bubur yang terbuat dari bekatul.
Jenang baro-baro berwarna coklat, pemasakan jenang baro-baro
yang pada bagian tengah diberi potongan gula jawa kecil-kecil dan
bagian atasnya diberi parutan buah kelapa, sehingga rasa dari jenang
ini gurih.
4) Sega asahan [səgɔ asahan]
Sega asahan merupakan frasa yang berkategori frasa nomina.
Frasa sega sasahan terdiri dari dua bentuk kata dasar. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id54
Sega asahan merupakan nasi putih biasa yang di atasnya
diberi berbagai macam lauk-pauk seperti serundeng,
cenggereng/peyek, tahu, tempe, entho-entho.
“Sega asahan kui sega putih sek duwure diwenehi
srundeng, cenggereng, tahu, tempe, karo entho-
entho”(01/RS/19 November 2018)
“nasi asahan yaitu nasi putih yang di atasnya diberi
lauk serundeng, cenggereng/peyek, tahu, tempe,
dan entho-entho”
Adanya sega asahan dalam setiap kenduri menandakan
bahwa masyarakat Desa Tegalmade masih percaya dengan roh
nenek moyang dan menghormatinya. Sega asahan dibuat untuk
pada rewang kelahiran dan kematian.
5) Sega golong [səgɔ gɔlɔŋ]
Sega golong merupakan frasa yang berkategori frasa
nomina. Frasa sega golong terdiri dari dua bentuk kata dasar.
6) Sega bancakan [səgɔ bancakan]
Sega bancakan merupakan frasa yang berkategori frasa
nomina. Frasa sega bancakan terdiri dari dua bentuk kata dasar.
Sega bancakan yaitu nasi yang ditaruh di atas tilam
atau tampah berada ditengah-tengah dan diberi alas daun
pisang. Pada bagian samping nasi, akan diberi sayur-mayur commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id55
berupa kangkung, lembayung, taoge/kecambah, kacang
panjang, serta telur, dan bumbu urap. Pada bagian bawah
daun pisang, diberi uang receh, kunir, serta beras sedikit.
Sega bancakan untuk anak laki-laki berbentuk
kerucut/tumpeng kukusan serta diberi bawang merah dan
cabai merah pada tumpeng dan untuk anak perempuan
berbentuk datar/ambengan. Sega bancakan biasa dibuat oleh
tenaga rewang untuk memperingati sepasaran, selapanan,
dan weton anak.
7) Peli gupak [pəli gupa?]
Peli gupak merupakan bentuk frasa yang berkategori nomina
atau benda. Frasa peli gupak terdiri dari dua kategori kata yang
keduanya termasuk kata dasar yaitu kata ‘peli’ memiliki kategori
kata benda (nomina) dan kata ‘gupak’ berkategori kata benda
(nomina).
Peli gupak yaitu makanan pelengkap dalam nasi bancakan,
terbuat dari adonan bekatul yang sudah disaring dan halus
kemudian dibungkus dengan daun pisang dan dikukus sampai
matang, ketika sudah matang, diangkat, dibuka bungkusnya
kemudian dibagian atasnya diberi taburan kelapa yang di parut.
Makanan peli gupak biasanya dibuat untuk menandakan
bahwa anak yang lahir atau dibancaki berjenis kelamin laki-laki.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id56
8) Turuk jembuten [turU? jəmbutən]
Turuk jembuten merupakan bentuk frasa yang berkategori
nomina atau benda. Frasa turuk jembuten terdiri dari dua
kategori kata yang keduanya termasuk kata dasar yaitu kata
‘turuk’ memiliki kategori kata benda (nomina) dan kata
‘jembuten’ berkategori kata benda (nomina).
Turuk jembuten yaitu sebagai makanan pelengkap dalam
nasi bancakan yang terbuat dari ketupat yang dibelah menjadi
dua bagian kemudian di bagian tengah diberi taoge dan kecap.
Masyarakat Desa Tegalmade menganggap ketupat yang
dibelah tersebut sebagai simbol dari alat kelamin wanita.
9) Tukon pasar [tukɔn pasar]
Tukon pasar merupakan bentuk frasa yang berkategori
nomina atau benda. Frasa tukon pasar terdiri dari dua kategori
kata yang keduanya termasuk kata dasar yaitu kata ‘tukon’
memiliki kategori kata kerja (verba) dan kata ‘pasar’ berkategori
kata benda (nomina).
Tukon pasar yaitu buah-buahan yang dibeli dari pasar.
Buah tersebut bermacam-macam, biasanya pada masyarakat
Desa Tegalmade untuk tukon pasar dibelikan buah salak, jeruk,
belimbing, atau sesuai selera dari yang melakukan hajat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id57
10) Kembang setaman [kəmbaŋ sətaman]
Kembang setaman merupakan bentuk frasa yang berkategori
nomina atau benda. Frasa kembang setaman terdiri dari dua
kategori kata yang keduanya termasuk kata dasar yaitu kata
‘kembang’ memiliki kategori kata benda (nomina) dan kata
‘setaman’ berkategori kata benda (nomina).
Kembang merupakan bahasa Jawa dari bunga. Kembang
setaman pada kelahiran bayi biasanya disediakan untuk
melengkapi inthuk yang diletakkan di dekat ari-ari bayi dan di
bawah tempat tidur bayi. pada umumnya kembang setaman
terdiri dari bunga melati, mawar, dan khantil. Namun, untuk
kelahiran bayi, kembang setaman yang digunakan boleh bebas,
yaitu menggunakan bunga yang ada disekitar rumah.
B. Tradisi Rewang Perkawinan
Tahapan-tahapan upacara perkawinan adat Jawa tersebut memiliki
simbol – simbol dalam setiap prosesnya, atau biasa kita sebut sebagai makna
yang terkandung dalam tiap tahapan upacara perkawinan adat Jawa.
Adapun tahapan – tahapan dalam upacara perkawinan adat Jawa adalah
sebagai berikut:
a. Nontoni [nɔntɔni]
Pada tahap ini sangat dibutuhkan peranan seorang perantara.
Perantara ini merupakan utusan dari keluarga calon pengantin pria
untuk menemui keluarga calon pengantin wanita. Pertemuan ini commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id58
dimaksudkan untuk nontoni, atau melihat calon dari dekat.
Biasanya, utusan datang ke rumah keluarga calon pengantin wanita
bersama calon pengantin pria. Calon mempelai bisa bertemu
langsung meskipun hanya sekilas. Pertemuan sekilas ini terjadi
ketika calon pengantin wanita mengeluarkan minuman dan makanan
ringan sebagai jamuan. Tamu disambut oleh keluarga calon
pengantin wanita yang terdiri dari orangtua calon pengantin wanita
dan keluarganya, biasanya pakdhe atau paklik.
b. Nakokake/Nembung/Nglamar [nakɔkake/nəmbUŋ/ŋlamar]
Sebelum melangkah ke tahap selanjutnya, perantara akan
menanyakan beberapa hal pribadi seperti sudah adakah calon bagi
calon mempelai wanita. Bila belum ada calon, maka utusan dari
calon pengantin pria memberitahukan bahwa keluarga calon
pengantin pria berkeinginan untuk berbesanan. Lalu calon
pengantin wanita diajak bertemu dengan calon pengantin pria untuk
ditanya kesediaannya menjadi istrinya. Bila calon pengantin wanita
setuju, maka perlu dilakukan langkah-langkah selanjutnya. Langkah
selanjutnya tersebut adalah ditentukannya hari H kedatangan utusan
untuk melakukan kekancingan rembag (peningset).
Peningset ini merupakan suatu simbol bahwa calon pengantin
wanita sudah diikat secara tidak resmi oleh calon pengantin pria.
Peningset biasanya berupa kalpika (cincin), sejumlah uang, dan
oleh-oleh berupa makanan khas daerah. Peningset ini bisa dibarengi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id59
dengan acara pasok tukon, yaitu pemberian barang-barang berupa
pisang sanggan (pisang jenis raja setangkep), seperangkat busana
bagi calon pengantin wanita, dan upakarti atau bantuan bila upacara
pernikahan akan segera dilangsungkan seperti beras, gula, sayur-
mayur, bumbon, dan sejumlah uang.
Ketika semua sudah berjalan dengan lancar, maka ditentukanlah
tanggal dan hari pernikahan. Biasanya penentuan tanggal dan hari
pernikahan disesuaikan dengan weton (hari lahir berdasarkan
perhitungan Jawa) kedua calon pengantin. Hal ini
dimaksudkan agar pernikahan itu kelak mendatangkan kebahagiaan
dan kesejahteraan bagi seluruh anggota keluarga.
Dalam masyarakat Desa Tegalmade, sebelum melaksanakan
pernikahan, maka orang tua dari calon pengantin akan pergi
berkunjung ke pujangga, guna menentukan hari baik untuk
melangsungkan acara.
1) Pujangga [pujɔŋgɔ]
Kata pujangga menunjukkan satuan lingual yang berkelas
kata nomina yang merupakan orang yang dituakan.
Pujangga merupakan orang tua/sesepuh yang dimintai
tolong oleh orang tua yang akan melaksanakan pernikahan
anaknya untuk menentukan tanggal, hari, bulan yang bagus
untuk melakukan hajatan dengan menggunakan hitungan Jawa.
Pujangga pada umumnya berjenis kelamin laki-laki dan sudah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id60
menikah. Selain menentukan tanggal perkawinan untuk manten,
tugas pujangga juga mempertemukan kedua manten saat adat
widono. Dalam masyarakat desa Tegalmade untuk penamaan
pujangga biasa di panggil dengan sebutan berjonggo.
c. Atur-atur [atUr- atUr]
Atur-atur merupakan salah satu dari beberapa kegiatan yang
dilaksanakan oleh orang yang akan melaksanakan hajatan. atur-
atur dalam perkawinan dilakukan jauh-jauh hari sebelum acara
dimulai.
1) Atur-atur [atUr- atUr]
Atur-atur merupakan bentuk kata yang mendapat
reduplikasi pada kata dasar atur. Atur-atur bentuk kata dasar
yang berkelas kata kerja atau verba. Istilah atur-atur berasal
dari bahasa Jawa yang berarti kegiatan berkunjung atau
silaturahmi kerumah sanak-saudara, kerabat, orang yang
dihormati, serta tetangga guna menyampaikan maksud
bahwa akan menyelenggarakan hajat. Atur-atur dilakukan 5-
10 hari sebelum hajatan dimulai.
Atur-atur yaitu suatu kegiatan berkunjung atau
silaturahmi kerumah sanak-saudara, kerabat, orang yang
dihormati, serta tetangga guna menyampaikan maksud
bahwa akan menyelenggarakan hajat. Atur-atur dilakukan 5-
10 hari sebelum hajatan dimulai. Orang yang melakukan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id61
atur-atur bisa dari pemuda karang taruna setempat maupun
sang tuan rumah/orang tua yang akan menyelenggarakan
pernikahan.
Pada masyarakat Desa Tegalmade, untuk kegiatan atur-
atur biasanya dilakukan oleh anggota karangtaruna yang
laki-laki dan tidak boleh perempuan, hal ini sesuai adat-
istiadat di Desa Tegalmade, bahwa tugas laki-laki di luar
rumah, sedangkan perempuan di dalam rumah. Dilakukan
lima hari sebelum hajatan dimulai, dan mengundang untuk
acara tarub, midodareni, serta acara resepsi.
Dalam atur-atur, banyak mengundang tenaga rewang
yang berperan penting dalam hajatan dan bekerja dari awal
hajatan dimulai sampai selesai, antara lain:
1) Jayeng [jayƹŋ]
Kata jayeng menunjukkan satuan lingual yang
berkelas kata nomina yang merupakan tempat untuk
membuat minum.
“nyukupi sing gadah damel kajengen isoh
sempulur rejekine sek isoh ngayomi sing maringi
sandang pangan sing gadah damel” (02/RJ/ 19
November 2018)
“ jayeng kui papan dununge gen
wedang” (02/RJ/ 19 November 2018) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id62
“jayeng itu tempat untuk membuat
minuman”.
Jayeng adalah tempat untuk orang yang bertugas
melakukan pekerjaan membuat air minum dalam
kegiatan rewang. Para tenaga rewang jayeng bertugas
mulai dari menyiapkan air, merebus air, menyiapkan dan
mencuci gelas hingga mengolah air menjadi teh
kemudian menuangkan ke dalam gelas. Pekerja di
jayeng biasanya terdiri dari 2 sampai 4 orang tergantung
tamu yang di undang berjumlah banyak atau sedikit.
2) Adang [adaŋ]
Kata adang menunjukkan satuan lingual yang berkelas
kata nomina yang merupakan orang yang bertugas menanak
nasi saat acara hajatan.
Adang yaitu seorang yang bekerja mengurus nasi saat
orang punya hajat. Seorang adang biasanya bertugas
menanak nasi, dari masih menjadi beras, kemudian di bilas
(di pususi) yang diwadahi dengan tumbu, di tanak di dalam
dandang sampai sudah menjadi nasi. Orang yang melakukan
adang biasanya terdiri dari ibu-ibu yang berjumlah 4 orang
atau lebih tergantung besar tidaknya hajatan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id63
3) Gedong [gəDɔŋ]
Kata gedong menunjukkan satuan lingual yang berkelas kata
nomina yang merupakan orang yang bertugas menjaga persediaan
bahan pangan.
Gedong yaitu seseorang yang bertugas menjaga persediaan
bahan pangan yang dibutuhkan selama acara hajatan dari awal
sampai akhir. Tugas gedong menjaga beras, gula, teh, sayuran
serta ubo rampe di dalam suatu kamar/ruangan yang disebut
bedong. Pekerja gedong terdiri dari dua putri dan sudah
berkeluarga. Tugas gedong yaitu mengeluarkan beras, gula, teh,
maupun sayuran untuk dimasak. Tugas tenaga rewang yang laki-
laki hanya mengangkat bahan saja, tidak ikut menunggu.
“gedong kui sentong daringan kebak. Gedong yo
nunggu kabeh beras, gula, teh sek soko sumbangane
uwong-uwong. Engko dicateti nek buku ben suk omben
isoh balekne nek sing wis nyumbang”( 01/RS/19
November 2018)
“gedong yaitu sentong daringan penuh. Gedong ya
menunggu semua beras, gula, teh dari sumbangan
orang-orang. Nanti dicatat di buku supaya nanti bisa
mengembalikan ke yang nyumbang”
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id64
d. Rewang [rewaŋ]
Rewang dilakukan dua sampai lima hari sebelum acara hajatan
dimulai. beberapa perkakas atau barang serta yang dibuat tenaga
rewang yaitu:
1) Pawon [pawɔn]
Kata pawon menunjukkan satuan lingual yang berkelas kata
nomina yang merupakan pagar pembatas.
Pawon yaitu dapur atau tempat yang digunakan untuk
memasak nasi dan lauk-pauk yang terbuat dari batu/padas
terkadang juga terbuat dari tanah liat. Bahan bakar yang
digunakan untuk menghidupkan pawon berupa kayu yang
dinyalakan dengan api,kayu tersebut diperoleh dari gotong
royong warga. Pawon juga biasa digunakan oleh tukang adhang
dan tukang jayeng. Dalam rewang ada sekitar 6 sampai 8 pawon
yang dibuat oleh warga, sehingga membutuhkan tempat yang
luas untuk meletakkan batu tersebut dan kemudian dijadikan
sebuah pawon. Pawon dibuat oleh gotong royong warga,
khususnya laki-laki dan dikerjakan satu minggu sebelum acara
dimulai.
2) Punjungan [punjuŋan]
Punjungan merupakan bentuk kata yang mendapat sufiks
berupa -an pada kata dasar punjung. Punjungan bentuk kata dasar
yang berkelas kata kerja atau verba. Istilah punjungan berasal dari commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id65
bahasa Jawa yang berarti kegiatan mengundang seseorang yang
lebih tua maupun orang yang lebih dihormati dalam bentuk hantaran
makanan.
Punjungan yaitu suatu kegiatan mengundang seseorang yang
lebih tua maupun orang yang lebih dihormati dalam bentuk
makanan. Seorang tuan rumah yang akan menikahkan anaknya
akan mengutus pemuda dari karang taruna untuk melaksanakan
punjungan, tetapi ada juga yang menghantarkannya sendiri
sembari bersilaturahmi. Punjungan dilakukan pada saat atur-atur
atau 5 sampai 10 hari sebelum hajatan dimulai.
3) Ulih-ulih [ulIh-ulIh]
Ulih-ulih merupakan bentuk kata yang mendapat reduplikasi
pada kata dasar ulih. Ulih-ulih bentuk kata dasar yang berkelas
kata kerja atau verba. Istilah ulih-ulih berasal dari bahasa Jawa
yang berarti bingkisan yang diberikan kepada tamu yang datang
setelah acara selesai/ketika tamu hendak pulang.
Ulih-ulih yaitu bingkisan yang diberikan kepada tamu yang
datang setelah acara selesai/ ketika tamu hendak pulang. Ulih-ulih
hanya diberikan untuk tamu yang datang pada saat nyumbang
pagi, siang, sore, maupun malam. Dalam satu buah ulih-ulih
terdapat roti, nasi, pisang, maupun ketan. Ulih-ulih diberikan
kepada tamu yang datang membawa barang maupun dalam
bentuk uang. Adanya tradisi ulih-ulih ini meupakan simbol dari commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id66
resiprositas atau pada masyarakat Jawa dikenal dengan sebutan
pekewuh/ rasa sungkan, sehingga terjadi timbal balik dari masing-
masing pihak yang melakukannya.
4) Pecok bakal [pecɔ? Bakal]
Pecok bakal merupakan bentuk frasa yang berkategori nomina
atau kata benda. Frasa pecok bakal terdiri dari dua kategori
kata yang keduanya termasuk kata dasar yaitu kata ‘pecok’
memiliki kategori kata benda (nomina) dan kata ‘bakal’
berkategori kata benda (nomina).
Pecok bakal merupakan sesaji yang berisikan daun pisang
yang di bentuk segi empat/takir /sudi yang dilengkapi
dengan beras, cabai, garam, telur ayam ,kacang hijau, dan
bunga setaman. Pecok bakal merupakan tradisi yang masih
berkembang di Desa Tegalmade, pecok bakal ini di buat
guna menghargai arwah para leluhur masyarakat Desa
Tegalmade yang telah menjadi cikal bakal berdirinya atau
terdapatnya Desa Tegalmade tersebut. Sebagai rasa syukur
dan terima kasih, maka ketika orang akan menyelenggarakan
hajatan, tuan rumah dibantu dengan tenaga rewang membuat
pecok bakal sebagai sesaji untuk para leluhur.
5) Kembang telon [kəmbaŋ təlɔn]
Kembang telon merupakan bentuk frasa yang berkategori
nomina atau kata benda. Frasa kembang telon terdiri dari dua commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id67
kategori kata yang keduanya termasuk kata dasar yaitu kata
‘kembang’ memiliki kategori kata benda (nomina) dan kata
‘telon’ berkategori kata benda (nomina).
Kembang telon yaitu bunga yang digunakan dalam
pernikahan adat Jawa yang berjumlah lebih dari satu atau
maksimal tiga jenis. Jenis bunga yang digunakan dalam
pembuatan kembang telon yaitu bunga kanthil, bunga melati,
dan bunga kenanga, ada juga yang memakai bunga kanthil,
bunga mawar, dan bunga kenanga, setelah itu baru dibuat
bunga setaman dengan alas daun pisang yang berwarna hijau
kekuningan. Tiga bunga ini dijadikan satu dalam satu
wadah/tempat. Yang menyediakan kembang telon biasanya
tenaga rewang perempuan.
e. Pasang Tarub [pasaŋ tarUb]
Bila tanggal dan hari pernikahan sudah disetujui, maka
dilakukan langkah selanjutnya yaitu pemasangan tarub
menjelang hari pernikahan. Tarub dibuat dari daun kelapa yang
sebelumnya telah dianyam dan diberi kerangka dari bambu, dan
ijuk atau welat sebagai talinya. Agar pemasangan tarub ini
selamat, dilakukan upacara sederhana berupa penyajian nasi
tumpeng lengkap. Bersamaan dengan pemasangan tarub,
dipasang juga tuwuhan. Yang dimaksud dengan tuwuhan adalah
sepasang pohon pisang raja yang sedang berbuah, yang dipasang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id68
di kanan kiri pintu masuk. Pohon pisang melambangkan
keagungan dan mengandung makna berupa harapan agar
keluarga baru ini nantinya cukup harta dan keturunan. Biasanya
di kanan kiri pintu masuk juga diberi daun kelor yang bermaksud
untuk mengusir segala pengaruh jahat yang akan memasuki
tempat upacara, begitu pula janur yang merupakan simbol
keagungan.
1) Tarub [tarUb]
Kata tarub menunjukkan satuan lingual yang berkelas
kata nomina yang merupakan pagar pembatas.
Tarub yaitu nama lain dari tarub adalah kajang yang
merupakan rumah buatan sementara atau rumah sewaan
sementara selama hajatan berlangsung. Orang punya hajat
menggunakan kajang dikarenakan jika menggunakan rumah
sendiri tidak akan muat menampung tamu dan para rewang
untuk menghadiri acaranya. Kajang biasanya terbuat dari
atep/daun-daunan padi/damen. Dalam pemasangan kajang
biasanya diperlukan tenaga 6 orang untuk memasangnya,
dengan rincian 2 orang di atas, 2 orang di bawah, dan 2 orang
lainnya yang mengambilkan barang berupa atep. Disebut
dengan tarub jika tenda yang dibuat berukuran kecil dan
disebut dengan kajang jika tenda yang dibuat berukuran
besar atau panjang. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id69
2) Kerun [kərUn]
Kata kerun menunjukkan satuan lingual yang berkelas
kata nomina yang merupakangapura pada orang hajatan
perkawinan.
Kerun yaitu gapura yang terbuat dari bambu dan
dipasang selama kurang lebih satu bulan sebelum dan
sesudah upacara perkawinan. Satu hari menjelang upacara
perkawinan biasanya dipasangi dengan tuwuhan yaitu daun-
daunan dan diberi janur yang menjuntai kebawah.
Kerun dibuat oleh tenaga rewang laki-laki yang dimintai
khusus oleh yang punya hajat. Tidak semua orang dapat
membuat kerun, hanya beberapa saja yang bisa. Terkadang,
masyarakat Desa Tegalmade yang membuat kerun juga
mengajak bebrapa orang guna membantu menyelesaikan
pembuatan kerun dan supaya ada yang meneruskan
pembuatan kerun, sehingga tidak perlu membeli dari luar.
Pembuatan kerun dilakukan satu bulan sebelum acara
hajatan dimulai, dan ketika sudah selesai, maka akan
dipasang pada pintu pagar yang punya hajat.
3) Bleketepe [blƹkətepe]
Kata bleketepe menunjukkan satuan lingual yang
berkelas kata nomina yang merupakan anyaman yang
terbuat dari daun kelapa. Bleketepe yaitu anyaman yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id70
terbuat dari daun kelapa yang berwarna hijau (blarak).
Bleketepe dipasang pada sela-sela tarub.
4) Jaro [jaro]
Kata jaro menunjukkan satuan lingual yang berkelas
kata nomina yang merupakan pagar pembatas.
Jaro yaitu pagar yang digunakan untuk pembatas
wilayah pekarangan rumah yang mempunyai hajat
perkawinan. Dibuat dari anyaman bambu seperti pagar dan
ditempatkan pada samping kerun dan berjumlah dua.
Dalam masyarakat Desa Tegalmade, yang masih menganut
kejawen, pasti di samping rumah yang punya hajat akan
diberi jaro.
5) Tuwuhan [tuwuhan]
Tuwuhan merupakan bentuk kata yang mendapat
sufiks berupa -an pada kata dasar tuwuh. Tuwuhan bentuk
kata dasar yang berkelas kata benda atau nomina. Istilah
tuwuhan berasal dari bahasa Jawa yang berarti tumbuhan.
Dekorasi yang dipasang pada kerun berupa tandanan
pisang, buah kelapa, dan daun-daunan.
Tuwuhan yaitu salah satu perlengkapan yang
digunakan dalam perkawinan seseorang (Nomina) yang
merupakan salah satu perlengkapan dalam dekorasi yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id71
berupa tumbuh-tumbuhan (pepasren). Jenis tumbuhan itu
antara lain:
- Dua batang pisang raja beserta tandanan pisangnya,
dipasang disebelah kanan dan kiri
- Tebu putih
- Dua kelapa gading yang masih muda yaitu buah kelapa
yang dagingnya masih muda (degan)
- Daun kapas
- Daun tumbuhan keluwih
- Daun alang-alang
- Daun dhadhap serep
- Daun ringin
- Daun apa-apa
- Padi
Tuwuhan biasanya dipasang satu atau dua hari sebelum
acara hajatan diselenggarakan.
f. Midodareni [midɔdarƹni]
Rangkaian upacara midodareni diawali dengan upacara siraman.
Upacara siraman dilakukan sebelum acara midodareni. Tempat
untuk siraman dibuat sedemikian rupa sehingga nampak seperti
sendang yang dikelilingi oleh tanaman beraneka warna. Pelaku
siraman adalah orang yang dituakan yang berjumlah tujuh diawali
dari orangtua yang kemudian dilanjutkan oleh sesepuh lainnya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id72
Setelah siraman, calon pengantin membasuh wajah (istilah Jawa:
raup) dengan air kendi yang dibawa oleh ibunya, kemudian kendi
langsung dibanting/dipecah sambil mengucapkan kata-kata:
“cahayanya sekarang sudah pecah seperti bulan purnama”. Setelah
itu, calon penganten langsung dibopong oleh ayahnya ke tempat
ganti pakaian.
Setelah berganti busana, dilanjutkan dengan acara potong rambut
yang dilakukan oleh orangtua pengantin wanita. Setelah dipotong,
rambut dikubur di depan rumah. Setelah rambut dikubur, dilanjutkan
dengan acara “dodol dawet”. Yang berjualan dawet adalah ibu dari
calon pengantin wanita dengan dipayungi oleh suaminya. Uang
untuk membeli dawet terbuat dari kreweng (pecahan genting) yang
dibentuk bulat. Upacara dodol dawet dan cara membeli dengan
kreweng ini mempunyai makna berupa harapan agar kelak kalau
sudah hidup bersama dapat memperoleh rejeki yang berlimpah-
limpah seperti cendol dalam dawet dan tanpa kesukaran seperti
dilambangkan dengan kreweng yang ada di sekitar kita.
Menginjak rangkaian upacara selanjutnya yaitu upacara
midodareni. Berasal dari kata widadari, yang artinya bidadari.
Midadareni merupakan upacara yang mengandung harapan untuk
membuat suasana calon penganten seperti widadari. Artinya, kedua
calon penganten diharapkan seperti widadari-widadara, di belakang
hari bisa lestari, dan hidup rukun dan sejahtera. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id73
1) Dodol dawet [dɔdɔl dawət]
Dodol dawet merupakan bentuk frasa yang berkategori verba
atau kata kerja. Frasa dodol dawet terdiri dari dua kategori kata
yang keduanya termasuk kata dasar yaitu kata ‘dodol’ memiliki
kategori kata kerja (Verba) dan kata ‘dawet’ berkategori kata
benda (nomina).
Dodol dawet yaitu kegiatan yang dilakukan oleh tuan rumah
(ibu dari anak yang akan melaksanakan pernikahan) dengan
menjual minuman dawet kepada sanak saudara dan tetangga
terdekat. Pada saat sang ibu berjualan dawet, peran bapak dalam
dodol dawet yaitu memayungi si ibu, sedangkan sang anak putri
menemani ibunya dalam berjualan. Dodol dawet dilaksanakan di
halaman rumah maupun di emperan rumah hajatan. Dawet terbuat
dari air santan yang dicampur dengan gula jawa dan di dalamnya
terdapat cendol yang biasanya berwarna hijau serta ditaruh dalam
wadah yang terbuat dari tanah liat (kendi).
2) Kembar mayang [kəmbar mayaŋ]
Kembar mayang merupakan bentuk frasa yang berkategori
nomina atau benda. Frasa kembar mayang terdiri dari dua
kategori kata yang keduanya termasuk kata dasar yaitu kata
‘kembar’ memiliki kategori kata adjektiva (adj) dan kata
‘mayang’ berkategori kata benda (nomina).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id74
Kembar mayang yaitu kegiatan yang dilakukan beberapa
orang laki-laki yaitu membuat suatu bunga yang terbuat dari
gedebog pisang yang telah dibersihkan dan diambil bagian
tengahnya kemudian dihias dengan rangkaian janur kuning serta
dengan beberapa aksesoris berupa buah-buahan, sehingga
tampak indah yang diberikan calon pengantin pria sebagai
persembahan kepada pengantin wanita. Kembar mayang terdiri
dari gedebog pisang, nanas, janur kuning, wortel, salak, jeruk,
dan terkadang diberi hiasan kerta warna-warni.
g. Akad Nikah [akad nikah]
Akad nikah adalah inti dari acara perkawinan. Biasanya akad
nikah dilakukan sebelum acara resepsi. Akad nikah disaksikan oleh
sesepuh/orang tua dari kedua calon penganten dan orang yang
dituakan. Pelaksanaan akad nikah dilakukan oleh petugas dari
catatan sipil atau petugas agama.
h. Panggih [paŋgIh]
Upacara panggih dimulai dengan pertukaran kembar mayang,
kalpataru dewadaru yang merupakan sarana dari rangkaian
panggih. Sesudah itu dilanjutkan dengan balangan suruh, ngidak
endhog, dan mijiki. Dalam acara panggih sudah dimulai acara
resepsi, maka pengantin sudah duduk di kursinya, serta tamu
undangan sudah datang. Beberapa tenaga rewang yang ada dalam
panggih antara lain: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id75
1) Patah [patah]
Kata patah menunjukkan satuan lingual yang berkelas kata
nomina yang merupakan anakyang diria untuk menemani manten
dan mengipasi manten.
Patah merupakan dua orang anak kecil yang melayani manten.
Dimulai dari berjalan di depan manten, dan saat pengantin duduk,
mereka bertugas untuk mengipasi manten. Usia seorang patah
berkisar dari 4-8 tahun.
“patah kuwi anak cilik wedok loro, yo tugase ngepasi
mantene, mergo jaman biyen durung enek kipas
angin, ben ora sumuk anggone lungguh ning kursi
manten. Patah di dandani kembar ben podo kiwo lan
tengene”( 01/RS/19 November 2018)
“patah itu anak kecil perempuan yang berjumlah 2
orang, tugasnya mengipasi pengantin, hal ini
dikarenakan pada zaman dahulu belum ada kipas
angin, supaya tidak gerah kedua manten saat duduk di
kursi manten. Patah dirias sama supaya sama kiri dan
kanannya”
2) Sinoman [sinɔman]
Kata sinoman menunjukkan satuan lingual yang berkelas kata
nomina yang merupakan orang yang muda/ pemuda dan pemudi
yang menjadi pelayan pada acara orang hajatan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id76
Sinoman yaitu orang yang muda/ pemuda dan pemudi yang
menjadi pelayan pada acara orang hajatan. Definisi sinoman adalah
sekelompok pemuda yang membantu keluarga yang sedang
mempunyai hajat sebagai pelayan tamu (terutama di perdesaan)
(KBBI offline). Tugas dari sinoman ini dimulai saat pembuatan
rantaman hingga selesai berakhir. Seorang sinoman bekerja
mengedarkan undangan dan menjadi pelayan untuk tamu yang
datang. Sinoman bekerja dari pagi hingga malam dengan
pembagian tugas. Saat bekerja seorang sinoman biasa dipanggil
dengan nyinom. Ketika telah selesai nyinomi, maka tuan rumah
akan memberikan bingkisan kepada sinoman dan mengucapkan
terima kasih. Hal ini sebagai bentuk dari orang Jawa yaitu saling
tolong-menolong.
3) Among rawuh [amɔŋ rawUh]
Among rawuh merupakan bentuk frasa yang berkategori nomina
atau benda. Frasa among rawuh terdiri dari dua kategori kata yang
keduanya termasuk kata dasar yaitu kata ‘among’ memiliki kategori
kata kerja (Verba) dan kata ‘rawuh’ berkategori kata benda
(nomina).
Among rawuh yaitu Among rawuh/tamu merupakan kegiatan
yang dilakukan untuk menyambut tamu yang datang. Pada saat
among rawuh/tamu yang mempersilakan tamu untuk duduk dan
menikmati makan atau snack yang tersedia yaitu para among commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id77
rawuh yang terdiri dari bapak-bapak dan ibu-ibu yang jumlahnya
banyak atau tidak terbatas dengan sikap yang ramah. Para peserta
among rawuh dipilih oleh tuan rumah berupa sanak saudara dan
sebagian berasal dari pamong-pamong desa yang dipilih oleh Pak
RT.
“among tamu yo sek ngarahke tamu sek teko ben
dang oleh kursi, ngombe, karo maem. Yen kursine
entek, among tamu yo kudu nggolekne panggon,
ibarate tamu kui raja ratu” (03/RW/05 Mei 2018)
“among tamu yang mengarahkan tamu yang
datang supaya cepat dapat kursi, minum, dan
makan. Kalau kursi habis, tugas among tamu yang
harus mencarikan tempat, ibaratkan tamu itu raja
dan ratu”.
i. Kirab [kirab]
Upacara kirab berupa arak-arakan yang terdiri dari domas, cucuk
lampah, dan keluarga dekat untu menjemput atau mengiringi
pengantin yang akan keluar dari tempat panggih ataupun akan
memasuki tempat panggih. Kirab merupakan suatu simbol
penghormatan kepada kedua pengantin yang dianggap sebagai raja
sehari yang diharapkan kelak dapat memimpin dan membina
keluarga dengan baik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id78
1) Domas [Domas]
Kata domas menunjukkan satuan lingual yang berkelas kata
nomina yang merupakan wanita yang masih muda yang
menggandeng pengantin wanita.
“putri domas biasane soko keluargane dewe, yen
ora kui soko konco-konco manten wedok, tugase
nganti manten tekan kursi manten” (02/RJ/19
November 2018)
“putri domas biasanya dari keluarga sendiri, kalau
tidak dari teman-teman pengantin putri, tugasnya
menggandeng pengantin sampai ke kursi manten”
Domas yaitu proses arak-arakan yang dilakukan
oleh gadis-gadis muda/perawan untuk mengiringi
pengantin putri menuju tempat duduk pengantin. Domas
atau yang biasa disebut dengan putri domas biasanya
berjumlah paling sedikit dua orang.
j. Jenang Sumsuman [jənaŋ sumsum]
Upacara jenang sumsuman dilakukan setelah semua acara
perkawinan selesai. Dengan kata lain, jenang sumsuman merupakan
ungkapan syukur karena acara berjalan dengan baik dan selamat,
tidak ada kurang satu apapun, dan semua dalam keadaan sehat
walafiat. Biasanya jenang sumsuman diselenggarakan pada malam
hari, yaitu malam berikutnya setelah acara perkawinan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id79
Jenang sumsum merupakan bentuk frasa yang berkategori
nomina atau kata benda. Frasa jenang sumsum terdiri dari dua
kategori kata yang keduanya termasuk kata dasar yaitu kata ‘jenang’
memiliki kategori kata benda (nomina) dan kata ‘sumsum’
berkategori kata benda (nomina).
Jenang sumsum yaitu makanan berbentuk bubur yang terbuat dari
tepung beras yang dicampur dengan santan kemudian dimasak
dengan cara di aduk-aduk sampai mengental dan matang. Dalam
adat rewang Desa Tegalmade, jenang sumsum diberikan kepada
para perewang sehari atau selapan (lima hari) setelah orang punya
hajat, hal ini dimaksudkan untuk mengembalikan tenaga para
perewang yang telah lelah bekerja berhari-hari untuk membantu
acara hajatan sampai selesai.
“jaman biyen, yen enek sek rewang manten
kudu gawe jenang sumsum. Wajibe ben
ngilangi kesele balung sumsum poro tenaga
rewang sek wis rekasa. Yen enek tenaga rewang
sek ora keduman opo pas lagi mulih, kudu di
gowokne koncone gek diterke nek omahe, kui
wis syarate” (02/RJ/ 19 November 2018).
“Zaman dulu, jika ada yang rewang manten
harus membuat jenang sumsum. Wajib untuk
menghilangkancommit to user capeknya tulang sumsum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id80
tenaga rewang yang sudah susah payah. Jika
ada tenaga rewang yang tidak kebagian atau pas
lagi pulang, harus dibawakan temannya dan di
antar ke rumahnya, itu sudah syaratnya”.
C. Tradisi Rewang Kematian
Dalam tradisi rewang kematian di Desa Tegalmade, hal-hal yang
menjadi urutan dalam merawat orang meninggal yaitu sebagai berikut:
1. Lelayu (memberitakan kematian),
2. Ngrukti Laya (mengurus jenazah dari memandikan,
menyemayamkan, mensholatkan),
3. Pambudhaling Laya (memberangkatkan jenazah, kegiatan
sepanjang menuju makam, sampai doa di pemakaman), termasuk
urusan administrasi yang berkaitan dengan kematian.
Masyarakat Desa Tegalmade dalam merawat jenazah yaitu:
1) Nyuceni laya [ñucƹni lɔyɔ]
Nyuceni laya merupakan bentuk frasa yang berkategori verba
atau kata kerja. Frasa nyuceni laya terdiri dari dua kategori kata yang
keduanya termasuk kata dasar yaitu kata ‘nyuceni’ memiliki
kategori kata verba (V) dan kata ‘laya’ berkategori kata benda
(nomina).
Nyuceni laya yaitu memandikan jenazah, membersihkan badan
jenazah dari najis sebelum dikafani dan disholatkan, utamanya
pada bagian kemaluan, kemudian keseluruh bagian tubuh dari commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id81
ujung rambut sampai ujung kaki. Piranti yang digunakan untuk
memandikan jenazah yaitu air bersih, ember, shampo dan sabun
mandi, daun kelor, bunga setaman, dan kain jarik. Dalam
masyarakat Desa Tegalmade, memandikan jenazah disebut juga
dengan ngadusi mayit. Jika mayat berjenis kelamin wanita, maka
yang memandikan para tenaga rewang wanita dibantu yang laki-
laki berupa bapak modin dan keluarganya saja, begitupun
sebaliknya dengan mayat laki-laki, yang memandikan juga tenaga
rewang laki-laki dengan dibantu bapak modin serta beberapa
keluarga.
2) Ngrukti laya [ŋrukti lɔyɔ]
Ngrukti laya merupakan bentuk frasa yang berkategori verba atau
kata kerja. Frasa ngrukti laya terdiri dari dua kategori kata yang
keduanya termasuk kata yaitu kata ‘ngrukti’ memiliki kategori kata
verba (V) dan kata ‘laya’ berkategori kata benda (nomina).
Ngrukti laya yaitu kegiatan merawat jenazah yang dilakukan
setelah memandikan jenazah, yaitu berupa mengkafani jenazah,
menyemayamkan, dan mensholatkan jenazah.
a. Mengkafani jenazah [məŋkafani jənazah]
Mengkafani jenazah merupakan bentuk frasa yang
berkategori verba atau kata kerja. Frasa mengkafani jenazah
terdiri dari dua kategori kata yang keduanya termasuk kata yaitu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id82
kata ‘mengkafani’ memiliki kategori kata verba (V) dan kata
‘jenazah’ berkategori kata benda (nomina).
Beberapa orang membalut tubuh jenazah yang sudah
dimandikan dengan menggunakan kain mori/kafan yang
berwarna putih. Kain yang digunakan untuk mengkafani laki-
laki dan perempuan berbeda jumlahnya, untuk laki-laki yaitu
tiga lembar kain kafan dan untuk perempuan lima lembar kain
kafan (dua lembar kain panjang yang cukup untuk membungkus
seluruh tubuh, kain sarung untuk membalut tubuh dari pusar
sampai lutut, baju kerudung, kerudung kain untuk penutup
kepala). Untuk setiap kain kafan yang digunakan, maka akan
ditambahi panjangnya dari panjang tubuh, hal ini dimaksudkan
agar mudah mengikat bagian atas kepala dan bagian bawahnya.
“ngafani jenazah kui yo biasane pak mudin karo aku
mbak, yen ibu Ngadini dek wingi gandeng wedok
kudu dikei kruduk. Titikane yen wedok 5 lembar yen
kakung 3 lembar. Kain kafane biasane wis sepaket
karo pas tuku keranda. Kaine di potoli nganggo
gunting, ning yen biasane mudine ger dikekrek
nganggo tangan. Yen isoh ngafanine diwujurke
ngalor opo ngulon, koyo sunahe rasul” (04/RH/7
Desember 2018).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id83
“mengkafani jenazah itu ya biasanya pak mudin dan
saya mbak, kalau Ibu Ngadini kemarin berhubung
perempuan harus diberi kerudung. Patokannya kalau
wanita 5 lembar kain kalau pria 3 lembar kain. Kain
kafan biasanya sudah sepaket saat membeli keranda.
Kain di potong menggunakan gunting, tapi biasanya
pak Mudin hanya ditarik dengan tangan. Kalau
mengkafani sebisa mungkin dibujurkan ke utara atau
barat, seperti sunah rasul”.
b. Menyemayamkan jenazah [məñəmayamkan jənazah]
Menyemayamkan jenazah merupakan bentuk frasa yang
berkategori verba atau kata kerja. Frasa menyemayamkan
jenazah terdiri dari dua kategori kata yang keduanya termasuk
kata yaitu kata ‘menyemayamkan’ memiliki kategori kata verba
(V) dan kata ‘jenazah’ berkategori kata benda (nomina).
Menyemayamkan jenazah yaitu mendiamkan jenazah yang
telah dikafani pada ruang tengah, menyemayamkan jenazah juga
sekaligus mensholatkan jenazah. Jenazah di baringkan pada
papan atau dengan dua buah kursi yang diletakkan di bagian
ujung kepala dan kaki kemudian dengan kepala terletak pada
utara. Dalam adat Jawa, piranti yang diperlukan untuk
menyemayamkan jenazah yaitu peti, sentir atau tintir, clupak,
minyak klentik, sisir rambut, cermin, serta minyak wangi, benang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id84
lawe, jarum, sapu gerang, kembang setaman, dan banta yang
terbuat dari kain yang di dalamnya diisi irisan daun mangkok,
daun pandan, daun handong, dan lain-lain. Namun seiring
berjalannya waktu, pada sentir atau tintir, clupak, dan minyak
klentik sudah digantikan dengan lilin.
3) Pambudhaling Laya [pambuDalIŋ lɔyɔ]
Pambudhaling layon terdiri atas dua kata yaitu
pambudhaling+layon. Pambudhaling ‘pemberangkatan’ merupakan
bentuk afiksasi berkelas kata nomina yang berasal dari kata dasar
budhal ‘berangkat’, sedangkan layon adalah mayat atau jenazah.
Pambudhaling layon ‘pemberangkatan jenazah’ dilafalkan dengan
bentuk bunyi [pambuDalIŋ layɔn].
Pambudhaling layon adalah pemberangkatan jenazah menuju
makam. Ketika mengantar menuju makam jenazah akan diiringi
oleh beberapa orang. Peti akan diangkat dengan posisi dipanggul
oleh maksimal terdiri atas empat orang laki-laki. Adapun kegiatan
dalam pambudhaling layon adalah sebagai berikut:
a. Brobrosan [brɔbɔsan]
Kata brobosan menunjukkan satuan lingual yang berkelas
kata kerja yang merupakan menerobos jenazah yang dilakukan
keluarga dari orang yang telah meninggal.
Brobosan yaitu kegiatan yang dilakukan oleh keluarga orang
yang telah meninggal. Keluarga akan menerobos jenazah dari commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id85
bawah satu-persatu. Brobosan dilakukan ketika jenazah yang
telah dimasukkan ke dalam peti diangkat keluar rumah setelah
doa kematian selesai. Pada saat di depan rumah, jenazah berhenti
sebentar kemudian para keluarga berkumpul dari mulai anak
hingga cucu, kemudian berjalan berurutan melewati peti yang
berada di atas mereka selama tiga kali dan searah jarum jam.
b. Bidhal laya [biDal lɔyɔ]
Bidhal laya merupakan bentuk frasa yang berkategori verba
atau kata kerja. Frasa bidhal laya terdiri dari dua kategori kata
yang keduanya termasuk kata yaitu kata ‘bidhal’ memiliki
kategori kata verba (V) dan kata ‘laya’ berkategori kata benda
(nomina).
Bidhal laya merupakan proses yang dilakukan oleh tenaga
laki-laki dengan menggali tanah di kuburan untuk mengubur
jenazah. Menguburkan jenazah ini sifatnya wajib bagi setiap
orang, sehingga masyarakat gotong royong ada yang mengurus
jenazah dirumah dan ada yang mengurus di kuburan.
4) Selametan [slamətan]
a. Surtanah atau geblag [sUrtanah atau gəblag]
Surtanah dilakukan pada hari meninggalnya jenazah.
Surtanah yaitu upacara untuk menandakan bergesernya
kehidupan fana ke alam baka. Semua makhluk hidup berasal dari commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id86
tanah, begitupun dengan manusia, sehingga akan kembali lagi ke
tanah. Surtanah bisa disamakan dengan kenduren dalam
masyarakat Desa Tegalmade.
Dalam slametan surtanah di Desa Tegalmade menggunakan
ubo rampe sebagai berikut nasi gurih/sega gurih, ingkung, urap,
cabai merah, krupuk, rambak, kedelai hitam, bawang merah,
kembang kenanga, garam, dan tumpeng yang dibelah.
b. Yasinan [yasinan]
Yasinan merupakan bentuk kata yang mendapat sufiks
berupa -an pada kata dasar yasin. Yasinan bentuk kata dasar yang
berkelas kata benda atau nomina. Istilah yasinan berasal dari
bahasa Jawa yang berarti surat yasin.
Yasinan yaitu acara yang dilakukan saat ada orang yang
meninggal dunia dan dilakukan di rumah orang yang meninggal
tersebut. Yasinan dilakukan pada malam hari setelah acara
pemakaman dilaksanakan. Dilakukan setelah sholat maghrib
sampai menjelang sholat isya’ . Yasinan dipimpin oleh orang tua
anggota majelis masjid. Dalam yasinan, anggota keluarga beserta
tetangga dan sanak saudara membacakan surat yasin untuk
dikirim kepada yang sudah meninggal.
c. Empat puluh hari (matang puluh dina) [mataŋ pulUh dinɔ]
Empat puluh hari merupakan bentuk frasa yang berkategori
verba atau kata kerja. Frasa empat puluh hari terdiri dari dua commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id87
kategori kata yang keduanya termasuk kata yaitu kata ‘empat
puluh’ memiliki kategori kata bilangan (nomina) dan kata ‘hari’
berkategori kata benda (nomina).
Empat puluh hari yaitu upacara yang dilakukan untuk
memperingati empat puluh hari meninggalnya seseorang.
Dalam bahasa Jawa empat puluh hari disebut juga dengan
matang puluh dina.
d. Seratus hari (nyatus) [ñatUs]
Seratus hari merupakan bentuk frasa yang berkategori verba
atau kata kerja. Frasa seratus hari terdiri dari dua kategori kata
yang keduanya termasuk kata yaitu kata ‘seratus’ memiliki
kategori kata bilangan (nomina) dan kata ‘hari’ berkategori kata
benda (nomina).
Seratus hari yaitu upacara yang dilakukan untuk
memperingati seratus hari meninggalnya seseorang. Dalam
bahasa Jawa seratus hari disebut juga dengan nyatus dina.
e. Pendak pisan [pənda? Pisan]
Pendak pisan merupakan bentuk frasa yang berkategori
verba atau kata kerja. Frasa pendak pisan terdiri dari dua kategori
kata yang keduanya termasuk kata yaitu kata ‘pendak’ memiliki
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id88
kategori kata benda (nomina) dan kata ‘pisan’ berkategori kata
bilangan (nomina).
Pendak pisan yaitu upacara yang dilakukan untuk
memperingati meninggalnya seseorang pada satu tahun pertama.
f. Pendak pindo [pənda? Pindo]
Pendak pindo merupakan bentuk frasa yang berkategori
verba atau kata kerja. Frasa pendak pisan terdiri dari dua kategori
kata yang keduanya termasuk kata yaitu kata ‘pendak’ memiliki
kategori kata benda (nomina) dan kata ‘pindo’ berkategori kata
bilangan (nomina).
Pendak pindo yaitu upacara yang dilakukan untuk
memperingati meninggalnya seseorang pada tahun kedua.
g. Nyewu [ñewu]
Nyewu merupakan bentuk kata yang mendapat afiks berupa
ny- pada kata dasar sewu. Nyewu bentuk kata dasar yang
berkelas kata benda atau nomina. Istilah nyewu berasal dari
bahasa Jawa yang berarti selamatan seribu hari pasca
meninggalnya seseorang. Istilah tersebut dilafalkan dengan
bentuk bunyi [ñéwu].
Nyewu bersala dari kata “nyewu” dari bahasa Jawa yang
berarti seribu. Nyewu yaitu acara yang diselenggarakan kerabat
dari orang yang meninggal pada hari yang ke-1000. Nyewu
merupakan akhir/penutup pada selamatan yang dilakukan untuk commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id89
orang yang meninggal. Biasanya dalam masyarakat Desa
Tegalmade, puncak dari segala selamatan pada orang meninggal
yaitu ada di selamatan nyewu ini. Mereka akan memasak
masakan yang cukup banyak dan mengundang orang banyak,
seperti hajatan dalam perkawinan.
2. Makna Kultural dan Pandangan Hidup Masyarakat melalui Istilah-
Istilah Tradisi Rewang pada Masyarakat Desa Tegalmade
Berdasarkan penelitian, berikut merupakan istilah-istilah yang memiliki makna
kultural dan pandangan hidup masyarakat dalam tradisi rewang di Desa
Tegalmade.
Pada penelitian tradisi rewang di Desa Tegalmade, peneliti menemukan istilah-
istilah bermakna kultural berbentuk kata dan frasa dalam peranti dan alat tradisi,
maupun nama pekerja rewang yang digunakan pada proses tradisi berikut:
A. Rewang pada Kelahiran
1) Inthuk-inthuk [inThu?- inThu?]
Makna kultural dari adanya inthuk-inthuk yaitu nasi tumpeng bancakan
yang dibuat untuk penghormatan kepada batur (teman) atau sing momong
bayi.
Dalam kepercayaan masyarakat Desa Tegalmade, sesajen inthuk-inthuk
dapat dikatakan sebagai miniatur dari seluruh sesaji weton. Bedanya, sesaji
inthuk-inthuk ini dipersembahkan khusus untuk menjamu arwah para
leluhur, termasuk juga roh-roh pamomong yang mendampingi dan
mengayomi jabang bayi atau orang yang diperingati wetonnya. Sebab, di commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id90
dalam pemahaman masyarakat Jawa, roh-roh pun masih membutuhkan
makan dan minum, hanya saja bedanya roh-roh tersebut makan dan minum
sari dari sesaji yang diberikan.
“inthuk-inthuk kui dinggo ngormati bature bayi mulo
diwenehke ning batur karo ngisor kasur. Bayi ki sing momong
yo enek ning paturone bayi, dadi kudu digawekne inthuk supaya
mantuk kersane sing jaga sedulure” (02/RJ/19 November 2018)
“Inthuk-inthuk itu untuk menghormati batur bayi sehingga
diberi di batur dan bawah kasur bayi. bayi yang
momong/menjaga ya ada di tempat tidurnya, jadi harus
dibuatkan inthuk-inthuk supaya manthuk/mau untuk menjaga
saudaranya”
Wetonan juga jadi wujud penghormatan pada ibu sebagai orang yang
mbabar wiji dan yang mewujudkan cinta yang sesungguhnya. Orang yang
memperingati wetonan diingatkan akan semangat hidup dan berani
mencintai seperti cinta seorang ibu.
2) Jenang abang putih [jənaŋ abaŋ putIh]
Makna kultural dari jenang abang putih yaitu menurut Mbah Atmo Jinem,
jenang abang sebagai simbol abang si jabang bayi dan jenang putih sebagai
simbol suci, lahir dalam keadaan suci tanpa dosa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id91
“wong lahir ning donya iku bentuke janin sek enek getehe, yen
wis diilaki dadi putih resik tanpa reget” (02/RJ/19 November
2018)
“orang lahir kedunia itu berbentuk janin yang ada darahnya,
dan jika sudah dibersihkan akan putih bersih”
Jenang abang putih juga sebagai lambang keberanian serta kesucian jiwa,
dan sebagai simbol untuk memberikan penghormatan kepada kedua orang
tua.
Jenang abang putih dibuat dari bekatul, karena pada zaman dahulu bekatul
banyak dan mudah dijumpai, serta harganya yang realtif terjangkau.
“ jenang abang putih iku maknane ben ngeki bukti sah
dinggo sing momong bayi” (02/RJ/19 November 2018)
“jenang abang putih itu maknanya untuk memberi bukti
yang sah untuk yang momong bayi”
3) Jenang baro-baro [jənaŋ baro-baro]
Makna kultural dari jenang baro-baro menurut Mbah Sukinah yaitu
sebagai permohonan keselamatan pada Tuhan YME untuk menjaga bayi
dan ibunya dari marabahaya.
Sama seperti jenang abang putih, jenang baro-baro yang digunakan
untuk kelahiran bayi juga memberikan makna menjaga bayi dan ibu, serta
sebagai penghormatan kepada yang momong bayi.
Jenang baro-baro dibuat saat sepasaran bayi, dibuat oleh tenaga rewang
wanita. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id92
4) Sega asahan [səgɔ asahan]
Makna kultural dari sega asahan yaitusarana untuk mengesahkan
kehidupan si jabang bayi yang baru lahir di dunia.
“sega asahan kangge ngesahaken wilujeng slamet ibu lan
bayine” (02/RJ/19 November 2018).
“Nasi asahan untuk mengesahkan kehidupan yang selamat
untuk ibu dan bayi”
Sega asahan juga merupakan lambang dari harapan yang telah tercapai
atau terlaksana dan tidak ada hal-hal yang kurang dan diharapkan keadaan
ibu dan bayi sehat wal afiat.
Dalam pembuatan sega asahan, tenaga rewang yang bekerja lebih dari
satu orang, hal ini dikarenakan ada orang yang menanak nasi dan yang
lainnya membuat lauk-pauk/ lawuh, yaitu :
- Serundeng [sərundƹŋ]: gandheng renteng maksudnya renteng-renteng
urip ‘kesejahteraan dalam hidup’ artinya antara lahir dan batin harus
seimbang untuk mewujudkan kehidupan yang bahagia.
- Peyek [pƹyƹ?]: makanan yang terbuat dari adonan tepung dan kedelai
hitam. Peyek sebagai lambang bersatunya masyarakat dengan
kebudayaan. Kedelai hitam sebagai simbol dari kebudayaan dan adonan
tepung sebagai simbol dari kehidupan masyarakat. Meskipun
masyarakat mempunyai kebudayaan yang berbeda, namun memiliki
tujuan yang sama dalam kehidupan yaitu hidup damai dan tentram.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id93
- Tahu dan tempe [tahu dan tempe] : merupakan pelengkap dari adanya
sega asahan. Tahu dan tempe melambangkan kesederhanaan hati,
karena tempe dapat dikonsumsi dari rakyat biasa sampai orang kaya,
dan harganya yang relatif murah.
5) Sega golong [səgɔ gɔlɔŋ]
Makna kultural dari sega golong yaitu bahwa masyarakat Desa
Tegalmade pada pembuatan sega golong yaitu dengan cara dibuat bulat
kecil-kecil, ini merupakan suatu kebulatan tekad untuk menerima sesuatu
yang baik.
Nasi golong biasa dibuat pada saat brokohan bayi.
“sega golong kui sega sek dikepel-kepel utawa dipenak.
Mengke nek lantur, nek sing due hak terusan mboten dang
lahir kan enek kondone, sega uduk, ingkung lan gedang
pirang tangkep. Nek sing lunas biasa” (02/RJ/19 November
2018)
“sega golong itu nasi yang dikepal-kepal atau dipenak.
Nanti kalau lantur, kalau yang punya hak bayinya tidak lahir-
lahir maka ada nadzarnya, membuat nasi uduk, ingkung, dan
pisang setangkep. Kalau lahiran normal membuat biasa saja”
Masyarakat Desa Tegalmade sangat menjunjung adat kejawen dalam hal
nadzar/janji, jika ada yang membuat nadzar, maka harus melaksanakannya.
“nasi golong kajengen gemolong lumunturi. Kajenge lestari
lan sehat. Diparingicommit sehat” to (02/RJ/19 user November 2018).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id94
“nasi golong supaya gemolong lumunturi. Supaya lestari dan
sehat”.
6) Sega bancakan [səgɔ bancakan]
Makna kultural dari sega bancakan ini yaitu sebagai rasa syukur kepada
sang penjaga bayi yaitu Tuhan YME. Sega bancakan dibuat pada saat
seseorang telah menginjak wetonnya, hal ini sebagai simbol agar segala
bentuk marabahaya, ketidakberuntungan, hal-hal buruk yang kita jumpai
saat ini dan yang akan datang tidak mudah terjadi.
Manfaat adanya bancakan yaitu untuk ‘ngopahi sing momong’bayi.
Masyarakat Desa Tegalmade percaya jika setiap dari yang lahir ke bumi,
maka ada yang momong (pengasuh). Untuk menghormati sing momong ini,
maka dibuatkan nasi bancakan.
Makna dari sega bancakan yaitu nasi yang disampingnya berisikan urap
sayur dan telur. Sega bancakan yaitu sebagai tradisi makan bersama dalam
satu nampan atau terkadang diberikan pada pincuk (daun pisang yang
dibentuk kerucut sebagai wadah nasi). Hal ini sebagai simbol bahwa tidak
ada perbedaan apakah anak itu anak si miskin atau si kaya, apakah orang itu
tua atau muda. Hal ini mencerminka semangat dari gotong-royong dan
kerukunan dalam bermasyarakat. Anak yang dibancaki diharapkan
memiliki kehidupan yang baik, sehat, berkah, serta bermanfaat bagi semua
orang.
Sega bancakan sama halnya seperti nasi pada sepasaran, selapan,
maupun weton yaitu: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id95
- Nasi tumpeng : nasi tumpeng ini dibentuk kerucut seperti tumpeng
kemudian ditaruh dia atas alas tampah atau baki yang sudah diberi daun
pisang kemudian diberi sayur atau lauk pauk berupa urap. Nasi yang
digunakan dalam sepasaran yaitu nasi putih. Hal ini memiliki makna
sebagai harapan agar kelak bayi yang telah dilahirkan memiliki umur
yang panjang dan senantiasa hidup tentram dan diiringi dengan hati yang
bersih dan suci.
- Cabai merah dan bawang merah : perlambang bahwa anak tersebut
berjenis kelamin laki-laki, namun bila jenis kelaminnya perempuan,
hanya dibuatkan nasi ambengan dan tidak dibentuk kerucut. Bawang
merah atau brambang sebagai lambang memiliki pemikiran yang matang
dan cabai sebagai simbol keris yaitu tegak pendiriannya.
- Telur atau endhog [ənDɔ?] : lambang dari awal mula kehidupan manusia.
Manusia terbentuk dari sperma dan sel ovum, kemudian membentuk
janin dalam rahim seorang ibu. Rahim ibu merupakan perlambang dari
cangkang telur. Ibu memegang peranan penting dalam kehidupan si
jabang bayi. Maka, diharapkan supaya kelak kita berbakti kepada kedua
orang tua terlebih ibu yang telah melahirkan ke dunia.
- Kangkung: yaitu jinangkung yang berarti melindungi.
- Taoge: yang berarti kecambah dan disimbolkan sebagai tumbuh
kembang si jabang bayi.
- Kacang panjang: bentuk kacang yang panjang diibaratkan kelak bayi
akan memiliki pemikiran yang jauh kedepan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id96
- Bumbu urap: yang berarti hidup/ urip atau mampu menghidupi keluarga
dikemudian hari.
- Uang receh, beras, dan kunir: melambangkan bahwa anak tersebut
berjenis kelamin wanita, yaitu karena masyarakat Desa Tegalmade
percaya bahwa kedudukan wanita lebih rendah dibanding laki-laki dan
juga perlambang dari rezeki turun temurun sang jabang bayi.
- Pisang raja : bentuk buahnya besar agak panjang dan berwarna
kuning.pisang raja sendiri memiliki makna bahwa diharapkan sang
jabang bayi membawa kemuliaan dan tidak melakukan perbuatan yang
buruk di masyarakat dan diharapkan membawa kemakmuran seperti
seorang raja.
Dalam bancakan akan ada doa yang dipanjatkan oleh orang tua maupun
keluarga dari sang anak yaitu sebagai berikut
“ bancakan nggeh cah, bancakane (nama anak), yen awan dijak
dolan, yen bengi dijak turu, bagas waras sak kabehe”
“bancakan ya teman-teman, bancakane (nama anaknya), kalau
siang diajak main, kalau malam diajak tidur, sehat semuanya”
Makna dari doa tersebut yaitu agar anak tersebut kelak ketika dewasa
mendapatkan teman yang baik, tidak neko-neko, dan sehat hidupnya.
7) Peli gupak [pəli gupa?]
Makna kultural dari peli gupak yaitu sebagai simbol yang menandakan
bahwa anak tersebut berjenis kelamin laki-laki. Peli dalam bahasa Jawa
yaitu sebutan untuk alat kelamin anak laki-laki. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id97
Peli gupak sebagai pelengkap dalam nasi bancakan. Tradisi masyarakat
Desa Tegalmade pada zaman yang sudah modern ini, ada yang masih
menggunakan peli gupak, namun tidak sedikit juga yang menghilangkan
tradisi ini.
8) Turuk jembuten [turU? jəmbutən]
Makna kultural dari turuk jembuten yaitu sebagai simbol yang
menandakan bahwa anak tersebut berjenis kelamin perempuan. Namun,
pada masyarakat Desa Tegalmade, dalam nasi bancakan selain terdapat peli
gupak juga dilengkapi dengan turuk jembuten, walaupun yang dibancaki
anak laki-laki.
Bentuk ketupat yang dibelah menjadi dua, diibaratkan sebagai bentuk alat
kelamin wanita.
9) Tukon pasar [tukɔn pasar]
Makna kultural dari tukon pasar yaitu bahwa apa yang disajikan/sesaji
untuk suatu hajatan dibeli di pasar.
Tukon pasar berupa sejumlah makanan yang dijual di pasar tradisional.
Dalam masyarakat DesaTegalmade percaya bahwa tukon pasar
melambangkan sahnya anak yang lahir dengan jenis kelamin laki-laki.
“ tukon pasar gen ngge bukti sing momong lan dinggo tenger
yen lahire bayi kelamine lanag. Biasane isene tukon pasar
bebas karepe sek due hajat, ning biasane yo ger gedang,
belimbing, karo jeruk” (02/RJ/ 19 November 2018”.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id98
“tukon pasar buat bukti yang momong dan untuk tanda
bahwa yang lahir adalah anak laki-laki. Biasanya isi dari
tukon pasar terserah yang punya hajat, namun biasanya
pisang, belimbing, dan jeruk”
10) Kembang setaman [kəmbaŋ sətaman]
Makna kembang setaman dalam tradisi rewang bayi (brokohan) yaitu
sebagai pelengkap yang digunakan bersama inthuk-inthuk. Karena bunga
setaman yang berbau wangi. Kembang setaman merupakan simbol
hubungan pencipta dengan makhluk-Nya.
B. Rewang pada Perkawinan
1) Jayeng [jayƹŋ]
Makna kultural dari adanya jayeng dalam tradisi rewang Jawa di
masyarakat Desa Tegalmade yaitu bahwasanya jikalau ada orang yang
mempunya hajat tanpa adanya jayeng, belum dikatakan berhajat.
“wong due gawe kui kudu enek jayenge, jayeng sing dinggo
gae wedang, sing nyukupi kebutuhane uwong akeh enek
gone wong due gawe, mengko yen bubaran, tenaga jayeng
yo kudu diwenehi upah kerjane, biasane yo gula teh, karo
sisa snek” (03/RW/ 5 Mei 2018).
“orang punya hajat harus ada jayeng, jayeng tempat orang
membuat minuman, yang mencukupi kebutuhan minum
banyak orang di tempat hajat orang, kalau selesai hajatan,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id99
tenaga jayeng harus diberi upah kerja, biasanya berupa gula
dan teh serta sisa snek”
Tenaga rewang di jayeng sangat penting peranannya dalam sebuah
hajatan, sehingga seorang tenaga jayeng dalam masyarakat Desa Tegalmade
sangat di hormati, karena mereka bekerja dari acara belum dimulai sampai
akhir, terkadang ada yang sampai tidak pulang.
2) Pujangga [pujɔŋgɔ]
Makna kultural pujangga merupakan seorang yang sudah tua/ sesepuh
yang berjenis kelamin laki-laki dan berasal dari daerah tersebut yang
dihormati dan mengetahui mengenai hari-hari baik bagi masyarakat Jawa
dengan menggunakan perhitungan Jawa. Seorang yang akan menikahkan
anaknya akan bertamu kerumah pujangga untuk membantu menentukan
hari baik guna melangsungkan hajatan.
“Mbah kula ajeng mantune anak kula, jenengan mang
golekne dinten sek mulus/ sek becik” (03/RW/ 5 Mei 2018)
“Mbah, saya akan menikahkan anak saya, tolong carikan hari
yang baik”.
Kemudian pujangga tersebut akan menanyai weton dari kedua
calon pengantin dan menentukan hari yang dianggap baik untuk
melangsungkan pernikahan.
Seorang pujangga harus sudah menikah dan sudah menikahkan
anaknya, biasanya pujangga tidak tahu tulis-menulis. Makna dari
pujangga yang telah menikahkan anaknya tersebut yaitu agar commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id100
mampu memberikan petuah bagi sang calon pengantin, jika belum
pernah menikahkan anaknya, maka tidak diperbolehkan orang
tersebut menjadi seorang pujangga.
3) Patah [patah]
Makna kultural dari patah yaitu ‘patah si kembaran’, maknanya bahwa
patah itu kembar dua, dari mulai jenis kelamin, riasan, pakaian, semuanya
sama. Simbol bahwa patah itu merupakan kembar yaitu dari saat dirias
sampai selesai acara harus sama.
4) Adang [adaŋ]
Makna kultural dari adang yaitu adang sega merupakan sebuah prosesi
ritual yang telah dilakukan 8 tahun sekali dalam sistem penanggalan Jawa
di keraton Kasunanan Surakarta. Adang berati menanak dan sega berarti
nasi, adang sega yaitu menanak nasi (wikipedia online, diakses pada
tanggal 10/9/18 pukul 11.38 Wib).
Proboadinagoro mengungkapakan bahwa adang yaitu:
Adang pada zaman nenek moyang (zaman dahulu)
menggunakan cethik geni dan dilakukan sampai sekarang. Adang dilakukan di dapur dengan menggunakan peralatan menanak nasi yaitu dandang dan kukusan (terbuat dari
anyaman bambu yang berbentuk kerucut). Makna dari adhang ini yaitu sebagai simbol bahwa orang tua atau yang
akan mempunyai hajat tersebut telah mempersiapkan segala hidangan untuk menjamu tamu, serta memanjatkan doa permohonan perlindungan kepada Allah Swt. agar semua
selamat dan semoga persiapan hidangan dapat mencukupi, bermanfaat, artinya: seandainya kurang, tidak sampai memalukan dan seandainya lebih, tidak mubasir. (
Proboadinagoro, 2015: 51-52).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id101
Sama seperti seorang tenaga jayeng, tugas seorang adang juga sangat
penting peranannya dalam hajatan yang ada di Desa Tegalmade, sehingga
jika acara sudah selesai, maka wajib memberi imbalan/upah kepada
tenaganya.
5) Gedong [gədɔŋ]
Makna kultural dari gedong yaitu bahwa bedong yang berarti gudang
dan gedong yang berarti orangnya. Gedong dilakukan di bedong
dimaksudkan bahwa segala sesuatu yang dipunya harus dijaga. Dalam
perhitungan Jawa, makna lungguh maupun gedong yaitu sama sesuatu yang
baik dalam kedudukan (jabatan) dan ekonomi (harta), sehingga adanya
gedong dalam suatu rewang agar kelak sang tuan rumah beserta anaknya
memiliki harta yang melimpah karena hati-hati dalam menjaganya dan
setiap waktu bertambah.
6) Kerun [kərUn]
Makna kultural dari kerun dalam amsyarakat Desa Tegalmade yaitu
sebagai simbol ataupun penanda bahwa adanya suatu hajatan upacara
perkawinan disuatu tempat.
“yen enek kerun berarti ameh enek wong due mantu”
(03/RW/ 5 Mei 2018)
“kalau ada kerun berarti pertanda akan ada orang yang mantu
(menikahkan anaknya)
Adanya kerun juga sebagai simbol bahwa kedua mempelai telah masuk
pada sebuah keluarga yang baru, seperti halnya dalam pembuatan kerun commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id102
yang dilakuakan 2-3 orang, maka mempelai juga diharapkan bisa hidup
mandiri berdua saja karena sudah lepas tanggung jawab dari kedua orang
tuanya.
7) Bleketepe [blƹkətepe]
Bleketepe merupakan salah satu piranti yang terdapat dalam adat
pernikahan orang Jawa, begitupun dalam pernikahan di Desa Tegalmade.
Makna kultural dari bleketepe yaitu sebagai simbol untuk penolak mara
bahaya yang akan datang saat acara upacara perkawinan dimulai sampai
akhir. Hal ini seperti bentuk dari bleketepe yang memanjang berbentuk
persegi panjang dan berjaring-jaring, sebagai simbol penolak dari hal-hal
yang dirasa kurang baik.
8) Jaro [jaro]
Makna kultural dari jaro yaitu jejere wong loro ‘berjejer dua orang’.
Jaro diibaratkan kedua manten yang berdampingan bersama. Jaro juga
sebagai pembatas wilayah dari gangguan marabahaya dan godaan yang
kelak akan menggangu kedua manten, hal ini dapat dilihat dari bentuk jaro
yang seperti pagar. Pada zaman dahulu, orang di pedesaan membuat pagar
menggunakan bambu seperti bentuk jaro, sehingga jaro telah melekat
bahwa sebai pagar, maka dapat digunakan sebagai penolak marabahaya
yang datang ke rumah.
9) Pawon [pawɔn]
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id103
Makna kultural dari pawon yaitu, pawon mempunya akronim ‘apa-apa
wonten’ (apa-apa ada). Pawon berasal dari kata Pa yaitu papan/tempat dan
won yang berarti awon/abu. Pawon yaitu tempat yang terdapat abunya,
sehingga dianggap sebagai tempat yang kotor, hal ini dikarenakan oleh asap
yang keluar dari proses pembakaran pada saat memasak dan hal in yang
menyebabkan letak pawon selalu dibelakang rumah. Pawon merupakan
sebuah dapur, sehingga semua bahan yang diperlukan untuk mengolah
sebuah masakan akan mudah tersedia. Dalam sebuah rewang, letak pawon
dan gedong tidaklah jauh, hal ini dikarenakan agar jika ingin mengambil
bahan untuk dimasak, maka tidak usah mengambil jauh-jauh.
10) Tarub/kajang [tarUb/kajaŋ]
Makna kultural dari kajang yaitu bahwa kajang berupa bangunan yang
berada di depan rumah yang akan punya hajat, hal ini dikarenakan akronim/
jarwadasa dari kajang yaitu ngajeng karena letak kajang selalu didepan
rumah. Sejarah dari adanya kajang/tarub ini dimulai dari Jaka Tarub yang
hendak menikahi Dewi Nawangwulan, dan membuat tambahan atap serta
menghias dengan janur. Atap kajang dibuat dari atep/daun-daunan
padi/damen hal ini dikarenakan pada zaman nenek moyang dahulu belum
banyak yang menggunakan seng dan mudah menemukan daun-daunan dan
cara membuatnya mudah, sehingga dipilihlah daun-daunan padi untuk
dibuat kajang, ada juga yang menggunakan daun kelapa kering yang
dianyam untuk dibuat kajang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id104
11) Sinoman [sinɔman]
Makna kultural dari sinoman merupakan anak muda yang menjadi
peladen saat di desa sedang berlangsung hajatan. Sinoman yaitu bentuk dari
keinginan anak muda yang ingin diakui dalam sosial masyarakat. Dalam
sebuah sinoman terdapat suatu rasa kegotongroyongan yang sangat kental,
dimana mereka bekerja dari acara di mulai sampai selesai tanpa di bayar,
dalam peribahasa Jawa “holopis kuntul baris” yaitu bekerja dengan
bergotong royong. Burung kuntul diibaratkan anak muda yang banyak yang
rukun dan burung kuntul adalah burung yang sangat rapi dan berbaris ketika
berada di sawah, ini juga melambangkan ketika anak muda sedang nyinomi
makan mereka akan berbaris sesuai aba-aba dari ketua dan tidak ada yang
membangkang/membantah perintahnya.
12) Domas [dɔmas]
Makna kultural dari domas atau putri domas ini yaitu kirab dilakukan
oleh dua orang yang masih perawan. Dipilihnya dua orang yang masih
perawan yaitu sebagai lambang dayang yang masih muda yang setia
mengawal sang ratu. Kirab harus dilakukan dengan jumlah orang yang
genap, hal ini dikarenakan agar pas dan sejajar dengan manten. Domas
dilakukan dengan orang yang sedikit juga memiliki alasan bahwa pada
zaman kerajaan terdahulu kirab dilakukan dengan 40 gadis, namun seiring
dengan perkembangan zaman kirab dilakukan hanya 2 sampai 8 gadis saja,
hal ini karena jika menggunakan 40 gadis, maka akan memenuhi rumah
sang pengantin. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id105
“sinepat kirab pangalendran busana nalendra busana yg
hitam”
Domas ini terdiri dari teman maupun sodara perempuan asalkan harus
yang masih perawan.
13) Punjungan [punjuŋan]
Makna kultural dari punjungan yaitu punjungan memiliki makna
munjung/mengunjungi. Ketika seseorang akan melaksanakan hajatan pada
kediamannya, maka diwajibkan melakukan munjung pada orang yang lebih
tua maupun status sosialnya lebih tinggi dari yang punya hajat. Hal ini
dimaksudkan dalam masyarakat Jawa ketika diperintah oleh orang yang
lebih tua maupun yang memiliki strata sosial lebih tinggi, maka akan patuh
dan menuruti. Tujuan dari munjung agar orang yang menerima punjungan
tersebut mengajak warga untuk membantu orang yang akan mempunyai
hajat. Tradisi punjungan sudah ada dari nenek moyang, bahwa punjungan
juga memiliki makna saling memberi dan sebagai ungkapan rasa syukur dari
tuan rumah yang akan menggelar hajatan untuk anaknya. Punjungan lebih
baik dilakukan oleh tuan rumah, sebagai sarana penghormatan, biasanya
tuan rumah akan datang ke rumah Pak RT, Pak Kadus, Pak Lurah, dan
beberapa sanak saudara yang lebih tua, mereka datang dengan membawa
nasi dan ayam panggang utuh dan mengutarakan maksud mereka :
“pak kulo badhe kagungan hajat, jenengan tak aturi
dawuh sekalian ibu lan bapak tak aturi rawuh nggen
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id106
kulo nenggani kulo kagungan hajat” (03/RW/ 5 Mei
2018).
“pak, saya akan menggelar hajatan, Anda saya haturkan
untuk datang beserta ibu”.
14) Tuwuhan [tuwuhan]
Makna kultural dari tuwuhan yaitu dimaksudkan agar pengantin kelak
memiliki keturunan sebagai penyambung dari orang tuanya.
- Dua batang pisang raja, diharapkan agar pengantin dapat meniru watak
pohon pisang yaitu akan tetap hidup meski dipotong bunganya (tuntut).
Penagntin diharapkan agar bisa bermanfaat bagi keluarga, masyarakat,
dan bangsanya dan menjadi keluarga yang mulia seperti seorangraja.
- Tebu, merupakan akronim dari antebing kalbu atau kebulatan tekad.
Diharapkan kedua pengantin kelak dalam mengarungi kehidupan selalu
merasakan manisnya hidup dan memikirkan matang-matang apa yang
kelak akan diperbuat dengan baik-baik.
- Dua kelapa gading, kelapa gading merupakan lambang keteguhan dan
kebijaksanaan.
- Daun kapas, daun kapuk sebagai simbol dengan kapas yang berwarna
putih, sehingga kedua pengantin diharapkan memiliki hati yang putih
bersih dan suci atau tulus dalam menjalin kehidpan berumah tangga
kelak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id107
- Daun keluwih, memiliki simbol yaitu agar kelak kedua pengantin
memiliki keluwihan atau kelebihan dalam hal menghadapi kehidupan
berumah tangga, ekonomi, sosial, budaya, dan agama.
- Daun alang-alang, alangan ‘halangan’. Diharapkan agar kedua
pengantin mampu menghadapi setiap halangan yang menghadang
kehidupannya nanti.
- Daun dhadhap serep, masyarakat Jawa biasanya menggunakan daun
dhadhap serep untuk obat penurun panas (sirep). Merupakan lambang
ketenangan, sehingga pengantin diharapkan memberi ketenangan bagi
keluarga.
- Daun beringin, diharapkan kelak ketika sudah memiliki anak, maka
orang tua dapat mengayomi dan melindungi anaknya seperti sifat pohon
beringin yang rindang, sejuk, dan teduh.
- Daun apa-apa, diharapkan kedua pengantin kelak tidak terjadi apa-apa
dalam mengarungi bahtera kehidupan berumah tangga.
- Padi, seperti sifat padi semakin berisi semakin menunduk, diharapkan
kedua pengantin kelak semakin dewasa akan semakin bijaksana, rendah
hati, dan menghormati orang lain.
15) Ulih-ulih [ulIh-ulIh]
Makna kultural dari ulih-ulih, berasal dari jarwa dasa ‘yen nyangoni lek
arep mulih’. Ulih-ulih antara tamu satu dengan yang lainnya berbeda,
tergantung yang diundangi. Jika untuk tamu yang rewang maka bentuk dari
ulih-ulih tersebut berupa nasi beserta lauk-pauk, terkadang diberi jajanan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id108
pasar dan roti. Namun jika tamu yang datang sore hari (tamu ulem), maka
ulih-ulih yang diterima berupa roti. Definisi dari ulih-ulih ini merupakan
simbol bahwa keluarga dari tamu yang berada di rumah dapat menikmati
hidangan yang tersedia pada saat hajatan.
“lek nyangoni yen arep mulih atau lek arek mulih kek ono”.
“Kalau datang namanya oleh-oleh kalau pulang namanya
ulih-ulih (jika akan memberi pada waktu pulang. Kalau
datang namanya oleh-oleh, bukan ulih-ulih)” (03/RW/5 mei
2018).
16) Atur-atur [atUr-atUr]
Sama seperti halnya punjungan, atur-atur juga merupakan suatu prosesi
ketika orang akan mempunyai hajat. Atur-atur dilakukan guna menjalin
silaturahmi antar warga masyarakat serta sebagai sarana penghormatan dari
tuan rumah kepada tetangga serta sanak saudara.
Atur-atur biasa dilakuakn oleh pemuda desa, mereka akan diberi tugas
oleh yang punya hajat dan kemudian akan mengundang warga desa,
biasanya disebut dengan ijoan. Atur-atur pada Desa Tegalmade hanya
dilakukan oleh laki-laki, hal ini sebagai simbol bahwa yang boleh berada di
luar rumah itu laki-laki, dan perempuan hanya bertugas di dapur saja
(masak, macak,manak).
“pakde kula dateng mriki dikengkeng pakde (yang punya
hajat), jenengan kagungan atur rawuh benjing dinten sabtu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id109
jam 10 wonten ing daleme pakde(yang punya hajat)”
(04/RH/7 Desember 2018)
“pakde saya datang kesini disuruh pakde (yang punya hajat),
Anda diaturi datang besok hari sabtu jam 10 dirumahnya
pakde (yang punya hajat)”
Ketika ada orang yang datang dan menyampaikan seperti di atas, maka
orang rumah sudah akan paham apa maksud dari undangan.
17) Kembar mayang [kəmbar mayaŋ]
Makna kultural dari kembar mayang yaitu proses membuat dekorasi
bunga yang sama persis berjumlah dua yang menjadi gambaran serta doa
agar kedua pengantin dapat menyelaraskan rasa dan sebagai penyatuan jiwa
dan raga dalam mengarungi kehidupan sehingga tidak dapat dipisahkan.
“kayu klebu dewandaru pisang mas ingkang ngapus tintis
nompineko woh tetuwuhan”.
Kembar mayang diletakkan di kanan dan kiri petanen/krobongan.
Kembar mayang yang diletakkan dikiri disebut dewandaru berarti pohon
harapan, diharapkan suami dapat memberikan harapan kebahagiaan kepada
istri. Sedangkan, kembar mayang yang berada di kanan disebut jayataru
berarti pohon keunggulan, segala keunggulan harus dimiliki pengantin pria
untuk memberikan kehidupan yang jaya dan bahagia.
Kembar mayang perlambang adanya unsur pendidikan seks, yaitu
mempelai wanita diibaratkan mayang yang telah berkembang dan nampak
keindahannya. Bentuk dari kembar mayang yang seperti lampion menjadi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id110
gambaran wanita yang hamil menyerupai bentuk perut yang buncit,
dimaksudkan agar kelak setelah menikah kedua mempelai segera
dianugerahi momongan.
Kembar mayang itu pra-lambang dari kembar yang berarti sama dan
mayang yang berarti kembang jambe gegambaran (bunga), jadi berupa
gambaran antara pengantin pria dan wanita untuk menyatu dalam sarana
adat tradisi. Kembar mayang diambil dari pewayangan menikahnya janaka
permadi.
Dalam masyarakat Desa Tegalmade, nebus kembar mayang merupakan
acara inti dari pernikahan sebelum ijab qabul, adapun doa maupun tanya
jawab yang diadakan dalam nebus kembar mayang yaitu:
Upacara nebus kembar mayang Takon 1 Keparengo kula badhe matur, nagturaken salam taklim kula kisanak sanget ing pamundi kula kisanak bekti kula.kunjuk
Takon 2
Kauningano kula kisanak ingkang sudi hamastani kula kisaroyo jati dene pinong kula saking desa .... wangsul panjenengan sinten kisanak
sarto ing mriki punika padukuan pundi?
Takon 3
Mekaten kyai ... ingkang luhuring budi menggah pisowan kula tebeh saking desa ... dumugi mriki sarto nganti poro kadang punika awit nyanggi jejibaan dipun sroyo kadang sepuh kang mas ... sekalian
supados ngupadi sarat sarono mrih langgeng wilujeng anggenipun jejodohan anakipun estri roro ayu .... ingkang badedhaup kalih bagus
... putra Bapak ... saking desa ....mbok menawi kyai war saget paring pitedah dateng kula wonten punaki dunungipun sarat sarono ingkang kula upadi punika kyai warsito jati.
38. Dandang gulo. Hayangkoro commit to user 39. babaring mantra (rerepen)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id111
40. utowo pasra
41. iler-iler
42. pangkur= yektine
43. dandang gula
43. singgah
Takon 4 Mangke riyen kyai kula nyuwun perso kados pundi larah-larahipun dene sekar adikalpataru sarana sarat punika ngantos mondok mriki.
Ki saroyo jati ingkang suka hanetepi darmo nama bejo kemayangan tumrap ing panjenengan sebab punopo ingkang panjenengan upadi punika tetelo wonten ing mriki punungipun. Inggih punika ingkang wonten ngarso panjengengan punika
Ki sarono jati ingkang mekaten punika tuhu hamung kersane gusti ingkang maha kinangkung
Takon 5 Selajengipun tabakbroto kados pundi kyai warsito. Wadene larah- larahipun mekaten ki saroyo jati duk rikala jaman purwo kayangan junggring saloko katempuh ing goro-goro ingkang boten sanes awit saking doyo pangaribawaning satriyo ing ngarso podo ingkang kolo semanten nembe tolak broto maneges marang dewa ingkang maha linangkung.
Jawab V
Saloko sayang jagat giri noto kepareng sini woko lenggah rinangkit ing bale marcukudo manik. Utusan podo hapsari ingkang hari bawono
Takon 6 Kersane sayang girinoto kados pundi kyai ...
Cacah pitu inggih punika probosi . irem-irem 3 tanjung biru papat gagar mayang 5 warsiki 6 leng-leng sari 7 miwah lengleng mandanu.
Jawab VI
Poro hapsari cacah pitu kadawuan hangrone sekaradi ingkang kedah kembar inggih punika ing sinebant kalpotaru dewo ndaru joyo ndaru ingkang kaprahipun lajeng sinebat sekar manca warna utawi kembar mayang. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id112
Takon 7
Menawi tetelo mekaten tuhu punika sekaradi ingkang kula upadi kyai . Takon 8 Inggih-inggih sumonggo nglajengaken
Takon 9 Wujudipun nugroho punika ponopo kage.
Jawab VII (bisa ditinggal) Leres ki ... nangeng keparengo nglajengaken anggen kulo nalongeng rumiyin ki ...
Jw VIII Sesampunipun sekar adi monco warno dados poro hapsari cacah 7 kadawuan tumurun ing ngare pada sakperlu paring nugroho dateng poro satriyo tomo ingkang sampun katah lelabuanipun tumrap poro joewo
Takon 10 Sakrehne sekaradi monco warno punika tetelo lumundak ing ngriki sampun tentu kemawon panjenengan ingkang hanampi nugroho kyai Jw IX Wujudipun mboten sanes kajawi inggih sekar adi kalpataru dewa ndaru jaya ndaru ing wujudipun kaceto ing ngarso panjenengan punika ki ... Jw X
Mboten ki S kula namung pinangka lantaran kemawon jer sekar adi monco warno punika tumrap ing titah panampining nugroho anyerengi
ing nalikaning bade nambut silaning akrami
Takon 11
Kasinggian sanget kyai nanging keparengo kula nyuwun perso langkung rumiyen reroncene sekar adi moncowarno punika punopo
sedoyo wonten naminipun kyai
Jw XI Wonten ki ... inggih punika oyoten sinebut bayo bojro deleking wandiro
: sinebut koyo purwo sejati, pang ipun sinebat keblat 4, ron ipun sinebat pradopo mego rumembe , sekar ipun sinebat dewo ndaru joyo ndaru,
dene woh ipun sinebat daru turun kilat
Takon 12 Panjenenganipun kyai ingkang tuhu lepdo ing pitutur. Keparenga kula nyuwun pirso malih kyai sedoyo ingkang panjenengan pratelakaken punika punopo wontencommit wedinipun to user tumrap penganten
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id113
Takon 13 Menawi mekaten oyot soho woh ipun. Mengkuwerdi punopo
Jw XII Kasinggian ki S sekar adi monco warno punika. Kajawi kinaryo
nugroho ingkang kangge mberat sukertoning jagad ugi kangge ubo rampening penganten isineng sekar adi monco warno puniko mengku
pralam pito tumrap ing penganten.
Jw XIII/ Nawud Oyot kang winastan kayu bajro punika pinangka pasemoning kekiyatan lir ipun penganten kedah kiyat lahir saha batinipun amrih gesangipun saget teguh santoso mboten ----
Takon 14 Lajeng pang soho ronipun punika mengko werdi punapa kyai? Ambil kasempyoking aradan ingkang badhe nuwuhaken Rengkaning bebrayan podenen wit ingkang sinebut kayu purwo sejati dados pasemone wiwitane agesang mangun bebrayan linambaran kiyat santosane batos bebrayanipun saged ayem tentrem kalising godo rencono Jw XIV (yen isoh langsung) Pang ingkang sinebat keblat 4 punika princianipun mekaten: 1 girang puspo ndriyo m arahe, 2 janur nur cahyo mangetan arahe, 3 waringin jati laksono mangidul, 4 andong biro wonggo mangilen,
Pasemonipun mugi jumangkae podo penganten anggenipun ngupadi bogo wastro soho kabetan agesang pinaringan gampil ndadosaken
harjo bahagyo mulyo ing bebrayanipun.
Jw XV Dene ronipun ingkang sinebat pradopo mego rumembe gegambaran
gumelaring antariksa ingkang katingal peteng hangendanu pratondo badhe tumurune toyo jawah. Toyo punika salah satunggale kabetaan
tumrap poro titah ingkang jangkepipun ag-ANG-bantolo sarto
Takon 15 Sekar sarto wohipun mengku werdi punapa kyai?
Jw Sekar ingkang sinebat dewa ndaru jaya ndaru. Soho wohipun ingkang
sinebut daru tuwin kilat. Punika ugi mengku pralam pito lir ipun mekaten sekar punika kadi dene pengawake putri ingkang ginadang sesampunipun winengko ing priyo sageto nuwuhaken dene ing bebrayan punika putra.commit Putra to user ginulo wentah amrih saged dados
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id114
manungso ingkang utami saged junjung drajate iang sepuh ngantos kawentar tiang kathah pantes sinodarsono ing bebrayanipun. Mekaten
wedarinipun kyai.
Takon 16 Sak ngandape sekar monco warna punika wonten degan pepetan peksi
ingkang rineko jalmo punopo inggih mengku werdi?
Jw XVI Degan sakjodo punika dados pasemone tumrap ing penganten kekalih supados anggenipun mangun bebrayan netepi jodo kang pinesti liripun. Sih sinisian kados hangganing mimi ingkang nembe hamintuna guyup rukun lahir terusing batin ing ndonyo dumugi delaan. Dene isine degan, toyo wening. Ingkang menep. Mengku pralmpito sri penganten kekalih sageto weni ing penggaleh meneping kalbu pakartining cipto roso miwah karsa sageto cumbuh kaliyan usiking penggaleh.
Takon 17 Panjenenganipun kyai ingkang tuhuwikan dateng wewadining wedo palupi sak rehne sekar adi monco warno punika kula betahaken minangka lelangen sri penganten menawi kedah tinumas piten kerto ajinipun menawi bebano emas picis rojo brono punapa wujudipun? Takon 18 Sarononipun punapa kyai Sembodo ingkang sami sinetdiyo cumbuh ingkang samioginayuh
Jw XVII
Handadosno kauningan ki S sekar monco warno punika mboten kenging tinumbas kanti redana aji nanging cekap liniru ing sarono:
1. Sak perlu ngampil jawaban
2. Sadak lawe sak jodo a. Kloso bongko inggih tilam lampus ing sinulam suket kolojono dene
selajengipun parnaning gati kedah kawang sulaken
Takon 19
Sadak lawe punika wujudipun punapa kyai sarto nggadahi werdi punapa?
Jw XIX Sadak lawe punika wujudipun sedah lininting tinang sulah. Lawe-lawe
hamilih suruh tinemu rose penganten kakung lan putri anggen memangun bebrayan punika tinangsulan deneng tetalineng akrami ingkang awujud pikukuh ing palakrami milo lajeng kaiket jejibaan- jibaan ingkang mbotencommit kengeng to user sinangga lombo kedah hanetepi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id115
kewajibanipun mengku garwa minangka rabinipun dene putri inggih kedah bekti dateng kakungipun.
Takon 20 Lajeng kloso bongko tipinipun sinulam suket kolonjono punika
werdanipun punapa kyai?
Ingkang minangka gurunipun dene gantal soho sadak kengeng kangge sarono menawi wonten kenyo ingkang lungse mangsa dereng winengku priyo dipun saranani kanti sadak lawe kasebat sageto tumuli enggal pikantuk jatu krama.
Jw XX Tilam lampusipun tepine mawi sinulam suket kolonjono punika pinangka pasemone gumelaring gesang bilih titah ing sampurna, gumelaring gesangipun punika kedah ngambah tateran tiga ing winastan tri laka dene princian sinebut loko pono inggih jagad padang, jagade bayi ingkang nembe lahir minangka gegambaran bileh ing titi wanci punika titah ingkang nembe lahir nyumerepi padange jagad. Sinebat loko madiyo: jagade kadewasan. Titah ingkang nembe ngancik ing alam kadewasan punika ingkang ginebeng ing sekar dipun esti mreh darbe pribadi kang geleng gumolong mangun.
Takon 21 Sekaliyanipun ingkang kepareng kula nyuwun priksa kaleh kyai sakrene kembar mayang punika kedah kawangsulaken caranipun kados pundi?
Urip jejek ing brayate mring bebrayan bisa murakapi guna ing sesami
bekti ing yang agung sinebut loko boko. Jagad langgeng titah punika badhe gesang menawi sampun dumugi titi wanci dumawah ing pasti
mboten saget suwolo malih kedah wangsul mulan niro manjeng jagad langgeng.
Jw XXI Kawuningana ki S anggenipun mangsulaken kembar mayang punika
dateng margo catur tegesipun dalan.
Takon 22
Menawi tetelo mekaten kyai sarono liruning sekar monco warno kula aturaken sak punika sumangga kyai kula aturi nampi
Prapatan niat ingsun hambucal sukertoning sri penganten kekaleh mureh sirna kalising (salirineng memolo cinaket no bahagiyo mulyo)
Jw XXII commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id116
Sangetipun panampi kula ki ananging sak derengipun kembar mayang kaboyong badhe kula wateki inggih mantra sakti rumiyen inggih punika
rerepen amrih mboten pedot oyote, mboten alum ron ipun, lan ugi mboten gogrok sekar lan pentilipun.
Takon 23 sumangga kyai kula hamung nderek panjenengan.
Dandang gula 1. Hanyang koro sinanggit memanis hangrumpoko sekar monco warno. Dahat indah ing warnane, warno-warno sinebut kembar mayang denyo mastani pranyoto edi indah nenggeh kalpataru mamet semseming wardoyo 2. Manut carita duk ing uni-uni, ilo-ilo ujaring pro kino kinaryo sung nugraha satrio linangkung ingkang angsung bekti darmo labuh labet mring dewo kang maha linuwih hamberat sukerto Rerepen dandang gula Ana kidung rumeksoning wengi teguh ayu luputo ing lara, luputo bilai kabeh, jem setan datan purun, panaluan tan ana wani, miwah panggawe olo, gunaning wong luput, geni atemaan tirto maling adoh tan ana ngarah mring mami guna duduk pan serna. II Sakataing loro pansamiyo bali sakatahing pan sami mirudo welas asih pandulune saka ing brojo luput kadi kapuk tibane wesi saking wisa towo. Satu galak tulud kayu aing lemah sangar songing landak
guwaning mang lemah mireng miyang pakepone merak
III Pagupakaning marak sekalir najan arco miyang segara asat (alas)
satemah rahayu kabeh.
Dadiyo sariro ayu ing ideran mring widodario rumekso ing malaikat sakata ing rasul. Pandadiya sariro tunggal, ati adam, uteku baginda
eses, pangucapku yo musa.
IV
Napa ingsun nabi Isa pamiyarsaning wang yusuf ing rupaku mangke, nabi Daud suaraku, Njeng Sulaiman kasekten mami Ibrahim nyowo ingwan Idris ing ramutku baginda kulit ingwang Abu Bakar getih
daging Umar singgih balung baginda Usman
V Sungsum ingsun Fatimah linuweh, Siti Aminah bebayuning anggo Ayub minangka ususe. Sakehingcommit wulu to user tuwuh ing ideran tunggal lan nabi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id117
cahyaku yo Muhammad panduluka Rosul pinayungan Adam soro sampepak sakata ing poro nabi dadi sariro tunggal.
Makna dari nebus kembar mayang yaitu bahwa penganten putra
mengutus seseorang untuk menanyakan apakah penganten putri dapat
dinikahi dan mendapat jawabannya. Kemudian makna lain dari nebus
kembar mayang yaitu agar pasangan yang kelak akan menikah dapat seperti
mimi lan minthuna, yaitu saling setia seperti ikan mimi dan minthuna.
Horseshoe crab, kepiting tapal kuda, belangkas, atau dalam bahasa
Jawa dikenal dengan nama “Mimi Mintuno” mempunyai filosofi unik
tersendiri. Filosofi Jawa mengibaratkan Mimi dan Mintuno merupakan
sepasang hewan sejoli yang terkenal setia sehidup-semati. Dalam budaya
Jawa, sering terucap doa untuk pasangan yang menikah berbunyi “Dadio
pasangan koyo mimi lan mintuno” artinya jadilah pasangan suami istri yang
awet/setia seperti mimi dan mintuno.
Sesungguhnya hewan ini bukan merupakan mahluk yang asing bagi
penduduk pantai, terutama masyarakat sekitar Laut Jawa, khususnya di
Jawa Tengah. Mereka mengenalnya dengan sebutan “Mimi” (bila
ditemukan sendiri) dan “Mimi Mintuno” (bila ditemukan sepasang).
18) Among rawuh [amɔŋ rawUh]
Makna kultural dari adanya among rawuh pada penikahan yaitu berasal
dari kata among ‘momong atau mengawasi’ dan rawuh ‘datang’, sehingga
tugas dari among rawuh yaitu mengawasi setiap tamu yang datang pada saat
resepsi diadakan. Among rawuh memerlukan orang yang banyak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id118
dikarenakan agar mudah dalam mengawasi setiap tamu dan membantu tamu
jika tidak mendapatkan tempat duduk.
Pada zaman dahulu untuk setiap among rawuh disediakan baju oleh
perias manten berupa baju beskap, blangkon, dan keris untuk pria dan yang
wanita mengenakan sanggul pada rambutnya dengan berpakaian kebaya
yang seragam modelnya, namu seiring berjalannya waktu untuk setiap yang
among rawuh cukup mengenakan pakaian jas untuk pria dan kebaya dengan
model yang sama untuk wanita.
“among rawuh itu biasanya berada di depan pintu masuk
berjejer untuk mengawasi tamu yang datang dan memberi
salam kepada tamu, tamu diibaratkan seperti raja. Among
juga ada yang di dalam tugasnya membantu tamu untuk
memilih tempat duduk” (03/RW/5 Mei 2018)
Fungsi lain dari among rawuh yaitu sebagai pengganti tuan rumah
dalam menyambut tamu, karena pada saat resepsi biasanya tuan rumah akan
sibuk di pelaminan dan menemani sang anak. Para among rawuh dituntun
untuk memiliki tata bahasa dan etika yang sopan dan santun dalam
menyambut tamu undangan agar tamu tidak merasa diabaikan, sehingga
peran among rawuh ini harus gesit jika adat tamu yang datang sewaktu-
waktu.
19) Dodol dawet [dɔdɔl dawət]
Makna kultural dari dodol dawet yaitu dalam pernikahan adat
Jawa,ketika akan menikahkan anaknya, maka orang tua dari mempelai putri commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id119
akan melaksanakan dodol dawet satu hari sebelum acara resepsi
dilaksanakan. Pada saat dodol dawet orang tua dari pengantin putri yang
akan melaksanakan, sang ibu bertugas menjual dawet sedangkan bapak
bertugas memayungi ibu saat berjualan hal ini memiliki makna bahwa
kedua orang tua tersebut ingin membagikan ilmu kepada anaknya bahwa
ketika sudah menjadi suami- istri maka harus saling bahu-membahu dan
bekerja sama dalam mencari nafkah yang halal untuk keluarga, meskipun
tidak harus melakukan pekerjaan yang sama, masing-masing mengemban
tanggung jawab sesuai dengan kodrat masing-masing.
“membeli dawet dengan uang receh atau logam, supaya laris
manis tanjung kimpul, dagangan laris uang terkumpul. Supaya
tamu yang datang untuk mendoakan banyak”. (03/RW/5 Mei
2018)
Pada saat membeli dawet, para pembeli membeli dawet menggunakan
uang receh yang telah diberi dari ibu pengantin putri. Hal ini dimaksudkan
agar esok hari ketika resepsi pernikahan berlangsung, tuan rumah memiliki
harapan agar tamu yang datang banyak dan mendoakan yang baik-baik, laris
seperti jualan dawetnya.
20) Pecok bakal [pecɔ? Bakal]
Makna kultural dari pecok bakal yaitu berasal dari ‘cok/pecok’ yang
berarti cikal dan ‘bakal’ yang berarti permulaan atau awalan. Sehingga
pecok bakal sebagai simbol permulaan kehidupan yang berasal dari sesuatu
yang dahulu belum ada. Pecok bakal sebagai media dalam melaksanakan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id120
kegiatan dan sebagai simbol rasa syukur kepada Tuhan YME agar kegiatan
yang manusia lakukan berjalan dengan lancar dan tanpa halangan suatu
apapun, serta dilindungi oleh arwah para leluhur.
Dalam pecok bakal terdapat piranti yag digunakan antara lain beras,
cabai, garam, telur ayam, kacang hijau, dan bunga setaman, yang dari
masing-masing piranti ini memiliki makna tersendiri.
- Beras memiliki makna beras merupakan bahan makanan yang
berasal dari proses pengolahan padi. Mulai dari pembibitan
kemudian proses tanam hingga proses panen. Bahwa cikal bakal
manusia itu dari sesuatu yang sedikit dahulu kemudian lama-lama
kan bertambah menjadi banyak seperti satu tangkai padi yang
berasal dari satu biji padi kemudian menjadi banyak padi dan
diolah menjadi beras. Sehingga di dunia ini tidak ada sesuatu yang
ada atau terjadi secara instan. Beras memiliki warna putih
perlambang bahwa manusia hidup di dunia ini harus memiliki jiwa
yang suci, hati yang baik.
- Cabai, cabai yang digunakan adalah cabai yang berwarna merah,
yang memiliki makna sebagai simbol damar atau obor sebagai
penerang jalan menuju kepada Tuhan YME. Sebagai simbol jika
manusia melaksanakan suatu hajatan akan mendapat kemudahan
serta cahaya untuk menerangi jalannya saat gelap atau pada masa
sulit. Warna merah sebagai perlambang obor juga sebagai penerang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id121
dalam masyarakat Jawa, agar suatu yang susah menjadi mudah,
segala rintangan dan halangan diselesaikan dengan mudah.
- Garam memiliki makna yaitu merupakan salah satu bumbu dapur
yang biasa diguakan untuk menambah cita rasa dalam masakan.
Garam sangat diperlukan bagi kehidupan manusia. Dalam
masyarakat Jawa, fungsi garam tersebut banyak, selain sebagai
bumbu dapur, garam juga di percaya sebagai penangkal mara
bahaya makhluk halus yang datang pada suatu tempat. Garam juga
sebagai penangkal ular dalam rumah, caranya dengan menabur
garam di sekitar rumah.
- Telur ayam memiliki makna bahwa telur diibaratkan sebagai
manusia dimana kondisi zat yang belum berwujud bentuknya,
ketika masih dalam kandungan, kemudian membentuk embrio dan
lahirlah makhluk yang dinamakan manusia. Telur merupakan bakal
yang akan menjadi sesuatu, dalam konsep ini telur sebagai awal
mula bakal kehidupan.
- Kacang hijau memiliki makna yaitu bahwa kacang hijau
merupakan tanaman pendek bercabang tegak yang memiliki bunga
kuning kehijauan dan dari bunga tersebut terbentuklah polongan
yang berisi biji kacang hijau. Kacang hijau merupakan salah satu
tanaman yang penting di Indonesia. Selain dapat diolah menjadi
makanan, kacang hijau juga dapat dimanfaatkan sebagai obat yaitu
desentri, dengan cara dibuat bubur. Manfaat kacang hijau yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id122
banyak ini, kacang hijau memiliki makna bahwa apa yang ada di
alam semesta ini dapat di manfaatkan dan sebagai sumber
kehidupan manusia.
- Bunga setaman memiliki makna keanekaragaman warna yang
mengelilingi kehidupan manusia. Bunga setaman terdiri dari bunga
kanthil, mawar, melati, dan kenanga. Filosofi dari bunga yaitu agar
kita beserta keluarga senantiasa mendapatkan berkah yang
melimpah dari para leluhur, seperti keharuman yang terdapat dalam
bunga tersebut.
21) Jenang sumsum [jənaŋ sumsum]
Makna kultural dari jenang sumsum yaitu makanan khas yang digemari
oleh masyarakat Jawa. Jenang sumsum juga memiliki filosofis dan simbol-
simbol yang diyakini oleh masyarakat Desa Tegalmade. Jenang ini selain
sebagai rasa syukur kepada Tuhan YME juga simbol dari doa, persatuan,
harapan, dan semangat masyarakat Jawa. Jenang sumsum terbuat dari beras
putih yang dicampur dengan beras ketan sedikit kemudian disiram dengan
kuah gula merah di atasnya.
Warna putih bersihpada jenang sumsum diyakini sebagai simbol
kebersihan hati dan kesejahteraan, jenang ini kerap disuguhkan ketika ada
acara pernikahan pada desa Tegalmade. Dipercaya akan mendatangkan
kesehatan, berkah, dan juga kekuatan bagi pasangan serta panitia hajatan,
serta sebagai obat bagi tenaga rewang yang telah lelah menuntaskan kerja
pada saat hajatan berlangsung. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id123
22) Kembang telon [kəmbaŋ təlɔn]
Makna kultural dari kembang telon yaitu berasal dari kata kembang
‘bunga’ dan telon’ tiga’. Jumlah kembang telon ada tiga macam yaitu bunga
kanthil, bunga kenanga, dan bunga melati ataupun mawar. Dari masing-
masing bungan ini memiliki makna yang terkandung di dalamnya.
- Bunga kanthil memiliki makna supaya kedua manten memiliki rasa
kekantelaning ati. Supaya pasangannya menjadi tambatan hati atau
terlalu di hati.
- Bunga kenanga memiliki makna Keneng-a. Untuk mencapai segala
keluhuran yang telah diperoleh para leluhur pendahulu. Kenanga,
kenang-en ing angga. Memiliki filosofi supaya anak turun selalu
mengenang warisan leluhur tradisi, kesenian, kebudayaan, filsafat,
dan lain yang baik-baik.
- Bunga melati memiliki makna putih suci perlambang tresna atau
cinta kasih dari Tuhan sudah menjiwa kepada sang penganten.
- Bunga mawar memiliki makna dari kata ‘sabar ‘yang memiliki arti
agar kita selalu bisa dan mampu mengendalikan diri dengan
kesabaran. Mawar uga berasal dari kata ‘tawar’ atau tulus. Menjalani
segala sesuatu tanpa pamrih (tapa ngrame) sekalipun pamrih
mengharap-harap pahala.
Setelah bunga tersebut terkumpul, maka tenaga rewang yang sudah
sepuh akan menjadikannya satu dalam daun pisang dan kemudian dijadikan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id124
bunga setaman yang memiliki makna supaya orang tersebut tidak ketaman
sengkala dan rubeda atau supaya terhindar dari penyakit.
C. Rewang pada Kematian
1) Brobosan [brɔbɔsan]
Makna kultural dari brobosan merupakan salah satu adat tradisi dalam
kematian orang Jawa. Brobosan yaitu berjalan melewati peti jenazah yang
berada di atas orang yang akan melakukan brobosan. Brobosan dilakukan
di halaman rumah dan dilakukan secara cepat. Dimulai dengan anggota
keluarga yang tertua dan diikuti barisan yang lebih muda sampai ke cucu
dan cicit. Upacara brobosan melambangkan penghormatan sanak keluarga
yang masih hidup kepada orang yang telah meninggal dan para leluhur
mereka.
“brobrosan itu ibarat orang Jawa mikul dhuwur amendhem
jero. Menjunjung tinggi dan juga mengenang jasa-jasa orang
yang telah tiada yaitu yang meninggal tersebut dan semoga
keluarga yang ditinggalkan tidak berlarut-larut menangisi
jenazah, semoga jenazah sempurna jalan menuju surga”
(04/RH/ 07 Desember 2018).
Jika yang meninggal anak-anak, maka tradisi brobosan tidak dilakukan.
Hal ini karena masyarakat Jawa percaya jika brobosan juga sebagai simbol
memanjangkan atau memendekkan umur seperti yang meninggal.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id125
2) Kenduri [kənduri]
Makna kultural dari kenduri yaitu doa bersama yang dihadiri tetangga
terdekat serta sanak saudara dengan dipimpin oleh orang tua atau pemuka
adat setempat. Tujuan dari kenduri yaitu meminta berkah atau doa untuk
orang yang telah meninggal, agar diampuni dosanya dan diberi rahmat oleh
Tuhan. Kenduri juga dilaksanakan untuk menghormati arwah para leluhur.
Dalam masyarakat Desa Tegalmade, adanya kenduri sebagai bentuk
solidaritas warga terhadap orang yang meninggal dan keluarga yang
ditinggalkan, yaitu dengan cara gotong royong bersama untuk memenuhi
kebutuhan dalam kenduri. Kenduri ini juga nantinya akan digunakan dalam
selamatan yang ke-40 hari, 100 hari, pendak 1 (1 tahun kematian), pendak
2 (2 tahun kematian), dan 1000 hari. Masyarakat Desa Tegalmade tidak
terlalu bermewahan dalam membuat selametan untuk orang meninggal,
hanya membuat nasi sodakhoh yaitu berupa nasi golong, nasi ambengan,
nasi gurih/nasi halus, ayam ingkung, sambal goreng kentang, apem, krupuk
udang, pisang raja, entho-entho, tempe, peyek, dhele goreng. Dalam kenduri
di Desa Tegalmade harus wajib menggunakan apem, inilah yang
membedakan selametan pada kelahiran, sunatan, dan pernikahan.
Setiap makanan kenduri yang dibuat oleh ibu-ibu rewang di dapur,
semua memiliki arti maupun simbol yang berbeda-beda, yaitu:
- Nasi golong : melambangkan kebulatan tekad dari keluarga yang
meninggal, bahwa mereka percaya saudara mereka yang telah
meninggal akan dimasukkan ke tempat yang terbaik (surga). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id126
- Nasi ambengan : perlambang bahwa arwah dari orang yang telah
meninggal akan mendapatkan ampunan dari Tuhan atas segala dosa
yang telah diperbuat di dunia dan diterima disisi Tuhan serta sebagai
sedekan atas nama almarhum sebagai permohonan maaf jika semasa
hidup banyak melakukan kesalahan.
- Nasi gurih/nasi halus : cara membuatnya yaitu beras yang sudah dicuci
di masak dengan campuran santan kelapa serta diberi daun pandan.
Beras yang berwarna putih ini perlambang dari amal baik yang
dilakuakan almarhum/almarhuman semasa hidup. Pencampuran beras
dengan santan kelapa perlambang agar amal yang telah diperbuat oleh
almarhum/almarhumah dapat mengantarkannya ketempat yang baik
disisi Tuhan (surga), gurih dari santan perlambang kemudahan.
- Ingkung : melambangkan suatu kepasrahan seseorang terhadap Tuhan.
Bahwa yang bernyawa kelak akan mati dan kembali pulang pada
Tuhannya. Ingkung berarti “ing” yaitu “di atau pada” dan “kung” yaitu
“mengacu pada yang Agung yaitu Tuhan”.
- Sambal goreng : sambal goreng dibuat dari labu siam yang telah
dipotong dan ditambahi dengan cabai merah serta santan kelapa.
Sambal goreng labu siam melambangkan semangat dan kekuatan untuk
bersatu dari keluarga untuk menerima cobaan kehilangan dari salah satu
keluarganya.
- Apem : sebagai perwujudan maaf dari almarhum/almarhumah apabila
telah melakukan kesalahan selama hidup di dunia. Apem berasal dari commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id127
bahasa arab “afwan” yang berarti “maaf”. Apem dalam masyarakat
Desa Tegalmade memiliki 2 bentuk yaitu bulat pipih dan contong.
Apem selain sebagai perwujudan maaf juga memiliki makna lain yaitu
apem bulat pipih sebagai simbol dari payung dan apem contong sebagai
simbol gagang payung. Apem sebagai piranti agar jenazah tidak
kepanasan saat di alam kubur.
- Krupuk udang : bentuk krupuk udang yang lebar dan ringan sebagai
perlambang semoga hisab dari almarhum/almarhumah diringankan
oleh Tuhan dan mendapat jalan yang lebar untuk kembali pada Tuhan.
- Pisang raja : pisang raja simbol dari kepemimpinan. Pisang raja sebagai
cerminan dukungan moral dan bantuan dari masyarakat kepada
keluarga almarhum/almarhumah yang telah mendapat cobaan.
- Entho-entho : entho-entho sebagai perlambang awal mula kehidupan
manusia yaitu dari gumpala darah. Entho-entho sebagai simbol bahwa
manusia diciptakan dari segumpal darah kemudian dititipkan pada
rahim seorang ibu dan kemudian dilahirkan ke dunia dan dijadikan
sebaik-baik makhluk dari Tuhan. Hal ini agar manusia selalu mengingat
bahwa Tuhan adalah sebaik-baik pencipta dan tempat kembali pulang.
- Tempe goreng : jenazah ibarat kedelai yang akan dijadikan tempe yaitu
dari proses pemilihan kedelai yang berkualitas kemudian diberi ragi,
dibungkus dan difermentasi dengan baik maka akan menghasilkan
tempe dengan kualitas baik. Begitu juga perawatan jenazah harus
diperlakukan dengan baik dari mulai di mandikan, di semayamkan, di commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id128
sholatkan, hingga di kubur, agar mendapat tempat peristirahatan yang
baik.
- Peyek : dibuat dengan adonan tepung yang dicampur dengan kacang.
Adonan tepung sebagai simbol masyarakat, sedangkan kacang
melambangkan kebudayaan. Peyek merupakan lambang persatuan
kebudayaan dengan masyarakat dalam mencapai tujuan bersama.
- Dhele ireng, cabai merah, bawang merah : berasal dari “dhel” yaitu
“putusnya sesuatu ikatan”. Ikatan yang dimaksud yaitu mengenai ikatan
duniawi serta amal yang diperbuat oleh manusia. Warna hitam pada
dhele melambangkang suasana sedih/berkabung. Dhele ireng, cabai
merah, bawang merah melambangkan tolak bala dari kesedihan yang
dirasakan oleh keluarga yang telah ditinggalkan
almarhum/almarhumah.
Pemimpin doa dalam kenduri biasanya dilakukan oleh mudin, orang
yang pandai dalam hal kenduren, maupun ahli masjid yang masih
kejawen.
Doa yang dipanjatkan oleh mudin yaitu sebagai berikut:
“ayo bebarengan nyuwun angeksane gusti Allah, aku kinarong lahiring wigatosing perlu, Hardi anggenipun
ngentenaken sodakohan sekolah angkat kinaryo ngankatake jenazah mugo-mugo sing diangkatke tansah pikantuk pinaringan Allah Swt, sing ditinggal pinaringan
iman tawakal kathah kesabaranipun, yen sega asahan kinaryo ngesahake sedaya kabeh keluputane muga-muga di diparingana pangapura, sega uduk kinaryo milujengi
anggenipun Allah Swt kinaryo mapan pasengkaran bumi wonten ing sasono laya tinebihno saking siksaan nerakanipun, pinaringo ayem tentrem wonten alam akheratipun, tansahcommit pinaringan to user kawilujengan wonten ing
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id129
alam kubripun. Sesarengan nyuwun Allah Swt sak kabehing peparingane gusti Allah dimulyakaken hawa-
hawane bumi banyu dunia angin kabeh ingkang sampun lumebet wonten ing jiwa ragane Ngadini sak uwise meninggal bumi bali aba ing asale, angin balio ning
angin, geni balio ning geni, barat balio barat, kabeh dipun mulyakake, isoho balio mapan mula panggone
dewe-dewe. Ayo nyuwun Allah Swt, gusti Allah tansah ridha ana kados sedaya penyuwunipun badhe sak keluargaipun anggenipun sodakohan mugi tansah dipun hijab Allah Swt sedaya penyuwunipun tansah dipun sembadani ngersane gusti Allah, anggenipun urip ing alam donyo lajenganken gesang ing alam donyo, anggenipun upadi purbo wastro tansah pinaringo kangsah rejeki ing kah halal sarto berkah sageto turah ngopeni anak turun temurunipun, sarwo sedaya mulyakaken Allah Swt dumugi kita sekawan kinaryo lumampahi sedaya keluarganipun Hardi sak sedaya ingkang sami manunggal wonten ing daleme Hardi sakmenika tansah sami lumampah nagler, ngidul, ngetan, ngulon, tinebih ingkang rubedo ingkang kaleh sambikolo pikando kawilujengan dina lan darunipun sarto sedaya anggenipun nyuwun ing Allah Swt rina lan dalunipun anggenipun sami mapan pasengkaran bumi kinaryo mapan tinebiho sukerto sambikolo bahagia donyo lan kaheratipun. Terus dilanjut al-fatehah. Innallaha malaikati warasulun alanabi ya ayuhaladzi a’uudzubillahi minasyaitonirrajiim, bismillahirrahmaanirrahimm,
alhamdulillahirabbil’alamin hamdasyaakiriin, handannaa’imiin, hamdayyuwaafii ni’amahu wa yukaafi
‘u mazzidah, ya robbanana lakalhamdu kamaa yan baghii lijalaali waj-hika wa ‘azhimii sulthoonik. Allohumma shalli wa shallim ‘alaa sayyidinaa muhammad wa’alaa
aali sayiidinaa muhammad, allohumma ajni rohmatan wal ngafni muratan min ahli kubur lailahailallah
muhammad darosulullah qususon ilahi rabbi Ngadini, allohumma firlaha warhamha wa afihi wa’fuanha (3x), wakrimi sudaha wawasimat walaha watubasimatiha
birahmatika ya arhama rohimin. Robbana atina fidduna khasana wal fiakhirati khasanata wakina adzabannar, Allahumma sholli wasallim bakarik ala sayidina
muhammad wa alihi sayidina muhammad subhana robbi jatimasifun wasalamuala’arsolin walhamdulillahirobbilialamin, Al Fatihah. ” (04/RH/7 Desember 2018) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id130
Makna dari doa untuk kenduri dalam orang meninggal yaitu bahwa agar
keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan dan kekuatan, serta rejeki yang
lancar untuk meneruskan kehidupannya kelak, untuk yang meninggal yaitu
agar mendapat tempat yang terbaik di sisi Tuhan YME serta mendapat
pengampunan. Makna dari surat Al Fatihah yaitu bahwa surah Al Fatihah
sebagai pembukaan dalam Al Quran. Oleh karena itu, Allah Swt
memberikan nama Surat Al Fatihah di mana al fatihah berarti pembukaan,
pembuka jenazah dalam menghadap Tuhan YME dengan lancar tanpa
halangan.
3) Yasinan [yasinan]
Makna kultural dari yasinan yaitu yasinan dilakukan oleh beberapa
tetangga terdekat serta sanak saudara dekat maupun jauh. Dalam
masyarakat Desa Tegalmade, yasinan dilakukan setelah sholat maghrib.
Tradisi yasinan pada masyarakat Desa Tegalmade sangat sederhana,
dimulai dari membaca dzikir,kemudian surah Yasin, dan dilanjutkan dengan
doa yang diperuntukkan untuk almarhum/almarhumah dan para leluhur, hal
ini dilakukan karena kepercayaan masyarakat bahwa membaca surah Yasin
dapat mengurangi siksa kubur sang mayit serta sebagai sarana untuk
mengagungkan Nabi Muhammad Saw. pada yasinan yang digelar selama 7
malam, masyarakat tidak membuat selametan apa-apa, hanya menyediakan
makanan ringan dan minum saja.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id131
4) Nyewu [ñƹwu]
Makna kultural dari nyewu yaitu selametan penutup (pungkasan) yang
dilakukan untuk memuliakan orang yang telah meninggal. Nyewu dipercaya
sebagai simbol untuk melepas dan mengikhlaskan arwah dari orang yang
telah meninggal kepada Tuhan, sehingga arwah tidak gentayangan dan
ktidak kembali. Sama seperti di kenduri, piranti dan pembuatan makanan
untuk nyewu yaitu sama,hanya saja untuk pembuatan apem sudah mulai di
goreng.
- Nasi golong : melambangkan kebulatan tekad dari keluarga yang
meninggal, bahwa mereka percaya saudara mereka yang telah
meninggal akan dimasukkan ke tempat yang terbaik (surga).
- Nasi ambengan : perlambang bahwa arwah dari orang yang telah
meninggal akan mendapatkan ampunan dari Tuhan atas segala dosa
yang telah diperbuat di dunia dan diterima disisi Tuhan serta sebagai
sedekan atas nama almarhum sebagai permohonan maaf jika semasa
hidup banyak melakukan kesalahan.
- Nasi gurih/nasi halus : cara membuatnya yaitu beras yang sudah dicuci
di masak dengan campuran santan kelapa serta diberi daun pandan.
Beras yang berwarna putih ini perlambang dari amal baik yang
dilakuakan almarhum/almarhuman semasa hidup. Pencampuran beras
dengan santan kelapa perlambang agar amal yang telah diperbuat oleh
almarhum/almarhumah dapat mengantarkannya ketempat yang baik
disisi Tuhan (surga), gurih dari santan perlambang kemudahan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id132
- Ingkung : melambangkan suatu kepasrahan seseorang terhadap Tuhan.
Bahwa yang bernyawa kelak akan mati dan kembali pulang pada
Tuhannya. Ingkung berarti “ing” yaitu “di atau pada” dan “kung” yaitu
“mengacu pada yang Agung yaitu Tuhan”.
- Sambal goreng kentang : sambal goreng dibuat darikentang yang telah
dipotong dan ditambahi dengan cabai merah serta santan kelapa.
Sambal goreng kentang melambangkan semangat dan kekuatan untuk
bersatu dari keluarga untuk menerima cobaan kehilangan dari salah satu
keluarganya.
- Apem : sebagai perwujudan maaf dari almarhum/almarhumah apabila
telah melakukan kesalahan selama hidup di dunia. Apem berasal dari
bahasa arab “afwan” yang berarti “maaf”. Apem dalam masyarakat
Desa Tegalmade memiliki 2 bentuk yaitu bulat pipih dan contong.
Apem selain sebagai perwujudan maaf juga memiliki makna lain yaitu
apem bulat pipih sebagai simbol dari payung dan apem contong sebagai
simbol gagang payung. Apem sebagai piranti agar jenazah tidak
kepanasan saat di alam kubur.
- Krupuk udang : bentuk krupuk udang yang lebar dan ringan sebagai
perlambang semoga hisab dari almarhum/almarhumah diringankan
oleh Tuhan dan mendapat jalan yang lebar untuk kembali pada Tuhan.
- Pisang raja : pisang raja simbol dari kepemimpinan.pisang raja sebagai
cerminan dukungan moral dan bantuan dari masyarakat kepada
keluarga almarhum/almarhumah yang telah mendapat cobaan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id133
- Entho-entho : entho-entho sebagai perlambang awal mula kehidupan
manusia yaitu dari gumpala darah. Entho-entho sebagai simbol bahwa
manusia diciptakan dari segumpal darah kemudian dititipkan pada
rahim seorang ibu dan kemudian dilahirkan ke dunia dan dijadikan
sebaik-baik makhluk dari Tuhan. Hal ini agar manusia selalu mengingat
bahwa Tuhan adalah sebaik-baik pencipta dan tempat kembali pulang.
- Tempe goreng : jenazah ibarat kedelai yang akan dijadikan tempe yaitu
dari proses pemilihan kedelai yang berkualitas kemudian diberi ragi,
dibungkus dan difermentasi dengan baik maka akan menghasilkan
tempe dengan kualitas baik. Begitu juga perawatan jenazah harus
diperlakukan dengan baik dari mulai di mandikan, di semayamkan, di
sholatkan, hingga di kubur, agar mendapat tempat peristirahatan yang
baik.
- Peyek : dibuat dengan adonan tepung yang dicampur dengan kacang.
Adonan tepung sebagai simbol masyarakat, sedangkan kacang
melambangkan kebudayaan. Peyek merupakan lambang persatuan
kebudayaan dengan masyarakat dalam mencapai tujuan bersama.
- Dhele ireng : berasal dari “dhel” yaitu “putusnya sesuatu ikatan”. Ikatan
yang dimaksud yaitu mengenai ikatan duniawi serta amal yang
diperbuat oleh manusia. Warna hitam pada dhele melambangkang
suasana sedih/berkabung. Dhele ireng melambangkan tolak bala dari
kesedihan yang dirasakan oleh keluarga yang telah ditinggalkan
almarhum/almarhumah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id134
Pada masyarakat Desa Tegalmade, saat nyewu juga membuat
kijing/mengkramik makam orang yang telah meninggal (ngijing). Hal ini
dilakukan agar makam tidak tertukan dengan makam yang lain dan agar
dapa dengan mudah untuk diziarahi.
5) Memandikan jenazah [məmandikan jənazah]
Makna kultural dari memandikan jenazah yaitu agar suci badan jenazah
dari najis yang masih menempel, dan suci pada saat menghadap kepada
Tuhan. Adapun yang memandikan jenazah jika jenazah pria maka yang
memandikan pria begitupun sebaliknya dengan wanita. Tata cara
memandikan jenazah yaitu menyiapkan piranti terlebih dahulu, posisi
jenazah yaitu kepala di sebelah timur dan kaki di barat, hal ini sesuai dengan
kepercayaan orang Jawa, bahwa matahari terbit di sebelah timur dan
tenggelam di sebelah barat, terbitnya matahari diibaratkan lahirnya manusia
dan tenggelamnya matahari diibaratkan akhir hidupnya manusia. Jika
jenazah memiliki gigi emas, maka harus dilepaskan, karena menghadap
Tuhan harus dengan keadaan yang benar-benar suci. Adapun makna dari
setiap piranti yang digunakan yaitu :
- Air : pada zaman dahulu masyarakat menggunakan air dari sumur yang
di gali, diyakini lebih segar dan alami. Mereka bekerja sama/gotong
royong mencari air sumur gakian, namun seiring berjalannya waktu,
hanya menggunkan air rumah/pompa. Sifat air yang mengalir dan jernih
memiliki simbol bahwa ilmu atau kehidupan almarhum/almarhumah
semasa hidup dapat diambil pelajarannya yang baik-baik. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id135
- Ember : ember yang digunakan untuk memandikan jenazah berjumlah
tiga buah. Ember digunakan untuk menampung air. Jumlah ember tiga
ini memiliki simbol pada orang Jawa, yaitu orang meninggal ada
hitungan telung dinanan “tiga harian”, merupakan simbol dari jati diri
manusia yang berasal dari kakang kawah “air ketuban”, manusia
sendiri, dan adhi ari-ari “ari-ari”. Ketiga ember tersebut berfungsi
sebagai simbol penghormatan untuk kembali suci serta perwakilan
dalam memandikan masing-masing unsur dalam diri manusia tersebut.
- Shampo dan sabun : sebagai sarana untuk membersihkan najis/hadas
dari jenazah serta memberikan aroma yang wangi dan lebih segar.
Masyarakat percaya jika jenazah memiliki bau amis/bacin, maka dosa
dari jenazah banyak, sehingga menggunakan shampo dan sabun agar
tidak berbau amis dan luruh dosa-dosanya.
- Daun kelor : daun kelor berbentuk kecil-kecil dan berjumlah banyak.
Daun kelor pada masyarakat Desa Tegalmade dipercaya untuk
mengusir roh jahat. Daun kelor juga sebagai sarana untuk memberiskan
jenazah.
- Bunga setaman: bunga setaman digunakan dalam memandikan jenazah
sebagai simbol agar membersihkan dan mengharumkan jenazah seperti
harum bunga setaman.
- Kain jarik : kain jarik digunakan untuk menutupi tubuh jenazah agar
auratnya tidak terlihat oleh orang yang memandikan, hal ini sebagai
simbol bahwa segala aib yang dimiliki jenazah semasa hidup dapat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id136
tertutupi. Jarik yang digunakan merupakan jarik yang masih baru, hal
ini sebagai penghormatan terakhir untuk jenazah.
Dalam memandikan jenazah, seorang yang memimpin akan mendoakan
mayat terlebih dahulu.
“Nawaitu husna adaan fardhol adaan lillahi ta’ala”
Doa yang digunakan menggunakan bahasa Arab, karena semua
dimuliakan dari ajaran Nabi Muhammad Saw.
6) Mengkafani jenazah [məŋkafani jənazah]
Makna kultural dari mengkafani jenazah yaitu menutupi atau
membungkus tubuh jenazah dengan sesuatu yang dapat menutupi
tubuhnya, dengan kain mori/kafan. Hukum mengkafani jenazah dalam
masyarakat Jawa maupun cara Islam adalah wajib. Adapun piranti yang
digunakan dalam mengkafani jenazah yaitu:
- Kain kafan : kain kafan yang digunakan untuk menutupi/membungkus
jenazah yaitu tiga lapis untuk pria dan lima lapis untuk wanita. Kain
kafan/mori yang berwarna putih sebagai simbol kesucian. Kain mori
dalam bahasa Jawa yaitu “sing lima aja keri” yang dimaksud yaitu
sholat lima waktu jangan ditinggalkan. Manusia meninggal pada
dasarnya hanya amalanlah yang akan dibawa dan sholat lima waktu
yang pertama kali dihisab.
- Minyak wangi : pada zaman Nabi Muhammad Saw. untuk membuat
harum jenazah dengan menggunakan kapur barus. Kapur barus juga
dipercaya untuk memperlambat proses pembusukan pada jenazah saat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id137
dikubur. Minyak wangi ditambahkan dengan maksud agar jenazah
wangi dan menciptakan suasana khusyuk saat mendoakan jenazah.
- Sisir : selain tulang, bagian tubuh manusia yang awet yaitu rambut.
Rambut juga sebagai mahkota bagi manusia, menyisir rambut dengan
sisir diharapkan agar arwah dapat menata mahkotanya/rambutnya
dengan rapi.
7) Menyemayamkan jenazah [məñemayamkan jənazah]
Makna kultural dari menyemayamkan jenazah yaitu mengistirahatkan
jenazah sebelum dimakamkan. Jenazah dibaringkan di depan para
peziarah dan diletakkan di ruang tamu. Adapun berbagai piranti yang
digunakan untuk menyemayamkan jenazah tersebut memiliki makna
sendiri-sendiri :
- Peti : sebagai simbol tempat beristirahat dan perlindungan. Dalam
masyarakat Jawa, peti yang digunakan dapat dimasukkan ke liang lahat
secara utuh bersama dengan jenazah atau dirusak dan digunakan
sebagai penutup jenazah yang sudah dikeluarkan dari peti.
- Sentir atau tintir : sentir yaitu lampu yang terbuat dari sumbu yang
dibakar. Sentir sebagai penerang bagi arwah dalam menuju perjalanan
ke surga.
- Clupak : merupakan simbol sebuah semangat bagi arwah untuk menuju
surga. Semoga dalam kegelapan jalan menuju haribaan akan segera
menemukan tempat yang terang yang lebih baik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id138
- Minyak klentik : minyak klentik terbuat dari minyak kelapa sebagai
simbol ketika nyala api padam dan sebagai aroma terapi.
- Sisir, cermin, dan minyak wangi : disediakan sisir, cermin, dan minyak
wangi diharapkan sebagai bekal bagi orang yang meninggal agar dapat
digunakan di surga dan dapat membuat penampilan arwah menjadi
lebih baik.
- Benang lawe : benang merupakan simbol dari tali/hubungan
kekeluargaan antara keluarga yang ditinggalkan dengan
almarhum/almarhumah dan warna putih sebagai simbol dari kesucian.
Diharapkan jika semasa hidup almarhum/almarhumah hubungan
dengan keluarga kurang harmonis, semoga dapat termaafkan dan
menjadi jalan yang mulus untuknya menuju surga.
- Jarum : jarum sebagai simbol pemersatu kembali ikatan kekeluargaan
yang mungkin telah rusak/retak. Ketajaman jarum memiliki makna agar
hati manusia dapat tersentuh untuk saling menguatkan dalam keadaan
berkabung.
- Sapu gerang : sapu lidi yang sudah pendek. Sapu gerang merupakan
simbol dari membersihkan segala jenis penghambat yang menghalangi
jalannya almarhum/almarhumah menuju surga.
- Kembang setaman : merupakan simbol hubungan pencipta dengan
makhluk-Nya.
- Bantal : merupakan simbol agar jenazah nyaman dalam perjalanan
menuu sang pencipta. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id139
8) Pemakaman jenazah [pəmakaman jənazah]
Makna kultural dari pemakaman jenazah yaitu prosesi yang dilakukan
dari bagian akhir ritual mengurus jenazah, setelah dimandikan, dikafani,
disholatkan, dan disemayamkan.
Dalam masyarakat Desa Tegalmade, pada prosesi pemakaman tidak
menggunakan apa-apa, hanya menyiapkan batu nisan yang terbuat dari
kayu, beras kuning dan uang receh, buah kelapa, dan kendi.
- Batu nisan : batu nisan berjumlah 2 buah yang bertuliskan nama serta
tanggal lahir dan tanggal meninggal. Hal ini sebagai simbol pengingat
matinya seseorang tersebut. Batu nisan juga sebagai sarana agar makam
tidak tertukar dengan makam yang lainnya.
- Gendu : tanah yang dibentuk bulat untuk menekan jenzah. Berjumlah
tujuh, seperti orang Jawa, orang hidup adanya 7, kalau hidup yang
sesungguhnya ada 9 seperti wali songo. Maksud dari gendu yaitu ojo
duweni gegelan/gelo atau jangan mempunyai rasa kecewa jikalau sudah
meninggal.
- Beras kuning dan uang receh : beras kuning yaitu beras yang telah
direndam dalam air kunir/air yang telah diberi pewarna kuning. Beras
yang berwarna kuning ini melambangkan cahaya untuk mengusir roh
jahat serta uang receh sebagai sangu untuk jenazah pulang pada
Tuhannya.
- Kendi : kendi merupakan teko yang terbuat dari tanahliat yang dibakar.
Warna kendi hitam. Kendi berisi air putih jerih. Makna dari kendi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id140
tersebut adalah sebagai sangu jikalau almarhum/almarhumah haus
dalam perjalanan menuju surga.
- Payung : payung terbuat dari kertas dan memiliki gagang yang panjang,
dihiasi dengan bunga setaman. payung disimbolkan sebagai piranti agar
jenazah tidak kesusahan dan tenang jalannya pulang pada Tuhan.
9) Empat puluh hari/patang puluh dina [əmpat puluh hari/pataŋ pulUh
dinɔ]
Makna kultural dari empat puluh hari paska kematian seseorang yaitu
membuat kenduri yang disiapkan untuk menghormati orang yang telah
meninggal.
Kenduri yang digunakan dalam acara empat puluh hari sama dengan
kenduri pada umumnya, hanya saja pada pembuatan apem sudah mulai
di goreng. Adapun makna piranti yang digunakan yaitu :
- Nasi golong : melambangkan kebulatan tekad dari keluarga yang
meninggal, bahwa mereka percaya saudara mereka yang telah
meninggal akan dimasukkan ke tempat yang terbaik (surga).
- Nasi ambengan : perlambang bahwa arwah dari orang yang telah
meninggal akan mendapatkan ampunan dari Tuhan atas segala dosa
yang telah diperbuat di dunia dan diterima disisi Tuhan serta sebagai
sedekan atas nama almarhum sebagai permohonan maaf jika semasa
hidup banyak melakukan kesalahan.
- Nasi gurih/nasi halus : cara membuatnya yaitu beras yang sudah dicuci
di masak dengan campuran santan kelapa serta diberi daun pandan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id141
Beras yang berwarna putih ini perlambang dari amal baik yang
dilakuakan almarhum/almarhuman semasa hidup. Pencampuran beras
dengan santan kelapa perlambang agar amal yang telah diperbuat oleh
almarhum/almarhumah dapat mengantarkannya ketempat yang baik
disisi Tuhan (surga), gurih dari santan perlambang kemudahan.
- Ingkung : melambangkan suatu kepasrahan seseorang terhadap Tuhan.
Bahwa yang bernyawa kelak akan mati dan kembali pulang pada
Tuhannya. Ingkung berarti “ing” yaitu “di atau pada” dan “kung” yaitu
“mengacu pada yang Agung yaitu Tuhan”.
- Apem : sebagai perwujudan maaf dari almarhum/almarhumah apabila
telah melakukan kesalahan selama hidup di dunia. Apem berasal dari
bahasa arab “afwan” yang berarti “maaf”. Apem yang digunakan dalam
empat puluh hari yaitu apem yang sudah di goreng. Apem dalam
masyarakat Desa Tegalmade memiliki 2 bentuk yaitu bulat pipih dan
contong. Apem selain sebagai perwujudan maaf juga memiliki makna
lain yaitu apem bulat pipih sebagai simbol dari payung dan apem
contong sebagai simbol gagang payung. Apem sebagai piranti agar
jenazah tidak kepanasan saat di alam kubur.
- Krupuk udang : bentuk krupuk udang yang lebar dan ringan sebagai
perlambang semoga hisab dari almarhum/almarhumah diringankan
oleh Tuhan dan mendapat jalan yang lebar untuk kembali pada Tuhan.
- Dhele ireng : berasal dari “dhel” yaitu “putusnya sesuatu ikatan”. Ikatan
yang dimaksud yaitu mengenai ikatan duniawi serta amal yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id142
diperbuat oleh manusia. Warna hitam pada dhele melambangkang
suasana sedih/berkabung. Dhele ireng melambangkan tolak bala dari
kesedihan yang dirasakan oleh keluarga yang telah ditinggalkan
almarhum/almarhumah.
- Cabai merah dan bawang merah : melambangkan satu tujuan yang
pasti yaitu surga yang harus dicapai. Warna erah merupakan simbol dari
keberanian dalam mempertanggungjawabkan segala dosa yang telah
diperbuat.
Kemudian pada sore hari menggelar kondangan dan mengundang
beberapa orang tetangga serta orang-orang dari masjid, membacakan
dzikir, surat yasin, dan doa untuk almarhum/almarhumah, kemudian
setelah pulang akan dibawakan nasi berkat. Masyarakat Jawa percaya
pada hari ke-40, roh dari orang yang meninggal tersebut masih berada
disekitar rumah.
10) Seratus hari/nyatus [səratus hari/ñatUs]
Makna kultural dari seratus hari yaitu paska kematian seseorang
membuat kenduri yang disiapkan untuk menghormatiorang yang telah
meninggal.
Kenduri yang digunakan dalam acara seratus hari sama dengan yang
dilakukan pada empat puluh hari. Adapun makna piranti yang digunakan
yaitu :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id143
- Nasi golong : melambangkan kebulatan tekad dari keluarga yang
meninggal, bahwa mereka percaya saudara mereka yang telah
meninggal akan dimasukkan ke tempat yang terbaik (surga).
- Nasi ambengan : perlambang bahwa arwah dari orang yang telah
meninggal akan mendapatkan ampunan dari Tuhan atas segala dosa
yang telah diperbuat di dunia dan diterima disisi Tuhan serta sebagai
sedekan atas nama almarhum sebagai permohonan maaf jika semasa
hidup banyak melakukan kesalahan.
- Nasi gurih/nasi halus : cara membuatnya yaitu beras yang sudah dicuci
di masak dengan campuran santan kelapa serta diberi daun pandan.
Beras yang berwarna putih ini perlambang dari amal baik yang
dilakuakan almarhum/almarhuman semasa hidup. Pencampuran beras
dengan santan kelapa perlambang agar amal yang telah diperbuat oleh
almarhum/almarhumah dapat mengantarkannya ketempat yang baik
disisi Tuhan (surga), gurih dari santan perlambang kemudahan.
- Ingkung : melambangkan suatu kepasrahan seseorang terhadap Tuhan.
Bahwa yang bernyawa kelak akan mati dan kembali pulang pada
Tuhannya. Ingkung berarti “ing” yaitu “di atau pada” dan “kung” yaitu
“mengacu pada yang Agung yaitu Tuhan”.
- Apem : sebagai perwujudan maaf dari almarhum/almarhumah apabila
telah melakukan kesalahan selama hidup di dunia. Apem berasal dari
bahasa arab “afwan” yang berarti “maaf”. Apem yang digunakan dalam
empat puluh hari yaitu apem yang sudah di goreng. Apem dalam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id144
masyarakat Desa Tegalmade memiliki 2 bentuk yaitu bulat pipih dan
contong. Apem selain sebagai perwujudan maaf juga memiliki makna
lain yaitu apem bulat pipih sebagai simbol dari payung dan apem
contong sebagai simbol gagang payung. Apem sebagai piranti agar
jenazah tidak kepanasan saat di alam kubur.
- Krupuk udang : bentuk krupuk udang yang lebar dan ringan sebagai
perlambang semoga hisab dari almarhum/almarhumah diringankan
oleh Tuhan dan mendapat jalan yang lebar untuk kembali pada Tuhan.
- Dhele ireng : berasal dari “dhel” yaitu “putusnya sesuatu ikatan”. Ikatan
yang dimaksud yaitu mengenai ikatan duniawi serta amal yang
diperbuat oleh manusia. Warna hitam pada dhele melambangkang
suasana sedih/berkabung. Dhele ireng melambangkan tolak bala dari
kesedihan yang dirasakan oleh keluarga yang telah ditinggalkan
almarhum/almarhumah.
- Cabai merah dan bawang merah : melambangkan satu tujuan yang
pasti yaitu surga yang harus dicapai. Warna merah merupakan simbol
dari keberanian dalam mempertanggungjawabkan segala dosa yang
telah diperbuat.
Kemudian pada sore hari menggelar kondangan dan mengundang
beberapa orang tetangga serta orang-orang dari masjid, membacakan
dzikir, surat yasin, dan doa untuk almarhum/almarhumah, kemudian
setelah pulang akan dibawakan nasi berkat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id145
11) Pendak pisan dan pendak pindo [pənda? Pisan dan pənda? pindɔ]
Makna kultural dari Pendak pisan dan pendak pindo sama seperti kenduri
yang lainnya, yaitu hanya pelaksanaanya saja yang berbeda, dilakukan
pada tahun pertama dan kedua kematian. Saat pendak pisan dan pendak
pindo, tenaga rewang membuat kenduri sama seperti pada kenduri 40
hari, 100 hari, dan nyewu, yaitu antara lain:
- Nasi golong : melambangkan kebulatan tekad dari keluarga yang
meninggal, bahwa mereka percaya saudara mereka yang telah
meninggal akan dimasukkan ke tempat yang terbaik (surga).
- Nasi ambengan : perlambang bahwa arwah dari orang yang telah
meninggal akan mendapatkan ampunan dari Tuhan atas segala dosa
yang telah diperbuat di dunia dan diterima disisi Tuhan serta sebagai
sedekan atas nama almarhum sebagai permohonan maaf jika semasa
hidup banyak melakukan kesalahan.
- Nasi gurih/nasi halus : cara membuatnya yaitu beras yang sudah dicuci
di masak dengan campuran santan kelapa serta diberi daun pandan.
Beras yang berwarna putih ini perlambang dari amal baik yang
dilakuakan almarhum/almarhuman semasa hidup. Pencampuran beras
dengan santan kelapa perlambang agar amal yang telah diperbuat oleh
almarhum/almarhumah dapat mengantarkannya ketempat yang baik
disisi Tuhan (surga), gurih dari santan perlambang kemudahan.
- Ingkung : melambangkan suatu kepasrahan seseorang terhadap Tuhan.
Bahwa yang bernyawa kelak akan mati dan kembali pulang pada commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id146
Tuhannya. Ingkung berarti “ing” yaitu “di atau pada” dan “kung” yaitu
“mengacu pada yang Agung yaitu Tuhan”.
- Sambal goreng kentang : sambal goreng dibuat dari kentang yang telah
dipotong dan ditambahi dengan cabai merah serta santan kelapa.
Sambal goreng kentang melambangkan semangat dan kekuatan untuk
bersatu dari keluarga untuk menerima cobaan kehilangan dari salah satu
keluarganya.
- Apem : sebagai perwujudan maaf dari almarhum/almarhumah apabila
telah melakukan kesalahan selama hidup di dunia. Apem berasal dari
bahasa arab “afwan” yang berarti “maaf”. Apem dalam masyarakat
Desa Tegalmade memiliki 2 bentuk yaitu bulat pipih dan contong.
Apem selain sebagai perwujudan maaf juga memiliki makna lain yaitu
apem bulat pipih sebagai simbol dari payung dan apem contong sebagai
simbol gagang payung. Apem sebagai piranti agar jenazah tidak
kepanasan saat di alam kubur.
- Krupuk udang : bentuk krupuk udang yang lebar dan ringan sebagai
perlambang semoga hisab dari almarhum/almarhumah diringankan
oleh Tuhan dan mendapat jalan yang lebar untuk kembali pada Tuhan.
- Pisang raja : pisang raja simbol dari kepemimpinan.pisang raja sebagai
cerminan dukungan moral dan bantuan dari masyarakat kepada
keluarga almarhum/almarhumah yang telah mendapat cobaan.
- Entho-entho : entho-entho sebagai perlambang awal mula kehidupan
manusia yaitu dari gumpala darah. Entho-entho sebagai simbol bahwa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id147
manusia diciptakan dari segumpal darah kemudian dititipkan pada
rahim seorang ibu dan kemudian dilahirkan ke dunia dan dijadikan
sebaik-baik makhluk dari Tuhan. Hal ini agar manusia selalu mengingat
bahwa Tuhan adalah sebaik-baik pencipta dan tempat kembali pulang.
- Tempe goreng : jenazah ibarat kedelai yang akan dijadikan tempe yaitu
dari proses pemilihan kedelai yang berkualitas kemudian diberi ragi,
dibungkus dan difermentasi dengan baik maka akan menghasilkan
tempe dengan kualitas baik. Begitu juga perawatan jenazah harus
diperlakukan dengan baik dari mulai di mandikan, di semayamkan, di
sholatkan, hingga di kubur, agar mendapat tempat peristirahatan yang
baik.
- Peyek : dibuat dengan adonan tepung yang dicampur dengan kacang.
Adonan tepung sebagai simbol masyarakat, sedangkan kacang
melambangkan kebudayaan. Peyek merupakan lambang persatuan
kebudayaan dengan masyarakat dalam mencapai tujuan bersama.
- Dhele ireng : berasal dari “dhel” yaitu “putusnya sesuatu ikatan”. Ikatan
yang dimaksud yaitu mengenai ikatan duniawi serta amal yang
diperbuat oleh manusia. Warna hitam pada dhele melambangkang
suasana sedih/berkabung. Dhele ireng melambangkan tolak bala dari
kesedihan yang dirasakan oleh keluarga yang telah ditinggalkan
almarhum/almarhumah.
commit to user