Perubahan Pangaksama Ista Dewata Dalam Sastra Jawa Kuna Kajian Teologi-Sastra
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Vol. 10 No. 1 Maret 2020 p-ISSN : 1979-634X e-ISSN : 2686-0252 http://ejournal.ihdn.ac.id/index.php/Kalangwan PERUBAHAN PANGAKSAMA ISTA DEWATA DALAM SASTRA JAWA KUNA KAJIAN TEOLOGI-SASTRA Oleh : Gede Agus Budi Adnyana Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar E-mail: - Diterima 04 Januari 2020, direvisi 09 Januari 2020, diterbitkan 31 Maret 2020 Abstract Pangaksama dalam sastra Jawa Kuna, menunjukan ista dewata yang dipuja oleh rakawi Jawa Kuna di dalam menuliskan karya sastranya. Secara pasti pangaksama merubah seluruh teologi sastra dari paham Waishnawa menjadi paham Siwaisme yang kenal akan kekuatan magis. Perkembangan dari fase- fase sastra Jawa Kuna, secara keseluruhan merujuk pada keyakinan Siwa sebagai ista dewata yang utama. Bagian terpenting dari sastra itu sendiri adalah untuk menemukan kebijaksanaan dan sastra di sini sebagai penuntun serta petunjuk untuk mengarah kepada kesadaran rohani. Keywords: Pangaksama dan Sastra Jawa Kuna. I. PENDAHULUAN keinginan kuat untuk menuliskan hal-hal agung. Dalam Kamus Bahasa Jawa Kuna kata Pola pangaksama akan dapat “pangaksama” memiliki arti pernyataan diri ditemukan secara mendasar dalam bagian sebagai pembuka (Warna, 1988:210) pertama pada setiap karya sastra Jawa Kuna. Pangaksama jika diartikan dalam Pangaksama secara harfiah berarti sebuah padanan bahasa Bali, akan memiliki “permakluman”. Permakluman di sini tentu pengertian “atur piuning”. Yakni sebuah saja ditulis oleh rakawi (pujangga Jawa Kuna) keadaan dimana seseorang akan mengatakan kepada para Dewata, kepada raja-raja yang tujuan dirinya sendiri, kemudian memerintah ketika karya sastra itu dibuat atau menghaturkan sembah. Tentu saja, “atur digubah, serta pernyataan diri sebagai seorang piuning” ini dilakukan oleh pujangga Jawa “rendah tidak berilmu” namun memiliki Kuna untuk menyatakan diri sebagai orang 13 Vol. 10 No. 1 Maret 2020 “tidak terpelajar” sebagai bagian etika serta Dewata yang diyakini sebagai pencipta dunia. sebagai bagian dari rasa rendah hati yang Pola Pangaksama tersebut akan didahului dimiliki oleh orang Jawa terdahulu. dengan stava (penghormatan) kepada sosok Kemudian pangaksama dengan arti sebagai astral seperti Dewata, roh leluhur serta sembah bhakti dari rakawi kepada Dewata kekuatan alam. pola ini berlaku di seluruh yang dipujanya, menjadi bagian utama untuk karya sastra Jawa Kuna, baik dalam bentuk mengetahui, mazab mana yang dianut rakawi puisi, prosa ataupun dalam bentuk prasi tersebut di dalam menuliskan karya sastranya. (gambar berkisah). Untuk lebih memperjelas, Maka ini akan tergantung dari mazab maka di bawah ini akan dikutip pangaksama keyakinan apa yang dianut oleh rakawi di sastra Jawa Kuna dalam bentuk prosa, dari dalam menuliskan karya sastranya. kitab Adi Parwa I.1, sebagai berikut. “Yayati, Parasarasunus II. PEMBAHASAN Satyawati hrdaya nandano byasah Keyakinan terhadap Tuhan dan cara Terjemahannya pandang rakawi terhadap Tuhan, menjadi “Kepada Maharaja Yayati, kepada sebuah bagian utama dalam membedah Bhagawan Parasara dan Dewi Satyawati, pangaksama dari sudut pandang teologi serta puteranya bernama Maharesi sastra. Sebab ketuhanan dalam sastra Jawa Wyasa”. (Adi Parwa. I.1) Kuna, sangat kompleks, dari paham totemisme, animesmi, dinamisme, politeisme, monotheisme, hingga pantheisme dirangkum Pangaksama di atas dalam kitab Adi dalam pangaksama beragam jenis oleh para Parwa I.1, secara terang menyatakan sembah pujangga sastra Jawa Kuna. penulis kepada Bhagawan Parasara, Seluruh cara pandang mengenai kemudian Maharaja Yayati, kemudian Dewi kebenaran hakiki oleh para rakawi tersebut, Satyawati, kemudian Bhagawan Wyasa. Hal secara nyata tidak langsung memberikan ini menunjukan bahwa pangaksama ditujukan sebuah penekanan akan karakter penulis di era kepada roh leluhur dan insan yang diyakini Jawa Kuna. Tidak semua karya sastra Jawa dalam agama Hindu sudah berada di alam- Kuna menerakan secara langsung nama alam dewata. Maharaja Yayati disebutkan penulisnya. Sebagian besar karya sastra Jawa dalam Vishnu Purana dan kitab lainnya Kuna adalah anonim (tanpa nama) serta sebagai luhurnya para Pandawa dan Kaurawa. kendatipun ada karya sastra yang memiliki Dalam pandangan agama Hindu, leluhur yang nama, itu hanya beberapa bagian saja dan sudah sangat jauh tingkatannya diyakini itupun nama samaran. Dalam pangaksama mendiami alam-alam dewata. Maka tidak karya sastra Jawa Kuna, tidak terteranya nama mengherankan jika penulis prosa Jawa Kuna penulis yang asli, bukan dikarenakan sebuah dalam kitab Adi Parwa ini memandang alasan karena penulis merasa tidak percaya Maharaja Yayati sebagai personalitas yang diri dengan karya sastranya, melainkan karena wajib untuk dihormati. sebuah kerendahan hati serta beberapa faktor Pandangan ini mengarah pada rasa politik yang ada di jaman ketika karya sastra segan dan hormat kepada tetua dan mereka itu ditulis. yang memang sepantasnya untuk dihormati. Faktor politik secara nyata memang Kemudian pangaksama berada pada ada, namun sisi ini dikesampingkan untuk penghormatan untuk Maharesi Parasara dan melihat secara detail, bagaimana penghayatan Maharesi Wyasa. Sejatinya gelar Wyasa ini penulis terhadap Tuhan serta realisasi dirinya adalah diperuntukan bagi setiap Brahmana sendiri secara nyata dalam kerendahan hati yang telah berhasil mengkodifikasi dan yang tersirat pada setiap pangaksama dalam mengumpulkan mantra kitab Veda (Dipavali, karya sastra Jawa Kuna. Penulis sastra Jawa 2000: 69). Dalam catatan sejarah Hindu yang Kuna, akan mengucapkan doa secara disusun oleh Visvanathan, ada tercatat 24 mendalam kepada Tuhan sekaligus kepada 14 Vol. 10 No. 1 Maret 2020 orang Brahmana yang menerima gelar Wyasa. (Adi Parwa. I.1) Gelar ini diberikan oleh guru dalam sebuah geneologi garis perguruan guru suci Kata “jagatam Siwa itim” secara rohani yang disebut dengan guru parampara harfiah berarti “Jagat” dunia, kemudian dalam agama Hindu. Secara gari besar, gelar “Siwa” merujuk pada Bhatara Siwa, dan kata ini disematkan kepada personalitas yang “itim” artinya adalah “ini”. Dengan demikian memiliki kompetensi serta pengaruh besar dapat diartikan sebagai “Seluruhnya kepada bagi kemajuan peradaban sastra suci di Bhatara Siwa, yang mengadakan dunia ini”. Bharatawarsa (India). Mengingat karya Pangaksama ini kemudian merujuk pada sastra Jawa Kuna, juga bersumber dari India, sebuah pola penghormatan kepada Bhatara maka gelar ini pun juga akan mengikuti dalam Siwa, yang diyakini sebagai personalitas pola penghormatan kepada para orang suci Dewata yang mengadakan seluruh dunia. Pola yang layak untuk dihormati. Beberapa penghormatan ini adalah sebuah stava dalam Brahmana yang menerima gelar Wyasa tradisi Hindu, yakni sebuah tata cara adalah Bhagawan Bhrgu, Bhagawan memuliakan Dewata dengan memberikan Parasara, Bhagawan Yajnawalya, Bhagawan pujian dan sanjungan yang indah. Krsna Dwaipayana. Karya sastra Jawa Kuna, hampir Pangaksama yang terdapat di dalam secara keseluruhan mengikuti pola demikian. prosa Jawa Kuna kitab Adi Parwa, Artinya dalam pangaksamanya dimulai menyebutkan nama Bhagawan Parasara, dengan penghormatan kepada roh leluhur, kemudian menyebutkan juga nama Bhagawan orang suci dan raja-raja besar, barulah Wyasa. Tentu saja ini diperuntukan bagi dua penghormatan kepada para Dewata. orang dengan personalitas yang berbeda. Demikian pula dengan karya sastra berbentuk bhagawan Parasara akan berbeda dengan Kakawin. Pola ini ditemukan hampir sama, Bhagawan Wyasa yang disebutkan dalam Adi berikut kutipan dari Kakawin Arjuna Wiwaha Parwa vesi Jawa Kuna ini. meskipun dalam Sargah I, Pada 1, sebagai berikut. literatur Siva Purana, Bhagawan Parasara “Ambek Sang Paramartha Pandhita juga menerima gelar Wyasa, akan tetapi Huwus limpad saking sunyata, Bhagawan Wyasa yang disebutkan dalam Tan saking wisaya prayojana nira pangaksama ini adalah Bhagawan Krsna Lwir sanggraheng lokika, Dwaipayana Wyasa. Dalam tradisi Jawa, Sidhaning yasa wirya de nira, lebih dikenal dengan sebutan Bhagawan Sukaning rat kiningkinira Abhyasa. Santosa helatan kelir sira, Pola pangaksama ini menunjukan Saking Sang Hyang Jagatdakara” bahwa penghormatan yang dilakukan oleh Terjemahannya penulis sastra Jawa Kuna, bukan hanya untuk “Keinginan orang yang bijaksana, meninggikan Tuhan, namun juga roh leluhur seorang Pandhita terlepas dan menyatu dan orang suci yang dipandang memiliki andil dengan alam sunya. Bukan lantaran besar dalam peradaban Hindu. Setelah ingin terkenal, tetapi hanya mengutarakan penghormatan kepada roh leluhur dan orang hal-hal yang seharusnya diketahui suci, maka berlanjut pada penghormatan oleh masyarakat umum. Hanya kesucian kepada para Dewata. Seperti pada penggalan diri dan kemakmuran dunia yang berikut ini. menjadi tujuannya. Hanya menyembah “Wamadakya sakalam kepada Bhatara Siwa sajalah Jagatam Siwa iti” tujuannya”. (Kakawin Arjuna Wiwaha. I.1) Terjemahanya “Seluruhnya kepada Bhatara Siwa Kutipan di atas dalam sastra Jawa yang mengadakan semua ini”. Kuna berbentuk kakawin, memiliki kesamaan, yakni memuja Bhatara Siwa. 15 Vol. 10 No. 1 Maret 2020 Beberapa teks yang masuk dalam teks sastra itu masuk dalam jajaran sastra rohani Waisnawa-pun, kemudian berubah menjadi atau tidak. Meskipun ada beberapa pandangan Siwaisme ketika masuk ranah Jawa Kuna. mengenai Tuhan. Konsep ketuhanan dalam Terlebih teks Adi Parwa yang berbahasa Jawa sastra Jawa Kuna, merupakan sebuah Kuna. Seperti yang kita ketahui bersama, paradigma yang beragam. Tidak secara bahwa Adi Parwa yang dibahasa Jawa keseluruhan, sastra asli yang berbahasa Kunakan pada proyek Mangjawaken Wyasa Sansekerta dari India, kemudian di adaptasi Mata,