KRITIK SOSIAL DALAM FILM “KULDESAK” ( Analisis Semiotika Roland Barthes)

SKRIPSI

Diajukan kepada Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi “Almamater Wartawan Surabaya” untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana Ilmu Komunikasi

Disusun Oleh : DELVI FAISAL ARFI

11.21.3738

PUBLIC RELATIONS

SEKOLAH TINGGI ILMU KOMUNIKASI

ALMAMATER WARTAWAN SURABAYA

( STIKOSA – AWS )

2016 PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanggung jawab di bawah ini, menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang saya tulis:

Judul :……………………………………………………………………………...

Yang saya ajukan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana

Ilmu Komunikasi S-1 Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi-AWS adalah benar-benar hasil karya penelitian saya sendiri, bukan hasil menjiplak (plagiat) karya orang lain.

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

Surabaya, 17 Agustus 2016

Saya, pembuat pernyataan:

Delvi Faisal Arfi

NPM: 11.21.3738

i

MOTTO

“lakukan yang kita bisa, setelahnya serahkan kepada Tuhan.”

PERSEMBAHAN

Peneliti ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Allah SWT yang telah memberikan limpahan berkah dan nikmatnya. 2. Ayah saya M.Lutfhi dan Mama saya Aries Sulistyaningsih yang begitu sabar dan supportive dalam membesarkan peneliti. Ayah dan Mama adalah alasan terbesar peneliti untuk akhirnya bisa menyelesaikan skripsi ini. 3. Kakak-kakak saya Dian Fiarika dan Yulizar Rahman. Terima kasih atas perhatian dan kasih sayang kalian yang luar biasa. 4. Om saya Virgus Sudaryanto yang tidak pernah bosan untuk selalu memberikan semangat dan dukungan moral kepada peneliti. 5. Dra. Hernani Sirikit, MA selaku dosen pembimbing yang sangat sabar dalam membimbing dan memberikan banyak saran serta masukan yang begitu berguna untuk skripsi ini. 6. Keluarga besar Stikosa-AWS, mulai dari para dosen pengajar yang telah memberikan ilmu kepada peneliti hingga Mak Cip kantin yang selalu menyediakan kopi pahit untuk peneliti. 7. Keluarga besar Kumpulan Orang Penggemar Film (KOPI PRODUCTION) yang sudah peneliti anggap sebagai keluarga kedua. Terima kasih atas semua ilmunya dan berbagi pengalaman suka maupun duka. 8. Angkatan 2011 Stikosa-AWS, yang meskipun masuknya bareng namun keluarnya berbeda-beda karena satu dan lain hal. Terima kasih untuk semua pengalaman serunya selama bertahun-tahun. 9. Skripsi Squad, teman-teman yang sama-sama dibimbing oleh Bu Sirikit. Terima kasih atas segala dukungan dan masukannya untuk skripsi ini. 10. Terakhir, untuk Sigur Ros. Terima kasih telah menemani peneliti dalam mengerjakan skripsi dengan musik indahnya yang terputar melalui playlist lagu.

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa, Allah SWT, yang telah memberikan kesempatan untuk bisa menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kritik Sosial Dalam Film Kuldesak” ini. Terima kasih atas pertolongan dan cinta kasih yang tak henti-hentinya diberikan kepada peneliti. Penyusunan skripsi ini juga tidak akan selesai tanpa bantuan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung. Puji dan rasa syukur mendalam penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat limpahan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya maka skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Salam dan salawat semoga selalu tercurah pada baginda Rasulullah Muhammad SAW.

Skripsi yang berjudul "Kritik Sosial Dalam Film Kuldesak" ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program sarjana ilmu komunikasi Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi – Almamater Wartawan Surabaya. Penulis menyadari bahwa Skripsi ini belum sempurna, baik dari segi materi maupun penyajiannya. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan dalam penyempurnaan Skripsi ini.

Terakhir penulis berharap, semoga skripsi ini dapat memberikan hal yang bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca dan khususnya bagi penulis juga.

iii

ABSTRAK

Skripsi ini merupakan Analisis Semiotika atas film Kuldesak yang mengandung kritik sosial. Tujuan peneliti adalah untuk menguak kritik-kritik sosial yang ingin disampaikan oleh sutradara , Rizal Mantovani, Nan Achnas dan dalam film Kuldesak kepada para khalayak. Sutradara Riri Riza, Rizal Mantovani, Nan Achnas dan Mira Lesmana telah melakukan sebuah proses komunikasi massa. Karyanya merupakan piranti untuk berkomunikasi antara dirinya kepada penonton. Sebagai bentuk komunikasi, ada pesan dalam karya filmnya yang ketika disampaikan kepada penonton bisa terjadi perbedaan pemaknaan.Dalam skripsi ini, peneliti melakukan pendekatan dengan analisis Semiotika Rolland Barthes. Metode ini menjadi rumusan penelitian komunikasi kualitatif, dengan melihat makna simbol dalam adegan, denotasi, konotasi dan mitos dalam film Kuldesak. Dari hasil penelitian, film Kuldesak menghadirkan kritik - kritik sosial yang kerap terjadi pada kehidupan nyata, mulai dari sindiran tentang hubungan dan perilaku orang tua terhadap anaknya, tayangan televisi yang tidak mendidik serta peran film yang dapat merubah pemikiran dan perilaku remaja, pemimpin yang mengusung gaya otoriter dalam memimpin sebuah perusahaan, kehidupan para remaja yang diwarnai dengan tindakan kejahatan, kriminalitas dan dunia malam, diskriminasi terhadap kaum minoritas, dan yang terakhir adalah bagaimana perjuangan seorang remaja yang sangat kesulitan dalam menghasilkan karya film pada era 90an.

Kata kunci: Analisis Semiotika, Teori Rolland Barthes, Komunikasi Massa, Sosiologi, Kritik Sosial.

iv

DAFTAR ISI

Pernyataan Orisinalitas……………………………………………………………..i

Motto dan Persembahan…...... ii

Kata Pengantar…...... iii

Abstrak………...... iv

Daftar Isi…...... v

BAB I: PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ...... 1

1.2 Rumusan Masalah ...... 9

1.3 Tujuan Penelitian ...... 9

1.4 Manfaat Penelitian ...... 9

1.4.1 Manfaat Teoritis ...... 9

1.4.1 Manfaat Praktis ...... 9

1.5 Kajian Pustaka ...... 10

1.5.1 Komunikasi Massa ...... 10

1.5.2 Film ...... 12

1.5.3 Sosiologi……...... 14

1.5.4 Pemahaman Kritik Sosial...... 15

v

1.5.5 Semiotika.……………...... 17

1.5.6 Semiotika Rolland barthes…………….……...……...... …19

1.6 Kerangka Berpikir ...... 23

1.7 Metodologi Penelitian ...... 23

1.8 Sumber Data Penelitian……………………..…………………………24

1.8.1 Sumber Data Primer………..…...... 24

1.8.2 Sumber Data Sekunder ...... 24

1.9 Teknik Pengumpulan Data………………...... ………………………..25

1.9.1 Observasi ……………...... …………25

1.9.2 Simak Dan Catat ………...... 25

2.0 Teknik Analisa Data …….……………...... …………………………...25

BAB II : DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

Deskripsi Objek Penelitian………….………………………….………..27

2.1 Gambaran Umum…………………………….....…………….……….28

2.1.1 Kuldesak………………...... ……………………………….28

2.1.2 Sinopsis………………………………………………..…...29

2.1.3 Alur Cerita……………………………………………...…..29

2.1.4 Penayangan Perdana………………………………...……...31

vi

2.1.5 Penghargaan…………………………………………..……32

2.1.6 Respon Masyarakat………………………………………...32

2.1.7 Scene Objek Penelitian…………………………………….36

BAB III : ANALISA DATA

3.1 Penyajian Data………………………………………………..………..39

3.2 Interpretasi Data…………………………………………..…...………84

BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan…………………………………………………..…...…….89

4.2 Saran……………………………………………………..…………..…91

4.2.1 Kepada Para Pelaku Film …….....…..…………..91

4.2.2 Kepada Penonton Film Indonesia……..……………….…..91

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….….viii

LAMPIRAN…………………………………………………………………...... xi

vii

Daftar Pustaka

Buku

Baumgartel, Tilman. 2012. Southeast Asian Independent Cinema: Essays, Document, InterviewHongkong: HKU Press

Barthes, Roland. 1972. Membedah Mitos-Mitos Budaya Massa. : Jalasutra

Culler, Jonathan. 2002. Barthes, Seri Pengantar Singkat (terjemahan Ruslani). Yogyakarta: Jendela.

Efendy, Heru. 2009. Industri Perfilman Indonesia. Jakarta. Penerbit : Erlangga

Efendy, Hery. 2014. Mengawali Industri Film Indonesia, Jakarta. Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia

Fiske, John. Cultural and Communication Studies Sebuah Pengantar Paling Komprehensif. Bandung : Jalasutra

Imanjaya, Ekky. 2010. Mau dibawa Kemana Sinema Kita, Jakarta. Penerbit : Salemba Empat

Imanjayaj Ekky 2006 A to Z about Indonesian Film Bandung: DAR! Mizan.

Kristanto, JB. 2007.Katalog Film Indonesia 1926 - 2005, Jakarta. Penerbit : Nalar

Keeren, van Katinka 2012. Contemporary Indonesian Film Spirit OfReformAndGhostFrom The PastLeiden, Netherlands- KITLV Press

Kristanto, JB. 2004. Nonton Film Nonton Indonesia Jakarta Penerbit Buku

Kurniawan. 2001. Semiologi Roland Barthes. Magelang: Indonesiatera.

Kriyantono, Rachmat. 2007. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana

Kellner, Douglas. 2010. Budaya Media; Cultural Studies, Identitas, dan Politik antara Modern dan Postmodern. Jalasutra: Yogyakarta.

viii

Kartono, Kartini. 1989. Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual.Bandung: CV. Mandar Maju.

Mohtar Mas’oed. 1999. Kritik Sosial dalam Wacana Pembangunan. Yogyakarta: UII Press.

Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung. Remaja Rosdakarya

Nazir, Mohammad (1999). Metode Penelitiaan. Jakarta: Erlangga

Nugroho, Garin. 2015. Krisis dan Paradoks Film Indonesia. Yogyakarta. Penebit : Buku Kompas

Ones, Pip. 2009. Pengatar Teori-teori Sosial: Dari Teori Fungsionalisme Hingga Post-Modernisme. Obor Indonesia: Jakarta.

Siregar, 2013. Kuldesak Marks 15 Years of Independer Filmmaking

Sumawijaya, Bambang. 2008. Teori-teori Semiotika, Sebuah Pengantar.

Selo Soemarjan dan Soelaeman Soemardi, 1963. Setangkai Bunga Sosiologi. Jakarta : IPFE,

Sobur, Alex 2009, Semiotika Komunikasi, Bandung : Rosda

Trianton, Teguh. 2013., Film Sebagai Media Belajar. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Wilshin, Mark. 2010. Sinema dalam Sejarah: Gangster dan Detektif. KPG: Jakarta

Non Buku e-journal.uajy.ac.id/821/3/2TA11217 http://perfilman.pnri.go.id/ http:// https://iffr.com/nl

ix http://en.unifrance.org/festivals-and-markets/154/rotterdam-international-film- festival http://arifbudi.lecture.ub.ac.id/2014/03/semiotik-simbol-tanda-dan-konstruksi- makna/ http://movie.co.id/wp-content/uploads/2015/07/Poster-Film-Kuldesak.jpg https://id.wikipedia.org/wiki/Kuldesak_(film) http://www.angelfire.com/movies/oc/pulp.htm https://www.pinterest.com/pin/235031674274182004/ http://indonesiabuku.com/?p=2537. http://www.scribd.com/doc/32637180/Definisi-Film. http://www.indonesianfilmcenter.com/pages/profile/profile.php?pid=4cbf 39c393ab&profile=Yadi%20Sugandi https://jkfb.wordpress.com/2007/09/22/air-mata-surga-gerakan-film-independen- indonesia-memadukan-seni-teknik-dan-mimpi/ perfilman.perpusnas.go.id/artikel/detail/127 www. pajiba.com/ pajiba_blockbusters/pulp-fiction-review.php.htm www.imdb.com/title/tt0274621/

x

LAMPIRAN

1. Situs Jaringan Kerja Film Banyumas, Forum Film Kine Klub Indonesia 2007.

Pada pertengahan bulan oktober 2007 lalu ada sebuah diskusi di Hotel Indonesia tentang film independen yang diwarnai dengan semangat ingin punya film sendiri buatan Indonesia. Ada sekitar 30 anak muda dari berbagai kine klub seluruh Indonesia, datang mengikutinya. Diskusi bertema “Bagaimana Distribusi dan Eksibishi Film Independen” digelar oleh Jaringan Kerja Forum Film Indonesia, biasa disingkat Forum Film – organisasi payung berbagai kine klub di Indonesia. Hadir Mira Lesmana, sutradara dan produser film Kuldesak (1998), Petualangan Sherina (2000) dan Ada Apa Dengan Cinta (2002), sebagai pembicara pada forum tersebut.

Sebagian pengalaman saat ia mengedarkan Kuldesak, ia ceritakan ; bagaimana merayu manajemen jaringan bioskop 21, bagaimana memutar film di kampus-kampus, yang tiket masuknya cuma dibayar saweran sambil mengedarkan topi. “Keluhan para filmmaker selama ini `kan jelas, bikin film tapi tak tahu harus diputar dimana, caranya seperti apa, perlu promosi atau nggak dan seterusnya. Di samping itu, kebanyakan dari mereka tak paham betul peta perfilman Indonesia,” kata Mira. Dulu Orde Baru represif memasung kreativitas anak muda. Bikin film jadi pekerjaan mustahil bagi anak muda. Negara menetapkan berbagai syarat untuk memproduksi film. Mulai dari izin Departemen Penerangan, aktor maupun aktris film harus ikut anggota Persatuan Artis Film Indonesia (Parfi), awak film harus jadi anggota organisasi Karyawan Film dan Televisi (KFT), pembuat film harus ikut Persatuan Perusahaan Film Indonesia (PPFI) dan lainnya.

Repotnya, untuk jadi sutradara film harus pernah jadi asisten sutradara minimal empat kali. Belum lagi harus berurusan dengan gunting sensor dari Lembaga Sensor Film (dulu namanya Badan Sensor Film), dan membayar pajak tontonan bioskop ke Badan Pertimbangan Perfilman

xi

Nasional (BP2N). Lebih lucu lagi, sempat muncul aturan pada 1980-an bahwa bikin film harus dapat izin dari Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban, yang waktu itu dipimpin Laksamana Soedomo –salah satu tukang pukulnya Presiden Soeharto. Sedikitnya ada 38 lembar formulir yang harus diisi untuk proses izin pembuatan dan penayangan film. Itulah kenapa hanya orang-orang tertentu yang mampu bikin film.

Kondisi ini berlangsung selama lebih dari 30 tahun. Terlebih setelah Undang-undang Nomor 8 tahun 1992 tentang Perfilman Indonesia diberlakukan. Menurut Hinca Pandjaitan dan Dyah Aryani dari Indonesia Media Law and Policy Centre dalam buku Melepas Pasung Kebijakan Perfilman Indonesia (2001), aturan itu membelenggu kreativitas berkarya sekaligus berandil besar dalam ambruknya industri film nasional. Di sisi lain, Gotot Prakoso, dosen mata kuliah film Institut Kesenian Jakarta, melihat dominannya peran negara dalam menafsir fungsi film. Gotot mengatakan, “Kini negara memang tak lagi mengambil keputusan terhadap film. Dulu, film nasional masih dikuasai pemerintah, dengan dalih film semata-mata bukan sebagai barang dagangan, negara menjadikan film sebagai media propaganda.”

Saking buruknya kualitas film, Festival Film Indonesia (FFI) yang diadakan sejak 1973 harus dihentikan penyelenggaraannya pada 1994. Saat itu juga impor film Amerika, Mandarin, dan India tengah marak. Mambor mencatat, Indonesia menerima 1000 sampai 1200 film asing per tahun melalui bioskop, televisi, video compact disk dan download melalui internet. Faktir utamanya karena merosotnya produksi film nasional. Produksi film nasional pada 1970-an mencapai 604 judul film dengan rerata produksi 60 film per tahun. Jumlah ini mengalami peningkatan pada 1980-an menjadi 721 judul film dengan rerata 70 film per tahun. Bandingkan dengan dekade 1990-an. BP2N mencatat tak sampai separuh dari jumlah produksi tahun 1980-an, yakni berkisar 200 sampai 300 film dalam 10 tahun terakhir. Sangat jauh jika dibanding industri Bollywood di India yang mampu menembus angka 1000-1500 film dalam 10 tahun. Selama rentang itu pula tema sinema Indonesia, menurut Victor C. Mambor, tak pernah bergeser dari seks, kekerasan dan sadisme mistis.

xii

Cermin kegagapan insan film atas mandeknya kreativitas akibat ketatnya aturan main pemerintah. Pula, bisa jadi cermin atas selera masyarakat.

Mambor punya permisalan menarik. Film Akibat Pergaulan Bebas (1974) meraup 311.286 penonton, 30 persen lebih banyak dibanding film Badai Pasti Berlalu (1974) garapan sutradara Slamet Raharjo Djarot yang memenangi piala Antemas untuk kategori film laris yang bermutu.Ironis bukan? Secara umum, Katinka van Heeren, peneliti gerakan film Indonesia dari Universitas Leiden Belanda, melihat ada tiga faktor yang melatari mandeknya indutri film Indonesia, “Peraturan yang membatasi yang cenderung jadi lebih mematikan. Kedua, monopoli bioskop oleh kelompok bisnis Subentra Group dengan jaringan 21 Cineplex milik Sudwikatmono,relasi Soeharto, yang merugikan film lokal dengan hanya memutar film Hollywood yang eksklusif. Ketiga, sinetron atau opera sabun yang ditayangkan TV swasta sejak awal 1990-an yang terbukti lebih populer dibanding film.”

Warna baru film Indonesia justru muncul saat kelesuan produksi hampir mencapai titik nadir, dibawa seorang anak muda lulusan sekolah film Institut Kesenian Jakarta (IKJ) tahun 1986. Ia , yang gelisah atas kondisi anomali film Indonesia. Berbekal pengetahuan film dan intuisi yang tajam, Garin mampu membaca kebutuhan apresiasi masyarakat akan film nasional dengan baik. Garin datang membawa angin perubahan. Dengan pilihan tema yang realis dan kemampuan bertutur yang subtil, Garin mampu memukau penonton yang tengah dilanda dahaga apresiasi. Jika dihitung, dari awal dekade 1990-an hanya film-film Garin Nugroho yang dianggap mampu bertahan dengan idealisme dan pasar tersendiri. Debutnya dalam Cinta Dalam Sepotong Roti (1991), bikin banyak kalangan tercengang. Caranya bertutur tentang kehidupan rumah tangga, problem sosial hingga perbincangan tentang seks, terkesan elegan dan tak biasa. Film ini menyabet piala citra dalam FFI tahun 1991 sebagai film terbaik.

Garin boleh saja jadi ikon, tapi pelatuk yang meledakkan genre sinema independen tetap dipegang Kuldesak (1998) bikinan sekelompok anak muda yang tergabung dalam komunitas Days For Night Films. Mereka, Mira Lesmana, Riri Riza, Nan Triveni Achnas dan Rizal Mantovani.

xiii

Kecuali Rizal, anak-anak muda ini lulusan sekolah film IKJ, yang tergila- gila untuk bisa bikin film sendiri. Sebelumnya mereka hanya bikin iklan, film-film pendek untuk keperluan studi dan layanan masyarakat, sesekali bikin video klip.

“Keinginan bikin film sudah tinggi, sutradara-sutradara tua sedang tidak produksi, satu-satunya yang bergerak cuma Garin Nugroho. Kita cuma bermodal 50 juta waktu itu, peralatan kita pinjam, tempat kita pinjam, kita belum mikir apa akan ada yang nonton nanti,” kata Mira. Mulanya Kuldesak dibikin tahun 1996. Peraturan pemerintah masih sangat ketat. Paling repot, diantara segunung persyaratan tersebut tak satupun dari mereka yang pernah jadi asisten sutradara sampai empat kali. Awalnya Mira sempat frustasi. Tapi bagaimanapun rencana harus jalan terus. Dengan modal nekat, proyek ini dikerjakan. Syuting dilakukan diam - diam. Hampir semua awak film tak dibayar; dari pemain, sutradara, kameraman, hingga pembuat lagu soundtrack, Ahmad Dhani dan Andra Ramadhan dari kelompok musik Dewa. Upahnya cuma ucapan terima kasih dan jalinan pertemanan.

“Pokoknya repot deh. Masak bikin film harus pakai izin dari Kompkamtib segala, gila `kan. Karena persoalan-persoalan itulah syuting Kuldesak lama, mana kita tak punya izin, belum ada yang punya lisensi sutradara. Pokoknya Kuldesak butuh 2,5 tahun, baru bisa tayang di bioskop,” kata Mira. Kuldesak kemudian jadi ikon gerakan film independen Indonesia. Kuldesak murni generasi baru film Indonesia. Film khas kehidupan anak muda metropolitan, sarat konflik dan penyelesaian yang tak biasa, tak ada unsur menggurui, namun tetap meledak-ledak. (Diakses dari jkfb.wordpress.com Sabtu 30 Juli 2016, pukul 20.32).

( https://jkfb.wordpress.com/2007/09/22/air-mata-surga-gerakan-film- independen-indonesia-memadukan-seni-teknik-dan-mimpi/ )

xiv

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Film adalah gambar-hidup yang juga sering disebut movie. Film secara kolektif sering disebut sebagai sinema. Sinema itu sendiri bersumber dari kata kinematik atau gerak. Film juga sebenarnya merupakan lapisan-lapisan cairan selulosa, biasa di kenal di dunia para sineas sebagai seluloid. Menurut Himawan Pratista, (2008: 1) sebuah film terbentuk dari dua unsur, yaitu unsur naratif dan unsur sinematik. Unsur naratif berhubungan dengan aspek cerita atau tema film. Setiap film cerita tidak mungkin lepas dari unsur naratif dan setiap cerita pasti memiliki unsur-unsur seperti tokoh, masalah, konflik, lokasi, waktu, serta lainnya-lainnya. Seluruh elemen tersebut membentuk unsur naratif secara keseluruhan. Aspek kausalitas bersama unsur ruang dan waktu merupakan elemen-elemen pokok pembentuk suatu narasi.

Film merupakan gambar yang bergerak, adapun pergerakannya disebut sebagai intermitten movement, gerakan yang muncul hanya karena keterbatasan kemampuan mata dan otak manusia menangkap sejumlah pergantian gambar dalam sepersekian detik. Film menjadi media yang sangat berpengaruh, melebihi media - media yang lain, karena secara audio dan visual dia bekerja sama dengan baik dalam membuat penontonnya tidak bosan dan lebih mudah mengingat, karena formatnya yang menarik.

1

Semakin berkembangnya perfilman semakin beraneka ragam pula film yang diproduksi dengan gaya yang berbeda - beda. Secara garis besar, film dapat diklasifikasikan berdasarkan cerita, orientasi pembuatan, dan berdasarkan genre.

Berdasarkan cerita, film dibedakan menjadi fiksi dan non-fiksi. Film fiksi merupakan film yang dibuat berdasarkan imajinasi manusia. Sedangkan non-fiksi, pembuatannya diilhami oleh kejadian yang benar-benar terjadi, yang kemudian diperkaya dengan unsur sinematografis seperti efek suara, musik, cahaya, dan skenario yang memikat.

Film selain bertujuan sebagai hiburan masyarakat modern, tetapi film juga sebagai media informasi tentang isu - isu sosial di masyarakat. Karena inilah masyarakat luas bisa mengerti dan paham tentang tujuan film itu dibuat. Sebab, film tidak hanya sebagai sarana hiburan saja, tetapi sebagai sarana komunikasi, Dan pembentuk budaya massa (McQuail,1987:13). Selain itu film juga berpengaruh besar terhadap jiwa manusia, karena penonton tidak hanya terpengaruh ketika menonton film, tetapi sampai waktu yang cukup lama (Effendy, 2002:208).

Di Indonesia, film pertama kali diperkenalkan pada 5 Desember 1900 di

Batavia (Jakarta). Pada masa itu film disebut “Gambar Idoep". Pertunjukkan film pertama digelar di Tanah Abang dengan tema film dokumenter yang menggambarkan perjalanan Ratu dan Raja Belanda di Den Haag. Namun pertunjukan pertama ini kurang sukses karena harga karcisnya dianggap terlalu mahal. Sehingga pada 1 Januari 1901, harga karcis dikurangi hingga 75% untuk merangsang minat penonton. Film cerita pertama kali dikenal di Indonesia pada tahun 1905 yang diimpor dari Amerika. Film- film impor ini berubah judul ke dalam bahasa Melayu, dan film cerita impor ini cukup

2 laku di Indonesia, dibuktikan dengan jumlah penonton dan bioskop pun meningkat.

Daya tarik tontonan baru ini ternyata mengagumkan. Film lokal pertama kali diproduksi pada tahun 1926, dengan judul “Loetoeng Kasaroeng” yang diproduksi oleh

NV Java Film Company, adalah sebuah film cerita yang masih bisu. Agak terlambat memang, karena pada tahun tersebut di belahan dunia yang lain, film - film bersuara sudah mulai diproduksi. Kemudian, perusahaan yang sama memproduksi film kedua mereka dengan judul “Eulis Atjih”.

Setelah film kedua ini diproduksi, kemudian muncul perusahaan-perusahaan film lainnya seperti Halimun Film Bandung yang membuat Lily van Java dan Central

Java Film (Semarang) yang memproduksi Setangan Berlumur Darah. Untuk lebih mempopulerkan film Indonesia, Djamaludin Malik mendorong adanya Festival Film

Indonesia (FFI) I pada tanggal 30 Maret - 5 April 1955, setelah sebelumnya pada 30

Agustus 1954 terbentuk PPFI (Persatuan Perusahaan Film Indonesia). Kemudian film

“Jam Malam” karya Usmar Ismail tampil sebagai film terbaik dalam festival ini. Film ini sekaligus terpilih mewakili Indonesia dalam Festival Film Asia II di Singapura.

Film ini juga dianggap karya terbaik Usmar Ismail. Sebuah film yang menyampaikan kritik sosial yang sangat tajam mengenai para bekas pejuang setelah kemerdekaan.

Pertengahan ‘90-an, film-film nasional yang tengah menghadapi krisis ekonomi harus bersaing keras dengan maraknya sinetron di televisi-televisi swasta.

Apalagi dengan kehadiran Laser Disc, VCD dan DVD yang makin memudahkan masyarakat untuk menikmati film impor. Di periode ini perfilman Indonesia bisa dikatakan mengalami mati suri dan hanya mampu memproduksi 2 - 3 film tiap tahun.

3

Selain itu film-film Indonesia didominasi oleh film-film bertema seks yang meresahkan masyarakat. Namun di sisi lain, kehadiran kamera-kamera digital berdampak positif juga dalam dunia film Indonesia, karena dengan adanya kamera digital, mulailah terbangun komunitas film-film independen. Film-film yang dibuat di luar aturan baku yang ada. Film - film mulai diproduksi dengan spirit militan.

Meskipun banyak film yang kelihatan amatir namun terdapat juga film-film dengan kualitas sinematografi yang baik, Sayangnya film-film independen ini masih belum memiliki jaringan peredaran yang baik, sehingga film-film ini hanya bisa dilihat secara terbatas dan di ajang festival saja.

Undang - Undang No 8 Tahun 1992 tentang perfilman yang mengatur peniadaan kewajiban izin produksi yang turut menyumbang surutnya produksi film.

Kewajiban yang masih harus dilakukan hanyalah pendaftaran produksi yang bahkan prosesnya bisa dilakukan melalui surat-menyurat. Bahkan sejak Departemen

Penerangan dibubarkan, nyaris tak ada lagi otoritas yang mengurusi dan bertanggung jawab terhadap proses produksi film nasional.

Peraturan tersebut semakin membuat ruang gerak para sineas/penggiat film semakin sempit, hal ini diterjemahkan dengan penjelasan yang terdapat pada pasal

Pasal 31 ayat (1), yang berbunyi:

 pemerintah dapat menarik suatu film apabila dalam peredaran dan/atau

pertunjukan dan/atau penayangannya ternyata menimbulkan gangguan

4

terhadap keamanan, ketertiban, ketenteraman, atau' keselarasan hidup

masyarakat.

Ditambah dengan penjelasan pada Pasal 32 Film sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 23 ayat (1), hanya dapat dipertunjukkan dan/atau ditayangkan untuk masyarakat apabila:

a. telah lulus sensor;

b. tidak dipungut bayaran

Dampaknya, ternyata kurang menguntungkan sehingga para pembuat film tidak lagi mendaftarkan filmnya sebelum mereka berproduksi sehingga mempersulit untuk memperoleh data produksi film Indonesia - baik yang utama maupun indie - secara akurat.

Pada awal abad 21 ini, ada gairah baru dalam industri film Indonesia. Karya- karya sineas seperti Garin Nugroho, Riri Reza, Rizal Mantovani, Jose Purnomo memberikan semangat baru pada industri film Indonesia. Ini diawali dari produksi film

Kuldesak. Film ini dibuat di masa pemerintahan Orde Baru, dimana kreativitas sangat dibatasi. Untuk menjadi sutradara, seseorang harus terlebih dahulu menjadi Asisten sutradara sebanyak 10 kali, dan harus menjadi anggota Organisasi Parfi (Persatuan

Aktor dan Aktris Film Indonesia), hal ini yang membuat para pelaku film semakin terdesak dan pada akhirnya para pelaku film hanya bisa bermimpi untuk membuat karya karena biaya produksi yang mahal

5

. Kuldesak dianggap sebagai “bapaknya” gerakan film independen di

Indonesia. Proses pembuatan film ini pada tahun 1996 dilakukan secara diam – diam agar tak terbelenggu oleh aturan produksi film pemerintah Orde Baru. Hal-hal tersebut dikuatkan pula dengan adanya artikel dari Situs Jaringan Kerja Film Banyumas jkfb.wordpress.com yang memuat tentang diskusi Forum Film Kine Klub Indonesia tahun 2007. Di dalam diskusi tersebut hadir pula Mira lesmana selaku produser film

Kuldesak dan para pelaku film nasional yang membeberkan kondisi dan situasi yang terjadi pada industri perfilman indonesia di era tahun 1990 an. (Selengkapnya, Baca

Lampiran : Artikel Situs Jaringan Kerja Film Banyumas jkfb.wordpress.com).

Secara harafiah, cul-de-sac (harfiah: "dasar tas") diartikan sebagai " jalan buntu" atau "jalan tertutup". Dalam Bahasa Indonesia, istilah "kuldesak" tidak banyak digunakan karena telah digantikan dengan istilah "jalan buntu". Film Kuldesak bercerita tentang kehidupan 4 tokoh di dalamnya yang digambarkan memiliki obsesi yang bebas dan tidak terkekang. Empat gambaran kehidupan itu, satu sama lain tidak berkaitan. Benang merah keempat cerita tersebut sama adalah bahwa ceritanya sama- sama menggambarkan pandangan remaja tentang dunia mereka pada saat itu.

Film ini merupakan produksi kolektif para sineas muda, aktor, dan pemusik yang beroperasi di bawah nama Day For Night Films. Film yang diproduksi pada tahun

1996 ini menggambarkan kehidupan kota di Jakarta yang bertolak belakang dengan film tersebut. Film ini bergenre Black Comedy atau komedi hitam. Komedi hitam adalah jenis humor atau komedi yang didasari dari observasi sisi gelap kehidupan sehari-hari. Aspek yang digunakan biasanya mencakup kejadian aktual dari dunia

6 politik, hiburan,olahraga, rasisme, agama, terorisme, peperangan. Film Kuldesak diputar pada International Film Festival di Rotterdam tahun 1999, dan dalam Singapore

International Film Festival tahun 1999, film ini mendapatkan nominasi Silver Screen

Award, sebagai Best Asian Feature Film.

Salah satu keunikan film ini adalah upaya dari sutradara film ini untuk bersikap netral. Mereka tidak memberikan maksud dan penjelasan soal motivasi dari setiap segmen. Di sini mereka membiarkan para penonton untuk berpikir dan menentukan nilai-nilai yang akan mereka ambil.

Didalam film Kuldesak ini terdapat juga unsur – unsur yang erat kaitannya dengan ilmu komunikasi, diantaranya adalah sutradara dan produser sebagai komunikator, penonton sebagai komunikan, film sebagai media, proses pemaknaan dalam film tersebut sebagai pesan, dan efek atau feedbacknya adalah merubah cara berpikir dan perilaku para penonton dalam jangka waktu yang lama (Effendy,

2002:208), dan pengaruh film yang dapat membentuk budaya massa

(McQuail,1987:13). Hal ini bisa berbahaya untuk para tipe penonton yang selalu menelan mentah – mentah pemaknaan pesan yang ada dalam sebuah film, karena jika diamati lebih dalam, film mempunyai dua macam pemaknaan pesan, yang pertama adalah denotatif atau makna sebenarnya, yang kedua adalah konotatif atau makna bukan sebenarnya yang bisa juga diartikan sebagai makna kiasan. Banyak pemaknaan konotatif yang terdapat di dalam film Kuldesak, hal inilah yang menjadi salah satu faktor bagi peneliti untuk menjadikan film kuldesak sebagai media penelitian yang menarik untuk diteliti.

7

Semiotika menjadi salah satu kajian dalam penelitian ini Semiotik menjadi salah satu kajuan yang bahkan menjadi tradisi dalam terori komunikasi. Tradisi semiotic terdiri atas sekumpulan teori bagaimana tanda – tanda merepresentasikan benda, ide, keadaan, situasi, perasaan dan kondisi diluar tanda – tanda itu sendiri

(Littlejhon, 2009 : 53).

Semiotika yang digunakan dalam penelitian ini adalah semiotika Roland

Barthes. Teori semiotika milik Roland Barthes lebih menekankan pada relasi antara ekspresi dan konteks, atau relasi antara ekspresi dan isi. Teori ini mengkaji tentang makna atau simbol dalam bahasa atau tanda yang dibagi menjadi dua tingkatan signifikasi, yaitu tingkat denotasi dan tingkat konotasi serta aspek lain dari penandaan yaitu mitos. Dalam buku Mithologies Barthes ada rasisme, kolonialisme, stereotip gender, dan propaganda perang dingin. Peneliti menggunakan semiotika Barthes pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal

(things). Memaknai (to sinify) dalam hal ini dapat dicampuradukan dengan mengkomunikasikan (to communicate).

Peneliti melakukan penelitian pada film Kuldesak, karena film ini memuat berbagai macam isu – isu sosial yang menarik untuk dilakukannya penelitian, agar memperdalam pemahaman tentang kritik sosial dalam film kuldesak.

8

1.2 Rumusan Masalah:

Berdasarkan latar belakang masalah yang diamati, maka peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: “Bagaimana kritik sosial digambarkan dalam film

Kuldesak.”

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini, untuk menjawab rumusan masalah yakni untuk mengetahui bagaimana kritik sosial digambarkan dalam film Kuldesak.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritis

 Memperkaya kajian film dan kaitannya dengan ilmu komunikasi dan ilmu

sosial.

1.4.2 Manfaat Praktis

 Menambah pengetahuan bagi para pembuat film di Indonesia, bahwa untuk

memproduksi film, sebaiknya memiliki pesan moral yang kuat agar film itu

berguna dalam proses edukasi penonton / masyarakatnya.

9

1.5 Kajian Pustaka

1.5.1 Komunikasi Massa

Komunikasi Massa adalah bentuk komunikasi yang menggunakan saluran

(Media) dalam menghubungkan komunikator dan komunikan secara massal, berjumblah banyak, terpencar, sangat heterogen dan menimbulkan efek tertentu. Selain itu pesan yang disampaikan cenderung terbuka dan mencapai khalayak dengan serentak. Menurut Charles R. Wright menyatakan komunikasi massa berfungsi untuk kegiatan penyelidikan (surveillance), kegiatan mengkorelasikan, yaitu menghubungkan satu kejadian dengan fakta yang lain dan menarik kesimpulan, selain itu juga berfungsi sebagai sarana hiburan.

karakteristik komunikasi massa meliputi sifat dan unsur yang tercakup didalamnya (Suprapto, 2006 : 13). Adapun karakteristik komunikasi massa adalah :

1. Sifat komunikan, yaitu komunikasi massa yang ditujukan kepada khalayak

yang jumblahnya relatif besar, heterogen, dan anonim. Jumblah besar yang

dimaksudkan hanya dalam periode waktu yang singkat saja dan tidak dapat

diukur, beberapa total jumblahnya. Bersifat heterogen berarti khalayak bersifat

berasal dari latar belakang dan pendidikan, usia, suku, agama, pekerjaan,.

Sehingga faktor yang menyatukan khalayak yang heterogen ini adalah minat

dan kepentingan yang sama. Anonim berarti bahwa komunikator tidak

mengenal siapa khalayaknya, apa pekerjaannya, berapa usianya, dan lain

sebagainya.

10

2. Sifat media massa, yaitu serempak dan cepat. Serempak (Simultanety) berarti

bahwa keserempakan kontak antara komunikator dengan komunikan yang

demikian besar jumblahnya. Pada saat yang sama, media massa dapat membuat

khalayak secara serempak dapat menaruh perhatian kepada pesan yang

disampaikan oleh komunikator. Selain itu sifat dari media massa adalah

cepat(rapid), yang berarti memungkinkan pesan yang disampaikan pada banyak

orang dalam waktu yang cepat.

3. Sifat pesan, Pesan yang disampaikan melalui media massa adalah bersifat

umum (Public). Media massa adalah sarana untuk menyampaikan pesan kepada

khalayak, bukan untuk kelompok orang tertentu. Karena pesan komunikasi

melalui media massa sifatnya umum, maka lingkungannya menjadi universal

tentang segala hal, dan dari berbagai tempat di seluruh dunia. Sifat lain dari

pesan melalui media massa adalah sejenak (Transient), yaitu hanya untuk sajian

seketika saja.

4. Sifat komunikator, karena media massa merupakan lembaga organisasi, maka

komunikator dalam komunikasi massa, seperti wartawan, sutradara, penyiar,

pembawa acara, adalah komunikator yang terlembagakan. Media massa

merupakan organisasi yang rumit, pesan-pesan yang disampaikan kepada

khalayak adalah hasil kerja kolektif, oleh sebab itu, berhasil tidaknya

11

komunikasi massa ditentukan oleh berbagai faktor yang terdapat dalam

orginisasi massa.

Sifat atau efek yang ditimbulkan pada komunikan tergantung pada tujuan komunikasi yang dilakukan oleh para komunikator. Apakah tujuannya agar komunikan hanya sekedar tahu saja, atau komunikan berubah siap dan pandangannya, atau komunikan dapat berubah tingkah lakunya, bahkan komunikan hanya mengkonsumsi berita sesuai dengan kebutuhan yang ingin mereka dapatkan dari media

1.5.2 Film

Menurut Effendi (1986 ; 239) film diartikan sebagai hasil budaya dan alat ekspresi kesenian. Film sebagai komunikasi massa merupakan gabungan dari berbagai tekhnologi seperti fotografi dan rekaman suara, kesenian baik seni rupa dan seni teater sastra dan arsitektur serta seni musik. Sementara Menurut Kridalaksana ( 1984 : 32 ) film adalah :

 lembaran tipis, bening, mudah lentur yang dilapisi dengan lapisan antihalo,

dipergunakan untuk keperluan fotografi.

 alat media massa yang mempunyai sifat lihat dengar (audio – visual ) dan dapat

mencapai khalayak yang banyak.

Film Menurut UU No 8 Tahun 1992 tentang perfilman, adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis,

12 dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan/atau ditayangkan dengan sistem Proyeksi mekanik, eletronik, dan/atau lainnya.

Film ditemukan pada akhir abad ke-19 dan terus berkembang hingga hari ini.

Film merupakan ‘perkembangan lebih jauh’ dari teknologi fotografi. Perkembangan penting sejarah fotografi terjadi tahun 1826, ketika Joseph Nicephore Niepce dari

Perancis membuat campuran dengan perak untuk membuat gambar pada sebuah lempengan timah yang tebal. Thomas Alva Edison (1847-1931) seorang ilmuwan

Amerika Serikat penemu lampu listrik dan fonograf (piringan hitam), pada tahun 1887 terinspirasi untuk membuat alat untuk merekam dan membuat (memproduksi) gambar.

Edison tidak sendirian.Ia dibantu oleh George Eastman, yang kemudian pada tahun

1884 menemukan pita film (seluloid) yang terbuat dari plastik tembus pandang. Tahun

1891 Eastman dibantu Hannibal Goodwin memperkenalkan satu rol film yang dapat dimasukkan ke dalam kamera pada siang hari.

Peralatan sinematograf ini kemudian dipatenkan pada tahun 1895. Pada peralatan sinematograf ini terdapat mekanisme gerakan yang tersendat (intermittent movement) yang menyebabkan setiap frame dari film diputar akan berhenti sesaat, dan kemudian disinari lampu proyektor. Di masa awal penemuannya, peralatan sinematograf tersebut telah digunakan untuk merekam adegan-adegan yang singkat.

Misalnya, adegan kereta api yang masuk ke stasiun, adegan anak-anak bermain di pantai, di taman dan sebagainya.

13

Film pertama kali dipertontonkan untuk khalayak umum dengan membayar berlangsung di Grand Cafe Boulevard de Capucines, Paris, Perancis pada 28 Desember

1895. Peristiwa ini sekaligus menandai lahirnya film dan bioskop di dunia.

1.5.3 Sosiologi

Secara etimologis, sosiologi berasal dari bahasa latin “socius” yang berarti teman dan bahasa yunani “logos” yang berarti kata, perkataan, atau pembicaraan. Jadi secara harfiah sosiologi adalah membicarakan atau memperbincangkan teman pergaulan. Sosiologi juga dapat diartikan suatu ilmu tentang masalah – masalah social.

Menurut Auguste Comte sosiologi berarti suatu studi positif tentang hukum – hukum dasar dari berbagai gejala social yang dibedakan menjadi sosiologi statis dan sosiologi dinamis. Sementara menurut Pitirim A. Sorokin sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala social

(misalnya gejala ekonimi, keluargaan gejala moral). Sosiologi juga merupakan ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala social dengan gejala non-sosial. Selain itu sosiologi juga merupakan ilmu yang mempelajari ciri – ciri umum semua jenis gejala – gejala sosial lain.

Dan menurut Selo Soemarjan dan Soelaeman Soemardi Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk perubahan- perubahan sosial. Struktur sosial adalah keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok, yakni kaidah-kaidah sosial (norma-norma sosial), lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok sosial serta lapisan-lapisan sosial. Proses sosial adalah

14 pengauh timbal balik antara pelbagai segi kehidupan bersama, misalnya antara kehdiupan ekonomi dan kehidupan politik atau antara kehidupan hukum dan kehidupan

1.5.4 Pemahaman kritik sosial

Kritik adalah masalah penganalisaan dan pengevaluasian sesuatu dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman, memperluas apresiasi, atau membantu memperbaiki pekerjaan. Secara etimologis berasal dari bahasa Yunani 'clitikos - "yang membedakan", kata ini sendiri diturunkan dari bahasa Yunani Kuna κριτής, krités, artinya "orang yang memberikan pendapat beralasan" atau "analisis", "pertimbangan nilai", "interpretasi", atau "pengamatan". Istilah ini biasa dipergunakan untuk menggambarkan seorang pengikut posisi yang berselisih dengan atau menentang objek kritikan.

Kritikus modern mencakup kaum profesi atau amatir yang secara teratur memberikan pendapat atau menginterpretasikan seni pentas atau karya lain (seperti karya seniman, ilmuwan, musisi atau aktor) dan, biasanya, menerbitkan pengamatan mereka, sering di jurnal ilmiah. Kaum kritikus banyak jumlahnya di berbagai bidang, termasuk kritikus seni, musik, film, teater atau sandiwara, rumah makan dan penerbitan ilmiah.

Kritik sosial adalah salah satu bentuk komunikasi dalam masyarakat yang bertujuan atau berfungsi sebagai control terhadap jalannya suatu system social atau proses bermasyarakat Berdasarkan definisi dari dua kata tersebut, seperti yang dikutip oleh Mafud (1997:47) mengambil suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan

15 kritik sosial adalah suatu aktifitas yang berhubungan dengan penilaian (juggling), perbandingan (comparing), dan pengungkapan (revealing) mengenai kondisi sosial suatu masyarakat yang terkait dengan nilai-nilai yang dianut ataupun nilai-nilai yang dijadikan pedoman. Kritik sosial juga dapat diartikan dengan penilaian atau pengjian keadaaan masyarakat pada suatu saat (Mahfud, 1957:5). Dengan kata lain dapat dikatakan, kritik sosial sebagai tindakan adalah membandingkan serta mengamati secara teliti dan melihat perkembangan secaa cermat tentang baik atau buruknya kualitas suatu masyarakat. Adapun tindakan mengkritik dapat dilakukan oleh siapapun termasuk sastrawan dan kritik sosial merupakan suatu variable penting dalam memelihara system social yang ada.

Secara sederhana, kritik sosial merupakan salah satu bentuk kepekaan sosial.

Kritik sosial yang murni tidak didasarkan pada tanggung jawab bahwa manusia bersama-sama bertanggung jawab terhadap lingkungan sosialnya. Oleh karena itu, kritik sosial mencakup berbagai segi kehidupan baik politik, ekonomi, sosial dan budaya

Menurut Herman J. Waluyo (1987: 119) kritik sosial adalah sebuah tema dalam karya sastra tentang adanya ketidakadilan dalam masyarakat, dengan tujuan untuk mengetuk nurani pembaca agar keadilan sosial ditegakkan dan diperjuangkan.

Kritik sosial adalah sanggahan terhadap hal-hal yang dianggap menyalahi aturan, hukum dan tata nilai yang sudah menjadi konvensi umum. Kritik sosial dalam karya sastra adalah sarana pengarang untuk menyampaikan ketidakpuasannya terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat.

16

Kritik sosial berpijak dari suatu pemahaman atas kesadaran sikap pribadi manusia terhadap sikap di luar dirinya, berarti kritik sosial berpijak pada suatu proses berpikir manusia dalam mengadakan penilaian dan kajian terhadap data yang berkaitan dengan sasaran kritik sosial tersebut. Selanjutnya manusia sebagai satuan yang utuh di bentuk oleh alam dan sosiokultural yang mengitarinya. Kritik sosial merupakan suatu hasil penelitian yang sudah baku, terpilih dan sudah valid dari suatu pribadi maupun satu kelompok sosial dalam menaggapi atau berdialog dengan lingkungannya. Dengan kata lain, kritik sosial merupakan kristalisasi dari hasil proses penilaian terhadap sosiokultural di sekitarnya. Soerjono Soekanto (2000: 3) mengungkapkan bahwa kritik sosial adalah adalah penilaian ilmiah ataupun pengujian terhadap situasi masyarakat pada suatu saat.

1.5.5 Semiotika

Semiotik atau semiologi merupakan terminologi yang merujuk pada ilmu yang sama. Istilah semiologi lebih banyak digunakan di Eropa sedangkan semiotik lazim dipakai oleh ilmuwan Amerika. Istilah yang berasal dari kata Yunani semeion yang berartji ‘tanda’ atau ‘sign’ dalam bahasa Inggris itu adalah ilmu yang mempelajari sistem tanda seperti: bahasa, kode, sinyal, dan sebagainya. Secara umum, semiotik didefinisikan sebagai berikut:

Semiotics is usually defined as a general philosophical theory dealing with the production of signs and symbols as part of code systems which are used to communicate information. Semiotics includes visual and verbal as well as tactile and olfactory signs (all signs or signals which are accessible to and can be perceived by all our senses) as they form code systems which

17

systematically communicate information or massages in literary every field of human behaviour and enterprise.

(Semiotik biasanya didefinisikan sebagai teori filsafat umum yang berkenaan dengan produksi tanda-tanda dan simbol-simbol sebagai bagian dari sistem kode yang digunakan untuk mengomunikasikan informasi. Semiotik meliputi tanda-tanda visual dan verbal serta tactile dan olfactory [semua tanda atau sinyal yang bisa diakses dan bisa diterima oleh seluruh indera yang kita miliki ketika tanda-tanda tersebut membentuk sistem kode yang secara sistematis menyampaikan informasi atau pesan secara tertulis di setiap kegiatan dan perilaku manusia).

Menurut Pierce (dalam Sobur, 2009:114-115) makna terdiri dari tiga elemen, yaitu sign (tanda), object (objek), dan interpretant (interpretan). Salah satu bentuk tanda adalah kata. Sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda. Sementara interpretan adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda.

Apabila ketiga elemen makna itu berinteraksi dalam benak seseorang, maka muncullah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut. Yang dikupas teori segitiga makna adalah persoalan bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang pada waktu berkomunikasi.

Semiotika menurut Piliang (dalam Sobur, 2009:xxi) kita artikan sebagai “studi sistematis tentang tanda-tanda” dan komunikasi kita definisikan sebagai “upaya untuk memperoleh makna”. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahawa semiotika komunikasi adalah studi sistematis tentang tanda-tanda sebagai upaya untuk memperoleh makna.

18

Semiotika memandang komunikasi sebagai pembangkitan makna dalam pesan,baik penyampai (komunikator) maupun penerima (komunikan)

Pemaknaan film menggunakan pisau semiotika dengan konsep Saussure tentang hubungan struktural tanda dan makna yaitu hubungan sintagmatik dan hubungan paradigmatik. Hubungan sintagmatik adalah hubungan tanda dengan tanda- tanda lainnya, baik yang mendahuluinya maupun tidak. Lalu hubungan paradigmatik adalah hubungan eksternal suatu tanda dengan tanda-tanda lain yang dapat dipertukarkan.

Dalam film Kuldesak terdapat dua unsur yang mempermudah penelitian semiotika ini, yaitu gambar dan teks. Dalam kedua unsur ini terdapat bagian-bagian kecil yang lebih mudah diamati secara detail. Gambar terdiri dari muatan gambar

(artistik, pengadeganan, dan lighting), lalu teks terdiri dari monolog dan dialog. Kedua unsur ini (gambar dan teks) adalah unsur yang mengandung muatan Kritik sosial yang paling mudah diamati dan menjadi acuan penulis dalam melakukan interpretasi semiotika.

1.5.6 Semiotika Roland Barthes.

Salah satu tokoh penting semiotika adalah Roland Barthes. Ia banyak menulis buku seputar semiotika, antara lain Mythologies (1973), Element of Semiology (1977),

The Fashion System (1983), dan Camera Lucida (1994). Barthes adalah penerus pemikiran Saussure. Saussure tertarik pada cara kompleks pembentukan kalimat dan cara bentuk-bentuk kalimat menentukan makna, tetapi kurang tertarik pada kenyataan

19 bahwa kalimat yang sama bisa saja menyampaikan makna yang berbeda pada orang yang berbeda situasinya.

Roland Barthes meneruskan pemikiran tersebut dengan menekankan interaksi antara teks dengan pengalaman personal dan kultural penggunanya, interaksi antara konvensi dalam teks dengan konvensi yang dialami dan diharapkan oleh penggunanya.

Gagasan Barthes ini dikenal dengan “order of signification”, mencakup denotasi

(makna sebenarnya sesuai kamus) dan konotasi (makna ganda yang lahir dari pengalaman kultural dan personal). Di sinilah titik perbedaan Saussure dan Barthes meskipun Barthes tetap mempergunakan istilah signifier-signified yang diusung

Saussure.

Barthes juga melihat aspek lain dari penandaan yaitu “mitos” yang menandai suatu masyarakat. “Mitos” menurut Barthes terletak pada tingkat kedua penandaan, jadi setelah terbentuk sistem sign-signifier-signified, tanda tersebut akan menjadi penanda baru yang kemudian memiliki petanda kedua dan membentuk tanda baru. Jadi, ketika suatu tanda yang memiliki makna konotasi kemudian berkembang menjadi makna denotasi, maka makna denotasi tersebut akan menjadi mitos. Misalnya: Pohon beringin yang rindang dan lebat menimbulkan konotasi “keramat” karena dianggap sebagai hunian para makhluk halus. Konotasi “keramat” ini kemudian berkembang menjadi asumsi umum yang melekat pada simbol pohon beringin, sehingga pohon beringin yang keramat bukan lagi menjadi sebuah konotasi tapi berubah menjadi denotasi pada pemaknaan tingkat kedua. Pada tahap ini, “pohon beringin yang

20 keramat” akhirnya dianggap sebagai sebuah Mitos. Secara ringkas teori dari Barthes ini dapat diilustrasikan sebagai berikut:

Dalam menelaah tanda, kita dapat membedakannya dalam dua tahap. Pada tahap pertama, tanda dapat dilihat latar belakangnya pada (1) penanda dan (2) petandanya. Tahap ini lebih melihat tanda secara denotatif. Tahap denotasi ini baru menelaah tanda secara bahasa. Dari pemahaman bahasa ini, kita dapat masuk ke tahap kedua, yakni menelaah tanda secara konotatif. Pada tahap ini konteks budaya, misalnya, sudah ikut berperan dalam penelaahan tersebut. Dalam contoh di atas, pada tahap I, tanda berupa BUNGA MAWAR ini baru dimaknai secara denotatif, yaitu penandanya berwujud dua kuntum mawar pada satu tangkai. Jika dilihat konteksnya, bunga mawar itu memberi petanda mereka akan mekar bersamaan di tangkai tersebut.

Jika tanda pada tahap I ini dijadikan pijakan untuk masuk ke tahap II, maka secara konotatif dapat diberi makna bahwa bunga mawar yang akan mekar itu merupakan

21 hasrat cinta yang abadi. Bukankah dalam budaya kita, bunga adalah lambang cinta?

Atas dasar ini, kita dapat sampai pada tanda (sign) yang lebih dalam maknanya, bahwa hasrat cimta itu abadi seperti bunga yang tetap bermekaran di segala masa. Makna denotatif dan konotatif ini jika digabung akan membawa kita pada sebuah mitos, bahwa kekuatan cinta itu abadi dan mampu mengatasi segalanya.

Penelitian ini menggunakan pendekatan Roland Barthes, karena Barthes mengungkapkan bahwa pemikiran subjektif atau setidaknya intersubjektif pengguna dipengaruhi oleh perasaan dan kultural-kulturalnya. Di sinilah analisis mitos digunakan. Setelah meneliti makna konotasi yang ditampilkan, akan muncul keseluruhan struktur dalam film ini untuk mengungkapkan ideologi melalui makna konotatif. Karena itulah, setiap film menyampaikan pesan dengan menggunakan unsur teks yang merupakan pemaknaan ideologi pribadi dari si pembuat film itu sendiri.

Untuk menginterpretasikan tanda yang hadir, membutuhkan suatu perangkat analisis.

Dengan semiotika Roland Barthes, penulis akan menghadirkan konstruksi yang baru sesuai pemaknaannya, dan bukan konstruksi awal si pembuat film.

22

1.6 Kerangka Berpikir

Dalam mengkaji dan menganalisis penelitian “Semiotik Tentang Kritik Sosial

Dalam Film Kuldesak” ini, penulis menggunakan teori semiotika milik Barthes.

Film Indonesia

Film Kuldesak

Sosiologi Kritik Sosial

Analisis Semiotika ( Teori Rolland Barthes )

Kesimpulan

1.7 Metodelogi Penelitian

Metode penelitian merupakan rangkaian cara atau kegiatan pelaksanaan penelitian yang didasari oleh asumsi-asumsi dasar, pandangan-pandangan filosofis dan ideologis, pertanyaan dan isu-isu yang dihadapi. Suatu penelitian mempunyai rancangan penelitian (research design) tertentu. Rancangan ini menggambarkan prosedur atau langkah-langkah yang harus ditempuh, waktu penelitian, sumber data

23 dan kondisi arti apa data dikumpulkan, dan dengan cara bagaimana data tersebut dihimpun dan diolah. Metode penelitian juga merupakan alat, prosedur dan teknik yang dipilih dalam melaksankan penelitian atau dalam mengumpulkan data. Metode penelitian Bahasa bertujuan mengumpulkan, mengkaji data, serta mempelajari fenomena-fenomena kebahasaan (Djajasudarma, 2006:4).

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk memahmi realita sosial dan melakukan pemahaman lebih mendalam tentang kritik sosial didalam film kuldesak, dengan menggunakan analisa semiotika menurut teori dari Rolland Barthes.

1.8 Sumber Data Penelitian

1.8.1. Sumber Data Primer

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari pengamatan per adegan (scene) yang mengandung kritik sosial dalam film kuldesak (Selengkapnya,

Bab II : Deskripsi Objek Penelitian).

1.8.2 Sumber Sekunder

Sumber pustaka tertulis sebagai sumber data sekunder digunakan untuk melengkapi sumber data informasi. Sumber data tertulis ini meliputi buku-buku literatur, journal riset, makalah - makalah penelitian, arsip-arsip tentang illuminati tentang film Kuldesak sebagai bukti yang menunjukkan deskripsi yang berkaitan dengan penelitian ini.

24

1.9 Teknik Pengumpulan Data

1.9.1 Observasi

Penelitian ini dilakukan dengan cara menonton film Kuldesak dengan mengamati scene per scene adegan. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui kritik sosial yang terdapat di film Kuldesak dan memaknainya menggunakan teori semiotika

Rolland barthes.

1.9.2 Simak Dan Catat

Teknik simak dilakukan dengan memperlihatkan dan mempelajari dengan seksama objek yang diteliti berupa gambaran kritik sosial dalam film Kuldesak.

Kemudian teknik catat, pencatatan dilakukan setelah data yang berupa gambaran- gambaran kritik sosial tersebut dinilai cukup untuk dijadikan data penelitian. Data kemudian dicatat dalam tabel untuk dianalisis menggunakan analisis semiotika Rolland

Barthes.

2.0 Teknik Analisa Data

Sumber data yang diperoleh digabungkan dengan teori semiotika Rolland

Barthes agar mengetahui pemahaman tentang kritik sosial dalam film Kuldesak. Dalam teknik analisa data ini peneliti akan menggunakan format tabel sebagai berikut:

25

Capture Screen

Scene

Denotasi Konotasi Mitos

26

BAB II

DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

Sumber : http://movie.co.id

Film Kuldesak adalah film ansambel drama komedi hitam Indonesia berkonsep omnibus yang diproduksi tahun 1996 - 1998. Segmen-segmen dalam film ini disutradarai antara lain oleh Riri Riza, Nan Achnas, Mira Lesmana, dan Rizal

Mantovani, yang merupakan debut mereka dalam karier sebagai sutradara. Mereka hanya ingin menikmati membuat film tanpa beban gagasan, tradisi, sekat-sekat negara, dan sebagainya, hingga bahasa, idiom, simbol, bisa diambil dari mana saja. Film ini

27 dibintangi antara lain oleh Oppie Andaresta, Bianca Adinegoro, Ryan Hidayat, Wong

Aksan, dan dibantu banyak bintang tamu aktor dan aktris Indonesia yang terkenal pada masanya, antara lain , Sophia Latjuba, Bucek Depp, Unique Priscilla, dan Dik Doank.

2.1 Gambaran Umum

2.1.1 Kuldesak

 Produksi : Day For Night Films  Produser : Rizal Mantovani  Sutradara : - Riri Riza - Mira Lesmana - Rizal Mantovani - Nan Achnas  Penulis : Adi Nugroho  Sinematografi : Yadi Sugandi  Skoring/Musik: Thoersi Ageswara  Pemeran : - Ryan Hidayat (Alm) - Wong Aksan - Oppie Andaresta - Bianca Adinegoro - Sophia Latjuba - Bucek Depp - Dik Doank - Unique Priscilla - Tio Pakusadewo  Durasi : 110 Menit  Lokasi : Jakarta, Indonesia

28

2.1.2 Sinopsis

Kuldesak berfokus pada empat penduduk muda Jakarta pada tahun 1990-an.

Mereka semua punya mimpi, tapi kadang-kadang hidup memaksa mereka untuk membuat pilihan-pilihan radikal. Aksan (Wong Aksan) bermimpi untuk membuat sebuah film. Andre (Ryan Hidayat) adalah musisi yang mengidentifikasikan dirinya dengan idola rock Kurt Cobain, vokalis dan gitaris band Nirvana asal Amerika Serikat yang terkenal di dunia karena kasus bunuh dirinya. Dina (Oppie Andaresta) adalah penjual tiket di bioskop yang terobsesi dengan pembawa acara TV yang populer. Dia tidak dapat lagi membedakan impian dari kenyataan. Lina (Bianca Adinegoro) bekerja untuk di biro iklan di mana dia ditekan oleh bosnya untuk bekerja lembur. Suatu malam, dia diperkosa. Alih-alih melaporkan kejadian tersebut kepada polisi, dia memutuskan untuk main hakim sendiri.

2.1.3 Alur Cerita

Kuldesak menceritakan permasalahan remaja ibukota pada masa itu. Di dalam film ini terdapat empat segmen cerita dan empat tokoh utama yang mempunyai permasalahan yang berbeda - beda, tapi sama - sama mempunyai impian, keingingan, dan obsesi. Aksan (Wong Aksan), Andre (Ryan Hidayat), Dina (Oppie Andaresta) dan

Lina (Bianca Adinegoro) adalah empat tokoh utama yang disorot dalam cerita ini.

Segmen pertama adalah karya Mira Lesmana. Aksan (Wong Aksan), dikisahkan sebagai anak pemilik penyewaan laser disc film. Anak muda ini terobsesi ingin membuat film bersama rekannya. Namun, ia tak mempunyai dana yang

29 mencukupi dan ayahnya sama sekali tidak mendukung Aksan untuk berkecimpung dalam dunia perfilman. Aksan yang terus terhasut oleh rekannya yang bernama Aladin

(Tio Pakusadewo) sepakat untuk merampok brankas ayahnya pada suatu malam, demi mewujudkan impiannya untuk membuat film.

Segmen berikutnya adalah karya Riri Riza. Andre (Ryan Hidayat) dikisahkan sebagai seorang musisi dan penikmat musik underground yang sangat mengidolakan

Kurt Cobain. Sama seperti Aksan, Andre juga berasal dari keluarga berada. Namun ia tak mendapatkan cukup perhatian dan kasih sayang dari orangtuanya karena kesibukan dunia kerja.

Selanjutnya adalah karya Nan Achnas. Dina (Oppie Andaresta) dikisahkan sebagai seorang pegawai tiket bioskop. Dalam kesehariannya, Dina gemar menonton program televisi yang menampilkan seorang video jockey bernama Max Mollo. Ia sangat mengidolakan Max Mollo dan selalu berkhayal untuk dapat menjadi kekasihnya. Dina semakin bahagia dengan kehadiran Max Mollo karena laki-laki tersebut sering menonton film di bioksop tempat Dina bekerja. Dina lalu berteman dengan Budi (Harry Suharyadi), seorang homoseksual yang berpacaran dengan Yanto

(Gala Rostamaji). Hubungan Budi dan Yanto pada akhirnya pun harus berakhir.

Cerita terakhir adalah karya Rizal Mantovani, yang menghadirkan Lina

(Bianca Adinegoro), seorang pegawai kantoran yang ditekan untuk bekerja. Pada suatu malam saat Lina bekerja lembur, ia menjadi korban pemerkosaan yang direncanakan

30 oleh atasannya, Jakob Gamarhada (Torro Margens). Alih-alih melaporkan kejadian tersebut kepada polisi, dia memutuskan untuk main hakim sendiri.

2.1.4 Penayangan Perdana

Sumber : https://iffr.com

Penayangan perdana film Kuldesak ini dilaksanakan di tahun 1999 pada acara

International Film Festival Rotterdam, Belanda. Penayangan ini sekaligus sebagai penanda bahwa film ini telah dirilis dalam lingkup internasional.

31

2.1.5 Penghargaan

 FFI atau Festival Film Indonesia merupakan ajang penghargaan tertinggi

bagi dunia perfilman di Indonesia. FFI pertama kali diselenggarakan pada

tahun 1955 dan berlanjut pada tahun 1960 (dengan nama Pekan Apresiasi

Film Nasional). Mulai penyelenggaraan tahun 1979, sistem unggulan

(Nominasi) mulai dipergunakan. FFI sempat terhenti pada tahun 1992 yang

dikarenakan tidak adanya film indonesia yang diproduksi pada tahun

tersebut, dan baru diselenggarakan kembali tahun 2004. Pada Festival Film

Indonesia 2011, film Kuldesak menerima penghargaan khusus sebagai film

yang memberi inspirasi generasi baru perfilman Indonesia. Terpilihnya

Kuldesak sebagai penerima penghargaan khusus, dikarenakan film inilah

pelopor bagi perfilman Indonesia di era reformasi dan generasi baru

perfilman Indonesia.

 Nominasi untuk Silver Screen Award - Best Asian Feature Film dalam

Singapore International Film Festival tahun 1999.

2.1.6 Respon Masyarakat

Respon masyarakat terhadap film ini bervariatif, salah satu yang menjadi pertanyaan besar bagi masyarakat penggiat film adalah mengapa film tersebut tidak diedarkan dalam bentuk DVD atau media lain. Pada tahun 2016 atau tepatnya 18 tahun setelah film itu rilis dalam sebuah screening film di salah satu mall di Jakarta, Mira

Lesmana selaku Sutradara dan Produser film Kuldesak mengatakan “karena memang

32 sifat kolektif nya yang susah untuk diterjemahkan dalam bentuk komersial. Kuldesak digarap dengan anggaran amat terbatas di tengah suasana pesimistis karena sebagian besar pekerja film bermigrasi ke sinetron, dimana peraturan pemerintah masih sangat ketat, dikerjakan dengan mengunakan alat produksi Video Digital yang dipinjam dan sewa sana-sini, dan gotong-royong dari sineas muda hingga para aktor dan aktris kala itu yang mayoritas sekarang ini telah berada di papan atas industri perfilman

Indonesia”. Mira Lesmana juga menambahkan, “film Kuldesak merupakan sebuah pemberontakan dan pernyataan bersama sutradara muda sebagai orang film. Kuldesak memiliki kritik sosial, ujarnya. "Kami semua bekerja tanpa dibayar".

(http://www.antaranews.com/berita/29757/daya-cipta-insan-film-tak-mau-mati- hanya-karena-ruu-app)

Mengutip dari tulisan pengantar dari kineforum tentang acara Filmmakers

Forum: Retrospeksi Kuldesak, fakta membuktikan bahwa film Indonesia pernah mengalami hal keterpurukan. Kondisi ini menunjukkan ada sebuah generasi baru perfilman Indonesia yang seolah terputus dari sejarahnya, dan dari segi gagasan.

Masyarakat sangat apresiasif terhadap proses pembuatan dan dampak yang terjadi pada industri film indonesia saat itu setelah film Kuldesak dirilis. Dimulai dengan gebrakan tema, budget produksi dan medium yang digunakannya, bersama dengan “Sinema

Gerilya” SGA, tidak bisa dipungkiri memulai babak baru dalam sinema independen

Indonesia. Bermula dari itu, perlahan-lahan tumbuh komunitas film di Indonesia, sebagian memfokuskan diri hanya pada apresiasi, sebagian lainnya langsung terjun ke dunia praktik dengan memproduksi film-film pendek, dokumenter, maupun feature

33 film. Berbagai festival film independen diberbagai kota kerap dilakukan. Tercatat yang setiap tahunya digelar adalah, Festifal Film Konfiden Jakarta, Festival Film

Dokumenter (FFD) Jogyakarta, JIFESt, J-Festival Jember, Festival Film Bandung

(FFB), Festival Film Anak (FFA) Medan, serta festival dan kompetisi film indie lainnya. (http://www.kaskus.co.id/thread/51f119d77e12431f32000004/sejarah-film- independent/ , http://www.filmalternatif.org)

Selain itu, pada acara diskusi film yang bertemakan Film Independen diadakan

UKM Sinematografi Unair dan diberi tema Pesta Film Airlangga tahun 2014, yang dihadiri Sutradara Hanung Bramantyo. Menurut Hanung, “Semua film Indonesia sesungguhnya adalah film independen. Tidak ada industri film di Indonesia, seperti di

Amerika. Industri film Amerika sudah terbentuk sistem, yang ditangani para agen.

Semua jalur, mulai pembuatan film hingga distribusi harus melalui agen. Kasus di

Indonesia dimulai dari film Kuldesak buatan empat sutradara muda Indonesia, Riri

Riza, Mira Lesmana, Nan Achnas, dan Rizal Mantovani. Mereka melawan sistem Orde

Baru yang mengekang sutradara muda untuk berkreasi. Mereka juga melawan sistem jaringan bioskop yang menganggap film Indonesia tidak laku. Hanung menambahkan, meski film itu gagal di pasar, dari Kuldesak kemudian muncul pemikiran untuk membuat film yang sesuai dengan pasar. Maka muncullah film Petualangan Sherina, genre film anak yang mampu menggaget 1,5 juta penonton. Jaringan bioskop Indonesia baru sadar, bahwa film Indonesia belum mati dan punya penggemar.

(http://moviegoersmagazine.com/2014/11/hanung-bramantyo-film-di-indonesia- bukan-industri/)

34

J.B. Kristanto, pengamat film senior dan penulis buku Katalog Film Indonesia, dalam artikel resensinya tentang Kuldesak menilai bahwa film ini dikemas secara baik sehingga betul-betul mewakili dunia anak muda pada eranya. Terlebih cara penyajiannya pun memakai gaya penuturan video klip. Film ini dibuat betul-betul

"melepaskan" diri dari sejarah film Indonesia yang sudah ada sebelumnya. menurut

J.B. Kristanto, adalah upaya para sutradara film ini untuk bersikap netral. Mereka tidak memberikan maksud dan penjelasan soal motivasi dari setiap segmen. Di sini mereka membiarkan para penonton untuk berpikir dan menentukan nilai-nilai yang akan mereka ambil.

Perkembangan generasi baru film Indonesia juga mendapat perhatian serius dari Katinka van Heeren, peneliti pada Indonesian Mediations Research Project dari

Unversitas Leiden Belanda dalam papernya di International Institue for Asian Studies

Newsletter edisi Agustus 2002. Ia menulis, "Yang mendorong gerakan ini bukan hanya karena kebetulan belaka akibat iklim politik pada masa reformasi, tapi lebih penting lagi, juga berdasar pada ketersediaan media audio visual baru untuk merekam dan memutar film. Satu elemen dari gerakan film baru berangkat dari istilah independen atau film independen, yang telah jadi model dan semboyan bagi banyak anak muda

Indonesia untuk membuat film mereka sendiri".

35

2.1.7 Scene Objek Penelitian

• Scene 1 • Kode Waktu ( 03.49 – 04.33 ) • Disk 1

• Scene 2 • Kode Waktu ( 06.36 – 06.53 ) • Disk 1

• Scene 3 • Kode Waktu ( 08.51 – 09.27 ) • Disk 1

• Scene 4 • Kode Waktu ( 10.13 – 10.35 ) • Disk 1

• Scene 5 • Kode Waktu ( 11.20 – 11.27 ) • Disk 1

• Scene 6 • Kode Waktu ( 11.50 – 12.02 ) • Disk 1

• Scene 7 • Kode Waktu ( 13.46 – 14.55 ) • Disk 1

36

• Scene 8 • Kode Waktu ( 15.16 – 15.43 ) • Disk 1

• Scene 9 • Kode Waktu ( 21.10 – 21.20 ) • Disk 1

• Scene 10 • Kode Waktu ( 21.13 – 23.40 ) • Disk 1

• Scene 11 • Kode Waktu ( 33.30 – 34.49 ) • Disk 1

• Scene 12 • Kode Waktu ( 34.52 – 36.45 ) • Disk 1

• Scene 13 • Kode Waktu ( 40.43 – 41.00 ) • Disk 1

• Scene 14 • Kode Waktu ( 41.22 – 41.42 ) • Disk 1

• Scene 15 • Kode Waktu ( 43.00 – 44.45) • Disk 1

37

• Scene 16 • Kode Waktu ( 51.53 – 52.15 ) • Disk 1

• Scene 17 • Kode Waktu ( 52.55 – 53.50 ) • Disk 1

• Scene 18 • Kode Waktu ( 14.03 – 16.28 ) • Disk 2

• Scene 19 • Kode Waktu ( 19.50 – 20.20 ) • Disk 2

• Scene 20 • Kode Waktu ( 21.08 – 23.40 ) • Disk 2

• Scene 21 • Kode Waktu ( 22.41 – 23.07 ) • Disk 2

• Scene 22 • Kode Waktu ( 27.40 - 33.03 ) • Disk 2

• Scene 23 • Kode Waktu ( 33.07 – 34.45 ) • Disk 2

38

BAB III

ANALISA DATA

3.1 Penyajian Data

Peneliti melakukan penelitian terhadap scene to scene film Kuldesak, untuk menguji: simbol dalam scene, makna denotasi, makna konotasi dan mitos, sebagai berikut:

1. Kode Waktu ( 03.49 – 04.33 ) Disk 1

39

40

SCENE DENOTATIF KONOTATIF MITOS Dina sedang Seorang remaja Dina adalah Seorang pekerja menonton perempuan yang gambaran remaja seni yang televisi hidup dikota yang menganggap terpublikasi melalui jakarta bernama bahwa perasaan media televisi, dina, tersenyum bahagia hanya ada sangat ketika melihat ketika dia melihat mempengaruhi acara telivisi di idolanya di imajinasi dan dalam kamar televisi. emosional para kostnya. idolanya. Karena dia dianggap kiblatnya gaya hidup anak muda pada zaman tersebut.

2. Kode Waktu ( 06.36 – 06.53 ) Disk 1

41

SCENE DENOTATIF KONOTATIF MITOS Dina sedang Dina yang sedang Dikota Homoseksualitas meminum kopi meminum kopi metropolitan, adalah rasa dan tidak sengaja dengan cangkir kaum homoseksual ketertarikan melihat teman terbalik, terkejut dianggap kaum romantis dan/atau kostnya yang melihat pasangan minoritas oleh seksual atau sedang homoseksual yang sebagian perilaku antara berpelukan. sedang berpelukan, masyarakat, individu berjenis di seberang kamar banyak orang yang kelamin atau kostnya. merasa kaget dan gender yang sama. risih ketika melihat Lalu pasangan pasangan homoseksual homoseksual tersebut, menutup sedang berpacaran. pintu kamarnya Maka dari itu, untuk melanjutkan mereka para kaum aktifitas homoseksual lebih seksualnya. memilih tempat yang jauh dari ruang publik, demi mendapatkan rasa nyaman ketika sedang menjalin sebuah hubungan.

42

Merekapun sadar, mereka adalah kaum yang sulit untuk diterima dikhalayak umum.

3. Kode Waktu ( 08.51 – 09.27 ) Disk 1

43

44

SCENE DENOTATIF KONOTATIF MITOS Andre sedang Andre seorang Adanya cara Seorang anak mendengarkan remaja laki-laki komunikasi yang yang kekurangan panggilan telepon berambut panjang tidak sehat didalam kasih sayang dan dari ibunya. sebahu yang keluarga andre, perhatian dari mempunyai terutama antara ibu orang tuanya, DIALOG : anting-anting dan anak. akan menjadi -Happy birthday dihidung. anak dengan andre, happy Disini andre kepribadian yang birthday andre. Sembari merasa tidak sehat, dan menghisap rokok, diberlakukan cenderung liar. -Andre, andre, ada andre menerima secara tidak dirumah nggak? pesan suara dari sebagaimana Angkat telponnya ibunya via telpon. mestinya orang tua dong. memperlakukan Ibunya anaknya. -Selamat ulang mengucapkan tahun ya ndre, selamat ulang Dikarenakan mama ga bisa tahun ke andre via kesibukan dari sang pulang nih harus telpon. ibunya ibu, dan kurangnya buru buru ke tokyo tidak bisa pulang perhatian malam ini juga, ini kerumah karena terhadapnya, lagi di bandara. harus ketokyo. Andrepun kecewa dengan ibunya, -oke ya ndre, kalo Dan ibunya meskipun orang tua ada apa-apa pakai meninggalkan andre termasuk aja kartu kreditnya kartu kredit buat dalam golongan seperti biasa deh andre buat strata ekonomi ya. Bye. kebutuhan sehari- menengah keatas harinya. dan kebutuhan financial andre pun Setelah selalu dipenuhi. mendengarkan pesan suara dari ibunya, andre menampakan raut wajah kecewa.

45

4. Kode Waktu ( 10.13 – 10.35 ) Disk 1

46

SCENE DENOTATIF KONOTATIF MITOS Aksan sedang Aksan menjadi Terdapat kesan Tampilan visual terbangun dari seorang aktor adanya dalam adegan mimpi buruknya. dalam sebuah keterbatasan tersebut, seakan – proses produksi berkarya dan akan mengirimkan film. berkreatifitas pesan kepada khususnya dalam penonton, bahwa Didalamnya bidang film. proses pembuatan terlihat aksan film kuldesak itu sedang beradegan Sehingga, sulit dan menemui seperti orang yang membuat film banyak rintangan. ketakutan, dengan hanya terjadi kondisi tangan dan didalam mimpi. badan terikat oleh roll film

Setelah terbangun tidur, dia baru menyadari bahwa semua itu hanya mimpi.

47

5. Kode Waktu ( 11.20 – 11.27 ) Disk 1

SCENE DENOTATIF KONOTATIF MITOS Didalam Berdiri tepat Adanya Anak muda / kamarnya, Aksan didepan beberapa kekhawatiran dari remaja, identik sedang Berdialog poster film yang andre, bahwa dengan semangat dengan rekannya dipajang ketika dia tidak yang tinggi, dan yang bernama dikamarnya, aksan segera berkarya, tingkat kemauan aladin. menyampaikan maka lambat laun yang tinggi pula. perasaanya kepada karirnya juga akan DIALOG : rekannya. mati. Maka, ketika -Din, Kayaknya seorang remaja gue mesti bikin Aksan mengatakan Meskipun andre terobsesi dengan film. ke rekannya belum terjun ke membuat film, dia bahwa: “kalau dia dunia perfilman, akan -Kalo gue ga tidak segera tapi dia melakukannya, segera bikin film, membuat film, dia menganggap meski dia tau, yang gua bisa mati. bakal mati”. bahwa satu- dia lakukan itu satunya bakat yang berada diluar batas dia miliki adalah kemampuannya, membuat film. demi mendapatkan sebuah pengakuan.

48

6. Kode Waktu ( 11.50 – 12.02 ) Disk 1

49

SCENE DENOTATIF KONOTATIF MITOS Aladin sedang Sembari Adanya kesan Sesorang harus bercerita kepada menghisap rokok bahwa para bisa keluar dari Andre : dan turun dari filmmaker bayang bayang DIALOG : tangga rumahnya, diindonesia masih seniornya, tanpa -Film itu harus andre belum bisa adanya rasa takut mewakili mendengarkan menghilangkan untuk tidak bisa zamannya san. cerita dari karakter ketokohan menjadi lebih baik rekannya yang dari para film dari para -Kamu jangan bernama aladin. maker yang sudah pendahulunya. pingin jadi kaya, senior. teguh karya, eros Aladin berusaha Hal ini menjadikan Karena hal itu bisa djarot, menjelaskan dan film indonesia menghambat sjumandjaya, mempengaruhi tidak bervariatif kreatifitasnya, sama satu lagi, andre, bahwa dan cenderung karena dia hanya sutradara yang andre harus monoton. berusaha menjadi selalu menang di menjadi dirinya Sehingga orang lain, bukan festival film itu?, sendiri, andre perfilman dirinya sendiri. siapa namanya? harus mempunyai indonesia Garin Nugroho! karakter yang tertinggal dari berbeda dan negara lain, karena -Jangan san, kasih jangan meniru masih dianggap pilihan buat karakter dari para kuno dan tidak penonton senior-seniornya. mewakili san. zamannya.

50

7. Kode Waktu ( 13.46 – 14.55 ) Disk 1

51

SCENE DENOTATIF KONOTATIF MITOS Lina sedang Lina sedang Adanya kesan Televisi adalah menonton menonton tv, lalu bahwa tontonan sebuah media program televisi lina mengganti program televisi di massa yang ampuh dari beberapa ganti channelnya. indonesia tidak untuk melakukan channel televisi Ada sekitar 3 mendidik, hanya sebuah propaganda diindonesia. program acara dari berbau politik, dan dan dapat 3 channel yang keuntungan mempengaruhi berbeda. financial sebuah perilaku manusia. perusahaan. 1 : Film Kartun Dalam film kartun Mulai dari film tersebut, terdapat kartun yang dialog : notabenya tontonan anak2 -Jelas dong, malah berisi dialog binatang itu dialog yang buruan, apapun diskriminatif, Lalu hewannya ada seorang -Kamu yakin konglomerat yang merpati ini mau di berpendapat goreng? Apa tidak subyektif, hingga kasihan? sebuah iklan yang -Tidak, kami ini menjual sebuah kan pemburu. produk instan yang

52

tidak terjamin 2 : Siaran Berita keamanannya Dalam siaran namun dapat berita tersebut meyakinkan terdapat sebuah banyak orang wawancara hanya dengan terhadap seorang memanfatkan konglomerat, televisi sebagai berikut media propaganda wawancaranya : untuk meraup keuntungan. -No, no, no comment, pokoknya saya melakukan semua bisnis saya dengan halal.

3 : Iklan Foam Dalam iklan Foam tersebut, terdapat sebuah dialog:

-Super cream! Menggunakan Formula 5 in 1

-Bisa buat cukur jenggot, shampo rambut, membersihkan seluruh perabotan rumah, buat sarapan juga bisa, dan tanpa kutu!

-Belii….!!! Hanya Rp. 99.999.999,-

53

8. Kode Waktu ( 15.16 – 15.43 ) Disk 1

54

SCENE DENOTATIF KONOTATIF MITOS Yakob Seorang pimpinan Seorang pemimpin Kepemimpinan Ghamarhada sebuah perusahaan yang terkesan yang otoriter sedang merokok yang otoriter, adalah seorang didalam sebuah menggunakan mempunyai etika pemimpin yang ruangan dan aksesoris cincin yang buruk, memposisikan tampak beberapa batu mulia dan semaunya sendiri, dirinya sebagai orang yang gelang emas, tidak menghargai raja dan penguasa. sedang menggelar terlihat sedang orang disekitarnya, sebuah pertemuan merokok didalam dan terkesan Tipe pemimpin ini atau rapat. sebuah rapat yang sengaja memegang kuasa diadakan oleh memamerkan secara mutlak, perusahaannya status sosialnya bersikap sebagai dengan cara penguasa atas menggunakan anggota kelompok perhiasan yang yang dipimpinnya. berharga.

9. Kode Waktu ( 21.10 – 21.20 ) Disk 1

55

SCENE DENOTATIF KONOTATIF MITOS Aksan bercerita Aladin mencoba Ada kesan bahwa Mayoritas orang tentang ayahnya mempengaruhi orang tua andre, tua, tidak ingin kepada aladin. aksan, agar dia tidak anaknya berkarier meminjam uang ke menginginkan dia didunia seni, DIALOG : babenya untuk menjadi seorang karena mereka membuat film. pembuat film. menganggap, -Aksan : Gue bahwa bekerja mau sekolah film Tapi aksan didunia seni itu aja gak dikasih. menolaknya, dia tidak menjanjikan, beranggapan dan cenderung -Terus gue, loe bahwa, untuk merugikan. suruh pinjem duit sekolah film aja ga ke babe buat dibolehin, apa lagi bikin film? buat bikin film.

-You are out of your mind!

56

10. Kode Waktu ( 21.13 – 23.40 ) Disk 1

SCENE DENOTATIF KONOTATIF MITOS Dina melihat Dina yang sedang Pasangan Kaum pasangan berada di dalam homoseksual atau homoseksual homoseksual yang sebuah bus kota, kaum minoritas, adalah kaum yang sedang berciuman dan tepat yang sedang tidak diakui dihadapannya ada menunjukan keberadaanya di pasangan keberadaanya di indonesia pada homoseksual yang ruang publik. saat itu. Karena sedang berciuman. Mereka sudah itu, mereka ingin merasa tidak takut menggeser pola ataupun malu, pikir masyarakat, karena mereka dengan cara merasa sudah menununjukan saatnya keberadaan keberadaannya di mereka harus masyarakat umum. diterima oleh masyarakat.

57

11. Kode Waktu ( 33.30 – 34.49 ) Disk 1

SCENE DENOTATIF KONOTATIF MITOS Lina yang Seseorang sedang Maraknya film yang Kegiatan seksual sedang bekerja mendokumentasikan bertemakan yang larut malam, proses kekerasan pornografi pada saat didokumentasikan, tiba tiba seksual yang dialami itu, membuat disebarluaskan, menjadi korban oleh lina. tingkat dan dikonsumsi kekerasan pemerkosaan atau oleh publik dapat seksual. kekerasan seksual merusak moral terhadap perempuan dan etika SDM semakin meningkat. bangsa.

58

12. Kode Waktu ( 34.52 – 36.45 ) Disk 1

59

SCENE DENOTATIF KONOTATIF MITOS Andre sedang Andre sedang Andre adalah Minimnya diramal oleh diramal oleh seorang remaja pembelajaran baik temannya Hariolus melalui yang mempercayai secara moral bernama hariolus media kopi. sebuah ramalan. ataupun batin dari yang juga orangtua, berprofesi Hariolus Ramalan sudah membuat andre sebagai peramal. meramalkan bahwa dianggap sebagai menjadikan sebuah andre akan penuntun ramalan sebagai DIALOG : menemukan hidupnya. pedoman hidup. Peramal : Ndre sebuah benda pada Hal ini dikarenakan gue liat rona bibir saat fajar nanti, kurangnya loe lagi diem nih. yang akan perhatian dari Knp loe lagi membuat hidupnya orangtuanya, suntuk? lebih bahagia. sehingga dia -Tapi gue lihat menggunakan ada rona cerah, keyakinannya yang jelas nanti sendiri untuk pada waktu fajar menentukan jalan nanti loe bakal hidupnya. nemuin sebuah benda, dan benda itu bakal merubah hidup loe, yang

60

jelas lebih seneng dari sekarang. Andre : hey, gue tau loe ga pernah bohong. -Makanya gue percaya ramalan loe.

13. Kode Waktu ( 40.43 – 41.00 ) Disk 1

61

SCENE DENOTATIF KONOTATIF MITOS Dina sedang Dina sedang Terdapat kesan Kaum minoritas bersenda gurau menghabiskan bahwa kaum tidak diakui bersama temannya waktu luang minoritas terutama keberadaanya bernama budi dan bersama temannya kaum homoseksual pada era presiden yanto yang yang merupakan merasa lepas dari soeharto. merupakan pasangan kekangan selama pasangan homoseksual. zaman homoseksual. Mereka kepemerintahan menghabiskan presiden soeharto. waktu di sekitar setelah masa orde daerah jakarta, baru, mereka didepan poster merasa lebih diakui presiden pak harto dan dihargai beserta para keberadaannya kabinetnya oleh masyarakat.

14. Kode Waktu ( 41.22 – 41.42 ) Disk 1

62

SCENE DENOTATIF KONOTATIF MITOS Sekumpulan Tiga remaja Laki – Diskriminasi Diskriminasi remaja yang Laki berambut terhadap kaum terhadap kaum sedang mengejek panjang sebahu, minoritas masih minoritas, adalah budi dan yanto sedang mengejek kerap terjadi pada pelanggaran hak yang merupakan budi dan yanto, era tersebut. asasi manusia. pasangan dan akhirnya homoseksual mereka saling lempar. Dialog : Sekumpulan Remaja: -Hey Bencong!

Budi : -Hey Monyet! Apa loe? Kampung loe!

63

15. Kode Waktu ( 43.00 – 44.45 ) Disk 1

64

SCENE DENOTATIF KONOTATIF MITOS

Pada suatu Andre sedang Ada kesan bahwa, Beberapa orang malam, andre berada di sebuah andre sedang sedang pub atau diskotik. merasa kesepian, menganggap mendatangi Dia mabuk dan dan diskotik adalah bahwa, pub atau sebuah pub atau bersenang-senang tempat untuk diskotik. bersama kelompok meluapkan segala diskotik adalah musiknya. perasaannya. VOICE OVER : solusi dari semua Dia merasa bebas, -Ini tempat gue, jadi diri sendiri, permasalahan tempat dimana dan dia merasa yang ada para sekutu gue bahwa orang - yang datang orang yg berada dihidupnya. sebagai dirinya, ditempat itu, atau mencari adalah orang-orang dirinya. yang mempunyai nasib sama seperti -Tempat gue dia. moshing, dancing, head banging, Dan secara tidak atau apalah langsung, dia namanya. merasa bahwa dia dan orang – orang yang berada di

65

-Tempat dimana tempat itu adalah kita semua kaum minoritas. beramai-ramai merayakan kesepian.

-Pesta men!

16. Kode Waktu ( 51.53 – 52.15 ) Disk 1

66

SCENE DENOTATIF KONOTATIF MITOS Dua orang remaja Pada suatu malam Pulp fiction adalah Film adalah media perempuan ada dua orang sebuah film massa yang sangat bernama sofi dan remaja perempuan bergenre drama ampuh untuk maya sedang yang sedang kriminal yang mempengaruhi berbicara, lalu merencanakan terkenal pada cara berpikir dan maya sesuatu, sambil tahun 90an, film perilaku manusia. menodongkan menodongkan ini kerap senjata ke sofi. pistol ke arah menampilkan temannya. adegan - adegan DIALOG : kekerasan dan -Loe takut ya? pembunuhan yang ironis.

67

-Gue ga pernah Didalam adegan takut sama ini menunjukan siapapun! bahwa, mereka ingin melakukan -Kalo loe ga takut dan menirukan sama siapapun, sesuatu yang telah mendingan kita dia lihat didalam aja yang nakut film pulp fiction. nakutin orang. Seakan-akan, pulp Kayak di pulp fiction telah fiction. menjadi sebuah tuntunan perilaku bagi mereka.

17. Kode Waktu ( 52.55 – 53.50 ) Disk 1

68

69

SCENE DENOTATIF KONOTATIF MITOS Aksan sedang Dengan cara Seorang remaja, Hawa nafsu meracik racun, meracuni seorang akan melakukan adalah sebuah yang akan satpam, akhirnya apapun demi perasaan atau diberikan kepada Aksan dan aladin mencapai kekuatan satpam yang mencuri uang yang keinginannya. emosional yang sedang berjaga di berada didalam besar dalam diri toko kaset milik brankas milik Seorang satpam seorang manusia, ayahnya. ayahnya, yang yang tidak bekerja berkaitan secara tersimpan di toko sesuaai fungsinya langsung dengan kaset milik ayah dan meremehkan pemikiran atau aksan. sebuah ancaman2 fantasi seseorang. yang tak terduga. dikarenakan dia lebih tertarik dan fokus terhadap pornografi yang sedang dilihatnya.

70

18. Kode Waktu ( 14.03 – 16.28 ) Disk 2

71

SCENE DENOTATIF KONOTATIF MITOS Sembari menonton Andre mencoba Ada dua pesan Proses kehidupan tanyangan televisi, membunuh dirinya yang berada di seorang remaja, andre sendiri dengan dalam adegan ini. sangat menodongkan mengunakan pistol 1.Jika seorang dipengaruhi oleh pistol tepat miliknya, setelah remaja telah perlakuan orang dilehernya. andre melihat mempunyai idola tua terhadap sang sebuah berita di atau sosok panutan anak. televisi, tentang dalam hidupnya, meninggalnya sang remaja itu akan idola kurt cobain. mengidentifikasi dirinya sebagai Kurt cobain sang idola, mulai meninggal dengan dari gaya hidup, cara menembak bahkan sampai cara kepalanya sendiri meninggalnya. menggunakan 2.Jika seorang pistol miliknya. orang tua tidak bisa menjadi panutan dari sang anak, maka sang anakpun akan mencari panutannya sendiri, dengan caranya sendiri.

72

19. Kode Waktu ( 19.50 – 20.20 ) Disk 2

73

SCENE DENOTATIF KONOTATIF MITOS budi sedang Budi Terkesan bahwa, Bagi beberapa berbicara kepada mengungkapkan Televisi sangat remaja, hanya dina didalam perasaannya berpengaruh di idola lah yang bisa kamar kostnya. terhadap dina, dia kehidupan seorang membuatnya berbicara kepada remaja. bahagia. DIALOG : dina, kalau dina Terlebih remaja itu -Budi : Kamu tidak seperti yanto, menemukan hanya hidup dina hanya hidup idolanya dari didunia khayalan dalam bayang tayangan televisi aja. Sama kayak bayang max mollo tersebut. yanto. yang merupakan idolanya. Dan dia lebih -Pernah sebentar, mementingkan saya miliki yanto. pujaannya dari Tapi kamu apa? pada lingkungannya. -Saya tau, yang Padahal sang idola, ada dibayangan hanya ada di dalam kamu Cuma max imajinasinya mollo aja.

74

20. Kode Waktu ( 21.08 – 23.40 ) Disk 2

75

SCENE DENOTATIF KONOTATIF MITOS Lina sedang Yakob gamarhada Dari adegan ini Kekayaan, berdialog dengan menugaskan terkesan adanya kekuasaan, dan yakob gamarhada beberapa anak sifat rakus dari kepuasan, adalah yang merupakan buahnya, untuk seorang penguasa hal yang pimpinan tempat menculik atau pemilik diinginkan oleh dia bekerja. karyawatinya yang sebuah perusahaan. mayoritas bernama lina. manusia. DIALOG : Ketika uang sudah -Jadi gini lina, Menurut yakob bukan menjadi Karena itu semua sekarang kamu gamarhada, dia prioritas dan telah menjadi

76 sedang berada berhak menculik kepuasannya, maka naluri dari didalam karyawatinya, dia akan terus manusia. kekuasaan yakob karena dia adalah mencari kepuasan Terlebih terhadap gamarhada. bawahannya. – kepuasan yang orang yang sudah -Saya ini sudah baru. kaya raya atau bosan dengan konglomerat. perusahaan – Perilaku semena – perusahaan saya. mena terhadap Semua bisa Yang saya tau bawahannya dan terwujud jika ada hanya uang, uang, selalu menganggap uang. dan uang. bahwa wanita adalah mahkluk -Tidak ada lagi yang lemah, yang tantangan buat bisa digunakan saya, tak ada lagi untuk pemuas kepuasan dan nafsunya, adalah kenikmatan buat gambaran saya. mayoritas para -Saya ini baru penguasa pada saat sadar, kalo saya itu. ini punya perusahan- -Dan bahkan dia perusahan dan tidak takut dan karyawati- tidak peduli dengan karyawati yang aturan yang ada, cantik dan pintar karena dia seperti kamu. menganggap semuanya bisa -Dan semua itu terjadi dengan bawahan saya, mudah ketika uang jadi kalo saya berlimpah. menculik kamu, ya hak saya.

-Pacar lina : Hey pak ini negara hukum!

77

-Yakob : Kamu kira saya peduli? saya tidak peduli!

21. Kode Waktu ( 22.41 – 23.07 ) Disk 2

78

SCENE DENOTATIF KONOTATIF MITOS Yakob Gamarhada Terdapat beberapa Dalam adegan ini, Perempuan memperkenalkan perempuan yang Lina bersama dianggap kaum perempuan lain ditahan didalam perempuan – yang lemah dan kepada lina. sebuah sel yang perempuan lain kaum yang selalu mirip seperti yang dimasukan ditindas harga Dialog : sangkar, lalu kedalam sangkar, dirinya. -Yakob : Dan itu perempuan – adalah perempuan semua adalah perempun itu yang diperlakukan perempuan2 diperkenalkan ke layaknya binatang. koleksi saya. lina, dan lina adalah koleksi -Dan kamu lina, yang terbaru dari kamu adalah yakob gamarhada. koleksi terbaru saya.

-New member!

79

22. Kode Waktu ( 27.40 - 33.03 ) Disk 2

80

SCENE DENOTATIF KONOTATIF MITOS Lina sedang Dengan Sebuah buku Kuldesak adalah menusuk dan menggunakan berlumuran darah jalan buntu, atau menembak pisau dan pistol, yang bertuliskan merasa terdesak sesorang. dina membunuh Cul-De-Sac karena tidak para pria yang (Kuldesak), seakan – menemukan jalan telah menculiknya. akan menjadi sebuah keluar. Darah pun pesan terhadap berlumuran penonton, jika Hal ini yang disebuah halaman sesorang yang membuat buku yang berada pada jalan sebagian orang bertuliskan Cul- buntu dan merasa melakukan De-Sac. terdesak, maka dia tindakan anarkis,

81

akan melakukan agar dia bisa lepas apapun demi keluar dari kondisi yang dari jalan mendesak. tersebut.Perempuan pun yang dianggap sebagian orang sebagai mahkluk yang lemah, bisa menjadikan pria sebagai korban jika dia berada dalam keadaan yang terdesak.

23. Kode Waktu ( 33.07 – 34.45 ) Disk 2

82

83

SCENE DENOTATIF KONOTATIF MITOS Aksan Aksan yang berniat Terdapat pesan Pada zaman orde Berlumuran darah akan membuat film bahwa, pada zaman baru, hanya setelah tertembak dari uang curian tersebut sangat orang kaya yang oleh sofi. yang diambil dari sulit untuk bisa membuat brankas milik membuat sebuah film. DIALOG : ayahnya, akhirnya karya film. -Aksan : Kok jadi pupus, dikarenakan gini? pada saat yang Hal ini dikarenakan bersamaan ada mahalnya biaya -Padahal gue maya dan sofi yang pembuatan film Cuma pingin akan merampok dan didukung pula bikin film, Cuma brankas milik ayah oleh status aksan bikin film. aksan. yang hanya pengangguran dan Aksan akhirnya tidak mempunyai tertembak oleh penghasilan. sofi.

3.2 Interpretasi Hasil Analisis

Dari hasil analisa data di atas, yang menggunakan analisa semiotika Rolland

Barthes, maka dapat dilihat bahwa film ini menekankan tentang kehidupan anak muda yang menjadi korban dari etika peradaban sosial budaya yang terjadi pada tahun 90an.

Ada banyak isu sosial yang dijabarkan dalam cerita film Kuldesak.

Pertama, Kuldesak seolah-olah menyindir hubungan antara orangtua dan anak di era modern. Tergambar pada cerita Aksan bahwa orangtuanya tidak mengingikan ia menjadi seorang pembuat film. Hal tersebut adalah masalah yang kerap kali terjadi di dunia nyata. Orangtua menginginkan anaknya untuk kuliah pada jurusan-jurusan

84 berprestis sehingga dapat bekerja sebagai seorang dokter, pengacara, pengusaha, manajer, dan lain-lain. Pekerjaan yang berhubungan dengan seni seperti sutradara, pelukis ataupun musisi dianggap tidak jelas juntrungnya. Sementara dalam cerita

Andre, orangtuanya dikisahkan terlalu sibuk bekerja. Pada saat Andre berulang tahun, mamanya yang sedang berada di luar negeri menghubungi Andre melalui telepon dan seakan menjamin keuangan Andre akan selalu lancar karena kartu kredit selalu tersedia. Adegan tersebut seakan menuturkan bahwa uang dapat menggantikan segalanya, termasuk kasih sayang dan waktu orangtua yang harusnya bisa disisihkan kepada anak.

Kedua, Kuldesak menampilkan isu tentang wanita. Dalam film ini digambarkan wanita adalah pihak yang tidak berdaya. Dina dikisahkan terbuai dengan khayalannya untuk menjadi kekasih Max Mollo. Televisi seakan menciptakan realitas tersendiri pada diri Dina hingga ia tidak dapat membedakan khayalan dan kenyataan.

Pada cerita Lina, kita dapat melihat bagaimana mudahnya wanita menjadi korban kekerasan seksual. Lina juga dikisahkan tidak berani melaporkan kejadian buruk tersebut kepada pihak berwenang. Hingga pada akhirnya Lina mengalami penculikan oleh penjahat yang sama, ia ditempatkan ke dalam sebuah sangkar layaknya binatang bersama wanita-wanita yang telah menjadi korban sebelumnya. Dan akhirnya Lina memutuskan untuk main hakim sendiri, dengan cara menusuk dan menembak para penculiknya.

Ketiga, produser tidak segan-segan untuk menampilkan keberadaan kaum

LGBT dalam Kuldesak. Pasangan gay dapat kita temukan dalam cerita keseharian

85

Dina. Mereka merupakan Budi (Harry Suharyadi) dan Yanto (Gala Rostamaji), tetangga kost sekaligus teman Dina. Budi dan Yanto adalah pasangan yang berani untuk menunjukkan keberadaannya, bahkan dalam suatu adegan mereka tak ragu-ragu untuk saling berciuman di sebuah angkutan kota. Hal tersebut unik, mengingat pada masa tersebut isu LGBT masih menjadi sesuatu yang tidak umum untuk diperbincangkan apalagi diangkat ke layar lebar. Walaupun demikian, Kuldesak juga menempatkan mereka ke dalam posisi yang sama dengan kaum LGBT yang ada di dunia nyata: dicemooh dan mendapatkan penolakan dari orang-orang di sekitar mereka. Bahkan di akhir cerita, Budi dianiaya oleh oknum tidak dikenal hanya karena ia merupakan seorang gay. Hal tersebut menyiratkan betapa mirisnya nasib kaum

LGBT di negara Indonesia yang masih belum bisa menerima keberadaan mereka.

Keempat, kehidupan bebas anak muda khas metropolitan dibeberkan. Kita dapat dengan mudah mengamati bagaimana tokoh-tokoh dalam Kuldesak akrab dengan minuman keras atau kehidupan malam. Kawanan anak muda yang terdiri dari

Ceki (Bucek Depp), Sofi (Sophia Latjuba), dan Maya (Maya Lubis) bahkan dengan gampangnya melakukan tindakan perampokan pada Aksan. Mereka juga menggunakan senjata api yang pada akhirnya menyebabkan Aksan tertembak. Hal itu dilakukan oleh Ceki, Sofi, dan Maya dikarenakan mereka sangat terobsesi terhadap film Pulp Fiction. Indikasinya bahwa, Film adalah media sosial yang bisa mempengaruhi pemikiran dan perilaku manusia. Penampilan senjata api juga dapat ditemui pada bagian cerita Andre. Ia mencoba membunuh dirinya sendiri

86 menggunakan pistol yang telah dimilikinya ketika mengetahui idolanya, Kurt Kobain, tewas karena aksi bunuh diri.

Kelima, gaya kepemimpinan seorang peminan yang cenderung otoriter dan kerap melakukan tindakan diskriminasi terhadap bawahannya juga beredar dalam film ini. Beberapa adegan dari seorang pemimpin yang bernama Yakob Gamarhada (Torro

Margens) akrab dengan gaya kepemimpinan yang otoriter dan diskriminasi terhadap bawahannya. Di mulai dari adegan dia merokok didalam sebuah ruangan yang sedang mengadakan rapat perusahaan, lalu dia menyuruh anak buahnya untuk melakukan tindakan kekerasan seksual terhadap karyawatinya lalu merekamnya dengan kamera, yang terakhir adalah adegan dimana dia menculik para karyawatinya yang dianggap cantik untuk kepuasan hawa nafsunya, bahkan dia berkata bahwa penculikan itu adalah haknya, karena mereka adalah karyawatinya.

Keenam, salah satu keunikan dalam film ini adalah, adanya kritik – kritik sosial terhadap industri perfilman pada era tersebut yang tak segan untuk ditampilkan. Mulai dari adanya keterbatasan berkarya dan berkreatifitas khususnya dalam bidang film.

Sehingga, membuat film hanya terjadi didalam mimpi. Hal itu diwakili oleh adegan

Aksan yang sedang menjadi seorang aktor dalam sebuah proses produksi film.

Didalamnya terlihat aksan sedang beradegan seperti orang yang ketakutan, dengan kondisi tangan dan badan terikat oleh roll film Setelah terbangun tidur, dia baru menyadari bahwa semua itu hanya mimpi. Lalu ada juga adegan dimana rekan aksan yang bernama Aladin. Dia sedang berangan – angan tentang film indonesia yang seandainya bisa berprestasi di Festival Film Oscar. Aladin juga mengeluh tentang

87 kondisi filmmaker yang ada pada saat itu, Aladin menilai para filmmaker di indonesia masih belum bisa menghilangkan karakter ketokohan dari para film maker yang sudah senior seperti Eros Djarot, Sjumandjaya dan Garin Nugroho. Hal ini menjadikan film indonesia tidak bervariatif dan cenderung monoton. Sehingga perfilman indonesia tertinggal dari negara lain, karena masih dianggap kuno dan tidak mewakili zamannya.

Ketujuh, ada juga cerita tentang ayah Aksan, meskipun dia kaya, tapi dia lebih memilih kekayaannya digunakan untuk membuat toko laser disk dari pada membuat film, keadaan seperti inilah yang terjadi pada zaman tersebut. Terakhir adalah yang terjadi kepada Aksan, dia harus rela tertembak oleh Sofi dikarenakan dia hanya ingin membuat sebuah film, Terdapat pesan bahwa, pada zaman tersebut sangat sulit untuk membuat sebuah karya film. Hal ini dikarenakan mahalnya biaya pembuatan film dan didukung pula oleh status aksan yang hanya pengangguran dan tidak mempunyai penghasilan.

Secara garis besar film Kuldesak ini memuat kritik sosial tentang kehidupan anak muda atau remaja yang liar dikarenakan adanya komunikasi tidak sehat antara remaja dan orang tuanya, ditambah pula dengan adanya pengaruh tontonan televisi dan film yang mengakibatkan para remaja tersebut menelan mentah – mentah pesan yang terdapat pada sebuah film dan tontonan telivisi lalu mereka mengaplikasikannya dikehidupan nyata. Yang lebih mengerikan adalah ketika remaja tersebut telah menjadikan fans atau sosok idola yang mereka temukan di media televisi maupun di film sebagai kiblat dari gaya hidup mereka.

88

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

1. Film Kuldesak sarat akan kritik sosial dari buah pemikiran sang

Sutradara. Secara garis besar film ini menampilkan kritik sosial yang

menggambarkan tentang seseorang yang sedang merasa terdesak atau

menghadapi situasi dan kondisi yang mendesak akan melakukan apapun

demi mendapatkan jalan keluar dari situasi tersebut, tanpa berfikir

panjang tentang konsekuensi yang akan diterima.

2. Film Kuldesak secara kasat mata adalah film yang mengusung tentang

kehidupan remaja pada tahun 90an, namun jika diamati lebih dalam

dengan menggunakan analisa semiotika teori Rolland Barthes, Film

Kuldesak mengandung unsur kejahatan, gaya hidup hedonisme,

pelanggaran hak asasi manusia, diskriminasi kaum minoritas,

kriminalitas, kekerasan seksual, pornografi, dan perilaku anti sosial.

3. Adanya pemaknaan tanda atau Semiotik melalui Teori Roland Barthes

yang dibagi atas Denotasi, Konotasi dan Mitos yang terbukti bahwa

dalam film Kuldesak menghadirkan kritik - kritik sosial yang kerap

terjadi pada kehidupan nyata, mulai dari sindiran tentang hubungan dan

perilaku orang tua terhadap anaknya, tayangan televisi yang tidak

89

mendidik serta peran film yang dapat merubah pemikiran dan perilaku

remaja, pemimpin yang mengusung gaya otoriter dalam memimpin

sebuah perusahaan, kehidupan para remaja yang diwarnai dengan

tindakan kejahatan, kriminalitas dan dunia malam, diskriminasi

terhadap kaum minoritas, dan yang terakhir adalah bagaimana

perjuangan seorang remaja yang sangat kesulitan dalam menghasilkan

karya film, fenomena tersebut memang terjadi pada industri perfilman

pada saat itu, dimana undang-undang yang ada pada zaman presiden

soeharto, sangat menghambat kreatifitas seorang pekerja seni

khususnya dibidang film.

4. Film Kuldesak bertujuan untuk melakukan propaganda terhadap calon

penontonnya, sesuai dengan sifat dari media massa itu sendiri. Karena

film ini memuat pesan-pesan sosial yang dirasa oleh produsernya perlu

disebarluaskan ke publik demi merubah cara berfikir dan menyebarkan

informasi ke masyarakat, agar masyarakat tidak terlalu instan dalam

menyikapi fenomena sosial yang terjadi pada saat itu.

90

4.2 Saran

Dari hasil penelitian film Kuldesak serta kesimpulan yang diambil,

peneliti dapat menyarankan :

4.2.1 Kepada Para Pelaku Film Indonesia

Pengaruh propaganda film yang besar terhadap masyarakat, seharusnya

bisa dimanfaatkan oleh para pekerja film sebagai media pembangun moralitas

yang baik dan berguna bagi Sumber Daya Manusia di Indonesia. Para pekerja

filmpun seharusnya tidak hanya berbicara tentang keuntungan financial saja,

tetapi juga tentang keuntungan moral para penonton yang melihat film tersebut.

4.2.2 Kepada Penonton Film Indonesia

Jadilah penonton yang cerdas, jangan hanya melihat sebuah film dari

luarnya saja, tetapi juga harus melihat secara mendalam tentang pengaruh dari

pesan-pesan yang ditimbulkan dari film tersebut. Dan jadilah penonton yang

selalu menonton film indonesia, karena tanpa sumbangsih dari penonton,

jangan harap film indonesia bisa mencapai prestasi yang sama dengan film –

film di Hollywood.

91