KAJIAN HISTORIS LEGENDA REOG PONOROGO

Slamet Sujud P.J

Jurusan Sejarah Fak. Sastra Universitas Negeri Malang

Abstract: As an oral tale or folktale, Legenda Reyog (The Legend of Reyog Ponorogo (LRP)) has the potential to be linked to factual events, history, geographical background, beliefs, and historical figures. LRP also comprises several elements of culture or social reality of the tale owners, that is, their experience of the past or their history. As a verbal literature, LRP is a kind of historical literary work in the sense that there is a fusion of historical and literary elements. The historical approach in this research is aimed at presenting information about historical interpretations of figures, locations, and events in LRP connected to the history of Wengker-Kadiri Kingdom. In the analysis, some identification of the relationships between LRP and some available historical facts are conducted. The identification is carried out by relating figures, locations, and events in LRP with figures, locations, and events in the history of Wengker Kadiri Kingdom, especially during the sovereignty of Airlangga.

Key words: The Legend of Reyog Ponorogo, history, identification.

Menurut Raglan (1965:150) legenda dahulu, yang ada hubungannya dengan acapkali dipandang sebagai sejarah kejadian sejarah. Dengan demikian, legenda kolektif (folk history ), meskipun sebagai naratif lisan mengandung fiksional sejarah itu karena tidak tertulis telah dan historis sekaligus, seperti tampak pada mengalami distorsi sehingga acapkali legenda lokal (local legend). Dengan dapat berbeda dengan kisah aslinya. Oleh diyakininya sebagai fakta yang pernah terjadi karena itu, jika hendak memanfaatkan pada masa lampau, legenda dapat memberikan legenda sebagai bahan untuk pengkajian informasi tentang tokoh manusia, peristiwa sejarah, harus membersihkan dahulu historis, dan lokasi geografis. bagian-bagian yang mengandung sifat Demikian pula LRP sebagai cerita rakyat pralogis. yang dianggap ada hubungannya dengan Sementara itu, Bascom dalam peristiwa sejarah Kerajaan Wengker ini Danandjaja (1984:50) menjelaskan bahwa diyakini benar-benar terjadi sehingga diduga legenda sebagai cerita lisan merupakan banyak mengandung muatan historis. Dengan cerita prosa rakyat tentang tokoh, kata lain, ada hubungan antara LRP dengan peristiwa atau tempat tertentu yang latar belakang atau konteks historisnya, baik dianggap oleh yang empunya cerita menyangkut tokoh, lokasi maupun peristiwa sebagai suatu kejadian yang sungguh- dalam kaitannya dengan periode sejarah sungguh pernah terjadi pada zaman Kerajaan di Jawa Timur, khususnya zaman

41 42 BAHASA DAN SENI, Tahun 35, Nomor 1, Februari 2007

Kerajaan Wengker dan Kadiri pada masa tersebut adalah prasasti maupun kesusastraan kekuasaan Airlangga dan sesudahnya. sezaman. Oleh karena itu, penulis harus membangun cerita sejarah Kerajaan Wengker METODE serta tokoh dan lokasinya dari sejumlah fakta yang tersebar dalam beberapa prasasti dan Sebagaimana halnya prosedur kerja sumber tertulis lainnya (Boechari, 1965:51). dalam kajian sejarah pada umumnya, Demikianlah, kajian historis dalam pendekatan historis perlu memerhatikan penelitian legenda ini dimaksudkan untuk beberapa langkah dalam kegiatannya. memberikan keterangan tentang interpretasi Menurut Langlois dan Seignobos (1925) historis terhadap tokoh, lokasi, dan peristiwa seperti dikutip dalam Abdullah (1982), dalam legenda terkait dengan sejarah langkah-langkah yang perlu diperhatikan hubungan Kerajaan Wengker dan Kadiri. Oleh sebagai berikut: pertama, berupa usaha karena itu, dalam perkara identifikasi akan mengumpulkan jejak atau sumber sejarah. dilakukan analisis hubungan antara LRP Metode pengumpulan data berfungsi dengan fakta historis. Identifikasi itu untuk membantu dalam mendapatkan dilakukan dengan menghubungkan tokoh, data guna penyusunan ini yang antara lain lokasi, dan peristiwa yang dikisahkan dalam adalah observasi, wawancara, dan kajian legenda dengan tokoh, lokasi, dan peristiwa kepustakaan. Kemudian, langkah kedua dalam periode sejarah Kerajaan Wengker dan adalah usaha untuk menyeleksi atau Kadiri pada zaman Airlangga dan sesudahnya. menyaring jejak atau sumber. Sudah barang tentu nama-nama tokoh Selanjutnya, menyusul langkah ketiga legendaris kadang sulit diidentifikasi. berupa usaha pengolahan data. Dari Demikian pula, peristiwa dan nama-nama berbagai sumber yang telah diseleksi tempat atau Kerajaan legendaris sering sulit tersebut, kemudian ditelaah, dibanding- dilokasikan. Namun, hal itu dapat diatasi kan dan ditafsirkan kemudian ditarik dengan bantuan studi toponimi. Jika ada simpulan seobjektif mungkin. Dalam peristiwa dan nama yang tidak sesuai dengan pengolahan data digunakan metode peristiwa dan nama faktual historis, perbedaan analisis, sintesis komparatif, dan peng- itu dapat dipandang sebagai proses kreatif atau ambilan simpulan dengan usaha meng- proses transformatif dari pihak pencerita. interpretasikan hubungan fakta satu dengan fakta lainnya yang mewujudkan peristiwa tertentu. Akhirnya, langkah HASIL DAN PEMBAHASAN yang keempat adalah penulisan sejarah. Keterkaitan Historis LRP dan Sejarah Kajian historis berikut ini akan Kerajaan Wengker Kadiri dilakukan dengan cara menelusuri sumber-sumber sejarah yang memiliki Kerajaan Wengker sebenarnya sudah nilai historis tinggi seperti prasasti, atau disebut-sebut sejak atau bahkan sebelum paling tidak, suatu nilai semihistoris zaman Mataram Jatim masa kekuasaan berupa karya sastra (Damais, 1965:18). Airlangga. Salah satu prasasti yang penting Apabila belum ditemukan prasasti atau sebagai sumber sejarah adalah prasasti kesusastraan yang khusus membahas Pucangan atau yang dikenal pula dengan nama tentang tokoh dan kejadian sejarah yang prasasti Calcutta. prasasti itu dikeluarkan oleh berhubungan dengan Kerajaan Wengker, Raja Airlangga pada tahun 963 saka/6 dapat digunakan berbagai jenis sumber November 1041 M (Brandes, 1913:137, OJO lain yang memberikan keterangan LXII). mengenai Kerajaan Wengker. Sumber

Sujud, Kajian Historis Legenda Reog Ponorogo 43 Bagian yang berbahasa Sansekerta ke Wuratan, Haji Wengker, Haji Wurawari, memuat silsilah Raja Airlangga yang dan Raja Hasin. dimulai dari Raja Sri Isanatungga atau Pu Tahun 952 Saka (1030 M), Raja Sindok Sri Isanawikrama Dharma- Airlangga berhasil mengalahkan Haji tunggadewa (Boechari, 1965). Sementara Wengker yang bernama Panuda yang hina itu, bagian yang berbahasa Jawa Kuna seperti Rawana. Kata Panuda jelas disebutkan lebih banyak memberi keterangan tentang oleh Brandes (1913:138) dalam OJO LXII sisi akhir masa pemerintahan Dharmma- depan baris ke-20 dan 21 sebagai berikut. wangsa Teguh, yakni karena diserang ta çri maharaja dumonikang panuda oleh Raja bawahan dari Wurawari yang guru tumanggul caddhya decani ratan, menyerang dari Lwaram (Soekmono, aticayeng mahabala. 1973:52). Disebutkan pula bahwa sa n. paharpharpan niwang haji wangkir, Dharmmawangsa Airlangga dapat kawada ta ika de çri maharaja irikang menyelamatkan diri dari serangan Haji cakakala 952 mangkinakuyanahani . Wurawari pada tahun 1061 M. Pada waktu itu, ia berusia 16 tahun dan masuk Sementara itu oleh Krom (1931) Raja hutan di lereng gunung bernama Panuda itu ditulis adhamapanuda. Sedangkan Wanagiri dengan hanya diikuti seorang dalam transkripsi Kern (1917), ditulis hamba yang bernama Narottama adham panuda, tetapi ada kelihatan tanda (Poerbatjaraka, 1941). wisargga di belakang, m sehingga harus Pada tahun 941 Saka (1019 M), dibaca adhamah panundabhidanas. Dengan Airlangga ditahbiskan sebagai Raja demikian, kata adhama yang berarti hina itu menggantikan Dharmmawangsa Teguh bukan bagian dari nama, melainkan dan bergelar Rake Halu Sri Lakeswara keterangan saja. Juga, di sini, angka tahun di Dharmmawangsa Airlangga Ananta- bagian yang berbahasa Sansekerta berbunyi wikramotunggadewa (Soekmono 1973: dalam sengkalan: varsse sakasya yamabhuta 55, Sumadio 1984:177). Untuk memper- ile rajendro (= 952 Saka). kokoh dan melegitimasi kedudukannya Akibat serangan Airlangga itulah, Raja sebagai pewaris yang sah atas tahta Panuda kemudian lari meninggalkan keraton- Kerajaan Dharmma-wangsa Teguh dan nya di Lewa, tetapi dikejar terus hingga ke benar-benar masih keturunan Pu Sindok, Desa Galuh dan Barat. Kata Lewa sebenar- Airlangga kemudian membuat silsilah. nya sudah tidak jelas lagi, karena batunya Meskipun sudah ada silsilah tersebut, usang. Brandes (1913:139) membacanya masih ada pula pihak-pihak yang merasa Lewa , seperti disebutkan dalam OJO LXII tidak puas, termasuk para Raja bawahan sisi depan baris ke-22 yang berbunyi. Teguh yang tidak tunduk lagi padanya. Oleh karena itu, sebagian besar masa minggalaken karajyanira ngu ha pemerintahan Airlangga dipenuhi dengan kadatwanilewa bunutnikang deca galuh peperangan penaklukan kembali semua mwang deca barat, an tinkan Raja bawahan itu. sinahsanirikang cakakala 953 çri mahara Prasasti Pucangan memberikan . keterangan tentang penyerangan- penyerangan Raja Airlangga atas musuh- Sementara itu Kern (1917) hanya musuhnya mulai tahun 951 Saka (1029 membaca huruf akhirnya. Sedangkan, Krom M) hingga tahun 959 Saka (1037 M). (1931) mengusulkan pembacaan rawa, dengan Serangan Airlangga antara lain ditujukan memberi catatan bahwa baik Rawa maupun Lewa sebagai nama tempat. Selanjutnya,

44 BAHASA DAN SENI, Tahun 35, Nomor 1, Februari 2007 disebutkan pula dalam prasasti Pucangan bahwa pada masa pemerintahan Airlangga bahwa pada tahun 953 Saka (1031 M) yang menjabat kedudukan rakryan maha- anak Raja Panuda dapat dikalahkan dan mantri i hino (putra mahkota kerajaan) adalah keratonnya dihancurkan. seorang putri bernama Sri Sanggramawijaya Rupa-rupanya, Haji Wengker Dharmmaprasadottunggadewi. Seperti, antara memberontak lagi meskipun daerahnya lain, disebutkan dalam prasasti Sumber Gurit selalu didatangi tentara Raja Airlangga tahun 945 Saka (1023 M) yang ditemukan di pada tiap bulan Asuji. Maka, pada tahun Kudu, Jombang (Damais 1952:No. 136, 957 Saka (1035 M), Haji Wengker Suhadi & Richadiana 1996:45) baris ke-6 dan meninggalkan keratonnya di Tapa dan 7 sebagai berikut. melarikan diri ke daerah yang sulit dicapai, meninggalkan anak istri, dharmmawangsa airlangga kekayaan, dan semua kendaraan kerajaan. wikramottunggadewa, tinadah rakryan Dialah Raja terakhir yang masih belum mahamantrihino sri sanggrama wijaya tunduk pada Raja Airlangga. Baru pada prasadottunggadewi tahun 959 Saka (1037 M), ia dapat ditangkap di Kapang. Bagian yang Nama Airlangga dan putri mahkotanya, berbahasa Sansekerta mengatakan bahwa yaitu i hino Sri Sanggramawijaya juga Raja Airlangga dengan tentaranya yang disebutkan dalam prasasti Sendang Rejo atau tidak terbilang banyaknya menyerbu ke prasasti Pasar Legi di Ngimbang, Lamongan arah barat pada tahun 957 Saka (20 (ROD 1915 No. 1824). prasasti itu berangka Agustus 1035 M). Raja yang diserbu tahun 965 Saka atau 1043 M (Suhadi & bernama Wijayawarmma. Akan tetapi, Richadiana, 1996:58). Akan tetapi, di dalam baru pada tahun 959 Saka (3 November prasasti Pucangan dan prasasti Pandan tahun 1037 M), dengan menggunakan taktik 964 Saka (1042 M), yang menjabat hino yang diajarkan oleh Visnugupta, Raja adalah Sri Samarawijaya Dhamasuparnna- Wijayawarmma ditangkap oleh rakyatnya wahana Tguh Uttungga-dewa, seorang laki- lalu dibunuh. Melihat begitu seringnya laki. Rupa-rupanya, antara 11 November 1037 Haji Wengker memberontak terhadap M dan 6 November 1041 M, Sri Raja Airlangga, yang membawa akibat Sanggramawijaya digantikan oleh Sri sering mendapat serangan dari Airlangga, Samarawijaya karena hal-hal yang belum Boechari (1965) berpendapat bahwa jelas. bukan Haji Wurawari yang dianggap Untuk menghindari perang saudara, Airlangga sebagai musuhnya yang akhirnya, Airlangga terpaksa mengambil terbesar, melainkan Haji Wengker. langkah yang diketahuinya menyimpang dari Dengan terbunuhnya Raja Wijaya- landasan Kosmogonis kerajaan, yaitu mem- warmma dari Wengker itu, selesailah bagi Kerajaan menjadi dua, yakni Kerajaan kampanye penaklukan Raja Airlangga. Pangjalu (Kadiri) dengan ibukota Dahanapura Dengan demikian, prasasti Pucangan dan Kerajaan Janggala (Singhasari) yang membuktikan bahwa Airlangga sebagai berkedudukan di Kahuripan (Boechari, 1968; pemersatu Kerajaan (Mesiah) yang Sumadio, 1984). menyatukan kembali semua Raja Setelah masa gelap selama kira-kira 60 bawahannya yang telah memberontak. tahun, yang muncul dalam sejarah adalah Mulai dari prasasti Cane (943 Saka), Kerajaan Kadiri dengan ibukotanya di Daha prasasti Sumber Gurit atau prasasti yang mungkin sekali berada di daerah Kediri Munggut (945 Saka), dan prasasti sekarang. Hal itu dapat disimpulkan dari Kamalagyan (959 Saka), disebutkan Sujud, Kajian Historis Legenda Reog Ponorogo 45 tempat-tempat penemuan prasasti batu Mruwak, Kecamatan Dagangan, Kabupaten yang sebagian besar ada di daerah Kediri. Ponorogo, tidak jauh dari Desa Sirahketing, Prasasti penting yang berkaitan letaknya di tengah-tengah kuburan. prasasti dengan Kerajaan Wengker pada masa Mruwak atau Marwak itu berangka tahun Kadiri adalah prasasti Ukir Negara II 1108 Saka (1186 M), karena pada bagian yang berangka tahun 1120 saka depan masih terbaca angka tahun 1108 Saka, (Desember 1198 M atau Januari 1199 M). nama Desa Marwak (Marewak), dan nama prasasti itu berisi tentang pemberian Digjaya Sastraprabhu (Suhadi & Richadiana, anugerah sima dari Jigyaya Resi kepada 1996:41). Kalau prasasti Mruwak dapat dibaca Dyah Limpa dari desa Pamotan (daerah lengkap, data mengenai Raja Sastraprabhu ini Pare, Kediri). Tahun prasasti Ukir Negara akan terungkap lebih banyak lagi. II itu bertepatan dengan pemerintahan Nama Digjaya Sastraprabhu juga sudah dua orang raja, yaitu Sri Jayawarsa (di disebut di dalam prasasti Sirahketing pada sisi Wengker, Ponorogo) dan Srengga atau depan baris 3 4 yang menyebut. Krtajaya (di Kadiri). Karena prasastinya menyebut gelar Resi di belakang çri jayawarsa namanya, Raja itu telah mulai memasuki pertapaan dan mengurangi kegiatan digjaya çastra prabhu duniawi. Dari sudut pandang itu Raja Sisi depan baris 14 : çri çastraprabhu Jayawarsalah yang diduga menitahkan Sisi kanan baris 14 : denita sira çri jayaprabhu turunnya prasasti Ukir Negara II ini. Sisi belakang baris 2 : çri jayaprabhu Sementara itu, Raja Srengga atau Krtajaya memang masih aktif memerintah dan tercatat dalam Pararaton masih Raja Sri Jayawarsa Digjaya Sastraprabhu berperang melawan Ken Angrok di tersebut menyebut dirinya cucu atau Ganter pada tahun 1222 M. Pendapat itu keturunan dari anak sang Apanji Wijaya- agak meragukan karena Sri Jayawarsa mertawardhana atau Sri Icana Dharmma- berkuasa di Wengker Ponorogo (prasasti wangsa Tguh Ananta-wikramottunggadewa. Sirah Keting dan Mruwak), sedangkan Mengingat angka tahun dan tempat penemuan wilayah perdikan (sima) yang disebut di kedua prasasti itu dapatlah disimpulkan bahwa dalam prasasti Ukir Negara II berada di Jayawarsa bukan Raja di Daha (Kadiri), tetapi Pare, suatu wilayah sekitar 30 km di seorang anggota keluarga Raja Daha yang sebelah timur laut Kediri. Berdasarkan mendapat daerah lungguh di wilayah tinjauan wilayah itu, seharusnya, yang Ponorogo sekarang (Wengker) dan, pada suatu menitahkan turunnya prasasti Ukir ketika, merasa dirinya cukup kuat untuk Negara II adalah Raja Srengga atau melepas dirinya dari kekuasaan kemaharajaan Krtajaya (Suhadi & Richadiana, 1996: di Daha (Sumadio, 1984:275). Raja tersebut 52). memerintah di Kerajaan Wengker antara Yang memang menimbulkan tahun 1186 1204 M (Suhadi & Richadiana, permasalahan ialah munculnya Raja Sri 1996:52). Jayawarsa Digwijaya Sastraprabhu di Perlu dikemukakan bahwa isi prasasti dalam prasasti dari Desa Sirahketing Sirahketing tersebut dimulai dengan puji- Kabupaten Ponorogo yang berangka pujian kepada Raja Jayawarsa sebagai tahun 1126 Saka (8 November 1204 M) penjelmaan Dewa Wisnu, disembah di seluruh (Brandes, 1913:149, OJO LXVI). Sebuah dunia bagaikan matahari dan bulan, serta prasasti yang lain dari Raja tersebut bagaikan air amerta bagi seluruh rakyat. adalah prasasti yang ditemukan di Desa prasasti itu dibuat untuk memperingati masa

46 BAHASA DAN SENI, Tahun 35, Nomor 1, Februari 2007 pemerintahan Raja yang telah ber- bisa diterima begitu saja secara harafiah. Hal langsung selama seribu bulan. Manggala itu dapat dibuktikan dari prasasti Pucangan itu menurut transkripsi Brandes (1913: (963 Saka) yang menyebutkan bahwa Raja 149, OJO LXVI) berbunyi sebagai yang memerintah Wengker pada waktu berikut. diserang Airlangga tahun 952 Saka (1030 M) adalah Panuda (Adhamapanuda). Demikian || o || om swasth dirgh yur stu pula, pada waktu Wengker memberontak lagi dan diserang oleh Airlangga pada tahun 957 || o || sang hyang wisnu sir çarira sira Saka (1035 M), yang berkuasa di Wengker ring bhuwana subhaga wasta ring praja swastha çri jayawarsa digjaya çastra bukanlah Sri Jayawarsa, melainkan Wijaya- prabhu saphala sinembahing sarat warmma. Tampaknya, dengan kalimat saks t bhaskara candratirtha sira tamrta tersebut, sebenarnya, Sri Jayawarsa ingin ri hajeng ikang sarat kabeh astw menunjukkan bahwa, eksistensi atau ninggya sahaçracandra pangadeg nira keberadaan Kerajaan Wengker di Ponorogo siniwi haneng jagat krtâ || sudah ada sejak 941 M. Dengan kata lain, Kerajaan Wengker paling tidak sudah muncul Bandingkan manggala tersebut dalam panggung sejarah sejak sebelum masa dengan transkripsi dari Stutterheim pemerintahan Dharmmawangsa Teguh, atau (1940:345, TBG LXXX) yang berbunyi mungkin bahkan sejak periode Mataram Jawa sebagai berikut. Timur dalam zaman Wangsa Icana (Pu Sindok). Pendapat itu dapat pula didukung dari gelar yang dipakai oleh Raja yang || o || om swastha dirghayur astu berkedudukan sebagai penguasa daerah seperti || o || sang hyang wisnu sirasani ra halnya di Wengker, yaitu Haji Wengker sira ring bhuwana subhaga wasta ring (seorang samya haji) biasa digunakan pada praja. swastha sri jayawarsa digwijaya zaman Wangsa Icana. Bahkan. Kerajaan sastraprabhu saphala sinémbahing Wengker masih tetap eksis pada masa sarat. saksat bhaskara candra tirtha selanjutnya (masa akhir), seperti sira ta saka ri hajeng nikang sar t kabeh astwa ningkyi sahasracandra yang tampak dari gelar Bhatara i atau Bhre pangadeng nira sun wi haneng jagat (Bhre Wengker) yang biasa digunakan pada krta || zaman Wangsa Rajasa. Tidak menutup kemung-kinan pula bahwa Kerajaan Wengker masih berkembang pada masa pemerintahan Di sini, yang perlu dipermasalahkan Prabu Brawijaya V (Kertabhumi) hingga adalah kalimat yang menerangkan bahwa (Bhatara Katong dan Raja telah memerintah selama seribu penerusnya). bulan (83 tahun 3 bulan). Dapatkah Selanjutnya prasasti dari Sirahketing itu kalimat itu diterima begitu saja secara berisi keterangan tentang anugerah Raja harafiah, yang memberikan gambaran Jayawarsa kepada seorang atitih (?) yang kepada kita bahwa pada tahun 1204 M bernama Marjaya berupa pemberian hak-hak Jayawarsa tentulah sudah berumur sekitar istimewa, karena Marjaya itu telah 100 tahun (Sumadio, 1984:276). Melihat memperlihatkan kebaktiannya kepada raja. masa pemerintahannya yang begitu lama Keterangan itu dapat dilihat pada transkripsi (83 tahun lebih), yakni sejak 863 1126 Brandes (1913:149, OJO LXVI) pada sisi Saka (941 1024 M) atau sejak 941 M belakang prasasti yang memuat kalimat hingga prasasti itu dikeluarkan tahun sebagai berikut. 1024 M, jelas bahwa kalimat itu tidak

Sujud, Kajian Historis Legenda Reog Ponorogo 47 ya makmitana sang hyang ajn haji Identifikasi Tokoh, Lokasi, dan Peristiwa anugraha ras mrta subaddhakna Legenda dalam Sejarah pagehnyanugraha nira sira çri jaya prabhu irikang atitih mangaran Walaupun mempunyai banyak versi, LRP marjaya yadyan ikang marjaya pada dasarnya diakui menceritakan kisah yang mantuka ring koluyan makasonga sama, yaitu tentang Raja dari Kerajaan kawnangan sang hyang r j nugraha Bantarangin bernama Kelana Sewandana yang k ngkén k manggal staw nya ring mempersunting putri Raja Kadiri bernama r t kalilirana deni wka wetnya mne Dewi Sanggalangit dengan mengutus patihnya hlém ta ri dl ha ning dl ha bernama Pujangganong. Akan tetapi, terjadi de peperangan antara Singabarong dan para prajurit-nya melawan raja, patih, dan prajurit Di antara hak-hak istimewa itu dari Kerajaan Bantarangin. Dengan mendasar- terdapat hak untuk menggunakan dampa kan pada kisah yang diceritakan LRP tersebut, blah karajyan (dampar pembagian berikut ini akan diuraikan hasil identifikasi, kerajaan?) (Stutterheim, 1940). Apa yang baik identifikasi tokoh, peristiwa, maupun dimaksudkan dengan dampa blah lokasi geografisnya. karajyan itu tidaklah jelas. Rupa-rupanya, istilah blah karajyan itu mengingatkan Identifikasi Tokoh kita kepada peristiwa pembagian Keraja- Menghubungkan nama-nama tokoh dalam an oleh Raja Airlangga. Dimungkinkan LRP dengan nama-nama tokoh dalam fakta munculnya Jayawarsa ini gayut dengan sejarah sudah barang tentu akan mengalami perkara hak atas Kerajaan yang kesulitan, terutama dalam mengidentifikasikan diwariskan oleh Airlangga dan per- tokoh-tokoh legendaris. Hal itu disebabkan tentangan antara keturunan Dharmma- adanya sifat anakronisme dari urutan wangsa Teguh secara langsung dengan peristiwanya, yaitu tidak diperhatikannya keturunan Airlangga. Dalam hal ini, urut-urutan waktu terjadinya peristiwa secara seperti yang telah dikemukakan, benar, sehingga konteks tokohnya menjadi Jayawarsa mengaku dirinya keturunan kurang jelas. Oleh karena itu, dalam hal ini Teguh secara langsung sedangkan raja- dapat terjadi adanya perbedaan penafsiran. Di raja di Daha keturunan Airlangga seperti samping itu, kita masih banyak menghadapi Jayabhaya yang mengukuhkan kembali banyak versi LRP yang beberapa di antaranya anugerah Raja Airlangga kepada menunjukkan adanya perbedaan tokoh secara penduduk Desa Talan dalam prasasti sifnifikan. Namun demikian, berikut ini akan Talan tahun 1058 Saka. diupayakan identifikasi tokoh sesuai dengan Dalam hubungan itu, perlu dicatat konteks ruang dan waktu yang disebutkan bahwa prasasti Sirahketing hampir baik dalam legenda maupun dalam fakta bersamaan dengan prasasti Lawadan, historis. Berdasarkan versi yang beredar, yaitu prasasti yang hingga kini kita kenal dapat diketahui bahwa LRP dibangun melalui sebagai prasasti terakhir atas nama Raja pemeran tokoh-tokoh seperti: Kelana Srengga/Krtajaya. Diperkirakan sejak Sewandana, Dewi Sanggalangit, Raja Kediri, tahun 1204 M timbul persaingan Pujangganong, dan Singalodra. kekuasaan antara Daha (Kadiri) dengan daerah kekuasaan Jayawarsa di Wengker Identifikasi Tokoh Kelana Sewandana. (Ponorogo), yang kemudian memerlemah Kelana Sewandana adalah Raja muda posisi Daha (Sumadio, 1984:276). Kerajaan Bantarangin yang masih jejaka, tampan, dan digdaya. Ia adalah Raja yang 48 BAHASA DAN SENI, Tahun 35, Nomor 1, Februari 2007 sakti mandraguna dan memiliki sebuah pasti mempunyai peran yang sangat besar pusaka andalan berupa cemeti bernama dalam kehidupan suatu kerajaan. Patih Kyai Pecut Samandiman yang sangat Pujangganong itu memang digambarkan ber- ampuh. Seorang patihnya berwajah buruk wajah buruk, tetapi sangat sakti. Untuk dapat rupa, tetapi amat sakti, yaitu patih menggerakkan massa dan tidak dikenali Pujangganong. Prabu Kelana Sewandana orang, ia memakai topeng berwujud muka sedang kasmaran (kelana wuyung) pada raksasa. Oleh karena Pujangganong sering Dewi Sanggalangit, seorang putri Raja tampil menggantikan atau mewakili Raja dari Kerajaan Daha (Kediri). Ia mengutus Kelana Sewandana dalam setiap bidang patih Pujangganong untuk melamar putri kehidupan, rupa-rupanya, banyak musuh Raja yang cantik tersebut. Wengker yang menganggap bahwa Raja Menilik keterangan dalam prasasti Wengker bernama Panuda atau Adhama- Pucangan yang dikeluarkan Airlangga panuda berpenampilan seperti Rawana yang pada tahun 963 Saka (6 November 1041 hina. M) (Brandes 1913:137, OJO LXII), Pengidentifikasian Kelana Sewandana dimungkinkan bahwa Kelana Sewandana dengan Panuda dapat dimungkinkan karena dapat diidentifikasikan dengan Raja Panuda hidup dalam konteks dengan kekuasa- (Haji) Wengker yang bernama Panuda an Raja Airlangga yang mempunyai seorang atau Adhamapanuda yang dikatakan hina putri mahkota bernama Sri Sanggramawijaya seperti Rawana. Sebutan hina seperti (yang diidentifikasi sebagai Dewi Sangga- Rawana ini dapat disebabkan oleh dua langit). kemungkinan. Pertama, Haji Wengker Raja Wengker lain yang juga hidup dalam merupakan musuh bebuyutan dan musuh konteks kekuasaan Raja Airlangga adalah terbesar Raja Airlangga (Boechari, 1965). Raja Wijayawarmma. Akan tetapi, raja itu Begitu seringnya Haji Wengker sepertinya tidak dapat diidentifikasikan memberontak terhadap Raja Airlangga dengan Kelana Sewandana, mengingat akhir membawa akibat sering mendapat hidup raja ini sangat tragis. Seperti yang serangan dari Airlangga sejak tahun 952- disebutkan dalam prasasti Pucangan bahwa 957 Saka (1030-1035 M). Sebagai musuh pada tahun 959 Saka (1037 M), dengan terbesar, pantaslah bila Airlangga mem- menggunakan taktik visnugupta, Raja beri sebutan yang berkonotasi negatif Wijayawarmma ditangkap dan dibunuh oleh (hina seperti Rawana) kepada Haji rakyatnya. Wengker. Sebutan seperti itu dapat Ada kemungkinan dalam konteks diterima karena pada umumnya pandang- Kerajaan Kadiri tokoh Kelana Sewandana an seseorang terhadap musuh besarnya dapat diidentifikasikan dengan Raja Sri tentulah berkesan negatif. Kedua, rupa- Jayawarsa Digjaya Sastraprabhu. Raja rupanya, tokoh yang hina seperti Rawana Jayawarsa adalah seorang anggota keluarga itu sebenarnya adalah seorang tokoh yang Raja Daha (Kadiri) yang mendapat daerah sering tampil mewakili Kelana lungguh di wilayah Wengker (Ponorogo), dan Sewandana dalam berbagai bidang pada suatu ketika merasa dirinya cukup kuat kehidupan seperti pemerintahan, pe- untuk melepas dirinya dari kekuasaan perangan, kebudayaan, dan sebagainya. kemaharajaan di Daha-Kadiri (Sumadio Tokoh yang dimaksud seperti Rawana itu 1984:275). Raja tersebut memerintah di tidak lain adalah patih Kerajaan Kerajaan Wengker antara tahun 1186-1204 M Bantarangin yang bernama Pujangganong (Suhadi & Richadiana, 1996:52). Raja Jaya- atau Pujangga Anom atau Kelana Wijaya. warsa telah mengeluarkan prasasti Sirahketing Seperti diketahui bahwa seorang patih tahun 1126 Saka (1204 M) (Brandes, Sujud, Kajian Historis Legenda Reog Ponorogo 49 1913:149, OJO LXVI) dan prasasti ini akan diidentifikasikan karena hingga saat Mruwak tahun 1108 Saka (1186 M) yang ini, belum ada sumber sejarah yang menyebut ditemukan di kabupaten Ponorogo. siapa anak dari Raja Krtajaya. Sementara itu Dalam hal ini perlu dicatat bahwa LRP menyebutkan bahwa Dewi Sanggalangit prasasti Sirahketing itu hampir bersamaan dihubungkan dengan Sri Sanggramawijaya dengan prasasti Lawadan tahun 1127 yang kemudian menjadi pertapa dengan nama Saka (1205 M), yaitu prasasti terakhir Dewi Kilisuci. Di sinilah telah terjadi atas nama Raja Kadiri terakhir, yaitu Raja anakronisme karena, seperti diketahui, Sri Srengga/Krtajaya. Raja ini memerintah Sanggramawijaya adalah anak dari Raja antara tahun 1194-1222 M. Dengan Airlangga. Dengan demikian, terdapat rentang demikian, masa itu bertepatan dengan waktu yang sangat jauh antara masa hidup Sri pemerintahan dua orang raja, yaitu Sri Sanggramawijaya (masa Airlangga, berdasar Jayawarsa (di Wengker, Ponorogo) dan prasasti Cane 943 Saka) dengan masa hidup Srengga/Krtajaya (di Daha, Kadiri). Raja Krtajaya (masa akhir Kadiri, berdasar Bahkan, diperkirakan sejak tahun 1204 M prasasti Lawadan 1127 Saka). timbul persaingan kekuasaan antara Atas dasar keterangan dan beberapa Daha (Kadiri) dengan daerah kekuasaan alasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Jayawarsa di Wengker (Ponorogo), yang Kelana Sewandana (raja Bantarangin) lebih kemudian memerlemah posisi Daha dekat untuk diidentifikasikan dengan Raja (Sumadio 1984:276). Panuda/Adhamapanuda (raja Wengker). Hal Melihat keterangan tersebut, di mana itu juga didukung oleh data kontekstual (ruang Raja Jayawarsa (Wengker) dan Raja dan waktu), di mana Raja Panuda hidup Krtajaya (Kadiri) hidup dalam konteks semasa dengan kekuasaan Raja Airlangga ruang dan waktu yang sama serta terlihat yang memiliki seorang putri bernama Sri jelas keterkaitannya, fakta historis itu Sanggramawijaya (Dewi Sanggalangit). mungkin dapat dicari hubungannya Identifikasi Tokoh Dewi Sanggalangit. dengan salah satu versi LRP. Salah satu Dewi Sanggalangit adalah putri Raja Kediri versi legenda tersebut mengisahkan yang terkenal keelokan dan kecantikannya. bahwa Raja Daha (Kadiri) pada saat itu Oleh karena itu, banyak Raja dari berbagai bernama Prabu Krtajaya. Raja tersebut tempat yang ingin meminang putri Kerajaan mempunyai putri bernama Dewi Kediri tersebut. Salah satu Raja tersebut Sanggalangit yang kemudian dipersunting adalah Prabu Kelana Sewandana dari oleh Raja Kelana Sewandana dari Kerajaan Bantarangin, yang kemudian Kerajaan Bantarangin. Dalam hal ini, mengutus Patih Pujangganong untuk melamar Prabu Krtajaya yang ada dalam legenda putri tersebut. Dalam pelamaran tersebut, dapat diidentifikasikan dengan Raja Dewi Sanggalangit mengajukan beberapa Srengga/Krtajaya (raja Kadiri terakhir) syarat (bebana) yang harus dipenuhi oleh yang disebutkan dalam beberapa pihak pelamar. prasastinya sebagai fakta historis. Dalam hal ini, tokoh Dewi Sanggalangit Sedang-kan Raja Kelana Sewandana dapat diidentifikasikan dengan tokoh sejarah dapat dihubungkan dengan Raja Sri Sri Sanggramawijaya. Bahkan, para pemilik Jayawarsa Digjaya Sastra-prabhu dari atau pewaris legenda itu begitu meyakini Kerajaan Wengker seperti termuat dalam bahwa Dewi Sanggalangit memang benar- prasasti Sirahketing dan Mruwak sebagai benar dapat dihubungkan dengan Sri fakta sejarah. Sanggramawijaya, yang tidak lain adalah anak Yang kemudian menjadi perkara Raja Airlangga. Hal itu dapat dibuktikan adalah dengan siapa Dewi Sanggalangit 50 BAHASA DAN SENI, Tahun 35, Nomor 1, Februari 2007 dengan keterangan dari berbagai sumber Wisnuisme sering dipatungkan sebagai Wisnu sejarah. Mulai dari prasasti Cane (943 di atas Garuda. Mungkin nama itu dalam salah Saka), prasasti Sumber Gurit/Munggut satu versi LRP disebut dengan Srigathayu, (945 Saka), prasasti Kalamagyan (959 ayah dari Dewi Sanggalangit (Raja Kediri). Saka), dan prasasti Sendang Rejo (965 Berdasarkan salah satu versi LRP yang Saka) disebutkan bahwa pada masa jelas menyebut bahwa Raja Daha (Kediri) pemerintahan Airlangga yang menjabat pada saat itu bernama Prabu Kertajaya, dapat kedudukan sebagai rakryan mahamantri i diyakini bahwa dalam konteks Kerajaan hino (putri mahkota kerajaan) adalah Sri Kadiri akhir, tokoh Raja Kadiri yang Sanggramawijaya Dharmmaprasa dottu- dimaksud adalah Raja Srengga/Krtajaya. nggadewi. Namun, karena muncul anak Masa pemerintahan Raja Srengga/Krtajaya itu laki-laki Dharmmawangsa Teguh yang bertepatan dengan masa pemerintahan Raja selamat dari serangan Haji Wurawari dan Sri Jayawarsa dari Kerajaan Wengker. Dengan menuntut haknya, terpaksa Sri Sanggra- demikian, dapat diketahui bahwa Prabu mawijaya digantikan Sri Samarawijaya. Krtajaya (dalam legenda) diidentifikasi Selanjutnya, Sanggrama-wijaya memilih dengan Raja Srengga/Krtajaya (fakta sejarah), penghidupan sebagai pertapa dengan sedangkan Kelana Sewandana (dalam nama Dewi Kilisuci. Menurut tradisi, Gua legenda) diidentifikasi dengan Raja Sri Selamangleng yang berada di Kediri Jayawarsa (fakta sejarah). sekarang diduga merupakan tempat Hanya saja, yang tidak dapat diterima pertapaan Dewi Kilisuci. adalah identifikasi tokoh Dewi Sanggalangit, karena Sri Sanggramawijaya itu jelas-jelas Identifikasi Tokoh Raja Kedir. adalah putri Raja Airlangga. Anakronisme Dengan mendasarkan pada simpulan bahwa yang dimaksud sebagai Dewi telah terjadi di sini. Mungkinkah ada nama Sanggalangit (putri Raja Kediri) adalah Sanggramawijaya lain yang merupakan anak Krtajaya. Tentu saja pertanyaan ini perlu Sri Sanggramawijaya, sementara Sanggramawijaya adalah putri Raja dijawab dengan fakta sejarah. Airlangga, dapat diyakini bahwa Raja Identifikasi Tokoh Pujangganong. Kadiri (ayahanda Dewi Sanggalangit) Tokoh Pujangganong atau Bujang Ganong tentulah Raja Airlangga. Dengan atau Pujangga Anom atau Kelana Wijaya demikian, wajar atau dapat dibenarkan adalah seorang Patih Kerajaan Bantarangin jika Raja Airlangga dihubungkan dengan yang sakti serta memiliki bermacam-macam ayah dari Dewi Sanggalangit yang kemampuan. Menurut versi lain, Pujangg- merupakan Raja Kediri. anong adalah seorang patih yang juga adik Mengenai Raja Airlangga, umumnya Raja Bantarangin. Bahkan, ada versi yang para pakar menduga bahwa setelah menyebutkan Pujangganong adalah putra Raja membagi kerajaannya, Airlangga me- Kediri. Pujangganong itulah yang kemudian masuki kehidupan sebagai pertapa mulai diutus oleh Kelana Sewandana untuk melamar tahun 1042 M, yakni setahun setelah Dewi Sanggalangit dari Kerajaan Kediri. dibuatnya sebuah pertapaan di Pucangan Oleh karena belum ada sumber sejarah (tersebut di dalam prasasti Pucangan). yang menyebutkan siapa nama patih Kerajaan Airlangga menjadi pertapa dengan nama Wengker, untuk sementara ini, hanya dapat Resi Gentayu. Rouffaer (1909) ber- dikatakan bahwa Pujangganong dapat pendapat bahwa Gentayu adalah burung, diidentifikasikan dengan seorang patih sama dengan Garuda sebagai wahananya Kerajaan Wengker baik pada pemerintahan Wisnu, dan Airlangga sebagai penganut Raja Panuda ataupun masa kekuasaan Raja Sri Sujud, Kajian Historis Legenda Reog Ponorogo 51 Jayawarsa Digjaya Sastraprabhu. Ada menakutkan. Memang, tokoh itu berwujud kemungkinan bahwa Pujangganong atau manusia yang berwajah menyerupai singa atau Kelana Wijaya itu dapat diidentifikasikan harimau. Untuk memenangkan peperangan, dengan Wijayawarrma yang diduga Raja Kelana Sewandana menggunakan pusaka menggantikan Panuda sebagai Raja saktinya yakni Kyai Pecut Samandiman yang Wengker karena diserang dan dikalahkan disabetkan pada tubuh Singalodra. Demikian oleh Raja Airlangga pada tahun 952 Saka lemaslah tubuh Singalodra, hilanglah (1030 M). Namun akhirnya Raja kekuatan dan kesaktiannya. Tubuh Singalodra Wijayawarrma juga diserang dan tidak dapat berubah wujud menjadi manusia dikalahkan oleh Raja Airlangga pada lagi. Akhirnya ia menjadi tawanan Kelana tahun 957 Saka (1035 M). Sudah barang Sewandana. tentu sebagai seorang patih Kerajaan Apabila mengacu pada versi pertama, Wengker, Pujangganong memunyai yakni Singalodra adalah patih Kerajaan peranan yang sangat besar dalam segala Kediri, Singalodra dapat diidentifikasikan bidang kehidupan. Hal ini dapat dilihat baik sebagai Patih Raja Airlangga maupun dan dibandingkan dengan patih-patih lain Raja Krtajaya. Memang, hanya sedikit sumber yang pernah disebutkan dalam sumber- sejarah yang dapat memberikan keterangan sumber sejarah seperti: Patih Mahisa tentang nama patih suatu Kerajaan tertentu, Campaka pada pemerintahan Wisnu- seperti yang sudah disebut di depan. warddhana, Patih Gajah Mada pada masa Sementara tidak ada keterangan siapa nama Hayam Wuruk, dan Patih Raden Gajah patih Raja Airlangga ataupun Raja Krtajaya. pada masa pemerintahan Wikrama- Namun, dalam prasasti Pucangan tahun 963 warddhana. Saka, disebutkan bahwa Airlangga dapat menyelamatkan diri dari serangan Haji Identifikasi Tokoh Singalodra. Dalam salah satu versi LRP, Singalodra Wurawari, dan masuk hutan dengan hanya diikuti seorang abdi bernama Narottama. atau Singabarong atau Seta dikenal sebagai patih Kerajaan Kediri Dialah abdi yang sangat teguh, setia, dan yang sangat sakti dan bertugas sebagai selalu mengikuti Raja ke mana saja ia pergi tanpa pernah berpisah. Jika Narottama yang penjaga keamanan dan keselamatan Kerajaan tersebut. Dia juga ditugasi Raja setia mengabdi kepada rajanya ini dapat Kediri untuk menghadang rombongan dianggap sebagai patih Raja Airlangga, tidak menutup kemungkinan bahwa Singalodra Kelana Sewandana yang akan melamar putrinya Dewi Sanggalangit sehingga dapat diidentifikasikan sebagai Narottama. terjadilah peperangan antara Kelana Dengan demikian, apakah Narottama juga berwujud manusia yang berwajah singa Sewandana dengan Singalodra. Pada versi lain, dikisahkan bahwa Singalodra seperti halnya Singalodra. Tampaknya, tokoh adalah seorang Raja dari Kerajaan manusia berwajah singa itu sesungguhnya hanyalah nama gelar yang diberikan kepada Lodaya yang merupakan pesaing atau rival Prabu Kelana Sewandana untuk seorang patih, yaitu gelar Narasingha. melamar Dewi Sanggalangit di Kediri. Tampaknya, gelar itu sudah umum dipakai oleh seorang patih kerajaan, sebagaimana Persaingan tersebut berubah menjadi perang yang hebat. terlihat pada patih Mahisa Campaka (masa Dalam peperangan tersebut, kedua pemerintahan Wisnu-warddhana) yang diberi belah pihak menunjukkan kesaktiannya. gelar Narasinghamurtti (Sumadio 1984:406). Raja Singalodra sangat sakti, ia dapat Gelar Narasingha mengingatkan kita pada mengubah diri menjadi harimau yang salah satu bentuk inkarnasi Wisnu, yakni Narasimha yang berupa makhluk setengah 52 BAHASA DAN SENI, Tahun 35, Nomor 1, Februari 2007 singa dan setengah manusia (Gupte, pengkajian asal-usul nama tempat. Berikut ini 1972). Inkarnasi Wisnu dilakukan dalam akan dilakukan identifikasi tempat sesuai usaha menyelamatkan dunia dari konteks spasial yang disebutkan baik dalam kekuatan kejahatan, sama seperti tugas legenda maupun dalam fakta historis. seorang patih yang bertugas menjaga Berdasarkan versi yang beredar, dapat keselamatan kerajaan. Sementara itu, diketahui beberapa nama tempat yang menjadi diketahui bahwa Raja Airlangga dianggap setting cerita LRP seperti: Bantarangin, sebagai titisan Dewa Wisnu sehingga Kediri, dan Lodaya. tidak menutup kemungkinan patih Raja Identifikasi Lokasi Bantarangin. Airlangga tersebut juga diberi gelar Bantarangin adalah nama Kerajaan legendaris Narasingha, yang kemudian disebut yang menjadi salah satu fokus dalam LRP. Singalodra. Kerajaan itu diperintah oleh Raja Kelana Jika mengacu pada versi legenda Sewandana dan patihnya bernama kedua, yakni Singalodra adalah seorang Pujangganong. Nama Bantarangin berasal dari raja, secara langsung, Singalodra dapat kata angin banter (angin kencang), yaitu diidentifikasi sebagai seorang Raja dari suatu tempat datar yang anginnya sangat Kerajaan Lodaya, terutama dalam kencang. Menurut legenda yang beredar, konteks kekuasaan Raja Airlangga. lokasi Bantarangin ini berada di sebelah timur Namun, sampai saat ini, belum ada Gunung Lawu, yang berarti juga berada di sumber sejarah yang memberi keterangan sebelah barat Gunung Wilis. Dengan kata lain, tentang siapa nama Raja dari Kerajaan Kerajaan Bantarangin dilokasikan terletak Lodaya tersebut. Dari Nagarakertagama antara Gunung Lawu dan Gunung Wilis, atau (XVII:6-7) disebutkan tentang perjalanan di daerah Ponorogo sekarang ini. Apabila Hayam Wuruk ke daerah Lodaya pada identifikasi lokasi Kerajaan Bantarangin itu tahun 1279 Saka. Menurut Pigeaud memang berada di daerah Ponorogo sekarang, (1960:48-49), Lodaya dilokasikan di Kerajaan Bantarangin yang tercipta dalam kawasan sebelah selatan Delta Brantas, konteks Kerajaan Kediri tersebut merupakan yaitu daerah hutan-hutan di pantai selatan gambaran langsung dari Kerajaan Wengker di antara Gunung Wilis di barat dan Gunung Ponorogo. Semeru di timur. Mungkin sekali, nama Berdasarkan pengkajian asal-usul nama daerah Lodaya yang disebut dalam tempat (toponomi) tersebut, nama Bantarangin Nagarakertagama ini dapat diidentifi- yang berarti angin kencang atau angin besar kasikan dengan nama hutan atau Kerajaan dapat ditafsirkan sebagai suatu Kerajaan yang Lodaya yang diperintah oleh Raja sering menimbulkan prahara besar atau, Singalodra atau Singabarong sebagai- dengan kata lain, sebagai Kerajaan daerah mana dikisahkan dalam legenda. yang sering melakukan pemberontakan terhadap Kerajaan besar atau Kerajaan pusat. Identifikasi Lokasi Keterangan itu memang sesuai atau identik Mengaitkan nama-nama tempat yang dengan Kerajaan Wengker yang sering disebut dalam LRP dengan nama-nama melakukan pemberontakan terhadap kekuasa- tempat dalam fakta sejarah sudah barang an Raja Airlangga. Begitu seringnya Raja tentu akan mengalami kesulitan. Dengan Wengker memberontak terhadap Raja kata lain, nama-nama Kerajaan atau Airlangga, membawa akibat Wengker sering tempat legendaris kadang sulit mendapat serangan dari Airlangga. prasasti dilokasikan. Namun, hal itu dapat diatasi Pucangan tahun 963 Saka (1041 M) (Brandes, dengan bantuan kajian toponomi, yaitu 1913:137, OJO LXII) memberikan keterangan Sujud, Kajian Historis Legenda Reog Ponorogo 53 tentang penyerangan-penyerangan Raja pertumbuhan dan perkembangan kerajaan- Airlangga terhadap Raja Wengker dan kerajaan di Indonesia. musuh-musuh lainnya. Melihat seringnya Identifikasi Lokasi Kediri. Kerajaan Kerajaan Wengker memberontak, Kediri yang disebutkan dalam LRP dapat Boechari (1965) berpendapat bahwa yang dihubungkan atau diidentifikasikan dengan dianggap musuh besar Raja Airlangga Kerajaan Kadiri yang beribukota di Daha. adalah Kerajaan Wengker. Bahkan Kerajaan Kadiri ini merupakan salah satu menurut pemilik legenda, nama Wengker Kerajaan hasil pembagian Kerajaan Airlangga berasal dari kerata basa wewengkon menjadi dua, yang dikenal pula dengan nama kang angker , yaitu suatu wilayah yang Pangjalu. Kerajaan Pangjalu (Kadiri) menakutkan. Kerata basa ini mungkin beribukota di Daha. Kerajaan yang lain sekali ada benarnya, karena rupa-rupanya bernama Janggala (Singhasari) dan beribukota Raja Airlangga memang memandang di Kahuripan. Adapun, batas kedua Kerajaan Wengker adalah daerah lungguh atau tersebut menurut prasasti Wurara (1211 Saka) wewengkon yang paling angker atau maupun Kitab Nagarakertagama dan Calon menakutkan, sehingga Kerajaan Wengker Arang adalah sebuah sungai. Sungai tersebut dianggap musuh terbesar dan angker oleh mengalir dari barat ke timur sampai ke laut. Raja Airlangga. Krom (1931) cenderung memperkirakan batas Identifikasi Kerajaan Wengker dapat sungai tersebut adalah Kali Leksa. Akan pula dilakukan dengan mendasarkan pada tetapi, mengingat daerah persebaran prasasti sumber sejarah berupa prasasti. Dalam Airlangga, yaitu daerah antara Bengawan Solo prasasti Pucangan (963 Saka) disebutkan dan Kali Brantas antara Babat dan Ploso ke bahwa Kerajaan Wengker pada masa timur, lebih untuk memandang Kali pemerintahan Raja Panuda/Adhama- Lamong sebagai batas antara kedua Kerajaan panuda (952 Saka) berada di Lewa. Kata itu. Sementara itu, Soekmono (1973:57) Lewa sebenarnya sudah tidak jelas lagi mengatakan bahwa yang menjadi batas kedua karena batunya sudah usang. Brandes wilayah itu adalah Gunung Kawi ke utara dan (1913:139) membacanya Lewa. Semen- selatan. Kerajaan Kadiri yang beribukota di tara itu Kern (1917) hanya membaca Daha ini mungkin sekali berada di daerah huruf akhirnya. Sedangkan, Krom (1914) Kediri sekarang. Hal itu dapat disimpulkan mengusulkan pembacaan rawa, dengan dari tempat-tempat penemuan prasasti batu catatan bahwa baik Rawa maupun Lewa yang sebagian besar ada di daerah Kediri. sebagai nama tempat. Sedangkan, pada masa pemerintahan Raja Wijayawarmma Identifikasi Lokasi Lodaya. Kerajaan (957 Saka), Keraton Wengker berada di Lodaya yang disebutkan dalam legenda adalah Tapa kemudian pindah ke Kapang. Kerajaan legendaris yang diperintah oleh Raja Keterangan itu sangat terbatas sehingga Singalodra atau Singabarong. Raja tersebut, belum dapat dilakukan identifikasi di merupakan pesaing atau rival Prabu Kelana mana letak Lewa, Tapa, ataupun Kapang. Sewandana yang sama-sama hendak melamar Namun demikian, dari beberapa praduga Dewi Sanggalangit di Kediri. Persaingan lokasi dan keterangan dalam prasasti tersebut berakhir menjadi perang yang hebat. tersebut diketahui bahwa pusat Kerajaan Kerajaan Lodaya dalam legenda itu dapat Wengker sering mengalami perpindahan dihubungkan dengan Kerajaan Lodaya yang tempat. Perpindahan pusat Kerajaan disebutkan dalam Nagarakertagama, khusus- seperti itu memang merupakan suatu hal nya dalam konteks kekuasaan Raja Airlangga. yang sudah biasa terjadi di dalam sejarah Dari Nagarakertagama (XVII:6-7), disebutkan tentang perjalanan Hayam Wuruk ke daerah 54 BAHASA DAN SENI, Tahun 35, Nomor 1, Februari 2007

Lodaya pada tahun 1279 Saka. Menurut tahun 953 Saka (1031 M) anak Raja Panuda identifikasi lokasi yang dilakukan dapat dikalahkan dan keratonnya dihancurkan. Pigeaud (1960:48-49) Lodaya adalah Dengan demikian, Raja Airlangga telah wilayah yang berada di sebelah selatan berhasil mengalahkan Raja Panuda (Haji Delta Brantas, yakni daerah hutan-hutan Wengker). Pembalikan fakta semacam itu di pantai selatan antara Gunung Wilis di tentu saja dapat diterima karena selaku barat dan Gunung Semeru di timur. Dapat pemilik legenda pasti tidak akan rela bila dimungkinkan nama daerah Lodaya yang kerajaannya (Bantarangin) dianggap sebagai disebut dalam Nagarakertagama itu dapat Kerajaan yang lemah. Pandangan subjektif diidentifikasi dengan Kerajaan Lodaya seperti itu sah-sah saja, terutama menyangkut yang diperintah oleh Raja Singalodra. pandangan seseorang atau suatu komunitas terhadap musuh besarnya pastilah berkesan Identifikasi Peristiwa negatif. Oleh karena, itu untuk menaikkan Ada dua peristiwa penting dalam citra kerajaannya, perlu adanya pembalikan LRP yang akan dikaji secara historis pada fakta dengan cara menciptakan legenda kesempatan ini, yaitu peristiwa pe- tentang kemenangan dalam suatu perang. perangan antara Kelana Sewandana Dalam hal, ini terjadi pembalikan fakta: yang dengan Singalodra/Singabarong dan kalah dimenangkan, yang menang peristiwa pelamaran Prabu Kelana dikalahkan . Sewandana untuk meminang Dewi Sementara itu, bila kita mengacu pada Sanggalangit di Kediri. versi kedua, yakni peperangan antara Raja Kelana Sewandana (kerajaan Bantarangin) Identifikasi Peristiwa Peperangan. versus Raja Singalodra/Singabarong (Keraja- Peristiwa peperangan dalam legenda an Lodaya) dalam usaha memerebutkan Dewi meliputi dua versi. Versi pertama adalah Sanggalangit, kisah perang tersebut dapat peperangan antara Prabu Kelana diidentifikasikan sebagai peperangan antara Sewandana (Kerajaan Bantarangin) Kerajaan Wengker (entah Raja Panuda atau versus Singalodra/Singabarong selaku Raja Sri Jayawarsa) melawan Kerajaan patih Kerajaan Kediri yang ditugasi Lodaya. Dalam peperangan versi legenda menghadang rombongan Kelana tersebut Raja Kelana Sewandana berhasil Sewandana yang akan melamar putri Raja mengalahkan Raja Singalodra. Bahkan, Kediri bernama Dewi Sanggalangit. Jika Singalodra kemudian menjadi tawanan dan versi itu yang berlaku, peristiwa mengabdikan hidupnya untuk Raja Bantar- peperangan tersebut dapat diidentifikasi angin tersebut. Sementara itu, hingga saat ini, sebagai peperangan antara Raja belum ada sumber sejarah yang menyebutkan Panuda/Adhamapanuda (Kerajaan terjadinya peperangan antara Kerajaan Wengker) versus Raja Airlangga. Dalam Wengker versus Kerajaan Lodaya. Namun, peperangan versi legenda tersebut, dari Kerajaan tersebut, dapat diketahui bahwa Singalodra/Singabarong dikalahkan oleh di samping terjadi peperangan antara Kerajaan Prabu Kelana Sewandana. Akan tetapi, pusat (maharaja) dengan Kerajaan daerah/ dari sumber sejarah, yaitu prasasti bawahan (kerajaan vassal), mungkin sekali, Pucangan (963 saka) menyebutkan bahwa terjadi pula peperangan di antara kerajaan- akibat peperangan pada tahun 952 saka kerajaan daerah tersebut, seperti yang terjadi (1030 M) tersebut, Raja Panuda antara Kerajaan Wengker melawan Kerajaan kemudian lari meninggalkan keratonnya Lodaya. di Lewa, tetapi dikejar terus hingga ke Desa Galuh dan Barat. Selanjutnya, pada

Sujud, Kajian Historis Legenda Reog Ponorogo 55 Identifikasi Peristiwa Pelamaran. mahkota) dari Raja Airlangga pada tahun Satu lagi peristiwa penting yang 959 saka memilih penghidupan sebagai dikisahkan dalam LRP adalah peristiwa pertapa (biksu) dengan nama Dewi Kilisuci. pelamaran Prabu Kelana dan rombongan Rupa-rupanya peristiwa pelamaran dalam untuk meminang Dewi Sanggalangit di legenda yang diceritakan melalui perjalanan Kediri. Dalam legenda, diceritakan bahwa laku landhak dengan komposisi iring-iringan sang putri bersedia menerima lamaran seperti tersebut di atas merupakan gambaran Prabu Kelana Sewandana dengan tiga takluknya Singalodra/Singabarong (baik syarat (bebana), yaitu: 1) calon pengantin sebagai Patih Kediri ataupun Raja Lodaya) laki-laki harus laku landhak sampai ke pada Prabu Kelana Sewandana (Bantarangin). Kediri, yakni berjalan di bawah tanah Melalui gambaran penaklukan, kisah itu dapat melalui terowongan, 2) menyuguhkan dihubungkan dengan fakta sejarah berupa jenis kesenian yang belum pernah ada di peperangan kedua antara Raja Airlangga dunia, dan 3) membawa binatang buas versus Raja Wijayawarmma (Haji Wengker). dengan burung merak bertengger di Dalam hal ini, sekali lagi, mungkin terjadi atasnya. Dalam perjalanan melamar, pemutarbalikan fakta. Karena sumber sejarah rombongan Kelana Sewandana dihadang (prasasti Pucangan tahun 963 Saka) Singabarong. Terjadilah peperangan yang menyebutkan bahwa setelah mengalahkan dimenangkan Kelana Sewandana. Panuda (Haji Wengker) pada tahun 952 Saka Singabarong dijadikan tawanan dan abdi (1030 M), rupa-rupanya, pada tahun 957 Saka bagi Raja Bantarangin tersebut. (1035 M), Haji Wengker memberontak lagi. Rombongan kemudian melanjutkan Namun, yang berkuasa di Wengker bukan lagi perjalanan ke Keraton Kediri. Dengan Raja Panuda, tetapi Raja Wijayawarmma. menggunakan topeng sakti dan membawa Dalam prasasti disebutkan bahwa pada tahun Cemeti Samandiman, Prabu Kelana 957 Saka, Raja Airlangga menyerbu lagi Sewandana berjalan paling depan diiringi Kerajaan Wengker. Karena kewalahan, Haji Singa-barong, Patih Pujangganong, dan Wengker kemudian meninggalkan keratonnya para prajurit Bantarangin. Di atas kepala di Tapa dan melarikan diri ke daerah yang Singabarong bertengger merak yang sulit dicapai. Dialah Raja terakhir yang masih sedang menari (ngigel). Rombongan belum tunduk pada Prabu Raja Airlangga. Prabu Kelana Sewandana berhasil Akan tetapi, baru pada tahun 959 Saka (3 menghadap Raja Kediri, namun ternyata November 1037 M), ia dapat ditangkap di lamarannya ditolak dan rencana Kapang lalu dibunuh. Dalam prasasti, perkawinan pun dibatalkan. disebutkan pula adanya pembuatan pertapaan Kisah pelamaran Prabu Kelana untuk Raja Wijayawarmma yang diberi nama Sewandana (Bantarangin) terhadap Dewi Sri Wijayassrama. Sanggalangit (Kediri) seperti yang Dengan terbunuhnya Raja Wijaya- disebutkan dalam legenda tersebut warmma dari Wengker itu, selesailah ternyata tidak dapat diidentifikasikan kampanye penaklukan Raja Airlangga. dengan fakta sejarah yang ada. Karena Dengan demikian, prasasti Pucangan mem- memang belum ada sumber sejarah yang buktikan bahwa Airlangga sebagai pemersatu menyebutkan peristiwa pelamaran Raja Kerajaan (Mesiah). Iapun duduk di atas Wengker (Bantarangin) terhadap Singgasana dan meletakkan kakinya di atas Sanggramawijaya (Dewi Sanggalangit, kepala musuh-musuhnya. Hal itu tercermin putri Kediri). Akan tetapi, justru yang dari adanya temuan patung perwujudan Raja terjadi adalah Sanggramawijaya yang Airlangga -- yang diduga dari Belahan -- sebelumnya dikenal sebagai i hino (putri berupa patung Wisnu duduk di atas Garuda 56 BAHASA DAN SENI, Tahun 35, Nomor 1, Februari 2007 yang dianggap sebagai Singgasananya Wengker (Wijayawarmma?), Singalodra (Krom 1914:442-443, Kemper 1959:70). patih Raja Kadiri (Narottama?)/raja Lodaya. Akan tetapi, patung Wisnu (Airlangga) Identifikasi lokasi dalam LRP sejarah: duduk di atas Garuda itulah yang justru Kerajaan Bantarangin Kerajaan Wengker, dijadikan bentuk Reyog Ponorogo dengan Kerajaan Kediri Kerajaan Kadiri, Kerajaan cara dibalik, yaitu Garuda (Merak) duduk Lodaya Kerajaan Lodaya. Identifikasi di atas Airlangga (Barongan). Rupa- peristiwa dalam LRP sejarah: peperangan rupanya bentuk Reyog itu merupakan antara Prabu Kelana Sewan-dana (Bantar- satire atau bentuk penghinaan dari angin) versus Singalodra (patih Kediri/raja pemilik legenda (rakyat Wengker) kepada Lodaya) perang antara Raja Panuda Raja Airlangga sebagai musuh besarnya. (Wengker) versus Raja Airlangga/raja Pemutarbalikan fakta dengan cara Lodaya, Prabu Kelana Sewandana (Bantar- menciptakan legenda semacam itu angin) melamar Dewi Sanggalangit (Kediri) tentulah bermaksud untuk menaikkan kerajaan Airlangga (Kadiri) menyerang/ citra kerajaannya. menundukkan Kerajaan Wengker. Lebih lanjut, legenda reyog Hasil analisis historis tersebut menunjuk- menceritakan adanya penolakan terhadap kan adanya beberapa distorsi nama tokoh, pelamaran tersebut. Mungkin sekali, lokasi, dan peristiwa dalam LRP dari nama penolakan itu juga merupakan gambaran tokoh, lokasi, dan peristiwa dalam sejarah penolakan Sanggramawijaya untuk Kerajaan Wengker Kadiri. Terjadinya menggantikan ayahnya (Airlangga) distorsi-distorsi semacam itu tentu saja dapat sebagai raja, dan memilih menjadi dipahami serta dapat dikaitkan dengan pertapa. Penolakan itu terjadi karena psikologi masyarakat pemilik legenda yang Sanggramawijaya tidak menginginkan ingin menjaga harga diri dan kehormatan Raja adanya perebutan kekuasaan yang dan rakyatnya yang diserang dan ditundukkan mengarah pada perpecahan. Justru ia oleh Kerajaan lain. menginginkan tetap bersatunya Kerajaan Sebagai penutup, dapat dikatakan bahwa tersebut sehingga ia bersedia menyerah- jenis pendekatan dan hasil yang diperoleh kan kekuasaan kepada Samarawijaya. dalam kajian ini bukan harga mati. Analisis dengan cara dan data historis lain barangkali PENUTUP mem-berikan alternatif simpulan lain. Perlu diketahui pula bahwa penulisan sejarah apa LRP sebagai sastra lisan atau sastra pun, pada kenyataannya memang selalu kaya rakyat erat hubungannya dengan nama- dengan beda pendapat yang kemudian nama tokoh, lokasi, dan peristiwa dalam melahirkan perbedaan versi. Keterangan sejarah, meskipun penyebutan itu telah sejarah kadang harus diubah karena adanya mengalami proses kreativitas dan penemuan data atau sumber baru (Soekmono, transformasi. Berdasarkan analisis 1965). Bahkan sumber sejarah yang ada hubungan dan identifikasi yang telah memunyai keterbatasan, baik kualitas maupun dilakukan, menghasilkan interpretasi kuantitasnya sehingga sejarah yang ditulis identitas tokoh, lokasi, dan peristiwa penuh dengan bagian-bagian yang kurang dalam LRP dengan tokoh, lokasi, dan jelas dan kurang tegas. Bukan hanya karena peristiwa historis. Identitas tokoh dalam sumber-sumber sejarah yang kurang lengkap, LRP sejarah: Prabu Kelana Sewandana melainkan juga karena apa yang telah kita raja Panuda, Dewi Sanggalangit Sri miliki tidak memberikan keterangan yang Sanggaramawijaya, Raja Kediri raja jelas. Jadi, sejarah yang disusun sebenarnya Airlangga, Pujangganong patih Raja belum final dan masih perlu ditulis agar lebih

Sujud, Kajian Historis Legenda Reog Ponorogo 57 lengkap dan dapat dipertanggung jawab- Kern, H. 1917. De Steen van den berg kan kebenarannya. Penanggungan (Surabaya), thans in t Indian Museum te Calcuta. VG, VII: 83- DAFTAR RUJUKAN 114. Krom, N.J. 1914. De Wisnu Van Belahan. Abdullah, T. 1982. Di Sekitar Sejarah TBG, LVI: 441-444. Batavia Lokal di Indonesia. Makalah disajikan S Gravenhaje: Martinus Nijhoff. dalam Seminar Sejarah Nasional II Krom, N.J. 1931. Hindoe Javaansche (Panel Sejarah Lokal). Jakarta: Proyek Geschiedenis 2 de. S Gravenhage: IDSN, Direktorat Sejarah & Nilai Martinus Nijhoff Tradisional, Depdikbud. Piqeaud, Th. G. Th. 1960. in the Boechari. 1965. Epigrafi dan Fourteenth Century: A study in Cultural Historiografi Indonesia. Dalam History I. The Hague : Martinus Nijhoff. Soejatmoko (Eds.). Historiografi Poerbatjaraka, R. Ng. 1941. Strophe 14 Van Indonesia Sebuah Pengantar (hlm. 39- de Sanskrit Zijde der Calcutta Steen. 57). Terjemahan oleh Mien Djubhar. TBG, LXXXI : 425-437. 1995. Jakarta: Gramedia Pustaka Raglan, F.R.S.L. 1965. The Hero of Tradition. Utama. Dalam Alan Dundes (Ed). The Study of Boechari. 1968. Epigrafi dan Folklore (hlm. 142-157). Englewood Historiografi Indonesia. Dalam Cliffs, N.J. prentice Hall, INC Soejatmoko (Eds). Historiografi Soekmono, R. 1965. Arkeologi dan Sejarah Indonesia Sebuah Pengantar (hlm. 39- Indonesia dalam Soedjatmoko (Eds). 57). Terjemahan oleh Mien Djubhar. Historiografi Indonesia Sebuah Pengantar 1995. Jakarta: Gramedia Pustaka (hlm. 58-67). Terjemahan oleh Mien Utama. Djubhar. 1995. Jakarta : Gramedia Pustaka Brandes, J.L.A. 1913. Oud Javaansche Utama. Oorkonden. Nagelaten Transscripties Soekmono, R. 1973. Pengantar Sejarah van Wijlen Dr. J.L.A. Brandes, Kebudayaan Indonesia 2 Jakarta: Balai Uitgegeven door Dr. N.J. Krom. VBG, Pustaka. LX. Stutterheim, W.F. 1940. Koning Teguh op een Damais, L.Ch. 1952. Etudes Oorkonde? TBG, LXXX : 345-366. D Epigraphie Indonesienne III. Suhadi, M & Richadiana K. 1996. Laporan BEFEO, XLVI. Paris. Penelitian Epigrafi di Wilayah Provinsi Damais, L.Ch. 1965. Sejarah Indonesia Jawa Timur. Jakarta : Puslitankenas. Menjelang Abad 17: Beberapa Sumber Sumadio, B. 1984. Zaman Kuno. Sejarah dan Petunjuk. Dalam Soedjatmoko Nasional Indonesia II. Jakarta: Balai (Eds.). Historiografi Indonesia Sebuah Pustaka. Pengantar (hlm. 17-29). Terjemahan oleh Mien Djubhar. 1995. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Danandjaja, J. 1984. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng dan lain-lain. Jakarta: Grafiti Press. Kempers, A.J.B. 1959. Ancient Indonesia Art. Cambridge Massachusetts: Harvard University Press.