Bricolage : Jurnal Magister Ilmu Komunikasi Versi Online: http://journal.ubm.ac.id/ Vol.6 (No. 1 ) : 101 – 134 Th. 2020 Hasil Penelitian p-ISSN: 2502-0935 e-ISSN: 2615-6423

PEMAKNAAN SIMBOL REOG PONOROGO DALAM TRADISI JAWA: SEBUAH KAJIAN KRITIS Meaning of the Ponorogo Reog Symbol in the Tradition: A Critical Study

1)Dhika Yuan Yurisma, 2)Muhammad Bahruddin

1) 2) Desain Komunikasi Visual, Universitas Dinamika 1) 2) Jalan Raya Kedung Baruk 98, Surabaya

Diterima 13 Februari 2020 / Disetujui 19 Maret 2020

ABSTRACT

This research attempts to dismantle the meaning in the Ponogogo Reog symbol by using Javanese tradition studies, both in asthabrata teachings and Javanese cosmogony: keblat papat kelimo pancer. This research is important because not many people understand the meaning contained in the Reog symbols. On the other hand, the Reog symbols are now being reduced by the interests of commercialism so as to eliminate the valuable values in them. This can be seen in the use of Reog symbols which are used as a citybranding media in the city of Ponorogo and performances that come out of the standards Reog tradition. Reog's art has turned into a commodity that is traded to the market. This study uses qualitative methods using a critical paradigm. A paradigm that assesses social reality is not a neutral reality, but is deliberately shaped by and for political, economic, and social interests that are dominated by dominant groups in society by collecting data through observation and in-depth interviews with experts in the field of Javanese culture, specifically about Reog to obtain the meaning of the Reog Ponorogo symbol from Javanese tradition. The results of this study describe the meaning in the Reog symbol and see the development of traditional Javanese art is reduced by market interests. The symbols in Reog Ponorogo have meanings related to lust that exists in humans. Symbolization in Reog's art forms valuable meanings and values in society. in general, Reog Ponorogo is a show that can provide guidance in living life for those who see it or understand it deeply. Reog is no longer an art and culture that requires special rituals in every performance but is commodified into a commercial merchandise. At this stage, Reog's products are adjusted to market demands with market standards as well. Products related to Reog are then mass-produced and even made replicas that resemble Reog. Keywords: Reog, Ponorogo, Symbols, Meanings, Cultural Values, Commodities

ABSTRAK

Penelitian ini berusaha membongkar makna dalam simbol Reog Ponorogo dengan menggunakan kajian tradisi Jawa, baik dalam ajaran asthabrata maupun kosmogoni Jawa: keblat papat kelimo pancer.Penelitian in penting karena tidak banyak masyarakat memahami makna yang terkandung dalam simbol-simbol Reog. Di sisi lain, simbol-simbol Reog saat ini mulai direduksi oleh kepentingan komersialisme sehingga menghilangkan nilai- nilai adiluhung di dalamnya.Hal ini tampak dalam penggunaan simbol-simbol Reog yang digunakan sebagai media citybranding kota Ponorogo maupun pertunjukan-pertunjukan yang keluar dari pakem-pakem tradisi Reog. Seni Reog berubah menjadi sebuah komoditas yang diperdagangkan ke pasar. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan paradigma kritis. Sebuah paradigma yang menilai realitas sosial bukan sebagai sebuah realitas yang netral, melainkan sengaja dibentuk oleh dan untuk kepentingan politik, ekonomi, dan sosial yang dikuasai oleh kelompok-kelompok yang dominan dalam masyarakat dengan pengumpulan data melalui observasi dan wawancara mendalam kepada ahli bidang kebudayaan Jawa, khususnya tentang Reog untuk memperoleh makna-makna simbol Reog Ponorogo dari tradisi Jawa. Hasil dari penelitian ini mendiskripsikan makna dalam simbol Reog sekaligus melihat perkembangan seni tradisional Jawa ini tereduksi oleh kepentingan pasar. Simbol-simbol dalam Reog Ponorogo memiliki makna terkait dengan nafsu yang ada dalam diri manusia. Simbolisasi dalam kesenian Reog membentuk makna-makna dan nilai-nilai adiluhung di masyarakat. secara umum, Reog Ponorogo merupakan sebuah pertunjukan yang bisa memberikan tuntunan dalam menjalani kehidupan bagi yang melihatnya atau mengerti secara mendalam. Reog bukan lagi sebuah seni budaya yang memerlukan ritual khusus dalam setiap pertunjukan melainkan dikomodifikasi menjadi sebuah barang dagangan yang dikomersialkan. Pada tahapan ini, produk Reog disesuaikan dengan permintaan pasar dengan standar-standar

101

Bricolage : Jurnal Magister Ilmu Komunikasi Versi Online: http://journal.ubm.ac.id/ Vol.6 (No. 1 ) : 102 – 134 Th. 2020 Hasil Penelitian p-ISSN: 2502-0935 e-ISSN: 2615-6423 pasar pula. Produk-produk yang berkaitan dengan Reog kemudian diproduksi secara massal bahkan dibuat replika-replika yang menyerupai Reog. Kata Kunci: Reog, Ponorogo, Simbol, Makna, Nilai Budaya, Komoditas

*Korespondensi Penulis Email : [email protected]

PENDAHULUAN Setidaknya Reog Ponorogo terbagi dalam Reog festival, Reog obyogan, dan Reog mini. Kesenian Reog Ponorogo merupakan Sebagai produk seni dan budaya, Reog perlu kesenian tradisional yang sarat akan nilai-nilai dilestarikan. Oleh karena itu, berbagai upaya adiluhung. Reog sebagai kebanggaan dilakukan oleh pemerintah setempat untuk masyarakat Ponorogo tidak hanya berkembang melakukan konservasi terhadap Reog luas di dalam negeri tapi juga mancanegara. Ponorogo. Dalam hal ini, pemerintah Dalam ajaran asthabrata dan kosmogoni Jawa: melakukan revitalisasi, reinterpretasi dan keblat papat kelimo pancer, Reog Ponorogo ekspresi simbolik. Untuk merevitalisasi Reog memiliki nilai-nilai luhur kehidupan orang- Ponorogo, pemerintah mengajak para seniman orang Jawa. Meski demikian, tak banyak Reog untuk saling bekerja sama dalam masyarakat yang mengetahui makna-makna di mewujudkan sebagai produk budaya. Maka balik simbol-simbol dalam Reog Ponorogo. lahirlah Reog mini dan beberapa kerajinan, Sementara di sisi lain, simbol-simbol Reog serta miniatur-miniatur Reog Ponorogo. sudah banyak yang direduksi untuk Selanjutnya, pemerintah dan seniman kepentingan komersialisme sehingga juga melakukan reinterpretasi dan ekspresi menghilangkan unsur magis dan nilai-nilai simbolik terhadap Reog Ponorogo, seperti budaya dalam Reog. Kesenian tradisional ini Festival Grebeg Suro. Dalam festival ini telah menjadi komoditas yang berorientasi pada pemerintah dan seniman mengadakan sejumlah materi. Hal ini tampak dalam program city lomba dalam pagelaran Reog. Dalam pagelaran branding kota Ponorogo yang menghadirkan tersebut peserta bebas mengekspresikan segala patung-patung Reog yang banyak ditemui di bentuk inspirasi dan aspirasinya namun tidak sudut-sudut kota dengan berbagai media keluar dari aturan-aturan yang telah dibuat. sehingga menghilangkan unsur magis dari Agar secara hukum menjadi kuat, pemerintah keseniaan Jawa tersebut. Selain itu, dalam setempat telah mengeluarkan keputusan nomor: beberapa pertunjukan Reog juga mulai banyak 188.45/101/405.13/2014. Kegiatan yang yang meninggalkan pakem-pakem yang harus diadakan setiap tahunnya ini bertujuan untuk dipenuhi dalam menampilkan seni Reog meningkatkan perekonomian rakyat dan turut Ponorogo. melestarikan potensi budaya daerah dalam Dalam penelitian sebelumnya, peneliti menunjang wisata di Kabupaten Ponorogo. bersama tim (Yurisma et al., 2015) menemukan Festival Grebeg Suro menjadi sangat kesenian tradisional Reog Ponorogo yang kaya penting bagi masyarakat Ponorogo karena dengan nilai-nilai filosofi kehidupan orang merupakan kegiatan rutin tahunan yang Jawa tersebut telah berubah dalam bentuk diadakan setiap tanggal 1 Muharram (1 Suro patung, gapura, maupun unsur visual lainnya. pada tahun Jawa) dan Grebeg Suro ini bertujuan Hal ini merupakan implikasi dari program city melestarikan nilai-nilai luhur budaya bangsa, branding kota Ponorogo yang tidak disertai yakni Reog Ponorogo yang merupakan kajian mendalam tentang seni Reog, simbol- kesenian tradisional asli Ponorogo. Dengan simbol, dan nilai-nilai Reog yang adanya festival tahunan tersebut diharapkan mendasarinya. Inilah yang menyebabkan seluruh anak bangsa dan mancanegara keberadaan patung-patung dan gapura tersebut memahami bahwa Reog merupakan kesenian hanya bersifat sebagai elemen estetis penghias asli Ponorogo. kota saja. Festival Grebeg Suro di Ponorogo Reog Ponorogo mengalami beberapa merupakan pesta besar karena semua pergeseran seiring perkembangan zaman. masyarakat berbondong-bondong untuk

102

Bricolage : Jurnal Magister Ilmu Komunikasi Versi Online: http://journal.ubm.ac.id/ Vol.6 (No. 1 ) : 103 – 134 Th. 2020 Hasil Penelitian p-ISSN: 2502-0935 e-ISSN: 2615-6423 berpartisipasi dalam setiap kegiatan yang Demikian juga dengan musik yang disajikan. diadakan. Masyarakat Ponorogo ingin Reog obyogan menyajikan jenis musik menunjukan bahwa mereka sangat peduli campuran yang didasarkan pada kesukaan terhadap pelestarian seni budaya lokal dan masyarakat seperti lagu-lagu dangdut dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Di campur sari. Pada sisi ini, Reog obyogan samping itu, dalam pelaksanaan Festival identik dengan sawer yaitu menerima pecahan Grebeg Suro terdapat unsur gotong royong. uang kertas dari para penonton saat melakukan Tujuan pemerintah daerah yang ingin dicapai pertunjukan. Peristiwa ini mirip dengan dalam Festival Grebeg Suro adalah masyarakat pertunjukan musik di dangdut di masyarakat, dapat memelihara nilai-nilai religius yang seorang penyanyi dangdut di-sawer dengan berkembang di Kabupaten Ponorogo dalam beberapa pecahan uang kertas, kemudian diajak menyambut Tahun Baru serta turut serta berjoget bersama. Sementara dalam dalam pelestarian seni budaya tradisional khas pertunjukan Reog obyogan, para penari Jathilan Ponorogo. yang menjadi tokoh utama dijadikan objek Grebeg Suro di Ponorogo dapat dilihat sawer. Seorang penari Jathilan menari dengan dengan adanya tari Reog Ponorogo yang tidak gemulai sesuai iringan lagu. Sementara ditemui dalam acara serupa di daerah lain. penonton banyak yang ikut menari dan nyawer Dalam grebeg ini juga digelar kirab budaya, dengan pecahan uang kertas kepada penari pemilihan kakang senduk, serta acara Larung Jathilan tersebut. Peristiwa seperti tidak akan Risalah dan Doa. Prosesi tersebut menarik, ditemui di pagelaran reyog tradisional. tidak hanya dalam format fisiknya, tetapi juga Sedangkan Reog mini merupakan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. pagelaran Reog yang hampir menyerupai Reog Pada dasarnya Grebeg Suro Ponorogo tradisional, mulai dari karakter yang merupakan suatu acara yang diadakan untuk dimainkan, musik, dan lain sebagainya. Yang memperingati datangnya tahun baru Islam menjadi pembeda adalah Reog ini dimainkan (dalam istilah Jawa disebut Suro). Berbagai oleh anak-anak dan remaja. Hal ini merupakan macam dan tata cara kegiatan dalam upaya dari para seniman dan pemerintah untuk menyambut bulan Suro bagi masyarakat melestarikan kesenian pada generasi muda. Ponorogo adalah bagian dari kegiatan religius. Yang menjadi pembeda lainnya adalah topeng Semua itu dilakukan semata untuk melakukan Dhadak Merak yang digunakan dalam Reog pendekatan kepada Yang Kuasa. Grebeg Suro mini berukuran minimalis (kecil) karena semua maupun kesenian Reog adalah sebuah sarana tokoh dalam pagelaran ini di mainkan oleh untuk mendekatkan diri pada Sang Pencipta. Di anak-anak. sisi lain, Grebeg Suro menjadi daya tarik Perkembangan Reog saat ini tidak wisatawan, baik dari dalam negeri maupun luput dari usaha pemerintah dalam mancanegara. mempertahankan warisan budayanya. Sedangkan kesenian Reog obyogan Harapannya, generasi penerus tidak hanya yaitu kesenian yang hidup di pedesaan tapi dapat menikmati pagelaran ini tapi juga turut banyak meninggalkan pakem Reog Ponorogo. melestarikan. Bahkan pada tahun 2019 bupati Tempat-tempat pertunjukannya bisa Ponorogo mengeluarkan istruksi bupati Nomor menggunakan halaman rumah, perempatan atau 556/582/405.08/2019 untuk melakukan pertigaan jalan desa, serta di pelataran pagelaran Reog serentak di seluruh desa di pekuburan. Perbedaannya dengan Reog kabupaten Ponorogo pada setiap tanggal 11 tradisional adalah pada formasi pemain, musik, bulan Juli. dan tempat pegelarannya. Reog obyogan tidak Nilai-nilai dalam simbol Reog sebagai menampilkan karakter Kelana Sewandhana dan produk budaya ini penting karena sebuah Warok. Reog ini hanya menampilkan Dhadak kebudayaan tidak hanya mampu Merak, Jathilan dan Bujang Ganong. Ketiga merepresentasikan identitas dari sebuah karakter tersebut selalu menjadi daya tarik bagi kelompok tapi juga sebagai media untuk masyarakat dengan harapan akan mendapatkan membentuk sebuah visual dari kelompok banyak pemesanan pertunjukan secara terus tersebut (Lynch, 1960:45). menerus sehingga dari sisi ekonomi dan bisnis Nanang Rizali (dalam Dharsono, bisa menarik banyak modal dan materi (uang). 2007:24) melihat kebudayaan sarat dengan

103

Bricolage : Jurnal Magister Ilmu Komunikasi Versi Online: http://journal.ubm.ac.id/ Vol.6 (No. 1 ) : 104 – 134 Th. 2020 Hasil Penelitian p-ISSN: 2502-0935 e-ISSN: 2615-6423 makna, nilai, dan simbol. Menurutnya, budaya memiliki makna simbolis yang pemahaman tentang makna, nilai, dan simbol memiliki nilai-nilai filosofi Jawa. sesungguhnya sama dengan memahami sebuah Menurut Simuh (Dharsono, 2006) kebudayaan yang dijadikan rujukan oleh kebudayaan Jawa kaya akan simbol-simbol masyarakat setempat. Oleh karena itu, Mulyana atau lambang-lambang karena pada zaman (dalam Hutapea, 2016) menjelaskan bahwa dulu, orang Jawa terbiasa menyampaikan setiap budaya memiliki variasi simbol masing- simbol-simbol yang lebih konkret untuk masing, baik tempat, konteks, maupun waktu. menyampaikan ide dan gagasannya. Saat itu Hal ini yang menyebabkan makna simbol Orang Jawa tak terbiasa berpikir secara abstrak. berbeda dari budaya satu dengan budaya Keberadaan Reog Ponorogo adalah bagian dari lainnya. Atas dasar itu, Charles Sanders Peirce hasil kebudayaan di Jawa. Keberadaan tersebut membagi dalam tiga tanda yaitu iconic, memberi gambaran tentang adanya hubungan indexical dan simbolic. Tanda iconic merujuk antara makrokosmos dan mikrokosmos. Oleh pada tanda yang menyerupai benda yang karena itu diperlukan kajian tentang simbol dan diwakilinya. Tanda indexical merupakan tanda makna Reog Ponorogo tersebut dengan tata yang dihubungkan dengan benda yang susunannya dalam berbagai media ekspresi diwakilinya. Sedangkan simbolic merujuk pada kebudayaan Jawa. tanda yang tak memperlihatkan hubungan Secara tersirat, ajaran filsafat Jawa alamiah antara penanda dan petandanya. menegaskan hubungan mikro-makro- Hubungan antarkeduanya bersifat semena metakosmos sesuai sistem berpikir budaya (arbitrer), berdasarkan konvensi masyarakat mistis . Pandangan ini berkaitan (Rahmanto, 1992:108) dengan kedudukan manusia sebagai bagian dari K. Langer (Langer, 1976:25) semesta. Seorang manusia harus sadar tentang membedakan simbol menjadi dua jenis yaitu tempat dan kedudukannya di alam semesta ini. presentasional, dan diskursif. Simbol Terkait dengan kajian suatu desain presentasional tidak membutuhkan nalar sebagai bahasa rupa, desain dianggap sebagai intelektual. Artinya, simbol menghadirkan alat komunikasi dalam menyampaikan berbagai sesuatu yang dikandungnya secara spontan. macam gagasan atau ide. Reog merupakan Misalnya, simbol pada alam, pahatan, lukisan, sebuah kesenian yang memiliki banyak karya tari–tarian, dan lain sebagainya. Sedangkan, desain, mulai dari tata rias, pakaian, dan topeng. simbol diskursif menggunakan cara-cara Reog sebagai bahasa rupa yang mengandung intelektual dan tak spontan. Namun simbol ini makna tanda dan merupakan objek kajian berurutan. Simbol seperti ini bisa dijumpai spesifik yang perlu ditelaah lebih lanjut untuk dalam bahasa yang dikonstruksi secara mengetahui alasan mengapa Kabupaten konsekuen. Ponorogo menggunakan Reog sebagai citra Cassirer (1987:81) memaknai simbol kota. lebih luas lagi. Dia menyebut bentuk-bentuk Durkheim (dalam Milawaty, 2019) simbolik ada pada bahasa, seni, dan agama. menyebut bahwa dalam menjaga kelestarian Bentuk-bentuk ini bisa berbentuk bahasa komunitasnya sendiri, masyarakat berupaya seperti cerita, peribahasa, syair, pantun, atau menjalin hubungan erat dengan sebuah perumpamaan. Bentuk lambang atau simbol kepercayaan lokal setempat. juga bisa berbentuk gerak tubuh atau tari. Selain Meski demikian, simbol tidak bisa itu bisa juga berbentuk suara atau bunyi- dilepaskan dari kelas dominan. Dalam tradisi bunyian seperti lagu atau musik. Bentuk-bentuk Marxis, penekanan besar dalam simbol adalah ini juga bisa berupa warna maupun rupa seperti fungsi politik dari sistem simbol (Bourdieu, ukiran, hiasan, lukisan, maupun bangunan. 1991:166). Karena itu, tergerusnya simbol Sebuah kebudayaan tidak lepas dari sistem Reog oleh nilai-nilai tertentu menarik untuk simbol. Kebudayaan selalu menjadi sebuah dikaji lebih dalam. acuan maupun pedoman masyarakat yang Terkait dengan hal tersebut, penelitian ditransmisikan melalui kode-kode simbolik. tentang budaya yang dikaji secara tradisi pernah Karena itu makna dan nilai dalam Reog dilakukan oleh Munawirsazali, (2019). Dia Ponorogo yang terkait dengan artifak seni dan mengkaji tentang produk lokal sekenam dan sekepat di Lombok Tengah. Dalam tradisi

104

Bricolage : Jurnal Magister Ilmu Komunikasi Versi Online: http://journal.ubm.ac.id/ Vol.6 (No. 1 ) : 105 – 134 Th. 2020 Hasil Penelitian p-ISSN: 2502-0935 e-ISSN: 2615-6423 tersebut, setiap rumah memiliki sekenem dan atau menolak hipotesa. Sedangkan ideografik sekepat untuk melindungi para perempuan. menempatkan temuan ke dalam konteks waktu Sekenem dan sekepat berbentuk gazebo, sebuah dan sejarah yang spesifik sehingga kebenaran tempat berukuran 2x6 meter (sekenem) dan 2x2 yang ditemukan dalam penelitian kualitatif meter (sekepat). Secara khusus, tempat ini bukanlah kebenaran satu-satunya dalam dibuat khusus oleh pemilik rumah yang konteks sejarah dan waktu tertentu (Neuman, memiliki anak perempuan. Tempat ini 2011:76) berfungsi sebagai tempat pertemuan para Metode yang digunakan dalam perempuan yang didatangi oleh tamu-tamunya, penelitian ini adalah observasi dan wawancara terutama laki-laki. Meski demikian, di tempat mendalam. Informan yang dipilih adalah tokoh ini mereka duduk berjauhan guna melindungi bidang kajian budaya Jawa, Prof. Dr. Dharsono. sang perempuan. Namun dalam perkembangan Sedangkan unit analisis dalam penelitian ini globalisasi, sekenem dan sekepat sebagian telah adalah simbol-simbol yang melekat dalam difungsikan sebagai pertemuan laki-laki dan elemen-elemen dalam pementasan Reog perempuan tanpa mematuhi norma-norma Ponorogo. budaya setempat. Arus informasi dan globalisasi yang datang secara masif dan cepat membuat banyak budaya lokal tereduksi. Inilah HASIL DAN PEMBAHASAN yang membuat nilai-nilai kearifan lokal menjadi tergerus. Dalam pandangan budaya Jawa ada Demikian halnya dengan penelitian tiga macam jagad dalam sisi kehidupan yaitu saat ini. Di tengah arus informasi dan hubungan antara jagat atas (alam niskala), jagat globalisasi, nilai-nilai yang ditanamkan dalam tengah (alam niskala-sakala), dan jagat bawah produk budaya lokal semakin lama semakin (alam sakala). Ketiga jagad ini harus tereduksi. Informasi yang sangat mudah diupayakan secara terus menerus untuk diakses memudahkan budaya-budaya lain menyelaraskan hubungan secara kosmis yaitu melakukan penetrasi, khususnya budaya Barat. untuk menjaga keseimbangan secara horizontal dan vertikal. Secara horizontal menjaga METODE PENELITIAN keseimbangan antara dirinya dengan alam semesta dan secara vertikal menjaga Jenis penelitian ini adalah kualitatif keseimbangan terhadap ke-esaan (hubungan dengan menggunakan paradigma kritis. Sebuah mikrokosmos dan makrokosmos) (Dharsono, paradigma yang menilai realitas sosial bukan 2007:34). sebagai sebuah realitas yang netral, melainkan Sementara dalam tata alam atau dunia sengaja dibentuk oleh dan untuk kepentingan (kosmologi) Jawa dikenal dengan mikro- politik, ekonomi, dan sosial yang dikuasai oleh makro-metakosmos. Mikrokosmos merupakan kelompok-kelompok yang dominan dalam manusia secara esensi. Sebaliknya, masyarakat.(Baxter, Leslie A. & Babbie, 2018) makrokosmos adalah manusia secara eksistensi Dalam hal ini menilai realitas kesenian (alam semesta). Sedangkan metakosmos terdiri tradisional Reog Ponorogo yang dibentuk atas dari alam niskala yang tak terindera. Dalam dasar kepentingan tertentu, khususnya pasar. bentuk ritual dikenal dengan konsep mandala Tujuan penelitian kualitatif dalam yaitu sebuah interaksi kosmos yang membentuk kasus ini adalah untuk memahami makna satu kesatuan dan keseimbangan. simbol-simbol Reog Ponorogo dengan Mandala digambarkan sebagai sebuah menggunakan ajaran asthabrata dan totalitas unsur-unsur dualitas keberadaan dunia kosmogoni Jawa : keblat papat kelimo pancer. atas dan dunia bawah yang menyatu melalui Peneliti melakukan wawancara mendalam dunia tengah. Apabila konsep tiga jagad dan kepada narasumber (informan). Pendekatan mandala digabungkan, maka akan terbentuk kualitatif dideskripsikan sebagai penelitian sebuah lingkaran yang melambangkan yang induktif dan ideografik. Induktif berarti kesempurnaan, keutuhan, keutuhan, dipakai untuk menggali dan menjelaskan kelengkapan, tanpa cacat, dan kegenapan temuan-temuan yang khusus didalam situasi semesta yang bersifat esensi, sebuah energi yang bersifat umum tanpa bertujuan menerima

105

Bricolage : Jurnal Magister Ilmu Komunikasi Versi Online: http://journal.ubm.ac.id/ Vol.6 (No. 1 ) : 106 – 134 Th. 2020 Hasil Penelitian p-ISSN: 2502-0935 e-ISSN: 2615-6423 yang sangat besar namun tak tak terindera. ruang. Seorang pemimpin harus selalu dekat (Sumardjo, 2003:87). dengan rakyatnya, tanpa membedakan kelas dan derajatnya. Seorang pemimpin juga harus Ajaran Asthabrata mampu mengetahui keinginan serta memahami Menurut Edi Sedyawati (dalam dan menyerap aspirasi rakyatnya. Keenam, Dharsono, 2006), asthabrata menyimbolkan banyu. Air atau laut yang memiliki permukaan alam semesta. Secara harfiah yaitu delapan yang rata dan sejuk. Seorang pemimpin harus simbol alam. Namun sejatinya, asthabrata adil, tanpa membedakan derajat dan martabat menyiratkan sebuah keharmonisan sistem alam rakyatnya. Dia harus memiliki kasih sayang semesta. Kedelapan sifat tersebut merupakan pada rakyatnya. Ketujuh, geni. Api yang manifestasi dari keselarasan tata alam semesta memiliki sifat menghancurkan sesuatu. Api yang diciptakan Tuhan. Artinya, jika ingin mampu membakar dan menghabiskan segala selamat dan terhindari dari malapetaka, maka sesuatu yang menyentuhnya. Seorang manusia harus menyelaraskan diri dengan tata pemimpin harus tegas dan berwibawa. Dia alam semesta. harus mampu menegakkan kebenaran dan Delapan simbol alam asthabrata keadilan secara tegas dan tuntas tanpa tersebut antara lain serngenge, bulan, lintang, memandang siapapun. Kedelapan, bumi yang langit, angin, banyu, geni, dan bumi. Delapan memiliki karakter kuat dan murah hati. Bumi simbol ini dijadikan sebagai tingkah laku memiliki sifat memberi pada siapapun yang seorang raja. Ajaran asthabrata menjelaskan mengolah dan memeliharanya dengan rajin dan delapan simbol-simbol itu sebagai berikut. konsisten. Seorang pemimpin harus memiliki Pertama, serngenge. Matahari yang sifat yang teguh, sentosa, murah hati, memancarkan sinar terang. Matahari adalah sukaberderma, dan selalu berusaha tidak simbol sumber kehidupan semua makhluk. membuat rakyat kecewa. Seorang pemimpin harus mampu Sejalan dengan apa yang dikatakan menumbuhkembangkan rakyatnya agar oleh Sudirga (dalam Sumiati & Girsang, 2018) bersama-sama mampu membangun sebuah bahwa kesenian membawa manusia kepada bangsa dan negara secara lahir dan batin. kehidupan spiritual menuju kedamaian dan Kedua, bulan yang memancarkan sinar di kesejahteraan melalui kesenian. Artinya dengan tengah kegelapan pada malam hari. Bulan kesenaian, manusia dapat mencapai kehidupan memiliki cahaya yang lembut sehinga mampu spiritual yang penuh kedamaian dan menumbuhkan semangat dan masa depan yang kesejahteraan dalam kehidupan. gemilang. Seorang pemimpin harus mampu memberikan semangat dan mendorong Ajaran Kosmogoni Jawa: Keblat Papat rakyatnya agar selalu bangkit, baik dalam Kelimo Pancer keadaan suka maupun duka. Ketiga, lintang. Pandangan masyarakat Jawa dalam Bintang yang memancarkan sinar indah menjaga keseimbangan, baik vertikal maupun berkilauan. Bintang memiliki tempat di langit horisontal, menurut Rachmat Subagyo (dalam sehingga bisa menjadi pedoman arah. Seorang Dharsono, 2007:34), dikenal dengan keblat pemimin harus menjadi panutan atau teladan papat kelimo pancer atau dunia waktu. Keblat bagi rakyatnya. Seorang pemimpin juga tidak papat kelimo pancer memiliki pola empat mata boleh ragu dengan keputusan-keputusannya angin dengan satu pusat. Artinya, satu-kesatuan yang sudah disepakati, serta tidak boleh terjadi justru karena adanya perbedaan. Hal ini terpengaruh dengan siapapun yang berniat merupakan dasar dari kekuatan untuk mencapai jahat. Keempat, langit yang luas dan tak satu keseimbangan dan keselarasan hidup terbatas. Langit mampu menampung apapun dengan cara melakukan pengendalian diri. yang di dunia. Seorang pemimpin harus Secara rinci, pandangan keblat papat memiliki keluasan hati dan mampu kelimo pancer dalam kosmogoni Jawa terbagi mengendalikan diri dengan baik, kuat, dan dalam lima karakter yaitu pertama, bumi sabar. Karena itu seorang pemimpin harus (tanah). Elemen berwarna hitam menuju arah mampu menampung berbagai macam pendapat utara ini melambangkan nafsu lawwamah yaitu rakyatnya. Kelima, angin yang selalu ada di serakah, lapar, dahaga, dan kantuk. Kedua, api. mana-mana, baik dalam ruang maupun tanpa Elemen berwarna merah menuju arah selatan

106

Bricolage : Jurnal Magister Ilmu Komunikasi Versi Online: http://journal.ubm.ac.id/ Vol.6 (No. 1 ) : 107 – 134 Th. 2020 Hasil Penelitian p-ISSN: 2502-0935 e-ISSN: 2615-6423 ini melambangkan nafsu ammarah yaitu pengendalian diri, tergantung masing-masing angkara murka, iri, garang, dan pemarah. individu. Demikian halnya dengan kesenian Ketiga, angin. Elemen angin berwarna kuning Reog Ponorogo, unsur-unsur kehidupan yang menuju arah barat. Elemen ini (makrokosmos) di dunia menempel pada melambangkan nafsu sufiah yaitu nafsu birahi, simbol-simbol Reog Ponorogo. Semua sifat- membangkitkan hasrat, kesenangan, dan rindu. sifat tersebut pada hakikatnya berada dalam diri Keempat, air. Elemen berwarna putih menuju manusia (mikrokosmos). Dalam religi Jawa, arah timur ini memiliki sifat mutmainnah yaitu sifat-sifat pengendalian diri ini disebut dengan jujur, tentram, dan baik. Kelima, pusat bumi. Nur-Rasa/Nur-Cahyo : dasar kehendak yaitu Elemen ini berwarna hijau dengan posisi menggerakkan kehendak jiwa (cipta rasa) dan tengah. Bumi melambangkan kama yaitu budi kehendak budaya (cipta karsa) (Kartosoejona yang menggambarkan nafsu batin manusia dalam Dharsono, 2006) . (Simuh dalam Dharsono, 2006). Manusia memiliki kelima sifat tersebut sehingga untuk menjaga keseimbangan dan

SIMBOL-SIMBOL REOG PONOROGO.

Kelana Sewandono

Gambar 1. Karakter Kelana Sewandono Sumber: http://aryoghi26.blogspot.com, dokumentasi peneliti

Kelana Sewandana yang digambarkan sebagai mahkota raja, bentuk mulut delimo mletek, sosok raja. Perwakannya gagah. Simbol Kelana bentuk mata dondongan, bentuk alis kuwel. Sewandana dimaknai sebagai seorang Topeng ini memiliki makna keberanian, pahlawan yang menyelamatkan atau kebijaksanaan, dan kewibawaan. Karakter membesarkan Ponorogo. Tokoh ini menjadi tokoh ini digambarkan sebagai tokoh teladan bagi masyarakat. penyelamat atau pahlawan. Topeng yang digunakan karakter Pakaian Raja Kelana Sewandono Kelana Sewandono yaitu warna muka merah, dominan warna merah dan kuning emas. Warna

107

Bricolage : Jurnal Magister Ilmu Komunikasi Versi Online: http://journal.ubm.ac.id/ Vol.6 (No. 1 ) : 108 – 134 Th. 2020 Hasil Penelitian p-ISSN: 2502-0935 e-ISSN: 2615-6423 ini memberikan makna kewibawaan dan kebijaksaan yang dimiliki oleh seorang raja.

Cambuk Samandiman

Gambar 2. Cambuk Samandiman Sumber:dokumentasi peneliti

Cemeti atau cambuk ini merupakan memiliki hiasan yang menyerupai bulatan- senjata andalan yang digunakan oleh raja bulatan kecil yang memiliki warna warna Kelana Sewandhana. Cambuk ini digunakan kuning dan merah yang terbuat dari beberapa unuk bertarung melawan singo ketika helai benang wol yang dijadikan satu. Hiasan bertemu didalam hutan, cambuk merupakan tersebut berjumlah tujuh buah. Angka tujuh senjata yang sangat sakti mandraguna, sehingga dimaknai sebagai indera manusia yang membuat raja penguasa hutan yaitu senantiasa dijaga sehingga mendapatkan SingobBarong bertekuk lutut. Cambuk sebuah berkah dari Sang Kuasa. Artinya, Samandiman adalah cambuk yang digunakan seorang pemimpin harus memiliki sebuah oleh raja Kelana Sewandhana. Cambuk ini “pegangan” atau senjata pamungkas.

108

Bricolage : Jurnal Magister Ilmu Komunikasi Versi Online: http://journal.ubm.ac.id/ Vol.6 (No. 1 ) : 109 – 134 Th. 2020 Hasil Penelitian p-ISSN: 2502-0935 e-ISSN: 2615-6423

Tokoh Bujang Ganong

Gambar 3. Tokoh Bujang Ganong Sumber: https://nabilahwitsqa.wordpress.com, dokumentasi peneliti

Bujang Ganong merupakan salah satu panjang topeng 7 centimeter dan tebal 10 tokoh dalam pagelaran Reog yang ditunggu centimeter. Maknanya adalah keberanian dan kemunculannya oleh masyarakat yang keceriaan. Tokoh ini sebagai pendamping dan menyaksikan. Tokoh ini meskipun tampak penjaga sekaligus sebagai tokoh jenaka dalam jenaka tapi memiliki kesaktian yang luar biasa. pagelaran. Tokoh Bujang Ganong Hal ini menimbulkan sebuah mitos di menggambarkan sosok patih muda yang masyarakat mengenai sifat-sifat manusia. cekatan, cerdik, jenaka, dan sakti. Berdasarkan cerita versi bantarangin, Bujang Celana yang digunakan Bujang Ganong atau Patih Pujanggo Anom adalah patih Ganong adalah celana dingkikan berwarna dari Raja Kenana Sewandana yang diutus untuk hitam berserat putih yang terletak di melamar Dyah Ayu Dewi Songgolangit yang samping dan bawah. Dingkikan artinya merupakan putri kerajaan kediri. sepanjang pertengahan betis dengan model Topeng Bujang Ganong memiliki warna muka merah dengan bentuk mulut kolor. Topeng Bujang Ganong Singo Barong, bentuk mata Dondongan, dan menggunakan Binggel atau gelang kaki bentuk rambut gimbal warna kuning yang berwarna emas, sama dengan yang kecoklatan. Topeng ini terbuat dari kayu, digunakan oleh penari Jathilan. Sedangkan rambutnya terbuat dari bulu ekor sapi atau embong gombyok yang berfungsi sebagai kuda. Tutup kepalanya terbuat dari kain penutup bagian celana ini terbuat dari kain polos warna merah. Pada ujung kiri dan warna dasar hitam. Gombyok terbuat dari kanannya diberi tali agar dapat diikatkan benang sayet atau benang songket berwarna pada leher pemainnya. Tinggi topeng 21 kuning dan merah. Pakaian Bujang Ganong centimeter dengan lebar 20 centimeter, berwarna merah berserat hitam pada leher,

109

Bricolage : Jurnal Magister Ilmu Komunikasi Versi Online: http://journal.ubm.ac.id/ Vol.6 (No. 1 ) : 110 – 134 Th. 2020 Hasil Penelitian p-ISSN: 2502-0935 e-ISSN: 2615-6423 lengan, serta lengkung rompi yang terbuat dari kain berwarna dasar merah polos.

Tokoh Jathilan

Gambar 4. Tokoh Jathilan Sumber: https://khabarjoss.wordpress.com//

Jathilan disebut juga sebagai penari dibordir dengan monte warna kuning emas, kuda kepang. Biasanya mereka masuk ke dalam tepat selutut sampai paha. Kain panjang yang panggung setelah penampilan dari para Warok digunakan Jathilan berjenis parang barong. muda yang telah berlatih dan diawasi oleh Kain ini lebih kecil dari yang digunakan oleh Warok tua. Gerak tari Jathilan terkesan lembut karakter Klana Sewandana. Sebelum dipakai, dan kompak yang mengikuti irama dari kain ini di-wiru atau dihias lipat seleber tiga jari gamelan. Pada awalnya penari Jathilan ini dengan ukuran setengah panjang kain. dilakukan oleh seorang pemuda dengan gaya Pinggiran kain yang berwarna putih polos tidak lemah lembut layaknya seperti seorang wanita. kelihatan atau dimasukkan. Sementara Bara- Namun saat ini tokoh Jathilan ditampilkan bara Samir terbuat dari kain beludru dengan dengan sosok yang heroik sesuai dengan jalan warna hitam dihiasi dengan bordir monte ceritanya yaitu menggambarkan beberapa dengan warna kuning emas. Bara-bara prajurit yang sedang melakukan latihan diletakkan di sebelah kanan, sedangkan Samir berperang meskipun pelakunya wanita, hal ini (yang terbelah) diletakkan di sebelah kiri. dilakukan demi tidak kehilangan nilai Sebagai tunggangannya, Jathilan keindahan pada tarian tersebut. menggunakan eblek atau jaranan. Menurut Jathilan menggunakan pakaian layaknya ajaran cupu manik astagina yang diajarkan oleh seorang prajurit dengan menunggangi kuda Sunan Kalijaga, salah satu dari delapan ajaran berwarna merah, kuning, hitam dan putih. yang mengarah pada “hidup sejahtera” adalah Jathilan menggunakan celana dingkikan turangga, berarti manusia harus memiliki kuda kepanjen yaitu celana sepanjang bawah lutut tunggangan. Eblek atau jaranan didominasi terbuat dari kain beludru warna hitam yang warna putih. Warna utih atau watak samudra

110

Bricolage : Jurnal Magister Ilmu Komunikasi Versi Online: http://journal.ubm.ac.id/ Vol.6 (No. 1 ) : 111 – 134 Th. 2020 Hasil Penelitian p-ISSN: 2502-0935 e-ISSN: 2615-6423 adalah laut atau air, diteladani oleh Bhatara Baruna. Laut, betapapun luasnya, senantiasa mempunyai permukaan yang rata dan bersifat sejuk menyegarkan.

Tokoh Warok

Gambar 5. Tokoh Warok Sumber: http://kerajaan-jaseters.blogspot.com, dokumentasi peneliti

Dalam pertunjukannya, Warok Dalam filosofi Jawa, Warok digambarkan diperankan oleh pria yang gagah yang berlatih sebagai orang yang telah sempurna dalam laku ilmu kanuragan dengan Warok lainnya. kehidupannya. Keberadaan karakter Warok Gerakan tari dari Warok terkesan berat dan merupakan representasi masyarakat Ponorogo kaku. Dalam penampilannya, Warok terdiri dari melihat sosok yang menjadi panutan bagi empat orang atau lebih dan biasanya saling mereka. Seorang Warok direpresentasikan berpasangan. sebagai tokoh yang memiliki kelebihan- Warok berpakaian serba hitam dengan kelebihan khususnya dibandingkan dengan hiasan kolor atau biasa disebut sabuk kolor manusia biasa, Warok dipercaya memiliki ilmu berwarna putih. Kolor usus ini merupakan kanuragan (kekebalan tubuh) dan memiliki senjata sakti dari Warok. Dalam pengertian ini drajat spiritual yang tinggi. Tokoh Warok harus sebenarnya kolor usus digunakan untuk memiliki sifat Kesatria, jujur, gemar menolong, mengikat pakaian yang serba hitam. Artinya lemah-lembut, mampu menggabungkan dua kolor ini digunakan untuk menekan hawa nafsu karakter yang bersebarangan dalam dirinya dari manusia. sekaligus, tegas, santun, keras, berwibawa, dan Warok, secara harfiah berasal dari kata dapat menjaga emosi dalam dirinya dengan wewarah yaitu tekat suci. Seorang Warok baik, serta memiliki kesaktian dan ilmu digambarkan sebagai orang yang memberikan kanuragan. Persyaratan yang ketat untuk tuntunan dan perlindungan tanpa pamrih. menjadi seorang Warok, sehingga Warok ini

111

Bricolage : Jurnal Magister Ilmu Komunikasi Versi Online: http://journal.ubm.ac.id/ Vol.6 (No. 1 ) : 112 – 134 Th. 2020 Hasil Penelitian p-ISSN: 2502-0935 e-ISSN: 2615-6423 menjadi tokoh yang disegani dimasyarakat, meskipun jumlah Warok tidak banyak pada saat ini.

Dhadak Merak dan Singo Barong

Gambar 6. Dhadak Merak Sumber: dokumentasi peneliti

Dhadak Merak adalah elemen utama warna mukanya adalah warna kuning dan hijau. dalam pagelaran Reog ponorogo. Elemen ini Mahkota Dhadak Merak terdiri dari bulu terdiri dari kepala harimau yang terbuat dari burung merak dan kepala harimau. Bentuk kayu dadap, bambu, dan rotan yang dilapisi mulutnya Singo Barong. Sedangkan bentuk oleh kulit harimau. Dhadak Merak digunakan rambutnya seperti rambut pada singa. sebagai tempat menata bulu merak. Dhadak Sementara bentuk matanya seperti mata Merak ini tampak kelihatan indah ketika harimau. mengembangkan bulu-bulunya dan saat Makna yang terkandung dari Dhahak menggigit tasbih (sarana dizikir atau pengingat Merak dengan perpaduan bulu burung merak kepada Tuhan). yang indah adalah kekuatan, keindahan, Sedangkan krakab dibuat dari kain kekuasaan, dan keberanian, tokoh ini sebagai berbahan beludru dengan warna hitam dan sentral cerita dan tokoh utama. Dari kedua disulam dengan monte-monte. Krakab binatang yang kontras dan diwujudkan dalam digunakan sebagai penghias dan dijadikan sebuah topeng karya seni yang bermakna sebagai media identitas dari sebuah grup Reog. tentang kehidupan bersama dan damai. Sementara kerudung sebagai penutup Harapannya adalah masyarakat ponorogo pembarong terbuat dari sebuah kain yang memiliki karakter yang sopan, berani, berwarna hitam dan dihiasi kain berwarna berwibawa, dan selalu membawa kedamaian. merah melintang. Sedangkan Singo Barong berbentuk Warna yang terdapat pada karakter kepala harimau, berbadan manusia, di atasnya Dhadak Merak adalah dominan warna merah, dihinggapi burung merak. Jika barongan dan kuning, hitam, putih dan hijau. Sedangkan

112

Bricolage : Jurnal Magister Ilmu Komunikasi Versi Online: http://journal.ubm.ac.id/ Vol.6 (No. 1 ) : 113 – 134 Th. 2020 Hasil Penelitian p-ISSN: 2502-0935 e-ISSN: 2615-6423

Dhadak Merak disatukan maka memiliki bera Namun kelompok-kelompok tari yang sekitar 40-60kg. menjadi bagian dari barongan seperti tari Berdasarkan ajaran Triloka, karakter jaranan, ayam, buto, dan bendera, semua ini mengandung makna atau pengertian yaitu mengikuti selera pasar. Sekalipun penelitian burung merak berarti Alam Niskala /svarloka Prasena dkk sama dengan penelitian ini yang (dunia para dewa), kepala harimau Alam Sakala melihat pereduksian nilai-nilai budaya Niskala/bhuvarloka (dunia orang-orang yang tradisional karena selera pasar, tapi penelitian tersucikan). Sedangkan orang yang membawa ini lebih banyak mendiskripsikan nilai-nilai topeng ini adalah Alam Sakala/Bhurloka (dunia tradisi Jawa yang terdapat dalam simbol. manusia). Pengertiannya adalah sebagai Rendahnya kajian tentang makna di manusia bila ingin mencapai kesempurnaan balik simbol-simbol Reog untuk kepentingan hidup harus melalui berbagai macam cobaan. wisata berimplikasi pada hilangnya nilai-nilai Reog dan Selera Pasar budaya pada kesenian Reog. Program city branding yang digagas pemerintah setempat Penelitian tentang nilai-nilai filosofi yang tidak disertai kajian mendalam, membuat budaya dari sebuah seni pertunjukan tradisional Reog tidak lagi menjadi kekuatan budaya yang pernah dilakukan oleh (Arisyanto et al., 2019), menyimpan nilai-nilai adiluhung. Seni Reog yaitu tentang pertunjukan Barongan telah menjelma menjadi patung, gapura, dan Kusumojoyo. Penelitian tersebut melihat seni visual-visual lain yang dipajang banyak tempat. Barongan tidak lagi mengutamakan nilai Banyaknya media tidak saja mereduksi nilai- filosofi tetapi pada kebutuhan estetis yang nilai yang terkandung dalam simbol Reog tetapi hubungan dengan selera pasar. Sekalipun nilai- juga menghilangkan unsur magis di dalamnya. nilai budaya masih melekat pada warna-warna pada barongan yaitu merah, kuning, hitam, dan putih yang merupakan simbol nafsu manusia.

Gambar 7: Patung Reog di Perempatan Kota Ponorogo Sumber: Dokumentasi Peneliti

113

Bricolage : Jurnal Magister Ilmu Komunikasi Versi Online: http://journal.ubm.ac.id/ Vol.6 (No. 1 ) : 114 – 134 Th. 2020 Hasil Penelitian p-ISSN: 2502-0935 e-ISSN: 2615-6423

Demikian juga dengan pertunjukan- terhadap produk-produk budaya untuk pertunjukan Reog yang banyak dilakukan di memenuhi kebutuhan massa atau pasar tempat-tempat publik dengan tidak (Bahruddin, Muh, Yurisma, 2017). “Inilah menyertakan pakem-pakem tradisi Reog rahasia sejati keberhasilan,” demikian kata semakin mereduksi nilai-nilai budaya dalam Adorno. Menurutnya, asas pertukaran telah Reog. memaksakan kekuatannya secara khusus pada Adorno mengkritik budaya modern ini artefak atau benda-benda budaya (Adorno dengan menawarkan konsep komodifikasi, dalam Strinati, 2007:63). standardisasi, massifikasi, dan pengulangan

Gambar 8: Pertunjukan Reog Sumber: www.msn.com

hanya tampak di permukaan saja tanpa ada Reog bukan lagi sebuah seni budaya kekuatan atau ruh lagi di dalamnya. yang memerlukan ritual khusus dalam setiap Industri kreatif atau industri budaya pertunjukan melainkan dikomodifikasi menjadi yang disebut-sebut sebagai tren abad 21, sebuah barang dagangan yang dikomersialkan. dianggap mampu menjadi kunci revitalisasi Pada tahapan ini, produk Reog disesuaikan ekonomi, kemakmuran dan kesejateraan, dengan permintaan pasar dengan standar- pembangunan lokal, hingga regenerasi kota. standar pasar pula. Produk-produk yang Bahkan, dengan digalakkannya industri kreatif berkaitan dengan Reog kemudian diproduksi oleh pemerintah, sektor-sektor lain diprediksi secara massal bahkan dibuat replika-replika mampu menggerakkan roda ekonomi seperti yang menyerupai Reog. Jika selama ini bisnis kuliner, makanan, kekuatan magis melekat pada Reog, maka sejak diproduksi secara massal dan dibuat replika- pakaian, akomodasi, transportasi, dan lain replika dan elemen-elemen penting Reog sebagainya. Namun justru di sinilah konsep direduksi, kekuatan magis menjadi pudar. Reog industri kreatif menjadi bias. Semua sektor mengklaim sebagai bisnis kreatif sehingga

114

Bricolage : Jurnal Magister Ilmu Komunikasi Versi Online: http://journal.ubm.ac.id/ Vol.6 (No. 1 ) : 115 – 134 Th. 2020 Hasil Penelitian p-ISSN: 2502-0935 e-ISSN: 2615-6423 masyarakat gagal mengidentifikasi industri dalam setiap pertunjukan. Hal ini berimplikasi kreatif. Bahkan sebagian dari mereka berubah pada simbol-simbol dan ritual-ritual yang menjadi bisnis spekulatif (Lin, Li-Min, Tain- direduksi sehingga menghilangkan nilai-nilai Dow, 2014). budaya maupun kekuatan magis yang selama Green (dalam Adekola, G and Egbo, ini menjadi ciri khas dan kekuatan Reog 2016) menekankan bahwa sejumlah tradisi Ponorogo. memang sengaja diciptakan untuk alasan tertentu. Di sisi lain, tradisi juga dapat disesuaikan dengan kondisi masyarakat DAFTAR PUSTAKA sehingga perubahan-perubahan yang terjadi bisa diterima sebagai bagian tradisi lama. Adekola, G and Egbo, N. C. (2016). Traditions Hampir setiap generasi berpotensi untuk and Customs in Community mengubah tradisi sehingga bukan dianggap Development : The Case of Nkanu West sebagai sesuatu yang penting.Oleh karena itu, and Nkanu East Local Government Areas masyarakat secara tidak sadar bahwa tradisi of Enugu. Journal of Education and selalu mengalami perubahan sehingga menjadi Practice, 7(18), 120–127. besar selama beberapa generasi. Namun, Arisyanto, P., Untari, M. F. A., & Sundari, R. masyarakat tidak menganggap bahwa tradisi S. (2019). Struktur Pertunjukan dan lama telah berubah dengan signifikan. Interaksi Simbolik Barongan Kusumojoyo di Demak. Gondang: Jurnal Seni Dan Budaya. SIMPULAN https://doi.org/10.24114/gondang.v3i2.13 921 Simbol-simbol dalam Reog Ponorogo Bahruddin, Muh, Yurisma, D. Y. (2017). memiliki makna terkait dengan nafsu yang ada Adaptation Film-Based, Sequel, Prequel, dalam diri manusia. Simbolisasi dalam and Reborn: Between Creativity and kesenian Reog membentuk makna-makna dan Market Domination. Proceeding The 3nd nilai-nilai adiluhung di masyarakat. secara International Indonesia Forum for Asian umum, Reog Ponorogo merupakan sebuah Studies, 939–948. pertunjukan yang bisa memberikan tuntunan http://repository.dinamika.ac.id/id/eprint/ dalam menjalani kehidupan bagi yang 2185/ melihatnya atau mengerti secara mendalam. Baxter, Leslie A. & Babbie, E. (2018). The Reog kaya akan makna dan nilai yang Basic of Communication Research. In ditanamkan oleh para penciptanya sehingga Journal of Chemical Information and menjadi sebuah peninggalan budaya yang ada Modeling. saat itu. Namun dalam banyak pertunjukan, https://doi.org/10.1017/CBO9781107415 seperti festival tahunan Reog Ponorogo dalam 324.004 rangka memperingati Tahun Baru Hijriyah atau Bourdieu, P. (1991). On Symbolic Power. Tahun Baru Islam (masyarakat menyebut Language and Symbolic Power. sebagai Grebeg Suro), Reog Ponorogo kerap Cassirer, E. (1987). Manusia Dan Kebudayaan, mengalami reduksi nilai-nilai yang seharusnya Sebuah Essei Tentang Manusia ada dalam pertunjukan. (terjemahan Alsis A Nugroho (ed.)). Caturwati, (2007:169) melihat Gramedia. pereduksian seni dan budaya di Indonesia Caturwati, E. (2007). Tari Di Latar Sunda. dimulai sejak tahun 1990-an. Seni dan budaya STSI Press. Indonesia telah mengalami perubahan orientasi Dharsono, S. K. (2006). 829-2473-1-PB.pdf. di berbagai bidang seperti ekonomi, politik, dan Ornamen Jurnal Kriya Seni ISI sosial. Perubahan ini terjadi karena kesenian Surakarta, Vol 3, No 1, 3. dipahami sebagai kebuah kegiatan bisnis. https://jurnal.isi- Karena itu, banyak masyarakat yang ska.ac.id/index.php/ornamen/article/view memanfaatkan produk kesenian sebagai sebuah /829/825 barang dagangan. Sebagai sebuah komoditas, Dharsono, S. K. (2007). Budaya nusantara : kesenian Reog kerap ‘dijual’ murah-meriah kajian konsep mandala dan konsep tri

115

Bricolage : Jurnal Magister Ilmu Komunikasi Versi Online: http://journal.ubm.ac.id/ Vol.6 (No. 1 ) : 116 – 134 Th. 2020 Hasil Penelitian p-ISSN: 2502-0935 e-ISSN: 2615-6423

loka terhadap pohon hayat pada batik „‟ PADA MASYARAKAT klasik. Rekayasa Sains. BADUNG, BALI. Bricolage: Jurnal Hutapea, E. (2016). Identifikasi Diri Melalui Magister Ilmu Komunikasi. Simbol-Simbol Komunikasi (Studi https://doi.org/10.30813/bricolage.v4i01. Interaksionisme Simbolik Komunitas 1068 Pemakai Narkoba di DKI Jakarta. Jurnal Yurisma, D. Y., EBW, A., & Sachari, A. Bricolage, 2(1), 1–14. (2015). KESENIAN TRADISI REOG https://doi.org/http://dx.doi.org/10.30813/ SEBAGAI PEMBENTUK CITRA bricolage.v2i01.825 PONOROGO. VISUALITA. Langer, K. S. (1976). Philosophy in a New Key https://doi.org/10.33375/vslt.v7i1.1081 A Study in the Symbolism of Reason, Rite, and Art. Harvard : University Press. Lin, Li-Min, Tain-Dow, L. (2014). Symbolic Online Economy and Creative Management: http://aryoghi26.blogspot.com Cultural and Creative Industries Urging https://nabilahwitsqa.wordpress.com/2015/03/ for New Approaches. ENCATC Journal of 14/topeng-harimau-dan-hiasan-bulu- Cultural Management and Policy, 4(1), merak-sosok-Warok-dan-gemblak/ 57–67. https://khabarjoss.wordpress.com/galeri-foto- https://www.encatc.org/media/394- 2/atraksi-penari-Jathilan-seni-Reog- encatc-journal-vol-4-issue-1.pdf ponorogo-2/ Lynch, K. (1960). The city image and its http://kerajaan- elements. The Image of the City. jaseters.blogspot.com/2015/06/kesenia https://doi.org/10.1525/sp.1960.8.3.03a0 n-yang-sangat-nasionalis-adalah.html 0190 https://www.msn.com/id- Milawaty. (2019). Watu Semar: Sebuah id/travel/other/mantap-kesenian-Reog- Refleksi Pemikiran Dan Budaya Lokal ponorogo-hibur-warga-myanmar/ss- Masyarakat Sambongrejo, Bojonegoro. AAIo87O Jurnal Masyarakat & Budaya, 21(3), https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d- 371–382. 3828590/patung-khas-bumi-Reog- https://doi.org/ttp://dx.doi.org/10.14203/j hiasi-perempatan-kota-ponorogo mb.v21i3.777 Reogshop.blogspot.com Munawirsazali, M. (2019). SEKENEM DAN SEKEPAT Perlindungan terhadap Perempuan dalam Tradisi Budaya Masyarakat Terpencil di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Sabda : Jurnal Kajian Kebudayaan. https://doi.org/10.14710/sabda.14.1.1-13 Neuman, W. L. (2011). Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches. In Pearson Education. Rahmanto, B. (1992). Simbolisme Dalam Seni. BASIS, Jawanisasi Kebudayaan Indonesia, 3. Strinati, D. (2007). Popular Culture: Pengantar Menuju Budaya Populer. Jejak. Sumardjo, J. (2003). Arkeologi budya Indonesia : pelacakan hermeneutishistoris terhadap artefak- artefak kebudayaan. Qalam. Sumiati, S., & Girsang, L. R. (2018). KONSTRUKSI PESAN TARI

116