KALANGWAN Jurnal Seni Pertunjukan Volume 6, Nomor 2, Desember 2020 P- ISSN 2460-1071, E-ISSN 2615-1197 p 59 - 70

Gamelan Gede Di Desa Adat Tejakula: Kajian Bentuk, Estetika, Fungsi, dan Makna

Pande Gede Widya Supriyadnyana, I Gede Arya Sugiartha2, I Gede Yudarta

Institut Seni Indonesia Jalan Nusa Indah Denpasar, Telp (0361) 227316, Fax (0361) 236100

[email protected]

Gamelan Bali merupakan warisan budaya oleh para pendahulu dan sampai sekarang masih ditekuni serta dipertahankan. Gamelan Gong Gede merupakan salah satu wujud kesenian Bali hingga sekarang masih mencerminkan seni yang adiluhung, sehingga dipertahankan keberadaannya. Keberadaan barungan gamelan Gong Gede zaman dahulu memiliki ukiran sederhana, sedangkan pada saat ini memiliki bentuk ukiran yang kompleks, baik dari segi warna dan motif ukiran. Salah satu bentuk barungan gamelan Gong Gede berada di Desa Adat Tejakula, Buleleng, Bali. Tujuan penelitian ini mengacu kepada fenomena umum berkenaan dengan keberadaan gamelan Gong Gede di Desa Adat Tejakula. Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif. Ada tiga pokok permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini meliputi: (1) Bagaimana bentuk gamelan Gong Gede di Desa Adat Tejakula; (2) Bagaimana estetika gamelan Gong Gede di Desa Adat Tejakula; (3) Bagaimana fungsi dan makna gamelan Gong Gede di Desa Adat Tejakula?. Permasalahan tersebut dianalisis dengan teori struktural-fungsional, teori estetika, teori fungsi musik, dan teori semiotika. Jenis data penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder yang diperoleh melalui teknik observasi, teknik wawancara mendalam, studi kepustakaan, dan studi dokumentasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) Bentuk barungan gamelan Gong Gede mempunyai orkestra atau insrumen yang paling banyak serta instrumentasinya besar-besar, dan merupakan musik tradisi Bali yang memakai laras lima nada atau juga disebut dengan pelog panca nada. Secara musikalitas gamelan gong gede terwujud dari warna suara yang beragam, secara fisik dapat didominasi oleh instrumen yang berbilah dan instrumen bermoncol.; (2) Estetika gamelan Gong Gede bisa dilihat dari segi wujud, bobot, dan penampilan. Wujud gamelan Gong Gede merupakan sebuah barungan orkestrasi yang didominasi dengan instrument pukul. Bobot gamelan Gong Gede bisa dilihat dari dari segi susana, gagasan, dan pesan dari lagu. Penampilan Gong Gede dilihat terdapat sikap dari masing-masing penabuh, kostum sebagai pendukung keseragaman penabuh, dan tata letak per- instrumen.;(3) Dilihat dari segi fungsinya dan makna gamelan Gong Gede di Desa Adat Tejakula, memang sengaja dibuat dengan fungsi sebagai persembahan menunjang sarana upacara, khususnya upacara Dewa Yadnya. Hasil penelitian ini juga menunjukan bahwa gamelan Gong Gede di Desa Adat Tejakula, sarat dengan makna-makna yang bermanfaat bagi yang dapat ditangkap baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung makna itu dapat ditangkap melalui fenomena, sedangkan secara tidak langsung dapat ditangkap melalui renungan yang mendalam. Makna yang dimaksud meliputi makna filosofis dengan nilai-nilai yang terdapat didalamnya seperti makna religius, makna pengayom spiritual, dan makna pelestarian budaya.

Kata kunci: Gamelan Gong Gede, Desa Adat Tejakula, Bentuk, Estetika, Fungsi dan Makna.

Balinese Gamelan is a cultural legacy which given by our ancestors and till now still preserved. Gamelan Gong Gede is one form of the Balinese art music which reflects a nobleness culture, so that is why the existence should be preserved. The existence of Barungan Gamelan Gong Gede at the old times had simple carved type, while nowadays it has more complex carved type. One group of the Gamelan Gong Gede which still exists in Bali is at Tejakula Village, Buleleng Bali. The research aimed to know the general phenomena of the existence of Gamelan Gong Gede in Tejakula Village. The research used descriptive qualitative design. There are three research problems in this research, such as; (1) How is the form of Gamelan Gong Gede in Tejakula village; (2) How the esthetic of Gamelan Gong Gede in Tejakula village; (3) How is the function and meaning of Gamelan Gong Gede in Tejakula Village. Those problems were analyzed using structural-functional theory, esthetic theory, and Semiotic theory. The research data consist of primer and seconder data which gain trough

59 Pande Gede Widya Supriyadnyana (Gamelan...) Volume 6, Nomor 2, Desember 2020

the observation technic, deep interview technic, library research, and documentation. The results of the research showed that (1) Barungan Gamelan Gong Gede mostly has orchestras and instruments with big size, and also categorized as the instrument using laras pelog lima nada or also called as pelog panca nada. Musically, Gamelan Gong Gede has been formed by multifarious sounds type, physically dominated by instruments in the form of bilah and instruments in the form of moncol.; (2) the result from the second problems is Gamelan Gong Gede can be seen from the shape, heavy, and appearance. The shape of Gamelan Gong Gede is a group (barungan) of orchestration which is dominated by hit instrument. The heavy of Gamelan Gong Gede can be seen from the situation, ideas, and message from the music. Appearance of Gamelan Gong Gede seen from the performance of gamelan Gong Gede which performed classical music and accompanied dance, also custom appearance while playing Gamelan Gong Gede,; (3) From the function perspective, Gamelan Gong Gede performance in Tejakula Village with a purpose to made for one of media in Balinese ceremony, especially Dewa yadnya ceremony. The result of this research also showed that Gamelan Gong Gede full of meanings which related to the humanity value directly and indirectly. Directly, the meaning can be inferred trough the phenomena. While indirectly, the meaning can be found trough deep reflection. The meaning consist of philosophy with values that contained in religious meaning, spiritual, and culture preservation.

Keywords: Gamelan Gong Gede, Tejakula Village, Shape, Esthetic, Function and Meaning.

Proses review : 1 - 30 Oktober 2020, dinyatakan lolos 2 November 2020

PENDAHULUAN Secara fisik, gamelan Gong Gede didominasi oleh instrumen-instrumen yang berbilah dan berpencon, Gamelan Bali merupakan warisan budaya para yang merupakan bentuk instrumen tersebut dan pendahulu dan sampai sekarang masih ditekuni serta pada dasarnya menjadi ciri khas gamelan tersebut dipertahankan. Eksistensi kehidupan gamelan Bali yang terdapat perbedaan ukuran besar kecil pada tidak dapat dipisahkan dari agama, khususnya agama setiap bagian instrumen. Gamelan Gong Gede Hindu. Walaupun dalam perkembangannya gamelan merupakan salah satu wujud kesenian Bali hingga Bali mempunyai dominasi dalam berbagai jenis sekarang masih mencerminkan seni yang adiluhung, pertunjukan yang tidak ada dalam konteks agama, sehingga harus dipertahankan keberadaannya. Salah tetapi tetap eksis sampai saat ini (Bandem, 1982:2). satu bentuk barungan gamelan Gong Gede berada di Dalam hal ini kedudukan gamelan Bali sangat penting Desa Adat Tejakula, Buleleng, Bali. sehingga memunculkan anggapan bahwa hampir semua aktivitas upacara keagamaan disertai dengan Keberadaan gamelan Gong Gede di Desa Adat gamelan. Dalam kehidupan masyarakat yang lebih Tejakula ini memicu penulis untuk melakukan rasional konteksnya dengan upacara keagamaan penelitian terhadap objek tersebut. Ketertarikan atau upacara lain di Bali, menabuh gamelan berarti serta alasan penulis meneliti gamelan Gong Gede di menguatkan norma-norma kehidupan masyarakat. Desa Adat Tejakula ini didasarkan atas pertimbangan Gamelan Gong Gede adalah sebuah orkestra sebagai berikut ini. tradisional Bali yang didominasi oleh alat-alat perkusi dalam bentuk instrumen pukul. Ciri lain yang sangat Dilihat dari segi filosofi, keberadaan gamelan Gong menonjol dalam menentukan identitas gamelan Gede di Desa Adat Tejakula tidak bisa dilepaskan Gong Gede bahwa pada umumnya dimainkan dengan dari Desa Batur. Berdasarkan wawancara yang teknik pukulan kekenyongan dengan cara duduk telah dilakukan dengan bapak I Wayan Sukadia bersila menghadapi instrumen tersebut. Gamelan pada tanggal 3 April 2020 diperoleh data bahwa Gong Gede terbentuk dari berbagai jenis alat dengan keberadaan gamelan Gong Gede Desa Tejakula dapat warna suara yang beraneka ragam. Kendati demikian, dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi sekala dan semua jenis alat tersebut masih memiliki kesamaan niskala. Dari segi sekala, terdapat banyak pembinaan dari cara memainkannya yaitu dengan cara dipukul. tabuh ataupun tari dari Desa Batur ke Desa Tejakula.

60 Volume 6, Nomor 2, Desember 2020 KALANGWAN Jurnal Seni Pertunjukan

Dilihat dari segi musik (tabuh), banyak lagu-lagu masyarakat Desa Adat Tejakula. Desa Batur terdapat di Desa Adat Tejakula seperti Gilak, Tabuh Telu, Tabuh Pat, dan Tabuh Nem. Dilihat dari instrumenasi, gamelan Gong Gede di Dilihat dari seni tari, banyak tari sakral di Desa Adat Desa Adat Tejakula merupakan barungan gamelan Tejakula yang menyerupai tari Desa Adat Tejakula yang disakralkan serta mempunyai keunikan. tetapi tidak sama yang ada di Desa Batur. Dari segi Keunikan jumlah instrumenasi gamelan Gong Gede niskala keterkaitan antara Desa Adat Tejakula dan di Desa Adat Tejakula menggunakan trompong yang Desa Batur dapat dilihat dari Meru Tumpang Tiga dimainkan oleh tiga orang, oleh karena dilihat dari yang berada dekat dengan Pura Ulun Danu Batur. segi fungsinya yakni sebagai pengiring sebuah lagu Meru Tumpang Tiga tersebut sering disembah pada saat puncak upacara pada piodalan dengan oleh masyarakat Desa Adat Tejakula sebagai bentuk membawakan gending sekatian. rasa syukur atas anugerah air yang mengalir dari Gamelan Gong Gede sebagai fokus penelitian Danau Batur ke Desa Adat Tejakula. Hal ini sesuai karena melalui gamelan Gong Gede penulis dapat dengan isi Purana Desa Adat Tejakula terkait dengan memahami serta mengamati salah satu peta dan keperayaan bahwa sumber air yang terdapat di Desa konsep perkembangan kesenian Bali secara umum Adat Tejakula berasal dari Danau Batur. Sampai saat pada kontinuitas tradisinya. Secara kuantitas, ini, setiap sepuluh tahun sekali Desa Adat Tejakula keberadaan gamelan Gong Gede minim populasinya mengadakan upacara Melabuh Gentuh di Danau apabila dikaitkan dengan barungan gamelan yang Batur. lain. Globalisasi menyebabkan perubahan dalam kehidupan masyarakat salah satunya aspek seni. Secara historis, keberadaan gamelan Gong Gede di Bertolak dari latar belakang di atas, rumusan Desa Adat Tejakula sudah ada sejak dahulu. Pada permasalahan penelitian ini adalah sebagai berikut, zaman dahulu bentuk barungan gamelan Gong Gede bagaimana bentuk gamelan Gong Gede di Desa memiliki ukiran sederhana, sedangkan pada saat ini Adat Tejakula ?, bagaimana estetika gamelan Gong memiliki bentuk ukiran yang kompleks, baik dari segi Gede di Desa Adat Tejakula ?, bagaimana fungsi dan warna dan motif ukiran. Untuk mempertahankan makna gamelan Gong Gede di Desa Adat Tejakula? serta menjaga seni tradisi yang diwarisi oleh para leluhur, kelian Desa Adat Tejakula beserta seniman PEMBAHASAN berinisiatif membangun kembali gamelan Gong Gede dengan tujuan menjaga serta mempertahankan BENTUK warisan leluhur. Desa Adat Tejakula membangun Bentuk gamelan Gong Gede di Desa Adat Tejakuala kembali gamelan Gong Gede tahun 2000 yang dibeli tak kalah pentingnya dengan unsur lain seperti; secara perlahan. Gamelan Gong Gede rampung dibeli ensambelisasi, musikalitas, dan tata penyajian pada tahun 2005. Selain kesenian tradisi gamelan yang dituangkan secara ekspresif. Fisik gamelan Gong Gede, Desa Tejakula memiliki seni tradisi Gong Gede di Desa Adat Tejakula, merupakan yang perlu dijaga serta dipertahankan dalam era barungan/esambel yang terdiri dari beberapa global seperti kesenian Wayang Wong yang sudah instrumen pukul dan membran. Adapun banyak diakui oleh dunia, , gamelan keseluruan instrumen lima puluh, instrumen , Pesantian, dan Genggong. tersebut, yakni: instrumen trompong, instrumen riyong, intrumen riyong ponggang, instrumen Dilihat dari fungsinya, gamelan Gong Gede di Desa jongkok penunggal, instrumen gangsa Adat Tejakula memiliki fungsi mengiringi tari wali jongkok penganggkep ageng, instrumen gangsa (Rejang dan Baris) serta sebagai tabuh petegak jongkok pengangkep alit (curing), instrumen (instrumenal) dan gending sekati saat puncak penyacah, instrumen jublag, instrumen jegogan, upacara di Kahyangan Tiga, Pura Beji, Pura Dangin instrumen , intrumen gong, instrumen Carik, dan Pura Segara. bebende, instrumen kempur, instrumen kempli, dan instrumen ceng-ceng kopyak. Dilihat dari Gamelan Gong Gede memiliki kaitan yang erat bentuk instrumen dapat dibedakan menjadi dengan keberadaan instrumen Gong Due Kapiturun berbentuk bilah dan berpencon. Instrumen yang menjadi sebuah kepercayaan (sesuhunan) bagi berbentuk bilah dibagi menjadi dua, yakni masyarakat Desa Adat Tejakula pada umumnya. bilah metudun klipes dan bilah merai. Bilah Gong Duwe Kapiturun sangat dipercayai oleh metundun klipes terdapat pada instrumen masyarakat karena memiliki kekuatan secara niskala gangsa jongkok penunggal, instrumen gangsa dalam mengayomi masyarakat. Hal tersebut dapat jongkok penganggkep ageng, instrumen gangsa dilihat dari beberapa kejadian yang terjadi di Desa jongkok pengangkep alit (curing), sedangkan Adat Tejakula, seperti: kejadian banjir bandang yang bilah merai terdapat pada instrumen penyacah, melanda desa, dan kejadian lain yang menimpa instrumen jublag, instrumen jegogan. Bagian

61 Pande Gede Widya Supriyadnyana (Gamelan...) Volume 6, Nomor 2, Desember 2020

instrumen yang berbentuk pencon dapat dibagi Sedangkan laras selendro merupakan uruan menjadi dua, yaitu pencon endep dan pencon nada yang memiliki jarak nada sama rata dan tegeh. Pencon endep terdapat pada intrumen semua jarak nadanya panjang-panjang. gong, instrumen bebende, instrumen kempur, instrumen kempli,sedangkan untuk pencon Bentuk tabuh gamelan Gong Gede di Desa Adat tegeh tedapat pada instrumen trompong, Tejakula, dapat dibedakan menjadi dua yakni; instrumen riyong, intrumen riyong ponggang. tabuh petegak, membawakan gending sekati Gamelan Gong Gede di Desa Adat Tejakula, dan tabuh iringan tari. Dalam tabuh petegak dapat dilaksanakan di tempat bale gong, yang lazim juga disebut dengan tabuh instrumenal kebetulan juga sebagai tempat tersimpannya yang artinya tabuh tampa iringan tari seperti gamelan Gong Gede. tabuh lelambatan klasik pegongan. Tabuh-tabuh tersebut disajikan saat-saat diadakannya upacara keagamaan. Repertoar ditentukan oleh jumlah bagian, struktur, dan permainan dari suatu instrumen. Dalam reportoar gending-gending Gong Gede di Desa Adat Tejakula, terdapat enam bentuk yaitu bentuk reportoar gending gilak (gegilakan), tabuh pisan, tabuh telu, tabuh pat, tabuh nem dan tabuh kutus. Akan tetapi untuk sekarang di Desa Adat Tejakula sudah tidak ada betuk gending tabuh kutus (sudah punah).

Gambar. Komposisi (Tata Letak) Gamelan Komposisi pada dasarnya menyatakan bahwa (Dok: Pande Gede Widya, 2020) komposisi itu tidak lain daripada susunan musik. Menurut Mustika (1992:26), komposisi tabuh Notasi adalah suatu sistem yang dipergunakan atau gending yang terdapat di gamelan Gong dalam menulis tabuh-tabuh (gending-gending), Gede di Desa Adat Tejakula terdiri dari beberapa mengandung makna tertentu yakni pitch (nada) bagian, yakni: pengrang-rang, kawitan/ dan duration (jarak nada) bagi masing-masing pengawit, pangawak, pangisep/pengiba, dan pemiliknya. Notasi tabuh merupakan pencatatan pengecat. Pengrangrang merupakan bentuk- yang berbentuk simbol-simbol berupa huruf, bentuk pukulan intrumen trompong yang pada angka, gambar atau atribut lain. Dengan notasi umumnya didahului atau dilakukan sebelum sebuah gending dapat dimainkan oleh orang bagian pengawit/kawitan muncul (Mustika, lain secara utuh dan lengkap sesuai tujuan 1992:34). Pengrangrang biasanya di ikuti oleh gubahan penciptanya atau pembacanya. Sistem intrumen jegog yang sesuai dengan aksen-asen penulisan notasi gamelan Bali disebut dengan yang di berikan oleh pemain trompong itu titi laras. Istilah titi laras berasal dari kata sendiri. Kawitan adalah berasal dari kata kawit, ”titi” yang berarti titian atau jembatan, dan kata yang mempunyai arti bagian awal merupakan ”laras” yang mempunyai arti urutan nada-nada introduksi sebuah tabuh atau gending, dan di dalam satu oktaf yang telah ditentukan jarak merupakan sebuah melodi sebagai pembukaan dan tingi rendahnya nada (Mustika, 1992:37). Di dari lagu yang akan dimainkan. Pangawak (awak Bali sistem penulisan notasi disebut dengan titi atau badan) adalah salah satu bagian gending atau laras ding-dong, nada diwujudkan berasal dari lagu yang menentukan bentuk gending yang di penganggening aksara Bali yang disebut ulu (3), garap mauipun dimainkan oleh semua intrumen tedong (4), taleng (5), suku (7), dan carik (1) yang letaknya sesudah bagian gending kawitan dalam laras pelog lima nada (Rembang, 1985:1). (Sukerta, 1986:7). Pangisep adalah salah satu Secara musikal gamelan Gong Gede di Desa Adat bagian gending yang juga ikut menentukan suatu Tejakula, menggunakan sistem laras pelog lima bentuk tabuh. Kerangka bagian pangisep adalah nada. Adapun kelima nada yang dimaksud adalah merupakan bagian dari tabuh lelambatan klasik nada ding, dong, deng, dung, dan dang. Menurut pegongan yang berukuran sama dengan ukuran Bandem (2013 : 139), sistem pelarasan gamelan bagian pangawak, hanya di dalam melodinya Bali dikenal dengan istilah pelog- selendro. untuk beberapa atau keseluruhan perase lagu Laras gamelam Bali merupakan urutan nada- berbeda (Mustika, 2007:120). Pangecet adalah nada dalam satu oktaf yang sudah ditentuan bagian gending yang letaknya pada bagian akhir dari tinggi rendah dan jarak nadanya. Laras pelog suatu bentuk tabuh. Mendengar istilah pangecet merupakan urutan nada-nada yang dalam satu adalah merupakan bagian yang paling terakhir di oktaf memiliki jarak nada panjang dan pendek. dalam komposisi tabuh-tabuh lelambatan klasik

62 Volume 6, Nomor 2, Desember 2020 KALANGWAN Jurnal Seni Pertunjukan

pegongan, yang khususnya pada tabuh pisan, beberapa instrumen yang terdapat pada barungan tabuh pat, tabuh nem, dan tabuh kutus. ensambel gamelan Gong Gede. Adapun instrumen yang terdapat pada barungan gamelan Gong Gede Teknik pukulan yang sering ditampilkan yaitu, instrumen trompong, instrumen riyong, dalam barungan gamelan Gong Gede di Desa intrumen riyong ponggang, instrumen gangsa Adat Tejakula untuk menyajikan tabuh- jongkok penunggal, instrumen gangsa jongkok tabuh lelambatan klasik pegongan, memakai penganggkep ageng, instrumen gangsa jongkok sistem permainan atau teknik ”kekenyongan”. pengangkep alit (curing), instrumen penyacah, Kekenyongan adalah nama dari salah satu instrumen jublag, instrumen jegogan, pukulan yang biasanya dilakukan oleh instrumen instrumen kendang, intrumen gong, instrumen gangsa jongkok dalam barungan gamelan Gong bebende, instrumen kempur, instrumen kempli, Gede. Kekenyongan juga pukulan instrumen dan instrumenceng-ceng kopyak. Selain itu, yang memukul (menabuh) bantang gendingnya instrumen barungan gamelan Gong Gede saja (Sukerta, 1989 : 133). Permainan sistem wujudnya besar dan terdapat ukiran di masig- kekenyongan ini disajikan oleh instrumen- masing instrumen, maka telihat ensambel instrumen yang berbentuk bilah khususnya pada barungan tersebut megah. Salah satu instrumen instrumen gangsa jongkok. trompong yang ukurannya besar dan memanjang serta terdapat ukiran singa. Singa yang tedapat ESTETIKA pada instrumen trompong memiliki kesan Estetika (aesthetics) berasal dari kata aisthetis keaguangan dan melambangkan keberanian dalam bahasa Yunani, yakni dapat diartikan serta sebagai simbol Kota Singaraja. sebagai rasa nikmat, indah yang timbul melalui penerapan pancaindra (Djelantik, 1999:5). Estetika Keindahan yang terdapat pada barungan difungsikan atau dirasakan sebagai keindahan yang gamelan Gong Gede dari segi fisik memiliki dapat merangsang dan mendorong manusia untuk bentuk instrumen yang berbentuk bilah dan berkreasi dan bersikap dinamis untuk mencapai berbentuk pencon. Berbentuk bilah dapat kepuasan batin dalam mempertajam intuisinya yang dibagi menjadi dua, yaitu: bentuk bilah menyangkut rasa keindahan sehingga membuat metundun klipes dan berbentuk bilah meusuk. kita senang, terkesima, terpesona, bergairah dan Dikatakan berbentuk bilah metuntun klipes bersemangat. Lebih lanjut menurutnya, benda atau karena menyerupai punggung hewan kecoak. peristiwa kesenian yang menjadi sasaran analisis Dalam barungan gamelan Gong Gede terdapat estetika setidaknya mempunyai tiga aspek dasar, pada instrumen gangsa jongkok penunggal, yakni aspek “wujud” atau “rupa” ( yang menyangkut instrumen gangsa jongkok penganggkep ageng, bentuk dan unsur yang mendasar (form), dan dan instrumen gangsa jongkok pengangkep alit susunan atau struktur (structure), “bobot” (yang (curing), sedangkan berbentuk bilah meusuk menyangkut suasana (mood), gagasan (idea) dan terdapat pada instrumen instrumen penyacah, pesan (massage), serta “penampilan” (yang meliputi instrumen jublag, dan instrumen jegogan. bakat (talent), keterampilan (skill), sarana (media) Dilihat dari segi bentuk pencon, terdapat pencon (Djelantik, 2004:15). Selain konsep estetika yang di endep dan tinggi. Pencon endep terdapat pada jelaskan oleh Djelantik dalam gamelan Gong Gede intrumen gong, instrumen bebende, instrumen Desa Adat Tejakula, juga dapat dilihat dari segi kempur, dan instrumen kempli. Sedangakan konsep keseimbangan berdimensi dua dan tiga. untuk pencon tinggi terdpat pada instrumen trompong, instrumen riyong, dan intrumen Wujud riyong ponggang. Wujud dalam penelitian ini kenyataan yang nampak secara kongkrit didepan dan kenyataan yang Keindahan pada tungguhan yang terdapat tidak nampak secara kongkrit dimuka kita, tetapi pada instrumen gangsa jongkok penunggal, secara abstrak dan wujud itu dapat dibayangankan instrumen gangsa jongkok penganggkep (Djelantik, 1990:17). Gamelan Gong Gede merupakan ageng, instrumen gangsa jongkok pengangkep suatu wujud yang memiliki ensambel besar yang alit (curing) yang masing-masing mempunyai didominasi oleh alat pukul dan membran, serta tingkatan tinggi rendah yang berbeda. Wilayah dalam memainkannya memerlukan orang yang nada yang digunakan pada instrumen gangsa banyak. Sesuai dengan penjelasan tentang wujud, jongkok penunggal adalah wilayah nada yang didalam barungan gamelan Gong Gede wujud dapat paling rendah di antara gangsa jongkok yang dilihat dari segi instrumen, bentuk, dan teknik. ada, kemudian menyusul pada nada tungguhan instrumen gangsa jongkol penganggkep ageng Dari segi instrumen, gamelan Gong Gede terdiri dari dan paling tinggi adalah nada yang di gunakan

63 Pande Gede Widya Supriyadnyana (Gamelan...) Volume 6, Nomor 2, Desember 2020

pada jenis tungguhan instrumen gangsa jongkok lelambatan tersebut disajikan dalam pola dan teknik penganggkep alit (curing). yang paling sederhana yaitu kekenyongan. Teknik ini adalah salah satu gegebug (teknik permainan) Dilihat dari segi bentuk terdapat bentuk lagu instrumen yang hanya memainkan melodi pokoknya atau gending yaitu tabuh gilak, tabuh pisan, saja. Teknik ini dimainkan oleh sebagian besar tabuh telu (longgor), tabuh pat, dan tabuh instrumen yang terdapat dalam barungan gamelan nem. Tabuh gilak (gegilakan) yang terdapat Gong Gede yaitu pada instrumen ”gangsa jongkok”. pada gamelan Gong Gede di Desa Adat Tejakula Tidak ada sistem pukulan atau nada-nada merupakan nama dari salah satu gending yang yang terjalin dari pukulan polos (on-beat) dan dapat disajikan dibeberapa perangkat gamelan sangsih (off-beat) pada instrumen gangsa jongkok. baik yang berlaras pelog maupun laras selendro Namun demikian dalam penyajian komposisi secara seperti pada perangkat gamelan Angklung, Gong utuh pada beberapa instrumen yang juga terdapat Gede, Gong Kebyar dan sebagainya. Tabuh pisan dalam barungan Gong Gede seperti riyong, terdiri dari bagian gending kawitan, pemalpal, dan ceng-ceng kopyak memainkan sistem jalinan pengawak, penibe, pengisep dan pengecet. (kotekan). Tabuh pisan di Desa Adat Tejakula mempunyai pola garap yang berbeda dengan tabuh pisan Tabuh-tabuh lelambatan klasik kekenyongan dari daerah lain. biasanya secara khusus disajikan untuk mengiringi rangkaian upacara keagamaan. Disajikannya tabuh- Di Desa Tejakula terdapat dua macam susunan tabuh tersebut dengan memakai sistem kekenyongan bagian gending yaitu: tabuh telu yang mempunyai disamping karena instrumen yang dipergunakan dua bagian gending yaitu gending kawitan dan tidak memungkinkan memainkan komposisi secara pengawak, biasanya terdapat pada gending tabuh dinamis, dengan sistem permainan tersebut muncul telu longgor. Tabuh telu yang mempunyai tiga suasana agung, megah dan hidmat sehingga dapat bagian gending yaitu bagian gending kawitan, mendukung dan menciptakan suasana yang religius. pemalpal, dan pengawak. Sependapat dengan Rembang (1985:11) mengatakan bahwa tabuh telu Bobot dapat dibagi menjadi tabuh telu yang berbentuk Bobot dalam karya seni yaitu isi atau makna dari tunggal dan tabuh telu bentuk ganda. Dikatakan apa yang disajikan kepada sang pengamat. Bobot tabuh telu bentuk tunggal karena tabuh telu tersebut dapat ditangkap secara langsung dengan panca indra terdiri dari kawitan sama pengawak saja. Di bagian atau tidak langsung setelah menghayati dari yang pengawak di mainkan di ulang-ulang (berputar) dari di tangkap secara langsung. Isi dari suatu barang permulaan sampai berakhir tidak pernah berganti kesenian bukan hanya apa semata-mata dilihat melodi. Sedangkan dikatakan dengan bentuk tabuh didalamnya, tetapi meliputi juga apa yang dirasakan telu ganda merupakan tabuh telu memakai dua dan apa yang dikhayati dari itu (Djelantik, 1990:14). bagian putaran yaitu ada pengisep dan pengawak. Bobot bisa dipandang dari segi susana, gagasan, dan pesan. Tabuh gending tabuh pat, dan tabuh nem, mempunyai bagian gending yang sama yaitu Dalam barungan gamelan Gong Gede instrumen kawitan (pengawit), pengawak, pengisep yang terbuat dari kulit berbentuk membran yaitu (pengaras), dan pengecet. Pada bagian gending instrumen kendang, pada barungan gamelan pengecet terdapat sub-sub bagian gending yang Gong Gede di Desa Adat Tejakula menggunakan urutan sajiannya adalah kawitan, pemalpal, sepasang kendang yang berukuran besar sehingga ngembat trompong, pemalpal tabuh telu, menimbulkan suara yang rendah dengan teknik pengawak tabuh telu. tetabuhan yang ”polos”. Instrumen riyong ponggang yang ada pada gamelan Gong Gede Menurut Mustika (27 Maret 2020) sebagai penabuh di Desa Adat Tejakula dari segi musikalitas di gamelan Gong Gede Desa Adat Tejakula, tetabuhan riyong ponggang memberikan beliau mengatakan bahwa setiap menabuh dalam kesan mengalir sehingga memberikan kesan setiap upacara membawakan lelambatan klasik keagungan. pegongan. Menurut Yudarta (33:2007), Lelambatan diperkirakan berasal dari kata lambat yang berarti Selain segi instrumen, nuansa yang timbul pelan yang mendapat awalan le dan akhiran pada lagu atau gending pada gamelan Gong an kemudian menjadi lelambatan yang berarti Gede memberikan kesan agung karena memiliki komposisi lagu yang dimainkan dengan tempo dan tempo yang pelan dan lambat. Dilihat dari segi irama yang lambat/pelan. Penekanan pada istilah musikalitas yang terdapat pada struktur lagu klasik dalam bentuk penyajian ini karena tabuh-tabuh atau gending lelambatan tabuh pisan, tabuh

64 Volume 6, Nomor 2, Desember 2020 KALANGWAN Jurnal Seni Pertunjukan

pat, dan tabuh nem yang terdiri kawitan, dung. Dari sisi lain, warna hitam melambangkan pangawak, dan pengecet. Pada gamelan Gong keanggunan, kemakmuran, percaya diri, kuat, Gede disajikan mulai bagian gending kawitan maskulin, dramatis, misterius dan ketegasan. Warna sampai bagain pengecet memiliki tempo yang merah maroon, yankni warna dasarnya merah hampir sama sehingga dirasakan mengalir terletak di selatan, dewanya Brahma, nadanya ding. kecuali pada bagian pangawak dan pangecet. Warna merah juga memiliki arti warna yang beraura Pada bagian pangawak tempo sedikit pelan kuat, memberi arti gairah dan memberi energi dan lamban serta terdapat sistem kekenyongan. untuk menyerukan terlaksananya suatu tindakan. sistem permainan tersebut muncul suasana agung, Dalam psikologi warna merah memberi arti sebuah megah dan hidmat sehingga dapat mendukung dan simbol keberanian, kekuatan dan energi, di samping menciptakan suasana yang religius. Pada bagian gairah untuk melakukan tindakan (action) serta pangecet disajikan relatif lebih cepat dari pada melambangkan kegembiraan. Warna biru navy yang gending sebelumnya. Dalam penyajian bagian meiliki warna dasar biru, yang terletak di timur gending pangawak dan pangisep dilakukan laut, dengan dewanya Sambhu dan nadanya ndung. berulang-ulang. Warna biru navy atau biru dongker, makna yang terpancar pun hampir serupa dengan warna biru, Penampilan yakni merepresentasikan kepribadian yang hangat, Penampilan merupakan salah satu bagian mendasar terkesan bijak, dan menunjukkan ketegasan. yang dimiliki semua benda seni atau peristiwa Penggunaan keris atau seselet saat menabuh kesenian. Penampilan juga memberikan taksu merupakan sebuah budaya yang diwarisi oleh saat membawakan sebuah lagu atau gending. leluhur yang memiliki fungsi serta makna. Penampilan tidak hanya bisa dilihat secara visual Keris merupakan senjata tradisional yang sangat tetapi muncul dari rasa itu sendiri, seperti taksu berfungsi dalam kehidupan manusia, baik pada saat membawakan sebuah lagu atau gending. Taksu jaman dahulu maupun pada masa sekarang. merupakan kekuatan gaib, tidak tampak, tidak Senjata keris mempunyai fungsi dalam kehidupan kelihatan, yang memberi kecerdasan, keindahan manusia sehari-hari. Oleh karena manusia selalu dan mukjizat (Bandem, 2013:104). Adapun hal- mengadakan interaksi dengan kelompok manusia hal yang mempengaruhi dalam penyajian gamelan lainnya. Kebiasaan-kebiasaan memanfaatkan Gong Gede, yaitu terdapat sikap dari masing-masing senjata keris, baik sebagai senjata maupun sebagai penabuh, kostum sebagai pendukung keseragaman benda berwasiat dan pelengkap upacara agama, telah penabuh, dan tata letak per-instrumen dari ansambel membudaya dalam kehidupan masyarakat Hindu. gamelan Gong Gede. Keris sebagai senjata untuk melindungi diri dalam perang, keris sebagai benda magis untuk melindungi Dilihat dari sikap dalam bermain gamelan, terdapat diri dari gangguan roh-roh jahat atau makhluk gaib. sikap-sikap yang harus diperhatikan dalam Keris memiliki makna menjaga keselamatan atau penyajiannya. Seperti contoh sikap permainan keamanan, di samping untuk menjaga diri pada kedang. Penabuh kendang dalam memainkan masing-masing penabuh. kedang, terdapat sikap duduk bersila dengan badan yang tegap. Selanjutnya terdapat penataan kostum penabuh sebagai bentuk visualisasi agar terlihat lebih menarik saat dipandang oleh masyarakat serta menjadi bentuk keseragaman.

Penampilan dilihat dari segi visual, salah satu kostum penabuh memiliki makna dari masing-masing warna kostum tersebut. Dalam gamelan Gong Gede di Desa Adat Tejakula terdapat seragam berwarna, seperti hitam, merah maroon serta biru gelap (navy), yakni setiap kostum baju didampingi dengan ikat kepala/ destar dan saput. Setiap upacara odalan di Pura Khayangan Tiga atau pura yang di dibawah naungan Gambar. Tata Letak Instrumen Gamelan Desa Adat Tejakula harus memakai seselet atau keris. Gong Gede Warna hitam dipilih sebagai warna kostum penabuh (Doc. Pande Gede Widya.2020) karena memiliki makna kalau dilihat dalam lontar prakempa (sebutan lontar gamelan Bali), Dilihat dari tata penyajian terdapat pembagian dua khususnya dalam pengider bhuwana, warna faktor yang mendukung, yaitu: tata penyajian bentuk hitam terletak di utara, dewanya Wisnu, nadanya fisik dan musikal. Penyajian bentuk fisik, dapat

65 Pande Gede Widya Supriyadnyana (Gamelan...) Volume 6, Nomor 2, Desember 2020

diartikan sebagai susunan gamelan Gong Gede di pukulan sangsih (pukulan yang jatuh di antara dalam penyajiannya. Tata penyajian musikal, terdapat ketukan) dan pukulan polos (pukulan jatuh pada susunan gending yang sudah baku dimainkan pada ketukan). Semuanya ini menginginkan adanya saat upacara Dewa Yadnya. Adapun susunan tabuh makna keseimbangan yang selamanya sejajar, tetapi yaitu: tabuh gilak, tabuh telu (longgor), tabuh pat, dalam interaksi yang bersifat kompetitif. dan tabuh nem. Menurut Mustika (27 Maret 2020), penampilan tabuh gegilakan dengan tabuh telu, Refleksi estetis dengan konsep keseimbangan yang mempunyai ciri untuk mengundang taksu dan untuk berdimensi tiga, banyak memengaruhi para seniman memanggil para penabuh yang tidak ada pada saat Bali dalam membagi ruang vertikal. Pembagian menabuh (megamel). Untuk selanjutnya setelah ruang secara vertikal memengaruhi cara orang semua penabuh bersedia di tempat menambuh Hindu menggunakan bagian-bagian tubuh mereka. baru menampilkan tabuh-tabuh yang lebih panjang Menurut konsep Tri Angga, tubuh manusia dibagi ukurannya, sehingga dapat menunjang keagungan menjadi tiga, yakni kepala sebagai utama angga, suasana upacara. badan sebagai madia angga, dan bagian kaki sebagai nista angga. Ketika konsep ini dipinjam oleh Konsep Keseimbangan Gamelan Gong Gede seniman karawitan dalam menciptakan gending- Gamelan Gong Gede di Desa Adat Tejakula yang gending gamelan Bali. Secara struktural dapat menampilkan gending-gending lelambatan diamati, yakni terdiri atas tiga bagian pokok yaitu klasik sudah dirangkai secara permanen dengan kawitan diibaratkan sebagai kepala, pengawak pelaksanaan upacara yadnya, sedikit banyak dapat diibaratkan sebagai badan, dan pengecet diibaratkan memperlancar jalannya upacara. Barungan gamelan sebagai kaki. Bagian-bagian ini diporsikan secara Gong Gede dipandang sangat penting karena dapat seimbang agar terwujud bentuk komposisi tabuh memenuhi kebutuhan warga masyarakat secara (gending) yang harmonis. moral dan spiritual. Gending-gending yang disajikan untuk kebutuhan upacara adalah untuk menjaga Umat Hindu sangat mengutamakan keseimbangan keseimbangan, sekaligus meningkatkan kualitas di dalam kehidupan bermasyarakat, baik secara hidup masyarakat. vertikal maupun secara horizontal (sekala lan niskala). Adanya konsep Tri Hita Karana adalah Keseimbangan yang mencakup persamaan dan nilai yang dipegang teguh karena mengandung perbedaan dapat terefleksi dalam beberapa dimensi. makna keseimbangan, keselarasan, dan keserasian Refleksi keseimbangan yang banyak ditemukan hubungan antara manusia dengan Tuhannya, dalam kesenian Bali adalah dimensi dua dan tiga. manusia dengan lingkungannya, dan manusia Refleksi estetis dengan konsep keseimbangan yang dengan sesamanya. Secara lebih konkret pengamalan berdimensi dua, dapat menghasilkan bentuk-bentuk konsep tersebut di dalam aktivitas bermain simetris yang sekaligus asimetris atau jalinan yang gamelan khususnya gamelan Gong Gede, yakni harmonis, sekaligus disharmonis yang lazim disebut merupakan sarana atau media persembahan yang dengan rwa bhineda. Dalam konsep rwa bhineda dapat mempererat hubungan di antara sesamanya, terkandung pula semangat kebersamaan, adanya memupuk keselarasan, dan menjalin kebersamaan, saling keterkaitan serta kompetisi mewujudkan serta keserasian dengan lingkungan, di samping intraksi dan persaingan. Keseimbangan dalam memenuhi kebutuhan mereka dalam kegiatan- dimensi dua menjadi salah satu konsep dasar dalam kegiatan spiritual untuk mendekatkan diri dengan gamelan Bali termasuk gamelan Gong Gede yang ada Tuhan, warga bekerja untuk kehidupan keseharian di Desa Adat Tejakula. Instrumen-instrumen gamelan (fisik), dan sekaa gong membawa kesejahteraan Gong Gede banyak dalam bentuk berpasangan, batin. seperti lanang-wadon atau laki-perempuan. Penggunaan istilah lanang-wadon dalam karawitan FUNGSI untuk menunjukan tinggi rendah suara dalam satu Kemunculan gamelan Gong Kebyar di Bali Utara pada jenis tungguhan (Sukerta, 2012:514). Jenis kendang tahun 1914 memberikan pengaruh terhadap gamelan lanang suaranya relatif lebih tinggi, sedangkan suara Gong Gede khususya di Desa Adat Tejakula. Oleh kendang wadon suaranya relatif lebih rendah. Istilah karena perkembangan gamelan Gong Kebyar begitu lanang dan wadon digunakan pada jenis tungguhan pesat, gamelan Gong Gede di Desa Adat Tejakula di kendang dan gong. Sistem laras menggunakan rubah menjadi gamelan Gong Kebyar. Perubahan ini istilah ngumbang-ngisep, artinya nada yang sama menurut informasi bapak Guru Made Gejer (alm) tetapi dengan frekuensi yang berbeda, dimana yang tahun 1955. Untuk menjaga warisan leluhur serta sedikit lebih rendah disebut dengan ngumbang dan mempertahankan seni tradisi yang ada sebelumnya, nada yang sedikit lebih tinggi frekuensinya disebut prajuru desa dan seniman yang ada di Desa Adat ngisep. Teknik bermain kotekan menggunakan Tejakula membangun kembali gamelan Gong

66 Volume 6, Nomor 2, Desember 2020 KALANGWAN Jurnal Seni Pertunjukan

Gede dengan membeli secara perlahan, kemudian stress. Musik memiliki fungsi hiburan mengacu pada terkumpul menjadi satu barungan gamelan pada pengertian bahwa sebuah musik pasti mengandung tahun 2005. Tujuan membangun gamelan Gong unsur-unsur yang bersifat menghibur. Dalam hal ini Gede, yakni selain dilihat dari fungsi gamelan Gong dikatakan memiliki fungsi hiburan, gamelan Gong Gede untuk mengiringi upacara Dewa Yadnya, di Gede bisa digunakan membawakan pertunjukan tari samping mengembalikan warisan leluhur serta bebali dan balih-balihan. mempertahakan seni tradisi di era global. Fungsi Komunikasi Allan P.Merriam mengatakan bahwa, kegunaan (use) Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa gamelan dan fungsi (function) musik merupakan masalah yang Gong Gede sebagai fungsi komunikasi karena sangat penting dalam etnomusikologi. Dalam hal ini termasuk dalam pancagita sebagai pendukung penulis sependapat dengan Sugiartha (2015:47) yang sarana upacara. Pancagita merupakan lima mengatakan bahwa fungsi musik tradisional bagi jenis bunyi-bunyian yang dapat menimbulkan/ masyarakat Bali sedikitnya ada tiga, yaitu sarana membangkitkan rasa suka cita menjelang dan saat ritual, hiburan pribadi, dan presentasi estetis. upacara keagamaan dilaksanakan. Kelima bunyi- bunyian itu, di antaranya suara kentongan/ kulkul Fungsi Upacara Agama sebagai pertanda/wangsit masyarakat Hindu Uraian fungsi gamelan secara umum sudah diuraikan mulai berkumpul di tempat upacara, suara gong/ di atas sesuai fungsi yang dipakai. Secara khusus gamelan diwujudkan dalam bentuk keindahan gamelan Bali sangat eratnya hubungan dengan suara musik tradisonal untuk mengiringi upacara pelaksanaan upacara adat keagamaan, khususnya keagamaan, seperti halnya dalam mengiringi pada upacara Dewa Yadnya. Gamelan Gong Gede di tarian dan seni tradisional Bali yang ada sampai Desa Adat Tejakula saat berlangsungnya upacara, saat ini, suara kidung/kidungan: dharmagita yang gamelan tersebut sudah dimainkan. Secara tidak dikumandangkan, suara genta/bajra: suara genta/ disadarai sebelum upacara dimulai gamelan bajra yang dibunyikan oleh sulinggih/pemangku Gong Gede sudah dimainkan/disuarakan dengan untuk mengiringi doa pujaan suara puja/mantra menampilkan beberapa jenis gending-gending sulinggih/pemangku yang berkembang menjadi lelambatan klasik pegongan yang sifatnya dapat gita. menambah keagungan, kemegahan, kehidmatan, ketenangan, dan kesucian dalam pelaksanaan Fungsi Pengungkapan Emosional upacara. Selain gamelan Gong Gede sebagai musik Dalam kaitannya dengan gamelan Gong Gede di instrumenal, gamelan Gong Gede juga bisa sebagai Desa Adat Tejakula, pengungkapan rasa emosional pengiring tari sebagai penunjang upacara yadnya, terlihat saat penabuh memainkan lagu atau gending seperti tari Rejang Dewa dan Baris Upacara (Baris lelambatan klasik. Pengungkapan rasa emosional Truna, Blongsong, Bedil dan Perisi). Dalam muncul pada unsur-unsur musikalitas, seperti nada, hubungannya dengan masyarakat, yakni berfungsi melodi, ritme, dinamika, dan tempo. Sesuai hasil sebagai pengemban seni (karawitan), dalam hal wawancara dengan Gede Suparta, 25 Juli 2020, ini sifat-sifat beragama dengan tempat-tempat beliau mengatakan, “yen nganggon gamelan Gong persembahyangannya yaitu pura. Hampir tidak ada Gede jug pas odalan jug meuntab asanin”, dapat putus-putusnya upacara piodalan (ulang tahun pura) diartikan saat upacara menggunakan gamelan Gong paling tidak tiap- tiap bulan purnama. Piodalan Gede di Desa Adat Tejakula yang dirasakan, yakni setiap pura diadakan, terutama pada kayangan tiga rasa berbibawa. seperti Pura Puseh, Pura Dalem, dan Pura Desa (Bale Agung) ditambah lagi piodalan yang diadakan Fungsi Penghayatan Estetis di pura lainnya yang jumlahnya banyak sekali di Melodi yang mengalir dalam tabuh lelambatan klasik lingkungan desa. Adapun upacara puja wali yang di Desa Adat Tejakula memberikan nilai estetik, di dapat diiringi barungan gamelan Gong Gede adalah samping dinamika dan tempo memberikan nuansa sebagai berikut, Pura Puseh atau Pura Agung, Pura lagu atau tabuh yang energik. Nuansa lagu yang Desa atau Pura Bale Agung, Pura Dalem Kauh, Pura energik, bedasarkan wawancara Komang Agus Dalem Kangin, Pura Segara, Pura Beji, Pura Dangin Darmawan 23 Juli 2020 sebagai krama Desa Adat Carik Tejakula, mengatakan bahwa beliau merasakan ketika mendengarkan alunan gamelan Gong Gede Fungsi Hiburan saat upacara di Pura Khayangan Tiga Desa Adat Sebagai hiburan, musik tradisional Bali digunakan Tejakula, adanya alunan karismatik yang mempunyai sebagai sarana penikmatan artistik si pemainnya. daya pikat sehingga beliau merasakan ada nuansa Bermain musik bagi orang Bali adalah kegiatan energik yang hidup dalam saat upacara. menghibur diri, melepas lelah, dan dapat mengurangi

67 Pande Gede Widya Supriyadnyana (Gamelan...) Volume 6, Nomor 2, Desember 2020

Fungsi Pengintegrasian Masyarakat Bobot yang terdapat dalam gamelan Gong Gede di Barungan gamelan Gong Gede di Desa Adat Tejakula, Desa Adat Tejakula dari segi tabuh (gending), tabuh- fungsinya memang sangat mendominasi fungsi pokok tabuh lelambatan klasik yang ditampilkan oleh untuk menghidangkan lagu-lagu bermotif lelambatan barungan gamelan Gong Gede adalah mempunyai klasik serta dapat menghidangkan lagu-lagu sebagai ciri-ciri yang sudah baku, seperti sistem pukulan iringan tari, seperti tari baris dan tari rejang instrumen yang berbilah memakai sistem untuk kepentingan upacara. Dalam hubungannya kekenyongan, hukum (uger-uger) lagu sangat dengan masyarakat berfungsi sebagai pengemban mengikat, memiliki sifat megah, agung, tempo seni (karawitan), maka sifat-sifat beragama dengan lambat, tenang, dan suci, mempunyai ukuran tempat-tempat persembahyangannya, yaitu pura. lagu panjang-panjang tersusun atas komposisi yang teratur, sebagai karawitan berdiri sendiri, SIMPULAN ada juga untuk iringan tari, alat-alat yang utama seperti instrumen trompong, kendang cedugan, Dalam penelitian Gamelan Gong Gede Di Desa dan cengceng kopyak sangat dibutuhkan, Adat Tejakula, Buleleng: Kajian Bentuk, Estetika, pukulan cecandetan kurang menonjol, pukulan Fungsi, dan Makna akan dikaji dari sudut pandang instrumen seperti gong, , kempli, kajian seni dengan penekanan pada tiga masalah jegogan, jublag penyacah sangat menentukan pokok yaitu; bentuk, estetika, fungsi, dan makna komposisi lagu. gamelan Gong Gede Desa Adat Tejakula. Untuk membahas serta menganalisis rumusan masalah, Penampilan gamelan Gong Gede di Desa Adat digunakan beberapa teori yaitu; teori Struktural- Tejakula bisa dilihat dari penampilan berpakaian Fungsional, teori Estetika, teori Fungsi Musik, dan serta penampilan musikalitas. Penampilan Teori Semiotika. Teknik pengumpulan data yang berpakain dari segi visiual salah satu kostum diterapkan adalah teknik observasi-partisipasi, penabuh memiliki makna dari masing-masing teknik wawancara, teknik dokumentsi, dan teknik warna kostum tersebut. Dalam gamelan Gong Gede studi kepustakaan. Penelitian ini menggunakan di Desa Adat Tejakula memiliki seragam berwarna, metode diskriptif analisis yang bersifat kualitatif. seperti hitam, merah maroon serta biru gelap (navy) yang setiap kostum baju di dampingi dengan ikat Bentuk gamelan Gong Gede di Desa Adat Tejakula kepala/ destar dan saput. Setiap upacara odalan di dapat disajikan secara informal, yakni merupakan pura Khayangan Tiga atau pura yang di dibawah perpaduan unsur-unsur karawitan yang sudah naungan Desa Adat Tejakula harus memakai terakumulasi dari masa ke masa, baik dari aspek ”seselet” atau keris. Warna hitam dipilih sebagai ensambelisasi (kelengkapan alat), musikalitas warna kostum penabuh memiliki makna kalau maupun tata penyajiannya. Gamelan Gong Gede dilihat dalam lontar prakempa (sebutan lontar secara fisik berbentuk bilah dan pencon (moncol). gamelan Bali) khususnya dalam pengider bhuwana, Kalau dilihat dari jenis instrumennya gamelan warna hitam terletak di utara, yang dewanya Wisnu Gong Gede memiliki instrumen, seperti instrumen dan mempunyai nada dung. Dari sisi lain warna trompong ageng, trompong barangan, riyong, hitam, melambangkan keanggunan, kemakmuran, riyong ponggang, gangsa jongkok penunggal, percaya diri, kuat, maskulin, dramatis, misterius gangsa jongkok pengangkep ageng, gangsa dan ketegasan. Warna merah maroon yang dimana jongkok pengangkep alit (curing), penyacah, jublag, warna dasarnya merah yang terletak di selatan, yang jegogan, bebende, kempli, kempul, gong, kendang, dewanya Brahma dan mempunyai nada ding. Warna dan cengceng kopyak. merah juga memiliki arti warna yang beraura kuat, memberi arti gairah dan memberi energi untuk Dalam hal melihat estetika gamelan Gong Gede di menyerukan terlaksananya suatu tindakan. Dalam Desa Adat Tejakula digunakan teori estetika Djalantik psikologi warna merah memberi arti sebuah simbol yang terdiri wujud, bobot dan penampilan. Wujud keberanian, kekuatan dan energi, juga gairah untuk gamelan Gong Gede merupakan sebuah orkestra melakukan tindakan (action), serta melambangkan tradisional Bali yang didominasi oleh alat-alat perkusi kegembiraan. Warna biru navy yang memiliki dalam bentuk instrumen pukul. Ciri lain yang sangat warna dasar biru yang terletak di timur laut, dengan menonjol untuk menentukan identitas gamelan dewanya Sambhu dan mempunyai nada ndung. Gong Gede bahwa pada umumnya dimainkan dengan Warna biru navy atau biru dongker, makna yang teknik pukulan kekenyongan dengan cara duduk terpancar pun hampir serupa dengan warna biru bersila menghadapi instrumen tersebut. Gamelan yakni merepresentasikan kepribadian yang hangat, Gong Gede terbentuk dari berbagai jenis alat dengan terkesan bijaksana, dan menunjukkan ketegasan. warna suara yang beraneka ragam.

68 Volume 6, Nomor 2, Desember 2020 KALANGWAN Jurnal Seni Pertunjukan

Tata penyajian musikal, terdapat susunan Untuk tujuan tersebut, lembaga-lembaga dan gending. Adapun susunan tabuh yaitu: tabuh instansi terkait melalui para pengambil kebijakan gilak, tabuh telu (longgor), tabuh pat, dan dapat memberikan wadah yang lebih luas dalam tabuh nem. Tabuh gegilakan dengan tabuh telu, merencanakan, bahkan juga kalau mungkin mempunyai ciri untuk mengundang taksu dan untuk memecahkan masalah-masalah penting menyangkut memanggil para penabuh yang tidak ada pada saat seni karawitan Bali, khususnya pertunjukan gamelan menabuh (megamel). Untuk selanjutnya setelah Gong Gede. semua penabuh bersedia di tempat menambuh baru menampilkan tabuh-tabuh yang lebih panjang DAFTAR RUJUKAN ukurannya, sehingga dapat menunjang keagungan suasana upacara. Arikunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi V. Jakarta: PT. Adi Mahastya. Fungsi yang terkandung dalam gamelan Gong Gede 2002. di Desa Adat Tejakula dapat diaplikasikan serta dikaji dengan teori fungsi musik oleh Allan P. Merriam. Aryasa, I WM. Pengetahuan Karawitan Bali. Dalam penelitian ini menggunakan enam fungsi Denpasar: Proyek Sasana Budaya Bali. 1980. musik disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Adapun fungsi musik tersebut, yaitu fungsi upacara Aryasa, I WM. Perkembangan Seni Karawitan Bali. agama, fungsi hiburan, fungsi komunikasi, fungsi Denpasar: Proyek Sasana Budaya Bali. 1976/1977. pengungkapan emosional, fungsi penghayatan estetis, dan fungsi pengintegrasian masyarakat. Astita, I Nyoman. “Gamelan Gong Gede Analisis Gamelan Gong Gede memiliki fungsi yang sangat Bentuk, Dalam Mudra Jurnal Seni Budaya”. sentral dalam aktivitas keagamaan masyarakat Denpasar: Sekolah Tinggi Seni Indonesia. 1993. desa Tejakula. Gamelan Gong Gede selain berfungsi sebagai komponen pendukung aspek spiritual. Asnawa, I Ketut Gede. 2007. Khebinekaan dan Kompleksitas Gamelan Bali. Dalam Bheri Jurnal Makna gamelan Gong Gede di Desa Adat Tejakula, Ilmiah Musik Nusantara Volume. 6 No. 1 September sebagai salah satu karya seni yang mengandung isi 2007. Denpasar: Jurusan Karawitan Fakultas Seni atau kehendak yang dibaliknya mengandung makna Pertunjukan Institut Seni Indonesia Denpasar. tertentu sebagai ungkapan masyarakatnya yang dapat dilihat dari penyajian tabuh, busana, tari, Bandem, I Made. PRAKEMPA, Sebuah Lontar tempat pertunjukan, dan sesajinya. Fungsi gamelan Gamelan Bali. Denpasar: Akademi Seni Tari Gong Gede tersebut tidak sekadar sebagai ungkapan Indonesia. 1986. estetik hiburan, tetapi juga mempunyai makna religius, makna pengayom spritual, dan makna Bandem, I Made. Gamelan Bali di Atas Panggung pelestarian budaya. Sejarah. Denpasar: BP Stikom Bali. 2013.

SARAN Chris Barker. Cultural Studies Teori dan Praktik. Yogyakarta: Kreasi Wacana Yogyakarta. 2004. Adapun saran yang penulis sampaikan terhadap pertunjukan gamelan Gong Gede di Desa Adat Djelantik, A.A. I Made. Pengantar Dasar Estetika. Tejakula, sebagai berikut (1) barungan gamelan Jilid II. Denpasar: STSI. 1992. gong gede tetap dijaga kesakralannya, yakni untuk kepentingan upacara Dewa Yadnya, (2) barungan Djelantik, A.A. I Made. Estetika Sebuah Pengantar. gamelan Gong Gede tersebut jangan sampai dapat Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. berubah wujud, (3) tabuh-tabuhnya diharapkan 1999. tetap digali (dipelajari) dan dipertahankan unsur- unsur klasiknya, (4) jangan memasukkan unsur- Djelantik, A.A. I Made. Estetika Sebuah Pengantar. unsur tabuh kreasi (modern), (5) lebih banyak Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. membuat suatu pengaderan (regenerasi), (6) sering 2004. diadakan suatu latihan, dan (7) orang-orang tua yang paham atau masih memiliki tabuh-tabuh yang belum Donder, I Ketut. Esensi Bunyi Gamelan Dalam bangkit diharapkan agar memberikan generasi Prosesi Ritual Hindu, Perspektif Filosofis-Teologis, penerusnya. Dengan kata lain penulis harapkan tetap Psikologis, Sosiologis, dan Sains. Surabaya : menjaga kelestarian serta mempertahankan gamelan Paramita Surabaya. 2005. Gong Gede di Desa Adat Tejakula.

69 Pande Gede Widya Supriyadnyana (Gamelan...) Volume 6, Nomor 2, Desember 2020

Koentjaraningrat. Metode-metode Penelitian Sukerta, Pande Made. Gending-gending Gong Gede Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia. 1977. (Sebuah Analisa Bentuk). Surakarta: Departemen Pendidikan Seni dan Kebudyaan. 1996. Koentjaraningrat. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press). 1987. Sukerta, Pande Made. Tetabuhan Bali I. Surakarta: ISI Press Solo. 2010. Koentjaraningrat. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Edisi Ketiga. Jakarta: PT. Gramedia Sukerta, Pande Made. Canang Sari “Kumpulan Pustaka Utama. 1994. Malakah 1977-2013”. Surakarta: ISI Press. 2013.

Rembang, I Nyoman. Hasil Pendokumentasian Soedarsono. Metodologi Seni Pertunjukan dan Notasi Gending-Gending Lelambatan Klasik Seni Rupa. Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Pegongan Daerah Bali. Denpasar: Proyek Indonesia. 1999. Pengembangan Kesenian Bali. 1985. The Liang Gie. Filsafat Seni Sebuah Pengantar. Merriam, Alan P. The Anthropology Of Music, Yogyakarta: PUBIB. 1996. Northwestern: University Press. 1964. The Liang Gie. Filsafat Keindahan. Yogyakarta: Mustika, Pande Gede. Identifikasi Barungan PUBIB. 1996. Gamelan Gong Gede (Laporan Penelitian). Proyek STSI Denpasar. Dep Nomor: 088/XXIII/04/1999. Triguna, Ida Bagus Gde Yudha. Estetika Hindu Dan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Departemen Pembangunan Bali. Denpasar: PT. MABHAKTI. Pendidikan dan Kabudayaan. 1999. 2003.

Mustika, Pande Gede. Studi Tabuh-Tabuh Tim penyusun IHDN Denpasar. Purana Pura Lelambatan Klasik Pada Gamelan Gong Kebyar Khayangan Tiga Desa Adat Tejakula. Denpasar: Di Desa Tejakula Kecamatan Tejakula Kabupaten IHDN PRESS. 2020. Buleleng. Denpasar: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Seni dan Kebudyaan. Yudarta, I Gede. Tabuh Lelambatan Pagongan Gaya 1991. Badung Kontinuitas dan Perubahannya. Denpasar: Sekolah Tinggi Seni Indonesia Denpasar. 2007. Mustika, Pande Gede. Tesis, Pertunjukan Gamelan Gong Gede Di Pura Ulun Danu Batur Desa Batur Zamzamah, Sarjinah. Semiotika Dalam Berkala. : Sebuah Kajian Budaya. Denpasar: Institut Seni Yogyakarta: Tonil Volume 1, Nomor 1, Yogyakarta. Indonesia. 2006. 2000.

Nasution S. Metode Research (Penelitian Ilmiah), Jakarta: Bumi Aksara. 1993.

Nazir, Moh. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. 1988.

Peursen, C.A.Van. Orientasi di Alam Filsafat. Jakarta: Gramedia. 1980.

Piaget, Jean. Strukturalisme. Diindonesiakan oleh Hermoyo dari Le Structuralisme. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 1995.

Sukerta, Pande Made. Ensiklopedi Mini Karawitan Bali. Surakarta: Masyarakat Musikologi Indonesia (MMI). 1989.

Sukerta, Pande Made. Gending-gending Gong Gede Desa Tejakula, Kabupaten Buleleng. Surakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinnggi Departemen Pendidikan Seni dan Kebudyaan. 1990.

70