Jurnal Jurnal Manajemen Teknologi, 17(3), 2018,244-260 Manajemen Available online at http://journal.sbm.itb.ac.id Teknologi

Model Kelembagaan Pengembangan Agrowisata Berbasis Agroindustri Kakao di Kabupaten Pidie Jaya Provinsi

Fakhrurrazi* , Tajuddin Bantacut, dan Sapta Raharja Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Abstrak. Kelembagaan memiliki peran utama dalam menentukan keterpaduan dan keberlanjutan pengembangan agrowisata berbasis agroindustri kakao dengan cara mengurangi ketidak teraturan melalui pembentukan suatu struktur yang stabil bagi interaksi manusia yang terlibat didalamnya. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan model kelembagaan pengembangan agrowisata berbasis agroindustri kakao yang ideal dengan pendekatan sistem menggunakan metode Analitycal Hierarchy Process (AHP). Input data berasal dari panel pakar ahli berjumlah lima orang berlatar belakang akademisi, peneliti, praktisi, dan dinas terkait. Hasil penelitian menunjukkan skenario yang dipilih untuk model kelembagaan agrowisata berbasis agroindustri kakao adalah model lembaga kemitraan. Model lembaga kemitraan diyakini lebih efektif dalam mencapai tujuan utama pengembangan agrowisata berbasis agroindustri yaitu menumbuhkan ekonomi masyarakat lokal berbasis teknologi melalui pengintegrasian usaha yang terpadu dan berkelanjutan. Dalam pencapaian tujuan tersebut juga diperlukan peran aktif dan sinergisitas dari berbagai stake holder yang terlibat seperti pengelola, perguruan tinggi, dinas terkait, kelompok tani serta lembaga keuangan. Disamping itu perlu juga diperhatikan aspek-aspek yang mempengaruhi pengembangan seperti potensi pasar, ketersediaan sumberdaya manusia dan teknologi, kebijakan pemerintah, serta dukungan kelembagaan.

Kata kunci: Analitycal hierarchy process, business communication, kelembagaan, kemitraan, strategi

Abstract. Institutional has a major role in determining the integrity and sustainability of agro-tourism based on cocoa agroindustry development by reducing the irregularity through the establishment of a stable structure for human interaction involved. This study aimed to produce an institutional model of agro-tourism based on ideal cacao agroindustry development with system approach using Analytical Hierarchy Process (AHP) method. Input data came from a panel of experts consisting of five people with academic, researchers, practitioners, and related departments background. The result of the research showed that the chosen scenario for agro-tourism based on cacao agroindustry institutional model was the model of partnership institution. The partnership institution model was believed to be more effective in achieving the main objective of agro-tourism based on agroindustry development that was develop the local community economic based on technology through the bussiness integration and sustainable. In achieving these objectives also required the active role and synergicity of various stakeholders involved such as managers, universities, related agencies, farmers groups and financial institutions. Besides, it should also be considered aspects that affected the development such as market potential, availability of human resources and technology, government policy, and the institutional support.

Keywords: Analytic hierarchy process, business communication, institutions, partnership, strategy

*Corresponding author. Email: [email protected] Received: November 30th , 2018; Revision: Desember 8th , 2018; Accepted: Desember 8th , 2018 Print ISSN: 1412-1700; Online ISSN: 2089-7928. DOI: http://dx.doi.org/10.12695/jmt.2018.17.3.6 Copyright@2018. Published by Unit Research and Knowledge, School of Business and Management - Institut Teknologi Bandung (SBM-ITB)

Jurnal 244 Manajemen Teknologi Vol. 17 | No. 3 | 2018 Fakhrurrazi, Bantacut, dan Raharja / Model Kelembagaan Pengembangan Agrowisata Berbasis Agroindustri Kakao di Kabupaten Pidie Jaya Jurnal Manajemen Teknologi, 17(3), 2018, 160- Provinsi Aceh

Pendahuluan Dalam hal ini, pengembangan tidak hanya sosial budaya yang berbeda. Selain itu, faktor- Sejauh ini belum terdapat model kelembagaan difokuskan pada aspek teknis semata seperti faktor lainnya seperti tujuan yang ingin dicapai, yang ideal dalam pengelolaan agrowisata Pengembangan agrowisata berbasis pemilihan lokasi strategis dan pengembangan kendala dan permasalahan di lapangan menjadi berbasis agroindustri kakao di Kabupaten agroindustri kakao bertujuan untuk wahana yang menarik, namun juga harus pertimbangan penting dalam pemilihan model Pidie Jaya, Provinsi Aceh. Di lain sisi, meningkatkan nilai tambah sektor pariwisata memenuhi kriteria sukses mengelola kelembagaan. Oleh karena itu perlu dilakukan kelembagaan menjadi faktor yang sangat dan pertanian sehingga berdampak terhadap sumberdaya yang ada yaitu melalui manajemen analisis dengan mempertimbangkan berbagai penting dalam menunjang keberhasilan suatu pembangunan daerah dan peningkatan kelembagaan yang ideal. hal serta verifikasi lapang sehingga diharapkan pengembangan agrowisata (Dwikorawati, pendapat masyarakat setempat (Djamudin, akan menghasilkan suatu model kelembagaan 2012). Dalam konsep pembangunan, Fauzi, Arifin, & Sukardi, 2013). Agrowisata Kelembagaan dapat didefinisi sebagai suatu yang ideal untuk pengembangan agrowisata kelembagaan merupakan suatu unsur esensial berbasis agroindustri kakao dapat didefinisikan sistem yang memiliki aturan main dalam berbasis agroindustri kakao yang mampu yang menjadi faktor kunci keberhasilan sebagai serangkaian aktivitas perjalanan wisata manjalankan segala aktivitas didalamnya. mengakomodasi potensi alam dan kondisi serangkaian kegiatan atau aktivitas yang memanfaatkan kakao sebagai objek. Aturan main ini dapat berupa kumpulan sosial setiap daerah secara lebih spesifik. Lebih pengembangan. Hal ini menjadikan Didalam agrowisata sendiri memperlihatkan aturan, baik formal maupun informal, tertulis lanjut Kusnandar (2006) menyatakan bahwa pendekatan pengembangan kelembagaan serangkaian proses produksi kakao dari hulu maupun tidak tertulis, mengenai tata penerapan kelembagaan harus disesuaikan sangat penting untuk dilaksanakan (Fadhil, sampai hilir hingga diperoleh produk kakao hubungan manusia dengan lingkungan yang dengan tujuan, kebutuhan, pelaku utama dan Maarif, Bantacut, & Hermawan, 2017a ). dalam skala tertentu dengan tujuan memberi menyangkut hak-hak dan perlindungan serta sasaran pengembangan yang ingin pengetahuan, pemahaman dan rekreasi, serta tanggung jawabnya. Selain itu, kelembagaan dikembangkan, sehingga akan pengelolaan Berdasarkan hal tersebut, maka sangat perlu meningkatkan nilai tambah terhadap kakao. dapat juga didefinisikan sebagai suatu agroindustri yang efektif dan efisien. dilakukan pemilihan model kelembagaan yang organisasi berbentuk hierarki yang sesuai untuk mencapai tujuan pengembangan Pengembangan agrowisata berbasis dikoordinasikan oleh sistem mekanisme Berdasarkan observasi dan penelusuran agrowisata berbasis agroindustri kakao yang agroindustri kakao mempunyai potensi yang administratif atau kewenangan, sehingga literatur, terdapat dua model kelembagaan terpadu dan berkelanjutan. Untuk menentukan kelembagaan menjadi suatu hal yang sangat sangat besar dan menjanjikan jika dilakukan yang umumnya diterapkan dalam sistem model tersebut digunakan pendekatan sistem kompleks dikarenakan banyak pihak yang secara terpadu dan berkelanjutan. agribisnis di Kabupaten Pidie Jaya yaitu model dengan metode Analitical Hierarchy Process terlibat serta faktor yang mempengaruhi Pengembangan ini mampu memberikan kelembagaan koperasi dan kemitraan. Namun (AHP). AHP merupakan suatu metode yang jalannya suatu lembaga (Fadhil, Maarif, dampak positif bagi kedua sektor, baik sektor dalam penerapannya, kelembagaan ini masih dapat digunakan oleh pengambil keputusan Bantacut, & Hermawan, 2018). pertanian sebagai sektor primer maupun sektor terdapat berbagai macam kendala seperti untuk dapat memahami kondisi suatu sistem pariwisata sebagai sektor sekunder, manajemen sumberdaya manusia yang belum dan membantu dalam melakukan prediksi serta penggabungan kedua sektor ini dinilai mampu Kelembagan memiliki peran utama untuk baik, partisipasi anggota yang masih rendah pengambilan keputusan. Metode ini memiliki memberi nilai tambah terhadap masing-masing mengurangi ketidak teraturan dengan serta belum terdapatnya suatu standar prinsip kerja penyederhanaan suatu masalah sektor (Abdullah, 2012). membentuk suatu struktur yang stabil bagi kelembagaan yang baku. interaksi manusia yang terlibat didalamnya kompleks tidak terstruktur, strategis dan dinamis menjadi bagian yang tertata dalam Nilai tambah di sektor agroindustri diperoleh (Budi, Ma'arif, Sailah, & Raharja, 2009). Hal Di sendiri terdapat berbagai model melalui pengembangan berbagai macam yang sama juga terdapat di dalam sistem suatu hierarki (Eriyatno & Sofyar, 2007; kelembagaan yang telah dikembangkan untuk Zulfiandri & Marimin, 2012). produk olahan kakao seperti coklat batang, agribisnis dimana kehadiran kelembagaan mengelola agrowisata maupun agroindustri bubuk cokelat, permen cokelat dan berbagai berfungsi sebagai suatu perangkat formal dan seperti yang sudah dilakukan oleh; Hierarki dapat didefinisikan sebagai suatu produk olahan lainnya, produk-produk ini non formal yang mengatur hubungan atau Dwikorawati (2012) mengenai kelembagaan mampu menghasilkan nilai tambah yang sangat interaksi yang dapat memfasilitasi terjadinya repsesentasi dari sebuah permasalahan yang pengelolaan pariwisata di kawasan puncak komplek menjadi multi level, level-level besar, sedangkan di sektor pariwisata terjadi koordinasi atau kerjasama antar berbagai Bogor, Abdullah (2012) kelembagaan pada individu. Sistem hubungan ini lahir sebagai tersebut terdiri dari tujuan yaitu pada level peningkatan minat kunjungan wisatawan ke pengembangan agrowisata berbasis cara untuk mengatur individu-individu yang pertama, kemudian diikuti level faktor kriteria, daerah pengembangan tersebut (Fakhrurrazi, masyarakat, Djamudin dkk. (2013) terlibat di dalamnya agar dapat sub kriteria hingga level terakhir berupa Bantacut, & Raharja, 2018). Keterpaduan kelembagaan agrowisata dan agroindustri menjalani kehidupan bermasyarakat secara alternatif yang didapatkan (Saaty, 1991). dapat didefinisikan sebagai suatu keterkaitan terpadu di daerah aliran sungai Bekasi, Budi baik dan tidak merusak atau Dengan adanya hierarki ini suatu antara usaha sektor hulu dan hilir serta dkk. (2009) model kelembagaan agroindustri pengintegrasian kedua sektor tersebut secara mengancam kehidupan antara satu dengan permasalahan rumit dan kompleks dapat minyak wijen dan masih banyak lainnya. sinergi dan produktif, sedangkan berkelanjutan lainnya (Fadhil dkk, 2018). Dalam penentuan diuraikan kedalam setiap level atau kelompok Bentuk kelembagaan suatu agrowisata tidak adalah dapat memanfaatkan dan kelembagaan yang ideal untuk pengembangan tertentu, sehingga menghasilkan suatu dapat secara serta merta diterapkan pada mengkolaborasikan antara teknologi, lembaga agrowisata berbasis agroindustri diperlukan permasalahan terstruktur dan sistematis. agrowisata lainnya, tidak seperti halnya modal masyarakat, dan pemerintah pada semua aspek suatu perencanaan yang efektif dengan Tujuan dari penelitian ini adalah merumuskan dan teknologi (Syam, Ma'arif, Eriyatno, Sailah, (Djamhari, 2004). menerapkan pendekatan kewilayahan, setiap model kelembagaan pengembangan daerah memiliki sumberdaya, teknologi dan Machfud, & Didu, 2006). agrowisata berbasis agroindustri kakao yang

Jurnal Jurnal 245 Manajemen Teknologi 246 Manajemen Teknologi Vol. 17 | No. 3 | 2018 Vol. 17 | No. 3 | 2018 Fakhrurrazi, Bantacut, dan Raharja / Model Kelembagaan Pengembangan Agrowisata Berbasis Agroindustri Kakao di Kabupaten Pidie Jaya Jurnal Manajemen Teknologi, 17(3), 2018, 160- Provinsi Aceh

Pendahuluan Dalam hal ini, pengembangan tidak hanya sosial budaya yang berbeda. Selain itu, faktor- Sejauh ini belum terdapat model kelembagaan difokuskan pada aspek teknis semata seperti faktor lainnya seperti tujuan yang ingin dicapai, yang ideal dalam pengelolaan agrowisata Pengembangan agrowisata berbasis pemilihan lokasi strategis dan pengembangan kendala dan permasalahan di lapangan menjadi berbasis agroindustri kakao di Kabupaten agroindustri kakao bertujuan untuk wahana yang menarik, namun juga harus pertimbangan penting dalam pemilihan model Pidie Jaya, Provinsi Aceh. Di lain sisi, meningkatkan nilai tambah sektor pariwisata memenuhi kriteria sukses mengelola kelembagaan. Oleh karena itu perlu dilakukan kelembagaan menjadi faktor yang sangat dan pertanian sehingga berdampak terhadap sumberdaya yang ada yaitu melalui manajemen analisis dengan mempertimbangkan berbagai penting dalam menunjang keberhasilan suatu pembangunan daerah dan peningkatan kelembagaan yang ideal. hal serta verifikasi lapang sehingga diharapkan pengembangan agrowisata (Dwikorawati, pendapat masyarakat setempat (Djamudin, akan menghasilkan suatu model kelembagaan 2012). Dalam konsep pembangunan, Fauzi, Arifin, & Sukardi, 2013). Agrowisata Kelembagaan dapat didefinisi sebagai suatu yang ideal untuk pengembangan agrowisata kelembagaan merupakan suatu unsur esensial berbasis agroindustri kakao dapat didefinisikan sistem yang memiliki aturan main dalam berbasis agroindustri kakao yang mampu yang menjadi faktor kunci keberhasilan sebagai serangkaian aktivitas perjalanan wisata manjalankan segala aktivitas didalamnya. mengakomodasi potensi alam dan kondisi serangkaian kegiatan atau aktivitas yang memanfaatkan kakao sebagai objek. Aturan main ini dapat berupa kumpulan sosial setiap daerah secara lebih spesifik. Lebih pengembangan. Hal ini menjadikan Didalam agrowisata sendiri memperlihatkan aturan, baik formal maupun informal, tertulis lanjut Kusnandar (2006) menyatakan bahwa pendekatan pengembangan kelembagaan serangkaian proses produksi kakao dari hulu maupun tidak tertulis, mengenai tata penerapan kelembagaan harus disesuaikan sangat penting untuk dilaksanakan (Fadhil, sampai hilir hingga diperoleh produk kakao hubungan manusia dengan lingkungan yang dengan tujuan, kebutuhan, pelaku utama dan Maarif, Bantacut, & Hermawan, 2017a ). dalam skala tertentu dengan tujuan memberi menyangkut hak-hak dan perlindungan serta sasaran pengembangan yang ingin pengetahuan, pemahaman dan rekreasi, serta tanggung jawabnya. Selain itu, kelembagaan dikembangkan, sehingga akan pengelolaan Berdasarkan hal tersebut, maka sangat perlu meningkatkan nilai tambah terhadap kakao. dapat juga didefinisikan sebagai suatu agroindustri yang efektif dan efisien. dilakukan pemilihan model kelembagaan yang organisasi berbentuk hierarki yang sesuai untuk mencapai tujuan pengembangan Pengembangan agrowisata berbasis dikoordinasikan oleh sistem mekanisme Berdasarkan observasi dan penelusuran agrowisata berbasis agroindustri kakao yang agroindustri kakao mempunyai potensi yang administratif atau kewenangan, sehingga literatur, terdapat dua model kelembagaan terpadu dan berkelanjutan. Untuk menentukan kelembagaan menjadi suatu hal yang sangat sangat besar dan menjanjikan jika dilakukan yang umumnya diterapkan dalam sistem model tersebut digunakan pendekatan sistem kompleks dikarenakan banyak pihak yang secara terpadu dan berkelanjutan. agribisnis di Kabupaten Pidie Jaya yaitu model dengan metode Analitical Hierarchy Process terlibat serta faktor yang mempengaruhi Pengembangan ini mampu memberikan kelembagaan koperasi dan kemitraan. Namun (AHP). AHP merupakan suatu metode yang jalannya suatu lembaga (Fadhil, Maarif, dampak positif bagi kedua sektor, baik sektor dalam penerapannya, kelembagaan ini masih dapat digunakan oleh pengambil keputusan Bantacut, & Hermawan, 2018). pertanian sebagai sektor primer maupun sektor terdapat berbagai macam kendala seperti untuk dapat memahami kondisi suatu sistem pariwisata sebagai sektor sekunder, manajemen sumberdaya manusia yang belum dan membantu dalam melakukan prediksi serta penggabungan kedua sektor ini dinilai mampu Kelembagan memiliki peran utama untuk baik, partisipasi anggota yang masih rendah pengambilan keputusan. Metode ini memiliki memberi nilai tambah terhadap masing-masing mengurangi ketidak teraturan dengan serta belum terdapatnya suatu standar prinsip kerja penyederhanaan suatu masalah sektor (Abdullah, 2012). membentuk suatu struktur yang stabil bagi kelembagaan yang baku. interaksi manusia yang terlibat didalamnya kompleks tidak terstruktur, strategis dan dinamis menjadi bagian yang tertata dalam Nilai tambah di sektor agroindustri diperoleh (Budi, Ma'arif, Sailah, & Raharja, 2009). Hal Di Indonesia sendiri terdapat berbagai model melalui pengembangan berbagai macam yang sama juga terdapat di dalam sistem suatu hierarki (Eriyatno & Sofyar, 2007; kelembagaan yang telah dikembangkan untuk Zulfiandri & Marimin, 2012). produk olahan kakao seperti coklat batang, agribisnis dimana kehadiran kelembagaan mengelola agrowisata maupun agroindustri bubuk cokelat, permen cokelat dan berbagai berfungsi sebagai suatu perangkat formal dan seperti yang sudah dilakukan oleh; Hierarki dapat didefinisikan sebagai suatu produk olahan lainnya, produk-produk ini non formal yang mengatur hubungan atau Dwikorawati (2012) mengenai kelembagaan mampu menghasilkan nilai tambah yang sangat interaksi yang dapat memfasilitasi terjadinya repsesentasi dari sebuah permasalahan yang pengelolaan pariwisata di kawasan puncak komplek menjadi multi level, level-level besar, sedangkan di sektor pariwisata terjadi koordinasi atau kerjasama antar berbagai Bogor, Abdullah (2012) kelembagaan pada individu. Sistem hubungan ini lahir sebagai tersebut terdiri dari tujuan yaitu pada level peningkatan minat kunjungan wisatawan ke pengembangan agrowisata berbasis cara untuk mengatur individu-individu yang pertama, kemudian diikuti level faktor kriteria, daerah pengembangan tersebut (Fakhrurrazi, masyarakat, Djamudin dkk. (2013) terlibat di dalamnya agar dapat sub kriteria hingga level terakhir berupa Bantacut, & Raharja, 2018). Keterpaduan kelembagaan agrowisata dan agroindustri menjalani kehidupan bermasyarakat secara alternatif yang didapatkan (Saaty, 1991). dapat didefinisikan sebagai suatu keterkaitan terpadu di daerah aliran sungai Bekasi, Budi baik dan tidak merusak atau Dengan adanya hierarki ini suatu antara usaha sektor hulu dan hilir serta dkk. (2009) model kelembagaan agroindustri pengintegrasian kedua sektor tersebut secara mengancam kehidupan antara satu dengan permasalahan rumit dan kompleks dapat minyak wijen dan masih banyak lainnya. sinergi dan produktif, sedangkan berkelanjutan lainnya (Fadhil dkk, 2018). Dalam penentuan diuraikan kedalam setiap level atau kelompok Bentuk kelembagaan suatu agrowisata tidak adalah dapat memanfaatkan dan kelembagaan yang ideal untuk pengembangan tertentu, sehingga menghasilkan suatu dapat secara serta merta diterapkan pada mengkolaborasikan antara teknologi, lembaga agrowisata berbasis agroindustri diperlukan permasalahan terstruktur dan sistematis. agrowisata lainnya, tidak seperti halnya modal masyarakat, dan pemerintah pada semua aspek suatu perencanaan yang efektif dengan Tujuan dari penelitian ini adalah merumuskan dan teknologi (Syam, Ma'arif, Eriyatno, Sailah, (Djamhari, 2004). menerapkan pendekatan kewilayahan, setiap model kelembagaan pengembangan daerah memiliki sumberdaya, teknologi dan Machfud, & Didu, 2006). agrowisata berbasis agroindustri kakao yang

Jurnal Jurnal 245 Manajemen Teknologi 246 Manajemen Teknologi Vol. 17 | No. 3 | 2018 Vol. 17 | No. 3 | 2018 Fakhrurrazi, Bantacut, dan Raharja / Model Kelembagaan Pengembangan Agrowisata Berbasis Agroindustri Kakao di Kabupaten Pidie Jaya Jurnal Manajemen Teknologi, 17(3), 2018, 160- Provinsi Aceh tepat sehingga dapat digunakan oleh Metodologi Penelitian Sejauh ini sangat banyak terdapat model Adapaun pakar yang mewakili akademisi pengambil kebijakan dalam upaya kelembagaan yang dapat diterapkan dalam adalah dosen Universitas Syiah Kuala pada pengembangan agrowisata berbasis Dalam menghasilkan suatu rancangan sistem pengembangan agrowisata berbasis program studi Teknologi Hasil Pertanian yang agroindustri kakao di Kabupaten Pidie Jaya. yang tepat dan efektif, hal utama yang perlu agroindustri. Kajian komprehensif diperlukan sudah bergelar Doktor dan konsen dibidang Harapannya model kelembagaan ini dapat dilakukan adalah mengumpulkan dan untuk menetapkan model kelembagaan yang kakao selama 10 tahun terakhir, peneliti dari berperan besar dalam mempercepat menentukan sejumlah informasi yang paling sesuai dengan tujuan pengembangan BPTP Provinsi Aceh yang sudah bergelar pertumbuhan perekonomian masyarakat lokal dibutuhkan (Regattieri, Gamberi, & Minzir, agrowisata berbasis agroindustri kakao. Sistem Doktor dan konsen dibidang pengembangan di kabupaten tersebut melalui pengelolaan 2007). Berdasarkan latar belakang, kajian dapat didefinisikan sebagai suatu kumpulan teknologi pertanian selama 15 tahun terakhir. agrowisata berbasis agroindustri kakao secara teoritis dan temuan dilapangan maka elemen-elemen yang saling menerangkan 2) Pakar yang mewakili pemerintah daerah tepat. dikembangkan kerangka penelitian seperti dalam interaksi dan saling tergantung yang minimal bertanggung jawab dan memiliki yang terlihat pada Gambar 1. bekerja untuk mencapai tujuan tertentu. wewenang untuk menentukan arah Pendekatan sistem sering digunakan untuk pengembangan bidang yang dikaji. Adapun penyelesaian persoalan dengan menekankan pakar yang mewakili pemerintah daerah pada pada aspek analisis interaksi elemen dan penelitian ini adalah kepala dinas dan kepala perilaku sistem secara keseluruhan. Secara bidang perkebunan Dinas Perkebunan dan umum pendekatan sistem dilakukan melalui Peternakan Kabupaten Pidie Jaya, kepala dua tahapan yaitu identifikasi kebutuhan bidang pariwisata dari Dinas Pemuda, pemangku kepentingan yang merupakan Olahraga dan Pariwisata Kab. Pidie Jaya, dan faktor-faktor penting dalam sistem, serta Dinas perindustrian, perdagangan, koperasi pembuatan suatu model konseptual dan dan UKM. 3) Pakar yang mewakili praktisi atau kuantitatif untuk membantu pengambilan pelaku usaha mininal sudah berpengalaman keputusan secara rasional, sehingga didapatkan pada bidang yang dikaji minimal 15 tahun. solusi penyelesain masalah yang baik (Eriyatno, 2003). Adapun pakar yang mewakili praktisi pada penelitian ini adalah direktur Rimbun Coop Penelitian ini dilakukan dilakukan di Socolatte Pidie Jaya yang sudah berpengalan Kabupaten Pidie Jaya dan Kota dalam bidang agroindustri kakao selama 15 selama bulan Januari – Maret 2018. Data yang tahun dan ketua kelompok tani kakao di Desa digunakan didalam penelitian ini adalah data Reuleut Kecamatan Ulim Pidie Jaya. Adapun primer dan data sekunder. Data primer data sekunder merupakan data yang dihimpun merupakan data yang diperoleh melalui dari instansi terkait maupun studi kepustakaan. observasi lapangan. Data-data ini diperoleh Data-data ini diperoleh baik melalui studi dari hasil wawancara, kuesioner dan diskusi literatur, dokumen pemerintah maupun dengan pakar. Pakar yang terlibat di dalam swasta. Data-data yang diperoleh kemudian penelitian adalah peneliti dari Balai Pengkajian diolah sesuai dengan rancangan metode yang Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Aceh digunakan. dan Dosen Universitas Syiah Kuala; Dinas Perkebunan dan Peternakan; Dinas Pemuda, Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif Olahraga dan Pariwisata Kab. Pidie Jaya; melalui studi kasus dengan pendekatan sistem. pelaku agroindustri dan kelompok tani kakao. Metode analitical hierarchy process (AHP) digunakan untuk menganalisis faktor, aktor, Terdapat beberapa ketentuan atau kriteria yang dan tujuan sehingga diperoleh model lembaga digunakan dalam pemilihan pakar sebagai pengembangan agrowisata berbasis sumber informasi pada peneltian ini, diantara agroindustri kakao yang ideal. Penetapan Gambar 1. lain: 1) Pakar yang berlatar belakang akademisi komponen utama faktor, aktor, dan tujuan Kerangka Pemikiran Penelitian dan peneliti minimal sudah mendapatkan gelar yang menjadi prioritas model lembaga Doktor (Dr) dan memiliki bidang keahlian pengembangan agrowisata berbasis kakao atau pengembangan teknologi, dan agroindustri kakao diperoleh melalui kelembagaan pertanian, selain itu juga telah indentifikasi, informasi, dan hasil diskusi menggeluti bidang tersebut selama minimal 10 dengan pakar. tahun.

Jurnal Jurnal 247 Manajemen Teknologi 248 Manajemen Teknologi Vol. 17 | No. 3 | 2018 Vol. 17 | No. 3 | 2018 Fakhrurrazi, Bantacut, dan Raharja / Model Kelembagaan Pengembangan Agrowisata Berbasis Agroindustri Kakao di Kabupaten Pidie Jaya Jurnal Manajemen Teknologi, 17(3), 2018, 160- Provinsi Aceh tepat sehingga dapat digunakan oleh Metodologi Penelitian Sejauh ini sangat banyak terdapat model Adapaun pakar yang mewakili akademisi pengambil kebijakan dalam upaya kelembagaan yang dapat diterapkan dalam adalah dosen Universitas Syiah Kuala pada pengembangan agrowisata berbasis Dalam menghasilkan suatu rancangan sistem pengembangan agrowisata berbasis program studi Teknologi Hasil Pertanian yang agroindustri kakao di Kabupaten Pidie Jaya. yang tepat dan efektif, hal utama yang perlu agroindustri. Kajian komprehensif diperlukan sudah bergelar Doktor dan konsen dibidang Harapannya model kelembagaan ini dapat dilakukan adalah mengumpulkan dan untuk menetapkan model kelembagaan yang kakao selama 10 tahun terakhir, peneliti dari berperan besar dalam mempercepat menentukan sejumlah informasi yang paling sesuai dengan tujuan pengembangan BPTP Provinsi Aceh yang sudah bergelar pertumbuhan perekonomian masyarakat lokal dibutuhkan (Regattieri, Gamberi, & Minzir, agrowisata berbasis agroindustri kakao. Sistem Doktor dan konsen dibidang pengembangan di kabupaten tersebut melalui pengelolaan 2007). Berdasarkan latar belakang, kajian dapat didefinisikan sebagai suatu kumpulan teknologi pertanian selama 15 tahun terakhir. agrowisata berbasis agroindustri kakao secara teoritis dan temuan dilapangan maka elemen-elemen yang saling menerangkan 2) Pakar yang mewakili pemerintah daerah tepat. dikembangkan kerangka penelitian seperti dalam interaksi dan saling tergantung yang minimal bertanggung jawab dan memiliki yang terlihat pada Gambar 1. bekerja untuk mencapai tujuan tertentu. wewenang untuk menentukan arah Pendekatan sistem sering digunakan untuk pengembangan bidang yang dikaji. Adapun penyelesaian persoalan dengan menekankan pakar yang mewakili pemerintah daerah pada pada aspek analisis interaksi elemen dan penelitian ini adalah kepala dinas dan kepala perilaku sistem secara keseluruhan. Secara bidang perkebunan Dinas Perkebunan dan umum pendekatan sistem dilakukan melalui Peternakan Kabupaten Pidie Jaya, kepala dua tahapan yaitu identifikasi kebutuhan bidang pariwisata dari Dinas Pemuda, pemangku kepentingan yang merupakan Olahraga dan Pariwisata Kab. Pidie Jaya, dan faktor-faktor penting dalam sistem, serta Dinas perindustrian, perdagangan, koperasi pembuatan suatu model konseptual dan dan UKM. 3) Pakar yang mewakili praktisi atau kuantitatif untuk membantu pengambilan pelaku usaha mininal sudah berpengalaman keputusan secara rasional, sehingga didapatkan pada bidang yang dikaji minimal 15 tahun. solusi penyelesain masalah yang baik (Eriyatno, 2003). Adapun pakar yang mewakili praktisi pada penelitian ini adalah direktur Rimbun Coop Penelitian ini dilakukan dilakukan di Socolatte Pidie Jaya yang sudah berpengalan Kabupaten Pidie Jaya dan Kota Banda Aceh dalam bidang agroindustri kakao selama 15 selama bulan Januari – Maret 2018. Data yang tahun dan ketua kelompok tani kakao di Desa digunakan didalam penelitian ini adalah data Reuleut Kecamatan Ulim Pidie Jaya. Adapun primer dan data sekunder. Data primer data sekunder merupakan data yang dihimpun merupakan data yang diperoleh melalui dari instansi terkait maupun studi kepustakaan. observasi lapangan. Data-data ini diperoleh Data-data ini diperoleh baik melalui studi dari hasil wawancara, kuesioner dan diskusi literatur, dokumen pemerintah maupun dengan pakar. Pakar yang terlibat di dalam swasta. Data-data yang diperoleh kemudian penelitian adalah peneliti dari Balai Pengkajian diolah sesuai dengan rancangan metode yang Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Aceh digunakan. dan Dosen Universitas Syiah Kuala; Dinas Perkebunan dan Peternakan; Dinas Pemuda, Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif Olahraga dan Pariwisata Kab. Pidie Jaya; melalui studi kasus dengan pendekatan sistem. pelaku agroindustri dan kelompok tani kakao. Metode analitical hierarchy process (AHP) digunakan untuk menganalisis faktor, aktor, Terdapat beberapa ketentuan atau kriteria yang dan tujuan sehingga diperoleh model lembaga digunakan dalam pemilihan pakar sebagai pengembangan agrowisata berbasis sumber informasi pada peneltian ini, diantara agroindustri kakao yang ideal. Penetapan Gambar 1. lain: 1) Pakar yang berlatar belakang akademisi komponen utama faktor, aktor, dan tujuan Kerangka Pemikiran Penelitian dan peneliti minimal sudah mendapatkan gelar yang menjadi prioritas model lembaga Doktor (Dr) dan memiliki bidang keahlian pengembangan agrowisata berbasis kakao atau pengembangan teknologi, dan agroindustri kakao diperoleh melalui kelembagaan pertanian, selain itu juga telah indentifikasi, informasi, dan hasil diskusi menggeluti bidang tersebut selama minimal 10 dengan pakar. tahun.

Jurnal Jurnal 247 Manajemen Teknologi 248 Manajemen Teknologi Vol. 17 | No. 3 | 2018 Vol. 17 | No. 3 | 2018 Fakhrurrazi, Bantacut, dan Raharja / Model Kelembagaan Pengembangan Agrowisata Berbasis Agroindustri Kakao di Kabupaten Pidie Jaya Jurnal Manajemen Teknologi, 17(3), 2018, 160- Provinsi Aceh

Prosedur perhitungan dalam pemilihan strategi Tujuan dari tahapan ini adalah untuk Tahap 1 : Perkalian baris Rasio yang dianggap baik apabila nilai CR ≤ 1. mengikuti kaidah AHP dengan tahapan memperoleh sejumlah pemikiran yang Nilai RI merupakan nilai random indeks yang sebagai berikut (Marimin, 2004; Syam dkk., sedang berkembang, sehingga rentang dikeluarkan oleh Oarklidge Laboratory seperti 2006; Eriyatno & Sofyar, 2007; Zulfiandri & pilihan-pilihan keputusan yang mungkin yang ditunjukkan pada Tabel 2. Untuk Tahap 2 : Perhitungan vektor prioritas Marimin, 2012): terbuka dan menentukan solusi yang menjelaskan tahapan-tahapan yang dilakukan 1. Pengidentifikasian sistem diinginkan. dalam pemilihan model kelembagaan Pada tahapan ini dilakukan 2. Penyusunan hierarki pengembangan agrowisata berbasis pengidentifikasian sistem melalui Pada tahapan ini dilakukan pembuatan Tahap 3 : Perhitungan nilai Eigen maksimum agroindustri kakao di Kabupaten Pidie Jaya pendefinisian masalah, pembatasan ruang struktur hirarki yang diawali dengan (λmax) menggunakan AHP, maka digunakanlah lingkup kajian, dan pengumpulan sejumlah tujuan umum, dilanjutkan dengan diagram Business communication yang dibangun informasi yang dibutuhkan berkaitan kriteria-kriteria dan alternatif-alternatif dengan menggunakan software Sybase- dengan kelembagaan agrowisata berbasis pilihan yang ingin dirangkingkan PowerDesigner 16.6. agroindustri kakao, termasuk pandangan (Gambar 2). Tahap 4 : Perhitungan indeks konsistensi (CI) dan asumsi pihak terlibat. Diagram Business communication memudahkan dalam memahami peran masing-masing elemen dalam tahapan-tahapan yang dilakukan Tahap 5 : Perhitungan rasio konsistensi (CR) (Gambar 3).

Tabel 2. Nilai Random Indeks (RI) N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 RI 0.00 0.00 0.58 0.90 1.22 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49 1.51 1.48 1.56

Gambar 2. Hierarki Penentuan Kelembagaan Agrowisata Berbasis Agroindustri Kakao

3. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap Keterangan: elemen terhadap masing-masing tujuan N = Jumlah pakar atau kriteria yang setingkat diatasnya. Gij = Elemen matrik pendapat gabungan Kemudian dilakukan penilaian pada baris ke –I dan kolom ke-j berpasangan setiap level hierarki aij (k) = Elemen matrik pendapat individu berdasarkan pilihan atau judgement oleh pada baris ke –I dan kolom ke-j untuk matrik pakar dengan menilai tingkat tingkat pendapat individu dengan CR yang kepentingan suatu elemen dibandingkan memenuhi persyaratan ke-k elemen lainnya. K = 1,2,…m 4. Perhitungan konsistensi logis. Hasil dari M = Jumlah matrik pandapat individu penilaian kuesioner yang dilakukan oleh dengan CR yang memenuhi persyaratan para pakar tersebut kemudian digabungkan Selanjutnya dilakukan perhitungan Consistency untuk dihitung rataan geometrik (geometric Ratio atau CR, diperoleh dari pengulahan Gambar 3. mean) dengan persamaan (Marimin 2004): horizontal dengan tahapan perhitungan Diagram Business communication tahapan AHP sebagai berikut :

Jurnal Jurnal 249 Manajemen Teknologi 250 Manajemen Teknologi Vol. 17 | No. 3 | 2018 Vol. 17 | No. 3 | 2018 Fakhrurrazi, Bantacut, dan Raharja / Model Kelembagaan Pengembangan Agrowisata Berbasis Agroindustri Kakao di Kabupaten Pidie Jaya Jurnal Manajemen Teknologi, 17(3), 2018, 160- Provinsi Aceh

Prosedur perhitungan dalam pemilihan strategi Tujuan dari tahapan ini adalah untuk Tahap 1 : Perkalian baris Rasio yang dianggap baik apabila nilai CR ≤ 1. mengikuti kaidah AHP dengan tahapan memperoleh sejumlah pemikiran yang Nilai RI merupakan nilai random indeks yang sebagai berikut (Marimin, 2004; Syam dkk., sedang berkembang, sehingga rentang dikeluarkan oleh Oarklidge Laboratory seperti 2006; Eriyatno & Sofyar, 2007; Zulfiandri & pilihan-pilihan keputusan yang mungkin yang ditunjukkan pada Tabel 2. Untuk Tahap 2 : Perhitungan vektor prioritas Marimin, 2012): terbuka dan menentukan solusi yang menjelaskan tahapan-tahapan yang dilakukan 1. Pengidentifikasian sistem diinginkan. dalam pemilihan model kelembagaan Pada tahapan ini dilakukan 2. Penyusunan hierarki pengembangan agrowisata berbasis pengidentifikasian sistem melalui Pada tahapan ini dilakukan pembuatan Tahap 3 : Perhitungan nilai Eigen maksimum agroindustri kakao di Kabupaten Pidie Jaya pendefinisian masalah, pembatasan ruang struktur hirarki yang diawali dengan (λmax) menggunakan AHP, maka digunakanlah lingkup kajian, dan pengumpulan sejumlah tujuan umum, dilanjutkan dengan diagram Business communication yang dibangun informasi yang dibutuhkan berkaitan kriteria-kriteria dan alternatif-alternatif dengan menggunakan software Sybase- dengan kelembagaan agrowisata berbasis pilihan yang ingin dirangkingkan PowerDesigner 16.6. agroindustri kakao, termasuk pandangan (Gambar 2). Tahap 4 : Perhitungan indeks konsistensi (CI) dan asumsi pihak terlibat. Diagram Business communication memudahkan dalam memahami peran masing-masing elemen dalam tahapan-tahapan yang dilakukan Tahap 5 : Perhitungan rasio konsistensi (CR) (Gambar 3).

Tabel 2. Nilai Random Indeks (RI) N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 RI 0.00 0.00 0.58 0.90 1.22 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49 1.51 1.48 1.56

Gambar 2. Hierarki Penentuan Kelembagaan Agrowisata Berbasis Agroindustri Kakao

3. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap Keterangan: elemen terhadap masing-masing tujuan N = Jumlah pakar atau kriteria yang setingkat diatasnya. Gij = Elemen matrik pendapat gabungan Kemudian dilakukan penilaian pada baris ke –I dan kolom ke-j berpasangan setiap level hierarki aij (k) = Elemen matrik pendapat individu berdasarkan pilihan atau judgement oleh pada baris ke –I dan kolom ke-j untuk matrik pakar dengan menilai tingkat tingkat pendapat individu dengan CR yang kepentingan suatu elemen dibandingkan memenuhi persyaratan ke-k elemen lainnya. K = 1,2,…m 4. Perhitungan konsistensi logis. Hasil dari M = Jumlah matrik pandapat individu penilaian kuesioner yang dilakukan oleh dengan CR yang memenuhi persyaratan para pakar tersebut kemudian digabungkan Selanjutnya dilakukan perhitungan Consistency untuk dihitung rataan geometrik (geometric Ratio atau CR, diperoleh dari pengulahan Gambar 3. mean) dengan persamaan (Marimin 2004): horizontal dengan tahapan perhitungan Diagram Business communication tahapan AHP sebagai berikut :

Jurnal Jurnal 249 Manajemen Teknologi 250 Manajemen Teknologi Vol. 17 | No. 3 | 2018 Vol. 17 | No. 3 | 2018 Fakhrurrazi, Bantacut, dan Raharja / Model Kelembagaan Pengembangan Agrowisata Berbasis Agroindustri Kakao di Kabupaten Pidie Jaya Jurnal Manajemen Teknologi, 17(3), 2018, 160- Provinsi Aceh

Hasil dan Pembahasan Kabupaten Pidie Jaya yakni hierarki level I Tabel 1. (Sambungan) (faktor) 5 sub elemen, hierarki level II (aktor) 7 Susunan Hierarki Agrowisata Berbasis Agroindustri Kakao Berdasarkan diskusi dengan para pakar dan sub elemen, hierarki level III (tujuan) 5 sub elemen, hierarki level IV (model kelembagaan) review literatur diperoleh beberapa elemen Hierarki Sub elemen Deskripsi kunci pada tiap-tiap level hierarki pemilihan 4 sub elemen. Untuk mendeskripsikan Penyaluran Wahana untuk memfasilitasi penemuan (invensi) model kelembagaan pengembangan bagaimana susunan hirakhi selengkapnya pengetahuan menjadi suatu inovasi serta menjadi media penyaluran agrowisata berbasis agroindustri kakao di- dapat dilihat pada Tabel 1. dan teknologi pengetahuan dan teknologi. Tabel 1. Nilai tambah Meningkatkan nilai tambah kedua sektor (pertanian Susunan Hierarki Agrowisata Berbasis Agroindustri Kakao dan ekonomi dan pariwisata) sehingga mampu meningkatkan masyarakat kesejahteraan masyarakat lokal baik di tingkat petani lokal kakao, UKM, maupun masyarat umum. Level III : Menciptakan sistemusaha yang terpadu untuk Hierarki Sub elemen Deskripsi Integrasi usaha Merupakan orang-orang yang dapat dipekerjakan Tujuan mengoptimalkan pemanfaatan potensi kedua sektor. Sumberdaya didalam sistem sebagai pendukung, pemikir, perencana Meningkatkan mutu dan daya saing kakao serta produk Manusia Daya saing dan penggerak untuk mencapai tujuan pengembangan olahan kakao Aceh dan juga media untuk eksploitasi (SDM) produk (Mutu) agrowisata berbasis agroindustri kakao. dan promosi keunggulan kakao Aceh Pengembangan akan memberikan manfaat yang cukup Berbagai macam alat dan mesin yang dibutuhkan Pembangunan besar bagi pengembangan kawasan dan peningkatan didalam pengolahan kakao baik di tingkat petani daerah Teknologi pembangunan infrastruktur maupun tingkat agroindustri (agrowisata berbasis : Pengembangan dan pengelolaan agrowisata berbasis Level I agroindustri kakao). Faktor agroindustri kakao dilakukan oleh pemerintah daerah Kemampuan pemasaran dan penerimaan produk Potensi Pasar melalui Badan Layanan Umum Daerah. Pemerintah agrowisata berbasis agroindustri kakao. BLUD daerah sebagai pelaku utama yang mengelola dan Suatu arah tindakan yang diusulkanoleh pemerintah Kebijakan menjalankan agrowisata. Petani, lembaga peneliti dan untuk mendukung dan mendorong adanya keterpaduan Pemerintah lembaga lainnya lainnya hanya dilibatkan sebagai mitra dan kebersamaan berbagai pihak. kerja. Peran lembaga yang terlibat didalam sistem, baik Dukungan Dalam model lembaga kemitraan,enterpreneur lembaga inti maupun lembaga penunjang dalam kelembagaan (pengusaha) berperan sebagai pelaku utama yang mewujudkan agrowisata terpadu dan berkelanjutan. bertanggung jawab dan menjalankan agrowisata Pelaku yang membudidaya, penanganan pra dan pasca Petani kakao Level IV : Kemitraan berbasis agroindustri kakao. Untuk menjalankan panen kakao. Model usahanya, enterpreneur bermitra dengan petani, Manajemen Pihak yang mengelola dan menjalankan sistem Lembaga kelompok tani, pemerintah daerah, lembaga peneliti pengelola agrowisata berbasis agroindustri kakao. dan lembaga-lembaga lainnya. Dinas Pelaksana urusan pemerintahan daerah berdasarkan Pada model kelembagaan koperasi, anggota koperasi Perkebunan asas otonomi yang bertugas membantu di bidang secara bersama-sama bertanggung jawab terhadap (DISBUN) perkebunan, dalam hal ini perkebunankakao. pengelolaan danpengembangan agrwisata berbasis : Koperasi Level II Dinas Pelaksana urusan pemerintahan daerah berdasarkan agroindustri kakao. Anggota-anggota ini sebagai pelaku Aktor Perindustrian asas otonomi yang bertugas membantu di bidang teknoprener dalam mengembangkan produk-produk

(DISPRN) Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM. kreatif.

Dinas Pelaksana urusan pemerintahan daerahberdasarkan Pengelolaan dan pengembangan agrowisata berbasis agroindustri kakao dilakukan dengan lembaga yayasan Pariwisata asas otonomi yang bertugas membantu di bidang Yayasan (DISPAR) pariwisata, dalam hal ini yaitu agrowisata. yaitu sebagai kegiatan sosial non profit, baik dilakukan Perguruan Lembaga yang menyediakan ilmu, teknologi dan oleh Forum Kakao Aceh atau lembaga sosial lainnya. tinggi melakukan diserminasi hasil penelitian Lembaga yang menyalurkan dana kepadamasyakat Perbankan dalam rangka peningkatan taraf hidup masyarakat.

Jurnal Jurnal 251 Manajemen Teknologi 252 Manajemen Teknologi Vol. 17 | No. 3 | 2018 Vol. 17 | No. 3 | 2018 Fakhrurrazi, Bantacut, dan Raharja / Model Kelembagaan Pengembangan Agrowisata Berbasis Agroindustri Kakao di Kabupaten Pidie Jaya Jurnal Manajemen Teknologi, 17(3), 2018, 160- Provinsi Aceh

Hasil dan Pembahasan Kabupaten Pidie Jaya yakni hierarki level I Tabel 1. (Sambungan) (faktor) 5 sub elemen, hierarki level II (aktor) 7 Susunan Hierarki Agrowisata Berbasis Agroindustri Kakao Berdasarkan diskusi dengan para pakar dan sub elemen, hierarki level III (tujuan) 5 sub elemen, hierarki level IV (model kelembagaan) review literatur diperoleh beberapa elemen Hierarki Sub elemen Deskripsi kunci pada tiap-tiap level hierarki pemilihan 4 sub elemen. Untuk mendeskripsikan Penyaluran Wahana untuk memfasilitasi penemuan (invensi) model kelembagaan pengembangan bagaimana susunan hirakhi selengkapnya pengetahuan menjadi suatu inovasi serta menjadi media penyaluran agrowisata berbasis agroindustri kakao di- dapat dilihat pada Tabel 1. dan teknologi pengetahuan dan teknologi. Tabel 1. Nilai tambah Meningkatkan nilai tambah kedua sektor (pertanian Susunan Hierarki Agrowisata Berbasis Agroindustri Kakao dan ekonomi dan pariwisata) sehingga mampu meningkatkan masyarakat kesejahteraan masyarakat lokal baik di tingkat petani lokal kakao, UKM, maupun masyarat umum. Level III : Menciptakan sistemusaha yang terpadu untuk Hierarki Sub elemen Deskripsi Integrasi usaha Merupakan orang-orang yang dapat dipekerjakan Tujuan mengoptimalkan pemanfaatan potensi kedua sektor. Sumberdaya didalam sistem sebagai pendukung, pemikir, perencana Meningkatkan mutu dan daya saing kakao serta produk Manusia Daya saing dan penggerak untuk mencapai tujuan pengembangan olahan kakao Aceh dan juga media untuk eksploitasi (SDM) produk (Mutu) agrowisata berbasis agroindustri kakao. dan promosi keunggulan kakao Aceh Pengembangan akan memberikan manfaat yang cukup Berbagai macam alat dan mesin yang dibutuhkan Pembangunan besar bagi pengembangan kawasan dan peningkatan didalam pengolahan kakao baik di tingkat petani daerah Teknologi pembangunan infrastruktur maupun tingkat agroindustri (agrowisata berbasis : Pengembangan dan pengelolaan agrowisata berbasis Level I agroindustri kakao). Faktor agroindustri kakao dilakukan oleh pemerintah daerah Kemampuan pemasaran dan penerimaan produk Potensi Pasar melalui Badan Layanan Umum Daerah. Pemerintah agrowisata berbasis agroindustri kakao. BLUD daerah sebagai pelaku utama yang mengelola dan Suatu arah tindakan yang diusulkanoleh pemerintah Kebijakan menjalankan agrowisata. Petani, lembaga peneliti dan untuk mendukung dan mendorong adanya keterpaduan Pemerintah lembaga lainnya lainnya hanya dilibatkan sebagai mitra dan kebersamaan berbagai pihak. kerja. Peran lembaga yang terlibat didalam sistem, baik Dukungan Dalam model lembaga kemitraan,enterpreneur lembaga inti maupun lembaga penunjang dalam kelembagaan (pengusaha) berperan sebagai pelaku utama yang mewujudkan agrowisata terpadu dan berkelanjutan. bertanggung jawab dan menjalankan agrowisata Pelaku yang membudidaya, penanganan pra dan pasca Petani kakao Level IV : Kemitraan berbasis agroindustri kakao. Untuk menjalankan panen kakao. Model usahanya, enterpreneur bermitra dengan petani, Manajemen Pihak yang mengelola dan menjalankan sistem Lembaga kelompok tani, pemerintah daerah, lembaga peneliti pengelola agrowisata berbasis agroindustri kakao. dan lembaga-lembaga lainnya. Dinas Pelaksana urusan pemerintahan daerah berdasarkan Pada model kelembagaan koperasi, anggota koperasi Perkebunan asas otonomi yang bertugas membantu di bidang secara bersama-sama bertanggung jawab terhadap (DISBUN) perkebunan, dalam hal ini perkebunankakao. pengelolaan danpengembangan agrwisata berbasis : Koperasi Level II Dinas Pelaksana urusan pemerintahan daerah berdasarkan agroindustri kakao. Anggota-anggota ini sebagai pelaku Aktor Perindustrian asas otonomi yang bertugas membantu di bidang teknoprener dalam mengembangkan produk-produk

(DISPRN) Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM. kreatif.

Dinas Pelaksana urusan pemerintahan daerahberdasarkan Pengelolaan dan pengembangan agrowisata berbasis agroindustri kakao dilakukan dengan lembaga yayasan Pariwisata asas otonomi yang bertugas membantu di bidang Yayasan (DISPAR) pariwisata, dalam hal ini yaitu agrowisata. yaitu sebagai kegiatan sosial non profit, baik dilakukan Perguruan Lembaga yang menyediakan ilmu, teknologi dan oleh Forum Kakao Aceh atau lembaga sosial lainnya. tinggi melakukan diserminasi hasil penelitian Lembaga yang menyalurkan dana kepadamasyakat Perbankan dalam rangka peningkatan taraf hidup masyarakat.

Jurnal Jurnal 251 Manajemen Teknologi 252 Manajemen Teknologi Vol. 17 | No. 3 | 2018 Vol. 17 | No. 3 | 2018 Fakhrurrazi, Bantacut, dan Raharja / Model Kelembagaan Pengembangan Agrowisata Berbasis Agroindustri Kakao di Kabupaten Pidie Jaya Jurnal Manajemen Teknologi, 17(3), 2018, 160- Provinsi Aceh

Hal ini diperlukan karena dalam menjalankan Berdasarkan hasil diskusi dengan pakar dan usaha, perusahaan selalu terhubung dengan penelusuran literatur terdapat lima faktor yang pihak ketiga dan ingin melindungi perusahaan sangat mempengaruhi pengembangan yang dijalankan secara jujur (te goeder trouw), agrowisata maupun agroindustri yaitu maka kehadiran legalitas suatu perusahaan ketersediaan sumberdaya manusia untuk dalam kegiatan bisnis sangat penting, karena menjalankan organisasi, ketersediaan teknologi legalitas perusahaan merupakan jati diri yang untuk menghasilkan produk, potensi melegalkan atau mengesahkan suatu permintaan suatu produk oleh pasar, kebijakan perusahaan sehingga diakui oleh masyarakat pemerintah daerah, dan dukungan berbagai (Kansil 2008; Mulhad 2010). pihak (Syam dkk., 2006; Abdullah, 2012; Zulfiandri & Marimin, 2012; Tewu 2015; Pengolahan Hierarki AHP Fadhil dkk. 2017). Untuk merumuskan hierarki pada setiap level digunakalah software Expert Choice 11, Kelima faktor ini memiliki ketergantungan dan sehingga hasilnya adalah seperti pada Gambar keterkaitan antar faktor lainnya. Pada level 4. Berdasarkan Gambar 4 menunjukkan bahwa kedua, terdapat tujuh aktor utama didalam terdapat beberapa faktor utama yang sangat sistem agrowisata berbasis agroindustri kakao mempengaruhi pengembangan agrowisata yang memiliki tanggung jawab dan berbasis agroindustri kakao. Hasil kemampuan dalam mengendalikan berbagai pembobotan menunjukan aspek potensi pasar faktor tersebut. Secara umum tujuan menjadi faktor utama yang harus diperhatikan, pengembangan agrowisata berbasis diikuti ketersediaan sumberdaya manusia dan agroindustri kakao adalah mengembangkan teknologi. Potensi pasar merupakan faktor potensi agrowisata secara profesional, terpadu utama yang sangat mempengaruhi dan berkelanjutan, sehingga menjadikannya keberhasilan pengembangan agrowisata Gambar 4. sebagai media penyaluran pengetahuan, berbasis agroindustri kakao. Keberlangsungan Hasil Analisis AHP Model Kelembagaan teknologi dan sumber daya alam untuk pengembangan produk baru maupun hilirisasi mendorong daya saing dan pertumbuhan inovasi sangat bergantung pada aspek potensi ekonomi lokal berbasis teknologi. Tujuan atau penerimaan pasar (Hendrayanti, 2011; tersebut perlu diurai menjadi lebih spesifik, hal Valitov & Khakimov, 2015). ini bertujuan untuk menentukan langkah strategis dalam mencapai tujuan Menurut Abdullah (2012), secara umum pengembangan. Pada level aternatif, terdapat pemasaran mempunyai dua peranan penting empat alternatif model kelembagaan yang yaitu menggali dan memberi informasi selera dapat diterapkan untuk mencapai dan permintaan pasar yang kemudian pengembangan agrowisata berbasis diterjemahkan kedalam produk agrowisata dan agroindustri kakao di Kabupaten Pidie Jaya. komponen penunjang untuk menarik dan memberikan kepuasan bagi konsumen. Tugas lainnya adalah menciptakan kinerja keuangan Penentuan alternatif ini didasari oleh yang stabil. Pengelola harus mampu menjaga ketersediaan sumberdaya manusia dan model keseimbangan perusahaan dengan cara kelembagaan yang diusulkan tersebut memiliki memperhatikan aspek kepuasan pelanggan perangkat organisasi yang sudah di jalankan dan pesaing pasar (Kotler & Keller, 2009). dalam mengelola usaha dibidang agroindustri maupun agrowisata di Kabupaten Pidie Jaya. Selain itu, keempat model lembaga tersebut juga memiliki badan hukum. Legalitas badan hukum kelembagaan merupakan faktor utama yang harus dipertimbangkan oleh suatu lembaga dalam menjalankan usahanya. Gambar 5. Peran Masing-Masing Aktor dalam Agrowisata Berbasis Agroindustri Kakao

Jurnal Jurnal 253 Manajemen Teknologi 254 Manajemen Teknologi Vol. 17 | No. 3 | 2018 Vol. 17 | No. 3 | 2018 Fakhrurrazi, Bantacut, dan Raharja / Model Kelembagaan Pengembangan Agrowisata Berbasis Agroindustri Kakao di Kabupaten Pidie Jaya Jurnal Manajemen Teknologi, 17(3), 2018, 160- Provinsi Aceh

Hal ini diperlukan karena dalam menjalankan Berdasarkan hasil diskusi dengan pakar dan usaha, perusahaan selalu terhubung dengan penelusuran literatur terdapat lima faktor yang pihak ketiga dan ingin melindungi perusahaan sangat mempengaruhi pengembangan yang dijalankan secara jujur (te goeder trouw), agrowisata maupun agroindustri yaitu maka kehadiran legalitas suatu perusahaan ketersediaan sumberdaya manusia untuk dalam kegiatan bisnis sangat penting, karena menjalankan organisasi, ketersediaan teknologi legalitas perusahaan merupakan jati diri yang untuk menghasilkan produk, potensi melegalkan atau mengesahkan suatu permintaan suatu produk oleh pasar, kebijakan perusahaan sehingga diakui oleh masyarakat pemerintah daerah, dan dukungan berbagai (Kansil 2008; Mulhad 2010). pihak (Syam dkk., 2006; Abdullah, 2012; Zulfiandri & Marimin, 2012; Tewu 2015; Pengolahan Hierarki AHP Fadhil dkk. 2017). Untuk merumuskan hierarki pada setiap level digunakalah software Expert Choice 11, Kelima faktor ini memiliki ketergantungan dan sehingga hasilnya adalah seperti pada Gambar keterkaitan antar faktor lainnya. Pada level 4. Berdasarkan Gambar 4 menunjukkan bahwa kedua, terdapat tujuh aktor utama didalam terdapat beberapa faktor utama yang sangat sistem agrowisata berbasis agroindustri kakao mempengaruhi pengembangan agrowisata yang memiliki tanggung jawab dan berbasis agroindustri kakao. Hasil kemampuan dalam mengendalikan berbagai pembobotan menunjukan aspek potensi pasar faktor tersebut. Secara umum tujuan menjadi faktor utama yang harus diperhatikan, pengembangan agrowisata berbasis diikuti ketersediaan sumberdaya manusia dan agroindustri kakao adalah mengembangkan teknologi. Potensi pasar merupakan faktor potensi agrowisata secara profesional, terpadu utama yang sangat mempengaruhi dan berkelanjutan, sehingga menjadikannya keberhasilan pengembangan agrowisata Gambar 4. sebagai media penyaluran pengetahuan, berbasis agroindustri kakao. Keberlangsungan Hasil Analisis AHP Model Kelembagaan teknologi dan sumber daya alam untuk pengembangan produk baru maupun hilirisasi mendorong daya saing dan pertumbuhan inovasi sangat bergantung pada aspek potensi ekonomi lokal berbasis teknologi. Tujuan atau penerimaan pasar (Hendrayanti, 2011; tersebut perlu diurai menjadi lebih spesifik, hal Valitov & Khakimov, 2015). ini bertujuan untuk menentukan langkah strategis dalam mencapai tujuan Menurut Abdullah (2012), secara umum pengembangan. Pada level aternatif, terdapat pemasaran mempunyai dua peranan penting empat alternatif model kelembagaan yang yaitu menggali dan memberi informasi selera dapat diterapkan untuk mencapai dan permintaan pasar yang kemudian pengembangan agrowisata berbasis diterjemahkan kedalam produk agrowisata dan agroindustri kakao di Kabupaten Pidie Jaya. komponen penunjang untuk menarik dan memberikan kepuasan bagi konsumen. Tugas lainnya adalah menciptakan kinerja keuangan Penentuan alternatif ini didasari oleh yang stabil. Pengelola harus mampu menjaga ketersediaan sumberdaya manusia dan model keseimbangan perusahaan dengan cara kelembagaan yang diusulkan tersebut memiliki memperhatikan aspek kepuasan pelanggan perangkat organisasi yang sudah di jalankan dan pesaing pasar (Kotler & Keller, 2009). dalam mengelola usaha dibidang agroindustri maupun agrowisata di Kabupaten Pidie Jaya. Selain itu, keempat model lembaga tersebut juga memiliki badan hukum. Legalitas badan hukum kelembagaan merupakan faktor utama yang harus dipertimbangkan oleh suatu lembaga dalam menjalankan usahanya. Gambar 5. Peran Masing-Masing Aktor dalam Agrowisata Berbasis Agroindustri Kakao

Jurnal Jurnal 253 Manajemen Teknologi 254 Manajemen Teknologi Vol. 17 | No. 3 | 2018 Vol. 17 | No. 3 | 2018 Fakhrurrazi, Bantacut, dan Raharja / Model Kelembagaan Pengembangan Agrowisata Berbasis Agroindustri Kakao di Kabupaten Pidie Jaya Jurnal Manajemen Teknologi, 17(3), 2018, 160- Provinsi Aceh

Faktor lain yang juga sangat mempengaruhi Hasil pembobotan menempatkan manajemen Hasil analisis menjunjukkan bahwa tujuan mengakibatkan rendahnya nilai tambah kakao pengembangan agrowisata berbasis “pengelola” sebagai aktor utama yang memiliki utama mengembangkan potensi agrowista dan juga keunggulan kakao Aceh belum agroindustri kakao adalah ketersediaan peran paling besar dalam mengendalikan berbasis agroindustri kakao adalah untuk termanfaatkan dengan maksimal. Tujuan sumberdaya manusia. Sumberdaya manusia faktor-faktor yang dapat mempengaruhi menumbuhkan ekonomi masyarakat lokal. berikutnya adalah untuk mencapai program memiliki peran yang signifikan dalam setiap pengembangan. Menurut Budi dkk. (2009), Pengembangan ini mampu meningkatkan nilai pembangunan daerah. Abdullah (2012) pencapaian suatu tujuan dengan menjadi posisi pengelola menjadi aktor penting karena tambah kedua sektor (pertanian dan menyatakan, kebijakan pengembangan kunci dalam melakukan pembenahan segala mereka berperan besar dalam mengedalikan pariwisata) sehingga kesejahteraan masyarakat agroindustri dalam konteks pembangunan aspek yang dibutuhkan baik aspek teknis kerberlangsungan usaha. Lembaga peneliti lokal seperti petani kakao, UKM, maupun wilayah yang terintegrasi dengan usaha lainnya maupun operasi seperti pembenahan struktur, seperti balai pengkajian teknologi dan masyarat umum akan lebih baik. Bagi akan memiliki manfaat yang lebih besar kinerja organisasi dan strategi universitas memiliki peran penting dalam masyarakat sekitar, dengan banyaknya dibandingkan hanya fokus pada agroindustri mempertahankan keberlangsungan usaha terciptanya inovasi dan pengembangan kunjungan wisatawan, mereka dapat pangan. Lobo, Goldman, Jolly, Wallace, (Abdullah, 2012; Marlina, 2015; Fadhil dkk., teknologi serta ilmu pengetahuan. Hal ini memperoleh kesempatan berusaha dengan Schrader, & Parker (1999) juga menyatakan 2017b ). Potensi fisik dan psikis yang dimiliki dapat mendorong lahirnya produk baru, menyediakan jasa dan menjual produk yang bahwa salah satu keuntungan pengembangan sumberdaya manusia ini dapat dimanfaatkan perbaikan mutu produk maupun efisiensi dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan agritourism bagi masyarakat lokal adalah secara optimal untuk mencapai kepentingan proses, sehingga mampu mendorong daya wisatawan (Utama, 2011; Abdullah, 2012). menjadi media promosi untuk produk lokal, dan tujuan organisasi (Fathoni, 2006; & Tewu, saing dan pertumbuhan ekonomi lokal Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi dan membantu perkembangan regional dalam 2015). berbasis teknologi. masyarakat lokal tersebut, tujuan memasarkan usaha dan menciptakan nilai pengembangan agrowisata juga perlu di tambah dan “direct-marking” merangsang Faktor lainnya yang tidak kalah penting adalah Pemerintah daerah melalui dinas terkait fokuskan pada langkah-langkah yang mampu kegiatan ekonomi dan memberikan manfaat ketersediaan teknologi, sesuai dengan salah bertanggung jawab terhadap pembinaan dan menciptakan sistem usaha yang terpadu untuk kepada masyarakat di daerah dimana satu tujuan pengembangannya sebagai media pengeluaran kebijakan. Dinas-dinas tersebut mengoptimalkan pemanfaatan potensi kedua agrotourism dikembangkan. untuk menyalurkan hilirisasi hasil riset dan diharapkan mampu menjalakan kewajibannya sektor. pengetahuan maka ketersediaan teknologi sesuai tupoksi masing-masing seperti Hasil analisis matriks gabungan, skenario yang menjadi hal yang mutlak perlu diperhatikan. peningkatan kualitas bahan baku yang Tujuan lainnya dari pengembangan ini adalah dipilih untuk model kelembagaan agrowisata Menurut Nasution, Juanda, dan Rachmah, dilakukan oleh dinas perkebunan, peningkatan menjadi wahana penyaluran pengetahuan dan berbasis agroindustri kakao adalah model (2009) disisi lain, hal ini justru menjadi peluang teknologi dan kualitas produk olahan kakao teknologi, selain untuk memfasilitasi lembaga kemitraan (kerja sama) antara pelaku bagi peneliti maupun perguruan tinggi untuk oleh dinas perindustrian, dan peningkatan penemuan (invensi) menjadi suatu inovasi juga agribisnis atau wisata dengan petani. Dalam mengkomersialisasikan hasil inovasi teknologi. pelayanan serta promosi wisata oleh dinas untuk meningkatkan mutu dan daya saing model lembaga kemitraan, enter preneur Ketiga faktor ini masih membutuhkan pariwisata. Syam dkk, (2006) menyatakan, kakao serta produk olahan kakao Aceh. Hal ini (pengusaha) berperan sebagai pelaku utama dukungan dari faktor lainnya seperti kebijakan pemerintah daerah juga perlu memberi diharapkan mampu menjadi media untuk yang bertanggung jawab dan menjalankan pemerintah, dan dukungan kelembagaan. dukungan maksimal dalam penyediaan dan eksploitasi dan media promosi keunggulan agrowisata berbasis agroindustri kakao. Untuk Apabila faktor-faktor tersebut telah terpenuhi perbaikan sarana dan prasarana produksi, kakao Aceh. Sebagaimana hasil penemuan menjalankan usahanya, enterpreneur bermitra maka dapat terbentuk agrowisata berbasis infrastruktur, kebijakan yang menguntungkan Yusriana dan Jaya (2015) dan Yusriana, Yandra, dengan petani, kelompok tani, pemerintah agroinduatri kakao yang terpadu dan masyarakat lokal, dan kemudahan birokrasi. Sapta, & Haryadi (2016), menyatakan bahwa daerah, lembaga peneliti dan lembaga-lembaga berkelanjutan, tentunya dengan dukungan Aktor utama lainnya adalah “lembaga kakao Aceh memiliki beberapa keunggulan lainnya. Menurut Fajar (2007), keuntungan faktor pendukung lainnya seperti sarana dan keuangan”, hal ini menjadi penting karena dibandingkan kakao dari beberapa daerah penerapan model ini dalam pengembangan prasaranaa, iklim usaha, mekanisme birokrasi, pengembangan agrowisata berbasis lainnya di Indonesia seperti memiliki aroma agribisnis ini adalah dapat memberikan dan sistem tataniaga (Syam dkk, 2006). agroindustri kakao tidak dapat dijalankan dan rasa yang khas, dimana intensitas aroma dampak yang positif bagi masyarakat lokal, dengan baik tanpa dukungan modal. kakao Aceh lebih tinggi dibandingkan kakao khususnya petani yaitu dapat mendistribusikan Pengembangan agrowisata berbasis dari Sulawesi dan Surabaya serta memiliki peluang usaha, dan peningkatan aset produksi. agroindustri kakao ini melibatkan petani kakao, Secara umum tujuan pengembangan intensitas rasa yang lebih tinggi dibandingkan Selain itu, dengan menerapkan model menajemen pengelola, lembaga peneliti, dinas agrowisata berbasis agroindustri kakao adalah kakao dari Jawa Timur. Selain itu, kakao Aceh kemitraan petani dan pelaku usaha lebih terkait yaitu Disbun, Disperindag dan Dispar, mengembangkan potensi agrowisata secara juga memiliki komposisi asam lemak yang mudah menghadapi tantangan global yaitu serta lembaga keuangan sebagai pelaku kunci. profesional, terpadu dan berkelanjutan, mirip dengan salah satu produsen kakao mengintergarsikan usaha hulu sampai hilir. Setiap aktor yang terlibat memiliki peran dan sehingga menjadikannya sebagai media terbaik dunia yaitu Malaysia dan Pantai Gading Sebagai mana diketahui, industri hilir tanggung jawab masing-masing untuk penyaluran pengetahuan, teknologi dan (Indarti, 2007). Selama ini, peningkatan nilai merupakan bagian yang mengusai marjin mencapai tujuan bersama. Secara umum, peran sumber daya alam untuk mendorong daya tambah dan promosi kakao Aceh melalui terbesar dalam rantai produksi, sehingga dan tanggung jawab aktor tersebut dapat dilihat saing dan pertumbuhan ekonomi lokal pengembangan produk dianggap belum dengan diterapkannya model ini petani mampu pada Gambar 5. berbasis teknologi. Tujuan tersebut dapat optimal, sebagian besar kakao Aceh dijual mendapatkan nilai tambah yang lebih besar. diurai menjadi lebih spesifik, hal ini bertujuan tanpa pengolahan lebih lanjut sehingga untuk menentukan langkah strategis dalam mencapai tujuan pengembangan.

Jurnal Jurnal 255 Manajemen Teknologi 256 Manajemen Teknologi Vol. 17 | No. 3 | 2018 Vol. 17 | No. 3 | 2018 Fakhrurrazi, Bantacut, dan Raharja / Model Kelembagaan Pengembangan Agrowisata Berbasis Agroindustri Kakao di Kabupaten Pidie Jaya Jurnal Manajemen Teknologi, 17(3), 2018, 160- Provinsi Aceh

Faktor lain yang juga sangat mempengaruhi Hasil pembobotan menempatkan manajemen Hasil analisis menjunjukkan bahwa tujuan mengakibatkan rendahnya nilai tambah kakao pengembangan agrowisata berbasis “pengelola” sebagai aktor utama yang memiliki utama mengembangkan potensi agrowista dan juga keunggulan kakao Aceh belum agroindustri kakao adalah ketersediaan peran paling besar dalam mengendalikan berbasis agroindustri kakao adalah untuk termanfaatkan dengan maksimal. Tujuan sumberdaya manusia. Sumberdaya manusia faktor-faktor yang dapat mempengaruhi menumbuhkan ekonomi masyarakat lokal. berikutnya adalah untuk mencapai program memiliki peran yang signifikan dalam setiap pengembangan. Menurut Budi dkk. (2009), Pengembangan ini mampu meningkatkan nilai pembangunan daerah. Abdullah (2012) pencapaian suatu tujuan dengan menjadi posisi pengelola menjadi aktor penting karena tambah kedua sektor (pertanian dan menyatakan, kebijakan pengembangan kunci dalam melakukan pembenahan segala mereka berperan besar dalam mengedalikan pariwisata) sehingga kesejahteraan masyarakat agroindustri dalam konteks pembangunan aspek yang dibutuhkan baik aspek teknis kerberlangsungan usaha. Lembaga peneliti lokal seperti petani kakao, UKM, maupun wilayah yang terintegrasi dengan usaha lainnya maupun operasi seperti pembenahan struktur, seperti balai pengkajian teknologi dan masyarat umum akan lebih baik. Bagi akan memiliki manfaat yang lebih besar kinerja organisasi dan strategi universitas memiliki peran penting dalam masyarakat sekitar, dengan banyaknya dibandingkan hanya fokus pada agroindustri mempertahankan keberlangsungan usaha terciptanya inovasi dan pengembangan kunjungan wisatawan, mereka dapat pangan. Lobo, Goldman, Jolly, Wallace, (Abdullah, 2012; Marlina, 2015; Fadhil dkk., teknologi serta ilmu pengetahuan. Hal ini memperoleh kesempatan berusaha dengan Schrader, & Parker (1999) juga menyatakan 2017b ). Potensi fisik dan psikis yang dimiliki dapat mendorong lahirnya produk baru, menyediakan jasa dan menjual produk yang bahwa salah satu keuntungan pengembangan sumberdaya manusia ini dapat dimanfaatkan perbaikan mutu produk maupun efisiensi dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan agritourism bagi masyarakat lokal adalah secara optimal untuk mencapai kepentingan proses, sehingga mampu mendorong daya wisatawan (Utama, 2011; Abdullah, 2012). menjadi media promosi untuk produk lokal, dan tujuan organisasi (Fathoni, 2006; & Tewu, saing dan pertumbuhan ekonomi lokal Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi dan membantu perkembangan regional dalam 2015). berbasis teknologi. masyarakat lokal tersebut, tujuan memasarkan usaha dan menciptakan nilai pengembangan agrowisata juga perlu di tambah dan “direct-marking” merangsang Faktor lainnya yang tidak kalah penting adalah Pemerintah daerah melalui dinas terkait fokuskan pada langkah-langkah yang mampu kegiatan ekonomi dan memberikan manfaat ketersediaan teknologi, sesuai dengan salah bertanggung jawab terhadap pembinaan dan menciptakan sistem usaha yang terpadu untuk kepada masyarakat di daerah dimana satu tujuan pengembangannya sebagai media pengeluaran kebijakan. Dinas-dinas tersebut mengoptimalkan pemanfaatan potensi kedua agrotourism dikembangkan. untuk menyalurkan hilirisasi hasil riset dan diharapkan mampu menjalakan kewajibannya sektor. pengetahuan maka ketersediaan teknologi sesuai tupoksi masing-masing seperti Hasil analisis matriks gabungan, skenario yang menjadi hal yang mutlak perlu diperhatikan. peningkatan kualitas bahan baku yang Tujuan lainnya dari pengembangan ini adalah dipilih untuk model kelembagaan agrowisata Menurut Nasution, Juanda, dan Rachmah, dilakukan oleh dinas perkebunan, peningkatan menjadi wahana penyaluran pengetahuan dan berbasis agroindustri kakao adalah model (2009) disisi lain, hal ini justru menjadi peluang teknologi dan kualitas produk olahan kakao teknologi, selain untuk memfasilitasi lembaga kemitraan (kerja sama) antara pelaku bagi peneliti maupun perguruan tinggi untuk oleh dinas perindustrian, dan peningkatan penemuan (invensi) menjadi suatu inovasi juga agribisnis atau wisata dengan petani. Dalam mengkomersialisasikan hasil inovasi teknologi. pelayanan serta promosi wisata oleh dinas untuk meningkatkan mutu dan daya saing model lembaga kemitraan, enter preneur Ketiga faktor ini masih membutuhkan pariwisata. Syam dkk, (2006) menyatakan, kakao serta produk olahan kakao Aceh. Hal ini (pengusaha) berperan sebagai pelaku utama dukungan dari faktor lainnya seperti kebijakan pemerintah daerah juga perlu memberi diharapkan mampu menjadi media untuk yang bertanggung jawab dan menjalankan pemerintah, dan dukungan kelembagaan. dukungan maksimal dalam penyediaan dan eksploitasi dan media promosi keunggulan agrowisata berbasis agroindustri kakao. Untuk Apabila faktor-faktor tersebut telah terpenuhi perbaikan sarana dan prasarana produksi, kakao Aceh. Sebagaimana hasil penemuan menjalankan usahanya, enterpreneur bermitra maka dapat terbentuk agrowisata berbasis infrastruktur, kebijakan yang menguntungkan Yusriana dan Jaya (2015) dan Yusriana, Yandra, dengan petani, kelompok tani, pemerintah agroinduatri kakao yang terpadu dan masyarakat lokal, dan kemudahan birokrasi. Sapta, & Haryadi (2016), menyatakan bahwa daerah, lembaga peneliti dan lembaga-lembaga berkelanjutan, tentunya dengan dukungan Aktor utama lainnya adalah “lembaga kakao Aceh memiliki beberapa keunggulan lainnya. Menurut Fajar (2007), keuntungan faktor pendukung lainnya seperti sarana dan keuangan”, hal ini menjadi penting karena dibandingkan kakao dari beberapa daerah penerapan model ini dalam pengembangan prasaranaa, iklim usaha, mekanisme birokrasi, pengembangan agrowisata berbasis lainnya di Indonesia seperti memiliki aroma agribisnis ini adalah dapat memberikan dan sistem tataniaga (Syam dkk, 2006). agroindustri kakao tidak dapat dijalankan dan rasa yang khas, dimana intensitas aroma dampak yang positif bagi masyarakat lokal, dengan baik tanpa dukungan modal. kakao Aceh lebih tinggi dibandingkan kakao khususnya petani yaitu dapat mendistribusikan Pengembangan agrowisata berbasis dari Sulawesi dan Surabaya serta memiliki peluang usaha, dan peningkatan aset produksi. agroindustri kakao ini melibatkan petani kakao, Secara umum tujuan pengembangan intensitas rasa yang lebih tinggi dibandingkan Selain itu, dengan menerapkan model menajemen pengelola, lembaga peneliti, dinas agrowisata berbasis agroindustri kakao adalah kakao dari Jawa Timur. Selain itu, kakao Aceh kemitraan petani dan pelaku usaha lebih terkait yaitu Disbun, Disperindag dan Dispar, mengembangkan potensi agrowisata secara juga memiliki komposisi asam lemak yang mudah menghadapi tantangan global yaitu serta lembaga keuangan sebagai pelaku kunci. profesional, terpadu dan berkelanjutan, mirip dengan salah satu produsen kakao mengintergarsikan usaha hulu sampai hilir. Setiap aktor yang terlibat memiliki peran dan sehingga menjadikannya sebagai media terbaik dunia yaitu Malaysia dan Pantai Gading Sebagai mana diketahui, industri hilir tanggung jawab masing-masing untuk penyaluran pengetahuan, teknologi dan (Indarti, 2007). Selama ini, peningkatan nilai merupakan bagian yang mengusai marjin mencapai tujuan bersama. Secara umum, peran sumber daya alam untuk mendorong daya tambah dan promosi kakao Aceh melalui terbesar dalam rantai produksi, sehingga dan tanggung jawab aktor tersebut dapat dilihat saing dan pertumbuhan ekonomi lokal pengembangan produk dianggap belum dengan diterapkannya model ini petani mampu pada Gambar 5. berbasis teknologi. Tujuan tersebut dapat optimal, sebagian besar kakao Aceh dijual mendapatkan nilai tambah yang lebih besar. diurai menjadi lebih spesifik, hal ini bertujuan tanpa pengolahan lebih lanjut sehingga untuk menentukan langkah strategis dalam mencapai tujuan pengembangan.

Jurnal Jurnal 255 Manajemen Teknologi 256 Manajemen Teknologi Vol. 17 | No. 3 | 2018 Vol. 17 | No. 3 | 2018 Fakhrurrazi, Bantacut, dan Raharja / Model Kelembagaan Pengembangan Agrowisata Berbasis Agroindustri Kakao di Kabupaten Pidie Jaya Jurnal Manajemen Teknologi, 17(3), 2018, 160- Provinsi Aceh

Menurut Indraningsih, Ashari, dan Friyanto Model kelembagaan lainnya yang dapat Simpulan Daftar Pustaka (2008) dan Fadhil dkk. (2017a ), terdapat diterapkan adalah model koperasi. Anggota beberapa model lembaga kemitraan yang koperasi secara bersama-sama bertanggung Berdasarkan pembahasan diatas, penerapan Abdullah, S. (2012). Rekayasa sistem umunya dijumpai dalam agribisnis seperti jawab terhadap pengelolaan dan model kelembagaan kemitraan diyakini lebih pengembangan agrowisata berbasis model inti-plasma, kemitraan dagang umum, pengembangan agrwisata berbasis efektif dalam mencapai tujuan pengembangan masyarakat. [Disertasi]. Departemen dan kerjasama operasional agribisnis (KOA). agroindustri kakao. Anggota-anggota ini agrowisata berbasis agroindustri kakao di Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Namun secara umum tujuan yang ingin dicapai sebagai pelaku teknoprener dalam Kabupaten Pidie Jaya, Provinsi Aceh Teknologi Pertanian, Institut Pertanian dari kerjasama ini adalah mencapai visi dan mengembangkan produk-produk kreatif. dibandingkan dengan beberapa alternatif Bogor, Bogor (ID). tujuan bersama dengan cara mengambil peran Menurut Nasution (2002) dan Budi dkk. kelembagaan lainnya. Kelembagaan kemitraan Abdullah, S., Ma'arif, M.S., Husaini, M., sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan (2009), penerapan model koperasi dalam ini terdiri dari berbagai stakeholder yang Bantacut, T., & Avenzora, R. (2012). masing-masing pihak yang terlibat. pengelolaan agroindustri memiliki beberapa memiliki tugas dan tanggung jawab yang Identifikasi dan solusi dalam keunggulan dibanding lembaga ekonomi berbeda namun memiliki tujuan yang sama pengembangan agrowisata berbasis Selain kemitraan, model kelambagaan yang lainnya karena petani dapat menjadi sebagai yaitu mengembangkan agrowisata berbasis masyarakat studi kasus di Kecamatan dapat diterapkan dalam pengembangan anggota juga sebagai pemilik (owners) dan agroindustri kakao yang mampu Tutur, Kabupaten Pasuruan. Jurnal agrowisata berbasis agroindustri kakao adalah sekaligus sebagai pelanggan (consumers). Petani Teknologi Industri Peranian, 22 (1),15-2. menumbuhkan ekonomi masyarakat lokal dilakukan oleh pemerintah derah melalui sebagai anggota koperasi akan berperan Budi, L.S., Ma'arif, M.S., Sailah, I., & Raharja, S. berbasis teknologi melalui pengintegrasian Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). sebagai produsen dan menyuplai bahan baku (2009). Strategi pemilihan model usaha yang terpadu dan berkelanjutan. Proses BLUD merupakan bagian dari perangkat di unit industri usaha koperasi. kelembagaan dan kelayakan finansial mencapai tujuan tersebut diperlukan peran pemerintah daerah yang dibentuk untuk agroindustri wijen. Jurnal Teknologi aktif dan sinergisitas dari berbagai stake holder membantu pencapaian tujuan pemerintah Namun hasil pengamatan dilapangan Industri Peranian, 19 (02), 56-64. daerah, dengan status hukum tidak terpisah menunjukkan bahwa masih terdapat berbagai yang terlibat seperti pengelola, perguruan Djamhari, C. (2004). Orientasi pengembangan dari pemerintah daerah. BLUD beroperasi macam kendala dalam pengembangan model tinggi, pemeritah daerah melalui dinas terkait, agroindustri skala kecil dan menengah; sebagai perangkat kerja pemerintah daerah koperasi usaha tani kakao seperti manajemen kelompok tani serta lembaga keuangan. rangkuman pemikiran, kementerian dengan tujuan pemberian layanan umum sumberdaya manusia yang belum baik serta koperasi dan UKM RI. Jurnal Infokop, 25 secara lebih efektif dan efisien sejalan dengan partisipasi anggota koperasi yang masih Pemerintah daerah melalui dinas terkait (20), 121-132. praktek bisnis yang sehat dengan rendah. Sehingga penerapan model ini dalam bertanggung jawab dalam mengeluarkan Djamudin, Fauzi, A.M., Arifn, H.S., & Sukardi. pengelolaannya dilakukan berdasarkan pengembangan agrowisata berbasis berbagai kebijakan yang tepat sasaran, dan (2013). Studi pengembangan kewenangan yang didelegasikan oleh kepala agroindustri kakao di Kabupaten Pidie Jaya melakukan penyuluhan serta pendampingan agroindustri dan agrowisata terpadu di daerah. dianggap masih belum efektif. Model Yayasan kepada petani maupun pelaku usaha daerah aliran sungai (DAS) kali Bekasi merupakan salah satu alternatif model agrowisata, sedangkan perguruan tinggi dan Kabupaten Bogor. Jurnal Teknologi Pengembangan dan pengelolaan agrowisata kelembagaan lainnya yang dapat diadopsi lembaga peneliti bertanggung jawab dalam Industri Peranian, 22 (3), 151-163. berbasis agroindustri kakao yang dilakukan untuk pengembangan agrowisata berbasis menghasilkan teknologi dan ilmu Dwikorawati, S.S. (2012). Model kebijakan oleh pemerintah daerah melalui BLUD ini agroindustri kakao, namun model ini memiliki pengetahuan, serta sumberdaya manusia yang pengelolaan pariwisata yang berdaya saing dan menjadikan pemerintah daerah sebagai pelaku nilai tawar yang jauh lebih rendah terampil sehingga mampu melakukan berbagai berkelanjutan di kawasan puncak Kabupaten utama yang mengelola dan menjalankan dibandingkan ketiga model yang sudah macam inovasi. Lembaga keuangan juga Bogor. [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana agrowisata. Petani, lembaga peneliti dan disebutkan diatas, karena pada prinsip memiliki peran penting didalam kelembagaan Institut Pertanian Bogor. lembaga lainnya lainnya hanya dilibatkan dasarnya pengelolaan dengan model ini adalah ini, karena pengembangan agrowisata berbasis Eriyatno. (2003). Ilmu sistem. meningkatkan mutu sebagai mitra kerja. Penerapan model BLUD kegiatan sosial non profit. Sedangkan tujuan agroindustri kakao tidak dapat dijalankan dan efektifitas manajemen. Bogor (ID): IPB dalam pengelolaan agrowisata berbasis utama yang ingin dicapai dari pengembangan dengan baik tanpa dukungan modal. Press. agroindustri kakao diyakini akan lebih efektif agrowisata berbasis agroindustri adalah Disamping itu perlu juga diperhatikan aspek- Eriyatno & Sofyar. (2007). Riset kebijakan, dalam mencapai tujuan pengintegrasian usaha menciptakan nilai tambah dan menumbuhkan aspek lainnya yang mempengaruhi metode penelitian untuk pascasarjana. Bogor (pariwisata dan agroindustri) serta program ekonomi masyarakat lokal. pengembangan agrowisata berbasis (ID): IPB Press. pembangunan daerah. Namun model ini agroindustri kakao di Kabupaten Pidie Jaya Fadhil, R., Maarif, M.S., Bantacut, T., & kurang efektif dalam mencapai tujuan seperti potensi pasar, ketersediaan sumberdaya Hermawan, A. (2017a ). A review on the pengembangan ekonomi masyarakat lokal, manusia dan teknologi, kebijakan pemerintah, development strategies of agro- perkembangan teknologi dan daya saing serta dukungan kelembagaan. Faktor-faktor ini industrial institutions in Indonesia. produk. akan sangat mempengaruhi keberlanjutan Asian Journal of Applied Sciences, 5 (4): agrowisata tersebut. 747-763. doi: 10.24203/ajas.v5i4.4877.

Jurnal Jurnal 257 Manajemen Teknologi 258 Manajemen Teknologi Vol. 17 | No. 3 | 2018 Vol. 17 | No. 3 | 2018 Fakhrurrazi, Bantacut, dan Raharja / Model Kelembagaan Pengembangan Agrowisata Berbasis Agroindustri Kakao di Kabupaten Pidie Jaya Jurnal Manajemen Teknologi, 17(3), 2018, 160- Provinsi Aceh

Menurut Indraningsih, Ashari, dan Friyanto Model kelembagaan lainnya yang dapat Simpulan Daftar Pustaka (2008) dan Fadhil dkk. (2017a ), terdapat diterapkan adalah model koperasi. Anggota beberapa model lembaga kemitraan yang koperasi secara bersama-sama bertanggung Berdasarkan pembahasan diatas, penerapan Abdullah, S. (2012). Rekayasa sistem umunya dijumpai dalam agribisnis seperti jawab terhadap pengelolaan dan model kelembagaan kemitraan diyakini lebih pengembangan agrowisata berbasis model inti-plasma, kemitraan dagang umum, pengembangan agrwisata berbasis efektif dalam mencapai tujuan pengembangan masyarakat. [Disertasi]. Departemen dan kerjasama operasional agribisnis (KOA). agroindustri kakao. Anggota-anggota ini agrowisata berbasis agroindustri kakao di Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Namun secara umum tujuan yang ingin dicapai sebagai pelaku teknoprener dalam Kabupaten Pidie Jaya, Provinsi Aceh Teknologi Pertanian, Institut Pertanian dari kerjasama ini adalah mencapai visi dan mengembangkan produk-produk kreatif. dibandingkan dengan beberapa alternatif Bogor, Bogor (ID). tujuan bersama dengan cara mengambil peran Menurut Nasution (2002) dan Budi dkk. kelembagaan lainnya. Kelembagaan kemitraan Abdullah, S., Ma'arif, M.S., Husaini, M., sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan (2009), penerapan model koperasi dalam ini terdiri dari berbagai stakeholder yang Bantacut, T., & Avenzora, R. (2012). masing-masing pihak yang terlibat. pengelolaan agroindustri memiliki beberapa memiliki tugas dan tanggung jawab yang Identifikasi dan solusi dalam keunggulan dibanding lembaga ekonomi berbeda namun memiliki tujuan yang sama pengembangan agrowisata berbasis Selain kemitraan, model kelambagaan yang lainnya karena petani dapat menjadi sebagai yaitu mengembangkan agrowisata berbasis masyarakat studi kasus di Kecamatan dapat diterapkan dalam pengembangan anggota juga sebagai pemilik (owners) dan agroindustri kakao yang mampu Tutur, Kabupaten Pasuruan. Jurnal agrowisata berbasis agroindustri kakao adalah sekaligus sebagai pelanggan (consumers). Petani Teknologi Industri Peranian, 22 (1),15-2. menumbuhkan ekonomi masyarakat lokal dilakukan oleh pemerintah derah melalui sebagai anggota koperasi akan berperan Budi, L.S., Ma'arif, M.S., Sailah, I., & Raharja, S. berbasis teknologi melalui pengintegrasian Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). sebagai produsen dan menyuplai bahan baku (2009). Strategi pemilihan model usaha yang terpadu dan berkelanjutan. Proses BLUD merupakan bagian dari perangkat di unit industri usaha koperasi. kelembagaan dan kelayakan finansial mencapai tujuan tersebut diperlukan peran pemerintah daerah yang dibentuk untuk agroindustri wijen. Jurnal Teknologi aktif dan sinergisitas dari berbagai stake holder membantu pencapaian tujuan pemerintah Namun hasil pengamatan dilapangan Industri Peranian, 19 (02), 56-64. daerah, dengan status hukum tidak terpisah menunjukkan bahwa masih terdapat berbagai yang terlibat seperti pengelola, perguruan Djamhari, C. (2004). Orientasi pengembangan dari pemerintah daerah. BLUD beroperasi macam kendala dalam pengembangan model tinggi, pemeritah daerah melalui dinas terkait, agroindustri skala kecil dan menengah; sebagai perangkat kerja pemerintah daerah koperasi usaha tani kakao seperti manajemen kelompok tani serta lembaga keuangan. rangkuman pemikiran, kementerian dengan tujuan pemberian layanan umum sumberdaya manusia yang belum baik serta koperasi dan UKM RI. Jurnal Infokop, 25 secara lebih efektif dan efisien sejalan dengan partisipasi anggota koperasi yang masih Pemerintah daerah melalui dinas terkait (20), 121-132. praktek bisnis yang sehat dengan rendah. Sehingga penerapan model ini dalam bertanggung jawab dalam mengeluarkan Djamudin, Fauzi, A.M., Arifn, H.S., & Sukardi. pengelolaannya dilakukan berdasarkan pengembangan agrowisata berbasis berbagai kebijakan yang tepat sasaran, dan (2013). Studi pengembangan kewenangan yang didelegasikan oleh kepala agroindustri kakao di Kabupaten Pidie Jaya melakukan penyuluhan serta pendampingan agroindustri dan agrowisata terpadu di daerah. dianggap masih belum efektif. Model Yayasan kepada petani maupun pelaku usaha daerah aliran sungai (DAS) kali Bekasi merupakan salah satu alternatif model agrowisata, sedangkan perguruan tinggi dan Kabupaten Bogor. Jurnal Teknologi Pengembangan dan pengelolaan agrowisata kelembagaan lainnya yang dapat diadopsi lembaga peneliti bertanggung jawab dalam Industri Peranian, 22 (3), 151-163. berbasis agroindustri kakao yang dilakukan untuk pengembangan agrowisata berbasis menghasilkan teknologi dan ilmu Dwikorawati, S.S. (2012). Model kebijakan oleh pemerintah daerah melalui BLUD ini agroindustri kakao, namun model ini memiliki pengetahuan, serta sumberdaya manusia yang pengelolaan pariwisata yang berdaya saing dan menjadikan pemerintah daerah sebagai pelaku nilai tawar yang jauh lebih rendah terampil sehingga mampu melakukan berbagai berkelanjutan di kawasan puncak Kabupaten utama yang mengelola dan menjalankan dibandingkan ketiga model yang sudah macam inovasi. Lembaga keuangan juga Bogor. [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana agrowisata. Petani, lembaga peneliti dan disebutkan diatas, karena pada prinsip memiliki peran penting didalam kelembagaan Institut Pertanian Bogor. lembaga lainnya lainnya hanya dilibatkan dasarnya pengelolaan dengan model ini adalah ini, karena pengembangan agrowisata berbasis Eriyatno. (2003). Ilmu sistem. meningkatkan mutu sebagai mitra kerja. Penerapan model BLUD kegiatan sosial non profit. Sedangkan tujuan agroindustri kakao tidak dapat dijalankan dan efektifitas manajemen. Bogor (ID): IPB dalam pengelolaan agrowisata berbasis utama yang ingin dicapai dari pengembangan dengan baik tanpa dukungan modal. Press. agroindustri kakao diyakini akan lebih efektif agrowisata berbasis agroindustri adalah Disamping itu perlu juga diperhatikan aspek- Eriyatno & Sofyar. (2007). Riset kebijakan, dalam mencapai tujuan pengintegrasian usaha menciptakan nilai tambah dan menumbuhkan aspek lainnya yang mempengaruhi metode penelitian untuk pascasarjana. Bogor (pariwisata dan agroindustri) serta program ekonomi masyarakat lokal. pengembangan agrowisata berbasis (ID): IPB Press. pembangunan daerah. Namun model ini agroindustri kakao di Kabupaten Pidie Jaya Fadhil, R., Maarif, M.S., Bantacut, T., & kurang efektif dalam mencapai tujuan seperti potensi pasar, ketersediaan sumberdaya Hermawan, A. (2017a ). A review on the pengembangan ekonomi masyarakat lokal, manusia dan teknologi, kebijakan pemerintah, development strategies of agro- perkembangan teknologi dan daya saing serta dukungan kelembagaan. Faktor-faktor ini industrial institutions in Indonesia. produk. akan sangat mempengaruhi keberlanjutan Asian Journal of Applied Sciences, 5 (4): agrowisata tersebut. 747-763. doi: 10.24203/ajas.v5i4.4877.

Jurnal Jurnal 257 Manajemen Teknologi 258 Manajemen Teknologi Vol. 17 | No. 3 | 2018 Vol. 17 | No. 3 | 2018 Fakhrurrazi, Bantacut, dan Raharja / Model Kelembagaan Pengembangan Agrowisata Berbasis Agroindustri Kakao di Kabupaten Pidie Jaya Jurnal Manajemen Teknologi, 17(3), 2018, 160- Provinsi Aceh

Fadhil, R., Maarif, M.S., Bantacut, T., & Kansil CST. Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Tewu, M.E. (2015). Peranan sumber daya Hermawan, A. (2017b ). Model strategi Dagang Indonesia. Jakarta (ID): Sinar manusia dalam meningkatkan aktivitas pengembangan sumber daya manusia Grafika. kelompok tani di Desa Tember. Journal agroindustri kopi Gayo dalam Kotler, P., & Keller, K. L. (2009). Marketing Acta Diurna, 4 (3). menghadapi masyarakat ekonomi management: analysis, planning, Utama, G.B.R. (2012). Agrotourism as an ASEAN. Jurnal Manajemen Teknologi, 16 implementation, and control. 13th edition., alternative form of tourism in Bali. ( 2 ) , 1 4 1 - 1 5 5 . d o i : Prentice-Hall. International Conference on Sustainable 10.12695/jmt.2017.16.2.3. Kusnandar. (2006). Rancang bangun model Development (ICSD), Bali, Indonesia; Fadhil, R., Maarif, M.S., Bantacut, T., & pengembangan industri kecil jamu DOI:10.13140/2.1.4883.0725. Hermawan, A. (2018). Situational [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana Institut Valitov, S.M., & Khakimov, A.K. (2015). analysis and intervention strategy for Pertanian Bogor, Bogor (ID). Innovative potential as a framework of gayo coffee agroindustry institution in Ramiro E. Lobo, R.E., Goldman, G.E., Jolly, innovative strategy for enterprise development. Indonesia. Journal of Food, Agriculture & D.A, Wallace,B.D., Schrader, W.L., & International Conference on Applied Environment, 16 (1), 31– 40. doi : Parker, S.. (1999). Agricultural tourism: Economics, ICOAE 2015, 2-4 July 2015, https://doi.org/10.11118/actaun20186 agritourism benefits agriculture in san diego Kazan, Russia. 6020487 county, California Agriculture, University Yusriana, & Jaya R. (2015). Karakteristik mutu Fajar, U. (2006). Kemitraan usaha perkebunan: of California. spesifik kakao Aceh: fisik, kimia dan sensori. perubahan struktur yang belum lengkap. Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Seminar Riset dan Standarisasi Industri V Jurnal Forum penelitian agroekonomi, 24 (1), Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta (ID). (hal 1-9). Banda Aceh 11-12 November. 46-60. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Yusriana, Yandra, A., Sapta, R., & Haryadi, P. Fakhrurrazi., Bantacut, T., & Raharja, S. 2018. Marlina, L. (2015). Manajemen sumber daya (2016). Analisis titik-titik kritis Determination of The Prospective manusia (SDM) dalam pendidikan. ketelusuran pada rantai pasok kakao Processed Cacao Product and Jurnal Istinbath, (15), 123-139. Aceh. Jurnal Teknologi Industri Pertanian, Calculation of The Added value in Agro- Mulhad. 2010. Hukum Perusahaan: Bentuk 26 (1), 31- 40. Tourism Based on Cacao Agroindustry Badan-Badan Usaha di Indonesia. Jakarta Zulfiandri & Marimin. (2012). Strategi in Pidie Jaya . Journal Acta (ID): Ghalia Indonesia. pengembangan agroindustri kakao Universitatis Cibiniensis Series E: Food Nasution, RA., Juanda D., dan Rachmah, R. berbasis kelompok tani di Provinsi Technology, 2 2 ( 1 ) , 3 3 - 4 2 . d o i : (2009). Studi literatur tentang Sumatera Barat. Jurnal Inovisi, 8 (1), 1-13. https://doi.org/10.2478/aucft-2018- komersialisasi teknologi di perguruan 0004. tinggi: proses, potensi, model dan aktor. Fathoni, A. (2006). SDM merupakan modal dan Jurnal Manajemen Teknologi, 8 (2), 1-29. kekayaan yang terpenting dari setiap kegiatan Nasution, M. (2002). Pengembangan kelembagaan manusia. Bandung (ID): Rineka Cipta. koperasi pedesaan untuk agroindustri. Bogor: Hendrayanti, E. (2011). Inovasi efektif: upaya IPB Press. mempertahankan dan menangkap pasar Regattieri, A., Gamberi, M., & Minzir, R. potensial. Jurnal Ilmiah Ekonomi (2007). Traceability of food product: Manajemen dan Kewirausahaan, 5 (1), 91- general framework and experimental 102. evidence. Jurnal Food enginering, 81: 347- Indarti, E. (2007). Efek pemanasan terhadap 356. rendemen lemak pada proses Saaty, T.L. (1991). Pengambilan keputusan bagi pengepresan biji kakao. Jurnal Rekayasa para pemimpin. Jakarta (ID): Pustaka Kimia Lingkungan, 6 (20), 50-54. Binaman Pressindo. Indraningsih, K.C., Ashari, & Friyanto, S. Syam, H., Ma'arif, M.S., Eriyatno, Sailah, I., (2008). Strategi pengembangan model Machfud, & Didu, M.S. (2006). Rancang kelembagaan kemitraan agribisnis bangun model strategi sistem penunjang hortikultura di Bali. Jurnal Sosial Ekonomi keputusan pengembangan agroindustri Pertanian dan Agribisnis (SOCA), 8 (2), 1- berbasis kakao melalui model jejaring 18. usaha. Jurnal Teknologi Industri Pertanian, 16 (1), 18-27.

Jurnal Jurnal 259 Manajemen Teknologi 260 Manajemen Teknologi Vol. 17 | No. 3 | 2018 Vol. 17 | No. 3 | 2018 Fakhrurrazi, Bantacut, dan Raharja / Model Kelembagaan Pengembangan Agrowisata Berbasis Agroindustri Kakao di Kabupaten Pidie Jaya Jurnal Manajemen Teknologi, 17(3), 2018, 160- Provinsi Aceh

Fadhil, R., Maarif, M.S., Bantacut, T., & Kansil CST. Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Tewu, M.E. (2015). Peranan sumber daya Hermawan, A. (2017b ). Model strategi Dagang Indonesia. Jakarta (ID): Sinar manusia dalam meningkatkan aktivitas pengembangan sumber daya manusia Grafika. kelompok tani di Desa Tember. Journal agroindustri kopi Gayo dalam Kotler, P., & Keller, K. L. (2009). Marketing Acta Diurna, 4 (3). menghadapi masyarakat ekonomi management: analysis, planning, Utama, G.B.R. (2012). Agrotourism as an ASEAN. Jurnal Manajemen Teknologi, 16 implementation, and control. 13th edition., alternative form of tourism in Bali. ( 2 ) , 1 4 1 - 1 5 5 . d o i : Prentice-Hall. International Conference on Sustainable 10.12695/jmt.2017.16.2.3. Kusnandar. (2006). Rancang bangun model Development (ICSD), Bali, Indonesia; Fadhil, R., Maarif, M.S., Bantacut, T., & pengembangan industri kecil jamu DOI:10.13140/2.1.4883.0725. Hermawan, A. (2018). Situational [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana Institut Valitov, S.M., & Khakimov, A.K. (2015). analysis and intervention strategy for Pertanian Bogor, Bogor (ID). Innovative potential as a framework of gayo coffee agroindustry institution in Ramiro E. Lobo, R.E., Goldman, G.E., Jolly, innovative strategy for enterprise development. Indonesia. Journal of Food, Agriculture & D.A, Wallace,B.D., Schrader, W.L., & International Conference on Applied Environment, 16 (1), 31– 40. doi : Parker, S.. (1999). Agricultural tourism: Economics, ICOAE 2015, 2-4 July 2015, https://doi.org/10.11118/actaun20186 agritourism benefits agriculture in san diego Kazan, Russia. 6020487 county, California Agriculture, University Yusriana, & Jaya R. (2015). Karakteristik mutu Fajar, U. (2006). Kemitraan usaha perkebunan: of California. spesifik kakao Aceh: fisik, kimia dan sensori. perubahan struktur yang belum lengkap. Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Seminar Riset dan Standarisasi Industri V Jurnal Forum penelitian agroekonomi, 24 (1), Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta (ID). (hal 1-9). Banda Aceh 11-12 November. 46-60. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Yusriana, Yandra, A., Sapta, R., & Haryadi, P. Fakhrurrazi., Bantacut, T., & Raharja, S. 2018. Marlina, L. (2015). Manajemen sumber daya (2016). Analisis titik-titik kritis Determination of The Prospective manusia (SDM) dalam pendidikan. ketelusuran pada rantai pasok kakao Processed Cacao Product and Jurnal Istinbath, (15), 123-139. Aceh. Jurnal Teknologi Industri Pertanian, Calculation of The Added value in Agro- Mulhad. 2010. Hukum Perusahaan: Bentuk 26 (1), 31- 40. Tourism Based on Cacao Agroindustry Badan-Badan Usaha di Indonesia. Jakarta Zulfiandri & Marimin. (2012). Strategi in Pidie Jaya Regency. Journal Acta (ID): Ghalia Indonesia. pengembangan agroindustri kakao Universitatis Cibiniensis Series E: Food Nasution, RA., Juanda D., dan Rachmah, R. berbasis kelompok tani di Provinsi Technology, 2 2 ( 1 ) , 3 3 - 4 2 . d o i : (2009). Studi literatur tentang Sumatera Barat. Jurnal Inovisi, 8 (1), 1-13. https://doi.org/10.2478/aucft-2018- komersialisasi teknologi di perguruan 0004. tinggi: proses, potensi, model dan aktor. Fathoni, A. (2006). SDM merupakan modal dan Jurnal Manajemen Teknologi, 8 (2), 1-29. kekayaan yang terpenting dari setiap kegiatan Nasution, M. (2002). Pengembangan kelembagaan manusia. Bandung (ID): Rineka Cipta. koperasi pedesaan untuk agroindustri. Bogor: Hendrayanti, E. (2011). Inovasi efektif: upaya IPB Press. mempertahankan dan menangkap pasar Regattieri, A., Gamberi, M., & Minzir, R. potensial. Jurnal Ilmiah Ekonomi (2007). Traceability of food product: Manajemen dan Kewirausahaan, 5 (1), 91- general framework and experimental 102. evidence. Jurnal Food enginering, 81: 347- Indarti, E. (2007). Efek pemanasan terhadap 356. rendemen lemak pada proses Saaty, T.L. (1991). Pengambilan keputusan bagi pengepresan biji kakao. Jurnal Rekayasa para pemimpin. Jakarta (ID): Pustaka Kimia Lingkungan, 6 (20), 50-54. Binaman Pressindo. Indraningsih, K.C., Ashari, & Friyanto, S. Syam, H., Ma'arif, M.S., Eriyatno, Sailah, I., (2008). Strategi pengembangan model Machfud, & Didu, M.S. (2006). Rancang kelembagaan kemitraan agribisnis bangun model strategi sistem penunjang hortikultura di Bali. Jurnal Sosial Ekonomi keputusan pengembangan agroindustri Pertanian dan Agribisnis (SOCA), 8 (2), 1- berbasis kakao melalui model jejaring 18. usaha. Jurnal Teknologi Industri Pertanian, 16 (1), 18-27.

Jurnal Jurnal 259 Manajemen Teknologi 260 Manajemen Teknologi Vol. 17 | No. 3 | 2018 Vol. 17 | No. 3 | 2018