Review Master Plan Dan DED Drainase Kota Tolitoli

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Review Master Plan Dan DED Drainase Kota Tolitoli BAB III ARAHAN STRATEGIS NASIONAL BIDANG CIPTA KARYA RTRW Sebagai Arahan Kebijakan Spasial Dalam Penyusunan RPI2-JM sebagai kebijakan utama adalah Rencana Tata Ruang Wilayah yang memuat arahan struktur ruang dan pola ruang. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional, sedangkan pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya. Pembangunan bidang Cipta Karya harus memperhatikan arahan struktur dan pola ruang yang tertuang dalam RTRW, selain untuk mewujudkan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan juga dapat mewujudkan tujuan dari penyelenggaraan penataan ruang yaitu keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan, keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia, serta pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang. 3.1 Rencana Tata Ruang dan Wilayah Nasional ( RTRWN ) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) disusun melalui Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) yang dijadikan sebagai pedoman untuk: a. Penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional, b. Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional, c. Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatanruang di wilayah nasional, d. Perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah provinsi, serta keserasian antarsektor, e. Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi, f. Penataan ruang kawasan strategis nasional, dan g. Penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota. Bab I - 27 Arahan yang harus diperhatikan dari RTRWN untuk ditindaklanjuti ke dalam RPI2-JM kabupaten/kota adalah sebagai berikut: 1. Pusat Kegiatan Nasional PKN suatu wilayah dapat berupa kawasan megapolitan, kawasan metropolitan, kawasan perkotaan besar, kawasan perkotaan sedang, atau kawasan perkotaan kecil .Sesuai dengan arahan pada PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Pusat Kegiatan Nasional atau PKN adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa provinsi. Penetapan PKN dilakukan berdasarkan beberapa kriteria yang terdapat pada pasal 14, yaitu sebagai berikut: A. Penetapan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Kriteria: i. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama kegiatan ekspor-impor atau pintu gerbang menuju kawasan internasional, ii. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa skala nasional atau yang melayani beberapa provinsi, dan/atau iii. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama transportasi skala nasional atau melayani beberapa provinsi. Standar Infrastruktur Minimal yang dimiliki meliputi : a. Perhubungan : Bandara Pusat Penyebaran Sekunder, dan/atau Pelabuhan Nasional/Utama Tersier dan/atau Terminal Penumpang Tipe A. b. Ekonomi : Pasar Induk Antar Wilayah, Perbankan Nasional dan/atau Internasional. c. Kesehatan : Rumah Sakit Umum Tipe A. d. Pendidikan : Perguruan Tinggi S-1. Bab I - 28 B. Penetapan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Kriteria: i. Kawasan Perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul kedua kegiatan ekspor-impor yang mendukung PKN, ii. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten, dan/atau iii. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten. Standar Infrastruktur Minimal yang dimiliki meliputi : a. Perhubungan : Bandara Pusat Penyebaran Tersier, dan/atau Pelabuhan Regional / Pengumpan Primer dan/atau Terminal Penumpang Tipe A. b. Ekonomi : Pasar Induk Regional, Perbankan Regional dan / atau Nasional. c. Kesehatan : Rumah Sakit Umum Tipe B. d. Pendidikan : Perguruan Tinggi D-3. C. Penetapan Pusat Kegiatan Lokal (PKL) Kriteria meliputi : a. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skala kabupaten dan/atau beberapa kecamatan; dan/atau b. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala kabupaten dan/atau beberapa kecamatan. Standar Infrastruktur Minimal yang dimiliki meliputi : a. Perhubungan : Bandara Perintis, dan/atau Pelabuhan Lokal/Pengumpan Sekunder dan/atau Terminal Penumpang Tipe B. b. Ekonomi : Pasar Induk Lokal, Perbankan Lokal dan/atau Regional. c. Kesehatan : Rumah Sakit Umum Tipe C. d. Pendidikan : Sekolah Menengah. Bab I - 29 2. Penetapan Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) Sesuai dengan arahan pada PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Pusat Kegiatan Strategis Nasional atau PKSN adalah kawasan perkotaan yang ditetapkan untuk mendorong pengembangan kawasan perbatasan negara. Penetapan PKSN dilakukan berdasarkan beberapa kriteria yang terdapat pada pasal 15, yaitu sebagai berikut: Kriteria: i. Pusat perkotaan yang berpotensi sebagai pos pemeriksaan lintas batas dengan negara tetangga, ii. Pusat perkotaan yang berfungsi sebagai pintu gerbang internasional yang menghubungkan dengan negara tetangga, iii. Pusat perkotaan yang merupakan simpul utama transportasi yang menghubungkan wilayah sekitarnya, dan/atau iv. Pusat perkotaan yang merupakan pusat pertumbuhan ekonomi yang dapat mendorong perkembangan kawasan di sekitarnya. 3. Kawasan Strategis Nasional Sesuai dengan arahan pada Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Kawasan Strategis Nasional (KSN) adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia. Penetapan Kawasan Strategis Nasional dilakukan berdasarkan beberapa kepentingan, yaitu: Penetapan kawasan strategis nasional dilakukan berdasarkan kepentingan: 1) Pertahanan dan keamanan, a) diperuntukkan bagi kepentingan pemeliharaan keamanan dan pertahanan negara berdasarkan geostrategi nasional, Bab I - 30 b) diperuntukkan bagi basis militer, daerah latihan militer, daerah pembuangan amunisi dan peralatan pertahanan lainnya, gudang amunisi, daerah uji coba sistem persenjataan, dan/atau kawasan industri sistem pertahanan, atau c) merupakan wilayah kedaulatan negara termasuk pulau-pulau kecil terluar yang berbatasan langsung dengan negara tetangga dan/atau laut lepas. 2) Pertumbuhan ekonomi, a) memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh, b) memiliki sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi nasional, c) memiliki potensi ekspor, d) didukung jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan ekonomi, e) memiliki kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi, f) berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi pangan nasional dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional, g) berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber energi dalam rangka mewujudkan ketahanan energi nasional, atau h) ditetapkan untuk mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal. 3) Sosial dan budaya a) merupakan tempat pelestarian dan pengembangan adat istiadat atau budaya nasional, b) merupakan prioritas peningkatan kualitas sosial dan budaya serta jati diri bangsa, c) merupakan aset nasional atau internasional yang harus dilindungi dan dilestarikan, d) merupakan tempat perlindungan peninggalan budaya nasional, e) memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman budaya, atau f) memiliki potensi kerawanan terhadap konflik sosial skala nasional. Bab I - 31 4) Pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi a) diperuntukkan bagi kepentingan pengembangan ilmu b) pengetahuan dan teknologi berdasarkan lokasi sumber daya alam strategis nasional, pengembangan antariksa, serta tenaga atom dan nuklir c) memiliki sumber daya alam strategis nasional d) berfungsi sebagai pusat pengendalian dan pengembangan antariksa e) berfungsi sebagai pusat pengendalian tenaga atom dan nuklir, atau f) berfungsi sebagai lokasi penggunaan teknologi tinggi strategis. 5) Fungsi dan daya dukung lingkungan hidup. a) Merupakan tempat perlindungan keaneka ragaman hayati, b) merupakan aset nasional berupa kawasan lindung yang c) ditetapkan bagi perlindungan ekosistem, flora dan/atau fauna yang hampir punah atau diperkirakan akan punah yang harus dilindungi dan/atau dilestarikan, d) memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air yang setiap tahun berpeluang menimbulkan kerugian negara, e) memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro f) menuntut prioritas tinggi peningkatan kualitas lingkungan hidup g) rawan bencana alam nasional h) sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan mempunyai dampak luas terhadap kelangsungan kehidupan. 3.2 RTRW Kawasan Strategis Nasional ( KSN ) Beberapa arahan yang harus diperhatikan dari RTRW KSN dalam penyusunan RPI2-JM Cipta Karya Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut: a. Cakupan delineasi wilayah yang ditetapkan dalam KSN. b. Arahan kepentingan penetapan KSN, yang dapat berupa: Bab I - 32 a) Ekonomi b) Lingkungan Hidup c) Sosial Budaya d) Pendayagunaan Sumberdaya alam dan Teknologi Tinggi e) Pertahanan dan Keamanan c. Arahan pengembangan pola ruang dan struktur ruang yang
Recommended publications
  • The Role of Expansion Movement in the Establishment of New Region In
    Article Komunitas: International Journal of The Role of Expansion Indonesian Society and Culture 9(1) (2017): 115-135 DOI:10.15294/komunitas.v9i1.7710 Movement in the © 2017 Semarang State University, Indonesia p-ISSN 2086 - 5465 | e-ISSN 2460-7320 Establishment of New Region http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/komunitas UNNES JOURNALS in Indonesia: A Study of Parigi Moutong Regency Muhammad Nur Alamsyah 1, Valina Singka Subekti2 1Universitas Tadulako, Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia 2Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia Received: 2 November 2016; Accepted: 24 February 2017; Published: 30 March 2017 Abstract The study explains the dimension of the structure of resource mobilization in the political movement of new region establishment in Indonesia. The establishment of new regions has been seen only in the utilization of formal structures. In fact, the involvement of non-formal organizations also contributes to the importance and determines a region expansion. The study employed a qualitative approach with the support of pri - mary and secondary data related to the establishment of Parigi Moutong Regency. The data was obtained through in-depth interviews with the group figures of the expansion. The secondary data was obtained from mass media and government agencies as well as personal documentation. The theory used was the dimen- sion of the resource mobilization structure of the political opportunity structure (POST) theory. The study reveals that the success of the expansion movement in Parigi Moutong Regency for their structure resource mobilization by civil society organizations or non-formal to formal institutional build up pressure by using lobbying based on personal, professional and primordial networks.
    [Show full text]
  • Languages in Indonesia Volume 49, 2001
    ISSN 0126 2874 NUSA LINGUISTICS STUDIES OF INDONESIAN AND OTHER LANGUAGES IN INDONESIA VOLUME 49, 2001 e It lie I 1414 ' 4 0:1111111 4.11.114114" .M4 • 16700' 4 at" STUDIES IN SULAWESI LINGUISTICS PART VII Edited by Wyn D. Laidig STUDIES IN SULAWESI LINGUISTICS PART VII NUSA Linguistic Studies of Indonesian and Other Languages in Indonesia Volume 49, 2001 EDITORS: S oenjono Dardj owidjoj o, Jakarta Bambang Kaswanti Purwo, Jakarta Anton M. Mo e li on o, Jakarta Soepomo Poedjosoedarmo, Yogyakarta ASSISTANT EDITOR: Yassir Nassanius ADDRESS: NUSA Pusat Ka,jian Bahasa dan Budaya Jalan Jenderal Sudirtnan 51 Ko tak Pos 2639/At Jakarta 12930, Indonesia Fax (021) 571-9560 Email: [email protected],id All rights reserved (see also information page iv) ISSh? 0126 - 2874 11 EDITORIAL The present volume is the forty seventh of the Series NUM, Swdie.s in Sulawesi Languages, Part VI. The Series focuses on works about Indonesian and other languages in Indonesia. Malaysian and the local dialects of Malay wilt be accepted, but languaga outside these regions will be considered only In so far as they are theoretically relevant to our languages. Reports from field work in the form of data analysis or texts with translation, book reviews, squibs and discussions are also accepted. Papers appearing in NUSA can be original or traiislated from languages other than English. Although our main interest is restricted to the area of Indonesia, we welcome works on general linguistics that can throw light upon problems that we might face. It is hoped that NUS, can be relevant beyond the range of typological and area specializations and at the same time also serve the cause of deoccidentaliation of general linguistics.
    [Show full text]
  • Bab Ii Profil Kabupaten Buol
    BAB II PROFIL KABUPATEN BUOL 2.1. Wilayah Administrasi Kabupaten Buol adalah salah satu daerah otonomi baru di Provinsi Sulawesi Tengah merupakan kabupaten pemekaran dari Kabupaten Morowali yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Buol Di Provinsi Sulawesi Tengah, Ibu Kotanya berkedudukan di Buol, memiliki 11 kecamatan, 108 desa dan 7 (tujuh) kelurahan. Secara geografis Kabupaten Buol terletak antara 01O31’12” Lintang Selatan dan 03O46’48” Lintang Selatan serta antara 121O02’24” Bujur Timur dan 123O15’36” Bujur Timur, memiliki luas wilayah daratan 10.018,12 Km2 dan wilayah Lautan seluas 8.344,27 Km² sehingga total luas wilayah Kabupaten Buol adalah 18.362,39 Km². Berdasarkan luas wilayah daratan tersebut maka Kabupaten Buol merupakan 1 (satu) dari 13 Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tengah yang memiliki luas wilayah daratan terbesar yakni sekitar 14,72 persen dari luas daratan Provinsi Sulawesi Tengah. Berdasarkan data luas kecamatan dari 11 kecamatan di Kabupaten Buol, Kecamatan terluas adalah Kecamatan Tiloan seluas 1.437,70 Km² atau 35,5 persen dari luas Kabupaten Buol, sedangkan Kecamatan terkecil adalah Kecamatan Karamat Barat seluas 153,10 Km² atau sebesar 3,79 persen dari luas Kabupaten Buol. Untuk lebih jelasnya data luas wilayah setiap kecamatan di Kabupaten Buol dapat dilihat pada tabel berikut: RPI2JM Kabupaten Buol Tahun 2016-2021 BAB II - 1 Tabel 2.1 Luas Wilayah Kabupaten Buol Menurut Kecamatan, Tahun 2015 Ibukota Luas Persentase No. Kecamatan Kecamatan (Km) (Persen) 1 Paleleh Paleleh 2 Paleleh Barat Timbulon 3 Gadung Bulagidun 4 Bunobogu Bunobogu 5 Bokat Bokat 6 Bukal Unone 7 Tiloan Air Terang 8 Momunu Lamadong 9 Biau Biau 10 Karamat Busak 11 Lakea Lakea Sumber : Profil Kabupaten Buol, 2016 [[[[[ Pembagian wilayah administrasi desa dalam Kecamatan dapat dilihat pada Tabel berikut.
    [Show full text]
  • 9919 Suman 2019 E.Docx
    International Journal of Innovation, Creativity and Change. www.ijicc.net Volume 9, Issue 9, 2019 The Impact of Total Factor Productivity and Spatial Dependence on Per Capita Income Convergence Agus Sumana, Devantob, Rachmad Kresnac, Nurjanna Ladjind*, a,b,c,dFaculty of Economics and Business, Universitas Brawijaya, Indonesia, Email: d*[email protected] This study aims to analyse the spatial dependence on the convergence of per capita regency/city income in Central Sulawesi Province in the period 2007–17. Total factor productivity (TFP) is related to the existence of a knowledge gap between developed and underdeveloped regions. Unsurprisingly, the underdeveloped regions want to catch up with the developed regions. The analysis used in this study was the Spatial Durbin Model. The results of the study showed that there was a gap in regencies/cities because of poor connections among those in the local area. A highly competitive character disadvantaged lower competitors. This resulted in divergence, meaning no regional spillover occurred. The regional economic priority improvement mostly related to the regencies/cities in quadrant III and showed low economic improvement through the regional connection, which had a highly competitive character, human resources improvement, knowledge and technology, investment, infrastructure provision and strengthening regional economic activities. Key words: Spatial dependence, convergence of per capita income, Spatial Durbin Model. Introduction Inequality of development among regions is normal at the beginning of the development process, particularly in the eastern part of Indonesia. The different rates of economic growth among regions can also be due to regional economic activity concentration, investment allocation, mobility level of production factors among regions, different natural resources, different geographical conditions among regions, and less effective trade between provinces due to inadequate infrastructure (Tambunan, 2011).
    [Show full text]
  • GATHER the SCATTERED in KAILI LAND: Pluralism, Religiosity, and Integration of Central Sulawesi Society
    GATHER THE SCATTERED IN KAILI LAND: Pluralism, Religiosity, and Integration of Central Sulawesi Society Andriansyah, Syakir Mahid Universitas Tadulako Jl. Seroja No. 1AB, Palu, 94226 e-mail: [email protected], [email protected] Ismail Suardi Wekke Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Sorong Jl. Klamono-Sorong, KM. 17, Klablim, Sorong 98417, West Papua e-mail: [email protected] Abstract: Based on the ethnic division of the population, Central Sulawesi Province consists of 12 ethnics groups “original,” and many tribal immigrants such as Bugis, Makassar, Java, Bali, and other tribes that have implications for the differentiation of indigenous communities and immigrant communities. The diversity of the tribes is also accompanied by the diversity of their historical background, religion, and culture which might cause friction one another. Based on the existing historical reality, it is showed that the Central Sulawesi region is often hit by ethnic, economic, and religious violences with different intensity. If the diversity among the people of Central Sulawesi is not properly managed, it can lead to disintegration. This article would identify the existence of the plural society in Central Sulawesi and try to formulate the integration efforts of the people of Central Sulawesi. Abstrak: Mengumpul yang Berserak: Pluralisme, Religiositas, dan Integrasi Masyarakat Sulawesi Tengah. Berdasarkan pembagian etnis penduduk, Provinsi Sulawesi Tengah terdiri atas dari 12 etnis asli, dan banyak juga suku pendatang seperti Suku Bugis, Makassar, Jawa, dan Bali yang berimplikasi pada diferensiasi masyarakat asli dan masyarakat pendatang yang berpotensi menimbulkan gesekan antara satu dengan lainnya. Realitas historis menunjukkan bahwa wilayah Sulawesi Tengah sering dilanda kekerasan bermotif etnis, ekonomi dan agama dengan intensitas yang berbeda-beda.
    [Show full text]
  • Democracy and Businesspractice: Does Conflict Reality Matter in Covid-19 Pandemic?
    European Journal of Molecular & Clinical Medicine ISSN 2515-8260 Volume 7, Issue 11, 2020 Democracy And Businesspractice: Does Conflict Reality Matter In Covid-19 Pandemic? Ari Agung Prastowo1, AatRuchiat Nugraha2, Rahul Chauhan3, Yenni Patriani4, Eka Ridhawati5 1Universitas Padjadjaran, Bandung, Indonesia. Email: [email protected] 2Universitas Padjadjaran, Bandung, Indonesia. Email: [email protected] 3Parul University, India 4IAIN Bengkulu, Bengkulu, Indonesia. 5STMIK Pringsewu, Lampung, Indonesia Abstract The democratic political process in Indonesia which is also applied to the regions is only established and carried out within the framework of procedural democracy and business for the transfer of power. This shapes people's understanding of democratic political life by carrying out this process as a consequence of obligation in the state life by positioning oneself as a political subject. So that the political democracy and business only becomes a process of "baptizing" toward western political values. Meanwhile, the basic attitudes of society that are cognitive, affective, and evaluative as instruments of the local political culture of certain communities will defend against the infiltration of other values. so that, to reach the stage of maturing democratic values which are the result of adaptation and mixing so that it is an ideological compromise in the political life of society, it takes a long time to be a new culture that becomes a Way of Life for its people.The reality of current democratic practices in the Indonesia's
    [Show full text]
  • Inter Religions Conflict and Christian Radical Movement in Poso And
    Inter Religions Conflict and Christian Radical Movement in Poso and Ambon Written by: Angel Damayanti Jakarta, 2011 Contents I. Introduction I.1 Background 3 I.2 Question Research 6 I.3 Limitation of Research 7 I.4 Goals and Purposes of Research 7 I.5 Theories 8 I.6 Methodology 12 I.7 Writing Arrangement 13 II. Poso and Moluccas, the Areas of Conflict I. Poso I.1 Historical and Geographic Condition 15 I.2 Socio – Cultural Conditions 18 I.3 Socio – Economic Conditions 20 II. Moluccas I.1 Historical and Geographic Condition 22 I.2 Socio – Cultural Conditions 25 I.3 Socio – Economic Conditions 26 III. Background of Conflict in Ambon and Poso 28 III. Inter Religions Conflict in Poso and Moluccas and The Christian Radical Movement 33 I. Inter Religions Conflict in Poso 34 I.1 Triggering Factors of Conflict 34 I.2 Involvement of Christian Radical Movement in Poso 40 II. Inter Religions Conflict in Moluccas 46 II.1 Triggering Factors of Conflict in Ambon 46 II.2 Christian Radical Movement in Moluccas 49 1 III. External Christian Radical Movement 51 IV. Terrorism and Other Actors in Conflict Poso and Moluccas 53 IV. The Role of Government 58 I. Role of Government in Handling Conflict Poso 58 II. Role of Government in Handling Conflict Moluccas 64 V Conclusion & Recommendation 70 References 75 2 I Introduction I.1 Background Conflicts that had occurred in East of Indonesia since the year of 1998, at a glance seemed to be an inter religion or inter ethnic conflict. It can be known by the yel of Allahu Akbar for the Moslem group and Haleluya for the Christian group as well as the presence of radical and militant movement using the name or symbols of some religions such as Laskar Jihad and sorban (head cover) for the Moslem and Laskar Kristus (Christum Legion) and cross necklaces for Christian.
    [Show full text]
  • UU Nomor 51 Tahun 1999.Pdf
    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BUOL, KABUPATEN MOROWALI, DAN KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berhubung dengan perkembangan dan kemajuan Propinsi Sulawesi Tengah pada umumnya serta Kabupaten Buol Toli-Toli, Kabupaten Poso, dan Kabupaten Banggai pada khususnya, dan adanya aspirasi yang berkembang dalam masyarakat, dipandang perlu meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pembinaan kemasyarakatan guna menjamin perkembangan dan kemajuan dimaksud pada masa mendatang; b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas dan memperhatikan perkembangan jumlah penduduk, luas wilayah, potensi ekonomi, sosial budaya, sosial politik, dan meningkatnya beban tugas serta volume kerja di bidang penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan di Kabupaten Buol Toli-Toli, Kabupaten Poso dan Kabupaten Banggai dipandang perlu membentuk Kabupaten Buol sebagai pemekaran dari Kabupaten Buol Toli-Toli, Kabupaten Morowali sebagai pemekaran dari Kabupaten Poso dan Kabupaten Banggai Kepulauan sebagai pemekaran dari Kabupaten Banggai; c. bahwa pembentukan Kabupaten Buol, Kabupaten Morowali, dan pembentukan Kabupaten Banggai Kepulauan akan dapat mendorong peningkatan pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan, serta memberikan kemampuan dalam pemanfaatan potensi Daerah untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah; d. bahwa sesuai dengan butir a, b, dan c serta berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, pembentukan Kabupaten Buol, Kabupaten Morowali, dan Kabupaten banggai Kepulauan harus ditetapkan dengan undang-undang; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 2 - 3.
    [Show full text]
  • (C) 2000 Bphn Uu 51/1999, Pembentukan Kabupaten
    Copyright (C) 2000 BPHN UU 51/1999, PEMBENTUKAN KABUPATEN BUOL, KABUPATEN MOROWALI, DAN KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN *11628 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 51 TAHUN 1999 (51/1999) TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BUOL, KABUPATEN MOROWALI, DAN KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berhubung dengan perkembangan dan kemajuan Propinsi Sulawesi Tengah pada umumnya serta Kabupaten Buol Toli-Toli, Kabupaten Poso, dan Kabupaten Banggai pada khususnya, dan adanya aspirasi yang berkembang dalam masyarakat, dipandang perlu meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pembinaan kemasyarakatan guna menjamin perkembangan dan kemajuan dimaksud pada masa mendatang; b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas dan memperhatikan perkembangan jumlah penduduk, luas wilayah, potensi ekonomi, sosial budaya, sosial politik, dan meningkatnya beban tugas serta volume kerja di bidang penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan di Kabupaten Buol Toli-Toli, Kabupaten Poso dan Kabupaten Banggai dipandang perlu membentuk Kabupaten Buol sebagai pemekaran dari Kabupaten Buol Toli-Toli, Kabupaten Morowali sebagai pemekaran dari Kabupaten Poso dan Kabupaten Banggai Kepulauan sebagai pemekaran dari Kabupaten Banggai; c. bahwa pembentukan Kabupaten Buol, Kabupaten Morowali, dan pembentukan Kabupaten Banggai Kepulauan akan dapat mendorong peningkatan pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan, serta memberikan kemampuan
    [Show full text]
  • Analisis Klaster Pautan Lengkap Untuk Mengelompokkan Kabupaten/Kota Di Provinsi Sulawesi Tengah Berdasarkan Indikator Kriminalitas
    Jurnal Ilmiah Matematika dan Terapan Volume 16 Nomor 1 Juni 2019 (Halaman 79 - 88) ISSN : 2450 – 766X ANALISIS KLASTER PAUTAN LENGKAP UNTUK MENGELOMPOKKAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SULAWESI TENGAH BERDASARKAN INDIKATOR KRIMINALITAS I. T. Utami1, Rais2, dan W. Seftiani3 1,2,3Program Studi Statistika Jurusan Matematika FMIPA Universitas Tadulako Jalan Soekarno-Hatta Km. 09 Tondo, Palu 94118, Indonesia. [email protected], [email protected], [email protected] ABSTRACT Criminality is all kinds of actions and deeds which is economically and psychologically harmful. The statistical method could be used to classify the crime is cluster analysis. Cluster analysis is a multivariate method which aims to classify a sample of subjects (or objects) on the basis of a set of measured variables into a number of different groups such that similar subjects are placed in to the same group. The objective of this research is to classify Regency/City in Central Sulawesi Province based on the criminality indicator and to discover the profile of each cluster which had been formed. The results of the study shows that those are two clusters formed: Cluster 1 consists of Buol, Banggai, Morowali, Toli-Toli, Donggala, and Tojo Una-Una Regency; Cluster 2 consists of Regency/Palu City, and Parigi Moutong. The profile of each cluster is: Cluster 1 with low crime rate on average and Cluster 2 with high crime rate on average. Keywords : Cluster Analysis, Complete Linkage, Criminality, Hierarchy Method. ABSTRAK Kriminalitas merupakan segala macam bentuk tindakan dan perbuatan yang merugikan secara ekonomi dan psikologis. Metode statistika yang dapat digunakan untuk mengelompokkan tindak kriminalitas adalah analisis klaster, yaitu suatu teknik multivariat yang bertujuan memisahkan obyek ke dalam beberapa kelompok yang mempunyai sifat berbeda antar kelompok yang satu dengan yang lain.
    [Show full text]
  • The Potential and Supply Chain of Cocoa in the Central Sulawesi, Indonesia
    RJOAS, 7(67), July 2017 DOI https://doi.org/10.18551/rjoas.2017-07.06 THE POTENTIAL AND SUPPLY CHAIN OF COCOA IN THE CENTRAL SULAWESI, INDONESIA Muslimin*, Nersiwad, Tallesang Mukhtar Faculty of Economics, University of Tadulako, Indonesia *E-mail: [email protected] ABSTRACT Cocoa is a reliance commodity of the plantation that plays a strategic role in national economy, especially as a provider of employment, source of income, and foreign exchange income. This research aims to identify the cocoa potential and the supply chain of cocoa in Central Sulawesi – Indonesia. Type of the research is descriptive research using survey method in the cocoa supply chain in 13 Regencies/Cities in Central Sulawesi. The result of the study shows that: (1) The largest contributor of the cocoa producer in Indonesia is Central Sulawesi with 23.14 percent of national cocoa and 188,600 hectares area. (2) The cocoa supply chain consists of farmers → collecting traders → wholesalers → industry. (3) The risks in the supply chain of cocoa are (1) Price: No access to a certain information about the price of cocoa resulting in the price determined by the trader unilaterally, (2) Pest Risk: cocoa rot disease; Stem cancer, (3) Seasonal Risk: the rainy season can also cause fungal disease in the stems and damage the cocoa fruit, (4) Human Resources Risk: Low awareness of the community on how to maintain cocoa well and how to turn it into the main livelihood. KEY WORDS Cocoa, supply chain, risk, Central Sulawesi. Cocoa is a reliance commodity of the plantation that plays a strategic role in national economy, especially as a provider of employment, source of income, and foreign exchange income.
    [Show full text]
  • Arahan Kebijakan Dan Rencana Strategis Infrastruktur Bidang Cipta Karya
    BAB III ARAHAN KEBIJAKAN DAN RENCANA STRATEGIS INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA 3.1. Arahan Kebijakan Pembangunan Bidang Cipta Karya dan Arahan Penataan Ruang 3.1.1. Arahan Pembangunan Bidang Cipta Karya Berdasarkan RPJMN Tahun 2014-2019 telah dirumuskan sasaran, arah kebijakan dan strategi pembangunan bidang cipta karya yang mencakup pembangunan perumahan dan kawasan permukiman , serta air minum dan sanitasi yang layak dan terjangkau dan diprioritaskan dalam rangka meningkatkan standar hidup penduduk 40 persen terbawah. A. Pembangunan Perumahan Sasaran pembangunan perumahan secara nasional tahun 2014-2019 adalah sebagai berikut 1. Terfasilitasinya penyediaan hunian layak dan terjangkau untuk 2,2 juta rumah tangga dari anggaran Pemerintah dalam menurunkan akumulasi kekurangan tempat tinggal khususnya masyarakat berpenghasilan rendah menjadi lima juta rumah tangga di tahun 2019 melalui : (i) Penyediaan rumah umum untuk 900.000 rumah tangga yang didukung dengan penyaluran bantuan pembiayaan perumahan berupa Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sejahtera tapak, KPR satuan rumah susun (sarusun), dan KPR sewa beli untuk sarusun; (ii) Penyediaan rumah susun sewa untuk 550.000 rumah tangga; (iii) Penyediaan KPR swadaya untuk 450.000 rumah tangga; (iv) Bantuan stimulan pembangunan baru rumah swadaya untuk 250.000 rumah tangga; serta (v) Pembangunan rumah khusus di daerah perbatasan, pasca bencana, dan pasca konflik untuk 50.000 rumah tangga. 2. Mendorong keswadayaan masyarakat dan dunia usaha dalam penyediaan tempat tinggal yang layak untuk 2,2 juta rumah tangga untuk mendukung penurunan angka kekurangan rumah. 3. Peningkatan kualitas rumah tidak layak huni untuk 1,5 juta rumah tangga, termasuk dalam rangka penanganan kawasan permukiman kumuh. RPI2JM Kabupaten Morowali Utara Tahun 2016-2021 BAB III - 1 Arah Kebijakan dan Strategi pembangunan perumahan yakni meningkatkan akses masyarakat berpendapatan rendah terhadap hunian yang layak, aman dan terjangkau serta didukung oleh penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas yang memadai melalui strategi : 1.
    [Show full text]