Pasar Malam Sekaten Penggerak Ekonomi Di Yogyakarta
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Pasar Malam Sekaten Penggerak Ekonomi di Yogyakarta Faishal Amin Abyan Mahasiswa Program Studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia E-mail: [email protected] Abstract. The special region of Yogyakarta is one of the tourist area that rely on cultural tour sector, there are various cultural activities held by the provincial governments of yogyakarta such as sekaten to celebrate maulid prophet mohammad. These research porpouse is to describe about the change of form of sekaten that held by the yogyakarta government with the abolishment of the night fair these year. In this study the researchers used descriptive qualitative method by doing phenomenology studies. By comparing the different about the form of sekatenthis year with the sekaten past year, we can see the participation of the community with in the past year event. With the abolishment of the night fair it caused the reducing of the space for the small group of community to continue their economic activity wich was alyas there at the sekaten. The abolishment of the night fair it is also impact on the charm of sekaten to attrack tourists both local and international. This study can be the reference for the profincial government of yogyakarta as well as the community regarding the existence of the night fair in the sekaten as an important component to stimulate the economic activities of Yogyakarta community. Keywords: Pasar Malam, Yogyakarta, Sekaten, Economy, Keraton Yogyakarta. 1. Pendahuluan Sekaten yang dilaksanakan oleh keraton Yogyakarta dilaksanakan setiap tanggal 5 hingga tanggal 12 Mulud dalam penanggalan jawa atau 5 hingga tanggal 12 Rabbiul Awal dalam penanggalan Hijriah. Upacara sekaten sejatinya hanya meliputi penabuhan gamelan Kyai Gunturmadu dan Kyai Nagawilaga serta garebeg mulud. Acara sekaten berkembang dengan bertambah acara pasar malam yang meliputi wahana permainan serta pedagang kaki lima. Dengan bertambahnya wahana hiburan dan pedagang kaki lima semakin menarik minat wisatawan baik domestik maupun mancanegara untuk berkunjung pada acara sekaten. Terbukti dalam setiap penyelenggaraan sekaten pasar malam menjadi atraksi paling di minati oleh masyarakat. Pasar malam mampu menggerakkan roda perekonomian masyarkat kecil karna adanya wadah bagi pedagang kaki lima. Sultan Hamengkubuwono X menghendaki peniadaan acara pasar malam guna memulihkan kondisi Alun-alun Utara yang selalu rusak setelah dilaksanakannya acara pasar malam mulai tahun 2019. Adanya pasar malam mampu menggeser pemain utama dalam acara sekaten yang seharusnya penabuhan gamelan bergeser menjadi wahana atraksi hiburan bagi masyarakat. Peniadaan acara pasar malam tersebut mengurangi wadah bagi pedagang kecil di wilayah Yogyakarta. Artikel ini akan di bahas bagaimana pengaruh dari peniadaan acara pasar malam terhadap perekonomian di wilayah Yogyakarta serta berubahnya ketertarikan masyarakat untuk hadir dalam acara sekaten. Nantinya akan diperoleh saran bagi Pemerintah Daerah Yogyakarta dalam mengembangkan perekonomian di wilayah Yogyakarta maupun dalam pelaksanaan acara sekaten. 2. Metode Penelitian kali ini penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan fenomenologi. Maksud dalam penelitian deskriptif kualitatif kali ini adalah jenis penelitian yang memberikan uraian tentang permasalahan atau suatu keadaan tertentu tanpa ada perlakuan terhadap objek yang diteliti (Timotius, 2017) yang menekankan pada pencarian makna dan proses, bukan pada pengukuran atau pengujian yang kaku (Upe & Damsid, 2010). Penelitian ini menggunakan Teknik pengambilan data fenomenologi dimana penulis mengungkap pengalaman dari fenomena yang di sadari oleh beberapa individu, Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pengumpulan data dengan cara dialog dengan informan seorang pedagang di area Alun-alun Utara Yogyakarta dengan pemilihan informan memiliki kualifikasi seorang pedagang kecil di sekitar area Alun-alun Utara Yogyakarta. Selain itu penulis juga melakukan studi korelasional dengan mengumpulkan data mengenai keantusiasan masyarakat Yogyakarta terhadap acara sekaten dengan mengambil sampel sejumlah lima puluh orang remaja yang sering pergi ke sejumlah tempat untuk berwisata. Pemilihan remaja sebagai subjek dalam sampel karena remaja mampu mewakili posisi sebagai anak-anak maupun orang dewasa. Sehingga dapat di ambil kesimpulan dari kedua data tersebut untuk mengetahui hubungan dihilangkannya acara pasarmalam dalam acara Sekaten dengan jumlah wisatawan yang berkunjung di DIY dan pengaruhnya dalam jumlah transaksi ekonomi di wilayah Yogyakarta. 3. Hasil dan Pembahasan Acara sekaten merupakan acara yang setiap tahun diselenggarakan oleh Keraton Yogyakarta untuk memperingati maulid Nabi Muhammad. Sekaten berasal dari kata syahadatain yang berarti dua kalimat syahadat. Dalam bahasa jawa sekaten berasal dari kata sekati yang berarti setimbang dalam menimbang hal baik dan buruk (Saddhono & Adib, 2018). Acara sekaten dilaksanakan setiap tanggal 5 sampai tanggal 12 bulan Mulud dalam penanggalan jawa atau bulan Rabiul Awal dalam penanggalan Hijriah. Pada mulanya sekaten di selenggarakan untuk menyiarkan ajaran agama Islam dengan menabuh gamelan di serambi Masjid Agung Demak agar masyarakat tertarik untuk datang dan mendengarkan kutbah syiar mengenai ajaran Islam. Penyelenggaraan acara sekaten di Keraton Yogyakarta terdiri dari beberapa prosesi, meliputi : Miyos Gangsa (dikeluarkannya gamelan Kiai Gunturmadu dan Kiai Nagawilaga dari kraton ke halaman Masjid Gede Kauman), Numplak Wajik (membuat gunungan untuk prosesi garebeg), Kondur Gangsa (dikembalikannya gamelan Kiai Gunturmadu dan Kiai Nagawilaga untuk di simpan kembali ke Keraton), dan Garebeg Mulud (Anonim, 2017). Saat ini acara sekaten tidak hanya sebagai sarana dakwah menyebarkan agama islam dan memperingati hari kelarinan Nabi Muhammad, akan tetapi juga sebagi sarana menghibur rakyat yang diselenggarakan oleh keraton (Saddhono & Adib, 2018). Pelaksanaanya acara sekaten mengalami perkembangan berupa penambahan komponen berupa pasar malam. Mulanya, penambahan acara pasar malam merupakan taktik dari pihak kolonial Belanda yang tidak suka dengan penyebaran agama islam di wilayah Kraton Yogyakarta dengan cara mengemas acara sekaten menjadi lebih meriah. Pihak Belanda menambahkan unsur bisnis dalam acara sekaten dengan menghadirkan pengusaha kopi, teh dan sebagainya agar masyarakat tidak mendengarkan ceramah di Masjid Gede Kauman (Nursolehah, 2017). Setelah itu, pasar malam dalam acara sekaten sempat hilang, namun pasar malam tersebut mulai dilaksanakan bersamaan dengan acara sekaten mulai sekitar 30 tahun yang lalu (Hadi, 2019). Dengan diadakannya pasar malam untuk memeriahkan acara sekaten minat masyarakat untuk datang dalam acara sekaten bertambah. Dengan acara pasar malam, sekaten tidak hanya menyasar orang tua saja tetapi juga mampu memikat kehadiran remaja dan juga anak anak untuk datang. Diadakannya pasar malam, masyarakat sekitar juga di untungkan karena dengan banyaknya pengunjung menciptakan lahan bagi masyarakat untuk berusaha seperti menjajakan makanan, minuman, pakaian, peralatan rumah tangga, dan lainnya. Dalam perekonomian, pedagang kaki lima (PKL) tidak dapat di pisahkan dalam berjalannya roda perekonomian masyarakat karena merupakan salah satu pelaku usaha informal yang berpengaruh dalam perekonomian masyarakat (Pamungkas, 2016). Selain itu sekaten juga merangsang kekreativitasan masyarakat dalam berusaha melakukan kegiatan ekonimu, sebagai contoh munculnya warga sekitar yang menawarkan jasa penitipan kendaraan penggunjung serta munculnya masyarakat yang berdagang makanan khas sekaten yaitu sego gurih (nasi gurih). Adanya sekaten juga mampu membantu merangsang berjalannya perekonomian masyarakat kelas menengah ke bawah karena sekaten yang berada di pusat Kota Yogyakarta mampu memberikan wadah usaha modal murah bagi PKL tanpa harus repot memikirkan biaya pemasaran yang tinggi. Terbukti setiap penyelenggaraan acara sekaten, pendaatan yang diterima oleh warga masyarakat sekitar Alun-alun Utara Yogyakarta mampu bertambah. Acara pasar malam dalam sekaten dilaksanakan di lapangan Alun-alun Utara Yogyakarta. Pedagang kaki Lima (PKL) yang ikut serta dalam acara sekaten harus membayarkan sejumlah uang kepada pihak penyelenggara agar bisa mendapatkan ijin berjualan di area sekaten. PKL yang akan berjualan di area sekaten akan di berikan sepetak tanah yang dapat mereka manfaatkan untuk membangun stan tempat mereka dapat berjualan. Stan PKL dalam acara sekaten merupakan stan tidak permanen yang dapat di bongkar pasang. Selain itu wahana permaina dan panggung hiburan yang di bangun di acara sekaten juga merupakan bangunan semi permanen yang bisa di bongkar pasang. Pada tahun 2018 tercatat panitia penyelenggara pasar malam menyediakan 514 stand untuk acara sekaten di tahun tersebut (Hidayah, 2018a). Biaya sewa per kapling yang disediakan oleh panitia penyelengga telah di tetapkan dalam Peraturan Walikota Yogyakarta dengan rincian zona A dan zona B biaya retribusi sebesar Rp5,500.00 sampai Rp4,500.00 per meter persegi per hari, sedangkan zona C dan zona D biaya retribusi sebesar Rp4,000.00 sampai Rp3,500.00 per meter persegi per hari (Razak, 2018). Dengan biaya retribusi bagi pedagang yang relatif murah mampu membantu para pedang dalam mengembangkan usahanya dengan berjualan di tempat strategis serta ramai pengunjung tanpa perlu mempersoalkan bagaimana menarik pelanggan datang. Penyelenggaraan pasar malam sekaten juga memberikan dampak positif bagi Pemerintah Kota Yogyakarta.