Jurnal Geosains dan Remote Sensing (JGRS) Vol 1 No 1 (2020) 1-10

Penerapan Weighted Overlay Pada Pemetaan Tingkat Probabilitas Zona Rawan Longsor di Kabupaten , Jawa Barat

Muhammad Farhan Yassar1*, Muhammad Nurul1, Nisrina Nadhifah1, Novia Fadhilah Sekarsari1, Rafika Dewi1, Rima Buana1, Sarah Novita Fernandez1, Kirana Azzahra Rahmadhita2

1Jurusan Teknik Geofisika, Fakultas Teknik, Universitas Lampung, Jl. Prof. Dr. Ir. Sumantri Brojonegoro, No. 1, Gedong Meneng, Kec. Rajabasa, Kota Bandar Lampung, Lampung 35141 2 Program Studi Analisis Kimia, Sekolah Vokasi, Institut Pertanian , Jl. Kumbang No. 14, Cilibende - Bogor Tengah

Dikirim: Abstrak: Kabupaten Sumedang berada pada wilayah pegunungan dan perbukitan 9 April 2020 sehingga meningkatkan kemungkinan untuk terjadinya bencana tanah longsor yang dapat menimbulkan kerugian baik secara materi ataupun non materi. Untuk mencegah Direvisi: dan meminimalisir dampak dari bencana tersebut diperlukan pengetahuan mendetail 23 April 2020 mengenai bencana tanah longsor itu sendiri. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan Diterima: penelitian ini dengan tujuan untuk melakukan pemetaan dan memberikan informasi 26 April 2020 tentang wilayah-wilayah yang mempunyai kerawanan terjadinya bencana longsor di Kabupaten Sumedang yang kemudian diharapkan hasil dari penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam melakukan upaya mitigasi serta diharapkan dapat meminimalkan dampak yang diakibatkan jika terjadinya bencana tanah longsor pada wilayah Kabupaten Sumedang. Penelitian ini memanfaatkan metode skoring, weighting dan overlay yang terdapat pada SIG dalam melakukan pemetaan daerah rawan

longsor dengan mengacu terhadap nilai dan parameter yang dikeluarkan oleh Puslittanak 2004. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka diketahui bahwa * Email Korespondensi: Kabupaten Sumedang didominasi oleh jenis tanah aluvial, jenis batuan vulkanik, [email protected] kemiringan lereng dengan kisaran 15-30%, dan memiliki curah hujan yang sangat tinggi. Hasil analisis yang dilakukan didapatkan bahwa Kabupaten Sumedang memiliki tingkat kerawanan longsor yang berada pada kategori sedang sampai dengan tinggi. Kata kunci: bencana, longsor, mitigasi, pembobotan, pemetaan

Abstract: Sumedang is located in the mainland and hilly areas, thus increasing the possibility to create landslides that can cause problems both materially and nonmaterially. To avoid and urge from the disaster requires detailed knowledge about the landslide disaster itself. Based on this, this research was carried out with the aim of mapping and providing information on areas that have long-term riots in Sumedang Regency, and it is hoped that the results of this study can be used as a reference in this study. Facing a landslide in the Sumedang Regency. This study utilizes the scoring, weighting and overlay methods contained in GIS in mapping landslide-prone areas with reference to the values and parameters issued by Puslittanak 2004. The research conducted has proven that Sumedang Regency uses by soil type aluvial, a type of volcanic rock, slope with a range of 15-30%, and has very high rainfall. The results of the analysis carried out obtained Sumedang District has a level of landslide vulnerability in accordance with the category of moderate to high. Keywords: disaster, landslides, mitigation, weighted, mapping.

1. PENDAHULUAN juga dipengaruhi oleh (Hutomo dkk, 2016), inten- sitas hujan (Rahmi, 2012). Topografi dan guna 1.1. Latar Belakang lahan (Sitepu dkk, 2017) di mana hal-hal tersebut Bencana alam merupakan salah satu fenomena merupakan parameter utama penyebab terjadinya yang dapat terjadi kapan pun, sehingga dapat tanah longsor (Ramadhani dkk, 2017). Peristiwa membahayakan masyarakat baik dalam hal materi tanah longsor yang terjadi sepanjang sejarah dipe- maupun non materi, serta korban jiwa (Faizana ngaruhi oleh faktor geologi, topografi, dan banyak dkk, 2015). sendiri merupakan negara atau tidaknya vegetasi yang terdapat pada lokasi dengan jumlah dan variasi bencana terbanyak di tersebut (Wang dkk, 2017). dunia. Contoh dari bencana alam yang lumrah Minimnya pengetahuan akan kemungkinan terjadi di Indonesia yaitu tsunami, gempa bumi, bencana yang dapat terjadi dan kurangnya banjir, tanah longsor, dan masih banyak lagi sosialisi mengenai upaya mitigasi menyebabkan (Santoso, 2012). tingginya tingkat kerugian yang akan diterima oleh Tanah longsor merupakan peristiwa bergerak- masyarakat umum ketika suatu bencana alam nya tanah yang berkaitan langsung dengan sifat- terjadi. Oleh karena itu, informasi awal mengenai sifat alami dari alam itu sendiri. Tanah longsor potensi dan risiko bencana merupakan salah satu adalah bentuk erosi dengan diiringi pergerakan media informasi yang dapat digunakan sebagai tanah yang menyebabkan perpindahan material pendidikan dasar tanggap bencana bagi masya- tanah maupun batuan dalam intensitas yang cukup rakat (Damanik dkk, 2012). Salah satu contoh ke- besar. Kecepatan dari pergerakan dan perpindah- rugian yang dapat ditimbulkan oleh tanah longsor an material tersebut dipengaruhi oleh jenis tanah yaitu kerusakan sarana dan prasarana seperti dan batuan pada lokasi tersebut, selain itu hal ini perumahan, jalan, dan pertanian (Yuniarta dkk,

ISSN 2722-3647 Available online at https://jgrs.eng.unila.ac.id/ ISSN 2722-3639 (e) DOI: https://doi.org/10.23960/jgrs.2020.v1i1.13 Yassar dkk. / Jurnal Geosains dan Remote Sensing (JGRS) Vol 1 No 1 (2020) 1-10 2

2015). Bencana pergerakan tanah/ longsor dapat 1.2. Kondisi Geologi Daerah Penelitian terjadi karena adanya perpindahan massa batuan Kabupaten Sumedang terletak antara 6º44’- dan tanah pada suatu lereng atau jurang yang 70º83’ Lintang Selatan dan 107º21’-108º21’ Bujur memiliki kemiringan tertentu. Pergerakan tanah ini Timur. Sebagian besar wilayah Kabupaten Sume- dipengaruhi karena adanya gaya gravitasi. Gaya dang berada di daerah dengan topografi pegu- gravitasi yang berlebih yang kemudian diiringi oleh nungan dan berbukit yang memiliki ketinggian 25 topografi dan intensitas hujan yang tinggi serta sampai 1667 meter di atas permukaan laut. Kabu- kurangnya vegetasi pada suatu lereng menyebab- paten Sumedang merupakan daerah dengan ting- kan tanah akhirnya terpecah dan terjadi tanah kat gerakan tanah rendah hingga tinggi, hal ini longsor (Ariani, 2017). Bencana tanah longsor sen- dikarenakan wilayah ini berada di Provinsi Jawa diri pada umumnya terjadi pada wilayah yang Barat yang merupakan termasuk daerah yang memiliki topografi curam dan diiringi dengan curah rawan terjadinya gerakan tanah di Indonesia. Ber- hujan yang relatif tinggi pertahunnya. Berdasarkan dasarkan hasil catatan sepanjang tahun 2012 hal tersebut dapat menunjukkan bahwa tanah terjadi peristiwa tanah longsor sebanyak 127 kali di longsor sangat berkaitan erat dengan keadaan a- seluruh wilayah Indonesia dan hampir setengah lam, selain itu manusia pun memiliki andil yang dari jumlah tersebut terjadi di daerah Provinsi Ja- cukup besar dalam bencana tanah longsor seperti wa Barat (Sugianti dkk, 2014). Keunggulan pene- melakukan pengalih fungsi hutan sebagai daerah litian yang saya lakukan dengan mengacu kepada resapan air menjadi perkebunan dan pemukiman. parameter yang dikeluarkan oleh Puslittanak yaitu Terdapat dua faktor yang mempengaruhi terja- pembuatan peta dan klasifikasi yang relatif mudah dinya tanah longsor, faktor yang pertama yaitu dan jelas serta memiliki tingkat keakuratan yang pendorong di mana pada faktor ini mempengaruhi cukup tinggi hal ini dikarenakan parameter yang pergerakan tanah yang terjadi. Faktor yang kedua digunakan berasal dari lembaga yang memiliki adalah pemicu di mana hal ini berkaitan erat de- fokus pada bidang pertanahan dan agroklimat. ngan perilaku manusia terhadap alam maupun Geologi Kabupaten Sumedang termasuk keda- kondisi alam itu sendiri dalam memicu terjadinya lam zona Fisiografi Bogor, zona ini dicirikan de- tanah longsor (Nugraha, 2013). ngan batuan endapan laut yang berasal dari Penelitian mengenai pemetaan pergerakan ta- zaman tersier dan tersusun atas batuan lempung, nah sebagai upaya mitigasi bencana pada suatu tufan, napal, pasir serta endapan vulkanik. (Van, wilayah sudah banyak dilakukan dengan menggu- 1949); Martodjojo, 2003). Berdasarkan pada Peta nakan parameter dan metode yang berbeda-beda, Geologi Indonesia pada Lembar Provinsi di antaranya dengan menggunakan parameter cu- Jawa Barat (Silitonga, 2003) dan Lembar rah hujan , jenis tanah dan batuan, topografi, guna Arjawinangun yang terletak di Provinsi Jawa Barat lahan, dan kondisi geologi (Rahman, 2010). Selain (Djuri, 1995) lokasi penelitian tersusun dari jenis itu, terdapat penelitian dengan tujuan yang mirip batuan aluvial, produk gunung api muda, dan akan tetapi mengacu pada tingkat stabilitas dan produk gunung api tua. Proses pelapukan yang kekuatan lereng (Zakaria, 2010) penelitian ini juga terjadi pada batuan vulkanik akan menyebabkan dapat dilakukan dengan memodelkan peta ancam- terbentuknya batuan lapuk dan tanah yang bersifat an, kerentanan, kapasitas, dan risiko tanah long- residual pada daerah penelitian. Sifat dari tanah sor yang memanfaatkan metode overlay pada residual sendiri yaitu mudah terlepas dan rentan masing-masing pemodelan (Faizana dkk., 2015). akan terjadinya proses tanah longsor (Wesley, Penelitian ini dilakukan pada wilayah Ka- 2010). Dukungan struktur geologi yang berupa bupaten Sumedang, yang terletak di provinsi Jawa lipatan, rekahan, kekar, dan sesar yang memiliki Barat hal ini dikarenakan wilayah tersebut rata-rata pergerakan intensif menyebabkan terjadinya berada pada wilayah bukit dan pegunungan de- pelemahan kekuatan batuan dan tanah sehingga ngan ketinggian kurang lebih 1667 meter di atas mempermudah terjadinya tanah longsor. Selain itu, permukaan laut serta memiliki intensitas curah hu- struktur geologi berupa kekar dan sesar dapat jan yang cukup tinggi. Selain itu pemilihan lokasi menjadi jalur untuk merembesnya air sehingga penelitian di Kabupaten Sumedang ini dilakukan mempercepat kemungkinan akan terjadinya karena lokasi ini termasuk ke dalam wilayah Jawa pergerakan tanah (Sugianti dkk, 2014). Barat yang memiliki kerentanan akan pergerakan tanah yang relatif tinggi. 2. BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tujuan dari dilakukannya penelitian ini sendiri Lokasi penelitian pemetaan daerah zona rawan yaitu untuk melakukan pemetaan dan memberikan longsor ini berada Provinsi Jawa Bara tepatnya di informasi mengenai wilayah-wilayah yang memiliki Kabupaten Sumedang. Peralatan dan bahan yang kerawanan terjadinya bencana longsor di Kabu- digunakan untuk mendukung penelitian ini meru- paten Sumedang yang kemudian diharapkan hasil pakan data sekunder yang kami akuisisi dan laku- dari penelitian yang dilakukan dapat dijadikan kan pengolahan pada tahun 2019 yang terdiri dari acuan dalam melakukan upaya mitigasi serta di- intensitas curah hujan Kabupaten Sumedang yang harapkan dapat meminimalisir dampak yang akan dimulai dari bulan Januari hingga Desember tahun terjadi jika terdapat bencana tanah longsor di 2019, sebaran jenis batuan, RBI dan administrasi wilayah Kabupaten Sumedang. Kabupaten Sumedang, di mana setelah semua komponen tersebut terkumpul maka dilakukan

ISSN 2722-3647 Available online at https://jgrs.eng.unila.ac.id/ ISSN 2722-3639 (e) DOI: https://doi.org/10.23960/jgrs.2020.v1i1.13 Yassar dkk. / Jurnal Geosains dan Remote Sensing (JGRS) Vol 1 No 1 (2020) 1-10 3 pengolahan dengan menggunakan software Tabel 2. Klasifikasi Jenis Batuan (Puslittanak, ArcGIS 10.3 sehingga menghasilkan peta 2004). intensitas curah hujan, peta sebaran jenis batuan Parameter Bobot skor dan tanah, peta topografi atau kemiringan, peta Batuan Vulkanik intensitas curah hujan, peta administrasi, dan RBI 3 Kabupaten Sumedang serta peta lainnya. Proses Batuan Sedimen 20% 2 pengolahan dan pembuatan data dilakukan Batuan Aluvial 1 dengan menggunakan Laptop dengan menggunakan bantuan software ArcGIS 10.3. Tabel 3. Klasifikasi Kemiringan Lahan (Puslittanak, Data yang dihasilkan adalah berupa peta yang 2004). dapat digunakan sebagai patokan penentuan daerah wilayah penelitian rawan bencana longsor Parameter (%) Bobot Skor di Kabupaten Sumedang. >45 5 Pada pembuatan peta perkiraan zona bencana 30-45 4 tanah longsor, dilakukan terlebih dahulu proses analisis yang dilakukan berdasarkan parameter 15-30 20% 3 peta curah hujan, peta jenis tanah, peta geologi, 8-15 2 dan peta kemiringan lereng. Setiap jenis peta ter- sebut dilakukan pengklasifikasian yang didasar- <8 1 kan pada skor serta diberi bobot kemudian skor dikelompokkan dan dianalisis. Proses pemetaan Tabel 4. Klasifikasi Penutup Lahan (Puslittanak, yang dilakukan mengacu kepada parameter yang 2004). dikeluarkan oleh Puslittanak 2004, di mana para- Parameter Bobot Skor meter tersebut digunakan untuk melakukan klasifi- Tegalan, Sawah 5 kasi dan pembobotan pada masing-masing peta. Bobot tersebut didasarkan kepada pengaruh dari Semak Belukar 4 peta tersebut terhadap terjadinya bencana tanah Hutan dan Perkebunan 20% 3 longsor. Pada proses pemetaan dilakukan perkali- Kota/Permukiman 2 an antara semua bobot dari parameter yang selan- jutnya yang dibuat dijumlahkan dengan memper- Tambak, Waduk, Perairan 1 timbangkan lokasi dan kesesuaian serta hubu- ngannya dengan lokasi geografis wilayah tersebut. Tabel 5. Klasifikasi Jenis Tanah (Puslittanak, Model dari Puslittanak 2004, untuk menentukan 2004). tingkat rawan bencana, parameter yang akan di- Parameter Bobot Skor gunakan adalah kemiringan lahan, jenis tanah, Regosol penutupan lahan (landcover), curah hujan serta 5 formasi geologi (batuan induk). Model yang dipakai Andosol, Podsolik 4 untuk menganalisis kerawanan longsor yaitu Latosol Coklat 10% 3 model yang dipakai pada penelitian Puslittanak Asosiasi Latosol Coklat tahun 2004 yang memiliki formula : 2 Kekuningan SKOR TOTAL = 0,3FCH + 0,2FBD + 0,2FKL + Aluvial 1 0,2FPL + 0,1F (1) Keterangan: Tahapan akhir yang digunakan dalam melakukan 퐹퐶퐻 = Faktor Curah Hujan pemetaan wilayah rawan longsor dengan meng- FBD = Faktor Jenis Batuan gunakan metode pembobotan dan parameter ini FKL = Faktor Kemiringan Lereng yaitu dengan membuat empat zona klasifikasi ter- FPL = Faktor Penutupan Lahan kait dengan potensi terjadinya tanah longsor yang FJT = Faktor Jenis Tanah terdiri dari zona rendah, sedang, tinggi, dan sangat 0,3; 0,2; 0,1 = Bobot Nilai tinggi. Penentuan zona tersebut dilakukan dengan melakukan perhitungan menggunakan persamaan Tabel 1. Klasifikasi Curah Hujan Dalam mm/tahun 2: (Puslittanak, 2004). 푠푘표푟 푡푒푟푡푖푛푔푔푖 − 푠푘표푟 푡푒푟푒푛푑푎ℎ Parameter Bobot Skor (2) 푗푢푚푙푎ℎ 푘푒푙푎푠 푘푙푎푠푖푓푖푘푎푠푖 Sangat Basah (>3000) 5 Basah (2501-2300) 4 sehingga dihasilkan suatu skor, di mana semakin Sedang (2001-2500) 30% 3 tinggi skor maka semakin tinggi potensi bencana Kering (1501-2000) 2 tanah longsor.

Sangat Kering (<1500) 1

ISSN 2722-3647 Available online at https://jgrs.eng.unila.ac.id/ ISSN 2722-3639 (e) DOI: https://doi.org/10.23960/jgrs.2020.v1i1.13 Yassar dkk. / Jurnal Geosains dan Remote Sensing (JGRS) Vol 1 No 1 (2020) 1-10 4

Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Peta Tingkat Probabilitas Zona Rawan Longsor yang terdapat di Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat.

Gambar 2. Peta Administrasi dan Pembagian Wilayah Kecamatan pada Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat

3. HASIL DAN PEMBAHASAN Adapun kondisi geografis dari Kabupaten Sume- Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Sumedang dang, yaitu pada sebelah Utara Kabupaten Sume- secara astronomis berada pada 6º44’-70º83’ Lin- dang yaitu Kabupaten Indramayu, sebelah Selatan tang Selatan dan 107º21’-108º21’ Bujur Timur. yaitu Kabupaten Garut, pada sebelah Barat yaitu Kabupaten Sumedang memiliki wilayah seluas Kabupaten Bandung dan Kabupaten Subang, dan 152.220 Ha yang di antaranya adalah 7 Kelu- pada sebelah Timur yaitu Kabupaten Majalengka. rahan serta 26 Kecamatan dengan 272 Desa. Kecamatan yang paling luas di Kabupaten Sume-

ISSN 2722-3647 Available online at https://jgrs.eng.unila.ac.id/ ISSN 2722-3639 (e) DOI: https://doi.org/10.23960/jgrs.2020.v1i1.13 Yassar dkk. / Jurnal Geosains dan Remote Sensing (JGRS) Vol 1 No 1 (2020) 1-10 5 dang yaitu Kecamatan Buahdua dan yang terkecil Daerah aliran sungai yang cukup banyak dan terletak pada Kecamatan Cisarua. diiringi dengan bentuk topografi Kabupaten Sume- dang yang berada pada wilayah berbukit dan pe- 3.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Longsor gunungan, serta kondisi alam pada Kabupaten Di Kabupaten Sumedang Sumedang menyebabkan peningkatan dalam re- Aspek hidrologi pada suatu wilayah diperlukan siko terjadinya bencana alam diwilayah ini teruta- dalam pengendalian dan pengaturan tata air ma dalam hal tanah longsor. wilayah. Struktur penyusun hidrologi Kabupaten Sumedang, terdiri dari aliran-aliran sungai besar 3.1.1. Jenis Batuan yang kemudian membentuk jalur baru yang lebih Secara geologi lokasi penelitian merupakan kecil dan biasa disebut dengan anak sungai pada wilayah dengan struktur batuan yang didominasi sekitar wilayah Kabupaten Sumedang. Aliran ini oleh batuan vulkanik di mana hal ini dipengaruhi membentuk suatu pola yang kemudian digolong- oleh gunung-gunung yang ada pada Kabupaten kan menjadi tiga daerah aliran sungai (DAS), 6 sub Sumedang seperti Gunung Geulis, selain itu apa- DAS. Daerah aliran sungai sendiri terdiri atas bila ditinjau dari sifat fisiografinya yang termasuk daerah aliran sungai Cimanuk, Citarum dan Cipu- ke dalam zona bogor yang didominasi oleh batuan negara, sedangkan Sub DAS terdiri atas Cimanuk vulkanik maka data jenis batuan yang digunakan Hulu, Cipeles dan Cimanuk Hilir, serta Citulung dalam penelitian ini dirasa cocok dengan kondisi yang termasuk ke dalam zona DAS Cimanuk, nyata yang terdapat di alam. Lebih dari 50% kemudian Sub DAS Citarik yang termasuk ke sebaran batuan yang terdapat pada Kabupaten dalam DAS Citarum dan Sub DAS Cikandung Sumedang didominasi oleh batuan hasil vulkanik yang termasuk ke dalam zona DAS Cikandung.

Gambar 3. Peta Sebaran Jenis Batuan pada Kabupaten Sumedang yang Terdiri dari Jenis Aluvial, Sedimen, dan Vulkanik di Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat kemudian sekitar kurang lebih 45% batuan pekaan masing-masing terhadap erosi, maka ber- sedimen dan 5% batuan aluvial. Hal ini menunjuk- dasarkan hal tersebut jenis tanah di lokasi pe- an bahwa kemungkinan besar batuan sedimen nelitian dibagi menjadi kategori sangat peka ter- yang berada pada Kabupaten Sumedang berasal hadap erosi yang terdiri atas tanah regosol, dari hasil erosi dan pelapukan batuan vulkanik kemudian peka terhadap erosi yang terdiri atas pada wilayah tersebut. tanah andosol, agak peka terhadap erosi yang terdiri atas tanah latosol, dan yang terakhir yaitu 3.1.2. Jenis Tanah tidak peka terhadap erosi yaitu tanah aluvial. Berdasarkan peta sebaran jenis tanah, diketahui Pembagian jenis tanah terhadap erosi tersebut bahwa jenis tanah pada daerah penelitian terdiri didasarkan oleh sifat permeabilitas dari tanah itu atas tanah aluvial, latosol, andosol, dan regosol. sendiri. Masing-masing jenis tanah tersebut memiliki ke-

ISSN 2722-3647 Available online at https://jgrs.eng.unila.ac.id/ ISSN 2722-3639 (e) DOI: https://doi.org/10.23960/jgrs.2020.v1i1.13 Yassar dkk. / Jurnal Geosains dan Remote Sensing (JGRS) Vol 1 No 1 (2020) 1-10 6

Gambar 4. Peta Sebaran Jenis Tanah pada Kabupaten Sumedang yang Terdiri dari Jenis Aluvial, Asosiasi Latosol Tak Coklat, Latosol Coklat, Andosol atau Podsolik, dan Regosol di Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat.

3.1.3. Kemiringan Lereng 15-30% merupakan daerah bergelombang sampai Topografi atau kemiringan lereng yang terdapat dengan berbukit dengan persentase luas wilayah pada Kabupaten Sumedang terbagi menjadi lima 30% yang ada pada Kabupaten Sumedang, dan ini zona klasifikasi yang berbeda. Zona pertama yaitu merupakan kemiringan lereng yang paling domi- kemiringan kurang dari sama dengan 8%, daerah nan di Kabupaten Sumedang. Selain itu, terdapat yang memiliki kemiringan ini berada pada wilayah wilayah yang memiliki kemiringan 30-40% yang yang datar dan memiliki luasan area sekitar 15%, melingkupi wilayah sebesar 15%, dan yang ter- kemudian kemiringan 8-15% yang merupakan akhir yaitu wilayah dengan tingkat kemiringan lebih daerah yang berombak hingga bergelombang de- 40% yang memiliki persentase cakupan wilayah ngan luasan wilayah sebesar 5%, lalu kemiringan yang paling besar yaitu 35%. Kondisi topografi pa-

Gambar 5. Peta Kemiringan Lahan pada Kabupaten Sumedang yang Terdiri dari Kemiringan > 45%, 30- 45%, 15-30%, 8-18%, dan <8% di Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat

ISSN 2722-3647 Available online at https://jgrs.eng.unila.ac.id/ ISSN 2722-3639 (e) DOI: https://doi.org/10.23960/jgrs.2020.v1i1.13 Yassar dkk. / Jurnal Geosains dan Remote Sensing (JGRS) Vol 1 No 1 (2020) 1-10 7

da wilayah Kabupaten Sumedang yang didominasi kiman, tegalan, hutan lebat, persawahan, dan per- dengan tingkat kemiringan lereng mencapai lebih kebunan. Lahan-lahan tersebut dimanfaat-kan oleh dari 40%, menandakan bahwa pada wilayah ini penduduk sesuai dengan kebutuhannya masing- berada pada dataran tinggi dengan kemiringan masing, seperti waduk yang nantinya untuk peng- yang sangat curam sehingga diperlukan perhatian gunaan lahan pariwisata dan pengairan untuk per- khusus untuk mencegah dan meminimalkan ke- sawahan, kemudian persawahan sebagai salah mungkinan terjadinya bencana tanah longsor. satu tempat untuk bercocok tanam, dan pemukim- an tempat tinggal dan lain sebagainya. Akan tetapi 3.1.4 Penutupan Lahan masyarakat di wilayah tersebut memanfaatkan Penutupan lahan pada suatu wilayah ataupun lahan tersebut tanpa memperhatikan dampak dan daerah memiliki keterikatan yang sangat erat risiko yang akan didapatkan dari pembukaan lahan dengan kondisi perekonomian masyarakat yang pada wilayah tersebut. Selain itu, tanpa di sadari terdapat pada daerah tersebut. Berdasarkan peta setiap tipe atau lahan yang digunakan oleh mas- tutupan lahan yang didapatkan melalui klasifikasi yarakat memiliki kontribusi dalam terjadinya ben- RBI diperoleh lima tipe tutupan lahan yaitu pemu- cana alam yang dalam hal ini yaitu tanah longsor.

Gambar 6. Peta Tutupan Lahan pada Kabupaten Sumedang yang Terdiri dari Waduk, Kota atau Pemukiman, Hutan dan Perkebunan, Semak Belukar, dan Sawah di Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat.

Besaran kontribusi tersebut untuk setiap tipenya bagai salah satu parameter utama dalam penentu- memiliki nilai yang tidak sama besar bergantung an bencana tanah longsor intensitas hujan sebesar pada sifat dan kondisi penggunaan lahan itu sen- itu tentu akan sangat berpengaruh di mana hal diri. tersebut akan meningkatkan potensi terjadinya longsor menjadi lebih besar hal ini pun diperburuk 3.1.5 Curah Hujan dengan kondisi topografi pada wilayah penelitian Berdasarkan peta tersebut diketahui bahwa yang berada pada bukit dan gunung sehingga intensitas curah hujan pada wilayah penelitian menambah kemungkinan terjadinya tanah longsor didominasi oleh intensitas yang sangat tinggi yaitu menjadi lebih besar lagi. berada pada kisaran 4.201-5.196 mm/tahun. Se-

ISSN 2722-3647 Available online at https://jgrs.eng.unila.ac.id/ ISSN 2722-3639 (e) DOI: https://doi.org/10.23960/jgrs.2020.v1i1.13 Yassar dkk. / Jurnal Geosains dan Remote Sensing (JGRS) Vol 1 No 1 (2020) 1-10 8

Gambar 7. Peta Curah Hujan pada Kabupaten Sumedang yang Terdiri dari Intensitas 2,138 - 2,811 mm/tahun, 2,811 - 3,331 mm/tahun, 3,331 - 3,733 mm/tahun, 3,733 - 4,201 mm/tahun, 4,201 - 5,196 mm/tahun di Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat

3.2. Aplikasi SIG Dalam Pemetaan Zona Rawan Semua parameter tersebut diklasifikasikan ber- Bencana Longsor Di Kabupaten Sumedang dasarkan nilai skor kemudian diberikan bobot Pendugaan kawasan bencana zona rawan sesuai kontribusinya masing-masing dan kemudi- bencana tanah longsor dilakukan dengan meng- an data tersebut diolah. Berdasarkan hasil analisis gunakan model pendugaan yang bersumber pada lima parameter kerawanan longsor dengan meng- penelitian yang dilakukan oleh Puslittanak tahun gunakan model Pendugaan Kerawanan Longsor 2004. Berdasarkan model tersebut parameter yang Puslittanak tahun 2004, didapatkan empat kriteria dibuat untuk menduga kawasan rawan longsor wilayah kerawanan longsor yaitu daerah dengan meliputi parameter jenis tanah, penutupan lahan, potensi rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. jenis batuan, curah hujan, serta kemiringan lahan.

Gambar 8. Peta Zona Rawan Bencana Longsor pada Kabupaten Sumedang yang Terdiri dari Kerawanan Rendah, Sedang, Tinggi, dan Sangat Tinggi di Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat.

ISSN 2722-3647 Available online at https://jgrs.eng.unila.ac.id/ ISSN 2722-3639 (e) DOI: https://doi.org/10.23960/jgrs.2020.v1i1.13 Yassar dkk. / Jurnal Geosains dan Remote Sensing (JGRS) Vol 1 No 1 (2020) 1-10 9

Berdasarkan pemodelan pendugaan kawasan gunungan dan Bandung Selatan yang dicirikan o- rawan longsor yang dilakukan didapatkan bahwa leh adanya endapan fragmen batuan beku dan intensitas curah hujan memiliki bobot terbesar sedimen berupa batuan tufa, andesit, basal, dan yakni 30%, hal ini menyatakan bahwa hujan ada- gamping. Mandala ini mengalami perubahan lah faktor paling berpengaruh dalam terjadinya bentuk sepanjang zaman Tersier hingga Kuarter, tanah longsor di mana semakin tinggi intensitas di mana proses terbentuknya Mandala ini diawali curah hujan yang terjadi maka tanah akan memiliki dengan pengendapan sedimen laut dari arah ikatan yang semakin lemah. Selain itu, batuan Selatan menuju ke Utara yang kemudian pada yang menjadi fondasi dari tanah pun akan menjadi masa Miosen Awal terjadi proses pengendapan licin sehingga akan memudahkan dalam terjadinya batuan yang bersifat basal-andesit, proses ini bencana tanah longsor. Faktor jenis batuan, ke- diakhiri dengan pendangkalan yang mengarah ke miringan lahan, dan tipe penutupan lahan dengan Utara. bobot 20%, sedangkan faktor jenis tanah memiliki Berdasarkan penjelasan mengenai sejarah dan bobot 10%. Berdasarkan penjelasan dan hasil sifat geologi, morfologi dan fisiografi wilayah Kabu- analisis yang telah dilakukan dengan memperhati- paten Sumedang kita dapat mengetahui bahwa kan seluruh parameter tersebut maka akan di- data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dapatkan peta klasifikasi kerawanan longsor pada dikatakan memiliki kesesuaian dengan apa yang Kabupaten Sumedang. berada di lapangan di mana wilayah penelitian me- Berdasarkan peta zona kerawanan bencana miliki topografi gunung dan bukit, sebaran batuan tanah longsor di Kabupaten Sumedang tersebut, didominasi oleh jenis batuan vulkanik yang dalam diketahui bahwa wilayah penelitian ini memiliki hal ini dapat dikatakan sebagai batuan beku dan kemungkinan terjadinya tanah longsor yang di- jenis tanah yang didominasi adalah tanah aluvial, dominasi oleh tingkat kerawanan sedang hingga sehingga tidak mengherankan apabila hasil pe- tinggi, hal ini dikarenakan walaupun wilayah Kabu- metaan yang didapatkan didominasi oleh wilayah paten Sumedang ini memiliki tingkat curah hujan dengan kemungkinan terjadinya tanah longsor yang sangat tinggi dan berada pada wilayah pe- yang tinggi, hal ini merujuk terhadap sejarah dari gunungan, akan tetapi sebaran tanah penyusun geologi dan kondisi geologi yang ada di wilayah wilayah ini didominasi oleh aluvial di mana jenis penelitian saat ini, maka diperlukan suatu upaya tanah ini tidak peka terhadap terjadinya erosi, mitigasi yang cukup signifikan untuk mengurangi kemudian dengan masih cukup banyaknya zona potensi kejadian tanah longsor, salah satunya de- hutan lebat yang dapat dilihat pada peta peng- ngan melakukan penanaman pohon kembali pada gunaan lahan maka hal tersebut akan membantu wilayah yang sudah dilakukan pembukaan lahan dalam menurunkan kemungkinan terjadinya long- dan memiliki vegetasi yang kurang optimal untuk sor yang akan terjadi pada wilayah Kabupaten dapat menahan pergerakan dan pemecahan ta- Sumedang ini. nah. Hasil peta yang didapatkan kemudian dianalisis lebih lanjut dengan mengaitkan terhadap sejarah 4. KESIMPULAN geologi pada wilayah penelitian, hal ini dilakukan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan agar mengetahui dan sebagai validasi dari semua maka dapat diambil kesimpulan bahwa Kabupaten hasil peta dan analisis yang telah dilakukan. Kabu- Sumedang memiliki kemungkinan sedang sampai paten Sumedang termasuk ke dalam salah satu dengan tinggi dalam hal terjadinya bencana tanah zona fisiografi Jawa Barat tepatnya pada zona longsor. Hal ini dikarenakan Kabupaten Sumedang Bogor. Zona Bogor sendiri termasuk ke dalam memiliki tingkat intensitas curah hujan yang sangat zona Utara dari Jawa Barat yang melingkup tinggi, yaitu berada pada kisaran 4.201-5.196 mm/ wilayah Tangerang, Bogor, , tahun. Tanah yang didominasi oleh jenis aluvial Sumedang, Majalengka, Subang, dan Kuningan. kemudian jenis batuan didominasi oleh jenis batu- Zona fisiografi Bogor merupakan zona an vulkanik serta tingkat kemiringan lereng yang antiklinorium yang diakibatkan oleh adanya didominasi oleh kemiringan 15-30% serta di atas intensitas perlipatan yang kuat antar lapisan yang 45% di mana tingginya nilai dari semua parameter terbentuk sejak sub zaman Neogen, peristiwa ini tersebut akan mempengaruhi dan menaikkan po- pun diikuti dengan beberapa intrusi hypabyssal tensi bencana tanah longsor yang akan terjadi. volcanic necks, stoks dan bosses. Pada penelitian ini kami dapat menunjukkan Akibat dari tingkat pelipatan yang cukup tinggi daerah yang masuk dalam zona rawan tanah long- menjadikan zona Bogor memiliki morfologi berupa sor. Untuk penelitian berikutnya, untuk metode bukit dan pegunungan yang memanjang dari Barat pemberatan dapat mencari referensi yang sesuai hingga Timur dengan lebar maksimum sebesar 40 dengan data yang diolah dan yang akan dihasil- Km. Zona Bogor sendiri tersusun oleh batuan kan. sedimen tersier dan batuan beku baik itu batuan beku intrusi maupun ekstrusi. Salah satu contoh UCAPAN TERIMA KASIH dari morfologi perbukitan terjal dapat ditemukan di Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada gunung Sanggabuana, Purwakarta. Mandala sedi- BMKG atas pemberian izin dalam menggunakan mentasi yang dapat ditemui di zona Bogor, Pe- data-data yang diperlukan dalam penelitian ini, ISSN 2722-3647 Available online at https://jgrs.eng.unila.ac.id/ ISSN 2722-3639 (e) DOI: https://doi.org/10.23960/jgrs.2020.v1i1.13 Yassar dkk. / Jurnal Geosains dan Remote Sensing (JGRS) Vol 1 No 1 (2020) 1-10 10 serta seluruh pihak yang membantu dalam pe- Ramadhani, N. I., & Idajati, H. (2017). Identifikasi nulisan dan pengolahan data penelitian ini. Tingkat Bahaya Bencana Longsor, Studi kasus: Kawasan Lereng Gunung Lawu, DAFTAR PUSTAKA Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Ariani, K. A. (2017). Tingkat Kerawanan Tanah Jurnal Teknik ITS, 6(1), 87–90. Longsor Di Dusun Landungan Desa Guntur Santoso, H. (2012). Aplikasi “SSOP BANTAL” Macan Kecamatan Gunungsari Kabupaten Berbasis DAS untuk penanggulangan banjir Lombok Barat. Jurnal Ilmiah Mandala dan tanah longsor. Journal Penanggulangan Education, 102(4), 24–25. Bencana, 3(1), 43–54. Damanik, M. R. S., & Restu. (2012). Pemetaan Silitonga. (2003). Peta Geologi Indonesia, Lembar tingkat risiko banjir dan longsor Sumatera Bandung, Jawa Barat. Bandung: Pusat Utara berbasis sistem informasi geografi. Penelitian dan Pengembangan Geologi Jurnal Geografi, 4(1), 29–42. Sitepu, F., Selintung, M., & Harianto, T. (2017). Djuri. (1995). Peta Lembar Arjawinangun, Jawa Pengaruh Intensitas Curah Hujan dan Barat. Bandung: Pusat Penelitian dan Kemiringan Lereng Terhadap Erosi Yang Pengembangan Geologi. Berpotensi Longsor. Jurnal Penelitian Faizana, F., Nugraha, A., & Yuwono, B. (2015). Enjiniring, 21(1), 23–27. Pemetaan Risiko Bencana Tanah Longsor Sugianti, K., & Mulyadi, D. (2014). Pengklasan Kota Semarang. Jurnal Geodesi Undip, 4(1), Tingkat Kerentanan Gerakan Tanah. 24(2), 223–234. 93–104. Hutomo, I. A., & Maryono, M. (2016). Model Van Bemmelen, R. W. (1949). The Geology of Prediksi Kawasan Rawan Bencana Tanah Indonesia. General Geology of Indonesia and Longsor di Kecamatan Karangkobar. Jurnal Adjacent Archipelagoes. In Government Pembangunan Wilayah & Kota, 12(3), 303. Printing Office, The Hague (pp. 545–547; Martodjojo. (2003). Evaluasi Cekungan Bogor 561–562). Jawa Barat. Bandung: Institut Teknologi Wang, F., Xu, P., Wang, C., Wang, N., & Jiang, N. Bandung. (2017). Application of a gis-based slope unit Nugraha, A. L. (2013). Penyusunan dan Penyajian method for landslide susceptibility mapping Peta Online Risiko Bencana Banjir Rob Kota along the longzi river, southeastern tibetan Semarang. Yogyakarta: Teknik Geomatika plateau, China. ISPRS International Journal Universitas Gajah Mada of Geo-Information, 6(6). Puslittanak Pusat Penelitian dan Pengembangan Wesley, L. D. (2010). Geotechnical Engineering in Tanah dan Agroklimat. (2004). Laporan Akhir Residual Soils. New Jersey: John Wiley and Pengkajian Potensi Bencana Kekeringan, Sons, Inc. Banjir dan Longsor di Kawasan Satuan Yuniarta, H., Saido, A. P., & Purwana, Y. M. Wilayah Sungai Citarum-Ciliwung, Jawa (2015). Kerawanan bencana tanah longsor Barat Bagian Barat Berbasis Sistem kabupaten ponorogo. Matriks Teknik Sipil, Informasi Geografi. Bogor 3(1), 194–201. Rahman, A. (2010). Penggunaan Sistim Informasi Zakaria, Z. (2010). Model Starlet, suatu Usulan Geografis untuk Pemetaan Kerawanan untuk Mitigasi Bencana Longsor dengan Longsor di Kabupaten Purworejo. Bumi Menggunakan Pendekatan Genetika Wilayah Lestari, 10(2). (Studi Kasus: Longsoran Citatah, Rahmi, A. (2012). Analisa Pengaruh Curah Hujan Padalarang, Jawa). Indonesian Journal on Terhadap Kejadian Tanah Longsor Di Ulu Geoscience, 5(2). Klang Malaysia. Jurnal Aptek, 4, 65.

ISSN 2722-3647 Available online at https://jgrs.eng.unila.ac.id/ ISSN 2722-3639 (e) DOI: https://doi.org/10.23960/jgrs.2020.v1i1.13